ANALISIS KESESUAIAN AGROKLIMAT TANAMAN

advertisement
ANALISIS KESESUAIAN AGROKLIMAT TANAMAN TEBU (Saacharum
officinarum) DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
ZAHIR SATRIA NUGRAHA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ANALISIS KESESUAIAN AGROKLIMAT TANAMAN TEBU (Saacharum
officinarum) DI PROPINSI KALIMANTAN SELATAN
ZAHIR SATRIA NUGRAHA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sains
Pada Program Studi Meteorologi Terapan
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul : Analisis Kesesuaian Agroklimat Tanaman Tebu (Saacharum
officinarum) di Kalimantan Selatan
Nama : Zahir Satria Nugraha
NRP : G24052607
Menyetujui,
Pembimbing Skripsi
I Putu Santikayasa, S.Si, M.Sc
NIP. 19790224 200501 1 002
Mengetahui.
Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS
NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
ABSTRACT
Sugar cane (Saacharum Officinarum L) is a plant where sugar came from. Sugar cane has a
distinct economic potential. The needs of sugar in this country is getting bigger every year, and it
makes government must act faster to give people needs. The purpose of this study is to make South
Borneo as a new solution for increasing domestic production of sugar cane. South Borneo has a huge
suitable area to expand this commudity. This study is based on the method as described by FAO and
used GIS capability for an integration of land qualities to create land unit. A simple map subsystem
(Arcview GIS) was used for basic data and models result demonstration on a map. Climatic and soil
requirements for sugarcane growth were identified and a land suitability map was produced by
overlaying the climatic and soil suitability maps. The land with good capability for agriculture uses is
classified as highly suitable (S1) and moderately suitable (S2), the land with a lower quality is
classified as a marjinally suitable (S3) and not suitable (N). According to results, 49,26% of the total
area or about 1.930.240 ha was good capable for sugarcane uses, and 50,74% is not dedicated for
agriculture. The most suitable areas are found in the south of the province. In the rest of the province
climatic or soil conditions are expected to restrict sugarcane growth. The results of this study can be
used for further research on the possibilities for a large-scale commercialisation of the crop in South
Borneo and in other regions with favourable ecological conditions.
Keywords : Sugar cane, Land suitability, Geographic Information System (GIS).
i
ABSTRAK
Tebu (Saacharum Officinarum L) merupakan tanaman penghasil sukrosa yang biasa
digunakan sebagai bahan baku gula. Kebutuhan gula dalam negeri yang sangat besar menyebabkan
industri gula dipaksa untuk terus maju dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun demikian,
pemusatan industri gula yang hanya terdapat di beberapa propinsi membuat kebutuhan masyarakat
tidak tercukupi. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menampilkan Propinsi Kalimantan Selatan
sebagai salah satu pusat produksi tebu yang baru. Pendekatan yang dilakukan dalam menentukan luas
wilayah di Propinsi Kalimantan Selatan yang berpotensi dalam pembudidayaan tebu adalah dengan
metode pemetaan (Arcview SIG) kesesuaian lahan berdasarkan parameter tanah dan iklim
(agroklimat). Pemetaan ini akan menghasilkan empat kriteria yang diantaranya adalah Sangat sesuai
(S1), Sesuai (S2), Sesuai marjinal (S3), dan Tidak sesuai (N). Berdasarkan parameter iklim dan tanah
(agroklimat), wilayah yang termasuk ke dalam kriteria sangat sesuai (S1) dan sesuai (S2) sekitar
49,26% dari luas keseluruhan wilayah atau sekitar 1.930.240 ha, sedangkan untuk kriteria tidak sesuai
(N) dan cukup sesuai (S3) mencapai 50,74%. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal
dari penelitian lebih lanjut yang lebih besar dan juga dapat menjadi suatu acuan dalam pengembangan
tanaman tebu di Kalimantan Selatan ke arah yang lebih baik.
Kata kunci : Tebu, Kesesuaian lahan, Sistem Informasi Geografis (SIG).
ii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Allah SWT karena berkat kemurahanNya
skripsi ini dapat saya selesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Hasil penelitian ini membahas tentang
besarnya potensi pengembangan tanaman tebu (Saacharum officinarum) di Propinsi Kalimantan
Selatan. Hal ini sangat penting untuk dikaji mengingat perkembangan tebu di Indonesia tidak dapat
memenuhi konsumsi masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, pemerintah dinilai masih kurang
melakukan ekstensifikasi lahan tebu di luar Pulau Jawa. Kalimantan Selatan sebagai propinsi yang
sedang berkembang dan memiliki lahan tidak terpakai cukup besar dapat menjadi salah satu alternatif
pengembangan lahan tebu di Luar Pulau Jawa.
Pada proses pengerjaan materi ini, tentunya saya mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi
dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, rasa terima kasih yang dalam-dalamnya saya
sampaikan kepada :
 I Putu Santikayasa S.Si, M.Sc selaku dosen pembimbing skipsi
 Dr. Ir. Sobry Effendi M.Si dan Ir. Heny Suharsono MS sebagai dosen penguji yang memberi
banyak masukan dalam ujian.
 Ibu saya yang telah rela memberikan waktunya dan saran bijaknya untuk mendorong
pengerjaan penelitian ini
 Annisa firdausy sebagai teman yang telah banyak berkorban dan memberikan semangat demi
selesainya penelitian saya.
 Annisa isnaeni, Samba wirahma, dan Gito sugih immanuel untuk ilmu-ilmu yang diberikan.
 Rekan-rekan mahasiwa dan dosen-dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi yang telah
banyak memberikan masukan untuk skripsi ini, serta seluruh staf Tata Usaha yang juga turut
serta dalam memberikan kelancaran dalam penyelesaian penelitian.
 Seluruh pihak yang terlibat dan tidak dapat disebutkan secara satu persatu dalam pengantar ini
saya ucapkan banyak terima kasih
Demikian penelitian ini saya buat semoga bermanfaat
Penulis
Zahir Satria Nugraha
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 16 Oktober tahun 1987 dari pasangan Ir.
H. Achmad Rizali Fauzi dan Drs. Hj. Isnawaty. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Pengadilan 5 di
Bogor dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama tahun 2001. Pada tahun 2003 penulis
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun
2005. Pada tahun yang sama penulis berhasil diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
Selama menjalani masa studi di jurusan Geofisika dan Meteorologi, penulis aktif dalam
berbagai kegiatan organisasi, olahraga dan keilmiahan. Pada tahun 2006 penulis menjadi anggota
Divisi Ketatalaksanaan Kegiatan Khusus di Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO).
Pada tahun berikutnya penulis diangkat menjadi Ketua Divisi Ketatalaksanaan Kegiatan Khusus pada
organisasi yang sama, dan kemudian akhirnya pada tahun 2008 penulis memegang jabatan sebagai
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi dengan masa jabatan selama setahun. Selain itu,
penulis juga pernah turut serta mengantarkan tim bola basket putra Departemen Geofisika dan
Meteorologi menjadi juara 3 di Fakultas pada tahun 2008 dan juga pernah mengantarkan tim futsal
maraih juara 2 se-Fakultas pada tahun 2009. Pada bidang keilmiahan, penulis pernah mengikuti
Seminar Nasional Perubahan Iklim pada tahun 2008 dan pernah juga ikut bekerja pada proyek
Ketahanan Pangan selama kurang lebih 4 bulan. Pada bulan September tahun 2009 penulis akhirnya
diberikan amanah untuk menjadi asisten praktikum mata kuliah agrometeorologi untuk program studi
Diploma.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT………………………………………………………………………………….......... i
ABSTRAK………………………………………………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………… iii
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………….. v
DAFTAR TABEL………………………………………………………………………………….. vii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………………. viii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………………….. ix
I.
PENDAHULUAN………………………………………………………………………… 1
1.1
Latar Belakang…………………………………………………………………... 1
1.2
Tujuan…………………………………………………………………………… 1
II.
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………………..
2.1
Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tebu………………………………………
2.2
Daur Hidup Tanaman Tebu……………………………………………………..
2.3
Syarat Hidup Tanaman Tebu……………………………………………………
2.3.1 Sifat Iklim………………………………………………………………….
2.3.2 Sifat Tanah…………………………………………………………………
2.3.3 Kondisi Fisiografi………………………………………………………….
2.4
Keadaan Tebu Nasional………………………………………………………….
2.5
Keadaan Daerah Kalimantan Selatan…………………………………………...
2.5.1 Letak Geografis…………………………………………………………….
2.5.2 Keadaan Iklim……………………………………………………………..
2.5.3 Fisiografi dan Bentuk Wilayah…………………………………………….
2.5.4 Keadaan Penduduk………………………………………………………...
2.6
Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Pewilayahan Tanaman………………………
2.7
Sistem Informasi Geografis……………………………………………………...
1
1
3
3
3
4
4
4
5
5
6
6
6
6
8
III.
METODOLOGI…………………………………………………………………………..
3.1
Bahan dan Alat…………………………………………………………………..
3.2
Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………………………
3.3
Metode…………………………………………………………………………...
3.3.1 Persiapan Data Numerik dan Spasial………………………………………
3.3.2 Perubahan Data Numerik ke Dalam Bentuk Spasial……………………..
3.3.3 Klasifikasi Kesesuaian Lahan……………………………………………...
3.3.4 Penentuan Tingkat Kesesuaian Tanah…………………………………….
3.3.5 Penggabungan Peta Spasial………………………………………………...
3.3.6 Penentuan Tingkat Kesesuaian Iklim………………………………………
3.3.7 Penentuan Tingkat Kesesuaian Agroklimat………………………………..
3.3.8 Rekomendasi Wilayah Penanaman Tebu………………………………….
8
8
8
8
8
8
9
9
9
9
10
10
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………………....
1.1
Kesesuaian Tanah………………………………………………………………...
1.2
Kesesuaian Iklim…………………………………………………………………
1.3
Kesesuaian Iklim dan Tanah (Agroklimat)………………………………………
11
11
13
14
v
1.4
1.5
V
Rekomendasi Wilayah Penanaman Tebu………………………………………... 16
Analisa Ekonomi Tanaman Tebu………………………………………………... 19
KESIMPULAN…………………………………………………………………………... 20
5.1
Kesimpulan……………………………………………………………………… 20
5.2
Saran…………………………………………………………………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………… 20
LAMPIRAN………………………………………………………………………………………... 22
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Persentase Kemiringan Lereng di Kalimantan Selatan……………………………………. 6
Tabel 2 Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Tebu………………………………………….. 7
Tabel 3 Kesesuaian Lahan Tebu Untuk Parameter Yang Diteliti…………………………………. 9
Tabel 4 Klasifikasi Penutupan Lahan……………………………………………………………... 11
Tabel 5 Luas Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Tanah
Propinsi Kalimantan Selatan per Kabupaten…………………………………………….. 12
Tabel 6 Luas Total Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Iklim
Propinsi Kalimantan Selatan……………………………………………………………..
14
Tabel 7 Luas Total Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Agroklimat
Propinsi Kalimantan Selatan per Kabupaten…………………………………………….. 15
Tabel 8 Luas Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Agroklimat
Propinsi Kalimantan Selatan……………………………………………………………... 16
Tabel 9 Luas Wilayah Penutupan Lahan Propinsi Kalimantan Selatan…………………………….. 17
Tabel 10 Luas Wilayah Rekomendasi Penanaman Tebu di Propinsi Kalimantan Selatan
Per Kabupaten…………………………………………………………………………….. 18
Tabel 11 Kabupaten Yang Memiliki Potensi Terbesar Dalam Pembudidayaan Tebu……………… 18
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L)……………………………………. 2
Gambar 2
Batang Tebu Hasil Panen………………………..……………………………… 2
Gambar 3
Skema Sederhana Pembentukan Gula Pada Tebu……………………………….. 3
Gambar 4
Produksi Tebu Nasional Tahun 1998-2006……………………………………… 4
Gambar 5
Luas Areal Tebu Nasional Tahun 1998-2006……………………………………. 5
Gambar 6
Harga Gula Pasir di 5 Kota Besar Indonesia…………………………………… 5
Gambar 7
Wilayah Administrasi Kalimantan Selatan………………………………………. 5
Gambar 8
Proses Penggabungan Peta Isohyet dan Isotherm………………………………. 10
Gambar 9
Proses Penggabungan Peta Tanah dan Peta Kesesuaian Iklim…………………… 10
Gambar 10
Peta Kesesuaian Tanah Propinsi Kalimantan Selatan ……………….…………... 11
Gambar 11
Peta Kesesuaian Iklim Propinsi Kalimantan Selatan ……….…………………… 13
Gambar 12
Peta Kesesuaian Agroklimat Propinsi Kalimantan Selatan.……………………... 15
Gambar 13
Peta Penutupan Lahan Kalimantan Selatan tahun 2007………………………… 16
Gambar 14
Peta Rekomendasi Wilayah Penanaman Tebu Propinsi Kalimantan Selatan..…. 17
Gambar 15
Perbandingan Produksi Gula Nasional dan Impor Gula…....…………………... 19
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Stasiun-stasiun di Propinsi Kalimantan Selatan…………………..…………….. 22
Lampiran 2
Data Curah Hujan Stasiun Banjarbaru................................................................... 23
Lampiran 3
Data Curah Hujan Stasiun Syamsudin Noor Banjarmasin...................................... 24
Lampiran 4
Persyaratan Penggunaan Lahan Tanaman Tebu………………………………… 25
Lampiran 5
Penyakit Pada Tanaman Tebu………………………………………………….. 26
Lampiran 6
Luas Wilayah Kalimantan Selatan Berdasarkan Kabupaten……………..………. 28
Lampiran 7
Jumlah Penduduk Kalimantan Selatan Berdasarkan Kabupaten………..……….. 28
Lampiran 8
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut
Kelompok Umur dan Status Pekerjaan Tahun 2007…………….………………. 29
Lampiran 9
Tabel Jenis Tanah Pada Tiap Kabupaten.................................................................30
Lampiran 10
Tabel Karakteristik Jenis Tanah Yang Ada di Propinsi Kalimantan Selatan.......... 30
Lampiran 11
Peta Administrasi Propinsi Kalimantan Selatan..................................................... 31
Lampiran 12
Peta Jenis Tanah Propinsi Kalimantan Selatan...................................................... 32
Lampiran 13
Peta Suhu (isotherm) Propinsi Kalimantan Selatan................................................ 33
Lampiran 14
Peta Curah Hujan (isohyet) Propinsi Kalimantan Selatan....................................... 34
Lampiran 15
Peta Topografi Propinsi Kalimantan Selatan.......................................................... 35
Lampiran 16
Peta Penutupan Lahan Propinsi Kalimantan Selatan...............................................36
Lampiran 17
Peta Kesesuaian Tanah Propinsi Kalimantan Selatan............................................ 37
Lampiran 18
Peta Kesesuaian Iklim Propinsi Kalimantan Selatan............................................. 38
Lampiran 19
Peta Kesesuaian Agroklimat Propinsi Kalimantan Selatan.................................... 39
Lampiran 20
Peta Rekomendasi Penanaman Tebu Propinsi Kalimantan Selatan........................ 40
ix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Iklim dan pertanian merupakan dua hal
penting penunjang kehidupan manusia yang
memiliki hubungan yang sangat erat.
