SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMTIKA PENINGKATAN KOMPETENSI GURU MATEMATIKA MELALUI PROGRAM GURU PEMBELAJAR 16 NOVEMBER 2016 PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS SEBELAS MARET i PROSIDING SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA © Prodi, Magister Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret Surakarta Cetakan 1, Februari 2017 Ketua Panitia : Dr. Riyadi, M.Si. Rancang Sampul : Tim Penerbit Tata Letak : Tim Penerbit Koordinator Makalah : Sutopo, S.Pd., M.Pd. Tim Editor : 1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. 2. Prof. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D. 3. Dr. Mardiyana, M.Si. 4. Dr. Imam Sujadi, M.Si. 5. Dr. Riyadi, M.Si. 6. Dr. Budi Usodo, M.Pd. 7. Dr. Ikrar Pramudya, M.Si. 8. Dr. Dewi Retno Sari S., M.Kom. 9. Drs. Isnandar Slamet, M.Sc., Ph.D. 10. Dr. Dra. Sri Subanti, M.Si. ISBN : 978-602-61222-0-9 Diterbitkan Oleh: Prodi. Magister Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret Jl. Ir Sutami No 36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./Fax: 0271 – 669124 Email: [email protected] Dilarang mencopy atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi dari prosiding tanpa seizin tertulis dari Penyusun atau Penyelenggara. ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Tahun 2017 dapat diterbitkan. Prosiding merupakan kumpulan dari artikel ilmiah yang dipresentasikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Tahun 2016 yang diselenggarakan oleh Program Studi S1 dan S2 Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret pada Tanggal 16 November 2016 di aula gedung Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret setelah melalui proses review dan seleksi. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada editor prosiding dan seluruh panitia seminar yang telah bekerja keras sehingga seminar ini dapat terlaksana dengan sukses. Semoga prosiding ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Surakarta, 16 Januari 2017 Ketua Panitia, Dr. Riyadi, M.Si. iii MAKALAH PEMBICARA UTAMA PROGRAM GURU PEMBELAJAR SEBAGAI WAHANA GURU MATEMATIKA BERPIKIR REFLEKTIF TENTANG KOMPETENSI GURU1 Imam Sujadi2 [email protected] Abstrak: Guru sebagai pendidik pada jenjang satuan pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik di sekolah. Keberhasilan peserta didik dapat diukur dari tercapainya kompetensi lulusan peserta didik pada jenjang satuan pendidikan yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Guru pembelajar adalah guru yang terus belajar dan mengembangkan (upgrade) diri di setiap saat dan di manapun, terus berkarya untuk memunculkan generasi pembelajar sepanjang hayat dan bisa menjadi contoh bagi para peserta didik dengan menyajikan proses pembelajaran yang menarik, memberi motivasi, dan menginspirasi dari pengetahuan dan pengalaman guru yang senantiasa diperbaharui dengan berbagai masukan positif yang didapat dari berbagai sumber belajar. Program peningkatan kompetensi guru pembelajar yang dilakukan pemerintah hendaknya bisa menjadi wahana guru berpikir reflektif untuk peningkatan kompetensi profesi yang telah dipilih. Kata kunci: Guru Pembelajar, Pendekatan Kontekstual, Penguatan Karakter PENDAHULUAN Guru matematika sebagai pendidik pada jenjang satuan pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik di sekolah. Pentingnya peranan guru dalam pendidikan diamanatkan pada Undang–Undang Nomor 14 Tahun 2005 yaitu adanya pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagai aktualisasi dari profesi pendidik. Untuk merealisasikan amanah undang-undang sebagaimana dimaksud, pemerintah melaksanakan program peningkatan kompetensi guru pembelajar bagi semua guru. Untuk melaksanakan program tersebut, pemetaan kompetensi telah dilakukan melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) di seluruh Indonesia sehingga dapat diketahui kondisi objektif guru saat ini ( Hasil UKG pada tahun 2015 menunjukkan nilai rata-rata nasional yang dicapai adalah 56,69; meningkat dibandingkan nilai rata-rata nasional dari tahun-tahun sebelumnya yaitu 47) dan kebutuhan peningkatan kompetensinya agar target rata-rata nasional UKG yang ditetapkan 1 Disampaikan dalam seminar nasional matematika dan pendidikan matematika FKIP UNS 16 Nopember 2016 2 Wakil Dekan umum dan keuangan FKIP UNS, Dosen prodi pendidikan matematika FKIP UNS iv pemerintah pada tahun 2016 sebesar 65, bahkan pada tahun 2019 sebesar 85 dapat dipenuhi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam sambutan pada Upacara Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2015 mengajak seluruh guru untuk menjadi Guru Pembelajar, yaitu guru yang selalu hadir sebagai pendidik dan pemimpin bagi peserta didiknya, guru yang hadir mengirimkan pesan harapan, guru yang makin menjadi contoh tentang ketangguhan, optimisme, dan keceriaan. Salah satu prinsip pembelajaran yang tertuang dalam permendikbud no 22 tahun 2016 yaitu pembelajaran harus menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani), dengan kata lain Guru merupakan role model atau contoh bagi para peserta didik sehingga tampilan awal guru sangat berpengaruh terhadap kelanjutan pembelajaran para peserta didik. Guru dapat menyajikan proses pembelajaran yang menarik, memberi motivasi, dan menginspirasi dari pengetahuan dan pengalaman guru yang senantiasa diperbaharui dengan berbagai masukan positif yang didapat dari berbagai sumber belajar. Pengetahuan dan pengalaman dapat diperoleh dari buku-buku, televisi, dunia maya/internet, kegiatan seminar pendidikan, serta pendidikan dan pelatihan. Sebagai Guru pembelajar, dalam proses belajarnya, guru diharapkan menghasilkan karya dan inovasi yang mencerahkan untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran di kelas sehingga menumbuhkan semua potensi peserta didik dan mereka bukan sekadar bisa meraih, tetapi bisa melampaui cita-citanya. Guru bukan hanya seorang pengajar tetapi lebih dari itu guru merupakan pendidik. Sebagai pendidik guru harus memiliki berbagai kemampuan sebagai kompetensi yang harus dimiliki sebagai pendidik yang professional. Guru pembelajar adalah guru yang ideal yang terus belajar dan mengembangkan (upgrade) diri di setiap saat dan di manapun. Guru terus belajar dan mengembangkan diri bukan untuk pemerintah atau kepala sekolah, tapi memang sejatinya setiap pendidik atau guru adalah pembelajar. Hanya dari guru yang terus belajar dan berkarya akan muncul generasi pembelajar sepanjang hayat yang terus menerus berkontribusi pada masyarakat dan lingkungannya. Guru pembelajar adalah guru yang senantiasa terus belajar selama dia mengabdikan dirinya di dunia pendidikan, dengan kata lain guru pembelajar adalah guru yang selalu berpikir reflektif akan kompetensi dirinya dalam menunjang profesi yang telah dipilih. Oleh karena itu, ketika seorang guru memutuskan v untuk berhenti atau tidak mau belajar maka pada saat itu dia berhenti menjadi guru atau pendidik. Berdasarkan alasan tersebut di atas, guru pembelajar harus terus belajar, mampu beradaptasi dengan perubahan, dan dapat menginspirasi peserta didik menjadi subjek pembelajar mandiri yang bertanggung jawab, kreatif, dan inovatif. Untuk itu guru harus mampu menyusun perencanaan proses pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan penilaian hasil pembelajaran, dan melakukan pengawasan proses pembelajaran. Pertanyaan yang muncul, apakah program guru pembelajar sudah bisa menjadi wahana bagi guru matematika untuk melakukan refleksi diri atas kompetensi dirinya terutama terkait dengan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesionalnya? Tentunya jawaban ini akan berpulang pada pribadi guru masing-masing bagaimana guru tersebut bersikap atas UKG yang telah dilakukan oleh pemerintah. Untuk membantu guru matematika dalam melakukan proses berpikir reflektif, makalah ini akan menguraikan tentang berpikir reflektif, prinsip prinsip pembelajaran yang harus dilakukan guru matematika untuk dapat mencapai standar kompetensi lulusan dan standar isi, serta prinsip-prinsip penilaian. PEMBAHASAN Berpikir Reflektif Beberapa hasil penelitian memberikan gambaran bahwa proses berpikir reflektif seseorang mulai berkembang pada usia 7 tahun. Pada usia tersebut, seorang anak mampu memanipulasi berbagai ide-ide konkrit dan menceritakan kembali apa yang telah dilakukan (dalam imaginasinya) (Inhelder dan Piaget dalam Skemp, 1982). Hal ini diperkuat dengan penelitian Gagatsis dan Patronis (1990) yang menemukan bahwa setelah usia 7-8 tahun, proses berpikir reflektif relatif stabil terutama dalam penentuan strategi penyelesaian masalah. Lebih lanjut, Gagatsis dan Patronis merekomendasikan untuk mengadakan penelitian lanjutan terkait proses berpikir reflektif pada siswa dengan usia yang lebih dewasa, hal ini dikarenakan berpikir reflektif merupakan aspek penting yang harus dimiliki seseorang dalam pembelajaran (Odiba dan Baba, 2013; Ayazgok dan Aslan, 2014). Berpikir reflektif dapat dijadikan sebagai sarana mendorong proses berpikir selama pemecahan masalah, karena memberikan kesempatan seseorang untuk memprediksi jawaban benar dengan segera sehingga dapat mengeksplorasi masalah dengan mengidentifikasi konsep yang terlibat dalam masalah, menggunakan berbagai vi strategi, membangun ide, menarik kesimpulan, menentukan validitas argumen, memeriksa kembali solusi, dan mengembangkan strategi-strategi alternatif (Gurol, 2011; Kurniawati, dkk., 2014). Interaksi yang terjadi saat seseorang merespon lingkungan luar (external environment) diikuti dengan aktivitas mental yang berintervensi (intervening mental activities) disebut proses berpikir reflektif (Skemp, 1982). Aktivitas mental yang berintervensi tersebut menjadi objek kesadaran untuk instropeksi diri (instropective awareness) yang menghasilkan respon (efectors). Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar merupakan proses penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kompetensi guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Peningkatan kemampuan tersebut mencakup kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk perbaikan dan pertumbuhan kemampuan (abilities), sikap (attitude), dan keterampilan (skill). Dari kegiatan ini diharapkan akan menghasilkan suatu perubahan perilaku guru yang secara nyata perubahan perilaku tersebut berdampak pada peningkatan kinerja guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Dengan kata lain Guru dalam melakukan serangkaian kegiatan Guru pembelajar diharapkan dapat berpikir reflektif yaitu mampu berinteraksi dengan lingkungan dan menjadikan objek belajar tersebut sebagai awal kesadaran untuk melakukan instropeksi diri, sehingga melahirkan respon positif untuk peningkatan kemampuan diri untuk memenuhi standar kompetensi guru sesuai dengan tuntutan profesi dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang termuat dalam kegiatan guru pembelajar, menuntut guru untuk berpikir reflektif yaitu belajar beradaptasi dengan hal-hal baru yang berlaku saat ini. Dalam kondisi ini, seorang guru dituntut untuk bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan yang baru. Adapun kemampuan tersebut bisa diperoleh melalui pelatihan, seminar maupun melalui studi kepustakaan. Apabila guru mampu berpikir reflektif terkait dengan hal ini maka kompetensi profesional Guru diharapkan dapat meningkat. Selain itu, karakter peserta didik yang senantiasa berbeda dari generasi ke generasi menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru. Metode pembelajaran yang digunakan pada peserta didik generasi terdahulu akan sulit diterapkan pada peserta didik generasi sekarang. Oleh karena itu, cara ataupun metode pembelajaran yang digunakan guru harus disesuaikan dengan kondisi peserta didik saat ini. Dengan demikian Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar menjadi bagian penting yang harus selalu dilakukan secara terus menerus atau berkelanjutan untuk vii menjaga profesionalitas guru. Oleh karena itu, Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar harus dirancang untuk memberikan pengalaman baru dalam membantu meningkatkan kompetensi sesuai bidang tugasnya agar guru memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan meningkatkan sikap perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik sesuai tanggung jawabnya, berdasarkan Standar Kompetensi Guru (SKG) yang mengacu pada Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jika dicermati, tampak bahwa tujuan pendidikan nasional tersebut meliputi domain sikap, pengetahuan, serta keterampilan. Tujuan pendidikan ini berupaya untuk mewujudkan secara bertahap dan berjenjang, melalui sistem pendidikan nasional. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan profil kualifikasi kemampuan lulusan yang dituangkan dalam standar kompetensi lulusan yang merupakan kriteria kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu. Secara hirarkis, Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan kompetensi yang bersifat generik pada tiap tingkat kompetensi. Kompetensi yang bersifat generik ini kemudian digunakan untuk menentukan kompetensi yang bersifat spesifik untuk tiap mata pelajaran. Selanjutnya, Kompetensi dan ruang lingkup materi digunakan untuk menentukan Kompetensi Dasar pada pengembangan kurikulum tingkat satuan dan jenjang pendidikan. Kompetensi yang bersifat generik mencakup 3 (tiga) ranah yakni sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap dipilah menjadi sikap spiritual dan sikap sosial. Pemilahan ini diperlukan untuk menekankan pentingnya keseimbangan fungsi sebagai manusia seutuhnya yang mencakup aspek spiritual dan aspek sosial sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian, Kompetensi yang bersifat generik terdiri atas 4 (empat) dimensi yang merepresentasikan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan, yang selanjutnya disebut Kompetensi Inti (KI). viii Pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013 mengacu pada sejumlah prinsipprinsip pembelajaran seperti yang tertulis pada Permendikbud 22 tahun 2016. Berikut adalah prinsip prinsip pembelajaran tersebut yaitu: 1) Peserta didik mencari tahu; 2) Pembelajaran berbasis aneka sumber belajar; 3) Pembelajaran berbasis proses untuk penguatan pendekatan ilmiah; 4) Pembelajaran berbasis kompetensi; 5) Pembelajaran terpadu; 6) Pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; 7) Pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan keterampilan aplikatif; 8) Pembelajaran yang menjaga pada keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); 9) Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; 10) Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); 11) Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat; 12) Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas; 13) Pembelajaran yang memanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan 14) Pembelajaran yang mengakomodasi perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik. Proses pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip diatas harus secara sadar diarahkan oleh guru pada pencapaian Standard Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Jenis pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip di atas adalah Pendekatan Pembelajaran Kontekstual, serta Pendekatan Ilmiah yang diyakini akan melahirkan pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Agar peserta didik memiliki karakter mulia sesuai norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat, maka perlu dilakukan pendidikan karakter secara memadai. Tujuan pendidikan di pendidikan dasar, termasuk pengembangan karakter, semestinya dapat dicapai melalui pengembangan dan implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada SKL, SI, dan KD. Karakter juga termasuk dalam kompetensi yang harus dikembangkan pada peserta didik melalui pembelajaran mata pelajaran dan ekstrakurikuler. Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ix ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah secara menyeluruh (holistik). Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Secara garis besar (inti), karakter tersebut dapat digolongkan menjadi lima nilai universal, yaitu nilai nasionalisme, gotong royong, integritas, kerja keras, dan toleransi. a. Nilai nasionalisme atau cinta bangsa: Cinta bangsa adalah sebuah sikap untuk mampu mengapresiasi kekayaan budaya bangsa sendiri (kebijaksanaan, keutamaan, tradisi, nilai-nilai, pola pikir dan mentalitas) dan terbuka pada budaya lain, mampu mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain sehingga memperkuat jati diri bangsa Indonesia. Sub nilai cinta bangsa antara lain: apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, cinta tanah air, menjaga lingkungan, menghormati keragaman budaya, suku, agama, mampu bekerjasama dengan orang lain, taat hukum, dan disiplin. b. Integritas: Integritas adalah kemampuan individu untuk menyelaraskan pemikiran, perkataan dan perbuatan yang merepresentasikan perilaku bermoral yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Sub nilai dari integritas adalah: Kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, tanggungjawab, keteladanan. c. Kerja Keras: Kerja keras dimaknai sebagai sebuah sikap untuk mau berusaha terus menerus tanpa kenal lelah untuk merealisasikan harapan, mimpi, keyakinan dan kepercayaan individu terhadap nilai-nilai yang berguna. Sub nilai: ketekunan, kegigihan, pantang menyerah, tidak mudah putus asa, daya tahan, daya juang, tahan banting, menghargai prestasi, sportivitas. d. Gotong Royong: Gotong royong adalah kemampuan untuk bekerjasama satu sama lain dalam rangka memperjuangkan kebaikan bersama bagi masyarakat luas, x terutama bagi mereka yang sangat membutuhkan perhatian karena miskin, tersingkir, dan terabaikan di dalam masyarakat. Sub nilai gotong royong: Mampu bekerjasama dengan banyak pihak dan inklusif, menyelesaikan persoalan, terbuka, mau menerima masukan dan kritik, memiliki komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, empati. e. Toleransi (menghargai keragaman): Toleransi atau menghargai keragaman adalah sebuah sikap untuk menyadari bahwa perbedaan adalah anugerah dari Tuhan yang Mahaesa, yang membentuk kekayaan bangsa Indonesia, sehingga penghargaan terhadap perbedaan menunjukkan apresiasi satu sama lain tertutama mengakui perbedaan keyakinan, kepercayaan, ajaran iman, dan agama satu sama lain. Sub nilai menghargai keragaman : cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama, kepercayaan dan keyakinan, kerjasama lintas agama, anti-buli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, melindungi yang kecil dan tersisih. Substansi karakter individu yang universal inilah yang dijadikan sebagai rujukan dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah. Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya. Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral). xi Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentukbentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit). Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat Prinsip-Prinsip Penilaian Penilaian tradisional cenderung dilakukan hanya untuk mengukur hasil belajar siswa. Dalam konteks ini, penilaian diposisikan seolah-olah sebagai kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran. Dewasa ini mulai disadari bahwa manfaat penilaian bukan sekedar mengukur hasil belajar, justru yang lebih penting adalah bagaimana penilaian mampu meningkatkan siswa dalam proses belajar. Penilaian seharusnya dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu assessment of learning, assessment for learning, dan assessment as learning. xii Assessment of learning merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Proses pembelajaran selesai tidak selalu terjadi di akhir tahun atau di akhir peserta didik menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu. Setiap guru melakukan penilaian yang dimaksudkan untuk memberikan pengakuan terhadap pencapaian hasil belajar setelah proses pembelajaran selesai, berarti guru tersebut melakukan assessment of learning. Ujian Nasional, ujian sekolah/madrasah, dan berbagai bentuk penilaian sumatif merupakan assessment of learning (penilaian hasil belajar). Assessment for learning dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Dengan assessment for learning guru dapat memberikan umpan balik terhadap proses belajar peserta didik, memantau kemajuan, dan menentukan kemajuan belajarnya. Assessment for learning juga dapat dimanfaatkan oleh guru untuk meningkatkan performan dalam memfasilitasi peserta didik. Berbagai bentuk penilaian formatif, misalnya tugas, presentasi, proyek, termasuk kuis merupakan contoh-contoh assessment for learning (penilaian untuk proses belajar). Assessment as learning mirip dengan assessment for learning, karena juga dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Bedanya, assessment as learning melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Siswa diberi pengalaman untuk belajar menjadi penilai bagi dirinya sendiri. Penilaian diri (self assessment) dan penilaian antar teman merupakan contoh assessment as learning. Dalam assessment as learning siswa juga dapat dilibatkan dalam merumuskan prosedur penilaian, kriteria, maupun rubrik/pedoman penilaian sehingga mereka mengetahui dengan pasti apa yang harus dilakukan agar memperoleh capaian belajar yang maksimal. Pada penilaian konvensional, assessment of learning paling dominan dibandingkan assessment for dan as learning. Penilaian dalam K-13 diharapkan sebaliknya, lebih mengutamakan assessment as dan for learning dibandingkan assessment of learning. sebagaimana ditunjukkan gambar di bawah ini. Gambar 1. Proporsi assessment as, for, dan of learning xiii Penilaian harus memberikan hasil yang dapat diterima oleh semua pihak, baik yang dinilai, yang menilai, maupun pihak lain yang akan menggunakan hasil penilaian tersebut. Hasil penilaian akan akurat bila instrumen yang digunakan untuk menilai, proses penilaian, analisis hasil penilaian, dan objektivitas penilai dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu dirumuskan prinsip-prinsip penilaian yang dapat menjaga agar orientasi penilaian tetap pada framework atau rel yang telah ditetapkan. Penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi harus memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai berikut: 1) Sahih , 2) objektif, 3) adil, 4) terpadu, 5) Terbuka, 6) Menyeluruh dan berkesinambungan, 6) sistematis, 7) Beracuan kriteria dan 8) Akuntabel. SIMPULAN Guru pembelajar adalah guru yang ideal yang terus belajar dan mengembangkan (upgrade) diri di setiap saat dan di manapun, terus berkarya untuk memunculkan generasi pembelajar sepanjang hayat yang terus menerus berkontribusi pada masyarakat dan lingkungannya, selalu berpikir reflektif yaitu belajar beradaptasi dengan hal-hal baru yang berlaku saat ini, bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan yang baru akan kompetensi dirinya dalam menunjang profesinya sehingga Guru bisa menjadi contoh bagi para peserta didik dengan menyajikan proses pembelajaran yang menarik, memberi motivasi, dan menginspirasi dari pengetahuan dan pengalaman guru yang senantiasa diperbaharui dengan berbagai masukan positif yang didapat dari berbagai sumber belajar. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh Guru Pembelajart harus secara sadar diarahkan pada pencapaian Standard Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Untuk itu jenis pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran Pendekatan Pembelajaran Kontekstual, adalah serta Pendekatan Ilmiah yang diyakini akan melahirkan pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya. Karakter peserta didik dikembangkan melalui tiga tahap yaitu pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Proses penilaian yang dilakukan oleh Guru Pembelajar bukan sekedar mengukur hasil belajar, justru yang lebih penting adalah bagaimana penilaian mampu meningkatkan siswa dalam proses belajar. Penilaian seharusnya dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu assessment of learning, assessment for learning, dan assessment as learning. Untuk bisa menghasilkan peserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat maka porsi xiv assessment for learning dan assessment as learning seharusnya diberikan lebih besar dari assessment of learning. DAFTAR PUSTAKA Ayazgok, B. dan Aslan, H. 2014. The Review of Academic Perception, Level of Metacognitive Awareness and Reflective Thinking Skills of Science and Mathematics University Student. Procedia - Social and Behavioral Sciences 141, PP. 781 – 790. Dewey, J. 1933. How We Think: A Restatement of the Relation of Reflective Thinking to the Educative Process. Boston, MA: D.C., Heath and Company. [Online]. Tersedia: rci.rutgers.edu_-tripmcc_phil_dewey-hwt-pt1-selections.pdf Fischbein, E. 1999. Intuitions and Schemata in Mathematical Reasoning. Educational Studies in Mathematics, Vol. 38., PP-27-47. Gagatsis, A. dan Patronis, T. 1990. Using Geometrical Models in a Process of Reflective Thinking in Learning and Teaching Mathematics. Educational Studies in Mathematics Netherlands, Vol. 21, PP. 29-54. Gurol. A. 2011. Determining the Reflective Thinking Skills of Pre-Service Teachers in Learning and Teaching Process. Energy Education Science and Technology Part B: Social and Educational Studies, Vol. (Issue) 3(3), PP. 387-402. Ibrahim. 2011. Peningkatan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Pemecahan Masalah Matematis serta Kecerdasan Emosional Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada SPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan. Kemendikbud. 2016. Pedoman Umum Guru Pembelajar. Direktorat PSMA Kemendikbud. 2016. Kumpulan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2015-2016. Direktorat PSMA Kemendikbud. 2016. Draf Panduan Pembelajaran dan Penilaian. Direktorat PSMP Kurniawati, L., Kusumah, Y. S., Sumarmo, U., dan Sabandar, J. 2014. Enhancing Students’ Mathematical Intuitive-Reflective Thinking Ability Through ProblemBased Learning with Hypoteaching Method. Journal of Education and Practice, Vol.5, No.36. Odiba, I. A. dan Baba, P. A. 2013. Using Reflective Thinking Skills for Education Quality Improvement in Nigeria. Journal of Education and Practice, Vol.4, No.16. Skemp, R. R. 1982. The Psychology of Learning Mathematics. Great Britain: Penguin Books. xv DAFTAR PEMAKALAH SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA 2017 BIDANG : PENDIDIKAN MATEMATIKA EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TTW DAN TPS DENGAN TALKING STICK DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP NEGERI SE-KABUPATEN NGAWI TAHUN AJARAN 2016/2017 Doni Susanto, Mardiyana, Dewi Retno Sari Saputro ...................................... 1 EKSPERIMENTASI TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DAN THINK PAIR SHARE DENGAN GUIDED NOTE TAKING PADA RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT SISWA Rizky Anggar Kusuma Wardani, Mardiyana, Dewi Retno Sari Saputro......... 13 EKSPERIMENTASI GROUP INVESTIGATION DAN THINK PAIR SHARE DENGAN ASSESSMENT FOR LEARNING PADA RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS VIII SMP Ummu Salamah, Mardiyana, Dewi Retno Sari Saputro .................................. 25 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TTW DAN TSTS PMR MATERI RELASI FUNGSI DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN KLATEN Ervin Tamta Lirnawati, Mardiyana, Dewi Retno Sari Saputro........................ 35 EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS Heru Kurniawan .............................................................................................. 46 PENGEMBANGAN PUZZEGI (PUZZLE SEGI EMPAT) SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA TUNA NETRA Nila Kurniasih, Erni Puji Astuti, Heru Kurniawan .......................................... 55 PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN Sebti Mardiana, Susiswo, Erry Hidayanto ....................................................... 65 ANALISIS KESALAHAN BUKU TEKS MATEMATIKA SMP/MTS KELAS VII BERDASARKAN OBJEK KAJIAN MATEMATIKA Diana Purwita Sari ........................................................................................... 75 xvi PROBLEM POSING DAN BERPIKIR KREATIF Ahmad Lutfi ..................................................................................................... 