perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pedoman budidaya udang di tambak a. Pengertian pembudidayaan udang dan tambak 1) Pembudidayaan udang adalah kegiatan membiakkan, membesarkan, memelihara, dan memanen udang (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Budidaya Udang di Tambak). 2) Tambak adalah tempat usaha pemeliharaan ikan yang mendapat air dari laut, air tawar, atau air payau (Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 24 Tahun 1964 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah-Tanah yang Sudah Ditanami dengan Tanaman Keras dan Tanah-Tanah yang Sudah Diusahakan Sebagai Tambak). b. Persyaratan umum lokasi budidaya udang di tambak Penentuan lokasi tambak merupakan salah satu hal yang paling mendasar dan penting dalam pemenuhan berhasil atau tidaknya budidaya udang di tambak. Pemilihan lokasi usaha budidaya udang dimaksud untuk menjamin kebutuhan biologi udang, keseimbangan lingkungan antara lokasi pengembangan usaha budidaya dengan pembangunan wilayah di daerah, dan keadaan sosial di lingkungan sekitar tambak (Anonim, 2015c: 4). 1) Persyaratan teknis lokasi tambak untuk budidaya udang Menurut Badudrin (2014: 6), Yuna (2011: 16), Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004, dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 34 Tahun 2002, persyaratan umum dalam rangka memilih lokasi tambak secara teknis untuk budidaya udang adalah sebagai berikut: a) Memenuhi kemampuan daya dukung ruang. Kemampuan daya dukung ruang yang dimaksud adalah seberapa besar ruang tersebut dapat berproduksi secara optimal dengan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, sehingga kelestarian tetap terjamin. commit to user 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 b) Sesuai dengan tata ruang yang diperuntukkan bagi usaha budidaya udang dan telah mempunyai kekuatan hukum minimal dalam bentuk peraturan daerah (Perda). c) Lokasi usaha budidaya tidak dibangun pada lahan mangrove yang kritis dan jalur formasi geologi material tambang. Lokasi ideal untuk budidaya udang terdapat di jalur hijau yang ditumbuhi hutan mangrove dengan panjang minimal 100 meter dari garis pantai. d) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses budidaya harus diperhatikan; faktor fisik (misalnya; topografi, kualitas air dan tanah, subtrat, klimatologi, dan lain-lain) dan hidro-oceanografi. e) Perencanaan area tambak hendaknya tidak mengganggu saluran drainase. Tidak melakukan pengambilan air sumur dalam untuk pengairan tambak, hal ini dapat menimbulkan intrusi air asin ke dalam akuifer air tawar ke rumah penduduk, serta runtuhnya tanah permukaan pada lingkungan sekitar area tambak. f) Terhindar dari kemungkinan terjadinya banjir, pencemaran akibat limbah, dan terbentuknya sarang penyakit. g) Mempunyai daerah penyangga yang merupakan lahan yang menghubungkan antara hamparan tambak yang satu dengan dengan hamparan tambak yang lain. h) Perlu dilakukan reklamasi tanah dasar tambak yang dibangun pada lahan yang mengandung pyrite tinggi. Reklamasi dilakukan dengan cara pengeringan, pembalikan dan pencucian tanah, serta pembuangan air secara berulang. 2) Persyaratan non teknis lokasi tambak untuk budidaya udang Menurut Yuna (2011: 16) dan World Wildlife Fund (WWF) (2011: 2), keadaan sosial-ekonomi yang dapat mendukung kegiatan budidaya udang, contohnya adalah: 1) keadaan lingkungan yang kondusif; 2) aset jalan cukup baik; 3) dekat dengan produsen; 4) dekat dengan sumber tenaga kerja; 5) dekat dengan sentra perekonomian; 6) lokasi bisa dijangkau oleh saluran penerangan dan alat komunikasi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 3) Desain tata letak dan konstruksi tambak untuk budidaya udang a) Desain tata letak tambak Menurut Badudrin (2014: 6) dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004, desain tata letak tambak dibuat dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: i. Pembukaan lahan baru pada hutan mangrove dan/atau penataan kawasan budidaya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pengelolaan kawasan lindung. ii. Memenuhi kebutuhan pengelolaan lingkungan kawasan baik sebelum, selama, dan setelah pembangunan, serta selama dan setelah operasional budidaya. iii. Penataan dan/atau pembangunan saluran pasok (inlet) dan saluran buang (outlet) dibuat terpisah, tidak melalui daerah permukiman umum dan/atau perumahan operator pembudidaya, serta harus memperhatikan pola arus laut. iv. Pembangunan kawasan tambak harus dilengkapi dengan daerah penyangga, berupa vegetasi mangrove dengan ratio minimal 20 %. v. Membuat petak tandon dengan ratio minimal 30 %. b) Desain konstruksi tambak Menurut Badudrin (2014: 7) dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004, desain konstruksi tambak harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: i. Ukuran luas petak tambak adalah 0,3 0,5 ha, umumnya berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar. Ukuran tambak diupayakan tidak terlalu luas, hal ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan pemeliharaan. ii. Kondisi fisik pematang harus kuat dan tidak boleh terdapat kebocoran (kedap air). Ketinggian pematang sebaiknya 2,5 m dengan lebar 1,5 2 m. Konstruksi tersebut diharapkan mampu menampung dengan air kedalaman sekitar 1 m memungkinkan untuk penanaman mangrove di pematang. commit to user serta perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 iii. Tambak semi intensif dan intensif harus dilengkapi dengan tandon pasok dan tandon buang serta dilengkapi pintu air pasok dan pintu air buang yang diletakkan terpisah dan proporsional. iv. Dasar tambak dibuat miring (minimal 2 %) ke arah pembuangan, hal ini bertujuan untuk memudahkan penyiponan. Dasar tambak juga dapat didesain salah satunya yaitu dengan menggunakan model konika (bagian tengah lebih rendah dari pada bagian pinggir) untuk mempermudah pembuangan limbah tambak melalui pipa di tengah (central drain). Hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah penumpukan lumpur, penyumbatan, dan kebocoran. c. Persyaratan kualitas air pemeliharaan udang vaname di tambak Syarat kualitas air pemeliharaan untuk budidaya udang vaname di tambak adalah sebagai berikut (Tabel 1): Tabel 1. Parameter kualitas air pemeliharaan udang vaname di tambak No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Parameter kualitas air pemeliharaan udang vaname Suhu Salinitas pH Dissolved Oxygen (DO), minimal Kebasaan atau Alkalinitas Ammoniak Bebas (NH3 N), maksimal Nitrit (NO2-) Nitrat (NO3-), maksimal Fospat (PO42-), maksimal Bahan Organik, maksimal Ketinggian Air Kecerahan Total Suspended Solid (TSS) Total Dissolved Solid (TDS) Biochemical Oxygen Demand (BOD) Chemical Oxygen Demand (COD) Tembaga atau Cuprum (Cu) Timbal atau Plumbun (Pb) Hidrogen Sulfida (H2S) Sulfat (SO42-) Besi (Fe) Satuan o C mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L cm mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L Kisaran baku mutu 28,5 31,5 15 25 7,5 8,5 3,5 atau 3,0 7,0 100 120 atau 120 160 0,01 atau 0,01 0,05 0,01 atau 0,01 0,05 0,5 atau 0,05 0,1 0,1 atau 0,1 0,25 55 120 200 30 40 atau 30 45 50 1.000 3 25 0,02 0,03 0,001 - Sumber Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004 Standar Nasional Indonesia (SNI) 017246-2006b Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Standar Deviasi 2) 2. Manajemen pembudidayaan udang Menurut Suharto (2011: 31 34), penerapan International Standard Organization (ISO 14000) tentang Standar Manajemen Lingkungan perlu dilakukan. Tujuan dari penerapan ISO 14000 salah satunya adalah untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 meningkatkan unsur-unsur efektif dalam Sistem Manajemen Lingkungan untuk diintegrasikan dengan aspek-aspek manajemen sehingga sasaran lingkungan, sosial, dan ekononi dapat tercapai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen pembudidayaan udang adalah manajemen air; persiapan tambak; pemilihan, pemilahan, dan penebaran benur; pakan dan manajemen pakan; penggunaan obat dan bahan kimia; manajemen kesehatan udang dan lingkungan; manajemen efluen dan limbah padat; dan manajemen pasca panen. a. Manajemen air Penggunaan air untuk berbagai macam manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa mendatang. Pengoperasian budidaya udang vaname baik dalam pola semi intensif atau intensif membutuhkan pemberian pakan dan pengaturan air yang tepat untuk mempertahankan kualitas air yang baik. Masuknya pakan dalam jumlah banyak akan mengakibatkan perubahan kualitas air di tambak. Pakan yang tidak termakan dan kotoran hasil metabolisme udang vaname akan menambah kandungan bahan organik atau anorganik ke dalam air dan ke dasar tambak, sehingga dapat menyebakan penurunan kualitas air (Baliao dan Tookwinas, 2002: 31). Adanya hal tersebut, maka perlu dilakukan adanya pengelolaan air. Tujuan dari pengelolaan air adalah agar air tersedia dalam jumlah yang aman, baik kuantitas atau kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001). Beberapa hal yang harus dilakukan untuk memperoleh air dengan persyaratan air yang digunakan untuk budidaya udang di tambak (Tabel 1) adalah sebagai berikut (Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246-2006b dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004): 1) Air yang ada di tandon treatment harus diperiksa kualitasnya terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam tambak. 2) Penggunaan pestisida dan desinfektan lainnya untuk pembasmi hama dan penyakit harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Penggunaan air sumur dalam untuk menurunkan salinitas harus dihindari. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 4) Perawatan saluran harus dilakukan secara berkala untuk menjamin kelancaran distribusi air pasok. 5) Pengelolaan kualitas air tambak dilakukan melalui pergantian dan penambahan air, penambahan probiotik, pengapuran, dan pemupukan. 6) Pembuangan limbah tambak ke perairan umum terlebih dahulu harus dikendalikan melalui tandon buang. b. Persiapan petakan tambak Hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum penebaran benur adalah sebagai berikut (Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246-2006b dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004): 1) Perbaikan konstruksi dan pelepasan lereng pematang tambak. 