KARAKTERISTIK SEDIMEN KUARTER HASIL BANJIR BANDANG DI SUNGAI MANGOTTONG, KAB. SINJAI, PROV. SULAWESI SELATAN CHARACTERISTICS OF QUATERNARY SEDIMENT PRODUCTED BY FLASH FLOOD AT MANGOTTONG RIVER, SINJAI REGENCY, SOUTH SULAWESI PROVINCE Susilawati, A.M. Imran, Meutia Farida Jurusan Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Alamat Korespondensi: Jln. Tamangapa Pesona Prima Griya Susilawati HP: 085 242 550 086 Email: [email protected] ABSTRAK Banjir bandang pada tanggal 20 Juni 2006 membawa material sedimen dan terendapkan sebagai endapan fluvial menghasilkan lapisan sedimen yang berbeda dengan sekitarnya dan merupakan salah satu endapan sedimen Kuarter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, fasies dan provenance endapan Kuarter Sungai Mangottong. Metode penelitian dikelompokkan menjadi penelitian lapangan, analisa ukuran butir, analisis laboratorium dan penarikhan umur 14C. Penelitian lapangan dilakukan dengan pembuatan sumur uji di 5 titik dan pengamatan singkapan (tebing sungai), pengambilan sampel untuk analisis ukuran butir sebanyak 22 lapisan dengan menggunakan ayakan, untuk analisis laboratorium meliputi komposisi mineral dan bentuk butir sebanyak 16 lapisan serta sampel untuk penarikhan umur 14C yaitu 2 titik pada sumur uji 2 dan sekitar sumur uji 3. Fasies endapan Kuarter daerah penelitian terdiri atas (a) fasies alur sungai yang dicirikan oleh ukuran butir pasir sedang - halus dengan tipe sampel unimodal dan (b) fasies dataran banjir yang dicirikan oleh ukuran pasir sangat kasar – kasar dan menghalus dibagian atasnya dengan tipe sampel bimodal. Berdasarkan komposisi mineral berupa korundum dan periklas, batuan asal fasies alur sungai diinterpretasikan dari Formasi Walanae, sedangkan batuan asal fasies dataran banjir dengan kandungan mineral berupa enstatit, thenardit, ferrosillit dan magnetit batuan asalnya diinterpretasikan dari Batuan Gunungapi Lompobattang. Berdasarkan pada analisis penarikhan radiocarbon pada sumur uji 2 dan sekitar sumur uji 3 diperoleh periode banjir terjadi pada 1970 + 110 BP dan 920 + 110 BP, sehingga dapat diinterpretasikan periode banjir terjadi setiap 1000 tahun sekali. Batuan asal banjir bandang yang pernah terjadi diperkirakan berasal dari longsoran Batuan Gunungapi Lompobattang. Kata kunci: fasies, batuan asal, alur sungai, mineral berat. ABSTRACT The Flash flood on June 20, 2006 was brought sedimentary material and sedimented as fluvial have yield different sediment layers surrounding and its one of the Quaternary sediments deposits. The purpose of study is to find out the characteristics, fasies and the provenance of Quaternary sedimentary deposits of Mangottong River. The method are grouped into fieldwork, grain size analysis, laboratory analysis and 14C carbon isotop dating. Fieldwork was conducted with testpit at five points and outcrop (riverbank) observations, sampling for grain size analysis were 22 layers using a sieve, toward laboratory analysis of mineral content ) and grainshape by observation were 16 layers with sampling from 2nd testpit and surronding 3rd testpit for for 14C carbon isotop dating. The Quaternary sedimentary facies in this area consists of (a) river stream faies characterized by fine-medium sand of grain size with type of samples is unimodal and (b) floodplain facies characterized by coarse-very coarse of grain size and fining upward with type of samples is bimodal. Based on mineral content of corundum and periclase, provenance river stream facies interpreted from Walanae Formation, while provenance floodplain facies from Lompobattang Volcanics. Based on radiocarbon dating analysis at 2nd testpit