analisis implementasi kebijakan jaminan

advertisement
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh :
WAHYU MANGGALA PUTRA
NIM :1110101000058
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S-1) di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan karya ilmiah ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan tindakan plagiarisme terhadap karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 Mei 2014
Wahyu Manggala Putra
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Maret - April 2014
Wahyu Manggala Putra, NIM: 1110101000058
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2014
xxi + 138 Halaman + 7 Tabel + 6 Bagan + 1 Grafik + 11 Lampiran
ABSTRAK
Jaminan kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dari tahun 1985
Indonesia sudah mengenal asuransi kesehatan untuk tenaga kerja, lalu berkembang
menjadi PT ASKES (Persero) dan PT Jamsostek (Persero). Untuk menuju
penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh, awal tahun 2014 pemerintah
Indonesia melalui Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
meluncurkan program yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Namun pada pelaksanaannya masih banyak terdapat kendala, terutama pada provider
tingkat lanjutan (Rumah Sakit) yang belum maksimal memberikan pelayanan
kesehatan. Masalah yang diteliti adalah gambaran implementasi kebijakan Jaminan
Kesehatan Nasional pada Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung oleh data
primer berupa hasil wawancara mendalam serta data sekunder berupa telaah
dokumen. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis konten. Penelitian ini
dilakukan dari bulan Maret hingga April 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Jaminan Kesehatan
Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan belum maksimal dalam pelaksanaannya,
terutama dalam hal pencairan klaim yang masih terlambat, nilai tarif pelayanan yang
berbeda dengan paket INA-CBGs, teknologi informasi yang belum maksimal, serta
SDM non-medis yang masih kurang mencukupi.
Untuk itu disarankan RSU Kota Tangerang Selatan agar meningkatan performa
dalam penyelenggaraan JKN dalam hal pemberkasan klaim JKN dengan
penjadwalan yang tepat, perhitungan proporsi SDM non-medis, serta peningkatan
kapasitas manajemen rumah sakit agar semakin baik.
Kata Kunci: Implementasi, JKN, RSU Kota Tangerang Selatan
Daftar Bacaan: 43 sumber (1981-2014)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
SPECIALIZATION OF HEALTH CARE MANAGEMENT
Undergraduate Thesis, March - April 2014
Wahyu Manggala Putra, NIM: 1110101000058
POLICY IMPLEMENTATION ANALYSIS OF NATIONAL HEALTH
INSURANCE IN SOUTH TANGERANG CITY HOSPITAL 2014
xxi + 138 Pages + 7 Tables + 6 Frames + 1 Chart + 11 Appendixes
ABSTRACT
Health insurance in Indonesia is not new, since 1985 Indonesia had known
health insurance for workers, and develop into PT ASKES and PT Jamsostek. To
reach better health guarantee and thorough, beginning in 2014 the Indonesian
government through Act No. 40 of the National Social Security System launched a
program known as the National Health Insurance (NHI). However, in practice there
are still many obstacles, especially at an advanced level provider (Hospital) are not
maximal provide health services. The problem is to describe policy implementation
of the National Health Insurance in South Tangerang City Hospital.
This study used a qualitative approach, supported by the primary data in the
form of in-depth interviews and secondary data such as document review. Using
content analysis techniques, this study was conducted from March to April 2014.
The results showed that the implementation of NHI in South Tangerang City
Hospital is not maximized in practice, such as in terms of disbursement claims are
late, rate the value of different services with INA-CBGs package, yet information
technology support, and medical human resources still insufficient.
It is recommended South Tangerang City Hospital in order to improve the
performance of the organization in terms of filing NHI claim with proper scheduling,
calculation proportion of non-medical human resources, and improving the
management capacity of the hospital getting better.
Key Words: Implementation, NHI, South Tangerang City Hospital
Reading List: 43 resources (1981-2014)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul Skripsi
ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2014
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
WAHYU MANGGALA PUTRA
NIM. 1110101000058
Jakarta, Mei 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Febrianti, M.Si
Riastuti Kusumawardani, MKM
NIP. 19720221 200501 2 004
NIP. 1980516 200901 2 005
iv
PANITIA SIDANG SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Mei 2014
___________________________________
Puput Oktamianti, SKM, MM
Penguji I
___________________________________
Ratri Ciptaningtyas, MHS
Penguji II
v
LEMBAR PENGESAHAN
Jakarta, 20 Mei 2014
Mengesahkan,
__________________________________________
Febrianti, M.Si
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
___________________________________________
Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
vi
CURRICULUM VITAE
Data Diri :
Nama
: Wahyu Manggala Putra
Tempat, Tanggal Lahir
: Pekanbaru, 9 Mei 1992
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 22 tahun
Agama
: Islam
No. HP
: +6285278196686
Alamat
: Jl. Letjend. S. Parman No. 15 Pekanbaru, Riau 28132
E-mail
: [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
: 2010 - 2014
2. SMA Negeri 5 Pekanbaru
: 2007 - 2010
3. SMP Negeri 13 Pekanbaru
: 2004 - 2007
4. SD Negeri 003 Sail Pekanbaru
: 1998 - 2004
5. TK Islam Agung An-Nur Pekanbaru
: 1997 - 1998
Riwayat Organisasi :
1. Young On Top Campus Ambassador batch 4 periode 2013–2014.
2. Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia FOSMA165
Jadetabek periode 2013-2014.
3. Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan periode 2012–2013.
4. Kepala Departemen Pengabdian Masyarakat BEM Program Studi Kesehatan
Masyarakat periode 2011-2012.
5. Wakil Ketua FOSMA165 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2011-2012.
vii
Sebuah persembahan sederhana untuk
Ibunda Yulia Samrida, Ayahanda Naswardi Nasir,
& kakek terbaik sepanjang masa Opa Basir Mahyuddin
bila cinta merupakan pembuktian, barangkali tulisan ini adalah
bukti cinta yang terlalu biasa serta tak berharga apalagi sebanding
dengan berjuta cahaya yang mama, papa, dan opa hadirkan dalam hidupku.
Saya teramat beruntung memiliki kalian.
viii
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah memberikan berbagai
nikmat kepada kita semua. Shalawat beserta salam tak lupa selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad yang telah memberikan umat manusia pencarahan menuju agama
Allah, dengan memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Implementasi Kebijakan Jaminan
Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan Tahun
2014”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Febrianti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
sekaligus Pembimbing I Skripsi yang selalu berusaha agar penulis segera
menyelesaikan setiap tugas tepat pada waktunya. Terima kasih atas kesabaran,
perhatian, serta waktu yang telah diberikan.
3. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku Pembimbing II Skripsi yang telah
memberikan bimbingan serta motivasi, terima kasih atas setiap kebaikan serta
tuntunan yang telah diberikan.
4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang sering
melibatkan penulis dalam kegiatan di kampus dan luar kampus, pengalaman yang
luar biasa bisa bekerjasama dan berinteraksi dengan bapak dan ibu semua.
ix
5. Pimpinan serta seluruh staff di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan,
khususnya Ibu Kiki dan jajarannya, terima kasih telah mau berbagi ilmu dan
pengalaman selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data.
6. Keluarga tercinta, khususnya Mama, Papa, dan Opa, tidak lupa adik-adikku
tersayang Ica, Dion, Vani, Egi, dan Tika. Terima kasih atas doa, perhatian, serta
kasih sayang yang luar biasa.
7. Teman-teman Wisma Sakina, Azis, Iqbal, Luthfi, Munir, Nizar, Zaki. Terima
kasih atas semangatnya.
8. Teman-teman MPK 2010, Anin, Bayti, Billa, Eno, Endah, Eliza, Fika, Fitria,
Furin, Ilma, Isni, Mawar, Nia, Nina, Tata, dan Ucup. Terima kasih atas
kebahagiaan dan kesedihan yang kita lewati bersama.
9. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 lainnya,
Agung, Ana, Akbar, Alul, Alya, Angger, Asri, Ayu, Bayu, Bebe, Dani, Dika,
Dian, Dewi, Dilah, Dini, Dita, Evi, Elfira, Fajriatin, Febri, Fitri, Fuad, Furi,
Harun, Ifa, Ica, Ilham, Ilmy, Karlina, Kiki, Kotrun Nida, Luthfi, Mason, Miska,
Mono, Nita, Prima, Putri, Randy, Randika, Reka, Richo, Rizka N., Rizka R., Sari,
Siva, Sinta, Sofwatun Nida, Supri, Tika, Tuti, Vina, Wiwid, Yuni, Yuli, Zata,
senang menjadi bagian dari kalian yang memiliki beragam karakter.
10. Teman-teman BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, khususnya Alif,
Fikri, Ivo, Revi, Sinta, Sri Puji, Syahir, Vica, Yanti, Yusna, dll. Terima kasih atas
pembelajaran bersama yang kita lakukan dalam organisasi ini.
11. Teman-teman ESQ dan NAML Foundation yang senantiasa memberikan
semangat dan kebahagiaan, khususnya Kak Nina, Kak Reza, Kak Ismet, Billy,
Ridho, Kak Ghazali, Kak Aida, Kak Meta, Kak Luluth, Kak Gicil, Kak Monic,
x
Kak Dion, Kak Dani, Kak Niken, Kak Hendra, Kak Nyun, Kak Ibnu, Kak Romi,
Kak Alfi, dan lainnya.
12. Mas Henry Pradipta, Mas Billy Boen, dan mentor lainnya serta teman-teman
terbaik di Young On Top Campus Ambassador batch 4, terima kasih atas ilmu
dan pengalaman berharganya selama dalam mentoring program. See you on top!
13. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis tulis satu persatu yang
telah memberikan doa serta semangat kepada penulis, senang dapat mengenal
dan menjadi bagian dari kalian.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan sehingga penulis sangat menerima setiap masukan dan saran yang
diberikan untuk memperbaiki laporan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
serta pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 9 Mei 2014
Wahyu Manggala Putra
xi
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan
i
Abstrak
ii
Abstract
iii
Lembar Persetujuan Pembimbing
iv
Lembar Persetujuan Penguji
v
Lembar Pengesahan Fakultas
vi
Daftar Riwayat Hidup
vii
Lembar Persembahan
viii
Kata Pengantar
ix
Daftar Isi
xii
Daftar Tabel
xvi
Daftar Grafik
xvii
Daftar Bagan
xviii
Daftar Singkatan
xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Rumusan Masalah
6
1.3
Pertanyaan Penelitian
6
1.4
Tujuan Penelitian
7
1.5
1.6
1.4.1
Tujuan Umum
7
1.4.2
Tujuan Khusus
7
Manfaat Penelitian
8
1.5.1
Manfaat Bagi RSU Kota Tangerang Selatan
8
1.5.2
Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
8
1.5.3
Manfaat Bagi Peneliti Lain
8
Ruang Lingkup Penelitian
8
xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
2.3
2.4
Jaminan Kesehatan Nasional
10
2.1.1
Asuransi Kesehatan Sosial di Indonesia
10
2.1.2
Jaminan Kesehatan
11
2.1.3
Program Jaminan Kesehatan Nasional
11
2.1.4
Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional
12
2.1.5
Kelembagaan
15
2.1.6
Mekanisme Penyelenggaraan
15
2.1.7
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit
24
2.1.8
Peraturan Pendukung Jaminan Kesehatan Nasional
30
Implementasi Kebijakan
31
2.2.1
Model Implementasi Kebijakan Grindle
33
2.2.2
Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn
35
2.2.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kebijakan
37
Implementasi Kebijakan sebagai Implementasi Program
44
2.3.1
Pengertian Program
44
2.3.2
Implementasi Program
46
Kerangka Teori
48
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1
Kerangka Pikir
50
3.2
Definisi Istilah
52
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian
54
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
54
4.3
Informan Penelitian
54
4.4
Instrumen Penelitian
55
4.5
Sumber Data
55
4.6
Metode Pengumpulan Data
56
4.7
Teknik Analisis Data
57
4.8
Penyajian Data
58
xiii
4.9
Triangulasi Data
58
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1
Informan Penelitian
60
5.2
Gambaran Umum RSU Kota Tangerang Selatan
61
5.3
5.4
5.2.1
Profil Singkat RSU Kota Tangerang Selatan
61
5.2.2
Visi dan Misi
62
5.2.3
Tujuan
63
5.2.4
Motto
63
5.2.5
Lokasi
63
5.2.6
Tugas dan Fungsi
63
5.2.7
Data Demografis Kota Tangerang Selatan
64
5.2.8
Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan
64
5.2.9
SDM RSU Kota Tangerang Selatan
67
Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan
68
5.3.1
Ukuran dan Tujuan Kebijakan
68
5.3.2
Sumber Daya
73
5.3.3
Karakteristik Organisasi Pelaksana
84
5.3.4
Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana
90
5.3.5
Sikap Para Pelaksana
94
5.3.6
Lingkungan
96
Implementasi
Kebijakan
JKN
Berupa
Pelayanan
Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN
Rumah
Sakit
97
5.4.1
Aspek Regulasi/Peraturan Perundang-undangan
5.4.2
Aspek Kepesertaan
101
5.4.3
Aspek Keuangan
102
5.4.4
Aspek Pelayanan Kesehatan
103
5.4.5
Aspek Manfaat dan Iuran
104
5.4.6
Aspek Kelembagaan dan Organisasi
106
xiv
98
BAB VI PEMBAHASAN PENELITIAN
6.1
Keterbatan Penelitian
108
6.2. Pembahasan Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan
6.3
108
6.2.1
Pembahasan Ukuran dan Tujuan Kebijakan
109
6.2.2
Pembahasan Sumber Daya
113
6.2.3
Pembahasan Karakteristik Organisasi
121
6.2.4
Pembahasan Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana
122
6.2.5
Pembahasan Sikap Para Pelaksana
126
6.2.6
Pembahasan Lingkungan
127
Pembahasan Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah
Sakit Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN
130
6.3.1
Aspek Regulasi/Peraturan Perundang-undangan
130
6.3.2
Aspek Kepesertaan
130
6.3.3
Aspek Keuangan
131
6.3.4
Aspek Pelayanan Kesehatan
132
6.3.5
Aspek Manfaat dan Iuran
133
6.3.6
Aspek Kelembagaan dan Organisasi
133
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan
135
7.2
Saran
136
7.2.1
RSU Kota Tangerang Selatan
136
7.2.2
BPJS Kesehatan
137
7.2.3
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
137
7.2.4
Pemerintah Kota Tangerang Selatan
137
7.2.5
Peneliti Lain
138
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
2.1 Perbedaan Pendekatan Penelitian Implementasi dan Evaluasi menurut Parsons
(1995)
47
5.1 Informan Penelitian
60
5.2 Jumlah Pegawai RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013
67
5.3 Tenaga Medis RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013
73
5.4 Jumlah Kunjungan Pasien JKN di RSU Kota Tangeran Selatan tahun 2014
75
5.5 Alur Pelayanan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan
89
5.6 Target Peserta Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan
101
xvi
DAFTAR BAGAN
2.1 Model Implementasi Kebijakan Grindle (1980)
35
2.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn (1975)
37
2.3 Kerangka Teori
49
3.1 Kerangka Pikir
51
5.1 Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan
65
xvii
DAFTAR GRAFIK
5.1 Trend Kunjungan Peserta JKN Januari-Februari tahun 2014 di RSU Kota
Tangerang Selatan
102
xviii
DAFTAR SINGKATAN
APBN
:
Anggaran Pendapatan Belanja Negara
ASTEK
:
Asuransi Tenaga Kerja
BPJS
:
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional
BUMD
:
Badan Usaha Milik Daerah
BUMN
:
Badan Usaha Milik Negara
CBGs
:
Case Based Groups
DJSN
:
Dewan Jaminan Sosial Nasional
DPRD
:
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DUKM
:
Dana Upaya Kesehatan Masyarakat
INA-CBGs
:
Indonesian Case Base Groups
IPTEK
:
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Jamkesda
:
Jaminan Kesehatan Daerah
Jamkesmas
:
Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jamsostek
:
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
JKN
:
Jaminan Kesehatan Nasional
JPSBK
:
Jaminan Pemeliharaan Sosial Bidang Kesehatan
JPKM
:
Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Kabag
:
Kepala Bagian
Kasie
:
Kepala Seksi
KBBI
:
Kamus Besar Bahasa Indonesia
xix
Kemenkes
:
Kementerian Kesehatan
NHI
:
National Health Insurance
Non-PBI
:
Bukan Penerima Bantuan Iuran
PBI
:
Penerima Bantuan Iuran
PDB
:
Pendapatan Daerah Bruto
Perpres
:
Peraturan Presiden
PHK
:
Pemutusan Hubungan Kerja
PMK/Permenkes
:
Peraturan Menteri Kesehatan
PNS
:
Pegawai Negeri Sipil
PNS
:
Pegawai Negeri Sipil
POLRI
:
Polisi Republik Indonesia
PPJK
:
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
PPK
:
Penyedia Pelayanan Kesehatan
PT. ASKES
:
PT. Asuransi Kesehatan
Pusdatin Kesehatan
:
Pusat Data dan Informasi Kesehatan
RS
:
Rumah Sakit
RSCM
:
Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo
RSU
:
Rumah Sakit Umum
RSUP
:
Rumah Sakit Umum Pusat
SDM
:
Sumber Daya Manusia
SDM
:
Sumber Daya Manusia
SJSN
:
Sistem Jaminan Sosial Nasional
SOP
:
Standard Operational Procedure
xx
TNI
:
Tentara Nasional Indonesia
UU
:
Undang-undang
WHO
:
World Health Organization
WNA
:
Warga Negara Asing
xxi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jaminan Kesehatan di Indonesia bukanlah barang baru, dahulu pada
awalnya Indonesia memiliki asuransi kesehatan untuk pegawai negeri sipil yang
merupakan lanjutan dari Restitutie Regeling tahun 1934. Pada tahun 1985
dimulailah asuransi untuk tenaga kerja (ASTEK) sampai tahun 1987 dengan
menggerakkan dana masyarakat melalui Dana Upaya Kesehatan Masyarakat
atau lebih dikenal DUKM. (Djuhaeni, 2007)
Pada tahun 1992 diterbitkan tiga buah undang-undang yang berkaitan
dengan asuransi yaitu UU No. 2 tentang Asuransi, UU No. 3 Tentang Jamsostek
(Jaminan Sosial Tenaga Kerja), serta UU No. 23 Tentang Kesehatan yang di
dalamnya terkandung pasal 65 dan pasal 66 tentang Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat (JPKM). JPKM mengikuti pola managed care di
Amerika dengan pembayaran prepaid berdasarkan kapitasi dan pelayanan yang
bersifat komprehensif meliputi preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
(Djuhaeni, 2007)
Pada waktu itu hanya baru pelayanan kesehatan di puskesmas yang
dicakup oleh pelayanan JPKM dengan dokter puskesmas sebagai gate keeper,
dan mulai dikembangkan dokter keluarga yang diharapkan pada masa yang akan
datang. Dari pengalaman JPKM hingga JPSBK (Jaminan Pemeliharaan Sosial
Bidang Kesehatan), kendala utama pelaksanaan JPKM antara lain adalah SDM
1
2
(sumber daya manusia) badan penyelenggara baik kuantitas maupun kualitas,
sedangkan ditinjau dari aspek permintaan masyarakat akan asuransi maupun
faktor yang mempengaruhinya di Indonesia belum diketahui. (Djuhaeni, 2007)
Usaha ke arah penjaminan kesehatan yang lebih baik lagi sesungguhnya
telah dirintis oleh pemerintah, diantaranya melalui PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima
pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak
mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun
demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi dan terbagi-bagi. Biaya
kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Masih banyak
masyarakat yang seharusnya menerima jaminan belum merasakan manfaatnya.
(Kemenkes, 2013)
Untuk menuju penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh,
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 40 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) dimana Jaminan Kesehatan merupakan prioritas yang
akan dikembangkan untuk mencapai kepesertaan Semesta. (PPJK, 2013)
Setelah program JKN diluncurkan pada tanggal 1 Januari 2014
pelaksanaan program ini dilapangan banyak terdapat kendala, dari studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti di Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada saat melakukan magang pada bagian
tersebut
membuktikan,
permasalahan
utama
yang
sering
dilaporkan
penyelenggara pelayanan kesehatan kepada pemerintah pusat adalah terkait
pelayanan yang diberikan pada provider tingkat lanjutan (Rumah Sakit) yang
3
dirasakan tidak maksimal karena berbagai masalah, yang diantaranya: masalah
alur pelayanan yang terbilang rumit, sistem pembiayaan kesehatan di Rumah
Sakit yang menggunakan sistem Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs)
yang masih belum seutuhnya mendukung program, ketersediaan alat kesehatan
dan obat yang belum mendukung, serta jumlah sumber daya manusia yang dirasa
kurang sejak program JKN ini diluncurkan.
Implementasi Kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakaan dasar,
biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintahperintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan
lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi,
menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai
cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya. (Mazmanian
dan Paul Sabatier, 1983).
Berdasarkan paparan diatas, merujuk pada pelaksanaan implementasi
program terdahulu yaitu Jamkesmas, Jamkesda ataupun program kesehatan dari
pemerintah daerah, peneliti memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang
dapat mengantar pada permasalahan yang sering muncul, sehingga diperoleh
acuan yang semakin menguatkan untuk melakukan penelitin ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Tuhumury (2012) mengenai implementasi
Jamkesda di Rumah Sakit Umum (RSU) Manokwari membuktikan bahwa
implementasi Jamkesmas pada Rumah Sakit Umum Daerah Manokwari belum
berjalan sebagaimana yang diharapkan, kurangnya partisipasi masyarakat,
ketidak terbukaan akses informasi, kurangnya sosialisasi tentang Program
Jamkesmas, keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).
4
Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahayu (2010) mengenai
implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) di Rumah
Sakit (Studi Kasus Di RSUD Dr. Soetomo) menunjukkan bahwa masih terdapat
kendala dalam penyelenggaraan program Jamkesmas, yaitu tunggakan klaim
yang dialami rumah sakit yang menyebabkan kerugian.
Selanjutnya penelitian Ardianty (2012) menunjukkan pelaksanaan
Implementasi Program Jamkesda di Rumah Sakit PMI Bogor masih belum
maksimal serta banyak kekurangan dari segi pelaksanaanya, seperti
keterlambatan pengajuan klaim tagihan, tidak sesuainya nilai tarif INA-CBGs
dengan nilai tarif rumah sakit, serta kurangnya komitmen rumah sakit dalam
melaksanakan program.
Berdasarkan paparan beberapa penelitian diatas ternyata masih banyak
terdapat proses penyelenggaraan program jaminan kesehatan di berbagai sektor
terutama Rumah Sakit belum berjalan secara optimal dan tepat sasaran. Oleh
sebab itu, untuk menggali permasalahan tersebut peneliti memilih Rumah Sakit
Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian dengan
beberapa pertimbangan yang didasari oleh fakta dokumen dan studi pendahuluan
berupa observasi pada bulan Februari 2014:
1. Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di Provinsi
Banten yaitu 1.361.000 penduduk. (PUSDATIN Kesehatan Banten 2013)
2. Melihat jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan yang memiliki urutan ke4 terbesar di Banten tersebut, pada kenyataannya Tangerang Selatan hanya
memiliki 1 rumah sakit umum milik pemerintah yaitu RSU Kota Tangerang
Selatan.
5
3. RSU Kota Tangerang Selatan merupakan satu-satunya rumah sakit milik
pemerintah yang menjadi rujukan utama seluruh puskesmas (25 puskesmas)
di Tangerang Selatan untuk pelayanan kesehatan tingkat lanjutan.
4. Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan, sejak diluncurkannya
program Jaminan Kesehatan Nasional jumlah pasien di RSU Kota
Tangerang Selatan mencapai 300 pasien setiap harinya yang terdiri dari 35%
peserta JKN dan 65% Umum dan Jamkesda pada bulan Januari 2014,
jumlah peserta JKN meningkat menjadi 38% pada bulan Februari (data
rekapitulasi kunjungan RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014). Hal ini
tentu saja terjadi karena animo masyarakat yang besar terhadap program
JKN tersebut.
5. Keterbatasan SDM rumah sakit juga sangat terlihat jelas yang berpotensi
menjadi masalah pada penyediaan layanan secara prima, terlihat jelas
jumlah SDM administrasi yang hanya 2 orang untuk melayani jumlah pasien
yang banyak pada saat program berlangsung,
Dari paparan informasi diatas peneliti melihat bahwa RSU Kota
Tangerang Selatan memiliki potensi mengalami permasalahan dalam melayani
peserta program Jaminan Kesehatan Nasional. Oleh karena itu peneliti ingin
mengetahui penyelenggaraan dan permasalahan terkait implementasi kebijakan
Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014.
6
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, ditemukan ternyata begitu banyak masalah
terkait pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional di daerah. Untuk
melihat permasalahan tersebut di lapangan, peneliti memilih Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan sebagai tempat penelitian karena merupakan
kota dengan penduduk terbesar ke-4 di Provinsi Banten, serta semenjak
diluncurkannya program JKN jumlah kunjungan peserta JKN meningkat setiap
harinya. Disamping hal tersebut, RSU Kota Tangerang Selatan merupakan
rumah sakit pemerintah yang menjadi rujukan utama seluruh Puskesmas di
Tangerang Selatan serta terdapat kendala dalam SDM non-medis. Berdasarkan
hal-hal diatas menunjukkan adanya potensi permasalahan pada penyelenggaraan
JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sehingga dibutuhkan sebuah penelitian
untuk mengetahuinya. Atas dasar itu, peneliti ingin mengetahui gambaran
implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum
Kota Tangerang Selatan.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU
Kota Tangerang Selatan tahun 2014?
7
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya
implementasi
kebijakan
program
Jaminan
Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya regulasi pada implementasi kebijakan program
Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
b. Diketahuinya sumber daya pada implementasi kebijakan program
Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
c. Diketahuinya karakteristik pelaksana pada implementasi kebijakan
program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
d. Diketahuinya komunikasi antar pelaksana pada implementasi
kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan.
e. Diketahuinya
sikap/disposisi
pelaksana
pada
implementasi
kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit
Umum Kota Tangerang Selatan.
f. Diketahuinya faktor lingkungan pada implementasi kebijakan
program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
8
g. Diketahuinya pelaksanaan pelayanan program Jaminan Kesehatan
Nasional berdasar 6 aspek penyelenggaraan oleh Pemerintah Pusat.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Bagi Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan
1. Mendapatkan masukan untuk perbaikan dan kelanjutan dari
implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional di
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya memperkuat argumen
terhadap permasalahan yang terjadi pada pelaksanaan implementasi
program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan.
1.5.2. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi
mahasiswa dan dosen mengenai implementasi kebijakan program
Jaminan Kesehatan Nasional.
