Bab II Tinjauan Pustaka - Perpustakaan Digital ITB

advertisement
8
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1. Penelitian terdahulu
Wiantoko,M, 2005, melakukan penelitian perubahan obyek bangunan PBB untuk
pemeliharan data obyek PBB, dengan membandingkan peta bangunan dengan citra
quickbird terkoreksi. Pendeteksian dilakukan secara manual/visual. Penelitian
menghasilkan kesimpulan bahwa identifikasi perubahan obyek bangunan dengan
memanfaatkan citra quickbird hanya baik dilakukan untuk daerah perkotaan teratur
dan jenis perubahan bangunan besar dan bangunan belum tergambar.
Ida Rafni, 2005. Melakukan penelitian tentang
Optimalisasi Pemanfaatan tanah
bekas HGU perkebunan dalam rangka penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar,
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaannya, pemanfaatan
tanah dalam mewujudkan penertiban dan pendayagunaan tanah sebagai diamanatkan
dalam Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 1998 belum dapat dilaksanakan karena
kurang akuratnya data tentang tanah terlantar dan kurangnya biaya dalam proses
penetapan tanah terlantar.
Hariyanto, I, 2005, dalam penelitiannya menyebutkan bahwa klasifikasi untuk
penentuan peruntukkan areal bagi kepentingan PBB pada dasarnya merupakan
klasifikasi tutupan lahan. Klasifikasi yang disusun perlu dilengkapi dengan
monogram atau sampel obyek tertentu di permukaan bumi yang dapat dikenali diatas
citra beserta dengan definisi dan deskripsinya. Beberapa sampel obyek dimungkinkan
mempunyai definisi maupun deskripasi yang sama akan tetapi memberikan
kenampakan yang berbeda. Sehingga perlu untuk memberikan sampel obyek yang
lebih banyak.
Soebagio, 2006, melakukan penelitian antara lain tentang pemanfaatan keunggulan
citra Quickbird sebagai citra resolusi tinggi yang mampu menggambarkan wilayah
yang sebenarnya dengan jelas sampai ketelitian 0,6 m (Digital Globe 2002). Citra
9
Quickbird dijadikan acuan dalam melakukan transformasi dan koreksi peta SIG PBB.
Koreksi peta SIG PBB terhadap citra mendapatkan simpangan baku perbedaan luas
bidang sebesar 88 m2. Jumlah bidang yang memenuhi toleransi selisih luas KEP-533
sebesar 98,22%. Jadi citra QuickBird dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan jumlah
bidang pada data SIG PBB di wilayah penelitian yang memenuhi toleransi selisih luas
(KEP-533) dari sebelumnya yang hanya 12,89% menjadi 98,22%.
II.2. Pengendalian penggunaan dan pemanfaatan tanah
Pengembangan dan pembangunan biasanya didasarkan atas potensi suatu wilayah
yang meliputi potensi fisik, ekonomi, kependudukan, kesesuaian, kemampuan,
penggunaan lahan, serta perkembangan wilayah.
Ditinjau dari aspek pertanahan, data yang diperlukan untuk analisa potensi wilayah
adalah rencana tata ruang wilayah ( RUTRW), penggunaan tanah, penguasaan tanah
(HGU, HGB induk, HPL) serta perijinan yang telah diterbitkan. Informasi tersebut
menyebutkan luas tanah yang tersedia untuk pembangunan, luas tanah yang telah
diberikan ijin yang telah dicadangkan, luas tanah yang sudah dibebaskan, serta luas
tanah yang telah dikuasai dan telah dilekati hak. Informasi tersebut berguna dalam
menyusun neraca penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
wilayah bersangkutan.
