BAB IV - pps unud

advertisement
BAB IV
PROSEDUR PEMBEBANAN TERHADAP GADAI SAHAM
4.1 Sifat-sifat Hak Kebendaan dari Gadai
Pembangunan ekonomi Indonesia, di bidang hukum jaminan memerlukan
perhatian dalam pembinaan hukumnya di antaranya ialah lembaga jaminan.
Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan tersebut sebagai konsekuensi
logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum untuk
mengimbangi
lajunya
kegiatan-kegiatan
dalam
bidang
perdagangan,
perindustrian, Perseroan, pengangkutan, dan kegiatan-kegiatan dalam proyek
pembangunan.110
Lembaga jaminan tergolong bidang hukum yang bersifat netral tidak
mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan spiritual dan budaya bangsa.
Sehingga terhadap bidang hukum demikian tidak ada keberatan untuk diatur
dengan segera.111 Gadai sebagaimana ketentuan Pasal 1150 KUH perdata adalah,
”Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang
diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau seorang lain atas namanya
dan memberikan kekuasaan kepada kreditur (si berpiutang) untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang
berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan
110
Titik Triwulan Tutik, 2008, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, h. 175.
111
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Op. Cit, h. 1.
101
102
biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu
digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.
Dari ketentuan tersebut di atas secara umum dapat dikatakan bahwa unsurunsur gadai dari Pasal 1150 KUH Perdata adalah sebagai berikut :
1. Gadai adalah merupakan suatu hak yang diberikan atas suatu benda
bergerak kepada kreditur / penerima gadai.
2. Benda bergerak sebagai jaminan gadai dari pemberi gadai diserahkan
kepada kreditur / penerima gadai secara nyata / fisik (levering).
3. Penerima gadai mempunyai hak untuk memperoleh pelunasan dari benda
tersebut secara didahulukan dari pada kreditur lainnya (droit de preference),
dalam hal pelunasan hutang-hutang debitur / pemberi gadai.
4. Pelunasan hutang-hutang debitur ini sebelumnya dikurangi terlebih dahulu
dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melelang barang tersebut dan biayabiaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan barang selama digadaikan. Biayabiaya yang harus didahulukan sebelum pelunasan hutang debitur / pemberi
gadai kepada kreditur / penerima gadai.
Atas dasar itulah dapat dikatakan bahwa gadai merupakan hak kebendaan
yang timbul dari suatu perjanjian gadai, yang merupakan perjanjian ikutan atau
accesoir dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang piutang antara penerima
gadai (kreditur) dan pemberi gadai (debitur).
Suatu perjanjian hutang piutang, debitur sebagai pihak yang berutang
meminjam uang dari kreditur sebagai pihak yang berpiutang. Agar kreditur
memperoleh rasa aman dan terjamin terhadap uang yang dipinjamkannya,
103
kreditur meminta agunan atas uang yang dipinjamkannya, kreditur meminta
agunan atas uang yang dipinjamkan pada debitur. Agunan tersebut berupa bendabenda bergerak yang dimiliki debitur sebagai jaminan atas hutang-hutangnya yang
dibebankan dengan gadai yang diserahkan kepada kreditur sebagai penerima
gadai. Di dalam gadai barang yang dapat dibebani dengan gadai adalah barangbarang bergerak, baik barang bergerak berwujud maupun barang-barang bergerak
tidak berwujud seperti saham-saham.
Tata Hukum Indonesia, jenis-jenis lembaga jaminan dikelompokkan
menjadi tiga (3) hal yaitu :112
(1) Menurut cara terjadinya, yaitu jaminan yang lahir karena Undang-Undang
dan perjanjian.
(2) Menurut sifatnya, yaitu jaminan yang bersifat kebendaan dan bersifat
perorangan.
(3) Menurut kewenangan menguasainya, yaitu jaminan yang menguasai
bendanya dan tanpa menguasai bendanya.
(4) Menurut bentuk golongannya, yaitu jaminan yang tergolong jaminan
umum dan jaminan khusus.
Namun dalam praktik Perbankan menurut Salim H.S, jenis jaminan dapat
dibedakan menjadi dua (2) macam yaitu : (1) jaminan immateriil (perorangan),
dan (2) jaminan materiil (kebendaan).113 Jaminan perorangan adalah jaminan yang
menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat
dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur
1
112
1
113
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Op. Cit, h. 43.
H.S. Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, h. 112
(selanjutnya disebut H.S. Salim II)
104
umumnya. Jaminan perorangan memberikan hak verbal kepada kreditur, terhadap
benda keseluruhan dari debitur untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya.
Oleh sebab itu, yang termasuk ke dalam jaminan perorangan adalah :114
1.
Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih.
2.
Tanggung menanggung, yang serupa dengan tanggun renteng.
3.
Perjanjian garansi
Dari kriteria jaminan perorangan tersebut di atas dalam perjanjian pinjam-
meminjam uang atau dalam perjanjian hutang piutang antar debitur dengan
kreditur, yang dalam hal ini antara pemberi gadai dengan penerima gadai, orang
perseorangan di samping debitur sebagai pemberi gadai juga terdapat pihak lain
yang bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur atau
pemberi gadai. Begitu juga halnya dengan tanggung-menanggung, bilamana
debitur dalam perjanjian hutang piutang tersebut melakukan wanprestasi dalam
pemenuhan kewajibannya, maka ada pihak lain yang ikut bertanggung jawab atas
perbuatan debitur dan bertanggung jawab secara bersama-sama untuk pemenuhan
kewajiban debitur kepada kreditur.
Sedangkan perjanjian garansi di sini maksudnya adalah apabila dalam
perjanjian hutang piutang antara debitur dengan kreditur di kemudian hari terjadi
wanprestasi / tidak dipenuhinya kewajiban sesuai dengan perjanjian disepakati,
maka pihak lain yang di dalam perjanjian tersebut akan memberikan garansi
bahwa hutangnya akan dilunasi sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam
perjanjian tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan jaminan kebendaan adalah
jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai hubungan
1
114
Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 176.
105
langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu
mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Adapun maksud dari jaminan yang
bersifat kebendaan ini adalah bermaksud memberikan hak verbal (hak untuk
meminta pemenuhan piutangnya) kepada si kreditur, terhadap hasil penjualan
benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya. Selain itu, hak
kebendaan dapat dipertahankan (diminta pemenuhan) terhadap siapapun juga,
yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak baik berdasarkan atas hak yang
umum maupun khusus, juga terhadap para kreditur dan pihak lawannya.115
Sebagaimana jaminan kebendaan tersebut di atas, maka jaminan
kebendaan dapat dilakukan pembebanan dengan gadai, hipotik, jaminan fidusia
dan hak tanggungan. Dari pembebanan tersebut gadai dan jaminan fidusia dapat
dibebankan dengan jaminan kebendaan untuk benda-benda bergerak baik yang
berwujud maupun tidak berwujud. Sedangkan untuk hipotik dan hak tanggungan
pembebanannya dengan jaminan kebendaan tidak bergerak yaitu hipotik
pembebanannya untuk benda-benda tidak bergerak berupa mesin-mesin pabrik,
kapal laut dan kapal udara dapat dibebani dengan hipotik. Dan untuk hak
tanggungan dapat dibebani atas benda tidak bergerak berupa tanah dan bangunan
yang berdiri di atasnya.
Begitu pula jaminan fidusia juga dapat dibebankan atas benda tidak
bergerak berupa gedung yang berdiri di atas tanah yang tidak dibebani dengan hak
tanggungan. Hak gadai adalah sebuah hak atas benda bergerak milik orang lain
yang tujuannya bukanlah untuk memberikan kepada penerima gadai atau
1
115
Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 176-177.
106
pemegang gadai nikmat dari benda tersebut, tetapi hanyalah untuk memberikan
kepadanya suatu jaminan tertentu bagi pelunasan suatu piutang.116
Hak gadai yang maksudnya hanya untuk memberikan suatu jaminan bagi
pelunasan suatu hutang debitur kepada kreditur penerima gadai adalah bertujuan
untuk mencegah debitur memindahkan benda jaminan yang digadaikan tersebut,
sehingga dapat merugikan kreditur penerima gadai. Selain itu, hak gadai
memberikan hak yang didahulukan kepada penerima gadai.
