Pendahuluan Pasar modal merupakan sarana untuk mencari tambahan modal. Perusahaan berkepentingan untuk mendapatkan dana dengan biaya yang lebih murah dan hal itu hanya bisa diperoleh di pasar modal (Samsul, 2006:44). Pasar modal merupakan sarana yang baik untuk melakukan investasi, sehingga investor memerlukan informasi sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil keputusan untuk investasi. Aktivitas perdagangan saham dipasar modal dipengaruhi oleh bermacam faktor, salah satunya adalah adanya informasi yang masuk. Banyak sekali informasi yang dapat diperoleh investor, baik informasi internal maupun eksternal. Informasi tersebut digunakan oleh investor sebagai dasar pengambilan keputusan untuk memilih portofolio investasi yang paling menguntungkan dengan mengurangi ketidakpastian yang mungkin terjadi. Salah satunya informasi yang terdapat di pasar modal adalah stock split atau pemecahan saham. Stock split merupakan corporate action yang dilakukan perusahaan go public (emiten) yaitu memecah nilai nominal saham menjadi lebih kecil. Dengan stock split jumlah lembar saham yang beredar akan bertambah, harga saham secara teoritis akan turun secara proposional, tetapi nilai kapitalitas saham atau besarnya modal tidak mengalami perubahan. Stock split biasanya dilakukan jika dinilai harga saham sudah terlalu tinggi sehingga terjadi kemahalan saham yang dapat mempengaruhi daya beli investor saham perusahaan (Waelan, 2009:131). 1 Secara teoritis stock split tidak memiliki nilai ekonomis, beberapa penelitian sebelumnya menunjukan bahwa pasar seringkali memberikan reaksi terhadap tindakan stock split oleh emiten. Menurut McNichols dan Dravid (1990) yang menemukan terdapat abnormal return di sekitar pengumuman stock split. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas split yang dilakukan emiten dinterpretasikan oleh investor sebagai signal adanya informasi yang menguntungkan. Dua teori utama yang dapat menjelaskan mengenai motivasi emiten melakukan stock split serta efek yang ditimbulkan yaitu signaling theory dan trading range theory. Signaling theory menyatakan bahwa stock split merupakan signal yang disampaikan oleh manajer kepada pasar untuk menyatakan informasi mengenai pendapatan perusahaan mendatang. Sedangkan trading range theory (liquidity theory) menyatakan bahwa stock split akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk salah satu perusahan yang melakukan stock split pada 28 Agustus 2013 di harga nominal saham Rp 250,00 menjadi Rp 50,00 per saham, keputusan pemecahan saham tersebut untuk memperbesar jumlah saham yang beredar dan diharapkan mampu meningkatkan likuiditas saham. Di samping itu, dengan pemecahan saham ini akan meningkatkan affordability dengan tujuan investor retail dapat melakukan investasi pada saham Telkom. Perusahaan yang melakukan stock split pada umumnya merupakan perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan yang baik. Sesuai dengan hasil 2 penelitian oleh Harjum dan Hanung (2008) menunjukkan bahwa stock split mengandung biaya yang harus ditanggung maka hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus saja yang mampu menanggung biaya tersebut dan sebagai akibatnya pasar bereaksi positif terhadapnya. Nurfitri dan Tjun (2009) mengemukakan bahwa aktivitas stock split mengakibatkan harga saham turun secara signifikan. Dengan menurunnya harga saham akan menarik investor untuk membeli saham-saham tersebut. Jika penelitian sebelumnya menganalisis prospek dan harga saham maka peneliti menganalisis sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan harga saham sebelum peristiwa stock split dan setelah stock split. 2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan trading volume activity sebelum peristiwa stock split dan setelah stock split. 3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan abnormal return sebelum peristiwa stock split dan setelah stock split. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk : 1. Memberi bukti tentang kondisi return saham dan likuiditas saham sebelum dan setelah stock split. 2. Memberikan informasi kepada investor sebagai alat pertimbangan bagi para investor yang ingin bertransaksi disekitar tanggal pemecahan saham (stock split). 3 3. Memberikan referensi kepada para akademisi yang akan melakukan penelitian selanjutnya tentang pemecahan saham (stock split). Telaah Teoritis Pemecahaan Saham (Stock Split) Pemecahan Saham memang bukan sejenis dividen, namun pemecahan saham dapat mempengaruhi harga saham perusahaan sama seperti dividen saham. Pemechan saham tidak mempengaruhi struktur modal perusahaan, namun akan meningkatkan jumlah lembar saham yang beredar dan mengurangi nilai per lembar saham ( Widayanti et al ,2009). Pemecahan saham merupakan suatu aktivitas yang dilakukan perusahaan yang telah go public dalam rangka meningkatkan jumlah saham yang beredar dengan melakukan pemecahan jumlah lembar sahamnya menjadi lebih banyak dengan tujuan agar harga sahamnya dirasa cukup murah atau terjangkau oleh investor sehingga diharapkan penjualan sahamnya bisa meningkat dan sahamnya bisa dimiliki oleh banyak investor (Brigham and Gapenski, 1994). Dengan pemecahan saham yang menjadikan harga saham lebih murah diharapkan dapat menyerap lebih banyak investor lagi. Kemudian agar saham yang telah dipecah menjadi lebih likuid. Pemecahan saham dan dividen saham merupakan bagian dari kebijakan dividen. Dividen saham adalah pembagian laba pada tahun buku terakhir yang tidak dibayar dalambentuk uang tunai tetapi dalam 4 bentuk saham, biasanya suatu prosentas