PENGUKURAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMONGAN BERDASARKAN KONSEP VALUE FOR MONEY Alayyal Khikmah Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya [email protected] Abstract This study is to measure the performance of Local Government Lamongan based concept of value for money, which includes economic, efficiency, and effectiveness. This study uses Lamongan financial statements five years between 2009 to 2013. The results show that the performance of the Regional Government of Lamongan uneconomical due to a rate of over 100%, meaning that the government is not successful in controlling the costs incurred and resulting in wasteful expenditure and unproductive. If viewed from the efficiency and effectiveness, the performance of the government has been efficient and effective. This means that the government has been able to manage financial resources well and succeed in determining the regional target revenue. Keywords: value for money, economic, efficiency, effectiveness Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan berdasarkan konsep value for money, yang meliputi ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan Kabupaten Lamongan tahun anggaran 2009 hingga 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan tidak ekonomis karena menghasilkan rasio lebih dari 100%, artinya pemerintah kurang sukses dalam mengendalikan biaya-biaya yang dikeluarkan sehingga terjadi pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Dilihat dari efisiensi dan efektivitas, kinerja pemerintah telah efisien dan efektif. Hal ini berarti pemerintah telah mampu mengelola sumber daya keuangan daerah dengan baik dan sukses dalam menentukan target penerimaan daaerah. Kata Kunci: value for money, ekonomis, efisiensi, efektivitas PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah menyelenggarakan daerah semua diberi urusan kewenangan pemerintah mulai yang dari luas dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi yang ditetapkan peraturan pemerintah. Pemberian hak otonomi daerah kepada pemerintah daerah untuk menentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sendiri sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan keuangan pemerintah daerah merupakan salah satu pemicu pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Adapun tujuan pelaksanaan otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005 adalah untuk meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan fiskal pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Dalam otonomi daerah terdapat dua aspek kinerja keuangan yang dituntut agar lebih baik dibandingkan sebelum otonomi daerah. Aspek pertama adalah bahwa daerah diberi kewenangan mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan utama pada kemampuan Pendapatan Asli Daerah (Desentralisasi Fiskal). Aspek kedua yaitu di sisi manajemen pengeluaran daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah harus lebih akuntabel dan transparan tentunya menuntut daerah agar lebih efisien dan efektif dalam pengeluaran daerah. Kedua aspek tersebut dapat disebut sebagai reformasi pembiayaan atau Financing Reform. Pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi, membuka jalan bagi pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan publik. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Pasal 4 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan. Kemampuan daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam APBD yang baik secara langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan daerahnya dan pelayanan kepada sosial masyarakat. Peraturan Pemerintah No. 108/2000 tentang Pertanggungjawaban Kepala Daerah menyarankan agar setiap akhir tahun anggaran, kepala daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang terdiri dari Laporan Perhitungan APBD, Norma Perhitungan APBD, Laporan Arus Kas, dan Neraca Daerah yang dilengkapi dengan penilaian kinerja. Halim (2001:125) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu melaksanakan otonomi yaitu, (1) kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumbersumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahnnya, (2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar. Adapun pengukuran manajemen untuk kinerja instansi pemerintah merupakan alat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai denngan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap instansi pemerintah mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan berdasarkan tolok ukur yang telah dibuat (standar minimum pelayanan publik). Sehingga penting bagi pemerintah daerah untuk menaruh perhatian yang lebih besar terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi prinsip value for money serta partisipatif, transparansi, akuntabilitas dan keadilan akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta kemandirian suatu daerah. Dengan demikian, suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya. Ukuran kinerja pemerintah daerah berdasarkan anggaran berbasis kinerja dapat diukur menggunakan konsep value for money, yakni ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. Menurut Mardiasmo (2000), penerapan konsep value for money (VFM) penting bagi pemerintah sebagai pelayan masyarakat, karena implementasi konsep tersebut akan memberi manfaat untuk menilai: 1) efektivitas pelayanan publik, 2) mutu pelayanan publik, 3) alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik, dan 4) meningkatkan public cost awareness sebagai akar pelaksanaan pertanggungjawaban publik. Untuk mendukung dilakukannya pengelolaan dana masyarakat yang berdasarkan konsep VFM maka diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah yang berorientasi pada kinerja (performance budget). Anggaran kinerja tersebut adalah untuk mendukung terciptanya akuntabilitas publik pemerintah daerah dalam rangka otonomi dan desentralisasi. Masyarakat tentu menghendaki adanya pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan kinerja sektor publik, termasuk kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dalam pengelolaan keuangan daerahnya. Apalagi Kabupaten Lamongan yang sekarang sudah menjadi kota wisata pasti akan selalu dituntut untuk memberikan pelayanan jasa yang lebih baik lagi. Dari uraian latar belakang di atas maka permasalahannya adalah Apakah kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan telah memenuhi konsep value for money? LANDASAN TEORI Pengukuran Kinerja Pemerintah Secara umum kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi (Indra Bastian: 274). Namun menurut PP No. 8 Tahun 2006, kinerja adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Dengan demikian kinerja mencerminkan hasil atau prestasi kerja yang dapat dicapai oleh seseorang, unit kerja, dan atau suatu organisasi pada periode tertentu sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam upaya mencapai tujuan secara legal serta sesuai moral dan etika. Adapun pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategi organisasi (Lohman, 2003). Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memeng menentukan kinerja (Werther dan Davis, 1996:346). Dalam SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah), pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dilakukan melalui penilaian yang sistematik bukan hanya pada input, tetapi juga pada output, dan benefit, serta impact (dampak) yang ditimbulkan. Dengan demikian pengukuran kinerja merupakan dasar yang reasonable untuk pengambilan keputusan dan melalui pengukuran kinerja akan dapat dilihat seberapa jauh kinerja yang telah dicapai dalam satu periode tertentu dibandingkan yang telah direncanakan dan dapat juga untuk mengukur kecenderungan dari tahun ke tahun. Pengukuran Kinerja Pemerintah daerah dalam Era Otonomi Daerah Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, berdasarkan asas money follows functions, juga diikuti dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang sebelumnya masih dipegang oleh pemerintah pusat, maka timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Keuangan daerah harus dilaksanakan dengan pembukuan yang terang, rapi, dan pengurusan keuangan daerah harus dilaksanakan secara sehat termasuk sistem administrasinya. Dengan demikian, diharapkan daerah menyusun dan menetapkan APBDnya sendiri (Azhari, 1995:39-40). Masalah keuangan berhubungan dengan ekonomi daerah, terutama menyangkut tentang pengelolaan keuangan suatu daerah, tentang bagaimana sumber penerimaan digali dan didistribusikan oleh Pemerintah Daerah (Devas, 1995:179). Sedangkan keberhasilan perkembangan daerah terfleksikan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai pembangunan daerah. Potensi dana pembangunan yang paling besar dan lestari adalah bersumber dari masyarakat sendiri yang dihimpun dari pajak dan retribusi daerah (Basri, 2003:94). Oleh karena itu, peningkatan peran atau porsi PAD terhadap APBD tanpa