BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengetahuan
2.1.1
Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi
melalui
penginderaan
manusia
yaitu
indera
penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang. (Notoadmodjo, 2002).
2.1.2
Tingkat Pengetahuan
1. Tahu (Know)
Tahu artinya sebagai mengingat sesuatu materi yang dipelajari
sebelumnya yakni mengingat kembali secara spesifik dari seluruh
badan yang dipelajari atau yang dirangsang yang telah diterimanya.
Oleh karena sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang
paling
rendah.
Misalnya
dapat
menyebutkan,
mendefinisikan,
menyatakan dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2. Pemahaman (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan
materi tersebut secara benar. Misalnya dapat menyimpulkan,
meramalkan, menjelaskan dan lain sebagainya dari objek yang
dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, maksudnya
dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain, misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian dan
lain-lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu
struktur organisir tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
Misalnya dapat menggambarkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintetis (Synthesis)
Sintetis menunjukan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun,
dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
Universitas Sumatera Utara
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang
telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup
gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat mengenali terjadinya
wabah diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa
ibu-ibu tidak mau ikut KB dan Sebagainya.
2.1.3
Cara memperoleh pengetahuan
1. Cara tradisional
Meliputi cara coba-coba (Trial and Error), berdasarkan kekuasaan atau
otoritas, melalui pengalaman pribadi, melalui jalan pikiran.
2. Cara modern
Pengetahuan yang diperoleh dengan cara metode penelitian ilmiah,
yang bersifat sistematis, logis dan ilmiah.
2.2
Sikap
2.2.1
Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap
stimulus atau objek. Manisfestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam
Universitas Sumatera Utara
perilaku karena dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukung yaitu latar
belakang, pengalaman individu, motivasi, status kepribadian dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003)
Menurut G. W. Allport 1935 sikap adalah keadaan mental dan
saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan
pengaruh dinamik/terarah terhadap respon individu pada semua objek dan
situasi yang berkaitan dengannya.
Menurut Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
2.2.2
Komponen sikap
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga
komponen pokok, yaitu :
1. Kepercayaan (Keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (Tend to behive)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (Total attitude). Dalam sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003)
Universitas Sumatera Utara
2.2.3
Tingkatan Sikap
Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :
1
Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2
Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu usaha untuk menjawab pertanyaan
atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu
benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3
Menghargai (valving).
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4
Bertanggung Jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih nya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.2.4
Pengukuran Sikap
Sikap tidak bisa diukur dengan melihat secara langsung. Hanya dapat
dilihat dengan open - ended question (pengukurann sikap secara verbal)
yaitu menanyakan langsung kepada seseorang untuk mengetahui sikapnya
(Azwar, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini adalah uraian mengenai beberapa diantara banyak metode
pengungkapan sikap yang secara historic telah dilakukan orang yaitu :
a. Observasi Perilaku
Sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku yang nampak. Dengan kata lain
untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat
memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu
indikator individu.
b. Penanyaan langsung
Wajar kalau banyak yang beranggapan bahwa sikap seseorang dapat
diketahui dengan menanyakan langsung pada yang bersangkutan.
c. Pengungkapan langsung
Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung
secara tertulis yang dapat dilakukan dengan aitem tunggal maupun
aitem ganda (Ajen, 1998). Prosedur pengungkapan langsung dengan
aitem tunggal sangat sederhana. Responden diminta menjawab
langsung suatu pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju
atau tidak setuju. Dengan menggunakan aitem ganda adalah teknik
diferensi sematic dirancang untuk mengungkapkan efek atau perasaan
yang berkaitan dengan sutau objek sikap (Azwar, 1991).
2.2.5
Skala Sikap
Sikap dapat diukur dengan mempergunakan Skala Likert, yaitu :
merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan
distribusi responden sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Kelompok uji
Universitas Sumatera Utara
coba ini hendaknya memiliki karakteristik yang semirip mungkin dengan
karakteristik individu yang hendak diungkapkan sikapnya. Skala Likert
dipergunakan untuk mengukur sikap yang terdiri dari komponen sangat
setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju. (Arikunto, 1997).
