Dampak Pemecahan Saham (Stock Split) Terhadap Return Saham

advertisement
Pendahuluan
Pasar modal merupakan sarana untuk mencari tambahan modal.
Perusahaan berkepentingan untuk mendapatkan dana dengan biaya yang lebih
murah dan hal itu hanya bisa diperoleh di pasar modal (Samsul, 2006:44). Pasar
modal merupakan sarana yang baik untuk melakukan investasi, sehingga investor
memerlukan informasi sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan
untuk investasi.
Aktivitas perdagangan saham dipasar modal dipengaruhi oleh bermacam
faktor, salah satunya adalah adanya informasi yang masuk. Banyak sekali
informasi yang dapat diperoleh investor, baik informasi internal maupun
eksternal. Informasi tersebut digunakan oleh investor sebagai dasar pengambilan
keputusan untuk memilih portofolio investasi yang paling menguntungkan dengan
mengurangi ketidakpastian yang mungkin terjadi. Salah satunya informasi yang
terdapat di pasar modal adalah stock split atau pemecahan saham.
Stock split merupakan corporate action yang dilakukan perusahaan go
public (emiten) yaitu memecah nilai nominal saham menjadi lebih kecil. Dengan
stock split jumlah lembar saham yang beredar akan bertambah, harga saham
secara teoritis akan turun secara proposional, tetapi nilai kapitalitas saham atau
besarnya modal tidak mengalami perubahan. Stock split biasanya dilakukan jika
dinilai harga saham sudah terlalu tinggi sehingga terjadi kemahalan saham yang
dapat mempengaruhi daya beli investor saham perusahaan (Waelan, 2009:131).
1
Secara teoritis stock split
tidak memiliki nilai ekonomis, beberapa
penelitian sebelumnya menunjukan bahwa pasar seringkali memberikan reaksi
terhadap tindakan stock split oleh emiten. Menurut McNichols dan Dravid (1990)
yang menemukan terdapat abnormal return di sekitar pengumuman stock split. Hal
ini mengindikasikan bahwa aktivitas split yang dilakukan emiten dinterpretasikan
oleh investor sebagai signal adanya informasi yang menguntungkan.
Dua teori utama yang dapat menjelaskan mengenai motivasi emiten
melakukan stock split serta efek yang ditimbulkan yaitu signaling theory dan
trading range theory. Signaling theory menyatakan bahwa stock split merupakan
signal yang disampaikan oleh manajer kepada pasar untuk menyatakan informasi
mengenai pendapatan perusahaan mendatang. Sedangkan trading range theory
(liquidity theory) menyatakan bahwa stock split akan meningkatkan likuiditas
perdagangan saham.
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk salah satu perusahan yang melakukan
stock split pada 28 Agustus 2013 di harga nominal saham Rp 250,00 menjadi Rp
50,00 per saham, keputusan pemecahan saham tersebut untuk memperbesar
jumlah saham yang beredar dan diharapkan mampu meningkatkan likuiditas
saham. Di samping itu, dengan pemecahan saham ini akan meningkatkan
affordability dengan tujuan investor retail dapat melakukan investasi pada saham
Telkom.
Perusahaan yang melakukan stock split pada umumnya merupakan
perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan yang baik. Sesuai dengan hasil
2
penelitian oleh Harjum dan Hanung (2008) menunjukkan bahwa stock split
mengandung biaya yang harus ditanggung maka hanya perusahaan yang
mempunyai prospek bagus saja yang mampu menanggung biaya tersebut dan
sebagai akibatnya pasar bereaksi positif terhadapnya. Nurfitri dan Tjun (2009)
mengemukakan bahwa aktivitas stock split mengakibatkan harga saham turun
secara signifikan. Dengan menurunnya harga saham akan menarik investor untuk
membeli saham-saham tersebut. Jika penelitian sebelumnya menganalisis prospek
dan harga saham maka peneliti menganalisis sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan harga saham sebelum
peristiwa stock split dan setelah stock split.
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan trading volume activity
sebelum peristiwa stock split dan setelah stock split.
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan abnormal return sebelum
peristiwa stock split dan setelah stock split.
Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk :
1. Memberi bukti tentang kondisi return saham dan likuiditas saham sebelum
dan setelah stock split.
2. Memberikan informasi kepada investor sebagai alat pertimbangan bagi
para investor yang ingin bertransaksi disekitar tanggal pemecahan saham
(stock split).
3
3. Memberikan referensi kepada para akademisi yang akan melakukan
penelitian selanjutnya tentang pemecahan saham (stock split).
Telaah Teoritis
Pemecahaan Saham (Stock Split)
Pemecahan Saham memang bukan sejenis dividen, namun pemecahan
saham dapat mempengaruhi harga saham perusahaan sama seperti dividen saham.
Pemechan saham tidak mempengaruhi struktur modal perusahaan, namun akan
meningkatkan jumlah lembar saham yang beredar dan mengurangi nilai per
lembar saham ( Widayanti et al ,2009).
Pemecahan saham merupakan suatu aktivitas yang dilakukan perusahaan
yang telah go public dalam rangka meningkatkan jumlah saham yang beredar
dengan melakukan pemecahan jumlah lembar sahamnya menjadi lebih banyak
dengan tujuan agar harga sahamnya dirasa cukup murah atau terjangkau oleh
investor sehingga diharapkan penjualan sahamnya bisa meningkat dan sahamnya
bisa dimiliki oleh banyak investor (Brigham and Gapenski, 1994).
Dengan pemecahan saham yang menjadikan harga saham lebih murah
diharapkan dapat menyerap lebih banyak investor lagi. Kemudian agar saham
yang telah dipecah menjadi lebih likuid. Pemecahan saham dan dividen saham
merupakan bagian dari kebijakan dividen. Dividen saham adalah pembagian laba
pada tahun buku terakhir yang tidak dibayar dalambentuk uang tunai tetapi dalam
4
bentuk saham, biasanya suatu prosentas dari saham, misalnya 15% dividen saham.
