perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pedoman budidaya udang di tambak
a. Pengertian pembudidayaan udang dan tambak
1) Pembudidayaan udang adalah kegiatan membiakkan, membesarkan,
memelihara, dan memanen udang (Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 28 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Budidaya Udang
di Tambak).
2) Tambak adalah tempat usaha pemeliharaan ikan yang mendapat air dari
laut, air tawar, atau air payau (Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria
Nomor 24 Tahun 1964 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah-Tanah yang
Sudah Ditanami dengan Tanaman Keras dan Tanah-Tanah yang Sudah
Diusahakan Sebagai Tambak).
b. Persyaratan umum lokasi budidaya udang di tambak
Penentuan lokasi tambak merupakan salah satu hal yang paling
mendasar dan penting dalam pemenuhan berhasil atau tidaknya budidaya udang
di tambak. Pemilihan lokasi usaha budidaya udang dimaksud untuk menjamin
kebutuhan
biologi
udang,
keseimbangan
lingkungan
antara
lokasi
pengembangan usaha budidaya dengan pembangunan wilayah di daerah, dan
keadaan sosial di lingkungan sekitar tambak (Anonim, 2015c: 4).
1) Persyaratan teknis lokasi tambak untuk budidaya udang
Menurut Badudrin (2014: 6), Yuna (2011: 16), Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004, dan Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 34 Tahun 2002, persyaratan umum dalam
rangka memilih lokasi tambak secara teknis untuk budidaya udang adalah
sebagai berikut:
a) Memenuhi kemampuan daya dukung ruang. Kemampuan daya dukung
ruang yang dimaksud adalah seberapa besar ruang tersebut dapat
berproduksi secara optimal dengan tidak memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan, sehingga kelestarian tetap terjamin.
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
b) Sesuai dengan tata ruang yang diperuntukkan bagi usaha budidaya
udang dan telah mempunyai kekuatan hukum minimal dalam bentuk
peraturan daerah (Perda).
c) Lokasi usaha budidaya tidak dibangun pada lahan mangrove yang kritis
dan jalur formasi geologi material tambang. Lokasi ideal untuk
budidaya udang terdapat di jalur hijau yang ditumbuhi hutan mangrove
dengan panjang minimal 100 meter dari garis pantai.
d) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses budidaya harus diperhatikan;
faktor fisik (misalnya; topografi, kualitas air dan tanah, subtrat,
klimatologi, dan lain-lain) dan hidro-oceanografi.
e) Perencanaan area tambak hendaknya tidak mengganggu saluran
drainase. Tidak melakukan pengambilan air sumur dalam untuk
pengairan tambak, hal ini dapat menimbulkan intrusi air asin ke dalam
akuifer air tawar ke rumah penduduk, serta runtuhnya tanah permukaan
pada lingkungan sekitar area tambak.
f) Terhindar dari kemungkinan terjadinya banjir, pencemaran akibat
limbah, dan terbentuknya sarang penyakit.
g) Mempunyai
daerah
penyangga
yang
merupakan
lahan
yang
menghubungkan antara hamparan tambak yang satu dengan dengan
hamparan tambak yang lain.
h) Perlu dilakukan reklamasi tanah dasar tambak yang dibangun pada lahan
yang mengandung pyrite tinggi. Reklamasi dilakukan dengan cara
pengeringan, pembalikan dan pencucian tanah, serta pembuangan air
secara berulang.
2) Persyaratan non teknis lokasi tambak untuk budidaya udang
Menurut Yuna (2011: 16) dan World Wildlife Fund (WWF) (2011: 2),
keadaan sosial-ekonomi yang dapat mendukung kegiatan budidaya udang,
contohnya adalah: 1) keadaan lingkungan yang kondusif; 2) aset jalan
cukup baik; 3) dekat dengan produsen; 4) dekat dengan sumber tenaga
kerja; 5) dekat dengan sentra perekonomian; 6) lokasi bisa dijangkau oleh
saluran penerangan dan alat komunikasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
3) Desain tata letak dan konstruksi tambak untuk budidaya udang
a) Desain tata letak tambak
Menurut Badudrin (2014: 6) dan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004, desain tata letak tambak dibuat
dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
i.
Pembukaan lahan baru pada hutan mangrove dan/atau penataan
kawasan budidaya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang pengelolaan kawasan
lindung.
ii.
Memenuhi kebutuhan pengelolaan lingkungan kawasan baik
sebelum, selama, dan setelah pembangunan, serta selama dan
setelah operasional budidaya.
iii.
Penataan dan/atau pembangunan saluran pasok (inlet) dan saluran
buang (outlet) dibuat terpisah, tidak melalui daerah permukiman
umum dan/atau perumahan operator pembudidaya, serta harus
memperhatikan pola arus laut.
iv.
Pembangunan kawasan tambak harus dilengkapi dengan daerah
penyangga, berupa vegetasi mangrove dengan ratio minimal 20 %.
v.
Membuat petak tandon dengan ratio minimal 30 %.
b) Desain konstruksi tambak
Menurut Badudrin (2014: 7) dan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004, desain konstruksi tambak harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
i.
Ukuran luas petak tambak adalah 0,3
0,5 ha, umumnya
berbentuk persegi panjang atau bujur sangkar. Ukuran tambak
diupayakan tidak terlalu luas, hal ini bertujuan untuk memudahkan
pengawasan dan pemeliharaan.
ii.
Kondisi fisik pematang harus kuat dan tidak boleh terdapat
kebocoran (kedap air). Ketinggian pematang sebaiknya 2,5 m
dengan lebar 1,5
2 m. Konstruksi tersebut diharapkan mampu
menampung
dengan
air
kedalaman
sekitar
1
m
memungkinkan untuk penanaman mangrove di pematang.
commit to user
serta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
iii.
Tambak semi intensif dan intensif harus dilengkapi dengan tandon
pasok dan tandon buang serta dilengkapi pintu air pasok dan pintu
air buang yang diletakkan terpisah dan proporsional.
iv.
Dasar tambak dibuat miring (minimal 2 %) ke arah pembuangan,
hal ini bertujuan untuk memudahkan penyiponan. Dasar tambak
juga dapat didesain salah satunya yaitu dengan menggunakan
model konika (bagian tengah lebih rendah dari pada bagian
pinggir) untuk mempermudah pembuangan limbah tambak melalui
pipa di tengah (central drain). Hal ini bertujuan untuk mengatasi
masalah penumpukan lumpur, penyumbatan, dan kebocoran.
c. Persyaratan kualitas air pemeliharaan udang vaname di tambak
Syarat kualitas air pemeliharaan untuk budidaya udang vaname di
tambak adalah sebagai berikut (Tabel 1):
Tabel 1. Parameter kualitas air pemeliharaan udang vaname di tambak
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Parameter kualitas air pemeliharaan
udang vaname
Suhu
Salinitas
pH
Dissolved Oxygen (DO), minimal
Kebasaan atau Alkalinitas
Ammoniak Bebas (NH3 N), maksimal
Nitrit (NO2-)
Nitrat (NO3-), maksimal
Fospat (PO42-), maksimal
Bahan Organik, maksimal
Ketinggian Air
Kecerahan
Total Suspended Solid (TSS)
Total Dissolved Solid (TDS)
Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Chemical Oxygen Demand (COD)
Tembaga atau Cuprum (Cu)
Timbal atau Plumbun (Pb)
Hidrogen Sulfida (H2S)
Sulfat (SO42-)
Besi (Fe)
Satuan
o
C
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
cm
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
Kisaran baku mutu
28,5 31,5
15 25
7,5 8,5
3,5 atau 3,0 7,0
100 120 atau 120 160
0,01 atau 0,01 0,05
0,01 atau 0,01 0,05
0,5 atau 0,05 0,1
0,1 atau 0,1 0,25
55
120 200
30 40 atau 30 45
50
1.000
3
25
0,02
0,03
0,001
-
Sumber
Keputusan Menteri
Kelautan
dan
Perikanan Nomor
28 Tahun 2004
Standar Nasional
Indonesia (SNI) 017246-2006b
Peraturan
Pemerintah Nomor
82 Tahun 2001
tentang
Pengelolaan
Kualitas Air dan
Pengendalian
Pencemaran
Air
(Standar Deviasi 2)
2. Manajemen pembudidayaan udang
Menurut Suharto (2011: 31
34), penerapan International Standard
Organization (ISO 14000) tentang Standar Manajemen Lingkungan perlu
dilakukan. Tujuan dari penerapan ISO 14000 salah satunya adalah untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
meningkatkan unsur-unsur efektif dalam Sistem Manajemen Lingkungan untuk
diintegrasikan dengan aspek-aspek manajemen sehingga sasaran lingkungan, sosial,
dan ekononi dapat tercapai. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen
pembudidayaan udang adalah manajemen air; persiapan tambak; pemilihan,
pemilahan, dan penebaran benur; pakan dan manajemen pakan; penggunaan obat
dan bahan kimia; manajemen kesehatan udang dan lingkungan; manajemen efluen
dan limbah padat; dan manajemen pasca panen.
a. Manajemen air
Penggunaan air untuk berbagai macam manfaat dan kepentingan harus
dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi
masa kini dan masa mendatang. Pengoperasian budidaya udang vaname baik
dalam pola semi intensif atau intensif membutuhkan pemberian pakan dan
pengaturan air yang tepat untuk mempertahankan kualitas air yang baik.
Masuknya pakan dalam jumlah banyak akan mengakibatkan perubahan kualitas
air di tambak. Pakan yang tidak termakan dan kotoran hasil metabolisme udang
vaname akan menambah kandungan bahan organik atau anorganik ke dalam air
dan ke dasar tambak, sehingga dapat menyebakan penurunan kualitas air
(Baliao dan Tookwinas, 2002: 31). Adanya hal tersebut, maka perlu dilakukan
adanya pengelolaan air. Tujuan dari pengelolaan air adalah agar air tersedia
dalam jumlah yang aman, baik kuantitas atau kualitasnya, dan bermanfaat bagi
kehidupan dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap
berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001).
Beberapa hal yang harus dilakukan untuk memperoleh air dengan
persyaratan air yang digunakan untuk budidaya udang di tambak (Tabel 1)
adalah sebagai berikut (Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246-2006b dan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004):
1) Air yang ada di tandon treatment harus diperiksa kualitasnya terlebih
dahulu sebelum masuk ke dalam tambak.
2) Penggunaan pestisida dan desinfektan lainnya untuk pembasmi hama dan
penyakit harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3) Penggunaan air sumur dalam untuk menurunkan salinitas harus dihindari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
4) Perawatan saluran harus dilakukan secara berkala untuk menjamin
kelancaran distribusi air pasok.
5) Pengelolaan kualitas air tambak dilakukan melalui pergantian dan
penambahan air, penambahan probiotik, pengapuran, dan pemupukan.
6) Pembuangan limbah tambak ke perairan umum terlebih dahulu harus
dikendalikan melalui tandon buang.
b. Persiapan petakan tambak
Hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum penebaran benur adalah
sebagai berikut (Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246-2006b dan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004):
1) Perbaikan konstruksi dan pelepasan lereng pematang tambak.
2) Pengelolaan tanah dasar tambak meliputi pembersihan, penjemuran,
pembalikan, pencucian, dan pengapuran.
3) Pemantapan kualitas air tambak melalui pembasmian hama dan penyakit
serta pertumbuhan plankton.
1) Persiapan lahan tambak plastik
Spesifikasi tambak plastik adalah sebagai berikut (Tabel 2):
No.
