27 Agust 2016 Integrasi Layanan HIV/AIDS dan Kekerasan terhadap Perempuan yang hidup dengan HIV di DKI Jakarta dan Sumatera Utara Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Result in Health (RiH) Pusat Penelitian HIV dan AIDS – Unika Atma Jaya (PPH) Didukung pendanaanya oleh UN Trust Fund Apa yang sudah diketahui tentang Kekerasan dan penularan HIV? • Secara epidemiologi ada overlap antar kekerasan dan penularan HIV • Kekerasan sebagai faktor risiko penularan HIV • Korban kekerasan cenderung memiliki perilaku yang lebih berisiko • Ketakutan terhadap terjadinya kekerasan berkaitan dengan keinginan untuk melakukan tes HIV • Pasangan yang melakukan kekerasan cenderung memiliki pasangan seks yang lebih banyak • Lebih sulit menegosiasikan perilaku yang lebih aman dengan pasangan yang melakukan kekerasan • Kekerasan sebagai faktor risiko (Campbell et al, 2008; WHO, 2010; UNFPA 2015) 1 27 Agust 2016 Masalah yang belum banyak digali dalam keterkaitan kekerasan dan HIV • Kekerasan yang disebabkan karena status HIV: – Prevalensi kekerasan yang dialami oleh perempuan dengan HIV (PDHA) lebih tinggi dari pada perempuan pada umumnya (Bogart et al, 2005; )* – Saat didiagnosis HIV perempuan lebih banyak mengalami kekerasan dari pasangan atau dari pihak lain (Gielen et al, 2000) – Jenis kekerasan yang dialami oleh PDHA sangat beragam (fisik, seksual, psikis, ekonomi, diskriminasi status HIV, sterelisasi yang dipaksakan) (IPPI, 2012) • Kebutuhan layanan bagi PDHA yang mengalami kekerasan sesuai dengan tahapan hidupnya (Williams, 2003) Pertanyaan Penelitian • Apa dampak pengalaman kekerasan bagi hidup PDHA sepanjang hidupnya? • Apa saja kebutuhan PDHA terkait dengan pengalaman kekerasan yang dialami dan status kesehatannya sepanjang waktu? • Bagaimana pengalaman mereka memanfaatkan layanan yang dibutuhkan dari waktu ke waktu? • Apakah layanan yang bersifat terpadu yang tersedia untuk mereka? 2 27 Agust 2016 Tujuan Penelitian • Menggali situasi kekerasan pada PHDA dari waktu ke waktu (masa kecil, masa pacaran, menikah, memiliki anak, menjanda) • Melihat seberapa jauh penyediaan layanan yang mengintegrasikan layanan kekerasan dan HIV bagi PHDA tersedia di daerah penelitian dan dimanfaatkan oleh PHDA (jika ada) • Tantangan yang dihadapi oleh PHDA dan penyedia layanan (pemerintah dan masyarakat) dalam menyediakan layanan yang terintegrasi Kerangka Pemahaman • Kekerasan yang terjadi merupakan bentuk tindakan yang didasarkan pada konteks fisik, sosial dan biologis dari pelaku dan korban sepanjang hidupnya. • Konteks ini bisa menjadi faktor risiko dan faktor yang mampu mengurangi terjadinya kekerasan yang merupakan berbagai transisi dalam hidupnya • Memahami perjalanan seorang yang mengalami kekerasan bisa digunakan untuk mengembangkan intervensi yang sesuai dengan dinamika perubahan hidup seseorang 3 27 Agust 2016 Kerangka Pemahaman Faktor Pelindung dari terjadinya Kekerasan Faktor Pelindung dari terjadinya Kekerasan Perjalanan hidup Faktor Risiko terjadinya Kekerasan Faktor Risiko terjadinya Kekerasan Kebutuhan & Layanan Usia Usia Diadopsi dari Hser et al, 2015 Titik Perubahan Hidup • • • • • Masa anak‐anak Remaja HIV Positif Menikah HIV Positif Memiliki anak HIV Positif Menjanda HIV positif Kebutuhan Layanan