BAB IV PROSEDUR PEMBEBANAN TERHADAP GADAI SAHAM 4.1 Sifat-sifat Hak Kebendaan dari Gadai Pembangunan ekonomi Indonesia, di bidang hukum jaminan memerlukan perhatian dalam pembinaan hukumnya di antaranya ialah lembaga jaminan. Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan tersebut sebagai konsekuensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum untuk mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, Perseroan, pengangkutan, dan kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan.110 Lembaga jaminan tergolong bidang hukum yang bersifat netral tidak mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan spiritual dan budaya bangsa. Sehingga terhadap bidang hukum demikian tidak ada keberatan untuk diatur dengan segera.111 Gadai sebagaimana ketentuan Pasal 1150 KUH perdata adalah, ”Suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau seorang lain atas namanya dan memberikan kekuasaan kepada kreditur (si berpiutang) untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan 110 Titik Triwulan Tutik, 2008, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 175. 111 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Op. Cit, h. 1. 101 102 biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”. Dari ketentuan tersebut di atas secara umum dapat dikatakan bahwa unsurunsur gadai dari Pasal 1150 KUH Perdata adalah sebagai berikut : 1. Gadai adalah merupakan suatu hak yang diberikan atas suatu benda bergerak kepada kreditur / penerima gadai. 2. Benda bergerak sebagai jaminan gadai dari pemberi gadai diserahkan kepada kreditur / penerima gadai secara nyata / fisik (levering). 3. Penerima gadai mempunyai hak untuk memperoleh pelunasan dari benda tersebut secara didahulukan dari pada kreditur lainnya (droit de preference), dalam hal pelunasan hutang-hutang debitur / pemberi gadai. 4. Pelunasan hutang-hutang debitur ini sebelumnya dikurangi terlebih dahulu dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melelang barang tersebut dan biayabiaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan barang selama digadaikan. Biayabiaya yang harus didahulukan sebelum pelunasan hutang debitur / pemberi gadai kepada kreditur / penerima gadai. Atas dasar itulah dapat dikatakan bahwa gadai merupakan hak kebendaan yang timbul dari suatu perjanjian gadai, yang merupakan perjanjian ikutan atau accesoir dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang piutang antara penerima gadai (kreditur) dan pemberi gadai (debitur). Suatu perjanjian hutang piutang, debitur sebagai pihak yang berutang meminjam uang dari kreditur sebagai pihak yang berpiutang. Agar kreditur memperoleh rasa aman dan terjamin terhadap uang yang dipinjamkannya, 103 kreditur meminta agunan atas uang yang dipinjamkannya, kreditur meminta agunan atas uang yang dipinjamkan pada debitur. Agunan tersebut berupa bendabenda bergerak yang dimiliki debitur sebagai jaminan atas hutang-hutangnya yang dibebankan dengan gadai yang diserahkan kepada kreditur sebagai penerima gadai. Di dalam gadai barang yang dapat dibebani dengan gadai adalah barangbarang bergerak, baik barang bergerak berwujud maupun barang-barang bergerak tidak berwujud seperti saham-saham. Tata Hukum Indonesia, jenis-jenis lembaga jaminan dikelompokkan menjadi tiga (3) hal yaitu :112 (1) Menurut cara terjadinya, yaitu jaminan yang lahir karena Undang-Undang dan perjanjian. (2) Menurut sifatnya, yaitu jaminan yang bersifat kebendaan dan bersifat perorangan. (3) Menurut kewenangan menguasainya, yaitu jaminan yang menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya. (4) Menurut bentuk golongannya, yaitu jaminan yang tergolong jaminan umum dan jaminan khusus. Namun dalam praktik Perbankan menurut Salim H.S, jenis jaminan dapat dibedakan menjadi dua (2) macam yaitu : (1) jaminan immateriil (perorangan), dan (2) jaminan materiil (kebendaan).113 Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur 1 112 1 113 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Op. Cit, h. 43. H.S. Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, h. 112 (selanjutnya disebut H.S. Salim II) 104 umumnya. Jaminan perorangan memberikan hak verbal kepada kreditur, terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya. Oleh sebab itu, yang termasuk ke dalam jaminan perorangan adalah :114 1. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih. 2. Tanggung menanggung, yang serupa dengan tanggun renteng. 3. Perjanjian garansi Dari kriteria jaminan perorangan tersebut di atas dalam perjanjian pinjam- meminjam uang atau dalam perjanjian hutang piutang antar debitur dengan kreditur, yang dalam hal ini antara pemberi gadai dengan penerima gadai, orang perseorangan di samping debitur sebagai pemberi gadai juga terdapat pihak lain yang bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur atau pemberi gadai. Begitu juga halnya dengan tanggung-menanggung, bilamana debitur dalam perjanjian hutang piutang tersebut melakukan wanprestasi dalam pemenuhan kewajibannya, maka ada pihak lain yang ikut bertanggung jawab atas perbuatan debitur dan bertanggung jawab secara bersama-sama untuk pemenuhan kewajiban debitur kepada kreditur. Sedangkan perjanjian garansi di sini maksudnya adalah apabila dalam perjanjian hutang piutang antara debitur dengan kreditur di kemudian hari terjadi wanprestasi / tidak dipenuhinya kewajiban sesuai dengan perjanjian disepakati, maka pihak lain yang di dalam perjanjian tersebut akan memberikan garansi bahwa hutangnya akan dilunasi sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai hubungan 1 114 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 176. 105 langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Adapun maksud dari jaminan yang bersifat kebendaan ini adalah bermaksud memberikan hak verbal (hak untuk meminta pemenuhan piutangnya) kepada si kreditur, terhadap hasil penjualan benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya. Selain itu, hak kebendaan dapat dipertahankan (diminta pemenuhan) terhadap siapapun juga, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak baik berdasarkan atas hak yang umum maupun khusus, juga terhadap para kreditur dan pihak lawannya.115 Sebagaimana jaminan kebendaan tersebut di atas, maka jaminan kebendaan dapat dilakukan pembebanan dengan gadai, hipotik, jaminan fidusia dan hak tanggungan. Dari pembebanan tersebut gadai dan jaminan fidusia dapat dibebankan dengan jaminan kebendaan untuk benda-benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Sedangkan untuk hipotik dan hak tanggungan pembebanannya dengan jaminan kebendaan tidak bergerak yaitu hipotik pembebanannya untuk benda-benda tidak bergerak berupa mesin-mesin pabrik, kapal laut dan kapal udara dapat dibebani dengan hipotik. Dan untuk hak tanggungan dapat dibebani atas benda tidak bergerak berupa tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya. Begitu pula jaminan fidusia juga dapat dibebankan atas benda tidak bergerak berupa gedung yang berdiri di atas tanah yang tidak dibebani dengan hak tanggungan. Hak gadai adalah sebuah hak atas benda bergerak milik orang lain yang tujuannya bukanlah untuk memberikan kepada penerima gadai atau 1 115 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 176-177. 