PENGUKURAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH

advertisement
PENGUKURAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN
LAMONGAN BERDASARKAN KONSEP VALUE FOR MONEY
Alayyal Khikmah
Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
[email protected]
Abstract
This study is to measure the performance of Local Government Lamongan based
concept of value for money, which includes economic, efficiency, and
effectiveness. This study uses Lamongan financial statements five years between
2009 to 2013. The results show that the performance of the Regional Government
of Lamongan uneconomical due to a rate of over 100%, meaning that the
government is not successful in controlling the costs incurred and resulting in
wasteful expenditure and unproductive. If viewed from the efficiency and
effectiveness, the performance of the government has been efficient and effective.
This means that the government has been able to manage financial resources well
and succeed in determining the regional target revenue.
Keywords: value for money, economic, efficiency, effectiveness
Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten
Lamongan berdasarkan konsep value for money, yang meliputi ekonomis,
efisiensi, dan efektivitas. Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan
Kabupaten Lamongan tahun anggaran 2009 hingga 2013. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan tidak
ekonomis karena menghasilkan rasio lebih dari 100%, artinya pemerintah kurang
sukses dalam mengendalikan biaya-biaya yang dikeluarkan sehingga terjadi
pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Dilihat dari efisiensi dan efektivitas,
kinerja pemerintah telah efisien dan efektif. Hal ini berarti pemerintah telah
mampu mengelola sumber daya keuangan daerah dengan baik dan sukses dalam
menentukan target penerimaan daaerah.
Kata Kunci: value for money, ekonomis, efisiensi, efektivitas
PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah,
pemerintah
menyelenggarakan
daerah
semua
diberi
urusan
kewenangan
pemerintah
mulai
yang
dari
luas
dalam
perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi yang ditetapkan peraturan
pemerintah. Pemberian hak otonomi daerah kepada pemerintah daerah untuk
menentukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sendiri sesuai
dengan kebutuhan dan potensi daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
yang dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan keuangan pemerintah daerah
merupakan salah satu pemicu pertumbuhan perekonomian suatu daerah.
Adapun tujuan pelaksanaan otonomi daerah menurut Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2005 adalah untuk meningkatkan kemandirian dan mengurangi
ketergantungan fiskal pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Dalam
otonomi daerah terdapat dua aspek kinerja keuangan yang dituntut agar lebih baik
dibandingkan sebelum otonomi daerah. Aspek pertama adalah bahwa daerah
diberi kewenangan mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan utama pada
kemampuan Pendapatan Asli Daerah (Desentralisasi Fiskal). Aspek kedua yaitu di
sisi manajemen pengeluaran daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah harus
lebih akuntabel dan transparan tentunya menuntut daerah agar lebih efisien dan
efektif dalam pengeluaran daerah. Kedua aspek tersebut dapat disebut sebagai
reformasi pembiayaan atau Financing Reform.
Pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi, membuka jalan bagi
pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang
berorientasi pada kepentingan publik. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun
2000 Pasal 4 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib,
taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan.
Kemampuan daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam APBD yang
baik secara langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan
pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan,
pembangunan daerahnya dan pelayanan kepada sosial masyarakat.
Peraturan Pemerintah No. 108/2000 tentang Pertanggungjawaban Kepala
Daerah menyarankan agar setiap akhir tahun anggaran, kepala daerah
menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban
yang
terdiri
dari
Laporan
Perhitungan APBD, Norma Perhitungan APBD, Laporan Arus Kas, dan Neraca
Daerah yang dilengkapi dengan penilaian kinerja.
Halim (2001:125) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang
mampu melaksanakan otonomi yaitu, (1) kemampuan keuangan daerah, artinya
daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumbersumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahnnya, (2) ketergantungan kepada
bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah
daerah menjadi lebih besar.
Adapun pengukuran
manajemen
untuk
kinerja instansi pemerintah merupakan alat
meningkatkan
kualitas
pengambilan
keputusan
dan
akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
kegiatan sesuai denngan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran kinerja
merupakan suatu evaluasi terhadap instansi pemerintah mengenai kegiatan yang
telah dilaksanakan berdasarkan tolok ukur yang telah dibuat (standar minimum
pelayanan publik).
