BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori a. Kecanduan Facebook 1) Pengertian Facebook Facebook pada masa sekarang ini dapat dikatakan sebagai sebuah gaya hidup. Al-Tarawneh (2014) dalam jurnal yang berjudul The Influence of Social Networking Sites on Students’ Academic Performance in Malaysia mengemukakan, “Sosial Networking Sites is an online community of internet users who want to communicate with other users about areas of mutual interest”. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa situs jejaring sosial adalah sebuah komunitas online dalam internet di mana penggunanya dapat berkomunikasi dengan pengguna lain mengenai bidang yang merupakan kegemaran masingmasing pengguna tersebut. Dalam hal ini Facebook merupakan salah satu jejaring sosial yang paling banyak digemari oleh berbagai kalangan karena mudahnya cara mendaftar dan berbagai kegunaannya sebagai sarana pertemanan di dunia maya. Fitur yang ditawarkan Facebook sebagai situs jejaring sosial membuat banyak orang menggunakannya. Kemudahan dalam mendaftar dan penggunaannya memungkinkan semua kalangan bisa memiliki akun dalam situs jejaring sosial ini. Enterprise (2010:79) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu pengguna terbesar dengan jumlah user sekitar 17,6 juta orang. Banyaknya pengguna Facebook di Indonesia tersebut adalah suatu gambaran betapa orang Indonesia mudah terpengaruh dengan kemajuan teknologi. Hal tersebut sangat baik untuk perkembangan manusia untuk lebih maju dan tidak gagap teknologi akan tetapi harus tetap memerlukan pengawasan dalam penggunaannya terutama bagi pelajar dan anak-anak di bawah umur. Sebagai contoh seseorang yang secara berlebihan menggunakan aplikasi Facebook tanpa 8 9 menyadari dampak positif dan negatifnya, kemungkinan besar akan mengalami suatu gangguan perilaku yaitu kecanduan Facebook. Setyaningsih (2012:103) mendefinisikan Facebook merupakan sarana untuk berkomunikasi dengan terbuka karena semua aktivitas dapat terbaca oleh semua pengguna. Pengertian tersebut mengandung pengertian bahwa seorang pengguna Facebook akan memiliki sedikit privasi apabila mereka menuliskan semua informasi di dalam akunnya. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa Facebook merupakan salah satu jejaring sosial yang dapat diakses oleh penggunanya dengan mudah dan memiliki fitur yang beragam. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari terdapat beberapa pelajar yang mengalami kecanduan Facebook, hal ini ditunjukkan dengan perilaku mengabaikan pelajaran karena sibuk mengakses Facebook. 2) Pengertian Kecanduan Facebook Kecanduan merupakan sebuah kejangkitan atau kegemaran sehingga melupakan hal-hal yang lain. Dalam bahasa sehari-hari kecanduan sering diganti penggunaannya dengan kata ketergantungan. Soetjipto (2009:76) dalam jurnalnya yang berjudul Pengujian Validitas Konstruk Kriteria Kecanduan Internet menyebutkan bahwa kata kecanduan lebih tepat digunakan untuk mendefinisikan sebuah keadaan seseorang yang mengalami ketergantungan terhadap suatu stimulus secara psikologis yang biasanya tidak hanya berupa zat namun bisa juga terhadap suatu benda. Pernyataan ini sangat tepat apabila disandingkan dengan keadaan di mana seseorang menggemari internet secara berlebihan. Young dan Rogers (dalam Waldo, 2014:147), membagi durasi penggunaan internet menjadi dua yaitu : pengguna internet yang sehat dan yang bermasalah. Pengguna yang sehat adalah pengguna yang mengakses internet sebanyak 8 jam perminggu, sedangkan pengguna internet bermasalah adalah yang menghabiskan waktu mengakses internet sebanyak 38,5 jam perminggu atau sekitar 5 jam perhari. Perilaku seseorang yang mengakses Facebook secara berlebihan yaitu lebih dari 5 jam perhari dapat dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kecanduan Facebook 10 Young (1999:15) dalam jurnal yang berjudul Internet addiction: symptoms,evaluations and treatment menjelaskan kecanduan internet adalah keadaan dimana seseorang lebih senang menggunakan internet sehingga melupakan realitas di kehidupan nyata. Kecanduan internet dapat juga didefinisikan sebagai Internet Addiction Disorder yang artinya gangguan kecanduan internet di mana seseorang secara psikologis mengalami gangguan atau perilaku yang adiksi terhadap internet (Setyaningsih, 2012:55). Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat ahli tersebut bahwa kecanduan bukan hanya dapat didefinisikan bahwa seseorang mengalami ketergantungan terhadap stimulus zat adiktif namun juga terhadap suatu benda atau stimulus dalam hal ini internet. Dalam jurnal yang berjudul Development Facebook Addiction Scale karya Andreassen (2012:3) menyebutkan “As Addiction to Facebook may be a specific form internet addiction, and since the use of Facebook is increasing very rapidly, there is a need for a psychometrically sound procedure for assessing a possible addiction”. Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa kecanduan Facebook adalah bentuk spesifik dari kecanduan internet. Sejak penggunaan Facebook yang semakin hari semakin meningkat maka perlu adanya suatu prosedur psikologi untuk menilai kemungkinan kecanduan tersebut. Kecanduan Facebook memiliki pengertian yang sama dengan kecanduan internet namun dalam hal ini lebih spesifik yaitu dapat disebut dengan cyber-relationship addiction atau dapat diartikan sebagai kecanduan dalam menjalin hubungan di dunia maya. Dalam jurnal lain yang berjudul The Influence of Social Networking Sites on Students’ Academic Performance in Malaysia menjelaskan bahwa kecanduan Facebook adalah keadaan negatif di mana seseorang melupakan tugas-tugas sosial mereka dalam kehidupan nyata. Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kecanduan Facebook adalah gangguan perilaku seseorang yang mengalami ketergantungan terhadap suatu stimulus secara psikologis dalam hal ini Facebook yang di akses secara berlebihan yaitu 5 jam perhari. Facebook merupakan salah satu kecanggihan internet yang mampu menghubungkan setiap orang tanpa 11 batasan waktu dan wilayah. Hal ini banyak dimanfaatkan berbagai kalangan bukan hanya sebagai sarana menjaring pertemanan namun juga sebagai sarana bisnis dan berbagai pertukaran informasi dibelahan dunia manapun. Kecanggihan internet ini memungkinkan banyak orang yang kurang memiliki manajemen diri yang baik tidak mampu mengontrol penggunaan Facebook itu sendiri sehingga banyak dikatakan bahwa banyak orang yang telah kecanduan menggunakan Facebook. Hal ini dikhawatirkan berbagai pihak karena banyak pecandu Facebook merupakan remaja usia 15-19 tahun. Masa remaja yang seharusnya digunakan untuk hal yang bermanfaat akan tetapi bagi sebagian remaja digunakan dalam kegiatan kurang berguna yaitu menggunakan Facebook secara berlebihan. 3) Aspek-aspek Kecanduan Facebook Dalam jurnal Waldo (2014:3) yang berjudul Correlates of Internet Addiction among Adolescents, Young dan Rogers menjelaskan bahwa Facebook mampu membuat seseorang menjadi malas untuk berkomunikasi di dunia nyata karena merasa lebih menyenangkan untuk berkomunikasi dengan teman di dunia maya, bahkan pengguna yang mengalami kecanduan facebook akan mengabaikan pekerjaan dan tanggung jawabnya di dunia nyata. Aspek-aspek kecanduan facebook yang dikemukakan oleh Bahiyah Omar (2013:37) dalam jurnalnya yang berjudul Motives and Frequency of Using Facebook Among University Student adalah kurang kontrol diri, melupakan tugas-tugas sosial, dan empati yang rendah. Berikut ini disajikan ketiga aspek kecanduan Facebook yang dialami seseorang, adapun rinciannya sebagai berikut : a) Kurang kontrol diri Seseorang yang memiliki perilaku kecanduan Facebook cenderung sering merasa cemas apabila tidak dapat mengakses Facebook. Apapun akan dilakukan agar mereka bisa mengakses Facebook sehingga mereka dapat merasa puas. Hal tersebut didukung dengan pendapat Young (1999:17) yang menjelaskan bahwa seseorang yang mengalami kecanduan internet dalam hal ini Facebook tidak bisa mengontrol, mengurangi bahkan menghentikan penggunaan Facebook. Mereka akan melakukan apa saja agar dapat mengakses Facebook tanpa menghiraukan dampak negatif yang akan terjadi. 12 b) Melupakan tugas-tugas sosial Al-Tarawneh (2014:34) menjelaskan bahwa kecanduan Facebook adalah keadaan negatif seseorang yang mementingkan aktivitas dalam dunia maya daripada dalam dunia nyata. Hal tersebut ditunjukkan dengan beberapa perilaku seperti lebih banyak menyendiri apabila ada tugas kelompok, kurang dalam bersosialisasi dan kurang antusias dalam sebuah kelompok. Seseorang yang kurang dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar maka mereka cenderung tidak mampu mengungkapkan pendapat dengan tepat, kurang intensitas berkomunikasi langsung, kurang baik dalam memberikan respon terhadap pendapat seseorang mengenai dirinya, serta tidak memiliki tanggung jawab dalam lingkungan sosial c) Empati yang rendah Seseorang yang mengalami kecanduan Facebook akan berani mengambil resiko kehilangan hubungan sosial yang harmonis dengan keluarga, teman dekat dan lingkungan sekitar. Teori lain dari Suler (2010) dalam kajiannya tentang Computer and Cyberspace Addiction menjelaskan bahwa apabila mereka telah merasa bahwa lebih menyenangkan berkomunikasi di dalam dunia maya maka mereka akan mengabaikan lingkungan sekitar. Bagi seorang peserta didik yang mengalami kecanduan Facebook, merupakan hal yang merugikan apabila mereka mengabaikan keadaan sekitar hanya demi kegiatan yang kurang bermanfaat yaitu mengakses Facebook secara berlebihan. 4) Faktor yang Mempengaruhi Kecanduan Facebook Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penggunaan Facebook sehingga menyebabkan kecanduan pada penggunanya menurut Bahiyah Omar (2013:30) dalam jurnalnya yang berjudul Motives and Frequency of Using Facebook Among University Student adalah motif pengguna untuk memanfaatkan Facebook itu sendiri. Motif dalam hal ini dapat diartikan sebagai tujuan yaitu tujuan pengguna Facebook untuk memanfaatkan aplikasi jejaring sosial yang sudah sangat terkenal ini. Apabila pengguna Facebook tidak menentukan sebuah tujuan dalam menggunakan aplikasi ini,maka dapat memungkinkan mereka menggunakannya 13 secara berlebihan. Kajian Mutoharroh (2014) menjelaskan terdapat 5 faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi kecanduan terhadap penggunaan Facebook : a) b) c) d) Merasa kesepian Keinginan untuk menghibur diri Memiliki obsesi untuk mempererat hubungan pertemanan Menginginkan ide baru untuk menyelesaikan masalah yang dialami sehari-hari e) Adanya keinginan untuk mencari seseorang yang lebih menarik di dalam dunia maya. Faktor yang diuraikan di atas lebih menunjuk pada faktor internal yang terjadi dalam diri seseorang yang menginginkan sebuah kebahagiaan dalam dirinya sehingga mereka terlarut dan cenderung menjadi seseorang yang tergantung terhadap stimulus yaitu Facebook. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi seseorang kecanduan Facebook adalah : a) Adanya keinginan dalam diri untuk mengurangi rasa kesepian dengan menghibur diri melalui Facebook. Seseorang yang sedang mengalami masalah pada dirinya akan lebih sulit mengontrol perasaannya terhadap sesuatu yang telah membantunya dalam mengurangi masalah yang dialaminya tersebut. b) Kurangnya kesadaran akan kebutuhan yang diperlukan. Semakin seseorang tidak tahu akan kebutuhannya, semakin ia kehilangan kekuatan sebagai individu. Hal ini yang akan tanpa disadari menyebabkan berlebihan dalam pemakaian Facebook. c) Perasaan tertekan yang subjektif. Meningkatnya perasaan depresi, frustasi, kekecewaan, terasing, bersalah dan marah kemungkinan merupakan tandatanda akibat pemakaian Facebook yang berlebihan. Perasaan-perasaan tersebut sangat mudah terjadi karena kurangnya interaksi sosial secara nyata. d) Keadaan lingkungan yang mendukung penggunaan Facebook secara berlebihan. Seperti remaja yang kurang kontrol terhadap dirinya, orang tua maupun guru yang tidak mampu senantiasa selalu mengawasi kegiatan 14 remaja, serta keadaan pergaulan remaja yang menuntut penggunaan Facebook secara berlebihan. 