ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Disusun Oleh : WAHYU MANGGALA PUTRA NIM :1110101000058 PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1435 H LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S-1) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan karya ilmiah ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan tindakan plagiarisme terhadap karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 9 Mei 2014 Wahyu Manggala Putra FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Maret - April 2014 Wahyu Manggala Putra, NIM: 1110101000058 ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014 xxi + 138 Halaman + 7 Tabel + 6 Bagan + 1 Grafik + 11 Lampiran ABSTRAK Jaminan kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dari tahun 1985 Indonesia sudah mengenal asuransi kesehatan untuk tenaga kerja, lalu berkembang menjadi PT ASKES (Persero) dan PT Jamsostek (Persero). Untuk menuju penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh, awal tahun 2014 pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional meluncurkan program yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Namun pada pelaksanaannya masih banyak terdapat kendala, terutama pada provider tingkat lanjutan (Rumah Sakit) yang belum maksimal memberikan pelayanan kesehatan. Masalah yang diteliti adalah gambaran implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional pada Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung oleh data primer berupa hasil wawancara mendalam serta data sekunder berupa telaah dokumen. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis konten. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret hingga April 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan belum maksimal dalam pelaksanaannya, terutama dalam hal pencairan klaim yang masih terlambat, nilai tarif pelayanan yang berbeda dengan paket INA-CBGs, teknologi informasi yang belum maksimal, serta SDM non-medis yang masih kurang mencukupi. Untuk itu disarankan RSU Kota Tangerang Selatan agar meningkatan performa dalam penyelenggaraan JKN dalam hal pemberkasan klaim JKN dengan penjadwalan yang tepat, perhitungan proporsi SDM non-medis, serta peningkatan kapasitas manajemen rumah sakit agar semakin baik. Kata Kunci: Implementasi, JKN, RSU Kota Tangerang Selatan Daftar Bacaan: 43 sumber (1981-2014) ii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH SPECIALIZATION OF HEALTH CARE MANAGEMENT Undergraduate Thesis, March - April 2014 Wahyu Manggala Putra, NIM: 1110101000058 POLICY IMPLEMENTATION ANALYSIS OF NATIONAL HEALTH INSURANCE IN SOUTH TANGERANG CITY HOSPITAL 2014 xxi + 138 Pages + 7 Tables + 6 Frames + 1 Chart + 11 Appendixes ABSTRACT Health insurance in Indonesia is not new, since 1985 Indonesia had known health insurance for workers, and develop into PT ASKES and PT Jamsostek. To reach better health guarantee and thorough, beginning in 2014 the Indonesian government through Act No. 40 of the National Social Security System launched a program known as the National Health Insurance (NHI). However, in practice there are still many obstacles, especially at an advanced level provider (Hospital) are not maximal provide health services. The problem is to describe policy implementation of the National Health Insurance in South Tangerang City Hospital. This study used a qualitative approach, supported by the primary data in the form of in-depth interviews and secondary data such as document review. Using content analysis techniques, this study was conducted from March to April 2014. The results showed that the implementation of NHI in South Tangerang City Hospital is not maximized in practice, such as in terms of disbursement claims are late, rate the value of different services with INA-CBGs package, yet information technology support, and medical human resources still insufficient. It is recommended South Tangerang City Hospital in order to improve the performance of the organization in terms of filing NHI claim with proper scheduling, calculation proportion of non-medical human resources, and improving the management capacity of the hospital getting better. Key Words: Implementation, NHI, South Tangerang City Hospital Reading List: 43 resources (1981-2014) iii PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING Judul Skripsi ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014 Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Disusun Oleh: WAHYU MANGGALA PUTRA NIM. 1110101000058 Jakarta, Mei 2014 Pembimbing I Pembimbing II Febrianti, M.Si Riastuti Kusumawardani, MKM NIP. 19720221 200501 2 004 NIP. 1980516 200901 2 005 iv PANITIA SIDANG SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta, Mei 2014 ___________________________________ Puput Oktamianti, SKM, MM Penguji I ___________________________________ Ratri Ciptaningtyas, MHS Penguji II v LEMBAR PENGESAHAN Jakarta, 20 Mei 2014 Mengesahkan, __________________________________________ Febrianti, M.Si Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat ___________________________________________ Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan vi CURRICULUM VITAE Data Diri : Nama : Wahyu Manggala Putra Tempat, Tanggal Lahir : Pekanbaru, 9 Mei 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 22 tahun Agama : Islam No. HP : +6285278196686 Alamat : Jl. Letjend. S. Parman No. 15 Pekanbaru, Riau 28132 E-mail : [email protected] Riwayat Pendidikan : 1. S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2010 - 2014 2. SMA Negeri 5 Pekanbaru : 2007 - 2010 3. SMP Negeri 13 Pekanbaru : 2004 - 2007 4. SD Negeri 003 Sail Pekanbaru : 1998 - 2004 5. TK Islam Agung An-Nur Pekanbaru : 1997 - 1998 Riwayat Organisasi : 1. Young On Top Campus Ambassador batch 4 periode 2013–2014. 2. Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia FOSMA165 Jadetabek periode 2013-2014. 3. Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan periode 2012–2013. 4. Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Program Studi Kesehatan Masyarakat periode 2011-2012. 5. Wakil Ketua FOSMA165 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2011-2012. vii Sebuah persembahan sederhana untuk Ibunda Yulia Samrida, Ayahanda Naswardi Nasir, & kakek terbaik sepanjang masa Opa Basir Mahyuddin bila cinta merupakan pembuktian, barangkali tulisan ini adalah bukti cinta yang terlalu biasa serta tak berharga apalagi sebanding dengan berjuta cahaya yang mama, papa, dan opa hadirkan dalam hidupku. Saya teramat beruntung memiliki kalian. viii KATA PENGANTAR Assalammu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah memberikan berbagai nikmat kepada kita semua. Shalawat beserta salam tak lupa selalu tercurah kepada Nabi Muhammad yang telah memberikan umat manusia pencarahan menuju agama Allah, dengan memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun 2014”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Febrianti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat sekaligus Pembimbing I Skripsi yang selalu berusaha agar penulis segera menyelesaikan setiap tugas tepat pada waktunya. Terima kasih atas kesabaran, perhatian, serta waktu yang telah diberikan. 3. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku Pembimbing II Skripsi yang telah memberikan bimbingan serta motivasi, terima kasih atas setiap kebaikan serta tuntunan yang telah diberikan. 4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang sering melibatkan penulis dalam kegiatan di kampus dan luar kampus, pengalaman yang luar biasa bisa bekerjasama dan berinteraksi dengan bapak dan ibu semua. ix 5. Pimpinan serta seluruh staff di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan, khususnya Ibu Kiki dan jajarannya, terima kasih telah mau berbagi ilmu dan pengalaman selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data. 6. Keluarga tercinta, khususnya Mama, Papa, dan Opa, tidak lupa adik-adikku tersayang Ica, Dion, Vani, Egi, dan Tika. Terima kasih atas doa, perhatian, serta kasih sayang yang luar biasa. 7. Teman-teman Wisma Sakina, Azis, Iqbal, Luthfi, Munir, Nizar, Zaki. Terima kasih atas semangatnya. 8. Teman-teman MPK 2010, Anin, Bayti, Billa, Eno, Endah, Eliza, Fika, Fitria, Furin, Ilma, Isni, Mawar, Nia, Nina, Tata, dan Ucup. Terima kasih atas kebahagiaan dan kesedihan yang kita lewati bersama. 9. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 lainnya, Agung, Ana, Akbar, Alul, Alya, Angger, Asri, Ayu, Bayu, Bebe, Dani, Dika, Dian, Dewi, Dilah, Dini, Dita, Evi, Elfira, Fajriatin, Febri, Fitri, Fuad, Furi, Harun, Ifa, Ica, Ilham, Ilmy, Karlina, Kiki, Kotrun Nida, Luthfi, Mason, Miska, Mono, Nita, Prima, Putri, Randy, Randika, Reka, Richo, Rizka N., Rizka R., Sari, Siva, Sinta, Sofwatun Nida, Supri, Tika, Tuti, Vina, Wiwid, Yuni, Yuli, Zata, senang menjadi bagian dari kalian yang memiliki beragam karakter. 10. Teman-teman BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, khususnya Alif, Fikri, Ivo, Revi, Sinta, Sri Puji, Syahir, Vica, Yanti, Yusna, dll. Terima kasih atas pembelajaran bersama yang kita lakukan dalam organisasi ini. 11. Teman-teman ESQ dan NAML Foundation yang senantiasa memberikan semangat dan kebahagiaan, khususnya Kak Nina, Kak Reza, Kak Ismet, Billy, Ridho, Kak Ghazali, Kak Aida, Kak Meta, Kak Luluth, Kak Gicil, Kak Monic, x Kak Dion, Kak Dani, Kak Niken, Kak Hendra, Kak Nyun, Kak Ibnu, Kak Romi, Kak Alfi, dan lainnya. 12. Mas Henry Pradipta, Mas Billy Boen, dan mentor lainnya serta teman-teman terbaik di Young On Top Campus Ambassador batch 4, terima kasih atas ilmu dan pengalaman berharganya selama dalam mentoring program. See you on top! 13. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis tulis satu persatu yang telah memberikan doa serta semangat kepada penulis, senang dapat mengenal dan menjadi bagian dari kalian. Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga penulis sangat menerima setiap masukan dan saran yang diberikan untuk memperbaiki laporan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis serta pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, 9 Mei 2014 Wahyu Manggala Putra xi DAFTAR ISI Lembar Pernyataan i Abstrak ii Abstract iii Lembar Persetujuan Pembimbing iv Lembar Persetujuan Penguji v Lembar Pengesahan Fakultas vi Daftar Riwayat Hidup vii Lembar Persembahan viii Kata Pengantar ix Daftar Isi xii Daftar Tabel xvi Daftar Grafik xvii Daftar Bagan xviii Daftar Singkatan xix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 6 1.3 Pertanyaan Penelitian 6 1.4 Tujuan Penelitian 7 1.5 1.6 1.4.1 Tujuan Umum 7 1.4.2 Tujuan Khusus 7 Manfaat Penelitian 8 1.5.1 Manfaat Bagi RSU Kota Tangerang Selatan 8 1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat 8 1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain 8 Ruang Lingkup Penelitian 8 xii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 2.3 2.4 Jaminan Kesehatan Nasional 10 2.1.1 Asuransi Kesehatan Sosial di Indonesia 10 2.1.2 Jaminan Kesehatan 11 2.1.3 Program Jaminan Kesehatan Nasional 11 2.1.4 Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional 12 2.1.5 Kelembagaan 15 2.1.6 Mekanisme Penyelenggaraan 15 2.1.7 Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit 24 2.1.8 Peraturan Pendukung Jaminan Kesehatan Nasional 30 Implementasi Kebijakan 31 2.2.1 Model Implementasi Kebijakan Grindle 33 2.2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn 35 2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kebijakan 37 Implementasi Kebijakan sebagai Implementasi Program 44 2.3.1 Pengertian Program 44 2.3.2 Implementasi Program 46 Kerangka Teori 48 BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Pikir 50 3.2 Definisi Istilah 52 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian 54 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 54 4.3 Informan Penelitian 54 4.4 Instrumen Penelitian 55 4.5 Sumber Data 55 4.6 Metode Pengumpulan Data 56 4.7 Teknik Analisis Data 57 4.8 Penyajian Data 58 xiii 4.9 Triangulasi Data 58 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Informan Penelitian 60 5.2 Gambaran Umum RSU Kota Tangerang Selatan 61 5.3 5.4 5.2.1 Profil Singkat RSU Kota Tangerang Selatan 61 5.2.2 Visi dan Misi 62 5.2.3 Tujuan 63 5.2.4 Motto 63 5.2.5 Lokasi 63 5.2.6 Tugas dan Fungsi 63 5.2.7 Data Demografis Kota Tangerang Selatan 64 5.2.8 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan 64 5.2.9 SDM RSU Kota Tangerang Selatan 67 Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 68 5.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan 68 5.3.2 Sumber Daya 73 5.3.3 Karakteristik Organisasi Pelaksana 84 5.3.4 Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana 90 5.3.5 Sikap Para Pelaksana 94 5.3.6 Lingkungan 96 Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN Rumah Sakit 97 5.4.1 Aspek Regulasi/Peraturan Perundang-undangan 5.4.2 Aspek Kepesertaan 101 5.4.3 Aspek Keuangan 102 5.4.4 Aspek Pelayanan Kesehatan 103 5.4.5 Aspek Manfaat dan Iuran 104 5.4.6 Aspek Kelembagaan dan Organisasi 106 xiv 98 BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN 6.1 Keterbatan Penelitian 108 6.2. Pembahasan Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 6.3 108 6.2.1 Pembahasan Ukuran dan Tujuan Kebijakan 109 6.2.2 Pembahasan Sumber Daya 113 6.2.3 Pembahasan Karakteristik Organisasi 121 6.2.4 Pembahasan Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana 122 6.2.5 Pembahasan Sikap Para Pelaksana 126 6.2.6 Pembahasan Lingkungan 127 Pembahasan Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah Sakit Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN 130 6.3.1 Aspek Regulasi/Peraturan Perundang-undangan 130 6.3.2 Aspek Kepesertaan 130 6.3.3 Aspek Keuangan 131 6.3.4 Aspek Pelayanan Kesehatan 132 6.3.5 Aspek Manfaat dan Iuran 133 6.3.6 Aspek Kelembagaan dan Organisasi 133 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 135 7.2 Saran 136 7.2.1 RSU Kota Tangerang Selatan 136 7.2.2 BPJS Kesehatan 137 7.2.3 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 137 7.2.4 Pemerintah Kota Tangerang Selatan 137 7.2.5 Peneliti Lain 138 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xv DAFTAR TABEL 2.1 Perbedaan Pendekatan Penelitian Implementasi dan Evaluasi menurut Parsons (1995) 47 5.1 Informan Penelitian 60 5.2 Jumlah Pegawai RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 67 5.3 Tenaga Medis RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 73 5.4 Jumlah Kunjungan Pasien JKN di RSU Kota Tangeran Selatan tahun 2014 75 5.5 Alur Pelayanan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 89 5.6 Target Peserta Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan 101 xvi DAFTAR BAGAN 2.1 Model Implementasi Kebijakan Grindle (1980) 35 2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975) 37 2.3 Kerangka Teori 49 3.1 Kerangka Pikir 51 5.1 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan 65 xvii DAFTAR GRAFIK 5.1 Trend Kunjungan Peserta JKN Januari-Februari tahun 2014 di RSU Kota Tangerang Selatan 102 xviii DAFTAR SINGKATAN APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara ASTEK : Asuransi Tenaga Kerja BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional BUMD : Badan Usaha Milik Daerah BUMN : Badan Usaha Milik Negara CBGs : Case Based Groups DJSN : Dewan Jaminan Sosial Nasional DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DUKM : Dana Upaya Kesehatan Masyarakat INA-CBGs : Indonesian Case Base Groups IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja JKN : Jaminan Kesehatan Nasional JPSBK : Jaminan Pemeliharaan Sosial Bidang Kesehatan JPKM : Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Kabag : Kepala Bagian Kasie : Kepala Seksi KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia xix Kemenkes : Kementerian Kesehatan NHI : National Health Insurance Non-PBI : Bukan Penerima Bantuan Iuran PBI : Penerima Bantuan Iuran PDB : Pendapatan Daerah Bruto Perpres : Peraturan Presiden PHK : Pemutusan Hubungan Kerja PMK/Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan PNS : Pegawai Negeri Sipil PNS : Pegawai Negeri Sipil POLRI : Polisi Republik Indonesia PPJK : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan PPK : Penyedia Pelayanan Kesehatan PT. ASKES : PT. Asuransi Kesehatan Pusdatin Kesehatan : Pusat Data dan Informasi Kesehatan RS : Rumah Sakit RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo RSU : Rumah Sakit Umum RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat SDM : Sumber Daya Manusia SDM : Sumber Daya Manusia SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional SOP : Standard Operational Procedure xx TNI : Tentara Nasional Indonesia UU : Undang-undang WHO : World Health Organization WNA : Warga Negara Asing xxi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jaminan Kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dahulu pada awalnya Indonesia memiliki asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil yang merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun 1934. Pada tahun 1985 dimulailah asuransi untuk tenaga kerja (ASTEK) sampai tahun 1987 dengan menggerakkan dana masyarakat melalui Dana Upaya Kesehatan Masyarakat atau lebih dikenal DUKM. (Djuhaeni, 2007) Pada tahun 1992 diterbitkan tiga buah undang-undang yang berkaitan dengan asuransi yaitu UU No. 2 tentang Asuransi, UU No. 3 Tentang Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), serta UU No. 23 Tentang Kesehatan yang di dalamnya terkandung pasal 65 dan pasal 66 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). JPKM mengikuti pola managed care di Amerika dengan pembayaran prepaid berdasarkan kapitasi dan pelayanan yang bersifat komprehensif meliputi preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. (Djuhaeni, 2007) Pada waktu itu hanya baru pelayanan kesehatan di puskesmas yang dicakup oleh pelayanan JPKM dengan dokter puskesmas sebagai gate keeper, dan mulai dikembangkan dokter keluarga yang diharapkan pada masa yang akan datang. Dari pengalaman JPKM hingga JPSBK (Jaminan Pemeliharaan Sosial Bidang Kesehatan), kendala utama pelaksanaan JPKM antara lain adalah SDM 1 2 (sumber daya manusia) badan penyelenggara baik kuantitas maupun kualitas, sedangkan ditinjau dari aspek permintaan masyarakat akan asuransi maupun faktor yang mempengaruhinya di Indonesia belum diketahui. (Djuhaeni, 2007) Usaha ke arah penjaminan kesehatan yang lebih baik lagi sesungguhnya telah dirintis oleh pemerintah, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi dan terbagi-bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Masih banyak masyarakat yang seharusnya menerima jaminan belum merasakan manfaatnya. (Kemenkes, 2013) Untuk menuju penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dimana Jaminan Kesehatan merupakan prioritas yang akan dikembangkan untuk mencapai kepesertaan Semesta. (PPJK, 2013) Setelah program JKN diluncurkan pada tanggal 1 Januari 2014 pelaksanaan program ini dilapangan banyak terdapat kendala, dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada saat melakukan magang pada bagian tersebut membuktikan, permasalahan utama yang sering dilaporkan penyelenggara pelayanan kesehatan kepada pemerintah pusat adalah terkait pelayanan yang diberikan pada provider tingkat lanjutan (Rumah Sakit) yang 3 dirasakan tidak maksimal karena berbagai masalah, yang diantaranya: masalah alur pelayanan yang terbilang rumit, sistem pembiayaan kesehatan di Rumah Sakit yang menggunakan sistem Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) yang masih belum seutuhnya mendukung program, ketersediaan alat kesehatan dan obat yang belum mendukung, serta jumlah sumber daya manusia yang dirasa kurang sejak program JKN ini diluncurkan. Implementasi Kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintahperintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. (Mazmanian dan Paul Sabatier, 1983). Berdasarkan paparan diatas, merujuk pada pelaksanaan implementasi program terdahulu yaitu Jamkesmas, Jamkesda ataupun program kesehatan dari pemerintah daerah, peneliti memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang dapat mengantar pada permasalahan yang sering muncul, sehingga diperoleh acuan yang semakin menguatkan untuk melakukan penelitin ini. Penelitian yang dilakukan oleh Tuhumury (2012) mengenai implementasi Jamkesda di Rumah Sakit Umum (RSU) Manokwari membuktikan bahwa implementasi Jamkesmas pada Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, kurangnya partisipasi masyarakat, ketidak terbukaan akses informasi, kurangnya sosialisasi tentang Program Jamkesmas, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM). 4 Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahayu (2010) mengenai implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Rumah Sakit (Studi Kasus Di RSUD Dr. Soetomo) menunjukkan bahwa masih terdapat kendala dalam penyelenggaraan program Jamkesmas, yaitu tunggakan klaim yang dialami rumah sakit yang menyebabkan kerugian. Selanjutnya penelitian Ardianty (2012) menunjukkan pelaksanaan Implementasi Program Jamkesda di Rumah Sakit PMI Bogor masih belum maksimal serta banyak kekurangan dari segi pelaksanaanya, seperti keterlambatan pengajuan klaim tagihan, tidak sesuainya nilai tarif INA-CBGs dengan nilai tarif rumah sakit, serta kurangnya komitmen rumah sakit dalam melaksanakan program. Berdasarkan paparan beberapa penelitian diatas ternyata masih banyak terdapat proses penyelenggaraan program jaminan kesehatan di berbagai sektor terutama Rumah Sakit belum berjalan secara optimal dan tepat sasaran. Oleh sebab itu, untuk menggali permasalahan tersebut peneliti memilih Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian dengan beberapa pertimbangan yang didasari oleh fakta dokumen dan studi pendahuluan berupa observasi pada bulan Februari 2014: 1. Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di Provinsi Banten yaitu 1.361.000 penduduk. (PUSDATIN Kesehatan Banten 2013) 2. Melihat jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan yang memiliki urutan ke4 terbesar di Banten tersebut, pada kenyataannya Tangerang Selatan hanya memiliki 1 rumah sakit umum milik pemerintah yaitu RSU Kota Tangerang Selatan. 5 3. RSU Kota Tangerang Selatan merupakan satu-satunya rumah sakit milik pemerintah yang menjadi rujukan utama seluruh puskesmas (25 puskesmas) di Tangerang Selatan untuk pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. 4. Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan, sejak diluncurkannya program Jaminan Kesehatan Nasional jumlah pasien di RSU Kota Tangerang Selatan mencapai 300 pasien setiap harinya yang terdiri dari 35% peserta JKN dan 65% Umum dan Jamkesda pada bulan Januari 2014, jumlah peserta JKN meningkat menjadi 38% pada bulan Februari (data rekapitulasi kunjungan RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014). Hal ini tentu saja terjadi karena animo masyarakat yang besar terhadap program JKN tersebut. 5. Keterbatasan SDM rumah sakit juga sangat terlihat jelas yang berpotensi menjadi masalah pada penyediaan layanan secara prima, terlihat jelas jumlah SDM administrasi yang hanya 2 orang untuk melayani jumlah pasien yang banyak pada saat program berlangsung, Dari paparan informasi diatas peneliti melihat bahwa RSU Kota Tangerang Selatan memiliki potensi mengalami permasalahan dalam melayani peserta program Jaminan Kesehatan Nasional. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui penyelenggaraan dan permasalahan terkait implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014. 6 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan diatas, ditemukan ternyata begitu banyak masalah terkait pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional di daerah. Untuk melihat permasalahan tersebut di lapangan, peneliti memilih Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian karena merupakan kota dengan penduduk terbesar ke-4 di Provinsi Banten, serta semenjak diluncurkannya program JKN jumlah kunjungan peserta JKN meningkat setiap harinya. Disamping hal tersebut, RSU Kota Tangerang Selatan merupakan rumah sakit pemerintah yang menjadi rujukan utama seluruh Puskesmas di Tangerang Selatan serta terdapat kendala dalam SDM non-medis. Berdasarkan hal-hal diatas menunjukkan adanya potensi permasalahan pada penyelenggaraan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sehingga dibutuhkan sebuah penelitian untuk mengetahuinya. Atas dasar itu, peneliti ingin mengetahui gambaran implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. 