HABIB ADJIE •NOTARIS, PPAT, • PEJABAT LELANG KELAS II •KOTA SURABAYA 1 HABIB ADJIE - NOTARI - PPAT PEJABAT LELANG KLS II SURABAYA KRIMINALISASI TERHADAP NOTARIS, KOK BISA...? DEMO MELAWAN KRIMINALISASI GIMANA RASANYA NOTARIS DIKRIMINALISASIKAN…? COBA GIMANA JADI NOTARIS DIKRIMINALISASIKAN…. PROFESI/PROFESI HUKUM/JABATAN YANG MELAWAN TERHADAP KRIMINALISASI TERHADAP PROFESI/JABATANNYA. (sumber : HukumOnline) DOKTER : Dalam aksi 27 November 2013, para dokter tegas-tegas menyuarakan stop kriminalisasi dokter. Kampanye stop kriminalisasi dokter ini berlangsung setelah Mahkamah Agung menghukum dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani beserta dua rekan dokternya, Hendry Simanjuntak dan Hendy Siagian karena tuduhan ‘karena kealpaannya menyebabkan kematian orang lain”. Dalam aksinya para dokter tak hanya meminta agar rekan sejawat mereka dibebaskan, tetapi juga menyuarakan pandangan bahwa KUHP tidak bisa diterapkan pada praktek kedokteran karena dokter tidak pernah berita menghilangkan nyawa pasiennya. Mahkamah Agung akhirnya memang membebaskan dokter Ayu dan kedua rekannya pada tingkat peninjauan kembali (PK). Putusan PK dibacakan kurang dari tiga bulan setelah aksi demo para dokter ke gedung Mahkamah Agung (putusan MA No. 79 PK/Pid/2013). Upaya dokter melawan kriminalisasi juga diwujudkan dengan cara memohonkan pengujian pasalpasal pidana dalam UndangUndang, misalnya UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Upaya semacam ini sudah pernah berhasil setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 76 dan 79 UU Praktik Kedokteran. KURATOR : Sudah beberapa kali terjadi, kurator dipanggil polisi berkaitan dengan sita boedel pailit yang dilakukan sang kurator. Ali Sumali Nugroho dan Iskandar Zulkarnain termasuk kurator yang pernah diproses hukum. Ali Sumali dan Iskandar Zulkarnain akhirnya memang dibebaskan PN Bekasi. Hakim merujuk pada Pasal 50 KUHP. Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, PN Surabaya juga sudah membebaskan Jandri. Namun belum diketahui pertimbangan majelis hakim. Salah satu kasus teranyar adalah apa yang dialami Jandri Onasis Siadari. Jandri dijemput paksa petugas kepolisian setelah dilaporkan ke Polda Jawa Timur oleh debitur. Ia dituduh melakukan tindak pidana pemalsuan surat, yaitu surat laporan hasil pemungutan suara kepada hakim pengawas. AKUNTAN PUBLIK : Profesi lain yang menolak kriminalisasi dengan cara memohonkan pengujian pasal-pasal pidana dalam Undang-Undang adalah akuntan publik. Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menyuarakan agar tidak dikriminalisasi lewat UU No 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. NOTARIS/PPAT : Akhir Oktober lalu, ratusan notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berunjuk rasa di depan gedung Mahkamah Agung. Mereka menolak kriminalisasi yang dilakukan polisi terhadap notaris. Salah satunya terhadap notaris Theresia Pontoh di Jayapura, Papua. Meskipun rombongan notaris/PPAT itu tidak mengatasnamakan organisasi, mereka tetap