5) Cara Mengatasi Kecanduan Facebook Secara Umum Cara meminimalkan kecanduan dalam penggunaan Facebook adalah dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada remaja mengenai sosial media dan pengaruhnya atau dengan melakukan pengawasan terhadap para remaja oleh orang-orang terdekat. Remaja saat ini menjadi salah satu generasi internet. Banyak informasi yang didapat dari internet bahkan internet pun sekarang dapat menandingi televisi dalam hal memberikan informasi-informasi. Untuk itu, akan dibahas cara mengatasi kecanduan Facebook secara umum sebagai berikut : a) Mengatasi kecanduan Facebook dengan mengalihkan perhatian peserta didik dari gadget, peserta didik bisa mempelajari keterampilan baru dan menemukan minat dan bakatnya. b) Setyaningsih (2012:57) menjelaskan bahwa orang tua dan guru sangat berpengaruh dalam mengatasi kecanduan Facebook yang dialami peserta didik yaitu dengan cara memonitor kegiatan peserta didik dalam mengakses Facebook. c) Pemberian informasi mengenai dampak negatif yang ditimbulkan bila mengakses Facebook secara berlebihan. Hal tersebut mampu membuat peserta didik menyadari perilaku yang dimiliki adalah perilaku yang bermasalah. d) Dalam mengurangi kecanduan Facebook seorang remaja bisa melakukannya dengan membuat jadwal kegiatan. Jadwal ini berguna untuk memprioritaskan hal-hal yang terpenting, seperti belajar dan menggunakan Facebook hanya saat waktu luang. e) Komitmen dalam mengurangi kecanduan Facebook adalah hal yang penting. Dengan komitmen dan perilaku yang konsisten akan membentuk perilaku yang baru dan mampu mengurangi kecanduan Facebook yang dimiliki. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa upaya untuk mengurangi sebuah perilaku kecanduan Facebook tidak semata-mata dapat 15 dilakukan sendiri. Perlu adanya dukungan dari lingkungan untuk memonitor perilaku yang dimiliki. Yusuf dan Legowo (2007:142) menjelaskan bahwa perilaku dapat diubah atau dikurangi apabila individu mampu mengontrol kekuatan yang berasal dari dalam dirinya. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa dalam mengurangi perilaku kecanduan Facebook dapat dilakukan dengan memiliki pengelolaan diri yang baik, yang mampu mengantisipasi stimulus yang muncul. Selain pendapat tersebut Danusastro (1989:70) menjelaskan bahwa didalam sebuah upaya perubahan perilaku dapat tercapai dengan baik dan kontinyu apabila ada penguatan dan komitmen perubahan perilaku tersebut. Pendapat tersebut memiliki pengertian bahwa selain dengan kesadaran diri untuk mengurangi perilaku yang buruk atau bermasalah perlu adanya sebuah penguatan dan komitmen untuk melakukan perubahan. Perubahan perilaku dapat dilakukan secara kontinyu dan stabil apabila komitmen dilaksanakan dengan sungguhsungguh. Berdasakan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam upaya mengurangi sebuah perilaku bermasalah dapat dilakukan dengan sebuah pengelolaan diri, mampu mengontrol stimulus negatif yang timbul agar tidak terpengaruh, memiliki penguatan dan komitmen dalam menjalankannya. Dapat disimpulkan bahwa upaya-upaya tersebut dapat diterapkan pula dalam mengurangi perilaku kecanduan Facebook, karena perilaku kecanduan Facebook merupakan salah satu perilaku yang bermasalah bagi peserta didik yang mengalaminya. b. Pelatihan Self-Management 1) Pengertian Self-Management Faktor yang banyak mempengaruhi seseorang memiliki perilaku kecanduan Facebook adalah muncul dari dalam dirinya sendiri. Untuk mengurangi perilaku tersebut seseorang harus memiliki pengendalian terhadap dirinya sendiri, Hal ini harus menyentuh aspek kognitifnya sehingga ada perubahan dalam aspek afektif dan aspek psikomotor yang dimiliki. Pada dasarnya manusia merupakan manajer bagi dirinya sendiri. Corey (Terj. Koeswara, 2007:140) menjelaskan bahwa 16 pengembangan dan penggunaan self-management dalam konseling pada mulanya dikembangkan oleh Williams dan Long. Dapat didefinisikan secara sederhana bahwa self-management adalah suatu proses pengarahan diri untuk mengubah perilaku tertentu. Stewart dan Lewis (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:125) berpendapat bahwa : Dalam bidang konseling, self-management merupakan suatu prosedur yang baru, kadang-kadang disebut behavioral self-control, menunjuk pada kemampuan individu untuk mengarahkan perilakunya, yaitu kemampuan untuk melakukan hal-hal yang terarah bahkan meskipun upaya-upaya itu sulit. Menurut Nursalim (2013:150) dalam menggunakan prosedur selfmanagement individu mengarahkan usaha perubahan dengan mengubah aspekaspek lingkungannya atau dengan mengatur konsekuensi. seseorang harus mampu mengontrol stimulus yang muncul dari lingkungan sehingga dapat memperkirakan konsekuensi yang akan diterima. Cormier dan Cormier (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:124) menjelaskan bahwa self-management merupakan suatu proses terapi di mana konseli mengarahkan perubahan perilaku mereka sendiri dengan satu atau lebih strategi terapi secara kombinatif. Self-management merupakan proses sistematis yang dilakukan seseorang untuk memiliki kendali atas perilakunya yang tentunya sesuai dengan norma dan kemampuannya, Carpentter (2007) memiliki pendapat sebagai berikut, “ No matter who you are and what you do, you have the power to make a change to your life” (hlm.2). Pendapat tersebut diperkuat dengan pernyataannya bahwa apabila seseorang menginginkan kesuksesan, selain dari usahanya untuk belajar dan bekerja ada poin penting lain yang perlu diperhatikan yaitu motivasi diri dan selfmanagement. Menurut Carpenter (2007:4) self-management dan motivasi diri dimulai ketika seseorang sudah menentukan tujuan. Setelah adanya penentuan tujuan dari dirinya maka perlu adanya rencana yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Secara singkat, Carpenter (2007:6) menjelaskan bahwa apabila rencana tersebut sudah dilaksanakan maka perlu adanya reward untuk dirinya sendiri. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki 17 self-management harus melalui beberapa tahap agar mampu mencapai tujuan atau goals yang telah ditetapkan pertama kali. Jones, Nelson, dan Kazdin (dalam Nursalim, 2013:150) juga mengungkapkan bahwa dalam self-management individu mengarahkan upaya-upaya perubahan dengan cara memodifikasi aspek-aspek lingkungan atau dengan memanipulasikan atau mengadministrasikan konsekuensi. Pengarahan yang dilakukan individu berdasarkan keinginan yang dimiliki sendiri tanpa adanya paksaan orang lain sehingga perubahan perilaku dapat tercapai. Danusatro (1989:14) menjelaskan bahwa perilaku yang berlawanan dapat berkurang apabila dibantu dengan teknik yang tepat dan secara berkala. Self-management merupakan upaya yang sesuai dalam usaha perubahan perilaku tersebut. Shelton (dalam Suarni, 2004:62) mengartikan “Self management mengacu pada perilaku yang memberikan kesempatan kepada individu mengambil tanggung jawab atas tindakannya sendiri melalui manipulasi terhadap kejadian - kejadian eksternal maupun internal”. Tanggung jawab terhadap perilaku tersebut menimbulkan pemikiran bahwa seseorang harus memilih perilaku yang tepat pada setiap stimulus yang muncul pada lingkungan sekitar. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa selfmanagement adalah salah satu proses pengelolaan diri dan upaya-upaya perubahan perilaku dengan cara memodifikasi aspek-aspek lingkungan serta perubahan perilaku yang dimiliki individu diarahkan oleh dirinya sendiri dengan tanggung jawab dan kesadaran penuh sehingga tidak ada unsur paksaan dari pihak lain. Sebagai contoh seseorang pelajar mampu mengatur perilakunya dengan sebuah agenda self-management yang berisi tentang beberapa jadwal kegiatan sehari-hari sehingga waktu yang dimiliki lebih bermanfaat. 2) Pelatihan Self-management Self-management merupakan sebuah upaya untuk mengubah perilaku seseorang secara kontinyu dan stabil. Hal tersebut tidak dapat dilakukan secara instan, namun memerlukan waktu yang berkala. Whitaker (dalam Asrori, 2008:158) dengan tegas mengemukakan keampuhan teknik self-management untuk mengembangkan perilaku sasaran 18 A failure to use self-management is a fundamental defiocit in people with selfenchancement. Training people in self-management has been found to be an effective method of self-enchancement and there is evidence that people can be trained to use self-management. Training in self-management could therefore be an effective way of enhanching other targets behaviors. Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang telah dilatih untuk melaksanakan manajemen diri akan bisa mengatur dirinya secara efektif untuk mencapai perilaku yang menjadi tujuan. Self-management merupakan sebuah cara untuk mengubah perilaku melalui proses kognitif. Cormier dan Cormier (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:124) menjelaskan bahwa self-management merupakan suatu proses terapi di mana konseli mengarahkan perubahan perilaku mereka sendiri dengan satu atau lebih strategi terapi secara kombinatif. Strategi yang terdapat dalam self-management merupakan sebuah rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Komalasari (2011:181) menyebutkan bahwa pelatihan pengelolaan diri (self management) tanggung jawab dan keberhasilan berada di tangan individu. Guru BK berperan sebagai pencetus gagasan, fasilitator yang membantu merancang program serta motivator. Sebuah perubahan perilaku yang utama adalah muncul dari dalam diri. Dalam studi lain Danusastro (1989) menjelaskan, “Dalam waktu lebih dari satu abad menunjukkan bahwa metode modifikasi perilaku tersebut sangat efektif dalam memperbaiki perilaku anak, baik yang bersifat akademis maupun sosial” (hlm.2). Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa self-management adalah sebuah proses yang sangat penting bagi perubahan perilaku seseorang atas kemauannya sendiri. Kombinasi strategi dalam penyelenggaraan pelatihan mampu mencapai suatu keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Pelaksanaan pelatihan tersebut mampu mencapai hasil optimal apabila ada kesadaran dari diri peserta didik untuk merubah perilaku bermasalah yang dimilikinya. Sebagai contoh seorang peserta didik banyak menghabiskan waktu belajar yang digunakan untuk mengakses Facebook sehingga nilainya menurun dan tanpa disadari terasing dalam kegiatan kelompok di kelasnya. Dengan permasalahan tersebut, guru kelas dapat merekomendasikan peserta didik tersebut untuk dibimbing oleh guru BK. Guru BK mengarahkan peserta didik tersebut dengan teknik self-management, karena self-management mampu membuat individu 19 mengarahkan perilakunya sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, contohnya prestasi yang tinggi dan kemampuan bergaul dengan teman sebaya secara normal. 3) Tujuan Pelatihan Self-Management Kemampuan untuk mengelola diri sendiri harus diikuti dengan penguatan keterampilan untuk terhubung dengan orang-orang, dan penguatan keterampilan konseptual agar bisa bekerja dengan ide-ide hebat yang dimiliki. Sebagai contoh seekor burung yang duduk di ranting pohon tidak pernah takut rantingnya patah, karena kepercayaannya tidak pada ranting atau cabang pohon tersebut, tetapi pada sayapnya sendiri. Jadi, self-management bertujuan membentuk diri agar selalu lebih percaya pada kekuatan yang ada di dalam diri sendiri, bukan terlalu percaya pada apa-apa yang dimiliki, atau pada kekuatan yang ada di luar diri. Self-management merupakan suatu teknik konseling yang relatif masih baru dalam dunia konseling (Nursalim, 2013:150). Teknik self-management adalah salah satu upaya atau proses manajemen diri di mana perubahan perilaku yang dimiliki individu diarahkan oleh dirinya sendiri dengan tanggung jawab dan kesadaran penuh sehingga tidak ada unsur paksaan dari pihak lain. Pelatihan ini tetap mengacu pada perubahan perilaku berdasarkan kriteria-kriteria yang terdapat pada teknik self-management. Menurut Komalasari (2011:185) tujuan dari teknik pengelolahan diri yaitu agar individu secara teliti dapat menempatkan diri dalam situasi-situasi yang menghambat perilaku yang mereka hendak hilangkan dan belajar untuk mencegah timbulnya perilaku atau masalah yang tidak dikehendaki. Dari keterangan di atas dapat diketahui mengenai tujuan dari teknik selfmanagement yaitu : a) Memberikan peran yang lebih aktif pada peserta didik dalam proses pelatihan b) Ketrampilan peserta didik dapat bertahan di luar sesi pelatihan c) Perubahan yang stabil dan menetap dengan arah prosedur yang tepat d) Menciptakan ketrampilan belajar yang baru dan sesuai harapan e) Peserta didik dapat memola perilaku, pikiran, dan perasaan yang diinginkan. 