Lebih jauh, hak atas tanah sekala besar yang telah diberikan (HGU, HPL, dan HGB
induk) akan dianalisa untuk mengetahui penggunaan dan pemanfaatan bidang per
bidang. Analisa meliputi keadaan, sifat, dan tujuan penggunaan dan pemanfaatan
yang diwajibkan saat pemberian hak. Hasil analisa bidang per bidang akan menjadi
dasar pemberian rekomendasi mikro penggunaan dan pemanfaatan bidang-bidang
tanah dimasa datang apabila dinilai penggunaan dan pemanfaatannya tidak sesuai
dengan hak dan kewajiban yang disyaratkan.
10
Skema alur pikir kegiatan pengendalian penggunaan dan pemanfaatan tanah hak atas
tanah dalam satuan wilayah administrasi(BPN, 2004) adalah sebagai berikut :
Gambar II.1. Skema alur pikir kegiatan pengendalian
penggunaan dan pemanfaatan tanah
Bangunan adalah sesuatu yang didirikan ; sesuatu yang dibangun (rumah, gedung,
menara).(Hoetomo,2005). Hak Guna Bangunan ( HGB) adalah hak untuk mendirikan
dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan
jangka waktu paling lama 30 tahun. ( pasal 35 UU nomor 5 tahun 1960).
II.3. Tanah terlantar
Tanah terlantar adalah tanah yang diterlantarkan oleh pemegang hak atas tanah,
pemegang Hak Pengelolaan atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas
tanah tetapi belum memperoleh hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. ( Republik Indonesia, 1998).
11
Identifikasi tanah terlantar adalah kegiatan pemantauan , pendataan dan evaluasi
terhadap tanah-tanah yang dikuasai dengan hak atas tanah, tanah hak pengelolaan dan
tanah yang sudah diperoleh dasar penguasaannya tetapi belum memperoleh hak atas
tanahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka
penertiban dan pendayagunaannya. (BPN, 2002).
Ruang lingkup tanah terlantar meliputi tanah terlantar yang dikuasai dengan Hak
Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai
(HP), tanah Hak Pengelolaan (HPL) dan tanah yang sudah diperoleh dasar
penguasaannya tetapi belum diperoleh hak atas tanahnya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kriteria tanah terlantar ( Republik Indonesia, 1998), adalah sebagai berikut :
a. Tanah HM, HGU, HGB, dan HP, dengan sengaja tidak dipergunakan oleh
pemegang haknya sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau
tidak dipelihara dengan baik.
b. Tanah HM, HGB, dan HP yang tidak dimaksudkan untuk dipecah menjadi
beberapa bidang tanah dalam rangka penggunaannya, tidak dipergunakan sesuai
dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya, tidak dipergunakan sesuai
peruntukkannya menurut RTRW yang berlaku pada waktu permulaan
penggunaan atau pembangunan fisik diatas tanah tersebut.
c. Tanah HGU dan atau sebagian tanah HGU yang tidak dipergunakan sesuai
dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya, tanah tesebut tidak diusahakan
sesuai dengan kriteria penguasaan tanah pertanian yang baik sesuai ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku.
d. Tanah HGB, HP dan atau sebagian Tanah HGB, HP yang dimaksudkan untuk
dipecah menjadi beberapa bidang tanah dalam keadaannya atau sifat dan tujuan
haknya, tanah tersebut tidak dipecah dalam rangka pengembangannya sesuai
dengan rencana kerja yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang.
12
e. Tanah HPL atau sebagian HPL, yang kewenangan hak menguasai dari negara
tidak dilaksanakan oleh pemegang HPL sesuai tujuan pemberian pelimpahan
kewenangan tersebut.
f. Tanah yang sudah diperoleh penguasaannya tetapi belum diperoleh hak atas tanah
sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, tanah tersebut oleh pihak
yang telah memperoleh dasar penguasaan tidak dimohon haknya atau tidak
dipelihara dengan baik.
Tata cara penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar ( Republik Indonesia, 1998),
adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi tanah terlantar dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
a. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota membentuk Satuan Tugas Identifikasi.
b. Kewajiban pemegang hak atas tanah memberikan keterangan yang diminta oleh
Satuan Tugas.
c. Identifikasi meliputi :
1. nama dan alamat orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak atas
tanah atau pihak yang telah mempunyai dasar penguasaan atas tanah yang
bersangkutan.
