BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, bermasyarakat, dan bekerja sama dalam kehidupannya sehari-hari. Sarana manusia untuk bersosialisasi adalah bahasa. Menurut Harimurti Kridalaksana dalam buku yang berjudul Kamus Linguistik (2008:5), bahasa adalah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Tanpa bahasa manusia tidak dapat berkomunikasi secara sempurna dalam penyampaian pesan. Komunikasi terjadi dalam dua belah pihak yaitu penutur dan penerima pesan. Pihak pertama menyampaikan pesan kepada pihak kedua. Pesan yang diberikan oleh pihak pertama pasti memiliki suatu tujuan. Hovlan (dalam Riswandi 2009:1) menyatakan komunikasi adalah suatu tindakan komunikator menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain. Menurut Nurudin (2011:137) komunikasi digolongkan dalam dua jenis, yaitu komunikasi antarpersonal dan komunikasi massa. Komunikasi antarpersonal merupakan komunikasi yang hanya melibatkan komunikator, pesan, penerima, dan umpan balik. Sedangkan komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan untuk orang banyak yang melibatkan pesan, gatekeeper (orang yang bertanggung jawab sebagai penyedia informasi), jumlah audience, dan penggunaan media massa sebagai saluran. Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu bentuk komunikasi massa adalah berupa kampanye. Di Jepang, tepat pada tanggal 24 bulan September tahun 2012, diadakan kampanye pemilihan umum legislatif yang diikuti beberapa calon Perdana Menteri, untuk memberikan gagasan atau opini yang memiliki tujuan untuk mempengaruhi massa agar memilih kontestan menjadi Perdana Menteri yang baru. 1 2 Kampanye pemilihan umum legislatif merupakan suatu bentuk komunikasi massa karena berisi pesan, melibatkan gatekeeper yang disebut dengan juru kampanye, sejumlah audience, dan menggunakan media massa. Pesan tersebut memiliki banyak makna. Untuk memahami makna yang berada pada pesan sang juru kampanye, kita harus mempelajari pragmatik yaitu ilmu yang mempelajari makna dalam sebuah tuturan. Sehubungan dengan hal tersebut, Austin dalam buku How to Do Things with Words (1962) mendefinisikan tindak tutur sebagai tindakan yang dilakukan ketika mengungkapkan suatu tuturan. Menurut teori tindak tutur ketika seseorang menggunakan bahasa yang berupa kata dan kalimat, yang tidak hanya semata-mata mengucapkan kalimat tersebut. Masih menurut sumber yang sama, menyatakan bahwa kata-kata yang diucapkan oleh penutur memiliki dua jenis makna, yaitu makna proposional atau makna lokusiner (locusionary meaning) dan makna ilokusi (illocutionary meaning). Makna proporsional adalah makna harfiah. Untuk memahami makna ini, pendengar cukup mengadakan pengkodean (decoding) terhadap kata-kata tersebut dengan bekal pengetahuan kosa kata. Sedangkan makna ilokusioner merupakan efek yang ditimbulkan oleh kata-kata yang diucapkan oleh penutur kepada mitra tutur. Ilokusioner, menurut Austin (1962) berhubungan dengan tuturan dari sebuah kalimat dengan pengertian dan referensi tertentu yang dapat berupa pernyataan, janji, dan sebagainya. Kekuatan ilokusioner yang berupa pernyataan, harapan, pengaruh, maupun janji digunakan oleh juru kampanye untuk mempengaruhi media massa. Karena ilokusi yang dimaksud untuk mempengaruhi, sehingga disebut tindak tutur persuasif. Tuturan persuasif memiliki fungsi untuk memerintah, menyuruh, atau meminta kepada lawan tutur untuk melakukan tindakan. Tindak tutur semcam ini mempunyai nilai-nilai persuasif, karena konteks tuturannya didasarkan pada maksud dan keinginan penuturnya yang bertujuan untuk mempengaruhi lawan-tutur. Tindak tutur tersebut disampaikan kepada audiens atau massa yang akan memilih pasangan calon perdana menteri. Secara teknis, dapat dikatakan bahwa tuturan yang digunakan dalam kegiatan kampanye dapat dikategorikan sebagai tuturan persuasif. 3 Selanjutnya menurut Poerwadarminta (1984) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kampanye diartikan sebagai gerakan atau tindakan serentak untuk melawan atau mengadakan aksi; atau kegiatan yang dilakukan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing untuk memperebutkan kedudukan di parlemen dan sebagainya untuk mendapatkan dukungan massa pemilih dalam suatu pemilihan suara. Pada prinsipnya semua tuturan persuasif berfungsi untuk mengajak atau mempengaruhi orang lain agar melakukan suatu tindakan yang diinginkan penuturnya. Hal ini dikemukakan oleh Simons (1976:19) sebagai berikut. “Persuasion is manipulative act, but it also leaves receivers with the perception of choice. It involves attempted influence such as a politician attempts to attract votes, a legislator