Sifat hak gadai sebagaimana dikatakan Vollmar adalah bersifat kebendaan,
yang hanya dapat ditanamkan atas semua benda bergerak yang dapat ditanamkan
atas semua benda bergerak yang dapat dikenai perpindah-tanganan, jadi baik
benda-benda berwujud maupun benda tak berwujud, dengan perkecualian kapalkapal yang telah didaftarkan.117
Selanjutnya dikatakan bahwa hak gadai yang dihubungkan dengan
perutangan yang masih akan ada (gadai-kredit) dalam pada itu bukannya tak
mungkin. Penyerahan hak gadai adalah tidak mungkin berhubung dengan sifatnya
yang accessoir, hak itu hanyalah beralih kepada tangan lain bersama-sama dengan
piutangnya, oleh karena hak gadai bermaksud menjadi jaminan bagi piutang
tersebut.118
Gadai adalah merupakan hak kebendaan dan timbul dari suatu perjanjian
gadai. Dimana perjanjian gadai ini tidaklah berdiri sendiri melainkan merupakan
perjanjian ikutan atau accessoir dari perjanjian pokoknya yang biasanya berupa
1
116
H.F.A. Vollmar, 1992, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali Pers, Jakarta,
310.
1
117
Ibid, h. 311.
1
118
Ibid.
h.
107
perjanjian hutang piutang antara debitur pemberi gadai dan kreditur penerima
gadai.
Karena gadai merupakan hak kebendaan, maka gadai mempunyai sifatsifat dari hak kebendaan yaitu :119
1. Selalu mengikuti bendanya (droit de suit),
2. Yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhan (droit de
preference, asas prioriteit),
3. Dapat dipindahkan, dan
4. Mempunyai kedudukan preferensi, yaitu didahulukan dalam pemenuhan
melebihi kreditur-kreditur lainnya.
Di samping itu juga gadai memiliki sifat-sifat yang antara lain adalah :120
1. Bersifat accessoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian yang
pokok yang berupa perjanjian pinjaman yang dan dimaksudkan untuk menjaga
jangan sampai si berhutang itu lalai membayar kembali utangnya.
2. Merupakan hak yang bersifat memberi jaminan, menjamin pembayaran
kembali dari uang pinjaman itu.
3. Hak menguasai barang tidak meliputi hak untuk memakai, menikmati,
atau memungut hasil barang yang dipakai sebagai jaminan, lain halnya dengan
hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami, dan lain-lain.
4. Tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian hak gadai itu tidak menjadi
hapus dengan dibayarnya sebagian dari hutang gadai tetap melekat atas
seluruh bendanya.
1
119
Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 178.
1
120
Titik Triwulan Tutik, Loc. Cit.
108
Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “segala kebendaan si
berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan”.
Selanjutnya Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “kebendaan
tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan
padanya,
pendapatan
penjualan
benda-benda
itu
dibagi-bagi
menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali
apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan”.
Sehubungan dengan hak kebendaan sebagai jaminan hutang yang
dibebankan dengan gadai tersebut, maka pengertian hutang terdapat dua
pendirian, yaitu pendirian yang menganut hutang dalam arti sempit yang timbul
dari perjanjian hutang piutang saja dan pendirian yang menganut hutang dalam
arti luas yang timbul dari perikatan apapun juga, baik yang timbul dari perjanjian
hutang piutang maupun perjanjian lainnya maupun yang timbul karena UndangUndang.121
Jaminan kebendaan sebagai jaminan hutang yang dibebankan gadai
dikaitkan dengan pelunasan hutang debitur pemberi gadai kepada kreditur
penerima gadai, mempunyai jaminan kebendaan untuk pelunasan hutang dari
debitur baik yang bersifat umum ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 KUH
1
121
115.
Sutan Remy Sjahdeni, 2002, Hukum Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Yogyakarta, h.
109
Perdata dalam Pasal 1131 KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH Perdata menjadi
tanggungan hutang debitur pemberi gadai untuk pelunasan hutangnya.
Berbeda dengan jaminan yang bersifat khusus, pihak kreditur sejak semula
telah meminta kepada debitur agar hartanya secara khusus dijadikan jaminan
pembayaran hutang, sehingga apabila di kemudian hari pada saat jatuh tempo
debitur tidak dapat menepati janjinya untuk membayar atau melunasi hutangnya,
maka harta debitur dapat dieksekusi oleh kreditur melalui prosedur tertentu.122
Dari hal tersebut yang terkait dengan jaminan yang bersifat khusus ini
adalah gadai, jaminan fidusia, hipotik dan hak tanggungan. Khusus dalam hal
gadai maka jaminan kebendaan atas suatu barang atau benda bergerak yang
dibebani dengan gadai, barang yang dipakai sebagai jaminan tersebut diserahkan
penguasaannya oleh pemberi gadai kepada penerima gadai sebagai jaminan
hutangnya. Apabila di kemudian
hari pemberi gadai tidak dapat memenuhi
kewajibannya sesuai perjanjian, maka penerima gadai mempunyai hak untuk
didahulukan pemenuhan pembayaran atas hutang-hutang pemberi gadai dari
kreditur-kreditur lainnya atas penjualan dari barang bergerak yang dipakai
jaminan tersebut.
Dapat dikatakan bahwa sifat-sifat hak kebendaan dari gadai di antaranya
adalah :
1. Gadai merupakan perjanjian yang bersifat accessoir (tambahan) dari
perjanjian pokoknya, yang berupa perjanjian hutang piutang antara debitur
pemberi gadai dengan kreditur penerima gadai.
1
122
Anonim, 2009, Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Jaminan Kebendaan, Cited 28 Mei
2010, Available : URL : hhtp: //jojogaol.blogspot.com/2009/06/kedudukan_kreditor_
pemegang_hak_jaminan.html, h.2.
110
2. Dalam gadai barang yang dipakai sebagai jaminan tersebut harus
diserahkan secara fisik kepada penerima gadai dari pemberi gadai, dan hal ini
merupakan suatu keharusan sehingga bersifat memaksa.
Apabila penyerahan secara fisik kepada penerima gadai tidak dilakukan maka
menurut Pasal 1152 Ayat (2) perjanjian tersebut tidak sah.
3. Hak kebendaan dari gadai mengikuti bendanya (droit de suite), artinya
pemegang hak gadai dilindungi haknya atas benda yang digadaikan tersebut
kepada siapapun hak kebendaan tersebut beralih.
4. Hak gadai bersifat mendahului (droit de preference), artinya penerima
gadai mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk
pengambilan pelunasan atas piutangnya dari hasil penjualan barang yang
dibebani dengan gadai.
5. Pemegang gadai / penerima gadai tidak mempunyai hak untuk
memanfaatkan atau menggunakan benda yang digadaikan tersebut, penerima
gadai hanya mempunyai hak untuk pelunasan hutang pemberi gadai. Ini
artinya penerima gadai tidak dapat mengalihkan kekuasaan atas benda yang
digadaikan tersebut tanpa seijin pemberi gadai.
6. Barang yang digadaikan tersebut tidak dapat dibagi-bagi sekalipun
hutangnya di antara para waris si berhutang atau di antara para warisnya si
berpiutang dapat dibagi-bagi, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1160 KUH
Perdata.
4.2 Syarat-syarat Mengadakan Hak Gadai
111
Saham merupakan benda bergerak sebagaimana ketentuan Pasal 60 Ayat
(1) UU Nomor 40 Tahun 2007. Sebagai benda bergerak saham memberikan hak
kepemilikan kepada pemegangnya, dan sebagai pemilik pemegang saham dapat
membebani benda miliknya dengan hak kebendaan lainnya yaitu dengan gadai,
sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
Hak gadai di dalam prakteknya terdapat dalam dua (2) bentuk, yaitu
pertama dalam bentuk penggadaian benda-benda dan efek-efek serta kedua gadai
rumah-rumah pada bank-bank gadai. Penggadaian efek-efek adalah sangat lazim
di dalam perusahaan bank. Untuk itu berdasarkan atas tenggang waktu untuk
mana benda yang digadaikan tersebut, terdapat bermacam-macam sebutan
yaitu :123
1.
