TEKNIK BERNYANYI DALAM GAYA TRADISI MELAYU PADA EMPAT LAGU OLEH AZLINA ZAINAL SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA: ANGGI SIMANJUNTAK NIM: 110707042 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2015tersebut. TEKNIK BERNYANYI DALAM GAYA TRADISI MELAYU PADA EMPAT LAGU OLEH AZLINA ZAINAL SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA: ANGGI SIMANJUNTAK NIM: 110707042 Disetujui oleh Pembimbing I, Pembimbing II, Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001 Drs. Fadlin, M.A. NIP 1961022019891003 Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan Untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam Bidang ilmu Etnomusikologi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2015 ii PENGESAHAN DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan Pada Tanggal: 31 Juli 2015 Hari: Jumat Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan, Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001 Panitia Ujian: Tanda Tangan 1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. (……………………………) 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. (……………………………) 3. Drs. Fadlin, M.A. (……………………………) 4. Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. (……………………………) 5. Drs. Bebas Sembiring, M.Si. (……………………………) iii DISETUJUI OLEH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA, Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001 iv PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, 13 Juli 2015 Anggi Simanjuntak Nim 110707042 v KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus karena atas kasih setia dan kebaikannya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Teknik Bernyanyi dalam Gaya Tradisi Melayu pada Empat Lagu oleh Azlina Zainal. Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pembelajaran selama 4 tahun belajar di Etnomusikologi. Selama proses penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak pengetahuan , pengalaman , bimbingan dan arahan dari Bapak Drs. Muhammad Takari M.Hum, Ph.D. sebagai pembimbing I dan Bapak Drs. Fadlin, M.A. sebagai pembimbing II. Terima kasih kepada kedua dosen pembimbing yang selama ini telah member dukungan, arahan, semangat serta kesabaran untuk memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada dosen-dosen Etnomusikologi Ibu Arifninetrirosa, SST, M.A. selaku dosen pembimbing akademik, Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A.,Ph.D.; Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum.; Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd.; Bapak Kumalo Tarigan, M.A.; Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A.; Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si.,; Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si.; Ibu Dra. Rithaony Hutajulu M.A.; dan Ibu Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si.; dan dosen-dosen praktik musik terkhusus Dt. Ahmad Fauzi yang banyak memberikan ilmu dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua ku yang sangat kucintai dan kusayangi atas kesabaran,didikan,pengertian dan kasih sayang yang tak pernah habis-habisnya sehingga senantiasa memotivasi penulis untuk belajar, vi berjuang dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga kepada abangku Eros dan adikku Pretty, Oliv, dan Jeje yang selalu memberikan semangat kepada penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Azlina Zainal dan Bapak Alm. H. Muhammad Syah Said selaku informan penulis. Terimakasih untuk setiap pelajaran yang ibu dan bapak berikan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini, walaupun Bapak tidak sempat mendapat kabar sukacita telah selesainya skripsi ini karena telah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini namun jasa bapak akan tetap terkenang di hati penulis. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pimpinan dan rekan-rekan instruktur di lembaga kursus Yopi Music School dan Concerto Music School serta seluruh orangtua murid dan murid-murid penulis yang selalu memberikan semangat dan memaklumi beberapa pergantian jadwal mengajar selama proses penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak dan Ibu Gembala GPdI Ekklesia Indrapura dan GPdI Maranatha Medan atas doa dan bimbingan rohani yang diberikan kepada penulis. Terimakasih juga untuk seluruh teman-temanku MARS Youth GPdI Maranatha Medan yaitu Kak Koya, Kak Kezia, Baba, Ricky, Yudi, Bang Rival, Gledis, Sari, Roland, Yopi, Bryan, Lasma,Ardy, Andreas, anak-anak MTC khususnya vokal, dan semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih teman-teman, kalian adalah motivasiku dan semangatku untuk berani maju dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk sahabat-sahabatku yang luar biasa berjasa dalam pengerjaan skripsi ini, Titi, Stephanie, Adji, Sopandu, dan kak Vera. Terimakasih vii juga untuk teman-teman Etnomusikologi 2011, kakak dan abang alumni, senior serta adik-adik junior di Etnomusikologi USU. Terimakasih untuk sahabatku-sahabatku Valen dan Karin yang selalu setia sejak SMA dan teman-teman KOMPAS, terimakasih juga Vera dan Monmon, Kak Tasya, Kak Vera, kak Fitri, dan Freddy. Terimakasih untuk kesetiaan ,doa dan semangat yang kalian berikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk Ibu Adri dan Ibu Wawa yang selalu memberikan bantuan kepada penulis dalam pengurusan berkas-berkas kuliah. Terimakasih kepada seluruh informan yang telah memberikan berbagai informasi dan pelajaran kepada penulis. Demikian juga kepada seluruh pihak yang turut berperan memberikan bantuan kepada penulis, kiranya Tuhan membalaskan kebaikan yang telah diberikan. Akhir kata, penulis memohon maaf bila ada katakata yang kurang berkenan. Semoga hasil penelitian ini member kontribusi pada disiplin etnomusikologi dan memperkaya catatan kebudayaan Melayu. Penulis, Anggi Simanjuntak viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Dalam tulisan ini, penulis akan membahas bagaimana teknik menyanyikan lagu Melayu. Penulis tertarik untuk menulis tentang hal tersebut karena rasa ingin tahu penulis tentang bagaimana cara menyanyikan lagu Melayu. Penulis memperhatikan bahwa dalam menyanyikan lagu Melayu ada suatu ciri khas yaitu istilah cengkok, gerenek, dan patah lagu. Cengkok merupakan suatu ide improvisasi dengan teknik mengayunkan nada-nada, yang dalam musik Barat seperti teknik sliding pitch. Gerenek merupakan satu ide improvisasi dengan menggunakan nadanada yang berdensitas rapat, mendekati konsep tremolo di dalam musik Barat. Patah lagu merupakan suatu ide improvisasi melodi dengan memberikan tekanantekanan (aksentuasi) pada nada-nada tertentu (Takari, 2008). Lagu Melayu juga memiliki konsep tentang pola ritme pukulan gendang yang disebut rentak. Rentak Melayu di antaranya ialah asli, inang,l agu dua (joget), zapin, ghazal, hadrah dan lainnya (Takari, 2008). Namun dalam tulisan ini hanya 4 jenis rentak yang akan dibahas yakni rentak asli,inang, joget (lagu dua) dan zapin. Selanjutnya yang menarik dari lagu Melayu ialah teks lagu Melayu yang dapat terus menerus berubah dengan melodi yang sama atau hampir sama (Takari, 2008). Untuk mendukung tulisan ini, penulis memilih ibu Azlina Zainal sebagai narasumber. Alasan penulis memilih Ibu Azlina Zainal adalah ciri khas Ibu Azlina yang memiliki jenis suara alto dimana pada umumnya penyanyi Melayu wanita memiliki jenis suara sopran. Beliau juga masih aktif bernyanyi khususnya lagu 1 Melayu di berbagai acara hingga saat ini. Selain itu beliau bertempat tinggal di kota Medan sehingga lebih memudahkan penulis dalam melakukan penelitian. Dalam tulisan ini penulis hanya akan membahas 4 lagu Melayu dari masingmasing rentak yang ada di Melayu antara lain lagu Sri Mersing dengan rentak senandung, lagu Pulau Kampai dengan rentak mak inang, lagu Tanjung Katung dengan rentak joged dan lagu Zapin Kasih dan Budi dengan rentak zapin. Dari latar belakang di atas, maka selanjutnya penulis menentukan judul skripsi sarjanya ini dengan dua fiokus utama yaitu teknik Ibu Azlina Zainal menyanyikan empat lagu tersebut berdasarkan teknik-teknik dalam tradisi musik Melayu. Yang kedua adalah bagaimana struktur melodi dari keempat lagu sebagai hasil nyanyian Ibu Azlina Zainal. Judul skripsi ini adalah: Teknik Bernyanyi dalam Gaya Tradisi Melayu pada Empat Lagu oleh Azlina Zainal. 1.2 Pokok Permasalahan Adapun pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini yaitu: 1. Bagaimana teknik menyanyikan lagu Melayu yang dilakukan oleh Azlina Zainal? 2. Bagaimana struktur melodis lagu empat lagu Melayu Deli yaitu Sri Mersing, Pulau Kampai, Tanjung Katung, dan Zapin Kasih dan Budi yang dinyanyikan oleh Azlina Zainal? 2 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan 1. Untuk mengetahui bagaimana teknik menyanyikan lagu Melayu oleh Azlina Zainal. 2. Untuk mengetahui struktur melodis lagu 4 lagu Melayu Deli yaitu Sri Mersing, Pulau Kampai, Tanjung Katung, dan Zapin Kasih dan Budi yang dinyanyikan oleh Azalina Zainal. 1.3.2 Manfaat 1. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi para pembaca untuk mengetahui dan menambah wawasan terkait teknik menyanyikan lagu Melayu. 2. Menambah referensi bagi peneliti berikutnya tentang pokok bahasan yang berkaitan dan berhubungan dengan judul tulisan ini. 3. Memberikan dokumentasi dan data tambahan mengenai teknik bernyanyi khususnya tentang teknik menyanyikan lagu Melayu yang bisa dipakai sebagai masukan bagi Departemen Etnomusikologi. 1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep Untuk memberi pemahaman yang terarah dan terspesifikasi tentang topik yang dibahas maka penulisan ini menggunakan beberapa konsep. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka tahun 1991, konsep adalah rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. 3 Analisa adalah penyelidikan dan penguraian terhadap masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses untuk pemecahan masalah tersebut. Teknik adalah cara (kepandaian dan sebagainya) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni. Bernyanyi adalah kegiatan dimana kita mengeluarkan suara secara beraturan dan berirama baik diiringi oleh iringan musik ataupun tanpa iringan musik. Yang utama dalam bernyanyi adalah suara yang dihasilkan alat-alat vocal manusia. Lagu merupakan gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan. Lagu sering juga disebut dengan nyanyian. Melayu menurut Tengku H. Muhammad Lah Husni (1986) adalah golongan bangsa yang menyatukan dirinya dalam perbauran ikatan perkawinan antar suku bangsa memakai adat resam bahasa Melayu secara sadar dan berkelanjutan. Melayu juga dapat disimpulkan dalam tiga bidang yaitu: (a) Dalam arti luas merupakan rumpun ras Melayu yang meliputi daerah Indonesia , Malaysia, Filipina, Malagasi, Muang Thai, dan sebagian dari pulau-pulau di lautan teduh lain-lain. (b) dalam arti pertengahan bangsa Indonesia yang terdiri dari beribu suku bangsa , berhimpun dalam satu kesatuan daerah berperintahan sendiri meliputi bekas Nederlands Indie dahulu. (c) Dalam arti sempit suku bangsa Melayu khusus yang berdiam di dataran rendah Sumatera Utara bagian Timur dan daerah pantai lainnya yang dinamakan juga Melayu pesisir. 