PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK ..……………………...…………...(Wiwit Widyawati dan Triyono) PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP RISK-TAKING BEHAVIOR INVESTOR DI PASAR SAHAM Wiwit Widyawati Alumni Progdi Akuntansi FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta, Email:[email protected] Triyono Progdi Akuntansi FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta, Email: [email protected] ABSTRACT This study examines the relationship between the corporate governance perception index and firm characteristics are proxied by institutional ownership , profitability (ROA), growth opportunities (growth sales) and size on the risk-taking behavior judged by market stock returns. The population are company that list in Indonesian Stock Exchange (IDX) and Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) from 2006-2012. Sample was collected based on purposive sampling and resulted in 91 companies as a final sample. Data was collected from Indonesian Capital market Directory (ICMD) and The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). Its was analyzed with multiple regression analysis. The results indicated that corporate governance perception index, institutional ownership, growth sales and size have significant effect on investor’s risk-taking behavior. But ROA does not impact on investor’s risk-taking behavior. Keywords : corporate governance perception index, firm’s characteristic, risk-taking behavior. ABSTRAK Penelitian ini untuk menguji hubungan antara persepsi tata kelola dan karakteristik perusahaan yang diproksikan dengan kepemilikan institusional, profitabilitas (ROA), kesempatan tumbuh (growth sales), ukuran perusahaan terhadap risk-taking behavior yang dinilai dari returns pasar saham. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) tahun 2006-2012. Sampel pada penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling menghasilkan 91 sebagai sampel akhir. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi tata kelola, kepemilikan institusi, kesempatan tumbuh dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap risk-taking behavior investor. Tetapi variabel ROA tidak berpengaruh terhadap risk-taking behavior investor. Kata-kata kunci: persepsi tata kelola, karakteristik perusahaan, risk-taking behavior. 31 JRAK, Volume 10, No.1 Februari 2014 PENDAHULUAN Konsep teori agensi didasari pada permasalahan agensi atau hubungan agensi yang ada dalam sebuah korporasi. Hubungan agensi itu sendiri ada ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksanakan satu jasa, dan dalam melakukan hal itu, prinsipal mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Dalam sebuah korporasi atau perusahaan, pemegang saham yang mempunyai andil pada modal disebut sebagai pemilik (principal), sedangkan yang berkontribusi dalam keahlian dan tenaga kerja disebut pengelola perusahaan (agen) (Nuswandari, 2009). Keduanya (prinsipal dan agen) mempunyai kepentingan yang berbeda, hal inilah yang menyebabkan timbulnya permasalahan (conflict of interest), untuk menyelaraskan kepentingan yang berbeda di antara keduanya, maka perlu dibentuk suatu mekanisme yang tegas dan jelas. Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan tersebut. Namun dalam aplikasinya teori keagenan mempunyai suatu keterbatasan dalam mengatasi masalah keagenan, oleh sebab itu muncullah konsep tata kelola perusahaan atau corporate governance. Corporate governance merupakan pedoman bagi manajer untuk mengelola perusahaan secara best practice. Manajer akan membuat keputusan keuangan yang dapat menguntungkan semua pihak (stakeholder). Manajer bekerja secara efektif dan efisien (Nuswandari, 2009), sehingga perusahaan yang menerapkan corporate governance akan memberikan kualitas laporan keuangan yang baik kepada investor, hal ini akan meningkatkan kredibilitas posisi keuangan perusahaan. Dengan tingginya kredibilitas laporan keuangan perusahaan, maka akan memberikan kepercayaan kepada investor 32 bahwa harga saham perusahaan juga tinggi (Mosher dan Hoffman, 2013). Disisi lain, konsep corporate governance menjelaskan bahwa struktur kepemilikan yang berbeda mempunyai peran yang dominan dalam pengambilan keputusan investasi dan keuangan. Salah satu parameter kunci dalam proses pengambilan keputusan itu adalah kesiapan pemilik dan manajemen perusahaan dalam mengambil tingkat risiko yang ada (corporate risk-taking). Pemegang saham terbesar dalam perusahaan mempunyai kebijakan dalam pengambilan keputusan, dengan memperhatikan seberapa besar kesanggupan perusahaan dalam menanggung risiko (corporate risk-taking) (Shah et al, 2012). Struktur kepemilikan perusahaan yang berbeda juga mempunyai perbedaan dalam motivasi dan strategi dalam mencapai kesuksesan dan juga berbeda dalam tingkat pengambilan risiko (risk-taking). Kepemilikan institusi mempunyai peranan yang penting dalam memonitor kinerja manajer, yang dijelaskan dalam active monitoring hypothesis (Mahdavi et al, 2012). Active monitoring hypothesis menjelaskan bahwa investor institusi dapat mengurangi masalah keagenan dan asimetris informasi dengan melakukan monitoring terhadap kinerja manajer, dengan meningkatkan hak kepemilikan mereka (King dan Wen, 2011 dalam Mahdavi et al, 2012). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional adalah investor yang memiliki informasi utama dan mungkin mereka dapat bekerjasama dengan pemilik ekuitas dan penyedia utang yang dapat meningkatkan pengawasan terhadap kinerja manajer supaya manajer bekerja dengan sebaik mungkin untuk kepentingan perusahaan dan memaksimalisasi nilai perusahaan. Profitabilitas salah satu pengukur nilai perusahaan, semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi nilai perusahaan tersebut. Karena perusahaan dengan PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK ..