150 No Kharakter morfologi, anatomi kayu dan fitokimia

advertisement
Populasi
Kharakter morfologi,
anatomi kayu dan
Beringin Buaya
Madu
fitokimia
group
group
group
35 MGT
4
3
2
36 MPT
3
1
2
37 Resin
2
1
3
Keterangan: keterangan morfologi lihat pada keterangan
anatomi lihat pada keterangn tabel 4 dan keterangan
keterangn tabel 6.
No
Pantai
group
Soyun
group
4
1
2
4
1
4
tabel 3, keterangan
fitokimia lihat pada
Dendrogram yang dihasilkan dari ketiga kharakter morfologi, anatomi dan
fitokimia (Gambar 52), menunjukkan adanya kemiripan dengan dendrogram
anatomi dan dendrogram dari penggabungan kharakter morfologi dan anatomi
(Gambar 49 dan 50). Hal ini ditunjukkan adanya single outgroup yaitu G. versteegii
Beringin group merupakan ancestor dari ke empat group lainnya dan G. versteegii
Buaya group dan G. versteegii
Madu group memperlihatkan tingkat kemiripan
yang tinggi. sebagai pembedanya adalah prosentasi kesamaan karakter yakni pada
data morfologi dan anatomi menunjukkan bahwa keduanya memiliki sepuluh
kharakter yang sama yang ditunjukkan pada clade dengan Indeks Kesamaan =
76,90% (Forey et al, 1993).
Pohon ketimunan ternyata mempunyai habitat spesifik untuk masing-masing
grup yang tumbuh dalam variasi geografi yang berbeda (Gambar 53, 56 dan 57).
Menurut Grant (1981), bahwa pola variasi ras geografis dan variasi ras ekologi
dalam spesies tanaman yang sangat beragam. Dalam pola ini populasi lokal
biasanya polimorfik, sebagai akibat dari aliran gen dan keseimbangan seleksi,
transek geografis dan ekologis, ada pergeseran bertahap dalam frekuensi varian
polimorfik. Situasi ini bisa menjadi penyebab dari spesiasi varietas atau spesies.
150
74,81
73,18
72,37
76,90
Gambar 52. Dendrogram populasi pohon ketimunan berdasarkan 37 kharakter
morfologi, anatomi kayu dan fitokimia.
Dari lima populasi lokal G. versteegii
yang dikenal di kalangan para
pengumpul gaharu, yaitu: Beringin, Buaya, Pantai, Madu dan Soyun yang dijumpai
di hutan Lombok barat terletak di wilayah Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten
Lombok Utara dan Lombok Tengah. Berdasarkan kharakter morfologi, anatomi,
gabungan morfologi dan anatomi, fitokimia dan gabungan kharakter morfologi,
anatomi kayu dan fitokimia kayu serta gubal gaharu dari lima populasi tersebut di
atas, terbagi ke dalam 5 group, yaitu G. versteegii Beringin group, G. versteegii
Buaya group,
G. versteegii Madu group, G. versteegii Pantai group dan G.
versteegii Soyun group yang daerah persebarannya dapat dilihat pada Gambar 9
dan daerah habitat untuk spesies G. versteegii di Kabupaten Lombok Barat dan
Kabupaten Lombok Utara dapat dilihat pada Gambar 52.
151
Gambar 53. Peta unit ekologi ekosistem infraspesifik G. versteegii
Lombok barat.
di hutan
152
Gambar 54. Peta persebaran G. versteegii di hutan Lombok barat.
153
7.2.1.3. Komponen biotik yang berupa keragaman dan struktur populasi lima
populasi G. versteegii di hutan Lombok barat.
Di daerah Lombok barat ditemukan lima grup populasi G. versteegii, yakni
G. versteegii Beringin group yang tersebar di unit ekologi: R3, R8, R16, R29, R43,
R45, R46, R47, R48, R50, R52, R56 dan R57; G. versteegii Madu group yang
dijumpai di unit ekologi R1, R2, R28, R31, R41, R51, R54, R62, R63 dan R64; G.
versteegii Pantai group yang dijumpai di unit ekologi R20, R35 dan R41; G.
versteegii Buaya group yang dijumpai di unit ekologi R13, R23, R27, R29, R38,
R40 dan R51; G. versteegii Soyun group yang dijumpai di unit ekologi R31.
50
40
G. versteegii Beringin group
30
G. versteegii Buaya group
20
G. versteegii Pantai group
10
G. versteegii Madu group
G. versteegii Soyun group
0
Gambar 55. Histogram keragaman dan struktur populasi G. versteegii di hutan
Lombok barat.
Populasi pohon gaharu didominasi oleh pohon gaharu pada tingkat sapihan
hal ini pohon gaharu tingkat sapihan lebih kuat untuk berkompetisi dibandingkan
tingkat pertumbuhan yang lain. Untuk tingkat semai ini hanya ditemukan pohon
gaharu G. versteegii
Beringin group dan G. versteegii
Madu group, kondisi
154
tersebut sangat berkaitan dengan tempat tumbuh pohon seperti tegakan disekitar
pohon gaharu masih rapat, dan lantai hutan biasanya masih tertutup. Tutupan lantai
hutan tersebut biasanya berupa seresah (daun dan ranting kering yang rontok) atau
berupa rumput, yang berfungsi sebagai mulsa serta tempat tersebut jauh dari
jangkauan para pengumpul kecambah/ semai pohon ketimunan.
7.2.2. Komponen Abiotik Dalam Ekologi Ekosistem Gaharu
7.2.2. 1. Komponen abiotik: 1. habitat pohon gaharu dalam unit-unit
ekologinya.
Habitat pohon gaharu spesifik untuk setiap populasi atau groupnya, dan ini
sesuai dengan pendapat Grant (1981), yang menyatakan bahwa pola variasi
geografis dalam spesies tanaman sangat beragam. Setiap jenis tumbuhan unik
dalam arti deskriptif. Keragaman deskriptif dapat dijumpai dalam sejumlah pola
variasi umum. Ras dari spesies dibedakan tiga kategori yaitu: ras geografis menerus
(contiuous), ras geografis terputus (disjunct) dan ras ekologi. Dalam pola ini
populasi lokal biasanya polimorfik, sebagai akibat dari aliran gen dan
keseimbangan seleksi, pada sepanjang transek geografis ada pergeseran secara
bertahap dalam frekuensi varian polimorfik. Dalam khasus G. versteegii
terbentuknya ras geografis akibat adanya spesiasi simpatrik sehingga termasuk
dalam ras geografis yang menerus (contiuous) seperti tergambar dalam Gambar 56
dan 57.
155
Gambar 56. Peta ketinggian daerah persebaran G. versteegii di hutan Lombok
barat.
156
Gambar 57. Peta kemiringan tanah daerah persebaran G. versteegii di hutan
Lombok barat.
157
Gambar 58. Peta tanah daerah persebaran G. versteegii di hutan Lombok barat.
158
Pola variasi geografisnya berupa ketinggian tempat dan sudut kemiringan
tanah yang bervasiasi, hal ini terlihat pada Gambar 56 dan 57. Ras ekologi khusus
untuk G. versteegii terjadi karena adanya perbedaan jenis tanah pada Gambar 58,
tumbuhan yang berasosiasi dengan spesies ini yang tergambar pada gambar 59
yang menyebabkan terbentuknya mikroklimat yang berbeda (Tabel 8) dan
kandungan unsur hara yang berbeda-beda (Tabel 9).
Polimorfisme secara bertahap masuk ke dalam perbedaan ras lokal, dan ini
membangun perbedaan pada tingkat ras geografi. Kharakter fenotipik dan genetik
yang terbentuk, menunjukkan keragaman intraspesifik selanjutnya akan membentuk
kharakter gradien sepanjang transek geografis (Gambar 56-57). Perubahan
kharakter tumbuhan yang diberikan dapat berupa perubahan morfologi (seperti
bentuk perawakan, bentuk percabangan, warna bunga), anatomi, kadar fitokimia
dan lain-lain.
Spesiasi yang terjadi pada spesies G. versteegii di hutan Lombok bagian
barat, berdasarkan hasil penelitian yang terlampir pada (Tabel 8 dan 9)
menunjukkan adanya ras geografi yang menerus dan ras ekologi (Gambar 58-59,
Tabel 8 dan 9). Hal ini tergambar pada pohon gaharu G. versteegii Madu group
yang mempunyai habitat dengan kemiringan tanah yang cukup terjal 29,13%, jeluk
mempan (lapisan atas tanah) yang dalam, rata-rata 89 cm dan ketinggian tempatnya
rata-rata 454,38 m dpl berbeda nyata dengan pohon gaharu dari keempat group
lainnya.
159
Gambar 59. Peta penggunaan lahan daerah persebaran G. versteegii di hutan
Lombok barat.
160
Ketinggian tempat ini ada korelasinya dengan suhu udara yang rendah ratarata 27oC (berbeda nyata dengan group lainnya), intensitas cahaya yang rendah dan
kelembaban udara yang tinggi. Disamping itu habitat G. versteegii Madu group
adalah tumbuh pada tanah yang subur diindikasikan pada kandungan unsur hara
tanah yang tinggi dan berbeda nyata dengan habitat dari ketiga group lainnya,
seperti kandungan bahan organik (3,25%), unsur Karbon (5,60%), unsur Nitrogen
total (0,30%) dan unsur Kalsium total (5,18 me/ 100g) serta kadar air yang cukup
tinggi (4,29%). Habitat seperti tersebut diatas memberikan kharakter pada G.
versteegii Madu group seperti yang ditunjukkan pada (Gambar 53 dan 56).
Kharakter Madu group (Gambar 60) antara lain adalah kulit pohon berwarna
coklat muda dengan totol-totol merah, percabangan membentuk sudut 40-90o,
anatomi kayu mempunyai trakhea yang cukup lebar, 2-9 sel membentuk satu deret
sel trakhea atau kluster, dalam setiap 2-14 sel trakheida membentuk satu deretan
atau kluster yang teratur tapi jarang, sehingga jaringan kayu yang terbentuk menjadi
porus.
161
Gambar 60. Penampang melintang jaringan batang kayu pohon gaharu G. versteegii
Madu group.
162
Gambar 61. Penampang melintang jaringan batang kayu dan pohon gaharu G.
versteegii Buaya group.
G. versteegii Buaya group (Gambar. 61) mempunyai habitat dengan jeluk
mempan paling rendah yaitu rata-rata 67,50 cm, tumbuh di kawasan pada
ketinggian tempat rata-rata 269 m dpl, dengan kelembaban udara yang cukup tinggi
163
yakni rata-rata 76,94% dan pada kemiringan tanah yang relatif landai yakni ratarata 15,88%. Tempat tumbuh G. verstegii Buaya group pada tanah yang kurang
subur yang terlihat pada kandungan bahan organik, Nitrogen total dan Karbon
yang rendah. Begitu juga kandungan Magnesium tersedia dan kadar air dalam tanah
juga relatif rendah. Dengan kondisi geografis dan tempat tumbuh yang seperti
tersebut memberikan kharakter pada G. versteegii Buaya group,
berupa: kulit
pohon coklat tua kemerah-merahan, kulit ranting muda berwarna merah gelap,
bentuk percabangan pohon membentuk sudut yang lebih sempit antara < 45o.
Susunan sel kayu porus, sel-sel trakhea lebar-lebar, kebanyakan membentuk kluster
atau deretan sel: 2-4 sel, yang tersusun kurang teratur, jarang dalam satu deretan sel
trakhea tersusun atas 4-11 sel.
G. versteegii Beringin group (Gambar 62) tumbuh pada habitat yang
mempunyai ketinggian tempat rata-rata 229 m dpl di bawah ketinggian habitat G.
versteegii Buaya group, akan tetapi group ini tumbuh pada lereng yang sedikit
lebih terjal dari tempat tumbuh G. versteegii Buaya group, yakni rata-rata 23,13%
dan tumbuh pada tanah dengan jeluk mempan yang lebih dalam yakni rata-rata
78,75 cm. G. versteegii Beringin group tumbuh pada tanah yang kurang subur, ini
ditunjukkan pada kandungan Nitrogen total dalam tanah yang rendah, kadar air
dalam tanah dan kandungan Kalsium tersedia terrendah di antara ke empat group
lainnya. Adanya ras geografis dan ras ekologi tersebut ditandai adanya kharakter
yang terbentuk pada G. versteegii Beringin group adalah kulit pohon berwarna abuabu dengan bercak-bercak putih agak merata, pada pangkal percabangan membentuk lengkungan. Susunan sel kayu padat, tersusun teratur. Sel-sel trakhea lebar,
164
kebanyakan membentuk kluster 2-4 sel, susunanya teratur dan jarang dan sebagian
yang lain sel trakhea tersebar soliter.
Gambar 62. Penampang melintang jaringan batang kayu dan pohon gaharu G.
versteegii Beringin group.
165
Gambar 63. Penampang melintang jaringan batang kayu dan pohon gaharu G.
versteegii Pantai group.
G. versteegii Pantai group (Gambar 63) tumbuh pada habitat dengan
kemiringan tanah relatif landai, rata-rata 11,74% berbeda nyata dengan 3 group
lainnya dan ketinggian tempat yang terendah, yakni rata-rata 210,11 m dpl berbeda
nyata dengan dua group lainnya. Sebaliknya karena tempat tumbuh yang relatif
rendah, sehingga intensitas cahaya yang diterima paling tinggi yaitu 2555,12 lux
166
sehingga otomatis suhu udaranya juga tertinggi yaitu rata-rata 30,72 oC yang
berbeda nyata dengan group yang lain. Tempat tumbuh G. versteegii Pantai group
cukup subur yang tergambarkan pada kandungan bahan organik,
unsur Nitrogen
total, Karbon dan kadar air dalam tanah cukup tinggi. Kandungan Kalsium tersedia
dan Magnesium tersedia dalam tanah tempat tumbuhnya tertinggi dan berbeda
nyata dengan group yang lain. Tempat tumbuh G. versteegii Pantai group cukup
subur, pada lahan yang landai, dan intensitas cahaya yang cukup tinggi. Kondisi
tersebut membentuk karakter G. versteegii Pantai group antara lain: percabangan
batangnya terbuka cenderung ke arah horizontal membentuk sudut > 90o. Kulit
batang pohon berwarna coklat muda kehijau-hijauan. Susunan sel kayu kurang
teratur, sel trakhea kebanyakan tersusun berderet dalam 2-9 sel, sebagian lain
tersusun kluster dalam 2-5 sel dan sebagian kecil tersebar secara soliter (Gambar.
65).
G. versteegii Soyun group tumbuh pada habitat yang sama dengan G.
versteegii Madu group. Group ini merupakan group pencilan yang ditemukan hanya
satu individu dari seluruh daerah penelitian. Sepintas perawakan pohon mirip
dengan G. versteegii Buaya group, seperti bentuk percabangan, warna kulit batang.
Namun susunan sel-sel kayu yang porus, sel trakhea kebanyakan tersusun berderet
2-3 sel (jarang 4-5 sel), sebagian lain tersusun kluster dan tersebar secara soliter
(Gambar 64).
167
Gambar 64. Penampang melintang jaringan batang kayu dan pohon gaharu G.
versteegii Soyun group.
168
Tabel 8. Kondisi lingkungan habitat keempat populasi G. versteegii di hutan
Lombok barat.
G.
G.
G.
G.
versteegii
versteegii versteegii
versteegii
Faktor Lingkungan
Beringin
Buaya
Madu
Pantai
group
group
group
group
a
a
a
Rh (%)
76,94
72,06
80,00
75,49 a
SUHU (oC)
28,00ab
28,75ab
27,00a
30,72b
Kemiringan (% )
15,88ab
23,13ab
29,13b
11,74a
Altitude (m) dpl
269,00ab
229,13a
454,38b
210,11a
1927,50a
1983,25 a
1044,63 a
2555,12 a
67,50a
78,75ab
89,00b
73,23ab
Intensitas Cahaya
Matahari (Lux)
Jeluk Mempan (cm)
Keterangan: a, b = bagian dari uji lanjut Duncan; a dan b= berbeda nyata; ab= tidak
berbeda nyata.
.
Keistimewaan anatomi pada jaringan kayu Soyun group adalah jumlah
jaringan floem dalam yang paling banyak 22/ 8500 µm yang tersusun rapat dan
berderet-deret melingkari jaringan batang (Gambar 64). Besar kemungkinan hal ini
yang menyebabkan pola gubal gaharu yang terbentuk seperti sepiral (Gambar 90).
Menurut Grant (1981) hal ini dapat terjadi pada spesies atau varietas yang terpisah
dari populasinya, dan terjadi hibridisasi interspesifik dari reproduksi uniparental.
Akan tetapi hal ini perlu kajian khusus untuk mengetahui asal usulnya, karena jika
dilihat dari dendogram Soyun group merupakan nenek moyang dari group-group
yang lainnya dalam spesies G. versteegii.
169
Tabel 9. Kandungan unsur kimia tanah tempat tumbuh pohon gaharu.
Faktor
Lingkungan
Kadar air (%)
G.
G.
versteegii
versteeghii
Beringin
Buaya
group
group
ab
2,71
2,32a
G.
G.
versteegii
versteegii
Madu
Pantai
group
group
c
4,49
4,12bc
C (%)
2,21a
4,13ab
5,60b
4,27ab
BO (%)
1,28a
2,39ab
3,25b
2,48ab
N total (%)
0,10a
0,12a
0,30b
0,20a
P tsd (ppm)
19,37a
14,77a
10,01a
20,63a
K tsd (me/ 100 gr)
0,70a
0,82a
0,57a
0,76a
Ca tsd (me/ 100 gr)
4,04ab
2,45a
5,18b
4,89b
Mg tsd (me/ 100 gr)
1,81ab
1,46a
2,28ab
2,62b
Catatan: huruf a, b dan c tanda berbeda nyata pada uji Duncan.
Pohon gaharu ternyata mempunyai habitat yang spesifik untuk masingmasing group. Komunitas bervariasi dalam komposisi dan struktur sesuai dengan
variasi dalam lingkungan fisik dan faktor fisik dari kedua gradien lokal dan regional
yang berhubungan dengan pola kharakteristik tipe ekosistem dan tipe bioma
masing-masing. Variasi dalam fisiognomi sepanjang gradien tersebut disertai
dengan variasi dalam komposisi spesies. Komponen biotik lingkungan dari setiap
organisme individu sangat penting untuk itu. Dalam beberapa lingkungan, faktor
fisik yang dominan dalam menentukan karakteristik dari komunitas biotik, tetapi
dalam banyak ekosistem organisme itu sendiri dan cara mereka berinteraksi samasama penting (Kimmins, 1987 dan 1997).
170
7.2.2. 2. Komponen ekosistem bersifat abiotik yang berupa faktor-faktor
lingkungan yang berkontribusi dalam pembentuk ekosistem G. versteegii pada
berbagai tingkatan pertumbuhan.
Faktor abiotik atau fisik meliputi faktor-faktor lingkungan yang mendukung
komunitas pohon gaharu pada unit-unit ekologi yang merupakan ekosistem gaharu,
tersusun atas 6 komponen yakni komponen: cuaca, bentang alam (bentuk lahan),
fisika tanah, kondisi lahan, penggunaan lahan dan kimia tanah (Lampiran 21,
Gambar 5-6 dan 12). Dalam pengelompokan unit ekologi ekosistem gaharu (grup I)
dan ekosistem daerah semi-kering (grup II) berdasarkan Analisis Diskriminan
Sederhana (ADS), ada empat macam faktor abiotik yang berkontribusi. (1).
Intensitas cahaya berkontribusi 95,9%, secara sangkil pada taraf 0,5%, intensitas
cahaya pada unit ekologi ekosistem gaharu rata-rata 2147,6 lux (kisaran 383,0 lux
– 7400 lux) lebih rendah dari unit ekologi ekosistem daerah semi-kering rata-rata
2348,9 lux. (2). Jenis tanah berkontribusi 58,8% secara sangkil pada taraf 0,5% unit
ekologi ekosistem gaharu berupa Hapludans Eutrudepts, Haplustepts Ustorthents,
Haplustepts Ustipsamments, Haplustepts Ustorthent, Eutrudepts Endoaquepts
sedangkan pada unit ekologi ekosistem daerah semi-kering berupa Hapludans
Eutrudepts, Haplustepts Ustorthents, Haplustepts Ustipsamments, Haplustepts
Ustorthents. (3). Bahaya erosi berkontribusi 68,9% secara sangkil pada taraf 0,5%
unit ekologi ekosistem gaharu bahaya erosi tidak ada-sangat ringan dan pada unit
ekologi ekosistem daerah semi-kering bahaya erosi tidak ada – ringan. Terakhir (4).
Jeluk mempan berkontribusi 62,5%, secara sangkil pada taraf 0,5%. jeluk mempan
pada unit ekologi ekosistem gaharu rata-rata 77,3 cm (kisaran 54,5 cm – 100 cm)
171
dan pada unit ekologi ekosistem daerah semi-kering rata-rata 79,3 cm (kisaran 58
cm – 100 cm) (Lampiran 21, 57-58, 64-65, 67- 68, 70-71).
Pengelompokan unit ekologi ekosistem gaharu pada (grup I) dan unit ekologi
ekosistem daerah kering (grup III) berdasarkan ADS ada lima faktor abiotik yang
paling sangkil berkontribusi. (1). Intensitas cahaya berkontribusi dalam membedakan kondisi lingkungannya unit ekologi ekosistem gaharu dan unit ekologi ekosistem daerah kering sebesar 97% secara sangkil pada taraf 0,5%. Iintensitas cahaya
pada unit ekologi ekosistem gaharu rata-rata 2147,6 lux (kisaran 383,0 lux – 7400
lux) dan pada unit ekologi ekosistem daerah kering rata-rata 4360,7 lux (kisaran
835lux-9280 lux). (2). Bentuk kerusakan lahan berkontribusi dalam membedakan
kondisi lingkungannya unit ekologi ekosistem gaharu dan unit ekologi ekosistem
daerah kering sebesar 59,1% secara sangkil pada taraf 0,5%. Bentuk kerusakan
lahan pada unit ekologi ekosistem gaharu tidak ada-erosi permukaan bentuk alur
atau parit dan pada unit ekologi ekosistem daerah kering rata-rata tidak ada-tanah
longsor. (3). Bahaya erosi berkontribusi 62,5% secara sangkil pada taraf 0,5%, unit
ekologi ekosistem gaharu bahaya erosi tidak ada-sangat ringan dan pada unit
ekologi ekosistem daerah kering, bahaya erosi tidak ada – ringan. (4). Jeluk
mempan berkontribusi 66,9% secara sangkil pada taraf 0,5%, terhadap grup unit
ekologi ekosistem gaharu dengan ekosisten daerah kering, jeluk mempan pada unit
ekologi grup I rata-rata kedalamannya 77,3 cm (kisaran 54,5 cm – 100 cm) lebih
dalam dari pada grup III yang rata-ratanya 68,2 cm (kisaran 37 cm – 90,5 cm). (5).
