Bioteknologi 5 (2): 63-669, Nopemberr 2008, ISSN: 00216-6887, DOI: 10.13057/biotek/c050204 Aktifitas Antimik A kroba Ekstrak An ngsana ( (Pterocar rpus indiccus) terhaadap Baccillus sub btilis d Klebssiella pneeumoniaee dan Antimicrobiial Activitiies of Angsa A ana (Pterocaarpus indiccus) E Extract Aga ainst Bacillu us subtilis and Klebsiella pneum moniae T TULUS JUN NANTO, SUT TARNO♥, SU UPRIYADI Program Biosain P ns, Program Passcasarjana, Univ versitas Sebelas Maret (UNS) Su urakarta 57126 D Diterima: 5 Jun ni 2008. Disetu ujui: 9 Agustu us 2008. A ABSTRACT ♥ Alamat korespondensii: Jl. Ir. Sutaami 36A, Surakartta 57126 Tel. & Faax.: +62-271-6641788. e-mail: [email protected] IIndonesia hass many kind of plants, wh hich have meedicinal prope erties and u used to cure various v desea ase. Angsana (Pterocarpus indicus) is one of tree p plant that hass many used, one of them as city ornam mental tree. The T aim of t research was the w to know the t antimicro obial effect off crude extracct angsana a against Bacilu us subtilis and d Klebsiella pn neumoniae. C Crude extract angsana a is m made in maseeration with methanol, ch hloroform, an nd hexane. Th he part of a angsana is leeaf, stem barrk and root. Activity testt of antimicrrobial use d difusion meth hod. Effect of o antimicrob bial is show wn by halo zone. z The m minimum inh hibitory concentrations (M MICs) of meth hanol crude extract of l leaf is 250 µg//µl, methanol crude extractt of stem bark k and root are e 100 µg/µl a and 100 µg/µll for K. pneum moniae. MICss of methanoll crude extracct of stem b bark and roott are 100 µg/µ µl and 1000 µg/µl µ for Baccillus subtilis.. MICs of c chloroform cru ude extract off stem bark an nd root are 1000 µg/µl and 50 0 µg/µl for K pneumoniaee. MICs of ch K. hloroform crude extract of stem bark an nd root are 5 µg/µl and 50 50 5 µg/µl for B. B subtilis. MIICs of hexanee crude extracct of stem b bark is 500 µg g/µl for K. pneumoniae. MIICs of hexanee crude extracct of stem b bark is 1000 µg/µl for B. sub btilis. Crude extract e of leaff, stem bark and root of a angsana could d inhibit grow wth of B. subtiilis and K. pneeumoniae bactteria. K Keywords: An ngsana, Pterocaarpus indicus, antimicrobial, a , MICs. PENDA AHULUAN Tumb buhan adalaah sumber daya d alam hayati h yang tid dak ternilai harganya. h Ind donesia mem miliki potensi besar untuk menemuk kan bahan alam baru. Seebagian bessar dari tum mbuhan terssebut belum pernah diseelidiki apallagi diekplo oitasi untuk diiambil manfaaatnya. (Ach hmad, 1989). Angssana (Pteroccarpus indiccus) merup pakan salah saatu jenis tan naman hutaan yang banyak digunak kan sebagaii pohon pelindung dan penghiass taman kota. Budiday ya angsana tidak t baik dalaam sulit penan nganan benih, perkecam mbahan maupun m pen ngembangbiiakan vegetatiffnya (Putri dan Bramassto, 2001). Po ohon ini mudah tum mbuh di d daerah pana as, tahan terhadap angin n sehinggaa cocok diigunakan seba agai tanamaan peneduh h yang aka an dapat men nyerap unsur pencemaraan yang berrasal dari asap p kendaraan n bermotorr khususny ya timah hitam m/plumbum m (Sulasminii, dkk, 2007). Ekstrak E etaanol daun n angsana dapat dikeembangkan menjadi sallah satu antti bakteri alterrnatif pada pengobatan infeksi luk ka karena disa amping telah h terbukti m mempunyai aktivitas daun angsan anti bakteri. Eksstrak etanol d na dapat men nghambat pertumbuhan n bakteri ya ang baik pada a Staphylocooccus aureus,, kurang ba aik pada Strep ptococcus pyyogenes, dan n tidak ba aik pada Esch herichia coli, akan tetapi sama sek kali tidak 64 menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa. Aktivitas