1 KAJIAN BIOEKOLOGI SERANGGA HAMA DI

advertisement
KAJIAN BIOEKOLOGI SERANGGA HAMA DI PERKEBUNAN
APEL (Malus sylvestris Mill) DESA TULUNGREJO
KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU
Ana Fithria Mahfudho, Sofia Ery Rahayu, Fatchur Rohman
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]
ABSTRACT: The purposes of this study are to know the various kind of insect pests, the number
of individuals, the temporary distribution, and the abiotic factors that influence the individual
number of insect pests in the leaves and fruits of apple plant. This research is descriptive and
explorative research which have been done in April until June 2014. The collection of the pests
used 72 plants that took systematically by create 12 plots, each plot consist of at least 3 variation
of manalagi apple plants and 3 variation of anna apple plants. The insect pests collected directly
from the leaves and fruits of apple plant, instead, the flying pests collected by using the sweepnet.
The insect pests’s collection carried on early at 06.00 – 08.00 WIB in the morning; on daylight
at 11.00-13.00 WIB and on towards the evening at 15.00-17.00 WIB. The result of research
insect pest’s that found 10 species, they are Dasychira inclusa, Spodoptera litura, Chrysodeixis
chalcites, Polydrusus impressifrons, Rhagoletis pomonella, Epilachna sp., Lygus lineolaris,
Empoasca sp., Hyposidra talaca, dan Thrips sp. The higest individual number of insect pests is
Thrips sp. Each individual has the higest number of individuals in the morning. The abiotic factor
that have the highest influence in morning and daylight is the light intensity with the influential
number around 21,937% and 16,737%. In the evening, the highest influential abotic factor is air
humidity with influential number around 22,533%.
Kata kunci: bioekologi, serangga hama, perkebunan apel, distribusi temporal
Kota Batu merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang sangat potensial terutama untuk
pengembangan di bidang pertanian. Salah satu produksi pertanian yang memiliki keunggulan di
Kota Batu adalah tanaman apel. Apel adalah tanaman buah tahunan yang tumbuh baik di daerah
dataran tinggi. Desa Tulungrejo yang berada pada ketinggian 700-800 meter di atas permukaan air
laut (mdpl), merupakan sentra tanaman apel di Kota Batu dan kondisi tanaman apel berkembang
dengan baik (Fahriyah dkk, 2011). Luas lahan apel di desa Tulungrejo 400 Ha dengan jumlah
pohon apel 24.000 pohon, total produksi apel 11.000 ton per musim panen dengan produktivitas
27.5 ton/Ha/tahun (Indahwati dkk, 2012).
Diketahui dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 terjadi penurunan komoditas apel dari
3.430.116 kg pada tahun 2005 menjadi 2.577.949 kg pada tahun 2010 (Fahriyah dkk, 2011).
Penurunan produktivitas tanaman apel disebabkan adanya alih-fungsi lahan tanaman apel menjadi
lahan perkebunan jeruk, sayur, dan bunga potong (Amelia dkk, 2012). Selain itu, beberapa tahun
terakhir terkait masalah sistem pengolahan tanah (Nursaidah, 2013). Cuaca yang tidak menentu
dan perubahan suhu yang semakin meningkat mengakibatkan tanaman apel tidak dapat
berproduksi optimal. Aplikasi pestisida kimiawi dapat menimbulkan dampak negatif, seperti
resistensi hama, berkurangnya musuh alami, dan timbul jenis hama baru (Brown, 1978 dalam
Wardani dkk, 2013). Serangga hama merupakan salah satu faktor penting yang menjadi
penghambat dalam usaha peningkatan produksi tanaman apel. Tanaman apel yang diserang
serangga hama tetap menjadi masalah serius yang dihadapi oleh petani apel.