Konsekuensi Atas Kekerasan Pengalaman kekerasan Respon terhadap Kekerasan 4 27 Agust 2016 Metode Penelitian • Penelitian Komunitas melalui keterlibatannya dalam – Pengembangan disain penelitian – Pengumpulan data – Analisis awal dan validasi hasil analisis • Penelitian kualitatif dengan menggunakan panduan wawancara semi terstruktur • Pengumpulan Data: Wawancara Mendalam dan Pengumpulan Data Sekunder • Lokasi: Medan & Jakarta • Jumlah Informan: – PHDA: 20 orang, 10 orang/per kota – Penyedia Layanan/Pemangku Kepentingan: 20 orang, 10 orang/kota • Analisis Data: Framework Approach (Pope, 2000) Fokus Pengumpulan Data • PHDA: – Kekerasan sepanjang hidup – Jenis kekerasan dan masing‐masing pelaku – Pengalaman memanfaatkan layanan kekerasan dan/atau HIV termasuk faktor‐faktor yang memungkinkan atau menghambat • Penyedia Layanan: – Persepsi tentang kekerasan pada PHDA – Pengalaman memberikan layanan kepada PHDA yang mengalami kekerasan – Hambatan dan peluang untuk menyediakan layanan yang kompre 5 27 Agust 2016 Hasil Karakteristik Informan Penyedia Layanan PHDA • Usia: 19 – 41 tahun • Pendidikan: – – – – SD: 3 orang SMP: 5 orang SMA: 10 orang PT: 2 orang • Status pernikahan saat ini: • Pekerjaan: – – – – – • • Karyawan: 6 Dagang: 3 Pekerja Seks: 3 Ibu Rumah tangga: 7 Tidak bekerja: 1 Jumlah Anak: • – Menikah: 0‐5 anak – Janda: 0‐2 anak – Menikah: 12 orang – Janda: 5 orang – Lajang: 3 orang • Lembaga: – RS: 2 – Polisi: 2 – PKM: 4 – SKPD: 3 – LSM 6 – Stakeholder: 3 Jabatan: – Direktur: 3 – Konselor: 3 – Manajer Kasus: 3 – PP HIV: 5 – Kasi: 2 – Admin 1 – Koordinator: 1 – Kabid Monev: 2 Fokus Layanan/Bidang Kerja: – Kekerasan: 10 – HIV: 7 – Stakeholder HIV: 3 6 27 Agust 2016 Mengetahui status HIV Saat mengetahui status HIV+ • Setelah anak diketahui HIV+ • Setelah suami meninggal • Saat suami sakit • Saat hamil • Ditawari oleh petugas ketika akses layanan • Pengin tahu status karena teman lain positif • Saat tes kesehatan calon TKI • Saat sakit Keterbukaan status • Pasangan tidak mengetahui status (8) • Sebagian informan sudah memberikan informasi tentang status ke keluarga (5) • Sebagian besar terbuka dengan teman sesama ODHA • Tidak perlu terbuka kepada lingkungan karena agar tetap merasa nyaman berhubungan sosial Situasi Kekerasan Kekerasan psikis • Setiap ucapan atau tindakan yang merusak harga diri seseorang Kekerasan fisik • Penggunaan dengan sengaja kekuatan fisik dengan potensi untuk mempengaruhi tindakan orang lain agar patuh atau menuruti kemauannya. Kekerasan seksual • Tindakan atau ucapan yang dilakukan orang lain yang dimaksudkan untuk memaksa seseorang sebagai objek seksual atau melakukan perilaku seksual di luar keinginannya. Kekerasan ekonomi • Tindakan seseorang yang dengan sengaja menempatkan orang lain terancam kesejahteraannya 7 27 Agust 2016 Pengalaman Kekerasan Masa Kecil Kekerasan Fisik Kekerasan Seksual Kekerasan Psikis Kekerasan ekonomi 14 1 4 5 Pacaran/Rumah Publik Tangga 17 4 9 2 12 2 7 Status HIV+ (Layanan) 8 • • • • 18 orang pernah mengalami satu kekerasan sepanjang hidupnya. 