1.5.3. Manfaat Bagi Peneliti Lain
Sebagai referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan dan rujukan
oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan
dengan implementasi kebijakan program Jaminan Kesehatan Nasional.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mempelajari tentang Analisis Implementasi Kebijakan
Program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang
9
Selatan tahun 2014. Peneliti memilih RSU Kota Tangerang Selatan sebagai
tempat penelitian dikarenakan merupakan Rumah Sakit Pemerintah di Kota
Tangerang Selatan yang menjadi rujukan utama seluruh puskesmas di
Tangerang Selatan untuk pelayanan tingkat lanjut program JKN, dan sejak
diluncurkannya program JKN jumlah kunjungan pasien meningkat yang
menyebabkan banyak permasalahan terkait pelayanan kepada pasien. Penelitian
ini dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan
instrumen riset kepustakaan (library research) dan riset lapangan (field
research) yang berupa telaah dokumen, observasi, dan wawancara. Peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena ingin melihat proses serta
permasalah yang terjadi pada impelementasi program JKN di lapangan secara
lebih dalam. Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga April 2014.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Jaminan Kesehatan Nasional
2.1.1. Asuransi Kesehatan Sosial di Indonesia
Sulastomo (2002) maupun Thabrany (2002) dalam Djuhaeni
(2007) berpendapat bahwa asuransi kesehatan sosial sangat
dibutuhkan di Indonesia mengingat kesehatan adalah hak sedangkan
situasi saat ini tidak semua masyarakat dapat akses terhadap
pelayanan kesehatan yang penyebabnya antara lain ketiadaan biaya.
Pengembangan asuransi kesehatan sosial perlu ditunjang dengan
peningkatan sumber daya dari keempat komponen asuransi yaitu:
a.
Peserta; peningkatan premi
b.
Badan penyelenggara; peningkatan manajemen
c.
PPK; peningkatan kualitas dan manajemen
d.
Badan pembina; peningkatan pengawasan.
Proses pembuatan undang-undang yang berkaitan dengan
asuransi di luar Askes dan Jamsostek serta JPKM sebagai cikal bakal
pelaksanaan asuransi kesehatan sosial agaknya akan mendukung
pelaksanaan asuransi kesehatan nasional pada masa yang akan datang.
Adanya kelas perawatan di rumah sakit dan pemberian jaminan sesuai
golongan khususnya bagi pegawai negeri sipil menjadi suatu kendala
10
11
sekaligus tantangan yang perlu dicarikan solusinya dalam rangka
keadilan bagi semua orang serta terciptanya solidaritas.
Dengan pemaparan diatas, saat ini Indonesia memiliki sebuah
sistem jaminan kesehatan secara sosial dan ditujukan bukan hanya
kepada masyarakat miskin, namun kepada seluruh rakyat, saat ini
dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional.
2.1.2. Jaminan Kesehatan
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan
kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan
dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah (Perpres No.12, 2013).
2.1.3. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat program JKN
adalah suatu program pemerintah dan masyarakat (rakyat) dengan
tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh
bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup
sehat, produktif, dan sejahtera. (Naskah Akademik SJSN, 2004).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di
Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui
mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib
(mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua
12
penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga
mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang
layak.
2.1.4. Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional
1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip-prinsip
asuransi sosial yang diatur dalam UU No. 40 tahun 2004. Berikut
prinsip-prinsip yang terdapat dalam program Jaminan Kesehatan
Nasional:
a. Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu
prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah
satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong
royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau
yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang
sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib
untuk seluruh penduduk. Dengan demikian, melalui prinsip
gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari
laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah
untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana
13
yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat,
sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
Prinsip
keterbukaan,
kehati-hatian,
akuntabilitas,
efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini
mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari
iuran peserta dan hasil pengembangannya.
c. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk
memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta
sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat
menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun
kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya
tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta
secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
14
e. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana
titipan kepada badan badan penyelenggara untuk dikelola
sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut
untuk kesejahteraan peserta.
f. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial
Dana yang diperoleh dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan
peserta.
g. Prinsip ekuitas
Kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang
telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran
iuran sebesar persentase tertentu dari upah bagi yang memiliki
penghasilan (UU No. 40/2004 Pasal 17 ayat 1) dan pemerintah
membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu (UU No.
40/2004 Pasal 17 ayat 4).
2. Tujuan penyelenggaraan adalah untuk memberikan manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan pemenuhan
kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40/2004 Pasal 19 ayat 2).
3. Manfaat
diberikan
perseorangan
peningkatan
dalam
yang
kesehatan
bentuk
pelayanan
kesehatan
komprehensif,
mencakup
pelayanan
(promotif),
pencegahan
penyakit
(preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)
15
termasuk obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik
layanan terkendali mutu dan biaya (managed care). (UU No.
40/2004 Pasal 22 ayat 1 dan 2, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal
26).
2.1.5. Kelembagaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) yang mengurusi
kegiatan terkait pelayanan jaminan kesehata nasional. Untuk
pelaksanaan di lapangan BPJS Kesehatan akan menjadi badan
pelaksana untuk program JKN ini. Sedangkan rumah sakit dan
puskesmas sebagai provider (penyedia jasa) pelayanan.
2.1.6. Mekanisme Penyelenggaraan
a. Kepesertaan
1. Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran
(bukan penerima bantuan iuran) atau iurannya dibayar oleh
pemerintah (penerima bantuan iuran) (UU No. 40 Tahun
2004 Pasal 20 ayat 1).
2. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir
miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non
PBI), terdiri dari :
(1) Pekerja Penerima Upah
a. Pegawai Negeri Sipil;
16
b. Anggota TNI;
c. Anggota Polri;
d. Pejabat Negara;
e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f. Pegawai Swasta; dan
g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang
menerima Upah.
h. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan.
(2) Pekerja Bukan Penerima Upah
a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri;
b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan
penerima Upah.
c. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling
singkat 6 (enam) bulan.
(3) Bukan Pekerja
a. Investor;
b. Pemberi Kerja;
c. Penerima Pensiun, terdiri dari :
i. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak
pensiun;
ii. Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti
dengan hak pensiun;
17
iii. Pejabat Negara yang berhenti dengan hak
pensiun;
iv. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima
pensiun yang mendapat hak pensiun;
v. Penerima pensiun lain;
vi. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima
pensiun lain yang mendapat hak pensiun.
d. Veteran;
e. Perintis Kemerdekaan;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau
Perintis Kemerdekaan;
g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang
mampu membayar iuran.
4. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas
dengan memberlakukan program di seluruh wilayah
Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi
peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan
hubungan kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang tidak
memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami
cacat tetap total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi
tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar oleh Pemerintah
(UU No. 40/2004 Pasal 21 ayat 1, 2, 3). Kesinambungan
kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat
18
dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan
kesehatan dari manfaat jaminan pensiun.
5. Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan
mengizinkan warga negara asing yang bekerja paling singkat
enam bulan di Indonesia untuk ikut serta (UU No. 40/2004
Pasal 1 angka 8).
6. Kepesertaan Penerim Bantuan Iuran (PBI) bagi masyarakat
miskin dan tidak mampu untuk selanjutnya akan ditetapkan
berdasarkan
Keputusan
Kementerian
Sosial
tentang
penetapan Penerima Bantuan Iuran Kesehatan yang dilandasi
atas dasar nama dan alamat tempat tinggal (by name by
address), untuk saat ini jumlah peserta PBI didapatkan dari
kepesertaan Jamkesmas tahun 2013 yang berjumlah 86,4 juta
jiwa.
b. Pembiayaan
1. Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang
dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja,
dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan
(pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).
2. Pembayar Iuran
Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan
Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.
19
Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang
bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai
Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan
pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima
persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: 3%
(tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen)
dibayar oleh peserta.
Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang
bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat
koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan
ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja
dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.
Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah
yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan
mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari
dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja
penerima upah.
Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah
(seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll);
peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta
bukan pekerja adalah sebesar:
i. Sebesar Rp 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan
di ruang perawatan Kelas III.
20
ii. Sebesar Rp 42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan
di ruang perawatan Kelas II.
iii. Sebesar Rp 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus
rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan
di ruang perawatan Kelas I.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis
Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari
Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima
persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang
III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,
dibayar oleh Pemerintah.
Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
setiap bulan.
c. Pelayanan
1. Jenis Pelayanan
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh
Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat
medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis).
Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas
Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS
Kesehatan.
21
2. Prosedur Pelayanan
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertamatama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan
pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus
dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
3. Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan
yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis
sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan
kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai,
pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan Fasilitas
Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan
untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.
4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua
Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS
Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan
melalui proses kredensialing dan rekredensialing.
d. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua)
jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan
22
manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans
hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan
dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan
medis. Manfaat Akomodasi Rawat Inap jika dijabarkan sebagai
berikut:
1.
Ruang perawatan kelas III bagi:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan
b. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta
bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di
ruang perawatan kelas III.
2.
Ruang Perawatan kelas II bagi:
a. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II
beserta anggota keluarganya;
b. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang
setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
c. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang
setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
23
d. Peserta Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah
Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah sampai
dengan 1,5 (satu setengah) kali penghasilan tidak kena
pajak dengan status kawin dengan 1 (satu) anak, beserta
anggota keluarganya;
e. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta
bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di
ruang perawatan kelas II;
3.
Ruang Perawatan kelas I bagi:
a. Pejabat Negara dan anggota keluarganya;
b. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun pegawai
negeri sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV
beserta anggota keluarganya;
c. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang
setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan
golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
d. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang
setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan
golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
e. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota
keluarganya;
f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau
Perintis Kemerdekaan;
24
g. Peserta Pekerja Penerima Upah bulanan dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah
diatas 1,5 (satu setengah) sampai dengan 2 (dua) kali
penghasilan tidak kena pajak dengan status kawin
dengan 1 (satu) anak, beserta anggota keluarganya; dan
h. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta
bukan Pekerja dengan iuran untuk Manfaat pelayanan di
ruang perawatan kelas I.
2.1.7. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit
A. Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada Program JKN
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013
tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional,
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas
Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas Kesehatan
rujukan tingkat lanjutan (Permenkes 71/2013 pasal 2).
Berikut peneliti akan fokus dalam menjabarkan Fasilitas
Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan berdasarkan Permenkes No.
71 tahun 2013. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan
terdiri dari:
a. klinik utama atau yang setara;
b. rumah sakit umum; dan
c. rumah sakit khusus.
25
Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan meliputi
(Permenkes 71/2013 pasal 20):
a. administrasi pelayanan;
b. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh
dokter spesialis dan subspesialis;
c. tindakan medis spesialistik baik bedah maupun non bedah
sesuai dengan indikasi medis;
d. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan
indikasi medis;
f. rehabilitasi medis;
g. pelayanan darah;
h. pelayanan kedokteran forensik klinik;
i. pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas
Kesehatan;
j. perawatan inap non intensif; dan
k. perawatan inap di ruang intensif.
B. Klasifikasi Rumah Sakit
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit
khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan Rumah Sakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
diantaranya:
1. Rumah Sakit Umum kelas A
26
Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 5 Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik, 12 Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 Pelayanan
Medik Sub Spesialis (Permenkes 340, 2010).
2. Rumah Sakit Umum kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar, 4 Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik, 8 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 Pelayanan
Medik Subspesialis Dasar (Permenkes 340, 2010).
3. Rumah Sakit Umum kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang
Medik (Permenkes 340, 2010).
4. Rumah Sakit Umum kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 Pelayanan
Medik Spesialis Dasar (Permenkes 340, 2010).
C. Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) di Rumah Sakit
1. Pengertian CBGs (Case Based Group)
Case Base Groups (CBGs) yaitu cara pembayaran
perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-
27
kasus yang relatif sama. Sistem pembayaran pelayanan
kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan
jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu
unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan
suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan rumah
sakit. (Centre for Casemix RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang, 2014)
2. Pengertian INA-CBGs (Indonesian-Case Based Group)
Berdasarkan informasi dari Center for Casemix RSJ dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang bagian Instalasi Rekam
Medis menyatakan Sistem Casemix INA-CBGs adalah suatu
pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang
untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal
sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien
dengan karakteristik klinik yang sejenis (George Palmer, Beth
Reid).
Rumah
Sakit
akan
mendapatkan
pembayaran
berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu
kelompok
diagnosis.
pelayanan
kesehatan
Pengklasifikasian
sejenis
kedalam
setiap
tahapan
kelompok
yang
mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di
sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis
dengan gejala klinis yang sama serta biaya perawatan yang
relatif sama.
28
3. Manfaat INA-CBGs
Manfaat yang dapat kita peroleh dari penerapan kebijakan
program Casemix INA-CBGs secara umum berupa manfaat
medis dan manfaat ekonomi. Dari segi medis, para klinisi dapat
mengembangkan perawatan pasien secara komprehensif, tetapi
langsung kepada penanganan penyakit yang diderita oleh
pasien. Secara ekonomi, dalam hal ini keuangan (costing) kita
jadi lebih efisien dan efektif dalam penganggaran biaya
kesehatan.Sarana pelayanan kesehatan akan mengitung dengan
cermat dan teliti dalam penganggaranya.
a. Manfaat Bagi Pasien
i. Adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas
pengobatan berdasarkan derajat keparahan
ii. Dengan adanya batasan pada lama rawat (length of
stay) pasien mendapatkan perhatian lebih dalam
tindakan medis dari para petugas rumah sakit, karena
berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah
ditentukan.
iii. Pasien menerima kualitas pelayanan kesehatan yang
lebih baik.
iv. Mengurangi pemeriksaan dan penggunaan alat medis
yang
berlebihan
oleh
tenaga
medis
mengurangi resiko yang dihadapi pasien.
sehingga
29
b. Manfaat Bagi Rumah Sakit
i. Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan
kepada beban kerja sebenarnya.
ii. Dapat meningkatkan mutu & efisiensi pelayanan
Rumah Sakit.
iii. Bagi dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan
yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik
berdasarkan
derajat
keparahan,
meningkatkan
komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu
agar perawatan dapat secara komprehensif serta dapat
memonitor QA dengan cara yang lebih objektif.
iv. Perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja
yang lebih akurat.
v. Dapat untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang
diberikan oleh masing-masing klinisi.
vi. Keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian
budget anggaran.
vii. Mendukung
sistem
perawatan
pasien
dengan
menerapkan Clinical Pathway.
c. Bagi Penyandang Dana Pemerintah
i. Dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian
anggaran pembiayaan kesehatan.
ii. Dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equitas
terhadap masyarakat luas akan akan terjangkau.
30
iii. Secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih
baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan
provider/Pemerintah.
iv. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif dan
berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya.
2.1.8. Peraturan Pendukung Program Jaminan Kesehatan Nasional
Pemerintah sudah mulai mengeluarkan beberapa peraturan
pendukung untuk memberikan payung hukum yang jelas terhadap
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional ini termasuk belum lama
peraturan pengganti-pun telah dikeluarkan, berikut peraturannya:
a. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan. Peraturan ini mengatur pelaksanaan Jaminan
Kesehatan di Indonesia pada tatanan operasional
b. Peraturan Presiden No. 107 tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional
Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan ini lebih
mengatur secara khusus pelayanan kesehatan pada tatanan
pemerintah sebagai sasaran utama pada kepesertaan JKN.
c. Peraturan Presiden No. 108 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Isi
Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial. Peraturan ini
berisikan panduan hukum dan legal aspect yang menaungi
pelaporan program jaminan sosial dari BPJS kepada pemerintah.
31
d. Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 tentang Penahapan
Kepesertaan Program Jaminan Sosial. Pada peraturan ini
mengatur lebih detil mengenai penahapan kepesertaan program
jaminan sosial.
e. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan. Peraturan ini merupakan peraturan perubahan untuk
peraturan jaminan kesehatan sebelumnya yang dibuat karena ada
beberapa pasal yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
2. 2 Implementasi Kebijakan
2.2.1. Pengertian Implementasi
Implementasi sebagai suatu konsep tindak lanjut pelaksanaan
kegiatan cukup menarik untuk dikaji oleh cabang cabang ilmu. Hal ini
semakin mendorong perkembangan konsep implementasi itu sendiri,
disamping
itu
juga
menyadari
bahwa
dalam
mempelajari
implementasi sebagai suatu konsep akan dapat memberikan kemajuan
dalam upaya-upaya pencapaian tujuan yang telah diputuskan.
Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus
Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab (2004) dalam
bukunya adalah:
“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to
implement.
Dalam
kamus
besar
webster,
to
implement
(mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out
32
(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give
practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap
sesuatu)”.
Sehingga menurut Webster dalam Wahab (2004), Implementasi
adalah menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu untuk
menimbulkan dampak terhadap sesuatu.
Definisi yang lain antara lain menurut Daniel Mazmanian dan
Paul Sabatier (1983) dalam buku Hill dan Hupe (2002) sebagaimana
dikutip peneliti, bahwa:
“Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakaan
dasar, biasanya dalam bentuk undang undang, namun dapat pula
berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting
atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut
mengindentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara
tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara
untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”
Menurut Syukur Abdullah (1988) dalam Novayanti (2013)
bahwa pengertian dan unsur unsur pokok dalam proses implementasi
sebagai berikut:
1. Proses implementasi ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang
terdiri atas pengambilan keputusan, langkah langkah yang
strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan
suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna
mencapai sasaran yang ditetapkan semula.
33
2. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesungguhnya
dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau
dari hasil yang dicapai “outcomes” unsur yang pengaruhnya dapat
bersifat mendukung atau menghambat sasaran program.
3. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga
unsur yang penting dan mutlak yaitu :
a. Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin
dilaksanakan dalam ruang hampa. Oleh karena itu faktor
lingkungan (fisik, sosial, budaya, dan politik) akan
mempengaruhi proses implementasi program program
pembangunan pada umumnya.
b. Target group yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan
diharapkan akan menerima manfaat program tersebut.
c. Adanya program kebijaksanaan yang dilaksanakan.
d. Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau
perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan,
pelaksanaan dan pengawaasan implementasi tersebut.
2.2.2. Model Implementasi Kebijakan Grindle
Merille S. Grindle (1980) dalam Samodra Wibawa (1994) yang
dikutip
dari
penelitian
Sutirin
(2006)
menyatakan
bahwa
implementasi kebijakan sebagai keputusan politik dari para pembuat
kebijakan yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan, Grindle
mengungkapkan pada dasarnya implementasi kebijakan publik
ditentukan oleh dua variabel yaitu veriabel konten dan variabel
34
konteks. Variabel konten apa yang ada dalam isi suatu kebijakan yang
berpengaruh terhadap implementasi. Variabel konteks meliputi
lingkungan dari kebijakan politik dan administrasi dengan kebijakan
politik tersebut. Adapun yang menjadi ide dasar dari pemikiran
tersebut adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi
program aksi maupun proyek individu dan biaya yang telah
disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Tetapi ini tidak
berjalan mulus, tergantung implementability dari program itu, yang
dapat dilihat pada isi dan konteks kebijakannya.
b. Isi kebijakan mencakup :
1. Kepentingan yang mempengaruhi
2. Manfaat yang akan dihasilkan
3. Derajat perubahan yang diinginkan
4. Kedudukan pembuat kebijakan
5. Siapa pelaksana program
6. Sumber daya yang dikerahkan
b. Konteks kebijakan mencakup :
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
35
Bagan 2.1 Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle (1980)
Sumber: Samodera Wibawa, 1994
2.2.3. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn
Menurut Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Michael Hill
dan Petter L. Hupe (2002) implementasi kebijakan merupakan:
36
“Tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu
atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.”
Tindakan tindakan yang dimaksud mencakup usaha usaha untuk
mengubah
keputusan
keputusan
menjadi
tindakan
tindakan
operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka
melanjutkan usaha usaha untuk mencapai perubahn perubahan besar
dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan keputusan.
Menurut Van Meter dan Van Horn ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam mengembangkan tipologi kebijakan kebijakan
publik yakni: Pertama, kemungkinan implementasi yang efektif aka
bergantung sebagian pada tipe kebijakan yang dipertimbangkan.
Kedua, faktor faktor tertentu yang mendorong realisasi atau non
realisasi tujuan tujuan program akan berbeda dari tipe kebijakan yang
satu dangan tipe kebijakan yang lain. Suatu implementasi akan sangat
berhasil bila perubahan marginal diperlukan dan konsensus tujuan
adalah tinggi. Sebaliknya bila perubahan besar ditetapkan dan
konsensus tujuan rendah maka prospek implementasi yang efektif
akan sangat diragukan. Disamping itu kebijakan kebijakan perubahan
besar/konsesnsus tinggi diharapkan akan diimplementasikan lebih
efektif daripada kebijakan kebijakan yang mempunyai perubahan
kecil dan konsensus rendah. Dengan demikian konsensus tujuan akan
diharapkan pula mempunyai dampak yang besar pada proses
37
implementasi kebijakan daripada unsur perubahan. Dengan saran
saran atau hipotesis-hipotesis seperti ini akan mengalihkan perhatian
kepada penyelidikan terhadap faktor faktor atau faktor-faktor yang
tercakup dalam proses implementasi menjadi sesuatu hal yang penting
untuk dikaji.
Bagan 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut Van Horn dan
Van Metter (1975)
Ukuran dan
Tujuan
Kebijakan
Komunikasi antar
organisasi
pelaksana
Karakteristik
organisasi
pelaksana
Sikap para
pelaksana
Prestasi
kerja
Sumber
Daya
Lingkungan:
ekonomi, sosial,
dan politik
Sumber: Michael Hill and Peter L. Hupe (2002
2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Kebijakan
Ada 6 faktor menurut Van Metter dan Van Horn (1975) dalam
Novayanti (2013) yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik,
yaitu:
38
1. Ukuran dan Tujuan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat
keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat
realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan.
Ketika ukuran dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka
akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006).
2. Sumber Daya
Menurut Meter dan Horn (1975), keberhasilan proses
implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan
sumber
daya
yang
terpenting
dalam
menentukan
suatu
keberhasilan proses implementasi. Tahap tahap tertentu dari
keseluruhan proses implementasi menurut adanya sumber daya
manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang
disyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik.
Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya
itu nihil, maka sangat sulit untuk diharapkan.
Tetapi diluar sumber daya manusia, sumberdaya lain yang
perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya financial dan sumber
daya waktu. Karena mau tidak mau ketika sumber daya manusia
yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana
melalui anggaran tidak tersedia, maka memang terjadi persoalan
sulit untuk merealisasikan apa yuang hendak dituju oleh tujuan
kebijakan publik tersebut, demikian halnya dengan sumber daya
39
waktu, saat sumber daya manusia giat bekerja dan kucuran dana
berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang
terlalu ketat, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab
ketidakberhasilan implementasi kebijakan.
3. Karakteristik Organisasi Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi
formal
dan
organisasi
nonforrmal
yang
akan
terlibat
pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting
karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat
banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan
para agen pelaksananya. Misalnya implementasi kebijakan publik
yang berusaha untuk merubah perilaku atau tingkah laku manusia
secara radikal, maka agen pelaksana proyek itu haruslah
berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum.
Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilku
dasar manusia maka dapat dapat saja agen pelaksana yang
diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambran yang
pertama. Selain itu cakupan atau luas wilayah implementasi
kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menetukan
agen pelaksana maka seharusnya semakin besar pula agen yang
dilibatkan.
Van Meter dan Van Horn mengetengahkan beberapa unsur
yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam
mengimplementasikan kebijakan:
40
a. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan.
b. Tingkat pengawasan hirarki terhadap keputusan keputusan sub
unit dan proses proses dalam badan badan pelaksana.
c. Sumber sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan
diantara anggota anggota legislatif dan eksekutif).
d. Vitalitas suatu organisasi.
e. Tingkat
komunikasi-komunikasi
“terbuka”,
yang
didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan
vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara
relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu individu
diluar organisasi.
f. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan “pembuat
keputusan” atau “pelaksana keputusan”.
4. Sikap (disposition) para pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan
sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja
impelementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi
oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi
warga setempat yanjg mengenal betul persolan dan permasalahan
yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor
laksanakan adalah kebijakan “dari atas” (top down) yang sangat
mungkin para pengambil keputusannya tidak mengetahui (bahkan
tidak
mampu
menyentuh)
kebutuhan,
permasalahan yang warga ingin selesaikan.
keinginan,
atau
41
5. Komunikasi antar Organisasi Pelaksana
Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif,
menurut Van Horn dan Van Mater, apa yang menjadi standar
tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang
bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan,
karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para
pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi
kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan
tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity)
dari berbagai sumber informasi.
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi
kebijakan
publik,
semakin
baik
koordinasi
komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalamk suatu proses
implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat
kecil untuk terjadi, begitu pula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai
kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan
oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan
eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang
telah ditetapkan. Lingkungan social ekonomi, dan politik yang
tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja
imlementasi
kebijakan.
Karena
itu,
upaya
untuk
mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan
42
kekondusifan kondisi lingkungan external. Van Meter dan Van
Horn juga mengajukan hipotesis bahwa lingkungan ekonomi sosial
dan politik dari yuridiksi atau organisasi pelaksana akan
mempengaruhi karakter badan badan pelaksana, kecenderungankecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri .kondisi
kondisi lingkungan dapat mempunyai pengaruh yang penting pada
keinginan dan kemampuan yuridiski atau organisasi dalam
mendukung struktur-struktur, vitalitas dan keahlian yang ada
dalam badan badan administrasi maupun tingkat dukungan politik
yang dimilki. Kondisi lingkungan juga akan berpengaruh pada
kecenderungan kecenderungan para pelaksana. Jika masalah
masalah yang dapat diselesaikan oleh suatu program begitu berat
dan para warga negara swasta serta kelompok kepentingan
dimobilsir untuk mendukung suatu program maka besar
kemungkinan para pelaksana menolak program tersebut. Lebih
lanjut Van Meter dan Van Hon menyatakan bahwa kondisi kondisi
lingkungan mungkin menyebapkan para pelaksana suatu kebijakan
tanpa mengubah pilihan pilihan pribadi mereka tentang kebijakan
itu. Akhirnya, faktor-faktor lingkungan ini dipandang mempunyai
pengaruh langsung pada pemberian pemberian pelayanan publik.
Kondisi
kondisi
lingkungan
mungkin
memperbesar
atau
membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan kecenderungan
para pelaksana dan kekuatan kekuatan lain dalam model ini juga
mempunyai pengaruh terhadap implementasi program.
43
Bila faktor lingkungan sosial, ekonomi dan politik
mempengaruhi implementasi kebijakan maka hal ini juga berlaku
untuk faktor lainnya.
Implementasi suatu program merupakan suatu yang kompleks,
dikarenakan banyaknya faktor yang saling berpengaruh dalam sebuah
sistem yang tak lepas dari faktor lingkungan yang cenderung selalu
berubah.