Besarnya produksi pertanian atau tingkat
keberhasilan panen suatu areal pertanian
sangat ditentukan oleh kondisi iklim.
Penurunan atau kenaikan produksi pertanian
hingga meningkatnya harga merupakan
dampak dari keragaman cuaca yang terjadi.
Hal ini membuat pemerintah harus terus
bekerja keras dalam menentukan berbagai
macam kebijakan sehingga dampak negatif
dari anomali (ketidaknormalan) cuaca yang
semakin sering terjadi dapat berkurang atau
bahkan dihindari.
Perkebunan yang merupakan suatu bagian
dari pertanian memiliki peranan yang penting
sebagai
sumber
dari
pertumbuhan
perekonomian
Indonesia.
Pertumbuhan
penduduk
dan
perubahan
struktur
perekonomian sebagai konsekuensi logis dari
proses pembangunan, telah dan terus akan
membawa dampak terhadap peningkatan
kebutuhan akan penyediaan pangan, sandang,
papan serta berbagai sarana dan prasarana
penunjang lainnya (Saefulhakim 1994). Oleh
karena itu, pemerataan industri perkebunan di
luar pulau Jawa diharapkan dapat menjadi
suatu usaha yang dapat membangkitkan
perekonomian daerah di luar pulau Jawa dan
terutama juga dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat di seluruh Indonesia.
Tebu adalah suatu komoditas perkebunan
penghasil gula yang merupakan salah satu dari
sembilan bahan makan pokok. Luas areal tebu
di Indonesia pada periode tahun 2000-2005
mencapai 380 ribu ha. Departemen Pertanian
pada tahun 2005 mencatat bahwa industri gula
berbasis tebu merupakan sumber pendapatan
bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah
tenaga kerja mencapai 1,3 juta orang. Akan
tetapi, produktivitas tebu dinilai masih kurang
karena tidak mencukupi kebutuhan konsumsi
dalam negeri yang mencapai 3,18 juta ton
pada tahun 2008. Sedangkan produksi tebu
sendiri pada tahun yang sama hanya mencapai
angka 2,2 juta ton. Hal ini diakibatkan oleh
masih lemahnya teknologi yang dimiliki serta
perluasan lahan yang tidak diiringi oleh
peningkatan jumlah permintaan. Selama ini
lokasi industri gula hanya tersebar di 8
propinsi dengan Jawa Timur sebagai sentra
utama dengan 32 Pabrik Gula (PG). Propinsi
lain yang digunakan sebagai daerah industri
gula diantaranya adalah Jawa Barat, Jawa
Tengah, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan
(Dinas Pertanian 2005). Ekstensifikasi areal
tanaman tebu yang menjadi salah satu solusi
dari perkembangan komoditas tebu dewasa ini
lebih banyak diarahkan pada lahan-lahan
kering di luar Pulau Jawa yang mempunyai
potensi tidak kalah dengan daerah di Pulau
Jawa.
Kalimantan Selatan dengan luas areal
lahan kering yang belum terpakai mencapai
670.480 ha merupakan salah satu daerah
ekstensifikasi dengan potensi tinggi dalam
pengembangan tanaman tebu. Sumber daya
yang cukup tinggi dan masih lemahnya
tingkat ekonomi masyarakat di Kalimantan
Selatan merupakan alasan lain dalam
pengembangan industri ini. Hal ini juga
didukung oleh belum tersedianya industri gula
yang memadai di Pulau Kalimantan.
Pembangunan pabrik-pabrik gula dan
perluasan perkebunan tebu akan menyerap
tenaga kerja yang cukup besar, sehingga
keadaan perekonomian masyarakat dan
pendapatan daerah akan menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, informasi mengenai luas
lahan yang berpotensi untuk ditanami tebu
dapat digunakan untuk pengembangan tebu
secara berkelanjutan.
1.2 Tujuan
1. Menentukan luas daerah yang
memiliki
potensi
dalam
pengembangan tanaman tebu di
Kalimantan Selatan berdasarkan
aspek iklim dan agroklimat.
2. Menghitung
luas
areal
yang
direkomendasikan sebagai daerah
budidaya tebu.
3. Menggambarkan kelayakan budidaya
tebu sebagai salah satu alternatif
usaha yang menguntungkan melalui
analisa ekonomi sederhana.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman
Tebu
Tanaman tebu adalah suatu tanaman
penghasil zat sukrosa yang dapat digunakan
untuk membuat gula. Tanaman ini biasanya
berkembang baik pada daerah tropis (Sudiatso
1983). Hal ini dibenarkan oleh Indriani dan
Sumiarsih (1995) yang menyatakan bahwa
tanaman ini juga biasanya tumbuh pada iklim
yang panas dan sedang (daerah tropik dan
subtropik) dengan daerah penyebaran yang
1
sangat luas yaitu sekitar 35o LS sampai
dengan garis 39o LU. Food and Agriculture
Organization (FAO) pada tahun 2007
mencatat bahwa negara-negara penghasil gula
terbesar di dunia berada pada garis
khatulistiwa atau dengan kata lain beriklim
tropis seperti halnya Brazil yang merupakan
negara penghasil gula terbesar di dunia.
Informasi tersebut mengindikasikan bahwa
tebu termasuk ke dalam kelompok tanaman
C4 dimana kelompok tanaman ini biasanya
mampu beradaptasi dalam kondisi lingkungan
yang terik dan bersuhu tinggi serta kering.
Tebu adalah tumbuhan yang termasuk ke
dalam keluarga rumput-rumputan (graminae)
seperti halnya padi, jagung dan bambu
(Supriyadi 1992). Tanaman dengan nama
ilmiah Saccharum officinarum L ini
mengandung banyak sukrosa, mempunyai
kandungan serat rendah, berdaun luas dan
juga berbatang besar. Berikut adalah
klasifikasi tanaman tebu dalam tumbuhtumbuhan yang dinyatakan oleh Notojoewono
(1970) dan Setyamidjaya (1992) :
Philum
: Spermathophyta
Famili
: Graminae
Sub Famili : Andropoganae
Kelas
: Sacchareae
Genus
: Saccharum
Species
: Saccharum offcanarum L
Gambar
1
Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L)
(Sumber : Lukito 2008)
Bagian tanaman tebu yang paling
bermanfaat untuk digunakan oleh manusia
adalah bagian batangnya (Gambar 2). Bagian
ini memiliki spesifikasi yang unik dan
bermacam-macam. Sebagai tanaman yang
berbiji tunggal tebu memiliki batang yang
dalam pertumbuhannya hampir tak bertambah
besar. Adapun yang bertambah hanya
tingginya saja dengan pertumbuhannya bisa
mencapai 2,5-4 meter, bahkan ada pula yang
bisa mencapai 5 meter (Adisewojo 1984 dan
Mulyana 1989). Tiap jenis tebu memiliki
batang yang besarnya tidak sama, ada yang
berukuran seperti tongkat, ada juga yang
berbentuk seperti lengan dengan warna yang
berbeda-beda pula, ada yang hijau, kuning,
ungu, merah tua, dan lain-lain. Kulit batangya
diliputi oleh lilin yang berwarna putih kelabu.
Batang tebu itu beruas dengan buku-buku
diantara ruasnya. Bentuk dan panjang dari
ruas pada tiap jenis tebu berbeda, ada yang
besar di bagian tengah, ada pula yang
besarnya sama pada setiap ruasnya. Ruas-ruas
tebu dibatasi oleh buku-buku yang merupakan
tempat duduk daun tebu. Pada ketiak daun
tebu terdapat sebuah kuncup yang biasanya
disebut mata.
Gambar 2 Batang Tebu Hasil Panen. (Anonim
2008)
Batang tebu dari mulai pangkal hingga
ujung mengandung air gula yang berkadar
kurang lebih dari 20%. Pada bagian pangkal
kadar air gulanya lebih tinggi daripada di
bagian ujung. Oleh karena itulah pada
pemanenan batang tebu biasanya yang diambil
adalah bagian batang tebu sampai dengan ke
akar-akarnya sampai tidak ada yang tersisa,
kecuali apabila petani tebu ingin memanen
tebu beberapa kali, maka batang tebu bagian
pangkal disisakan agar dapat tumbuh kembali
(disebut kepras).
Daun tebu itu terdiri dari helai dan
pelepah. Helai daun berbentuk garis dengan
panjang 1-2 m dan lebar 5-7 cm, tepi dan
mukanya kasar, tidak licin. Sedangkan
pelepah terdapat di bagian bawah daun dan
membalut batang. Daun-daun yang pertama
kali keluar dari kuncup memiliki helai yang
kecil dengan pelepah yang membungkus
batangnya. Hingga umur 5-6 bulan batang
tebu masih dibalut pelepah seluruhnya sampai
buku-buku tidak kelihatan. Daun yang sudah
tua menjadi kering dan akhirnya mati. Daundaun yang telah mati tersebut ada yang pada
akhirnya lepas dari batang bersama-sama
dengan pelepahnya namun ada juga yang
tinggal dengan pelepahnya pada batang. Tebu
yang menderita kekurangan air biasanya
menggulungkan daunnya. Jika tanaman ini
mendapat air yang cukup lagi, daun-daun
yang menggulung tersebut akan terbuka
kembali (Lutfi 1996).
2
Pada permulaan musim kemarau biasanya
tebu mulai berbunga, yaitu sekitar bulan April
dan Mei. Bunga tebu adalah bunga majemuk
yang berbentuk malai dengan panjang antara
70 sampai 90 cm. Di dalam satu malai
terdapat beribu-ribu bunga kecil. Bunga ini
juga nantinya akan menghasilkan buah seperti
halnya tanaman padi-padian yang berbiji satu
(Mulyana 1989). Namun demikian buah dari
tebu saat ini masih belum bisa ditemukan
manfaatnya, bahkan ada beberapa pendapat
yang sedikit berbau kontroversi tentang
munculnya bunga pada tebu. Ada pendapat
yang menyatakan bahwa munculnya bunga
memberikan sinyal positif bagi rendemen gula
yang terbentuk, akan tetapi ada juga yang
menyatakan bahwa kemunculan bunga
memberikan pertanda buruk bagi hasil tebu
yang akan dipanen. Artinya bunga justru akan
menurunkan rendemen yang akan dihasilkan.
pada pucuk (Supriyadi 1992). Berikut adalah
sedikit gambaran tentang skema pembentukan
gula pada tebu.
2.2 Daur Hidup Tanaman Tebu
Daur hidup tanaman tebu adalah dimulai
dari fase perkecambahan, lalu fase pertunasan,
fase perpanjangan batang, fase kemasakan dan
diakhiri dengan fase kematian (Supriyadi
1992). Fase perkecambahan dimulai dengan
pembentukan taji pendek dan akar stek pada
umur 1 minggu, dan diakhiri dengan fase
perkecambahan pada umur 5 minggu. Fase
pertunasan dimulai dari umur 5 minggu
hingga umur 3,5 bulan, lalu dilanjutkan
dengan fase perpanjangan batang sampai
umur 9 bulan. Fase pemasakan merupakan
fase yang terjadi setelah pertumbuhan
vegatatif menurun dan sebelum batang tebu
mati. Pada fase yang terjadi kurang lebih 2
bulan inilah gula di dalam batang mulai
terbentuk hingga titik optimal, kurang lebih
terjadi pada bulan agustus, dan setelah itu
rendemennya berangsur-angsur turun. Tahap
pemasakan inilah yang disebut dengan tahap
penimbunan rendemen gula (Supriyadi 1992).
Tebu merupakan tanaman yang paling
efisien dalam proses fotosintesa. Tanaman ini
menangkap hampir 2-3% energi radiasi
matahari
dan
mengubahnya
menjadi
karbohidrat dan gula (Anonim 2008). Proses
terbentuknya rendemen gula di dalam batang
berjalan dari ruas ke ruas yang tingkat
kemasakannya bergantung pada umur ruas.
Ruas bawah (lebih tua) mengandung lebih
banyak gula dibandingkan ruas di atasnya,
demikian seterusnya hingga ruas pada pucuk
dimana pada ruas ini kandungan gula paling
sedikit terbentuk. Oleh karena itu, tebu
dikatakan telah masak apabila kadar gula
sepanjang batang telah seragam, kecuali ruas
2.3 Syarat Hidup Tanaman Tebu
2.3.1 Sifat Iklim
Keadaan iklim yang paling cocok untuk
tanaman tebu adalah basah selama
pertumbuhan namun agak kering menjelang
masak dan kering saat panen. Curah hujan
yang cukup tinggi diperlukan tanaman tebu
pada fase pertumbuhan awal dan fase
vegetatif utama. Keadaan yang cukup kering
diperlukan di akhir pertumbuhan atau
menjelang musim tebang agar diperoleh hasil
gula yang baik dan tinggi. Pertumbuhan
vegetatif tebu berlangsung selama 6 sampai 7
bulan dengan curah hujan minimum 100
mm/bulan (1500-3000 mm/tahun) dan fase
pemasakan 2-4 bulan kering (curah hujan
kurang dari 100 mm/bulan) (Tjokrodirjo
1989). Curah hujan yang merata sepanjang
tahun kurang baik bagi tebu karena dapat
menurunkan rendemen dan menyulitkan
pengangkutan hasil panen (Departemen
Pertanian 2004). Secara garis besar, curah
hujan yang ideal untuk pengembangan tebu
adalah panjang bulan kering selama dua atau
tiga bulan dengan curah hujan rata-rata per
tahun antara 2000-2500 mm, atau sama saja
dengan tipe iklim C2 atau C3 Oldeman (Tim
P3GI 1989).
