BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Umur Depkes RI menyebutkan bahwa usia produktif adalah antara 15 54 tahun. Dalam penelitian ini umur yang diambil adalah umur antara 17 47 tahun, sehingga usia tersebut masih termasuk usia kerja yang produktif. Peran faktor umur memberikan respon terhadap situasi yang potensial menimbulkan stress. Tenaga kerja yang usianya sudah lanjut ( > 60 tahun) kemampuan dalam beradaptasinya menurun karena adanya penurunan fungsi organ di dalam tubuhnya (Roestam, 2003). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Flippo dalam Muflichatum (2006), pada usia tua penyakit syaraf seperti tremor pada tangan dapat menurunkan produktivitas kerja pada perusahaan yang memerlukan ketrampilan tangan. WHO menyatakan batas usia tua adalah 65 tahun ke atas. Namun menurut Undang-undang No.13 Tahun 1989 batas usia lanjut adalah 60 tahun (Dwi, 2002). Pada penelitian ini, rentang umur yang digunakan adalah mulai dari 17 tahun sampai 47 tahun, hal ini dikarenakan jumlah pekerja di CV. X Sukoharjo terbatas dan kontribusi umur yang memenuhi jumlah sampel adalah dari umur 17 tahun sampai 47 tahun. 43 2. Masa Kerja Penelitian terhadap masa kerja didapatkan hasil bahwa masa kerja tenaga kerja minimal adalah 2 tahun dan masa kerja tenaga kerja paling lama adalah 5 tahun. Masa kerja juga dapat mempengaruhi produkivitas kerja karena semakin lama masa kerja, tenaga kerja semakin berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaannya (Muflichatun 2006). Tenaga kerja mempunyai kepuasan kerja yang terus meningkat sampai lama kerja 5 tahun dan kemudian mulai terjadi penurunan sampai lama kerja 8 tahun, tetapi kemudian setelah tahun kedelapan maka kepuasan kerja secara perlahan-ahan akan meningkat lagi (Suma’mur, 2009). Berdasarkan referensi tersebut masa kerja responden mendukung untuk peningkatan produktivitas, karena masa kerja responden dibawah 8 tahun, sehingga dimungkinkan seluruh responden sedang semangat-semangatnya dalam melakukan pekerjaan. 3. Jenis Kelamin Dari penelitian ini semua tenaga kerja yang menjadi subjek adalah wanita. Menurut Soeprapto dalam Muflichatum (2006), ukuran dan daya tahan tubuh wanita berbeda dengan pria. Pria lebih sanggup menyelesaikan pekerjaan berat yang biasanya tidak sedikitpun dapat dikerjakan wanita, kegiatan wanita pada umumnya lebih banyak membutuhkan ketrampilan tangan dan kurang memerlukan tenaga. Beberapa data menunjukan bahwa pekerja wanita lebih diperlukan pada suatu industri yang memerlukan ketrampilan dan ketelitian dari pada tenaga kerja laki-laki. Berdasarkan teori tersebut responden sesuai dengan jenis pekerjaan karena pekerjaan yang ada ditempat kerja lebih banyak membutuhkan keterampilan dan ketelitian, dan diharapkan dengan menyamakan karakteristik responden tersebut akan terlihat perbedaan antara tenaga kerja yang mengalami stress dan yang tidak mengalami stress. 4. Stress Kerja Pengukuran dari stress telah ditetapkan batas tingkat stress kerjanya. Kriteria tidak stress yaitu yang termasuk kategori tidak stres dan stress ringan dengan skor < 28 sedangkan kriteria stress yaitu yang termasuk kategori stress sedang dan stress berat dengan skor > 29. Dampak yang dapat di timbulkan dari stress yaitu menurunnya performasi kerja serta efisiensi kerja sehingga produktifitas kerja menurun. Stress kerja dapat menimbulkan reaksi pada tubuh manusia sehingga dapat menyebabkan timbulnya penyakit psikis, kecelakaan kerja, absensi kerja, lesu kerja dan gangguan jiwa (Roestam, 2003). Oleh karena itu perlu adanya pengendalian serta strategi pencegahan terhadap stress dalam upaya meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja, meningkatkan produktivitas perusahaan serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja (Tarwaka, 2010). 5. Produktivitas Kerja Perhitungan tingkat produktivitas tenaga kerja wanita bagian sewing CV. X Sukoharjo di tentukan dengan menghitung jumlah rata-rata dari baju yang dihasilkan selama 8 jam. Dengan ketentuan produktivitas kerja tinggi jika hasil baju lebih dari rata-rata yaitu > 60 dan produktivitas kerja rendah jika hasil baju di bawah rata-rata yaitu < 60. B. Variabel Penelitian 1. Perbedaan jenis musik pengiring kerja terhadap stres kerja Penelitian ini tidak bisa menggunakan uji analisis repeated annova karena data yang diperoleh tidak terdistribusi normal, sehingga analisis data dilakukan dengan menggunakan uji friedmann (nonparametrik). Berdasarkan hasil uji friedman dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan jenis musik pengiring kerja terhadap stres kerja pada pekerja bagian sewing CV. X Sukoharjo dengan p value = 0,000. Musik-musik keras akan meningkatkan agresi yang tinggi dan emosional yang tidak stabil. Sebaliknya musik-musik yang lembut dapat bersifat menenangkan dan memberikan kestabilan pada emosi. Namun dalam penelitian menunjukkan