20 Sebagai contoh seseorang yang memiliki kebiasaan bermain Facebook secara berlebihan, akan mampu menguranginya secara berkala dan stabil walaupun di luar sesi pelatihan. Hal tersebut mampu juga digunakan untuk mengurangi perilaku lain yang dirasa bermasalah. 4) Strategi dalam Pelatihan Self-management Tujuan upaya pelatihan self-management dalam perilaku seseorang tidak akan tercapai apabila di dalamnya tidak terdapat strategi-strategi yang sesuai dan kombinatif. Stewart dan Lewis (dalam Nursalim, 2013:150) mengemukakan terdapat empat strategi dalam self-management, yaitu self-monitoring, mengubah stimuli lingkungan, belajar respons alternatif, dan mengubah konsekuensi respons. Strategi tersebut dilakukan dengan kontinyu sehingga mampu mengubah aspek kognitif, pengolahan rasa menjadi lebih terarah, dan aspek psikomotor yang terkontrol. Amelinda (2015:34) menjelaskan beberapa metode yang terdapat pada self-management antara lain teknik pemantauan diri (self monitoring), kontrol stimulus (stimulus control) dan penghargaan diri (self reward). Perilaku merupakan hasil belajar atau dipelajari, jadi apabila strategi ini dilaksanakan secara berkala dan kombinatif maka akan membentuk perilaku baru sesuai dengan yang telah dipelajarinya. Menurut Cormier and Cormier (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:126) terdapat tiga strategi dalam teknik self-management, yaitu : self-monitoring, stimulus control, dan self-reward. Prosedur yang diungkapkan oleh Cormier dan Cormier tersebut merupakan strategi yang diklasifikasikan dalam teknik self-management karena dalam setiap prosedur tersebut individu mengarahkan diri, mengubah atau mengendalikan antaseden atau konsekuensi untuk menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat dijelaskan secara terperinci strategi self-management adalah sebagai berikut : a) Self-monitoring Self-monitoring adalah strategi awal dalam penggunaan pelatihan self- management, Danusastro (1989:22) menjelaskan bahwa self monitoring adalah prosedur dimana peserta didik memantau dan mencatat penampilan dari 21 perilakunya. Pencatatan perilaku ini bertujuan agar individu menyadari perilaku yang dimilikinya. Menurut Cormier (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:126) self-monitoring adalah proses di mana individu mengobservasi dan mencatat sesuatu tentang dirinya sendiri dan interaksinya dengan situasi lingkungan. Dalam hal ini individu dengan sengaja mengobservasi dan mencacat perilaku yang dilakukannya dengan cermat. Thorsen dan Mahoney (dalam Nursalim, 2013:152) menyatakan bahwa monitoring diri adalah tahap pertama yang utama dalam program perubahan diri. Dapat disimpulkan bahwa self-monitoring merupakan dasar atau tahap awal proses self-management untuk mengetahui perilaku bermasalah yang dimiliki seseorang yang pada prosesnya dilakukan oleh individu itu sendiri. Individu dalam tahap ini mengobservasi dan mencacat perilaku bermasalah yang dimilikinya, mengontrol penyebab dan konsekuensi hasilnya. Monitor diri digunakan sementara untuk menilai masalah, sebab data pengamatan dapat menjelaskan kebenaran atau perubahan laporan verbal individu tentang perilaku bermasalah. Sebagai contoh, peserta didik mengamati perilakunya dalam kegiatan belajar mengajar sehingga mengetahui perilaku yang perlu dikurangi atau dihilangkan dan perilaku yang perlu ditingkatkan. b) Stimulus Control Seseorang yang sudah mampu mengamati dan mencatat perilakunya sendiri akan dihadapkan pada pengontrolan stimulus yang timbul untuk mengurangi konsekuensi yang terjadi maupun meningkatkan konsekuensi yang akan diterima. William dan Long (dalam Corey 2007:143) mendefinisikan kendali stimulus adalah menekankan pada penataan kembali atau modifikasi lingkungan sebagai isyarat khusus atau anteseden atas respons tertentu. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa individu mampu mengontrol gejala-gejala yang terjadi pada lingkungan agar perilaku yang tidak dikehendaki tidak muncul. Definisi stimulus control menurut Nursalim (2013) adalah, “Penyusunan atau perencanaan kondisikondisi lingkungan yang telah ditentukan sebelumnya, yang membuat terlaksananya perilaku tertentu” (hlm.156). 22 Kondisi yang dimaksudkan di atas berfungsi sebagai tanda atau antaseden dari suatu respon tertentu. Dengan kata lain antaseden merupakan suatu stimulus untuk suatu respons tertentu. Namun apabila adanya ketidaksesuaian antara stimulus dan control maka akan menimbulkan perilaku bermasalah pada individu. Sebagai contoh seseorang yang tidak mampu mengontrol stimulus yang timbul dari sebuah jaringan internet seperti aplikasi Facebook, mereka akan memikirkannya setiap waktu dan menggunakan secara berlebihan sehingga muncul perilaku kecanduan Facebook. c) Self-reward Strategi ini mampu berjalan secara kontinyu dan stabil apabila diimbangi dengan adanya penguatan. Soekadji (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:126) berpendapat bahwa apabila suatu stimulus dihadirkan sebagai akibat atau konsekuensi suatu perilaku dan apabila karena hal tersebut perilaku yang dimiliki dapat meningkat atau terpelihara maka peristiwa itu disebut dengan self-reward. Senada dengan pernyataan tersebut. Danusastro (1989:69) menjelaskan bahwa penguatan diri adalah prosedur dimana peserta didik memberikan penguatan kepada dirinya setelah melakukan tugas yang tepat. Dapat disimpulkan