18 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus gestasional

advertisement
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Diabetes Melitus gestasional pada Kehamilan
Diabetes gestational terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan,
diperkirakan karena terjadinya perubahan pada metabolisme glukosa. Teori
lain menyatakan bahwa diabetes gestasional merupakan DM tipe 2 atau baru
ditemukan saat hamil dan patut dicurigai pada wanita yang memiliki ciri
gemuk, riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg, riwayat
bayi lahir mati, dan riwayat abortus berulang. Diagnosis diabetes gestasional
ditegakkan apabila kadar gula darah (KGD) puasa > 126 mg/dl dan KGD 2
jam post prandial > 200 mg/dl. 9,10
Berbagai klasifikasi telah dikembangkan untuk diabetes gestasional.
Salah satunya klasifikasi diabetes gestasional terdiri dari:9
1. Diabetes gestasional, dimana DM terjadi hanya pada waktu hamil
2. Diabetes pregestasional, dimana DM sudah ada sebelum hamil dan
berlanjut sesudah kehamilan
3. Diabetes pregestasional yang disertai dengan komplikasi angiopati
Fourth International Workshop-Conference on Gestational Diabetes
merekomendasikan skrining deteksi diabetes gestasional :11,12
A. Risiko rendah : tes glukosa darah tidak dibutuhkan apabila :
1. Angka kejadian diabetes gestational pada daerah tersebut rendah
2. Tidak didapatkan riwayat diabetes pada kerabat dekat
3. Usia < 25 tahun
4. Berat badan normal sebelum hamil
5. Tanpa riwayat metabolisme glukosa terganggu
18
Universitas Sumatera Utara
6. Tidak ada riwayat obstetri terganggu sebelumnya
B. Risiko tinggi: wanita dengan obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes,
pernah melahirkan bayi > 4 kg, dilakukan tes gula darah secepatnya.
Prevalensi DM pada kehamilan bervariasi di tiap negara dan berkisar 1%
sampai 14%, dan sekitar 2 juta kasus setiap tahunnya. Diabetes gestational
merupakan keadaan intoleransi karbohidrat dari seorang wanita yang
diketahui pertama kali ketika dia sedang hamil. Diabetes melitus tipe 2
merupakan bentuk umum yang paling sering ditemukan. Insidens diabetes
gestasional sendiri bervariasi antara 1,2% sampai 12%. Terdapat perbedaan
insidens disebabkan karena perbedaan kriteria diagnosis, metode skrining,
serta kaitannya dengan ras. Pada ras Asia, Afrika–Amerika dan Spanyol
insidensnya sekitar 5% sampai 8% sedangkan pada ras Kaukasia sekitar
1,5%.13
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan
karbohidrat yang menunjang pasokan nutrisi bagi janin serta persiapan untuk
menyusui. Secara fisiologis selama kehamilan terjadi adaptasi maternal yaitu
hipoglikemia puasa, hiperglikemia post prandial, dan resistensi insulin.
Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga
kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Namun
insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar glukosa darah ibu
yang mempengaruhi kadar glukosa darah janin. Akibat lambatnya reabsorpsi
makanan pada ibu hamil, terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini
menuntut kebutuhan insulin. Menjelang kehamilan aterm kebutuhan insulin
meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal. Resistensi insulin
dapat terjadi akibat kinerja sejumlah hormon seperti estrogen, progesteron,
19
Universitas Sumatera Utara
kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamil
meningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan
kebutuhan insulin menjadi lebih tinggi, demikian juga dengan human plasenta
laktogen (HPL) yang dihasilkan oleh plasenta yang mempunyai sifat kerja
mirip pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik. Pembentukan HPL
meningkat sesuai dengan umur kehamilan. Hormon tersebut mempengaruhi
reseptor insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Saat
kehamilan berperan mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme
maternal
dimana
plasenta
mempunyai
peranan
yang
khas
dengan
mensintesis dan mensekresi peptida dan hormon steroid yang menurunkan
sensitivitas maternal pada insulin. Resistensi insulin selama kehamilan juga
diduga terjadi akibat rusaknya reseptor
insulin bagian distal yakni post
reseptor. Dilaporkan juga terjadi penurunan respon Gastric Inhibitory
Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral dibandingkan dengan kehamilan
normal. Penurunan respon GIP ini kemungkinan ikut berperan dalam
terjadinya diabetes gestasional.13
Faktor-faktor di atas berbagai faktor lain menunjukkan bahwa
kehamilan merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi
terhadap insulin meningkat. Pada sebagian besar wanita hamil keadaan
resistensi
terhadap
insulin
dapat
diatasi
secara
fisiologis
dengan
meningkatkan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta. Namun pada
sebagian kecil wanita hamil, kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi
untuk melawan resistensi insulin, dengan demikian terjadilah intoleransi
terhadap glukosa.13
Kecenderungan untuk melahirkan bayi besar diduga terjadi karena
20
Universitas Sumatera Utara
meningkatnya massa tubuh akibat kadar glukosa maternal yang tinggi. BMI
ibu dan kadar glukosa plasma merupakan determinan terhadap berat badan
lahir bayi, sedangkan konsentrasi insulin plasma maternal tidak berhubungan
dengan besarnya bayi. Obesitas maternal juga sering dihubungkan dengan
meningkatnya kejadian defek jantung kongenital. Obesitas selama kehamilan
awal dan obesitas morbid maternal dengan BMI >35 kg/m 2 kemungkinan
berhubungan dengan diabetes tipe 2 yang tidak terdeteksi sebelumnya.