Proses implementasi dalam kenyataannya dapat berhasil, ditinjau
dari wujud hasil yang dicapai (outcome). Karena dalam proses tersebut
terlibat berbagai unsur yang dapat bersifat mendukung maupun
menghambat pancapaian sasaran program. Jadi untuk mengetahui
keberhasilan program adalah dengan membandingkan antara hasil
dengan pencapaian target program tersebut.
Peneliti lebih memilih menggunakan pendekatan model proses
Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn (1975) karena
melihat kemudahan pada proses pelaksanaan di lapangan, Metter dan
Horn fokus untuk melihat keberhasilan kebijakan/program dari sudut
pandang penyelenggaraan program tersebut. Jika dibandingkan dengan
model Implementasi Grindle yang hampir serupa namun hanya berbeda
pada beberapa faktor, lebih menitik-beratkan pada kebijakan yang
mengatur
(ukuran
dan
tujuan)
tersebut
yang mempengaruhi
implementasi, walaupun Grindle memasukkan faktor Komunikasi,
SDM, dan Disposisi sebagai penentu keberhasilan implementasi.
44
2. 3 Implementasi Kebijakan sebagai Implementasi Program
2.3.1. Pengertian Program
Secara umum pengertian program adalah penjabaran dari suatu
rencana atau kebijakan yang telah dibuat. Dalam hal ini program
merupakan bagian dari dari perencanaan. Sering pula diartikan bahwa
program adalah kerangka dasar dari pelaksanaan suatu kegiatan.
Untuk lebih memahami mengenai pengertian program, berikut ini
akan dikemukakan beberapa defenisi oleh para ahli:
Pariata Westra dkk (1989) dalam Novayanti (2013) menyatakan
bahwa: “program adalah rumusan yang memuat gambaran pekerjaan
yang akan dilaksanakan beserta petunjuk cara cara pelaksanaanya”
Hal yang sama dikemukakan oleh Sutomo Kayatomo (1985)
dalam Novayanti (2013) yang mengatakan bahwa: “program adalah
rangkaian aktifitas yang mempunyai saat permulaan yang harus
dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapatkan suatu tujuan”
Manullang (1987) dalam Novayanti (2013) yang menyatakan
bahwa: “sebagai unsur dari suatu perencanaan, program dapat pula
dikatakan sebagai gabungan dari politik, prosedur, dan anggaran,
yang di maksudkan untuk menetapkan suatu tindakan untuk waktu
yang akan datang”
Siagian (1986) dalam Novayanti (2013) menyatakan bahwa:
“penyusunan program kerja adalah penjabaran suatu rencana yang
telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga program kerja itu
memiliki ciri-ciri operasional tertentu”
45
Dengan penjabaran yang tepat terlihat dengan jelas paling
sedikit 5 hal yaitu:
a. Berbagai sasaran konkrit yang hendak dicapai.
b. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.
c. Besarnya biaya yang diperlukan beserta identifikasi sumbernya.
d. Jenis jenis kegiatan operasional yang akan dilaksanakan.
e. Tenaga kerja yang dibutuhkan, baik ditinjau dari sudut
kualifikasinya maupun ditinjau dari segi jumlahnya.
Suatu program yang baik menurut Bintoro Tjokromidjojo
(1987) dalam Novayanti (2013) harus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Tujuan yang dirumuskan secara jelas.
b. Penentuan peralatan yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
c. Suatu kerangka kebijkasanaan yang konsisten atau proyek yang
saling berkaitan untuk mencapai tujuan program seefektif
mungkin.
d. Pengukuran ongkos ongkos yang diperkirakan dan keuntungan
keuntungan yang diharapakan akan dihasilkan program tersebut.
e. Hubungan dengan kegiatan lain dalam usaha pembangunan dan
program pembangunan lainnya. Suatu program tidak dapat
berdiri sendiri.
f. Berbagai upaya dibidang manajemen, termasuk penyediaan
tenaga, pembiayaan, dan lain lain untuk melaksanakan program
tersebut. Dengan demikian dalam menentukan suatu program
46
harus dirumuskan secara matang sesuai dengan kebutuhan agar
dapat mencapai tujuan melalui partisipasi dari masyarakat.
Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa di dalam proses
pelaksanaan suatu program sekurang kurangnya terdapat tiga unsur
yang penting dan mutlak ada menurut Syukur Abdullah (1987) dalam
Novayanti (2013) antara lain sebagai berikut:
a. Adanya program (kebijakan) yang dilaksanakan.
b. Target group (kelompok sasaran), yaitu kelompok masyarakat
yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat
dari program tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan.
c. Implementer
(unsur
pelaksana)
baik organisasi
maupun
perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan,
pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
2.3.2. Implementasi Program
Program dalam konteks implementasi kebijakan publik terdiri
dari beberapa tahap, yaitu:
a.
Merancang (design) program beserta perincian tugas dan
perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi yang
jelas serta biaya dan waktu.
b.
Melaksanakan (application) program dengan mendayagunakan
struktur struktur dan personalia, dana serta sumber sumber
lainnya, prosedur dan metode yang tepat.
47
c.
Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana
pengawasan yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan
kebijakan.
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa suatu program
diimplementasikan, terlebih dahulu harus diketahui secara jelas
mengenai uraian pekerjaan yang dilakukan secara sistematis, tata cara
pelaksanaan, jumlah anggaran yang dibutuhkan dan kapan waktu
pelaksanaannya agar program yang direncanakan dapat mencapai
target yang sesuai dengan harapan.
Parsons (1995) dalam buku Hill dan Hupe (2002) membuat
perbedaan antara implementasi dan evaluasi, dengan menunjukkan
bahwa menurutnya evaluasi lebih kepada bagaimana kebijakan publik
dan orang-orang yang melaksanakannya dapat dinilai, diaudit,
dihargai dan dikendalikan. Untuk pemahaman lebih lanjut mengenai
perbedaan implementasi dan evaluasi melalui tabel 2.1.
Tabel 2.1. Perbedaan Pendekatan Penelitian Impelementasi dan
Evaluasi menurut Parsons (1995)
Sasaran
Implementasi
Evaluasi
Tindakan Penelitian
Proses/tingkahlaku
Deskripsi
Output
Pemaparan
Outcome
Uji dan Pengembangan teori
Hubungan Kausalitas
Keputusan Analisa
Outcomes – hubungan
Value Judgements (Keputusan
nilai
berdasarkan Nilai)
Sumber: Michael Hill dan Petter L. Hupe (2002)
48
Implementasi program merupakan bagian integral dari
implementasi
kebijakan
menggunakan
konotasi
yang
dilakukan,
implementasi
peneliti
program
memilih
adalah
untuk
mengoperasionalkan sebuah kebijakan dalam bentuk pelaksanaan
program. Dengan demikian peneliti berharap nantinya dengan melihat
implementasi program ini mampu menggambarkan serangkaian
proses implementasi yang terbentuk.
2. 4 Kerangka Teori
Secara garis besar implementasi merupakan setiap kegiatan yang
dilakukan menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Upaya untuk memahami adanya perbedaan antara yang diharapkan dengan
fakta yang telah terjadi dam menimbulkan kesadaran mengenai pentingnya
suatu pelaksanaan. Menurut teori Implementasi Kebijakan Van Metter dan
Van Horn (1975) terdapat 6 faktor yang mempengaruhi implementasi
program. Berikut kerangka teori yang peneliti gunakan pada penelitian
mengenai implementasi kebijakan yang diambil dari Model Proses
Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn (1975):
49
Bagan 2.3 Kerangka Teori
Model Proses Implementasi Kebijakan (Van Metter & Van Horn, 1975)
Ukuran dan
Tujuan
Kebijakan
Komunikasi antar
organisasi
pelaksana
Karakteristik
organisasi
pelaksana
Sikap para
pelaksana
Prestasi
kerja
Sumber Daya
Lingkungan:
ekonomi, sosial,
dan politik
Sumber: Michael Hill dan Petter L. Hupe (2002)
Dari kerangka teori diatas, prestasi kerja sebuah implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh 6 faktor, yaitu sikap pelaksana, ciri agen
pelaksana, lingkungan, sumber daya, ukuran dan tujuan, dan komunikasi
antar organisasi pelaksana. Keseluruhan faktor ini berhubungan secara tidak
langsung. Namun pada pelaksanaannya keterkaitan hubungan dari setiap
faktor tidak dapat didefinisikan secara langsung keterkaitannya, sehingga
keenam faktor tersebut menurut Van Meter dan Van Horn harus mampu
terimplementasi dengan baik dan tepat sasaran tanpa menutup kemungkinan
keharusan melihat keterkaitan hubungan antar faktor.
BAB III
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1. Kerangka Pikir
Untuk mempermudah pemahaman dalam menganalisa implementasi
Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan
maka disusunlah sebuah kerangka pikir.
Berdasarkan kerangka teori pada bab sebelumnya, peneliti menggunakan
model pendekatan implementasi kebijakan oleh Van Meter dan Van Horn (1975)
yang dikenal dengan A Model of the Policy-Implementation Process (Model
Proses Implementasi Kebijakan) yang sudah diadaptasi untuk implementasi
program. Ada 6 (enam) faktor yang mempengaruhi implementasi pada penelitian
ini, yaitu: (1) ukuran dan tujuan kebijakan; (2) sumber daya; (3) karakteristik
pelaksana; (4) sikap pelaksana; (5) komunikasi antar pelaksana; dan (6)
lingkungan sosial, ekonomi, dan politik.
Sedangkan untuk membahas bagaimana implementasi program JKN di
Rumah Sakit peneliti menggunakan pendekatan mekanisme penyelenggaraan
yang disusun pemerintah pusat. Dimana terdapat 6 aspek yang harus ada dalam
penyelenggaraan
program
JKN,
yaitu: (1)
Aspek
Regulasi/peraturan
perundangan; (2) Aspek Kepesertaan; (3) Aspek Keuangan; (4) Aspek
Pelayanan Kesehatan; (5) Aspek Manfaat dan Iuran; dan (6) Aspek
Kelembagaan dan Organisasi.
50
51
Berikut kerangka pikir yang dibuat peneliti untuk mempermudah cara
berfikir dan pemaparan hasil penelitian ini:
Bagan 3.1. Kerangka Pikir
Ukuran dan Tujuan
Kebijakan
Sumber Daya
Implementasi Program Jaminan
Kesehatan Nasional
Karakteristik
pelaksana
Komunikasi antar
pelaksana
1. Aspek Regulasi/Peraturan
Perundangan
2. Aspek Kepesertaan
3. Aspek Keuangan
4. Aspek Pelayanan Kesehatan
5. Aspek Manfaat dan Iuran
6. Aspek Kelembagaan dan
Organisasi
Sikap pelaksana
Lingkungan:
ekonomi, sosial,
dan politik
Kerangka berfikir ini dibuat oleh peneliti mengadopsi 6 faktor yang
mempengaruhi prestasi kerja dalam sebuah implementasi kebijakan oleh Van
Meter dan Van Horn (1975), sehingga dari diketahuinya prestasi kerja, itulah
sesungguhnya implementasi yang dilaksanakan. Namun peneliti tidak hanya
melihat faktor-faktor tersebut saja. Peneliti juga ingin mengetahui bagaimana
pelaksanaan di lapangan dengan menggunakan pendekatan 6 aspek yang harus
ada pada penyelenggaraan JKN yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Sehingga
52
dari segi implementasi terlihat, dan dari segi pelayanan yang diberikan pada
implementasi juga terlihat dari faktor dan aspek diatas.
3.2. Definisi Istilah
1. Implementasi Program JKN: merupakan pelaksanaan atau penyelenggaraan
atau penerapan rencana yang telah dibuat pemerintah terkait program
Jaminan Kesehatan Nasional pada tatanan di PPK lanjutan (Rumah Sakit),
pada implementasi kebijakan ini peneliti akan melihat penyelenggaraan
program JKN berdasarkan 6 aspek yang harus ada pada penyelenggaraan
program JKN yang dibuat pemerintah yaitu: regulasi, kepesertaan,
keuangan, pelayanan kesehatan, manfaat dan iuran, serta kelembagaan dan
organisasi.
2. Ukuran dan tujuan kebijakan: merupakan standar atau acuan yang dibuat
pemerintah untuk menjalankan program, dalam penelitian ini berupa
undang-undang, kebijakan, peraturan pemerintah yang merupakan standar
dan sasaran dari kebijakan.
3. Sumber Daya: dalam hal ini berupa sumber daya yang tersedia di Rumah
Sakit, baik sumber daya manusia/karyawan, infrastruktur, dan sumber daya
finansial.
4. Karakteristik Organisasi Pelaksana: dapat diartikan sebagai karakteristik
instansi pelaksana kebijakan atau yang lebih dikenal dengan tindakan
instansi dalam menyikapi program, dalam hal ini berupa peraturan rumah
sakit, SOP, dll.
53
5. Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana: Peneliti akan melihat komunikasi
tersebut dari interaksi proses klaim RSU Kota Tangerang Selatan kepada
BPJS. Dengan melihat di lapangan nantinya akan dapat disimpulkan
bagaimana komunikasi yang terbentuk antar lembaga ini.
6. Sikap (disposisi) Para Pelaksana: sikap berupa penerimaan atau penolakan
dari para pelaksanaan program. Sikap ini terlihat dari respon pelaksana di
lapangan mengenai program JKN, apakah menolak, mendukung, atau
menerima saja program ini, karena progam JKN merupakan kebijakan top
down. Sikap pelaksana program yang meliputi kesadaran, arahan, dan
intensitas tanggungjawab terhadap implementasi kebijakan. Dengan melihat
sikap dari pelaksana di RSU, akan menentukan seberapa besar tingkat
pengimplementasian program.
7. Lingkungan: ekonomi, sosial, dan politik: ditilik sebagai kondisi sosial,
ekonomi, dan politik yang terjadi dalam wilayah rumah sakit terkait
program yang dijalankan, sejauh mana peran pemerintah daerah mendukung
program JKN hingga mempengaruhi program terhadap kehidupan politik,
sosial, dan ekonomi di lingkungan pengguna pelayanan dan pemberi
pelayanan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa gambaran dan kata-kata tertulis atau lisan
dari informan serta perilaku yang diamati. Strategi penelitian yang digunakan
peneliti adalah eksplorasi terhadap proses, aktivitas, dan peristiwa (Creswell,
2010). Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tujuan ingin
menggali lebih dalam dari berbagai sumber dan informan mengenai pelaksanaan
program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan.
Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 (dua) bulan dimulai sejak bulan
Maret hingga April 2014.
4.3. Informan Penelitian
Pemilihan informan ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling. Pemilihan informan yang berdasarkan pertimbangan tertentu,
misalnya orang yang paling mengetahui atau mempunyai otoritas pada objek
atau situasi yang akan diteliti. Sehingga Informan tersebut mampu memberikan
54
55
petunjuk kemana saja peneliti dapat melakukan pengumpulan data (Sugiyono,
2008).
Informan yang menjadi narasumber pengumpulan data primer di RSU
Kota Tangerang Selatan antara lain adalah:
a. 1 orang Penanggung Jawab Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan.
b. 1 orang Verifikator BPJS di RSU Kota Tangerang Selatan.
c. 1 orang Kepala Seksi Pelayanan Medis RSU Kota Tangerang Selatan.
4.4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara yang tegolong
dalam bagian wawancara mendalam untuk mewawancarai informan terkait
dengan pelaksanaan program JKN. Instrumen penelitian lain dalam
pengumpulan data adalah pedoman observasi yang disertai dengan melakukan
telaah dokumen. Selain itu, peneliti juga menggunakan alat bantu berupa alat
tulis, kamera, dan perekam suara agar dapat memperkuat akurasi data.
4.5. Sumber Data
Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi
yang dibutuhkan yaitu:
a. Data primer, adalah data yang didapatkan langsung dari lapangan pada
objek penelitian atau field research. Data primer yaitu hasil dari wawancara
mendalam dan observasi di lapangan.
b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari data yang dimiliki oleh RSU
Kota Tangerang Selatan yaitu berupa dokumen-dokumen pendukung
56
penelitian serta sumber-sumber lainnya berupa undang-undang, peraturanperaturan pendukung program, serta dokumen yang diperoleh sepanjang
penelitian dari berbagai sumber untuk mendukung penelitian.
4.6. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam adalah salah satu metode yang digunakan
dalam penelitian ini, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau
informasi secara lisan dari informan, atau bercakap-cakap berhadapan muka
dengan orang tersebut (face to face). Wawancara mendalam peneliti lakukan
kepada pihak RS yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
program JKN.
b. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan suatu prosedur yang
berencana, yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan mencatat
sejumlah dan taraf aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti. (Notoadmodjo, 2010). Yang
peneliti lakukan dalam kegiatan observasi adalah melihat kesesuaian
komponen pada pelaksanaan program JKN di RSU Tangerang Selatan
antara lain: observasi terhadap alur pelayanan serta pelaksanaan SOP di
rumah sakit.
c. Telaah Dokumen
Telaah dokumen merupakan suatu cara melakukan penyelidikan,
kajian, pemeriksaan terkait suatu hal melalui dokumen-dokumen yang
57
mengatur sebuah kegiatan (KBBI, 2014). Pada penelitian ini peneliti akan
menggunakan undang-undang, dan peraturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah. Hasil pengamatan dan wawancara peneliti bandingkan
kesesuaiannya menggunakan dokumen-dokumen tersebut.
4.7. Teknik Analisis Data
Menurut Jhon W. Creswell (2010) untuk melakukan analisis data pada
penelitian kualitatif menggunakan pendekatan linear dan hirarkis yang dibangun
dari bawah ke atas, tetapi dalam praktiknya yang peneliti lakukan pendekatan ini
lebih interaktif, beragam tahap saling berhubungan dan tidak harus selalu sesuai
dengan susunan yang telah disajikan. Pendekatan di atas dapat dijabarkan lebih
dalam melalui langkah-langkah analisis berikut ini:
1. Mendapatkan data mentah (transkrip, data lapangan, gambar, dan lainnya)
peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data di lapangan, lalu membuat
transkrip wawancara, hasil observasi.
2. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis. Hasil transkrip
wawancara, dan observasi dipilah kembali untuk menentukan bagian-bagian
yang memang menjadi bahan penelitian, dan disatukan untuk disiapkan
untuk dianalisis.
3. Membaca keseluruhan data. Setelah data siap dianalisis, peneliti membaca
kembali secara keseluruhan dan melihat apakah ada data yang kurang.
4. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data. Setelah data dirasakan
cukup untuk dianalisis, peneliti melakukan pengkategorian terhadap data
58
yang ada, dengan demikian data tersebut lebih mudah untuk dibaca dan
masukkan dalam penulisan laporan.
5. Mendeskripsikan coding-data untuk menjadikan informasi sangat detail.
Pada bagian ini, peneliti mengaitkan hasil pengkategorian data tersebut
dengan informasi-informasi yang sesuai dan dijadikan satu kesatuan
informasi yang padu dan jelas, serta mudah dianalisis.
6. Mengiterpretasikan atau memaknai data dapat berupa interpretasi pribadi
peneliti, dengan berpijak kepada kenyataan peneliti membawa kebudayaan,
sejarah, dan pengalaman pribadinya dalam penelitian. Intepretasi juga bisa
berupa makna yang berasal dari dari perbandingan antara hasil penelitian
dan informasi yang berasal dari teori atau literatur.
4.8. Penyajian Data
Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi
dengan matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan hasil
observasi lapangan dan telaah dokumen.
4.9. Triangulasi Data
Triangulasi data yang dilakukan peneliti adalah dengan cara melihat
reliabilitas dan validitas data yang diperoleh. Pengambilan data penelitian
dilakukan secara terus-menerus baik melalui pengamatan maupun wawancara.
Pengamatan dilakukan dua kali untuk menvalidasi hasil observasi, selain untuk
menemukan hal-hal yang konsisten, juga dilakukan sebagai upaya untuk
59
memenuhi kriteria reliabilitas data (triangulasi data). Model triangulasi data
yang dapat dilakukan meliputi check (cek), recheck (cek ulang), dan cross
recheck (cek silang).
Pada praktiknya peneliti hanya bisa melakukan triangulasi dengan check
dan recheck, hal ini dikarenakan peneliti tidak memiliki informan lain yang
sesuai dengan kebutuhan data yang diinginkan.
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Informan Penelitian
Informan
pada
penelitian
ini
terdiri
dari
Penanggung
Jawab/Koordinator Program Jaminan, Verifikator BPJS, Kasie Pelayanan
Medis di RSU Kota Tangerang Selatan. Untuk menguatkan serta
mendapatkan permasalahan pada implementasi program JKN ini, peneliti
mewawancarai pengunjung/pasien pengguna program JKN di RSU Kota
Tangerang Selatan.
Berikut data informan pada penelitian ini yang disajikan dalam bentuk
tabel:
Tabel 5.1. Informan Penelitian
Kode
Informan
Usia
Pendidikan
Lama
Terakhir
Bekerja
Jabatan/Pekerjaan
Pelaksana Program JKN
RS-1
28 tahun
D-3
4 tahun
Koordinator Jaminan
RS-2
26 tahun
S-1
1 bulan
Verifikator BPJS
RS-3
40 tahun
S-1
4 tahun
Kasie. Pelayanan Medis
Sumber: Form Identitas Informan, 2014
60
61
5.2. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan
5.2.1. Profil Singkat RSU Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan adalah kota yang berbatasan langsung
dengan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota
Depok, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Hal ini
menjadikan Kota Tangerang Selatan berpenduduk sangat padat dan
banyak
kaum
pendatang,
yang
menyebabkan
timbulnya
permasalahan, diantaranya kemiskinan dan kesehatan.
Kota Tangerang Selatan telah memiliki 25 Puskesmas
(diantaranya 21 Puskesmas rawat inap dan 4 Puskesmas non rawat
inap) yang memberikan pelayanan kesehatan khususnya masyarakat
Kota Tangerang Selatan namun dirasakan belum sepenuhnya
memadai, dimana kasus rujukan ke Rumah Sakit
cukup tinggi,
sementara jarak Rumah Sakit Pemerintah dari Kota Tangerang
Selatan relatif jauh (RSUP Fatmawati, RSCM, dll). Berdasarkan
kondisi tersebut Pemerintah Kota Tangerang Selatan pada tahun 2010
melalui Dinas Kesehatan mulai mendirikan Rumah Sakit Umum
Pemerintah Kota Tangerang Selatan dengan menempati bangunan
sementara di Jl. Surya Kencana No. 01 Pamulang yang diresmikan
oleh Gubernur Banten, Hj. Ratu Atut Chosiyah pada tanggal 07 April
2010 yang bertepatan dengan Hari Kesehatan Sedunia dengan nama
RSUD As-Sholihin. Direktur pertama RSU Kota Tangerang Selatan
dipimpin oleh drg. Hj. Ida Lidia. RSU Kota Tangerang Selatan berdiri
diatas lahan seluas 2580 m² dengan luas bangunan 10.900 m².
62
RSU Kota Tangerang Selatan kini telah menjadi SKPD dengan
Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 6 Tahun 2010
tentang Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang Selatan dan
melantik drg. Yantie Sari sebagai Direktur di RSU Kota Tangerang
Selatan. Lalu pada 6 Februari 2012 terjadi pergantian kembali, jabatan
direktur RSU Kota Tangerang Selatan pada masa itu dijabat oleh Hj.
Neng Ulfah, S.Sos., M.Si. Namun sejak akhir tahun 2013 hingga
sekarang jabatan direktur RSU Kota Tangerang Selatan dijabat oleh
drg. Maya Mardiana, MARS.
RSU Kota Tangerang Selatan telah menempati gedung baru di
Jl. Raya Pajajaran No. 101 Pamulang, dengan bangunan 5 lantai yang
berkapasitas 133 tempat tidur, serta efektif terpakai 133 Tempat Tidur
dengan 13 Tempat Tidur UGD, 70 Tempat Tidur Rawat Inap, 24
Tempat Tidur Kebidanan, dan berkembang dengan bertambahnya
pelayanan Tempat Tidur untuk Rawat Inap Umum dan NICU 16
Tempat Tidur.
5.2.2. Visi dan Misi
Visi RSU Kota Tangerang Selatan adalah “Menjadi Rumah
Sakit Pilihan yang bermutu dan Amanah (Aman, Nyaman, Mandiri,
Ramah) di Kota Tangerang Selatan “.
Dengan misi sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang bermutu,
modern dan terstandarisasi.
2. Meningkatkan SDM kesehatan yang profesional dan religius.
63
3. Meningkatkam Sistem Informasi yang terbuka dan menerima
globalisasi sesuai kebutuhan masyarakat yang bermartabat.
4. Berupaya mengikuti perkembangan IPTEK, serta sarana
pendukung yang berkualitas dan berwawasan lingkungan.
5.2.3. Tujuan
Tujuan RSU Kota Tangerang Selatan adalah Memberikan
pelayanan
kesehatan
paripurna
sesuai
dengan
standar
dan
profesionalisme untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
5.2.4. Motto
Motto dari RSU Kota Tangerang Selatan adalah “Melayani
Sepenuh Hati”.
5.2.5. Lokasi
Pada tahun 2010-2011 berlokasi di Puskesmas Pamulang, dan
sejak 29 Maret 2012 pindah ke Jl. Raya Padjadjaran No. 101,
Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Telepon: (021) 74718440, Fax:
(021) 74718378, Email: [email protected]
5.2.6. Tugas dan Fungsi
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan mempunyai tugas
melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna
dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan serta
pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
64
Rumah
Sakit
Umum
Kota
Tangerang Selatan
dalam
melaksanakan tugasnya, mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan medis;
b. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non medis;
c. Penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan;
d. Penyelenggaraan pelayanan rujukan;
e. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
f. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan; dan
g. Penyelenggaraan administrasi umum dan keuangan.
5.2.7. Data Demografis Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kesehatan Provinsi
Banten tahun 2013, Kota Tangerang Selatan memiliki jumlah
penduduk yang relatif meningkat dari tahun ke tahun, jumlah
penduduk Kota Tangerang Selatan sebanyak 1.303.569 jiwa (data
BPS 2010) pada tahun 2010, meningkat menjadi 1.361.000 jiwa pada
tahun 2013. Dan hal ini akan terus meningkat seiring perkembangan
serta peningkatan mobilitas penduduk di perbatasan kota Tangerang
Selatan.
5.2.8. Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan
Berikut strukur oraganisasi RSU Kota Tangerang Selatan
beserta keterangannya:
65
Bagan 5.1. Struktur Organisasi RSU Kota Tangerang Selatan
DIREKTUR
KABAG. TATA
USAHA
KASUBBAG.
KEUANGAN
KABID.
KEPERAWATAN
KABID. PELAYANAN
MEDIS
KASUBBAG.
UPEVAPOR
KABID.
PENUNJANG
KASIE. PELAYANAN
MEDIS
KASIE. ASUHAN
KEPERAWATAN
KASIE. PENUNJANG
MEDIS
KASIE. PELAYANAN
NON MEDIS
KASIE. RANAP &
RAJAL
KASIE. PENUNJANG
NON MEDIS
Sumber: Profil RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013
Keterangan :
1.
Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan dipimpin seorang
Direktur. Dalam menjalankan tugasnya seorang direktur dibantu
Satu Kepala Bagian Tata Usaha dan tiga orang Kepala Bidang.
2.
Bagian Tata Usaha membawahi Sub Bagian Keuangan dan Sub
Bagian Umum dan Perencanaan dan Evapor. Sub Bagian
Keuangan bertanggung jawab atas Penata Usaha Keuangan,
Bendahara, Kasir, Asuransi Kesehatan. Sementara Sub Bagian
Perencanaan dan Evaluasi Pelaporan bertanggung jawab terhadap
66
Evapor, Kepegawaian, Diklat dan Kemitraan, Perlengkapan,
Humas dan Marketing, Tata Usaha, dan Rumah Tangga.
3.
Ketiga Bidang itu meliputi: Bidang Pelayanan Medis, Bidang
Keperawatan, dan Bidang Penunjang. Bidang Pelayanan Medis
dibantu Seksi Pelayanan Medis dan Seksi Pelayanan Non Medis.
Seksi Pelayanan Medis bertanggung jawab atas Instalasi Rawat
Inap, Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat Darurat.
Sementara Seksi Pelayanan Non Medis bertanggungjawab unitunit Non Medis seperti Rekam Medis, Pendaftaran Rawat Jalan,
Pendaftaran Rawat Inap, Promosi Kesehatan dan Pusat Informasi.
4.
Bidang Keperawatan membawahi Seksi Rawat Jalan dan Rawat
Inap dan Seksi Asuhan Keperawatan. Meski tidak membawahi
langsung tetapi Bidang Keperawatan tetap berhubungan dengan
Instalasi Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Gawat
Darurat, Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi
Radiologi, Instalasi Gizi.
5.
Bidang Penunjang membawahi Seksi Penunjang Medis dan Seksi
Penunjang Non Medis Seksi Penunjang Medis meliputi Instalasi
Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Radiologi, Instalasi
Gizi. Seksi Penunjang Non Medis meliputi: IPSRS dan Kesling,
laundry dan SIRS.
67
5.2.9. SDM RSU Kota Tangerang Selatan
Sumber daya manusia di RSU Kota Tangerang Selatan terdiri
dari Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja
Kontrak (TKK). Untuk proporsi pekerjaan dapat dilihat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Jumlah Pegawai RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013
No.
Jabatan
PNS
TKK
TOTAL
1
Dokter Spesialis
15
10
25
2
Dokter Umum
16
17
33
3
Dokter Gigi
2
0
2
4
Perawat (pns: 25,tkk: 60 / bidan pns:16,tkk:25)
41
170
211
5
Perawat Gigi
1
0
1
6
Apoteker
4
1
5
7
Asisten Apoteker
3
9
12
8
Rekam Medik
1
8
9
9
Analis Kesehatan
4
9
13
10
Gizi
3
15
18
13
Managemen/Staf
25
0
25
14
Kasir
0
12
12
15
Pendaftaran
0
19
19
16
Supir Ambulan
0
5
5
17
Supir Operasional
0
1
1
18
Pemulasaran Jenazah
0
5
5
19
IPSRS/Elektromedis
1
5
6
20
Radiologi
1
9
10
21
Teknisi/STM
0
4
4
22
Kesehatan Lingkungan
0
2
2
68
No.
Jabatan
PNS
TKK
TOTAL
23
Refraksiones/fisioterapi
0
2
2
24
Kurir
0
8
8
25
Admin S1 Pelayanan/ Management
0
13
13
26
Admin SMA, Pelayanan/ Management
0
9
9
27
Admin D3, Pelayanan/ Management
0
7
7
28
Admin S2, Pelayanan/ Management
0
2
2
117
342
459
TOTAL
459
sumber: Profil RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013
5.3. Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota
Tangerang Selatan
Program Jaminan Kesehatan Nasional merupakan program pemerintah
dalam rangka menjamin setiap warga negara Indonesia dengan sistem
penjaminan kesehatan secara nasional. Selama ini penjaminan kesehatan
hanya diperuntukkan kepada orang miskin dan tidak mampu yang dibantu
dalam skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Berikut
pemaparan mengenai penyelenggaraan kebijakan JKN di RSU Kota
Tangerang Selatan berdasarkan kerangka konsep yang peneliti adopsi dari
Van Meter dan Van Horn.
5.3.1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
1. Peraturan Pelaksana Program JKN
Ukuran
dan
tujuan
kebijakan
sangat
menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi program
69
Jaminan Kesehatan Nasional, khususnya di RSU Kota Tangerang
Selatan.
Agar program dapat berjalan lancar, peraturan ini harus
dipahami oleh setiap pelaksana di lapangan, baik rumah sakit
maupun BPJS Kesehatan. Secara fakta dilapangan salah seorang
informan yang merupakan penanggung jawab Program Jaminan di
RSU Kota Tangerang Selatan memiliki Buku Kumpulan Peraturan
Jaminan Kesehatan yang didalamnya terdapat 4 macam regulasi,
yaitu Undang-undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), Undang-undang No. 24/2011 tentang BPJS,
Peraturan Pemerintah No. 101/2012 tentang PBI Jaminan
Kesehatan, dan Peraturan Presiden No. 12/2013 tentang Jaminan
Kesehatan. Secara langsung peneliti juga menanyakan mengenai
peraturan-peraturan yang informan ketahui, namun tidak satupun
dapat menjelaskan secara jelas jenis dokumen atau regulasi yang
mereka ketahui, namun demikian mereka memiliki buku pegangan
resmi berisi peraturan-peraturan tersebut dari pemerintah ketika
melakukan sosialisasi. Berikut kutipan hasil wawancara peneliti
dengan informan terkait nya:
“Ada bukunya kita dapat. Kalau peraturan sih maksud saya
ya… udah bisa ya, maksudnya bisa buat kita pegangan lah, yang
ini boleh, yang ini gak boleh, prosedurnya bagaimana gitu, ini
itunya…” (RS – 1)
70
“Sesuai, …ngikutin dari yang yang Permenkes, Perpres juga
ada. Ya kita ikut pemerintah aja.” (RS – 2)
“sudah kan kita dapat sosialisasi tentang peraturan, saya
yang hadir…, banyak peraturan juga, kita ada bukunya dapat pas
sosialisasi…” (RS – 3)
Kesimpulan yang dapat ditarik dari seluruh pernyataan diatas
adalah menurut para informan peraturan yang dibuat oleh
pemerintah sudah sangat bisa membantu rumah sakit dalam
menjalankan program ini, ditambah lagi seluruh informan
menyatakan peraturan yang dibuat pemerintah sudah mampu
menjadi pegangan.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan juga mengeluarkan
Peraturan Daerah (Perda) No. 4 tahun 2013 tentang Sistem
Kesehatan Kota dan Perda No. 8 tahun 2010 tentang Retribusi
Pelayanan Kesehatan yang mampu menguatkan pelayanan
kesehatan di seluruh penyedia pelayanan kesehatan di Kota
Tangerang Selatan termasuk rumah sakit.
Selain itu juga, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah juga sudah sering melakukan sosialisasi terhadap peraturanperaturan baru yang muncul, seperti dari pemerintah juga
memberikan surat edaran kepada RS mengenai peraturan-peraturan
baru, ataupun baik pemerintah pusat maupun daerah sering
mengadakan rapat dengan rumah sakit untuk men-sosialisasikan
peraturan-peraturan baru tersebut.
71
2. Sasaran Program JKN
Kepahaman para pelaksana terhadap tujuan/sasaran dari
program JKN juga menjadi salah satu penentu berjalannya program
dengan baik dan tepat sasaran. Berikut kutipan wawancara dengan
pihak rumah sakit terkait pemahaman informan mengenai
kepesertaan program JKN:
“…pokoknya
yang
otomatis
itu
ASKES,
TNI/Polri,
Jamkesmas, yang PBI itu, sama Jamsostek, tapi untuk yang PJK
(Pemeliharaan Jaminan Kesehatan) aja. Trus, paling nanti, yang
udah banyak sekarang ini BPJS Mandiri, jadi yang gak masuk
Jamkesmas, TNI/Polri, Jamsostek ya itu masuknya disitu.” (RS-1)
“… seluruh masyarakat Indonesia, karena kalau BPJS itu
sendiri punya visi semesta 2019 yang maksudnya seluruh
masyarakat Indonesia sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan, …”
(RS-2)
“...seluruh masyarakat nanti di tahun 2019, saat ini hanya
ASKES, Jamkesmas, Polri, TNI…” (RS-3)
Dari kutipan hasil wawancara mengenai kepesertaan, peneliti
berkesimpulan bahwa semua informan menyatakan sasaran dari
program JKN adalah seluruh rakyat Indonesia, namun 2 dari 3
informan (RS-1 dan RS-3) yang ditanya memberikan respon yang
sama yaitu menjawab yang menjadi sasarannya secara lebih
terperinci yakni, masyarakat yang menjadi peserta secara langsung
adalah peserta ASKES, Jamkesmas, Polri/TNI, dan Jamsostek.
72
Dengan demikian informan yang memberikan informasi paham
secara umum akan sasaran dari program ini, namun masih kurang
paham mengenai pentahapan kepesertaan.
Selanjutnya, permasalahan kepesertaan lebih banyak timbul
dari peserta-peserta baru pengguna program JKN, terutama untuk
banyak dari peserta JKN yang belum paham penggunaan kartu,
serta
banyak juga
yang tidak mengerti
alur pelayanan
menggunakan kartu.
Berikut kutipan hasil wawancara mengenai permasalahan
pada aspek kepesertaan di rumah sakit:
“…peserta yang bawa kartu BPJS tapi kartunya gak aktif
jadi gak bisa diproses…” (RS – 2)
“Masalah peserta yang sering ketolak karena gak ada
rujukan, kartunya gak bisa diakses ke sistem, itu mereka harus
balik lagi ke BPJS yang jauh.” (RS – 3)
Permasalah diatas jika disimpulkan banyak terjadi pada
peserta Non-PBI (peserta mandiri), lebih kepada sistem yang masih
memiliki kendala pada data kepesertaan secara nasionalnya, jika
seorang peserta mendaftarkan dirinya sebagai peserta mandiri, dan
telah diterima datanya dan telah menyelesaikan tahapan registrasi
maka BPJS akan mengeluarkan kartu kepesertaan yang dapat
digunakan pada fasilitas kesehatan yang telah ditentukan oleh
BPJS sesuai dengan domisili peserta tersebut. Hal ini terjadi karena
sistem yang terkadang tidak men-support pelaksanaan di lapangan.
73
5.3.2. Sumber Daya
1. Sumber Daya Manusia
Aspek penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang lain
adalah SDM pelaksana di Rumah Sakit yang terdiri dari tenaga
medis dan non-medis. Untuk kecukupan tenaga medis, dapat
dilihat pada tabel dibawah, dan terlihat angka kecukupan untuk
pelayanan medis di rumah sakit cukup terlaksana dengan baik
dengan jumlah tenaga medis yang cukup memenuhi kebutuhan di
rumah sakit. Berikut data tenaga medis di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2013 yang terdiri dari pegawai tetap (PNS) dan
pengawai tidak tetap.
Tabel 5.3. Tenaga Medis RSU Kota Tangerang Selatan
tahun 2013
No.
Tenaga Medis
Total (orang)
1
Dokter Spesialis
25
2
Dokter Umum
33
3
Dokter Gigi
2
4
Perawat
5
Perawat Gigi
211
1
Sumber:Profil RSU Kota Tangerang Selatan, 2013
Dari jumlah tenaga medis diatas, RSU Kota Tangerang
Selatan sudah mampu menjalankan fungsinya sebagaimana
mestinya.
74
Pada kenyataan dari hasil observasi yang peneliti lakukan,
terdapat 7 orang pada bagian Jaminan di RSU Kota Tangerang
Selatan yang bertugas untuk melakukan pemberkasan klaim serta
entry data ke sistem INA-CBGs. Untuk verfikator BPJS yang
ditempatkan di RSU Kota Tangerang Selatan berjumlah 1 orang.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara peneliti mengenai
kecukupan tenaga non-medis di RSU Kota Tangerang Selatan
mengemukan beberapa pernyataan yang dikutip sebagai berikut:
“SDMnya, kalau dari segi pemberkasan kayanya cukup, tapi
kalau bagian entry data itu yang kurang, entry data ke sistem.”
(RS – 1)
“Kalau dari intern RSnya sih saya kurang tau, karena kan
beda tim ya, kalau kita BPJS sendiri cukup, kalau rumah sakit ya
dia timnya sendiri.” (RS – 2)
“kalau SDM di Jaminan, sudah banyak ya, mungkin dokter
kita yang shiftnya ganti, tapi tidak masalah sudah diatur…” (RS –
3)
Dari hasil wawancara diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
2 dari 3 informan merasa masih kekurangan SDM dalam bidangnya
karena merasakan kesulitan langsung dalam penyelenggaraan
kegiatan di rumah sakit, namun satu informan yang posisi
jabatannya lebih tinggi menyatakan SDM yang ada sudah cukup
memadai, dan kalaupun terdapat masalah kekurangan SDM hanya
bermasalah pada shift dokter jaga maupun dokter yang praktik.
75
Untuk permasalahan pada penyelenggaran program JKN ini
terlihat dari kurangnya orang untuk melakukan kegiatan
pengadministrasian, sesuai juga dengan paparan dari verifikator
BPJS yang pernyataan berhasil dikutip oleh peneliti sebagai
berikut:
…orang BPJSnya sendiri yanga kurang orang juga, karena
peserta kan membludak yang bagian pendaftaran kesulitan juga
karena kurang orang, sedangkan bagian kepesertaannya itu cuma
sedikit,.. (RS – 2)
Selanjutnya hasil observasi dari peneliti membuktikan pada
bidang administrasi pendaftaran pasien dengan kartu JKN hanya
dilayani oleh 2 orang dan tidak ada orang BPJS langsung yang
berada disana. Melihat hal lain juga, jumlah peserta JKN yang
meningkat terus dari setiap bulannya. Berikut tabel data kunjungan
pasien pengguna program JKN pada bulan Januari dan Februari
2014 yang peneliti peroleh dari tim Jaminan di RSU Kota
Tangerang Selatan:
Tabel 5.4. Jumlah Kunjungan Pasien JKN di RSU Kota Tangeran
Selatan tahun 2014
Jumlah Kunjungan
Jenis Kepesertaan
BPJS
(tahun 2014)
Januari
Februari
1068
1238
Sumber: Rekapitulasi Kunjungan RSU Tangerang Selatan 2014
76
Dari tabel jumlah kunjungan pasien JKN
dan hasil
wawancara tersebut, jika disimpulkan dapat dirata-ratakan perhari
pasien yang berobat ke RSU Kota Tangerang Selatan dengan
menggunakan kartu BPJS bisa mencapai 40-50 peserta setiap
harinya dan akan terus bertambah seiring animo masyarakat
terhadap program ini, pasien-pasien tersebut sering menumpuk
pada jam-jam padat pelayanan, seperti hasil observasi peneliti jam
padat pelayanan yaitu pada pukul 09.00–11.00 WIB, sedangkan
pembukaan pendaftaran untuk peserta dengan menggunakan
Jaminan BPJS dari pukul 07.30 - 11.00 WIB. Estimasi peneliti
untuk melayani 1 orang dalam 1 kali kunjungan adalah kurang
lebih 5-8 menit tergantung kemudahan dalam pendataan dan
pendaftaran pasien, belum lagi jika ada pasien yang sangat sering
memerlukan informasi lebih mengenai alur pelayanan yang akan
mereka peroleh selanjutnya. Terlihat kesulitan dari bagian
administrasi yang hanya berjumlah 2 orang dalam melayani pasien
dengan bermacam kendala, seperti surat rujukan dan keterangan
lainnya yang tidak lengkap dan memerlukan waktu untuk
memberikan penjelasan lebih lanjut.
2. Sumber Daya Finansial
Sumber pembiayaan program JKN berasal dari besaran klaim
yang dibayarkan oleh BPJS kepada rumah sakit. Untuk mengetahui
lebih dalam mengenai sumber pembiayaan program JKN di RSU
77
Kota Tangerang Selatan, peneliti memperoleh data dari wawancara
yang kutipannya sebagai berikut:
“…dari klaim ke BPJS aja. Kita kan masih belum BLUD, tapi
udah sendiri, jadi kaya SKPD sendiri gitu, jadi anggarannya itu
masih di subsidi Pemkot Tangsel. Jadi masih disubsidi dana untuk
obat-obatnya. juga Alkesnya….” (RS – 1)
“Klaim BPJS” (RS – 2)
“…kalau JKN dari BPJS, kalau E-KTP dari Pemkot, ada
juga subsidi dana alkes sama obat…, …sudah cukup ya, kita kan
subsidi juga…” (RS – 3)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa di
RSU
Kota
Tangerang
Selatan
sendiri
untuk
dana
pennyelenggaraan program JKN bersumber dari pembayaran klaim
yang dikeluarkan BPJS kepada rumah sakit, namun ada pendapat
informan yang juga menyatakan bahwa dana BPJS tidak hanya
untuk membiayai program JKN dan operasionalnya, karena
ternyata RSU Kota Tangerang Selatan mendapatkan dana alokasi
khusus karena posisinya sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) tersendiri. Sehingga untuk obat-obatan dan alat kesehatan,
RSU Kota Tangerang Selatan mampu memenuhi kebutuhannya
dari dana alokasi pemerintah kota Tangerang Selatan tersebut.
Selain itu juga, untuk dana klaim program JKN kepada BPJS
tidak secara langsung diterima oleh rumah sakit sehingga rumah
sakit tidak bisa menggunakan pendanaan secara langsung, seluruh
78
dana hasil klaim dari rumah sakit kepada BPJS masuk ke dalam
Kas Daerah, hal ini dikarenakan posisi RSU Kota Tangerang
Selatan yang merupakan SKPD tersendiri yang tidak boleh secara
langsung mengelola dana secara mandiri, sehingga rumah sakit
harus sesegera mungkin mengajukan pencairan dana klaim kepada
Penanggung Jawab Kas Daerah agar dapat digunakan untuk biaya
pelayanan.
Pada pelaksanaan di lapangan, mekanisme diatas memang
terlaksana, namun tidak adanya dokumen ataupun skema yang
mengatur alur pencairan ini. Berdasarkan paparan diatas peneliti
membuat alur pencairan dana klaim dari BPJS ke Rumah Sakit,
berikut alurnya.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari paparan diatas adalah
pembiayaan atas penyelenggaraan program JKN di RSU Kota
Tangerang Selatan bersumber dari pembayaran klaim oleh BPJS
kepada rumah sakit, untuk penggunaan dana tersebut tidak dapat
dilakukan pengelolaannya secara langsung oleh rumah sakit, harus
melalui pencairan kembali kepada Kas Daerah, hal ini disebabkan
posisi RSU Kota Tangerang Selatan adalah SKPD dibawah
Pemerintah Kota Tangerang Selatan, sehingga jika rumah sakit
ingin mencairkan dana tersebut, harus melalui Kas Daerah.
Seyogyanya berdasarkan Peraturan Presiden No. 12/2013,
menyatakan BPJS wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas
pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima
79
belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Namun pada
kenyataanya permasalahan terkait lamanya klaim yang dikeluarkan
oleh BPJS memang menjadi masalah bersama, kesalahan pada
operator (pelaksana) juga terlihat, dari observasi peneliti ternyata
klaim dari rumah sakit memang telat dilaporkan kepada BPJS,
sehingga BPJS-pun tidak bisa melakukan pembayaran tagihan
kepada rumah sakit. Berikut kutipan hasil wawancara dengan pihak
BPJS dan Rumah Sakit terkait klaim tagihan yang lama cair.
“…dulu kita ada ngaretnya dari Jamkesmasnya ya, dulu pas
jamkesmas pernah telat 3 bulan, nah kalau sekarang mah bagus ya
kata saya, februari aja udah mau closing, kalau dulu kan bulan ini
aja nih bulan april, masih ngerjain yang 2013.” (RS – 1)
“…karena sistemnya BPJS juga yang belum support banget
jadi banyak klaim tagihan yang belum dibayarkan…” (RS – 2)
“Trus, sistem BPJS klaimnya juga masih lama kaya pas
askes dulu…” (RS – 3)
Dari paparan diatas jika disimpulkan bahwa rumah sakit juga
mengalami kesulitan dalam melakukan pemberkasan, karena
masih banyak berkas penagihan klaim yang tidak lengkap, seperti
masih adanya ketidak-sesuaian coding CBGs yang dilakukan oleh
dokter, membuat tim pemberkasan harus kembali kepada dokter
untuk meminta persetujuan merubah diagnosa berdasarkan
pathway penyakit yang hanya bisa ditentukan oleh dokter yang
menangani pasien.
80
Selanjutnya ada juga permasalahan dengan lamanya
pemberkasan yang dilakukan pihak rumah sakit membuat kerja
verifikator di BPJS terkendala, sehingga baik rumah sakit maupun
BPJS tidak dapat mendesak secara langsung. Peraturan yang baru
dibuat seiring program berjalan, seperti saat ini pemberkasan harus
sudah masuk ke bagian verifikasi BPJS maksimal 5 hari setelah
dilakukan pemberkasan menurut Koordinator Jaminan RSU,
sehingga harapan mereka untuk bulan-bulan selanjutnya tidak akan
terjadi lagi keterlambatan pengajuan klaim dari rumah sakit.
Dalam beberapa kasus ini sering terjadi, di daerah-daerah lain
dari berbagai sumber peneliti juga memperoleh informasi
mengenai selisih nilai tarif pelayanan yang dikeluarkan RS dengan
yang di di nilai tarif di paket INA-CBGs. Dari hasil wawancara
dengan Koordinator Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan
yang berhasil penulis kutip sebagai berikut:
“…nah kan harus dapat suntik Insulin kan satu insulin aja
200 ribu, sedangkan yang dibayarkan BPJS itu cuma 160 ribu,
belum dokter, belum yang lain kan…” (RS – 1)
Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata
kasus perbedaan nilai tarif pelayanan dengan nilai paket INACBGs terjadi perbedaan, namun dikarenakan RSU Kota Tangerang
Selatan merupakan SKPD dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan
yang masih mendapatkan subsidi untuk biaya obat dan alat
kesehatan, perbedaan tarif ini tidak begitu dirasakan oleh rumah
81
sakit. Perbedaan tarif ini terjadi karena rumah sakit sudah terlebih
dahulu membeli obat dengan harga yang tinggi, sedangkan nilai
ganti dari klaim yang diberikan BPJS tidak sesuai dan dapat
memenuhi penggantian 100% penggunaan anggaran obat di RSU
Kota Tangerang Selatan.
3. Sumber Daya Sarana dan Prasarana
Bersumber dari UU No. 40 tahun 2014 Pelayanan yang
diberikan oleh rumah sakit dalam hal ini adalah pelayanan medis
keperawatan berupa pelayanan kuratif dan rehabilitatif. Yang
berarti pelayanan yang diberikan pada tatanan rumah sakit adalah
pelayanan tingkat lanjut untuk penyembuhan (kuratif) dan
pengobatan tingkat lanjut berupa pemulihan (rehabilitatif). Berikut
kutipan
wawancara
peneliti
mengenai
pelayanan
pada
penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan:
“Belum, penunjang yang kurang, penunjang medis. Kaya
CT-Scan, terus Hemodialisa, kita pengen buka hemodialisa tapi
belum, apa,, banyak pasien-pasien yang cuci darah, mereka juga
udah request…” (RS-1)
“…untuk medisnya masih ada yang kurang ya, karena rumah
sakit ini juga masih tipe C, pelayanan polinya masih banyak
kurang, jadi banyak pasien disini masih ada di rujuk ke Fatmawati,
RSCM…” (RS-2)
“kita masih tipe C, jadi ada beberapa penunjang medis yang
kurang, kaya CT-Scan…” (RS-3)
82
Dari hasil wawancara, RSU Kota Tangerang Selatan
merupakan rumah sakit tipe C yang berarti hanya melayani
sedikitnya 4 pelayanan medis spesialistik dan 4 spesialistik
penunjang medis, berdasarkan Permenkes No. 340 tahun 2010.
Berdasarkan profil RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2013
terdapat 14 pelayanan medis dan penunjang medis, pelayanan yang
ada di RSU Kota Tangerang Selatan sebagai berikut:
1. Unit Gawat Darurat
2. Rawat Jalan / Poliklinik
a. Poli Medical Chek Up (MCU)
b. Poli Gigi
c. Poli Orthodonty
d. Poli Spesialis Anak
e. Poli Spesialis Penyakit Dalam
f.
Poli Spesialis Bedah
g. Poli Spesialis Mata
h. Poli Spesialis Kandungan& Kebidanan
i.
Poli Spesialis Paru
j.
Poli Orthopedi
k. Poli Syaraf
l.
Poli Jiwa
3. Rawat Inap
a. Perawatan Umum
b. Perawatan Kebidanan dan Kandungan
83
4. Perawatan Intensif
a. NICU (Neonatus Intensive Care)
b. ICU (Intensive Care Unit)
5. Persalinan
6. Operasi
7. Laboratorium
8. Apotek 24 Jam
9. KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)
10. Imunisasi
11. Konsultasi Gizi
12. Radiologi
13. USG
14. Laparaskopi
Untuk
menunjang
pelaksanaan
program
agar
berkesinambungan, RSU Kota Tangerang Selatan akan merujuk
pasien yang tidak bisa ditangani jika terkendala alat medis yang
tersedia dan tenaga medis yang dibutuhkan. Berikut kutipan hasil
wawancaranya:
“Biasanya ke rumah sakit yang deket, biasa dilarikan ke Sari
Asih. Kalau disini sih namanya rujukan parsial…” (RS-1)
“kalau gak ada alatnya, kita rujuk ke RS rekanan…” (RS-3)
Dari kutipan wawancara diatas dapat disimpulkan untuk
penanganan kasus yang tidak dapat diselesaikan di RSU Kota
Tangerang Selatan, pihak rumah sakit akan melakukan rujukan
84
parsial kepada rumah sakit rekanan yang telah sama-sama
bekerjasama dengan BPJS, dimana yang dimaksud rujukan parsial
adalah pasien yang dirujuk hanya untuk pelayanan penunjang yang
tidak ada di rumah sakit perujuk, untuk perawatan serta pemulihan
tetap akan dilakukan di RSU rumah sakit yang merujuk.
5.3.3. Karaktistik Organisasi Pelaksana
Karakteristik atau ciri dari RSU Kota Tangerang Selatan yang
merupakan rumah sakit rujukan utama di Kota Tangerang Selatan
yang merupakan SKPD tersendiri di Kota Tangerang Selatan harus
mampu mempertanggung jawabkan pemanfaatan keuangan subsidi
yang diberikan kepada rumah sakit kepada pemerintah kota
Tangerang Selatan. Semenjak program JKN berlangsung, pemerintah
kota Tangerang Selatan tetap tidak membatasi subsidi dari daerah
untuk penyediaan obat-obatan serta alat kesehatan.
