BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari penelitian yang

advertisement
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari penelitian yang dimulai sejak 26 Juni 2013, ada beberapa hal yang
didapat dari penelitian yang berjudul Makna Perjodohan Melalui BKKBS ini
diantaranya bahwa BKKBS merupakan strategi jama’ah dalam berdakwah,
khususnya dalam proses kaderisasi jama’ah secara berkesinambungan. BKKBS
berperan juga sebagai penegasan identitas kelompok, serta dianggap sebagai jalur
berdakwah kepada masyarakat dalam memerkenalkan proses perjodohan menuju
sebuah pernikahan yang syar’i.
Pada perkembangannya BKKBS yang ada dalam Partai Keadilan Sejahtera
ini bertujuan untuk mempertemukan antar kadernya yang sudah berkeinginan
memasuki jenjang pernikahan. Namun seiring perkembangannya telah mengalami
pemaknaan yang berbeda dari anggota. Diantaranya yaitu:
1. BKKBS sebagai strategi kaderisasi partai politik semata, sehingga kinerjanya
cenderung kurang proporsional. Hanya kader-kader tertentu yang dianggap
penting dalam proses keberlangsungan dakwah yang akan diproses lebih dulu,
tanpa mempertimbangkan kepentingan mendesak individu sebagai kader
dakwah yang semakin bertambah usia khususnya bagi para anggota jama’ah
perempuan. Kondisi biodata akhwat yang tersedia di BKKBS jauh lebih
banyak dari biodata ikhwan hal ini menyebabkan para ikhwan diberi
keistimewaan untuk memilih biodata lebih dari satu, ini menyebabkan
terjadinya filterisasi pernikahan dimana kader akhwat yang kurang memadai
127
dari berbagai hal akan cepat tersingkirkan, sehingga impian menikah dengan
ikhwan dambaan akan semakin jauh. Kondisi ini menyebabkan kader akhwat
dengan beragam perilaku diantaranya ialah mencari jalan lain dalam pencarian
jodohnya dengan tetap mensyaratkan mendukung dakwah, ada pula yang
merasa kecewa sehingga memilih keluar dari jama’ah, ada pula tindakan setia
menanti dari kader akhwat sampai jama’ah menemukan pilihan ikhwan yang
tepat baginya. Ada pula penyimpangan yang terjadi dari kader sendiri dimana
anggota ikhwan dan akhwat saling berjanji dan memutuskan ta’aruf sendiri
tanpa perantara BKKBS, sehingga perilaku anggota model ini cenderung
dicap buruk oleh jama’ah lantaran berani “menunjuk” memilih pasangannya
tanpa pertimbangan dari jama’ah.
2. BKKBS sebagai wadah penjagaan diri, karena proses perjodohan melalui
BKKBS dianggap menggunakan proses yang cukup ideal sesuai dengan
tuntutan syari’at sekaligus sebagai fasilitator paling aman dalam proses ikhtiar
bagi kader yang ingin mencari pasangan yang paling sesuai dengan
kriterianya.
3. BKKBS sebagai wujud ketidakmampuan mencari pasangan yang berbeda dari
kelompok jama’ahnya, khususnya bagi kader perempuan yang banyak
terkendala secara usianya yang sudah jauh lebih matang. Walaupun pihak
jama’ah sudah memberi kelonggaran boleh menggunakan jalur pejodohan
yang lain asalkan tetap syar’i, namun disisi lain pembina tetap menanamkan
bahwa yang sefikroh jauh lebih baik. Tidak ada layanan dari BKKBS ketika
128
salah satu pasangan yang berta’aruf ini dari luar Tarbiyah. Hal ini
menyebabkan para kader akhwat menjadi jauh lebih kesulitan.
4. BKKBS sebagai penegasan identitas kelompok, dengan hadirnya BKKBS
diharapkan dapat memfasilitasi dan menginisiasi pasangan aggota jama’ah
yang hendak menikah dan pada akhirnya mampu melahirkan generasigenerasi baru yang lebih berkualitas secara keimanan dan pergerakan
dakwahnya. Tawaran ta’aruf dari keluarga atau kerabat dengan ikhwan non
Tarbiyah akan cenderung ditolak oleh akhwat. Semata-mata ingin menjaga
kemurnian jama’ah.
