klik di sini - LPPM UMB Yogya (UMB Yogya)

advertisement
SEMINAR NASIONAL
MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMTIKA
PENINGKATAN KOMPETENSI GURU MATEMATIKA
MELALUI PROGRAM GURU PEMBELAJAR
16 NOVEMBER 2016
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
i
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA
DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
© Prodi, Magister Pendidikan Matematika
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Cetakan 1, Februari 2017
Ketua Panitia
: Dr. Riyadi, M.Si.
Rancang Sampul
: Tim Penerbit
Tata Letak
: Tim Penerbit
Koordinator Makalah : Sutopo, S.Pd., M.Pd.
Tim Editor
:
1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc.
2. Prof. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph.D.
3. Dr. Mardiyana, M.Si.
4. Dr. Imam Sujadi, M.Si.
5. Dr. Riyadi, M.Si.
6. Dr. Budi Usodo, M.Pd.
7. Dr. Ikrar Pramudya, M.Si.
8. Dr. Dewi Retno Sari S., M.Kom.
9. Drs. Isnandar Slamet, M.Sc., Ph.D.
10. Dr. Dra. Sri Subanti, M.Si.
ISBN : 978-602-61222-0-9
Diterbitkan Oleh:
Prodi. Magister Pendidikan Matematika
Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir Sutami No 36 A Kentingan Surakarta 57126
Telp./Fax: 0271 – 669124
Email: [email protected]
Dilarang mencopy atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi dari prosiding
tanpa seizin tertulis dari Penyusun atau Penyelenggara.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa,
karena atas rahmat-Nya Prosiding Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika Tahun 2017 dapat diterbitkan. Prosiding
merupakan kumpulan dari artikel ilmiah yang dipresentasikan pada
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Tahun
2016 yang diselenggarakan oleh Program Studi S1 dan S2 Pendidikan
Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret pada Tanggal 16 November 2016 di aula gedung
Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret setelah melalui proses review dan seleksi.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada editor prosiding
dan seluruh panitia seminar yang telah bekerja keras sehingga
seminar ini dapat terlaksana dengan sukses. Semoga prosiding ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Surakarta, 16 Januari 2017
Ketua Panitia,
Dr. Riyadi, M.Si.
iii
MAKALAH PEMBICARA UTAMA
PROGRAM GURU PEMBELAJAR
SEBAGAI WAHANA GURU MATEMATIKA BERPIKIR
REFLEKTIF TENTANG KOMPETENSI GURU1
Imam Sujadi2
[email protected]
Abstrak: Guru sebagai pendidik pada jenjang satuan pendidikan memiliki
peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik di
sekolah. Keberhasilan peserta didik dapat diukur dari tercapainya kompetensi
lulusan peserta didik pada jenjang satuan pendidikan yang meliputi aspek
pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Guru pembelajar adalah guru yang terus
belajar dan mengembangkan (upgrade) diri di setiap saat dan di manapun,
terus berkarya untuk memunculkan generasi pembelajar sepanjang hayat dan
bisa menjadi contoh bagi para peserta didik dengan menyajikan proses
pembelajaran yang menarik, memberi motivasi, dan menginspirasi dari
pengetahuan dan pengalaman guru yang senantiasa diperbaharui dengan
berbagai masukan positif yang didapat dari berbagai sumber belajar.
Program peningkatan kompetensi guru pembelajar yang dilakukan
pemerintah hendaknya bisa menjadi wahana guru berpikir reflektif untuk
peningkatan kompetensi profesi yang telah dipilih.
Kata kunci: Guru Pembelajar, Pendekatan Kontekstual, Penguatan Karakter
PENDAHULUAN
Guru matematika sebagai pendidik pada jenjang satuan pendidikan memiliki
peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik di sekolah.
