pengaruh persepsi tata kelola dan karakteristik perusahaan

advertisement
PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK ..……………………...…………...(Wiwit Widyawati dan Triyono)
PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN
KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP RISK-TAKING
BEHAVIOR INVESTOR DI PASAR SAHAM
Wiwit Widyawati
Alumni Progdi Akuntansi FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Email:[email protected]
Triyono
Progdi Akuntansi FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Email: [email protected]
ABSTRACT
This study examines the relationship between the corporate governance perception index and
firm characteristics are proxied by institutional ownership , profitability (ROA), growth
opportunities (growth sales) and size on the risk-taking behavior judged by market stock
returns. The population are company that list in Indonesian Stock Exchange (IDX) and
Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) from 2006-2012. Sample was collected
based on purposive sampling and resulted in 91 companies as a final sample. Data was
collected from Indonesian Capital market Directory (ICMD) and The Indonesian Institute for
Corporate Governance (IICG). Its was analyzed with multiple regression analysis. The results
indicated that corporate governance perception index, institutional ownership, growth sales
and size have significant effect on investor’s risk-taking behavior. But ROA does not impact
on investor’s risk-taking behavior.
Keywords : corporate governance perception index, firm’s characteristic, risk-taking
behavior.
ABSTRAK
Penelitian ini untuk menguji hubungan antara persepsi tata kelola dan karakteristik
perusahaan yang diproksikan dengan kepemilikan institusional, profitabilitas (ROA),
kesempatan tumbuh (growth sales), ukuran perusahaan terhadap risk-taking behavior yang
dinilai dari returns pasar saham. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan The Indonesian Institute for Corporate
Governance (IICG) tahun 2006-2012. Sampel pada penelitian ini ditentukan dengan metode
purposive sampling menghasilkan 91 sebagai sampel akhir. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa persepsi tata kelola, kepemilikan institusi, kesempatan tumbuh dan
ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap risk-taking behavior
investor. Tetapi variabel ROA tidak berpengaruh terhadap risk-taking behavior investor.
Kata-kata kunci: persepsi tata kelola, karakteristik perusahaan, risk-taking behavior.
31
JRAK, Volume 10, No.1 Februari 2014
PENDAHULUAN
Konsep teori agensi didasari pada
permasalahan agensi atau hubungan agensi
yang ada dalam sebuah korporasi.
Hubungan agensi itu sendiri ada ketika salah
satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain
(agen) untuk melaksanakan satu jasa, dan
dalam melakukan hal itu,
prinsipal
mendelegasikan wewenang untuk membuat
keputusan kepada agen tersebut (Jensen dan
Meckling, 1976).
Dalam
sebuah
korporasi
atau
perusahaan,
pemegang
saham
yang
mempunyai andil pada modal disebut
sebagai pemilik (principal), sedangkan yang
berkontribusi dalam keahlian dan tenaga
kerja disebut pengelola perusahaan (agen)
(Nuswandari, 2009). Keduanya (prinsipal
dan agen) mempunyai kepentingan yang
berbeda, hal inilah yang menyebabkan
timbulnya permasalahan (conflict of
interest), untuk menyelaraskan kepentingan
yang berbeda di antara keduanya, maka
perlu dibentuk suatu mekanisme yang tegas
dan jelas. Teori keagenan ditekankan untuk
mengatasi dua permasalahan yang dapat
terjadi dalam hubungan keagenan tersebut.
Namun dalam aplikasinya teori keagenan
mempunyai suatu keterbatasan dalam
mengatasi masalah keagenan, oleh sebab itu
muncullah konsep tata kelola perusahaan
atau corporate governance. Corporate
governance merupakan pedoman bagi
manajer untuk mengelola perusahaan secara
best practice. Manajer akan membuat
keputusan
keuangan
yang
dapat
menguntungkan semua pihak (stakeholder).
Manajer bekerja secara efektif dan efisien
(Nuswandari, 2009), sehingga perusahaan
yang menerapkan corporate governance
akan memberikan kualitas laporan keuangan
yang baik kepada investor, hal ini akan
meningkatkan kredibilitas posisi keuangan
perusahaan. Dengan tingginya kredibilitas
laporan keuangan perusahaan, maka akan
memberikan kepercayaan kepada investor
32
bahwa harga saham perusahaan juga tinggi
(Mosher dan Hoffman, 2013).
Disisi
lain,
konsep
corporate
governance menjelaskan bahwa struktur
kepemilikan yang berbeda mempunyai
peran yang dominan dalam pengambilan
keputusan investasi dan keuangan. Salah
satu parameter kunci dalam proses
pengambilan keputusan itu adalah kesiapan
pemilik dan manajemen perusahaan dalam
mengambil tingkat risiko yang ada
(corporate risk-taking). Pemegang saham
terbesar dalam perusahaan mempunyai
kebijakan dalam pengambilan keputusan,
dengan memperhatikan seberapa besar
kesanggupan
perusahaan
dalam
menanggung risiko (corporate risk-taking)
(Shah et al, 2012).
Struktur kepemilikan perusahaan yang
berbeda juga mempunyai perbedaan dalam
motivasi dan strategi dalam mencapai
kesuksesan dan juga berbeda dalam tingkat
pengambilan
risiko
(risk-taking).
Kepemilikan institusi mempunyai peranan
yang penting dalam memonitor kinerja
manajer, yang dijelaskan dalam active
monitoring hypothesis (Mahdavi et al,
2012). Active monitoring hypothesis
menjelaskan bahwa investor institusi dapat
mengurangi masalah keagenan dan asimetris
informasi dengan melakukan monitoring
terhadap
kinerja
manajer,
dengan
meningkatkan hak kepemilikan mereka
(King dan Wen, 2011 dalam Mahdavi et al,
2012). Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan
bahwa
kepemilikan
institusional adalah investor yang memiliki
informasi utama dan mungkin mereka dapat
bekerjasama dengan pemilik ekuitas dan
penyedia utang yang dapat meningkatkan
pengawasan terhadap kinerja manajer
supaya manajer bekerja dengan sebaik
mungkin untuk kepentingan perusahaan dan
memaksimalisasi nilai perusahaan.
Profitabilitas salah satu pengukur nilai
perusahaan, semakin tinggi profitabilitas
perusahaan semakin tinggi nilai perusahaan
tersebut. Karena perusahaan dengan
PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK ..……………………...…………...(Wiwit Widyawati dan Triyono)
profitabilitas tinggi menunjukkan semakin
besar perusahaan mampu memberikan
returns, sehingga permintaan atas saham
perusahaan juga tinggi (Wibowo dan
Sudarno, 2013). Tingginya permintaan
saham perusahaan akan meningkatkan
fluktuasi returns saham perusahaan tersebut,
hal ini mengindikasikan tingginya risktaking behavior. Selain itu, perusahaan yang
mempunyai profitabilitas tinggi juga
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut
pada tahap kedewasaan (mapan). Tingkat
kemapanan perusahaan juga dilihat dari
besarnya aktiva yang dimiliki oleh
perusahaan. Ketika suatu perusahaan dinilai
mempunyai aktiva yang besar maka investor
cenderung tertarik untuk melakukan
investasi pada perusahaan tersebut (Susanto,
2011 dalam Rohman dan Utama, 2013). Dan
perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi
juga menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan
penjualan yang tinggi. Hal ini merupakan
indikator bahwa laba perusahaan tinggi.