Dividen saham dibayar dalam bentuk tambahan saham, dan hanya berupa
pemindahan buku dari akun laba ditahan ke akun saham biasa perusahaan. Secara
ekonomis, keduanya memiliki kesamaan satu sama lain. Hanya dari sudut
pandang akuntansi sajalah terdapat perbedaan yang signifikan.
Signalyng Theory
Teori ini menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif
karena manajemen akan mengkonfirmasikan prospek masa depan yang baik dari
perusahaan kepada publik yang belum mengetahuinya. Alasan ini didukung
dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split adalah
perusahaan yang mempunyai kondisi keuangan yang baik di masa mendatang
Trading Range Theory
Teori ini menyatakan bahwa alasan manajemen melakukan stock split
didorong oleh perilaku pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan
melakukan stock split, maka dapat menjaga harga saham agar tidak terlalu mahal.
Harga Saham
Harga saham yang berlaku di pasar modal biasanya ditentukan oleh para
pelaku pasar yang sedang melangsungkan perdagangan sahamnya. Dengan harga
saham yang ditentukan otomatis perdagangan saham di bursa efek akan berjalan.
Sementara saham sendiri adalah suatu kepemilikan aset seperti instrumen dari
kegiatan finansial suatu perusahaan yang biasa disebut juga dengan efek. Harga
5
saham dari suatu perusahaan tentu saja berbeda-beda tergantung bagaimana suatu
perusahaan tersebut nilai jualnya di bursa saham. Harga saham setiap saat akan
mengalami perubahan. Dalam dunia saham telah diketahui dua faktor yang
sedikitnya mempengaruhi harga saham. Yaitu faktor internal dan eksternal.
Berikut penjelasan dari 2 faktor tersebut :
Faktor internal harga saham :
Faktor ini biasanya dipengaruhi dari si penjual atau kemampuan dari suatu
perusahaan tersebut dalam menangani kinerja perusahaan baik ekonomi dan
manajemen finansialnya. Bagaimana perusahaan tersebut bisa memanage modal
yang ada, mengatur kegiatan dari operasioanal perusahaan tersebut, bagaimana
perusahaan tersebut bisa menarik keuntungan dari operasionalnya.
Faktor eksternal harga saham :
Faktor eksternal biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terjadi
di suatu negara. Misalkan di Indonesia, harga saham bisa saja dipengaruhi oleh
kondisi kurs rupiah dan inflasi yang terjadi saat ini atau bulan ini. Huru hara yang
terjadi di suatu negara juga kerap dapat mempengaruhi harga saham
Jika dilihat dari faktor-faktor diatas informasi adalah sesuatu yang sangat
penting bagi investor untuk memilih saham mana yang akan dijadikan sebagai alat
investasinya. Maka dari itu manajer harus dapat memberikan sinyal yang dapat
meyakinkan investor (publik) sehingga investor akan merespon secara positif
informasi tersebut.
6
Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya atau kemampuan untuk mengubah aktiva menjadi kas.
Sehingga suatu saham dapat dikatakan likuid jika saham tersebut dapat dengan
mudah ditukarkan atau diubah menjadi uang
Likuiditas saham merupakan salah satu indikator untuk melihat pasar
bereaksi terhadap suatu pengumuman. Likuiditas saham dapat dilihat dari volume
perdagangan yang terjadi pada suatu saham. Volume perdagangan saham (trading
volume actvitiy) merupakan rasio antara jumlah lembar saham diperdagangankan
pada waktu tertentu dengan jumlah lembar saham yang beredar pada waktu
tertentu (Husnan dkk, 2005).
Return Saham
Return merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi (Halim, 2005).
Return dibedakan menjadi dua yaitu return yang telah terjadi (actual return) yang
dihitung berdasarkan data historis, dan return yang diharapkan (expected return)
akan diperoleh investor dimasa depan. Dua komponen return yaitu untung/rugi
modal (capital gain/loss) dan imbal hasil (yield). Capital gain/loss merupakan
keuntungan (kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual
(harga beli) di atas harga beli (harg jual) yang keduanya terjadi dipasar sekunder.
Imbal hasil (yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor
secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Yield dinyatakan dalam
7
bentuk persentase. Dari kedua komponen return tersebut dapat dihitung total
return dengan cara menjumlahkannya.
Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang
sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan return
ekspetasian (return yang diharapkan oleh investor). Dengan demikian return tidak
normal (abnormal return) adalah selisih antara return sesungguhnya yang terjadi
dengan return ekspetasian ( Jogiyanto, 2009).
Menurut Brown dan Warner (1985), mengestimasi return ekspetasian
dapat menggunakan tiga model estimasi yaitu
1.
Mean-adjusted model
Model ini menganggap bahwa return ekspetasian berniai konstan yang
sama dengan rata-rata return realisasian sebelumnya selama periode estimasi,
sebagai berikut :
Dimana :
E(Rit) = return ekspetasi sekuritas ke-I pada periode peristiwa ke-t.
Ri,j
= return realisasi sekuritas ke-I pada periode estimasi ke-j.
t
= lamanya periode estimasi.
2.
Market model
8
Model ini dilakukan dengan dua tahap, yaiti membentuk model ekpetasi
dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan menggunakan
model ekspetasi ini untuk mengestimasi return ekpetasi di periode jendela. Model
ekspetasi dapat dibentuk menggunkan teknik regresi OLS dengan persamaan :
Ri.j
= αi + βi.Rmj + εit
Dimana :
Ri,j
= return realisasi sekuritas ke-I pada periode estimasi ke-j.
αi
= intercept untuk sekuritas ke-i.
βi
= koefisien slope yang merupakan beta dari sekuritas ke-i.
Rmj
= return indeks pasar pada periode estimasi ke-j yang dapat dihitung
dengan rumus Rmj=(IHSG-IHSGj-t)/IHSGj-1 dengan IHSG adalah Indeks
Harga Saham Gabungan.
εi
= kesalahan residu sekuritas ke-I pada periode estimasi ke-j.
3.
Market-adjusted model.