Pentingnya peranan guru dalam pendidikan diamanatkan pada Undang–Undang Nomor
14
Tahun
2005 yaitu adanya pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagai
aktualisasi dari profesi pendidik. Untuk merealisasikan amanah undang-undang
sebagaimana dimaksud, pemerintah melaksanakan program peningkatan kompetensi guru
pembelajar bagi semua guru. Untuk melaksanakan program tersebut, pemetaan
kompetensi telah dilakukan melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) di seluruh Indonesia
sehingga dapat diketahui kondisi objektif guru saat ini ( Hasil UKG pada tahun 2015
menunjukkan nilai rata-rata nasional yang dicapai adalah 56,69; meningkat dibandingkan
nilai rata-rata nasional dari tahun-tahun sebelumnya yaitu 47) dan kebutuhan
peningkatan kompetensinya agar target rata-rata nasional UKG yang ditetapkan
1
Disampaikan dalam seminar nasional matematika dan pendidikan matematika FKIP UNS 16 Nopember
2016
2
Wakil Dekan umum dan keuangan FKIP UNS, Dosen prodi pendidikan matematika FKIP UNS
iv
pemerintah pada tahun 2016 sebesar 65, bahkan pada tahun 2019 sebesar 85 dapat
dipenuhi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam sambutan pada Upacara Peringatan
Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2015 mengajak seluruh guru untuk menjadi Guru
Pembelajar, yaitu guru yang selalu hadir sebagai pendidik dan pemimpin bagi
peserta didiknya, guru yang hadir mengirimkan pesan harapan, guru yang makin
menjadi contoh tentang ketangguhan, optimisme, dan keceriaan.
Salah satu prinsip pembelajaran yang tertuang dalam permendikbud no 22 tahun
2016 yaitu pembelajaran harus menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri
handayani), dengan kata lain Guru merupakan role model atau contoh bagi para peserta
didik sehingga tampilan awal guru sangat berpengaruh terhadap kelanjutan pembelajaran
para peserta didik. Guru dapat menyajikan proses pembelajaran yang menarik, memberi
motivasi, dan menginspirasi dari pengetahuan dan pengalaman guru yang senantiasa
diperbaharui dengan berbagai masukan positif yang didapat dari berbagai sumber belajar.
Pengetahuan dan pengalaman dapat diperoleh dari buku-buku, televisi, dunia
maya/internet, kegiatan seminar pendidikan, serta pendidikan dan pelatihan. Sebagai
Guru pembelajar, dalam proses belajarnya, guru diharapkan menghasilkan karya dan
inovasi yang mencerahkan untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran di kelas
sehingga menumbuhkan semua potensi peserta didik dan mereka bukan sekadar bisa
meraih, tetapi bisa melampaui cita-citanya. Guru bukan hanya seorang pengajar tetapi
lebih dari itu guru merupakan pendidik. Sebagai pendidik guru harus memiliki berbagai
kemampuan sebagai kompetensi yang harus dimiliki sebagai pendidik yang professional.
Guru pembelajar adalah guru yang ideal yang terus belajar dan mengembangkan
(upgrade) diri di setiap saat dan di manapun. Guru terus belajar dan mengembangkan
diri bukan untuk pemerintah atau kepala sekolah, tapi memang sejatinya setiap
pendidik atau guru adalah pembelajar. Hanya dari guru yang terus belajar dan berkarya
akan muncul generasi pembelajar sepanjang hayat yang terus menerus berkontribusi pada
masyarakat dan lingkungannya. Guru pembelajar adalah guru yang senantiasa terus
belajar selama dia mengabdikan dirinya di dunia pendidikan, dengan kata lain guru
pembelajar adalah guru yang selalu berpikir reflektif akan kompetensi dirinya dalam
menunjang profesi yang telah dipilih. Oleh karena itu, ketika seorang guru memutuskan
v
untuk berhenti atau tidak mau belajar maka pada saat itu dia berhenti menjadi guru atau
pendidik.
Berdasarkan alasan tersebut di atas, guru pembelajar harus terus belajar, mampu
beradaptasi dengan perubahan, dan dapat menginspirasi peserta didik menjadi subjek
pembelajar mandiri yang bertanggung jawab, kreatif, dan inovatif. Untuk itu guru harus
mampu menyusun perencanaan proses pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran,
melakukan
penilaian
hasil
pembelajaran,
dan
melakukan
pengawasan
proses
pembelajaran.
Pertanyaan yang muncul, apakah program guru pembelajar sudah bisa menjadi
wahana bagi guru matematika untuk melakukan refleksi diri atas kompetensi dirinya
terutama terkait dengan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesionalnya? Tentunya
jawaban ini akan berpulang pada pribadi guru masing-masing bagaimana guru tersebut
bersikap atas UKG yang telah dilakukan oleh pemerintah. Untuk membantu guru
matematika dalam melakukan proses berpikir reflektif, makalah ini akan menguraikan
tentang berpikir reflektif, prinsip prinsip pembelajaran yang harus dilakukan guru
matematika untuk dapat mencapai standar kompetensi lulusan dan standar isi, serta
prinsip-prinsip penilaian.