Untuk tenggang waktu tiga (3) bulan, gadai itu disebut dengan belening,
yaitu penggadaian.
2.
Jika tenggang waktunya satu (1) bulan disebut prolongasi (penggadaian
efek-efek).
3.
Penggadaian uang harian atau penggadaian on call.
Dalam pembebanan hak gadai diperlukan adanya dua (2) hal, yaitu
pertama adanya perjanjian gadai yaitu persetujuan kehendak yang dinyatakan
antara para pihak untuk memebankan hak gadai, dan kedua adanya pemberian
dalam bezit terhadap benda yang digadaikan kepada penerima gadai, dimana hal
ini merupakan salah satu syarat sahnya pembebanan gadai sebagaimana diatur
dalam Pasal 1152 Ayat (2) KUH Perdata.
1
123
H.F.A. Follmar, Op. Cit, h. 312.
112
Untuk sahnya perjanjian gadai sama halnya dengan syarat sahnya
perjanjian pada umumnya yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang
menentukan antara lain :
1. Adanya kata sepakat
2. Adanya kecakapan
3. Adanya hal tertentu
4. Adanya kausa atau sebab yang halal
Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa dalam perjanjian gadai
yang dilakukan antara pemberi dan penerima gadai, harus ada kesepakatan di
antara yang bersangkutan tentang obyek dari gadai tersebut. Jika di antara para
pihak sudah sepakat maka perjanjian gadai tersebut akan mengikat para pihak
yang bersangkutan. Kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum merupakan
salah satu syarat yang sangat penting, karena sahnya perjanjian gadai apabila
antara pemberi dan penerima gadai memiliki kecakapan untuk mengikatkan
dirinya dalam perjanjian. Bila yang bersangkutan tidak cakap melakukan
perbuatan hukum dalam hal melakukan perjanjian gadai, maka perjanjian gadai
akan batal atau dapat dibatalkan. Hal ini disebabkan adanya cacat-cacat yang
tersembunyi dalam membuat perjanjian. Sedangkan hal tertentu dalam perjanjian
gadai merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam perjanjian tersebut yaitu berupa
pelunasan atas perjanjian hutang piutang yang dibebani dengan gadai bilamana
telah berakhirnya atau jatuh temponya perjanjian tersebut. Yang dimaksud dengan
kausa yang halal dalam hal ini adalah perjanjian yang dibuat dalam perjanjian
hutang piutang yang dibebani gadai tidak bertentangan dengan Undang-Undang
113
yang berlaku, seperti syarat benda gadai harus diserahkan secara fisik kepada
penerima gadai (kreditur) oleh pemberi gadai (debitur), apabila tidak diserahkan
secara fisik perjanjian gadai tersebut tidak sah (Pasal 1152 Ayat (2) KUH
Perdata).
Berdasarkan Pasal 1150 KUH Perdata, obyek gadai atau barang-barang
yang dapat digadaikan hanyalah barang-barang bergerak, dan tidak termasuk
barang-barang tidak bergerak. Barang-barang bergerak yang dijadikan obyek
gadai terdiri dari barang bergerak berwujud dan barang bergerak tidak berwujud.
Di samping barang bergerak terdapat obyek lain yang dapat dijadikan sebagai
jaminan gadai yaitu piutang-piutang atas bawa. Dimana piutang-piutang ini dapat
dikatagorikan sebagai barang bergerak. Dalam ketentuan Pasal 1150 KUH perdata
obyek gadai adalah barang-barang bergerak.
Suatu barang dikatagorikan sebagai barang bergerak dapat dilihat karena
sifatnya atau karena ditentukan oleh Undang-Undang. Suatu barang digolongkan
sebagai barang yang bergerak karena sifatnya, adalah barang yang tidak tergabung
atau menyatu dengan tanah. Sedangkan suatu barang digolongkan sebagai barang
yang bergerak karena Undang-Undang seperti surat-surat saham dari suatu
Perseroan Terbatas, surat obligasi yang keluar oleh negara.
Barang-barang bergerak menurut ketentuan yang berlaku dapat dijaminkan
melalui gadai. Saham sebagai benda bergerak menurut Pasal 60 Ayat (1) UU
Nomor 40 Tahun 2007 dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia.
Seperti diketahui bahwa gadai atas saham sebagai benda bergerak diatur dalam
Pasal 1150 – Pasal 1160 KUH Perdata, sedangkan saham sebagai benda bergerak
114
dapat dibebani dengan jaminan fidusia, tercantum dalam Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999.
Meskipun keduanya baik gadai maupun jaminan fidusia atas saham
Perseroan Terbatas, sama-sama merupakan hak kebendaan yang dapat
memberikan jaminan dengan obyek jaminan yang sama dalam hal ini saham
Perseroan Terbatas, akan tetapi saham yang dibebani dengan gadai kekuasaan atas
saham tersebut beralih dari pemberi gadai (debitur) kepada penerima gadai
(kreditur). Sedangkan dalam jaminan fidusia saham yang dijaminkan secara
fidusia tetap berada di bawah kekuasaan debitur sebagai pemberi jaminan fidusia
karena, jaminan fidusia merupakan jaminan atas dasar kepercayaan.
Mengadakan hak gadai tentu dibutuhkan adanya persyaratan-persyaratan
yang ditetapkan oleh lembaga keuangan yang bersangkutan.
Sumber dana yang utama dan terpenting dalam lembaga jaminan dalam
menyalurkan dana pinjaman kepada masyarakat adalah lembaga perbankan dan
lembaga keuangan lain, seperti lembaga pembiayaan.124 Lembaga-lembaga
keuangan tersebut dalam menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada pihakpihak yang membutuhkan tidaklah mudah, karena harus memenuhi persyaratanpersyaratan tertentu.
Salah satu persyaratan terpenting untuk memperoleh fasilitas kredit adalah
adanya jaminan dan agunan. Pada dasarnya istilah jaminan itu berasal dari kata
”jamin” yang berarti ”tanggung”, sehingga jaminan dapat berarti sebagai
tanggungan.125
1
124
Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, 2008, Hukum Bisnis untuk Perusahaan,
Prenada Media Group, Jakarta, h. 17.
1
125
Ibid, h. 19.
115
Menurut Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
23/69/Kep/Dir Tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit,
dikatakan bahwa jaminan adalah ”suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur
untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian”.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang arti jaminan itu
sendiri dapat dilihat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, karena
fungsi utama jaminan adalah untuk meyakinkan kreditur, bahwa debitur
mempunyai kemampuan untuk melunasi pinjaman yang diberikan kepadanya
sesuai dengan persyaratan dalam perjanjian yang telah disepakati.
Begitu juga halnya dalam mengadakan hak gadai, sesuai dengan
pengertian gadai dalam Pasal 1150 KUH Perdata, maka dalam gadai ada
kewajiban dari seorang debitur pemberi gadai untuk menyerahkan barang
bergerak yang dimilikinya sebagai jaminan pelunasan hutang, serta memberikan
hak kepada si berpiutang sebagai penerima gadai untuk melakukan penjualan atas
barang-barang yang dipakai sebagai agunan tersebut, apabila dia tidak mampu
melunasinya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Hal ini tentunya tidak
terlepas dari kedudukan benda jaminan tersebut, dimana benda jaminan tersebut
secara fisik berada di bawah penguasaan kreditur penerima gadai.
Penguasaan
secara
fisik
atas
benda
yang
diagunkan
tersebut
oleh penerima gadai, maka penerima gadai mempunyai hak atas benda
tersebut, akan tetapi bukan untuk menjual benda yang digadaikan tersebut dengan
kekuasaan sendiri (parate eksekusi), sehingga hak untuk penjualan benda gadai
tidak diperlukan adanya titel eksekutorial, karena penerima gadai dapat
116
melaksanakan penjualan tanpa adanya penetapan Pengadilan atas benda yang
diagunkan.
Jaminan kebendaan dalam gadai saham dapat dikatakan merupakan hak
mutlak (absolut) atas suatu benda tertentu yang menjadi obyek jaminan suatu
hutang, yang suatu waktu dapat dijual untuk pelunasan hutang debitur apabila
debitur wanprestasi (ingkar janji). Kedudukan kreditur penerima gadai dalam
jaminan kebendaan mempunyai kedudukan sebagai kreditur preferen yang
didahulukan dari pada kreditur lainnya dalam pengambilan pelunasan piutangnya
dari benda obyek jaminan dalam gadai saham.