14 orang pernah mengalami kekerasan pada masa anak‐anak) 17 orang pernah mengalami kekerasan dari pasangan 4 orang mengalami kekerasan dari orang tua, pasangan dan orang lain du ruang publik (polisi, keluarga, pelanggan) • 8 orang melaporkan merasa mengalami diskriminasi ketika mengakses layanan HIV • 10 orang mengalamai ketiga jenis kekerasan Bentuk Kekerasan Kekerasan Fisik Masa Kecil Pacaran/Berumah Tangga Dicubit, ditampar, dipukul dipukul, kaki dilindas mobi, dijepit pintu, bambu atau gesper, ditampar, dihajar, disiram dilempar dengan pisau, digebuk, disiram air, diberi air, ditonjok, diinjak‐ pekerjaan lebih banyak, injak, Publik Status HIV+ (Layanan) dikeroyok keluarga suami, dipukul oleh polisi ketika ditahan, dipukul oleh pelanggan dipaksa melakukan gaya seks yang tidak diinginkan, pelcehan seksual dibuka status HIVnya dicemooh, dibully, dikata‐ dikatai‐katai, dilecehkan, dilecehkan status hubungan dengan pacar oleh perawat, tidak katai, tidak diakui sebagai dimaki, diancam status oleh seseorang aktivis dilayani, dibedakan anak, dianggap anak sial, HIV dibuka ke keluarga dengan pasien lain, dan orang lain, diancam gender, diasingkan pembawa masalah dilihat dengan 'jijik' oleh mucikari stelah dilaporkan pekerjaan keluarga Kekerasan Psikis oleh nakes, sikap tahu status HIV sebagai PS, dipaksa berlebihan dari menikah, pasangan nakes, tidak diberi memiliki pasangan seks informasi yang cukup lain, diancam dicerai akibat dari sterelisasi ditinggal pergi, diambil ditelantarkan, tidak barang‐barang rumah dibiayai, diikutkan ke tangga, diambil paksa saudara, Kekerasan ekonomi uang yang dimiliki, tidak boleh bekerja, tidak dinafkahi Kekerasan Seksual dipegang‐pegang anggota dipaksa melakukan tubuhnya hubungan seks di saat tidak menginginkan 8 27 Agust 2016 Penyebab terjadinya kekerasan Masa Kecil Dalam Rumah Tangga Status HIV • • • • Ketidakpatuhan terhadap orang tua Situasi ekonomi keluarga memburuk Keluarga pecah Penggunaan alkohol • Tidak mau bertanggungjawab terhadap keluarga (pasangan tidak memiliki pekerjaan) • Minta uang • Ingin pisah • Hubungan dengan orang ketiga • Penggunaan alkohol atau napza • Penerimaan keluarga • Mengakses layanan Justifikasi atas kekerasan yang dialami Masa Kecil Rumah Tangga Publik Status HIV (Layanan) • Bandel jadi wajar jika dipukul • Pasangan sedang capek • Spontan • Pasangan sudah memberikan nafkah • Dosa kalau tidak melayani suami • Melayani seks adalah kewajiban istri • Kalau pakai kondom yang jangan dipaksa kan namanya dibayar • Kesalahan diri karena tidak membuka status 9 27 Agust 2016 Respon terhadap kekerasan (dalam rumah tangga) • ‘Menerima’ ketika terjadi kekerasan • Tidak berani mengeluh karena lebih baik memikirkan keluarga (anak) • Santai saja, tidak daianggap serius • Menghindar agar tidak menjadi lebih buruk • Melawan ketika terjadi kekerasan • Melakukan kekerasan terlebih dahulu sebelum pasangan melakukannya • Melarikan diri untuk menghindari kejadian berulang Ada variasi respon terhadap kekerasan ini berdasarkan karakteristik PDHA: ‐ Ibu Rumah Tangga ‐ Pekerja Seks ‐ Pecandu/Pecandu yang sudah pulih Akibat Kekerasan • Cedera fisik yang parah sebagai akibat dari kekerasan • Gangguan psikis (tidak percaya diri, mengurung diri, trauma dan depresi) • Merasa bodoh karena mau dikasari • Menggunakan napza atau alkohol lebih banyak untuk merusak diri • Melukai diri • Mempengaruhi pekerjaan • Tidak dinafkahi secara ekonomi • Keinginan bunuh diri