PEMBAHASAN
Berpikir Reflektif
Beberapa hasil penelitian memberikan gambaran bahwa proses berpikir reflektif
seseorang mulai berkembang pada usia 7 tahun. Pada usia tersebut, seorang anak mampu
memanipulasi berbagai ide-ide konkrit dan menceritakan kembali apa yang telah
dilakukan (dalam imaginasinya) (Inhelder dan Piaget dalam Skemp, 1982). Hal ini
diperkuat dengan penelitian Gagatsis dan Patronis (1990) yang menemukan bahwa
setelah usia 7-8 tahun, proses berpikir reflektif relatif stabil terutama dalam penentuan
strategi penyelesaian masalah. Lebih lanjut, Gagatsis dan Patronis merekomendasikan
untuk mengadakan penelitian lanjutan terkait proses berpikir reflektif pada siswa dengan
usia yang lebih dewasa, hal ini dikarenakan berpikir reflektif merupakan aspek penting
yang harus dimiliki seseorang dalam pembelajaran (Odiba dan Baba, 2013; Ayazgok dan
Aslan, 2014). Berpikir reflektif dapat dijadikan sebagai sarana mendorong proses berpikir
selama pemecahan masalah, karena memberikan kesempatan seseorang untuk
memprediksi jawaban benar dengan segera sehingga dapat mengeksplorasi masalah
dengan mengidentifikasi konsep yang terlibat dalam masalah, menggunakan berbagai
vi
strategi, membangun ide, menarik kesimpulan, menentukan validitas argumen,
memeriksa kembali solusi, dan mengembangkan strategi-strategi alternatif (Gurol, 2011;
Kurniawati, dkk., 2014). Interaksi yang terjadi saat seseorang merespon lingkungan luar
(external environment) diikuti dengan aktivitas mental yang berintervensi (intervening
mental activities) disebut proses berpikir reflektif (Skemp, 1982). Aktivitas mental yang
berintervensi tersebut menjadi objek kesadaran untuk instropeksi diri (instropective
awareness) yang menghasilkan respon (efectors).
Program
Peningkatan
Kompetensi
Guru
Pembelajar
merupakan
proses
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan
dan kompetensi guru dalam melaksanakan tugas profesinya. Peningkatan kemampuan
tersebut mencakup kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk perbaikan dan pertumbuhan
kemampuan (abilities), sikap (attitude), dan keterampilan (skill). Dari kegiatan ini
diharapkan akan menghasilkan suatu perubahan perilaku guru yang secara nyata
perubahan perilaku tersebut berdampak pada peningkatan kinerja guru dalam proses
belajar mengajar di kelas. Dengan kata lain Guru dalam melakukan serangkaian kegiatan
Guru pembelajar diharapkan dapat berpikir reflektif yaitu mampu berinteraksi dengan
lingkungan dan menjadikan objek belajar tersebut sebagai awal kesadaran untuk
melakukan instropeksi diri, sehingga melahirkan respon positif untuk peningkatan
kemampuan diri untuk memenuhi standar kompetensi guru sesuai dengan tuntutan profesi
dan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang termuat
dalam kegiatan guru pembelajar, menuntut guru untuk berpikir reflektif yaitu belajar
beradaptasi dengan hal-hal baru yang berlaku saat ini. Dalam kondisi ini, seorang guru
dituntut untuk bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan yang baru. Adapun
kemampuan tersebut bisa diperoleh melalui pelatihan, seminar maupun melalui studi
kepustakaan. Apabila guru mampu berpikir reflektif terkait dengan hal ini maka
kompetensi profesional Guru diharapkan dapat meningkat.
Selain itu, karakter peserta didik yang senantiasa berbeda dari generasi ke
generasi menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru. Metode pembelajaran yang
digunakan pada peserta didik generasi terdahulu akan sulit diterapkan pada peserta didik
generasi sekarang. Oleh karena itu, cara ataupun metode pembelajaran yang digunakan
guru harus disesuaikan dengan kondisi peserta didik saat ini.
