PEMBANGUNAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL OLEH ANDI WARISNO (Dosen STAI An-Nur Lampung) ABSTRACT Developmentaccording tothe termis alsooftendefined as: "The changes areplanned". The changesareplannedinthissocietyis certainly notalways anaturalprocess, but also deliberatelyplannedby humansandsociety. Asthese changesmusttake placeinall areas, including: changesin economic, political, education, language, arts, entertainmentandso forth. Thedevelopmentmustadjustbetween thingsrelating to thematerialand mental, materialis meant hereisthe physicalform ofdevelopmentinthe country, whereasin this case amentalattitude andbehaviormanusiannyadevelopmentas a driver ofdevelopmentis notbalancedit willlead toconflictdisagreementbetween the twoso thatthe impact willcausecongestionin community development. Key Words: Pembangunan, Stratifikasi Sosial. A. PENDAHULUAN Setiap masyarakat pada dasarnya memiliki sesuatu yang dihargai, sesuatu yang berharga inilah sesungguhnya merupakan bibit yang dapat menumbuhkan adanya system bertingkat-tingkat dalam masyarakat. Biasanya barang-barang yang dihargai tersebut berupa: Uang, benda-benda yang memiliki sifat ekonomi, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam beragama, jabatan pekerjaan atau keturunan dari keluarga yang terhormat. Jika ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki barang-barang berharga dalam jumlah besar, maka masyarakat umumnya menganggap mereka sebagai kelompok atau golongan yang ada pada lapisan atas. Sebaliknya mereka yang memiliki sedikit sekali atau hamper tidak memiliki sesuatu yang berharga itu dianggap mempunyai kedudukan yang rendah di mata masyarakat. Mereka yang berada pada lapisan atas biasanya memiliki sifat akumulatif yang berkenan dengan kedudukan yang dimilikinya, artinya bahwa mereka yang memiliki uang misalnya, dengan leluasa dapat member tanah lalu mereka menjadi berkuasa dan selanjutnya mereka menjadi dihormati oleh sekitarnya. B. PEMBAHASAN 1. Perkembangan Pembangunan Pembangunan, secara bahasa berasal dari kata bangun yang kemudian diberi awalan ‘pen’ dan akhiran ‘an’, yang memiliki arti: “Proses cara atau perbuatan membangun. Agar tidak ketinggalan dengan Negara lain”. 1 Dari istilah menurut bahasa 1 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern Eglish Press, Jakarta, 1991, hlm. 140. ini terlihat jelas bahwa pembangunan dalam hal ini identik dengan perkembangan suatu Negara yang tentunya menuju kearah yang lebih baik. Pembangunan menurut istilah juga kerap diartikan sebagai: “Perubahan-perubahan yang direncanakan.” 2 Perubahan-perubahan yang direncanakan dalam masyarakat ini tentulah bukan suatu proses alam saja, akan tetapi sengaja direncanakan oleh manusia dan masyarakat, adapun perubahan-perubahan ini tentunya terjadi dalam semua bidang, diantaranya: Perubahan dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, bahasa, kesenian, hiburan dan lain sebagainya. Adapun arah dalam perubahan ini tentulah menuju kearah yang lebih baik atau kearah yang positif. Hal ini sesuai dengan pendapat Saul M. Katz yang menyatakan bahwa pembangunan itu adalah: “Major Society change from one state of national being to another more valued state (perubahan besaran-besaran satu bangsa dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik)”. 