2. letak, luas, status hak dan keadaan fisik tanah yang bersangkutan.
3. keadaan yang mengakibatkan tanah yang bersangkutan dapat dinyatakan
sebagai tanah terlantar.
d. Dalam melakukan identifikasi diperhatikan jangka waktu yang wajar, dan
ditetapkan oleh menteri
e. Menteri membentuk Panitia Penilai, Ketua Kepala Kantor Pertanahan dan
anggota dari Instansi terkait.
f. Tanah terlantar yang dikuasai oleh pemegang hak perorangan yang tidak mampu
dari segi ekonomi, diusulkan dilakukan pembinaan, sedangkan bagi perorangan
yang mampu dari segi ekonomi diberi peringatan.
g. Kakanwil BPN Propinsi memberikan peringatan pertama jangka waktu 12 bulan,
peringatan kedua 12 bulan, peringatan ketiga 12 bulan.
13
h. Apabila pemegang hak tidak mengambil langkah-langkah sebagaimana dimaksud
dalam peringatan ketiga maka Kakanwil BPN Propinsi melaporkan kepada
Menteri disertai usul untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar.
i. Menteri memberi kesempatan pada pemegang hak untuk dalam waktu 3 bulan
mengalihkan hak atas tanahnya melalui pelelangan umum.
Tata Cara Identfikasi (BPN, 2002), adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi tanah terlantar dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
b. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota membentuk Satuan Tugas Identifikasi.
c. Kegiatan identifikasi meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengolahan dan
pelaporan
d. Kegiatan perencanaan Identifikasi meliputi :
1. pengumpulan data dan peta di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, dan Dinas
Instansi terkait serta dari pemegang hak, atau pihak yang telah memperoleh
dasar penguasaan tanah.
2. penentuan lokasi prioritas untuk diidentifikasi
3. penyusunan rencana kerja identifikasi
4. penyiapan bahan dan materi serta tenaga, termasuk administrasi untuk
pelaksanaan identifikasi.
5. pemberitahuan kepada pemegang hak atau pihak yang telah memperoleh dasar
penguasaan tanah untuk pelaksanaan identifikasi.
e. Kegiatan pelaksanaan identifikasi meliputi kegiatan pengumpulan data dan
pengecekan lapang mengenai :
1. nama dan alamat orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak atas
tanah atau pihak yang telah mempunyai dasar penguasaan atas tanah yang
bersangkutan.
2. letak , luas, status hak dan keadaan fisik tanah yang bersangkutan termasuk
ada tidaknya garapan atau okupasi liar oleh masyarakat, ada tidaknya indikasi
kerusakan tanah dan penelantaran tanah.
14
3. data atau keadaan yang mengakibatkan tanah yang bersangkutan dapat
dinyatakan seagai tanah terlantar antara lain data penggunaan tanah, ketaatan
melaksanakan hak dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Surat
Keputusan pemberian hak atau ketetapan yang menjadi dasar penguasaan
tanah, pemasangan patok-patok tanda batas dan khusus terhadap Hak
Pengelolaan tidak/belum dilaksanakannya kewenangan yang diberikannya.
4. jumlah bidang dan luas tanah-tanah yang sudah dimiliki, selain yang sedang
diidentifikasi.
5. permasalahan serta upaya penyelesaiannya.
f. Kegiatan pengolahan data identifikasi dilaksanakan dengan berpedoman pada
kriteria dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut ;
1. penggunaan tanah saat ini
2. kesesuaian dengan tata ruang wilayah
3. kesesuaian dengan site plan dalam proposal
4. peruntukan tanah dalam pemberian haknya, atau dasar penguasaan tanah.
5. persyaratan dalam surat keputusan pemberian hak, atau ketetapan yang
menjadi dasar penguasaan tanah.
