zainuddina-151-1-0.. - Digital Library UWP

advertisement
AN ANALYSIS OF CASTE AND GENDER DISCRIMINATION
IN TARIAN BUMI : A NOVEL
BY OKA RUSMINI
SKRIPSI
BY:
ZAINUDDIN ARIEF
NPM: 28181047
ENGLISH DEPARTMENT
FACULTY OF LANGUAGE AND LITERATURE
WIJAYA PUTRA UNIVERSITY
SURABAYA
2012
AN ANALYSIS OF CASTE AND GENDER DISCRIMINATION
IN TARIAN BUMI : A NOVEL
BY OKA RUSMINI
Presented in Partial Fulfillment of the Requirements
For The Sarjana Degree in English
BY:
ZAINUDDIN ARIEF
NPM: 28181047
ENGLISH DEPARTMENT
FACULTY OF LANGUAGE AND LITERATURE
WIJAYA PUTRA UNIVERSITY
SURABAYA
2012
i
Approval Sheet I
The paper, entitled An Analysis of Caste and Gender Discrimination in Tarian
Bumi a Novel By Oka Rusmini is proposed and submitted by Zainuddin Arief as
partial fulfillment of the requirements to obtain the Sarjana Sastra Degree in
English Department of Wijaya Putra University Surabaya.
Surabaya, August 2012
Advisor
Drs. H. Mas Moeljono
ii
Approval Sheet II
This thesis written by Zainuddin Arief entitled An Analysis of Caste and Gender
Discrimination in Tarian Bumi a Novel By Oka Rusmini has been approve by
the examining committee as a Partial fulfillment of the Requirements for the
Sarjana Degree.
Thesis Examining Committee
Dra. Arjunani, MM.
___________________
Examiner I
Yulis Setyowati, S.Pd.
____________________
Examiner II
Acknowledged by
Faculty of Language and Literature
Dean
Dra. Arjunani, MM.
iii
APPROVAL STATEMENT
Skripsi yang berjudul : An Analysis of Caste and Gender Discrimination in
Tarian Bumi a Novel By Oka Rusmini adalah benar-benar karya penulis dan
jika di kemudian hari terbukti skripsi ini adalah karya orang lain penulis bersedia
menanggung akibatnya.
Surabaya, August 2012
Writer
Zainuddin Arief
iv
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Lengkap
NPM
Fakultas
Program Studi
: Zainuddin Arief
: 28181047
: Bahasa dan Sastra
: Sastra Inggris
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui bahwa karya ilmiah saya
yang berjudul: An Analysis of Caste and Gender Discrimination in Tarian
Bumi a Novel By Oka Rusmini beserta perangkat yang diperlukan untuk
disimpan, dipublikasikan dan diperbanyak dalam bentuk apapun oleh Universitas
Wijaya Putra Surabaya untuk keperluan akademis.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dimanfaatkan
sebagaimana mestinya
Dibuat di
Pada Bulan
: Surabaya
: August 2012
Zainuddin Arief
v
MOTTO
Prevention is better than cure
Don’t put of till tomorrow what you can do today
Money is The root of all evils
Wealth does not always help to produce happiness.
vi
DEDICATION
To my family;
My Father , Mother, My Younger brother and Younger Sister
You are the diamonds of my life.
To all my friends at the English Department ’08 ;
Siswanto, Menik, Anyta, Ignasius Ratak, Desy, April, Lisa, Nurul,
Mala, Khoirunisa, Niam, Lisa, Suseno, Nelly, Syamsiah, Eko,
Shanti, Fisa.
All of you are the best people I have ever known.
vii
ACKNOWLEDGEMENTS
Alhamdulillaahirobbil’aalamiin. First of all, I want to express my
gratitude to ALLAH SWT, who always shows me what is the best for me and who
always teaches me how to be patient dealing with obstacles and difficulties.
In the process of writing this final assignment, I am very thankful to Drs.
H. Mas Moeljono who is my good advisors. Without his help, constant
encouragement and inspiring ideas, this final assignment would have never been
completed.
I would like to thank Mrs. Dra. Arjunani. MM. and Mrs. Yulis Setyowati,
S.Pd respectively as the chairman and secretary of the board of examination as
well as the team of examiners.
Especially thankful to the Head of English Department Mrs. Yeni
Probowati, S.Pd who had given useful comment, criticism, suggestion and advice
for the improvement of my experiences study. I also express my sincere thanks to
all lecturers of the English Department of Wijaya Putra University.
Most of all, I would like to express how grateful I am to the folks around
me especially my mother, my father, my younger sister, my best friends, my
friends, and all English Literary community of 2008. My deepest appreciation is
dedicated to my beloved “My Mother” who has given me her love, spirit,
happiness and affection in this life.
I also would extend my gratitude to some other people who have provided
me help in many ways in making this study complete. Forgive me that I could not
put your names here, but believe me you will always be the treasure of my heart. I
will always remember your kindness.
viii
ABSTRACT
Name
NPM
Thesis
Department
Faculty
Institution
: Zainuddin Arief
: 28181047
: An Analysis of Discrimination Caste and Gender in Tarian Bumi
A Novel By Oka Rusmini.
: English Department
: Language and Literature
: Wijaya Putra University
Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengetahui diskriminasi kasta
dan gender dalam novel Tarian bumi karya Oka Rusmini ditinjau dari: (1) dampak
dan pengaruhnya yang terjadi pada masyarakat bali (2) dampak dan pengaruh
perbedaan kasta terepresentasikan dalam setiap nama di bali menandakan bahwa
seseorang berasal dari kasta rendah apa tinggi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Data
berasal dari novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini, responden, dan data dari
internet berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Teknik pengambilan
sampel menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan
teknik studi pustaka (library research) dan menggunakan teknik content analysis,
Teknik analisis data menggunakan teknik analisis mengalir (flow model of
analysis), meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Prosedur penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap
pelaksanaan, dan (3) tahap pelaporan.
Simpulan penelitian ini adalah: unsur struktural dalam novel Tarian Bumi
karya Oka Rusmini, yaitu: (a) tema dalam novel mengenai kedudukan perempuan
dalam adat Bali yang dibagikan menurut kasta, (b) diskriminasi dan latar sosial
meliputi kehidupan sosial masyarakat Bali berdasarkan kastanya, (c) amanat
dalam novel yaitu untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup dibutuhkan
perjuangan yang keras meskipun harus menentang norma-norma adat yang
berlaku di masyarakat, Tokoh perempuan dalam novel ini adalah perempuan Bali
masih terbelenggu dengan adat budayanya sendiri, mereka adalah perempuan
yang patuh pada adat, pekerja keras, sabar dan kuat dalam menghadapi berbagai
cobaan hidup, perjuangan tokoh perempuan dalam menghadapi diskriminasi kasta
dan gender yang terjadi di keluarga maupun di masyarakat.
Novel Tarian Bumi termasuk dalam feminism sosialis yaitu faham yang
memahami penindasan terhadap perempuan melalui kelompok sosial tertentu.
Keyword: diskriminasi, feminisme, sastra, novel Tarian Bumi.
ix
TABLE OF CONTENTS
TITLE SHEET …………………………………………………………
i
APPROVAL SHEET (1).......................................................................
ii
APPROVAL SHEET (2)……………………………………………….
iii
APPROVAL STATEMENT…………………………………………… iv
EXPRESSION DOCUMENT………………………………………….. v
MOTTO...................................................................................................
vi
DEDICATION………………………………………………………….. vii
ACKNOWLEDGEMENTS……………………………………………. viii
ABSTRACT............................................................................................
ix
TABLE OF CONTENTS ……………………………………………… x
CHAPTER I
INTRODUCTION ……………………………………………………… 1
1.1
Background of The Study ………………………………………..
1.2
Statement of The Problem ……………………………………….. 8
1.3
Objective of The Study …………………………………………..
8
1.4
Significance of The Study ………………………………………..
9
1.5
Scope and limitation of The Study ………………………………. 9
1.6
Definitions of Key Terms ………………………………………... 10
1.7
1
1.6.1 Kasta…………………………………………………………...
10
1.6.2 Discrimination…………….…………………………………...
12
1.6.3 Gender…………….…………………………………………..
13
Organization of the Thesis ……………………………………….. 14
x
CHAPTER II
REVIEW OF RELATED LITERATURE ……………………………. 15
II.1
Pendekatan Teori.....…………………………………………….... 15
II.2
Teori Kritik Sastra Feminis ……………………………………… 16
II.2.1 Kritik Ideologis ………………………………………………
17
II.2.2 Kritik Ginokritik ……………………………………………...
17
II.2.3 Kritis Sastra Feminis Sosial……………………………………
17
II.2.4 Kritik Sastra feminis-psikoanalitik…..………………………….
18
II.2.5 Kritik Feminis Lesbian……………..……………………..
18
II.2.6 Kritis Feminis Ras atau Etnik……...………………………..
18
II.3. Dimensi Gender…………….……………….……………………..
19
CHAPTER III
METHOD OF RESEARCH …………………………………………..
24
III.1. Pendekatan Penelitian……………………………………………. 24
III.2
Strategi Penelitian ………………………………………………..
24
III.3
Objek Penelitian …………………………………………………
25
III.4
Data dan Sumber Data ……..……………………………………. 26
III.4.1 Data …………………………………………………………
26
III.4.2 Sumber Data ……………………………….……………….
26
III.4.2.1 Sumber Data Primer…………………………………...
26
III.4.2.2 Sumber Data Sekunder………………………………..
27
III.5 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………..
27
III.6 Teknik Analisis Data………………………………………………..
28
xi
CHAPTER IV
IV.1 Finding and Analysis....……………………………………………
30
IV.1.1 Caste dan gender Discrimination………………………………...
30
IV.1.2 The name of people in Bali representative from high or low caste. 38
IV.1.3 The Moral Lesson in Studying caste and gender discrimination…. 41
CHAPTER V
V.1
Conclusion ……………………………………………………….. 44
V.2
Suggestion ……………………………………………………….. 45
BIBLIOGRAPHY
APPENDIX
xii
CHAPTER I
INTRODUCTION
I.1 Background of the study
Sastra adalah suatu karya yang mengekspresikan kehidupan manusia yang tidak
lepas dari akar masyarakatnya. Kendati demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah
ilusi atau khayalan dari kenyataan. Sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta
secara mentah. Sastra bukan sekedar copy kenyataan melainkan kenyataan yang telah
ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukan berupa jiplakan yang kasar, melainkan sebuah
refleksi halus dan estetis. Sastra juga merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial
budaya yang merupakan satu tes dialektika antara pengarang dengan situasi sosial
yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektika yang
dikembangkan dalam karya sastra. Oleh karena itu, baik aspek bentuk maupun isi
karya sastra akan terbentuk oleh suasana lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode
tertentu. Dalam hal ini, teks sastra menjadi saksi zaman. Sekalipun aspek imajinasi
dan manipulasi tetap ada dalam sastra, aspek sosialpun juga tidak bisa diabaikan.
Aspek-aspek kehidupan sosial akan memantul penuh ke dalam karya sastra. Oleh
sebab itu, setiap karya sastra itu mencerminkan masyarakat dan zamannya.
Dalam pandangan Lowenthal (dalam Endraswara 2003:88) sastra sebagai cermin
nilai dan perasaan yang akan merujuk pada tingkatan perubahan yang terjadi dalam
masyarakat
yang
berbeda
dan
juga
cara
individu
menyosialisasikan
diri melalui struktur sosial. Perubahan dan cara individu bersosialisasi biasanya akan
menjadi sorotan pengarang yang tercermin lewat teks. Cermin tersebut menurut
1
Stendal dapat berupa pantulan langsung segala aktifitas kehidupan sosial. Maksudnya,
pengarang secara nyata memantulkan keadaan masyarakat lewat karya sastranya,
tanpa terlalu banyak diimajinasikan. Karya sastra yang cenderung memantulkan
keadaan masyarakat, mau tidak mau akan menjadi saksi zaman. Dalam kaitan ini,
sebenarnya pengarang ingin berupaya untuk mendokumentasikan zaman dan sekaligus
sebagai alat komunikasi antara pengarang dan pembacanya. Oleh karena masyarakat
cenderung dinamis, karya sastra juga akan mencerminkan hal yang sama. Sebuah
karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena individual secara tertutup tetapi
lebih merupakan sebuah “proses yang hidup”. Sastra tidak mencerminkan realitas
seperti fotografi, tetapi lebih sebagai bentuk khusus yang mencerminkan realitas.