Unsur iklim lain yang memberikan
peranan dalam kehidupan tanaman tebu
adalah suhu dan penyinaran matahari. Suhu
udara minimum yang diperlukan adalah 24o C
dan suhu maksimumnya adalah 34o C dengan
suhu optimum yang paling ideal untuk
pertumbuhan adalah 30o C (Dinas Pertanian
1993). Sedangkan untuk penyinaran matahari,
unsur ini berperan dalam pertumbuhan dan
Gambar 3 Skema Sederhana Pembentukan
Gula Pada Tebu (Anonim 2008)
3
pembentukan rendemen gula. Tanaman ini
perlu penyinaran yang intensif setiap hari
terutama pada masa pemasakan dimana
rendemen gula akan dibentuk pada masa ini
(Dinas Pertanian 1994).
2.3.2 Sifat Tanah
Pada umumnya tebu dapat tumbuh
dengan baik pada berbagai macam tanah.
Tanah terbaik yang bisa digunakan adalah
tanah dengan tekstur lempung berliat dengan
solum yang dalam, lempung berpasir dan
lempung berdebu. Adapun lapisan solum yang
bagus untuk pertumbuhannya minimal 60 cm
(Dinas Pertanian 1993). Akan tetapi, tanah
bertekstur berat pun dapat ditanami tebu,
dengan syarat dilakukan pengelolaan yang
khusus (Sudiatso 1983). Sedangkan kisaran
pH tanah yang sesuai untuk ditanami tanaman
ini berkisar antara 5,5 sampai 7,0. Apabila
tebu ditanam pada pH kurang dari 5,5 maka
perakarannya tidak akan dapat menyerap air
dan unsur hara dengan baik. Sedangkan
apabila tebu ditanam pada pH yang lebih dari
7,5 akibatnya akan menyebabkan terjadinya
klorosis (penguningan) pada daun, sebagai
akibat dari tidak cukup tersedianya Fe
(Indriani dan Sumiarsih 1995).
2.3.3 Kondisi Fisiografis
Berdasarkan segi fisiografi, daerah yang
paling baik untuk ditanami tebu adalah daerah
vulkanis dan dataran aluvium dengan bentuk
lahan datar sampai berombak. Kemiringan
lereng yang dianjurkan sebaiknya terletak
antara 0 sampai 8%. Lahan dengan
kemiringan lebih dari 8% masih dapat
digunakan untuk budidaya tebu, dengan syarat
harus disertai dengan tindakan konservasi
tanah yang tepat. Hal ini penting karena lahan
yang digunakan untuk budidaya tebu memiliki
potensi bahaya erosi yang tinggi (Young 1976
dalam Ismail 1985). Selain memiliki potensi
bahaya erosi yang tinggi, parameter
kemiringan
dalam
penanaman
tebu
berpengaruh nyata dengan proses produksi
tebu. Kemiringan yang curam dapat
menyebabkan sulitnya transportasi yang
dilakukan dalam merawat dan memproduksi
hasil tebu yang diinginkan, sehingga akan
menimbulkan resiko kerugian yang cukup
besar bagi produsen. Seperti halnya sifat
tanah, kemiringan pun sebenarnya merupakan
faktor yang dapat disesuaikan sesuai dengan
kehendak kita. Lahan dengan kemiringan
yang tidak terlalu curam dapat disesuaikan
dengan cara konservasi hingga bisa digunakan
untuk penanaman.
2.4 Keadaan Tebu Nasional
Perkembangan
tebu
di
Indonesia
memiliki trend yang positif setiap tahun pada
10 tahun terakhir (Gambar 4). Walaupun luas
areal sempat mengalami penurunan pada
tahun 1999-2000, namun demikian produksi
tanaman tebu beranjak naik hingga produksi
nasional mencapai angka 2.307.027 ton pada
tahun 2006 (Departemen Pertanian 2002
2007). Luas areal tebu merupakan salah satu
faktor penyebab meningkatnya produksi tebu
nasional. Pada tahun 2006 luas areal tebu
mencapai 396.441 ha yang tersebar di 9
popinsi di Indonesia, yang diantaranya adalah
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,
Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi
Selatan (Departemen Pertanian 2008) Luas
areal tebu pada tahun 1998 hingga 2006 dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 4 Produksi Tebu Nasional Tahun 1998-2006 (Departemen Pertanian 2002, 2007)
4
Gambar 5 Luas Areal Tebu Nasional Tahun 1998-2006 (Departemen Pertanian 2002, 2007)
Gambar 6 Harga Gula Pasir di 5 Kota Besar Indonesia (Departemen Pertanian, 2007)
Gambar 6 menunjukkan kenaikan harga
rata-rata gula per tahun. Pada beberapa kota
besar di Indonesia, ada yang mengalami
penurunan adapun yang mengalami kenaikan,
namun secara keseluruhan harga gula relatif
naik tiap tahunnya. Kenaikan ataupun
penurunan harga gula ini disebabkan oleh
kelangkaan gula di pasar maupun pengaruh
dari impor gula. Namun untuk menjaga
stabilitas harga di pasar, pemerintah
seharusnya mengambil kebijakan untuk
menetapkan harga dasar gula. Hal ini akan
melindungi para petani dari penurunan harga
gula akibat masuknya gula impor. Selain itu,
harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah
dapat juga menghindari monopoli pasar yang
mungkin akan terjadi kelangkaan gula.
Namun demikian, hal terpenting yang harus
dilakukan adalah pembenahan industri gula,
mulai dari pembenahan bibit, regulasi
perkebunan gula rakyat, proteksi gula lokal
sampai revitalisasi mesin pabrik gula yang
relatif sudah tua (Primanto 2008).
2.5 Keadaan Daerah Kalimantan Selatan
2.5.1 Letak Geografis
Propinsi Kalimantan Selatan secara
geografis terletak diantara 114 19’ 13”-116
33’ 28” Bujur Timur dan 1 21’49”- 4 10’ 14”
(Gambar 7) dan secara administratif propinsi
ini terletak di bagian selatan Pulau
Kalimantan dengan batas-batas : sebelah barat
dengan propinsi Kalimantan Tengah, sebelah
timur dengan Selat Makassar, sebelah selatan
dengan Laut Jawa dan sebelah utara dengan
Propinsi
Kalimantan
Timur.
Propinsi
Kalimantan Selatan memiliki 11 kabupaten
dan 2 kota kabupaten terbaru dengan luas
wilayah keseluruhan adalah sebesar 37.530,52
km2 atau sekitar 3.753.052 ha (Badan Pusat
Statistik (BPS) 2008).
Gambar 7 Wilayah Administrasi
Kalimantan Selatan
(BPN 2007)
5
2.5.2 Keadaan Iklim
Menurut data curah hujan yang diperoleh
dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika pada beberapa stasiun curah hujan
yang tersebar di berbagai wilayah, Propinsi
Kalimantan Selatan memiliki rata-rata curah
hujan sekitar 2000 mm/tahun dengan jumlah
bulan kering (<100 mm/bulan) dan bulan
basah (>100 mm/bulan) yang jelas. Artinya,
curah hujan di wilayah ini tidak merata
sepanjang tahun, curah hujan tinggi pada
bulan Oktober hingga Februari dan menurun
pada bulan Juni hingga Agustus (musim
kemarau). Penyebaran hujan sendiri pada
wilayah Propinsi Kalimantan Selatan ini
dibagi menjadi dua wilayah besar, yaitu
Kabupaten Tanah Bumbu, Kotabaru, dan
Pulau Laut dengan jumlah curah hujan ratarata lebih dari 2500 mm/tahun dan curah
hujan antara 2000 mm/tahun hingga 2.500
mm/tahun yang tersebar di Kabupaten Tapin,
Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan,
Hulu Sungai Tengah, Barito Kuala, Balangan,
dan Tabalong. Sedangkan untuk temperatur
udara rata-rata tahunan, Propinsi Kalimantan
Selatan memiliki suhu berkisar antara 17,96 –
26,50 oC dengan suhu terendah terukur pada
ketinggian 1400 mdpl.
2.5.3 Fisiografi dan Bentuk Wilayah
Secara fisiografi Propinsi Kalimantan
Selatan dapat dibedakan menjadi 8 grup
fisiografi, yaitu gambut, marin, aluvial,
dataran, karst, vulkanik, perbukitan, dan
pegunungan. Kedelapan grup fisiografi ini
terbentuk dari berbagai macam aktivitas bumi
yang berbeda, sehingga menghasilkan suatu
bahan yang dapat digunakan sesuai dengan
sifat dari permukaan tanahnya. Grup yang
sampai saat ini paling banyak digunakan
untuk perkebunan dan pertanian adalah grup
dataran, vulkanik, dan karst. Hal ini
dikarenakan sifat tanah pada ketiga grup ini
yang subur dan juga kemiringan lereng yang
sesuai untuk ditanami baik oleh tanaman
pertanian maupun perkebunan (Departemen
Pertanian 2006). Adapun kemiringan lereng
yang dimiliki oleh propinsi ini sebagian besar
berkisar antara 0-2% sedangkan untuk
ketinggian Propinsi Kalimantan Selatan
sebagian besar wilayahnya berada pada
ketinggian antara >25 – 100 m diatas
permukaan laut dengan tempat tertinggi hanya
mencapai 500 m diatas permukaan laut.
Rincian luas wilayah menurut kemiringan
dapat dilihat pada Tabel 1 (BPS 2008).
2.5.4 Keadaan Penduduk
Hasil perhitungan lengkap sensus
penduduk pada tahun 2000, penduduk
Kalimantan Selatan tercatat berjumlah
2.970.244 jiwa yang terdiri atas 1.484.945
penduduk laki-laki dan perempuan sebanyak
1.485.299 jiwa. Pada tahun 2007 dilakukan
lagi Susenas untuk mengetahui perkembangan
penduduk tiap tahunnya, dan pada saat itu
jumlah penduduk propinsi ini bertambah
menjadi 3.396.680 jiwa dengan jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 1.700.790 jiwa
dan penduduk perempuan sebesar 1.695.890
jiwa (BPS 2008). Kabupaten yang memiliki
jumlah penduduk terbanyak adalah Kabupaten
Banjarmasin dengan jumlah 615.570 jiwa.
Jumlah penduduk produktif dengan usia
antara 20 sampai 34 tahun yang cukup besar
dapat menjadi dasar bagi pertumbuhan
perekonomian
propinsi
ini
terutama
perkembangan dalam bidang perkebunan.
2.6 Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Pewilayahan Tanaman
Kesesuaian lahan adalah penggambaran
tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu
penggunaan tertentu, contohnya saja seperti
untuk budidaya tanaman pangan dan juga
komoditas yang lainnya. Kelas kesesuaian
suatu areal dapat berbeda tergantung daripada
tipe penggunaan lahan yang sedang
dipertimbangkan.
Tabel 1 Persentase Kemiringan Lereng di Kalimantan Selatan
Kemiringan (%)
Luas (Ha)
Persentase (%)
0-2
1.625.384
43,31
2-15
1.182.346
31,50
15-40
714.127
19,02
40
231.195
6,16
6
Penilaian kelas yang dilakukan, didasari
pada pemilihan lahan yang sesuai untuk
tanaman tertentu. Hal ini dapat dilakukan
dengan menginterpretasikan peta tanah dalam
kaitannya dengan kesesuaiannya untuk
berbagai tanaman dan tindakan pengelolaan
yang diperlukan.
Adapun tujuan dari evaluasi lahan adalah
untuk mengetahui potensi nilai dari suatu
areal untuk penggunaan tertentu. Evaluasi
tidak terbatas hanya pada penilaian
karakteristik lingkungan, tetapi dapat juga
mencakup
analisis-analisis
ekonomi,
konsekuensi
sosial,
dan
dampak
lingkungannya (Sitorus 1985).
FAO
membagi
sistem
klasifikasi
kesesuaian lahan menjadi empat kategori yang
merupakan
generalisasi
yang
bersifat
menurun, diantaranya adalah ordo, kelas, subkelas, dan unit. Kesuaian lahan pada tingkat
ordo hanya menunjukkan sebatas apakah
lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan tertentu. Oleh karena itu ordo
kesesuaian lahan hanya dibagi dua, yaitu
Ordo S (sesuai) dan Ordo N (tidak sesuai).
Sedangkan kategori yang lebih spesifik lagi
dalam pembagian klasifikasi kesesuaian lahan
adalah kategori kelas yang terdiri dari 5 jenis
tingkatan (Sitorus 1985). Tingkatan-tingkatan
tersebut diantaranya adalah :
1. S1
: Sesuai (Highly Suitable)
Lahan yang termasuk ordo ini adalah
lahan yang dapat digunakan untuk
suatu penggunaan tertentu secara
lestari, tanpa atau dengan sedikit
resiko
kerusakan
terhadap
sumberadya lainnya. Keuntungan
yang
diharapkan
dari
hasil
pemanfaatan lahan ini akan melebihi
masukan yang diberikan.
2. S2
: Cukup sesuai (Moderately
Suitable)
Lahan yang mempunyai pembataspembatas agak berat untuk suatu
penggunaan yang lestari. Pembatas
akan mengurangi produktivitas dan
keuntungan
dan
meningkatkan
masukkan yang diperlukan.
3. S3
:
Sesuai
marjinal
(Marginally suitable)
Lahan yang mempunyai pembataspembatas agak berat untuk suatu
penggunaan yang lestari. Pembatas
akan mengurangi produktivitas atau
keuntungan dan perlu menaikkan
masukan yang diperlukan.