5.2. Implikasi Teoretik
Penelitian mengenai makna perjodohan ini di analisis dengan menggunakan
teori Interaksionis Simbolik dan teori fenomenologi bahwa tindakan manusia
tidak disebabkan oleh “kekuatan luar” (sebagaimana yang dimaksudkan kaum
fungsionalis struktural), tidak pula disebabkan oleh “kekuatan dalam”
(sebagaimana yang dimaksud oleh kaum reduksionis psikologis) tetapi didasarkan
pada pemaknaan atas sesuatu yang dihadapinya lewat proses yang oleh Blumer
disebut self-indication. Menurut Blumer proses self-indication adalah proses
komunikasi pada diri individu dalam jamaah muslim tarbiyah yang dimulai dari
mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk
bertindak berdasarkan makna tersebut. Sementara itu menurut Alfred Schlutz
bahwa dengan fenomenologi dapat memahami makna tindakan individu yang
ditujukan kepada individu itu sendiri, memusatkan perhatian terhadap sesuatu
129
yang wajar dan alami, melihat proses terbentuknya sebuah fakta sosial yakni
bagaimana anggota jama’ah ini ikut serta dalam proses pembentukan dan
pemeliharaan keinginan jama’ah muslim Tarbiyah atau bagaimana para
perempuan lajang ini memaknai BKKBS yang dimaknai oleh jama’ah yang
cenderung melemahkan otoritas mereka dalam memiilih jodohnya sesuai kriteria
pribadi dan tanpa mengurangi loyalitas mereka terhadap jama’ah. Dari penelitian
ini memperlihatkan bahwa anggota jama’ah diikat oleh sebuah partai yang
berasaskan Islam. Adanya aspek ideologi yang langsung menghubungkan apa-apa
yang dialami anggota jama’ah merupakan kehendak Sang Pencipta, mengukuhkan
makna ukhuwah (persaudaraan) karena Alloh SWT. Agama berperan pada normanorma yang terbentuk pada masyarakat dan keinginan untuk hidup tertib dan
aman.166 Agama dianggap memiliki kerangka kosmologis yang cukup
komprehensif untuk memperkuat motivasi seseorang dalam melakukan pilihanpilihan berdasarkan perintah Tuhan dan berdasarkan nilai-nilai yang diyakini
dalam agamanya.167
Sebagaimana Teori Blumer bertumpu pada tiga premis utama yang
melibatkan makna diantaranya: Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan
makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka; Makna itu diperoleh dari
hasil interaksi sosial yang dilakukan dengan orang lain; Makna tersebut
disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung. Berpijak dari tiga point
166
167
Fukuyama, F. Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta: 2005.
Seul, J.R. 1999. Ours is the Way of God: Religion, Identity and Intergroup Conflict. Journal of
Intergroup Conflict. Vol. 36. 5: 553-569.
130
penting makna diatas, bahwa anggota jama’ah muslim Tarbiyah khususnya bagi
perempuan (akhwat) mereka bertindak terhadap sesuatu berdasarkan maknamakna yang diperoleh dari hasil interaksi serta pengalaman mereka dalam
mengikuti sistem perjodohan yang mereka lalui dalam jamaah yang dalam hal ini
adalah BKKBS.
Secara metodologis penelitian dengan pendekatan kualitatif ini mengungkap
fenomena perjodohan namun masih perlu mendapat pengembangan akibat
banyaknya kelemahan baik dalam pengumpulan data observasi, kurangnya waktu
untuk memotret fenomena agar lebih elaboratif.
5.3. Saran
Saran bagi jama’ah dan BKKBS:
1. Perilaku individu dalam kelompok tidak dapat dipisahkan dari kelompoknya.
Namun kepentingan individu sebagai sumber daya terpenting dalam sebuah
kelompok perlu mendapat apresisasi yang lebih proporsional. Karena hal ini
tidak akan menjadikan identitas kelompok hilang, tapi justru meningkatkan
perilaku percaya dan kesolidan.
2. Untuk lembaga mediasi pernikahan BKKBS nampaknya sudah cukup baik
secara Standar Operasional Prosedur, hanya saja sosialisasi dan juga
komunikasi yang dilakukan oleh pembina terhadap hasil musyawarah yang
dilakukan masih kurang baik. Problem serius yang mungkin akan muncul
akibat tidak adanya Standar Operasional Prosedur pada sebuah lembaga
adalah berkurangnya atau hilangnya kepercayaan. Perilaku percaya memiliki
131
resiko yang cukup berat sebab melibatkan hal yang begitu bernilai bagi
individu untuk dikontrol orang lain, sehingga perilaku ini umumnya menuntut
perilaku resiprokal dari seseorang yang padanya diletakkan kepercayaan.
Untuk memutuskan dengan siapa akan menikah, tentunya melibatkan proses
kognitif seseorang. Terkait fenomena perilaku dalam kelompok, hal ini tidak
berlangsung dengan mudah. Sebab kepentingan individu dan isu relasi
interpersonal sering tumpang tindih dengan kepentingan dan isu kelompok.
3. Perlu adanya keluesan kepada para pembina untuk memberi kesempatan
anggota binaannya berproses dengan ikhwan non partai, memfasilitasi dan
memediasinya sehingga hal ini dapat meningkatkan kepercayaan dan simpatik
individu terhadap sebuah kelompok jama’ah Islam, karena “Islam itu rahmat
bagi seluruh alam” dan boleh jadi membuka peluang dukungan dari jama’ah
lain.
4. Perlu upaya penyesuaian komunikasi dan prosedur organisasi yang melibatkan
seluruh sumber daya yang ada sehingga memperkuat rasa kepemilikian,
kebersamaan demi mencapai tujuan bersama.
5. Perlu adanya keterbukaan dalam proses perjodohan, BKKBS hendaknya lebih
komunikatif kepada anggota terkait proses perjodohan sehingga anggota tidak
merasa kecewa.
132
Download