PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN DAN MOTIVASI KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (STUDI KASUS PADA 3 BMT DI TULUNGAGUNG) Muhammad Anasrulloh *) Program Studi Magister Manajemen, Pascasarjana, Universitas Islam Malang E-mail : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini menganalisis pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan dan motivasi kerja sebagai variabel intervening di BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum Tulungagung. Populasi dalam penelitian adalah seluruh karyawan yang ada di 3 BMT tersebut yang berjumlah 64. Analisis data yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan, kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan, kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan dan kecerdasan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Untuk meningkatkan motivasi kerja dan kinerja karyawan di BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum Tulungagung manajemen di lembaga keuangan tersebut perlu mengenali situasi yang dapat membangkitkan emosi yang kuat pada diri, mengantisipasi rintangan yag mengganggu tujuan, segan untuk membuat perubahan, mengetahui betul tentang kekuatan dan menyadari perasaan diri sendiri. Selain itu, karyawan perlu memperhitungkan resiko dalam mengerjakan pekerjaan, membuat pertimbangan berdasarkan pada perasaan, membuat pekerjaan lebih menyenangkan, tetap bersikap positif dalam situasi apapun dan memikirkan dahulu sebelum bertindak. Karyawan perlu melakukan sesuatu sesuai dengan tanggung jawab dan memiliki nilai-nilai positif dalam hidup. Selain itu, karyawan perlu menyampaikan sesuatu sesuai apa yang terjadi dan memahami tinggi rendahnya suatu permasalahan yang dihadapi. Kata Kunci : Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan. 1. PENDAHULUAN Kesuksesan dan kinerja perusahaan bisa dilihat dari kinerja yang telah dicapai oleh karyawannya, oleh sebab itu perusahaan menuntut agar para karyawannya mampu menampilkan kinerja yang optimal karena baik buruknya kinerja yang dicapai oleh karyawan akan berpengaruh pada kinerja dan keberhasilan perusahaan secara keseluruhan (Yuniningsih, 2002 : 18). Ravianto (1988 : 20) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan diantaranya yaitu pendidikan dan latihan, disiplin, sikap dan aktivitas kerja, motivasi, masa kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan kerja, teknologi dan sarana produksi, kesempatan kerja, serta kebutuhan untuk berprestasi. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, sehingga hasil akhirnya adalah kinerja karyawan itu sendiri, apakah akan semakin baik atau semakin buruk. JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 | 25 Penelitian lain menyebutkan bahwa kepuasan kerja (Clifford et al,1997:241) dan komitmen merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan (Sulima et al, 2000:76). Penelitian yang dilakukan Panggabean (2002:2) menunjukan bahwa keadilan dalam penggajian dan perilaku individu tidak berpengaruh terhadap kinerja sesorang. Peningkatkan kinerja karyawan akan berhubungan dengan penilaian kinerja yang dilakukan oleh perusahaan. Penelitian Antonioni (dalam Habibah, 2001 : 27), menyebutkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan kinerja individu adalah dengan mekanisme umpan balik yang dikenal dengan konsep 360 derajat. Kinerja karyawan juga dapat ditingkatkan dengan menciptakan eustress atau lebih dikenal dengan stress yang positif. Stress yang positif dapat menciptakan tantangan dan berperan sebagai motivator bagi banyak karyawan, sehingga dengan demikian kinerjanya dapat lebih meningkat (Widiantoro, 2001 : 56). Kinerja karyawan tidak hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna, tetapi juga kemampuan menguasai dan mengelola diri sendiri serta kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain (Martin, 2000 : 22). Kemampuan tersebut oleh Daniel Goleman disebut dengan Emotional Intelligence atau kecerdasan emosi. Goleman (2000 : 46) melalui penelitiannya mengatakan bahwa kecerdasan emosi menyumbang 80 % dari faktor penentu kesuksesan sesorang, sedangkan 20% yang lain ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient). Orang mulai sadar pada saat ini bahwa tidak hanya keunggulan intelektual saja yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan tetapi diperlukan sejenis keterampilan lain untuk menjadi yang terdepan. Penelitian yang ditulis oleh Boyatzis (2001:2) bahwa menemukan orang yang tepat dalam organisasi bukanlah hal yang mudah, karena yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan bukan hanya orang yang berpendidikan lebih baik ataupun orang yang berbakat saja. Ada faktorfaktor psikologis yang mendasari hubungan antara sesorang dengan organisasinya. Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh pada kemampuan seseorang di dalam organisasi diantaranya adalah kemampuan mengelola diri sendiri, inisiatif, optimisme, kemampuan mengkoordinasi emosi dalam diri, serta melakukan pemikiran yang tenang tanpa terbawa emosi. Goleman (2001:39) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan, sehingga kecerdasan emosi sangat diperlukan untuk sukses dalam bekerja dan menghasilkan kinerja yang menonjol dalam pekerjaan. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Patton (1998:2) bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi akan mampu menghadapi tantangan dan menjadikan seorang manusia yang penuh tanggung jawab, produktif, dan optimis dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah, dimana hal-hal tersebut sangat dibutuhkan di dalam lingkungan kerja. Banyak penelitian yang membahas dan menjawab persoalan mengenai kecerdasan emosi tersebut di dalam lingkungan organisasi. Chermiss (1998:1) pernah menulis dalam artikelnya berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya bahwa ada kemungkinan untuk dapat memperbaiki kemampuan emosional dan sosial seorang karyawan. Selain itu dalam penelitian tersebut juga ditemukan beberapa prinsip dalam mengaplikasikan EQ pada organisasi secara luas. Sistem kompetensi berdasarkan kecerdasan emosi untuk setiap posisi yang telah dibuat sebenarnya bisa dikembangkan untuk banyak fungsi dalam SDM, mulai dari rekruitmen, pelatihan dan pengembangan karir hingga penilaiaan kinerja. Bisa dibayangkan betapa hebatnya jika bisa dibangun suatu sistem manajemen sumber daya manusia yang mampu memotivasi karyawannya untuk mengembangkan kecerdasan 26 | JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 emosinya, sehingga bukan hanya kompetensi teknis yang berkembang tetapi juga produktivitas dan kinerjanya ikut meningkat (Martin, 2000:25). Beberapa organisasi merujuk beberapa hasil penelitian serta praktik perusahaan dunia yang berhasil dalam menerapkan konsep kecerdasan emosi. Penelitian Boyatzis pada tahun 1999 (Martin, 2000:26) menemukan bahwa beberapa konsultan dan agen penjualan yang memiliki skor kompetensi EQ yang tinggi ternyata menghsilkan kinerja dan hasil pendapatan yang lebih baik. Laporan tambahan dari Hay/Mcber Research, menghasilkan riset yang menunjukan bahwa kecerdasan emosi ternyata mampu meningkatkan rata-rata kinerja tenaga penjualan (Sala, 2004:1). Salah satu bentuk kecerdasan lain yang diperlukan bagi seseorang adalah kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual memungkinkan seseorang untuk berpikir kreatif, berwawasan jauh, ikhlas, penuh harapan, membuat atau bahkan mengubah aturan, yang membuat orang tersebut dapat bekerja lebih baik (Nasution, 2005:56). Zohar dan Marshal (2001:23) mengatakan bahwa kecerdasan spiritual mampu menjadikan manusia sebagai mahluk yang lengkap. Hal tersebut seperti juga yang ditulis oleh Mudali (2002:3) bahwa menjadi pintar tidak hanya dinyatakan dengan memiliki IQ yang tinggi, tetapi untuk menjadi sungguh-sungguh pintar seseorang haruslah memiliki kecerdasan spiritual (SQ). Menurut Zohar dan Marshal dalam Nasution (2005:57) Kecerdasan spiritual mampu menempatkan perilaku dan hidup seseorang dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya dibandingkan orang lain, kecerdasan spiritual merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan lain secara efektif. Pembahasan tentang kecerdasan spiritual sangatlah luas, oleh karena hal tersebut dalam penelitian ini dibatasi dari sudut pandang agama islam saja, dengan pertimbangan peneliti beragama islam dan berdomisili diantara penduduk muslim, sehingga aktivitas sehari-hari tentunya berpedoman sesuai dengan agama islam. Menurut Nasution (2005:57) Kecerdasan spiritual adalah semangat memaknai hidup dengan nilai-nilai normatif Islam. Nilai-nilai normatif yang dimakud terkandung di dalam dasar pedoman agama Islam, yaitu Al-Quran dan Hadits. Dengan mengikuti pedoman tersebut menjadikan manusia mempunyai hubungan yang baik dengan Sang Khalik (Yang Menciptakan), merasa dekat, dan menyakini ada kebaikan dibalik setiap apa yang terjadi. Dengan hubungan baik dan cinta kepada Alloh akan menjadikan kemudahan, kebaikan ketenangan, senyuman, keberhasilan, motivasi dan semangat dalam setiap pekerjaan. Robbins (2002:55) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan tertentu, dengan motivasi maka para perkerja mempunyai dorongan untuk mengeluarkan segenap kemampuan atau kinerja untuk mewujudkan tujuan tersebut. Berdasarkan uraian mengenai fenomena tersebut di atas maka peneliti ingin menganalisis bagaimana pengaruh, kecerdasan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dalam diri karyawan terhadap kinerja karyawan dan motivasi kerja sebagai variabel intervening pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung. 2. KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja Karyawan Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat dikatakan bahwa EQ adalah kemampuan JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 | 27 mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Untuk pemilik EQ yang baik, baginya infomasi tidak hanya didapat lewat panca indra semata, tetapi ada sumber yang lain, dari dalam dirinya sendiri yakni suara hati. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Boyatzis pada tahun 1999 (dalam Martin, 200:26) memberikan hasil bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh positif terhadap hasil kerja dan kinerja seseorang. Kecerdasan emosional dikaitkan dengan sistem manajemen sumber daya manuisia, misalnya untuk pelatihan, dalam hal ini kecerdasan emosi dapat dijadikan dasar untuk memberikan pelatihan secara khusus. 2.2 Pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan spiritual berkaitan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Dalam dunia kerja kecerdasan spiritual diperlukan untuk dapat bekerja dengan baik, Hoffman (2002 : 133) mengemukakan bahwa para pekerja yang dapat memberi makna pada hidup dan membawa spiritualitas ke dalam lingkungan kerja mempengaruhi kinerja mereka dan menjadikan lebih baik, sehingga kinerja yang dihasilkan juga lebih baik daripada mereka yang bekerja tanpa memiliki landasan spiritual. 2.3 Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan Untuk memenuhi kebutuhan manusia senantiasa berusaha dengan maksimal, seseorang akan mendambakan penghargaan terhadap hasil pekerjaannya dan mengharapkan imbalan yang adil. Secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa motivasi dapat mempengaruhi kinerja sehingga akan menjadikan kinerja perusahaan juga menjadi baik. Menurut Sutermeister dalam Nurkholisoh (2006) menyatakan bahwa kinerja seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor kemampuan dan faktor motivasi, dari pernyataan tersebut dapat dikemukakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja. 2.4 Kerangka Konseptual Daniel Goleman, seorang psikolog ternama, dalam bukunya pernah mengatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam dunia kerja bukan hanya cognitive intelligence saja yang dibutuhkan tetapi juga emotional intelligence (Goleman 2000:37). Secara khusus para pemimpin perusahaan membutuhkan EQ yang tinggi karena dalam lingkungan organisasi, berinteraksi dengan banyak orang baik di dalam maupun di lingkungan kerja berperan penting dalam membentuk moral dan disiplin para pekerja. Kinerja karyawan akhir-akhir ini tidak hanya dilihat oleh faktor intelektualnya saja tetapi juga ditentukan oleh faktor emosinya. Seseorang yang dapat mengontrol emosinya dengan baik maka akan dapat menghasilkan kinerja yang baik pula. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Meyer (psikologi.com, 2004:1) bahwa kecerdasan emosi merupakan faktor yang sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Salah satu aspek dalam kecerdasan emosi adalah motivasi. Salovey (dalam Goleman, 2000:58), seperti yang dijelaskan sebelumnya, memotivasi diri sendiri merupakan landasan keberhasilan dan terwujudnya kinerja yang tinggi di segala bidang. Suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh Boyatzis (1999:2) dan Chermiss (1998:4) terhadap beberapa subjek penelitian dalam beberapa perusahaan maka hasil 28 | JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 yang didapat menunjukan bahwa karyawan yang memiliki skor kecerdasan emosi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik yang dapat dilihat dari bagaimana kualitas dan kuantitas yang diberikan karyawan tersebut terhadap perusahaan. Chermiss juga mengungkapkan bahwa walaupun sesorang tersebut memiliki kinerja yang cukup baik tapi apabila dia memiliki sifat yang tertutup dan tidak berinteraksi dengan orang lain secara baik maka kinerjanya tidak akan dapat berkembang. Suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh Boyatzis (1999:2) dan Chermiss (1998:4) terhadap beberapa subjek penelitian dalam beberapa perusahaan maka hasil yang didapat menunjukan bahwa karyawan yang memiliki skor kecerdasan emosi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Seseorang yang memiliki kemampuan general cognitive maka kinerjanya dalam melaksanakan suatu pekerjaan juga akan lebih baik, meskipun demikian spesifik ability juga berperan penting dalam memprediksi bagaimana kinerja sesorang yang dihasilkan (Ree, Earles dan Teachout, 1994:521). Penelitian Mudali (2002:3) membuktikan tentang pentingnya kecerdasan spiritual. Sesorang haruslah memiliki SQ yang tinggi agar dia dapat bebar-benar menjadi pintar. Kecerdasan tersebut juga dibutuhkan dalam dunia kerjanya, apabila ketiga kecerdasan tersebut dapat berfungsi secara efektif maka dia akan menampilkan hasil kerja yang menonjol. Selanjutnya, berkaitan dengan kecerdasan spiritual merupakan perasaan terhubungkan dengan diri sendiri, orang lain dan alam semesta secara utuh. Pada saat orang bekerja, maka ia dituntut