Seorang bayi yang lahir dari ibu obesitas dengan BMI 44 tanpa riwayat DM
sebelumnya diketahui mengalami kardiomiopati hipertrofik berat dengan TGA
dan VSD berdasarkan hasil ekokardiografi.14 Selain itu diketahui juga kalau
proporsi persalinan dengan sectio caesaria atau ekstraksi forseps lebih tinggi
pada kasus diabetes gestasional.6
Sebuah penelitian mendapatkan dari 3743 kehamilan dengan diabetes
gestasional ditemukan korelasi antara kadar glukosa maternal dengan risiko
terjadinya malformasi kongenital mayor dan minor. Anomali mayor dijumpai
pada 2.9% kasus sedangkan anomali minor pada 2.4% kasus. 7
Bila diabetes gestasional tidak terdiagnosis, pemeriksaan KGD diulang
pada minggu 24 sampai 28 kehamilan atau kapanpun ketika pasien
mendapat gejala yang menandakan
keadaan hiperglikemia. Menurut
American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, skrining dianjurkan bagi
semua wanita hamil dengan menggunakan:10,11,15
-
Pasien diberikan 50 gram glukosa oral, dan KGD diperiksa 1 jam
kemudian. Bila KGD > 140 mg/dl maka perlu dilanjutkan dengan tes
toleransi glukosa 3 jam. Tes ini cukup efektif untuk mengidentifikasikan
wanita dengan diabetes gestasional.
21
Universitas Sumatera Utara
-
Tes toleransi glukosa oral (TTGO) adalah tes pada pasien diberikan 100
gram glukosa oral, kemudian diperiksa KGD seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tes beban glukosa oral (ADA)10,11
Pemeriksaan
Kadar gula darah (mg/dl)
Puasa
< 95
Jam 1
< 180
Jam 2
< 155
Jam 3
< 140
Bila ditemukan 2 nilai abnormal maka ibu tersebut menderita diabetes
melitus. Tes tersebut dilakukan pada awal kehamilan kemudian diulangi
lagi pada usia kehamilan 34 minggu.
Sedangkan menurut World Health Organization (WHO), kriteria
diagnostik menggunakan tes glukosa oral 75 gram kemudian diperiksa kadar
glukosa plasma pada jam 1, 2 atau ke 3 setelah pemberian glikosa. Diagnosis
gestasional ditegakakan jika dijumpai kadar glukosa lebih dari atau sama
dengan kadar ambangnya, pada satu atau lebih pemeriksaan. 10 Diabetes
gestasional didiagnosis berdasarkan tabel 2.2
Tabel 2.2. Tes beban glukosa oral (WHO)10,11
Pemeriksaan
Kadar gula darah (mg/dl)
Puasa
> 126
Jam 2
< 140
22
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Embriogenesis jantung
Proses embriogenesis jantung merupakan serangkaian peristiwa yang
kompleks dan dibagi menjadi empat tahapan, yaitu:15,16
1. Tubing
Pada awalnya jantung berupa tabung lurus yang berasal dari fusi sepasang
primordil yang simetris. Pada tabung tersebut terdapat beberapa dilatasi,
yaitu atrium primitif, berupa komponen ventrikel yang terdiri dari segmen inlet
serta outlet, dan trunkus arteriosus. Trunkus adalah bagian distal bulbus
jantung dan konus adalah bagian proksimal bulbus. Trunkus tersebut
merupakan bakal aorta dan arteri pulmonalis.