Kadar air berkontribusi 50,5% secara sangkil pada taraf 5% dalam membedakan
antara unit ekologi ekosistem gaharu dengan ekosisten daerah kering. Kadar air
172
pada unit ekologi grup I rata-rata 3,6% (kisaran 1,35% - 9,63%) lebih tinggi dari
pada grup III yang rata-ratanya 2,6% (kisaran 1,24% - 6,46%) (Lampiran 21, 57,
59, 69, 70, 73 dan 75).
Faktor –faktor abiotik yang berpengaruh pada pengelompokan unit ekologi
ekosistem daerah semi-kering pada grup II dan unit ekologi ekosistem daerah
kering pada grup III berdasarkan ADS, ada 3 faktor abiotik yang paling sangkil
berkontribusi. (1). Intensitas cahaya berkontribusi dalam membedakan kondisi
lingkungannya unit ekologi ekosistem gaharu dan unit ekologi ekosistem daerah
kering sebesar 97% secara sangkil pada taraf 0,5%. Iintensitas cahaya pada unit
ekologi ekosistem daerah semi-kering rata-rata 2348,9 lux (kisaran 277,5 lux –
5980 lux) dan pada unit ekologi ekosistem daerah kering rata-rata 4360,7 lux
(kisaran 835 lux - 9280 lux). (2). Permeabilitas tanah berkontribusi 37,3% sangkil
pada taraf 0,5% unit ekologi pada grup II dan grup III permeabilitas tanah sama
yakni relatif sangat cepat. (3). Bahaya erosi berkontribusi 62,5% secara sangkil
pada taraf 0,5% unit ekologi ekosistem daerah semi-kering bahaya erosi tidak adaringan dan pada unit ekologi ekosistem daerah semi-kering bahaya erosi tidak ada –
berat (Lampiran 21, 58-59, 65-66 dan 68-69).
Jadi hasil analisis ADS pada berbagai tingkatan pertumbuhan, menunjukkan
bahwa abiotik yang berkontribusi dalam pengelompokan antara unit ekologi
gaharu G. versteegii dengan unit ekologi ekosistem daerah semi-kering, yaitu
intensitas cahaya, jenis tanah, bahaya erosi, jeluk mempan sedangkan antara unit
ekologi gaharu G. versteegii dengan unit ekologi ekosistem daerah kering adalah
intensitas cahaya, bentuk kerusakan lahan, bahaya erosi, jeluk mempan dan kadar
173
air. Untuk pengelompokan antara unit ekologi semi-kering dengan unit ekologi
ekosistem daerah kering, faktor abiotik yang berkontribusi adalah intensitas cahaya,
permeabilitas tanah, bahaya erosi dan kadar air.
Untuk keperluan domestikasi spesies G. versteegii, yang perlu diperhatikan
adalah faktor biotik seperti intensitas cahaya (kisaran 383,0 lux – 7400 lux), jenis
tanah yang sesuai ada lima macam, yakni Hapludans Eutrudepts, Haplustepts
Ustorthents, Haplustepts Ustipsamments, Haplustepts Ustorthent, Eutrudepts
Endoaquepts, permukaan lahan relatif masih utuh, tidak ada bahaya erosi, jeluk
mempan yang sesuai rata-rata 77,3 cm (kisaran 54,5 cm – 100 cm) dan kadar air
tanah rata-rata 3,6% (kisaran 1,35% – 9,63%). Unsur hara yang berkontribusi
sekitar 46,3% – 47,7% adalah Bahan organik rata-rata 4,2% (dalam kisaran 0,95%
– 8,85%), N total rata-rata 0,2% (dalam kisaran 0,04% – 0,44%), P tsd rata-rata 14,
4ppm (dalam kisaran 0,04ppm – 0,44ppm).
7.2.2. 3. Komponen ekosistem bersifat abiotik yang berupa faktor-faktor
lingkungan yang berkontribusi dalam pembentuk ekosistem G versteegii pada
tingkat semai.
Untuk mengetahui Faktor lingkungan yang berkontribusi dalam pembentukan
ekosistem tempat tumbuh pohon gaharu pada tingkat semai, dapat dilihat pada
Lampiran 22 dan Gambar 15-16.
ekosistem G. versteegii
Grup I yang dimaksud adalah unit ekologi
Beringin group, grup II: unit ekologi ekosistem G.
versteegii Madu group, dan grup III: unit ekologi ekosistem hutan alami.
174
Faktor lingkungan yang berkontribusi dalam pembentukan grup I dan grup II
ada satu faktor lingkungan yang berkontribusi 34,5% secara sangkil pada taraf
10%, yaitu permeabilitas tanah pada unit ekologi ekosistem G. versteegii Beringin
group agak lambat – sangat cepat dan pada unit ekologi ekosistem G. versteegii
Madu group sedang-sangat cepat. Pembentukan unit ekologi
versteegii
Beringin group dengan unit ekologi
pembentukan unit ekologi
ekosistem G.
ekosistem hutan alam serta
ekosistem G. versteegii
Madu group dengan unit
ekologi ekosistem hutan alam pada tingkat semai tidak ada faktor abiotik yang
berkontribusi secara sangkil.
Pada
tingkat semai, faktor abiotik antara unit ekologi
ekosistem G.
versteegii Beringin group, unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group dan
unit ekologi ekosistem hutan alam pada kisaran yang tidak berbeda nyata. Hanya
pada pengelopokan antara unit ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group dan
unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group satu faktor abiotik saja yang
berkontribusi yaitu permeabilitas tanah (Lampiran 23).
7.2.2. 4. Komponen ekosistem bersifat abiotik yang berupa faktor-faktor
lingkungan yang berkontribusi dalam pembentuk ekosistem G. versteegii pada
tingkat sapihan.
Untuk mengetahui Faktor lingkungan yang berkontribusi dalam pembentukan
ekosistem tempat tumbuh pohon gaharu pada tingkat sapihan, dapat dilihat pada
Lampiran 24 dan Gambar 23. Grup I adalah unit ekologi ekosistem G. versteegii
Madu group yang dicirikan pada keberadaan pohon gaharu Madu group pada
175
beberapa unit ekologi di dalam grupnya, grup II (unit ekologi ekosistem G.
versteegii Buaya group), grup III (unit ekologi ekosistem G. versteegii
Beringin
group) dan grup IV (unit ekologi komunitas ekosistem Pantai group).
Faktor abiotik yang berkontribusi secara sangkil dalam pengelompokan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Madu group dan unit ekologi ekosistem G.
versteegii Buaya group ada 6 macam faktor. (1). Intensitas cahaya berkontribusi
dalam membedakan kondisi lingkungannya unit ekologi ekosistem G. versteegii
Madu group dan unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group sebesar 53%
secara sangkil pada taraf 0,5%. Iintensitas cahaya pada unit ekologi ekosistem G.
versteegii Madu group rata-rata 1719,2 lux (kisaran 517 lux – 5395 lux) dan pada
unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group rata-rata 1573,8 lux (kisaran
1175lux – 1815 lux). (2). Ketinggian tempat berkontribusi dalam membedakan
kondisi lingkungannya unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group dan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group sebesar 34,9% secara sangkil pada
taraf 5%. Ketinggian tempat pada unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group
rata-rata 362,2 m dpl (kisaran 131,5 m – 725 m dpl) lebih tinggi dari pada unit
ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group rata-rata 247 m dpl (kisaran 81 m –
518 m dpl). (3). Warna tanah berkontribusi dalam membedakan kondisi lingkungannya unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group dan unit ekologi ekosistem
G. versteegii Buaya group sebesar 24,1% secara sangkil pada taraf 5%. Warna
tanah pada unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group berupa 2,5Y3/1 (coklat
kehitaman), 2,5Y3/2 (coklat), 10YR3/3 (coklat kemerahan) dan pada unit ekologi
ekosistem G. versteegii Buaya group berupa 2,5Y3/1 (coklat kehitaman), 2,5Y3/2
176
(coklat), 10YR3/2 (coklat tua kemerahan). (4). Draenase permukaan berkontribusi
dalam membedakan kondisi lingkungannya unit ekologi ekosistem G. versteegii
Madu group dan unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group sebesar 39,9%
secara sangkil pada taraf 2,5%. Draenase permukaan pada unit ekologi ekosistem
G. versteegii Madu group agak terhambat-sangat cepat dan pada unit ekologi
ekosistem G. versteegii Buaya group sangat cepat. (5). Perakaran berkontribusi
dalam membedakan kondisi lingkungannya unit ekologi ekosistem G. versteegii
Madu group dan unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group sebesar 47,4%
secara sangkil pada taraf 5%. Perakaran pada unit ekologi ekosistem G. versteegii
Madu group perakaran berukuran halus-kasar dengan jumlah sedikit-melimpah dan
pada unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group halus-kasar dengan jumlah
sedikit-relatif melimpah. (6). Unsur P tersedia berkontribusi dalam membedakan
kondisi lingkungannya unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group dan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group sebesar 22,5% secara sangkil pada
taraf 1%. Unsur P tersedia pada unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group
rata-rata 13 ppm (berkisar 2,45 ppm – 38 ppm) dan pada unit ekologi ekosistem G.
versteegii Buaya group 10,2 ppm (berkisar 9,3 ppm – 15,7 ppm).
Faktor abiotik yang berkontribusi secara sangkil dalam pengelompokan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Madu group dan unit ekologi ekosistem G.
versteegii Beringin group ada 3 macam faktor. (1). Intensitas cahaya berkontribusi
sebesar 61,7% secara sangkil pada taraf 0,5%, dalam membedakan kondisi
lingkungannya antara unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group dengan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group. Iintensitas cahaya pada unit
177
ekologi ekosistem G. versteegii Madu group rata-rata 1719,2 lux (kisaran 517 lux –
5395 lux) dan pada unit ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group rata-rata
1938,5 lux (kisaran 383lux – 4675 lux). (2). Bentuk kerusakan lahan berkontribusi
sebesar 43,4% secara sangkil pada taraf 5%, dalam membedakan kondisi
lingkungannya unit ekologi ekosistem G. versteegii
Madu group dengan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group. Bentuk kerusakan lahan pada unit
ekologi ekosistem G. versteegii Madu group rata-rata tidak ada kerusakan - erosi
permukaan berbentuk alur atau parit sedangkan pada unit ekologi ekosistem G.
versteegii Beringin group rata-rata tidak ada kerusakan. (3) Tipe vegetasi
berkontribusi sebesar 55,3% secara sangkil pada taraf 0,5%, dalam membedakan
antara kondisi lingkungannya pada unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu
group dengan unit ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group. Tipe vegetasi
pada unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group rata-rata hutan alam,
agroforestry, kebun kopi-coklat dan pada unit ekologi ekosistem G. versteegii
Buaya group rata-rata agrororestry - kebun kopi-coklat.
Faktor abiotik yang berkontribusi secara sangkil dalam pembentukan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group dan unit ekologi ekosistem G.
versteegii
Beringin group ada 2 macam faktor. (1). Bentuk kerusakan lahan
berkontribusi sebesar 55,3% secara sangkil pada taraf 0,5%, dalam membedakan
kondisi lingkungannya unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group dan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group. Bentuk kerusakan permukaan
tanah pada unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group rata-rata tidak ada
kerusakan- erosi permukaan dalam bentuk alur atau parit dan pada unit ekologi
178
ekosistem G. versteegii Beringin group rata-rata tidak ada kerusakan. (2). Perakaran
pada unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group berukuran halus hingga
kasar dengan jumlah sedikit hingga melimpah dan pada unit ekologi ekosistem G.
versteegii Beringin group halus hingga kasar dengan jumlah sedikit hingga relatif
melimpah. Antara grup unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group dengan
unit ekologi ekosistem G. versteegii Pantai group, antara grup unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group dengan unit ekologi ekosistem G. versteegii Pantai
group, antara grup unit ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group dengan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Pantai group tidak ada perbedaan faktor abiotik
yang sangkil.
Jadi pada tingkat sapihan faktor lingkungan (abiotik) antara unit ekologi
ekosistem Madu group dengan unit ekologi ekosistem Pantai group, antara unit
ekologi ekosistem Buaya group dengan unit ekologi ekosistem Pantai group antara
unit ekologi ekosistem Beringin group dengan unit ekologi ekosistem Pantai group
tidak berbeda nyata. Namun antara unit ekologi ekosistem Madu group dengan unit
ekologi ekosistem Buaya group mempunyai perbedaan 6 macam faktor abiotik:
Intensitas cahaya, ketinggian tempat, warna tanah, draenase permukaan, perakaran
dalam tanah dan kandungan unsur P tsd. Unit ekologi ekosistem Madu group
dengan unit ekologi ekosistem Beringin group mempunyai tiga macam faktor
abiotik yang berkontribusi yakni Intesitas cahaya, bentuk kerusakan lahan dan tipe
vegetasi. Unit ekologi ekosistem Buaya group dengan unit ekologi ekosistem
Beringin group mempunyai dua macam faktor abiotik yang berkontribusi yakni
bentuk kerusakan lahan dan perakaran dalam tanah.
179
7.2.2. 5. Komponen abiotik: faktor-faktor lingkungan yang berkontribusi
dalam pembentuk ekosistem G versteegii pada tingkat tiang.
Untuk mengetahui faktor lingkungan yang berkontribusi dalam ekosistem
tempat tumbuh empat populasi pohon gaharu pada tingkat tiang, dapat dilihat pada
Lampiran 25 dan Gambar 31. Grup I adalah kelompok unit ekologi ekosistem G.
versteegii Beringin group), Grup II (kelompok unit ekologi ekosistem G. versteegii
Buaya group), Grup III (Grup unit ekologi ekosistem G. versteegii Pantai group),
Grup IV (Grup unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group).
Sedikitnya ada dua faktor abiotik yang berkontribusi dalam pembentukan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group dan unit ekologi ekosistem G.
versteegii Pantai group. 1) Struktur tanah berkontribusi 39,3% secara sangkil pada
taraf 0,5%, pada ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group struktur tanahnya
gumpal membulat, gumpal menyudut, remah, prismatik dan tiang sedangkan pada
unit ekologi ekosistem G. versteegii
Pantai group struktur tanahnya gumpal
membulat dan menyudut serta remah. 2) Fosfat tersedia (P tsd)
berkontribusi 26%
secara sangkil pada taraf 0,5%, pada ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group
kangdungan P tsd rata-rata 10.5 ppm (kisaran 8,63 ppm - 12,73 ppm) lebih rendah
dari unit ekologi ekosistem G. versteegii Pantai group rata- rata 19,7 ppm (11,89
ppm – 25,22 ppm).
Kelima pasangan yang lain, yaitu: unit ekologi ekosistem Beringin group
dengan Buaya group, antara unit ekologi ekosistem Beringin group dengan Madu
group, antara unit ekologi ekosistem Buaya group dengan Pantai group, antara
unit ekologi ekosistem Buaya group dengan Madu group, antara unit ekologi
180
ekosistem Beringin group dengan Madu group. Pada kelima pasangan ini tidak ada
perbedaan yang nyata (kontribusi faktor abiotik) yang membedakan ekosistem
setiap pasangan tersebut di atas secara nyata.
7.2.2.6. Komponen abiotik: faktor-faktor lingkungan yang berkontribusi
dalam pembentuk ekosistem G. versteegii pada tingkat pohon.
Faktor lingkungan yang berkontribusi dalam pengelompokan ekosistem
tempat tumbuh pohon gaharu pada tingkat pohon, dapat dilihat pada Lampiran 26
dan Gambar 39. Grup I yaitu unit ekologi ekosistem G. versteegii Pantai group.
Grup II adalah unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group. Grup III adalah
unit ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group. Grup IV yaitu grup unit
ekologi ekosistem G. versteegii Madu group dan Grup V adalah unit ekologi yang
berada diluar kelompok unit ekologi gaharu.
Dalam pengelompokan antara grup unit ekologi ekosistem G. versteegii
Buaya group dengan grup unit ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group
yang didukung sedikitnya satu faktor lingkungan. Faktor tersebut yakni landform
yang berkontribusi 47,7% secara sangkil pada taraf 2,5%, dalam pembentukan unit
ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group memiliki landform sistem
perbukitan: gigir sedangkan pada grup IV gigir pegunungan (Lampiran 26).
Faktor abiotik yang berkontribusi dalam pengelompokan antara grup unit
ekologi ekosistem G.versteegii Buaya group dengan grup unit ekologi yang berada
diluar grup unit ekologi G. versteegii pada tingkat pohon yang didukung dua faktor
lingkungan yang sangkil. (1). Faktor ketinggian tempat yang berkontribusi 46,5%
181
secara sangkil pada taraf 0,5%, dalam pembentukan unit ekologi ekosistem G.
versteegii Buaya group memiliki ketinggian tempat rata-rata 247 m dpl (kisaran
63m – 518 m dpl) sedangkan pada unit ekologi yang berada diluar grup unit
ekologi G. versteegii memiliki ketinggian tempat rata-rata 441,7 m dpl (115,5 m 946 m dpl). (2). Draenase permukaan yang berkontribusi 65,2% secara sangkil pada
taraf 5%. Draenase permukaan dalam pembentukan unit ekologi ekosistem G.
versteegii buaya group adalah agak cepat hingga sangat cepat sedangkan pada unit
ekologi yang berada diluar grup unit ekologi G. versteegii memiliki draenase
permukaan agak terhambat hingga sangat cepat.
Selain kedua pasangan, ada delapan pasangan grup unit ekologi dari setiap
group unit ekologi ekosistem G. versteegii yang memiliki kharakter faktor abiotik
tidak ada perbedaan yang nyata, walaupun hasil SDA menunjukkan konsentrasi
yang tinggi. Artinya antara beberapa pasangan grup unit ekologi infraspesisik tidak
ada perbedaan kondisi lingkungan yang secara sangkil. (1). Pasangan antara grup
unit ekologi ekosistem G. versteegii Pantai group dan grup unit ekologi ekosistem
G. versteegii Buaya group. (2) Pasangan antara grup unit ekologi ekosistem G.
versteegii Pantai group dan unit ekologi ekosistem G. versteegii Beringin group.
(3). Pasangan antara grup unit ekologi ekosistem G. versteegii Pantai group dan
grup unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu group. (4). Pasangan antara grup
unit ekologi ekosistem G. versteegii Pantai group dan unit ekologi yang berada
diluar grup unit ekologi G. versteegii pada tingkat pohon. (5). Pasangan antara grup
unit ekologi ekosistem G. versteegii Buaya group dan grup unit ekologi ekosistem
G. versteegii Madu group. (6). Pasangan antara grup unit ekologi ekosistem G.
182
versteegii Beringin group dan grup unit ekologi ekosistem G. versteegii Madu
group. (7). Pasangan antara grup unit ekologi ekosistem G. versteegii Beringin
group dan grup unit ekologi yang berada diluar grup unit ekologi G. versteegii pada
tingkat pohon. (8). Pasangan antara grup unit ekologi ekosistem G. versteegii
Madu
group dan grup unit ekologi yang berada diluar grup unit ekologi G.
versteegii pada tingkat pohon.
Unit ekologis ekosistem gaharu tempat pohon gaharu tumbuh dengan baik
pada lahan dengan permeabilitas tanah yang cepat dan pada tanah yang mempunyai
jeluk mempan relatif dalam, dengan vegetasi padat dan suhu udara yang cukup
rendah. Pohon ketimunan pada setiap tingkat pertumbuhan memiliki faktor lingkungan (abiotik) yang spesifik. Demikian juga untuk setiap populasi memiliki
karakter yang spesifik. Pohon ketimunan hidup membentuk populasi yang berkelompok (kluster) diantara pohon-pohon lain dalam vegetasi yang lebat. Bentuk
kluster tersebut adalah hasil dari agregasi individu dalam menanggapi perbedaan
habitat setempat, dalam rangka menanggapi perubahan cuaca musiman secara
harian (Balakrishnan et al,1994).
183
7.3. Flora/ Spesies Khas Yang Menjadi Indikator Penciri Ekosistem Gaharu
7.3.1. Spesies Tumbuhan Yang Berasosiasi Dengan G. versteegii Sebagai
Penciri Ekosistem Gaharu Pada Tingkat Semai.
Interaksi antar spesies menjadi pusat perhatian yang sangat penting dalam
ekologi spesies. Dalam suatu komunitas tertentu, ada sejumlah faktor biotik dan
abiotik yang mempengaruhi distribusi, kelimpahan dan interaksi spesies.
Tergantung pada apakah dua spesies memilih habitat yang sama atau
menghindarinya, karena memiliki beberapa daya tarik untuk bersama atau
menolaknya, atau tidak ada interaksi apapun, yang akan menghasilkan pola tertentu
pada asosiasi interspesifik. Asosiasi ini bisa positif, negatif, atau tidak ada (tidak
terjadi asosiasi). Untuk mengukur tingkat asosiasi adanya hubungan antar spesies
digunakan Indeks Ochiai, Dice dan Jaccard. Teknik ini didasarkan pada ada atau
tidak adanya spesies dalam unit ekologi, yaitu dengan mengukur seberapa sering
dua spesies yang ditemukan di lokasi yang sama. Secara umum, adanya hubungan
antara dua spesies, karena: 1. kedua spesies memilih habitat yang sama atau
menghindari faktor habitat tertentu; 2. kedua spesies memiliki persyaratan umum
lingkungan abiotik dan biotik yang sama; atau 3 salah satu atau kedua spesies
memiliki afinitas untuk yang lain, baik daya tarik atau penolakan (Ludwig &
Reynolds, 1988)
Hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi pada tingkat
semai ditunjukkan pada Gambar 65, 66 dan Lampiran 32.
184
20
berasosiasi positif
 berasosiasi negatif
15 18
1
3
16
52 54
32 36
24 26 30
39
48
53 56
62
59
63
66
42
Gambar 65. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Madu group
dengan 21 jenis tumbuhan lain pada tingkat semai di hutan Lombok bagian barat.
Spesies yang dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif benar
dan yang dihubungkan dengan garis patah-patah adalah berasosiasi negative benar.
Keterangan: (20). G. versteegii Madu group , (62). S. koetjape, (36). B. racemosa, (24).
E. malaccensis, (39). H. cupanioides, (16). L. domesticum Langsat group, (54) C. inophyllum, (56)
Mangifera sp., (53) C. soulattri, (63) C. pentandrus, (15) L. domesticum Cluring group, (32) D.
montana, (52) A. heterophyllus, (18) M. trichotoma, (59) N. lappaceum, (66) T. populnea, (42) L.
glauca, (1) A. pinnata, (30) S. polyanthum, (3) P. javanicum, (26) P. indica Forma montana dan
(48) S. macrophylla.