4 1.4.2 Teori Teori adalah pedoman sebagai landasan untuk menguraikan topik-topik pembahasan suatu objek penelitian. Secara umum, proses belajar musik tradisional merupakan oral tradition (tradisi lisan), begitu juga dengan lagu Melayu yang merupakan lagu tradisional masyarakat Melayu. Penulis mendapatkan bahwa teori yang dikemukakan oleh George List dalam “Discussion of K.P. Wachsman’s Paper,” Journal of the Folklore Institue, mengatakan bahwa apa yang dimaksud dengan musik tradisional? Musik tradisional adalah musik yang mempunyai dua ciri: musik tersebut diwariskan dan disajikan dengan hafalan bukan dengan menggunakan tulisan, dan musik itu selalu hidup, dimana suatu pertunjukan selalu berbeda dengan pertunjukan sebelumnya. Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa tradisi lisan merupakan salah satu proses belajar yang digunakan dalam mempelajari lagu tradisional, yaitu dengan cara melihat, mendengar, meniru, dan menghafal. Dengan demikian, teori ini mendukung tulisan penulis tentang teknik menyanyikan lagu melayu yang menggunakan tradisi lisan. Peneliti juga memakai teori bimusikalitas yang dikemukakan oleh Mantle Hood yaitu: “The Concept of bimusicality as a way of scholary presentation of the music of other cultures, and active performance and even composition idiom of another culture as a way of learning the essentials of its musical style and behavior. “ Teori ini bermanfaat bagi penulis yaitu bahwa peneliti mempelajari dan memainkan musik dari kebudayaan yang sedang diteliti. Hal ini dapat memudahkan penulis dalam melihat teknik menyanyikan lagu Melayu. 5 Penulis juga akan memakai teori biografi. Teori biografi digunakan untuk menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang. Biografi merupakan sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berupa beberapa baris kalimat saja namun bias juga berupa lebih dari satu buku. Biografi dapat bercerita tentang kehidupan seseorang,baik yang terkenal maupun yang tidak terkenal dan orang yang masih hidup atau yang sudah meninggal. 1.5 Metode Penelitian Metode yang digunakan di dalam penelitan ini adalah metode penelitian kualitatif analitis, yaitu menjelaskan dan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik menyanyikan lagu Melayu. Penulis akan melakukan wawancara dengan objek yang akan diteliti untuk dapat memahami dan mendapatkan data tentang teknik menyanyikan lagu Melayu. Pada tahap awal, penulis akan melakukan studi kepustakaan dengan mencari dan membaca data sekunder ataupun data yang sudah dituangkan kedalam tulisan seperti artikel, skripsi, maupun buku-buku yang berhubungan dengan kajian penulis yang berguna sebagai landasan untuk melakukan penelitian. Langkah berikutnya penulis akan melakukan wawancara kepada informan kunci yaitu Ibu Azlina Zainal dan beberapa informan-informan lainnya. Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan penulis lalu menganalisa data-data yang dikumpulkan tahap demi tahap. Penulis dalam setiap melakukan wawancara akan langsung merekam semua perbincangan dengan alat perekam suara, mencatat keterangan-keterangan yang 6 dibutuhkan serta melakukan pemotretan jika diperlukan. Penulis juga akan merekam suara Ibu Azlina saat menyanyikan lagu Melayu lalu penulis akan mendengarkan dan memutar ulang hasil rekaman untuk mentranskripsikan lagu kedalam bentuk notasi Barat. Dari hasil transkripsi penulis akan menganalisis notasi tersebut. 1.6 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di lokasi yang merupakan tempat tinggal narasumber yaitu Ibu Azlina Zainal di jalan Utama No. 65, Kota Maksum 4, Kecamatan Medan Area. Selain itu, penulis juga turut terlibat di berbagai tempat di Kota Medan dan beberapa kawasan lainnya di Sumatera Utara, saat Ibu Azlina Zainal menyanyi berdasarkan undangan dari penyelenggara acara hiburan. 1.7 Tinjauan Kepustakaan Untuk mendukung data pokok yang diperoleh dari lapangan dengan melakukan observasi langsung dan mengadakan wawancara langsung dengan informan, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan baik dari artikel, skripsi, maupun buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian untuk mendapatkan teori-teori yang relevan untuk menjawab pokok permasalahan. Beberapa bahan tertulis yang penulis gunakan sebagai sumber hingga saat ini adalah sebagai berikut. Muhammad Takari dan Heristina Dewi dalam bukunya Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara, yang diterbitkan oleh Universitas Sumatera Utara 7 Press, Medan, 2008. Tulisan ini dapat membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang Lagu Melayu. Muhammad Takari dan Fadlin Muhammad Dja’far dalam bukunya Ronggeng Dan Serampang Dua Belas, yang diterbitkan oleh Universitas Sumatera Utara Press, Medan, 2014. Tulisan ini dapat membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang rentak Melayu. Sansri Nuari Silitonga “Nur’ainun sebagai Penyanyi Melayu Sumatera Utara: Biografi dan Analisis Struktur Lagu-lagu Rentak Senandung, Mak Inang dan Lagu Dua yang Dinyanyikannya”. Skripsi tersebut dapat membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang lagu Melayu dan penulis akan mengambil teori biografi dari skripsi tersebut. Maruli Purba “Teknik Permainan dan Struktur Musik Husapi Simalungun Pada Lagu Parenjak-enjak Ni Huda Sitajur Yang Disajikan Oleh Arisden Purba di Huta Manik Saribu Sait Buttu, Kecamatan Pamatang Sidamanik,Kabupaten Simalungun”. Penulis akan mengambil teori oral tradition dan teori bimusicality dari skripsi tersebut. 8 BAB II KEBUDAYAAN MUSIK MELAYU SUMATERA UTARA DAN LATAR BELAKANG IBU AZLINA ZAINAL DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU DI SUMATERA UTARA 2.1 Sejarah Perkembangan Kebudayaan Musik Melayu Sumatera Pada budaya Melayu lagu dan tari merupakan bagian dari seni pertunjukan. Istilah seni pertunjukan sering dipadankan dengan istilah seni persembahan. Istilah seni pertunjukan biasanya dipakai dikawasan budaya Melayu di Indonesia sedangkan istilah seni persembahan biasanya dipakai di kawasan Semenanjung Malaysia, Singapura, dan Thailand. Seni pertunjukan atau seni persembahan memiliki makna penampilan seniman seni pertunjukan atau persembahan di suatu tempat tertentu serta melakukan komunikasi dengan penonton atau penikmatnya , dengan berdasarkan kepada nilai-nilai budaya yang dianut dan diresapi oleh masyarakat Melayu (Takari dan Dewi, 2008:95). Lagu dan tari pada budaya Melayu di Sumatera Utara mengalami perubahan. Perubahan tersebut dimulai sejak era pra-Islam yang disebut juga dengan era animisme dan dinamisme, kemudian mengalami berlanjut hingga ke masa kebudayaan Hindu, Budha dan Islam. Dari semua pengaruh luar, sejak abad ke 13 hingga kini, Islam menjadi dasar dan pusat peradaban Melayu. Dalam bidang seni budaya, banyak melahirkan genre-genre kesenian baru seiring dengan perkembangannya yang masif adaptif di Dunia Melayu, Islam yang 9 datang ini tidak mematikan dan memupus habis kebudayaan era-era sebelumnya. Aktivitas-aktivitas upacara atau yang dikategorikan sebagai adat istiadat dalam sistem adat melayu memasukkan unsur-unsur Islam dan Melayu dalam aktivitas upacara, seperti melenggang perut, mandi safar, melepas lancang, upacara tujuh bulan, upacara turun tanah, aktifitas upacara khitan, pernikahan dengan berbagai tahapannya, dll. Dengan demikian, Islam mendapatkan tempat yang paling asas dan memdalam dalam semua sistem budaya masyarakat Melayu (Takari dan Dewi, 2008:97). Sejak abad ke 13, Islam menjadi dasar dan pusat peradaban Melayu, dimana dalam sistem kosmologis Melayu yang pada masa Hindu, dikonsepkan dengan Dewata Mulia Raja dan Sang Hyang, maka setelah masuknya Islam dipolarisasikan kedalam konsep Al-Khalik yang Allah S.W.T. dan makhluk yang terdiri dari manusia dan alam semesta termasuk alam gaib, jin, setan, bintang, bulan, planet, dan lainya muncullah konsep kekuasaan Tuhan (Rabb) yamg teragung dengan segala kemahakuasaanNya. Pada abad ke-16 sejak dekade ke-2, Eropa melalui Portugis dan kemudian disusul Belanda dan Inggris datang melakukan kolonialisasi ke kawasan Nusantara ini. Namun demikian, pertemuan kebudayaan Eropa dengan Melayu melahirkan bentuk kebudayaan akulturatif seperti keroncong, Dondang sayang (Ronggeng atau Joget), musik kombo, band kerajaan dan sejenisnya yang mengindikasikan adanya percampuran budaya. Bagaimanapun, masyarakat rumpun Melayu di Nusantara ini, banyak juga belajar dari penjajahnya dan dapat membukakan pemikiran scientific 10 bahi perkembangan kebudayaan kawasan ini. Selanjutnya, penulis akan mengkaji secara lebih rinci keberadaan seni budaya Melayu dari masa ke masa. 2.1.1 Masa Animisme Masa animisme datang membawa pengaruh ke dalam seni pertunjukkan Hindu, Islam, dan Barat yang sebenarnya etnik Melayu telah memiliki konsep tersendiri tentang tangga nada atau ritme, yang berdasarkan penelitian penulis. Etnik Melayu memiliki konsep musik baik yang diteruskan yang disebut bunyibunyian apa yang diambil dari barat (Takari dan Dewi, 2008:98). Unsur religi animisme yang terkandung dalam kebudayaan musikal etnik Melayu antar lain dapat dipantau dari penggunaannya pada masyarakat seperti musik dalam wayang kulit dimainkan seusai menuai padi yang digunakan sebagai rasa terimakasih etnik melayu kepada kuasa gaib yang telah menguasai hasil padi yang melimpah ruah. Alat-alat musik pada teater ini sebelum dipergunakan terlebih dahulu diberi jampi atau mantra yang berciri-ciri animisme. Begitu juga repertoar lagu, seperti lagu bertabuh yang bertujuan menyatakan rasa perdamaian seperti lagu gaib, seperti: hantu, jembalang tanah, jembalang laut, jin, puaka, mambang, dan lain-lain (Nasuruddin dalam Takari, 2008:100). Pada era animisme masyarakat Melayu umumnya menumpukkan perhatian kepada keperluan hidup sehari-hari. Mereka meyakini bahwa dialam ini semua benda dikuasai oleh kekuatan gaib. Kemudian mereka melakukan berbagai ritus kepada kekuatan gaib tersebut. Selanjutnya, mereka melakukan enkulturasi budayanya dengan menggunakan mitos dan legenda. Melalui ritual ini, mereka juga 11 telah beraktifitas tari dan teatrikal. Unsur religi animisme, yang terkandung dalam kebudayaan Melayu, dapat dipantau dalam penggunaanya didalam masyarakat seperti dalam pesta panen padi, yang digunakan sebagai rasa terimakasih kepada kuasa gaib yang telah mengkaruniai hasil yang melimpah ruah. Upacara lainnya menggunakan unsur musikal dalam aktivitasnya yang berciri khas religi animisme adalah upacara mengambil manisan lebah, musik dan tari menghadap rebab (alat musik lute gesek berleher panjang dengan dua senar/trouhg string long neck lute) yang dipergunakan pada teater makyong dimana berfungsi untuk menghormati rebab yang dianggap mengandung kuasa gaib agar pertunjukan teater tersebut direstui oleh kuasa ini. Hal-hal seperti itu terlihat juga pada lagu senandung pada keperluan seperti memanggil angin, meredakan badai dan lainnya. Di beberapa kawasan Melayu, terdapat aktifitas musikal, tari dan teater yang dipergunakan untuk upacara jamu laut dan melepas lancang sebagai ucapan terimakasih kepada penguasa laut. 2.1.2 Masa Hindu Pertama kali masuknya agama Hindu ke Asia Tenggara diperkirakan sejak akhir abad ke 2 Masehi yang dibawa oleh orang India dan Asia Tenggara. Yang paling utama membawa agama Hindu ialah masyarakat Funan, yang terdapat di sungai Mekong (sekarang di Kamboja) mengadakan perdagangan secara maritim dengan kerajaan di Sumatera pada abad ke 3 Masehi. Selanjutnya pada abad ke 5 dan ke 6 terdapat tulisan tentang kerajaan Sumatera dan Jawa yang dijumpai di China (Hall dalam Takari, 2008:102). India dengan agama Hindu masuk ke dalam 12 kehidupan etnik Melayu pada abad pertama dan kedua Masehi, yang dibawa oleh para pedagang. Selanjutnya pada abad ke 18 ketika Penang menjadi basis koloni Inggris di Semenanjung Malaya, daerah ini tunduk ke madras di India Selatan. Sehingga banyak pegawai dan serdadu Sepahi India yang bekerja pada pemerintah Inggris bertugas di Penang dan Singapura (Luckman dalam Takari, 2008:102). Masuknya unsur Hindu ini juga terdapat pada struktur singgasana kerajaan Melayu, seperti yang dideskripsikan Sheppard sebagai berikut. The Prince sat cross legged but errect on a low-railed flatform sheltered from the head of the morning sun by three-tiered roof. The flatform rested on broad silken back of a winged of a winged creature, frerred to by Malay public, with cause falimliarty as the bird but graced by court offiacials with traditional title Pertala Indera Maha Sakti the winged of stead of Siva, the King of God (Sheppard, 1987:1). Dilihat dari strukturnya, musik etnik Melayu banyak juga dipengaruhi oleh musik Hindu. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan raga( dimensi ruang musik India). Dalam musik Melayu dikenal improvisasi atau variasi melodis yang dikenal dengan cengkok, gerenek, patah lagu. Di India sering disebut kampita. Kedua improvisasi ini terkadang memperlihatkan kesamaan konsep, seperti memakai luncuran-luncuran nada berinterval kecil tidak sampai 50 cent. Selain itu, pengaruh musik India pada musik Melayu dapat dilihat pada musik untik memgiringi teater Mendu, seperti materi cerita-cerita dan lagu yang dipergunakan pada kebudayaan Melayu adalah harmonium, tabla dan gendang keling, baya kesi dan lain-lain. Salah satu comtoh genre musik dari budaya Hindu yang di serap etnik Melayu adalah musik chalti, yaitu ensambel yang menggunakan harmonium, biola, dan tabla. Rentak chalti selalu dibawakan olehorkesorkes Melayu sejak dasawarsa 13 lima puluhan diperoleh oleh seniman serba bisa Tan Sri P.Ramlee, dengan filmnya Juwita (1952) dan di Jakarta lenyanyi Said Effendi dalam filmnya Serodja (1955). Selanjutnya pada dasarwarsa enam dan tujuh puluhan abad ke 20, musik ini dikembangkan oleh A. Chalik, Husin Bawafie, Hasnah Tahar, dan Elya Alwi Khadam, dan kemudian diikuti oleh Rhoma Irama dan Elvi Sukaesih dan yang lainnya membawakan lagu Melayu rentak dangdut, yang berakar dari musik chalti. 2.1.3 Masa Buddha Unsur yang lainnya adalah dari budaya Buddha. Seperti disebutkam sebelumnya, kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara telah mengadakan kontak dengan masyarakat Buddha sekitar akhir abad kedua masehi (Hall dan Sheppard dalam Takari, 2008:105). Perdagangan melalui laut terjadi pada abad ketiga masehi. Kemudian padz abad kelima dan keenam deskripsi tentang kerajaan di Sumarera dan Jawa telah di jumpai tulisan-tulisan China. Adanya hubungan antara orang Buddha dan Mwlayu dpaat dilihat dari tulisan orang China yang beragaman Buddha I-Tsing yamg berjunjung dan menulis tentang Sumatera tahun 671,685, dan 689 Masehi. Dalam tulisannya, beliau mengemukakan tentang suatu negerj yang disebut dengan Mo-Lo-Yeu. Ia tinggal dinegeri selama 2 bulan dalam perjalanannya dari India ke Kerajaan Sriwijaya yaitu kerajaan nasional pertama letaknya di Sumatera Selatan. Kata Mo-Lo-Yeu dalam tulisan ini dapat diidentifokasi sebagai Melayu, yaitu suatu kerajaan yanv berada si Jambi di tepian sungai Batang hari (Hall dalam Takari, 2008:106). 14 Berbagai unsur Buddha wujud pula dalam seni persembahan Melayu. Misalnya teater menhora yang diperkirakan berasal dari Thailand pada berbagai tarinya mengekspresikan gerakan Buddha. Dalam musik unsur Buddha ini dapat dilihat dari penggunaan alat musik ching (simbal kecil dari Thailand). Begitu juga tangga nada anhemitonik pentatonik (lima nada tanpa jarak setengah laras) atau lagu- lagu Melayu yang bertangga nada pentatonik kreatif seperti pada lagu Senanding China, Inang China, Mas merah, Tudung Periuk, dan lainnya, namun dengan mengalami penyesuaian dengan cita rasa musik Melayu. 2.1.4 Masa Islam Dari semua pengaruh yang bertapak kuat dalam budaya Melayu adalah peradaban Islam. Islam sendiri merupakan ajaran dalam bentuk Ilahi. Dengan keadaan demikian, ia bukan budaya tetapi wahyu. Para pedagang Arab telah aktif mengadakan hubungan perdagangan dengan orang-orang di Kepulauan Nusantara sejak belum lahir dan turunnya agama Islam dan juga mungkin para nelayan Melayu telah mengadakan hubungan persahabatan dengan orang-orang Arab sebelum datangnya agama Islam. Setelah lahirnya agama Islam di Timur Tengah, agama ini menyebar secara luas di dunia, termasuk ke Gujarat dan daerah Barat Laut India. Islam masuk ke Asia Tenggara diperkirakan dibawa oleh orang-orang Arab atau orang-orang dari India pada abad ke 13. Pada abad tersebut telah muncul kerajaan Islam yang bernama Perlak di Sumatera Utara dan kerajaan Aru di pesisir timur Sumatera Utara pada abad kelima belas (Hill dalam Takari dan Dewi, 2008:107). 15 Pada abad ke-15 dan ke-16 di Pesisir Timur Sumatera Utara terdapat tiga kesultanan Islam yang besar, yaitu: Langkat, Deli dan Serdang. Sejak masuknya Islam ke Indonesia terjadi penyesuaian budaya era animisme dengan era Islam. Pada masa sekarang , mantera-mantera yang berciri khas animisme yang dapat kita lihat melalui teks telah diubah dengan teks yang berciri kebudayaan islam seperti kata Bismillahirrahmanirrahiim dan diganti dengan sebutan Allah, abi Muhammad, Nabi Khaidir, Nabi Sulaiman dan lainnya sesuai dengan ajaran–ajaran dalam agama Islam. Unsur-unsur kesenian Islam yang terdapat di dalam kebudayaan Melayu Sumatera Utara , antara lain adalah : zikir, bazanji, marhaban, rodat, ratih, hadrah, nasyid, irama padang pasir dan lainnya. Dalam kebudayaan musik dapat kita lihat juga dipergunakannya alat-alat musik khas budaya Islam , seperti: rebab, biola (melalui budaya barat), gendang nobat, nafiri, serunai, gambus,’ud, dan lainnya. Demikian juga dengan konsep musik Islam yang juga diserap oleh etnik Melayu yaitu konsep adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Demikian juga penyerapan unsure musik Islam dalam bentuk gaya-gaya ritmik yang tak terikat ke dalam metrum , terutama dalam melodi-melodi pembuka musik Islam seperti pada zapin dan nasyid yang dikenal dengan sebutan avaz dalam musik Islam. Setiap negri Islam mempunyai sejumlah pola ritme dalam teori dan praktik yang secara umum ditulis dan dihubungkan dengan gendang tamburin , dengan menggunakan mnemonic atau onomatopeik dalam proses belajarnya. 16 2.1.5 Masa Pengaruh Eropa Budaya Barat masuk ke dalam kehidupan etnik Melayu sejak Portugis menaklukkan Malaka pada tahun 1511. Setelah masuknya portugis maka masyarakat Melayu mengadopsi unsure kebudayaan Barat seperti alat-alat musik antara lain akordion, saksofon, drum trap set, gitar akustik, ukulele, juga alat musik elektronik. (Takari dan Dewi 2008:112). Takari dan dewi dalam bukunya Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara mengatakan sebagai berikut. Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat dilihat beberapa maqam yang mereka serap sebagai dasar pengembangan melodi musik-musik Islam, seperti: rast, bayati, husaini, hijaz, sikahira, ushaq, sama’ani, nilwan, nahawan dan lainlain. Maqam-maqam inilah yang menjadi dasar pengembangan melodi musikmusik Islam, seperti: nasyid, hadrah, marhaban, barzanji, qasidah dan sejenisnya. Teks lagu-lagunya umumnya berdasar kepada kitab Al-Barzanji dan karya-karya seniman Melayu di kawasan ini. Dalam setiap festival (pesta) budaya Melayu berbagai seni musik Islam ini selalu dipertunjukkan. 2.2 Gambaran Umum Musik Melayu Sumatera Utara Musik merupakan salah satu media ungkap kesenian yang dibangun dari 2 buah dimensi yaitu dimensi ruang (tangga nada, wilayah nada, nada dasar, interval, frekuensi nada, sebaran nada-nada, kontur, formula melodi, dan lain-lain) dan dimensi waktu (metrum atau birama, nilai not atau panjang pendeknya durasi not, kecepatan dan lain-lain). 17 2.2.1 Alat Musik Alat-alat musik Melayu, berdasarkan sistem klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs dan Eric M. Von Hornbostel (1914) dikelompokkan ke dalam 4 klasifikasi, yaitu : idiofon, membranofon, kordofon dan aerofon. Dalam kebudayaan musik Melayu Pesisir Timur Sumatera Utara , alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi idiofon antara lain: tetawak, gong, calempong, ceracap (kesi) dan gambang. Alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi membranofon adalah : gendang ronggeng, gendang rebana (hadrah, taar), kompang, gendang silat (gendang dua muka), gedombak, table, dan baya. Alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi kordofon antara lain : ‘ud, gambus, biola dan rebab. Alat-alat musik yang termasuk ke dalam klasifikasi aerofon antara lain: akordion, bangsi, seruling, nafiri dan puput batang padi. (Takari dan Dewi, 2008:114-115). Alat-alat musik yang dipergunakan dalam kebudayaan Melayu berciri khas dari alur utama kebudayaannya dan juga menyerap musik dari alur kebudayaan diluar budayanya. Keberadaan alat musik tersebut mengalami proses kesejarahan. Misalnya alat musik yang masuk ke dalam kebudayaan Melayu dari era Pra Islam diantaranya adalah gong, tetawak dan gendang ronggeng. Kemudian setelah masuknya kebudayaan Islam, maka diseraplah alat-alat musik dari kebudayaan Islam antara lain ‘ud dan gedombak (darabuka). Demikian juga setelah Kebudayaan Barat masuk ke Nusantara maka diseraplah alat-alat musik dari budaya Barat seperti akordion, biola, saksofon, clarinet, trumpet, drum trap set, gitar akustik dan alat-alat musik elektrik. 18 Walaupun budaya Melayu banyak mendapat pengaruh unsur budaya Luar namun budaya Melayu masih mempertahankan struktur musik yang khas garapan Melayu dan musik yang masuk dari luar tersebut sudah dianggap menjadi bagian dari musik tradisi Melayu (Takari dan Dewi, 2008:115). Pada masa kini ensemble musik ronggeng yang merupakan ensemble khas budaya musik Melayu sering digantikan dengan format band (orkes) dan kombo Melayu dengan menggunakan alat-alat musik yang berasal dari Barat. Jika dahulu mulanya disajikan musik dan tari inai, hadrah, silat, marhaban dan joged, kini telah digantikan dengan permainan keyboard yang dapat menghasilkan berbagai jenis suara alat musik, dapat diprogramkan berbagai lagu dan hanya membutuhkan seorang pemusik. 2.2.2 Rentak Rentak merupakan salah satu aspek komunikasi bukan lisan dalam seni pertunjukan Melayu yang merupakan jalinan not dengan durasi sedemikian rupa membentuk pola ritme (Takari dan Dewi, 2008:138). Rentak dapat juga memiliki pengertian pola ritme gendang Melayu (Takari dan Dja’far, 2014:164). Rentakrentak yang terdapat pada budaya seni pertunjukan Melayu antara lain : asli (senandung), inang, lagu dua (joged), zapin, ghazal, hadrah dan lain-lain. Rentak berkaitan erat dengan ekspresi emosi, misalnya rasa gembira diekspresikan oleh rentak joged atau lagu dua, rasa sedih diekspresikan oleh rentak asli atau senandung. Namun dalam tulisan ini, penulis membatasi hanya membahas 4 jenis rentak Melayu yakni rentak asli(senandung), mainang, lagu dua (joged) dan zapin. 