Sehingga penting bagi pemerintah daerah untuk menaruh perhatian yang
lebih besar terhadap kinerja pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan
daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi
prinsip value for money serta partisipatif, transparansi, akuntabilitas dan keadilan
akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta kemandirian suatu daerah.
Dengan demikian, suatu daerah yang kinerja keuangannya dinyatakan baik berarti
daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan
otonomi daerah.
Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kinerja pemerintah daerah
dalam mengelola keuangan daerahnya. Ukuran kinerja pemerintah daerah
berdasarkan anggaran berbasis kinerja dapat diukur menggunakan konsep value
for money, yakni ekonomis, efisiensi, dan efektivitas.
Menurut Mardiasmo (2000), penerapan konsep value for money (VFM)
penting bagi pemerintah sebagai pelayan masyarakat, karena implementasi konsep
tersebut akan memberi manfaat untuk menilai: 1) efektivitas pelayanan publik, 2)
mutu pelayanan publik, 3) alokasi belanja yang lebih berorientasi pada
kepentingan publik, dan 4) meningkatkan public cost awareness sebagai akar
pelaksanaan pertanggungjawaban publik. Untuk mendukung dilakukannya
pengelolaan dana masyarakat yang berdasarkan konsep VFM maka diperlukan
sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah yang berorientasi pada
kinerja (performance budget). Anggaran kinerja tersebut adalah untuk mendukung
terciptanya akuntabilitas publik pemerintah daerah dalam rangka otonomi dan
desentralisasi.
Masyarakat tentu menghendaki adanya pertanggungjawaban mengenai
pelaksanaan kinerja sektor publik, termasuk kinerja Pemerintah Daerah
Kabupaten Lamongan dalam pengelolaan keuangan daerahnya. Apalagi
Kabupaten Lamongan yang sekarang sudah menjadi kota wisata pasti akan selalu
dituntut untuk memberikan pelayanan jasa yang lebih baik lagi.
Dari uraian latar belakang di atas maka permasalahannya adalah Apakah
kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan telah memenuhi konsep value
for money?
LANDASAN TEORI
Pengukuran Kinerja Pemerintah
Secara umum kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan atau program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi
organisasi (Indra Bastian: 274). Namun menurut PP No. 8 Tahun 2006, kinerja
adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau telah
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas
terukur. Dengan demikian kinerja mencerminkan hasil atau prestasi kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang, unit kerja, dan atau suatu organisasi pada periode
tertentu sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam upaya mencapai
tujuan secara legal serta sesuai moral dan etika.
Adapun pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian
pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategi organisasi
(Lohman, 2003). Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan
sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan
sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memeng
menentukan kinerja (Werther dan Davis, 1996:346).
Dalam SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah),
pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah.
Pengukuran dilakukan melalui penilaian yang sistematik bukan hanya pada input,
tetapi juga pada output, dan benefit, serta impact (dampak) yang ditimbulkan.
Dengan demikian pengukuran kinerja merupakan dasar yang reasonable untuk
pengambilan keputusan dan melalui pengukuran kinerja akan dapat dilihat
seberapa jauh kinerja yang telah dicapai dalam satu periode tertentu dibandingkan
yang telah direncanakan dan dapat juga untuk mengukur kecenderungan dari
tahun ke tahun.
Pengukuran Kinerja Pemerintah daerah dalam Era Otonomi Daerah
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, berdasarkan
asas money follows functions, juga diikuti dengan penyerahan sumber-sumber
pembiayaan yang sebelumnya masih dipegang oleh pemerintah pusat, maka
timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Sehingga perlu
dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Keuangan daerah harus
dilaksanakan dengan pembukuan yang terang, rapi, dan pengurusan keuangan
daerah harus dilaksanakan secara sehat termasuk sistem administrasinya. Dengan
demikian, diharapkan daerah menyusun dan menetapkan APBDnya sendiri
(Azhari, 1995:39-40).
