FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GONORE (Studi pada

advertisement
©FKM-UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GONORE
(Studi pada Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pangandaran Kabupaten Ciamis Tahun
2009)
1
Nur Lina
1. Staf Pengajaf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi
ABSTRAK
Gonore merupakan penyakit infeksi disebabkan Neisseria gonorrhoeae. Tujuan penelitian ini
adalah untuk membuktikan faktor-faktor risiko kejadian Gonore pada PSK di Objek Wisata
Pangandaran Kabupaten Ciamis.
Metode penelitian ini adalah survei dengan pendekatan Cross sectional. Pengumpulan data melalui
wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Populasi seluruh PSK di Objek Wisata
Pangandaran yang tercatat dalam sero survei Dinas Kesehatan Ciamis bulan Juni 2009 berjumlah
114 orang, menggunakan teknik simple random sampling sebanyak 43 orang.
Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa lama bekerja terbukti merupakan faktor risiko
kejadian Gonore (POR I: 26,667 95% CI= 3,726-190,858) dan (POR II: 10 95% CI= 1,732-57,722).
Frekuensi pemakaian kondom terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore (POR I: 95% CI=
1,531-40,541) dan (POR II: 6,750 95% CI=1,276-35,701). Cara Pencucian vagina terbukti
merupakan faktor risiko kejadian Gonore (POR:7,857, 95% CI= 1,865-33,097). Jumlah partner
seksual terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore (POR: 6,364, 95% CI= 1,464-27,670).
Mobilitas PSK terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore (POR: 5,2, 95% CI= 1,320-20,488).
Saran yang dikemukakan oleh peneliti adalah menggunakan kondom dan penyuluhan cara- cara
pencucian vagina.
Kata kunci : Gonore, Faktor-faktor risiko , Obyek Wisata Pangandaran
Kepustakaan
: 28 (1986-2009)
ABSTRACT
Gonorrhea is a bacterial infectious disease caused by the bacterium Neisseria gonorrhoeae. The
purpose of this study was to prove the occurrence of risk factors of gonorrhea in prostitutes in
Pangandaran Tourism Objects Ciamis District. The method used in this research is survey method
with cross sectional study. The collection of data through direct interviews of respondents using a
questionnaire. The population is all the prostitutes in Pangandaran Tourism Objects listed in the
results of sero survey Ciamis District Health Office in June 2009 amounted to 114 people, using
(simple random sample) obtained 43 people. Chi square test results showed that long work proved
to be a risk factor for incidence of gonorrhea (POR I: 26.667 95% CI = 3.726 to 190.858) and (POR
II: 10 95% CI = 1.732 to 57.722). The frequency of condom use proved to be a risk factor for
incidence of gonorrhea (POR I: 95% CI = 1.531 to 40.541) and (POR II: 6.750 95% CI = 1.276 to
35.701). How to Wash the vagina proved to be a risk factor for incident gonorrhea (POR: 7.857,
95% CI = 1.865 to 33.097). The number of sexual partners proved to be a risk factor for incident
gonorrhea (POR: 6.364, 95% CI = 1.464 to 27.670). PSK mobility proved to be a risk factor for
incident
gonorrhea
(POR:
5.2,
95%
CI
=
1.320
to
20.488).
Suggestions : put forward by researchers is the use of condoms and counseling in ways vaginal
washing.
Keywords:
Gonorrhea,
risk
factors,
Pangandaran
Tourism
PENDAHULUAN
Gonore merupakan penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
gonorrhoeae atau gonokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 µ, panjang 1,6 µ bersifat tahan
asam, gram negatif. Bakteri ini dapat menular kepada orang lain melalui hubungan seksual dengan
penderita dan menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian
putih mata (konjungtiva) (Daili,2005 : 51)
Gejala Gonore yang ditimbulkan pada pria dan wanita sangat berbeda. Pada pria
umumnya menyebabkan uretrits akut dengan keluhan subjektif berupa rasa gatal, panas di bagian
uretra, keluar nanah dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah. Pada wanita sering kali
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
66
©FKM-UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau bulan dan sebagian besar penderita
ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan keluarga berencana. Infeksi pada
wanita mulanya hanya mengenai servik uretri, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada
panggul bawah, nanah terlihat lebih banyak dan sakit ketika berkemih (Daili,2005 : 52-53).