4. N1
: Tidak sesuai pada saat ini
(Currently not Suitable)
Lahan mempunyai pembatas yang
sangat
berat,
tetapi
masih
memungkinkan untuk diatasi, hanya
tidak dapat diperbaiki dengan tingkat
pengetahuan sekarang ini dengan
biaya yang rasional.
5. N2
: Tidak sesuai permanen
(Permanently not Suitable)
Lahan mempunyai pembatas yang
sangat berat sehingga tidak mungkin
untuk
digunakan
bagi
suatu
penggunaan yang lestari.
Adapun kelas kesesuaian lahan untuk
tanaman tebu (Saccharum officinarum L)
adalah sebagai berikut :
Tabel 2 Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Tebu
Kelas Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Karakteristik Lahan
S1
S2
S3
o
Suhu udara rata-rata ( C)
24-30
30-32
32-34
22-24
21-22
Curah hujan tahunan (mm/thn)
1500-1700
1700-2000
2000-2500
1250-1500
1000-1250
pH tanah
5,5 – 7,5
5,0 – 5,5
<5,0
7,5 – 8,0
>8,0
Sinar matahari (jam/thn)
>1800
1400-1800
1200-1400
Ketersediaan oksigen
Kedalaman tanah (cm)
Baik, agak Agak terhambat
baik
>75
50 – 75
N
>34
<21
>2500
<1000
<1200
Terhambat, agak
cepat
Sangat
terhambat
cepat
25 – 50
<25
(Sumber : Djaenudin et al 2000)
7
2.7 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau
yang dalam lebih dikenal Geographic
Information System (GIS) dalam dunia
internasional
memiliki
banyak
sekali
pengertian dari banyaknya ahli yang
bermunculan. Namun secara garis besar
pengertian SIG adalah suatu sistem manual
dan atau komputer yang digunakan untuk
mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan
menghasilkan informasi yang mempunyai
rujukan spasial atau geografis atau dengan
kata lain SIG adalah suatu alat yang mengatur
data dan menganalisa informasi yang bersifat
keruangan atau spasial yang bisa digunakan
sebagai basis informasi untuk pengambilan
keputusan di berbagai bidang (Anonim 2009).
Salah satu metode dalam SIG yang tepat
dan akurat dalam menggambarkan suatu
informasi pada permukaan bumi dan juga
biasa digunakan adalah metode pemetaan.
Namun demikian, pemetaan harus didukung
oleh ketepatan data yang ada di lapangan.
Artinya, penggabungan berbagai jenis data
dan pengolahannya hingga menjadi suatu
kesatuan yang utuh dan dapat digunakan,
diperlukan lagi sebuah alat atau dalam hal ini
perangkat lunak dalam pengerjaannya. Salah
satu contoh alat yang dapat digunakan adalah
ArcView. Arcview merupakan contoh nyata
suatu alat yang didalamnya terdapat berbagai
fungsi Sistem Informasi Geografis (SIG).
III. METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
1. Data curah hujan rata-rata tahunan
Propinsi Kalimantan Selatan tahun
Badan
1962-2003 (Sumber :
Meteorologi
Klimatologi
dan
Geofisika).
2. Peta ketinggian, peta administrasi,
dan peta tanah Kalimantan Selatan
dengan skala tinjau 1 : 50.000
(Sumber : Badan Pertanahan
Nasional (BPN)).
3. Peta penutupan lahan Kalimantan
Selatan tahun 2007 dengan skala 1 :
50.000 (Sumber : BPN).
4. Perangkat lunak ArcView 3.3 dan
Microsoft
Office
2003
yang
digunakan dalam pengolahan data.
5. Seperangkat alat komputer.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
April hingga Agustus 2009 bertempat di
Laoratorium Agrometeorologi Departemen
Geofisika
dan
Meteorologi
Fakultas
Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
3.3 Metode
3.3.1 Persiapan Data Numerik dan Spasial
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan dua buah data yang nantinya
akan digabungkan menjadi satu. Kedua data
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Data curah hujan rata-rata tahunan
Propinsi Kalimantan Selatan tahun
1962-2003.
2. Data spasial sebaran jenis tanah, peta
ketinggian, peta penutupan lahan,
dan peta administrasi Kalimantan
Selatan yang kesemuanya ini
berbentuk peta digital dengan skala 1
: 50.000 (sumber : BPN).
3.3.2 Perubahan Data Numerik ke dalam
Bentuk Spasial
Data curah hujan yang
berbentuk
numerik
dirubah
terlebih
dahulu
menggunakan Software ArcView 3.3 ke
dalam bentuk spasial dengan cara interpolasi.
Teknik interpolasi yang digunakan adalah
teknik Inverse Distance Weighted (IDW).
Teknik IDW mengasumsikan tiap titik input
memiliki pengaruh lokal dan berkurang
terhadap jarak. Metode ini memberi bobot
lebih tinggi pada sel yang terdekat dengan
titik data dibandingkan dengan sel yang lebih
jauh (Samba 2008). Hasil keluaran dari
interpolasi ini disebut dengan peta isohyet.
Peta suhu (isoterm) diperoleh dengan
menggunakan turunan dari peta ketinggian.
Penentuan suhu ini dilakukan dengan asumsi
bahwa setiap kenaikan ketinggian sebesar 100
m maka suhu akan turun sebesar 0,6 oC
(Hukum Braak). Stasiun yang digunakan
sebagai patokan suhu adalah stasiun Stagen di
Kabupaten
Kotabaru
yang
memiliki
ketinggian 1 mdpl. Penentuan stasiun acuan
ini dilakukan dengan mencari stasiun yang
memiliki jarak paling dekat dengan laut.
Adapun suhu udaranya diduga dengan
persamaan Braak (Samba 2008) :
T = X – 0,0061 h
untuk h > 0 dan h < 2000 mdpl
T = X – 0,0052 h
untuk h > 2000 mdpl
h = ketinggian
8
Tabel 3 Kesesuaian Lahan Tebu Untuk Parameter Yang Diteliti
Karakteristik lahan/
Kelas kesesuaian lahan
syarat penggunaan
S1
S2
S3
lahan
Curah hujan
1500-1700
1700-2000,
2000-2500,
(mm/tahun)
1250-1500
1000-1250
o
Suhu udara ( C)
24-30
30-32, 22-24
32-34, 21-22
Jenis Tanah
Mollisol
Alfisol, ultisol, Entisol
inceptisol
N
>2500,
<1000
>34, <21
Histosol,
oxisol
(Sumber : Djaenudin et al 2000)
3.3.3 Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Peta suhu, peta curah hujan, dan peta
tanah yang telah siap untuk diolah lalu
diklasifikasikan dari S1 hingga N dan diberi
nilai 1 sampai 4. Nilai 4 diberikan kepada
kriteria S1, nilai 3 diberikan kepada kriteria
S2, dan seterusnya hingga kriteria N.
Pengklasifikasian
peta-peta
tersebut
didasarkan pada kesesuaian lahan tanaman
tebu pada Tabel 3. Berikut adalah penjelasan
masing-masing klasifikasi menurut Sitorus
(1985) :
 Sangat sesuai (S1)
Lahan yang termasuk ordo ini adalah
lahan yang dapat digunakan untuk
suatu penggunaan tertentu secara
lestari, tanpa atau dengan sedikit
resiko
kerusakan
terhadap
sumberadya lainnya. Keuntungan
yang
diharapkan
dari
hasil
pemanfaatan lahan ini akan melebihi
masukan yang diberikan.
 Sesuai (S2)
Lahan yang mempunyai pembataspembatas untuk suatu penggunaan
yang lestari. Akan tetapi pembatas
tersebut tidak berdampak secara
berkelanjutan dan tidak akan
menurunkan hasil.
 Sesuai marjinal (S3)
Lahan yang mempunyai pembataspembatas agak berat untuk suatu
penggunaan yang lestari. Pembatas
akan mengurangi produktivitas atau
keuntungan dan perlu menaikkan
masukan yang diperlukan.
 Tidak sesuai (N)
Daerah ini tidak cocok untuk
ditanami tanaman tebu karena faktor
pembatas yang berat dan hampir
tidak mungkin untuk diatasi.
3.3.4 Penentuan Tingkat Kesesuaian Tanah
Peta tanah yang diperoleh dari Badan
Pertanahan Nasional berisi berbagai macam
informasi tentang bentuk wilayah Propinsi
Kalimantan Selatan hingga jenis-jenis tanah.
Penentuan tingkat kesesuaian tanah ini
dilakukan berdasarkan tabel kesesuaian lahan.
Jenis-jenis tanah dengan spesifikasi tertentu
dikelompokkan menjadi kriteria Sangat Sesuai
(S1), Sesuai (S2), Cukup Sesuai (S3), dan
Tidak Sesuai (N).
3.3.5 Penggabungan Peta Spasial
Pada
penggabungan
peta-peta
terklasifikasi ini, peneliti menggunakan map
calculator yang ada didalam Software
ArcView 3.3. Prinsip kerjanya adalah tiap-tiap
kriteria dari mulai S1 hingga N diberi nilai 4
sampai 1. Kriteria Sangat sesuai (S1)
mendapat nilai 4, kriteria Sesuai (S2) diberi
nilai 3, untuk Sesuai marjinal (S3) diberi nilai
2 dan kriteria Tidak sesuai (N) dengan nilai
paling kecil yaitu 1. Setelah itu masingmasing nilai parameter tiap sel dikalikan dan
kemudian dikelaskan kembali menjadi empat
kriteria, yaitu Sangat sesuai (S1), Sesuai (S2),
Sesuai Marjinal (S3), dan Tidak sesuai (N).
3.3.6 PenentuanTingkat Kesesuaian Iklim
Peta curah hujan (isohyet) dan peta suhu
(isoterm) yang sudah diklasifikasikan, diberi
nilai 1 sampai 4. Nilai 1 untuk kriteria tidak
sesuai (N) sedangkan nilai yang paling besar
yaitu 4 untuk kriteria sangat sesuai (S1).
Setelah itu masing-masing nilai isohyet dan
isoterm tiap sel dikalikan dan kemudian
dikelaskan kembali menjadi empat kriteria,
yaitu Sangat sesuai (S1), Sesuai (S2), Sesuai
Marjinal (S3), dan Tidak sesuai (N).
Gambaran mengenai proses penggabungan
peta kesesuaian iklim dapat dilhat pada
Gambar 8.
9
Kesesuaian Iklim
Isoterm
Isohyet
Kriteria
Nilai
4
S1
3
S2
2
S3
1
N
Kriteria
S1
S2
S3
N
Hasil
1
2
3
4
6
8
9
12
16
Nilai
4
3
2
1
Kriteria
kesesuaian
iklim
N
N
N
S3
S3
S2
S2
S1
S1
Gambar 8 Proses Penggabungan Peta Isohyet
dan Isotherm
Peta yang diperoleh akan memberikan
kita informasi tentang kesesuaian lahan untuk
tanaman tebu yang didasarkan pada informasi
curah hujan dan suhu Propinsi Kalimantan
Selatan.
3.3.7 Kesesuaian Agroklimat
Peta kesesuaian agroklimat adalah peta
yang berisikan informasi tentang kesesuaian
suatu lahan untuk tanaman tebu dilihat dari
unsur-unsur tanah dan iklimnya. Peta isohyet,
peta isoterm, dan peta jenis tanah yang sudah
diklasifikasikan lalu diberi nilai. Akan tetapi,
karena peta isohyet dan peta isotherm sudah
digabungkan menjadi satu peta, yaitu Peta
Kesesuaian Iklim, maka kedua peta ini tidak
digabungkan dan diberi nilai lagi. Peta yang
sekarang diberikan nilai adalah Peta Jenis
Tanah. Peta jenis tanah diklasifikasikan
menjadi S1, S2, S3, dan N. Setelah itu nilai
diberikan untuk tiap klaisifikasi. Nilai 1 untuk
kriteria N atau tidak sesuai, nilai 2 untuk
kriteria S3 atau sesuai marjinal, nilai 3 untuk
kriteria S2 atau sesuai, dan yang terakhir nilai
4 untuk kriteria S1 atau sangat sesuai. Apabila
telah siap maka nilai sel peta kesesuaian iklim
dan peta tanah dikalikan, dan kemudian
dikelaskan kembali menjadi empat kriteria,
yaitu Sangat sesuai (S1), Sesuai (S2), Sesuai
Marjinal (S3), dan Tidak sesuai (N).
Gambaran mengenai proses penggabungannya
dapat dilihat pada Gambar 9.
Hasil
1
2
3
4
6
8
9
12
16
Peta Tanah
Kriteria
N
N
N
S3
S3
S2
S2
S1
S1
Hasil
1
2
3
4
6
8
9
12
16
18
24
27
32
36
48
64
Kriteria
S1
S2
S3
N
Nilai
4
3
2
1
Kriteria
agroklimat
N
N
N
N
S3
S3
S3
S3
S2
S2
S2
S2
S1
S1
S1
S1
Gambar 9 Proses Penggabungan Peta Tanah
dan Peta Kesesuaian Iklim
3.3.8 Rekomendasi Wilayah Penanaman
Tebu
Peta rekomendasi wilayah penanaman
tebu adalah peta yang memuat informasi
tentang kesesuaian suatu lahan untuk ditanami
ditinjau dari segi penutupan lahan. Peta
Agroklimat yang telah dibuat dengan
klasifikasi tertentu akan dicocokan kembali
dengan penutupan lahan yang tersedia.
Sebagai contoh apabila lahan yang
sebelumnya tergolong Sangat sesuai (S1) telah
digunakan sebagai pemukiman warga, maka
dengan demikan lahan tersebut tidak lagi bisa
digunakan.
Peta penutupan lahan ini sebelumnya
telah diklasifikasikan terlebih dahulu menjadi
dua kriteria, yaitu kriteria “bisa” dan “tidak
bisa”. Pembagian kriteria ini didasarkan pada
peraturan yang diproleh dari Badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional
(BAKOSURTANAL) dalam hal konversi
lahan. Kriteria “bisa” berarti bahwa lahan
tersebut dapat dikonversi, namun kriteria
“tidak bisa” berarti bahwa lahan tersebut tidak
bias dilakukan pengolahan dalam kaitannya
10
dengan penggunaan lahan sebagai perkebunan
tebu.