2) Pengelolaan tanah dasar tambak meliputi pembersihan, penjemuran, pembalikan, pencucian, dan pengapuran. 3) Pemantapan kualitas air tambak melalui pembasmian hama dan penyakit serta pertumbuhan plankton. 1) Persiapan lahan tambak plastik Spesifikasi tambak plastik adalah sebagai berikut (Tabel 2): No. 1. 2. 3. 4. Tabel 2. Spesifikasi tambak plastik Uraian Keterangan Jenis plastik HDPE 0,5 mm/terpal Luas 500 1000 m2 Kedalaman 80 110 cm Sistem Semi Close Sistem Sumber Direktorat Usaha Budidaya, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2013: 1) dan Yuna (2011: 18) Tahap-tahap yang dilakukan pada saat persiapan lahan tambak plastik adalah sebagai berikut (Direktorat Usaha Budidaya, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2013: 1) dan Yuna (2011: 18)): a) Pengolahan air tandon utama dan perbaikan konstruksi tambak. b) Pengeringan tanah bertujuan untuk memperbaiki kualitas dasar tambak dan mematikan hama dan penyakit. Pengeringan dilakukan dengan cara menguras tambak dan menjemur sampai tanah menjadi setengah kering (kandungan airnya sekitar 20 %), kemudian lapisan tanah teratas diangkat ke tanggul dan di tata sedemikian rupa. Apabila proses commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 pengangkatan tanah selesai, tanah dijemur sampai benar-benar kering dengan ciri warna tanah menjadi cerah dan tidak berbau. c) Plastik yang digunakan untuk pemlastikan petak pemeliharaan adalah plastik mulsa. Pemasangan plastik yang dilakukan dengan menggelar plastik dan mengkaitkan dengan menggunakan potongan bambu yang dibentuk menyerupai huruf U. Pada saat pemasangan plastik harus dilakukan dengan baik dan benar tujuannya agar selama proses budidaya, plastik yang telah dipasang tidak terangkat atau rusak terkena arus kincir. Apabila plastik dalam kondisi tidak baik dan benar, maka akan menyebabkan benur masuk dan mati akibat tidak bisa keluar lagi, selain itu juga pada saat panen banyak udang vaname yang masuk ke dalam plastik sehingga susah untuk mengambilnya. Pemasangan plastik dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu; pemasangan penuh (full) yaitu seluruh area tambak ditutup plastik, meliputi pelataran, caren dan perengan tambak; pemasangan plastik hanya pada perengan tambak; pemasangan plastik hanya pada pelataran tambak; pemasangan plastik pada perengan dan caren tambak. 2) Persiapan dan pengisian air pemeliharaan Pengisian air dapat dilakukan dengan menggunakan pompa. Kualitas air harus diperiksa terlebih dahulu di saluran pemasukan sebelum dimasukkan ke tambak. Air tersebut sebelumnya sudah diendapkan dalam tandon untuk perbaikan kualitas air selama 3 7 hari. Tujuannya agar partikel terlarut sudah mengendap di dasar tandon dan tidak ikut masuk ke tambak yang akan diisi air. Treatement yang dilakukan adalah sterilisasi air dengan menggunakan desinfektan seperti kaporit 30 mg/L, atau dengan pemupukan organik atau anorganik, serta probiotik. Letak dasar pompa diusahakan tidak menyentuh dasar tandon. Bagian ujung paralon diberi saringan tiga lapis, pertama saringan paralon yang berlubang dengan diameter 0,5 cm, saringan lapis kedua di buat dari waring dengan diameter 0,2 mm, dan saringan lapis ketiga dibuat dari waring dengan diameter 0,1 mm, sehingga kotoran yang mungkin tersedot pompa dapat tersaring dan tidak masuk ke tambak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2012: 1) dan (Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246-2006b). c. Pemilihan, pemilahan, dan penebaran benur Pemilihan benur bertujuan untuk mendapatkan benur yang kualitasnya baik. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam pemilihan, pemilahan, dan penebaran benur adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004): 1) Benur yang digunakan harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu bebas dari virus dan diperoleh dari hatchery bersertifikat dan menerapkan cara pembudidayaan ikan yang baik (CPIB). 2) Pemilihan benur dilakukan melalui perendaman dengan formalin. 3) Sebelum benur ditebar ke tambak, terlebih dahulu dilakukan penyesuaian dengan kondisi perairan tambak, terutama suhu dan salinitas. d. Pakan dan manajemen pakan Manajemen pakan dalam budidaya udang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pakan yang digunakan dan meminimalkan limbah pakan di dalam tambak. Langkah-langkah yang harus ditetapkan dalam melakukan manajemen pakan adalah sebagai berikut (Nur (2011: 8) dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004): 1) Pakan buatan yang digunakan tidak kadaluarsa dan harus memenuhi standar nutrisi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). 2) Pertahankan kualitas pakan melalui penyimpanan dan penanganan yang baik dan benar. Pakan harus disimpan di tempat yang sejuk dan kering, tujuannya untuk menghindari kontaminasi. 3) Pemberian pakan harus dilakukan dengan jumlah dan frekuensi yang tepat sesuai dengan ukuran populasi, tujuannya untuk menjamin udang dalam mengkonsumsi pakan secara maksimal dan tidak meninggalkan kelebihan pakan di tambak. 4) Pakan berkualitas merupakan hasil formulasi dengan menyediakan nutrisi sesuai dengan kebutuhan udang, diproduksi dengan kualitas baik (nutrisi yang ada dapat tercerna secara maksimal. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 5) Distribusikan pakan secara merata pada media budidaya sehingga semua udang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pakan. 6) Lakukan pengaturan pakan berdasarkan kualitas air dan nafsu makan udang. 7) Penumbuhan pakan alami pada tambak ekstensif melalui pemupukan mutlak dilakukan. e. Penggunaan obat-obatan dan bahan kimia Penggunaan obat-obatan dan bahan kimia lainnya dalam budidaya udang dapat dilakukan sepanjang proses budidaya, tujuannya untuk menjamin bahwa udang hasil budidaya mempunyai kualitas baik. Langkah-langkah yang harus diterapkan dalam penggunaan obat-obatan dan bahan kimia adalah sebagai berikut (Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246-2006b dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004): 1) Jenis obat yang digunakan dalam budidaya udang harus terdaftar di instansi yang berwenang (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan). 2) Pembudidaya udang harus mengikuti aturan pemakaian obat-obatan seperti yang tertera pada label mengenai dosis, lama penggunaan, cara pemakaian, cara penyimpanan, cara pembuangan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan penggunaan bahan kimia, termasuk tindak pengamanan bagi lingkungan dan manusia. 3) Pada tambak yang menggunakan obat dan bahan kimia yang bersifat bioakumulatif, air buangan tambak harus dinetralkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke perairan umum. 4) Penumbuhan pakan alami pada tambak ekstensif melalui pemupukan mutlak. f. Manajemen kesehatan udang dan lingkungan Manajemen kesehatan udang dan lingkungan lebih dititik beratkan pada pencegahan terjadinya penyakit. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (Badudrin (2014: 12) dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004): 1) Menerapkan prosedur karantina bagi pemasukan dan distribusi induk, nauplius, dan benur. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 2) Menggunakan benur yang berkualitas (sehat dan bermutu) untuk penebaran ke dalam tambak dengan padat tebar sesuai dengan pola yang diterapkan. 3) Mengendalikan kualitas air untuk menghindari terjadinya perubahan yang ekstrim. Tidak membuang dan mengganti air apabila udang yang dipelihara diketahui terkena virus. 4) Menggunakan pakan yang berkualitas dengan penerapan manajemen pakan yang baik. 5) Menghindari perlakuan yang dapat menimbulkan stres. 6) Melakukan monitoring kesehatan udang secara rutin. 7) Melakukan perbaikan kondisi tambak atau tindakan pengobatan terhadap udang yang terserang penyakit. 8) Melakukan pemulihan kualitas lingkungan tambak bagi udang yang terserang bakteri patogen. 9) Melakukan tindakan isolasi dan/atau desinfeksi pada tambak yang udangnya terserang oleh virus yang dapat berkembang luas pada tambak yang lain. 10) Tidak melakukan pemindahan udang, peralatan, maupun air dari tambak yang terserang penyakit ke tambak yang lain. 11) Menerapkan pengamanan biologi (biosecurity). 12) Melakukan pembersihan dan penjemuran tambak setelah dilakukan pemanenan udang. g. Manajemen efluen dan limbah padat Setiap kegiatan budidaya udang harus melakukan perbaikan kualitas air limbah tambak agar dapat memenuhi baku mutu efluen tambak yang ditetapkan (Tabel 3) (Badudrin (2014: 7) dan Suharto (2011: 313)). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rangka memperbaiki mutu air limbah tambak adalah sebagai berikut: 1) Melakukan upaya-upaya pengendapan dan pengangkatan bahan tersuspensi melalui tandon. 2) Menggunakan biofilter untuk pemulihan kualitas air. 3) Penanaman mangrove pada area pembuangan. 