dari saham, misalnya 15% dividen saham. Dividen saham dibayar dalam bentuk tambahan saham, dan hanya berupa pemindahan buku dari akun laba ditahan ke akun saham biasa perusahaan. Secara ekonomis, keduanya memiliki kesamaan satu sama lain. Hanya dari sudut pandang akuntansi sajalah terdapat perbedaan yang signifikan. Signalyng Theory Teori ini menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif karena manajemen akan mengkonfirmasikan prospek masa depan yang baik dari perusahaan kepada publik yang belum mengetahuinya. Alasan ini didukung dengan adanya kenyataan bahwa perusahaan yang melakukan stock split adalah perusahaan yang mempunyai kondisi keuangan yang baik di masa mendatang Trading Range Theory Teori ini menyatakan bahwa alasan manajemen melakukan stock split didorong oleh perilaku pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan melakukan stock split, maka dapat menjaga harga saham agar tidak terlalu mahal. Harga Saham Harga saham yang berlaku di pasar modal biasanya ditentukan oleh para pelaku pasar yang sedang melangsungkan perdagangan sahamnya. Dengan harga saham yang ditentukan otomatis perdagangan saham di bursa efek akan berjalan. Sementara saham sendiri adalah suatu kepemilikan aset seperti instrumen dari kegiatan finansial suatu perusahaan yang biasa disebut juga dengan efek. Harga 5 saham dari suatu perusahaan tentu saja berbeda-beda tergantung bagaimana suatu perusahaan tersebut nilai jualnya di bursa saham. Harga saham setiap saat akan mengalami perubahan. Dalam dunia saham telah diketahui dua faktor yang sedikitnya mempengaruhi harga saham. Yaitu faktor internal dan eksternal. Berikut penjelasan dari 2 faktor tersebut : Faktor internal harga saham : Faktor ini biasanya dipengaruhi dari si penjual atau kemampuan dari suatu perusahaan tersebut dalam menangani kinerja perusahaan baik ekonomi dan manajemen finansialnya. Bagaimana perusahaan tersebut bisa memanage modal yang ada, mengatur kegiatan dari operasioanal perusahaan tersebut, bagaimana perusahaan tersebut bisa menarik keuntungan dari operasionalnya. Faktor eksternal harga saham : Faktor eksternal biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terjadi di suatu negara. Misalkan di Indonesia, harga saham bisa saja dipengaruhi oleh kondisi kurs rupiah dan inflasi yang terjadi saat ini atau bulan ini. Huru hara yang terjadi di suatu negara juga kerap dapat mempengaruhi harga saham Jika dilihat dari faktor-faktor diatas informasi adalah sesuatu yang sangat penting bagi investor untuk memilih saham mana yang akan dijadikan sebagai alat investasinya. Maka dari itu manajer harus dapat memberikan sinyal yang dapat meyakinkan investor (publik) sehingga investor akan merespon secara positif informasi tersebut. 6 Likuiditas Likuiditas adalah kemampuan perusahan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kemampuan untuk mengubah aktiva menjadi kas. Sehingga suatu saham dapat dikatakan likuid jika saham tersebut dapat dengan mudah ditukarkan atau diubah menjadi uang Likuiditas saham merupakan salah satu indikator untuk melihat pasar bereaksi terhadap suatu pengumuman. Likuiditas saham dapat dilihat dari volume perdagangan yang terjadi pada suatu saham. Volume perdagangan saham (trading volume actvitiy) merupakan rasio antara jumlah lembar saham diperdagangankan pada waktu tertentu dengan jumlah lembar saham yang beredar pada waktu tertentu (Husnan dkk, 2005). Return Saham Return merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi (Halim, 2005). Return dibedakan menjadi dua yaitu return yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data historis, dan return yang diharapkan (expected return) akan diperoleh investor dimasa depan. Dua komponen return yaitu untung/rugi modal (capital gain/loss) dan imbal hasil (yield). Capital gain/loss merupakan keuntungan (kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) di atas harga beli (harg jual) yang keduanya terjadi dipasar sekunder. Imbal hasil (yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen atau bunga. Yield dinyatakan dalam 7 bentuk persentase. Dari kedua komponen return tersebut dapat dihitung total return dengan cara menjumlahkannya. Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan return ekspetasian (return yang diharapkan oleh investor). Dengan demikian return tidak normal (abnormal return) adalah selisih antara return sesungguhnya yang terjadi dengan return ekspetasian ( Jogiyanto, 2009). Menurut Brown dan Warner (1985), mengestimasi return ekspetasian dapat menggunakan tiga model estimasi yaitu 1. Mean-adjusted model Model ini menganggap bahwa return ekspetasian berniai konstan yang sama dengan rata-rata return realisasian sebelumnya selama periode estimasi, sebagai berikut : Dimana : E(Rit) = return ekspetasi sekuritas ke-I pada periode peristiwa ke-t. Ri,j = return realisasi sekuritas ke-I pada periode estimasi ke-j. t = lamanya periode estimasi. 2. Market model 8 Model ini dilakukan dengan dua tahap, yaiti membentuk model ekpetasi dengan menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan menggunakan model ekspetasi ini untuk mengestimasi return ekpetasi di periode jendela. Model ekspetasi dapat dibentuk menggunkan teknik regresi OLS dengan persamaan : Ri.j = αi + βi.Rmj + εit Dimana : Ri,j = return realisasi sekuritas ke-I pada periode estimasi ke-j. αi = intercept untuk sekuritas ke-i. βi = koefisien slope yang merupakan beta dari sekuritas ke-i. Rmj = return indeks pasar pada periode estimasi ke-j yang dapat dihitung dengan rumus Rmj=(IHSG-IHSGj-t)/IHSGj-1 dengan IHSG adalah Indeks Harga Saham Gabungan. εi = kesalahan residu sekuritas ke-I pada periode estimasi ke-j. 3. Market-adjusted model. Model sesuaian pasar menganggap bahwa penduga yang tebaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan indeks pasar. 