6. hal-hal lain sesuai dengan kondisi daerah.
g. Kegiatan pelaporan
1. pelaporan hasil identifikasi berisikan fakta dan penjelasan mengenai kondisi
pemanfaatan tanah yang dilaksanakan oleh pemegang hak baik berupa peta
maupun narasi
2. pelaporan disampaikan kepada panitia penilai Kabupaten/Kota melalui Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
h. Jangka waktu minimal untuk dilakukan identifikasi ditetapkan sebagai berikut
1. Hak Milik , 5 ( lima ) tahun.
2. Hak Guna Usaha , 5 ( lima ) tahun.
3. Hak Guna Bangunan , 3 ( tiga ) tahun.
4. Hak Pakai , 3 ( tiga ) tahun.
5. Hak Pengelolaan , 5 ( lima ) tahun.
15
6. Penguasaan tanah oleh perusahaan dalam rangka ijin lokasi / SIPPT , 1
(satu ) tahun sejak diterbitkannya Surat Keputusan Perpanjangan yang
terakhir.
7. Pencadangan tanah / SP3L dan rekomendasi Bupati/Walikota, sejak
berlakunya keputusan ini.
1 s/d 5 sejak diterbitkannya sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Langkah-langkah Identifikasi Tanah Terlantar sesuai pedoman teknis pelaksanaan
Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan
tanah terlantar sebagai berikut :
1. Perencanaan Identifikasi
a. Tetapkan prioritas bidang-bidang tanah yang akan di Identifikasi, dengan
kriteria :
1) Petunjuk Menteri / KBPN : HGU, HPL, HGB skala besar dan ijin lokasi /
SIPPT.
2) Laporan masyarakat / LSM
3) Informasi dari Dinas / instansi terkait
4) Jangka waktu berdasarkan pasal 8 Keputusan KBPN nomor 24 Th 2002.
b. Susun rencana kerja identifikasi tahunan
c. Susun rencana pembiayaan
d. Kumpulkan data dan peta bidang tanah yang telah tersedia anggarannya untuk
pelaksanaan identifikasi.
1) SK Pemberian hak atas tanah atau dasar penguasaan tanah
2) Ijin lokasi / SIPPT, Pencadangan Tanah / SP3L, Rekomendasi Bupati /
Walikota, jika belum memperoleh SK hak atas tanah.
3) Surat Ukur atau Gambar Situasi Bidang Tanah
4) Peta Penggunaan Tanah Kabupaten / Kota atau Kecamatan
5) Peta RTRW Kab / Kota atau Kecamatan
16
6) Hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi baik dari BPN maupun dari
instansi lain yang berkaitan dengan penggunaan, pemanfaatan dan
penguasaan tanah.
e. Ploting bidang tanah yang akan diidentifiksi kedalam peta kabupaten/kota
yang skalanya sama dengan RTRW, sesuai tahun anggaran dan jenis hak atas
tanahnya.
f. Buat peta dasar bidang-bidang tanah yang akan diidentifikasi (gunakan peta
kadastral).
g. Susun rencana kerja untuk identifikasi
1) Buat rencana kerja identifikasi
2) siapkan bahan, materi, tenaga dan administrasi
3) buat daftar kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang hak,
sebagaimana tercantum dalam SK hak atas tanah atau sesuai kondisi
daerah.
4) Siapkan daftar isian yang digunakan dalam pelaksanaan identifikasi.
5) siapkan tenaga pelaksana
6) siapkan surat tugas
7) siapkan dan kirimkan surat pemberitahuan kepada pemegang hak.
2. Pelaksanaan Identifikasi
a. Hubungi pemegang hak atas tanah yang akan diidentifikasi
b. Cek surat pemberitahuan yang telah dikirimkan
c. Buat jadwal waktu bersama pemegang hak untuk identifikasi dilapang
d. Isi formulir isian identifikasi, melalui wawancara dengan pemegang hak
e. Peninjauan lokasi untuk mendapatkan gambaran sepenuhnya mengenai
1) penggunaan tanah saat ini diatas bidang tanah yang diidentifikasi dan
buatkan petanya
2) penguasaan tanah saat ini diatas bidang tanah tersebut.