Perusahaan dengan laba yang tinggi,
cenderung menggunakan dana internal
dalam membiayai kesempatan-kesempatan
investasinya. Sehingga perusahaan akan
terhindar dari ketidakpastian, hal ini
membuat investor tertarik terhadap saham
perusahaan tersebut (Barton et al, 1989)
besarnya permintaan saham perusahaan,
mengakibatkan tingginya fluktuasi returns
saham perusahaan. Kondisi ini mengindikasikan tingginya risk-taking behavior.
Penerapan GCG antara perusahaan
satu dengan lainnya cenderung berbeda, hal
ini dapat terjadi karena adanya faktor
internal maupun eksternal perusahaan yang
bersangkutan yaitu karakteristik masingmasing perusahaan yang berbeda-beda
(Budiyanti dan Ifada, 2012). Penelitian ini
bertujuan untuk menemukan bukti empiris
pengaruh corporate governance perception
index,
dan
karakteristik
perusahaan
(diproksikan dengan kepemilikan institusional, profitabilitas (ROA), kesempatan
tumbuh (growth sales), ukuran perusahaan)
terhadap risk-taking behavior (diukur
dengan standar deviasi return saham
bulanan dan koefisien beta pasar dengan
menggunakan indeks tunggal). Periode
pengamatan
yang
digunakan
dalam
penelitian ini dari tahun 2006-2012, dengan
alasan
adanya
krisis
2008
yang
mempengaruhi harga saham perusahaan
publik, memungkinkan fluktuasi return
saham yang signifikan.
KAJIAN LITERATUR
Teori Agensi merupakan teori yang
membahas masalah yang terjadi antara agen
(manajer) dan pemilik. Hubungan agensi itu
sendiri ada ketika salah satu pihak
(principal) menyewa pihak lain (agen)
untuk melaksanakan satu jasa, dan dalam
melakukan hal itu, prinsipal mendelegasikan
wewenang untuk membuat keputusan
kepada agen tersebut, sehinga memicu biaya
keagenan (Jensen dan Meckling, 1976).
Wewenang yang diberikan pihak principal
kepada agen dapat memungkinkan timbulnya konflik kepentingan (conflict of interest)
antara keduanya, apabila tidak ada kontrak
insentif untuk memotivasi agar manajer
sebagai agen bekerja selaras dengan
kepentingan pemegang saham (principal).
Teori keagenan mengeksplorasi bagaimana kotrak-kontrak insentif bisa ditulis
untuk menyelaraskan kepentingan antara
principal dan agen. Eishenhardt (1989)
menjelaskan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1)
manusia pada umumnya mementingkan diri
sendiri (self interest), (2) manusia
mempunyai daya piker terbatas mengenai
masa depan (bounded rationality), (3)
manusia selalu menghindari risiko (risk
averse). Kontrak insentif dapat mengurangi
perbedaan preferensi tersebut. Kontrak
insentif
dapat
dilaksanakan
dengan
memasukkan suatu fitur insentif yaitu
prinsipal menulis suatu kontrak yang
memperbolehkan
manajemen
untuk
memperoleh bagian dari kekayaan ketika
33
JRAK, Volume 10, No.1 Februari 2014
nilai perusahaan meningkat (Anthony dan
Govindarajan, 2009:269).
Tata Kelola Perusahaan (Corporate
Governance). Dalam praktinya teori agensi
tidak dapat mengatasi masalah keagenan
yang ada. Untuk itu munculah konsep
corporate governence atau tatakelola
perusahaan.
Corporate
governence
merupakan suatu sistem tata kelola yang
digunakan untuk mengatur dan mengawasi
perusahaan,
yang
mana
dengan
diimplementasikannya
sistem
tersebut
dalam perusahaan diharapkan dapat
meningkatkan nilai pemegang saham
perusahaan (Mosher dan Hoffman, 2013).
Di
Indonesia,
penerapan
corporate
governence pada perusahaan publik
dilaksanakan oleh IICG dengan membentuk
program riset dan pemeringkatan penerapan
GCG yang disebut dengan Corporate
Governence Perception Index (CGPI)
(Rohman dan Utama,2013). Perusahaan
yang menerapkan corporate governance
akan memperoleh beberapa manfaat yaitu:
(1) meningkatkan efisiensi produktivitas, (2)
meningkatkan kepercayaan publik, (3) dapat
mengukur target kinerja perusahaan
(Mosher dan Hoffman, 2013). Perusahaan
yang
mempunyai
kinerja
tinggi
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut
sukses dalam penerapan good corporate
governance. Dengan secara tidak langsung
tingginya target kinerja perusahaan juga
meninggikan risiko yang akan diterima atau
ditanggung perusahaan tersebut, sedangkan
sebagian besar investor kurang tertarik pada
perusahaan yang mempunyai risiko yang
tinggi. Kurangnya minat investor terhadap
saham perusahaan akan mnurunkan
permintaan saham perusahaan, sehingga
secara tidak langsung hal tersebut
menyebabkan fluktuasi return saham
perusahaan akan rendah (Rohman dan
Utama, 2013).
Karakteristik Perusahaan. Dalam
menjalankan
kegiatan
bisnis,
suatu
34
perusahaan memiliki karakteristik yang
berbeda-beda antara perusahaan satu dengan
yang lainnya. Namun perbedaan tersebut
hanya terletak pada seberapa besar angka
akuntansi dari masing-masing item-item dari
karakteristik perusahaan. Ada beberapa item
karakteristik perusahaan yang biasa penulis
sebutkan dalam penelitiannya diantaranya:
kepemilikan institusional, profitabilitas,
kesempatan tumbuh, dan ukuran perusahaan
(Budiyanti dan Ifada, 2012).
Kepemilikan Institusional. Menurut
Jensen (1989) kepemilikan institusional
adalah investor yang memiliki informasi
utama dan mungkin mereka dapat
bekerjasama dengan pemilik ekuitas dan
penyedia utang yang dapat meningkatkan
pengawasan terhadap kinerja manajer
supaya manajer bekerja dengan sebaik
mungkin untuk kepentingan perusahaan dan
memaksimalisasi nilai perusahaan.