106 pemegang gadai nikmat dari benda tersebut, tetapi hanyalah untuk memberikan kepadanya suatu jaminan tertentu bagi pelunasan suatu piutang.116 Hak gadai yang maksudnya hanya untuk memberikan suatu jaminan bagi pelunasan suatu hutang debitur kepada kreditur penerima gadai adalah bertujuan untuk mencegah debitur memindahkan benda jaminan yang digadaikan tersebut, sehingga dapat merugikan kreditur penerima gadai. Selain itu, hak gadai memberikan hak yang didahulukan kepada penerima gadai. Sifat hak gadai sebagaimana dikatakan Vollmar adalah bersifat kebendaan, yang hanya dapat ditanamkan atas semua benda bergerak yang dapat ditanamkan atas semua benda bergerak yang dapat dikenai perpindah-tanganan, jadi baik benda-benda berwujud maupun benda tak berwujud, dengan perkecualian kapalkapal yang telah didaftarkan.117 Selanjutnya dikatakan bahwa hak gadai yang dihubungkan dengan perutangan yang masih akan ada (gadai-kredit) dalam pada itu bukannya tak mungkin. Penyerahan hak gadai adalah tidak mungkin berhubung dengan sifatnya yang accessoir, hak itu hanyalah beralih kepada tangan lain bersama-sama dengan piutangnya, oleh karena hak gadai bermaksud menjadi jaminan bagi piutang tersebut.118 Gadai adalah merupakan hak kebendaan dan timbul dari suatu perjanjian gadai. Dimana perjanjian gadai ini tidaklah berdiri sendiri melainkan merupakan perjanjian ikutan atau accessoir dari perjanjian pokoknya yang biasanya berupa 1 116 H.F.A. Vollmar, 1992, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali Pers, Jakarta, 310. 1 117 Ibid, h. 311. 1 118 Ibid. h. 107 perjanjian hutang piutang antara debitur pemberi gadai dan kreditur penerima gadai. Karena gadai merupakan hak kebendaan, maka gadai mempunyai sifatsifat dari hak kebendaan yaitu :119 1. Selalu mengikuti bendanya (droit de suit), 2. Yang terjadi lebih dahulu didahulukan dalam pemenuhan (droit de preference, asas prioriteit), 3. Dapat dipindahkan, dan 4. Mempunyai kedudukan preferensi, yaitu didahulukan dalam pemenuhan melebihi kreditur-kreditur lainnya. Di samping itu juga gadai memiliki sifat-sifat yang antara lain adalah :120 1. Bersifat accessoir, yaitu merupakan tambahan saja dari perjanjian yang pokok yang berupa perjanjian pinjaman yang dan dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai si berhutang itu lalai membayar kembali utangnya. 2. Merupakan hak yang bersifat memberi jaminan, menjamin pembayaran kembali dari uang pinjaman itu. 3. Hak menguasai barang tidak meliputi hak untuk memakai, menikmati, atau memungut hasil barang yang dipakai sebagai jaminan, lain halnya dengan hak memungut hasil, hak pakai dan mendiami, dan lain-lain. 4. Tidak dapat dibagi-bagi, artinya sebagian hak gadai itu tidak menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari hutang gadai tetap melekat atas seluruh bendanya. 1 119 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 178. 1 120 Titik Triwulan Tutik, Loc. Cit. 108 Pasal 1131 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Selanjutnya Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan bahwa, “kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”. Sehubungan dengan hak kebendaan sebagai jaminan hutang yang dibebankan dengan gadai tersebut, maka pengertian hutang terdapat dua pendirian, yaitu pendirian yang menganut hutang dalam arti sempit yang timbul dari perjanjian hutang piutang saja dan pendirian yang menganut hutang dalam arti luas yang timbul dari perikatan apapun juga, baik yang timbul dari perjanjian hutang piutang maupun perjanjian lainnya maupun yang timbul karena UndangUndang.121 Jaminan kebendaan sebagai jaminan hutang yang dibebankan gadai dikaitkan dengan pelunasan hutang debitur pemberi gadai kepada kreditur penerima gadai, mempunyai jaminan kebendaan untuk pelunasan hutang dari debitur baik yang bersifat umum ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 KUH 1 121 115. Sutan Remy Sjahdeni, 2002, Hukum Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Yogyakarta, h. 109 Perdata dalam Pasal 1131 KUH Perdata dan Pasal 1132 KUH Perdata menjadi tanggungan hutang debitur pemberi gadai untuk pelunasan hutangnya. Berbeda dengan jaminan yang bersifat khusus, pihak kreditur sejak semula telah meminta kepada debitur agar hartanya secara khusus dijadikan jaminan pembayaran hutang, sehingga apabila di kemudian hari pada saat jatuh tempo debitur tidak dapat menepati janjinya untuk membayar atau melunasi hutangnya, maka harta debitur dapat dieksekusi oleh kreditur melalui prosedur tertentu.122 Dari hal tersebut yang terkait dengan jaminan yang bersifat khusus ini adalah gadai, jaminan fidusia, hipotik dan hak tanggungan. Khusus dalam hal gadai maka jaminan kebendaan atas suatu barang atau benda bergerak yang dibebani dengan gadai, barang yang dipakai sebagai jaminan tersebut diserahkan penguasaannya oleh pemberi gadai kepada penerima gadai sebagai jaminan hutangnya. Apabila di kemudian hari pemberi gadai tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian, maka penerima gadai mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhan pembayaran atas hutang-hutang pemberi gadai dari kreditur-kreditur lainnya atas penjualan dari barang bergerak yang dipakai jaminan tersebut. Dapat dikatakan bahwa sifat-sifat hak kebendaan dari gadai di antaranya adalah : 1. Gadai merupakan perjanjian yang bersifat accessoir (tambahan) dari perjanjian pokoknya, yang berupa perjanjian hutang piutang antara debitur pemberi gadai dengan kreditur penerima gadai. 1 122 Anonim, 2009, Kedudukan Kreditur Pemegang Hak Jaminan Kebendaan, Cited 28 Mei 2010, Available : URL : hhtp: //jojogaol.blogspot.com/2009/06/kedudukan_kreditor_ pemegang_hak_jaminan.html, h.2. 110 2. Dalam gadai barang yang dipakai sebagai jaminan tersebut harus diserahkan secara fisik kepada penerima gadai dari pemberi gadai, dan hal ini merupakan suatu keharusan sehingga bersifat memaksa. Apabila penyerahan secara fisik kepada penerima gadai tidak dilakukan maka menurut Pasal 1152 Ayat (2) perjanjian tersebut tidak sah. 3. Hak kebendaan dari gadai mengikuti bendanya (droit de suite), artinya pemegang hak gadai dilindungi haknya atas benda yang digadaikan tersebut kepada siapapun hak kebendaan tersebut beralih. 4. Hak gadai bersifat mendahului (droit de preference), artinya penerima gadai mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk pengambilan pelunasan atas piutangnya dari hasil penjualan barang yang dibebani dengan gadai. 5. Pemegang gadai / penerima gadai tidak mempunyai hak untuk memanfaatkan atau menggunakan benda yang digadaikan tersebut, penerima gadai hanya mempunyai hak untuk pelunasan hutang pemberi gadai. Ini artinya penerima gadai tidak dapat mengalihkan kekuasaan atas benda yang digadaikan tersebut tanpa seijin pemberi gadai. 6. Barang yang digadaikan tersebut tidak dapat dibagi-bagi sekalipun hutangnya di antara para waris si berhutang atau di antara para warisnya si berpiutang dapat dibagi-bagi, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1160 KUH Perdata. 4.2 Syarat-syarat Mengadakan Hak Gadai 111 Saham merupakan benda bergerak sebagaimana ketentuan Pasal 60 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007. Sebagai benda bergerak saham memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya, dan sebagai pemilik pemegang saham dapat membebani benda miliknya dengan hak kebendaan lainnya yaitu dengan gadai, sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar. Hak gadai di dalam prakteknya terdapat dalam dua (2) bentuk, yaitu pertama dalam bentuk penggadaian benda-benda dan efek-efek serta kedua gadai rumah-rumah pada bank-bank gadai. Penggadaian efek-efek adalah sangat lazim di dalam perusahaan bank. Untuk itu berdasarkan atas tenggang waktu untuk mana benda yang digadaikan tersebut, terdapat bermacam-macam sebutan yaitu :123 1. Untuk tenggang waktu tiga (3) bulan, gadai itu disebut dengan belening, yaitu penggadaian. 