Masalah keuangan berhubungan dengan ekonomi daerah, terutama
menyangkut tentang pengelolaan keuangan suatu daerah, tentang bagaimana
sumber penerimaan digali dan didistribusikan oleh Pemerintah Daerah (Devas,
1995:179). Sedangkan keberhasilan perkembangan daerah terfleksikan oleh besar
kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam membiayai pembangunan daerah.
Potensi dana pembangunan yang paling besar dan lestari adalah bersumber dari
masyarakat sendiri yang dihimpun dari pajak dan retribusi daerah (Basri,
2003:94).
Oleh karena itu, peningkatan peran atau porsi PAD terhadap APBD tanpa
membebani masyarakat dan investor merupakan salah satu indikasi keberhasilan
pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, yang lebih penting
adalah bagaimana pemerintah daerah mengelola keuangan daerah secara efisien
dan efektif (Saragih, 2003:133)
Pengertian Value for Money
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik
yang berdasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomis, efisiensi, dan
efektivitas.
Ekonomis adalah pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu
pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input
value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh
mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang
digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
Efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu
atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi
merupakan perbandingan output atau input yang dikaitkan dengan standar kinerja
atau target yang telah ditetapkan.
Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapkan. Secara sederhana, efektivitas merupakan perbandingan outcome
dengan output.
Value for money dapat tercapai apabila organisasi telah menggunakan
biaya input paling kecil untuk mencapai output yang optimum dalam rangka
mencapai tujuan organisasi. Implementasi konsep value for money pada organisasi
sektor publik gencar dilakukan seiring dengan meningkatnya tuntutan
akuntabilitas publik dan pelaksanaan good governance. Implementasi konsep
value for money dapat memperbaiki akuntabilitas sektor publik dan memperbaiki
kinerja sektor publik (Mardiasmo, 2009).
Pengukuran Kinerja berdasarkan Konsep Value For Money
Value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi
pemerintah dan sektor publik. Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi
output
yang
dihasilkan
mempertimbangkan
input,
semata,
output,
akan
dan
tetapi
secara
outcome
terintegrasi
secara
harus
bersama-sama.
Permasalahan yang sering muncul adalah sulitnya mengukur output karena output
yang dihasilkan pemerintah tidak selalu berupa output yang berwujud (tangible
output), tetapi kebanyakan juga bersifat output tidak berwujud (intangible output).
Ukuran kinerja pada dasarnya berbeda dengan indikator kinerja. Perbedaan
antara ukuran kinerja dengan indikator kinerja adalah apabila ukuran kinerja,
umumnya mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, misalnya: laporan
keuangan pemerintah. Sedangkan indikator kinerja, mengacu pada penilaian
kinerja secara tidak langsung, yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan
indikasi-indikasi kinerja.
Tujuan Value For Money
Tujuan pelaksanaan value for money adalah ekonomi: hemat/cermat dalam
pengadaan dan alokasi sumber daya; efisiensi: berdaya guna dalam penggunaan
sumber daya; efektivitas: berhasil guna dalam arti mencapai tujuan dan
sasaran; equity: keadilan dalam mendapatkan pelayanan publik dan equality:
kesetaran dalam penggunaan sumber daya.
Tujuan lain dari value for money pada organisasi sektor publik antara lain:
1.
Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang
diberikan tepat sasaran.
2.
Meningkatkan mutu pelayanan publik.
3.
Menurunkan biaya pelayanan publik, karena hilangnya inefisiensi dan
terjadinya penghematan dalam penggunaan input.
4.
Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik.
5.
Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public cost awareness) sebagai
akar pelaksanaan akuntabilitas publik.
Langkah-langkah Pengukuran Value For Money
1.
Pengukuran Ekonomi
Pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan (input) yang
digunakan.
2.
Pengukuran Efisiensi
Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar
output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu
organisasi.
3.
Pengukuran Efektivitas
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai
tujuannya. Efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang
telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut (Mardiasmo, 2009).
APBD
Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, APBD didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah
daerah,
di mana satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran guna
membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun
anggaran tertentu dan di pihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan
sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang
dimaksud.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja dan ditetapkan dengan
peraturan daerah paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan, demikian
juga halnya dengan perubahan APBD ditetapkan dengan peraturan daerah
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
Sedangkan perhitungan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. APBD yang disusun
dengan pendekatan kinerja tersebut memuat hal-hal sebagai berikut (Nirzawan,
2001:81):
1.
Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.
2.
Standar pelayanan yang diharapkan dan diperkirakan biaya satuan komponen
kegiatan yang bersangkutan.
3.
Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum,
belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan.
Struktur APBD
Berdasarkan Undang-undang No. 17 tahun 2003 dan Standar Akuntansi
Pemerintahan, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
1.
Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah
dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun
anggaran dan tidak perlu dibayar lagi oleh pemerintah.
Kelompok pendapatan terdiri atas:
a.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan.
b.
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang
dialokasikan
kepada
daerah
dalam
rangka
pelaksanaan
desentralisasi.
c.
Lain-lain pendapatan yang sah adalah pendapatan lain-lain yang
dihasilkan dari bantuan dan dana penyeimbang dari pemerintah pusat.
2.
Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun
anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
Kelompok belanja terdiri atas:
a.
Belanja administrasi umum (belanja tak langsung) adalah belanja yang
secara tak langsung dipengaruhi program atau kegiatan.
b.
Belanja operasi dan pemeliharaan (belanja langsung) adalah belanja yang
secara langsung dipengaruhi program atau kegiatan.
c.
Belanja modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai
kegiatan yang akan menambah aset.
d.
Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan adalah belanja langsung yang
digunakan dalam pemberian bantuan berupa uang dengan tidak
mengharapkan imbalan.
e.
Belanja tak terduga adalah belanja yang langsung dialokasikan untuk
kegiatan di luar rencana, seperti terjadinya bencana alam.
3.
Transfer adalah penerimaan/ pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan
lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
4.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada pada tahun anggaran
yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk untuk
menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Lamongan di Jl. KH. Achmad Dahlan No. 01, Lamongan. Waktu penelitian mulai
Oktober sampai November 2014.
Pengumpulan Data dan Pemilihan Sampel
Pengumpulan data penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh
dari Dinas Pendapatan Daerah berupa data tentang APBD dan RAPBD Kabupaten
Lamongan, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah APBD
dan RAPBD Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan periode 5 tahun, yaitu
2009-2013.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Ekonomis berkaitan dengan pemerolehan input dengan kualitas tertentu
dengan harga terendah. Pengukuran ekonomis melalui rasio antara masukan
aktual dengan yang direncanakan. Kinerja pemerintah daerah akan dikatakan
ekonomis bila rasionya kurang dari 1 atau dibawah 100%, semakin kecil rasio
ekonomis berarti rasio kinerja akan semakin baik.
Rasio Ekonomis=
Realisasi Pengeluaran
Anggaran Pengeluaran
Efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu.
Efisiensi dapat menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang
diterima. Kinerja pemerintah daerah akan dikatakan efisien bila rasionya kurang
dari 1 atau dibawah 100%, semakin kecil rasio efisiensi berarti rasio kinerja akan
semakin baik.
Rasio Efisiensi=
Realisasi Biaya untuk Memperoleh Pendapatan
Realisasi Pendapatan
Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapkan. Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan
dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Dikatakan efektif
jika rasio yang dicapai sama dengan 1 atau 100%, namun demikian semakin
tinggi rasio efektivitas maka semakin baik.
Rasio Efektivitas=
Realisasi Pendapatan
Anggaran Pendapatan
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif, yaitu
data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang
ditemukan di lapangan yang kemudian diklasifikasikan dan dianalisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Keuangan
Pengukuran kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan didasarkan
pada data keuangan berupa APBD dan RAPBD.