seeks a bill, a student seeks permission to take a make-up exam. In some context it may be appropriate to refer to “persuasion” as an effect already produced by messages, whether intended or not”. (Persuasi merupakan tindakan yang bersifat manipulatif, akan tetapi tindakan tersebut memberikan persepsi pilihan kepada penerimanya. Tindakan tersebut berusaha mempengaruhi orang lain seperti politikus berusaha menarik suara pemilih, anggota dewan meminta tanda bukti pembayaran, dan mahasiswa minta ijin ujian perbaikan. Dalam konteks-konteks tertentu, persuasi mungkin tepat digunakan sebagai efek yang telah dihasilkan oleh pesan-pesan baik yang disengaja atau tidak). Maka dalam Bahasa Jepang, persuasi adalah settoku ( 説得). Dalam kamus 説得) bermakna: 「自分の意思や主張を十分に話して相手に納得させること」 Shinmeikaikokugo Jiten (1997:256), settoku ( “Jibun no ishi ya shuchou wo jyuubun ni hanashite aite ni nattoku saseru koto.” “Tindakan meyakinkan mitra tuturdengan mengutarakan keinginan atau pendapat pribadi sesuai yang dibutuhkan.” Jadi, dalam kegiatan kampanye, tindakan yang bersifat persuasif sangat diperlukan. Tindakan yang bersifat persuasif tersebut, diharapkan mampu menggerakan hati khalayak (calon pemilih). Dengan demikian kampanye merupakan ajang persuasif yang bertujuan untuk memperoleh kemenangan dalam Pemilihan Umum. Selain itu, kampanye juga sangat berguna untuk memperoleh jabatan atau kedudukan yang diperebutkan melalui pemungutan suara. 4 1.2 Masalah Pokok Permasalahan pokok yang akan penulis teliti adalah analisis tindak tutur persuasif dalam bahasa Jepang ditinjau dari pragmatik. 1.3 Formulasi Masalah Permasalahan yang akan diangkat penulis untuk diteliti adalah tindak tutur persuasif dalam bahasa Jepang dalam pidato kampanye pemilihan umum oleh calon Perdana Menteri Shinzo Abe. 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah tindak tutur dan strategi persuasif dalam pidato kampanye pemilihan umum yang dilakukan oleh Perdana Menteri Abe Shinzo pada tahun 2012. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan tindak tutur persuasif yang muncul dalam pidato kampanye pemilihan umum Perdana Menteri Abe Shinzo dan untuk mengetahui bagaimana cara Perdana Menteri Abe Shinzo meyakinkan penduduk Jepang untuk memilihnya sebagai Perdana Menteri selanjutnya. Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah agar mahasiswa Sastra Jepang mengerti penggunaan tindak tutur persuasi secara benar dan mampu mempraktekannya saat bekerja atau dalam kehidupan seharihari. 1.6 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan melalui buku – buku dari perpustakaan umum baik buku dalam bahasa Jepang dari Hayashi (1990) dalam bukunya Nihongo Kyouiku Handobukku, bahasa Inggris dari Austin (1960) dalam bukunya How to Do Things with Words, Leech (1983) dalam bukunya Principles of Pragmatics, Searle (1969) dalam bukunya Speech Act. Ada pula buku dari bahasa Indonesia seperti Pengantar Komunikasi Massa oleh Nurudin dan Metode Karakterisasi Telaah Fiksi dari Minderop, serta beberapa referensi yang diambil dari buku Dasar-dasar Ilmu Politik dari Budiardjo. 5 Lalu didukung juga dengan jurnal–jurnal ilmiah yang didapatkan oleh penulis melalui media internet. Dan dalam penelitian ini, penulis akan membahas tentang tindak tutur persuasif dalam video pidato kampanye Perdana Menteri Shinzo Abe pada saat pemilihan umum tahun 2012. Beberapa sumber yang meneliti tentang tindak tutur persuasif dalam wacana kampanye pemilu legislatif tahun 2012 yakni Jurnal (Kusniati, 2014) meneliti tentang tiga aspek berkaitan dengan tindak tutur dan bertujuan mendeskripsikan wujud tindak tutur persuasif dalam wacana kampanye pemilu legislatif tahun 2014, mendeskripsikan fungsi tindak tutur persuasive dalam wacana kampanye pemilu legislatif tahun 2012 dan mendeskripsikan strategi tindak tutur persuasif dalam wacana kampanye pemilu legislatif tahun 2014. Ada pula yang membahas tentang wujud-wujud tuturan persuasif dalam kampanye pemilihan bupati dan wakil bupati Pasuruan tahun 2008 dalam sebuah Jurnal (Taufik:2008) dengan judul “wujud-wujud tuturan persuasif dalam kampanye pemilihan bupati dan wakil bupati Pasuruan tahun 2008 ditinjau dari perspektif tindak tutur.” Jurnal ini membahas tentang tuturan persuasif yang digunakan dalam kampanye pemilihan bupati dan wakil bupati Pasuruan pada tahun 2008. Karena itulah penulis ingin melakukan penelitian tentang tindak tutur persuasif dalam bahasa Jepang dengan menggunakan kampanye Perdana Menteri Shinzo Abe tahun 2012 dengan dukungan jurnal-jurnal bahasa Jepang milik Fujibayashi, Yamaoka dan Bong Lee yang membahas juga tentang tindak tutur. 6