Model sesuaian pasar menganggap bahwa penduga yang tebaik untuk
mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut.
Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi
untuk membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi adalah
sama dengan indeks pasar.
9
Menurut Wismoyojati dan Steelyaana (2011, dalam Didit Herlianto
(2010:65-66) return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung
berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja
perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan resiko dimasa mendatang.
Return ekspetasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan
masih bersifat tidak pasti.
Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian
(uncertainty) antara retun yang akan diperoleh dengan risko yang akan dihadapi.
Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dengan risiko yang akan
dihadapinya. Semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return
ekspetasi memiliki hubungan postif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi biasa
dikolerasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula
(high risk high retun, low risk lo return). Tetapi return yang tinggi tidak selalu
harus disertai dengan investasi yang berisiko.
Mehta, dkk (2011) menyatakan bahwa keputusan untuk melakukan stock
split juga di perankan oleh manager, dan tentu yang diharapkan dari pemecahan
juga dapat membawa harga saham ke rentang perdagangan yang populer. Namun
di sisi lain pemecahan saham ini hanya dianggap kosmetik saja bagi perusahaan.
Perumusan Hipotesis
Perbedaan Harga Saham Sebelum dan Setelah Stock Split
Harga saham adalah salah satu indikator bagi perusahaan untuk
memberikan informasi kepada calon investor agar investor bersedia berinvestasi.
Oleh karena itu harga saham juga dapat menentukan kebijakan perusahaan terkait
10
dengan keputusan stock split, ketika harga terlalu tinggi perusahaan akan
mengeluarkan kebijakan pemecahan saham untuk meningkatkan likuiditas saham.
Hasil penelitian Nurfitiri dan Tjun (2009) menyatakan bahwa peristiwa
pemecahan saham mengakibatkan harga saham turun secara signifikan, dengan
menurunnya harga saham akan menarik investor untuk membeli saham-saham
tersebut. Riyadi dan Andrefa (2013 menyatakan hasil serupa bahwa terdapat
perbedaan tingkat harga saham sebelum stock split dan sesudah stock split
walaupun berita tentang stock split belum dikeluarkan oleh emiten.Berdasarkan
hal tersebut diatas, maka hipotesis pertama penelitian ini adalah:
H1:
Terdapat perbedaan harga saham sebelum dan setelah pemecahan saham
(Stock Split).
Perbedaan Likuiditas Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split
Salah satu faktor untuk mengukur tingkat likuiditas saham adalah dengan
menggunakan
Trading
Volume
Activity
(TVA).
Perkembangan
volume
perdagangan saham mencerminkan kekuatan antara permintaan dan penawaran
yang merupakan manifestasi dari tingkah laku investor ( Ang, 1997).
Tujuan utama stock split terhadap likuiditas saham adalah agar membuat
saham
perusahaan
lebih
likuid,
maksudnya
adalah
kemudahan
untuk
memperjualbelikan saham dan lebih sering diperdagangkan di bursa. Saham yang
tidak likuid sering kali disebabkan oleh dua hal yaitu harga saham yang terlalu
tinggi dan jumlah saham yang diperdagangkan terlalu sedikit. Oleh sebab itu
dengan strategi pemecahan saham membuat jumlah saham yang beredar lebih
11
banyak dan harga saham lebih murah. Sehingga diharapkan calon investor tertarik
untuk melakukan investasi (Muharam, 2009).
Hasil penelitian sebelumnya oleh Nurfitri dan Tjun (2009) bahwa terdapat
perbedaan volume perdagangan saham sebelum dan setelah stock split pada
perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Sehingga salah satu cara yang
dilakukan oleh emiten untuk menaikkan likuiditas saham dengan cara melakukan
pemecahan saham. Semakin saham tersebut likuid maka dari itu mendapatkan
return akan semakin besar. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka hipotesis kedua
penelitian ini adalah :
H2:
Terdapat perbedaan trading volume activity sebelum dan setelah stock
split.
Perbedaan Return Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split
Menurut Sutrisno (2000) menunjukkan bahwa stock split hanya
mempengaruhi harga, volume perdagangan dan persentase spread, tetapi tidak
mempengaruhi varians dan abnormal return baik ditinjau secara individual
maupun sebagai sebuah portofolio. Sedangkan pengujian hubungan antara
persentase spread terhadap harga, volume, dan varians untuk masing – masing
saham menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap spread. Sebaliknya, jika ditinjau sebagai sebuah portofolio,
hanya harga yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap spread.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa return saham adalah hasil atau
tingkat keuntungan yang diperoleh pemegang saham terhadap investasi yang telah
12
dilakukan. Jika tingkat keuntungan akan investasi tersebut tidak ada, maka
investor akan berpikir ulang untuk melakukan investasi kembali. Jadi setiap
investasi baik jangka pendek ataupun jangka panjang memiliki tujuan utama yaitu
memperoleh keuntungan yang disebut sebagai return (Wijanarko, 2004, dalam
Ang, 1997)
Menurut Wijanarko (2012) pemecahan saham menyebabkan harga saham
menjadi lebih murah sehingga terjangkau oleh calon investor, dengan demikian
diharapkan aktivitas perdagangan saham tersebut meningkat. Meningkatnya
aktivitas perdagangan saham akan menyebabkan fluktuasi harga saham tersebut
menjadi tinggi, tingginya fluktuasi harga saham diharapkan diiringi dengan
tingginya return saham yang akan diterima oleh investor.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka hipotesis ketiga penelitian ini
adalah:
H3:
Terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan setelah pemecahan
saham (Stock Split).
Metode Penelitian
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah emiten yang terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia yang mengeluarkan kebijakan stock split. Pemilihan sampel penelitian
ini menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik yang digunakan apabila
13
anggota sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian. Sampel
dalam penelitian ini adalah emiten yang melakukan stock split periode tahun
2010-2012 dan mempunyai kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriteria yang harus
dipenuhi oleh emiten yang melakukan kebijakan stock split, sebagai berikut
:
1.