Dengan demikian Program Peningkatan Kompetensi Guru Pembelajar menjadi
bagian penting yang harus selalu dilakukan secara terus menerus atau berkelanjutan untuk
vii
menjaga profesionalitas guru. Oleh karena itu, Program Peningkatan Kompetensi Guru
Pembelajar harus dirancang untuk memberikan pengalaman baru dalam membantu
meningkatkan kompetensi sesuai bidang tugasnya agar guru memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan meningkatkan sikap perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan
pekerjaan dengan baik sesuai tanggung jawabnya, berdasarkan Standar Kompetensi Guru
(SKG) yang mengacu pada Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Jika dicermati, tampak bahwa tujuan pendidikan nasional tersebut
meliputi domain sikap, pengetahuan, serta keterampilan. Tujuan pendidikan ini berupaya
untuk mewujudkan secara bertahap dan berjenjang, melalui sistem pendidikan nasional.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan profil kualifikasi
kemampuan lulusan yang dituangkan dalam standar kompetensi lulusan yang merupakan
kriteria kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan peserta didik yang harus dipenuhinya atau dicapainya dari suatu satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu.
Secara hirarkis, Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan untuk
menetapkan kompetensi yang bersifat generik pada tiap tingkat kompetensi. Kompetensi
yang bersifat generik ini kemudian digunakan untuk menentukan kompetensi yang
bersifat spesifik untuk tiap mata pelajaran. Selanjutnya, Kompetensi dan ruang lingkup
materi digunakan untuk menentukan Kompetensi Dasar pada pengembangan kurikulum
tingkat satuan dan jenjang pendidikan. Kompetensi yang bersifat generik mencakup 3
(tiga) ranah yakni sikap, pengetahuan dan keterampilan. Ranah sikap dipilah menjadi
sikap spiritual dan sikap sosial. Pemilahan ini diperlukan untuk menekankan pentingnya
keseimbangan fungsi sebagai manusia seutuhnya yang mencakup aspek spiritual dan
aspek sosial sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional. Dengan
demikian, Kompetensi yang bersifat generik terdiri atas 4 (empat) dimensi yang
merepresentasikan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan, yang
selanjutnya disebut Kompetensi Inti (KI).
viii
Pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013 mengacu pada sejumlah prinsipprinsip pembelajaran seperti yang tertulis pada Permendikbud 22 tahun 2016. Berikut
adalah prinsip prinsip pembelajaran tersebut yaitu: 1) Peserta didik mencari tahu; 2)
Pembelajaran berbasis aneka sumber belajar; 3) Pembelajaran berbasis proses untuk
penguatan pendekatan ilmiah; 4) Pembelajaran berbasis kompetensi; 5) Pembelajaran
terpadu; 6) Pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; 7)
Pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan keterampilan aplikatif; 8)
Pembelajaran yang menjaga pada keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills)
dan keterampilan mental (softskills); 9) Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; 10) Pembelajaran
yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo),
membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); 11) Pembelajaran yang
berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat; 12) Pembelajaran yang menerapkan
prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja
adalah kelas; 13) Pembelajaran yang memanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan 14) Pembelajaran yang
mengakomodasi perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
Proses pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip diatas harus secara sadar
diarahkan oleh guru pada pencapaian Standard Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Jenis
pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip di atas adalah Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual,
serta Pendekatan Ilmiah yang diyakini akan melahirkan
pembelajaran siswa aktif yang mengintegrasikan pendidikan karakter di dalamnya.
Agar peserta didik memiliki karakter mulia sesuai norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya, dan adat istiadat, maka perlu dilakukan pendidikan karakter secara
memadai. Tujuan pendidikan di pendidikan dasar, termasuk pengembangan karakter,
semestinya dapat dicapai melalui pengembangan dan implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada SKL, SI, dan KD. Karakter juga
termasuk dalam kompetensi yang harus dikembangkan pada peserta didik melalui
pembelajaran mata pelajaran dan ekstrakurikuler.
Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau
pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di
sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu
ix
ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga
kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah
merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah secara
menyeluruh (holistik).
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Adapun
berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”.