dan mencoba bunuh diri (9 orang) • Pisah 10 27 Agust 2016 Ya karena perlakuan tadi si bapak tiri, mamak juga nggak nggak peduli jadi yaudahlah nggak ada guna pun aku hidup… udah sempat ngepalkan tali pun ketiang ada dia deket kayu gitu kan, terus gelantungan gitu kan, terus datang kawan tiba‐tiba apa datang aja dia gitu kan, terkejut gitu kan “eh, kau ngapain mau bunuh diri kau?” (X, 29 tahun) Pengungkapan Pengalaman Kekerasan Tidak menceritakan kejadian kepada siapapun • Tidak mau disalahin, • Takut menambah beban keluarga • Tidak ada gunanya • Takut disuruh meninggalkan pasangan Cerita ke teman • Mendengar saja • Menyalahkan • Memberi dukungan untuk Cerita ke keluarga: • Didiamkan • Disalahin • Mengingatkan pasangan • Dukung untuk berobat 11 27 Agust 2016 Tindakan setelah kekerasan terjadi • Lapor polisi – Dicabut laporannya karena anak‐anak masih kecil – Tidak diteruskan karena dianggap masalah keluarga – Tidak diteruskan karena perlu biaya untuk visum • Tidak melakukan apa‐apa – Karena masih masih cinta dengan pasangan – Tidak melaporkan karena takut statusnya diketahui • Tidak mencari bantuan medis atau psikologis – Tidak tahu informasi – Bisa diobati sendiri Pemanfaatan Layanan Layanan kesehatan: • Sebagain informan belum melakukan ART (2) • Sebagian menghentikan ART (3) • Sebagian yang lain masih mengikuti ART (15) • Ke layanan hanya untuk mengmabil obat • Layanan HIV saat ini lebih baik dari pada tahun‐tahun sebelumnya • Sebagian masih merasa khawatir dengan kemungkinan diskriminasi • Masih ada yang belum mengikuti KDS Layanan kekerasan • Hanya sebagian kecil yang tahu informasi layanan penanganan kekerasan • Dua orang yang pernah melaporkan kekerasan ke polisi • Bagi informan yang melapor ke polisi, tidak diteruskan ke tingkat yang lebih jauh karena pertimbangan ‘keluarga’ • Hanya 1 informan melaporkan pernah mengakses layanan kekerasan (LBH) 12 27 Agust 2016 Hambatan untuk Memanfaatkan Layanan • Tidak tahu kebutuhan layanan: tidak merasa bahwa yang dialami adalah salah satu bentuk kekerasan (hal yang dianggap biasa) sehingga mencoba untuk mencari layanan • Tidak memperoleh informasi tentang layanan yang ada (layanan kekerasan) • Tidak diijinkan pasangan untuk mengakses layanan • Khawatir tidak memperoleh perawatan yang semestinya karena statusnya (berdasarkan pengalaman sendiri atau mendengar cerita dari teman) • Status HIV membuat enggan mengakses layanan kekerasan karena takut ketahuan statusnya. Penyediaan Layanan Layanan HIV Layanan Kekerasan • Fokus hanya pada layanan HIV (pencegahan atau perawatan dan pengobatan) • Tidak tersedia layanan kekerasan sebagai layanan lterkait dengan layanan HIV • Belum pernah memberikan layanan terkait kekerasan yang dialami oleh PDHA • Melakukan rujukan informal (personal) ke layanan kekerasan (P2TP2A) • • • • • • Fokus pada layanan hukum dan psikologis dari kasus kekerasan pada perempuan dan anak Kasus terbanyak yang ditangani adalah KDRT Belum pernah menangani kasus kekerasan pada PDHA Tidak fokus pada HIV karena ada dinas kesehatan atau belum jadi fokus lembaga Belum memasukkan kekerasan pada PDHA dalam materi sosialisasi anti kekerasan Pernah melakukan rujukan informal (personal) 13 27 Agust 2016 Penyediaan Layanan Terintegrasi Belum tampak