untuk mengarahkan intelektualnya, tetapi banyak hal yang membuat seseorang senang dengan pekerjaannya. Seorang pekerja dapat menunjukkan kinerja yang prima apabila ia sendiri mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan seluruh potensi diri sebagai manusia. Hal tersebut akan dapat muncul bila seseorang dapat memaknai setiap pekerjaannya dan dapat menyelaraskan antara emosi, perasaan dan otak. Kecerdasan spiritual mengajarkan orang untuk mengekspresikan dan memberi makna pada setiap tindakannya, sehingga bila ingin menampilkan kinerja yang baik maka dibutuhkan kecerdasan spiritual (Munir, 2000:32). Penelitian yang dilakukan Wiersma (2002:500) memberikan bukti tentang pengaruh kecerdasan spiritual dalam dunia kerja. Ia meneliti tentang bagaimana pengaruh spiritualitas dalam perilaku pengembangan karir. Penelitian ini dilakukan selama tiga tahun dengan melakukan studi kualitatif terhadap 16 responden. Hasil penelitian yang dilakukannya ternyata menunjukan bahwa kecerdasan spiritual mempengaruhi tujuan sesorang dalam mencapai karirnya di dunia kerja. Seseorang yang membawa makna spiritualitas dalam kerjanya akan merasakan hidup dan pekerjaannya lebih berarti. Hal ini mendorong dan memotivasi dirinya untuk lebih meningkatkan kinerja yang dimilikinya, sehingga dalam karir ia dapat berkembang lebih maju. Hasil penelitian ini sama dengan apa yang pernah dilakukan Biberman dan Whittey (1997:324). Mereka mengemukakan hubungan antara kecerdasan spiritual dengan pekerjaan. Kecerdasan spiritual ternyata memberikan pengaruh padatingkah laku seseorang dalam bekerja. Penelitian lain mengenai kecerdasan spiritual pernah pula dilakukan oleh Chakraborty dan Chakraborty (2004:201), yang melakukan penelitian tentang kecerdasan spiritual dan leadership. Spiritualitas berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bersikap sebagai pemimpin. Pemimpin yang baik adalah mereka yang memiliki kecerdasan spiritual yang bagus, serta dapat membawa nilai-nilai spiritualitas dalam kepemimpinannya. Mereka yang berperilaku demikian akan lebih dihargai oleh para bawahannya, sehingga hasil kerja yang dihasilkan akan lebih baik karena setiap JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 | 29 orang dapat belajar saling memahami dan menghargai. Kecerdasan spiritual dapat dikembangkan oleh setiap orang. Mengingat pentingnya kecerdasan spiritual dalam dunia kerja, maka beberapa organisasi menciptakan metode untuk mengisi dan melatih kebutuhan spiritual agar dapat mendorong perilaku kerja karyawan menjadi lebih baik, sehingga setiap karyawan dapat memunculkan kinerja yang lebih optimal. Para pekerja mendapatkan nilai-nilai hidup bukan hanya dirumah saja, tetapi mereka juga mencari setiap makna hidup yang berasal dari lingkungan kerja mereka. Mereka yang dapat memberi makna pada hidup mereka dan membawa spritualitas kedalam lingkungan kerja mereka akan membuat mereka menjadi orang yang lebih baik, sehingga kinerja yang dihasilkan juga lebih baik dibanding mereka yang bekerja tanpa memiliki kederdasan spiritual (Hoffman, 2002:133). Kecerdasan spritual yang dimiliki setiap orang tidaklah sama. Hal tersebut tergantung dari masing-masing pribadi orang tersebut dalam memberikan makna pada hidupnya. Kecerdasan spritual lebih bersifat luas dan tidak terbatas pada agama saja. Perbedaan yang dimiliki masing-masing individu akan membuat hasil kerjanyapun berbeda (Idrus, 2002:72). 2.5 Hipotesis Penelitian 1. Terdapat pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap motivasi kerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung. 2. Terdapat pengaruh kecerdasan spiritual (SQ) terhadap motivasi kerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung. 3. Terdapat pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung. 4. Terdapat pengaruh kecerdasan spiritual (SQ) terhadap kinerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung. 5. Terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung. 3 METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di BMT karyawan di BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum yang terletak di Kabupaten Tulungagung, adapun jumlah responden adalah 64 orang, adapun pengumpulan data dilakukan dengan metode angket. 3.1 Definisi Operasional Varibel a. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain secara positif dan diukur dari self awareness yang merupakan kemampuan sesorang untuk mengetahui perasaan dalam dirinya, self management yaitu merupakan kemampuan menangani emosinya sendiri, motivation adalah kemampuan menggunakan hasrat untuk setiap saat membangkitkan semangat dan tenaga, empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, relationship management merupakan kemampuan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain. Adapun indikator kecerdasan emosioanal yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdsarkan Goleman (2000), yaitu ; .1) Kesadaran diri (Self awareness) 2) Pengaturan diri (Self management), 3) Motivasi diri (Motivation), 4) Empati (Empathy), 5) Keterampilan hubungan antar pribadi (Relationship management). 