1.
2.
3.
4.
Tabel 2. Spesifikasi tambak plastik
Uraian
Keterangan
Jenis plastik
HDPE 0,5 mm/terpal
Luas
500 1000 m2
Kedalaman
80 110 cm
Sistem
Semi Close Sistem
Sumber
Direktorat Usaha Budidaya,
Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya (2013: 1) dan Yuna
(2011: 18)
Tahap-tahap yang dilakukan pada saat persiapan lahan tambak plastik
adalah sebagai berikut (Direktorat Usaha Budidaya, Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya (2013: 1) dan Yuna (2011: 18)):
a) Pengolahan air tandon utama dan perbaikan konstruksi tambak.
b) Pengeringan tanah bertujuan untuk memperbaiki kualitas dasar tambak
dan mematikan hama dan penyakit. Pengeringan dilakukan dengan cara
menguras tambak dan menjemur sampai tanah menjadi setengah kering
(kandungan airnya sekitar 20 %), kemudian lapisan tanah teratas
diangkat ke tanggul dan di tata sedemikian rupa. Apabila proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
pengangkatan tanah selesai, tanah dijemur sampai benar-benar kering
dengan ciri warna tanah menjadi cerah dan tidak berbau.
c) Plastik yang digunakan untuk pemlastikan petak pemeliharaan adalah
plastik mulsa. Pemasangan plastik yang dilakukan dengan menggelar
plastik dan mengkaitkan dengan menggunakan potongan bambu yang
dibentuk menyerupai huruf U. Pada saat pemasangan plastik harus
dilakukan dengan baik dan benar tujuannya agar selama proses
budidaya, plastik yang telah dipasang tidak terangkat atau rusak terkena
arus kincir. Apabila plastik dalam kondisi tidak baik dan benar, maka
akan menyebabkan benur masuk dan mati akibat tidak bisa keluar lagi,
selain itu juga pada saat panen banyak udang vaname yang masuk ke
dalam plastik sehingga susah untuk mengambilnya. Pemasangan plastik
dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu; pemasangan penuh (full)
yaitu seluruh area tambak ditutup plastik, meliputi pelataran, caren dan
perengan tambak; pemasangan plastik hanya pada perengan tambak;
pemasangan plastik hanya pada pelataran tambak; pemasangan plastik
pada perengan dan caren tambak.
2) Persiapan dan pengisian air pemeliharaan
Pengisian air dapat dilakukan dengan menggunakan pompa. Kualitas air
harus diperiksa terlebih dahulu di saluran pemasukan sebelum dimasukkan
ke tambak. Air tersebut sebelumnya sudah diendapkan dalam tandon untuk
perbaikan kualitas air selama 3
7 hari. Tujuannya agar partikel terlarut
sudah mengendap di dasar tandon dan tidak ikut masuk ke tambak yang
akan diisi air. Treatement yang dilakukan adalah sterilisasi air dengan
menggunakan desinfektan seperti kaporit 30 mg/L, atau dengan pemupukan
organik atau anorganik, serta probiotik. Letak dasar pompa diusahakan tidak
menyentuh dasar tandon. Bagian ujung paralon diberi saringan tiga lapis,
pertama saringan paralon yang berlubang dengan diameter 0,5 cm, saringan
lapis kedua di buat dari waring dengan diameter 0,2 mm, dan saringan lapis
ketiga dibuat dari waring dengan diameter 0,1 mm, sehingga kotoran yang
mungkin tersedot pompa dapat tersaring dan tidak masuk ke tambak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
(Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya (2012: 1) dan (Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246-2006b).
c. Pemilihan, pemilahan, dan penebaran benur
Pemilihan benur bertujuan untuk mendapatkan benur yang kualitasnya
baik. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam pemilihan, pemilahan, dan
penebaran benur adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 28 Tahun 2004):
1) Benur yang digunakan harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI), yaitu bebas dari virus dan diperoleh dari hatchery bersertifikat dan
menerapkan cara pembudidayaan ikan yang baik (CPIB).
2) Pemilihan benur dilakukan melalui perendaman dengan formalin.
3) Sebelum benur ditebar ke tambak, terlebih dahulu dilakukan penyesuaian
dengan kondisi perairan tambak, terutama suhu dan salinitas.
d. Pakan dan manajemen pakan
Manajemen pakan dalam budidaya udang bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi pakan yang digunakan dan meminimalkan limbah pakan di dalam
tambak. Langkah-langkah yang harus ditetapkan dalam melakukan manajemen
pakan adalah sebagai berikut (Nur (2011: 8) dan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004):
1) Pakan buatan yang digunakan tidak kadaluarsa dan harus memenuhi standar
nutrisi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
2) Pertahankan kualitas pakan melalui penyimpanan dan penanganan yang
baik dan benar. Pakan harus disimpan di tempat yang sejuk dan kering,
tujuannya untuk menghindari kontaminasi.
3) Pemberian pakan harus dilakukan dengan jumlah dan frekuensi yang tepat
sesuai dengan ukuran populasi, tujuannya untuk menjamin udang dalam
mengkonsumsi pakan secara maksimal dan tidak meninggalkan kelebihan
pakan di tambak.
4) Pakan berkualitas merupakan hasil formulasi dengan menyediakan nutrisi
sesuai dengan kebutuhan udang, diproduksi dengan kualitas baik (nutrisi
yang ada dapat tercerna secara maksimal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
5) Distribusikan pakan secara merata pada media budidaya sehingga semua
udang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pakan.
6) Lakukan pengaturan pakan berdasarkan kualitas air dan nafsu makan udang.
7) Penumbuhan pakan alami pada tambak ekstensif melalui pemupukan
mutlak dilakukan.
e. Penggunaan obat-obatan dan bahan kimia
Penggunaan obat-obatan dan bahan kimia lainnya dalam budidaya
udang dapat dilakukan sepanjang proses budidaya, tujuannya untuk menjamin
bahwa udang hasil budidaya mempunyai kualitas baik. Langkah-langkah yang
harus diterapkan dalam penggunaan obat-obatan dan bahan kimia adalah
sebagai berikut (Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246-2006b dan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004):
1) Jenis obat yang digunakan dalam budidaya udang harus terdaftar di instansi
yang berwenang (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen
Kelautan dan Perikanan).
2) Pembudidaya udang harus mengikuti aturan pemakaian obat-obatan seperti
yang tertera pada label mengenai dosis, lama penggunaan, cara pemakaian,
cara penyimpanan, cara pembuangan, dan hal-hal lain yang berhubungan
dengan penggunaan bahan kimia, termasuk tindak pengamanan bagi
lingkungan dan manusia.
3) Pada tambak yang menggunakan obat dan bahan kimia yang bersifat
bioakumulatif, air buangan tambak harus dinetralkan terlebih dahulu
sebelum dibuang ke perairan umum.
4) Penumbuhan pakan alami pada tambak ekstensif melalui pemupukan
mutlak.
f. Manajemen kesehatan udang dan lingkungan
Manajemen kesehatan udang dan lingkungan lebih dititik beratkan pada
pencegahan terjadinya penyakit. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut
(Badudrin (2014: 12) dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
28 Tahun 2004):
1) Menerapkan prosedur karantina bagi pemasukan dan distribusi induk,
nauplius, dan benur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
2) Menggunakan benur yang berkualitas (sehat dan bermutu) untuk penebaran
ke dalam tambak dengan padat tebar sesuai dengan pola yang diterapkan.
3) Mengendalikan kualitas air untuk menghindari terjadinya perubahan yang
ekstrim. Tidak membuang dan mengganti air apabila udang yang dipelihara
diketahui terkena virus.
4) Menggunakan pakan yang berkualitas dengan penerapan manajemen pakan
yang baik.
5) Menghindari perlakuan yang dapat menimbulkan stres.
6) Melakukan monitoring kesehatan udang secara rutin.
7) Melakukan perbaikan kondisi tambak atau tindakan pengobatan terhadap
udang yang terserang penyakit.
8) Melakukan pemulihan kualitas lingkungan tambak bagi udang yang
terserang bakteri patogen.
9) Melakukan tindakan isolasi dan/atau desinfeksi pada tambak yang udangnya
terserang oleh virus yang dapat berkembang luas pada tambak yang lain.
10) Tidak melakukan pemindahan udang, peralatan, maupun air dari tambak
yang terserang penyakit ke tambak yang lain.
11) Menerapkan pengamanan biologi (biosecurity).
12) Melakukan pembersihan dan penjemuran tambak setelah dilakukan
pemanenan udang.
g. Manajemen efluen dan limbah padat
Setiap kegiatan budidaya udang harus melakukan perbaikan kualitas air
limbah tambak agar dapat memenuhi baku mutu efluen tambak yang ditetapkan
(Tabel 3) (Badudrin (2014: 7) dan Suharto (2011: 313)). Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam rangka memperbaiki mutu air limbah tambak adalah sebagai
berikut:
1) Melakukan upaya-upaya pengendapan dan pengangkatan bahan tersuspensi
melalui tandon.
2) Menggunakan biofilter untuk pemulihan kualitas air.
3) Penanaman mangrove pada area pembuangan.
4) Menerapkan sistem resirkulasi atau pergantian air minimal pada tambak semi
intensif atau intensif, khususnya di kawasan padat tambak dan tercemar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Tabel 3. Parameter kualitas air limbah tambak
Parameter kualitas air limbah tambak
Satuan
Total Suspended Solid (TSS)
mg/L
Kekeruhan
Nephelometer Turbidity Unit (NTU)
pH
Biochemical Oxygen Demand (BOD5)
mg/L
Fospat (PO42-)
mg/L
Hidrogen Sulfida (H2S)
mg/L
Nitrat (NO3-)
mg/L
Nitrit (NO2-)
mg/L
Ammoniak Bebas (NH3 N)
mg/L
Dinoflagellata
Gymnodinium
Individu/L
Peridinium
Individu/L
11. Bakteri Patogen
Colony Froming Unit (CFU)
Sumber: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2004.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Baku mutu
200
50
6 9,0
< 45
< 0,1
< 0,03
< 75
< 2,5
< 0,1
< 8 x 102
< 8 x 102
< 102
3. Biologi udang vaname (Litopenaeus vannamei Boone)
a. Taksonomi udang vaname
Klasifikasi udang vaname berdasarkan Tantu (2014: 3), Yuna (2011: 3),
dan Dall, et al., (1991a: 55
126) adalah sebagai berikut:
Kingdom
Filum
Subfilum
Kelas
Sub kelas
Super ordo
Ordo
Sub order
Super famili
Famili
Genus
: Animalia
: Arthropoda
: Crustacea
: Malacostraca
: Eumalacostraca
: Eucarida
: Decapoda
: Dendrobranchiata
: Penaeoidea
: Penaeidae
: Panaeus
: Litopenaeus
Spesies (old name): Panaeus vannamei
(New name)
: Litopenaeus vannamei Boone
b. Morfologi udang vaname
Permukaan tubuh udang vaname dilindungi oleh kutikula, yang tersusun
atas zat khitin dengan garam-garan mineral dan bersifat sangat keras.
Eksoskeleton menutupi seluruh permukaan tubuh, kecuali pada tempat
penghubung yang mempunyai sifat tipis dan lunak agar mampu bergerak.