Untuk faktor karakteristik organisasi pelaksana dilihat dari
keseriusan para implementors di lapangan dalam melakukan
serangkain penguatan sistem hingga pembuatan peraturan pendukung
(Standard Operational Procedure) untuk pelaksanaan program agar
berjalan dengan baik. Disini peneliti melihat keseriusan akan
terlaksananya program JKN dengan baik dari ada tidaknya peraturan
rumah sakit yang dibuat semenjak program ini diluncurkan.
85
Berikut hasil kutipan wawancara peneliti dengan informan di
rumah sakit terkait ada tidaknya peraturan atau SOP yang dibuat untuk
mendukung program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan:
“Ada. Kayaaa... kepesertaannya yang semakin luas, terus
eeeee… yaa untuk lebih berimbasnya kepada klaim ya, kaya ada yang
satu episode penyakit, tapi kan kalau di rumah sakit itu mereka tetap
ditangani kan sama kita, tapi mereka menyebutnya tetap satu episode
si BPJSnya. Nah itu, jadi kita Rumah Sakit harus bisa ngomongnyalah ke fungsional, ke dokternya gimana nih, bahwa kalau penyakit ini
sebenarnya cuma satu episode, jadi hanya satu yang dibayarkan.
Paling itu.” (RS – 1)
“…peraturan pemerintah daerah, ada berapa sih yang agak
berbeda sekarang, kaya adanya rujukan parsial sekarang, kan kalau
yang dulu Jamkesmas itu kita bisa merujuk untuk penunjang aja yang
bisa langsung, tapi kalau sekarang gak bisa, jadi kalau mau merujuk
penunjang aja harus ACC dulu dari rumah sakit ini baru, dirumah
sakit sana diterima, dan rumah sakit ini harus membayar, tidak boleh
pasien membayar.” (RS – 1)
“dulu tetap harus ke atas untuk validasi, sekarang sudah saya
pangkas, selesaiin semua dibawah…” (RS – 1)
“Kalau SOP dari BPJSnya sendiri untuk rumah sakitnya sih
belum ada ya, cuma katanya kalau di RS sendiri sudah membuat SOP
sendiri untuk pelaksanaan program. Jadi kita ikut aja dengan SOP
dari pihak rumah sakit buat.” (RS – 2)
86
“sudah dibuat sama kiki, dia buat alur saya udah ACC…,
…sedang dibuat SOP pendiagnosaan kasus yang banyak periodenya,
itu masalah di dokter gak sama dengan klaimnya…” (RS – 3)
Dari paparan hasil wawancara diatas, peneliti dapat menarik
kesimpulan bahwa semenjak program JKN diluncurkan rumah sakit
memiliki komitmen untuk memberikan pelayanan yang maksimal
kepada pasien di RSU Kota Tangerang Selatan, hal yang pertama
sekali menjadi perhatian peneliti adalah disediakannya tempat
pelayanan khusus untuk pengguna jaminan di salah satu sisi lobby
rumah sakit, serta dengan membuat beberapa peraturan baru terkait
alur pendaftaran, alur validasi, hingga penanganan untuk skema
penentuan paket INA-CBGs bagi kasus-kasus tertentu yang
memerlukan penjelasan khusus kepada para dokter.
Walaupun ketika peneliti menanyakan kembali bentuk
fisik/dokumentasi dari peraturan atau SOP itu ada atau tidak, pihak
rumah sakit menyatakan belum membuat bentuk fisik dari peraturan
tersebut, namun SOP tersebut sudah disosilisasikan kepada para
pelaksana, baik untuk bagian medis maupun non-medis.
Selanjutnya karakter rumah sakit sebagai pelaksana juga terlihat
dari dibuatkannya alur pelayanan yang khusus untuk setiap program
di RSU Kota Tangerang Selatan.
Alur pelayanan yang dilakukan di RSU Kota Tangerang Selatan
berdasarkan hasil observasi pada bagian pendaftaran dan administrasi
87
program jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan akan peneliti
jelaskan dalam poin-poin dibawah:
1. Pasien datang akan langsung diterima oleh petugas keamanan
(satpam) dan menanyakan kepentingan dari pasien ke rumah
sakit.
2. Setelah pasien mengatakan tujuannya untuk berobat, maka
petugas keamanan akan mengarahkan pasien untuk mengambil
nomor antrian serta melakukan pengecekan berkas penjaminan
pasien, apakah peserta tersebut merupakan peserta dengan
jaminan kesehatan (BPJS, Jamkesda, dan E-KTP) atau peserta
umum. Pengecekan juga dilakukan untuk melihat surat rujukan
pasien dari puskesmas (hanya peserta yang mempunyai rujukan
dari puskesmas yang dapat dilayani di rumah sakit, terkecuali
keadaan darurat), jika ternyata tidak lengkap maka petugas di
meja pendaftaran tersebut akan meminta pasien untuk
melengkapi terlebih dahulu surat rujukan dari puskesmas tempat
domisili peserta JKN yang telah ditentukan BPJS.
3. Jika berkas lengkap, maka akan diarahkan langsung ke bagian
administrasi Program JKN yang khusus ada pada sisi kiri ruang
pendaftaran.
4. Selanjutnya, pasien mengantri untuk melakukan registrasi di
bagian administrasi program JKN, jika setelah diperiksa oleh
pihak administrasi dan ternyata datanya lengkap, maka pihak
administrasi akan menerbitkan SEP (Surat Eligibilitas Peserta)
88
secara online yang menyatakan bahwa pasien sudah terdaftar di
BPJS dan dapat memperoleh layanan yang dibutuhkan, setelah itu
petugas akan memberikan nomor antrian untuk ke poli, ataupun
pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien. Pasien tidak membayar
apapun pada proses administrasi maupun setelah proses
pengobatan selesai.
5. Pasien akan diarahkan menuju ruang poli ataupun ruang
pelayanan medis yang dibutuhkan oleh petugas keamanan.
6. Setelah dipanggil nomor antrian berobatnya dan selesai
mendapatkan pengobatan, pasien bisa langsung ke bagian farmasi
(Apotek) rumah sakit yang berada pada bagian depan sisi kanan
gedung baru RSU Tangerang Selatan jika ternyata pasien bisa
rawat jalan.
7. Jika obat sudah ditebus dan diberikan pengarahan mengenai
pedoman meminum obat, pasien boleh langsung meninggalkan
rumah sakit. Pasien tidak mengeluarkan biaya apapun untuk
menembus obat.
8. Jika pasien ternyata harus dirawat maka akan dilanjutkan proses
administrasi rawat inap, jika ternyata harus dirujuk untuk
mendapatkan pelayanan lainnya (seperti MRI, Patologi Anatomi,
dll), maka pasien akan kembali ke bagian administrasi dan
menyerahkan surat rujukannya, jika ternyata memang ada alat
medis yang dibutuhkan di RSU Tangerang Selatan akan langsung
didisposisi ke bagian yang dibutuhkan tersebut oleh pihak
89
administrasi, jika tidak ada maka pihak administrasi harus
merujuk ke rumah sakit rekanan atau rumah sakit yang sudah
bekerjasama.
Jika peneliti ilustrasikan dari paparan diatas, berikut gambaran
bagan proses pelayanan program JKN di RSU Kota Tangerang
Selatan yang peneliti buat agar mempermudah memahami alur secara
singkat.
Bagan 5.5. Alur Pelayanan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan
Pendaftaran
dan No. Antrian
Pemeriksaan
Berkas
Administrasi
Berkas
Pulang
Ambil Obat di
Bagian Farmasi
(Apotek)
Pemeriksaan di
Poli/Pelayanan
Medis lainnya
Tindak Lanjut
Pasien
Rujukan Lebih
lanjut
Sumber: ilustrasi peneliti dari wawancara, 2014
Selanjutnya, kompetensi yang dimiliki oleh rumah sakit
merupakan salah satu indikator dari Karakteristik Organisasi
Pelaksana, untuk jabatan di rumah sakit sendiri berdasarkan
pengamatan serta telaah dokumen yang peneliti lakukan membuktikan
bahwa minimal yang menduduki posisi fungsional adalah para
90
pegawai yang sudah bekerja lebih dari 3 tahun, sehingga untuk bidang
tersebut sudah sangat dikuasai oleh orang-orang yang lebih lama
bekerja. Seperti, dari pengamatan peneliti, penanggung jawab
Program Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan sudah lebih dari 4
tahun mengabdi pada bidang pelayanan non-medis, hal ini juga
memberikan gambaran pada peneliti bahwa posisi-posisi strategis
untuk pelaksanaan dilapangan telah diduduki oleh orang-orang yang
tepat.
5.3.4. Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana
1. Penyelenggara Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan
Penyelenggara Program JKN di RSU Kota Tangerang
Selatan terdiri dari BPJS sebagai penyelenggara program JKN dan
RSU Kota Tangerang Selatan sebagai provider (penyedia jasa)
program JKN. BPJS yang bertugas melayani wilayah Tangerang
Selatan merupakan BPJS Kota Tangerang, karena Tangerang
Selatan sendiri belum memiliki Kantor Perwakilan BPJS untuk
wilayah ini.
Berikut kutipan wawancara dengan Verifikator BPJS yang
ditempatkan di RSU Kota Tangerang Selatan:
“Untuk wilayah Tangerang Selatan ada 4 orang yang
terpencar di 9 rumah sakit, ada satu yang di Sari Asih Ciputat ada
yang di BBH “Bhineka Bhakti Husada” ada satu lagi mobile dia
91
megang Cinta Kasih, Permata Sarana Husada, kalau di RSU cuma
saya..” (RS-2)
Dari hasil wawancara dengan verifikator BPJS diatas
menyatakan bahwa untuk wilayah Kota Tangerang Selatan
terdapat 4 orang tim dari BPJS yang ditempatkan sebagai
verifikator BPJS yang tersebar di 9 rumah sakit yang telah
bekerjasama dengan BPJS di kota Tangerang Selatan, ada beberapa
verifikator yang memegang 2-3 rumah sakit, untuk RSU Kota
Tangerang Selatan sendiri memiliki 1 orang verifikator yang
ditempatkan di dalam rumah sakit dan bertanggung jawab untuk
menverifikasi pemberkasan hanya di RSU Kota Tangerang
Selatan, hal ini dikarenakan RSU Kota Tangerang Selatan
merupakan provider utama pelayanan JKN di Tangerang Selatan.
. Berikut kutipan hasil wawancara dengan Koordinator
Program Jaminan mengenai jumlah tenaga yang bertanggung
jawab melaksanakan program JKN di RSU Kota Tangerang
Selatan:
“…ada 6, sama saya bertujuh, yang beresin berkas 4, yang
entry cuma 2 orang, itupun untuk yang BPJS sama yang e-KTP
yang gratis.” (RS-1)
Berdasarkan kutipan hasil wawancara diatas, rumah sakit
sejak awal sudah memiliki tim sendiri yang mengurusi program
jaminan, sejak tahun 2013 jumlah tim Jaminan di RSU Kota
Tangerang Selatan terdiri dari 1 orang Koordinator Program
92
Jaminan dan 7 orang anggotanya. Keseluruhan tim ini bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Seksi Pelayanan Non-Medis.
2. Komunikasi Antar Lembaga
Pelaksana langsung dilapangan untuk program JKN adalah
Rumah Sakit sebagai provider (penyedia jasa) dan BPJS Kesehatan
sebagai penyelenggara program jaminan kesehatan nasionalnya.
Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada
para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan
harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari
berbagai sumber informasi.
Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang
ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi
komunikasi
di
antara
pihak-pihak
yang
terlibat
dalam
implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil,
demikian sebaliknya.
Koordinasi dan komunikasi yang dibentuk antara RSU Kota
Tangerang Selatan dan BPJS Kesehatan dapat terlihat dari kutipan
wawancara dibawah:
“Nah selama ini kita biasanya kalau ada apa-apa selalu
nanya yaa, ke verifikator BPJS kan mereka juga nanti ada channel
kesana ke BPJS. mereka kan punya PJnya tuh, kita ke dianya. Jadi
segala sesuatu nanya ke dianya gitu, masalah ini gimana, bisa atau
gak, terus solusinya gimana, nanti mereka juga yang cariin
solusinya. Yang penting komunikasinya jangan putus.” (RS – 1)
93
“…kita hanya berhubungan dengan tim pemberkasan, jadi
kita dari tim verifikasi…” (RS – 2)
“biasanya lewat desti ya, dia verifikator disini, baru
ditempatkan…” (RS – 3)
Komunikasi yang dibentuk antara pelaksana program yaitu
RSU Kota Tangerang Selatan dan BPJS jika ditarik kesimpulan
dari kutipan pernyataan wawancara diatas membuktikan bahwa
koordinasi yang terjadi cukup terbangun, serta ketaatan kedua
pelaksana terhadap peraturan juga sangat terlihat. Seperti saat ini,
RSU berkewajiban untuk segera melakukan pemberkasan terhadap
klaim JKN, begitupun BPJS juga harus segera mencairkan dana
tagihan klaim sesegera mungkin 15 hari setelah berkas lengkap
diterima BPJS. Komunikasi serta koordinasi yang ketat ini sangat
membantu proses implementasi berjalan baik. Kedua belah pihak
pelaksana dapat disimpulkan saling terbangunnya koordinasi
secara tidak langsung dari prosedur ataupun peraturan yang telah
dibuat pemerintah pusat.
3. Teknologi Informasi JKN
Salah satu aspek terkait komunikasi yang dibangun dalam
program JKN adalah sistem informasi teknologi yang digunakan
pada program JKN sudah sangat terintegrasi dengan baik. Sistem
tersebut adalah SIM (Sistem Informasi Manajemen) BPJS, selain
itu ada juga software INA-CBGs yang digunakan tim pemberkasan
RSU Kota Tangerang Selatan untuk melakukan pengcodingan
94
penyakit pasien, yang nanti berguna untuk pemberkasan klaim
tagihan kepada BPJS. Namun sejalan dengan hal tersebut masih
ada masalah yang terjadi seperti yang diutarakan oleh Koordinator
Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan yang telah dikutip oleh
peneliti sebagai berikut:
“…ada masalahnya itu sistemnya, dari kan,, dulu kan
namanya kalau di ASKES cetak SJP (surat jaminan pelayanan),
sekarang namanya SEP (Surat Eligibilitas Pelayanan) kadang
sistemnya sering banget error, suka gak connect, bingung saya
itu…” (RS – 1)
Dari hasil wawancara diatas, sistem informasi teknologi yang
dibuat secara nasional oleh pemerintah masih kurang mendukung,
seperti sering terjadi error dan tidak bisa meng-input data pada saat
melakukan entry data pasien untuk pemberkasan klaim secara
online. Hal ini memperlambat pekerjaan tim Jaminan di RSU Kota
Tangerang Selatan yang menyebabkan terlambatnya pemberkasan
klaim serta pengajuan klaim ke BPJS.
5.3.5. Sikap Para Pelaksana
Sikap para pelaksana dipengaruhi oleh pendangannya terhadap
suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap
kepentingan-kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan
pribadinya.
95
Untuk melihat sikap para pelaksana, peneliti melakukan
wawancaran mengenai pandangan mereka mengenai program JKN,
dari sikap ini nanti akan menggambarkan kinerja program JKN.
“…udah ada progress gitu, lebih.. maksudnya lebih apa ya..
udah lebih baik lah, …dulu pas Jamkesmas pernah telat 3 bulan, nah
kalau sekarang mah bagus ya kata saya…” (RS – 1)
…kalau menurut saya ya. udah ada progress sedikit, mereka itu
ditargetinnya…” (RS – 1)
… kalau menurut saya sendiri ya.. eeee… itu.. terlalu terburuburu...” (RS – 1)
“Saya sih mendukung sekali, bagus programnya…, kalau
dilihat dari cita-cita, targetnya gitu bagus sih sebenarnya, Cuma
karena masih baru aja kan, jadi kesannya masih berantakan…” (RS
– 2)
“baik ya, programnya cukup mudah dan lebih jelas karena
peraturannya sangat banyak. saya rasa mendingan JKN, gak telat
klaimnya, lebih cepat…” (RS – 3)
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa RSU
memiliki pandangan yang sama terhadap program JKN, seperti
hampir semua informan memberikan respon positif terhadap program
dan menganggap program ini baik dan lebih memiliki peraturan yang
jelas sehingga akan sulit melakukan kecurangan. Hampir semua
informan juga menyatakan program JKN ini lebih baik dari pada
program sebelumnya (Jamkesmas).
96
5.3.6. Lingkungan
Program JKN merupakan amanat undang-undang yang bersifat
mandatory, dimana sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan
Pancasila yang menyatakan bahwa “kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Sejalan dengan hal tersebut, UU No. 40 tahun 2004
tersebut memberikan amanat kepada negara untuk membuat sebuah
sistem kesehatan yang menjamin seluruh masyarakat Indonesia.
Namun bertepatan pada peluncurannya yang jatuh pada tahun politik,
yaitu pada tahun 2014 juga merupakan pesta demokrasi rakyat
Indonesia, yaitu Pemilihan Umum.
Berikut kutipan hasil wawancara dari paparan informan terkait
dukungan eksternal terhadap program JKN:
“pemerintah disini ya sangat mendukung,eee..sering ada rapat
koordinasi juga…” (RS – 1)
“…kalau saya rasa, kalau dilihat-lihat dari masyarakat
animonya sih baik…” (RS – 2)
“wah, bingung saya, tapi gak ngaruh juga kali ya, tapi bisa jadi
karena mau Pemilu ya…, masyarakat juga aktif nanya ke pendaftaran
tempat daftar BPJS dimana, kita kasih tau…” (RS – 3)
Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa 2 dari 3
informan menyatakan dukungan dari masyarakat terhadap program
cukup baik, terlihat banyaknya pasien-pasien baru yang mendaftar
serta berobat di RSU Kota Tangerang Selatan dengan menggunakan
program JKN selain itu juga salah satu informan menyatakan
97
pemerintah daerah juga sering melakukan rapat koordinasi untuk
program JKN sendiri, hal ini membuktikan pemerintah daerah juga
menganggap program ini merupakan program yang penting dan harus
terselenggara baik.
Selain itu peneliti juga akan mengaitkan, terselenggaranya
program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan jauh dari hiruk pikuk
pemberitaan yang beredar di media massa. Hal ini salah satu
penyebabnya adalah pemerintah kota yang merupakan atasan dari
SKPD RSU Kota Tangerang Selatan, telah melakukan penganggaran
terhadap rumah sakit untuk kegiatan operasional serta untuk obat dan
alat kesehatan. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendukung
penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan dapat
berjalan tanpa rumah sakit merasakan ketidak adilan yang dirasakan
rumah sakit-rumah sakit lain yang mengelola dana kesehatannya
sendiri.
5.4. Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah Sakit
Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN
Ada 6 aspek yang harus diperhatikan pada pelaksanaan program JKN
agar terselenggaranya prestasi kinerja terhadap pelayanan yang prima dan
sesuai sasaran. Keenam aspek itu adalah: (1) Aspek Regulasi/Peraturan
Perundangan; (2) Aspek Kepesertaan; (3) Aspek Keuangan; (4) Aspek
Pelayanan Kesehatan; (5) Aspek Manfaat dan Iuran; dan (6) Aspek
98
Kelembagaan dan Organisasi. Berikut paparan untuk setiap aspek dari sudut
pandang pelayanan di rumah sakit.
5.4.1. Aspek Regulasi/Peraturan Perundangan
Penyelenggaraan jaminan sosial, termasuk di dalamnya jaminan
kesehatan, harus didasarkan suatu Undang-undang dan peraturan
pelaksanaannya karena merupakan kebijakan top-downv dan
penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sudah
sesuai dengan aturan yang diundangkan oleh Pemerintah Pusat. Dasar
peraturan perundang-undangan tersebut diperlukan sebagai dasar
hukum dipenuhinya hak dan kewajiban publik, yaitu dalam
pemberiaan manfaat (benefit) kepada publik yang menjadi peserta.
Penyelenggaraan
jaminan
sosial
di
Indonesia
secara
konstitusional diatur dalam Pasal 28 H dan Pasal 34 Undang-Undang
Dasar Negara
Republik Indonesia
Tahun 1945. Kemudian
implementasinya didasarkan pada dua undang-undang yaitu (a)
Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN), dan (b) Undang-Undang No 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). UndangUndang No 40/2004 mengatur programnya, yang secara berkala dapat
direvisi untuk memperbaiki atau menambah program, seperti halnya
Pemerintah
memiliki
UU
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah/Panjang. Sedangkan UU 24/2011 mengatur badan
penyelenggaranya yang bertugas melaksanakan program-program
yang telah diatur dalam UU SJSN, sebagaimana pengaturan
99
Pemerintahan yang harus menjalankan program-program yang telah
dirumuskan dalam UU RPJP.
Agar jaminan sosial, khususnya jaminan kesehatan, dapat
diselenggarakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
dua Undang-Undang tersebut, maka perlu disusun peraturan
pelaksanaannya. Peraturan pelaksanaan (Peraturan Pemerintah dan
Praturan Presiden) menjadi acuan bagi semua pemangku kepentingan
(pekerja, pemberi kerja, Pemerintah, BPJS, fasilitas kesehatan, dan
lain-lain) guna mengetahui hak dan kewajibannya. Peraturan
pelaksanaan juga merupakan acuan di dalam melakukan evaluasi
pencapaian dan kualitas pencapaian jaminan sosial dalam hal ini
jaminan kesehatan di Indonesia. Oleh karena itu, perlu diuraikan
peraturan yang perlu segera disusun agar jaminan kesehatan dapat
diselenggarakan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggaraan program JKN dilaksanakan berdasarkan
peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah, berikut peraturanperaturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah pusat sebagai acuan
pelaksanaan di lapangan:
a. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan.
b. Peraturan Presiden No. 107 tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional
100
Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c. Peraturan Presiden No. 108 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Isi
Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial.
d. Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 tentang Penahapan
Kepesertaan Program Jaminan Sosial.
e. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan.
f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2013 tentang
Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Selain peraturan dari pemerintah pusat diatas, Pemerintah Kota
Tangerang Selatan juga mengeluarkan Peraturan Daerah Kota
Tangerang Selatan No. 4 tahun 2013 tentang Sistem Kesehatan Kota
(SKK),
dimana
didalamnya
mengatur
juga
mekanisme
penyelenggaraan Jaminan Pelayanan Kesehatan dan peraturan untuk
pelaksanaan program-program penjaminan lainnya.
Pada pemaparan poin-poin diatas, penyelenggaraan program
JKN haruslah berdasarkan peraturan yang berlaku tersebut dan sudah
berjalan dengan baik di RSU Kota Tangerang Selatan. Sehingga
101
ketika rumah sakit ingin membuat peraturan rumah sakit haruslah
merupakan turunan peraturan-peraturan pemerintah diatas.
5.4.2. Aspek Kepesertaan
Kepesertaan Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan
terdiri dari peserta mandiri atau menurut undang-undang adalah
peserta Non-PBI (bukan penerima bantuan iuran) dan peserta PBI
(penerima bantuan iuran).
Kota Tangerang Selatan yang memiliki jumlah penduduk
kurang lebih 1.303.569 jiwa (Pusdatin Banten, 2013) dimana pada
tahun 2019 seluruhnya sudah harus menjadi peserta program JKN.
Pada masa-masa awal ini kepesertaan JKN akan didominasi
oleh peserta jaminan yang ditetapkan pemerintah sebagai sasaran pada
awal-awal implementasi program. Untuk target kepesertaan lihat tabel
5.3.
Tabel 5.6 Target Peserta Jaminan Kesehatan yang dikelola BPJS
Kesehatan
Target 2014
Target 2019
Seluruh peserta jaminan kesehatan
Seluruh penduduk yang pada
yang berasal dari Askes Sosial
tahun 2019 diperkirakan sebanyak
atau
PNS,
Jamsostek,
Jamkesmas,
JPK
257,5 juta jiwa sudah dicakup
TNI/POLRI
dan
menjadi
peserta
jaminan
sebagian PJKMU yang berjumlah
kesehatan yang dikelola oleh
sekitar 121,6 juta jiwa sudah
BPJS Kesehatan.
dikelola oleh BPJS Kesehatan
mulai tahun 2014.
Sumber: Roadmap JKN 2012-2019
102
Kepesertaan di RSU Kota Tangerang Selatan sudah berjalan dan
terus meningkat setiap bulannya, berikut trend peningkatan jumlah
kunjungan peserta JKN di RSU Kota Tangerang Selatan.
Grafik 5.1. Trend Kunjungan Peserta JKN Januari-Februari tahun 2014 di
RSU Kota Tangerang Selatan
1,300
1,250
1238
1,200
1,150
1,100
1,068
1,050
1,000
950
Januari
Februari
Jumlah Kunjungan
Sumber: Rekapitulasi Kunjungan RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014
Dilihat dari grafik diatas, bahwa peserta JKN di RSU Kota
Tangerang Selatan terus mengalami peningkatan pada dua bulan
pertama pelaksanaannya, dari data terakhir yang peneliti peroleh di
lapangan selama masa penelitian hal ini menunjukkan bahwa program
JKN sudah berjalan dengan jumlah kunjungan pasien yang akan terus
meningkat.
5.4.3. Aspek Keuangan
Untuk aspek keuangan, RSU Kota Tangerang Selatan yang
merupakan SKPD dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan akan
bertanggung jawab langsung kepada Walikota Tangerang Selatan.
103
Untuk pembiayaan kesehatan di rumah sakit, kondisi saat ini yang
terjadi di RSU Kota Tangerang Selatan adalah pengunaan anggaran
secara tidak mandiri, dimana rumah sakit mendapatkan anggaran
tahunan yang memang dialokasikan untuk pelayanan kesehatan di
rumah sakit pemerintah terrsebut.
Ditambah lagi, saat ini Tangerang Selatan yang memilik sangat
fokus terhadap penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang
semakin baik, terbukti dengan pemerintah Tangerang Selatan juga
mengalokasikan dana khusus untuk alat kesehatan dan obat-obatan.
Sehingga walaupun pada pelaksanaannya di lapangan terdapat selisih
nilai paket pembiayaan, RSU Kota Tangerang Selatan tidak akan
merasakan kesulitan tersebut secara langsung karena tetap masalah
finansial mereka didukung oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
5.4.4. Aspek Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan pada penyelenggaraan program JKN
terlihat dari fasilitas kesehatan yang ditentukan oleh pemerintah
maupun yang bekerjasama dengan BPJS sangat bervariasi. Ada yang
hanya menggunakan fasilitas kesehatan publik saja, ada yang lebih
banyak menggunakan fasilitas kesehatan swasta dan ada yang
kombinasi menggunakan fasilitas kesehatan publik dan swasta.