30 | JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 b. Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan serta menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup sesorang lebih bernilai dan bermakna yang diukur berdasarkan komponen-komponen dalam SQ, yaitu kejujuran dalam arti berkata benar dan konsisten akan kebenaran, keterbukaan ialah bersikap fair atau terbuka, pengetahuan diri, fokus pada kontribusi yang mengutamakan memberi daripada menerima, spiritual non dogmatis yang didalamnya terdapat tingkat kesadaran yang tinggi, kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan serta kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai. Dengan kecerdasan spiritual seseorang akan mampu menempatkan diri sebagai makhluk yang mencintai Sang Khalik. Cinta kepada Alloh (Hubbulloh) seperti yang dikemukakan oleh Nasution (2005:63) harus dilakukan manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Alloh (Taqorrub). Hubungan tersebut ditandai oleh rasa kedekatan, penghambaan, mendengar dan mematuhi yang lantas memunculkan ketenteraman, hubungan yang diwarnai dengan nilai-nilai keimanan, berorientasi jangkan panjang (akhirat) bukan jangka pendek (dunia), yang akan membuat seseorang menyadari akan kelemahannya dan mennyerahkan segala sesuatu kepada Alloh SWT. Indikator kecerdasan spiritual yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut Idrus (2002), yaitu ; 1) Kejujuran, 2) Keterbukaan, 3) Pengetahuan diri, 4) Fokus pada kontribusi, 5) Spiritual non-dogmatis. c. Motivasi Kerja Menurut Hasibuan (2010 ; 95) motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segaladan upayanya untuk mencapai kepuasan. Motivasi seseorang meliputi ; 1) Faktor dari dalam (individual), seperti kebutuhan, tujuan, sikap, kemampuan. 2) Faktor dari luar (organisasional), seperti gaji, keamanan pekerjaan, sesama pekerja, pengawasan, pujian. Indikator motivasi kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut Hasibuan (2010), yaitu ; 1) Motivasi dari dalam (intrinsik), 2) Motivasi dari luar (ekstrinsik). d. Kinerja Karyawan Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya yang dapat diukur berdasarkan kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektifitas, kemandirian dan komitmen. Indikator pengukuran kinerja karyawan disajikan sebagai berikut. Indikator kinerja karyawan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menurut Bernardin (1993), yaitu ; 1) Kualitas, 2) Kuantitas, 3) Ketepatan waktu, 4) Efektifitas, 5) Kemandirian, 6) Komitmen. 3.2 Metode Analisis Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Jalur (Path Analysis), menurut Padazhur dalam Winarsunu (2006 : 273) bahwa analisis jalur merupakan sebuah metode yang digunakan untuk melihat akibat (effects) langsung dan tidak langsung dari suatu variabel yang dihipotesiskan sebagai penyebab (causes) terhadap variabel yang diperlakukan sebagai akibat (effects). Winarsunu (2006:279) juga menyatakan bahwa analisis jalur (Path Analysis) dapat ditempuh dengan JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 | 31 menggunakan program SPSS dengan menghitung koefisien regresi baku (beta, β). Berdasarkan pendapat tersebut karena penelitian ini menguji pengaruh langsung dan tidak langsung maka teknik analisis data yang digunakan adalah analisis jalur dengan tingkat signifikansi 5% dengan analisis program statistic SPSS (Statiscal Product and Service Solutions). Bentuk persamaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Y = β1YX1 + β2YX2 + β3YX3 + E Keterangan : X1 : Kecerdasan Emosional X2 : Kecerdasan Spiritual X3 : Motivasi Kerja β : Standardized coefficient Beta e : Eror Solimun (2002) mengemukakan bahwa analisis jalur dilakukan melalui tahapan sebagai berikut. 1. Merancang model berdasarkan konsep dan teori 2. Pemeriksaan terhadap asumsi yang melandasi analisis jalur yang meliputi : hubungan antar variabel : linier dan aditif, model rekursif yaitu merupakan sistem aliran kausal satu arah, variabel endogen minimal dalam skala interval, variabel diukur tanpa kesalahan (instrument valid dan reliabel) dan model dispesifikasikan dengan benar (berdasarkan teori dan konsep). 3. Perhitungan koefisien jalur dengan menggunakan software SPSS melalui koefisien yang distandarisasi (Standardized Coefficient Beta) untuk pengaruh langsungnya, sedangkan pengaruh tidak langsung adalah perkalian koefisien jalur dari jalur yang dilalui setiap persamaan, kemudian pengaruh total adalah penjumlahan dari pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. 4. Pemeriksaan validitas model, terdapat dua indikator validitas model dalam analisis jalur, yaitu ; menghitung koefisien determinasi R2 dan Theory Trimming (Menggunakan nilai P atau nilai signifikansi dan uji t ). 