4) Menerapkan sistem resirkulasi atau pergantian air minimal pada tambak semi intensif atau intensif, khususnya di kawasan padat tambak dan tercemar commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 Tabel 3. Parameter kualitas air limbah tambak Parameter kualitas air limbah tambak Satuan Total Suspended Solid (TSS) mg/L Kekeruhan Nephelometer Turbidity Unit (NTU) pH Biochemical Oxygen Demand (BOD5) mg/L Fospat (PO42-) mg/L Hidrogen Sulfida (H2S) mg/L Nitrat (NO3-) mg/L Nitrit (NO2-) mg/L Ammoniak Bebas (NH3 N) mg/L Dinoflagellata Gymnodinium Individu/L Peridinium Individu/L 11. Bakteri Patogen Colony Froming Unit (CFU) Sumber: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Baku mutu 200 50 6 9,0 < 45 < 0,1 < 0,03 < 75 < 2,5 < 0,1 < 8 x 102 < 8 x 102 < 102 3. Biologi udang vaname (Litopenaeus vannamei Boone) a. Taksonomi udang vaname Klasifikasi udang vaname berdasarkan Tantu (2014: 3), Yuna (2011: 3), dan Dall, et al., (1991a: 55 126) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Subfilum Kelas Sub kelas Super ordo Ordo Sub order Super famili Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Crustacea : Malacostraca : Eumalacostraca : Eucarida : Decapoda : Dendrobranchiata : Penaeoidea : Penaeidae : Panaeus : Litopenaeus Spesies (old name): Panaeus vannamei (New name) : Litopenaeus vannamei Boone b. Morfologi udang vaname Permukaan tubuh udang vaname dilindungi oleh kutikula, yang tersusun atas zat khitin dengan garam-garan mineral dan bersifat sangat keras. Eksoskeleton menutupi seluruh permukaan tubuh, kecuali pada tempat penghubung yang mempunyai sifat tipis dan lunak agar mampu bergerak. Tubuh udang vaname dibagi menjadi 2 bagian, yaitu chepalotorax dan abdomen (Boone, 1931), yang terdiri atas kepala (head) 5 segmen, dada (thorax) 8 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 segmen, dan perut (abdomen) 6 segmen, masing-masing dengan satu pasang anggota tubuh yang terdiri atas ruas-ruas (Gambar 1). Setiap segmen tubuh dibedakan atas tergum (bagian dorsal) dan sternum (bagian ventral) (Kastawi, 2005: 224). Pleura (lateral tubuh) merupakan keping yang terletak di sisi tubuh. Epimera merupakan keping kecil antara pleura dan dasar anggota gerak (Young (1959) dalam Dall, et al., (1991a: 8)). Cephalothorax terdiri dari 13 segmen; kepala (5 segmen) dan dada (8 segmen) yang dilindungi oleh karapak (carapace). Pada karapak terdapat lekuk servikal yang terdapat di pertengahan karapak, yang membedakan bagian kepala dari bagian dada. Ujung anterior karapak merupakan rostrum (Dall, et al., 1991a: 8). Keterangan: A1(T), tergum of abdominal somite I; A2 (P), pleuron of abdominal somite 2; A6, abdominal somite 6; AF, antennal flagellum; AM, appendix masculina; ANF, antennular flagellum; AS, scaphocerite (antennal scale); C, carapace; E, eye; Ex, exopod of pereopod; Mxp3, maxilliped 3; Gambar 1. Morfologi udang vaname P1, P3, P5, pereopods 1,3, 5; Pa, petasma; P15, pleopod 5; R, rostrum; Sumber: Brock and Main (1994) dalam RS, rostra1 spine; Tantu (2014: 20 22) dan Dall, et al., T, telson; (1991a: 8) U, uropod. 1) Morfologi udang vaname bagian kepala (head) menurut Yuna (2011: 4) adalah sebagai berikut: a) Pada bagian kepala terutama pada ruas kepala di bawah rostrum terdapat mata majemuk yang bertangkai. b) Pada bagian kepala memiliki 2 antenna yaitu antenna I (antennules) dan antenna II (antennae). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 Antennules terdiri dari tiga segmen basal dan sepasang flagella multifungsi. Fungsi flagella belum sepenuhnya diketahui, namun dianggap sebagai chemosensory (Young (1959) dalam Dall, et al., (1991a: 10)). Antennules terletak di ujung inhalasi dari tabung pernafasan. Segmen pertama gagang bunga membentuk soket pada mata yang dilapisi dengan setae padat. Bagian luar soket berbentuk seperti sisik keras disebut stylocerite yang memiliki fungsi sebagai pelindung eyebrush Ketika udang vaname sedang aktif, mata secara periodik menjentikkan ke soket antennules yang berfungsi untuk membersihkan segmen pertama yang mengandung statocyt. Antennae terdiri dari protopod terdapat dua segmen yaitu, carpocerite basal dan basicerite distal, terdiri dari dua struktur yaitu sebuah scaphocerite (berada di dalam) dan endopodite (yang terdiri dari tiga segmen dan cambuk panjang). Fungsi utama dari scaphocerite adalah sebagai sirip untuk menstabilkan lateral saat berjalan mundur dalam rangka melarikan diri. Fungsi utama cambuk panjang adalah sebagai alat perasa dan peraba. Cabang exopodite berbentuk pipih disebut dengan prosentema (Dall, et al., 1991a: 10). c) Mulut terdiri dari mandibulla, maxillules, maxilla, maxillipeds 1 3. Mulut terdapat pada permukaan ventral, dekat daerah kepala posterior terdapat mandibulla yang kuat. Mandibulla berfungsi untuk menghancurkan makanan. Maxillules berbentu kecil, datar, dan melengkung sesuai dengan tempatnya yang terletak di bawah rahang, kemudian diikuti dengan maxilla. Maxilla masing-masing memiliki satu set piringan basal (protopod) seperti tulang. Scaphognathite rahang atas undulates berirama di saluran sempit ruang branchial anterior, yang berfungsi sebagai kemudi arus air. Maxillapeds merupakan pelengkap dada 1 3 dan menjadi seperti kaki posterior. Pada maxillaped 1 segmen basal mirip dengan penampilan maxilla tersebut, tetapi endopodite maxillaped 2 dan 3 saling bersambungan. Pada eksopodite commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 dibatasi dengan setae panjang yang berfungsi untuk membersihkan dan sebagai sensorik (Dall, et al., 1991a: 12 13). 2) Morfologi udang vaname bagian dada (thorax) Bagian dada terdiri dari 8 ruas, masing-masing ruas mempunyai sepasang anggota badan disebut dengan thoracopoda. Thoracopoda 1 3 disebut dengan maxillapoda (maxilipeds). Maxiliped 1 berfungsi sebagai alat pembantu rahang (mandibulla) dan pelengkap bagian mulut dalam memegang makanan, dan diikuti dengan alat bantu sederhana (non-chelate) berfungsi sebagai alat pembantu jalan, dan 4 pasang kaki jalan (peripoda). Thoracopoda 4 8 berfungsi sebagai peripoda. Peripoda 4 8 berfungsi untuk bergerak, memegang makanan, dan membersihkan tubuhnya, sedangkan pada peripoda 1 3 mempunyai capit (cela) kecil yang merupakan ciri khas udang dari famili penaeidae berfungsi untuk menyerang dan mempertahankan diri (Kastawi, 2005: 225). 3) Morfologi udang vaname bagian perut (abdomen) Pada daerah abdomen terdapat 6 pasang kaki renang atau pleopoda atau pleopods yang beberapa diantaranya mengalami modifikasi. Udang vaname memiliki satu pasang anggota tubuh (apendiks) yang berbeda pada setiap segmen. Terdapat 3 macam apendiks yang dapat dibedakan pada hewan dewasa yaitu: 1) foliaceus, contohnya maxilla ke-2, 2) biramus, contohnya pleopoda, 3) urinamus contohnya peripoda (Kastawi, 2005: 225). Pada bagian abdomen terdiri dari 6 ruas. Ruas 1 5 memiliki sepasang anggota badan berupa pleopoda (swimmered) yang berfungsi sebagai alat untuk berenang, respirasi, dan pembawa telur pada hewan betina, bentuknya pendek dan ujungnya berbulu (setae). Pada ruas ke-6 terdapat ekor kipas (uropoda atau uropods) dan bersama dengan telson berfungsi sebagai alat untuk berenang, kemudi, dan melindungi telur (Dall, et al., 1991a: 9). c. Anatomi udang vaname Tubuh udang vaname tersusun atas sistem organ yang dimiliki oleh hewan tingkat tinggi (Gambar 2). Selom merupakan ruang yang tidak begitu luas, namun tidak terlalu sempit (berongga) untuk organ-organ reproduksi. Organ tertentu seperti sistem saraf tersusun metamerik, sedangkan organ commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 ekskresi terpusat ke dalam sebuah rongga kecil. Bagian-bagian anatomi pada udang vaname menurut Yuna (2011: 5) adalah sebagai berikut: 1) Pada rostrum terdapat gigi (bagian dorsal 7 10 dan bagian ventral 2 4). 2) Pada badan tidak ada rambut-rambut halus (setae). 3) Pada udang vaname jantan petasma tumbuh dari ruas coxae pleopoda nomor 1 yaitu protopodit yang menjulur ke arah depan. Panjang petasma kira-kira 12 mm. Lubang pengeluaran sperma ada dua, yaitu di bagian kiri dan kanan terletak pada dasar coxae dari pada pereopoda nomor 5. 4) Pada betina helycum terbuka berupa cekungan yang ditepinya banyak ditumbuhi oleh setae, terletak di bagian ventral thorax, atau ruas coxae peripoda nomor 3 dan nomor 4, yang disebut dengan Fertilization . Lubang pengeluranan telur terletak pada coxae kaki jalan nomor 3. Coxae adalah ruas nomor 1 dari peripoda dan pleopoda. Gambar 2. Anatomi udang vaname Sumber: Tantu (2014: 35) d. Fisiologi udang vaname Morfologi saluran pencernaan udang vaname mirip dengan decapoda lainnya. Hal ini dibagi menjadi beberapa bagian yang kompleks, kutikula berlapis di wilayah foregut; hepatopankreas kompak pada awal daerah midgut, diikuti oleh tubular panjang, bagian sederhana; dan kutikula berlapis di daerah hindgut, terutama pada rektum (Gambar 3) (Dall, et al., 1991a: 23). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 Sistem pencernaan udang vaname terdiri dari mulut, esophagus, proventikulus, anterior diverticulum of midgut, digestive gland, midgut, posterior diverticulum of midgut, rectum, dan anus (Gambar 4). Gambar 3. Anatomi sistem pencernaan udang vaname (a) Sumber: Brock and Main (1994) dalam Tantu (2014: 39) Gambar 4. Anatomi sistem pencernaan udang vaname (b) Sumber: Dall, et al., (1991a: 23) 1) Foregut Mulut mengarah ke kerongkongan vertikal pendek, dikelilingi oleh otot-otot kontraktil yang dapat menutupnya dengan cara sfingter. Kerongkongan membuka ke arah lumen anterior dari proventrikulus (Gambar 5). Proventikulus mempunyai otot-otot yang kompleks. Proventrikulus dibagi menjadi dua kamar utama, di bagian anterior disebut dengan kamar radiaka, dan di bagian posterior disebut dengan pylorus. Ruang anterior pada udang vaname dapat digembungkan. Ada sepasang ventro-lateral, piringan memanjang, masing-masing dikenakan deretan gigi kecil, yang mengarah jauh lebih dari gigi lateral pada lambung dan tunggal, dan gigi-gigi dorsal bagian tengah. Gigi-gigi tersebut berfungsi untuk melumatkan makanan. Ruang posterior jauh lebih sempit dari pada ruang anterior dan selanjutnya dibagi menjadi kompartemen atas, yang merupakan melalui-kanal midgut, dan penyaring dengan tekanan rendah (Gambar 6) (Dall, et al., 1991a: 24). Kutikula pada daerah foregut membuka ke bagian perut kelenjar pencernaan (digestive gland atau hepatopankreas), yang mengelilingi ruang posterior lebih rendah dan meluas sekitar dorsal sejauh ujung divertikulum anterior. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 Gambar 5. Proventriculus Sumber: Dall, et al., (1991a: 24) Keterangan: AC, anterior chamber; AD, anterior diverticulum; DGO, digestive gland opening; FP, filter press (pyloric press); L, lappets; LG, lateral grooves; LLT, large lateral teeth (zygocardiac ossicle); LP, lateral plate (cardiac plate); MGT, tubular part of midgut; MT, medial tooth (prepyloric ossicle); Oes, oesophagus; PC, posterior chamber; SLT, minor lateral teeth (cardiac teeth); VG, ventral setose groove, VLG, ventro-lateral setose groove. Keterangan: C, connective tissue; DC, dorsal compartment; LG, longitudinal groove between rows of setae; M, muscle; VC, ventral compartment. Gambar 6. Potongan penampang melintang wilayah tengah ruang proventrikulus posterior Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 25) Hepatopankreas terletak di daerah thorax. Setiap lobus tersusun atas sejumlah kecil tubulus. Epitelium yang melapisi dinding-dinding tubulus bersifat granular dan menghasilkan sekresi yang akan mengalir menuju ke duktus hepatik dan akhirnya menuju ke kamar pilorik di lambung (Kastawi, 2005: 226). Di atas penyaring, kutikula foregut meluas ke belakang untuk bukaan dipasangkan dari divertikulum anterior midgut, yang ditutup oleh sepasang lappets (Dall, et al., 1991a: 23 24). 