3 Kayu puspa merupakan kayu pertukangan yang bermutu baik dan sering digunakan sebagai bahan bangunan. Kayu ini dianggap lebih baik dijadikan sebagai tiang penyangga rumah, kusen pintu, panil kayu, lantai rumah, perabotan rumah tangga, dan bahan pembuat perahu. Kayu puspa juga baik sebagai kayu lapis, dan papan serat. Ekologi Puspa mampu hidup pada berbagai kondisi tanah, iklim, dan habitat. Tumbuh melimpah di hutan primer dataran rendah hingga pegunungan, pohon ini juga umum dijumpai di hutan-hutan sekunder dan wilayah yang terganggu, bahkan juga di padang ilalang. Bisa hidup hingga ketinggian 5−3.900 m dpl. Puspa tidak memilih-milih kondisi tekstur dan kesuburan tanah. Meski lebih menyukai tanah yang berdrainase baik, pohon puspa diketahui mampu tumbuh baik di daerah rawa dan tepian sungai. Puspa merupakan tumbuhan asli di India, Nepal, Burma, Cina, Vietnam, Laos, Thailand, Malaysia, Indonesia, Brunei, Filipina, dan Papua Nugini, sedangkan di Indonesia pohon puspa memiliki tempat tumbuh di daerah Pulau jawa, Pulau sumatera, pulau Kalimantan. Penyebaran secara alami di Indonesia terutama terdapat di Jawa Barat. Tumbuhan ini berkelompok membentuk hutan primer maupun hutan sekunder, kadang-kadang tersebar di daerah yang selalu lembab. Di Jawa Barat sering kali terdapat pada ketinggian 100−1500 m dpl (Bloembergen 1952). METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan September 2012. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibag dengan dua macam ukuran (tinggi = 13 cm, diameter = 14 cm ; dan tinggi = 8 cm, diameter = 9 cm), mistar atau pita ukur, garpu, kamera, alat penyiram, software SPSS versi 16 dan software Microsoft Excel 2007. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anakan alam puspa. 4 Prosedur Penelitian Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu persiapan bibit, pengangkutan, penyapihan, pemeliharan, pengamatan, pengambilan data, serta perancangan percobaan dan analisis data. Persiapan Anakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anakan alam puspa. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan yaitu: 1. Teknik cabutan dengan tinggi tanaman 2−29 cm, 2. Teknik cabutan dengan tinggi tanaman ≥30 cm, 3. Teknik cabutan penggemburan tanah dengan tinggi tanaman 2−29 cm, 4. Teknik cabutan penggemburan tanah dengan tinggi tanaman ≥30 cm, 5. Teknik puteran dengan tinggi tanaman 2−29 cm, 6. Teknik puteran dengan tinggi tanaman ≥30 cm. Setiap perlakuan terdiri dari 15 ulangan, dan satu ulangan adalah satu tanaman dalam satu polibag, sehingga jumlah tanaman untuk seluruh perlakuan (6 x 15) menjadi 90 tanaman. Tahapan persiapan yang dimaksud adalah pengadaan bibit dan persiapan media. Bibit yang digunakan merupakan hasil dari cabutan tanpa penggemburan tanah, cabutan dengan penggemburan tanah, dan puteran dari kawasan hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Media tanam yang digunakan adalah tanah 100% yang ditempatkan dalam polibag dengan tinggi 13 cm, diameter 14 cm untuk tinggi tanaman ≥30 cm; dan polibag dengan tinggi 8 cm, diameter 9 cm untuk tinggi tanaman 2−29 cm. Perbedaan ukuran polibag ini disesuaikan dengan ukuran tanaman. Persiapan yang dilaksanakan untuk menghindari kematian anakan setelah dicabut adalah mempersiapkan ember berisi kertas koran yang diberi air, agar anakan yang telah dicabut tersebut tetap mendapatkan kelembaban. Pada perlakuan puteran anakan yang akarnya masih utuh