menyuarakan apa yang selama ini mendapat perhatian pengurus organisasi notaris. “Intinya, kami menyampaikan surat petisi stop segala bentuk kriminalisasi terhadap notaris dan PPAT,” kata koordinator aksi, Aloysius Dumatubun Rombongan notaris/PPAT ini secara khusus menyinggung kasus Theresia Pontoh yang sudah ditahan polisi sekitar 96 hari. Theresia ditahan dengan tuduhan melanggar Pasal 372 KUHP (penggelapan). Namun menurut Dumatubun, kriminalisasi tak hanya dialami Theresia, tetapi banyak notaris lain. Kriminalisasi itu, kata dia, tak seharusnya terjadi jika polisi benar-benar memperhatikan Pasal 50 KUHP. “Kalau kita lihat Pasal 50 KUHP, notaris menjalankan perintah UU seharusnya tidak dipidana,” katanya. Setiap orang bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Di hadapan hukum, setiap orang harusnya mendapat perlakuan yang sama. Itulah intisari asas equality before the law. Tetapi dalam prakteknya, tak semua orang menerima ancaman pidana, apalagi ancaman pidana terhadap profesi yang menjalankan tugas sesuai UndangUndang. Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma mengatakan pada dasarnya setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Kalaupun ada pengesampingan terhadap asas equality before the law, hanya dapat dibenarkan untuk kepentingan umum yang lebih besar. Namun Alvon juga mengingatkan bahwa polisi menjalankan tugas yang diamanatkan Undang-Undang. Polisi secara normatif harus melakukan penindakan jika ada pelanggaran hukum. Selain itu, polisi perlu ikut mengupakan pencegahan, jangan semata-mata melakukan penindakan. Pencegahan itu bisa dilakukan bersamasama dengan organisasi profesi. Dalam organisasi profesi, biasanya ada dewan etik. Karena itu pula, pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie berpendapat kriminalisasi profesi terjadi karena penegakan etik lemah. CONTOH KRIMINALISASI TERHADAP NOTARIS 1. MEMBUAT SURAT PALSU/YANG DIPALSUKAN DAN MENGGUNAKAN SURAT PALSU/YANG DIPALSUKAN (PASAL 263 AYAT (1), (2) KUHP 2. MELAKUKAN PEMALSUAN (PASAL 264 KUHP) 3. MENYURUH MENCANTUMKAN KETERANGAN PALSU DALAM AKTA OTENTIK (PASAL 266 KUHP) 4. MELAKUKAN, MENYURUH MELAKUKAN, YANG TURUT SERTA MELAKUKAN, (PASAL 55 JO PASAL 263 AYAT (1) DAN (2) ATAU 264 ATAU 266 KUHP. 5. MEMBANTU MEMBUAT SURAT PALSU/ATAU YANG DIPALSUKAN DAN MENGGUNAKAN SURAT PALSU/YANG DIPLASUKAN (PASAL 56 AYAT (1) DAN (2) JO PASAL 263 AYAT (1) DAN (2) ATAU 264 ATAU 266 KUHP. 6. PASAL 372 AYAT (1) DAN (2) KUHP PASAL-PASAL TERSEBUT DIATAS YANG SELALU DIKENAKAN KEPADA NOTARIS OLEH PENYIDIK. PENERAPAN PASAL-PASAL TERSEBUT KEPADA NOTARIS MENIMBULKAN PERTANYAAN SEJAK LAMA. APAKAH JIKA ORANG DATANG MENGHADAP NOTARIS UNTUK MEMBUAT AKTA, DAN NOTARIS ATAS PERMINTAAN YANG DATANG TERSEBUT MEMBUATKAN AKTANYA SESUAI DENGAN TATACARA DAN PROSEDUR YANG DITENTUKAN DALAM UUJN/UUJN – P, KETIKA PARA PENGHADAP BERSENGKETA KARENA YANG DIPERJANJIKAN DALAM AKTA MERUGIKAN SALAH SATU PENGHADAP ATAU ADA YANG ADA SALAH TINDAKKAN PENGHADAP YANG MERUGIKAN PENGHADAP LAINNYA ATAU ADA PIHAK LAIN