Emiten yang melakukan kebijakan stock split di Bursa Efek Indonesia
periode tahun 2010-2012.
2.
Diketahui tanggal pengumuman stock split..
3.
Saham yang aktif diperdagangkan pada tahun 2010-2012,
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder . Data
yang digunakan adalah data historis. Data-data tersebut diperoleh dari Indonesia
Capital
Market
directory
(ICMD)
2010
sampai
dengan
2012,
www.yahoofinance.com, www.sahamok.com dan www.idx.co.id
Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis event study. Periode pengamatan yang digunakan adalah 5 hari sebelum
pemecahan saham dan 5 hari setelah pemecahan saham.
Variabel-variabel terikat yang dipakai pada penelitian ini adalah
1.
:
Harga saham, harga saham yang digunakan adalah harga saham penutupan
(closing price) harian 5 hari sebelum pemecahan saham (t -5), periode
14
peristiwa (t 0) dan 5 hari setelah pemecahan saham ( t +5). Kemudian
dihitung secara rata-rata harga saham sebelum dan setelah pemecahan saham
dari sampel penelitian.
2.
Likuiditas saham, adalah ukuran jumlah transaksi suatu saham tertentu
dengan volume perdagangan saham di pasar modal dalam periode tertentu.
Likuiditas saham diukur dengan TVA (Trading Volume Activity) yang
dirumuskan sebagai berikut
:
TVAit
3.
=
Abnormal return saham, abnormal return saham diperoleh dari perubahan
harga saham. Harga saham yang digunakan adalah harga saham penutupan
(closing price) harian. Abnormal return saham dihitung dengan langkah
sebagai berikut :
Langkah pertama menghitung return saham harian
Keterangan
:
:
Rit= Return Saham
Pit = Harga penutupan saham pada hari t
15
Pit-1=Harga penutupan saham pada hari t-1
Langkah kedua menghitung return pasar harian
Keterangan
:
:
Rmt
= Return pasar
IHSGt
= IHSG pada tanggal t
IHSGt-1 = IHSG pada tanggal t-1
Langkah ketiga menghitung abnormal return masing-masing saham.
Penelitian ini menggunakan metode Market-adjusted model dengan
menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi
untuk membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi
adalah sama dengan indeks pasar. Sehingga abnormal return dapat
diperoleh dengan cara :
E(Rit)
= Rmt, sehingga
Arit
= Rit-Rmt
Keterangan
:
ARit
= Abnormal return saham i pada hari ke t.
Rit
= Actual return saham i pada hari ke t.
16
E(Rit)
= Expected return saham i pada hari ke t.
Langkah keempat menghitung rata-rata abnormal return seluruh saham
pada hari ke t
:
Keterangan
:
AARit
= average abnormal return
n
= total saham yang dijadikan sampel
= total abnormal return
Sebelum melakukan uji tes statistik pada tahap selanjutnya sebaiknya
dilakukan statistik deskriptif dengan memasukkan semua rata-rata variabel dari
semua emiten sampel untuk mengetahui nilai minimum, maksimum, mean dan
standar deviasi dari tiap-tiap variabel. Setelah uji statistik deskriptif, dilanjutkan
dengan uji normalitas pada tiap variabel penelitian dengan menggunakan uji
normalitas Lilliefors (Kolmogorov-Smirnov).
Selanjutnya untuk menguji perbedaan rata-rata harga saham, trading
volume activity dan abnormal return saham sebelum dan setelah pemecahan akan
menggunakan uji t-test khususnya uji beda dua rata-rata (uji paired two sample for
means) apabila data berdistribusi normal, dan uji t:wilcoxon apabila data tidak
17
berdistribusi normal dengan menggunakan program SPSS (Statistic Product
Service Solution) 20.
Analisis Data dan Pembahasan
Deskripsi Statistik
Uji deskripsi statistik dilakukan dengan pengumpulan dan peringkasan
data, serta penyajian hasil peringkasan tersebut. Data-data statistik yang diperoleh
masih bersifat acak, “mentah” dan tidak terorganisir dengan baik (raw data).
Dalam deskripsi statistik data disajikan berupa nilai minimum, maksimum, ratarata dan standar deviasi dari masing-masing variabel.
Analisis uji deskripsi statistik variabel harga saham, variabel abnormal
return saham, variabel trading volume activity sebelum dan setelah stock split
disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 1
Statistik Deskriptif
Harga Saham
Kode
Emiten
CPIN
DILD
MTSM
JTPE
SSIA
AUTO
MAIN
PBRX
INTA
BTPN
Abnormal Return
TVA
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
980
642
750
296
540
3200
1066
491
728
2234
1015
577
730
291
337
3733
1028
469
700
2504
-0.0055
0.0009
0.0032
-0.0034
-0.0020
-0.0271
0.0061
0.0019
-0.0072
-0.0204
0.0046
0.0032
-0.0032
0.0029
0.0025
0.0226
-0.0034
-0.0016
0.0055
0.0170
0.00083
0.00135
0.00003
0.00718
0.00502
0.00010
0.00362
0.00681
0.01841
0.00040
0.00154
0.00186
0.00001
0.00633
0.01080
0.00020
0.00330
0.00184
0.00896
0.00027
18
LSIP
BBRI
ACES
KLBF
IDKM
KREN
DKFT-2
MDRN
INDS
IMAS
ASII
PWON
PTRO
Min
Max
Mean
Std.Dev
2166
2233 -0.0076
0.0058
5035
5017 -0.0003
0.0002
701
730
0.0040 -0.0033
928
970 -0.0115
0.0096
1130
1058
0.0046 -0.0076
232
222
0.0115 -0.0096
372
352
0.0377 -0.0215
616
675 -0.0233
0.0194
3971
3950
0.0076 -0.0102
7805
7708 -0.0011
0.0010
6425
6708
0.0049 -0.0016
202
207 -0.0018
0.0015
4413
4425
0.0009 -0.0092
202
207 -0.0271 -0.0215
7805
7708
0.0377
0.0226
928
970 -0.0003
0.0010
2157.9 2200.52
0.0129
0.0100
Sumber
: data yang diolah.