19 2.2.2.1 Rentak Senandung Rentak senandung merupakan pola ritme pukulan gendang yang memiliki ciri terdiri dari kombinasi tiga buah motif ritme, bertempo lambat ( lebih kurang 60 ketukan setiap menit) dan bermeter delapan. Nilai durasi not (ketukan) yang terdapat di dalam pola ritme rentak senandung adalah not seperempat, not seperdelapan, not tiga perenambelas dan not seperenambelas. Not-not tersebut digabungkan sehingga membentuk kelompok motif ritme yang disebut motif A,B dan B1. Motif A adalah gabungan tiga buah not seperempat dan satu buah not seperdelapan yang dimainkan dalam empat ketukan. Motif B adalah kombinasi dua buah not seperdelapan , satu buah not tiga perenam belas dan satu buah not seperenam belas dan motif ini diawali pada ketukan atas (anacrusik) yang terdapat di dalam ketukan pada hitungan keempat. Motif B1 dibedakan dengan motif B berdasarkan perbedaan nilai not pada akhir not yaitu not seperempat di tempat mana jatuhnya pukulan gong yang mengakhiri siklus pola ritme rentak senandung ini. (Takari dan Dja’far. 2014:166). Siklus pola ritme gendang tersebut disertai dengan onomatopeik bunyi gendang yang terdiri dari empat onomatopeik yaitu tak, ding, dang, tung, yang diletakan tepat pada setiap motif ritme. Ritme A diisi dengan onomatopeik tak-taktak-tak, ritme B diisi dengan onomatopeik tung-dang-dang-tung sedangkan ritme B1 merupakan pengulangan dari motif B hanya saja bunyi tung yang terakhir lebih panjang dari pada bunyi tung yang terdapat pada motif B. 20 2.2.2.2 Rentak Mak Inang Pola ritme rentak mak inang terdiri dari empat buah not bernilai seperempat yang terdiri dari empat onomatopeik gendang Melayu yaitu tung, tak, ding, dang. Tempo pada rentak mak inang yaitu antara delapan puluh sampai dengan seratus enam puluh ketukan setiap menit. Jenis meter pada rentak mak inang adalah meter empat. Motif dasar dari rentak mak inang adalah empat buah not seperempat yang digantungi onomatopeik tung, tak, ding, dang. Keadaan ini berlaku terus berulangulang sepanjang lagu. Terdapat aksentuasi pada hitungan satu dan hitungan ke empat. Terdapat variasi yang selalu muncul pada rentak mak inang yaitu singkopasi-singkopasi yang terjadi pada ketukan dalam hitungan tiga dan empat, yaitu diletakkan pada ketukan atasnya dengan menggunakan onomatopeik dang yang diberi aksen kuat (forte). Sementara ketukan pada hitungan dua, onomatopeik diganti dari ding menjadi dang. 2.2.2.3 Rentak Joged atau Lagu Dua Tempo yang umumnya dipakai dalam lagu rentak joged atau lagu dua adalah berkisar antara seratus dua puluh permenit. Terkadang seorang pemain gendang apabila mengiringi sebuah lagu dengan pola irama lagu dua, temponya cenderung bertambah cepat. Hal tersebut merupakan ekspresi dari pemain gendang yang tidak dapat mengontrol kecepatan temponya muncul akibat pola ritme saat memainkan gendang. 21 akibat luapan emosi yang Pola ritme ini biasanya dipakai untuk mengiringi tari dan tari yang biasanya diiringi oleh rentak ini sangat lincah dan riang. Jika diperhatikan secara seksama,ternyata jenis rentak ini cukup rumit meskipun terdengar sederhana. Hal tersebut diungkapkan oleh Takari dan Dja’far dalam bukunya Ronggeng dan Serampang dua belas mengatakan bahwa: “Bila pola ritme ini didengar tanpa memperhatikan kegiatan ritmis yang terjadi di dalamnya seolah-olah pola ritme ini sangat sederhana. Akan tetapi bila diperhatikan lebih cermat ternyata ritme ini sangat rumit ini sangat rumit, terutama bila membicarakan jenis meternya. Hal ini sering menghasilkan pendapat-pendapat yang berbeda-beda” 2.2.2.4 Rentak Zapin Rentak Zapin merupakan salah satu pola ritme gendang Melayu yang berbirama 4. Tempo lagu pada rentak ini yaitu sedang (moderato), cepat (allegro) dan agak cepat (allegroto) (Sinar,2012:93). Hal penting yang perlu diperhatikan rentak atau pola ritme gendang Melayu ialah dimana saat masuknya permainan gendang pada awal lagu. Tidak ada ketetapan khusus yang menentukan kapan harus masuk gendang pada awal permainan lagu. Namun biasanya dalam rentak senandung, mak inang dan lagu dua gendang biasanya masuk belakangan setelah instrument pembawa melodi (biola, akordion dan instrument pembawa melodi lainnya) terlebih dahulu memainkan melodi untuk memulai lagu yang akan dibwakan. Namun pada rentak patam-patam berlaku ketentuan yang sebaliknya yaitu selalu dimulai dengan gendang lalu disusul oleh alat musik pembawa melodi. Pada pola ritme rentak senandung, gendang dapat 22 masuk pada ketukan ke empat (pada motif B), ketukan keenam atau kedelapan. Pada pola ritme rentak mak inang dan lagu dua gendang tetap dimulai pada ketukan pertama. 2.2.3 Lirik Lagu Bahasa mempunyai hubungan yang erat dengan nyanyian yang dihasilkan oleh sebuah budaya. Bahasa yang dipergunakan pada lagu-lagu Melayu Sumatera Utara yaitu bahasa Melayu (Indonesia) dan etnik-etnik lain. Pada sistem fonologi bahasa Melayu, biasanya aksentuasi terletak bagian akhir suku kata atau satu suku kata menjelang suku kata akhir. Misalnya kata malam,dendang, kuasa, meninggi, aksennya terdapat pada suku kata lam,dang, sa dan gi. Pada bahasa-bahasa etnik lain yang juga digunakan, aksentuasi juga jatuh pada suku kata terakhir. Misalnya kata turang, doli, lilin, kandani, gunungnya, indak, godang, aksentuasi jatuh pada suku kata rang, li, lin, da, nya, ndak, dan dang. Penggunaan pantun banyak didapati pada lagu-lagu Melayu. Lagu-lagu yang digarap berdasarkan pantun, teksnya selalu berubah terus menerus. Hal ini merupakan ciri khas dan karakteristik khas musik Melayu. Maka dapat kita jumpai untuk lagu yang judulnya sama , oleh penyanyi yang sama jika diulang akan dinyanyikan dengan teks yang berbeda. Lagu-lagu Melayu lebih mengutamakan garapan teks daripada garapan melodi atau instrumentasi. Garapan teks pada lagu Melayu dapat terus menerus berubah- ubah sedangkan melodinya tetap sama. Oleh sebab itu lagu Melayu dapat dimasukkan ke dalam kategori musik logogenik . 23 Menurut Harun Mat Piah, pantun ialah sejenis puisi pada umumnya, yang terdiri dari : empat baris dalam satu rangkap, empat perkataan sebaris, mempunyai rima akhir a-b-a-b. Setiap rangkap terbagi ke dalam dua unit yaitu pembayang (sampiran) dan maksud (isi). Setiap rangkap mewakili satu ide. Ciri-ciri pantun Melayu dapat dibicarakan dari dua aspek penting, yaitu eksternal dan internal. Aspek eksternal adalah dari segi struktur dan seluruh ciri-ciri visual yang dapat dilihat dan didengar yaitu: (1) Terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap terdiri dari baris-baris yang sejajar dan berpasangan, 2,4,6,8,10 dan seterusnya, tetapi yang paling umum adalah empat baris (kuatrin). (2) Setiap baris mengandung empat kata dasar. Oleh karena kata dalam bahasa Melayu umumnya dwisuku kata, bila termasuk imbuhan, penanda dan kata-kata fungsional, maka menjadikan jumlah suku kata pada setiap baris berjumlah antara 8-10. Berarti unit yang paling penting ialah kata, sedangkan suku kata adalah aspek sampingan. (3) Adanya klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata. (4) Setiap stanza terbagi kepada dua unit yaitu pembayang (sampiran) dan maksud(isi). (5) Adanya skema rima yang tetap, yaitu rima akhir a-b-a-b dengan sedikit variasi a-a-a-a. (6) Setiap stanza pantun , apakah itu dua, emapat, enam dan seterusnya mengandung satu pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan. Aspek-aspek internal adalah unsure-unsur yang hanya dapat dirasakan secara subjektif berdasar pengalaman dan pemahaman pendengar, termasuk : (1) Penggunaan lambing-lambang yang tertentu berdasarkan tanggapan dan pandangan dunia (world view) masyarakat. (2) Adanya hubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud, baik itu hubungan konkrit atau 24 abstrak atau melalui lambing-lambang (Harun Mat piah dalam Takari dan Dewi, 2008:139-140). 2.3 Biografi Ibu Azlina Zainal 2.3.1 Pengertian Biografi Biografi secara sederhana dapat dikatakan riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat namun dapat juga berupa sebuah buku. Perbedaannya adalah biografi singkat hanya memaparkan fakta-fakta tentang kehidupan seseorang dan peran pentingnya sedangkan biografi yang panjang berisi informasi-informasi penting tentang kehidupan seseorang namun dikisahkan dengan lebih lengkap dan dituliskan dengan gaya bercerita yang baik. Melalui biografi kita akan mengetahui perjalanan hidup seseorang, tindakan serta perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seseorang, baik yang terkenal maupun yang tidak terkenal. Biografi juga bias menceritakan tokoh sejarah atau orang yang masih hidup. Biasanya biografi ditulis secara kronologis. Dalam penulisan biografi diperlukan bahan-bahan utama dan pendukung. Bahanbahan utama dapat berupa surat-surat, buku harian, atau kliping Koran. Bahan-bahan pendukung dapat berupa biografi lain dan buku-buku referensi atau sejarah. 2.3.2 Biografi Ibu Azlina Zainal Semua Uraian di bawah ini didapatkan oleh penulis dari hasil wawancara secara langsung dengan Ibu Azlina Zainal serta keluarga dan kerabat beliau. Ibu Azlina Zainal lahir pada tanggal 30 Desember 1959 di Bandar Selamat. Beliau merupakan anak ke 7 dari 13 bersaudara. Beliau menikah dengan Bapak drs. H. Muhammad Syah Said, S.E yang merupakan penyanyi dan penari Melayu serta merupakan sekretaris Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia sejak tahun 2010. Ibu Azlina Zainal 25 memiliki satu orang anak yang bernama Muhammad Ihsan (Wawancara penulis dengan Ibu Azlina Zainal 26 Mei 2015). Gambar 2.1: Azlina Zainal dan Suami Saat Pesta Pernikahan Sumber: Azlina Zainal, direproduksi penulis 2015. 2.3.3 Latar Belakang Keluarga Ibu Azlina Zainal lahir dari keluarga yang sama sekali tidak memiliki latar belakang seni. Ibu Azlina merupakan Putri dari Bapak Zainal dan Ibu Hj. Saibatul Islamiyah Nasution. Namun sebelum menikah dengan ayah beliau, ibu beliau telah menikah sebelumnya dan dikaruniai 5 orang anak. Ayah dan Ibu beliau merupakan pedagang di sebuah pasar tradisional. Beliau merupakan anak ke 7 dari 13 bersaudara yaitu: (1) Khairuddin Lubis, (2) Khairiyah Lubis, (3) Khairul Amri Lubis, (4) Nasriyah 26 Lubis, (5) Khadijah Lubis, (6) Zulkifli Zainal, (7) Azlina Zainal, (8) Zaini Zainal, (9) Zainah Zainal , (10) Zailani Zainal, (11) Zulfahri Zainal, (12) Zainab Zainal. Dari ke 13 bersaudara tersebut hanya Ibu Azlina yang menggeluti profesi sebagai penyanyi. Beliau juga tidak tau mengapa hal tersebut bias terjadi. Beliau hanya menuturkan “mungkin sudah bakat yang Allah karuniakan untuk saya sehingga saya bias bernyanyi sejak kecil”. Selain itu sejak kecil beliau dan saudara-saudaranya tidak pernah mendapatkan pendidikan seni. Rasa ketertarikan beliau terhadap musik lah yang membuat beliau mau belajar dan mengembangkan bakat bernyanyi yang ada dalam dirinya. 