and surronding 3rd get period of flash occurred on 1970 + 110 BP dan 920 + 110 BP, so that it can be interpreted period of flood occurred once a thousand years. The provenance of flash flood interpreted from landslide of Lompobattang Volcanics. Key words: facies, provenance, river stream, heavy mineral. PENDAHULUAN Kabupaten Sinjai merupakan daerah dataran rendah yang berbatasan langsung dengan Teluk Bone. Sedangkan wilayah dataran tingginya merupakan jajaran pegunungan Bawakaraeng. Berdasarkan peta geologi regional (Sukamto Rab dkk, 1982)(Gambar 1), sebagian besar batuan penyusun sepanjang Sungai Mangottong ini disusun oleh endapan yang berasal dari endapan vulkanik Lompobattang dan endapan sedimen Walanae. Yosman (2010) melakukan pemetaan gelogi lebih detail menyebutkan bahwa daerah sepanjang Sungai Mangottong sudah mengalami perubahan dimana daerah ini ditutupi oleh endapan fluvial. Das pada daerah ini menurut Mappagaja (2006) sudah dalam kondisi yang tidak mampu menyerap air. Kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya banjir ketika musim hujan dengan curah hujan yang tinggi. Williams drr. (1993) dalam Moechtar (2007), menyatakan bahwa proses yang mempengaruhi pembentukan sedimen selama kurun waktu Kuarter, antara lain adalah: (a) perubahan alas cekungan (base level) dan efek tektonik, (b) keseimbangan wilayah tadah hujan (catchment water balance), dan proses erosi, serta (c) proses alur sungai. Menurut Yuwono (1989) dalam Imran dkk (2011) mengungkapkan bahwa G. Lompobattang merupakan gunungapi jenis kerucut dimana materialnya terdiri dari aliran lava basaltik yang berselingan dengan material piroklastik. Hasil penanggalan umur absolut menunjukkan kisaran umur 2,33 + 0,12 Juta tahun – 0,77 + 0,06 juta tahun atau setara dengan Kala PlioPlistosen. Penelitian provenance yang dilakukan oleh Bakti (2011) mengungkapkan endapan pasir Sungai Mangottong termasuk dalam magmatic are provenance yang berasal dari pegunungan vulkanik disekitarnya. Banjir bandang yang terjadi pada tanggal 20 Juni 2006, akibat meluapnya Sungai Mangottong menyebabkan jatuhnya banyak korban (korban jiwa 204 orang) dan perubahan kondisi sungai yang berubah (Soedradjat, 2007). Banjir ini terjadi karena adanya longsoran di kaki Gunung Bawakaraeng ditambah dengan curah hujan yang tinggi. Selain itu, banjir ini membawa material sedimen yang terendapkan di sepanjang aliran sungai terutama di daerah bagian hilir sungai tersebut sebagai endapan fluvial yang menghasilkan lapisan sedimen yang berbeda dengan sekitarnya. Endapan banjir ini merupakan salah satu endapan sedimen Kuarter. Endapan sedimen hasil banjir bandang dengan endapan banjir lainnya akan memberikan variasi lapisan sedimen yang berbeda, hal ini disebabkan oleh proses dan hasil sedimentasi yang berlangsung di sepanjang Sungai Mangottong. Dengan judul penelitian “Karakteristik Sedimen Kuarter Hasil Banjir Bandang di Sungai Mangottong, Kabupaten Sinjai”, dengan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik, fasies dan provenance endapan Kuarter di Sungai Mangottong. METODE PENELITIAN Daerah penelitian secara administratif terletak di Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Sungai Mangottong yang termasuk dalam DAS Tangka (Gambar 2), yang termasuk dalam Lembar Sinjai dan Bulupodo (Bakosurtanal, 1991). Metode penelitian yang diterapkan adalah metode induktif, dengan memadukan hasilhasil kajian pustaka, penelitian terdahulu, data lapangan, serta hasil-hasil penelitian laboratorium yang keseluruhannya dikaji, dianalisis, dan disintesis secara komprehensif. Penelitian lapangan dilakukan dengan pembuatan sumur uji sebanyak 5 titik pada