PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PROFIL PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN GLIKOSIDA JANTUNG KALUS DAUN KAMBOJA JEPANG (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) DALAM WOODY PLANT MEDIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM 2,4-DIKLOROFENOKSIASETAT DAN 6-FURFURYLAMINOPURINE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Lukas Eko Widyasmoro NIM : 028114024 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PROFIL PERTUMBUHAN DAN KANDUNGAN GLIKOSIDA JANTUNG KALUS DAUN KAMBOJA JEPANG (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) DALAM WOODY PLANT MEDIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM 2,4-DIKLOROFENOKSIASETAT DAN 6-FURFURYLAMINOPURINE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Lukas Eko Widyasmoro NIM : 028114024 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 ii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI iii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI iv PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN “O Marie, conçue sans pêche priez pour nous qui avons recours avous” (“O Mary, conceived without sin, pray for us who have recourse to thee”) Karyaku ini kupersembahkan ‘tuk: My Shepherd Jesus & My Mother Mary; Keluargaku; My folks; dan Almamaterku. v PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI KATA PENGANTAR Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil Pertumbuhan dan Kandungan Glikosida Jantung Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Woody Plant Medium dengan Variasi Konsentrasi Asam 2,4-diklorofenoksiasetat dan 6-furfurylaminopurine” dengan baik. Deo Gracias. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah hal yang mudah. Penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tuaku, atas pengorbanan, doa, kesabaran, dan dukungan yang telah diberikan. 2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memotivasi serta memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. vi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Romo Drs. P. Sunu Hardiyanta, S.Si., S.J., yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 7. Seluruh dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan dukungan kepada penulis baik selama kuliah maupun selama penyusunan skripsi ini. 8. Laboran Fakultas Farmasi, khususnya laboran Laboratorium Biologi di lantai 3: Mas Sigit, Mas Wagiran, Mas Andri, dan Mas Sarwanto yang telah membantu penulis selama mengerjakan skripsi di laboratorium. 9. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2002 terutama kelas A, terima kasih atas semua persahabatan dan kenangannya.... 10. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2002 kelompok praktikum A, terima kasih atas semua kerjasama dan kekompakannya. 11. Para pendahulu di Laboratorium Kultur Jaringan: Ratna, Mina, Christin, dan Vero, terima kasih atas semua bantuan dan wejangannya ya.... Untuk Ratna, terima kasih atas pinjaman skripsi dan bukunya ya. 12. Kompatriotku di Laboratorium Kultur Jaringan: Melissa, Donny, dan Vicky, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama nge-lab. Thank U very much, folks! vii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 13. Teman-teman 2003: Ratih, Vian, Rosa, Vera, Irwan. Terima kasih atas perhatian, dukungan, dan semangatnya! Untuk Ratih, terima kasih sudah jadi sie konsumsiku saat ujian. 14. Sisa-sisa 2002: Theodorus ‘Gopa’, ‘MasDanu’ Kusuma, Benediktus ‘Suprex’, ‘Kobo’ Hendra, ‘Ancol’. Mari kita susul yang lain! 15. Eks-de Britto 2002: Yusuf ‘Kirmanta’, Yuda ‘TG’, ‘Adhit’ Nugraha Arisadha, ‘BenBen’ Sugientoro, ‘Koh Pingping’ Mahardika, Adhistyawan ‘Kobo’. Viva ‘Man for others’! 16. Teman-teman di kos ‘exGriffindor’: Adrianus ‘Nawamiri’, Vincencius ‘Anno’, Heribertus ‘Kumal’, Adhistyawan ‘Kobo’, Theodorus ‘Gopa’. Terima kasih atas semua kebersamaan, bantuan (tempat, komputer, printer, dan tenaga), dan dorongan semangatnya. Thanks bro!! 17. Keluarga besar Squadra Viola, terima kasih atas perhatian dan semangatnya. 18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Skripsi ini pun masih belum sempurna karena adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan pikiran. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik agar skripsi ini makin sempurna dan berguna bagi ilmu pengetahuan. Yogyakarta, 22 Desember 2007 Penulis viii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI ix PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI INTISARI Tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) selama ini hanya dikenal sebagai tanaman hias, namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung glikosida jantung. Di berbagai negara, kamboja jepang sudah digunakan dalam pengobatan tradisional. Teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk mendapatkan glikosida yang optimum dari tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pola pertumbuhan kalus daun kamboja jepang serta membandingkan profil kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak kalus daun kamboja jepang dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Daun tanaman kamboja jepang ditanam pada Woody Plant Medium (WPM) dengan variasi konsentrasi zat pengatur tumbuh asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan 6furfurylaminopurine (FAP). Penelitian dilakukan dengan mengamati waktu inisiasi kalus, pertambahan bobot kalus basah, susut pengeringan, dan membandingkan profil KLT kalus daun kamboja jepang dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inisiasi kalus tercepat adalah pada medium WPM 3, yaitu medium WPM dengan konsentrasi 2,4-D sebesar 2 ppm dan FAP sebesar 1 ppm. Pertumbuhan kalus yang optimum juga terjadi pada medium WPM 3. Fase lag terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-20, fase eksponensial terjadi pada hari ke-20 sampai hari ke-28, dan fase stasioner terjadi setelah hari ke-28. Kalus daun kamboja jepang menunjukkan profil KLT yang mirip dengan ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin. Kata kunci: daun kamboja jepang, glikosida jantung, 2,4-D, FAP, WPM x PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI ABSTRACT So far desert rose (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) is known as an ornamental plant, but many research shows that this plant contains cardiac glycoside. In many countries, desert rose has been used in traditional medications. Tissue culture technique can be used to obtain optimum glycoside from the plant. This research is intended to find out the information about the growth profile of the callus of desert rose’s leaf and to compare the thin layer chromatography (TLC) profile of the extract of callus of desert rose’s leaf with the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard. This research is a pure experimental research which uses a complete device of one-way pattern. Desert rose’s leaf was planted in a Woody Plant Medium (WPM) with the variations of plant growth substance 2,4dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) and 6-furfurylaminopurine (FAP). This research was carried out by observing the callus initiation time, the callus’ wet weight increase, the callus’ dry weight decrease, and comparing the TLC profile of extract of callus of desert rose’s leaf with the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard. The results of this research show that the fastest callus initiation time was in WPM 3 medium, which contain 2 ppm 2,4-D and 1 ppm FAP. The optimum callus growth also occurs in WPM 3 medium. Lag phase occurs from day 4 until day 20, exponential phase occurs from day 20 until day 28, and stationary phase occurs after day 28. The callus of kamboja jepang’s leaf has the similar TLC profile as the extract of desert rose’s leaf and digitoxin standard. Key words: desert rose’s leaf, cardiac glycoside, 2,4-D, FAP, WPM xi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .............................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ v KATA PENGANTAR ............................................................................ vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................ ix INTISARI ............................................................................................... x ABSTRACT ............................................................................................. xi DAFTAR ISI ........................................................................................... xii DAFTAR TABEL .................................................................................. xvi DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xix BAB I. PENGANTAR ............................................................................ 1 A. Latar Belakang ................................................................................... 1 1. Rumusan permasalahan ................................................................ 3 2. Keaslian penelitian ....................................................................... 4 3. Manfaat penelitian ........................................................................ 4 B. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ................................................... 6 A. Uraian Tanaman Kamboja Jepang ..................................................... 6 1. Nama daerah ................................................................................ 6 xii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 2. Nama ilmiah ................................................................................. 6 3. Morfologi ..................................................................................... 6 4. Khasiat ......................................................................................... 7 5. Kandungan Kimia ........................................................................ 7 B. Kultur Jaringan Tanaman ................................................................... 8 1. Pengertian ..................................................................................... 8 2. Media kultur ................................................................................. 9 3. Eksplan ......................................................................................... 20 4. Kalus ............................................................................................ 22 5. Sterilisasi ...................................................................................... 24 6. Penanaman eksplan ...................................................................... 27 7. Subkultur ...................................................................................... 27 8. Pertumbuhan kalus ....................................................................... 28 C. Glikosida Jantung ............................................................................... 29 D. Kromatografi Lapis Tipis ................................................................... 31 E. Landasan Teori ................................................................................... 33 F. Hipotesis ............................................................................................. 35 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 36 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ......................................................... 36 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .................................... 36 1. Variabel utama ............................................................................. 36 2. Variabel pengacau terkendali ....................................................... 36 3. Variabel pengacau tidak terkendali .............................................. 36 xiii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 4. Definisi operasional ..................................................................... 37 C. Alat dan Bahan Penelitian .................................................................. 38 1. Alat penelitian .............................................................................. 38 2. Bahan penelitian ........................................................................... 40 D. Tata Cara Penelitian ........................................................................... 42 1. Determinasi tanaman .................................................................... 42 2. Pembuatan stok ............................................................................ 42 3. Pembuatan media ......................................................................... 44 4. Sterilisasi alat dan ruangan .......................................................... 45 5. Sterilisasi dan penanaman eksplan ............................................... 45 6. Pengamatan waktu inisiasi kalus .................................................. 46 7. Subkultur ...................................................................................... 46 8. Pemanenan ................................................................................... 47 9. Analisis pertumbuhan kalus ......................................................... 48 10. Pengeringan dan pembuatan serbuk daun kamboja jepang .......... 48 11. Uji tabung ..................................................................................... 48 12. Pembuatan ekstrak kalus daun kamboja jepang ........................... 49 13. Pembuatan ekstrak kalus daun kamboja jepang yang dihidrolisis 50 14. Pembuatan ekstrak daun kamboja jepang .................................... 50 15. Pembuatan standar digitoksin ...................................................... 50 16. Uji KLT ekstrak kalus, ekstrak daun kamboja jepang dan larutan standar digitoksin ............................................................. 50 E. Analisis Hasil ..................................................................................... 51 xiv PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 1. Analisis menggunakan grafik pertumbuhan kalus berdasarkan data penimbangan bobot kalus basah dengan umur kalus ........... 51 2. Analisis menggunakan grafik pertumbuhan kalus berdasarkan data biomassanya ......................................................................... 51 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 53 A. Determinasi Tanaman Kamboja Jepang ............................................. 53 B. Pemilihan dan Penanaman Eksplan ................................................... 53 C. Waktu Inisiasi Kalus .......................................................................... 56 D. Subkultur dan Panen .......................................................................... 58 E. Profil Pertumbuhan Kalus .................................................................. 60 F. Susut Pengeringan Kalus ................................................................... 63 G. Analisis Kandungan Kimia Kalus ...................................................... 65 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 73 A. Kesimpulan ........................................................................................ 73 B. Saran ................................................................................................... 73 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 74 LAMPIRAN ............................................................................................ 78 BIOGRAFI PENULIS ........................................................................... 92 xv PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR TABEL Halaman Tabel I Waktu inisiasi kalus pada WPM 2 ....................................... 56 Tabel II Waktu inisiasi kalus pada WPM 3 ....................................... 57 Tabel III Hasil pengamatan KLT dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v ) .......... 66 Tabel IV Hasil pengamatan KLT ekstrak kalus WPM 2 dan WPM 3 70 Tabel V Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada WPM 2 ................................................................................. 87 Tabel VI Penentuan susut pengeringan pada WPM 2 ......................... 88 Tabel VII Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada Tabel VIII WPM 3 ................................................................................. 89 Penentuan susut pengeringan pada WPM 3 ......................... 90 xvi PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Struktur dasar bufadienolida dan kardenolida .................... 30 Gambar 2 Eksplan dalam bentuk irisan melintang daun ..................... 55 Gambar 3 Inisiasi kalus ....................................................................... 