PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DEMOKRATISASI MUSIK: PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP IDENTITAS PEMELUK GAYA HIDUP NETLABEL DI INDONESIA Tesis Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum.) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Oleh: Kusuma Prasetyo Putro 116322002 Program Magister Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2013 i PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI SURAT PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Kusuma Prasetyo Putro NIM : 116322002 Program : Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Institusi : Univ. Sanata Dharma Yogyakarta Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis Judul : DEMOKRATISASI MUSIK: PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP IDENTITAS PEMELUK GAYA HIDUP NETLABEL DI INDONESIA Pembimbing : 1. Benedictus Hari Juliawan, S.J. Ph.D. 2. Dr. FX. Baskara T. Wardaya Tanggal diuji : 26 Agustus 2013 Adalah benar-benar karya saya Di dalam skripsi/ karya tulis/ makalah ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis aslinya. Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain atau seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya Univ. Sanata Dharma Yogyakarta termasuk pencabutan gelar Magister Humaniora (M.Hum) yang telah saya peroleh. iv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI LEMBARPERNYATAANPDRSETUJUAN PUALIKASIKARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINCAN AKADEMIS blqah irri,say.mah$i$r Universnrs sanat.Dhffmai I Ku mnPr.serloPuko . 6122001 Demi penecrnbangrn Inu pengetahuxn, sayxhcmberikankcpadaPeryustakaan Univeciras SanxkDhrm! krrla ilmi:h salayafgbeiudull Df,MOKR-ATISASI MUSIK: PINGARUH GLOBALTSAST TERHADAP IDENTITAS PEMELUK GAYA HIDUP NETI,IB-EI DI INDONESIA (Lrilaada).Densandemikiatr beena pemnskdylns diperlukan say. mcmberikan kepadaPe9Nrak.anUnivositm San.tx Dhxrmahak untuk Drenyimpan, me nCallhklndalambentukmediahir, Dcneclolanyx dxlambenfukpangklm d l me0distribusikxn sec.mre6xras.d memprblikasikarDya di lnrefietaraumedi0 l.' dnu\ \eDe f tr'&n o\ade1'.'droo p- | h,.'flJ Jdi J)J n,'F' ndn "n berihn rcyaliikepada sayaselama telapmcncantumkan nxfrasalasebagaipennlis Defrikiaipeh!.ran iniyaDgsaydbuatdengan sebcmrny.. PxdJrrn$Jl .23 Ottober20ll PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PERSEMBAHAN I’d rather be hated for who I am, than loved for who I’m not (Kurt Cobain) v PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KATA PENGANTAR Sudah dua tahun berlalu sejak pertama kali saya masuk kelas IRB. Waktu yang cepat sekali berlalu, sepertinya baru beberapa waktu lalu kita saling bergosip tentang teman sekelas. Sepertinya baru kemarin saya pontang-panting mengerjakan tugas kuliah. Ya sudahlah, semuanya ada kalanya berlalu. Saya merasa bangga menjadi bagian dari keluarga besar Magister Ilmu Religi dan Budaya. Terima kasih saya ucapkan kepada dosen sekaligus pembimbing pertama saya, Romo Beni. Saya ingat sekali pada hari pertama kuliah beliau memperkenalkan diri sebagai dosen baru kepada seluruh mahasiswa, dengan nada malu-malu, berpakaian rapi, kemeja warna biru muda yang dimasukkan. Dua tahun kemudian, saya lulus dari IRB dan beliau juga pindah tugas di Jakarta. Selama perkuliahan saya merasa dekat dengan beliau, karena semua masalah perkuliahan bisa di “curhat” kan kepada beliau dan yang paling penting saya bisa bimbingan tesis pada malam hari setelah pulang kerja. Beliau memberi semangat “muda” ke IRB di tengah keruwetan mata kuliah dan hal membosankan lainnya. Beliau mempunyai gaya mengajar yang menginspirasi. Kalau boleh jujur, tesis ini sebenarnya lebih cocok kalau ditulis atas nama beliau, karena banyak sekali pemikiran beliau yang saya masukkan di tesis ini. Terima kasih untuk pertemanannya Romo. vi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Terima kasih selanjutnya ingin saya tujukan kepada pembimbing kedua saya, Romo Baskara. Sejujurnya sejak pertama kali masuk IRB saya sudah sering mendengar “gossip” mengenai beliau, tetapi saya baru berkesempatan bertemu pada semester 3 setelah beliau pulang dari Amerika. Sebelum bertemu beliau saya sempat memiliki rasa takut terhadap tokoh ini, bayangkan saja beliau ilmuwan yang sudah menulis banyak buku, mengajar di Amerika, dan banyak berita “wah” lainnya. Saya takut ketika bertemu beliau lalu saya di bombardir dengan pertanyaan yang sama sekali tidak bisa saya jawab. Tapi apa yang terjadi? Itu semua hanya mitos dan ketakutan saya yang sama sekali tak beralasan. Beliau adalah orang yang “Humble” dan pendengar yang baik. Beliau mampu menyederhanakan hal yang paling sulit sekalipun. Setiap selesai bimbingan beliau selalu mengucapkan, “Terima kasih juga, Saya juga belajar banyak dari kalian.” Kata-kata yang sederhana, tetapi itu sungguh bisa membuat saya bersemangat mengerjakan tesis sampai larut malam. Sungguh, saya tidak pandai berbasa-basi seperti ini. Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarya kepada orang tua saya yang mengijinkan saya kuliah di IRB. Terima kasih juga kepada seluruh dosen IRB dan sekretariat IRB yang selalu ramah dalam melayani. Tidak lupa terima kasih kepada teman-teman kuliah saya di IRB dan juga teman nge-band saya yang memberi hiburan saat “weekend tour”. Terima kasih juga buat teman-teman musisi, komunitas netlabel, dan band yang bersedia repot-repot memberikan waktunya untuk saya wawancarai. vii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Well, emmmm….. Tesis ini sempat terhenti 3 bulan, buku teori Giddens yang sempat saya “untel-untel” karena susah dipahami, dan berbagai kendala lainnya. Akhirnya tesis ini selesai juga. Kusuma Prasetyo Putro 2013 viii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRAK Netlabel adalah perusahaan rekaman berbasis internet. Kemunculan Netlabel tidak dapat dilepaskan dari pengaruh globalisasi musik. Kehadiran Netlabel memberikan pengaruh kepada pemilik Netlabel, musisi maupun konsumennya. Proses mempengaruhi inilah yang pada akhirnya memunculkan suatu strategi baru dalam mencipta maupun mengkonsumsi musik. Konsep Netlabel adalah konsep yang berasal dari luar negri, dan ketika Netlabel dihadirkan di Indonesia memiliki pemaknaan berbeda. Di luar negri Netlabel hadir sebagai bentuk demokratisasi di bidang musik dan merupakan bagian dari scene musik. Sementara itu di Indonesia, Netlabel hadir sebagai bagian dari maraknya pembajakan dan pengunduhan musik secara illegal. Tidak hanya itu, di Indonesia Netlabel hadir di tengah cepatnya laju modernitas yang membuat Negara-negara Berkembang seperti Indonesia menjadi pontang-panting mengikuti arusnya. Modernitas yang terjadi di Indonesia tidak sesempurna yang dibayangkan karena dalam masyarakat modern banyak hal tidak dapat diprediksi. Modernitas di Indonesia mengalami berbagai hambatan. Itulah sebabnya modernitas yang terjadi di Indonesia membentuk identitas yang berbeda dari negara-negara lain. Pemahaman tersebut dapat kita gunakan untuk menjawab pertanyaan: Bagaimana modernitas dan globalisasi berpengaruh terhadap terbentuknya Netlabel di Indonesia? dan Bagaimana posisi Netlabel dalam membentuk identitas seseorang dalam mengkonsumsi musik di Indonesia? Perkembangan Netlabel di Indonesia saya anggap perlu dibahas karena lahirnya Netlabel di Indonesia tidak hanya sebatas tren, tetapi merupakan suatu pergerakan. Pergerakan ini mulanya hadir dari berbagai macam keterbatasan, namun kini Netlabel menjadi sikap politik terhadap industri rekaman. Untuk menganalisis hal tersebut saya menggunakan teori-teori Giddens tentang modernitas, globalisasi dan identitas. Dari kajian yang telah dilakukan ternyata kehadiran Netlabel di Indonesia lahir dengan berbagai misi, di antaranya misi anti-kapitalisme, demokratisasi pasar, dan misi untuk hadir dengan semangat Do It Yourself. Semangat-semangat itulah yang merupakan identitas pemeluk gaya hidup Netlabel. Kata kunci: Globalisasi, Modernitas, Identitas, Teknologi, Musik, Netlabel ix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRACT Netlabel is an internet based recording label. The emergence of Netlabel cannot be separated from the influence of music globalization. Netlabel gives influences to its owners, its musicians, and its customers. This influencing process would deliver a new strategy in creating and consuming music. Netlabel is a common concept abroad, but when it is presented in Indonesia, the sense is also different. Netlabel abroad came as a democratic way in music and a part of music scene. However, it is different in Indonesia. Netlabel in Indonesia emerged when the popularity of piracy and downloading music illegally were rising. Not only that, Netlabel became apparent in Indonesia when modernity makes Developing Countries like Indonesia are having difficulties to get along with it. Modernity in Indonesia is not perfect as an ideal because everything cannot be predicted in modern society. Modernity in Indonesia undergoes many obstacles. Therefore modernity in Indonesia has different identities from other countries. This view can be used to answer the questions: How does modernity and globalization influence the existence of Netlabel in Indonesia? and How does Netlabel position shape someone’s identity in consuming music in Indonesia? The development of Netlabel in Indonesia is worth analyzed because the birth of Netlabel in Indonesia is not a mere trend, but also a movement. At first, this movement came with many limits, but now Netlabel serves as a political standpoint against recording industry. This thesis uses Giddens’ theories of modernity, globalization, and identities to analyze those subjects. From the analysis, it can be concluded that Netlabel in Indonesia was born with Do It Yourself spirit and various missions, which includes the mission of anti-capitalism and democratization of market. Those spirits are the identities of those who have Netlabel lifestyle. Keywords: Globalization, Modernity, Identity, Technology, Music, Netlabel x PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………….………………………………………………….i HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………………..ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………..iii HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………………..iv PERSEMBAHAN…………………………………………………………………….v KATA PENGANTAR………………………………………………..……………...vi ABSTRAK………………………………………………………...………………...vii ABSTRACT………………………………………...……………………………......ix DAFTAR ISI…………………………………………………..……………………..x BAB I: PENDAHULUAN………..………………………..………………………..1 1. Latar Belakang…………………………………………..………………………...1 2. Tema……………………………………………..………………………………..8 3. Rumusan Masalah……………………………………..…………………………..9 4. Tujuan Penelitian………………………………..………………………………...9 5. Pentingnya Penelitian………………………………………..…………………..10 6. Tinjauan Pustaka ...................................................................................................10 xi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7. Kerangka Teoritis………………………………………......................................15 8. Metode Penelitian……………………………………………..…………………20 9. Sistematika Penulisan……………………………………………..……………..23 BAB II: REVOLUSI MUSIK DIGITAL DAN INTERNET……...………..……25 1. Periode Kaset sampai Compact Disc (CD)…………..…………………………..26 2. Periode Internet…………..……………………………………………………....27 3. Musik Digital dan Internet di Indonesia…………..……………………………..32 4. Netlabel..................................................................................................................39 5. Kesimpulan……………..………………………………………………………..44 BAB III: KEGAGALAN MODERNITAS DALAM TEKNOLOGI MUSIK DI INDONESIA………………………………………………………………………..47 1. Keterbatasan Expert System dan Symbolic Tokens di Indonesia………..……….48 2. Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia………….………………………….57 3. Sistem Ekomoni dan Terhambatnya Modernitas……….……………………….64 4. Trust, Risk dan Ontological Security…………..………………………………...69 5. Kesimpulan……………..………………………………………………………..74 BAB IV: KETERBATASAN MENIKMATI MUSIK SEBAGAI AGENDA POLITIK…………………………………………………………………………....77 1. Indonesian Netaudio Festival sebagai Proklamasi Identitas…….………………78 2. Gaya Hidup Indie Sebagai Sikap Politik…………..…………………………….88 3. Semangat Berbagi melalui Netlabel……………………......................................99 4. Netlabel Sebagai Media Alternatif Dalam Mengkonsumsi Musik…………..…110 5. Jejaring Netlabel dengan Sesama Komunitas Penganut Life Politics.................113 6. Kesimpulan…………………………..…………………………………………117 BAB V: KESIMPULAN…….…………………………………………………… 109 xii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 1. Pembentukan Identitas Baru Melalui Netlabel………………..………………..121 2. Identitas Netlabel Berubah Menjadi Agenda Politik…………..……………….125 3. Apakah Netlabel Masih Bertahan di Masa Depan? ............................................127 GLOSARIUM…….………………………………………………………………. 129 DAFTAR PUSTAKA………………………………..……………………………..131 LAMPIRAN............................................................................................................ 133 xiii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB I PENDAHULUAN Penyebab utama penurunan album rekaman di Indonesia adalah pembajakan dan perkembangan teknologi informasi. Putranto (2009: 113) 1. Latar Belakang Membaca pernyataan Putranto di atas membuat saya tertarik untuk meneliti mengenai industri musik di Indonesia saat ini. Maraknya pembajakan album rekaman di Indonesia menjadi daya tarik tersendiri untuk saya. Apakah pembajakan album rekaman yang terjadi di Indonesia merupakan dampak dari perkembangan teknologi informasi yang pesat? Kalau memang pembajakan merupakan dampak dari perkembangan teknologi informasi, mengapa pembajakan album rekaman tidak terjadi di negara-negara lain yang notabene memiliki teknologi yang lebih maju? Kegelisahan inilah yang membuat saya melakukan penelitian untuk menjawab kegelisahan-kegelisahan tersebut. Dunia rekaman musik bermula sekitar akhir abad 19. Saat itu Thomas Alfa Edison menemukan alat perekam suara yang disebut dengan fonograf. Sejak itu musik segera menjadi bentuk komersil dan menjadi objek kapitalis (Rez, 2008:69). Dalam masyarakat borjuis, seni dimanipulasi untuk kepentingan ekonomi dan politik. Mulanya, orang harus memasukkan koin agar dapat mendengarkan rekaman selama dua menit. Lalu seiring berkembanganya teknologi, dimulailah era piringan hitam, 1 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI lalu kaset, dan CD yang mengakibatkan masyarakat dapat memiliki dan mengoleksi musik. Benda-benda ini selalu laris terjual (Budiarto, 2001:32). Menurut Adorno dengan adanya industrialisasi, rekaman musik seakan mengalami puncak komoditi yaitu mengalami “pengalengan” besar-besaran dalam piringan hitam bahkan kasetkaset yang dijual umum di pasaran.1 Perkembangan teknologi rekaman yang pesat selama 30 tahun terakhir membuat musik menjadi lebih mudah diakses. Rekaman analog perlahan tapi pasti telah digantikan oleh rekaman digital. Era rekaman digital dimulai sejak tahun 1990an. Era itu dapat dilihat melalui peralihan media mendengarkan musik dari kaset ke CD. Selanjutnya perkembangan informasi dan teknologi saat ini ditandai dengan populernya internet pada awal tahun 2000. Internet memungkinkan semua orang untuk menduplikasi dan mengunduh musik dengan cepat dan tak terbatas ruang dan waktu. Hal itu sesuai yang diungkapkan Rosen (2008:649) bahwa perkembangan teknologi yang sangat pesat menimbulkan dampak dramatis terhadap distribusi karyakarya yang dilindungi hak cipta lewat media komunikasi massa, terutama internet di masa ini. Hal ini menghasilkan peperangan budaya dan bisnis antara (1) pemilik hak cipta dan pemilik modal di satu pihak, dan (2) pencipta teknologi dan pengguna teknologi yang melanggar hak cipta karya di pihak lain. 1 Budiarto, Teguh. 2001. Musik Modern dan Ideologi Pasar. Yogyakarta:Tarawang Press. Hlm 60. Pada bagian tersebut Budiarto mengutip Adorno tentang bagaimana sebelumnya musik dinikmati secaragratis sebelum era industrialisasi, tetapi setelah ditemukannya alat perekam maka musik menjadi diperjual belikan. 2 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Perlahan tapi pasti, era digital telah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri era digital saat ini mengakibatkan terjadinya pembajakan terhadap musik secara besar-besaran. Salah satu sumber menyebutkan bahwa album rekaman fisikal yang beredar secara resmi di Indonesia hanya tinggal 8%, sementara album bajakannnya telah mencapai 92%.2 Munculnya teknologi digital memberikan dampak yang sangat luar biasa dalam dunia musik, terutama mempengaruhi media yang digunakan untuk mengantarkan musik ke pendengar. Cara mengkonsumsi musik masyarakat berubah dari format analog (kaset dan piringan hitam) ke digital (CD danMP3). John Kenneddy, ketua IFPI (International Federation of the Phonographic Industry), mengungkapkan bahwa industri rekaman hari ini telah berubah menjadi pemikiran digital. “Keuntungan pada 2006 naik dua kali lipat menjadi US$2 milyar dan pada 2010 kami perkirakan sedikitnya seperempat dari seluruh penjualan musik dunia bakal berubah digital,” ungkap Kenneddy. 3 Perubahan teknologi komunikasi saat ini membuat pola pikir dan pola konsumsi orang terhadap musik berubah. Dulu orang harus membeli kaset untuk mendengarkan musik dari satu album, tetapi saat ini semua orang bisa memiliki musik dengan cara mengunduh dari internet, atau bahkan lebih mudah lagi, dengan menggandakan dari komputer lain. 2 Putranto, Wendi. 2009 . Roling Stone Music Biz, Manual Cerdas Mengusai Bisnis Musik Yogyakarta: Bentang Pustaka. hlm 79. Dalam artikelnya Putranto menjelaskan bahwa pembajakan pada era digital di Indonesia sudah sampai pada taraf tertinggi. 3 Putranto, Wendi. 2009 . Roling Stone Music Biz, Manual Cerdas Mengusai Bisnis Musik Yogyakarta: Bentang Pustaka. hlm 108. Putranto menjelaskan bahwa perubahan pola konsumsi musik menjadi digital tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di seluruh dunia. 3 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Perubahan konsumsi musik masyarakat dari analog menjadi digital lambat laun akan menjadi kebiasaan dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan informasi saat ini. Ada potensi besar yang dimiliki oleh penggunaan media internet, yakni kemampuannya untuk menjangkau berbagai macam kalangan masyarakat baik lokal maupun internasional. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Arnel Afandi (Managing Director EMI Musik Indonesia) bahwa penyebab penurunan rekaman fisik adalah pembajakan dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang demikian pesat sehingga pola konsumsi orang berubah.4 Menurut Putranto (2009:108) IFPI mengungkapkan bahwa hingga kini format digital menguasai 10% pasar musik secara keseluruhan. Dari keterangan tersebut dapat diasumsikan bahwa perkembangan teknologi dan informasi membuat perubahan selera konsumen yang tadinya harus membeli sekarang hanya tinggal mengunduh. Konsumen mendapatkan kemudahan dengan teknologi digital saat ini, karena dengan teknologi digital kita dengan mudah mengunduh dan mendengarkan musik. Kita tidak perlu lagi harus pergi ke toko rekaman dan membeli album, kita bisa memperoleh lagu-lagu itu dimana saja asalkan terdapat jaringan internet, entah dari komputer atau telepon genggam. Tidak hanya pola pikir konsumen yang mulai berubah. Pola pikir musisi dalam mendistribusikan musiknya juga berubah. Dengan era digital seperti sekarang ini musisi bisa dengan mudah menyebarkan karya-karyanya untuk didengarkan 4 Putranto, Wendi. 2009. Roling Stone Music Biz, Manual Cerdas Mengusai Bisnis Musik Yogyakarta: Bentang Pustaka. hlm 108. Arnel Afandi dalam salah satu wawancara dengan Rolling Stone Indonesia. 4 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI banyak orang. Musisi hanya cukup mengunggah karyanya pada situs tertentu dan semua orang dapat mengunduhnya dengan mudah. Dengan menyebarkan karyanya sebanyak mungkin dengan mudah, otomatis musisi menghemat biaya untuk berpromosi. Itu semua tidak terjadi pada era rekaman analog, karena dalam era analog musisi harus merekam kaset mereka satu-persatu melalui tape recorder untuk selanjutnya dibagikan sebagai promosi. Di luar negeri pendistribusian secara digital dipopulerkan oleh band Inggris Radiohead yang merilis albumnya secara digital dan membebaskan pembelinya untuk menentukan harga. Di Indonesia hal ini dimulai dengan banyak bermunculan netlabel yang menggratiskan musiknya untuk diunduh secara gratis. Netlabel adalah perusahaan rekaman berbasis internet. Contohnya KOIL yang menggratiskan album Back Light Shines On, setelah sebelumnya mereka bergabung dengan major label. The Upastairs dan White Shoes and The Couples Company juga menggratiskan albumnya. Ini menandai suatu era baru yaitu era digital karena setelah itu diikuti oleh hampir semua musisi di Indonesia. Netlabel mendistribusikan musik mereka dengan pengunduhan lagu melalui internet, baik berbayar maupun gratis. Dengan demikian netlabel menandakan suatu era baru dalam industri musik. Industri musik yang telah mapan selama berpuluhpuluh tahun kini satu persatu mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan industri rekaman paling besar dikarenakan tidak lakunya penjualan rekaman secara fisik, sebagai akibat pola konsumsi seperti yang telah dijelaskan di atas. 5 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Di Indonesia sendiri netlabel telah berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir. Dalam kaitannya dengan kajian budaya, kehadiran netlabel di Indonesia merupakan cerminan dari kecenderungan perubahan pola konsumsi musik pada masyarakat Indonesia. Pola konsumsi yang dulunya mengharuskan orang membeli untuk bisa mendengarkan musik, saat ini orang bisa mendapatkan secara gratis. Selain perubahan pola konsumsi musik pada masyarakat, juga terjadi perubahan pola pikir pendistribusian musik oleh musisi. Dengan adanya netlabel musisi dapat membagikan musiknya secara cuma-cuma melalui internet. Berdasarkan kedua fakta tersebut saya berasumsi bahwa sebuah era baru dalam dunia musik telah dimulai, di mana semua musik bisa didapatkan dan didistribusikan secara gratis. Perubahan pola konsumsi dan distribusi musik seperti itu tidak bisa dilepaskan dari dinamika era globalisasi. Fenomena perubahan pola konsumsi dan distribusi musik yang disebabkan oleh netlabel merupakan akibat dari pembentukan budaya dalam masyarakat yang didorong oleh adanya globalisasi. Selanjutnya, fenomana baru tersebut membentuk atau mengkonstruksi identitas baru. Indentitas baru yang terbentuk melalui teknologi internet tersebut tidak hanya terjadi secara personal, melainkan juga secara komunal, yakni melalui bentuk kampanye life politics. Giddens (1990: 214) mengemukakan bahwa life politics adalah proses aktualisasi diri yang menyangkut gaya hidup. Artinya life politics berhubungan dengan isu-isu politik yang muncul dalam proses aktualisasi diri dalam konsep masyarakat post-traditional. Selanjutnya Giddens mengungkapkan bahwa perubahan bentuk dalam self-identity dan globalisasi adalah dua kutub yang saling berhubungan 6 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dalam dialektika lokal dan global dalam kondisi high modernity.5 Maksudnya, terjadi hubungan saling mempengaruhi antara yang terjadi secara lokal dan global. Hal-hal yang terjadi secara global berpengaruh terhadap yang terjadi secara lokal, begitu pula sebaliknya. Dalam kasus penelitian ini, teknologi internet yang berkembang pesat secara global telah berpengaruh terhadap perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia. Perubahan yang terjadi karena perkembangan teknologi tersebut berpengaruh dalam perubahan identitas baik secara personal maupun komunal. Lebih lanjut Giddens menjelaskan bahwa manusia dapat memakai teknologi yang sedemikian canggih, yang tidak ada pada masa-masa sebelumnya, untuk mengubah atau membentuk aktualisasi dirinya. Dalam hal ini, netlabel menyediakan piranti atau sarana untuk mengkonstruksi identitas baru dalam budaya mendengarkan, mengkonsumsi dan mendistribusikan musik di Indonesia. Identitas baru tersebut terbentuk karena perkembangan teknologi dan informasi yang memungkinkan orang untuk mengkonsumsi dan mendistribusikan musik secara berbeda dari sebelumnya. Ketika teknologi internet sangat maju dan melahirkan netlabel-netlabel di negara-negara maju seperti Amerika, dampaknya sampai ke Indonesia. Kemungkinan netlabel yang ada di Indonesia saat ini merupakan imbas dari tren yang terjadi di seluruh dunia. Lebih lanjut Giddens mengungkapkan bahwa globalisasi adalah hubungan yang intensif antara relasi-relasi sosial yang mengglobal yang menghubungkan wilayah-wilayah lokal yang berjauhan sehingga peristiwa-peristiwa 5 Giddens, Anthony. 1993. Modernity And Identity: Self and Society in th Modern Age. Cambridge: Blackwell Publisher. hlm 32. High Modernity merupakan karakteristik modernitas yang terjadi dan Globalisasi merupakan bentuk High Modernity yang sedang kita alami. 7 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI lokal dibentuk oleh hal-hal yang terjadi bermil-mil jauhnya dan sebaliknya.6 Dengan begitu dapat diartikan juga bahwa globalisasi merupakan fenomena yang sering terjadi sehubungan dengan meningkatnya hubungan dalam bermacam-macam hal di dunia termasuk perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi di semua tempat. Dalam arti bahwa globalisasi merupakan proses lintas batas yang menjadi bagian dari sejarah umat manusia. Tetapi yang penting adalah bagaimana hal itu muncul dan berkembang di Indonesia. Ketika netlabel menjadi bagian dalam masyarakat dan beradaptasi dengan masyarakat Indonesia dapat diduga akan timbul dampak dalam perkembangan budaya di Indonesia. 2. Tema Tema utama penelitian ini adalah modernitas dan globalisasi yang berpengaruh terhadap proses pembentukan identitas sebagaimana tampak dalam konsumsi dan distribusi musik melalui internet. Identitas yang terbentuk tersebut tidak dapat dipisahkan dari modernitas dan globalisasi yang terjadi. Modernitas adalah suatu diskontinuitas karena modernitas tumbuh dan perkembangannya sangat berbeda dari peradaban pra-modern. Sedangkan identitas seseorang merupakan irisanirisan dari berbagai hal yang terjadi di sekitarnya, dan identitas tersebut senantiasa diperbaharui seiring perkembangan modernitas. Penelitian ini ingin melihat perubahan sosial yang terjadi karena modernitas dan globalisasi sebagaimana tampak dalam perubahan cara mendistribusikan dan mengkonsumsi musik di Indonesia. 6 Giddens, Anthony. 1990. The Consequences of Modernity, Cambridge: Polity Press. Hlm 64 8 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3. Rumusan Masalah Latar belakang di atas memunculkan pertanyaan sebagai berikut: 1) Bagaimana modernitas dan globalisasi berpengaruh terhadap terbentuknya netlabel di Indonesia? 2) Bagaimana posisi netlabel dalam membentuk identitas seseorang dalam memproduksi dan mengkonsumsi musik di Indonesia? 4. Tujuan Penelitian Netlabel berkembang sejalan dengan berkembangnya modernitas. Perkembangan modernitas yang terjadi mengakibatkan fenomena mengkonsumsi dan mendistribusikan musik dengan netlabel sudah menjadi hal yang wajar. Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang bertujuan untuk meneliti secara mendalam perkembangan musik dan netlabel di Indonesia dalam kaitannya dengan konteks global (yang berjalan seiring dengan modernitas). Di samping itu peneliti akan mendeskripsikan gejala yang terjadi di masyarakat tentang cara mengkonsumsi dan mendistribusikan musik di Indonesia. Selanjutnya penelitian ini juga bertujuan untuk melihat pengaruh teknologi terhadap pembentukan identitas di antara masyarakat konsumen dewasa ini. 9 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5. Pentingnya Penelitian Secara akedemis penelitian ini diharapkan akan menumbuhkan kepekaan terhadap fenomena yang terjadi, dalam hal ini netlabel. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi karya-karya kajian empiris yang berkaitan dengan globalisasi, modernitas, dan identitas. Penelitian mengenai netlabel ini saya anggap penting bagi kajian budaya karena perlunya memahami relasi antara teknologi informasi dan proses-proses produksi budaya. Fenomena netlabel adalah contoh relasi tersebut. Netlabel saya pandang sebagai fenomena global yang timbul akibat munculnya modernitas. Konteks global di sini saya pandang dari dua sisi, karena globalisasi bukan fenomena satu arah, tetapi fenomena dua arah yang saling timbal balik. Selanjutnya saya ingin menunjukkan bahwa globalisasi musik tidak hanya dikendalikan oleh aktor-aktor global. Masyarakat di Indonesia tidak sama sekali kehilangan kontrol terhadap apa yang terjadi secara global. Di Indonesia budaya global tersebut diadopsi dan menghasilkan sesuatu yang baru. 6. Tinjauan Pustaka Penelitian ini menggunakan teori-teori Giddens dalam buku Consequences of Modernity (1990) dan Modernity And Identity: Self and Society in the Modern Age (1993) sebagai rujukan utama. Pada Conseguences of Modernity (1990), Giddens menjelaskan bahwa modernitas mengubah karakter dalam individu maupun 10 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI hubungannya dengan orang lain. Giddens menggambarkan modernitas sebagai sarana berbagai hal dalam relasinya secara dialektis. Maksudnya kehidupan pribadi masyarakat modern mempunyai peran penting dalam hubungan antar manusia yang dipengaruhi oleh situasi global. Dalam penelitian ini modernitas yang mengakibatkan tumbuh suburnya netlabel di Indonesia mempengaruhi cara konsumsi dan distribusi musik di Indonesia, dan itu merupakan identitas baru orang Indonesia yang timbul akibat petukaran informasi secara global. Modernitas adalah sesuatu yang tidak stabil serta selalu bergerak dan itu ditandai dengan masuknya banyak informasi dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut hal tersebut dijelaskan Giddens dalam buku Modernity And Identity: Self and Society in the Modern Age (1993). Dalam buku tersebut Giddens menjelaskan bagaimana modernitas yang mengakibatkan globalisasi berpengaruh pada identitas seseorang dan hubungannya dengan masyarakat. Secara keseluruhan buku ini lebih berfokus pada menganalisa daripada mendeskripsikan. Pada bagian awal buku ini Giddens memberikan contoh-contoh yang gamblang bagaimana yang lokal dan yang global bertransformasi dan membentuk identitas dalam kehidupan sehari-hari. Perihal globalisasi dalam dunia musik juga bukan pertama kali dibahas. Robert Burnet dalam bukunya yang berjudul The Global Jukebox (1996) membahas tentang musik telah mengglobal dan semua itu dikendalikan oleh aktor-aktor global. Dalam buku tersebut diperlihatkan bagaimana industri-industri rekaman raksasa 11 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI menjelma menjadi perusahaan-perusahaan yang berada di negara maju dan negara berkembang. Buku ini juga menunjukkan bagaimana globalisasi dalam dunia musik menjadi saling terkait, semuanya menjadi seragam, dan memiliki efek timbal balik. Penelitian saya ini memiliki sudut pandang yang hampir sama dengan buku Burnet tersebut, tetapi saya menempatkan netlabel sebagai objek penelitian. Lebih spesifik lagi yaitu tentang netlabel di Indonesia yang sebenarnya tak bisa dilepaskan dari konteks global. Peter Tschumuck dalam bukunya yang berjudul Creativity and Innovation in the Music Industry (2006) membahas bagaimana teknologi dan modernitas yang terjadi dalam masyarakat saat ini mempengaruhi cara mendistribusikan dan mengkonsumsi musik. Buku ini berfokus pada sejarah dan era perkembangan teknologi dari awal abad 20 di mana baru ditemukan mesin perekam sampai dengan era digital saat ini. Tschumuck mendeskripsikan bagaimana perkembangan teknologi dan modernitas berpengaruh erat dengan dunia musik. Buku ini akan saya gunakan untuk menganalisis bagaimana perkembangan teknologi internet berdampak besar dalam industri musik dan dampak seperti yang terjadi saat ini belum pernah terjadi sebelum teknologi digital diperkenalkan dalam dunia musik. Penelitian saya memiliki fokus yang sedikit berbeda karena tidak akan membahas modernitas dalam perspektif teknologi tetapi lebih membahas bagaimana modernitas tersebut menyebabkan globalisasi musik diseluruh dunia dan itu semua berpengaruh pada identitas seseorang. Penelitian saya menggunakan perspektif bahwa teknologi dalam industri musik yang didukung dengan majunya teknologi internet menyebabkan orang lebih 12 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI mudah mengakses musik dan itu mengakibatkan musik tersebar luas secara mudah dan cepat. John O‟Flynn (2003) dalam National Identity and Music in Transition : Issues of Authenticity in a Global Setting membicarakan bagaimana hubungan identitas lokal dan global saling berhubungan dalam kreativitas menghasilakan karya dan mendistribusikan karya. Di sana juga dipaparkan bagaimana globalisasi mempengaruhi identitas dan keotentikan budaya lokal. Hal serupa juga di bahas lebih dalam oleh John Connell dan Chris Gibson dalam bukunya Sound Track : Popular Music, Identity and Place (2003)dan juga Dick Hebdidge dalam Cut and Mix : Culture, Identity and Carebean Music (2000). Penelitian saya hampir mirip tetapi saya sekali lagi mengunakan objek material pengguna netlabel dan saya tempatkan dalam konteks Indonesia. Menurut saya penelitian saya akan lebih unik dibandingkan yang sudah dipaparkan dalam buku-buku tersebut, karena saya berasal dari negara yang sering disebut terkena dampak globalisasi. Saya melihat fenomena-fenomena itu secara langsung dalah kehidupan sehari-hari. Buku The Multilingual Internet : Language, Culture and Comunication Online (2007), suatu kumpulan esai yang diedit oleh Brenda Danet dan Susan C. Herring saya gunakan untuk menganalisis bagaimana dunia internet yang diciptakan di Barat ketika dipakai oleh orang Indonesia, dalam kasus ini netlabel. Modernitas mengakibatkan internet berkembang dengan pesat dan ketika dipakai oleh orang Indonesia hal itu difungsikan untuk hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu penyebaran musik secara gratis. Dari buku tersebut saya ingin melihat apakah dengan 13 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI mudahnya mengakses internet secara tidak langsung ada ideologi atau maksud khusus. Kita di Negara Berkembang yang sering disebut-sebut sebagai korban dari globalisasi mendapatkan media yang disediakan secara mudah agar ideologi dari negara asal internet itu dibuat dapat masuk ke Negara-negara Berkembang seperti Indonesia. Selain menyebarkan ideologi apakah ada motif ekonomi yang terselubung dari mudahnya akses internet tersebut? Sejauh yang saya ketahui, masih sangat minim sekali literatur yang berkaitan dengan netlabel. Salah satu karya ilmiah yang berkaitan dengan netlabel adalah skripsi dari Andaru Pramudita yang berjudul Free Culture Sebagai Alternatif Dalam Gerakan Musik Swadaya (Studi Kasus Netlabel Yes No Wave Music) (2010). Skripsi dari mahasiswa Universitas Indonesia tersebut membahas kemunculan Netlabel yang mengadopsi free culture serta mencipatakan paradigma baru bagaimana industri musik melakukan kegiatan distribusinya. Free culture merupakan budaya tanding dari apa yang disebut sebagai raksasa industri atau monopoli hak paten. Gerakan ini mencoba memberikan kebebasan terutama dalam ranah informasi digital. Skripsi ini menunjukkan bagaimana sifat free culture yang memberikan kesempatan bagi tenaga kerja kreatif dalam memposisikan diri untuk bebas dari tekanan industri kreatif. Penelitian Andaru Pramudita dan penelitian ini memiliki fokus yang berbeda. Penelitian Andaru Pramudita memang menyinggung masalah free culture yang adalah budaya import yang ketika diterapkan di Indonesia akan menghasilkan tabrakan budaya. Penelitian Andaru Pramudita memang menyinggung masalah modernitas dan globalisasi, tetapi masalah itu tidak banyak dibahas. Penelitian saya 14 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI bertujuan untuk menjelaskan bahwa budaya free culture yang masuk ke Indonesia tersebut adalah imbas dari modernitas yang terjadi. Dalam penelitian saya ini saya akan lebih memfokuskan pada pembentukan identitas pengguna netlabel di Indonesia. Hal tersebut merupakan dampak dari modernitas yang mengglobal dan akhirnya membentuk suatu identitas baru. Buku yang secara khusus membahas tentang netlabel setahu saya belum ada. Buku dari Wendi Putranto yang berjudul Rolling Stone Musik Biz, Manual Cerdas Mengusai Bisnis Musik (2008) memang banyak membahas industri musik di Indonesia, tetapi pembahasan tentang musik digital khususnya netlabel sangat sedikit. Buku ini berisi kumpulan artikel dari Wendi Putranto tentang industri musik di Indonesia yang ditulis untuk majalah Rolling Stone Indonesia. Buku ini membantu saya dalam mendapatkan data serta memperkuat argumen-argumen saya. 7. Kerangka Teoritis Teknologi internet adalah bagian dari modernitas. Teknologi internet yang berkembang beberapa tahun belakangan menimbulkan dampak yang signifikan dalam berbagai hal, termasuk dalam industri musik. Munculnya internet memungkinkan semua orang mengunduh dan mengunggah lagu secara cepat dan mudah. Kemudahan mengunggah dan mengunduh lagu tersebut menimbulkan masalah baru yaitu karyakarya musik yang dulunya diperjualbelikan, sekarang dapat diakses secara mudah dan gratis. Hal itu menimbulkan banyak perdebatan tentang karya cipta musik dan hak 15 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI cipta. Tidak hanya itu, hal itu juga menimbulkan kerugian besar-besaran dalam dunia industri musik melalui pemabajakan. Di tengah masalah yang pelik tersebut muncul perusahaan rekaman yang berbasis internet, atau sering disebut netlabel. Netlabel bekerja seperti perusahaan rekaman pada umumnya, hanya saja semua pendistribusiannya dilakukan melalui jasa mengunduh data dari internet. Lebih menariknya lagi netlabel menggratiskan semua karya musisi yang berada didalamnya tetapi tetap menggunakan lisensi hak cipta yang bernama Creative Common Lisence. Fenomena netlabel ini menarik minat saya untuk meneliti lebih lanjut. Alasannya karena era musik gratis seperti yang ditawarkan netlabel tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut saya fenomena netlabel merupakan dampak dari modernitas. Dalam Consequences of Modernity (1990), Giddens memandang bahwa modernitas adalah suatu diskontinuitas karena modernitas tumbuh dan perkembangannya sangat berbeda dari peradaban pra-modern. Karena itulah pemilihan teori-teori Giddens dirasa cocok dengan penelitian ini. Netlabel dan penyebaran musik secara cepat melalui media internet tidak pernah terjadi pada masa pra-modern. Dalam buku itu Giddens juga membicarakan fenomena globalisasi dalam perspektif modernitas. Giddens menganggap globalisasi sebagai fenomena yang terjadi seiring tumbuhnya modernitas. Cara pandang Giddens tersebut membantu penelitian ini memahami fenomena yang terjadi di sekitar kita, dalam hal ini adalah netlabel. Giddens (1990: 4-5) mengungkapkan bahwa modernitas sebagai periode posttraditional society. Penanda paling unik modernitas dalam kebudayaan adalah 16 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI berakhirnya peran tradisi sebagai lembaga tunggal pengatur ruang dan waktu kehidupan pribadi maupun kehidupan bersama. Modernitas merupakan diskontinuitas karena modernitas tumbuh dan perkembangannya sangat berbeda dari peradaban pramodern. Modernitas yang terjadi menimbulkan perkembangan teknologi secara cepat, dan itu mendorong laju globalisasi. Menurut Giddens (1993: 17-18) Modernitas ditandai oleh tiga ciri, yaitu separation of time and space, disembedding mechanism, dan institutional reflexivity. Separation of time and space merupakan kondisi yang tidak lagi dikungkung oleh ruang dan waktu. Kondisi tersebut hanya memungkinkan terjadi dengan bantuan teknologi. Kondisi yang tidak lagi dikungkung ruang dan waktu tersebut memungkinkan terjadinya Disembedding mechanism atau mekanisme pencabutan. Mekanisme pencabutan hanya mungkin terjadi kalau tersedia Simbolic tokens (alat tukar/uang) dan expert system (sistem canggih). Dalam penelitian ini tindakan mengunggah dan mengunduh musik tidak lagi dikungkung ruang dan waktu. Peristiwa tersebut dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan meskipun berjarak ribuan kilometer. Hal itu hanya mungkin terjadi dalam kondisi high modernity dan tersedianya simbolic tokens (alat tukar/uang) dan expert system (sistem canggih). Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya keterbukaan terhadap informasi baru. Keterbukaan terhadap informasi baru tersebut membentuk cara baru menikmati musik melalui teknologi yang bernama netlabel. Hal ini sesuai dengan teori Giddens mengenai institutional reflexivity. Menurut Giddens (1993: 20) institutional reflexivity sebagai ciri modernitas menunjuk pada keterbukaan kehidupan sehari-hari pada perubahan yang disebabkan oleh derasnya informasi dan pengetahuan baru. 17 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Globalisasi merupakan wajah modernitas yang intensif sekaligus ekstensif. Maksudnya, globalisasi tidak hanya mempengaruhi hal yang terjadi secara lokal, tetapi globalisasi juga dipengaruhi oleh hal yang terjadi secara lokal. Dalam era globalisasi seperti saat ini batas-batas ruang dan waktu menjadi semakin tipis. Dengan menipisnya batas ruang dan waktu tersebut orang dari berbagai belahan dunia dapat terhubung secara lintas batas. Seperti ungkapan Giddens bahwa dalam masyarakat pra modern ruang dan waktu selalu berkaitan, sedangkan dalam masyarakat modern hubungan ruang dan waktu menjadi teputus. Artinya jika pada masyarakat pra-modern orang harus bertatap muka untuk bisa berkomunikasi, tetapi pada masyarakat modern orang tidak lagi harus bertemu untuk berkomusikasi, tetapi cukup menggunakan telepon atau internet. Banyak hal yang terjadi dalam masyarakat modern yang tidak mungkin terjadi dalam masyarakat pra-modern. Karena itulah Giddens menganggap modernitas itu bercirikan diskontinuitas. Diskontinuitas diperlihatkan dengan perkembangan teknologi menyebabkan perkembangan yang pesat dalam berbagai hal. Selain itu diskontinuitas juga diperlihatkan ketika wilayah-wilayah di dunia saling terhubung mengakibatkan perubahan terjadi secara global.7 Lebih lanjut Giddens mengatakan bahwa modernitas kira-kira dapat dipahami sebagai the industrialized world, sejauh diakui bahwa industrialisasi tidak hanya menyangkut dimensi kelembagaan. Giddens menggunakan industrialisasi untuk merujuk pada hubungan sosial yang terjadi akibat pengaruh 7 Giddens, Anthony. 1990. The Consequences of Modernity, Cambridge: Polity Press. Hlm 4 sampai 5 18 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI perkembangan kapitalisme.8 Negara seperti Amerika mengontrol terjadinya modernitas yang terjadi di negara seperti Indonesia karena negara seperti Amerika memiliki komoditi. Globalisasi digerakkan oleh kemajuan teknologi yang mengacu pada dunia barat khususnya Amerika. Hal ini otomatis akan berdampak pada Negara-negara Berkembang seperti Indonesia. Globalisasi memicu perubahan-perubahan budaya termasuk cara mengkonsumsi berkonsumsi dan konstruksi identitas. Globalisasi memicu perubahan budaya dalam hal ini adalah era baru mengkonsumsi dan mendistribusikan musik yang terjadi di Indonesia. Terhubungnya berbagai macam orang dari berbagai belahan dunia otomatis terjadi proses pembentukan identitas baru. Dalam penelitian ini proses terbentuknya identitas pemeluk gaya hidup netlabel terjadi melalui berbagai keterbatasan. Keterbatasan akses internet, keterbatasan alat tukar dan sebagainya memaksa masyarakat Indonesia menemukan cara baru dalam mengkonsumsi musik yaitu melalui netlabel. Netlabel memiliki andil besar dalam proses pembentukan identitas baru dalam mengkonsumsi musik di Indonesia. Proses pembentukan identitas dikalangan pemeluk gaya hidup netlabel merupakan bagian yang terpisahkan dari life politics. Giddens (1990: 214) mengemukakan bahwa life politics mengacu pada isu-isu politik yang muncul dalam proses aktualisasi diri dalam konsep masyarakat post-traditional. Masyarakat post-traditional menurut Giddens adalah masyarakat yang tidak lagi dikungkung oleh aturan-aturan, termasuk 8 Giddens, Anthony. 1993. Modernity And Identity: Self and Society in th Modern Age. Cambridge: Blackwell Publisher. hlm 15 19 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI aturan-aturan yang mengatur gaya hidup. Life politics menjadi ekspresi kebebasan terhadap pilihan-pilihan yang ada, dan oleh karena itulah life politics sering disebut politics of choice. Dalam penelitian ini life politics pemeluk gaya hidup netlabel dikampanyekan melalui berbagai hal, yaitu melalui festival, pertunjukan musik, gaya hidup indie, dan sebagainya. Life politics dalam netlabel memberikan identitas baru secara individu maupun secara kelompok. Life politics merupakan proses aktualisasi diri yang berfokus pada masing-masing individu, termasuk identitas. Pada bab ketiga Modernity And Identity: Self and Society in the Modern Age Giddens menjelaskan bagaimana identitas seseorang berkaitan dengan sejarah dan modernitas yang berlangsung. Menurut Giddens identitas seseorang merupakan irisan-irisan dari berbagai hal yang terjadi, dan identitas tersebut senantiasa diperbaharui seiring perkembangan modernitas. Konsep ini akan saya gunakan untuk menganalisa bagaimana industri musik yang telah mapan sejak setengah abad yang lalu tiba-tiba menjadi kolaps dengan munculnya teknologi internet. Dan perkembangan modernitas melalui teknologi internet tersebut mengubah identitas seseorang secara signifikan dalam mengkonsumsi dan mendistribusikan musik. 8. Metode Penelitian Isu-isu lokal dan global banyak memberikan dampak yang sering bernuansa kontradiktif. Menurut saya globalisasi tidak selamanya menjadi sesuatu yang 20 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI merugikan bagi Negara-negara Berkembang seperti Indonesia. Dalam penelitian ini saya ingin menunjukkan bahwa globalisasi juga merupakan suatu proses yang harus diperhatikan secara sosiologis, historis, regional, global dan lokal. Karena bagi saya dalam globalisasi tidak ada benar atau salah, apa menyebabkan apa. Semuanya adalah proses yang terus bergerak dan terjadi secara timbal balik. Globalisasi memungkinkan kita untuk mepelajari kecenderungan hubungan dalam wilayah tertentu dalam kehidupan termasuk dalam identitas seseorang. Identitas seseorang dalam era globalisasi saat ini bercampur dengan apa yang terjadi secara global. Penelitian ini melihat hubungan antara orang yang saling terhubung dan menjadi satu kesatuan dalam membentuk sesuatu yang bersifat global. Dalam penelitian ini menggunakan wawancara untuk mendapatkan data. Wawancara inti dilakukan kepada 10 orang konsumen netlabel. Wawancara kepada konsumen lebih berfokus pada motivasi mereka untuk sering mengunduh musik melalui netlabel, mengingat bahwa selain netlabel juga ada banyak website yang menyediakan jasa unduh gratis. Selain itu banyak juga karya-karya yang diperjualbelikan secara online maupun dalam bentuk fisik. Selanjutnya saya ingin mengetahui apakah pengguna netlabel merupakan orang-orang penggemar musik tertentu dan berasal dari komunitas tertentu. Menurut saya pengguna netlabel sangat terbatas dan musik-musik yang ditawarkan netlabel juga bukan musik yang sedang populer saat ini. 21 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Wawancara juga dilakukan kepada kurator netlabel yang ada di Indonesia. Wawancara dilakukan kepada empat orang, yaitu Wok The Rock (Yes No Wave Music), Rizkan (Stone Age Records), Arie (Mindblasting Records), dan Hilman (Ear Alert Records). Yes No Wave Music saya pilih karena Yes No Wave Music adalah Netlabel pertama di Indonesia, serta memiliki pengunjung yang paling banyak. Yes No Wave Music juga menggratiskan album-album yang dirilis serta menggunakan suatu lisensi yang disebut Creative Commons License untuk melindungi hak cipta musisinya. Setelah Yes No Wave Music hadir, secara beruntun mulai bermunculan netlabel-netlabel di Indonesia. Untuk memperkuat data saya juga mengadakan wawancara dengan para kurator dari netlabel lain, yakni Stone Age Records, Mindblasting Records dan Ear Alert Records. Selain melakukan wawancara kepada pengguna dan kurator netlabel, saya juga melakukan wawancara dengan lima orang musisi yang bernaung dalam netlabel. Wawancara kepada musisi yang bernaung dalam netlabel tersebut dimaksudkan untuk menemukan alasan kenapa mereka mau menggratiskan musik mereka, padahal untuk membuat suatu karya dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Metode untuk mendapatkan data lainnya adalah observasi, yakni observasi atas peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan netlabel yang ada di Indonesia. Saya juga mengakses data dari netlabel-netlabel tersebut berupa data statistik jumlah pengunduhan lagu, jumlah pengunjung, dan data mengenai dari mana asal pengunjung dan pengunduh tersebut. Data-data ini nantinya akan saya gunakan untuk memperkuat argumen yang saya bangun. 22 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9. Sistematika Penulisan Tulisan ini akan saya bagi menjadi beberapa bab, yakni: Bab I yang berisi Pendahuluan dan meliputi Latar Belakang Kajian, Tema, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab II berisi deskripsi atas sejarah musik digital di dunia dan di Indonesia. Pendiskripsian tersebut meliputi kemunculan CD sebagai produk musik secara digital yang pertama sampai dengan kemunculan internet dan netlabel saat ini. Bab ini juga berisi teori serta argumen-argumen saya untuk menjawab kegelisahan saya tentang bagaimana modernitas dan globalisasi berpengaruh terhadap menjamurnya netlabel di Indonesia. Bab III berisi deskripsi tentang kegagalan modernitas yang terjadi di Indonesia. Bab ini menerangkan kegagalan expert system dan symbolic tokens, lemahnya penegakan hukum di Indonesia, serta lemahnya sistem ekonomi. Kegagalan-kegagalan yang terjadi tersebut membuat konsumen musik di Indonesia berusaha menemukan caranya sendiri dalam mengkonsumsi musik. Bab IV berisi pembentukan identitas dan kampanye mengenai identitas baru yang bernama netlabel. Pada Bab ini akan dipaparkan ”proklamasi” identitas melalui Indonesian Netaudio Festival, sikap politik melalui gaya hidup indie, semangat 23 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI berbagi melalui netlabel, serta netlabel sebagai media alternatif dalam mengkonsumsi musik. Semua hal tersebut akan diterangkan menggunakan konsep life politics. Bab V berisi kesimpulan. 24 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB II Revolusi Musik Digital dan Internet Pendistribusian musik secara gratis melalui pengunduhan di Internet diprediksi akan menjadi tren dan fenomena industri musik Indonesia nantinya. (Putranto, 2009:120) Sejak awal tahun 2000 pembahasan mengenai fenomena musik digital seakanakan tidak ada habisnya. Teknologi internet memunculkan fenomena baru dalam mendistribusikan musik, yaitu melalui kegiatan mengunduh. Album rekaman yang dirilis hari ini dapat langsung diunggah dan diunduh di berbagai tempat saat ini juga. Apakah hal ini merupakan cara mendistribusikan musik di masa depan? Apakah ini merupakan awal kehancuran industri musik? Fenomena baru ini merupakan sebagian dari wajah modernitas. Modernitas yang ditandai oleh tiga hal, yaitu separation of time and space , disembedding mechanisms, dan institutional reflexivity. Bab II ini berisi sejarah perkembangan musik digital di dunia dan di Indonesia. Selanjutnya Bab ini memaparkan perkembangan musik dari format analog (kaset) menjadi format digital (CD dan MP3), dilanjutkan pemeparan mengenai perkembangan musik digital dan pengaruh internet terhadap perkembangan musik digital. Pada akhir bab ini berisi sejarah netlabel baik di dunia maupun di Indonesia. 25 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Pada sub bab “Periode Kaset sampai Compact Disc (CD)” dan “Periode Internet”, saya akan banyak mengutip buku Peter Tschmuck yang berjudul Creativity and Innovation in the Music Industry (2006). Alasan saya menjadikan buku tersebut sebagai rujukan utama adalah karena buku tersebut memiliki data yang paling lengkap, detail dan akurat. 1. Periode Kaset sampai Compact Disc (CD) Mulai awal tahun 1980-an terjadi stagnansi dalam industri musik. Pada periode tersebut piringan hitam telah ditinggalkan dan industri musik beralih ke teknologi kaset. Alat perekam kaset rumahan mulai diperkenalkan sehingga konsumen dapat menggandakan musik mereka sendiri dirumah. Hal itulah yang membuat stagnansi industri musik. Pada tahun 1980 sampai tahun 1982 perusahaan rekaman di Amerika tidak mengalami peningkatan dalam penjualan. Pada tahuntahun berikutnya perusahaan rekaman tersebut mengalami peningkatan penjualan tetapi tidak signifikan. Menurut Tsumuck (2006:148) penurunan penjualan rekaman dimulai pada akhir 1970-an dan mengalami stagnansi pada pertengahan tahun 1980an. Teknologi penggandaan kaset yang bisa dilakukan secara pribadi dengan cepat tersebar luas di pasaran. Piranti pemutar kaset tersebut dimulai ketika Philips menciptakan teknologi tape recorder dan dipatenkan hak ciptanya. Menurut Tsumuck (2006:147-148) dengan teknologi baru tersebut orang menjadi sangat mudah 26 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI menggandakan kaset. Di Eropa, Jepang dan Amerika teknologi tersebut tidak diantisipasi. Dengan sangat cepat teknologi tersebut merambah negara-negara di Afika, Asia, dan Amerika Latin. Bahkan pada tahun 1991, India menjadi negara produsen kaset kosong terbesar kedua di dunia dan produksinya mencapai 217 juta kopi. Selain itu di negara seperti Tunisia pembajakan mencapai 90% dari penjualan. Selain teknologi penggandaan kaset, pada tahun 1979 Philips dan Sony menemukan prototype Compact Disc (CD). CD adalah awal mula revolusi musik digital yang dimulai pada awal tahun 1980-an. Inovasi CD sangat signifikan dalam dunia musik karena menghasilkan suara yang lebih jernih dibandingkan kaset dan piringan hitam. Pada tahun 1983 teknologi CD diperkenalkan ke pasar Eropa oleh perusahaan Philips dan Sony. Tiga tahun kemudian dapat diprediksi bahwa teknologi CD dapat menggeser kaset dan piringan hitam, karena pada tahun 1986 perusahaan rekaman menjual 130 juta CD diseluruh dunia. Pasar Amerika merupakan kunci sukses dari CD karena pada tahun yang sama lebih dari 53 juta kopi CD terjual di Amerika. Puncaknya terjadi pada tahun 1990-an ketika semua perusahaan rekaman memproduksi CD. 9 2. Periode Internet Internet telah membuat revolusi dunia komputer dan dunia musik yang tidak pernah diduga sebelumnya. Internet atau interconnection-networking ialah sistem 9 Tsumuck (2006:152) menjelaskan bagaimana teknologi rekaman digital dengan cepat menggantikan rekaman analog. 27 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI global dari seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar Internet Protocol Suite (TCP/IP) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia. Melalui Internet distribusi musik dilakukan dengan cara menggunakan data-data elektronik. Internet ditemukan pada tahun 1960 saat perusahaan yang bernama American Rand Corporation mulai mengerjakan projek untuk militer Amerika yang disebut “Comunication Network”. Baru pada tahun 1981 sebanyak 213 komputer terhubung oleh ARPANET. Setahun kemudian nama Internet digunakan untuk sarana komunikasi. Menurut Tsumuck (2006:169) pengenalan M-Bone-System pada tahun 1992 sangat penting dalam pengiriman data-data audio dan video. Dengan begitu sangat mudah mengirimkan data berupa musik melalui internet. 10 Pada awal tahun 1990-an ditemukan metode memadatkan data audio yang bernama MP3 (Motion Picture Expert Group-1/Layer 3). Sejak saat itu baru dimungkinkan untuk mengirimkan musik dengan kualitas seperti kualitas CD melalui Internet. Data musik dengan format MP3 ini memungkinkan musik disebarluaskan keseluruh dunia. Dengan begitu orang di seluruh dunia mampu mengkonsumsi musik secara gratis dan tanpa memperdulikan hak cipta. Hal itu membuat industri rekaman mengalami kebingungan dengan hak cipta dan keruntuhan industri rekaman. Dengan begitu perusahaan rekaman juga tidak bisa mengontrol artisnya untuk mendistribusikan musik mereka tanpa memiliki kontrak dengan perusahaan rekaman. 