3 2. Manusia dan Pembangunan. Pada dasarnya pembangunan tidak akan berhasil hanya dengan modal dan konsep saja, akan tetapi pembangunan juga harus mengikutsertakan manusia di dalamnya, hal ini dikarenakan agar manusia itu mampu menyesuaikan pikiran dan tindakanya dengan dunia yang terus berkembang, sehingga hal ini diharapkan agar manusia itu mengetahui dengan 2Frans Wiryanto Jomo, Membangun Masyarakat, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 11. 3Talizuhu Ndraha, Membangun Masyarakat Menuju Masyarakat Tinggal Landas, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 15. jelas apa saja hak-haknya, tanggung jawab dan kewajibanya pada Negara. Hal ini dikarenakan penyebab utama pembangunan adalah manusia itu sendiri, seperti: “Pengetahuan manusia, kebiasaan manusia, adat, cara fikir manusia, etika, sikap manusia; seperti sikap kepada prestasi terhadap ketepatan dan ketelitian, sikap terhadap pekerjaan, dan lain sebagainya.” 4 Salah satu contoh yang dapat diambil adalah Negara Jepang, dimana pada akhir perang dunia ke II pada tahun 1945 negara ini hamper mengalami kehancuran total, akan tetapi Negara ini mampu membangun ekonominya kembali dalam jangka waktu 10-20 tahun, hal ini dikarenakan bahwa dunia industri, dunia produksi yang modern, kemungkinan taraf hidup yang maju hanya dapat berdiri diatas landasan suatu masyarakat yang maju pula, yaitu masyarakat yang berpendidikan, masyarakat yang berani dan mampu mengubah sikap mental yang diwariskan oleh nenek kita yang memiliki unsurunsur menghambat pembangun. Dari uraian-uraian diatas, maka dapatlah disimpulakan bahwa, pembangun itu harus menyesuaikan antara hal-hal yang berhubungan dengan material dan mental manusia, materiil yang dimaksudkan disini adalah berupa pembangunan dalam segi fisik Negara, sedangkan mental dalam hal ini berupa pembangunan sikap dan perilaku manusianya sebagai penggerak dalam pembangunan itu sendiri, hal ini dikarenakan bila antara moriil dan mental pembangunan tidak seimbang maka akan mengakibatkan pertentangan-pertentangan 4Frans Wiryanto Jomo, hlm. 15. diantara keduanya sehingga imbasnya akan menyebabkan kemacetan dalam pembangunan masyarakat. 3. Pengertian Stratifikasi Sosial Secara bahasa Stratifikasi Sosial berarti: lapisan-lapisan atau tingkatan-tingkatan dalam masyarakat berdasarkan hak-hak istimewa, kekuasaan dan prestise. 5 Sedangkan menurut istilah, Stratifikasi sosial merupakan suatu jenis deferensiasi sosial yang terkait dengan pengertian akan adanya jenjang secara bertingkat jenjang secara beringkat tersebut menghasilkan strata tertentu dan dalam serta tersebut warga-warga masyarakat dimasukkan. Secara berkelompok individu-individu tadi dimasukkan kedalam suatu stratum tertentu, sehingga ada kedudukan yang lebih tinggi dan lebih rendah. 6 Dengan demikian maka, Stratifikasi Sosial adalah suatu lapisan-lapisan atau tingkatantingkatan yang ada ditengah masyarakat, lapisanlapisan tersebut pada akhirnya akan menentukan kedudukan seseorang dalam masyarakat tadi, apakah ia menduduki lapisan atau tingkatan atas, atau ia menduduki lapisan atau tingkatan bawah. Adapun lapisan-lapisan tersebut terjadi diakibatkan karena adanya ranking-ranking dalam masyarakat yang kemudian ditentukan atau diputuskan berdasarkan status atau perananperanan atau barang-barang berharga dan lain sebagainya, yang kemudian dievaluasi dan dibandingkan satu sama lainnya, dan kemudian terjadilah lapisan-lapisan dalam masyarakat 5Peter Salim Dan Yenny Salim, hlm. 1464. Soekamto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hlm. 243. 6Soerjono tersebut yang disebutkan dengan Stratifikasi Sosial. 