1. PENGELOLAAN PASIEN DENGAN MASALAH FISIK

advertisement
1. PENGELOLAAN PASIEN DENGAN MASALAH FISIK
Manusia pada dasarnya selalu menginginkan dirinya sehat, baik itu sehat
jasmani maupun sehat rohani.Tetapi ketika penyakit itu menyerang mereka tidak
satupun yang dapat menghindarinya. Pasien adalah manusia dengan segenap aspeknya
(fisik, psikis, sosial). Penyakit menyerang keseimbangan hidup dari seorang individu
menimbulkan implikasi bahwa penanganan seorang pasien yang menderita sakit
haruslah meliputi semua aspek tersebut, ini yang disebut sebagai penanganan yang
holistik. Dia mempunyai kebutuhan yang amat mendalam yakni ingin sembuh dengan
biaya yang terjangkau. Pasien yang mengalami gangguan stroke misalnya tentunya
akan mendapatkan obat-obatan untuk penanganan stroke yang dialaminya, tetapi
seringkali terlupakan bahwa dia juga mengalami masalah kejiwaan seperti gangguan
penyesuaian dengan mood depresi dan cemas karena adanya suatu perubahan dan
penderitaan yang dialaminya. Masalah kejiwaan ini sering sekali tidak terdeteksi atau
bahkan diabaikan oleh pasien, keluarga bahkan oleh petugas medis. Penyakit fisik
yang disertai masalah kejiwaan perlu mendapatkan penanganan yang komprehensif
dari semua pihak yang terkait terutama dari para petugas medis, dokter dan perawat.
Penelitian menunjukkan bahwa apabila hal ini ditangani dengan baik maka
kesembuhan pasien lebih cepat tercapai dan kualitas hidup pasien juga bisa lebih
cepat meningkat.
Istilah rehabilitasi terdiri dari kata Re, artinya kembali, Habilitasi artinya
kemampuan semula yang seharusnya ada. Untuk anak yang baru lahir disebut
Habilitasi. Dalam Sistem Kesehatan Nasional istilah rehabilitasi yang tercantum
dalam pelayanan kesehatan mencakup upaya peningkatan (promotif), upaya
pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif), dan upaya pemulihan
(rehabilitasi), yang bersifat menyeluruh.
Rehabilitasi Fisik adalah lapangan spesialisasi kedokteran yang berhubungan
dengan penanganan secara menyeluruh dari pasien yang mengalami gangguan fungsi,
kehilangan fungsi, yang berasal dari gangguan otot tulang, susunan otot saraf, susunan
otot jantung dan paru, serta gangguan mental, sosial, dan kekaryaan yang
menyertainya.
1 Filsafat Dasar Rehabilitasi Fisik
Filsafat dasar upaya rehabilitasi fisik pada intinya adalah sebagai berikut:
1) Bahwa pertanggungjawaban para ahli (kesehatan) terhadap individu
tidak terbatas sampai panas turun atau jahitan diangkat (Hospital
Oriented), tetapi harus berakhir sampai individu kembali ke tengahtengah masyarakat (Community Oriented). Maksudnya adalah:
a) Orientasi pertanggungjawaban / penanganan individu jangan
terbatas sampai di Rumah Sakit, tetapi harus dipikirkan individu
itu bila kembali ke rumah, baik dalam hal perawatan
selanjutnya, cara jalan,atau cara memelihara diri sendiri.
b) Dipikirkan kemandirian penanganan menyeluruh
kelanjutan
perawatan
pemulihan
fungsi
sebagai
dalam
bagian
perawatan secara tuntas yang berkesinambungan sampai dapat
mandiri di tengah masyarakat.
2) Bahwa seorang tenaga kesehatan harus memperhatikan individu secara
keseluruhan baik asfek fisik, mental psikologis sosial (total care
concept / wholeman approach / manusia seutuhnya / comprehensip
2
management).