10 M Bone-System digunakan untuk berbagi insformasi dalam waktu yang bersamaan walaupun berada ditempat yang bejauhan. M Bone-System digunakan untuk memperkecil jumlah data yang digunakan untuk audio dan video conference. 28 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Revolusi industri musik ini mengubah kenyataan bahwa bisnis musik tidak lagi berbasis rekaman dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk data yang disebarluaskan melalui internet.11 Dalam dunia internet dikenal dua cara mendengarkan musik yaitu dengan streaming dan download. Streaming memungkinkan mendengarkan musik menggunakan koneksi internet. Sedangkan download memungkinkan mengunduh data dan data tersebut dapat disimpan serta dapat didengarkan tanpa terkoneksi internet. Dengan cara mengunduh inilah industri musik terancam karena hak cipta tidak lagi dapat dilindungi. Dengan mengunduh pula seluruh data musik di internet dapat dengan mudah tesimpan di komputer seluruh dunia. Pada awal mula kepopuleran mengunduh musik melalui internet banyak sekali situs yang menyediakan jasa pengunduhan lagu. Pelopor penyedia pengunduhan gratis adalah Internet-company MP3 yang diprakarsai oleh Michael Robertson pada November 1997 di San Diego, California. Pada 1998. Perusahaan tersebut memulai bisnis pertama di dunia dalam Digital Automatic Music Service yaitu memperbolehkan konsumen membuat mixtape12 dan oleh MP3.com digandakan lalu dikirimkan kepada konsumen. Konsumen juga bisa memilih rentang harga dari $6.99 sampai $30.00. Jasa ini bebas biaya bagi musisinya, sebagai gantinya musisi tidak perlu menandatangani kontrak apapun yang berhubungan dengan hak cipta. 11 Tsumuck (2006: 170) menjelaskan bagaimana penemuan MP3 sangat berpengaruh terhadap perkembangan penyebaran musik digital melalui internet, karena MP3 memiliki format dengan kualitas CD tetapi dapat di unggah dan diunduh melalui internet. 12 Mixtape adalah menggabungkan lagu dari beberapa musisi dalam satu album rekaman. 29 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Saat itu pula major label13 gencar menolak MP3.com karena MP3.com menyediakan jasa yang bernama MyMp3 Service. Jasa tersebut memperbolehkan konsumen untuk menguggah data dari CD yang mereka miliki, sementara CD tersebut masih dijual di pasaran. Setetelah konflik melalui jalur hukum tersebut, akhirnya MP3 setuju untuk membayar kompensasi sebesar $80 juta kepada lima major label. 14 Sejak terjadi konflik tentang hak cipta tersebut penyedia jasa mengunduh musik dibagi menjadi dua. Pertama adalah yang berbayar seperti iTunes, EMusik, dan yang tidak berbayar seperti Napster. Dengan adanya jasa pengunduhan tidak berbayar konsumen bebas mengunduh lagu berformat MP3 dan menyebarkannya ke komputer lain. Setelah itu juga muncul website dan blog yang menyediakan jasa mengunggah dan mengunduh data pribadi seperti Mediafire.com dan Rapidshare.com. Dengan begitu konsumen bebas mengunggah data MP3 dari komputernya dan juga mengunduh data MP3 dari orang lain. Penyebaran musik melalui internet merupakan salah satu bentuk modernitas yaitu separation of time and space. Tidakan mengunggah dan mengunduh musik 13 Menurut Putranto (2009:58) di dunia internasional major label dikenal dengan nama “The Big Four”. Major label itu diantaranya Universal Music Group, Sony BMG, Warner Music Group, dan EMI. “The Big Four” menguasai 80% pasar musik di Amerika dan seluruh dunia. Major label juga membawahi bisnis hiburan seperti penerbitan musik, perusahaan manufaktur dan perusahaan distribusi rekaman. Di Indonesia major label dibedakan menjadi dua, yaitu major label internasional dan major label lokal. Perusahaan rekaman terbesar di Indonesia adalah Musica Studios. Major label yang ada di Indonesia juga membawahi musik, perusahaan manufaktur dan perusahaan distribusi rekaman. 14 Tsumuck (2006: 170-172) menjelaskan bahwa pada awal mula kemunculan jasa pengunduhan data MP3 melalui internet menimbulkan masalah dengan perusahaan rekaman yang berkaitan dengan hak cipta. 30 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI tidak lagi dikungkung oleh ruang dan waktu, maksudnya jutaan orang dapat mengunggah dan mengunduh musik pada waktu yang bersamaan meskipun mereka terpisah ruang dan waktu. Sebagai contoh, album rekaman yang baru hari ini dirilis di Amerika dapat langsung diunggah di internet dan pada saat itu pula album rekaman tersebut dapat diunduh di seluruh dunia melalui internet. Menurut Giddens (1993: 16) dalam era modern relasi atau hubungan antar manusia yang terjadi lintas ruang dan waktu demikian lebar. Hal tersebut hanya memungkinkan terjadi dengan bantuan teknologi, dalam hal ini berupa Internet. Internet memiliki kemampuan penyiaran ke seluruh dunia, memiliki mekanisme penyebaran informasi, serta sebagai media untuk berkolaborasi dan berinteraksi antara individu dengan komputernya tanpa dibatasi oleh kondisi geografis. Internet memungkinkan terjadinya disembedding mechanisms atau mekanisme pencabutan. Menurut Giddens (1993: 17-18) mekanisme pencabutan merupakan salah satu ciri dari modernitas. Tindakan manusia tidak lagi dikungkung oleh ruang dan waktu, dan hal tersebut hanya bisa terjadi dengan bantuan teknologi dan alat yang memungkinkan. Dalam kasus ini internet yang memungkinkan untuk berinteraksi tanpa di batasi kondisi geografis dan waktu. Internet sebagai sebuah teknologi memungkinkan terjadinya mekanisme pencabutan. Menutur Giddens (1993: 18) mekanisme pencabutan memungkinkan terjadi kalau terdapat dua hal yaitu symbolic tokens” dan expert system”. Symbolic tokens adalah barang yang berlaku simbolik dan dapat berlaku di mana saja, dalam hal ini 31 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI adalah uang. Sedanglan expert system adalah sistem canggih yang memungkinkan mekanisme pencabutan terjadi. Dalam kasus ini pembelian musik digital hanya dimungkinkan terjadi bila konsumen memiliki kartu kredit, kartu kredit tersubut adalah sebuah symbolic tokens. Selain itu penyebaran musik digital tidak mungkin terjadi kalau tidak terdapat terknologi canggih, dalam hal ini komputer dan koneksi internet cepat, inilah yang disebut dengan expert system. 3. Musik Digital dan Internet di Indonesia Masuknya industri musik ke era digital secara signifikan telah mengubah wajah industri musik Indonesia. Pada awalnya akhir tahun 1990an orang masih mendengarkan musik melalui kaset atau CD. Seiring berkembanganya waktu maka orang mulai mendengarkan musik melalui komputer. Orang yang mendengarkan musik dari komputer atau MP3 player semakin banyak sementara pendengar musik dari stereo-tape semakin sedikit. Dengan kehadiran internet dan teknologi MP3, kini kita dapat memiliki lagu dengan mudah dan murah. Selain itu musisi juga lebih mudah dalam memperkenalkan karyanya. Menurut Putranto (2009: 96) kini seiring dengan perkembangan teknologi ketergantungan artis terhadap “otoritas” industri musik konvensional semakin berkurang dengan hadirnya internet. 32 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Selain menimbulkan pengunduhan musik melalui internet, musik digital di Indonesia juga menyababkan pembajakan besar-besaran. Menurut Suyoso Karsono kondisi pembajakan di Indonesia yang sangat parah membuat bangkrut 117 perusahaan rekaman lokal. 15 Selanjutnya menurut Putranto (2009: 108) pada tahun 2006 total penjualan kaset, CD dan VCD mengalami punurunan 21% jika dibandingkan tahun 2005, dan terus menurun setiap tahunnya. Tidak hanya perusahaan rekaman dan artis, pemenrintah Indonesia juga mengalami kerugian yang tidak sedikit. Menurut Putranto (2009:118) pemerintah Indonesia mengalami kerugian sebanyak 3 trilyun rupiah karena kasus pelanggaran hak cipta yang disebabkan oleh pembajakan. Menurut IFPI (International Federation of the Phonographic Industry) Indonesia berada dalam daftar 10 Priority Countries pembajakan musik di seluruh dunia bersama Brasil, Kanada, Yunani, Korea Selatan, Cina, Italia, Meksiko, Rusia, dan Spanyol. 16 Penurunan rekaman fisik terjadi sejak ditemukannya new media di dunia. Sebelumnya di seluruh dunia juga terjadi penurunan akibat naiknya tren mengunduh musik secara digital. Tetapi di Indonesia penyebab utama penurunan penjualan fisik tetaplah pembajakan CD.17 Sebelum format MP3 keluar para pembajak menggelar produknya dalam bentuk CD Audio bajakan dengan harga jauh dibawah CD Audio original. Begitu media MP3 mulai marak para pembajak menggelar produk bajakan 15 Putranto (2009:106) Mas Yos atau Suyoso Karsono adalah pendiri perusahaan rekaman pertama di Indonesia yang bernama Irama. 16 Putranto (2009:115) Indonesia menjdi Negara denga tingkat pembajakan yang tinggi, bahakan kaset dan CD bajakan di eksport ke Negara lain. 17 Putranto (2009: 108) Wawancara dengan Arnel Affandi, Managing Director EMI Music Indonesia. 33 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dalam bentuk CD kompilasi musik MP3 yang mampu memuat sampai beberapa album yang mencakup ratusan singles dengan harga yang lebih murah dari CD Audio bajakan (karena perbandingan harga dan jumlah lagu yang bisa didapat dalam satu CD). Sekarang perubahan sedang kembali terjadi. Dulu orang masih suka beli CD kompilasi musik format MP3 bajakan. Sekarang kecenderunganya orang cenderung selektif dengan cara mengunduh lagu yang mereka inginkan saja. Menurut Putranto (2009: 108) selain pembajakan penyebab menurunnya penjualan fisik adalah perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang demikian pesat sehingga pola konsumsi orang berubah. Hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga terjadi secara global. Yang sebenarnya sedang terjadi adalah sebuah revolusi media yang disebabkan oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat. Selain pembajakan besar-besaran wujud perdagangan musik yang berkembang di Indonesia adalah melalui internet dan Ring Back Tone (RBT). Bisa dilihat dari tren RBT yang laku keras penjualannya di atas satu juta download.18 Bergesernya konsumen kepada internet dan RBT telah memotong beberapa jalur distribusi industri, seperti distributor dan toko-toko kaset. Hal ini jelas menurunkan angka penjualan album rekaman dalam bentuk konvensional. Selain itu, saat ini produser rekaman harus berbagi keuntungan dengan provider telepon seluler. Tetapi di sisi lain, Putranto (2009:118) menyebutkan bahwa salah satu major label di 18 Putranto (2009: 109) wawancara dengan Jerry Bidara, Label Manager Indo Semar Sakti. 34 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Indonesia mengungkapkan berhasil meraup untung 40 milyar rupiah dari penjualan RBT. Indonesia menduduki peringkat keempat di Asia dalam penjualan musik melalui telepon seluler. Full track download seperti iTunes belum bisa berkembang di Indonesia sampai sekarang, dikarenakan lambannya akses internet. Selain itu juga karena banyaknya masyarakat yang menggunakan ponsel dan banyak beredarnya CD dan MP3 bajakan. 19 Bisnis penjualan musik digital di Indonesia dimulai dengan hadirnya perusahaan seperti IM:port, EquinoxDMD, Digital Beat Store, dan Indigo. Dari semuanya hanya IM:port dan Equinox DMD yang telah melakukan penjualan musik secara online. Keduanya telah beroprasi di Indonesia sejak 2006. 20 Penjualan musik seperti iTunes tidak berjalan dengan baik di Indonesia karena lambatnya koneksi Internet dan kesulitan akses disebabkan kepemilikan kartu kredit. Menurut Adib Hidayat dalam Music Biz: Music Apartheid (Rolling Stone Online) model digital download yang dipopulerkan oleh iTunes sejak tahun 2003 sebenarnya tidak layak untuk Indonesia karena sangat bergantung pada kepemilikan kartu kredit. Dari 240 juta orang Indonesia, hanya sekitar enam juta orang yang memiliki kartu kredit dan tidak semua dari mereka adalah pengguna Internet. Triawan Munaf, praktisi iklan yang juga ayah dari Sherina dan pernah memperkuat band Giant Steps, kemudian berbagi cerita tentang bagaimana susahnya membeli lagu, aplikasi, dan 19 Putranto (2009: 110-111) wawancara dengan Abdee Slank pendiri portal musik digital bernama IM:port. 20 Putranto (2009:120-121) iTunes tidak berkembang di Indonesia karen lambannya koneksi internet serta masalah kepemilikan kartu kredit di Indonesia. 35 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI film di iTunes/App Store di Indonesia. Karena akses membeli lagu, aplikasi, film di iTunes negara seperti Inggris atau Amerika yang memiliki koleksi lengkap tidak bisa dilakukan di Indonesia dengan memakai kartu kredit. Di luar penjualan musik digital secara online, di Indonesia juga telah tersedia layanan distribusi musik digital yang dijual melalui kios-kios musik digital legal seperti Digital Beat Store (DB Store) dan Terra Group. DB Store kebanyakan menawarkan musik dari artis-artis Indonesia dengan harga jual Rp. 5.000,00 per lagu (Putranto, 2009:121). Menurut David Karto, Penggagas DB Store. “Konsep awal DB Store sebenarnya online, hanya setelah berkonsultasi dengan departemen IT ternyata Indonesia masih sulit sekali mengembangakan bisnis ke arah sana. Permasalahan utamanya muncul dari kapasitas bandwith yang kecil, sistem dan mekanisme pembayaran hingga pertanyaan perusahaan rekaman tentang Digital Right Management (DRM) yang diharapkan mamapu membatasi penduplikasian file MP3 secara Ilegal.” (Putranto, 2009:121-122) Saat ini perubahan industri musik di Indonesia kembali terjadi. Salah satu yang menjadi isu utama dalam industri musik di Indonesia adalah sekarang penjualan RBT telah runtuh. Di Taiwan dan Singapura tren RBT telah mengalami penurunan drastis. Hal itu mungkin juga akan terjadi di Indonesia beberapa tahun ke depan. (Putranto, 2009:119). RBT mengalami penurunan yang parah dalam hal adopsi karena larangan atas layanan SMS premium yang kerap disalahgunakan oleh penyedia berbagai konten untuk mendapatkan uang secara cepat. Menurut Hidayat 36 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dalam Music Biz: Music Apartheid (Rolling Stone Online) Ringback tone (RBT) yang menjadi penyelamat sebagian pihak di industri musik Indonesia mulai mengalami penurunan drastis. Kasus pencurian pulsa dari SMS premium membuat pihak Menkominfo dan BRTI (Badan Regulasi Teknologi Indonesia) melakukan pengaturan ulang untuk menertibkan beberapa layanan ponsel berlangganan termasuk RBT. Hal tersebut dilakukan mulai 18 Oktober 2011. Menurut saya perkembangan musik digital di Indonesia berbeda dengan perkembangannya di negara-negara maju. Teknologi komputer dan internet di Indonesia tidak memungkinakan terjadinya modernitas seperti yang terjadi di negaranegara maju. Expert system tidak terjadi secara maksimal di Indonesia. Sebagai contoh, koneksi internet yang lambat membuat orang Indonesia mengalami kesulitan bila ingin mendengarkan atau mengunduh musik melalui internet. Selain itu koneksi internet juga tidak dimiliki oleh semua orang Indonesia, sehingga tidak semua orang mampu mengakses musik melalui internet. Menurut Ya'aro Hulu (General Manager Telkom Indonesia) berdasarkan penelitian pada tahun 2012, dari 100 rumah tangga di Indonesia hanya 34 saja yang memiliki peluang mengakses internet. Arinya koneksi internet di rumah tangga Indonesia baru 34 persen. 21 21 Melalui http://www.tribunnews.com, Ya'aro Hulu mengungkapkan rendahnya akses koneksi internet terhadap rumah tangga di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara maju seperti Korea Selatan, akses internet di Indonesia masih rendah karena di Korea Selatan 80% rumah tangga dapat mengakses internet dengan mudah. Telkom mempunyai target hingga 2014 harus ada 13 juta rumah yang sudah bisa mengakses internet. 37 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Selain expert system yang tidak tersedia di Indonesia, hal lain yang mempengaruhi perkembangan musik digital di Indonesia adalah symbolic tokens. Symbolic tokens merupakan alat tukar atau dalam kasus ini adalah kartu kredit. Di negara-negara maju semua orang memiliki kartu kredit dan kartu kredit tersebut dengan mudah dapat digunakan untuk membeli musik melalui internet. Di Indonesia kartu kredit hanya dimiliki oleh sebagian orang saja, Selain itu kartu kredit di Indonesia mengalami kesulitan jika digunakan untuk membeli musik melalui internet. Menurut GPT (Global Payment Tracker) 84% masyarakat Indonesia masih menggunakan uang tunai sebagai alat transaksi utama. GPT juga mencatat, lebih dari 25 persen konsumen memiliki kartu debit dan 2 persen konsumen memiliki kartu kredit.22 Dari hal tersebut kita dapat melihat bahwa masyarakat Indonesia mengalami kesulitan untuk mengakses musik digital secara legal disebabkan symbolic tokens yang tidak tersedia. Dengan tidak tersedianya expert system dan symbolic tokens di Indonesia maka perkembangan modernitas yang terjadi di Indonesia berbeda dengan modernitas yang terjadi di negara-negara maju. Dengan tidak tersedianya dua hal tersebut, perkembangan musik digital di Indonesia memicu akibat yang tidak diduga yaitu pembajakan besar-besaran. Ketika orang tidak dapat membeli dan menikmati musik secara legal maka orang Indonesia memilih mengunduh secara ilegal. Selain itu 22 Melalui Tempo.com GPT mengungakapkan kepemilikan kartu kredit di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan oleh negara-negara lain. Meskipun deminkian Indonesia memiliki potensi besar karena masyarakat Indonesia mulai terbiasa melakukan transaksi menggunakan pembayaran elektronik. 38 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI karena tidak semua orang Indonesia memiliki media mendengarkan musik melalui komputer maka masyarakat Indonesia menggunakan media lain yaitu VCD player dan telepon seluler. Hal itulah yang membuat hampir seluruh musik digital yang tersebar di Indonesia didapatkan dengan cara ilegal. 4. Netlabel Menurut Putranto (2009: 59) perkembangan teknologi internet sejak akhir dekade 1990-an melahirkan fenomena baru dalam mendistribusikan musik secara digital, yakni pendistribusian musik melalui netlabel. Selanjutnya menurut netlabel.org, netlabel adalah bentuk perusahaan rekaman yang mendistribusikan musik melalui format audio digital (seperti MP3, Ogg Vorbis, FLAC, atau WAV) melalui Internet. Sebuah netlabel biasanya beroperasi secara gratis atau jika konsumennya harus membayar untuk mengunduh musiknya maka metode pembayarannya dilakukan melalui Pay Pal23. netlabel biasanya menekankan distribusi online gratis, dan cenderung berada di bawah lisensi (misalnya, Creative Commons License), sehingga seniman tetap bias memiliki hak cipta atas karyanya. netlabel kebanyakan mengandalkan sepenuhnya pada distribusi digital dan sarana 23 PayPal adalah cara aman dan mudah untuk melakukan transaksi secara online. Layanan ini memungkinkan setiap orang untuk membayar melalui kartu kredit, rekening bank, kredit pembeli atau saldo rekening. PayPal memudahkan dalam pembayaran secara online karena PayPal mirip dengan rekening bank online. Kita hanya perlu membuka PayPal.com untuk mebuat akun PayPal secara gratis, setelah itu kita dapat memanfaatkan rekening PayPal. 39 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dari internet dalam menyediakan produknya. Dengan tidak mendistribusikan produk fisik, cara ini memangkas banyak biaya yang biasanya diperlukan oleh perusahaan rekaman tradisional. 24 Netlabel lahir ketika MP3 menjadi populer di akhir 1990-an. Pada awalnya masih didedikasikan untuk musik elektronik dan genre yang terkait, namun hal ini berubah dengan cepat, beriringan dengan kualitas download yang semakin tinggi seperti penggunaan download dengan kualitas seperti CD. Tren itupun secara cepat berpengaruh ke Indonesia. Menurut Wok The Rock kehadiran netlabel di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kepopuleran internet dan MP3. Di Indonesia konsumen musik menggunakan internet untuk mengunduh MP3 secara ilegal. Dari hal itulah Wok The Rock berpikir untuk mendirikan netlabel. Netlabel meungkinkan kita mengunduh musik secara gratis tetapi legal dan mempunyai hak cipta.25 Konsep netlabel diawali oleh kemunculan oleh Tsefula/Tsefulha Records yang merupakan self-released label dari Shorthand Phonetics, sebuah band Indie Rock/Wizard Rock dari Jakarta pada tahun 2004. Fenomena netlabel di Indonesia diawali secara luas oleh Yes No Wave Music pada tahun 2007. Netlabel yang muncul pada kurun waktu tersebut dan kini 24 Putranto (2009: 60) walaupun music didistribusikan secara online, tetapi seniman tetap memiiki hak cipta atas karya serta berhak merilisnya secara fisik. 25 Wok The Rock adalah pendiri Netlabel pertama di Indonesia, yaitu Yes No Wave Music. Pernyataan ini disampaikan dalam suatu diskusi “Berbagi Musik Sebagai Pemberdayaan Budaya” di Kedai Kebun Forum, Yogyakarta, pada 16 November 2012. Acara tersebut diadakan dalam rangkaian Indonesian Netaudio Festival, yang akan dibahas lebih lanjut pada Bab IV. 40 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI sudah tidak aktif lagi antara lain; Reload Your Stereo (Malang), Oneloop (Bandung), Invasi Records (Jakarta), dan Stone Well Sound Records (Jakarta). Sedangkan Netlabel yang masih aktif antara lain; In My Room Records (Jakarta), Hujan! Rekords (Bogor), Stone Age Records (Jakarta), dan Mindblasting (Jember), dan lainlain. Semua netlabel yang ada di Indonesia hingga kini membebaskan katalog mereka diunduh secara gratis. Menurut Putranto (2009: 60) perbedaan Netlabel dengan perusahaan rekaman lainnya adalah netlabel biasanya tidak memproduksi album rekaman sendiri, tapi hanya membantu proses pendistribusiannya saja. Di dalam netlabel biasanya juga disediakan link untuk mengunduh artwork sampul album, lirik lagu bagi yang tertarik untuk menciptakan CD sebagai koleksi secara pribadi. Yang menarik dari jalur distribusi netlabel adalah penggunaan Creative Commons License. Creative Commons License memberikan izin kepada setiap orang untuk mempelajari, mengembangkan, dan menumbuhkan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Creative Commons License membuka kesempatan untuk semua orang untuk melindungi karyanya cengan cara yang mudah dan gratis. Dengan adanya lisensi Creative Commons License timbullah kesempatan untuk semua orang yang ingin mempublikasikan karyanya tanpa harus takut karyanya akan disalahgunakan. Hal itu selaras dengan apa yang diungkapkan oleh Lawrence Lessige26 (Penggagas Creative Commons License ), Creative Commons License 26 adalah sebuah solusi untuk Dikutip melalui www.creativecommons.org pada 12 Januari 2013 41 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI menghargai sebuah karya cipta, namun tidak semata didasarkan atas nilai ekonomi, tetapi berdasarkan kepada sejauh mana hasil karya kita bisa kita bagikan dan bisa memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat luas. Saya melihat perkembangan netlabel di Indonesia dengan konsep Giddens yang disebut dengan institutional reflexivity. Institutional reflexivity adalah salah satu ciri dari modernitas selain separation of time and space mechanism. dan disembeding Menurut Giddens (1993: 20) institutional reflexivity sebagai ciri modernitas menunjuk pada keterbukaan kehidupan sehari-hari pada perubahan yang disebabkan oleh derasnya informasi dan pengetahuan baru. Institutional atau lembaga di sini bukan merujuk pada organisasi formal, tetapi merujuk pada proses atau mekanisme yang terjadi setiap saat secara berulang-ulang. Derasnya informasi yang masuk ke Indonesia tanpa diimbangi infrastruktur internet yang bagus membuat masyarakat Indonesia membentuk caranya sendiri dalam menikmati musik digital. Dengan kata lain kebiasaan masyarakat Indonesia menikmati musik melalui netlabel terbentuk karena lemahnya infrastruktur internet dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia sehingga netlabel menemukan bentuk dan pemaknaan yang baru di Indonesia. Netlabel merupakan expert system. Menurut saya netlabel di Indonesia berkembang dalam konteks terbatasnya Expert system dan symbolic tokens. Perkembangan musik digital di Indonesia yang berbeda dengan negara-negara maju. Popularitas netlabel di Indonesia antara lain didorong oleh lemahnya infrastruktur 42 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI internet dan pembayaran berbasis internet. Hal ini juga merupakan wujud dari expert system yang tidak sempurna. Netlabel merupakan bentuk institutional reflexifity karena merupakan pemilihan cara menikmati musik yang berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia. Ketika sebagian besar orang Indonesia memilih menikmati musik dengan cara ilagal, netlabel muncul dengan sesuatu yang legal tetapi tetap gratis. Netlabel memilih identitasnya sendiri dengan cara menggratiskan musik yang dirilis, tetapi menggunakan lisensi Creative Commons untuk melindungi karya musisinya. Ketika ditilik dari teori institutional reflexifity, kurator netlabel di Indonesia merupakan orang dengan latar belakang pengetahuan musik yang berbeda. Hal itu bisa dibuktikan dengan pemilihan musik yang dirilis oleh netlabel di Indonesia. Musik-musik yang dirilis bukanlah musik yang sedang popular atau mainstream, tetapi musik yang unik dan memiliki penggemar yang terbatas (segmented). Pemilihan musik yang segmented tersebut merupakan bukti bahwa pemilihan identitas netlabel merupakan bagian dari latar belakang pengetahuan kurator netlabel. Selain kurator netlabel, musisi dan konsumen netlabel merupakan orang dengan latar belakang ilmu pengetahuan yang segmented. Musisi yang mendistribusikan karyanya melalui netlabel secara sadar menggratiskan karyakaryanya. Musisi mengeluarkan uang untuk memproduksi karya-karyanya tersebut, tetapi dengan sukarela menggratiskan karya mereka. Orang yang mengunduh musik melalui netlabel juga merupakan orang dengan latar belakang pengetahuan yang 43 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI berbeda. Ketika kita menilik bahwa musik yang dirilis oleh netlabel adalah musik yang segmented, pasti konsumennya juga sangat segmented. Netlabel juga menyediakan musik yang legal dengan Creative Commons License, dan itulah yang menjadi alasan beberapa konsumen memilih mengunduh musik melalui netlabel. 5. Kesimpulan Perkembangan dunia musik menjadi era digital di seluruh dunia secara cepat berpengaruh terhadap perkembangan musik di Indonesia. Meskipun demikian perubahan yang terjadi di Indonesia tidak semata-mata seperti yang terjadi di negara maju seperti Amerika. Era digital di Indonesia menimbulkan pembajakan besarbesaran, penjualan RBT yang fantastis dan pengunduhan lagu secara ilegal. Menurut Putranto (2009:118) jika di Amerika dan Eropa penjualan musik digital mengalami kenaikan dan perlahan menggantikan penjualan rekaman fisik, di Indonesia hanya RBT saja yang mengalami kenaikan. Pengunduhan musik berbayar belum terjadi peningkatan. Berkaitan dengan hal ini, Mathew Danile, vice president sebuah distributor musik digital di Cina memiliki pemikiran menarik. Menurutnya, apa yang terjadi di Asia, termasuk Indonesia, adalah music Apartheid. Penikmat musik di Asia tidak diberi hak yang sama untuk menikmati musik digital. Berbagai gadget mutakhir dirilis tiap hari. Namun akses membeli musik secara legal lewat Amazon dan iTunes 44 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI tidak bisa dilakukan di Asia. Padahal penjualan iPod dan MP3 player sangat tinggi di kawasan Asia. ”Ke mana konsumen mengisi lagu-lagu untuk iPod dan MP3 Player mereka? Sudah pasti akan mencari di Internet. Mengunduh lagu-lagu tanpa harus membayar!”, ungkap Danile.27 Dari hal tersebut kita bisa menilik bahwa yang disebut disembedding mechanisms tidak berlaku secara sempurna di Indonesia dan negara Asia lainnya. Music apartheid menunjukkan lobang besar dalam bekerjanya disembedding mechanism di Indonesia. Tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki pengalaman di dunia maya karena penyebaran disembedding mechanism yang tidak rata. Perkembangan gadget yang canggih tanpa dibarengi alat tukar yang yang dapat diakses dengan mudah akan menyebabkan penyebaran modernitas menjadi tidak merata. Modernitas yang terjadi di Indonesia tidak dibarengi dengan expert system atau teknologi canggih. Karena itu perkembangan modernitas yang terjadi di Negara Berkembang seperti Indonesia mengalami perbedaan dengan modernitas yang terjadi di negara maju seperti di Amerika dan Eropa. Sebaliknya, industri musik digital di Amerika berkembang menjadi penjualan musik secara digital melalui portal musik seperti iTunes. Menurut Putranto (2009: 117) Amerika sebagai pasar musik terbesar di dunia mengalami penurunan dalam penjualan CD pada tahun 2006 sebanyak 19%, namun penjualan musik digital 27 Adib Hidayat dalam Music Biz: Music Apartheid (Rolling Stone Online) menjelaskan bahwa perkembangan dunia musik terjdi secara tidak merata. Perkembangan musik digital menemui masalahnya masing-masing disetiap Negara. 