1.3. Pertanyaan Penelitian Bagaimana implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014? 7 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Diketahuinya implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. 1.4.2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya regulasi pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. b. Diketahuinya sumber daya pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. c. Diketahuinya karakteristik pelaksana pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. d. Diketahuinya komunikasi antar pelaksana pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. e. Diketahuinya sikap/disposisi pelaksana pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. f. Diketahuinya faktor lingkungan pada implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. 8 g. Diketahuinya pelaksanaan pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional berdasar 6 aspek penyelenggaraan oleh Pemerintah Pusat. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Bagi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan 1. Mendapatkan masukan untuk perbaikan dan kelanjutan dari implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya memperkuat argumen terhadap permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. 1.5.2. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional. 1.5.3. Manfaat Bagi Peneliti Lain Sebagai referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mempelajari tentang Analisis Implementasi Kebijakan Program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang 9 Selatan tahun 2014. Peneliti memilih RSU Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian dikarenakan merupakan Rumah Sakit Pemerintah di Kota Tangerang Selatan yang menjadi rujukan utama seluruh puskesmas di Tangerang Selatan untuk pelayanan tingkat lanjut program JKN, dan sejak diluncurkannya program JKN jumlah kunjungan pasien meningkat yang menyebabkan banyak permasalahan terkait pelayanan kepada pasien. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan instrumen riset kepustakaan (library research) dan riset lapangan (field research) yang berupa telaah dokumen, observasi, dan wawancara. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena ingin melihat proses serta permasalah yang terjadi pada impelementasi program JKN di lapangan secara lebih dalam. Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga April 2014. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Jaminan Kesehatan Nasional 2.1.1. Asuransi Kesehatan Sosial di Indonesia Sulastomo (2002) maupun Thabrany (2002) dalam Djuhaeni (2007) berpendapat bahwa asuransi kesehatan sosial sangat dibutuhkan di Indonesia mengingat kesehatan adalah hak sedangkan situasi saat ini tidak semua masyarakat dapat akses terhadap pelayanan kesehatan yang penyebabnya antara lain ketiadaan biaya. Pengembangan asuransi kesehatan sosial perlu ditunjang dengan peningkatan sumber daya dari keempat komponen asuransi yaitu: a. Peserta; peningkatan premi b. Badan penyelenggara; peningkatan manajemen c. PPK; peningkatan kualitas dan manajemen d. Badan pembina; peningkatan pengawasan. Proses pembuatan undang-undang yang berkaitan dengan asuransi di luar Askes dan Jamsostek serta JPKM sebagai cikal bakal pelaksanaan asuransi kesehatan sosial agaknya akan mendukung pelaksanaan asuransi kesehatan nasional pada masa yang akan datang. Adanya kelas perawatan di rumah sakit dan pemberian jaminan sesuai golongan khususnya bagi pegawai negeri sipil menjadi suatu kendala 10 11 sekaligus tantangan yang perlu dicarikan solusinya dalam rangka keadilan bagi semua orang serta terciptanya solidaritas. Dengan pemaparan diatas, saat ini Indonesia memiliki sebuah sistem jaminan kesehatan secara sosial dan ditujukan bukan hanya kepada masyarakat miskin, namun kepada seluruh rakyat, saat ini dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional. 2.1.2. Jaminan Kesehatan Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres No.12, 2013). 2.1.3. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat program JKN adalah suatu program pemerintah dan masyarakat (rakyat) dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. (Naskah Akademik SJSN, 2004). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua 12 penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. 2.1.4. Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional 1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip-prinsip asuransi sosial yang diatur dalam UU No. 40 tahun 2004. Berikut prinsip-prinsip yang terdapat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional: a. Prinsip kegotongroyongan Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Prinsip nirlaba Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana 13 yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. c. Prinsip portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. d. Prinsip kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat. 14 e. Prinsip dana amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. f. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial Dana yang diperoleh dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. g. Prinsip ekuitas Kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar persentase tertentu dari upah bagi yang memiliki penghasilan (UU No. 40/2004 Pasal 17 ayat 1) dan pemerintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (UU No. 40/2004 Pasal 17 ayat 4). 2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40/2004 Pasal 19 ayat 2). 3. Manfaat diberikan perseorangan peningkatan dalam yang kesehatan bentuk pelayanan kesehatan komprehensif, mencakup pelayanan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) 15 termasuk obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan biaya (managed care). (UU No. 40/2004 Pasal 22 ayat 1 dan 2, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26). 2.1.5. Kelembagaan Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) yang mengurusi kegiatan terkait pelayanan jaminan kesehata nasional. Untuk pelaksanaan di lapangan BPJS Kesehatan akan menjadi badan pelaksana untuk program JKN ini. Sedangkan rumah sakit dan puskesmas sebagai provider (penyedia jasa) pelayanan. 2.1.6. Mekanisme Penyelenggaraan a. Kepesertaan 1. Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran (bukan penerima bantuan iuran) atau iurannya dibayar oleh pemerintah (penerima bantuan iuran) (UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1). 2. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 3. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari : (1) Pekerja Penerima Upah a. Pegawai Negeri Sipil; 16 b. Anggota TNI; c. Anggota Polri; d. Pejabat Negara; e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri; f. Pegawai Swasta; dan g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah. h. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. (2) Pekerja Bukan Penerima Upah a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. c. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. (3) Bukan Pekerja a. Investor; b. Pemberi Kerja; c. Penerima Pensiun, terdiri dari : i. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; ii. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; 17 iii. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; iv. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun; v. Penerima pensiun lain; vi. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun. d. Veteran; e. Perintis Kemerdekaan; f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran. 4. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami cacat tetap total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar oleh Pemerintah (UU No. 40/2004 Pasal 21 ayat 1, 2, 3). Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat 18 dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan dari manfaat jaminan pensiun. 5. Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan mengizinkan warga negara asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia untuk ikut serta (UU No. 40/2004 Pasal 1 angka 8). 6. Kepesertaan Penerim Bantuan Iuran (PBI) bagi masyarakat miskin dan tidak mampu untuk selanjutnya akan ditetapkan berdasarkan Keputusan Kementerian Sosial tentang penetapan Penerima Bantuan Iuran Kesehatan yang dilandasi atas dasar nama dan alamat tempat tinggal (by name by address), untuk saat ini jumlah peserta PBI didapatkan dari kepesertaan Jamkesmas tahun 2013 yang berjumlah 86,4 juta jiwa. b. Pembiayaan 1. Iuran Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). 2. Pembayar Iuran Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah. 19 Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar: i. Sebesar Rp 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. 20 ii. Sebesar Rp 42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II. iii. Sebesar Rp 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan. c. Pelayanan 1. Jenis Pelayanan Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. 21 2. Prosedur Pelayanan Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertamatama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis. 3. Kompensasi Pelayanan Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi. 4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing. d. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan 22 manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat Akomodasi Rawat Inap jika dijabarkan sebagai berikut: 1. Ruang perawatan kelas III bagi: a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III. 2. Ruang Perawatan kelas II bagi: a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; b. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; c. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya; 23 d. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 (satu setengah) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; e. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II; 3. Ruang Perawatan kelas I bagi: a. Pejabat Negara dan anggota keluarganya; b. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai negeri sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; c. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; d. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya; e. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya; f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; 24 g. Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah diatas 1,5 (satu setengah) sampai dengan 2 (dua) kali penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan h. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I. 2.1.7. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit A. Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada Program JKN Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional, Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan (Permenkes 71/2013 pasal 2). Berikut peneliti akan fokus dalam menjabarkan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan berdasarkan Permenkes No. 71 tahun 2013. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan terdiri dari: a. klinik utama atau yang setara; b. rumah sakit umum; dan c. rumah sakit khusus. 25 Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi (Permenkes 71/2013 pasal 20): a. administrasi pelayanan; b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis; c. tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis; d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; e. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis; f. rehabilitasi medis; g. pelayanan darah; h. pelayanan kedokteran forensik klinik; i. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan; j. perawatan inap non intensif; dan k. perawatan inap di ruang intensif. B. Klasifikasi Rumah Sakit Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum diantaranya: 1. Rumah Sakit Umum kelas A 26 Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan Medik Sub Spesialis (Permenkes 340, 2010). 2. Rumah Sakit Umum kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan Medik Subspesialis Dasar (Permenkes 340, 2010). 3. Rumah Sakit Umum kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik (Permenkes 340, 2010). 4. Rumah Sakit Umum kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Permenkes 340, 2010). C. Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) di Rumah Sakit 1. Pengertian CBGs (Case Based Group) Case Base Groups (CBGs) yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus- 27 kasus yang relatif sama. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan rumah sakit. (Centre for Casemix RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, 2014) 2. Pengertian INA-CBGs (Indonesian-Case Based Group) Berdasarkan informasi dari Center for Casemix RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang bagian Instalasi Rekam Medis menyatakan Sistem Casemix INA-CBGs adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis (George Palmer, Beth Reid). Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis. pelayanan kesehatan Pengklasifikasian sejenis kedalam setiap tahapan kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama. 28 3. Manfaat INA-CBGs Manfaat yang dapat kita peroleh dari penerapan kebijakan program Casemix INA-CBGs secara umum berupa manfaat medis dan manfaat ekonomi. Dari segi medis, para klinisi dapat mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif, tetapi langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh pasien. Secara ekonomi, dalam hal ini keuangan (costing) kita jadi lebih efisien dan efektif dalam penganggaran biaya kesehatan.Sarana pelayanan kesehatan akan mengitung dengan cermat dan teliti dalam penganggaranya. a. Manfaat Bagi Pasien i. Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat keparahan ii. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay) pasien mendapatkan perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas rumah sakit, karena berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah ditentukan. iii. Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik. iv. Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis yang berlebihan oleh tenaga medis mengurangi resiko yang dihadapi pasien. sehingga 29 b. Manfaat Bagi Rumah Sakit i. Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya. ii. Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan Rumah Sakit. iii. Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan, meningkatkan komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar perawatan dapat secara komprehensif serta dapat memonitor QA dengan cara yang lebih objektif. iv. Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang lebih akurat. v. Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-masing klinisi. vi. Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian budget anggaran. vii. Mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan Clinical Pathway. c. Bagi Penyandang Dana Pemerintah i. Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan kesehatan. ii. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equitas terhadap masyarakat luas akan akan terjangkau. 30 iii. Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan provider/Pemerintah. iv. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya. 2.1.8. Peraturan Pendukung Program Jaminan Kesehatan Nasional Pemerintah sudah mulai mengeluarkan beberapa peraturan pendukung untuk memberikan payung hukum yang jelas terhadap pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional ini termasuk belum lama peraturan pengganti-pun telah dikeluarkan, berikut peraturannya: a. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Peraturan ini mengatur pelaksanaan Jaminan Kesehatan di Indonesia pada tatanan operasional b. Peraturan Presiden No. 107 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan ini lebih mengatur secara khusus pelayanan kesehatan pada tatanan pemerintah sebagai sasaran utama pada kepesertaan JKN. c. Peraturan Presiden No. 108 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Isi Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial. Peraturan ini berisikan panduan hukum dan legal aspect yang menaungi pelaporan program jaminan sosial dari BPJS kepada pemerintah. 31 d. Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial. Pada peraturan ini mengatur lebih detil mengenai penahapan kepesertaan program jaminan sosial. e. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Peraturan ini merupakan peraturan perubahan untuk peraturan jaminan kesehatan sebelumnya yang dibuat karena ada beberapa pasal yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. 2. 2 Implementasi Kebijakan 2.2.1. Pengertian Implementasi Implementasi sebagai suatu konsep tindak lanjut pelaksanaan kegiatan cukup menarik untuk dikaji oleh cabang cabang ilmu. Hal ini semakin mendorong perkembangan konsep implementasi itu sendiri, disamping itu juga menyadari bahwa dalam mempelajari implementasi sebagai suatu konsep akan dapat memberikan kemajuan dalam upaya-upaya pencapaian tujuan yang telah diputuskan. Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab (2004) dalam bukunya adalah: “Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out 32 (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)”. Sehingga menurut Webster dalam Wahab (2004), Implementasi adalah menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu untuk menimbulkan dampak terhadap sesuatu. Definisi yang lain antara lain menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (1983) dalam buku Hill dan Hupe (2002) sebagaimana dikutip peneliti, bahwa: “Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakaan dasar, biasanya dalam bentuk undang undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya” Menurut Syukur Abdullah (1988) dalam Novayanti (2013) bahwa pengertian dan unsur unsur pokok dalam proses implementasi sebagai berikut: 1. Proses implementasi ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah langkah yang strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran yang ditetapkan semula. 33 2. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesungguhnya dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau dari hasil yang dicapai “outcomes” unsur yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung atau menghambat sasaran program. 3. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak yaitu : a. Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin dilaksanakan dalam ruang hampa. Oleh karena itu faktor lingkungan (fisik, sosial, budaya, dan politik) akan mempengaruhi proses implementasi program program pembangunan pada umumnya. b. Target group yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat program tersebut. c. Adanya program kebijaksanaan yang dilaksanakan. d. Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawaasan implementasi tersebut. 2.2.2. Model Implementasi Kebijakan Grindle Merille S. Grindle (1980) dalam Samodra Wibawa (1994) yang dikutip dari penelitian Sutirin (2006) menyatakan bahwa implementasi kebijakan sebagai keputusan politik dari para pembuat kebijakan yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan, Grindle mengungkapkan pada dasarnya implementasi kebijakan publik ditentukan oleh dua variabel yaitu veriabel konten dan variabel 34 konteks. Variabel konten apa yang ada dalam isi suatu kebijakan yang berpengaruh terhadap implementasi. Variabel konteks meliputi lingkungan dari kebijakan politik dan administrasi dengan kebijakan politik tersebut. Adapun yang menjadi ide dasar dari pemikiran tersebut adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individu dan biaya yang telah disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Tetapi ini tidak berjalan mulus, tergantung implementability dari program itu, yang dapat dilihat pada isi dan konteks kebijakannya. b. Isi kebijakan mencakup : 1. Kepentingan yang mempengaruhi 2. Manfaat yang akan dihasilkan 3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Kedudukan pembuat kebijakan 5. Siapa pelaksana program 6. Sumber daya yang dikerahkan b. Konteks kebijakan mencakup : 1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2. Karakteristik lembaga penguasa 3. Kepatuhan dan daya tanggap 35 Bagan 2.1 Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle (1980) Sumber: Samodera Wibawa, 1994 2.2.3. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn Menurut Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Michael Hill dan Petter L. Hupe (2002) implementasi kebijakan merupakan: 36 “Tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.” Tindakan tindakan yang dimaksud mencakup usaha usaha untuk mengubah keputusan keputusan menjadi tindakan tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha usaha untuk mencapai perubahn perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan keputusan. Menurut Van Meter dan Van Horn ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan tipologi kebijakan kebijakan publik yakni: Pertama, kemungkinan implementasi yang efektif aka bergantung sebagian pada tipe kebijakan yang dipertimbangkan. Kedua, faktor faktor tertentu yang mendorong realisasi atau non realisasi tujuan tujuan program akan berbeda dari tipe kebijakan yang satu dangan tipe kebijakan yang lain. Suatu implementasi akan sangat berhasil bila perubahan marginal diperlukan dan konsensus tujuan adalah tinggi. Sebaliknya bila perubahan besar ditetapkan dan konsensus tujuan rendah maka prospek implementasi yang efektif akan sangat diragukan. Disamping itu kebijakan kebijakan perubahan besar/konsesnsus tinggi diharapkan akan diimplementasikan lebih efektif daripada kebijakan kebijakan yang mempunyai perubahan kecil dan konsensus rendah. Dengan demikian konsensus tujuan akan diharapkan pula mempunyai dampak yang besar pada proses 37 implementasi kebijakan daripada unsur perubahan. Dengan saran saran atau hipotesis-hipotesis seperti ini akan mengalihkan perhatian kepada penyelidikan terhadap faktor faktor atau faktor-faktor yang tercakup dalam proses implementasi menjadi sesuatu hal yang penting untuk dikaji. Bagan 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Horn dan Van Metter (1975) Ukuran dan Tujuan Kebijakan Komunikasi antar organisasi pelaksana Karakteristik organisasi pelaksana Sikap para pelaksana Prestasi kerja Sumber Daya Lingkungan: ekonomi, sosial, dan politik Sumber: Michael Hill and Peter L. Hupe (2002 2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kebijakan Ada 6 faktor menurut Van Metter dan Van Horn (1975) dalam Novayanti (2013) yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu: 38 1. Ukuran dan Tujuan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006). 2. Sumber Daya Menurut Meter dan Horn (1975), keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang disyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya financial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka memang terjadi persoalan sulit untuk merealisasikan apa yuang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik tersebut, demikian halnya dengan sumber daya 39 waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan. 3. Karakteristik Organisasi Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi nonforrmal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilku dasar manusia maka dapat dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambran yang pertama. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menetukan agen pelaksana maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan. Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan: 40 a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan. b. Tingkat pengawasan hirarki terhadap keputusan keputusan sub unit dan proses proses dalam badan badan pelaksana. c. Sumber sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara anggota anggota legislatif dan eksekutif). d. Vitalitas suatu organisasi. e. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu individu diluar organisasi. f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan “pembuat keputusan” atau “pelaksana keputusan”. 4. Sikap (disposition) para pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja impelementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yanjg mengenal betul persolan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, permasalahan yang warga ingin selesaikan. keinginan, atau 41 5. Komunikasi antar Organisasi Pelaksana Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van Horn dan Van Mater, apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber informasi. Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik, semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalamk suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi, begitu pula sebaliknya. 6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan social ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja imlementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan 42 kekondusifan kondisi lingkungan external. Van Meter dan Van Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi sosial dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengaruhi karakter badan badan pelaksana, kecenderungankecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri .kondisi kondisi lingkungan dapat mempunyai pengaruh yang penting pada keinginan dan kemampuan yuridiski atau organisasi dalam mendukung struktur-struktur, vitalitas dan keahlian yang ada dalam badan badan administrasi maupun tingkat dukungan politik yang dimilki. Kondisi lingkungan juga akan berpengaruh pada kecenderungan kecenderungan para pelaksana. Jika masalah masalah yang dapat diselesaikan oleh suatu program begitu berat dan para warga negara swasta serta kelompok kepentingan dimobilsir untuk mendukung suatu program maka besar kemungkinan para pelaksana menolak program tersebut. Lebih lanjut Van Meter dan Van Hon menyatakan bahwa kondisi kondisi lingkungan mungkin menyebapkan para pelaksana suatu kebijakan tanpa mengubah pilihan pilihan pribadi mereka tentang kebijakan itu. Akhirnya, faktor-faktor lingkungan ini dipandang mempunyai pengaruh langsung pada pemberian pemberian pelayanan publik. Kondisi kondisi lingkungan mungkin memperbesar atau membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan kecenderungan para pelaksana dan kekuatan kekuatan lain dalam model ini juga mempunyai pengaruh terhadap implementasi program. 43 Bila faktor lingkungan sosial, ekonomi dan politik mempengaruhi implementasi kebijakan maka hal ini juga berlaku untuk faktor lainnya. Implementasi suatu program merupakan suatu yang kompleks, dikarenakan banyaknya faktor yang saling berpengaruh dalam sebuah sistem yang tak lepas dari faktor lingkungan yang cenderung selalu berubah. Proses implementasi dalam kenyataannya dapat berhasil, ditinjau dari wujud hasil yang dicapai (outcome). Karena dalam proses tersebut terlibat berbagai unsur yang dapat bersifat mendukung maupun menghambat pancapaian sasaran program. Jadi untuk mengetahui keberhasilan program adalah dengan membandingkan antara hasil dengan pencapaian target program tersebut. Peneliti lebih memilih menggunakan pendekatan model proses Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn (1975) karena melihat kemudahan pada proses pelaksanaan di lapangan, Metter dan Horn fokus untuk melihat keberhasilan kebijakan/program dari sudut pandang penyelenggaraan program tersebut. Jika dibandingkan dengan model Implementasi Grindle yang hampir serupa namun hanya berbeda pada beberapa faktor, lebih menitik-beratkan pada kebijakan yang mengatur (ukuran dan tujuan) tersebut yang mempengaruhi implementasi, walaupun Grindle memasukkan faktor Komunikasi, SDM, dan Disposisi sebagai penentu keberhasilan implementasi. 44 2. 3 Implementasi Kebijakan sebagai Implementasi Program 2.3.1. Pengertian Program Secara umum pengertian program adalah penjabaran dari suatu rencana atau kebijakan yang telah dibuat. Dalam hal ini program merupakan bagian dari dari perencanaan. Sering pula diartikan bahwa program adalah kerangka dasar dari pelaksanaan suatu kegiatan. Untuk lebih memahami mengenai pengertian program, berikut ini akan dikemukakan beberapa defenisi oleh para ahli: Pariata Westra dkk (1989) dalam Novayanti (2013) menyatakan bahwa: “program adalah rumusan yang memuat gambaran pekerjaan yang akan dilaksanakan beserta petunjuk cara cara pelaksanaanya” Hal yang sama dikemukakan oleh Sutomo Kayatomo (1985) dalam Novayanti (2013) yang mengatakan bahwa: “program adalah rangkaian aktifitas yang mempunyai saat permulaan yang harus dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapatkan suatu tujuan” Manullang (1987) dalam Novayanti (2013) yang menyatakan bahwa: “sebagai unsur dari suatu perencanaan, program dapat pula dikatakan sebagai gabungan dari politik, prosedur, dan anggaran, yang di maksudkan untuk menetapkan suatu tindakan untuk waktu yang akan datang” Siagian (1986) dalam Novayanti (2013) menyatakan bahwa: “penyusunan program kerja adalah penjabaran suatu rencana yang telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga program kerja itu memiliki ciri-ciri operasional tertentu” 45 Dengan penjabaran yang tepat terlihat dengan jelas paling sedikit 5 hal yaitu: a. Berbagai sasaran konkrit yang hendak dicapai. b. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. c. Besarnya biaya yang diperlukan beserta identifikasi sumbernya. d. Jenis jenis kegiatan operasional yang akan dilaksanakan. e. Tenaga kerja yang dibutuhkan, baik ditinjau dari sudut kualifikasinya maupun ditinjau dari segi jumlahnya. Suatu program yang baik menurut Bintoro Tjokromidjojo (1987) dalam Novayanti (2013) harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Tujuan yang dirumuskan secara jelas. b. Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut. c. Suatu kerangka kebijkasanaan yang konsisten atau proyek yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan program seefektif mungkin. d. Pengukuran ongkos ongkos yang diperkirakan dan keuntungan keuntungan yang diharapakan akan dihasilkan program tersebut. e. Hubungan dengan kegiatan lain dalam usaha pembangunan dan program pembangunan lainnya. Suatu program tidak dapat berdiri sendiri. f. Berbagai upaya dibidang manajemen, termasuk penyediaan tenaga, pembiayaan, dan lain lain untuk melaksanakan program tersebut. Dengan demikian dalam menentukan suatu program 46 harus dirumuskan secara matang sesuai dengan kebutuhan agar dapat mencapai tujuan melalui partisipasi dari masyarakat. Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa di dalam proses pelaksanaan suatu program sekurang kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak ada menurut Syukur Abdullah (1987) dalam Novayanti (2013) antara lain sebagai berikut: a. Adanya program (kebijakan) yang dilaksanakan. b. Target group (kelompok sasaran), yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan. c. Implementer (unsur pelaksana) baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut. 2.3.2. Implementasi Program Program dalam konteks implementasi kebijakan publik terdiri dari beberapa tahap, yaitu: a. Merancang (design) program beserta perincian tugas dan perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi yang jelas serta biaya dan waktu. b. Melaksanakan (application) program dengan mendayagunakan struktur struktur dan personalia, dana serta sumber sumber lainnya, prosedur dan metode yang tepat. 47 c. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana pengawasan yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan kebijakan. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa suatu program diimplementasikan, terlebih dahulu harus diketahui secara jelas mengenai uraian pekerjaan yang dilakukan secara sistematis, tata cara pelaksanaan, jumlah anggaran yang dibutuhkan dan kapan waktu pelaksanaannya agar program yang direncanakan dapat mencapai target yang sesuai dengan harapan. Parsons (1995) dalam buku Hill dan Hupe (2002) membuat perbedaan antara implementasi dan evaluasi, dengan menunjukkan bahwa menurutnya evaluasi lebih kepada bagaimana kebijakan publik dan orang-orang yang melaksanakannya dapat dinilai, diaudit, dihargai dan dikendalikan. Untuk pemahaman lebih lanjut mengenai perbedaan implementasi dan evaluasi melalui tabel 2.1. Tabel 2.1. Perbedaan Pendekatan Penelitian Impelementasi dan Evaluasi menurut Parsons (1995) Sasaran Implementasi Evaluasi Tindakan Penelitian Proses/tingkahlaku Deskripsi Output Pemaparan Outcome Uji dan Pengembangan teori Hubungan Kausalitas Keputusan Analisa Outcomes – hubungan Value Judgements (Keputusan nilai berdasarkan Nilai) Sumber: Michael Hill dan Petter L. Hupe (2002) 48 Implementasi program merupakan bagian integral dari implementasi kebijakan menggunakan konotasi yang dilakukan, implementasi peneliti program memilih adalah untuk mengoperasionalkan sebuah kebijakan dalam bentuk pelaksanaan program. Dengan demikian peneliti berharap nantinya dengan melihat implementasi program ini mampu menggambarkan serangkaian proses implementasi yang terbentuk. 2. 4 Kerangka Teori Secara garis besar implementasi merupakan setiap kegiatan yang dilakukan menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Upaya untuk memahami adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan fakta yang telah terjadi dam menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya suatu pelaksanaan. Menurut teori Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn (1975) terdapat 6 faktor yang mempengaruhi implementasi program. Berikut kerangka teori yang peneliti gunakan pada penelitian mengenai implementasi kebijakan yang diambil dari Model Proses Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn (1975): 49 Bagan 2.3 Kerangka Teori Model Proses Implementasi Kebijakan (Van Metter & Van Horn, 1975) Ukuran dan Tujuan Kebijakan Komunikasi antar organisasi pelaksana Karakteristik organisasi pelaksana Sikap para pelaksana Prestasi kerja Sumber Daya Lingkungan: ekonomi, sosial, dan politik Sumber: Michael Hill dan Petter L. Hupe (2002) Dari kerangka teori diatas, prestasi kerja sebuah implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 6 faktor, yaitu sikap pelaksana, ciri agen pelaksana, lingkungan, sumber daya, ukuran dan tujuan, dan komunikasi antar organisasi pelaksana. Keseluruhan faktor ini berhubungan secara tidak langsung. Namun pada pelaksanaannya keterkaitan hubungan dari setiap faktor tidak dapat didefinisikan secara langsung keterkaitannya, sehingga keenam faktor tersebut menurut Van Meter dan Van Horn harus mampu terimplementasi dengan baik dan tepat sasaran tanpa menutup kemungkinan keharusan melihat keterkaitan hubungan antar faktor. BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1. Kerangka Pikir Untuk mempermudah pemahaman dalam menganalisa implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan maka disusunlah sebuah kerangka pikir. Berdasarkan kerangka teori pada bab sebelumnya, peneliti menggunakan model pendekatan implementasi kebijakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975) yang dikenal dengan A Model of the Policy-Implementation Process (Model Proses Implementasi Kebijakan) yang sudah diadaptasi untuk implementasi program. Ada 6 (enam) faktor yang mempengaruhi implementasi pada penelitian ini, yaitu: (1) ukuran dan tujuan kebijakan; (2) sumber daya; (3) karakteristik pelaksana; (4) sikap pelaksana; (5) komunikasi antar pelaksana; dan (6) lingkungan sosial, ekonomi, dan politik. Sedangkan untuk membahas bagaimana implementasi program JKN di Rumah Sakit peneliti menggunakan pendekatan mekanisme penyelenggaraan yang disusun pemerintah pusat. Dimana terdapat 6 aspek yang harus ada dalam penyelenggaraan program JKN, yaitu: (1) Aspek Regulasi/peraturan perundangan; (2) Aspek Kepesertaan; (3) Aspek Keuangan; (4) Aspek Pelayanan Kesehatan; (5) Aspek Manfaat dan Iuran; dan (6) Aspek Kelembagaan dan Organisasi. 50 51 Berikut kerangka pikir yang dibuat peneliti untuk mempermudah cara berfikir dan pemaparan hasil penelitian ini: Bagan 3.1. Kerangka Pikir Ukuran dan Tujuan Kebijakan Sumber Daya Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional Karakteristik pelaksana Komunikasi antar pelaksana 1. Aspek Regulasi/Peraturan Perundangan 2. Aspek Kepesertaan 3. Aspek Keuangan 4. Aspek Pelayanan Kesehatan 5. Aspek Manfaat dan Iuran 6. Aspek Kelembagaan dan Organisasi Sikap pelaksana Lingkungan: ekonomi, sosial, dan politik Kerangka berfikir ini dibuat oleh peneliti mengadopsi 6 faktor yang mempengaruhi prestasi kerja dalam sebuah implementasi kebijakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975), sehingga dari diketahuinya prestasi kerja, itulah sesungguhnya implementasi yang dilaksanakan. Namun peneliti tidak hanya melihat faktor-faktor tersebut saja. Peneliti juga ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan di lapangan dengan menggunakan pendekatan 6 aspek yang harus ada pada penyelenggaraan JKN yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Sehingga 52 dari segi implementasi terlihat, dan dari segi pelayanan yang diberikan pada implementasi juga terlihat dari faktor dan aspek diatas. 3.2. Definisi Istilah 1. Implementasi Program JKN: merupakan pelaksanaan atau penyelenggaraan atau penerapan rencana yang telah dibuat pemerintah terkait program Jaminan Kesehatan Nasional pada tatanan di PPK lanjutan (Rumah Sakit), pada implementasi kebijakan ini peneliti akan melihat penyelenggaraan program JKN berdasarkan 6 aspek yang harus ada pada penyelenggaraan program JKN yang dibuat pemerintah yaitu: regulasi, kepesertaan, keuangan, pelayanan kesehatan, manfaat dan iuran, serta kelembagaan dan organisasi. 2. Ukuran dan tujuan kebijakan: merupakan standar atau acuan yang dibuat pemerintah untuk menjalankan program, dalam penelitian ini berupa undang-undang, kebijakan, peraturan pemerintah yang merupakan standar dan sasaran dari kebijakan. 3. Sumber Daya: dalam hal ini berupa sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit, baik sumber daya manusia/karyawan, infrastruktur, dan sumber daya finansial. 4. Karakteristik Organisasi Pelaksana: dapat diartikan sebagai karakteristik instansi pelaksana kebijakan atau yang lebih dikenal dengan tindakan instansi dalam menyikapi program, dalam hal ini berupa peraturan rumah sakit, SOP, dll. 53 5. Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana: Peneliti akan melihat komunikasi tersebut dari interaksi proses klaim RSU Kota Tangerang Selatan kepada BPJS. Dengan melihat di lapangan nantinya akan dapat disimpulkan bagaimana komunikasi yang terbentuk antar lembaga ini. 6. Sikap (disposisi) Para Pelaksana: sikap berupa penerimaan atau penolakan dari para pelaksanaan program. Sikap ini terlihat dari respon pelaksana di lapangan mengenai program JKN, apakah menolak, mendukung, atau menerima saja program ini, karena progam JKN merupakan kebijakan top down. Sikap pelaksana program yang meliputi kesadaran, arahan, dan intensitas tanggungjawab terhadap implementasi kebijakan. Dengan melihat sikap dari pelaksana di RSU, akan menentukan seberapa besar tingkat pengimplementasian program. 7. Lingkungan: ekonomi, sosial, dan politik: ditilik sebagai kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi dalam wilayah rumah sakit terkait program yang dijalankan, sejauh mana peran pemerintah daerah mendukung program JKN hingga mempengaruhi program terhadap kehidupan politik, sosial, dan ekonomi di lingkungan pengguna pelayanan dan pemberi pelayanan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa gambaran dan kata-kata tertulis atau lisan dari informan serta perilaku yang diamati. Strategi penelitian yang digunakan peneliti adalah eksplorasi terhadap proses, aktivitas, dan peristiwa (Creswell, 2010). Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tujuan ingin menggali lebih dalam dari berbagai sumber dan informan mengenai pelaksanaan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 (dua) bulan dimulai sejak bulan Maret hingga April 2014. 4.3. Informan Penelitian Pemilihan informan ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Pemilihan informan yang berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya orang yang paling mengetahui atau mempunyai otoritas pada objek atau situasi yang akan diteliti. Sehingga Informan tersebut mampu memberikan 54 55 petunjuk kemana saja peneliti dapat melakukan pengumpulan data (Sugiyono, 2008). Informan yang menjadi narasumber pengumpulan data primer di RSU Kota Tangerang Selatan antara lain adalah: a. 1 orang Penanggung Jawab Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan. b. 1 orang Verifikator BPJS di RSU Kota Tangerang Selatan. c. 1 orang Kepala Seksi Pelayanan Medis RSU Kota Tangerang Selatan. 4.4. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara yang tegolong dalam bagian wawancara mendalam untuk mewawancarai informan terkait dengan pelaksanaan program JKN. Instrumen penelitian lain dalam pengumpulan data adalah pedoman observasi yang disertai dengan melakukan telaah dokumen. Selain itu, peneliti juga menggunakan alat bantu berupa alat tulis, kamera, dan perekam suara agar dapat memperkuat akurasi data. 4.5. Sumber Data Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan yaitu: a. Data primer, adalah data yang didapatkan langsung dari lapangan pada objek penelitian atau field research. Data primer yaitu hasil dari wawancara mendalam dan observasi di lapangan. b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari data yang dimiliki oleh RSU Kota Tangerang Selatan yaitu berupa dokumen-dokumen pendukung 56 penelitian serta sumber-sumber lainnya berupa undang-undang, peraturanperaturan pendukung program, serta dokumen yang diperoleh sepanjang penelitian dari berbagai sumber untuk mendukung penelitian. 4.6. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam adalah salah satu metode yang digunakan dalam penelitian ini, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari informan, atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face). Wawancara mendalam peneliti lakukan kepada pihak RS yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan program JKN. b. Observasi Observasi atau pengamatan merupakan suatu prosedur yang berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. (Notoadmodjo, 2010). Yang peneliti lakukan dalam kegiatan observasi adalah melihat kesesuaian komponen pada pelaksanaan program JKN di RSU Tangerang Selatan antara lain: observasi terhadap alur pelayanan serta pelaksanaan SOP di rumah sakit. c. Telaah Dokumen Telaah dokumen merupakan suatu cara melakukan penyelidikan, kajian, pemeriksaan terkait suatu hal melalui dokumen-dokumen yang 57 mengatur sebuah kegiatan (KBBI, 2014). Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan undang-undang, dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hasil pengamatan dan wawancara peneliti bandingkan kesesuaiannya menggunakan dokumen-dokumen tersebut. 4.7. Teknik Analisis Data Menurut Jhon W. Creswell (2010) untuk melakukan analisis data pada penelitian kualitatif menggunakan pendekatan linear dan hirarkis yang dibangun dari bawah ke atas, tetapi dalam praktiknya yang peneliti lakukan pendekatan ini lebih interaktif, beragam tahap saling berhubungan dan tidak harus selalu sesuai dengan susunan yang telah disajikan. Pendekatan di atas dapat dijabarkan lebih dalam melalui langkah-langkah analisis berikut ini: 1. Mendapatkan data mentah (transkrip, data lapangan, gambar, dan lainnya) peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data di lapangan, lalu membuat transkrip wawancara, hasil observasi. 2. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Hasil transkrip wawancara, dan observasi dipilah kembali untuk menentukan bagian-bagian yang memang menjadi bahan penelitian, dan disatukan untuk disiapkan untuk dianalisis. 3. Membaca keseluruhan data. Setelah data siap dianalisis, peneliti membaca kembali secara keseluruhan dan melihat apakah ada data yang kurang. 4. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Setelah data dirasakan cukup untuk dianalisis, peneliti melakukan pengkategorian terhadap data 58 yang ada, dengan demikian data tersebut lebih mudah untuk dibaca dan masukkan dalam penulisan laporan. 5. Mendeskripsikan coding-data untuk menjadikan informasi sangat detail. Pada bagian ini, peneliti mengaitkan hasil pengkategorian data tersebut dengan informasi-informasi yang sesuai dan dijadikan satu kesatuan informasi yang padu dan jelas, serta mudah dianalisis. 6. Mengiterpretasikan atau memaknai data dapat berupa interpretasi pribadi peneliti, dengan berpijak kepada kenyataan peneliti membawa kebudayaan, sejarah, dan pengalaman pribadinya dalam penelitian. Intepretasi juga bisa berupa makna yang berasal dari dari perbandingan antara hasil penelitian dan informasi yang berasal dari teori atau literatur. 4.8. Penyajian Data Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan hasil observasi lapangan dan telaah dokumen. 4.9. Triangulasi Data Triangulasi data yang dilakukan peneliti adalah dengan cara melihat reliabilitas dan validitas data yang diperoleh. Pengambilan data penelitian dilakukan secara terus-menerus baik melalui pengamatan maupun wawancara. Pengamatan dilakukan dua kali untuk menvalidasi hasil observasi, selain untuk menemukan hal-hal yang konsisten, juga dilakukan sebagai upaya untuk 59 memenuhi kriteria reliabilitas data (triangulasi data). Model triangulasi data yang dapat dilakukan meliputi check (cek), recheck (cek ulang), dan cross recheck (cek silang). Pada praktiknya peneliti hanya bisa melakukan triangulasi dengan check dan recheck, hal ini dikarenakan peneliti tidak memiliki informan lain yang sesuai dengan kebutuhan data yang diinginkan. BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Informan Penelitian Informan pada penelitian ini terdiri dari Penanggung Jawab/Koordinator Program Jaminan, Verifikator BPJS, Kasie Pelayanan Medis di RSU Kota Tangerang Selatan. Untuk menguatkan serta mendapatkan permasalahan pada implementasi program JKN ini, peneliti mewawancarai pengunjung/pasien pengguna program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan. Berikut data informan pada penelitian ini yang disajikan dalam bentuk tabel: Tabel 5.1. Informan Penelitian Kode Informan Usia Pendidikan Lama Terakhir Bekerja Jabatan/Pekerjaan Pelaksana Program JKN RS-1 28 tahun D-3 4 tahun Koordinator Jaminan RS-2 26 tahun S-1 1 bulan Verifikator BPJS RS-3 40 tahun S-1 4 tahun Kasie. Pelayanan Medis Sumber: Form Identitas Informan, 2014 60 61 5.2. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan 5.2.1. Profil Singkat RSU Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Selatan adalah kota yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Hal ini menjadikan Kota Tangerang Selatan berpenduduk sangat padat dan banyak kaum pendatang, yang menyebabkan timbulnya permasalahan, diantaranya kemiskinan dan kesehatan. Kota Tangerang Selatan telah memiliki 25 Puskesmas (diantaranya 21 Puskesmas rawat inap dan 4 Puskesmas non rawat inap) yang memberikan pelayanan kesehatan khususnya masyarakat Kota Tangerang Selatan namun dirasakan belum sepenuhnya memadai, dimana kasus rujukan ke Rumah Sakit cukup tinggi, sementara jarak Rumah Sakit Pemerintah dari Kota Tangerang Selatan relatif jauh (RSUP Fatmawati, RSCM, dll). Berdasarkan kondisi tersebut Pemerintah Kota Tangerang Selatan pada tahun 2010 melalui Dinas Kesehatan mulai mendirikan Rumah Sakit Umum Pemerintah Kota Tangerang Selatan dengan menempati bangunan sementara di Jl. Surya Kencana No. 01 Pamulang yang diresmikan oleh Gubernur Banten, Hj. Ratu Atut Chosiyah pada tanggal 07 April 2010 yang bertepatan dengan Hari Kesehatan Sedunia dengan nama RSUD As-Sholihin. Direktur pertama RSU Kota Tangerang Selatan dipimpin oleh drg. Hj. Ida Lidia. RSU Kota Tangerang Selatan berdiri diatas lahan seluas 2580 m² dengan luas bangunan 10.900 m². 62 RSU Kota Tangerang Selatan kini telah menjadi SKPD dengan Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang Selatan dan melantik drg. Yantie Sari sebagai Direktur di RSU Kota Tangerang Selatan. Lalu pada 6 Februari 2012 terjadi pergantian kembali, jabatan direktur RSU Kota Tangerang Selatan pada masa itu dijabat oleh Hj. Neng Ulfah, S.Sos., M.Si. Namun sejak akhir tahun 2013 hingga sekarang jabatan direktur RSU Kota Tangerang Selatan dijabat oleh drg. Maya Mardiana, MARS. RSU Kota Tangerang Selatan telah menempati gedung baru di Jl. Raya Pajajaran No. 101 Pamulang, dengan bangunan 5 lantai yang berkapasitas 133 tempat tidur, serta efektif terpakai 133 Tempat Tidur dengan 13 Tempat Tidur UGD, 70 Tempat Tidur Rawat Inap, 24 Tempat Tidur Kebidanan, dan berkembang dengan bertambahnya pelayanan Tempat Tidur untuk Rawat Inap Umum dan NICU 16 Tempat Tidur. 5.2.2. Visi dan Misi Visi RSU Kota Tangerang Selatan adalah “Menjadi Rumah Sakit Pilihan yang bermutu dan Amanah (Aman, Nyaman, Mandiri, Ramah) di Kota Tangerang Selatan “. Dengan misi sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu, modern dan terstandarisasi. 2. Meningkatkan SDM kesehatan yang profesional dan religius. 63 3. Meningkatkam Sistem Informasi yang terbuka dan menerima globalisasi sesuai kebutuhan masyarakat yang bermartabat. 4. Berupaya mengikuti perkembangan IPTEK, serta sarana pendukung yang berkualitas dan berwawasan lingkungan. 5.2.3. Tujuan Tujuan RSU Kota Tangerang Selatan adalah Memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai dengan standar dan profesionalisme untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 5.2.4. Motto Motto dari RSU Kota Tangerang Selatan adalah “Melayani Sepenuh Hati”. 5.2.5. Lokasi Pada tahun 2010-2011 berlokasi di Puskesmas Pamulang, dan sejak 29 Maret 2012 pindah ke Jl. Raya Padjadjaran No. 101, Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Telepon: (021) 74718440, Fax: (021) 74718378, Email: [email protected] 5.2.6. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 64 Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan pelayanan medis; b. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non medis; c. Penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan; d. Penyelenggaraan pelayanan rujukan; e. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; f. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan; dan g. Penyelenggaraan administrasi umum dan keuangan. 5.2.7. Data Demografis Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Banten tahun 2013, Kota Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk yang relatif meningkat dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan sebanyak 1.303.569 jiwa (data BPS 2010) pada tahun 2010, meningkat menjadi 1.361.000 jiwa pada tahun 2013. Dan hal ini akan terus meningkat seiring perkembangan serta peningkatan mobilitas penduduk di perbatasan kota Tangerang Selatan. 5.2.8. Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan Berikut strukur oraganisasi RSU Kota Tangerang Selatan beserta keterangannya: 65 Bagan 5.1. Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan DIREKTUR KABAG. TATA USAHA KASUBBAG. KEUANGAN KABID. KEPERAWATAN KABID. PELAYANAN MEDIS KASUBBAG. UPEVAPOR KABID. PENUNJANG KASIE. PELAYANAN MEDIS KASIE. ASUHAN KEPERAWATAN KASIE. PENUNJANG MEDIS KASIE. PELAYANAN NON MEDIS KASIE. RANAP & RAJAL KASIE. PENUNJANG NON MEDIS Sumber: Profil RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 Keterangan : 1. Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan dipimpin seorang Direktur. Dalam menjalankan tugasnya seorang direktur dibantu Satu Kepala Bagian Tata Usaha dan tiga orang Kepala Bidang. 2. Bagian Tata Usaha membawahi Sub Bagian Keuangan dan Sub Bagian Umum dan Perencanaan dan Evapor. Sub Bagian Keuangan bertanggung jawab atas Penata Usaha Keuangan, Bendahara, Kasir, Asuransi Kesehatan. Sementara Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi Pelaporan bertanggung jawab terhadap 66 Evapor, Kepegawaian, Diklat dan Kemitraan, Perlengkapan, Humas dan Marketing, Tata Usaha, dan Rumah Tangga. 3. Ketiga Bidang itu meliputi: Bidang Pelayanan Medis, Bidang Keperawatan, dan Bidang Penunjang. Bidang Pelayanan Medis dibantu Seksi Pelayanan Medis dan Seksi Pelayanan Non Medis. Seksi Pelayanan Medis bertanggung jawab atas Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat. Sementara Seksi Pelayanan Non Medis bertanggungjawab unitunit Non Medis seperti Rekam Medis, Pendaftaran Rawat Jalan, Pendaftaran Rawat Inap, Promosi Kesehatan dan Pusat Informasi. 4. Bidang Keperawatan membawahi Seksi Rawat Jalan dan Rawat Inap dan Seksi Asuhan Keperawatan. Meski tidak membawahi langsung tetapi Bidang Keperawatan tetap berhubungan dengan Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Gizi. 5. Bidang Penunjang membawahi Seksi Penunjang Medis dan Seksi Penunjang Non Medis Seksi Penunjang Medis meliputi Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi Gizi. Seksi Penunjang Non Medis meliputi: IPSRS dan Kesling, laundry dan SIRS. 67 5.2.9. SDM RSU Kota Tangerang Selatan Sumber daya manusia di RSU Kota Tangerang Selatan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Kontrak (TKK). Untuk proporsi pekerjaan dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Jumlah Pegawai RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 No. Jabatan PNS TKK TOTAL 1 Dokter Spesialis 15 10 25 2 Dokter Umum 16 17 33 3 Dokter Gigi 2 0 2 4 Perawat (pns: 25,tkk: 60 / bidan pns:16,tkk:25) 41 170 211 5 Perawat Gigi 1 0 1 6 Apoteker 4 1 5 7 Asisten Apoteker 3 9 12 8 Rekam Medik 1 8 9 9 Analis Kesehatan 4 9 13 10 Gizi 3 15 18 13 Managemen/Staf 25 0 25 14 Kasir 0 12 12 15 Pendaftaran 0 19 19 16 Supir Ambulan 0 5 5 17 Supir Operasional 0 1 1 18 Pemulasaran Jenazah 0 5 5 19 IPSRS/Elektromedis 1 5 6 20 Radiologi 1 9 10 21 Teknisi/STM 0 4 4 22 Kesehatan Lingkungan 0 2 2 68 No. Jabatan PNS TKK TOTAL 23 Refraksiones/fisioterapi 0 2 2 24 Kurir 0 8 8 25 Admin S1 Pelayanan/ Management 0 13 13 26 Admin SMA, Pelayanan/ Management 0 9 9 27 Admin D3, Pelayanan/ Management 0 7 7 28 Admin S2, Pelayanan/ Management 0 2 2 117 342 459 TOTAL 459 sumber: Profil RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 5.3. Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan Program Jaminan Kesehatan Nasional merupakan program pemerintah dalam rangka menjamin setiap warga negara Indonesia dengan sistem penjaminan kesehatan secara nasional. Selama ini penjaminan kesehatan hanya diperuntukkan kepada orang miskin dan tidak mampu yang dibantu dalam skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Berikut pemaparan mengenai penyelenggaraan kebijakan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan berdasarkan kerangka konsep yang peneliti adopsi dari Van Meter dan Van Horn. 5.3.1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan 1. Peraturan Pelaksana Program JKN Ukuran dan tujuan kebijakan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi program 69 Jaminan Kesehatan Nasional, khususnya di RSU Kota Tangerang Selatan. Agar program dapat berjalan lancar, peraturan ini harus dipahami oleh setiap pelaksana di lapangan, baik rumah sakit maupun BPJS Kesehatan. Secara fakta dilapangan salah seorang informan yang merupakan penanggung jawab Program Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan memiliki Buku Kumpulan Peraturan Jaminan Kesehatan yang didalamnya terdapat 4 macam regulasi, yaitu Undang-undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Undang-undang No. 24/2011 tentang BPJS, Peraturan Pemerintah No. 101/2012 tentang PBI Jaminan Kesehatan, dan Peraturan Presiden No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan. Secara langsung peneliti juga menanyakan mengenai peraturan-peraturan yang informan ketahui, namun tidak satupun dapat menjelaskan secara jelas jenis dokumen atau regulasi yang mereka ketahui, namun demikian mereka memiliki buku pegangan resmi berisi peraturan-peraturan tersebut dari pemerintah ketika melakukan sosialisasi. Berikut kutipan hasil wawancara peneliti dengan informan terkait nya: “Ada bukunya kita dapat. Kalau peraturan sih maksud saya ya… udah bisa ya, maksudnya bisa buat kita pegangan lah, yang ini boleh, yang ini gak boleh, prosedurnya bagaimana gitu, ini itunya…” (RS – 1) 70 “Sesuai, …ngikutin dari yang yang Permenkes, Perpres juga ada. Ya kita ikut pemerintah aja.” (RS – 2) “sudah kan kita dapat sosialisasi tentang peraturan, saya yang hadir…, banyak peraturan juga, kita ada bukunya dapat pas sosialisasi…” (RS – 3) Kesimpulan yang dapat ditarik dari seluruh pernyataan diatas adalah menurut para informan peraturan yang dibuat oleh pemerintah sudah sangat bisa membantu rumah sakit dalam menjalankan program ini, ditambah lagi seluruh informan menyatakan peraturan yang dibuat pemerintah sudah mampu menjadi pegangan. Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 4 tahun 2013 tentang Sistem Kesehatan Kota dan Perda No. 8 tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan yang mampu menguatkan pelayanan kesehatan di seluruh penyedia pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan termasuk rumah sakit. Selain itu juga, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah juga sudah sering melakukan sosialisasi terhadap peraturanperaturan baru yang muncul, seperti dari pemerintah juga memberikan surat edaran kepada RS mengenai peraturan-peraturan baru, ataupun baik pemerintah pusat maupun daerah sering mengadakan rapat dengan rumah sakit untuk men-sosialisasikan peraturan-peraturan baru tersebut. 71 2. Sasaran Program JKN Kepahaman para pelaksana terhadap tujuan/sasaran dari program JKN juga menjadi salah satu penentu berjalannya program dengan baik dan tepat sasaran. Berikut kutipan wawancara dengan pihak rumah sakit terkait pemahaman informan mengenai kepesertaan program JKN: “…pokoknya yang otomatis itu ASKES, TNI/Polri, Jamkesmas, yang PBI itu, sama Jamsostek, tapi untuk yang PJK (Pemeliharaan Jaminan Kesehatan) aja. Trus, paling nanti, yang udah banyak sekarang ini BPJS Mandiri, jadi yang gak masuk Jamkesmas, TNI/Polri, Jamsostek ya itu masuknya disitu.” (RS-1) “… seluruh masyarakat Indonesia, karena kalau BPJS itu sendiri punya visi semesta 2019 yang maksudnya seluruh masyarakat Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan, …” (RS-2) “...seluruh masyarakat nanti di tahun 2019, saat ini hanya ASKES, Jamkesmas, Polri, TNI…” (RS-3) Dari kutipan hasil wawancara mengenai kepesertaan, peneliti berkesimpulan bahwa semua informan menyatakan sasaran dari program JKN adalah seluruh rakyat Indonesia, namun 2 dari 3 informan (RS-1 dan RS-3) yang ditanya memberikan respon yang sama yaitu menjawab yang menjadi sasarannya secara lebih terperinci yakni, masyarakat yang menjadi peserta secara langsung adalah peserta ASKES, Jamkesmas, Polri/TNI, dan Jamsostek. 72 Dengan demikian informan yang memberikan informasi paham secara umum akan sasaran dari program ini, namun masih kurang paham mengenai pentahapan kepesertaan. Selanjutnya, permasalahan kepesertaan lebih banyak timbul dari peserta-peserta baru pengguna program JKN, terutama untuk banyak dari peserta JKN yang belum paham penggunaan kartu, serta banyak juga yang tidak mengerti alur pelayanan menggunakan kartu. Berikut kutipan hasil wawancara mengenai permasalahan pada aspek kepesertaan di rumah sakit: “…peserta yang bawa kartu BPJS tapi kartunya gak aktif jadi gak bisa diproses…” (RS – 2) “Masalah peserta yang sering ketolak karena gak ada rujukan, kartunya gak bisa diakses ke sistem, itu mereka harus balik lagi ke BPJS yang jauh.” (RS – 3) Permasalah diatas jika disimpulkan banyak terjadi pada peserta Non-PBI (peserta mandiri), lebih kepada sistem yang masih memiliki kendala pada data kepesertaan secara nasionalnya, jika seorang peserta mendaftarkan dirinya sebagai peserta mandiri, dan telah diterima datanya dan telah menyelesaikan tahapan registrasi maka BPJS akan mengeluarkan kartu kepesertaan yang dapat digunakan pada fasilitas kesehatan yang telah ditentukan oleh BPJS sesuai dengan domisili peserta tersebut. Hal ini terjadi karena sistem yang terkadang tidak men-support pelaksanaan di lapangan. 73 5.3.2. Sumber Daya 1. Sumber Daya Manusia Aspek penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang lain adalah SDM pelaksana di Rumah Sakit yang terdiri dari tenaga medis dan non-medis. Untuk kecukupan tenaga medis, dapat dilihat pada tabel dibawah, dan terlihat angka kecukupan untuk pelayanan medis di rumah sakit cukup terlaksana dengan baik dengan jumlah tenaga medis yang cukup memenuhi kebutuhan di rumah sakit. Berikut data tenaga medis di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 yang terdiri dari pegawai tetap (PNS) dan pengawai tidak tetap. Tabel 5.3. Tenaga Medis RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 No. Tenaga Medis Total (orang) 1 Dokter Spesialis 25 2 Dokter Umum 33 3 Dokter Gigi 2 4 Perawat 5 Perawat Gigi 211 1 Sumber:Profil RSU Kota Tangerang Selatan, 2013 Dari jumlah tenaga medis diatas, RSU Kota Tangerang Selatan sudah mampu menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. 74 Pada kenyataan dari hasil observasi yang peneliti lakukan, terdapat 7 orang pada bagian Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan yang bertugas untuk melakukan pemberkasan klaim serta entry data ke sistem INA-CBGs. Untuk verfikator BPJS yang ditempatkan di RSU Kota Tangerang Selatan berjumlah 1 orang. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara peneliti mengenai kecukupan tenaga non-medis di RSU Kota Tangerang Selatan mengemukan beberapa pernyataan yang dikutip sebagai berikut: “SDMnya, kalau dari segi pemberkasan kayanya cukup, tapi kalau bagian entry data itu yang kurang, entry data ke sistem.” (RS – 1) “Kalau dari intern RSnya sih saya kurang tau, karena kan beda tim ya, kalau kita BPJS sendiri cukup, kalau rumah sakit ya dia timnya sendiri.” (RS – 2) “kalau SDM di Jaminan, sudah banyak ya, mungkin dokter kita yang shiftnya ganti, tapi tidak masalah sudah diatur…” (RS – 3) Dari hasil wawancara diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa 2 dari 3 informan merasa masih kekurangan SDM dalam bidangnya karena merasakan kesulitan langsung dalam penyelenggaraan kegiatan di rumah sakit, namun satu informan yang posisi jabatannya lebih tinggi menyatakan SDM yang ada sudah cukup memadai, dan kalaupun terdapat masalah kekurangan SDM hanya bermasalah pada shift dokter jaga maupun dokter yang praktik. 75 Untuk permasalahan pada penyelenggaran program JKN ini terlihat dari kurangnya orang untuk melakukan kegiatan pengadministrasian, sesuai juga dengan paparan dari verifikator BPJS yang pernyataan berhasil dikutip oleh peneliti sebagai berikut: …orang BPJSnya sendiri yanga kurang orang juga, karena peserta kan membludak yang bagian pendaftaran kesulitan juga karena kurang orang, sedangkan bagian kepesertaannya itu cuma sedikit,.. (RS – 2) Selanjutnya hasil observasi dari peneliti membuktikan pada bidang administrasi pendaftaran pasien dengan kartu JKN hanya dilayani oleh 2 orang dan tidak ada orang BPJS langsung yang berada disana. Melihat hal lain juga, jumlah peserta JKN yang meningkat terus dari setiap bulannya. Berikut tabel data kunjungan pasien pengguna program JKN pada bulan Januari dan Februari 2014 yang peneliti peroleh dari tim Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan: Tabel 5.4. Jumlah Kunjungan Pasien JKN di RSU Kota Tangeran Selatan tahun 2014 Jumlah Kunjungan Jenis Kepesertaan BPJS (tahun 2014) Januari Februari 1068 1238 Sumber: Rekapitulasi Kunjungan RSU Tangerang Selatan 2014 76 Dari tabel jumlah kunjungan pasien JKN dan hasil wawancara tersebut, jika disimpulkan dapat dirata-ratakan perhari pasien yang berobat ke RSU Kota Tangerang Selatan dengan menggunakan kartu BPJS bisa mencapai 40-50 peserta setiap harinya dan akan terus bertambah seiring animo masyarakat terhadap program ini, pasien-pasien tersebut sering menumpuk pada jam-jam padat pelayanan, seperti hasil observasi peneliti jam padat pelayanan yaitu pada pukul 09.00–11.00 WIB, sedangkan pembukaan pendaftaran untuk peserta dengan menggunakan Jaminan BPJS dari pukul 07.30 - 11.00 WIB. Estimasi peneliti untuk melayani 1 orang dalam 1 kali kunjungan adalah kurang lebih 5-8 menit tergantung kemudahan dalam pendataan dan pendaftaran pasien, belum lagi jika ada pasien yang sangat sering memerlukan informasi lebih mengenai alur pelayanan yang akan mereka peroleh selanjutnya. Terlihat kesulitan dari bagian administrasi yang hanya berjumlah 2 orang dalam melayani pasien dengan bermacam kendala, seperti surat rujukan dan keterangan lainnya yang tidak lengkap dan memerlukan waktu untuk memberikan penjelasan lebih lanjut. 2. Sumber Daya Finansial Sumber pembiayaan program JKN berasal dari besaran klaim yang dibayarkan oleh BPJS kepada rumah sakit. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai sumber pembiayaan program JKN di RSU 77 Kota Tangerang Selatan, peneliti memperoleh data dari wawancara yang kutipannya sebagai berikut: “…dari klaim ke BPJS aja. Kita kan masih belum BLUD, tapi udah sendiri, jadi kaya SKPD sendiri gitu, jadi anggarannya itu masih di subsidi Pemkot Tangsel. Jadi masih disubsidi dana untuk obat-obatnya. juga Alkesnya….” (RS – 1) “Klaim BPJS” (RS – 2) “…kalau JKN dari BPJS, kalau E-KTP dari Pemkot, ada juga subsidi dana alkes sama obat…, …sudah cukup ya, kita kan subsidi juga…” (RS – 3) Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa di RSU Kota Tangerang Selatan sendiri untuk dana pennyelenggaraan program JKN bersumber dari pembayaran klaim yang dikeluarkan BPJS kepada rumah sakit, namun ada pendapat informan yang juga menyatakan bahwa dana BPJS tidak hanya untuk membiayai program JKN dan operasionalnya, karena ternyata RSU Kota Tangerang Selatan mendapatkan dana alokasi khusus karena posisinya sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tersendiri. Sehingga untuk obat-obatan dan alat kesehatan, RSU Kota Tangerang Selatan mampu memenuhi kebutuhannya dari dana alokasi pemerintah kota Tangerang Selatan tersebut. Selain itu juga, untuk dana klaim program JKN kepada BPJS tidak secara langsung diterima oleh rumah sakit sehingga rumah sakit tidak bisa menggunakan pendanaan secara langsung, seluruh 78 dana hasil klaim dari rumah sakit kepada BPJS masuk ke dalam Kas Daerah, hal ini dikarenakan posisi RSU Kota Tangerang Selatan yang merupakan SKPD tersendiri yang tidak boleh secara langsung mengelola dana secara mandiri, sehingga rumah sakit harus sesegera mungkin mengajukan pencairan dana klaim kepada Penanggung Jawab Kas Daerah agar dapat digunakan untuk biaya pelayanan. Pada pelaksanaan di lapangan, mekanisme diatas memang terlaksana, namun tidak adanya dokumen ataupun skema yang mengatur alur pencairan ini. Berdasarkan paparan diatas peneliti membuat alur pencairan dana klaim dari BPJS ke Rumah Sakit, berikut alurnya. Kesimpulan yang dapat ditarik dari paparan diatas adalah pembiayaan atas penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan bersumber dari pembayaran klaim oleh BPJS kepada rumah sakit, untuk penggunaan dana tersebut tidak dapat dilakukan pengelolaannya secara langsung oleh rumah sakit, harus melalui pencairan kembali kepada Kas Daerah, hal ini disebabkan posisi RSU Kota Tangerang Selatan adalah SKPD dibawah Pemerintah Kota Tangerang Selatan, sehingga jika rumah sakit ingin mencairkan dana tersebut, harus melalui Kas Daerah. Seyogyanya berdasarkan Peraturan Presiden No. 12/2013, menyatakan BPJS wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima 79 belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Namun pada kenyataanya permasalahan terkait lamanya klaim yang dikeluarkan oleh BPJS memang menjadi masalah bersama, kesalahan pada operator (pelaksana) juga terlihat, dari observasi peneliti ternyata klaim dari rumah sakit memang telat dilaporkan kepada BPJS, sehingga BPJS-pun tidak bisa melakukan pembayaran tagihan kepada rumah sakit. Berikut kutipan hasil wawancara dengan pihak BPJS dan Rumah Sakit terkait klaim tagihan yang lama cair. “…dulu kita ada ngaretnya dari Jamkesmasnya ya, dulu pas jamkesmas pernah telat 3 bulan, nah kalau sekarang mah bagus ya kata saya, februari aja udah mau closing, kalau dulu kan bulan ini aja nih bulan april, masih ngerjain yang 2013.” (RS – 1) “…karena sistemnya BPJS juga yang belum support banget jadi banyak klaim tagihan yang belum dibayarkan…” (RS – 2) “Trus, sistem BPJS klaimnya juga masih lama kaya pas askes dulu…” (RS – 3) Dari paparan diatas jika disimpulkan bahwa rumah sakit juga mengalami kesulitan dalam melakukan pemberkasan, karena masih banyak berkas penagihan klaim yang tidak lengkap, seperti masih adanya ketidak-sesuaian coding CBGs yang dilakukan oleh dokter, membuat tim pemberkasan harus kembali kepada dokter untuk meminta persetujuan merubah diagnosa berdasarkan pathway penyakit yang hanya bisa ditentukan oleh dokter yang menangani pasien. 80 Selanjutnya ada juga permasalahan dengan lamanya pemberkasan yang dilakukan pihak rumah sakit membuat kerja verifikator di BPJS terkendala, sehingga baik rumah sakit maupun BPJS tidak dapat mendesak secara langsung. Peraturan yang baru dibuat seiring program berjalan, seperti saat ini pemberkasan harus sudah masuk ke bagian verifikasi BPJS maksimal 5 hari setelah dilakukan pemberkasan menurut Koordinator Jaminan RSU, sehingga harapan mereka untuk bulan-bulan selanjutnya tidak akan terjadi lagi keterlambatan pengajuan klaim dari rumah sakit. Dalam beberapa kasus ini sering terjadi, di daerah-daerah lain dari berbagai sumber peneliti juga memperoleh informasi mengenai selisih nilai tarif pelayanan yang dikeluarkan RS dengan yang di di nilai tarif di paket INA-CBGs. Dari hasil wawancara dengan Koordinator Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan yang berhasil penulis kutip sebagai berikut: “…nah kan harus dapat suntik Insulin kan satu insulin aja 200 ribu, sedangkan yang dibayarkan BPJS itu cuma 160 ribu, belum dokter, belum yang lain kan…” (RS – 1) Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata kasus perbedaan nilai tarif pelayanan dengan nilai paket INACBGs terjadi perbedaan, namun dikarenakan RSU Kota Tangerang Selatan merupakan SKPD dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang masih mendapatkan subsidi untuk biaya obat dan alat kesehatan, perbedaan tarif ini tidak begitu dirasakan oleh rumah 81 sakit. Perbedaan tarif ini terjadi karena rumah sakit sudah terlebih dahulu membeli obat dengan harga yang tinggi, sedangkan nilai ganti dari klaim yang diberikan BPJS tidak sesuai dan dapat memenuhi penggantian 100% penggunaan anggaran obat di RSU Kota Tangerang Selatan. 