2.3.4 Latar Belakang Pendidikan Ibu Azlina Zainal mendapat pendidikan sekolah dasar di SD Alhidayah Bandar Selamat selama 6 tahun. Kemudian Beliau melanjutkan pendidikannya di Pendidikan Guru Agama (PGA) Negri di Pancing selama 6 Tahun. PGA merupakan pendidikan akhir beliau. Beliau mengatakan bahwa Ia tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi karena faktor ekonomi sehingga beliau harus rela pendidikannya berhenti sampai di tingkat tersebut. Sejak kecil Beliau juga tidak pernah mengikuti kursus apapun. Pada saat beliau berumur 22 tahun beliau mendapatkan pelajaran ilmu musik, olah vokal serta benyanyi lagu Melayu dari Ibu Hj. Dahlia Kasim Sinar, pimpinan LIA GRUP. 2.3.5 Latar Belakang Pengalaman Bernyanyi Ibu Azlina Zainal sejak kecil sangat suka bernyanyi. Beliau tertarik untuk bernyanyi setelah mendengarkan lagu-lagu dari radio. Pada waktu beliau masih kecil, orangtua beliau tidak memiliki radio dan televisi. Hanya sedikit orang yang memiliki radio dan televisi pada saat itu. Jadi beliau hanya dapat mendengarkan lagu dari radio atau televisi milik tetangga atau warga yang memiliki radio dan televisi yang dekat dengan 27 rumah beliau. Dari radio dan televisi beliau menghafal dan mempelajari lagu-lagu termasuk lagu Melayu dan lagu irama padang pasir. Kebetulan lingkungan tempat beliau tinggal banyak didiami oleh suku Melayu. Hal tersebut membuat beliau dekat dengan budaya Melayu walaupun beliau bukan merupakan keturunan etnis Melayu. Namun menurut pengakuan beliau, karena kecintaan dan ketertarikan beliau terhadap Lagu Melayu, beliau menjadi lebih mahir menyanyikan lagu Melayu dibandingkan lagu Mandailing dan lagu Aceh. Sejak kecil beliau tidak pernah mendapatkan pendidikan musik. Beliau hanya belajar sendiri secara otodidak. Beliau senang memperhatikan,mendengar dan menghafal lagu kemudian Beliau nyanyikan dirumah. Latar belakang agama beliau sejak kecil yaitu Islam membuat beliau sering melihat dan mengikuti kegiatan pengajian. Hal tersebut membuat beliau menyukai dan mampu menyanyikan lagu-lagu nasyid dan lagu irama padang pasir. Karena kemampuan beliau dalam bernasyid, beliau sering diminta untuk bernasyid di acara pengajian bahkan di radio. Selain itu, beliau juga pernah mendapatkan juara dalam perlombaan nasyid. Awal beliau memulai karir musik adalah ketika beliau diminta untuk bergabung dengan grup El-Surayya yang dibentuk oleh Bapak Ahmad Baki. Beliau diminta untuk bergabung oleh Bapak Ahmad Baki setelah kemampuan beliau dalam menyanyikan lagu irama padang pasir dilihat oleh Bapak Ahmad Baki di salah satu acara di TVRI. Ibu Azlina bergabung dengan grup tersebut selama kurang lebih 3 tahun. Rupanya, saat bernyanyi dengan Grup El-Surayya, bakat Ibu Azlina dilihat oleh seorang produser rekaman lagu bernama Bapak Djulfan. Lalu Ibu Azlina ditawarkan untuk rekaman lagu Padang pasir. Pada saat rekaman tersebut, ibu Azlina berkenalan dengan salah seorang penyanyi lagu Melayu yaitu Ibu Leyla Hasyim. Mereka bersama-sama bernyanyi dalam rekaman tersebut. Kaset rekaman tersebut merupakan rekaman pertama Ibu Azlina. 28 Gambar 2.2: Saat Rekaman Album Perdananya Sumber: Azlina Zainal Setelah berkenalan dengan Ibu Leyla Hasyim, proses rekaman di studio membuat mereka menjadi cukup dekat. Kedekatan mereka tersebut mendorong mereka untuk membuat grup vocal trio. Grup tersebut beranggotakan Ibu Azlina Zainal, Ibu Leyla Hasyim dan Bapak Syaiful Amri. Karena Ibu Azlina telah memiliki grup yang baru akhirnya beliau memutuskan untuk keluar dari Grup El-Surayya. Lalu Ibu Azlina mendengar berita di radio dan televisi mengenai pemilihan Bintang Radio dan televisi. Beliau katakana bahwa beliau tertarik untuk mengikuti perlombaan tersebut. Namun beliau merasa kurang percaya diri karena beliau tidak memiliki pakaian yang pantas untuk mengikuti perlombaan. Kemudian beliau bercerita mengenai hal tersebut kepada Ibu Leyla Hasyim yang merupakan sahabat beliau. Ibu Leyla 29 ternyata sangat mendukung beliau untuk mengikuti perlombaan tersebut. Beliau dipinjamkan pakaian dan didandani oleh Ibu Leyla Hasyim. Beliau sangat terharu akan hal tersebut dan sampai sekarang tidak bias melupakan jasa Ibu Leyla Hasyim. Namun, sebelum perlombaan dimulai para peserta dilatih terlebih dahulu oleh para pelatih sebelum peserta yang mengikuti perlombaan bertanding. Pada saat kegiatan latihan tersebut, ternyata Ibu Azlina diperhatikan kemampuannya oleh Ibu Dahlia Kasim Sinar, seorang pemimpin Grup teater Melayu yang benama LIA grup. Ibu Hj. Dahlia Kasim Sinar, selaku pimpinan LIA Grup, tertarik untuk mengajak Ibu Azlina bergabung di LIA Grup karena beliau melihat bakat yang ada dalam diri Ibu Azlina saat menjadi peserta dalam pemilihan Bintang Radio dan Televisi Sumut dan Ibu Azlina berhasil mendapatkan juara pertama. Ibu Azlina bersedia menerima tawaran untuk dididik terlebih dahulu oleh Ibu Dahlia Kasim Sinar. Selama bergabung di LIA grup, Ibu Azlina sering menginap di rumah Ibu Dahlia Kasim Sinar. Beliau diajarkan banyak hal mengenai teori musik, teknik vocal, lagu Melayu, dan ketekunan untuk berlatih. Hal tersebut membuat Ibu Azlina semakin baik lagi dalam hal bernyanyi khususnya lagu Melayu. Selain pendidikan musik yang didapatkan dari Ibu Dahlia Kasim Sinar, beliau juga mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman berharga lewat berbagai pertunjukan yang beliau tampilkan bersama LIA grup yang beranggotakan 5 orang penyanyi dan banyak penari. Para penyanyi di LIA grup antara lain Ibu Azlina Zainal, Vivi, Zulham Jais, Darmansyah dan Tengku Syafik. Mereka diundang ke berbagai acara baik di dalam negri maupun di luar negri. Selama 5 tahun Ibu Azlina bergabung dengan LIA grup hingga akhirnya grup ini bubar karena Ibu Dahlia Kasim Sinar sakit kemudian pindah ke Jakarta. 30 Gambar 2.3: Azlina Zainal dan Trofi Juara Bintang Radio dan Televisi Sumber: Azlina Zainal 31 Gambar 2.4: Azlina Zainal Bersama Para Penyanyai Lia Grup Sumber: Azlina Zainal 32 Gambar 2.5: Azlina Zainal dalam Berita di Salah Satu Surat Kabar di Medan Sumber: Azlina Zainal Setelah LIA grup bubar akhirnya Ibu Azlina kembali bergabung dengan grup ElSurraya yang pada saat itu dipimpin oleh Bapak Syamsul Bahri anak dari pimpinan sebelumnya yaitu Bapak Ahmad Baki. El-Surraya merupakan grup terakhir yang dimasuki oleh ibu Azlina hingga akhirnya Ibu Azlina memutuskan untuk berdiri sendiri tanpa grup hingga saat ini. Beliau mengungkapkan bahwa selama bergabung di grup-grup tersebut, disitulah beliau mendapatkan banyak sekali pelajaran dan pengalaman berharga yang dapat dijadikan beliau modal menjadi seorang penyanyi. Banyak pengalaman berharga yang tidak dapat dibeli dan didapatkan disekolah manapun. 33 Beliau bersyukur sekali memiliki kesempatan untuk dapat bergabung dalam grupgrup tersebut. Namun karena beliau melihat sangat sulit menemukan partner grup dank arena kesibukan berumah tangga akhirnya beliau tidak lagi bergabung dalam grup apapun. Namun karena beliau memiliki relasi yang baik dan sudah cukup dikenal oleh beberapa kalangan masyarakat, hingga saat ini beliau masih sering bernyanyi dalam berbagai acara atau kegiatan. Bahkan terkadang seminggu dua hingga tiga kali beliau dapat tampil pada acara yang berbeda. Hal itu menyebabkan beliau tidak kehilangan mata pencahariannya sebagai seorang penyanyi dan beliau juga dapat terus mengasah kemampuan beliau dalam bernyanyi. 34 BAB III ANALISIS TEKNIK MENYANYIKAN LAGU MELAYU 3.1 Teknik Dasar Dalam Menyanyikan Lagu Dalam menyanyikan lagu dengan baik seorang penyanyi harus menguasai beberapa teknik dasar bernyanyi. Adapun teknik dasar tersebut antara lain pernafasan, produksi suara dan interpretasi lagu. Berikut penulis paparkan mengenai teknik dasar dalam menyanyikan lagu. 3.1.1 Pernafasan Pernafasan merupakan salah satu elemen penting dalam memproduksi suara. Dengan hembusan nafas organ-organ tubuh yang berkaitan dengan produksi suara dapat berfungsi mengasilkan suara. Kita bernafas setiap hari secara terus menerus bahkan tanpa memikirkan kalau kita sedang bernafas. Kita melakukannya secara natural dan benar. Namun ada mekanisme yang berbeda antara saat kita bernafas setiap hari dalam aktifitas kehidupan kita atau bernafas normal dengan bernafas untuk teknik bernyanyi. Kita menggunakan organ tubuh yang sama serta otot yang sama namun dengan cara yang berbeda. Dalam bernyanyi kita harus bernafas dengan kecepatan yang berbeda dengan bernafas normal. Kita menggunakan otot yang sama namun dengan kecepatan yang berbeda. Dalam bernyanyi kita menghirup udara (inspirasi) dengan sangat cepat dan kita menghembuskan udara (ekspirasi) dengan sangat 35 lambat. Ini karena bernyanyi memerlukan penahanan bunyi suara dalam beberapa detik (melodi yang panjang) tetapi kita harus menghirup udara dengan sangat cepat bahkan tidak sampai satu detik agar siap untuk menyanyikan frasa selanjutnya dari lagu. Dalam bernafas normal kita menghirup dan menghembuskan udara lebih kurang dengan kecepatan yang sama. Udara yang dihirup berguna untuk menggetarkan pita suara. Oleh sebab itu sebelum memulai menyanyikan sebuah frasa lagu, penyanyi biasanya akan menghirup udara terlebih dahulu kemudian dengan cepat langsung menyanyikan lagu. 3.1.1.1 Sistem Pernafasan Untuk mencapai penguasaan bernafas dengan baik dan benar, seorang penyanyi harus mengusahakan suatu sistem pernafasan yang paling menguntungkan dalam bernanyi. Ada 4 macam sistem pernafasan yang bisa dilakukan oleh manusia yaitu: sistem pernafasan bahu (tulang selangka), sistem pernafasan dada (tulang rusuk), sistem pernafasan perut dan sistem pernafasan rongga badan (diafragma). Sistem pernafasan bahu (tulang selangka) adalah sistem pernafasan ketika menarik nafas menimbulkan gejala dimana bahu terangkat keatas. Sistem pernafasan ini terasa kurang menguntungkan dan kurang efektif dalam bernyanyi karena hanya paru-paru bagian atas yang bekerja menampung udara. Paru-paru bagian atas merupakan bilik atau rongga yang paling sempit sehingga hanya mampu menampung sedikit udara dan tidak mampu menahan udara dalam waktu yang lama. 36 Sistem pernafasan dada (tulang rusuk) adalah sistem pernafasan dimana ketika menarik nafas menimbulkan gejala yaitu dada membusung ke depan. Sistem pernafasan ini lebih baik daripada sistem pernafasan bahu. Namun belum begitu menguntungkan untuk bernyanyi karena hanya paru-paru bagian tengah saja yang berfungsi menahan udara. Sistem pernafasan perut merupakan sistem pernafasan dimana ketika menarik nafas rongga perut tampak mengembang. Sistem pernafasan ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan kedua sistem di atas. Namun belum seluruh paru-paru dimanfaatkan untuk menampung udara. Oleh sebab itu sistem pernafasan ini belum begitu menguntungkan untuk bernyanyi. Sistem pernafasan rongga badan (diafragma) merupakan sistem pernafasan dimana saat menghirup udara memfungsikan seluruh rongga badan yang berhubungan dengan pernafasan. Diafragma yang membatasi rongga dada dan rongga perut berfungsi sebagai pengatur pernafaan, untuk masuknya udara melalui kerongkongan mencapai pita suara dan keluar melalui mulut. Saat melakukan sistem pernafasan ini akan menimbulkan gejala baik perut dan sisi tubuh mengembang. Hal ini disebabkan karena rongga paru-paru dan rongga perut terisi udara secara maksimal. Sistem pernafasan ini merupakan yang terbaik jika dibandingkan dengan ketiga sistem pernafasan yang telah dikemukakan diatas. 3.1.1.2 Latihan Pernafasan Untuk menguasai sistem pernafasan diafragma dapat dilakukan dengan berpedoman pada beberapa petunjuk berikut ini. 37 Pertama , menghirup udara sebanyak empat ketukan, kemudian udara tersebut ditahan selama dua ketukan lalu mengeluarkannya secara perlahan selama empat ketukan dan menahan nafas selama dua ketukan. Setelah latihan ini dikuasai dapat ditingkatkan dengan jumlah hitungan yang lebih banyak dengan perbandingan kelipatan yang sama yaitu 2 banding 1. Misalnya 6-3, 8-4 dan seterusnya. Kedua, menghirup udara sebanyak mungkin dalam waktu yang relative singkat kemudian ditahan dalam empat ketukan dan dikeluarkan secara perlahan dan konstan selama delapan ketukan. Setelah dikuasai latihan dapat ditingkatkan dengan kelipatan 1 berbanding 2 misalnya 6-12, 8-16 dan seterusnya. Usahakan agar tubuh dalam keadaan luwes (tidak kaku). Ketiga, setelah kedua latihan tersebut dikuasai, pada tahapan ketiga ini tahapan tersebut dilakukan lagi namun saat menghembuskan udara diganti dengan memproduksi vokal A. Setelah vokal A dikuasai diganti dengan vokal O, E, I dan U. Perlu diperhatikan bahwa dalam latihan ini usahakan agar setiap ketukan waktu yang digunakan saat menhirup udara, menahan dan mengeluarkan harus dengan durasi yang sama. Pada saat menahan nafas, kondisi paru-paru dalam keadaan yang tenang serta tidak menghirup atau mengeluarkan udara). 