45 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI mengalami kenaikan hingga 54%. Di Inggris terjadi penurunan penjualan CD sebanyak 11%, namun penjualan musik digital mengalami kenaikan 30%. Dari hal tersebut kita juga dapat menilik bahwa disembeding mechanisms tidak hanya terbentur masalah sistem canggih yang tidak merata, tetapi juga terbentur masalah symbolic tokens atau alat tukar. Alat tukar yang digunakan untuk membeli musik digital, yaitu kartu kredit tidak dimiliki oleh semua warga masyarakat Indonesia. Akibatnya perkembangan modernitas yang terjadi di Indonesia memiliki alur yang berbeda dengan yang terjadi di negara-negara maju. Di Indonesia sendiri perkembangan musik digital menyebabkan munculnya banyak netlabel. Netlabel seakan menjadi alternatif karena pengunduhan musik melalui portal musik seperti iTunes mengalami banyak masalah di Indonesia, seperti masalah kartu kredit. Fenomena netlabel di Indonesia seakan membuktikan kepada kita bahwa perkembangan teknologi dan informasi tidak sepenuhnya tersebar secara merata. Karena penyebaran teknologi dan informasi yang tidak merata tersebut masyarakat yang berada pada kondisi ini berusaha menemukan jalan keluar dengan menemukan cara baru mengkonsumsi musik. Cara baru mengkonsumsi musik tersebut dibangun di seputar fenomena netlabel. Meskipun ide mengenai netlabel diambil dari negara maju, tetapi netlabel memiliki pemaknaan tersendiri ketika muncul di Negara Berkembang seperti Indonesia. 46 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB III Kegagalan Modernitas dalam Teknologi Musik di Indonesia Industri musik sekarang sudah berubah. Pakem yang dulu dijadikan parameter sudah tidak bisa lagi menjadi parameter. Munculnya era digital sekarang membuat hal itu semakin tidak jelas! (Maki Ungu 28) Membaca ungkapan di atas terlintas dalam pikiran saya, “Sehebat itukah dampak perkembangan teknologi? Apa benar era digital membuat segalanya menjadi tidak jelas?” Maki dari band Ungu sebagai seorang musikus merasa kebingungan dengan industri musik yang semakin tidak jelas. Kebingungan Maki tersebut sesuai dengan ungkapan Giddens bahwa kondisi modernitas saat ini semuanya serba tidak jelas dan dapat berubah dengan cepat. Hal itulah yang akan saya jelaskan pada bab 3 ini, yaitu modernitas yang terjadi di Indonesia dan berbagai permasalahannya. Pada Bab III ini saya akan menunjukkan kegagalan expert system dan symbolic tokens, kegagalan penegakan hukum, dan pengaruh kondisi ekonomi masyarakat Indonesia terhadap pembentukan identitas konsumen netlabel di Indonesia. Identitas seseorang akan terus menerus berubah, karena dalam kondisi high-modernity seperti saat ini tidak ada lagi skenario tunggal. Giddens (1990: 18) mengungkapkan bahwa identitas seseorang merupakan bentuk keputusan dalam 28 Ungkapan Maki dari band Ungu tersebut diambil dari artikel Putranto ( 2009:120). 47 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI kehidupan sehari-hari mengenai hal-hal yang sangat mendasar seperti prinsip hidup dan gaya hidup. Proses pembentukan identitas tersebut terus berubah dalam kasus ini perubahan identitas tersebut dipengaruhi oleh teknologi. 1. Keterbatasan Expert System dan Symbolic Tokens di Indonesia Seperti yang sudah saya jelaskan pada Bab II, yang dimaksud dengan expert system adalah sistem canggih yang memungkinkan terjadinya mekanisme pencabutan. Berkaitan dengan pembahasan ini, yang disebut expert system adalah komputer dan koneksi Internet yang cepat. Expert system memungkinkan manusia melakukan kegiatan secara efektif dan efisien. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tidak hanya mempermudah hubungan masyarakat, tetapi juga mengubah keseluruhan kehidupan masyarakat global sampai pada lingkupnya yang paling kecil, yaitu individu. Modernitas memungkinkan terjadinya pemampatan ruang dan waktu. Berkat teknologi internet kita dapat menikmati musik tanpa batas ruang dan waktu. Sebagai contoh ketika koneksi internet lancar konsumen dengan mudah melakukan streaming lagu yang mereka inginkan, mungkin saja bersamaan dengan orang yang jaraknya sangat jauh dan berbeda zona waktu. Sebaliknya, tanpa expert system atau teknologi canggih, modernitas juga akan terhambat. Bagian ini akan menjelaskan perilaku konsumen yang lebih memilih mengunduh lagu daripada streaming. Streaming adalah kegiatan mendengarkan 48 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI musik dengan menggunakan koneksi internet. Ketika tidak ada koneksi internet streaming tidak mungkin dilakukan. Ketika koneksi Internet lancar maka streaming dapat dilakukan dengan mudah, tetapi berbeda dengan kondisi yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia koneksi internet tidak selalu lancar dan tidak mudah diakses. Karena itulah ketika koneksi internet lancar maka konsumen menggunakan kesempatan tersebut untuk mengunduh musik. Dengan mengunduh musik maka konsumen bisa menyimpan data dalam bentuk MP3 di komputer dan dapat diputar sewaktu-waktu tanpa harus terhubung dengan koneksi Internet. Koneksi internet yang tidak lancar dan tidak mudah diakses menyebabkan konsumen musik lebih memilih mengunduh daripada streaming. Hal itu dapat kita lihat dari hasil wawancara berikut ini: Ya jelas memilih unduh dong. Soalnya biar bisa diputar berulang-ulang kalo Streaming kan enggak, terus kadang suka buffering ketika koneksi internetnya lagi lemot.(Iman Distractor) 29 Hal senada juga diungkapkan oleh konsumen musik yang lain seperti berikut: Lebih memilih download karena musik yang di download bisa disimpan dalam komputer dalam jangka waktu tidak terbatas dan suka-suka, kalau Streaming repot harus masang jaringan internet dulu untuk bisa Streaming dan tidak efisien (Yogi Surya) 30 Ada juga konsumen musik yang berpendapat sebagai berikut: Rilisan Netlabel itu seperti merchandise. Terutama bagian info/artwork artist tersebut. Selain itu bisa disimpan di gadget dan memperdengarkannya ke temanteman. (Wafig Giotama) 31 29 Iman Distractor adalah seorang pemerhati dan penikmat musik. Iman juga seorang penulis fanzine musik yang bernama Distractor. 30 Yogi Surya adalah konsumen musik sekaligus musisi yang tergabung dalam band Indie yang bernama Energy Nuclear. 31 Wafig Giotama adalah konsumen musik sekaligus musisi yang tergabung dalam band Indie yang bernama Answer Sheet. 49 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Kutipan pertama dan kedua di atas menjelaskan bahwa koneksi internet yang menjadi alasan narasumber memilih mengunduh sebuah lagu daripada streaming. Selain itu dengan mengunduh lagu, narasumber dapat mendengarkan lagu yang diunduh berulang-ulang. Sedangkan kutipan ketiga memaparkan bahwa mendengarkan musik melalui netlabel tidak hanya sekadar mendengarkan musiknya saja. Terdapat kepuasan lain ketika konsumen juga dapat menyimpan atau membaca rilisan dari netlabel itu sendiri. Dari kutipan-kutipan di atas saya melihat kegagalan expert system di Indonesia, yaitu ketika expert system tidak tersedia, masyarakat Indonesia membuat caranya sendiri yaitu mengunduh. Saya mengamati bahwa mengunduh itu memerlukan waktu, jadi tidak dapat dinikmati saat itu juga. Maksud saya ketika melakukan streaming dengan koneksi yang lancar, kita dapat menikmati musik tersebut pada saat itu juga tetapi dengan mengunduh orang perlu menunggu hasil yang diunduh lalu memutarnya. Dengan begitu dapat kita simpulkan bahwa kegagalan expert system juga berakibat pada gagalnya disembedding mechanisms atau mekanisme pencabutan. Dengan gagalnya disembedding mechanisms modernitas juga terhambat karena ruang dan waktu tidak benar-benar tercabut. Maksudnya, dalam kondisi modernitas yang dibayangkan Giddens ruang dan waktu benar-benar tercabut, tetapi ketika expert system terganggu, mekanisme pencabutan ruang dan waku juga terganggu. 50 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Giddens juga berbicara tentang arti kedirian dalam kondisi masyarakat modern. Bagi saya kebiasaan mengunduh merupakan bagian dari pembentukan identitas baru yang terjadi karena kegagalan expert system di Indonesia. Berkat expert system masyarakat modern memberikan kehidupan yang efektif dan lebih mudah, tetapi ketika expert system berkembang begitu pesat di satu bidang tanpa diikuti perkembangan yang pesat dibidang lain, maka mansyarakat akan membuat caranya sendiri untuk beradaptasi. Dalam hal ini teknologi informasi berkembang cepat, teknologi komputer berkembang pesat dan teknologi mendengarkan musik berkembang pesat tetapi teknologi dalam hal koneksi internet terganggu maka masyarakat berusaha menemukan celah untuk mengatasinya. Dalam hal ini ketika expert system tidak bekerja dengan baik, tidak dimungkinkan melakukan streaming, karena itu untuk menikmati lagu tersebut konsumen menggunakan cara lain yaitu mengunduh. Di sini netlabel berelasi erat dengan media internet. Keberadaan netlabel tidak dapat dilepaskan dari perkembangan media internet yang saat ini sedang berkembang pesat. Di sini internet sangat berpengaruh terhadap penyebaran musik dan konsumsi musik di Indonesia. Perkembangan netlabel di Indonesia juga tak dapat dipisahkan dari perkembangannya di dunia. Dalam salah satu wawancara saya dengan Wok The Rock, dia mengatakan bahwa mendapatkan ide mendirikan netlabel berasal dari keinginan dia untuk menyalurkan hasrat bermusiknya. Dalam pencarian di internet, Wok The Rock menemukan ide mengenai netlabel yang sudah ada di luar negeri. Wok The Rock bercerita sebelum mendirikan netlabel, dulu dia mempunyai 51 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI perusahaan rekaman yang merilis rekaman musik. Tetapi dengan perkembangan teknologi internet dan perubahan mengkonsumsi musik maka dia memutuskan untuk mendirikan netlabel. Menurutnya hal tersebut dipengaruhi oleh mudahnya akses internet dan kemudahan mendistribusikan musik melalui internet. Dalam salah satu wawancara Wok The Rock menceritakan pengalamannya mengunduh lagu, seperti yang diungkapkan dibawah ini: Dulu untuk mengunduh lagu tu susah, biasanya mengunduh hanya satu lagu, itupun kualitasnya jelek. Lalu muncul Rapidshare dan web yang menyediakan jasa pengunduhan. Baru setelah itu bisa download full album dengan kualitas bagus. (Wok The Rock) Dari pernyataan Wok The Rock tersebut saya melihat bahwa modernitas mengubah segala tatanan sosial dari kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut terjadi secara ekstensif dan intensif. Perubahan secara ekstensif berarti perubahan tersebut meliputi batas wilayah geografis yang tak terbatas. Sedangkan perubahan intensif berarti perubahan tersebut juga terjadi dalam wilayah paling intim dalam kehidupan sehari-hari, termasuk identitas diri. Dalam kasus ini perkembangan teknologi berimbas pada perubahan mengkonsumsi musik secara global tanpa dibatasi oleh wilayah geografis. Hampir semua wilayah di dunia mengkonsumsi musik secra digital dan itu membentuk identitas baru dalam mengkonsumsi musik. Hal tersebut dapat kita lihat dari pengalaman Wok The Rock bahwa pada awalnya mengunduh lagu itu susah namun ketika muncul website pengunduhan yang memungkinkan menunduh full album maka kondisi saat itu berubah. Menurut saya perubahan tersebut terjadi secara ekstensif, maksudnya perubahan yang terjadi dalam 52 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dunia internet secara global juga berpengaruh pada cara Wok The Rock mengkonsumsi musik. Ketika di dunia muncul website yang menyediakan jasa mengunduh musik full album maka akan lebih mudah pula bagi Wok The Rock untuk mendapatkan musik yang ia inginkan. Wok The Rock juga mengungkapkan bahwa dia ingin membuat sebuah perusahaan rekaman yang dikemas secara bagus, Ia ingin membuat perusahaan rekaman berbasis internet yang gratis dan legal, seperti yang diungkapkan sebagai berikut: Saya pernah mengunduh musik melalui iTunes dan kualitasnya sama dengan kita mengunduh Ilegal, MP3 128kbps, ya akhirnya saya males dong, apa bedanya sama yang Ilegal. Koneksi internet di sini juga ga memungkinkan untuk streming terusterusan. Makanya saya ingin membuat perusahaan rekaman yang memungkinkan pengunduhan gratis, legal dan dengan semangat berbagi. (Wok The Rock) Hal serupa juga diungkapkan oleh Arie Mindblasting. Ari adalah pendiri sekaligus pemilik netlabel Mindblasting yang berbais di Jember. Sebelumnya yang jadi masalah adalah di mana saya bisa menyimpan musik di ranah internet dengan bebas dan gratis tanpa batasan waktu. Beberapa kali saya coba menyimpan file di beberapa filehoster gratisan. Akan tetapi ternyata dibatasi oleh waktu, selama 30 hari sudah di hapus atau delete dan berbagai masalah seperti, host yang drop, berat untuk diakses dan sebagainya. (Arie Mindblasting) Dari kutipan-kutipan di atas kita dapat melihat kegagalan expert system terjadi secara luas di Indonesia. Expert system berupa internet mengalami kendala yaitu koneksi yang lambat membuat konsumen musik di Indonesia kesulitan ketika ingin mendengarkan musik dengan cara streaming. Selain kegagalan expert system mengenai koneksi, Kegagalan expert system lainnya mengenai berbagai masalah dengan “media penyimpanan data secara gratis” di Internet. Karena kegagalan expert 53 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI system tersebut maka Wok The Rock dan Arie Mindblasting berusaha menemukan caranya sendiri dalam mendistribusikan musik mereka, yaitu membuat netlabel. Selain tidak sempurnanya expert system di Indonesia, keterbatasan symbolic tokens juga mempengaruhi perkembangan modernitas di Indonesia. Symbolic tokens adalah media tukar yang dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat, atau dalam hal ini adalah uang. Bukti bahwa symbolic tokens berpengaruh dalam perkembangan modernitas yaitu ketika konsumen tidak mengunduh melalui portal musik legal seperti iTunes karena mereka menganggap harga perlagu terlalu mahal dan tidak memiliki akses berupa kartu kredit. Namun konsumen juga mengunduh secara ilegal karena dianggap mudah. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapakan Ahmad Alvan Rahadi berikut ini: Saya belum punya Pay Pal dan kartu kredit untuk iTunes, jadi saya download ilegal. Sudah sejak beberapa tahun yang lalu, dulu pake tape, nggak ada perbedaan kok. Cuma lebih simple aja karena nggak perlu muter bolak-balik kaset tape (Ahmad Alvan Rahadi) 32 Dalam kutipan di atas Alvan mengemukakan bahwa mengonsumsi musik dengan cara mengunduh dirasa lebih mudah daripada mengkonsumsi lagu melalui kaset (fisik). Di sini, Alvan lebih menekankan segi kepraktisan. Namun kita bisa melihat dari wawancara tersebut bahwa konsumen musik di Indonesia memiliki kesulitan dalam mengkonsumsi musik secara legal. Konsumen memiliki keterbatasan dalam pembayaran, dalam hal ini PayPal. 32 Ahmad Alvan Rahadi adalah penikmat musik sekaligus aktif dalam pergerakan musik indie di Malang. 54 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Menurut saya itulah salah satu penyebab tidak meratanya modernitas di Indonesia karena salah satu syarat modernitas tidak terpenuhi, yaitu symbolic tokens. Dengan tidak tersedianya symbolic tokens tersebut, konsumen memilih mengunduh musik secara ilegal. Yang menarik dari pengamatan saya adalah teknologi pembayaran digital seperti PayPal diciptakan untuk mempermudah transaksi pembayaran, tetapi dalam kasus ini hal tersebut justru menjadi penghambat dalam transaksi pembayaran. Dalam hal ini saya melihat bahwa modernitas yang terjadi juga merupakan sebuah diskriminasi, maksud saya teknologi yang seharusnya menjadi solusi justru menimbulkan masalan baru. Seperti yang diungkapkan Giddens, modernitas yang terus berkembang membuat masyarakat tenggelam dalam masalah yang ingin diatasi. Kegagalan expert system dan tidak memadainya symbolic tokens di Indonesia berpengaruh pada refleksifitas sebagai faktor yang mempengaruhi modernitas. Menurut Giddens (1990: 18) refleksifitas merupakan praktek sosial yang terus berubah berdasarkan informasi yang datang. Refleksifitas merujuk pada praktek keseharian yaitu pengalaman kita saat mengubah keputusan kita karena adanya informasi yang baru. Praktek keseharian atau realitas yang terjadi di Indonesia terbentuk karena kegagalan expert system dan tidak memadainya symbolic tokens. Kegagalan expert system dan tidak memadainya symbolic tokens memaksa orang untuk mencari cara-cara baru mengonsumsi musik, termasuk bila cara itu sebenarnya ilegal. Keputusan-keputusan semacam ini pada gilirannya memicu perubahan cara 55 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI pandang terhadap dunia sekitarnya dan terhadap dirinya sendiri. Dengan kata lain, adaptasi yang dipicu kegagalan modernitas membentuk identitas baru. Dalam refleksifitas ini terjadi hubungan antara agen dan struktur yang terus menerus membentuk tindakan mereproduksi ulang. Pada dunia dalam kondisi highmodernity seperti saat ini kegiatan mengkonsumsi musik melalui mengunduh musik dulunya merupakan adaptasi dari kondisi tersebut. Kegiatan adaptasi tersebut dilakukan terus menerus dan membentuk identitas baru. Penyesuaian diri tersebut berubah menjadi semacam gerakan yang berkembang di seputar netlabel. Dengan kata lain netlabel terbentuk karena penikmat musik di Indonesia mengalami kesulitan dalam mengakses teknologi maka penikmat musik di Indonesia menemukan cara lain dengan membuat netlabel. Selanjutnya Giddens (1990: 36) mengungkapkan bahwa refleksifitas merupakan karakteristik mendasar dari aktivitas manusia. Giddens menjelaskan bahwa tindakan mengamati atau monitoring kedirian seseorang merupakan tindakan dasar setiap orang. Dalam kasus netlabel, ketika penikmat musik di Indonesia mengalami kesulitan yang sama dalam menikmati musik maka dengan bersama-sama mereka membentuk teknologi yang memfasilitasi cara mengkonsumsi musik melalui internet. Teknologi tersebut bernama netlabel. Melalui netlabel ini konsumen musik mengkonstruksi identitas baru. Konstruksi indentitas baru tersebut terbentuk melalui berbagai masalah menikmati musik melalui internet. Perubahan identitas yang terjadi tersebut mengubah realitas dari cara mengkonsumsi dan mendistribusikan musik. Selanjutnya realitas yang baru tersebut mengubah kembali identitas pengguna 56 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI netlabel, dan terus menerus berputar seperti itu. Hal itu terjadi karena di kondisi highmodernity saat ini sudah tidak ada lagi realitas yang pakem atau realitas yang tunggal, atau dengan kata lain semuanya sudah tidak dapat diprediksi. 2. Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia Dalam sub bab ini akan dijelaskan beberapa hal, di antaranya mengenai pembajakan musik yang terjadi di Indonesia beserta nilai kerugiannya. Selain itu juga akan dibahas mengenai Creative Commons License33 dan bagaimana Creative Commons License tersebut “bekerja” dalam netlabel sekaligus memberikan pengaruh kepada musisi yang berada dibawah naungan netlabel. Netlabel menggunakan Creative Commons Lisense sebagai pengganti hak cipta di dunia digital. Creative Commons License tersebut memungkinkan sebuah band untuk mendistribusikan karya mereka secara legal. Masalah pembajakan di bidang musik rupanya telah menjadi masalah nasional. Seperti yang ungkapkan detik.com, beberapa musisi Indonesia telah mendatangi mentri perdagangan Gita Wirjaman untuk “curhat” mengenai tingginya 33 Creative Commons License adalah organisasi non-profit yang berada di Mountain View, California, Amerika Serikat yang bergerak dibidang lisensi hak cipta yang dikenal dengan nama Creative Commons License. Creative Commons License, dibuat oleh profesor hukum Stanford University yaitu Lawrence Lessig bersama temannya Hal Abelson, dan Eric Eldred pada bulan Desember 2002. Creative Commons License sudah digunakan digunakan di sekitar 50 negara termasuk Indonesi. Hanya dengan membuka web www.creativecommons.org pengguna dapat melisensikan karyanya. Creative Commons License menyebut pencipta karyanya yang menggunakan karyannya sebagai lisensor. Creative Commons License memungkinkan kita mempertahankan hak cipta, tapi juga memungkinkan orang lain untuk menggunakan karya tanpa izin dan tanpa pembayaran, selama mereka mencantumkan sumber dan penciptanya. 57 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI angka pembajakan yang belum ditindaklanjuti oleh pemerintah. Pertumbuhan masyarakat Indonesia berkembang namun penjualan album musik berjalan stagnan. Musisi-musisi tersebut meminta pemerintah harus lebih serius menindak para pelaku pembajakan liar. Indonesia harus mencontoh negara Prancis dalam membasmi para pelaku pembajakan. 34 Tahun 1975 penjualan album best seller dipegang Oma (Rhoma Irama) dengan 1 juta copy keping sedangkan Bimbo di tahun yang sama 500 ribu copy keping. Tahun 2012 penyanyi Agnes Monica hanya 2 juta copy itu best seller mestinya 20 juta padahal penduduk Indonesia terus naik dari 110 juta jadi 240 juta. (Sam Bimbo melalui detik.com pada tanggal 17 Mei 2013) Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan bahwa potensi kerugian industri musik Indonesia akibat pembajakan mencapai Rp 4,5 triliun rupiah per tahun. Dan pendapatan musisi Indonesia hanya sepuluh persen dari 4,5 triliun rupiah tersebut. Jika nilai konsumsi musik per orang sebesar Rp 20.000 per tahun, nilai potensi konsumsi musik mencapai Rp 5 triliun per tahun. Namun, yang bisa dinikmati oleh para musisi tersebut hanya sepuluh persen. (Gita Wiryawan melalui detik.com pada tanggal 17 Mei 2013) Dari data yang berhasil ditemukan, terlihat betapa pembajakan di Indonesia sudah mencapai level yang tidak dapat dikatakan main-main. Kita dapat melihat bahwa penegakan hukum di Indonesia masih lemah. Dengan tingkat pembajakan yang tinggi maka masyarakat dan penikmat musik di Indonesia seakan menjadi acuh terhadap hukum yang ada di Indonesia. 34 http://finance.detik.com/read/2013/05/17/181505/2249223/1036/gita-wirjawan-dicurhati-para-artissoal-pembajakan-musik. Data mengenai tingginya tingkat pembajakan di Indonesia diakses melalui detik.com pada 21 Juni 2013. 58 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Berkaitan dengan lemahnya penegakan hukum di Indonesia saya akan menilik konsep Giddens mengenai institutional dimension of modernity”. Giddens (1990: 5558) beranggapan bahwa dunia modern saat ini terbentuk dan berubah seiring dengan perkembangan teknologi dan birokrasi. Dalam dunia modern saat ini terdapat empat faktor yang mempengaruhi berkembanganya modernitas, yaitu Kapitalisme, Industrialisme, surveilance atau pengawasan, dan Kekuatan Militer. Ke-empat hal tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Ketika diterapkan dalam analisis penelitian ini kapitalisme musik di Indonesia berkembang pesat. Pemilik modal memilki uang untuk merilis karya-karya musisi yang ada di Indonesia. Selain memiliki uang untuk merilis karya musisi Indonesia, pemilik modal juga memiliki teknologi untuk memproduksi dan melipat gandakan karya dan kapital mereka. Atau dengan kata lain industrialisme juga berjalan lancar di Indonesia. Tetapi saya melihat bahwa surveilence (pengawasan) dan kekuatan militer tidak bekerja maksimal di Indonesia, maka modernitas di Indonesia menjadi timpang. Pengawasan yang saya maksudkan di sini adalah pengawasan negara terhadap pembajakan yang tidak ditindak tegas. Pembajakan seperti dibiarkan di negeri ini, maka saya sebut pengawasan yang dilakukan oleh negara gagal. Dengan gagalnya pengawasan yang dilakukan oleh negara, kekuatan militer juga tidak bekerja maksimal, karena kekuatan militer bekerja berdasarkan pengawasan negara. Dari pemaparan di atas kita dapat melihat bahwa Modernitas yang terjadi di Indonesia terhambat karena empat faktor yang mempengaruhi modernitas tidak berjalan 59 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI beriringan. Dengan terhambatnya modernitas tersebut konsumen musik di Indonesia berusaha menemukan cara baru dalam menkonsumsi dan mendistribusikan musik. Dari hasil wawancara saya dengan musisi yang bergabung dengan netlabel, semua musisi tersebut mengetahui Creative Commons License. Saya sangat tertarik dengan penjelasan Denda Omnivora35 tentang Creative Commons License sebagai perlindungan hak cipta dan pandangannya mengenai hak cipta. Denda Omnivora berpendapat sebagai berikut: Lisensi Creative Commons adalah beberapa lisensi hak cipta yang diterbitkan pada 16 Desember 2002 oleh Creative Commons, suatu perusahaan nirlaba Amerika Serikat yang didirikan pada tahun 2001. Banyak di antara lisensi-lisensi tersebut, terutama lisensi original, yang memberikan "hak dasar" , seperti hak untuk mendistribusikan karya berhak cipta tanpa perubahan, tanpa biaya apapun. Beberapa lisensi yang lebih baru tidak memberikan hak tersebut. Lisensi Creative Commons saat ini tersedia dalam 34 yurisdiksi yang berbeda di seluruh dunia, dengan sembilan lainnya dalam tahap pengembangan. Kenapa? Semua lisensi original memberikan "hak dasar". Detail masing-masing lisensi ini bergantung pada versi, dan terdiri dari pilihan masing-masing (Denda Omnivora) Selanjutnya Denda Omnivora mengungakapkan hal sebagai berikut: Belakangan hari ini dalam menyediakan rilisan netaudio free download belum diimbangi dengan edukasi hak intelektual yang cukup kepada audiensnya. Sebagian besar rilisan album/ single free mp3 yang bisa kita temui sepanjang tahun 2012 bahkan tidak memiliki metadata dan disertai perlindungan lisensi yang baik. Kita terlalu sibuk dibombardir promosi dan dimanjakan dengan iming-iming produk gratis, tapi lupa bahwa di setiap karya netaudio yang kita unduh mengandung hak intelektual penciptanya sekaligus juga kewajiban kita untuk mengkonsumsinya dengan fair; apakah ia boleh di-copy dan dibagi ke teman-teman yang menyukainya, apakah ia boleh digunakan untuk kepentingan pendidikan dan komersial, apakah ia bebas untuk diperdengarkan di cafe, toko atau ruang publik, ataukah ia dapat kita modifikasi dan kita sebarluaskan ulang sebagai derivasi karya baru dengan lisensi yang sama. (Denda Omnivora) 35 Denda Omnivora merupakan Vokalis sekaligus motor utama band punk yang bernama Denda Omnivora and The White Liar. Denda Omnivora and The White Liar merupakan salah satu band yang merilis karyanya melalui Yes No Wave Music. 60 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Dari sisi hasil wawancara saya dengan pemilik netlabel saya menemukan hal yang menarik. Dari hasil wawancara tersebut bisa kita lihat bahwa mereka tidak lagi percaya dengan penegakan hukum hak cipta di Indonesia. Pemilik netlabel menganggap bahwa hak cipta di Indonesia tidak mampu melindungi karya seniman dengan baik, seperti yang diungkapkan berikut: Creative Commons License itu membebaskan kok. Creative Commons License itu melindungi artis/band dengan karyanya. Sekaligus melindungi Netlabel juga. Karena disana dijelaskan bahwa bebas untuk mengunduh, menyebarluaskan bahkan meremix sebuah karya tentunya dengan menyebutkan sumbernya. Creative Commons License itu lebih sederhana. Karena dijelaskan hanya dengan memakai simbol-simbol yang nyata dan mudah dipahami. Coba saja kamu baca undang-undang hak cipta Indonesia. Mampus puyeng kalau tidak paham artinya. Dan proses untuk mendapatkan pengakuan hak cipta, ribet. Baca undang undang hak atas kekayaan intelektual dan di sana ada prosedurnya. Dan dengan lisensi ini, paling tidak netlabel dan artis terlindungi secara legal. Dengan cara yang sederhana tentunya. (Arie Mindblasting) Hal hampir senada juga diungkapkan oleh pemilik netlabel lainnya: Karena hak cipta konvensional, seperti yang diatur dalam UU No.19 Tahun 2002 tidak memiliki fleksibilitas yang mumpuni, dan kepastian hukum yang mumpuni untuk melindungi Hak Cipta dari karya-karya yang saya rilis. (Hilman Fathoni)36 Selanjutnya pemilik netlabel yang lain juga mengungkapkan hal sebagai berikut: Creative Commons License saya gunakan sebagai alternaif hak cipta di Indonesia. Creative Commons License itu gratis dan mudah,karena hak cipta di Indonesia tu dah ga da gunanya. Kita bisa liat orang jualan CD bajakan di depan kantor polisi, padahal kita semua tau bahwa itu melanggar hukum. Itulah kebobrokan hukum kita. Daripada susa-susah nyari hakcipta tapi tetep aja dibajak, mending pake Creative Commons License karena disini kamu ngopi dan menyebarkan , bahkan mau di-remix ulang pun boleh. (Wok The Rock) Dalam salah satu wawancara saya menanyakan kepada Wok The Rock bahwa menurut saya Creative Commons License merupakan bentuk anti hak cipta, karena di 36 Hilman Fathoni adalah pemilik sekaligus pendiri netlabel yang bernama Ear Alert Records dari Yogyakarta. 