……………………...…………...(Wiwit Widyawati dan Triyono) profitabilitas tinggi menunjukkan semakin besar perusahaan mampu memberikan returns, sehingga permintaan atas saham perusahaan juga tinggi (Wibowo dan Sudarno, 2013). Tingginya permintaan saham perusahaan akan meningkatkan fluktuasi returns saham perusahaan tersebut, hal ini mengindikasikan tingginya risktaking behavior. Selain itu, perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi juga mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut pada tahap kedewasaan (mapan). Tingkat kemapanan perusahaan juga dilihat dari besarnya aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Ketika suatu perusahaan dinilai mempunyai aktiva yang besar maka investor cenderung tertarik untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut (Susanto, 2011 dalam Rohman dan Utama, 2013). Dan perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi juga menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi. Hal ini merupakan indikator bahwa laba perusahaan tinggi. Perusahaan dengan laba yang tinggi, cenderung menggunakan dana internal dalam membiayai kesempatan-kesempatan investasinya. Sehingga perusahaan akan terhindar dari ketidakpastian, hal ini membuat investor tertarik terhadap saham perusahaan tersebut (Barton et al, 1989) besarnya permintaan saham perusahaan, mengakibatkan tingginya fluktuasi returns saham perusahaan. Kondisi ini mengindikasikan tingginya risk-taking behavior. Penerapan GCG antara perusahaan satu dengan lainnya cenderung berbeda, hal ini dapat terjadi karena adanya faktor internal maupun eksternal perusahaan yang bersangkutan yaitu karakteristik masingmasing perusahaan yang berbeda-beda (Budiyanti dan Ifada, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris pengaruh corporate governance perception index, dan karakteristik perusahaan (diproksikan dengan kepemilikan institusional, profitabilitas (ROA), kesempatan tumbuh (growth sales), ukuran perusahaan) terhadap risk-taking behavior (diukur dengan standar deviasi return saham bulanan dan koefisien beta pasar dengan menggunakan indeks tunggal). Periode pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini dari tahun 2006-2012, dengan alasan adanya krisis 2008 yang mempengaruhi harga saham perusahaan publik, memungkinkan fluktuasi return saham yang signifikan. KAJIAN LITERATUR Teori Agensi merupakan teori yang membahas masalah yang terjadi antara agen (manajer) dan pemilik. Hubungan agensi itu sendiri ada ketika salah satu pihak (principal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksanakan satu jasa, dan dalam melakukan hal itu, prinsipal mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut, sehinga memicu biaya keagenan (Jensen dan Meckling, 1976). Wewenang yang diberikan pihak principal kepada agen dapat memungkinkan timbulnya konflik kepentingan (conflict of interest) antara keduanya, apabila tidak ada kontrak insentif untuk memotivasi agar manajer sebagai agen bekerja selaras dengan kepentingan pemegang saham (principal). Teori keagenan mengeksplorasi bagaimana kotrak-kontrak insentif bisa ditulis untuk menyelaraskan kepentingan antara principal dan agen. Eishenhardt (1989) menjelaskan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia mempunyai daya piker terbatas mengenai masa depan (bounded rationality), (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Kontrak insentif dapat mengurangi perbedaan preferensi tersebut. Kontrak insentif dapat dilaksanakan dengan memasukkan suatu fitur insentif yaitu prinsipal menulis suatu kontrak yang memperbolehkan manajemen untuk memperoleh bagian dari kekayaan ketika 33 JRAK, Volume 10, No.1 Februari 2014 nilai perusahaan meningkat (Anthony dan Govindarajan, 2009:269). Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance). Dalam praktinya teori agensi tidak dapat mengatasi masalah keagenan yang ada. Untuk itu munculah konsep corporate governence atau tatakelola perusahaan. Corporate governence merupakan suatu sistem tata kelola yang digunakan untuk mengatur dan mengawasi perusahaan, yang mana dengan diimplementasikannya sistem tersebut dalam perusahaan diharapkan dapat meningkatkan nilai pemegang saham perusahaan (Mosher dan Hoffman, 2013). Di Indonesia, penerapan corporate governence pada perusahaan publik dilaksanakan oleh IICG dengan membentuk program riset dan pemeringkatan penerapan GCG yang disebut dengan Corporate Governence Perception Index (CGPI) (Rohman dan Utama,2013). Perusahaan yang menerapkan corporate governance akan memperoleh beberapa manfaat yaitu: (1) meningkatkan efisiensi produktivitas, (2) meningkatkan kepercayaan publik, (3) dapat mengukur target kinerja perusahaan (Mosher dan Hoffman, 2013). Perusahaan yang mempunyai kinerja tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut sukses dalam penerapan good corporate governance. Dengan secara tidak langsung tingginya target kinerja perusahaan juga meninggikan risiko yang akan diterima atau ditanggung perusahaan tersebut, sedangkan sebagian besar investor kurang tertarik pada perusahaan yang mempunyai risiko yang tinggi. Kurangnya minat investor terhadap saham perusahaan akan mnurunkan permintaan saham perusahaan, sehingga secara tidak langsung hal tersebut menyebabkan fluktuasi return saham perusahaan akan rendah (Rohman dan Utama, 2013). Karakteristik Perusahaan. Dalam menjalankan kegiatan bisnis, suatu 34 perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara perusahaan satu dengan yang lainnya. Namun perbedaan tersebut hanya terletak pada seberapa besar angka akuntansi dari masing-masing item-item dari karakteristik perusahaan. Ada beberapa item karakteristik perusahaan yang biasa penulis sebutkan dalam penelitiannya diantaranya: kepemilikan institusional, profitabilitas, kesempatan tumbuh, dan ukuran perusahaan (Budiyanti