ekstrak etanol daun angsana kemungkinan bersifat bakteriosid. Ekstrak kloroform daun angsana dan ekstrak heksana daun angsana tidak dapat menghambat petumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa (Fatimah dkk, 2006). Daun angsana mengandung fenol, flavonoid dan diduga saponin (Selto Siahaan, 1986) . Pada saat ini dorongan kembali ke alam (back to nature) semakin menguasai masyarakat. Peluang untuk mendapatkan obat dari alam masih terbuka sangat lebar. Potensi keragaman tanaman di Indonesia sangat tinggi dan belum termanfaatkan semuanya. Sangat penting penggalian informasi tentang obat-obatan tradisional melalui tahap-tahap pengujian, penelitian, dan pengembangan secara sistematik agar pemanfaatan dan khasiatnya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah (Yuliani, 2001). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas penghambat pertumbuhan mikroba bakteri gram positif (Bacillus subtilis) dan bakteri gram negatif (Klebsiella pneumoniae) pada ekstrak angsana (Pterocarpus indicus). BAHAN DAN METODA Bahan. Bakteri Bacillus subtilis dan Klebsiella pneumonia biakan murni diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat. Pembuatan ekstrak. Bagian daun, kulit batang dan akar Pterocarpus indicus dibersihkan dari kotoran dan dikering anginkan. Bagian yang sudah dibersihkan dipotong kecil-kecil. Kulit batang dan akar sampel diserbukkan. Pengeringan ini dilakukan pada suhu ruangan dan dijauhkan dari sinar matahari langsung. Sampel ini kemudian dimasukkan ke dalam wadah maserasi dan diberi heksana dan sampel yang lain dimaserasi dengan kloroform dan metanol. Masing-masing sampel yang dimaserasi ditimbang sebanyak 100 gram pada tiap bagian tanaman dan cairan pencari yang berbeda. Maserasi ini dilakukan pada suhu kamar selama 3x24 jam. Setelah setiap 24 jam cairan pencarinya diganti dengan heksana, kloroform dan metanol yang baru. Hal ini dilakukan tiga kali dengan jumlah cairan pencari yang sama. Ekstrak disaring dan filtratnya dikumpulkan, kemudian Bioteknologi 5 (2): 63-69, Nopember 2008 residu dimaserasi kembali dengan cara menambah heksana, kloroform dan metanol yang baru. Seluruh filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak ini disebut ekstrak kasar (crude extract) yang digunakan sebagai sampel uji aktivitas antimikroba (Cannell, 1998). Penyiapan Mikroba Uji. Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah B. subtilis dan K. pneumoniae. Bakteri uji dari kultur padat diinokulasikan dalam media cair. Media cair yang digunakan adalah nutrien broth (NB) kemudian dikocok dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Alat-alat untuk uji mikroba ini semuanya harus diautoclaf dulu sebelum digunakan. Uji Antimikroba. Media padat nutrien agar dibentuk sumuran-sumuran mengunakan alat pelubang. Jarak diatur sedemikian rupa sehingga sumuran satu dengan sumuran yang lain saling berjauhan. Media tersebut diolesi bakteri uji. Pada sumuran nutrien agar tersebut lalu diberi ekstrak kasar tanaman uji. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Pada media yang ditanami B. subtilis dan K. pneumoniae terdapat sumuran dengan diberi eluen sebagai kontrol negatif. Sebagai kontrol positif adalah antibiotik penicillin-G. Setelah diinkubasi, pertumbuhan diamati dan diukur diameter zona hambat yang berupa zona bening disekeliling sumuran. Pengukuran dilakukan sepuluh kali pada sisi yang berbeda karena zona hambatnya tidak berbentuk lingkaran sempurna. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode difusi. Hambatan pertumbuhan (efek anti mikroba) terhadap bakteri B. subtilis dan K. pneumoniae dilihat dari ada tidaknya zona hambatan yang terbentuk. Zona hambatan yang terbentuk berupa daerah bening (clear zone) diukur dengan jangka sorong (Dey and Harborne, 1991). Analisis data. Analisis hasil dilakukan terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri. Daya hambat bakteri ditentukan dengan pengamatan pertumbuhan dan pengukuran diameter zona hambat yang berupa zona bening disekeliling sumuran. Zona hambat yang terbentuk tidak berbentuk lingkaran sempurna maka dilakukan sepuluh kali pengukuran dengan mengambil sisi yang berbeda. Uji anti bakteri ini dilakukan tiga kali pengulangan (triple). JUNANTO dkk. – Aktifitas antimikroba ekstrak Pterocarpus indicus HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini diawali dengan menguji anti mikroba dengan beberapa bakteri yaitu Bacillus sp, B. subtilis, Staphylococcus aerus, Citrobacter freundii, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Vibrio cholerae, K. pneumoniae, Aeromonas hydrophila pada ekstrak kasar angsana. Hasil uji yang menunjukkan positif adanya zona bening kemudian dilakukan triplo uji dengan konsentrasi 1000 µg/µl. Konsentrasi tersebut diubah-ubah sehingga didapat kosentrasi hambat minimumnya. Bakteri yang menunjukkan zona bening yaitu Bacillus sp, B. subtilis, dan K. pneumoniae. Zona bening yang terjadi untuk bakteri Bacillus sp dan B. subtilis yaitu pada ekstrak kasar kulit batang metanol, ekstrak kasar akar metanol, ekstrak kasar kulit batang heksana, ekstrak kasar kulit batang dan akar kloroform. Zona bening yang terjadi untuk bakteri K. pneumoniae yaitu pada ekstrak kasar kulit batang metanol, ekstrak kasar daun metanol, ekstrak kasar akar metanol, ekstrak kasar kulit batang heksana, ekstrak kasar kulit batang dan akar kloroform. Bakteri Bacillus sp dan B. subtilis merupakan satu genus maka dipilih salah satu sebagai sampel yang mewakili dari bakteri gram positif. Metode difusi dengan menggunakan sumuran lebih sensitif dibandingkan dengan cara disk atau cakram. Kehadiran unsur utama tergantung metode ini di dalam sampel yang diuji mungkin lebih kecil bercampur dengan A 65 difusi dari zat mikrobia ke dalam agar dari pada disk kertas saring (valgas, 2007). Penicilin G dipilih sebagai kontrol positif pada uji aktivitas antimikroba karena penisilin merupakan antibiotik yang sering digunakan. Penisilin G merupakan obat pilihan untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif aerob, streptokokus, pneumokokus, meningokokus, spiroketha, klostridia, stafilokokus, dan aktinomices yang bukan penghasil penicilase (Jawet et al., 2005) Diameter zona hambat kontrol positif yaitu dengan antibiotik penicillin-G pada konsentrasi 500 µg/µl sebesar 3,826 cm pada bakteri B. subtilis dan 3,86 cm pada bakteri K. pneumoniae. Diameter zona hambat kontrol positif pada konsentrasi 250 µg/µl sebesar 3,07 cm pada bakteri B. subtilis dan 3,21 cm pada bakteri K. pneumoniae. Uji aktivitas anti mikroba ekstrak kasar angsana pada bakteri B. subtilis terlihat adanya zona bening disekitar sumuran. Tanaman angsana yang diuji anti mikroba yaitu ekstrak kasar metanol kulit batang angsana, ekstrak kasar metanol akar angsana, ekstrak kasar kloroform kulit batang angsana, ekstrak kasar kloroform akar angsana dan ekstrak kasar heksana kulit batang angsana. Uji aktivitas anti mikroba ekstrak kasar angsana pada bakteri B. subtilis terlihat pada Gambar 1.a dan 1.b. Sementara uji aktivitas antimikroba ekstrak kasar angsana pada bakteri K. pneumoniae ditunjukkan pada Gambar 2.a, 2.b, dan 2.c. B Gambar 1.a, 1.b. Uji aktivitas antimikroba ekstrak kasar angsana terhadap bakteri B. subtilis. Keterangan: AM (ekstrak kasar metanol kulit batang angsana), FM (ekstrak kasar