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan
hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan
negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya
(perasaannya). Secara garis besar (inti), karakter tersebut dapat digolongkan menjadi
lima nilai universal, yaitu nilai nasionalisme, gotong royong, integritas, kerja keras, dan
toleransi.
a. Nilai nasionalisme atau cinta bangsa: Cinta bangsa adalah sebuah sikap untuk mampu
mengapresiasi kekayaan budaya bangsa sendiri (kebijaksanaan, keutamaan, tradisi,
nilai-nilai, pola pikir dan mentalitas) dan terbuka pada budaya lain, mampu
mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain sehingga memperkuat jati diri bangsa
Indonesia. Sub nilai cinta bangsa antara lain: apresiasi budaya bangsa sendiri,
menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, cinta tanah air, menjaga
lingkungan, menghormati keragaman budaya, suku, agama, mampu bekerjasama
dengan orang lain, taat hukum, dan disiplin.
b. Integritas: Integritas adalah kemampuan individu untuk menyelaraskan pemikiran,
perkataan dan perbuatan yang merepresentasikan perilaku bermoral yang
kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Sub nilai dari integritas
adalah: Kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, tanggungjawab,
keteladanan.
c. Kerja Keras: Kerja keras dimaknai sebagai sebuah sikap untuk mau berusaha terus
menerus tanpa kenal lelah untuk merealisasikan harapan, mimpi, keyakinan dan
kepercayaan individu terhadap nilai-nilai yang berguna. Sub nilai: ketekunan,
kegigihan, pantang menyerah, tidak mudah putus asa, daya tahan, daya juang, tahan
banting, menghargai prestasi, sportivitas.
d. Gotong Royong: Gotong royong adalah kemampuan untuk bekerjasama satu sama
lain dalam rangka memperjuangkan kebaikan bersama bagi masyarakat luas,
x
terutama bagi mereka yang sangat membutuhkan perhatian karena miskin, tersingkir,
dan terabaikan di dalam masyarakat. Sub nilai gotong royong: Mampu bekerjasama
dengan banyak pihak dan inklusif, menyelesaikan persoalan, terbuka, mau menerima
masukan dan kritik, memiliki komitmen atas keputusan bersama, musyawarah
mufakat, tolong menolong, empati.
e. Toleransi (menghargai keragaman): Toleransi atau menghargai keragaman adalah
sebuah sikap untuk menyadari bahwa perbedaan adalah anugerah dari Tuhan yang
Mahaesa, yang membentuk kekayaan bangsa Indonesia, sehingga penghargaan
terhadap perbedaan menunjukkan apresiasi satu sama lain tertutama mengakui
perbedaan keyakinan, kepercayaan, ajaran iman, dan agama satu sama lain. Sub nilai
menghargai keragaman : cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama,
kepercayaan dan keyakinan, kerjasama lintas agama, anti-buli dan kekerasan,
persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, melindungi yang kecil dan
tersisih. Substansi karakter individu yang universal inilah yang dijadikan sebagai
rujukan dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah.
Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk
dilakukan
oleh
sekolah
dan
stakeholders-nya
untuk
menjadi
pijakan
dalam
penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada
dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan
berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan
kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan
segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan
membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan
(acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang
yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan
pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan
tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian
diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu
moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling atau perasaan (penguatan
emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar
peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut
sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan)
nilai-nilai kebajikan (moral).
xi
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah
kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai
moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika
moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan
pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi
peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentukbentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri
(conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty),
cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati
(humility). Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil
(outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari
karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan antara
komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat
dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan
nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik
terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia
internasional. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan
nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat
Prinsip-Prinsip Penilaian
Penilaian tradisional cenderung dilakukan hanya untuk mengukur hasil belajar
siswa. Dalam konteks ini, penilaian diposisikan seolah-olah sebagai kegiatan yang
terpisah dari proses pembelajaran. Dewasa ini mulai disadari bahwa manfaat penilaian
bukan sekedar mengukur hasil belajar, justru yang lebih penting adalah bagaimana
penilaian mampu meningkatkan siswa dalam proses belajar. Penilaian seharusnya
dilaksanakan melalui tiga
pendekatan, yaitu assessment of learning, assessment for
learning, dan assessment as learning.
xii
Assessment of learning merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah proses
pembelajaran selesai. Proses pembelajaran selesai tidak selalu terjadi di akhir tahun atau
di akhir peserta didik menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu. Setiap guru
melakukan penilaian yang dimaksudkan untuk memberikan pengakuan terhadap
pencapaian hasil belajar setelah proses pembelajaran selesai, berarti guru tersebut
melakukan assessment of learning. Ujian Nasional, ujian sekolah/madrasah, dan berbagai
bentuk penilaian sumatif merupakan assessment of learning (penilaian hasil belajar).