38 3.1.2 Produksi Suara 3.1.2.1 Pita Suara Pita suara mempunyai peranan yang sangat penting dalam produksi suara manusia. Pita suara merupakan selaput daging yang sangat lembut dan peka dengan bentuk seperti panjang, pendek, tebal dan tipis yang saling berbeda diantara manusia. Perbedaan-perbedaan bentuk pita suara ini menyebabkan jenis warna suara manusia seperti sopran, mezzo sopran, alto, tenor, baritone dan bass. Proses kerja pita suara adalah setelah penyanyi menarik nafas, ditahan dalam waktu tertentu, kemudian udara dikeluarkan dalam bentuk produksi suara. Udara keluar melalui sela-sela pita suara yang menyebabkan pita suara bergetar dan menghasilkan suara. Dalam hal ini, Tondowidjoyo (1975;15) mengemukakan , apabila udara yang berasal dari paru-paru menggerakkan pita suara maka pita suara akan merenggang, bergetar dan menghasilkan suara. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses produksi suara adalah mengusahakan agar pita suara dapat bergetar dengan leluasa tanpa adanya ketegangan yang berlebihan dari otot-otot leher. Selain itu perlu diusahakan agar pita suara dapat dengan cepat memproyeksikan peralihan getaran nada-nada dari register bawah ke register tengah dan kemudian ke register atas tanpa terjadi patahan-patahan peralihan register. 3.1.2.2 Rongga Resonansi Tubuh manusia mempunyai tiga jenis rongga resonansi yaitu rongga resonansi atas, tengah dan bawah. Rongga resonansi atas disebut juga dengan 39 rongga resonansi kepala. Sifat dari rongga ini membuat suara menjadi cemerlang. Rongga resonansi tengah atau rongga resonansi mulut dan tenggorokan sifatnya menjembatani perpindahan suara dari register bawah ke register atas agar tidak terjadi patahan-patahan dan diwujudkan pemerataan antar register. Rongga resonansi bawah bersifat membuat suara menjadi besar dan bergema. Keseluruhan rongga resonansi tersebut berfungsi untuk memperkeras, mempertebal serta memperindah suara. Dalam masalah gema suara hal yang perlu diperhatikan adalah mengenal adanya rongga resonansi yang merupakan tempat suara bergema. Untuk mengetahui adanya gema suara kita dapat bersenandung. Dalam bersenandung posisi rahang dibuka kurang lebih sebesar jari kelingking, kemudian dalam posisi rahang yang menganga, bibir dikatupkan secara ringan. Untuk memperkeras dinding-dinding rongga rsonansi dapat ditempuh dengan menyanyikan melodi dibawah ini secara berulang-ulang. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan suara dapat diproses dengan sempurna. Melodi dinyanyikan dengan satu suku kata untuk setiap nada. Setelah menguasainya kemudian ditingkatkan berturut-turut dua, tiga, empat lima suku kata setiap nada serta dinyanyikan seluas wilayah nada vokalis secara kromatis naik dan turun. Memperbesar rongga resonansi bertujuan untuk memperoleh suara yang berbobot (volume yang tebal). Hal ini dapat ditempuh dengan jalan menyanyikan melodi dibawah ini dengan menggunakan suku kata ma, me, mi, mu, dan mo. Melodi tersebut dinyanyikan secara kromatis naik dan turun sebatas kemampuan wilayah suara. 40 3.1.2.3 Artikulasi Dalam musik vokal, artikulasi merupakan suatu hal yang dapat member warna tersendiri dan membedakan ciri musik vokal dengan musik instrumental. Artikulasi inilah yang mewujudkan vokal dan konsonan sebagai ungkapan kejelasan syair atau teks lagu yang dinyanyikan. Artikulasi berpusat dalam pembentukan pengucapan vokal dan konsonan agar ucapan dan kualitas produksi suara dapat dicapai dengan sempurna. Untuk mencapai itu seorang penyanyi harus dapat memanfaatkan organ-organ tubuh yang berkaitan dengan pengucapan. Organ-organ tubuh yang berkaitan dengan pengucapan adalah bibir, pipi, rahang atas dan bawah, lidah, langit-langit mulut dan gigi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hal pokok dalam artikulasi adalah bagaimana cara seseorang dengan sadar dan luwes dapat memanfaatkan dan memfungsikan setiap organorgan tubuh yang berkaitan dengan artikulasi secara tepat pada saat bernyanyi sehingga dapat terwujud pengucapan syair lagu dengan jelas. Dalam upaya penguasaan artikulasi perlu diperhatikan dengan teliti penerapan posisi dan sikap organ-organ pengucapan pada saat pengucapan vokal dan konsonan. Berikut posisi masing-masing organ artikulasi dalam memproduksi huruf vokal: (1) Vokal A Posisi rahang dibuka selebar keluasan maksimal tanpa menegangkan rahang. Lidah terletak dengan luwes (tidak kaku). Permukaan lidah datar 41 dan ujung lidah menempel pada gigi seri bawah bagian dalam dan bibir dibentuk melebar kebawah. (2) Vokal E Posisi rahang dibuka kurang lebih setengah dari luas rahang pada pengucapan vokal A, permukaan lidah ditarik sedikit ke atas dari posisi lidah pada pengucapan vokal A dan bibir melebar ke samping kanan dan kiri. (3) Vokal I Posisi rahang terbuka sedikit lebih sedikit dari pengucapan vokal E dan lidah ditarik sedikit ke belakang serta permukaan lidah bagian tengah di dorong ke atas dari posisi vokal E dengan sisi-sisinya menempel pada ujung gigi geraham bagian dalam. Bibir seperti posisi pada vokal E dengan keluasan relative lebih kecil. (4) Vokal O Posisi rahang terbuka seperti pada vokal E. Ujung lidah terletak luwes pada gigi seri bawah bagian dalam dan sedikit diangkat serta pangkal lidah ditekan kebawah. Bibir dibentuk bulat dengan keluasan sedikit lebih sempit dari vokal A. (5) Vokal U Posisi rahang terbuka relative lebih kecil dari pengucapan vokal O. Ujung lidah diangkat kedepan dan bibir dibentuk bulat dengan keluasan relative lebih kecil dari posisi bibir pada pengucapan vokal O. 42 3.1.3 Sikap Tubuh Sikap tubuh pada saat bernyanyi lazimnya adalah dengan posisi berdiri dan duduk. Namun kebanyakan orang bernyanyi dengan posisi berdiri. Sikap tubuh dalam posisi berdiri hendaknya dalam keadaan rileks (tidak tegang). Ketegangan pada saat bernyanyi bisa saja terjadi. Hal ini disebabkan oleh keadaan jasmaniah maupun rohaniah (psikis). Keadaan jasmaniah misalnya tubuh yang sedang sakit atau lelah. Keadaan rohaniah misalnya takut, cemas, sedih dan demam panggung. Dalam kondisi tersebut suatu lagu atau nyanyian yang sudah dilatih dengan baik bisa menjadi berantakan saat dinyanyikan. Dengan demikian sudah jelas bahwa saat bernyanyi, sikap tubuh harus bebas dari semua ketegangan yang mengganggu. Dalam hal ini seorang penyanyi harus mampu berkonsentrasi dan menguasai diri. Sikap tubuh pada saat posisi berdiri selain harus bebas dari ketegangan , jangan kaku, jangan bersandar atau tangan bertopang pada benda disekitar dan jangan membungkuk. Selain itu tubuh bertumpu pada kedua kaki berdiri tegak dengan kaki kanan yang sedikit maju kedepan agar keseimbangan badan dapat terjaga dengan baik. Posisi kepala jangan terlalu menunduk atau terlalu menengadah. 3.1.4 Interpretasi Fisikal dan Musikal Untuk dapat menghayati sebuah lagu seorang penyanyi harus mengerti maksud dari apa yang ada dalam isi sebuah lagu dan dapat menghayati karakter yang mengiringi sebuah lagu. Penyanyi harus mampu mengetahui cara menyanyikan sebuah lagu yang sesuai dengan keinginan pencipta lagu. 43 Kesemuanya itu yang dinamakan interpretasi. Interpretasi setiap penyanyi dalam membawakan sebuah lagu berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena kemampuan yang berbeda dalam bidang musik juga dalam hal pengertian isi dari syair lagu. Misalnya dua orang penyanyi yang menyanyikan sebuah lagu yang sama mungkin berbeda dalam mengartikan tanda-tanda baca dalam sebuah lagu seperti forte, piano dan juga berbeda dari segi ekspresi akibat pemahaman dari masing-masing penyanyi. Dalam menyanyikan lagu sangat diperlukan kemampuan interpretasi fisikal dan musikal sehingga terdapat keselarasan antara penyanyi dan musik. Bila musik menghasilkan nada yang lembut , penyanyi harus menyelaraskan suara dan gaya bernyanyi serta menyesuaikan dengan makna yang terkandung pada syair lagu. Dalam menghayati lagu maka seorang penyanyi harus dapat menempatkan pengertian syair dan gaya atau paras yang ditunjukkan dalam mengekspresikan syair lagu. Keberadaan penyanyi harus dapat membawa perasaan yang ada dalam syair lagu agar pendengar dan penonton dapat terhanyut dalam suasana yang tercipta. Demikian juga dalam hal menempatkan perasaan ke dalam syair lagu, juga tidak terlepas dari penghayatan akan iringan musik yang menghantar nuansa pada pengertian syair lagu. Interpretasi fisikal dan musikal harus dimiliki seorang penyanyi disamping kemampuan memproduksi suara yang baik dan benar. Interpretasi musikal menghasilkan bentuk yang dihasilkan yaitu berupa alunan suara, ekspresi wajah serta gaya yang terbentuk saat melantunkan lagu. 44 Teknik-teknik vokal secara umum seperti terurai di atas, menurut Azlina Zainal juga digunakan. Namun demikian, sebagai penyanyi Melayu, beliau lebih banyak menggunakan teknik-teknik yang digalinya sendiri berdasarkan pengalaman musical, dalam bentuk mempelajari teknik-teknik dari penyanyi lain baik yang lebih senior, maupun seangkatan dengan beliau. Menurut Ibu Azlina Zainal teknik yang mendasar di dalam lagu-lagu Melayu adalah menghiasi melodi dasar dengan apa yang disebut gerenek, cengkok, dan patah lagu. Ketiga jenis hiasan lagu ini, mengacu kepada apa yang juga disebut dengan kreativitas dalam mengimprovisasi melodi. Hiasan-hiasan melodi ini menjadi karakter dasar sebagai seorang penyanyi Melayu. Bahkan di dalam kebudayaan musik Melayu, setiap penyanyi sudah selayaknya memiliki karakter sendiri, baik itu materi vokal, dan juga kreativitas dalam melakukan hiasan-hiasan kepada melodi pokoknya. Popularitas seorang penyanyi Melayu menurut beliau didukung kuat oleh karakter vokal dan kemampuan melakukan hiasan-hiasan melodi ini. Namun selain itu, berdasarkan pengalam beliau disebutkan bahwa salah satu unsur dasar di dalam menyanyikan lagu-lagu Melayu adalah menyatunya antara unsur vokal, melodi, ritme, dengan apa yang disebut ruh musik. Ruh dalam konteks ini artinya adalah menyatukan jiwa dengan musik yang dipersembahkan. Jiwa dalam hal ini adalah jiwa penyanyi dan juga jiwa para pendengar lagu-lagu Melayu. Ruh dalam musik ini akan muncul dengan sendirinya ketika penyanyi tersebut melakukan pendalaman pengalaman, dan mengolah jiwa sesuai dengan teks dan pertunjukan yang dikehendaki pada setiap lagu yang dinyanyikan. Lagu yang diinginkan untuk 45 dibawakan gembira mestilah disajikan melalui jiwa yang juga bergembira. Demikian pula lagu yang melankolik, semerstinya disajikan dengan penuh melankolik pula. Demikian tuntutnan teknik dan penerapan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh setiap penyanyi dalam budaya musik Melayu. 3.2 Teknik Menyanyikan Lagu Melayu Dalam tulisan ini penulis akan memaparkan apa saja tahap demi tahap yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin mempelajari bagaimana caranya agar dapat menyanyikan lagu Melayu. Setiap tingkat keterampilan dalam menyanyikan lagu Melayu selalu dihubungkan dengan unsur-unsur musikal seperti: melodi, ritem, tempo dan dinamik. Tahap demi tahap yang harus dilakukan untuk dapat menyanyikan lagu Melayu dimulai dengan mempelajari melodi lagu, mempelajari lirik lagu, mempelajari rentak lagu dan mempelajari cengkok lagu Melayu. 