Bagian distal trunkus arteriosus kemudian bergabung dengan arkus aorta
dan aorta desenden. Proses ini terjadi saat embrio berusia 6 minggu dengan
panjang lebih kurang 10 mm.
2. Looping
Pada tahap ini terjadi proses looping antara atrium dengan komponen inlet
ventrikel, dan antara komponen inlet dengan outlet ventrikel. Sinus venosus
menjadi bagian ujung tabung yang terfiksasi. Perkembangan yang bertahap
menyebabkan
atrium primitif bergeser ke arah sinus venosus sehingga
terbentuk lengkungan ke kanan antara atrium dan segmen inlet ventrikel.
Pada komponen inlet dan outlet ventrikel juga terbentuk lengkung sehingga
trunkus berada di depan dan kanan kanalis atrioventrikularis.
3. Septasi
Tahap ini merupakan tahap septasi pada segmen atrium, ventrikel, dan
trunkus arteriosus. Perubahan segmen atrium sangat tergantung pada
23
Universitas Sumatera Utara
reorganisasi sistem vena. Sistem vena yang simetris mengalami lateralisasi,
dengan anastomosis dari kiri ke kanan pada daerah kepala dan abdomen.
Kanalis atrioventrikularis dibagi oleh bantalan endokardium superior dan
inferior yang bersatu di tengah menjadi orifisium kanan dan kiri.
Atrium primitif disekat septum primum yang berkembang dari atap
atrium mendekati bantalan endokardium. Celah antara septum primum dan
bantalan endokardium disebut ostium primum. Selanjutnya fusi septum
primum dan bantalan endokardium menutup ostium primum. Tepi atas
septum terlepas ke bawah sehingga membentuk foramen sekundum yang
berfungsi untuk mempertahankan hubungan interatrial. Lipatan yang
terbentuk di kanan dinding atrium primitif menutup foramen sekundum dan
melapisi bagian bawah septum primum. Celah yang terletak diantara kedua
sekat ini disebut foramen ovale.
Pada komponen outlet dan inlet ventrikel akan terbentuk kantung-kantung.
Kantung yang terbentuk dari komponen inlet menjadi daerah trabekular
ventrikel kiri dan komponen outlet menjadi trabekular kanan. Proses ini
menyebabkan terbentuknya septum trabekular yang selanjutnya menjadi
bagian bawah cincin lubang antara komponen inlet dan outlet ventrikel.
Septasi trunkus arteriosus terjadi dengan terbentuk dan berfusinya
tonjolan-tonjolan endokardial yang dimulai dari segmen outlet ventrikel. Pada
awal proses seperti spiral dan saat fusi menjadi septum yang lurus. Septum
yang kemudian menjadi pemisah aorta dan arteri pulmonalis berasal dari
perlekatan antara dinding trunkus yang disebut dengan septum infundibular.
Proses ini menyebabkan aorta dan arteri pulmonalis keluar dari jantung
dengan posisi seperti spiral.
24
Universitas Sumatera Utara
4. Migrasi
Pada tahap ini terjadi pergeseran segmen inlet ventrikel sehingga orifisium
atrioventrikular kanan akan berhubungan dengan daerah trabekular ventrikel
kanan. Pada saat yang sama terbentuk septum inlet antara orifisium
atrioventrikular kanan dan kiri .
Aortic outflow tract akan bergeser ke arah ventrikel kiri dengan absorbsi dan
perlekatan dari lengkung jantung bagian dalam (inner heart curvature).
Pergeseran ini menyebabkan septum outlet berada pada satu garis dengan
septum inlet dan septum trabekular. Selanjutnya aortic outflow tract
bergabung dengan arkus aorta ke 6, sedangkan pulmonary outflow tract
dengan arkus aorta ke 6. Pada masa janin selanjutnya arkus ini berfungsi
sebagai duktus arteriosus yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan
aorta desendens.