0.00428
0.00368
0.00026
0.00114
0.00049
0.00067
0.01235
0.00030
0.00100
0.00096
0.00106
0.00079
0.00165
0.0000
0.0184
0.0011
0.0045
0.00235
0.00217
0.00060
0.00068
0.00030
0.00010
0.00313
0.00081
0.00143
0.00095
0.00078
0.00031
0.00553
0.0000
0.0108
0.0014
0.0029
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa :
Pada variabel harga saham sebelum stock split, nilai mean diketahui
sebesar Rp 1887,79 dengan standar deviasi Rp 2134,86. Sedangkan pada saat
setelah stock split, nilai mean sebesar 1915,58 dengan standar deviasi 2178,22.
Dengan kenaikkan nilai rata-rata harga saham menunjukkan bahwa dengan
peristiwa stock split menimbulkan dampak harga saham naik.
Keputusan stock split dilakukan oleh emiten dengan harga saham rendah
seperti PT Central Omega Resources Tbk., PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk., PT
Surya Semesta Internusa Tbk., PT Kresna Graha Sekurindo Tbk., PT Pakuwon
Jati Tbk lebih mengindikasikan bahwa perusahaan ingin memberikan reaksi pada
pasar yang positif terhadap harga saham walaupun harga saham emiten tersebut
tergolong murah.
19
Rata-rata harga saham, saat sebelum maupun setelah stock split
menunjukkan nilai mean
yang lebih kecil daripada nilai standar deviasinya,
sehingga semakin besar nilai standar deviasi menandakan bahwa semakin
menyebar data pengamatan, dan memiliki kecenderungan setiap data berbeda satu
sama lain.
Pada variabel TVA, diketahui nilai mean TVA sebesar 0,32% dengan
standar deviasi sebesar 0,0044 dan nilai terendah TVA pada saat sebelum stock
split adalah sebesar 0, dan tertinggi TVA adalah sebesar 1,84%. Sedangkan pada
saat setelah stock split, diketahui nilai mean sebesar 0,51% dengan standar deviasi
0,0136 dan nilai terendah TVA 0, dan tertinggi TVA 6,75%.
Nilai standar deviasi sebelum stock split 0,0044 dan setelah stock split
0,0136 menunjukkan nilai penyimpangan yang jauh dari nilai yang diharapkan.
Nilai minimum trading volume activity menunjukkan 0% hal ini membuktikan
bahwa tidak semua saham yang melakukan stock split akan berdampak signifikan
terhadap trading volume activity sehingga belum pasti peristiwa stock split akan
meningkatkan likuiditas saham.
Rata-rata variabel TVA sebelum maupun setelah stock split, menunjukkan
nilai 0,32% dan 0,51% sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa secara
keseluruhan emiten yang melakukan stock split memberikan dampak kenaikkan
likuiditas saham dilihat dari kenaikkan rata-rata (mean) sebesar 0,19%.
Pada variabel AAR, nilai terendah pada saat sebelum maupun setelah stock
split adalah sebesar -2,71% dan -8,11%. Nilai tertinggi sebesar 9,73% dan 2,26%.
Namun secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai rata-rata average abnormal
20
return sebelum dan setelah stock split sebesar 0,29% dan -0,24% hal tersebut
mengindikasikan bahwa peristiwa stock split memberikan dampak reaksi pelaku
pasar yang negatif. Nilai standar deviasi sebesar 0,0238 dan 0,0194 menunjukkan
penyimpangan yang wajar antara nilai yang diperoleh dengan nilai yang
diharapkan ditunjukkan oleh nilai standar deviasi untuk average abnormal return
yang tidak terlalu jauh jaraknya.
Analisis Pengujian Hipotesis
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, akan dilakukan analisis data
variabel dengan membandingkan nilai rata-rata dari masing-masing variabel pada
periode sebelum dan setelah stock split, dimana periodenya adalah lima hari
sebelum stock split dan lima hari setelah stock split. Hasil dari analisis data
disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 2
Rata-Rata Variabel Harga Saham, TVA, dan AAR Pada
Periode Pengamatan
Harga Saham
TVA
-5
1892.94
0.0084
-4
1906.57
0.0168
-3
1883.40
0.0035
-2
1874.86
0.0077
-1
1880.83
0.0023
Even date
1898.63
0.0079
1
1912.96
0.0025
2
1917.92
0.0056
3
1937.04
0.0040
4
1916.88
0.0076
5
1910.21
0.0027
Sumber : Data yang diolah.
AAR
0.0095
-0.0041
-0.0103
-0.0085
0.0275
-0.0164
0.0115
0.0031
-0.0062
-0.0135
0.0074
21
Tabel 2 menunjukkan data rata-rata dari 23 perusahaan sampel selama 11
hari perdagangan. Dari tabel tersebut dapat dilihat pada hari setelah tanggal stock
split rata-rata harga saham dari 23 perusahaan mengalami peningkatan, terutama
pada hari ke tiga setelah stock split harga saham berada pada titik rata-rata harga
saham tertinggi selama periode pengamatan yaitu sebesar Rp 1937,04. Pada tabel
4.2 juga menunjukkan nilai rata-rata tertinggi TVA saham sebelum stock split
pada hari ke empat sebelum stock split yaitu sebesar 1,68%, namun pada waktu
setelah stock split nilai rata-rata TVA cenderung naik turun dan berada di atas
rata-rata setelah peristiwa.
Melihat pergerakan rata-rata abnormal return pada tabel 4.2 setelah hari
kejadian stock split terjadi lonjakan rata-rata abnormal return seiring dengan
melonjaknya harga saham pada hari setelah kejadian. Dengan menaikkan harga
saham tersebut tentu berdampak positif pada abnormal return yang diperoleh
investor.