YANG TIDAK PERNAH ADA KAITANNYA DENGAN AKTA TERSEBUT DAN MERASA DIRUGIKAN KEMUDIAN MELAPOR KE PENYIDIK..? DAN SESUAI HUKUM YANG BERLAKU PENYIDIK AKAN MEMANGGIL NOTARIS SEBAGAI SAKSI. KETIKA SALAH SATU PIHAK ADA INDIKASI MELAKUKAN TINDAK PIDANA DARI PELAKSANAAN AKTA TERSEBUT DAN MERUGIKAN PIHAK LAINNYA, MUNGKINKAH KARENA AKTA TERSEBUT TINDAK PIDANA LAHIR GARAGARA AKTA YANG DIBUAT OLEH ATAU DI HADAPAN NOTARIS ? DENGAN SANGKAAN SANGKAAN PASAL-PASAL TERSEBUT DI ATAS ? DALAM RUANG LINGKUP TUGAS PELAKSANAAN JABATAN NOTARIS YAITU MEMBUAT ALAT BUKTI YANG DINGINKAN OLEH PARA PIHAK UNTUK SUATU TINDAKAN HUKUM TERTENTU, DAN ALAT BUKTI TERSEBUT BERADA DALAM TATARAN HUKUM PERDATA, DAN BAHWA NOTARIS MEMBUAT AKTA KARENA ADA PERMINTAAN DARI PARA PIHAK YANG MENGHADAP, TANPA ADA PERMINTAAN DARI PARA PIHAK, NOTARIS TIDAK AKAN MEMBUAT AKTA APAPUN, DAN NOTARIS MEMBUATKAN AKTA YANG DIMAKSUD BERDASARKAN ALAT BUKTI ATAU KETERANGAN ATAU PENYATAAN PARA PIHAK YANG DINYATAKAN ATAU DITERANGKAN ATAU DIPERLIHATKAN KEPADA ATAU DI HADAPAN NOTARIS, DAN SELANJUTNYA NOTARIS MEMBINGKAINYA SECARA LAHIRIAH, FORMIL DAN MATERIL DALAM BENTUK AKTA NOTARIS, DENGAN TETAP BERPIJAK PADA ATURAN HUKUM ATAU TATA CARA ATAU PROSEDUR PEMBUATAN AKTA DAN ATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAKAN HUKUM YANG BERSANGKUTAN YANG DITUANGKAN DALAM AKTA. PERAN NOTARIS DALAM HAL INI JUGA UNTUK MEMBERIKAN NASIHAT HUKUM YANG SESUAI DENGAN PERMASALAHAN YANG ADA, APAPUN NASIHAT HUKUM YANG DIBERIKAN KEPADA PARA PIHAK DAN KEMUDIAN DITUANGKAN KE DALAM AKTA YANG BERSANGKUTAN TETAP SEBAGAI KEINGINAN ATAU KETERANGAN PARA PIHAK YANG BERSANGKUTAN, TIDAK DAN BUKAN SEBAGAI KETERANGAN ATAU PERNYATAAN NOTARIS. MEMPIDANAKAN NOTARIS BERDASARKAN ASPEKASPEK TERSEBUT TANPA MELAKUKAN PENELITIAN ATAU PEMBUKTIAN YANG MENDALAM DENGAN MENCARI UNSUR KESALAHAN ATAU KESENGAJAAN DARI NOTARIS MERUPAKAN SUATU TINDAKAN TANPA DASAR HUKUM YANG TIDAK DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN ATAU TERJADINYA PEMIDANAAN TERHADAP NOTARIS BERDASARKAN AKTA YANG DIBUAT OLEH ATAU DI HADAPAN NOTARIS SEBAGAI KELUARAN DARI PELAKSANAAN TUGAS JABATAN ATAU KEWENANGAN NOTARIS, TANPA MEMPERHATIKAN ATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TATA CARA PEMBUATAN AKTA DAN HANYA BERDASARKAN KUHP SAJA, MENUNJUKKAN TELAH TERJADINYA KESALAHFAHAMAN ATAU PENAFSIRAN TERHADAP KEDUDUKAN NOTARIS DAN AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM PERDATA PENGERTIAN SEPERTI TERSEBUT DI ATAS MERUPAKAN SALAH SATU KARAKTER YURIDIS DARI AKTA NOTARIS, TIDAK BERARTI NOTARIS SEBAGAI PELAKU DARI AKTA TERSEBUT, NOTARIS TETAP BERADA DI LUAR PARA PIHAK ATAU BUKAN PIHAK DALAM AKTA TERSEBUT. DENGAN KEDUDUKAN NOTARIS SEPERTI ITU, SEHINGGA JIKA SUATU AKTA NOTARIS DIPERMASALAHKAN, MAKA TETAP KEDUDUKAN NOTARIS BUKAN SEBAGAI PIHAK ATAU YANG TURUT SERTA MELAKUKAN ATAU MEMBANTU PARA PIHAK DALAM KUALIFIKASI HUKUM PIDANA ATAU SEBAGAI TERGUGAT ATAU TURUT TERGUGAT DALAM PERKARA PERDATA. PENEMPATAN NOTARIS SEBAGAI PIHAK YANG TURUT SERTA ATAU MEMBANTU PARA PIHAK