61 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Creative Commons License kita bisa melakukan apa saja, istilah saya “membajak dengan disadari oleh pelaku dan musisinya”. Wok The Rock menjawab bahwa menurutnya Creative Commons License memang semacam gerakan anti hak cipta yang dilakukan secara halus. Indonesia bukan tidak mempunyai undang-undang yang mengatur hak cipta. Namun dalam perkembangannya, undang-undang tersebut dirasa kurang memadai dalam menampung aspirasi para pegiat seni, sehingga para pegiat seni terutama musik memilih untuk menggunakan Creative Commons License dalam melindungi karya mereka. Selain dinilai fleksibel, Creative Commons License juga dinilai lebih praktis dan mudah dimengerti prosedurnya. Dari ungkapkan di atas muncul pertanyaan, lalu apa gunanya melindungi karya menggunakan Creative Commons License? Menurut saya terjadi perbedaan dalam memposisikan perlindungan karya seni yang dianut netlabel dan major label. Ketika musisi bergabung dengan major label, karya musisi tersebut memang layak mendapatkan kejelasan hukum, karena karya tersebut dijual. Ketika karya tersebut dijual maka perlindungan hal cipta menjadi hal penting agar karya cipta musisi tersebut tidak dibajak dan musisi merasa dirugikan. Berbeda kasusnya ketika hak cipta tersebut diterapkan pada netlabel dengan Creative Commons License. Karya yang didistribusikan netlabel di Indonesia semuanya digratiskan dan boleh disebarluaskan. Lalu apa gunanya Creative Commons License? Saya melihat Creative Commons License berfungsi sebagai “pemberian nama pencipta karya secara sah”. 62 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Creative Commons License tidak melindungi dari pembajakan, karena karya tersebut memang sudah digratiskan. Dari kalangan konsumen sendiri ada beberapa orang yang mengaku tidak tahu apa itu Creative Commons License, ada juga yang pernah mendengar tetapi tidak tahu itu maksudnya apa. Tapi sebagian besar konsumen mengetahui Creative Commons License. Jika saya melihat dari beberapa jawaban konsumen mengenai Creative Commons License, mereka terkesan tidak peduli mengenai hal ini, yang penting mereka bisa mendapatkan musik secara gratis. Creative Commons License dinilai mampu melakukan penyesuaian terhadap kondisi saat ini. Creative Commons License dinilai mampu membangun kesadaran pengguna internet terhadap hak cipta. Usaha-usaha ini dipercaya akan mengefektifkan penegakan hak cipta sekaligus mendorong penyebaran dan pemanfaatan karya. Creative Commons License berusaha menawarkan efektifitas penegakan hak cipta sekaligus mendorong penyebaran dan pemanfaatan karya. Bagi saya kemunculan Creative Commons License yang berusaha memperbaiki hak cipta merupakan bentuk kegagalan penegakan hukum di Indonesia. Hak cipta yang ada di Indonesia dinilai tidak lagi bermanfaat dalam melindungi kaya seni yang diciptakan. Kalau saja hak cipta di Indonesia berjalan dengan baik, tidak lagi diperlukan Creative Commons License. 63 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Berkaitan dengan penegakan hukum yang gagal di Indonesia, saya ingin menghubungkan dengan fenomena musik yang terjadi di Banyuwangi. Pada obrolan saya secara pribadi dengan Wok The Rock, fenomena perlindungan hak cipta di Banyuwangi merupaka suatu fenomena yang menarik. Wok The Rock mengungkapkan bahwa pemerintah derah Banyuwangi dan musisi bekerjasama dalam membasmi bajakan. Semua kaset dan CD bajakan dimusnahkan dari kota Banyuwangi dan orang yang mengedarkan kaset dan CD bajakan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Dari tindakan tersebut musisi mencari cara agar karya mereka tetap bisa diedarkan di kota Banyuwangi. Mengingat tingkat ekonomi yang rendah di Banyuwangi maka musisi merilis karya mereka dengan harga yang sama dengan harga CD bajakan. Mereka merilis karya mereka kurang lebih seharga Rp 10.000,00 , dan itu merupakan CD Original dengan cukai dari pemerintah daerah. Dari hal ini kita dapat melihat bahwa ketika kesadaran hukum berjalan dengan semestinya maka tidak lagi diperlukan perlindungan hukum lainnya. 3. Sistem Ekomoni dan Terhambatnya Modernitas Dalam sub bab berikut ini saya akan melihat pengaruh sistem ekonomi di Indonesia terhadap pembentukan identitas konsumen netlabel. Tingginya harga jual musik secara fisik berbanding terbalik dengan pendapatan masyarakat Indonesia terutama masyarakat kelas bawah. Dengan tingginya harga jual kaset atau CD yang tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat, tidak mengherankan jika masyarakat lebih memilih untuk mengunduh musik daripada membeli rilisan dalam bentuk fisik. 64 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Selain itu, mahalnya membuat perusahaan rekaman konvensional membuat sebagian kalangan lebih meminati netlabel sebagai sarana untuk menyalurkan hasrat bermusiknya. Dengan adanya netlabel, konsumen merasa mendapatkan keuntungan secara ekonomi dengan mengunduh gratis melalui netlabel. Hal tersebut dapat dibuktikan dari hasil wawancara berikut: Harga kaset dan CD di Indonesia sangat mahal. Karena netlabel lebih cepat membantu mengenal band-band secara digital, karena 50% waktu saya habiskan di depan komputer dan internet. Keuntungannya ya murah meriah banget nyaris gratis soalnya ngunduhnya pake pulsa internet dan itu harus dibayar. Jadi tidak gratis juga kan? Ya seenggaknya cara ngedapetinnya. Kerugiannya ada, suka membuat jadi males beli rilisan fisik soalnya keasyikan ngedapetin album yang gratisan. Tapi balik lagi ke kesadaran sama support si konsumen kepada si bandnya sih, soalnya band itu ngebikin karya juga pake modal masa kita pengen enaknya aja.(Iman Distractor) Konsumen netlabel yang lain mengungkapkan hal sebagai berikut: Jelas secara ekonomi gratis sehingga nggak mengganggu dapur rumah supaya tetap ngebul. harga CD sekarang mahal banget, realistis saja kalo saya yang suka musik tapi dengan kantong pas pas an lebih memilih lagu via netlabel. dan sebagai timbal baliknya, band saya pun sering di rilis via netlabel, jadi adil. Kerugiannya buat saya sih gak ada, paling kalo jaringan lagi lelet jadi lama download nya. Hei, tapi kan ini pake komputer kantor. (Indra Menus) 37 Selanjutnya konsumen netlabel lainnya mengungkapkan bahwa: Untungnya jelas ga keluar duit kecuali untuk biaya koneksi modem. Ruginya ga bisa megang case pas ndengerin musiknya dan ga bisa di-collect. (Ahmad Alvan Rahadi) Menurut Iman, mengunduh musik melalui netlabel menguntungkan karena tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak. Namun kerugiannya membuat konsumen malas membeli rilisan secara fisik. Ada anggapan bahwa dengan membeli lagu dalam bentuk fisik (CD atau kaset) berarti mendukung si musisi tersebut. 37 Indra Menus adalah seorang konsumen musik sekaligus musisi yang tergabung dalam band Grindcore bernama To-Die. 65 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Selanjutnya menurut Menus, mengunduh lagu sangat menguntungkan secara ekonomi. Bahkan ketika lagu-lagu dari bandnya dirilis melalui netlabel pun dia merasa tidak ada masalah. Di sinilah dia merasa ada timbal balik dan merasa benarbenar tidak dirugikan dengan adanya netlabel. Namun bagi Arvan, mengkoleksi lagu dalam bentuk fisik seperti kaset atau CD masih merupakan hal yang penting. Ketika hal tersebut tidak dapat diperolehnya dari mengunduh lagu melalui internet, dia mengemukakan bahwa disitulah letak kerugian mengunduh lagu melalui internet. Dari pernyataan pemilik netlabel kita juga bisa menyimpulkan bahwa factor ekonomi juga mempengaruhi, hal tersebut dapat kita lihat dalam wawancara berikut: Netlabel saya pilih karena saya miskin. Tidak ada dana lebih untuk gaya gayaan bikin perusahaan rekaman. Perusahaan rekaman saya anggap waktu itu bukan “wilayah” saya. Karena saya tidak memproduksi rekaman atau karya musik dalam bentuk fisik. Yang saya maksud fisik adalah berbentuk CD, DVD, dan kaset dan terlebih lagi ini adalah passion saya pribadi. Perusahaan rekaman pasti ada target pemasaran, gimana dagangan bisa laku, promosi, distribusi, hitungan ongkos produksi, break event point, apapun itu yang hubungannya dengan duit. Dan memang saya anggap waktu itu bukan wilayah saya dan saya sendiri tidak tertarik. (Arie Mindblasting) Selanjutnya pemilik netlabel lainnya mengungkapkan bahwa: Saya membuat Yes No Wave Music setelah perusahaan rekaman saya yang bernama Realino Records berantakan, uangnya ga tau kemana. Saya tetep ingin bikin perusahaan rekaman tapi yang ga keluar duit untuk biaya produksi, dan aku bikin netlabel karena paling cuma bayar biaya buat hosting aja, murah. (Wok The Rock) Dari pernyataan Arie Mindblasting dan Wok The Rock di atas kita bisa melihat bahwa faktor ekonomi menjadi alasan mereka mendirikan netlabel. Mereka mendirikan netlabel karena merekan merasa membuat netlabel lebih murah dibandingkan membuat perusahaan rekaman yang merilis rekaman fisik. Netlabel 66 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk membiayai biaya rekaman musisinya, tak perlu memikirkan biaya promosi, dan tak perlu mengeluarkan biaya menggandakan rilisan fisik seperti kaset atau CD. Selain dari pemilik netlabel alasan ekonomi juga diungkapkan oleh band yang bergabung dengan netlabel. Yennu Belkastrelka mengungkapkan bahwa menggratiskan karya melalui netlabel merupakan promosi yang efektif. Menggratiskan lagu melalui internet bukan semata mata menggratiskannya begitu saja melainkan salah satu strategi dalam rencana atau tujuan ngeband. toh misalnya artis major label baru harus mengeluarkan 20 juta untuk bisa masuk acara Dasyat, biaya promo band juga menelan biaya ratusan juta rupiah. Menggratiskan album untuk promosi masih bisa dikatakan sebagai usaha promosi yang murah (Yennu Belkastrelka)38 Dari pernyataan Yennu Belkastrelka di atas kita bisa melihat bahwa netlabel merupakan sarana promosi yang murah. Mereka menganggap penyebaran musik melakui netlabel merupakan sarana yang efektif dan tidak perlu mengeluarkan biaya besar seperti yang dilakukan oleh major label. Berkaitan dengan aspek kebudayaan, globalisasi telah menyebabkan terjadinya penyebaran berbagai aspek ke seluruh dunia, termasuk musik. Globalisasi yang terjadi menyebabkan adanya kesamaan minat orang-orang dalam berbagai bidang, termasuk musik. Ketika menghubungkan dengan kasus netlabel saya melihat faktor ekonomi yang lemah membuat masyarakat Indonesia menemukan identitas baru melalui netlabel. Ketika masyarakat Indonesia ingin mengakses musik dengan mudah semuanya terbentur masalah harga rilisan fisik yang mahal. Selain rilisan fisik 38 Yennu Belkastrelka merupakan seniman yang tergabung dalam band Belkastrelka sekaligus aktif dalam organisasi teater Garasi. 67 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI yang mahal membeli musik melalui portal musik legal pun dinilai mahal. Di sini kita bisa melihat bahwa penyebaran modernitas juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Ketika faktor ekonomi tidak mendukung, penyebaran modernitas pun juga terhambat. Dengan kata lain, masyarakat modern mengalami ketidakpastian yang diciptakan sebagai konsekuensi dari modernitas. Situasi ini merujuk pada ketidakpastian yang dialami manusia dalam kehidupan sehari-hari sebagai akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan serta campur tangan manusia terhadap kehidupan sosial dan alam. Dalam kasus ini saya melihat ketika pemilik netlabel ingin membuat perusahaan rekaman tapi memiliki keterbatasan ekonomi maka mereka menggunakan teknologi internet untuk membentuk teknologi yang memfasilitasi konstruksi identitas baru yang bernama netlabel. Ketika musisi memiliki keterbatasan finansial untuk mempromosikan karyanya maka mereka menganggap teknologi berupa netlabel merupakan solusi untuk sarana promosi secara murah. Selanjutnya ketika penikmat musik menganggap membeli rilisan fisik mahal maka konsumen memilih mengunduh musik melalui netlabel karena mereka merasa mendapatkan keuntungan secara ekonomis, yaitu gratis. Dari hal tersebut kita dapat melihat bahwa identitas baru telah terbentuk melalui teknologi yang bernama netlabel. Identitas baru tersebut terbentuk salah satunya karena keterbatasan ekonomi dalam mengkonsumsi musik. 68 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4. Trust, Risk dan Ontological Security Trust atau kepercayaan menurut Giddens (1990: 34) merupakan kepercayaan seseorang terhadap sistem yang bekerja dan menghasilkan sesuatu untuk mempermudah kehidupan manusia. Trust menjadi keharusan dalam modernitas karena dituntut oleh pemisahan ruang dan waktu serta abstract system yang menandai kehidupan sehari-hari. Kepercayaan merupakan hal penting bagi kehidupan masyarakat modern karena tanpa kepercayaan terhadap abstract system maka sistem tersebut tidak lagi operasional bagi penggunanya. Secanggih apapun abstract system pasti mengandalkan kepercayaan agar berjalan sesuai keinginan. Sebagai contoh penggunaan uang dan sistem perbankan sebagai alat tukar membutuhkan kepercayaan dari orang-orang yang menggunakannya. Ketika kepercayaan itu hilang, sistem perbankan akan runtuh seperti yang terjadi saat krisis ekonomi 1997. Bila kita menghubungkan dengan kondisi dunia musik di Indonesia, kita dapat melihat bahwa trust atau kepercayaan terhadap sistem di Indonesia sangat lemah. Expert system dan symbolic tokens yang ada di Indonesia tidak seperti yang dibayangkan Giddens di dunia Barat yang bejalan lancar. Expert system dan symbolic tokens banyak mengalami gangguan maka masyarakat Indonesia berusaha menemukan cara sendiri dalam mengkonsumsi musik. Trust menjadi penting dalam kehidupan modern karena kehidupan mengkonsumsi musik masyarakat di Indonesia tidak bisa lepas dari era digital. Netlabel digunakan konsumen musik Indonesia sebagai sarana dalam mendefinisikan ulang identitasnya karena kegagalan abstract 69 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI system di Indonesia. Ketika trust terhadap abstract system tidak lagi ada maka masyarakat Indonesia kembali melakukan adaptasi dalam pembentukan dirinya. Bentuk adaptasi tersebut melalui netlabel, dan wujud adaptasi tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan membentuk suatu ekspresi identitas mereka. Berkaitan dengan trust, saya menemukan bahwa pada mulanya Wok The Rock susah mencari musisi yang mau bergabung dengan netlabel nya. Beberapa musisi menolak tawaran Wok The Rock karena mereka masih awam mengenai konsep netlabel. Wok The Rock mengungkapkannya sebagai berikut: Dulu saya sempat kesulitan mau mengajak musisi yang mau bergabung dengan netlabel. Saya menawarkan konsep netlabel ini kepada beberapa musisi punk, dengan etos DIY- nya. Tapi saya mengalami banyak penolakan, mereka tidak percaya dengan penggratisan karya. Mereka berpikir kami rekaman mahal, enak aja mau digratiskan. Setelah itu saya bisa bilang, konsep punk mereka semua cuma omong kosong, katanya mereka anti-kapitalis, tapi masih memiliki pola pikir kapitalis bahwa musik itu harus dijual. Bagi saya netlabel ini revolusi. (Wok The Rock) Dari hal tersebut kita bisa melihat bahwa untuk membentuk identitas baru memerlukan trust. Ketika expert system dan symbolic tokens yang ada di Indonesia tidak berjalan seperti yang dibayangkan, kepercayaan musisi terhadap sistem yang berlaku di Indonesia menjadi hilang. Lalu ketika Wok The Rock menawarkan satu identitas baru yang bernama netlabel, maka musisi-musisi masih belum percaya pada satu sistem yang bernama netlabel. Wok The Rock perlu mengkampanyekan idenya tentang sebuah revolusi bernama netlabel kepada musisi-musisi. Kampanye atau promosi tersebut berguna untuk membentuk trust musisi kepada sistem baru yang bernama netlabel. Dari hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa netlabel merupakan sistem yang baru maka lebih susah membangun trust pada penggunanya. 70 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Selanjutnya Giddens (1993: 3-4) menjelaskan bahwa kepercayaan masyarakat modern diiringi dengan kehadiran resiko didalamnya. Globalisasi sebagai akibat dari modernitas memunculkan berbagai resiko. Modernitas adalah kondisi yang penuh dengan resiko, pada satu sisi modernitas mengurangi resiko pada satu bidang namun menimbulkan resiko baru pada bidang lainnya. Resiko yang terjadi di era modern saat ini tidak pernah terjadi pada mayarakat pra-modern. Selanjutnya Giddens menjelaskan bahwa konsep resiko merupakan pengganti dari konsep takdir pada masyarakat pra-modern. Masyarakat pra-modern percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan kodrat, pada masyarakat modern segala perbuatan manusia menimbulkan suatu resiko. Berkaitan dengan resiko saya akan menghubungkan kasus ini dengan wawancara dengan Rully ZOO39. Rully ZOO mengungkapkan bahwa menggratiskan musik memiliki resiko, seperti yang diungkapkan berikut: Memang biaya rekaman tidak sedikit, tapi tidak selalu „biaya‟ harus kembali dalam bentuk keuntungan finansial. Itu prinsip kapitalis namanya. Menggratiskan musik memiliki manfaat yang jauh lebih besar daripada uang, yaitu kemudahan akses orang terhadap karya kita, seperti yang saya bilang di awal tadi, karya bisa dinikmati tanpa batasan geografis atau finansial. (Rully Zoo: 2013) Dari hasil wawancara dengan Rully ZOO kita bisa melihat bahwa Trust selalu diiringi dengan resiko. Rully ZOO menaruh kepercayaan kepada sistem baru yang bernama netlabel, maka Rully ZOO juga mengetahui resiko yang dihadapinya. Ketika 39 Rully ZOO adalah seorang penulis yang dikenal dengan nama Rully Sang Merah. Rully ZOO merupakan vokalis dari band ZOO yang merilis karyanya melalui Yes No Wave Music. 71 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Rully ZOO mempercayakan karyanya digratiskan, maka Rully ZOO tahu bahwa mereka tidak akan mendapatkan keuntungan dari karya tersebut. Dalam kaitannya dengan identitas diri, kepercayaan bukan untuk meminimalkan resiko melainkan untuk mencegah rasa gelisah yang merupakan sumber krisis identitas. Kepercayaan tersebut menciptakan ontological security. Menurut Giddens (1993: 38-39) ontological security merupakan perasaan aman seseorang terhadap sistem yang berjalan di dunia ini, termasuk kepercayaan terhadap orang. Kepercayaan tersebut dibutuhkan seseorang untuk merasa tetap aman dan menghindari ketakutan akan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Ontological security kita butuhkan agar kita merasa menguasai realitas yang ada. Ontological security ditentukan oleh rutinitas kehidupan sehari-hari yang terus berubah. Rutinitas kehidupan sehari-hari tersebut menimbulkan identitas yang terus menerus diperbarui. Identitas tersebut muncul sebagai kontrol terhadap kehidupan sehari-hari dan juga dalam upaya mengendalikan lingkungan sosial. Dalam penelitian ini, ontological security atau perasaan aman terhadap sistem, sudah tidak dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Hal tersebut mengakibatkan adanya Creative Common Lisence yang kedudukannya “seolah-olah” menggantikan undangundang hak cipta yang dibuat oleh pemerintah dalam upaya untuk melindungi karya cipta musisi. Namun, Creative Common Lisence ini juga harus diuji kekuatannya dalam melindungi karya cipta musisi. Hal tersebut mengingat masih banyaknya konsumen musik yang tidak tahu bahkan tidak peduli dengan Creative Common Lisence. Karena ketidak tahuan dan ketidak pedulian konsumen musik terhadap 72 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Creative Common Lisence, alih-alih ingin mengganti Undang-Undang hak cipta konvensional justru nantinya akan bernasib sama dengan Undang-Undang hak cipta konvensional tersebut. Saya melihat bahwa “rasa kepemilikan” terhadap suatu karya memiliki perbedaan ketika karya tersebut digunakan untuk komersil atau digratiskan. Ketika karya sengaja dibuat untuk dijual, seniman akan memperjuangkan hak cipta karena hal ini berhubungan dengan keuntungan finansial. Tetapi ketika karya seni sengaja ingin digratiskan maka rasa kepemilikan terhadap karya tersebut berkurang, hak cipta hanya menjadi semacam “penulisan nama secara legal pada karya”. Saya melihat ontological security pengguna netlabel berada dalam situasi yang serba salah. Seperti yang diungkapkan Wok The Rock, “Daripada membuat karya susah-susah lalu dibajak, mending sekalian aja karya tersebut digratiskan, karena istilah pembajakan menjadi hilang”. Selanjutnya Giddens (1990: 36) menjelaskan bahwa reflektifitas merupakan karakteristik dari kegiatan manusia. Aktivitas manusia terus berubah mengikuti kecanggihan teknologi informasi. Menurut Giddens monitoring reflextive action merupakan tindakan manusia yang selalu berhubungan dengan dengan lingkungan sekitar yang mengakibatkan kita memiliki keinginan untuk mengubah diri. Ketika keinginan mengubah diri tersebut dilakukan oleh sekelompok masyarakat maka akan membentuk modernitas yang baru. Perubahan tersebut mengubah realitas yang ada dan realitas yang baru tersebut membentuk identitas lagi. Itu berarti dalam kehidupan sehari-hari seseorang pasti terlibat dalam proses beradaptasi pada perubahan ilmu 73 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI pengetahuan. Proses adaptasi tersebut cepat atau lambat akan mempengaruhi dirinya dan membentuk identitas baru. Monitoring reflektive action dalam penelitian ini berkaitan dengan tindakan konsumen musik yang selalu berinteraksi dengan konsumen musik lain. Dengan kemajuan teknologi dan globalisasi konsumen musik di Indonesia dimungkinkan memiliki pengetahuan yang sama dengan konsumen musik di luar negeri. Kemajuan pengetahuan inilah yang mengakibatkan adanya keinginan untuk membuat netlabel sekaligus mengkonsumsi lagu lewat internet. Kegiatan tersebut pada akhirnya mengubah diri konsumen sehingga terbentuklah suatu identitas dan modernitas baru. 5. Kesimpulan Seperti yang sudah kita lihat dalam pembahasan di atas, bagi dunia musik internet itu bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi internet seringkali dikambinghitamkan sebagai sumber dari aktivitas pembajakan musik, namun di sisi lain internet juga menguntungkan sebagai media promosi dan distribusi music secara lebih luas. Namun demikian “pengambinghitaman” terhadap internet tidak terjadi begitu saja. Media internet selalu dikaitkan dengan globalisasi dan modernitas. Sebagaimana kita lihat, globalisasi dan modernitas di Indonesia terjadi bukan tanpa masalah. Salah satu masalahnya adalah terhambatnya proses globalisasi dan modernitas itu sendiri. Dengan terhambatnya modernitas di Indonesia, konsumen musik di Indonesia mengalami perubahan identitas yang berbeda dengan negara-negara lainnya. Musik 74 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dalam format digital dengan cara mengunduh cenderung lebih digemari konsumen karena dirasa lebih murah dan mudah dalam mengaksesnya. Sebagai contoh album fisik musisi lokal biasanya berkisar Rp 25.000,00 sampai dengan Rp 45.000,00. Bila dibandingkan mengunduh lagu melalui internet harga tersebut terasa sangat mahal. Sebagai contoh kita dapat mengakses internet yang cepat melalui warnet hanya dikenakan biaya Rp. 3.000,00 sampai dengan Rp 5.000,00 per jam. Dengan koneksi yang cepat kita dapat mengunduh beberapa album dalam waktu satu jam. Pemaparan di atas menunjukkah bahwa sistem ekonomi di Indonesia juga berpengaruh terhadap modernitas di Indonesia. Lemahnya penegakan hukum khususnya dalam hak cipta menjadi topik yang selalu hangat untuk diperbincangkan. Lemahnya penegakan hukum ini mengakibatkan adanya Creative Commons License yang dianggap dapat melindungi karya cipta musisi. Creative Commons License yang hadir sebagai suatu sistem yang baru, yang diharapkan dapat mengatasi dan mempermudah kegiatan distribusi dan konsumsi musik pun nantinya akan menghasilkan masalah baru. Hal tersebut terutama berkaitan dengan minimnya pengetahuan konsumen musik terhadap Creative Commons License itu sendiri. Keterbatasan expert system dan symbolic tokens menjadi serangkaian keterbatasan yang pada akhirnya mengakibatkan kegiatan mengunduh musik terjadi. Selain itu, kegiatan mengunduh lagu dengan cara modern yaitu melalui situs berbayar juga bukan tanpa masalah. Situs berbayar justru menuai masalah baru mengingat tidak semua warga masyarakat Indonesia memiliki sarana untuk membayar lagu 75 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI melalui situs berbayar tersebut. Sampai di sini saya berkesimpulan bahwa modernitas yang pada awalnya diharapkan dapat mengatasi permasalahan justru dapat menimbulkan masalah baru. Dalam konteks penelitian ini, permasalahan yang dimaksud adalah permasalahan pengunduhan musik di era digital. Netlabel hadir di tengah berbagai masalah pelik yang terjadi pada industri musik di Indonesia. Ide mengenai netlabel memang datang dari dunia Barat tetapi netlabel di Indonesia mengalami pemaknaan yang berbeda dengan netlabel yang ada di negara-negara maju. Netlabel hadir di tengah kondisi masyarakat Indonesia yang mengalami berbagai masalah ketika ingin mengkonsumsi musik. Netlabel di Indonesia hadir di tengah kegagalan expert system dan symbolic tokens, lemahnya penegakan hukum, dan lemahnya daya beli masyarakat di Indonesia. Dari hal tersebut netlabel di Indonesia merupakan identitas baru konsumen musik di Indonesia yang terbentuk melalui teknologi. Perihal identitas baru tersebut akan kita bahas lebih lanjut pada Bab IV. 76 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB IV Keterbatasan Menikmati Musik Sebagai Agenda Politik Anti kapitalis bullshit!!!, Inilah revolusi digital!!! Demokrasi digital!!! Anti kapitalisme industri musik!!! (Wok The Rock) Dari pernyataan Wok The Rock di atas kita dapat melihat bahwa netlabel bukan hanya merupakan perusahaan rekaman yang menggratiskan musiknya melalui internet, melainkan juga sebuah usaha yang memiliki misi tertentu. Hal ini tampak misalnya dalam usaha netlabel di Indonesia membentuk Indonesian Netaudio Festival guna menunjukkan keberadaan komunitas ini. Netlabel merilis musik yang unik, mengkampanyekan budaya berbagi dan memproklamasikan diri sebagai media alternatif dalam mengkonsumsi musik. Hal-hal inilah yang akan kita bicarakan pada Bab IV ini. Pada Bab IV ini saya akan memaparkan bagaimana identitas yang terbentuk bukan hanya identitas individual, melainkan juga identitas kolektif. Maksudnya, modernitas dengan segala kelemahannya akan membentuk identitas baru secara personal maupun kolektif. Ketika modernitas membentuk seseorang dan itu terjadi secara kolektif maka hal tersebut membentuk modernitas baru. Modernitas yang baru tersebut juga mempengaruhi pembentukan identitas individu baru, dan hal tersebut 77 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI berlangsung secara berulang-ulang. Bab ini juga berisi proses pembentukan identitas, baik di kalangan musisi maupun penggemar musik ini, yang oleh Giddens disebut sebagai bagian tak terpisahkan dari life politics. 