Adanya realitas sosial dan lingkungan yang berada di sekitar pengarang menjadi bahan
dalam menciptakan karya sastra sehingga karya sastra yang dihasilkan memiliki
hubungan yang erat dengan kehidupan pengarang maupun dengan masyarakat yang
ada di sekitar pengarang. Karya sastra yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
novel.
Novel mampu menceritakan berbagai permasalahan atau persoalan kehidupan
yang lebih kompleks dibandingkan dengan karya sastra yang lain seperti puisi, cerpen,
novelet dan lain-lain. Sebagai sebuah hasil karya sastra, novel dapat dipandang
sebagai potret atau cerminan suatu masyarakat. Novel yang dalam istilah latinnya
disebut Novella merupakan suatu cerita atau narasi fiksi yang bentuk penulisannya
diperpanjang dalam prosa, yang mana bertujuan untuk menghibur dan juga membantu
pembaca untuk memahami kehidupan dan sejarah umat manusia secara lebih
mendalam dengan bertoleransi dan lebih bersimpatik terhadap kehidupan.
2
Novel ditulis oleh penulis novel dengan landasan imajinasinya. Hal tersebut
keluar dari pikiran penulis sendiri, dan biasanya dapat didorong keluar dikarenakan
pengaruh dari suasana lingkungan sekitarnya atau hal-hal yang pernah dialami olehnya
sendiri maupun orang lain. Imajinasi merupakan hasil pola pikir yang dituangkan
dalam bentuk sebuah karya yang mana karya tersebut dapat juga dikatakan sebagai
karya sastra fiktif. Novel memang merupakan sebuah karya sastra fiktif, namun isi
dari novel itu sendiri didapat oleh penulisnya dari segala hal yang terjadi dalam
kehidupan nyata dari manusia, yang kemudian dengan pola pikirnya diekspresikan
dalam bentuk cerita. Dimana dalam karya tersebut diungkapkan pula sebuah realitas
yang terjadi di masyarakat, khususnya mengenai perjuangan perempuan bali terhadap
diskriminasi kasta dan gender.
Novel Tarian Bumi bercerita tentang kehidupan sosial perempuan Bali di
kalangan bangsawan. Kasta yang diagungkan serta perilaku antara orang berkasta
tinggi dgn berkasta rendah. Novel Tarian Bumi juga menyinggung tentang masyarakat
yang terpola-pola menurut kasta. Bagaimana perbedaan kehidupan kasta tinggi dan
kasta rendah di Bali Sampai saat ini umat Hindu di Indonesia khususnya di Bali masih
mengalami polemik masalah Kasta. Hal ini menyebabkan ketidaksetaraan status sosial
diantara masyarakat Hindu. Masalah ini muncul karena pengetahuan dan pemahaman
yang dangkal tentang ajaran agama Hindu dan kitab suci Weda yang merupakan
pedoman yang paling ampuh bagi umat Hindu agar menjadi manusia yang beradab
yaitu memiliki kemampuan bergerak (bayu), bersuara (sabda) dan berpikir (idep) dan
berbudaya yaitu menghormati sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa tanpa
membedakan asal usul keturunan, status sosial, dan ekonomi.
3
Pada masyarakat Hindu di Bali, terjadi kesalahan dan kekaburan dalam
pemahaman dan pemaknaan warna, kasta, dan wangsa yang berkepanjangan. Dalam
agama Hindu tidak dikenal istilah kasta. Istilah yang termuat dalam kitab suci Veda
adalah warna. Apabila kita mengacu pada kitab Bhagavadgita, maka yang dimaksud
dengan warna adalah Catur Warna, yakni pembagian masyarakat menurut Swadharma
(profesi) masing-masing orang. Sementara itu, yang muncul dalam kehidupan
masyarakat Bali adalah Wangsa, yaitu sistem kekeluargaan yang diatur menurut garis
keturunan. Wangsa tidak menunjukkan stratifikasi sosial yang sifatnya vertikal (dalam
arti ada satu Wangsa yang lebih tinggi dari Wangsa yang lain). Namun demikian, tidak
dapat dipungkiri bahwa masih ada warga masyarakat yang memiliki pandangan bahwa
ada suatu Wangsa yang dianggap lebih tinggi daripada Wangsa yang lain. Untuk
merubah pandangan seperti ini memang perlu sosialisasi dan penyamaan persepsi.
Banyak orang yang menganggap Caturwarna sama dengan kasta yang memberikan
seseorang sebuah status dalam masyarakat semenjak ia lahir. Namun dalam
kenyataannya, status dalam sistem Warna didapat setelah seseorang menekuni suatu
bidang/profesi tertentu. Sistem Warna juga dianggap membeda-bedakan kedudukan
seseorang. Namun dalam ajarannya, sistem Warna menginginkan agar seseorang
melaksanakan kewajiban sebaik-baiknya.
Kadangkala seseorang lahir dalam keluarga yang memiliki status sosial yang
tinggi dan membuat anaknya lebih bangga dengan status sosial daripada pelaksanaan
kewajibannya. Sistem Warna mengajarkan seseorang agar tidak membanggakan
ataupun memikirkan status sosialnya, melainkan diharapkan mereka melakukan
kewajiban sesuai dengan status yang disandang karena status tersebut tidak didapat
4
sejak lahir, melainkan berdasarkan keahlian mereka. Jadi, mereka dituntut untuk lebih
bertanggung jawab dengan status yang disandang daripada membanggakannya.
Di Indonesia (khususnya di Bali) sendiri pun terjadi kesalahpahaman terhadap
sistem Catur Warna. Catur Warna harus secara tegas dipisahkan dari pengertian kasta.
Pandangan tersebut dikemukakan oleh Drs. I Gusti Agung Gde Putera, waktu itu
Dekan Fakultas Agama dan Kebudayaan Institut Hindu Dharma Denpasar pada rapat
Desa Adat se-kabupaten Badung tahun 1974. Gde Putera yang kini Dirjen Bimas
Hindu dan Buddha Departemen Agama mengemukakan:
“ Kasta-kasta dengan segala macam titel-nya yang kita jumpai sekarang di Bali adalah
suatu anugerah kehormatan yang diberikan oleh Dalem (Penguasa daerah Bali), oleh
karena jasa-jasa dan kedudukannya dalam bidang pemerintahan atau negara maupun
di masyarakat. Dan hal ini diwarisi secara turun temurun oleh anak cucunya yang
dianggap sebagai hak, walaupun ia tidak lagi memegang jabatan itu. Marilah jangan
dicampur-adukkan soal titel ini dengan agama, karena titel ini adalah persoalan
masyarakat, persoalan jasa, persoalan jabatan yang dianugerahkan oleh raja pada
zaman dahulu. Dalam agama, bukan kasta yang dikenal, melainkan "warna" dimana
ada empat warna atau Caturwarna yang membagi manusia atas tugas-tugas (fungsi)
yang sesuai dengan bakatnya. Pembagian empat warna ini ada sepanjang zaman “
Menurut I Gusti Agung Gede Putera, kebanggaan terhadap sebuah gelar walaupun
jabatan tersebut sudah tidak dipegang lagi merupakan kesalahpahaman masyarakat
Bali turun-temurun. Menurutnya, agama Hindu tidak pernah mengajarkan sistem kasta
melainkan yang dipakai adalah sistem Warna.
5
Dalam agama Hindu, istilah kasta disebut dengan warna (Sanskerta: varṇa). Akar
kata Warna berasal dari bahasa Sanskerta vrn yang berarti "memilih (sebuah
kelompok)". Dalam ajaran agama Hindu, status seseorang didapat sesuai dengan
pekerjaannya. Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir
dalam keluarga Sudra (budak) ataupun Waisya (pedagang), apabila ia menekuni
bidang kerohanian sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status
Brahmana (rohaniwan). Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir
melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang
tertentu. Dalam tradisi Hindu, Jika seseorang ahli dalam bidang kerohanian maka ia
menyandang status Brāhmana. Jika seseorang ahli atau menekuni bidang administrasi
pemerintahan ataupun menyandang gelar sebagai pegawai atau prajurit negara, maka
ia menyandang status Ksatriya. Apabila seseorang ahli dalam perdagangan, pertanian,
serta profesi lainnya yang berhubungan dengan niaga, uang dan harta benda, maka ia
menyandang status Waisya. Apabila seseorang menekuni profesi sebagai pembantu
dari ketiga status tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya), maka ia menyandang gelar
sebagai Sudra. Keempat golongan tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya, Sudra)
saling membantu dan saling memenuhi jika mereka mampu melaksanakan
kewajibannya dengan baik. Dalam sistem Caturwarna, ketentuan mengenai hak tidak
diuraikan karena hak diperoleh secara otomatis. Hak tidak akan dapat diperoleh
apabila keempat golongan tidak dapat bekerja sama. Keempat golongan sangat
dianjurkan untuk saling membantu agar mereka dapat memperoleh hak. Dalam sistem
Caturwarna terjadi suatu siklus "memberi dan diberi" jika keempat golongan saling
memenuhi kewajibannya.
6
Peneliti menganggap diskriminasi kasta dan gender dalam novel Tarian Bumi penting
untuk dianalisis dengan alasan sebagai berikut :
1. Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini merupakan salah satu novel
penting dalam kesusastraan modern. Hal ini dibuktikan dengan adanya
apresiasi para kritikus sastra dan masyarakat pada umumnya.
2. Pembahasan mengenai masalah perjuangan perempuan bali terhadap diskriminasi
kasta dan gender dalam novel Tarian Bumi penting untuk dianalisa untuk
mengetahui relevansinya dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.
3. Masalah diskriminasi kasta dan gender dalam karya sastra pada umumnya dan
dalam novel Tarian Bumi pada khususnya merupakan fenomena menarik dalam
memberikan deskripsi dan kontribusi dalam wacana feminisme, gender dan sastra.
Penelitian ini membahas perjuangan perempuan bali terhadap diskriminasi
kasta
dan
gender
Tarian
Bumi
karya
yang
Oka
Rusmini.
terdapat
Pembahasan
dalam
dilakukan
novel
dengan
menggunakan tinjauan sastra feminis untuk bisa mengetahui masalah-masalah yang
menunjukkan adanya perbedaan kasta dan ketidakadilan jender dalam novel Tarian
Bumi tersebut serta hubungan dengan kenyataan yang ada di masyarakat.
7
I.2. Statement of the problem
Sehubungan dengan latar belakang yang ditulis diatas maka Masalah yang akan
dibahas dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimanakah dampak dan pengaruh akibat adanya diskriminasi kasta dan gender
dalam novel Tarian bumi ?
2. Bagaimanakah dampak dan pengaruh perbedaan kasta terepresentasikan dalam
setiap nama di Bali menandakan bahwa seseorang itu berasal dari kasta rendah apa
tinggi dalam novel Tarian bumi ?
I.3. Objective of the study
Tujuan
penelitian
harus
jelas
mengingat
penelitian
harus
mempunyai
arah sasaran yang tepat berdasarkan masalah. Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami dampak dan pengaruh diskriminasi kasta dan gender
dalam novel Tarian Bumi.
2. Mengetahui dan memahami pengaruh Perbedaan kasta terepresentasikan dalam
setiap nama di Bali menandakan bahwa seseorang itu berasal dari kasta rendah apa
tinggi dalam novel Tarian bumi.
8
1.4. Significance of the Study
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca karya
sastra. Adapun manfaat yang diharapkan adalah :
1. Dapat memperluas khasanah ilmu dalam suatu karya ilmiah untuk semua pihak
terutama bagi penulis sendiri, Dan juga untuk mahasiswa jurusan bahasa dan sastra
yang mana dapat memberikan contoh bagaimanakah suatu permasalahan
kehidupan dalam masyarakat bisa diangkat menjadi suatu tema dalam sebuah
karya sastra.
2. Mampu memberikan pandangan yang luas berkaitan dengan permasalahan yang
dianalisa dalam sebuah karya sastra.
3. Penulis juga mengharapkan kepada pembaca untuk menjadi lebih bijaksana,
mampu bertahan dalam menghadapi suatu permasalahan dan untuk tidak
memandang suatu permasalahan hanya dari segi negatifnya saja melainkan juga
dari segi positifnya.