2) Midgut Midgut adalah tabung kecil yang berawal dari arah cephalothorax dorsal melalui perut, ke rektum, hingga ke anus yang terletak pada permukaan telson. Hal ini dibatasi oleh epitel sederhana. Sebuah membran peritrofik yang diekskresi dari bagian anterior. Pada akhir anterior, dua bukaan lateral mengarah ke divertikulum dorsal anterior; pada akhir posterior, pembukaan dorsal mengarah ke divertikulum posterior (Dall, et al., 1991a: 23 24). Fungsi utama dari midgut adalah untuk sekresi enzim commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 pencernaan dan penyerapan nutrisi. Embriologi dari hepatopankreas sangatlah sederhana, diverticulum ganda, organ kompak, terdiri dari banyak tubulus (Gambar 7, 9, dan 10). Keterangan: DC, dorsal compartment; Lap, lappets which extend backwards into the midgut; OD, opening from proventriculus into digestive gland; PO, primary openings into digestive gland tubules; SO, secondary channel into which digestive gland tubules open; VC, ventral compartment. Gambar 7. Potongan penampang melintang dari proventrikulus pada tingkat bukaan hepatopankreas di dalam ruang proventrikulus posterior Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 26) Keterangan T, adjacent tubule; Mv, microvillous cell border; MC, storage cell; VacC, vacuolar cell. Gambar 8. Potongan penampang melintang wilayah tengah tubulus hepatopankreas Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 27) Setiap tubulus memiliki dinding epitel sederhana, dengan lumen microvillous dan dengan jaringan ikat tipis dan otot fibril halus yang memisahkan antara otot satu dengan otot lainnya. Pada masing-masing bagian ujung (apex) tubulus terdapat sel embrio (Sel E) yang masih berdeferensiasi menjadi 4 macam tipe sel, dengan urutan sel E, R, F, dan B. Sel B memiliki fungsi sebagai penyerap zat partikel (misalnya koloid emas, thorium dioksida, ferritin) oleh pinacytosis. Pada akhirnya seluruh sel diekstrusi ke dalam usus dan di buang dalam bentuk feses. Sel R memiliki fungsi sebagai penyerap lipid. Sel B bertindak sebagai pemicu untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 memulai pelepasan sel dari epitel. Mekanisme tersebut dapat beroperasi dalam menanggapi konsumsi makanan, memberikan peningkatan pesat dalam aliran enzim pencernaan (Gambar 8). 3) Hindgut Otot pendek rektum dibatasi oleh enam pad, yang fungsi utamanya untuk menangkap feses dalam membran peritrofik dan ekstrusi (Gambar 11) (Dall, et al., (1990b: 489) dan Dall, et al., (1991a: 25 29)). Keterangan: Div, lumen of diverticulum; Can, canal from gut to diverticulum; CEpith, columnar epithelium; Cut, foregut cuticle; G, lumen of midgut; Lap, lappet occluding opening to diverticulum. Gambar 9. Potongan penampang melintang melalui bukaan dari diverticula midgut anterior Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 27) Keterangan: CEpith, columnar epithelium; LMusc, longitudinal muscle; PM, peritrophic membrane. Gambar 10. Potongan melintang melalui wilayah tubular dari midgut Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 27) Keterangan: A, anus; NC, nerve cord; PMG, posteriormidgut; PostDiv, posterior diverticulum; R, rectum; RP, rectal pad; T, telson; U, uropod. Gambar 11. Rectum dan diverticulum posterior Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 27) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 e. Habitat dan penyebaran udang vaname Habitat dan penyebaran udang vaname adalah sebagai berikut: 1) Habitat alami udang vaname berada di pantai Lautan Pasifik sebelah barat Mexico, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan dengan suhu air laut sekitar 20 oC sepanjang tahun, dengan kedalaman 70 72 meter (Yuna (2011: 6) dan Boone (1931: 2)). 2) Penyebaran udang vaname pada saat ini sudah menyebar ke seluruh dunia hingga ke Indonesia, yaitu dari Indo Pasifik Barat: spesies masuk dari Laut Merah, Afrika ke Korea, Jepang dan Kepulauan Melayu. Atlantik Timur: spesies masuk dari Mediterania timur melalui Terusan Suez dan telah mencapai pantai selatan Turki. Pada kondisi dibudidaya udang vaname hidup mendiami seluruh kolom air, dari dasar hingga lapisan permukaan. Udang vaname dapat di temukan di lumpur berpasir, muara, dan laut, dengan kedalaman 0 sampai 70 meter (Rusmiyati (2014: 46) dan Boone (1931: 1)). f. Daur hidup udang vaname Udang vaname adalah binatang catadroma, artinya ketika dewasa udang vaname bertelur di laut lepas dengan salinitas tinggi, sedangkan ketika stadia larva udang vaname bermigrasi ke daerah estuari dengan salinitas rendah. Pada awalnya udang vaname ditemukan kawin dan memijah di laut dengan kedalaman sekitar 70 m di wilayah Pasifik lepas pantai Mexico dan Amerika tengah, utara, dan selatan pada suhu air 26 28 oC dan salinitas 35 ppt. Telurnya menyebar di dalam air dan menetas menjadi nauplius diperairan laut lepas (off shore). Perairan dangkal memiliki kandungan nutrien, salinitas, dan suhu yang sangat bervariasi dibandingkan dengan laut lepas (Sutrino, dkk 2010: 5). Pada perjalanan migrasi ke arah estuari, larva udang vaname mengalami beberapa kali metamorfosa. Wilayah estuari yang subur dengan pakan alami, larva udang vaname berkembang cepat sampai stadia juwana karena telah terbentuk alat kelamin, namun tidak dapat matang gonad karena masih berada pada salinitas rendah, sehingga bermigrasi kembali ke tengah laut dengan salinitas tinggi. Tempat tersebut digunakan udang vaname sebagai habitatnya commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 untuk menjadi dewasa, dapat matang kelamin dan kawin serta bertelur (Yuna, 2011: 7). g. Pakan dan kebiasaan makan Pada awalnya udang dari famili penaeidae, salah satu contohnya adalah udang vaname dikenal sebagai hewan bersifat omnivorous scavenger artinya udang vaname merupakan pemakan segala bahan makanan, pemakan bangkai dan destritus, namun dari hasil penelitian dengan cara memeriksa isi usus, mengindikasikan bahwa udang dari famili penaeidae bersifat karnivora yang memangsa berbagai krustasea renik, amphipoda, dan polychaeta. Secara alami udang vaname bersifat nokturnal. Pada siang hari udang vaname sering memendamkan diri di dalam lumpur atau pasir dasar tambak dan tidak mencari makanan, akan tetapi pada tambak budidaya jika siang hari diberi pakan, maka udang vaname akan bergerak untuk mencari makanan, sehingga sifat nokturnal pada udang vaname yang dibudidaya di tambak tidak mutlak. Udang vaname memerlukan pakan dengan kandungan protein 35 %, lebih kecil apabila dibandingkan dengan jenis udang lainnya (Rusmiyati, 2014: 47). h. Pertumbuhan udang vaname Kecepatan pertumbuhan udang vaname dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu frekuensi molting dan kenaikan berat tubuh, alasannya karena tubuh udang vaname tertutup oleh karapak. Selama proses molting berlangsung, terjadi pemecahan kutikula antara karapak dengan intercalary sclerite yang retak, memungkinkan cephalothorax dan anterior appendages meregang. Udang vaname dapat lepas dari kulit yang lama dengan cara sekali menjentikkan ekornya. Karapak baru yang tumbuh pada saat pertama setelah molting berlangsung sangat lunak, lalu mengeras yang lamanya tidak sama menurut ukuran atau umur udang vaname (Yuna, 2011: 8). Pada saat larva, proses molting terjadi setiap beberapa jam, kemudian setiap hari, dan semakin tua frekuensi molting akan semakin jarang. Menurut Charratchakool, et al., (1998) dalam Tantu (2014: 24), interval molting pada udang betina dengan berat 50 70 g akan molting di hari ke-18 dan ke-21, sedangkan pada udang jantan dengan berat yang sama akan molting di hari ke23 dan ke-30. Kondisi lingkungan dan faktor nutrisi juga mempengaruhi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 frekuensi molting, contohnya adalah suhu. Semakin suhu di lingkungan tinggi maka akan meningkatkan frekuensi molting. Penyerapan oksigen oleh udang vaname yang kurang efisien maka akan menyebabkan udang vaname mati akibat hypoxia. Udang vaname yang menderita stres, dapat melakukan molting secara tiba-tiba. Udang vaname secara alami ketika sedang molting maka akan memendamkan diri di dalam pasir dasar perairan untuk menyembunyikan diri terhadap predator (Sutrino, dkk 2010: 6). 1) Perkembangan embrio udang vaname Menurut Yuna (2011: 11 12), perkembangan embrio udang vaname terjadi secara cepat setelah pembuahan. Pembelahan pertama terjadi 50 menit setelah pembuahan, pada suhu 27 oC dan terbagi embrio dan yolk menjadi 2 sel, secara berkelanjutan sampai menjadi banyak sel dan mencapai bentuk blastula. Setelah 12 jam, nauplius pada setiap yolk telah terbentuk sempurna dan setelah 16 jam yolk mulai menetas. Nauplii yang baru menetas berenang perlahan dan phototaksis positif. 2) Perkembangan larva udang vaname Larva akan berkembang sempurna pada kondisi suhu 26 oksigen terlarut 5 28 oC, 7 mg/L, salinitas 35 ppt sesuai dengan kondisi di alamnya. Setelah menetas larva akan berkembang menjadi 3 stadia yaitu 6 tahap nauplius, 3 tahap zoea, dan 3 tahap mysis. Setelah 3 tahap stadia kemudian menjadi post larva (Kitani, 1986: 1131 1139). Berikut merupakan perkembangan stadia udang vaname (Tabel 4). Perkembangan stadia terjadi setelah larva mengalami molting. Selama stadia nauplius larva masih memanfaatkan nutrisi dari yolk yang dibawa, dan setelah molting menjadi zoea baru mencari makanan dari luar berupa mikroalga. Setelah zoea metamorphosis menjadi mysis, larva berubah dari herbivora menjadi karnivora, yaitu dengan makanan zooplankton. Stadia mysis kemudian berakhir dan menginjak stadia post larva, stadia ini sudah menyerupai udang muda dalam hal makanan maupun tingkah lakunya. Pada stadia larva bersifat planktonik, setelah post larva bersifat bentik. Larva akan berpindah tempat dari laut terbuka bermigrasi ke arah pantai dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 estuari sampai menjadi dewasa (Yuna (2011: 12) dan Kitani (1986: 1131 1139)). Tabel 4. Perkembangan stadia udang vaname Hari keStadia Karakteristik 1. Naupli-1 Badan berbentuk bulat telur dengan 3 pasang anggota tubuh. 