Kepemilikan oleh pihak luar atau oleh
institutional investor sebagai monitoring
manajemen memiliki arti yang sangat
penting. Karena kepemilikan mewakili
sumber kekuasaan yang dapat digunakan
untuk mendukung atau sebaliknya terhadap
keberadaan
manajemen.
Adanya
kepemilikan institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan secara optimal.
Pada akhirnya, semakin besar saham yang
dimiliki oleh institusional investor akan
menyebabkan usaha monitoring menjadi
semakin
efektif,
karena
dapat
mengendalikan perilaku oportunistik yang
dilakukan oleh para manajer (Indahningrum
dan Ratih, 2009).
Profitabilitas (ROA). Budiyanti dan
Ifada (2012) menjelaskan profitabilitas
(rentabilitas)
adalah
rasio
yang
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu.
Sedangkan menurut Brigham dan Houston,
(2006:107) profitabilitas adalah hasil akhir
dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan
yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal
menunjukan kombinasi efek dari likuiditas,
manajemen aktiva, dan utang pada hasil
PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK ..……………………...…………...(Wiwit Widyawati dan Triyono)
operasi. Kartikasari (2007) menyatakan
bahwa profitabilitas mengukur efektifitas
manajemen secara keseluruhan sebagaimana
ditunjukkan dari keuntungan yang diperoleh
dari penjualan dan investasinya. Semakin
tinggi
profitabilitas
perusahaan
menunjukkan semakin besar perusahaan
mampu memberikan
return, sehingga
permintaan atas saham perusahaan juga
tinggi (Wibowo dan Sudarno, 2013).
Tingginya return saham perusahaan
mengindikasikan
tingginya
risk-taking
behavior investor terhadap saham tersebut.
Kesempatan
Tumbuh
(Growth
Sales).
Pertumbuhan
penjualan
mencerminkan manifestasi keberhasilan
investasi periode masa lalu dan dapat
dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan
masa yang akan datang. Pertumbuhan
penjualan juga merupakan indikator
permintaan dan daya saing perusahaan
dalam suatu industri. Laju pertumbuhan
suatu perusahaan akan mempengaruhi
kemampuan perusahaan mempertahankan
keuntungan dalam mendanai kesempatankesempatan pada masa yang akan datang
(Barton et al,1989).
Menurut Devie (2003), Deitiana
(2011) pertumbuhan perusahaan dalam
manajemen keuangan diukur dengan
perubahan penjualan, bahkan secara
keuangan
dapat
dihitung
berapa
pertumbuhan yang seharusnya (suistainable
growth rate) dengan melihat keselarasan
keputusan investasi dan pembiayaan.
Perusahaan dengan tingkat penjualan yang
tinggi, akan menghasilkan laba yang tinggi
apabila biaya operasional tidak mengalami
kenaikan. Dan cenderung menggunakan
dana internal dalam membiayai kesempatankesempatan investasi. Hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan akan terhindar dari
hutang yang sangat berisiko untuk
menyebabkan
kebangkrutan
apabila
perusahaan tidak dapat mengembalikan
hutang tersebut. Dengan kondisi seperti itu
dapat menjadi magnet bagi investor untuk
berinvestasi pada saham perusahaan.
Semakin banyak investor yang tertarik
dengan saham perusahaan maka permintaan
atas saham perusahaan akan semakin tinggi.
Besarnya permintaan saham tersebut
mengakibatkan fluktuasi return saham
tinggi, hal ini menandakan tingginya risktaking behavior investor.
Ukuran Perusahaan (Size). Besar
kecilnya perusahaan dapat dilihat dari total
aktiva (asset) dan total penjualan (net sales)
yang dimiliki oleh perusahaan. Beberapa
penelitian menggunakan ukuran aktiva
sebagai
ukuran
perusahaan
(Kusumawardhani, 2012). Rohman dan
Utama
(2013)
menyatakan
bahwa
perusahaan yang memiliki aktiva yang besar
menunjukkan perusahaan tersebut sudah
mencapai tingkat kemapanan. Ketika suatu
perusahaan dinilai mempunyai aktiva yang
besar akan memunculkan pandangan bagi
investor bahwa berinvestasi di perusahaan
dengan tingkat aktiva besar memiliki risiko
yang lebih kecil sehingga banyak investor
yang ingin berinvestasi di perusahaan
tersebut. Semakin banyaknya permintaan
akan saham perusahaan maka akan
membuat fluktuasi return saham ikut
bergerak naik. Fenomena inilah yang
menunjukkan tingginya risk-taking behavior
investor.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Pengaruh persepsi tata kelola perusahaan
terhadap risk-taking behavior investor.
Corporate governence merupakan
suatu sistem tata kelola yang digunakan
untuk mengatur dan mengawasi perusahaan,
yang mana dengan diimplementasikannya
sistem
tersebut
dalam
perusahaan
diharapkan dapat meningkatkan nilai
pemegang saham perusahaan (Mosher dan
Hoffman, 2013). Di Indonesia, dalam
memotivasi perusahaan-perusahaan publik
agar
menerapkan
good
corporate
governance, IICG membentuk program riset
dan pemeringkatan penerapan GCG yang
35
JRAK, Volume 10, No.1 Februari 2014
disebut dengan Corporate Governence
Perception Index (CGPI) (Rohman dan
Utama,2013).
Perusahaan
yang
menerapkan
corporate governence dalam menjalankan
aktifitas usahanya, maka akan mempunyai
kinerja yang tinggi. Perusahaan yang
memiliki kinerja tinggi akan cenderung
berani dalam mengambil risiko (corporate
risk-taking), sedangkan investor sebagian
besar kurang berminat pada saham
perusahaan yang berisiko, rendahnya minat
investor terhadap saham perusahaan, akan
mempengaruhi fluktuasi return saham
perusahaan yang juga akan rendah. Kondisi
ini mengindikasikan rendahnya risk-taking
behavior investor. Shah et al (2012) juga
menyatakan bahwa semakin baik persepsi
tata kelola akan semakin mengurangi risktaking behavior. Hal ini dijelaskan bahwa
semakin baik persepsi tata kelola
perusahaan, perusahaan akan mempunyai
kinerja yang baik, dan perusahaan akan
cenderung berani mengambil aktivitas yang
berisiko. Dengan alasan good performance
yang
dimiliki
perusahaan
tersebut,
merupakan cerminan bahwa perusahaan
mempunyai
kemampuan
untuk
mengendalikan aktivitas yang sangat
berisiko. Hasil yang sama juga diungkapkan
oleh Eling dan Marek (2009) yang
menemukan bahwa mekanisasi corporate
governance
yang
baik
cenderung
menurunkan risk-taking. Berdasarkan uraian
di atas, maka dapat diajukan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Persepsi tata kelola berpengaruh
terhadap risk-taking behavior investor.
Pengaruh
kepemilikan
institusional
terhadap risk-taking behavior investor.