Diperkirakan terdapat lebih dari 150 juta kasus gonore di dunia setiap tahunnya(Daili,2005
: 6-7). Di Indonesia, dari data yang diambil dari beberapa rumah sakit memberikan hasil
bervariasi, di RSU Mataram tahun 1989 dilaporkan kasus gonore yang sangat tinggi yaitu sebesar
52,87 % dari seluruh penderita IMS. Di RS Dr. Pringadi Medan 16 % dari sebanyak 326 penderita
IMS, sedangkan di klinik IMS RS Dr. Soetomo antara Januari 1990-Desember 1993 terdapat 3055
kasus uretritis atau 25,22 % dari total penderita IMS dan 1853 atau 60,65 % di antaranya
menderita Uretritis gonore, di RS Kariadi Semarang Gonore menempati urutan ke-tiga atau
sebesar 17,56 % dari seluruh penderita IMS tahun 1990-1994, di RSUP Palembang prevalensi
Gonore sebesar 39 % pada tahun 1990 (Daili, 2005 : 7).
Dari hasil kegiatan sero survei HIV/AIDS dan IMS Kabupaten Ciamis 2005-2008 yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis menemukan kasus penyakit Gonore 36,32 %
dari 201 orang yang diperiksa pada tahun 2005, 68,23 % dari 384 orang yang diperiksa pada tahun
2006, 100 % dari 208 orang yang diperiksa pada tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008
terdapat 92,81 % kasus penyakit Gonore dari 167 orang yang diperiksa di Kabupaten Ciamis, dari
data tersebut juga terlihat adanya peningkatan kasus penyakit gonore setiap tahunnya. Angka
penyakit IMS di kalangan PSK (Pekerja Seks Komersial) tiap tahunnya menunjukkan peningkatan.
Saat ini diperkirakan 80%-90% PSK terinfeksi IMS seperti : Neisseria gonorrhoeae, Herpes
simplex vinio tipe 2 dan clamidia. Penelitian prevalensi IMS pada PSK yang diselenggarakan oleh
Sub Direktorat AIDS dan IMS, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia bekerja sama dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan dan Program ASA pada tahun 2003, melaporkan bahwa di Jayapura
terdapat 62%-93% PSK jalanan yang terinfeksi IMS, 54%-74% PSK lokalisasi, dan 48%-77% PSK
tempat hiburan (http://downloads.ziddu.com).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, pada tahun 2006 terdapat
47,92 % yang positif menderita penyakit gonore dari 265 orang PSK yang diperiksa, sedangkan
2,13 % positif menderita Sifilis dan 2,27 % positif terkena HIV. Dari data di atas terlihat bahwa
penyakit gonore paling banyak diderita para PSK dari pada penyakit menular seksual lainnya. Oleh
karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-faktor Risiko Kejadian
Penyakit Gonore pada Pekerja Seks Komersial di Objek Wisata Pantai Pangandaran Kabupaten
Ciamis. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan faktor-faktor risiko kejadian Gonore pada
PSK di Objek Wisata Pangandaran Kabupaten Ciamis.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei dengan pendekatan Cross–
sectional (Murti Bhirma, 1997 : 104 ). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PSK (Pekerja
Seksual Komersial) di Objek Wisata Pangandaran yang tercatat dalam laporan hasil sero survei
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
67
©FKM-UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis pada bulan Juni 2009 yaitu sebanyak 114 orang. Sampel
dalam penelitian ini didapat dengan menggunakan rumus Issac Michael (Lame show) jumlah
sampel yang didapat sebanyak 43 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
simple random sampling (sampel secara acak sederhana). Data primer diperoleh melalui
wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan
informasi yang lebih jelas mengenai faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
gonore. Data sekunder diperoleh dari laporan hasil sero survei HIV/AIDS dan PMS Dinas
Kesehatan Kabupaten Ciamis pada bulan Juni 2009. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan program komputer (SPSS for Windows versi 13.0).
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pangandaran merupakan salah satu desa di pesisir Selatan yang terletak di ketinggian 7 m
dari permukaan air laut dan termasuk dalam wilayah Kabupaten Ciamis. Jumlah penduduk desa
Pangandaran sebanyak 9372 jiwa.