2. Naupli-2 Pada ujung antennules terdapat setae yang satu panjang dan 2 buah yang pendek. 3. Naupli-3 Dua buah furctel mulai tampak jelas dengan masing-masing tiga buah duri, tunas maxillaped mulai tampak. 4. Naupli-4 Masing-masing furctel terdapat empat buah duri, antennae beruas-ruas. 5. Naupli-5 Struktur tonjolan pada pangkal maxillaped mulai tampak jelas. 6. Naupli-6 Perkembangan setae makin sempurna dan duri pada forctel tumbuh makin panjang. 7. Zoea-1 Badan pipih dan karapak mulai jelas, mata mulai tampak, namun belum bertangkai, maxilla pertama dan kedua serta alat pencernaan mulai berfungsi. 8. Zoea-2 Mata bertangkai, rostrum mulai tampak dan spin suborbital mulai bercabang. 9. Zoea-3 Sepasang uropoda biramus mulai berkembang dan duri pada ruas-ruas tubuh mulai tampak. 10. Mysis-1 Badan berbentuk bengkok seperti udang dewasa. 11. Mysis-2 Tunas pleopoda mulai tampak. 12. Mysis-3 Tunas pleopoda bertambah panjang dan beruas-ruas. 13. Post larva Larva seperti udang dewasa begitu pula cara berenangnya, pada stadia ini udang tidak lagi mengalami perubahan morfologi tubuh. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 Siklus hidup udang vaname dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 12) (Yuna, 2011: 7). Gambar 12. Siklus hidup udang vaname Sumber: Boone (1931) 4. Parameter-parameter lingkungan kualitas air pemeliharaan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan udang vaname a. Suhu Suhu pada ekosistem perairan berfluktuatif baik secara harian maupun tahunan. Pada daerah beriklim tropis, suhu di perairan dipengaruhi oleh suhu udara lingkungannya, intensitas cahaya matahari, sudut datang sinar matahari, letak geografis, curah hujan, kondisi penaungan, kecepatan arus dan angin, kedalaman, kekeruhan, penguapan, dan timbunan bahan organik di dasar perairan (Hadikusumah, 2008: 82). Suhu memiliki peranan penting bagi proses commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 fisika, kimia, dan biologi organisme di suatu perairan. Peningkatan suhu dapat mempengaruhi perubahan kualitas air seperti peningkatan viskositas, reaksireaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi di perairan. Sebagaimana diketahui bahwa meningkatnya suhu sebesar 10 °C akan meningkatkan laju metabolisme sebesar 2 3 kali lipat. Meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, sementara di lain pihak naiknya suhu akan menyebabkan oksigen terlarut di dalam air akan menurun (Fardiaz, 1992). Salah satu faktor pembatas yang cukup nyata dalam kehidupan udang vaname di tambak adalah suhu. Seringkali dijumpai udang vaname mengalami stres dan bahkan mati yang disebabkan oleh perubahan suhu ekstrim. Keadaan seperti ini sering terjadi pada tambak dengan kedalaman kurang dari satu meter. Contohnya adalah pada waktu musim kemarau terjadi perbedaan suhu yang sangat mencolok antara siang dan malam hari. Berdasarkan hasil penelitian, terbukti bahwa pada suhu rendah metabolisme udang vaname menjadi rendah dan secara nyata berpengaruh terhadap nafsu makan udang vaname (Byod (1989) dalam Yuna (2011: 36)). b. Salinitas Salinitas merupakan kadar dari total ion-ion terlarut yang terdapat di dalam perairan. Salinitas dinyatakan dalam permil (o/oo) atau part per thousand (ppt) (g/L). Pengertian salinitas adalah jumlah kadar garam yang terdapat pada suatu perairan atau berat dalam gram dari semua zat padat terlarut dalam satu kilogram air laut. Hal ini dikarenakan salinitas air merupakan gambaran tentang padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh khlorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi 2003: 6). Tujuh ion penyusun utama salinitas adalah sodium, potassium, kalium, magnesium, klorida, sulfat, dan bikarbonat. Unsur lainnya yang ada dalam salinitas adalah fosfor, nitrogen, dan unsur mikro mempunyai kontribusi kecil dalam penyusunan salinitas, namun hal ini mempunyai peran yang sangat penting secara biologis. Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi, distribusi, dan osmoregulasi. Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku organisme tetapi berpengaruh terhadap perubahan sifat kimia air (Brotowijoyo, et al., (1995) dalam Agus (2008: 42)). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 Udang vaname dapat tumbuh dan berkembang pada kisaran salinatas 15 25 ppt, namun apabila salinitas di bawah 5 ppt dan di atas 30 ppt biasanya pertumbuhan udang vaname relatif lambat, hal ini terkait dengan proses osmoregulasi yang menyebabkan udang vaname mengalami gangguan terutama pada saat sedang molting dan proses metabolisme (Yuna, 2011: 36 37). Biasanya pada salinitas rendah kondisi udang vaname cenderung berkulit tipis, hingga menyebabkan alkalinitas atau pH rendah (Anonim, 2015a: 30). c. Potensial of Hidrogen (pH) Nilai pH menyatakan konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam larutan atau didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivtas ion hidrogen yang secara matematis dinyatakan dengan persamaan pH = log 1/H+. H+ adalah jumlah ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa. Air yang bersih memiliki jumlah ion H+ dan OH yang berada pada keseimbangan atau dikenal dengan pH 7. Peningkatan ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut larutan asam, sedangkan apabila ion hidrogen berkurang akan menyebabkan nilai pH naik dan dikenal dengan larutan basa (IUPAC, 2011). Mackereth, et al., (1989) dalam Effendi (2003: 73) berpendapat bahwa pH mempunyai keterkaitan erat dengan alkalinitas dan karbondioksida. Organisme perairan dapat hidup ideal dalam kisaran pH antara asam lemah sampai dengan basa lemah. Kondisi perairan yang bersifat asam kuat ataupun basa kuat akan membahayakan kelangsungan hidup organisme, karena akan menggangu proses metabolisme dan respirasi. Perairan dengan kondisi asam kuat akan menyebabkan logam berat memiliki mobilitas yang meningkat dan karena logam ini bersifat toksik maka dapat mengancam kehidupan organisme. Kondisi air pemeliharaan udang vaname pada pH rendah (< 7,5) dapat mengakibatkan nafsu makan udang vaname berkurang, alkalinitas (buffer) fluktuatif, udang vaname mudah stres; sedangkan keseimbangan ammoniak bebas dan ammonium akan terganggu, serta menyebabkan nafsu makan udang vaname berkurang apabila pH air terlalu basa (> 9,0) (Anonim (2015a: 31) dan Suharto (2011: 327)). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 d. Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) merupakan parameter kualitas air yang sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan, selain itu juga penting digunakan untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan organik dan anorganik di dalam air. Kadar oksigen terlarut berfluktuatif secara harian dan musiman tergantung pada keadaan atmosfir. Atmosfir di bumi mengandung oksigen sekitar 210 mL/Liter. Sumber utama oksigen terlarut di dalam perairan adalah difusi melalui kontak antara udara dengan air dan proses fotosintesis organisme di perairan. Kecepatan difusi oksigen terlarut dari udara ke dalam air berlangsung sangat lambat, oleh karena itu fitoplankton merupakan sumber utama dalam penyediaan oksigen terlarut di dalam perairan. Oksigen terlarut di dalam perairan juga dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah suhu, salinitas, massa air, pergerakan air di permukaan, luas daerah permukaan perairan yang terbuka, aktivitas fotosintesis dan proses respirasi organisme di perairan, dan proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme (Agustiningsih (2012: 16) dan Effendi (2003: 76)). Pengaruh oksigen terlarut terhadap organisme perairan sebenarnya hanya sebatas pada kebutuhan untuk respirasi, berbeda halnya dengan pengaruh suhu yang cenderung kompleks. Air yang telah tercemar pada umumnya mempunyai oksigen terlarut sangat rendah. Oksigen terlarut rendah pada air pemeliharaan udang vaname dapat disebabkan karena kelekap atau lumut dan plankton yang mati, serta viskositas air akibat jumlah pakan yang sudah terakumulasi di dasar tambak. Apabila oksigen terlalu tinggi disebabkan karena fitoplankton terlalu pekat pada siang dan sore hari, maka cara mengatasinya dengan pergantian air dan pengaturan jam operasional kincir air (Anonim, 2015a: 31). e. Kebasaan atau alkalinitas Alkalinitas adalah ukuran kapasitas penyangga medium kultur dalam daerah pH netral. Alkalinitas menunjukkan adanya sifat agregat air. Penyusunan alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-), dan hidroksida (OH-). Garam dari asam lemah lain seperti, borat (H2BO3-), silikat (HSiO3-), fospat (PO42-), sulfida (HS-), dan ammoniak bebas (NH3 commit to user N) juga perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 memberikan kontribusi terhadap alkalinitas walaupun dengan jumlah yang sedikit. Anion bikarbonat merupakan yang paling penting karena yang paling bertanggung jawab atas kapasitas penyangga yang netral. Alkalinitas sebagai besaran kemampuan kapasitas penyangga merupakan suatu konsentrasi basa atau komponen yang mampu menetralisasi keasaman di dalam air (Padmono, 2007: 123). Pada keadaan siang hari adanya ganggang dan lumut di dalam air dapat menyebabkan turunnya kadar bikarbonat dan karbonat, dalam keadaan yang demikian maka kadar menjadi naik, dan menyebabkan pH larutan naik. Cara penetapan alkalinitas dapat dilakukan dengan menggunakan metode perubahan warna, kurva titrasi potensiometer, titrasi potensiometrik, dan titrasi potensiometrik untuk alkali rendah (Suharto, 2011: 327). f. Budget nitrogen di tambak Sumber nitrogen yang ada di perairan tambak dapat berasal dari pakan udang yang mengandung protein. Kebutuhan protein bagi udang cukup tinggi yaitu sekitar 27 60 %, namun sebagian besar (78 %) hanya terbuang ke tambak atau sedikit yang terasimilasi di dalam tubuh udang. Burford dan Williams (2001) dalam Nur (2011: 20), rendahnya retensi nitrogen dalam bentuk biomassa udang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: formulasi kurang optimal dan kualitas bahan baku, kelebihan pakan, serta rendahnya stabilitas pakan di air. Lingkungan pemeliharaan (misalnya salinitas) juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan pakan. Nitrogen yang dihasilkan dari erosi tambak (kontributor bahan padatan terbesar di tambak) hanya sekitar 16 %. Sumber -N lainnya adalah dari aliran air masuk (4 %) dan pemupukan, curah hujan, post larva sejumlah 2 %. Jumlah -N yang mengendap di dasar tambak (24 %), udang yang dipanen (18 %), dan air buangan (27 %). Selebihnya (30 %) diasumsikan lepas ke atmosfir sebagai ammoniak bebas. Tingginya kandungan -N hasil buangan akan berdampak pada badan air lainnya (receiving water). Hal ini akan berlangsung secara cepat seiring dengan meningkatnya jumlah buangan limbah ke lingkungan dan mengakibatkan terjadinya penurunan mutu air (Gambar 13) (Martin, et al., (1998) dalam Nur (2011: 20)). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 Pada budidaya dengan sistem terbuka (open sistem), pergantian air tidak menghasilkan buangan -N yang signifikan (17 %), artinya, unsur -N tetap tersedia dan terakumulasi seiring dengan meningkatnya jumlah pakan yang diberikan. Keterlambatan dalam pergantian air akan menimbulkan masalah seperti blooming fitoplankton dan alga, sehingga pada akhirnya mengakibatkan stres pada udang. Pada dasarnya ada tiga sumber -N terlarut sebagai hasil dari proses pemberian pakan, yaitu: ekskresi insang, leaching dari pakan, dan leaching dari feses. Bentuk -N dari pakan berupa amina-amina primer terlarut (Dissolved Primary Amines, DPA, 23 %), sedang -N yang dihasilkan dari proses leaching pada feses terdapat dalam bentuk urea. Gambar 13. Budget nutrien dan total padatan di tambak Sumber: Smith dan Briggs (1998) dalam Nur (2011: 14) Urea dapat digunakan mikroorganisme tambak secara cepat, sedangkan -N organik terlarut yang dihasilkan dari proses leaching pakan kurang efektif dimanfaatkan oleh mikroorganisme dan hanya terakumulasi di dasar tambak. Baik pakan maupun feses keduanya secara signifikan berpengaruh terhadap kualitas air tambak khususnya dalam mengakumulasi Dissolved Organik -N (DON) dan stimulasi pertumbuhan mikroorganisme. 1) Ammoniak bebas (NH3 N) Kandungan ammoniak bebas di dalam air pemeliharaan udang vaname merupakan hasil perombakan dari senyawa-senyawa nitrogen organik oleh bakteri atau dampak dari penambahan pupuk yang berlebihan (Agustiningsih, 2012: 19). Senyawa ini sangat toksik bagi organisme perairan walaupun dalam kadar yang rendah. Nilai ammoniak bebas tergantung pada nilai pH dan suhu perairan. Ammoniak bebas commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 meningkatkan konsumsi oksigen di jaringan, merusak insang, dan mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen. Perbandingan antara ammoniak bebas dan ammonium dapat dilihat pada persamaan berikut: NH + H 3 + 2 4 - + OH Ammonium digunakan sebagai sumber nitrogen oleh fitoplankton, alga, tumbuhan air, dan golongan bakteri yang dikenal sebagai bakteri heterotrof. Toksisitas ammoniak bebas pada udang vaname tergantung pada umur. 2) Nitrit (NO2-) Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang relatif tidak stabil dan mudah teroksidasi, dan merupakan indikator tingkat pencemaran. Nitrit pada kadar yang rendah dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik. Nitrit merupakan produk awal dari proses nitrifikasi dimana ion ammonium dioksidasi oleh bakteri Nitrosomonas menjadi nitrit. Pada lingkungan budidaya akan terjadi akumulasi nitrit apabila proses lanjutan dari nitrifikasi yang akan mengubah nitrit menjadi nitrat tidak dapat berjalan. Mekanisme toksisitas nitrit pada udang tidak sepenuhnya dipahami, karena udang mempunyai pigmen darah (hemocyanin) yang berbeda dibandingkan ikan, walaupun demikian diduga mekanisme toksisitas nitrit pada udang tidak berbeda jauh, karena nitrit yang tinggi menurunkan toleransi udang terhadap oksigen terlarut. Daya toksik nitrit yang tinggi dipengaruhi oleh bentuk persenyawaan nitritnya, yaitu apabila terdapat dalam bentuk asam (HNO2) maka akan lebih toksik daripada bentuk ion nitrit. Nitrit akan lebih toksik pada salinitas rendah (Komarawidjaja, 2006a: 36). 3) Nitrat (NO3-) Nitrat merupakan produk akhir dari proses nitrifikasi, dengan bantuan bakteri Nitrobacter. Nitrit akan diubah menjadi nitrat yang relatif tidak toksik. Nitrat akan bersifat toksik pada kadar di atas 300 ppm, tetapi pada udang kadar nitrat lebih dari 200 ppm akan mempengaruhi pertumbuhan serta daya tahan udang terhadap penyakit (Komarawidjaja, 2006a: 36). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 g. Bahan organik Bahan organik yang terdapat di air pemeliharaan udang vaname dapat menyebabkan terbentuknya limbah organik dalam jumlah yang relatif besar. Bahan organik dapat berbentuk padatan yang terendap, koloid tersuspensi, dan terlarut. Pada umumnya limbah organik dalam bentuk padatan akan langsung mengendap menuju dasar tambak, sedangkan bentuk lainnya berada di badan air, baik yang ada pada bagian aerob maupun anaerob (Garno, 2004: 189). Gambaran reaksi proses dekomposisi di badan air yang mengandung oksigen terlarut adalah sebagai berikut: Persamaan reaksi 1 COHNS + O2 bakteri aerob CO2 + NH3 + Energi + Produk lain Persamaan reaksi 2 COHNS + O2 bakteri aerob + Energi C5H7O2N Sel bakteri baru Gambaran reaksi proses dekomposisi di badan air yang tidak mengandung oksigen terlarut adalah sebagai berikut: Persamaan reaksi 3 COHNS + bakteri anaerob CO2 + H2S + NH3 + CH4 + Produk lain Persamaan reaksi 4 COHNS + bakteri anaerob + Energi C5H7O2N Sel bakteri baru Menurut Wardhana (2004: 94), reaksi 1 dan 2 mengisyaratkan bahwa semakin banyak limbah organik yang masuk dan tinggal pada lapisan aerob, maka akan semakin besar kebutuhan oksigen bagi mikroorganisme yang mendekomposisi, bahkan apabila keperluan oksigen bagi mikroorganisme yang ada melebihi konsentrasi terlarut maka sudah pasti oksigen terlarut bisa menjadi nol, dan bakteri aerob akan mati diganti dengan bakteri fakultatif anaerob. Reaksi 3 dan 4 dengan mengisyaratkan bahwa semakin banyak bahan organik di lapisan anaerob akan semakin banyak menghasilkan senyawa-senyawa karbondioksida, ammoniak bebas, hidrogen sulfida (H2S), dan metana (CH4). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 h. Fospat (PO42-) Fospor merupakan unsur hara metabolik penting yang dapat mengatur besarnya produktivitas di perairan alami. Sebagian besar perairan alami sensitif terhadap peningkatan fospor yang ditunjukkan dengan meningkatnya produksi fitoplankton dan alga. Keberadaan fospor pada air pemeliharaan udang vaname dapat disebabkan salah satunya karena faktor pemberian pakan yang berlebihan, sehingga menyebabkan penumpukan fospor pada tambak. Fospor yang disebabkan pemberian pakan yang berlebihan dapat dikategorikan terbesar kedua (Gambar 14). Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa organik maupun anorganik atau terlarut maupun partikulat (Agustiningsih, 2012: 20). Unsur fospor tidak ditemukan dalam bentuk bebas di perairan, melainkan terdapat dalam bentuk senyawa organik partikulat dan senyawa organik terlarut. Salah satu bentuk senyawa fospor anorganik adalah ion ortofosfat terlarut. Ion ortofosfat terlarut adalah bentuk ionisasi asam ortofosfat (H3PO4) dan merupakan bentuk fospor paling sederhana di perairan. Berikut adalah bentuk-bentuk ion ortofosfat terlarut di perairan. H3PO4 H2PO4HPO42- H+ + H2PO4H+ + HPO42H+ + PO43- Gambar 14. Budget fospor di tambak Sumber: Smith dan Briggs (1998) dalam Nur (2011: 23) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 Keberadaan dari bentuk-bentuk ionisasi tersebut tergantung pada nilai pH perairan. Ortofosfat di perairan merupakan hasil hidrolisis dari polifosfat, dimana proses tersebut berlangsung tergantung pada suhu perairan. Pada suhu perairan yang lebih tinggi, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung lebih cepat. Kecepatan hidrolisis tersebut akan meningkat seiring dengan menurunya nilai pH. Kandungan ortofospat yang tinggi di dalam perairan menyebabkan suburnya fitoplankton dan alga maupum organisme lainnya yang dikenal dengan istilah eutrofikasi. Kesuburan tanaman air akan menghalangi kelancaran arus air dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut. i. Kekeruhan dan kecerahan air Kekeruhan adalah banyaknya jumlah partikel tersuspensi di dalam air. Kekeruhan di dalam air disebabkan oleh bahan yang tersuspensi. Jenis partikel yang tersuspensi di dalam air terdiri dari bahan organik dan anorganik, dan organisme hidup maupun mati. Bahan organik sebagian besar merupakan hasil dari degradasi secara biologis sisa-sisa tumbuhan maupun hewan. Bahan anorganik sebagian besar yang dihasilkan oleh proses cuaca atau alam ataupun yang lainnya. Mikroorganisme merupakan contoh dari organisme di dalam air yang dapat dianggap sebagai partikel. Bahan yang cenderung sulit untuk larut dapat terdiri dari partikel-partikel kecil yang tersuspensi di dalam air dalam waktu yang cukup lama (Greogory (2006) dalam Mutiarani, ddk (2015: 2)). Kekeruhan di dalam air banyak disebabkan oleh koloid. Koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel yang cukup besar yaitu 1 1000 nm atau 0,001 - µm. Koloid di air dibagi menjadi dua kelompok yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Koloid hidrofilik mempunyai afinitas yang tinggi terhadap air dan bersifat stabil. Ukurannya berkisar antara 1 10 nm namun dapat pula lebih besar dari itu pada jenis polimernya. Contoh koloid hidrofilik antara lain protein dan sistesis polimer. Koloid hidrofilik memiliki ukuran molekul yang tergolong besar, sehingga dapat menghamburkan cahaya dan tidak dapat melewati membran. Koloid hidrofobik mempunyai gaya tarikmenarik antara fase terdispersi dengan medium pendispersi yang cukup lemah atau bahkan tidak ada sama sekali. Contoh dari koloid hidrofobik yairu dispersi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 emas dan belerang di dalam air. Koloid hidrofobik tidak terlarut di dalam air dan tidak sepenuhnya dapat basah oleh air, tetapi koloid hidrofobik terdispersi sebagai molekul yang sangat kecil. Disebabkan tidak kestabilannya, koloid hidrofobik dapat tersuspensi sebagai partikel individu dalam jangka waktu yang cukup lama. Partikel-partikel tersebut dapat bergabung satu sama lain sehingga dapat membentuk agregat. Agregasi partikel dapat dikenal juga sebagai koagulasi dan flokulasi (Greogory (2006) dalam Mutiarani, ddk (2015: 2 3)). Kekeruhan pada ekositem perairan juga sangat berhubungan dengan kedalaman dan suhu perairan. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunnya daya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan yang selanjutnya menurunkan produktivitas primer akibat penurunan fotosintesis. Kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: tingkat kekeruhan perairan, sudut datang cahaya matahari, dan intensitas cahaya matahari. Pada batas akhir cahaya matahari mampu menembus perairan disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air dimana cahaya matahari mencapai nilai minimal yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan. Kecerahan air pentingnya sama halnya dengan ketinggian air pemeliharaan udang vaname (Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246-2006b). j. Total Suspended Solid (TSS) Total Suspended Solid (TSS) atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas millipore berpori-pori 0,45 Bahan yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air. TSS berkorelasi positif dengan kekeruhan. Kekeruhan air meningkat akan menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme perairan (Huda (2009) dalam Agustira, dkk (2013: 618)). k. Total Dissolve Solid (TDS) Total Dissolve Solid (TDS) adalah ukuran zat terlarut (baik zat organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS meter menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi di atas seharusnya zat yang terlarut di dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 mikrometer (2 x 10-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dan sebagainya (Agustira, dkk 2013: 617 618). l. Biological Oxygen Demand (BOD) Biological Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah milligram oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk menguraikan bahan organik karbon dalam 1 L air selama 5 hari pada suhu 20 oC ± 1 oC (Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989. 72: 2009a). Parameter BOD digunakan untuk mengetahui karakteristik senyawa organik dalam limbah cair. Oksidasi biologi diperlukan untuk mengurangi senyawa organik dalam limbah cair. Pada kondisi suhu optimal, kecukupan nutrien, kecukupan oksigen terlarut, nilai pH optimal, maka mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak secara maksimal dengan menggunakan substrat senyawa kimia organik dalam limbah cair (Suharto (2011: 321) dan Wardhana (2004: 93)). Pertumbuhan mikroorganisme pada fase logaritmik dinyatakan dengan rumus: N = No . eµt Keterangan: N = jumlah sel mikroorganisme sesaat; No = jumlah sel mikroorganisme awal; µ = laju spesifikasi pertumbuhan sel mikroorganisme; dan t = waktu. Reasksi kimia oksidsi senyawa organik dalam limbah cair oleh mikroorganisme ditunjukkan sebagai berikut: Senyawa + O2 organik bakteri CO2 + H2O + Energi + Bahan seluler dalam air limbah Dari reaksi kimia ditunjukkan bahwa konversi mikroorganisme terhadap senyawa berbahaya dalam air limbah diubah menjadi gas karbondioksida (CO2), dan air (H2O), energi, dan bahan seluler. Apabila senyawa organik dan anorganik terdapat dalam air limbah, maka diperlukan sejumlah mikroorganisme yang cukup besar. Nilai BOD digunakan untuk memonitor kualias air dan biodegradasi senyawa organik dalam limbah cair. Nilai BOD5 digunakan untuk membandingkan kekuatan limbah cair. Semakin besar kadar commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 BOD dalam suatu perairan maka dapat dinyatakan bahwa perairan tersebut telah tercemar. m. Chemical Oxygen Demand (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengkonversi senyawa organik di dalam air limbah secara kimiawi (Fardiaz, 1992). Warna air yang mengandung bahan organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Apabila reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Hal ini berarti bahwa air telah mengalami pencemaran olah bahan-bahan organik (Wardhana, 2004: 93). Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan. n. Tembaga atau Cuprum (Cu) Tembaga atau Cuprum berlambang unsur Cu berasal dari bahasa Yunani Kypros atau Spirus berarti merah. Tembaga adalah salah satu dari dua logam di bumi selain emas yang berwarna merah atau kekuningan, mempunyai nomor atom 29 dan berat atom 63,54 dengan kerapatan 8,92 g/cm3 (Suharto, 2011: 68). Kemelimpahannya di alam tembaga tersebar luas baik di dalam maupun di permukaan kerak bumi. Tembaga murni mencair pada suhu 1.083 oC dan akan menjadi uap atau mendidih pada suhu 2.567 oC pada tekanan normal. Tembaga adalah salah satu logam berat yang banyak digunakan di dalam berbagi aplikasi. Tembaga termasuk esensial, artinya sangat dibutuhkan oleh tubuh meskipun jumlahnya sedikit. Toksisitas yang dimiliki oleh tembaga baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya apabila logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah yang besar atau melebihi nilai toleransi. Ion tembaga bebas (Cu2+) adalah salah satu bentuk yang paling beracun dalam kehidupan air. Kekurangan tembaga pada tubuh akan menyebabkan anemia, terjadi kelainan jaringan ikat, serta gangguan pada susunan saraf pusat, hingga menyebabkan kematian mendadak akibat pecahnya pembuluh darah. Apabila tembaga di dalam tubuh tinggi maka akan menyebabkan gastrointestinal symptoms, merusak ginjal, hati, dan saraf pusat, oleh sebab itu keberadaan tembaga pada air pemeliharaan tambak akan berpengaruh terhadap udang vaname (Chen (2012: 22) dan (Bahri, 2010: 5). commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 o. Timbal atau Plumbun (Pb) Timbal atau Plumbun berlambang unsur Pb adalah unsur kimia yang dengan nomor atom 82 (Suharto, 2011: 67). Timbal merupakan logam berat yang paling melimpah di alam. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan timbal yaitu dapat menyebabkan ketoksikan bagi makhluk hidup, yang kebanyakan disebabkan oleh pencemaran udara. Timbal terdapat dalam dua bentuk, yaitu organik dan anorganik. Timbal dalam bentuk organik biasanya digunakan untuk industri-industri perminyakan, berupa Lead Alkyl Compound, seperti Tetra Methyl Lead, dan Tetra Ethyl Lead, sedangkan timbal dalam bentuk anorganik contohnya adalah pada penggunaan di industri baterai, cat, percetakan, gelas, plastik, dan lain-lain. Timbal memiliki afinitas kuat untuk thiol (-SH grup) dan fospat yang mengandung ligan, yang menghambat biosintesis sehingga mempengaruhi permeabilitas membrane ginjal, hati, dan sel-sel otak. Hal inilah yang akan mempengaruhi biofungsi dan gangguan pada jaringan (Chen, 2012: 22). Timbal merupakan logan yang bersifat neurotoksin yang dapat masuk dan terakumlulasi dalam tubuh manusia atau hewan, sehingga menyebabkan bahanya semakin meningkat. Pemantauan rutin di lingkungan adalah sangat penting bagi semua organisme. Toksisitas timbal meningkat bila terakumulasi dalam tubuh pada sistem saraf pusat (Hernberg (2000) dalam Das (2014: 27)). Timbal masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman akan diikuti dalam proses metabolisme tubuh, udara, serta perembesan atau penetrasi. Kadar timbal normal masuk ke dalam tubuh dalam hal ini manusia kira-kira 0,3 mg. Bagi manusia normal dengan masukkan 0,6 mg timbal per hari dalam jangka waktu lama bisa terkena ketoksikan. Masukan timbal dengan kadar lebih dari 0,6 mg per hari mempercepat akumulasi dan timbulnya ketoksikan. Timbal terabsorbsi diangkut oleh darah ke organ-organ lain sekitar 95 % timbal dalam darah diikat oleh sel-sel darah merah. Timbal yang terabsorbsi melalui saluran pencernaan juga didistribusikan ke dalam jaringan lain melalui darah. Timbal dapat terdeteksi dalam tiga jaringan utama menjadi tiga kompartemen. Pertama di dalam jaringan, timbal terikat dalam sel darah merah dan mempunyai waktu paruh 25 30 hari. Kedua di dalam jaringan lunak commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 (misalnya; hati dan ginjal), mempunyai waktu paruh sekitar beberapa bulan, dari jaringan tersebut timbal didistribusikan dan dideposit ke dalam kompartemen. Ketiga adalah tulang dan jaringan keras seperti gigi dan tulang rawan. Hampir sekitar 90 95 % timbal dalam tubuh terdapat di dalam tulang yang waktu paruhnya mencapai 30 40 tahun. Timbal diekskresikan terutama melalui saluran seni, yang kandungan timbalnya dalam plasma dan di dalam air seni terlihat proporsional. Timbal juga diekskresikan melalui tinja atau feses, keringat, dan air susu ibu serta di depositkan ke dalam rambut dan kuku. Biasanya ekskresi timbal dari tubuh sangat kecil meskipun intake timbal tiap hari naik, sehingga dapat memainkan kandungan timbal di dalam tubuh. Rata-rata intake timbal per hari sekitar 0,3 mg, apabila intake mencapai 0,6 mg/hari akan menunjukkan gejala yang positif. Penyerapan timbal sebesar 2,5 mg/hari akan memerlukan waktu terakumulasi dalam jaringan lunak, sedangkan penyerapan 3,5 mg timbal per hari akan mengakibatkan kandungan timbal yang toksik dalam beberapa bulan saja. Timbal di ekskresikan lewat kemih sekitar 75 80 % dan feses sekitar 15 %. Bahkan setelah penyerapan sedang, timbal dengan cepat muncul dalam kemih. p. Hidrogen Sulfida (H2S) dan Sulfat (SO42-) Sulfur merupakan elemen yang esensial bagi makhluk hidup. Sulfur yang berlebihan dapat menyebabkan korosi dan menimbulkan bau yang kurang sedap, produk samping pembakaran berupa gas buang yang beracun, menimbulkan pencemaran udara, dan hujan asam (Moenir dan Yuliasni, 2011: 244). Sulfur berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik terutama dalam bentuk sulfat (SO42-) yang merupakan bentuk sulfur utama di perairan dan tanah (Rao (1992) dalam Effendi (2003: 139)). Ion sulfat yang bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi utama sulfur adalah salah satu anion utama di perairan, menempati urutan kedua setelah bikarbonat. Sulfur oksida (SOx) dan hidrogen sulfida (H2S) merupakan sulfur dengan bentuk gas yang biasa ditemukan di atmosfer. Sumber sulfur di atmosfer adalah dari aktivitas bakteri yang melepaskan hidrogen sulfida; bahan bakar