1. Indonesian Netaudio Festival sebagai “Proklamasi” Identitas Netlabel adalah perusahaan rekaman yang mendistribusikan rilisannya dalam format digital audio melalui jaringan Internet. Sebagaimana kita lihat, idenya adalah menyebarkan musik secara bebas dan tanpa batas geografis. Yes No Wave Music menyebut netlabel sebagai aksi gift economy, sebuah eksperimentasi dalam menerapkan model musik gratis kepada pecinta musik di dunia yang kapitalistik. Aksi ini bukanlah dimaksudkan untuk menghancurkan industri musik yang sudah mapan puluhan tahun, tetapi lebih dimaksudkan sebagai tawaran alternatif dalam mendistribusikan karya musik. Bebas untuk diedarkan, diperdengarkan dan digubah oleh siapa saja. Dapat dikatakan bahwa aksi yang dilakukan oleh Yes No Wave Music ini merupakan sebuah pembebasan kreativitas, dan internet telah memberikan peluang untuk melakukan hal itu. Indonesian Netlabel Union merupakan satu gerakan kolektif netlabel Indonesia yang ditujukan untuk memulai jaringan antar netlabel dan juga untuk mengenalkan eksistensi netlabel lokal kepada publik serta menjadi sebuah wadah dalam mengkaji wacana musik di era teknologi informasi. Langkah awal dimulai 78 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dengan merilis seri album kompilasi secara serentak pada tanggal 1 Januari 2011. Lima netlabel aktif yang turut serta dalam kompilasi tersebut adalah Hujan! Records, Inmyroom Records, Mindblasting, Stone Age Records, dan Yes No Wave Music. Indonesian Netlabel Union juga menggelar sebuah booth offline sharing dan merchandise di RRREC Fest #2 di Jakarta, 3-5 Desember 2011. Langkah selanjutnya dari Indonesian netlabel Union adalah menyelenggarakan Indonesian Netaudio Festival yang digelar pada tanggal 16 dan 17 November 2012. Indonesian Netaudio Festival adalah kegiatan offline yang melibatkan para pelaku, pemerhati, dan penikmat netaudio di Indonesia. Selain merupakan sosial gathering antar pelaku dan penikmat netaudio, kegiatan yang akan diselenggarakan berupa offline file-sharing, pengumpulan dana berupa penjualan merchandise, diskusi, lokakarya, pemutaran film dan pertunjukkan musik oleh musisi yang merilis album mereka melalui jaringan internet. Festival perdana ini juga sekaligus merayakan ulang tahun Yes No Wave Music yang kelima.40 Saya melihat dengan diadakannya Indonesian Netaudio Festival seakan-akan komunitas netlabel ini ingin menunjukkan keberadaan mereka secara offline. Salah satu tujuan dari Indonesian Netaudio Festival adalah mensosialisasikan Netlabel beserta netaudio kepada publik dan membangun komunitas netaudio di Indonesia. Peserta dari event ini antara lain adalah Yes No Wave Music (Yogyakarta), 40 http://indonesianNetlabelunion.net/indonesian-netaudio-festival-1/ (24 Mei 2013) 79 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Inmyroom Records (Jakarta), Hujan! Rekords (Bogor), StoneAges Records (Depok), MindBlasting (Jember), Pati Rasa Records (Bantul), Tsefula / Tsefuelha Records (Jatinangor), Kanal 30 (Malang), EarAlert Records (Yogyakarta), Lemari Kota (Depok), Experia (Bandung), Death Tiwikrama (Australia), Megavoid (Malang), SoundRespect (Yogyakarta), Flynt Records (Bandung), Valetna Records (Semarang), Milisi Audiocopy (Surabaya). Gambar 1: Poster Indonesian Netaudio Festival Acara hari pertama tanggal 16 November 2012 bertajuk #INFLAB yang diadalan di Kedai Kebun Forum (KKF) , Jl. Tirtodipuran No.3 Yogyakarta. Acara 80 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI hari pertama ini dibagi menjadi beberapa sesi, antara lain #INFTALK yaitu diskusi bertemakan Berbagi Musik Sebagai Pemberdayaan Budaya dengan pembicara Nuraini Juliastuti (KUNCI Cultural Studies), Wok The Rock (Yes No Wave Music), Anggung KuyKay (Bottlesmokers) dan Ivan Lanin (pakar hukum hak cipta, Creative Commons Indonesia). Setelah diskusi, audience dihadapkan dengan #INFWORK yaitu lokakarya pembuatan radio online bersama Hujan! Radio (Bogor) dan Pamityang-yangan (Yogyakarta). Acara hari pertama ditutup dengan #INFSCREEN yaitu pemutaran film dokumenter yang bertajuk PressPausePlay, sebuah film yang membahas tentang demokratisasi seni, film, musik, dan budaya. Gambar 2: Diskusi Berbagi Musik Sebagai Pemberdayaan Budaya Selanjutnya pada tanggal 17 November 2012, acara dilangsungkan di Langgeng Art Foundation dengan berjudul #INFGIG1. Acara tersebut menampilkan band-band indie dari Yogyakarta. Acara dilanjutkan di Oxen Free Jl. Sosrowijayan 81 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Yogyakarta. Acara tersebut dimeriahkan oleh beberapa DJ dan berlangsung sampai pagi. Gambar 3: Pertunjukan Musik dalam Indonesian Netaudio Festival Menurut Giddens (1990: 225) globalisasi menyatukan komunitas-manusia secara keseluruhan atau sebagian. Tak seorang pun yang hidup di bumi dapat melarikan diri dari globalisasi. Pernyataan dari Gidden tersebut nampak dalam kemunculan netlabel di Indonesia. netlabel di Indonesia muncul akibat globalisasi musik di seluruh dunia. Netlabel berkembang di Indonesia karena kemajuan teknologi internet menghilangkan batas-batas geografis secara signifikan. Popularitas netlabel di Indonesia adalah bentuk konkret dari globalisasi. Ketidakterbatasan tersebut pada akhirnya dapat menyatukan berbagai komunitas, tidak terkecuali netlabel-netlabel di Indonesia. Berbagai kegiatan offline yang melibatkan para pelaku, pemerhati, dan penikmat netaudio di Indonesia, offline file-sharing, pengumpulan dana berupa penjualan merchandise, diskusi, lokakarya, pemutaran film 82 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dan pertunjukkan musik oleh musisi yang merilis album mereka melalui jaringan internet juga merupakan akibat dari adanya globalisasi. Globalisasi juga membuat manusia-manusia di seluruh dunia menjadi lebih kreatif sehingga mereka berpikir untuk membuat ataupun mendirikan netlabel. Gambar 4: Penjualan merchandise Band Gambar 5: Poster penjualan merchandise Indonesian Netlabel Union 83 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Kampanye gaya hidup seperti yang dilakukan oleh para aktivis netlabel oleh Giddens disebut sebagai life politics, suatu fenomena khas zaman ini. Giddens (1990: 214) mengemukakan bahwa life politics adalah proses aktualisasi diri yang menyangkut gaya hidup. Artinya life politics berhubungan dengan isu-isu politik yang muncul dalam proses aktualisasi diri dalam konsep masyarakat post-raditional. Masyarakat post-traditional dalam konsep Giddens adalah masyarakat yang tidak lagi diatur oleh tatanan baku, termasuk tradisi yang mengatur tentang gaya hidup. Masyarakat post-traditional tidak lagi dikungkung dalam pilihan-pilihan yang sudah jadi, melainkan terbuka pada berbagai kemungkinan yang ditawarkan oleh konteks sosialnya. Dalam masyarakat modern pengaruh-pengaruh global masuk dan mempengaruhi kedirian seseorang. Sebaliknya, proses realisasi kedirian seseorang juga berpengaruh terhadap keadaan secara sosial. Hal inilah awal mula dari life politics. Life politics berfokus pada apa yang terjadi pada individu. Maksudnya semua hal yang ada dalam diri kita bersifat politis, termasuk identitas. Life politics menjadi ekspresi kebebasan kepada kita dihadapan pilihan-pilihan yang ada. Karena itu, life politics juga kerap disebut sebagai politics of choice. Dalam hal ini globalisasi memberikan pengaruh yang besar terhadap identitas seseorang. Adanya netlabel tidak dapat dilepaskan dari sikap politik dalam bermusik si pemilik netlabel, musisi maupun konsumen musik. Netlabel muncul sebagai ruang alternatif ketika perusahaan rekaman konvensional ternyata tidak dapat menampung kreativitas musisi. Selain tidak dapat menampung kreativitas musisi, perusahaan rekaman konvensional lebih mahal dalam hal biaya produksi, seperti yang sudah 84 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dijelaskan pada Bab III. Maksudnya merilis karya musik melalui perusahaan rekaman konvensional dibutuhkan biaya produksi yang tidak sedikit. Hal itulah salah satu pemicu muncunya netlabel. Selain itu yang diungkapkan Giddens berlaku dalam mekanisme netlabel Indonesia. Netlabel sebagai media bermusik baru tidak terlepas dari sikap politik para pelakunya (pemilik netlabel, musisi, dan kunsumen musik) karena membebaskan musisi berkreasi dan konsumen dalam mengkonsumsi. Dengan kata lain, netlabel memungkinkan musisi dan konsumen untuk membuat pilihan. Yang dimaksud dengan pilihan di sini adalah pilihan dalam membuat musik dan pilihan dalam memilih musik yang dikonsumsi. Indonesian Netaudio Festival merupakan “proklamasi” life politics bagi pelaku netlabel. Kita bisa melihat bahwa tujuan utama diadakan Indonesian Netaudio Festival adalah untuk mengkampanyekan netlabel dan netaudio kepada publik serta membangun komunitas netaudio di Indonesia. Life politics yang ditunjukkan dalam Indonesian Netaudio Festival merupakan gaya hidup yang semula dianut oleh beberapa orang, tetapi kini dipromosikan untuk memiliki lebih banyak pengikut. 85 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Gambar 5: Pembukaan Indonesia Netaudio Festival Pada hari pertama Indonesian Netaudio Festival diadakan diskusi bertemakan “Berbagi Musik Sebagai Pemberdayaan Budaya” dan pemutaran film tentang demokratisasi seni, film, musik, dan budaya. Bila kita menilik konsep Giddens mengenai life politics, diskusi yang diadakan tersebut merupakan proses aktualisasi diri pemeluk gaya hidup netlabel. Diskusi tersebut memuat isu politik mengenai ide menggratiskan musik. Proses aktualisasi diri yang dilakukan pemeluk gaya hidup netlabel seakan ingin melepaskan diri dari kungkungan korporat major label. Konsep korporat major label adalah menjual musik untuk mendapatkan keuntungan sebesarbesarnya. Hal tersebut ingin dilawan oleh pemeluk gaya hidup netlabel dengan konsep menggratiskan musik. Kita bisa melihat juga bahwa pemeluk gaya hidup netlabel ingin meninggalkan gaya hidup yang lama (musik untuk dijual) dengan gaya hidup yang baru (menggratiskan musik). 86 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Dari hal di atas kita juga dapat melihat bahwa life politics merupakan konsep dari masyarakat post-traditional yang tidak lagi dikungkung oleh aturan-aturan, termasuk aturan-aturan yang mengatur gaya hidup. Maksud saya di sini adalah aturan mengenai penjualan musik yang sudah ada selama berpuluh-puluh tahun, yang kini mau ditandingi oleh konsep musik gratis. Kebebasan memilih untuk menggratiskan musik yang dilakukan oleh pemeluk gaya hidup netlabel tersebut merupakan politics of choice. Menggratiskan musik melalui netlabel merupakan identitas baru pemeluk gaya hidup netlabel dan identitas inilah yang ditunjukkan kepada khalayak umum melalui Indonesian Netaudio Festival. Semula identitas pemeluk gaya hidup netlabel terjadi secara individu, lalu orang-orang yang memiliki pemikiran dan ide yang sama mengenai musik berkumpul untuk menunjukkan identitas kolektifnya melalui Indonesian Netaudio Festival. Indonesian Netaudio Festival menampilakan pementasan band pada hari ke dua. Band yang ditampilkan di acara tersebut adalah band-band indie dan kebanyakan band-band tersebut merilis karyanya melalui netlabel. Di sini kita dapat melihat bahwa acara ini merupakan bentuk politics of choice, karena band-band yang bermain merupakan band-band indie. Pemeluk gaya hidup netlabel yang erat kaitannya dengan musik indie juga merupakan bentuk pilihan mereka terhadap musik yang ingin ditampilkan dalam acara tersebut. Ini adalah salah satu bentuk identitas netlabel yang ingin ditampilkan, yaitu identitas netlabel yang dekat dengan musik indie. 87 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2. Gaya Hidup Indie41 Sebagai Sikap Politik Dalam sub bab ini akan dijelaskan jenis musik yang dirilis oleh netlabel. Hal ini penting untuk dipaparkan mengingat ada stigma dalam masyarakat bahwa hanya jenis musik tertentu saja yang akan dirilis oleh netlabel. Dengan kata lain, netlabel ini tertutup untuk genre musik tertentu. Selain itu, sub bab ini akan memaparkan bahwa konsumen netlabel itu terbatas. Maksud dari konsumen terbatas di sini adalah bahwa konsumen yang mengunduh musik melalui netlabel kebanyakan adalah orang-orang yang menyukai musik non-maistream. Stigma yang beredar dalam masyarakat adalah musik yang dirilis netlabel bukan musik yang sedang popular, tetapi musik yang memiliki penggemar terbatas. Hal itu sesuai dengan ungkapan Arie Mindblasting berikut ini: Setiap netlabel memiliki kriteria sendiri sendiri untuk menentukan musik yang nantinya akan dirilis. Awal-awal dulu membangun Mindblasting netlabel, tujuan saya pertama adalah bikin rilisan dari lokal Jember saja. Akan tetapi saya berpikir ulang kalau saya membuat rilisan dari kawan-kawan di Jember juga sampe kapan karya itu akan bisa berdampingan dengan karya pemusik lain dari kota lain atau bahkan dari negara lain. Kedua, dulu secara personal saya menyukai musik metal/ rock dan subgenre-nya. Tapi kalau saya melakukan spesialisasi dalam musik yang saya release berarti saya membatasi netlabel, dan membatasi artis/band yang punya karya untuk disebarluaskan secara bebas dan luas. Sementara pergaulan saya di musik lokal tidak terbatas pada musik metal saja, tapi ada komunitas indie, pop, bahkan tradisional. Mau tidak mau saya harus membuka diri untuk semua genre dan semua jenis musik yang ada. Makanya di Mindblasting netlabel, tidak ada batasan musik apa yang bisa diterima ataupun tidak. Pop, metal, noise/experimental, punk, hardcore, bahkan dangdut sekalipun kalau ada saya mau terima dan untuk dirilis. Dengan satu syarat bahwa musiknya harus bebas untuk diunduh, bebas untuk disebarluaskan dan tidak untuk kepentingan komersial. (Arie Minblasting) 41 Kata indie berasal dari kata independent. Asal mula kata independen menjadi indie itu sendiri bermula dari kebiasaan anak-anak muda di Inggris yang senang memotong kata agar mempermudah pelafalan informalnya. 88 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Menurut penjelasan Arie di atas, karena netlabel biasanya milik pribadi, maka musik-musik yang akan dirilis adalah musik-musik yang sesuai dengan selera pemilik netlabel. Namun lambat laun seiring dengan luasnya pengetahuan bermusik dan pergaulan dengan sesama musisi, juga adanya keinginan untuk mendistribusikan lagu-lagu dengan berbagai genre maka pada akhirnya netlabel menerima semua genre musik untuk dirilis. Penerimaan tersebut bukan tanpa syarat. Syarat yang paling penting dan utama adalah band atau grup musik harus “rela” musiknya diunduh dan disebarluaskan tanpa ada kepentingan komersial. Wok The Rock sebagai pemilik Yes No Wave Music juga memiliki pengalaman unik berkaitan dengan jenis musik yang dirilis oleh netlabel. Berikut pemaparan Wok The Rock: Ada beberapa band “pop alay” yang mengirim demonya ke Yes No Wave Music. Menariknya budaya download sudah bukan lagi milik kelas menengah, tidak dirilis karena selera. Apakah band kudu band indie cuma masalhanya selera, label in tergantung selera. Boleh band apa saja yang penting saya suka. (Wok The Rock) Selanjutnya Wok The Rock mengemukakan bahwa saat ini netlabel sudah dikenal luas sehingga banyak genre musik mengirim lagunya ke netlabel dan berharap netlabel bersedia merilisnya. Sampai di situ dapat simpulkan bahwa saat ini netlabel bukan hanya milik sebagian orang atau milik genre musik tertentu saja. Namun kembali lagi, dirilis atau tidak dirilisnya lagu dalam netlabel tergantung dari selera si pemilik netlabel. Hal yang menarik di sini adalah jika pada awalnya netlabel diperuntukan bagi band-band non mainstream kemudian pada perkembangannya band-band “pop 89 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI alay”42 pun ikut berpartisipasi dengan mengirimkan demo lagu mereka. Pertanyaan selanjutnya adalah dari mana band “pop alay” ini tahu mengenai netlabel? Apa yang membuat band “pop alay” ini tertarik untuk mengirimkan demo lagu mereka ke Netlabel Yes No Wave? Identitas baru seperti apa yang ditawarkan dengan kasus masuknya band pop alay ke netlabel? Saya melihat media berperan besar di sini. Band “pop alay” tersebut pasti mengetahui adanya netlabel dari berbagai media, seperti majalah dan media elektronik yaitu internet. Media menampilkan identitas netlabel dalam memberikan musik gratis dan juga menampilkan bahwa band yang bergabung dengan netlabel adalah band-band dengan musik yang unik. Selain itu saya melihat bahwa band “pop alay” tersebut menganggap netlabel sebagai sarana promosi yang efektif. Kita telah melihat bahwa band-band “pop alay” tertarik dengan netlabel, selanjutnya kita akan melihat ketertarikan konsumen musik terhadap musik indie terhadap netlabel. Beberapa alasan konsumen musik lebih memilih netlabel di antaranya karena menurut mereka musik yang disajikan sangat unik dan berbeda dengan musik yang sedang popular. Hal itu dapat kita lihat dari pernyataan konsumen netlabel sebagai berikut: Iya ada, menurutku lagu-lagu yg ada di netlabel tuh unik-unik, aneh-aneh gitu. Beda dengan yang ada di pasaran. Kalau musisi di netlabel cenderung mengekspresikan musiknya lebih bebas terbukti dari lagu-lagu mereka yang aneh dan antara musisi satu degan yang lain tu beda karakter bermusiknya (Doan Mitasari)43 Ada juga konsumen musik netlabel yang menyampaikan hal serupa: 42 43 Yang dimaksud band “Pop Alay” disini adalah band-band pop yang musikya mengikutri tren musik. Doan Mitasari adalah penikmat musik dan konsumen netlabel. 90 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Menurut saya lebih berkualitas dan lebih masuk yang ada di netlabel,tapi bukan bermaksud untuk tidak mendengarkan yang enggak bergabung dengan netlabel. Lebih kreatif musisi yang bergabung dengan netlabel (Pika)44 Dari dua kutipan di atas, tampak bahwa bagi mereka musik yang ada di netlabel lebih variatif dan terkesan unik. Musik yang terdapat dalam netlabel lebih mengekspresikan apa yang ada dalam diri musisi sehingga musik yang tercipta adalah musik yang kreatif dan berkarakter. Musik yang kreatif dan berkarakter tentu saja tercipta dari diri seorang musisi atau band yang kreatif dan berkarakter pula. Hal tersebut terkait dengan idealisme dalam menciptakan sebuah lagu. Mengapa musik yang dirilis netlabel lebih kreatif, bervariatif dan berkarakter? Ketiga hal tersebut tidak dapat lepas dari kebebasan berekspresi yang diberlakukan oleh netlabel. Netlabel membebaskan musisi untuk mengekspresikan dirinya lewat musik. Kebebasan berekspresi merupakan bentuk life politics, karena ekspresi yang ingin ditampilkan tidak dikungkung oleh tradisi-tradisi yang sudah ada, termasuk komersialisasi dalam industri musik. Dalam masyarakat modern mengekspresikan diri melalui musik merupakan aktualisasi diri yang ingin ditampilkan sebagai bentuk identitas musisi-musisi tersebut. Musisi yang tergabung dengan netlabel juga merupakan musisi indie. Musisi indie memilih mendistribusikan karyanya melalui netlabel karena netlabel dianggap mampu menyalurkan segala kreativitasnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara berikut: 44 Pika adalah penikmat musik sekaligus musisi yang tergabung dalam band punk bernama Rotten Colony. 91 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Dari segi lagu sih gak ada perbedaannya, gak berarti lagu yg di netlabel itu bagus terus yg gak di netlabel itu jelek atau sebaliknya itu semua tergantung ke band nya juga dan gak ada hubungannya sama jenis perusahaan rekamannya. Kalo musisinya sedikit berbeda terutama kalo yang netlabel biasanya lebih down to earth dan nyantai. Kalo yang gak di netlabel dikit-dikit stop pembajakan/piracy dan gak bisa bedain netlabel sama blog, padahal mereka gak tahu bahwa justru karena di bajak itu distribusi lagu mereka jadi bisa kemana-mana. (Indra Menus) Hal senada juga diungkapkan oleh konsumen netlabel sebagai berikut: Kebanyakan musisi yang di netlabel itu musisi2 indie. tapi gak tau kok bisa gitu.(Wednes)45 Dalam kutipan di atas, Menus mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara lagu yang dirilis melalui netlabel dengan lagu yang dirilis tidak melalui netlabel. Namun Menus menggaris bawahi perbedaan attitude dari si musisi. Menurut Menus, attitude musisi yang lagu-lagunya dirilis melalui netlabel lebih bersahabat dan tidak merasa “sok artis”. Sikap bersahabat dan tidak merasa “sok artis” ini secara tidak langsung dibentuk oleh masyarakat. Masyarakat masih menganggap bahwa jika ingin merilis album musik maka musisi atau band harus bergabung dengan perusahaan rekaman konvensional. Ketika sebuah band atau musisi telah merilis album musik lewat perusahaan rekaman konvensional dan muncul di televisi dan terkenal, maka masyarakat akan mengatakan bahwa musisi atau band tersebut adalah artis. Popularitas dan status selebritas menciptakan jarak antara musisi dengan penggemar. Berbeda dengan musisi atau band rilisan netlabel yang jarang diketahui oleh masyarakat awam. Karena masyarakat awam tidak mengenal si musisi, maka si musisi ini bersikap layaknya orang biasa. 45 Wednes merupakan penikmat musik sekaligus musisi yang tergabung dalam band jazz Kultivasi. 92 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Giddens (1990: 215) berpendapat bahwa pengetahuan dan pengalaman individu berperan besar dalam pembentukan identitas diri. Dalam penelitian ini yang dipercaya oleh individu sebagai jalan untuk mengungkap identitas dirinya adalah netlabel. Berdasarkan data yang saya peroleh, tidak ada musisi yang bertujuan komersil ketika dia bergabung dengan netlabel. Tujuan si musisi ketika merilis lagulagu bersama netlabel adalah untuk berbagi. Ketika musisi ini sadar akan segala resiko dari mengijinkan lagunya diunduh secara gratis, maka keinginan berekspresi mereka akan tercapai. Saya melihat perbedaan di sini bukan hanya mengenai jenis musik tetapi juga merupakan sikap membedakan diri dari dunia hiburan. Hal ini bisa kita lihat dari pernyataan Rully Zoo ketika ditanya apakah lebih memilih netlabel atau major label. Tetap netlabel, karena prinsip di balik netlabel adalah berbagi, sedangkan major label adalah untuk mendapatkan profit. Saya bermain musik untuk mendapatkan kepuasan batin,agar bisa didengarkan oleh banyak orang, kalau mau cari duit saya punya pekerjaan lain yang lebih menghasilkan. (Rully ZOO) Dari pernyataan Rully ZOO kita bisa melihat bahwa bergabung dengan netlabel merupakan suatu keputusan besar. Saya melihat bahwa Rully ZOO tidak ingin major label atau dunia hiburan campur tangan dengan musik yang dibuatnya. Rully ZOO memiliki sudut pandang yang berbeda perihal mendistribusikan musiknya. Rully ZOO memandang distribusi musik gratis merupakan pilihan. Pilihan tersebut lebih menekankan sisi berbagi dan apresiasi khalayak terhadap suatu karya musik, daripada menjual musik. Rully ZOO tidak lagi memperhitungkan keuntungan 93 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ekonomi dalam bingkai untung dan rugi. Justru menjadi kepuasan batin ketika banyak orang yang mengapresiasi kaya musiknya. Konsep musik indie ditunjukkan oleh Rully ZOO lewat pernyataanpernyataannya di atas, misalnya konsep berbagi yang diusung oleh netlabel serta bermusik untuk mendapatkan kepuasan batin. Dengan pemahaman dia yang seperti itu maka tidak mengherankan ketika dia memilih netlabel untuk mendistribusikan lagunya. Selain itu, berkat konsep kebebasan dalam membuat musik dan kreativitas yang diusung oleh netlabel, maka tidak mengherankan pula jika musisi yang diusung oleh netlabel dapat menghasilkan musik-musik yang unik dengan bermacam-macam genre karena dalam netlabel juga mengusung semangat indie. Konsep bermusik indie adalah konsep yang ditawarkan sekaligus sikap yang dikampanyekan oleh musisimusisi netlabel. Konsep bermusik musisi netlabel saya anggap unik karena jenis musik yang ditawarkan berbeda dengan musik yang sedang populer di Indonesia. Musisi netlabel memainkan aliran musik seperti punk, hardcore, noise rock, electro pop, metal, dan sebagainya. Selain itu ada pula musisi yang bereksperimen dan mencampurkan beberapa aliran musik seperti mencampurkan musik grindcore dengan musik tradisional Indonesia. Dari hal tersebut kita dapat melihat bahwa musik yang dimainkan musisi netlabel adalah musik sebagai ekspresi kebebasan bermusik mereka bukan musik untuk dikomersilkan. Ini yang menarik untuk saya amati. Ketika musisi netlabel membuat sebuah karya mereka tidak memikirkan pakem-pakem industri musik. Masud saya, ketika musisi ingin sukses di industri rekaman maka musisi harus 94 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI mengikuti pakem-pakem yang sudah ditetapkan industri hiburan. Musik yang diterima industri hiburan biasanya musik yang mudah dicerna46 dan itu berbeda dengan musik-musik yang ditawarkan musisi netlabel. Jenis musik yang ditawarkan musisi netlabel mempunyai kemungkinan yang sangat kecil untuk masuk di industri hiburan karena mempunyai penggemar yang terbatas. Maksud saya di sini musisi netlabel dan industri hiburan memiliki “arena pertarungan” yang berbeda. Seorang musisi yang menentang prinsip-prinsip kapitalisme biasanya memilih jalur indie untuk keberlangungan hidup bermusiknya. Dengan memilih bermusik dengan cara indie, musisi dapat dengan leluasa menentukan konsep musik salah satunya dalam memilih genre musik. Sebagai pembanding, kapitalisme dalam industri musik tidak memberi banyak ruang bagi ekspresi musisi. Sebaliknya, Netlabel mendorong pemenuhan kepuasan batin musisi dan penggemarnya di atas kepentingan komersial. Lain halnya dengan musisi yang mengusung konsep indie dalam praktik bermusiknya. Secara sederhana, musisi dengan konsep indie tidak semata-mata bermusik demi materi. Musisi indie mempunyai idealisme, mengerti tentang akar musik yang ingin dimainkan, dan bermusik untuk kepuasan batin. Oleh karena itu, musisi indie menganggap musik sebagai “makanan” untuk batin mereka. Menurut Hebdige (1979:17) subculture (dalam hal ini subculture indie) mengacu pada suatu budaya yang berada di luar budaya dominan, yang melakukan 46 Menurut Storey (1996: 28) musik pop merupakan bentuk penyederhanaan atas bentuk musik yang terdahulu. Musik populer merupakan sebuah pola-pola pengulangan, sebuah penyederhanaan, bentuk standarisasi yang memudahkan para penikmatnya untyuk mencernanya. 