DENGAN KUALIFIKASI MEMBUAT ATAU MENEMPATKAN KETERANGAN PALSU KE DALAM AKTA OTENTIK ATAU MENEMPATKAN NOTARIS SEBAGAI TERGUGAT YANG BERKAITAN DENGAN AKTA YANG DIBUAT OLEH ATAU DI HADAPAN NOTARIS, MAKA HAL TERSEBUT TELAH MENCEDERAI AKTA NOTARIS DAN NOTARIS YANG TIDAK DIPAHAMI OLEH APARAT HUKUM LAINNYA MENGENAI KEDUDUKAN AKTA NOTARIS DAN NOTARIS DI INDONESIA DENGASN KATA LAIN TELAH TERJADI KRIMINALISASI TERHADAP NOTARIS DAN AKTA NOTARIS. SIAPAPUN TIDAK DAPAT MEMBERIKAN PENAFSIRAN LAIN ATAS AKTA NOTARIS ATAU DENGAN KATA LAIN TERIKAT DENGAN AKTA NOTARIS TERSEBUT MENJATUHKAN HUKUMAN ATAU PIDANA TERHADAP NOTARIS DENGAN HUKUMAN YANG PALING RINGANPUN ATAU YANG PALING BERATPUN SAMA SEKALI TIDAK AKAN MEMBATALKAN AKTA TERSEBUT ATAU TIDAK AKAN MENGUBAH KEDUDUKAN HUKUM AKTA TERSEBUT, KARENA AKTA MERUPAKAN PERBUATAN ATAU TINDAKKAN HUKUM DALAM AKTA TERSEBUT, KARENA AKTA BUKAN DAN TIDAK PERBUATAN ATAU TINDAKKAN HUKUM NOTARIS, TAPI TINDAKKAN ATAU PERBUATAN PARA PIHAK SENDIRI YANG DITUANGKAN KE DALAM BENTUK AKTA NOTARIS APA SIH..KRIMINALISASI ITU ..? PROSES YANG MEMPERLIHATKAN PERILAKU YANG SEMULA TIDAK DIANGGAP SEBAGAI PERISTIWA PIDANA, TETAPI KEMUDIAN DIGOLONGKAN SEBAGAI PERISTIWA PIDANA OLEH MASYARAKAT PROSES KRIMINALISASI DAN DEKRIMINALISASI 1. 2. PROSES KRIMINALISASI ADALAH SUATU PROSES DIMANA SUATU PERBUATAN YANG MULANYA TIDAK DIANGGAP SEBAGAI KEJAHATAN, KEMUDIAN DENGAN DIKELUARKANNYA PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELARANG PERBUATAN TERSEBUT, MAKA PERBUATAN ITU KEMUDIAN MENJADI PERBUATAN JAHAT. PROSES DEKRIMINALISASI PROSES DEKRIMINALISASI ADALAH SUATU PROSES DIMANA SUATU PERBUATAN YANG MERUPAKAN KEJAHATAN KARENA DILARANG DALAM PERUNDANGUNDANGAN PIDANA, KEMUDIAN PASAL YANG MENYANGKUT PERBUATAN ITU DICABUT DARI PERUNDANG-UNDANGAN DAN DENGAN DEMIKIAN PERBUATAN ITU BUKAN LAGI KEJAHATAN. PROSES KRIMINALISASI DAN DEKRIMINALISASI : HARUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG/ PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN. DAN BUKAN PADA PERSEPSI APARAT HUKUM/ PENEGAK HUKUM ATAU MASYARAKAT. JIKA KRIMINALISASI HARUS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG/ PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN HAL TERSEBUT TIDAK PERNAH ADA UNTUK JABATAN NOTARIS/PPAT. TAPI TERNYATA TETAP DILAKUKAN OLEH APARAT HUKUM/PENEGAK HUKUM, MAKA TINDAKKAN APARAT HUKUM/PENEGAK HUKUM TERSEBUT MERUPAKAN KESEWENANG-WENANGAN (ABUSE OF POWER/AUTHORITHY). BAHWA PENGERTIAN KRIMINALISASI TERHADAP NOTARIS, BUKAN SEBAGAIMANA PENGERTIAN DI ATAS, TAPI MERUPAKAN SUATU UPAYA YANG SISTEMATIK MENDORONG PROFESI TERTENTU (TERMASUK NOTARIS/PPAT) JIKA TERJADI KESALAHAN (KELALAIAN) DALAM MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA/PROFESI TIDAK DISELESAIKAN BERDASARKAN ATURAN HUKUM YANG MENGATUR PELAKSANAAN TUGAS JABATAN/PROFESI TERSEBUT DAN TIDAK DISELESAIKAN OLEH INSTITUSI YANG MEWADAHI JABATAN/PROFESI YANG BERSANGKUTAN, TAPI DALAM HAL INI BERDASARKAN ATURAN HUKUM YANG LAIN DAN DIJALANKAN OLEH PARA PENEGAK HUKUM. DENGAN DEMIKIAN PEMIDANAAN TERHADAP NOTARIS DAPAT SAJA DILAKUKAN DENGAN BATASAN, JIKA : 1. ADA TINDAKAN HUKUM DARI NOTARIS TERHADAP ASPEK FORMAL AKTA YANG SENGAJA, PENUH KESADARAN DAN KEINSYAFAN SERTA DIRENCANAKAN, BAHWA AKTA YANG DIBUAT DI HADAPAN NOTARIS ATAU OLEH NOTARIS BERSAMASAMA (SEPAKAT) DENGAN PARA PENGHADAP UNTUK DIJADIKAN DASAR UNTUK MELAKUKAN SUATU TINDAK PIDANA. 