Asosiasi positif benar terdapat pada pasangan G. versteegii Madu group dengan S.
koetjape dan G. versteegii Madu group dengan B. racemosa yang ditunjukkan
pada indeks asosiasi yang tinggi yakni: Indeks Ochiai (IO)= 81,6 %, Indeks Dice
(ID)=
80 % dan Iindeks Jaccard (IJ)= 66,7% untuk pasangan pertama dan IO=
70,7 %, ID= 66,7% dan IJ= 50% untuk pasangan ke dua. T. populnea dan) L.
glauca berasosiasi negatif benar yang ditunjukkan oleh nilai Chi Square = 2,222
dan 5,000 > W test = 1,808. Gambar 66 menunjukkan hasil indeks assosiasi bahwa
pada pasangan G. versteegii Beringin group dengan H. roxburghii berasosiasi
185
positif benar yang ditunjukkan hasil indeks asosiasi yang tinggi yakni: IO= 81,6
%, ID= 80% dan IJ= 66,7%.
19
 berasosiasi
positif
 berasosiasi negatif
50
17
1 3
22
27
52
56
70
65
67
Gambar 66. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Beringin group
dengan 11 jenis tumbuhan lain pada tingkat semai di hutan di Lombok barat. Jenis
yang dihubungkan dengan garis adalah berasosiasi positif benar. Keterangan.: (19).
G. versteegii Beringin group, (50). H. roxburghii, (70). L. glutinosa, (17). Heritiera sp. (27). P.
granatum,
(1). A. pinnata, (22) E. aquea, (67) Pometia sp., (52) A. heterophyllus, (56)
Mangifera sp., (3) P. javanicum dan (65) S. sapindina.
Berdasarkan kedua diagram plexus di atas dapat disimpulkan bahwa pada
tingkat semai, G. versteegii Madu group berasosiasi positif benar dengan pohon S.
koetjape (kecapi) dan B. racemosa (kepundung). Artinya pohon kecapi dan pohon
kepundung ini hidup berdampingan yang saling memberi keuntungan. Selain itu
pohon Madu group dengan pohon kecapi dan pohon kepundung mempunyai habitat
yang sama. Sehingga kedua pohon tersebut juga dapat digunakan sebagai indikator
akan keberadaan G. versteegii Madu group. Namun sebaliknya pohon L. glauca
(lamtoro) dan T. populnea (seropan) mempunyai asosiasi negatif benar terhadap G.
versteegii Madu group. Keberadaan kedua pohon tersebut diantara pohon G.
186
versteegii Madu group dapat merugikan pertumbuhan pohon G. versteegii Madu
group. Pohon lamtoro mempunyai daun yang kecil-kecil dan membuat struktur
kanopi tidak rapat sehingga intensitas cahaya dapat menembus sampai ke dalam
tanah. Hal ini menyebabkan permukaan tanah menjadi kering kondisi ini tidak
menguntungkan bagi kelangsungan hidup G. versteegii Madu group. Pohon seropan
mempunyai kanopi yang terlalu rapat, perakaran dangkal dan rakus akan unsur hara
sehingga dapat menghambat pertumbuhan G. versteegii Madu group. Pohon G.
versteegii Beringin group berasosiasi positif benar dengan H. roxburghii (mate
kulek). Pohon mate kulek memiliki daun yang tidak begitu lebat, sehingga sinar
matahari dapat menyentuh ke dua kanopi spesies pohon tersebut. Pohon mate kulek
ini dapat digunakan sebagai indikator habitatnya G. versteegii Beringin group.
Jadi pada tingkat semai, pohon gaharu G. versteegii tumbuh di dalam
komunitasnya hidup berasosiasi dengan spesies tumbuhan lain. G. versteegii Madu
group berasosiasi positif benar dengan pohon kecapi (S. koetjape) dan pohon
kepundung (B. racemosa).
G. versteegii Madu group berasosiasi negatif benar
dengan pohon lamtoro (L. glauca) dan pohon seropan (T. populnea). Untuk G.
versteegii Beringin group berasosiasi positif benar hanya dengan pohon mata kulek
(H. roxburgii).
7.3.2. Spesies Tumbuhan Yang Berasosiasi Dengan G. versteegii Sebagai
Penciri Ekosistem Gaharu Pada Tingkat Sapihan.
Pada tingkat sapihan terdapat empat keragaman populasi pohon gaharu
yakni: G. versteegii Beringin group, Buaya group, Madu group dan G. versteegii
187
Pantai group. Hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi pada
tingkat sapihan ditunjukkan pada (Gambar 73 dan Lampiran 34).
 berasosiasi positif
23
 berasosiasi
negatif
60
78
20
11
2
12
21
42
33 38
49
48 52
63
71
64 67
84
86
Gambar 67. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Beringin group
dengan 19 jenis tumbuhan lain pada tingkat sapihan di hutan di Lombok bagian
barat. Jenis yang dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif
benar. Ket.: (23) G. versteegii Beringin group, (78). C. pentandrus (60). H. roxburghii, (20).
Heritiera sp., (71) Mangifera sp., (63) G. gnemon, (2) G. divida, (49) A. fuliginosa, (42) D.
costatum, (38) C. zeylancum, (21) D. zibethinus, (48) C. arabica, (11) P. nitida, (86) L. glutinosa,
(52) Pentaspadon sp., (12) T. cacao , (67) C. soulattri, (33) P. granatum, (84) Timonius sp. dan
(64) G. dulcis.
Dari hasil analisis tersebut didapatkan G. versteegii Beringin group asosiasi positif
benar dengan H. roxburghii yang ditunjukkan pada indeks asosiasi yang tinggi
yakni: IO =
100%, ID =
100% dan IJ = 100%, dan pasangan G. versteegii
Beringin group asosiasi positif benar dengan C. pentandrus dengan nilai indeks
asosiasi: IO = 70,7 %, ID = 66,7% dan IJ = 50%.
Hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi untuk G. versteegii
Buaya group pada tingkat sapihan ditunjukkan pada (Gambar 68 dan Lampiran 35).
Asosiasi positif benar terdapat pada pasangan G. versteegii Buaya group dengan C.
inophyllum dan G. versteegii Buaya group dengan M. indica yang ditunjukkan pada
188
indeks asosiasi yang tinggi yakni: IO = 100%, ID = 100% dan IJ = 100% serta
pada pasangan G. versteegii Buaya group dengan C. arabica dan pasangan G.
versteegii Buaya group dengan P. guajava dengan indeks asosiasi: IO = 70,7 %,
ID = 66,7% dan IJ = 50%.
24
 berasosiasi
positif
 berasosiasi negatif
58
31
5
29
68
86
48
57
Gambar 68. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Buaya group
dengan 8 jenis tumbuhan lain pada tingkat sapihan di hutan di Lombok bagian
barat. Jenis yang dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif
benar. Keterangan: 24. G. versteegii Buaya group, 58. M. indica, 68. C. inophyllum, 31. P.
guajava, 48. C. arabica, 29. E. aquea, 86. L. glutinosa, 57. S. macrophylladan 5. Bambusa sp.
Pada asosiasi antara G. versteegii Madu group dengan 39 jenis tumbuhan lain
pada tingkat sapihan, hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi
ditunjukkan pada (Gambar 69 dan Lampiran 36). G. versteegii Madu group
berasosiasi positif benar dengan G. versteegii Pantai group dan D. sundaica yang
ditunjukkan pada indeks asosiasi yang cukup tinggi, yakni: IO= 70,7%, ID= 66,7 %
dan IJ= 50% pada kedua pasangan.
189
25
 berasosiasi positif

berasosiasi negatif
46
63
80
45
67 7277
8
40
32
54
51
22
35 42
58 66
82
78
10
68 71 79 81
4749 53 57
3 6 12
19
28 3336 39
41
9
26
Gambar 69. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Madu group dengan
39 jenis tumbuhan lain pada tingkat sapihan di hutan di Lombok barat. Jenis yang
dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif benar. Keterangan:
(25) G. versteegii Madu group, (26) G. versteegii Pantai group (46) D. sundaica, (63) G. gnemon,
(35) C. reticulate, (77) S. koetjape, (80) T. populnea, (51) F. septica, (8) Hypobathrum sp., (22)
M. trichotoma, (67) C. soulattri, (78) C. pentandrus, (9) E. acuminata , (45) H. cupanioides, (41)
B. racemosa, (19) L. domesticum Langsat group, (57) S. macrophylla, (71) Mangifera sp., (3) P.
javanicum, (33) P. granatum, (40) S. nervosum, (42) D. costatum , (53) S. microcymum, (28) F.
rumphii, (68) C. inophyllum, (58) M. indica, (79) S. sapindina, (36) S. zeylanicum, (47) Syzygium
sp. , (72) V. rubescens, (12) T. cacao, (32) A. ocidentale, (49) A. fuliginosa, (54) S. ovata, (66) A.
heterophyllus, (81) Pometia sp. , (82) M. elingi, (6) H. microcarpum, (39) D. montana dan (10) D.
indica.
Asosiasi antara G. versteegii Pantai group dengan 16 jenis tumbuhan lain
pada tingkat Sapihan, hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi
ditunjukkan pada (Gambar 70 dan Lampiran 37). G. versteegii Pantai group
berasosiasi benar dengan G. versteegii Madu group dan H. cupanioides yang
ditunjukkan pada indeks asosiasi yang cukup tinggi yakni: IO= 100%, ID= 100 %
dan IJ= 100% pada kedua pasangan, serta pada pasangan G. versteegii Pantai
group berasosiasi benar dengan G. farquhariana dan S. racemosa yang ditunjukkan
pada indeks asosiasi yang cukup tinggi yakni: IO= 70,7%, ID = 66,7 % dan IJ =
50% pada kedua pasangan tersebut.
190
 berasosiasi positif
26

25
15
18
10
28
berasosiasi negatif
45
37
47
55
63 67 71
75
78
83 87
Gambar 70. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Pantai group
dengan 16 jenis tumbuhan lain pada tingkat sapihan di hutan di Lombok bagian
barat. Spesies yang dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif
yang benar. Keterangan: (26) G. versteegii Pantai group (25) G. versteegii Madu group, (45)
H. cupanioides, (15) G. farquhariana, (75) S. Racemosa, (41) S. polyanthum, (55) A. edulis, (9) A.
scholaris, (69) A. heterophyllus, (67) C. soulattri, (16) T. cacao, (63) G. gnemon, (62) S.
macrophylla, (80) N. lappaceum, (33) E. malaccensis dan (78) D. parasiticum.
Jadi pada tingkat sapihan, berdasarkan hasil test rasio varian, chi-square dan
indeks asosiasi menunjukkan asosiasi positif antara G. versteegii dengan spesies
tumbuhan. Setiap populasi dari G. versteegii di dalam komunitasnya mempunyai
spesies tumbuhan yang spesifik seperti yang ditunjukkan berikut ini. G. versteegii
Beringin group asosiasi positif benar dengan mata kulek (H. Roxburghii), randu
(C. pentandrus). G. versteegii Buaya group berasosiasi positif benar dengan:
bintangur (C. inophyllum), mangga (M. indica), kopi arabika (C. arabica) dan
jambu biji (P. guajava). G. versteegii Madu group berasosiasi positif benar G.
versteegii Pantai group dan klicung (D. sundaica). G. versteegii Pantai group
191
berasosiasi benar dengan G. versteegii Madu group, dedarah (G. farquhariana),
ramping kulit (S. racemosa) dan klerongan (H. cupanioides).
7.3.3. Spesies Tumbuhan Yang Berasosiasi Dengan G. versteegii Sebagai
Penciri Ekosistem Gaharu Pada Tingkat Tiang.
25
 berasosiasi positif

13
17
12 16
24 30 34
33
44
54
berasosiasi negatif
63 69 74 80
95
75
Gambar 71. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Beringin group
dengan 16 jenis tumbuhan lain pada tingkat Tiang di hutan di Lombok baian barat.
Jenis yang dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif yang
sejati dan yang dihubungkan dengan garis patah-patah adalah berasosiasi negative
benar. Keterangan: (25) G. versteegii Beringin group, (13) P. nitida, (17) E. orientalis, (74)
Mangifera sp., (54) D. costatum, (12) G. opura, (44) M. trichotoma, (30) F. rumphii, (24) D.
zibethinus, (34) A. ocidentale, (63) M. indica, (69) A. heterophyllus, (80) N. lappaceum, (33) E.
malaccensis, (95) L. glutinosa, (75) A. catechu dan (16) T. cacao.
Pada tingkat tiang terdapat empat varietas pohon gaharu yakni: G. versteegii
Beringin group, G. versteegii Buaya group, G. versteegii Madu group dan G.
versteegii Pantai group. Hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi
192
pada asosiasi antara G. versteegii Beringin group dengan 16 jenis tumbuhan lain,
ditunjukkan pada (Lampiran 38). Gambar 71 nmenunjukkan G. versteegii Beringin
group asosiasi positif benar dengan P. nitida dan E. orientalis yang ditunjukkan
pada indeks asosiasi yang cukup tinggi, yakni: IO= 81,6%, ID= 80% dan IJ= 66,7%
dan IO= 70,7%, ID= 66,7 % dan IJ= 50,0%.
Hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi pada asosiasi antara
G. versteegii Buaya group dengan 7 jenis tumbuhan lain pada tingkat tiang,
ditunjukkan pada (Lampiran 39). Gambar 72 menunjukkan G. versteegii Buaya
group asosiasi positif benar dengan A. heterophyllus, A. spectabilis yang ditunjukkan pada nilai chi-square = 3,000 > indeks VR dan indeks asosiasi yang cukup
tinggi yakni: IO= 1,6%, ID= 80% dan IJ= 66,7% untuk kedua pasangan tersebut.
 berasosiasi positif
26

berasosiasi negatif
66 69
24
67
58
34
63
Gambar 72. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Buaya group
dengan 7 jenis tumbuhan lain pada tingkat tiang di hutan di Lombok bagiab barat.
Spesies yang dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif yang
benar dan yang dihubungkan dengan garis patah-patah adalah berasosiasi negative
benar. Keterangan: (26) G. versteegii Buaya group, (69) A. heterophyllus, (66) A. spectabilis,
(67) G. gnemon, (24) D. zibethinus, (34) A. ocidentale, (63) M. indica dan (58) C. Arabica.
193
Selain itu G. versteegii Buaya group juga berasosiasi dengan G. gnemon dan D.
zibethinus dengan indeks asosiasi: IO= 70,7%, ID= 66,7% dan IJ= 50,0%. G.
versteegii Buaya group asosiasi positif benar dengan A. heterophyllus,
A.
spectabilis. G. versteegii Buaya berasosiasi positif benar group dengan G. gnemon,
D. zibethinus, A. heterophyllus dan A. spectabilis
27
 berasosiasi

positif
berasosiasi negatif
71
4 56
13
24 29 33 38 45 51
21
41
49
32
75
83
62 63 69
76 82
74
67
80
Gambar 73. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Madu group dengan
25 jenis tumbuhan lain pada tingkat tiang di hutan di Lombok bagian barat. Spesies
yang dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif benar.
Keterangan: (27) G. versteegii Madu group, (71) C. inophyllum, (75) A. catechu, (63) M. indica,
(62) S. macrophylla, (13) P. nitida, (80) N. lappaceum, (51) B. racemosa, (69) A. heterophyllus, (83)
S. koetjape, (24) D. zibethinus, (76) V. rubescens, (33) E. malaccensis, (6) D. rigida, (67) G.
gnemon, (74) Mangifera sp., (41) S. polyanthum, (5) P. javanicum, (32) M. ferruginea, (38) C.
reticulate, (45) D. montana, (49) C. littorale, (4) G. divida, (21) L. domesticum Cluring group, (29)
C. corniculata dan (82) P. falcataria.
Hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi pada asosiasi antara
G. versteegii Madu group dengan 25 jenis tumbuhan lain pada tingkat tiang,
ditunjukkan pada (Lampiran 40). Gambar 73 menunjukkan pasangan G. versteegii
Madu group dengan Horsfieldia sp. berasosiasi positif benar yang ditunjukkan
194
pada nilai chi-square = 5,000 > indeks VR dan indeks asosiasi yang cukup tinggi
yakni: IO= 81,6%, ID= 80% dan IJ= 66,7% dan pasangan G. versteegii Madu group
dengan Bambusa sp. dengan indeks asosiasi: IO = 70,7%, ID = 66,7 % dan IJ =
50,0%.
Hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi pada asosiasi antara
G. versteegii Pantai group dengan 11 jenis tumbuhan lain pada tingkat tiang,
ditunjukkan pada (Lampiran 41). Gambar 74 menunjukkan adanya asosiasi positif
benar yang terdapat pada pasangan G. versteegii Pantai group
dengan S.
polyanthum, Allophylus cobbe dan A. scholaris yang ditunjukkan pada indeks
asosiasi yang tinggi, yakni: IO = 100%, ID = 100% dan IJ = 100%.
28
 berasosiasi
positif
 berasosiasi negatif
41
9
55
69
62
16
33
63 67
78
80
Gambar 74. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Pantai group
dengan 11 jenis tumbuhan lain pada tingkat tiang di hutan di Lombok Barat.
Spesies yang dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif yang
benar. Keterangan: (28) G. versteegii Pantai group, (41) S. polyanthum, (55) A. cobbe, (9) A.
scholaris, (69) A. heterophyllus, (67) G. gnemon, (16) T. cacao, (63) M. indica, (62) S. macrophylla,
(80) N. lappaceum, (33) E. malaccensis dan (78) D. parasiticum.
195
Jadi pada tingkat tiang, berdasarkan hasil test rasio varian, chi-square dan
indeks asosiasi menunjukkan asosiasi positif antara G. versteegii dengan spesies
tumbuhan. Setiap populasi dari G. versteegii di dalam komunitasnya mempunyai
spesies tumbuhan yang spesifik seperti yang ditunjukkan berikut ini. G. versteegii
Beringin group asosiasi positif benar dengan boodak (P. nitida) dan E. orientalis.
G. versteegii Buaya group berasosiasi positif benar dengan G. gnemon, D.
zibethinus, nangka (A. heterophyllus) dan mita (A. spectabilis). G. versteegii Madu
group berasosiasi positif benar dengan darah manuk (Horsfieldia sp.)
Bambusa sp. G. versteegii Pantai group berasosiasi positif benar
dan
dengan S.
polyanthum, ketimusan (A. cobbe) dan bebatu (A. scholaris).
7.3.4. Spesies Tumbuhan Yang Berasosiasi Dengan G. versteegii Sebagai
Penciri Ekosistem Gaharu Pada Tingkat Pohon.
Hubungan Asosiasi positif antara G. versteegii Beringin group dengan
pohon lain pada tingkat pohon, berdasarkan hasil dari test rasio varian, chi-square
dan indeks asosiasi ditunjukkan pada Lampiran 42. Gambar 76 menunjukkan
adanya asosiasi negatif benar yang terdapat pada pasangan: G. versteegii Beringin
group dengan T. cacao, dan A. heterophyllus (nilai Chi-Square = 4,000 > nilai W
test). Asosiasi positif benar terdapat pada pasangan G. versteegii Beringin group
dengan C. nucifera yang ditunjukkan pada nilai Chi-Square = 4,000 > nilai W test
dan indeks asosiasi yang cukup tinggi yakni: IO = 100%, ID = 100% dan IJ =
100% dan asosiasi positif benar juga terdapat pada pasangan: G. versteegii Beringin
group dengan A. pinnata; S. macrophylla; D. dao; L. domesticum Langsat group; A.
196
procera dan P. valida yang ditunjukkan pada indeks asosiasi yang tinggi, yaitu:
IO= 81,6%, ID= 80% dan IJ= 66,7%.
Gambar 75. Komunitas tempat tumbuh G. versteegii Beringin group di Bukit
Pengampelan Tanjung Lombok barat bagian utara.
 berasosiasi positif
33
28
3
8

56
70
25
21
30 34
berasosiasi negatif
61
69
79
84
23
22
95
87
89
112
105
85
Gambar 76. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Beringin group
dengan 21 jenis tumbuhan lain di hutan Lombok bagian barat. Spesies yang
197
dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif benar dan garis
patah-patah adalah berasosiasi negatif benar. Keterangan: (33) G. versteegii Beringin
group, (56) C. nucifera, (3) A. pinnata, (79) S. macrophylla, (25) D. dao, (28) L. domesticum
Langsat group, (70) A. procera, (95) P. valida, (8) P. javanicum, (61) N. calycina, (69) A. cobbe,
(84) A. spectabilis, (21) S. aromaticum, (112) L. angulata, (23) E. orientalis, (105) T. sureni, (89) P.
javense, (85) G. gnemon, (22) T. cacao, (87) A. heterophyllus, (34) G. versteegii var. Buaya dan
(30) D. zibethinus.
Hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi pada asosiasi
antara G. versteegii Buaya group dengan 13 jenis tumbuhan lain pada tingkat
pohon, ditunjukkan pada (Lampiran 43). Asosiasi negatif benar terdapat pada
pasangan G. versteegii Buaya group dengan T. sureni (nilai Chi-Square = 3,000 >
W test).
 berasosiasi positif

34
51
60
berasosiasi negatif
70
96
80
3
85
87
47
56
110
79
105
Gambar 77. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Buaya group
dengan 13 jenis tumbuhan lain pada tingkat pohon, di hutan di Lombok bagian
barat. Spesies yang dihubungkan dengan garis sambung adalah berasosiasi positif
benar dan garis patah-patah adalah berasosiasi negatif benar. Ketrangan: (34) G.
versteegii Buaya group (51) S. polyanthum, (70) A. procera, (96) N. lappaceum, (60) C. littorale, (3)
A. pinnata, (85) G. gnemon, (56) C. nucifera, (79) S. macrophylla, (47) P. valida, (105) T. sureni,
(80) M. indica, (87) A. heterophyllus dan (110) M. caesia.
Asosiasi positif benar terdapat pada pasangan G. versteegii Buaya group
dengan S. polyanthum,
A. procera, N. lappaceum dan C. littorale
yang
ditunjukkan pada (nilai Chi-Square = 3,000 > W test) dan indeks asosiasi yang
198
cukup tinggi yakni: IO = 100%, ID = 100% dan IJ = 100% serta pasangan G.
versteegii Buaya group dengan A. pinnata
dan pasangan G. versteegii Buaya
group dengan G. gnemon dengan nilai ordinasi yang cukup tinggi, yakni: IO =
70,7%, ID = 66,6% dan IJ = 50% (Gambar 77).
Gambar 78. Komunitas tempat tumbuh G. versteegii Buaya group di Bukit Krujuk
Pemenang Lombok barat bagian utara.
Hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi pada asosiasi antara
G. versteegii Madu group dengan 22 jenis tumbuhan lain pada tingkat pohon,
ditunjukkan pada (Lampiran 44). Asosiasi positif benar terdapat pada G. versteegii
Madu group dengan G. versteegii Soyun group, S. polyanthum, B. racemosa, D.
dao, F. rumphii dan L. domesticum Langsat group yang ditunjukkan pada indeks
199
asosiasi yang cukup tinggi, yakni: IO = 70,7%, ID =
66,7 % dan IJ = 50,0%
(Gambar 79).
35
 berasosiasi positif
berasosiasi negatif

25 28
36
8
37 41
51
63
56 59
23 30
36
77
80
87
85
106
107 113
79
Gambar 79. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Madu group dengan
22 jenis tumbuhan lain pada tingkat pohon di hutan di Lombok bagian barat.
Spesies yang dihubungkan dengan garis adalah berasosiasi positif benar.
Keterangan: (35) G. versteegii Madu group, (37) G. versteegii Soyun group, (51) S. polyanthum,
(63) B. racemosa, (25) D. dao (41) F. rumphii, (28) L. domesticum Langsat group, (56) C. nucifera,
(87) A. heterophyllus, (3) A. pinnata, (77) S. microcymum, (36) G. versteegii Pantai group, (80) M.
indica, (23) E. orientalis, (59) C. odorata, (79) S. macrophylla, (85) G. gnemon, (8) P. javanicum,
(30) D. zibethinus, (107) A. elasticus, (106) Alseodaphne sp., (6) G. divida dan (113) A. bunius
200
Gambar 80. Komunitas tempat tumbuh G. versteegii Madu group di Bukit
Kedondong Batu Layar Lombok Barat.
 berasosiasi positif
36

14
3
25
27 30 35
45 51
berasosiasi negatif
77
56 59
79 80 85 87
92
Gambar 81. Diagram Plexus untuk asosiasi antara G. versteegii Pantai group
dengan 16 jenis tumbuhan lain pada tingkat Pohon di hutan di Lombok bagian
barat. Spesies yang dihubungkan dengan garis adalah berasosuiasi positif benar.
Keteragan: (36) G. versteegii Pantai group, (51) S. polyanthum, (25) D. dao, (37) G. versteegii
201
Soyun group, (28) L. domesticum Langsat group, (41) F. rumphi dan (63) B. racemosa. (77) S.
microcymum, (45) E. malaccensis, (14) A. scholaris, (56) C. nucifera, (80) M. indica, (35) G.
versteghii Madu group, (87) A. heterophyllus, (3) A. pinnata, (85) G. gnemon, (30) D. zibethinus,
(79) S. macrophylla, (59) C. odorata, (27) L. domesticum Cluring group dan (92) A. catechu.
Hasil dari test rasio varian, chi-square dan indeks asosiasi pada asosiasi antara
G. versteegii Pantai group dengan 16 jenis tumbuhan lain pada tingkat pohon,
ditunjukkan pada (Lampiran 45). Asosiasi positif benar terdapat pada G. versteegii
Pantai group dengan S. polyanthum, D. dao, S. microcymum, E. malaccensis dan
A. scholaris yang ditunjukkan pada Indeks Asosiasi yang cukup tinggi, yakni: IO =
100%, ID = 100% dan IJ = 100% (Gambar 81).
Gambar 82. Komunitas tempat tumbuh G. versteegii Pantai group di Bukit Sidemen
Gunungsari Lombok barat.
Hubungan asosiasi positif antara G. versteegii Soyun group dengan pohon
lain pada tingkat Pohon, tidak dapat dianalisis karena tanaman tersebut hanya
ditemukan pada satu unit ekologi (terlalu sedikit), sehingga test rasio varian, chisquare dan indeks asosiasi tidak dapat diperoleh hasilnya. Namun demikian pohon
202
ketimunan Soyun group ditemukan dalam satu unti ekologi dengan Madu group
tentunya Soyun group berasosiasi positif juga dengan spesies pohon yang
berasosiasi dengan Madu group.
Gambar 83. Komunitas tempat tumbuh G. versteegii Soyun group di Bukit
Timambung Gunungsari Lombok Barat.
Pada pertumbuhan tingkat pohon ada spesies pohon yang berasosiasi negatif
benar dengan pohon gaharu, terutama pada pohon gaharu Beringin group dan
Buaya group. Pohon G. versteegii Beringin group berasosiasi positif benar dengan
pohon Planchonella nitida (boodak), E. orientalis (dadap). Pohon boodak dan
pohon dadap mempunyai kanopi dengan tata letak daun yang tidak begitu rapat dan
perakarannya tumbuh secara vertikal. Kondisi tersebut memungkinkan kedua
spesies pohon tersebut dapat berbagi cahaya matahari dan unsur hara serta diantara
203
asosiasi ketiga spesies tumbuhan tersebut dapat menciptakan kelembaban udara
yang cukup tinggi.
Pohon G. versteegii Buaya group berasosiasi positif benar dengan pohon A.
pinnata (aren), A. procera (klanjuh), S. polyanthum (salam), C. littorale (kenirang)
dan N. lappaceum (rambutan). Pohon aren mempunyai tajuk yang tegak sehingga
dapat berbagi cahaya matahari dengan spesies tumbuhan yang berdampingan.
Pohon tersebut juga akarnya yang kuat dapat menahan erosi dan memiliki
kemampuan mengikat air sehingga dapat mempertahankan kelembaban tanah dan
udara disekitarnya (Hidayat, 2014; Nugroho, 2008). Begitu juga pada pohon
klanjuh, salam, kenirang dan rambutan mempunyai struktur kanopi dengan tata
letak daun yang tidak begitu rapat. Struktur kanopi yang demikian dapat menjaga
kelembaban udara serta dapat berbagi sinar matahari dengan pohon lain yang
berdampingan.
Pohon G. versteegii Madu group berasosiasi positif benar dengan pohon
gaharu Soyun group dan L. domesticatum Langsat group (langsat), D. dao (dao), F.
rumphii (goak), S. polyanthum (salam), B. racemosa (kepundung). Pohon Soyun
group, langsat, dao mempunyai struktur kanopi bentuk oval dan mempunyai tata
letak daun yang tidak begitu rapat. Struktur kanopi yang demikian dapat menjaga
kelembaban udara serta dapat berbagi sinar matahari dengan pohon lain yang
berdampingan.
Pohon goak mempunyai struktur kanopi bentuk membulat dan
mempunyai tata letak daun yang cukup rapat, namun perakarannya dapat
menyimpan air, sehingga tanah dan udara sekitarnya tetap terjaga kelembabannya..
204
Pohon G. versteegii Pantai group berasosiasi positif benar dengan pohon A.
scholaris (bebatu), S. polyanthum (salam), D. dao (dao), E. malaccensis (jambu
dursono) dan S. microcymum (lengis). Pohon bebatu, salam, dao, jambu dursono
dan lengis mempunyai struktur kanopi dengan tata letak daun yang tidak begitu
rapat. Struktur kanopi yang demikian dapat menjaga kelembaban udara serta dapat
berbagi sinar matahari dengan pohon lain yang berdampingan.
Jadi pada tingkat pohon, berdasarkan hasil test rasio varian, chi-square dan
indeks asosiasi menunjukkan asosiasi positif benar juga asosiasi negatif benar
antara G. versteegii dengan spesies tumbuhan. Seperti berikut ini menunjukkan
bahwa setiap group dalam G. versteegii mempunyai spesies yang spesifik dalam
berasosiasi.
1. G. versteegii Beringin group berasosiasi negatif benar dengan T. cacao, dan
nangka (A. heterophyllus). Di lain pihak G. versteegii Beringin group berasosiasi positif benar dengan C. nucifera, aren (A. pinnata), mahoni (S. macrophylla), D. dao, L. domesticum Langsat group, klanjuh (A. procera) dan putat
(P. valida).
2. G. versteegii Buaya group berasosiasi negatif benar dengan suren (T. sureni).
Sebaliknya dengan spesies-spesies salam (S. polyanthum), A. procera, rambutan
(N. lappaceum), Aren (A. pinnata),
belinjo (G. gnemon) dan kenirang (C.
littorale) berasosiasi positif benar dengan Buaya group.
3. G. versteegii Madu group berasosiasi positif benar dengan G. versteegii Soyun
group, S. polyanthum, kepundung (B. racemosa), dao (D. dao), bunut (F. rumphii dan L. domesticum Langsat group.
205
4. G. versteegii Pantai group dengan S. polyanthum, D. dao,
lengis (S. micro-
cymum), jambu dursono E. malaccensis dan bebatu (A. scholaris).
Spesies tumbuhan yang menjadi asosiasi dengan G. versteegii secara garis
besar mempunyai karakter mempunyai struktur kanopi dengan tata letak daun yang
tidak begitu rapat. Struktur kanopi yang demikian dapat menjaga kelembaban udara
serta dapat berbagi sinar matahari dengan pohon lain yang berdampingan, atau
perakarannya dapat menyimpan air untuk menjaga kelembaban tanah maupun
udara di sekitarnya. Spesies tumbuhan ini sangat penting fungsinya untuk menjaga
ekologi ekosistem G. versteegii tetap stabil. Selain itu spesies tumbuhan tersebut
dapat digunakan sebagai indikator unit ekologi ekosistem G. versteegii dan dapat
juga digunakan sebagai acuan dalam melakukan domestikasi G. versteegii. Salah
satu sebab terjadinya perbedaan spesies tumbuhan dari setiap tingkai pertumbuhan
group G. versteegii karena lokasi unit ekologi yang berbeda. Berikut ini dalam tabel
10 disajikan spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan G. versteegii.
Tabel 10. Spesies tumbuhan yang berasosiasi benar dengan G. versteegii
No
Spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan G. versteegii
Beringin group
Buaya group
Pantai group
Madu group
Tingkat Semai Asosiasi +
1
H. roxburgii
S. koetjape
2
B. racemosa
Tingkat Semai Asosiasi 1
L. glauca
2
T. populnea
Tingkat Sapihan Asosiasi +
1
Madu group
Pantai group
H. Roxburghii
C. Inophyllum
Spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan G. versteegii
No Beringin group
Buaya group
Pantai group
Madu group
2
C. Pentandrus
M. indica
G. farquhariana D. Sundaica
3
C. arabica
S. Racemosa
4
H. cupanioides
P. guajava
Tingkat Tiang Asosiasi +
206
1
P. nitida
2
E. Orientalis
3
4
Tingkat Pohon Asosiasi +
1
C. nucifera
2
A. pinnata
3
S. macrophylla
4
D. dao
5
L. domesticum
Langsat group
6
A. procera
7
P. valida
Tingkat Pohon Asosiasi 1
T. cacao
2
A. Heterophyllus
G. gnemon
D. zibethinus
A. heterophyllus
A. spectabilis
S. polyanthum
A. cobbe
A. Scholaris
Horsfieldia sp
Bambusa sp
S. polyanthum
A. procera
N. lappaceum
A. pinnata
G. gnemon
S. polyanthum
D. dao
S. microcymum
E. malaccensis
A. scholaris
S. polyanthum
B. racemosa
D. dao
F. rumphii
L. domesticum
Langsat group
C. littorale
T. sureni
Keberadaan pohon garahu dalam komunitas ekosistem gaharu bersama-sama
dengan spesies tumbuhanan lain, ada yang berasosiasi positif atau negatif. Menurut
Kimmins (1997), kehadiran spesies lain mungkin penting untuk makanan dan / atau
tempat tinggal, atau mungkin adanya ancaman utama dalam hal penyakit, predasi,
parasitis atau persaingan. Hubungan bermanfaat atau berbahaya mungkin ada di
antara organisme dengan ukuran yang sama. Hubungan interspesifik yang tidak
selalu nampak mungkin menjadi faktor utama mengontrol kinerja atau bahkan
keberadaan spesies dalam ekosistem tertentu.
207
7.4. Komunitas Tumbuhan Di Ekosistem Gaharu
7.4.1. Pola Persebaran Tegakan Dalam Komunitas Ekosistem Pohon Gaharu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola persebaran tegakan pada semua
tingkat pertumbuhan dalam komunitas ekosistem gaharu tidak mengikuti distribusi
poisson. Hal ini disebabkan data rerata lebih besar dari variance dan X2 hitung > X2
tabel serta |d| > 1,96 (lihat Gambar 64 dan 65, Lampiran 31). Data tersebut juga
menunjukkan bahwa besarnya Indeks Dispersi lebih besar dari 1 pada semua
tingkat pertumbuhan, berarti pola persebaran tegakan pada tingkat semai, sapihan,
tiang dan pohon adalah kluster atau berkelompok (Gambar 84).
Bila dilihat tingkatan kulsternya, ternyata tingkat terbentuk klusternya sangat
rendah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Indeks Green (IG) yang sangat rendah yakni
antara 0,001-0,032 (Gambar 84 dan 85,
Lampiran 31). Tingkatan kluster ini
ternyata berbanding terbalik dengan tingkat pertumbuhan vegetasi, yaitu semakin
dewasa tingkat pertumbuhan vegetasi semakin rendah tingkatan klusternya (tingkat
semai IG = 0,032; tingkat sapihan IG = 0,020; tingkat tiang IG = 0,003; tingkat
pohon IG = 0,001) (Ludwig & Reynolds, 1988). Hal ini tampak pada Gambar 5, 15,
23, 31 dan 39, yang menunjukkan bahwa persebaran tegakan dalan vegetasi dan
unit ekologi ekosistem G. versteegii ada korespondensi yaitu cluster, seperti terjadi
pada spesies A. malaccensis (Soehartono and Newton, 2000).
208
12
INDEKS DISPERSI
10
8
6
4
2
0
SEMAI
SAPIHAN
TIANG
POHON
Gambar 84. Histogram Indeks Dispersi dalam komunitas ekosistem G. versteegii di
hutan Lombok barat pada berbagai tingkat pertumbuhan.
0.035
INDEKS GREEN
0.030
0.025
0.020
0.015
0.010
0.005
0.000
SEMAI
SAPIHAN
TIANG
POHON
Gambar 85. Histogram Indeks Green dalam komunitas ekosistem G. versteegii di
hutan Lombok Barat pada berbagai tingkat pertumbuhan.
Persebaran pohon G. versteegii di dalam hutan alam berbentuk kluster atau
mengelompok disebabkan oleh tiga alasan. (1). Ukuran bijinya kecil tetapi cukup
berat sehingga cukup sulit diterbangkan oleh angin dalam jarak yang jauh. (2).
Bijinya bersifat rekalsitran (begitu jatuh ke tanah akan segera tumbuh, biji yang
telah kering tidak akan dapat berkecambah artinya tidak dapat tersimpan dalam
209
waktu yang lama. (3). Cara pemencaran biji yang spesifik. Pemencaran biji G.
versteegii di alam ada tiga cara. (1). Pemencaran biji oleh tumbuhan itu sendiri,
dengan cara buah ketimunan yang berbentuk kapsul dan telah masak, berwarna
kuning - jingga pecah selanjutnya biji akan jatuh di sekitar pohon induk tersebut.
(2). Pemencaran dilakukan oleh serangga terutama oleh semut. Semut tertarik pada
biji ketimunan karena bijinya mempunyai karunkula yang berbentuk delta berwarna
putih sehingga bentuknya menyerupai topi haji. Karunkula tersebut mengandung
sukrosa sehingga disukai oleh semut. Semut-semut tersebut dapat memencarkan biji
ketimunan hingga mencapai jarak 40 m dari pohon induknya. (3). Pemencaran
dilakukan oleh burung. Menurut Howe dan Westley (1988), bahwa persebaran
pohon yang mengelompok atau kluster atau berbentuk koloni disebabkan antara
lain: ukuran biji kecil, biji mudah tumbuh di bawah naungan, pemencaran biji
dibantu oleh burung, dll.
7.4.2. Keanekaragaman Tumbuhan Penyusun Komunitas Ekosistem G.
versteegii Dan Ekosistem Lainnya Di Hutan Lombok Barat.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 11), vegetasi hutan di Lombok barat pada
kawasan penelitian disusun oleh 1558 individu tumbuhan, 163 spesies tumbuhan,
114 marga dari 47 famili tumbuhan. Komunitas tumbuhan penyusun daerah
penelitian didominasi oleh tanaman budidaya, antara lain seperti: C. nucifera, M.
indica, T. cacao, A. ocidentale, B. racemosa, D. zibethinus, L. domesticum Langsat
group, S. koetjape, A. catechu, C. petandra, N. lappaceum. Tanaman hutan didomi-
210
nasi antara lain oleh: A. pinnata, S. polyanthum, G. versteegii Beringin group, C.
inophyllum, G. versteegii Pantai group, D. costatum, C. pentandrus, D. javanica,
C. soulattri, Syzygium spp1., G. versteegii Buaya group, S. sapindina, V. rubescens.
Tabel 11. Keanekaragaman tumbuhan penyusun vegetasi hutan di Lombok barat.
No
Nama lokal
1
Memerek
2
Ketai/ Bebetis
3
5
Dao
Jambu
monyet/
Jambu mete/
Mete
Keluncing/
kedondong
hutan
6
4
Nama spesies
dan varietas /
group
Sauravia pendula
Blume.
Dracontomelon
costatum Blume.
Dracontomelon dao
(Blanco) Merr. &
Rolfe
Anacardium
ocidentale L.
Jum
lah
Indi
vidu
10
Nama spesies
Sauravia pendula
Blume
Dracontomelon
costatum Blume
Dracontomelon
dao (Blanco)
Merr. & Rolfe
41
2
20
Jum
lah
Sp.
1
1
Nama Marga
Sauravia
Dracontome
lon
Jum
lah
mar
ga
Nama Famili
Jum
lah
Fam
1
Actinidiaceae
1
Anacardiaceae
1
1
1
Dracontome
lon
Anacardium
ocidentale L.
1
Anacardium
1
Anacardiaceae
Anacardiaceae
Spondias pinnata
(L.f.) Kurz.
4
Spondias pinnata
(L.f.) Kurz.
1
Spondias
1
Anacardiaceae
.
Lempokan
Pentaspadon sp.
1
Pentaspadon sp.
1
Pentaspadon
1
Anacardiaceae
.
7
Ketapisan
3
Polyalthia
1
Annonaceae
1
Kenanga
1
Cananga
1
Annonaceae
.
9
Tunu
Baleman
Putih
3
Polyalthia sp.
Cananga odorata
(Lamk) Hook. F.
& Thomson
Pseuduvaria
reticulate
(Blume) Miq.
1
8
Polyalthia sp.
Cananga odorata
(Lamk) Hook. F. &
Thomson
Pseuduvaria
reticulate
(Blume) Miq.
1
Pseuduvaria
1
Annonaceae
.
Polyalthia sp.
1
Polyalthia sp.
1
Polyalthia
1
Annonaceae
.
1
Polyalthia rumphii
(Blume ex
Hensch) Merr.
1
Polyalthia
Annonaceae
.
10
11
Baleman
Kuning
Polyalthia rumphii
(Blume ex Hensch)
Merr.
8
1
12
Bebatu
13
Mita
14
Kereri
15
Durian
16
Randu
Dangar/
Bombax
17
18
Alstonia scholaris
R. Br. Blume
15
Alstonia scholaris
R. Br. Blume
Alstonia
spectabilis
Radermachera
elegans Steenis
Durio zibethinus
Murr.
Ceiba petandra
Guertn.
Bombax ceiba L.
4
Bombax ceiba L.
1
Bombax
1
1
.
Bombax sp.
3
Bombax sp.
1
Bombax
1
Bombacaceae
1
Canarium
1
Burseriaceae
1
Garuga
1
Burseriaceae
1
Mastixia
1
Cornaceae
1
1
Dilenmia
1
Dilleniaceae
1
Alstonia spectabilis
Radermachera
elegans Steenis
Durio zibethinus
Murr.
Ceiba petandra
Guertn.
19
Klotok
Keniran(g)/
Kemeniran/
Sengirang
20
Bebilok
21
Ela(k) (-elak)
Canarium littorale
Blume
Garuga floribunda
Decne
Mastixia trichotoma
Blume.
22
Bone
Dilenmia indica
11
4
1
27
5
Canarium littorale
Blume
Garuga floribunda
Decne
Mastixia
trichotoma Blume.
1
Dilenmia indica
3
1
1
Alstonia
Apocynaceae
1
1
Apocynaceae
1
Alstonia
Radermache
ra
1
Bignoniaceae
1
1
Durio
1
Bombacaceae
1
1
Ceiba
Bombacaceae
.
.
.
Bombacaceae
211
.
1
.
Jum
lah
Indi
vidu
No
Nama lokal
23
Azan
24
Baleman
25
Kedome
26
Klicung
Nama spesies
dan varietas /
group
Diospyros javanica
Bakh.
Diospyros rigida
Hiern.
Diospyros montana
Roxb.
Diospyros sundaica
Bakh.
27
Baleman Besi
Diospyros sp.
28
Kemiri/
Lengkong
29
Wuni
30
Jepit Udang
31
32
Kepundung
Jeliti (sprti
Kepundung)
Aleurites moluccana
(L.) Wild.
Antidesma bunius
(L.) Sprengel
Baccurea minor
Hook f.
Baccaurea
racemosa (Reinw.
Ex Blume) Muell.
33
Tapen/ Temek
34
Dadap/ Boroq
35
Klanjuh
36
Lamtoro
37
Bae
38
Pete
Erythrina orientalis
(L.) Murr.
Albizia procera
(Roxb.) Bth.
Leucauca glauca
Benth.
Albizia chinensis
(Osb.) Merr
Parkia speciosa
Hassk.
39
Mlinjo
Gnetum gnemon L.
39
40
Bambusa sp.
Calophyllum
inophyllum L.
25
42
Bambu
Nyamplung/
Camplung
Nyamplung
daun sempit/
Bintangur
43
Manggis
44
Badung
45
Biloan
41
46
Mundah
47
Kalimuru
hutan
48
Garu
49
Bangsal
50
Mangga
Pepaokan/
/Paok klikit
51
Baccaurea sp.
Mallotus pellatus
Muell. Arg.
Calophyllum
soulattri Burm.
Garcinia
mangostana L.
Garcinia divida R.
Br.
Garcinia opura
Garcinia dulcis
(Roxb.) Kurz
Gomphandra
javanica
(Blume)Val.
17
8
8
2
1
10
3
1
35
1
3
37
5
3
2
1
26
17
6
5
4
Nama spesies
Diospyros
javanica Bakh.
Diospyros rigida
Hiern.
Diospyros
montana Roxb.
Diospyros
sundaica Bakh.
Diospyros
Ebenaceae
1
1
Diospyros
.
Ebenaceae
.
1
Diospyros
.
Ebenaceae
.
Diospyros
.
Ebenaceae
.