Tabel 1. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten
Lamongan Tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah)
Uraian
2011
2012
2013
881.981
1.173.178
1.381.852
1.560.306
66.156
94.066
103.336
108.606
124.606
Pajak Daerah
14.181
16.177
20.350
21.952
24.553
Retribusi daerah
22.067
11.921
12.388
13.237
13.789
12.555
13.088
17.035
18.699
19.636
17.353
52.880
53.563
54.718
66.627
790.170
787.878
1.041.993
1.205.131
1.435.700
748.057
740.113
851.800
990.254
1.123.474
6.949
7.646
135.565
158.568
222.312
35.164
40.119
54.628
68.115
68.612
42.113
37
27.850
56.309
21.302
900.103
939.808
1.211.480
1.429.971
1.550.104
730.700
833.299
1.024.881
1.166.436
1.331.768
Belanja Pegawai
507.551
558.111
730.768
853.231
952.726
Belanja Barang
123.812
111.453
160.848
173.981
217.249
Belanja Bunga
29.000
29
3.752
3.332
2.100
-
375
-
5.000
5.000
Belanja Hibah
35.337
91.378
48.553
40.915
36.039
Belanja Bantuan Sosial
21.243
16.829
21.177
26.164
23.625
Belanja Bantuan Keuangan
42.728
55.054
59.783
63.813
95.029
167.903
101464
185.056
262.121
214.333
Belanja Tak Terduga
1.500
5.115
1.543
1.414
1.129
Transfer
1.948
2.232
2.376
2.635
2.874
Pembiayaan
46.078
60.061
40.681
50.758
(10.200)
Penerimaan Pembiayaan
74.220
83.803
73.673
96.270
40.305
Pengeluaran Pembiayaan
28.142
23.742
32.992
45.512
50.505
Pendapatan
PAD
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang Dipisahkan
Lain-lain PAD yang Sah
Pendapatan Transfer
Transfer
Pemerintah
Pusat-Dana
Perimbangan
Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya
Transfer Pemerintah Provinsi
Lain-lain Pendapatan yang Sah
Belanja
Belanja Operasi
Belanja Subsidi
Belanja Modal
2009
2010
856.326
Sumber: Dispenda Kabupaten Lamongan 2009-2013, Diolah
Tabel 2. Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD)
Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013 (dalam jutaan rupiah)
Uraian
2010
2011
2012
2013
942.377
1.064.028
1.321.525
1.472.430
1.840.089
71.452
95.245
99.546
129.285
123.257
Pajak Daerah
16.537
17.541
21.556
27.917
27.810
Retribusi daerah
25.096
12.222
12.663
14.415
11.627
13.713
15.332
16.759
19.400
10.200
16.104
50.150
48.609
67.553
73.620
839.353
922.522
1.056.954
1.261.090
1.631.774
731.738
742.952
859.150
1.006.690
1.389.082
65.049
124.658
132.960
193.600
242.692
42.565
54.912
64.854
60.801
60.801
36.572
46.262
165.025
82.053
85.059
980.076
1.044.489
1.285.411
1.471.490
1.507.821
773.679
938.054
1.094.952
1.200.100
1.494.762
Belanja Pegawai
524.037
672.688
755.802
878.429
1.220.111
Belanja Barang
127.376
111.301
190.309
180.331
155.612
Belanja Bunga
20.658
14
2.654
3.206
4.900
-
-
-
-
-
Belanja Hibah
52.660
77.475
65.420
46.585
23.160
Belanja Bantuan Sosial
69.584
23.675
22.411
28.530
5.940
52.900
58.357
63.031
85.039
Pendapatan
PAD
Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
Lain-lain PAD yang Sah
Pendapatan Transfer
Transfer Pemerintah PusatDana Perimbangan
Transfer Pemerintah PusatLainnya
Transfer Pemerintah Provinsi
Lain-lain Pendapatan yang Sah
Belanja
Belanja Operasi
Belanja Subsidi
2009
Belanja Bantuan Keuangan
Belanja Modal
206.287
106.435
190.276
271.049
13.059
Belanja Tak Terduga
109.765
-
184
337
-
Transfer
2.330
2.295
2.562
2.259
4.156
Pembiayaan
29.001
21.600
78.130
87.385
226.286
Penerimaan Pembiayaan
57.142
45.442
108.291
134.348
344.381
Pengeluaran Pembiayaan
28.141
23.842
30.161
46.962
118.095
Sumber: Dispenda Kabupaten Lamongan 2009-2013, Diolah
Analisis Kinerja Value for Money
Pengukuran
kinerja
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Lamongan
menggunakan Anggaran Pemerintah Belanja Daerah (APBD) dan Realisasi
Anggaran
Pemerintah
Belanja Daerah
(RAPBD)
Kabupaten
Lamongan
menggunakan analisis rasio kinerja value for money, yaitu:
1.