3) pemenuhan kewajiban oleh pemegang hak atas tanah sebagaimana
tercantum dalam SK hak atas tanah atau karakteristik daerah, antara lain
17
patok tanda batas,pembayaran pajak, pemeliharaan tanah, konservasi
tanah, kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana penggunaan tanah
f. Cek penggunaan tanah yang bersangkutan kesesuainnya dengan peta rencana
tata ruang wilayah yang bersangkutan
g. Cek penggunaan tanah detil bidang tanah yang bersangkutan dengan peta
rencana detil peruntukkan tanah/site plan.
h. Ploting bagian bidang tanah yang telah dimanfaatkan dan yang belum
dimanfaatkan, terasuk kesesuainnya dengan rencana detail peruntukkan tanah.
3. Pengolahan Hasil Identifikasi
a. Gambarkan semua hasil identifikasi dalam peta dasar yang telah disiapkan
b. Tumpang tindihkan peta penggunaan tanah dan penguasaan tanah dengan peta
RTRW, site plan
c. Batasi dan tandai areal yang sesuai dan tidak sesuai dan hitung luasnya
d. Buat tabulasi hasil pengolahan yang pada intinya memberi gambaran tentang :
1) berapa luas tanah yang telah dikuasai sesuai dengan yang termuat dalam
SK hak atas tanah
2) berapa luas tanah yang sudah digunakan dan berapa yang belum
digunakan
3) dari luas tanah yang sudah digunakan berapa luas yang sesuai atau tidak
sesuai dengan site plan dan RTRW.
4) sampai sejauh mana upaya-upaya pemegang hak atas tanah dalam
pemeliharaan tanah dan konservasi tanah
5) bagaimana kemampuan pemegang hak dari segi ekonomi
4. Pelaporan Hasil Identifikasi
a. Hasil pengolaan identifikasi dinarasikan dalam bentuk pelaporan hasil
identifikasi dilengkapi dengan peta dan tabel-tabel olahan
b. Sampaikan laporan hasil identifikasi kepada kepala kantor pertanahan
kabupaten/kota.
18
II.4. Penggunaan tanah
1. Jenis Penggunaan Tanah
Sesuai Norma Standar Pedoman dan Mekanisme (NSPM) Survey dan Pemetaan
Tematik Pertanahan jo Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala Badan Pertanahan
Nasional nomor 1 tahun 1997 tentang pemetaan penggunaan tanah perdesaan,
penggunaan tanah perkotaan, kemampuan tanah dan penggunaan simbol / warna
untuk penyajian dalam peta., secara garis besar penggunaan tanah di bagi menjadi 2
(dua) yaitu penggunaan tanah perdesaan dan penggunaan tanah perkotaan.
Penggunaan tanah perkotaan meliputi (BPN, 2008):
a. Tanah permukiman adalah tanah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian.
1) Perumahan tidak teratur adalah areal tanah yang digunakan untuk kelompok
bangunan tempat tinggal penduduk dengan pola tidak teratur.
2) Perumahan teratur adalah areal tanah yang digunakan untuk kelompok
bangunan tempat tinggal penduduk dengan pola teratur.
3) Emplasemen adalah areal tanah yang digunakan untuk bangunan dan
fasilitasnya, yang dimanfaatkan untuk mendukung fungsi komunitas tersebut.
b. Tanah perusahaan, adalah tanah yang digunakan oleh suatu badan hukum dan
atau badan usaha milik pemerintah maupun swasta untuk kegiatan ekonomi yang
bersifat komersial bagi pelayanan perekonomian dan atau tempat transaksi barang
dan jasa.
c. Tanah Industri adalah tanah yang digunakan oleh suatu kegiatan ekonomi berupa
proses pengolahan bahan baku menjadi barang setengah jadi dan atau setengah
jadi menjadi barang jadi.
d. Tanah Pergudangan adalah areal tanah yang digunakan bagi penyimpanan barang.
e. Tanah jasa, adalah tanah yang digunakan untuk suatu kegiatan pelayanan sosial
dan umum bagi masyarakat kota yang dilaksanakan oleh badan dan atau
organisasi kemasyarakatan, pemerintah maupun swasta.