Kepemilikan oleh pihak luar atau oleh
institutional investor sebagai monitoring
manajemen memiliki arti yang sangat
penting. Karena kepemilikan mewakili
sumber kekuasaan yang dapat digunakan
untuk mendukung atau sebaliknya terhadap
keberadaan
manajemen.
Adanya
36
kepemilikan institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan secara optimal.
Pada akhirnya, semakin besar saham yang
dimiliki oleh institusional investor akan
menyebabkan usaha monitoring menjadi
semakin
efektif,
karena
dapat
mengendalikan perilaku oportunistik yang
dilakukan oleh para manajer (Indahningrum
dan Ratih, 2009). Dengan semakin tinggi
tingkat pengawasan oleh kepemilikan
institusional maka manajer akan bekerja
sesuai dengan kepentingan pemegang saham
(institusi), hal ini membuat fluktuasi returns
saham perusahaan tersebut akan rendah,
karena hanya investor institusi tersebut yang
tertarik dengan saham perusahaan. Hal ini
mengindikasikan rendahnya risk-taking
behavior investor.
Hasil sebaliknya, dikemukakan Shah
et al (2012) yang menyatakan bahwa
kepemilikan
institusional
mempunyai
pengaruh positif tidak signifikan terhadap
risk-taking
behavior.
Hasil
tersebut
dijelaskan bahwa semakin tinggi saham
yang dimiliki oleh institusi maka akan
berfungsi sebagai pengontrol aktifitas
manajemen dalam mengambil keputusan,
sehingga investor tertarik dengan saham
perusahaan. Hasil penelitian tersebut senada
dengan yang diungkapkan oleh Mahdavi et
al (2012) yang juga menyatakan bahwa
kepemilikan
institusional
mempunyai
pengaruh tidak signifikan terhadap risktaking behavior. Berdasarkan uraian di atas,
maka dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H2: Kepemilikan institusional berpengaruh
signifikan
terhadap
risk-taking
behavior investor.
Pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap
risk-taking behavior investor.
Kartikasari (2007) menyatakan bahwa
profitabilitas
mengukur
efektifitas
manajemen secara keseluruhan sebagaimana
ditunjukkan dari keuntungan yang diperoleh
dari penjualan dan investasinya. Semakin
tinggi
profitabilitas
perusahaan
PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK ..……………………...…………...(Wiwit Widyawati dan Triyono)
menunjukkan semakin besar perusahaan
mampu memberikan return, sehingga
permintaan atas saham perusahaan juga
tinggi (Wibowo dan Sudarno, 2013). Selain
itu Sudana, (2009) berpendapat bahwa
perusahaan yang mempunyai profitabilitas
tinggi, maka perusahaan tersebut efektif
dalam
menggunakan
aktiva
untuk
menghasilkan laba dan dikategorikan
perusahaan yang menguntungkan di masa
yang akan datang. Sehingga investor tertarik
menanamkan modalnya pada perusahaan
tersebut. Banyaknya permintaan atas saham
perusahaan, akan meningkatkan fluktuasi
return
saham.
Kondisi
tersebut
mengindikasikan
tingginya
risk-taking
behavior investor. Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H3 : Profitabilitas (ROA) berpengaruh
terhadap risk-taking behavior investor.
Pengaruh kesempatan tumbuh (growth
sales) terhadap risk-taking behavior
investor.
Pertumbuhan
penjualan
mencerminkan manifestasi keberhasilan
investasi periode masa lalu dan dapat
dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan
masa yang akan datang. Pertumbuhan
penjualan juga merupakan indikator
permintaan dan daya saing perusahaan
dalam suatu industri. Laju pertumbuhan
suatu perusahaan akan mempengaruhi
kemampuan mempertahankan keuntungan
dalam mendanai kesempatan-kesempatan
pada masa yang akan datang (Barton et
al,1989).
Perusahaan dengan tingkat penjualan
yang tinggi, akan menghasilkan laba yang
tinggi apabila biaya operasional tidak
mengalami kenaikan. Dan cenderung
menggunakan
dana
internal
dalam
membiayai
kesempatan-kesempatan
investasi. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan akan terhindar dari hutang yang
sangat berisiko untuk menyebabkan
kebangkrutan apabila perusahaan tidak
dapat mengembalikan hutang tersebut.
Sehingga investor tertarik untuk berinvestasi
pada saham perusahaan dengan tingkat
penjualan yang tinggi. Besarnya permintaan
atas saham tersebut mengakibatkan fluktuasi
returns saham tinggi. Hal ini menandakan
tingginya risk-taking behavior investor.
Shah et al (2012) dalam penelitiannya juga
menunjukkan bahwa variabel kontrol
kesempatan tumbuh menunjukkan bahwa
semakin tinggi kesempatan tumbuh (growth
sales) perusahaan maka akan semakin tinggi
risk-taking behavior. Berdasarkan uraian di
atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H4 : Kesempatan tumbuh berpengaruh
terhadap risk-taking behavior investor.
Pengaruh ukuran perusahaan (size)
terhadap risk-taking behavior investor.
Rohman
dan
Utama
(2013)
menyatakan bahwa perusahaan yang
memiliki aktiva yang besar menunjukkan
perusahaan tersebut sudah mencapai tingkat
kemapanan. Ketika suatu perusahaan dinilai
mempunyai aktiva yang besar akan
memunculkan pandangan bagi investor
bahwa berinvestasi di perusahaan dengan
tingkat aktiva besar memiliki risiko yang
lebih kecil sehingga banyak investor yang
ingin berinvestasi di perusahaan tersebut.
Dengan tingginya permintaan akan saham
perusahaan maka akan membuat fluktuasi
return saham ikut bergerak naik. Kondisi ini
mengindikasikan
tingginya
risk-taking
behavior investor. Shah et al (2012)
menunjukkan hasil yang berbeda, bahwa
dalam penelitiannya size sebagai variabel
kontrol menunjukkan hasil bahwa semakin
besar ukuran perusahaan (size) maka
semakin rendah risk-taking behavior.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat
diajukan hipotesis sebagai berikut:
H5 : Ukuran
perusahaan
berpengaruh
terhadap risk-taking behavior investor.
37
JRAK, Volume 10, No.1 Februari 2014
METODA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif deskriptif dan didesain untuk
melihat pengaruh persepsi tata kelola dan
karakteristik perusahaan terhadap risktaking behavior investor pada perusahaan
publik yang masuk dalam peringkat CGPI.
Populasi
yang
menjadi
objek
penelitian ini yaitu seluruh perusahaan yang
terdaftar (go public) di Bursa Efek Indonesia
tahun 2006-2012. Sedangkan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
perusahaan yang masuk di BEI dan terdaftar
sebagai anggota pemeringkatan corporate
governance perception index selama periode
2006-2012. Penelitian ini menggunakan
sampel
sebanyak
91
perusahaan.