dan Ifada, 2012). Kepemilikan Institusional. Menurut Jensen (1989) kepemilikan institusional adalah investor yang memiliki informasi utama dan mungkin mereka dapat bekerjasama dengan pemilik ekuitas dan penyedia utang yang dapat meningkatkan pengawasan terhadap kinerja manajer supaya manajer bekerja dengan sebaik mungkin untuk kepentingan perusahaan dan memaksimalisasi nilai perusahaan. Kepemilikan oleh pihak luar atau oleh institutional investor sebagai monitoring manajemen memiliki arti yang sangat penting. Karena kepemilikan mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Adanya kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan secara optimal. Pada akhirnya, semakin besar saham yang dimiliki oleh institusional investor akan menyebabkan usaha monitoring menjadi semakin efektif, karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik yang dilakukan oleh para manajer (Indahningrum dan Ratih, 2009). Profitabilitas (ROA). Budiyanti dan Ifada (2012) menjelaskan profitabilitas (rentabilitas) adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Sedangkan menurut Brigham dan Houston, (2006:107) profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal menunjukan kombinasi efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK ..……………………...…………...(Wiwit Widyawati dan Triyono) operasi. Kartikasari (2007) menyatakan bahwa profitabilitas mengukur efektifitas manajemen secara keseluruhan sebagaimana ditunjukkan dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan dan investasinya. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan menunjukkan semakin besar perusahaan mampu memberikan return, sehingga permintaan atas saham perusahaan juga tinggi (Wibowo dan Sudarno, 2013). Tingginya return saham perusahaan mengindikasikan tingginya risk-taking behavior investor terhadap saham tersebut. Kesempatan Tumbuh (Growth Sales). Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan juga merupakan indikator permintaan dan daya saing perusahaan dalam suatu industri. Laju pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan perusahaan mempertahankan keuntungan dalam mendanai kesempatankesempatan pada masa yang akan datang (Barton et al,1989). Menurut Devie (2003), Deitiana (2011) pertumbuhan perusahaan dalam manajemen keuangan diukur dengan perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat dihitung berapa pertumbuhan yang seharusnya (suistainable growth rate) dengan melihat keselarasan keputusan investasi dan pembiayaan. Perusahaan dengan tingkat penjualan yang tinggi, akan menghasilkan laba yang tinggi apabila biaya operasional tidak mengalami kenaikan. Dan cenderung menggunakan dana internal dalam membiayai kesempatankesempatan investasi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan akan terhindar dari hutang yang sangat berisiko untuk menyebabkan kebangkrutan apabila perusahaan tidak dapat mengembalikan hutang tersebut. Dengan kondisi seperti itu dapat menjadi magnet bagi investor untuk berinvestasi pada saham perusahaan. Semakin banyak investor yang tertarik dengan saham perusahaan maka permintaan atas saham perusahaan akan semakin tinggi. Besarnya permintaan saham tersebut mengakibatkan fluktuasi return saham tinggi, hal ini menandakan tingginya risktaking behavior investor. Ukuran Perusahaan (Size). Besar kecilnya perusahaan dapat dilihat dari total aktiva (asset) dan total penjualan (net sales) yang dimiliki oleh perusahaan. Beberapa penelitian menggunakan ukuran aktiva sebagai ukuran perusahaan (Kusumawardhani, 2012). Rohman dan Utama (2013) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktiva yang besar menunjukkan perusahaan tersebut sudah mencapai tingkat kemapanan. Ketika suatu perusahaan dinilai mempunyai aktiva yang besar akan memunculkan pandangan bagi investor bahwa berinvestasi di perusahaan dengan tingkat aktiva besar memiliki risiko yang lebih kecil sehingga banyak investor yang ingin berinvestasi di perusahaan tersebut. Semakin banyaknya permintaan akan saham perusahaan maka akan membuat fluktuasi return saham ikut bergerak naik. Fenomena inilah yang menunjukkan tingginya risk-taking behavior investor. PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengaruh persepsi tata kelola perusahaan terhadap risk-taking behavior investor. Corporate governence merupakan suatu sistem tata kelola yang digunakan untuk mengatur dan mengawasi perusahaan, yang mana dengan diimplementasikannya sistem tersebut dalam perusahaan diharapkan dapat meningkatkan nilai pemegang saham perusahaan (Mosher dan Hoffman, 2013). Di Indonesia, dalam memotivasi perusahaan-perusahaan publik agar menerapkan good corporate governance, IICG membentuk program riset dan pemeringkatan penerapan GCG yang 35 JRAK, Volume 10, No.1 Februari 2014 disebut dengan Corporate Governence Perception Index (CGPI) (Rohman dan Utama,2013). Perusahaan yang menerapkan corporate governence dalam menjalankan aktifitas usahanya, maka akan mempunyai kinerja yang tinggi. Perusahaan yang memiliki kinerja tinggi akan cenderung berani dalam mengambil risiko (corporate risk-taking), sedangkan investor sebagian besar kurang berminat pada saham perusahaan yang berisiko, rendahnya minat investor terhadap saham perusahaan, akan mempengaruhi fluktuasi return saham perusahaan yang juga akan rendah. Kondisi ini mengindikasikan rendahnya risk-taking behavior investor. Shah et al (2012) juga menyatakan bahwa semakin baik persepsi tata kelola akan semakin mengurangi risktaking behavior. Hal ini dijelaskan bahwa semakin baik persepsi tata kelola perusahaan, perusahaan akan mempunyai kinerja yang baik, dan perusahaan akan cenderung berani mengambil aktivitas yang berisiko. Dengan alasan good performance yang dimiliki perusahaan tersebut, merupakan cerminan bahwa perusahaan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan aktivitas yang sangat berisiko. Hasil yang sama juga diungkapkan oleh Eling dan Marek (2009) yang menemukan bahwa mekanisasi corporate governance yang baik cenderung menurunkan risk-taking. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H1: Persepsi tata kelola berpengaruh terhadap risk-taking behavior investor. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap risk-taking behavior investor. Kepemilikan oleh pihak luar atau oleh institutional investor sebagai monitoring manajemen memiliki arti yang sangat penting. Karena kepemilikan mewakili sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Adanya 36 kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan secara optimal. Pada akhirnya, semakin besar saham yang dimiliki oleh institusional investor akan menyebabkan usaha monitoring menjadi semakin efektif, karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik yang dilakukan oleh para manajer (Indahningrum dan Ratih, 2009). Dengan semakin tinggi tingkat pengawasan oleh kepemilikan institusional maka manajer akan bekerja sesuai dengan kepentingan pemegang saham (institusi), hal ini membuat fluktuasi returns saham perusahaan tersebut akan rendah, karena hanya investor institusi tersebut yang tertarik dengan saham perusahaan. Hal ini mengindikasikan rendahnya risk-taking behavior investor. Hasil sebaliknya, dikemukakan Shah et al (2012) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap risk-taking behavior. Hasil tersebut dijelaskan bahwa semakin tinggi saham yang dimiliki oleh institusi maka akan berfungsi sebagai pengontrol aktifitas manajemen dalam mengambil keputusan, sehingga investor tertarik dengan saham perusahaan. Hasil penelitian tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Mahdavi et al (2012) yang juga menyatakan bahwa kepemilikan institusional mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap risktaking behavior. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H2: Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap risk-taking behavior investor. Pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap risk-taking behavior investor. Kartikasari (2007) menyatakan bahwa profitabilitas mengukur efektifitas manajemen secara keseluruhan sebagaimana ditunjukkan dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan dan investasinya. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK ..……………………...…………...(Wiwit Widyawati dan Triyono) menunjukkan semakin besar perusahaan mampu memberikan return, sehingga permintaan atas saham perusahaan juga tinggi (Wibowo dan Sudarno, 2013). Selain itu Sudana, (2009) berpendapat bahwa perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi, maka perusahaan tersebut efektif dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan laba dan dikategorikan perusahaan yang menguntungkan di masa yang akan datang. Sehingga investor tertarik menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Banyaknya permintaan atas saham perusahaan, akan meningkatkan fluktuasi return saham. Kondisi tersebut mengindikasikan tingginya risk-taking behavior investor. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H3 : Profitabilitas (ROA) berpengaruh terhadap risk-taking behavior investor. Pengaruh kesempatan tumbuh (growth sales) terhadap risk-taking behavior investor. Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan juga merupakan indikator permintaan dan daya saing perusahaan dalam suatu industri. Laju pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan mempertahankan keuntungan dalam mendanai kesempatan-kesempatan pada masa yang akan datang (Barton et al,1989). Perusahaan dengan tingkat penjualan yang tinggi, akan menghasilkan laba yang tinggi apabila biaya operasional tidak mengalami kenaikan. Dan cenderung menggunakan dana internal dalam membiayai kesempatan-kesempatan investasi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan akan terhindar dari hutang yang sangat berisiko untuk menyebabkan kebangkrutan apabila perusahaan tidak dapat mengembalikan hutang tersebut. Sehingga investor tertarik untuk berinvestasi pada saham perusahaan dengan tingkat penjualan yang tinggi. Besarnya permintaan atas saham tersebut mengakibatkan fluktuasi returns saham tinggi. Hal ini menandakan tingginya risk-taking behavior investor. Shah et al (2012) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa variabel kontrol kesempatan tumbuh menunjukkan bahwa semakin tinggi kesempatan tumbuh (growth sales) perusahaan maka akan semakin tinggi risk-taking behavior. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H4 : Kesempatan tumbuh berpengaruh terhadap risk-taking behavior investor. Pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap risk-taking behavior investor. Rohman dan Utama (2013) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki aktiva yang besar menunjukkan perusahaan tersebut sudah mencapai tingkat kemapanan. Ketika suatu perusahaan dinilai mempunyai aktiva yang besar akan memunculkan pandangan bagi investor bahwa berinvestasi di perusahaan dengan tingkat aktiva besar memiliki risiko yang lebih kecil sehingga banyak investor yang ingin berinvestasi di perusahaan tersebut. Dengan tingginya permintaan akan saham perusahaan maka akan membuat fluktuasi return saham ikut bergerak naik. Kondisi ini mengindikasikan tingginya risk-taking behavior investor. Shah et al (2012) menunjukkan hasil yang berbeda, bahwa dalam penelitiannya size sebagai variabel kontrol menunjukkan hasil bahwa semakin besar ukuran perusahaan (size) maka semakin rendah risk-taking behavior. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: H5 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap risk-taking behavior investor. 