Assessment for learning dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan
biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar.
Dengan assessment for learning guru dapat memberikan umpan balik terhadap proses
belajar peserta didik, memantau kemajuan, dan menentukan kemajuan belajarnya.
Assessment for learning juga dapat dimanfaatkan oleh guru untuk meningkatkan
performan dalam memfasilitasi peserta didik. Berbagai bentuk penilaian formatif,
misalnya tugas, presentasi, proyek, termasuk kuis merupakan contoh-contoh assessment
for learning (penilaian untuk proses belajar).
Assessment as learning mirip dengan assessment for learning, karena juga
dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung. Bedanya, assessment as learning
melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Siswa diberi pengalaman
untuk belajar menjadi penilai bagi dirinya sendiri. Penilaian diri (self assessment) dan
penilaian antar teman merupakan contoh assessment as learning. Dalam assessment as
learning siswa juga dapat dilibatkan dalam merumuskan prosedur penilaian, kriteria,
maupun rubrik/pedoman penilaian sehingga mereka mengetahui dengan pasti apa yang
harus dilakukan agar memperoleh capaian belajar yang maksimal.
Pada
penilaian konvensional,
assessment of learning paling dominan
dibandingkan assessment for dan as learning. Penilaian dalam K-13 diharapkan
sebaliknya, lebih mengutamakan assessment as dan for learning dibandingkan
assessment of learning. sebagaimana ditunjukkan gambar di bawah ini.
Gambar 1. Proporsi assessment as, for, dan of learning
xiii
Penilaian harus memberikan hasil yang dapat diterima oleh semua pihak, baik
yang dinilai, yang menilai, maupun pihak lain yang akan menggunakan hasil penilaian
tersebut. Hasil penilaian akan akurat bila instrumen yang digunakan untuk menilai,
proses
penilaian,
analisis
hasil
penilaian,
dan
objektivitas
penilai
dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk itu perlu dirumuskan prinsip-prinsip penilaian yang dapat
menjaga agar orientasi penilaian tetap pada framework atau rel yang telah ditetapkan.
Penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi harus memperhatikan prinsip-prinsip
penilaian sebagai berikut: 1) Sahih , 2) objektif, 3) adil, 4) terpadu, 5) Terbuka, 6)
Menyeluruh dan berkesinambungan,
6) sistematis, 7) Beracuan kriteria
dan 8)
Akuntabel.
SIMPULAN
Guru pembelajar adalah guru yang ideal yang terus belajar dan mengembangkan
(upgrade) diri di setiap saat dan di manapun, terus berkarya untuk memunculkan
generasi pembelajar sepanjang hayat yang terus menerus berkontribusi pada masyarakat
dan lingkungannya,
selalu berpikir reflektif yaitu belajar beradaptasi dengan hal-hal
baru yang berlaku saat ini, bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan yang baru
akan kompetensi dirinya dalam menunjang profesinya sehingga Guru bisa menjadi
contoh bagi para peserta didik dengan menyajikan proses pembelajaran yang menarik,
memberi motivasi, dan menginspirasi dari pengetahuan dan pengalaman guru yang
senantiasa diperbaharui dengan berbagai masukan positif yang didapat dari berbagai
sumber belajar.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh Guru Pembelajart harus secara sadar
diarahkan pada pencapaian Standard Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Untuk itu jenis
pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran
Pendekatan Pembelajaran Kontekstual,
adalah
serta Pendekatan Ilmiah yang diyakini akan
melahirkan pembelajaran siswa aktif yang
mengintegrasikan pendidikan karakter di
dalamnya. Karakter peserta didik dikembangkan melalui tiga tahap yaitu pengetahuan
(knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit).
Proses penilaian yang dilakukan oleh Guru Pembelajar bukan sekedar mengukur
hasil belajar, justru yang lebih penting adalah bagaimana penilaian mampu meningkatkan
siswa dalam proses belajar. Penilaian seharusnya dilaksanakan melalui tiga pendekatan,
yaitu assessment of learning, assessment for learning, dan assessment as learning. Untuk
bisa menghasilkan peserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat maka porsi
xiv
assessment for learning dan assessment as learning seharusnya diberikan lebih besar dari
assessment of learning.