Pengambilan sampel perusahaan yang akan
diteliti dipilih berdasarkan metode purposive
sampling, sampel penelitian berupa pooled
data. Adapun kriteria sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1) Perusahaan yang
terdaftar sebagai anggota CGPI selama
periode 2006-2012.2) Perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode 2006-2012. 3) Perusahaan yang
mengeluarkan laporan keuangan tahun
2012.
Data penelitian ini berupa data sekunder
yang diperoleh dari www.idx.co.id berupa
annual report tahun 2012, ICMD 2009-2012
dan dari peringkat CGPI tahun 2006-2012,
serta data closing price bulanan diperoleh
dari
website
www.yahoofinance.com.
Besarnya sampel penelitian yang diperoleh
dapat dilihat pada tabel.1.
Tabel 1
Hasil Sampel Penelitian
Kriteria Sampel
Jumlah perusahaan yang terdaftar sebagai anggota corporate
governance perception index selama periode 2006-2012.
Perusahaan yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama
periode 2006-2012.
Perusahaan yang tidak mengeluarkan laporan keuangan tahun 2012.
Data Outlier
Jumlah perusahaan yang menjadi sampel
Jumlah
165
(54)
0
(20)
91
Sumber:www.idx.co.id
Definisi Operasional dan Pengukuran
Variabel
Risk-Taking Behavior Investor
Risk-taking behavior investor dapat
dilihat dari fluktuasi return saham
perusahaan (Shah et al, 2012). Semakin
tinggi fluktuasi return saham perusahaan
mengindikasikan
tingginya
risk-taking
behavior investor. Dalam penelitian ini,
risk-taking behavior investor diproksikan
dengan standar deviasi dari retuns saham
bulanan dan koefisien beta pasar dengan
menggunakan model indeks tunggal (Shah
38
et al, 2012). Returns suatu saham adalah
hasil yang diperoleh dari investasi dengan
cara membandingkan selisih harga saham
periode berjalan dengan periode sebelumnya
dengan mengabaikan dividen. Maka dapat
ditulis rumus (Jogiyanto, 2010:339):
a.
Standar Deviasi Return saham
(Ri) =
Pt  Pt -1
Pt -1
Keterangan:
Ri : Return saham individual
Pt
: Closing price saham bulan ke-t
Pt-1 : Closing price saham bulan ke
PENGARUH PERSEPSI TATA KELOLA DAN KARAKTERISTIK ..……………………...…………...(Wiwit Widyawati dan Triyono)
t-1
n
SD 


 R i  E R i 
i 1
2
n1
Keterangan:
SD : Standar deviasi
Ri : Return saham individual
n : Jumlah observasi
b.
Koefisien beta pasar dengan model
indeks tunggal
Model indeks tunggal didasarkan pada
pemikiran bahwa harga dari suatu sekuritas
berfluktuasi searah dengan indeks harga
pasar. Secara khusus dapat diamati bahwa
apabila indeks harga saham naik maka harga
saham individu cenderung naik. Persamaan
model indeks tunggal dan returns pasar
(Jogiyanto, 2010:339) sebagai berikut:
Returns pasar:
R
M, t

IH S G  IH S G
t
t 1
IH S G
t 1
Keterangan:
RM
: Return pasar
IHSGt : Indeks harga saham gabungan
bulan ke t
IHSGt-1 : Indeks harga saham gabungan
bulan ke t-1
R i  α i  β i  R M  ei
Keterangan:
Ri
: Return saham individual
Rm
: Tingkat return dari indeks pasar
Persepsi Tata Kelola (CGPI)
Corporate Governance Perception
Index (CGPI) merupakan sebuah hasil riset
yang dilakukan oleh Indonesia The
Indonesian
Institute
for
Corporate
Governance (IICG) untuk mengukur tingkat
Corporate Governance yang diterapkan di
perusahaan Indonesia. Pengukuran variabel
CGPI berdasarkan jumlah nilai akhir dari
setiap tahapan penilaian, dalam bentuk
persentase (Rohman dan Utama, 2013).
Kepemilikan Institusional (IOWN)
Kepemilikan saham institusional
adalah sejumlah lembar saham yang dimiliki
oleh institusi. Kepemilikan institusi diukur
dengan proporsi saham yang dimiliki oleh
institusi pada akhir tahun dibandingkan
dengan jumlah saham yang beredar pada
perusahaan tersebut (Moh’d et al, 1998
dalam Kusumawardhani, 2012).
INST =
Jumlah saham yang dimilikioleh institusi
Jumlah saham yang beredar
Profitabilitas (ROA)
ROA merupakan salah satu rasio
untuk mengukur tingkat profitabilitas. ROA
merupakan
kemampuan
perusahaan
menghasilkan laba dengan menggunakan
total aset (kekayaan) yang dimiliki
perusahaan. ROA besarnya dapat dihitung
dengan formula sebagai berikut (Darmadji
dan Fakhruddin, 2011:158):
ROA = Laba bersih
Total Aset
Kesempatan Tumbuh (growth sales)
Pertumbuhan
penjualan
mencerminkan manifestasi keberhasilan
investasi periode masa lalu dan dapat
dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan
masa yang akan datang. Dalam penelitian
ini kesempatan tumbuh diukur dengan
pertumbuhan penjualan (growth sales)
sesuai dengan penelitian Shah et al (2012)
yaitu:
Growth Sales =
S t  S t -1
S t -1
Ukuran Perusahaan (size)
Besar kecilnya perusahaan dapat
dilihat dari total aktiva (asset) dan total
penjualan (net sales) yang dimiliki oleh
perusahaan. Beberapa penelitian menggunakan ukuran aktiva sebagai ukuran perusahaan (Kusumawardhani, 2012). Dalam
penelitian ini variabel ukuran perusahaan
(size)
diukur
dengan
menggunakan
39
JRAK, Volume 10, No.1 Februari 2014
logaritma natural (LN) dari total aset (Shah
et al, 2012). Hal ini dikarenakan besarnya
masing-masing total aset berbeda antara
masing-masing perusahaan, bahkan mempunyai selisih yang besar sehingga dapat
menyebabkan nilai yang ekstrim (Budiyanti
dan Ifada, 2012). Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
Size= Ln Total Assets
Model Empiris
Secara sistematis model yang dikembangkan
dalam penelitian ini adalah sebagaiberikut.