Pengujian Normalitas Data
Sebelum melakukan uji statistik, langkah awal yang perlu dilakukan
adalah melakukan uji normalitas data terhadap masing-masing variabel untuk
menguji data tersebut normal atau tidak. Uji normalitas data yang digunakan
adalah Kolmogorov-Smirnov test. Langkah selanjutnya pada uji ini adalah
menentukkan hipotesanya, sebagai berikut
: ( Uyanto, 2009)
H0
: Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
H1
: Data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
22
Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak H0
berdasarkan P-value adalah sebagai berikut:
Jika P-value < α , maka H0 ditolak.
Jika P-value ≥ α , maka H0 tidak dapat ditolak.
Pengujian Normalitas Data Variabel Harga Saham
Berikut dibawah ini adalah hasil pengujian normalitas data pada variabel
harga saham :
Tabel 3
Uji Normalitas Data Variabel Harga Saham Sebelum
dan Setelah Stock Split
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
HargaSebeleum
N
Normal Parameters
a,b
Most Extreme Differences
HargaSetelah
23
23
1939.87
1984.30
2167.194
2200.411
Absolute
.298
.315
Positive
.298
.315
Negative
-.211
-.210
1.428
1.512
.034
.021
Mean
Std. Deviation
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Output SPSS 20, (data diolah, 2014)
Berdasarakan hasil uji normalitas pada variabel harga saham dapat terlihat
bahwa nilai signifikansi harga saham sebelum maupun setelah stock split berada
dibawah 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau dapat diartikan
bahwa data tidak berdistribusi normal.
23
Pengujian Normalitas Data Variabel Trading Volume Activity
Berikut dibawah ini adalah hasil pengujian normalitas data pada variabel
Trading Volume Activity
:
Tabel 4
Uji Normalitas Data Variabel Trading Volume Activity
Sebelum dan Setelah Stock Split
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
TVASebelum
N
Normal Parameters
23
23
.003147
.002359
.0044873
.0029006
Absolute
.283
.240
Positive
.283
.240
Negative
-.244
-.209
1.356
1.153
.050
.140
Mean
a,b
Std. Deviation
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
TVASetelah
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Output SPSS 20, (data diolah, 2014)
Berdasarakan hasil uji normalitas pada variabel TVA dapat terlihat bahwa
nilai signifikansi harga saham sebelum maupun setelah stock split berada diatas
0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau dapat diartikan bahwa data
berdistribusi normal.
Pengujian Normalitas Data Variabel Average Abnormal Return
Berikut dibawah ini adalah hasil pengujian normalitas data pada variabel
Average Abnormal Return
:
Tabel 5
Uji Normalitas Data Variabel Average Abnormal Return
Sebelum dan Setelah Stock Split
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
24
AARSebelum
N
AARSetelah
23
23
Mean
-.001213
.001070
Std. Deviation
.0129281
.0099861
Absolute
.161
.144
Positive
.161
.144
Negative
-.137
-.110
Kolmogorov-Smirnov Z
.771
.690
Asymp. Sig. (2-tailed)
.592
.727
Normal Parameters
a,b
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Output SPSS 20, (data diolah, 2014)
Berdasarakan hasil uji normalitas pada variabel AAR dapat terlihat bahwa
nilai signifikansi Average Abnormal Return stock split berada diatas 0,05. Hasil
ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau dapat diartikan bahwa data berdistribusi
normal.
Pengujian Hipotesis
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, akan ditentukan terlebih dahulu
hipotesis unutuk uji peringkat bertanda wilcoxon yang merupakan alternatif dari
uji-t dua sampel berpasangan(paired-samples t-test) sebagai berikut: (Stanislaus
S. Uyanto, 2009)
H0 : η1 = η2
H1 : η1 ≠ η2
H0 diterima jika sig. > dari tingkat signifikansi α ( 0,05 ), sedangkan H0
ditolak atau H1 diterima jika sig. < dari tingkat signifikansi α (0,05 ). Berikut ini
adalah hasil Uji T:Wilcoxon terhadap variabel penelitian
:
Tabel 6
Hasil Uji T:Wilcoxon Harga Saham, TVA, AAR Sebelum dan Setelah Stock Split
25
Variabel
Z Hitung
P-value
Kesimpulan
Harga saham sebelum dan
setelah Stock split
-0.806
0.420
Tidak Signifikan
0.248
Tidak Signifikan
0.761
Tidak Signifikan
Tva sebelum & setelah
-1.156
Stock split
AAR Sebelum & setelah
-0.304
Stock split
Sumber : Data diolah, 2014.
Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan harga
saham yang signifikan sebelum dan setelah stock split. Untuk menguji hipotesis
pertama data yang digunakan adalah rata-rata harga saham sebelum dan setelah
stock split dari 23 sampel penelitian. Pengujian perbedaan harga saham
menggunakan Uji T:Wilcoxon.
Dengan melihat tabel 4.6 maka diketahui Z-hitung sebesar -0,806 yang
lebih besar dibandingkan t Tabel -1,95, karena nilai signifikansi juga lebih besar
dari signifikansi 0,05 yaitu 0,420
maka H1 ditolak yang berarti tidak ada
perbedaan pada harga saham saat sebelum maupun setelah Stock Split.
Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan trading
volume activity yang signifikan sebelum dan setelah stock split. Untuk menguji
hipotesis kedua data yang digunakan adalah rata-rata trading volume activity
sebelum dan setelah stock split dari 23 sampel penelitian. Pengujian perbedaan
trading volume activity menggunakan Uji T:Wilcoxon.
Dengan melihat tabel 4.6 maka diketahui Z-hitung sebesar -1,156 yang
lebih besar dibandingkan t Tabel -1,95, karena nilai signifikansi juga lebih besar
26
dari signifikansi 0,05 yaitu 0,248 maka H2 ditolak yang berarti tidak ada
perbedaan Trading Volume Activity saat sebelum maupun setelah Stock Split.
Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan abnormal
return yang signifikan sebelum dan setelah stock split. Untuk menguji hipotesis
ketiga data yang digunakan adalah rata-rata abnormal return sebelum dan setelah
stock split dari 23 sampel penelitian. Pengujian perbedaan
abnormal return
menggunakan Uji T:Wilcoxon.