bahwa self-reward adalah sebuah tahap yang mampu membantu individu menambah pikiran-pikiran positif dengan adanya pengukuhan terhadap respons yang diinginkan serta mempercepat target perilaku. Apabila strategi di atas dilaksanakan dengan baik maka perubahan perilaku yang diharapkan akan terwujud. Namun ada faktor-faktor yang perlu diperhatikan supaya strategi dalam teknik self-management ini efektif, adapun faktor-faktor tersebut adalah : (1) Menggunakan kombinasi strategi di mana beberapa memusatkan pada perilaku antaseden atau gejala dan yang lain pada konsekuensi (2) Menggunakan strategi atau prosedur secara konsisten (3) Terdapat bukti evaluasi diri dari konseli, penetapan tujuan tidak perlu terlalu tinggi namun harus cukup realistis dan efektif (4) Harus memiliki penguatan diri (5) Adanya dukungan dari lingkungan terdekat 23 5) Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Self-management Pada dasarnya self-management merupakan pengendalian diri terhadap pikiran,ucapan, dan perbuatan yang dilakukan, sehingga mendorong pada penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan perbuatan yang baik dan benar. Self-management adalah sebuah proses merubah “totalitas diri” baik itu dari segi intelektual, emosional, spiritual, dan fisik agar apa yang menjadi sasaran tercapai. Selain memenuhi beberapa strategi di dalamnya, self-management mampu berhasil apabila dilaksanakan dengan langkah-langkah yang sistematis dan terstruktur. Menurut Cormier dan Cormier (dalam Nursalim, 2013:156) terdapat sebelas langkah dalam teknik self-management yang terdiri dari 10 langkah utama dan 2 langkah tambahan. Untuk lebih mudah memahami, langkah-langkah tersebut dapat diperinci dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 2.1 Langkah-langkah Pelatihan Teknik Self-management Karakteristik Langkah-Langkah UTAMA Penetapan standar evaluasi diri dan 1. Individu mengidentifikasi dan mencatat perilaku sasaran Penetapan standar evaluasi diri dan 2. Individu menetapkan tujuan Kombinasi strategi 3. Guru BK menjelaskan strategi self-management Kombinasi strategi 4. Individu memilih satu atau lebih strategi Komitmen strategi 5. Melakukan kontrak perilaku Penggunaan strategi pilihan 6. Guru BK menginstrusikan dan memodelkan strategi yang dipilih Penggunaan strategi pilihan 7. Individu mempraktikan strategi yang dipilih Penggunaan konsisten yang 9. Penggunaan strategi pilihan dalam kehidupan nyata Evaluasi diri, penguatan diri, dan dukungan lingkungan 10. Data individu di-review oleh guru BK strategi TAMBAHAN 8. Individu merekam penggunaan strategi dan tingkat perilaku sasaran 11. Analisis program 24 Seperti yang telah diuraikan di atas, langkah-langkah dalam proses teknik self-management ini meliputi strategi yang telah ditentukan. Langkah-langkah tersebut harus dilakukan individu secara sungguh-sungguh agar tujuan perubahan perilaku dapat tercapai. Sebelas langkah tersebut sangat penting termasuk langkah tambahan yang dimaksudkan sebagai langkah tambahan yang mampu menunjang langkah utama untuk mengoptimalkan pelaksanaan teknik self-management. Berdasarkan penjelasan para ahli di atas dapat disimpulkan langkah-langkah pelatihan teknik self-management adalah sebagai berikut : a) Guru BK menjelaskan mengenai teknik self-management dan menginstruksikan kepada peserta didik untuk menetapkan perilaku sasaran b) Peserta didik menetapkan standar pembentukan perilaku yang baru berdasarkan stimulus yang terjadi. Dalam tahap ini peserta didik mencacat perilakunya dan mengidentifikasi stimulus dan respons yang terjadi pada perilakunya tersebut c) Pada langkah kedua peserta didik harus menetapkan tujuan. Tujuan ini dimaksudkan agar peserta didik mengetahui apa yang seharusnya dicapai demi membentuk atau mengubah perilaku sebelumnya menjadi perilaku baru yang lebih baik d) Dalam langkah ini individu dibantu guru BK menentukan strategi selfmanagement. Perlu adanya kombinasi dalam menentukan strategi selfmanagement, yaitu antara self-monitoring, self-control, dan self-reward. e) Setelah peserta didik menetapkan kombinasi strategi tersebut, peserta didik harus memiliki komitmen mengenai tujuan serta pembentukan strategi agar tujuan tercapai. Komitmen ini sangat penting karena dapat mengikat peserta didik untuk memiliki tanggung jawab dalam melaksanakannya f) Guru BK menginstrusikan dan memodelkan strategi yang telah ditentukan g) Pada langkah ini, peserta didik diharuskan mempraktikkan strategi selfmanagement yang telah disepakati. Praktik dilakukan dalam kehidupan nyata sehingga memudahkan peserta didik untuk melakukannya sebagai suatu stimulus bahkan kebiasaan dalam menjalani kehidupan sehari-hari 25 h) Peserta didik harus merekam penggunaan strategi tersebut dan melihat tingkat perilaku yang sudah dicapai untuk mencapai tujuan i) Data yang didapat kemudian di re-view oleh guru BK dan di revisi. Dari hasil tersebut dapat di analisis mengenai keberhasilan pelatihan dengan teknik self-management apakah sudah mencapai tujuan yang telah disepakati. c. Karakteristik Peserta Didik Peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tergolong remaja cenderung ingin melakukan dan mengetahui banyak kegiatan sebagai proses mencari jati diri. Peserta didik SMK merupakan peserta didik yang berada dalam tahap perkembangan remaja. Tahap perkembangan remaja merupakan tahapan yang penuh dengan perubahan pada peserta didik baik dari segi perilaku maupun pemikiran. Kegiatan belajar yang cenderung membosankan bagi mereka serta banyak permasalahan remaja yang dialami membuat peserta didik memanfaatkan media sosial Facebook sebagai tempat mencurahkan isi hati. Tanpa adanya kontrol perasaan yang baik atau cenderung berlebihan dalam menggunakan Facebook dapat membentuk perilaku kecanduan terhadap penggunaan Facebook. Kecanduan Facebook adalah keadaan atau kondisi seseorang pengguna Facebook kurang memiliki kontrol diri yang baik sehingga melupakan tugas-tugas sosial mereka di dunia nyata dan membuat rasa empati mereka rendah