3. Sumber Daya Sarana dan Prasarana Bersumber dari UU No. 40 tahun 2014 Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit dalam hal ini adalah pelayanan medis keperawatan berupa pelayanan kuratif dan rehabilitatif. Yang berarti pelayanan yang diberikan pada tatanan rumah sakit adalah pelayanan tingkat lanjut untuk penyembuhan (kuratif) dan pengobatan tingkat lanjut berupa pemulihan (rehabilitatif). Berikut kutipan wawancara peneliti mengenai pelayanan pada penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan: “Belum, penunjang yang kurang, penunjang medis. Kaya CT-Scan, terus Hemodialisa, kita pengen buka hemodialisa tapi belum, apa,, banyak pasien-pasien yang cuci darah, mereka juga udah request…” (RS-1) “…untuk medisnya masih ada yang kurang ya, karena rumah sakit ini juga masih tipe C, pelayanan polinya masih banyak kurang, jadi banyak pasien disini masih ada di rujuk ke Fatmawati, RSCM…” (RS-2) “kita masih tipe C, jadi ada beberapa penunjang medis yang kurang, kaya CT-Scan…” (RS-3) 82 Dari hasil wawancara, RSU Kota Tangerang Selatan merupakan rumah sakit tipe C yang berarti hanya melayani sedikitnya 4 pelayanan medis spesialistik dan 4 spesialistik penunjang medis, berdasarkan Permenkes No. 340 tahun 2010. Berdasarkan profil RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013 terdapat 14 pelayanan medis dan penunjang medis, pelayanan yang ada di RSU Kota Tangerang Selatan sebagai berikut: 1. Unit Gawat Darurat 2. Rawat Jalan / Poliklinik a. Poli Medical Chek Up (MCU) b. Poli Gigi c. Poli Orthodonty d. Poli Spesialis Anak e. Poli Spesialis Penyakit Dalam f. Poli Spesialis Bedah g. Poli Spesialis Mata h. Poli Spesialis Kandungan& Kebidanan i. Poli Spesialis Paru j. Poli Orthopedi k. Poli Syaraf l. Poli Jiwa 3. Rawat Inap a. Perawatan Umum b. Perawatan Kebidanan dan Kandungan 83 4. Perawatan Intensif a. NICU (Neonatus Intensive Care) b. ICU (Intensive Care Unit) 5. Persalinan 6. Operasi 7. Laboratorium 8. Apotek 24 Jam 9. KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) 10. Imunisasi 11. Konsultasi Gizi 12. Radiologi 13. USG 14. Laparaskopi Untuk menunjang pelaksanaan program agar berkesinambungan, RSU Kota Tangerang Selatan akan merujuk pasien yang tidak bisa ditangani jika terkendala alat medis yang tersedia dan tenaga medis yang dibutuhkan. Berikut kutipan hasil wawancaranya: “Biasanya ke rumah sakit yang deket, biasa dilarikan ke Sari Asih. Kalau disini sih namanya rujukan parsial…” (RS-1) “kalau gak ada alatnya, kita rujuk ke RS rekanan…” (RS-3) Dari kutipan wawancara diatas dapat disimpulkan untuk penanganan kasus yang tidak dapat diselesaikan di RSU Kota Tangerang Selatan, pihak rumah sakit akan melakukan rujukan 84 parsial kepada rumah sakit rekanan yang telah sama-sama bekerjasama dengan BPJS, dimana yang dimaksud rujukan parsial adalah pasien yang dirujuk hanya untuk pelayanan penunjang yang tidak ada di rumah sakit perujuk, untuk perawatan serta pemulihan tetap akan dilakukan di RSU rumah sakit yang merujuk. 5.3.3. Karaktistik Organisasi Pelaksana Karakteristik atau ciri dari RSU Kota Tangerang Selatan yang merupakan rumah sakit rujukan utama di Kota Tangerang Selatan yang merupakan SKPD tersendiri di Kota Tangerang Selatan harus mampu mempertanggung jawabkan pemanfaatan keuangan subsidi yang diberikan kepada rumah sakit kepada pemerintah kota Tangerang Selatan. Semenjak program JKN berlangsung, pemerintah kota Tangerang Selatan tetap tidak membatasi subsidi dari daerah untuk penyediaan obat-obatan serta alat kesehatan. Untuk faktor karakteristik organisasi pelaksana dilihat dari keseriusan para implementors di lapangan dalam melakukan serangkain penguatan sistem hingga pembuatan peraturan pendukung (Standard Operational Procedure) untuk pelaksanaan program agar berjalan dengan baik. Disini peneliti melihat keseriusan akan terlaksananya program JKN dengan baik dari ada tidaknya peraturan rumah sakit yang dibuat semenjak program ini diluncurkan. 85 Berikut hasil kutipan wawancara peneliti dengan informan di rumah sakit terkait ada tidaknya peraturan atau SOP yang dibuat untuk mendukung program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan: “Ada. Kayaaa... kepesertaannya yang semakin luas, terus eeeee… yaa untuk lebih berimbasnya kepada klaim ya, kaya ada yang satu episode penyakit, tapi kan kalau di rumah sakit itu mereka tetap ditangani kan sama kita, tapi mereka menyebutnya tetap satu episode si BPJSnya. Nah itu, jadi kita Rumah Sakit harus bisa ngomongnyalah ke fungsional, ke dokternya gimana nih, bahwa kalau penyakit ini sebenarnya cuma satu episode, jadi hanya satu yang dibayarkan. Paling itu.” (RS – 1) “…peraturan pemerintah daerah, ada berapa sih yang agak berbeda sekarang, kaya adanya rujukan parsial sekarang, kan kalau yang dulu Jamkesmas itu kita bisa merujuk untuk penunjang aja yang bisa langsung, tapi kalau sekarang gak bisa, jadi kalau mau merujuk penunjang aja harus ACC dulu dari rumah sakit ini baru, dirumah sakit sana diterima, dan rumah sakit ini harus membayar, tidak boleh pasien membayar.” (RS – 1) “dulu tetap harus ke atas untuk validasi, sekarang sudah saya pangkas, selesaiin semua dibawah…” (RS – 1) “Kalau SOP dari BPJSnya sendiri untuk rumah sakitnya sih belum ada ya, cuma katanya kalau di RS sendiri sudah membuat SOP sendiri untuk pelaksanaan program. Jadi kita ikut aja dengan SOP dari pihak rumah sakit buat.” (RS – 2) 86 “sudah dibuat sama kiki, dia buat alur saya udah ACC…, …sedang dibuat SOP pendiagnosaan kasus yang banyak periodenya, itu masalah di dokter gak sama dengan klaimnya…” (RS – 3) Dari paparan hasil wawancara diatas, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa semenjak program JKN diluncurkan rumah sakit memiliki komitmen untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pasien di RSU Kota Tangerang Selatan, hal yang pertama sekali menjadi perhatian peneliti adalah disediakannya tempat pelayanan khusus untuk pengguna jaminan di salah satu sisi lobby rumah sakit, serta dengan membuat beberapa peraturan baru terkait alur pendaftaran, alur validasi, hingga penanganan untuk skema penentuan paket INA-CBGs bagi kasus-kasus tertentu yang memerlukan penjelasan khusus kepada para dokter. Walaupun ketika peneliti menanyakan kembali bentuk fisik/dokumentasi dari peraturan atau SOP itu ada atau tidak, pihak rumah sakit menyatakan belum membuat bentuk fisik dari peraturan tersebut, namun SOP tersebut sudah disosilisasikan kepada para pelaksana, baik untuk bagian medis maupun non-medis. Selanjutnya karakter rumah sakit sebagai pelaksana juga terlihat dari dibuatkannya alur pelayanan yang khusus untuk setiap program di RSU Kota Tangerang Selatan. Alur pelayanan yang dilakukan di RSU Kota Tangerang Selatan berdasarkan hasil observasi pada bagian pendaftaran dan administrasi 87 program jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan akan peneliti jelaskan dalam poin-poin dibawah: 1. Pasien datang akan langsung diterima oleh petugas keamanan (satpam) dan menanyakan kepentingan dari pasien ke rumah sakit. 2. Setelah pasien mengatakan tujuannya untuk berobat, maka petugas keamanan akan mengarahkan pasien untuk mengambil nomor antrian serta melakukan pengecekan berkas penjaminan pasien, apakah peserta tersebut merupakan peserta dengan jaminan kesehatan (BPJS, Jamkesda, dan E-KTP) atau peserta umum. Pengecekan juga dilakukan untuk melihat surat rujukan pasien dari puskesmas (hanya peserta yang mempunyai rujukan dari puskesmas yang dapat dilayani di rumah sakit, terkecuali keadaan darurat), jika ternyata tidak lengkap maka petugas di meja pendaftaran tersebut akan meminta pasien untuk melengkapi terlebih dahulu surat rujukan dari puskesmas tempat domisili peserta JKN yang telah ditentukan BPJS. 3. Jika berkas lengkap, maka akan diarahkan langsung ke bagian administrasi Program JKN yang khusus ada pada sisi kiri ruang pendaftaran. 4. Selanjutnya, pasien mengantri untuk melakukan registrasi di bagian administrasi program JKN, jika setelah diperiksa oleh pihak administrasi dan ternyata datanya lengkap, maka pihak administrasi akan menerbitkan SEP (Surat Eligibilitas Peserta) 88 secara online yang menyatakan bahwa pasien sudah terdaftar di BPJS dan dapat memperoleh layanan yang dibutuhkan, setelah itu petugas akan memberikan nomor antrian untuk ke poli, ataupun pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien. Pasien tidak membayar apapun pada proses administrasi maupun setelah proses pengobatan selesai. 5. Pasien akan diarahkan menuju ruang poli ataupun ruang pelayanan medis yang dibutuhkan oleh petugas keamanan. 6. Setelah dipanggil nomor antrian berobatnya dan selesai mendapatkan pengobatan, pasien bisa langsung ke bagian farmasi (Apotek) rumah sakit yang berada pada bagian depan sisi kanan gedung baru RSU Tangerang Selatan jika ternyata pasien bisa rawat jalan. 7. Jika obat sudah ditebus dan diberikan pengarahan mengenai pedoman meminum obat, pasien boleh langsung meninggalkan rumah sakit. Pasien tidak mengeluarkan biaya apapun untuk menembus obat. 8. Jika pasien ternyata harus dirawat maka akan dilanjutkan proses administrasi rawat inap, jika ternyata harus dirujuk untuk mendapatkan pelayanan lainnya (seperti MRI, Patologi Anatomi, dll), maka pasien akan kembali ke bagian administrasi dan menyerahkan surat rujukannya, jika ternyata memang ada alat medis yang dibutuhkan di RSU Tangerang Selatan akan langsung didisposisi ke bagian yang dibutuhkan tersebut oleh pihak 89 administrasi, jika tidak ada maka pihak administrasi harus merujuk ke rumah sakit rekanan atau rumah sakit yang sudah bekerjasama. Jika peneliti ilustrasikan dari paparan diatas, berikut gambaran bagan proses pelayanan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan yang peneliti buat agar mempermudah memahami alur secara singkat. Bagan 5.5. Alur Pelayanan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan Pendaftaran dan No. Antrian Pemeriksaan Berkas Administrasi Berkas Pulang Ambil Obat di Bagian Farmasi (Apotek) Pemeriksaan di Poli/Pelayanan Medis lainnya Tindak Lanjut Pasien Rujukan Lebih lanjut Sumber: ilustrasi peneliti dari wawancara, 2014 Selanjutnya, kompetensi yang dimiliki oleh rumah sakit merupakan salah satu indikator dari Karakteristik Organisasi Pelaksana, untuk jabatan di rumah sakit sendiri berdasarkan pengamatan serta telaah dokumen yang peneliti lakukan membuktikan bahwa minimal yang menduduki posisi fungsional adalah para 90 pegawai yang sudah bekerja lebih dari 3 tahun, sehingga untuk bidang tersebut sudah sangat dikuasai oleh orang-orang yang lebih lama bekerja. Seperti, dari pengamatan peneliti, penanggung jawab Program Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan sudah lebih dari 4 tahun mengabdi pada bidang pelayanan non-medis, hal ini juga memberikan gambaran pada peneliti bahwa posisi-posisi strategis untuk pelaksanaan dilapangan telah diduduki oleh orang-orang yang tepat. 5.3.4. Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana 1. Penyelenggara Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan Penyelenggara Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan terdiri dari BPJS sebagai penyelenggara program JKN dan RSU Kota Tangerang Selatan sebagai provider (penyedia jasa) program JKN. BPJS yang bertugas melayani wilayah Tangerang Selatan merupakan BPJS Kota Tangerang, karena Tangerang Selatan sendiri belum memiliki Kantor Perwakilan BPJS untuk wilayah ini. Berikut kutipan wawancara dengan Verifikator BPJS yang ditempatkan di RSU Kota Tangerang Selatan: “Untuk wilayah Tangerang Selatan ada 4 orang yang terpencar di 9 rumah sakit, ada satu yang di Sari Asih Ciputat ada yang di BBH “Bhineka Bhakti Husada” ada satu lagi mobile dia 91 megang Cinta Kasih, Permata Sarana Husada, kalau di RSU cuma saya..” (RS-2) Dari hasil wawancara dengan verifikator BPJS diatas menyatakan bahwa untuk wilayah Kota Tangerang Selatan terdapat 4 orang tim dari BPJS yang ditempatkan sebagai verifikator BPJS yang tersebar di 9 rumah sakit yang telah bekerjasama dengan BPJS di kota Tangerang Selatan, ada beberapa verifikator yang memegang 2-3 rumah sakit, untuk RSU Kota Tangerang Selatan sendiri memiliki 1 orang verifikator yang ditempatkan di dalam rumah sakit dan bertanggung jawab untuk menverifikasi pemberkasan hanya di RSU Kota Tangerang Selatan, hal ini dikarenakan RSU Kota Tangerang Selatan merupakan provider utama pelayanan JKN di Tangerang Selatan. . Berikut kutipan hasil wawancara dengan Koordinator Program Jaminan mengenai jumlah tenaga yang bertanggung jawab melaksanakan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan: “…ada 6, sama saya bertujuh, yang beresin berkas 4, yang entry cuma 2 orang, itupun untuk yang BPJS sama yang e-KTP yang gratis.” (RS-1) Berdasarkan kutipan hasil wawancara diatas, rumah sakit sejak awal sudah memiliki tim sendiri yang mengurusi program jaminan, sejak tahun 2013 jumlah tim Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan terdiri dari 1 orang Koordinator Program 92 Jaminan dan 7 orang anggotanya. Keseluruhan tim ini bertanggung jawab langsung kepada Kepala Seksi Pelayanan Non-Medis. 2. Komunikasi Antar Lembaga Pelaksana langsung dilapangan untuk program JKN adalah Rumah Sakit sebagai provider (penyedia jasa) dan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan nasionalnya. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber informasi. Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil, demikian sebaliknya. Koordinasi dan komunikasi yang dibentuk antara RSU Kota Tangerang Selatan dan BPJS Kesehatan dapat terlihat dari kutipan wawancara dibawah: “Nah selama ini kita biasanya kalau ada apa-apa selalu nanya yaa, ke verifikator BPJS kan mereka juga nanti ada channel kesana ke BPJS. mereka kan punya PJnya tuh, kita ke dianya. Jadi segala sesuatu nanya ke dianya gitu, masalah ini gimana, bisa atau gak, terus solusinya gimana, nanti mereka juga yang cariin solusinya. Yang penting komunikasinya jangan putus.” (RS – 1) 93 “…kita hanya berhubungan dengan tim pemberkasan, jadi kita dari tim verifikasi…” (RS – 2) “biasanya lewat desti ya, dia verifikator disini, baru ditempatkan…” (RS – 3) Komunikasi yang dibentuk antara pelaksana program yaitu RSU Kota Tangerang Selatan dan BPJS jika ditarik kesimpulan dari kutipan pernyataan wawancara diatas membuktikan bahwa koordinasi yang terjadi cukup terbangun, serta ketaatan kedua pelaksana terhadap peraturan juga sangat terlihat. Seperti saat ini, RSU berkewajiban untuk segera melakukan pemberkasan terhadap klaim JKN, begitupun BPJS juga harus segera mencairkan dana tagihan klaim sesegera mungkin 15 hari setelah berkas lengkap diterima BPJS. Komunikasi serta koordinasi yang ketat ini sangat membantu proses implementasi berjalan baik. Kedua belah pihak pelaksana dapat disimpulkan saling terbangunnya koordinasi secara tidak langsung dari prosedur ataupun peraturan yang telah dibuat pemerintah pusat. 3. Teknologi Informasi JKN Salah satu aspek terkait komunikasi yang dibangun dalam program JKN adalah sistem informasi teknologi yang digunakan pada program JKN sudah sangat terintegrasi dengan baik. Sistem tersebut adalah SIM (Sistem Informasi Manajemen) BPJS, selain itu ada juga software INA-CBGs yang digunakan tim pemberkasan RSU Kota Tangerang Selatan untuk melakukan pengcodingan 94 penyakit pasien, yang nanti berguna untuk pemberkasan klaim tagihan kepada BPJS. Namun sejalan dengan hal tersebut masih ada masalah yang terjadi seperti yang diutarakan oleh Koordinator Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan yang telah dikutip oleh peneliti sebagai berikut: “…ada masalahnya itu sistemnya, dari kan,, dulu kan namanya kalau di ASKES cetak SJP (surat jaminan pelayanan), sekarang namanya SEP (Surat Eligibilitas Pelayanan) kadang sistemnya sering banget error, suka gak connect, bingung saya itu…” (RS – 1) Dari hasil wawancara diatas, sistem informasi teknologi yang dibuat secara nasional oleh pemerintah masih kurang mendukung, seperti sering terjadi error dan tidak bisa meng-input data pada saat melakukan entry data pasien untuk pemberkasan klaim secara online. Hal ini memperlambat pekerjaan tim Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan yang menyebabkan terlambatnya pemberkasan klaim serta pengajuan klaim ke BPJS. 5.3.5. Sikap Para Pelaksana Sikap para pelaksana dipengaruhi oleh pendangannya terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. 95 Untuk melihat sikap para pelaksana, peneliti melakukan wawancaran mengenai pandangan mereka mengenai program JKN, dari sikap ini nanti akan menggambarkan kinerja program JKN. “…udah ada progress gitu, lebih.. maksudnya lebih apa ya.. udah lebih baik lah, …dulu pas Jamkesmas pernah telat 3 bulan, nah kalau sekarang mah bagus ya kata saya…” (RS – 1) …kalau menurut saya ya. udah ada progress sedikit, mereka itu ditargetinnya…” (RS – 1) … kalau menurut saya sendiri ya.. eeee… itu.. terlalu terburuburu...” (RS – 1) “Saya sih mendukung sekali, bagus programnya…, kalau dilihat dari cita-cita, targetnya gitu bagus sih sebenarnya, Cuma karena masih baru aja kan, jadi kesannya masih berantakan…” (RS – 2) “baik ya, programnya cukup mudah dan lebih jelas karena peraturannya sangat banyak. saya rasa mendingan JKN, gak telat klaimnya, lebih cepat…” (RS – 3) Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa RSU memiliki pandangan yang sama terhadap program JKN, seperti hampir semua informan memberikan respon positif terhadap program dan menganggap program ini baik dan lebih memiliki peraturan yang jelas sehingga akan sulit melakukan kecurangan. Hampir semua informan juga menyatakan program JKN ini lebih baik dari pada program sebelumnya (Jamkesmas). 96 5.3.6. Lingkungan Program JKN merupakan amanat undang-undang yang bersifat mandatory, dimana sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan Pancasila yang menyatakan bahwa “kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sejalan dengan hal tersebut, UU No. 40 tahun 2004 tersebut memberikan amanat kepada negara untuk membuat sebuah sistem kesehatan yang menjamin seluruh masyarakat Indonesia. Namun bertepatan pada peluncurannya yang jatuh pada tahun politik, yaitu pada tahun 2014 juga merupakan pesta demokrasi rakyat Indonesia, yaitu Pemilihan Umum. Berikut kutipan hasil wawancara dari paparan informan terkait dukungan eksternal terhadap program JKN: “pemerintah disini ya sangat mendukung,eee..sering ada rapat koordinasi juga…” (RS – 1) “…kalau saya rasa, kalau dilihat-lihat dari masyarakat animonya sih baik…” (RS – 2) “wah, bingung saya, tapi gak ngaruh juga kali ya, tapi bisa jadi karena mau Pemilu ya…, masyarakat juga aktif nanya ke pendaftaran tempat daftar BPJS dimana, kita kasih tau…” (RS – 3) Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa 2 dari 3 informan menyatakan dukungan dari masyarakat terhadap program cukup baik, terlihat banyaknya pasien-pasien baru yang mendaftar serta berobat di RSU Kota Tangerang Selatan dengan menggunakan program JKN selain itu juga salah satu informan menyatakan 97 pemerintah daerah juga sering melakukan rapat koordinasi untuk program JKN sendiri, hal ini membuktikan pemerintah daerah juga menganggap program ini merupakan program yang penting dan harus terselenggara baik. Selain itu peneliti juga akan mengaitkan, terselenggaranya program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan jauh dari hiruk pikuk pemberitaan yang beredar di media massa. Hal ini salah satu penyebabnya adalah pemerintah kota yang merupakan atasan dari SKPD RSU Kota Tangerang Selatan, telah melakukan penganggaran terhadap rumah sakit untuk kegiatan operasional serta untuk obat dan alat kesehatan. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendukung penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan dapat berjalan tanpa rumah sakit merasakan ketidak adilan yang dirasakan rumah sakit-rumah sakit lain yang mengelola dana kesehatannya sendiri. 5.4. Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah Sakit Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN Ada 6 aspek yang harus diperhatikan pada pelaksanaan program JKN agar terselenggaranya prestasi kinerja terhadap pelayanan yang prima dan sesuai sasaran. Keenam aspek itu adalah: (1) Aspek Regulasi/Peraturan Perundangan; (2) Aspek Kepesertaan; (3) Aspek Keuangan; (4) Aspek Pelayanan Kesehatan; (5) Aspek Manfaat dan Iuran; dan (6) Aspek 98 Kelembagaan dan Organisasi. Berikut paparan untuk setiap aspek dari sudut pandang pelayanan di rumah sakit. 5.4.1. Aspek Regulasi/Peraturan Perundangan Penyelenggaraan jaminan sosial, termasuk di dalamnya jaminan kesehatan, harus didasarkan suatu Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya karena merupakan kebijakan top-downv dan penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sudah sesuai dengan aturan yang diundangkan oleh Pemerintah Pusat. Dasar peraturan perundang-undangan tersebut diperlukan sebagai dasar hukum dipenuhinya hak dan kewajiban publik, yaitu dalam pemberiaan manfaat (benefit) kepada publik yang menjadi peserta. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia secara konstitusional diatur dalam Pasal 28 H dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian implementasinya didasarkan pada dua undang-undang yaitu (a) Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), dan (b) Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). UndangUndang No 40/2004 mengatur programnya, yang secara berkala dapat direvisi untuk memperbaiki atau menambah program, seperti halnya Pemerintah memiliki UU Rencana Pembangunan Jangka Menengah/Panjang. Sedangkan UU 24/2011 mengatur badan penyelenggaranya yang bertugas melaksanakan program-program yang telah diatur dalam UU SJSN, sebagaimana pengaturan 99 Pemerintahan yang harus menjalankan program-program yang telah dirumuskan dalam UU RPJP. Agar jaminan sosial, khususnya jaminan kesehatan, dapat diselenggarakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam dua Undang-Undang tersebut, maka perlu disusun peraturan pelaksanaannya. Peraturan pelaksanaan (Peraturan Pemerintah dan Praturan Presiden) menjadi acuan bagi semua pemangku kepentingan (pekerja, pemberi kerja, Pemerintah, BPJS, fasilitas kesehatan, dan lain-lain) guna mengetahui hak dan kewajibannya. Peraturan pelaksanaan juga merupakan acuan di dalam melakukan evaluasi pencapaian dan kualitas pencapaian jaminan sosial dalam hal ini jaminan kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, perlu diuraikan peraturan yang perlu segera disusun agar jaminan kesehatan dapat diselenggarakan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penyelenggaraan program JKN dilaksanakan berdasarkan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah, berikut peraturanperaturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah pusat sebagai acuan pelaksanaan di lapangan: a. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. b. Peraturan Presiden No. 107 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional 100 Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. c. Peraturan Presiden No. 108 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Isi Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial. d. Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial. e. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Selain peraturan dari pemerintah pusat diatas, Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan No. 4 tahun 2013 tentang Sistem Kesehatan Kota (SKK), dimana didalamnya mengatur juga mekanisme penyelenggaraan Jaminan Pelayanan Kesehatan dan peraturan untuk pelaksanaan program-program penjaminan lainnya. Pada pemaparan poin-poin diatas, penyelenggaraan program JKN haruslah berdasarkan peraturan yang berlaku tersebut dan sudah berjalan dengan baik di RSU Kota Tangerang Selatan. Sehingga 101 ketika rumah sakit ingin membuat peraturan rumah sakit haruslah merupakan turunan peraturan-peraturan pemerintah diatas. 5.4.2. Aspek Kepesertaan Kepesertaan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan terdiri dari peserta mandiri atau menurut undang-undang adalah peserta Non-PBI (bukan penerima bantuan iuran) dan peserta PBI (penerima bantuan iuran). Kota Tangerang Selatan yang memiliki jumlah penduduk kurang lebih 1.303.569 jiwa (Pusdatin Banten, 2013) dimana pada tahun 2019 seluruhnya sudah harus menjadi peserta program JKN. Pada masa-masa awal ini kepesertaan JKN akan didominasi oleh peserta jaminan yang ditetapkan pemerintah sebagai sasaran pada awal-awal implementasi program. Untuk target kepesertaan lihat tabel 5.3. Tabel 5.6 Target Peserta Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan Target 2014 Target 2019 Seluruh peserta jaminan kesehatan Seluruh penduduk yang pada yang berasal dari Askes Sosial tahun 2019 diperkirakan sebanyak atau PNS, Jamsostek, Jamkesmas, JPK 257,5 juta jiwa sudah dicakup TNI/POLRI dan menjadi peserta jaminan sebagian PJKMU yang berjumlah kesehatan yang dikelola oleh sekitar 121,6 juta jiwa sudah BPJS Kesehatan. dikelola oleh BPJS Kesehatan mulai tahun 2014. Sumber: Roadmap JKN 2012-2019 102 Kepesertaan di RSU Kota Tangerang Selatan sudah berjalan dan terus meningkat setiap bulannya, berikut trend peningkatan jumlah kunjungan peserta JKN di RSU Kota Tangerang Selatan. Grafik 5.1. Trend Kunjungan Peserta JKN Januari-Februari tahun 2014 di RSU Kota Tangerang Selatan 1,300 1,250 1238 1,200 1,150 1,100 1,068 1,050 1,000 950 Januari Februari Jumlah Kunjungan Sumber: Rekapitulasi Kunjungan RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014 Dilihat dari grafik diatas, bahwa peserta JKN di RSU Kota Tangerang Selatan terus mengalami peningkatan pada dua bulan pertama pelaksanaannya, dari data terakhir yang peneliti peroleh di lapangan selama masa penelitian hal ini menunjukkan bahwa program JKN sudah berjalan dengan jumlah kunjungan pasien yang akan terus meningkat. 