37 JRAK, Volume 10, No.1 Februari 2014 METODA PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dan didesain untuk melihat pengaruh persepsi tata kelola dan karakteristik perusahaan terhadap risktaking behavior investor pada perusahaan publik yang masuk dalam peringkat CGPI. Populasi yang menjadi objek penelitian ini yaitu seluruh perusahaan yang terdaftar (go public) di Bursa Efek Indonesia tahun 2006-2012. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang masuk di BEI dan terdaftar sebagai anggota pemeringkatan corporate governance perception index selama periode 2006-2012. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 91 perusahaan. Pengambilan sampel perusahaan yang akan diteliti dipilih berdasarkan metode purposive sampling, sampel penelitian berupa pooled data. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan yang terdaftar sebagai anggota CGPI selama periode 2006-2012.2) Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2012. 3) Perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan tahun 2012. Data penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari www.idx.co.id berupa annual report tahun 2012, ICMD 2009-2012 dan dari peringkat CGPI tahun 2006-2012, serta data closing price bulanan diperoleh dari website www.yahoofinance.com. Besarnya sampel penelitian yang diperoleh dapat dilihat pada tabel.1. Tabel 1 Hasil Sampel Penelitian Kriteria Sampel Jumlah perusahaan yang terdaftar sebagai anggota corporate governance perception index selama periode 2006-2012. Perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2012. Perusahaan yang tidak mengeluarkan laporan keuangan tahun 2012. Data Outlier Jumlah perusahaan yang menjadi sampel Jumlah 165 (54) 0 (20) 91 Sumber:www.idx.co.id Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Risk-Taking Behavior Investor Risk-taking behavior investor dapat dilihat dari fluktuasi return saham perusahaan (Shah et al, 2012). Semakin tinggi fluktuasi return saham perusahaan mengindikasikan tingginya risk-taking behavior investor. Dalam penelitian ini, risk-taking behavior investor diproksikan dengan standar deviasi dari retuns saham bulanan dan koefisien beta pasar dengan menggunakan model indeks tunggal (Shah 38 et al, 2012). Returns suatu saham adalah hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara membandingkan selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan dividen. Maka dapat ditulis rumus (Jogiyanto, 2010:339): a. Standar Deviasi Return saham (Ri) = Pt Pt -1 Pt -1 Keterangan: Ri : Return saham individual Pt : Closing price saham bulan ke-t Pt-1 : Closing price saham bulan ke PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK ..……………………...…………...(Wiwit Widyawati dan Triyono) t-1 n SD R i E R i i 1 2 n1 Keterangan: SD : Standar deviasi Ri : Return saham individual n : Jumlah observasi b. Koefisien beta pasar dengan model indeks tunggal Model indeks tunggal didasarkan pada pemikiran bahwa harga dari suatu sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks harga pasar. Secara khusus dapat diamati bahwa apabila indeks harga saham naik maka harga saham individu cenderung naik. Persamaan model indeks tunggal dan returns pasar (Jogiyanto, 2010:339) sebagai berikut: Returns pasar: R M, t IH S G IH S G t t 1 IH S G t 1 Keterangan: RM : Return pasar IHSGt : Indeks harga saham gabungan bulan ke t IHSGt-1 : Indeks harga saham gabungan bulan ke t-1 R i α i β i R M ei Keterangan: Ri : Return saham individual Rm : Tingkat return dari indeks pasar Persepsi Tata Kelola (CGPI) Corporate Governance Perception Index (CGPI) merupakan sebuah hasil riset yang dilakukan oleh Indonesia The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) untuk mengukur tingkat Corporate Governance yang diterapkan di perusahaan Indonesia. Pengukuran variabel CGPI berdasarkan jumlah nilai akhir dari setiap tahapan penilaian, dalam bentuk persentase (Rohman dan Utama, 2013). Kepemilikan Institusional (IOWN) Kepemilikan saham institusional adalah sejumlah lembar saham yang dimiliki oleh institusi. Kepemilikan institusi diukur dengan proporsi saham yang dimiliki oleh institusi pada akhir tahun dibandingkan dengan jumlah saham yang beredar pada perusahaan tersebut (Moh’d et al, 1998 dalam Kusumawardhani, 2012). INST = Jumlah saham yang dimilikioleh institusi Jumlah saham yang beredar Profitabilitas (ROA) ROA merupakan salah satu rasio untuk mengukur tingkat profitabilitas. ROA merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan total aset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan. ROA besarnya dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Darmadji dan Fakhruddin, 2011:158): ROA = Laba bersih Total Aset Kesempatan Tumbuh (growth sales) Pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Dalam penelitian ini kesempatan tumbuh diukur dengan pertumbuhan penjualan (growth sales) sesuai dengan penelitian Shah et al (2012) yaitu: Growth Sales = S t S t -1 S t -1 Ukuran Perusahaan (size) Besar kecilnya perusahaan dapat dilihat dari total aktiva (asset) dan total penjualan (net sales) yang dimiliki oleh perusahaan. Beberapa penelitian menggunakan ukuran aktiva sebagai ukuran perusahaan (Kusumawardhani, 2012). Dalam penelitian ini variabel ukuran perusahaan (size) diukur dengan menggunakan 39 JRAK, Volume 10, No.1 Februari 2014 logaritma natural (LN) dari total aset (Shah et al, 2012). Hal ini dikarenakan besarnya masing-masing total aset berbeda antara masing-masing perusahaan, bahkan mempunyai selisih yang besar sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim (Budiyanti dan Ifada, 2012). Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: Size= Ln Total Assets Model Empiris Secara sistematis model yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagaiberikut. SDR = α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA + β4GS + β5Size + ε .....