2. Jika tenggang waktunya satu (1) bulan disebut prolongasi (penggadaian efek-efek). 3. Penggadaian uang harian atau penggadaian on call. Dalam pembebanan hak gadai diperlukan adanya dua (2) hal, yaitu pertama adanya perjanjian gadai yaitu persetujuan kehendak yang dinyatakan antara para pihak untuk memebankan hak gadai, dan kedua adanya pemberian dalam bezit terhadap benda yang digadaikan kepada penerima gadai, dimana hal ini merupakan salah satu syarat sahnya pembebanan gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 Ayat (2) KUH Perdata. 1 123 H.F.A. Follmar, Op. Cit, h. 312. 112 Untuk sahnya perjanjian gadai sama halnya dengan syarat sahnya perjanjian pada umumnya yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menentukan antara lain : 1. Adanya kata sepakat 2. Adanya kecakapan 3. Adanya hal tertentu 4. Adanya kausa atau sebab yang halal Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa dalam perjanjian gadai yang dilakukan antara pemberi dan penerima gadai, harus ada kesepakatan di antara yang bersangkutan tentang obyek dari gadai tersebut. Jika di antara para pihak sudah sepakat maka perjanjian gadai tersebut akan mengikat para pihak yang bersangkutan. Kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum merupakan salah satu syarat yang sangat penting, karena sahnya perjanjian gadai apabila antara pemberi dan penerima gadai memiliki kecakapan untuk mengikatkan dirinya dalam perjanjian. Bila yang bersangkutan tidak cakap melakukan perbuatan hukum dalam hal melakukan perjanjian gadai, maka perjanjian gadai akan batal atau dapat dibatalkan. Hal ini disebabkan adanya cacat-cacat yang tersembunyi dalam membuat perjanjian. Sedangkan hal tertentu dalam perjanjian gadai merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam perjanjian tersebut yaitu berupa pelunasan atas perjanjian hutang piutang yang dibebani dengan gadai bilamana telah berakhirnya atau jatuh temponya perjanjian tersebut. Yang dimaksud dengan kausa yang halal dalam hal ini adalah perjanjian yang dibuat dalam perjanjian hutang piutang yang dibebani gadai tidak bertentangan dengan Undang-Undang 113 yang berlaku, seperti syarat benda gadai harus diserahkan secara fisik kepada penerima gadai (kreditur) oleh pemberi gadai (debitur), apabila tidak diserahkan secara fisik perjanjian gadai tersebut tidak sah (Pasal 1152 Ayat (2) KUH Perdata). Berdasarkan Pasal 1150 KUH Perdata, obyek gadai atau barang-barang yang dapat digadaikan hanyalah barang-barang bergerak, dan tidak termasuk barang-barang tidak bergerak. Barang-barang bergerak yang dijadikan obyek gadai terdiri dari barang bergerak berwujud dan barang bergerak tidak berwujud. Di samping barang bergerak terdapat obyek lain yang dapat dijadikan sebagai jaminan gadai yaitu piutang-piutang atas bawa. Dimana piutang-piutang ini dapat dikatagorikan sebagai barang bergerak. Dalam ketentuan Pasal 1150 KUH perdata obyek gadai adalah barang-barang bergerak. Suatu barang dikatagorikan sebagai barang bergerak dapat dilihat karena sifatnya atau karena ditentukan oleh Undang-Undang. Suatu barang digolongkan sebagai barang yang bergerak karena sifatnya, adalah barang yang tidak tergabung atau menyatu dengan tanah. Sedangkan suatu barang digolongkan sebagai barang yang bergerak karena Undang-Undang seperti surat-surat saham dari suatu Perseroan Terbatas, surat obligasi yang keluar oleh negara. Barang-barang bergerak menurut ketentuan yang berlaku dapat dijaminkan melalui gadai. Saham sebagai benda bergerak menurut Pasal 60 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007 dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia. Seperti diketahui bahwa gadai atas saham sebagai benda bergerak diatur dalam Pasal 1150 – Pasal 1160 KUH Perdata, sedangkan saham sebagai benda bergerak 114 dapat dibebani dengan jaminan fidusia, tercantum dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Meskipun keduanya baik gadai maupun jaminan fidusia atas saham Perseroan Terbatas, sama-sama merupakan hak kebendaan yang dapat memberikan jaminan dengan obyek jaminan yang sama dalam hal ini saham Perseroan Terbatas, akan tetapi saham yang dibebani dengan gadai kekuasaan atas saham tersebut beralih dari pemberi gadai (debitur) kepada penerima gadai (kreditur). Sedangkan dalam jaminan fidusia saham yang dijaminkan secara fidusia tetap berada di bawah kekuasaan debitur sebagai pemberi jaminan fidusia karena, jaminan fidusia merupakan jaminan atas dasar kepercayaan. Mengadakan hak gadai tentu dibutuhkan adanya persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga keuangan yang bersangkutan. Sumber dana yang utama dan terpenting dalam lembaga jaminan dalam menyalurkan dana pinjaman kepada masyarakat adalah lembaga perbankan dan lembaga keuangan lain, seperti lembaga pembiayaan.124 Lembaga-lembaga keuangan tersebut dalam menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada pihakpihak yang membutuhkan tidaklah mudah, karena harus memenuhi persyaratanpersyaratan tertentu. Salah satu persyaratan terpenting untuk memperoleh fasilitas kredit adalah adanya jaminan dan agunan. Pada dasarnya istilah jaminan itu berasal dari kata ”jamin” yang berarti ”tanggung”, sehingga jaminan dapat berarti sebagai tanggungan.125 1 124 Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, 2008, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Prenada Media Group, Jakarta, h. 17. 1 125 Ibid, h. 19. 115 Menurut Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/Kep/Dir Tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, dikatakan bahwa jaminan adalah ”suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian”. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang arti jaminan itu sendiri dapat dilihat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, karena fungsi utama jaminan adalah untuk meyakinkan kreditur, bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi pinjaman yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dalam perjanjian yang telah disepakati. Begitu juga halnya dalam mengadakan hak gadai, sesuai dengan pengertian gadai dalam Pasal 1150 KUH Perdata, maka dalam gadai ada kewajiban dari seorang debitur pemberi gadai untuk menyerahkan barang bergerak yang dimilikinya sebagai jaminan pelunasan hutang, serta memberikan hak kepada si berpiutang sebagai penerima gadai untuk melakukan penjualan atas barang-barang yang dipakai sebagai agunan tersebut, apabila dia tidak mampu melunasinya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari kedudukan benda jaminan tersebut, dimana benda jaminan tersebut secara fisik berada di bawah penguasaan kreditur penerima gadai. Penguasaan secara fisik atas benda yang diagunkan tersebut oleh penerima gadai, maka penerima gadai mempunyai hak atas benda tersebut, akan tetapi bukan untuk menjual benda yang digadaikan tersebut dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi), sehingga hak untuk penjualan benda gadai tidak diperlukan adanya titel eksekutorial, karena penerima gadai dapat 116 melaksanakan penjualan tanpa adanya penetapan Pengadilan atas benda yang diagunkan. Jaminan kebendaan dalam gadai saham dapat dikatakan merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda tertentu yang menjadi obyek jaminan suatu hutang, yang suatu waktu dapat dijual untuk pelunasan hutang debitur apabila debitur wanprestasi (ingkar janji). Kedudukan kreditur penerima gadai dalam jaminan kebendaan mempunyai kedudukan sebagai kreditur preferen yang didahulukan dari pada kreditur lainnya dalam pengambilan pelunasan piutangnya dari benda obyek jaminan dalam gadai saham. Dikaitkan dengan sifatnya jaminan kebendaan terbagi dua (2) yaitu jaminan dengan benda berwujud (material) dan jaminan dengan benda tak berwujud (immaterial). Benda berwujud dapat berupa benda / barang bergerak dan atau benda / barang tidak bergerak. Sementara benda / barang tak berwujud yang lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih debitur terhadap pihak ketiga.126 Pada dasarnya syarat untuk mengadakan hak gadai, maka yang dapat digadaikan adalah semua barang bergerak yang meliputi antara lain :127 (1) Benda bergerak yang berwujud (2) Benda bergerak yang tidak berwujud, yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan pembayaran uang, antara lain yang berwujud surat-surat piutang aan toonder (kepada si pembawa), aan order (atas tunjuk), dan op naam (atas nama). 