Ruang Lingkup Rehabilitasi Fisik
Ruang lingkup kegiatan rehabilitasi fisik adalah menangani masalah fungsi
tubuh secara keseluruhan, bukan menegakkan diagnosa penyakit. Kegiatannya
adalah:
a Pemeriksaan
Adalah mencari kelainan fungsi sebagai problem akibat gangguan
penyakit tertentu, dan tidak menegakkan diagnosa penyakit. Maksudnya
adalah:
1 Dalam menangani individu jangan merasa puas dengan keberhasilan
struktural misalnya luka kering, tulang menyambung, seharusnya
dipikirkan akibatnya setelah struktur pulih, apakah baik fisik, mental,
2
psikologis maupun sosial fungsinya kembali?
Bila setelah tulang patah pada kaki dan tangan muncul kontraktur dan
atropi otot sehingga individu tidak dapat berjalan dengan baik atau
tangan tidak berfungsi, maka secara fungsional individu dapat dikatakan
sembuh atau sehat.
Menurut WHO Tingkatan gangguan fungsi dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a Impairment, bila ada gangguan fisik atau organ tubuh seperti luka otak,
orgam mata atau organ telinga rusak, atau anggota tubuh tertentu lumpuh,
b
yang menyebabkan bagian tersebut terganggu.
Disability, akibat adanya impairment mengakibatkan gangguan fungsi
c
sehingga berkurangnya kemampuan fisik
Handicap, akibat impairment dan disability maka, hubungan sosial ataupun
kegiatan sosial masyarakat mengalami hambatan.
Bertitik tolak dari kerangka pemikiran upaya rehabilitasi fisik tersebut
maka, penanganan bersifat komprehensif, sehingga layanan rehabilitasi dapat
diartikan sebagai upaya terkoordinasi yang bersifat medik, sosial, edukasi dan
kekaryaan untuk melatih sesseorang kearah tercapainya kemampuan fungsional
semaksimal mungkin, dan menjadikan individu sebagai anggota masyarakat
yang berswasembada dan berguna. Upaya rehabilitasi fidik merupakan upaya
medik untuk mencegah terjadinya impairment, disability, dan handicap dengan
memanfaatkan kemampuan yang ada.
b Diagnosa.
Merupakan kumpulan hasil pemeriksaan jenis problem fungsi yang berasal
dari sistem neuromuskular, muskuloskeletal, kardiopulmuner, sistem sensori
dan lainnya. Diagnosa rehabilitasi fisik merupakan problem fungsi
(Fungsional Problems Oriented Medical Record / FPOMR). FPOMR terdiri
dari dua kelompok besar:
1 Kelompok Problem Fisik
Diantaranya; atropi otot,
paralise
otot,
kontraktur, gangguan
kardiovaskular, gangguan pulmoner, dekubitus, gangguan sensibilitas,
pendengaran dan penglihatan. Bila unsur-unsur tadi terganggu, akan
menghambat kegiatan fungsional tubuh untuk kegiatan tangan dan
mobilisasi.
Kelompok Problem Rehabilitasi
Terdiri dari mobilisasi berguling, merangkak, duduk, berdiri dan jalan;
2
kemudian komunikasi, bahasa isyarat, lisan dan tulisan; memelihara diri,
makan, minum, berpakaian (ADL/Activity of daily living); Psikologis yaitu
c
motipasi, sosial sikap interaksi, pendidikan, kekaryaan.
Terapi
Terapi spesialistik rehabilitasi fisik merupakan upaya penyelesaian
problem fungsi. Orientasi terapi menyelesaikan catatan kumpulan problem
fungsi (FPSOMR) Prinsip terapi rehabilitasi fisik adalah menggunakan obatobatan; memanfaatkan khasiat tenaga fisik seperti air, listrik, cahaya, panas,
dan mekanik. Tindakan upaya rehabilitasi fisik dilakukan secara tim,
mengingat penderita kebanyakan tidak bersifat tunggal, tetapi bersifat
kompleks sehingga penanganannya perlu beberapa ahli yang bersama-sama
bekerja secara tim. Oleh karena itu tindakan rehabilitasi fisik sering bersifat
menyeluruh meliputi aspek fisik, mental psikologis dan sosial, baik yang
menyangkut problem fisik maupun rehabilitasi.