metanol akar angsana), HK (ekstrak kasar kloroform kulit batang angsana), IK (ekstrak kasar kloroform akar angsana), GH (ekstrak kasar heksana kulit batang angsana). Bioteknologi 5 (2): 63-69, Nopember 2008 66 A B C Gambar 2.a, 2.b, 2.c. Uji aktivitas antimikroba ekstrak kasar angsana terhadap bakteri K. pneumoniae. Keterangan: AM (ekstrak kasar metanol kulit batang angsana), FM (ekstrak kasar metanol akar angsana), HK (ekstrak kasar kloroform kulit batang angsana), IK (ekstrak kasar kloroform akar angsana), GH (ekstrak kasar heksana kulit batang angsana), BM (ekstrak kasar metanol daun angsana). Uji aktivitas antimikroba dari ekstrak kasar metanol yang diujikan dengan metode sumuran, ternyata pada bagian daun tidak menimbulkan daya hambat pada bakteri B. subtilis bahkan pada konsentrasi yang paling besar sekalipun. Sementara itu pada bagian daun ini menunjukkan konsentrasi hambat minimum pada konsentrasi 250 µg/µl sebesar 0,276 cm pada bakteri K. pneumoniae. Pada bagian kulit batang menunjukkan daya hambat minimum dengan konsentrasi 100 µg/µl sebesar 0,231 cm pada bakteri B. subtilis. Sementara itu pada bagian kulit batang ini menunjukkan konsentrasi hambat minimum pada konsentrasi 100 µg/µl sebesar 0,170 cm pada bakteri K. pneumoniae. Pada bagian akar menunjukkan daya hambat minimum dengan konsentrasi 1000 µg/µl sebesar 0,523 cm pada bakteri B. subtilis. Sementara itu pada bagian akar ini menunjukkan konsentrasi hambat minimum pada konsentrasi 100 µg/µl sebesar 0,202 cm pada bakteri K. pneumoniae. Uji aktivitas antimikroba ekstrak kasar kloroform yang diujikan dengan metode sumuran, ternyata pada bagian daun tidak menimbulkan daya hambat pada bakteri B. subtilis dan pada bakteri K. pneumoniae bahkan pada konsentrasi yang paling besar sekalipun. Pada bagian kulit batang menunjukkan daya hambat minimum dengan konsentrasi 100 µg/µl sebesar 0,186 cm pada bakteri B. subtilis. Sementara itu pada bagian kulit batang ini menunjukkan konsentrasi hambat minimum pada konsentrasi 100 µg/µl sebesar 0,198 cm pada bakteri K. pneumoniae. Pada bagian akar menunjukkan daya hambat minimum dengan konsentrasi 50 µg/µl sebesar 0,199 cm pada bakteri B. subtilis. Sementara itu pada bagian akar ini menunjukkan konsentrasi hambat minimum pada konsentrasi 50 µg/µl sebesar 0,187 cm pada bakteri K. pneumoniae. Uji aktivitas antimikroba dari ekstrak kasar heksana yang diujikan dengan metode sumuran, ternyata pada bagian daun tidak menimbulkan daya hambat pada bakteri B. subtilis dan pada bakteri K. pneumoniae bahkan pada konsentrasi yang paling besar sekalipun. Pada bagian kulit batang menunjukkan daya hambat minimum dengan konsentrasi 1000 µg/µl sebesar 0,519 cm pada bakteri B. subtilis. Sementara itu pada bagian kulit batang ini menunjukkan konsentrasi hambat minimum pada konsentrasi 500 µg/µl sebesar 0,601 cm pada bakteri K. pneumoniae. Pada bagian akar tidak menimbulkan daya hambat pada bakteri B. subtilis dan pada bakteri K. pneumoniae bahkan pada konsentrasi yang paling besar sekalipun. Nilai konsentrasi hambatan minimum (KHM) atau minimum inhibitory concentrations (MICs) ekstrak kasar metanol kulit batang angsana terhadap pertumbuhan bakteri gram positif (B. subtilis) dan bakteri gram negatif (K. pneumoniae) menunjukkan paling kecil dibandingkan dengan nilai KHM ekstrak kasar metanol angsana lain yaitu 100 µg/µl. Nilai KHM ekstrak kasar kloroform akar angsana terhadap pertumbuhan bakteri B. subtilis dan bakteri K. pneumoniae menunjukkan paling kecil JUNANTO dkk. – Aktifitas antimikroba ekstrak Pterocarpus indicus dibandingkan dengan nilai KHM ekstrak kasar kloroform angsana lain yaitu 50 µg/µl. Nilai KHM