Dikaitkan dengan sifatnya jaminan kebendaan terbagi dua (2) yaitu
jaminan dengan benda berwujud (material) dan jaminan dengan benda tak
berwujud (immaterial). Benda berwujud dapat berupa benda / barang bergerak
dan atau benda / barang tidak bergerak. Sementara benda / barang tak berwujud
yang lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih
debitur terhadap pihak ketiga.126
Pada dasarnya syarat untuk mengadakan hak gadai, maka yang dapat
digadaikan adalah semua barang bergerak yang meliputi antara lain :127
(1)
Benda bergerak yang berwujud
(2)
Benda bergerak yang tidak berwujud, yang berupa
berbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang, antara lain yang berwujud
surat-surat piutang aan toonder (kepada si pembawa), aan order (atas tunjuk),
dan op naam (atas nama).
1
126
H.R. Daeng Naja, Op. Cit, h. 46.
1
127
Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 179.
117
Dengan demikian untuk mengadakan hak gadai diadakan dengan memenuhi
beberapa persyaratan tertentu yang berbeda-beda menurut jenis barangnya, yaitu
di antaranya adalah :128
a.
Gadai benda bergerak yang berwujud dan surat-surat yang
aan toonder.
Apabila yang digadaikan itu adalah benda bergerak yang berwujud dan
surat-surat aan tonder, maka syarat-syaratnya antara lain :
(1)
Harus ada perjanjian untuk memberikan hak gadai
ini (pand overeenkomst).
(2)
Barang yang digadaikan itu harus dilepaskan di
luar kekuasaan dari si pemberi gadai (inbezit stelling).
Ad. 1.
Perjanjian ini bentuknya dalam KUH Perdata tidak disyaratkan apaapa, oleh karena itu bentuk perjanjian pand ini dapat bebas tak terikat
oleh suatu bentuk tertentu. Artinya perjanjian bisa diadakan secara
tertulis ataupun tidak tertulis (secara lisan saja).
Dan yang secara tertulis itu bisa diadakan dengan Akta Notaris bisa
juga dengan akta di bawah tangan.
Ad. 2.
Pada setiap perjanjian gadai, maka barang yang digadaikan harus
berada dalam kekuasaan si pemegang gadai. Bahkan menurut
ketentuan KUH Perdata, bahwa gadai itu tidak sah jika bendanya
dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si pemberi gadai.
b.
128
Gadai berwujud surat piutang atas nama (op naam)
Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 179-180.
118
Gadai berwujud surat piutang atas nama, maka syarat-syaratnya, antara
lain :
(1)
Harus ada perjanjian
(2)
Dan harus ada pemberitahuan kepada debitur dari
piutag yang digadaikan itu.
Dengan diberitahukan kepada debitur dari piutang tersebut, berarti
bahwa hak untuk mendapatkan penagihan dari piutang tersebut lalu dapat
ditarik dari kekuasaan si pemberi gadai, dan dari saat itu si debitur lalu
berkewajiban untuk membayar hutangnya kepada si pemegang gadai.
c.
Gadai berwujud surat piutang atas tunjuk (aan order)
Gadai berwujud surat piutang atas tunjuk, maka syarat-syaratnya,
antara lain :
(1)
Harus ada perjanjian gadai
(2)
Dan harus ada endossemen dan kemudian surat
piutang itu harus diserahkan.
Ketentuan syarat-syarat mengadakan hak gadai tersebut di atas, dapat
dikatakan bahwa dalam mengadakan hak gadai harus dipenuhi syarat-syarat
tertentu terkait dengan benda bergerak yang dijadikan agunan tersebut, dapat
berupa benda bergerak yang berwujud dan benda bergerak yang tidak
berwujud, yang dalam hal ini dapat berupa surat-surat piutang aan
toonder (kepada si pembawa), aan order (atas tunjuk), dan op naam (atas
nama).
119
Terhadap hak gadai atas saham sebagai benda bergerak tidak berwujud
dapat dibebankan hak gadai atau dapat mengadakan hak gadai dengan syaratsyarat antara lain harus ada perjanjian dan harus ada pemberitahuan kepada
debitur dari piutang yang dipakai sebagai agunan hutangnya; sehingga dengan
diberitahukannya kepada debitur dari piutang tersebut maka ini berarti hak untuk
mengadakan penagihan dari piutang tersebut keluar dari kekuasaan pemberi gadai
ke tangan kreditur penerima gadai, sehingga dengan demikian sejak beralihnya
kekuasaan atas benda jaminan tersebut dari tangan debitur pemberi gadai ke
tangan kreditur penerima gadai, maka sejak saat itu debitur pemberi gadai
berkewajiban untuk membayar hutangnya kepada pemegang gadai/penerima
gadai sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
4.3 Tata Cara Pembebanan Gadai Atas Saham
Saham yang digunakan sebagai jaminan hutang, dimana saham secara
umum berarti sebagai bukti kepemilikan terhadap suatu Perseroan. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 52 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, saham memberikan hak
kepada pemiliknya untuk :
b.
Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS,
c.
Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi,
dan
d.
Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.
120
Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam Ayat (1) berlaku setelah saham
dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya (Pasal 52 Ayat (2)
UU Nomor 40 Tahun 2007).
Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan
mengeluarkan suara dalam RUPS, begitu juga pemegang saham berhak menerima
deviden dari sisa hasil likuidasi.
Saham merupakan kebendaan bergerak dan saham dapat diagunkan
dengan gadai sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar Perseroan.
Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 60 Ayat (4) UU Nomor 40 Tahun 2007, tetap berada pada pemegang
saham. Akan tetapi saham yang dipakai sebagai agunan tersebut menurut Pasal 60
Ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham
dan dalam daftar khusus sebagaimana ketentuan Pasal 50 Ayat (1) Jo Pasal 50
Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5) UU Nomor 40 Tahun 2007, yang
menentukan :
1. Pasal 50 Ayat (1), ”Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan
daftar pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya” :
a.
Nama dan alamat pemegang saham
b.
Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang
saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkannya lebih dari satu
klasifikasi saham.
c.
Jumlah yang disetor atas setiap saham.
121
d.
Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang
mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia
saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan
fidusia tersebut.
e.
Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (2), yaitu ”Penilaian setoran modal saham
ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga
pasar oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan”.
2. Pasal 50 Ayat (2), ”Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud
pada Ayat (1) Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar
khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan
Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain
serta tanggal saham itu diperoleh”.
3. Pasal 50 Ayat (3), ”Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), dicatat juga setiap
perubahan kepemilikan saham”.
4. Pasal 50 Ayat (4), ”Daftar pemegang saham dan daftar khusus
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) disediakan di tempat
keuddukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham”.
5. Pasal 50 Ayat (5), ”Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1), Ayat (3), dan Ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka”.
122
Saham selain sebagai penyertaan modal dalam suatu Perseroan juga dapat
dijadikan sebagai obyek jaminan, yang memiliki nilai ekonomis dan memberikan
hak kepemilikan atas suatu Perseroan bagi pemegangnya, hal ini dikararenakan
saham yang dikategorikan sebagai benda bergerak tidak berwujud yang digunakan
sebagai modal dalam suatu Perseroan Terbatas.
Sebagaimana ketentuan Pasal 31 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007,
”Modal Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham”. Karena saham
Perseroan terbatas sesuai ketentuan Pasal 48 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007,
”saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya”.
Akan tetapi bila disimak ketentuan Pasal 31 Ayat (2) Jo Pasal 49 Ayat (2)
UU Nomor 40 Tahun 2007, dimana ditentukan dalam Pasal 31 Ayat (2), ”Bahwa
ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak menutup kemungkinan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan
terdiri atas saham tanpa nilai nominal”. Sedangkan bila dikaitkan dengan
ketentuan Pasal 49 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007, ”Saham tanpa nilai
nominal tidak dapat dikeluarkan”. Di sini kalau disimak lebih lanjut terlihat suatu
hal yang tidak konsisten antara pasal-pasal tersebut di dalam perolehan modal
Perseroan Terbatas yang di satu sisi modalnya ditetapkan atas seluruh nilai
nominal saham, akan tetapi di satu sisi ada ketentuan bahwa saham tanpa nilai
nominal tidak dapat dikeluarkan.