RSU Kota Tangerang Selatan adalah salah satu contoh fasilitas
kesehatan publik milik pemerintah yang secara tidak langsung
memang harus menjadi provider yang bekerjasama dengan BPJS
sesuai dengan peraturan yang menetapkan hal tersebut.
104
Pelayanan Kesehatan yang diberikan pada penyelenggaraan di
RSU Kota Tangerang Selatan adalah untuk kateogori pelayanan pada
rumah sakit tipe C, dimana RSU saat ini hanya mampu melayani 14
pelayanan medis dan penunjang medis.
Untuk pelayanan yang tidak tertangani di RSU Kota Tangerang
Selatan, akan dilakukan sistem rujukan kepada fasilitas kesehatan
lanjutan lainnya yang mampu menangani kasus tersebut. Sehingga
tidak ada pasien yang menjadi peserta JKN yang tidak mendapatkan
pelayanan JKN, asalkan telah sesuai dengan peraturan serta prosedur
pelaksanaan yang ditetapkan pemerintah dan rumah sakit sebagai
provider kesehatan.
Rujukan yang dilakukan kepada rumah sakit rekanan BPJS yang
sudah memiliki MOU dengan RSU Kota Tangerang Selatan. Salah
satunya adalah Rumah Sakit Sari Asih Tangerang Selatan yang
memiliki kemampuan alat kesehatan yang lebih lengkap dari RSU
Kota Tangerang Selatan.
5.4.5. Aspek Manfaat dan Iuran
Berdasarkan UU No. 40 tahun 2014, manfaat jaminan kesehatan
bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif,
termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Untuk
manfaat JKN di rumah sakit adalah berupa pelayanan rawat inap dan
rawat jalan, untuk rawat inap terdapat klasifikasi ruang perawatan
yang ditentukan berdasarkan besaran premi yang dibayarkan.
105
Berdasarkan paparan informan, pelayanan pengobatan yang
diberikan adalah seluruh pelayanan medis di RSU Kota Tangerang
Selatan tanpa dibeda-bedakan pelayanannya asalkan memenuhi
persyaratan serta sesuai kebutuhan akan pengobatan pasien, bukan
untuk alasan permintaan pasien ataupun kecantikan. Untuk pelayanan
rawat inap akan disesuaikan dengan jenis premi yang dipilih dan
dibayarkan oleh peserta BPJS, sedangkan untuk peserta penerima
bantuan iuran akan dilayani untuk rawat inapnya secara merata pada
kelas III (tiga). Untuk manfaat non-medis di RSU Kota Tangerang
Selatan juga ada berupa ambulans jika pasien dengan jaminan
memerlukan rujukan lebih lanjut, jika pasien rujukan dari puskesmas
biasanya langsung menggunakan ambulans Puskesmas masingmasing untuk pasien rujukan puskesmas di RSU Kota Tangerang
Selatan.
Selanjutnya untuk aspek iuran program JKN, premi yang
diterapkan untuk peserta di wilayah Kota Tangerang Selatan adalah
sesuai dengan peraturan yang dibuat pemerintah mengikuti sesuai
kelas rawat yaitu sebagai berikut:
1. Sebesar Rp 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas III.
2. Sebesar Rp 42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas II.
106
3. Sebesar Rp 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah)
per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang
perawatan Kelas I.
Dari hasil wawancara mengenai pendapat para informan di
rumah sakit mengenai besaran iuran dengan pelayanan yang
diberikan, seluruh informan selaku pelaksana di rumah sakit sudah
melaksanakan sesuai aturannya yaitu mengikuti peraturan pemerintah
mengenai pelayanan pada setiap besaran iuran yang dibayarkan oleh
peserta atau yang dibayarkan oleh pemerintah. Kesimpulan yang
dapat diperoleh adalah sudah sesuainya penetapan pelayanan rawat
inap untuk setiap kelas sesuai dengan besaran premi yang dibayarkan
oleh peserta. Untuk pelayanan medis rawat jalan, semua pengguna
program akan mendapatkan hak yang serupa tanpa perbedaan jenis
layanan yang diperoleh, semua akan dilayani jika memang merupakan
indikasi penyakit yang ditegakkan oleh dokter.
5.4.6. Aspek Kelembagaan dan Organisasi
Kelembagaan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan
terdiri dari BPJS Kesehatan dan Rumah Sakit sebagai provider
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan.
Pada penyelenggaraanya BPJS Kesehatan menempatkan di rumah
sakit verifikator yang bertugas melakukan verifikasi berkas sebelum
diajukan kepada Kantor BPJS Kesehatan.
Melalui mekanisme penempatan ini, rumah sakit menjadi lebih
mudah
melakukan
koordinasi
terhadap
kondisi-kondisi
107
penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan.
Selain itu juga komunikasi antar lembaga yang terbangun melalui
sistem yang ada berupa penggunaan sistem pelaporan yang
terintegrasi dengan teknologi informasi.
BAB VI
PEMBAHASAN PENELITIAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Peneliti mengalami beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, berikut
paparannya:
1. Pada saat dilapangan, peneliti mendapatkan kesulitan memperoleh
informasi lebih dari pimpinan ataupun yang memiliki otoritas tinggi
dikarenakan beberapa alasan, seperti mengikuti kegiatan pendidikan dan
pelatihan diluar rumah sakit kurang lebih 3 bulan dan banyak yang tidak
dapat ditemui karena kesibukan serta mobiltas yang tinggi.
2. Keterbatasan waktu penelitian yang hanya diberikan izin selama 2 bulan
berada di rumah sakit, membuat peneliti mengalami keterbatasan dalam
melakukan pengambilan data berulang untuk memperkuat analisis data,
sehingga data yang diperoleh belum bisa diperdalam pada beberapa
aspek seperti kepesertaan dan pembiayaan.
6.2. Pembahasan Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang
Selatan
Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara mendalam dan telaah
dokumen yang didukung oleh hasil observasi tentang Implementasi Program
JKN di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014 yang telah dilakukan,
peneliti dapat memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan Program JKN
108
109
di RSU Kota Tangerang Selatan berdasarkan 6 faktor yang mempengaruhi
Implementasi dari Van Meter dan Van Horn.
6.2.1. Pembahasan Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Ukuran dan tujuan kebijakan sangat menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan dari implmentasi program JKN, khususnya pada
RSU Kota Tangerang Selatan. Implementasi akan menjadi efektif
apabila ukuran dan tujuan dari kebijakan memang sesuai dengan
kondisi sosio-kultur yang ada. Pemahaman tentang maksud umum
dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Implementasi
kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para
pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar
dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki
hubungan erat dengan disposisi para pelaksana (implementors).
1. Peraturan Pelaksana Program JKN
Menurut Van Meter dan Van Horn, tahap awal yang paling
krusial dalam melakukan analisis implementasi kebijakan adalah
identifikasi indikator-indikator kinerja yang ingin dicapai. Dalam
penyelenggaraan program JKN di Indonesia pemerintah dalam hal
ini Pemerintahan Pusat sudah mengeluarkan beberapa regulasi
dalam penyelenggaraan program JKN merupakan ujung tombak
pelaksanaan di lapangan dan mampu memberikan payung hukum
terhadap penyelenggaraan di lapangan.
Untuk menjalankan program JKN pada setiap aspek
peraturan harus saling mendukung, sampai saat ini pelaksanaan
110
program JKN di lapangan belum mengalami masalah berarti dari
segi peraturan pelaksana. Menurut Van Meter dan Van Horn, Van
Meter dan Van Horn ada beberapa hal yang menyebabkan tidak
berjalan dengan baiknya peraturan yang dibuat oleh pemerintah,
yaitu: pertama disebabkan oleh bidang program yang terlalu luas
dan sifat tujuan yang kompleks. Kedua, akibat dari ketidakjelasan
dan kontradiksi dalam pernyataan ukuran-ukuran (peraturan) dasar
dan tujuan tujuan. Kadangkala ketidak-jelasan dalam ukuranukuran (peraturan) oleh pembuat keputusan agar dapat menjamin
tangggapan positif dari orang orang yang diserahi tanggung jawab
implementasi pada tingkat tingkat oraganisasi yang lain atau
system penyampaian kebijakan.
Dari kedua hal diatas, menurut peneliti peraturan pelaksana
untuk program JKN di lapangan sudah sangat baik, sudah dipahami
secara baik oleh setiap implementors (pelaksana), hal ini terlihat
dari
pernyataan
para
informan
serta
dapat
dilihatnya
terselenggaranya program dari tatanan pelaksanaan teknis di rumah
sakit, hanya saja untuk keputusan maupun peraturan yang terkait
pelaksanaan teknis harus terus dikembangkan agar program
semakin baik pelaksanaannya.
Menurut peneliti, kepahaman terhadap konteks peraturan
sebuah kebijakan menjadi sangat penting untuk terselenggaranya
program. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan William Savedoff
(2008) dalam bukunya bahwa “partisipasi para pemegang
111
kekuasaan dalam memberikan pengaruh berupa informasi dan
hubungan kerja harus sesuai dengan sistem (regulasi)”.
Selanjutnya beliau juga menyatakan bahwa partisipasi para
pelaksana (pemimpin di rumah sakit) harus memperkuat dengan
pengambilan keputusan yang mendukung terselenggaranya sistem
Jaminan Kesehatan Mandatory (Mandatory Health Insurance).
Sehingga peneliti dapat menarik benang merah bahwa
terselenggaranya dengan baik sebuah program adalah hasil dari
komitmen
serta
kepahaman
para
pelaksana
terhadap
peraturan/kebijakan yang ada serta mampu membuat kebijakankebijakan lokal untuk memperkuat penyelenggaraan program JKN
di daerah.
2. Sasaran Program JKN
Kepesertaan program JKN menurut Peraturan Presiden No.
12 tahun 2013 pasal 6 adalah bersifat wajib dan dilakukan secara
bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk Indonesia pada
tahun 2019.
Tahap pertama dimulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit
meliputi:
a. PBI Jaminan Kesehatan.
b. Anggota
TNI/Pegawai
Negeri
Sipil
di
lingkungan
Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya.
c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan
anggota keluarganya.
112
d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero)
Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota
keluarganya.
e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero
(Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan
anggota keluarganya.
Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk
sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1
Januari 2019.
Berdasarkan paparan informan pada bab sebelumnya, pada
dasarnya semua sudah mengetahui sasaran program JKN adalah
seluruh masyarakat Indonesia, dan para informan paham bahawa
yang menjadi peserta wajib pada masa-masa awal ini adalah sesuai
dengan yang tertera pada Perpres No. 12/2013 pasal 6, hal ini
selaras dengan teori Van Meter dan Van Horn (1975) yang
menyatakan bahwa kepahaman pelaksana terhadap standar dan
tujuan
program
sangat
menentukan
keberhasilan
proses
impelementasi suatu program.
Selain itu, menurut William Savedoff (2008) menyatakan
pengawasan dan peraturan merupakan dimensi dari pemerintah
yang dapat menjamin peforma pelaksanaan jaminan kesehatan
yang mandatory. Berkaitan erat dengan JKN yang merupakan
program jaminan kesehatan yang top-down maka, setiap pelaksana
113
dituntut untuk dapat paham akan peraturan serta terus
dilakukannya pengawasan oleh pemerintah.
Oleh karena itu menurut peneliti, untuk sasaran kepesertaan
pada program JKN ini sudah dipahami secara baik oleh pihak
rumah sakit maupun pihak BPJS yang ditempatkan di rumah sakit.
Selanjutnya, untuk permasalahan peserta program JKN yang
masih sering tidak bisa dilayani karena masih terdapat kelemahan
dalam sistem ataupun human-error diharapkan BPJS Kesehatan
agar meng-update data kepesertaan kepada rumah sakit setiap 1
bulan sekali, sehingga kasus kepesertaan yang tidak ada di dalam
sistem dapat teratasi, update-an tersebut dapat didukung berupa
print out (cetakan) data kepesertaan setiap bulannya yang
dikirimkan kepada setiap provider di wilayah kerja BPJS
Kesehatan masing-masing daerah, jadi ketika ada permasalahan
semacam ini akan mudah udah dilakukan pegecekan secara
manual.
6.2.2. Pembahasan Sumber Daya
Dalam suatu kebijakan mungkin saja tujuan yang ditetapkan
sudah jelas dan logis, tetapi bukan hanya faktor tersebut yang
mempengaruhi
pengimplementasian
suatu
program.
Faktor
sumberdaya juga mempunyai pengaruh yang sangat penting.
Ketersediaan sumber daya dalam melaksanakan sebuah program
merupakan salah satu faktor yang harus selalu diperhatikan. Dalam
114
hal ini sumber daya yang dimaksud adalah sumberdaya manusia,
sumberdaya finansial, dan sumberdaya waktu untuk mendukung
jalannya implementasi program JKN khususnya di RSU Kota
Tangerang Selatan. Indikator sumber daya terdiri dari beberapa
elemen tersebut sebagai berikut.
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya yang utama dalam implementasi program
adalah sumber daya manusianya (staff). Kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan
oleh manusianya yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak
kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf saja tidak
mencukupi, tetapi diperlukan staf yang cukup serta memiliki
kemampuan yang sesuai untuk menjalankan program tersebut.
Menurut Ilyas (2004) Sumber daya manusia merupakan
makhluk yang unik dan mempunyai karakteristik yang multi
kompleks, dan hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek, yang
diantaranya: (a) SDM merupakan komponen kritis, (b) SDM tidak
instan, (c) SDM tidak di-stok, (d) SDM adalah subjek yang absolut.
Berdasarkan paparan pada bab sebelumnya, SDM di RSU
Kota Tangerang Selatan dibagi menjadi 2 bagian, Medis dan NonMedis. Untuk tenaga Medis dari analisa serta wawancara dengan
informan sudah tercukupi dari segi pelayanan medis karena
didukung oleh sistem shift praktik dokter serta shift ganti perawat.
115
Berdasarkan
PMK No.
340/2010
menyatakan
pada
Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang
dokter umum dan 2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap,
dan saat ini RSU Kota Tangerang Selatan sudah memiliki 16 dokter
umum dan 2 dokter gigi. Selanjutnya, untuk jumlah perawat
berdasarkan PMK No. 340/2010 adalah 2:3 dengan jumlah tempat
tidur sehingga jika dilihat dari jumlah tenaga perawat sudah lebih
dari cukup untuk kebutuhan perawatan di RSU Kota Tangerang
Selatan, yaitu berjumlah 211 orang yang terdiri dari pegawai negeri
dan pegawai tidak tetap, dengan jumlah 133 tempat tidur.
Dari paparan informan serta pengamatan (observasi) yang
dilakukan peneliti, sumber daya yang paling berpengaruh hingga
dapat berpotensi menimbulkan masalah adalah staf administrasi
dan pengelola jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan yang dapat
dikategorikan cukup untuk saat ini, yaitu 9 orang tim Jaminan, dan
2 orang tim administrasi pendaftaran. Namun seiring dengan
pengembangan program kedepannya yang memiliki cakupan
sasaran yang semakin meningkat, RSU Kota Tangerang Selatan
diharapkan untuk mampu melakukan perhitungan terhadap jumlah
SDM yang ada saat ini untuk memproyeksikan kebutuhan SDM
dimasa yang akan datang khususnya untuk bidang non-medis.
Selanjutnya, untuk tim Verifikator BPJS Wilayah Kota
Tangerang Selatan yang ditempatkan di RSU berjumlah 1 orang
dirasakan sangat kurang. Karena dengan jumlah verifikator BPJS
116
yang minim di RSU Kota Tangerang Selatan membuat
pemberkasan klaim semakin lama dapat diverifikasi dan dapat
diajukan ke Kantor BPJS. Walaupun sampai saat ini belum ada
peraturan yang mengatur mengenai jumlah SDM verifikator dari
BPJS, kedepannya agar ditetapkan jumlah verifikator yang ideal
untuk satu wilayah dengan pertimbangan jumlah kepesertaan JKN
di wilayah tersebut.
Alasan peneliti memberikan masukan diatas adalah karena
SDM merupakan aspek kritis dalam penyelenggaraan sebuah
program. Menurut DeCenzo dan Robbins (2005) manajemen
sumber daya manusia merupakan bagian dari organisasi yang
memberikan perhatian dan dimensi “orang”. Manajemen sumber
daya manusia dapat dilihat dalam dua cara yaitu:
1. Manajemen sumber daya manusia merupakan penyediaan
pegawai untuk mendukung fungsi organisasi. Perannya untuk
membantu menyelesaikan permasalahan manajemen sumber
daya manusia, yaitu menyediakan pekerja atau setiap hal yang
terlihat langsung dalam memproduksi barang dan jasa suatu
organisasi.
2. Manajemen sumber daya manusia merupakan fungsi dan tugas
dari setiap manajer untuk mengelola pekerja secara efektif.
Sehingga perlunya perhatian yang khusus terhadap sumber
daya manusia untuk pelaksanaan program JKN kedepannya. Dan
117
penataan SDM pada sebuah institusi harus berjalan dengan
maksimal agar program dapat terus berjalan.
2. Sumber Daya Finansial
Sumberdaya
finansial
menjadi
penting
juga
dalam
menentukan berhasil atau tidaknya sebuah program, bahkan
terkadang program memerlukan budget yang banyak untuk
menghasilkan program yang berkualitas pula.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013
pasal 32 menyatakan BPJS Kesehatan melakukan pembayaran
kepada Fasilitas Kesehatan yang memberikan layanan kepada
Peserta. Besaran biayanya berdasarkan kesepakatan antaran BPJS
Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah yang
mengacu kepada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan.
Sumber Pembiayaan Program JKN berdasarkan hasil
wawancara adalah dari penagihan klaim kepada BPJS Kesehatan.
Selanjutnya dana yang dikucurkan oleh BPJS Kesehatan
bersumber dari nilai klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit,
pembayaran ini sesuai dengan paket INA-CBGs yang telah
ditetapkan pemerintah. Sehingga besaran untuk satu periode
penyakit disamaratakan, dengan demikian rumah sakit harus
mampu membuat manajemen untuk pemanfaatan dana secara
benar.
118
Selain itu, rumah sakit masih mendapatkan subsidi berupa
dana dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk alat kesehatan
dan obat, sehingga untuk saat ini tidak merasa terbebani dengan
nilai tarif yang berbeda. Namun sebaiknya dalam pelaksanaan
program JKN agar semakin baik pada masa yang akan datang,
rumah sakit harus siap dengan pengelolaan dana sendiri, saat ini
posisi RSU Kota Tangerang Selatan yang masih SKPD, tentu
menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota dalam pelaksanaan
kegiatan operasionalnya. Sehingga pengelolaan dana masih
terpusat di Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Terkait beberapa permasalahan yang terjadi berkenaan
dengan pembiayaan yang dipaparkan pada bab sebelumnya,
permasalahan di RSU kota Tangerang Selatan mengerucut kepada
dua masalah yaitu keterlambatan pencairan klaim dan perbedaan
nilai tarif pelayanan dengan nilai paket INA-CBGs. Hal ini terlihat
jelas merupakan implikasi dari pelaksana yang tidak dapat
menyelesaikan tugasnya sesuai waktunya.
Permasalahan keterlambatan pencairan klaim merupakan
prioritas yang harus diselesaikan oleh rumah sakit dan BPJS
segera, di satu sisi peran rumah sakit sebagai penyedia jasa
pelayanan kesehatan akan terganggu jika pendanaan terhambat,
solusi yang dapat peneliti berikan adalah:
a. Melakukan pemusatan pada penagihan dan pemberkasan
yang terjadwal, sehingga ketika diluar jadwal akan dilakukan
119
peneguran. Contohnya, setiap bulannya pada tanggal 28
berkas sudah lengkap dan sudah diverifikasi terlebih dahulu
oleh internal rumah sakit mengenai kelengkapannya.
b. BPJS melalui peraturannya sudah menargetkan 15 hari kerja
setelah klaim diajukan lengkap dana akan diterima oleh
fasilitas kesehatan, berarti harus ada pemberian sanksi jika
setelah 15 hari dana belum juga dikirim kepada kas daerah.
c. Karena rumah sakit harus mengambil uang pembayaran
klaim dari BPJS melalui kas daerah, sebaiknya sudah dibuat
kesepakatan antara rumah sakit dengan pemerintah daerah
tentang pencairan dana dari BPJS secara langsung, agar
pelaksanaan operasional di rumah sakit tidak terganggu.
Menurut William Savedoff (2008) menyatakan dalam
bukunya bahwa hubungan antara penjamin dana asuransi dan
provider pemberi pelayanan merupakan faktor kritis dalam kinerja
pendanaan asuransi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan
koordinatif yang baik antara BPJS dan Rumah Sakit sangat
menentukan kinerja finansial untuk asuransi sosial.
Selanjutnya untuk permasalahan perbedaan nilai tarif
pelayanan dengan paket yang telah ditentukan dalam INA-CBGs
hanya dapat diatasi dengan melakukan peninjauan kembali oleh
pihak rumah sakit untuk melakukan pembelian obat ataupun alat
kesehatan sesuai dengan budget (nilai angka harga pelayanan) yang
ditentukan
oleh
pemerintah
untuk
selanjutnya.
Peneliti
120
menyarankan agar lebih membangun sistem manajemen di rumah
sakit secara berkesinambungan, karena jika manajemen rumah
sakit tidak mampu mengelola dana maupun pembuatan kebijakan
khusus, maka dikhawatirkan rumah sakit akan terus menerima
kerugian secara terus menerus.
3. Sumber Daya Sarana dan Prasarana
Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang
keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam
pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka
semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil
yang diharapkan sesuai dengan rencana.
RSU Kota Tangerang Selatan dengan kategori rumah sakit
tipe C sudah memiliki peralatan yang cukup lengkap dan
termanfaatkan secara baik dan benar, dan sudah sesuai dengan
peraturan yang dikeluarkan Menteri Kesehatan mengenai
kategorisasi rumah sakit berdasakan pelayanan yang dapat
diberikan.
Hanya saja, untuk beberapa pelayanan lanjutan yang
biasanya hanya dimiliki oleh rumah sakit-rumah sakit tipe B dan
tipe A, harus diperoleh pasien di RSU Kota Tangerang Selatan
dengan mekanisme rujukan. Pasien akan dirujuk ke rumah sakit
rekanan RSU Kota Tangerang Selatan yang juga bekerjasama
dengan BPJS.
121
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71
tahun 2013 pada pasal 15 ayat 5 yang menyatakan bahwa tata cara
rujukan
dilaksanakan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undang. Pada peraturan perudang-undangan yang
mengatur hal tersebut, rujukan hanya dilakukan jika memang di
wilayah tersebut tidak dapat melayani sesuai kebutuhan kesehatan
pasien, maka dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
yang memiliki pelayanan yang lebih menunjang.
6.2.3. Pembahasan Karakteristik Organisasi Pelaksana
Menurut Van Meter dan Van Horn, dalam pengimplementasian
suatu program, karakter dari para pelaksana kebijakan atau program
harus berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta taat pada
sanksi hukum yang berlaku. Kinerja implementasi program JKN akan
sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri/karakteristik yang tepat serta
cocok dengan para agen pelaksananya (Hill & Hupe, 2002)
Pada bab sebelumnya telah dipaparkan bahwa karakteristik
rumah sakit dilihat dari keseriusannya dalam memberikan pelayanan
prima, hal ini akan tercitra dari peraturan serta mekanisme yang rumah
sakit bangun untuk mendukung terselenggaranya program dengan
baik. Seperti adanya SOP, alur pelayanan pasien, alur pelaksanaan
INA-CBGs.
Karakter rumah sakit yang terlihat serius dengan adnya program
ini juga didukung oleh pihak BPJS yang memiliki keseriusan dalam
122
bentuk peraturan yang telah dibuat pemerintah. Namun karakter yang
sama-sama kuat ini tanpa didasari keinginan untuk melakukan sinergi
akan sia-sia. Sinergi yang diharapkan adalah kemampuan saling
mendukung dalam pelaksanaannya dengan penentuan kebijakan yang
seimbang dan sama-sama dimudahkan pada pelaksanaannya.
Selain berkaitan karakteristik secara teknis, karakteristik
menurut Van Meter dan Van Horn harus ada kesesuaian antara
kompetensi pelaksana dengan posisi yang ditempatkan. Untuk aspek
ini peneliti tidak melakukan wawancara mendalam terkait kompetensi
setiap pelaku karena tidak adanya indikator yang sesuai jika dilakukan
wawancara. Sehingga peneliti melakukan studi literatur terhadap
kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pelaksana. Dari hasil
analisa peneliti untuk setiap jabatan strategis (kepala bagian, kepala
bidang, dan penanggung jawab program) diduduki oleh orang-orang
yang telah bekerja lebih dari 3 tahun di RSU Kota Tangerang Selatan,
serta memiliki afiliasi ke bidang yang sesuai dengan posisi saat ini.
Peneliti melihat bahwa penempatan orang pada posisi posisi
strategis tersebut juga membuktikan komitmen rumah sakit untuk
memberikan pelayanan yang baik dan bermutu.
6.2.4. Pembahasan Komunikasi Antar Organisasi Pelaksana
1. Penyelenggara Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan hasil
penelitian pada bab sebelumnya,
penyelenggara program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan
123
terdiri dari BPJS selaku Penyelenggara Progam JKN dan RSU Kota
Tangerang Selatan sebagai provider (penyedia jasa/penyelenggara
pelayanan kesehatan tingkat lanjutan) program JKN yang telah
bekerjasama dengan BPJS.
Menurut Goggins (1990) dalam Hill dan Hupe (2002)
menyatakan komunikasi menjadi sangat penting bagi pelaksana
sebuah kebijakan karena dari komunikasi permasalahan seperti
kolaborasi dari setiap pelaksana terjadi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013
pasal 2 ayati 1 dan 3 menyatakan, Penyelenggara Pelayanan
Kesehatan meliputi semua fasilitas yang bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan seperti Klinik Utama, Rumah Sakit Umum, dan
Rumah Sakit Khusus.
Hal tersebut dikuatkan kembali dengan adanya Peraturan
Presiden No. 12 tahun 2013 pasal 36 ayat 2 menyatakan, Fasilitas
Kesehatan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang
memenuhi
persyaratan
wajib
bekerjasama
dengan
BPJS
Kesehatan, dengan demikian RSU Kota Tangerang Selatan yang
merupakan SKPD Pemerintah Kota Tangerang Selatan wajib
menjadi penyediaan pelayanan kesehatan yang bekerjasama
dengan BPJS.
2. Komunikasi Antar Lembaga
Menurut Van Meter dan Van Horn komunikasi antar
lembaga merupakan salah satu penentu keberhasilan proses
124
penyelenggaraan/implementasi kebijakan. Untuk mempermudah
penyelenggaraan program, di RSU Kota Tangerang Selatan
ditempatkan Verifikator BPJS Kesehatan tersendiri untuk
membantu rumah sakit dalam melakukan verifikasi berkas dalam
proses pemberkasan klaim, hal ini memberikan tanda bahwa
koordinasi antar lembaga ini tidak boleh putus ataupun tidak jelas.