kelokan sungai dan melakukan pengamatan pada dinding sungai. Hasil sumur uji ini kemudian dioleh pada laboratorium sedimentologi untuk analisis ukuran butir, laboratorium Mikrostruktur untuk analisis XRD untuk mengetahui kandungan mineral, laboratorium Mineral optik untuk analisis bentuk dan ukuran butir, dan Laboratorium Pusat Survei Geologi untuk analisis penarikhan umur. Penentuan batuan asal material berdasarkan pada mineral berat dimana mineral berat ini memiliki berat jenis ≥ 2,90 (Friedman dan Sanders, 1978 dalam Setiady, 2010). Penentuan umur sedimen,dilakukan dengan metode 14 C (karbon 14) ini merupakan metode yang telah ada sejak tahun 1951 (Stuiver (1987) dalam Mulyaningsih dkk, 2006). Analisis ukuran butir akan memberikan gambaran distribusi ukuran partikel sedimen (Folk, R.L, 1974). Anlisis bentuk dan ukuran butir digunakan untuk mengetahui proses dan kondisi pengendapan material sedimen yang ada dengan menggunakan klasifikasi Power’s Roundness Chart (Cheel, 2005). Dari analisis yang dilakukan akan memberikan gambaran karakteristik fasies sedimen yang ada di Sungai Mangottong (Gambar 3). HASIL Karakteristik Komposisi Mineral Endapan Sedimen Sungai Mangottong Untuk mengetahui provenance material sedimen yang ada sepanjang Sungai Mangottong dapat diketahui berdasarkan hasil analisis XRD dan berdasarkan Peta Geologi Lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai, Sulawesi Selatan (Sukamto dan Supriatna, 1982). Pada tabel 1 (satu) menunujukkan kandungan mineral yang dijumpai pada daerah penelitian, selanjutnya dibagi menjadi 2 (dua) golongan yaitu mineral pada batuan beku dan mineral pada batuan sedimen. Kehadiran mineral hematit, enstatit, magnentit, ferrosilit dan thenardit yang biasanya mengindikasikan adanya batuan beku basa menunjukkan batuan asal (provenance) material sedimen adalah Batuan Gunungapi Lompobattang terdiri atas aglomerat, lava, breksi, endapan lahar dan tufa yang sebagian besar berkomposisi andesit dan sebagian basal. kehadiran mineral korundum, rutil, brookit, sillimanit, kuarsa alfa dan periklas, umumnya mengindikasikan adanya batuan sedimen sehingga batuan asal material sedimen ini adalah anggota Formasi Walanae yang terdiri atas perselingan batupasir, konglomerat, dan tufa, dengan sisipan batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit; batupasir. Karakteristik Material Sedimen Sungai Mangottong Tabel 2 (dua) dari hasil analisis ukuran butir yang dilakukan memberikan gambaran jenis material, bentuk butir, komposisi mineral, kurva distribusi, asal material dan fasies sedimen. Pada sumur uji 1 lapisan pertama diperoleh jenis material pasir sangat kasar, bentuk butir menyudut – membulat tanggung (2,5-1 mm), kandungan mineral yaitu korundum, hematit, enstatit, thenardit dan kuarsa alfa (α), bentuk kurva distribusi bimodal, asal material batuan Gunungapi Lompobattang dan Formasi Walanae dan fasies dataran banjir. Lapisan kedua diperoleh jenis material pasir sedang, bentuk butir menyudut tanggung – membulat tanggung (ukuran butir 1, - 0,5 mm), kandungan mineral yaitu korundum, hematit, aegirin, periklas, kuarsa beta dan kuarsa alfa, bentuk kurva distribusi unimodal, asal material Formasi Walanae dan fasies alur sungai. Lapisan ketiga diperoleh jenis material pasir kasar, bentuk butir menyudut tanggung hingga membulat tanggung (ukuran butir 2,4-0,8 mm), kandungan mineral yaitu magnetit, enstatit, periklas dan thenardit, bentuk kurva distribusi unimodal, asal material batuan Gunungapi Lompobattang dan Formasi Walanae dan fasies dataran banjir. Lapisan keempat diperoleh jenis material pasir sedang, bentuk butir menyudut tanggung – membulat