Analisis Univariat
Sebagian besar responden termasuk golongan usia 19-49 tahun sebanyak 30 orang
(69,8%), sebagian besar berpendidikan tamat SD sebanyak 16 orang (37,2%), tamat SMU
sebanyak 14 orang (32,6%) dan yang berpendidikan sampai dengan SLTP sebanyak 13 orang
(30,2%).
Pengetahuan
Responden yang mengetahui
Gonore adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri /kuman sebanyak 2 orang (4,7%), mengetahui Gonore adalah penyakit menular seksual
akibat hubungan yang tidak sehat sebanyak 1 orang (2,3%), mengetahui Gonore adalah penyakit
menular seksual akibat bergonta-ganti pasangan sebanyak 3 orang (7,0%), sedangkan sebanyak
37 orang (86,0%) mengatakan tidak tahu mengenai pengertian penyakit Gonore. Pengetahuan
mengenai tanda dan gejala Gonore, hanya ada sebagian kecil responden yang mengetahui bahwa
sakit pada waktu kencing dan keluar nanah sebanyak 4 orang (9,3%), keputihan berlebihan serta
gatal pada alat kelamin sebanyak 1 orang (2,3%) sedangkan sebanyak 38 orang (88,4%) tidak
mengetahui tanda dan gejala Gonore.
Responden yang tidak mengetahui bahwa bergonta-ganti pasangan seksual dapat
menyebabkan Gonore sebanyak 26 orang (60,5%), responden yang tidak mengetahui bahwa
menggunakan kondom pada waktu berhubungan seksual dapat mencegah terkena penyakit
Gonore sebanyak 25 orang (58,1%) dan responden yang tidak mengetahui bahwa pemeliharaan
kebersihan alat kelamin yang buruk berisiko terkena Gonore sebanyak 28 orang (65,1%).
Pengetahuan mengenai cara pengobatan penyakit Gonore sebagian besar responden
tidak mengetahuinya yaitu sebanyak 34 orang (79,1%), responden yang menjawab dan
pengobatan Gonore dapat diobati dengan mengkonsumsi antibiotik sebanyak 1 orang (2,3%) dan
yang menjawab
berobat ke dokter sebanyak
8 orang (13,96%). Hampir sebagian besar
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
68
©FKM-UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
responden mempunyai pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 30 responden (70%) serta
sebanyak 13 orang (30%) berada pada kategori baik.
Lama Bekerja
Lama bekerja sebagai PSK berkisar antara 1-6 bulan sebanyak 23 orang (53,4%), sebanyak 10
responden (23,3%) sudah bekerja selama 7-11 bulan dan responden yang bekerja 1-2 tahun
sebanyak 10 orang (23,3%).
Frekuensi Pemakaian Kondom
Sebanyak 31 responden (72,1%) mengaku berhubungan seksual dalam satu minggu lebih dari
empat kali dan pada umumnya hampir setengah responden menjawab selalu menggunakan
kondom pada waktu berhubungan seksual yaitu sebanyak 22 orang (51,2%).
Jumlah Partner Seksual
Tidak sedikit responden yang menjawab melakukan hubungan seksual dengan jumlah
partner lebih dari empat orang dalam seminggu mencapai 25 orang (58,1%) dan ada juga
responden yang menjawab melakukan hubungan seksual kurang dari empat orang sebanyak 18
orang (41,9%)
Cara Pencucian Vagina
Pada umumnya responden selalu membersihkan alat kelaminnya setelah melakukan
hubungan seksual dengan menggunakan air bersih tetapi ada sebagian besar responden yang
membersihkan alat kelaminnya dengan menggunakan cairan antiseptik sebanyak 23 orang
(53,5%), menggunakan rebusan daun sirih sebanyak 2 orang (4,7%), selain itu juga ada sebagian
responden menjawab membersihkan alat kelaminnya dengan menggunakan pasta gigi sebanyak 8
orang (18,6%).
Mobilitas
Sebanyak 23 responden (53,49%) menyatakan pernah bekerja sebagai PSK
di luar daerah
Pangandaran, sedangkan 20 responden (46,51%) lainnya tidak pernah bekerja di luar daerah
Pangandaran.