58 Gambar 4 Kalus daun kamboja jepang hasil subkultur ....................... 60 Gambar 5 Pola Pertumbuhan Kalus pada WPM 2 .............................. 61 Gambar 6 Pola Pertumbuhan Kalus pada WPM 3 .............................. 62 Gambar 7 Perbandingan Pola Pertumbuhan Kalus Kedua Media ....... 63 Gambar 8 Perbandingan susut pengeringan kalus pada kedua media . 64 Gambar 9 Kromatogram glikosida jantung kalus daun kamboja jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi Kedde .................................................................................. Gambar 10 67 Kromatogram glikosida jantung kalus daun kamboja jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi SbCl3 ................................................................................... 68 Gambar 11 Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 70 Gambar 12 Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 71 Gambar 13 Foto tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Gambar 14 Roem. & Schult.) ................................................................ 79 Foto kalus daun kamboja jepang siap panen ...................... 79 xvii PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Gambar 15 Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar tampak ........................................................... Gambar 16 80 Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 254 nm .................................................... Gambar 17 81 Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 365 nm .................................................... Gambar 18 82 Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), deteksi penampak bercak penyemprot pereaksi Kedde .................................... Gambar 19 83 Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v); deteksi penampak bercak penyemprot antimon-triklorida (SbCl3), 100˚C selama 6 menit .................................................................... Gambar 20 84 Foto KLT WPM 2 dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 254 nm ................................ Gambar 21 85 Foto KLT WPM 3 dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 254 nm ................................ xviii 86 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Surat Keterangan Determinasi ........................................... 78 Lampiran 2 Foto-foto Hasil Penelitian .................................................. 79 Lampiran 3 Data-data Penelitian ........................................................... 87 Lampiran 4 Komposisi Woody Plant Medium ....................................... 91 xix PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) merupakan jenis tanaman sukulen atau tanaman yang mengandung banyak air dengan ciri utama adalah batang tanaman digunakan untuk menyimpan air. Adenium obesum, termasuk suku Apocynaceae, juga dikenal sebagai mawar gurun (desert rose) (Beikram dan Andoko, 2003; Ranger, 1996). Selama ini kamboja jepang digunakan sebagai tanaman hias dan secara tradisional digunakan untuk membantu proses kelahiran. Penduduk asli Afrika bagian timur menggunakan tanaman ini sebagai racun ikan dan anak panah (Ranger, 1996) serta digunakan untuk pengobatan gonorrhoea (Nakamura et al, 2000). Dalam penelitiannya, Nakamura et al (2000) telah berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi 4 senyawa dari daun Adenium yang diduga berperan dalam aktivitas sitotoksisnya. Atawodi (2005) dan Freiburghaus et al (1996) telah meneliti ekstrak akar dan kulit batang kamboja jepang yang ternyata berpotensi sebagai agen terapeutik untuk pengobatan trypanosomiasis. Penelitian yang dilakukan oleh Yamauchi dan Abe (1990) menunjukkan bahwa Adenium obesum mengandung oleandrigenin beta-gentiobiosyl-beta-D-thevetoside sebagai glikosida yang utama. Selain itu, kamboja jepang juga memiliki kandungan senyawa glikosida yang mirip digitalis/digitoksin (Melero et al, 2000). Di Afrika dan Asia banyak ditemukan terjadinya kasus cardiac toxicity yang disebabkan 1 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 2 oleh kandungan racun panah yang mengandung latex dari tumbuhan Apocynaceae, yang dikombinasikan dengan iritator untuk memfasilitasi difusi racun ke dalam jaringan (Brunetton, 1999). Produk-produk metabolit sekunder kebanyakan diperoleh secara komersial dengan cara diisolasi dari tanaman, dan ini menimbulkan permasalahan dengan terbatasnya sumber-sumber bahan baku untuk diisolasi. Oleh karena itu diperlukan alternatif dalam usaha penyediaan metabolit sekunder tanaman. Salah satu alternatif tersebut adalah melalui teknik kultur jaringan tanaman. Metode kultur jaringan dapat dipakai untuk produksi metabolit sekunder yang selanjutnya dapat disintesis menjadi senyawa murni dalam bidang industri obat (Suryowinoto, 1992). Penelitian ini merupakan rangkaian dari penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2007) dan Chandra (2007). Wijaya (2007) telah berhasil menumbuhkan kalus yang berasal dari daun kamboja jepang dalam medium tumbuh MurashigeSkoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) 2,4-D sebanyak 4 ppm. Pada penelitian tersebut diperoleh 2 senyawa pada ekstrak kalus daun kamboja jepang yang mirip dengan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak daun kamboja jepang dan ekstrak daun Nerium olender L. yang diduga sebagai glikosida jantung. Chandra (2007) juga berhasil menumbuhkan kalus yang berasal dari daun kamboja jepang meskipun dengan medium tumbuh yang berbeda, yaitu medium Gamborg, dan dengan penambahan 2 variasi konsentrasi 2,4-D dan FAP. Pada penelitian tersebut diperoleh 1 senyawa pada ekstrak kalus daun kamboja jepang yang mirip dengan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak daun PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 3 kamboja jepang dan standar digitoksin yang diduga sebagai glikosida jantung. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kalus yang berasal dari daun kamboja jepang dan dari kalus yang dihasilkan diperoleh senyawa glikosida jantung seperti pada tanaman asalnya. Media tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah Woody Plant Medium (WPM) karena menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) media WPM cocok sebagai media kultur untuk membudidayakan tanaman berkayu. Penelitian ini menggunakan 2 variasi konsentrasi 2,4-D dan FAP untuk membandingkan pertumbuhan kultur kalus dan susut pengeringan kalus yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkulturkan tanaman kamboja jepang dari bagian daun serta mengidentifikasi metabolit sekunder glikosida jantung yang dihasilkan oleh kalus yang dibentuk dari hasil budidaya in vitro. 1. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Apakah eksplan yang berasal dari daun kamboja jepang dapat menghasilkan kalus jika dikembangkan secara in vitro dalam media tumbuh Woody Plant Medium (WPM)? b. Bagaimana profil pertumbuhan kalus daun kamboja jepang yang dikulturkan? c. Apakah kalus daun kamboja jepang hasil budidaya in vitro dapat menghasilkan glikosida jantung seperti tanaman asalnya? 4 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 2. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang profil pertumbuhan dan kandungan glikosida jantung kalus daun kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Woody Plant Medium dengan variasi konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat dan 6- furfurylaminopurine belum pernah diteliti. Penelitian ilmiah menggunakan tanaman kamboja jepang yang pernah dilakukan antara lain : a. Wijaya (2007) telah melakukan penelitian tentang profil pertumbuhan dan kandungan glikosida jantung dari kalus daun kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam media tumbuh Murashige-Skoog. b. Chandra (2007) telah melakukan penelitian tentang profil pertumbuhan dan analisis kualitatif glikosida jantung kalus daun kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam media tumbuh Gamborg dengan variasi konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat dan 6-furfurylaminopurine. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengembangkan ilmu kefarmasian terutama dalam hal teknik penghasilan glikosida jantung dari tanaman, khususnya tanaman kamboja jepang, secara in vitro menggunakan medium tumbuh WPM. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 5 b. Manfaat praktis Penelitian ini sebagai penelitian awal tentang produksi glikosida jantung dari tanaman dengan teknik kultur jaringan sehingga mempunyai kemungkinan untuk digunakan sebagai alternatif penyediaan obat jantung. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : a. Menumbuhkan kalus dari eksplan daun kamboja jepang. b. Mengetahui profil pertumbuhan kalus daun kamboja jepang. c. Membuktikan bahwa ekstrak kalus daun kamboja jepang hasil budidaya in vitro dapat menghasilkan glikosida jantung seperti tanaman asalnya. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Uraian Tanaman Kamboja Jepang 1. Nama Daerah/Nama Lain Kamboja jepang, semboja jepang, desert rose, Mock azalea, Pink Begonia, Sabi Star, Kudu (Anonim, 2006a). 2. Nama Ilmiah Tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) termasuk famili Apocynaceae. Sinonim tanaman kamboja jepang ini adalah Plumeria rubra L.cv. acutifolia (Anonim, 2006b). 3. Morfologi Kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) merupakan jenis tanaman sukulen atau tanaman yang mengandung banyak air dengan ciri utama adalah batang tanaman digunakan untuk menyimpan air. Adenium merupakan tumbuhan asli Afrika dan biasanya ditemukan di gurun pasir Afrika dan Jazirah Arab, namun juga ditemukan di kawasan Asia (Ranger, 1996). Secara morfologis tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult. ) memiliki akar yang mampu membesar seperti umbi dan diselimuti oleh rambut-rambut akar yang sangat banyak; daunnya berbentuk lanset dengan ujung membulat, tebal dan berserat, berwarna hijau, tampak mengkilap dan licin; bunganya berwarna merah muda sampai merah tua, memiliki 5 helai mahkota bunga yang bagian tengahnya berwarna putih; 6 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 7 buahnya tumbuh secara berpasangan, terletak di ujung tunas, berbentuk pipih panjang, berwarna hijau waktu masih muda dan kemudian berangsur-angsur berubah menjadi cokelat; bijinya berada dalam buah, berwarna cokelat. Tanaman ini dapat tumbuh hingga dua meter (Soenanto, 2005). 4. Khasiat Selama ini kamboja jepang digunakan sebagai tanaman hias dan secara tradisional digunakan untuk membantu proses kelahiran. Penduduk asli Afrika bagian timur menggunakan tanaman ini sebagai racun ikan dan anak panah (Ranger, 1996) serta digunakan untuk pengobatan gonorrhoea (Nakamura et al, 2000). Ekstrak kulit batang Adenium obesum berpotensi sebagai acaricidal (Mgbojikwe dan Okoye, 2001). Ekstrak dari tanaman ini juga menunjukkan sifat sitotoksis (Nakamura et al, 2000). Atawodi (2005) dan Freiburghaus et al (1996) telah meneliti ekstrak akar dan kulit batang kamboja jepang yang ternyata berpotensi sebagai agen terapeutik untuk pengobatan trypanosomiasis. 5. Kandungan Kimia Tanaman kamboja jepang mengandung glikosida jantung dengan kandungan utama berupa oleandrigenin, beta-gentiobiosyl-beta-D-thevetoside, neridienone A dan 16,17-dihydroneridienone A (Yamauchi dan Abe, 1990). Kamboja jepang juga memiliki kandungan senyawa glikosida yang mirip digitalis (Melero et al, 2000), ekugin, kardenolida, honghelosida A, 16asetilstrospesida, asam dihidroifflaionik, flavonol, 3-O-metil kaemferol, flavonol 3,3’-bis(O-metil)quercetin, dan honghelin (Anonim, 2006b). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 8 B. Kultur Jaringan Tanaman 1. Pengertian Kultur jaringan adalah teknik budidaya tanaman dengan menggunakan potongan kecil sel, jaringan atau organ yang dipelihara dalam satu medium dan dalam kondisi aseptik atau bebas mikroorganisme (Katuuk, 1989; Santoso dan Nursandi, 2002). Usaha pengembangan tanaman dengan teknik kultur jaringan merupakan usaha perbanyakan tanaman secara vegetatif. Di bidang farmasi, teknik kultur jaringan sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan metabolit sekunder untuk keperluan obat-obatan dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Ide memperbanyak tanaman dengan cara mengulturkan bagian kecil jaringan atau organ ini berdasarkan teori sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel merupakan satuan struktur, fungsional, dan hereditas terkecil dari makhluk hidup sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi suatu individu yang normal. Sel juga mempunyai kemampuan totipotensi, yaitu kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, yang apabila ditumbuhkan pada lingkungan yang sesuai akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap yang baru (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Santoso dan Nursandi, 2002). Ada beberapa keuntungan dari teknik kultur jaringan, antara lain: a. Kandungan–kandungan zat yang berguna dapat diproduksi di bawah kondisi yang terkontrol, terbebas dari perubahan iklim dan keadaan tanah. b. Hasil kultur akan terbebas dari mikroba dan serangga. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 9 c. Sel-sel kebanyakan tumbuhan mudah untuk berkembangbiak dalam menghasilkan metabolit-metabolit yang spesifik. d. Kontrol automatis dari pertumbuhan sel dan proses pengaturan metabolit yang rasional dalam bioreaktor akan mengurangi biaya tenaga kerja dan meningkatkan produktivitas. e. Substansi organik dapat diekstrak dari kultur kalus. (Dicosmo dan Misawa, 1995) Teknik kultur jaringan dapat berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi, yaitu meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik, dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Kultur kalus adalah teknik budidaya kalus tanaman dalam suatu lingkungan terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme. Kultur kalus ini bertujuan untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali (Santoso dan Nursandi, 2002). 2. Media kultur Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan. Murashige dan Skoog memublikasikan formulasi media MS (singkatan dari Murashige dan Skoog) yang sampai sekarang terbukti cocok untuk kultur jaringan banyak tanaman dan banyak digunakan di laboratorium kultur jaringan di seluruh dunia (Yusnita, 2003). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 10 Media kultur dapat berbentuk cair atau padat. Media cair merupakan campuran komponen-komponen zat kimia dengan air suling (Hendaryono dan Wijayani, 1994), sedangkan media berbentuk padat merupakan media cair dengan penambahan pemadat media seperti agar-agar (Yusnita, 2003). Jaringan yang dikulturkan memerlukan unsur hara makro dan unsur hara mikro dari dalam media tumbuh. Media kultur juga harus mengandung bahan-bahan lain yang berguna untuk merangsang pertumbuhan serta perkembangan sel jaringan yang dikulturkan. Pemisahan eksplan dari tanaman induk menyebabkan perubahan biosintesis di dalam eksplan tersebut, sehingga perlu diberikan unsur hara ke dalam media kultur untuk membantu eksplan supaya dapat tumbuh dan berkembang. Bahan-bahan itu adalah bahan-bahan organik yang meliputi karbohidrat, vitamin, asam amino, serta zat pengatur pertumbuhan (Katuuk, 1989). a. Air Air memegang peranan yang sangat penting dalam proses pengulturan karena 95% dari media kultur terdiri dari air. Air yang digunakan adalah air distilata (akuades) atau air distilata ganda (akuabides). Air ledeng atau air sumur sebaiknya tidak digunakan karena mengandung sejumlah kontaminan (substansi atau mikroorganisme) yang dapat merusak proses perkembangan kultur eksplan. Air suling disimpan dalam kondisi steril dengan tidak memberi peluang pada bakteri untuk hidup dan berkembang (Katuuk, 1989; Yusnita, 2003). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 11 b. Garam-garam anorganik Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan nutrisi tanaman yang ditumbuhkan di tanah. Kebutuhan nutrisi yang berupa unsur makro dan mikro diberikan melalui akar, yaitu dengan menambahkan unsur-unsur tersebut pada medium agar. Unsur makro adalah unsur yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, sedangkan unsur mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit. Fungsi dari unsur-unsur mikro belum diketahui secara pasti, namun ketidakhadiran unsur mikro dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan (Katuuk, 1989). Unsur-unsur yang termasuk unsur makro antara lain: 1) Nitrogen (N) Kegunaan nitrogen pada tanaman adalah untuk meningkatkan daya tumbuh tanaman karena unsur N dapat membentuk protein, lemak, klorofil, alkaloid, hormon tanaman, dan asam amino. Kekurangan N akan menyebabkan daun berwarna kuning dan pertumbuhan terganggu. Sebaliknya, terlalu banyak N akan mengakibatkan perkembangan vegetatif lebih besar daripada perkembangan buah (Katuuk, 1989; Hendaryono dan Wijayani, 1994). 