tanggung (ukuran butir 2,-0,6 mm), kandungan mineral yaitu rutil, aegirin, thenardit, periklas dan kuarsa alfa, bentuk kurva distribusi unimodal, asal material Formasi Walanae dan fasies alur sungai. Lapisan kelima diperoleh jenis material pasir kasar, bentuk butir menyudut – membulat tanggung (ukuran butir 2,5-1,8 mm), kandungan mineral yaitu korundum hematite, brookit, periklas, ferrosillit, thenardit dan kuarsa alfa, bentuk kurva distribusi bimodal, asal material batuan Gunungapi Lompobattang dan Formasi Walanae dan fasies dataran banjir. Lapisan keenam diperoleh jenis material pasir kasar, bentuk kurva distribusi bimodal, dan fasies alur sungai. Sumur uji 2 lapisan pertama diperoleh jenis material pasir sangat kasar, bentuk kurva distribusi bimodal, dan fasies dataran banjir. Lapisan kedua diperoleh jenis material pasir sedang, bentuk butir menyudut tanggung – membulat tanggung (ukuran butir 1,2 - 0,3 mm), kandungan mineral yaitu korundum, rutil, ferrosillit, magnetit, dan kuarsa alfa, bentuk kurva distribusi unimodal, asal material batuan Gunungapi Lompobattang dan Formasi Walanae dan fasies alur sungai. Sumur uji 3 pada lapisan kepertama diperoleh jenis material pasir kasar, bentuk butir menyudut – membulat tanggung (ukuran butir 2,4-0,2 mm), kandungan mineral yaitu korundum, periklas dan thenardit, kuarsa beta dan alfa, bentuk kurva distribusi bimodal, asal material batuan Gunungapi Lompobattang dan Formasi Walanae dan fasies dataran banjir. Lapisan kedua diperoleh jenis material pasir halus, bentuk butir menyudut tanggung – membulat tanggung (ukuran butir 2,- 0,8 mm), kandungan mineral yaitu korundum, rutil, dan thenardit, bentuk kurva distribusi unimodal, asal material Formasi Walanae dan fasies alur sungai. Lapisan ketiga diperoleh jenis material pasir halus, bentuk kurva distribusi unimodal. Sumur uji 4 lapisan pertama diperoleh jenis material pasir sedang, bentuk butir menyudut – membulat tanggung (2,8 – 0,5mm), kandungan mineral yaitu korundum, rutil, enstatit, periklas, thenardit dan kuarsa beta, bentuk kurva distribusi bimodal, asal material batuan Gunungapi Lompobattang dan Formasi Walanae dan fasies dataran banjir. Lapisan kedua diperoleh jenis material pasir halus, bentuk butir menyudut tanggung – membulat tanggung (ukuran butir 2,4 - 0,5 mm), kandungan mineral yaitu korundum, enstatit, magnetit, periklas, dan kuarsa beta, bentuk kurva distribusi bimodal, asal material Formasi Walanae dan Batuan Gunungapi Lompobattang dengan fasies dataran banjir. Lapisan ketiga diperoleh jenis material pasir halus, bentuk butir menyudut tanggung hingga membulat tanggung (ukuran butir 2,2-0,9 mm), kandungan mineral yaitu korundum, rutil, aegirin, periklas dan thenardit serta kuarsa alfa, bentuk kurva distribusi unimodal, asal material Formasi Walanae dan fasies alur sungai. Lapisan keempat diperoleh jenis material pasir kasar, bentuk kurva distribusi bimodal. Sumur uji 5 lapisan pertama diperoleh jenis material pasir sedang, bentuk butir menyudut – membulat tanggung (2,1 – 0,4mm), kandungan mineral yaitu korundum, enstatit, periklas, thenardit dan kuarsa beta, bentuk kurva distribusi bimodal, asal material batuan Gunungapi Lompobattang dan fasies dataran banjir. Lapisan kedua diperoleh jenis material pasir halus, bentuk butir menyudut tanggung – membulat tanggung (ukuran butir 2,5 0,6mm), kandungan mineral yaitu korundum, ferrosilit, magnetit, dan kuarsa beta, bentuk kurva distribusi unimodal, asal material Formasi Walanae dengan fasies alur sungai. Lapisan ketiga diperoleh jenis material pasir halus, bentuk kurva distribusi unimodal. Tebing kiri sungai lapisan pertama diperoleh jenis