8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Penelitian yang

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan
1.
Kajian Teori
a. Kecanduan Facebook
1) Pengertian Facebook
Facebook pada masa sekarang ini dapat dikatakan sebagai sebuah gaya
hidup. Al-Tarawneh (2014) dalam jurnal yang berjudul The Influence of Social
Networking
Sites
on
Students’
Academic
Performance
in
Malaysia
mengemukakan, “Sosial Networking Sites is an online community of internet
users who want to communicate with other users about areas of mutual interest”.
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa situs jejaring sosial adalah sebuah
komunitas online dalam internet di mana penggunanya dapat berkomunikasi
dengan pengguna lain mengenai bidang yang merupakan kegemaran masingmasing pengguna tersebut. Dalam hal ini Facebook merupakan salah satu jejaring
sosial yang paling banyak digemari oleh berbagai kalangan karena mudahnya cara
mendaftar dan berbagai kegunaannya sebagai sarana pertemanan di dunia maya.
Fitur yang ditawarkan Facebook sebagai situs jejaring sosial membuat
banyak
orang
menggunakannya.
Kemudahan
dalam
mendaftar
dan
penggunaannya memungkinkan semua kalangan bisa memiliki akun dalam situs
jejaring sosial ini. Enterprise (2010:79) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan
salah satu pengguna terbesar dengan jumlah user sekitar 17,6 juta orang.
Banyaknya pengguna Facebook di Indonesia tersebut adalah suatu gambaran
betapa orang Indonesia mudah terpengaruh dengan kemajuan teknologi. Hal
tersebut sangat baik untuk perkembangan manusia untuk lebih maju dan tidak
gagap teknologi akan tetapi harus tetap memerlukan pengawasan dalam
penggunaannya terutama bagi pelajar dan anak-anak di bawah umur. Sebagai
contoh seseorang yang secara berlebihan menggunakan aplikasi Facebook tanpa
8
9
menyadari dampak positif dan negatifnya, kemungkinan besar akan mengalami
suatu gangguan perilaku yaitu kecanduan Facebook.
Setyaningsih (2012:103) mendefinisikan Facebook merupakan sarana
untuk berkomunikasi dengan terbuka karena semua aktivitas dapat terbaca oleh
semua pengguna. Pengertian tersebut mengandung pengertian bahwa seorang
pengguna Facebook akan memiliki sedikit privasi apabila mereka menuliskan
semua informasi di dalam akunnya. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa Facebook merupakan salah satu jejaring sosial yang
dapat diakses oleh penggunanya dengan mudah dan memiliki fitur yang beragam.
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa pelajar yang
mengalami kecanduan
Facebook, hal ini
ditunjukkan dengan
perilaku
mengabaikan pelajaran karena sibuk mengakses Facebook.
2) Pengertian Kecanduan Facebook
Kecanduan merupakan sebuah kejangkitan atau kegemaran sehingga
melupakan hal-hal yang lain. Dalam bahasa sehari-hari kecanduan sering diganti
penggunaannya dengan kata ketergantungan. Soetjipto (2009:76) dalam jurnalnya
yang berjudul Pengujian Validitas Konstruk Kriteria Kecanduan Internet
menyebutkan bahwa kata kecanduan lebih tepat digunakan untuk mendefinisikan
sebuah keadaan seseorang yang mengalami ketergantungan terhadap suatu
stimulus secara psikologis yang biasanya tidak hanya berupa zat namun bisa juga
terhadap suatu benda. Pernyataan ini sangat tepat apabila disandingkan dengan
keadaan di mana seseorang menggemari internet secara berlebihan. Young dan
Rogers (dalam Waldo, 2014:147), membagi durasi penggunaan internet menjadi
dua yaitu : pengguna internet yang sehat dan yang bermasalah. Pengguna yang
sehat adalah pengguna yang mengakses internet sebanyak 8 jam perminggu,
sedangkan pengguna internet bermasalah adalah yang menghabiskan waktu
mengakses internet sebanyak 38,5 jam perminggu atau sekitar 5 jam perhari.
Perilaku seseorang yang mengakses Facebook secara berlebihan yaitu lebih dari 5
jam perhari dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kecanduan
Facebook
10
Young (1999:15) dalam jurnal yang berjudul Internet addiction:
symptoms,evaluations and treatment menjelaskan kecanduan internet adalah
keadaan dimana seseorang lebih senang menggunakan internet sehingga
melupakan realitas di kehidupan nyata. Kecanduan internet dapat juga
didefinisikan sebagai Internet Addiction Disorder yang artinya gangguan
kecanduan internet di mana seseorang secara psikologis mengalami gangguan atau
perilaku yang adiksi terhadap internet (Setyaningsih, 2012:55). Dapat disimpulkan
dari beberapa pendapat ahli tersebut bahwa kecanduan bukan hanya dapat
didefinisikan bahwa seseorang mengalami ketergantungan terhadap stimulus zat
adiktif namun juga terhadap suatu benda atau stimulus dalam hal ini internet.
Dalam jurnal yang berjudul Development Facebook Addiction Scale karya
Andreassen (2012:3) menyebutkan “As Addiction to Facebook may be a specific
form internet addiction, and since the use of Facebook is increasing very rapidly,
there is a need for a psychometrically sound procedure for assessing a possible
addiction”.
Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa kecanduan Facebook adalah bentuk
spesifik dari kecanduan internet. Sejak penggunaan Facebook yang semakin hari
semakin meningkat maka perlu adanya suatu prosedur psikologi untuk menilai
kemungkinan kecanduan tersebut. Kecanduan Facebook memiliki pengertian
yang sama dengan kecanduan internet namun dalam hal ini lebih spesifik yaitu
dapat disebut dengan cyber-relationship addiction atau dapat diartikan sebagai
kecanduan dalam menjalin hubungan di dunia maya. Dalam jurnal lain yang
berjudul The Influence of Social Networking Sites on Students’ Academic
Performance in Malaysia menjelaskan bahwa kecanduan Facebook adalah
keadaan negatif di mana seseorang melupakan tugas-tugas sosial mereka dalam
kehidupan nyata.
Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kecanduan Facebook adalah gangguan perilaku seseorang yang mengalami
ketergantungan terhadap suatu stimulus secara psikologis dalam hal ini Facebook
yang di akses secara berlebihan yaitu 5 jam perhari. Facebook merupakan salah
satu kecanggihan internet yang mampu menghubungkan setiap orang tanpa
11
batasan waktu dan wilayah. Hal ini banyak dimanfaatkan berbagai kalangan
bukan hanya sebagai sarana menjaring pertemanan namun juga sebagai sarana
bisnis dan berbagai pertukaran informasi dibelahan dunia manapun. Kecanggihan
internet ini memungkinkan banyak orang yang kurang memiliki manajemen diri
yang baik tidak mampu mengontrol penggunaan Facebook itu sendiri sehingga
banyak dikatakan bahwa banyak orang yang telah kecanduan menggunakan
Facebook. Hal ini dikhawatirkan berbagai pihak karena banyak pecandu
Facebook merupakan remaja usia 15-19 tahun. Masa remaja yang seharusnya
digunakan untuk hal yang bermanfaat akan tetapi bagi sebagian remaja digunakan
dalam kegiatan kurang berguna yaitu menggunakan Facebook secara berlebihan.
3) Aspek-aspek Kecanduan Facebook
Dalam jurnal Waldo (2014:3) yang berjudul Correlates of Internet Addiction
among Adolescents, Young dan Rogers menjelaskan bahwa Facebook mampu
membuat seseorang menjadi malas untuk berkomunikasi di dunia nyata karena
merasa lebih menyenangkan untuk berkomunikasi dengan teman di dunia maya,
bahkan pengguna yang mengalami kecanduan facebook akan mengabaikan
pekerjaan dan tanggung
jawabnya di dunia nyata. Aspek-aspek kecanduan
facebook yang dikemukakan oleh Bahiyah Omar (2013:37) dalam jurnalnya yang
berjudul Motives and Frequency of Using Facebook Among University Student
adalah kurang kontrol diri, melupakan tugas-tugas sosial, dan empati yang rendah.
Berikut ini disajikan ketiga aspek kecanduan Facebook yang dialami
seseorang, adapun rinciannya sebagai berikut :
a)
Kurang kontrol diri
Seseorang yang memiliki perilaku kecanduan Facebook cenderung sering
merasa cemas apabila tidak dapat mengakses Facebook. Apapun akan dilakukan
agar mereka bisa mengakses Facebook sehingga mereka dapat merasa puas. Hal
tersebut didukung dengan pendapat Young (1999:17) yang menjelaskan bahwa
seseorang yang mengalami kecanduan internet dalam hal ini Facebook tidak bisa
mengontrol, mengurangi bahkan menghentikan penggunaan Facebook. Mereka
akan melakukan apa saja agar dapat mengakses Facebook tanpa menghiraukan
dampak negatif yang akan terjadi.
12
b) Melupakan tugas-tugas sosial
Al-Tarawneh (2014:34) menjelaskan bahwa kecanduan Facebook adalah
keadaan negatif seseorang yang mementingkan aktivitas dalam dunia maya
daripada dalam dunia nyata. Hal tersebut ditunjukkan dengan beberapa perilaku
seperti lebih banyak menyendiri apabila ada tugas kelompok, kurang dalam
bersosialisasi dan kurang antusias dalam sebuah kelompok. Seseorang yang
kurang dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar maka mereka cenderung
tidak mampu mengungkapkan pendapat dengan tepat, kurang intensitas
berkomunikasi langsung, kurang baik dalam memberikan respon terhadap
pendapat seseorang mengenai dirinya, serta tidak memiliki tanggung jawab dalam
lingkungan sosial
c)
Empati yang rendah
Seseorang yang mengalami kecanduan Facebook akan berani mengambil
resiko kehilangan hubungan sosial yang harmonis dengan keluarga, teman dekat
dan lingkungan sekitar. Teori lain dari Suler (2010) dalam kajiannya tentang
Computer and Cyberspace Addiction menjelaskan bahwa apabila mereka telah
merasa bahwa lebih menyenangkan berkomunikasi di dalam dunia maya maka
mereka akan mengabaikan lingkungan sekitar. Bagi seorang peserta didik yang
mengalami kecanduan Facebook, merupakan hal yang merugikan apabila mereka
mengabaikan keadaan sekitar hanya demi kegiatan yang kurang bermanfaat yaitu
mengakses Facebook secara berlebihan.
4) Faktor yang Mempengaruhi Kecanduan Facebook
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penggunaan Facebook sehingga
menyebabkan kecanduan pada penggunanya menurut Bahiyah Omar (2013:30)
dalam jurnalnya yang berjudul Motives and Frequency of Using Facebook Among
University Student adalah motif pengguna untuk memanfaatkan Facebook itu
sendiri. Motif dalam hal ini dapat diartikan sebagai tujuan yaitu tujuan pengguna
Facebook untuk memanfaatkan aplikasi jejaring sosial yang sudah sangat terkenal
ini. Apabila pengguna Facebook tidak menentukan sebuah tujuan dalam
menggunakan aplikasi ini,maka dapat memungkinkan mereka menggunakannya
13
secara berlebihan. Kajian Mutoharroh (2014) menjelaskan terdapat 5 faktor yang
mempengaruhi seseorang menjadi kecanduan terhadap penggunaan Facebook :
a)
b)
c)
d)
Merasa kesepian
Keinginan untuk menghibur diri
Memiliki obsesi untuk mempererat hubungan pertemanan
Menginginkan ide baru untuk menyelesaikan masalah yang dialami
sehari-hari
e) Adanya keinginan untuk mencari seseorang yang lebih menarik di
dalam dunia maya.
Faktor yang diuraikan di atas lebih menunjuk pada faktor internal yang terjadi
dalam diri seseorang yang menginginkan sebuah kebahagiaan dalam dirinya
sehingga mereka terlarut dan cenderung menjadi seseorang yang tergantung
terhadap stimulus yaitu Facebook.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi seseorang kecanduan Facebook adalah :
a)
Adanya keinginan dalam diri untuk mengurangi rasa kesepian dengan
menghibur diri melalui Facebook. Seseorang yang sedang mengalami
masalah pada dirinya akan lebih sulit mengontrol perasaannya terhadap
sesuatu yang telah membantunya dalam mengurangi masalah yang
dialaminya tersebut.
b)
Kurangnya kesadaran akan kebutuhan yang diperlukan. Semakin
seseorang tidak tahu akan kebutuhannya, semakin ia kehilangan kekuatan
sebagai individu. Hal ini yang akan tanpa disadari menyebabkan
berlebihan dalam pemakaian Facebook.
c)
Perasaan tertekan yang subjektif. Meningkatnya perasaan depresi, frustasi,
kekecewaan, terasing, bersalah dan marah kemungkinan merupakan tandatanda akibat pemakaian Facebook yang berlebihan. Perasaan-perasaan
tersebut sangat mudah terjadi karena kurangnya interaksi sosial secara
nyata.
d)
Keadaan lingkungan yang mendukung penggunaan Facebook secara
berlebihan. Seperti remaja yang kurang kontrol terhadap dirinya, orang tua
maupun guru yang tidak mampu senantiasa selalu mengawasi kegiatan
14
remaja, serta keadaan pergaulan remaja yang menuntut penggunaan
Facebook secara berlebihan.