fosil; percikan air laut karena tiupan angin yang melepaskan sulfat, aktivitas vulkanik yang melepaskan sulfur oksida, hidrogen sulfida, sulfat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 (Effendi, 2003: 139). Sulfur pada kondisi anaerob akan termineralisasi menjadi sulfat dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S) yang toksik bagi udang. Tingkat ketoksikan hidrogen sulfida dalam kadar yang rendah. Hidrogen sulfida menghambat respirasi aerob karena terikat pada heme cytochrome-C oksidase yang terdapat pada molekul oksigen sehingga udang akan menghindari substrat yang mengandung hidrogen sulfida. Pada kondisi tersebut daya terima pakan lebih rendah dibandingkan pada substrat yang tidak mengandung hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida juga memberikan kontribusi mempengaruhi COD yang menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air. Gas hidrogen sulfida pada air pemeliharaan udang vaname di tambak juga dapat disebabkan karena aktifitas budidaya, yaitu mengenai penggunakan antropogenik hasil pembakaran yang tidak sempurna. Senyawa ini baunya seperti telur busuk dan amis, mudah terbakar dengan menghasilkan senyawa SO2 yang sangat korosit, dan mudah meledak. Gas hidrogen sulfida bereaksi dengan oksidator peroksida, nitrat, dan perkolat, dan bersifat eksotermis (Suharto, 2011: 102). q. Besi (Fe) Besi adalah elemen redoks sangat baik dalam enzim dan kofaktor penghubung elektron. Besi merupakan salah satu elemen kimia yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis, dan badan air. Besi dapat ditemukan dalam dua jenis molekul yaitu FeS protein dan hemoprotein. Besi secara prinsip yang terdapat di alam dapat ditemukan dalam endapan besi terutama dalam bentuk besi hidroksida dan feri oksida, kemudian dalam batuan kristalin dalam bentuk besi bervalensi ganda atau pyrite (Effendi, 2003: 162). Kandungan besi di dalam air yang teroksidasi akan menimbulkan warna kecoklatan dan tidak larut mengakibatkan penggunaan air menjadi terbatas. Kandungan besi di dalam air dapat berasal dari larutan batu-batuan yang mengandung senyawa besi seperti pyrite. Pada buangan limbah industri, kandungan besi berasal dari korosi pipa-pipa air mineral logam sebagai hasil reaksi elektron kimia yang terjadi pada perubahan air yang mengandung padatan terlarut. Padatan terlarut mempunyai sifat menghantarkan listrik dan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47 mempercepat terjadinya korosi. Pada pH sekitar 7,5 7,7 ion feri mengalami oksidasi dan berikatan dengan hidroksida membentuk (Fe(OH)3) yang bersifat tidak larut dan mengendap di dasar perairan, membentuk warna kemerahan pada substrat dasar, oleh karena itu, besi hanya ditemkan pada perairan yang berada kondisi anaerob dan suasana asam (Effendi, 2003: 162). 5. Jenis penelitian yang relevan Naranjo, et al., Culture of White Shrimp (Litopenaeus vannamei Boone, 1931) with Zero Water Exchange and No Food Addition: an ecofriendly approach udang vaname (Litopenaeus vannamei) di tumbuhkan selama 40 hari tanpa pertukaran air, dan tidak ada penambahan makanan, dengan empat kepadatan awal yaitu (25, 50, 75, dan 100 g/m3, yang sesuai untuk antara 8 dan 32 udang vaname m2). Tujuan penelitian untuk mentukan tingkat pertumbuhan yang dapat dicapai dengan menggunakan perifiton yang tumbuh pada substrat buatan sebagai satu-satunya sumber makanan. Hasil menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan dalam kadar ammoniak bebas dan nitrit, begitu juga dengan kelangsungan hidup. Berat udang vanamei ratarata menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil biomassa terbaik adalah dengan kepadatan 100 g m3. Nurjana Brebes Analisis Prospek Budidaya Tambak di Kabupaten penelitiannya adalah untuk mengkaji profil budidaya tambak di Kabupaten Brebes; menganalisis prospek budidaya tambak di Kabupaten Brebes berdasarkan komoditas budidaya dan teknologi budidaya; menentukan strategi pengembangan budidaya tambak sesuai dengan potensi dan daya dukung lingkungan pertambakan di Kabupaten Brebes. Metode yang digunakan adalah metode observasi. Kesimpulan mengenai hasilnya adalah 1. Usaha budidaya tambak di Kabupaten Brebes berada pada kondisi yang relatif stabil dengan jumlah volume dan nilai produksi yang semakin meningkat dengan komoditas andalan ikan bandeng (Chanos-chanos Forskal); 2. Pengembangan budidaya tambak di Kabupaten Brebes dapat dilakukan berdasarkan pada strategi musim tanam komoditas budidaya tambak berdasarkan diversifikasi kultivan (nila merah, nila gift, kepiting bakau, kakap, udang vaname, rumput laut, dan artemia); 3. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 Pengelolaan budidaya tambak di Kabupaten Brebes secara teknis pelaksanaan budidaya dikembangan dengan teknologi budidaya sistem resirkulasi. Soebyakto, Budidaya Udang vaname (Litopenaeus vannamei) Semi Intensif dengan Metode Sirkulasi Tertutup untuk Menghindari Serangan Virus manipulasi media air pada budidaya udang vaname dengan cara tidak melakukan pergantian air (sirkulasi tertutup). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan sirkulasi tertutup yaitu melalui tidak melakukan pergantian air tambak, tetapi melakukan penambahan air yang hilang diakibatkan oleh proses penguapan dan pembuangan air limbah lewat central drain. Kesimpulan yang didapat adalah; produksi yang dihasilkan adalah 2,895 kg atau 9,6 ton/ha dengan FCR 1,3 pada petak A dan 3,025 kg atau 10,0 ton/ha dengan FCR 1,28 pada petak B; Pertumbuhan berat rata-rata udang vaname setelah dipanen petak A 16,6 gr size 60 dan petak B 17,24 gr size 58. Tingkat kelangsungan hidup petak A 96,5 % dan petak B 97,4 %. Kualitas air dalam batas-batas yang normal dalam pemeliharaan udang vaname dan tidak terdeteksi (negatif) TSV, WSSV dan IMNV selama masa pemeliharaan. Supriyono, dkk Produksi Tokolan Udang vaname (Litopenaeus vannamei) dalam Hapa dengan Padat Penebaran yang berbeda Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui pengaruh padat tebar terhadap kualitas dan produktivitas pemeliharaan larva udang vaname di hapa. Padat penebar yang diuji meliputi 500, 1000, 1500, dan 2000 ekor/m2 selama 28 hari pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa padat tebar tidak mempengaruhi kelangsungan hidup dan koefisien keragaman panjang udang vaname, dan hanya mempengaruhi pertumbuhan. Kepadatan 500 ekor/m2 menghasilkan pertumbuhan yang baik. Delgado, et al., Digestive Enzyme Activity and Food Ingesta in Juvenile Shrimp Litopenaeus vannamei (Boone, 1931) as a Function of Body Weight pencernaan Litopenaeus vannamei (Boone) yang dipelihara di kolam komersial dalam kondisi semi intensif. Udang vaname dikumpulkan pada setiap kenaikan berat badan 2 g. Udang vaname pada size (2 commit to user 12 g), kegiatan lipase dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 kimotripsin mengalami peningkatan yang signifikan. Total aktivitas protease menurun dari 6 g dan seterusnya. Kegiatan tripsin menunjukkan titik puncak pada 6 g dan aktivitas amilase meningkat dua kali lipat setelah 2 g. Isi perut dianalisis secara mikroskopis untuk udang vaname antara 2 dan 10 g. Materi tanaman memberikan kontribusi di atas 30 % dari kandungan perut total 6, 8, dan 10 udang vaname. Destritus mewakili 58 % dan 62 % dari isi perut total 2 dan 4 g udang vaname, masing-masing menurun untuk 33 43 $ pada bobot udang vaname besar. Pakan buatan menunjukkan kontribusi maksimal 20 % dalam 6 g udang vaname. Hasil ini menunjukkan perubahan aktivitas enzim setelah udang vaname mencapai 6 g berat badan, dibuktikan dengan penurunan total protease dan peningkatan aktivitas lipase dan amilase. Rasio amilase atau protease adalah 2,6 pada 2 g udang vaname dan terus meningkat menjadi 9,6 pada 12 g udang vaname. Temuan ini menunjukkan adaptasi dari aktivitas enzimatik untuk diet dengan kandungan protein yang lebih rendah seperti berat badan meningkat, dan mungkin terkait dengan variasi yang berbeda yang ditemukan di dalam perut. 6. Asas-asas lingkungan Penelitian ini masuk ke dalam asas-asas lingkungan sebagai berikut: a. Asas 3 (materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman adalah kategori sumberdaya alam) dan Asas 4 (kejenuhan dan ketidakjenuhan). Asas ini menjelaskan bahwa pengelolaan budidaya harus menjamin keanekaragaman hayati tetap terjaga, disamping itu peran budidaya juga cukup strategis dalam mengembalikan keanekaragaman hayati yang mulai hilang yaitu dengan mendorong penerapan bioteknologi akuakultur yang ramah lingkungan. b. Asas 7 (keanekaragaman yang kekal lebih tinggi pada lingkungan yang stabil). Asas ini menjelaskan bahwa sebuah pengelolaan perikanan budidaya harus dilakukan secara bijaksana dan tidak boleh mengorbankan masa depan generasi yang akan datang. c. Asas 5 (peningkatan pengadaan suatu sumber alam mungkin dapat terangsang penggunaan sumber alam tersebut). Asas ini menjelaskan bahwa perencanaan pengelolaan maupun aktivitas usaha budidaya harus terukur dan mengedepankan analisis resiko sebagai bentuk pencegahan dini terhadap commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 potensi dampak yang ditimbulkan dari aktivitas usaha budidaya, sehingga tidak berdampak jangka panjang terhadap keberlanjutan sumberdaya itu sendiri. B. Kerangka Berpikir Kecenderungan yang terjadi di dalam budidaya udang vaname, khususnya yang mengaplikasikan pola semi intensif dan intensif adalah memburuknya keadaan lingkungan tambak sejalan dengan berlangsungnya masa pemeliharaan atau dengan kata lain cenderung mencemari lingkungannya sendiri (Gambar 15). C. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kualitas air pemeliharaan udang vaname di tambak yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya belum dapat dikatakan sesuai dengan kriteria baku mutu. 2. Terdapat hubungan antara kualitas air pemeliharaan dengan pertumbuhan udang vaname di tambak budidaya yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya di Kabupaten Brebes. 3. Terdapat hubungan antara kualitas air pemeliharaan dengan struktur mikroanatomi (hepatopankreas dan intestinum) udang vaname di tambak budidaya yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya di Kabupaten Brebes. commit to user