86 ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATERI PROGRAM LINEAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN MEMAHAMI BACAAN SISWA KELAS XI SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Kusnul Chotimah Dwi Sanhadi, Mardiyana, Ikrar Pramudya ......................... 97 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TSTS DENGAN METODE OUTDOOR LEARNING PADA MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMA Nurul Kustiyati, Mardiyana, Ikrar Pramudya .................................................. 109 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TAI DENGAN PENDEKATAN SAVI PADA MATERI PELUANG DITINJAU DARI GAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK SWASTA SE-KABUPATEN GROBOGAN Putri Sintia Gusantika, Mardiyana, Ikrar Pramudya ........................................ 121 EKSPERIMENTASI MODEL TPS MIND MAPPING DAN TTW MIND MAPPING PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI KECERDASAN MATEMATIS LOGIS SISWA SMP Arif Hardiyanti, Mardiyana, Ikrar Pramudya................................................... 133 EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL TGT GAMES PUZZLE DITINJAU DARI KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA KELAS X SMA DI KABUPATEN SRAGEN Titik Purwandari, Mardiyana, Ikrar Pramudya ................................................ 142 ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGEMPLAK BOYOLALI Sayekti Dwiningrum, Mardiyana, Ikrar Pramudya .......................................... 156 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE DAN RICIPROCAL PEER TUTORING PADA PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA DITINJAU DARI KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA KELAS VII SMPN SE-KABUPATEN SUKOHARJO Ahmad Mursyid, Budiyono, Riyadi ................................................................. 167 xvii EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PBL DAN GI PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN INTRAPERSONAL SISWA KELAS VIII SE-KABUPATEN BOYOLALI Handayani Pratina Nugroho, Budiyono, Riyadi .............................................. 179 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TTW DAN NHT PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN SISWA SMP SE-SURAKARTA Lina Utami, Budiyono, Riyadi ......................................................................... 193 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TS-TS DAN TSI PADA MATERI FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN KARANGANYAR Ervina Yulias Veva, Budiyono, Riyadi ............................................................ 203 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN AIR DAN RT PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SMP NEGERI SE-KABUPATEN SRAGEN Atikha Nur Khoidah, Budiyono, Riyadi .......................................................... 216 KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMK BERGAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT Hikmah Maghfiratun Nisa', Cholis Sa’dijah, Abd Qohar ................................ 227 KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA Dini Hardaningsih, Ika Krisdiana, Wasilatul Murtafiah .................................. 237 ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII-D SMP NEGERI 1 GAMBUT Muliana Sari, Susiswo, Toto Nusantara ........................................................... 251 EFEKTIVITAS MODEL TAPPS DAN MMP BERBANTUAN GEOGEBRA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK Himmatul Afthina, Intan Indiati , Intan Indiati , Bagus Ardi Saputro .............. 262 STUDI KASUS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG SISI DATAR DI SMP Cindy Indra Amirul Fiqri, Gatot Muhsetyo, Abd. Qohar ................................ 276 MISKONSEPSI SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PROBABILISTIK Arini Mayan Fa'ani, Purwanto, Sudirman........................................................ 287 xviii EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT BERBASIS MIND MAPPING DAN TPS BERBASIS MIND MAPPING DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA Yosita Eka Yuliana, Budiyono, Isnandar Slamet ............................................. 296 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE BERBANTU KARTU MASALAH DAN THINK PAIR SHARE BERBANTU KARTU MASALAH DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL Putri Permata Sari, Soeyono, Yemi Kuswardi ................................................. 311 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS (TGT) DAN TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMP NEGERI SE-KOTA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 Ahmad Junaedi, Budiyono, Isnandar Slamet ................................................... 323 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MODEL PICTURE AND PICTURE Sumarsih .......................................................................................................... 334 ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA MATERI GEOMETRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL (PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 KEDU KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015) Aliksia Kristiana Dwi Utami, Erna Kuneni ..................................................... 346 ANALISIS KECERDASAN SPASIAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII SMP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Nova Riastuti, Fatriya Adamura, Restu Lusiana.............................................. 357 MENGEMBANGKAN RASA INGIN TAHU DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENEMUAN TERBIMBING SETTING TPS Alfizah Ayu Indria Sari .................................................................................... 368 PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS KOMIK ONLINE TOONDOO DENGAN METODE DISKUSI DAN TANYA JAWAB UNTUK MATERI GEOMETRI DATAR PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 5 SEMARANG Puspita Dwi Widyastuti, Rasiman, Rina Dwi Setyowati ................................. 378 xix KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CORE DAN PAIRS CHECK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA KELAS VII Zahid Abdush Shomad, Iwan Djunaedi ........................................................... 386 ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KEMBARAN MATERI BANGUN DATAR Marlisa Rahmi Ramdhani, Erni Widiyastuti, Fitrianto Eko Subekti ............... 397 ANALISIS KESULITAN SISWA SMP DALAM MEMPELAJARI PERSAMAAN GARIS LURUS DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA Sumarsih .......................................................................................................... 409 KREATIVITAS GURU SMA DALAM MENYUSUN SOAL RANAH KOGNITIF DITINJAU DARI PENGALAMAN KERJA Merisa Kartikasari, Tri Atmojo Kusmayadi, Budi Usodo ............................... 425 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT DENGAN GUIDED DISCOVERY LEARNING DAN JIGSAW II DENGAN GUIDED DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT SISWA SMP Qurrotul ‘Ain, Tri Atmojo Kusmayadi, Budi Usodo ....................................... 437 STUDI DESKRIPTIF KETERAMPILAN BERTANYA GURU PADA PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI PENGALAMAN MENGAJAR DI SMA TAMAN MADYA PROBOLINGGO TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Labiba Zahra, Tri Atmojo Kusmayadi, Budi Usodo ........................................ 449 EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LC7E DAN TSTS PADA MATERI PROGRAM LINIER DITINJAU DARI KECERDASAN INTERPERSONAL SISWA SMK SE-KABUPATEN WONOGIRI Antinah, Tri Atmojo Kusmayadi, Budi Usodo ................................................ 460 KONEKSI KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS TIPE VISUAL-SIMBOLIK SISWA KELAS XI IPA SMAN KEBAKKRAMAT Istadi, Tuty Setyowati ...................................................................................... 471 PROFIL PENALARAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH PERSAMAAN KUADRAT DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL Rengga Mahendra, Wasilatul Murtafi’ah, Fatriya Adamura ........................... 480 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN HYPNOTEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA xx Indra Martha Rusmana, Lasia Agustina ........................................................... 495 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN SNOWBALL THROWING SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN MINAT BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI IPS 3 SMA NEGERI KEBAKKRAMAT KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Uning Hapsari Putri, Budi Usodo, Ira Kurniawati ........................................... 505 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING (SFE) BERBASIS MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA Mohamad Nur Fauzi, Nur Hidayat Damar Jati ................................................ 516 EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION Triana Harmini ................................................................................................. 526 PROFIL KECERDASAN VISUAL-SPASIAL PADA SISWA KELAS IX SMPN 1 MOJOLABAN BERDASARKAN PERBEDAAN JENIS KELAMIN Ria Wahyu Wijayanti, Imam Sujadi, Sri Subanti ............................................ 