SDR = α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA +
β4GS + β5Size + ε .....(1)
Beta = α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA +
β4GS + β5Size + ε ..... (2)
Keterangan:
SDR
: Standar Deviasi Return saham
Beta
: Koefisien beta pasar
CGPI : Corporate
Governance
Perception Index
IOWN : Kepemilikan Institusi
ROA : Profitabilitas
GS
: Kesempatan Tumbuh (Growth
Sales)
Size
: Ukuran Perusahaan (Ln total
Aset)
α0
: Konstanta
β1 ...... β5 : Koefisien Regresi
ε
: error term
Dalam
menghitung
beta
peneliti
menggunakan model indeks tunggal sesuai
penelitian Shah et al, 2012. Model indeks
tunggal dihitung dengan menggunakan spss
16.0 for window dengan model sebagai
berikut.
Ri = αi + βi.RM + εi........................................
(3)
Keterangan:
Ri
: Return sekuritas ke i
RM : Return Pasar
Βi : Beta sekuritas ke i
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode analisis data menggunakan
statistik deskriptif untuk menjelaskan
karakteristik dari perusahaan yang menjadi
sampel penelitian selama kurun waktu 20062012.
Pengujian
hipotesis
dengan
menggunakan uji t untuk melihat pengaruh
variabel-variabel bebas terhadap variabel
terikatnya. Dasar pengambilan keputusan
adalah dengan melihat probabilitasnya. Jika
nilai signifikan < 0.05 maka variabel bebas
berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikatnya, sehingga hipotesis diterima dan
sebaliknya.
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk
mendiskripsikan
atau
menggambarkan
karakteristik perusahaan dan tingkat risktaking behavior investor yang dilihat dari
return saham perusahaan yang go public dan
masuk peringkat CGPI selama kurun waktu
2006-2012.
Tabel 2
Hasil Statistik Deskriptif
SDR
Beta
CGPI
IOWN
ROA
GS
Size
N
91
91
91
91
91
91
91
Minimum
0.0129
-0.0710
57.73
0.0526
-0.6673
-0.34417
11.95400
Sumber: data sekunder yang diolah
40
Maximum
0.2752
2.4870
91.91
0.9692
0.4250
1.17595
20.41597
Mean
0.120664
1.156044
80.4011
0.640302
0.070750
0.2003765
17.2407134
Std.Deviation
0.0529089
0.5717385
7.32025
0.1748538
0.1207321
0.24496106
1.72082063
ORIENTASI PASAR, ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN…………………..………………………………...(Perminas Pangeran)
Menurut hasil analisis deskriptif
pada tabel 2 menunjukkan bahwa dari 91
sampel tersebut, nilai standar deviasi
retuns saham mempunyai nilai maksimum
0.2752 dan nilai minimum sebesar 0.0129,
serta mempunyai nilai rata-rata 0.120664.
Sedangkan beta memiliki nilai rata-rata
sebesar 1.156044, yang artinya saham
yang
dimiliki
perusahaan
sampel
dikategorikan sebagai saham yang opensif,
dengan nilai maksimum sebesar 2.4870
dan nilai minimum sebesar -0.0710. Ratarata CGPI perusahaan sebesar 80.40%, hal
ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
menjadi sampel penelitian masuk kategori
perusahaan terpercaya. Dengan standar
deviasi 7.32025 sementara nilai terendah
57.73 dan nilai
tertinggi
91.91.
Berdasarkan hasil perhitungan statistik
deskriptif dapat diketahui juga bahwa
kepemilikan institusional memiliki nilai
rata-rata sebesar 0.640302, hasil ini
menjelaskan bahwa saham perusahaan
yang menjadi sampel penelitian sebagian
besar dimiliki oleh institusi sebesar 64%.
Adapun nilai IOWN terendah sebesar
0.0526 dan nilai tertinggi sebesar 0.9692
dengan standar deviasi 0.1748538. Nilai
rata-rata profitabilitas yang diukur dengan
ROA sebesar 0.070750, hasil ini menunjukkan bahwa laba bersih yang dilaporkan
oleh perusahaan yang menjadi sampel
penelitian rata-rata mencapai 7.08% dari
total aset yang dimiliki perusahaan.
Sementara nilai ROA terendah
sebesar -0.6673 dan nilai ROA tertinggi
sebesar 0.4250. Dengan standar deviasi
sebesar 0.1207321. Untuk rata-rata
pertumbuhan penjualan sebesar 0.2003765,
artinya dari tahun ke tahun pertumbuhan
penjualan perusahaan naik sebesar 20%.
Dengan nilai tertinggi dari growth sales
sebesar 1.17595 dan nilai terendah sebesar
-0.34417,
dengan
standar
deviasi
0.24496106.
Dan
rata-rata
ukuran
perusahaan yang menjadi sampel sebesar
17.2407134, dengan rata-rata tersebut
menunjukkan bahwa perusahaan yang
menjadi sampel relatif besar. Dengan nilai
terendah sebesar 11.95400, sedangkan
nilai tertinggi sebesar 20.41597. Dan
standar deviasi sebesar 1.72082063.
Dalam metode analisis regresi,
peneliti melakukan uji asumsi klasik
terlebih dahulu sebelum melakukan uji
hipotesis. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan uji One KolmogorovSmirnov dalam melakukan uji normalitas
data, dari model yang pertama nilai
signifikan sebesar 0.344 > 0.05 untuk
model kedua nilai signifikan 0.926 > 0.05,
maka dapat disimpulkan bahwa data
berdistribusi normal. Untuk mendeteksi
ada tidaknya multikolinearitas dalam
model regresi berganda dapat dilihat dari
nilai tolerance dan Variance Inflation
factor (VIF ). Hasil uji multikolinearitas
pada dua model penelitian, menunjukkan
bahwa seluruh variabel independen
memiliki nilai VIF < 10 dan nilai tolerance
> 0.1 sehingga dapat disimpulkan bahwa
model tidak terjadi multikolinearitas.
Pendeteksian
adanya
heteroskedastisitas dalam model, dengan
menggunakan uji Rank-Spearman. Apabila
hasil uji Rank Spearman menunjukkan
apabila nilai signifikan > 0.05 maka dapat
dikatakan bahwa model regresi tersebut
tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji
heteroskedastisitas menunjukkan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas pada
model. Hal ini terlihat dari probabilitas
signifikan > 0.05. Dan dalam mendeteksi
adanya autokorelasi peneliti menggunakan
Run Test. Berdasarkan hasil Run Test pada
model pertama nilai probabilitas 0.917
lebih besar dari 0.05. Pada model kedua
nilai probabilitas 0.460 lebih besar dari
0.05, maka tidak ada autokorelasi pada dua
model tersebut.
Pengaruh persepsi tata kelola terhadap
risk-taking behavior investor.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang pertama mendapatkan hasil
41
JRAK, Volume 8, No.2 Agustus 2012
bahwa persepsi tata kelola mempunyai
pengaruh negatif signifikan terhadap risktaking behavior investor. Hal ini
mengindikasikan bahwa perusahaan yang
mempunyai tata kelola tinggi, akan
menurunkan risk-taking behavior investor.