3.2.1 Melodi lagu Untuk dapat menyanyikan sebuah lagu Melayu, hal pertama yang dapat dilakukan adalah mempelajari bagaimana melodi lagu Melayu tersebut dengan terlebih dahulu mendengarkan lagu yang akan dinyanyikan. Tentu akan sulit untuk dapat menyanyikan lagu yang belum pernah didengar sebelumnya. Dalam hal ini mendengar merupakan suatu tahap yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin mempelajari lagu Melayu. Lagu-lagu Melayu yang akan dinyanyikan bisa didengar melalui berbagai jenis media penyimpanan lagu seperti kaset, CD dan DVD. Lagu Melayu juga dapat didengar dalam format lagu mp3 atau pada media jejaring sosial 46 seperti Youtube dan Soundcloud. Namun terkadang dapat dijumpai adanya lagu yang belum pernah direkam dan dipublikasikan ke dalam bentuk media, format lagu ataupun jejaring sosial seperti yang telah penulis paparkan. Atau lagu tersebut direkam dan di publikasikan ke dalam bentuk piringan hitam , disket dan bentukbentuk media lain yang sudah sangat sulit dijumpai saat ini karena tidak digunakan lagi oleh masyarakat pada umumnya. Jika hal ini terjadi maka kita dapat meminta seorang penyanyi lagu Melayu yang mengetahui dan menguasai lagu tersebut dengan baik untuk menyanyikannya secara langsung sehingga kita dapat mendengarkan lagu Melayu yang ingin dipelajari. Jika penyanyi lagu Melayu bersedia untuk direkam suaranya saat menyanyikan lagu yang kita minta untuk ia nyanyikan, kita dapat melakukan perekaman dalam bentuk audio atau video sehingga kita memiliki rekaman lagu tersebut. Namun, kemampuan seseorang dalam mengingat tentu berbeda-beda. Dalam hal ini, untuk dapat menguasai melodi lagu Melayu harus mendengarnya secara berulang-ulang hingga benar-benar mengingat seluruh melodi lagu Melayu. 3.2.2 Lirik Lagu Melayu Lirik lagu melayu berisi pantun 4 baris yang terdiri dari sampiran dan isi. Menurut wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa informan , lirik lagu Melayu sebagian besar dapat diubah disesuaikan dengan konteksnya. Bagian isi dari pantun merupakan nasihat atau curahan hati dari seseorang yang membuat pantun tersebut. Berikut contoh pantun pada lagu Sri Mersing, Pulau Kampai, Tanjung Katung, dan Zapin Kasih dan Budi: 47 Sri Mersing Pantun asal: Sri Mersing lagu Melayu Dinyanyikan anak tanah seberang Bila kukenang masa yang lalu Air mataku jatuh berlinang Diciptakan pantun lain menjadi: Langitlah cerah awan membiru Angin berhembus menyayukan kalbu Kalaulah nak tau untung nasibku Bagai kaca terhempas ke batu Pulau Kampai Pantun asal: Kalau tuan ke Pulau Kampai Belikan saya si buah duku Niat hati belumlah sampai Siang dan malam menanggung rindu Diciptakan pantun lain menjadi: Lama sudah tidak ke ladang Tinggilah rumput dari lading Apa saja bisa dibilang 48 Karena lidah tidak bertulang Tanjung Katung Pantun asal: Tanjung Katung airnya biru Tempat hendak mencuci muka Lagi sekampung hatiku rindu Konon pula jauh di mata Diciptakan pantun lain menjadi: Antara bilah dengan panai Di situ tampak pulau seberang Antara ulah dengan perangai Di situ main fitnah orang Zapin Kasih dan Budi Pantun asal: Kalau menebang si pohon jati Pandan di Jawa saya rebahkan Kalau tak jumpa si jantung hati Alamat badan jadi merana Diciptakan pantun lain menjadi: Tengah hari pergi ke laut Mendapat ikan jantan betina 49 Tidur malam terkejut-kejut Angin berhembus kusangka dia Menurut Harun Mat Piah dalam Takari (2008), lagu-lagu Melayu yang ada di Sumatera memiliki ciri-ciri pantun yang dapat disisipi oleh kata-kata seperti : ala sayang, sayang, hai, ala hai, abang, bang, tuan, pak ucok, bang ucok, abah, akak, abah. Berikut contohnya pada lagu Sri Mersing, Pulau Kampai, Tanjung Katung dan Zapin kasih dan Budi: Sri Mersing Pantun asal: Sri Mersing lagu Melayu Dinyanyikan anak tanah seberang Bila kukenang masa yang lalu Air mataku jatuh berlinang Digarap menjadi: Sri (lah) Mersing (aduhai sayang) lagu (lah) Melayu Dinyanyikan anak tanah (lah) seberang (hai) Sri (lah) Mersing lagu (lah) Melayu Dinyanyikan anak tanah (lah) seberang Bila (lah) kukenang (bang oi) masa yang lalu (aduhai sayang) air mataku (air mataku) jatuh (lah) berlinang 50 Pulau Kampai Pantun asal: Kalau tuan ke pulau kampai Belikan saya sibuah duku Niat di hati belum sampai Siang dan malam menanggung rindu Digarap menjadi: Kalau (lah) tuan ke pulau kampai (sayang) Kalau (lah) tuan ke pulau kampai Belikan saya sibuah duku Belikan saya sibuah duku Niat di hati belum (lah) sampai (sayang) Niat di hati belum (lah) sampai siang dan malam menanggung rindu (hai) siang dan malam menanggung (lah) rindu Tanjung Katung Pantun asal: Tanjung Katung airnya biru Tempat hendak mencuci muka Lagi sekampung hatiku rindu 51 Konon pula jauh di mata Digarap menjadi: Tanjung Katung airnya biru Tempat (lah) hendak mencuci muka Tanjung Katung airnya biru Tempat hendak mencuci muka Lagi sekampung hatiku rindu Konon (lah) pula jauh di mata Lagi sekampung hatiku rindu (sayang) Konon pula jauh di mata Zapin Kasih dan Budi Pantun asal: Kalau menebang si pohon jati Pandan di Jawa saya rebahkan Kalau tak jumpa si jantung hati Alamat badan jadi merana Digarap menjadi: Kalau menebang (kalau menebang) si pohon jati Pandan di Jawa (pandan di Jawa) (aduhai sayang) saya rebahkan Kalau tak jumpa (kalau tak jumpa) si jantung hati Alamat badan jadi merana Alamat badan jadi merana 52 3.2.3 Rentak Lagu Melayu Ada 4 jenis rentak yang akan dibahas pada skripsi ini antara lain rentak senandung, rentak mainang, rentak joged dan dan rentak zapin. Untuk dapat menyanyikan lagu Melayu, penting untuk mengetahui rentak dari lagu yang akan dinyanyikan. Keempat rentak tersebut sebaiknya dipahami oleh penyanyi untuk mempermudah penyanyi dalam menentukan kapan lagu mulai dinyanyikan. Rentak juga membantu penyanyi untuk mengetahui cepat lambatnya sebuah lagu (tempo) dan karakteristik masing-masing ritem sehingga penyanyi bukan hanya mampu menyanyikan lagu saja tetapi juga dapat mengikuti pola pukulan gendang dan melodi dari permainan alat-alat musik pengiring menurut caranya sendiri , misalnya membayangkan dalam pikiran, mengikutinya dalam hati atau membuat tepukan kecil pada tangan atau kaki. Berikut rentak gendang Melayu yang dituliskan dengan symbol notasi: Rentak senandung Rentak mak inang 53 Rentak jogged (lagu dua) Rentak zapin 3.2.4 Cengkok, Grenek, dan Patah Lagu Cengkok dan grenek merupakan suatu teknik pemberian nada hias, terkadang disebut juga dengan bunga melodi yang berfungsi untuk memperindah sebuah melodi lagu. Tanpa hiasan cengkok dan grenek maka melodi itu akan terasa kaku. Dalam mempelajari cengkok dan grenek lagu Melayu , penulis harus terlebih dahulu menguasai melodi dari lagu tersebut. Selanjutnya penulis mendengarkan cengkok dan grenek yang dinyanyikan oleh Ibu Azlina dan Ibu Layla Hasyim kemudian menirukan cengkok dan grenek yang dinyanyikan oleh kedua narasumber tersebut sebagai acuan penulis dalam mempelajari cengkok dan grenek lagu Melayu. 54 Dalam lagu Melayu ketika ditemukan nada yang memiliki durasi panjang seperti durasi 1½, 2, 2½ dan 3 ketukan. Cengkok merupakan rangkaian melodi yang tersusun dalam bentuk kuartol (4 nada dalam satu ketukan), kuintol (5 nada dalam satu ketukan), sektol (6 nada dalam satu ketukan) septimol (7 nada dalam satu ketukan) dan ada juga yang berbentuk novemol (9 nada dalam satu ketukan). Dalam hal ini, cengkok dibuat seindah mungkin sesuai rasa musikal yang dimiliki rasa seseorang yang ingin menyanyikan lagu melayu. Bagi seorang penyanyi, biasanya melodi cengkok tersebut dinyanyikan untuk satu suku kata yang dibawakan dalam bentuk melismatis yaitu menyanyikan satu suku kata dengan banyak nada dalam satu nafas. Pemakaian cengkok memberikan karakter gaya menyanyikan lagu Melayu yang tepat, artinya bukan berarti permanen atau standart dan bisa berubah, akan tetapi tepat menurut citarasa dan estetika musik Melayu itu sendiri. Gerenek merupakan sebuah teknik membuat nada hias untuk memperindah melodi lagu. Teknik membuat grenek adalah dengan menggetarkan suara dengan nada rapat. Prinsip utama yang membedakan cengkok dan grenek adalah pada bentuk lompatan nadanya. Pada cengkok sebuah melodi dapat dimainkan 7 buah nada atau 8 buah nada dalam satu ketukan dengan langkah interval melodi yang bervariasi antara second, terts, kuart, kuint dan sebagainya. Akan tetapi, pada melodi grenek, interval nada yang dimainkan hanya berbentuk sekunda mayor atau sekunda minor, artinya dua buah nada yang dimainkan secara berulang dengan nilai not 1/32 atau 1/64. Melodi cengkok bisa saja diubah menjadi rangkaian nada septimol atau 55 novemol dengan interval nada yang bermacam-macam tergantung rasa musikal yang dimiliki oleh seorang penyanyi Melayu. 3.2.4.1 Cengkok, Grenek, dan Patah Lagu pada Lagu Sri Mersing Berikut ini adalah contoh cengkok, grenek, dan patah lagu pada lagu Sri Mersing yang dinyanyian oleh Ibu Azlina Zainal. 56 Pada lagu Sri Mersing di atas, hiasan melodi berupa cengkok dan grenek yang banyak muncul, patah lagu tidak diekspresikan di dalam lagu ini. Karena temponya yang lambat dan suasana musikal juga mendayu-dayu biasanya dalam music Melayu cenderung digunakan grenek dan cengkok. Dalam konteks mengekspresikan suasana jiwa, lagu-lagu senandung biasanya sesuai untuk mengekspresikan patah hati, kesedihan, melankolik, nasib malang, dan hal-hal sejenis. Untuk itulah hiasan melodi berupa grenek dan cengkok amat sesuai untuknya, termasuk untuk lagu Sri Mersing yang menceritakan tentang kesedihan, yang dapat dilihat dari teks: Bila ku kenang masa yang lalu, Air mataku jatuhlah berlinang. Teks ini jelas sebagai indeks dari kesedihan yang dialami seseorang di masa lalunya. Kesedihan itu bias saja ditafsirkan ditinggalkan kekasih, dihina orang lain, hidup masa lalu dalam kemiskinan, dan hal-hal sosial sejenisnya. 3.2.4.2 Cengkok, Grenek, dan Patah Lagu pada Lagu Pulau Kampai Berikut ini adalah contoh cengkok, grenek, dan patah lagu pada lagu Pulau Kampai yang dinyanyian oleh Ibu Azlina Zainal. 57 Lagu Pulau Kampai seperti analisis di atas memperlihatkan bahwa hiasan melodi yang muncul adalah berupa grenek dan cengkok. Lagu ini menggambarkan suasan kerinduan. Lagu ini ekspresi dari seseorang yang lagi jatuh cinta. Temponya sedang. Oleh karena itu hiasan melodinya cenderung menggunakan grenek dan cengkok. 58 3.2.4.3 Cengkok, Grenek, dan Patah Lagu pada Lagu Tanjung Katung Berikut ini adalah contoh cengkok, grenek, dan patah lagu pada lagu Tanjung Katung yang dinyanyian oleh Ibu Azlina Zainal. 59 Pada lagu Tanjung Katung yang dinyanyikan oleh Ibu Azlina seperti dalam notasi analisis di atas, menunjukkan bahwa lagu ini memunculkan dua jenis ornamentasui atau hiasan khas melodi musik Melayu yaitu patah lagu dan cengkok saja. Dalam lagu ini tidak dilakukan teknik grenek, yang kemungkinan besar karena temponya yang relatif cepat, maka grenek kurang sesuai untuk lagu-lagu bertempo jogat atau lagu dua. 3.2.4.4 Cengkok, Grenek, dan Patah Lagu pada Lagu Zapin Kasih dan Budi Berikut ini adalah contoh cengkok, grenek, dan patah lagu pada lagu Zapin Kasih dan Budi yang dinyanyian oleh Ibu Azlina Zainal. 