2.ADA TINDAKAN HUKUM DARI NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA DI HADAPAN ATAU OLEH NOTARIS YANG JIKA DIUKUR BERDASARKAN UUJN TIDAK SESUAI DENGAN UUJN. 3.TINDAKAN NOTARIS TERSEBUT JUGA TIDAK SESUAI MENURUT INSTANSI YANG BERWENANG UNTUK MENILAI TINDAKAN SUATU NOTARIS, DALAM HAL INI DEWAN KEHORMATAN NOTARIS (DKN), MAJELIS PENGAWAS NOTARIS (MPN), MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS (MKN). JIKA NOTARIS MENJALANKAN TUGAS JABATAN SESUAI DENGAN UNDANG/PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN YANG MENGATUR JABATAN TERSEBUT, MAKA PASAL 50 KUHP BERLAKU, YAITU : BARANGSIAPA MELAKUKAN PERBUATAN UNTUK MELAKSANAKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG, TIDAK DIPIDANA. NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA BERDASARKAN DAN MELAKSANAKAN UNDANGUNDANG, YAITU UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS (UUJN). NOTARIS, BERDASARKAN PASAL 1 AYAT (1) DAN PASAL 15 UUJN – P MERUPAKAN PEJABAT UMUM YANG DIANTARANYA MEMPUNYAI KEWENANGAN UNTUK MEMBUAT AKTA OTENTIK. SELANJUTYA, NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGASNYA PERLU MENDAPATKAN PERLINDUNGAN DAN JAMINAN DEMI TERCAPAINYA KEPASTIAN HUKUM, SEHINGGA DALAM MENJALANKAN TUGASNYA NOTARIS DIATUR DALAM KETENTUAN UUJN, SEHINGGA UUJN MERUPAKAN LEX SPECIALIS DARI KUHP, DAN BENTUK HUBUNGAN NOTARIS DENGAN PARA PENGHADAP HARUS DIKAITKAN DENGAN PASAL 1868 - 1869 KUHPERDATA. OLEH KARENA UUJN LEX SPESIALIS UNTUK NOTARIS, MAKA JIKA NOTARIS MELAKUKAN PELANGGARAN DALAM MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA, MAKA UUJN TELAH MENGATUR SANKSINYA,YAITU : PELANGGARAN SANKSI DALAM UUJN – P SANKSI DITUJUKAN KEPADA : 1. Kedudukan akta Notaris menjadi Akta yang hanya mempunyai nilai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. 2. Terhadap Notarisnya (Jabatannya) dapat dikenai sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat. 3. Terhadap Notarisnya (karena Kedudukan akta Notaris menjadi Akta yang hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan) dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH NOTARIS/PPAT...? UNTUK MENILAI/MENEMPATKAN NOTARIS/PPAT DALAM MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA APAKAH TELAH MELAKUKAN SUATU PELANGGARAN HUKUM ATAU TIDAK, MAKA PENILAIAN/PENEMPATAN TERSEBUT HARUS DILAKUKAN OLEH ORANG/MEREKA (DARI ORGANISASI NOTARIS/PPAT) YANG MEMPUNYAI KOMPETENSI TERTENTU MELALUI DEWAN KEHORMATAN (ETIK) ORGANISASI YANG BERSANGKUTAN. KENAPA HARUS DARI DEWAN KEHORMATAN (ETIK) ORGANISASI YANG BERSANGKUTAN ? BAHWA JABATAN NOTARIS/PPAT HARUS DIPELAJARI SECARA ESOTERIK, ATAU OLEH MEREKA /ORANG YANG MENJALANI TUGAS JABATAN NOTARIS. BERIKAN