1 126 H.R. Daeng Naja, Op. Cit, h. 46. 1 127 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 179. 117 Dengan demikian untuk mengadakan hak gadai diadakan dengan memenuhi beberapa persyaratan tertentu yang berbeda-beda menurut jenis barangnya, yaitu di antaranya adalah :128 a. Gadai benda bergerak yang berwujud dan surat-surat yang aan toonder. Apabila yang digadaikan itu adalah benda bergerak yang berwujud dan surat-surat aan tonder, maka syarat-syaratnya antara lain : (1) Harus ada perjanjian untuk memberikan hak gadai ini (pand overeenkomst). (2) Barang yang digadaikan itu harus dilepaskan di luar kekuasaan dari si pemberi gadai (inbezit stelling). Ad. 1. Perjanjian ini bentuknya dalam KUH Perdata tidak disyaratkan apaapa, oleh karena itu bentuk perjanjian pand ini dapat bebas tak terikat oleh suatu bentuk tertentu. Artinya perjanjian bisa diadakan secara tertulis ataupun tidak tertulis (secara lisan saja). Dan yang secara tertulis itu bisa diadakan dengan Akta Notaris bisa juga dengan akta di bawah tangan. Ad. 2. Pada setiap perjanjian gadai, maka barang yang digadaikan harus berada dalam kekuasaan si pemegang gadai. Bahkan menurut ketentuan KUH Perdata, bahwa gadai itu tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan si pemberi gadai. b. 128 Gadai berwujud surat piutang atas nama (op naam) Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, h. 179-180. 118 Gadai berwujud surat piutang atas nama, maka syarat-syaratnya, antara lain : (1) Harus ada perjanjian (2) Dan harus ada pemberitahuan kepada debitur dari piutag yang digadaikan itu. Dengan diberitahukan kepada debitur dari piutang tersebut, berarti bahwa hak untuk mendapatkan penagihan dari piutang tersebut lalu dapat ditarik dari kekuasaan si pemberi gadai, dan dari saat itu si debitur lalu berkewajiban untuk membayar hutangnya kepada si pemegang gadai. c. Gadai berwujud surat piutang atas tunjuk (aan order) Gadai berwujud surat piutang atas tunjuk, maka syarat-syaratnya, antara lain : (1) Harus ada perjanjian gadai (2) Dan harus ada endossemen dan kemudian surat piutang itu harus diserahkan. Ketentuan syarat-syarat mengadakan hak gadai tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa dalam mengadakan hak gadai harus dipenuhi syarat-syarat tertentu terkait dengan benda bergerak yang dijadikan agunan tersebut, dapat berupa benda bergerak yang berwujud dan benda bergerak yang tidak berwujud, yang dalam hal ini dapat berupa surat-surat piutang aan toonder (kepada si pembawa), aan order (atas tunjuk), dan op naam (atas nama). 119 Terhadap hak gadai atas saham sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dibebankan hak gadai atau dapat mengadakan hak gadai dengan syaratsyarat antara lain harus ada perjanjian dan harus ada pemberitahuan kepada debitur dari piutang yang dipakai sebagai agunan hutangnya; sehingga dengan diberitahukannya kepada debitur dari piutang tersebut maka ini berarti hak untuk mengadakan penagihan dari piutang tersebut keluar dari kekuasaan pemberi gadai ke tangan kreditur penerima gadai, sehingga dengan demikian sejak beralihnya kekuasaan atas benda jaminan tersebut dari tangan debitur pemberi gadai ke tangan kreditur penerima gadai, maka sejak saat itu debitur pemberi gadai berkewajiban untuk membayar hutangnya kepada pemegang gadai/penerima gadai sesuai dengan perjanjian yang disepakati. 4.3 Tata Cara Pembebanan Gadai Atas Saham Saham yang digunakan sebagai jaminan hutang, dimana saham secara umum berarti sebagai bukti kepemilikan terhadap suatu Perseroan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 52 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk : b. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, c. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi, dan d. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini. 120 Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam Ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya (Pasal 52 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007). Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, begitu juga pemegang saham berhak menerima deviden dari sisa hasil likuidasi. Saham merupakan kebendaan bergerak dan saham dapat diagunkan dengan gadai sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar Perseroan. Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai sebagaimana ditentukan dalam Pasal 60 Ayat (4) UU Nomor 40 Tahun 2007, tetap berada pada pemegang saham. Akan tetapi saham yang dipakai sebagai agunan tersebut menurut Pasal 60 Ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan dalam daftar khusus sebagaimana ketentuan Pasal 50 Ayat (1) Jo Pasal 50 Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5) UU Nomor 40 Tahun 2007, yang menentukan : 1. Pasal 50 Ayat (1), ”Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya” : a. Nama dan alamat pemegang saham b. Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkannya lebih dari satu klasifikasi saham. c. Jumlah yang disetor atas setiap saham. 121 d. Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut. e. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (2), yaitu ”Penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan”. 2. Pasal 50 Ayat (2), ”Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh”. 3. Pasal 50 Ayat (3), ”Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2), dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham”. 4. Pasal 50 Ayat (4), ”Daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) disediakan di tempat keuddukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham”. 5. Pasal 50 Ayat (5), ”Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Ayat (3), dan Ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka”. 