1
Berdasarkan hasil observasi penelitian ini, ditemukan beberapa jenis serangga hama, yaitu
Rhagoletis pomonella ditemukan di buah apel, sedangkan Dasychira inclusa, Spodoptera litura,
Polydrusus impressifrons, dan Thrips sp. ditemukan di bagian daun tanaman apel. Serangga hama
yang diamati adalah serangga yang ditemukan di daun dan buah tanaman apel. Hal ini karena apel
merupakan tanaman buah tahunan dengan struktur batang berkayu yang keras, sehingga serangga
hama cenderung menyerang daun dan buah daripada batang. Pengambilan data dilakukan
berdasarkan perbedaan waktu agar dapat diketahui faktor abiotik yang paling berpengaruh
terhadap jumlah serangga hama yang terdapat di perkebunan apel. Kajian bioekologi serangga
hama di perkebunan apel digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi pengelolaan hama
secara tepat di lapangan dan sebagai dasar pertimbangan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis serangga hama, jumlah individu, distribusi
temporal, dan faktor abiotik yang berpengaruh terhadap jumlah individu serangga hama yang
ditemukan di daun dan buah tanaman apel.
METODE
Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif menggunakan metode survei dengan
pengambilan secara purporsive sampling yaitu mengambil serangga hama secara sengaja pada
tanaman apel berdasarkan pertimbangan tempat dan waktu yang ditentukan oleh peneliti. Waktu
pelaksanaan penelitian dilakukan bulan April - Juni 2014. Pengambilan serangga hama dilakukan
di perkebunan apel Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Sedangkan identifikasi
serangga hama dilakukan di laboratorium zoologi dan ekologi jurusan biologi FMIPA Universitas
Negeri Malang.
Luas lahan perkebunan apel yang digunakan adalah 70 m x 50 m dengan pola tanam selangseling dua tanaman apel berbeda varietas, yaitu Varietas Manalagi dan Varietas Anna. Jarak antar
tanaman apel arah horizontal 3,5 m dan arah vertical 2,5 m. Pengambilan serangga hama
menggunakan 72 tanaman yang diambil secara sistematis, yaitu membuat plot dengan luas 4 m x
6 m dan jarak antar plot 9 meter. Pemasangan plot yang digunakan sebanyak 12 plot berisi 6
tanaman, terdiri atas 3 tanaman apel Varietas Manalagi dan 3 tanaman apel Varietas Anna.
Pengambilan dilakukan secara sistematis, maka luas lahan yang digunakan adalah 69 m x 48 m.
Pengambilan serangga hama dilakukan secara langsung, yaitu serangga hama fase larva, nimfa,
dan imago yang berada di daun dan buah tanaman apel. Serangga hama terbang ditangkap
menggunakan sweepnet. Pengamatan dilakukan pada waktu; pagi hari: 06.00 - 08.00 WIB; siang
hari: 11.00 - 13.00 WIB; dan sore hari: 15.00 - 17.00 WIB yang dilakukan sebanyak tiga kali
ulangan dengan interval setiap satu minggu sekali. Serangga yang tertangkap diidentifikasi dengan
merujuk pada buku An Introduction to the Study of Insect (Borror et al, 1989) dan Pest of Crops
in Indonesia (Kalshoven, 1981).
Pengukuran faktor abiotik, meliputi; suhu udara dengan termometer, kelembaban udara
dengan higrometer, intensitas cahaya dengan luxmeter, dan kecepatan angin dengan anemometer.
Data yang berupa ciri-ciri morfologi, jumlah individu, dan distribusi temporal serangga hama
dianalisis secara deskriptif. Sedangkan faktor abiotik yang berpengaruh terhadap jumlah individu
serangga hama, data dianalisis dengan regresi ganda bertahap dengan penghitungan menggunakan
SPSS 16.0.
2
HASIL
Hasil pengambilan serangga hama yang ditemukan di daun dan buah tanaman apel disajikan
pada Tabel 1
Tabel 1 Serangga Hama yang ditemukan di Daun dan Buah Tanaman Apel Desa Tulungrejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu
No
Famili
Genus
1.
2.
Lymantridae
Noctuidae
Daschira
Spodoptera
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Curculionidae
Tephritidae
Coccinellidae
Miridae
Cicadellidae
Geometridae
Thripidae
Polydrusus
Rhagoletis
Epilachna
Lygus
Empoasca
Hyposidra
Thrips
Spesies
Fase
Dasychira inclusa
Spodoptera litura
Chrysodeixis chalcites
Polydrusus impressifrons
Rhagoletis pomonella
Epilachna sp.
Lygus lineolaris
Empoasca sp.
Hyposidra talaca
Thrips sp.