Kejadian Gonore
Sebanyak 43 responden dan diperoleh responden yang positif Gonore sebanyak 17 orang (39,5%)
dan yang negatif Gonore sebanyak 26 orang (60,5%).
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
69
©FKM-UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
Analisis Bivariat
Tabel 1
Rekapitulasi Hasil Antara Bivariat dengan Faktor-Faktor Kejadian Gonore di Objek Wisata
Pangandaran Kabupaten Ciamis Tahun 2009
No
Faktor Risiko
1
Pengetahuan Tentang
OR
Nilai p
Keterangan
0,356
Tidak ada hubungan
Gonore
2
Tingkat Pendidikan
0,9
Tidak ada hubungan
3
Usia
1
Tidak ada hubungan
4
Cara Pencucian Vagina
7,857
0,008
Ada Hubungan
5
Frekuensi Pemakaian
OR I = 7,875
0,017
Ada hubungan
Kondom
OR II = 6,750
Jumlah Partner
6,364
0,022
Ada hubungan
< 0,001
Ada hubungan
0,033
Ada Hubungan
6
Seksual
7
Lama Bekerja
OR I =26,667
OR II = 10
8
Mobilitas
5,2
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Bias yang terdapat dalam penelitian ini adalah bias informasi yaitu bias
mengingat
kembali. Bias ini terjadi pada saat responden harus mengingat kembali hal yang telah terjadi
misalnya tentang jumlah partner seksual, lama bekerja. Tidak semua faktor risiko Gonore diteliti
dalam penelitian ini, hal itu dikarenakan keterbatasan waktu, pengetahuan dan biaya.
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Pengetahuan PSK dengan kejadian GO
Hasil uji statistik hubungan antara variabel pengetahuan PSK dengan kejadian Gonore
menggunakan chi Square diperoleh nilai p sebesar 0,356 yang lebih besar dari nilai α 0,05 berarti
tidak ada hubungan antara pengetahuan PSK dengan kejadian Gonore.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmojo Soekjo, 2003). Dalam penelitian ini sebagian besar
responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang penyakit gonore tetapi dalam
kenyataannya pengetahuan tersebut sulit diterapkan, karena mereka terdorong oleh kebutuhan
ekonomi sehingga mereka tetap melakukan pekerjaan yang berisiko terkena Gonore.
2. Hubungan antara Tingkat Pendidikan PSK dengan kejadian Gonore
Berdasarkan teori, pendidikan juga mencakup segala perubahan yang terjadi sebagai
akibat dari partisipasi individu dalam pengalaman-pengalaman dan belajar (Supriyatno,2001).
Kebanyakan PSK berpendidikan rendah, paling tinggi tingkat pendidikannya hanya sampai lulusan
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
70
©FKM-UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
SLTP dan kebanyakan PSK hanya sampai lulusan SD. Kesadaran berisiko tertular Gonore/IMS
diduga berkorelasi dengan tingkat pendidikan. Asumsinya adalah semakin tinggi pendidikan,
semakin mengerti seseorang bahwa ia melakukan pekerjaan yang berisiko. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan hasil penelitian Romanus Beni yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan
merupakan faktor risiko gonore. Mereka yang berpendidikan rendah mempunyai risiko 1,8 kali
lebih besar dari pada yang berpendidikan tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak ada
hubungan dengan kejadian Gonore. Hal ini disebabkan karena adanya pembelajaran non-formal
yang mereka dapatkan dari penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
setempat, di luar dari pendidikan formal yang mereka telah tempuh.
3.
Hubungan antara Usia PSK dengan kejadian Gonore
Walaupun tidak berhubungan secara statistik, tetapi berdasarkan teori usia merupakan
faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi insiden penyakit Gonore. Sesuai dengan cara
penularan Gonore melalui kontak seksual, maka golongan usia yang secara biologis mempunyai
kegiatan seksual yang aktif, yaitu 15-45 tahun. Kelompok risiko tinggi terkena Gonore pada wanita
berkisar antara usia 16 tahun sampai dengan 24 tahun(Daili, 2005:5).