5) Cara Mengatasi Kecanduan Facebook Secara Umum
Cara meminimalkan kecanduan dalam penggunaan Facebook adalah dengan
melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada remaja mengenai sosial media dan
pengaruhnya atau dengan melakukan pengawasan terhadap para remaja oleh
orang-orang terdekat. Remaja saat ini menjadi salah satu generasi internet.
Banyak informasi yang didapat dari internet bahkan internet pun sekarang dapat
menandingi televisi dalam hal memberikan informasi-informasi. Untuk itu, akan
dibahas cara mengatasi kecanduan Facebook secara umum sebagai berikut :
a)
Mengatasi kecanduan Facebook dengan mengalihkan perhatian peserta didik
dari gadget, peserta didik bisa mempelajari keterampilan baru dan
menemukan minat dan bakatnya.
b) Setyaningsih (2012:57) menjelaskan bahwa orang tua dan guru sangat
berpengaruh dalam mengatasi kecanduan Facebook yang dialami peserta
didik yaitu dengan cara memonitor kegiatan peserta didik dalam mengakses
Facebook.
c)
Pemberian informasi mengenai dampak negatif yang ditimbulkan bila
mengakses Facebook secara berlebihan. Hal tersebut mampu membuat
peserta didik menyadari perilaku yang dimiliki adalah perilaku yang
bermasalah.
d) Dalam mengurangi kecanduan Facebook seorang remaja bisa melakukannya
dengan membuat jadwal kegiatan. Jadwal ini berguna untuk memprioritaskan
hal-hal yang terpenting, seperti belajar dan menggunakan Facebook hanya
saat waktu luang.
e)
Komitmen dalam mengurangi kecanduan Facebook adalah hal yang penting.
Dengan komitmen dan perilaku yang konsisten akan membentuk perilaku
yang baru dan mampu mengurangi kecanduan Facebook yang dimiliki.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa upaya untuk
mengurangi sebuah perilaku kecanduan Facebook tidak semata-mata dapat
15
dilakukan sendiri. Perlu adanya dukungan dari lingkungan untuk memonitor
perilaku yang dimiliki. Yusuf dan Legowo (2007:142) menjelaskan bahwa
perilaku dapat diubah atau dikurangi apabila individu mampu mengontrol
kekuatan yang berasal dari dalam dirinya. Pendapat tersebut dapat dimaknai
bahwa dalam mengurangi perilaku kecanduan Facebook dapat dilakukan dengan
memiliki pengelolaan diri yang baik, yang mampu mengantisipasi stimulus yang
muncul.
Selain pendapat tersebut Danusastro (1989:70) menjelaskan bahwa didalam
sebuah upaya perubahan perilaku dapat tercapai dengan baik dan kontinyu apabila
ada penguatan dan komitmen perubahan perilaku tersebut. Pendapat tersebut
memiliki pengertian bahwa selain dengan kesadaran diri untuk mengurangi
perilaku yang buruk atau bermasalah perlu adanya sebuah penguatan dan
komitmen untuk melakukan perubahan. Perubahan perilaku dapat dilakukan
secara kontinyu dan stabil apabila komitmen dilaksanakan dengan sungguhsungguh.
Berdasakan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam upaya
mengurangi sebuah perilaku bermasalah dapat dilakukan dengan sebuah
pengelolaan diri, mampu mengontrol stimulus negatif yang timbul agar tidak
terpengaruh, memiliki penguatan dan komitmen dalam menjalankannya. Dapat
disimpulkan bahwa upaya-upaya tersebut dapat diterapkan pula dalam
mengurangi perilaku kecanduan Facebook, karena perilaku kecanduan Facebook
merupakan salah satu perilaku yang bermasalah bagi peserta didik yang
mengalaminya.
b. Pelatihan Self-Management
1)
Pengertian Self-Management
Faktor yang banyak mempengaruhi seseorang memiliki perilaku kecanduan
Facebook adalah muncul dari dalam dirinya sendiri. Untuk mengurangi perilaku
tersebut seseorang harus memiliki pengendalian terhadap dirinya sendiri, Hal ini
harus menyentuh aspek kognitifnya sehingga ada perubahan dalam aspek afektif
dan aspek psikomotor yang dimiliki. Pada dasarnya manusia merupakan manajer
bagi dirinya sendiri. Corey (Terj. Koeswara, 2007:140) menjelaskan bahwa
16
pengembangan dan penggunaan self-management dalam konseling pada mulanya
dikembangkan oleh Williams dan Long. Dapat didefinisikan secara sederhana
bahwa self-management adalah suatu proses pengarahan diri untuk mengubah
perilaku tertentu. Stewart dan Lewis (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:125)
berpendapat bahwa :
Dalam bidang konseling, self-management merupakan suatu prosedur yang
baru, kadang-kadang disebut behavioral self-control, menunjuk pada
kemampuan individu untuk mengarahkan perilakunya, yaitu kemampuan untuk
melakukan hal-hal yang terarah bahkan meskipun upaya-upaya itu sulit.
Menurut Nursalim (2013:150) dalam menggunakan prosedur selfmanagement individu mengarahkan usaha perubahan dengan mengubah aspekaspek lingkungannya atau dengan mengatur konsekuensi. seseorang harus mampu
mengontrol stimulus yang muncul dari lingkungan sehingga dapat memperkirakan
konsekuensi yang akan diterima. Cormier dan Cormier (dalam Hartono dan
Soemardji, 2012:124) menjelaskan bahwa self-management merupakan suatu
proses terapi di mana konseli mengarahkan perubahan perilaku mereka sendiri
dengan satu atau lebih strategi terapi secara kombinatif. Self-management
merupakan proses sistematis yang dilakukan seseorang untuk memiliki kendali
atas perilakunya yang tentunya sesuai dengan norma dan kemampuannya,
Carpentter (2007) memiliki pendapat sebagai berikut, “ No matter who you are
and what you do, you have the power to make a change to your life” (hlm.2).
Pendapat tersebut diperkuat dengan pernyataannya bahwa apabila seseorang
menginginkan kesuksesan, selain dari usahanya untuk belajar dan bekerja ada
poin penting lain yang perlu diperhatikan yaitu motivasi diri dan selfmanagement.