Rasio Ekonomis
Ekonomis (kehematan) sebagai tingkat biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan suatu kegiatan atau memperoleh sesuatu. Tingkat ekonomi dalam
mengelola keuangan dengan melihat perbandingan antara anggaran belanja
dengan realisasinya dengan presentase tingkat pencapaiannya.
Rasio Ekonomis=
Realisasi Pengeluaran
Anggaran Pengeluaran
Ketentuan:
Jika < 100% berarti ekonomis
Jika > 100% berarti tidak ekonomis
Jika = 100% berarti ekonomis berimbang
Berikut ini disajikan tabel perhitungan rasio ekonomis untuk Pemerintah
Daerah Kabupaten Lamongan untuk tahun anggaran 2009-2013 yang diambil dari
APBD dan RAPBD:
Tabel 3. Rasio Ekonomis Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan
Tahun 2009-2013
Tahun
Anggaran Pengeluaran
Realisasi Pengeluaran
Rasio Ekonomis
2009
902.050.000.000
980.076.000.000
108.65%
2010
939.808.000.000
1.044.489.000.000
111.14%
2011
1.211.480.000.000
1.285.411.000.000
106.10%
2012
1.429.971.000.000
1.471.490.000.000
103%
2013
1.550.104.000.000
1.507.821.000.000
97.27%
Sumber: Dispenda Kabupaten Lamongan 2009-2013, Diolah
Berdasarkan tabel di atas ditinjau dari pencapaian ekonomis pada tahun
2009-2012, kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan tidak ekonomis
karena menghasilkan rasio lebih dari 100%. Dan pada tahun 2013 kinerjanya
ekonomis karena menghasilkan rasio kurang dari 100% atau sebesar 97.27%.
Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan cenderung tidak ekonomis dari
tahun 2009-2013. Hal ini disebabkan oleh pemborosan pada belanja operasi
seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga dan lain-lain yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. Akan tetapi
pemerintah telah menunjukkan peningkatan kinerjanya untuk mencapai tingkat
yang ekonomis dari tahun ke tahun. Hal ini dibuktikan rasio ekonomis dari tahun
2009-2013 cenderung naik.
120
100
80
60
40
20
0
rasio ekonomis
Gambar 1. Grafik Perkembangan Rasio Ekonomis Pemerintah Daerah
Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013
2.
Rasio Efisiensi
Efisiensi (daya guna) berhubungan dengan metode operasi (method
operation). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu
produk atau hasil karya tertentu mempergunakan sumber daya dan dana yang
serendah-rendahnya. Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input.
Tingkat efisiensi dalam mengelola keuangan dengan melihat perbandingan antara
realisasi balanja dengan realisasi pendapatan.
Rasio Efisiensi=
Realisasi Biaya untuk Memperoleh Pendapatan
Realisasi Pendapatan
Ketentuan :
Jika < 100% berarti efisien
Jika > 100% berarti tidak efisien
Jika = 100% berarti efisien berimbang
Berikut perhitungan rasio efisiensi untuk Pemerintah Daerah Kabupaten
Lamongan untuk tahun anggaran 2009-2013 yang diambil dari APBD dan
RAPBD:
Tabel 4. Rasio Efisiensi Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan
Tahun 2009-2013
Tahun
Realisasi Belanja
Realisasi Pendapatan
Rasio Efisiensi
2009
980.076.000.000
942.377.000.000
104%
2010
1.044.489.000.000
1.064.028.000.000
98.16%
2011
1.285.411.000.000
1.321.525.000.000
97.27%
2012
1.471.490.000.000
1.472.430.000.000
100%
2013
1.507.821.000.000
1.840.089.000.000
81.94%
Sumber: Dispenda Kabupaten Lamongan 2009-2013, Diolah
Pencapaian efisiensi Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan cukup baik
untuk tahun 2009 sampai 2013, meskipun pada tahun 2009 menunjukkan rasio
yang kurang efisien. Namun secara keseluruhan kinerja Pemerintah telah efisien
dan telah berusaha dalam peningkatan keefisienan kinerjanya periode tahun 2009
hingga 2013. Sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan apabila kinerja
pemerintah telah efisien, yang berarti pemerintah mampu menggunakan sumber
daya yang diperlukan dengan minimum untuk mencapai target yamg optimum.
