ISLAM DAN BARAT Sebagaimana kita maklumi

advertisement
ISLAM DAN BARAT
Sebagaimana kita maklumi bersama, Barat dan Islam merupakan dua peradaban besar dan
penting yang eksis di muka bumi saat ini, dengan memiliki karakter dan ciri khas tersendiri.
Dalam perspektif sejarah, dua peradaban ini telah melakukan interaksi yang panjang dalam
situasi pahit dan manis selama sekian abad. Hubungan keduanya banyak diwarnai oleh proses
saling belajar, saling memberi, dan saling menerima, di samping itu antara keduanya juga
pernah terjadi ketidak harmonisan, konflik, dan benturan.
Dalam konteks tersebut di atas, untuk menata masa depan dunia yang damai, adil dan
makmur, maka sudah seyogianya jika Barat dan Islam belajar dari sejarah masa lalu yang
panjang, mengevaluasi kondisi maupun konflik masa lalu, sehingga kita bersama mampu
mengambil hikmah yang positif dalam rangka membangun masa depan untuk kemanusiaan
yang lebih gemilang. Untuk itu dituntut adanya sikap saling menerima dan menghargai
perbedaan masing-masing.
Barat yang kini mendominasi kepemimpinan dunia, sudah selayaknya memberikan
keteladanan yang tinggi bagi peradaban-peradaban lain, dalam misi bersama mewujudkan
kehidupan umat manusia yang damai, adil dan makmur. Sebaliknya, dunia Islam juga harus
mampu dan mau belajar dari .berbagai aspek positif peradaban Barat, tanpa meninggalkan
nilai-nilai asasi dalam Islam. Malahan jika Barat secara jujur mengakui sumbangan besar
dunia. Islam terhadap peradaban Barat di masa lalu, niscaya sikap saling pengertian dan saling
menghargai antar-peradaban akan lebih mudah dibangun.
Dewasa ini umat manusia dihadapkan pada tantangan yang sangat pelik dan
mencemaskan. Sebagian besar umat manusia di berbagai kawasan dunia masih dilanda
bencana kemiskinan, ketidakadilan dan aneka ragam penyakit serta ancaman kerusakan
lingkungan hidup. Oleh karena itulah seyogyanya seluruh umat manusia tanpa memandang
perbedaan dan latar belakang budaya dan peradabannya bersatu padu saling membantu dalam
menanggulangi bencana kemanusiaan itu sebagai tantangan bersama.
Dalam berbagai kasus penanggulangan bencana kemanusiaan yang menyentuh nurani
antar-bangsa di dunia, seperti bencana Tsunami di Aceh, Flu Burung, HIV Aids, dan lain-lain,
umat manusia secara spontan telah menemukan bentuk kepedulian dan kerjasama yang baik.
Hal itu perlu diperluas dan dikembangkan ke dalam sektor-sektor lain.
Sementara itu tidak dapat dipungkiri, setelah Perang Dingin berakhir, berkembang
berbagai wacana dan peristiwa yang membuka jalan baru bagi upaya membangun hubungan
yang lebih harmonis antara dunia Islam dengan dunia Barat. Walaupun kita juga memaklumi
adanya perbedaan persepsi dan kepentingan yang cukup mendasar antara dunia Islam dengan
dunia Barat, misalnya dalam penyelesaian masalah Palestina, penanganan isu nuklir di
sejumlah negara Muslim, dan sebagainya. Perbedaan persepsi dan kepentingan tersebut
seharusnya dapat diatasi dengan mengupayakan dialog dan komunikasi yang terbuka dan
intensif antara dunia Islam dengan dunia Barat. Sekurangnya upaya demikian bermanfaat
untuk menumbuhkan sikap saling memahami dan menghormati adanya perbedaan, sekiranya
belum dapat dicapai titik temu.