(1) Beta = α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA + β4GS + β5Size + ε ..... (2) Keterangan: SDR : Standar Deviasi Return saham Beta : Koefisien beta pasar CGPI : Corporate Governance Perception Index IOWN : Kepemilikan Institusi ROA : Profitabilitas GS : Kesempatan Tumbuh (Growth Sales) Size : Ukuran Perusahaan (Ln total Aset) α0 : Konstanta β1 ...... β5 : Koefisien Regresi ε : error term Dalam menghitung beta peneliti menggunakan model indeks tunggal sesuai penelitian Shah et al, 2012. Model indeks tunggal dihitung dengan menggunakan spss 16.0 for window dengan model sebagai berikut. Ri = αi + βi.RM + εi........................................ (3) Keterangan: Ri : Return sekuritas ke i RM : Return Pasar Βi : Beta sekuritas ke i HASIL DAN PEMBAHASAN Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif untuk menjelaskan karakteristik dari perusahaan yang menjadi sampel penelitian selama kurun waktu 20062012. Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t untuk melihat pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Dasar pengambilan keputusan adalah dengan melihat probabilitasnya. Jika nilai signifikan < 0.05 maka variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya, sehingga hipotesis diterima dan sebaliknya. Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan karakteristik perusahaan dan tingkat risktaking behavior investor yang dilihat dari return saham perusahaan yang go public dan masuk peringkat CGPI selama kurun waktu 2006-2012. Tabel 2 Hasil Statistik Deskriptif SDR Beta CGPI IOWN ROA GS Size N 91 91 91 91 91 91 91 Minimum 0.0129 -0.0710 57.73 0.0526 -0.6673 -0.34417 11.95400 Sumber: data sekunder yang diolah 40 Maximum 0.2752 2.4870 91.91 0.9692 0.4250 1.17595 20.41597 Mean 0.120664 1.156044 80.4011 0.640302 0.070750 0.2003765 17.2407134 Std.Deviation 0.0529089 0.5717385 7.32025 0.1748538 0.1207321 0.24496106 1.72082063 ORIENTASI PASAR, ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN…………………..………………………………...(Perminas Pangeran) Menurut hasil analisis deskriptif pada tabel 2 menunjukkan bahwa dari 91 sampel tersebut, nilai standar deviasi retuns saham mempunyai nilai maksimum 0.2752 dan nilai minimum sebesar 0.0129, serta mempunyai nilai rata-rata 0.120664. Sedangkan beta memiliki nilai rata-rata sebesar 1.156044, yang artinya saham yang dimiliki perusahaan sampel dikategorikan sebagai saham yang opensif, dengan nilai maksimum sebesar 2.4870 dan nilai minimum sebesar -0.0710. Ratarata CGPI perusahaan sebesar 80.40%, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel penelitian masuk kategori perusahaan terpercaya. Dengan standar deviasi 7.32025 sementara nilai terendah 57.73 dan nilai tertinggi 91.91. Berdasarkan hasil perhitungan statistik deskriptif dapat diketahui juga bahwa kepemilikan institusional memiliki nilai rata-rata sebesar 0.640302, hasil ini menjelaskan bahwa saham perusahaan yang menjadi sampel penelitian sebagian besar dimiliki oleh institusi sebesar 64%. Adapun nilai IOWN terendah sebesar 0.0526 dan nilai tertinggi sebesar 0.9692 dengan standar deviasi 0.1748538. Nilai rata-rata profitabilitas yang diukur dengan ROA sebesar 0.070750, hasil ini menunjukkan bahwa laba bersih yang dilaporkan oleh perusahaan yang menjadi sampel penelitian rata-rata mencapai 7.08% dari total aset yang dimiliki perusahaan. Sementara nilai ROA terendah sebesar -0.6673 dan nilai ROA tertinggi sebesar 0.4250. Dengan standar deviasi sebesar 0.1207321. Untuk rata-rata pertumbuhan penjualan sebesar 0.2003765, artinya dari tahun ke tahun pertumbuhan penjualan perusahaan naik sebesar 20%. Dengan nilai tertinggi dari growth sales sebesar 1.17595 dan nilai terendah sebesar -0.34417, dengan standar deviasi 0.24496106. Dan rata-rata ukuran perusahaan yang menjadi sampel sebesar 17.2407134, dengan rata-rata tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadi sampel relatif besar. Dengan nilai terendah sebesar 11.95400, sedangkan nilai tertinggi sebesar 20.41597. Dan standar deviasi sebesar 1.72082063. Dalam metode analisis regresi, peneliti melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu sebelum melakukan uji hipotesis. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji One KolmogorovSmirnov dalam melakukan uji normalitas data, dari model yang pertama nilai signifikan sebesar 0.344 > 0.05 untuk model kedua nilai signifikan 0.926 > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi berganda dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation factor (VIF ). Hasil uji multikolinearitas pada dua model penelitian, menunjukkan bahwa seluruh variabel independen memiliki nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0.1 sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak terjadi multikolinearitas. Pendeteksian adanya heteroskedastisitas dalam model, dengan menggunakan uji Rank-Spearman. Apabila hasil uji Rank Spearman menunjukkan apabila nilai signifikan > 0.05 maka dapat dikatakan bahwa model regresi tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikan > 0.05. Dan dalam mendeteksi adanya autokorelasi peneliti menggunakan Run Test. Berdasarkan hasil Run Test pada model pertama nilai probabilitas 0.917 lebih besar dari 0.05. Pada model kedua nilai probabilitas 0.460 lebih besar dari 0.05, maka tidak ada autokorelasi pada dua model tersebut. Pengaruh persepsi tata kelola terhadap risk-taking behavior investor. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang pertama mendapatkan hasil 41 JRAK, Volume 8, No.2 Agustus 2012 bahwa persepsi tata kelola mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap risktaking behavior investor. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang mempunyai tata kelola tinggi, akan menurunkan risk-taking behavior investor. Kondisi ini dapat dijelaskan bahwa perusahaan yang memiliki persepsi tata kelola perusahaan yang tinggi akan merasa mampu dalam mengendalikan aktivitas yang mempunyai risiko tinggi. Sehingga secara tidak langsung investor kurang tertarik pada saham perusahaan yang memiliki aktivitas yang berisiko tinggi. Rendahnya permintaan saham perusahaan mengakibatkan fluktuasi saham rendah, kondisi inilah yang mengindikasikan rendahnya risk-taking behavior investor. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian Shah et al. (2012) yang mendapatkan bukti bahwa corporate governance index mempunyai pengaruh yang negatif signifikan terhadap risktaking behavior. Shah et al. (2012) menyatakan bahwa semakin baik persepsi tata kelola perusahaan, perusahaan akan mempunyai kinerja yang baik dan perusahaan akan cenderung berani mengambil aktivitas yang berisiko. Dengan alasan good performance yang dimiliki perusahaan tersebut, merupakan cerminan bahwa perusahaan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan aktivitas yang sangat berisiko. Pengaruh kepemilikan institusional (IOWN) terhadap risk-taking behavior investor. Dalam pengujian hipotesis yang kedua, yang menguji pengaruh kepemilikan institusional (IOWN) terhadap risktaking behavior investor, mendapatkan hasil bahwa variabel kepemilikan institusional (IOWN) mempunyai pengaruh negative signifikan terhadap risk-taking behavior investor. Kondisi ini dapat dijelaskan, bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional, maka akan semakin tinggi tingkat pengawasan terhadap kinerja manajer, sehingga manajer akan cenderung bekerja sesuai dengan kepentingan prinsipal (institutional ownership), dengan terpenuhinya kepentingan tersebut, maka institutional investor akan tertarik untuk terus menanamkan modalnya, sehingga permintaan saham dari pihak luar (investor perorangan) akan cenderung rendah. Kondisi ini akan merendahkan fluktuasi return saham perusahaan. Rendahnya fluktuasi return saham menunjukkan bahwa rendahnya risk-taking behavior investor. Namun hasil ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Shah et al (2012) yang menemukan bukti bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap risk-taking behavior. Tabel 3 Hasil Uji Regresi SDR = α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA + β4GS + β5Size + ε Inter Adjus CGPI IOWN ROA GS Size R2 F cept ted R2 SDR -0.004 -0.014 0.027 0.060 0.009 0.247 0.326 8.216 0.286 (0.000)* (0.640) (0.520) (0.004)* (0.009)* (0.000) (0.000) Beta = α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA + β4GS + β5Size + ε Beta -0.006 -0.854 0.694 0.003 0.119 0.089 0.177 3.653 0.128 (0.543) (0.019)* (0.175) (0.991) (0.004)* (0.906) (0.005) Sumber : data sekunder yang diolah Keterangan *) signifikan level 0.05 42 ORIENTASI PASAR, ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN…………………..………………………………...(Perminas Pangeran) Pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap risk-taking behavior. Dalam pengujian hipotesis yang ketiga, yang menguji pengaruh ROA terhadap risk-taking behavior investor, mendapatkan hasil bahwa variabel profitabilitas (ROA) tidak berpengaruh terhadap risk-taking behavior investor. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh kartikasari (2007) menunjukkan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh pada beta pada saat kondisi perekonomian normal. Hal ini dijelaskan tingginya ROA perusahaan tidak selalu diimbangi dengan tingginya permintaan saham perusahaan tersebut, dengan alasan adanya asimetri informasi yang mungkin terjadi dalam pasar saham menyebabkan hanya investor dalam saja yang mengetahui informasi yang ada. Sehingga investor luar tidak dengan segera mereaksi informasi yang ada di pasar. Pengaruh kesempatan tumbuh (growth sales) terhadap risk-taking behavior investor. Hasil pengujian hipotesis keempat, yang menguji pengaruh GS (growth sales) terhadap risk-taking behavior investor, menemukan bahwa variabel kesempatan tumbuh (growth sales) suatu perusahaan mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap risk-taking behavior investor. Maka dapat diinterpretasikan bahwa tingginya pertumbuhan penjualan akan menghasilkan laba yang tinggi. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan penjualan yang tinggi, cenderung menggunakan dana internal dalam membiayai kesempatan-kesempatan investasi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan akan terhindar dari ketidakpastian, sehingga investor tertarik untuk berinvestasi pada saham perusahaan tersebut, besarnya permintaan atas saham tersebut mengakibatkan fluktuasi return saham tinggi. Tingginya fluktuasi return tersebut menunjukan bahwa tingginya risktaking behavior investor. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian Shah et al (2012) yang menemukan bukti bahwa variabel kontrol kesempatan tumbuh yang diukur dengan growth sales mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap risktaking behavior. Pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap risk-taking behavior investor. Hasil pengujian hipotesis kelima, yang menguji pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap risk-taking behavior investor, mendapatkan bukti bahwa variabel ukuran perusahaan (size) mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap risk-taking behavior investor. Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi ukuran suatu perusahaan (size) akan berpengaruh pada tingginya risk-taking behavior investor. Dikarenakan perusahaan yang mempunyai aktiva yang besar menunjukkan perusahaan tersebut sudah mencapai tingkat kemapanan. Hal ini memunculkan pandangan bahwa investor lebih memilih berinvestasi pada perusahaan yang mapan, sehingga semakin banyak permintaan saham perusahaan maka harga saham juga akan ikut bergerak naik. Hal ini menyebabkan fluktuasi return saham juga tinggi. Tingginya permintaan atas saham membuktikan bahwa tingginya risk-taking behavior investor. Hasil ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Shah et al (2012) yang menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan (size) mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap risk-taking behavior. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI Isu sentral dalam penelitian ini adalah pengujian pengaruh persepsi tata kelola, dan karakteristik perusahaan (kepemilikan institusional, profitabilitas, kesempatan tumbuh, ukuran perusahaan) terhadap risk-taking behavior investor. 43 JRAK, Volume 8, No.2 Agustus 2012 Penelitian ini mendapatkan bukti bahwa: (1) persepsi tatakelola mempunyai pengaruh signifikan terhadap risk-taking behavior investor di pasar saham, (2) kepemilikan institusional berpengaruh terhadap risk-taking behavior di pasar saham, (3) profitabilitas tidak berpengaruh terhadap risk-taking behavior di pasar saham, (4) kesempatan tumbuh mempunyai pengaruh signifikan terhadap risk-taking behavior di pasar saham, (5) ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap risk-taking behavior investor di pasar saham. Implikasinya, tingginya risk-taking behavior investor tidak hanya berdasarkan pada segi fundamental perusahaan yang tersaji dalam laporan keuangan, melainkan juga persepsi tata kelola (corporate governance perception index) atau sistem yang baik dari suatu perusahaan. Oleh karena itu penerapan Good Corporate Governance merupakan salah satu elemen penting yang juga perlu diperhatikan oleh perusahaan. membreakdown corporate governance menjadi structure of corporate governance dan mechanism of corporate governance sehinga pengukuran variabel persepsi tata kelola lebih akurat. KETERBATASAN DAN SARAN Brigham dan Houston. 2011. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Keterbatasan dalam penelitian ini variabel risk-taking behavior investor diproksikan dengan standar deviasi dari retuns saham bulanan dan model indeks tunggal, sampel penelitian tidak dibedakan berdasarkan jenis industri dan variabel persepsi tata kelola hanya menggunakan mechanism of corporate governance yang berupa peringkat CGPI. Metode tersebut menghasilkan data yang kurang smooth serta adanya bias industri. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menggunakan standar deviasi retuns saham mingguan atau harian dan model CAPM dalam mengukur variabel risk-taking behavior investor, untuk menghasilkan data yang lebih smooth. Untuk menghindari adanya bias industri penelitian selanjutnya dapat membedakan perusahaan sampel penelitian sesuai dengan jenis industri, serta 44 DAFTAR REFERENSI Alam, A. and Ali Shah, S. Z. 2013. Corporate Governance And Its Impact On Firm Risk. International Journal of Management, Economics And Social Sciences, 2 (2): 76-98. Anthony, R. N and Govindarajan, V.J. 2009. Management Control System. Jakarta: Salemba Empat. Barton, S. L., Hill, N.C. and Sundaran, S. 1989. An Empirical Test of Stakeholder Theory Prediction of Capital Structure. Financial Management (Spring 1989). Budiyanti dan Ifada, L.M. 2012. Karakteristik Perusahaan Dan Kualitas Implementasi Corporate Governance. EKOBIS, 14 (2). Darmadji, Tj. dan Fakhruddin, H.M. 2011. Pasar Modal Indonesia. Jakarta : Salemba Empat. Eisenhardt, Kathleem. M., 1989. Agency Theory: An Assesment and Review. Academy of Management Review, 14: 57-74. Eling, Martin dan Sebastian Marek., 2009. Corporate Governance and RiskTaking: Evidence From The U.K. and German Insurance Markets. ORIENTASI PASAR, ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN…………………..………………………………...(Perminas Pangeran) Preprint ULM. Series: 23. Universitat (ECFIN) Institute For Economic And Financial Research. 2012. Indonesian Capital Market Directory, 2. (ECFIN) Institute For Economic And Financial Research. Indonesian Capital Market Directory 2009. Ghozali, H. Imam., 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Indahningrum, Putri Rizka dan Ratih Handayani., 2009. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 11 (3). Jensen, C Michael dan William H.Meckling., 1976. Theory Of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, And Ownership Structure. Journal of Financial Economics,3 (4). Jogiyanto, Hartono., 2010. Teori Portofolio Dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE. Kartikasari, Lisa., 2007. Pengaruh Variabel Fundamental Terhadap Risiko Sistematik Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEJ. Jurnal Akuntansi Dan Manajemen, 18(1): 1-8. Kusumawardhani, Indra., 2012. Pengaruh Corporate Governance, Struktur Kepemilikan, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi dan Informasi Teknologi, 9 (1). Sistem Mahdavi, Gholamhossein. , Mohammad Monfared Maharlouie., Mehdi Sarikhani., Fahime Ebrahimi., 2012. The Impact of Institutional Ownership on Risk-Taking Behaviors. African Journal of Business Management, 6 (12): 4488-4495. Mosher, Timothy dan Raymundo Hoffman., 2013. Firm Characteristic, Corporate Governance and Firm Value. European Journal of Innovation and Business, 10. Nuswandari, Cahyani., 2009. Pengaruh Corporate Governance Perception Index Terhadap Kinerja Perusahaan Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), 16 (2). Rohman, Abdul dan Tito Albi Utama. 2013. Pengaruh Corporate Governance Perception Index, Profitabilitas, Leverage, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Saham. Diponegoro Journal of Accounting,2 (2): 1-9. Shah, Abid Ali., Rehana Kouser., Muhammad Aamir., Ch.Mazhar Hussain., 2012. The Impact of The Corporate Governance and The Ownership Structure on The Firm’s Financial Performance and its Risk Taking Behavior. International Research Journal of Finance and Economics, 93. Wibowo, Satrio Adi dan Sudarno. 2013. Analisis Pengaruh Variabel Fundamental, Risiko Sistematik, Dan Jenis Perusahaan Terhadap Return Saham. Diponegoro Journal of Accounting, 2 (1). 45