5. Interpretasi hasil analisis dengan memperhatikan ; a) hasil validitasi model, b) menghitung pengaruh total dari setiap variabel yang mempunyai pengaruh kausal ke variabel endogen. Kemudian kriteria pengambilan keputusan dalam hipotesis dilakukan dengan melihat apabila nilai signifikansi (sig) < dalam hal ini pada taraf signifikansi = 5 % (0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima dan sebaliknya apabila nilai signifikansi (sig) > dalam hal ini pada taraf signifikansi = 5 % (0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak, atau melihat apabila nilai thitung > ttabel maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima dan sebaliknya apabila nilai thitung < ttabel maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ; 1) Terdapat pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap motivasi kerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung, 2) Terdapat pengaruh kecerdasan spiritual (SQ) terhadap motivasi kerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung, 3) Terdapat pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap kinerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung, 4) Terdapat pengaruh kecerdasan spiritual (SQ) terhadap kinerja 32 | JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung, 5) Terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung. Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini disajikan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 1 Hasil Pengujian Hipotesis Variabel Kecerdasan Emosional Kecerdasan Spiritual Kecerdasan Emosional Kecerdasan Spiritual Motivasi Kerja Standardized Coefficients Beta P Value Keterangan Motivasi Kerja 0,169 0,030 Signifikan Motivasi Kerja Kinerja Karyawan Kinerja Karyawan Kinerja Karyawan 0,767 0,000 Signifikan 0,176 0,022 Signifikan 0,486 0,000 Signifikan 0,312 0,013 Signifikan Sumber : Data Primer yang diolah, 2013 Adapun model hubungan antar variabel disajikan dalam gambar berikut. Gambar 1 Diagram Jalur Pengaruh antar Variabel Berdasarkan gambar 1 menunjukkan bahwa hasil pengujian hipotesis sebagai berikut. a. Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap motivasi kerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung, menghasilkan nilai p value sebesar 0,030 lebih kecil dari pada α = 0,05, sehingga Ha yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja diterima dan Ho ditolak, hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional karyawan maka semakin tinggi motivasi kerja karyawan. b. Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh kecerdasan spiritual terhadap motivasi kerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung, menghasilkan nilai p value sebesar 0,000 lebih kecil dari pada α = 0,05, sehingga Ha yang menyatakan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja diterima dan Ho ditolak, hasil tersebut JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 | 33 menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan spiritual karyawan maka semakin tinggi motivasi kerja karyawan. c. Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung, menghasilkan nilai p value sebesar 0,022 lebih kecil dari pada α = 0,05, sehingga Ha yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan diterima dan Ho ditolak, hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosional karyawan maka semakin tinggi kinerja karyawan. d. Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung, menghasilkan nilai p value sebesar 0,000 lebih kecil dari pada α = 0,05, sehingga Ha yang menyatakan bahwa kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan diterima dan Ho ditolak, hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan spiritual karyawan maka semakin tinggi kinerja karyawan. e. Hasil pengujian hipotesis tentang pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pada BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung, menghasilkan nilai p value sebesar 0,013 lebih kecil dari pada α = 0,05, sehingga Ha yang menyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan diterima dan Ho ditolak, hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi kerja karyawan maka semakin tinggi kinerja karyawan. 