BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature) serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat, membuat semakin meningkatnya penggunaaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lainnya. Selain itu, banyak orang beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relatif lebih aman dibandingkan obat sintetis (Oktora, 2006). Menurut Oktora (2006), terdapat beberapa faktor pendukung terjadinya peningkatan penggunaan obat tradisional di negara maju dan berkembang yaitu usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu diantaranya kanker, serta semakin luas akses informasi mengenai obat tradisional di seluruh dunia. Menurut data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sampai tahun 2007 terdapat 1.012 industri obat tradisional yang memiliki izin usaha industri yang terdiri dari 105 industri berskala besar dan 907 industri berskala kecil (Onti, 2008). Sejalan dengan perkembangan obat tradisional yang menggembirakan serta persaingan yang semakin ketat, cenderung membuat industri jamu menghalalkan segala cara untuk dapat bertahan hidup. Pencampuran 1 2 jamu dengan bahan-bahan kimia berbahaya sering dilakukan untuk menjadikan jamu tersebut semakin berkhasiat secara instan (Harmanto, 2008). Sediaan obat tradisional tidak diperkenankan mengandung zat asing yang dapat membahayakan kesehatan pemakai, obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat, obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia obat, baik yang tergolong keras maupun tidak (Ditjen POM RI, 2005). Produk obat tradisional yang banyak diminati oleh masyarakat salah satunya adalah jamu pegal linu. Jamu pegal linu digunakan untuk menghilangkan pegal linu, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh dan menghilangkan sakit seluruh badan (Wahyuni dan Tanti 2004). Pemakaian bahan kimia obat dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan fungsi organ tubuh. BPOM RI telah memberikan peringatan keras kepada produsen jamu memusnahkannya, dan memerintahkan membatalkan nomor untuk menarik pendaftaran produk produk serta bahkan mengajukannya ke Pengadilan. Namun demikian, berdasarkan pemantauan BPOM RI diantara produk-produk jamu yang mengandung BKO (bahan kimia obat) masih ditemukan di toko jamu (Ditjen POM RI, 2009). Pada tahun 2010-2014, berdasarkan hasil operasi pengawasan dan pengujian laboratorium BPOM RI ditemukan 177 macam obat tradisional yang dicampur/dicemari bahan kimia obat (Ditjen POM RI, 2010; Ditjen POM RI, 2011; dan Ditjen POM RI, 2014a). Pada tahun 2014 berdasarkan data dari Sentra Informasi Keracunan Nasional, keracunan nasional yang disebabkan oleh obat 3 tradisional yang mengandung BKO telah mencapai 40 kasus (Ditjen POM RI, 2014b). Kasus serupa terulang pada akhir tahun 2015 sebanyak 54 jamu dicampur dengan BKO dimana 47 diantaranya merupakan jamu tanpa nomor izin/illegal. BKO yang teridentifikasi dicampur dalam temuan produk jamu hingga November 2015 didominasi oleh penghilang rasa sakit dan antirematik seperti fenilbutazon (Ditjen POM RI, 2015). Pada tahun 2016, BPOM telah merilis 54 produk jamu yang mengandung bahan kimia obat (Ditjen POM RI, 2016). Fenilbutazon merupakan bahan kimia obat yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya jika digunakan dalam jamu tradisional (Ditjen POM RI, 2014c dan Ditjen POM RI, 2004). Penggunaan fenilbutazon secara tidak tepat dapat menyebabkan ruam kulit, anemia aplastik, agranulositosis, leukopenia, trombositopeni, iritasi lambung, serta dapat menimbulkan pendarahan lambung (Ditjen POM RI, 2015). Hasil penelitian di beberapa daerah di Indonesia yang menunjukkan masih terdapat penggunaan fenilbutazon dalam sediaan jamu pegal linu yaitu di Kota Medan (Annisa, 2012), Kota Jember (Hartin, 2013), dan Kabupaten Gresik (Faridah, 2010). Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan analisis untuk mengidentifikasi bahan kimia obat fenilbutazon pada sediaan jamu pegal linu yang beredar di masyarakat, khususnya untuk wilayah Kota Surakarta. 4 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah fenilbutazon terdapat pada jamu pegal linu yang beredar di wilayah Kota Surakarta? 2. Berapakah kadar fenilbutazon yang terdapat dalam jamu pegal linu yang beredar di wilayah Kota Surakarta tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui adanya fenilbutazon pada jamu pegal linu yang beredar di wilayah Kota Surakarta. 2. Mengetahui kadar fenilbutazon yang terdapat dalam jamu pegal linu yang beredar di wilayah Kota Surakarta. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi kepada masyarakat dan instansi terkait tentang adanya bahan kimia obat yang masih terdapat dalam sediaan obat tradisional yang beredar di wilayah Kota Surakarta. 2. Memberikan gambaran keamanan jamu tradisional yang beredar di masyarakat melalui observasi terhadap jamu pegal linu yang beredar dan pengujian laboratorium terhadap kandungan bahan kimia obat yang diduga terdapat dalam jamu pegal linu tersebut. 3. Memberikan informasi mengenai metode dan prosedur pengujian senyawa fenilbutazon pada sampel secara kualitatif dan kuantitatif.