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa penderita Gonore kebanyakan dari kelompok usia
reproduktif, sehingga dapat ditarik suatu pernyataan bahwa usia PSK tidak berpengaruh terhadap
kejadian Gonore.Semakin tua umur PSK semakin besar kemungkinan terkena Gonore, karena
dengan semakin tuanya umur PSK maka semakin sedikit pula pelanggan yang berminat
terhadapnya sehingga mereka menerima sembarang pelanggan baik itu yang terkena Gonore
maupun yang tidak terkena Gonore. Penelitian lain yang di lakukan di Semarang menyebutkan
bahwa 72% PSK berusia 17-37 tahun.
Dari penelitian yang dilakukan di Obyek Wisata Pangandaran ternyata berdasarkan uji
statistik usia bukan merupakan faktor risiko kejadian Gonore. Walaupun tidak berhubungan secara
statistik, tetapi berdasarkan teori, usia merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempengaruhi insiden penyakit Gonore. Sesuai dengan cara penularan Gonore melalui kontak
seksual, maka golongan usia yang secara biologis mempunyai kegiatan seksual yang aktif, yaitu
15-45 tahun. Kelompok risiko tinggi terkena Gonore pada wanita berkisar antara usia 16 tahun
sampai dengan 24 tahun.
4. Hubungan antara Lama Bekerja PSK dengan kejadian Gonore
Pada responden yang lama bekerjanya selama 7-11 bulan proporsi kejadian Gonore positif
sebanyak 60% sedangkan pada responden sudah bekerja selama 1-6 bulan proporsi kejadian
Gonore positif sebanyak 13%. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,010 yang lebih kecil dari
nilai α= 0,05 yang artinya ada hubungan antara lama bekerja dengan kejadian Gonore yang
dibuktikan pula dengan nilai POR II: 10 Confidence Interval (CI=95% 1,732-57,722) berarti bahwa
risiko mengalami Gonore bagi responden yang lama bekerjanya 7-11 bulan 10 kali lebih besar
daripada responden bekerja selama 1-6 bulan. Untuk pekerja seks komersial lama kerja sebagai
PSK penting diketahui. Semakin lama ia berprofesi sebagai PSK semakin besar kemungkinan
untuk terkena Gonore bahkan dapat terkena penyakit kelamin lainnya.
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
71
©FKM-UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
Penelitian ini sesuai dengan Laporan Hasil Penelitian Prevalensi Infeksi Saluran
Reproduksi pada PSK di Jayapura tahun 2003 menyatakan bahwa lama bekerja sebagai PSK
merupakan faktor penting. Karena makin lama masa kerja seorang PSK, makin besar
kemungkinan ia telah melayani pelanggan yang telah terinfeksi Gonore. Dalam penelitian di
Banyuwangi juga disebutkan bahwa PSK yang bekerja lebih dari 1 tahun memiliki risiko 4,67 lebih
besar dari yang bekerja kurang dari satu tahun.
5. Hubungan antara Pemakaian Kondom PSK dengan Kejadian Gonore
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Harvard Boston Amerika Serikat yang
melaporkan bahwa dari 123 remaja putri yang semula tidak menggunakan kondom dalam
melakukan hubungan seksual angka kejadian penyakitnya sebanyak 75%, setelah diberi
bimbingan untuk berprilaku seks yang aman banyak dari mereka yang menggunakan kondom
sehingga angka kejadian penyakit menular seks berkurang menjadi 25% (Htpp://.www.sp18.com).
Penelitian ini sesuai dengan Hasil penelitian yang dilakukan Alan Guttmacher yang menyatakan
bahwa angka kejadian penyakit Gonore risikonya lebih tinggi bagi pasangan seks yang tidak
menggunakan
kondom
dibandingkan
dengan
pasangan
seks
yang
menggunakan
kondom(Http://www.guttmacher.org).
6. Hubungan antara Jumlah Partner Seksual PSK dengan kejadian Gonore
Berdasarkan teori, jumlah partner juga memegang peranan yang penting dalam
epidemiologi Gonore/IMS, sebagai akibat sifat atau jenis kontak seksual, jumlah partner yang
terlibat dan kemungkinan tempat masuknya mikroorganisme. Makin banyak jumlah partner, makin
besar kemungkinan salah satu di antaranya menularkan Gonore kepada PSK. Sebaliknya jika PSK
telah
terinfeksi
Gonore,
makin
banyak
partner
yang
mungkin
telah
tertular
darinya
(http://downloads.ziddu.com).