Tubuh udang vaname dibagi menjadi 2 bagian, yaitu chepalotorax dan abdomen
(Boone, 1931), yang terdiri atas kepala (head) 5 segmen, dada (thorax) 8
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
segmen, dan perut (abdomen) 6 segmen, masing-masing dengan satu pasang
anggota tubuh yang terdiri atas ruas-ruas (Gambar 1). Setiap segmen tubuh
dibedakan atas tergum (bagian dorsal) dan sternum (bagian ventral) (Kastawi,
2005: 224). Pleura (lateral tubuh) merupakan keping yang terletak di sisi tubuh.
Epimera merupakan keping kecil antara pleura dan dasar anggota gerak (Young
(1959) dalam Dall, et al., (1991a: 8)).
Cephalothorax terdiri dari 13 segmen; kepala (5 segmen) dan dada (8
segmen) yang dilindungi oleh karapak (carapace). Pada karapak terdapat lekuk
servikal yang terdapat di pertengahan karapak, yang membedakan bagian
kepala dari bagian dada. Ujung anterior karapak merupakan rostrum (Dall, et
al., 1991a: 8).
Keterangan:
A1(T), tergum of abdominal somite I;
A2 (P), pleuron of abdominal somite 2;
A6, abdominal somite 6;
AF, antennal flagellum;
AM, appendix masculina;
ANF, antennular flagellum;
AS, scaphocerite (antennal scale);
C, carapace;
E, eye;
Ex, exopod of pereopod;
Mxp3, maxilliped 3;
Gambar 1. Morfologi udang vaname
P1, P3, P5, pereopods 1,3, 5;
Pa, petasma;
P15, pleopod 5;
R, rostrum;
Sumber: Brock and Main (1994) dalam
RS, rostra1 spine;
Tantu (2014: 20
22) dan Dall, et al.,
T, telson;
(1991a: 8)
U, uropod.
1) Morfologi udang vaname bagian kepala (head) menurut Yuna (2011: 4)
adalah sebagai berikut:
a) Pada bagian kepala terutama pada ruas kepala di bawah rostrum terdapat
mata majemuk yang bertangkai.
b) Pada bagian kepala memiliki 2 antenna yaitu antenna I (antennules) dan
antenna II (antennae).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Antennules terdiri dari tiga segmen basal dan sepasang flagella
multifungsi. Fungsi flagella belum sepenuhnya diketahui, namun
dianggap sebagai chemosensory (Young (1959) dalam Dall, et al.,
(1991a: 10)). Antennules terletak di ujung inhalasi dari tabung
pernafasan. Segmen pertama gagang bunga membentuk soket pada mata
yang dilapisi dengan setae padat. Bagian luar soket berbentuk seperti
sisik keras disebut stylocerite yang memiliki fungsi sebagai pelindung
eyebrush
Ketika udang vaname sedang aktif, mata secara periodik menjentikkan
ke soket antennules yang berfungsi untuk membersihkan segmen
pertama yang mengandung statocyt.
Antennae terdiri dari protopod terdapat dua segmen yaitu,
carpocerite basal dan basicerite distal, terdiri dari dua struktur yaitu
sebuah scaphocerite (berada di dalam) dan endopodite (yang terdiri dari
tiga segmen dan cambuk panjang). Fungsi utama dari scaphocerite
adalah sebagai sirip untuk menstabilkan lateral saat berjalan mundur
dalam rangka melarikan diri. Fungsi utama cambuk panjang adalah
sebagai alat perasa dan peraba. Cabang exopodite berbentuk pipih
disebut dengan prosentema (Dall, et al., 1991a: 10).
c) Mulut terdiri dari mandibulla, maxillules, maxilla, maxillipeds 1
3.
Mulut terdapat pada permukaan ventral, dekat daerah kepala
posterior terdapat mandibulla yang kuat. Mandibulla berfungsi untuk
menghancurkan makanan. Maxillules berbentu kecil, datar, dan
melengkung sesuai dengan tempatnya yang terletak di bawah rahang,
kemudian diikuti dengan maxilla. Maxilla masing-masing memiliki satu
set piringan basal (protopod) seperti tulang. Scaphognathite rahang atas
undulates berirama di saluran sempit ruang branchial anterior, yang
berfungsi sebagai kemudi arus air. Maxillapeds merupakan pelengkap
dada 1
3 dan menjadi seperti kaki posterior. Pada maxillaped 1
segmen basal mirip dengan penampilan maxilla tersebut, tetapi
endopodite maxillaped 2 dan 3 saling bersambungan. Pada eksopodite
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
dibatasi dengan setae panjang yang berfungsi untuk membersihkan dan
sebagai sensorik (Dall, et al., 1991a: 12
13).
2) Morfologi udang vaname bagian dada (thorax)
Bagian dada terdiri dari 8 ruas, masing-masing ruas mempunyai
sepasang anggota badan disebut dengan thoracopoda. Thoracopoda 1
3
disebut dengan maxillapoda (maxilipeds). Maxiliped 1 berfungsi sebagai
alat pembantu rahang (mandibulla) dan pelengkap bagian mulut dalam
memegang makanan, dan diikuti dengan alat bantu sederhana (non-chelate)
berfungsi sebagai alat pembantu jalan, dan 4 pasang kaki jalan (peripoda).
Thoracopoda 4
8 berfungsi sebagai peripoda. Peripoda 4
8 berfungsi
untuk bergerak, memegang makanan, dan membersihkan tubuhnya,
sedangkan pada peripoda 1
3 mempunyai capit (cela) kecil yang
merupakan ciri khas udang dari famili penaeidae berfungsi untuk
menyerang dan mempertahankan diri (Kastawi, 2005: 225).
3) Morfologi udang vaname bagian perut (abdomen)
Pada daerah abdomen terdapat 6 pasang kaki renang atau pleopoda atau
pleopods yang beberapa diantaranya mengalami modifikasi. Udang vaname
memiliki satu pasang anggota tubuh (apendiks) yang berbeda pada setiap
segmen. Terdapat 3 macam apendiks yang dapat dibedakan pada hewan
dewasa yaitu: 1) foliaceus, contohnya maxilla ke-2, 2) biramus, contohnya
pleopoda, 3) urinamus contohnya peripoda (Kastawi, 2005: 225).
Pada bagian abdomen terdiri dari 6 ruas. Ruas 1
5 memiliki sepasang
anggota badan berupa pleopoda (swimmered) yang berfungsi sebagai alat
untuk berenang, respirasi, dan pembawa telur pada hewan betina, bentuknya
pendek dan ujungnya berbulu (setae). Pada ruas ke-6 terdapat ekor kipas
(uropoda atau uropods) dan bersama dengan telson berfungsi sebagai alat
untuk berenang, kemudi, dan melindungi telur (Dall, et al., 1991a: 9).
c. Anatomi udang vaname
Tubuh udang vaname tersusun atas sistem organ yang dimiliki oleh
hewan tingkat tinggi (Gambar 2). Selom merupakan ruang yang tidak begitu
luas, namun tidak terlalu sempit (berongga) untuk organ-organ reproduksi.
Organ tertentu seperti sistem saraf tersusun metamerik, sedangkan organ
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
ekskresi terpusat ke dalam sebuah rongga kecil. Bagian-bagian anatomi pada
udang vaname menurut Yuna (2011: 5) adalah sebagai berikut:
1) Pada rostrum terdapat gigi (bagian dorsal 7
10 dan bagian ventral 2
4).
2) Pada badan tidak ada rambut-rambut halus (setae).
3) Pada udang vaname jantan petasma tumbuh dari ruas coxae pleopoda nomor
1 yaitu protopodit yang menjulur ke arah depan. Panjang petasma kira-kira
12 mm. Lubang pengeluaran sperma ada dua, yaitu di bagian kiri dan kanan
terletak pada dasar coxae dari pada pereopoda nomor 5.
4) Pada betina helycum terbuka berupa cekungan yang ditepinya banyak
ditumbuhi oleh setae, terletak di bagian ventral thorax, atau ruas coxae
peripoda nomor 3 dan nomor 4, yang disebut dengan
Fertilization
. Lubang pengeluranan telur terletak pada coxae kaki jalan nomor
3. Coxae adalah ruas nomor 1 dari peripoda dan pleopoda.
Gambar 2. Anatomi udang vaname
Sumber: Tantu (2014: 35)
d. Fisiologi udang vaname
Morfologi saluran pencernaan udang vaname mirip dengan decapoda
lainnya. Hal ini dibagi menjadi beberapa bagian yang kompleks, kutikula
berlapis di wilayah foregut; hepatopankreas kompak pada awal daerah midgut,
diikuti oleh tubular panjang, bagian sederhana; dan kutikula berlapis di daerah
hindgut, terutama pada rektum (Gambar 3) (Dall, et al., 1991a: 23).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
Sistem pencernaan udang vaname terdiri dari mulut, esophagus,
proventikulus, anterior diverticulum of midgut, digestive gland, midgut,
posterior diverticulum of midgut, rectum, dan anus (Gambar 4).
Gambar 3. Anatomi sistem pencernaan udang vaname (a)
Sumber: Brock and Main (1994) dalam Tantu (2014: 39)
Gambar 4. Anatomi sistem pencernaan udang
vaname (b)
Sumber: Dall, et al., (1991a: 23)
1) Foregut
Mulut mengarah ke kerongkongan vertikal pendek, dikelilingi oleh
otot-otot kontraktil yang dapat menutupnya dengan cara sfingter.
Kerongkongan membuka ke arah lumen anterior dari proventrikulus
(Gambar
5).
Proventikulus
mempunyai
otot-otot
yang
kompleks.
Proventrikulus dibagi menjadi dua kamar utama, di bagian anterior disebut
dengan kamar radiaka, dan di bagian posterior disebut dengan pylorus.
Ruang anterior pada udang vaname dapat digembungkan. Ada sepasang
ventro-lateral, piringan memanjang, masing-masing dikenakan deretan gigi
kecil, yang mengarah jauh lebih dari gigi lateral pada lambung dan tunggal,
dan gigi-gigi dorsal bagian tengah. Gigi-gigi tersebut berfungsi untuk
melumatkan makanan. Ruang posterior jauh lebih sempit dari pada ruang
anterior dan selanjutnya dibagi menjadi kompartemen atas, yang merupakan
melalui-kanal midgut, dan penyaring dengan tekanan rendah (Gambar 6)
(Dall, et al., 1991a: 24).
Kutikula pada daerah foregut membuka ke bagian perut kelenjar
pencernaan (digestive gland atau hepatopankreas), yang mengelilingi ruang
posterior lebih rendah dan meluas sekitar dorsal sejauh ujung divertikulum
anterior.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Gambar 5. Proventriculus
Sumber: Dall, et al., (1991a: 24)
Keterangan:
AC, anterior chamber;
AD, anterior diverticulum;
DGO, digestive gland opening;
FP, filter press (pyloric press);
L, lappets;
LG, lateral grooves;
LLT, large lateral teeth (zygocardiac ossicle);
LP, lateral plate (cardiac plate);
MGT, tubular part of midgut;
MT, medial tooth (prepyloric ossicle);
Oes, oesophagus;
PC, posterior chamber;
SLT, minor lateral teeth (cardiac teeth);
VG, ventral setose groove,
VLG, ventro-lateral setose groove.
Keterangan:
C, connective tissue;
DC, dorsal compartment;
LG, longitudinal groove between rows of setae;
M, muscle;
VC, ventral compartment.