2.3 Kelainan Jantung pada Bayi dari Ibu Penderita Diabetes Gestasional
Kardiomiopati hipertrofi lebih sering terjadi pada bayi dari ibu penderita DM
gestasional dan DM yang tidak terkontrol. Kardiomiopati hipertropi merupakan
kondisi yang ditandai kakunya otot jantung yaitu penebalan dari otot ventrikel,
penebalan dari septum ventrikel, penurunan relaksasi dan kekuatan. Angka
kejadian kardiomiopati hipertrofi sekitar 12,1% pada DM tipe 2.17,18
Penelitian di India mendapatkan massa ventrikel kiri lebih besar secara
signifikan pada ibu penderita diabetes.19 Kardiomiopati dengan hipertrofi
ventrikel dan lesi obstruktif pada aorta atau arteri pulmonalis (outflow tract
obstruction) dapat terjadi pada sekitar 30% bayi baru lahir dari ibu penderita
diabetes. Hal ini mengakibatkan kegagalan dari fungsi miokardium pada bayi.
25
Universitas Sumatera Utara
Keadaan ini dapat dideteksi dari pemeriksaan klinis, dimana dijumpai tandatanda gagal jantung pada bayi (hipotensi, nadi yang lemah, dan kardiomegali).
Penelitian lain dijumpai pada 5 binatang percobaan
20,21,22
Dehidrasi dan polisitemia akibat hiperviskositas yang dapat dijumpai
pada bayi dari ibu penderita diabetes akan dapat memperburuk keadaan
kardiomiopati hipertrofi. Pemberian ACE Inhibitor dapat memperbaiki fibrosis
pada miokardium juga memperbaiki struktur pada pembuluh darah kecil pada
penderita.23
Peran ekokardiografi sangat penting untuk menegakkan diagnosis
kardiomiopati hipertrofi, dan kelainan jantung yang lain.24 Jika dilakukan oleh
ahli yang berpengalaman, kardiomiopati hipertrofi dan beberapa jenis PJB
juga
sudah
dapat
diketahui
pada
janin
dengan
pemeriksaan
fetal
ekokardiografi, sehingga dapat dijadikan dasar pengobatan untuk melakukan
kontrol kadar gula darah pada ibu hamil.24,25
Belum banyak pustaka yang menulis dengan rinci jenis PJB yang
muncul pada bayi yang lahir dengan ibu yang mengalami DM gestasional.
Penjelasan spesifik yang diketahui adalah dari perjalanan pada maternal
diabetes dan hubungannya dengan jenis PJB. Diabetes gestasional
merupakan salah satu dari faktor risiko yang paling sering menjadi penyebab
PJB pada bayi yang dilahirkan. Penyakit jantung bawaan non-sianotik
merupakan bagian terbesar dari seluruh penyakit jantung bawaan. Didalam
kelompok ini ventricle Septal Defect (VSD) merupakan pirau pada defek
septum ventrikel pada umumnya terjadi dengan arah ventrikel kiri ke kanan.
VSD kelainan yang paling sering ditemukan, dan merupakan 30% dari
seluruh penyakit jantung bawaan. Atrial Septal Defect (ASD) merupakan
26
Universitas Sumatera Utara
kelainan kedua yang tersering ditemukan ASD terdapat lubang patologis
ditempat fosa ovalis. Defek dapat berukuran kecil sampai sangat besar. 14,26
PJB tipe konotrunkal yang sering ditemukan adalah Trunkus Arteriosus,
TGA, Single Ventricle, Atresia Trikuspid.13,26
1. Trunkus Arteriosus.
Trunkus Arteriosus tidak sering ditemukan, dimana kelainan ini lebih kurang
0.5% dari semua PJB. Trunkus Arteriosus ditandai dengan keluarnya
pembuluh tunggal dari jantung yang menerima aliran darah dari kedua
ventrikel dan mendistribusikan darah untuk sirkulasi
sistemik, paru dan
koroner. Trunkus Arteriosus mempunyai 3 tipe, yaitu: Tipe I, dimana pada tipe
ini terdapat satu arteri pulmonalis utama yang keluar dari sisi kiri posterior
trunkus, tepat di atas katup trunkus dan berpisah menjadi cabang kanan
serta kiri. Pada tipe II terdapat dua arteri pulmonalis yang terpisah kanan dan
kiri, pembuluh ini keluar dari bagian posterior trunkus dan terletak berdekatan.