1.5. Scope and Limitation of the study
Banyak sekali permasalahan yang bisa dianalisa dalam
sebuah karya sastra.
Begitu juga dalam novel Tarian Bumi by Oka Rusmini. Akan tetapi analisa dalam
penulisan skripsi ini di batasi pada perjuangan perempuan bali terhadap diskriminasi
kasta dan gender, dan pengaruh Perbedaan kasta dalam setiap nama di Bali
menandakan bahwa seseorang itu berasal dari kasta rendah apa tinggi dalam novel
Tarian Bumi by Oka Rusmini. Bagaimanakah dampak dan pengaruhnya akibat adanya
9
diskriminasi kasta dan gender dalam suatu keluarga dan masyarakat sekitarnya, yang
mana akan dibahas dalam bab empat dalam skripsi ini.
I.6. Definitions of Key terms
Untuk memudahkan pembaca memahami isi dari skripsi ini, sangat penting bagi
penulis untuk menerangkan istilah-istilah yang menjadi topik pembahasan dalam
skripsi ini.
I.6.1 Kasta
Dalam agama Hindu, istilah Kasta disebut dengan Warna (Sanskerta:varṇa). Akar
kata Warna berasal dari bahasa Sanskerta vrn yang berarti "memilih (sebuah
kelompok)". Dalam ajaran agama Hindu, status seseorang didapat sesuai dengan
pekerjaannya. Dalam konsep tersebut diuraikan bahwa meskipun seseorang lahir
dalam keluarga Sudra (budak) ataupun Waisya (pedagang), apabila ia menekuni
bidang kerohanian sehingga menjadi pendeta, maka ia berhak menyandang status
Brahmana (rohaniwan). Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir
melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang
tertentu.
Dalam tradisi Hindu, Jika seseorang ahli dalam bidang kerohanian maka ia
menyandang status Brāhmana. Jika seseorang ahli atau menekuni bidang administrasi
pemerintahan ataupun menyandang gelar sebagai pegawai atau prajurit negara, maka
ia menyandang status Ksatriya. Apabila seseorang ahli dalam perdagangan, pertanian,
10
serta profesi lainnya yang berhubungan dengan niaga, uang dan harta benda, maka ia
menyandang status Waisya. Apabila seseorang menekuni profesi sebagai pembantu
dari ketiga status tersebut (Brahmana, Ksatriya, Waisya), maka ia menyandang gelar
sebagai Sudra.
Ada 4 tingkatan kasta di Bali yaitu :
Brahmana
Brahmana merupakan golongan pendeta dan rohaniwan dalam suatu masyarakat,
sehingga golongan tersebut merupakan golongan yang paling dihormati. Dalam ajaran
Warna, Seseorang dikatakan menyandang gelar Brahmana karena keahliannya dalam
bidang pengetahuan keagamaan. Jadi, status sebagai Brahmana tidak dapat diperoleh
sejak lahir. Status Brahmana diperoleh dengan menekuni ajaran agama sampai
seseorang layak dan diakui sebagai rohaniwan.
Ksatriya
Ksatriya merupakan golongan para bangsawan yang menekuni bidang
pemerintahan atau administrasi negara. Ksatriya juga merupakan golongan para
kesatria ataupun para Raja yang ahli dalam bidang militer dan mahir menggunakan
senjata. Kewajiban golongan Ksatriya adalah melindungi golongan Brahmana,
Waisya, dan Sudra. Apabila golongan Ksatriya melakukan kewajibannya dengan baik,
maka mereka mendapat balas jasa secara tidak langsung dari golongan Brāhmana,
Waisya, dan Sudra.
11
Waisya
Waisya merupakan golongan para pedagang, petani, nelayan, dan profesi lainnya
yang termasuk bidang perniagaan atau pekerjaan yang menangani segala sesuatu yang
bersifat material, seperti misalnya makanan, pakaian, harta benda, dan sebagainya.
Kewajiban mereka adalah memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan)
golongan Brahmana, Ksatriya, dan Sudra.
Sudra
Sudra merupakan golongan para pelayan yang membantu golongan Brāhmana,
Kshatriya, dan Waisya agar pekerjaan mereka dapat terpenuhi. Dalam filsafat Hindu,
tanpa adanya golongan Sudra, maka kewajiban ketiga kasta tidak dapat terwujud. Jadi
dengan adanya golongan Sudra, maka ketiga kasta dapat melaksanakan kewajibannya
secara seimbang dan saling memberikan kontribusi.
1.6.2 Discrimination
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu
tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh
individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam
masyarakat, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan
yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku,
antargolongan, kasta atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan
diskriminasi.
12
1.6.3 Gender
Gender dalam sosiologi mengacu pada sekumpulan ciri-ciri khas yang dikaitkan
dengan jenis kelamin individu (seseorang) dan diarahkan pada peran sosial atau
identitasnya dalam masyarakat. WHO memberi batasan gender sebagai "seperangkat
peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan
perempuan, yang dikonstruksi secara sosial, dalam suatu masyarakat.
Konsep gender berbeda dari seks atau jenis kelamin (laki-laki dan perempuan)
yang bersifat biologis, walaupun dalam pembicaraan sehari-hari seks dan gender dapat
saling dipertukarkan. Ilmu bahasa (linguistik) juga menggunakan istilah gender
(alternatif lain adalah genus) bagi pengelompokan kata benda (nomina) dalam
sejumlah bahasa. Banyak bahasa, yang terkenal dari rumpun bahasa Indo-Eropa
(contohnya bahasa Spanyol) dan Afroasiatik (seperti bahasa Arab), mengenal kata
benda "maskulin" dan "feminin" (beberapa juga mengenal kata benda "netral").
Gender dikaitkan dengan orientasi seksual. Seseorang yang merasa identitas
gendernya tidak sejalan dengan jenis kelaminnya dapat menyebut dirinya
"intergender", seperti dalam kasus waria.
Dalam konsep gender, yang dikenal adalah peran gender individu di masyarakat,
sehingga orang mengenal maskulinitas dan femininitas. Sebagai ilustrasi, sesuatu yang
dianggap maskulin dalam satu kebudayaan bisa dianggap sebagai feminin dalam
budaya lain. Dengan kata lain, ciri maskulin atau feminin itu tergantung dari konteks
sosial-budaya bukan semata-mata pada perbedaan jenis kelamin.
13
1.7. Organization of the Thesis
Penelitian
ini
terdiri
dari
lima
bab.
Dalam
bab
pertama,
penulis
menginformasikan kepada pembaca tentang latar belakang umum dari penelitian,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian dan
organisasi penulisan.
Dalam bab kedua, penulis menyajikan tinjauan literatur terkait dan pendekatan
yang digunakan dalam penelitian sastra. Dan bab ketiga merupakan metode penelitian,
dimana akan menjelaskan jenis-jenis data, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisis data, dan pada bab empat tentang analisa, dan yang terakhir bab lima
merupakan kesimpulan seluruh diskusi dan saran oleh penulis.
14
CHAPTER II
REVIEW OF RELATED LITERATURE
Dalam bab ini, penulis menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan
penelitian ini dan selanjutnya teori yang telah diuraikan digunakan sebagai acuan pada
penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori – teori yang difokuskan
pada teori tentang diskriminasi kasta dan gender, yang mana topik tersebut merupakan
topik batasan pembahasan yang dipilih oleh penulis. Dan tidak hanya itu, penulis juga
menggunakan teori – teori pendekatan feminis untuk mendapatkan analisa yang lebih
dalam dan akurat dalam penelitian tentang kehidupan masyarakat Bali dalam novel
Tarian Bumi karya Oka Rusmini.
II.1. Pendekatan Teori
Pendekatan
dengan
feminisme
memfokuskan
adalah
perhatian
pendekatan
pada
relasi
terhadap
gender
yang
karya
sastra
timpang
dan
mempromosikan pada tataran yang seimbang akan laki-laki dan perempuan
(Djajanegara, 2000: 27). Feminisme bukan merupakan pemberontakan kaum
wanita
kepada
laki-laki,
upaya
melawan
pranata
sosial, seperti instusi rumah tangga dan perkawinan atau pandangan upaya
wanita untuk mengingkari kodratnya, melainkan lebih sebagai upaya untuk
mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan (Fakih, 2007: 5). Feminisme muncul
sebagai akibat dari adanya prasangka gender yang menomorduakan perempuan.
Anggapan
bahwa
secara
universal
laki-laki
berbeda
dengan
perempuan
15
mengakibatkan perempuan dinomorduakan. Perbedaan tersebut tidak hanya pada
kriteria biologis, melainkan juga pada criteria sosial budaya. Asumsi tersebut
membuat
kaum
perempuan semakin terpojok, oleh karena itulah kaum feminis
memperjuangkan hak-hak perempuan di semua aspek kehidupan, dengan tujuan
agar kaum perempuan mendapatkan kedudukan yang sederajat yang setidaknya
sejajar dengan kaum laki-laki.
II.2. Teori Kritik Sastra Feminis
Kritik sastra feminis merupakan salah satu disiplin ilmu kritik sastra
yang lahir sebagai respon atas berkembang luasnya feminisme di berbagai
penjuru dunia. Menurut Djajanegara (2000: 27) kritik sastra feminis berasal dari
hasrat
para
feminis
untuk
mengkaji
karya
penulis-penulis
wanita di masa silam dan untuk mewujudkan citra wanita dalam karya
penulis-penulis
dengan
tradisi
pria
yang
menampilkan
berbagai
cara
ditekan,
patriarkat
yang
dominan.
memaparkan
batasan
feminis
adalah
bahwa
ada
perebutan
umum
“membaca
perbedaan
makna
karya
disalahtafsirkan,
Culler
kritik
sebagai
penting
sastra,
wanita
(dalam
sastra
dengan
serta
jenis
kata
makhluk
yang
disepelekan
oleh
Sugihastuti,
feminis,
perempuan”
dalam
sebagai
bahwa
adalah
kelamin
lain
2002:7)
juga
kritik
sastra
kesadaran
pada
ada
pembaca
makna
perbedaan
dan
jenis
kelamin dalam dunia sastra.
Arti
kritik
sastra
feminis
secara
sederhana
menurut
Sugihastuti
(2002: 140) adalah sebuah kritik sastra yang memandang sastra dengan
16
kesadaran khusus akan adanya perbedaan jenis kelamin yang banyak berhubungan
dengan budaya, sastra dan kehidupan manusia pada umumnya. Jenis kelamin
itu membuat banyak perbedaan, di antara semuanya dalam sistem kehidupan
manusia. Ada asumsi bahwa perempuan memiliki persepsi yang
dengan laki-laki dalam membaca sastra. Selain itu, Djajanegara
berbeda
(2000: 28-36)
menyatakan bahwa ada beberapa ragam kritik sastra feminis yaitu sebagai berikut :
II.2.1 Kritik Ideologis
Kritik
kaum
citra
sastra
feminis,
serta
sebagai
stereotip
kesalahpahaman
sering
feminis
pembaca.
wanita
tentang
tidak
ini
dalam
wanita
diperhitungkan
memperkaya
wawasan
melibatkan
Yang
menjadi
karya
sastra.
dan
pusat
Kritik
nyaris
dan
khususnya
pembaca
ini
sebab-sebab
bahkan
pembaca
wanita,
adalah
juga
meneliti
mengapa
wanita
diabaikan.
membebaskan
Cara
ini
cara
berpikir
tentang
sejarah
mereka.
II.2.2 Kritik Ginokritik
Dalam
karya
sastra
raga
mini
wanita,
gaya
wanita.
Di
samping
profesi
penulis
itu
wanita
termasuk
penulisan,
dikaji
sebagai
juga
suatu
penelitian
tema,
tentang
genre,
dan
struktur
penulis
kreativitas
penulis
wanita,
perkumpulan,
serta
perkembangan
kelas-kelas
masyarakat.
dan peraturan tradisi penulis wanita.
II.2.3 Kritis Sastra Feminis Sosial
Kritik ini meneliti tokoh-tokoh wanita, yaitu
Pengkritik
feminis
mencoba mengungkapkan bahwa kaum wanita merupakan kelas
masyarakat yang tertindas.
17
II.2.4 Kritik Sastra Feminis-Psikoanalitik
Kritik ini diterapkan pada tulisan-tulisan wanita, karena para feminis percaya bahwa
pembaca wanita biasanya mengidentifikasi dirinya dengan atau menempatkan dirinya
pada
tokoh
wanita,
sedang
wanita
tersebut
biasanya
merupakan cerminan
penciptaannya.