Terjadinya ketidakpastian di sini juga bisa dilihat dari ketentuan Pasal 31
Ayat (2) Jo Pasal 49 Ayat (3) yang pada prinsipnya menentukan, ”tidak menutup
kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur
123
modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal”. Begitu juga halnya Pasal
49 Ayat (3), ”tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa
nilai nominal dalam Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”.
Ketentuan-ketentuan pasal-pasal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengakui
juga modal Perseroan yang berupa saham dengan nilai nominal yang telah
ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya dikeluarkan atas nama pemiliknya, akan
tetapi juga tidak menutup kemungkinan modal Perseroan didapatkan dari sahamsaham yang dikeluarkan di pasar modal yang pengeluarannya tanpa nilai nominal.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan di bidang pasar modal, maka
saham-saham dari suatu Perseroan yang terbuka (go public). Saham-saham yang
dikeluarkannya tidak hanya dalam bentuk saham atas nama pemiliknya atau yang
dikenal dengan Surat Saham atau Warkat, akan tetapi Perseroan tersebut juga
menerbitkan atau mengeluarkan saham tanpa warkat atau yang disebut dengan
scriptless trading. Dengan sistem ini penyelesaian transaksi dilakukan melalui
pemindahbakuan (book entry settlement), yang tujuannya yaitu :
a.
Proses penyelesaian transaksi tanpa Warkat.
b.
Meningkatkan kualitas juga pelayanan dalam penyelesaian
transaksi
c.
Meminimalkan resiko meningkatkan likuiditas.129
Dilihat dari kepemilikan saham Perseroan Terbatas sebagaimana
pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di
1
129
M. Irsan Nasarudin, Indra Surya, Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adi Warman, 2008,
Aspek Hukum Pasal Modal Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, h. 140.
124
pasar modal, maka saham yang dimiliki oleh pemegang saham Perseroan Terbatas
dapat berupa saham atas nama pemilik bagi saham-saham yang dikeluarkan oleh
Perseroan Terbatas saat pendiriannya, dan juga bisa saham atas unjuk. Apabila
saham-saham tersebut dikeluarkan Perseroan melalui pasar modal. Dimana bukti
kepemilikannya yang melalui pemindahbukuan (book entry settlement) tersebut
maka yang bersangkutan mempunyai bukti rekening sebagai bukti bahwa si
pemegang saham tersebut memiliki saham-saham pada suatu Perseroan atau
perusahaan (emiten).
Adanya pengeluran saham tanpa warkat di pasar modal ini kehadiranya
merupakan suatu alternatif perdagangan saham sesuai dengan perkembangan
teknologi informasi, melalui kehadiran online trading system.130 Bila dilihat dari
cara penyerahan saham atas nama dengan saham tanpa warkat, maka untuk saham
atas nama dengan warkat dilakukan secara fisik, sedangkan penyerahan saham
tanpa warkat dilakukan secara elektronik.
Meskipun UU Nomor 40 Tahun 2007 dalam Pasal 49 Ayat (2)
menentukan ”saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan”, akan tetapi
ketentuan tersebut ”tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham
tanpa nilai nominal dalam Peraturan Perundang-Undangan di Pasar Modal” (Pasal
49 Ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007). Pengeluaran saham tanpa nilai nominal
sesuai dengan peraturan di pasar modal yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995, dapat dilakukan oleh Perseroan Terbatas yang sudah go public atau
Perseroan Terbatas Tbk.
1
130
Ibid, h. 139.
125
Saham merupakan benda bergerak dan oleh karena itu kepemilikan atas
saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya.
Dan hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Begitu juga halnya
dengan kebolehan mengagungkan saham, dapat diketahui dari ketentuanketentuan berikut :131
a. Saham merupakan benda bergerak
Pasal 60 Ayat (1) menegaskan saham merupakan ”benda bergerak”
(roerende goederen, movable property), dan memberi hak kepada pemiliknya
sesuai dengan ketentuan Pasal 52 UU Nomor 40 Tahun 2007 :
(1)
Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS
(2)
Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi
(3)
Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.
Menurut penjelasan Pasal 52, kepemilikan saham sebagai benda
bergerak memberi ”hak kebendaan” (vermogensrecht, property right) kepada
pemiliknya. Hak kebendaan ini dapat dipertahankan terhadap setiap orang atau
droit de suite, yakni hak kebendaan melekat di tangan siapapun berada :
(1)
Dengan demikian pemilik saham dapat menuntut haknya atas
saham tersebut di tangan siapapun berada. Namun oleh karena dia barang
bergerak, harus tunduk kepada ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata yang
mengatur prinsip atas benda bergerak merupakan titel sempurna (bezit
geldt als volko men titel, passession amounts to perfect title).
(2)
Juga pemilik saham dapat atau berhak menjual, menghibahkan,
mengagunkan, dan memungut hasil dari saham tersebut.
1
131
M. Yahya Harahap, Op. Cit, h. 274-275.
126
b. Bentuk pengagunan yang dibenarkan hukum
Mengenai bentuk pengagunan saham yang dibenarkan hukum sesuai
dengan figurnya sebagai benda bergerak, diatur dalam Pasal 60 dengan
ketentuan sebagai berikut :
(1)
Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia.
Mengenai cara penggadaian saham tunduk kepada ketentuan buku kedua,
bab kesepuluh KUH Perdata yang terdiri atas Pasal 1150-1160. Adapun
cara pemberian jaminan fidusia tunduk kepada ketentuan UU Nomor 42
Tahun 1999 tentang jaminan fidusia.
(2)
Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham dicatat dalam daftar
pemegang saham atau daftar khusus.
Apabila saham yang digadaikan atau yang dijaminkan dalam bentuk
jaminan fidusia, terdiri dari saham yang telah didaftarkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, maka gadai saham atau jaminan
fidusia itu, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus
sesuai dengan ketentuan Pasal 50.
Ketentuan kewajiban pencatatan itu menurut penjelasan Pasal 60 Ayat (3),
agar Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui
mengenai status saham tersebut.
(3)
saham.
Hak suara atas saham yang diagunkan tetap berada pada pemegang
127
Hal yang perlu diingat sehubungan dengan pengagunan saham, baik dalam
bentuk gadai saham atau jaminan fidusia adalah ketentuan Pasal 60
Ayat (4) yang menegaskan :
(a)
Hak suara atas saham tersebut, tetap berada pada
pemegang saham, bukan beralih kepada pemegang gadai atau
penerima jaminan fidusia.
(b)
Menurut penjelasan pasal ini, ketentuan ini merupakan
penegasan kembali asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan
hak secara terlepas dari kepemilikan atas saham.
(c)
Sedangkan hak lain di luar hak suara seperti hak atas
deviden dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara
pemegang agunan.
Terkait dengan sistem Hukum Perdata pembedaan atas benda bergerak dan
tidak bergerak, mempunyai arti penting dalam berbagai bidang yang berhubungan
dengan penyerahan, daluwarsa, kedudukan berkuasa (bezit) dan pembebanan atau
jaminan.
Mengenai lembaga jaminan dalam Hukum Perdata, sangat penting arti
pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak. Karena atas dasar
pembedaan benda tersebut, menentukan jenis lembaga jaminan / ikatan kredit
yang dapat dibebankan untuk kredit yang akan diberikan. Jika benda jaminan itu
berupa benda bergerak, maka dapat dibebankan lembaga jaminan yang berbentuk
gadai atau fidusia, sedangkan jika benda jaminan adalah benda tetap atau tidak
128
bergerak, maka sebagai lembaga jaminan dapat dibebankan dengan hak
tanggungan atau dapat juga dengan hipotik.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, pembedaan atas benda bergerak
dan benda tak bergerak, dalam hukum perdata mempunyai arti penting dalam halhal tertentu yaitu mengenai :132
1.
Cara pembebanan / jaminan
2.
Cara penyerahan
3.
Dalam hal daluwarsa
4.