material pasir halus, bentuk butir menyudut tanggung – membulat tanggung (2,5 – 0,8 mm), kandungan mineral yaitu korundum, hematite, rutil, thenardit dan kuarsa beta, bentuk kurva distribusi unimodal, asal material Formasi Walanae dan fasies alur sungai. Lapisan kedua diperoleh jenis material pasir sedang, bentuk butir menyudut tanggung – membulat tanggung (ukuran butir 3,5-1 mm), kandungan mineral yaitu korundum, magnetit, dan kuarsa beta, bentuk kurva distribusi bimodal, asal Batuan Gunungapi Lompobattang dengan fasies dataran banjir. Lapisan ketiga diperoleh jenis material pasir halus, bentuk butir menyudut tanggung – membulat tanggung (ukuran butir 2-0,6mm), kandungan mineral yaitu rutil, enstatit, ferrosilit, thenardit dan kuarsa beta, bentuk kurva distribusi bimodal, asal Batuan Gunungapi Lompobattang dengan fasies dataran banjir. bentuk kurva distribusi unimodal. Lapisan keempat diperoleh jenis material pasir kasar, bentuk kurva distribusi bimodal. PEMBAHASAN Penelitian ini mempelihatkan fasies endapan pada Sungai Mangottong dapat dibagi atas 2 (dua)fasies yaitu fasies dataran banjir dan fasies alur sungai/ arus normal. Fasies alur sungai dicirikan dengan endapan pasir sedang sampai pasir halus dengan ketebalan yang berbeda-beda mulai dari 0,38 meter sampai 0,20 meter. Fasies ini mempunyai batas yang kurang jelas dengan lapisan pasir sedang diatasnya. Warna fasies ini dipengaruhi oleh komposisi pasir yang warnanya beragam mulai dari abu-abu, abu-abu kehitaman dan coklat. Tingkat pemilahan butirnya dari sedang sampai baik. Proses demikian itu umumnya terjadi dan berlangsung dengan energi arus yang relatif tenang dengan velociti relatif lemah yaitu arus laminar. Bentuk kurva distribusi umumnya unimodal dengan bentuk butir yang relatif menyudut tanggung sampai membulat tanggung (sub angular – sub rounded) dan ukuran butir umumnya 2,3 – 0,3 mm. Komposisi mineral yang umum dijumpai yaitu korundum, rutil, periklas, kuarsa alfa dan beta biasaya menandakan adanya batuan sedimen, sehingga batuan asal endapan alur sungai ini diperkirakan berasal dari anggota Formasi Walanae. Fasies alur sungai yang dijumpai pada Sungai Mangottong diinterpretasi terjadi dua kali periode pengendapan berdasarkan posisi stratigrafinya. Periode pertama, fasies alur sungai ini diperoleh dilapisan paling bawah pada pengamatan dinding sungai dan periode kedua pada lapisan tengah pada sumur 3 dan 5. Fasies dataran banjir dijumpai berwarna abu-abu, coklat hingga abu-abu kecoklatan dengan ukuran mulai dari kerakal-kerikil hingga pasir, membulat tanggung hingga sangat menyudut, dengan butiran tak teratur kadang-kadang butirannya menghalus ke arah atasnya, tak berlapis, dengan tebal antara 0,12 hingga 0,53 meter. Bagian bawah umumnya terdiri atas pasir, kadang-kadang pasir kerikil sampai kerakalan. Proses ini dipengaruhi oleh arus yang bekerja berupa arus turbulen dengan velociti yang tinggi. Bentuk kurva distribusinya bimodal dan polymodal. Bentuk butir umumnya menyudut sampai menyudut tanggung (angular – sub angular). Komposisi mineral yang umum dijumpai berasal dari batuan beku basa antara lain hematit, enstatit, ferrosilit dan thenardit umumnya mengindikasikan adanya batuan beku basa sehingga batuan asal endapan banjir ini diperkirakan berasal dari longsoran Batuan Gunungapi Lompobattang. Komposisi bahan organik beragam, mulai dari sedang sampai tidak mengandung organik. Berdasarkan endapan sedimen yang dijumpai, terjadi beberapa kali perulangan banjir. Periode pertama terjadi pada 1970 + 110 BP (1950) dengan kandungan mineral berat berupa enstatit dan thenardite, batuan asal diinterpretasikan dari Batuan Gunungapi