Dengan adanya pihak BPJS di Rumah Sakit mempermudah
komunikasi antara rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan dan BPJS sebagai penyelenggara program.
Komunikasi yang utama yang terbentuk dari sistem pada
program JKN ini sendiri salah satunya adalah pelaporan, pelaporan
menjadi sangat krusial untuk kedua belah pihak (Rumah Sakit dan
BPJS Kesehatan) untuk membangun komunikasi. Selain itu saat ini
posisi verifikator BPJS Kesehatan yang memang ditempatkan di
rumah sakit langsung mempermudah rumah sakit dan BPJS
Kesehatan untuk saling bertukar informasi terkait penyelenggaraan
program. Sehingga dengan demikian koordinasi yang intensif
dapat terbentuk secara baik antara BPJS Kesehatan dan rumah
sakit.
3. Teknologi Informasi JKN
Teknologi Informasi (TI) merupakan bidang pengelolaan
teknologi dan mencakup berbagai bidang, seperti proses, perangkat
lunak komputer, sistem informasi, perangkat keras komputer,
bahasa program, dan data konstruksi.
125
Berdasarkan Roadmap JKN tahun 2012, sebelum BPJS lahir
PT Askes telah mengembangkan sumber daya TI dengan sangat
baik, beberapa inovasi telah dilakukan diantaranya adalah
dikembangkannya platform Asterix Bridging System yang mampu
memangkas birokrasi pembayaran klaim dari 2 minggu menjadi 5
menit. Namun demikian, dengan peningkatan jumlah peserta dari
sekitar 16,5 juta jiwa menjadi sekitar 237 juta jiwa nanti pada tahun
2019 maka diperlukan pengembangan menyeluruh sumber daya
TI. Kajian yang mendalam terhadap sumber daya TI yang ada saat
ini dan analisa kebutuhan di masa yang akan datang mutlak
diperlukan.
Secara pelaksanaannya dilapangan, untuk program JKN di
rumah sakit memiliki satu induk sistem informasi yang berada pada
BPJS, sehingga mekanismenya tepat untuk BPJS melakukan
pengembangan sistem tersebut.
Pada Roadmap JKN 2012 dituliskan bahwa pengembangan
TI JKN oleh BPJS Kesehatan harus sesuai dengan 7 aspek yaitu:
(a) Relevansi (relevancy); (b) Keakuratan (accuracy) yang
memiliki
faktor:
kelengkapan
(completeness),
kebenaran
(correctness), dan keamanan (security); (c) Ketepatan waktu
(timeliness); (d) Ekonomi (economy) yang memiliki faktor: sumber
daya (resources) dan biaya (cost); (e) Efisiensi (eficiency); (f)
Dapat dipercaya (reliability); dan (g) Kegunaan (usability).
126
Jika dilihat pada pelaksanaanya di RSU Kota Tangerang
Selatan yang pada kenyataannya memiliki kendala dalam
pengoperasionalan aplikasi yang terkadang sering tidak mampu
dioperasikan. BPJS telah lengah terhadap aspek ketepatan waktu
dan efisiensi pelaksanaan di rumah sakit sehingga program tidak
berjalan dengan lancar. Hal ini menjadi bahan pertimbangan bagi
Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan) dan BPJS agar mampu
meningkatan kualitas teknologinya dalam pelayanan pada program
JKN, seperti yang juga termuat pada Peraturan Presiden No. 71
tahun 2013 pasal 43 yang menyatakan untuk menjaga mutu dan
biaya program JKN harus dilakukannya Penilaian Teknologi
Kesehatan (Health Technology Assessment).
6.2.5. Pembahasan Sikap Para Pelaksana
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi
kebijakan adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan
bagian bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan
dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan
pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami
banyak masalah dalam disposisi. Disposisi atau sikap pelaksana akan
menimbulkan hambatan hambatan yang nyata terhadap implementasi
kebijakan.
Secara umum petugas yang melaksanakan program JKN baik
dari sisi medis maupun non-medis harus menjalankan tugasnya sebaik
127
mungkin karena merupakan kebijakan top-down dimana kebijakan
atau program ini lahirnya dari pemerintah pusat untuk seluruh
Indonesia Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya, sikap
penerimaan terlihat dari pendapat para informan mengenai program
yang baru ini, hal ini merupakan salah satu hal positif program dapat
berjalan secara berkelanjutan. Pada posisi yang menjadi informan
merupakan ujung tombak pelaksanaan program, mereka mengetahui
secara jelas tugas dan fungsi jabatannya.
Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn, sikap penerimaan
atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini
sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah
hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan
dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya
bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan
tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan,
keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.
6.2.6. Pembahasan Lingkungan
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja
implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van
Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut
mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.
128
Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif
dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja imlementasi
kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan
harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan external.
Berdasar penelitian Sumaryana (2011) mengenai pengaruh
lingkungan terhadap implementasi kebijakan tata ruang di kota
Bandung menyatakan bahwa lingkungan sosial sangat menentukan
terimplementasinya sebuah kebijakan secara baik,
Jika ditarik dari penelitian diatas, pada penyelenggaraan
program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan, lingkungan yang
sangat kondusif dan tepat untuk pelaksanaan program, walaupun
terkesan program JKN dirancang untuk diluncurkan pada akhir
jabatan pemerintah saat ini. Seyogyanya pelaksanaan JKN tidak
terlepas dari kinerja pemerintah daerah, dukungan dari pemerintah
daerah juga menjadi aspek penentu terselenggaranya program JKN.
Oleh sebab itu, pelaksanaan yang mendapat dukungan positif dari
pemerintah daerah dan masyarakat menjadi sangat penting, bukan
hanya menjadi tanggung jawab implementors (pelaksana) dalam
penyelenggaraan program. Namun juga harus terlibatnya masyarakat
dan birokrasi daerah dengan perangkat-perangkatnya.
Van Meter dan Van Horn juga mengajukan hipotesis bahwa
lingkungan ekonomi sosial dan politik dari yuridiksi atau organisasi
pelaksana akan mempengaruhi karakter badan badan pelaksana,
kecenderungan para pelaksana dan pencapaian itu sendiri .kondisi
129
kondisi lingkungan dapat mempunyai pengaruh yang penting pada
keinginan dan kemampuan yuridiski atau organisasi dalam
mendukung struktur-struktur, vitalitas dan keahlian yang ada dalam
badan badan administrasi maupun tingkat dukungan politik yang
dimilki.
Kondisi
lingkungan
juga
akan
berpengaruh
pada
kecenderungan kecenderungan para pelaksana. Jika masalah masalah
yang dapat diselesaikan oleh suatu program begitu berat dan para
warga negara swasta serta kelompok kepentingan dimobilsir untuk
mendukung suatu program maka besar kemungkinan para pelaksana
menolak program tersebut.
Lebih lanjut Van Meter dan Van Hon menyatakan bahwa
kondisi kondisi lingkungan mungkin menyebapkan para pelaksana
suatu kebijakan tanpa mengubah pilihan pilihan pribadi mereka
tentang kebijakan itu. Akhirnya, faktor-faktor lingkungan ini
dipandang mempunyai pengaruh langsung pada pemberian pemberian
pelayanan publik. Kondisi kondisi lingkungan mungkin memperbesar
atau membatasi pencapaian, sekalipun kecenderungan kecenderungan
para pelaksana dan kekuatan kekuatan lain dalam model ini juga
mempunyai pengaruh terhadap implementasi program.
130
6.3. Pembahasan Implementasi Kebijakan JKN Berupa Pelayanan Rumah
Sakit Berdasarkan 6 Aspek Penyelenggaraan JKN
6.3.1. Pembahasan Aspek Regulasi/Peraturan Perundangan
Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya pada pelaksanaan
di rumah sakit, peraturan-peraturan yang ada sudah sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan di rumah sakit. Penyelenggaraan regulasi
sudah dapat menjadi pengangan rumah sakit untuk melakukan
serangkaian pembuatan standar-standar yang mengikuti kultur rumah
sakit.
Aspek Regulasi yang sudah terpenuhi antara lain adalah
peraturan mengenai pelaksanaan JKN, sistem pelaporan rumah sakit
ke BPJS, sistem pembayaran dan penagihan klaim, dll.
Sehingga, peneliti melihat bahwa peraturan yang ada sudah
mumpuni untuk menjalankan program secara baik dan menjadi
pegangan dalam penyelenggaraan di rumah sakit.
6.3.2. Pembahasan Aspek Kepesertaan
Kepesertaan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan pada
pelaksanaannya mendapatkan respon yang baik, terlihat dari
meningkatnya jumlah pasien yang berobat di RSU Kota Tangerang
Selatan dengan program tersebut.
Target kepesertaan semesta yang ditargetkan oleh Pemerintah
melalui BPJS Kesehatan akan tercapai dengan konsistensi kepesertaan
saat ini. Hanya saja diharapkan kedepannya penguatan sistem
informasi kepesertaan yang lebih baik.
131
6.3.3. Aspek Keuangan
Jika berkaca kepada pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia,
banyak rumah sakit swasta maupun pemerintah yang merasa rugi
dalam penyelenggaraan program JKN karena sering terjadi selisih
biaya operasional dengan paket yang ditentukan oleh pemerintah,
sebagian besar merupakan rumah sakit swasta ataupun rumah sakit
pemerintah yang sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD).
Pada kondisinya saat ini, RSU Kota Tangerang Selatan yang
merupakan SKPD Pemerintahan sendiri mendapatkan dana alokasi
tahunan yang telah dianggarkan pemerintah kota, sehingga ketika
rumah sakit lain merasa terbebani dengan paket pembiayaan yang
tidak sesuai, RSU Kota Tangerang Selatan tidak akan mengalami
permasalahan tersebut.
Peneliti melihat hal ini mampu menjadi kekuatan sekaligus
kelemahan
penyelenggaraan
program
JKN,
jika
dilihat
keberlangsungan program JKN, sebaiknya rumah sakit mampu
menjadi BLUD sendiri yang akan mampu mengelola keuangan
instansinya tanpa campur tangan pemerintah kota dalam proses
internalnya. Alasannya, jika nanti pergantian pemimpin daerah maka
bisa saja beberapa program lama tidak akan sesuai dengan program
yang baru dari pemerintahan yang baru, yang nantinya akan berefek
pada penyelenggaraan pelayanan di rumah sakit.
132
Hal ini berlandaskan kepada Peraturan Pemerintah No. 23 tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, dimana
pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Saran peneliti agar rumah sakit mampu menjadi BLUD dan
mengelola aspek keuangannya secara mandiri tanpa campur tangan
pemerintah daerah dari segi operasional pelayanan.
6.3.4. Aspek Pelayanan Kesehatan
Aspek pelayanan kesehatan yang terselenggara di RSU Kota
Tangerang Selatan sudah sesuai dengan peraturan yang mengatur
serta memenuhi standar kebutuhan dasar pelayanan terhadap pasien
dan rumah sakitpun mampu menyelenggarakan pelayanan yang tidak
ada dengan sistem rujukan ke rumah sakit rekanan.
Pelayanan Kesehatan pada kelas rumah sakit tipe C sudah
terpenuhi di RSU Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil
penelitian, terdapat 14 pelayanan medis dasar dan penunjang medis
yang sudah ada di RSU Kota Tangerang Selatan. Sesuai dengan
amanat dari PMK No. 340/2010 yang menyatakan untuk RS tipe C
harus memiliki minimal 4 pelayanan medis spesialis dasar dan 4
pelayanan spesialis penunjang medis.
Dimana yang termasuk dalam hal diatas adalah Pelayanan
Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis
Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik
133
Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan,
Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
6.3.5. Aspek Manfaat dan Iuran
Manfaat yang diperoleh peserta program JKN sudah sesuai
dengan iuran yang mereka bayarkan, pada aspek pelayanan di rumah
sakit tidak akan banyak terdapat permasalahan berarti terhadap
manfaat dan iuran. Hanya saja pemerintah perlu melakukan kajiankajian yang lebih baik mengenai iuran serta manfaat karena memang
pada pelaksanaannya dilapangan, masih terdapat banyak manfaat
yang tidak dapat terlayani dengan baik karena iuran dan paket manfaat
yang bisa dibilang kurang realistis.
6.3.6. Aspek Kelembagaan dan Organisasi
Pada aspek kelembagaan di rumah sakit, rumah sakit sudah
menjalankan fungsinya sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan,
dan BPJS juga sudah menjalankan tugasnya sebagai penyelanggara
program
JKN.
Serta
pemerintah
sebagai
penengah
dalam
pelaksanaannya. Hal ini sudah sesuai dengan pernyataan Prof.
Hasbullah Thabrany dalam presentasinya yang berjudul “Peran P2JK
dalam JKN 2014, Banyak Tugas Banyak Resiko” bahwa Pemerintah
(Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan) merupakan wasit
dalam penyelenggaraan JKN agar terlaksana dengan baik.
Saran yang peneliti berikan untuk BPJS sebaiknya melakukan
peningkatan untuk sistem informasi teknologi, karena aspek
kelembagaan dan komunikasi yang dibangun pada program ini
134
bertumpu pada sistem informasi teknologinya. Hal ini berdasarkan
pemaparan Prof. Hasbullah Thabrany juga pada presentasi diatas,
bahwa pemerintah seharusnya terintegrasi secara langsung dengan
National Casemix Centre (NCC) karena seharusnya pemerintah-lah
yang memiliki wewenang kuat untuk penentuan kebijakan atas coding
INA-CBGs serta mekanisme sistem informasi teknologinya.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Implementasi Program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sudah
berlangsung dari awal tahun 2014 dimana program baru diluncurkan oleh
Pemerintah Pusat serentak di seluruh Indonesia dan hingga saat ini
penyelenggaraan JKN di RSU Kota Tangerang Selatan sudah berjalan sesuai
dengan peraturan serta pedoman pelaksanaanya. Terlihat dari adanya
komitmen atau kebijakan rumah sakit berupa SOP, alur pelayanan, hingga
peraturan pelaksana yang dibentuk sendiri rumah sakit untuk mendukung
penyelenggaraan program. Selain itu SDM pelaksana di rumah sakit yang
sudah cukup memadai, didukung oleh sumber pendanaan dari klaim BPJS
Kesehatan, serta sarana dan prasarana yang sudah baik. Didukung juga
dengan karakteristik rumah sakit yang membuat peraturan pelaksana yang
sesuai dengan karakter di RSU Kota Tangerang Selatan. Serta sikap
penerimaan dari pelaksana program juga sangat terlihat. Lingkungan sosial,
politik, dan ekonomi yang juga mendukung terselenggaranya program JKN.
Tidak dipungkiri dalam penyelenggaraan program JKN di RSU Kota
Tangerang Selatan terdapat beberapa kendala, yaitu:
1. Keterlambatan
Pencairan
Klaim
yang
terlambat
dikarenakan
terlambatnya pemberkasan klaim oleh rumah sakit kepada BPJS.
135
136
2. Perbedaan Nilai Tarif Pelayanan terhadap Paket INA-CBGs dikarenakan
manajemen rumah sakit belum mempertimbangkan aspek pelayanan
yang sesuai dengan paket INA-CBGs.
3. Teknologi Informasi JKN yang masih sering mengalami gangguan
sehingga
memperlambat
proses pemberkasan klaim, pelayanan
pendaftaran, dan pembuatan surat eligibilitas peserta JKN.
4. Masih kurangnya SDM Pelaksana pada tatanan non-medis untuk hal
administrasi dan pemberkasan program JKN.
7.2. Saran
Adapun saran yang dapat peneliti berikan terkait penyelenggaraan
Program JKN, yaitu sebagai berikut:
7.2.1. RSU Kota Tangerang Selatan
1. Seiring dengan pengembangan program kedepannya yang
memiliki cakupan sasaran yang semakin meningkat diharapkan
untuk mampu melakukan perhitungan terhadap kebutuhan jumlah
SDM yang ada saat ini untuk memproyeksikan kebutuhan SDM
dimasa yang akan datang khususnya untuk bidang non-medis.
2. Terkait keterlambatan pencairan klaim, rumah sakit dan BPJS
melakukan pemusatan pada penagihan dan pemberkasan yang
terjadwal, sehingga ketika diluar jadwal akan dilakukan peneguran.
3. Terkait perbedaan nilai tarif pelayanan terhadap paket INA-CBGs
peneliti menyarankan agar lebih membangun sistem manajemen di
137
rumah sakit secara berkesinambungan untuk penyesuaian tarif
mengikuti peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat.
7.2.2. BPJS Kesehatan
1. Agar membuat regulasi maupun SOP penjadwalan terhadap
pengajuan klaim yang telah disepakati oleh BPJS Kesehatan
dengan provider kesehatan.
2. Agar melakukan penguatan teknologi informasi pada setiap rumah
sakit, harus adanya pengawasan secara baik terhadap teknologi
informasi dalam penyelenggaraan program.
7.2.3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
1. Agar dilakukannya peninjauan secara berkala terhadap kesesuaian
biaya riil rumah sakit untuk setiap regional agar seimbang dan tidak
merugikan pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan.
2. Agar melakukan peninjauan secara berkala pelaksanaan teknologi
informasi dan melakukan penilaian teknologi kesehatan pada
setiap rumah sakit secara berkala.
7.2.4. Pemerintah Kota Tangerang Selatan
1. Agar mempertimbangkan pengembangan RSU Kota Tangerang
Selatan
yang
mengalami
peningkatan
pelayanan
dengan
menjadikannya Badan Layanan Umum Daerah.
2. Agar memisahkan sistem manajemen keuangan rumah sakit secara
mandiri pengelolaannya, sehingga tidak perlu lagi menganggarkan
untuk biaya operasional rumah sakit, dananya dapat dialihkan
untuk pengembangan kesehatan pada sektor lainnya.
138
7.2.5. Peneliti Lain
Melakukan penelitian dengan pendekatan teori lain dan menguji
pengaruh variabel-variabel yang ada dalam Teori Van Meter dan Van
Horn seberapa kuat pengaruhnya terhadap implementasi kebijakan JKN
di daerah terutamanya untuk RSUD.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabet.
Ardianty, Rini. 2012. Analisis Implementasi Program Jamkesmas di Rumah Sakit PMI
Bogor tahun 2012. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Jakarta.
Center For Case Mix RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Instalasi Rekam
Medis. Pengenalan INA-CBGs. Diakses pada tanggal 25 |Februari 2014
dari situs http://basirun.hostzi.com/ina%20cbgs.html
Creswell, Jhon W. 2010. Research Design Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
Mixed Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
DeCenzo, David A., dan Stephen P. Robbins. 2010. Fundamentals of Human
Resources Management, 10th edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Djuhaeni, Heni. 2007. Asuransi dan Managed Care: Modul Program Pascasarjana
Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran, Bandung.
Hill, Michael dan Petter L. Hupe. 2002. Implementing Public Policy. London: Sage
Publicatian, Ltd.
Ilyas, Yaslis. 2004. Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda, dan Formula,
edisi revisi. Depok: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Kepner, C.H. dan Benjamin B. Tregoe. 1981. Manajer Yang Rasional. Edisi
Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Kurniati, Ana dan Effendi, Feri. 2012. Kajian SDM Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika
Novayanti. 2013. Implementasi Program Jaminan Kesehatan Gratis Daerah di
Puskesmas Sumbang Kecamatan Curio Enrekang. Skripsi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Makassar.
Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Data dan
Informasi Kesehatan Provinsi Banten tahun 2013. Banten.
Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Data dan
Informasi Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2013. Jakarta.
PPJK Kementerian Kesehatan RI. 2013. Selamat Datang di Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan Online. Diakses pada tanggal 11 Desember 2013 dari situs:
http://www.ppjk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=arti
cle&id=1:selamat-datang-di-pembiayaan-a-jaminan-kesehatanonline&catid=56&Itemid=28.
Rahayu, Sri. 2010. Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) Di Rumah Sakit (Studi Kasus Di RSUD Dr. Soetomo).
Universitas Airlangga.
Saffdove, William dan Pablo Gotret. 2008. Governing Mandatory Health Insurance.
Washington DC: The World Bank.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Alfabeta.
Sumaryana, Asep. 2011. Pengaruh Lingkungan Sosial terhadap Efektifitas
Implementasi Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran. Bandung.
Suparman, dkk. 2010. Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) Di Kabupaten Bone. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Sutirin. 2006. Implementasi Kebijakan Pendataan Rumahtangga Miskin Dan
Distribusi Kkb Oleh Badan Pusat Statistik (Studi Kasus Di Kecamatan
Suruh Kab. Semarang). Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Semarang.
Thabrany, Hasbullah. 2014. Presentasi ”Peran P2JK dalam JKN 2014, Banyak Tugas
Banyak Resiko”. Dipresentasikan di Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Tuhumury, W. Ronaldy. 2012. Studi Implementasi Jamkesmas Pada Rumah Sakit
Umum Manokwari. Tesis Magister Akuntansi Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.
Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Wibawa, Samodera. 1994. Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka Jakarta.
__________. 2010. Peraturan Daerah No. 8 tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan
Kesehatan. Kota Tangerang Selatan
__________. 2013. Peraturan Daerah No. 4 tahun 2013 tentang Sistem Kesehatan
Kota. Kota Tangerang Selatan.
__________. 2005. Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum. Jakarta.
__________. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia (kamus versi online). Diakses
pada tanggal 2 Maret 2014 dari situs kbbi.web.id.
__________. 2013. Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan. Jakarta.
__________. 2004. Draf Naskah Akademik Sistem Jaminan Sosial Nasional (ke
Enam). Jakarta.
__________. 2013. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jakarta.
__________. 2012. Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019. Jakarta.
__________. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2010 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta.
__________. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan No. 340 tahun 2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta
__________. 2013. Peraturan Presiden No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan. Jakarta.
__________. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta
__________. 2013. Peraturan Presiden No. 107 tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan
Tertentu
Berkaitan
Dengan
Kegiatan
Operasional
Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, Dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Jakarta.
__________. 2013. Peraturan Presiden No. 108 tahun 2013 tentang Bentuk Dan Isi
Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial. Jakarta.
__________. 2013. Peraturan Presiden No. 109 tahun 2013 tentang Penahapan
Kepesertaan Program Jaminan Sosial. Jakarta.
__________. 2013. Peraturan Presiden No. 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Jakarta.
__________. 2004. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Jakarta. 2004
__________. 2009. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta.
__________. 2003. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63
tahun 2003 tentang Pedoman Pelayanan Publik. Jakarta.
LAMPIRAN:
1. SURAT IZIN PENELITIAN
2. FORM INFORM CONCERN
3. FORM IDENTITAS INFORMAN
4. PEDOMAN WAWANCARA
5. PEDOMAN OBSERVASI
6. MATRIX HASIL WAWANCARA
7. DOKUMENTASI PENELITIAN
8. STRUKTUR ORGANISASI
9. TUPOKSI BAGIAN JAMINAN
10. ALUR PELAYANAN JKN
11. ALUR PEMBERKASAN DAN KLAIM
12. REKAPITULASI KUNJUNGAN
LAMPIRAN 2
FORM INFORM CONCERN
Analisis Implementasi Program Jaminan Kesehatan
Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan tahun 2014
Bapak/Ibu/Sdr yang saya hormati,
Saya Wahyu Manggala Putra, mahasiswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini saya
sedang melakukan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Analisis
Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Kota
Tangerang Selatan tahun 2014”.
Pertama
izinkan
saya
mengucapkan
terimakasih
atas
kesediaan
Bapak/Ibu/Sdr untuk menjadi informan dan memberikan keterangan secara luas,
bebas, mendalam, benar, dan jujur. Hasil informasi dan keterangan yang diberikan
nanti akan digunakan sebagai masukan untuk implementasi program jaminan
kesehatan nasional yang berkualitas di rumah sakit khususnya dan Kementerian
Kesehatan pada umumnya. Peneliti memohon izin untuk merekam pembicaraan
selama proses wawancara berlangsung dan peneliti menjamin kerahasiaan isi
informasi yang diberikan dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Demikian atas segala perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Sdr saya ucapkan
terima kasih telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Hormat Saya,
Wahyu Manggala Putra
LAMPIRAN 3
FORM IDENTITAS INFORMAN
Kode Informan
: (…………) *
Nama Informan
: ……………………………………………………
Jenis Kelamin
: ……………………………………………………
Umur
: ……………………………………………………
Pendidikan
: ……………………………………………………
Jabatan/Pekerjaan
: ……………………………………………………
Lama Kerja
: ……………………………………………………
Hari/Tanggal Wawancara
: …………………………………………………...
Dengan ini saya bersedia menjadi informan untuk penelitian mengenai “Analisis
Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang
Selatan tahun 2014”
Tangerang Selatan, … April 2014
(………………………………………..)
*) diisi peneliti
LAMPIRAN 4
PEDOMAN WAWANCARA DAN OBSERVASI
Tata cara wawancara:
1.
Mengucapkan salam
2.
Memperkenalkan diri
3.
Menanyakan kesediaan menjadi informan (dan menandatangani
persetujuan menjadi informan)
4.
Menanyakan nama informan
5.
Meminta izin untuk merekam pembicaraan selama wawancara
berlangsung.
6.
Memberikan pertanyaan pemanasan (sudah berapa lama bekerja,
bagaimana kabar hari ini)
7.
Memberikan pertanyaan inti
8.
Menutup sesi wawancara
9.
Megucapkan terima kasih
10.
Memberikan souvenir
11.
Selesai
Pertanyaan untuk Rumah Sakit:
1. Boleh diceritakan apa itu program JKN? (untuk menggali kepahaman dari
informan – berkaitan pertanyaan no. 7)
2. Apa peran bapak/ibu dalam program JKN ini? (berkaitan pertanyaan no. 6)
3. Bagaimana menurut bapak/ibu tentang tujuan dan sasaran dari program JKN
ini?
(Probing: seberapa penting program, sasarannya siapa, sudah tepat
sasaran apa belum, peraturan pendukungnya sudah baik belum, sudah
sesuai belum antara peraturan dengan keadaan di RSU)
4. Bagaimana menurut bapak/ibu, tentang kemampuan sumber daya pelaku,
sumber daya sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat di RSU Tangerang Selatan?
(Probing: berapa jumlah SDM, sudah berapa lama bertugas, prasarana
yang tersedia apa saja sudah memadai apa belum)
5. Bagaimana tentang sumber pendanaan yang digunakan pada program JKN
ini di RSU Tangerang Selatan?
(Probing: sumber pendanaan dari mana saja, pengelolanya siapa,
besarannya berapa, sudah cukupkah)
6. Bagaimana menurut bapak/ibu cara RSU membuat program JKN berjalan
lancar dan sesuai harapan?