540 KEYAKINAN GURU MATEMATIKA TENTANG PENDEKATAN SAINTIFIK DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS XI SMK N 3 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 Ahmad Abdul Mutholib, Imam Sujadi, Sri Subanti ........................................ 550 DESAIN PEMBELAJARAN HUBUNGAN SUDUT PUSAT, PANJANG BUSUR, DAN LUAS JURING LINGKARAN MENGGUNAKAN PEMODELAN MARTABAK Nia Yuni Saputri, Ratu Ilma Indra Putri, Budi Santoso ................................... 559 MEDIA PEMBELAJARAN TEKA-TEKI PINTAR EDUKATIF (TAPE) SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN BARISAN ARITMATIKA DAN GEOMETRI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA Fitria Sulistyowati ............................................................................................ 572 PROFIL PEMBENTUKAN SKEMA SISWA SD DALAM MEMECAHKAN MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN OPERASI PENJUMLAHAN BILANGAN PECAHAN BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA xxi Sardulo Gembong ............................................................................................ 587 DESAIN PEMBELAJARAN MATERI REFLEKSI MENGGUNAKAN MOTIF KAIN BATIK UNTUK SISWA KELAS VII Dina Novrika, Ratu Ilma Indra Putri, Yusuf Hartono ...................................... 600 KEEFEKTIFAN TEAM’S GAME TOURNAMENT DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH (STUDI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEYEGAN) Nuryadi, Nanang Khuzaini .............................................................................. 620 PERAN GURU DALAM MENTRANSFORMASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS BUDAYA Ahmad Anis Abdullah ..................................................................................... 633 PENERAPAN METODA DELPHI UNTUK MENENTUKAN PENGETAHUAN MATEMATIKA WAWASAN UNTUK MENGAJAR Sugilar .............................................................................................................. 646 PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI UNTUK MENGAJAR MATEMATIKA MELALUI PELATIHAN PENGETAHUAN MATEMATIKA WAWASAN Sugilar .............................................................................................................. 660 PROFIL BERFIKIR VISUAL LEVEL PEMROSESAN PEMBAYANGAN MENTAL MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMAHAMI DEFINISI FORMAL BARISAN KONVERGEN Darmadi ............................................................................................................ 672 ANALISIS KORELASI KANONIK PERILAKU BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMP (STUDI KASUS SISWA SMPN 1 SUKASARI PURWAKARTA) Iin Irianingsih, Nurul Gusriani, Siti Kulsum, Kankan Parmikanti .................. 686 HUBUNGAN MOTIVASI, LINGKUNGAN BELAJAR, DAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA DENGAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA Indra Adhitama, Abdul Taram ......................................................................... 697 IMPLEMENTASI MODEL PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS LESSON STUDY Sumardi, Clara Virgia Maudyla ....................................................................... 715 DESKRIPSI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA DAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA SMPN DI LAMPUNG xxii Haninda Bharata, Caswita ................................................................................ 723 EFEKTIVITAS GUIDED DISCOVERY SETTING THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI DAN TOLERANSI Ezi Apino ......................................................................................................... 730 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE (TPS) DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS X MIA 1 SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Sigit Rimbatmojo, Budi Usodo, Rubono Setiawan .......................................... 742 PENERAPAN MODEL LEARNING CYCLE 7E UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS PEMINATAN XI MIA 3 SEMESTER 2 SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015 Lihar Raudina Izzati, Sutopo, Henny Ekana Chrisnawati ............................... 753 PROGRAM GURU PEMBELAJAR: UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU DI ABAD 21 Rino Richardo .................................................................................................. 768 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MTS MUHAMMADIYAH 1 NATAR TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Naila Milaturrahmah, Jazim Ahmad, Swaditya Rizki ..................................... 777 BERTANYA EFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI PELUANG Tundung Memolo ............................................................................................. 787 PENINGKATAN KOMUNIKASI DAN PRESTASI SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF ROLLER COASTER BERBASIS HOT Tundung Memolo ............................................................................................. 792 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERORIENTASI KKNI UNTUK PENGUATAN SCIENTIFIC APPROACH PADA MATA KULIAH EVALUASI DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA Sanusi, Wasilatul Murtafiah, Edy Suprapto ..................................................... 807 PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS X IPA 1 SMAK KESUMA Muhammad Khusnan Khanif ........................................................................... 815 xxiii PENERAPAN BEBERAPA APLIKASI DARI MICROSOFT: OFFICE MIX, ONENOTE, SWAY PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA Budi Usodo, Deshinta P.A.D.A ....................................................................... 822 PENINGKATAN KOMPETENSI GURU MATEMATIKA SMP KOTA SURAKARTA DALAM PEMBINAAN OLIMPIADE MATEMATIKA NASIONAL Mardiyana, Riyadi, Ponco Sujatmiko, Dyah Ratri Aryuna ............................. 837 BIDANG : MATEMATIKA TERAPAN PENERAPAN METODE KERUCUT TERPANCUNG DAN BUJUR SANGKAR DALAM PERHITUNGAN LUAS LAHAN BERKONTUR MENGGUNAKAN BANTUAN MEDIA INFORMASI GOOGLE EARTH/GOOGLE MAPS Evania Nur Alivah, Adi Setiawan, Eko Sediyono ........................................... 849 MODEL DISTRIBUSI TOTAL KERUGIAN AGGREGAT MANFAAT RAWAT JALAN BERDASARKAN SIMULASI Puspitaningrum Rahmawati, Bambang Susanto, Leopoldus Ricky Sasongko 867 PEMILIHAN PROGRAM STUDI BAGI SISWA LULUSAN SMA DALAM SELEKSI MASUK PTN UNY DENGAN LOGIKA FUZZY MAMDANI Niken Lisca Aggyta Ayuningrum .................................................................... 877 SIMULASI UNTUK MENENTUKAN MODEL DISTRIBUSI TOTAL KERUGIAN AGREGAT (STUDI KASUS DATA KLAIM POLIS ASURANSI KESEHATAN MANFAAT RAWAT INAP) Irene Septinna Nugrahani, Lilik Linawati, Leopoldus Ricky Sasongko ......... 893 PENENTUAN LUAS LAHAN DATAR DENGAN METODE PENDEKATAN LINGKARAN BERBASIS GOOGLE EARTH/GOOGLE MAPS Devi, Adi Setiawan, Eko Sediyono .................................................................. 905 MASALAH NILAI AWAL ITERASI NEWTON RAPHSON UNTUK ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL TERBOBOTI GEOGRAFIS (RLOTG) Shaifudin Zuhdi, Dewi Retno Sari Saputro ..................................................... 916 PERAMALAN DENGAN MODEL VARI PADA DATA IHK KELOMPOK PADI-PADIAN DAN BUMBU-BUMBUAN (STUDI KASUS KOTA SALATIGA, BULAN JANUARI 2014-JULI 2016) Ratna Dwijayanti, Adi Setiawan, Didit Budi Nugroho.................................... 924 xxiv APLIKASI ADAPTIVE NEURAN FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS) SEBAGAI MODEL DIAGNOSIS KONSENTRASI JURUSAN PADA SISWA SMA/MA Desrina Fauziah, Irzani, Ripai ......................................................................... 940 TARGET BERORIENTASI METODE CABANG DAN BATAS UNTUK OPTIMISASI GLOBAL Mochamad Suyudi, Sisilia Sylviani ................................................................. 955 PELABELAN TOTAL (a,d)-H-ANTI AJAIB PADA GRAF RODA Marwah Wulan Mulia, Mania Roswitha, Putranto Hadi Utomo ..................... 966 APLIKASI KALKULUS OPTIMISASI DALAM ANALISA OPTIMUM VARIABEL KEPUTUSAN MODEL MATEMATIKA INVENTORI TERINTEGRASI DUA LEVEL DENGAN PRODUK TIDAK SEMPURNA, LEAD FREE DEMAND DAN KENDALA TINGKAT LAYANAN Rubono Setiawan, Yemi Kuswardi, Ikrar Pramudya ....................................... 971 PROGRAM VAKSINASI PENYAKIT CAMPAK DI INDONESIA MELALUI MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DAN HASILNYA Septiawan Adi Saputro, Purnami Widyaningsih ............................................. 980 MODEL ADDITIVE GENETICS AND UNIQUE ENVIRONMENT (AE) PADA PENYAKIT DIABETES MELITUS TIPE 2 Andi Darmawan, Dewi Retno Sari Saputro ..................................................... 987 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MAHASISWA BERPRESTASI MENGGUNAKAN METODE TOPSIS Sri Rahmawati Fitriatien .................................................................................. 995 MODEL STAR (1,1) DENGAN PENAKSIRAN PARAMETER MENGGUNAKAN METODE KUADRAT TERKECIL Kankan Parmikanti, Khafsah Joebaedi, Iin Irianingsih ................................ 1004 REPRESENTASI INTEGRAL STOKASTIK UNTUK GERAK BROWN FRAKSIONAL Chatarina Enny Murwaningtyas, Sri Haryatmi, Gunardi ................................. 1011 DISTRIBUSI STASIONER RANTAI MARKOV UNTUK PREDIKSI CURAH HUJAN DI WILAYAH JAWA BARAT Firdaniza, Nurul Gusriani, Emah Suryamah .................................................... 