diselimuti oleh tanah dimasukan kedalam polibag dan ini dilakukan langsung di lapangan untuk meminimalisir kerusakan puteran tersebut. Teknik yang dilakukan dalam penelitian ini ada tiga macam yaitu cabutan langsung, cabutan dengan penggemburan tanah, dan puteran. Teknik cabutan langsung adalah mencabut anakan dari tempat tumbuhnya dengan cara memegang bibit di bagian bawah sedekat mungkin dengan tanah, kemudian bibit ditarik tegak lurus searah batang (Gambar 2a). Hal tersebut dilakukan pada tanah yang gembur. Jika media tumbuh tanaman tersebut padat maka dilakuakan pemberian air terlebih dahulu agar memudahkan proses pencabutan. Teknik cabutan dengan penggemburan tanah artinya tanah dari anakan digemburkan dengan garpu yang dihunjamkan sampai kedalaman ± 25 cm dan lebar garpu ± 25 cm sebelum anakan tersebut dicabut. Jarak tanaman ke garpu sekitar 20 cm dan proses pencungkilan dengan garpu dilakukan satu kali saja. Namun, jika tanahnya belum gembur, pencungkilan bisa dilakukan beberapa kali di sekeliling anakan tersebut (Gambar 2b). 5 Teknik puteran adalah pengambilan tanaman lengkap dengan tanahnya. Pengambilan tersebut dilakukan dengan cara menghujamkan golok/pisau ke dalam tanah, sampai kedalaman ± 20 cm membentuk lingkaran sekeliling anakan yang akan diambil. Tanah diluar lingkaran tersebut digemburkan agar mempermudah pengambilan puteran. Jarak antara batang tanaman dengan golok adalah sekitar 5 cm (membentuk jari jari lingkaran ± 5 cm) (Gambar 2c). Untuk puteran, tanah yang dipilih adalah tanah yang kompak dan padat karena akan lebih mudah mendapatkan puteran tanah yang tidak hancur. Teknik-teknik tersebut berlaku sama untuk tinggi tanaman 2−29 cm maupun yang ≥30 cm. a b Gambar 2 Teknik pemanfaatan anakan: (a) cabutan langsung; (b) cabutan dengan penggemburan tanah; (c) puteran c Pengangkutan Pengangkutan dilakukan setelah semua tanaman selesai dikumpulkan. Tanaman dengan teknik cabutan dikumpulkan di dalam ember yang berisi kertas koran yang sudah dibasahi, karena akar perlu dihindarkan dari sengatan cahaya matahari (Dahlan 1992), sedangkan tanaman hasil teknik puteran dimasukan ke dalam polibag di lapangan untuk mengurangi kerusakan hasil puteran tersebut. Semua tanaman kemudian dikumpulkan dalam gerobak dorong dan dibawa sampai kepersemaian. a Gambar 3 Hasil teknik pemanfaatan anakan alam puspa: (a) cabutan; (b) puteran Penyapihan Waktu penyapihan dilakukan sekitar pukul 15.30 wib, untuk mengurangi terjadinya penguapan pada anakan. Anakan puspa disapih ke dalam polibag yang sudah berisi media. Kadang-kadang ditemukan tanaman puspa dengan batang yang bengkok, dan dalam keadaan demikian maka pada saat penyapihan tanaman tidak dipaksa diluruskan pada saat penanaman ke dalam polibag karena dikhawatirkan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman tersebut. Setelah 90 b 6 bibit ditanam dalam polibag, kemudian diberi label dan disusun berdasarkan rencana layout (Lampiran 1) a Gambar 4 Kegiatan di persemaian: (a) tanah yang digunakan; (b) hasil puteran dimasukan ke dalam polibag Pemeliharaan Pemeliharaan anakan puspa yang telah disusun sesuai layout, disiram 2 kali sehari setiap pagi pukul 07.00 wib dan sore hari pukul 16.00 wib, (± 44 ml air tiap polibag) dengan menggunakan alat penyiraman (kapasitas 4 liter) serta mempertimbangkan kondisi media tanam di dalam polibag. Jika tanah masih basah maka penyiraman tidak dilakukan. Pengamatan dan Pengambilan Data