Gambar 6. Potongan penampang melintang wilayah
tengah ruang proventrikulus posterior
Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a:
25)
Hepatopankreas terletak di daerah thorax. Setiap lobus tersusun atas
sejumlah kecil tubulus. Epitelium yang melapisi dinding-dinding tubulus
bersifat granular dan menghasilkan sekresi yang akan mengalir menuju ke
duktus hepatik dan akhirnya menuju ke kamar pilorik di lambung (Kastawi,
2005: 226). Di atas penyaring, kutikula foregut meluas ke belakang untuk
bukaan dipasangkan dari divertikulum anterior midgut, yang ditutup oleh
sepasang lappets (Dall, et al., 1991a: 23
24).
2) Midgut
Midgut adalah tabung kecil yang berawal dari arah cephalothorax
dorsal melalui perut, ke rektum, hingga ke anus yang terletak pada
permukaan telson. Hal ini dibatasi oleh epitel sederhana. Sebuah membran
peritrofik yang diekskresi dari bagian anterior. Pada akhir anterior, dua
bukaan lateral mengarah ke divertikulum dorsal anterior; pada akhir
posterior, pembukaan dorsal mengarah ke divertikulum posterior (Dall, et
al., 1991a: 23
24). Fungsi utama dari midgut adalah untuk sekresi enzim
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
pencernaan dan penyerapan nutrisi. Embriologi dari hepatopankreas
sangatlah sederhana, diverticulum ganda, organ kompak, terdiri dari banyak
tubulus (Gambar 7, 9, dan 10).
Keterangan:
DC, dorsal compartment;
Lap, lappets which extend backwards
into the midgut;
OD, opening from proventriculus into
digestive gland;
PO, primary openings into digestive
gland tubules;
SO, secondary channel into which
digestive gland tubules open;
VC, ventral compartment.
Gambar 7. Potongan penampang melintang dari proventrikulus pada tingkat bukaan
hepatopankreas di dalam ruang proventrikulus posterior
Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 26)
Keterangan
T, adjacent tubule;
Mv, microvillous cell border;
MC, storage cell;
VacC, vacuolar cell.
Gambar 8. Potongan penampang melintang wilayah tengah tubulus hepatopankreas
Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 27)
Setiap tubulus memiliki dinding epitel sederhana, dengan lumen
microvillous dan dengan jaringan ikat tipis dan otot fibril halus yang
memisahkan antara otot satu dengan otot lainnya. Pada masing-masing
bagian ujung (apex) tubulus terdapat sel embrio (Sel E) yang masih
berdeferensiasi menjadi 4 macam tipe sel, dengan urutan sel E, R, F, dan B.
Sel B memiliki fungsi sebagai penyerap zat partikel (misalnya koloid emas,
thorium dioksida, ferritin) oleh pinacytosis. Pada akhirnya seluruh sel
diekstrusi ke dalam usus dan di buang dalam bentuk feses. Sel R memiliki
fungsi sebagai penyerap lipid. Sel B bertindak sebagai pemicu untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
memulai pelepasan sel dari epitel. Mekanisme tersebut dapat beroperasi
dalam menanggapi konsumsi makanan, memberikan peningkatan pesat
dalam aliran enzim pencernaan (Gambar 8).
3) Hindgut
Otot pendek rektum dibatasi oleh enam pad, yang fungsi utamanya
untuk menangkap feses dalam membran peritrofik dan ekstrusi (Gambar 11)
(Dall, et al., (1990b: 489) dan Dall, et al., (1991a: 25
29)).
Keterangan:
Div, lumen of diverticulum;
Can, canal from gut to diverticulum;
CEpith, columnar epithelium;
Cut, foregut cuticle;
G, lumen of midgut;
Lap, lappet occluding opening to
diverticulum.
Gambar 9. Potongan penampang melintang melalui bukaan dari diverticula midgut anterior
Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 27)
Keterangan:
CEpith, columnar epithelium;
LMusc, longitudinal muscle;
PM, peritrophic membrane.
Gambar 10. Potongan melintang melalui wilayah tubular dari midgut
Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 27)
Keterangan:
A, anus;
NC, nerve cord;
PMG, posteriormidgut;
PostDiv, posterior diverticulum;
R, rectum;
RP, rectal pad;
T, telson;
U, uropod.
Gambar 11. Rectum dan diverticulum posterior
Sumber: After Dall (1967) dalam Dall, et al., (1991a: 27)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
e. Habitat dan penyebaran udang vaname
Habitat dan penyebaran udang vaname adalah sebagai berikut:
1) Habitat alami udang vaname berada di pantai Lautan Pasifik sebelah barat
Mexico, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan dengan suhu air laut sekitar
20 oC sepanjang tahun, dengan kedalaman 70
72 meter (Yuna (2011: 6)
dan Boone (1931: 2)).
2) Penyebaran udang vaname pada saat ini sudah menyebar ke seluruh dunia
hingga ke Indonesia, yaitu dari Indo
Pasifik Barat: spesies masuk dari
Laut Merah, Afrika ke Korea, Jepang dan Kepulauan Melayu. Atlantik
Timur: spesies masuk dari Mediterania timur melalui Terusan Suez dan
telah mencapai pantai selatan Turki. Pada kondisi dibudidaya udang vaname
hidup mendiami seluruh kolom air, dari dasar hingga lapisan permukaan.
Udang vaname dapat di temukan di lumpur berpasir, muara, dan laut,
dengan kedalaman 0 sampai 70 meter (Rusmiyati (2014: 46) dan Boone
(1931: 1)).
f. Daur hidup udang vaname
Udang vaname adalah binatang catadroma, artinya ketika dewasa udang
vaname bertelur di laut lepas dengan salinitas tinggi, sedangkan ketika stadia
larva udang vaname bermigrasi ke daerah estuari dengan salinitas rendah. Pada
awalnya udang vaname ditemukan kawin dan memijah di laut dengan
kedalaman sekitar 70 m di wilayah Pasifik lepas pantai Mexico dan Amerika
tengah, utara, dan selatan pada suhu air 26
28 oC dan salinitas 35 ppt.
Telurnya menyebar di dalam air dan menetas menjadi nauplius diperairan laut
lepas (off shore). Perairan dangkal memiliki kandungan nutrien, salinitas, dan
suhu yang sangat bervariasi dibandingkan dengan laut lepas (Sutrino, dkk 2010:
5). Pada perjalanan migrasi ke arah estuari, larva udang vaname mengalami
beberapa kali metamorfosa. Wilayah estuari yang subur dengan pakan alami,
larva udang vaname berkembang cepat sampai stadia juwana karena telah
terbentuk alat kelamin, namun tidak dapat matang gonad karena masih berada
pada salinitas rendah, sehingga bermigrasi kembali ke tengah laut dengan
salinitas tinggi. Tempat tersebut digunakan udang vaname sebagai habitatnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
untuk menjadi dewasa, dapat matang kelamin dan kawin serta bertelur (Yuna,
2011: 7).
g. Pakan dan kebiasaan makan
Pada awalnya udang dari famili penaeidae, salah satu contohnya adalah
udang vaname dikenal sebagai hewan bersifat omnivorous scavenger artinya
udang vaname merupakan pemakan segala bahan makanan, pemakan bangkai
dan destritus, namun dari hasil penelitian dengan cara memeriksa isi usus,
mengindikasikan bahwa udang dari famili penaeidae bersifat karnivora yang
memangsa berbagai krustasea renik, amphipoda, dan polychaeta. Secara alami
udang vaname bersifat nokturnal. Pada siang hari udang vaname sering
memendamkan diri di dalam lumpur atau pasir dasar tambak dan tidak mencari
makanan, akan tetapi pada tambak budidaya jika siang hari diberi pakan, maka
udang vaname akan bergerak untuk mencari makanan, sehingga sifat nokturnal
pada udang vaname yang dibudidaya di tambak tidak mutlak. Udang vaname
memerlukan pakan dengan kandungan protein 35 %, lebih kecil apabila
dibandingkan dengan jenis udang lainnya (Rusmiyati, 2014: 47).
h. Pertumbuhan udang vaname
Kecepatan pertumbuhan udang vaname dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu frekuensi molting dan kenaikan berat tubuh, alasannya karena tubuh
udang vaname tertutup oleh karapak. Selama proses molting berlangsung,
terjadi pemecahan kutikula antara karapak dengan intercalary sclerite yang
retak, memungkinkan cephalothorax dan anterior appendages meregang.
Udang vaname dapat lepas dari kulit yang lama dengan cara sekali
menjentikkan ekornya. Karapak baru yang tumbuh pada saat pertama setelah
molting berlangsung sangat lunak, lalu mengeras yang lamanya tidak sama
menurut ukuran atau umur udang vaname (Yuna, 2011: 8).
Pada saat larva, proses molting terjadi setiap beberapa jam, kemudian
setiap hari, dan semakin tua frekuensi molting akan semakin jarang. Menurut
Charratchakool, et al., (1998) dalam Tantu (2014: 24), interval molting pada
udang betina dengan berat 50
70 g akan molting di hari ke-18 dan ke-21,
sedangkan pada udang jantan dengan berat yang sama akan molting di hari ke23 dan ke-30. Kondisi lingkungan dan faktor nutrisi juga mempengaruhi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
frekuensi molting, contohnya adalah suhu. Semakin suhu di lingkungan tinggi
maka akan meningkatkan frekuensi molting. Penyerapan oksigen oleh udang
vaname yang kurang efisien maka akan menyebabkan udang vaname mati
akibat hypoxia. Udang vaname yang menderita stres, dapat melakukan molting
secara tiba-tiba. Udang vaname secara alami ketika sedang molting maka akan
memendamkan diri di dalam pasir dasar perairan untuk menyembunyikan diri
terhadap predator (Sutrino, dkk 2010: 6).
1) Perkembangan embrio udang vaname
Menurut Yuna (2011: 11
12), perkembangan embrio udang vaname
terjadi secara cepat setelah pembuahan. Pembelahan pertama terjadi 50
menit setelah pembuahan, pada suhu 27 oC dan terbagi embrio dan yolk
menjadi 2 sel, secara berkelanjutan sampai menjadi banyak sel dan
mencapai bentuk blastula. Setelah 12 jam, nauplius pada setiap yolk telah
terbentuk sempurna dan setelah 16 jam yolk mulai menetas. Nauplii yang
baru menetas berenang perlahan dan phototaksis positif.
2) Perkembangan larva udang vaname
Larva akan berkembang sempurna pada kondisi suhu 26
oksigen terlarut 5
28 oC,
7 mg/L, salinitas 35 ppt sesuai dengan kondisi di
alamnya. Setelah menetas larva akan berkembang menjadi 3 stadia yaitu 6
tahap nauplius, 3 tahap zoea, dan 3 tahap mysis. Setelah 3 tahap stadia
kemudian menjadi post larva (Kitani, 1986: 1131
1139). Berikut
merupakan perkembangan stadia udang vaname (Tabel 4).
Perkembangan stadia terjadi setelah larva mengalami molting. Selama
stadia nauplius larva masih memanfaatkan nutrisi dari yolk yang dibawa,
dan setelah molting menjadi zoea baru mencari makanan dari luar berupa
mikroalga. Setelah zoea metamorphosis menjadi mysis, larva berubah dari
herbivora menjadi karnivora, yaitu dengan makanan zooplankton. Stadia
mysis kemudian berakhir dan menginjak stadia post larva, stadia ini sudah
menyerupai udang muda dalam hal makanan maupun tingkah lakunya. Pada
stadia larva bersifat planktonik, setelah post larva bersifat bentik. Larva
akan berpindah tempat dari laut terbuka bermigrasi ke arah pantai dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
estuari sampai menjadi dewasa (Yuna (2011: 12) dan Kitani (1986: 1131
1139)).