7. Hubungan antar Cara Pencucian Vagina PSK dengan Kejadian Gonore
Apabila pH vagina tidak seimbang lagi di vagina maka basilus asam laktat menjadi sangat
sedikit sehingga suasana menjadi tidak asam dan suasana ini menguntungkan tumbuhnya kuman
gonokok (Djuanda, 1987). Hasil ini serupa dengan laporan penelitian prevalensi infeksi saluran
reproduksi pada pekerja seks komersial di Medan, Sumatra Utara yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal PPM dan PL diketahui bahwa sebesar 84% PSK melakukan pencucian vagina yang
salah. Pada perempuan, kebersihan vagina sangat dianjurkan. Misalnya, mencuci vulva kira-kira
sekali sehari. Hasil ini juga serupa dengan laporan penelitian prevalensi infeksi saluran reproduksi
pada pekerja seks komersial di Medan, Sumatra Utara yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
PPM dan PL yang menyatakan bahwa sebesar 84% PSK melakukan pencucian vagina yang
salah.
8. Hubungan antara Mobilitas PSK dengan kejadian Gonore
Gonore dapat menyebar melalui hubungan antar manusia, oleh karena itu jika PSK yang
terjangkit pindah, maka kemungkinan besar mereka akan menyebarkan penyakit tersebut (Hugo,
2001 : 33). Hasil ini sejalan dengan hasil laporan penelitian Infeksi Saluran Reproduksi Pada PSK
di Semarang yang menunjukkan bahwa 78% PSK pernah bekerja di luar daerah Semarang.
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
72
©FKM-UNSIL 2011
ISBN 978-602-96943-1-4
Mobilitas dapat meningkatkan risiko sebesar 5,2 kali terkena Gonore. Berdasarkan
literatur, dampak dari perpindahan PSK ini dalam hal penyebaran IMS seperti Gonore tampak
sangat jelas. Hasil ini sejalan dengan hasil laporan penelitian Infeksi Saluran Reproduksi Pada
PSK di Semarang yang menunjukkan bahwa 78% PSK pernah bekerja di luar daerah Semarang.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengetahuan PSK tidak terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore.
2. Tingkat Pendidikan tidak terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore.
3. Usia PSK tidak terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore.
B. Frekuensi pemakaian kondom, lama bekerja, jumlah partner seksual, cara pencucian vagina
dan mobilitas terbukti merupakan faktor risiko kejadian Gonore
C. Saran`
1.
Perlu adanya penyuluhan tentang cara- cara pencucian vagina yang sesuai aturan kesehatan.
2.
Selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual
DAFTAR PUSTAKA
________. Hubungan Prilaku pencegah IMS dengan Kejadian IMS pada MPS di Resosialisasi
Argurejo Kelurahan Kalibanteng. Dalam http//:download.ziddu.com (diakses pada
tanggal 25 Juni 2009).
________. Laporan Hasil Penelitian Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi pada Wanita Penjaja
Seks di Semarangs Indonesia 2003. Depkes dan BPPK. Jakarta 2003
________. Laporan Hasil Penelitian Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi pada Wanita Penjaja
Seks di Jayapura Indonesia 2003. Depkes dan BPPK. Jakarta 2003
________. Laporan Hasil Penelitian Prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi pada Wanita Penjaja
Seks di Medan, Sumatra Utara, Indonesia 2005. Depkes dan BPPK. Jakarta 2005
________. Laporan Hasil Sero Survai HIV/AIDS dan PMS. Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis.
2008.
_________. Laporan Hasil Survei Surveilans Prilaku (SSP) 2003 Maluku. BPS dan Depkes.
Jakarta 2003.
Daili, S F, dkk. Infeksi Menular Seksual. Edisi ketiga. FK-UI. Jakarta, 2005: 4-7, 52-53
Djuanda, Adhi, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi pertama. FK-UI. Jakarta, 1987:301.
Htpp://.www.sp18.com
Http://www.guttmacher.org
Hugo, Graeme. Mobilitas Penduduk dan HIV/AIDS di Indonesia. Adelaide University. AdelaideAustralia, 2001: 33
.
Murti, Bhisma. Prinsip dan Metode Riset Epidemologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta,
1997: 104.
Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta, 2003.
Prosiding Seminar Nasional
“Peran Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia”
12 April 2011
73
Download