Dalam hal bezit
Perbedaan atas benda tersebut penting dalam Hukum Perdata, bila
dikaitkan dengan pembebanan atas saham Perseroan Terbatas sebagai jaminan
hutang dengan cara gadai, maka sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2007 dalam
Pasal 60 Ayat (2) saham sebagai benda bergerak dapat diagunkan dengan gadai
atau jaminan fidusia. Benda bergerak yang berupa saham ini bila dipakai sebagai
agunan dengan cara gadai, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1152 benda yang
dibebankan dengan gadai harus beralih kekuasaannya ke tangan penerima gadai,
dan bila tidak maka gadai saham dianggap tidak sah.
Beralihnya kekuasaan atas benda yang dibebankan dengan gadai tersebut,
maka kedudukan benda jaminan secara fisik berada di bawah penguasaan kreditur
penerima gadai, sehingga kreditur penerima gadai mempunyai tanggung jawab
atau kewjaiban untuk menjaga keselamatan atas barang tersebut. Di samping itu
penerima gadai juga mempunyai hak atas penguasaan benda gadai, namun tidak
132
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Op. Cit, h. 50.
129
mempunyai hak didahulukan dalam pelunasan piutangnya terhadap kreditur
lainnya.
Bahwa untuk terjadinya pembebanan hak gadai terdapat dua (2) tahapan
yang perlu dilakukan secara umum, yaitu :133
Tahap Pertama; untuk terjadinya hak gadai adanya perjanjian pinjam uang dengan
janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminannya. Perjanjian ini
bersifat konsensuil dan obligatoir.
Tahap kedua; penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai. Benda
yang dijadikan obyek gadai adalah benda bergerak, maka benda itu harus
dilepaskan dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai.
Penyerahan itu harus nyata, tidak boleh berdasarkan pernyataan dari debitur,
sedangkan benda itu berada dalam kekuasaannya debitur.
Lembaga pegadaian adalah merupakan suatu lembaga penyalur kredit, dan
apabila dilihat dari karakteristik lembaga pegadaian adalah hanya memberikan
pinjaman untuk jangka wkatu pendek yang berkisar antara 3 (tiga) sampai 6
(enam) bulan, serta dalam jumlah kredit yang relatif kecil. Jaminan gadai dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga pegadaian yang merupakan suatu
lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit kepada masyarkaat,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata.
Lembaga pegadaian saat ini berbentuk suatu perusahaan umum (Perum)
dan berada di bawah naungan Kantor Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), yang awalnya bersumber dari :134
1
133
Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Op. Cit, h. 40.
1
134
Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Op. Cit, h. 41
130
(1) Kekayaan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, dan tidak terbagi atas saham-saham.
(2) Usaha pemupukan modal intern dilakukan antara lain melalui penerbitan
obligasi atau alat-alat sah lainnya, serta menyisihkan sejumlah tertentu laba
bersih, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 52 Peraturan Pemerintah
No. 10 Tahun 1990.
(3) Sumber dana lain adalah pinjaman dari Bank Indonesia atau bank lainnya
dengan jaminan Menteri Keuangan.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa seluruh modal dari Perum
Pegadaian adalah milik negara. Modal tersebut bersumber dari kekayaan negara
yang terpisah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, merupakan usaha
pemupukan modal, dan pinjaman dari bank.
Perum Pegadaian sebagai bentuk perusahaan yang berada di bawah
naungan Menteri Negara BUMN, pada prinsipnya jangka waktu pinjaman gadai
adalah minimal 15 hari dan maksimal 120 hari sesuai dengan Surat Edaran Nomor
SE.16/OP.1.00211/2001 tentang perubahan tarif sewa modal, dan jangka waktu
kredit.135
Mengenai prosedur pinjaman dalam bentuk kredit dari Perum Pegadaian,
pada umumnya yang dipakai sebagai agunan adalah berupa benda-benda bergerak
berwujud, dimana benda yang dipakai sebagai jaminan hutang tersebut akan
beralih ke tangan penerima gadai.
Saham merupakan benda bergerak tidak berwujud dapat juga dibebani
dengan gadai. Saham dalam perkembangannya memiliki nilai atau harga yang
1
135
H.S. Salim II, Op. Cit, h. 49-50.
131
tidak stabil, dimana pergerakan nilai dari saham tersebut di pasar modal sangat
tergantung kepada kekuatan penawaran dan permintaan. Apabila permintaan naik
atas saham yang bersangkutan, maka akan diikuti dengan naiknya harga saham
tersebut. Namun apabila penawaran atas saham lebih tinggi maka harga saham
akan turun.
Saham yang dipakai sebagai jaminan hutang dengan gadai, pemberi gadai
dalam hal ini debitur dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 2007 khususnya Pasal
60 Ayat (4) dimana hak suara atas saham yang diagunkan tetap berada pada
pemegag saham walaupun saham tersebut kekuasaannya berada pada penerima
gadai/kreditur.
Kedudukan pemegang jaminan hutang yang bersifat kebendaan (khusus)
diberikan gak preferen oleh hukum, artinya kreditur diberikan kedudukan yang
didahulukan untuk pembayaran hutangnya yang diambil dari hasil penjualan
benda jaminan hutang. Jaminan khusus yang berupa hak kebendaan tersebut salah
satunya adalah gadai.
Prinsip yuridis hukum jaminan di antaranya dalam suatu jaminan kredit
adalah prinsip accessoir dan prinsip disclosure. Prinsip accessoir adalah prinsip
yang menentukan bahwa setiap perjanjian jaminan hutang merupakan perjanjian
ikutan dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang piutang. Prinsip ini
berlaku bagi seluruh jenis jaminan hutang. Sedangkan yang dinamakan dengan
prinsip disclosure atau publisitas ini mengajarkan bahwa sutau hak jaminan
haruslah diketahui oleh masyarakat, karena itu harus diumumkan kepada
masyarakat / pemerintah. Prinsip disclosure ini terutama dilakukan dengan jalan
132
mendaftarkan jaminan hutang kepada berbagai jenis kantor pendaftaran jaminan
hutang kepada berbagai jenis kantor pendaftaran jaminan hutang.136
Dari uraian tentang prinsip disclosure tersebut maka dalam tatacara
pembebanan gadai atas saham prosedurnya haruslah mengikuti ketentuanketentuan yang berlaku untuk gadai saham sebagai benda bergerak tidak berwujud
di antaranya harus sesuai dengan ketentuan yang ada pada KUH Perdata
khususnya yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160. Juga
ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 khusus Pasal 60 Ayat (3),
yang pada prinsipnya menentukan bahwa :
”Gadai atas saham harus didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan
daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50”.
Adapun yang menjadi tujuan pendaftaran ini bertujuan agar semua orang dapat
mengetahui bahwa saham tersebut dipakai sebagai jaminan hutang yaitu dalam hal
ini saham tersebut dibebani dengan gadai. Dalam hal peraturan perundangundangan tidak mengatur lain mengenai pendaftaran pemegang saham dalam
daftar khusus, di bidang pasar modal berlaku juga bagi Perseroan terbuka.
Dapat dikatakan bahwa tata cara pembebanan gadai atas saham, prosedur
yang harus dilakukan oleh pemberi gadai adalah yang bersangkutan sebagai
pemberi
gadai
atas
sahamnya
harus
memberitahukan
kepada
Direksi
Perseroan bahwa sahamnya diagunkan. Selanjutnya Direksi Perseroan wajib
mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham dalam daftar khusus
1
136
Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global,
Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 141 (selanjutnya disebut Munir Fuady III).
133
yang ada di tempat kedudukan Perseroan. Hal ini berlaku bagi saham Perseroan
Terbatas yang dikeluarkan atas nama pemiliknya. Bagi Perseroan Terbatas Tbk
(go public) penjualan atas saham Perseroan dilakukan di Bursa Efek atau pasar
modal secara scriptless, maka saham yang dikeluarkan di pasar modal ini berupa
saham tanpa warkat. Artinya saham tersebut tanpa surat saham atau tanpa warkat
bentuknya, akan tetapi dalam bentuk saham tanpa warkat (scriptlees stock) yang
penyerahannya dilakukan secara elektronik. Dan bukti kepemilikan yang dimiliki
oleh pemegang saham tanpa warkat ini adalah berupa rekening saham yang
dimilikinya dari Perusahaan Efek, Bank Kustodian dan lembaga penyimpanan dan
penyelesaian, saham-saham ini dicatat terpisah dari keuangan perusahaan efek.