Diospyros
.
Ebenaceae
.
1
Aleurites
1
Euphorbiaceae
1
Antidesma
1
Euphorbiaceae
.
1
Baccaurea
1
Euphorbiaceae
.
1
Baccaurea
.
Euphorbiaceae
.
Baccaurea sp.
Mallotus pellatus
Muell. Arg.
Erythrina
orientalis (L.)
Murr.
Albizia procera
(Roxb.) Bth.
Leucauca glauca
Benth.
Albizia chinensis
(Osb.) Merr
Parkia speciosa
Hassk.
Gnetum gnemon
L.
1
Baccaurea
.
Euphorbiaceae
.
1
Mallotus
1
Euphorbiaceae
.
1
Erythrina
1
Fabaceae
1
Albizia
1
Fabaceae
.
1
Leucauca
1
Fabaceae
.
1
Albizia
1
Fabaceae
.
1
Parkia
1
Fabaceae
.
1
Gnetum
1
Gnetaceae
1
Bambusa sp.
Calophyllum
inophyllum L.
1
Bambusa
1
Gramineae
1
1
Calophyllum
1
Guttiferae
1
1
Calophyllum
1
Garcinia
1
Garcinia
1
Calophyllum
soulattri Burm.
Garcinia
mangostana L.
Garcinia divida R.
Br.
Garcinia opura
Mangifera sp.
40
Mangifera sp.
7
1
1
57
3
1
Nama Famili
Jum
lah
Fam
1
Mangifera indica L.
Canleya corniculata
Ho Ward
Engelhardtia
spicata Lechen. ex
Blume
10
Nama Marga
Jum
lah
mar
ga
Diospyros sp.
Aleurites
moluccana (L.)
Wild.
Antidesma bunius
(L.) Sprengel
Baccurea minor
Hook f.
Baccaurea
racemosa (Reinw.
Ex Blume) Muell.
Garcinia dulcis
(Roxb.) Kurz
Gomphandra
javanica
(Blume)Val.
Canleya
corniculata Ho
Ward
Engelhardtia
spicata Lechen. ex
Blume
Mangifera indica
L.
3
Jum
lah
Sp.
.
1
1
Guttiferae
.
Guttiferae
.
.
Guttiferae
.
Garcinia
.
Guttiferae
.
1
Garcinia
.
Guttiferae
.
1
Gomphandra
1
Icacinaceae
1
Canleya
1
Icacinaceae
1
Engelhardtia
1
Juglandaceae
1
1
Mangifera
1
Lauraceae
1
1
Mangifera
1
.
Lauraceae
212
1
.
.
No
Nama lokal
52
Wani
53
54
Wudu
Wudu daun
kecil
55
Memada
56
Alpukat
57
Tampel
58
Kerbuku
59
Kayu manis
60
Je
61
Putat/ Kutat
62
Sengon
63
Sono Keling
64
Asem
65
Nam nam
66
Gatep/ Gayam
67
Seropan
68
Cempaka
70
Cempaka
gondok
Mawar hutan/
Senggani
71
Mahoni
69
Nama spesies
dan varietas /
group
Mangifera caesia
Jack.
Litsea glutinosa
(Laur.) C.B.
Robinson
Litsea angulata
Blume
Actinodaphne cf.
nitida Teschn.
Persea americana
Mill.
Jum
lah
Indi
vidu
6
11
2
5
4
Alseodaphne sp.
Beilschmiedia
lucidula (Miq.)
Kosterm.
Cinnamomum
zeylancum Blume
3
Planchonia sp.
Planchonia valida
(Blume) Blume
Paraserianthes
falcataria (L.)
Nielsen
Dalbergia latifolia
Roxb.
Tamarindus indica
L.
Cynometra
cauliflora L.
Inocarpus fagifer
(Parkinson) Fosb.
(sin: I. fagiferus
(Parkinson) Fosb.)
8
Thespesia populnea
Michelia champaca
L.
10
Magnolia candollii
(Blume) H.Keng
Melastoma
polyanthum Blume
Swietnia
macrophylla King
Lansium
domesticum Jack
Langsat group
Lansium
domesticum Jack
Cluring group
2
1
1
7
3
2
1
Nama Marga
Jum
lah
mar
ga
Nama Famili
Jum
lah
Fam
1
Mangifera
.
Lauraceae
.
1
Litsea
Lauraceae
.
1
Litsea
Lauraceae
.
1
Actinodaphne
1
Lauraceae
.
1
Persea
1
Lauraceae
.
Alseodaphne sp.
Beilschmiedia
lucidula (Miq.)
Kosterm.
Cinnamomum
zeylancum Blume
1
Alseodaphne
1
Lauraceae
.
1
Beilschmiedia
1
Lauraceae
.
1
Cinnamo mum
1
Lauraceae
.
Planchonia sp.
Planchonia valida
(Blume) Blume
Paraserianthes
falcataria (L.)
Nielsen
Dalbergia latifolia
Roxb.
Tamarindus indica
L.
Cynometra
cauliflora L.
1
Planchonia
1
Lecythidaceae
1
Planchonia
1
Paraserianthes
1
Leguminosae
1
Dalbergia
1
Leguminosae
Leguminosae
1
Tamarindus
1
1
Cynometra
1
Leguminosae
.
1
Inocarpus
1
Leguminosae
.
1
Thespesia
1
Malvaceae
1
1
Michelia
1
Mangnoliaceae
1
1
Magnolia
1
1
Melastoma
1
Mangnoliaceae
Melastomata
ceae
Nama spesies
Mangifera caesia
Jack.
Litsea glutinosa
(Laur.) C.B.
Robinson
Litsea angulata
Blume
Actinodaphne cf.
nitida Teschn.
Persea americana
Mill.
Jum
lah
Sp.
1
.
.
Lecythidaceae
1
.
1
.
.
1
Inocarpus fagifer
(Parkinson) Fosb.
Thespesia
populnea
Michelia
champaca L.
Magnolia
candollii (Blume)
H.Keng
Melastoma
polyanthum Blume
40
Swietnia
macrophylla King
1
Swietnia
1
Meliaceae
27
Lansium
domesticum Jack
1
Lansium
1
Meliaceae
.
9
Lansium
domesticum Jack
Meliaceae
.
1
3
1
72
Langsat
73
74
.Cluring
Sentul
Jejawan/ Betis
mayong
75
Sentul
76
Sentul mulon
Chisocheton
pentandrus Merr.
Sandoricum
koetjape Merr.
Sandoricum
sapindina Harms.
77
Cicompang
Sandoricum sp.
1
78
Belulu
Aglaia tomentosa
Teijsm. & Binnend.
1
20
20
13
Chisocheton
pentandrus Merr.
Sandoricum
koetjape Merr.
Sandoricum
sapindina Harms.
Sandoricum sp.
Aglaia tomentosa
Teijsm. &
Binnend.
.
Lansium
.
1
1
1
Chisocheton
1
Meliaceae
.
1
Sandoricum
1
Meliaceae
.
1
Sandoricum
.
Meliaceae
.
1
Sandoricum
.
Meliaceae
.
1
Aglaia
Meliaceae
.
1
213
No
Nama lokal
Nama spesies
dan varietas /
group
79
Lingsar
Aglaia odoratissima
Blume
81
Lempinyu/
Lempegi
Sentul
(te)tanggik
82
Bila
80
Aglaia edulis
(Roxb.) N. Wallich.
Aglaia silvestris (M.
Roem) Merr.
Agele Marmelos
Corr.
Jum
lah
Indi
vidu
1
8
4
1
Purut/
Bajegao
Imba
(Geguntur)
Aphanamixis
polystachya (Wall.)
R.N. Parker
Chisocheton cf
patens Blume
Toona sureni
(Blume) Merr.
Dysoxylum
parasiticum
(Osbeck) Kosterm.
Melia azadirachta
L.
89
Puletan
Kluwih/
Kulur
Saccopetalum sp.
Artocarpus
communis Forst.
90
Terep
Artocarpus elasticus
Reinw. Ex Blume
4
Artocarpus
heterophyllus Lamk.
36
83
Empak
84
Ombar
85
Suren
86
87
88
91
92
Nangka
Beringin/
Bunut
93
Goa(k)
94
Lembokik
95
Darak Manuk
96
97
Dedarah
Deliman
Bukit
98
Dar daran
99
Kumbi(an)
100
101
1
4
4
2
1
2
5
Ficus benjamina L.
Ficus rumphii
Blume
Ficus septica Burm.
f.
2
8
Cengkeh
Horsfieldia sp.
Gymnacranthera
farquhariana (Wal.
Ex Hook.f. & Yh.)
Warb.
Knema cinerea
(Poir) Warb.
Knema glomerata
(Blanco) Merr.
Ardisia fuliginosa
Blume
Syzygium
aromaticum (L.)
Merr. & Perr.
Penampih
Syzygium
buettnerianum (K.
Schumann)
Niedenzu
102
Jukut bideng
Syzygium decipiens
(Koord. & Val.)
Merr. & L.M. Perry
103
Lingsir
Syzygium spp3.
9
3
1
2
1
3
1
Nama Marga
Jum
lah
mar
ga
Nama Famili
Jum
lah
Fam
1
Aglaia
.
Meliaceae
.
1
Aglaia
Meliaceae
.
1
Aglaia
Meliaceae
.
1
Agele
1
Meliaceae
.
1
Aphanamixis
1
Meliaceae
.
1
Chisocheton
1
Meliaceae
.
1
Toona
1
Meliaceae
.
1
Dysoxylum
1
Meliaceae
.
1
Melia
1
Meliaceae
.
Saccopetalum sp.
Artocarpus
communis Forst.
Artocarpus
elasticus Reinw.
Ex Blume
Artocarpus
heterophyllus
Lamk.
Ficus benjamina
L.
Ficus rumphii
Blume
Ficus septica
Burm. f.
1
Saccopetalum
Artocarpus
1
Menispermaceae
Moraceae
Horsfieldia sp.
Gymnacranthera
farquhariana
(Wal. Ex Hook.f.
& Yh.) Warb.
Knema cinerea
(Poir) Warb.
Knema glomerata
(Blanco) Merr.
Ardisia fuliginosa
Blume
Syzygium
aromaticum (L.)
Merr. & Perr.
Syzygium
buettnerianum (K.
Schumann)
Niedenzu
Nama spesies
Aglaia
odoratissima
Blume
Aglaia edulis
(Roxb.) N.
Wallich
Aglaia silvestris
(M. Roem) Merr.
Agele Marmelos
Corr.
Aphanamixis
polystachya
(Wall.) R.N.
Parker
Chisocheton cf
patens Blume
Toona sureni
(Blume) Merr.
Dysoxylum
parasiticum
(Osbeck) Kosterm.
Melia azadirachta
L.
1
1
Syzygium
decipiens (Koord.
& Val.) Merr. &
L.M. Perry
1
Syzygium spp2.
Jum
lah
Sp.
.
1
1
1
1
1
Artocarpus
1
Artocarpus
1
Ficus
1
Ficus
1
Ficus
1
Horsfieldia
1
1
Gymnacra
nthera
1
1
Knema
1
1
Knema
1
Ardisia
1
Syzygium
1
Syzygium
.
Myrtaceae
.
1
Syzygium
.
Myrtaceae
.
Syzygium
.
Myrtaceae
.
.
1
.
Moraceae
.
Moraceae
.
Moraceae
.
Moraceae
.
Moraceae
.
Myristicaceae
1
Myristicaceae
.
Myristicaceae
.
Myristicaceae
.
1
Myrsinaceae
.
1
Myrtaceae
214
1
Jum
lah
Indi
vidu
Nama Marga
Jum
lah
mar
ga
Nama Famili
Jum
lah
Fam
1
Syzygium
.
Myrtaceae
.
1
Syzygium
.
Myrtaceae
.
1
Syzygium
.
Myrtaceae
.
1
Syzygium
.
Myrtaceae
.
1
Syzygium
Myrtaceae
.
1
Syzygium
.
Myrtaceae
.
No
Nama lokal
104
Jukut tangkur
105
Lengis batu
106
Lengis
107
Kenyambukan
108
Jukut/ Salam
109
Ramping kulit
Nama spesies
dan varietas /
group
Syzygium
fastigianum
(Blume) Merr. &
Perry
Syzygium lineatum
(DC) Merr. & L.M.
Perry
Syzygium
microcymum
(Koord & Val.)
Amshoff
Syzygium nervosum
DC.
Syzygium
polyanthum (Wight)
Walp.
Syzygium racemosa
DC.
110
Klokos
Syzygium spp1.
14
Syzygium spp1.
1
Syzygium
.
Myrtaceae
.
111
Bawan
Jukut
geringsing/
Ulam
Syzygium spp2.
1
Syzygium spp2.
1
Syzygium
.
Myrtaceae
.
1
Syzygium
.
Myrtaceae
.
1
Eugenia
Myrtaceae
.
1
Eugenia
Myrtaceae
.
1
Psidium
1
Myrtaceae
.
1
Melaleuca
1
Myrtaceae
.
1
Arenga
1
Palmae
1
11
4
42
2
Psidium guajava L.
Melaleuca cayuputi
Powell
Arenga pinnata
Merr.
69
Syzygium spicatum
(Lam.) DC
Eugenia aquea
Burm f.
Eugenia
malaccensis L
Psidium guajava
L.
Melaleuca
cayuputi Powell
Arenga pinnata
Merr.
Areca catechu L.
18
Areca catechu L.
1
Areca
1
Palmae
.
Salak
Zallaca indicus L.
1
Zallaca indicus L.
1
Zallaca
1
Palmae
.
120
Kelapa
Cocos nucifera L.
146
Cocos nucifera L.
1
Cocos
1
Palmae
.
121
Utat Banyu
1
Pittosporum
1
Pittosporaceae
1
1
Helicia
1
Proteaceae
1
123
Kayu raksasa
Jelimanan/
jeliti
7
1
Punica
1
Punicaceae
1
124
Gol/ Bidara
Punica granatum L.
Ziziphus mauritiana
Lamk.
Pittosporum sp.
Helicia robusta
(Roxb.) Blume
Punica granatum
L.
Ziziphus
mauritiana Lamk.
1
122
Pittosporum sp.
Helicia robusta
(Roxb.) Blume
1
Ziziphus
1
Rhamnaceae
1
125
Kopi Arabika
12
1
Coffea
1
Rubiaceae
1
1
Metadina
1
Rubiaceae
.
1
Neonauclea
1
Rubiaceae
.
1
Pavetta
1
Rubiaceae
.
1
Hypobathrum
1
Rubiaceae
.
1
Hypobathrum
Rubiaceae
.
1
Coffea arabica L.
Metadina
trichotoma (Zoll &
Mozritzi) Bakh. f.
Neonauclea
calycina Merr.
Pavetta indica L.
forma montana
(Blume) Koord. et
Val.
Hypobathrum
microcarpum DC.
Hypobatrum
roxburghii DC
Hipobathrum
spp1.
1
Hypobathrum
Rubiaceae
.
112
113
115
Jambu air
Jambu
Dursana/ Bol
Jambu biji/
Klutuk
116
Gelam
117
118
Aren
Pinang/
bua(k)
119
114
Syzygium spicatum
(Lam.) DC
Eugenia aquea
Burm f.
Eugenia
malaccensis L
1
Nama spesies
Syzygium
fastigianum
(Blume) Merr. &
Perry
Syzygium lineatum
(DC) Merr. &
L.M. Perry
Syzygium
microcymum
(Koord & Val.)
Amshoff
Syzygium
nervosum DC.
Syzygium
polyanthum
(Wight) Walp.
Syzygium
racemosa DC.
Jum
lah
Sp.
127
Kayu kuning/
juwawut
Kentok celeng
/ bengkel
128
JeJaruman/
Jaruman/
Soka putih
129
Banitan
130
Mate kulek
Coffea arabica L.
Metadina
trichotoma (Zoll &
Mozritzi) Bakh. f.
Neonauclea
calycina Merr.
Pavetta indica L.
forma montana
(Blume) Koord. et
Val.
Hypobathrum
microcarpum DC.
Hypobatrum
roxburghii DC
131
Tetekik
Hipobathrum spp1.
126
8
4
9
3
1
2
1
8
6
5
3
2
1
.
1
215
No
Nama lokal
132
Bentaik hutan
133
Prine
134
Timunan
135
136
Pace
Jeruk keriput
kecil
137
Gresek
138
Rambutan
139
Ketimusan
140
Matoa
141
142
Tales
Banten/
Jaranan
143
Kesambi
144
Klerongan
145
Boodak/Getah
Tanjung
gunung
146
147
148
Nyantoh (eh)
Raju mas
Lombok
149
Coklat/ Kakao
150
151
Dumun
Klewang/
Sayap manuk
152
Bebalang
153
Bajur
154
Juwawut
155
Gelumpung
156
Ancol
157
158
159
160
Nama spesies
dan varietas /
group
Jum
lah
Indi
vidu
Hypobathrum spp2.
Timonius ovenis
Val.
1
Timonius sp.
Morinda citrifolia
L.
Citrus reticulate
Blanco
Meliosa ferruginea
Blume
Nephelium
lappaceum L.
Allophylus cobbe
(L.) Raeusch
(sinonim: Pometia
tomentosa)
Pometia pinnata
J.R. Forster & J.G.
Forster
Pometia sp.
2
Lannea grandis
(Dennst.) Engl.
Schleichera oleosa
(Lour.) Oken
Harpullia
cupanioides Roxb.
Planchonella nitida
(Blume) Dubard.
1
1
4
5
13
2
3
5
3
2
6
1
1
51
Heritiera sp.
Pterospermum
blumeanum Kort.
Pterospermum
deversifolium
Blume
Pterospermum
javanicum Jungh.
11
Pterospermum sp
Sterculia
macrophylla Vent
Gordonia excelsa
Blume
2
Berasan
Ketimunan
Beringin
group
Eurya acuminata
1
Ketimunan
Madu group
Ketimunan
Pantai group
Gyrinops versteegii
Madu group
Gyrinops versteegii
Pantai group
Gyrinops versteegii
Beringin group
Nama Famili
Jum
lah
Fam
1
Hypobathrum
.
Rubiaceae
.
1
Timonius
Rubiaceae
.
1
Timonius
Rubiaceae
.
1
Morinda
1
Rubiaceae
.
1
Citrus
1
Rutaceae
1
1
Meliosa
1
Sabiaceae
1
1
Nephelium
1
Sapindaceae
1
1
Allophylus
1
Sapindaceae
.
1
Pometia
1
Sapindaceae
.
1
Pometia
Sapindaceae
.
1
Lannea
1
Sapindaceae
.
1
Schleichera
1
Sapindaceae
.
1
Harpullia
1
Sapindaceae
.
1
Planchonella
1
Sapotaceae
Sapotaceae
1
Mimosops
1
1
Palaquium
1
Sapotaceae
1
Duabanga
1
Sonneratiaceae
1
1
Theobrona
1
Sterculiaceae
1
Heritiera sp.
Pterospermum
blumeanum Kort.
Pterospermum
deversifolium
Blume
Pterospermum
javanicum Jungh.
1
Heritiera
1
Sterculiaceae
.
1
Pterospermum
1
Sterculiaceae
.
1
Pterospermum
.
Sterculiaceae
.
1
Pterospermum
.
Sterculiaceae
.
Pterospermum sp
Sterculia
macrophylla Vent
Gordonia excelsa
Blume
1
Pterospermum
Sterculiaceae
.
1
Sterculia
1
Sterculiaceae
.
1
Gordonia
1
Theaceae
Eurya acuminata
Gyrinops
versteegii
(Gilg.)Domke
Gyrinops
versteegii
(Gilg.)Domke
Gyrinops versteegii (Gilg.)Domke
1
Eurya
1
Theaceae
1
Gyrinops
1
Themylaeaceae
.
Gyrinops
.
Themylaeaceae
.
.
Gyrinops
.
Themylaeaceae
.
Nama spesies
Hypobathrum
spp2.
Timonius ovenis
Val.
Timonius sp.
Morinda citrifolia
L.
Citrus reticulate
Blanco
Meliosa
ferruginea Blume
Nephelium
lappaceum L.
Allophylus cobbe
(L.) Raeusch
7
9
Mimosops elingi L.
Palaquium javense
Burck
Duabanga
molucana Blume
Theobrona cacao
L.
Nama Marga
Jum
lah
mar
ga
2
2
40
1
2
41
36
21
Pometia pinnata
J.R. Forster & J.G.
Forster
Pometia sp.
Lannea grandis
(Dennst.) Engl.
Schleichera oleosa
(Lour.) Oken
Harpullia
cupanioides Roxb.
Planchonella
nitida (Blume)
Dubard.
Mimosops elingi
L.
Palaquium javense
Burck
Duabanga
molucana Blume
Theobrona cacao
L.
Jum
lah
Sp.
1
.
1
.
216
.
1
.
1
No
Nama lokal
Nama spesies
dan varietas /
group
161
Ketimunan
Buaya group
Gyrinops versteegii
Buaya group
163
Ketimunan
Soyun group
Lengkukun/
Lekukun
Gyrinops versteegii
Soyun group
Schoutenia ovata
Korth.
164
Rengak (kayu
keras)
165
Prapi
166
Jelateng
167
Turun Hujan
168
Kali papa
Celtis cinnamomea
Lindl. Ex Planch
Villebrunea
rubescens Blume
Dendrocnide
stimulans (L.f.)
Chew
Premna parasitica
Blume
Vitex quinata
(Laur.) F.N.
Williams
162
Jum
lah
Indi
vidu
14
1
5
1
13
4
2
2
1558
Nama spesies
Gyrinops
vversteegii
(Gilg.)Domke
Gyrinops
versteegii
(Gilg.)Domke
Schoutenia ovata
Korth.
Celtis
cinnamomea
Lindl. Ex Planch
Villebrunea
rubescens Blume
Dendrocnide
stimulans (L.f.)
Chew
Premna parasitica
Blume
Vitex quinata
(Laur.) F.N.
Williams
Nama Marga
Jum
lah
mar
ga
Nama Famili
Jum
lah
Fam
.
Gyrinops
.
Themylaeaceae
.
.
Gyrinops
.
Themylaeaceae
.
1
Schoutenia
1
Tiliaceae
1
1
Celtis
1
Ulmaceae
1
1
Villebrunea
1
Urticaceae
1
1
Dendrocnide
1
Urticaceae
1
Premna
1
Verbenaceae
1
Vitex
1
Verbenaceae
Jum
lah
Sp.
163
114
.
1
.