bahwa musik dengan alunan yang lambat seperti musik pop justru menyebabkan pekerja tidak agresif dalam melakukan pekerjaan dan meningkatkan stres kerja. Sesuai teori dari Don Campbell menyatakan bahwa musik mampu memberikan rangsangan yang menghasilkan pada efek mental dan fisik, menyeimbangkan gelombang otak dan dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan stres (Cambell, 2002). Salah satu efek terkuat dari musik adalah menurunkan kecemasan atau stres (Haun, Mainos, Looney, 2001). Musik dapat memperbaiki kualitas aspek fisik, perilaku dan psikologis. Musik dapat menurunkan stres karena musik berperan dalam menyeimbangkan gelombang otak. Semakin lambat gelombang otak, maka semakin santai, puas, dan timbulnya rasa damai dalam diri (Campbell, 2001). Efektif tidaknya musik digunakan dalam jam kerja, bergantung pada jenis musik yang dimainkan. Oleh karena itu, penggunaan musik kerja perlu disesuaikan dengan kesukaan karyawan dan kondisi ruang kerja (Mangkunegaran, 2005). Hasil penelitian Tri Kurnia (2006) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor tingkat stres kerja yang signifikan antara pegawai yang mendapatkan perlakuan berupa mendengarkan musik pengiring kerja dengan pegawai yang tidak mendengarkan musik pengiring kerja pada pegawai badan keuangan daerah (BPKD) kabupaten Brebes. 2. Perbedaan jenis musik pengiring kerja terhadap produktivitas kerja Berdasarkan hasil uji friedman dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan jenis musik pengiring kerja terhadap produktivitas kerja pada pekerja bagian sewing CV. X Sukoharjo dengan p value = 0,000. Hasil perhitungan skor produktivitas kerja dari 50 sampel tenaga kerja wanita bagian sewing yang mengalami tingkat produktivitas kerja rendah hanyalah pada saat dimainkan musik pop. Sedangkan pada saat dimainkan musik dangdut dan campursari produktivitas para responden berada di atas ratarata hasil produksi 60 potong pakaian jadi per jam. Perbedaan jumlah produktivitas kerja pada saat dimainkan musik pop tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain karena adanya target dari perusahaan yang harus menyelesaikan sebanyak 700 pakaian jadi. Dalam wawancara yang dilakukan, responden mengeluhkan rasa mengantuk ketika dimainkan musik pop, musik pop dengan bahasa asing (bahasa inggris) dapat memberikan kendala pada pekerja dalam memahami arti pada lirik musik tersebut sehingga dapat memecah konsentrasi pekerja ,dan musik pop dapat mempengaruhi emosi orang yang mendengarkan terlebih lagi apabila lirik pada musik tersebut sesuai dengan keadaan hidup pekerja saat itu, sehingga hal-hal tersebut dapat mengganggu koonsentrasi dan menurunkan produktivitas pekerja. Menyajikan musik sebagai pengiring kerja pada beberapa penelitian menunjukan adanya peningkatan produksi. Jenis musik yang diperdengarkan juga dapat mempengaruhi produktivitas karena secara psikologis musik akan membuat karyawan berada pada kondisi yang segar dan enjoy (Kurth, 1995). Produktivitas kerja sebenarnya mencakup tentang suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan kehidupan mengenai pelaksanaan produksi didalam suatu perusahaan dimana dalam memproduksi untuk hari ini diharapkan lebih baik dari hari kemarin begitu juga sistem kerjanya. Hasil penelitian Ika Prastiwi Utomo (2014) menunjukkan bahwa musik berpengaruh signifikan terhadap Produktivitas kerja karyawan pada bagian linting rokok PT. Djitoe Indonesia Tobacco C. Keterbatasan Penelitian 1. Pengukuran stres kerja pada tiap jenis musik hanya dilakukan 1 kali, alangkah lebih bagus jika pengukuran dilakukan beberapa kali pada untuk mendapatkan nilai rata-rata stres kerja, sehingga bisa diketahui dengan lebih pasti efektifitas dari treatment musik tersebut. 2. Volume musik yang diputar kemungkinan tidak sama di setiap tempat. 3. Penelitian masih menggunakan alat ukur manual yaitu kuesioner, yang memungkinkan alat tersebut kurang valid. 4. Kuesioner yang sama membuat para responden jenuh dalam mengisi sehingga bisa saja terjadi jawaban yang tidak sesuai dengan keadaan responden. 5. Ketelitian dan kejujuran pekerja dalam menjawab pertanyaan kuesioner, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya jawaban yang tidak mewakili keadaan sebenarnya dan hal ini dapat mempengaruhi hasil penelitian. 6. Didalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi stress dan produktivitas tenaga kerja tidak semuanya dikendalikan, sehingga mempengaruhi hasil penelitian. 7. Masing-masing responden memiliki musik favorit yang berbeda. Ketika musik pengiring jenis dangdut yang dimainkan ada beberapa responden yang tidak menyukai musik jenis dangdut, ketika musik pengiring jenis campursari yang dimainkan ada beberapa responden yang tidak menyukai musik jenis campursari, dan ketika musik pengiring jenis pop yang dimainkan ada beberapa responden yang tidak menyukai musik jenis pop.