menunjukkan konsentrasi ekstrak terkecil yang masih menghambat mikroba uji. Jika nilai KHM makin kecil maka aktivitas antimikroba ekstrak bakteri tersebut makin besar. Zona hambat yang terbentuk menunjukkan bahwa bakteri memiliki aktivitas antimikroba. Adanya aktivitas anti mikroba pada ekstrak kasar angsana terhadap bakteri yang diujikan ditandai dengan terbentuknya zona hambatan yang tampak berupa daerah yang bening tanpa terlihat pertumbuhan mikroba uji. Terbentuknya zona hambat menunjukkan bahwa terdapat penghambatan pertumbuhan bakteri gram positif (B. subtilis) dan bakteri gram negatif (K. pneumoniae) oleh zat antimikroba yang terkandung di dalam ekstrak kasar angsana. Hal ini menunjukkan besar kemungkinan ekstrak kasar angsana tersebut mempunyai aktivitas anti mikroba pada bakteri uji bersifat bakteriosid (membunuh bakteri). Perbedaan diameter daya hambat yang ditunjukkan ekstrak kasar metanol kulit batang angsana dan ekstrak kasar kloroform akar angsana pada bakteri B. subtilis dan bakteri K. pneumoniae karena perbedaan struktur dinding sel yang dimiliki oleh masing – masing bakteri. Diameter daya hambat pada KHM ekstrak kasar metanol kulit batang angsana dan ekstrak kasar kloroform akar angsana pada B. subtilis lebih lebar daripada K. pneumoniae. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai susunan kimiawi yang lebih rumit atau kompleks jika dibandingkan dengan dinding sel bakteri gram positif. Hal ini menimbulkan rintangan yang besar bagi bahan antimikroba untuk dapat menembusnya. Walaupun mengandung lebih sedikit peptidoglikan, tetapi di luar lapisan tersebut masih ada tiga polimer yaitu lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida. Selaput luar berfungsi mencegah kebocoran dari protein periplasma dan melindungi sel dari garam empedu dan enzim-enzim hidrolisa lingkungan sel. Pori protein di selaput luar menyebabkan selaput tersebut permeabel bagi zat terlarut dengan berat molekul rendah, tapi bagi zat yang mempunyai berat molekul besar seperti antibiotik relatif lambat untuk menembusnya (Jawetz et al., 2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kasar metanol angsana (P. indicus) memiliki aktivitas antimikroba paling kuat dari pada crude ekstak yang lain. Ekstrak kasar metanol angsana 67 memberi hambatan terhadap pertumbuhan kedua jenis bakteri uji. Pada ekstrak kasar metanol kulit batang dan akar angsana menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis dan bakteri K. pneumoniae. Pada ekstrak kasar metanol daun angsana memberi hambatan terhadap pertumbuhan bakteri K. pneumoniae. Ekstrak kasar kloroform kulit batang dan akar angsana menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis dan bakteri K. pneumoniae. Hanya ekstrak kasar heksana kulit batang angsana yang menghambat pertumbuhan bakteri B. subtilis dan bakteri K. pneumoniae bahkan dalam konsentrasi yang relatif masih tinggi. Penelitian tanaman yang satu family Fabaceae yaitu tanaman Pterocarpus santalinus pada aktivitas antibakteri daun dan kulit batang Pterocarpus santalinus diuji terhadap kedua organisme gram positif dan gram negatif. Ekstrak kulit batang menunjukkan aktivitas maksimum terhadap B. subtilis. Ekstrak daun menunjukkan aktivitas maksimum terhadap Escherichia coli, Alcaligenes faecalis, aerogenes Enterobacter dan Pseudomonas aeruginosa. Dalam penelitian ini, studi pendahuluan fitokimia ekstrak kulit batang mengungkapkan adanya alkaloid, fenol, saponin, glikosida, flavonoid, triterpenoid, sterol dan tanin, sedangkan ekstrak daun menunjukkan tes positif terhadap fenol, flavonoid saponin, triterpenoid dan tanin. Metabolit sekunder dari berbagai jenis kimia hadir pada spesies tanaman yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Flavonoid ditemukan zat antimikroba efektif melawan berbagai mikroorganisme, mungkin karena kemampuan mereka untuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut dan kompleks dengan dinding sel bakteri; flavonoid lebih lipofilik juga dapat mengganggu membran mikroba (Manjunatha, 2006). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian uji aktivitas anti mikroba pada ekstrak angsana ini dimana pada ekstrak kasar metanol kulit batang angsana menunjukkan zona hambat pada kedua bakteri uji. Hasil yang ditunjukkan pada ekstrak daun angsana pada kedua penelitian ini terjadi pada bakteri gram negatif berbentuk batang (K. pneumoniae). Ditinjau dari kandungan kimianya kedua tanaman dalam satu famili ini memiliki kandungan kimia yang sama, dimana kandungan kimia yang terdapat pada daun adalah fenol, flavonoid dan saponin. Kemungkinan senyawa fenol ini yang bertanggung jawab menghambat pertumbuhan bakteri uji. Cara kerja senyawa fenol 68 dalam membunuh mikroorganisme yaitu dengan mendenaturasi protein sel. Ikatan hidrogen yang terbentuk antara fenol dan protein mengakibatkan struktur protein menjadi rusak. Hal ini akan mempengaruhi permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma sebab keduanya tersusun atas protein. Permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma yang terganggu dapat menyebabkan ketidakseimbangan makromolekul dan ion dalam sel, sehingga terjadi lisis (Palczar dan Chan, 1988). Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar di alam. Senyawa ini adalah senyawa zat warna yang terjadi secara alami dan terdistribusi secara luas. Flavonoid ditemukan dalam tanaman sebagai glikosida dengan satu atau lebih kelompok hidroksil fenolik bergabung bersama-sama gula. Banyaknya flavonoid memperlihatkan aktivitas biologis yang berbeda, misalnya sebagai pencegah demam, memiliki aktivitas sitotoksik, anti jamur dan anti virus. Sintesis flavonoid awalnya diketahui sebagai respon dari infeksi mikroba, sehingga sangat memungkinkan apabila efektif sebagai anti mikrobia terhadap sebagian besar mikroorganisme. Flavonoid dapat mendenaturasi dan mengkoagulasi protein serta merusak membran dinding sel. Oleh karena itu flavonoid dapat digunakan sebagai anti bakteri (Acmad, 1989). Saponin dapat menjadi anti bakteri karena zat aktif permukaannya mirip detergen, akibatnya saponin akan menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan merusak permebialitas membran. Rusaknya membran sel ini sangat mengganggu kelangsungan hidup bakteri. Saponin ini dapat digunakan juga sebagai anti bakteri (Harborne, 1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa P. indicus memiliki aktivitas anti mikroba pada kedua bakteri uji dalam dua jenis pelarut yaitu pada kloroform dan metanol. Hal ini menandakan senyawa aktif yang bersifat anti mikroba untuk bakteri uji pada P. indicus dapat larut dalam pelarut semi-polar (kloroform) dan pelarut polar (metanol), tetapi kurang dapat larut dalam n-heksan (non-polar). Adanya flavonoid dalam ekstrak kasar angsana ini karena telah dilakukan isolasi falvonoid yang umum dilakukan yaitu dengan metode ektraksi cara maserasi. Hal ini menunjukkan senyawa flavonoid dapat larut dalam pelarut polar. Bioteknologi 5 (2): 63-69, Nopember 2008 KESIMPULAN Berdasarkan pengujian konsentrasi hambat minimum antimikroba, maka ekstrak kasar daun, kulit batang dan akar angsana (P. indicus) dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif (B. subtilis) dan bakteri gram negatif (K. pneumoniae). DAFTAR PUSTAKA Achmad, S.A. 1989. Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta : Karunika. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Antari, A.A R.J dan Sundra,I.K. 2002. Kandungan Timah Hitam ( Plumbum) Pada Tanaman Peneduh Jalan Di Kota Denpasar. Jurusan Biologi F. MIPA-UNUD Cannell, R.J.P. 1998. Natural Product Isolation Method in Biotechnologi. New Jersey. Humana Press. Dey, P.M. and J.B.Harborne, 1991, Methods in Plant Biochemistry, San Diego : Academic Press Inc. Djide, M.N. 3003. Mikrobiologi Farmasi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Hasanuddin, Makassar. Fatimah, Cut., Harahap, U., Sinaga, I., Safrida, Ernawati. 2006. Uji Aktivitas Antibakteri Estrak Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd) secara In Vitro. Vol.1.No.1. Jurnal Ilmiah PANNMED. Ganiswara, S., 1995. Farmakologi dan Terapi. edisi IV. Bagian Farmakologi Fakuktas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta. Harbone J.B., 1998. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.Jilid II. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro.Bandung : ITB. Jawetz, Melnick, and Adelberg’s, 2005. Medical Microbiology. penerjemah bagian mikrobiologi fakultas kedokteran universitas Airlangga. Jakarta : Salemba Medika. Little, EL, Jr., and FH, Wadsworth, , 1964. Common trees of Puerto Rico and the Virgin Islands. Ag. Handbook 249, USDA, Washington, DC. Madigan, M.T; Martinko,J.M, and Parker, J. 1997. Biology of Microorganisms, 8nd ed, Prentice-Hall Incompany, New Jersey. Manjunatha, B.K., 2006. Antibacterial activity of Pterocarpus santalinus. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences. Department of Botany, SRNMN College of Applied Sciences . India. Palczar,J.M dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Penerbit UI Press Putri, Kurniawati Purwaka dan Vulianti Bramasto. 2001. Budidaya Angsana (Pterocarpus indicus) Sebagai Alternatif Tanaman Hutan Kota. Tekno Benih, Vol.VI, No. 1 hal. 5255. Sarles, W.B., Frazier W.C., Wilson J.B., Knight S.G., 1956, Microbiology General and Applied, 2nd edition, New York : Harper and Brothers. Selto Siahaan, S.A., 1986. Skrining fitokimia serta efek dari daun Ipomoea crassicaulis Rob dan daun Pterocarpiis Miens Wild terhadap pertumbuhan rambut kelinci jantan.FF UGM. Silva, Gloria L., Ik-Soo Lee and Douglas Kinghorn. 1998. Natural Product Isolation. edited by Richard J.P.Cannel, New Jersey : Humana Press Inc. Skarayadi, Oskar., Asep Gana S., dan S, Elin Yulinah. 2004. Uji aktivitas antimikroba ekstrak etanol lima tanaman obat. JUNANTO dkk. – Aktifitas antimikroba ekstrak Pterocarpus indicus Skripsi. Sekolah Farmasi ITB, http://bahanalam.fa.itb.ac.id,[2 Pebruari 2009]. Stenis, C.G.G.J.Van. 2005, Flora Untuk Sekolah di Indonesia, cetakan ke-10, Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Sulasmini, Luh Komang, M.S.Mahendra, Komang Arthawa Lila. 2007. Peranan Tanaman Penghijauan Angsana, Bungur, dan Daun Kupu-Kupu Sebagai Penyerap Emisi Pb dan Debu Kendaraan Bermotor di Jalan Cokroaminoto, Melati, dan Cut Nyak Dien di Kota Denpasar. Jurnal Ecotrophic, Volume 2 No. 1 Mei 2007, hal.1-11, Universitas Udayana, Bali. 69 Thompson,L.A.J. 2006. Pterocarpus indicus (narra) Fabaceae (legume family). Species Profile for Pacific Island Agroforestry. www.traditionaltree.org Valas, C., Souza, S.M., Smania, E.F.A.,Smania Jr, A., 2007. Sreening Methods To Determine Antibacterial Activity Of Natural Products. Brazilian Journal of Microbiology. Universidade do Sul de Santa Catarina. Brasil. Yuliani, Sri. 2001, Prospek Pengembangan Obat Tradisional Menjadi Obat Fitofarmaka, Jurnal Litbang Pertanian, Vol.20 No.3 hal.100-105, Bogor : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.