KEWENANGAN KEPADA DEWAN KEHORMATAN (ETIK) TERSEBUT UNTUK MEMERIKSA NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGAS JABATANNYA. JADIKAN SETIAP KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN (ETIK) MENGIKAT UNTUK SEMUA PIHAK (UNTUK PIHAK YANG MEMINTA/PELAPOR DAN TERLAPOR, SECARA INSTITUSIONAL APARAT HUKUM/PENEGAK HUKUM/ SWASTA/PRIBADI). TENTANG MKN (MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS) Pasal 66 UURI No. 2 tahun 2014, dalam BAB VIII tentang PENGAMBILAN FOTO KOPI MINUTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS dimana bunyi Pasal tersebut sama persis dengan bunyi Pasal 66 UURI No. 31 tahun 2004 yang telah dibatalkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 49/PUUX/2013, bahwa pemanggilan kepada Notaris tidak perlu persetujuan kehormatan notaris. Ketika Pasal 66 UUJN masih berlaku semua hal yang mengenai : (1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang; a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. (2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan, wajib meminta persetujuan terlebih dahulu dari : Majelis Pengawas Daerah (MPD) yang berada di tingkat kota/kabupaten. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dengan Putusan Nomor : 49/PUU – X/2012 memutuskan telah meniadakan atau mengakhiri kewenangan khusus Majelis Pengawas Daerah (MPD) yang tercantum dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN. Dalam Amar Putusan MKRI Nomor : 49/PUU-X/2012. Bahwa dengan kata lain berdasarkan Putusan MKRI tersebut, (sejak tanggal putusan tersebut) untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim, berwenang : Mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris; dan Memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris. tanpa perlu lagi persetujuan MPD. Kemudian hal yang sama diatur kembali dalam Pasal 66A Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN - P) dengan menciptakan institusi baru dengan fungsi yang sama, yaitu Majelis Kehormatan Notaris (MKN), bahwa : (1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang: a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan b. memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. (2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan. (3) Majelis kehormatan Notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan. (4) Dalam hal majelis kehormatan Notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Majelis Kehormatan Notaris dianggap menerima permintaan persetujuan. Bahwa hal-hal yang berkaitan dengan MKN tersebut harus ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia (Permenkumham) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 66 A UUJN – P. Untuk menindaklanjuti ketentuan Pasal 66 A UUJN – P tersebut Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia telah Menerbitkan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris. Permenkumham tersebut mulai berlaku tanggal diundangkan, yaitu tanggal 5 Pebruari 2016. Dengan demikian sejak tanggal 5 Pebruari 2016, jika