Tabel 4 Klasifikasi Penutupan Lahan
Kriteria
No Penutupan Lahan
Konversi
Lahan
1 Alang-alang
Bisa
2
Danau/Situ
Tidak Bisa
3
Hutan Bakau
Tidak Bisa
4
Hutan Belukar
Tidak Bisa
5
Hutan Lebat
Tidak Bisa
6
Hutan Sejenis
Tidak Bisa
7
Kebun
Bisa
8
Kebun Sejenis
Bisa
9
Pemukiman
Tidak Bisa
10
Perkebunan Besar
Bisa
11
Pertambangan
Tidak Bisa
12
Bisa
13
Pertanian Tanah
Kering
Rawa
14
Sawah
Bisa
15
Semak
Bisa
16
Sungai
Tidak Bisa
17
Tambak
Tidak Bisa
18
Bisa
19
Tanah Terbuka
Sementara
Tegalan/Ladang
20
Waduk
Tidak Bisa
Tidak Bisa
Bisa
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kesesuaian Tanah
Propinsi Kalimantan Selatan dengan
bentuk wilayah yang berbagai macam dari
mulai datar, datar bergelombang hingga
pegunungan memiliki 6 jenis tanah dengan
spesifikasi berbeda. Keenam jenis tanah
tersebut diantaranya adalah entisols, histosols,
inceptisols, mollisols, oxisols, dan ultisols.
Keenam jenis tanah ini memiliki kapasitas
yang berbeda-beda dalam
menunjang
pertumbuhan suatu tanaman tergantung dari
karakteristik tanaman itu sendiri.
Tanaman tebu yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki syarat-syarat keadaan
tanah tertentu agar dapat tumbuh. Syarat tanah
tanaman tebu akan disesuaikan dengan
keadaan tanah Propinsi Kalimantan Selatan
sehingga kemudian akan diperoleh sebaran
kesesuaian tanah tanaman tebu di Kalimantan
Selatan. Peta kesesuaian lahan yang diperoleh
dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar
10
menunjukkan
bahwa
berdasarkan kriteria tanah yang dikeluarkan
Departemen Pertanian untuk tananaman tebu,
sekitar 79% wilayah Kalimantan Selatan dapat
ditanami tanaman tebu. Wilayah yang
memiliki luas wilayah paling besar untuk
kriteria lahan sangat sesuai (S1) adalah
kabupaten Kotabaru sebesar 188.896,9 ha,
sedangkan wilayah yang memiliki luas
wilayah terbesar untuk kriteria lahan tidak
sesuai (N) adalah Kabupaten Banjar dengan
luas wilayah mencapai 127.596,9 ha.
Gambar 10 Peta Kesesuaian Tanah Propinsi Kalimantan Selatan
11
Tabel 5 Luas Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Tanah Propinsi
Kalimantan Selatan per Kabupaten (ha)
No
Kabupaten
S1
(Sangat sesuai)
S2
(Sesuai)
S3
(Cukup sesuai)
N
(Tidak sesuai)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Balangan
Banjar
Baritokuala
Hulu Sungai Selatan
Hulu Sungai Tengah
Hulu Sungai Utara
Banjarbaru
Banjarmasin
Kotabaru
Tabalong
Tanah Bumbu
Tanah Laut
Tapin
10.432,9
0,0
0,0
0,0
3.862,4
0,0
0,0
0,0
188.896,9
7.840,0
29.018,5
0,0
0,0
127.170,4
365.565,7
212.942,6
135.705,6
95.025,2
67.891,5
32.750,4
11.058,9
542.001,8
328.436,3
488.034,7
251.124,5
154.939,9
0,0
2.168,4
21.056,4
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
158.418,8
0,0
47.984,2
50.294,5
0,0
76.136,4
127.596,9
2.453,3
34.646,9
24.169,0
22.329,5
3.677,6
0,0
0,0
37.767,3
22.814,8
94.248,8
68.526,2
Secara keseluruhan, kriteria lahan sesuai (S2)
mendominasi sebagian besar wilayah Propinsi
Kalimantan Selatan dengan total luasan
sebesar 2.812.647,5 ha, atau sekitar 73% dari
luas total propinsi ini. Pembagian luas
kesesuaian tanah untuk tiap-tiap kabupaten
dapat dilihat pada Tabel 5.
Beberapa kabupaten terlihat memiliki
nilai nol, atau suatu kriteria sama sekali tidak
terdapat pada kabupaten itu. Hal ini berarti
jenis tanah yang termasuk kriteria tertentu
memang tidak terdapat pada wilayah itu.
Mengingat bahwa tanah merupakan suatu
parameter yang tidak tetap atau dapat dirubah,
maka pengolahan tanah dapat dilakukan pada
wilayah-wilayah tersebut. Wilayah dengan
jenis tanah alfisol, ultisol, dan inceptisol ,atau
wilayah dengan sebagian besar arealnya
termasuk kriteria sesuai (S2) mampu dirubah
menjadi areal yg lebih sesuai lagi. Ketiga jenis
tanah
tersebut
sebenarnya
memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan
karakteristik pada kriteria tanah S1.
Perbedaannya hanya teretak pada sisi
drainasenya saja. Ketiga jenis tanah ini
memiliki drainase yang agak baik atau agak
terhambat. Apabila suatu jenis tanah memiliki
drainase yang agak terhambat, maka artinya
tanah tersebut memiliki konduktivitas hidrolik
agak rendah dengan ciri-ciri tanah basah
hingga ke permukaan (Djaenudin et al 2000).
Konduktivitas hidrolik itu sendiri adalah
kemampuan suatu bahan untuk mengalirkan
air baik dalam kondisi jenuh maupun dalam
kondisi tidak jenuh (Anonim 2007). Solusi
untuk hambatan tanah seperti ini adalah
pengolahan tanah dalam dan pembuatan
saluran drainase sehingga tanah tidak basah
dan aliran air bisa lebih lancar. Pemberian
pupuk atau bahan organik pada tanaman muda
sangat dianjurkan agar pertumbuhan dan
perkembangan tanaman semakin cepat.
Sedangkan pada daerah atau wilayah dengan
kriteria S3 atau jenis tanah entisols, faktor
penghambat yang dijumpai semakin besar,
sehingga pengolahannya pun akan semakin
sulit. Entisols merupakan jenis tanah dengan
tekstur berpasir kasar dan drainase yang agak
cepat. Tekstur dan drainase macam ini
menyebabkan air yang lewat sangat sulit
untuk ditahan oleh tanah, akibatnya tanaman
akan kekurangan air. Tindakan yang harus
dilakukan untuk memperbaiki hambatan ini
diantaranya adalah pembuatan saluran
drainase dan penambahan bahan organik
khususnya pupuk NPK secara teratur dan
berimbang. Namun demikian, tekstur tanah
entisols yang pada dasarnya sudah berpasir
dan kasar membuat pengolahan yang
dilakukan menjadi sulit dan lebih mahal.
Faktor-faktor lain seperti unsur hara dan pH
relatif mudah untuk diatasi, karena bukan
merupakan faktor pembatas utama.
Kesesuaian yang telah dijelaskan
didasarkan pada tabel kesesuaian lahan yang
dikeluarkan oleh Dinas Pertanian (2000)
dimana didalamnya terdapat berbagai macam
jenis tanah dengan klasifikasi berbeda. Pada
dasarnya tanah adalah suatu bahan yang dapat
diubah dengan menggunakan teknologi.
Parameter tanah tidak seperti iklim yang
mutlak terjadi dan hampir tidak bisa dirubah.
Jadi, kriteria kesesuaian tanah yang telah
dikemukakan sekarang dapat berubah dengan
12
syarat pengolahan tertentu, dari mulai
pengolahan yang mudah sampai pengolahan
yang sulit dan mahal untuk dilakukan.
4.2 Kesesuaian Iklim
Dinas Pertanian (1993) menyatakan
bahwa unsur iklim yang perlu mendapat
perhatian penting dalam pertumbuhan tebu
diantaranya adalah suhu, curah hujan, dan
penyinaran matahari. Namun demikian, unsur
iklim yang dimasukkan ke dalam perhitungan
pada penelitian ini hanya suhu dan curah
hujan. Data suhu dan curah hujan yang diolah
adalah data rata-rata tahunan dengan rentang
waktu 10 hingga 20 tahun.
Informasi tentang besarnya luas wilayah
yang dapat digunakan untuk perkebunan tebu
dapat diperoleh melalui penggabungan antara
peta sebaran suhu (isoterm) dengan peta curah
hujan (isohyet). Peta ini nantinya menjadi
sebuah kesatuan yang berisikan informasi
tentang kesesuaian lahan tanaman tebu
berdasarkan unsur iklim, yaitu peta kesesuaian
iklim (Gambar 11).
Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa
sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan
memiliki kriteria sesuai (S2) dan sesuai
marjinal (S3) untuk ditanami tanaman tebu.
Sedangkan wilayah yang sangat sesuai (S1)
.
hanya sedikit terlihat, yaitu pada daerah
Kabupaten Balangan. Kriteria lahan tidak
sesuai (N) juga terlihat cukup kecil. Kriteria
kesesuaian ini kebanyakan hanya terdapat
pada daerah pegunungan dengan ketinggian
yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh
menurunnya suhu dengan meningkatnya
ketinggian. Pada daerah dengan ketinggian
mencapai lebih dari 1.200 mdpl maka
pertumbuhan tebu akan sangat terhambat,
dimana pada daerah ini suhu diperkirakan
mencapai 17 oC.
Menurut kriteria kesesuaian lahan yang
dikeluarkan oleh Departemen Pertanian
(2000),
Propinsi
Kalimantan
Selatan
memerlukan curah hujan rata-rata sebesar
1.500 mm sampai 1.700 mm per tahun dengan
suhu rata-rata 24-30oC per tahun. Namun
demikian lebih dari 90% curah hujan yang
terjadi di propinsi ini memiliki rata-rata lebih
dari 2000 mm/tahun. Daerah dengan curah
hujan mulai dari 2.000 mm/tahun hingga
2.500 mm/tahun sebagian besar berada di
sebelah utara propinsi, yaitu pada Kabupaten
Baritokuala, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten
Banjarmasin, sebagian besar Kabupaten Hulu
Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten
Balangan,
dan
Kabupaten
Tabalong.
Gambar 11 Peta Kesesuaian Iklim Propinsi Kalimantan Selatan.
13
Sedangkan daerah penyebaran curah hujan
lebih dari 2.500 mm/tahun berada di sebelah
selatan propinsi ini, yaitu di Kabupaten Tanah
Laut, Kabupaten Banjarbaru, sebagian besar
Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Banjar
dan Kotabaru.
Pola curah hujan di Propinsi Kalimantan
Selatan sendiri termasuk ke dalam pola
monsoonal. Pola monsoonal adalah pola curah
hujan dengan satu puncak hujan dalam satu
tahun dan pola ini memiliki curah hujan yang
tidak merata sepanjang tahun. Berdasarkan
syarat tumbuh tanaman tebu yang menyatakan
bahwa daerah yang cocok adalah daerah
dengan musim hujan yang tidak merata
sepanjang tahun, maka dengan ini dapat
disimpulkan bahwa propinsi ini sesuai untuk
ditanami dari segi iklimnya. Adapun jenis
pola curah hujan yang lainnya selain
monsoonal adalah pola ekuatorial dan lokal.
Suhu rata-rata Propinsi Kalimantan
Selatan tidak terlalu bervariasi dengan ratarata suhu sebesar 26,5 oC. Variasi suhu hanya
terjadi pada daerah pegunungan dengan
penurunan suhu yang berbanding lurus dengan
kenaikan ketinggian
Secara keseluruhan, kriteria lahan sesuai
(S2) menempati luas terbesar dengan
persentase 48,53% dari luasan total Propinsi
Kalimantan Selatan yang mencapai kurang
lebih 1.871.034 ha. Sedangkan untuk kriteria
dengan persentase luas wilayah paling rendah
adalah kriteria tidak sesuai (N) dengan
persentase hanya sebesar 1,52% dari luas
keseluruhan Propinsi Kalimantan Selatan.
Luas areal wilayah masing-masing kriteria
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas Total Potensi Pertumbuhan
Tebu Berdasarkan Kesesuaian Iklim
Propinsi Kalimantan Selatan
Luas
Kelas
Persentase
Wilayah
Kesesuaian
(%)
(ha)
Sangat Sesuai
85.569,4
2,22
(S1)
Sesuai
1.871.034,0
48,53
(S2)
Sesuai Marjinal
1.840.530,5
47,73
(S3)
Tidak Sesuai
58.603,3
1,52
(N)
Berbeda halnya dengan keadaan tanah,
iklim merupakan suatu parameter yang mutlak
sifatnya. Artinya, keadaan iklim hampir tidak
dapat dirubah oleh manusia. Curah hujan yang
tidak sesuai dengan kriteria tanaman ini akan
mempersulit pertumbuhan yang terjadi.
Apabila curah hujan merata sepanjang tahun
dengan intensitas yang cukup besar, maka
pembentukan rendemen gula akan terhambat
dan hal ini juga mempersulit proses produksi
saat panen berlangsung. Sebaliknya, pada
curah hujan yang relatif rendah, pembentukan
air pada fase awal pertumbuhan akan
terhambat, sehingga sangat mengganggu
pertumbuhan tanaman ini, akibatnya tanaman
akan mudah layu dan mati. Namun demikian,
bukan berarti dengan ketidakcocokan sifat
iklim dengan kriteria kesesuaian lahan suatu
tanaman lalu dapat disimpulkan bahwa suatu
daerah tersebut tidak dapat ditanami. Curah
hujan dan suhu merupakan unsur yang
memiliki peranan terbesar, akan tetapi masih
banyak lagi parameter-parameter yang juga
mempunyai peranan dan dapat dimaksimalkan
untuk menutupi kekurangan akibat keadaan
iklim.