Kondisi ini dapat dijelaskan bahwa
perusahaan yang memiliki persepsi tata
kelola perusahaan yang tinggi akan merasa
mampu dalam mengendalikan aktivitas
yang mempunyai risiko tinggi. Sehingga
secara tidak langsung investor kurang
tertarik pada saham perusahaan yang
memiliki aktivitas yang berisiko tinggi.
Rendahnya permintaan saham perusahaan
mengakibatkan fluktuasi saham rendah,
kondisi inilah yang mengindikasikan
rendahnya risk-taking behavior investor.
Hasil tersebut konsisten dengan
penelitian Shah et al. (2012) yang
mendapatkan bukti bahwa corporate
governance index mempunyai pengaruh
yang negatif signifikan terhadap risktaking behavior. Shah et al. (2012)
menyatakan bahwa semakin baik persepsi
tata kelola perusahaan, perusahaan akan
mempunyai kinerja yang baik dan
perusahaan akan cenderung berani
mengambil aktivitas yang berisiko.
Dengan alasan good performance yang
dimiliki perusahaan tersebut, merupakan
cerminan bahwa perusahaan mempunyai
kemampuan
untuk
mengendalikan
aktivitas yang sangat berisiko.
Pengaruh kepemilikan institusional
(IOWN) terhadap risk-taking behavior
investor.
Dalam pengujian hipotesis yang
kedua, yang menguji pengaruh kepemilikan institusional (IOWN) terhadap risktaking behavior investor, mendapatkan
hasil bahwa variabel kepemilikan institusional (IOWN) mempunyai pengaruh
negative signifikan terhadap risk-taking
behavior investor. Kondisi ini dapat
dijelaskan,
bahwa
semakin
tinggi
kepemilikan institusional, maka akan
semakin tinggi tingkat pengawasan
terhadap kinerja manajer, sehingga
manajer akan cenderung bekerja sesuai dengan kepentingan prinsipal (institutional
ownership),
dengan
terpenuhinya
kepentingan tersebut, maka institutional
investor akan tertarik untuk terus
menanamkan
modalnya, sehingga
permintaan saham dari pihak luar (investor
perorangan) akan cenderung rendah.
Kondisi ini akan merendahkan fluktuasi
return saham perusahaan. Rendahnya
fluktuasi return saham menunjukkan
bahwa rendahnya risk-taking behavior
investor. Namun hasil ini tidak konsisten
dengan hasil penelitian Shah et al (2012)
yang
menemukan
bukti
bahwa
kepemilikan
institusional
tidak
berpengaruh terhadap risk-taking behavior.
Tabel 3
Hasil Uji Regresi
SDR = α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA + β4GS + β5Size + ε
Inter
Adjus
CGPI IOWN ROA GS
Size
R2
F
cept
ted R2
SDR
-0.004
-0.014 0.027 0.060
0.009 0.247 0.326 8.216
0.286
(0.000)* (0.640) (0.520) (0.004)* (0.009)* (0.000)
(0.000)
Beta = α0 + β1CGPI + β2IOWN + β3ROA + β4GS + β5Size + ε
Beta
-0.006 -0.854 0.694 0.003
0.119
0.089 0.177
3.653 0.128
(0.543) (0.019)* (0.175) (0.991) (0.004)* (0.906)
(0.005)
Sumber : data sekunder yang diolah
Keterangan *) signifikan level 0.05
42
ORIENTASI PASAR, ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN…………………..………………………………...(Perminas Pangeran)
Pengaruh profitabilitas (ROA) terhadap
risk-taking behavior.
Dalam pengujian hipotesis yang
ketiga, yang menguji pengaruh ROA
terhadap risk-taking behavior investor,
mendapatkan hasil bahwa variabel
profitabilitas (ROA) tidak berpengaruh
terhadap risk-taking behavior investor.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh kartikasari
(2007) menunjukkan bahwa profitabilitas
tidak berpengaruh pada beta pada saat
kondisi perekonomian normal. Hal ini
dijelaskan tingginya ROA perusahaan
tidak selalu diimbangi dengan tingginya
permintaan saham perusahaan tersebut,
dengan alasan adanya asimetri informasi
yang mungkin terjadi dalam pasar saham
menyebabkan hanya investor dalam saja
yang mengetahui informasi yang ada.
Sehingga investor luar tidak dengan segera
mereaksi informasi yang ada di pasar.
Pengaruh kesempatan tumbuh (growth
sales) terhadap risk-taking behavior
investor.
Hasil pengujian hipotesis keempat,
yang menguji pengaruh GS (growth sales)
terhadap risk-taking behavior investor,
menemukan bahwa variabel kesempatan
tumbuh (growth sales) suatu perusahaan
mempunyai pengaruh yang positif
signifikan terhadap risk-taking behavior
investor. Maka dapat diinterpretasikan
bahwa tingginya pertumbuhan penjualan
akan menghasilkan laba yang tinggi.
Perusahaan yang memiliki pertumbuhan
penjualan
yang
tinggi,
cenderung
menggunakan dana internal dalam
membiayai
kesempatan-kesempatan
investasi. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan
akan
terhindar
dari
ketidakpastian, sehingga investor tertarik
untuk berinvestasi pada saham perusahaan
tersebut, besarnya permintaan atas saham
tersebut mengakibatkan fluktuasi return
saham tinggi. Tingginya fluktuasi return
tersebut menunjukan bahwa tingginya risktaking behavior investor. Hasil ini
konsisten dengan hasil penelitian Shah et
al (2012) yang menemukan bukti bahwa
variabel kontrol kesempatan tumbuh yang
diukur dengan growth sales mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap risktaking behavior.
Pengaruh ukuran perusahaan (size)
terhadap risk-taking behavior investor.
Hasil pengujian hipotesis kelima,
yang menguji pengaruh ukuran perusahaan
(size) terhadap risk-taking behavior
investor, mendapatkan bukti bahwa
variabel
ukuran
perusahaan
(size)
mempunyai pengaruh positif signifikan
terhadap risk-taking behavior investor. Hal
ini dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi
ukuran suatu perusahaan (size) akan
berpengaruh pada tingginya risk-taking
behavior
investor.
Dikarenakan
perusahaan yang mempunyai aktiva yang
besar menunjukkan perusahaan tersebut
sudah mencapai tingkat kemapanan. Hal
ini memunculkan pandangan bahwa
investor lebih memilih berinvestasi pada
perusahaan yang mapan, sehingga semakin
banyak permintaan saham perusahaan
maka harga saham juga akan ikut bergerak
naik. Hal ini menyebabkan fluktuasi return
saham juga tinggi. Tingginya permintaan
atas saham membuktikan bahwa tingginya
risk-taking behavior investor. Hasil ini
tidak konsisten dengan hasil penelitian
Shah et al (2012) yang menemukan bukti
bahwa
ukuran
perusahaan
(size)
mempunyai
pengaruh
yang
tidak
signifikan terhadap risk-taking behavior.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Isu sentral dalam penelitian ini
adalah pengujian pengaruh persepsi tata
kelola,
dan karakteristik perusahaan
(kepemilikan institusional, profitabilitas,
kesempatan tumbuh, ukuran perusahaan)
terhadap risk-taking behavior investor.