47
Pada tabel 11 tergambarkan bahwa keanekaragaman tumbuhan dan jumlah
individu tumbuhan yang tertinggi terdapat pada komunitas ekosistem gaharu
selanjutnya diikuti oleh komunitas ekosistem daerah semi-kering dan keanekaragaman tumbuhan serta jumlah individu tumbuhan terendah terdapat pada
komonitas ekosistem daerah kering. Hal ini dapat dipahami karena semakin rapat
tegakan pada suatu kawasan akan menghasilkan seresah yang begitu melimpah
menutupi lapisan atas tanah, sehingga akan terbentuk mikroklimat yang lembab
(Kimmins, 1987). Kawasan tersebut yang merupakan ekosistem gaharu yang
terdapat di hutan Lombok Barat. Sebaliknya untuk daerah yang sedikit tegakannya,
seresah yang dihasilkan sedikit dan areal tanahnya menjadi terbuka, sehingga
membentuk ekosistem daerah semi-kering dan daerah kering.
217
7.4.3. Frekuensi Keberadaan Spesies Di Dalam Ekosistem G. versteegii Dan
Ekosistem Lainnya Di Hutan Lombok Barat.
Keberadaan spesies tumbuhan di dalam hutan Lombok barat khususnya pada
kawasan penelitian mempunyai tiga kharakteristik, yaitu spesies yang mendiami
ekosistem gaharu, ekosistem semi-kering dan ekosistem kering (Tabel 12).
Tabel 12. Frekuensi keberadaan spesies di dalam ekosistem G. versteegii dan
ekosistem lainnya.
No
Nama Lokal
Nama Spesies
Nama Marga
Nama Famili
Ekosistem
Gaharu
Frekuensi
Daerah
Sem ikering
Daerah
Kering
1
Kelapa
C. nucifera
Cocos
Palmae
0,581
0,500
0,952
2
Mangga
M. indica
Mangifera
Lauraceae
0,355
0,250
0,619
3
Jambu mete
A. ocidentale
Anacardium
Anacardiaceae
0,161
0,250
0,429
4
Aren
A. pinnata
Arenga
Palmae
0,387
0,250
0,286
5
Bajur
P. javanicum
Pterospermum
Sterculiaceae
0,387
0,333
0,286
6
Dadap/ Boroq
E. orientalis
Erythrina
Fabaceae
0,290
0,417
0,238
7
Mahoni
S. macrophylla
Swietnia
Meliaceae
0,323
0,083
0,238
8
Mlinjo
G. gnemon
Gnetum
Gnetaceae
0,355
0,25
0,238
9
Juwawut
M. trichotoma
Metadina
Rubiaceae
0,065
0,083
0,190
10
Banten/ Jaranan
L. grandis
Lannea
Sapindaceae
0
0,167
0,143
11
T. cacao
L. domesticum
Langsat group
Theobrona
Sterculiaceae
0,290
0,417
0,143
12
Coklat/ Kakao
Duku Langsat
group
Lansium
Meliaceae
0,194
0,250
0,143
13
Durian
D. zibethinus
Durio
Bombacaceae
0,258
0,250
0,143
14
Ketai/ Bebetis
D. costatum
Dracontome lon
Anacardiaceae
0,065
0,083
0,143
15
Klanjuh
A. procera
Albizia
Fabaceae
0,065
0
0,143
16
Kluwih/ Kulur
A. communis
Artocarpus
Moraceae
0
0,083
0,143
17
A. heterophyllus
Artocarpus
Moraceae
0,581
0,333
0,143
18
Nangka
Pepaokan/
Paokan/Paok klikit
Mangifera sp.
Mangifera
Lauraceae
0,419
0,167
0,143
19
Rambutan
N. lappaceum
Nephelium
Sapindaceae
0,226
0,167
0,143
20
Randu
C. petandra
Ceiba
Bombacaceae
0,097
0,167
0,143
21
Sentul
S. koetjape
Sandoricum
Meliaceae
0,194
0,167
0,143
22
Bae
A. chinensis
Albizia
Fabaceae
0
0
0,095
23
Dao
D. dao
Dracontome lon
Anacardiaceae
0,194
0,083
0,095
24
Jambu air
E. aquea
Eugenia
Myrtaceae
0,032
0
0,095
25
Jambu biji/ Klutuk
P. guajava
Psidium
Myrtaceae
0,032
0
0,095
218
Nama Famili
Ekosistem
Gaharu
Frekuensi
Daerah
Sem ikering
Aleurites
Euphorbiaceae
0,065
0,167
0,095
B. racemosa
Baccaurea
Euphorbiaceae
0,355
0,250
0,095
Kopi Arabika
C. arabica
Coffea
Rubiaceae
0,161
0,167
0,095
29
Matoa
P. pinnata
Pometia
Sapindaceae
0
0
0,095
30
Pinang/ bua(k)
A. catechu
Areca
Palmae
0,29
0,083
0,095
31
Tales
Pometia sp.
Pometia
Sapindaceae
0,032
0
0,095
32
Wani
M. caesia
Mangifera
Lauraceae
0,032
0,167
0,095
33
Alpukat
P. americana
Persea
Lauraceae
0,097
0
0,048
34
Asem
T. indica
Tamarindus
Leguminosae
0,032
0
0,048
35
Badung
G. divida
Garcinia
Guttiferae
0,129
0
0,048
36
bambu
Bambusa sp.
Bambusa
Gramineae
0,032
0,083
0,048
37
Bebatu
A. scholaris
Alstonia
Apocynaceae
0,065
0
0,048
38
Bila
A. marmelos
Agele
Meliaceae
0
0
0,048
39
B. ceiba
L. domesticum
Cluring group
Bombax
Bombacaceae
0
0,083
0,048
40
Dangar/ Bombax
Duku Cluring
group
Lansium
Meliaceae
0,097
0
0,048
41
Gol/ Bidara
Z. mauritiana
Ziziphus
Rhamnaceae
0
0
0,048
42
M. azadirachta
Melia
Meliaceae
0
0
0,048
43
Imba (Geguntur)
JeJaruman/
Jaruman/ Soka
putih
P. indica forma
montana
Pavetta
Rubiaceae
0,065
0,083
0,048
44
Jeruk keriput kecil
C. reticulate
Citrus
Rutaceae
0,097
0
0,048
45
Jukut/ Salam
S. polyanthum
Syzygium
Myrtaceae
0,387
0,583
0,048
46
Kalimuru hutan
G. javanica
Gomphandra
Icacinaceae
0,032
0,083
0,048
47
D. montana
Diospyros
Ebenaceae
0,065
0
0,048
48
Kedome
Keluncing/
kedondong hutan
S. pinnata
Spondias
Anacardiaceae
0
0,167
0,048
49
Kenanga
C. odorata
Cananga
Annonaceae
0,129
0,167
0,048
50
Kesambi
S. oleosa
Schleichera
Sapindaceae
0,032
0,083
0,048
51
Ketimusan
A. cobbe
Allophylus
Sapindaceae
0,097
0,167
0,048
52
Klokos
Syzygium sp.
Syzygium
Myrtaceae
0,226
0,167
0,048
53
Klotok
Bombax sp.
Bombax
Bombacaceae
0
0,083
0,048
54
L. glauca
Leucauca
Fabaceae
0,032
0
0,048
55
Lamtoro
Nyamplung daun
sempit/ Bintangur
C. soulattri
Calophyllum
Guttiferae
0,194
0,167
0,048
56
Pace
M. citrifolia
Morinda
Rubiaceae
0
0
0,048
57
Prapi
V. rubescens
Villebrunea
Urticaceae
0,129
0,167
0,048
58
Purut/ Bajegao
D. parasiticum
Dysoxylum
Meliaceae
0,032
0
0,048
59
Rengak
C. cinnamomea
Celtis
Ulmaceae
0
0
0,048
60
Seropan
T. populnea
Thespesia
Malvaceae
0,129
0
0,048
61
Sono Keling
D. latifolia
Dalbergia
Leguminosae
0,032
0,083
0,048
62
Suren
T. sureni
Toona
Meliaceae
0,065
0,083
0,048
No
Nama Lokal
26
Kemiri/ Lengkong
27
Kepundung
28
Nama Spesies
A. moluccana
Nama Marga
219
Daerah
Kering
No
Nama Lokal
Nama Spesies
Nama Marga
Nama Famili
Ekosistem
Gaharu
Frekuensi
Daerah
Sem ikering
Daerah
Kering
63
Utat Banyu
Pittosporum sp.
Pittosporum
Pittosporaceae
0
0
0,048
64
Wuni
A. bunius
Antidesma
Euphorbiaceae
0,065
0
0,048
65
Ancol
G. excelsa
Gordonia
Theaceae
0,032
0
0
66
Azan
D. javanica
Diospyros
Ebenaceae
0,032
0,083
0
67
Baleman
D. rigida
Diospyros
Ebenaceae
0,065
0,167
0
68
Baleman Besi
Diospyros sp.
Diospyros
Ebenaceae
0,032
0
0
69
Baleman Kuning
P. rumphii
Polyalthia
Annonaceae
0
0,083
0
70
Baleman Putih
Polyalthia sp.
Polyalthia
Annonaceae
0
0,083
0
71
Bangsal
E. spicata
Engelhardtia
Juglandaceae
0
0,167
0
72
Banitan
H. microcarpum
Hypobathrum
Rubiaceae
0,032
0
0
73
Bawan
Syzygium spp.
Syzygium
Myrtaceae
0
0,083
0
74
Bebalang
P. deversifolium
Pterospermum
Sterculiaceae
0,032
0,083
0
75
Bebilok
G. floribunda
Garuga
Burseriaceae
0,032
0
0
76
Belulu
A. tomentosa
Aglaia
Meliaceae
0,032
0
0
77
Bentaik hutan
Hypobathrum spp.
Hypobathrum
Rubiaceae
0,032
0
0
78
Berasan
E. acuminata
Eurya
Theaceae
0,032
0
0
79
Beringin/ Bunut
F. benjamina
Ficus
Moraceae
0,032
0
0
80
Biloan
G. opura
Garcinia
Guttiferae
0,065
0,083
0
81
Bone
D. indica
Dilenmia
Dilleniaceae
0,032
0
0
82
Boodak/Getah
P. nitida
Planchonella
Sapotaceae
0,226
0,167
0
83
Cempaka
M. champaca
Michelia
Mangnoliaceae
0,097
0
0
84
Cempaka gondok
M. candollii
Magnolia
Mangnoliaceae
0,032
0
0
85
Cengkeh
S. aromaticum
Syzygium
Myrtaceae
0,032
0
0
86
Cicompang
Sandoricum sp.
Sandoricum
Meliaceae
0
0,083
0
87
Dar daran
K. glomerata
Knema
Merysticaceae
0,032
0
0
88
Darak Manuk
Horsfieldia sp.
Horsfieldia
0,065
0,167
0
89
Dedarah
G. farquhariana
Gymnacranthera
Myristicaceae
Myristicaceae
0,032
0
0
90
K. cinerea
Knema
0,083
0
M. polyanthum
Melastoma
Merysticaceae
Melastomataceae
0,032
91
Deliman Bukit
Duk-duk/ Mawar
hutan/ Senggani
0,032
0
0
92
Dumun
Heritiera sp.
Heritiera
Sterculiaceae
0,065
0,083
0
93
Ela(k) (-elak)
M. trichotoma
Mastixia
Cornaceae
0,097
0,083
0
94
Empak
Gaharu Beringin
group
Gaharu Buaya
group
Gaharu Madu
group
Gaharu Pantai
group
A. polystachya
G. versteegii
Beringin group
G. versteegii
Buaya group
G. versteegii
Madu group
G. versteegii
Pantai group
Aphanamixis
Meliaceae
0
0,083
0
Gyrinops
Themylaeaceae
0,419
0
0
Gyrinops
Themylaeaceae
0,226
0
0
Gyrinops
Themylaeaceae
0,323
0
0
Gyrinops
Themylaeaceae
0,129
0
0
95
96
97
98
220
Ekosistem
Gaharu
Frekuensi
Daerah
Semi kering
Themylaeaceae
0,032
0
0
Canleya
Icacinaceae
0,097
0
0
I. fagifer
Inocarpus
Leguminosae
0,032
0
0
Gelam
M. cayuputi
Melaleuca
Myrtaceae
0,032
0
0
103
Gelumpung
S. macrophylla
Sterculia
Sterculiaceae
0,032
0
0
104
Goa(k)
F. rumphii
Ficus
Moraceae
0,194
0,167
0
105
M. ferruginea
Meliosa
Sabiaceae
0,097
0,167
0
106
Gresek
Jambu Dursana/
Bol
E. malaccensis
Eugenia
Myrtaceae
0,258
0
0
107
Je
Planchonia sp.
Planchonia
Lecythidaceae
0,097
0
0
108
Jelateng
D. stimulans
Dendrocnide
Urticaceae
0
0,250
0
109
P. granatum
Punica
Punicaceae
0,065
0
0
110
Jelimanan/ jeliti
Jeliti (sprti
Kepundung)
Baccaurea sp.
Baccaurea
Euphorbiaceae
0,032
0
0
111
Jepit Udang
B. minor
Baccaurea
Euphorbiaceae
0,032
0
0
112
S.decipiens
Syzygium
Myrtaceae
0,032
0
0
113
Jukut bideng
Jukut geringsing/
Ulam
S. zeylanicum
Syzygium
Myrtaceae
0,065
0,167
0
114
Jukut tangkur
S. fastigianum
Syzygium
Myrtaceae
0,032
0
0
115
Kali papa
V. quinata
Vitex
Verbenaceae
0
0,167
0
116
Kayu manis
C. zeylancum
Cinnamo mum
Lauraceae
0,032
0
0
117
H. robusta
Helicia
Proteaceae
0,032
0
0
C. littorale
Canarium
Burseriaceae
0,097
0
0
119
Kayu raksasa
Keniran(g)/
Kemeniran/
Sengirang
Kentok celeng/
bengkel
N. calycina
Neonauclea
Rubiaceae
0,161
0
0
120
Kenyambukan
S. nervosum
Syzygium
Myrtaceae
0,097
0
0
121
Kerbuku
B. lucidula
Beilschmiedia
Lauraceae
0,032
0
0
122
Kereri
R. elegans
Radermache ra
Bignoniaceae
0,032
0
0
123
Ketapisan
Polyalthia sp.
Polyalthia
Annonaceae
0,032
0,083
0
124
H. cupanioides
Harpullia
Sapindaceae
0,065
0
0
125
Klerongan
Klewang/ Sayap
manuk
P. blumeanum
Pterospermum
Sterculiaceae
0,065
0
0
126
Klicung
D. sundaica
Diospyros
Abenaceae
0,032
0,083
0
127
Kumbi(an)
A. fuliginosa
Ardisia
Myrsinaceae
0,097
0
0
128
Lembokik
F. septica
Ficus
Moraceae
0,065
0
0
129
Lempinyu/Lempegi
A. edulis
Aglaia
Meliaceae
0,032
0,167
0
130
Lempokan
Pentaspadon sp.
Pentaspadon
Anacardiaceae
0,032
0
0
131
Lengis
S. microcymum
Syzygium
Myrtaceae
0,161
0,083
0
132
S. lineatum
Syzygium
Myrtaceae
Tiliaceae
0,032
0
0
133
Lengis batu
Lengkukun/
Lekukun
S. ovata
Schoutenia
0,097
0
0
134
Lingsar
A. odoratissima
Aglaia
0
0,083
0
No
Nama Lokal
Nama Spesies
Nama Marga
Nama Famili
Gaharu Soyun
group
G versteegii
Soyun group
Gyrinops
100
Garu
C. corniculata
101
Gatep/ Gayam
102
99
118
Meliaceae
221
Daerah
Kering
No
Nama Lokal
Nama Spesies
Nama Marga
Nama Famili
Ekosistem
Gaharu
Frekuensi
Daerah
Sem ikering
Daerah
Kering
135
Lingsir
S. decipiens
Syzygium
Myrtaceae
0,032
0
0
136
Manggis
G. mangostana
Garcinia
Guttiferae
0,097
0,083
0
137
Mate kulek
H. roxburghii DC
Hypobathrum
Rubiaceae
0,032
0
0
138
Memada
A. cf. nitida
Actinodaphne
Lauraceae
0
0,083
0
139
Memerek
S. pendula
Sauravia
Actinidiaceae
0,032
0,083
0
140
Mita
A. spectabilis
Alstonia
Apocynaceae
0,097
0
0
141
Mundah
G. dulcis
Garcinia
Guttiferae
0,032
0
0
142
C. cauliflora
Cynometra
Leguminosae
0,032
0
0
143
Nam nam
Nyamplung/
Camplung
C. inophyllum
Calophyllum
Guttiferae
0,161
0,083
0
144
Nyantoh (eh)
P. javense
Palaquium
Sapotaceae
0,032
0
0
145
Ombar
C. cf patens
Chisocheton
Meliaceae
0,065
0,083
0
146
Penampih
S. buettnerianum
Syzygium
Myrtaceae
0
0,083
0
147
Pete
P. speciosa
Parkia
Fabaceae
0,032
0
0
148
Prine
T. ovenis
Timonius
Rubiaceae
0,032
0
0
149
Puletan
Saccopetalum sp.
Saccopetalum
Menispermaceae
0,032
0
0
150
Putat/ Kutat
P. valida
Planchonia
Lecythidaceae
0,032
0
0
151
Raju mas Lombok
D. molucana
Duabanga
Sonneratiaceae
0
0,083
0
152
Ramping kulit
S. racemosa
Syzygium
Myrtaceae
0,032
0
0
153
Salak
Z. indicus
Zallaca
Palmae
0,032
0
0
154
P. falcataria
Paraserian thes
Leguminosae
0,065
0
0
155
Sengon
Sentul Jejawan/
Betis mayong
C. pentandrus
Chisocheton
Meliaceae
0,194
0,083
0
156
Sentul (te)tanggik
A.silvestris
Aglaia
Meliaceae
0,097
0
0
157
Sentul mulon
S. sapindina
Sandoricum
Meliaceae
0,129
0,083
0
158
Tampel
Alseodaphne sp.
Alseodaphne
Lauraceae
0,032
0,083
0
159
Tanjung gunung
M. elingi
Mimosops
Sapotaceae
0,097
0
0
160
Tapen/ Temek
M. pellatus
Mallotus
Euphorbiaceae
0,097
0
0
161
Terep
A. elasticus
Artocarpus
Moraceae
0,032
0,167
0
162
Tetekik
Hipobathrum spp.
Hypobathrum
Rubiaceae
0
0,083
0
163
Timunan
Timonius sp.
Timonius
Rubiaceae
0,032
0
0
164
Tunu
P. reticulate
Pseuduvaria
Annonaceae
0,032
0
0
165
Turun Hujan
P. parasitica
Premna
Verbenaceae
0,032
0,083
0
166
Wudu
L. glutinosa
Litsea
Lauraceae
0,129
0,167
0
167
Wudu daun kecil
L. angulata
Litsea
Lauraceae
0,065
0
0
222
Karakteristik ekosistem G. versteegii dapat dilihat dari keberadaan spesiesspesies pohon yang mempunyai nilai kerapatan yang cukup tinggi (> 0,300) antara
lain: G. gnemon, M. indica, B. racemosa, S. polyanthum, P. javanicum, A. pinnata,
G. versteghii, A.
heterophyllus dan C. nucifera. Selain spesies tersebut pada
ekosistem gaharu ditandai dengan adanya spesies yang berkontribusi terhadap
terbentuknya kelembaban yang cukup tinggi antaran lain: P. nitida, Syzygium sp.
(klokos), F. rumphii, C. soulattri, S. koetjape, C. pentandrus, N. calycina, S.
microcymum dan C. inophyllum. Pada ekosistem semi-kering ditandai adanya
keberadaan spesies pohon yang mempunyai nilai kerapatan yang cukup tinggi (>
0,300) antara lain: E. orientalis, T. cacao, C. nucifera dan S. polyanthum. Selain
keberadaan spesies pembentuk iklim menjadi lembab juga ditandai munculnya
spesies lahan kering seperti: Bombax sp. dan
S. pinnata (kedondong hutan).
Ekosistem kering keberadaan spesies pohon yang mempunyai nilai kerapatan yang
cukup tinggi (> 0,300) paling sedikit dan hanya berupa spesies pohon budidaya,
yaitu: A. ocidentale, M. Indica dan C. nucifera. Pada ekosistem kering lebih
dipertegas adanya spesies lahan kering seperti: Z. mauritiana, B. ceiba, Bombax sp.
dan S. pinnata (Tabel 12).
Dari ketiga ekosistem tersebut di atas, ada kemungkinan ekosistem semikering dan eksistem kering dahulunya merupakan ekosistem lembab yang boleh
jadi merupakan ekosistem gaharu. Hal ini dikarenakan jika dirunut keberadaan
spesies hutan alam Lombok barat yang tersisa terdapat di kedua ekosistem tersebut
seperti: A. pinnata, P. javanicum, S. polyanthum, Syzygium sp., Mangifera sp., M.
223
trichotoma, D. costatum, D. dao, S. koetjape, Pometia sp., E. orientalis, G.
javanica dan S. oleosa (Tabel 12).
7.5. Komposisi, Dominansi, Kerapatan, Indeks Nilai Penting Dan Struktur
Ekosistem G. versteegii.
7.5.1. Komposisi
Dan Rangking Spesies Dalam Komunitas Ekosistem G.
versteegii Di Hutan Lombok Barat.
Koposisi dan rangking spesies dalam komunitas tumbuhan ini terdiri dari
komposisi spesies tumbuhan yang menyusun komunitas dan urutan
jumlah
individu dari setiap spesies pohon. Urutan jumlah unit ekologi pada setiap spesies
pohon yang ditemukan atau urutan konstansi absolut spesies pohon yang ditemukan
dan urutan konstansi relatif spesies pohon di hutan Lombok bagian barat.
224
Tabel 13. Urutan spesies dari konstansi tinggi ke rendah pada tingkat semai.
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
No
Sp.
Mangifera sp.
56
23
10
16
P. rumphii
6
1
1
1,56
1
23
9
14
Polyalthia sp.
7
1
1
1,56
S. polyanthum
30
16
9
14
8
1
1
1,56
P. javanicum
G. versteegii
Beringin group
G. versteegii
Madu group
3
18
7
11
E. spicata
H. microcarpum
9
1
1
1,56
19
15
7
11
E. orientalis
11
1
1
1,56
20
7
5
7,8
Horsfieldia sp
13
1
1
1,56
C. inophyllum
54
11
4
6,3
K. cinerea
14
1
1
1,56
S. koetjape
62
5
4
6,3
Heritiera sp.
17
1
1
1,56
C. soulattri
L. domesticum
Langsat group
53
9
3
4,7
M. trichotoma
18
1
1
1,56
16
8
3
4,7
I. fagifer
21
1
1
1,56
C. pentandrus
63
6
3
4,7
E. malaccensis
24
1
1
1,56
S. sapindina
P. indica forma
montana
L. domesticum
Cluring group
65
5
3
4,7
P. granatum
27
1
1
1,56
26
4
3
4,7
Baccaurea sp.