Menurut
Carpenter (2007:4) self-management dan motivasi diri dimulai
ketika seseorang sudah menentukan tujuan. Setelah adanya penentuan tujuan dari
dirinya maka perlu adanya rencana yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Secara singkat, Carpenter (2007:6) menjelaskan bahwa apabila rencana
tersebut sudah dilaksanakan maka perlu adanya reward untuk dirinya sendiri.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki
17
self-management harus melalui beberapa tahap agar mampu mencapai tujuan atau
goals yang telah ditetapkan pertama kali.
Jones, Nelson, dan Kazdin (dalam Nursalim, 2013:150) juga mengungkapkan
bahwa dalam self-management individu mengarahkan upaya-upaya perubahan
dengan cara memodifikasi aspek-aspek lingkungan atau dengan memanipulasikan
atau mengadministrasikan konsekuensi. Pengarahan yang dilakukan individu
berdasarkan keinginan yang dimiliki sendiri tanpa adanya paksaan orang lain
sehingga perubahan perilaku dapat tercapai. Danusatro (1989:14) menjelaskan
bahwa perilaku yang berlawanan dapat berkurang apabila dibantu dengan teknik
yang tepat dan secara berkala. Self-management merupakan upaya yang sesuai
dalam usaha perubahan perilaku tersebut. Shelton (dalam Suarni, 2004:62)
mengartikan “Self management mengacu pada perilaku yang memberikan
kesempatan kepada individu mengambil tanggung jawab atas tindakannya sendiri
melalui manipulasi terhadap kejadian - kejadian eksternal maupun internal”.
Tanggung jawab terhadap perilaku tersebut menimbulkan pemikiran bahwa
seseorang harus memilih perilaku yang tepat pada setiap stimulus yang muncul
pada lingkungan sekitar.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa selfmanagement adalah salah satu proses pengelolaan diri dan upaya-upaya
perubahan perilaku dengan cara memodifikasi aspek-aspek lingkungan serta
perubahan perilaku yang dimiliki individu diarahkan oleh dirinya sendiri dengan
tanggung jawab dan kesadaran penuh sehingga tidak ada unsur paksaan dari pihak
lain. Sebagai contoh seseorang pelajar mampu mengatur perilakunya dengan
sebuah agenda self-management yang berisi tentang beberapa jadwal kegiatan
sehari-hari sehingga waktu yang dimiliki lebih bermanfaat.
2) Pelatihan Self-management
Self-management merupakan sebuah upaya untuk mengubah perilaku
seseorang secara kontinyu dan stabil. Hal tersebut tidak dapat dilakukan secara
instan, namun memerlukan waktu yang berkala. Whitaker (dalam Asrori,
2008:158) dengan tegas mengemukakan keampuhan teknik self-management
untuk mengembangkan perilaku sasaran
18
A failure to use self-management is a fundamental defiocit in people with selfenchancement. Training people in self-management has been found to be an
effective method of self-enchancement and there is evidence that people can be
trained to use self-management. Training in self-management could therefore
be an effective way of enhanching other targets behaviors.
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah dilatih
untuk melaksanakan manajemen diri akan bisa mengatur dirinya secara efektif
untuk mencapai perilaku yang menjadi tujuan. Self-management merupakan
sebuah cara untuk mengubah perilaku melalui proses kognitif.
Cormier dan Cormier (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:124) menjelaskan
bahwa self-management merupakan suatu proses terapi di mana konseli
mengarahkan perubahan perilaku mereka sendiri dengan satu atau lebih strategi
terapi secara kombinatif. Strategi yang terdapat dalam self-management
merupakan sebuah rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Komalasari (2011:181)
menyebutkan bahwa pelatihan pengelolaan diri (self management) tanggung
jawab dan keberhasilan berada di tangan individu. Guru BK berperan sebagai
pencetus gagasan, fasilitator yang membantu merancang program serta motivator.
Sebuah perubahan perilaku yang utama adalah muncul dari dalam diri. Dalam
studi lain Danusastro (1989) menjelaskan, “Dalam waktu lebih dari satu abad
menunjukkan bahwa metode modifikasi perilaku tersebut sangat efektif dalam
memperbaiki perilaku anak, baik yang bersifat akademis maupun sosial” (hlm.2).
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa self-management
adalah sebuah proses yang sangat penting bagi perubahan perilaku seseorang atas
kemauannya sendiri. Kombinasi strategi dalam penyelenggaraan pelatihan mampu
mencapai suatu keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Pelaksanaan pelatihan
tersebut mampu mencapai hasil optimal apabila ada kesadaran dari diri peserta
didik untuk merubah perilaku bermasalah yang dimilikinya.
Sebagai contoh seorang peserta didik banyak menghabiskan waktu belajar
yang digunakan untuk mengakses Facebook sehingga nilainya menurun dan tanpa
disadari terasing dalam kegiatan kelompok di kelasnya. Dengan permasalahan
tersebut, guru kelas dapat merekomendasikan peserta didik tersebut untuk
dibimbing oleh guru BK. Guru BK mengarahkan peserta didik tersebut dengan
teknik self-management, karena self-management mampu membuat individu
19
mengarahkan perilakunya sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, contohnya
prestasi yang tinggi dan kemampuan bergaul dengan teman sebaya secara normal.
3) Tujuan Pelatihan Self-Management
Kemampuan untuk mengelola diri sendiri harus diikuti dengan penguatan
keterampilan untuk terhubung dengan orang-orang, dan penguatan keterampilan
konseptual agar bisa bekerja dengan ide-ide hebat yang dimiliki. Sebagai contoh
seekor burung yang duduk di ranting pohon tidak pernah takut rantingnya patah,
karena kepercayaannya tidak pada ranting atau cabang pohon tersebut, tetapi pada
sayapnya sendiri. Jadi, self-management bertujuan membentuk diri agar selalu
lebih percaya pada kekuatan yang ada di dalam diri sendiri, bukan terlalu percaya
pada apa-apa yang dimiliki, atau pada kekuatan yang ada di luar diri.
Self-management merupakan suatu teknik konseling yang relatif masih baru
dalam dunia konseling (Nursalim, 2013:150). Teknik self-management adalah
salah satu upaya atau proses manajemen diri di mana perubahan perilaku yang
dimiliki individu diarahkan oleh dirinya sendiri dengan tanggung jawab dan
kesadaran penuh sehingga tidak ada unsur paksaan dari pihak lain. Pelatihan ini
tetap mengacu pada perubahan perilaku berdasarkan kriteria-kriteria yang terdapat
pada teknik self-management. Menurut Komalasari (2011:185) tujuan dari teknik
pengelolahan diri yaitu agar individu secara teliti dapat menempatkan diri dalam
situasi-situasi yang menghambat perilaku yang mereka hendak hilangkan dan
belajar untuk mencegah timbulnya perilaku atau masalah yang tidak dikehendaki.