60 Sebagai lagu zapin, maka hiasan melodi yang paling banyak muncul adalah patah lagu. Hiasan ini muncul terutama di akhir-akhir frase. Hiasan tersebut secara estetis menguatkan tema yang diusung sebahagian besar lagu zapin, yaitu ketegasan sikap, nasihat, atau perjuangan dan sejenisnya. Dalam konteks lagu di atas, maka tema yang diusung pengarangnya adalah tentang ketegasan dalam bercinta yaitu kalau tak jumpa si jantung hati badan merana, oleh karena iotu jumpailah selalu si jantung hati. 61 BAB IV ANALISIS STRUKTUR MELODI LAGU SRI MERSING, PULAU KAMPAI, TANJUNG KATUNG, DAN ZAPIN KASIH DAN BUDI YANG DINYANYIKAN AZLINA ZAINAL 4.1 Tangga Nada (Scale) Dalam pengertian yang sederhana, tangga nada dalam musik bisa diartikan sebagai satu set atau satu kumpulan not musik yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang baku sehingga memberikan nuansa atau karakter tertentu. Aturan baku tersebut berupa interval atau jarak antara satu not dengan not yang lain. Ada berbagai macam tangga nada di dalam musik, masing-masing memiliki aturan baku sebagai ciri yang membedakan antara tangga nada yang satu dengan yang lain. Penulis menyusun semua nada-nada yang terdapat dalam nyanyian tersebut kemudian mengurutkan tangga nada dari nada terendah hingga nada tertinggitermasuk nada oktaf jika ada ke dalam garis paranada. Berikut adalah tangga nada dari masing-masing lagu: a. Sri Mersing 62 b. Pulau Kampai c. Tanjung Katung d. Zapin Kasih dan Budi 4.2 Wilayah Nada (Range) Wilayah nada dalam suatu komposisi musik adalah jarak antara nada terendah dengan nada tertinggi. Oleh karena itu , setelah penulis membuat lagu tersebut ke dalam garis paranada, maka didapatlah range tersebut. Wilayah nadanya dari masing-masing lagu adalah sebagai berikut: 63 a. Sri Mersing b. Pulau Kampai c. Tanjung Katung d. Zapin Kasih dan Budi 4.3 Nada Dasar (Pitch Center) Dalam menentukan nada dasar, penulis berpedoman kepada rekaman yang ada. Penulis mendengarkan rekaman dari lagu tersebut dan mencocokkan dengan bantuan alat musik keyboard. Nada dasar pada masing-masing lagu adalah : Sri Mersing bernada dasar A minor, Pulau Kampai bernada dasar A, Tanjung Katung bernada dasar A minor , Zapin Kasih dan Budi bernada dasar E minor. 4.4 Formula Melodik (Melodic Formula) Bentuk dapat dibagi menjadi 5 menurut pendapat Malm (Malm dalam Takari 1993:14-15) yaitu: 64 1. Repetitive, yaitu bentuk nyanyian yang mengalami pengulangan 2. Ireratif, yaitu bentuk nyanyian yang menggunakan formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian 3. Reverting, yaitu bentuk nyanyian apabila di dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan melodis. 4. Strofic, yaitu bentuk nyanyian apabi;a diulang dengan formalitas yang sama namun menggunakan teks yang baru 5. Progressive, yaitu bentuk nyanyian apabila selalu berubah dengan menggunakan materi melodi yang selalu baru. Tabel 4.1 Formula Melodi JUDUL LAGU FORMULA MELODI Sri Mersing Stropic dan progressive Pulau Kampai Repetitif dan stropic Tanjung Katung Stropic dan Progressive Zapin kasih dan Budi Stropic dan repetitif 4.5 Interval (Prevalent Interval) Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lainnya (Manoff 1991:50). Penulis memisahkan interval pada lagu dengan interval naik dan interval turun. Berikut adalah interval pada masing-masing lagu. 65 Tabel 4.2 Interval Lagu Sri Mersing Interval Posisi Jumlah Prime Perfect 168 Prime Augmented 2 Sekunda Mayor 36 Sekunda Minor 18 Sekunda Augmented 1 Terts Mayor 3 Terts Minor 12 Kwart Perfect 3 Kwart Augmented 2 Kwart Diminis 1 Septa minor 1 Tabel 4.3 Interval Lagu Pulau Kampai Interval posisi Jumlah Prime Perfect 62 Prime Diminis 5 66 Sekunda Mayor 18 Sekunda Minor 7 Sekunda Augmented 2 Terts Mayor 4 Terts Minor 3 Terts Augmented 2 Kwart Diminis 1 Kwart Diminis 2 Tabel 4.4 Interval Lagu Tanjung Katung Interval Posisi Jumlah Prime Perfect 66 Prime Augmented 28 Prime Diminis 2 Sekunda Mayor 37 Sekunda Minor 23 Terts Mayor 16 Terts Minor 11 Sekta Mayor 2 Septim Minor 1 67 Tabel 4.5 Interval Lagu Zapin Kasih dan Budi Interval Posisi Jumlah Prime Perfect 31 Sekunda Mayor 4 Sekunda Minor 16 Terts Mayor 7 Terts Minor 18 4.6 Pemakaian nada / Jumlah Nada (Frequency of Notes) Jumlah nada dapat dilihat dari banyaknya pemakaian nada yang dipakai dalam sebuah komposisi. Penulis menyususn jumlah nada yang dipakai dalam lagu sesuai dengan tangga nada yang telah dibuat sebelumnya. Dapat dilihat dari gambar garis paranada berikut: a. Sri Mersing b. Pulau Kampai 68 c. Tanjung Katung d. Zapin Kasih dan Budi 4.7 Pola Kadensa (Cadence Pattern) Pola kadensa merupakan nada yang digunakan pada tiap-tiap birama terakhir dalam satu garis paranada. Berikut adalah pola kadensa dari masingmasing lagu: a. Sri Mersing Frasa 1 Frasa 2 Frasa 3 69 Frasa 4 Frasa 5 Frasa 6 Frasa 7 b. Pulau Kampai Frasa 1 70 Frasa 2 Frasa 3 Frasa 4 Frasa 5 c. Tanjung Katung Frasa 1 Frasa 2 71 Frasa 3 Frasa 4 Frasa 5 Frasa 6 d. Zapin Kasih dan Budi Frasa 1 72 Frasa 2 Frasa 3 Frasa 4 4. 8 Kontur (Contour) Kontur dapat diartikan sebagai alur melodi yang biasanya ditandai dengan menarik garis. Menurut Malm, ada beberapa jenis kontur (Malm dalam Jonson 2000:76). Jenis-jenis kontur tersebut antara lain: 1. Ascending yaitu garis melodi yang sifatnya naik dari nada rendah ke nada yang lebih tinggi 2. Descending yaitu garis melodi yang sifatnya turun dari nada yang tinggi ke nada yang rendah 3. Pendulous yaitu garis melodi yang sifatnya melengkung dari nada yang rendah ke nada yang tinggi kemudian kembali ke nada yang rendah 73 4. Terraced yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga dari nada yang rendah ke nada yang lebih tinggi kemudian sejajar 5. Statis yaitu garis melodi yang sifatnya tetap atau apabila gerakangerakan intervalnya terbatas. Berikut bentuk kontur pada lagu Sri Mersing, Pulau Kampai, Tanjung Katung dan Zapin Kasih dan Budi pada garis paranada. a. Sri Mersing Frasa 5 b. Pulau Kampai Frasa 3 c. Tanjung Katung Frasa 5 d. Zapin Kasih dan Budi Frasa 2 74 75 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari keseluruhan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lagu Melayu dapat dipelajari secara tradisi lisan. Dalam mempelajari lagu Melayu juga terdapat beberapa teknik yang harus dipelajari secara tahap demi tahap oleh seseorang yang ingin mempelajari lagu Melayu. Teknik tersebut antara lain teknik mempelajari melodi lagu, teknik mempelajari lirik lagu, teknik mempelajari rentak lagu dan teknik mempelajari cengkok dan grenek lagu. Dalam teknik mempelajari melodi lagu hal paling utama yang harus dilakukan adalah mendengarkan lagu yang dinyanyikan penyanyi Melayu, baik melalui berbagai jenis media penyimpanan lagu seperti kaset, CD dan DVD. Lagu Melayu juga dapat didengar dalam format lagu mp3 atau pada media jejaring sosial seperti Youtube dan Soundcloud atau dengan meminta seorang penyanyi mennyanyikan lagu untuk dapat didengarkan. Penulis mengamati bahwa mempelajari melodi lagu secara keseluruhan sangat penting karena jika tidak mengetahui melodi lagu tentu akan sulit menyanyikan lagu karena penyanyi tentu tidak mengetahui harus menyanyikan melodi apa. Dalam teknik mempelajari lirik lagu ada dua teknik penting yang diamati oleh penulis yaitu bahwa dalam menyanyikan lagu Melayu lirik lagu dapat diubah 76 sesuai dengan konteksnya. Hal kedua adalah bahwa lagu Melayu dapat disisipkan kata-kata seperti aduhai, sayang, bang oi, nak oi, hai, lah, mak, dan lain-lain. Selanjutnya dalam teknik mempelajari rentak lagu Melayu, rentak lagu Melayu sebaiknya dipahami oleh penyanyi untuk mempermudah penyanyi dalam menentukan kapan lagu mulai dinyanyikan. Rentak juga membantu penyanyi untuk mengetahui cepat lambatnya sebuah lagu (tempo) dan karakteristik masing-masing ritem sehingga penyanyi bukan hanya mampu menyanyikan lagu saja tetapi juga dapat mengikuti pola pukulan gendang dan melodi dari permainan alat-alat musik pengiring menurut caranya sendiri, misalnya membayangkan dalam pikiran, mengikutinya dalam hati atau membuat tepukan kecil pada tangan atau kaki. Dalam teknik mempelajari cengkok dan grenek lagu Melayu hal penting yang penulis amati dalam mempelajari cengkok dan grenek adalah bahwa seorang penyanyi harus memahami apa karakteristik masing-masing dari cengkok dan grenek. Penempatan cengkok dan grenek dalam lagu yaitu pada bagian lagu yang memiliki durasi panjang seperti durasi 1½, 2, 2½ dan 3 ketukan. Dalam hal ini, cengkok dan grenek dibuat seindah mungkin sesuai rasa musikal yang dimiliki rasa seseorang yang ingin menyanyikan lagu melayu. Bagi seorang penyanyi, biasanya melodi cengkok dan grenek tersebut dinyanyikan untuk satu suku kata yang dibawakan dalam bentuk melismatis yaitu menyanyikan satu suku kata dengan banyak nada dalam satu nafas. 77 5.2 Saran Tulisan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan baik dari teknik penulisan terutama cara penyampaian informasi yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu dibutuhkan perbaikan-perbaikan guna menyempurnakan tulisan ini. Di harapkan kepada penulis yang ingin mengidentifikasi musik Melayu khususnya lagu Melayu untuk lebih lagi menganalisis lagu Melayu terutama teknik menyanyikannya. Penulis juga mengharapkan kepada pelaku-pelaku seni khususnya orang Melayu untuk mencari tau lebih banyak lagi tentang tradisi Melayu, karena hal itulah yang menjadi ciri khas orang Melayu. Kepedulian pemerintah dan orangtua untuk memperkenalkan kekayaan budaya Melayu kepada generasi muda juga sangat diharapkan guna terus melesarikan budaya Melayu. 78 DAFTAR PUSTAKA Budaya, Arga. 2014. “ Pengalaman Pembelajaran Musik Melayu di ISI Padang Panjang”. Institut Seni Indonesia Padang Panjang. Kikuchi, Lee W. 2006. “ Kikuchi Vocal Method Lesson” . Pittsburgh: Kikuchi Music Institute Purba, Maruli. 2013. “Teknik Permainan dan Struktur Musik Husapi Simalungun Pada LaguParenjak-enjak Ni Huda Sitajur Yang Disajikan Oleh Arisden Purba di Huta ManikSaribu Sait Buttu, Kecamatan Pamatang Sidamanik,Kabupaten Simalungun”. Medan:Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Pusat Pembinaan Bahasa, 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Penerbit Balai Pustaka Samosir, Agustina Helena. 1997. “ Perkembangan Lagu Seriosa Indonesia :Suatu Tinjauan Dari Sisi Teknik Vokal Dan Analisis Tekstual Melodis”. Medan: Fakultas Kesenian,Universitas H.K.B.P. Nomennsen. Sinar, Tengku Luckman. 2012. “Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu”. Medan. Sinar Budaya Group. Silahudin, Shafa’atussara. Lagu Melayu Asli : Stilistik Nyanyian Sebagai Wahana Seni Melayu.Skripsi Sarjana Pengajian Melayu (Seni Persembahan) Akademi Pengajian Melayu di Universiti Malaya, Kuala Lumpur. Malaysia. Silitonga, Sansri Nuari. (2011). “Nur’ainun sebagai Penyanyi Melayu Sumatera Utara:Biografi dan Analisis Struktur Lagu-lagu Rentak Senandung, Mak Inang dan Lagu Duayang Dinyanyikannya”. Medan: Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Takari, Muhammad dan Heristina Dewi. 2008. “ Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara”. Medan. USU Press. Takari, Muhammad dan Fadlin Muhammad Dja’far. 2014. “ Ronggeng Dan Serampang Dua Belas”. Medan. USU Press. 79 Yanti, Eva Gusmala. 2011. “ Lagu-lagu Zapin ciptaan Zul Alinur: Kajian Terhadap Struktur Teks dan Melodi “. Medan: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 80 DAFTAR WEBSITE http://rizaldiisipadangpanjang.blogspot.com/2010/08/cengkok-dan-grenekdalam-biola melayu.html?m=1 81 DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Azlina Zainal Tanggal lahir : 30 Desember 1959 Alamat : Jalan Utama No. 65, kota Maksum 4, Kecamatan Medan Area Pekerjaan : Seniman 2. Nama : Datuk Ahmad Fauzi Tanggal lahir : 1 Juni 1960 Alamat : Jalan Gaharu No 34 A, Medan Timur Pekerjaan : Seniman 3. Nama Tanggal lahir Alamat Pekerjaan : Alm. Drs. H. Muhammad Syah Said : 15 Maret 1953 : Jalan Utama No. 65, kota Maksum 4, Kecamatan Medan Area : Seniman 4. Nama Tanggal lahir Alamat Pekerjaan : Agustina Helena Samosir , M.Sn : 17 Agustus 1971 : Jalan Abdul Hamid No. 54 , medan : Guru Vokal 5. Nama Alamat Pekerjaan : Zulkifli Lubis : Jalan Flamboyan Raya No. 52, Medan : Seniman 82 NOTASI EMPAT LAGU 83 84 85 86