122 Saham selain sebagai penyertaan modal dalam suatu Perseroan juga dapat dijadikan sebagai obyek jaminan, yang memiliki nilai ekonomis dan memberikan hak kepemilikan atas suatu Perseroan bagi pemegangnya, hal ini dikararenakan saham yang dikategorikan sebagai benda bergerak tidak berwujud yang digunakan sebagai modal dalam suatu Perseroan Terbatas. Sebagaimana ketentuan Pasal 31 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, ”Modal Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham”. Karena saham Perseroan terbatas sesuai ketentuan Pasal 48 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, ”saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya”. Akan tetapi bila disimak ketentuan Pasal 31 Ayat (2) Jo Pasal 49 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007, dimana ditentukan dalam Pasal 31 Ayat (2), ”Bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal”. Sedangkan bila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 49 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007, ”Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan”. Di sini kalau disimak lebih lanjut terlihat suatu hal yang tidak konsisten antara pasal-pasal tersebut di dalam perolehan modal Perseroan Terbatas yang di satu sisi modalnya ditetapkan atas seluruh nilai nominal saham, akan tetapi di satu sisi ada ketentuan bahwa saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Terjadinya ketidakpastian di sini juga bisa dilihat dari ketentuan Pasal 31 Ayat (2) Jo Pasal 49 Ayat (3) yang pada prinsipnya menentukan, ”tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur 123 modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal”. Begitu juga halnya Pasal 49 Ayat (3), ”tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”. Ketentuan-ketentuan pasal-pasal tersebut di atas dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengakui juga modal Perseroan yang berupa saham dengan nilai nominal yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya dikeluarkan atas nama pemiliknya, akan tetapi juga tidak menutup kemungkinan modal Perseroan didapatkan dari sahamsaham yang dikeluarkan di pasar modal yang pengeluarannya tanpa nilai nominal. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan di bidang pasar modal, maka saham-saham dari suatu Perseroan yang terbuka (go public). Saham-saham yang dikeluarkannya tidak hanya dalam bentuk saham atas nama pemiliknya atau yang dikenal dengan Surat Saham atau Warkat, akan tetapi Perseroan tersebut juga menerbitkan atau mengeluarkan saham tanpa warkat atau yang disebut dengan scriptless trading. Dengan sistem ini penyelesaian transaksi dilakukan melalui pemindahbakuan (book entry settlement), yang tujuannya yaitu : a. Proses penyelesaian transaksi tanpa Warkat. b. Meningkatkan kualitas juga pelayanan dalam penyelesaian transaksi c. Meminimalkan resiko meningkatkan likuiditas.129 Dilihat dari kepemilikan saham Perseroan Terbatas sebagaimana pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang-undangan di 1 129 M. Irsan Nasarudin, Indra Surya, Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adi Warman, 2008, Aspek Hukum Pasal Modal Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, h. 140. 124 pasar modal, maka saham yang dimiliki oleh pemegang saham Perseroan Terbatas dapat berupa saham atas nama pemilik bagi saham-saham yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas saat pendiriannya, dan juga bisa saham atas unjuk. Apabila saham-saham tersebut dikeluarkan Perseroan melalui pasar modal. Dimana bukti kepemilikannya yang melalui pemindahbukuan (book entry settlement) tersebut maka yang bersangkutan mempunyai bukti rekening sebagai bukti bahwa si pemegang saham tersebut memiliki saham-saham pada suatu Perseroan atau perusahaan (emiten). Adanya pengeluran saham tanpa warkat di pasar modal ini kehadiranya merupakan suatu alternatif perdagangan saham sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, melalui kehadiran online trading system.130 Bila dilihat dari cara penyerahan saham atas nama dengan saham tanpa warkat, maka untuk saham atas nama dengan warkat dilakukan secara fisik, sedangkan penyerahan saham tanpa warkat dilakukan secara elektronik. Meskipun UU Nomor 40 Tahun 2007 dalam Pasal 49 Ayat (2) menentukan ”saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan”, akan tetapi ketentuan tersebut ”tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam Peraturan Perundang-Undangan di Pasar Modal” (Pasal 49 Ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 2007). Pengeluaran saham tanpa nilai nominal sesuai dengan peraturan di pasar modal yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, dapat dilakukan oleh Perseroan Terbatas yang sudah go public atau Perseroan Terbatas Tbk. 1 130 Ibid, h. 139. 125 Saham merupakan benda bergerak dan oleh karena itu kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya. Dan hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Begitu juga halnya dengan kebolehan mengagungkan saham, dapat diketahui dari ketentuanketentuan berikut :131 a. Saham merupakan benda bergerak Pasal 60 Ayat (1) menegaskan saham merupakan ”benda bergerak” (roerende goederen, movable property), dan memberi hak kepada pemiliknya sesuai dengan ketentuan Pasal 52 UU Nomor 40 Tahun 2007 : (1) Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS (2) Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi (3) Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini. Menurut penjelasan Pasal 52, kepemilikan saham sebagai benda bergerak memberi ”hak kebendaan” (vermogensrecht, property right) kepada pemiliknya. Hak kebendaan ini dapat dipertahankan terhadap setiap orang atau droit de suite, yakni hak kebendaan melekat di tangan siapapun berada : (1) Dengan demikian pemilik saham dapat menuntut haknya atas saham tersebut di tangan siapapun berada. Namun oleh karena dia barang bergerak, harus tunduk kepada ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata yang mengatur prinsip atas benda bergerak merupakan titel sempurna (bezit geldt als volko men titel, passession amounts to perfect title). (2) Juga pemilik saham dapat atau berhak menjual, menghibahkan, mengagunkan, dan memungut hasil dari saham tersebut. 1 131 M. Yahya Harahap, Op. Cit, h. 274-275. 126 b. Bentuk pengagunan yang dibenarkan hukum Mengenai bentuk pengagunan saham yang dibenarkan hukum sesuai dengan figurnya sebagai benda bergerak, diatur dalam Pasal 60 dengan ketentuan sebagai berikut : (1) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia. Mengenai cara penggadaian saham tunduk kepada ketentuan buku kedua, bab kesepuluh KUH Perdata yang terdiri atas Pasal 1150-1160. Adapun cara pemberian jaminan fidusia tunduk kepada ketentuan UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia. (2) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham dicatat dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus. Apabila saham yang digadaikan atau yang dijaminkan dalam bentuk jaminan fidusia, terdiri dari saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka gadai saham atau jaminan fidusia itu, wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sesuai dengan ketentuan Pasal 50. Ketentuan kewajiban pencatatan itu menurut penjelasan Pasal 60 Ayat (3), agar Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut. (3) saham. Hak suara atas saham yang diagunkan tetap berada pada pemegang 127 Hal yang perlu diingat sehubungan dengan pengagunan saham, baik dalam bentuk gadai saham atau jaminan fidusia adalah ketentuan Pasal 60 Ayat (4) yang menegaskan : (a) Hak suara atas saham tersebut, tetap berada pada pemegang saham, bukan beralih kepada pemegang gadai atau penerima jaminan fidusia. (b) Menurut penjelasan pasal ini, ketentuan ini merupakan penegasan kembali asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak secara terlepas dari kepemilikan atas saham. (c) Sedangkan hak lain di luar hak suara seperti hak atas deviden dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang agunan. Terkait dengan sistem Hukum Perdata pembedaan atas benda bergerak dan tidak bergerak, mempunyai arti penting dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan penyerahan, daluwarsa, kedudukan berkuasa (bezit) dan pembebanan atau jaminan. Mengenai lembaga jaminan dalam Hukum Perdata, sangat penting arti pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak. Karena atas dasar pembedaan benda tersebut, menentukan jenis lembaga jaminan / ikatan kredit yang dapat dibebankan untuk kredit yang akan diberikan. Jika benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka dapat dibebankan lembaga jaminan yang berbentuk gadai atau fidusia, sedangkan jika benda jaminan adalah benda tetap atau tidak 128 bergerak, maka sebagai lembaga jaminan dapat dibebankan dengan hak tanggungan atau dapat juga dengan hipotik. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, pembedaan atas benda bergerak dan benda tak bergerak, dalam hukum perdata mempunyai arti penting dalam halhal tertentu yaitu mengenai :132 1. Cara pembebanan / jaminan 2. Cara penyerahan 3. Dalam hal daluwarsa 4. Dalam hal bezit Perbedaan atas benda tersebut penting dalam Hukum Perdata, bila dikaitkan dengan pembebanan atas saham Perseroan Terbatas sebagai jaminan hutang dengan cara gadai, maka sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2007 dalam Pasal 60 Ayat (2) saham sebagai benda bergerak dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia. Benda bergerak yang berupa saham ini bila dipakai sebagai agunan dengan cara gadai, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1152 benda yang dibebankan dengan gadai harus beralih kekuasaannya ke tangan penerima gadai, dan bila tidak maka gadai saham dianggap tidak sah. Beralihnya kekuasaan atas benda yang dibebankan dengan gadai tersebut, maka kedudukan benda jaminan secara fisik berada di bawah penguasaan kreditur penerima gadai, sehingga kreditur penerima gadai mempunyai tanggung jawab atau kewjaiban untuk menjaga keselamatan atas barang tersebut. Di samping itu penerima gadai juga mempunyai hak atas penguasaan benda gadai, namun tidak 132 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II, Op. Cit, h. 50. 129 mempunyai hak didahulukan dalam pelunasan piutangnya terhadap kreditur lainnya. Bahwa untuk terjadinya pembebanan hak gadai terdapat dua (2) tahapan yang perlu dilakukan secara umum, yaitu :133 Tahap Pertama; untuk terjadinya hak gadai adanya perjanjian pinjam uang dengan janji sanggup memberikan benda bergerak sebagai jaminannya. Perjanjian ini bersifat konsensuil dan obligatoir. Tahap kedua; penyerahan benda gadai dalam kekuasaan penerima gadai. Benda yang dijadikan obyek gadai adalah benda bergerak, maka benda itu harus dilepaskan dari kekuasaan debitur atau pemberi gadai. Penyerahan itu harus nyata, tidak boleh berdasarkan pernyataan dari debitur, sedangkan benda itu berada dalam kekuasaannya debitur. Lembaga pegadaian adalah merupakan suatu lembaga penyalur kredit, dan apabila dilihat dari karakteristik lembaga pegadaian adalah hanya memberikan pinjaman untuk jangka wkatu pendek yang berkisar antara 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan, serta dalam jumlah kredit yang relatif kecil. Jaminan gadai dalam pelaksanaannya dilakukan oleh lembaga pegadaian yang merupakan suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit kepada masyarkaat, sebagaimana diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata. Lembaga pegadaian saat ini berbentuk suatu perusahaan umum (Perum) dan berada di bawah naungan Kantor Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang awalnya bersumber dari :134 1 133 Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Op. Cit, h. 40. 1 134 Abdul R. Saliman, Hermansyah, Ahmad Jalis, Op. Cit, h. 41 130 (1) Kekayaan negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan tidak terbagi atas saham-saham. (2) Usaha pemupukan modal intern dilakukan antara lain melalui penerbitan obligasi atau alat-alat sah lainnya, serta menyisihkan sejumlah tertentu laba bersih, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 52 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990. (3) Sumber dana lain adalah pinjaman dari Bank Indonesia atau bank lainnya dengan jaminan Menteri Keuangan. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa seluruh modal dari Perum Pegadaian adalah milik negara. Modal tersebut bersumber dari kekayaan negara yang terpisah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, merupakan usaha pemupukan modal, dan pinjaman dari bank. Perum Pegadaian sebagai bentuk perusahaan yang berada di bawah naungan Menteri Negara BUMN, pada prinsipnya jangka waktu pinjaman gadai adalah minimal 15 hari dan maksimal 120 hari sesuai dengan Surat Edaran Nomor SE.16/OP.1.00211/2001 tentang perubahan tarif sewa modal, dan jangka waktu kredit.135 Mengenai prosedur pinjaman dalam bentuk kredit dari Perum Pegadaian, pada umumnya yang dipakai sebagai agunan adalah berupa benda-benda bergerak berwujud, dimana benda yang dipakai sebagai jaminan hutang tersebut akan beralih ke tangan penerima gadai. Saham merupakan benda bergerak tidak berwujud dapat juga dibebani dengan gadai. Saham dalam perkembangannya memiliki nilai atau harga yang 1 135 H.S. Salim II, Op. Cit, h. 49-50. 131 tidak stabil, dimana pergerakan nilai dari saham tersebut di pasar modal sangat tergantung kepada kekuatan penawaran dan permintaan. Apabila permintaan naik atas saham yang bersangkutan, maka akan diikuti dengan naiknya harga saham tersebut. Namun apabila penawaran atas saham lebih tinggi maka harga saham akan turun. Saham yang dipakai sebagai jaminan hutang dengan gadai, pemberi gadai dalam hal ini debitur dilindungi oleh UU Nomor 40 Tahun 2007 khususnya Pasal 60 Ayat (4) dimana hak suara atas saham yang diagunkan tetap berada pada pemegag saham walaupun saham tersebut kekuasaannya berada pada penerima gadai/kreditur. Kedudukan pemegang jaminan hutang yang bersifat kebendaan (khusus) diberikan gak preferen oleh hukum, artinya kreditur diberikan kedudukan yang didahulukan untuk pembayaran hutangnya yang diambil dari hasil penjualan benda jaminan hutang. Jaminan khusus yang berupa hak kebendaan tersebut salah satunya adalah gadai. Prinsip yuridis hukum jaminan di antaranya dalam suatu jaminan kredit adalah prinsip accessoir dan prinsip disclosure. Prinsip accessoir adalah prinsip yang menentukan bahwa setiap perjanjian jaminan hutang merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang piutang. Prinsip ini berlaku bagi seluruh jenis jaminan hutang. Sedangkan yang dinamakan dengan prinsip disclosure atau publisitas ini mengajarkan bahwa sutau hak jaminan haruslah diketahui oleh masyarakat, karena itu harus diumumkan kepada masyarakat / pemerintah. Prinsip disclosure ini terutama dilakukan dengan jalan 132 mendaftarkan jaminan hutang kepada berbagai jenis kantor pendaftaran jaminan hutang kepada berbagai jenis kantor pendaftaran jaminan hutang.136 Dari uraian tentang prinsip disclosure tersebut maka dalam tatacara pembebanan gadai atas saham prosedurnya haruslah mengikuti ketentuanketentuan yang berlaku untuk gadai saham sebagai benda bergerak tidak berwujud di antaranya harus sesuai dengan ketentuan yang ada pada KUH Perdata khususnya yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160. Juga ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 khusus Pasal 60 Ayat (3), yang pada prinsipnya menentukan bahwa : ”Gadai atas saham harus didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50”. Adapun yang menjadi tujuan pendaftaran ini bertujuan agar semua orang dapat mengetahui bahwa saham tersebut dipakai sebagai jaminan hutang yaitu dalam hal ini saham tersebut dibebani dengan gadai. Dalam hal peraturan perundangundangan tidak mengatur lain mengenai pendaftaran pemegang saham dalam daftar khusus, di bidang pasar modal berlaku juga bagi Perseroan terbuka. Dapat dikatakan bahwa tata cara pembebanan gadai atas saham, prosedur yang harus dilakukan oleh pemberi gadai adalah yang bersangkutan sebagai pemberi gadai atas sahamnya harus memberitahukan kepada Direksi Perseroan bahwa sahamnya diagunkan. Selanjutnya Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham dalam daftar khusus 1 136 Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 141 (selanjutnya disebut Munir Fuady III). 