d Pencegahan
Pada prinsipnya pencegahan ditujukan untuk menghindari atau
mengurangi timbulnya kecacatan baik impairment, disability, maupun
handicap. Pencegahan secara umum agar terhindar dari kecacatan adalah
mobilisasi dini, latihan aktif / aktif dibantu, membatasi bagian yang
3
diimobilisasi, sedangkan yang lainnya harus diaktifkan /dilatih.
Aspek Rehabilitasi Fisik Pada Anak Tunadaksa
a Aspek Rehabilitasi Pada Cerebral Palsy (CP)
1) Koreksi posisi waktu berbaring, merangkak, diaduk, berdiri,
digendong agar; kepala lurus, tubuh lurus, kedua lengan lurus dan
menjauhi badan, kedua tangan mengerjakan sesuatu di depan mata,
berat badan di sangga sama berat untuk kedua sisi melalui panggul,
lutut, kaki atau melalui kedua tungkai dan kedua tangan waktu
merangkak.
2) Mencegah kontraktur
a Latihan gerak sendi
b Latihan merelaksasikan otot yang kaku
3) Mengembangkan keterampilan dini dan aktifitas sehari-hari.
a Aktifitas untuk merangsang anak mengangkat kepala
b Aktifitas untuk merangsang berguling
c Aktifitas untuk merangsang membuka tangan, memegang, meraih,
dan koordinasi mata dengan tangan
d Aktifitas untuk merangsang duduk
e Aktifitas untuk merangsang merangkak
f Aktifitas untuk merangsang berdiri dan jalan
g Aktifitas untuk merangsang berkomunikasi dan bicara
h Aktifitas makan
i Aktifitas minum
j Aktifitas berpakaian
4) Peralatan khusus Anak Cp dapat membutuhkan alat bantu duduk,
berdiri,jalan,
bepergian,
komunikasi,
makan/minum,
belajar
berpakaian, berpindah tempat.
5) Konsultasi.
b Aspek Rehabilitasi Pada Polio
Untuk kepentingan rehabilitasi medisnya dibagi menjadi 3 tahap:
1 Tahap akuta; masih panas
Biasanya terdapat nyeri otot tungkai, punggung dan leher,
karena
2
ariak
berbaring
dalam
posisi
tungkai
seperti
katak.
Penanganan ; istirabat di tempat tidur dengan posisi yang benar.
Tahap penyembuhan ; dari sejak panas turun sampai18 bulan
kemudian;
Pada tahap ini herpotensi untuk perbaikan fungsi secara
spontan. Program rehabiltasi meliputi posisi yang benar, latihan gerak
sendi, latihan perenggangan, stimulasi listrik, latihan penguatan otot
brace, dan tongkat, aktifitas sehari-hari jangan sampai kelelahan karena
dapat memperburuk keadaan, observasi teratur.
Tahap kronis dengan gejala sisa: 18 bulan lebih setelah kejadian pada
3
kasus yang terlantar seringkali terjadi komplikasi kontraktur,
deformitas karena renggangan yang berlebihan pada sendi keluar dari
tempatnya.
Penanganan ditujukan untuk mer.gatasi komplikasi tersebutt disamping
c
upaya-upaya pada tahap ke 2 dilanjutkan.
Aspek Rehabilitasi Pada Dystrhopy Musculorum Progresiva (DMP)
Upaya yang dapat dikerjakan meliputi:
a Isilah hidup anak sebaik-baiknya, sehingga berguna untuk dirinya,
b
masyarakat, dan agamanya
Latihan perenggangan untuk otot-otot betis, paha belakang, panggul
c
depan.