Larva
Larva
Larva
Imago
Imago
Imago
Imago
Imago
Larva
Nimfa
Bagian
Terserang
Daun
Daun
Daun
Daun
Buah
Daun
Buah
Daun
Daun
Daun
Berdasarkan Tabel 1 serangga hama tanaman apel yang paling banyak ditemukan adalah
serangga hama yang menyerang daun dibandingkan serangga hama yang menyerang buah. Fase
serangga hama yang ditemukan adalah fase imago, larva, dan nimfa.
Jumlah individu serangga hama yang ditemukan di daun dan buah tanaman apel disajikan
dalam Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah Individu Serangga Hama yang ditemukan di Daun dan Buah Tanaman Apel Desa
Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Spesies
Dasychira inclusa
Spodoptera litura
Chrysodeixis chalcites
Polydrusus impressifrons
Rhagoletis pomonella
Epilachna sp.
Lygus lineolaris
Empoasca sp.
Hyposidra talaca
Thrips sp.
Total
Jumlah individu
176
563
8
144
32
6
12
9
40
1.581
2.584
Jumlah individu serangga hama tertinggi ditempati oleh Thrips sp. sejumlah 1.581 individu.
Sedangkan jumlah individu serangga hama terendah ditempati oleh Epilachna sp. sejumlah 6
individu.
3
Hasil pengamatan distribusi temporal selama 3 kali pencuplikan disajikan pada Gambar 1.
RERATA JUMLAH INDIVIDU
45
40
35
30
25
Pagi hari
20
Siang hari
15
Sore hari
10
5
0
1
2
3
PENCUPLIKAN KE-
Gambar 1 Perbandingan Rerata Jumlah Individu Serangga Hama Pada Waktu Pagi, Siang, dan Sore Hari
Berdasarkan Gambar 1, rerata jumlah individu serangga hama yang ditemukan tertinggi
adalah waktu pagi hari, kemudian mengalami penurunan pada waktu siang hari dan terendah pada
sore hari.
Nilai sumbangan faktor abiotik terhadap jumlah individu serangga hama di perkebunan apel
pada waktu pagi, siang, dan sore hari disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Struktur Sumbangan Faktor Abiotik yang Berpengaruh Terhadap Jumlah Individu Serangga Hama
Pada Waktu Pagi, Siang, dan Sore Hari
No
Waktu
Suhu udara
1.
2.
3.
Pagi hari (06.00-08.00 WIB)
Siang hari (11.00-13.00 WIB)
Sore hari (15.00-17.00 WIB)
16,396%
0,782%
0,633%
Kelembaban
Udara
0,349%
6,440%
22,533%
Kecepatan
Angin
13,413%
5,629%
19,191%
Intensitas
Cahaya
21,937%
16,737%
4,365%
Dari Tabel 3 dapat diketahui faktor abiotik yang memiliki sumbangan terbesar pada waktu
pagi hari dan siang hari adalah intensitas cahaya dengan nilai sumbangan sebesar 21,937%, dan
16,737%. Pada waktu sore hari, nilai sumbangan faktor abiotik terbesar adalah kelembaban udara
sebesar 22,533%.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan jenis-jenis serangga hama pada tanaman apel ditemukan 10
spesies yang termasuk 9 famili yaitu Lymantridae, Noctuidae, Curculionidae, Tephritidae,
Coccinellidae, Miridae, Cicadellidae, Geometridae, dan Thripidae. Sedangkan 10 spesies serangga
hama tersebut adalah Dasychira inclusa, Spodoptera litura, Chrysodeixis chalcites, Polydrusus
impressifrons, Rhagoletis pomonella, Epilachna sp., Lygus lineolaris, Empoasca sp., Hyposidra
talaca, dan Thrips sp.
4
Tiap spesies serangga hama memiliki cara yang berbeda untuk merusak dan menyerang
tanaman apel. Dasychira inclusa, Spodoptera litura, Chrysodeixis chalcite, dan Hyposidra talaca
merupakan serangga hama fase larva yang ditemukan dibagian daun pada tanaman apel. Spesies
serangga hama fase larva ini biasanya memakan daun-daun tanaman apel, mengakibatkan daundaun tinggal tulang daun, membuat banyak lubang, dan sekeliling pinggiran daun atau seluruhnya
dimakan. Serangan hama fase larva ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman apel karena
tanaman tersebut kehilangan daun. Jenis serangga hama ini memakan daun yang masih muda
maupun daun tua pada waktu pagi dan siang hari, sedangkan fase dewasanya aktif pada malam
hari.