membebani masyarakat dan investor merupakan salah satu indikasi keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah daerah mengelola keuangan daerah secara efisien dan efektif (Saragih, 2003:133) Pengertian Value for Money Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang berdasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomis, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomis adalah pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output atau input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana, efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output. Value for money dapat tercapai apabila organisasi telah menggunakan biaya input paling kecil untuk mencapai output yang optimum dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Implementasi konsep value for money pada organisasi sektor publik gencar dilakukan seiring dengan meningkatnya tuntutan akuntabilitas publik dan pelaksanaan good governance. Implementasi konsep value for money dapat memperbaiki akuntabilitas sektor publik dan memperbaiki kinerja sektor publik (Mardiasmo, 2009). Pengukuran Kinerja berdasarkan Konsep Value For Money Value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah dan sektor publik. Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi output yang dihasilkan mempertimbangkan input, semata, output, akan dan tetapi secara outcome terintegrasi secara harus bersama-sama. Permasalahan yang sering muncul adalah sulitnya mengukur output karena output yang dihasilkan pemerintah tidak selalu berupa output yang berwujud (tangible output), tetapi kebanyakan juga bersifat output tidak berwujud (intangible output). Ukuran kinerja pada dasarnya berbeda dengan indikator kinerja. Perbedaan antara ukuran kinerja dengan indikator kinerja adalah apabila ukuran kinerja, umumnya mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, misalnya: laporan keuangan pemerintah. Sedangkan indikator kinerja, mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Tujuan Value For Money Tujuan pelaksanaan value for money adalah ekonomi: hemat/cermat dalam pengadaan dan alokasi sumber daya; efisiensi: berdaya guna dalam penggunaan sumber daya; efektivitas: berhasil guna dalam arti mencapai tujuan dan sasaran; equity: keadilan dalam mendapatkan pelayanan publik dan equality: kesetaran dalam penggunaan sumber daya. Tujuan lain dari value for money pada organisasi sektor publik antara lain: 1. Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran. 2. Meningkatkan mutu pelayanan publik. 3. Menurunkan biaya pelayanan publik, karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan dalam penggunaan input. 4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik. 5. Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public cost awareness) sebagai akar pelaksanaan akuntabilitas publik. Langkah-langkah Pengukuran Value For Money 1. Pengukuran Ekonomi Pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan (input) yang digunakan. 2. Pengukuran Efisiensi Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi. 3. Pengukuran Efektivitas Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut (Mardiasmo, 2009). APBD Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, APBD didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah, di mana satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu dan di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. APBD disusun dengan pendekatan kinerja dan ditetapkan dengan peraturan daerah paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan, demikian juga halnya dengan perubahan APBD ditetapkan dengan peraturan daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Sedangkan perhitungan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja tersebut memuat hal-hal sebagai berikut (Nirzawan, 2001:81): 1. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja. 2. Standar pelayanan yang diharapkan dan diperkirakan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan. 3. Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Struktur APBD Berdasarkan Undang-undang No. 17 tahun 2003 dan Standar Akuntansi Pemerintahan, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar lagi oleh pemerintah. Kelompok pendapatan terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. b. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. c. Lain-lain pendapatan yang sah adalah pendapatan lain-lain yang dihasilkan dari bantuan dan dana penyeimbang dari pemerintah pusat. 2. Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Kelompok belanja terdiri atas: a. Belanja administrasi umum (belanja tak langsung) adalah belanja yang secara tak langsung dipengaruhi program atau kegiatan. b. Belanja operasi dan pemeliharaan (belanja langsung) adalah belanja yang secara langsung dipengaruhi program atau kegiatan. c. Belanja modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang akan menambah aset. d. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan adalah belanja langsung yang digunakan dalam pemberian bantuan berupa uang dengan tidak mengharapkan imbalan. e. Belanja tak terduga adalah belanja yang langsung dialokasikan untuk kegiatan di luar rencana, seperti terjadinya bencana alam. 3. Transfer adalah penerimaan/ pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil. 4. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Lamongan di Jl. KH. Achmad Dahlan No. 01, Lamongan. Waktu penelitian mulai Oktober sampai November 2014. Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel Pengumpulan data penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Daerah berupa data tentang APBD dan RAPBD Kabupaten Lamongan, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah APBD dan RAPBD Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan periode 5 tahun, yaitu 2009-2013. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Ekonomis berkaitan dengan pemerolehan input dengan kualitas tertentu dengan harga terendah. Pengukuran ekonomis melalui rasio antara masukan aktual dengan yang direncanakan. Kinerja pemerintah daerah akan dikatakan ekonomis bila rasionya kurang dari 1 atau dibawah 100%, semakin kecil rasio ekonomis berarti rasio kinerja akan semakin baik. Rasio Ekonomis= Realisasi Pengeluaran Anggaran Pengeluaran Efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu. Efisiensi dapat menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah akan dikatakan efisien bila rasionya kurang dari 1 atau dibawah 100%, semakin kecil rasio efisiensi berarti rasio kinerja akan semakin baik. Rasio Efisiensi= Realisasi Biaya untuk Memperoleh Pendapatan Realisasi Pendapatan Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Dikatakan efektif jika rasio yang dicapai sama dengan 1 atau 100%, namun demikian semakin tinggi rasio efektivitas maka semakin baik. Rasio Efektivitas= Realisasi Pendapatan Anggaran Pendapatan Metode Analisis Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif, yaitu data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan yang kemudian diklasifikasikan dan dianalisis. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Keuangan Pengukuran kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan didasarkan pada data keuangan berupa APBD dan RAPBD. Tabel 1. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah) Uraian 2011 2012 2013 881.981 1.173.178 1.381.852 1.560.306 66.156 94.066 103.336 108.606 124.606 Pajak Daerah 14.181 16.177 20.350 21.952 24.553 Retribusi daerah 22.067 11.921 12.388 13.237 13.789 12.555 13.088 17.035 18.699 19.636 17.353 52.880 53.563 54.718 66.627 790.170 787.878 1.041.993 1.205.131 1.435.700 748.057 740.113 851.800 990.254 1.123.474 6.949 7.646 135.565 158.568 222.312 35.164 40.119 54.628 68.115 68.612 42.113 37 27.850 56.309 21.302 900.103 939.808 1.211.480 1.429.971 1.550.104 730.700 833.299 1.024.881 1.166.436 1.331.768 Belanja Pegawai 507.551 558.111 730.768 853.231 952.726 Belanja Barang 123.812 111.453 160.848 173.981 217.249 Belanja Bunga 29.000 29 3.752 3.332 2.100 - 375 - 5.000 5.000 Belanja Hibah 35.337 91.378 48.553 40.915 36.039 Belanja Bantuan Sosial 21.243 16.829 21.177 26.164 23.625 Belanja Bantuan Keuangan 42.728 55.054 59.783 63.813 95.029 167.903 101464 185.056 262.121 214.333 Belanja Tak Terduga 1.500 5.115 1.543 1.414 1.129 Transfer 1.948 2.232 2.376 2.635 2.874 Pembiayaan 46.078 60.061 40.681 50.758 (10.200) Penerimaan Pembiayaan 74.220 83.803 73.673 96.270 40.305 Pengeluaran Pembiayaan 28.142 23.742 32.992 45.512 50.505 Pendapatan PAD Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah Pendapatan Transfer Transfer Pemerintah Pusat-Dana Perimbangan Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya Transfer Pemerintah Provinsi Lain-lain Pendapatan yang Sah Belanja Belanja Operasi Belanja Subsidi Belanja Modal 2009 2010 856.326 Sumber: Dispenda Kabupaten Lamongan 2009-2013, Diolah Tabel 2. Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah) Uraian 2010 2011 2012 2013 942.377 1.064.028 1.321.525 1.472.430 1.840.089 71.452 95.245 99.546 129.285 123.257 Pajak Daerah 16.537 17.541 21.556 27.917 27.810 Retribusi daerah 25.096 12.222 12.663 14.415 11.627 13.713 15.332 16.759 19.400 10.200 16.104 50.150 48.609 67.553 73.620 839.353 922.522 1.056.954 1.261.090 1.631.774 731.738 742.952 859.150 1.006.690 1.389.082 65.049 124.658 132.960 193.600 242.692 42.565 54.912 64.854 60.801 60.801 36.572 46.262 165.025 82.053 85.059 980.076 1.044.489 1.285.411 1.471.490 1.507.821 773.679 938.054 1.094.952 1.200.100 1.494.762 Belanja Pegawai 524.037 672.688 755.802 878.429 1.220.111 Belanja Barang 127.376 111.301 190.309 180.331 155.612 Belanja Bunga 20.658 14 2.654 3.206 4.900 - - - - - Belanja Hibah 52.660 77.475 65.420 46.585 23.160 Belanja Bantuan Sosial 69.584 23.675 22.411 28.530 5.940 52.900 58.357 63.031 85.039 Pendapatan PAD Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah Pendapatan Transfer Transfer Pemerintah PusatDana Perimbangan Transfer Pemerintah PusatLainnya Transfer Pemerintah Provinsi Lain-lain Pendapatan yang Sah Belanja Belanja Operasi Belanja Subsidi 2009 Belanja Bantuan Keuangan Belanja Modal 206.287 106.435 190.276 271.049 13.059 Belanja Tak Terduga 109.765 - 184 337 - Transfer 2.330 2.295 2.562 2.259 4.156 Pembiayaan 29.001 21.600 78.130 87.385 226.286 Penerimaan Pembiayaan 57.142 45.442 108.291 134.348 344.381 Pengeluaran Pembiayaan 28.141 23.842 30.161 46.962 118.095 Sumber: Dispenda Kabupaten Lamongan 2009-2013, Diolah Analisis Kinerja Value for Money Pengukuran kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan menggunakan Anggaran Pemerintah Belanja Daerah (APBD) dan Realisasi Anggaran Pemerintah Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Lamongan menggunakan analisis rasio kinerja value for money, yaitu: 1. Rasio Ekonomis Ekonomis (kehematan) sebagai tingkat biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan suatu kegiatan atau memperoleh sesuatu. Tingkat ekonomi dalam mengelola keuangan dengan melihat perbandingan antara anggaran belanja dengan realisasinya dengan presentase tingkat pencapaiannya. Rasio Ekonomis= Realisasi Pengeluaran Anggaran Pengeluaran Ketentuan: Jika < 100% berarti ekonomis Jika > 100% berarti tidak ekonomis Jika = 100% berarti ekonomis berimbang Berikut ini disajikan tabel perhitungan rasio ekonomis untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan untuk tahun anggaran 2009-2013 yang diambil dari APBD dan RAPBD: Tabel 3. Rasio Ekonomis Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 Tahun Anggaran Pengeluaran Realisasi Pengeluaran Rasio Ekonomis 2009 902.050.000.000 980.076.000.000 108.65% 2010 939.808.000.000 1.044.489.000.000 111.14% 2011 1.211.480.000.000 1.285.411.000.000 106.10% 2012 1.429.971.000.000 1.471.490.000.000 103% 2013 1.550.104.000.000 1.507.821.000.000 97.27% Sumber: Dispenda Kabupaten Lamongan 2009-2013, Diolah Berdasarkan tabel di atas ditinjau dari pencapaian ekonomis pada tahun 2009-2012, kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan tidak ekonomis karena menghasilkan rasio lebih dari 100%. Dan pada tahun 2013 kinerjanya ekonomis karena menghasilkan rasio kurang dari 100% atau sebesar 97.27%. Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan cenderung tidak ekonomis dari tahun 2009-2013. Hal ini disebabkan oleh pemborosan pada belanja operasi seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga dan lain-lain yang jauh lebih besar dibandingkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. Akan tetapi pemerintah telah menunjukkan peningkatan kinerjanya untuk mencapai tingkat yang ekonomis dari tahun ke tahun. Hal ini dibuktikan rasio ekonomis dari tahun 2009-2013 cenderung naik. 120 100 80 60 40 20 0 rasio ekonomis Gambar 1. Grafik Perkembangan Rasio Ekonomis Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 2. Rasio Efisiensi Efisiensi (daya guna) berhubungan dengan metode operasi (method operation). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil karya tertentu mempergunakan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya. Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input. Tingkat efisiensi dalam mengelola keuangan dengan melihat perbandingan antara realisasi balanja dengan realisasi pendapatan. Rasio Efisiensi= Realisasi Biaya untuk Memperoleh Pendapatan Realisasi Pendapatan Ketentuan : Jika < 100% berarti efisien Jika > 100% berarti tidak efisien Jika = 100% berarti efisien berimbang Berikut perhitungan rasio efisiensi untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan untuk tahun anggaran 2009-2013 yang diambil dari APBD dan RAPBD: Tabel 4. Rasio Efisiensi Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 Tahun Realisasi Belanja Realisasi Pendapatan Rasio Efisiensi 2009 980.076.000.000 942.377.000.000 104% 2010 1.044.489.000.000 1.064.028.000.000 98.16% 2011 1.285.411.000.000 1.321.525.000.000 97.27% 2012 1.471.490.000.000 1.472.430.000.000 100% 2013 1.507.821.000.000 1.840.089.000.000 81.94% Sumber: Dispenda Kabupaten Lamongan 2009-2013, Diolah Pencapaian efisiensi Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan cukup baik untuk tahun 2009 sampai 2013, meskipun pada tahun 2009 menunjukkan rasio yang kurang efisien. Namun secara keseluruhan kinerja Pemerintah telah efisien dan telah berusaha dalam peningkatan keefisienan kinerjanya periode tahun 2009 hingga 2013. Sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan apabila kinerja pemerintah telah efisien, yang berarti pemerintah mampu menggunakan sumber daya yang diperlukan dengan minimum untuk mencapai target yamg optimum. 150 100 raiso efisiensi 50 0 2009 2010 2011 2012 2013 Gambar 2. Grafik Perkembangan Rasio Efisiensi Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 3. Rasio Efektivitas Efektivitas (hasil guna) adalah ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Efektivitas merupakan perbandingan outcome dan output. Outcome merupakan dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat sedangkan output merupakan hasil yang dicapai dari suatu program aktivitas dan kebijakan. Tingkat efektivitas dalam pengelolaan keuangan dapat dilihat perbandingan realisasi pendapatan dengan anggaran pendapatan. Rasio Efektivitas= Realisasi Pendapatan Anggaran Pendapatan Ketentuan : Jika > 100% berarti efektif Jika < 100% berarti tidak efektif Jika = 100% berarti efektif berimbang Perhitungan rasio efektivitas untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan untuk tahun anggaran 2009-2013 yang diambil dari APBD dan RAPBD adalah sebagai berikut: Tabel 5. Rasio Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 Tahun Anggaran Pendapatan Realisasi Pendapatan Rasio Efektivitas 2009 856.326.000.000 942.377.000.000 110.05% 2010 881.981.000.000 1.064.028.000.000 120.64% 2011 1.173.178.000.000 1.321.525.000.000 112.64% 2012 1.381.852.000.000 1.472.430.000.000 106.55% 2013 1.560.306.000.000 1.840.089.000.000 117.93% Sumber: Dispenda Kabupaten Lamongan 2009-2013, Diolah Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dari tahun 2009 hingga 2013 selalu efektif, karena menghasilkan rasio lebih dari 100%. Artinya pemerintah dalam menentukan target penerimaan telah sesuai, dan mampu merealisasikan pendapatan yang telah direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi daerah. Hal ini dibuktikan dengan pemerolehan realisasi pendapatan yang lebih besar daripada pendapatan yang dianggarkan. 120 100 80 60 40 20 0 rasio efektivitas 2009 2010 2011 2012 2013 Gambar 3. Grafik Perkembangan Rasio Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 Perkembangan rasio kinerja value for money yang terdiri atas rasio ekonomis, efisiensi, dan efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan disajikan dalam grafik berikut ini: 150 100 Rasio ekonomis Rasio efisiensi 50 Rasio efektivitas 0 2009 2010 2011 2012 2013 Gambar 4. Grafik Perkembangan Rasio Kinerja Value for Money Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 SIMPULAN Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan konsep value for money yang berdasarkan ekonomis, efisiensi, dan efektivitas dalam menilai kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan. Penelitian ini menggunakan sampel Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dengan menggunakan data Laporan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Daerah (APBD) dan Realisasi Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Daerah (RAPBD) Kabupaten Lamongan periode 5 tahun yaitu pada tahun 2009-9013. Hasil penelitian dalam pengukuran kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan berdasarkan konsep value for money diperoleh bahwa rasio ekonomis dari tahun 2009-2013 cenderung tidak ekonomis karena menghasilkan rasio lebih dari 100%. Hal ini berarti pemerintah kurang sukses dalam mengendalikan biayabiaya yang dikeluarkan karena