95 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI tantangan terhadap hegemoni budaya dominan. Tantangan ataupun perlawanan tersebut dilakukan tidak secara langsung, namun direpresentasikan melalui tandatanda dalam keseharian mereka. Tanda-tanda tersebut misalnya gaya berpakaian, dan sikap. Dapat disimpulkan bahwa menurut Hebdige subculture itu melawan, menantang dan berbeda terhadap budaya dominan. Selain subculture saya menduga netlabel merupakan bagian dari club culture. Menurut Redhead (1997: 102) club culture merujuk pada kancah musik rave party underground di Inggris. Redhead dalam contoh-contohnya memaparkan bahwa club culture merupakan pergerakan anak muda yang terjadi secara kelompok kecil dan memiliki pengaruh yang kecil. Dalam buku tersebut dicontohkan penggemar band Oasis memiliki slogan dan simbol pembeda dari penggemar band lain. Penggemar band Oasis memiliki agenda dalam membuat merchandise, mengoleksi memorabilia, dan mengorganisasi pertemuan-pertemuan rutin. Dalam buku tersebut diterangkan juga perbedaannya dengan subculture. Redhead mengatakan bahwa subculture memiliki pengaruh yang lebih luas. Sebagai contoh musik punk yang memiliki pengaruh luas ke seluruh dunia. Club culture dan subculture memiliki agenda yang hampir sama, keduanya sama-sama memiliki agenda membedakan diri dari kelompok-kelompok yang lain. Indie lebih mengusung semangat DIY atau Do It Youself. Secara singkat, Do It Yorself adalah semangat yang mengedepankan kemandirian. Kemandirian dari mulai memproduksi sampai mendistribusikan lagu. Bagi komunitas subculture musik indie, independent tidak hanya terletak pada sisi manajerialnya. Namun, lebih pada 96 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ideologi yang tidak berorientasi pada musik pasar. Semangat DIY tersebut mengilhami mereka untuk membuat gaya sendiri dalam bermusik seperti menciptakan fashion, genre, bahkan perusahaan rekaman sendiri. Inilah yang ingin ditampilkan oleh pemeluk gaya hidup netlabel sebagai identitas mereka, yaitu kemandirian dan perlawanan terhadap budaya dominan. Pilihan-pilihan inilah yang disebut sebagai life politics, yaitu kebebasan mengaktualisasikan diri mereka. Giddens (1990: 215) menulis bahwa life politics merupakan pilihan gaya hidup dan membentuk aktualisasi diri. Life politics membangun kehidupan yang bisa dibenarkan secara moral dan yang bisa menjadi wujud aktualisasi diri secara sosial. Life politics dituntun oleh petanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana seharusnya kita hidup dan tata hidup bersama yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Dengan kata lain life politics merupakan usaha untuk menciptakan tatanan hidup yang lebih etis. Kehendak untuk tampil beda yang ingin ditampilkan musisi netlabel merupakan bentuk life politics. Musisi-musisi tersebut memilih citra yang berbeda dalam mengekspresikan diri yaitu melalui gaya hidup, prinsip dalam bermusik, dan jenis musik. Inilah wujud aktualisasi diri pemeluk gaya hidup netlabel. Pada akhirnya, konsep indie dalam bermusik yang ditunjukan oleh musisi netlabel serta konsep berbagi yang dilakukan oleh netlabel merupakan suatu sikap politis yang bertujuan untuk menunjukan identitas mereka. Dalam kerangka life politics, konsep indie dan konsep berbagi tersebut merupakan gaya hidup bagi musisi dan orang-orang yang terlibat dalam netlabel. Inilah politics of choice yang membentuk identitas baru 97 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI pemeluk gaya hidup Netlabel. Inlah tata hidup bersama yang ingin ditampilkan pemeluk gaya hidup Netlabel untuk menciptakan tatanan hidup sosial mereka. Saya juga menduga bahwa komunitas pemeluk gaya hidup netlabel ini merupakan club culture. Saya melihat netlabel yang ada di Indonesia memiliki agenda membedakan diri dari kelompok-kelompok penggemar musik yang lain. Life Politics komunitas pemeluk gaya hidup netlabel diantaranya membedakan diri melalui jenis musik yang dirilis dan dikonsumsi. Selain itu pemeluk gaya hidup netlabel di Indonesia juga berbeda dengan pemeluk gaya hidup netlabel di luar negeri. Saya melihat pemeluk gaya hidup netlabel di Indonesia lebih gencar mengkampanyekan life politics mereka karena pemeluk gaya hidup netlabel di Indonesia berada ditengah keterbatasan-keterbatasan yang sudah saya jelaskan pada bab dua. Pemeluk gaya hidup netlabel di luar negeri tidak mengalami keterbatasanketerbatasan yang terjadi di Negara Berkembang seperti Indonesia. Selain itu saya melihat netlabel di Indonesia merupakan komunitas kecil dan memiliki pengaruh yang sempit. Saya melihat komunitas netlabel ini seperti komunitas penggemar band Oasis yang dicontohkan Readhead dalam bukunya yang berjudul Subculture to Club Culture. Saya melihat netlabel merupakan komunitas kecil tetapi memiliki agendaagenda membedakan diri dari kelompok lain karena itulah menurut saya netlabel adalah sebuah club culture. Dari beberapa hal di atas kita dapat melihat bahwa dunia internet saat ini begitu terbuka untuk semua orang. Dengan keterbukaan internet untuk semua orang maka hal tersebut juga menciptakan paradoks. Maksud saya dalam satu sisi internet 98 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan semua orang, di sisi lain internet juga memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan kelompok kecil. Internet memungkinkan pemeluk gaya hidup netlabel untuk berkomunikasi dan membentuk sebuah club culture melalui media internet. Saya melihat bahwa netlabel ini kelompok kecil dan tidak bertahan lama. Maksud saya ketika kelak ditemukan cara baru mendistribusikan musik maka netlabel diragukan keberadaannya. Selain itu netlabel di Indonesia di jalankan melalui cara swadaya oleh kurator netlabel karena itulah saya meragukan keberadaannya di masa depan. Sebagai contoh beberapa netlabel di Indonesia gulung tikar karena tidak mampu membayar biaya untuk tetap menjalankan website-nya. 3. Semangat Berbagi Melalui Netlabel Sub bab ini akan memaparkan bagaimana netlabel menjadi media yang mempermudah penyebaran musik. Dalam menyebarkan musik, netlabel menggratiskan semua musik yang dirilisnya. Semuanya dilakukan dengan mudah, yaitu hanya dengan mengunduh file melalui internet. Semangat berbagi inilah yang akan kita bahas dalam kerangka life politics. Ini merupakan pembentukan identitas baru, karena tidak semua musisi bersedia menggratiskan karya mereka. Musisi yang mendistribusikan musiknya melalui netlabel pasti mempunyai latar belakang pengetahuan dan pemikiran yang berbeda untuk membentuk identitas mereka. Dari hal tersebut maka pembentukan identitas konsumen netlabel merupakan narasi mengenai netlabel itu sendiri yang 99 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI menciptakan identitas konsumen. Maksudnya narasi tentng netlabel berpengaruh kepada keputusan-keputusan yang diambil oleh musisi dalam mendistribusikan karyanya. Namun yang menarik untuk dicermati di sini adalah alasan mengapa musisi yang bergabung dalam netlabel bersedia menggratiskan musiknya untuk dikonsumsi masyarakat luas melalui internet. Beberapa musisi memiliki alasan menarik mengenai menggratiskan karya mereka. Di antaranya mereka menganggap musik mereka sebagai karya seni dan ungkapan ekspresinya. Musisi-musisi ini mempunyai prinsip bahwa karya mereka harus dapat dinikmati secara luas, karena itulah menggratiskan karya merupakan cara yang efektif. Hal tersebut dapat kita lihat dalam wawancara berikut: Memang biaya rekaman tidak sedikit, tapi tidak selalu „biaya‟ harus kembali dalam bentuk keuntungan finansial. Itu prinsip kapitalis namanya. Menggratiskan musik memiliki manfaat yang jauh lebih besar daripada uang, yaitu kemudahan akses orang terhadap karya kita, seperti yang saya bilang di awal tadi, karya bisa dinikmati tanpa batasan geografis atau finansial. (ZOO)47 Hal senada juga diungkapkan oleh musisi yang merilis karyanya melalui netlabel sebagai berikut: Karena bagi kami, bermusik itu hobi dan kami suka berbagi. Orang ndengerin musik kami aja udah seneng kok apalagi beli rilisan/download digital rilis nya. Masalah biaya rekaman,latihan karena itu hobi ya gak masalah keluar duit buat hobi. Duit bisa di ambil dari penjualan merchandise terus muter untuk rekaman dan produksi rilisan (To-Die)48 Apa yang dipaparkan oleh ZOO dan To-Die mengindikasikan bahwa musisi yang tergabung dalam netlabel ini tidak melulu berpikir soal materi. Dengan kata lain mereka bermusik karena mereka suka bermusik. Selain itu mereka juga 47 48 ZOO merupakan band indie yang merilis karyanya melalui Yes No Wave Music. To-Die adalah band grindcore yang merilis karyanya melalui netlabel. 100 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI mengemukakan tentang konsep berbagi dimana konsep tersebut menjelaskan bahwa suatu karya hendaknya dapat dinikmati tanpa harus memikirkan adanya batas-batas finansial. Sampai di sini terlihat ada yang hendak ditekankan oleh musisi netlabel bahwa hendaknya musik sebagai karya seni harus dikembalikan pada esensi semula sebagai seni yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan dan bukan seni yang diperjualbelikan. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh musisi tersebut menyangkut ideologi mereka dalam bermusik. Membicarakan mengenai ideologi menjadi suatu hal yang membingungkan tapi menarik. Narasi mengenai netlabel menjadi hal penting dari identitas sekaligus ideologi musisi dalam bermusik. Berbeda jika membandingkan ideologi antara band yang merilis lagunya lewat netlabel dengan band yang merilis lagu dibawah perusahaan rekaman konvensional. Narasi mengenai netlabel menjadi penting karena hal tersebut menjadi semacam “daya jual” atau sarana untuk menunjukkan sikap bermusik. netlabel hadir dengan berbagai misi seperti antikapitalisme, misi berbagi, semangat indie, dan media alternatif. Hal inilah yang menjadi narasi mengenai netlabel, dengan bergabungnya musisi dengan netlabel maka secara langsung musisi tersebut mendukung misi-misi netlabel tersebut. Dengan bergabung dengan netlabel seakan-akan musisi tersebut juga ingin menunjukkan bahwa mereka memiliki semangat anti-kapitalisme, misi berbagi, semangat indie, dan media alternatif. Inilah identitas yang ingin ditampilkan musisimusisi tersebut. 101 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Selain itu menjadi lebih menarik ketika band-band yang merilis lagu lewat netlabel ini ternyata “memanfaatkan” netlabel sebagai sarana mempromosikan lagu ketika band-band tersebut gagal atau belum dilirik oleh perusahaan rekaman konvensional. Sampai di sini globalisasi telah berhasil mengaburkan ideologi netlabel. Jika telah berbicara sampai pada taraf ideologi, berarti telah masuk ke dalam wilayah bagaimana musik berperan dalam dunia hiburan Indonesia. Dalam kaitannya dengan hal di atas, Giddens (1990: 218) mengemukakan bahwa segala hal yang ada dalam kedirian kita dipengaruhi oleh modernitas tinggi, termasuk hal yang paling intim. Modernitas tinggi telah mempengaruhi hal yang paling intim termasuk identitas, gaya hidup dan pilihan-pilihan dalam berbagai aspek kehidupan. Musisi menggunakan teknologi untuk mengekspresikan karyanya. Kaitannya dalam penelitian ini, teknologi yang dimaksud adalah netlabel. Ketika muncul netlabel dan serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan musik, maka para musisi berlomba-lomba untuk bekerja, membuat musik yang kreatif dan mempublikasikannya. Mereka seakan-akan ingin mengatakan “mumpung ada netlabel mari kita membuat musik sekreatif mungkin” mengingat netlabel membebaskan musisi ataupun untuk bermusik dengan cara mereka sendiri. Netlabel dengan proses kegiatan bermusik para musisi tersebut oleh Gidden disebut sebagai refleksi terhadap identitas dan gaya hidup (1990: 225). Maksudnya, ketika sudah ada netlabel, maka zaman rekaman konvensional telah berubah menjadi netlabel. Netlabel dapat mempengaruhi, mengubah ataupun membedakan identitas antar musisi atau band. 102 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Seperti yang sudah kita bahas pada sub bab sebelumnya, komunitas netlabel berhubungan erat dengan gaya hidup indie. Semangat perlawanan dan sikap membedakan diri dari korporat industri musik kali ini ingin ditunjukkan melalui antikomersialisasi musik dan semangat berbagi. Berbicara tentang musik yang sudah menjadi bagian dari industri, tidak dapat dilepaskan dari ideologi pasar. Secara singkat, ideologi pasar adalah suatu ideologi di mana pasar menentukan ke mana arah aktivitas manusia. Aktivitas manusia ditentukan oleh prinsip komersial atau hasrat untuk mencari keuntungan finansial. Ideologi pasar ini mengukur musik secara kuantitas yaitu berdasarkan pada jumlah keping album yang terjual pada tiap produksinya dan seberapa luas jangkauan konsumen. Industri musik memaksa sebuah band atau musisi untuk bekerja atau berkarya sesuai dengan keinginan pasar. Agen dari ideologi pasar adalah major label. Menurut saya inilah yang ingin dilawan oleh agenda anti-komersialisasi musik dan semangat berbagi yang dicetuskan oleh netlabel. Menurut Soetomo (2003: 27) dalam dunia kapitalisme, kebudayaan dan kesenian diubah menjadi industri. Industri kebudayaan menjadi pilar untuk terus memelihara sistem kapitalis. Dalam sistem kapitalisme terbentuklah industri yang memonopoli kebudayaan. Yang menyebabkan ideologi pasar menguasai industri musik adalah paradigma yang mengatakan bahwa sebuah band akan sukses jika bergabung dengan major label. Langkah yang dilakukan oleh musisi atau band adalah membuat kesepakatan dengan pihak major label. Kesepakatan-kesepakatan tersebut 103 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI lazim dinamai dengan kontrak. Dalam sebuah kontrak, pihak major label mengharuskan sebuah grup band membuat beberapa album. Album yang dibuat diharapkan laku di pasaran dengan jumlah yang besar. Hal tersebut berarti dalam membuat karya, grup band atau musisi harus mengikuti selera pasar. Masalah yang kemudian timbul adalah ketika selera pasar tidak sesuai dengan keinginan atau selera musisi atau grup band. Ada beberapa aturan yang harus dipatuhi seorang musisi atau grup band ketika mereka ingin atau telah bernaung di bawah major label. Selain lagu yang dianggap cocok dengan selera pasar, lagu yang diproduksi harus bersifat menghibur. Selain itu, major label tidak ingin artisnya tersandung masalah dengan lirik atau lagu yang diproduksi. Dengan kata lain, major label ingin bermain aman. Dengan hadirnya netlabel dengan konsep berbaginya runtuhlah konsep industri major label. Musik yang sebelumnya digunakan sebagai komoditi dan diperjualbelikan oleh netlabel menjadi bebas dinikmati oleh siapa saja. Ini adalah salah satu life politics yang ditawarkan netlabel untuk merekrut penggemar lebih banyak. Ini adalah cara netlabel untuk mengkampanyekan politics of choice mereka. Inilah aktualisasi diri dan upaya menunjukkan pembeda dalam diri pemeluk gaya hidup netlabel. Ini juga merupakan bentuk life politics yang berupa emansipasi atau pembebasan dari aturan-aturan dan dominasi sekelompok orang, dalam hal ini major label. Netlabel juga menggunakan Creative Commons License dalam mengkampanyekan life politics anti-komersialisasi musik dan semangat berbagi 104 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI mereka. Creative Commons License seakan-akan merupakan bentuk perlawanan terhadap rejim hak cipta.49 Creative Commons License memungkinkan kita mempertahankan hak cipta, tapi juga memungkinkan orang lain untuk menggunakan karya tanpa izin dan tanpa pembayaran, selama mereka mencantumkan sumber dan penciptanya. Jadi ketika seorang musisi mencantumkan simbol Creative Commons License maka itu berarti ia mengizinkan karyanya diperbanyak, direpublikasi, dijual, dan dimodifikasi, sepanjang namanya tetap disebutkan dalam karya tersebut. Atau dengan kata lain karyanya boleh dibajak tetapi tidak mengijinkan karya tersebut dijiplak. Semua Creative Commons License memiliki ciri-ciri umum yang sama. Semua lisensi membantu pencipta tetap memiliki hak cipta walaupun mereka mengizinkan karyanya disalin, didisribusikan, dan digunakan oleh orang lain baik secara komersial maupun non-komersial. Kombinasi perangkat Creative Commons Lisence dan pengguna Creative Commons Lisence menjadi suatu wahana digital yang luas dan terus berkembang. Semua konten yang menggunakan Creative Commons Lisence dapat disalin, diedarkan, disunting, di-remix, dan ditambah-tambahi, asalkan tetap di dalam koridor hukum hak cipta. Creative Commons License sekarang disebut sebagai permulaan gerakan copyleft. Inti dari gerakan ini adalah bukannya menggunakan all rights reserved tetapi some rights reserved. Creative Commons License membangkitkan isu 49 Creative Commons License sebagai perlawanan terhadap rejim hak cipta sudah diterangkan di bab 3 105 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI mengenai “properti intelektual” dan pengaruh “commons” di era informasi. Menurut Lessig (www.creativecommons.org) dalam hal ini kebudayaan modern didominasi oleh distribusi konten tradisional untuk mengukuhkan domonasi produk-produk budaya tertentu, misalnya musik populer, film populer, sehingga munculnya Creative Commons License diharapkan dapat menyediakan solusi alternatif untuk distribusi produk budaya yang tidak mendominasi. Sampai di sini berarti Creative Commons License telah membuat terobosan baru sekaligus mengganti tradisi lama menjadi tradisi baru. Musik yang identik dengan kepentingan komersial diganti dengan musik sebagai sarana untuk berkreatifitas sekaligus berbagi. Membagikan karya tanpa perlu mengkhawatirkan masalah pembajakan yang tidak kunjung dapat diselesaikan. Adanya netlabel dan Creative Commons License menunjukkan bahwa kebutuhan yang dianggap sepele seperti mengkonsumsi musik ternyata dapat mengancam kekuasaan negara. Yang dimaksud dengan kekuasaan negara di sini adalah undang-undang hak cipta50, dan perusahaan rekaman konvensional yang pada praktiknya ternyata tidak mampu menampung kreatifitas musisi. Adanya Creative 50 Copyright banyak di kenal di Indonesia dengan nama Hak Cipta. Undang-undang tentang hak cipta di Indonesia terdapat pada UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002. Berdasarkan Undang-undang tersebut yang disebut Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Suatu karya yang dianggap memiliki hak cipra atau copyright ditandai dengan sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata "copyright", yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Menurut undang undang yang sama pula, Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta tentang musik diatur dalam undang-undang hak cipta Bagian Keempat tentang Ciptaan yang Dilindungi Pasal 12. 106 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Commons License membuat musisi menemukan alternatif lain dalam melindungi karya mereka selain undang-undang hak cipta yang selama ini berlaku di Indonesia. Creative Commons License dianggap sebagai “undang-undang alternatif” karena dirasa lebih mampu mengakomodir aspirasi kegiatan bermusik para musisi. Creative Commons License dinilai lebih mampu membebaskan kreatifitas musisi yang selama ini merasa dibelenggu. Creative Commons License juga dinilai mampu membebaskan musisi dari dominasi-dominasi sekelompok orang atau individu yang selama ini berkuasa terhadap musik khususnya di Indonesia. Dengan adanya Creative Commons License, dominasi-dominasi tersebut hilang sehingga musisi ataupun band mampu berkesenian secara maksimal tanpa harus memikirkan sisi komersialitas. Berkaitan dengan Creative Commons License, konsumen musik mempunyai pendapat yang unik: Creative Commons Lisense itu kan undang-undang yangg ngebolehin band buat share lagu dan kita boleh download kan ya? Menurutku kalau udah ada undangundang yang ngijinin berarti kita bisa download yang banyak dan tidak perlu takut dibilang mbajak lagu. (Doan Mitasari) Jika dilihat dari jawaban konsumen musik di atas, rupanya Creative Commons License membuat konsumen musik merasa aman dan nyaman dalam mengunduh musik. Sebelum ada Creative Commons License, ketika konsumen musik mengunduh lagu via internet, mereka seolah-olah merasa disalahkan dengan melakukan praktik pengunduhan lagu secara ilegal. Ketika tingkat pembajakan semakin meningkat, semua seolah-olah menuduh konsumen musik yang mengunduh lagu sebagai penyebabnya. Dengan adanya Creative Commons License , konsumen 107 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI musik dapat mengunduh lagu tanpa perlu merasa menjadi penyebab tingginya angka pembajakan di Indonesia. Saya melihat bahwa Creative Commons License merupakan perwujudan nyata gerakan anti-komersialisasi musik. Ini adalah pernyatan tegas kampanye life politics bahwa netlabel juga mengusung misi melawan konsep kapitalisme musik dan konsep hak cipta. Inilah refleksifitas netlabel yang membentuk pilihan-pilhannya dalam menyikapi industri musik. Di sini terbentuklah identitas baru melalui netlabel, yaitu identitas perlawanan terhadap rejim hak cipta dan perlawanan terhadap kapitalisme musik. Di sini juga terjadi bentuk aktualisasi diri dalam mengubah realitas baru. netlabel membentuk realitasnya sendiri, membentuk dunianya sendiri, yaitu dunia yang bebas dari kungkungan korporat major label dan industri musik. Namun di lain pihak netlabel juga meciptakan penjara baru dalam dunia barunya tersebut. Realitas baru yang dibentuk netlabel awalnya hanya merupakan gerakan anti-komersialisasi musik, namun secara tidak langsung netlabel seakan-akan mengharuskan penggunanya untuk menyetujui konsep itu. Inilah semacam “penjara baru” yang diciptakan oleh netlabel dengan berbagai macam misinya. Hal lain yang menjadi pertanyaan saya adalah: Apakah benar musisi dan pemilik netlabel ini memiliki semangat berbagi sebagai agenda utamanya? Ataukah ada agenda lain dibalik semua itu? Pertama, saat ini kita sudah bisa mendengarkan dan menikmati musik secara gratis di internet, lalu apa istimewanya konsep berbagi netlabel? Kedua, apakah ada agenda lain dibalik mengkampanyekan konsep berbagi 108 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI musik gratis ini? Sebagai contoh kita bisa menikmati fasilitas umum secara gratis, tetapi sebenarnya fasilitas umum tersebut dibangun dari uang pajak yang kita bayar. Inilah yang ingin saya telusuri. Menurut saya saat ini sudah”basi” ketika kita membicarakan konsep berbagi musik gratis melalui internet karena hampir semua musik yang ada di internet itu sudah gratis. Menurut saya mengangkat konsep berbagi musik gratis itu sudah tidak istimewa lagi. Lalu muncul pertanyaan lagi janganjangan “pertarungannya” bukan pada masalah gratisnya? Lalu ada misi apa dibalik semua itu? Menurut saya yang konsep yang ditawarkan tidak benar-benar gratis. Konsep gratis ini hanya untuk membuat narasi mengenai netlabel agar memiliki jargon sebagai identitas netlabel itu sendiri. Musik yang ditawarkan musisi netlabel memang dapat di unduh secara gratis tetapi musisi mendapatkan promosi gratis dan hal tersebut mendongkrak penjualan merchandise serta penghasilan tampil “live”. Netlabel menggratiskan musiknya tetapi netlabel juga menjual mechendise dan keuntungan dari penjualan tersebut digunakan untuk membiayai biaya operasional netlabel. Ini bukanlah hal buruk menurut saya, karena menurut saya ini adalah pola pendistribusian dengan cara baru. Inilah “penjualan” dengan cara baru di era internet yang serba gratis ini. Dengan kata lain “kami berikan musiknya gratis, tapi kalian harus bayar dengan cara lain, yaitu membeli merchandise”. Bagi saya ini subsidi silang agar musisi dan pemilik netlabel bisa terus berkarya. Dengan mendapatkan keuntungan dari penjualan merchandise maka musisi bisa membiayai rekaman dan pemilik netlabel bisa membiayai biaya operasional netlabel. 109 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4. Netlabel Sebagai Media Alternatif Dalam Mengkonsumsi Musik Dalam sub bab ini akan dibahas tentang apa arti netlabel sebagai media alternatif dalam mengkonsumsi musik. Tentu saja dalam perjalanannya, netlabel tidak langsung menjadi media alternatif yang berguna bagi konsumen musik. Terdapat serangkaian proses sampai akhirnya konsumen musik memutuskan bahwa netlabel yang mereka pilih sebagai media dalam mengkonsumsi musik. Saat ini ada dua kriteria konsumen dalam menikmati musik. Pertama, orang yang dulunya membeli rilisan fisik sekarang mereka memiliki pilihan satu lagi yaitu dengan mengunduh, walaupun mereka tidak meninggalkan konsumsi rilisan fisik. Kedua, konsumen yang dulunya membeli rilisan fisik saat ini berubah kebiasaan mengkonsumsi musik dengan cara mengunduh, mereka meninggalkan kebiasaan membeli rilisan fisik karena perkembangan teknologi digital. Menurut saya inilah yang saya pahami dengan konsep refleksifitas menurut Giddens. Manusia mempunyai gambaran tentang dirinya dan kondisi sosial kehidupannya. Para konsumen netlabel paham bahwa dunia internet berkembang begitu pesat sehingga teknologi mendengarkan musik juga berubah. Walaupun beberapa orang masih bertahan mengkonsumsi musik dengan membeli rekaman fisik tetapi mereka tidak bisa menutup diri dari era musik yang berubah. Karena refleksifitas tersebut maka orang memilih keputusannya dengan tetap membeli rilisan 110 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI fisik dan mengunduh gratis, tetapi bisa juga konsumen meninggalkan kebiasaan membeli rilisan fisik dan hanya mengunduh melalui internet. Indra Menus menjelaskan tetang perbedaan cara dia mengkonsumsi musik dari era sebelum ada internet menuju era digital saat ini. Sebelumnya lewat tape (dubbing tape), CD player, turntable. Perbedaannya, sekarang lebih gampang mendapat album yang di inginkan, asal koneksi internet bersahabat, lancar jaya. Tapi jadi gak ada perjuangannya dibanding dulu yang mau ngopi lagu aja kudu ke temen yang punya double deck, atau ngopi lagu dari radio. Jadi dulu tuh kayak lebih menghargai sebuah album,sekarang kalo lagi dengerin album suka di skip langsung ke lagu yg disukai. (Indra Menus) Selanjutnya Indra Menus mengungkapkan bahwa: Biasanya gratis atau membayar sesuai dengan apa yang menurut saya pas sesuai sama album yang mau saya download tersebut. Saya bukan tipikal kolektor fanatik album dalam sebuah bentuk fisik tertentu, jadi mau bentuk tape, vinyl, digital pun gak masalah selama saya punya alat pemutarnya. (Indra Menus) Dalam kutipan tersebut Menus menjelaskan bahwa mengkonsumsi musik dengan mengunduh lagu melalui internet lebih mudah, namun saking mudahnya dia merasa kurang mendapat “greget” dalam mengkonsumsi sebuah lagu. “Greget” itulah yang pada akhirnya menjadi ukuran seberapa besar seorang konsumen musik dalam menghargai sebuah karya musik. Namun pada akhirnya Menus mengemukakan bahwa cara mendapatkan lagu atau musik tidaklah terlalu penting asalkan memiliki sarana untuk mendengarkan lagu itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan Giddens bahwa modernitas merupakan fenomena bermata ganda. Di satu sisi modernitas menyediakan kemudahan tetapi di sisi lain juga memberikan kegelisahan kepada umat manusia. Seperti kita lihat dalam kasus diatas, ketika dunia digital telah bekembang pesat, teknologi tersebut 111 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam mengkonsumsi musik. Tetapi di lain pihak konsumen memiliki kegelisahan seperti yang dirasakan oleh Menus. Seperti yang diungkapkan Gidens bahwa tatanan masyarakat pra-modern telah berakhir dan kita berada dalam kondisi modern, tetapi kondisi tersebut membuat semuanya menjadi serba abu-abu dan belum jelas. Modernitas yang berpengaruh pada industri musik saat ini merupakan suatu peralihan antara yang “lama” dan yang “baru”. Dalam kondisi modern, yang “lama” akan digantikan dengan yang “baru”, tetapi sesuatu yang “baru” tersebut bukan merupakan hal yang pasti dan akan terus berubah. Seperti yang terjadi oleh konsumen netlabel, kegelisahan cara mengkonsumsi musik yang “lama” yaitu membeli rilisan fisik tergantikan oleh mengkonsumsi musik dengan cara yang “baru” yaitu mengunduh. Konsumen tidak bisa secara tiba-tiba meninggalkan kebiasaan lama mereka karena kebiasaan baru mengkonsumsi musik dengan mengunduh dirasa masih memiliki banyak kerumitan misalnya harus tersedianya koneksi internet, dan pengunduh harus memiliki pengetahuan cara mengunduh. Life politics ini hanya mucul pada masyarakat pasca-tradisional, yaitu pilihan untuk mengkonsumsi musik melalui netlabel hanya terjadi pada kondisi modern saat ini. Life politics tersebut muncul dari kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga masyarakat mendapatkan banyak informasi. Hal ini mengakibatkan tradisi menjadi tersisih, Giddens (1991: 100) menyebut ini sebagai proses detradisionalisasi. Maksudnya, bukan berarti menghilangkan tradisi, tetapi tradisi yang sudah ada tidak lagi diterima begitu saja melainkan terus-menerus 112 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dipertanyakan, dikoreksi, atau dimaknai secara baru dalam konteks yang berbeda. Dalam detradisionalisasi, tradisi bukan satu-satunya dasar dalam membuat keputusan tetapi banyak lagi peluang dan kemungkinan-kemungkinan baru yang bisa menjadi bahan pertimbangan. Dalam kasus ini, netlabel hanyalah salah satu alternatif baru dari pilihan-pilihan yang sudah ada sebelumnya. Konsumen netlabel masih bisa menikmati musik dengan cara “tradisional” yaitu melalui membeli rekaman fisik, tetapi di era modern saat ini konsumen diberi pilihan juga untuk mendengarkan musik melalui mengunduh. Inilah politics of choice yang muncul di era modern, banyak sekali bentuk dan model dalam mengaktualisasikan diri sebagai bentuk menunjukkan identitas. 