II.2.5 Kritik Feminis Lesbian
Jenis
wanita
ini
saja,
faktor,
ragam
yaitu
homoseksual,
definisi
kritik
kaum
Pada
pertama-tama
meneliti
ini
penulis
sangat
kurang
kaum
intinya
menyukai
lesbian
tujuan
Kemudian
sastra
definisi
pengkritik
sastra
tokoh
karena
beberapa
kelompok
wanita
menulis
tentang
menggunakan
bahasa
feminis-lesbian
adalah
yang
banyak
kritik
suatu
dan
terbatas
jurnal-jurnal wanita
mengembangkan
lesbian.
masih
feminis
kurangnya
lesbianisme,
terselubung.
makna
hanya
yang
lesbian
cermat
akan
tentang
menentukan
apakah definisi ini dapat diterapkan pada diri penulis atau pada teks
karyanya.
II.2.6 Kritik Feminis Ras atau Etnik
Kritik
feminis
yang
berusaha
mendapatkan pengakuan bagi penulis etnik dan karyanya, baik dalam kajian
maupun
feminis.
dalam
Kritik
sastra
ranah
beranjak
sastra
dari
tradisional
diskriminasi
ras
dan
yang
dialami
wanita
sastra
kaum
wanita yang berkulit hitam selain di Amerika.
18
II.3. Dimensi gender
Dimensi
berarti
mendefinisikan
parameter
sifat-sifat
pengukuran
suatu
objek
yang
dibutuhkan
(Supriyanto. 2008.
untuk
“Dimensi”.
http://id.wikipedia.org). Gender adalah sifat yang melekat pada kaum lakilaki
dan
sehingga
perempuan
lahir
yang
beberapa
dibentuk
anggapan
oleh
tentang
faktor-faktor
peran
sosial
sosial
budaya,
budaya
laki-laki
dan perempuan. Dari keterangan di atas maka dapat disimpulkan Dimensi
gender adalah sudut pandang gender atau lingkup gender yang berhubungan dengan
feminisme,
bisa
masalah
kesetaraan
perempuan,
ketidakadilan terhadap hak perempuan. Makna kata
hak-hak perempuan, dan
“gender”
yang
pertama
muncul di kamus adalah “penggolongan gramatikal terhadap kata-kata benda dan
kata-kata lain yang berkaitan dengannya, yang secara garis besar berhubungan dengan
dua jenis kelamin serta ketiadaan jenis kelamin (atau kenetralan)” Concise Oxford
Dictionary of Current English, dalam Fakih, 2000: xii).
Dalam khasanah ilmu-ilmu sosial istilah gender diperkenalkan untuk mengacu
kepada perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan tanpa konotasi-konotasi
yang sepenuhnya bersifat biologis. Jadi, rumusan gender ini merujuk kepada
perbedaan-perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang merupakan bentukan
sosial; perbedaan-perbedaan yang tetap muncul meskipun tidak disebabkan oleh
perbedaan-perbedaan biologis yang menyangkut jenis kelamin.
Dalam rumusan ilmu-ilmu sosial itu, yang dimaksud dengan istilah hubunganhubungan (atau relasi gender) adalah sekumpulan aturan-aturan, tradisi-tradisi,
hubungan-hubungan
sosial
timbal
balik
dalam masyarakat
dan
dan
dalam
19
kebudayaan, yang menentukan batas-batas ‘feminin’ dan ‘maskulin’ (memutuskan
apa saja yang dianggap bersifat keperempuanan dan bersifat kelelakian). Pemahaman
konsep
gender
sesungguhnya
masalah hubungan kemanusiaan
dalam
(Fakih,
2000:
rangka
menjelaskan
6). Adapun gender sifat
yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
maupun kultural
(Fakih,2000: 8).
Konsep gender sesungguhnya berkaitan
dengan budaya. Keterkaitan itu menyebabkan wacana gender menjadi sebuah
fenomena
yang
melintasi
batas-batas budaya.
perkembangan pola pikir manusia mengenai
laki-laki
dalam
gender
kedudukan
muncul
wanita
karena
bersama
kehidupan bermasyarakat. Dalam gender dikenal sistem hirarki
yang menciptakan kelompok-kelompok yang bersifat operasional, kelompok tersebut
saling bergantung atau bahkan bersaing untuk mempertahankan kekuasaan
masing-masing (Moore dalam Abdullah, 1997: 87).
Ann Oakley(dalam Abdullah,
1997: 284)
menyatakan
bahwa hubungan
yang berdasarkan gender merupakan :
1. Hubungan antara manusia yang berjenis kelamin berbeda dan itu merupakan
hirarki yang menimbulkan masalah social.
2. Gender merupakan konsep yang cenderung deskriptif daripada eksplanatoris
tentang tingkah laku kedudukan sosial dan pengalaman antara laki-laki dan
perempuan.
3. Gender memformulasikan bahwa hubungan asimetris laki-laki dan perempuan
sebagian order atau normal.
20
Moore (dalam Abdullah,
1997: 188) menyatakan bahwa gender mempunyai
tiga pendekatan yang berfungsi sebagai prinsip yaitu
permasalahan
status
sosial
dan
(1)
Pendekatan
pertumbuhan
pada
ekonomi
yang efisien; (2) Integrasi penuh perempuan pada pengambilan keputusan; (3) Wanita
mempunyai kebebasan yang sama dalam menentukan pilihan baik aktivitas ekonomi
maupun aktivitas lainnya. Kesetaraan gender mempergunakan aspek gender untuk
membahas atau menganalisis isu-isu di dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sosial,
hukum
budaya,
psikologi
tersebut
mempengaruhi
program,
proyek,
dipelajari
bagaimana
untuk
dan
dan
memahami
dipengaruhi
kegiatan-kegiatan.
faktor
gender
bagaimana
oleh
Dalam
aspek
gender
kebijakan-kebijakan,
pembahasan
menumbuhkan
tersebut
diskriminasi
dan
menjadi perintang bagi kesempatan dan pengembangan diri seseorang.
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,
pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas),
dalam
menikmati
serta
kesamaan
hasil pembangunan tersebut (Bambang Sujatmiko. 2009.
“Kesetaraan Gender”. http://menengpp.com).
Ketidakadilan
perempuan
di
gender
adalah
belakang
laki-laki.
diskriminasi
Fakih
(2000:
yang
13-23)
menempatkan
mengemukakan
bahwa manifestasi ketidakadilan gender antara lain:
(1) Gender dan marjinalisasi perempuan
(2) Gender dan subordinasi
21
(3) Gender dan stereotype
(4) Gender dan kekerasan
(5) Gender dan beban kerja.
Marjinalisasi
berarti
menempatkan/
menggeser
perempuan
pinggiran. Perempuan dicitrakan lemah, kurang/ tidak rasional, kurang
sehingga
perempuan
memimpin.
tidak
pantas/
selalu
tidak
dinomorduakan
Marjinalisasi
kaum
berani
perempuan
tidak berani,
memimpin.
apabila
ada
sering
ke
Akibatnya
kesempatan
terjadi
dalam
untuk
kehidupan
rumah tangga, masyarakat, dan tempat kerja (Fakih, 2000: 14-15).
Kaum perempuan sering mendapat diskriminasi oleh anggota keluarga lakilaki. mereka menganggap bahwa perempuan tidak pantas mendapat pendidikan
tinggi, yang memperoleh pendidikan tinggi hanyalah laki-laki, sedangkan perempuan
bekerja di dapur. Kekuasaan tertinggi ada di tangan laki-laki apapun yang terjadi
kaum laki-lakilah yang boleh memberi keputusan (Nunuk, 2004: ix).
Subordinasi
terhadap
kaum
perempuan
sering
terjadi
di
masyarakat.
Perempuan sering diberi tugas yang ringan dan mudah karena mereka di
pandang kurang mampu dan lebih rendah daripada laki-laki. Pandangan ini
bagi
perempuan
pembantu,
menyebabkan
sosok,
kemampuannya
bayangan
sebagai
mereka
merasa
dan
tidak
pribadi.
menyebabkan mereka sah untuk tidak
Bagi
sudah
selayaknya
berani
laki-laki
sebagai
memperhatikan
pandangan
ini
memberikan kesempatan perempuan
muncul sebagai pribadi yang utuh. Mereka selalu merasa khawatir apabila
satu pekerjaan yang utuh atau berat ditangani oleh perempuan laki-laki
22
menganggap
perempuan
tidak
mampu
berfikir
seperti
ukuran
mereka
diungkapkan
dalam
bentuk
(Nunuk, 2004: x)
Stereotype
laki-laki
atas
perempuan
kekuasaan laki-laki untuk melakukan kekerasan fisik, psikis baik verbal maupun non
verbal terhadap perempuan. Kekerasan (violence) adalah saranan atau invasi
(assault) terhadap fisik maupun integritas psikologi seseorang. Kekerasan terhadap
semua manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber (Fakih, 2000: 17)
Beban kerja yang dimiliki oleh perempuan sangat berat karena harus
bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah
tangga, mulai dari membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencari
air untuk mandi hingga mengurus anak. Bagi perempuan kalangan atas
kurang biasa merasakan beban ini, tetapi bagi perempuan kalangan bawah
setiap
hari
mereka
harus
merasakan
beban
tersebut.
Perempuan
harus
memikul beban kerja ganda, mereka harus bekerja di dalam rumah tangga
dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Nunuk, 2004: x).
Faktor yang menyebabkan ketidakadilan gender tersebut, antara lain (1) Adanya
organisasi
laki-laki
yang
sama
sekali
tidak
memberi
kesempatan pada kaum perempuan untuk berkembang secara maksimal; (2) Laki-laki
sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga; (3) Kultur yang selalu memenangkan
laki-laki telah mengakar di masyarakat; (4) Norma hukum dan kebijakan politik
yang diskriminatif; (5) Perempuan sangat rawan pemerkosaan atau pelecehan
seksual dan bila ini terjadi akan merusak citra keluarga dan masyarakat (Fakih,
2000:12).
23
CHAPTER III
METHOD OF RESEARCH
III.1. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan dalam mengkaji novel Tarian Bumi
adalah metode
deskriptif kualitatif. Pengkajian jenis ini bertujuan untuk mengungkapkan data
sebagai
media
informasi
kualitatif
dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh
nuansa untuk menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (indikator atau
kelompok), keadaan, fenomena dan tidak terbatas pada pengumpulan data meliputi
analisis interpretasi (Sutopo, 2002: 8-10). Pengkajian deskriptif menyarankan pengkajian
yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta atau fenomena yang memang
secara empiris hidup pada penuturnya (sastrawan). Artinya yang dicatat dan dianalisis
adalah unsur-unsur.
Dalam
mengkaji
novel
Tarian
deskriptif
kualitatif.
Metode
dianalisis
dan
analisisnya
hasil
penelitian
Bumi
digunakan
deskriptif
berbentuk
metode
kualitatif
diskripsi,
tidak
penelitian
artinya
berupa
yang
angka-
angka atau koefisien tentang hubungan variable (Aminudin, 1990: 116).
III.2. Strategi Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
deskriptif. Pengkajian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi
kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk menggambarkan
secara cermat suatu hal, fenomena, dan tidak terbatas pada pengumpulan data,
melainkan meliputi analisis dan interpretasi (Sutopo, 2002: 8 - 10).
Strategi
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
strategi
studi
24
terpancang. Sutopo (2002: 112) memaparkan bahwa pada penelitian terpancang,
peneliti
di
variabel
dalam
proposalnya
yang
sudah
memilih
menjadi
dan
menentukan
fokus
utama.
Arah atau penekanan dalam penelitian ini adalah Perjuangan perempuan bali terhadap
diskriminasi kasta dan gender dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini, urutan
analisis sebagai berikut :
1. Bagaimanakah dampak dan pengaruh akibat adanya diskriminasi kasta dan
gender dalam novel Tarian Bumi ?
2. Bagaimanakah dampak dan pengaruh perbedaan kasta terepresentasikan dalam
setiap nama di Bali menandakan bahwa seseorang itu berasal dari kasta rendah
apa tinggi dalam novel Tarian Bumi ?