terhadap lingkungan sekitar. Kurang mampunya peserta didik dalam mengelola diri tersebut berkaitan dengan salah satu tugas perkembangan yaitu mencapai kemandirian emosi. Yusuf (2001:25) menjelaskan bahwa terdapat beberapa sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja yang tergolong dalam karakteristik umum perkembangan remaja yaitu kegelisahan, pertentangan, mengkhayal, aktivitas kelompok dan keinginan mencoba segala sesuatu. Apabila peserta didik kurang mampu mengatur perkembangan yang dimiliki maka kegiatan non akademik seperti pemakaian Facebook akan sering dilakukan karena untuk menunjang kebutuhan diri mereka dalam mencari jati diri. 26 Perasaan untuk ingin diakui di lingkungan sekitar khususnya teman sebaya akan membuat mereka kurang mampu mengontrol stimulus yang timbul dalam hal ini adalah Facebook. Facebook yang mudah digunakan oleh peserta didik dapat membuat mereka melupakan prioritas utama mereka sebagai pelajar. Kecanduan Facebook merupakan permasalahan yang saat ini sedang terjadi pada peserta didik SMK maka perlu diatasi dengan solusi yang tepat agar perubahan perilaku dapat tercapai sesuai dengan tugas perkembangan yang mereka harus capai. d. Pelatihan Self-Management untuk Mengurangi Kecanduan Penggunaan Facebook Peserta didik usia Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa atau dapat disebut dengan masa remaja. Sarwono (2000:32) menyebutkan masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Dalam masa pencarian jati diri seperti ini, remaja masih cenderung labil dalam bersikap maupun berperilaku. Remaja pada usia SMK seharusnya terbiasa belajar dengan baik. Yusuf dan Legowo (2007:129) menjelaskan bahwa terbiasa belajar dengan baik merupakan perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan. Namun karakteristik yang masih tergolong labil, akan membuat mereka kurang dalam mengontrol stimulus yang timbul dari lingkungan. Pada masa sekarang ini keberadaan internet khususnya jejaring sosial Facebook merupakan stimulus yang menarik bagi peserta didik. Internet banyak digunakan oleh kalangan remaja karena selain mereka dapat mengakses berbagai informasi yang diinginkan dengan cepat sebagian besar dari mereka menggunakan internet hanya untuk tidak ingin dikatakan “ketinggalan zaman” . Hal tersebut sangat sesuai dengan karakteristik remaja dalam proses pencarian jati diri, atau dapat dikatakan agar dapat diakui dalam lingkungan sekitar. Internet khususnya jejaring sosial Facebook memberikan kontribusi yang besar terhadap perilaku remaja yang menggunakannya. Kontribusi positifnya adalah memberikan informasi yang luas dan tak terbatas. Namun hal tersebut juga dapat menjadi bumerang sendiri bagi pengguna yang memiliki kontrol diri rendah. 27 Informasi yang luas dan mudah diakses membuat peserta didik melupakan kehidupan di dunia nyata. Kehidupan sebagai pelajar dan kehidupan sosial di lingkungannya menjadi terabaikan. Peserta didik pengguna Facebook berlebihan dalam durasi, frekuensi dan intensitasnya tersebut dapat digolongkan sebagai pengguna yang telah mengalami kecanduan Facebook. Kecanduan bukan hanya dapat didefinisikan bahwa seseorang mengalami ketergantungan terhadap stimulus zat adiktif namun juga terhadap suatu benda atau stimulus dalam hal ini Facebook. Dampak buruk juga dapat berimbas bagi masa depan remaja jika terlalu bergantung atau kecanduan Facebook, secara bertahap dan tidak sadar mereka akan semakin tidak menghargai waktu di dunia nyata, dan semakin jauh dari hubungan sosial dengan sesama di sekitarnya, mereka juga akan semakin merasa bahwa dunia maya tersebut terlihat nyata, dan tanpa disengaja juga akan semakin menyendiri dan memperbanyak melamun. Perilaku yang ditunjukkan peserta didik tersebut harus dengan segera dikurangi atau dihilangkan karena sangat merugikan bagi dirinya sendiri dan lingkungan. Dalam mengurangi atau mengatasi kecanduan facebook pada peserta didik tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara. Beberapa cara dapat dilaksanakan berdasarkan kemampuan dan kemauan peserta didik dalam mengurangi perilaku kecanduan facebook yang dimilikinya. Selain kesadaran akan perilaku kecanduan facebook merupakan perilaku yang bermasalah, peran lingkungan juga sangat penting. Dukungan dari teman, orang tua dan guru merupakan faktor yang juga mempengaruhi dalam perubahan perilaku kecanduan facebook peserta didik. Yusuf dan Legowo (2007:144) menjelaskan bahwa perilaku dapat diubah dengan pendekatan behavioral. Pendekatan behavioral membantu individu dalam mengubah perilaku melalui proses kognitif. Pelaksananan perubahan perilaku ini dilakukan secara bertahap, perubahan itu akan terjadi ketika seorang individu menyadari bahwa perilaku yang selama ini dilakukannya dinilai kurang baik atau dapat diartikan penilaian akan perilaku kehidupan sehari-harinya yang masih dirasa kurang dan cenderung buruk. Perubahan akan dilakukan yang paling utama didasari atas kesadaran perilaku yang dinilai buruk dan kurang, serta dijalankan 28 dengan niat yang konsisiten. Salah satu teknik dalam pendekatan behavioral yang sesuai dengan tahapan-tahapan tersebut adalah dengan menggunakan selfmanagement (Nursalim, 2013:150). Mahoney & Thoresen (dalam Komalasari 2011:182) menjelaskan bahwa, “Self-management berkenaan dengan kesadaran dan keterampilan untuk mengatur keadaan sekitarnya yang mempengaruhi tingkah laku individu”. Hal tersebut memiliki pengertian bahwa sebuah perubahan harus diawali dari kemampuan menyadari perilaku yang dimiliki serta kemampuan mengontrol pengaruh yang muncul dari lingkungan. Cormier dan Cormier (dalam Hartono dan Soemardji, 2012:124) menjelaskan bahwa self-management merupakan suatu proses terapi di mana konseli mengarahkan perubahan perilaku mereka sendiri dengan satu atau lebih strategi terapi secara kombinatif. Asumsi dasar self-management merupakan perubahan tingkah laku yang didasarkan pada kemauan, kesadaran dan kemampuan individu sendiri akan berjalan stabil karena individu menganggap bahwa keberhasilan tersebut terjadi atas usaha dirinya sendiri. Kecanduan Facebook termasuk dalam rumpun perilaku. Kecanduan Facebook dapat dibina melalui pembiasaan diri yang dilakukan dengan kesadaran, bukan dengan paksaan orang lain. Dengan pelatihan teknik self-management dapat membiasakan seseorang agar mampu mengintrospeksi diri/memonitor diri, menentukan perilaku mana yang hendak dirubah, dan mulai biasa melakukannya dengan dukungan self-reward. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan perilaku pada peserta didik dapat diubah dengan pendekatan behavioral. Pendekatan behavioral sebagai upaya mengurangi kecanduan Facebook pada peserta didik dapat diterapkan menggunakan pelatihan self-management, karena pada dasarnya self-management adalah salah satu upaya mengatur diri di mana perubahan perilaku yang dimiliki individu diarahkan oleh dirinya sendiri dengan tanggung jawab dan kesadaran penuh sehingga tidak ada unsur paksaan dari pihak lain. Proses perubahan diri ini banyak dilakukan oleh peserta didik sendiri bukan hanya sekedar diarahkan oleh guru BK. Kecanduan Facebook merupakan perilaku yang negatif sehingga harus diubah sedini mungkin. 29 2. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian mengenai pelatihan self- management untuk mengurangi kecanduan Facebook adalah penelitian yang dilakukan oleh Mutoharoh (2014) yaitu Teknik Pengelolaan Diri Perilakuan untuk Mengurangi Kecanduan Menggunakan Internet Mahasiswa Yogyakarta. Hasil menunjukan bahwa teknik ini efektif dalam menurunkan tingkat kecanduan internet pada mahasiswa didik. Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku kecanduan dapat dikurangi dengan teknik pengelolaan diri. Penelitian lain dari Ni Putu Megantari, Ni Nengah Madri Antari, Nyoman Dantes (2014) tentang Penerapan Konseling Bahavioral Dengan Strategi Self Management Untuk Meningkatkan Disiplin Belajar Peserta didik Kelas X MIA-4 SMA Negeri 3 Singaraja menunjukkan hasil bahwa teknik self-management efektif salam meningkatkan disiplin belajar pada peserta didik. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa sebuah perubahan perilaku dapat terwujud dengan penerapan strategi self-management. Penelitian internasional yang berkaitan dengan kecanduan Facebook antara lain penelitian yang dilakukan oleh Andreassen (2012) yang berjudul Development of A Facebook Addiction Scale. Dalam penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat skala dalam kecanduan Facebook. Skala menunjukkan bahwa semakin sering frekuensi penggunaan Facebook maka semakin tinggi dan banyak yang mengalami kecanduan. Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan Facebook yang semakin besar frekuensinya maka tingkat kecanduannya juga semakin tinggi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Al-Tarawneh (2014) yang berjudul The Influence of Social Networks on Students’ Performance menunjukkan bahwa jejaring sosial khususnya Facebook memiliki dampak yang besar pada performa peserta didik, baik dampak posistif maupun dampak negatif. Dampak negatif tersebut dapat dihindari apabila ada kemauan diri untuk mengelola diri dengan baik. Berdasarkan beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa Facebook sangat berpengaruh bagi kehidupan peserta didik sehingga perlu adanya sebuah 30 jalan keluar untuk mengatasi kecanduan Facebook yaitu salah satunya dengan pelatihan teknik self-management. B. Kerangka Berpikir Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas maka dapat disusun suatu kerangka pemikiran bahwa pelatihan self-management ini dapat digunakan untuk mengurangi kecanduan Facebook pada peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan. Dalam kenyataannya peserta didik yang mengalami kecanduan Facebook mengalami banyak permasalahan baik dengan teman, dalam belajar, dan dalam kemampuannya mengatur dirinya sendiri. Banyaknya akibat yang ditimbulkan oleh Facebook maka perlu adanya upaya untuk menguranginya. Kecanduan Facebook harus ditangani dengan benar karena merupakan suatu bentuk gangguan yang terjadi pada perilaku seseorang. Dalam mengurangi atau mengatasi kecanduan facebook pada peserta didik tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara. Beberapa cara dapat dilaksanakan berdasarkan kemampuan dan kemauan peserta didik dalam mengurangi perilaku kecanduan facebook yang dimilikinya. Selain kesadaran akan perilaku kecanduan facebook merupakan perilaku yang bermasalah, peran lingkungan juga sangat penting. Dukungan dari teman, orang tua dan guru merupakan faktor yang juga mempengaruhi dalam perubahan perilaku kecanduan facebook peserta didik. Pendekatan behavioral membantu individu dalam mengubah perilaku melalui proses kognitif. Pelaksananan perubahan perilaku ini dilakukan secara bertahap, perubahan itu akan terjadi ketika seorang individu menyadari bahwa perilaku yang selama ini dilakukannya dinilai kurang baik atau dapat diartikan penilaian akan perilaku kehidupan sehari-harinya yang masih dirasa kurang dan cenderung buruk. Perubahan akan dilakukan yang paling utama didasari atas kesadaran perilaku yang dinilai buruk dan kurang, serta dijalankan dengan niat yang konsisiten. Salah satu teknik dalam pendekatan behavioral yang sesuai dengan tahapan-tahapan tersebut adalah dengan menggunakan self-management 31 Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Indikator Kecanduan Facebook 1. Intensitas penggunaan Kecanduan Facebook pada Peserta Didik 2. Intensitas berkomunikasi langsung 3. Kepedulian terhadap diri dan sekitar Strategi Self-management Pelatihan Self- Management 1. Self-monitoring Kecanduan Facebook Berkurang 2. Stimulus-control 3. Self-reward Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 4. Self-contracting C. Hipotesis Berdasarkan uraian diatas hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut : “Pelatihan Self-Management Efektif untuk Mengurangi Kecanduan Facebook Peserta Didik Kelas X Administrasi Perkantoran SMK Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran 2015/2016”