4. Criteria Stratifikasi Sosial Adapun kriteria-kriteria terjadinya strata sosial secara umum dalam penentuan status stratifikasi sosial, yaitu: 1. Kekayaan dalam bentuk yang diketahui oleh masyarakat diukur dalam kuantitas atau dinyatakan secara kualitatif. Standar kehidupan yang diperlihatkan, serta sumber kekayaan, juga sosial bermakna untuk menentukan status dalam sertifikasi yang ada. 2. Daya guna fungsional orang perorangan dalam hal pekerjaan sebagai eksekutif, guru, ilmuan, buruh biasa atau buruh yang trampil, semua ini menentukan dan mempengaruhi status. 3. Keturunan menunjuk pada reputasi keluarga, lamanya berdiam disuatu tempat, latar belakang rasial atau etnis dan kebangsaan. 4. Agama menunjukkan pada tingkat kesalahan seseorang dalam menjalankan ajaran agamanya. Makin saleh dan tidak berpurapura dalam menjalankan ajaran agamanya, makin dipadang lebih tinggi statusnya di daerah tertentu. 5. Cirri-ciri biologis termasuk umur dan jenis kelamin. Umumnya orang tua dan orang dewasa dipandang lebih tinggi disbanding bayi dan anak-anak. Dalam beberapa masyarakat, pria dipandang mempunyai status yang lebih tinggi dibandingkan wanita. 7 7Wila Huky, Pengantar Sosiologi, Usaha Nasional, Surabaya, 1982, hlm. 133-134. Kriteria-kriteria tersebut diatas bukanlah bersifat baku, akan tetapi masih banyak kriteria-kriteria yang lainnya dalam masyarakat, hal ini dikarenakan dalam setiap daerah dan desa memiliki kriteria-kriteria yang berbeda dan sudut pandang yang berbeda pula. Stratifikasi sosial antara masyarakat kota dan masyarakat desa tentulah berbeda, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Pada masyarakat kota Aspek kehidupan pekerjaan, ekonomi, atau sosial politik lebih benyak sistem pelapisannya dibandingkan dengan didesa. 2. Pada masyarakat desa kesenjangan (gap) antara kelas ekstern yang kaya dan miskin cukup besar, di daerah perdesaan tingkatnya hanya kaya dan miskin saja. 3. Pada umumnya masyarakat pedesaan cenderung berada pada kelas menengah menurut ukuran desa, sebab orang kaya dan orang miskin sering bergeser mencari pekerjaan dikota, kepindahan orang miskin ini disebabkan tidak mempunyai tanah, mencari pekerjaan dikota, atau ikut transmigrasi, apa yang dibutuhkan dan diinginkan dari golongan miskin ini sering desa tidak mampu mengatasinya. 4. Ketentuan kasta dan contoh-contoh prilaku yang dibutuhkan sistem kasta tidak terlalu banyak ditemukan, akan tetapi di Indonesia khususnya di Bali ada ketentuan dalam kelas ini. Dalam kitab suci orang-orang Bali, masyarakat terbagi ke dalam 4 kasta, yaitu: Brahmana, Satria, Vesia (Biasa disebut dengan Triwangsa) dan Sudra (Biasa disebut Jaba) yang hanya bagian terkecil dari seluruh masyarakat Bali, baik di kota maupun di desa. Lapisan Triwangsa berhak memakai gelar-gelar didepan namanya, seperti: Untuk Brahmana : ida bagus (bagi pria) Untuk satria Bagus Untuk Vesia Untuk Sudra : Cokorda, Dewa, Ngakan Dan : I Gusti dan Gusti. Sedangkan : Pande, Kbon, Pasek, Pulasari, Parteka, Sawan, dan lain- lain. Gelar-gelar tersebut diwariskan secara patrilineal. Mereka tinggal bersama di desa atau di kota dengan cara-cara dan gaya hidup yang sama, bergaul erat satu dengan yang lainnya. Dan pada dasarnya gelar tiadak ada hubungannya dengan mata pencaharian. 