5.4.3. Aspek Keuangan Untuk aspek keuangan, RSU Kota Tangerang Selatan yang merupakan SKPD dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan akan bertanggung jawab langsung kepada Walikota Tangerang Selatan. 103 Untuk pembiayaan kesehatan di rumah sakit, kondisi saat ini yang terjadi di RSU Kota Tangerang Selatan adalah pengunaan anggaran secara tidak mandiri, dimana rumah sakit mendapatkan anggaran tahunan yang memang dialokasikan untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah terrsebut. Ditambah lagi, saat ini Tangerang Selatan yang memilik sangat fokus terhadap penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang semakin baik, terbukti dengan pemerintah Tangerang Selatan juga mengalokasikan dana khusus untuk alat kesehatan dan obat-obatan. Sehingga walaupun pada pelaksanaannya di lapangan terdapat selisih nilai paket pembiayaan, RSU Kota Tangerang Selatan tidak akan merasakan kesulitan tersebut secara langsung karena tetap masalah finansial mereka didukung oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan. 5.4.4. Aspek Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan pada penyelenggaraan program JKN terlihat dari fasilitas kesehatan yang ditentukan oleh pemerintah maupun yang bekerjasama dengan BPJS sangat bervariasi. Ada yang hanya menggunakan fasilitas kesehatan publik saja, ada yang lebih banyak menggunakan fasilitas kesehatan swasta dan ada yang kombinasi menggunakan fasilitas kesehatan publik dan swasta. RSU Kota Tangerang Selatan adalah salah satu contoh fasilitas kesehatan publik milik pemerintah yang secara tidak langsung memang harus menjadi provider yang bekerjasama dengan BPJS sesuai dengan peraturan yang menetapkan hal tersebut. 104 Pelayanan Kesehatan yang diberikan pada penyelenggaraan di RSU Kota Tangerang Selatan adalah untuk kateogori pelayanan pada rumah sakit tipe C, dimana RSU saat ini hanya mampu melayani 14 pelayanan medis dan penunjang medis. Untuk pelayanan yang tidak tertangani di RSU Kota Tangerang Selatan, akan dilakukan sistem rujukan kepada fasilitas kesehatan lanjutan lainnya yang mampu menangani kasus tersebut. Sehingga tidak ada pasien yang menjadi peserta JKN yang tidak mendapatkan pelayanan JKN, asalkan telah sesuai dengan peraturan serta prosedur pelaksanaan yang ditetapkan pemerintah dan rumah sakit sebagai provider kesehatan. Rujukan yang dilakukan kepada rumah sakit rekanan BPJS yang sudah memiliki MOU dengan RSU Kota Tangerang Selatan. Salah satunya adalah Rumah Sakit Sari Asih Tangerang Selatan yang memiliki kemampuan alat kesehatan yang lebih lengkap dari RSU Kota Tangerang Selatan. 5.4.5. Aspek Manfaat dan Iuran Berdasarkan UU No. 40 tahun 2014, manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Untuk manfaat JKN di rumah sakit adalah berupa pelayanan rawat inap dan rawat jalan, untuk rawat inap terdapat klasifikasi ruang perawatan yang ditentukan berdasarkan besaran premi yang dibayarkan. 105 Berdasarkan paparan informan, pelayanan pengobatan yang diberikan adalah seluruh pelayanan medis di RSU Kota Tangerang Selatan tanpa dibeda-bedakan pelayanannya asalkan memenuhi persyaratan serta sesuai kebutuhan akan pengobatan pasien, bukan untuk alasan permintaan pasien ataupun kecantikan. Untuk pelayanan rawat inap akan disesuaikan dengan jenis premi yang dipilih dan dibayarkan oleh peserta BPJS, sedangkan untuk peserta penerima bantuan iuran akan dilayani untuk rawat inapnya secara merata pada kelas III (tiga). Untuk manfaat non-medis di RSU Kota Tangerang Selatan juga ada berupa ambulans jika pasien dengan jaminan memerlukan rujukan lebih lanjut, jika pasien rujukan dari puskesmas biasanya langsung menggunakan ambulans Puskesmas masingmasing untuk pasien rujukan puskesmas di RSU Kota Tangerang Selatan. Selanjutnya untuk aspek iuran program JKN, premi yang diterapkan untuk peserta di wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sesuai dengan peraturan yang dibuat pemerintah mengikuti sesuai kelas rawat yaitu sebagai berikut: 1. Sebesar Rp 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. 2. Sebesar Rp 42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II. 106 3. Sebesar Rp 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. Dari hasil wawancara mengenai pendapat para informan di rumah sakit mengenai besaran iuran dengan pelayanan yang diberikan, seluruh informan selaku pelaksana di rumah sakit sudah melaksanakan sesuai aturannya yaitu mengikuti peraturan pemerintah mengenai pelayanan pada setiap besaran iuran yang dibayarkan oleh peserta atau yang dibayarkan oleh pemerintah. Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sudah sesuainya penetapan pelayanan rawat inap untuk setiap kelas sesuai dengan besaran premi yang dibayarkan oleh peserta. Untuk pelayanan medis rawat jalan, semua pengguna program akan mendapatkan hak yang serupa tanpa perbedaan jenis layanan yang diperoleh, semua akan dilayani jika memang merupakan indikasi penyakit yang ditegakkan oleh dokter. 5.4.6. Aspek Kelembagaan dan Organisasi Kelembagaan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan terdiri dari BPJS Kesehatan dan Rumah Sakit sebagai provider kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. Pada penyelenggaraanya BPJS Kesehatan menempatkan di rumah sakit verifikator yang bertugas melakukan verifikasi berkas sebelum diajukan kepada Kantor BPJS Kesehatan. Melalui mekanisme penempatan ini, rumah sakit menjadi lebih mudah melakukan koordinasi terhadap kondisi-kondisi 107 penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan. Selain itu juga komunikasi antar lembaga yang terbangun melalui sistem yang ada berupa penggunaan sistem pelaporan yang terintegrasi dengan teknologi informasi. BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN 6.1. Keterbatasan Penelitian Peneliti mengalami beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, berikut paparannya: 1. Pada saat dilapangan, peneliti mendapatkan kesulitan memperoleh informasi lebih dari pimpinan ataupun yang memiliki otoritas tinggi dikarenakan beberapa alasan, seperti mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan diluar rumah sakit kurang lebih 3 bulan dan banyak yang tidak dapat ditemui karena kesibukan serta mobiltas yang tinggi. 2. Keterbatasan waktu penelitian yang hanya diberikan izin selama 2 bulan berada di rumah sakit, membuat peneliti mengalami keterbatasan dalam melakukan pengambilan data berulang untuk memperkuat analisis data, sehingga data yang diperoleh belum bisa diperdalam pada beberapa aspek seperti kepesertaan dan pembiayaan. 6.2. Pembahasan Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen yang didukung oleh hasil observasi tentang Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014 yang telah dilakukan, peneliti dapat memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan Program JKN 108 109 di RSU Kota Tangerang Selatan berdasarkan 6 faktor yang mempengaruhi Implementasi dari Van Meter dan Van Horn. 6.2.1. Pembahasan Ukuran dan Tujuan Kebijakan Ukuran dan tujuan kebijakan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implmentasi program JKN, khususnya pada RSU Kota Tangerang Selatan. Implementasi akan menjadi efektif apabila ukuran dan tujuan dari kebijakan memang sesuai dengan kondisi sosio-kultur yang ada. Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para pelaksana (implementors). 1. Peraturan Pelaksana Program JKN Menurut Van Meter dan Van Horn, tahap awal yang paling krusial dalam melakukan analisis implementasi kebijakan adalah identifikasi indikator-indikator kinerja yang ingin dicapai. Dalam penyelenggaraan program JKN di Indonesia pemerintah dalam hal ini Pemerintahan Pusat sudah mengeluarkan beberapa regulasi dalam penyelenggaraan program JKN merupakan ujung tombak pelaksanaan di lapangan dan mampu memberikan payung hukum terhadap penyelenggaraan di lapangan. Untuk menjalankan program JKN pada setiap aspek peraturan harus saling mendukung, sampai saat ini pelaksanaan 110 program JKN di lapangan belum mengalami masalah berarti dari segi peraturan pelaksana. Menurut Van Meter dan Van Horn, Van Meter dan Van Horn ada beberapa hal yang menyebabkan tidak berjalan dengan baiknya peraturan yang dibuat oleh pemerintah, yaitu: pertama disebabkan oleh bidang program yang terlalu luas dan sifat tujuan yang kompleks. Kedua, akibat dari ketidakjelasan dan kontradiksi dalam pernyataan ukuran-ukuran (peraturan) dasar dan tujuan tujuan. Kadangkala ketidak-jelasan dalam ukuranukuran (peraturan) oleh pembuat keputusan agar dapat menjamin tangggapan positif dari orang orang yang diserahi tanggung jawab implementasi pada tingkat tingkat oraganisasi yang lain atau system penyampaian kebijakan. Dari kedua hal diatas, menurut peneliti peraturan pelaksana untuk program JKN di lapangan sudah sangat baik, sudah dipahami secara baik oleh setiap implementors (pelaksana), hal ini terlihat dari pernyataan para informan serta dapat dilihatnya terselenggaranya program dari tatanan pelaksanaan teknis di rumah sakit, hanya saja untuk keputusan maupun peraturan yang terkait pelaksanaan teknis harus terus dikembangkan agar program semakin baik pelaksanaannya. Menurut peneliti, kepahaman terhadap konteks peraturan sebuah kebijakan menjadi sangat penting untuk terselenggaranya program. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan William Savedoff (2008) dalam bukunya bahwa “partisipasi para pemegang 111 kekuasaan dalam memberikan pengaruh berupa informasi dan hubungan kerja harus sesuai dengan sistem (regulasi)”. Selanjutnya beliau juga menyatakan bahwa partisipasi para pelaksana (pemimpin di rumah sakit) harus memperkuat dengan pengambilan keputusan yang mendukung terselenggaranya sistem Jaminan Kesehatan Mandatory (Mandatory Health Insurance). Sehingga peneliti dapat menarik benang merah bahwa terselenggaranya dengan baik sebuah program adalah hasil dari komitmen serta kepahaman para pelaksana terhadap peraturan/kebijakan yang ada serta mampu membuat kebijakankebijakan lokal untuk memperkuat penyelenggaraan program JKN di daerah. 2. Sasaran Program JKN Kepesertaan program JKN menurut Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 pasal 6 adalah bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2019. Tahap pertama dimulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit meliputi: a. PBI Jaminan Kesehatan. b. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya. c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota keluarganya. 112 d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya. e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan anggota keluarganya. Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019. Berdasarkan paparan informan pada bab sebelumnya, pada dasarnya semua sudah mengetahui sasaran program JKN adalah seluruh masyarakat Indonesia, dan para informan paham bahawa yang menjadi peserta wajib pada masa-masa awal ini adalah sesuai dengan yang tertera pada Perpres No. 12/2013 pasal 6, hal ini selaras dengan teori Van Meter dan Van Horn (1975) yang menyatakan bahwa kepahaman pelaksana terhadap standar dan tujuan program sangat menentukan keberhasilan proses impelementasi suatu program. Selain itu, menurut William Savedoff (2008) menyatakan pengawasan dan peraturan merupakan dimensi dari pemerintah yang dapat menjamin peforma pelaksanaan jaminan kesehatan yang mandatory. Berkaitan erat dengan JKN yang merupakan program jaminan kesehatan yang top-down maka, setiap pelaksana 113 dituntut untuk dapat paham akan peraturan serta terus dilakukannya pengawasan oleh pemerintah. Oleh karena itu menurut peneliti, untuk sasaran kepesertaan pada program JKN ini sudah dipahami secara baik oleh pihak rumah sakit maupun pihak BPJS yang ditempatkan di rumah sakit. Selanjutnya, untuk permasalahan peserta program JKN yang masih sering tidak bisa dilayani karena masih terdapat kelemahan dalam sistem ataupun human-error diharapkan BPJS Kesehatan agar meng-update data kepesertaan kepada rumah sakit setiap 1 bulan sekali, sehingga kasus kepesertaan yang tidak ada di dalam sistem dapat teratasi, update-an tersebut dapat didukung berupa print out (cetakan) data kepesertaan setiap bulannya yang dikirimkan kepada setiap provider di wilayah kerja BPJS Kesehatan masing-masing daerah, jadi ketika ada permasalahan semacam ini akan mudah udah dilakukan pegecekan secara manual. 6.2.2. Pembahasan Sumber Daya Dalam suatu kebijakan mungkin saja tujuan yang ditetapkan sudah jelas dan logis, tetapi bukan hanya faktor tersebut yang mempengaruhi pengimplementasian suatu program. Faktor sumberdaya juga mempunyai pengaruh yang sangat penting. Ketersediaan sumber daya dalam melaksanakan sebuah program merupakan salah satu faktor yang harus selalu diperhatikan. Dalam 114 hal ini sumber daya yang dimaksud adalah sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, dan sumberdaya waktu untuk mendukung jalannya implementasi program JKN khususnya di RSU Kota Tangerang Selatan. Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen tersebut sebagai berikut. 1. Sumber Daya Manusia Sumber daya yang utama dalam implementasi program adalah sumber daya manusianya (staff). Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh manusianya yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan staf yang cukup serta memiliki kemampuan yang sesuai untuk menjalankan program tersebut. Menurut Ilyas (2004) Sumber daya manusia merupakan makhluk yang unik dan mempunyai karakteristik yang multi kompleks, dan hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek, yang diantaranya: (a) SDM merupakan komponen kritis, (b) SDM tidak instan, (c) SDM tidak di-stok, (d) SDM adalah subjek yang absolut. Berdasarkan paparan pada bab sebelumnya, SDM di RSU Kota Tangerang Selatan dibagi menjadi 2 bagian, Medis dan NonMedis. Untuk tenaga Medis dari analisa serta wawancara dengan informan sudah tercukupi dari segi pelayanan medis karena didukung oleh sistem shift praktik dokter serta shift ganti perawat. 115 Berdasarkan PMK No. 340/2010 menyatakan pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter umum dan 2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap, dan saat ini RSU Kota Tangerang Selatan sudah memiliki 16 dokter umum dan 2 dokter gigi. Selanjutnya, untuk jumlah perawat berdasarkan PMK No. 340/2010 adalah 2:3 dengan jumlah tempat tidur sehingga jika dilihat dari jumlah tenaga perawat sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan perawatan di RSU Kota Tangerang Selatan, yaitu berjumlah 211 orang yang terdiri dari pegawai negeri dan pegawai tidak tetap, dengan jumlah 133 tempat tidur. Dari paparan informan serta pengamatan (observasi) yang dilakukan peneliti, sumber daya yang paling berpengaruh hingga dapat berpotensi menimbulkan masalah adalah staf administrasi dan pengelola jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan yang dapat dikategorikan cukup untuk saat ini, yaitu 9 orang tim Jaminan, dan 2 orang tim administrasi pendaftaran. Namun seiring dengan pengembangan program kedepannya yang memiliki cakupan sasaran yang semakin meningkat, RSU Kota Tangerang Selatan diharapkan untuk mampu melakukan perhitungan terhadap jumlah SDM yang ada saat ini untuk memproyeksikan kebutuhan SDM dimasa yang akan datang khususnya untuk bidang non-medis. Selanjutnya, untuk tim Verifikator BPJS Wilayah Kota Tangerang Selatan yang ditempatkan di RSU berjumlah 1 orang dirasakan sangat kurang. Karena dengan jumlah verifikator BPJS 116 yang minim di RSU Kota Tangerang Selatan membuat pemberkasan klaim semakin lama dapat diverifikasi dan dapat diajukan ke Kantor BPJS. Walaupun sampai saat ini belum ada peraturan yang mengatur mengenai jumlah SDM verifikator dari BPJS, kedepannya agar ditetapkan jumlah verifikator yang ideal untuk satu wilayah dengan pertimbangan jumlah kepesertaan JKN di wilayah tersebut. Alasan peneliti memberikan masukan diatas adalah karena SDM merupakan aspek kritis dalam penyelenggaraan sebuah program. Menurut DeCenzo dan Robbins (2005) manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari organisasi yang memberikan perhatian dan dimensi “orang”. Manajemen sumber daya manusia dapat dilihat dalam dua cara yaitu: 1. Manajemen sumber daya manusia merupakan penyediaan pegawai untuk mendukung fungsi organisasi. Perannya untuk membantu menyelesaikan permasalahan manajemen sumber daya manusia, yaitu menyediakan pekerja atau setiap hal yang terlihat langsung dalam memproduksi barang dan jasa suatu organisasi. 2. Manajemen sumber daya manusia merupakan fungsi dan tugas dari setiap manajer untuk mengelola pekerja secara efektif. Sehingga perlunya perhatian yang khusus terhadap sumber daya manusia untuk pelaksanaan program JKN kedepannya. Dan 117 penataan SDM pada sebuah institusi harus berjalan dengan maksimal agar program dapat terus berjalan. 2. Sumber Daya Finansial Sumberdaya finansial menjadi penting juga dalam menentukan berhasil atau tidaknya sebuah program, bahkan terkadang program memerlukan budget yang banyak untuk menghasilkan program yang berkualitas pula. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 pasal 32 menyatakan BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan yang memberikan layanan kepada Peserta. Besaran biayanya berdasarkan kesepakatan antaran BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah yang mengacu kepada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Sumber Pembiayaan Program JKN berdasarkan hasil wawancara adalah dari penagihan klaim kepada BPJS Kesehatan. Selanjutnya dana yang dikucurkan oleh BPJS Kesehatan bersumber dari nilai klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit, pembayaran ini sesuai dengan paket INA-CBGs yang telah ditetapkan pemerintah. Sehingga besaran untuk satu periode penyakit disamaratakan, dengan demikian rumah sakit harus mampu membuat manajemen untuk pemanfaatan dana secara benar. 118 Selain itu, rumah sakit masih mendapatkan subsidi berupa dana dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk alat kesehatan dan obat, sehingga untuk saat ini tidak merasa terbebani dengan nilai tarif yang berbeda. Namun sebaiknya dalam pelaksanaan program JKN agar semakin baik pada masa yang akan datang, rumah sakit harus siap dengan pengelolaan dana sendiri, saat ini posisi RSU Kota Tangerang Selatan yang masih SKPD, tentu menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota dalam pelaksanaan kegiatan operasionalnya. Sehingga pengelolaan dana masih terpusat di Pemerintah Kota Tangerang Selatan. Terkait beberapa permasalahan yang terjadi berkenaan dengan pembiayaan yang dipaparkan pada bab sebelumnya, permasalahan di RSU kota Tangerang Selatan mengerucut kepada dua masalah yaitu keterlambatan pencairan klaim dan perbedaan nilai tarif pelayanan dengan nilai paket INA-CBGs. Hal ini terlihat jelas merupakan implikasi dari pelaksana yang tidak dapat menyelesaikan tugasnya sesuai waktunya. Permasalahan keterlambatan pencairan klaim merupakan prioritas yang harus diselesaikan oleh rumah sakit dan BPJS segera, di satu sisi peran rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan akan terganggu jika pendanaan terhambat, solusi yang dapat peneliti berikan adalah: a. Melakukan pemusatan pada penagihan dan pemberkasan yang terjadwal, sehingga ketika diluar jadwal akan dilakukan 119 peneguran. Contohnya, setiap bulannya pada tanggal 28 berkas sudah lengkap dan sudah diverifikasi terlebih dahulu oleh internal rumah sakit mengenai kelengkapannya. b. BPJS melalui peraturannya sudah menargetkan 15 hari kerja setelah klaim diajukan lengkap dana akan diterima oleh fasilitas kesehatan, berarti harus ada pemberian sanksi jika setelah 15 hari dana belum juga dikirim kepada kas daerah. c. Karena rumah sakit harus mengambil uang pembayaran klaim dari BPJS melalui kas daerah, sebaiknya sudah dibuat kesepakatan antara rumah sakit dengan pemerintah daerah tentang pencairan dana dari BPJS secara langsung, agar pelaksanaan operasional di rumah sakit tidak terganggu. Menurut William Savedoff (2008) menyatakan dalam bukunya bahwa hubungan antara penjamin dana asuransi dan provider pemberi pelayanan merupakan faktor kritis dalam kinerja pendanaan asuransi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan koordinatif yang baik antara BPJS dan Rumah Sakit sangat menentukan kinerja finansial untuk asuransi sosial. Selanjutnya untuk permasalahan perbedaan nilai tarif pelayanan dengan paket yang telah ditentukan dalam INA-CBGs hanya dapat diatasi dengan melakukan peninjauan kembali oleh pihak rumah sakit untuk melakukan pembelian obat ataupun alat kesehatan sesuai dengan budget (nilai angka harga pelayanan) yang ditentukan oleh pemerintah untuk selanjutnya. Peneliti 120 menyarankan agar lebih membangun sistem manajemen di rumah sakit secara berkesinambungan, karena jika manajemen rumah sakit tidak mampu mengelola dana maupun pembuatan kebijakan khusus, maka dikhawatirkan rumah sakit akan terus menerima kerugian secara terus menerus. 3. Sumber Daya Sarana dan Prasarana Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. RSU Kota Tangerang Selatan dengan kategori rumah sakit tipe C sudah memiliki peralatan yang cukup lengkap dan termanfaatkan secara baik dan benar, dan sudah sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan Menteri Kesehatan mengenai kategorisasi rumah sakit berdasakan pelayanan yang dapat diberikan. Hanya saja, untuk beberapa pelayanan lanjutan yang biasanya hanya dimiliki oleh rumah sakit-rumah sakit tipe B dan tipe A, harus diperoleh pasien di RSU Kota Tangerang Selatan dengan mekanisme rujukan. Pasien akan dirujuk ke rumah sakit rekanan RSU Kota Tangerang Selatan yang juga bekerjasama dengan BPJS. 121 Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 pada pasal 15 ayat 5 yang menyatakan bahwa tata cara rujukan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undang. Pada peraturan perudang-undangan yang mengatur hal tersebut, rujukan hanya dilakukan jika memang di wilayah tersebut tidak dapat melayani sesuai kebutuhan kesehatan pasien, maka dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang memiliki pelayanan yang lebih menunjang. 6.2.3. Pembahasan Karakteristik Organisasi Pelaksana Menurut Van Meter dan Van Horn, dalam pengimplementasian suatu program, karakter dari para pelaksana kebijakan atau program harus berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta taat pada sanksi hukum yang berlaku. Kinerja implementasi program JKN akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri/karakteristik yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya (Hill & Hupe, 2002) Pada bab sebelumnya telah dipaparkan bahwa karakteristik rumah sakit dilihat dari keseriusannya dalam memberikan pelayanan prima, hal ini akan tercitra dari peraturan serta mekanisme yang rumah sakit bangun untuk mendukung terselenggaranya program dengan baik. Seperti adanya SOP, alur pelayanan pasien, alur pelaksanaan INA-CBGs. Karakter rumah sakit yang terlihat serius dengan adnya program ini juga didukung oleh pihak BPJS yang memiliki keseriusan dalam 122 bentuk peraturan yang telah dibuat pemerintah. Namun karakter yang sama-sama kuat ini tanpa didasari keinginan untuk melakukan sinergi akan sia-sia. Sinergi yang diharapkan adalah kemampuan saling mendukung dalam pelaksanaannya dengan penentuan kebijakan yang seimbang dan sama-sama dimudahkan pada pelaksanaannya. Selain berkaitan karakteristik secara teknis, karakteristik menurut Van Meter dan Van Horn harus ada kesesuaian antara kompetensi pelaksana dengan posisi yang ditempatkan. Untuk aspek ini peneliti tidak melakukan wawancara mendalam terkait kompetensi setiap pelaku karena tidak adanya indikator yang sesuai jika dilakukan wawancara. Sehingga peneliti melakukan studi literatur terhadap kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pelaksana. Dari hasil analisa peneliti untuk setiap jabatan strategis (kepala bagian, kepala bidang, dan penanggung jawab program) diduduki oleh orang-orang yang telah bekerja lebih dari 3 tahun di RSU Kota Tangerang Selatan, serta memiliki afiliasi ke bidang yang sesuai dengan posisi saat ini. Peneliti melihat bahwa penempatan orang pada posisi posisi strategis tersebut juga membuktikan komitmen rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang baik dan bermutu. 