9 Menurut Wismoyojati dan Steelyaana (2011, dalam Didit Herlianto (2010:65-66) return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan resiko dimasa mendatang. Return ekspetasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty) antara retun yang akan diperoleh dengan risko yang akan dihadapi. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dengan risiko yang akan dihadapinya. Semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspetasi memiliki hubungan postif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi biasa dikolerasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula (high risk high retun, low risk lo return). Tetapi return yang tinggi tidak selalu harus disertai dengan investasi yang berisiko. Mehta, dkk (2011) menyatakan bahwa keputusan untuk melakukan stock split juga di perankan oleh manager, dan tentu yang diharapkan dari pemecahan juga dapat membawa harga saham ke rentang perdagangan yang populer. Namun di sisi lain pemecahan saham ini hanya dianggap kosmetik saja bagi perusahaan. Perumusan Hipotesis Perbedaan Harga Saham Sebelum dan Setelah Stock Split Harga saham adalah salah satu indikator bagi perusahaan untuk memberikan informasi kepada calon investor agar investor bersedia berinvestasi. Oleh karena itu harga saham juga dapat menentukan kebijakan perusahaan terkait 10 dengan keputusan stock split, ketika harga terlalu tinggi perusahaan akan mengeluarkan kebijakan pemecahan saham untuk meningkatkan likuiditas saham. Hasil penelitian Nurfitiri dan Tjun (2009) menyatakan bahwa peristiwa pemecahan saham mengakibatkan harga saham turun secara signifikan, dengan menurunnya harga saham akan menarik investor untuk membeli saham-saham tersebut. Riyadi dan Andrefa (2013 menyatakan hasil serupa bahwa terdapat perbedaan tingkat harga saham sebelum stock split dan sesudah stock split walaupun berita tentang stock split belum dikeluarkan oleh emiten.Berdasarkan hal tersebut diatas, maka hipotesis pertama penelitian ini adalah: H1: Terdapat perbedaan harga saham sebelum dan setelah pemecahan saham (Stock Split). Perbedaan Likuiditas Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split Salah satu faktor untuk mengukur tingkat likuiditas saham adalah dengan menggunakan Trading Volume Activity (TVA). Perkembangan volume perdagangan saham mencerminkan kekuatan antara permintaan dan penawaran yang merupakan manifestasi dari tingkah laku investor ( Ang, 1997). Tujuan utama stock split terhadap likuiditas saham adalah agar membuat saham perusahaan lebih likuid, maksudnya adalah kemudahan untuk memperjualbelikan saham dan lebih sering diperdagangkan di bursa. Saham yang tidak likuid sering kali disebabkan oleh dua hal yaitu harga saham yang terlalu tinggi dan jumlah saham yang diperdagangkan terlalu sedikit. Oleh sebab itu dengan strategi pemecahan saham membuat jumlah saham yang beredar lebih 11 banyak dan harga saham lebih murah. Sehingga diharapkan calon investor tertarik untuk melakukan investasi (Muharam, 2009). Hasil penelitian sebelumnya oleh Nurfitri dan Tjun (2009) bahwa terdapat perbedaan volume perdagangan saham sebelum dan setelah stock split pada perusahaan go public di Bursa Efek Indonesia. Sehingga salah satu cara yang dilakukan oleh emiten untuk menaikkan likuiditas saham dengan cara melakukan pemecahan saham. Semakin saham tersebut likuid maka dari itu mendapatkan return akan semakin besar. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka hipotesis kedua penelitian ini adalah : H2: Terdapat perbedaan trading volume activity sebelum dan setelah stock split. Perbedaan Return Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split Menurut Sutrisno (2000) menunjukkan bahwa stock split hanya mempengaruhi harga, volume perdagangan dan persentase spread, tetapi tidak mempengaruhi varians dan abnormal return baik ditinjau secara individual maupun sebagai sebuah portofolio. Sedangkan pengujian hubungan antara persentase spread terhadap harga, volume, dan varians untuk masing – masing saham menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap spread. Sebaliknya, jika ditinjau sebagai sebuah portofolio, hanya harga yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap spread. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa return saham adalah hasil atau tingkat keuntungan yang diperoleh pemegang saham terhadap investasi yang telah 12 dilakukan. Jika tingkat keuntungan akan investasi tersebut tidak ada, maka investor akan berpikir ulang untuk melakukan investasi kembali. Jadi setiap investasi baik jangka pendek ataupun jangka panjang memiliki tujuan utama yaitu memperoleh keuntungan yang disebut sebagai return (Wijanarko, 2004, dalam Ang, 1997) Menurut Wijanarko (2012) pemecahan saham menyebabkan harga saham menjadi lebih murah sehingga terjangkau oleh calon investor, dengan demikian diharapkan aktivitas perdagangan saham tersebut meningkat. Meningkatnya aktivitas perdagangan saham akan menyebabkan fluktuasi harga saham tersebut menjadi tinggi, tingginya fluktuasi harga saham diharapkan diiringi dengan tingginya return saham yang akan diterima oleh investor. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka hipotesis ketiga penelitian ini adalah: H3: Terdapat perbedaan abnormal return sebelum dan setelah pemecahan saham (Stock Split). Metode Penelitian Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah emiten yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia yang mengeluarkan kebijakan stock split. Pemilihan sampel penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik yang digunakan apabila 13 anggota sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah emiten yang melakukan stock split periode tahun 2010-2012 dan mempunyai kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriteria yang harus dipenuhi oleh emiten yang melakukan kebijakan stock split, sebagai berikut : 1. Emiten yang melakukan kebijakan stock split di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010-2012. 2. Diketahui tanggal pengumuman stock split.. 3. Saham yang aktif diperdagangkan pada tahun 2010-2012, Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder . Data yang digunakan adalah data historis. Data-data tersebut diperoleh dari Indonesia Capital Market directory (ICMD) 2010 sampai dengan 2012, www.yahoofinance.com, www.sahamok.com dan www.idx.co.id Teknik Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis event study. Periode pengamatan yang digunakan adalah 5 hari sebelum pemecahan saham dan 5 hari setelah pemecahan saham. Variabel-variabel terikat yang dipakai pada penelitian ini adalah 1. : Harga saham, harga saham yang digunakan adalah harga saham penutupan (closing price) harian 5 hari sebelum pemecahan saham (t -5), periode 14 peristiwa (t 0) dan 5 hari setelah pemecahan saham ( t +5). Kemudian dihitung secara rata-rata harga saham sebelum dan setelah pemecahan saham dari sampel penelitian. 2. Likuiditas saham, adalah ukuran jumlah transaksi suatu saham tertentu dengan volume perdagangan saham di pasar modal dalam periode tertentu. Likuiditas saham diukur dengan TVA (Trading Volume Activity) yang dirumuskan sebagai berikut : TVAit 3. = Abnormal return saham, abnormal return saham diperoleh dari perubahan harga saham. Harga saham yang digunakan adalah harga saham penutupan (closing price) harian. Abnormal return saham dihitung dengan langkah sebagai berikut : Langkah pertama menghitung return saham harian Keterangan : : Rit= Return Saham Pit = Harga penutupan saham pada hari t 15 Pit-1=Harga penutupan saham pada hari t-1 Langkah kedua menghitung return pasar harian Keterangan : : Rmt = Return pasar IHSGt = IHSG pada tanggal t IHSGt-1 = IHSG pada tanggal t-1 Langkah ketiga menghitung abnormal return masing-masing saham. Penelitian ini menggunakan metode Market-adjusted model dengan menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan indeks pasar. Sehingga abnormal return dapat diperoleh dengan cara : E(Rit) = Rmt, sehingga Arit = Rit-Rmt Keterangan : ARit = Abnormal return saham i pada hari ke t. Rit = Actual return saham i pada hari ke t. 16 E(Rit) = Expected return saham i pada hari ke t. Langkah keempat menghitung rata-rata abnormal return seluruh saham pada hari ke t : Keterangan : AARit = average abnormal return n = total saham yang dijadikan sampel = total abnormal return Sebelum melakukan uji tes statistik pada tahap selanjutnya sebaiknya dilakukan statistik deskriptif dengan memasukkan semua rata-rata variabel dari semua emiten sampel untuk mengetahui nilai minimum, maksimum, mean dan standar deviasi dari tiap-tiap variabel. Setelah uji statistik deskriptif, dilanjutkan dengan uji normalitas pada tiap variabel penelitian dengan menggunakan uji normalitas Lilliefors (Kolmogorov-Smirnov). Selanjutnya untuk menguji perbedaan rata-rata harga saham, trading volume activity dan abnormal return saham sebelum dan setelah pemecahan akan menggunakan uji t-test khususnya uji beda dua rata-rata (uji paired two sample for means) apabila data berdistribusi normal, dan uji t:wilcoxon apabila data tidak 17 berdistribusi normal dengan menggunakan program SPSS (Statistic Product Service Solution) 20. Analisis Data dan Pembahasan Deskripsi Statistik Uji deskripsi statistik dilakukan dengan pengumpulan dan peringkasan data, serta penyajian hasil peringkasan tersebut. Data-data statistik yang diperoleh masih bersifat acak, “mentah” dan tidak terorganisir dengan baik (raw data). Dalam deskripsi statistik data disajikan berupa nilai minimum, maksimum, ratarata dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Analisis uji deskripsi statistik variabel harga saham, variabel abnormal return saham, variabel trading volume activity sebelum dan setelah stock split disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 1 Statistik Deskriptif Harga Saham Kode Emiten CPIN DILD MTSM JTPE SSIA AUTO MAIN PBRX INTA BTPN Abnormal Return TVA Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah 980 642 750 296 540 3200 1066 491 728 2234 1015 577 730 291 337 3733 1028 469 700 2504 -0.0055 0.0009 0.0032 -0.0034 -0.0020 -0.0271 0.0061 0.0019 -0.0072 -0.0204 0.0046 0.0032 -0.0032 0.0029 0.0025 0.0226 -0.0034 -0.0016 0.0055 0.0170 0.00083 0.00135 0.00003 0.00718 0.00502 0.00010 0.00362 0.00681 0.01841 0.00040 0.00154 0.00186 0.00001 0.00633 0.01080 0.00020 0.00330 0.00184 0.00896 0.00027 18 LSIP BBRI ACES KLBF IDKM KREN DKFT-2 MDRN INDS IMAS ASII PWON PTRO Min Max Mean Std.Dev 2166 2233 -0.0076 0.0058 5035 5017 -0.0003 0.0002 701 730 0.0040 -0.0033 928 970 -0.0115 0.0096 1130 1058 0.0046 -0.0076 232 222 0.0115 -0.0096 372 352 0.0377 -0.0215 616 675 -0.0233 0.0194 3971 3950 0.0076 -0.0102 7805 7708 -0.0011 0.0010 6425 6708 0.0049 -0.0016 202 207 -0.0018 0.0015 4413 4425 0.0009 -0.0092 202 207 -0.0271 -0.0215 7805 7708 0.0377 0.0226 928 970 -0.0003 0.0010 2157.9 2200.52 0.0129 0.0100 Sumber : data yang diolah. 