Ada juga cara lain serangga hama untuk menyerang tumbuhan yaitu dengan penghisapan
cairan daun-daun tanaman apel, seperti Empoasca sp. Serangga ini menyerang tanaman dengan
cara menusuk-menghisap yang dapat menyebabkan tanaman bernoda, berwarna kuning, keriting
dan kerdil (Sanjaya dan Wiwin, 2005). Begitu pula dengan Polydrusus impressifrons yang
merupakan hama penting jenis buah-buahan termasuk buah apel. Kumbang ini biasanya ditemukan
dalam jumlah besar mengakibatkan kerusakan berat karena memakan daun-daun tanaman,
terutama daun yang masih kuncup dan daun muda (Niedbala, 2012).
Pada saat pengamatan, beberapa buah apel yang masih menggantung di pohon terdapat
lubang berwarna coklat dan ada juga yang sudah mulai membusuk. Hal ini disebabkan oleh
Rhagoletis pomonella. Sunarno (2011) menyatakan bahwa Rhagoletis pomonella betina
melubangi kulit buah apel dengan menusukkan ovipositornya untuk menyimpan telur didalam
daging buah apel. Kemudian telur tumbuh menjadi larva yang dapat merusak dan membusukkan
buah apel. Dalam mencari tempat untuk meletakkan telur, lalat buah memilih buah yang cukup
lunak untuk dapat ditembus oleh ovipositornya dan kandungan nutrisi yang dibutuhkan larva harus
tersedia cukup. Hal ini sesuai yang di katakan oleh Putra (2001) bahwa induk lalat buah sangat
menyukai inang yang berupa buah setengah masak karena dalam kondisi seperti ini, buah
mengandung asam askorbat dan sukrose dalam jumlah maksimal. Pada kondisi tersebut, aroma
buah apel mulai terasa, dan warna buah mulai tampak cerah. Sunarno (2011) menyatakan bahwa
aktivitas serangga hama lalat buah dalam menemukan tanaman inang ditentukan oleh aroma dan
warna dari buah.
Serangga hama yang memiliki jumlah individu terbesar pada tiap pencuplikan adalah Thrips
sp. dengan jumlah total 1.581 individu. Saat pengambilan serangga hama, dilakukan ketika akhir
musim hujan dengan rata-rata suhu udara 25,4 ℃ dan rata-rata kelembaban udara 66%. Dengan
kondisi tersebut lingkungan cenderung mendekati kondisi kering sehingga banyak ditemukan
Thrips sp. Alston dan Daniel (2008) menyatakan bahwa populasi Thrips dapat meningkat dengan
cepat jika kondisi lingkungan hangat dan kering. Lebih lanjut dijelaskan oleh Funderburk (2002)
bahwa populasi Thrips sp mudah berkembangbiak karena mudah hidup pada semua habitat dengan
kondisi optimal, waktu perkembangbiakan singkat, menyukai banyak jenis tanaman, dan
cenderung melakukan partenogenesis. Thrips betina menghasilkan telur sejumlah 10 - 100 lebih,
tergantung spesies dan tanaman inang. Siklus hidup Thrips dari telur menjadi dewasa
membutuhkan waktu 2 - 3 minggu (Sandra, 2010).
Thrips sp. banyak ditemukan di bagian daun tanaman apel. Funderburk (2002) menyatakan
bahwa daun-daun tanaman lebih disukai oleh Thrips sp. karena sebagai sumber makanan yang
diperlukan untuk perkembangannya. Hama thrips menggunakan mulut untuk menusuk permukaan
daun kemudian menghisap cairan daun tersebut (Alston dan Daniel, 2008). Saat pengambilan
serangga hama, Thrips sp. banyak ditemukan didaun muda, dan ada juga yang ditemukan didaun
5
tua. Menurut Soelarso (1997) Thrips sp. menyerang daun muda yang mengakibatkan bintik-bintik
putih, kedua sisi daun agak menggulung ke atas, dan pertumbuhannya tidak normal.