ada layanan yang terintegrasi bagi PDHA yang mengalami kekerasan • Kekerasan atau HIV belum menjadi agenda dalam kebijakan AIDS atau anti kekerasan di daerah (belum mengidentifikasikan secara rinci keterkaitan kekerasan dengan penularan HIV atau sebaliknya) • Fokus pada masing‐masing mandat lembaga sesuai dengan ketersediaan dana untuk kegiatan pendukungnya • Belum ada prosedur di tingkat layanan untuk menilai pengalaman kekerasan dalam layanan HIV demikian pula sebaliknya • Keterbukaan klien dinilai sebagai dasar untuk memberikan pelayanan • Meski secara pemahaman merupakan hal yang penting untuk memberikan layanan kekerasan dan HIV secara terintegrasi tetapi keterbatasan kapasitas dan staf tidak memungkinkan itu dilakukan • Ada layanan yang ada ditutup karena tidak ada yang ditugaskan lagi "Kita sih nggak sampai menanyakan seperti itu ya.tapi ketika dia bilang, “Suami saya main sama perempuan ini, perempuan itu.” Saya menyarankan untuk dia periksa.apalagi kalau dia sudah menyinggung‐nyinggung, “Suami saya punya penyakit kelamin.” itu kan membuka akses kami untuk menyarankan ke klien ini, “Coba ibu juga periksa.” Karena penyakit kelamin kan menular gitu kan“ (W, penyedia layanan korban kekerasan) 14 27 Agust 2016 Kemungkinan Integrasi “Memungkinkan. Tentunya dengan prosedur dan mekanisme dengan lembaga terkait. Misalnya mana lembaga pencegahan HIV, kita taruh disana baru proses hukumnya berjalan. Orang yang disabilitas kita terima . Sakit, kita terima. Kan haknya sama“ (Y, penyedia layanan kekerasan) Kita sebagai lembaga yang didirikan oleh Pemda, ya memang itu tanggung jawab kami ya. (Z, penyedia layanan korban kekerasan) Kemungkinan Integrasi Siap, yang penting sesuai dengan kapasitas . Kalau misalkan pemeriksaan fisik, mungkin bs ditangani, tetapi jika butuh bantuan psikologis,perlu dirujuk ke lembaga lain (U, penyedia layanan kesehatan) mungkin sekali bagi kami tenaga nya atau SDM nya, terus terang kami punya banyak jaringan rujukan kalau mereka mengalami kekerasan terutama tentang ODHA ya dan kami juga punya jaringan dengan Lembaga bantuan Hukum, artinya kalau harus sampai diangkat ke meja hijau ataupun di proses secara hukum pun,sebenarnya ada sih yang membantu kan seperti itu tetapi di sisi lain kalau kemudian perlu pendampingan kekerasan tentu itu perlu juga". (U, penyedia layanan kesehatan) 15 27 Agust 2016 Kemungkinan Integrasi Jika kami mau menangani kekerasan, terlalu sensitif bagi kami. Kami harus tahu mana yang harus dicampuri dan mana yang tidak. (R, penyedia layanan kesehatan) "kalau sebenarnya kan kalau yang HIV ini lebih banyak di KB tapi kalau hanya sosialisasi memang tugas PP. kita kan memang tahap koordinasi,pengumpulan data mungkin bisa kita masukkan kesitu kalau sosialisasi ini kan kalau anggaran kita kan memang gak boleh tapi kalau Pak Camat minta,kita tetap siap gitu memang anggarannya ". (P, penyedia layanan kekerasan) Bentuk Integrasi • Integrasi Struktural "Mungkin akan diberikan sama dengan yang lain, namun jika ada tambahan dari koordinatornya akan tergantung dari sistemnya sendiri". (V, penyedia layanan korban kekerasan) • Integrasi Fungsional Kita langsung merujuk saja, karena semuanya gratis maka nda perlu pakai BPJS dan sebagainya. Kita ada form rujukan , kalau