Parameter yang diamati adalah: (1) persentase bibit hidup, bibit hidup adalah bibit yang masih segar atau yang menunjukkan pertumbuhan daun baru diakhir masa penelitian (3 bulan). Persentase bibit hidup dihitung dengan rumus: bibit hidup X 100% % bibit hidup = bibit keseluruhan (2) tinggi semai, pengukuran tinggi dilakukan dengan menggunakan mistar, mulai dari pangkal batang yang sudah ditandai sebelumnya (± 1 cm di atas media) hingga titik tumbuh pucuk apikal (ujung dibatang utama). (3) jumlah daun, pertambahan jumlah daun didapat dari selisih antara jumlah daun diakhir pengamatan dengan jumlah daun diawal pengamatan. Sebagian tanaman menunjukkan pertambahan jumlah daun yang negatif (jumlah daun di akhir lebih sedikit dibandingkan di awal pengamatan) dalam hal ini, untuk keperluan pengolahan dan analisis data, nilai negatif yang terbesar dianggap sebagai nol (0) sehingga semua angka aktual tersebut di tambah 26. (4) persentase daun kering, persentase daun kering yaitu jumlah daun kering yang dihitung setiap empat minggu dengan menggunakan rumus: daun kering % daun kering = X 100% daun keseluruhan di awal penelitian untuk tiap tanaman Daun dikategorikan sebagai daun kering apabila lebih dari 50% luas daun kering. dan (5) persentase daun gugur. Menghitung persen daun gugur, yaitu jumlah daun gugur yang dihitung setiap empat minggu dengan rumus: daun gugur % daun gugur = X 100% daun keseluruhan di awal penelitian untuk tiap tanaman b 7 Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan faktor teknik pengambilan anakan alam menggunakan 6 perlakuan, setiap perlakuan terdiri dari 15 ulangan, dan satu ulangan adalah satu tanaman, sehingga jumlah tanaman untuk seluruh perlakuan (6 x 15) menjadi 90 tanaman. Masing-masing perlakuan dirinci sebagai berikut: A1 = cabutan semai dengan tinggi 2−29 cm A2 = cabutan semai dengan tinggi ≥30 cm A3 = cabutan semai penggemburan tanah dengan tinggi 2−20 cm A4 = cabutan semai penggemburan tanah dengan tinggi ≥30 cm A5 = puteran dengan tinggi 2−20 cm A6 = puteran dengan tinggi ≥30 cm Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran dianalisis dengan menggunakan model linear: Yik = µ + αi + εik Yik = Nilai/respon dari pengamatan pada faktor teknik taraf ke-i dan ulangan ke-k µ = Nilai rataan umum αi = pengaruh perlakuan teknik ke-i εik = pengaruh acak faktor teknik ke-i dan ulangan ke-k Analisis Data Guna mengetahui pengaruh perlakuan, dilakukan sidik ragam dengan uji F. Data diolah dengan menggunakan perangkat lunak statistika SPSS versi 16, jika: a. Psig > 0.05, maka perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati b. Psig ≤ 0.05, maka perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati. Jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan`s Multiple Range Test. KEADAAN UMUM HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat Tahun 1951 kawasan Hutan Gunung Walat sudah mulai ditanami pohon damar (Agathis loranthifolia). Hutan yang ditanami pada tahun 1951−1952 tersebut saat ini telah berwujud sebagai tegakan hutan damar yang lebat di sekitar basecamp. Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penjajakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Direktorat Jendral Kehutanan Departemen Pertanian pada tahun 1967 untuk mengusahakan Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan. Tahun 1968 Direktorat Jendral Kehutanan memberikan bantuan pinjaman Kawasan Hutan Gunung Walat kepada