Dengan melihat tabel 4.6 maka diketahui Z-hitung sebesar -0,304 yang
lebih besar dibandingkan t Tabel -1,95, karena nilai signifikansi juga lebih besar
dari signifikansi 0,05 yaitu 0,761 maka H3 ditolak yang berarti tidak ada
perbedaan abnormal return saat sebelum maupun setelah Stock Split.
Pembahasan Hasil Penelitian
Perbedaan Harga Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split
Perusahaan melakukan kebijakan Stock Split memiliki tujuan untuk
meningkatkan transaksi yang terjadi karena dengan adanya permecahan saham
akan menurunkan harga saham yang kemudian meningkatkan daya tarik investor
sehingga jumlah saham yang diperdagangkan akan bertambah dengan harapan
terjadi peningkatan harga saham. Hal ini sejalan dengan Signalyng Theory yang
menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif dari perusahaan
kepada publik.
Berdasarkan hasil penelitian pada harga saham selama lima hari sebelum
dan lima hari setelah pemecahan saham terhadap 23 perusahaan sampel secara
27
keseluruhan diketahui tidak terdapat perbedaan harga saham sebelum dan setelah
pemecahan saham. Hal ini kemungkinan yang terjadi adalah investor tidak
memandang pemecahan saham sebagai sinyal yang diberikan emiten akan prospek
dimasa yang akan datang sehingga aktivitas pemecahan saham hanya bersifat
‘kosmetik’.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Wang Sutrisna
(2000) yang menyimpulkan bahwa aktifitas split mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap harga saham. Namun hasil penelitian ini mendukung hasil
penelitian Hendrawijaya Dj (2009) yang menyatakan rata rata harga saham selama
periode peristiwa, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan rata rata harga
saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah pengumuman
pemecahan saham.
Perbedaan Trading Volume Activity Sebelum dan Sesudah Stock Split
Berdasarkan hasil penelitian pada trading volume activity selama lima hari
sebelum dan lima hari setelah pemecahan saham terhadap 23 perusahaan sampel
secara keseluruhan diketahui tidak terdapat perbedaan trading volume activity.
Trading Range Theory atau Liquidity Hypotheses menyatakan bahwa
manajemen melakukan stock split didorong oleh perilaku praktisi pasar yang
konsisten dengan anggapan bahwa dengan melakukan stock split dapat menjaga
harga saham tidak terlalu mahal. Di mana selanjutnya nilai nominal saham
dipecah karena ada batas harga yang optimal untuk saham. Tujuan dari
pemecahan nilai nominal saham adalah untuk meningkatkan daya beli investor
sehingga akan tetap banyak pelaku pasar modal yang mau memperjualbelikan
28
saham yang bersangkutan. Kondisi ini pada akhirnya akan meningkatkan
likuiditas saham.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa trading volume activity tidak
membawa dampak meningkatnya likuiditas saham karena motivasi emiten
melakukan pemecahan saham adalah agar tingkat perdagangan berada dalam
kondisi yang lebih baik, yaitu harga saham berada range optimal.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya, Utami et.al
(2009) menyatakan bahwa baik pada pasangan periode sebelum-saat, saatsesudah, maupun sebelum-sesudah pengumuman stock split tidak terdapat
perbedaan pada aktivitas volume perdagangaan saham. Hendrawijaya Dj (2009)
mengungkapkan hal serupa
bahwa pada periode sebelum dan sesudah
pengumuman pemecahaan saham, secara statistik menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara TVA sebelum dan sesudah pemecahan
saham.
Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian
sebelumnya, Latifah (2007) menyatakan ada kenaikkan atau perubahan yang
signifikan sebesar 3.247.458 lembar per hari, berarti volume transaksi saham
menigkat.
Perbedaan Abnormal Return Sebelum dan Sesudah Stock Split
Berdasarkan hasil penelitian pada abnormal return selama lima hari
sebelum dan lima hari setelah pemecahan saham terhadap 23 perusahaan sampel
secara keseluruhan diketahui tidak terdapat perbedaan abnormal return.
29
Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Hafiyah (2005) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman, baik stock
split maupun reverse split. Dengan demikian menunjukkan bahwa pengumuman
stock split dan reverse split tidak mempengaruhi keputusan investor dalam
melakukan transaksi di pasar modal yang dilihat dari tingkat keuntungan (sebelum
dan sesudah stock split dan reverse split). Hendrawijaya Dj (2009) juga
menyatakan bahwa dari hasil uji beda terhadap rata-rata abnormal return pada
periode sebelum dan sesudah pengumuman pemecahan saham, secara statistik
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara abnormal
return sebelum dan sesudah peristiwa.
Corporate action mengenai pemecahan saham sering dikaitkan dengan
Signaling Theory yang menyatakan bahwa pemecahan saham memberikan sinyal
yang informatif kepada investor mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan
datang. Bila dikaitkan dengan abnormal return maka hal ini tidak memberikan
sinyal yang positif bagi investor mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan
datang.
Uraian diatas telah menjelaskan bahwa pemecahan saham yang dilakukan
oleh emiten memberikan dampak yang tidak signifikan terhadap harga saham,
trading volume activity, abnormal return saham. Beberapa faktor diluar
pemecahan saham dapat menjadi penyebabnya.
Faktor
tersebut
dapat
berasal
dari
internal
perusahaan
seperti
kepemimpinan dan pengaruh struktur industrinya, kinerja perusahaan, prospek
30
perusahaan dan lain sebagainya. Dapat juga berasal dari faktor eksternal
perusahaan seperti ketidakstabilan ekonomi dan politik di Indonesia, persepsi
pasar terhadap fundamental yang melekat pada suatu saham, kebijakan regulator
maupun isu-isu yang dapat mempengaruhi reaksi pasar. Faktor-faktor tersebut
diyakini dapat mempengaruhi investor untuk melakukan transaksi pemecahan
saham (Stock Split).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah pemecahan saham
(stock split) memberikan dampak yang signifikan terhadap likuiditas saham dan
return saham. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap hipotesis, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Dari hasil analisis terhadap rata rata harga saham selama periode peristiwa
pada 23 perusahaan, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan rata rata
harga saham yang signifikan sebelum maupun setelah stock split. Hal ini
mengindikasikan bahwa peristiwa stock split tidak membawa dampak
perubahan yang signifikan terhadap harga saham.