1021 xxv BIDANG : STATISTIKA ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LINIER SEDERHANA BAYESIAN DENGAN DISTRIBUSI PRIOR INFORMATIF Dina Ariek Prasdika, Dewi Retno Sari Saputro, Triwik Jatu........................... 1029 ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LINIER SEDERHANA BAYES DENGAN DISTRIBUSI PRIOR NONINFORMATIF JEFFREY Firda Amalia, Dewi Retno Sari Saputro, Triwik Jatu ...................................... 1037 PERSAMAAN MODEL CAMPURAN HENDERSON PADA MODEL SMALL AREA SEMIPARAMETRIK DENGAN SAMPLING INFORMATIF Angela Nina R. C., Sri Haryatmi, Danardono ................................................. 1047 UJI PERUBAHAN STRUKTURAL PADA REGRESI KUANTIL DENGAN LAGRANGE MULTIPLIER Triwik Jatu Parmaningsih, Sri Haryatmi, Danardono ...................................... 1056 DETERMINAN DAN PROFIL KUNJUNGAN DAERAH TUJUAN WISATA SEJARAH (STUDI KASUS: SITUS SANGIRAN, KABUPATEN SRAGEN, PROVINSI JAWA TENGAH) Sri Subanti, Etik Zukhronah, Sri Sulistijowati, BRM Bambang Irawan, Arif Rahman Hakim ................................................................................................ 1066 ANALISA EMPIRIS TERHADAP PERMINTAAN ATRIBUT PERUMAHAN (STUDI DI KOTA SEMARANG DAN KOTA YOGYAKARTA) Sri Subanti, Hartatik, Nughthoh Arfawi Kurdi, Arif Rahman Hakim ............. 1076 SUBSIDI LANGSUNG TUNAI DAN KONSUMSI KESEHATAN RUMAH TANGGA DI PROVINSI JAWA TENGAH Sri Subanti, Respatiwulan, Lestari Sukarniati, Winita Sulandari, Arif Rahman Hakim ............................................................................................................... 1086 xxvi KEEFEKTIFAN TEAM’S GAME TOURNAMENT DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH (STUDI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 SEYEGAN) Nuryadi1, Nanang Khuzaini2 1,2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mercu Buana Yogyakarta [email protected] Abstrak: Cooperative learning tipe Team’s Game Tournament (TGT) merupakan model pembelajaran yang didalamnya terdapat tahapan-tahapan seperti permainan dan dapat membuat siswa berkomunikasi matematis, lebih kreatif, memiliki sikap yang positif terhadap matematika, dan tepat dalam menyelesaikan masalah matematika. Namun pada kenyataannya, kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah yang harus dimiliki oleh siswa sebagai hasil proses pembelajaran matematika memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keefektifan Cooperative learning tipe TGT pada pembelajaran matematika ditinjau dari kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah pada kelas VIII SMP N 1 Seyegan tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian ini adalah penelitian eksprerimen semu dengan pre-postest nonequivalent control group design. Penelitian ini menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Populasi penelitian mencakup seluruh siswa kelas VIII yang terdiri dari empat kelas. Dari populasi yang ada, diambil secara acak dua kelas yaitu VIII A dan VIII C sebagai sampel penelitian. Pembelajaran matematika pada kelas VIII A (kelompok eksperimen) menggunakan Cooperative learning tipe TGT dan pembelajaran pada kelas VIII C (kelompok kontrol) menggunakan direct instruction. Instrumen penelitian ini adalah tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah. Untuk menguji keefektifan pembelajaran digunakan analisis one sample t-tes. Sedangkan uji T2 hotteling dilanjutkan uji-t univariat digunakan untuk menentukan model yang lebih efektif. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa: (1) Cooperative learning tipe TGT dan direct instruction dalam pembelajaran matematika efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah; dan (2) Cooperative learning tipe TGT lebih efektif baik terhadap kemampuan komunikasi dibandingkan direct instruction pada siswa kelas VIII SMPN 1 Seyegan. Kata Kunci: TGT, Komunikasi Matematis, Pemecahan Masalah PENDAHULUAN Dalam Standar Nasional Pendidikan Undang-Undang RI No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, yaitu bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 620 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika diatas, kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah. Hal tersebut juga ditegaskan dalam Nasional Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (2000, p.60), yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan aspek yang memegang peranan penting dalam pendidikan matematika. Menurut Lindquist & Elliot (Elliot & Kenney, 1996, p.2) menyatakan bahwa jika kita sepakat bahwa matematika adalah bahasa dan bahasa dipelajari dengan baik dalam komunitas pelajar maka akan mempermudah pemahaman. Kemampuan komunikasi matematis harus digali dan dikembangkan guru dalam pembelajaran matematika agar siswa memiliki kemampuan untuk memberikan informasi yang padat, singkat dan akurat tentang nilai-nilai yang dibahasakan. Dengan demikian kemampuan komunikasi matematis yang merupakan salah satu tujuan penyelenggaraan pembelajaran matematika terpenuhi. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah diperkuat NCTM (2000, p.182) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan sarana mempelajari ide matematika dan terampil matematika. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran belum dijadikan sebagai kegiatan yang utama. Pemecahan masalah merupakan bagian dari pembelajaran matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran, siswa dimungkinkan menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimilikinya untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Kegiatan ini dilakukan dengan menerapkan aturan, penemuan pola, penggeneralisasian, dan komunikasi matematika yang baik sehingga kemampuan siswa dalam memecahkan masalah membutuhkan kemampuan-kemampuan SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 621 yang lain, seperti memahami konsep matematika, pemodelan matematika, penalaran dan komunikasi dalam matematika. Namun dalam kenyataan, kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis yang harus dimiliki oleh siswa sebagai hasil proses pembelajaran belum bisa terpenuhi. Menurut Van De Walle (2008, p.12-13), secara umum pembelajaran matematika masih menggunakan pengajaran tradisional yang dominan menggunakan metode ceramahekspositori. Paradigma lama yaitu paradigma mengajar, masih melekat dan tetap dipertahankan karena kebiasaan yang susah diubah. Paradigma tersebut belum berubah menjadi paradigma membelajarkan siswa. Dalam paradigma tersebut, kegiatan pembelajaran biasanya dimulai dengan memberikan penjelasan tentang ide-ide yang ada dalam buku yang dipelajari, lalu diikuti dengan memberikan latihan soal dari buku dan cara menyelesaikan soal tersebut. Menurut hasil penelitian PPPG Matematika 2001 mengungkap bahwa sebagian besar guru menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran, yaitu 70% dari responden. Proses komunikasi yang selalu dilakukan oleh guru dalam pembelajaran adalah bahasa verbal dan pemberian contoh konkrit (Tim PPPG matematika, 2001, p.19). Berdasarkan data hasil ujian nasional SMP N 1 Seyegan untuk beberapa tahun yang lalu, dimana hasil ujian tersebut menunjukan bahwa kemampuan matematika siswa SMP N 1 Seyegan sudah bagus meskipun masih ada beberapa siswa yang nilainya masih di bawah nilai rata-rata ujian rayon, propoinsi dan ujian nasional. Hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2014 di SMP N 1 Seyegan disajikan dalam bentuk tabel 1 berikut : Tabel. 1 Hasil Nilai Rata-Rata UN SMP N 1 Seyegan . Tahun 2014 Nilai UAN Rata-rata Terendah Tertinggi Stan Deviasi Bhs Indo Bhs Ingg Mat 8,85 7,56 7,53 5,60 3,20 3,25 9,60 9,60 10,0 0,77 1,43 1,63 Sumber: Depdiknas Badan Penelitian dan Pengembangan. IPA 6,79 2,50 9,25 1,23 Salah satu upaya yang akan dilakukan agar kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah matematis yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) dalam pembelajaran matematika. Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) merupakan model SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 622 pembelajaran yang menarik karena di dalamnya terdapat tahapan-tahapan seperti game dan kegiatan pembelajaran langsung yang diharapkan dapat membuat siswa dapat berkomunikasi matematis, lebih kreatif, memiliki sikap yang positif terhadap matematika, dan tepat dalam menyelesaikan masalah matematika. Berdasarkan hal ini maka tujuan penelitian ini adalah membandingkan keefektifan Cooperative Learning type TGT (Kelompok eksperimen) dengan keefektifan Direct Instruction (kelompok kontrol) dalam pembelajaran matematika. Keefektifan ini ditinjau dari kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika. Keefektifan Pembelajaran Matematika Menurut Passaribu dan Simanjuntak (Muchith, 2008, p.33) untuk mengetahui keefektifan pendekatan pembelajaran dapat dilihat dari dua aspek yaitu (a) Aspek mengajar guru, yaitu menyangkut sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang direncanakan terlaksana oleh guru. Pembelajaran pasti memiliki perencanaan yang matang. Semakin banyak perencanaan dapat diwujudkan dalam pembelajaran semakin efektif pula proses pembelajarannya; (b)Aspek belajar murid, yaitu menyangkut sejauh mana tujuan pelajaran yang diinginkan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar (KBM). Sedangkan menurut Muijs & Reynolds (2008, p.4) keefektifan pembelajaran dipengaruhi oleh guru yang efektif. Di mana karakteristik guru yang efektif sebagai berikut: a) guru bertanggung jawab memerintahkan berbagai kegiatan selama jam sekolah, yakni mengajar yang berstruktur, b) murid memiliki tanggung jawab atas tugasnya dan bersikap mandiri selama sesi-sesi tugas tersebut, c) setiap guru hanya mengampu satu mata pelajaran saja, d) interaksi yang tinggi dengan seluruh kelas, e) keterlibatan murid yang tinggi diberbagai tugas, f) atmosfir yang positif di kelas, g) guru menunjukkan penghargaan dan dorongan yang besar kepada anak didiknya. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keefektifan model pembelajaran adalah pembelajaran yang dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan, siswa mampu mengembangkan pemahaman, kemampuan matematika lainnya, dan mengacu pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) belajar siswa. Cooperative Learning Tipe TGT Menurut Slavin (1995, p.135) cooperative learning mempunyai tiga karakteristik yaitu: (1) Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-5 orang anggota);(2) Murid didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok;(3) Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 623 kelompok. Berikut tahapan-tahapan TeamsGamesTournaments (TGT) menurut Slavin (1995, p. 84): (1) Presentasi kelas;(2) Belajar kelompok;(3) Game (permainan); (4) Tournament (kompetisi); (5) Penghargaan kelompok. Setelah mengikuti game dan turnamen, setiap kelompok akan memperoleh poin atau skor. Rata-rata poin yang diperoleh dari game dan turnamen akan digunakan sebagai pedoman penghargaan terhadap kelompok. Penghargaan kelompok diberikan jika kelompok tersebut telah mendapatkan skor yang melewati kriteria seperti tabel 2 berikut (Slavin, 1995, p.90): Tabel 2. Kriteria Penghargaan Kelompok Rata-rata Poin Kelompok Penghargaan 40 Good Team (Kelompok Baik) 45 Great Team (Kelompok Hebat) 50 Super Team (Kelompok Super) Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Depdiknas (2006, p.24) kemampuan komunikasi matematis merupakan kesanggupan atau kecakapan seorang siswa untuk dapat menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal matematika. Sedangkan menurut Riedesel (1985, p.83-91) komunikasi matematika berkaitan erat dengan pemecahan masalah, sebab dalam mengungkapkan suatu masalah dapat dilakukan dengan jawaban terbuka, masalah dinyatakan dengan cara lisan, masalah non verbal, menggunakan diagram, grafik dan gambar, mengangkat masalah yang tidak mengggunakan bilangan, menggunakan analogi dan perumusan masalah. Kemampuan Pemecahan Masalah Sebagaimana dikemukakan oleh Ruseffendi (1993, p.20) bahwa pemecahan masalah adalah pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan kepada proses daripada hasil. Sedangkan menurut Polya (Erman Suherman, 2003, p.91), solusi pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu: 1) Memahami masalah, 2) Merencanakan penyelesaian, 3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana dan 4) Melakukan mengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) karena tidak semua variabel yang muncul dapat dikontrol atau diatur secara ketat (full randomized). Adapun SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 624 desain yang digunakan adalah pretest-posttest nonequivalent comparison-group design. Group (kelompok) yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua kelompok. Dua kelompok ini kemudian diberikan perlakuan berupa menerapkan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT (kelompok eksperimen) dan Direct Intruction (kelompok kontrol). (Johnson & Wichern, 2007, p.329). Rancangan desain penelitian ini mengggunakan desain Pretest-postest non-ekuivalen multiple-group design dengan rancangan seperti disajikan pada gambar 1 berikut:. (Allyn & Bacon, 1996, p.143) Kelompok eksperimen Pretest Kelompok eksperimen Pretest Cooperative Leraning Tipe TGT Model Direct Instruction Posttest Posttest Gambar 1. Diagram desain penelitian Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Seyegan tahun pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari 4 kelas parallel. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Purpossive Sampling dimana peneliti memilih sendiri kasus-kasus yang akan dimasukan dalam sampel berdasarkan kekhasan penilaian, jadi teknik pengambilan sampel dilakukan dengan pertimbangan tertentu. Sebagai kelas uji coba instrumen tersebut adalah kelas VIII-A dan VIII-C. Untuk mengetahui populasi homogen maka dilakukan analisis yang terdiri dari uji normalitas, uji homogenitas varians populasi. Pada penelitian ini, diambil siswa dari dua kelas sebagai sampel penelitian yaitu siswa kelas VIII-A dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT. Sedangkan model pembelajaran Direct Intruction pada siswa kelas VIII-C. Terdapat 2 macam variabel dalam penelitian ini, yaitu independent variable (variabel bebas) dan dependent variable (variabel terikat). Independent variable (variabel bebas) merupakan variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel lain, yang variabilitasnya diukur, dimanipulasi atau dipilih untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooeperatif tipe TGT. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pretest dan posttest untuk mengukur kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut: (a) menyusun instrumen penelitian;(b) meminta dosen dan guru mata SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 625 pelajaran matematika untuk memvalidasi instrumen penelitian;(c) melakukan uji coba instrument;(d) estimasi reliabilitas instrumen penelitian;(e) revisi instrumen penelitian;(f) memberikan pretest kepada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen;(g) melakukan penelitian secara bersama-sama dengan guru di sekolah;(h) memberikan posttest kepada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Dalam penelitian ini untuk memperoleh bukti validitas instrumen digunakan dua cara, yaitu validitas isi (Content Validity) dan validitas konstruk (Construct Validity). validitas isi dilakukan dengan dengan cara meminta pertimbangan ahli (expert judgment). Validitas konstruk mengacu pada sejauh mana suatu instrumen mengukur trait atau konstruk teoritik yang hendak diukurnya. Untuk mengestimasi koefisien reliabilitas instrumen digunakan formula Alpha Cronbach (Ebel dan Frisbie, 1979,p.79) dengan rumus sebagai berikut: ′ 𝑟𝑥𝑥 ∑ 𝑠𝑖2 𝑘 = [1 − ( 2 )] 𝑘−1 𝑠𝑡 Keterangan : 𝑟𝑥𝑥′ : koefisien realibilitas instrumen k : banyak butir item 𝑠𝑖2 : varians skor siswa pada suatu item tes 𝑠𝑡2 : varians skor total Untuk menguji normalitas digunakan uji Kolmogorof Smirnov. Hipotesisnya adalah sebagai berikut: 𝐻0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal;𝐻1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistibusi normal. Keputusan diuji pada taraf signifikansi 0,05 dengan kriteria 𝐻0 ditolak jika signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05. Uji ini dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 21 for Windows, yaitu dengan uji normalitas Kolomogorov Smirnov. Homogenitas data ditentukan dengan dengan uji homogenitas multivariat Box-M menggunakan software SPSS 21 for Windows. Hipotesisnya sebagai berikut: 𝐻0 : variansi kedua populasi homogen. 𝐻1 : variansi kedua populasi tidak homogen. Kesimpulan diambil pada tingkat kepercayaan 95% (signifikasi 5%) dengan kriteria 𝐻0 ditolak jika signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05. SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 626 Teknik Analisis Data Data tentang kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa diperoleh melalui pengukuran dengan instrumen tes yang berbentuk uraian. Skor yang diperoleh selanjutnya dikonversi sehingga menjadi nilai dengan rentang antara 0 sampai dengan 100. Skor tersebut kemudian digolongkan dalam kriteria berdasarkankriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah untuk mata pelajaran matematika yaitu 75. Nilai KKM ini digunakan untuk menentukan persentase banyak siswa yang mencapai kriteria ketuntasan tersebut. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah statistik uji one sample t-test dengan dengan software SPSS 21.0 for windows. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui efektif tidaknya pembelajaran kooperatif tipe TGT pada variable kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah. Suatu pembelajaran dikatakan efektif jika terdapat perubahan kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah sebelum diterapkan pembelajaran dengan setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT. Untuk variabel kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa, nilai 𝜇𝑜 yang digunakan pada rumus di atas adalah 75 skala 0 – 100. Nilai ini ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan untuk mata pelajaran matematika SMP N 1 Seyegan adalah 75, sehingga peneliti menetapkan 75 sebagai standar untuk menentukan efektif pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diterapkan ditinjau dari kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Sebelum melakukan analisis untuk uji ketercapain pembelajaran dengan model cooperative learning tipe TGT dibandingkan dengan pembelajaran dengan Direct Instruction, dilakukan uji keefektifan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe TGT dan pembelajaran dengan Direct Instruction dengan one sample t-test. Uji keefektifan ini bertujuan untuk mengetahui efektif tidaknya pembelajaran dengan model cooperative learning tipe TGT dan pembelajaran dengan Direct Instruction masing-masing ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah terhadap matematika. SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 627 Tabel 3. Uji ketercapain pembelajaran dengan TGT dan Direct Instruction ttabel Kelompok Variabel Df thitung cooperative Komunikasi matematis 31 4,936 2,04 learning tipe Pemecahan masalah 31 3,393 TGT Direct Komunikasi matematis 31 2,804 2,04 Instruction Pemecahan masalah 31 2,575 Berdasarkan tabel 3 di atas, pada kelompok dengan cooperative learning tipe TGT untuk variabel kemampuan komunikasi matematis diperoleh nilai thitung = 4,936 > ttabel =2,04 untuk variabel pemecahan masalah terhadap matematika diperoleh nilai thitung = 3,393. Kedua nilai thitung ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh signifikan karena nilai thitung tersebut lebih besar dari ttabel = 2,04. Dengan demikian, pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah terhadap matematika. Pada kelompok menggunakan Direct Instruction untuk variabel kemampuan komunikasi matematis diperoleh nilai thitung = 2,804 dan lebih besar dari ttabel. Ini menunjukan Direct Instruction efektif untuk variabel kemampuan komunikasi matematis, sedangkan variabel pemecahan masalah terhadap matematika diperoleh nilai thitung= 2,575 dan lebih besar dari ttabel. Ini menunjukan pembelajaran Direct Instruction efektif dari variabel pemecahan masalah. Pengujian manova terhadap posttest untuk mengecek perbedaan antara kedua kelas yang diberikan perlakuan, sesuai dengan hipotesis statistik. Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan SPSS 21,0 for windows diperoleh nilai F = 7,8 dan nilai signifikan 0,007< 0,05. Ini berarti bahwa Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keefektifan antara pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT dengan pembelajaran Direct Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis. Sedangkan terhadap variabel kemampuan pemecahan masalah diperoleh nilai F = 3,070 dengan nilai signifikansi 0,085 > 0,05. Ini berarti bahwa 𝐻0 diterima sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran matematika antara kelompok TGT dengan kelompok Direct Instruction ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah terhadap matematika Berdasarkan hasil uji hipotesis multivariat data setelah perlakuan bahwa terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis, maka dilakukan uji-t univariat untuk melihat manakah dari cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction yang SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 628 lebih berpengaruh ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis. Hasil analisis terhadap perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa kedua kelompok diperoleh thitung sebesar 2,793, kemudian ttabel sebesar 2,04 atau thitung = 2,793 > t0,05, 59= 2,04; maka H0 ditolak. Dengan demikian pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT lebih efektif dibandingkan Direct Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. Pembahasan Beberapa hal yang diselidiki dalam penelitian ini diantaranya adalah (1) mendeskripsikan keefektifan dari model cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction;(2) menentukan perbedaan keefektifan dari masing-masing model tersebut ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan pemecahan masalah terhadap matematika. Berikut ini akan disampaikan pembahasan dari masalah yang telah diselidiki. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan manova dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah antara siswa yang belajar dengan model cooperative learning tipe TGT dengan siswa yang belajar dengan Direct Instruction.Dari hasil uji lanjut menunjukan bahwa pembelajaran dengan model cooperative learning tipe TGT lebih efektif terhadap kemampuan komunikasi matematis. Untuk mengetahui tingkat keefektifan dari pembelajaran dengan pendekatan cooperative learning tipe TGT dan pembelajaran dengan Direct Instruction mengacu pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM untuk materi relasi dan fungsi adalah 75. Pembelajaran dikatakan efektif apabila ketuntasan klasikal melebihi 75%, dengan kata lain lebih dari 75% siswa mendapatkan nilai melebihi KKM tanpa harus remidi. Hal lain juga menjadi pertimbangan, apabila sebelum diajarkan hasil pretes menunjukkan ketuntasan klasikal lebih dari 75%, maka topik tersebut tidak perlu diajarkan lagi. Dari hasil pretes untuk kedua kelompok eksperimen menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal masih sangat rendah. Oleh karena itu perlu diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran tertentu yakni cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction. Berdasarkan kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan dan setelah dilakukan uji statistik dengan uji one sample t-test, pembelajaran matematika dengan cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan pemecahan masalah terhadap matematika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cooperative learning tipe TGT SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 629 dan Direct Instruction efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan pemecahan masalah terhadap matematika. Berdasarkan hasil analisis multivariat, diperoleh nilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi dan nilai F hitung >F tabel. Dengan demikian, berarti hipotesis nol (H0) penelitian yang berbunyi “tidak terdapat perbedaan keefektifan antara pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT dengan pembelajaran Direct Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis ” ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efek pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis berbeda, karena adanya perbedaan secara kelompok tersebut maka analisis menggunakan uji-t untuk mengetahui apakah secara univariat juga mempunyai perbedaan yang signifikan ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t didapat pada uji univariat untuk variabel kemampuan komunikasi matematis didapatkan manilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi maka hipotesis nol (H0) yang menyatakan “ tidak terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT dibandingkan Direct Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa “ ditolak. Berarti, kemampuan komunikasi matematis sebagai hasil dari mengikuti pelajaran matematika dengan cooperative learning tipe TGT lebih efektif daripada matematika siswa sebagai hasil mengikuti pelajaran matematika dengan menggunakan Direct Instruction. Secara umum dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan cooperative learning tipe TGT lebih efektif dari pembelajaaran matematika dengan Direct Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) model cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah pada siswa kelas VIII SMP N 1 Seyegan;(2) Model cooperative learning tipe TGT dalam pembelajaran matematika lebih efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi dibandingan Direct Instruction pada siswa kelas VIII SMP N 1 Seyegan. SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 630 Saran Berdasarkan simpulan, implikasi dan batasan penelitian, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut. 1. Disarankan bagi siswa agar terus latihan dengan menggunakan soal-aoal terbuka agar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga meningkatakan kemampuan komunikasi matematis. 2. Disaran bagi guru yang berminat untuk menerapkan cooperative learning tipe TGT supaya mempersiapkan masalah jauh-jauh hari sebelumnya, mengingat untuk membuat dan menyiapkan masalah yang dapat dipahami siswa bukanlah pekerjaan yang mudah. 3. Disarankan kepada sekolah untuk menerapkan inovasi- inovasi baru dalam pembelajaran matematika termasuk dengan menerapkan cooperative learning tipe TGT dalam pembelajaran matematika DAFTAR PUSTAKA Allyn & Bacon. (1996). Research methods in education: an introduction. Massachusetts: A Simon and Schuster Company. BSNP. (2014). Laporan hasil dan statistik nilai ujian nasional tahun pelajaran 2013/2014. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Diknas. Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. (Jakarta: Nomor 22 Tahun 2006). Ebel, R.L. & Frisbie, D.A. (1979). Essential of educational measurement (4th ed). New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Elliott, P.C. & Kenney, M. J. (1996). Communication in Mathematics, K-12 and beyond. Reston, Virginia: Association Drive. Erman Suherman, Turmudi, dkk, (2003). Strategi pembelajaran matematika kontemporer. Bandung: JICA. Johnson, R.A & Wichern, D.W .(2007). Applied Multivariate Statistical Analysis. London : Pearson Prenti ce Hall. Muchith, S.(2008). Pembelajaran Kontekstual. Semarang : Media Group. Muijs, D. & Reynalds, D. (2008). Effective teaching. (Terjemahan Soetjipto Helly P & Soetjiptosri Mulyatini). Yogyakarta: Pustaka pelajar. NTCM. (2000). Principles and standards for school mathematics. United States: National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Riedesel, C. A. (1985). Teaching elementary school mathematics. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Ruseffendi. (1993). Pendidikan matematika. Jakarta: Depdikbud. SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 631 Slavin, R.E. (1995). Cooperative learning “theori, research and practice. London: Allyn and Bacon. Tim PPPG Matematika. (2001). Monitoring dan evaluasi program pasca penataran tahun 2001.Monitoring dan evaluasi program pasca penataran tahun 2001. Yogyakarta: PPPG Matematika. Van De Walle, J. A. (2008). Matematika sekolah dasar dan menengah. (Terjemahn suyono). Virginia: Pearson Education Inc. (buku asli diterbitkan tahun 2007). SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNS Rabu, 16 November 2016 632