43
JRAK, Volume 8, No.2 Agustus 2012
Penelitian ini mendapatkan bukti bahwa:
(1) persepsi tatakelola mempunyai
pengaruh signifikan terhadap risk-taking
behavior investor di pasar saham, (2)
kepemilikan institusional berpengaruh
terhadap risk-taking behavior di pasar
saham, (3) profitabilitas tidak berpengaruh
terhadap risk-taking behavior di pasar
saham,
(4)
kesempatan
tumbuh
mempunyai pengaruh signifikan terhadap
risk-taking behavior di pasar saham, (5)
ukuran perusahaan berpengaruh signifikan
terhadap risk-taking behavior investor di
pasar saham.
Implikasinya, tingginya risk-taking
behavior investor tidak hanya berdasarkan
pada segi fundamental perusahaan yang
tersaji dalam laporan keuangan, melainkan
juga persepsi tata kelola (corporate
governance perception index) atau sistem
yang baik dari suatu perusahaan. Oleh
karena itu penerapan Good Corporate
Governance merupakan salah satu elemen
penting yang juga perlu diperhatikan oleh
perusahaan.
membreakdown corporate governance
menjadi structure of corporate governance
dan mechanism of corporate governance
sehinga pengukuran variabel persepsi tata
kelola lebih akurat.
KETERBATASAN DAN SARAN
Brigham dan Houston. 2011. Dasar-dasar
Manajemen Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.
Keterbatasan dalam penelitian ini
variabel risk-taking behavior investor
diproksikan dengan standar deviasi dari
retuns saham bulanan dan model indeks
tunggal, sampel penelitian tidak dibedakan
berdasarkan jenis industri dan variabel
persepsi tata kelola hanya menggunakan
mechanism of corporate governance yang
berupa peringkat CGPI. Metode tersebut
menghasilkan data yang kurang smooth
serta adanya bias industri. Untuk penelitian
selanjutnya, dapat menggunakan standar
deviasi retuns saham mingguan atau harian
dan model CAPM dalam mengukur
variabel risk-taking behavior investor,
untuk menghasilkan data yang lebih
smooth. Untuk menghindari adanya bias
industri penelitian selanjutnya dapat
membedakan perusahaan sampel penelitian
sesuai dengan jenis industri, serta
44
DAFTAR REFERENSI
Alam, A. and Ali Shah, S. Z. 2013.
Corporate Governance And Its
Impact On Firm Risk. International
Journal of Management, Economics
And Social Sciences, 2 (2): 76-98.
Anthony, R. N and Govindarajan, V.J.
2009. Management Control System.
Jakarta: Salemba Empat.
Barton, S. L., Hill, N.C. and Sundaran, S.
1989. An Empirical Test of
Stakeholder Theory Prediction of
Capital
Structure.
Financial
Management (Spring 1989).
Budiyanti dan Ifada, L.M. 2012.
Karakteristik
Perusahaan
Dan
Kualitas Implementasi Corporate
Governance. EKOBIS, 14 (2).
Darmadji, Tj. dan Fakhruddin, H.M. 2011.
Pasar Modal Indonesia. Jakarta :
Salemba Empat.
Eisenhardt, Kathleem. M., 1989. Agency
Theory: An Assesment and Review.
Academy of Management Review,
14: 57-74.
Eling, Martin dan Sebastian Marek., 2009.
Corporate Governance and RiskTaking: Evidence From The U.K.
and German Insurance Markets.
ORIENTASI PASAR, ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN…………………..………………………………...(Perminas Pangeran)
Preprint
ULM.
Series:
23.
Universitat
(ECFIN) Institute For Economic And
Financial Research. 2012. Indonesian Capital Market Directory, 2.
(ECFIN) Institute For Economic And
Financial Research. Indonesian
Capital Market Directory 2009.
Ghozali, H. Imam., 2011. Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program IBM
SPSS 19. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Indahningrum, Putri Rizka dan Ratih
Handayani.,
2009.
Pengaruh
Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow
Dan
Profitabilitas
Terhadap
Kebijakan Hutang. Jurnal Bisnis dan
Akuntansi, 11 (3).
Jensen, C Michael dan William
H.Meckling., 1976. Theory Of The
Firm: Managerial Behavior, Agency
Cost, And Ownership Structure.
Journal of Financial Economics,3
(4).
Jogiyanto,
Hartono.,
2010.
Teori
Portofolio Dan Analisis Investasi.
Yogyakarta: BPFE.
Kartikasari, Lisa., 2007. Pengaruh
Variabel Fundamental Terhadap
Risiko Sistematik Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di BEJ.
Jurnal Akuntansi Dan Manajemen,
18(1): 1-8.
Kusumawardhani, Indra., 2012. Pengaruh
Corporate Governance, Struktur
Kepemilikan, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba.
Jurnal Akuntansi dan
Informasi Teknologi, 9 (1).
Sistem
Mahdavi, Gholamhossein. , Mohammad
Monfared
Maharlouie.,
Mehdi
Sarikhani., Fahime Ebrahimi., 2012.
The Impact of Institutional Ownership on Risk-Taking Behaviors.
African
Journal
of
Business
Management, 6 (12): 4488-4495.
Mosher,
Timothy
dan
Raymundo
Hoffman., 2013. Firm Characteristic,
Corporate Governance and Firm
Value.
European
Journal
of
Innovation and Business, 10.
Nuswandari, Cahyani., 2009. Pengaruh
Corporate Governance Perception
Index Terhadap Kinerja Perusahaan
Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Jakarta. Jurnal Bisnis
dan Ekonomi (JBE), 16 (2).
Rohman, Abdul dan Tito Albi Utama.
2013.
Pengaruh
Corporate
Governance
Perception
Index,
Profitabilitas, Leverage, dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Nilai Saham.
Diponegoro Journal of Accounting,2
(2): 1-9.
Shah,
Abid Ali., Rehana Kouser.,
Muhammad Aamir., Ch.Mazhar
Hussain., 2012. The Impact of The
Corporate Governance and The
Ownership Structure on The Firm’s
Financial Performance and its Risk
Taking Behavior.
International
Research Journal of Finance and
Economics, 93.
Wibowo, Satrio Adi dan Sudarno. 2013.
Analisis
Pengaruh
Variabel
Fundamental, Risiko Sistematik, Dan
Jenis Perusahaan Terhadap Return
Saham. Diponegoro Journal of
Accounting, 2 (1).
45
Download