6.2.4. Pembahasan Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana 1. Penyelenggara Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, penyelenggara program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan 123 terdiri dari BPJS selaku Penyelenggara Progam JKN dan RSU Kota Tangerang Selatan sebagai provider (penyedia jasa/penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat lanjutan) program JKN yang telah bekerjasama dengan BPJS. Menurut Goggins (1990) dalam Hill dan Hupe (2002) menyatakan komunikasi menjadi sangat penting bagi pelaksana sebuah kebijakan karena dari komunikasi permasalahan seperti kolaborasi dari setiap pelaksana terjadi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 pasal 2 ayati 1 dan 3 menyatakan, Penyelenggara Pelayanan Kesehatan meliputi semua fasilitas yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan seperti Klinik Utama, Rumah Sakit Umum, dan Rumah Sakit Khusus. Hal tersebut dikuatkan kembali dengan adanya Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 pasal 36 ayat 2 menyatakan, Fasilitas Kesehatan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memenuhi persyaratan wajib bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, dengan demikian RSU Kota Tangerang Selatan yang merupakan SKPD Pemerintah Kota Tangerang Selatan wajib menjadi penyediaan pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS. 2. Komunikasi Antar Lembaga Menurut Van Meter dan Van Horn komunikasi antar lembaga merupakan salah satu penentu keberhasilan proses 124 penyelenggaraan/implementasi kebijakan. Untuk mempermudah penyelenggaraan program, di RSU Kota Tangerang Selatan ditempatkan Verifikator BPJS Kesehatan tersendiri untuk membantu rumah sakit dalam melakukan verifikasi berkas dalam proses pemberkasan klaim, hal ini memberikan tanda bahwa koordinasi antar lembaga ini tidak boleh putus ataupun tidak jelas. Dengan adanya pihak BPJS di Rumah Sakit mempermudah komunikasi antara rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dan BPJS sebagai penyelenggara program. Komunikasi yang utama yang terbentuk dari sistem pada program JKN ini sendiri salah satunya adalah pelaporan, pelaporan menjadi sangat krusial untuk kedua belah pihak (Rumah Sakit dan BPJS Kesehatan) untuk membangun komunikasi. Selain itu saat ini posisi verifikator BPJS Kesehatan yang memang ditempatkan di rumah sakit langsung mempermudah rumah sakit dan BPJS Kesehatan untuk saling bertukar informasi terkait penyelenggaraan program. Sehingga dengan demikian koordinasi yang intensif dapat terbentuk secara baik antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit. 3. Teknologi Informasi JKN Teknologi Informasi (TI) merupakan bidang pengelolaan teknologi dan mencakup berbagai bidang, seperti proses, perangkat lunak komputer, sistem informasi, perangkat keras komputer, bahasa program, dan data konstruksi. 125 Berdasarkan Roadmap JKN tahun 2012, sebelum BPJS lahir PT Askes telah mengembangkan sumber daya TI dengan sangat baik, beberapa inovasi telah dilakukan diantaranya adalah dikembangkannya platform Asterix Bridging System yang mampu memangkas birokrasi pembayaran klaim dari 2 minggu menjadi 5 menit. Namun demikian, dengan peningkatan jumlah peserta dari sekitar 16,5 juta jiwa menjadi sekitar 237 juta jiwa nanti pada tahun 2019 maka diperlukan pengembangan menyeluruh sumber daya TI. Kajian yang mendalam terhadap sumber daya TI yang ada saat ini dan analisa kebutuhan di masa yang akan datang mutlak diperlukan. Secara pelaksanaannya dilapangan, untuk program JKN di rumah sakit memiliki satu induk sistem informasi yang berada pada BPJS, sehingga mekanismenya tepat untuk BPJS melakukan pengembangan sistem tersebut. Pada Roadmap JKN 2012 dituliskan bahwa pengembangan TI JKN oleh BPJS Kesehatan harus sesuai dengan 7 aspek yaitu: (a) Relevansi (relevancy); (b) Keakuratan (accuracy) yang memiliki faktor: kelengkapan (completeness), kebenaran (correctness), dan keamanan (security); (c) Ketepatan waktu (timeliness); (d) Ekonomi (economy) yang memiliki faktor: sumber daya (resources) dan biaya (cost); (e) Efisiensi (eficiency); (f) Dapat dipercaya (reliability); dan (g) Kegunaan (usability). 126 Jika dilihat pada pelaksanaanya di RSU Kota Tangerang Selatan yang pada kenyataannya memiliki kendala dalam pengoperasionalan aplikasi yang terkadang sering tidak mampu dioperasikan. BPJS telah lengah terhadap aspek ketepatan waktu dan efisiensi pelaksanaan di rumah sakit sehingga program tidak berjalan dengan lancar. Hal ini menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan) dan BPJS agar mampu meningkatan kualitas teknologinya dalam pelayanan pada program JKN, seperti yang juga termuat pada Peraturan Presiden No. 71 tahun 2013 pasal 43 yang menyatakan untuk menjaga mutu dan biaya program JKN harus dilakukannya Penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment). 6.2.5. Pembahasan Sikap Para Pelaksana Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah dalam disposisi. Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan. Secara umum petugas yang melaksanakan program JKN baik dari sisi medis maupun non-medis harus menjalankan tugasnya sebaik 127 mungkin karena merupakan kebijakan top-down dimana kebijakan atau program ini lahirnya dari pemerintah pusat untuk seluruh Indonesia Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya, sikap penerimaan terlihat dari pendapat para informan mengenai program yang baru ini, hal ini merupakan salah satu hal positif program dapat berjalan secara berkelanjutan. Pada posisi yang menjadi informan merupakan ujung tombak pelaksanaan program, mereka mengetahui secara jelas tugas dan fungsi jabatannya. Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn, sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan. 6.2.6. Pembahasan Lingkungan Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. 128 Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja imlementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan external. Berdasar penelitian Sumaryana (2011) mengenai pengaruh lingkungan terhadap implementasi kebijakan tata ruang di kota Bandung menyatakan bahwa lingkungan sosial sangat menentukan terimplementasinya sebuah kebijakan secara baik, Jika ditarik dari penelitian diatas, pada penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan, lingkungan yang sangat kondusif dan tepat untuk pelaksanaan program, walaupun terkesan program JKN dirancang untuk diluncurkan pada akhir jabatan pemerintah saat ini. Seyogyanya pelaksanaan JKN tidak terlepas dari kinerja pemerintah daerah, dukungan dari pemerintah daerah juga menjadi aspek penentu terselenggaranya program JKN. Oleh sebab itu, pelaksanaan yang mendapat dukungan positif dari pemerintah daerah dan masyarakat menjadi sangat penting, bukan hanya menjadi tanggung jawab implementors (pelaksana) dalam penyelenggaraan program. Namun juga harus terlibatnya masyarakat dan birokrasi daerah dengan perangkat-perangkatnya. Van Meter dan Van Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi sosial dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan mempengaruhi karakter badan badan pelaksana, kecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri .kondisi 129 kondisi lingkungan dapat mempunyai pengaruh yang penting pada keinginan dan kemampuan yuridiski atau organisasi dalam mendukung struktur-struktur, vitalitas dan keahlian yang ada dalam badan badan administrasi maupun tingkat dukungan politik yang dimilki. Kondisi lingkungan juga akan berpengaruh pada kecenderungan kecenderungan para pelaksana. Jika masalah masalah yang dapat diselesaikan oleh suatu program begitu berat dan para warga negara swasta serta kelompok kepentingan dimobilsir untuk mendukung suatu program maka besar kemungkinan para pelaksana menolak program tersebut. Lebih lanjut Van Meter dan Van Hon menyatakan bahwa kondisi kondisi lingkungan mungkin menyebapkan para pelaksana suatu kebijakan tanpa mengubah pilihan pilihan pribadi mereka tentang kebijakan itu. Akhirnya, faktor-faktor lingkungan ini dipandang mempunyai pengaruh langsung pada pemberian pemberian pelayanan publik. Kondisi kondisi lingkungan mungkin memperbesar atau membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan kecenderungan para pelaksana dan kekuatan kekuatan lain dalam model ini juga mempunyai pengaruh terhadap implementasi program. 130 6.3. Pembahasan Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah Sakit Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN 6.3.1. Pembahasan Aspek Regulasi/Peraturan Perundangan Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya pada pelaksanaan di rumah sakit, peraturan-peraturan yang ada sudah sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan di rumah sakit. Penyelenggaraan regulasi sudah dapat menjadi pengangan rumah sakit untuk melakukan serangkaian pembuatan standar-standar yang mengikuti kultur rumah sakit. Aspek Regulasi yang sudah terpenuhi antara lain adalah peraturan mengenai pelaksanaan JKN, sistem pelaporan rumah sakit ke BPJS, sistem pembayaran dan penagihan klaim, dll. Sehingga, peneliti melihat bahwa peraturan yang ada sudah mumpuni untuk menjalankan program secara baik dan menjadi pegangan dalam penyelenggaraan di rumah sakit. 6.3.2. Pembahasan Aspek Kepesertaan Kepesertaan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan pada pelaksanaannya mendapatkan respon yang baik, terlihat dari meningkatnya jumlah pasien yang berobat di RSU Kota Tangerang Selatan dengan program tersebut. Target kepesertaan semesta yang ditargetkan oleh Pemerintah melalui BPJS Kesehatan akan tercapai dengan konsistensi kepesertaan saat ini. Hanya saja diharapkan kedepannya penguatan sistem informasi kepesertaan yang lebih baik. 131 6.3.3. Aspek Keuangan Jika berkaca kepada pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia, banyak rumah sakit swasta maupun pemerintah yang merasa rugi dalam penyelenggaraan program JKN karena sering terjadi selisih biaya operasional dengan paket yang ditentukan oleh pemerintah, sebagian besar merupakan rumah sakit swasta ataupun rumah sakit pemerintah yang sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Pada kondisinya saat ini, RSU Kota Tangerang Selatan yang merupakan SKPD Pemerintahan sendiri mendapatkan dana alokasi tahunan yang telah dianggarkan pemerintah kota, sehingga ketika rumah sakit lain merasa terbebani dengan paket pembiayaan yang tidak sesuai, RSU Kota Tangerang Selatan tidak akan mengalami permasalahan tersebut. Peneliti melihat hal ini mampu menjadi kekuatan sekaligus kelemahan penyelenggaraan program JKN, jika dilihat keberlangsungan program JKN, sebaiknya rumah sakit mampu menjadi BLUD sendiri yang akan mampu mengelola keuangan instansinya tanpa campur tangan pemerintah kota dalam proses internalnya. Alasannya, jika nanti pergantian pemimpin daerah maka bisa saja beberapa program lama tidak akan sesuai dengan program yang baru dari pemerintahan yang baru, yang nantinya akan berefek pada penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit. 132 Hal ini berlandaskan kepada Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, dimana pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Saran peneliti agar rumah sakit mampu menjadi BLUD dan mengelola aspek keuangannya secara mandiri tanpa campur tangan pemerintah daerah dari segi operasional pelayanan. 6.3.4. Aspek Pelayanan Kesehatan Aspek pelayanan kesehatan yang terselenggara di RSU Kota Tangerang Selatan sudah sesuai dengan peraturan yang mengatur serta memenuhi standar kebutuhan dasar pelayanan terhadap pasien dan rumah sakitpun mampu menyelenggarakan pelayanan yang tidak ada dengan sistem rujukan ke rumah sakit rekanan. Pelayanan Kesehatan pada kelas rumah sakit tipe C sudah terpenuhi di RSU Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 14 pelayanan medis dasar dan penunjang medis yang sudah ada di RSU Kota Tangerang Selatan. Sesuai dengan amanat dari PMK No. 340/2010 yang menyatakan untuk RS tipe C harus memiliki minimal 4 pelayanan medis spesialis dasar dan 4 pelayanan spesialis penunjang medis. Dimana yang termasuk dalam hal diatas adalah Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik 133 Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik. 6.3.5. Aspek Manfaat dan Iuran Manfaat yang diperoleh peserta program JKN sudah sesuai dengan iuran yang mereka bayarkan, pada aspek pelayanan di rumah sakit tidak akan banyak terdapat permasalahan berarti terhadap manfaat dan iuran. Hanya saja pemerintah perlu melakukan kajiankajian yang lebih baik mengenai iuran serta manfaat karena memang pada pelaksanaannya dilapangan, masih terdapat banyak manfaat yang tidak dapat terlayani dengan baik karena iuran dan paket manfaat yang bisa dibilang kurang realistis. 6.3.6. Aspek Kelembagaan dan Organisasi Pada aspek kelembagaan di rumah sakit, rumah sakit sudah menjalankan fungsinya sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan, dan BPJS juga sudah menjalankan tugasnya sebagai penyelanggara program JKN. Serta pemerintah sebagai penengah dalam pelaksanaannya. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan Prof. Hasbullah Thabrany dalam presentasinya yang berjudul “Peran P2JK dalam JKN 2014, Banyak Tugas Banyak Resiko” bahwa Pemerintah (Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan) merupakan wasit dalam penyelenggaraan JKN agar terlaksana dengan baik. Saran yang peneliti berikan untuk BPJS sebaiknya melakukan peningkatan untuk sistem informasi teknologi, karena aspek kelembagaan dan komunikasi yang dibangun pada program ini 134 bertumpu pada sistem informasi teknologinya. Hal ini berdasarkan pemaparan Prof. Hasbullah Thabrany juga pada presentasi diatas, bahwa pemerintah seharusnya terintegrasi secara langsung dengan National Casemix Centre (NCC) karena seharusnya pemerintah-lah yang memiliki wewenang kuat untuk penentuan kebijakan atas coding INA-CBGs serta mekanisme sistem informasi teknologinya. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sudah berlangsung dari awal tahun 2014 dimana program baru diluncurkan oleh Pemerintah Pusat serentak di seluruh Indonesia dan hingga saat ini penyelenggaraan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sudah berjalan sesuai dengan peraturan serta pedoman pelaksanaanya. Terlihat dari adanya komitmen atau kebijakan rumah sakit berupa SOP, alur pelayanan, hingga peraturan pelaksana yang dibentuk sendiri rumah sakit untuk mendukung penyelenggaraan program. Selain itu SDM pelaksana di rumah sakit yang sudah cukup memadai, didukung oleh sumber pendanaan dari klaim BPJS Kesehatan, serta sarana dan prasarana yang sudah baik. Didukung juga dengan karakteristik rumah sakit yang membuat peraturan pelaksana yang sesuai dengan karakter di RSU Kota Tangerang Selatan. Serta sikap penerimaan dari pelaksana program juga sangat terlihat. Lingkungan sosial, politik, dan ekonomi yang juga mendukung terselenggaranya program JKN. Tidak dipungkiri dalam penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan terdapat beberapa kendala, yaitu: 1. Keterlambatan Pencairan Klaim yang terlambat dikarenakan terlambatnya pemberkasan klaim oleh rumah sakit kepada BPJS. 135 136 2. Perbedaan Nilai Tarif Pelayanan terhadap Paket INA-CBGs dikarenakan manajemen rumah sakit belum mempertimbangkan aspek pelayanan yang sesuai dengan paket INA-CBGs. 3. Teknologi Informasi JKN yang masih sering mengalami gangguan sehingga memperlambat proses pemberkasan klaim, pelayanan pendaftaran, dan pembuatan surat eligibilitas peserta JKN. 4. Masih kurangnya SDM Pelaksana pada tatanan non-medis untuk hal administrasi dan pemberkasan program JKN. 7.2. Saran Adapun saran yang dapat peneliti berikan terkait penyelenggaraan Program JKN, yaitu sebagai berikut: 7.2.1. RSU Kota Tangerang Selatan 1. Seiring dengan pengembangan program kedepannya yang memiliki cakupan sasaran yang semakin meningkat diharapkan untuk mampu melakukan perhitungan terhadap kebutuhan jumlah SDM yang ada saat ini untuk memproyeksikan kebutuhan SDM dimasa yang akan datang khususnya untuk bidang non-medis. 2. Terkait keterlambatan pencairan klaim, rumah sakit dan BPJS melakukan pemusatan pada penagihan dan pemberkasan yang terjadwal, sehingga ketika diluar jadwal akan dilakukan peneguran. 3. Terkait perbedaan nilai tarif pelayanan terhadap paket INA-CBGs peneliti menyarankan agar lebih membangun sistem manajemen di 137 rumah sakit secara berkesinambungan untuk penyesuaian tarif mengikuti peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat. 7.2.2. BPJS Kesehatan 1. Agar membuat regulasi maupun SOP penjadwalan terhadap pengajuan klaim yang telah disepakati oleh BPJS Kesehatan dengan provider kesehatan. 2. Agar melakukan penguatan teknologi informasi pada setiap rumah sakit, harus adanya pengawasan secara baik terhadap teknologi informasi dalam penyelenggaraan program. 7.2.3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 1. Agar dilakukannya peninjauan secara berkala terhadap kesesuaian biaya riil rumah sakit untuk setiap regional agar seimbang dan tidak merugikan pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan. 2. Agar melakukan peninjauan secara berkala pelaksanaan teknologi informasi dan melakukan penilaian teknologi kesehatan pada setiap rumah sakit secara berkala. 7.2.4. Pemerintah Kota Tangerang Selatan 1. Agar mempertimbangkan pengembangan RSU Kota Tangerang Selatan yang mengalami peningkatan pelayanan dengan menjadikannya Badan Layanan Umum Daerah. 2. Agar memisahkan sistem manajemen keuangan rumah sakit secara mandiri pengelolaannya, sehingga tidak perlu lagi menganggarkan untuk biaya operasional rumah sakit, dananya dapat dialihkan untuk pengembangan kesehatan pada sektor lainnya. 138 7.2.5. Peneliti Lain Melakukan penelitian dengan pendekatan teori lain dan menguji pengaruh variabel-variabel yang ada dalam Teori Van Meter dan Van Horn seberapa kuat pengaruhnya terhadap implementasi kebijakan JKN di daerah terutamanya untuk RSUD. DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabet. Ardianty, Rini. 2012. Analisis Implementasi Program Jamkesmas di Rumah Sakit PMI Bogor tahun 2012. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta. Center For Case Mix RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Instalasi Rekam Medis. Pengenalan INA-CBGs. Diakses pada tanggal 25 |Februari 2014 dari situs http://basirun.hostzi.com/ina%20cbgs.html Creswell, Jhon W. 2010. Research Design Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Mixed Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. DeCenzo, David A., dan Stephen P. Robbins. 2010. Fundamentals of Human Resources Management, 10th edition. USA: John Wiley & Sons, Inc. Djuhaeni, Heni. 2007. Asuransi dan Managed Care: Modul Program Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran, Bandung. Hill, Michael dan Petter L. Hupe. 2002. Implementing Public Policy. London: Sage Publicatian, Ltd. Ilyas, Yaslis. 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda, dan Formula, edisi revisi. Depok: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Kepner, C.H. dan Benjamin B. Tregoe. 1981. Manajer Yang Rasional. Edisi Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kurniati, Ana dan Effendi, Feri. 2012. Kajian SDM Kesehatan Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba Medika Novayanti. 2013. Implementasi Program Jaminan Kesehatan Gratis Daerah di Puskesmas Sumbang Kecamatan Curio Enrekang. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Makassar. Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Banten tahun 2013. Banten. Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Data dan Informasi Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2013. Jakarta. PPJK Kementerian Kesehatan RI. 2013. Selamat Datang di Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Online. Diakses pada tanggal 11 Desember 2013 dari situs: http://www.ppjk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=arti cle&id=1:selamat-datang-di-pembiayaan-a-jaminan-kesehatanonline&catid=56&Itemid=28. Rahayu, Sri. 2010. Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Di Rumah Sakit (Studi Kasus Di RSUD Dr. Soetomo). Universitas Airlangga. Saffdove, William dan Pablo Gotret. 2008. Governing Mandatory Health Insurance. Washington DC: The World Bank. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Alfabeta. Sumaryana, Asep. 2011. Pengaruh Lingkungan Sosial terhadap Efektifitas Implementasi Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran. Bandung. Suparman, dkk. 2010. Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Di Kabupaten Bone. Universitas Hasanuddin. Makassar. Sutirin. 2006. Implementasi Kebijakan Pendataan Rumahtangga Miskin Dan Distribusi Kkb Oleh Badan Pusat Statistik (Studi Kasus Di Kecamatan Suruh Kab. Semarang). Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Thabrany, Hasbullah. 2014. Presentasi ”Peran P2JK dalam JKN 2014, Banyak Tugas Banyak Resiko”. Dipresentasikan di Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Tuhumury, W. Ronaldy. 2012. Studi Implementasi Jamkesmas Pada Rumah Sakit Umum Manokwari. Tesis Magister Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta. Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Wibawa, Samodera. 1994. Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka Jakarta. __________. 2010. Peraturan Daerah No. 8 tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan. Kota Tangerang Selatan __________. 2013. Peraturan Daerah No. 4 tahun 2013 tentang Sistem Kesehatan Kota. Kota Tangerang Selatan. __________. 2005. Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Jakarta. __________. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia (kamus versi online). Diakses pada tanggal 2 Maret 2014 dari situs kbbi.web.id. __________. 2013. Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan. Jakarta. __________. 2004. Draf Naskah Akademik Sistem Jaminan Sosial Nasional (ke Enam). Jakarta. __________. 2013. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jakarta. __________. 2012. Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019. Jakarta. __________. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2010 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta. __________. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan No. 340 tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta __________. 2013. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Jakarta. __________. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta __________. 2013. Peraturan Presiden No. 107 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jakarta. __________. 2013. Peraturan Presiden No. 108 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Isi Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial. Jakarta. __________. 2013. Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial. Jakarta. __________. 2013. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Jakarta. __________. 2004. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta. 2004 __________. 