Dalam kitab suci Al Quran yang menjadi pedoman hidup umat Islam di seluruh dunia,
Allah SWT menegaskan, sekiranya Allah menghendaki seluruh manusia bisa dijadikan satu
umat saja, tetapi Allah ingin menguji manusia dengan segala pemberianNya, maka berlombalombalah berbuat kebajikan (QS Al-Maidah: 48). Allah menjadikan umat manusia berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal satu sama lain (QS Al Hujurat: 12)
Oleh karena itu adalah sia-sia dan melawan sunnatullah jika Barat ingin menghomogenkan
atau "membaratkan" seluruh dunia. Biarlah dunia yang heterogen dengan tata nilainya
masing-masing tetap dalam keragamannya sehingga umat manusia dapat belajar satu sama
lain. Barat dengan segala keunggulannya saat ini, disadari atau tidak disadari, membutuhkan
cemin untuk mengoreksi kelemahan dan kekurangannya.
Salah satu unsur yang penting dan nilai fundamental dalam suatu peradaban adalah agama.
Bagi umat Islam, ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah adalah
asas dan unsur penting dalam peradaban Islam, sebagaimana agama dan nilai judaeo-christian
sebagai salah satu unsur penting dalam peradaban Barat. Oleh karena itu, untuk membangun
jembatan dialog antar peradaban, maka diperlukan dialog dan hubungan yang harmonis antara
pemeluk agama yang berbeda tadi, khususnya antara Islam, Kristen dan Yahudi. Interfaith
dialog sebenarnya telah menjadi agenda global selama puluhan tahun. Salah satu wadah yang
dibentuk ialah Parlemen Agama-Agama Sedunia di New York, Amerika Serikat, dimana
dewan penasehatnya pernah dijabat oleh tokoh intelektual Muslim Indonesia dan mantan
Menteri Agama Almarhun Prof. Dr. H.A. Mukti Ali. Banyak hasil yang telah dicapai dalam
interfaith dialog, meskipun masih ada berbagai batu sandungan.
Di tengah multi krisis yang melanda umat manusia di dunia saat ini, agama-agama
semakin dituntut perannya dalam merealisasikan cita-cita bersama umat manusia untuk
mewujudkan dunia yang damai, adil dan makmur. Karena itu dialog-dialog antar umat
beragama perlu terus dilakukan dalam kondisi apa pun untuk memecahkan tantangan dan
masalah bersama umat manusia dengan tetap menghormati perbedaan keyakinan masingmasing agama.
Sebagai satu negara Muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk Muslim sekitar
200 juta jiwa, Indonesia saat ini memang sedang menghadapi banyak persoalan internal. Kita
sedang belajar dari pengalaman masa lalu dan tentu saja kita tidak ingin mengulang kesalahan
yang sama di masa lalu. Dalam pada itu kita ingin menjadikan Islam sebagai tata nilai yang
menjadi rahmat bagi bangsa kita dan umat manusia secara keseluruhan. Insya Allah jika kita
mampu keluar dari berbagai persoalan dan kesulitan saat ini, maka jalan yang lebih baik dan
terang benderang akan dapat kita songsong. Al-Qur’an sendiri mengajarkan, setelah kesulitan
senantiasa ada kemudahan.
Sesuai dengan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, kita diharapkan dapat
berperan dalam mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Peran itu tidak mungkin kita lakukan jika kondisi di dalam negeri
tidak mengalami perbaikan dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk itulah, di samping
mendayagunakan potensi dan kekuatan di dalam negeri, dukungan eksternal dari berbagai
negara dan kerjasama internasional juga tidak dapat kita kesampingkan. Jika kita berhasil
mengembangkan sikap saling pengertian antar-bangsa, khususnya antara negara-negara
Muslim dengan negara-negara Barat, maka kita akan dapat membuktikan bangkitnya negaranegara Muslim dan Barat menjadi kekuatan ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan politik
yang mandiri, tidak perlu dipandang sebagai ancaman antara satu dengan yang lain.
Menteri Agama RI,
ttd
Muhammad M. Basyuni
Download