133 yang ada di tempat kedudukan Perseroan. Hal ini berlaku bagi saham Perseroan Terbatas yang dikeluarkan atas nama pemiliknya. Bagi Perseroan Terbatas Tbk (go public) penjualan atas saham Perseroan dilakukan di Bursa Efek atau pasar modal secara scriptless, maka saham yang dikeluarkan di pasar modal ini berupa saham tanpa warkat. Artinya saham tersebut tanpa surat saham atau tanpa warkat bentuknya, akan tetapi dalam bentuk saham tanpa warkat (scriptlees stock) yang penyerahannya dilakukan secara elektronik. Dan bukti kepemilikan yang dimiliki oleh pemegang saham tanpa warkat ini adalah berupa rekening saham yang dimilikinya dari Perusahaan Efek, Bank Kustodian dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian, saham-saham ini dicatat terpisah dari keuangan perusahaan efek. Perusahaan efek ini kemudian menitipkan saham tersebut atas nama perusahaan efek yang bersangkutan pada Bank Kustodian. Kemudian Bank Kustodian menitipkan saham tersebut ke lembaga penyimpanan dan penyelesaian (yang dalam hal ini di Indonesia dijalankan oleh PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia).137 Apabila saham tanpa warkat ini dipakai sebagai jaminan hutang dengan pembebanan gadai, maka rekening saham tersebut merupakan suatu bukti bahwa pemegang saham itu adalah pemiliknya yang sah. Dan bila saham tersebut diagunkan dengan gadai maka saham tersebut tetap disimpan di lembaga kustodian dan yang bersangkutan sebagai pemegang saham scriptless (tanpa warkat) melaporkan pada lembaga kustodian bahwa sahamnya diagunkan dengan gadai. Dengan demikian dalam masalah ini berlaku Undang-Undang Nomor8 Tahun 1995 tentang pasar modal. 137 [email protected]. h. 4. 134 Sedangkan untuk saham Perseroan Terbatas atas nama pemiliknya bilamana saham tersebut diagunkan dengan gadai direksi harus membuat daftar pemegang saham dalam daftar khusus dimana Perseroan berkedudukan yang tujuannya agar masyarakat atau pemegang saham lainnya mengetahui bahwa saham yang bersangkutan dibebani gadai. Dan hal ini selaras dengan prinsip hukum jaminan yang menganut prinsip disclosure. Uraian mengenai tata cara pembebanan atas saham tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang modalnya secara keseluruhan berasal dari nilai nominal saham, tidak mengatur secara khusus bagaimana tata cara / prosedur yang harus dilakukan jika saham tersebut dibebankan dengan gadai. Dengan agunan gadai atas saham Perseroan Terbatas tersebut tidak adanya ketentuan yang pasti tentang proses pembebanan atas saham ini dengan gadai dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 secara jelas, maka pembebanan atas saham dengan gadai dapat dilakukan sebagaimana diatur dalam Pasal 1151 KUH Perdata. Pasal 1151 KUH Perdata berbunyi ”Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian pokoknya”. Perjanjian gadai dapat dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana halnya dengan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pemberian kredit. Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dalam bentuk akta dibawah tangan atau akta otentik. Perjanjian gadai dalam praktiknya dilakukan dalam bentuk akta di bawah tangan yang ditandatangani oleh pemberi gadai dan penerima gadai. Bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah ditentukan oleh Perum Pegadaian secara 135 sepihak. Hal-hal yang kosong dalam Surat Bukti Kredit (SBK), meliputi nama, alamat, jenis barang jaminan, jumlah taksiran, jumlah pinjaman, tanggal kredit, dan tanggal jatuh tembo. Hal-hal yang kosong ini tinggal diisi oleh Perum Pegadaian, syarat-syaratnya telah ditentukan oleh Perum Pegadaian.138 Berikut ini disajikan isi perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak yang telah dibakukan oleh Perum Pegadaian, yaitu :139 1. Pegadaian memberikan kredit kepada nasabah atau yang dikuasakan dengan jaminan barang bergerak yang nilai taksirannya sebagaimana yang tercantum pada halaman depan. 2. Nasabah dan atau yang dikuasakan menjamin bahwa barang yang dijaminkan merupakan milik yang sah dari nasabah atau dikuasai secara sah menurut hukum oleh nasabah dan karenanya nasabah mempunyai wewenang yang sah untuk menjadikannya jaminan hutang kepada pegadaian. Nasabah juga menjamin bahwa tidak ada orang lain dan atau pihak yang lain yang turut mempunyai hak atas jaminan tersebut, baik hak memiliki atau hak menguasai. 3. Nasabah menjamin bahwa barang digadaikan pada pegadaian tidak sedang menjadi jaminan sesuatu hutang, tidak dalam sitaan, tidak dalam sengketa dengan pihak lain atau tidak berasal dari barang yang diperoleh secara tidak sah atau melawan hukum. 4. Barang jaminan sebagaimana diuraikan di halaman depan, bila di kemudian hari barang jaminan hilang atau rusak akan diganti 138 H.S. Salim II, Op. Cit, h. 44. 139 H.S. Salim II, Op Cit, h. 45, 46, 47. 136 sebesar 125% dari nilai taksiran, setelah dikurangi uang pinjaman dan sewa modal. Pegadaian tidak bertanggung jawab atas kerugian apabila terjadi force majeure, antara lain bencana alam, huru-hara, dan perang. 5. Apabila terjadi perbedaan dalam taksiran dan menyebabkan nilai barang jaminan tidak dapat menutup uang pinjaman dan sewa modal, paling lama 14 hari sejak pemberitahuan, nasabah atau yang dikuasakan berkewajiban menyerahkan tambahan barang jaminan yang nilainya minimal sama dengan nilai pinjaman ditambah sewa modal maksimum. 6. Nasabah atau yang dikuasakan berkewajiban untuk membayar uang pinjaman ditambah sewa modal sebesar tarif sebagaimana yang tercantum di halaman depan dengan jangka waktu kredit 120 hari. 7. Nasabah atau yang dikuasakan dapat mengalihkan haknya untuk menebus, menerima atau mengulang gadaikan barang jaminan kepada orang lain dengan mengisi dan membubuhkan tanda tangan pada kolom yang tersedia. 8. Pelunasan dapat dilakukan dengan cara melunasi seluruhnya, mengangsur dan atau mengulang gadai, mulai sejak tanggal kredit sampai dengan satu hari sebelum tanggal lelang. Apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo tidak dilunasi / diangsur atau diulang gadai, maka barang jaminan akan dilelang pada tanggal yang ditetapkan. 9. Hasil penjualan barang jaminan digunakan untuk menutupi pinjaman ditambah sewa modal dan biaya lelang. Apabila terdapat 137 uang kelebihan yang menjadi hak nasabah dengan jangka waktu pengambilan selama 1 (satu) tahun, uang kelebihan tidak diambil dalam jangka wkatu 12 bulan, sejak tanggal lelang selebihnya menjadi hak pegadaian. 10. Apabila penjualan lelang lebih rendah dari uang pinjaman tambah sewa modal ditambah biaya lelang, selisihnya tetap merupakan utang nasabah yang akan ditagih oleh pegadaian dan harus dilunasi paling lambat 14 hari sejak tanggal pemberitahuan diterima. 