Perusahaan efek ini kemudian menitipkan saham tersebut atas nama perusahaan
efek yang bersangkutan pada Bank Kustodian. Kemudian Bank Kustodian
menitipkan saham tersebut ke lembaga penyimpanan dan penyelesaian (yang
dalam hal ini di Indonesia dijalankan oleh PT. Kustodian Sentral Efek
Indonesia).137
Apabila saham tanpa warkat ini dipakai sebagai jaminan hutang dengan
pembebanan gadai, maka rekening saham tersebut merupakan suatu bukti bahwa
pemegang saham itu adalah pemiliknya yang sah. Dan bila saham tersebut
diagunkan dengan gadai maka saham tersebut tetap disimpan di lembaga
kustodian dan yang bersangkutan sebagai pemegang saham scriptless (tanpa
warkat) melaporkan pada lembaga kustodian bahwa sahamnya diagunkan dengan
gadai. Dengan demikian dalam masalah ini berlaku Undang-Undang Nomor8
Tahun 1995 tentang pasar modal.
137
[email protected]. h. 4.
134
Sedangkan untuk saham Perseroan Terbatas atas nama pemiliknya
bilamana saham tersebut diagunkan dengan gadai direksi harus membuat daftar
pemegang saham dalam daftar khusus dimana Perseroan berkedudukan yang
tujuannya agar masyarakat atau pemegang saham lainnya mengetahui bahwa
saham yang bersangkutan dibebani gadai. Dan hal ini selaras dengan prinsip
hukum jaminan yang menganut prinsip disclosure.
Uraian mengenai tata cara pembebanan atas saham tersebut di atas, dapat
dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas yang modalnya secara keseluruhan berasal dari nilai nominal saham,
tidak mengatur secara khusus bagaimana tata cara / prosedur yang harus
dilakukan jika saham tersebut dibebankan dengan gadai. Dengan agunan gadai
atas saham Perseroan Terbatas tersebut tidak adanya ketentuan yang pasti tentang
proses pembebanan atas saham ini dengan gadai dalam UU Nomor 40 Tahun
2007 secara jelas, maka pembebanan atas saham dengan gadai dapat dilakukan
sebagaimana diatur dalam Pasal 1151 KUH Perdata. Pasal 1151 KUH Perdata
berbunyi ”Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan
untuk membuktikan perjanjian pokoknya”.
Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis,
sebagaimana halnya dengan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pemberian
kredit. Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan
atau akta otentik. Perjanjian gadai dalam praktiknya dilakukan dalam bentuk akta
di bawah tangan yang ditandatangani oleh pemberi gadai dan penerima gadai.
Bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditentukan oleh Perum Pegadaian secara
135
sepihak. Hal-hal yang kosong dalam Surat Bukti Kredit (SBK), meliputi nama,
alamat, jenis barang jaminan, jumlah taksiran, jumlah pinjaman, tanggal kredit,
dan tanggal jatuh tembo. Hal-hal yang kosong ini tinggal diisi oleh Perum
Pegadaian, syarat-syaratnya telah ditentukan oleh Perum Pegadaian.138
Berikut ini disajikan isi perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak
yang telah dibakukan oleh Perum Pegadaian, yaitu :139
1.
Pegadaian memberikan kredit kepada nasabah atau yang
dikuasakan dengan jaminan barang bergerak yang nilai taksirannya
sebagaimana yang tercantum pada halaman depan.
2.
Nasabah dan atau yang dikuasakan menjamin bahwa
barang yang dijaminkan merupakan milik yang sah dari nasabah atau dikuasai
secara sah menurut hukum oleh nasabah dan karenanya nasabah mempunyai
wewenang yang sah untuk menjadikannya jaminan hutang kepada pegadaian.
Nasabah juga menjamin bahwa tidak ada orang lain dan atau pihak yang lain
yang turut mempunyai hak atas jaminan tersebut, baik hak memiliki atau hak
menguasai.
3.
Nasabah menjamin bahwa barang digadaikan pada
pegadaian tidak sedang menjadi jaminan sesuatu hutang, tidak dalam sitaan,
tidak dalam sengketa dengan pihak lain atau tidak berasal dari barang yang
diperoleh secara tidak sah atau melawan hukum.
4.
Barang jaminan sebagaimana diuraikan di halaman
depan, bila di kemudian hari barang jaminan hilang atau rusak akan diganti
138
H.S. Salim II, Op. Cit, h. 44.
139
H.S. Salim II, Op Cit, h. 45, 46, 47.
136
sebesar 125% dari nilai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa
modal. Pegadaian tidak bertanggung jawab atas kerugian apabila terjadi force
majeure, antara lain bencana alam, huru-hara, dan perang.
5.
Apabila
terjadi
perbedaan
dalam
taksiran
dan
menyebabkan nilai barang jaminan tidak dapat menutup uang pinjaman dan
sewa modal, paling lama 14 hari sejak pemberitahuan, nasabah atau yang
dikuasakan berkewajiban menyerahkan tambahan barang jaminan yang
nilainya minimal sama dengan nilai pinjaman ditambah sewa modal
maksimum.
6.
Nasabah atau yang dikuasakan berkewajiban untuk
membayar uang pinjaman ditambah sewa modal sebesar tarif sebagaimana
yang tercantum di halaman depan dengan jangka waktu kredit 120 hari.
7.
Nasabah atau yang dikuasakan dapat mengalihkan haknya
untuk menebus, menerima atau mengulang gadaikan barang jaminan kepada
orang lain dengan mengisi dan membubuhkan tanda tangan pada kolom yang
tersedia.
8.
Pelunasan
dapat
dilakukan
dengan
cara
melunasi
seluruhnya, mengangsur dan atau mengulang gadai, mulai sejak tanggal kredit
sampai dengan satu hari sebelum tanggal lelang. Apabila sampai dengan
tanggal jatuh tempo tidak dilunasi / diangsur atau diulang gadai, maka barang
jaminan akan dilelang pada tanggal yang ditetapkan.
9.
Hasil penjualan barang jaminan
digunakan untuk
menutupi pinjaman ditambah sewa modal dan biaya lelang. Apabila terdapat
137
uang kelebihan yang menjadi hak nasabah dengan jangka waktu pengambilan
selama 1 (satu) tahun, uang kelebihan tidak diambil dalam jangka wkatu 12
bulan, sejak tanggal lelang selebihnya menjadi hak pegadaian.
10.
Apabila penjualan lelang lebih rendah dari uang pinjaman
tambah sewa modal ditambah biaya lelang, selisihnya tetap merupakan utang
nasabah yang akan ditagih oleh pegadaian dan harus dilunasi paling lambat 14
hari sejak tanggal pemberitahuan diterima.
11.
Apabila terjadi permasalahan di kemudian hari akan
diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Jika ternyata perselisihan itu
dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat, maka akan diselesaikan
melalui Pengadilan Negeri setempat.
Demikian perjanjian ini berlaku dan mengikat kedua belah pihak sejak
ditandatangani.
Mataram, ………………… 2004
Perum Pegadaian
Nasabah/Yang Dikuasakan
(____________________)
(____________________)
Persyaratan yang tercantum dalam SBK ini telah distandarisasi oleh Perum
Pegadaian. Para pemberi gadai tinggal menyetujui atau tidak menyetujui
persyaratan tersebut. Apabila pemberi gadai menyetujuinya, ia menandatangani
138
syarat tersebut. Apabila tidak disetujuinya, ia tidak menandatangani dan
perjanjian gadai itu tidak ada.
Sebagaimana isi perjanjian kredit tersebut di atas terjadi antara pemberi
gadai dan penerima gadai, dalam perjanjian gadai maka sejak saat itulah timbul
hak dan kewajiban para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1154, Pasal 1156
dan Pasal 1157 KUH Perdata. Dan apabila salah satu pihak tidak melaksanakan
prestasinya dengan baik, maka lembaga Pegadaian dapat memberikan somasi
kepada pemberi gadai agar dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang
dijanjikan. Apabila somasi itu telah dilakukan selama 3 (tiga) kali dan tidak
diindahkannya, maka lembaga Pegadaian dapat melakukan pelelangan terhadap
benda gadai, sebagaimana diatur Pasal 1155 KUH Perdata.