III.3. Objek Penelitian
Objek
adalah
unsur-unsur
yang
bersama-sama
dengan
sasaran
penelitian membentuk kata dan konteks data (Sudaryanto, 1988: 30). Objek
penelitian
dapat
berupa
budaya dan sebagainya.
individu,
benda,
bahasa,
karya
sastra
Objek dalam penelitian ini adalah diskriminasi kasta dan
gender dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini: tinjauan sastra feminis.
25
III.4. Data dan Sumber Data
Untuk
melengkapi
sebuah
analisis
dalam
penelitian
ini,
maka
selain
pembacaan juga diperlukan data dan sumber data yang akurat dan lengkap.
III.4.1 Data
Data adalah bagian yang sangat penting dalam setiap bentuk penelitian.
Adapun data dalam penelitian ini berupa data lunak (soft data) yang
berwujud kata, kalimat, dan paragraf yang terdapat dalam novel Tarian Bumi
karya Oka Rusmini terbitan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2007,
cetakan pertama, setebal 182 halaman.
III.4.2 Sumber Data
Sumber
kepustakaan.
data
yang
Kepustakaan
digunakan
adalah
dalam
sumber
data
penelitian
yang
ini
adalah
diperoleh
dari
dokumen yang mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang
merupakan
catatan,
menunjang
penelitian.
transkip,
Hal
buku,
ini
majalah
sejalan
dan
dengan
lain-lain
perincian
yang
sebagai
berikut:
III.4.2.1 Sumber Data Primer
Sumber
data
primer
adalah
sumber
data
utama
penelitian
yang diproses langsung dari sumbernya tanpa melalui perantara.
Sumber data primer dalam penelitian ini berupa teks novel Tarian Bumi
karya
Oka
Rusmini
terbitan
PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007, cetakan pertama, setebal
182 halaman.
26
III.4.2.2 Sumber Data Sekunder
Sumber
data
dikumpulkan
sekunder
oleh
orang
adalah
di
luar
data
yang
penyelidik,
terlebih
dahulu
walaupun
yang
dikumpulkan itu sebenarnya data yang asli.
Dalam
penelitian
internet
yaitu
ini
Gita
sumber
sekundernya
berupa
Lakshmi. 2007. “Tarian
artikel
Bumi
di
Tarian
Pemberontakan”. http://sepocikopi-wordpress, Oka Rusmini. 2007. “Menulis
Itu
Buat
relevansi
Saya”.
untuk
http://pinjambuku.wordpress,
memperkuat
argumentasi
yang mempunyai
dan melengkapi hasil
penelitian.
III.5. Teknik Pengumpulan Data
Data yang berhasil digali dikumpulkan dan dicatat, dalam kegiatan
penelitian harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Oleh sebab itu
setiap
penelitian
harus
untuk
mengembangkan
memilih
validitas
dan
data
menentukan
yang
cara-cara
diperoleh.
yang
Pengumpulan
tepat
data
dengan benar-benar diperlukan oleh peneliti.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, simak, dan catat.
Teknik pustaka yaitu mempergunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data
dan konteks kesastraan dengan dunia nyata secara mimemik.
Teknik
simak
dan
catat
digunakan
sebagai
instrumen
kunci
dalam
melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber
data primer, yakni karya sastra sebagai sasaran penelitian yang berupa teks
novel Tarian Bumi dalam rangka memperoleh data yang diinginkan.
27
III.6. Teknik Analisis Data
Teknik
analisis
dalam
semiotik
terdiri
atas
heuristik
berarti
pembaca
penelitian
pembacaan
ini
heuristik
melakukan
adalah
dan
interpretasi
pembacaan
hermeneutik.
secara
model
Pembacaan
referensial
melalui
tanda linguistik. Realisasi pembacaan heuristik dapat berupa sinopsis, pengungkapan
teknik cerita, dan gaya bahasa yang digunakan. Pembacaan hermeuneutik merupakan
pembacaan kritis secara bolak-balik terhadap teks dari awal hingga akhir dengan
melakukan interpretasi makna (Pradopo dalam Sangidu, 2004: 19).
Langkah dalam menganalisis novel Tarian Bumi dalam penelitian ini
adalah pembacaan awal novel Tarian Bumi ini meliputi tema, alur, latar,
penokohan dan perwatakan, dan amanat. Tahap pembacaan ini merupakan
interpretasi tahap kedua yang bersifat retroakif yang melibatkan kode di
luar
bahasa
dapat
dan
menggabungkannya
membongkar
secara
struktural
secara
guna
integrative
sampai
mengungkapkan
pembaca
makna
dalam
sistem tertinggi yakni makna keseluruhan teks sebagai sistem tertentu.
Hubungan
antara
heuristik
dan
hermeuneutik
dapat
dipandang
sebagai hubungan yang bersifat gradasi, sebab kegiatan pembacaan dan
kerja hermeuneutik yang oleh Riffattere juga sebagai pembaca retroaktif
yang
memerlukan
pembacaan
berkali-kali
dan
kritis
(Nurgiyantoro,
2007:
35). Untuk melengkapi sebuah analisis dalam penelitian ini, maka selain
pembacaan
heuristik
digunakan
juga
kerangka
berpikir
induktif.
Hadi
(1984: 43) menyatakan analisis induktif dilakukan dengan menelaah faktafakta yang khusus, peristiwa yang konkret kemudian dari fakta-fakta itu
28
dibalik, digeneralisasikan dari sifat yang umum. Proses induktif diawali
dengan peristiwa di dalam novel Tarian Bumi kemudian menuju ke hal-hal
umum yaitu tentang kejadian yang terjadi di dalam kehidupan nyata.
29
BAB IV
FINDING AND ANALYSIS
Masyarakat Bali merupakan suatu kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran
akan kesatuan kebudayaannya. Sedangkan kesadaran itu diperkuat oleh adanya bahasa
yang sama. Selain itu agama Hindu yang telah lama terintegrasikan kedalam
kebudayaan Bali, dirasakan pula sebagai suatu unsur yang memperkuat adanya
kesadaran akan satuan itu. Perkawinan merupakan suatu adat yang amat penting dalam
kehidupan orang Bali. Karena dengan keadaan itu seseorang memperoleh hak-hak dan
kewajiban-kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat.
Penulis dalam penelitian ini telah menemukan beberapa diskriminasi kasta dan
gender serta perbedaan kasta terepresentasikan dalam setiap nama di Bali menandakan
bahwa seseorang itu berasal dari kasta rendah apa tinggi pada novel tarian bumi.
Penulis juga akan menganalisa hal-hal yang mana secara langsung dapat
ditemukan dampak dan pengaruhnya bagi kehidupan tokoh di novel itu sendiri
maupun kehidupan orang-orang disekitarnya.
Disamping hal-hal tersebut dalam bab ini oleh penulis akan didiskusikan juga
nilai-nilai moral yang di dapat dari penelitian novel ini.
III.1.1 Caste dan gender Discrimination
Dalam suatu pernikahan, kasta sangat sering menimbulkan pro dan kontra bahkan
kadang menjadi masalah atau batu sandungan. Sama seperti pernikahan beda agama,
di Bali pernikahan beda kasta juga biasanya dihindari. Walaupun zaman sudah
semakin terbuka, tapi pernikahan beda kasta yang bermasalah kadang masih terjadi.
30
Di Bali umumnya pernikahan bersifat patrilineal. Jadi seorang perempuan setelah
menikah dan menjadi istri akan bergabung dengan keluarga suaminya. Nah, dalam
pernikahan beda kasta, seorang perempuan dari kasta yang lebih rendah sudah biasa
jika dijadikan istri oleh lelaki dari kasta yang lebih tinggi. Bahkan pihak keluarga
perempuan kadang ada rasa bangga.
Lalu bagaimana jika seorang perempuan berkasta menikah dengan lelaki tidak
berkasta atau dengan lelaki yang kastanya lebih rendah? Ini istilahnya “nyerod” atau
turun kasta. Pernikahan seperti ini sangat dihindari dan kalaupun terjadi biasanya
dengan sistem “ngemaling” yaitu menikah dengan sembunyi-sembunyi. Karena
pernikahan “nyerod” seperti ini biasanya tidak akan diijinkan oleh keluarga besar
pihak perempuan.
Jadi seperti “tradisi” diatas, semakin tinggi kasta perempuan maka semakin
sempit pula peluang mereka untuk memilih jodoh, karena biasanya pihak keluarga
yang berkasta lebih senang menjodohkan anak perempuannya dengan pilihan orangtua
atau pilihan keluarga. Kasus “nyerod” sangat jarang, jadi jarang ada lelaki biasa (tidak
berkasta) memiliki istri yang berkasta. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:
“kau sadar siapa dirimu, Wayan? Kau sudah berfikir apa
jadinya kalau kau menikah dengan Dayu Telaga? Ada apa
dengan dirimu! Kau anak laki-laki satu-satunya milik
meme. Jangan buat masalah dengan orang-orang griya.
Tugeg, pikirkan lagi keputusan ini. Tolonglah, ini semua
demi kebaikan kami” ( Oka Rusmini, 2007 : 136 )
Kutipan diatas menunjukkan bahwa terjadi suatu bentuk diskriminasi kasta,
Wayan adalah laki-laki berkasta sudra dan Dayu Telaga adalah perempuan berkasta
brahmana. Seorang laki-laki sudra dilarang meminang perempuan brahmana. Akan
31
mendapat dampak dan pengaruh buruk apabila wayan mengambil Telaga sebagai istri.
Perempuan sudra itu percaya pada mitos yang juga dipercaya oleh leluhurnya. Dengan
kekuatan cinta yang mereka miliki akhirnya mereka menikah dengan sembunyisembunyi (ngemaling) tanpa sepengetahuan pihak griya (rumah keluarga perempuan).
Apabila perempuan sudra menikah dengan laki-laki brahmana, maka perempuan itu
akan berkasta brahmana (naik kasta), Dan apabila perempuan brahmana menikah
dengan laki-laki sudra, maka perempuan itu akan berkasta sudra (turun kasta). Dengan
melakukan upacara Patiwangi sesuai tradisi adat yang dipercaya masyarakat Bali
supaya tidak terjadi dampak dan pengaruh yang buruk (sial) terhadap keluarga.
Faktor strata masyarakat di Bali dibedakan pada kedudukan kasta yang mereka
sandang. Kasta Bramana dengan kasta Sudra terpaut jarak sosial yang jauh. Dalam
kitab Bali sudah tertuliskan adanya perbedaan itu hingga sekarang ini, dan sudah
menjadi pijakan bagi kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat yang berstatus dalam
kasta sudra wajib menghormati kelas di atasnya yaitu kasta Brahmana. Pola pikir dan
tindakan belum bisa mengubah sedikit adat istiadat yang memandang rendah kaum
Sudra. Kedudukan perempuan dalam kehidupan masyarakat Bali dan keharusan bagi
mereka untuk senantiasa taat pada jenjang kasta, jika tidak ingin terjebak dalam
kehidupan yang merana dan terlempar jauh dari pusaran kehidupan yang mapan.
Perempuan Bali masih terbelenggu dengan adat budayanya sendiri, mereka adalah
perempuan yang pekerja keras, sabar dan kuat dalam menghadapi berbagai cobaan
hidup, penindasan terhadap perempuan melalui kelompok sosial tertentu.
Tapi dibandingkan dengan kasus “nyerod”, masyarakat sepertinya lebih terbiasa
dan bisa menerima melihat perempuan Bali yang menikah dengan lelaki yang bukan
32
orang Bali/Hindu. Sistem patrilineal ini juga menyebabkan orang Bali secara tidak
langsung lebih menginginkan anak laki-laki daripada anak perempuan. Ya walaupun
tidak semua orang tua seperti itu.
Bagaimana jika tidak memiliki anak laki-laki? Ada juga sistem pernikahan
matrilineal. Yaitu pihak lelaki yang akan bergabung dengan keluarga perempuan.
Istilahnya “nyentana” atau “nyeburin”, saat ini juga cukup lumrah terjadi.
Kalau pernikahan “nyeburin” atau “nyentana” ini terjadi dalam satu tingkatan kasta
yang sama, biasanya tidak akan ada masalah.