Penyidik akan memanggil Notaris, maka wajib terlebih dahulu meminta izin dari MKN (Majelis Kehormatan Wilayah) yang ada di propinsi yang bersangkutan. Bahwa ketentuan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Majelis Kehormatan Notaris tersebut sifat imperative, artinya harus/wajib dilaksanakan oleh Penyidik, karena jika hal tersebut tidak dilakukan atau diabaikan oleh Penyidik, maka penyidikan bisa dikategorikan dari sisi hukum telah cacat formalitas Jika ada Notaris oleh MKNW : 1. diizinkan untuk memenuhi panggilan Penyidik/Penuntut Umum/Hakim atau 2. MKNW tidak bersidang, sehingga lewat 30 hari, maka mau tidak mau Notaris harus memenuhi panggilan Penyidik/Penuntut Umum/Hakim. Upaya apa yang harus dilakukan Notaris untuk menghadapi kedua hal tersebut, apakah : a. Akan saya penuhi, karena yang telah benar dalam membuat akta. b. Akan saya penuhi apapun yang terjadi. c. Bersedih, berduka dan menangis serta berdo’a. d. Bergembira dan bersuka cita, karena kemampuan keilmuannya akan diuji pihak lain. e. Ya pasrah saja, bekerja dalam bidang hukum sudah tentu akan berhubungan dengan yang berbau hukum juga. Bahwa Pengawasan (dengan membentuk MPN) dan Pembinaan (dengan membentuk MKN) semuanya ada pada kewenangan Menteri Hukum dan HAM RI. Pemerintah atau Menteri adalah Eksekutif yang berarti Tata Usaha Negara, karena Menteri sebagai Pejabat Tata Usaha Negara maka delegansnya yaitu MPN dan MKN juga sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, sebagai Pejabat Tata Usaha Negara maka produknya termasuk pada Keputusan Tata Usaha Negara. Jika Keputusan Tata Usaha Negara jadi sengketa, maka akan termasuk Sengketa Tata Usaha Negara yang dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Sehingga jika ada Notaris mengalami kedua hal tersebut di atas, jika tidak ingin menerima Keputusan MKNW, maka dapat menggugat Keputusan MKNW tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai Sengketa Tata Usaha Negara, dengan demikian Notaris tidak perlu dulu memenuhi Keputusan MKNW sampai ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal tersebut sebagai salah satu upaya Notaris menjaga harkat dan martabat jabatannya sesuai UUJN dan kepentingan para penghadap yang tersebut dalam akta. Oleh karena itu sangat diharapkan PP INI/Pengwil/Pengda untuk mencerdaskan, membekali anggotanya dengan ilmu pengetahuan dan kemampuan untuk membuat dan mengajukan gugatan ke PTUN. Sebagai pengurus organisasi yang amanah dan juga aminah wajib hukumnya untuk melakukannya kepada seluruh anggota. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat (2) UUJN – P, bahwa semua Notaris Indonesia wajib berhimpun dalam satu wadah organisasi Notaris, yaitu INI. Kami menunggu pengurus berbuat untuk kami….!!!. KREDO : BAHWA PERLINDUNGAN TERBAIK DALAM MENJALANKAN TUGAS JABATAN NOTARIS ADALAH OLEH DIRI NOTARIS SENDIRI DENGAN MENTAATI SEMUA PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS DAN BERDO’A SESUAI DENGAN KEYAKINAN DAN KEPERCAYAAN KITA. SELAMAT BEKERJA SEMOGA SUKSES…!!! 71