19
f. Tanah terbuka adalah tanah yang berada didalam wilayah perkotaan yang belum
atau tidak digunakan untuk pembangunan perkotaan.
g. Taman adalah tanah yang tidak dibangun dan berfungsi sebagai ruang terbuka dan
atau ditumbuhi tamanan.
h. Perairan, adalah areal tanah yang digenangi air secara permanen baik buatan
maupun alami.
Tanah terbuka/tidak ada bangunan diklasifikasikan menjadi :
a. Tanah Kosong
b. Pertanian Tanah Basah
c. Pertanian Tanah Kering
d. Peternakan
e. Perikanan
f. Hutan
2. Analisa data penggunaan tanah
Pertanian tanah kering, usaha pertanian tanah kering terdapat didaerah-daerah
yang penduduknya tidak padat. Tidak mendapat air pengairan. Pertanian tanah
kering bisa berujud perkebunan, tegalan, kebun campuran dan ladang berpindah.
Tegalan, jenis pertanian tanah kering ini lazimnya terdapat didaerah yang
penduduknya padat. Tanaman yang diusahakan adalah tanaman musiman. Pada
musim kemarau tanah ini biasanya bersih tanpa tanaman, hanya dipinggir tanah
tegalan, sebagai batas pemilikan, dipadati bermacam-macam tanaman tahunan
yang merupakan pagar. Tegalan lebih banyak terdapat di daerah yang iklimnya
agak kering. Didaerah agak basah, seperti jawa barat, lebih banyak terdapat kebun
campuran. Kebun Campuran, sebidang tanah yang terletak diluar pekarangan dan
ditumbuhi oleh macam-macam tanaman secara tercampur. Sulit untuk menilai
yang mana yang lebih penting. Dibandingkan dengan tegalan, pengolahan tanah
kebun campuran kurang intensif.
20
II.5. Citra Satelit Quickbird dan Interpretasi citra
a. Citra Satelit Quickbird
Satelit Quickbird diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001, merupakan satelit
komersial yang dapat menghasilkan citra dengan sapuan daerah yang luas, dan
resolusi yang tinggi. Satelit quickbird mampu mengumpulkan data permukaan bumi
dengan luas sapuan 16,5 km x 16,5 km, dengan resolusi spasial hingga 60 cm untuk
mode pankromatik dan 2,4 m untuk mode multispektral. Adapun karakteristik citra
satelit quickbird dapat dilihat pada tabel II.1.
Tabel II.1. Karakteristik Satelit Quickbird
Tempat Peluncuran
Wahana Pembawa
Orbit
Sudut inklinasi
Kecepatan
Resolusi temporal
Lebar nominal swath
Luas Sapuan
Resolusi pankromatik
Resolusi multispektral
Band
Dynamic Range
Vandenberg Air Force Base, California
Boeing Delta II
Ketinggian 450 km; waktu orbit 93.5 menit; Lewat garis
khatulistiwa 10;30 AM ( descending ).
97.2 degree, Sun-Synchronous
7.1 km/detik
1-3.5 hari
16.5 km di nadir
Single scene 16.5 X 16.5 km
Basic: 0.61 m di nadir; 0.72 m di off nadir 25º
Standard & Orthorectified
Resampled ke 0.7 m ke GSD
Basic: 2.44 m di nadir; 2.88 m di off nadir 25º
Standard & Orthorectified
Resampled ke 2.8 m ke GSD
Pankromatik: 450 – 900 nm
Biru : 450 – 520 nm
Hijau : 520 – 600 nm
Merah : 630 – 690 nm
Near Infra Red : 760 – 900 nm.