Selama tiga kali pencuplikan, jumlah individu serangga hama yang memiliki nilai tertinggi
adalah waktu pagi hari. Pada waktu tersebut, faktor abiotik yang memiliki sumbangan terbesar
adalah intensitas cahaya. Intensitas cahaya mempengaruhi distribusi temporal serangga hama
dalam beraktivitas sesuai dengan respon sinyal yang berasal dari sinar matahari. Sedangkan jumlah
individu serangga hama semakin mengalami penurunan pada waktu siang hari dan sore hari. Pada
saat pencuplikan, menjelang waktu siang hari atau sore hari terkadang cuaca mendung penanda
akan turun hujan, sehingga serangga hama yang muncul cenderung berkurang dibandingkan waktu
pagi hari. Menurut Untung (2006) kelimpahan serangga akan berkurang ketika sumber makanan,
tempat berlindung, tempat kawin, dan faktor lingkungan lainnya tidak mencukupi.
Populasi serangga hama berkaitan dengan keanekaragaman serangga yang terdapat di
perkebunan apel. Keanekaragaman tersebut akan terganggu dengan adanya penyemprotan
pestisida (pada penelitian ini dilakukan penyemprotan pestisida 1 kali dalam 2 minggu).
Penggunaan pestisida bertujuan untuk membasmi serangga hama secara cepat dan massa. jika
penggunaan pestisida tidak sesuai, mengakibatkan pencemaran lingkungan, resistensi dan
resurgensi serangga hama, dan terbunuhnya organisme bukan sasaran seperti musuh alami
serangga hama (Jumar, 2000). Salah satu cara untuk mengurangi penggunaan pestisida yaitu
dengan mengetahui keberadaan predator di perkebunan apel. Predator digunakan sebagai
pengendali hayati karena tidak mencemari lingkungan, tidak berbahaya bagi organisme lain, dan
bekerja secara selektif (Jumar, 2000).
Faktor abiotik memiliki peran penting dalam peningkatan pertumbuhan serangga. Faktor
abiotik yang memegang peranan tersebut adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin,
dan intensitas cahaya. Hasil analisis regresi ganda bertahap pada waktu pagi hari, menunjukkan
bahwa semua faktor abiotik berpengaruh terhadap jumlah individu serangga hama. Begitu pula
dengan hasil analisis regresi ganda bertahap waktu siang hari juga menunjukkan bahwa semua
faktor abiotik berpengaruh terhadap jumlah individu serangga hama. Faktor abiotik yang memiliki
sumbangan terbesar pada kedua waktu tersebut adalah intensitas cahaya yaitu waktu pagi hari
sebesar 21,937%, dan waktu siang hari sebesar 16,737%. Cahaya mempengaruhi aktifitas serangga
dan membantu mendapatkan makanan (Jumar, 2000). Leksono dkk (2008) dalam Wardani dkk
(2013) menyatakan bahwa cahaya matahari dapat dijadikan penanda untuk aktivitas tertentu
seperti dalam pencarian makan, molting, ataupun reproduksi. Intensitas cahaya akan
mempengaruhi kondisi lingkungan, seperti suhu dan kelembaban udara. Selain itu, kondisi
lingkungan akan berpengaruh terhadap metabolisme tubuh serangga hama. Hal ini dikarenakan
serangga hama termasuk hewan poikiloterm membutuhkan panas dari lingkungan untuk memulai
metabolismenya.
Pada waktu sore hari, diketahui bahwa faktor abiotik berpengaruh terhadap jumlah individu
serangga hama. Nilai sumbangan faktor abiotik terbesar adalah kelembaban udara sebesar
22,533%. Hasil pengukuran rata-rata kelembaban udara diperkebunan apel berkisar antara 61 69%. Saat pengamatan sore hari, kondisi cuaca mendung sehingga kelembaban udara cenderung
lebih banyak dibanding dengan faktor abiotik lain. Kelembaban merupakan faktor penting yang
mempengaruhi penyebaran, aktivitas, dan perkembangan serangga. Pada umumnya serangga
memiliki kandungan air dalam tubuhnya sekitar 50 - 90%, kondisi ini dapat dipertahankan jika
kelembaban lingkungan berkisar diantara nilai tersebut (Susanto, 2000). Namun pada kondisi
lingkungan yang kering, serangga mampu meningkatkan metabolisme tubuhnya. Peningkatan
6
metabolisme tersebut menyebabkan serangga menghasilkan kandungan air dalam tubuh lebih
banyak untuk mengimbangi penguapan dari tubuh serangga (Mellanby, 1936).