Tabel 4. Perkembangan stadia udang vaname
Hari keStadia
Karakteristik
1.
Naupli-1 Badan berbentuk bulat telur dengan 3 pasang anggota tubuh.
2.
Naupli-2 Pada ujung antennules terdapat setae yang satu panjang dan 2
buah yang pendek.
3.
Naupli-3 Dua buah furctel mulai tampak jelas dengan masing-masing tiga
buah duri, tunas maxillaped mulai tampak.
4.
Naupli-4 Masing-masing furctel terdapat empat buah duri, antennae
beruas-ruas.
5.
Naupli-5 Struktur tonjolan pada pangkal maxillaped mulai tampak jelas.
6.
Naupli-6 Perkembangan setae makin sempurna dan duri pada forctel
tumbuh makin panjang.
7.
Zoea-1
Badan pipih dan karapak mulai jelas, mata mulai tampak, namun
belum bertangkai, maxilla pertama dan kedua serta alat
pencernaan mulai berfungsi.
8.
Zoea-2
Mata bertangkai, rostrum mulai tampak dan spin suborbital mulai
bercabang.
9.
Zoea-3
Sepasang uropoda biramus mulai berkembang dan duri pada
ruas-ruas tubuh mulai tampak.
10.
Mysis-1
Badan berbentuk bengkok seperti udang dewasa.
11.
Mysis-2
Tunas pleopoda mulai tampak.
12.
Mysis-3
Tunas pleopoda bertambah panjang dan beruas-ruas.
13.
Post larva Larva seperti udang dewasa begitu pula cara berenangnya, pada
stadia ini udang tidak lagi mengalami perubahan morfologi
tubuh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Siklus hidup udang vaname dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar
12) (Yuna, 2011: 7).
Gambar 12. Siklus hidup udang vaname
Sumber: Boone (1931)
4. Parameter-parameter lingkungan kualitas air pemeliharaan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan udang vaname
a. Suhu
Suhu pada ekosistem perairan berfluktuatif baik secara harian maupun
tahunan. Pada daerah beriklim tropis, suhu di perairan dipengaruhi oleh suhu
udara lingkungannya, intensitas cahaya matahari, sudut datang sinar matahari,
letak geografis, curah hujan, kondisi penaungan, kecepatan arus dan angin,
kedalaman, kekeruhan, penguapan, dan timbunan bahan organik di dasar
perairan (Hadikusumah, 2008: 82). Suhu memiliki peranan penting bagi proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
fisika, kimia, dan biologi organisme di suatu perairan. Peningkatan suhu dapat
mempengaruhi perubahan kualitas air seperti peningkatan viskositas, reaksireaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi di perairan. Sebagaimana diketahui
bahwa meningkatnya suhu sebesar 10 °C akan meningkatkan laju metabolisme
sebesar 2
3 kali lipat. Meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan
kebutuhan oksigen meningkat, sementara di lain pihak naiknya suhu akan
menyebabkan oksigen terlarut di dalam air akan menurun (Fardiaz, 1992).
Salah satu faktor pembatas yang cukup nyata dalam kehidupan udang
vaname di tambak adalah suhu. Seringkali dijumpai udang vaname mengalami
stres dan bahkan mati yang disebabkan oleh perubahan suhu ekstrim. Keadaan
seperti ini sering terjadi pada tambak dengan kedalaman kurang dari satu meter.
Contohnya adalah pada waktu musim kemarau terjadi perbedaan suhu yang
sangat mencolok antara siang dan malam hari. Berdasarkan hasil penelitian,
terbukti bahwa pada suhu rendah metabolisme udang vaname menjadi rendah
dan secara nyata berpengaruh terhadap nafsu makan udang vaname (Byod
(1989) dalam Yuna (2011: 36)).
b. Salinitas
Salinitas merupakan kadar dari total ion-ion terlarut yang terdapat di
dalam perairan. Salinitas dinyatakan dalam permil (o/oo) atau part per thousand
(ppt) (g/L). Pengertian salinitas adalah jumlah kadar garam yang terdapat pada
suatu perairan atau berat dalam gram dari semua zat padat terlarut dalam satu
kilogram air laut. Hal ini dikarenakan salinitas air merupakan gambaran tentang
padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida,
semua bromida dan iodida digantikan oleh khlorida, dan semua bahan organik
telah dioksidasi (Effendi 2003: 6). Tujuh ion penyusun utama salinitas adalah
sodium, potassium, kalium, magnesium, klorida, sulfat, dan bikarbonat. Unsur
lainnya yang ada dalam salinitas adalah fosfor, nitrogen, dan unsur mikro
mempunyai kontribusi kecil dalam penyusunan salinitas, namun hal ini
mempunyai peran yang sangat penting secara biologis. Salinitas berpengaruh
terhadap reproduksi, distribusi, dan osmoregulasi. Perubahan salinitas tidak
langsung berpengaruh terhadap perilaku organisme tetapi berpengaruh terhadap
perubahan sifat kimia air (Brotowijoyo, et al., (1995) dalam Agus (2008: 42)).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Udang vaname dapat tumbuh dan berkembang pada kisaran salinatas 15
25
ppt, namun apabila salinitas di bawah 5 ppt dan di atas 30 ppt biasanya
pertumbuhan udang vaname relatif lambat, hal ini terkait dengan proses
osmoregulasi yang menyebabkan udang vaname mengalami gangguan terutama
pada saat sedang molting dan proses metabolisme (Yuna, 2011: 36
37).
Biasanya pada salinitas rendah kondisi udang vaname cenderung berkulit tipis,
hingga menyebabkan alkalinitas atau pH rendah (Anonim, 2015a: 30).
c. Potensial of Hidrogen (pH)
Nilai pH menyatakan konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam larutan
atau didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktivtas ion hidrogen yang
secara matematis dinyatakan dengan persamaan pH = log 1/H+. H+ adalah
jumlah ion hidrogen dalam mol per liter larutan. Kemampuan air untuk
mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukkan apakah
larutan tersebut bersifat asam atau basa. Air yang bersih memiliki jumlah ion
H+ dan OH yang berada pada keseimbangan atau dikenal dengan pH 7.
Peningkatan ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut larutan
asam, sedangkan apabila ion hidrogen berkurang akan menyebabkan nilai pH
naik dan dikenal dengan larutan basa (IUPAC, 2011). Mackereth, et al., (1989)
dalam Effendi (2003: 73) berpendapat bahwa pH mempunyai keterkaitan erat
dengan alkalinitas dan karbondioksida.
Organisme perairan dapat hidup ideal dalam kisaran pH antara asam
lemah sampai dengan basa lemah. Kondisi perairan yang bersifat asam kuat
ataupun basa kuat akan membahayakan kelangsungan hidup organisme, karena
akan menggangu proses metabolisme dan respirasi. Perairan dengan kondisi
asam kuat akan menyebabkan logam berat memiliki mobilitas yang meningkat
dan karena logam ini bersifat toksik maka dapat mengancam kehidupan
organisme. Kondisi air pemeliharaan udang vaname pada pH rendah (< 7,5)
dapat mengakibatkan nafsu makan udang vaname berkurang, alkalinitas (buffer)
fluktuatif, udang vaname mudah stres; sedangkan keseimbangan ammoniak
bebas dan ammonium akan terganggu, serta menyebabkan nafsu makan udang
vaname berkurang apabila pH air terlalu basa (> 9,0) (Anonim (2015a: 31) dan
Suharto (2011: 327)).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
d. Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) merupakan parameter
kualitas air yang sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan, selain
itu juga penting digunakan untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik di dalam air. Kadar oksigen terlarut berfluktuatif secara
harian dan musiman tergantung pada keadaan atmosfir. Atmosfir di bumi
mengandung oksigen sekitar 210 mL/Liter. Sumber utama oksigen terlarut di
dalam perairan adalah difusi melalui kontak antara udara dengan air dan proses
fotosintesis organisme di perairan. Kecepatan difusi oksigen terlarut dari udara
ke dalam air berlangsung sangat lambat, oleh karena itu fitoplankton merupakan
sumber utama dalam penyediaan oksigen terlarut di dalam perairan. Oksigen
terlarut di dalam perairan juga dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
adalah suhu, salinitas, massa air, pergerakan air di permukaan, luas daerah
permukaan perairan yang terbuka, aktivitas fotosintesis dan proses respirasi
organisme di perairan, dan proses dekomposisi bahan organik oleh
mikroorganisme (Agustiningsih (2012: 16) dan Effendi (2003: 76)).
Pengaruh oksigen terlarut terhadap organisme perairan sebenarnya
hanya sebatas pada kebutuhan untuk respirasi, berbeda halnya dengan pengaruh
suhu yang cenderung kompleks. Air yang telah tercemar pada umumnya
mempunyai oksigen terlarut sangat rendah. Oksigen terlarut rendah pada air
pemeliharaan udang vaname dapat disebabkan karena kelekap atau lumut dan
plankton yang mati, serta viskositas air akibat jumlah pakan yang sudah
terakumulasi di dasar tambak. Apabila oksigen terlalu tinggi disebabkan karena
fitoplankton terlalu pekat pada siang dan sore hari, maka cara mengatasinya
dengan pergantian air dan pengaturan jam operasional kincir air (Anonim,
2015a: 31).
e. Kebasaan atau alkalinitas
Alkalinitas adalah ukuran kapasitas penyangga medium kultur dalam
daerah pH netral. Alkalinitas menunjukkan adanya sifat agregat air. Penyusunan
alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-), dan
hidroksida (OH-). Garam dari asam lemah lain seperti, borat (H2BO3-), silikat
(HSiO3-), fospat (PO42-), sulfida (HS-), dan ammoniak bebas (NH3
commit to user
N) juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
memberikan kontribusi terhadap alkalinitas walaupun dengan jumlah yang
sedikit. Anion bikarbonat merupakan yang paling penting karena yang paling
bertanggung jawab atas kapasitas penyangga yang netral. Alkalinitas sebagai
besaran kemampuan kapasitas penyangga merupakan suatu konsentrasi basa
atau komponen yang mampu menetralisasi keasaman di dalam air (Padmono,
2007: 123). Pada keadaan siang hari adanya ganggang dan lumut di dalam air
dapat menyebabkan turunnya kadar bikarbonat dan karbonat, dalam keadaan
yang demikian maka kadar menjadi naik, dan menyebabkan pH larutan naik.