Laki-laki di bali beranggapan bahwa perempuan yang mempunyai kasta yang
lebih tinggi mempunyai kedudukan yang terhormat di masyarakat daripada perempuan
yang lebih rendah kastanya. Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:
“Sayang dia seorang brahmana, Andaikata dia seorang
sudra, perempuan kebanyakan, aku akan memburunya
sampai nafasku habis. Kalau dia minta nafasku, aku akan
memberikan hari ini juga“ ( Ibid : 7 ).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa terjadi suatu bentuk diskriminasi tentang
pandangan seorang laki-laki terhadap perempuan yang kastanya lebih tinggi. Laki-laki
akan berhati-hati dalam melakukan komunikasi Dan sangat menjaga perilakunya
dihadapan perempuan berkasta lebih tinggi.
Dalam
kehidupan
sehari-hari,
pada
umumnya
mereka
yang
berkasta
menggunakan bahasa Bali halus untuk berkomunikasi dengan kasta yang selevel dan
level di atasnya. Sementara ketika berbicara dengan berkasta lebih rendah, yang
memiliki kasta lebih tinggi kadang dianggap bisa menggunakan bahasa yang biasa
atau lebih ‘kasar’.
33
Dalam kegiatan sosial masyarakat, mereka yang berkasta lebih tinggi juga
biasanya lebih dihormati, salah satunya ditunjukkan dengan bahasa yang digunakan.
Apalagi mereka yang berkasta itu kebetulan secara ekonomi lebih mampu alias kaya.
Tentu tidak semua orang seperti itu, banyak juga mereka yang tidak berkasta
namun tetap dihormati. Dan kembali juga kepada masing-masing orang karena pada
kenyataannya tidak ada aturan yang mengharuskan seseorang hormat kepada mereka
yang berkasta.
Masyarakat berkasta brahmana sangat mengagungkan nilai-nilai kebangsawanan
Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:
“Tuniangmu sangat tidak bisa menerima apabila ada lakilaki griya menikah dengan perempuan biasa, tuniangmu
sangat kukuh. Kebangsawanan harus tetap di pertahankan
sesuai dengan tradisi yang diwarisi dari orang-orang tua
kita“ ( Ibid : 19 ).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa keluarga bangsawan sangat menjaga kasta
yang dimiliki keluarga besarnya. Manusia yang menikah beda kasta dalam
kebudayaan Bali sangat dilarang hal ini akan membawa aib bagi kedua belah pihak
dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Bagi perempuan Brahmana akan mendapat
sanksi berupa penurunan kasta dan menjalani ritual adat begitu sebaliknya bagi
perempuan Sudra akan diperlakukan secara berbeda dengan perempuan yang asli
keturunan kasta Brahmana.
Kaum perempuan sering mendapat diskriminasi oleh laki-laki. mereka
menganggap bahwa perempuan tidak pantas mendapat pendidikan tinggi, yang
memperoleh pendidikan tinggi hanyalah laki-laki, sedangkan perempuan bekerja di
34
dapur. Kekuasaan tertinggi ada di tangan laki-laki apapun yang terjadi kaum lakilakilah yang boleh memberi keputusan. Seperti yang terlihat pada kutipan berikut:
“Sungguh, Meme, aku ingin melakukannya. Bahkan
kudengar laki-laki yang sering mencubit pantatku istrinya
dua. Laki-laki tukang kawin. Padahal dia tidak punya
pekerjaan yang bisa menopang keluarganya”
( Ibid : 32 ).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa terjadi suatu bentuk diskriminasi tentang
Faktor yang menyebabkan ketidakadilan gender yang mengatakan bahwa Perempuan
sangat rawan pemerkosaan atau pelecehan seksual dan bila ini terjadi akan
merusak citra keluarga dan masyarakat. Kutipan diatas menceritakan Beban kerja yang
dimiliki oleh Luh kenten anak seorang perempuan sudra sangat berat karena harus
bekerja keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah
tangga, mulai dari membersihkan, memasak, mencari kayu bakar, hingga mencari air
untuk
mandi.
Bagi
perempuan
kalangan
atas
kurang biasa merasakan beban ini, tetapi bagi perempuan kalangan bawah
setiap
hari
mereka
harus
merasakan
beban
tersebut.
Perempuan
harus
memikul beban kerja ganda, mereka harus bekerja di dalam rumah tangga
dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
35
Seperti pada kutipan berikut :
“Carilah perempuan yang mandiri dan mendatangkan
uang. Itu kuncinya agar hidup laki-laki bisa makmur, bisa
tenang. Perempuan tidak menuntut apa-apa. Mereka Cuma
perlu kasih sayang, cinta, dan perhatian. Kalau itu sudah
dipenuhi, mereka tak akan cerewet. Puji-puji saja mereka.
Lebih sering berbohong lebih baik. Mereka menyukainya.
Itulah ketololan perempuan. Tapi ketika berhadapan
dengan mereka, mainkanlah peran pengabdian, hamba
mereka. Pada saat seperti itu perempuan akan menghargai
kita”( Ibid : 32 ).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa terjadi suatu bentuk diskriminasi tentang
pandangan seorang laki-laki terhadap Kedudukan wanita yang menjadi objek dalam
penciptaan karya sastra menimbulkan adanya persepsi kurang baik dan sebuah
pandangan tersendiri terhadap wanita, wanita tidak memiliki kedudukan yang sama
dengan laki-laki. Dan wanita juga tidak berdaya intelektual tinggi, selain itu juga dapat
menimbulkan pandangan lain tentang wanita, yaitu selalu dianggap lemah, tidak
kreatif,
berperan
domestik,
dan
selalu
berada
pada
kekuasaan
laki-laki.
Dengan adanya anggapan-anggapan tentang kedudukan wanita tersebut. Mendorong
wanita untuk menjadi maju dan modern. Seiring dengan meningkatnya kemakmuran
dan pendidikan wanita akibat industrialisasi.
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam berbagai
bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan
hukum ( baik hukum tertulis maupun tidak tertulis yakni hukum hukum adat ).
Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan
tersebut pada umumnya menunujukan hubungan yang sub-ordinasi yang artinya
bahwa kedudukan perempuan lebih rendah bila dibandingkan dengan kedudukan lakilaki.
36
Adanya pengaruh dari idiologi patriarki yakni idiologi yang menempatkan
kekuasaan pada tangan laki-laki dan ini terdapat di seluruh dunia. Keadaan seperti ini
sudah mulai mendapat perlawanan dari kaum feminis, karena kaum feminis selama ini
selalu berada pada situasi dan keadaan yang tertindas. Oleh karenanya kaum feminis
berjuang
untuk menuntut kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam
berbagai bidang kehidupan agar terhindar dari keadaan yang sub-ordinasi tersebut.
Seperti yang terlihat pada kutipan berikut :
“perempuan Bali itu, Luh, perempuan yang tidak terbiasa
mengeluarkan keluhan. Mereka lebih memilih berpeluh.
Hanya dengan cara itu mereka sadar dan tahu bahwa
mereka masih hidup, dan harus tetap hidup. Keringat
mereka adalah api. Dari keringat itulah asap dapur bisa
tetap terjaga. Mereka tidak hanya menyusui anak yang
lahir dari tubuh mereka. Mereka pun menyusui laki-laki.
Menyusui hidup itu sendiri”( Ibid : 25 ).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa terjadi suatu bentuk perjuangan perempuan
terhadap pandangan laki-laki selama ini. Wanita juga mempunyai kebebasan yang
sama dalam menentukan pilihan baik aktivitas ekonomi maupun aktivitas lainnya.
Perjuangan Luh Sekar dalam mewujudkan impiannya untuk menikah dengan seorang
laki-laki dari kasta Brahmana begitu kuat. Dia ingin keluar dari kehidupan yang
dialaminya selama menjadi seorang perempuan Sudra yang cenderung kurang dihormati
di masyarakat dan selalu identik dengan kemiskinan. Akhirnya impian Luh sekar ibu dari
Ida Ayu Telaga Pidada bisa terwujud. Dia menjadi seorang perempuan Brahmana setelah
menikah dengan Ida Bagus Ngurah Pidada. Dia bisa menikmati kemewahan dan
kekayaan yang dialami perempuan Brahmana di Griya. Luh sekar juga sangat di hormati
oleh ibunya yg perempuan sudra dan di hormati masyarakat, Yang selama ini
menganggap bahwa perempuan sudra tidak patut untuk di hormati.
37
IV.1.2 The name of people in Bali representative from high or low caste
Nama Orang Bali pada umumnya relatif panjang. Sebagai contoh adalah I Gusti
Agung Made Wirautama. Itu padahal nama intinya hanya satu kata yaitu
“Wirautama”, bisa jadi lebih panjang lagi jika nama intinya lebih dari satu kata. Lalu
apa maksud dari “I Gusti Agung Made” pada nama itu?
Nama orang Bali umumnya diawali dengan sebutan yang mencirikan kasta dan urutan
kelahiran. Jadi, nama orang Bali menjadi panjang karena di depannya ada embelembel kasta atau nama keluarga (semacam marga) dan urutan kelahiran. Seperti, “I
Gusti Agung” adalah mencirikan berasal dari kasta Ksatria. Selain itu ada juga I Gusti,
I Gusti Ngurah, Anak Agung, Cokorda, I Dewa, Ida Bagus, Ida Ayu dan lainnya.
Selain embel-embel kasta, ada juga kata Made. Ini adalah ciri bahwa anak kedua. Jadi
pada umumnya orang Bali bisa diketahui dia anak ke berapa dari nama depannya.
Anak pertama : biasanya diberi awalan Putu, Wayan (biasanya untuk laki-laki), Luh
(khusus perempuan), Gede.
Anak kedua : Made, Nengah, Kadek .
Ketiga : Nyoman, Komang.
Keempat : Ketut (kadang digunakan untuk anak ketiga). Untuk anak selanjutnya
biasanya diulang lagi dari awal.
Dari nama berdasarkan urutan kelahiran mungkin bisa dikatakan orang Bali sudah
menerapkan sistem keluarga berencana ala Bali sejak dahulu. Ya walaupun pada
prakteknya orang Bali dulu memiliki relatif banyak anak. Akan tetapi ada juga yang
memiliki anak sedikit.
38
sistem nama berdasarkan kasta juga berkaitan dengan nama depan yang berdasarkan
urutan lahir. Misalnya tidak ada orang berkasta yang memiliki awalan Luh atau
Wayan. Begitu pula dari kasta Brahmana jarang yang menggunakan nama depan
berdasarkan urutan kelahiran seperti Putu, Made, Ketut, jadi cukup berawalan Ida
Bagus (laki-laki) atau Ida Ayu (perempuan) saja.
Nama orang Bali laki-laki dan perempuan juga ada ciri tertentu, misalnya kalau
diawali dengan huruf/kata “I” biasanya orang laki-laki dan perempuan diawali dengan
kata “Ni”. Tapi tidak semua kasta / orang Bali menggunakan kata I atau Ni. Misalnya
dari golongan Anak Agung semuanya akan diawali dengan kata “Anak Agung”.
Namun semua tradisi bukannya tidak mengalami perubahan. Contohnya dulu Putu
hanya digunakan untuk nama orang berkasta namun sekarang semua orang biasa
menggunakannya untuk nama depan anak pertama mereka tidak perduli dari kasta
apapun.
Meme
: Ibu
Luh
: Panggilan untuk anak perempuan kebanyakan
Odah
: Nenek ( Panggilan nenek untuk kasta Sudra )
Tuniang
: Nenek ( Panggilan nenek untuk kasta Brahmana )
Tukakiang
: Kakek
Ida Ayu
: Nama depan anak perempuan kasta brahmana, Kasta tertinggi dalam
struktur masyarakat Bali, biasanya disingkat Dayu
Ida Bagus
: Nama depan anak laki-laki kasta brahmana, Kasta tertinggi dalam
struktur masyarakat Bali
Hyang Widi : Tuhan
39
Griya
: Rumah tempat tinggal kasta Brahmana. Untuk kasta kesatria
rumahnya
bernama puri.
Takir/celemik : Alat perlengkapan upacara.
Nyentanain
: Kawin dengan seorang perempuan yang telah dijadikan (ahli waris).
Yang perempuan berkuasa dirumah. Dalam hal yang demikian pihak
perempuan yang meminta laki-laki. Karena peraturan adat yang
dibalikkan, maka pihak perempuan dipandang sebagai pihak lakilaki, yang lelaki sebagai perempuan.
Ratu
: Panggilan kehormatan untuk kalangan bangsawan.
Bli
: Panggilan untuk kakak laki-laki.
Tiang
: Saya.