28
1
1
1,56
15
4
3
4,7
S. decipiens
29
1
1
1,56
A. catechu
58
4
3
4,7
C. nucifera
33
1
1
1,56
M. indica
49
3
3
4,7
S. pinnata
34
1
1
1,56
D. javanica.
2
14
2
3,1
C. odorata
35
1
1
1,56
D. costatum
37
13
2
3,1
A. cobbe
38
1
1
1,56
A. scholaris
10
8
2
3,1
H. cupanioides
39
1
1
1,56
D. montana
32
4
2
3,1
L. glauca
42
1
1
1,56
C. petandra
61
4
2
3,1
F. septica
43
1
1
1,56
M. elingi
68
4
2
3,1
S. microcymum
44
1
1
1,56
B. racemosa
36
3
2
3,1
S. lineatum
45
1
1
1,56
D. rigida
4
2
2
3,1
H. roxburghii
50
1
1
1,56
E. aquea
22
2
2
3,1
C. arabica
41
1
1
1,56
P. guajava
23
2
2
3,1
S. ovata
46
1
1
1,56
S. macrophylla
48
2
2
3,1
A. edulis
47
1
1
1,56
A. heterophyllus
52
2
2
3,1
N. lappaceum
59
1
1
1,56
P. valida
25
5
1
1,6
Pometia sp.
67
1
1
1,56
A. cf. nitida
51
4
1
1,6
M. pellatus
69
1
1
1,56
T. populnea
66
3
1
1,6
C. cf patens
55
1
1
1,56
B. ceiba
12
2
1
1,6
P. speciosa
57
1
1
1,56
M. trichotoma
31
2
1
1,6
S. racemosa
60
1
1
1,56
Syzygium sp.
40
2
1
1,6
A. silvestris
64
1
1
1,56
A. pinnata
Jml
Nama spesies
No
Sp.
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
Nama spesies
Jml
225
Nama spesies
L. glutinosa
Diospyros sp.
No
Sp.
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
Jml
Nama spesies
70
2
1
1,6
A. bunius
5
1
1
1,6
total
No
Sp.
71
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
Jml
1
1
1,56
277
Kemerataan tumbuhan pada sejumlah unit ekologi tidak ditunjukkan oleh
tingginya jumlah individu melainkan tingginya konstansi. Konstansi absolut
menggambarkan keberadaan satu spesies dalam sejumlah unit ekologi. Jadi
konstansi absolut dan relatif dalam penelitian ini menunjukkan tingkat kemerataan
spesies dalam 64 unit ekologi. Komunitas tumbuhan di hutan Lombok barat pada
tingkat semai, yang mempunyai konstansi relatif tinggi antara lain, adalah:
Mangifera sp. (pepaokan), A. pinnata, S. polyanthum, P. javanicum, G. versteegii
Beringin group, G. versteegii Madu group, C. inophyllum dan S. koetjape. Jumlah
spesies yang mempunyai konstansi relatif tinggi pada tingkat sapihan lebih banyak
dari pada pada tingkat semai (Tabel 13).
Tabel 14. Urutan spesies dari konstansi tinggi ke rendah pada tingkat sapihan
Nama spesies
No
Sp.
Jml
T. cacao
G. versteegii
Madu group
G. versteegii
Beringin group
L. domesticum
Langsat group
12
21
14
21,88
Timonius sp.
25
12
9
14,06
23
14
8
19
7
S. macrophylla
57
C. soulattri
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
Nama spesies
No
Sp.
Jml
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
84
2
1
1,56
A. pinnata
1
1
1
1,56
12,5
D. rigida
4
1
1
1,56
6
9,38
7
1
1
1,56
7
6
9,38
A. scholaris
Hypobathrum
sp.
8
1
1
1,56
67
7
5
7,81
E. acuminata
9
1
1
1,56
C. inophyllum
68
7
5
7,81
D. indica
10
1
1
1,56
Mangifera sp.
71
6
5
7,81
13
1
1
1,56
C. petandra
78
6
5
7,81
E. orientalis
G. farquhariana
15
1
1
1,56
M. indica
58
5
5
7,81
M. polyanthum
17
1
1
1,56
226
Nama spesies
No
Sp.
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
Jml
Nama spesies
No
Sp.
Jml
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
G. versteegii
Buaya group
24
5
4
6,25
L. domesticum
Cluring group
18
1
1
1,56
P. javanicum
3
4
4
6,25
M. trichotoma
22
1
1
1,56
G. gnemon
G. versteegii
Pantai group
63
4
4
6,25
C. corniculata
27
1
1
1,56
26
13
3
4,69
F. rumphii
28
1
1
1,56
2
3
3
4,69
E. aquea
29
1
1
1,56
D. zibethinus
21
3
3
4,69
30
1
1
1,56
A. ocidentale
32
3
3
4,69
E. malaccensis
P. guajava
31
1
1
1,56
S. polyanthum
37
3
3
4,69
B. minor
34
1
1
1,56
C. arabica .
48
3
3
4,69
C. zeylancum
38
1
1
1,56
A. fuliginosa
49
3
3
4,69
Polyalthia sp.
43
1
1
1,56
N. lappaceum
74
3
3
4,69
A. procera
44
1
1
1,56
S. sapindina
79
3
3
4,69
H. cupanioides
45
1
1
1,56
Bambusa sp.
5
24
2
3,13
50
1
1
1,56
P. granatum
33
3
2
3,13
L. glauca
Pentaspadon
sp.
52
1
1
1,56
A. edulis
55
3
2
3,13
S. ovata
54
1
1
1,56
P. nitida
11
2
2
3,13
A. odoratissima
56
1
1
1,56
C. reticulate
35
2
2
3,13
G. mangostana
59
1
1
1,56
S. zeylanicum
36
2
2
3,13
H. roxburghii
60
1
1
1,56
S. nervosum
40
2
2
3,13
A. cf. nitida
61
1
1
1,56
D. costatum
42
2
2
3,13
A. spectabilis
62
1
1
1,56
D. sundaica .
46
2
2
3,13
G. dulcis
64
1
1
1,56
Syzygium sp.
47
2
2
3,13
65
1
1
1,56
S. microcymum
53
2
2
3,13
C. cauliflora
A. heterophyllus
66
1
1
1,56
V. rubescens
72
2
2
3,13
C. cf patens
69
1
1
1,56
S. koetjape
77
2
2
3,13
M. citrifolia
70
1
1
1,56
T. populnea
80
2
2
3,13
T. ovenis .
73
1
1
1,56
M. pellatus
83
2
2
3,13
S. racemosa
75
1
1
1,56
L. glutinosa
86
2
2
3,13
1
1
1,56
2
1
1,56
Z. indicus
Pometia sp.
76
6
81
1
1
1,56
Horsfieldia sp
14
2
1
1,56
M. elingi
82
1
1
1,56
Heritiera sp.
20
2
1
1,56
M. caesia
85
1
1
1,56
D. montana
39
2
1
1,56
A. bunius
87
1
1
1,56
F. septica
51
2
1
1,56
Total
G. divida
H. microcarpum
257
227
Komunitas tumbuhan di hutan Lombok barat pada tingkat sapihan, yang
mempunyai konstansi relatif tinggi antara lain, adalah: T. cacao, G. versteegii
Madu group, G. versteegii Beringin group, L. domesticum Langsat group,
S.
macrophylla,
B.
C. soulattri , C. inophyllum, Mangifera sp,
C. petandra,
racemosa, M. indica , G. versteegii Buaya group, P. javanicum dan G. gnemon.
Jumlah spesies yang mempu-nyai konstansi relatif tinggi pada tingkat sapihan
lebih banyak dari pada di tingkat semai dan tidak semua spesies yang mempunyai
konstansi relatif tinggi dalam komunitas tumbuhan pada tingkat semai sama dengan
komunitas tumbuhan pada tingkat sapihan, melainkan hanya sebagian saja yang
sama (Tabel 14).
Tabel 15. Urutan spesies dari konstansi tinggi ke rendah pada tingkat tiang.
Nama spesies
No
Sp.
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
Jml
Nama spesies
G. gnemon
67
15
13
20,31
S. zeylanicum
T. cacao .
16
24
12
18,75
A. catechu
75
13
10
A. ocidentale
34
11
M. indica
63
B. racemosa
No
Sp.
Jml
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
39
2
1
1,56
G. excelsa
2
1
1
1,56
15,63
G. divida
4
1
1
1,56
10
15,63
7
1
1
1,56
11
9
14,06
Bambusa sp.
P. deversifolium
8
1
1
1,56
51
10
8
12,5
A. scholaris
9
1
1
1,56
A. heterophyllus
69
9
8
12,5
G. floribunda
10
1
1
1,56
D. zibethinus
24
10
7
10,94
A. marmelos
11
1
1
1,56
C. arabica
58
8
7
10,94
Sandoricum sp.
15
1
1
1,56
S. macrophylla
62
8
7
10,94
19
1
1
1,56
Mangifera sp.
74
8
7
10,94
K. glomerata
L. domesticum
Cluring group
21
1
1
1,56
N. lappaceum
G. versteegii
Beringin group
80
7
7
10,94
C. corniculata
F. rumphii
29
1
1
1,56
25
7
6
9,38
30
1
1
1,56
S. polyanthum
41
7
6
9,38
31
1
1
1,56
P. javanicum
5
6
6
9,38
35
1
1
1,56
Z. mauritiana
P. indica
Forma
montana
228
Nama spesies
G. versteegii
Madu group
No
Sp.
Konstansi
Abso Relatif
lut
(%)
Jml
27
9
5
7,81
V. rubescens
L. domesticum.
Langsat group
S. koetjape
E. orientalis
Horsfieldia sp
E. malaccensis
G. versteegii
Pantai group
A. pinnata
76
7
5
7,81
22
83
17
20
33
6
6
5
4
4
5
5
5
4
4
7,81
7,81
7,81
6,25
6,25
28
3
5
4
3
3
4,69
4,69
C. inophyllum
C. pentandrus
D. rigida
P. nitida
G. versteegii
Buaya group
D. costatum
A. cobbe
71
84
6
13
4
4
3
3
3
3
3
3
4,69
4,69
4,69
4,69
26
54
55
3
3
3
3
3
2
4,69
4,69
3,13
T. populnea
87
3
2
3,13
P. americana
G. opura
1
12
2
2
2
2
3,13
3,13
M. champaca
D. dao
Heritiera sp.
M. ferruginea
D. stimulans .
C. reticulate
14
18
23
32
36
38
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3,13
3,13
3,13
3,13
3,13
3,13
M. trichotoma
D. montana
44
45
2
2
2
2
3,13
3,13
A. moluccana
C. odorata
47
48
2
2
2
2
3,13
3,13
C. littorale
Syzygium sp.
A. edulis.
G. mangostana
D. parasiticum
49
57
59
64
78
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3,13
3,13
3,13
3,13
3,13
Nama spesies
No
Sp.
Jml
Abso lut
Abso Relatif
lut
(%)
P. granatum
S. fastigianum
37
1
1
1,56
40
1
1
1,56
V. quinata
G. javanica
C. nucifera
N. calycina
B. lucidula
S. oleosa
42
43
46
50
52
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1,56
1,56
1,56
1,56
1,56
53
56
1
1
1
1
1,56
1,56
60
61
65
66
1
1
1
1
1
1
1
1
1,56
1,56
1,56
1,56
68
70
72
1
1
1
1
1
1
1,56
1,56
1,56
73
1
1
1,56
77
79
1
1
1
1
1,56
1,56
81
82
85
86
88
89
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1,56
1,56
1,56
1,56
1,56
1,56
90
91
1
1
1
1
1,56
1,56
92
93
1
1
1
1
1,56
1,56
94
95
96
1
1
1
312
1
1
1
1,56
1,56
1,56
P. blumeanum
S.
microcymum
S. decipiens
S. pendula
A. spectabilis
G. dulcis
C. soulattri
C. cf patens
S. buettnerianum
Saccopetalum
sp.
D. molucana
C.
cinnamomea
P. falcataria
A. silvestris
S. sapindina .
D. latifolia
Pometia sp.
Alseodaphne
sp.
M. elingi
Hipobathrum
sp
P. reticulate
Pittosporum
sp.
L. glutinosa
L. angulata
TOTAL
229
Komunitas tumbuhan di hutan Lombok barat pada tingkat tiang, yang
mempunyai konstansi relatif tinggi antara lain, adalah: G. gnemon, T. cacao, A.
catechu, A. ocidentale, M. indica, B. racemosa, A. heterophyllus, D. zibethinus,
C. arabica, S. macrophylla, Mangifera sp., N. lappaceum , G. versteegii Beringin
group, S. polyanthum, P. javanicum, G. versteegii Madu group, V. rubescens, L.
domesticum Langsat group, S. koetjape, E. orientalis, Horsfieldia sp. dan E.
malaccensis.
Spesies tumbuhan yang mempunyai konstansi relatif tinggi pada
tingkat tiang jauh lebih banyak dibandingkan pada tingkat sapihan dan tingkat
semai (Tabel 15).
Tabel 16. Urutan spesies dari konstansi tinggi ke rendah pada tingkat pohon.
Nama spesies
Konstansi
No
Sp.
Jml
No
Sp.
Jml
C. nucifera
56
144
44
68,8
A. chinensis
7
M. indica
80
38
23
35,9
D. rigida
A. heterophyllus
87
24
21
32,8
3
41
18
28,1
E. orientalis
23
30
16
G. gnemon
85
20
A. ocidentale
46
27
D. zibethinus
30
P. javanicum
Relatif
(%)
Konstansi
Abso
lut
Relatif
(%)
2
2
3,13
9
2
2
3,13
G. opura
17
2
2
3,13
B. ceiba
24
2
2
3,13
25
D. stimulans
48
2
2
3,13
15
23,4
S. nervosum
62
2
2
3,13
14
21,9
S. oleosa
66
2
2
3,13
14
11
17,2
D. costatum
67
2
2
3,13
8
12
11
17,2
Polyalthia sp.
68
2
2
3,13
S. polyanthum
51
16
10
15,6
A. edulis
76
2
2
3,13
S. macrophylla
79
23
8
12,5
P. pinnata
82
2
2
3,13
B. racemosa
63
17
8
12,5
A. spectabilis
84
2
2
3,13
D. dao
25
8
8
12,5
N. lappaceum
96
2
2
3,13
C. petandra
97
11
7
10,9
A. silvestris
101
2
2
3,13
Syzygium sp.
72
8
7
10,9
T. populnea
103
2
2
3,13
F. rumphii
L. domesticum
Langsat group
G. versteegii
Madu group
41
7
6
9,38
104
2
2
3,13
28
6
6
9,38
D. latifolia
Alseodaphne
sp.
106
2
2
3,13
35
8
5
7,81
P. parasitica
109
2
2
3,13
A. pinnata
Abso
lut
Nama spesies
230
Konstansi
Nama spesies
No
Sp.
Jml
A. moluccana
58
8
5
7,81
E. spicata
S. koetjape
99
7
5
7,81
D. javanica
T. cacao
22
6
5
7,81
M. trichotoma
54
6
5
7,81
L. grandis
11
5
5
C. odorata
59
5
N. calycina
61
Relatif
(%)
No
Sp.
Jml
10
Konstansi
Abso
lut
Relatif
(%)
6
1
1,56
5
3
1
1,56
F. benjamina
16
2
1
1,56
P. granatum
49
2
1
1,56
7,81
H. robusta
55
2
1
1,56
5
7,81
P. reticulate
108
2
1
1,56
5
5
7,81
2
1
1
1,56
110
5
5
7,81
G. excelsa
G. divida
6
1
1
1,56
S. microcymum
G. versteegii
Buaya group
77
7
4
6,25
12
1
1
1,56
34
6
4
6,25
Syzygium spp.
P. deversifolium
13
1
1
1,56
L. glutinosa
G. versteegii
Beringin group
111
6
4
6,25
A. scholaris
14
1
1
1,56
33
5
4
6,25
A. tomentosa
15
1
1
1,56
A. communis
74
5
4
6,25
M. champaca
19
1
1
1,56
P. nitida
18
4
4
6,25
M. candollii
20
1
1
1,56
A. procera
70
4
4
6,25
S. aromaticum
21
1
1
1,56
C. inophyllum
88
4
4
6,25
Horsfieldia sp
26
1
1
1,56
V. rubescens
93
4
4
6,25
32
1
1
1,56
S. sapindina
102
4
4
6,25
A. polystachya
G. versteegii
Soyun group
37
1
1
1,56
T. sureni
M. caesia
Abso
lut
Nama spesies
105
4
4
6,25
C. corniculata
38
1
1
1,56
G. javanica
53
9
3
4,69
M. cayuputi
39
1
1
1,56
S. zeylanicum
50
4
3
4,69
S. macrophylla
40
1
1
1,56
C. pentandrus
100
4
3
4,69
43
1
1
1,56
A. elasticus
107
4
3
4,69
M. azadirachta
E. aquea
44
1
1
1,56
M. trichotoma
31
3
3
4,69
V. quinata
52
1
1
1,56
M. ferruginea
42
3
3
4,69
C. littorale
60
1
1
1,56
E. malaccensis
45
3
3
4,69
B. lucidula
64
1
1
1,56
P. valida
47
3
3
4,69
R. elegans
65
1
1
1,56
S. pinnata
A. cobbe
57
3
3
4,69
P. blumeanum
71
1
1
1,56
69
3
3
4,69
L. glauca
75
1
1
1,56
Mangifera sp.
91
3
3
4,69
S. pendula
83
1
1
1,56
Heritiera sp.
P. falcataria
29
6
2
3,13
G. dulcis
86
1
1
1,56
98
6
2
3,13
P. javense
89
1
1
1,56
27
3
2
3,13
C. cf patens
90
1
1
1,56
36
3
2
3,13
A. catechu
92
1
1
1,56
78
3
2
3,13
P. valida
95
1
1
1,56
L. domesticum
Cluring group
G.versteegii
Pantai group
S. ovata
231
Nama spesies
Konstansi
No
Sp.
Jml
Bombax sp.
73
3
2
3,13
Saccopetalum
sp.
G. mangostana
81
3
2
3,13
P. americana
1
2
2
3,13
T. indica
4
2
2
3,13
Abso
lut
Relatif
(%)
Nama spesies
No
Sp.
Jml
94
L. angulata
112
A. bunius
113
Konstansi
Abso
lut
Relatif
(%)
1
1
1,56
1
1
1,56
1
1
1,56
712
Komunitas tumbuhan di hutan Lombok barat pada tingkat tiang, yang
mempunyai konstansi relatif tinggi antara lain, adalah: C. nucifera, M. indica, A.
heterophyllus, A. pinnata, E. orientalis, G. gnemon, A. ocidentale, D. zibethinus,
P. javanicum, S. polyanthum, S. macrophylla, B. racemosa, D. dao, C. petandra,
Syzygium sp., F. rumphii, L. domesticum Langsat group, G. versteegii Madu
group, A. moluccana, S. koetjape, T. cacao, M. trichotoma,
A. catechu, L.
grandis, C. odorata, N. calycina, M. caesia, S. microcymum, G. versteegii Buaya
group, L. glutinosa L. glutinosa, G. versteegii Beringin group, A. commu-nis, P.
nitida, A. procera, C. inophyllum, V. rubescens, S. sapindina dan T. sureni.
Spesies tumbuhan yang mempunyai kostansi relatif tinggi pada tingkat pohon jauh
lebih banyak dibandingkan pada tingkat tiang, tingkat sapihan dan tingkat semai
(Tabel 16).
Jadi semakin tinggi tingkat pertumbuhannya semakin banyak spesies
tumbuhan yang mempunyai kostansi relatif tinggi. Namun demikian dari kesemua
tingkatan pertumbuhan ada persamaan spesies yang mempunyai kostansi relatif
tinggi yaitu: G. versteegii Madu group, P. javanicum dan G. versteegii Beringin
group. Spesies tumbuhan yang mempunyai konstansi relatif tinggi hanya pada
tingkat semai, tingkat sapihan dan tingkat tiang, tetapi pada tingkat
pohon
232
konstansinya relatif rendah yaitu spesies Mangifera sp. dan C. inophyllum. Kedua
spesies ini dijumpai pada hutan-hutan alam di Lombok barat namun jarang
dijumpai pada tingkat pohon di areal kebun atau agroforestry. Spesies tumbuhan
yang mempunyai konstansi relatif tinggi hanya pada tingkat semai, tingkat tiang
dan tingkat pohon tetapi pada tingkat semai yaitu konstansinya relatif rendah yaitu:
S. koetjape dan S. polyanthum. Spesies tumbuhan yang mempunyai konstansi
relatif tinggi hanya pada tingkat semai, tingkat tiang dan tingkat pohon tetapi pada
tingkat
semai konstansinya relatif rendah yaitu: spesies tumbuhan yang
mempunyai konstansi relatif tinggi hanya pada tingkat tiang dan tingkat pohon,
tetapi pada tingkat semai konstansinya relatif rendah yaitu: L. domesticum Langsat
group, B. racemosa, M. indica, S. macrophylla, G. gnemon dan T. cacao. Spesies
tersebut merupakan tanaman budidaya yang terdapat di kebun-kebun dan areal
agroforstry.
7.5.2. Dominansi Pohon G. versteegii.
Dominansi tumbuhan pada tingkat semai, di hutan Lombok bagian barat
(Gambar 86) pada urutan 10 (sepuluh) tertinggi, adalah: Mangifera sp. (23), A.
pinnata (23), G. versteegii (22) (yang terdiri dari 2 group yaitu: G. versteegii
Beringin group (15) dan G. versteegii Madu group (7)), P. javanicum (18), S.
polyanthum (16), D. javanica (14) dan D. costatum (13) (Lampiran 27).
Pada tingkat sapihan sepuluh (10) besar dominansi tumbuhan penyusun hutan
di Lombok bagian barat. Spesies tersebut adalah: G. versteegii (44) (yang terdiri
dari 4 group yakni: Beringin group (14), Pantai group (13), Madu group (12) dan
233
Buaya group (5)), Bambusa sp. (24), T. cacao (21), S. macrophylla (7), L.
domesticum Langsat group (7), C. soulattri (7), C. inophyllum (7); Mangifera sp.