2.2.6
Teori perubahan sikap
1. Teori keseimbangan
Keadaan keseimbangan atau ketidakseimbangan selalu melibatkan tiga
unsur yaitu : individu, orang lain, dan objek sikap. Teori keseimbangan
menunjukan kepada suatu situasi dimana hubungan antara unsur-unsur
yang ada berjalan harmonis sehingga tidak terdapat tekanan untuk
mengubah keadaan.
2. Teori kesesuaian
Merupakan pernyataan hubungan penilaian yang bersifat menolak atau
tidak membenarkan, kesesuaian dengan sikapnya.
3. Teori konsisten
Orang akan membuat sesuatu dengan sikapnya, sedangkan berbagai
tindakannyapun akan bersesuaian dengan yang lain (Azwar, 2007).
2.3
Remaja
2.3.1
Pengertian
Remaja menurut WHO memberikan definisi tentang remaja yang
lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga
kriteria, yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi. Maka secara
Universitas Sumatera Utara
lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut. Remaja adalah suatu
masa ketika.
1
Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tandatanda seksual sekunder nya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
2
Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2006).
Menurut WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja
awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun, Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda
(youth). Sedangkan di Indonesia batasan remaja hal ini dikemukakan
dalam sensus penduduk 1980 tentang pemuda adalah kurun usia 12-24
tahun.
2.3.2
Ciri-ciri usia remaja
1
Masa pra pubertas usia 12-13 tahun :
Peralihan dari masa kanak-kanak ke masa pubertas
Ciri-ciri nya :
-
Tidak suka diperlakukan sebagai anak kecil lagi.
-
Mulai bersifat kritis
Universitas Sumatera Utara
2
Masa pubertas usia 14-16 tahun :
Masa remaja awal.
Ciri-ciri nya :
3
-
Mulai cemas dan bingung dengan tentang perubahan fisiknya.
-
Memperhatikan penampilan
-
Sikapnya tidak menentu/plin plan
-
Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
Masa akhir pubertas, usia 17-18 tahun :
Peralihan pada masa pubertas kemasa adolence
Ciri-ciri nya :
-
Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan
psikologis nya belum tercapai.
-
Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari
remaja putra.
4
Periode remaja adolence usia 19-21 tahun :
Merupakan masa akhir remaja, beberapa sifat pada masa ini :
-
Perhatiannya tertutup pada hal-hal realitas
-
Mulai menyadari akan realitas
-
Sikapnya mulai jelas tentang hidup
-
Mulai tampak bakat dan minatnya
(Sarwono, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3
Perubahan universal pada remaja
Secara umum remaja memiliki empat perubahan :
1. Meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat
perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Karena perubahan emosi
biasanya terjadi lebih cepat selama masa awal remaja.
2. Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok
sosial, menimbulkan masalah baru bagi remaja muda. Masalah yang
timbul lebih banyak dan sulit diselesaikan dibandingkan dengan
masalah yang dihadapi sebelumnya.
3. Dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka nilai-nilai juga
berubah. Apa yang terjadi pada masa kanak-kanak dianggap penting,
sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi.
4. Sebagian besar remaja bersikap ambivalence terhadap setiap
perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi
mereka sering takut untuk bertanggung jawab akan akibatnya dan
meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung
jawab tersebut. (Hurlock, 1980).
2.4
Perilaku Seksual Remaja
2.4.1
Pengertian
Perilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan fisik
anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap
hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri.
(Budi Rajab, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono perilaku
seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik
dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk
tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik
sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek
seksual nya bisa berupa orang lain, orang dalam hayalan atau diri sendiri,
sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama
jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya. Akan
tetapi, pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup
serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis
yang terpaksa menggugurkan kandungan nya.
Permasalahan seksualitas yang umum dihadapi remaja adalah
masalah dorongan seksual. Bila dorongan seks terlalu besar sehingga
menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung
untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri.
Perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh yang kuat dalam minat
remaja terhadap lawan jenis. Ketertarikan antar lawan jenis ini kemudian
berkembang kepada kencan yang lebih serius. Akhirnya, rasa ingin tahu
yang sangat kuat mengalahkan pemahaman tentang norma, kontrol diri
dan pemikiran rasional sehingga tampil dalam bentuk perilaku coba-coba
berhubungan seks yang akhirnya malah bikin ketagihan.
(Budi Rajab, 2007)
Universitas Sumatera Utara
Perilaku seksual harus dibedakan dengan hubungan seksual karena
selama ini sering kali ada kesalahan pengertian dalam memaknai
keduanya. Perilaku seksual itu tidak semuanya negatif, tapi malah
mengandung hal-hal yang positif. Perilaku seksual merupakan perilaku
yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Perilaku seksual ini
sangat luas sifatnya, misalnya : berdandan, melirik, merayu, menggoda
dan sebagainya. Perilaku seksual, merupakan hasil interaksi kepribadian
dengan lingkungan sekitarnya.
2.4.2
Hal yang mendasari perilaku seks pada remaja
1. Harapan untuk kawin dalam usia yang relatif muda (20 tahun).
2. Semakin derasnya arus informasi yang didapat menimbulkan
rangsangan seksual remaja terutama remaja di daerah perkotaan, yang
mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks dimana akhirnya
memberikan dampak terjadinya penyakit hubungan seks dan
kehamilan diluar perkawinan pada remaja. (Manuaba, 1998).
2.4.3
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seksual
Perilaku seksual terjadi karena beberapa faktor yaitu :
1. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya.
Lingkungan yang telah dimasuki oleh seorang remaja dapat juga
berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan
hubungan seksual. Keinginan untuk dapat diterima oleh lingkungan
pergaulannya begitu besar, sehingga dapat mengalahkan semua nilai
yang didapat, baik dari orang tua maupun dari sekolahnya.
Universitas Sumatera Utara
2. Adanya tekanan dari pacarnya.
Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang
harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa
memikirkan resiko yang nanti dihadapinya.
3. Adanya kebutuhan badaniah
Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Jadi, wajar saja jika semua
orang, tidak terkecuali remaja menginginkan hubungan seks ini,
sekalipun
akibat
dari
perbuatannya
tersebut
tidak
sepadan
dibandingkan dengan resiko yang akan mereka dihadapi.
4. Rasa penasaran
Pada usia remaja, rasa keingintahuannya begitu besar terhadap seks.
Apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat,
ditambah lagi adanya segala informasi yang tidak terbatas masuknya.
Maka, rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih
jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang
diharapkannya.
5. Pelampiasan diri
Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri. Misalnya, karena
terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat
bahwa sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya.
Maka, dengan pikirannya tersebut, ia akan merasa putus asa lalu
mencari pelampiasan yang akan semakin menjerumuskannya ke dalam
pergaulan bebas.
Universitas Sumatera Utara
6. Lingkungan keluarga
Bagi seorang remaja, mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua
orangtuanya tidak berdasarkan kepentingan kedua belah pihak
(orangtua dan anak). Akibatnya remaja tersebut merasa tertekan,
sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukan sikap sebagai
pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seks.
2.4.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja
1. Pengalaman Seksual
Makin banyak pengalaman mendengar, melihat dan mengalami
hubungan seksual, maka makin kuat stimulasi yang dapat mendorong
munculnya perilaku seksual. Misalnya :
-
Media massa (film, internet, gambar atau majalah porno).
-
Obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seks.
-
Melihat orang-orang yang tengah berpacaran atau melakukan
hubungan seksual.
2. Faktor kepribadian
Seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, kemampuan membuat
keputusan dan nilai-nilai yang dimiliki.
3. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan
Orang yang memiliki penghayatan yang kuat tenang nilai-nilai
keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan
perilaku seksual yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta
mencari kepuasan dari perilaku yang produktif.
Universitas Sumatera Utara
4. Berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol, penanaman
nilai moral dan keterbukaan komunikasi.
5. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional
tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku
serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan
dorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
Download