Dari keterangan di atas dapat diketahui mengenai tujuan dari teknik selfmanagement yaitu :
a) Memberikan peran yang lebih aktif pada peserta didik dalam proses
pelatihan
b) Ketrampilan peserta didik dapat bertahan di luar sesi pelatihan
c) Perubahan yang stabil dan menetap dengan arah prosedur yang tepat
d) Menciptakan ketrampilan belajar yang baru dan sesuai harapan
e) Peserta didik dapat memola perilaku, pikiran, dan perasaan yang diinginkan.
20
Sebagai contoh seseorang yang memiliki kebiasaan bermain Facebook
secara berlebihan, akan mampu menguranginya secara berkala dan stabil
walaupun di luar sesi pelatihan. Hal tersebut mampu juga digunakan untuk
mengurangi perilaku lain yang dirasa bermasalah.
4) Strategi dalam Pelatihan Self-management
Tujuan upaya pelatihan self-management dalam perilaku seseorang tidak akan
tercapai apabila di dalamnya tidak terdapat strategi-strategi yang sesuai dan
kombinatif. Stewart dan Lewis (dalam Nursalim, 2013:150) mengemukakan
terdapat empat strategi dalam self-management, yaitu self-monitoring, mengubah
stimuli lingkungan, belajar respons alternatif, dan mengubah konsekuensi respons.
Strategi tersebut dilakukan dengan kontinyu sehingga mampu mengubah aspek
kognitif, pengolahan rasa menjadi lebih terarah, dan aspek psikomotor yang
terkontrol. Amelinda (2015:34) menjelaskan beberapa metode yang terdapat pada
self-management antara lain teknik pemantauan diri (self monitoring), kontrol
stimulus (stimulus control) dan penghargaan diri (self reward). Perilaku
merupakan hasil belajar atau dipelajari, jadi apabila strategi ini dilaksanakan
secara berkala dan kombinatif maka akan membentuk perilaku baru sesuai dengan
yang telah dipelajarinya. Menurut Cormier and Cormier (dalam Hartono dan
Soemardji, 2012:126) terdapat tiga strategi dalam teknik self-management, yaitu :
self-monitoring, stimulus control, dan self-reward. Prosedur yang diungkapkan
oleh Cormier dan Cormier tersebut merupakan strategi yang diklasifikasikan
dalam teknik self-management karena dalam setiap prosedur tersebut individu
mengarahkan diri, mengubah atau mengendalikan antaseden atau konsekuensi
untuk menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat dijelaskan secara terperinci
strategi self-management adalah sebagai berikut :
a)
Self-monitoring
Self-monitoring adalah strategi awal dalam penggunaan pelatihan self-
management, Danusastro (1989:22) menjelaskan bahwa self monitoring adalah
prosedur dimana peserta didik memantau dan mencatat penampilan dari
21
perilakunya. Pencatatan perilaku ini bertujuan agar individu menyadari perilaku
yang dimilikinya. Menurut Cormier (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:126)
self-monitoring adalah proses di mana individu mengobservasi dan mencatat
sesuatu tentang dirinya sendiri dan interaksinya dengan situasi lingkungan. Dalam
hal ini individu dengan sengaja mengobservasi dan mencacat perilaku yang
dilakukannya dengan cermat. Thorsen dan Mahoney (dalam Nursalim, 2013:152)
menyatakan bahwa monitoring diri adalah tahap pertama yang utama dalam
program perubahan diri.
Dapat disimpulkan bahwa self-monitoring merupakan dasar atau tahap awal
proses self-management untuk mengetahui perilaku bermasalah yang dimiliki
seseorang yang pada prosesnya dilakukan oleh individu itu sendiri. Individu
dalam
tahap ini mengobservasi dan mencacat perilaku bermasalah yang
dimilikinya, mengontrol penyebab dan konsekuensi hasilnya. Monitor diri
digunakan sementara untuk menilai masalah, sebab data pengamatan dapat
menjelaskan kebenaran atau perubahan laporan verbal individu tentang perilaku
bermasalah. Sebagai contoh, peserta didik mengamati perilakunya dalam kegiatan
belajar mengajar sehingga mengetahui perilaku yang perlu dikurangi atau
dihilangkan dan perilaku yang perlu ditingkatkan.
b)
Stimulus Control
Seseorang yang sudah mampu mengamati dan mencatat perilakunya sendiri
akan dihadapkan pada pengontrolan stimulus yang timbul untuk mengurangi
konsekuensi yang terjadi maupun meningkatkan konsekuensi yang akan diterima.
William dan Long (dalam Corey 2007:143) mendefinisikan kendali stimulus
adalah menekankan pada penataan kembali atau modifikasi lingkungan sebagai
isyarat khusus atau anteseden atas respons tertentu. Pendapat tersebut dapat
diartikan bahwa individu mampu mengontrol gejala-gejala yang terjadi pada
lingkungan agar perilaku yang tidak dikehendaki tidak muncul. Definisi stimulus
control menurut Nursalim (2013) adalah, “Penyusunan atau perencanaan kondisikondisi lingkungan yang telah ditentukan sebelumnya, yang membuat
terlaksananya perilaku tertentu” (hlm.156).
22
Kondisi yang dimaksudkan di atas berfungsi sebagai tanda atau antaseden dari
suatu respon tertentu. Dengan kata lain antaseden merupakan suatu stimulus untuk
suatu respons tertentu. Namun apabila adanya ketidaksesuaian antara stimulus dan
control maka akan menimbulkan perilaku bermasalah pada individu. Sebagai
contoh seseorang yang tidak mampu mengontrol stimulus yang timbul dari sebuah
jaringan internet seperti aplikasi Facebook, mereka akan memikirkannya setiap
waktu dan menggunakan secara berlebihan sehingga muncul perilaku kecanduan
Facebook.
c) Self-reward
Strategi ini mampu berjalan secara kontinyu dan stabil apabila diimbangi
dengan adanya penguatan. Soekadji (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:126)
berpendapat bahwa apabila suatu stimulus dihadirkan sebagai akibat atau
konsekuensi suatu perilaku dan apabila karena hal tersebut perilaku yang dimiliki
dapat meningkat atau terpelihara maka peristiwa itu disebut dengan self-reward.