Latihan menguatkan otot perut dan dada. Latihan otot dengan beban
d
e
f
tidak boleh berlebihan
Usahakan anak agar selama mungkin dapat berjalan
Pencegahan terhadap kontraktur dan skoliosis
Konsultasi genetika agar orang tua mengetahui sebab kecacatan dan
dapat mengadakan upaya pencegahan.
d Aspek Rehabilitasi Pada Absensi Anggota Gerak
1 Balutan, untuk mencegah bengkak, sering dibutuhkan setelah operasi
2 Mencegah kontraktur dengan latihan gerak sendi don posisi yang
3
4
baik, dan latihan perenggangan.
Latihan menguatkan otot
Alat palsu ( protesa ) pemberiannya tergantung dari saat terjadinya
absensi anggota gerak, berat ringann nya dan kemauan atau
penerimaan anak don orang tua.
2. PENGELOLAAN
PASIEN
DENGAN
MASALAH REPRODUKSI
DAN
MATERNITAS
Keadaan kesehatan reproduksi di Indonesia dewasa ini masih belum
seperti yang diharapkan. Bila dibandingkan dengan keadaan di negara ASEAN
lainnya, Indonesia masih tertinggal dalam banyak aspek kesehatan Reproduksi.
Ruang lingkup Kesehatan Reproduksi secara luas meliputi:
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Keluarga Berencana
3. Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), termasuk
PMS-HIV/AIDS
4. Pencegahan dan Penanggulangan Komplikasi Aborsi
5. Kesehatan Reproduksi Remaja
6. Pencegahan dan Penanganan Infertilitas
7. Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis
8. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi
genital, fistula, dll.
Dalam penerapannya, pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan
secara integrative. Prioritas diberikan kepada empat komponen kesehatan
reproduksi yang menjadi masalah pokok di indonesia, disebut Paket Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE), yaitu:
1.
2.
3.
4.
Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
Keluarga Berencana
Kesehatan Reproduksi Remaja
Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi, termasuk
PMSHIV/AIDS
Selain itu disepakati pula Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi
Komprehensif (PKRK), yang terdiri atas PKRE ditambah dengan Kesehatan
Reproduksi pada Usia Lanjut.
Kebijaksanaan, Strategi dan Kegiatan Pokok
Kebijaksanaan umum yang diterapkan dalam kesehatan reproduksi mengikuti
paradigma baru, yaitu sebagai berikut.
1. Menutamakan kepentingan klien dengan memperhatikan hak reproduksi,
kesetaraan dan keadilan jender.
2. Menggunakan pendekatan siklus
kehidupan
dalam
menangani
malah
kesehatan reproduksi.
3. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan reproduksi secara proaktif.
4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pelayanan kesehatan
reproduksi berkualitas.
Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan umum tersebut sebagai
berikut.
1. Meningkatkan
administrasi
upaya
untuk
advokasi
dan
menciptakan
komitmen
suasana
politis
yang
di
tiap
tingkat
mendukung
dalam
pelaksanaan program kesehatan reproduksi.
2. Menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu yang merata dan
sesuai dengan kewenangan di tiap tingkat pelayanan.
3. Meningkatkan
kualitas
pelayanan
kesehatan
reproduksi
dengan
memperhatikan kepuasan klien.
4. Mengenbangkan upaya kesehatan reproduksi dengan prioritas sesuai dengan
masalah spesifik daerah, minimal meliputi paket PKRE, sebagai bagian dari
proses desentralisasi.
5. Menerapkan program keshatan reproduksi melalui keterlibatan program,
sector dan pihak terkait, termasuk organisasi profesi, agen donor, LSM dan
masyarakat.
6. Meningkatkan kesetaraan dan keadilan jender, termasuk meningkatkan hak
perempuan dalam kesehatan reproduksi.
7. Meningkatkan penelitian dan pengumpulan data berwawasan jender yang
berkaitan
dengan
kesehatan
reproduksi
dalam
rangka
mendukung
kebijaksanaan program dan peningkatan kualitas pelayanan.