2009. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta. __________. 2003. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 tahun 2003 tentang Pedoman Pelayanan Publik. Jakarta. LAMPIRAN: 1. SURAT IZIN PENELITIAN 2. FORM INFORM CONCERN 3. FORM IDENTITAS INFORMAN 4. PEDOMAN WAWANCARA 5. PEDOMAN OBSERVASI 6. MATRIX HASIL WAWANCARA 7. DOKUMENTASI PENELITIAN 8. STRUKTUR ORGANISASI 9. TUPOKSI BAGIAN JAMINAN 10. ALUR PELAYANAN JKN 11. ALUR PEMBERKASAN DAN KLAIM 12. REKAPITULASI KUNJUNGAN LAMPIRAN 2 FORM INFORM CONCERN Analisis Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014 Bapak/Ibu/Sdr yang saya hormati, Saya Wahyu Manggala Putra, mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini saya sedang melakukan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Analisis Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan tahun 2014”. Pertama izinkan saya mengucapkan terimakasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk menjadi informan dan memberikan keterangan secara luas, bebas, mendalam, benar, dan jujur. Hasil informasi dan keterangan yang diberikan nanti akan digunakan sebagai masukan untuk implementasi program jaminan kesehatan nasional yang berkualitas di rumah sakit khususnya dan Kementerian Kesehatan pada umumnya. Peneliti memohon izin untuk merekam pembicaraan selama proses wawancara berlangsung dan peneliti menjamin kerahasiaan isi informasi yang diberikan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Demikian atas segala perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Sdr saya ucapkan terima kasih telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Hormat Saya, Wahyu Manggala Putra LAMPIRAN 3 FORM IDENTITAS INFORMAN Kode Informan : (…………) * Nama Informan : …………………………………………………… Jenis Kelamin : …………………………………………………… Umur : …………………………………………………… Pendidikan : …………………………………………………… Jabatan/Pekerjaan : …………………………………………………… Lama Kerja : …………………………………………………… Hari/Tanggal Wawancara : …………………………………………………... Dengan ini saya bersedia menjadi informan untuk penelitian mengenai “Analisis Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014” Tangerang Selatan, … April 2014 (………………………………………..) *) diisi peneliti LAMPIRAN 4 PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI Tata cara wawancara: 1. Mengucapkan salam 2. Memperkenalkan diri 3. Menanyakan kesediaan menjadi informan (dan menandatangani persetujuan menjadi informan) 4. Menanyakan nama informan 5. Meminta izin untuk merekam pembicaraan selama wawancara berlangsung. 6. Memberikan pertanyaan pemanasan (sudah berapa lama bekerja, bagaimana kabar hari ini) 7. Memberikan pertanyaan inti 8. Menutup sesi wawancara 9. Megucapkan terima kasih 10. Memberikan souvenir 11. Selesai Pertanyaan untuk Rumah Sakit: 1. Boleh diceritakan apa itu program JKN? (untuk menggali kepahaman dari informan – berkaitan pertanyaan no. 7) 2. Apa peran bapak/ibu dalam program JKN ini? (berkaitan pertanyaan no. 6) 3. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang tujuan dan sasaran dari program JKN ini? (Probing: seberapa penting program, sasarannya siapa, sudah tepat sasaran apa belum, peraturan pendukungnya sudah baik belum, sudah sesuai belum antara peraturan dengan keadaan di RSU) 4. Bagaimana menurut bapak/ibu, tentang kemampuan sumber daya pelaku, sumber daya sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di RSU Tangerang Selatan? (Probing: berapa jumlah SDM, sudah berapa lama bertugas, prasarana yang tersedia apa saja sudah memadai apa belum) 5. Bagaimana tentang sumber pendanaan yang digunakan pada program JKN ini di RSU Tangerang Selatan? (Probing: sumber pendanaan dari mana saja, pengelolanya siapa, besarannya berapa, sudah cukupkah) 6. Bagaimana menurut bapak/ibu cara RSU membuat program JKN berjalan lancar dan sesuai harapan? (Probing: ada SOP terkait JKN sendiri tidak, ada peraturan RSU terkait JKN tidak, siapa) 7. Bagaimana sikap/kecenderungan (disposition) atau pandangan bapak/ibu terhadap program JKN? (Probing: kalau menolak kenapa, kalau mendukung kenapa, ada pandangan lain) 8. Bagaimana komunikasi yang terjalin antar para pelaksana (pihak terkait) menegenai program JKN ini? (Probing: koordinasi seperti apa, informasi untuk pasien seperti apa, pelaporan, monitoring, evaluasi, penangangan keluhan) 9. Sejauh mana pengaruh lingkungan sosial, ekonomi, dan politik dalam pelaksanaan program JKN ini? (Probing: situasi masyarakat, dukungan pemerintah daerah dan DPRD, waktu pelaksanaannya kondusif apa tidak, peran sektor swasta terhadap program ada tidak) 10. Permasalahan apa saja yang muncul selama masa implementasi program JKN? (Probing: sumber permasalahan, yang bertanggung jawab, solusi, harapan terhadap program JKN kedepannya) LAMPIRAN 5 PEDOMAN OBSERVASI No. Subjek Observasi 1 Jumlah SDM Administrasi 2 Jumlah SDM Verifikator 3 Jumlah SDM Pelaksana (Tenaga Medis) 4 Adanya skema pelayanan pengguna JKN 5 Adanya SOP terkait JKN yang mengatur 6 Kegiatan mengikut SOP 7 Laporan Mingguan 8 Laporan Bulanan Jumlah Tersedia Cukup Tidak Cukup Catatan: ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… LAMPIRAN 7 DOKUMENTASI LAPANGAN 1. Tampak Depan RSU Kota Tangerang Selatan 2. Spanduk Informasi mengenai Program JKN 3. Loby depan (Bagian Farmasi) 4. Loby Pendaftaran 5. Loby Sebelah Kiri (Tempat Pendaftaran Peserta 6. Loby Sebelah kiri (Tempat Pendaftaran Peserta BPJS Kesehatan) BPJS Kesehatan) 8. Loby Utama RSU Kota Tangerang Selatan 7. Bagian Pendaftaran untuk Pemeriksaan data pasien serta pengambilan nomor antrian pelayanan 9. Loby sebelah kanan (Bagian Pendaftaran Peserta 10. Loby Utama Pendaftaran (kiri: untuk pelayanan Jamkesda & E-KTP) BPJS, kanan: untuk pelayanan Jamkesda dan EKTP) 11. Salah satu poster di ruang tunggu Poli lantai-1 12. Salah satu poster informasi JKN di Lift RSU RSU Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Selatan LAMPIRAN 9 TUGAS DAN FUNGSI PADA BAGIAN JAMINAN (BPJS dan E-KTP) Koordinator Jaminan : Riskhi Wundari Penanggung Jawab Administrasi Klaim Rawat Jalan : Ryan Seftianto Dewi Novia Penanggung Jawab Administrasi Klaim Rawat Inap : Arifina Asyfah Achmad Yudha Pangestu Entri Data dan Koding : Eva Pebriyana Tanjung Heryani Tupoksi Penanggung Jawab Jaminan 1. Bertanggung jawab terhadap kelancaran tugas Admin klaim rawat jalan, rawat inap, entri dan koding 2. Membuat laporan pertanggung jawaban pada setiap klaim yang diajukan 3. Entri Data dan Koding INACBGs 4. Verifikasi Internal terhadap berkas klaim Tupoksi Administrasi Klaim Rawat Jalan 1. Pengumpulan berkas klaim rawat jalan dari RM dari tiap poli dan ugd 2. Melengkapi berkas klaim rawat jalan, meliputi persyaratan, form klaim harus terisi lengkap dari diagnosa sampai tanda tangan dokter 3. Melengkapi bukti penunjang klaim ( hasil laboratorium, rontgen, Resep Apotik, dll ) 4. Melengkapi bukti retribusi dari kasir Tupoksi Administrasi Klaim Rawat Inap 1. Pengumpulan berkas rawat inap dari RM 2. Melengkapi berkas klaim rawat inap, meliputi persyaratan, resume, tanda tangan dokter 3. Melengkapi bukti penunjang klaim ( hasil laboratorium, rontgen, Resep, Lap. Operasi, dll) 4. Melengkapi bukti retribusi dari kasir Tupoksi Entri Data dan Koding 1. Memasukan data klaim yang sudah lengkap dari admin klaim rawat jalan maupun rawat inap kedalam Software INACBGs 2. Koding Diagnosa Penyakit LAMPIRAN 10 ALUR PELAYANAN PESERTA BPJS DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN Pendaftaran dan No. Antrian Pemeriksaan Berkas Pulang Administrasi Berkas Pemeriksaan di Poli/Pelayan an Medis lainnya Ambil Obat di Bagian Farmasi (Apotek) Tindak Lanjut Pasien Rujukan Lebih lanjut LAMPIRAN 11 ALUR PEMBERKASAN DAN PENGAJUAN KLAIM DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN Data Pasien dikumpulkan administrasi Dikelompokka n sesuai penjamin Input ke Sistem INACBGs Cetak Print out Pengajuan Klaim Ke BPJS Pengumpulan Berkas dll selama 1 bulan Verifikasi oleh Verifikator BPJS Cek Ulang oleh Verifikator RS LAMPIRAN 12 REKAPITULASI KUNJUNGAN RSU KOTA TANGERANG SELATAN Januari Jenis Pelayanan Poli Anak Poli Gigi Poli Mata Poli Bedah Poli Interna Poli Obsgyn* Poli Paru Poli Bedah Orthopedi Poli MCU Poli Syaraf Poli Jiwa UGD VK OK Perawatan Kelas.3 Perawatan Kelas.2 Perawatan Nifas Perawatan Bedah Kelas.3 NICU ICU TOTAL Persentase Februari Umum E-KTP BPJS 37 143 32 9 83 31 11 103 38 15 266 73 16 481 175 13 250 69 41 92 228 5 79 20 100 1 0 1 48 124 0 92 24 192 698 112 36 125 20 5 109 31 26 130 39 8 41 11 18 152 27 2 38 5 3 58 0 1 4 9 539 2,993 1,068 11.72% 65.07% 23.22% Total Persentase Pasien 212 4.61% 123 2.67% 152 3.30% 354 7.70% 672 14.61% 332 7.22% 361 7.85% 104 2.26% 101 2.20% 173 3.76% 116 2.52% 1,002 21.78% 181 3.93% 145 3.15% 195 4.24% 60 1.30% 197 4.28% 45 0.98% 61 1.33% 14 0.30% 4,600 100.00% REKAPITULASI KUNJUNGAN RSU KOTA TANGERANG SELATAN Total Jenis Pelayanan Umum E-KTP BPJS Persentase Pasien Poli Anak 34 175 25 234 4.68% Poli Gigi 4 99 42 145 2.90% Poli Mata 13 111 47 171 3.42% Poli Bedah 19 293 92 404 8.08% Poli Interna 32 597 293 922 18.44% Poli Obsgyn 16 211 95 322 6.44% Poli Paru 22 211 69 302 6.04% Poli Bedah Orthopedi 5 64 47 116 2.32% Poli MCU 242 1 2 245 4.90% Poli Syaraf 8 98 175 281 5.62% Poli Jiwa 5 124 44 173 3.46% Jenis Pelayanan UGD VK OK Perawatan Kelas.3 Perawatan Kelas.2 Perawatan Nifas Perawatan Bedah Kelas.3 NICU ICU TOTAL Persentase Umum E-KTP BPJS 157 612 120 27 116 34 5 77 32 14 131 19 2 33 30 22 99 56 2 38 9 3 36 0 3 7 632 3,129 1,238 12.64% 62.59% 24.76% Total Persentase Pasien 889 17.78% 177 3.54% 114 2.28% 164 3.28% 65 1.30% 177 3.54% 49 0.98% 39 0.78% 10 0.20% 4,999 100.00% LAMPIRAN 5 Matrix Kategorisasi Hasil Wawancara Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 Untuk Penyedia Jasa (Rumah Sakit) No. 1 Pertanyaan Ukuran dan Tujuan a. Bagaimana menurut bapak/ibu sudah sesuaikah peraturan yang dibuat pemerintah? b. RS - 2 RS - 3 “Ada bukunya kita dapat. Kalau peraturan sih maksud saya ya… udah bisa ya, maksudnya bisa buat kita pegangan lah, yang ini boleh, yang ini gak boleh, prosedurnya bagaimana gitu.” “Sesuai” “…ngikutin dari yang yang permenkes, perpres juga ada. Ya kita ikut pemerintah aja.” “sudah kan kita dapat sosialisasi tentang peraturan, saya yang hadir…” “… seluruh masyarakat Indonesia, karena kalau BPJS itu sendiri punya visi semesta 2019 yang maksudnya seluruh masyarakat Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan, …” “...seluruh masyarakat nanti di tahun 2019, saat ini hanya ASKES, Jamkesmas, Polri, TNI…” Siapa saja sasaran program JKN ini? ““…pokoknya yang otomatis itu ASKES, TNI/Polri, Jamkesmas, yang PBI itu, sama Jamsostek, tapi untuk yang PJK (Pemeliharaan Jaminan Kesehatan) aja. Trus, paling nanti, yang udah banyak sekarang ini BPJS Mandiri, jadi yang gak masuk Jamkesmas, TNI/Polri, Jamsostek ya itu masuknya disitu.” Seberapa penting program ini menurut bapak/ibu? Sumber Daya a. Bagaimana dengan jumlah SDM untuk program JKN di RSU ini menurut bapak/ibu? “sangat penting ya, karena dari pemerintah untuk biar rakyat mudah berobatnya.” “kalau untuk masyarakat Indonesia sangat penting ya, ya gimana supaya bangsa ini bagus ya masyarakatnya harus sehat ya.” “penting karena untuk menjamin kesehatan semua orang juga kan, jadi harus didukung…” “SDMnya, kalau dari segi pemberkasan kayanya cukup, tapi kalau bagian entry data itu yang kurang, entry data ke sistem.” “Kalau dari intern RSnya sih saya kurang tau, karena kan beda tim ya, kalau kita BPJS sendiri, kalau rumah sakit ya dia timnya sendiri.” “kalau SDM di Jaminan, sudah banyak ya, mungkin dokter kita yang shiftnya ganti, tapi tidak masalah sudah diatur juga…” c. 2. RS - 1 3. b. Sudah kompeten belum SDM yang melaksanakan program JKN menurut bapak/ibu? “Sudah biasa kan ngurusin Jamkesmas, mungkin sedikit lebih pusing aja kalau BPJS.” “Rata-rata kerjanya baru, 5 orang baru 1 tahun, 1 orang udah 3 tahun, 1 lagi sama saya udah 4 tahun kerja di klaim ini.” “Kita rata-rata verifikator masih baru, jadi kurang dari 1 bulan, kita juga di training dahulu, lalu ikutin workshop BPJS…” “Rata-rata kalau tim RS, sudah lebih ahli dan lama kerjanya.” “sudah …mbak kiki itu udah dari 2010 dia urus jaminan, sudah ahlinya.” c. Menurut bapak/ibu Sudah memadai belum sarana dan prasarana di RSU ini? “Belum, penunjang yang kurang, penunjang medis. Kaya CT-Scan, terus Hemodialisa, kita pengen buka hemodialisa tapi belum, apa,, banyak pasien-pasien yang cuci darah, mereka juga udah request…” “…terus kaya patologi anatomi, kita belum ada, pemeriksaan jaringan-jaringan…” “Kalau untuk sarana pelayanan BPJS udah cukup sih, dibawah ada pendaftaran dan disini juga udah ada computer lengkap, dan untuk verifikasi cukup kok sarananya.” “…untuk medisnya masih ada yang kurang ya, karena rumah sakit ini juga masih tipe C, pelayanan polinya masih banyak kurang, jadi banyak pasien disini masih ada di rujuk ke Fatmawati, RSCM…” “kita masih tipe C, jadi ada beberapa penunjang mendis yang kurang, kaya CT-Scan…” “kalau computer ada semua di tiap bidang, kita kan terhubung satu sama lain…” “mungkin ruang tunggu kurang tertata saja...” “…kalau gak ada alatnya, kita rujuk ke RS rekanan…” d. Sumber pendanaan dalam program JKN ini sudah memadai belum bapak/ibu? “…dari klaim ke BPJS aja.” “Kita kan masih belum BLUD, tapi udah sendiri, jadi kaya SKPD sendiri gitu, jadi anggarannya itu masih di subsidi Pemkot Tangsel.” “Jadi masih disubsidi dana untuk obat-obatnya. juga Alkesnya….” “Klaim BPJS” “…karena klaim yang baru belum di cairkan, kesulitan mereka ya itu, karena uangnya mereka kepakai dulu.” “…kalau JKN dari BPJS, kalau E-KTP dari Pemkot ada juga subsidi dana alkes sama obat…” “sudah cukup ya, kita kan subsidi juga…” “Ada.” “Kaya kepesertaannya yang semakin luas, terus eeeee, yaa untuk lebih berimbasnya kepada klaim ya, kaya ada yang satu episode penyakit, tapi kan kalau di rumah sakit itu mereka tetap ditangani kan sama kita, tapi mereka menyebutnya tetap satu episode si BPJSnya. Nah itu, jadi kita Rumah Sakit harus bisa ngomongnya-lah ke fungsional gimana nih, bahwa kalau penyakit ini sebenarnya Cuma satu episode, jadi hanya satu dibayarkan. Paling itu.” “Kalau SOP dari BPJSnya sendiri untuk rumah sakitnya sih belum ada ya, Cuma katanya kalau di RS sendiri sudah membuat SOP sendiri untuk pelaksanaan program. Jadi kita ikut aja dengan SOP dari pihak rumah sakit buat.” “sudah dibuat sama kiki, dia buat alur saya udah ACC…” “sedang dibuat SOP pendiagnosaan kasus yang banyak periodenya, itu masalah di dokter gak sama dengan klaimnya…” Karakteristik Agen Pelaksana a. Apakah ada peraturan/SOP yang mengatur tentang JKN tidak di RSU ini? “…peraturan pemerintah daerah, ada berapa sih yang agak berbeda kaya adanya rujukan parsial sekarang, kan kalau yang dulu Jamkesmas itu kita bisa merujuk untuk penunjang aja yang bisa langsung, tapi kalau sekarang gak bisa, jadi kalau mau merujuk penunjang aja harus ACC dulu dari rumah sakit ini baru, dirumah sakit sana diterima, dan rumah sakit ini harus membayar, tidak boleh pasien membayar.” “dulu tetap harus ke atas untuk validasi, sekarang sudah saya pangkas, selesaiin semua dibawah…” b. 4. Ada kebijakan lain tidak terhadap kejadian rujukan? Komunikasi antar pelaksana a. Bagaimana komunikasi RSU kepada BPJS? b. Bagaimana koordinasi RSU ke Dinas Kesehatan? “…udah bikin MOU dengan rumah sakit mana yang mau bekerjasama gitu, pokoknya nanti kita kirim pasien, diperiksa, paling kaya mereka ngeklaim juga, nih udah ada berapa pasien nih yang udah ditanganin sama mereka gitu, dari sini ganti uang.” “Nah selama ini kita biasanya kalau ada apaapa selalu nanya yaa, ke verifikator BPJS kan mereka juga nanti ada channel kesana ke BPJS.” “…mereka kan punya PJnya tuh, kita ke dianya. Jadi segala sesuatu nanya ke dianya gitu, masalah ini gimana, bisa atau gak, terus solusinya gimana, nanti mereka juga yang cariin solusinya. Yang penting komunikasinya jangan putus.” ”Kita kan masih belum BLUD, tapi udah sendiri, jadi kaya SKPD sendiri gitu, jadi anggarannya itu masih di subsidi. Jadi koordinasinya ke Pemkot.” “kita ada MOU dengan RS bagus-bagus di Jakarta dan Tangsel, Sari Asih juga ada…” “…kita hanya berhubungan dengan pemberkasan, jadi kita dari tim verifikasi…” tim “biasanya lewat desti ya, dia verifikator disini, baru ditempatkan…” “kalau kita diajakin rapat ya datang, paling itu…” 5. 6. c. Bagaimana sistem pelaporan dari RSU ke Kementerian atau BPJS? “Kita gak hubungan ke Kemenkes lagi, gak kaya Jamkesmas…” “…pelaporan klaim paling, langsung lewat verifikator yang ditempatkan di RSU sama BPJS, setelah closing, tanda tangan, nanti mereka bawa, nanti tinggal tunggu dananya cair ke rekening kita.” d. Apakah BPJS melakukan monitoring evaluasi terhadap program JKN? “lewat laporan klaim, sama keluhan yang masuk mungkin…” “ada sih, kayanya belum mulai deh, katanya sih pertiga bulan, ini kan masih 3 bulan, mungkin april ini nanti dari BPJS akan lakukan evaluasi.” “kurang tau juga.. harusnya iya…” “biasanya lakuin juga, kemarin saya rapat ada juga evaluasi dari Kementerian Kesehatan tapi gak di semua RS…” “…udah ada progress gitu, lebih.. maksudnya lebih apa ya.. udah lebih baik lah…” “…dulu pas jamkesmas pernah telat 3 bulan, nah kalau sekarang mah bagus ya kata saya…” “…kalau menurut saya ya. udah ada progress sedikit, mereka itu ditargetinnya…” “…kalau menurut saya sendiri ya.. eeee… itu.. terlalu terburu-buru...” “Saya sih mendukung sekali, bagus programnya…” “Kalau dilihat dari cita-cita, targetnya gitu bagus sih sebenarnya, Cuma karena masih baru aja kan, jadi kesannya masih berantakan…” “baik ya, programnya cukup mudah dan lebih jelas karena peraturannya sangat banyak.” “saya rasa mendingan JKN, gak telat klaimnya, lebih cepat…” Disposisi Pelaksana (Sikap) a. Bagaimana pandangan bapak/ibu terhadap program JKN ini? b. Bagaimana Penanganan Komplain JKN di RSU Kota Tangsel? “…biasanya langsung diselesaiin disitu aja, kan ada kotak saran juga dibawah, kalau pasiennya gak bisa ditanganin dan kebetulan ada petugas BPJSnya kita alihin ke petugas BPJSnya…” “…pasien biasanya kita arahin untuk komplain ke BPJS Centernya atau biasanya dari BPJS Hotlinenya sih, hotlinenya nelpon ke kita kalau ada masalah....” “kalau di RS, pasiennya langsung ke bagian administrasi BPJSnya di bawah itu, biasanya ntr ditanya masalahnya apa…” “…biasanya pake kotak saran” “…langsung dari orang verif, dia yang paham…” c. Lebih baik mana JKN dengan Jamkesmas? “Lebih mudah yang sebelumnya…” “mungkin karena baru juga ya, kan INA-CBGs ini pake diagnosa, jadi kita yang verif juga baru terpapar…” “kalau mau nasional sih bagusan BPJS ya jelas kan BPJS lebih terstruktur dan lembaganya besar.” “JKN persyaratannya juga lebih ringan…” “jelas JKN, ini lebih banyak UU sama Perpresnya…” Lingkungan (sosial, ekonomi, politik) 7. a. Sejauh mana pengaruh lingkungan dalam pelaksanaan program JKN? “Mungkin karena mau pemilu kali, makanya ada JKN. Saya juga kurang ngerti....” “…kalau saya rasa, kalau dilihat-lihat masyarakat animonya sih baik…” dari “wah, bingung saya, tapi gak ngaruh juga kali ya, tapi bisa jadi karena mau Pemilu ya…” b. Waktu program tidak? “Kalau untuk saat ini sih masih mendukung ya, gak terlalu banyak keluhanlah, mungkin ada gitu, tapi gak sampe gimana-gimana…” “Kalau saya bilang terlalu terburu-buru, karena itu kan dari ASKES ke BPJS itu Cuma 1 tahun berubahnya, UU BPJS itu 2012, dan persiapannya Cuma dari tahun lalu kan, pasti kurang siap untuk itu, apalagi untuk menyeluruh ke seluruh Indonesia itu masih kurang.” “Cukup baik ya, karena udah lama juga persiapannya undang-undang juga wajibkan untuk ada JKN, jadi sesuai aja, Cuma mungkin karena baru, banyak masalah…” “…ada masalahnya itu sistemnya, dari kan, dulu kan namanya kalau di ASKES cetak SJP (surat jaminan pelayanan), sekarang namanya SEP (Surat Eligibilitas Pelayanan) kadang sistemnya error, suka gak connect, dari sistem yang aku bingung gini, yang urusin klaim kan orang BPJS sedangkan yang input INA-CBGsnya itu orang NCC, beda orang kan. Nah itu kadang gak sinkron soal itu, kan yang diagnose kan dokter, kita Cuma input aja, jadi kalau mau rubah inputnya ya harus ke dokternya…” “Nah terutama rawat jalan untuk pasien-pasien DM, nah kan harus dapat suntik Insulin kan satu insulin aja 200 ribu, sedangkan yang dibayarkan BPJS itu Cuma 160 ribu, belum dokter, belum yang lain kan. Ya mau gimana kita harus tetap layani, gak boleh nolak.” “Kalau dari Rumah Sakit sendiri, banyak peserta yang bawa kartu BPJS tapi kartunya gak aktif jadi gak bisa diproses, karena sistemnya BPJS juga yang belum support banget jadi banyak klaim tagihan yang belum dibayarkan, kalau dari orang BPJSnya sendiri yanga kurang orang juga, karena peserta kan membludak yang bagian pendaftaran kesulitan juga karena kurang orang, sedangkan bagian kepesertaannya itu Cuma sedikit, ada juga yang peserta yang sudah bayar premi, tapi kartunya belum diaktifkan seperti itu, belum lagi dari pasien ex-ASKES yang dahulu obatnya dicover sekarang enggak, banyak yang gak terima juga dulu dapet sekarang enggak. Karena sekarang sistemnya kan menyeluruh buat nasional dan sistem paket juga kan, bukan pembayaran fee for service gitu, jadi mau gak mau dimaksimalkan disitu. Masih banyak evaluasi sih sebenarnya, dari NCCnya juga dari codingnya masih ada masalah kaya biaya percodingnya terlalu murah, kalau BPJS sih operator aja ya, dia dapat suruhan dari atas langsung, kaya UU sama peraturan presiden. Kalau ada masalah dengan coding juga orang banyak complain ke BPJS, kenapa kok murah ini? Padahal “Masalah peserta yang sering ketolak karena gak ada rujukan, kartunya gak bisa diakses ke sistem, itu mereka harus balik lagi ke BPJS yang jauh. Trus, sistem BPJS klaimnya juga masih lama, memang tim kurang, namun kan SOP ada, jadi sesuaikan aja. Coding sering tuh, dokter complain ke saya bilang gak ada obatnya, trus gak sesuai, nanti kan saya yang ACC juga kalau udah di pemberkasan, maunya dari awal verif itu udah cek dulu, jadi verif diawal aja. Kasian pemberkasan bolak balik.” pelaksanaan ini kondusif Permasalahan a. Permasalahan apa saja yang muncul ketika program ini berlangsung? “…dulu kita ada ngaretnya dari Jamkesmasnya ya, dulu pas jamkesmas pernah telat 3 bulan, nah kalau sekarang mah bagus ya kata saya, februari aja udah mau closing, kalau dulu kan bulan ini aja nih bulan april, masih ngerjain yang 2013.” kan yang buat NCC kan, kita juga gak tau itu kan udah ada dari NCCnya begitu. “Kalau masalah di RS sendiri paling banyak kepesertaan kayanya deh. Itu kaya gitu tuh, dia bawa kartu tapi belum aktif kartunya, itu kan orang rumah sakit gak tau dia udah bayar apa belum, karena yang tau itu kan orang kepesertaan kantor pusat, jadi kadang-kadang ada pasien yang ngomel saya udah bayar kenapa belum aktif, seperti itu. Trus kalau dari klaim banyak masalah karena dari awal-awal januari sangat banyak masalah jadi numpuk di bulan-bulan ini, kaya klaim belum ditagihkan kepada BPJS, klaim yang januari belum cair, uang rumah sakit kepake juga untuk BPJS, ya seperti itu.” 8. Harapan Apa harapan bapak/ibu dari program JKN ini kedepannya? “Tarifnya lebih besar. Lebih realistis. Terus ya.. verifnya lebih gampanglah. Soalnya kita coding dan entry sesuai yang tertulis ya, pasti dokter nulis udah ada pertimbangan, pun hasil penunjangnya seperti ini seperti ini memang pertimbangan dia ya. Kalau kita kan gak bisa merubah, kita kan Cuma sekedar ngumpulin aja sama entry.” “Kalau saya dari pihak BPJS, dari RS pengennya ya pemberkasannya aja yang sesuai dengan persyaratan untuk klaimnya, jadi ketika kita verif itu datanya sudah lengkap semuanya, kita tinggal menyortir klaim, apakah ini layak atau enggak, apakah salah diagnose atau enggak, dan sebagainya, itu aja sih dari BPJS saya ya sebagai verifikator.” “Programnya lebih baik lagi aja, jangan ada verifikasi berkali-kali, kasian yang bagian pemberkasan harus ke dokter lagi, cari coding lagi, kan sistemnya juga bisa mendukung gitu, sosialisasi program juga kurang ke RS, jadi kita tau apa-apa dari verif BPJS, kan belum tau infonya sesuai apa gak…”