4.2 Hasil Pengujian Tidak Langsung Hasil pengujian kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan yang dimediasi atau melalui motivasi kerja disajikan sebagai berikut. Tabel 2 Pengaruh langsung, Tidak langsung dan Total Pengaruh antar Variabel Independent Dependent Variabel Variabel Variabel Intervening Kecerdasan Motivasi kerja emosional Kecerdasan Motivasi kerja spiritual Kecerdasan Kinerja Motivasi emosional karyawan kerja Kecerdasan Kinerja Motivasi spiritual karyawan kerja Motivasi kerja Kinerja karyawan Pengaruh Kausal Langsung Tidak langsung Total 0,169 0,169 0,767 0,767 0,176 0,169 x 0,312 = 0,052 0,228 0,486 0,767 x 0,312 = 0,239 0,725 0,312 0,312 Sumber : Data Primer yang diolah, 2013 Hasil pengujian tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja menghasilkan nilai koefisien sebesar 0,228, hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh kecerdasan emosional secara langsung dan tidak langsung melalui motivasi kerja, besarnya kontribusi secara total adalah 22,8%. Hasil pengujian tentang pengaruh kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja menghasilkan nilai koefisien sebesar 0,725, hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual secara langsung dan tidak langsung melalui motivasi kerja, besarnya kontribusi secara total adalah 72,5%. 34 | JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan a. Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja, dan kesadaran diri merupakan indikator yang memiliki nilai tertinggi dalam kecerdasan emosional. Hasil tersebut dapat menjelaskan bahwa karyawan BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung akan termotivasi dalam bekerja apabila mengenali situasi yang dapat membangkitkan emosi yang kuat pada diri, mengantisipasi rintangan yang menganggu tujuan, segan untuk berubah, mengetahui betul tentang kekuatan dan menyadari perasaan diri sendiri. b. Kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja, dan spiritual non-dogmatis merupakan indikator yang memiliki nilai tertinggi dalam kecerdasan spiritual. Hasil tersebut dapat menjelaskan bahwa karyawan BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung akan termotivasi dalam bekerja apabila melakukan sesuatu sesuai dengan tanggung jawab dan memiliki nilai-nilai positif dalam hidup. c. Kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dan kesadaran diri merupakan indikator yang memiliki nilai tertinggi dalam kecerdasan emosional. Hasil tersebut dapat menjelaskan bahwa kinerja karyawan BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung akan meningkat apabila karyawan mengenali situasi yang dapat membangkitkan emosi yang kuat pada diri, mengantisipasi rintangan yang menganggu tujuan, segan untuk berubah, mengetahui betul tentang kekuatan dan menyadari perasaan diri sendiri. d. Kecerdasan spiritual berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dan spiritual non-dogmatis merupakan indikator yang memiliki nilai tertinggi dalam kecerdasan spiritual. Hasil tersebut dapat menjelaskan bahwa kinerja karyawan BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung akan meningkat apabila melakukan sesuatu sesuai dengan tanggung jawab dan memiliki nilai-nilai positif dalam hidup. e. Motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, dan faktor ekstrinsik merupakan indikator yang memiliki nilai lebih tinggi dalam motivasi kerja karyawan. Hasil tersebut dapat menjelaskan bahwa kinerja karyawan BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung akan meningkat apabila karyawan menjadikan tantangan dalam menyeleseikan permasalahan hal yang menarik, keberhasilan pekerjaan merupakan hal yang penting karena akan berpengaruh pada gaji yang diterima dan berusaha mencari informasi untuk mengatasi berbagai tantangan dalam tugas, melihat hasil pekerjaan memperoleh pujian dari orang lain akan bekerja lebih baik, belajar dari teman yang telah berhasil untuk meningkatkan keterampilan dan ingin agar pekerjaan selalu ada umpan baliknya. f. Dari kelima kesimpulan yang telah dibuktikan baik secara kuantitatif maupun kualitatif tersebut dapat disusun kesimpulan secara terintegrasi bahwa kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual berpengaruh langsung terhadap kinerja dan tidak langsung melalui motivasi kerja. 5.2 Saran a. Agar kinerja karyawan BMT Pahlawan, BMT Istiqomah dan BMT Harum di Tulungagung meningkat dengan optimal manajemen perlu meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual karyawan kemudian memberikan arahan motivasi dalam bekerja. b. Untuk meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual manajemen JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 | 35 dapat memberikan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kecerdasan EQ dan SQ secara mandiri ataupun dengan mengirimkan karyawan untuk mengikuti pelatihan di tempat lain. c. Penelitian ini hanya menggunakan dua variabel independen dan satu variabel intervening, sehingga tidak diketahui hasilnya apabila variabel independen atau variabel intervening ditambah. d. Penelitian ini hanya menggunakan data cross section. Data cross section memiliki keterbatasan dalam menerangkan stabilitas hubungan antar variabel yang dilibatkan dalam suatu penelitian dari waktu ke waktu. e. Untuk penelitian mendatang perlu menindaklanjuti keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, misalnya dengan menambah variabel independen atau variabel intervening, sehingga menghasilkan kajian yang lebih sempurna. DAFTAR