2) Fosfor (P) Fosfor dibutuhkan tanaman untuk pembentukan karbohidrat dengan cara mengikat fosfat. Terlalu banyak fosfor dalam media akan menghambat pertumbuhan eksplan karena adanya persaingan penyerapan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 12 unsur lainnya seperti seng, besi, dan tembaga (Katuuk, 1989; Hendaryono dan Wijayani, 1994; Santoso dan Nursandi, 2002). 3) Kalium (K) Kalium berfungsi memperkuat tubuh tanaman karena kalium dapat menguatkan serabut-serabut akar sehingga daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Di samping itu, kalium juga berfungsi dalam pembelahan sel, memperlancar metabolisme, dan mempengaruhi penyerapan makanan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). 4) Kalsium (Ca) Kalsium terdapat dalam batang dan daun tanaman. Kalsium bertugas dalam merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mengeraskan batang, dan merangsang pembentukan biji karena kalsium bersama-sama dengan magnesium akan memproduksi cadangan makanan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). 5) Magnesium (Mg) Magnesium merupakan elemen utama dalam molekul klorofil. Penambahan magnesium dalam tanaman akan meningkatkan kandungan fosfat dalam tanaman. Fosfat digunakan sebagai bahan mentah dalam pembentukan sejumlah protein yang akan menyempurnakan pertumbuhan daun dan membentuk karbohidrat, (Hendaryono dan Wijayani, 1994). lemak, serta minyak-minyak PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 13 6) Sulfur (S) Sulfur merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Sulfur juga berperan dalam pembentukan bintil-bintil akar dan membantu pembentukan anakan sehingga pertumbuhan dan ketahanan tanaman terjamin (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Unsur-unsur yang termasuk unsur mikro antara lain: 1) Besi (Fe) Besi dibutuhkan lebih banyak daripada unsur mikro lainnya. Dalam media kultur, besi diberikan dalam bentuk FeSO4 dan dicampurkan terlebih dahulu dengan garam ethylene diamine tetraasetic acid (EDTA). Besi tidak boleh dicampurkan langsung ke dalam media karena besi bersifat tidak larut dalam air sehingga dapat menimbulkan endapan yang menyebabkan besi tidak dapat digunakan oleh jaringan atau kultur. Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menambahkan chelating agent yang akan membungkus ion Fe sehingga dapat bercampur rata dengan larutan (Katuuk, 1989; Hendaryono dan Wijayani, 1994). Pemberian besi dalam media kultur jaringan adalah sebagai penyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman. Pada tanaman, besi berfungsi dalam pernafasan dan pembentukan hijau daun (Hendaryono dan Wijayani, 1994). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 14 2) Tembaga (Cu) Tembaga berperan sebagai bagian dari enzim, ikut ambil bagian dalam proses fotosintesis dan pembentukan klorofil, ikut pula dalam aktivitas reduksi nitrit (Santoso dan Nursandi, 2002). 3) Mangan (Mn) Mangan berperan sebagai aktivator enzim dengan bertindak sebagai perantara, pembentuk klorofil, dan aktif dalam fotosintesis, metabolisme protein serta pembentukan vitamin C (Santoso dan Nursandi, 2002). 4) Seng (Zn) Seng adalah unsur yang berperan penting dalam pembentukan protoplas. Tanaman yang cukup seng mampu memproduksi auksin IAA (indole asetic acid) endogenus, sehingga tidak memerlukan penambahan auksin sintetik dalam media (Katuuk, 1989). 5) Boron (B) Boron berperan dalam metabolisme karbohidrat. Kekurangan boron pada tanaman tertentu akan mengakibatkan kerusakan jaringan, sebaliknya terlalu banyak boron akan mengakibatkan tanaman mati. Media kultur yang kekurangan boron akan menyebabkan sintesis sitokinin dalam media terganggu (Katuuk, 1989; Santoso dan Nursandi, 2002). 6) Molibdenum (Mo) Molibdenum berguna dalam proses pengikatan nitrogen dari atmosfer menjadi nitrat dengan bantuan bakteri pengikat nitrogen. Selain itu, molibdenum berperan dalam pembentukan klorofil. Bila molibdenum PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 15 diberikan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan tanaman (Katuuk, 1989). 7) Kobalt (Co) Kobalt berguna untuk mengikat nitrogen. Dalam kultur jaringan, kobalt digunakan untuk pembentukan asam inti (Katuuk, 1989). 8) Iodium (I) Iodium ditambahkan dalam media sebagai KI. Unsur iodium tidak terlalu diperlukan dalam media namun sering juga digunakan. Beberapa asam amino juga mengandung iodium (Katuuk, 1989). Unsur-unsur makro dan mikro diberikan dalam bentuk garamnya supaya lebih mudah larut dalam air (Yusnita, 2003). Unsur-unsur makro biasanya diberikan dalam bentuk NH4NO3, KNO3, CaCl2.2H20, MgSO4.7H2O dan KH2PO4. Sedangkan unsur-unsur mikro biasa diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O, ZnSO4.4H2O, H3BO3, KI, NaMo4.2H2O, CuSO4.5H2O dan CoCl2.6H2O (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan media yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap senyawa. Medium yang biasa digunakan untuk budidaya tanaman berkayu adalah medium standar WPM (Woody Plant Medium). Kesulitan yang sering timbul dalam kultur jaringan tanaman berkayu adalah keluarnya PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 16 ‘phenolic compound’ sehingga kalus atau eksplan menjadi berwarna coklat yang akhirnya tidak tumbuh. Hal ini disebut ‘browning’ (Hendaryono dan Wijayani, 1994). c. Vitamin dan Myo-inositol Vitamin merupakan komponen media yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus. Vitamin yang sering digunakan dari kelompok vitamin B, yaitu tiamin-HCl (vitamin B1), piridoksin-HCl (vitamin B6), asam nikotinat, dan riboflavin (vitamin B2). Tiamin adalah vitamin yang terpenting untuk hampir semua kultur jaringan tanaman. Tiamin berfungsi untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar, juga berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi dari karbohidrat dan memindahkan energi. Fungsi dari vitamin B6 adalah sebagai ko-enzim yang membantu reaksi kimia dalam proses metabolisme (Katuuk, 1989). Asam nikotinat juga penting dalam reaksi-reaksi enzimatik, di samping berperan sebagai prekursor dari beberapa alkaloid. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman pada permukaan irisan jaringan eksplan (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Yusnita, 2003). Vitamin E berperan untuk memperkuat pembentukan sel-sel kalus pada tanaman tertentu (Katuuk, 1989). Myo-inositol merupakan heksitol dan sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting karena terbukti merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan dan membantu proses diferensiasi. Bila myoinositol diberikan bersama dengan auksin, kinetin, dan vitamin, dapat PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 17 mendorong pertumbuhan jaringan kalus (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Yusnita, 2003). d. Asam amino Asam-asam amino berperanan penting untuk pertumbuhan dan diferensiasi kalus. Kebutuhan asam amino untuk setiap tanaman berbeda-beda. Asparagin dan Glutamin berperan dalam metabolisme asam amino, karena dapat menjadi pembawa dan sumber amonia untuk sintesis asam-asam amino baru dalam jaringan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). e. Sumber energi Pada umumnya, tidak semua sel tanaman yang terisolasi dalam kultur in vitro bersifat autotrof sehingga tidak dapat menyediakan energi untuk proses fotosintesis. Kebutuhan akan energi menyebabkan perlunya penambahan karbohidrat sebagai sumber energi dalam media kultur (Yusnita, 2003). Karbohidrat adalah kimia karbon yang meliputi gula, pati, dan selulosa. Ada banyak jenis karbohidrat yang dipakai dalam kultur jaringan, namun yang paling banyak digunakan adalah sukrosa atau D-glukosa (Katuuk, 1989). f. Zat pengatur tumbuh Keberadaan hormon dan zat pengatur tumbuh dalam kegiatan kultur jaringan adalah mutlak karena kegiatan kultur jaringan umumnya menggunakan bahan tanam yang tidak lazim (sel, jaringan, atau organ) dan budidayanya adalah budidaya terkendali (Santoso dan Nursandi, 2002). Hormon adalah zat yang diproduksi dalam tumbuhan itu sendiri dan aktif dalam konsentrasi kecil. Zat itu disebut juga zat endogenus. Untuk keperluan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 18 kultur jaringan, telah dibuat hormon tumbuhan buatan secara sintetik maupun melalui fermentasi. Hormon atau zat tersebut dinamakan zat pengatur tumbuh (Katuuk, 1989). Zat pengatur tumbuh (ZPT) pada tanaman adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan. ZPT diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan ZPT dalam medium, pertumbuhan akan terhambat atau mungkin tidak tumbuh sama sekali (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Penentuan macam dan konsentrasi hormon dan zat pengatur tumbuh untuk tujuan kultur tertentu tidak mudah. Diperlukan pengetahuan yang lebih luas tentang kedua zat tersebut, dan melihat serta mempelajari contoh-contoh penggunaannya (Santoso dan Nursandi, 2002). Zat pengatur tumbuh yang sudah dikenal antara lain auksin, sitokinin, adenin, giberelin, etilen, dan abscicin. Dari semua jenis ZPT tersebut, auksin dan sitokinin adalah yang paling banyak digunakan (Katuuk, 1989). 1) Auksin Auksin adalah hormon tanaman yang diproduksi secara alamiah dalam tubuh tanaman dan juga dapat secara sintesis. Dalam media, auksin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan kalus, perbesaran sel, pertumbuhan akar, dan mengatur morfogenesis (Katuuk, 1989). Auksin alamiah yang paling banyak dikenal adalah IAA (3indoleasetic acid). Selain IAA dikenal juga auksin sintetik, yaitu NAA (anaphtalene asetic acid), 2,4-D (2,4-dichlorophenoxyacetic acid), IBA (3- PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 19 indole butyric acid), dan PCPA (P-chlorophenoxy asetic acid) (Katuuk, 1989). Pengaruh rangsangan auksin terhadap jaringan berbeda-beda. Pada kadar yang tinggi, auksin lebih bersifat menghambat daripada merangsang pertumbuhan dan menyebabkan diferensiasi kalus cenderung ke arah pembentukan primordia akar. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikan volume sel (Hendaryono dan Wijayani, 1994). 2) Sitokinin Dalam kultur jaringan, sitokinin berfungsi untuk mengatur pertumbuhan serta morfogenesis. Sitokinin juga merupakan hormon yang diproduksi secara alamiah (endogenus), dan juga dapat dibuat secara sintesis (Katuuk, 1989). Sitokinin alami ditemukan lebih dari 30 jenis dan terdapat dalam bentuk sitokinin bebas, maupun sebagai glukosa atau ribosa. Dua sitokinin alami yang paling banyak digunakan dalam kultur jaringan adalah zeatin (4-hydroxy-3-methyl-trans-2-butenylaminopurine) dan 2-iP (N6-(2- ispentyl)adenin). Sitokinin sintetik yang digunakan dalam kultur jaringan antara lain kinetin atau FAP (6-furfurylaminopurine), BAP atau BA (6benzylaminopurine/6-benzyladenine), 2Cl-4PU (N-(2-chloro-4-pyridyl)- PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI N’-phenylurea), PBA (SD tetrahydropyranyl)-9H-purine), 8339) thidiazuron 20 ((6-benzylamino)-9-(2(N-phenyl-N’-1,2,3- thiadiazol-5-phenylurea), dan 2,6Cl-4PU (N-(2,6-dichloro-4-pyridyl)-N’phenylurea) (Santoso dan Nursandi, 2002). Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin berpengaruh pada pembelahan sel. Sitokinin bersama-sama dengan auksin mempengaruhi diferensiasi jaringan. Pemberian sitokinin yang relatif tinggi akan menyebabkan kalus ke arah pembentukan primordia batang atau tunas (Hendaryono dan Wijayani, 1994). 3. Eksplan Eksplan adalah bagian kecil jaringan atau organ yang dikeluarkan atau dipisahkan dari tanaman induk kemudian dikulturkan (Katuuk, 1989). Pada pemilihan eksplan, sebaiknya dipilih bagian atau jaringan tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh, yaitu jaringan meristem. Jaringan meristem terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, berdinding tipis, belum mempunyai penebelan zat pektin, plasmanya penuh, dan vakuolanya kecil-kecil. Penggunaan jaringan meristem dalam kultur jaringan dikarenakan jaringan meristem selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai hormon yang mengatur pertumbuhan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Berhasil tidaknya pengulturan eksplan tergantung pada faktor yang dimiliki oleh eksplan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut meliputi ukuran, umur fisiologi, sumber, serta genotip eksplan (Katuuk, 1989). a. Ukuran eksplan. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 21 Ukuran eksplan sangat menentukan proses pengkulturan. Bagian tanaman yang dipotong masih mengandung suplai makanan serta hormon untuk potongan itu sendiri, sehingga makin besar potongan, makin besar kemampuan potongan ini untuk dirangsang tumbuh dan beregenerasi. Namun, semakin besar eksplan maka semakin besar kemungkinan mendapatkan jaringan yang terkontaminasi. Eksplan yang kecil mempunyai daya tahan yang kurang. Ukuran eksplan yang paling baik adalah 0,5 sampai 1,0 cm, namun ukuran ini dapat bervariasi, tergantung pada material tanaman yang dipakai serta jenis tanaman (Katuuk, 1989). b.Umur eksplan. Umur eksplan sangat mempengaruhi tipe serta daya morfogenesis. Jaringan yang masih muda serta belum banyak berdiferensiasi terdapat pada bagian meristematik. Bagian inilah yang paling banyak berhasil dari semua jenis tanaman. Sel atau jaringan yang masih muda (juvenile) akan tetap muda dalam pengkulturan sehingga daya untuk beregenerasi tetap ada, sedangkan sel-sel tua (mature), kesanggupan untuk beregenarasi sudah berkurang. Selain dari kandungan jaringan meristematik yang berkurang, jaringan yang sudah tua kemungkinan sudah mengandung patogen (Katuuk, 1989). c. Sumber eksplan. Sumber eksplan adalah tanaman induk tempat eksplan diambil. Tanaman yang dijadikan sumber eksplan hendaknya dari tanaman yang sehat, yang bertumbuh baik/normal. Pengaruh perubahan suhu, cahaya, PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 22 musim, serta kelembaban terhadap tanaman induk sangat mempengaruhi perkembangan eksplan. Tanaman induk dituntut untuk berkecukupan zat hara, lama penyinaran, intensitas cahaya serta hormon tumbuh. Dengan kata lain, pertumbuhannya harus optimum (Katuuk, 1989). Kemampuan bagian tanaman dalam pengulturan juga dipengaruhi oleh jenis tanaman. Secara umum tanaman berkayu lebih sulit untuk ditumbuhkankan dibanding herbaseus, monokotil lebih mudah dari dikotil. Kesulitan membentuk kalus tidak hanya berdasarkan hal-hal tersebut, tetapi lebih berdasar pada aspek fisiologi dan biokimia bahan tanam (Santoso dan Nursandi, 2002). d.Genotip eksplan. Genotip adalah faktor endogen yang paling utama mempengaruhi perkembangan jaringan eksplan, dibandingkan faktor-faktor lain. Perbedaan kemampuan untuk beregenerasi disebabkan oleh genotip jelas dapat dilihat pada tanaman monokotil, dikotil dan gymnospermae. Dari ketiga kelompok ini, kemampuan untuk beregenerasi yang paling rendah adalah tanaman gymnospermae, kemudian diikuti oleh tanaman monokotil, dan terakhir oleh tanaman dikotil. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila satu jenis tanaman dengan mudah beregenerasi in vivo maka sifat ini berlaku juga pada in vitro (Katuuk, 1989). 4. Kalus Jika suatu eksplan ditanam pada medium padat atau dalam medium cair yang sesuai, dalam waktu 2 – 4 minggu, tergantung spesiesnya akan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 23 terbentuk massa kalus (Yuwono, 2006). Kalus adalah jaringan yang tak berbentuk dan tak terorganisasi. Jaringan ini merupakan hasil pembelahan sel yang berpotensi tinggi untuk terus-menerus membelah diri. Kalus adalah satu fase yang harus dilalui selama pengulturan organ, jaringan, maupun pengulturan sel-sel yang mendahului (Katuuk, 1989). Wetherell (1982) mendefinisikan kalus sebagai pertumbuhan sel yang belum berdiferensiasi, membentuk tumor sebagai akibat dari pengaruh auksin dan sitokinin yang tinggi. Secara alami, tanaman juga dapat membentuk kalus sebagai upaya perlindungan tanaman karena tanaman mengalami perlukaan (infeksi bakteri, gigitan serangga atau nematoda) dan juga karena tanaman mengalami stress (Santoso dan Nursandi, 2002). Dalam kultur jaringan, kalus terbentuk karena luka/irisan pada eksplan sebagai respon terhadap hormon baik eksogenus maupun endogenus. Adanya rangsangan ini menyebabkan sel berubah dari bentuk inaktif menjadi aktif (Katuuk, 1989). Sel-sel penyusun kalus adalah sel-sel parenkim yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel-sel lainnya (Santoso dan Nursandi, 2002). Pembelahan sel tidak terjadi pada seluruh permukaan eksplan, tetapi hanya pada bagian meristematik, yaitu lapisan yang terletak pada bagian luar sel perifer. Lapisan bagian dalam merupakan jaringan yang sudah tua dan tidak membelah lagi. Setelah pembelahan sel bagian luar berkurang, kalus akan terlihat membulat atau kompak, dan selanjutnya akan berlangsung proses organoganesis atau embriogenesis (Katuuk, 1989). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 24 5. Sterilisasi Menciptakan dan memelihara kondisi aseptik merupakan pekerjaan yang paling berat dalam kultur jaringan. Spora dari bakteri dan jamur yang ada di sekitar kita dapat jatuh atau terbawa sampai pada eksplan karena adanya pergerakan udara. Akhirnya spora dan jamur akan tumbuh dan berkembang, dan dalam beberapa hari akan tumbuh menjadi koloni mikrobial sehingga objek kultur dikatakan terkontaminasi (Katuuk, 1989). Media kultur jaringan merupakan sumber makanan yang baik untuk bakteri dan fungi, dan semua prosedur in vitro harus memuat pencegahan terhadap kontaminasi mikroba (Wetherell, 1982). Ada beberapa teknik sterilisasi yang biasa digunakan dalam kultur jaringan tanaman, yaitu: a. Sterilisasi panas basah Cara sterilisasi panas basah adalah dengan menggunakan uap air. Alat yang digunakan untuk sterilisasi ini adalah autoklaf. Hampir semua mikroba akan mati setelah diberi uap air dengan suhu 121˚C selama 10-15 menit. Cara sterilisasi ini dapat digunakan untuk mensterilkan media kultur, air, alat/instrumen, peralatan gelas serta peralatan plastik yang tahan akan suhu panas. Lama sterilisasi ada aturannya, untuk mensterilkan media 20-75 ml dibutuhkan waktu 15-20 menit, media 75-500 ml dibutuhkan waktu 20-25 menit, media 500-5000 ml dibutuhkan waktu 2535 menit, yang semuanya dilakukan pada suhu 121˚C; sedangkan untuk mensterilkan peralatan gelas dibutuhkan waktu 30 menit dengan suhu 130˚C (Katuuk, 1989). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 25 b. Sterilisasi panas kering Cara sterilisasi panas kering adalah dengan menggunakan suhu tinggi dan dalam kondisi kering. Alat yang digunakan untuk sterilisasi ini adalah oven. Oven digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang tidak mudah terbakar, antara lain: alat-alat gelas dan alat-alat dari logam. Namun dalam keadaan tertentu dimana suhu tidak terlalu panas, alat dapat dibungkus dengan kertas kemudian disterilkan. Namun bukan berarti semua alat dari bahan logam harus disterilkan dengan cara ini. Alat-alat seperti pisau serta scalpel tidak dapat disterilkan dengan cara ini sebab dapat merusak ketajaman pisau /alat (Katuuk, 1989). Lama pemanasan tergantung pada suhu. Biasanya sterilisasi untuk suhu 160˚C, memerlukan waktu 45 menit; 170˚C selama 18 menit; 180˚C selama 7,5 menit, dan 190˚C selama 1,5 menit. Suhu harus terus dikontrol, sebab pada suhu 170˚C, kertas mulai hancur. Setelah selesai proses sterilisasi, alat/instrumen dikeluarkan dan dibawa ke ruang transfer, dan dapat disterilkan lagi dengan menggunakan sinar ultraviolet (Katuuk, 1989). c. Sterilisasi dengan memakai nyala Alat/instrumen yang sudah disterilkan dengan oven, dikeluarkan dari bungkusnya, dicelupkan dalam etanol 70% dan dilewatkan pada nyala lampu spiritus. Setiap beberapa saat instrument harus dicelupkan ke dalam etanol kemudian dibakar. Perlakuan ini berjalan terus selama kegiatan inokulasi yang berlangsung di dalam kotak transfer (LAF) (Katuuk,1989). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 26 d. Sterilisasi dengan bahan kimia Sterilisasi dengan bahan kimia merupakan pembasmian mikroba dengan memakai bahan kimia. Biasanya bahan kimia dipakai untuk mensterilkan permukaan saja, yang meliputi material tanaman dapat disterilkan dengan menggunakan natrium hipoklorit, perak nitrat atau air brom; sedangkan instrumen, tangan pekerja, serta ruang atau kotak transfer dapat disterilkan dengan menggunakan alkohol 70% (Katuuk, 1989). Banyak jenis bahan pencuci yang bisa digunakan untuk sterilisasi material tanaman. Jenis dan lama sterilisasi tergantung pada kepekaan material tanaman. Terlalu lamanya proses sterilisasi dengan konsentrasi bahan pencuci yang tinggi, akan mematikan mikroba sekaligus merusak jaringan tanaman yang disterilkan. Di samping itu, bahan pencuci hendaknya bersifat lebih mudah larut. Bila tidak demikian, sisa zat pencuci ini akan tetap pada material tanaman, yang dapat mengganggu pertumbuhan eksplan (Katuuk, 1989). e. Sterilisasi dengan cahaya Ruang dan kotak transfer sulit disterilkan hanya dengan menggosok dengan alkohol atau bahan kimia pada permukaan. Untuk itu digunakan lampu germisidal dengan sinar ultraviolet. Ada laboratorium yang sudah memasangnya di langit-langit atau pada tempat lain dengan tujuan semua bagian terkena cahaya. Kelemahan menggunakan sinar ultraviolet adalah pada tempat-tempat yang tidak terkena cahaya, proses sterilisasi tidak PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 27 terjadi. Selain itu, sinar ultraviolet hanya mampu mematikan bentuk fertilisasi bakteri dan jamur, bukan bentuk spora (Katuuk, 1989). 6. Penanaman eksplan Penanaman eksplan dilakukan di dalam laminar air flow (LAF) dengan kondisi aseptis. Sebelum bekerja di dalam LAF, semua perhiasan tangan harus dilepas dan tangan dibasuh dengan alkohol 70%. Saat menanam eksplan, pekerja harus menggunakan masker penutup mulut dan hidung (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Eksplan ditanam ke dalam media dengan sedikit ditekan agar eksplan bersinggungan dengan media. Selanjutnya wadah ditutup dengan alumunium foil atau parafin untuk mencegah penguapan. Media yang berisi eksplan diinkubasikan dalam ruangan dengan suhu 25˚C (Dixon, 1985). 7. Subkultur Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus dapat terpenuhi (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Subkultur pada media padat dilakukan dengan meletakkan kalus yang sudah terbentuk di atas cawan petri dan membelah-belahnya lagi menjadi bagian-bagian kecil dengan menggunakan skalpel dan pinset. Potonganpotongan kalus tersebut segera dimasukkan kembali ke dalam wadah yang berisi media baru dengan komposisi media yang sama dengan media lama dan diinkubasikan kembali. Seluruh proses ini dilakukan dalam kondisi aseptis (Hendaryono dan Wijayani, 1994). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 28 8. Pertumbuhan kalus Ada 3 tahapan perkembangan dan pertumbuhan kalus, mulai dari waktu subkultur atau penaburan inokulum, yaitu induksi pembelahan sel, pembelahan sel aktif dan tahap pembelahan sel lambat atau sel berhenti membelah. Laju pertumbuhan kalus umumnya ditetapkan secara kuantitatif dengan parameter indeks pertumbuhan bobot kalus basah. Pertambahan bobot kalus basah merupakan selisih antara bobot kalus basah pada periode tertentu dikurangi bobot kalus mula-mula atau bobot inokulum. Selanjutnya dari kurva pertumbuhan kalus yang menyatakan hubungan antara pertumbuhan bobot kalus basah dengan umur dapat diketahui fase-fase pertumbuhan kalus antara lain: a. Fase lag, yaitu fase belum terjadinya pertumbuhan secara nyata, keadaan ini terjadi selama beberapa waktu setelah kalus disubkultur, serta merupakan waktu adaptasi kalus dengan media yang baru. Pada fase ini pertambahan bobot kalus hanya sedikit dan terlihat hampir mendatar pada kurva. b. Fase eksponensial, yaitu fase mulai terjadinya pertumbuhan kalus. Pertambahan bobot kalus mulai terlihat nyata dan diikuti fase linier dimana pertumbuhan kalus terus menaik secara eksponensial seperti garis lurus ke atas dan berhenti. c. Fase stasioner, yaitu fase saat pertumbuhan kalus sama dengan kematian sel-sel kalus. Pada fase ini, kalus tidak dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama. Sel-sel mulai mati, media pertumbuhan kelebihan muatan dan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 29 nutrien telah habis digunakan, sehingga kematian sel menjadi lebih cepat (George dan Sherrington, 1984). C. Glikosida Jantung Glikosida jantung banyak ditemukan dalam keluarga tumbuhan yang tidak berkaitan satu sama lain seperti Apocynaceae, Liliaceae, Moraceae, dan Ranunculaceae (Robinson, 1995); juga banyak ditemukan pada anggota suku Scrophulariaceae, Digitalis, Nerium, Asclepiadaceae, dan Asclepis (Harborne, 1987). Tumbuhan yang mengandung senyawa ini biasanya digunakan sebagai racun panah dan siksaan pada zaman prasejarah. Contoh glikosida yang bermanfaat dalam pengobatan misalnya glisirizin, glikosida asam gliserisat, yang terkandung dalam akar Glycyrrhiza glabra sebagai komponen aktif utama (Robinson, 1995). Sumber utama kardenolida ialah genus Digitalis dan Strophantus. Digitalis mempunyai efek langsung pada jantung yaitu memberi kekuatan bila jantung melemah. Glikosida jantung biasanya mempunyai sifat peluruh air seni (diuretik) yang berakibat menurunkan tekanan darah dan mengobati bengkak. Keberadaan senyawa ini dalam tumbuhan mungkin memberi perlindungan kepada tumbuhan tersebut dari gangguan beberapa serangga (Robinson, 1995). Isolasi glikosida jantung murni dalam tanaman sulit dilakukan karena glikosida jantung merupakan suatu glikosida yang memiliki kepolaran yang tinggi. Berdasarkan polaritasnya, glikosida jantung dapat diekstrak dengan 30 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI menggunakan pelarut yang polar antara lain: etanol, etil asetat, campuran etanol dan air serta campuran etanol dan kloroform (Samuelsson, 1999). Glikosida jantung diklasifikasikan sebagai steroid (sterol), karena memiliki inti cyclopentanoperhydrophenanthrene, sebuah cincin lakton α-β yang tidak jenuh (dengan sisi 5 atau 6) pada C17, sebuah β-oriented hydroxyl pada C14, sebuah penggabungan cis dari cincin C dan D pada C13-C14 dan tambahan satu atau lebih gula pada C3, biasanya deoksiheksometilosa. Cincin lakton tidak jenuh bersisi 5 (pentagonal) pada C17 menggolongkan glikosida tersebut sebagai kardenolida, sedangkan cincin lakton tidak jenuh bersisi 6 (heksagonal) pada posisi yang sama menggolongkan glikosida tersebut sebagai bufadienolida (Farnsworth, 1966). O O O O CH3 CH3 CH3 H HO CH3 H H OH H bufadienolida H HO OH H kardenolida Gambar 1. Struktur dasar bufadienolida dan kardenolida Identifikasi glikosida jantung dapat dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) secara kualitatif. Reaksi identifikasi terhadap glikosida jantung dapat dilakukan menggunakan uji dengan pereaksi Baljet (2,4,6-trinitrophenol), uji dengan pereaksi Kedde (3,5-dinitrobenzoic acid), uji dengan pereaksi Raymond (m-dinitrobenzene), uji dengan pereaksi Legal PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 31 (sodium nitroprusside) dimana pereaksi tersebut akan bereaksi dengan grup metilen aktif yang ditemukan dalam cincin lakton tidak jenuh. Pereaksi ini akan memberikan warna oranye, ungu, biru, dan violet, yang menunjukkan adanya glikosida jantung (Farnsworth, 1966). D. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fisikokimia (Stahl, 1969). Pada dasarnya semua kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase ini. Kromatografi dapat digolongkan berdasarkan sifat-sifat fase diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Apabila fase diam berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan, sedangkan untuk fase diam yang berupa cairan dikenal sebagai kromatografi partisi (Sastrohamidjojo, 2001). Kromatografi lapis tipis termasuk ke dalam kromatografi serapan. Prinsip dari kromatografi serapan adalah kecepatan bergerak dari suatu komponen tergantung pada berapa besarnya komponen tersebut tertahan oleh fase diam (Sastrohamidjojo, 2001). Fase diam yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah bahan penyerap atau adsorben (Stahl, 1969). Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair) (Gritter et al, 1991). Dua sifat penting yang perlu diperhatikan dalam PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 32 pemilihan bahan penyerap adalah ukuran partikel dan homogenitas partikel penyerap. Kedua sifat ini sangat berpengaruh pada gaya adhesi. Besar partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Fase diam yang umum dan paling banyak digunakan adalah silika gel yang dicampur dengan CaSO4 untuk menambah daya lengket partikel silika gel pada pendukung (pelat). Adsorben lain yang juga biasa digunakan adalah alumina, kieselguhr, celite, serbuk selulosa, serbuk poliamida, kanji dan sephadex (Mulja dan Suharman, 1995). Fase diam yang digunakan untuk analisis secara kromatografi lapis tipis untuk glikosida jantung adalah silika gel GF 254 (Wagner, 1984). Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase ini bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multi-komponen harus berupa campuran sesederhana mungkin terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl, 1969). Ada beberapa macam pilihan fase gerak untuk glikosida jantung, yaitu etil asetat-metanol-air (100:13,5:10 v/v); etil asetat-metanol-etanol-air (81:11:4:8 v /v); metiletil keton-toluena-air-asam asetat glasial (40:5:3:2,5:1 v/v); dan kloroform-metanol-air (65:35:10 v/v) (Wagner, 1984). Campuran yang dipisahkan berupa larutan yang ditotolkan berupa bercak. Setelah itu pelat atau lapisan dimasukkan ke dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama pengembangan. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus dideteksi (Stahl, 1969). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 33 Identifikasi dari senyawa yang terpisah (bercak/noda) pada lapisan tipis dapat dilakukan dengan tanpa pereaksi kimia dan disemprot dengan reagen. Identifikasi senyawa glikosida jantung dapat dilakukan dengan tanpa pereaksi kimia yaitu dengan menggunakan sinar ultraviolet 254 dan 365 nm, sedangkan reagen penyemprot yang digunakan untuk identifikasi senyawa glikosida jantung adalah reagen Kedde, Legal, Baljet, Raymond, antimony (III) chloride, chloramine-trichloroacetic acid/CTA, sulphuric acid (Wagner, 1984) dan vanillin-phosporic acid (Jork et al., 1990). Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan jarak antara senyawa dari titik awal dengan jarak tepi muka pelarut dari awal. Rf = jarak bercak dari awal pengembangan jarak pengembangan Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika dibandingkan dengan kromatografi kertas sehingga perlu dibuat kromatogram zat pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda-beda. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan dua bercak dengan harga Rf dan ukuran yang hampir sama. Angka Rf berkisar antara 0,01 – 1,00 dan hanya dapat ditentukan dengan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berkisar antara 0 – 100 (Harborne, 1984; Stahl, 1969). E. Landasan Teori Selama ini kamboja jepang digunakan sebagai tanaman hias dan secara tradisional digunakan untuk membantu proses kelahiran. Berdasarkan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 34 penelitian yang dilakukan Melero et al (2000), kamboja jepang mempunyai kandungan senyawa glikosida yang mirip digitalis sehingga mempunyai kemungkinan dapat digunakan sebagai obat jantung. Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel seperti yang dikemukaan oleh Schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel merupakan satuan struktural, fungsional, dan hereditas terkecil dari makhluk hidup sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi suatu individu yang normal. Sel juga mempunyai kemampuan totipotensi, yaitu kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, yang apabila ditumbuhkan pada lingkungan yang sesuai akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap yang baru yang mempunyai kandungan kimia yang sama dengan tanaman asalnya. Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Apabila eksplan ditanam dalam media cocok, pertumbuhannya pun akan optimum. Media tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah Woody Plant Medium (WPM) karena menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) media WPM cocok sebagai media kultur untuk membudidayakan tanaman berkayu. Laju pertumbuhan kalus umumnya ditetapkan secara kuantitatif dengan parameter indeks pertumbuhan bobot kalus basah. Kurva pertumbuhan kalus dapat menunjukkan fase-fase pertumbuhan kalus, yaitu fase lag (fase penyesuaian), fase eksponensial (fase pertumbuhan optimum), dan fase stasioner (fase penurunan). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 35 Teknik kultur jaringan ini diharapkan dapat menghasilkan metabolit sekunder, yaitu glikosida jantung, dari tanaman kamboja jepang yang mempunyai profil KLT yang mirip dengan profil KLT pada tanaman induknya dan kultur kalusnya memiliki profil pertumbuhan sigmoidal yang fase stasionernya menghasilkan kandungan glikosida jantung yang optimum. F. Hipotesis 1. Daun tanaman kamboja jepang dapat membentuk kalus dengan variasi penambahan zat pengatur tumbuh asam 2,4-Diklorofenoksiasetat dan 6furfurylaminopurine pada media WPM. 2. Kultur kalus yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan ini memiliki pertumbuhan sigmoidal yang fase stasionernya menghasilkan kandungan glikosida jantung yang optimum. 