mereka bisa pergi sendiri, kita hanya memberikan rujukan saja. Tapi kalau butuh pendampingan, misalnya kekerasan fisik, ya kita antar pake ambulans (B, penyedia layanan kesehatan) 16 27 Agust 2016 Upaya menghindari kekerasan PDHA Layanan • • Harus memenuhi prinsip ya atau kepribadian yang tangguh • Berani mengatakan yang sebenarnya maka malah akan dihargai laki laki atau lingkungan • memutus rantai kekerasan itu, upayanya harus berasal dari korban kekerasan itu sendiri • Kekerasan harus dibuka dan dibicarakan. Kalau dianggap tabu atau menutup diri maka akan makin memburuk • • • • Proaktif untuk mencari informasi mengenai layanan bantuan kekerasan Tidak menutup diri untuk berkumpul dengan komunitas belajar dari pengamalan orang lain, saling berbagi informasi dengan yang lain Berani untuk melaporkan kekerasan ada yang ingin melapor tapi dilarang oleh keluarganya Berpisah dan menghindar dari pelaku Adanya support group Diskusi • Situasi kekerasan yang dialami oleh PHDA yang digali dalam penelitian ini memperkuat temuan penelitian sebelumnya • Analisis situasi kekerasan yang dialami oleh PHDA juga bisa memberikan gambaran pengalaman kekerasan dari dari waktu ke waktu • Kekerasan yang dialami oleh PHDA merupakan hasil dari interaksi antara konteks psikologis, sosial dan fisik dari pelaku dan korban sehingga bisa menjelaskan bagaimana kekerasan itu berulang dan sulit untuk diprediksi berakhirnya • Perubahan terhadap situasi kekerasan terjadi ketika sebuah kejadian penting juga terjadi (risk factor & protective factor) 17 27 Agust 2016 Diskusi • Konsep layanan cenderung dominan pada pendekatan yang menempatkan korban seharusnya bisa menyelesaikan persoalan sendiri atau korban tidak mampu melakukan sesuatu sehingga harus bergantung pada profesional. • Pendekatan yang mendorong pengendalian (control) atas situasi belum tampak nyata dimana ada pemahaman bahwa korban memiliki keterbatasan yang diakibatkan oleh konteks sosial tertentu sehingga perlu didukung agar mampu untuk mengendalikan situasinya • Akibatnya penyediaan layanan bagi korban kekerasan menjadi parsial (sesuai dengan mandat dari penyedia layanan) dan sulit untuk menyesuaikan dengan kebutuhan korban sesuai dengan tahapan hidupnya. • Baik korban maupun penyedia layanan memiliki pandangan yang sama bahwa solusi untuk menghindari terjadinya kekerasan dibebankan kepada korban Kesimpulan • Kekerasan (seksual, fisik, psikis dan ekonomi) pada PHDA terjadi dari waktu ke waktu mulai dari masa kecil, masa pacaran, menikah, memiliki anak, menjanda dengan pelaku utamanya adalah pasangan dekatnya • Perubahan situasi kekerasan pada PHDA ketika mereka mengalami kejadian penting (pisah, menikah, memiliki pekerjaan, pindah) • Kekerasan yang dialami oleh PHDA belum menjadi perhatian penting bagi mereka karena kutuhan keluarga, hubungan emosional, kepentingan anak dan kepentingan ekonomi masih menjadi perhatian yang lebih penting bagi PHDA • Layanan anti kekerasan terhadap perempuan yang tersedia masih belum mampu dimanfaatkan oleh PHDA: – persepsi terhadap kekerasan yang dialami, – kurangnya informasi, – ketakutan untuk mengungkap pengalaman yang dialami karena terancam terungkapnya status HIV atau pekerjaan. – Hambatan dari pasangan atau keluarganya 18 