Cara penetapan alkalinitas dapat dilakukan dengan menggunakan metode
perubahan warna, kurva titrasi potensiometer, titrasi potensiometrik, dan titrasi
potensiometrik untuk alkali rendah (Suharto, 2011: 327).
f. Budget nitrogen di tambak
Sumber nitrogen yang ada di perairan tambak dapat berasal dari pakan
udang yang mengandung protein. Kebutuhan protein bagi udang cukup tinggi
yaitu sekitar 27
60 %, namun sebagian besar (78 %) hanya terbuang ke
tambak atau sedikit yang terasimilasi di dalam tubuh udang. Burford dan
Williams (2001) dalam Nur (2011: 20), rendahnya retensi nitrogen dalam
bentuk biomassa udang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
formulasi kurang optimal dan kualitas bahan baku, kelebihan pakan, serta
rendahnya stabilitas pakan di air. Lingkungan pemeliharaan (misalnya salinitas)
juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi
penggunaan pakan. Nitrogen yang dihasilkan dari erosi tambak (kontributor
bahan padatan terbesar di tambak) hanya sekitar 16 %. Sumber -N lainnya
adalah dari aliran air masuk (4 %) dan pemupukan, curah hujan, post larva
sejumlah 2 %. Jumlah -N yang mengendap di dasar tambak (24 %), udang yang
dipanen (18 %), dan air buangan (27 %). Selebihnya (30 %) diasumsikan lepas
ke atmosfir sebagai ammoniak bebas. Tingginya kandungan -N hasil buangan
akan berdampak pada badan air lainnya (receiving water). Hal ini akan
berlangsung secara cepat seiring dengan meningkatnya jumlah buangan limbah
ke lingkungan dan mengakibatkan terjadinya penurunan mutu air (Gambar 13)
(Martin, et al., (1998) dalam Nur (2011: 20)).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Pada budidaya dengan sistem terbuka (open sistem), pergantian air tidak
menghasilkan buangan -N yang signifikan (17 %), artinya, unsur -N tetap
tersedia dan terakumulasi seiring dengan meningkatnya jumlah pakan yang
diberikan. Keterlambatan dalam pergantian air akan menimbulkan masalah
seperti blooming fitoplankton dan alga, sehingga pada akhirnya mengakibatkan
stres pada udang. Pada dasarnya ada tiga sumber -N terlarut sebagai hasil dari
proses pemberian pakan, yaitu: ekskresi insang, leaching dari pakan, dan
leaching dari feses. Bentuk -N dari pakan berupa amina-amina primer terlarut
(Dissolved Primary Amines, DPA, 23 %), sedang -N yang dihasilkan dari
proses leaching pada feses terdapat dalam bentuk urea.
Gambar 13. Budget nutrien dan total padatan di tambak
Sumber: Smith dan Briggs (1998) dalam Nur (2011: 14)
Urea dapat digunakan mikroorganisme tambak secara cepat, sedangkan
-N organik terlarut yang dihasilkan dari proses leaching pakan kurang efektif
dimanfaatkan oleh mikroorganisme dan hanya terakumulasi di dasar tambak.
Baik pakan maupun feses keduanya secara signifikan berpengaruh terhadap
kualitas air tambak khususnya dalam mengakumulasi Dissolved Organik -N
(DON) dan stimulasi pertumbuhan mikroorganisme.
1) Ammoniak bebas (NH3
N)
Kandungan ammoniak bebas di dalam air pemeliharaan udang vaname
merupakan hasil perombakan dari senyawa-senyawa nitrogen organik oleh
bakteri
atau
dampak
dari
penambahan
pupuk
yang
berlebihan
(Agustiningsih, 2012: 19). Senyawa ini sangat toksik bagi organisme
perairan walaupun dalam kadar yang rendah. Nilai ammoniak bebas
tergantung pada nilai pH dan suhu perairan. Ammoniak bebas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
meningkatkan konsumsi oksigen di jaringan, merusak insang, dan
mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen.
Perbandingan antara ammoniak bebas dan ammonium dapat dilihat pada
persamaan berikut:
NH + H
3
+
2
4
-
+ OH
Ammonium digunakan sebagai sumber nitrogen oleh fitoplankton, alga,
tumbuhan air, dan golongan bakteri yang dikenal sebagai bakteri heterotrof.
Toksisitas ammoniak bebas pada udang vaname tergantung pada umur.
2) Nitrit (NO2-)
Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang relatif tidak stabil dan mudah
teroksidasi, dan merupakan indikator tingkat pencemaran. Nitrit pada kadar
yang rendah dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik. Nitrit merupakan
produk awal dari proses nitrifikasi dimana ion ammonium dioksidasi oleh
bakteri Nitrosomonas menjadi nitrit. Pada lingkungan budidaya akan terjadi
akumulasi nitrit apabila proses lanjutan dari nitrifikasi yang akan mengubah
nitrit menjadi nitrat tidak dapat berjalan. Mekanisme toksisitas nitrit pada
udang tidak sepenuhnya dipahami, karena udang mempunyai pigmen darah
(hemocyanin) yang berbeda dibandingkan ikan, walaupun demikian diduga
mekanisme toksisitas nitrit pada udang tidak berbeda jauh, karena nitrit
yang tinggi menurunkan toleransi udang terhadap oksigen terlarut. Daya
toksik nitrit yang tinggi dipengaruhi oleh bentuk persenyawaan nitritnya,
yaitu apabila terdapat dalam bentuk asam (HNO2) maka akan lebih toksik
daripada bentuk ion nitrit. Nitrit akan lebih toksik pada salinitas rendah
(Komarawidjaja, 2006a: 36).
3) Nitrat (NO3-)
Nitrat merupakan produk akhir dari proses nitrifikasi, dengan bantuan
bakteri Nitrobacter. Nitrit akan diubah menjadi nitrat yang relatif tidak
toksik. Nitrat akan bersifat toksik pada kadar di atas 300 ppm, tetapi pada
udang kadar nitrat lebih dari 200 ppm akan mempengaruhi pertumbuhan
serta daya tahan udang terhadap penyakit (Komarawidjaja, 2006a: 36).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
g. Bahan organik
Bahan organik yang terdapat di air pemeliharaan udang vaname dapat
menyebabkan terbentuknya limbah organik dalam jumlah yang relatif besar.
Bahan organik dapat berbentuk padatan yang terendap, koloid tersuspensi, dan
terlarut. Pada umumnya limbah organik dalam bentuk padatan akan langsung
mengendap menuju dasar tambak, sedangkan bentuk lainnya berada di badan
air, baik yang ada pada bagian aerob maupun anaerob (Garno, 2004: 189).
Gambaran reaksi proses dekomposisi di badan air yang mengandung
oksigen terlarut adalah sebagai berikut:
Persamaan reaksi 1
COHNS + O2 bakteri aerob
CO2
+
NH3
+ Energi
+
Produk lain
Persamaan reaksi 2
COHNS
+
O2
bakteri aerob
+
Energi
C5H7O2N Sel bakteri baru
Gambaran reaksi proses dekomposisi di badan air yang tidak
mengandung oksigen terlarut adalah sebagai berikut:
Persamaan reaksi 3
COHNS + bakteri anaerob
CO2
+
H2S
+
NH3
+
CH4
+ Produk lain
Persamaan reaksi 4
COHNS
+
bakteri anaerob
+
Energi
C5H7O2N Sel bakteri baru
Menurut Wardhana (2004: 94), reaksi 1 dan 2 mengisyaratkan bahwa
semakin banyak limbah organik yang masuk dan tinggal pada lapisan aerob,
maka akan semakin besar kebutuhan oksigen bagi mikroorganisme yang
mendekomposisi, bahkan apabila keperluan oksigen bagi mikroorganisme yang
ada melebihi konsentrasi terlarut maka sudah pasti oksigen terlarut bisa menjadi
nol, dan bakteri aerob akan mati diganti dengan bakteri fakultatif anaerob.
Reaksi 3 dan 4 dengan mengisyaratkan bahwa semakin banyak bahan organik
di lapisan anaerob akan semakin banyak menghasilkan senyawa-senyawa
karbondioksida, ammoniak bebas, hidrogen sulfida (H2S), dan metana (CH4).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
h. Fospat (PO42-)
Fospor merupakan unsur hara metabolik penting yang dapat mengatur
besarnya produktivitas di perairan alami. Sebagian besar perairan alami sensitif
terhadap peningkatan fospor yang ditunjukkan dengan meningkatnya produksi
fitoplankton dan alga. Keberadaan fospor pada air pemeliharaan udang vaname
dapat disebabkan salah satunya karena faktor pemberian pakan yang berlebihan,
sehingga menyebabkan penumpukan fospor pada tambak. Fospor yang
disebabkan pemberian pakan yang berlebihan dapat dikategorikan terbesar
kedua (Gambar 14).
Fosfor total menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa organik
maupun anorganik atau terlarut maupun partikulat (Agustiningsih, 2012: 20).
Unsur fospor tidak ditemukan dalam bentuk bebas di perairan, melainkan
terdapat dalam bentuk senyawa organik partikulat dan senyawa organik terlarut.
Salah satu bentuk senyawa fospor anorganik adalah ion ortofosfat terlarut. Ion
ortofosfat terlarut adalah bentuk ionisasi asam ortofosfat (H3PO4) dan
merupakan bentuk fospor paling sederhana di perairan.
Berikut adalah bentuk-bentuk ion ortofosfat terlarut di perairan.
H3PO4
H2PO4HPO42-
H+ + H2PO4H+ + HPO42H+ + PO43-
Gambar 14. Budget fospor di tambak
Sumber: Smith dan Briggs (1998) dalam Nur (2011: 23)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
Keberadaan dari bentuk-bentuk ionisasi tersebut tergantung pada nilai
pH perairan. Ortofosfat di perairan merupakan hasil hidrolisis dari polifosfat,
dimana proses tersebut berlangsung tergantung pada suhu perairan. Pada suhu
perairan yang lebih tinggi, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung
lebih cepat. Kecepatan hidrolisis tersebut akan meningkat seiring dengan
menurunya nilai pH. Kandungan ortofospat yang tinggi di dalam perairan
menyebabkan suburnya fitoplankton dan alga maupum organisme lainnya yang
dikenal dengan istilah eutrofikasi. Kesuburan tanaman air akan menghalangi
kelancaran arus air dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut.
i. Kekeruhan dan kecerahan air
Kekeruhan adalah banyaknya jumlah partikel tersuspensi di dalam air.
Kekeruhan di dalam air disebabkan oleh bahan yang tersuspensi. Jenis partikel
yang tersuspensi di dalam air terdiri dari bahan organik dan anorganik, dan
organisme hidup maupun mati. Bahan organik sebagian besar merupakan hasil
dari degradasi secara biologis sisa-sisa tumbuhan maupun hewan. Bahan
anorganik sebagian besar yang dihasilkan oleh proses cuaca atau alam ataupun
yang lainnya. Mikroorganisme merupakan contoh dari organisme di dalam air
yang dapat dianggap sebagai partikel. Bahan yang cenderung sulit untuk larut
dapat terdiri dari partikel-partikel kecil yang tersuspensi di dalam air dalam
waktu yang cukup lama (Greogory (2006) dalam Mutiarani, ddk (2015: 2)).
Kekeruhan di dalam air banyak disebabkan oleh koloid. Koloid
merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang
bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel yang cukup besar yaitu 1
1000 nm atau 0,001 - µm. Koloid di air dibagi menjadi dua kelompok yaitu
hidrofilik dan hidrofobik. Koloid hidrofilik mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap air dan bersifat stabil. Ukurannya berkisar antara 1
10 nm namun
dapat pula lebih besar dari itu pada jenis polimernya. Contoh koloid hidrofilik
antara lain protein dan sistesis polimer. Koloid hidrofilik memiliki ukuran
molekul yang tergolong besar, sehingga dapat menghamburkan cahaya dan
tidak dapat melewati membran. Koloid hidrofobik mempunyai gaya tarikmenarik antara fase terdispersi dengan medium pendispersi yang cukup lemah
atau bahkan tidak ada sama sekali. Contoh dari koloid hidrofobik yairu dispersi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
emas dan belerang di dalam air. Koloid hidrofobik tidak terlarut di dalam air
dan tidak sepenuhnya dapat basah oleh air, tetapi koloid hidrofobik terdispersi
sebagai molekul yang sangat kecil. Disebabkan tidak kestabilannya, koloid
hidrofobik dapat tersuspensi sebagai partikel individu dalam jangka waktu yang
cukup lama. Partikel-partikel tersebut dapat bergabung satu sama lain sehingga
dapat membentuk agregat. Agregasi partikel dapat dikenal juga sebagai
koagulasi dan flokulasi (Greogory (2006) dalam Mutiarani, ddk (2015: 2 3)).