3. Ekstrak kalus daun tanaman kamboja jepang memiliki profil KLT yang mirip dengan ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama a. Variabel bebas : waktu pemanenan (hari ke-) dan variasi konsentrasi 2,4-D dan FAP. b. Variabel tergantung: profil pertumbuhan kultur kalus dan susut pengeringan kalus (%). 2. Variabel pengacau terkendali a. Subyek uji : daun yang digunakan sebagai eksplan adalah daun segar dan sehat yang terletak pada nomor 3-5 dari ujung batang atau cabang dengan ukuran eksplan 0,5 - 1,0 cm. b. Bahan uji dan cara kerja penanaman berupa: i. Media agar jenis WPM dengan sterilisasi tetap terjaga. ii. Sterilitas, suhu, kelembaban dan intesitas cahaya dalam ruang inkubator. 3. Variabel pengacau tidak terkendali a. Keadaan patologis pada daun tanaman yang tidak tampak. 36 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 37 b. Kandungan senyawa kimia lain yang terkandung dalam kamboja jepang yang dapat mempengaruhi hasil kromatogram. 4. Definisi Operasional a. Daun yang digunakan sebagai eksplan dalam penelitian ini adalah daun yang segar dan sehat, terletak pada nomor 3-5 dari ujung batang atau cabang. b. Waktu inisiasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh eksplan untuk membentuk kalus dihitung mulai dari saat penanaman eksplan sampai hari pertama kalus mulai terbentuk berupa bintik putih dari tepi irisan daun eksplan. c. Subkultur adalah suatu kegiatan pemeliharaan kalus dengan memindahkan kalus ke dalam media baru sehingga kalus tidak kekurangan nutrisi. d. Bobot kalus basah awal adalah hasil pengurangan antara bobot botol + media + kalus dengan bobot botol + media pada saat subkultur. e. Bobot kalus basah akhir adalah bobot kalus yang ditimbang pada saat pemanenan. f. Bobot kalus kering adalah bobot kalus pada saat pemanenan dan sesudah mengalami proses pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 40500C, sampai diperoleh kalus dengan bobot konstan yaitu antara penimbangan yang pertama dan berikutnya selama 1 jam tidak berbeda 0,5 mg. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 38 g. Laju pertumbuhan kalus adalah laju pertumbuhan kalus yang ditandai adanya pertambahan berat kalus dari waktu ke waktu dengan memanen setiap 4 hari sekali sebanyak 3 botol selama 36 hari. h. Profil pertumbuhan kalus adalah rasio antara pertumbuhan kalus (bobot kalus basah akhir- bobot kalus basah awal) dengan waktu pemanenan serta rasio antara bobot kalus kering dengan waktu pemanenan. i. Persen susut pengeringan adalah rerata bobot kalus basah dikurangi dengan rerata bobot kalus kering lalu dibagi dengan rerata bobot kalus basah dikali dengan 100%. j. Konsentrasi zat pengatur tumbuh, yaitu asam 2,4-Diklorofenoksiasetat yang digunakan adalah 4 ppm dan 2 ppm yang terkandung dalam satu liter media. Sedangkan konsentrasi 6-furfurylaminopurine yang digunakan adalah 1 ppm. C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian a. Alat yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman: 1) Alat-alat gelas, Pyrex 2) Autoklaf, YX 400Z Shanghai Sanshen, Medical Inst, Co, LTD. 3) Oven, Marius Instrument, German. 4) Pemanas listrik, Ika Combimag, RCT, German. 5) Timbangan analitik, Scaltec. 6) Glassfirn. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 7) Magnetic stirrer. 8) Pinset. 9) Skapel. 10) Kertas indikator pH. 11) Kertas saring. 12) Laminar air flow. 13) Lampu UV. 14) Inkubator, Heraeus Tamson, Holland. 15) Botol kultur. 16) Aluminium foil, Heavy-Duty, Diamond-Wrap. 17) Refrigerator, Sharp. 18) Sprayer. 19) Mortir & stamper. b. Alat untuk penyarian : alat gelas (pyrex), kertas saring, dan waterbath c. Alat untuk Kromatografi Lapis Tipis: 1) Bejana gelas. 2) Lempeng kaca. 3) Lemari asam. 4) Pipa kapiler. 5) Penyemprot bercak. 6) Lampu TL Day Light” 20 watt. 7) Lampu UV 254 dan 365 nm. 39 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 40 2. Bahan Penelitian a. Bahan eksplan : daun yang segar dan sehat terletak no. 3-5 dari ujung batang atau cabang tanaman kamboja jepang. b. Bahan kimia Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Agar, Mkr Chemicals. 2) Garam anorganik (makronutrien) yang terdiri dari : a) Kalsium nitrat-tetrahidrat (Ca(NO3)2.4H2O), Merck, Germany, 1.02121.0500. b) Ammonium nitrat (NH4NO3), GPR, BDH, 1.01188.0500. c) Kalsium klorida-dihidrat (CaCl2.2H2O), Merck, Germany, 1.02381.1000 d) Magnesium sulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O), Merck, Germany, 1.05886.0500 e) Kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4), Merck, Germany, 1.04873.0250. 3) Garam anorganik (mikronutrien) yang terdiri dari : a) Mangan (II) sulfat tetrahidrat (MnSO4.4H2O), BDH limited Poole, England, 10153. b) Seng sulfat heptahidrat (ZnSO4.7H2O), Merck, Germany, 1.08883.0500 c) Asam borat (H3BO3), Merck, Germany, 1.00165.1000 d) Besi (II) sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O), Merck, Germany, 1.03965.0500 e) Natrium etilen diamin tetra asetat dihidrat (NaEDTA.2H2O), Merck, Germany, 1.08418 4) Vitamin dan asam amino yang terdiri dari: PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 41 a) Myo-inositol, Merck, Germany, 1.04728.0100 b) Tiamin hidroklorida, Brataco Chemica, Indonesia c) Asam nikotinat, Calbiochem, US, 481918 d) Piridoksin hidroklorida, Brataco Chemica, Indonesia 5) Sumber karbon : sukrosa, Merck, Germany. 6) Zat pengatur tumbuh : a) Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D), Sigma, US, D-8407 b) Furfuryl Amino Purine (FAP), Merck, Germany, 1.24807.0250 7) Desinfektan a) Natrium hipoklorida, Bayclin®, Johnson. b) Alkohol 70% derajat kemurnian teknis. c) Tween 80, Merck-Shouchard, Germany 8) Akuades c. Bahan untuk penyarian: Metanol (J.T. Baker, Germany) dan Kloroform (J.T. Baker, Germany) d. Kromatografi Lapis Tipis : a) Metanol, J.T. Baker, Germany b) Etil asetat, J.T. Baker, Germany. c) Kedde reagent, Merck, Germany. d) Asam sulfat, Merck, Germany. e) Silica-Gel GF 254, Merck, Germany. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 42 D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Determinasi tanaman kamboja jepang dilakukan di laboratorium Biologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma berdasarkan pustaka acuan (Anonim, 2006). 2. Pembuatan stok a. Pembuatan larutan stok hara mikro Disiapkan gelas piala dengan volume 500 ml yang telah diisi akuades 300 ml. Mangan (II) sulfat tetrahidrat sebanyak 2,23 mg, seng sulfat heptahidrat sebanyak 860 mg, asam borat sebanyak 620 mg, dimasukkan satu per satu ke dalam gelas piala tersebut, sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirer hingga jernih. Kemudian ditambahkan aquades hingga volume 500 ml. Tiap 1 liter media membutuhkan 5 ml stok hara mikro. b. Pembuatan larutan stok besi Stok untuk bahan ini terpisah dari unsur hara mikro lainnya, karena komponen natrium etilen diamin tetra asetat dan besi (II) sulfat heptahidrat sukar larut dalam akuades, maka perlu ditambahkan beberapa tetes HCl, kemudian dipanaskan. Disiapkan gelas piala dengan volume 500 ml yang telah diisi akuades 300 ml. Besi (II) sulfat heptahidrat sebanyak 0,278 g dan natrium etilen diamin tetra asetat dihidrat sebanyak 0,373 g dimasukkan ke dalam gelas piala tersebut, lalu ditambahkan beberapa tetes HCl sambil diaduk dengan menggunakan magnetis stirer hingga larut dan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 43 agar cepat larut dibantu dengan pemanasan. Kemudian ditambahkan akuades hingga volume 500 ml. Perlu diperhatikan bahwa satu liter media dibutuhkan 5 ml larutan stok besi. c. Pembuatan larutan stok vitamin dan asam amino Dua ratus milliliter aquades dimasukkan ke dalam gelas piala dengan volume 500 ml, kemudian asam nikotinat sebanyak 0,05 g, piridoksin hidroklorida sebanyak 0,05 g, dan tiamin hidroklorida sebanyak 0,1 g dimasukkan satu per satu ke dalam gelas piala tersebut, sambil diaduk dengan menggunakan magnetic stirer hingga jernih. Kemudian ditambahkan aquades hingga volume 500 ml. Tiap satu liter media dibutuhkan 5 ml larutan stok vitamin dan asam amino. d. Pembuatan larutan stok myo-inositol Untuk membuat larutan myoinositol, diperlukan 10 g myo-inositol yang dilarutkan dalam 500 ml aquades dalam gelas piala sampai larut kemudian akuades ditambahkan sampai volume 1 liter. Dalam membuat satu liter media dibutuhkan larutan stok myoinositol sebanyak 10 ml. e. Pembuatan larutan stok 2,4-D Untuk membuat larutan stok 2,4-D (4 ppm), larutkan 2,4-D sebanyak 100 mg ke dalam 2-5 ml etanol, panaskan sebentar lalu tambahkan 100 ml akuades. Dalam membuat satu liter media dengan konsentrasi 2,4D sebesar 4 ppm dibutuhkan larutan stok sebanyak 4 ml. f. Pembuatan larutan stok FAP PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 44 Sebanyak 100 mg bahan ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam Beaker glass yang berisi 50 ml akuades. Sedikit demi sedikit HCl 1 N diteteskan ke dalam Beaker glass sambil diaduk hingga zat pengatur tumbuh larut merata. Akuades ditambahkan hingga volume mendekati 70 ml, diaduk kembali kemudian dituangkan ke dalam labu ukur 100 ml. Akuades ditambahkan ke dalam labu ukur hingga volume tepat 100 ml. Untuk 1 liter media yang akan ditambahkan zat pengatur tumbuh sejumlah 1 mg atau 1 ppm, dibutuhkan 1 ml larutran stok. 3. Pembuatan media (untuk 1 liter media) Sebanyak 300 ml akuades dipanaskan dalam Beaker glass 1000ml. Bahan-bahan nutrisi makro dimasukkan satu per satu ke dalam Beaker glass sambil terus diaduk menggunakan strirer hingga larut. Setelah itu dimasukkan berturut-turut 5 ml larutan stok hara mikro, 5 ml larutan stok besi-EDTA, 5 ml stok vitamin dan asam amino, dan 10 ml stok myo-inositol. Sedikit demi sedikit dimasukkan campuran sukrosa 30 g dan agar 10 g sambil diaduk hingga larut. Ditambahkan akuades sedikit demi sedikit untuk membantu kelarutan hingga volume mencapai 1000 ml. Campuran tersebut dipanaskan hingga mendidih dan berwarna jernih. Setelah jernih, media dibagi menjadi 2 bagian dan stok zat pengatur tumbuh dimasukkan sesuai konsentrasi yang diinginkan. Untuk media pertama (selanjutnya akan disebut sebagai WPM 2) dimasukkan 2 ml (4 ppm) larutan stok 2,4-D. Untuk media kedua (selanjutnya akan disebut sebagai WPM 3) dimasukkan 1 ml (2 ppm) larutan stok 2,4-D dan 0,5 ml (1 ppm) larutan stok FAP. pH kedua media diatur pada 5,2 – 5,6. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 45 Jika terlalu basa ditambahkan HCl 1 N dan jika terlalu asam ditambahkan larutan KOH 1 N. Selanjutnya media dituang ke dalam botol kultur dengan ketebalan media kurang lebih 1 cm. Botol yang berisi media kemudian ditutup menggunakan alumunium foil dan disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210 C selama 15 menit. Media yang aman digunakan adalah media yang telah disimpan dalam inkubator selama kurang lebih 1 minggu dan tidak tampak adanya pertumbuhan mikroorganisme kontaminan seperti jamur dan bakteri. 4. Sterilisasi alat dan ruangan a. Sterilisasi alat Erlenmeyer yang berisi akuades dan gelas piala kosong ditutup dengan alumuniumfoil. Cawan petri diisi kertas saring, skalpel, pinset yang dibungkus dengan kertas payung semuanya dimasukkan dalam autoklaf dan disterilkan pada temperatur 121˚C selama 20 menit. b. Sterilisasi ruangan Dinding- dinding ruangan penanaman eksplan dan Laminar Air Flow (LAF) disterilkan dengan menggunakan alkohol 70 %. Selanjutnya lampu UV, baik yang ada di ruangan maupun di LAF, dinyalakan selama ± 1 jam. 5. Sterilisasi dan penanaman eksplan a. Sterilisasi eksplan Sebelum dimasukkan ke dalam LAF, eksplan berupa daun yang diambil dari tanaman induk dicuci di bawah air keran yang mengalir PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 46 dengan diberi sedikit detergen untuk membersihkan kotoran yang melekat di permukaan terluar eksplan. Di dalam LAF eksplan juga disterilkan dengan direndam-dikocok dalam larutan hipoklorit-Tween-80 selama 5 menit. Eksplan dibilas dengan air steril (air yang sudah disterilisasi dengan autoklaf) hingga tidak berbusa lagi (kira-kira 3 kali pencucian). Eksplan yang sudah dibilas dengan air steril ini sudah siap untuk ditanam. b. Penanaman eksplan Eksplan dipotong-potong (sepanjang 1 x 1 cm) melewati tulang daun. Potongan eksplan dimasukkan ke dalam media dengan sedikit ditekan untuk memperbesar sudut kontak eksplan dengan permukaan media klutur. Media yang telah ditanami, diinkubasikan dalam ruang inkubator dengan suhu ruangan 18˚C serta disinari dengan lampu TL ”Day Light” 20 watt dengan ketinggian 40 cm (Wetherell, 1982). 6. Pengamatan waktu inisiasi kalus Waktu inisiasi kalus dihitung dari saat kalus mulai terbentuk. Karena pertambahan bobot pertumbuhan kalus tidak dapat diamati, penentuan waktu inisiasi kalus dilakukan secara visual yaitu mulai terlihatnya bintik putih pada bagian pelukaan eksplan. 7. Subkultur Subkultur dilakukan 36 hari setelah penanaman saat tanaman telah menampakkan gejala kurang nutrisi (mulai berwarna kecoklatan) atau bobotnya tidak bertambah. Pada proses subkultur, kalus dipecah menjadi bagian yang lebih kecil kemudian ditanam lagi ke dalam media baru. Proses PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 47 subkultur ini dilakukan sebagai berikut, semua perlengkapan yang digunakan yaitu pinset, skapel, bunsen, alat-alat gelas, botol berisi alkohol 70% dan botol-botol yang berisi media yang telah diketahui beratnya dimasukkan kedalam laminar air flow dan disterilkan selama ± 1 jam dengan lampu UV. Media yang berisi kalus kemudian disemprot dengan alkohol 70% kemudian dimasukkan ke dalam laminar air flow. Ketika botol akan dibuka dan ditutup, maka dilakukan proses flambir. Kemudian ambil kalus dengan pinset dan letakkan di atas cawan petri. Bersihkan kalus dari sisa-sisa eksplan hingga bersih kemudian belah bagian kalus tersebut dan potong-potong dengan menggunakan pertolongan skapel dan pinset dengan ukuran kalus awal, yaitu 3–5 mm lalu ditanam dalam media yang baru secara aseptis. Kalus yang telah ditanam tadi kemudian diinkubasikan di dalam ruang inkubator dengan suhu ruangan 18˚C serta disinari dengan lampu TL “Day Light” 20 watt dengan ketinggian 40 cm. Sub-kultur ini dibuat sebanyak 27 botol. Untuk mengetahui bobot kalus maka dilakukan penimbangan pada media baru yang berisi kalus, selanjutnya bobot yang diperoleh dikurangkan dengan bobot media awal sebelum ditanami kalus. 8. Pemanenan Setelah dilakukan subkultur, tiap 4 hari sekali dilakukan pemanenan sebanyak 3 buah botol yang berisi kalus lalu dibersihkan dari sisa-sisa agar yang masih melekat. Setelah kalus bersih kemudian dilakukan penimbangan dan akan mendapatkan bobot kalus basah. Kalus yang telah dipanen kemudian dikeringkan pada suhu 40-50˚C hingga didapatkan perbedaan bobot sebesar PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 48 0,5 mg bobot zat dari 2 penimbangan berurutan berselang 1 jam atau dengan kata lain setelah didapatkan berat kalus kering yang konstan. Catat bobot kering kalus hasil setiap pemanenan. Kalus kering yang diperoleh kemudian digerus dengan menggunakan mortir dan stamper . Selanjutnya serbuk kalus yang diperoleh, disimpan di dalam flakon dan dikumpulkan sebanyak 2 gram untuk dibuat ekstrak sehingga dapat diketahui metabolit sekunder dalam kalus. 9. Analisis pertumbuhan kalus Analisis pertumbuhan kalus dalam penelitian ini menggunakan analisis menggunakan grafik pola pertumbuhan kalus berdasarkan data biomassanya. Kalus basah yang diperoleh dari setiap pemanenan dikeringkan hingga bobotnya konstan dan ditimbang. Pertumbuhan kalus dihitung berdasarkan persentase pertambahan bobot biomassa kalus. Kemudian dibuatkan grafik pola pertumbuhan kalus, dengan menghubungkan antara pertambahan bobot kalus kering dan umur kalus. 10. Pengeringan dan pembuatan serbuk daun kamboja jepang Daun kamboja jepang dikeringkan di dalam oven pada suhu 40-50˚C. Kemudian daun yang telah dikeringkan tersebut, digerus dengan menggunakan mortir dan stamper. Serbuk daun yang diperoleh, disimpan di dalam flakon. 