Senada dengan pernyataan tersebut. Danusastro (1989:69) menjelaskan bahwa
penguatan diri adalah prosedur dimana peserta didik memberikan penguatan
kepada dirinya setelah melakukan tugas yang tepat. Dapat disimpulkan bahwa
self-reward adalah sebuah tahap yang mampu membantu individu menambah
pikiran-pikiran positif dengan adanya pengukuhan terhadap respons yang
diinginkan serta mempercepat target perilaku.
Apabila strategi di atas dilaksanakan dengan baik maka perubahan perilaku
yang diharapkan akan terwujud. Namun ada faktor-faktor yang perlu diperhatikan
supaya strategi dalam teknik self-management ini efektif, adapun faktor-faktor
tersebut adalah :
(1) Menggunakan kombinasi strategi di mana beberapa memusatkan pada
perilaku antaseden atau gejala dan yang lain pada konsekuensi
(2) Menggunakan strategi atau prosedur secara konsisten
(3) Terdapat bukti evaluasi diri dari konseli, penetapan tujuan tidak perlu
terlalu tinggi namun harus cukup realistis dan efektif
(4) Harus memiliki penguatan diri
(5) Adanya dukungan dari lingkungan terdekat
23
5) Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Self-management
Pada dasarnya self-management merupakan pengendalian diri terhadap
pikiran,ucapan, dan perbuatan yang dilakukan, sehingga mendorong pada
penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan perbuatan
yang baik dan benar. Self-management adalah sebuah proses merubah “totalitas
diri” baik itu dari segi intelektual, emosional, spiritual, dan fisik agar apa yang
menjadi sasaran tercapai.
Selain memenuhi beberapa strategi di dalamnya, self-management mampu
berhasil apabila dilaksanakan dengan langkah-langkah yang sistematis dan
terstruktur. Menurut Cormier dan Cormier (dalam Nursalim, 2013:156) terdapat
sebelas langkah dalam teknik self-management yang terdiri dari 10 langkah utama
dan 2 langkah tambahan. Untuk lebih mudah memahami, langkah-langkah
tersebut dapat diperinci dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pelatihan Teknik Self-management
Karakteristik
Langkah-Langkah
UTAMA
Penetapan
standar
evaluasi diri
dan
1. Individu mengidentifikasi dan
mencatat perilaku sasaran
Penetapan
standar
evaluasi diri
dan
2. Individu menetapkan tujuan
Kombinasi strategi
3. Guru BK menjelaskan strategi
self-management
Kombinasi strategi
4. Individu memilih satu atau
lebih strategi
Komitmen strategi
5. Melakukan kontrak perilaku
Penggunaan strategi pilihan
6. Guru BK menginstrusikan dan
memodelkan strategi yang dipilih
Penggunaan strategi pilihan
7. Individu mempraktikan strategi
yang dipilih
Penggunaan
konsisten
yang
9. Penggunaan strategi pilihan
dalam kehidupan nyata
Evaluasi diri, penguatan diri,
dan dukungan lingkungan
10. Data individu di-review oleh
guru BK
strategi
TAMBAHAN
8. Individu merekam
penggunaan strategi dan
tingkat perilaku sasaran
11. Analisis program
24
Seperti yang telah diuraikan di atas, langkah-langkah dalam proses teknik
self-management ini meliputi strategi yang telah ditentukan. Langkah-langkah
tersebut harus dilakukan individu secara sungguh-sungguh agar tujuan perubahan
perilaku dapat tercapai. Sebelas langkah tersebut sangat penting termasuk langkah
tambahan yang dimaksudkan sebagai langkah tambahan yang mampu menunjang
langkah utama untuk mengoptimalkan pelaksanaan teknik self-management.
Berdasarkan penjelasan para ahli di atas dapat disimpulkan langkah-langkah
pelatihan teknik self-management adalah sebagai berikut :
a) Guru
BK
menjelaskan
mengenai
teknik
self-management
dan
menginstruksikan kepada peserta didik untuk menetapkan perilaku sasaran
b) Peserta didik menetapkan standar pembentukan perilaku yang baru
berdasarkan stimulus yang terjadi. Dalam tahap ini peserta didik mencacat
perilakunya dan mengidentifikasi stimulus dan respons yang terjadi pada
perilakunya tersebut
c) Pada langkah kedua peserta didik harus menetapkan tujuan. Tujuan ini
dimaksudkan agar peserta didik mengetahui apa yang seharusnya dicapai
demi membentuk atau mengubah perilaku sebelumnya menjadi perilaku
baru yang lebih baik
d) Dalam langkah ini individu dibantu guru BK menentukan strategi selfmanagement. Perlu adanya kombinasi dalam menentukan strategi selfmanagement, yaitu antara self-monitoring, self-control, dan self-reward.
e) Setelah peserta didik menetapkan kombinasi strategi tersebut, peserta didik
harus memiliki komitmen mengenai tujuan serta pembentukan strategi
agar tujuan tercapai. Komitmen ini sangat penting karena dapat mengikat
peserta didik untuk memiliki tanggung jawab dalam melaksanakannya
f)
Guru BK menginstrusikan dan memodelkan strategi yang telah ditentukan
g) Pada langkah ini, peserta didik diharuskan mempraktikkan strategi selfmanagement yang telah disepakati. Praktik dilakukan dalam kehidupan
nyata sehingga memudahkan peserta didik untuk melakukannya sebagai
suatu stimulus bahkan kebiasaan dalam menjalani kehidupan sehari-hari
25
h) Peserta didik harus merekam penggunaan strategi tersebut dan melihat
tingkat perilaku yang sudah dicapai untuk mencapai tujuan
i)
Data yang didapat kemudian di re-view oleh guru BK dan di revisi. Dari
hasil tersebut dapat di analisis mengenai keberhasilan pelatihan dengan
teknik self-management apakah sudah mencapai tujuan yang telah
disepakati.
c.
Karakteristik Peserta Didik
Peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tergolong remaja
cenderung ingin melakukan dan mengetahui banyak kegiatan sebagai proses
mencari jati diri. Peserta didik SMK merupakan peserta didik yang berada dalam
tahap perkembangan remaja. Tahap perkembangan remaja merupakan tahapan
yang penuh dengan perubahan pada peserta didik baik dari segi perilaku maupun
pemikiran. Kegiatan belajar yang cenderung membosankan bagi mereka serta
banyak permasalahan remaja yang dialami membuat peserta didik memanfaatkan
media sosial Facebook sebagai tempat mencurahkan isi hati. Tanpa adanya
kontrol perasaan yang baik atau cenderung berlebihan dalam menggunakan
Facebook dapat membentuk perilaku kecanduan terhadap penggunaan Facebook.