Kekeruhan pada ekositem perairan juga sangat berhubungan dengan
kedalaman dan suhu perairan. Pengaruh ekologis kekeruhan adalah menurunnya
daya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan yang selanjutnya
menurunkan produktivitas primer akibat penurunan fotosintesis. Kedalaman
penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain: tingkat kekeruhan perairan, sudut datang cahaya matahari, dan
intensitas cahaya matahari. Pada batas akhir cahaya matahari mampu
menembus perairan disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada
lapisan air dimana cahaya matahari mencapai nilai minimal yang menyebabkan
proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan. Kecerahan air
pentingnya sama halnya dengan ketinggian air pemeliharaan udang vaname
(Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246-2006b).
j. Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid (TSS) atau total padatan tersuspensi adalah
padatan yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan
anorganik yang dapat disaring dengan kertas millipore berpori-pori 0,45
Bahan yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena
mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air. TSS berkorelasi positif
dengan kekeruhan. Kekeruhan air meningkat akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan bagi organisme perairan (Huda (2009) dalam Agustira, dkk
(2013: 618)).
k. Total Dissolve Solid (TDS)
Total Dissolve Solid (TDS) adalah ukuran zat terlarut (baik zat organik
maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS meter
menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi di atas
seharusnya zat yang terlarut di dalam air (larutan) harus dapat melewati
saringan yang berdiameter 2 mikrometer (2 x 10-6 meter). Aplikasi yang umum
digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan,
pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral,
dan sebagainya (Agustira, dkk 2013: 617
618).
l. Biological Oxygen Demand (BOD)
Biological Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah milligram oksigen
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk menguraikan bahan organik
karbon dalam 1 L air selama 5 hari pada suhu 20 oC ± 1 oC (Standar Nasional
Indonesia (SNI) 6989. 72: 2009a). Parameter BOD digunakan untuk mengetahui
karakteristik senyawa organik dalam limbah cair. Oksidasi biologi diperlukan
untuk mengurangi senyawa organik dalam limbah cair. Pada kondisi suhu
optimal, kecukupan nutrien, kecukupan oksigen terlarut, nilai pH optimal, maka
mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak secara maksimal dengan
menggunakan substrat senyawa kimia organik dalam limbah cair (Suharto
(2011: 321) dan Wardhana (2004: 93)). Pertumbuhan mikroorganisme pada
fase logaritmik dinyatakan dengan rumus:
N = No . eµt
Keterangan: N = jumlah sel mikroorganisme sesaat; No = jumlah sel
mikroorganisme awal; µ = laju spesifikasi pertumbuhan sel
mikroorganisme; dan t = waktu.
Reasksi kimia oksidsi senyawa organik dalam limbah cair oleh
mikroorganisme ditunjukkan sebagai berikut:
Senyawa + O2
organik
bakteri
CO2
+ H2O + Energi +
Bahan
seluler
dalam air limbah
Dari reaksi kimia ditunjukkan bahwa konversi mikroorganisme terhadap
senyawa berbahaya dalam air limbah diubah menjadi gas karbondioksida
(CO2), dan air (H2O), energi, dan bahan seluler. Apabila senyawa organik dan
anorganik
terdapat
dalam
air
limbah,
maka
diperlukan
sejumlah
mikroorganisme yang cukup besar. Nilai BOD digunakan untuk memonitor
kualias air dan biodegradasi senyawa organik dalam limbah cair. Nilai BOD5
digunakan untuk membandingkan kekuatan limbah cair. Semakin besar kadar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
BOD dalam suatu perairan maka dapat dinyatakan bahwa perairan tersebut
telah tercemar.
m. Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengkonversi senyawa organik di dalam air limbah secara
kimiawi (Fardiaz, 1992). Warna air yang mengandung bahan organik sebelum
reaksi oksidasi adalah kuning. Apabila reaksi oksidasi selesai maka akan
berubah menjadi hijau. Hal ini berarti bahwa air telah mengalami pencemaran
olah bahan-bahan organik (Wardhana, 2004: 93). Perairan yang memiliki nilai
COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan.
n. Tembaga atau Cuprum (Cu)
Tembaga atau Cuprum berlambang unsur Cu berasal dari bahasa Yunani
Kypros atau Spirus berarti merah. Tembaga adalah salah satu dari dua logam di
bumi selain emas yang berwarna merah atau kekuningan, mempunyai nomor
atom 29 dan berat atom 63,54 dengan kerapatan 8,92 g/cm3 (Suharto, 2011: 68).
Kemelimpahannya di alam tembaga tersebar luas baik di dalam maupun di
permukaan kerak bumi. Tembaga murni mencair pada suhu 1.083 oC dan akan
menjadi uap atau mendidih pada suhu 2.567 oC pada tekanan normal. Tembaga
adalah salah satu logam berat yang banyak digunakan di dalam berbagi aplikasi.
Tembaga termasuk esensial, artinya sangat dibutuhkan oleh tubuh
meskipun jumlahnya sedikit. Toksisitas yang dimiliki oleh tembaga baru akan
bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya apabila logam ini telah masuk ke
dalam tubuh organisme dalam jumlah yang besar atau melebihi nilai toleransi.
Ion tembaga bebas (Cu2+) adalah salah satu bentuk yang paling beracun dalam
kehidupan air. Kekurangan tembaga pada tubuh akan menyebabkan anemia,
terjadi kelainan jaringan ikat, serta gangguan pada susunan saraf pusat, hingga
menyebabkan kematian mendadak akibat pecahnya pembuluh darah. Apabila
tembaga di dalam tubuh tinggi maka akan menyebabkan gastrointestinal
symptoms, merusak ginjal, hati, dan saraf pusat, oleh sebab itu keberadaan
tembaga pada air pemeliharaan tambak akan berpengaruh terhadap udang
vaname (Chen (2012: 22) dan (Bahri, 2010: 5).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
o. Timbal atau Plumbun (Pb)
Timbal atau Plumbun berlambang unsur Pb adalah unsur kimia yang
dengan nomor atom 82 (Suharto, 2011: 67). Timbal merupakan logam berat
yang paling melimpah di alam. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan
timbal yaitu dapat menyebabkan ketoksikan bagi makhluk hidup, yang
kebanyakan disebabkan oleh pencemaran udara. Timbal terdapat dalam dua
bentuk, yaitu organik dan anorganik. Timbal dalam bentuk organik biasanya
digunakan untuk industri-industri perminyakan, berupa Lead Alkyl Compound,
seperti Tetra Methyl Lead, dan Tetra Ethyl Lead, sedangkan timbal dalam
bentuk anorganik contohnya adalah pada penggunaan di industri baterai, cat,
percetakan, gelas, plastik, dan lain-lain. Timbal memiliki afinitas kuat untuk
thiol (-SH grup) dan fospat yang mengandung ligan, yang menghambat
biosintesis sehingga mempengaruhi permeabilitas membrane ginjal, hati, dan
sel-sel otak. Hal inilah yang akan mempengaruhi biofungsi dan gangguan pada
jaringan (Chen, 2012: 22).
Timbal merupakan logan yang bersifat neurotoksin yang dapat masuk
dan terakumlulasi dalam tubuh manusia atau hewan, sehingga menyebabkan
bahanya semakin meningkat. Pemantauan rutin di lingkungan adalah sangat
penting bagi semua organisme. Toksisitas timbal meningkat bila terakumulasi
dalam tubuh pada sistem saraf pusat (Hernberg (2000) dalam Das (2014: 27)).
Timbal masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman akan diikuti
dalam proses metabolisme tubuh, udara, serta perembesan atau penetrasi. Kadar
timbal normal masuk ke dalam tubuh dalam hal ini manusia kira-kira 0,3 mg.
Bagi manusia normal dengan masukkan 0,6 mg timbal per hari dalam jangka
waktu lama bisa terkena ketoksikan. Masukan timbal dengan kadar lebih dari
0,6 mg per hari mempercepat akumulasi dan timbulnya ketoksikan.
Timbal terabsorbsi diangkut oleh darah ke organ-organ lain sekitar 95 %
timbal dalam darah diikat oleh sel-sel darah merah. Timbal yang terabsorbsi
melalui saluran pencernaan juga didistribusikan ke dalam jaringan lain melalui
darah. Timbal dapat terdeteksi dalam tiga jaringan utama menjadi tiga
kompartemen. Pertama di dalam jaringan, timbal terikat dalam sel darah merah
dan mempunyai waktu paruh 25
30 hari. Kedua di dalam jaringan lunak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
(misalnya; hati dan ginjal), mempunyai waktu paruh sekitar beberapa bulan,
dari jaringan tersebut timbal didistribusikan dan dideposit ke dalam
kompartemen. Ketiga adalah tulang dan jaringan keras seperti gigi dan tulang
rawan. Hampir sekitar 90
95 % timbal dalam tubuh terdapat di dalam tulang
yang waktu paruhnya mencapai 30
40 tahun.
Timbal diekskresikan terutama melalui saluran seni, yang kandungan
timbalnya dalam plasma dan di dalam air seni terlihat proporsional. Timbal juga
diekskresikan melalui tinja atau feses, keringat, dan air susu ibu serta di
depositkan ke dalam rambut dan kuku. Biasanya ekskresi timbal dari tubuh
sangat kecil meskipun intake timbal tiap hari naik, sehingga dapat memainkan
kandungan timbal di dalam tubuh. Rata-rata intake timbal per hari sekitar 0,3
mg, apabila intake mencapai 0,6 mg/hari akan menunjukkan gejala yang positif.
Penyerapan timbal sebesar 2,5 mg/hari akan memerlukan waktu terakumulasi
dalam jaringan lunak, sedangkan penyerapan 3,5 mg timbal per hari akan
mengakibatkan kandungan timbal yang toksik dalam beberapa bulan saja.
Timbal di ekskresikan lewat kemih sekitar 75
80 % dan feses sekitar 15 %.
Bahkan setelah penyerapan sedang, timbal dengan cepat muncul dalam kemih.
p. Hidrogen Sulfida (H2S) dan Sulfat (SO42-)
Sulfur merupakan elemen yang esensial bagi makhluk hidup. Sulfur
yang berlebihan dapat menyebabkan korosi dan menimbulkan bau yang kurang
sedap, produk samping pembakaran berupa gas buang yang beracun,
menimbulkan pencemaran udara, dan hujan asam (Moenir dan Yuliasni, 2011:
244). Sulfur berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sulfur anorganik
terutama dalam bentuk sulfat (SO42-) yang merupakan bentuk sulfur utama di
perairan dan tanah (Rao (1992) dalam Effendi (2003: 139)). Ion sulfat yang
bersifat larut dan merupakan bentuk oksidasi utama sulfur adalah salah satu
anion utama di perairan, menempati urutan kedua setelah bikarbonat.