11 Bits per pixel.
Sumber : DigitalGlobe.
b. Interpretasi Citra
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan
maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut.
(Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1994). Aspek interpretasi penginderaan
21
jauh dapat meliputi analisis piktorial dan analisis data numerik. Interpretasi visual
data citra piktorial menggunakan kemampuan pikir manusia yang paling baik untuk
melakukan evaluasi kualitatif pada daerah kajian.
Interpretasi citra identik dengan analisis citra yang meliputi kegiatan deteksi dan
identifikasi, pengukuran dan pemecahan masalah. (Estes et al., 1983, dalam Sutanto,
1994). Analisis citra secara manual mendasarkan atas unsur-unsur interpretasi. Tiga
cara analisis citra secara manual sebagai berikut :
a. Pengujian hipotesis, analis menyusun hipotesis, menduga obyek yang tergambar
pada citra.
b. Garis penalaran, pengembangan penalaran yang mengarah ke suatu kesimpulan.
Satu garis penalaran pada dasarnya terdiri dari serangkaian pernyataan yang
menggunakan “ jika................ maka .............”.
c. Konvergensi Bukti, dalam menyimpulkan jenis obyek atau kondisi suatu daerah
yang tergambar pada citra, digunakan lebih dari satu unsur yang masing-masing
mengarah ke satu kesimpulan, tidak ada yang bertentangan.
Karakteristik dasar sebagai pertimbangan dalam interpretasi yaitu bentuk, ukuran,
pola, bayangan, rona, tekstur dan situs. (Lillesand dan Kiefer, 1979). Estes et al.,
1983, dalam Sutanto, 1994, membagi unsur interpretasi menjadi 9 butir yaitu : rona
atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs dan asosiasi dengan
susunan hierarkhi seperti dapat dilihat pada gambar II.2.
Rona ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra. Rona dapat
diukur dengan dua cara yaitu dengan cara relatif dengan menggunakan mata biasa
dan dengan cara kuantitatif dengan menggunakan alat. Dengan menggunakan mata
biasa rona dibedakan atas lima tingkat yaitu putih, kelabu-putih, kelabu, kelabu-hitam
dan hitam.
22
Gambar II.2. Susunan Hirarkhi unsur interpretasi Citra (Estes et al,1983)
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka
suatu obyek. Ukuran ialah atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi,
lereng dan volume. Tekstur ialah frekuensi perubahan rona pada citra.
Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek
bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah. Bayangan bersifat
menyembunyikan detail atau obyek yang berada di derah gelap. Situs , letak suatu
obyek terhadap obyek lain disekitarnya. Asosiasi, dapat diartikan sebagai keterkaitan
antara obyek yang satu dengan obyek lainnya.
Proses interpretasi dapat dipermudah dengan menggunakan kunci interpretasi. Kunci
interpretasi citra dimaksudkan sebagai pedoman dalam melaksanakan interpretasi
citra. Kunci interpretasi citra umumnya berupa potongan citra yang telah
diinterpretasi serta diyakinkan kebenarannya dan diberi keterangan antara lain jenis
obyek, dan unsur interpretasinya.
Penajaman citra bertujuan untuk meningkatkan hasil interpretasi citra secara visual
dengan mempertajam kontras. Salah satu cara dengan memperjelas tepi obyek dalam
citra. Karena penajaman citra lebih berpengaruh pada tepi (edge) obyek, maka sering
disebut juga dengan penajaman tepi ( edge enhancement). (Munir, 2004).
23
Penajaman digunakan sebelum interpretasi visual, selain untuk kepentingan analisis
citra, juga untuk analisis kualitatif. Penajaman secara sederhana dapat diartikan
mentransformasikan data kebentuk yang lebih ekspresif. Proses penajaman dapat
dilakukan dengan modifikasi histogram, penajaman kontras linear (linear contrast
enhancement), penajaman kontras linier siturasi, penajaman kontras otomik,
penajaman logaritma dan eksponensial. (Purwadhi,2001).
Download