Nama orang Bali ini merupakan salah satu keunikan yang ada di Bali dan hingga
saat ini sebagian besar orang Bali masih menggunakannya.
Seperti yang terlihat dalam kutipan berikut :
“Setelah disunting secara sah oleh Ida Bagus Ngurah
Pidada, Luh Sekar tidak hanya meninggalkan keluarga dan
kebiasaan-kebiasaannya. Selain berganti nama menjadi
Jero Kenanga, dia harus juga meninggalkan semua yang
pernah membesarkannya” ( Ibid : 54 ).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa pernikahan beda kasta di Bali juga akan
berpengaruh terhadap nama perempuan sudra yang menikah dengan laki-laki
brahmana, Ida Bagus gurah Pidada adalah laki-laki brahmana dan Luh Sekar adalah
perempuan sudra. Luh Sekar berganti nama dengan Jero Kenanga karena nama yang
40
harus dipakai oleh seorang perempuan kebanyakan yang menikah dengan laki-laki
Brahmana
Dan derajat perempuan itu juga berubah menjadi seorang bangsawan
(Brahmana).
Seperti pada kutipan berikut :
“Tugeg harus pegang kata-kata tiang ini. Hargai diri
Tugeg. Menjadi bangsawan itu sudah kemewahan bagi
seorang manusia”
( Ibid : 54 ).
Kutipan diatas menunjukkan bahwa perubahan nama anak seorang perempuan
sudra apabila menikah dengan seorang laki-laki brahmana juga berpengaruh terhadap
masyarakat yang akan memanggilnya. Tugeg adalah singkatan dari Ratu jegeg.
Seorang yang kastanya lebih rendah akan memanggil anak perempuan Brahmana
dengan panggilan Tugeg ( Nama panggilan dari Ida Ayu Telaga Pidada ). Meskipun
ibunya luh sekar dulu berasal dari kasta sudra tapi menikah dengan laki-laki Brahmana
sehingga berubah nama jadi Jero kenanga dan anak perempuanya juga mendapat gelar
kehormatan dan berhak menyandang nama Ida Ayu Telaga Pidada Dan menjadi
seorang Brahmana.
IV.8. The Moral Lesson in Studying caste and gender discrimination.
Dari penelitian novel Tarian Bumi by Oka Rusmini ini, kita juga dapat
mengambil nilai-nilai moral yang mana terdapat didalam beberapa kutipan cerita
dimana dapat dijadikan sebuah hikmah kita dalam kehidupan dan juga sebagai
pegangan untuk kita dalam nejalani kehidupan di masyarakat. Seorang ibu yang
menginginkan anak perempuan satu-satunya menikah dengan seorang laki-laki dari
kasta brahmana agar garis keturunan keluarga bangsawan akan selalu terjaga.
41
Seperti dalam kutipan berikut :
“kau adalah harapan meme, Tugeg. Kelak, kau harus
menikah dengan laki-laki yang memakai nama depan Ida
Bagus. Kau harus tanam dalam-dalam pesanku ini.
Sekarang kau bukan anak kecil lagi. Kau tidak bisa
bermain bola lagi. Kau harus mulai belajar menjadi
peempuan keturunan Brahmana. Menghapal beragam
sesaji, juga harus tahu bagaimana mengukir janur untuk
upacara, Pegang kata-kataku ini, Tugeg. Kau mengerti?”
( Ibid : 67 ).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa terdapat suatu pesan moral yang bisa
dijadikan gambaran para pembaca untuk menyikapi bahwa keinginan orangtua tidak
selamanya sesuai dengan keinginan anaknya, dan bahkan bisa menimbulkan suatu
permasalahan hingga terjadi ketidakharmonisan hubungan seorang ibu dan anak.
Memaksakan suatu kehendak terhadap anak akan menimbulkan dampak dan pengaruh
yang buruk apabila tidak ada kesepakatan dan komunikasi yang baik antara ibu dan
anak. Meskipun seorang ibu memiliki masa lalu yang kelam dan tidak baik pasti
menginginkan anaknya menjadi yang terbaik bagi keluarga dan masyarakat. Seperti
yang terlihat pada kutipan berikut :
“Aku bicara yang sesungguhnya. Bagaimana mungkin
seorang jogged yang tubuhnya biasa disentuh laki-laki
bisa menasehati cucuku dengan baik.”
( Ibid : 73 ).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa terdapat suatu bentuk pesan moral yang bisa
kita ambil sebagai pelajaran yang mana masa lalu adalah bagian dari pengalaman
hidup. Manusia tidak bisa lepas dari kesalahan dan kekhilafan yang bisa terjadi pada
siapapun dan dimanapun. Meskipun dalam kutipan diatas bahwa seorang ibu dari
keluarga sudra mengalami pelecehan sexual ketika menjadi seorang penari, akan tetapi
42
dengan penuh ambisi dan keyakinan menjadi seorang ibu mempunyai harapan yang
besar terhadap anaknya agar tidak mengalami kejadian yang buruk yang pernah
dialaminya. Seorang ibu menginginkan anaknya menjadi yang terbaik dan menjaga
nama baik keluarganya di masyarakat.
Ketidak adilan bisa dialami pada siapapun dan dimanapun, dalam kehidupan
masyarakat sering terjadi pandangan, tindakan atau perilaku yang menunjukkan rasa
ketidak adilan itu timbul. Seperti yang terjadi pada kutipan berikut :
“Jangan kau bawa cucuku ke rumahmu, Cucuku seorang
Brahmana, bukan Sudra. Bagaimana kamu ini! Kalau
sering kau bawa pulang ke rumahmu, cucuku tidak akan
memiliki sinar kebangsawanan. Kau mengerti Kenanga!”
( Ibid : 61 ).
Kutipan di atas menunjukkan bahwa terdapat suatu bentuk pesan moral yang bisa
kita ambil sebagai pelajaran yang mana diskriminasi bisa terjadi d dalam keluarga
maupun di masyarakat. Dalam kutipan diatas menunjukkan bahwa suatu bentuk
perbedaan bisa menimbulkan masalah dan mengakibatkan ketidakharmonisan
hubungan keluarga dan pengaruh buruk di masyarakat. Selama ini kelas bawah yaitu
sudra sering tidak dihormati dan dianggap tidak mempunyai kedudukan di masyarakat.
Kelas atas yaitu Brahmana sangat dihormati sama kelas dibawahnya, dan mendapat
perlakuan yang terhormat di masyarakat. Pesan yang dapat diambil dari novel yang
telah dianalisis oleh penulis adalah menghormati sesama manusia tanpa memandang
status, kelas, ekonomi dan gender itu akan membuat hubungan suatu keluarga atau
masyarakat bisa harmonis dan berjalan dengan baik.
CHAPTER V
43
CONCLUSION AND SUGGESTIONS
5.1 Conclusion
Setelah melakukan analisis tentang diskriminasi kasta dan gender yang terdapat di
dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini maka dapat disimpulkan oleh penulis
bahwa diskriminasi merupakan sesuatu hal yang dapat terjadi dimanapun, kapanpun
dan untuk siapa pun, yang mana tentu saja hal tersebut terjadi disebabkan oleh suatu
hal yang dapat memancing ketidakadilan yang dialami individu, keluarga maupun
kelompok atau golongan.
Seorang anak perempuan bernama Telaga yang lahir dari seorang Ibu bernama Luh
Sekar, perempuan sudra yang menikah dengan seorang Ida bagus (nama depan lakilaki dari kasta Brahmana, kasta tertinggi dari masyarakat bali). Sudra adalah kasta
terendah dalam masyarakat bali. Bahwa diskriminasi terhadap kasta tinggi dan kasta
rendah merupakan bentuk ketidakadilan akibat kesalahpahaman sitem kasta yang yang
dipercaya sebagaian besar masyarakat bali dan sampai saat ini juga masih berlaku
karena merupakan kepercayaan yang merupakan tradisi dan telah diyakini dari leluhur
mereka. Keluarga dari kasta Brahmana menginginkan anaknya agar menikah dengan
laki-laki atau perempuan dari keluarga yang mempunyai kasta yang sama dan
sederajat.
Telaga atau lengkapnya Ida Ayu (nama depan anak perempuan kasta brahmana)
Telaga Pidada menyandang gelar bangsawan. Sejarah hidup Telaga sendiri penuh
luka. Karena cintanya pada seorang laki-laki dari kasta sudra ia bersedia
menanggalkan kebangsawannya. Kehidupan keluarga dari kasta sudra
yang
cenderung miskin, terhina dan tidak dihormati membuat Kenanga sangat berambisi
44
untuk menjadi kaya dan terhormat. Satu-satunya jalan untuk mewujudkan keinginan
itu adalah dengan menerima pinangan dari lelaki bangsawan yang tidak dicintainya.
Bagi Kenanga, cinta tak penting, yang utama adalah kekayaan. Perempuan Brahmana
lebih dihormati dan mempunyai kedudukan yang tinggi di masyarakat. Kaum
perempuan dari golongan kasta sudra juga sering mengalami pelecehan sexual dari
laki-laki. Bagi keluarga dari kasta Brahmana wibawa harus terus dijaga agar orang di
luar griya (Rumah tempat tinggal kasta Brahmana) mau menghargai dan
menghormatinya. Novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini ini mengandung unsur-un
sur yang mengaitkannya pada arus baru dalam fiksi warna daerah, termasuk
kedudukan perempuan dalam masyarakat, beban diskriminasi kasta, diskriminasi
gender. Semua ini mencerminkan semacam keterbukaan nyata yang luar biasa untuk
sastra Indonesia modern.
5.2 Suggestions
Berdasarkan hasil dari analisa ini, maka penulis ingin memberikan beberapa saran
kepada pembaca agar supaya dapat digunakan dalam menjalani kehidupan seharihari,seperti berikut:
1. Perlunya adanya kesadaran diri baik individu dan masyarakat untuk tidak melakukan
diskriminasi dalam bentuk apapun karena akan menimbulkan ketidakharmonisan
terhadap suatu hubungan di masyarakat.
2. Disarankan kepada pembaca bahwa tidak seharusnya kita melakukan diskriminasi baik di
dalam keluarga maupun di masyarakat. Karena sejatinya mereka merupakan bagian dari
kehidupan kita. Untuk memecahkan sebuah masalah yang terjadi di dalam keluarga atau
45
masyarakat sebaiknya kita bisa lebih terbuka dan berbagi atas masalah yang menimpa
tersebut.
3. Disarankan kepada pembaca bahwa kita haruslah mencari penyebab masalah yang
membuat kita melakukan diskriminasi agar kita bisa mencari solusi bagaimana
mengatasinya dengan sesegera mungkin sebelum ketidakadilan tersebut terjadi berlarutlarut.
Karena
diskriminasi
pada
akhirnya
akan
membawa
kita
ke
dalam
ketidakharmonisan dalam suatu hubungan dan kehancuran di keluarga ataupun
masyarakat.
46
BIBLIOGRAPHY
Astiti, T.I.P., 2000; “Jender Dalam Hukum Adat” Makalah.
Atmadja, Nengah Bawa. 2010. Ajeg Bali: Gerakan, Identitas Kultural, dan
Globalisasi. Yogyakarta: LKiS.
Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra Feminis: sebuah Pengantar. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,
Teori, dan Aplikasi (Edisi Revisi). Yogyakarta: Media Pressindo.
Fakih, Mansour, 1996; Analisis Gender & Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar
Jogyakarta.
Gita Lakshmi. 2007. “Tarian Bumi Tarian Pemberontakan”. http://sepocikopi
wordpress, Oka Rusmini. 2007. “Menulis Itu Buat Saya”.
http://pinjambuku.wordpress,
Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2010. Konsep dan Teknik Penelitian Gender.
Malang: UMM Press.
Haryatmoko, 2010 : Dominasi Penuh Muslihat : Akar Kekerasan dan Diskriminasi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Itsna Hadi Saptiawan. 2010. Gender dan Inferioritas Perempuan: Praktik Kritik
Sastra Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
I Gusti Agung Oka, Slokantara. Penerbit: Hanumān Sakti, Jakarta
Ketut Wiana dan Raka Santeri, Kasta dalam Hindu – kesalahpahaman selama
berabad-abad. Penerbit: Yayasan Dharma Naradha.
Muchtar, Yati, 2001; “Gerakan Perempuan Indonesia Dan Politik Gender Orde Baru”,
Jurnal Perempuan Untuk Pencerahan Dan Kesetaraan, No. 14.