(Probing: ada SOP terkait JKN sendiri tidak, ada peraturan RSU terkait
JKN tidak, siapa)
7. Bagaimana sikap/kecenderungan (disposition) atau pandangan bapak/ibu
terhadap program JKN?
(Probing: kalau menolak kenapa, kalau mendukung kenapa, ada
pandangan lain)
8. Bagaimana komunikasi yang terjalin antar para pelaksana (pihak terkait)
menegenai program JKN ini?
(Probing: koordinasi seperti apa, informasi untuk pasien seperti apa,
pelaporan, monitoring, evaluasi, penangangan keluhan)
9. Sejauh mana pengaruh lingkungan sosial, ekonomi, dan politik dalam
pelaksanaan program JKN ini?
(Probing: situasi masyarakat, dukungan pemerintah daerah dan DPRD,
waktu pelaksanaannya kondusif apa tidak, peran sektor swasta terhadap
program ada tidak)
10. Permasalahan apa saja yang muncul selama masa implementasi program
JKN?
(Probing: sumber permasalahan, yang bertanggung jawab, solusi, harapan
terhadap program JKN kedepannya)
LAMPIRAN 5
PEDOMAN OBSERVASI
No.
Subjek Observasi
1
Jumlah SDM Administrasi
2
Jumlah SDM Verifikator
3
Jumlah SDM Pelaksana (Tenaga Medis)
4
Adanya skema pelayanan pengguna JKN
5
Adanya SOP terkait JKN yang mengatur
6
Kegiatan mengikut SOP
7
Laporan Mingguan
8
Laporan Bulanan
Jumlah
Tersedia
Cukup
Tidak
Cukup
Catatan:
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
LAMPIRAN 7
DOKUMENTASI LAPANGAN
1. Tampak Depan RSU Kota Tangerang Selatan
2. Spanduk Informasi mengenai Program JKN
3. Loby depan (Bagian Farmasi)
4. Loby Pendaftaran
5. Loby Sebelah Kiri (Tempat Pendaftaran Peserta
6. Loby Sebelah kiri (Tempat Pendaftaran Peserta
BPJS Kesehatan)
BPJS Kesehatan)
8. Loby Utama RSU Kota Tangerang Selatan
7. Bagian Pendaftaran untuk Pemeriksaan data
pasien serta pengambilan nomor antrian pelayanan
9. Loby sebelah kanan (Bagian Pendaftaran Peserta
10. Loby Utama Pendaftaran (kiri: untuk pelayanan
Jamkesda & E-KTP)
BPJS, kanan: untuk pelayanan Jamkesda dan EKTP)
11. Salah satu poster di ruang tunggu Poli lantai-1
12. Salah satu poster informasi JKN di Lift RSU
RSU Kota Tangerang Selatan
Kota Tangerang Selatan
LAMPIRAN 9
TUGAS DAN FUNGSI PADA BAGIAN JAMINAN
(BPJS dan E-KTP)
Koordinator Jaminan
: Riskhi Wundari
Penanggung Jawab Administrasi Klaim Rawat Jalan
: Ryan Seftianto
Dewi Novia
Penanggung Jawab Administrasi Klaim Rawat Inap
: Arifina Asyfah
Achmad Yudha Pangestu
Entri Data dan Koding
: Eva Pebriyana Tanjung
Heryani
Tupoksi Penanggung Jawab Jaminan
1. Bertanggung jawab terhadap kelancaran tugas Admin klaim rawat jalan, rawat
inap, entri dan koding
2. Membuat laporan pertanggung jawaban pada setiap klaim yang diajukan
3. Entri Data dan Koding INACBGs
4. Verifikasi Internal terhadap berkas klaim
Tupoksi Administrasi Klaim Rawat Jalan
1. Pengumpulan berkas klaim rawat jalan dari RM dari tiap poli dan ugd
2. Melengkapi berkas klaim rawat jalan, meliputi persyaratan, form klaim harus
terisi lengkap dari diagnosa sampai tanda tangan dokter
3. Melengkapi bukti penunjang klaim ( hasil laboratorium, rontgen, Resep Apotik,
dll )
4. Melengkapi bukti retribusi dari kasir
Tupoksi Administrasi Klaim Rawat Inap
1. Pengumpulan berkas rawat inap dari RM
2. Melengkapi berkas klaim rawat inap, meliputi persyaratan, resume, tanda tangan
dokter
3. Melengkapi bukti penunjang klaim ( hasil laboratorium, rontgen, Resep, Lap.
Operasi, dll)
4. Melengkapi bukti retribusi dari kasir
Tupoksi Entri Data dan Koding
1. Memasukan data klaim yang sudah lengkap dari admin klaim rawat jalan maupun
rawat inap kedalam Software INACBGs
2. Koding Diagnosa Penyakit
LAMPIRAN 10
ALUR PELAYANAN PESERTA BPJS
DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN
Pendaftaran
dan No.
Antrian
Pemeriksaan
Berkas
Pulang
Administrasi
Berkas
Pemeriksaan
di
Poli/Pelayan
an Medis
lainnya
Ambil Obat
di Bagian
Farmasi
(Apotek)
Tindak Lanjut
Pasien
Rujukan
Lebih lanjut
LAMPIRAN 11
ALUR PEMBERKASAN DAN PENGAJUAN KLAIM
DI RSU KOTA TANGERANG SELATAN
Data Pasien
dikumpulkan
administrasi
Dikelompokka
n sesuai
penjamin
Input ke
Sistem INACBGs
Cetak Print
out
Pengajuan
Klaim Ke BPJS
Pengumpulan
Berkas dll
selama 1
bulan
Verifikasi oleh
Verifikator
BPJS
Cek Ulang
oleh
Verifikator RS
LAMPIRAN 12
REKAPITULASI KUNJUNGAN
RSU KOTA TANGERANG SELATAN
Januari
Jenis Pelayanan
Poli Anak
Poli Gigi
Poli Mata
Poli Bedah
Poli Interna
Poli Obsgyn*
Poli Paru
Poli Bedah Orthopedi
Poli MCU
Poli Syaraf
Poli Jiwa
UGD
VK
OK
Perawatan Kelas.3
Perawatan Kelas.2
Perawatan Nifas
Perawatan Bedah Kelas.3
NICU
ICU
TOTAL
Persentase
Februari
Umum
E-KTP
BPJS
37
143
32
9
83
31
11
103
38
15
266
73
16
481
175
13
250
69
41
92
228
5
79
20
100
1
0
1
48
124
0
92
24
192
698
112
36
125
20
5
109
31
26
130
39
8
41
11
18
152
27
2
38
5
3
58
0
1
4
9
539
2,993
1,068
11.72% 65.07% 23.22%
Total
Persentase
Pasien
212
4.61%
123
2.67%
152
3.30%
354
7.70%
672
14.61%
332
7.22%
361
7.85%
104
2.26%
101
2.20%
173
3.76%
116
2.52%
1,002
21.78%
181
3.93%
145
3.15%
195
4.24%
60
1.30%
197
4.28%
45
0.98%
61
1.33%
14
0.30%
4,600
100.00%
REKAPITULASI KUNJUNGAN RSU KOTA TANGERANG SELATAN
Total
Jenis Pelayanan
Umum E-KTP
BPJS
Persentase
Pasien
Poli Anak
34
175
25
234
4.68%
Poli Gigi
4
99
42
145
2.90%
Poli Mata
13
111
47
171
3.42%
Poli Bedah
19
293
92
404
8.08%
Poli Interna
32
597
293
922
18.44%
Poli Obsgyn
16
211
95
322
6.44%
Poli Paru
22
211
69
302
6.04%
Poli Bedah Orthopedi
5
64
47
116
2.32%
Poli MCU
242
1
2
245
4.90%
Poli Syaraf
8
98
175
281
5.62%
Poli Jiwa
5
124
44
173
3.46%
Jenis Pelayanan
UGD
VK
OK
Perawatan Kelas.3
Perawatan Kelas.2
Perawatan Nifas
Perawatan Bedah Kelas.3
NICU
ICU
TOTAL
Persentase
Umum
E-KTP
BPJS
157
612
120
27
116
34
5
77
32
14
131
19
2
33
30
22
99
56
2
38
9
3
36
0
3
7
632
3,129
1,238
12.64% 62.59% 24.76%
Total
Persentase
Pasien
889
17.78%
177
3.54%
114
2.28%
164
3.28%
65
1.30%
177
3.54%
49
0.98%
39
0.78%
10
0.20%
4,999
100.00%
LAMPIRAN 5
Matrix Kategorisasi Hasil Wawancara
Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Untuk Penyedia Jasa (Rumah Sakit)
No.
1
Pertanyaan
Ukuran dan Tujuan
a. Bagaimana
menurut
bapak/ibu
sudah
sesuaikah peraturan yang
dibuat pemerintah?
b.
RS - 2
RS - 3
“Ada bukunya kita dapat. Kalau peraturan sih
maksud saya ya… udah bisa ya, maksudnya bisa
buat kita pegangan lah, yang ini boleh, yang ini
gak boleh, prosedurnya bagaimana gitu.”
“Sesuai”
“…ngikutin dari yang yang permenkes, perpres juga
ada. Ya kita ikut pemerintah aja.”
“sudah kan kita dapat sosialisasi tentang
peraturan, saya yang hadir…”
“… seluruh masyarakat Indonesia, karena kalau
BPJS itu sendiri punya visi semesta 2019 yang
maksudnya seluruh masyarakat Indonesia sudah
menjadi peserta BPJS Kesehatan, …”
“...seluruh masyarakat nanti di tahun 2019, saat
ini hanya ASKES, Jamkesmas, Polri, TNI…”
Siapa
saja
sasaran
program JKN ini?
““…pokoknya yang otomatis itu ASKES,
TNI/Polri, Jamkesmas, yang PBI itu, sama
Jamsostek, tapi untuk yang PJK (Pemeliharaan
Jaminan Kesehatan) aja. Trus, paling nanti, yang
udah banyak sekarang ini BPJS Mandiri, jadi
yang gak masuk Jamkesmas, TNI/Polri,
Jamsostek ya itu masuknya disitu.”
Seberapa
penting
program ini menurut
bapak/ibu?
Sumber Daya
a. Bagaimana dengan jumlah
SDM untuk program JKN
di RSU ini menurut
bapak/ibu?
“sangat penting ya, karena dari pemerintah
untuk biar rakyat mudah berobatnya.”
“kalau untuk masyarakat Indonesia sangat penting
ya, ya gimana supaya bangsa ini bagus ya
masyarakatnya harus sehat ya.”
“penting karena untuk menjamin kesehatan
semua orang juga kan, jadi harus didukung…”
“SDMnya, kalau dari segi pemberkasan kayanya
cukup, tapi kalau bagian entry data itu yang
kurang, entry data ke sistem.”
“Kalau dari intern RSnya sih saya kurang tau,
karena kan beda tim ya, kalau kita BPJS sendiri,
kalau rumah sakit ya dia timnya sendiri.”
“kalau SDM di Jaminan, sudah banyak ya, mungkin
dokter kita yang shiftnya ganti, tapi tidak masalah
sudah diatur juga…”
c.
2.
RS - 1
3.
b.
Sudah kompeten belum
SDM yang melaksanakan
program JKN menurut
bapak/ibu?
“Sudah biasa kan ngurusin Jamkesmas, mungkin
sedikit lebih pusing aja kalau BPJS.”
“Rata-rata kerjanya baru, 5 orang baru 1 tahun,
1 orang udah 3 tahun, 1 lagi sama saya udah 4
tahun kerja di klaim ini.”
“Kita rata-rata verifikator masih baru, jadi kurang
dari 1 bulan, kita juga di training dahulu, lalu ikutin
workshop BPJS…”
“Rata-rata kalau tim RS, sudah lebih ahli dan lama
kerjanya.”
“sudah …mbak kiki itu udah dari 2010 dia urus
jaminan, sudah ahlinya.”
c.
Menurut bapak/ibu Sudah
memadai belum sarana
dan prasarana di RSU ini?
“Belum, penunjang yang kurang, penunjang
medis. Kaya CT-Scan, terus Hemodialisa, kita
pengen buka hemodialisa tapi belum, apa,,
banyak pasien-pasien yang cuci darah, mereka
juga udah request…”
“…terus kaya patologi anatomi, kita belum ada,
pemeriksaan jaringan-jaringan…”
“Kalau untuk sarana pelayanan BPJS udah cukup
sih, dibawah ada pendaftaran dan disini juga udah
ada computer lengkap, dan untuk verifikasi cukup
kok sarananya.”
“…untuk medisnya masih ada yang kurang ya,
karena rumah sakit ini juga masih tipe C, pelayanan
polinya masih banyak kurang, jadi banyak pasien
disini masih ada di rujuk ke Fatmawati, RSCM…”
“kita masih tipe C, jadi ada beberapa penunjang
mendis yang kurang, kaya CT-Scan…”
“kalau computer ada semua di tiap bidang, kita
kan terhubung satu sama lain…”
“mungkin ruang tunggu kurang tertata saja...”
“…kalau gak ada alatnya, kita rujuk ke RS
rekanan…”
d.
Sumber pendanaan dalam
program JKN ini sudah
memadai
belum
bapak/ibu?
“…dari klaim ke BPJS aja.”
“Kita kan masih belum BLUD, tapi udah sendiri,
jadi kaya SKPD sendiri gitu, jadi anggarannya
itu masih di subsidi Pemkot Tangsel.”
“Jadi masih disubsidi dana untuk obat-obatnya.
juga Alkesnya….”
“Klaim BPJS”
“…karena klaim yang baru belum di cairkan,
kesulitan mereka ya itu, karena uangnya mereka
kepakai dulu.”
“…kalau JKN dari BPJS, kalau E-KTP dari Pemkot
ada juga subsidi dana alkes sama obat…”
“sudah cukup ya, kita kan subsidi juga…”
“Ada.”
“Kaya kepesertaannya yang semakin luas, terus
eeeee, yaa untuk lebih berimbasnya kepada
klaim ya, kaya ada yang satu episode penyakit,
tapi kan kalau di rumah sakit itu mereka tetap
ditangani kan sama kita, tapi mereka
menyebutnya tetap satu episode si BPJSnya. Nah
itu, jadi kita Rumah Sakit harus bisa
ngomongnya-lah ke fungsional gimana nih,
bahwa kalau penyakit ini sebenarnya Cuma satu
episode, jadi hanya satu dibayarkan. Paling itu.”
“Kalau SOP dari BPJSnya sendiri untuk rumah
sakitnya sih belum ada ya, Cuma katanya kalau di RS
sendiri sudah membuat SOP sendiri untuk
pelaksanaan program. Jadi kita ikut aja dengan SOP
dari pihak rumah sakit buat.”
“sudah dibuat sama kiki, dia buat alur saya udah
ACC…”
“sedang dibuat SOP pendiagnosaan kasus yang
banyak periodenya, itu masalah di dokter gak
sama dengan klaimnya…”
Karakteristik Agen
Pelaksana
a. Apakah
ada
peraturan/SOP
yang
mengatur tentang JKN
tidak di RSU ini?
“…peraturan pemerintah daerah, ada berapa sih
yang agak berbeda kaya adanya rujukan parsial
sekarang, kan kalau yang dulu Jamkesmas itu
kita bisa merujuk untuk penunjang aja yang bisa
langsung, tapi kalau sekarang gak bisa, jadi
kalau mau merujuk penunjang aja harus ACC
dulu dari rumah sakit ini baru, dirumah sakit
sana diterima, dan rumah sakit ini harus
membayar, tidak boleh pasien membayar.”
“dulu tetap harus ke atas untuk validasi,
sekarang sudah saya pangkas, selesaiin semua
dibawah…”
b.
4.
Ada kebijakan lain tidak
terhadap
kejadian
rujukan?
Komunikasi antar
pelaksana
a. Bagaimana komunikasi
RSU kepada BPJS?
b.
Bagaimana
koordinasi
RSU ke Dinas Kesehatan?
“…udah bikin MOU dengan rumah sakit mana
yang mau bekerjasama gitu, pokoknya nanti kita
kirim pasien, diperiksa, paling kaya mereka
ngeklaim juga, nih udah ada berapa pasien nih
yang udah ditanganin sama mereka gitu, dari
sini ganti uang.”
“Nah selama ini kita biasanya kalau ada apaapa selalu nanya yaa, ke verifikator BPJS kan
mereka juga nanti ada channel kesana ke BPJS.”
“…mereka kan punya PJnya tuh, kita ke dianya.
Jadi segala sesuatu nanya ke dianya gitu,
masalah ini gimana, bisa atau gak, terus
solusinya gimana, nanti mereka juga yang cariin
solusinya. Yang penting komunikasinya jangan
putus.”
”Kita kan masih belum BLUD, tapi udah sendiri,
jadi kaya SKPD sendiri gitu, jadi anggarannya
itu masih di subsidi. Jadi koordinasinya ke
Pemkot.”
“kita ada MOU dengan RS bagus-bagus di Jakarta
dan Tangsel, Sari Asih juga ada…”
“…kita
hanya
berhubungan
dengan
pemberkasan, jadi kita dari tim verifikasi…”
tim
“biasanya lewat desti ya, dia verifikator disini,
baru ditempatkan…”
“kalau kita diajakin rapat ya datang, paling itu…”
5.
6.
c.
Bagaimana
sistem
pelaporan dari RSU ke
Kementerian atau BPJS?
“Kita gak hubungan ke Kemenkes lagi, gak kaya
Jamkesmas…”
“…pelaporan klaim paling, langsung lewat
verifikator yang ditempatkan di RSU sama BPJS,
setelah closing, tanda tangan, nanti mereka
bawa, nanti tinggal tunggu dananya cair ke
rekening kita.”
d.
Apakah BPJS melakukan
monitoring
evaluasi
terhadap program JKN?
“lewat laporan klaim, sama keluhan yang masuk
mungkin…”
“ada sih, kayanya belum mulai deh, katanya sih
pertiga bulan, ini kan masih 3 bulan, mungkin april
ini nanti dari BPJS akan lakukan evaluasi.”
“kurang tau juga.. harusnya iya…”
“biasanya lakuin juga, kemarin saya rapat ada
juga evaluasi dari Kementerian Kesehatan tapi
gak di semua RS…”
“…udah ada progress gitu, lebih.. maksudnya
lebih apa ya.. udah lebih baik lah…”
“…dulu pas jamkesmas pernah telat 3 bulan, nah
kalau sekarang mah bagus ya kata saya…”
“…kalau menurut saya ya. udah ada progress
sedikit, mereka itu ditargetinnya…”
“…kalau menurut saya sendiri ya.. eeee… itu..
terlalu terburu-buru...”
“Saya sih mendukung sekali, bagus programnya…”
“Kalau dilihat dari cita-cita, targetnya gitu bagus sih
sebenarnya, Cuma karena masih baru aja kan, jadi
kesannya masih berantakan…”
“baik ya, programnya cukup mudah dan lebih jelas
karena peraturannya sangat banyak.”
“saya rasa mendingan JKN, gak telat klaimnya,
lebih cepat…”
Disposisi Pelaksana (Sikap)
a. Bagaimana
pandangan
bapak/ibu
terhadap
program JKN ini?
b.
Bagaimana Penanganan
Komplain JKN di RSU Kota
Tangsel?
“…biasanya langsung diselesaiin disitu aja, kan
ada kotak saran juga dibawah, kalau pasiennya
gak bisa ditanganin dan kebetulan ada petugas
BPJSnya kita alihin ke petugas BPJSnya…”
“…pasien biasanya kita arahin untuk komplain ke
BPJS Centernya atau biasanya dari BPJS Hotlinenya
sih, hotlinenya nelpon ke kita kalau ada masalah....”
“kalau di RS, pasiennya langsung ke bagian
administrasi BPJSnya di bawah itu, biasanya ntr
ditanya masalahnya apa…”
“…biasanya pake kotak saran”
“…langsung dari orang verif, dia yang paham…”
c.
Lebih baik mana JKN
dengan Jamkesmas?
“Lebih mudah yang sebelumnya…”
“mungkin karena baru juga ya, kan INA-CBGs ini
pake diagnosa, jadi kita yang verif juga baru
terpapar…”
“kalau mau nasional sih bagusan BPJS ya jelas kan
BPJS lebih terstruktur dan lembaganya besar.”
“JKN persyaratannya juga lebih ringan…”
“jelas JKN, ini lebih banyak UU sama Perpresnya…”
Lingkungan (sosial,
ekonomi, politik)
7.
a.
Sejauh mana pengaruh
lingkungan
dalam
pelaksanaan
program
JKN?
“Mungkin karena mau pemilu kali, makanya ada
JKN. Saya juga kurang ngerti....”
“…kalau saya rasa, kalau dilihat-lihat
masyarakat animonya sih baik…”
dari
“wah, bingung saya, tapi gak ngaruh juga kali ya,
tapi bisa jadi karena mau Pemilu ya…”
b.
Waktu
program
tidak?
“Kalau untuk saat ini sih masih mendukung ya,
gak terlalu banyak keluhanlah, mungkin ada
gitu, tapi gak sampe gimana-gimana…”
“Kalau saya bilang terlalu terburu-buru, karena itu
kan dari ASKES ke BPJS itu Cuma 1 tahun
berubahnya, UU BPJS itu 2012, dan persiapannya
Cuma dari tahun lalu kan, pasti kurang siap untuk
itu, apalagi untuk menyeluruh ke seluruh Indonesia
itu masih kurang.”
“Cukup baik ya, karena udah lama juga
persiapannya undang-undang juga wajibkan
untuk ada JKN, jadi sesuai aja, Cuma mungkin
karena baru, banyak masalah…”
“…ada masalahnya itu sistemnya, dari kan, dulu
kan namanya kalau di ASKES cetak SJP (surat
jaminan pelayanan), sekarang namanya SEP
(Surat Eligibilitas Pelayanan) kadang sistemnya
error, suka gak connect, dari sistem yang aku
bingung gini, yang urusin klaim kan orang BPJS
sedangkan yang input INA-CBGsnya itu orang
NCC, beda orang kan. Nah itu kadang gak
sinkron soal itu, kan yang diagnose kan dokter,
kita Cuma input aja, jadi kalau mau rubah
inputnya ya harus ke dokternya…”
“Nah terutama rawat jalan untuk pasien-pasien
DM, nah kan harus dapat suntik Insulin kan satu
insulin aja 200 ribu, sedangkan yang dibayarkan
BPJS itu Cuma 160 ribu, belum dokter, belum
yang lain kan. Ya mau gimana kita harus tetap
layani, gak boleh nolak.”
“Kalau dari Rumah Sakit sendiri, banyak peserta
yang bawa kartu BPJS tapi kartunya gak aktif jadi
gak bisa diproses, karena sistemnya BPJS juga yang
belum support banget jadi banyak klaim tagihan
yang belum dibayarkan, kalau dari orang BPJSnya
sendiri yanga kurang orang juga, karena peserta
kan membludak yang bagian pendaftaran kesulitan
juga karena kurang orang, sedangkan bagian
kepesertaannya itu Cuma sedikit, ada juga yang
peserta yang sudah bayar premi, tapi kartunya
belum diaktifkan seperti itu, belum lagi dari pasien
ex-ASKES yang dahulu obatnya dicover sekarang
enggak, banyak yang gak terima juga dulu dapet
sekarang enggak. Karena sekarang sistemnya kan
menyeluruh buat nasional dan sistem paket juga
kan, bukan pembayaran fee for service gitu, jadi mau
gak mau dimaksimalkan disitu. Masih banyak
evaluasi sih sebenarnya, dari NCCnya juga dari
codingnya masih ada masalah kaya biaya
percodingnya terlalu murah, kalau BPJS sih
operator aja ya, dia dapat suruhan dari atas
langsung, kaya UU sama peraturan presiden. Kalau
ada masalah dengan coding juga orang banyak
complain ke BPJS, kenapa kok murah ini? Padahal
“Masalah peserta yang sering ketolak karena gak
ada rujukan, kartunya gak bisa diakses ke sistem,
itu mereka harus balik lagi ke BPJS yang jauh.
Trus, sistem BPJS klaimnya juga masih lama,
memang tim kurang, namun kan SOP ada, jadi
sesuaikan aja. Coding sering tuh, dokter complain
ke saya bilang gak ada obatnya, trus gak sesuai,
nanti kan saya yang ACC juga kalau udah di
pemberkasan, maunya dari awal verif itu udah cek
dulu, jadi verif diawal aja. Kasian pemberkasan
bolak balik.”
pelaksanaan
ini kondusif
Permasalahan
a. Permasalahan apa saja
yang
muncul
ketika
program ini berlangsung?
“…dulu kita ada ngaretnya dari Jamkesmasnya
ya, dulu pas jamkesmas pernah telat 3 bulan, nah
kalau sekarang mah bagus ya kata saya,
februari aja udah mau closing, kalau dulu kan
bulan ini aja nih bulan april, masih ngerjain
yang 2013.”
kan yang buat NCC kan, kita juga gak tau itu kan
udah ada dari NCCnya begitu.
“Kalau masalah di RS sendiri paling banyak
kepesertaan kayanya deh. Itu kaya gitu tuh, dia
bawa kartu tapi belum aktif kartunya, itu kan orang
rumah sakit gak tau dia udah bayar apa belum,
karena yang tau itu kan orang kepesertaan kantor
pusat, jadi kadang-kadang ada pasien yang ngomel
saya udah bayar kenapa belum aktif, seperti itu.
Trus kalau dari klaim banyak masalah karena dari
awal-awal januari sangat banyak masalah jadi
numpuk di bulan-bulan ini, kaya klaim belum
ditagihkan kepada BPJS, klaim yang januari belum
cair, uang rumah sakit kepake juga untuk BPJS, ya
seperti itu.”
8.
Harapan
Apa harapan bapak/ibu dari
program JKN ini kedepannya?
“Tarifnya lebih besar. Lebih realistis. Terus ya..
verifnya lebih gampanglah. Soalnya kita coding
dan entry sesuai yang tertulis ya, pasti dokter
nulis udah ada pertimbangan, pun hasil
penunjangnya seperti ini seperti ini memang
pertimbangan dia ya. Kalau kita kan gak bisa
merubah, kita kan Cuma sekedar ngumpulin aja
sama entry.”
“Kalau saya dari pihak BPJS, dari RS pengennya ya
pemberkasannya aja yang sesuai dengan
persyaratan untuk klaimnya, jadi ketika kita verif
itu datanya sudah lengkap semuanya, kita tinggal
menyortir klaim, apakah ini layak atau enggak,
apakah salah diagnose atau enggak, dan
sebagainya, itu aja sih dari BPJS saya ya sebagai
verifikator.”
“Programnya lebih baik lagi aja, jangan ada
verifikasi berkali-kali, kasian yang bagian
pemberkasan harus ke dokter lagi, cari coding
lagi, kan sistemnya juga bisa mendukung gitu,
sosialisasi program juga kurang ke RS, jadi kita
tau apa-apa dari verif BPJS, kan belum tau infonya
sesuai apa gak…”
Download