150
100
raiso efisiensi
50
0
2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 2. Grafik Perkembangan Rasio Efisiensi Pemerintah Daerah
Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013
3.
Rasio Efektivitas
Efektivitas (hasil guna) adalah ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam
usaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Efektivitas merupakan
perbandingan outcome dan output. Outcome merupakan dampak suatu program
atau kegiatan terhadap masyarakat sedangkan output merupakan hasil yang
dicapai dari suatu program aktivitas dan kebijakan. Tingkat efektivitas dalam
pengelolaan keuangan dapat dilihat perbandingan realisasi pendapatan dengan
anggaran pendapatan.
Rasio Efektivitas=
Realisasi Pendapatan
Anggaran Pendapatan
Ketentuan :
Jika > 100% berarti efektif
Jika < 100% berarti tidak efektif
Jika = 100% berarti efektif berimbang
Perhitungan rasio efektivitas untuk Pemerintah Daerah Kabupaten
Lamongan untuk tahun anggaran 2009-2013 yang diambil dari APBD dan
RAPBD adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Rasio Efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan
Tahun 2009-2013
Tahun
Anggaran Pendapatan
Realisasi Pendapatan
Rasio Efektivitas
2009
856.326.000.000
942.377.000.000
110.05%
2010
881.981.000.000
1.064.028.000.000
120.64%
2011
1.173.178.000.000
1.321.525.000.000
112.64%
2012
1.381.852.000.000
1.472.430.000.000
106.55%
2013
1.560.306.000.000
1.840.089.000.000
117.93%
Sumber: Dispenda Kabupaten Lamongan 2009-2013, Diolah
Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dari tahun 2009 hingga
2013 selalu efektif, karena menghasilkan rasio lebih dari 100%. Artinya
pemerintah dalam menentukan target penerimaan telah sesuai, dan mampu
merealisasikan pendapatan yang telah direncanakan dibandingkan dengan target
yang ditetapkan berdasarkan potensi daerah. Hal ini dibuktikan dengan
pemerolehan realisasi pendapatan yang lebih besar daripada pendapatan yang
dianggarkan.
120
100
80
60
40
20
0
rasio efektivitas
2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 3. Grafik Perkembangan Rasio Efektivitas Pemerintah Daerah
Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013
Perkembangan rasio kinerja value for money yang terdiri atas rasio
ekonomis, efisiensi, dan efektivitas Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan
disajikan dalam grafik berikut ini:
150
100
Rasio ekonomis
Rasio efisiensi
50
Rasio efektivitas
0
2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 4. Grafik Perkembangan Rasio Kinerja Value for Money
Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2009-2013
SIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan konsep value for
money yang berdasarkan ekonomis, efisiensi, dan efektivitas dalam menilai
kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan. Penelitian ini menggunakan
sampel Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan dengan menggunakan data
Laporan Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Daerah (APBD) dan Realisasi
Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran Daerah (RAPBD) Kabupaten Lamongan
periode 5 tahun yaitu pada tahun 2009-9013.
Hasil penelitian dalam pengukuran kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten
Lamongan berdasarkan konsep value for money diperoleh bahwa rasio ekonomis
dari tahun 2009-2013 cenderung tidak ekonomis karena menghasilkan rasio lebih
dari 100%. Hal ini berarti pemerintah kurang sukses dalam mengendalikan biayabiaya yang dikeluarkan karena biaya yang dikeluarkan lebih besar pada
realisasinya daripada yang telah dianggarkan. Tetapi, pemerintah telah berusaha
dalam pencapaian kinerja yang ekonomis. Hal ini ditunjukkan dari perkembangan
rasio ekonomis yang selalu meningkat dari tahun ke tahun selama periode 20092013.
Apabila dilihat dari segi efisiensinya, maka kinerja Pemerintah Daerah
Kabupaten Lamongan cukup efisien karena rasio memperlihatkan hasil kurang
dari 100%. Artinya, pemerintah mampu mengelola keuangan daerah dengan
menggunakan sumber daya dengan tingkat tertentu untuk dapat mencapai output
yang optimum.