0.00428 0.00368 0.00026 0.00114 0.00049 0.00067 0.01235 0.00030 0.00100 0.00096 0.00106 0.00079 0.00165 0.0000 0.0184 0.0011 0.0045 0.00235 0.00217 0.00060 0.00068 0.00030 0.00010 0.00313 0.00081 0.00143 0.00095 0.00078 0.00031 0.00553 0.0000 0.0108 0.0014 0.0029 Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa : Pada variabel harga saham sebelum stock split, nilai mean diketahui sebesar Rp 1887,79 dengan standar deviasi Rp 2134,86. Sedangkan pada saat setelah stock split, nilai mean sebesar 1915,58 dengan standar deviasi 2178,22. Dengan kenaikkan nilai rata-rata harga saham menunjukkan bahwa dengan peristiwa stock split menimbulkan dampak harga saham naik. Keputusan stock split dilakukan oleh emiten dengan harga saham rendah seperti PT Central Omega Resources Tbk., PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk., PT Surya Semesta Internusa Tbk., PT Kresna Graha Sekurindo Tbk., PT Pakuwon Jati Tbk lebih mengindikasikan bahwa perusahaan ingin memberikan reaksi pada pasar yang positif terhadap harga saham walaupun harga saham emiten tersebut tergolong murah. 19 Rata-rata harga saham, saat sebelum maupun setelah stock split menunjukkan nilai mean yang lebih kecil daripada nilai standar deviasinya, sehingga semakin besar nilai standar deviasi menandakan bahwa semakin menyebar data pengamatan, dan memiliki kecenderungan setiap data berbeda satu sama lain. Pada variabel TVA, diketahui nilai mean TVA sebesar 0,32% dengan standar deviasi sebesar 0,0044 dan nilai terendah TVA pada saat sebelum stock split adalah sebesar 0, dan tertinggi TVA adalah sebesar 1,84%. Sedangkan pada saat setelah stock split, diketahui nilai mean sebesar 0,51% dengan standar deviasi 0,0136 dan nilai terendah TVA 0, dan tertinggi TVA 6,75%. Nilai standar deviasi sebelum stock split 0,0044 dan setelah stock split 0,0136 menunjukkan nilai penyimpangan yang jauh dari nilai yang diharapkan. Nilai minimum trading volume activity menunjukkan 0% hal ini membuktikan bahwa tidak semua saham yang melakukan stock split akan berdampak signifikan terhadap trading volume activity sehingga belum pasti peristiwa stock split akan meningkatkan likuiditas saham. Rata-rata variabel TVA sebelum maupun setelah stock split, menunjukkan nilai 0,32% dan 0,51% sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa secara keseluruhan emiten yang melakukan stock split memberikan dampak kenaikkan likuiditas saham dilihat dari kenaikkan rata-rata (mean) sebesar 0,19%. Pada variabel AAR, nilai terendah pada saat sebelum maupun setelah stock split adalah sebesar -2,71% dan -8,11%. Nilai tertinggi sebesar 9,73% dan 2,26%. Namun secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai rata-rata average abnormal 20 return sebelum dan setelah stock split sebesar 0,29% dan -0,24% hal tersebut mengindikasikan bahwa peristiwa stock split memberikan dampak reaksi pelaku pasar yang negatif. Nilai standar deviasi sebesar 0,0238 dan 0,0194 menunjukkan penyimpangan yang wajar antara nilai yang diperoleh dengan nilai yang diharapkan ditunjukkan oleh nilai standar deviasi untuk average abnormal return yang tidak terlalu jauh jaraknya. Analisis Pengujian Hipotesis Sebelum melakukan pengujian hipotesis, akan dilakukan analisis data variabel dengan membandingkan nilai rata-rata dari masing-masing variabel pada periode sebelum dan setelah stock split, dimana periodenya adalah lima hari sebelum stock split dan lima hari setelah stock split. Hasil dari analisis data disajikan dalam tabel berikut : Tabel 2 Rata-Rata Variabel Harga Saham, TVA, dan AAR Pada Periode Pengamatan Harga Saham TVA -5 1892.94 0.0084 -4 1906.57 0.0168 -3 1883.40 0.0035 -2 1874.86 0.0077 -1 1880.83 0.0023 Even date 1898.63 0.0079 1 1912.96 0.0025 2 1917.92 0.0056 3 1937.04 0.0040 4 1916.88 0.0076 5 1910.21 0.0027 Sumber : Data yang diolah. AAR 0.0095 -0.0041 -0.0103 -0.0085 0.0275 -0.0164 0.0115 0.0031 -0.0062 -0.0135 0.0074 21 Tabel 2 menunjukkan data rata-rata dari 23 perusahaan sampel selama 11 hari perdagangan. Dari tabel tersebut dapat dilihat pada hari setelah tanggal stock split rata-rata harga saham dari 23 perusahaan mengalami peningkatan, terutama pada hari ke tiga setelah stock split harga saham berada pada titik rata-rata harga saham tertinggi selama periode pengamatan yaitu sebesar Rp 1937,04. Pada tabel 4.2 juga menunjukkan nilai rata-rata tertinggi TVA saham sebelum stock split pada hari ke empat sebelum stock split yaitu sebesar 1,68%, namun pada waktu setelah stock split nilai rata-rata TVA cenderung naik turun dan berada di atas rata-rata setelah peristiwa. Melihat pergerakan rata-rata abnormal return pada tabel 4.2 setelah hari kejadian stock split terjadi lonjakan rata-rata abnormal return seiring dengan melonjaknya harga saham pada hari setelah kejadian. Dengan menaikkan harga saham tersebut tentu berdampak positif pada abnormal return yang diperoleh investor. Pengujian Normalitas Data Sebelum melakukan uji statistik, langkah awal yang perlu dilakukan adalah melakukan uji normalitas data terhadap masing-masing variabel untuk menguji data tersebut normal atau tidak. Uji normalitas data yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov test. Langkah selanjutnya pada uji ini adalah menentukkan hipotesanya, sebagai berikut : ( Uyanto, 2009) H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 : Data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 22 Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak H0 berdasarkan P-value adalah sebagai berikut: Jika P-value < α , maka H0 ditolak. Jika P-value ≥ α , maka H0 