27 Agust 2016 Kesimpulan • Layanan yang terintegrasi bagi PHDA yang mengalami kekerasan belum bisa dilihat ujudnya karena: – Isu keterkaitan kekerasan dan AIDS belum menjadi agenda kebijakan di daerah itu – Fokus pada mandat karena terkait dengan penganggaran yang mendukung layanan tersebut – Belum ada prosedur formal yang menilai pengalaman kekerasan pada layanan HIV atau risiko penularan HIV akibat kekerasan pada layanan kekerasan – Ketersediaan tenaga menjadi kendala klasik yang mendukung tidak tersedianya layanan yang terintegrasi • Ada potensi dan keinginan dari penyedia layanan untuk menyediakan layanan terintegrasi bagi PHDA yang mengalami kekerasan dengan bentuk integrasi struktural dan integrasi fungsional yang masing‐masing memiliki konsekuensi kebijakan dan administratif Rekomendasi • Tidak membebankan perubahan atas situasi kekerasan hanya pada PHDA, perlu dukungan untuk menyikapi konteks terjadinya kekerasan – Membangun keyakinan dan modal sosial PHDA agar memiliki kapasitas untuk memanfaatkan layanan – Memperkuat perluasan, keterjangkuan dan kualitas layanan anti kekerasan khususnya bagi kelompok yang terstigma (PHDA, pekerja seks, pecandu) – Memperkuat jaminan sosial (dalam bebagai bentuk) bagi kelompok miskin sebagai strategi untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan • Perlunya untuk mendengar pengalaman PDHA untuk merumuskan kebijakan pengembangan layanan yang terintegrasi • Upaya untuk mendorong integrasi layanan bagi PDHA perlu dibarengi dengan peruban kerangka pikir secara programatik (sektoral multisektoral) 19 27 Agust 2016 Rekomendasi Untuk membangun integrasi layanan bagi PHDA yang mengalami kekerasan maka beberapa hal yang perlu dilakukan: • Kemeneg PPA – Program anti kekerasan terhadap perempuan harus mempertimbangkan HIV sebagai sebab dan akibat dari kekerasan. Bukti bahwa prevalensi kekerasan lebih banyak dialami oleh PHDA dari pada perempuan pada umumnya • Kementerian Kesehatan – Penerapan strategi Layanan Komprehensif dan Berkesinambungan seharusnya memasukkan komponen layanan kekerasan bagi PHDA atau populasi perempuan lain yang dinilai rentan terhadap penularan HIV Rekomendasi • Organisasi Masyarakat Sipil atau Organisasi Berbasis Masyarakat – Program dan pendaan yang mendukung kegiatan program selama ini seharusnya tidak bisa dikompromikan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan konstituennya terhadap pencarian upaya kesehatan atau perlindungan hukum. • Pemerintah Daerah – Sesuai dengan UU 23 tahun 2014, kesejahteraan dan kesehatan merupakan urusan wajib bagi pemerintah daerah sehingga perlu untuk memberikan komitmen politik dan anggaran yang lebih besar untuk menyelesaikan permasalahan kekerasan terhadap perempuan termasuk PHDA. – Fungsi BPPM/BPMKB/Badan PPA sebagai koordinator untuk penanganan kekerasan perempuan perlu diperkuat agar mampu mendorong peran SKPD dan masyarakat dalam upaya mengurangi kekerasan terhadap perempuan secara lebih terpadu 20 27 Agust 2016 “kalau ditanya saran itu, saya juga belum bisa mencegah itu mbak” Terima Kasih • Informan: – Perempuan yang hidup dengan HIV – Perwakilan lembaga penyedia layanan • Pewawancara (Anggota IPPI): – Yuli – Katarina ‐ Kariz ‐ Asih ‐ Eka • Pengurus Pusat IPPI • UNTF • RiH 21