4.3
Kesesuaian
iklim
dan
tanah
(Agroklimat)
Kesesuaian tanah maupun kesesuaian
iklim tidak dapat kita pisahkan apabila kita
ingin mengetahui kesesuaian lahan suatu
tanaman secara keseluruhan. Unsur-unsur
iklim memiliki peranan yang besar, tetapi
tanah juga mempunyai peranan yang penting
dalam menentukan kualitas tanaman yang
baik. Iklim adalah parameter yang mutlak
sifatnya, sedangkan tanah adalah parameter
yang masih dapat diubah sesuai dengan
perkembangan teknologi yang ada. Oleh
karena itu, dalam hal ini tanah bisa menjadi
faktor pendukung yang dapat mengimbangi
atau menutupi kekurangan yang diakibatkan
oleh keadaan iklim.
Peta kesesuaian agroklimat diperoleh
dengan cara menggabungkan peta isohyet,
peta isoterm, dan peta kesesuaian tanah yang
sebelumnya
telah
diperoleh.
Proses
penggabungan ini menggunakan asumsi
bahwa diantara ketiga parameter ini, yaitu
suhu, curah hujan, dan tanah memiliki besar
pengaruh yang sama dalam menentukan
kualitas tanaman. Hasil dari penggabungan
ketiga parameter ini dapat dilihat pada
Gambar 12 dengan 4 kriteria kesesuaian
lahan, yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2),
sesuai marjinal (S3), dan tidak sesuai (N).
14
Gambar 12 Peta Kesesuaian Agroklimat Propinsi Kalimantan Selatan
Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa
secara agroklimat Kalimantan Selatan
merupakan daerah yang sesuai untuk ditanami
tanaman tebu. Hal ini dibuktikan dengan
jumlah luas wilayah dengan kriteria lahan
sesuai (S2) yang cukup tinggi. Namun
demikian, wilayah dengan kriteria sesuai
marjinal (S3) dan tidak sesuai (N) juga
memiliki persentase yang cukup besar.
Secara keseluruhan kriteria kesesuaian
lahan
berdasarkan
aspek
agroklimat
didominasi oleh kriteria sesuai (S2) dengan
persentase sekitar 46,47%. Sedangkan kriteria
kesesuaian sangat sesuai (S1) menempati
urutan terkecil dengan persentase 3,79%.
Keterangan tentang luas wilayah masingmasing kriteria dijelaskan pada Tabel 7.
Tabel 7 Luas Total Potensi Pertumbuhan
Tebu
Berdasarkan
Kesesuaian
Agroklimat Propinsi Kalimantan
Selatan
Luas
Kelas
Persentase
Wilayah
Kesesuaian
(%)
(ha)
Sangat Sesuai
145.815,5
3,79
(S1)
Sesuai
1.784.605,7
46,47
(S2)
Sesuai Marjinal 1.721.234,2
44,82
(S3)
Tidak Sesuai
188.568,3
4,91
(N)
Kabupaten dengan luas yang paling besar
untuk kesesuaian lahan paling sesuai (S1)
berdasarkan
aspek
agroklimat
adalah
Kabupaten Kotabaru dengan luas wilayah
mencapai 82.617 ha. Kabupaten ini juga
memiliki luas wilayah dengan kriteria sesuai
(S2) yang paling besar diantara kabupatenkabupaten lainnya, yaitu seluas 424.279 ha.
Hal ini disebabkan oleh memang besarnya
luas areal yang dimiliki oleh kabupaten ini.
Kabupaten Kotabaru adalah kabupaten dengan
luas areal terbesar di Propinsi Kalimantan
Selatan dengan luas areal mencapai kurang
lebih 8.861,6 km2 atau setara dengan 886.160
ha. Luas wilayah kesesuaian agroklimat untuk
tiap kabupaten di Propinsi Kalimantan Selatan
dapat dilihat pada Tabel 8.
Parameter iklim dan tanah tidak hanya
berpengaruh secara langsung terhadap
tanaman tebu, akan tetapi juga ada akibat
secara tidak langsung dari ketidaksesuaian
iklim maupun ketidak baikan pengolahan
tanah. Dampak tidak langsung itu adalah
timbulnya penyakit pada tanaman tebu.
Pengolahan tanah yang tidak baik dan juga
pemberian air yang tidak hati-hati akan
menimbulkan penyakit pada tebu. Apabila
dibiarkan terlalu lama tanpa adanya solusi
perbaikan, maka hal ini akan menyebabkan
penularan terhadap tebu-tebu yang lain,
karena penyakit tebu dapat dengan mudah
menular melalui hujan atau angin, terutama
pada varietas tebu yang tidak tahan penyakit.
15
Tabel 8 Luas Potensi Pertumbuhan Tebu Berdasarkan Kesesuaian Agroklimat Propinsi
Kalimantan Selatan per Kabupaten (ha)
Sangat Sesuai
Sesuai
Sesuai Marjinal Tidak Sesuai
No
Kabupaten
(S1)
(S2)
(S3)
(N)
1 Balangan
41.355,6
89.779,6
82.070,8
0,0
2
Banjar
1.447,8
175.595,6
3
4
Baritokuala
0,0
233.351,3
2.452,4
0,0
Hulu Sungai Selatan
0,0
127.222,7
42.497,7
632,1
5
Hulu Sungai Tengah
3.870,5
88.115,9
31.070,3
0,0
6
Hulu Sungai Utara
0,0
67.851,4
22.260,6
0,0
7
Banjarbaru
0,0
2.475,2
30.260,3
3.692,4
8
Banjarmasin
0,0
11.061,0
0,0
0,0
9
Kotabaru
82.617,5
424.279,6
379.205,5
0,0
10
Tabalong
13.537,3
318.692,5
40.166,3
0,0
11
Tanah Bumbu
0,0
103.257,7
465.036,4
19.282,4
12
Tanah Laut
0,0
4.869,5
295.515,5
94.956,9
13
Tapin
2.986,8
138.053,7
81.818,7
606,9
4.4 Rekomendasi Wilayah Penanaman
Tebu
Peta kesesuaian agroklimat atau peta-peta
lainnya seperti kesesuaian tanah dan iklim
hanya menggambarkan daerah-daerah mana
saja yang cocok atau tidak cocok ditanami
tebu menurut parameter masing-masing.
Apabila peta ini dibandingkan atau
digabungkan kembali dengan peta penutupan
lahan, maka kemungkinan kriteria-kriteria
yang telah disebutkan dapat berubah drastis.
Sebagai contoh saja apabila suatu lahan atau
areal memiliki kriteria yang sangat sesuai
(S1), akan tetapi areal tersebut sudah
248.879,7
69.397,6
digunakan untuk perumahan atau pemukiman,
maka secara otomatis kriteria yang pada
awalnya sangat sesuai berubah menjadi tidak
sesuai karena penggunaan lahan yang sudah
ada. Oleh karena itu, untuk menghitung dan
melihat lebih teliti lagi daerah-daerah mana
saja yang dapat digunakan kita harus
menggabungkannya dengan peta penutupan
lahan (Gambar 13). Peta penutupan lahan
pada gambar 13 menunjukkan secara visual
bahwa sebagian besar wilayah Kalimantan
Selatan masih didominasi oleh wilayah hutan.
Gambar 13 Peta Penutupan Lahan Kalimantan Selatan tahun 2007
(Sumber : BPN)
16
Tabel 9 Luas Wilayah Penutupan Lahan Propinsi Kalimantan Selatan
Penutupan Lahan
Hutan
Kebun
Padang rumput
Perairan Darat
Pemukiman
Perkebunan
Persawahan
Pertambangan
Pertanian
Tanah
Kering Semusim
Tanah Terbuka
Jenis Tutupan Lahan
Luas (ha)
Hutan bakau, hutan belukar,
hutan lebat, hutan sejenis
Kebun sejenis, kebun
Alang-alang, semak
Danau, rawa, tambak, waduk,
sungai
Perkampungan, Pemukiman
Perkebunan besar
Sawah
Pertambangan
Pertanian
tanah
kering,
Tegalan/ladang
Tanah terbuka sementara
1.375.383,9
Persentase
(%)
35,65
1.149.516,9
231.848,9
51.850,9
29,80
6,01
1,34
45.223,1
396.761,6
276.792,5
6.260,9
205.019,1
1,17
10,28
7,17
0,16
5,31
119.425,9
3,10
Berdasarkan luas wilayah penutupan
lahan pada Tabel 9, proporsi hutan di Propinsi
Kalimantan Selatan adalah yang paling besar
diantara penutupan lahan yang lain.
Persentase luas hutan mencapai 35,65% dari
total luas wilayah propinsi ini. Proporsi yang
paling kecil dimiliki oleh areal pertambangan
dengan persentase 0,16% atau setara dengan
6.260,9 ha. Data ini diambil dari Badan
Pertanahan Nasional tahun 2007 dengan
asumsi bahwa hingga saat ini tidak banyak
perubahan pada penutupan lahan. Wilayah
yang digunakan untuk perkebunan dan
pertanian juga cukup banyak, apabila
diakumulasi bisa mencapai sekitar lebih dari
40%. Melalui informasi ini maka dapat
diyakini bahwa propinsi Kalimantan Selatan
secara penutupan lahan memiliki potensi yang
tinggi untuk budidaya tanaman tebu.
Penggabungan yang dilakukan antara peta
agroklimat dan peta penutupan lahan akan
menghasilkan peta rekomendasi penanaman
tebu di Kalimantan Selatan. Kriteria-kriteria
yang sebelumnya sudah ada dan sudah
ditentukan akan dicocokan kembali dengan
penutupan lahannya. Peta hasil penggabungan
dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah,
sedangkan untuk luas wilayah per kabupaten
dapat dilihat pada Tabel 10.
Gambar 14 Peta Rekomendasi Wilayah Penanaman Tebu di Kalimantan Selatan
17
Tabel 10 Luas Wilayah Rekomendasi Penanaman Tebu di Kalimantan Selatan per Kabupaten (ha)
No
Kabupaten
Kelas Rekomendasi
1
Balangan
Bisa
66.416,2
Tidak Bisa
146.789,3
2
Banjar
134.369,6
363.130,4
3
Baritokuala
206.260,5
29.528,7
4
Hulu Sungai Selatan
117.003,3
53.349,2
5
Hulu Sungai Tengah
79.897,8
43.158,2
6
Hulu Sungai Utara
58.588,8
31.570,4
7
Banjarbaru
2.210,0
34.222,3
8
Banjarmasin
6.977,2
4.177,1
9
Kotabaru
238.718,1
647.364,2
10
Tabalong
167.089,1
207.046,1
11
Tanah Bumbu
31.976,5
555.798,3
12
Tanah Laut
4.318,8
390.988,1
13
Tapin
118.899,0
107.405,7
Daerah-daerah yang masuk kedalam
lahan yang “tidak bisa” untuk ditanami adalah
daerah dengan penutupan berupa pemukiman
warga, hutan, rawa, areal pertambangan dan
perairan darat seperti sungai, danau, dan
sebagainya. Pada daerah ini pembudidayaan
tebu rasanya hampir tidak mungkin untuk
dilakukan karena penutupan lahan jenis ini
tidak dapat dikonversi lagi atau sangat sulit
untuk diubah.
Berdasarkan Gambar 14 dan Tabel 10
terlihat jelas bahwa sebaran kriteria yang
terjadi agak jauh berbeda dengan peta-peta
kesesuaian lahan sebelumnya. Sekitar kurang
lebih 32% wilayah Kalimantan Selatan dapat
digunakan untuk penanaman tebu karena
sebagian besar wilayah ini memang banyak
digunakan untuk perkebunan, sawah, dan lainlain. Kabupaten Kotabaru memiliki areal yang
sangat luas dan berpotensi untuk budidaya
tebu dengan luas sebesar 238.718,1 ha.
Kabupaten Kotabaru sendiri memiliki
komoditi perkebunan unggulan, yaitu kelapa
sawit, karet, dan kakao dengan penggunaan
lahan hanya sebesar 22.843 ha. Dengan
jumlah penduduk yang mencapai 269.111
jiwa dan sisa lahan yang belum terpakai oleh
perkebunan sekitar 397.459 ha, Kabupaten
Kotabaru bisa menjadi salah satu daerah
pilihan yang berpotensi untuk budidaya tebu.
Kabupaten-kabupaten
lain
yang
juga
direkomendasikan adalah Kabupaten Banjar,
Baritokuala, Tabalong, dan Kabupaten Tapin.
Tabel 11 berikut akan menjelaskan proporsi
keempat
kabupaten
lain
yang
direkomendasikan sebagai areal perkebunan
tebu.
Tabel 11 Kabupaten Yang Memiliki Potensi Terbesar Dalam Pembudidayaan Tebu
Komoditi
Areal terpakai
Areal berpotensi
Penduduk
Kabupaten
Perkebunan
(ha)
(ha)
(jiwa)
134.369,6
Banjar
Karet, Kopi,
27.848
470.048
Kelapa, Jambu
Mete
206.260,5
Baritokuala
Kopi, kelapa
14.015
266.313
167.089,1
Tabalong
Kakao, Karet,
38.084
189.009
Kopi, Kelapa
118.899,0
Tapin
Karet, Kopi,
15.292
260.640
Kelapa,
Cengkeh
(Sumber : Anonim 2009)
18
4.5 Analisa Ekonomi Tanaman Tebu
Informasi tentang potensi penggunaan
lahan untuk tanaman tebu di Kalimantan
Selatan memerlukan informasi lain berupa
suatu analisa ekonomi dalam kaitannya
dengan kelayakan pengembangan tanaman
tebu di propinsi ini. Daerah-daerah atau
kabupaten-kabupaten di Propinsi Kalimantan
Selatan memiliki berbagai macam kebijakan
otonomi daerah dalam mengembangkan
daerahnya masing-masing, untuk itu dengan
adanya suatu analisa ekonomi diharapkan
dapat menjadi tolak ukur dalam mengambil
kebijakan terutama dalam hal pengembangan
tanaman tebu. Berikut adalah perkiraan
analisis budidaya tanaman tebu di tanah
sawah dengan luas lahan 1 ha.