Dan kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan efektif jika dilihat
dari rasio efektivitas yang dihasilkan dari tahun 2009-2013. Di mana selama
periode 5 tahun tersebut, perhitungan rasio menunjukkan hasil lebih dari 100%,
yang artinya bahwa pemerintah dalam menentukan target penerimaan telah
sukses, dibuktikan dengan pemerolehan realisasi pendapatan yang lebih besar
daripada anggaran pendapatannya.
SARAN
Melihat permasalahan yang ada dan dengan memperhatikan hasil dari
analisis terhadap rasio kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Lamongan serta
kesimpulan di atas, maka saran-saran yang mungkin berguna bagi peningkatan
kinerja Pemerintah Kabupaten Lamongan dalam pengelolaan keuangan daerah
antara lain sebagai berikut:
1.
Hasil perhitungan rasio ekonomis yang kurang, menuntut Pemerintah
Kabupaten Lamongan untuk bisa memperbaikinya. Pemerintah harus dapat
mengendalikan biaya-biaya/belanja yang dikeluarkan yang seharusnya
disesuaikan
dengan
nominal
yang telah
dianggarkan,
agar
tidak
menimbulkan pengeluaran yang boros dan tidak produktif, terutama
pengeluaran-pengeluaran yang tidak bermanfaat bagi kepentingan publik.
2.
Dari hasil perhitungan rasio efisiensi dan efektivitas yang telah memuaskan,
Pemerintah Kabupaten Lamongan perlu meninjau penentuan target-target
selanjutnya/ yang akan datang agar rasio ini dapat tetap bertahan atau
bahkan bisa lebih meningkat lagi.
3.
Pemerintah Kabupaten Lamongan harus mengurangi ketergantungan kepada
pemerintah pusat terutama terhadap bantuan-bantuan yang diberikan, yaitu
dengan mengoptimalkan potensi sumber pendapatan yang ada atau dengan
meminta kewenangan yang lebih luas untuk mengelola sumber pendapatan
lain yang masih dikuasai oleh pemerintah pusat/ provinsi untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
4.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lamongan dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik aparatur daerah maupun
masyarakatnya yang diimbangi dengan perluasan lapangan kerja agar
kualitas dan pendapatan masyarakat meningkat sehingga retribusi dan pajak
yang dibayar masyarakat meningkat pula.
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, A. Surouda. 1995. Perpajakan Indonesia, Keuangan Pajak dan Retribusi
Daerah. Gramedia: Jakarta
Basri, Yuswar Zainul dan Mulyadi Subir. 2003. Keuangan Negara dan Kebijakan
Utang Luar Negeri. PT Grafindo Persada: Jakarta.
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor di Indonesia. BPFE: Yogyakarta.
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar. Erlangga: Jakarta.
Devas, Nick. 1995. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. UJ Press:
Jakarta.
Ellitan, L. 2001. “Strategi Mendongkrak Kuailtas Pelayanan”. Jurnal Ekonomi
STEI, No.15/Th.X/Januari-Maret.
Halim, Abdul. 2001. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah.
Salemba Empat: Jakarta.
LAN (Lembaga Administrasi Negara). AKIP dan Pengukuran Kinerja. Edisi
Tahun 2008.
Laporan Tahunan Anggaran Pemerintah Belanja Daerah (APBD) dan Realisasi
Anggaran Pemerintah Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Lamongan
Mardiasmo. 2000. Akuntansi Keuangan Dasar. BPFE: Yogyakarta.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. ANDI: Yogyakarta.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. ANDI: Yogyakarta.
Nirzawan. 2001. Tinjauan Umum terhadap Sistem Pengelolaan Keuangan
Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. UPP YKPN: Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Pasal 4 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban
Kepala Daerah.
Samryn, L.M. 2002. Akuntansi Manajerial Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo:
Jakarta.
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi. PT Ghalia Indonesia: Jakarta.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Wether, WB dan Davis, K. 1996. Human Resources and Personal Management.
Megraw Hill Inc: New York.
Download