8 Gambar sistem kelas diatas mungkin hanya berlaku bagi desa-desa yang masih “asli” atau masih tradisional, akan tetapi pada kenyataan sekarang ini desa sudah banyak mengalami perubahan, terutama di Jawa terlihat banyak bermunculan istilah-istilah atau sebutan yang mulai kabur, seperti kaum atasan, kaum terpelajar (intlektual), golongan menengah, orang bertitel, orang kaya, kaum rendahan (wong cilik), orang kampong, dan sebaginya, tetapi walaupun demikian istilah-istilah atau sebutansebutan tersebut beraneka ragam akan tetapi tetap memiliki makna tingkatan dalam fikiran masyarakat. Strata dalam sistem ini bersifat terbuka dalam artian siapa saja bisa merubah stratanyaa dalam masyarakat, misalnya orang yang bekerja giat kemudian memperoleh hasil yang tinggi, bias berubah dalam statusnya dari bawahan atau menengah menjadi strata atas dan sebagainya (tergantung kepada usaha-usahany saja). Sedangkan stratifikasi dalam kasta ini bersifat tertutup dan absolut, dalam arti bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat menggantikan tingkatantingkatan yang sudah ditentukan dalam kasta 8Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial dasar, Eresco, Bandung, 1993, hlm. 77 tersebut dan dapat dikatakan bersifat statis atau bergerak ditempat, umpamanya uang atau barangbarang yang berharga lainnya tidak bisa menentukan status seseorang dalam kastanya, hal ini juga berlaku pada masyarakat lain yang masih menggunakan sistem kasta ini pada umumnya. Adapun salah satu contoh stratifikasi sosial masyarakat berdasarkan kepemilikan tanah, yaitu: 1. Lapisan pertama adalah golongan elit desa, yaitu pengusaha yang menguasai hamper keseluruhan tanah didesa. 2. Lapisan kedua adalah ‘Kuli Kenceng’, yaitu mereka yang mempunyai rumah sendiri, pekarangan sendiri dan menguasai sebagai sawah desa. 3. Lapisan ketiga ini adalah ‘kuli kedo’, yaitu mereka yang mempunyai ruhah dan pekarangan sendiri tetapi belum mempunyai bagian sawah. 4. Lapisan berikutnya adalah mereka yang memiliki tanah pertanian, tetapi tidak memiliki rumah dan pekarangan yang dengan istilah setempat disebut ‘gandul’. 5. Lapisan dibawahnya lagi adalah mereka yang tidak mempunyai tanah pertanian, tidak mempunyai pekarangan, tetapi mempunyai rumah sendiri yang didirikan diatas pekarangan orang lain, disebut ‘Margersari’, mereka yang dalam strata ini iasanya bekerja sebagai buruh tani. 6. Lapisan terbawah adalah mereka yang sama sekali tidak mempunyai apapun kecuali tenaganya, mereka hidup bersama majikannya, mereka dalam strata ini biasanya disebut ‘Mondok-empok, bujang, tlosor dan sebagainya. 9 9Munandar Soelaeman, hlm. 78. Bila kita melihat stratifikasi diatas, maka akan terlihat pelapisan bertingkat yang membedakan kedudukan seseorang yang berdasarkan kepada kepemilikan tanah, dimana pada lapisan atas adalah orang yang menguasai hampir keseluruhan tanah, sedangkan lapisan kedua atau pertengahan adalah orang-orang yang menguasai sebagai tanah, dan lapisan ketiga dan dibawahnya yaitu orang-orang yang tidak memili tanah, buruh dan yang tidak memiliki tanah sama sekali. Pelapisan seperti ini tentu saja, atau stratifikasi berdasarkan kepemilikan tanah setiap daerah memiliki criteria dan istilahistilah yang berbeda. Dalam hal ini dapat kita amati bahwa ini adalah salah satu contoh stratifikasi berdasarkan kepemilikan tanah, mungkin akan lain lagi bila berdasarkan kekayaan, pekerjaan, kesalehan dalam beragam dan lain sebagainya. 5. Fungsi Stratifikasi Sosial Dalam Pembangunan. Stratifikasi sosial dalam masyarakat tentulah akan memiliki fungsi yang signifikan, baik bersifat positif maupun bersikap negatif. Oleh karena itu disini penulis akan membahas fungsi stratifikasi sosial dalam pembangunan. Pada pembahasan awal terselip kalimat bahwa stratifikasi sosial bila dibedakan akan menjadi dua bagian, yaitu stratifikasi sosial yang bersifat terbuka dan stratifikasi sosial yang bersifat tertutup (kasta). Dalam sistim yang terbuka setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan yang sama buat berusaha dengan kecakapannya sendiri untuk lapisan, atau bila ia malas atau kurang beruntung ia bisa turun dari lapisan atas kepada lapisan bawah. Pada umumnya sistim yang terbuka ini member perangsang lebih kepada setiap anggota masyarakat untuk memperkembangkan kecakapannya, sehingga dengan demikian sistim ini lebih sesuai untuk dijadikan landasan dalam pembangunan. 