Penerapan Kegiatan Pendukung
Kegiatan pendukung meliputi berbagai kegiatan untuk mengatasi masalah
yang berkaitan dengan program dan pelayanan kesehatan reproduksi.
1. Penanganan
masalah
social
yang
berkaitan
erat
dengan
kesehatan
reproduksi antara lain:
a. Kesetaraan dan keadilan jender.
b. Kekerasan terhadap perempuan.
Kegiatan untuk mengatasi masalah ini dilaksanakan secara lintas
program dan lintas sektor, khususnya Kantor Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan oleh sektor kesehatan
antara lain:
a. Meningkatkan pemahaman petugas kesehatan di tiap tingkatan tentang
kesetaraan
dan
keadilan
jender
serta
berbagai
bentuk
kekerasan
terhadap perempuan dan akibatnya terhadap kesehatan.
b. Meningkatkan ketrampilan pengelola program dalam melakukan analisis
jenjed serta mengarus-utamakan jender dalam kebijakan dan program
kesehatan.
c. Meningkatkan peran serta laki-laki dalam kesehatan reproduksi
d. Menangani kasus kekerasan terhadap prerempuan, baik dalam aspek
medis, maupun KIE/konseling dalam mengatasi masalah klien untuk
mendapatkan pelayanan lainnya.
2. Advokasi dan mobilisasi social.
Kegiatan advokasi dan mobilisasi sosial diperlukan untuk pemantapan
dan perluasan komitmenserta dukungan politis dalam upaya mengatasi
masalah kesehatan reproduksi. Instansi pemerintah yang banyak bergerak
dalamaspek ini ditingkat nasional a.I. BKKBN dan Kantor Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan. Contoh kegiatan advokasi dan mobilisasisosial
antara lain adalah Gerakan Sayang Ibu (GSI).
3. Koordinasi lintas sektor.
Dalam penanganan masalah kesehatan reproduksi diperlukan
koordinasi lintas sektor dan lintas program. Untuk itu di tingkat nasional
dicunakan forum Komisi Kesehatan Reproduksi dan forum-forum lain yang
bersifat fungsional.
4. Pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi,
misalnya pengorganisasian transportasi untuk rujukan ibu hamil/bersalin,
arisan peserta KB, tabulin, dsb.
5. Pemenuhan kebutuhan logistik.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas
diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai.
6. Peningkatan ketrampilan. Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan reproduksi antara lain diperlukan kegiatan untuk meningkatkan
ketrampilan. Kegiatan ini diupayakan agar terlaksana secara terpadu, efektif
dan efisien.
PELAKSANAAN PKRE PADA TIAP PELAYANAN
Dalam penerapannya, PKRE dilaksanakan di tiaptingkat pelayanan, sesuai
dengan kewenangan tiap tingkat.Pada table di bawah ini dapat dilihat PKRE
minimal di tiap tingkat pelayanan kesehatan.
Tabel 1. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial di Tiap Tingkat
Pelayanan Kesehatan
Komponen PKRE
Pelayanan di Tingkat
Desa
Pelayanan
Tingkat
Puskesmas
di
KesehatanIbudanBayiBaru
Lahir
Pelayanan
kebidanan Pelayanan
dasar
(antenatal,
kebidanan
persalinan, nifas dan
dasar
kunjungan neonatral)
(antenatal,
Pertolongan
pertama
persalinan,
pada kasus obstetrinifas
dan
neonatral
dan
kunjungan
rujukannya.
neonatral)
Konseling kesehatan ibu Pertolongan
dan bayi baru lahir,
pertama pada
termasuk
KB
kasus
postpartum.
obstetriKonseling gizi.
neonatral dan
Pemberdayaan keluarga
rujukannya.
dalam kesehatan ibu Konseling
dan bayi baru lahir,
kesehatan ibu
termasuk pengenalan
dan bayi baru
tanda bahaya dan
lahir,
persiapan keluarga.
termasuk KB
postpartum.
Konseling gizi.