tidak dapat ditolak. Pengujian Normalitas Data Variabel Harga Saham Berikut dibawah ini adalah hasil pengujian normalitas data pada variabel harga saham : Tabel 3 Uji Normalitas Data Variabel Harga Saham Sebelum dan Setelah Stock Split One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test HargaSebeleum N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences HargaSetelah 23 23 1939.87 1984.30 2167.194 2200.411 Absolute .298 .315 Positive .298 .315 Negative -.211 -.210 1.428 1.512 .034 .021 Mean Std. Deviation Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Output SPSS 20, (data diolah, 2014) Berdasarakan hasil uji normalitas pada variabel harga saham dapat terlihat bahwa nilai signifikansi harga saham sebelum maupun setelah stock split berada dibawah 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa H0 ditolak atau dapat diartikan bahwa data tidak berdistribusi normal. 23 Pengujian Normalitas Data Variabel Trading Volume Activity Berikut dibawah ini adalah hasil pengujian normalitas data pada variabel Trading Volume Activity : Tabel 4 Uji Normalitas Data Variabel Trading Volume Activity Sebelum dan Setelah Stock Split One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test TVASebelum N Normal Parameters 23 23 .003147 .002359 .0044873 .0029006 Absolute .283 .240 Positive .283 .240 Negative -.244 -.209 1.356 1.153 .050 .140 Mean a,b Std. Deviation Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) TVASetelah a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Output SPSS 20, (data diolah, 2014) Berdasarakan hasil uji normalitas pada variabel TVA dapat terlihat bahwa nilai signifikansi harga saham sebelum maupun setelah stock split berada diatas 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau dapat diartikan bahwa data berdistribusi normal. Pengujian Normalitas Data Variabel Average Abnormal Return Berikut dibawah ini adalah hasil pengujian normalitas data pada variabel Average Abnormal Return : Tabel 5 Uji Normalitas Data Variabel Average Abnormal Return Sebelum dan Setelah Stock Split One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test 24 AARSebelum N AARSetelah 23 23 Mean -.001213 .001070 Std. Deviation .0129281 .0099861 Absolute .161 .144 Positive .161 .144 Negative -.137 -.110 Kolmogorov-Smirnov Z .771 .690 Asymp. Sig. (2-tailed) .592 .727 Normal Parameters a,b Most Extreme Differences a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Output SPSS 20, (data diolah, 2014) Berdasarakan hasil uji normalitas pada variabel AAR dapat terlihat bahwa nilai signifikansi Average Abnormal Return stock split berada diatas 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa H0 diterima atau dapat diartikan bahwa data berdistribusi normal. Pengujian Hipotesis Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, akan ditentukan terlebih dahulu hipotesis unutuk uji peringkat bertanda wilcoxon yang merupakan alternatif dari uji-t dua sampel berpasangan(paired-samples t-test) sebagai berikut: (Stanislaus S. Uyanto, 2009) H0 : η1 = η2 H1 : η1 ≠ η2 H0 diterima jika sig. > dari tingkat signifikansi α ( 0,05 ), sedangkan H0 ditolak atau H1 diterima jika sig. < dari tingkat signifikansi α (0,05 ). Berikut ini adalah hasil Uji T:Wilcoxon terhadap variabel penelitian : Tabel 6 Hasil Uji T:Wilcoxon Harga Saham, TVA, AAR Sebelum dan Setelah Stock Split 25 Variabel Z Hitung P-value Kesimpulan Harga saham sebelum dan setelah Stock split -0.806 0.420 Tidak Signifikan 0.248 Tidak Signifikan 0.761 Tidak Signifikan Tva sebelum & setelah -1.156 Stock split AAR Sebelum & setelah -0.304 Stock split Sumber : Data diolah, 2014. Hipotesis Pertama Hipotesis pertama pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan harga saham yang signifikan sebelum dan setelah stock split. Untuk menguji hipotesis pertama data yang digunakan adalah rata-rata harga saham sebelum dan setelah stock split dari 23 sampel penelitian. Pengujian perbedaan harga saham menggunakan Uji T:Wilcoxon. Dengan melihat tabel 4.6 maka diketahui Z-hitung sebesar -0,806 yang lebih besar dibandingkan t Tabel -1,95, karena nilai signifikansi juga lebih besar dari signifikansi 0,05 yaitu 0,420 maka H1 ditolak yang berarti tidak ada perbedaan pada harga saham saat sebelum maupun setelah Stock Split. Hipotesis Kedua Hipotesis kedua pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan trading volume activity yang signifikan sebelum dan setelah stock split. Untuk menguji hipotesis kedua data yang digunakan adalah rata-rata trading volume activity sebelum dan setelah stock split dari 23 sampel penelitian. Pengujian perbedaan trading volume activity menggunakan Uji T:Wilcoxon. Dengan melihat tabel 4.6 maka diketahui Z-hitung sebesar -1,156 yang lebih besar dibandingkan t Tabel -1,95, karena nilai signifikansi juga lebih besar 26 dari signifikansi 0,05 yaitu 0,248 maka H2 ditolak yang berarti tidak ada perbedaan Trading Volume Activity saat sebelum maupun setelah Stock Split. Hipotesis Ketiga Hipotesis ketiga pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan abnormal return yang signifikan sebelum dan setelah stock split. Untuk menguji hipotesis ketiga data yang digunakan adalah rata-rata abnormal return sebelum dan setelah stock split dari 23 sampel penelitian. Pengujian perbedaan abnormal return menggunakan Uji T:Wilcoxon. Dengan melihat tabel 4.6 maka diketahui Z-hitung sebesar -0,304 yang lebih besar dibandingkan t Tabel -1,95, karena nilai signifikansi juga lebih besar dari signifikansi 0,05 yaitu 0,761 maka H3 ditolak yang berarti tidak ada perbedaan abnormal return