 Biaya produksi tahun pertama :
1. Bibit 22.000 batang Rp. 1.100.000,2. Pupuk
Rp. 1.425.000,3. Pestisida
Rp. 374.000,4. Tenaga kerja
Rp.19.000.000,5. Peralatan
Rp. 716.000,Jumlah Biaya Produksi
Rp.22.615.000,-
Jumlah Biaya Variabel
(selain bibit dan alat)
Rp.20.799.000,-
 Biaya produksi tahun Keprasan :
1. Pupuk
Rp. 1.260.000,2. Pestisida
Rp. 374.000,3. Tenaga kerja
Rp.10.000.000,Jumlah Biaya Variabel
(selain bibit dan alat)
Rp.11.634.000,-
 Pendapatan
1. Pendapatan tahun pertama
Rp. 23.150.000,2. Pendapatan tahun keprasan
Rp. 14.000.000, Keuntungan
1. Keuntungan tahun pertama
Rp. 2.351.000,2. Keuntungan tahun keprasan
Rp. 2.366.000,Keterangan:
Perkiraan analisis budidaya tebu untuk
tanah tegalan tidak jauh berbeda dengan
analisis budidaya tebu tanah sawah, yang
membedakan adalah hasil produksi dari tebu
tersebut.
TRIS = Tebu Rakyat Intensifikasi Sawah
TRIT = Tebu Rakyat Intensifikasi Tegalan
(Sumber : Heryanto 2008)
Analisa ekonomi sederhana diatas sedikit
banyak
dapat
membantu
pengusaha
khususnya para petani yang ingin membuat
suatu
usaha
agribisnis
baru
dalam
memperoleh gambaran tentang keuntungan
yang akan didapat. Pemusatan berbagai
macam
industri
khususnya
industri
perkebunan di pulau Jawa menjadi perhatian
khusus yang kini semakin berkembang. Areal
di luar Pula Jawa masih banyak yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Pembangunan
industri perkebunan baru di luar Pulau Jawa
makin
gencar
dilakukan
mengingat
permintaan gula dalam negeri yang semakin
meningkat. Permintaan gula yang semakin
besar ini tidak diiringi oleh berkembangnya
sektor
perkebunan
tebu
sehingga
menyebabkan tingginya impor gula pada
beberapa tahun terakhir (Gambar 15). Hal ini
juga didukung oleh jumlah penduduk di
Propinsi Kalimantan Selatan yang mencapai
3.396.680 jiwa dengan angkatan kerja sekitar
1.730.916 jiwa. Badan Pusat Statistik juga
mencatat bahwa pada tahun 2008 jumlah
pengangguran di Propinsi Kalimantan Selatan
mencapai 131.935 jiwa. Oleh karena itu,
budidaya tanaman tebu di luar Pulau Jawa
terutama di Propinsi Kalimantan Selatan
merupakan salah satu alternatif usaha yang
cukup menguntungkan.
Gambar 15 Perbandingan Produksi Gula Nasional dan Impor Gula.
(Sumber : BPS 2006)
19
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Propinsi Kalimantan Selatan yang
memiliki keragaman curah hujan, suhu,
hingga jenis tanah merupakan daerah yang
cukup berpotensi dalam pengembangan
budidaya tanaman tebu. Peta kesesuaian iklim
menunjukkan bahwa propinsi ini sebagian
besar termasuk ke dalam kriteria sesuai (S2)
dengan luas areal sebesar 1.871.034,00 ha
atau 48,53 % dari total luas propinsi. Kriteria
sangat sesuai (S1) dan tidak sesuai (N)
menempati persentase terkecil dari luas
wilayah keseluruhan, yaitu sebesar 2,22% dan
1,52%. Hal ini disebabkan oleh sebaran curah
hujan yang memang terbagi atas 2 wilayah
besar, yaitu curah hujan dengan intensitas
2.000-2.500 mm/tahun dan lebih dari 2.500
mm/tahun. Parameter suhu sendiri memiliki
nilai yang relatif merata dengan perbedaan
yang tidak terlalu jauh. Keberagaman suhu
hanya terlihat pada daerah pegunungan
dengan ketinggian yang bermacam-macam.
Berdasarkan kesesuaian agroklimat,
besarnya luas areal untuk kriteria sangat
sesuai (S1) dan sesuai (S2) adalah 145.815,49
ha dan 1.784.605,69 ha. Sedangkan untuk
kriteria tidak sesuai (N) mencapai angka
188.568,27 ha. Apabila ditinjau melalui
penutupan lahannya, maka luas areal yang
baik untuk ditanami adalah sebesar 1.232.724
ha. Jumlah ini memiliki proporsi yang cukup
besar dengan persentase mencapai 32%.
Budidaya tebu juga merupakan salah satu
alternatif
usaha
agribisnis
yang
menguntungkan. Hal ini dapat dilihat pada
keuntungan yang mencapai Rp 2.351.000
pada tahun pertama dengan luas penanaman
hanya satu ha. Penanaman 22.000 batang pada
areal seluas satu ha mampu menghasilkan
tebu kurang lebih 3 ton. Penambahan luas
areal
tentunya
akan
meningkatkan
pengeluaran yang dilakukan, akan tetapi
keuntungan yang masuk pun akan semakin
bertambah.
5.2 Saran
Survey lapangan merupakan suatu proses
yang cukup diperlukan dalam rangka
mengetahui keadaan lahan yang sebenarnya
dan untuk mendapatkan informasi langsung
dari petani mengenai budidaya tanaman tebu
di daerah bersangkutan.
Informasi tentang keadaan sosial daerah
setempat serta berbagai macam parameter
lain
seperti
akses
jalan,
keadaan
perekonomian wilayah setempat, letak sungai,
danau dan hal lainnya dapat digunakan
sebagai bahan perhitungan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Air Tanah. Bahan Kuliah
Hidrometeorologi : Departemen
Geofisika dan Meteorologi FMIPA,
IPB.
Anonim. 2008. Gula dan Komponen Lain
Dalam Tebu. Last Update : 8
Agustus 2009.
http://disbunjatim.co.cc/.
Anonim. 2008. Sugarcane. Last update :
Agustus 2009. www.indonetwork.
com.
Anonim.
2009.
Indonesia
Investment
Coordinating Board. Last Update :
30
Agustus
2009.
www.regionalinvestment.com.
Anonim. 2009. Sistem Informasi Geografis
Departemen Pendidikan Nasional.
Last Update : 8 Agustus 2009.
www.sig.depdiknas.go.id.
Adisewojo, R.S. 1984. Bercocok Tanam
Tebu. Bandung : Vorvink Van
Hoeve.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2008.
Kalimantan Selatan Dalam Angka
2008. Jakarta : BPS.
Departemen Pertanian. 2002. Statistika
Pertanian. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi Pertanian, Departemen
Pertanian.
Departemen Pertanian. 2004. Statistika
Pertanian. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi Pertanian, Departemen
Pertanian.
Departemen Pertanian. 2007. Statistika
Pertanian. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi Pertanian, Departemen
Pertanian.
Departemen Pertanian. 2008. Statistika
Pertanian. Jakarta : Pusat Data dan
Informasi Pertanian, Departemen
Pertanian.
Dinas
Pertanian,
Direktorat
Jenderal
Perkebunan. 1993. Tebu Tegalan.
Jakarta : Dinas Pertanian.
Dinas Pertanian, Direktorat Bina Perlindungan
Tanaman. 1994. Budidaya Tebu.
Jakarta : Dinas Pertanian, Direktorat
Jenderal Perkebunan.
Dinas Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 2005.
Prospek dan Arah Pengembangan
20
Agribisnis Tebu. Jakarta : Dinas
Pertanian.
Dinas Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 2006.
Kesesuaian Lahan Tanaman Jeruk,
Ed ke-1. Jakarta : Dinas Pertanian.
Djaenudin,
D,
Marwan,
H.Subagyo,
A.Mulyani, dan N.Suharta. 2000.
Kriteria Kesesuaian Lahan untuk
Komoditas
Pertanian.
Pusat
Penelitian Tanah dan Pengembangan
Agroklimat. Badan Penelitian dan
Pengembangan
Pertanian.
Departemen Pertanian. Bogor.
FAO. 2007. Produksi Pangan Dunia. Last
update
:
7
Agustus
2009.
http://lecture.brawijaya.ac.id/nuhfil/fi
les/2009/03/4produksi-pangan-dunia4.pdf.
Heryanto, R. 2008. Profil Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Rembang.
Last update : 29 Agustus 2009.
rudyheryanto.files.wordpress.com/20
08/09/bab-iii-d.doc.
Hidayat, L. 1996. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Untuk
Tanaman
Tebu
Areal
Pengembangan Tebu Perkebunan
tebu Pelaihari. Bogor : Faperta IPB.
Indriani, Y.H dan E.Sumiarsih. 1995.
Pembudidayaan Tebu di Lahan
Sawah dan Tegalan. PT. Penebar
Swadaya, Anggota IKAPI. Jakarta.
Irawan. 1993. Pedoman Identifikasi Penyakit
Tebu di Indonesia. Pasuruan : P3GI.
Ismail, I. 1985. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Untuk Budidaya Tebu Lahan Kering
di Wilayah Perkebunan Tebu “Bunga
Mayang” Lampung Utara. Fakultas
Pascasarjana, IPB. Bogor.
Lukito, A. 2008. Tebu-Sugarcane. Last update
:
23
Oktober
2009.
www.arluki.wordpress.com.
Mulyana, W. 1989. Cocok Tanam Tebu.
Semarang : Aneka Ilmu.
Notojoewono, W. 1970. Tebu. Jakarta.
Soeroengan.
P3GI. 1990. Hasil Penelitian Gula Tahun
PertamaPelita V Litbang Pertanian.
Departemen Pertanian Republik
Indonesia.
Primanto, D. 2008. Bintang Tenggara. Last
Update : 2 Februari 2009.
www.bintangtenggara.multiply. com.
Saefulhakim,
R.S.
1994.
Strategi
Pengembangan Kawasan Industri
Yang
Menenggang Kepentingan
Nasional Tentang Swasembada Beras.
IPB. Bogor.
Setyamidjaja, D dan H.Azhari. 1992. TEBU
Bercocok Tanam dan Pasca Panen.
Jakarta. Yasaguna.
Sitorus, S. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan.
Bandung. Tarsito.
Sudiatso, S. 1983. Bertanam Tebu.
Departemen Agronomi, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Supriyadi, A. 1992. Rendemen Tebu Likuliku
dan
Permasalahannya.
Yogyakarta. Kanisius.
Tjokrodirdjo, H.S. 1989. Bercocok Tanam
Tebu.
Yogyakarta.
Lembaga
Pendidikan Perkebunan.
Wirahma, S. 2008. Evaluasi Kebutuhan
Agroklimat Tanaman Melon dan
Potensi Pengembangannya di Jawa
Barat. Bogor : FMIPA IPB.