Lompobattang. Periode kedua terjadi pada 920 + 110 BP (1950) dengan kandungan mineral berupa magnetit dan ferrosilit, batuan asalnya diinterpretasikan dari Batuan Gunungapi Lompobattang. Banjir bandang pada tahun 2006 yang tersusun dari material pasir kasar yang dijumpai dekat dengan permukaan diinterpretasi batuan asalnya dari Batuan Gunungapi Lompobattang. Berdasarkan dari hasil penarikhan umur mulai dari 1970 + 110 BP ke 920 + 110 BP perulangan banjir terjadi setiap seribu tahun sekali , sehingga diindikasikan terjadi banjir bandang sebelum tahun 2006. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan dari hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya dan mengacu pada tujuan dan permasalahan penelitian, maka dapat disimpulkan beberapa hal antara lain sedimen Kuarter pada daerah penelitian dapat dibedakan menjadi fasies alur sungai dan fasies dataran banjir. Disarankan dilakukan penelitian lanjutan yang lebih detail untuk mengetahu kondisi perubahan sungai (alur sungai purba) yang terjadi dengan melakukan pengeboran dan pemanfaatan citra satelit. DAFTAR PUSTAKA Bakosurtanal. 1991. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar 2110-43 dan 2110-44 (Bulupodo dan Sinjai), Skala 1:50.000. Bakti, A. 2011. Studi Provenance Endapan Pasir Sungai Mangottong Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan. Skripsi Universitas Hasanuddin. Folk, R. L. 1974. Petrology of Sedimentary Rocks, Texas:Hemphill Publishing Co. Cheel, R.J. 2005. Introduction to Clastic Sedimentology. Department of Earth Sciences. Brock University:St. Catharines, Ontario. Canada. Imran, A.M., Azikin, B., Husein, R. 2011. Sedimen Kuarter Endapan Sungai Hasil Banjir Bandang di Kabupaten Sinjai. (Tidak diterbitkan). Mappagaja. B. 2006. Analisis Penyebab Banjir Bandang Sinjai. Harian Ujung ekspress. Online : (http://ujungpandangekspres.com) diakses 10 september 2011. Moechtar, H. 2007. Evolusi Pengendapan Sediemen Kuarter di Daerah Utara Air Musi, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007:113. Online : (http://www.bgl. esdm.go.id/dmdocuments/jurnal20070101.pdf), di akses 10 Semptember 2011. Mulyaningsih, S., Sampurno, Zaim, Y., Bronto, S., Siregar, D.A., Puradimaja, D.J. 2006. Perkembangan Geologi pada Kuarter Awal Sampai Masa Sejarah di Dataran Yogyakarta. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 2 Juni 2006: 103-113. Online :(http:// www.bgl.esdm.go.id/publication/index.php/ dir/article_download/170), di akses 10 september 2011. Setiady, D. 2010. Hubungan Kumpulan Mineral Berat pada Sedimen Pantai dan Lepas Pantai dengan Batuan Asal Darat di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Jurnal Geologi Indonesia,Vol. 5 No. 1 Maret 2010 : 177-190, Online:(http://www.bgl.esdm.go.id/ publication/index.php/dir/articledownload/265), di akses 13 November 2012. Soedradjat. 2007. Bencana Geologi. Online: (http://gatotms.blog spot.com/), diakses 9 April 2013. Sukamto, R., dkk. 1982. Peta Geologi Lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai, Sulawesi Selatan, skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi. Yosman, Y. 2010. Geologi Daerah Balangnipa, Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar. (Tidak diterbitkan). Lampiran Gambar 1. Geologi Regional Daerah Penelitian Gambar 2. Peta Tunjuk Lokasi penelitian Gambar 3, Gambaran Fasies Sedimen Sungai Mangottong Tabel 1. Kandungan Mineral dari Setiap lapisan Sedimen yang dijumpai. Mineral Batuan Beku Asam Korundum Hematit Rutil Enstatit Magnetit Aegirin Brookite Sillimanit Kuarsa Alfa Kuarsa Beta Periklas Ferrosilit Thenardit Basa Batuan Sedimen Tabel 2. Distribusi material sedimen Sungai Mangottong