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Jenis-jenis serangga hama yang ditemukan didaun dan buah tanaman apel terdapat 10 spesies
yaitu Dasychira inclusa, Spodoptera litura, Chrysodeixis chalcites, Polydrusus impressifrons,
Rhagoletis pomonella, Epilachna sp., Lygus lineolaris, Empoasca sp., Hyposidra talaca, dan
Thrips sp.
2. Jumlah individu serangga hama tertinggi yang ditemukan di perkebunan apel adalah Thrips sp.
sejumlah 1.581 individu.
3. Distribusi temporal serangga hama di perkebunan apel kecenderungan banyak ditemukan
waktu pagi hari (06.00-08.00 WIB) dengan jumlah rerata individu sebesar 124,0.
4. Semua faktor abiotik berpengaruh terhadap distribusi temporal serangga hama. Nilai
sumbangan faktor abiotik terbesar waktu pagi dan siang hari adalah intensitas cahaya sebesar
21,937%, dan 16,737%, sedangkan waktu siang hari adalah kelembaban udara sebesar
22,533%.
Saran
Saran yang disampaikan bagi peneliti selanjutnya yaitu mengkaji perbandingan bioekologi
serangga hama pada perkebunan apel dengan membandingkan antara varietas manalagi dan
varietas anna atau dengan varietas lain selain kedua varietas tersebut dan penelitian mengenai
keberadaan predator yang berada di perkebunan apel.
DAFTAR RUJUKAN
Alston, D.G. dan Daniel D. 2008. Thrips Tabaci. (online).
(extension.usu.edu/files/publications/factsheet/ent-117-08pr.pdf) diakses tanggal 24 Mei
2014.
Amelia, L. R., Nuhfil H., dan Rosihan A. 2012. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tani
Konservasi Apel (Malus Sylvestris Mill) Di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota
Batu. (online). (http://pustakapertanianub.staff.ub.ac.id/files/2012/08/Jurnal.pdf ) diakses
tanggal 23 Januari 2014.
Fahriyah, Heru S., dan Sherley S. 2011. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi dan
Pendapatan Usaha Tani Apel (Malus sylvestris). Agrise XI, (3):189-194.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A., Johnson, N.F., 1992. An Introduction to the Study of Insects. Six
Edition. New York: Sounders Collage Publishing.
Funderburk, J. 2002. Ecology of Thrips. Environmental Entomology, (29): 376-382.
Indahwati, R. Budi H., dan Munifatul I. 2012. Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Lahan
Apel Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Makalah disajikan dalam Seminar
Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Diponegoro,
Semarang, 11 September 2012.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests Of Crops In Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru.
7
Mellanby, Kennet. 1936. Humadity and Insect Metabolism. (online).
(http://www.nature.com/nature/journal/v138/n3481/abs/138124c0.html), diakses tanggal
20 Juni 2014.
Niedbala. Jack C. 2012. The Biology of a little known weefil: Polydrusus impressifrons. (online).
(http://esa.confex.com/esa/2012/webprogram/Paper68335.html), diakses tanggal 20 Juni
2014.
Nursaidah, I’in. 2013. Komposisi Serangga Kanopi Pohon Apel di Desa Poncokusumo
Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika 1(2): 60-64.
Putra, N. S. 2001. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sandra, Frau. 2010. Thrips. (online). (http://www.ent.uga.edu/veg/solanaceous/thrips.pdf),
diakses tanggal 16 Juli 2014.
Sanjaya, Y. Dan Wiwin S. 2005. Keragaman Serangga pada Tanaman Roay (Phaseolus lunatus).
Biodiversitas, 6(4) : 276-280.
Soelarso, R.B. 1997. Budidaya Apel. Yogyakarta: Kanisius.
Sunarno. 2011. Ketertarikan Serangga Hama Lalat Buah Terhadap Berbagai Papan Perangkap
Berwarna Sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian. Jurnal Agroforestri, VI(2) : 129-134.
Susanto, P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tingkat Departemen
Nasional.
Untung, K. 2006. Konsep Pengendalian Hama Terpadu. Yogyakarta: Andi Offset.
Wardani, F. S., Amin S. L., dan Bagyo Y. 2013. Ketertarikan Arthropoda pada Blok Refugia
(Ageratum conyzoides, Ageratum houstonianum, Commelina diffusa) di Perkebunan Apel
Desa Poncokusumo. Jurnal Biotropika, 1(2): 70-74.
8
Download