11. Uji tabung Sepuluh gram serbuk dimaserasi selama 1 jam dengan penyari alkohol 70%. Larutan disaring, dan filtrat yang diperoleh ditambah larutan Pb-asetat pekat hingga terjadi pengendapan sempurna. Endapan yang terjadi dipisahkan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 49 dengan sentrifugasi. Supernatan yang diperoleh ditambah larutan natrium sulfat 6,3% untuk menghilangkan sisa-sisa Pb. Bila terjadi endapan, endapan dipisahkan dengan sentrifugasi lalu supernatan diambil. Supernatan kemudian disari dengan 10 ml kloroform sebanyak 3 kali. Sari kloroform dipekatkan hingga kira-kira 5 ml. a. uji Baljet Sari kloroform diambil secukupnya lalu diencerkan dengan metanol 3-5 kali lipat volume asalnya dan ditambahkan pereaksi Baljet. Perubahan warna larutan menjadi jingga menunjukkan adanya glikosida dengan aglikon kardenolida. b. uji Raymond Sari kloroform diambil secukupnya lalu diencerkan dengan metanol 3-5 kali lipat volume asalnya dan ditambahkan pereaksi Raymond. Perubahan warna larutan menjadi ungu menunjukkan adanya glikosida dengan aglikon kardenolida (Dwiatmaka dan Wulandari, 2005). 12. Pembuatan ekstrak kalus daun kamboja jepang Satu gram serbuk kalus daun kamboja jepang direfluks menggunakan 10 ml campuran kloroform-metanol (1:10 v /v), selama 10 menit. Larutan didinginkan dan disaring, filtratnya diuapkan sampai kering. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 2 ml kloroform-metanol (1:1 v/v) (Dwiatmaka dan Wulandari, 2005). Ekstrak yang ditotolkan pada plat KLT 30-50μl (Wagner et al., 1984). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 50 13. Pembuatan ekstrak kalus daun kamboja jepang yang dihidrolisis Satu gram serbuk kalus daun kamboja jepang direfluks menggunakan 10 ml campuran kloroform-metanol (1:10 v /v), selama 10 menit. Larutan didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian ditambah asam sulfat 5% (untuk menghidrolisis glikosida jantung menjadi glikon dan aglikonnya) lalu diuapkan sampai kering. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 2 ml kloroform-metanol (1:1 v/v) (Dwiatmaka dan Wulandari, 2005). Ekstrak yang ditotolkan pada plat KLT 30-50μl (Wagner et al., 1984). 14. Pembuatan ekstrak daun kamboja jepang Satu gram serbuk daun kamboja jepang direfluks menggunakan 10 ml campuran kloroform-metanol (1:10 v/v), selama 10 menit. Larutan didinginkan dan disaring, filtratnya diuapkan sampai kering. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 2 ml kloroform-metanol (1:1 v /v) (Dwiatmaka dan Wulandari, 2005) . Ekstrak yang ditotolkan pada plat KLT 30-50μl (Wagner et al., 1984). 15. Pembuatan standar digitoksin Sepuluh mg serbuk digitoksin dilarutkan dalam sepuluh ml metanol P (Anonim, 1995). 16. Uji KLT ekstrak kalus, ekstrak daun kamboja jepang dan larutan standar digitoksin. Ekstrak kalus, ekstrak daun kamboja jepang dan larutan standar digitoksin ditotolkan pada lempeng KLT dengan menggunakan fase diam PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 51 silica gel GF254 dan fase gerak berupa etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v) dengan jarak pengembangan 8 cm. Deteksinya menggunakan sinar UV 254 dan 365 nm, serta disemprot dengan pereaksi Kedde dan SbCl3 (bercak diamati di bawah sinar tampak) (Wagner et al., 1984). E. Analisis Hasil Analisis waktu inisiasi kalus dilakukan secara visual sebagai munculnya titik-titik tumbuh kalus yang berwarna putih kekuningan untuk yang pertama kalinya pada eksplan dengan menggunakan rata-rata waktu inisiasi kalus. Analisis pertumbuhan kalus di dalam penelitian ini menggunakan dua cara, yaitu : 1. Analisis menggunakan grafik pertumbuhan kalus berdasarkan data penimbangan bobot kalus basah dengan umur kalus. Pertumbuhan kalus diperoleh berdasarkan pertambahan bobot kalus basah yakni dengan cara mengurangkan bobot kalus basah akhir dengan bobot kalus basah awal. Data yang diperoleh digambar dalam grafik hubungan antara hari pemanenan dan umur kalus serta ditentukan fase-fase pertumbuhannya. 2. Analisis menggunakan grafik pertumbuhan kalus berdasarkan data biomassanya. Data penimbangan bobot kalus basah yang diperoleh dari setiap pemanenan kemudian dikeringkan hingga bobotnya konstan dan ditimbang. Pertumbuhan kalus dihitung berdasarkan persentase pertambahan bobot biomassa kalus. Kemudian dibuatkan grafik pertumbuhan kalus, dengan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 52 menghubungkan antara pertambahan bobot kalus kering dan umur kalus. Data profil pertumbuhan kalus berdasarkan biomassa kalus tersebut digunakan sebagai data pendukung bagi pertumbuhan kalus berdasarkan pertambahan bobot kalus basah. Untuk mengetahui apakah dengan adanya penambahan zat pengatur tumbuh (2,4-D dan FAP) selama dilakukannya proses kultur berpengaruh terhadap kadar air yang terkandung di dalam kalus maka diperlukan perhitungan persen susut pengeringan. Persen susut pengeringan kalus dihitung dengan mengurangkan rerata bobot kalus basah akhir dengan rerata bobot kalus kering dibagi dengan rerata bobot basah akhir dikali 100%. Analisis kandungan kimia kalus, dalam hal ini glikosida jantung dilakukan uji KLT dengan membandingkan bercak KLT ekstrak kalus kamboja jepang dengan bercak KLT ekstrak daun tanaman asal dan larutan standar digitoksin. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Kamboja Jepang Determinasi tanaman kamboja jepang dilakukan dengan mencocokkan tanaman kamboja jepang yang digunakan dalam penelitian dengan ciri-ciri morfologi tanaman kamboja jepang berdasarkan pustaka acuan Anonim (2006). Berdasarkan hasil determinasi, diperoleh keterangan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dari famili Apocynaceae. B. Pemilihan dan Penanaman Eksplan Bahan yang digunakan sebagai eksplan dalam penelitian ini adalah daun tanaman kamboja jepang. Pemilihan daun tanaman kamboja jepang sebagai eksplan karena daun memiliki jaringan parenkim yang akan berdediferensiasi, yaitu proses perkembangan terbalik dari bagian tanaman atau organ tanaman menjadi sekelompok sel yang terus-menerus membelah berupa kalus dalam media tanam yang digunakan. Eksplan daun lebih mudah disterilisasi dalam proses pengulturan tanaman tersebut. Dalam penelitian ini, daun yang digunakan sebagai eksplan berasal dari daun sehat dan segar yang terletak nomor 3 sampai 5 dari ujung batang atau cabang karena daun pada daerah tersebut masih banyak memiliki jaringan meristem yang mempunyai sifat totipotensi sehingga dapat tumbuh dan berkembang. Daun yang terletak pada ujung batang atau cabang sel-selnya masih 53 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 54 terlalu muda dan tidak tahan dengan sterilisasi secara kimiawi menggunakan desinfektan (campuran larutan hipoklorit dan Tween 80) sehingga dapat mengakibatkan rusaknya jaringan dan gagalnya pembentukan kalus atau bahkan matinya eksplan yang digunakan. Sedangkan pada pangkal batang atau cabang, sel-sel daunnya sudah tidak aktif membelah karena hanya memiliki sedikit jaringan meristem sehingga untuk membentuk kalus akan dibutuhkan waktu yang sangat lama. Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nakamura et al (2000) ekstrak daun tanaman Adenium obesum mengandung glikosida jantung yang memiliki efek sitotoksik yang berpotensi sebagai antikanker. Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini menghasilkan kalus dari daun kamboja jepang yang mengandung glikosida jantung yang sama dengan tanaman asalnya. Ukuran eksplan sangat menentukan dalam proses pengulturan. Eksplan yang terlalu besar memiliki resiko kontaminasi yang besar dan penyerapan nutrisi yang kurang sempurna karena tidak semua bagian eksplan menempel pada media sehingga kalus yang terbentuk hanya pada sebagian eksplan saja selebihnya eksplan mulai menguning, menjadi coklat dan akhirnya mati. Sebaliknya, eksplan yang terlalu kecil memiliki daya tahan yang kurang karena semakin kecil eksplan semakin besar luka sehingga semakin besar derajat kerusakan eksplan. Percobaan yang dilakukan peneliti menggunakan eksplan yang kecil menghasilkan kalus yang lebih merata karena nutrisi dari medium tanam terdistribusi lebih cepat dan merata. Sedangkan pada eksplan yang lebih besar, tidak semua bagian eksplan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 55 tumbuh kalus karena distribusi nutrisi yang lebih lambat. Berdasarkan orientasi, ukuran eksplan yang paling baik antara 0,5-1,0 cm. Gambar 2. Eksplan dalam bentuk irisan melintang daun Eksplan ditanam dalam bentuk irisan melintang daun dengan harapan permukaan eksplan yang bersentuhan dengan media semakin luas sehingga nutrisi dapat diserap dengan lebih baik oleh eksplan. Pengirisan dan pemindahan eksplan ke dalam botol kultur dilakukan menggunakan pisau dan pinset yang telah disterilkan dengan etanol 70%, dibakar, dan didinginkan untuk meminimalkan resiko kematian eksplan karena panas. Selanjutnya eksplan diinkubasi dalam ruang inkubator dengan suhu ruangan 18˚C serta disinari dengan lampu TL day light 20 watt dengan ketinggian 40 cm. Suhu 18˚C adalah suhu yang ideal bagi pertumbuhan eksplan dan kalus. Lampu TL day light berfungsi sebagai pengganti sinar matahari karena eksplan membutuhkan penyinaran selama menumbuhkan kalusnya dan ketinggiannya diatur (sekitar 40 cm) untuk menjaga agar radiasi sinar dari lampu tidak menyebabkan kenaikan suhu ruangan yang dapat mengganggu pertumbuhan kalus serta untuk menjaga supaya aerasi dapat berjalan dengan baik. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 56 C. Waktu Inisiasi Kalus . Waktu inisiasi kalus adalah waktu yang diperlukan sejak penanaman eksplan hingga saat kalus mulai terbentuk. Idealnya, waktu inisiasi kalus ditandai dengan pertambahan bobot eksplan yang telah ditanam dari bobot awalnya. Namun, berdasarkan pengamatan bobot media dan eksplan dari hari ke hari menunjukkan terjadinya penurunan bobot eksplan dan media yang berbanding lurus dengan umur penanaman. Penurunan bobot tersebut terjadi karena laju pertumbuhan kalus lebih lambat daripada laju pengurangan kadar air media akibat penguapan dan penyerapan air oleh eksplan. Oleh karena itu, penentuan waktu inisiasi kalus tidak dapat diamati dengan cara tersebut. Pada penelitian ini, penentuan waktu inisiasi kalus dilakukan secara visual, yaitu dengan melihat munculnya titik-titik tumbuh kalus yang berwarna putih kekuningan untuk yang pertama kalinya pada eksplan. Tabel I. Waktu inisiasi kalus pada WPM 2 Perbandingan konsentrasi Waktu inisiasi kalus Jumlah botol ZPT (ppm) (hari) 2 9 2,4-D : FAP 3 11 4:0 5 12 Rata-rata 11,1 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 57 Tabel II. Waktu inisiasi kalus pada WPM 3 Perbandingan konsentrasi Waktu inisiasi kalus Jumlah botol ZPT (ppm) (hari) 6 8 2,4-D : FAP 3 9 2:1 1 11 Rata-rata 8,6 Ada dua media yang digunakan, yaitu WPM 2 dan WPM 3. WPM 2 adalah media Woody Plant Medium dengan konsentrasi 2,4-D 4 ppm. WPM 3 adalah media Woody Plant Medium dengan perbandingan konsentrasi 2,4-D dan FAP (2 ppm : 1 ppm). Tabel di atas menunjukkan bahwa waktu inisiasi kalus WPM 3 lebih cepat dibandingkan WPM 2. Kalus yang terbentuk pada WPM 3 pun lebih optimal dibanding WPM 2. Hal ini berarti variasi konsentrasi pada WPM 3 adalah konsentrasi yang optimum untuk pertumbuhan kalus. Kalus yang terbentuk paling cepat adalah pada irisan eksplan dekat ibu tulang daun. Di antara berkas pengangkut pada ibu tulang daun tersusun jaringan meristem sehingga mudah membentuk kalus. Selain itu, berkas pengangkut akan memudahkan difusi zat hara dari medium tumbuh ke dalam jaringan parenkim eksplan. Perbedaan terjadinya waktu inisiasi kalus disebabkan adanya penambahan sitokinin dan auksin yang berbeda. Dalam kultur jaringan, auksin berperan dalam pembesaran sel, sedangkan sitokinin berperan dalam pembelahan sel (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Mauseth, 1998). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 58 Gambar 3. Inisiasi kalus Waktu inisiasi kalus tidak dapat menggambarkan pertumbuhan kalus. Proses orientasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa walaupun eksplan tanaman diperlakukan pada kondisi percobaan yang sama, namun eksplan tanaman yang satu dan yang lainnya memiliki kepotensialan yang berbeda untuk tumbuhnya kalus. Oleh karena itu, selain dilakukan penentuan waktu inisiasi kalus secara visual perlu dilakukan juga analisis profil pertumbuhan kalus dengan menimbang berat kalus selama pemanenan. D. Subkultur dan Panen Kalus yang dihasilkan dari eksplan harus disubkultur apabila kalus sudah mulai cokelat yang artinya sebagian besar nutrisi pada media WPM sudah diserap oleh kalus sehingga kalus membutuhkan media baru untuk pertumbuhannya. Kalus yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna putih kekuningan dan bersifat freeable, yaitu antara satu sel dengan sel yang lain mudah dipisahkan. Subkultur dilakukan setelah kalus berumur 36 hari. Apabila subkultur terlambat dilakukan, massa kalus akan mati kehabisan nutrisi. Tanda-tanda kalus kehabisan nutrisi dan harus segera dipindah ke dalam media yang baru adalah PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 59 warna kalus menjadi cokelat, media tumbuh mulai retak, dan selanjutnya sedikit demi sedikit kalus akan mengering. Waktu 36 hari yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari hasil orientasi. Pada umur 36 hari kalus telah mulai menunjukkan tanda kekurangan nutrisi. Pada penelitian ini, kalus hanya disubkultur sekali sebelum dilakukan pemanenan. Kalus yang dipanen adalah hasil dari subkultur pertama. Hal ini dilakukan karena pada subkultur yang pertama eksplan sudah membentuk kalus seluruhnya. Bagian kalus yang disubkultur adalah bagian yang belum berubah warna menjadi cokelat (mengalami “browning”) dan memiliki titik tumbuh yang baik yaitu di bagian kalus terluar. Apabila menanam kalus yang sudah mengalami “browning”, kalus tersebut tidak dapat tumbuh dan berkembang membentuk kalus baru. Kalus bagian luar merupakan kalus yang masih tersusun oleh sel-sel meristem sehingga dapat tumbuh dan berkembang membentuk kalus baru. Bobot kalus awal sebelum subkultur tidak dapat ditimbang karena adanya resiko kontaminasi. Oleh karena itu, jumlah kalus awal dikendalikan dengan menyamakan ukuran kalus awal, yaitu ± 3–5 mm. Ukuran ini ditetapkan dengan orientasi. Ukuran kalus awal yang lebih kecil menghasilkan pertumbuhan yang lebih pesat karena difusi nutrisi lebih cepat dan lebih optimal. Pemanenan dilakukan setiap 4 hari sekali selama 36 hari. Pemanenan ini bertujuan untuk mengetahui profil pertumbuhan kalus dan untuk mendapatkan kalus kering yang akan dianalisis kandungan kimianya. Pemanenan dilakukan sampai hari ke-36, karena pada hari ke-28 hingga hari ke-36 kalus menunjukan PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 60 fase stasioner. Pada fase tersebut diharapkan kalus memiliki kandungan metabolit sekunder berupa glikosida jantung yang optimum. Gambar 4. Kalus daun kamboja jepang hasil subkultur E. Profil Pertumbuhan Kalus Pemanenan dilakukan untuk memastikan adanya penambahan bobot kalus basah. Pada pengamatan bobot media terjadi penurunan bobot media setiap harinya karena adanya penguapan media yang lebih besar daripada laju pertumbuhan kalus sehingga sulit untuk melihat pertambahan bobot kalus basah. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pemanenan setiap 4 hari sekali sehingga didapatkan data pertambahan bobot kalus. Pertumbuhan dihitung sebagai selisih bobot kalus basah akhir (n hari setelah penanaman) dengan bobot kalus basah awal (bobot kalus pada saat ditanam). Pola pertumbuhan kalus mengikuti persamaan kuva sigmoid dengan adanya fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner. Pada analisis profil pertumbuhan ini ada dua media yang digunakan. Kedua media tersebut disebut sebagai WPM 2 dan WPM 3. WPM 2 adalah media Woody Plant Medium dengan konsentrasi 2,4-D 4 ppm. WPM 3 adalah media Woody Plant Medium dengan perbandingan konsentrasi 2,4-D dan FAP (2 ppm : 1 ppm). PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 61 Pola Pertumbuhan Kalus Daun Kamboja Jepang pada WPM 2 Pertumbuhan Kalus (g) 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Hari Panen Pertumbuhan Kalus Gambar 5. Pola Pertumbuhan Kalus pada WPM 2 Pola pertumbuhan kalus hasil subkultur dapat memperlihatkan fase-fase pertumbuhan kalus yaitu fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner. (i) Fase lag, yaitu fase penyesuaian. Pada fase ini laju pertumbuhan kalus sangat kecil. Pada WPM 2, fase lag dimulai pada hari ke-4 sampai hari ke-20. Pada fase lag, terjadi penyesuaian diri daun kamboja jepang dengan lingkungan sehingga laju pertumbuhan sangat kecil. Pada fase ini, kalus mulai tumbuh dan ditandai dengan adanya bintik berwarna putih kekuningan pada bagian pelukaan daun. (ii) Fase eksponensial, yaitu fase saat laju pertumbuhan kalus sangat besar. Pada fase ini kalus dapat menyerap nutrisi dengan baik yang diperlukan untuk pembelahan sel. Fase eksponensial terjadi pada hari ke-20 hingga hari ke-28. (iii) Fase stasioner, yaitu fase saat laju pertumbuhan kalus mulai konstan. Pada fase ini nutrisi dalam media mulai berkurang sehingga penyerapan nutrisi juga berkurang dan laju pertumbuhan kalus sebanding dengan laju kematian. Pada WPM 2, fase stasioner terjadi setelah hari ke-28. Pada fase stasioner inilah metabolit aktif berupa glikosida jantung dihasilkan. Oleh karena itu, pemanenan kalus dapat dilakukan mulai hari ke-28 untuk mendapatkan metabolit dalam jumlah optimum. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 62 Pertumbuhan Kalus (g) Pola Pertumbuhan Kalus Daun Kamboja Jepang pada WPM 3 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Hari Panen Pertumbuhan Kalus Gambar 6. Pola Pertumbuhan Kalus pada WPM 3 Pola pertumbuhan kalus hasil subkultur dapat memperlihatkan fase-fase pertumbuhan kalus, yaitu fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner. (i) Fase lag, yaitu fase penyesuaian. Pada fase ini laju pertumbuhan kalus sangat kecil. Pada WPM 3, fase lag dimulai pada hari ke-4 sampai hari ke-20. Pada fase lag, terjadi penyesuaian diri daun kamboja jepang dengan lingkungan sehingga laju pertumbuhan sangat kecil. Pada fase ini, kalus mulai tumbuh dan ditandai dengan adanya bintik berwarna putih kekuningan pada bagian pelukaan daun. (ii) Fase eksponensial, yaitu fase saat laju pertumbuhan kalus sangat besar. Pada fase ini kalus dapat menyerap nutrisi dengan baik yang diperlukan untuk pembelahan sel. Fase eksponensial terjadi pada hari ke-20 hingga hari ke-28. (iii) Fase stasioner, yaitu fase saat laju pertumbuhan kalus mulai konstan. Pada fase ini nutrisi dalam media mulai berkurang sehingga penyerapan nutrisi juga berkurang dan laju pertumbuhan kalus sebanding dengan laju kematian. Pada WPM 3, fase stasioner terjadi setelah hari ke-28. Pada fase stasioner inilah metabolit aktif berupa glikosida jantung dihasilkan. Oleh karena itu, pemanenan kalus dapat dilakukan mulai hari ke-28 untuk mendapatkan metabolit dalam jumlah optimum. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 63 pertumbuhan (g) Perbandingan Pola Pertumbuhan Kalus 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 hari panen wpm 3 wpm 2 Gambar 7. Perbandingan Pola Pertumbuhan Kalus Kedua Media Gambar di atas menunjukkan bahwa kalus pada WPM 3 mempunyai pertumbuhan yang lebih optimum (puncak yang lebih tinggi) dibanding WPM 2. Hal ini berarti konsentrasi zat pengatur tumbuh yang ada dalam WPM 3 adalah konsentrasi yang optimum untuk menumbuhkan kalus. F. Susut Pengeringan Kalus Kalus basah hasil pemanenan dikeringkan dan ditimbang dengan tujuan untuk mengetahui banyak sedikitnya kandungan air dari kalus. Kandungan air kalus dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh auksin yang dapat meningkatkan permeabilitas sel terhadap air dan melunakkan dinding sel yang diikuti dengan menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Semakin sedikit kandungan air dari kalus, biomassa kalus semakin besar dan diharapkan kandungan metabolit sekundernya (dalam hal ini glikosida jantung) semakin banyak. Untuk melihat pengaruh variasi konsentrasi terhadap kandungan air kalus, dilakukan perbandingan susut pengeringan dari kalus pada kedua media. Persen susut pengeringan adalah nilai persen dari pengurangan rerata bobot kalus basah dengan rerata bobot kalus kering dibagi dengan rerata bobot kalus basah. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 64 Persen susut pengeringan kalus yang diperoleh dari hasil penelitian ditunjukkan pada gambar 8. Persen susut pengeringan kalus meningkat secara drastis pada hari ke-0 hingga hari ke-4. Hal tersebut menunjukkan bahwa kalus menyerap lebih banyak air pada fase awal pertumbuhan kalus yaitu pada fase lag akibat adanya penambahan zat pengatur tumbuh auksin (2,4-D) ke dalam media. Adanya 2,4-D dapat menurunkan tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam disertai dengan kenaikan volume sel, sehingga kalus membesar dan persen susut pengeringan mengalami kenaikan. Selanjutnya persen susut pengeringan kalus mulai konstan pada hari ke-4 hingga hari ke-36. Hal tersebut menunjukkan bahwa kalus lebih banyak melakukan aktivitas pembelahan sel dibanding menyerap air Susut Pengeringan (%) Susut Pengeringan Kalus 100 80 60 40 20 0 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 Umur Kalus (hari) kalus WPM 2 kalus WPM 3 Gambar 8. Perbandingan susut pengeringan kalus pada kedua media Gambar di atas menunjukkan bahwa susut pengeringan kedua media tidak berbeda jauh dan perbedaan konsentrasi ZPT, terutama auksin, pada kedua media tidak mempengaruhi kandungan air dalam kalus. Hal ini diduga karena kamboja jepang merupakan tanaman sukulen yang memiliki kemampuan untuk menyimpan air. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 65 G. Analisis Kandungan Kimia Kalus Analisis ini digunakan untuk membuktikan adanya kandungan glikosida jantung yang sama antara kalus daun kamboja jepang dengan tanaman asalnya sehingga dapat dikembangkan untuk memproduksi metabolit sekunder. Pada penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan uji identifikasi fitokimia kalus dengan menggunakan 2 macam pereaksi, yaitu uji dengan pereaksi Baljet dan uji dengan pereaksi Raymond. Apabila hasil uji ini memberikan hasil yang positif, akan terjadi warna jingga dan ungu yang menunjukkan adanya aglikon kardenolida. Hasil penelitian menunjukkan hasil yang positif dengan kedua pereaksi tersebut. Hal ini berarti ekstrak kalus daun kamboja jepang mengandung aglikon kardenolida. Selanjutnya, dilakukan analisis kandungan kimia kalus dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Fase diam yang digunakan pada penelitian ini adalah silika gel GF254. Silika gel GF254 adalah silika gel yang mengandung bahan pengikat Gibs dengan indikator yang dapat berfluoresensi pada panjang gelombang 254 nm. Penggunaan fase diam ini karena glikosida jantung hanya memiliki sedikit gugus kromofor yang apabila dideteksi di bawah UV 254 nm pada silika gel tanpa indikator fluoresensi akan memberikan bercak dengan intensitas warna yang lemah. Oleh karena itu digunakan silika gel GF254 yang mengandung bahan yang dapat berfluoresensi. Fase gerak yang digunakan adalah campuran etil asetat-metanol-air dengan perbandingan 81 : 11 : 8 v/v. Fase gerak ini bersifat lebih non polar dibandingkan dengan fase diam sehingga kromatografi ini merupakan 66 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI kromatografi fase normal. Pereaksi semprot yang digunakan dalam penelitian ini adalah pereaksi Kedde dan pereaksi antimon-triklorida (SbCl3). Glikosida jantung bersifat polar karena memiliki gugus gula (glikon). Namun kepolaran fase diam yang digunakan dalam penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan glikosida jantung sehingga diperkirakan bercak (analit) akan dapat bergerak mengikuti fase gerak. Dari pengamatan bercak hasil KLT, didapatkan data yang tercantum dalam tabel III. Tabel III. Hasil pengamatan KLT dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat - metanol - air (81 : 11 : 8 v/v ) Totolan Ekstrak Standar Digitoksin Rf Warna Rf Warna Rf A1 0,54 Ungu 0,54 Biru terang 0,53 A2 0,78 Ungu 0,78 Merah 0,74 B1 B2 B3 0,21 0,26 0,50 Ungu Ungu Hijau muda 0,25 - - 0,26 0,50 B4 0,55 Hijau muda - - 0,55 B5 B6 B7 0,59 0,73 0,80 Hijau Hijau Hijau tua 0,58 0,73 0,80 Ungu gelap Ungu gelap Ungu gelap C1 - - 0,15 C2 - - D1 0,68 Ungu B B Daun Kamboja Jepang B B B B B Kalus Kamboja Jepang WPM 2 Kalus Kamboja Jepang WPM 3 Sinar UV No. Bercak 254 nm 365 nm Pereaksi Kedde Pereaksi SbCl3 0,59 0,73 0,79 Warna Ungu gelap Coklat muda Kuning Hijau Hijaukuning Ungu Kuning Hijau tua Rf Warna 0,41 Biru tua 0,66 Cokelat tua 0,18 0,41 0,49 Kuning Cokelat Cokelat 0,53 Hijau-kuning 0,56 0,69 0,76 Biru Cokelat Hijau tua Cokelat muda Ungu gelap 0,14 Cokelat 0,41 - - - - 0,66 Cokelat 0,68 Kuning muda 0,68 Cokelat 0,68 Cokelat PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 67 Keterangan gambar : Rf 1 Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : etil asetat-metanol7 2 air (81 : 11 : 8 v/v) 6 A : Standar Digitoksin 1 5 B : Ekstrak daun kamboja jepang 4 1 3 C : Ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 2 D : Ekstrak kalus daun kamboja 1 jepang WPM 3 0 A B C D Deteksi : pereaksi Kedde Jarak pengembangan : 8 cm Gambar 9. Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi Kedde Dari hasil penelitian di atas, masing-masing ekstrak kalus daun kamboja jepang menghasilkan 1 bercak, sedangkan ekstrak daun kamboja jepang menghasilkan 6 bercak, dan standar digitoksin menghasilkan 2 bercak setelah lempeng disemprot dengan pereaksi Kedde. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Rf 1 68 Keterangan gambar : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : etil asetat-metanol- 7 2 air (81 : 11 : 8 v/v) 6 1 2 A : Standar Digitoksin 5 4 3 1 B : Ekstrak daun kamboja jepang 1 2 C : Ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 1 D : Ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 0 A B C D Deteksi : Antimon-triklorida (SbCl3), pemanasan 100˚ C, selama 6 menit Jarak pengembangan : 8 cm Gambar 10. Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang, ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal dan standar digitoksin setelah disemprot dengan pereaksi SbCl3 Dari hasil penelitian di atas, ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 menghasilkan 2 bercak, sedangkan ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 menghasilkan 1 bercak, ekstrak daun kamboja jepang menghasilkan 7 bercak, dan standar digitoksin menghasilkan 2 bercak setelah lempeng disemprot dengan pereaksi SbCl3 dan dipanaskan pada 100˚ C selama 6 menit. Berdasarkan kromatogram hasil KLT di atas, terdapat masing-masing satu bercak ekstrak kalus daun kamboja jepang, yaitu bercak no. 2 pada WPM 2 dan bercak no. 1 pada WPM 3, yang mempunyai harga Rf yang hampir sama PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 69 dengan bercak ekstrak daun kamboja jepang, yaitu bercak no. 6, dan bercak standar digitoksin, yaitu bercak no. 2. Bila dilihat dari warna bercak, bercak standar digitoksin no. 2 berwarna cokelat tua, sedangkan bercak ekstrak daun kamboja jepang no. 6 dan ekstrak kalus daun kamboja jepang no. 2 (untuk WPM 2) dan no. 1 (untuk WPM 3) berwarna cokelat. Hal tersebut dikarenakan konsentrasi kandungan glikosida pada ekstrak kalus daun kamboja jepang dan ekstrak daun kamboja jepang hasil preparasi lebih kecil dibanding standar digitoksin. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dengan sistem KLT yang digunakan pada penelitian ini, diperoleh 1 senyawa pada ekstrak kalus daun kamboja jepang yang mirip dengan senyawa yang terkandung di dalam ekstrak daun kamboja jepang dan standar digitoksin yang diduga sebagai glikosida jantung. Selanjutnya dilakukan verifikasi untuk memastikan adanya glikosida jantung dalam kalus daun kamboja jepang yang dihasilkan. Verifikasi dilakukan dengan menghidrolisis ekstrak kalus daun kamboja jepang dengan asam sulfat (H2SO4) 5% sehingga glikosida jantung akan terurai menjadi glikon (gugus gula) dan aglikon (gugus non gula, dalam hal ini kardenolida). Sistem KLT (fase gerak dan fase diam) yang digunakan sama dengan digunakan sebelumnya, yaitu dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v). Hasil yang diperoleh ditampilkan pada gambar 11 dan 12. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 70 Tabel IV. Hasil pengamatan KLT ekstrak kalus WPM 2 dan WPM 3 UV 254 Totolan bercak No. bercak Rf Warna A1 0,63 Ungu B1 0,49 Ungu B2 0,61 Ungu A1 0,65 Ungu B1 0,64 Ungu B2 0,71 Ungu Nonhidrolisis WPM 2 B hidrolisis B Nonhidrolisis WPM 3 B hidrolisis B Rf 1 Keterangan gambar : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v) 1 2 A : Ekstrak kalus daun kamboja jepang 1 WPM 2 B : Ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 yang dihidrolisis dengan H2SO4 5% 0 A Pengamatan : UV 254 nm B Jarak pengembangan : 8 cm Gambar 11. Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 Dari hasil di atas, ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 menghasilkan 1 bercak, sedangkan ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 yang dihidrolisis dengan H2SO4 5% menghasilkan 2 bercak. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 71 Rf 1 Keterangan gambar : Fase diam : silika gel GF254 Fase gerak : etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v) 2 1 1 A : Ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 B : Ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 yang dihidrolisis dengan H2SO4 5% 0 A B Pengamatan : UV 254 nm Jarak pengembangan : 8 cm Gambar 12. Kromatogram ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 Sama seperti pada WPM 2, ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 menghasilkan 1 bercak, sedangkan ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 yang dihidrolisis dengan H2SO4 5% menghasilkan 2 bercak. Bercak yang dihasilkan oleh ekstrak kalus daun kamboja jepang (WPM 2 dan WPM 3) diduga merupakan gikosida jantung. Sedangkan bercak yang dihasilkan oleh ekstrak kalus daun kamboja jepang yang dihidrolisis dengan H2SO4 5% diduga merupakan glikosida jantung yang sudah terurai menjadi glikon dan aglikonnya. Glikon bersifat lebih polar dibanding aglikon. Sistem KLT yang digunakan adalah fase normal, yaitu fase diam memiliki kepolaran yang lebih tinggi dibanding fase gerak, akibatnya glikon akan terikat lebih kuat pada fase diam sehingga Rf yang dihasilkan lebih kecil dibanding aglikon. Berdasarkan hal PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 72 tersebut, bercak B1 pada kromatogram WPM 2 dan WPM 3 adalah glikon, sedangkan bercak B2 adalah aglikon. Berdasarkan hasil-hasil di atas dapat disimpulkan bahwa kamboja jepang memiliki peluang untuk dikembangkan secara kultur jaringan untuk menghasilkan kalus yang mengandung senyawa metabolit sekunder, khususnya glikosida jantung, dengan profil KLT yang mirip tanaman asalnya. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Daun kamboja jepang dapat membentuk kalus dengan teknik kultur jaringan menggunakan media tumbuh Woody Plant Medium (WPM) secara optimal dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D sebanyak 2 ppm dan FAP sebanyak 1 ppm. 2. Pertumbuhan kalus daun kamboja jepang pada kedua media (WPM 2 dan WPM 3) mengikuti pola pertumbuhan kurva sigmoid dengan adanya fase lag (hari ke-4 sampai hari ke-20), fase eksponensial (hari ke-20 sampai hari ke-28), dan fase stasioner (setelah hari ke-28). 3. Ekstrak kalus daun kamboja jepang memiliki profil KLT yang mirip dengan ekstrak daun kamboja jepang tanaman asal sehingga diduga mengandung glikosida jantung seperti tanaman asalnya. B. Saran Dari penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang : 1. Identifikasi jenis glikosida jantung yang terdapat dalam kalus daun kamboja jepang yang ditumbuhkan dalam media WPM. 2. Analisis kuantitatif kandungan glikosida jantung kalus daun kamboja jepang yang ditumbuhkan dalam media WPM. 73 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 74 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Depkes RI : Jakarta, 315 Anonim, 2006a, Adenium, http://en.wikipedia.org/wiki/Adenium, diakses pada tanggal 27 November 2006 Anonim, 2006b, Desert Rose Adenium obesum, http://davesgarden.com/pf, diakses pada tanggal 22 November 2006 Atawodi, S.E. Comparative in vitro trypanocidal activities of petroleum ether, chloroform, methanol and aqueous extracts of some Nigerian savannah plants, Afr.J.Biotechnol. 4(2): 177-182 Beikram, dan A. Andoko. 2003. Mempercantik Penampilan Adenium. Agromedia Pustaka : Solo, 2, 12, 13 Brunetton, J. 1999. Pharmacognosy Phytochemistry Madicinal Plant, 2nd edition, terj. Caroline K. Hatton. Intercept Ltd. : New York, 721-734 Chandra, V.A, 2007, Profil Pertumbuhan dan Kandungan Glikosida Jantung Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium Obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Media Tumbuh Gamborg dengan Variasi Konsentrasi Asam 2,4Diklorofenoksiasetat dan 6-Furfurylaminopurine, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta, 64 Dicosmo, F., dan M. Misawa. 1995. Plant cell and tissue culture: Alternatives for metabolit production, Biotechnol, Adv.13(3): 425-453 Dixon, R.A. 1985. Plant Cell Culture, A practical Approach, IRL Press : Washington DC, 3-11 Dwiatmaka, Y., dan E. T. Wulandari. 2005. Panduan Praktikum Farmakognosi Fitokimia II. USD : Yogyakarta, 28-30 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Journal Of Pharmaceutical Sciencis, Vol. 55, No. 3, 260-262 75 Plants, Freiburghaus F., R. Kaminsky, M.H.N. Nkuna, dan R. Brun. 1996. Evaluation of African medicinal for their in vitro trypanocidal activity, J.Ethnopharmacol. 