saat sebelum maupun setelah Stock Split. Pembahasan Hasil Penelitian Perbedaan Harga Saham Sebelum dan Sesudah Stock Split Perusahaan melakukan kebijakan Stock Split memiliki tujuan untuk meningkatkan transaksi yang terjadi karena dengan adanya permecahan saham akan menurunkan harga saham yang kemudian meningkatkan daya tarik investor sehingga jumlah saham yang diperdagangkan akan bertambah dengan harapan terjadi peningkatan harga saham. Hal ini sejalan dengan Signalyng Theory yang menyatakan bahwa stock split memberikan sinyal yang positif dari perusahaan kepada publik. Berdasarkan hasil penelitian pada harga saham selama lima hari sebelum dan lima hari setelah pemecahan saham terhadap 23 perusahaan sampel secara 27 keseluruhan diketahui tidak terdapat perbedaan harga saham sebelum dan setelah pemecahan saham. Hal ini kemungkinan yang terjadi adalah investor tidak memandang pemecahan saham sebagai sinyal yang diberikan emiten akan prospek dimasa yang akan datang sehingga aktivitas pemecahan saham hanya bersifat ‘kosmetik’. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Wang Sutrisna (2000) yang menyimpulkan bahwa aktifitas split mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Namun hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Hendrawijaya Dj (2009) yang menyatakan rata rata harga saham selama periode peristiwa, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan rata rata harga saham yang signifikan pada periode sebelum dan sesudah pengumuman pemecahan saham. Perbedaan Trading Volume Activity Sebelum dan Sesudah Stock Split Berdasarkan hasil penelitian pada trading volume activity selama lima hari sebelum dan lima hari setelah pemecahan saham terhadap 23 perusahaan sampel secara keseluruhan diketahui tidak terdapat perbedaan trading volume activity. Trading Range Theory atau Liquidity Hypotheses menyatakan bahwa manajemen melakukan stock split didorong oleh perilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak terlalu mahal. Di mana selanjutnya nilai nominal saham dipecah karena ada batas harga yang optimal untuk saham. Tujuan dari pemecahan nilai nominal saham adalah untuk meningkatkan daya beli investor sehingga akan tetap banyak pelaku pasar modal yang mau memperjualbelikan 28 saham yang bersangkutan. Kondisi ini pada akhirnya akan meningkatkan likuiditas saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa trading volume activity tidak membawa dampak meningkatnya likuiditas saham karena motivasi emiten melakukan pemecahan saham adalah agar tingkat perdagangan berada dalam kondisi yang lebih baik, yaitu harga saham berada range optimal. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya, Utami et.al (2009) menyatakan bahwa baik pada pasangan periode sebelum-saat, saatsesudah, maupun sebelum-sesudah pengumuman stock split tidak terdapat perbedaan pada aktivitas volume perdagangaan saham. Hendrawijaya Dj (2009) mengungkapkan hal serupa bahwa pada periode sebelum dan sesudah pengumuman pemecahaan saham, secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara TVA sebelum dan sesudah pemecahan saham. Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya, Latifah (2007) menyatakan ada kenaikkan atau perubahan yang signifikan sebesar 3.247.458 lembar per hari, berarti volume transaksi saham menigkat. Perbedaan Abnormal Return Sebelum dan Sesudah Stock Split Berdasarkan hasil penelitian pada abnormal return selama lima hari sebelum dan lima hari setelah pemecahan saham terhadap 23 perusahaan sampel secara keseluruhan diketahui tidak terdapat perbedaan abnormal return. 29 Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hafiyah (2005) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman, baik stock split maupun reverse split. Dengan demikian menunjukkan bahwa pengumuman stock split dan reverse split tidak mempengaruhi keputusan investor dalam melakukan transaksi di pasar modal yang dilihat dari tingkat keuntungan (sebelum dan sesudah stock split dan reverse split). Hendrawijaya Dj (2009) juga menyatakan bahwa dari hasil uji beda terhadap rata-rata abnormal return pada periode sebelum dan sesudah pengumuman pemecahan saham, secara statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara abnormal return sebelum dan sesudah peristiwa. Corporate action mengenai pemecahan saham sering dikaitkan dengan Signaling Theory yang menyatakan bahwa pemecahan saham memberikan sinyal yang informatif kepada investor mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Bila dikaitkan dengan abnormal return maka hal ini tidak memberikan sinyal yang positif bagi investor mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Uraian diatas telah menjelaskan bahwa pemecahan saham yang dilakukan oleh emiten memberikan dampak yang tidak signifikan terhadap harga saham, trading volume activity, abnormal return saham. Beberapa faktor diluar pemecahan saham dapat menjadi penyebabnya. Faktor tersebut dapat berasal dari internal perusahaan seperti kepemimpinan dan pengaruh struktur industrinya, kinerja perusahaan, prospek 30 perusahaan dan lain sebagainya. Dapat juga berasal dari faktor eksternal perusahaan seperti ketidakstabilan ekonomi dan politik di Indonesia, persepsi pasar terhadap fundamental yang melekat pada suatu saham, kebijakan regulator maupun isu-isu yang dapat mempengaruhi reaksi pasar. Faktor-faktor tersebut diyakini dapat mempengaruhi investor untuk melakukan transaksi pemecahan saham (Stock Split). Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah pemecahan saham (stock split) memberikan dampak yang signifikan terhadap likuiditas saham dan return saham. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap hipotesis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil analisis terhadap rata rata harga saham selama periode peristiwa pada 23 perusahaan, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan rata rata harga saham yang signifikan sebelum maupun setelah stock split. Hal ini mengindikasikan bahwa peristiwa stock split tidak membawa dampak perubahan yang signifikan terhadap harga saham. 2. Dari hasil analisis terhadap rata rata trading volume activity sebelum dan setelah stock split, menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap rata rata trading volume activity sebelum dan setelah stock split. Salah satu indikator likuiditas saham dapat dilihat melalui perhitungan aktivitas volume perdagangan (Trading 31 Volume Activity) saham sehingga hal ini mengindikasikan bahwa stock split tidak memberikan dampak perubahan yang signifikan terhadap trading volume activity dengan kata lain volume perdagangan tidak terjadi perubahan dan tidak memberikan dampak pula terhadap likuiditas saham. 3. Dari hasil analisis terhadap rata rata abnormal return saham selama periode peristiwa, tidak ditemukan perbedaan rata rata abnormal return saham sebelum dan setelah stock split. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak terjadi perubahan retun saham karena perusahaan tidak memberikan informasi yang baik terkait dengan kondisi perusahaan sehingga tidak ada sinyal positif di sekitar pengumuman stock split kepada investor. Saran Berdasarkan kesimpulan hasil analisis dampak stock split terhadap likuiditas saham dan return saham pada emiten yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) tahun 2010-2012, dan keterbatasan penulis atas berbagai hal, dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut 1. : Bagi investor atau calon investor Peristiwa stock split tidak dapat digunakan sebagai acuan oleh investor yang hendak melakukan transaksi saham pada saat pemecahan saham. Sehingga kebijakan stock split tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya tolok ukur calon investor dalam pengambilan keputusan berinvestasi. Dalam melakukan keputusan investasinya, para investor sebaiknya memperhatikan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Karena kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat digunakan 32 sebagai acuan untuk mengambil keputusan investasi yang tepat guna memperoleh keuntungan. 2. Bagi Penelitian Selanjutnya Adanya keterbatasan penelitian pada proses pengambilan sampel yang tidak mempertimbangkan kejadian di luar stock split yang menimbulkan confounding effect sehingga menyebabkan adanya bias hasil penelitian. Oleh karena itu pada penelitian mendatang dapat mempertimbangkan kejadian di luar stock split. Daftar pustaka Alghifari, 2010, Statistika deskriptif Plus Untuk Ekonomi dan Bisnis, UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Ang, Robert, 1997, Buku Pintar : Pasar Modal Indonesia, Mediasoft Indonesia Jakarta. Brigham, Eugene F. dan Joel F. Houston, 2009. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Buku Satu, Edisi Kesepuluh, Alih Bahasa Ali Akbar Yulianto, Salemba Empat, Jakarta. 33 Brealey, Richard A., 2008, Dasar-dasar manajemen keuangan perusahaan, Erlangga. Dividen, “Dividen dan pemecahan saham,” Kumpulan Artikel Ekonomi, http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/06/dividen.html , (diakses 29 Januari 2013). Harjum Muharam, Hanung Sakti. “Analisis Perbedaan Likuiditas Saham, Kinerja Keuangan, dan Return Saham di Sekitar Pengumuman Stock Split.” Jurnal The Winners, Vol9, No1, Maret 2008. Hernendiastoro,. 2005. “ Pengaruh Kinerja Perusahaan dan Kondisi konomi.” eprints.undip.ac.id . Jogiyanto, 2009, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta. Kerangka Teori, http://thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2010-2-00005AK%20bab%202.pdf, (diakses29 Januari 2013). Latifah, 2007, “ Analisis Pengaruh Stock Split Terhadap Perdagangan Saham Di Bursa Efek Jakarta, “ Fokus Ekonomi, Vol2, No2, Desember 2007. Nurfitri, Tjun Tjun, 2009, “ Pengaruh Kebijakan Stock Split Terhadap Harga Saham Dan Volume Perdagangan Saham Perusahaan Go Public Yang Terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia, “ www.repsoitory.maranatha.edu, ( diakses 14 April 2014). Manurung, Teori Struktur Mikro Pasar, http://www.finansialbisnis.com/Data2/Riset/Teori%20Struktur%20Mikro %20Pasar.pdf, (diakses 29 Januari 2013) Muttaqinhasyim, 2009, Teori Pemecahan Saham, http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/19/tinjauan-teoritispemecahan-saham-stock-split/ , (diakses 29 Januari 2013). Rusliati, Farida, 2010, “Pemecahan Saham Terhadap Likuiditas dan Return Saham, “ Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol12, N03, Desember 2010. Samsul, 2006, Pasar Modal & Manajemen Portofolio, Erlangga, Jakarta. Sartini, 2013, “ Pengujian Efisiensi Pasar Modal Atas Peristiwa Pengumuman Stock Split Periode Tahun 2010-2011 Di Bursa Efek Indonesia, “ www.academia.edu, (diakses 14 April 2014). Stanislaus, S., 2009, Pedoman Analisis Data Dengan SPSS, Yogyakarta, Indonesia. 34 Waelan, 2009. “ Pengaruh Stock Split terhadap Future probabilty dan Likuiditas Saham,”. Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan, Vol5, No2, Juli 2009. Wang Sutrisno, et al., 2000, “Pengaruh Stock Split Terhadap Likuiditas dan Return Saham di Bursa Efek Jakarta “ . Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol2, No2, September 2010. www.idx.co.id www.yahoo.finance.com 35