PUSTAKA Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ). Jakarta : Arga Wijaya Persada Bernadin, J. 1993. The Function of Executive, Cambridge, Ma. Research of Harvard University Biberma, J and Whittey, M. 1997. A Postmodern Spiritual Future fo Work, Journal of Organizational Change Management. Vol. 10, No.2, pp.30-188 Boyatziz, R,E, Ron, S. 2001. Unleashing the Power of Self Directed Learning, Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio. USA Chakraborty, S.K, and Chakraborty, D. 2004. The Transformed Leader and Spiritual Psychology; A Few Insight, Journal of Organizational Change Management, Vol. 17. No.2.00.184-210 Chermis, C. 1998. Working with Emotional Intelligence, The Consortium for Research of Emotional Intelligence in Organization, Rugrets University, New Jersey. Clifford, P. McCue, and Gerasmus, A. Glanakis. 1997. The Relationship Between Job Satisfaction and Performance The Case of Local Goverment Finance of In Goleman, D. 2000. Kecerdasan Emosi; Mengapa Emotional Intelligence Lebih Tinggi dari pada IQ, Alih Bahasa : T. Hermay. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama --------------. 2001. Emotional Intelligence untuk Mencapai Puncak Prestasi, Alih Bahasa : Alex Tri K.W. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Gomes, Faustino Cardoso. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Andi Offset Habibah, Siti. 2001. Meningkatkan Kinerja Melalui Mekanisme 360 Derajat, Telaah Bisnis, Vol.2, No. 1. p.27-37 Hasibuan, Malayu SP. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Rineka Cipta Hoffman, E. 2002. Psychological Testing at Work, Mc Graw Hill. New York Idrus, Mohammad. 2002. Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta, Psikologi ---------------. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Badan Penerbitan UNDIP. Semarang Imam, G. 2001. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Badan Penerbitan UNDIP. Semarang Martin, Anthony Dio. 2000. Aplikasi EQ Based HR Management System, Majalah Manajemen, No.148, Desember McCormic, D.W.1994. Spirituality and Management, Journal of Managerial Psychology, Vol. 9,pp. 5-8 36 | JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 Meyer, J. 2000. EQ dan Kesuksesan Kerja, http://www.e-psikologi.com Mudali. 2002. Quote : How High Is Your Spiritual Intelligence ? Munir, Ningky. 2000. Spiritualitas dan Kinerja. Majalah Manajemen, Vol. 124, Juli 2000 Najafi, Mohammad. 2012. Studying the Effect of Emotional Quotient on Employee’s Job Satisfaction (The Case of Isfahan University of Medical Sciences). Interdisciplinary Journal Of Contemporary Research In Business. Faculty of Educational Sciences and Psychology, University of Isfahan, Isfahan, Iran. P.343354 Nasution, Ahmad Taufik. 2005. Metode Menjernihkan Hati; Melejitkan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Melalui Rukun Iman. Bandung : PT. Mizan Pustaka Noor, Juliansyah. 2013. Metodologi Penelitian. Jakarta : Kencana Prenada Media Group Nurhayati, Siti Fatimah. 2002. Kontribusi Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja Perusahaan; Masihkah Diperlukan, Telaah Bisnis, Vol. 1, No, 1, Juli Panggabean, Mutiara S. 2002. Pengaruh Keadilan dalam Penggajian dan Perilaku Individu terhadap Kinerja Dosen Perguruan Tinggi Swasta, Kajian Bisnis STIE Widya Wiwaha, Vo. 26, Mei-Agustus Patton, P. 1998. Kecerdasan Emosional di Tempat Kerja, Alih Bahasa; Zaini Dahlan. Jakarta : Pustaka Delapatra Ravianto. 1988. Production of Management, Jakarta : LSIUP Robbins, S.P. 1996. Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. Prehallindo Sala, F. 2004. Do Programs Designed to Increase Emotional Intelligence at Work. Suhariadi, Fendy. 2002. Pengaruh Inteligensi dan Motivasi terhadap Semangat Penyempurnaan dalam Membentuk Perilaku Produktif Efisien, Anima : Indonesia Psikologi Jurnal, Vol. 17, No.4 Juli 2002. p.346 Sujianto, Agus Eko. 2009. Aplikasi Statistik dengan SPSS 16.0. Jakarta Prestasi Pustaka Uno, Hamzah B. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta : PT. Bumi Aksara Widiantoro, Harry. 2001. Menciptakan Eustress di Tempat Kerja : Usaha Meningkatkan Kinerja Karyawan, Ventura, Vol.4. No.2 September Wiersma, M.L. 2002. The Influence of Spiritual “Meaning-Making” on Career Behaviour, Journal of Management Development, Vol.21, No.7, pp.497-520 Yuningsih. 2002. Membangun Komitmen dan Menciptakan Kinerja Sumber Daya Manusia untuk Memperoleh Keberhasilan Perusahaan, Fokus Ekonomi. Vol.1. No.1 April 2002 Zohar, D. Marshal, I. 2002. SQ (Spiritual Intelligence) : The Ultimate Intelligence, Blomsbury Publishing, London ------------. 2001. The Ultimate Intelligence. Bandung : Mizan Media Utama LAMPIRAN Hasil Analisis Jalur (Path Analysis) dengan SPSS JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013 | 37 *) Muhammad Anasrulloh adalah alumni Prodi Magister Manajemen Unisma 38 | JEMA Vol. 11 No. 1 Agustus 2013