11. Apabila terjadi permasalahan di kemudian hari akan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Jika ternyata perselisihan itu dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat, maka akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri setempat. Demikian perjanjian ini berlaku dan mengikat kedua belah pihak sejak ditandatangani. Mataram, ………………… 2004 Perum Pegadaian Nasabah/Yang Dikuasakan (____________________) (____________________) Persyaratan yang tercantum dalam SBK ini telah distandarisasi oleh Perum Pegadaian. Para pemberi gadai tinggal menyetujui atau tidak menyetujui persyaratan tersebut. Apabila pemberi gadai menyetujuinya, ia menandatangani 138 syarat tersebut. Apabila tidak disetujuinya, ia tidak menandatangani dan perjanjian gadai itu tidak ada. Sebagaimana isi perjanjian kredit tersebut di atas terjadi antara pemberi gadai dan penerima gadai, dalam perjanjian gadai maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1154, Pasal 1156 dan Pasal 1157 KUH Perdata. Dan apabila salah satu pihak tidak melaksanakan prestasinya dengan baik, maka lembaga Pegadaian dapat memberikan somasi kepada pemberi gadai agar dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang dijanjikan. Apabila somasi itu telah dilakukan selama 3 (tiga) kali dan tidak diindahkannya, maka lembaga Pegadaian dapat melakukan pelelangan terhadap benda gadai, sebagaimana diatur Pasal 1155 KUH Perdata. Oleh sebab itu tata cara pembebanan gadai atas saham dapat dikatakan tidak ada suatu ketentuan yang khusus mengenai prosedur pembebanannya. Hanya dalam ketentuan Pasal 60 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007, yang menentukan saham sebagai benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana diatur dalam Pasal 52 UU Nomor 40 Tahun 2007. Selanjutnya sebagai benda bergerak saham dapat diagunkan dengan gadai ataupun fidusia. Dalam hal ini tidak ada suatu kepastian yang jelas tentang pembebanan saham Perseroan Terbatas sebagai jaminan hutang dan bagaimana prosedurnya yang harus ditempuh bilamana saham tersebut digadaikan. Ketentuan tentang gadai saham hanya menentukan gadai saham yang telah didaftarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagai ketentuan Pasal 50 UU Nomor 40 Tahun 2007. 139 Pengagunan atas saham ini dengan cara gadai maupun dengan fidusia, maka hak suara atas saham tersebut tidak beralih kepada penerima gadai, artinya hak suara dalam RUPS tetap berada pada pemberi gadai. Ataupun jika diperjanjikan lain oleh para pihak, hak suara diberikan kepada penerima gadai maka hak suara tersebut tetap merupakan hak suara dalam RUPS yang dimiliki oleh pemberi gadai, yang berdasarkan surat kuasa dari pemberi gadai kepada penerima gadai. Dalam RUPS kedudukannya adalah mewakili hak suara dari pemberi gadai sebagai pemegang saham Perseroan, karena Undang-Undang sendiri menetapkan hak suara atas saham yang dimiliki dalam RUPS tetap dipegang oleh pemilik saham. Begitu juga bila saham tersebut dijual di pasar modal bila diagunkan dengan gadai Undang-Undnag sendiri tidak menetapkan secara pasti bagaimana prosedur penggadaian saham yang dikeluarkan tanpa warkat / scriptless, dimana saham yang dikeluarkan sebagai bukti pemilikan atas saham adalah berupa rekening saham sebagai bukti bahwa yang bersangkutan memiliki saham pada suatu perusahaan Perseroan (emiten). Dalam penggadaian saham yang dikeluarkan secara scriptless tersebut, bila digadaikan maka bukti rekening saham tersebut yang dimiliki melalui perusahaan efek, dimana rekening yang dititipkan oleh Bank Kustodian di lembaga penyimpanan dan penyelesaian yang tercatat atas nama Bank Kustodian, yang bersangkutan sebagai wakil dari perusahaan efek yang mewakili pemegang saham. Bukti rekening inilah yang dijadikan sebagaibukti bahwa si pemegang saham memiliki saham-saham di suatu perusahaan efek atau di suatu emiten. Bila dilihat dari Pasal 1152 Ayat (1) KUH 140 Perdata yang mengatakan bahwa, ”Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bahwa diletakkan dengan membawa barang gadainya di bawah kekuasaan si berhutang atau seorang pihak ketiga, tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”. Ketentuan Pasal 1152 Ayat (1) KUH Perdata tersebut mengatakan bahwa benda-benda bergerak dan atas piutang-piutang bahwa dapat diletakkan atau dibebankan dengan gadai berdasarkan perjanjian yang disepakati. Perjanjian dalam ketentuan ini dapat disimpangi dengan Undang-Undang, dimana dalam pengeluaran rekening saham yang dikeluarkan di pasar modal, maka lembaga penyimpanan dan penyelesaian, Bank Kustodian atau perusahaan efek wajib menerbitkan konfirmasi kepada pemegang rekening sebagai bukti pencatatan dalam buku daftar pemegang efek emiten. Penjelasan Pasal 61 UU Nomor 8 Tahun 1995 mengatakan bahwa : ”Pemegang rekening sewaktu-waktu dapat meminjam atau menjaminkan efek yang tercatat dalam rekening efek, tanpa mengeluarkan efek tersebut dari penitipan kolektif. Hal itu diperlukan agar peminjaman atau penjaminan efek itu terlaksana dengan aman dan efisien, peminjaman atau penjaminan efek dilakukan dengan pemberitahuan secara tertulis oleh pemegang rekening kepada lembaga penyimpanan dan penyelesaian atau Bank Kustodian yang menerangkan jumlah, jenis efek yang dipinjamkan atau dijaminkan, pihak yang menerima pinjaman atau penjaminan dan persyaratan peminjaman atau penjaminan”. Dari penjelasan Pasal 61 UU Nomor 8 Tahun 1995 tersebut jika pemegang rekening ingin menggadaikan sahamnya, pemberi gadai wajib memberitahukan kepada lembaga penyimpanan dan penyelesaian atau Bank Kustodian, yang menerangkan bahwa jumlah atau jenis efek yang dititipkan pada lembaga 141 penyimpanan atau Bank Kustodian tersebut dipakai sebagai jaminan hutang yang berupa gadai. Jadi ketentuan tentang gadai atas benda bergerak dalam Pasal 1152 Ayat (1) KUH Perdata dapat disimpangi oleh UU Nomor 8 Tahun 1995 dalam hal peralihan kekuasaan atas benda bergerak dalam hal ini berupa saham dari pemegang rekening saham kepada penerima gadai tidak berlaku, karena selaku kustodian dia mewakili kepentingan pemegang rekening. Dan dengan demikian lembaga kustodian memiliki kedudukan hukum yang lebih kuat daripada perjanjian, karena UU Nomor 8 Tahun 1995 merupakan lex specialist dalam pengaturan saham yang dijual di bursa sebagai jaminan hutang dengan gadai disimpan oleh Bank Kustodian, dan yang bersangkutan hanya sebagai pemegang rekening saja. Hal ini disebabkan karena penyerahannya dilakukan secara elektronik dengan pemindahbukuan, berbeda dengan pemegang saham Perseroan denilai nominal diserahkan secara fisik kepemilikannya. Akan tetapi bila saham baik dengan nilai nominal yang dikeluarkan oleh Perseroan Terbatas maupun saham tanpa nilai nominal yang dijual di Bursa efek atau pasar modal, jika dipakai sebagai agunan dengan gadai saham, mengharuskan adanya pencatatan dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus untuk saham dengan nilai nominal yang dibebankan gadai. Karena saham dengan nilai nominal yang dibebankan gadai, maka syarat-syarat untuk gadai berlaku Pasal 1152 Ayat (1) dimana saham yang dibebankan gadai beralih penguasaannya secara fisik sebagai jaminan hutangnya, bukan untuk dimiliki. 142 Sedangkan untuk saham yang dijual di pasar modal tanpa nilai nominal dan dipakai sebagai jaminan hutang dengan gadai, pemegang rekening atas saham yang diagunkan tersebut dilakukan dengan pemberitahuan kepada Bank Kustodian dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian untuk meminjam jumlah saham dan jenis yang dipakai sebagai jaminan berupa gadai dan tanpa mengeluarkan saham tersebut dari penitipan kolektif. Meskipun dalam gadai saham Perseroan Terbatas dengan nilai nominal kekuasaan atas pemegang saham beralih kepada pemberi gadai, akan tetapi hakhak tetap dimiliki pemegang seperti hak mengeluarkan suara dalam RUPS, mendapatkan bunga atau deviden, dan pembayaran sisa pelunasan apabila perseroan tersebut dilikuidasi. Begitu juga dengan gadai saham tanpa nilai nominal sesuai Pasal 60 UU Nomor 8 Tahun 1995 tetap memiliki hak-hak yang berhubungan dengan pemilikan saham dalam penitipan kolektif kepada pemegang rekening yang diberikan oleh emiten, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, bank kustodian atau perusahaan efek wajib menyerahkan hak-hak pemegang rekening saham dalam pengeluaran saham tanpa nilai nominal di pasar modal.