Pemberdayaan
Pelayanan di
Rujukan Primer
Tingkat
 Pelayanan kebidanan
dasar
(antenatal,
persalinan, nifasdan
kunjungan neonatal)
 Pertolongan pertama
dan
penanganan
kasus
obstetrineonatal, termasuk
pelayanan
pasca
abortus
dan
rujukannya.
 Konseling kesehatan
ibu dan bayi baru
lahir, termasuk KB
postpartum.
 Konseling gizi.
 Pemberdayaan
keluarga
dalam
kesehatan ibu dan
bayi
baru
lahir,
termasuk pengenalan
tanda bahaya dan
KeluargaBerencana
 Konseling KB
 Pelayanan
KB,
sesuai
dengan
kemampuan,
kecuali implant dan
metode operatif
 Pertolongan
pertama
efek
samping KB.
 Rujukan pelayanan
KB
PencegahandanPenanggula
ngan PMS, termasuk HIV/
AIDS
 Konseling tentang
ppPMS,termasukHI
V/AIDS
 Promosi
untukpenggunaan
kondomuntuk
perlindungan.
 Deteksi
PMS
melaluipelayanan
keluarga
dalam
kesehatan ibu
dan bayi baru
lahir,
termasuk
pengenalan
tanda bahaya
dan
persiapan
keluarga.
Pembinaan
Pelayanan di
tingkat desa.
persiapan keluarga
 Pembinaan
Pelayanan di tingkat
puskesmas
 Konseling
KB
 Pelayanan
KB, sesuai
dengan
kemampua
n.
 Pertolonga
n pertama
pada
komplikasi
dan
kegagalan
KB serta
penangana
n
efek
samping
KB
 Rujukan
pelayanan
KB
 Pembinaan
di tingkat
desa
 Konseling
tentang
ppPMS,ter
masuk
HIV/AIDS
 Promosi
untukpeng
gunaan
kondomunt
 Konseling KB
 Pelayanan
semua
jenis metoda KB.
 Penanganan
komplikasi
dan
kegagalan KB serta
penanganan
efek
samping KB.
 Penganan
kasus
rujukan
pelayanan
KB.
 Pembinaan
pelayanan di tingkat
puskesmas.
 Konseling
tentang
ppPMS,termasukHIV
/AIDS
 Promosi
untukpenggunaan
kondomuntuk
perlindungan
 Diagnosis
danpengobatan kasus
KIA/KBdengan
pendekatansindrom
.
 Merujuk
kasus
PMS


KesehatanReproduksiRema
ja
 Konseling
daninformasi
tentangkesehatan
remaja
danreproduksi
remaja(Family6 life
and
lifeskill
Education).
 Pemeriksaan fisik
untukmenemuka
nanemia.KEKdan
gangguan lainnya.
 Merujuk
kasusreproduksi
remaja.





uk
perlindung
an
Deteksi
PMS
melaluipela
yanan
KIA/KB
denganpen
dekatan
sindrom.
Merujuk
kasus PMS
ke RS
Kabupaten
Konseling
dan
informasite
ntang
kesehatanr
emaja dan
reproduksir
emaja
(Family6
life andlife
skill
Education)
.
Pemeriksaa
n
fisik
untukmene
muka
anemia.KE
Kdan
gangguan
lainnya.
Pelayanan
kesehatanr
emaja
melalui
jalursekola
h.
Penangana
n
kasusrepro
duksi
remaja,
sesuaideng
PMS.
 Pemeriksaanlaborato
rium untujkPMS, bila
mungkin jugauntuk
HIV/AIDS.
 Konseling
daninformasi
tentangkesehatan
remaja danreproduksi
remaja(Family6 life
and
lifeskill
Education).
 Pemeriksaan
kesehatanbagi
remaja.
 Pengembangankerjas
ama dengansekolah
setingkatSMP/SMU
di ibu kotakabupaten
 Pelayanankomprehen
sif untukkesehatan
reproduksiremaja.
an
kemampua
n,
danrujukan
nya.