10 Padab stratifikasi sosial akan terdapat prestise yang diberikan kepada mereka, baik berupa penghargaan yang bersifat ekonomis, seni, simbolsimbol, maupun penghargaan langsung dari masyarakat, hal ini tentulah akan menjadi sebuah rangsangan kepada mereka yang belum mendapatkannya untuk giat berusaha atau mengembangkan kecakapan yang dimilikinya agar dapat memiliki kesempatan yang sama yaitu mendapatkan prestise-prestise tersebut. Hal senada pula diungkapkan oleh Davis (1948), yang mengemukkan, bahwa: Stratifikasi sosial atau tingkatan-tingkatan sosial dalam masyarakat menghendaki kemahiran-kemahiran, ketrampilanketrampilan atau tanggung jawab yang berbeda-beda dari orang yang mendudukinya. Kemahirankemahiran tertentu mungkin jarang dijumpai dan latihan-latihan tersebut akan memakan waktu yang lama dan uang yang banyak. Oleh karena itu kedudukan sosial demikian mesti diberi ganjaranganjaran yang tinggi dan salah satu caranya adalah dengan memberinya nilai yang tinggi; prestise yang diberi dengan jalan ini timbul dari penilaian umum. 11 Dalam pendapat ini dikemukakan bahwa dalam suatu stratifikasi berdasarkan kegairahan 10Selo Soemardjan Dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 1964, hlm. 255. 11Duncam Mitchell, Sosiologi Suatu Analisa Sistem Sosial, Bina Aksara, Jakarta, 1984, hlm. 167. untuk berusaha dengan mengasah kemampuan, ketrampilan dan kemahiran yang baik, dengan latihan-latihan dan sebagainya pastinya akan diberi ganjaran-ganjaran yang baik pula, yaitu dengan mendapatkan prestise-prestise seperti yang tersebut sebelumnya. Bila sudah demikian maka, setiap manusia atau individu dalam suatu masyarakat akan memiliki semangat yang besar untuk berusaha memperoleh hal-hal yang lebih baik lagi yang tentunya dengan jalan yang baik pula. Sehingga dengan demikian maka dapat dinyatakan dengan fungsi stratifikasi ini akan ikut memajukan pembangunan suatu masyarakat, karena bukanlah dalam pembahasan ‘pembangunan’ sebelumnya dinyatakan bahwa pembangunan itu tidak akan berhasil hanya berdasarkan modal dan konsep saja, akan tetapi juga harus mengikutsertakan manusia didalamnya, karena indicator keberhasilan atau penyebab utama suatu pembangunan itu adalah manusia, manusia sendirilah yang dapat membawa negaranya kearah yang lebih baik atau kepada kemajuan Negara. Sedangkan dalam sistim kasta tidak memungkinkan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain atau lapisan yang lebih atas atau mungkin juga kepada lapisan yang lebih bawah, ia tidak tersentuk dengan kepemilikan yang ia miliki baik kekayaan, tanah, kesalehan dan sebagainya. Adapun jalan satu-satunya untuk masuk menjadi anggota dari satu lapisan adalah karena kelahiran. 6. Disfungsi Strstifikasi Sosial. Adapun beberapa akibat yang timbul dari Stratifikasi Sosial antara lain: 1. Dalam masyarakat yang berstaratifikasi, status dan peranan mengandung kewajiban, hak dan harapan-harapan dari masyarakat terhadap orangorang yang memiliki status dan peranan dalam strstifikasi sosial itu kurang memiliki kemampuan dan kompetensi yang perlu untuk dapat berperan secara efektif, sehingga tak mampu memenuhi harapan masyarakat. 