Oleh sebab itu tata cara pembebanan gadai atas saham dapat dikatakan
tidak ada suatu ketentuan yang khusus mengenai prosedur pembebanannya.
Hanya dalam ketentuan Pasal 60 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, yang
menentukan saham sebagai benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana
diatur dalam Pasal 52 UU Nomor 40 Tahun 2007. Selanjutnya sebagai benda
bergerak saham dapat diagunkan dengan gadai ataupun fidusia. Dalam hal ini
tidak ada suatu kepastian yang jelas tentang pembebanan saham Perseroan
Terbatas sebagai jaminan hutang dan bagaimana prosedurnya yang harus
ditempuh bilamana saham tersebut digadaikan. Ketentuan tentang gadai saham
hanya menentukan gadai saham yang telah didaftarkan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar
khusus sebagai ketentuan Pasal 50 UU Nomor 40 Tahun 2007.
139
Pengagunan atas saham ini dengan cara gadai maupun dengan fidusia,
maka hak suara atas saham tersebut tidak beralih kepada penerima gadai, artinya
hak suara dalam RUPS tetap berada pada pemberi gadai. Ataupun jika
diperjanjikan lain oleh para pihak, hak suara diberikan kepada penerima gadai
maka hak suara tersebut tetap merupakan hak suara dalam RUPS yang dimiliki
oleh pemberi gadai, yang berdasarkan surat kuasa dari pemberi gadai kepada
penerima gadai. Dalam RUPS kedudukannya adalah mewakili hak suara dari
pemberi gadai sebagai pemegang saham Perseroan, karena Undang-Undang
sendiri menetapkan hak suara atas saham yang dimiliki dalam RUPS tetap
dipegang oleh pemilik saham.
Begitu juga bila saham tersebut dijual di pasar modal bila diagunkan
dengan gadai Undang-Undnag sendiri tidak menetapkan secara pasti bagaimana
prosedur penggadaian saham yang dikeluarkan tanpa warkat / scriptless, dimana
saham yang dikeluarkan sebagai bukti pemilikan atas saham adalah berupa
rekening saham sebagai bukti bahwa yang bersangkutan memiliki saham pada
suatu perusahaan Perseroan (emiten). Dalam penggadaian saham yang
dikeluarkan secara scriptless tersebut, bila digadaikan maka bukti rekening saham
tersebut yang dimiliki melalui perusahaan efek, dimana rekening yang dititipkan
oleh Bank Kustodian di lembaga penyimpanan dan penyelesaian yang tercatat atas
nama Bank Kustodian, yang bersangkutan sebagai wakil dari perusahaan efek
yang mewakili pemegang saham. Bukti rekening inilah yang dijadikan
sebagaibukti bahwa si pemegang saham memiliki saham-saham di suatu
perusahaan efek atau di suatu emiten. Bila dilihat dari Pasal 1152 Ayat (1) KUH
140
Perdata yang mengatakan bahwa, ”Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas
piutang-piutang bahwa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah
kekuasaan si berhutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui
oleh kedua belah pihak”.
Ketentuan Pasal 1152 Ayat (1) KUH Perdata tersebut mengatakan bahwa
benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bahwa dapat diletakkan atau
dibebankan dengan gadai berdasarkan perjanjian yang disepakati. Perjanjian
dalam ketentuan ini dapat disimpangi dengan Undang-Undang, dimana dalam
pengeluaran rekening saham yang dikeluarkan di pasar modal, maka lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, Bank Kustodian atau perusahaan efek wajib
menerbitkan konfirmasi kepada pemegang rekening sebagai bukti pencatatan
dalam buku daftar pemegang efek emiten.
Penjelasan Pasal 61 UU Nomor 8 Tahun 1995 mengatakan bahwa :
”Pemegang rekening sewaktu-waktu dapat meminjam atau menjaminkan
efek yang tercatat dalam rekening efek, tanpa mengeluarkan efek tersebut
dari penitipan kolektif.
Hal itu diperlukan agar peminjaman atau penjaminan efek itu terlaksana
dengan aman dan efisien, peminjaman atau penjaminan efek dilakukan
dengan pemberitahuan secara tertulis oleh pemegang rekening kepada
lembaga penyimpanan dan penyelesaian atau Bank Kustodian yang
menerangkan jumlah, jenis efek yang dipinjamkan atau dijaminkan, pihak
yang menerima pinjaman atau penjaminan dan persyaratan peminjaman
atau penjaminan”.
Dari penjelasan Pasal 61 UU Nomor 8 Tahun 1995 tersebut jika pemegang
rekening ingin menggadaikan sahamnya, pemberi gadai wajib memberitahukan
kepada lembaga penyimpanan dan penyelesaian atau Bank Kustodian, yang
menerangkan bahwa jumlah atau jenis efek yang dititipkan pada lembaga
141
penyimpanan atau Bank Kustodian tersebut dipakai sebagai jaminan hutang yang
berupa gadai.
Jadi ketentuan tentang gadai atas benda bergerak dalam Pasal 1152 Ayat
(1) KUH Perdata dapat disimpangi oleh UU Nomor 8 Tahun 1995 dalam hal
peralihan kekuasaan atas benda bergerak dalam hal ini berupa saham dari
pemegang rekening saham kepada penerima gadai tidak berlaku, karena selaku
kustodian dia mewakili kepentingan pemegang rekening. Dan dengan demikian
lembaga kustodian memiliki kedudukan hukum yang lebih kuat daripada
perjanjian, karena UU Nomor 8 Tahun 1995 merupakan lex specialist dalam
pengaturan saham yang dijual di bursa sebagai jaminan hutang dengan gadai
disimpan oleh Bank Kustodian, dan yang bersangkutan hanya sebagai pemegang
rekening saja. Hal ini disebabkan karena penyerahannya dilakukan secara
elektronik dengan pemindahbukuan, berbeda dengan pemegang saham Perseroan
denilai nominal diserahkan secara fisik kepemilikannya.
Akan tetapi bila saham baik dengan nilai nominal yang dikeluarkan oleh
Perseroan Terbatas maupun saham tanpa nilai nominal yang dijual di Bursa efek
atau pasar modal, jika dipakai sebagai agunan dengan gadai saham, mengharuskan
adanya pencatatan dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus untuk saham
dengan nilai nominal yang dibebankan gadai. Karena saham dengan nilai nominal
yang dibebankan gadai, maka syarat-syarat untuk gadai berlaku Pasal 1152 Ayat
(1) dimana saham yang dibebankan gadai beralih penguasaannya secara fisik
sebagai jaminan hutangnya, bukan untuk dimiliki.
142
Sedangkan untuk saham yang dijual di pasar modal tanpa nilai nominal
dan dipakai sebagai jaminan hutang dengan gadai, pemegang rekening atas saham
yang diagunkan tersebut dilakukan dengan pemberitahuan kepada Bank
Kustodian dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian untuk meminjam jumlah
saham dan jenis yang dipakai sebagai jaminan berupa gadai dan tanpa
mengeluarkan saham tersebut dari penitipan kolektif.
Meskipun dalam gadai saham Perseroan Terbatas dengan nilai nominal
kekuasaan atas pemegang saham beralih kepada pemberi gadai, akan tetapi hakhak tetap dimiliki pemegang seperti hak mengeluarkan suara dalam RUPS,
mendapatkan bunga atau deviden, dan pembayaran sisa pelunasan apabila
perseroan tersebut dilikuidasi. Begitu juga dengan gadai saham tanpa nilai
nominal sesuai Pasal 60 UU Nomor 8 Tahun 1995 tetap memiliki hak-hak yang
berhubungan dengan pemilikan saham dalam penitipan kolektif kepada pemegang
rekening yang diberikan oleh emiten, lembaga penyimpanan dan penyelesaian,
bank kustodian atau perusahaan efek wajib menyerahkan hak-hak pemegang
rekening saham dalam pengeluaran saham tanpa nilai nominal di pasar modal.
Download