2.
Dari hasil analisis terhadap rata rata trading volume activity sebelum dan
setelah stock split, menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat
perbedaan yang signifikan terhadap rata rata trading volume activity
sebelum dan setelah stock split. Salah satu indikator likuiditas saham dapat
dilihat melalui perhitungan aktivitas volume perdagangan (Trading
31
Volume Activity) saham sehingga hal ini mengindikasikan bahwa stock
split tidak memberikan dampak perubahan yang signifikan terhadap
trading volume activity dengan kata lain volume perdagangan tidak terjadi
perubahan dan tidak memberikan dampak pula terhadap likuiditas saham.
3.
Dari hasil analisis terhadap rata rata abnormal return saham selama
periode peristiwa, tidak ditemukan perbedaan rata rata abnormal return
saham sebelum dan setelah stock split. Hal ini mengindikasikan bahwa
tidak terjadi perubahan retun saham karena perusahaan tidak memberikan
informasi yang baik terkait dengan kondisi perusahaan sehingga tidak ada
sinyal positif di sekitar pengumuman stock split kepada investor.
Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil analisis dampak stock split terhadap
likuiditas saham dan return saham pada emiten yang terdaftar di BEI (Bursa Efek
Indonesia) tahun 2010-2012, dan keterbatasan penulis atas berbagai hal, dapat
diajukan beberapa saran sebagai berikut
1.
:
Bagi investor atau calon investor
Peristiwa stock split tidak dapat digunakan sebagai acuan oleh investor
yang hendak melakukan transaksi saham pada saat pemecahan saham.
Sehingga kebijakan stock split tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya
tolok ukur calon investor dalam pengambilan keputusan berinvestasi.
Dalam melakukan keputusan investasinya, para investor sebaiknya
memperhatikan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Karena kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat digunakan
32
sebagai acuan untuk mengambil keputusan investasi yang tepat guna
memperoleh keuntungan.
2.
Bagi Penelitian Selanjutnya
Adanya keterbatasan penelitian pada proses pengambilan sampel yang
tidak mempertimbangkan kejadian di luar stock split yang menimbulkan
confounding effect sehingga menyebabkan adanya bias hasil penelitian.
Oleh karena itu pada penelitian mendatang dapat mempertimbangkan
kejadian di luar stock split.
Daftar pustaka
Alghifari, 2010, Statistika deskriptif Plus Untuk Ekonomi dan Bisnis, UPP STIM
YKPN, Yogyakarta.
Ang, Robert, 1997, Buku Pintar : Pasar Modal Indonesia, Mediasoft Indonesia
Jakarta.
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston, 2009. Dasar-dasar Manajemen
Keuangan, Buku Satu, Edisi Kesepuluh, Alih Bahasa Ali Akbar Yulianto,
Salemba Empat, Jakarta.
33
Brealey, Richard A., 2008, Dasar-dasar manajemen keuangan perusahaan,
Erlangga.
Dividen, “Dividen dan pemecahan saham,” Kumpulan Artikel Ekonomi,
http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/06/dividen.html
,
(diakses 29 Januari 2013).
Harjum Muharam, Hanung Sakti. “Analisis Perbedaan Likuiditas Saham, Kinerja
Keuangan, dan Return Saham di Sekitar Pengumuman Stock Split.” Jurnal
The Winners, Vol9, No1, Maret 2008.
Hernendiastoro,. 2005. “ Pengaruh Kinerja Perusahaan dan Kondisi konomi.”
eprints.undip.ac.id .
Jogiyanto, 2009, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFE Yogyakarta,
Yogyakarta.
Kerangka
Teori,
http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-2-00005AK%20bab%202.pdf, (diakses29 Januari 2013).
Latifah, 2007, “ Analisis Pengaruh Stock Split Terhadap Perdagangan Saham Di
Bursa Efek Jakarta, “ Fokus Ekonomi, Vol2, No2, Desember 2007.
Nurfitri, Tjun Tjun, 2009, “ Pengaruh Kebijakan Stock Split Terhadap Harga
Saham Dan Volume Perdagangan Saham Perusahaan Go Public Yang
Terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia, “ www.repsoitory.maranatha.edu,
( diakses 14 April 2014).
Manurung,
Teori
Struktur
Mikro
Pasar,
http://www.finansialbisnis.com/Data2/Riset/Teori%20Struktur%20Mikro
%20Pasar.pdf, (diakses 29 Januari 2013)
Muttaqinhasyim,
2009,
Teori
Pemecahan
Saham,
http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/19/tinjauan-teoritispemecahan-saham-stock-split/ , (diakses 29 Januari 2013).
Rusliati, Farida, 2010, “Pemecahan Saham Terhadap Likuiditas dan Return
Saham, “ Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol12, N03, Desember 2010.
Samsul, 2006, Pasar Modal & Manajemen Portofolio, Erlangga, Jakarta.
Sartini, 2013, “ Pengujian Efisiensi Pasar Modal Atas Peristiwa Pengumuman
Stock Split Periode Tahun 2010-2011 Di Bursa Efek Indonesia, “
www.academia.edu, (diakses 14 April 2014).
Stanislaus, S., 2009, Pedoman Analisis Data Dengan SPSS, Yogyakarta,
Indonesia.
34
Waelan, 2009. “ Pengaruh Stock Split terhadap Future probabilty dan Likuiditas
Saham,”. Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan, Vol5, No2, Juli 2009.
Wang Sutrisno, et al., 2000, “Pengaruh Stock Split Terhadap Likuiditas dan
Return Saham di Bursa Efek Jakarta “ . Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vol2, No2, September 2010.
www.idx.co.id
www.yahoo.finance.com
35
Download