Kecanduan Facebook adalah keadaan atau kondisi seseorang pengguna
Facebook kurang memiliki kontrol diri yang baik sehingga melupakan tugas-tugas
sosial mereka di dunia nyata dan membuat rasa empati mereka rendah terhadap
lingkungan sekitar. Kurang mampunya peserta didik dalam mengelola diri
tersebut berkaitan dengan salah satu tugas perkembangan yaitu mencapai
kemandirian emosi. Yusuf (2001:25) menjelaskan bahwa terdapat beberapa sikap
yang sering ditunjukkan oleh remaja yang tergolong dalam karakteristik umum
perkembangan remaja yaitu kegelisahan, pertentangan, mengkhayal, aktivitas
kelompok dan keinginan mencoba segala sesuatu. Apabila peserta didik kurang
mampu mengatur perkembangan yang dimiliki maka kegiatan non akademik
seperti pemakaian Facebook akan sering dilakukan karena untuk menunjang
kebutuhan diri mereka dalam mencari jati diri.
26
Perasaan untuk ingin diakui di lingkungan sekitar khususnya teman sebaya
akan membuat mereka kurang mampu mengontrol stimulus yang timbul dalam hal
ini adalah Facebook. Facebook yang mudah digunakan oleh peserta didik dapat
membuat mereka melupakan prioritas utama mereka sebagai pelajar. Kecanduan
Facebook merupakan permasalahan yang saat ini sedang terjadi pada peserta didik
SMK maka perlu diatasi dengan solusi yang tepat agar perubahan perilaku dapat
tercapai sesuai dengan tugas perkembangan yang mereka harus capai.
d. Pelatihan Self-Management untuk Mengurangi Kecanduan Penggunaan
Facebook
Peserta didik usia Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan masa
peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa
atau dapat disebut dengan masa remaja. Sarwono (2000:32) menyebutkan masa
remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Dalam masa
pencarian jati diri seperti ini, remaja masih cenderung labil dalam bersikap
maupun berperilaku.
Remaja pada usia SMK seharusnya terbiasa belajar dengan baik. Yusuf dan
Legowo (2007:129) menjelaskan bahwa terbiasa belajar dengan baik merupakan
perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan. Namun karakteristik yang masih
tergolong labil, akan membuat mereka kurang dalam mengontrol stimulus yang
timbul dari lingkungan.
Pada masa sekarang ini keberadaan internet khususnya jejaring sosial
Facebook merupakan stimulus yang menarik bagi peserta didik. Internet banyak
digunakan oleh kalangan remaja karena selain mereka dapat mengakses berbagai
informasi yang diinginkan dengan cepat sebagian besar dari mereka menggunakan
internet hanya untuk tidak ingin dikatakan “ketinggalan zaman” . Hal tersebut
sangat sesuai dengan karakteristik remaja dalam proses pencarian jati diri, atau
dapat dikatakan agar dapat diakui dalam lingkungan sekitar.
Internet khususnya jejaring sosial Facebook memberikan kontribusi yang
besar terhadap perilaku remaja yang menggunakannya. Kontribusi positifnya
adalah memberikan informasi yang luas dan tak terbatas. Namun hal tersebut juga
dapat menjadi bumerang sendiri bagi pengguna yang memiliki kontrol diri rendah.
27
Informasi yang luas dan mudah diakses membuat peserta didik melupakan
kehidupan di dunia nyata. Kehidupan sebagai pelajar dan kehidupan sosial di
lingkungannya menjadi terabaikan. Peserta didik pengguna Facebook berlebihan
dalam durasi, frekuensi dan intensitasnya tersebut dapat digolongkan sebagai
pengguna yang telah mengalami kecanduan Facebook.
Kecanduan bukan hanya dapat didefinisikan bahwa seseorang mengalami
ketergantungan terhadap stimulus zat adiktif namun juga terhadap suatu benda
atau stimulus dalam hal ini Facebook. Dampak buruk juga dapat berimbas bagi
masa depan remaja jika terlalu bergantung atau kecanduan Facebook, secara
bertahap dan tidak sadar mereka akan semakin tidak menghargai waktu di dunia
nyata, dan semakin jauh dari hubungan sosial dengan sesama di sekitarnya,
mereka juga akan semakin merasa bahwa dunia maya tersebut terlihat nyata, dan
tanpa disengaja juga akan semakin menyendiri dan memperbanyak melamun.
Perilaku yang ditunjukkan peserta didik tersebut harus dengan segera
dikurangi atau dihilangkan karena sangat merugikan bagi dirinya sendiri dan
lingkungan. Dalam mengurangi atau mengatasi kecanduan facebook pada peserta
didik tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara. Beberapa cara dapat
dilaksanakan berdasarkan kemampuan dan kemauan peserta didik dalam
mengurangi perilaku kecanduan facebook yang dimilikinya. Selain kesadaran
akan perilaku kecanduan facebook merupakan perilaku yang bermasalah, peran
lingkungan juga sangat penting. Dukungan dari teman, orang tua dan guru
merupakan faktor yang juga mempengaruhi dalam perubahan perilaku kecanduan
facebook peserta didik.
Yusuf dan Legowo (2007:144) menjelaskan bahwa perilaku dapat diubah
dengan pendekatan behavioral. Pendekatan behavioral membantu individu dalam
mengubah perilaku melalui proses kognitif. Pelaksananan perubahan perilaku ini
dilakukan secara bertahap, perubahan itu akan terjadi ketika seorang individu
menyadari bahwa perilaku yang selama ini dilakukannya dinilai kurang baik atau
dapat diartikan penilaian akan perilaku kehidupan sehari-harinya yang masih
dirasa kurang dan cenderung buruk. Perubahan akan dilakukan yang paling utama
didasari atas kesadaran perilaku yang dinilai buruk dan kurang, serta dijalankan
28
dengan niat yang konsisiten. Salah satu teknik dalam pendekatan behavioral yang
sesuai dengan tahapan-tahapan tersebut adalah dengan menggunakan selfmanagement (Nursalim, 2013:150).
Mahoney & Thoresen (dalam Komalasari 2011:182) menjelaskan bahwa,
“Self-management berkenaan dengan kesadaran dan keterampilan untuk mengatur
keadaan sekitarnya yang mempengaruhi tingkah laku individu”. Hal tersebut
memiliki pengertian bahwa sebuah perubahan harus diawali dari kemampuan
menyadari perilaku yang dimiliki serta kemampuan mengontrol pengaruh yang
muncul dari lingkungan. Cormier dan Cormier (dalam Hartono dan Soemardji,
2012:124) menjelaskan bahwa self-management merupakan suatu proses terapi di
mana konseli mengarahkan perubahan perilaku mereka sendiri dengan satu atau
lebih strategi terapi secara kombinatif. Asumsi dasar self-management merupakan
perubahan tingkah laku yang didasarkan pada kemauan, kesadaran dan
kemampuan individu sendiri akan berjalan stabil karena individu menganggap
bahwa keberhasilan tersebut terjadi atas usaha dirinya sendiri.