5. Jejaring Netlabel Dengan Sesama Komunitas Penganut Life Politics Netlabel sebagai lembaga atau komunitas yang menganut suatu life politics tertentu pasti memiliki jaringan dengan lembaga atau organisasi lain yang menganut life politics juga. Netlabel banyak sekali berhubungan dengan lembaga-lembaga lain seperti radio online, majalah online, komunitas indie dan lain-lain. Namun saya tidak bisa membahas keseluruhan lembaga itu disini, saya hanya akan memilih lembaga yang saya anggap mewakili dan memiliki misi life politics yang kuat juga. Contoh kasus yang saya ambil adalah netlabel Yes No Wave Music. Dalam mengkampanyekan visi dan misi, Yes No Wave Music bekerja sama dengan KUNCI 113 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Cultural Studies Center. Seperti dikutip dalam situsnya kunci.or.id51 KUNCI Cultural Studies Center adalah lembaga non-profit dan independent yang didirikan di Yogyakarta, Indonesia, pada tahun 1999 dan bekerja untuk mengembangkan masyarakat Indonesia yang secara kultural bersifat kritis, terbuka dan berdaya. Misinya adalah mengembangkan kajian budaya atas dasar semangat eksploratif dan eksperimental serta mendorongnya menuju gerakan yang lebih luas melalui praktikpraktik pendidikan populer. Bila kita lihat Yes No Wave Music dan KUNCI Cultural Studies Center memiliki misi yang sama dalam mengkampanyekan life politics-nya. Mereka samasama mengakampanyekan identitas non-profit dan semangat independent dalam semua pergerakannya. Selain itu mereka juga sama-sama mengkampanyekan budaya kritis terhadap budaya yang dominan. Saya pernah menghadiri acara mengenai Fanzine52 yang diadakan KUNCI Cultural Studies Center dan Yes No Wave Music. Dalam acara tersebut diadakan pameran Fanzine dan KUNCI Cultural Studies Center menyediakan mesin fotokopi yang bisa digunakan memperbanyak Fanzine secara gratis. Dari situ kita bisa melihat bahwa mereka mempunyai agenda politik yang sama, mereka juga sama-sama ingin mengaktualisasikan pandangan politik mereka. Mereka sama-masa memiliki pandangan politik anti-komersialisasi dan semangat berbagi. Inilah life politics yang berpengaruh pada kedirian seseorang dan ingin 51 Diakses pada hari Minggu 21 Juli 2013. Fanzine semacam majalah atau selebaran yang dibuat secara independen. Kebanyakan berisi tentang musik, gaya hidup indie dan pandangan tentang politik. Biasanya Fanzine ini diperbanyak menggunakan dengan cara difotokopi dan dibagikan secara gratis. 52 114 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI disebarkan ke khalayak banyak agar banyak orang yang mengetahui pandangan politik mereka. Selain bekerjasama dengan KUNCI Cultural Studies Center, Yes No Wave Music memiliki jaringan dengan Ruang MES 56. Ruang MES 56 adalah sebuah lembaga non-profit yang didirikan di Jogja pada tahun 2002 oleh sekelompok seniman, yang memfungsikan dirinya sebagai laboratorium produksi dan diseminasi gagasan seni berbasis fotografi, serta menitik beratkan pada pendekatan yang bersifat eksploratif dan eksperimental, secara konsep maupun konteks. Dengan tujuan untuk membangun wacana seni rupa kontemporer dan budaya visual, serta mengoptimalkan jaringan seni di wilayah Asia Tenggara melalui beberapa program seperti residensi, presentasi/diskusi, pameran, maupun proyek-proyek seni lintas disiplin. Ruang MES 56 dapat dikatakan sebagai sebuah situs atau tempat seni dan budaya. Hal tersebut dikarenakan selain sebagai galeri ruang seni untuk pameran atau exhibition, Ruang MES 56 juga sering digunakan untuk tempat berkumpul oleh para pecinta seni. 53 Yes No Wave Music pernah bekerjasama dengan Ruang MES 56 Workshop Zine54 Bersama Danielle Hakim. Danielle Hakim adalah Seniman Australia yang sedang dalam masa residensinya di Ruang MES 56. Workshop diadakan pada tanggal 1 sampai 3 Maret 2013. Dalam kegiatan tersebut peserta diwajibkan membawa peralatan sendiri dan diajarkan berbagai metode dalam membuat Fanzine. Acara ini gratis dan dibuka untuk umum. 53 54 Diakses melalui http://mes56.com/pada tanggal 31 Juli 2013 Zine merupakan singkatan dari Fanzine 115 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Yes No Wave Music juga mempunyai wadah untuk menampilkan band-band dalam suatu panggung yang bernama Yes No Klub55. Yes No Klub awalnya digagas sebagai wadah berekspresi musisi-musisi indie yang diadakan rutin setiap bulan. Yes No Klub juga merupakan wadah untuk menampung musisi-musisi Indonesia maupun luar negeri ketika mengadakan tour di Yogyakarta. Yes No Klub awalnya bertempat di Ruang MES 56, tetapi kini tempat untuk Yes No Klub berbindah-pindah. Yes No Wave Music juga memiliki webzine56 bernama XEROXED57 . XEROXED berisi berita tentang musik indie dan acara seni lainnya, termasuk acara yang diadakan oleh KUNCI Cultural Studies Center dan Ruang MES 56. Yes No Wave Music, KUNCI Cultural Studies Center dan Ruang MES 56 meiliki jaringan yang kuat. Ketiga lembaga ini saling mendukung dalam masing masing proyek seni yang mereka adakan. Di sini kita bisa melihat bahwa Yes No Wave Music ingin melebarkan sayap life politics-nya secara lebih luas. Tidak hanya terbatas oleh musik dan subculture indie saja tetapi melingkupi seni visual dan fotografi. Yang menarik untuk dicermati adalah, Yes No Wave Music, KUNCI Cultural Studies Center dan Ruang MES 56 sama-sama mengusung misi non-profit. Semangat non-profit tersebut yang menjadikan ketiga lembaga tersebut memiliki life politics yang sama. 55 Diakses melalui http://yesnoklub.yesnowave.com/ pada tanggal 31 Juni 2013 Webzine merupakan Fanzine yang dapat diakses secara online. 57 Diakses melalui http://xeroxed.yesnowave.com/ pada tanggal 31 Juni 2013 56 116 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6. Kesimpulan Kemunculan netlabel tidak dapat dilepaskan dari fenomena globalisasi. Globalisasi membuat netlabel pada akhirnya sampai di Indonesia dan digunakan sebagai media alternatif dalam mendistribusi dan mengkonsumsi musik. Ideologi berbagi yang digunakan oleh netlabel membuat para musisi tidak lagi merisaukan pengunduhan lagu oleh konsumen musik. Sebaliknya, konsumen musik dapat dengan leluasa mengunduh lagu-lagu tanpa harus takut dijerat dengan berbagai aturan yang memberatkan. Globalisasi yang pada akhirnya memunculkan netlabel ini ternyata pada akhirnya menjadi agenda politik tersendiri. Netlabel menjadi agenda politik terutama ketika netlabel berhasil memberikan identitas baru bagi kelompok tertentu maupun individu. Indonesian Netaudio Festival menjadi semacam kampanye identitas pengguna netlabel. Netlabel juga telah berhasil menjadi sarana pembeda antar kelompok maupun antar identitas. Musisi atau band yang dirilis melalui netlabel dianggap sebagai musisi ataupun band non-mainstream. Sedangkan band yang tidak dirilis netlabel adalah musisi atau band mainstream. Ketika sebuah band atau musisi dikategorikan menjadi musisi atau band non-mainstream, maka terdapat ideologiideologi tertentu yang melingkupinya. Misalnya musisi non-mainstream dinilai lebih rendah hati daripada musisi ataupun band mainstream. Sampai di sini berarti globalisasi tidak hanya sekadar memunculkan netlabel yang kemudian memunculkan identitas-identitas baru, namun lebih dari itu, netlabel rupanya juga telah masuk ke 117 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI dalam ranah ideologi tertentu yang pada akhirnya memunculkan stigma-stigma tertentu pula. Pada akhirnya, netlabel dinilai berhasil membebaskan musisi dan konsumen musik dari cengkraman undang-undang hak cipta ketika memunculkan Creative Commons License. Creative Commons License dinilai mampu menjadi “undang-undang baru” yang mampu mengakomodir seluruh pecinta musik baik dari sisi musisi maupun konsumen musik. Dengan adanya netlabel identitas pribadi menjadi identitas politik. Identitas pribadi menjadi identitas politik ketika terjadi emansipasi atau pembebasan terhadap bermusik melalui semangat anti-komersialisasi. Maksud dari pembebasan di sini adalah pembebasan dari tradisi dan pembebasan dari dominasi sekelompok orang atau individu yaitu perusahaan rekaman konvensional. Netlabel juga dinilai berhasil memberikan ideologi baru yaitu ideologi bermusik untuk berbagi. Yang dimaksud berbagi di sini adalah karya seni dapat didapatkan atau dibagikan secara cuma-cuma tanpa mementingkan sisi komersial. Ketika musisi tidak selalu berpikir mengenai komersialisasi musik, maka musisi telah terbebas dari indeologi industri rekaman. Semua itu adalah life politics, politik yang berfokus pada individu masingmasing orang, dan di dalamnya meliputi identitas. Life politics dan identitas pemeluk gaya hidup netlabel yang akan terus diperbaharui. Pembaharuan life politics dan identitas tersebut dipengaruhi keadaan secara global. 118 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Bab V Kesimpulan Kesulitan utama dalam mempelajari industri musik dan teknologi adalah perkembangannya yang terjadi dengan cepat. Hal ini membuat semua orang menjadi kesulitan untuk tetap “up to date”. Produk budaya baru dengan cepat ditemukan, kebijakan-kebijakan baru dibuat dan hal tersebut membuat konsekuensi-konsekuensi baru dalam industri musik Burnett (1996: 149) Kutipan di atas mampu menggambarkan bahwa industri musik dan teknologi selalu berkembang. Penelitian saya ini akan menjadi penelitian yang tidak menarik lagi ketika dilakukan beberapa tahun ke depan, karena pasti banyak hal baru yang terjadi dalam industri musik. Dalam sepuluh tahun terakhir pembahasan mengenai musik digital seperti tidak ada habisnya. Bahkan akhir-akhir ini anak muda disuguhi tren “baru”, yaitu mengoleksi rekaman dalam bentuk kaset dan piringan hitam. Banyak yang beranggapan bahwa musik digital sudah membosankan, dan saatnya kembali ke kaset dan piringan hitam. Inikah strategi baru industri musik untuk mempertahankan keberadaannya? Tidak ada yang mampu menjawab pertanyaan ini karena industri musik dan teknologi selalu berkembang. Sebagaimana dikatakan oleh Giddens, modernitas selalu menghasilkan dua sisi yang bertentangan, yakni sisi rasa aman dan sisi resiko. 119 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Tema utama penelitian ini adalah modernitas dan globalisasi yang berpengaruh terhadap proses pembentukan identitas sebagaimana tampak dalam konsumsi dan distribusi musik melalui internet. Modernitas yang terjadi tidak sepenuhnya menjadi jalan keluar dari masalah-masalah dalam bidang musik, melainkan justru menjadi masalah baru. Salah satu kasus adalah maraknya pembajakan musik di Indonesia. Pembajakan musik di Indonesia menyebabkan penurunan penjualan album rekaman musik di Indonesia. Beberapa tahun terakhir musisi, perusahaan rekaman, dan penikmat musik Indonesia melalukan reaksi terhadap pembajakan musik di Indonesia melalui berkampanye anti-pembajakan dan berusaha menyuarakan agar konsumen membeli rilisan resmi. Kampanye yang dilakukan tersebut bukan tanpa alasan. Penurunan penjualan rekaman menjadi alasan utama, karena penjualan album rekaman mampu menghasilkan uang yang dapat menghidupi perusahaan rekaman dan musisi. Bisa dibayangkan bila mayoritas pendengar musik lebih memilih mengunduh atau mengkopi lagu mereka secara gratis daripada membeli karya resmi para musisi. Ladang penghasilan perusahaan rekaman dan musisi selama ini tentunya bisa mengering. Bila sudah begitu, tentu kebangkrutan menjadi ancaman utama yang akan dialami oleh perusahaan rekaman dan musisi. Industri musik di Indonesia saat ini tengah terombang-ambing oleh kehadiran teknologi yang mampu membuat suatu karya diunduh atau dikopi secara gratis. Modernitas dengan segala kegagalannya di Indonesia telah menjadi arena baru bagi pencarian dan pembentukan identitas generasi penggemar musik. Dalam 120 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI penelitian ini saya ingin menunjukkan bagaimana modernitas mengakibatkan terjadinya globalisasi dan membentuk identitas baru terhadap masyarakat, khususnya konsumen netlabel di Indonesia. Netlabel berelasi erat dengan media internet yang berkembang pesat. Dan internet sangat berpengaruh terhadap penyebaran musik serta konsumsi musik di Indonesia. 1. Pembentukan Identitas Baru Melalui Netlabel Modernitas memiliki kecepatan berubah, bersifat dinamis, dan pergerakannya jauh melebihi era pra-modern. Perkembangan teknologi secara global telah melebihi batas-batas yang terjadi sebelumnya. Dalam penelitian ini saya telah mencoba menggali lebih dalam pengunduhan musik melalui internet. Saya melihat bahwa konsumen musik di Indonesia semakin dimudahkan dengan teknologi digital dalam hal mencari, menemukan dan mengkonsumsi musik. Saat ini konsumen musik di Indonesia semakin lama menghabiskan waktunya dengan internet. Dengan perangkat teknologi komputer maupun telepon seluler orang semakin menikmati berselancar di dunia maya. Kegemaran masyarakat Indonesia mengunduh musik digital ditambah perkembangan teknologi informasi yang kian canggih membuat masyarakat menjadi gagap sekaligus tamak. Maksudnya, kasus yang terjadi di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di negara-negara maju. Di negara-negara maju seperti Amerika penjualan musik digital mengalami peningkatan menggantikan penjualan fisik. Di Indonesia, 121 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI konsumen musik berlomba-lomba mengunduh secara ilegal. Hal ini mengakibatkan penjualan rekaman secara fisik maupun online menjadi menurun drastis. Hal itu terjadi karena timbul berbagai masalah yang menyebabkan terhambatnya modernitas di Indonesia. Dengan kata lain modernitas yang terjadi di Indonesia memiliki lobang besar yang membuat penyebarannya berbeda dengan yang terjadi di negara-negara Amerika dan Eropa. Keterbatasan koneksi internet dan sulitnya memiliki alat tukar untuk bertransaksi di internet merupakan salah satu penyebab terhambatnya modernitas. Keterbatasan tersebut mendorong konsumen untuk menemukan caranya sendiri, yaitu mengunduh secara ilegal. Dengan mengunduh, konsumen dapat menyimpan lagu dan bisa memutarnya tanpa harus terkoneksi internet. Selain itu mengunduh secara ilegal tidak dikenakan biaya, karena itulah tidak perlu memiliki alat tukar berupa kartu kredit. Dari hal di atas mucul pertanyaan, mengapa pengunduhan musik secara ilegal dimungkinkan terjadi di Indonesia? Jawabnya karena penegakan hukum di Indonesia tidak berjalan secara baik. Hal itu bisa dibuktikan dengan banyaknya penjual CD bajakan di Indonesia yang terjadi secara terang-terangan. Penjualan secara terangterangan saja tidak mendapat tindakan hukum apalagi hanya mengunduh secara ilegal. Lalu muncul pertanyaan lagi, mengapa CD bajakan itu laku? Mengapa mengunduh ilegal juga dijadikan pilihan? Jawabnnya tidak lain karena tingginya harga jual rekaman jika dibandingkan dengan tingkat ekonomi masyarakat Indonesia. 122 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Ketika masyarakat Indonesia memiliki tingkat ekonomi seperti di negara maju seperti Amerika maka harga CD original akan dianggap murah. Hakikat dari berbagai masalah yang kompleks yang terjadi di industri musik Indonesia, konsumen tidak lagi memiliki kepercayaan terhadap sistem yang berjalan. Kepercayaan merupakan hal yang penting agar sistem berjalan sesuai keinginan. Dengan tidak adanya kepercayaan maka sistem tersebut tidak lagi operasional bagi penggunanya. Dalam hal ini terjadi kegagalan dalam bidang teknologi, kegagalan dalam bidang penegakan hukum, dan kegagalan dalam sistem ekonomi di Indonesia. Karena kegagalan-kegagalan itulah maka sistem yang berjalan di Indonesia tidak lagi dipercaya oleh konsumen musik Indonesia. Di tengah semua permasalahan mengenai industri musik di atas, muncullah netlabel. Netlabel hadir di tengah kegemaran masyarakat Indonesia mengunduh musik melalui internet secara ilegal. Netlabel menawarkan pengunduhan musik secara gratis dan legal. Konsumen tidak perlu memiliki kartu kredit untuk membayar musik yang ditawarkan oleh netlabel. Netlabel juga mengklaim bahwa musik yang mereka tawarkan adalah legal dan dengan persetujuan dari artis yang bersangkutan. Tidak hanya itu netlabel juga melindungi memakai Creative Commons License sebagai perlindungan hukum terhadap karya musik yang dirilisnya. Saya melihat netlabel menawarkan semacam gaya hidup baru bagi konsumen musik di Indonesia, gaya hidup yang merupakan identitas baru bernama netlabel. 123 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Saya melihat bahwa netlabel di Indonesia berusaha menawarkan suatu trust baru kepada konsumen musik di Indonesia. Dengan menawarkan musik yang gratis, legal dan berlisensi, netlabel seakan ingin membangun trust baru pada konsumen musik di Indonesia. Trust baru perlu dibangun karena masyarakat Indonesia tidak lagi memiliki trust kepada industri musik di Indonesia. Hilangnya trust tersebut disebabkan berbagai masalah pelik yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu kegagalan teknologi, alat tukar, penegakan hukum, dan sistem ekonomi. Trust baru yang ditawarkan netlabel bertujuan agar konsumen musik di Indonesia memiliki ontological security. Ontological security merupakan rasa aman yang terkait dengan jati diri dan pembentukannya. Dalam hal ini, rasa aman yang dimaksud muncul dari keyakinan bahwa Creative Commons License memberi pembenaran terhadap tindakan mengunduh dan menikmati tanpa berbayar. Perasaan aman dibutuhkan oleh konsumen musik di Indonesia agar konsumen musik merasa nyaman ketika mengunduh musik melalui netlabel. Maksudnya, ketika mengunduh musik melalui netlabel, konsumen musik di Indonesia tak perlu merasa khawatir mengenai sistem pembayaran dan masalah hukum, karena semuanya gratis dan legal. Netlabel berusaha menghapuskan segala permasalahan yang ada di industri musik Indonesia saat ini. Netlabel berusaha membuat realitas yang baru melalui sistemnya sendiri, dan hal tersebut membentuk identitas baru bagi konsumen musik di Indonesia. Identitas yang terus menerus berubah, identitas yang muncul sebagai 124 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI kontrol terhadap kehidupan sehari-hari dan juga dalam upaya mengendalikan lingkungan sosial. 2. Identitas Netlabel Berubah Menjadi Agenda Politik Seperti yang sudah kita lihat sebelumnya awal kemunculan netlabel sebagai bentuk penyesuaian diri konsumen musik di Indonesia terhadap berbagai masalah yang terjadi. Namun lambat laun proses adaptasi tersebut menjadi semacam agenda untuk mengkampanyekan diri dan mengkampanyekan suatu identitas baru. Konsumen yang sebelumnya mengunduh musik secara ilegal melalui internet kini merasa bangga dan menemukan semacam identitas baru dengan adanya netlabel. Netlabel bukan lagi sebagai proses adaptasi saja tapi sudah menjadi semacam bentuk pemberontakan terhadap musik mainstream dan industri korporat major label. Netlabel menjadi bentuk politik eksistensial dan gaya hidup yang membedakan dengan gaya hidup yang lainnya. Konsumen musik Indonesia yang dulunya mengunduh musik secara ilegal, kini mempunyai alat mengekspresikan dirinya melalui Netlabel. Netlabel mempunyai komunitasnya sendiri dan membuat sebuah festival. Komunitas netlabel ingin menunjukkan diri, menunjukkan gaya hidup dan keberadaan mereka. Festival digunakan sebagai sarana untuk mengkampanyekan ide-ide komunitas netlabel mengenai industri musik. Festival digunakan sebagai 125 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI agenda politik untuk merekrut orang lain agar memiliki gaya hidup yang sama. Agenda pribadi yang bernama netlabel kini menjadi konsumsi publik. Saya melihat kehadiran netlabel di Indonesia bukan hanya karena tren semata. Netlabel di Indonesia memiliki sesuatu yang lebih spesial karena hadir di tengah berbagai masalah mengenai industri musik di Indonesia. Netlabel berada dalam ranah musik indie yang menggunakan pergerakannya sebagai sikap politik terhadap korporat industri rekaman. Netlabel menggunakan semangat indie sebagai sarana membedakan diri dari komunitas-komunitas lainnya. Netlabel mampu menjadikan segala keterbatasan yang ada dalam menikmati musik menjadi suatu kekuatan membedakan dirinya. Semula keterbatasan menikmati musik karena tidak memiliki akses kartu kredit dan keterbatasan ekonomi kini menjadi suatu agenda antikapitalisme dan budaya berbagi. Inilah yang saya sebut dengan identitas baru netlabel di Indonesia. Teknologi dan ide mengenai netlabel memang berasal dari negara maju seperti Amerika, tetapi ketika berkembang di Indonesia hal tersebut memiliki pemaknaan yang berbeda. Inlah yang disebut identitas baru konsumen musik di Indonesia yang terbentuk melalui teknologi bernama netlabel. Semua hal yang kita bahas merupakan bentuk dari life politics. Life politics berisi keputusan dari gaya hidup yang dijalani sehingga menghasilkan kekuasaan untuk mengubah realita yang ada. Life politics bertujuan membangun kehidupan yang bisa dibenarkan secara moral dan bisa menjadi wujud aktualisasi secara sosial. Life politics bertujuan menciptakan tatanan hidup yang lebih etis, dan dituntun oleh 126 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI pertanyaan, bagaimana kita seharusnya menjalani kehidupan. Dengan kata lain life politics akan terus menerus diperbaharui oleh berkembanganya modernitas yang memiliki sifat cair dan tidak bisa di prediksi. 3. Apakah Netlabel Masih Bertahan di Masa Depan? Sejauh ini saya masih bertanya-tanya apakah netlabel masih bisa terus bertahan di masa depan? Atau apakah netlabel akan memiliki wajah baru di masa depan? Berkaitan dengan pertanyaan tersebut saya teringat pada Wok The Rock yang dalam wawancara mengatakan, netlabel ini hanya sebuah alat atau tools yang tidak lebih dari teknologi komputer. Ketika di masa depan ada teknologi baru lagi, saya akan beralih menggunakan teknologi baru tersebut. Yang penting adalah passion saya untuk membuat perusahaan rekaman.” Dari pernyataan tersebut kita bisa melihat bahwa modernitas dan perkembangan teknologi sangat berpengaruh terhadap tindakan seseorang. Ketika di masa depan ditemukan teknologi baru dalam dunia rekaman maka teknologi tersebut akan menyebar dan digunakan secara luas. Dengan kata lain, modernitas selalu berubah-ubah, baik itu teknologi informasi ataupun teknologi yang berhubungan dengan mesin. Saat ini teknologi tersebut berkembang sangat cepat, melebihi batas-batas yang terjadi sebelumnya. Modernitas bersifat tidak bisa diprediksi karena keterbatasan dan pemicu yang berbeda-beda. Netlabel di masa depan akan 127 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI mempunyai wajah baru, atau mungkin tidak lagi menggunakan nama netlabel. Tidak ada yang mampu memprediksi ke mana arah modernitas yang terjadi, seperti yang diungkapkan Sindhunata mengenai moderntas, “Dunia ini berlari. Lebih tepat lagi: dunia ini tunggang-langgang. Artinya, begitu mau dipegang, dunia ini luput seperti belut.”58 Penelitian ini memperlihatkan peran teknologi dalam proses pembentukan budaya. Ditinjau dari perkembangan teknologi rekaman, perubahan yang terjadi saat ini mungkin saja memiliki dampak yang lebih besar daripada ketika ditemukan alat perekam untuk pertama kalinya. Ketika ditemukan alat perekam untuk pertama kalinya musik menjadi bentuk komersil dan objek kapitalisme. Namun dengan ditemukannya teknologi internet kita mampu menduplikasi musik dengan mudah. Hal yang menjadi kekhawatiran korporat musik kini tidak dapat dihindari lagi, yaitu musik tidak bisa lagi dijual. Musik kembali menjadi produk yang bebas dinikmati oleh semua orang. Semua orang berhak berkarya, semua orang berhak menentukan pilihan musik yang ingin didengarkan, semua orang memiliki kebebasan yang sama dalam mendistribusikan musiknya melalui internet. Semua hal tersebut dapat dilakukan dimanapun, kapanpun, dan oleh siapapun. Semua orang memiliki kesempatan yang sama di era digital seperti saat ini. Kita sedang berada dalam sebuah era baru: Era Demokratisasi Musik! 58 Sindhunata dalam majalah BASIS edisi khusus Anthony Giddens , Januari-Februari 2000. 128 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI GLOSARIUM Band: Kumpulan yang terdiri atas dua atau lebih musisi yang memainkan alat musik. CD: Sebuah cakram optik yang digunakan untuk menyimpan data digital DIY: Singkatan dari Do It Yourself; suatu etos kemandirian yang dimiliki oleh pegiatpegiat subculture musik indie. Download: Untuk menyalin data dari sumber utama ke perangkat periferal eMusik: Toko musik online yang beroperasi dengan berlangganan. Pengguna eMusic berlangganan secara bulanan dengan fasilitas mengunduh yang tetap per bulannya dengan menggunakan mp3 player. Indie: Sebuah gerakan bermusik yang mengandung perlawanan Perusahaan rekaman indie: Perusahaan rekaman indie juga disebut minor label. Suatu perusahaan rekaman yang dibentuk secara swadaya. Internet: Jaringan global yang menghubungkan jutaan komputer. Lebih dari 100 negara terhubung ke jaringan ini. iPod: Media player portabel yang dirancang dan dipasarkan oleh Apple Inc iTunes: Sebuah media player yang dibuat oleh Apple Computer yang digunakan untuk memainkan file musik atau video digital. 129 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Kaset: Format rekaman audio dan playback. Major Label: Perusahaan yang memiliki modal besar dan berorientasi pada profit. MP3: Jenis teknologi yang memungkinkan musik atau file audio untuk dikompresi ke dalam jumlah yang sangat kecil tetapi dengan kualitas suara tetap terjaga. Napster: Layanan musik online. Layanan musik ini didirikan sebagai file layanan internet sharing peer-to-peer yang menekankan berbagi file audio dalam format MP3. Netlabel: Perusahaan rekaman yang mendistribusikan musik format audio digital melalui Internet. Piringan hitam: Media penyimpanan suara analog yang terdiri dari piringan pipih dengan alur spiral tertulis dan termodulasi. RBT (Ring Back Tone): Dering suara yang terdengar pada saluran telepon oleh pihak penelepon setelah panggilan dan sebelum panggilan dijawab Tape recorder: Perangkat penyimpanan audio yang mencatat dan memainkan kembali suara. Turntable: Perangkat yang diperkenalkan pada tahun 1877 untuk rekaman dan mereproduksi rekaman suara. VCD: CD yang berisi gerak dan gambar suara. 130 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Daftar Pustaka Appadurai, Arjun. 1996. Modernity at Large: Cultural dimensions of Globalization. Mineapolis: University of Minnesota. BASIS. Edisi Khusus Anthony Giddens, Januari- Februari tahun 2000. Yogyakarta. Bennet, Toni, dkk. 1993. Rock and Polular Music: Politics, Policies, and Institution. New York: Rouledge. Budiarto , Teguh. 2001. Musik Modern dan Ideologi Pasar. Yogyakarta:Tarawang Press. Burnett, Robert. 1996. The Global Jukebox. London: Rouledge. Castells , Manuel. 1997. The Power of Identity. Oxford: Blackwell. Connell, John dan Chris Gibson .2003.Sound Track : Popular Music, Identity and Place London: Rouledge. Danet, Brenda dan Susan C. Herring. 2007. The Multilingual Internet : Language, Culture and Comunication Online. New York: Oxford. Giddens, Anthony. 1990. The Consequences of Modernity, Cambridge: Polity Press. Giddens, Anthony. 1993. Modernity And Identity: Self and Society in the Modern Age. Cambridge: Blackwell Publisher. Hebdige, Dick. 1979. Subculture: The Meaning Of Style. Routledge, London and New York. Hebdidge, Dick. 2000. Cut and Mix : Culture, Identity and Carebean Music. New York: Rouledge. Kim, Minjeong . (2007). The Creative Commons Liscense and Copyright Protection in The Digital Era: Uses of Creative Commons License Licenses. Journal of Computer-Mediated Communication, 13(1), article 10. Machin , David .2010.Analyzing Popular Music: Image, Sound, and Text Pitt, Ivan. L. 2010. Economic Analisis of Musical Copyright. New York: Springer. Pramudito, Andaru. 2010. Free Culture Sebagai Alternatif Dalam Gerakan Musik Swadaya (Studi Kasus Netlabel Yes No Wave Music). Jakarta: Universitas Indonesia. 131 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Putranto, Wendi. 2009 . Rolling Stone Music Biz, Manual Cerdas Mengusai Bisnis Musik Yogyakarta : Bentang Pustaka. Redhead, Steve. 1997. Subculture to Clubculture. Massachusetts: Blackwell Publisher Ltd Rez , Idhar .2008. Musik Records, Indie Label. Bandung: Dar! Mizan. Rosen, Ronald S. 2008. Music and Copyright. New York: Oxford University Press, Inc. Sauko, Paula. 2003. Doing Research in Cultural Studies. London: SAGE. Soetomo, Greg. 2003. Krisis Seni Krisis Kesadaran. Kanisius. Yogyakarta Storey, John. 1996. Cultural Studies and the Study of Popular Culture: Theories and Methods. Edinburgh: Edinburgh University Press. Tschmuck , Peter. 2006. Creativity and Innovation in the Music Industry. Netherland: Springer. www.creativecommons.org Music Biz: Music Apartheid (Rolling Stone Online) 132 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Lampiran Berikut ini adalah nama-nama narasumber yang berhasil diwawancarai. Wawancara dilakukan secara tatap muka dan menggunakan media internet (email dan facebook). Konsumen Netlabel 1. Iman Distraktor 2. Wafig Giotama 3. Alvan Ahmad Rahadi 4. Wednes Mandra 5. Pika 6. Indra Menus 7. Rifki 8. Yogi Surya Adam 9. Doan Mitasari 10. Eko marjani Musisi Netlabel 1. 2. 3. 4. 5. Denda Omnivora and The White Liar ZOO To-Die Sabarbar Belkastrelka Pemilik Netlabel 1. 2. 3. 4. Wok The Rock (Yes No Wave Music) Rizkan Al Maududi (Stone Age Records) Arie Mindblasting (Mindblasting Records) Hilman Fathoni (Ear Alert Records) 133