Sulfur oksida (SOx) dan hidrogen sulfida (H2S) merupakan sulfur
dengan bentuk gas yang biasa ditemukan di atmosfer. Sumber sulfur di
atmosfer adalah dari aktivitas bakteri yang melepaskan hidrogen sulfida; bahan
bakar fosil; percikan air laut karena tiupan angin yang melepaskan sulfat,
aktivitas vulkanik yang melepaskan sulfur oksida, hidrogen sulfida, sulfat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
(Effendi, 2003: 139). Sulfur pada kondisi anaerob akan termineralisasi menjadi
sulfat dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S) yang toksik bagi udang. Tingkat
ketoksikan hidrogen sulfida dalam kadar yang rendah. Hidrogen sulfida
menghambat respirasi aerob karena terikat pada heme cytochrome-C oksidase
yang terdapat pada molekul oksigen sehingga udang akan menghindari substrat
yang mengandung hidrogen sulfida. Pada kondisi tersebut daya terima pakan
lebih rendah dibandingkan pada substrat yang tidak mengandung hidrogen
sulfida. Hidrogen sulfida juga memberikan kontribusi mempengaruhi COD
yang menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air.
Gas hidrogen sulfida pada air pemeliharaan udang vaname di tambak
juga dapat disebabkan karena aktifitas budidaya, yaitu mengenai penggunakan
antropogenik hasil pembakaran yang tidak sempurna. Senyawa ini baunya
seperti telur busuk dan amis, mudah terbakar dengan menghasilkan senyawa
SO2 yang sangat korosit, dan mudah meledak. Gas hidrogen sulfida bereaksi
dengan oksidator peroksida, nitrat, dan perkolat, dan bersifat eksotermis
(Suharto, 2011: 102).
q. Besi (Fe)
Besi adalah elemen redoks sangat baik dalam enzim dan kofaktor
penghubung elektron. Besi merupakan salah satu elemen kimia yang dapat
ditemui pada hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis, dan
badan air. Besi dapat ditemukan dalam dua jenis molekul yaitu FeS protein dan
hemoprotein. Besi secara prinsip yang terdapat di alam dapat ditemukan dalam
endapan besi terutama dalam bentuk besi hidroksida dan feri oksida, kemudian
dalam batuan kristalin dalam bentuk besi bervalensi ganda atau pyrite (Effendi,
2003: 162).
Kandungan besi di dalam air yang teroksidasi akan menimbulkan warna
kecoklatan dan tidak larut mengakibatkan penggunaan air menjadi terbatas.
Kandungan besi di dalam air dapat berasal dari larutan batu-batuan yang
mengandung senyawa besi seperti pyrite. Pada buangan limbah industri,
kandungan besi berasal dari korosi pipa-pipa air mineral logam sebagai hasil
reaksi elektron kimia yang terjadi pada perubahan air yang mengandung
padatan terlarut. Padatan terlarut mempunyai sifat menghantarkan listrik dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
mempercepat terjadinya korosi. Pada pH sekitar 7,5
7,7 ion feri mengalami
oksidasi dan berikatan dengan hidroksida membentuk (Fe(OH)3) yang bersifat
tidak larut dan mengendap di dasar perairan, membentuk warna kemerahan
pada substrat dasar, oleh karena itu, besi hanya ditemkan pada perairan yang
berada kondisi anaerob dan suasana asam (Effendi, 2003: 162).
5. Jenis penelitian yang relevan
Naranjo, et al.,
Culture of White Shrimp (Litopenaeus
vannamei Boone, 1931) with Zero Water Exchange and No Food Addition: an ecofriendly approach
udang vaname (Litopenaeus
vannamei) di tumbuhkan selama 40 hari tanpa pertukaran air, dan tidak ada
penambahan makanan, dengan empat kepadatan awal yaitu (25, 50, 75, dan 100
g/m3, yang sesuai untuk antara 8 dan 32 udang vaname m2). Tujuan penelitian
untuk mentukan tingkat pertumbuhan yang dapat dicapai dengan menggunakan
perifiton yang tumbuh pada substrat buatan sebagai satu-satunya sumber makanan.
Hasil menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan dalam kadar ammoniak
bebas dan nitrit, begitu juga dengan kelangsungan hidup. Berat udang vanamei ratarata menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil biomassa terbaik adalah dengan
kepadatan 100 g m3.
Nurjana
Brebes
Analisis Prospek Budidaya Tambak di Kabupaten
penelitiannya adalah untuk mengkaji profil budidaya tambak di
Kabupaten Brebes; menganalisis prospek budidaya tambak di Kabupaten Brebes
berdasarkan komoditas budidaya dan teknologi budidaya; menentukan strategi
pengembangan budidaya tambak sesuai dengan potensi dan daya dukung
lingkungan pertambakan di Kabupaten Brebes. Metode yang digunakan adalah
metode observasi. Kesimpulan mengenai hasilnya adalah 1. Usaha budidaya
tambak di Kabupaten Brebes berada pada kondisi yang relatif stabil dengan jumlah
volume dan nilai produksi yang semakin meningkat dengan komoditas andalan ikan
bandeng (Chanos-chanos Forskal); 2. Pengembangan budidaya tambak di
Kabupaten Brebes dapat dilakukan berdasarkan pada strategi musim tanam
komoditas budidaya tambak berdasarkan diversifikasi kultivan (nila merah, nila
gift, kepiting bakau, kakap, udang vaname, rumput laut, dan artemia); 3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Pengelolaan budidaya tambak di Kabupaten Brebes secara teknis pelaksanaan
budidaya dikembangan dengan teknologi budidaya sistem resirkulasi.
Soebyakto,
Budidaya Udang vaname (Litopenaeus
vannamei) Semi Intensif dengan Metode Sirkulasi Tertutup untuk Menghindari
Serangan Virus
manipulasi media air pada budidaya udang vaname dengan cara tidak melakukan
pergantian air (sirkulasi tertutup). Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan sirkulasi tertutup yaitu melalui tidak melakukan pergantian air
tambak, tetapi melakukan penambahan air yang hilang diakibatkan oleh proses
penguapan dan pembuangan air limbah lewat central drain. Kesimpulan yang
didapat adalah; produksi yang dihasilkan adalah 2,895 kg atau 9,6 ton/ha dengan
FCR 1,3 pada petak A dan 3,025 kg atau 10,0 ton/ha dengan FCR 1,28 pada petak
B; Pertumbuhan berat rata-rata udang vaname setelah dipanen petak A 16,6 gr size
60 dan petak B 17,24 gr size 58. Tingkat kelangsungan hidup petak A 96,5 % dan
petak B 97,4 %. Kualitas air dalam batas-batas yang normal dalam pemeliharaan
udang vaname dan tidak terdeteksi (negatif) TSV, WSSV dan IMNV selama masa
pemeliharaan.
Supriyono,
dkk
Produksi
Tokolan
Udang
vaname
(Litopenaeus vannamei) dalam Hapa dengan Padat Penebaran yang berbeda
Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui pengaruh padat tebar terhadap
kualitas dan produktivitas pemeliharaan larva udang vaname di hapa. Padat penebar
yang diuji meliputi 500, 1000, 1500, dan 2000 ekor/m2 selama 28 hari
pemeliharaan.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
padat
tebar
tidak
mempengaruhi kelangsungan hidup dan koefisien keragaman panjang udang
vaname, dan hanya mempengaruhi pertumbuhan. Kepadatan 500 ekor/m2
menghasilkan pertumbuhan yang baik.
Delgado, et al.,
Digestive Enzyme Activity and Food Ingesta in
Juvenile Shrimp Litopenaeus vannamei (Boone, 1931) as a Function of Body
Weight
pencernaan Litopenaeus vannamei (Boone) yang dipelihara di kolam komersial
dalam kondisi semi intensif. Udang vaname dikumpulkan pada setiap kenaikan
berat badan 2 g. Udang vaname pada size (2
commit to user
12 g), kegiatan lipase dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
kimotripsin mengalami peningkatan yang signifikan. Total aktivitas protease
menurun dari 6 g dan seterusnya. Kegiatan tripsin menunjukkan titik puncak pada 6
g dan aktivitas amilase meningkat dua kali lipat setelah 2 g. Isi perut dianalisis
secara mikroskopis untuk udang vaname antara 2 dan 10 g. Materi tanaman
memberikan kontribusi di atas 30 % dari kandungan perut total 6, 8, dan 10 udang
vaname. Destritus mewakili 58 % dan 62 % dari isi perut total 2 dan 4 g udang
vaname, masing-masing menurun untuk 33
43 $ pada bobot udang vaname besar.
Pakan buatan menunjukkan kontribusi maksimal 20 % dalam 6 g udang vaname.
Hasil ini menunjukkan perubahan aktivitas enzim setelah udang vaname mencapai
6 g berat badan, dibuktikan dengan penurunan total protease dan peningkatan
aktivitas lipase dan amilase. Rasio amilase atau protease adalah 2,6 pada 2 g udang
vaname dan terus meningkat menjadi 9,6 pada 12 g udang vaname. Temuan ini
menunjukkan adaptasi dari aktivitas enzimatik untuk diet dengan kandungan
protein yang lebih rendah seperti berat badan meningkat, dan mungkin terkait
dengan variasi yang berbeda yang ditemukan di dalam perut.
6. Asas-asas lingkungan
Penelitian ini masuk ke dalam asas-asas lingkungan sebagai berikut:
a. Asas 3 (materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman adalah kategori
sumberdaya alam) dan Asas 4 (kejenuhan dan ketidakjenuhan). Asas ini
menjelaskan bahwa pengelolaan budidaya harus menjamin keanekaragaman
hayati tetap terjaga, disamping itu peran budidaya juga cukup strategis dalam
mengembalikan keanekaragaman hayati yang mulai hilang yaitu dengan
mendorong penerapan bioteknologi akuakultur yang ramah lingkungan.
b. Asas 7 (keanekaragaman yang kekal lebih tinggi pada lingkungan yang stabil).
Asas ini menjelaskan bahwa sebuah pengelolaan perikanan budidaya harus
dilakukan secara bijaksana dan tidak boleh mengorbankan masa depan generasi
yang akan datang.
c. Asas 5 (peningkatan pengadaan suatu sumber alam mungkin dapat terangsang
penggunaan sumber alam tersebut). Asas ini menjelaskan bahwa perencanaan
pengelolaan
maupun
aktivitas
usaha
budidaya
harus
terukur
dan
mengedepankan analisis resiko sebagai bentuk pencegahan dini terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
potensi dampak yang ditimbulkan dari aktivitas usaha budidaya, sehingga tidak
berdampak jangka panjang terhadap keberlanjutan sumberdaya itu sendiri.
B. Kerangka Berpikir
Kecenderungan yang terjadi di dalam budidaya udang vaname, khususnya yang
mengaplikasikan pola semi intensif dan intensif adalah memburuknya keadaan
lingkungan tambak sejalan dengan berlangsungnya masa pemeliharaan atau dengan
kata lain cenderung mencemari lingkungannya sendiri (Gambar 15).
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kualitas air pemeliharaan udang vaname di tambak yang dimiliki POKDAKAN
Muncul Jaya belum dapat dikatakan sesuai dengan kriteria baku mutu.
2. Terdapat hubungan antara kualitas air pemeliharaan dengan pertumbuhan udang
vaname di tambak budidaya yang dimiliki POKDAKAN Muncul Jaya di
Kabupaten Brebes.
3. Terdapat hubungan antara kualitas air pemeliharaan dengan struktur mikroanatomi
(hepatopankreas dan intestinum) udang vaname di tambak budidaya yang dimiliki
POKDAKAN Muncul Jaya di Kabupaten Brebes.
commit to user
Download