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pelaksanaan program dan pelayanan kesehatan reproduksi perlu dipantau
dan dievaluasi secara berkala. Banyak indicator yang dapat digunakan dalam
memantau kemajuan program kesehatan reproduksi, namun pelu dipilih
beberapa indicator yang dipandang strategis dalam menggambarkan keadaan.
Di bawah ini adalah contoh beberapa indicator strategis yang dapat digunakan,
secara komposit, untuk memantau kemajuan program kesehatan reproduksi
(esensial) sebagai berikut.
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir:
 Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.
 Proporsi penanganan kasus komplikasi obstetric terhadap persalinan total.
2. Keluarga Berencana:
 Cakupan pelayanan KB (CPR).
 Presentase kehamilan dengan keadaan “4 terlalu”.
3. Pencegahan dan penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS:
 Trend prevalensi kasus PMS.
4. Kesehatan Reproduksi Remaja:
 Trend prevalensi kasus kesehatan reproduksi pada remaja.
Pemantauan pelayanan kesehatan reproduksi bersifat lebih teknis dan
sangat terkait dengan kualitas pelayanan. Pemantauannya dilaksanakan
melalui super visiteknis, dengan membandingkan pelaksanaan pelayanan
terhadap standard pelayanan yang berlaku. Kesenjangan antara keduanya
dijadikan masukan untuk penyusunan rencana spesifik dalam upaya
peningkatan pelayanan.
3. PENGELOLAAN PASIEN DENGAN MASALAH PSIKOLOGIS
Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: Psyche = jiwa dan logos= kata) dalam
bebas
psikologi
adalah ilmu yang
mempelajari jiwa/mental
itu
secara
mempelajari
arti
tentang jiwa/mental. Psikologi tidak
langsung karena sifatnya
yang abstrak,
tetapi
psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni
berupa tingkah laku dan proses atau
didefinisikan
kegiatannya,
sehingga
Psikologi
dapat
sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses
mental. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa psikologi sebagai studi ilmiah
mengenai proses prilaku dan proses - proses mental. Psikologi merupakan salah satu
bagian dari ilmu prilaku atau ilmu sosial.
Pengelolaan pada pasien dari segi psikologisnya membutuhkan manajemen kasus
yang baik untuk menjamin kontinuitas perawatan. Pengelolaan ini bertujuan dalam
meredakan gejla klini dan mengurangi penderitaan. Peran perawat home care disini sangat
berperan dlaam, misalnya
:
a) memegang kendali strategis dalam upaya rehabilitative, yang lebih bertujuan pada
pemulihn fungsi.
b) Upaya restorative fungsi pikososial dan meningktkan kulitas hidup pasien.
c) Sebagai motivator dalam membangkitkn dan memelihara serta mengarahkan tingkah
laku yang mendorong menuju suatu tujuan yang bisa dilakukan dengan melakukan
pendekatan aktualisasi diri.
1. Istiqomah.
Bimbingan
mental
padapasiencacatfisik
rspkumuhammadiyah Yogyakarta. 2009.
korban
kecelakaan
di
http://digilib.uin-suka.ac.id/3320/1/BAB
%20I,IV.pdf. Accessed 4 November 2015.
2. Lahargo
K.
Masalahkejiwaanpadapenyakitfisik.
Agustus
2013.
http://www.lahargokembaren.com/2013/08/masalah-kejiwaan-pada-penyakitfisik.html. Accessed 4 November 2015.
3. M.
Sugiarmin.
Rehabilitasipsikofisikal.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195405271987031MOHAMAD_SUGIARMIN/REHABILITASI_PSIKOFISIKA1.pdf.
4. (Prasetyo, Y.B., et al. 2012. Buku Panduan Program Pendidikan Ners Peminatan Home
Care. Date Accessed on Nopember 3 rd, 2015. Retreived from
http://mhc-
fikes.umm.ac.id).
5. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121BAGJA_WALUYA/PIS/Konsep_Dasar_Psikologi.pdf.
Download