biaya yang dikeluarkan lebih besar pada realisasinya daripada yang telah dianggarkan. Tetapi, pemerintah telah berusaha dalam pencapaian kinerja yang ekonomis. Hal ini ditunjukkan dari perkembangan rasio ekonomis yang selalu meningkat dari tahun ke tahun selama periode 20092013. Apabila dilihat dari segi efisiensinya, maka kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan cukup efisien karena rasio memperlihatkan hasil kurang dari 100%. Artinya, pemerintah mampu mengelola keuangan daerah dengan menggunakan sumber daya dengan tingkat tertentu untuk dapat mencapai output yang optimum. Dan kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan efektif jika dilihat dari rasio efektivitas yang dihasilkan dari tahun 2009-2013. Di mana selama periode 5 tahun tersebut, perhitungan rasio menunjukkan hasil lebih dari 100%, yang artinya bahwa pemerintah dalam menentukan target penerimaan telah sukses, dibuktikan dengan pemerolehan realisasi pendapatan yang lebih besar daripada anggaran pendapatannya. SARAN Melihat permasalahan yang ada dan dengan memperhatikan hasil dari analisis terhadap rasio kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan serta kesimpulan di atas, maka saran-saran yang mungkin berguna bagi peningkatan kinerja Pemerintah Kabupaten Lamongan dalam pengelolaan keuangan daerah antara lain sebagai berikut: 1. Hasil perhitungan rasio ekonomis yang kurang, menuntut Pemerintah Kabupaten Lamongan untuk bisa memperbaikinya. Pemerintah harus dapat mengendalikan biaya-biaya/belanja yang dikeluarkan yang seharusnya disesuaikan dengan nominal yang telah dianggarkan, agar tidak menimbulkan pengeluaran yang boros dan tidak produktif, terutama pengeluaran-pengeluaran yang tidak bermanfaat bagi kepentingan publik. 2. Dari hasil perhitungan rasio efisiensi dan efektivitas yang telah memuaskan, Pemerintah Kabupaten Lamongan perlu meninjau penentuan target-target selanjutnya/ yang akan datang agar rasio ini dapat tetap bertahan atau bahkan bisa lebih meningkat lagi. 3. Pemerintah Kabupaten Lamongan harus mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat terutama terhadap bantuan-bantuan yang diberikan, yaitu dengan mengoptimalkan potensi sumber pendapatan yang ada atau dengan meminta kewenangan yang lebih luas untuk mengelola sumber pendapatan lain yang masih dikuasai oleh pemerintah pusat/ provinsi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). 4. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lamongan dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik aparatur daerah maupun masyarakatnya yang diimbangi dengan perluasan lapangan kerja agar kualitas dan pendapatan masyarakat meningkat sehingga retribusi dan pajak yang dibayar masyarakat meningkat pula. DAFTAR PUSTAKA Azhari, A. Surouda. 1995. Perpajakan Indonesia, Keuangan Pajak dan Retribusi Daerah. Gramedia: Jakarta Basri, Yuswar Zainul dan Mulyadi Subir. 2003. Keuangan Negara dan Kebijakan Utang Luar Negeri. PT Grafindo Persada: Jakarta. Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor di Indonesia. BPFE: Yogyakarta. Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar. Erlangga: Jakarta. Devas, Nick. 1995. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. UJ Press: Jakarta. Ellitan, L. 2001. “Strategi Mendongkrak Kuailtas Pelayanan”. Jurnal Ekonomi STEI, No.15/Th.X/Januari-Maret. Halim, Abdul. 2001. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat: Jakarta. LAN (Lembaga Administrasi Negara). AKIP dan Pengukuran Kinerja. Edisi Tahun 2008. Laporan Tahunan Anggaran Pemerintah Belanja Daerah (APBD) dan Realisasi Anggaran Pemerintah Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Lamongan Mardiasmo. 2000. Akuntansi Keuangan Dasar. BPFE: Yogyakarta. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. ANDI: Yogyakarta. Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. ANDI: Yogyakarta. Nirzawan. 2001. Tinjauan Umum terhadap Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. UPP YKPN: Yogyakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Pasal 4 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban Kepala Daerah. Samryn, L.M. 2002. Akuntansi Manajerial Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo: Jakarta. Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. PT Ghalia Indonesia: Jakarta. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Wether, WB dan Davis, K. 1996. Human Resources and Personal Management. Megraw Hill Inc: New York.