Nama Orang Bali : http://imadewira.com/nama-orang-bali/
Nunuk P. Murniati, 2008 : Getar Gender, Penerbit : Indonesia Tera.
Rusmini, Oka (2007) (in Indonesian). Tarian bumi : sebuah novel [Dance of the
Earth]. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Soewondo, Nani, 1984; Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum Dan
Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Stevi Jackson dan Jackie Jones, januari-2010 : Pengantar Teori-teori Feminis
Kontemporer Penerbit : Jalasutra.
Sue Thornham, 2010 Teori Feminis dan Cultural Studies ; Penerbit : Jalasutra
Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Widjajanti M. Santoso, Juli – 2011, Sosiologi Feminisme : Konstruksi Perempuan
dalam Industri Media Penerbit ; Lkis
APPENDIXES 1
BIOGRAPHY OF OKA RUSMINI, AWARD AND HER LITERARY WORKS
1. Biography Oka Rusmini
Oka Rusmini (Ida Ayu Oka Rusmini), the poet and novelist, was born on 11 July
1967 in Jakarta, Indonesia. Presently, she lives in Denpasar, Bali. Her writing is
characteristic of the condition of women in the patriarchal culture in traditional
society.
Oka has to her credit collections of short stories, poems and novels. Oka's poem
has also been included along with twelve other Balinese contributors in a book entitled
Bali Living in Two Worlds, edited by Urs Ramseyer from the Museum der Kulturen
Basel in Switzerland.
She has also served as the fashion editor in the Bali Post, the largest local
newspaper in Bali. She has been speaking at various national and international literary
forums, such as "Ubud Writers and Readers Festival" in Bali; the "Pulpit Poet 21st
Century" at Taman Ismail Marzuki, Jakarta in 1996; ASEAN Writers Writing
Program, 1997; "International Poetry Festival", Surakarta, 2002 and that in Denpasar,
Bali in 2003. She represented Indonesia at the "Winternachten Literature Festival" in
The Hague and Amsterdam, the Netherlands. In 2003, she was invited as a guest
author at the University of Hamburg, Germany.
2. Award
In 1994, she won the best short story prize for her entry "Putu Menolong Tuhan"
in the Femina magazine, which was also translated as "Putu Helps his God" by Vern
Cork and included in a book Bali Behind the Seen, published in Australia. In the same
magazine, her novel "Sagra" won the prize for the novel category. This was followed
by the Horizon literary magazine best short story award for her collection of stories
entitled "Pemahat Abad", translated as The Sculptor of the Century, in the period
1999-2000. Her short story "The Century Carver" has been translated into English by
Pamela Allen. Poetry Journal awarded her with the best poetry in 2002. In 2003, her
novel Tarian Bumi, "Dance of the Earth" was hailed as the "Work Honorees Writing
Literature 2003" by the Ministry of Education, Language Centre, Indonesia. The novel
has been translated in German and is in process to be translated into English by Lontar
Foundation.
3. Oka Rusmini Literary Works :
1.
Rusmini, Oka (1997) (in Indonesian). Monolog Pohon: 30 Sajak
[Monologue Tree].
Denpasar: Griya Budaya.
2.
Utan Kayu: Tafseer in Games (1998)
3.
Bali: The Morning After (Australia, 2000)
4.
Rusmini, Oka (2001) (in Indonesian). Sagra. Magelang: Indonesia Tera.
5.
Rusmini, Oka (2001). Bali: living in two worlds : a critical self-portrait.
Germany: Museum der Kulturen Basel.
6.
Rusmini, Oka (2003) (in Indonesian). Kenanga. Indonesia: Gramedia
Widiasarana.
7.
Rusmini, Oka (2003) (in Indonesian). Patiwangi. Jogjakarta, Jakarta:
Bentang
Budaya.
8.
Boxwood (2003)
9.
Rusmini, Oka (2004) (in Indonesian). Malaikat biru kota Hobart : suara
dari Bali. Jogjakarta: Logung Pustaka : Akar Indonesia.
10.
McGlynn, John (2006). Menagerie: Indonesian fiction,
photographs, essays, Volume 4. Jakarta: Lontar Foundation.
11.
Rusmini, Oka (2007) (in Indonesian). Warna kita : seratus puisi pilihan.
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
12.
Rusmini, Oka (2007) (in German). Erdentanz [Roman aus Bali]. Germany:
Bad Honnef Horlemann.
13.
Rusmini, Oka (2007) (in Indonesian). Tarian bumi : sebuah novel
[Dance of the Earth]. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
14.
Rusmini, Oka (2008) (in Indonesian). Pandora : kumpulan puisi. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia. ISBN Gramedia Widiasarana Indonesia.
15.
Rusmini, Oka (2009) (in Indonesian). Kundangdya. Jakarta: Pusat Bahasa,
Departemen Pendidikan Nasional.
16.
Rusmini, Oka (2010) (in Indonesian). Tempurung. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
17.
Color We (2007)
18.
The Century Carver (2009)
poetry,
APPENDIXES II
SYNOPSIS OF TARIAN BUMI A NOVEL
BY OKA RUSMINI
1. Synopsis in English
Luh Sekar is a poor Sudra, the lowest caste in Bali. Her mother is Luh Dalem.
Some people say, she has been robbed and raped by more than three men, then she
gets pregnant even blind. Many efforts have been done to miscarriage but fails to do
that. She then bears two babies, they are Luh Kerta and Luh Kerti, Luh Sekar’s
younger sisters. To earn their living, Luh Sekar sells things in Badung market.
Luh Dalem, especially her daughter Luh Sekar, is a hardworking woman. They
want to improve their life. That is why Luh Sekar chooses to marry a man from a
Brahmana caste, the highest caste. In order to attract the man, she learns dancing. She
also prepares herself with a jimat (magical power) given by her mother. Beside that,
she looks for a Taksu (inner, spiritual power from God) by praying in a temple at night
accompanied by Luh Kenten.
Luh Sekar is able to change her life for she succeeds to marry Ida Bagus Ngurah, a
Brahmana. Due to Balinese traditional culture, she is given a title called Jero. Her new
name is Jero Kenanga. It is true that, after the marriage, being a new Brahmana, she
becomes a woman with a changed socio-economic condition. In fact, she is not happy
as her husband is a playboy and a gambler. She is so stressed because of the tight rule
as a Brahmana. So, many rules have to follow. In the family, she is so dilemmatic
because she is now a Brahmana but treated a Sudra.
From her marriage, she has a Brahmana daughter, named Ida Ayu Telaga Pidada
alias Tugeg. Like her mother, Ida Ayu Telaga Pidada is good at dancing. Under the
guidance of Luh Kambren, her dance teacher, she can dance various traditional
dances.
However, there are so many different characters between Ida Ayu Telaga Pidada
and her mother. Her mother is very ambitious in terms of socio-economic status
whereas Ida Ayu Telaga Pidada seems very humble. As a Brahmana, Ida Ayu Telaga
Pidada cherishes all people. She hates any rule run in the brahmana family. Different
from her mother, she does not like to marry a man from the same caste (Brahmana).
That is why, she chooses to marry a Sudra painter named Wayan Sasmita. It is told
that, Wayan Sasmita is an unexpected child from illegal marriage between Ida Bagus
Ketu and Luh Gumbreg whom are Ida Ayu Telaga Pidada‘s father and mother-in-law.
The marriage between Ida Ayu Telaga Pidada and Wayan Sasmita is not lasted
long for Wayan Sasmita dies of heart-attack. But, they have a daughter named Luh
Sari. After her husband death, Ida Ayu Telaga Pidada suffers so much. Wayan
Sasmita’s mother-in-law (Luh Gumbreg) blames Ida Ayu Telaga Pidada as the cause
of her son‘s death. She thinks that it is all because Ida Ayu Telaga Pidada does not
hold a special religious ceremony concerning her giving up relationship from her
being Brahmana. To do that, such a ceremony is held one day.
On the other hand, Sadri, Wayan Sasmita‘s sister, is jealous with Ida Ayu Telaga
Pidada. Once, Ida Ayu Telaga Pidada is also raped by Putu Sarma, her brother-in-law.
2. Synopsis in Indonesian
Cerita tentang seorang anak perempuan bernama Telaga yang lahir dari seorang
Ibu bernama Luh Sekar, perempuan sudra yang menikah dengan seorang Ida bagus
(nama depan laki-laki dari kasta Brahmana, kasta tertinggi dari masyarakat bali).
Sudra adalah kasta terendah dalam masyarakat bali.
Telaga atau lengkapnya Ida Ayu (nama depan anak perempuan kasta brahmana)
Telaga Pidada menyandang gelar bangsawan. Sejarah hidup Telaga sendiri penuh
luka. Karena cintanya pada seorang laki-laki dari kasta sudra ia bersedia
menanggalkan kebangsawannya.
Pernikahan Telaga dan Wayan sejak semula tidak direstui oleh kedua belah pihak
orang tua mereka. Ibu Telaga, yang kemudian berganti nama menjadi “Jero” (Jero
adalah nama yang harus dipakai oleh seorang perempuan sudra yang menjadi anggota
keluarga griya) Kenanga, dulunya seorang penari sudra yang sangat cantik. Kehidupan
keluarganya yang miskin dan terhina membuat Kenanga sangat berambisi untuk
menjadi kaya dan terhormat. Satu-satunya jalan untuk mewujudkan keinginan itu
adalah dengan menerima pinangan dari lelaki bangsawan yang tidak dicintainya. Bagi
Kenanga, cinta tak penting, yang utama adalah kekayaan.
Laki-laki bangsawan yang dinikahi Kenanga kemudian ditemukan meninggal dalam
dekapan pelacur. Ibu mertua Kenanga adalah wanita yang sangat keras. Sejak awal ia
tidak menyukai anak laki-laki kesayangannya menikahi perempuan sudra. Ia
menerapkan aturan yang sangat kaku. Bagi nenek Telaga, wibawa harus terus dijaga
agar orang di luar griya mau menghargainya.
Dalam rumah besar dan mewah itu hanya teriakan nenek dan kata-kata kasar ayah
yang sering keluar. Ibu Telaga jarang berbicara. Dan kakek hanya bisa diam. Setelah
kematian ayah Telaga disusul kemudian nenek, Ibu mulai mengatur kehidupan Telaga.
Kenanga tidak membiarkan Telaga berpikir untuk hidupnya sendiri. Keinginankeinginan Kenanga adalah harga mati yang tak seorang pun bisa membelokkannya,
pun demikian jodoh untuk Telaga, putri satu-satunya.
Sementara itu, Ibu Wayan, sangat keberatan niat putranya menyunting Telaga. Tak
pantas laki-laki sudra meminang perempuan brahmana. Jika itu terjadi maka
dikhawatirkan malapetaka akan menimpa keluarga mereka. Namun pernikahan tidak
dapat dibatalkan karena Telaga telah mengandung calon benih Wayan. Telaga dan
Wayan menikah untuk kemudian mereka tinggal bersama Ibu Wayan.
Namun pernikahan itu tidak berlangsung lama. Wayan ditemukan meninggal di studio
lukisnya. Dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa Wayan mengidap penyakit
jantung bawaan sejak kecil. Kematian putra satu-satunya mendorong Ibu Wayan
meminta Telaga untuk melakukan upacara Patiwangi. Ibu Wayan meyakini sebelum
Telaga melakukan upacara itu, selamanya ia akan menjadi pembawa malapetaka.
Upacara patiwangi adalah semacam upacara pamitan kepada leluhur di griya
(tempat tinggal kasta Brahmana), karena ia tidak lagi menjadi bagian dari keluarga
griya. Bukan sebuah upacara yang mudah. Karena upacara ini akan menurunkan harga
diri keluarga griya dan menjatuhkan nama baik mereka. Dengan upara pamit ini akan
menimbulkan masalah, karena Telaga akan dijadikan contoh dan dapat menyebabkan
banyak Ida Ayu yang kawin dengan laki-laki sudra. Dan ini adalah aib bagi leluhur
griya.
Silsilah Tokoh Utama dalam Novel Tarian Bumi
Ida Bagus Tugur
+ Ida Ayu Sagra Pidada
Ida Bagus Ngurah Pidada
Wayan Sasmita
+
+
Luh Sekar (Jero Kenanga)
Ida Ayu Telaga Pidada
Luh Sari
Download