(6), C. pentandrus (6) dan B. racemosa (5) (Lampiran 28). Pada tingkat tiang,
sepuluh (10) besar dominansi tumbuhan penyusun hutan di Lombok bagian barat
adalah: T. cacao (24), G. versteegii (24) yang terdiri dari 4 group yakni: Madu
group (9), Beringin group (7), Pantai group (5) dan Buaya group (3); G. gnemon
(15); A. catechu (13); M. indica (11); A. ocidentale (11); B. racemosa (10); D.
zibethinus (10); A. heterophyllus (9) dan Mangifera sp. (8) (Lampiran 29). Pada
tingkat
pohon sepuluh (10)
besar dominansi tumbuhan dan pohon gaharu
penyusun hutan di Lombok Barat adalah: C. nucifera (144); A. pinnata (41); M.
indica (38); E orientalis (30); A. ocidentale (27); A.
heterophyllus (24); G.
versteegii (23) (yang terdiri dari 4 group yakni: Madu group (8), Buaya group (6),
Beringin group (5), Pantai group (3) dan Soyun group (1)); S. macrophylla (23); G.
gnemon (20) dan
B. racemosa (17) (Lampiran 32). Dominansi gaharu secara
keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 59 dan Lampiran 29, menunjukkan bahwa
dominansi yang tertinggi terdapat pada G. versteegii Madu group (97), diikuti oleh
G. versteegii Buaya group (89), G. versteegii Beringin group (80), G. versteegii
Pantai group (60) dan yang paling rendah G. versteegii Soyun group (12)
(Lampiran 30).
234
Gambar 86. Histogram dominansi G. versteegii di hutan Lombok barat.
7.5.3. Kerapatan Pohon G. versteegii
Sepuluh (10) besar kerapatan tumbuhan penyusun hutan di Lombok bagian
barat (Gambar 65), adalah: Mangifera sp. (5,750), A. pinnata (5,750), G. versteegii
235
(5,500) (yang terdiri dari 2 group, yaitu: Beringin group (3,750) dan Madu group
(1,750)), P. javanicum (4,500), S. polyanthum (4,000), D. javanica (3,500) dan D.
costatum (3,250) (Lampiran 27).
Pada tingkat sapihan sepuluh (10) besar kerapatan tumbuhan dan pohon
gaharu penyusun hutan di Lombok bagian barat adalah: G. versteegii (1,76) yang
(terdiri dari 4 group yakni: Beringin group (0,56), Pantai group (0,52), Madu group
(0,48) dan Buaya group (0,2); Bambusa sp. (0,96), T. cacao (0,84): untuk L.
domesticum Langsat group, S. macrophylla, C. soulattri, C. inophyllum masingmasing kerapatannya (0,28); Mangifera sp. dan C. pentandrus (0,24) dan B.
racemosa (0,20) (Lampiran 28).
Pada tingkat tiang sepuluh (10) besar kerapatan tumbuhan dan pohon gaharu
penyusun hutan di Lombok bagian barat adalah: T. cacao (0,24), G. versteegii
(0,24) (yang terdiri dari 4 group yakni: Madu group (0.09), Beringin group (0,07),
Pantai group (0,05) dan Buaya group (0,03)); G. gnemon (0,15); A. catechu (0,13);
M. indica dan A. ocidentale (0,11); B. racemosa dan D. zibethinus (0,10); A.
heterophyllus (0,09) dan Mangifera sp. (0,08) (Lampiran 29). Pada tingkat pohon
sepuluh (10) besar kerapatan tumbuhan pada ekosistem pohon gaharu penyusun
hutan di Lombok barat adalah: C. nucifera (0,360); A. pinnata (0,103); M. indica
(0,095); E. orientalis (0,075); A. ocidentale (0,068); A. heterophyllus (0,060); G.
versteegii (0,059) (yang terdiri dari 4 group yakni: Madu group (0.02), Buaya group
(0,015), Beringin group (0,013), Pantai group (0,008) dan Soyun group (0,003)); S.
macrophylla (0,58); G. gnemon (0,050) dan B. racemosa (0,043) (Lampiran 30).
236
Gambar 87. Histogram kerapatan G. versteegii di hutan Lombok barat.
237
7.5.4. Indeks Nilai Penting, Indeks Keanekaragaman Spesies Dan Konstansi
Pohon Gaharu Di Hutan Lombok Barat.
Pohon gaharu (ketimunan) pada areal penelitian, termasuk vegetasi yang
mempunyai indeks nilai penting (INP), indeks keanekaragaman jenis (H) dan
Konstansi (K) yang rendah hingga cukup tinggi, tergantung dari
spesies/
keragaman populasi dan tingkat pertumbuhannya (Gambar 88-87; Lampiran 2730). Pohon gaharu (G. versteegii) pada tingkat pohon, di Lombok bagian barat
yang ditemukan ada lima keragaman populasi, yaitu Madu group, Buaya group,
Beringin group, Pantai group dan Soyun group. Pada tingkat pohon, INP pohon
gaharu rendah - sangat rendah, yang menduduki urutan INP: 19, 25, 28, 53 dan 82
dari jumlah 113 jenis dan group pohon yang ditemukan. Dimulai dari gaharu Madu
group dengan INP = 3,142, H = 0,010 dan K = 7,81%, disusul oleh Buaya group
(INP = 2,580, H = 0,009 dan K= 6,25), dan Beringin group (INP = 2,523, H =
0,008 dan K= 6,25), Pantai group (INP = 1,290, H = 0,004 dan K= 3,13),
sedangkan Soyun group mempunyai INP terendah yaitu, INP = 0,505 dan Indeks
keragaman jenis 0,002.
Pada tingkat tiang, populasi G. versteegii yang ditemukan hanya ada empat
(4) group, yaitu Madu group yang cukup dominan dengan ditunjukkan nilai
INP=7,279 no urut 9, H = 0,024 dan K= 7,81, disusul Beringin group nilai INP =
6,751, no urut 16, H = 0,023 dan K= 9,38, Pantai group (INP = 4,337, no urut 20, H
= 0,014 dan dan K= 4,69), terakhir Buaya group mempunyai INP yang relative
rendah yaitu, 3,433, no urut 30, K= 4,69 dan indeks keragaman jenis 0,011.
238
Gambar 88. Histogram Indeks Nilai Penting G. versteegii di hutan Lombok barat
pada berbagai tingkat pertumbuhan.
Jumlah populasi G. versteegii pada tingkat pertumbuhan sapihan yang
ditemukan sama dengan pada tingkat tiang yaitu empat (4) group, yaitu Beringin
group, Pantai group, Madu group dan Buaya group.
Beringin group pada tingkat sapihan mempunyai INP yang cukup penting yang
ditunjukkan dengan INP = 15,062%, no urut 2, H 0,050 dan K= 12,5, disusul oleh
239
Madu group (INP = 11,679%, no urut 3, H = 0,047 dan K= 14,06 ), dan Pantai
group (INP = 11,679%, no urut 5, H = 0,039, dan K= 4,69) sedangkan Buaya group
mempunyai INP yang relatif rendah yaitu, 5,974%, K= 6,25 dan indeks keragaman
jenis 0,02.
Tingkat semai, pohon gaharu di hutan Lombok bagian barat yang ditemukan
hanya dua group, yaitu Beringin group dan Madu group. Beringin group
mempunyai INP yang cukup tinggi yaitu INP = 15,625%, indeks keragaman jenis
0,052 dan nilai konstansi 11%, sedangkan Madu group mempunyai INP yang relatif
rendah yaitu, INP = 8,479%, K= 7,8 dan indeks keragaman jenis 0,028. Pada
tingkat tiang, untuk G. versteegii Madu group menunjukkan INP =7,279% lebih
tinggi dari G.
versteegii Beringin group INP = 6,751%, dan juga pada G.
versteegii Beringin group pada tingkat sapihan mempunyai INP = 15,062% lebih
tinggi dari INP G. versteegii Madu group yaitu 11,679%. Namun konstansi G.
versteegii Madu group 7,81% lebih rendah dari konstansi G. versteegii Beringin
group 9,38% pada tingkat tiang dan konstansi G. versteegii Beringin group 12,5 %
lebih rendah dari konstansi G. versteegii Madu group 14,06% pada tingkat sapihan.
(Gambar 88-87; Lampiran 27-30).
240
Gambar 89. Histogram Indeks Keanekaragaman spesies tumbuhan penyusun unit
ekologi ekosistem gaharu di hutan Lombok barat pada berbagai tingkat
pertumbuhan.
241
7.5.5. Struktur Vegetasi Unit Ekologi Gaharu Di Lombok Bagian Barat
Dari hasil pengambilan sampel pada 64 unit ekologi di hutan Lombok bagian
barat, didapatkan 1558 individu tumbuhan, tersusun atas: 712 individu tumbuhan
dari 108 spesies pada tingkat pohon; 312 individu tumbuhan dari 92 spesies pada
tingkat tiang, tingkat 257 individu tumbuhan dari 83 spesies pada tingkat sapihan
dan pada tingkat semai ada 277 individu tumbuhan dari 69 spesies (Tabel 10 dan
Gambar 66). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan
semakin banyak jumlah individu dan jumlah spesiesnya, kecuali jumlah individu
pada tingkat semai lebih banyak dari tingkat sapihan. Fenomena ini ada kaitannya
dengan waktu pengambilan data yakni pada musim penghujan. Pada musim
penghujan biji-biji banyak yang berkecambah dan tumbuh sebagai semai.
Pengambilan sampel dimulai pada bulan Mei tahun 2009. Pada bulan tersebut
spesies tumbuhan komunitas pohon gaharu kebetulan pada musim bersemi
sehingga jumlahnya melimpah. Spesies tumbuhan pada tingkat sapihan jumlahnya
lebih sedikit disebabkan tidak semua semai yang tumbuh dapat mencapai
pertumbuhan tingkat sapihan. Pada perkembangannya semai-semai tersebut
mengalami beberapa hambatan, seperti terjadinya kompetisi diantara semai,
serangan predator dan terjadi pencabutan yang dilakukan oleh manusia. Pencabutan
semai itu terjadi terutama pada spesies-spesies yang digunakan untuk kegiatan
penghijauan, dikumpulkan untuk dijual dll., seperti pada pohon gaharu, aren,
klicung, dao, kecapi dll.
242
800
700
600
500
Jumlah Individu
400
Jumlah spesies
300
200
100
0
Pohon
Tiang
Sapihan
Semai
Gambar 90. Hitogram struktur vegetasi ekologi G. versteegii di hutan Lombok
barat pada berbagai tingkat pertumbuhan.
7.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Gaharu
Berdasarkan hasil penelitian (Table. 17) produksi aromatik resin ada
kaitannya dengan produksi jumlah pati total, yang ditunjukkan pada G. versteegii
Beringin group dan Madu group, yaitu persentasi jumlah pati totalnya lebih tinggi
dari Buaya group dan Pantai group. Persentasi aromatik resin yang dihasilkan juga
lebih tinggi dari kedua group tersebut.
243
Biosintesis damar wangi gaharu tidak dilakukan di dalam sel atau jaringan
khusus yang mengalami spesialisari penghasil metabolit sekunder, seperti di
kelenjar trikomata pada permukaan daun thyme, kelenjar epidermis pada mahkota
bunga pada umumnya, atau jaringan khusus (glandula sekretory) pada pohon pinus.
Di alam pembentukan gubal gaharu dimulai dari dalam sel floem dalam kemudian
menjalar ke bagian sel jari-jari empulur, kemudian mengisi bagian trachea (xylem),
selanjutnya mengisi bagian sel-sel lainnya. Sel-sel tersebut mengandung banyak
butiran plastid yang merupakan tempat penyimpan pati. Ciri ultrastruktural utama
sel-sel epithelium yang bersekresi damar wangi adalah adanya banyak plastida
(Mulyaningsih & Sumarjan, 2002, Mulyaningsih et al., 2005a; Itoh et al., 2002 dan
2003; Buchanan et al., 2000; Fan, 1982).
Tabel 17. Hasil uji lanjut Duncan produksi metabolit primer kayu gaharu dan
metabolit sekunder gubal gaharu pada empat group pohon gaharu.
G. versteegii
Beringin
G. versteegii G. versteegii G. versteegii
Presentasi (%)
group
Buaya group Madu group Pantai group
Lignin,
13,81a
13,63a
13,48a
13,86a
= 0,25
Selulosa,
65,08a
64,65a
64,74a
64,60a
=0,05
Hemiselulosa,
19,12a
18,74a
23,56b
20,02ab
= 0,05
Gula total
0,57b
0,35ab
0,32a
0,54ab
= 0,35
Pati total
14,79bc
9,41a
17,51c
12,16ab
= 0,05
Damar wangi
9,1458b
4,8101ab
5,8491ab
4,0230a
= 0,25
Keterangan: a, b dan c = bagian dari uji lanjut Duncan; a, b, c = berbeda nyata; ab
dan bc = tidak berbeda nyata.
244
Jika diperhatikan Gambar 91, gubal gaharu dengan warna gradasi kehitaman.
Warna gradasi hitam pada gubal gaharu ini ada kaitannya dengan anatomi jaringan
kayu G. versteegii. Gubal gaharu yang dihasilkan pada G. versteegii Beringin
group akan lebih hitam dari gubal gaharu dari varietas lainnya. Hal ini ternyata
disamping presentasi kandungan damar wangi yang tinggi juga ada kaitannya
dengan karakter anatomi jaringan kayunya, yakni: luas lingkaran trakheida, luas
jaringan floem dalam, tebal kambium, tebal lapisan subkutikula, tebal lapisan kulit
dan jumlah trakea/ 8500 µm yang lebih luas, tebal dan lebih banyak jumlahnya dan
berbeda nyata dengan varietas lainnya (Tabel 18 dan Gambar 91 serta 92). Ini dapat
dipahami bahwa lapisan subkutikula, lapisan kulit, floem dalam dan lapisan
kambium adalah tempat lalu lintas perjalanan asupan nutrisi bagi jaringan kayu
sedangkan trakheida dan trachea adalah tempat deposit dammar wangi, sehingga
jika damar wangi memenuhi sel trakheida dan thachea tentunya gubal gaharu yang
dihasilkan akan berwarna lebih hitam (Mulyaningsih et al., 2003; Mulyaningsih &
Sumarjan, 2002).
Gambar 91 menunjukkan G. versteegii Beringin group mempunyai gubal
yang berwarna paling hitam merata dan paling tinggi kandungan damar wanginya
bila dibandingkan gubal gaharu yang dihasilkan grup pohon gaharu lainnya. Hal ini
menunjukkan gubal gaharu yang dihasilkan oleh Beringin group mempunyai
kualitas terbaik diantara ke lima grup ketimunan. Selanjutnya gubal gaharu yang
dihasilkan oleh Madu group, berwarna coklat-cinamomum merata, mengandung
damar wangi tertinggi ke dua setelah gubal gaharu Beringin group dan ukuran
beberapa macam sel penyusun jaringan kayunya hampir menyamai ukuran sel pada
245
Beringin group. Hal ini menandakan bahwa gubal gaharu yang dihasilkannya
mempunyai kualitas ke dua setelah gubal gaharu yang dihasilkan oleh Beringin
group. Sebaliknya jika dilihat kuantitas (jumlah) gubal gaharu yang dihasilkan,
Soyun group adalah pohon gaharu yang dapat menghasilkan gubal gaharu yang
membentuk kerangka pohon gaharu tersebut, artinya hampir seluruh organ yang
berkayu dapat terbentuk gubal gaharu, sehingga membentuk kerangka pohon (lihat
Gambar 91). Keunggulan dari Buaya group, dengan warna gubal coklat kehitaman
dan yang menjadi cirinya adalah selalu ada warna coklat kekuningan dipinggiran
gubal yang terbentuk. Menurut pengusaha minyak gaharu gubal yang berasal dari
Buaya group mempunyai keunggulan kandungan minyak dalam gubal tersebut
lebih banyak dibandingkan dengan gubal yang dihasilkan dari grup ketimunan yang
lain. Setiap grup ketimunan mempunyai keunggulan masing-masing. Untuk
keperluan domestikasi pohon ketimunan, sekarang dapat memilih bibit pohon
gaharu dengan kriteria kualitas, kuantitas gubal ataupun kandungan minyaknya
sebagai pilihannya, tergantung dari permintaan konsumen.
246
Tabel 18. Hasil analisis Anova anatomi jaringan kayu pada empat group pohon
gaharu.
G. versteegii
G. versteeBeringin
G. versteegii G. versteegii gii Pantai
Ukuran (µm )
group
Buaya group Madu group
group
Luas rays,
312,10ab
245,83a
516,90ab
= 0,15
834,38b
Luas trakea,
16484,17a
15254,20a
19950,00a
15719,37a
= 0,05
Luas lingkaran
trakeida,
3104,20a
7468,77ab
6075,00a
= 0,25
12254,67b
Tebal kambium,
358,33a
400,00ab
272,27a
= 0,05
611,13b
Luas floem dalam
, = 0,35
2380692,13b 1601333,33ab 1450666,67ab 922425,93a
Tebal jaringan
subkutikula,
308,67a
375,00ab
383,33ab
417,33b
= 0,25
Tebal jaringan
425,00a
666,67a
618,93a
kutikula, = 0,05
1230,30b
Tebal jaringan
kulit,
4983,33a
5366,67ab
5589,53ab
= 0,15
6890,60b
Jumlah trakea
(bh),
60,33a
64,00ab
78,02ab
= 0,25
83,67b
Jumlah floem
94,53a
93,23a
138,53b
dalam (bh), =
0,05
75,33a
Keterangan: a, b = bagian dari uji lanjut Duncan; a, b = berbeda nyata; ab = tidak
berbeda nyata.
247
G. versteegii Pantai group
G. versteegii Madu group
G. versteegii Buaya group
G. versteegii Beringin group
G. versteegii Soyun group
G. versteegii Soyun group
Gambar 91. Gubal gaharu umur 3 bulan setelah inokulasi.
248
c
d
b
a
h
g
e
Gambar 92. Penampang melintang jaringan kayu G. versteegii Beringin group.
Ket.: a. kutikula, b. subkutikula, c. kulit batang, d. lapisan sel cambium, e. floem
dalam, f. jari-jari empulur, g. trachea,
h. tracheida.
Hasil observasi selama penelitian, hewan yang berasosiasi dengan gubal
gaharu yang masih berumur 3 bulan tidak ditemukan.
249
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1.
Daerah penelitian pada semua tingkatan pertumbuhan, menunjukkan adanya
tiga grup unit ekologi yaitu: (a) unit ekologi gaharu. (b) unit ekologi daerah
semi-kering (c) unit ekologi daerah kering.
2.
Spesies tumbuhan yang berpengaruh dan sebagai penanda dalam unit ekologi
gaharu, antara lain: Pterospermum javanicum, Arenga pinnata, Syzygium
polyanthum, Erythrina orientalis, Mangifera sp., Eugenia malaccensis , Ficus
rumphii. dan Areca catechu.
3.
Faktor-faktor abiotik yang paling berpengaruh dalam ekosistem G. versteegii
yang dapat dijadikan penanda pembeda unit ekologi dalam ekosistem gaharu
dengan ekosistem lainnya adalah intensitas cahaya. Intensitas cahaya pada unit
ekologi ekosistem G. versteegii rata-rata 2147,6 lux dan pada unit ekologi
ekosistem daerah semi-kering, rata-rata 2348,9 lux serta rata-rata 4360,7 lux
untuk unit ekologi ekosistem daerah kering.
4.
Komposisi tumbuhan penyusun ekosistem pohon gaharu adalah: 163 jenis
tumbuhan, 114 marga dan 47 famili. Spesies yang mempunyai kemelimpahan
tertinggi hingga urutan ke 10 pada ekosistem pohon gaharu adalah: Cocos
nucifera, Arenga pinnata, Mangifera indica, Theobrona cacao, Pterospermum
250
javanicum, Artocarpus
heterophyllus, Gyrinops versteegii Beringin group,
Mangifera sp., Anacardium ocidentale dan Erythrina orientalis. Struktur
vegetasi pada ekosistem Gyrinops versteegii di hutan Lombok barat,
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan tumbuhan semakin
banyak jumlah spesiesnya dan jumlah individunya kecuali pada tingkat semai
jumlah individunya lebih banyak dari jumlah individu pada tingkat sapihan.
5.
Komunitas ekologi pohon gaharu G. versteegii dapat tergambarkan pada
keragaman spesies tumbuhan yang berasosiasi dengannya. Setiap grup G.
versteegii mempunyai assosiasi spesies tumbuhan yang spesifik.
6.
Kualitas produksi gubal gaharu dipengaruhi oleh faktor internal pohon, seperti
produksi pati dan ukuran sel-sel penyusun jaringan kayu.
8.2. Saran
Dari hasil penelitian masih terdapat permasalahan - permasalahan yang perlu
ditindak lanjuti untuk diadakan penelitian, antara lain:
1.
Habitat G. versteegii yang sesuai dan spesies pohon yang berasosiasi, yang
tepat digunakan sebagai pohon naungan sekaligus pohon pelindung bagi pohon
gaharu maka kedua hal tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan domestikasi pohon G. versteegii.
2.
Lima keragaman populasi infraspesies G. versteegii yang telah ditemukan
dapat dikembangkan sebagai pedoman dalam pemilihan bibit pohon gaharu
251
yang mempunyai kualitas gubal gaharu yang bagus ataupun kuantitas gubal
gaharu yang tinggi sesuai dengan permintaan konsumen.
3.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya pengelolaan,
pengembangan dan konservasi gaharu di masa yang akan datang bukan hanya
untuk di Lombok Barat dan sekitarnya tetapi juga untuk wilayah Indonesia
lainnya dan bahkan dunia.
4.
Keberadaan G. versteegii di hutan sudah sangat langka bahkan pada beberapa
tempat sudah hilang dari habitatnya, ini dapat sebagai bahan pertimbangan
jumlah kuota ekspor gaharu yang berasal dari hutan alam.
5.
Diperlukan adanya perlindungan keberadaan pohon gaharu di hutan alam.
6.
Untuk mengurangi hilangnya populasi gaharu di hutan alam, pemerintah perlu
memfasilitasi para pengumpul gaharu, salah satu caranya adalah berbudidaya
gaharu dengan cara penyulaman/ pengayaan dengan penanaman pohon gaharu
dan spesies yang berasosiasi dengannya di hutan alam, penginokulasian pohon
gaharu, dan pemanenan gaharu secara teratur tanpa harus mengganggu
keberadaan pohon gaharu alami.
7.
Klasifikasi ekologis pohon gaharu jenis G. versteegii sudah dapat
diklasifikasikan pada tingkat varietas dengan komponen ekosistem yang
menjadi ciri pembeda dalam upaya klasifikasi atau pengelompokan setiap unit
ekologi atau kelompok unit ekologis sehingga sudah dapat dijadikan salah satu
model untuk menetapkan pola rencana pengembangan pohon gaharu
selanjutnya.
252
8.
Dengan dibuatnya peta tempat tumbuh gaharu yang menjadi habitat aslinya,
maka peta ini dapat digunakan untuk merencanakan model pengelolaan gaharu
dengan tepat dan sangkil di Lombok Barat pada khususnya dan di Indonesia
pada umunya.
253
Download