55: 1-11 George, E.F., dan P.D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Eastern Press : Reading, 301-310 Gritter, R.J., J.M. Bobbitt, dan A.E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi, edisi 2, terj. Kosasih Padmawinata. ITB : Bandung, 109 Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, terbitan kedua. ITB : Bandung, 14-15, 147-156 Hartmann, H.T., D.E. Kester, dan F.T. Davies. 1990. Plant Propagation : Principles and Practices. Prentice-Hall, Inc. : New Jersey, 466, 471, 479481, 500-503 Hendaryono, D.P.S., dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius : Yogyakarta, 18, 26-29, 59, 89-94 Jork, H., W. Funk, W. Fischer, dan H. Wimmer. 1990. Thin-Layer Chromatography : Reagent and Detection Methods, Vol. 1a, trans.: Frank & Jennifer A. Hampson. VCH Publishers : New York, 430-433 Katuuk, J.R.P. 1989. Teknik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman. Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi : Jakarta, 2-4, 90-94, 109 Mauseth, J.D. 1998. Botany : An Introduction to Plant Biology. Jones and Bartlett Publishers : Canada, 381-385 Melero, P., M. Medarde, dan Arturo San Feliciano. 2000. A Short Review on Cardiotonic Steroids and Their Aminoguanidine Analogues, Molecules, 5 : 51-81 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 76 Mgbojikwe, L.O., dan Z.S.C. Okoye. 2001. Acaricidal Efficacy of the Aqueous Stem Bark Extract of Adenium obesum on the Various Life Stages of Cattle Ticks, Nig.J.Exptl.Appl.Biol. Vol. 2, No. 1, 39-43 Misawa, M. 1994. Plant Tissue Culture : An Alternative for Production of Useful Metabolite. Food and Agriculture Organization : Rome, 1-78 Mulja, H.M., dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press : Surabaya, 223-227 Nakamura, M., M. Ishibashi, E. Okuyama, T. Koyano, T. Kowithayakorn, M. Hayashi, dan K. Komiyama. 2000. Cytotoxic Pregnanes from Leaves of Adenium obesum, Natural Medicines 54(3): 158-159 Ramachandra Rao, S., dan G.A. Ravishankar. 2002. Plant cell cultures: Chemical factories of secondary metabolites, Biotechnol, Adv 20:101-153 Ranger, E., 1996, Herbal Gram, The Jurnal of The American Botanical Council, http://www.herbalgram.org/youngliving/herbalgram/articleview.asp?a=64 &p=Y, I. 36, 34 ,diakses pada tanggal 4 Oktober 2005 Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, terjemahan Kosasih Padmawinata, edisi 6. ITB Press : Bandung, 191-193 Salisbury, F.B., dan W.R. Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan, jilid 3, diterjemahkan oleh Diah R., Lukman, dan Sumaryono. ITB : Bandung, 15, 151-152 Samuelsson, G. 1999. Drugs of Natural Origin, 4th Ed. Swedish Pharmaceutical Press : Sweden, 326 Santoso, U., dan F. Nursandi. 2002. Kultur Jaringan Tanaman, cetakan pertama, edisi pertama. Universitas Muhammadiyah : Malang, 1-2, 9, 115-120 Sastrohamidjojo, H. 2001. Kromatografi. Laboratorium Analisis Kimia Fisika Pusat UGM : Yogyakarta, 26-36 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 77 Soenanto, H. 2005. Pesona Adenium, Kanisius : Yogyakarta, 3,10-13 Stahl, E. 1969. Thin-Layer Chromatography : A Laboratory Handbook, Springer International Student Edition. Springer-Verlag : New York, 33-34 Suryowinoto, M. 1992. Budidaya In vitro : Terobosan dalam Teknologi. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas Biologi UGM : Yogyakarta, 32-39 Wagner, H., S. Bladt, dan E.M. Zgainski. 1984. Plant Drug Analysis: A Thin Layer Chromatography Atlas, transl.: Th.A. Scoot. Springer-Verlag : Berlin, 195-223 Wetherell, D.F. 1982 Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro, diterjemahkan oleh dra. Koensoemardiyah. Avery Publishing Group Inc. : USA, 39-44 Wijaya, M., 2007, Profil Pertumbuhan dan Kandungan Glikosida Jantung dari Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium Obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Media Tumbuh MS, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta, 66 Yamauchi, T., dan F. Abe. 1990. Cardiac glycosides and pregnanes from Adenium obesum (studies on constituents of Adenium. I)., Chem Pharm Bull, 38 (3) : 669-72 Yusnita. 2003. Kultur Jaringan : Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien, cet. 1. Agromedia Pustaka : Jakarta, 1-2, 14 Yuwono, T. 2006. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta, 169 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 1 Surat Keterangan Determinasi 78 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 79 Lampiran 2 Foto-foto Hasil Penelitian Gambar 12. Foto tanaman kamboja jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) Gambar 13. Foto kalus daun kamboja jepang siap panen PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI A B C 80 D Gambar 14. Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetatmetanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar tampak Keterangan: Bercak : A. Standar digitoksin B. ekstrak daun kamboja jepang C. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 D. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI A B C 81 D Gambar 15. Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetatmetanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 254 nm Keterangan: Bercak : A. Standar digitoksin B. ekstrak daun kamboja jepang C. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 D. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI A B C 82 D D gel GF , fase gerak etil asetatC silika B diam A fase Gambar 16. Foto KLT dengan 254 metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 365 nm Keterangan: Bercak : A. Standar digitoksin B. ekstrak daun kamboja jepang C. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 D. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI A B C 83 D Gambar 17. Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetatmetanol-air (81 : 11 : 8 v/v), deteksi penampak bercak penyemprot pereaksi Kedde Keterangan: Bercak : A. Standar digitoksin B. ekstrak daun kamboja jepang C. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 D. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI A B C 84 D Gambar 18. Foto KLT dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetatmetanol-air (81 : 11 : 8 v/v); deteksi penampak bercak penyemprot antimontriklorida (SbCl3), 100˚C selama 6 menit Keterangan: Bercak : A. Standar digitoksin B. ekstrak daun kamboja jepang C. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 D. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI A 85 B Gambar 19. Foto KLT WPM 2 dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 254 nm Keterangan: Bercak : A. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 B. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 2 yang dihidrolisis dengan H2SO4 5% PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI A 86 B Gambar 20. Foto KLT WPM 3 dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak etil asetat-metanol-air (81 : 11 : 8 v/v), pada pengamatan dengan sinar UV 254 nm Keterangan: Bercak : A. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 B. ekstrak kalus daun kamboja jepang WPM 3 yang dihidrolisis dengan H2SO4 5% 87 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Lampiran 3 Data-data Penelitian Tabel IV. Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada WPM 2 botol no. hari panen ke- 5 13 25 15 9 23 10 1 24 17 12 6 14 26 3 4 27 20 16 21 7 19 8 22 2 18 11 4 4 4 8 8 8 12 12 12 16 16 16 20 20 20 24 24 24 28 28 28 32 32 32 36 36 36 bobot media bobot media+ kalus bobot kalus basah awal 82.2342 80.3951 85.7121 85.8813 89.1534 81.3747 80.3646 82.7543 83.3151 79.8187 82.4150 80.0356 84.7639 82.2016 86.5505 89.2675 83.3756 85.1228 83.1944 85.2353 81.3459 81.6969 85.1758 84.9134 87.3150 83.4343 85.7798 82.2995 80.4599 85.7783 85.9146 89.2053 81.4212 80.4278 82.8189 83.3772 79.9060 82.4862 80.1078 84.8046 82.2447 86.5930 89.3130 83.4351 85.1561 83.2800 85.3170 81.4387 81.8185 85.2756 84.9665 87.4033 83.5478 85.8174 0.0653 0.0648 0.0662 0.0333 0.0519 0.0465 0.0632 0.0646 0.0621 0.0873 0.0712 0.0722 0.0407 0.0431 0.0425 0.0455 0.0595 0.0333 0.0856 0.0817 0.0928 0.1216 0.0998 0.0531 0.0883 0.1135 0.0376 rata-rata bobot kalus basah awal 0.0654 0.0439 0.0633 0.0769 0.0421 0.0461 0.0867 0.0915 0.0798 bobot wadah bobot wadah+ kalus basah bobot kalus basah akhir 15.9726 15.4312 15.6855 15.9729 15.4404 15.6913 15.9725 15.4309 15.6853 15.9726 15.4323 15.6875 15.9727 15.4414 15.6848 15.9724 15.4421 15.6845 15.9725 15.4419 15.6846 15.9731 15.4424 15.6850 15.9737 15.4427 15.6851 16.0862 15.5446 15.7997 16.1033 15.5277 15.7661 16.1666 15.6305 15.8747 16.2160 15.6433 15.9414 16.1747 15.6586 15.8968 16.4404 15.9494 16.0970 17.1441 16.5504 16.8101 17.2906 16.5565 16.2090 16.4201 16.4553 16.3921 0.1136 0.1134 0.1142 0.1304 0.0873 0.0748 0.1941 0.1996 0.1894 0.2434 0.2110 0.2539 0.2020 0.2172 0.2120 0.4680 0.5073 0.4125 1.1716 1.1085 1.1255 1.3175 1.1141 0.5240 0.4464 1.0126 0.7070 ratarata bobot basah akhir Partumbuhan kalus 0.1137 0.0483 0.0975 0.0536 0.1944 0.1311 0.2361 0.1592 0.2104 0.1683 0.4626 0.4165 1.1352 1.0485 0.9852 0.8937 0.7220 0.6422 Keterangan: WPM 2 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 4 ppm 2,4-D PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 88 Tabel V. Penentuan susut pengeringan pada WPM 2 botol no. hari panen ke- 5 13 25 15 9 23 10 1 24 17 12 6 14 26 3 4 27 20 16 21 7 19 8 22 2 18 11 4 4 4 8 8 8 12 12 12 16 16 16 20 20 20 24 24 24 28 28 28 32 32 32 36 36 36 bobot wadah bobot wadah+ kalus basah bobot kalus basah akhir 15.9726 15.4312 15.6855 15.9729 15.4404 15.6913 15.9725 15.4309 15.6853 15.9726 15.4323 15.6875 15.9727 15.4414 15.6848 15.9724 15.4421 15.6845 15.9725 15.4419 15.6846 15.9731 15.4424 15.6850 15.9737 15.4427 15.6851 16.0862 15.5446 15.7997 16.1033 15.5277 15.7661 16.1666 15.6305 15.8747 16.2160 15.6433 15.9414 16.1747 15.6586 15.8968 16.4404 15.9494 16.0970 17.1441 16.5504 16.8101 17.2906 16.5565 16.2090 16.4201 16.4553 16.3921 0.1136 0.1134 0.1142 0.1304 0.0873 0.0748 0.1941 0.1996 0.1894 0.2434 0.2110 0.2539 0.2020 0.2172 0.2120 0.4680 0.5073 0.4125 1.1716 1.1085 1.1255 1.3175 1.1141 0.5240 0.4464 1.0126 0.7070 rata-rata bobot kalus basah akhir 0.1137 0.0975 0.1944 0.2361 0.2104 0.4626 1.1352 0.9852 0.7220 bobot wadah+ kalus kering bobot kalus kering akhir 15.9809 15.4419 15.6953 15.9828 15.4469 15.6965 15.9897 15.4490 15.7018 15.9922 15.4505 15.7076 15.9887 15.4593 15.7020 16.0249 15.5023 15.7362 16.0392 15.5023 15.7484 16.0785 15.5293 15.7264 16.0094 15.5338 15.7424 0.0083 0.0107 0.0098 0.0099 0.0065 0.0052 0.0172 0.0181 0.0165 0.0196 0.0182 0.0201 0.0160 0.0179 0.0172 0.0525 0.0602 0.0517 0.0667 0.0604 0.0638 0.1054 0.0869 0.0414 0.0357 0.0911 0.0573 rata-rata bobot kalus kering akhir % susut pengering -an 0.0096 91.5592 0.0072 92.6154 0.0173 91.1164 0.0193 91.8255 0.0170 91.9043 0.0548 88.1539 0.0636 94.3945 0.0779 92.0930 0.0614 91.5005 Keterangan: WPM 2 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 4 ppm 2,4-D 89 PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI Tabel VI. Hasil penimbangan bobot kalus dengan pemanenan pada WPM 3 botol no. hari panen ke- 13 5 19 7 26 14 4 10 17 12 6 20 11 8 21 3 23 18 9 25 27 24 1 16 22 2 15 4 4 4 8 8 8 12 12 12 16 16 16 20 20 20 24 24 24 28 28 28 32 32 32 36 36 36 bobot media bobot media+ kalus bobot kalus basah awal 87.3704 85.7341 86.2345 87.4038 84.0312 88.1356 81.8438 83.3756 87.2125 84.0655 87.7751 83.0134 84.5527 85.6123 81.4726 83.8551 80.3157 82.0598 81.8960 87.3059 86.1135 83.3756 85.0453 82.1123 89.1899 80.8751 81.4433 87.4290 85.7938 86.2929 87.4733 84.0995 88.2084 81.9158 83.4514 87.2810 84.0907 87.8222 83.0973 84.6048 85.6591 81.5282 83.9470 80.4092 82.1546 82.0078 87.4636 86.4296 83.6198 85.1289 82.2558 89.3617 81.129 81.5075 0.0586 0.0597 0.0584 0.0695 0.0683 0.0728 0.0720 0.0758 0.0685 0.0252 0.0471 0.0839 0.0521 0.0468 0.0556 0.0919 0.0935 0.0948 0.1118 0.1577 0.3161 0.2442 0.0836 0.1435 0.1718 0.2539 0.0642 rata-rata bobot kalus basah awal 0.0589 0.0702 0.0721 0.0521 0.0515 0.0934 0.1952 0.1571 0.1633 bobot wadah bobot wadah+ kalus basah bobot kalus basah akhir 15.4245 15.5342 15.3101 15.4251 15.5411 15.3250 15.4242 15.5341 15.3113 15.4240 15.5457 15.3226 15.4235 15.5339 15.3221 15.4234 15.5340 15.3235 15.4238 15.5341 15.3237 15.4240 15.5347 15.3229 15.4237 15.5343 15.3238 15.5767 15.6873 15.4618 15.5742 15.7600 15.5528 15.6753 15.7866 15.5616 15.5910 15.7299 15.6872 15.6408 15.7295 15.5857 15.5792 16.3611 16.1736 15.7365 17.3126 18.1750 16.9564 15.6754 17.9887 16.4621 17.2136 15.8362 0.1522 0.1531 0.1517 0.1491 0.2189 0.2278 0.2511 0.2525 0.2503 0.1670 0.1842 0.3646 0.2173 0.1956 0.2636 0.1558 0.8271 0.8501 0.3127 1.7785 2.8513 1.5324 0.1407 2.6658 1.0384 1.6793 0.5124 ratarata bobot basah akhir Partumbuhan kalus 0.1523 0.0934 0.1986 0.1284 0.2513 0.1792 0.2386 0.1865 0.2255 0.1740 0.6110 0.5176 1.6475 1.4523 1.4463 1.2892 1.0767 0.9134 Keterangan: WPM 3 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 2 ppm 2,4-D dan 1 ppm FAP. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 90 Tabel VII. Penentuan susut pengeringan pada WPM 3 hari botol panen no. ke13 5 19 7 26 14 4 10 17 12 6 20 11 8 21 3 23 18 9 25 27 24 1 16 22 2 15 4 4 4 8 8 8 12 12 12 16 16 16 20 20 20 24 24 24 28 28 28 32 32 32 36 36 36 bobot wadah bobot wadah+ kalus basah bobot kalus basah akhir 15.4245 15.5342 15.3101 15.4251 15.5411 15.3250 15.4242 15.5341 15.3113 15.4240 15.5457 15.3226 15.4235 15.5339 15.3221 15.4234 15.5340 15.3235 15.4238 15.5341 15.3237 15.4240 15.5347 15.3229 15.4237 15.5343 15.3238 15.5767 15.6873 15.4618 15.5742 15.7600 15.5528 15.6753 15.7866 15.5616 15.5910 15.7299 15.6872 15.6408 15.7295 15.5857 15.5792 16.3611 16.1736 15.7365 17.3126 18.1750 16.9564 15.6754 17.9887 16.4621 17.2136 15.8362 0.1522 0.1531 0.1517 0.1491 0.2189 0.2278 0.2511 0.2525 0.2503 0.1670 0.1842 0.3646 0.2173 0.1956 0.2636 0.1558 0.8271 0.8501 0.3127 1.7785 2.8513 1.5324 0.1407 2.6658 1.0384 1.6793 0.5124 rata-rata bobot bobot wadah + kalus kalus basah kering akhir 15.4376 0.1523 15.5484 15.3217 15.4353 0.1986 15.5559 15.3405 15.4442 0.2513 15.5553 15.3311 15.4382 0.2386 15.5616 15.3522 15.4413 0.2255 15.5504 15.3404 15.4369 0.6110 15.6035 15.4016 15.4473 1.6475 15.7187 15.4534 15.5566 1.4463 15.5460 15.5228 15.5016 1.0767 15.6619 15.3648 bobot kalus kering akhir 0.0131 0.0142 0.0116 0.0102 0.0148 0.0155 0.0200 0.0212 0.0198 0.0142 0.0159 0.0296 0.0178 0.0165 0.0183 0.0135 0.0695 0.0781 0.0235 0.1846 0.1297 0.1326 0.0113 0.1999 0.0779 0.1276 0.0410 rata-rata % susut bobot kalus pengeringan kering akhir 0.0130 91.4880 0.0135 93.2024 0.0203 91.9087 0.0199 91.6597 0.0175 92.2247 0.0537 91.2111 0.1126 93.1654 0.1146 92.0763 0.0822 92.3687 Keterangan: WPM 3 adalah media tumbuh Woody Plant Medium dengan penambahan 2 ppm 2,4-D dan 1 ppm FAP. PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 91 Lampiran 4 Komposisi Woody Plant Medium Makronutrien Ammonium nitrat (NH4NO3) 400 mg/l Kalsium nitrat-tetrahidrat (Ca(NO3)2.4H2O) 576 mg/l Kalsium klorida-dihidrat (CaCl2.2H2O) 96 mg/l Magnesium sulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O) 370 mg/l Kalium dihidrogen fosfat 170 mg/l (KH2PO4) Mikronutrien Mangan (II) sulfat tetrahidrat (MnSO4.4H2O) 22,3 mg/l Seng sulfat heptahidrat (ZnSO4.7H2O) 8,6 mg/l Asam borat (H3BO3) 6,2 mg/l Besi (II) sulfat heptahidrat (FeSO4.7H2O) NaFeEDTA 27,8 mg/l 37,3 mg/l Vitamin Mio-inositol Thiamin HCl 100 mg/l 1 mg/l Asam nikotinat 0,5 mg/l Piridoksin HCl 0,5 mg/l (Hendaryono dan Wijayani, 1994) PLAGIAT PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 92 BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi berjudul “Profil Pertumbuhan dan Kandungan Glikosida Jantung Kalus Daun Kamboja Jepang (Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult.) dalam Woody Plant Medium dengan Variasi Konsentrasi Asam 2,4- Diklorofenoksiasetat dan 6-Furfurylaminopurine” bernama Lukas Eko Widyasmoro. Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 29 Maret 1984 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Petrus Sugiyanto dan Ibu Hilaria Widyaksi. Penulis menempuh pendidikan di SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta (1996-1999), SMU Kolese de Britto Yogyakarta (1999-2002), dan melanjutkan pendidikan ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2002. Selama di Fakultas Farmasi, penulis aktif di kegiatan-kegiatan kepanitiaan antara lain Tiga Hari Temu Akrab Farmasi (Titrasi) tahun 2003 dan 2004, Inisiasi Sanata Dharma (Insadha) tahun 2005, dan Pekan Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia (PIMFI) tahun 2005. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti pelatihan “Safety in Laboratory” yang diadakan atas kerja sama antara Universitas Sanata Dharma dan PT. Merck Tbk tahun 2007. Penulis juga aktif dalam UKF Sepak Bola Fakultas Farmasi “Squadra Viola”.