2. Peranan-peranan utama dalam masyarakat kadang-kadang diabaikan dan orang-orang yang potensial hanya memiliki status yang lebih kecil, yang tidak berkaitan dengan peranan-peranan yang menjerumus kepada kepentingan masyarakat. Dengan demikian, status dalam startifikasi dapat mengakibatkan pengangguran kapasitas atau kemampuan perorangan yang sebenarnya dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat. 3. Hubungan antara stratum yang lebih tinggi dengan stratum yang lebih rendah diwarnai oleh prasangka, yang dapat merupakan bibit konflik secara terus menerus. Pertemuan pendapat dan dialog sulit dijalankan karena prasangka tersebut. 4. Konsentrasi kekuasaan dimiliki oleh orang-orang pada stratum dapat disalah gunakan, misalnya hak monopoli yang mendatangkan keuntungan pribadi atau grup tertentu. Bahwa bisa saja mengakibatkan anggota masyarakat dari stratum yang lebih tinggi menindas atau memeras stratum yang lebih rendah, baik langsung maupun tidak. 5. Anggota dari kelas yang lebih terendah dapat mempunyai kemampuan potensial yang tinggi, tetapi ia dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan posisinya sehingga dapat mempengaruhi dan mengganggu perkembangan pribadinya. Ini disebabkan karena ia akan mengembangkan persepsi tentang dirinya sendiri sebagai “nobody” atau yang tidak masuk hitungan. Dengan demikian dapat merintangi perkembangan kepribadian secara normal para anggota kelas yang lebih rendah, sehingga realisasi potensial dalam dirinya tidak akan tercapai secara maksimal. 12 C. KESIMPULAN Dari uraian diatas mengenai pembanguna dan Stratifikasi Sosial, maka dapat diambil suatu simpulan sebagai berikut: 1. Pembangunan adalah suatu perubahan-perubahan besar dalam masyarakat yang direncanakan oleh individu dan masyarakat dalam bernegara, yang bersal dari satu keadaan menuju kepada keadaan yang lebih baik. 2 Pembangunan masyarakat dalam hal ini harus melibatkan masyarakat didalamnya, hal ini dikarenakan penyebab dari perubahan itu adalah masyarakat. 3 Dalam pembangunanbukan hanya bermodalkan materiil saja akan tetapi juga harus menseimbangan antara materiil dan mental manusia, sehingga membangunan dapat dilaksanakan dengan lancer dan aman. 4 Stratifikasi sosial adalah tingkatan-tingkatan atau lapisan-lapisan dalam masyarakat yang berdasarkan kepada kekayaan, pekerjaan, keturunan, kesalehan seseorang dalam beragama dan sebagainya, kemudian dirankingkan dan dibandingkat dengan yang lain, sehingga akan 12Wila Huky, hlm. 131-132. 5 terciptalah kedudukannya atau tingkatannya dalam masyarakat. Stratifikasi sosial, selain memberikan kontribusi uyung cukup besar dalam pembangunan, iapun memiliki disfungsi atau kelemahan, yaitu diantaranya: kurang berfungsinya yang memiliki strata atas, penyimpangan tingkah laku, kekuasaan akan terkonsentrasi pada starta tertentu saja, dan lain sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Duncam Mitchell, Sosiologi Suatu Analisa Sistem Sosial, Bina Aksara, Jakarta, 1984. Frans Wiryanto Jomo, Membangun Masyarakat, Alumni, Bandung, 1986. Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Modern Eglish Press, Jakarta, 1991. Selo Soemardjan Dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 1964. Soerjono Soekamto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993. Talizuhu Ndraha, Membangun Masyarakat Menuju Masyarakat Tinggal Landas, Rineka Cipta, Jakarta, 1990. Wila Huky, Pengantar Sosiologi, Usaha Nasional, Surabaya, 1982.