Pada tipe III ditemukan dua arteri pulmonalis yang terpisah menjadi kanan
dan kiri yang keluar dari bagian lateral trunkus.27
Gambaran klinis pada masa bayi dapat menyerupai VSD besar. Bayi
tampak sesak nafas dan sering mengalami infeksi saluran pernafasan,
retardasi pertumbuhan, tetapi jarang tampak sianotik. Setelah berusia 1 tahun
maka tahanan vaskular paru mulai meningkat dan penderita mulai tampak
sianotik. Pulsus seler teraba bila terdapat aliran darah paru yang meningkat
atau regurgitasi katup trunkus.27
2. Transposition of the Great Arteries.
27
Universitas Sumatera Utara
Transposition of the Great Arteries (TGA) merupakan PJB yang ditemukan
lebih kurang 5% dari seluruh PJB, dan lebih sering ditemukan pada bayi lakilaki. Pada TGA dijumpai aorta keluar dari ventrikel kanan dan terletak di
sebelah anterior arteri pulmonalis, sedangkan arteri pulmonalis keluar dari
ventrikel kiri dengan posisi posterior tehadap aorta
28
.
Hal ini menyebabkan aorta menerima darah vena sistemik dari vena kava,
atrium kanan, ventrikel kanan, dan darah diteruskan ke sirkulasi sistemik.
Sedangkan darah dari vena pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri,
dan diteruskan ke arteri pulmonalis dan seterusnya ke paru. Sehingga kedua
sirkulasi sistemik dan paru terpisah dan kehidupan hanya dapat berlangsung
bila ada hubungan keduanya. Gejala klinis yang terpenting adalah sianosis
dan gagal jantung kongestif.28
3. Single Ventricle (Double Inlet Ventricle, Univentricular Heart).
Single Ventricle ditemukan kurang 1% dari semua PJB. Pada Single Ventricle
terdapat satu ventrikel besar yang mempunyai kedua katup atrioventrikular.
Secara anatomis bentuk ventrikel ini mirip dengan ventrikel kiri. Pada
umumnya
juga
terdapat
suatu
rudimentary
outflow
chamber
yang
berhubungan dengan ventrikel utama tersebut dan terletak di sebelah kanan
atau kiri, mungkin merupakan infundibulum ventrikel kanan. 28 Sebagian besar
penderita akan tampak sianotik berat sejak lahir terutama bila terdapat
obstruksi pulmonary outflow. Bila tidak dijumpai obstruksi, maka timbul gejala
sesak nafas, takipnu, gagal tumbuh dan infeksi saluran pernafasan berulang
dengan sianotik ringan sampai sedang.29,30
4. Atresia Trikuspid.
28
Universitas Sumatera Utara
Atresia Trikuspid merupakan jenis penyakit jantung bawaan sianotik yang
jarang ditemukan. Diperkirakan hanya 2% dari semua penyakit jantung
bawaan, dan setelah Tetralogi Fallot merupakan kelainan sianotik yang sering
ditemukan setelah umur 1 tahun. Atresia trikuspid ini tidak adanya katup
trikuspid maka tidak adanya hubungan antara atrium kanan dan ventrikel
kanan, kelangsungan hidup bergantung pada defek septum atrium atau
foramen ovale, juga merupakan jalan darah dari atrium kanan ke jantung kiri.
Gejala klinisnya berupa sianosis, bising setelah lahir.29 Patent Foramen ovale
(PFO) dan Patent Ductus Arteriosus (PDA) sering didapati pada bayi baru
lahir, secara fisiologis foramen dan PDA mengecil dan menutup oleh karena
kontraksi otot jantung yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran, walaupun
penutupan secara anatomis dapat terjadi dalam beberapa hari. Penutupan
duktus dan foramen ovale terjadi sebagai akibat menurunnya tekanan arteri
pulmonal hingga mencapai nilai normal. Ketika duktus dan foramen ovale
menutup, aliran darah pulmonal seimbang dengan aliran darah sistemik.31
29
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Kerangka konseptual
Ibu hamil menderita DM
gestasional
-
KGD Puasa
KGD 2 jam PP
-
Faktor risiko:
Berat badan ibu
sebelum hamil
Usia ibu hamil
Usia kehamilan
Riwayat kerabat
menderita DM
Riwayat obstetri
sebelumnya
Penyakit lain
yang diderita ibu
saat hamil
Maternal
hiperglikemia
Kelainan bawaan
(perikonsepsi)
Fetal hiperglikemia
Fetal hiperinsulinemia
Hipoglikemia neonatus
(0 – 7 hari postnatal)
Penyakit jantung
bawaan
- PJB Struktural
- Kardiomiopati
hipertrofi
Penurunan pertumbuhan janin
(usia gestasi 0 – 20 minggu)
Fetal makrosomia
(usia gestasi > 20 minggu)
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Keterangan :
variabel yang diteliti
30
Universitas Sumatera Utara
Download