Kecanduan Facebook termasuk dalam rumpun perilaku. Kecanduan
Facebook dapat dibina melalui pembiasaan diri yang dilakukan dengan kesadaran,
bukan dengan paksaan orang lain. Dengan pelatihan teknik self-management
dapat membiasakan seseorang agar mampu mengintrospeksi diri/memonitor diri,
menentukan perilaku mana yang hendak dirubah, dan mulai biasa melakukannya
dengan dukungan self-reward.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan perilaku
pada peserta didik dapat diubah dengan pendekatan behavioral. Pendekatan
behavioral sebagai upaya mengurangi kecanduan Facebook pada peserta didik
dapat diterapkan menggunakan pelatihan self-management, karena pada dasarnya
self-management adalah salah satu upaya mengatur diri di mana perubahan
perilaku yang dimiliki individu diarahkan oleh dirinya sendiri dengan tanggung
jawab dan kesadaran penuh sehingga tidak ada unsur paksaan dari pihak lain.
Proses perubahan diri ini banyak dilakukan oleh peserta didik sendiri bukan hanya
sekedar diarahkan oleh guru BK. Kecanduan Facebook merupakan perilaku yang
negatif sehingga harus diubah sedini mungkin.
29
2.
Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian mengenai pelatihan self-
management untuk mengurangi kecanduan Facebook adalah penelitian yang
dilakukan oleh Mutoharoh (2014) yaitu Teknik Pengelolaan Diri Perilakuan untuk
Mengurangi Kecanduan Menggunakan Internet Mahasiswa Yogyakarta. Hasil
menunjukan bahwa teknik ini efektif dalam menurunkan tingkat kecanduan
internet pada mahasiswa didik. Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa perilaku kecanduan dapat dikurangi dengan teknik
pengelolaan diri.
Penelitian lain dari Ni Putu Megantari, Ni Nengah Madri Antari, Nyoman
Dantes (2014) tentang Penerapan Konseling Bahavioral Dengan Strategi Self
Management Untuk Meningkatkan Disiplin Belajar Peserta didik Kelas X MIA-4
SMA Negeri 3 Singaraja menunjukkan hasil bahwa teknik self-management
efektif salam meningkatkan disiplin belajar pada peserta didik. Berdasarkan
penelitian tersebut dapat diketahui bahwa sebuah perubahan perilaku dapat
terwujud dengan penerapan strategi self-management.
Penelitian internasional yang berkaitan dengan kecanduan Facebook antara
lain penelitian yang dilakukan oleh Andreassen (2012) yang berjudul
Development of A Facebook Addiction Scale. Dalam penelitian ini menunjukkan
hasil bahwa terdapat skala dalam kecanduan Facebook. Skala menunjukkan
bahwa semakin sering frekuensi penggunaan Facebook maka semakin tinggi dan
banyak
yang
mengalami
kecanduan.
Berdasarkan
penelitian
tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan Facebook yang semakin besar frekuensinya
maka tingkat kecanduannya juga semakin tinggi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Al-Tarawneh (2014) yang berjudul The
Influence of Social Networks on Students’ Performance menunjukkan bahwa
jejaring sosial khususnya Facebook memiliki dampak yang besar pada performa
peserta didik, baik dampak posistif maupun dampak negatif. Dampak negatif
tersebut dapat dihindari apabila ada kemauan diri untuk mengelola diri dengan
baik. Berdasarkan beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Facebook
sangat berpengaruh bagi kehidupan peserta didik sehingga perlu adanya sebuah
30
jalan keluar untuk mengatasi kecanduan Facebook yaitu salah satunya dengan
pelatihan teknik self-management.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas maka dapat disusun suatu
kerangka pemikiran bahwa pelatihan self-management ini dapat digunakan untuk
mengurangi kecanduan Facebook pada peserta didik Sekolah Menengah
Kejuruan. Dalam kenyataannya peserta didik yang
mengalami kecanduan
Facebook mengalami banyak permasalahan baik dengan teman, dalam belajar,
dan dalam kemampuannya mengatur dirinya sendiri. Banyaknya akibat yang
ditimbulkan oleh Facebook maka perlu adanya upaya untuk menguranginya.
Kecanduan Facebook harus ditangani dengan benar karena merupakan suatu
bentuk gangguan yang terjadi pada perilaku seseorang.
Dalam mengurangi atau mengatasi kecanduan facebook pada peserta didik
tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara. Beberapa cara dapat dilaksanakan
berdasarkan kemampuan dan kemauan peserta didik dalam mengurangi perilaku
kecanduan facebook yang dimilikinya. Selain kesadaran akan perilaku kecanduan
facebook merupakan perilaku yang bermasalah, peran lingkungan juga sangat
penting. Dukungan dari teman, orang tua dan guru merupakan faktor yang juga
mempengaruhi dalam perubahan perilaku kecanduan facebook peserta didik.
Pendekatan behavioral membantu individu dalam mengubah perilaku melalui
proses kognitif. Pelaksananan perubahan perilaku ini dilakukan secara bertahap,
perubahan itu akan terjadi ketika seorang individu menyadari bahwa perilaku
yang selama ini dilakukannya dinilai kurang baik atau dapat diartikan penilaian
akan perilaku kehidupan sehari-harinya yang masih dirasa kurang dan cenderung
buruk. Perubahan akan dilakukan yang paling utama didasari atas kesadaran
perilaku yang dinilai buruk dan kurang, serta dijalankan dengan niat yang
konsisiten. Salah satu teknik dalam pendekatan behavioral yang sesuai dengan
tahapan-tahapan tersebut adalah dengan menggunakan self-management
31
Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Indikator Kecanduan Facebook
1. Intensitas penggunaan
Kecanduan
Facebook pada
Peserta Didik
2. Intensitas berkomunikasi
langsung
3. Kepedulian terhadap diri dan
sekitar
Strategi
Self-management
Pelatihan
Self- Management
1. Self-monitoring
Kecanduan Facebook
Berkurang
2. Stimulus-control
3. Self-reward
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
4. Self-contracting
C. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut
: “Pelatihan Self-Management Efektif untuk Mengurangi Kecanduan Facebook
Peserta Didik Kelas X Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Wonogiri
Tahun Pelajaran 2015/2016”
Download