21
Lampiran 1 Stasiun-stasiun di Propinsi Kalimantan Selatan
Koordinat
Elevasi
Periode
Nama Daerah
Lintang Bujur (mdpl)
Data
Muara Uya
Tanjung
Kelua
Paringin/awayan
Amuntai
Juai/Makmur
Barabai
Pantai Hambawang
Kandangan
Negara
Padang
batung/rubung
Sungai Raya
Bamban/angkinang
Tapin utara/rantau
Margasari Hilir
Sta Iklim Banjarbaru
Syamsudin noor
Sungai Tabuk
Simpang Empat
Karang Intan
Gambut
Astambul
Aluh-aluh
Jorong
SMPK pelaihari
Bati-bati
Belawang
Tamban Sari Baru
Stamet/Stagen
Sebamban
Batu Licin
Sei Kupang
Lasung
Satui/Kr Indah
Mudalang
-1.51
-2.11
-2.16
-2.2
-2.27
-2.14
-2.35
-2.4
-2.46
-2.46
-2.49
115.37
115.21
115.17
115.26
115.11
115.35
115.22
115.19
115.15
115.09
115.19
35
23
14
28
10
75
15
0
17
6
91
1979-2000
1962-1981
1981-2000
1975-1996
1972-1998
1984-2000
1972-1999
1977-2002
1972-1999
1970-1987
1975-1999
Curah Hujan
Rata-rata
Tahunan (mm)
2150.5
2288.8
2215.7
2150.3
2070.8
1679.1
2251
2275.7
2469
2231.2
2216.2
-2.5
-2.43
-2.55
-2.53
-3.27
-3.26
-3.2
-3.12
-3.14
-3.25
-3.19
-3.28
-3.58
-3.48
-3.36
-3.07
-3.22
-3.17
-3.41
-3.25
-3.03
-3.29
-3.46
-3.34
115.14
115.14
115.09
114.55
114.5
114.45
114.4
115.03
114.5
114.37
114.56
114.31
114.55
114.45
114.39
114.32
114.3
116.13
115.31
116
115.58
115.48
115.27
115.56
15
20
16
6
12
20
4
82
6
13
13
4
12
21
5
10
5
1
9
1
83
9
11
1
1977-2002
1973-1989
1967-1994
1977-2001
1983-2002
1974-2001
1978-2002
1973-2000
1978-1992
1971-1989
1973-1989
1981-2000
1979-1998
1962-1980
1964-1996
1974-1992
1978-2001
1982-2002
1979-1998
1983-1997
1990-2003
1990-2003
1990-2003
1977-1997
2618.3
2390.5
2591.3
1965.7
2490.2
2638.3
2349.3
2071.3
2448.3
2503.5
3318.8
1900.8
2655.7
2523.7
2585.8
2342.6
2429
2532.1
2966.6
2904.5
2788.4
2522
2536.2
2237.2
26.3
26.4
26.4
26.3
26.4
26
26.4
26.5
26.4
26.5
25.9
Suhu
ratarata**
-
26.4
26.4
26.4
26.5
26.4
26.4
26.5
26
26.5
26.4
26.4
26.5
26.4
26.4
26.5
26.4
26.5
26.5
26.4
26.5
26
26.4
26.4
26.5
26.6
26.6
26.5
-
Suhu*
Keterangan :
* Hasil perhitungan dengan persamaan Braak (T = X – 0,0061 h)
** Hasil data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( oC)
22
Lampiran 2 Data Curah Hujan Stasiun Banjarbaru (mm)
Tahun
Januari Februari
Maret
April
1983
348
211
172
57
Mei
354
Juni
244
Juli
116
Agustus
13
September
32
Oktober
243
November
452
Desember
286
1984
455
241
271
392
318
86
204
128
110
154
218
390
1985
453
178
212
175
190
99
95
154
32
151
163
182
1986
357
237
374
317
70
162
100
11
101
119
301
130
1987
314
230
422
207
198
61
38
51
14
116
107
414
1988
457
350
396
321
180
65
151
221
127
262
290
433
1989
291
478
438
307
222
199
185
90
72
189
201
411
1990
307
323
204
283
235
75
144
76
38
118
69
462
1991
487
197
360
169
171
35
13
1
41
75
119
253
1992
244
191
362
416
270
140
84
31
142
68
160
440
1993
316
241
210
229
302
120
84
14
0
227
168
213
1994
450
332
413
252
197
165
83
14
0
52
162
314
1995
443
248
260
385
188
228
72
99
254
152
388
446
1996
384
413
201
372
152
111
203
125
37
300
248
345
1997
437
261
94
359
162
61
20
0
0
39
94
452
1998
290
162
172
310
242
260
162
195
265
203
370
385
1999
489
362
207
195
93
96
84
51
92
310
234
350
2000
379
282
457
175
136
175
89
76
27
146
350
403
2001
363
145
234
227
137
73
33
42
74
146
237
347
2002
195
100
321
113
105
149
16
18
29
104
257
300
23
Lampiran 3 Data Curah Hujan Stasiun Syamsudin Noor Banjarmasin (mm)
Tahun
Januari Februari
Maret
April
Mei
1974
115
504
365
304
162
1975
380
162
470
227
61
1976
423
393
220
132
97
1977
399
418
377
455
158
1978
164
152
384
151
324
1979
346
322
214
120
244
1980
364
389
191
214
225
1981
334
305
321
340
107
1982
437
261
94
359
162
1983
410
296
300
135
389
1984
394
336
404
396
479
1985
496
272
286
273
230
1986
395
216
455
219
209
1987
394
361
455
219
209
1988
356
446
355
235
434
1989
305
366
311
322
212
1990
334
228
201
241
223
1991
519
171
259
226
247
1992
266
191
362
437
142
1993
410
196
294
136
458
1994
356
324
340
249
183
1995
517
304
276
322
225
1996
419
289
299
222
170
1997
511
211
136
211
48
1998
300
292
224
187
161
Juni
104
131
156
239
139
151
139
121
61
97
107
55
225
225
84
161
40
65
119
72
225
114
200
57
165
Juli
230
170
106
33
189
52
164
177
20
142
356
67
132
132
177
160
119
14
76
87
105
100
145
23
321
Agustus
54
168
84
126
99
73
31
15
0
42
79
161
17
17
155
111
398
29
75
13
22
82
134
0
237
September
200
198
32
28
117
36
36
126
0
21
116
114
103
103
84
157
28
1
260
29
0
189
63
3
185
Oktober
240
289
272
60
176
90
97
83
39
237
118
101
170
107
234
150
231
11
72
139
34
125
308
30
194
November
278
269
401
267
116
243
155
384
94
452
306
352
263
263
381
109
165
227
261
124
119
393
273
117
360
Desember
340
400
442
412
508
265
343
272
452
264
444
244
256
256
403
354
485
369
732
193
171
474
411
360
401
24
Lampiran 4 Persyaratan Penggunaan Lahan Tanaman Tebu
Persyaratan
Kelas Kesesuaian Lahan
Penggunaan/karakteristik
S1
S2
S3
lahan
o
Temperatur ( C)
24 - 30
30-32, 22-24
32-34, 21-22
Curah hujan tahunan (mm)
1500-1700
Kelembaban udara (%)
Radiasi (jam/tahun)
Ketersediaan oksigen (oa)
drainase
< 70
> 1800
baik, agak
baik
Media Perakaran
Tekstur
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm)
Retensi hara
KTK liat (cmol)
Kejenuhan Basa (%)
pH
N
> 34, < 21
1700-2000, 12501500
> 70
1400-1800
agak terhambat
2000-2500, 10001250
1200-1400
terhambat, agak
cepat
> 2500,
< 1000
< 1200
sangat
terhambat,
cepat
h, ah, s
< 15
> 75
h, ah, s
15-35
> 75
ak
35-55
50-75
k
> 55
< 50
> 16
> 50
5.5-7.5
< 16
35-50
5.0-5.5,
7.5-8.0
< 0.4
5.0-8.0
8% - 16%
< 35
< 5.0, > 8.0
-
C-organik (%)
> 0.4
Salinitas (ds/m)
<5
8.0-10.0
Kelerengan (%)
< 8%
16% - 30%
Keterangan:
Tekstur : h = halus, ah = agak halus, s = sedang, ak = agak kasar.
(Sumber : Djaenudin et al 2000)
> 10
> 30%
25
Lampiran 5 Penyakit Pada Tanaman Tebu
Penyakit
Gejala
Mosaik
Noda/garis hijau muda atau
kekuningan pada daun muda
Daerah penyebaran
Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Selatan
Pokahbung
Khlorosis pada pangkal daun
dengan bintik-bintik nekrosis
coklat. Terbentuk rongga pada
batang tebu, ruas menjadi pendek,
bengkok, dan busuk
Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa, Kalimantan Selatan,
dan Sulawesi Selatan
Noda
Kuning
Pada daun timbul noda kuning
pucat. Pada daun tua bintik-bintik
merah
Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa, Kalimantan Selatan,
dan Sulawesi Selatan
Karat
Pada daun timbul garis searah
tulang daun berwarna jingga
sampai kecoklatan.
Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa, Kalimantan Selatan,
dan Sulawesi Selatan
Luka Api
Daun termuda berbentuk bulat
memanjang seperti cambuk,
berwarna hitam. Pada cambuk
menempel spora jamur
Aceh, Lampung, Jawa, dan Sulsel
Pembuluh
Jingga kemerahan pada berkas
pembuluh yang terdapat pada
buku-buku
Garis atau jalur khlorosis searah
tulang daun diikuti dengan
mengeringnya daun.
Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa, Kalimantan Selatan,
dan Sulawesi Selatan
Sumatera Utara, Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa
Pada penampang batang ruasruas berwarna merah jingga
dengan pusat hitam dan berbau
seperti nanas
Pada daun ada elips memanjang
dikelilingi warna kuning. Pada
cuaca kering daun terlihat seperti
terbakar
Daun layu mengering, sebagian
akar atau seluruhnya membusuk.
Pada pangkal batang, pelepah
daun dilekatkan oleh miselium
jamur berwarna putih
Jawa Timur dan Sulawesi Selatan
Blendok
Nanas
Daun
Hangus
Dongkelan
Sumatera Selatan dan Lampung
Jawa
26
Lampiran 5 Penyakit Pada Tanaman Tebu (lanjutan)
Penyakit
Gejala
Bakteriosis
Daerah penyebaran
Pada batang tebu yang terserang
berwarna jingga kemerahan
Mirip dengan blendok hanya saja
jalur klorosis tidak jelas batasnya.
Sumatera Utara, Lampung, Jawa, dan
Sulawesi Selatan
Jawa
Noda
Merah
Kecoklatan
Pada daun ada bintik-bintik
membulat, kadang tersambung.
Bagian tengah berwarna merah
keckloatan dengan tepi berwarna
coklat muda
Sumatera Selatan
Noda
Cincin
Pada helai daun ada noda berbentuk
bulat memanjang, bagian tengah
warna coklat muda kemudian
mongering, sedang bagian tepi
berwarna coklat tua
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa,
Sulawesi Selatan
Noda Mata
Pada helai daun ada noda berbentuk
elips,
pusat
berwarna
coklat
kemerahan sedangkan bagian tepi
berwarna lebih muda
Jawa Timur
Garis
Merah
Pada helai daun terbentuk garis
merah sampai kehitaman sejajar
dengan tulang daun
Pada helai dan pelepah daun terlihat
noda berbentuk seperti tanah dan
berwarna merah kecoklatan pada
tepi.
Pada daun muda terlihat noda kecil
warna kuning kemerahan. Kemudian
noda itu melebar dan dapat
tersambung satu dengan yang lain
hingga warnanya menjadi merah
Sumatera Selatan, Jawa, dan Sulawesi
Selatan
Chlorotis
Streack
Jamur Upas
Belang
Merah
Jawa
-
(Sumber : P3GI 1993)
27
Lampiran 6 Luas Wilayah Kalimantan Selatan Berdasarkan Kabupaten
Kabupaten/Kota
Luas (km2)
Persentase (%)
Kabupaten/Regency
Tanah Laut
3.729,30
9,94
Kotabaru
9.422,73
25,11
Banjar
4.710,97
12,55
Barito Kuala
2.376,22
6,33
Tapin
2.174,95
5,80
Hulu Sungai Selatan
1.804,94
4,81
Hulu Sungai Tengah
1.472,00
3,92
Hulu Sungai Utara
951,25
2,53
Tabalong
3.599,95
9,59
Tanah Bumbu
5.066,96
13,50
Balangan
1.819,75
4,85
Kota/Municipality
Banjarmasin
72,67
0,19
Banjarbaru
328,83
0,88
Kalimantan Selatan
37.530,52
100,00
Lampiran 7 Jumlah Penduduk Kalimantan Selatan Berdasarkan Kabupaten
Jenis Kelamin
Jumlah
No
Kabupaten/Kota
Laki-laki Perempuan Penduduk
1 Tanah Laut
137.538
128.091
265.629
2
3
4
5
6
Kotabaru
135.766
136.234
272
Banjar
236.783
243.227
480.01
Barito Kuala
132.634
136.814
269.448
Tapin
75.704
76.373
152.077
Hulu Sungai
103.467
103.935
207.402
Selatan
7 Hulu Sungai
122.645
119.544
242.189
Tengah
8 Hulu Sungai Utara
105.89
108.301
214.191
9 Tabalong
93.264
97.736
191
10 Tanah Bumbu
108.964
112.34
221.304
11 Balangan
52.161
49.699
101.86
12 Banjarmasin
313.272
302.298
615.57
13 Banjarbaru
82.702
81.298
164
Kalimantan
1.700.790
1.695.890
3.396.680
Selatan
Sumber : BPS Propinsi Kalimantan Selatan (Hasil Proyeksi dan Susenas 2007)
28
Lampiran 8 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Kelompok Umur dan Status
Pekerjaan Tahun 2007
Sekolah
Angkatan Kerja
dan
Kelompo
mengurus
Lainnya
Jumlah
Pengangguran/
mencari
k Umur
Bekerja
rumah
pekerjaan
tangga
15-19
117.674
50.855
157.079
1.015
326.623
20-24
201.101
39.946
79.369
1.579
321.995
25-29
231.058
18.739
66.84
886
317.523
30-34
226.778
9.847
62.866
598
300.089
35-39
203.6
6.049
46.322
430
256.401
40-44
191.723
2.388
30.172
2.091
226.374
45-49
151.458
1.989
27.062
2.116
182.625
50-54
107.864
953
20.784
4.427
134.028
55-59
74.506
910
18.198
6.662
100.276
60-64
48.861
145
18.054
12.432
79.492
65+
44.358
114
31.533
44.972
120.977
Jumlah
1.598.98
131.935
558.279
77.208
2.366.40
1
3
Sumber : BPS Propinsi Kalimantan Selatan (Hasil Susenas dan Sakernas 2007)
29
Lampiran 9 Tabel Jenis Tanah Pada Tiap Kabupaten
Kabupaten
Jenis Tanah
Balangan
Mollisols, ultisols, inceptisols, histosols, oxiols
Banjar
Inceptisols, ultisols, entisols, histosols, oxisols
Baritokuala
Inceptisols, ultisols, histosols
Hulu Sungai Selatan
Inceptisols, ultisols, histosols, oxisols
Hulu Sungai Tengah
Inceptisols, ultisols, oxisols
Hulu Sungai Utara
Inceptisols, histosols
Banjarbaru
Inceptisols, ultisols, oxisols
Banjarmasin
Inceptisols
Kotabaru
Mollisols, inceptisols, entisols, ultisols
Tabalong
Mollisols, inceptisols, ultisols, histosols, oxisols
Tanah Bumbu
Mollisols, inceptisols, ultisols, entisols, oxisols
Tanah Laut
Inceptisols, entisols, ultisols, oxisols
Tapin
Inceptisols, ultisols, histosols, oxisols
Lampiran 10 Tabel Karakteristik Jenis Tanah Yang Ada di Propinsi Kalimantan Selatan
Data Karakteristik Tanah
Jenis
Kedalaman
C-organik
Tanah
Tekstur
Drainase
(cm)
(%)
Mollisol
> 50
Sedang, agak halus,
Baik
≥0,6
halus
Ultisol
> 50
Sedang, agak halus,
Agak baik
≥0,6
halus
Inceptisol > 50
Sedang, agak halus,
Agak baik
≥0,6
halus
Alfisol
> 50
Sedang, agak halus,
Agak
halus
Tersendat
Entisol
> 50
Agak kasar
Agak cepat
Histosol
> 50
Gambut
Tersendat
≥12
Oxisol
> 100
Sedang
Agak cepat
-
pH
>5,0
>5,0
>5,0
>5,0
-
30
Lampiran 11 Peta Administrasi Propinsi Kalimantan Selatan
31
Lampiran 12 Peta Jenis Tanah Propinsi Kalimantan Selatan
32
Lampiran 13 Peta Suhu (isotherm) Propinsi Kalimantan Selatan
33
Lampiran 14 Peta Curah Hujan (isohyet) Propinsi Kalimantan Selatan
34
Lampiran 15 Peta Topografi Propinsi Kalimantan Selatan
35
Lampiran 16 Peta Penutupan Lahan Propinsi Kalimantan Selatan
36
Lampiran 17 Peta Kesesuaian Tanah Propinsi Kalimantan Selatan
37
Lampiran 18 Peta Kesesuaian Iklim Propinsi Kalimantan Selatan
38
Lampiran 19 Peta Kesesuaian Agroklimat Propinsi Kalimantan Selatan
39
Lampiran 20 Peta Rekomendasi Penanaman Tebu Propinsi Kalimantan Selatan
40
Download