DAFTAR PUSTAKA
Ayazgok, B. dan Aslan, H. 2014. The Review of Academic Perception, Level of
Metacognitive Awareness and Reflective Thinking Skills of Science and
Mathematics University Student. Procedia - Social and Behavioral Sciences 141,
PP. 781 – 790.
Dewey, J. 1933. How We Think: A Restatement of the Relation of Reflective Thinking to
the Educative Process. Boston, MA: D.C., Heath and Company. [Online].
Tersedia: rci.rutgers.edu_-tripmcc_phil_dewey-hwt-pt1-selections.pdf
Fischbein, E. 1999. Intuitions and Schemata in Mathematical Reasoning. Educational
Studies in Mathematics, Vol. 38., PP-27-47.
Gagatsis, A. dan Patronis, T. 1990. Using Geometrical Models in a Process of Reflective
Thinking in Learning and Teaching Mathematics. Educational Studies in
Mathematics Netherlands, Vol. 21, PP. 29-54.
Gurol. A. 2011. Determining the Reflective Thinking Skills of Pre-Service Teachers in
Learning and Teaching Process. Energy Education Science and Technology Part
B: Social and Educational Studies, Vol. (Issue) 3(3), PP. 387-402.
Ibrahim. 2011. Peningkatan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Pemecahan
Masalah Matematis serta Kecerdasan Emosional Melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah Pada Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada SPS UPI.
Bandung: Tidak Diterbitkan.
Kemendikbud. 2016. Pedoman Umum Guru Pembelajar. Direktorat PSMA
Kemendikbud. 2016. Kumpulan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun
2015-2016. Direktorat PSMA
Kemendikbud. 2016. Draf Panduan Pembelajaran dan Penilaian. Direktorat PSMP
Kurniawati, L., Kusumah, Y. S., Sumarmo, U., dan Sabandar, J. 2014. Enhancing
Students’ Mathematical Intuitive-Reflective Thinking Ability Through ProblemBased Learning with Hypoteaching Method. Journal of Education and Practice,
Vol.5, No.36.
Odiba, I. A. dan Baba, P. A. 2013. Using Reflective Thinking Skills for Education
Quality Improvement in Nigeria. Journal of Education and Practice, Vol.4,
No.16.
Skemp, R. R. 1982. The Psychology of Learning Mathematics. Great Britain: Penguin
Books.
xv
DAFTAR PEMAKALAH SEMINAR NASIONAL
MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA 2017
BIDANG : PENDIDIKAN MATEMATIKA
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TTW DAN TPS
DENGAN TALKING STICK DITINJAU DARI KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP NEGERI SE-KABUPATEN NGAWI TAHUN
AJARAN 2016/2017
Doni Susanto, Mardiyana, Dewi Retno Sari Saputro ......................................
1
EKSPERIMENTASI TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DAN
THINK PAIR SHARE DENGAN GUIDED NOTE TAKING PADA RELASI
DAN FUNGSI DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT SISWA
Rizky Anggar Kusuma Wardani, Mardiyana, Dewi Retno Sari Saputro.........
13
EKSPERIMENTASI GROUP INVESTIGATION DAN THINK PAIR
SHARE DENGAN ASSESSMENT FOR LEARNING PADA RELASI DAN
FUNGSI DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI SISWA KELAS VIII
SMP
Ummu Salamah, Mardiyana, Dewi Retno Sari Saputro ..................................
25
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TTW DAN TSTS PMR
MATERI RELASI FUNGSI DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN KLATEN
Ervin Tamta Lirnawati, Mardiyana, Dewi Retno Sari Saputro........................
35
EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS
Heru Kurniawan ..............................................................................................
46
PENGEMBANGAN PUZZEGI (PUZZLE SEGI EMPAT) SEBAGAI
MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA TUNA
NETRA
Nila Kurniasih, Erni Puji Astuti, Heru Kurniawan ..........................................
55
PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL MAHASISWA
DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN
Sebti Mardiana, Susiswo, Erry Hidayanto .......................................................
65
ANALISIS KESALAHAN BUKU TEKS MATEMATIKA SMP/MTS
KELAS VII BERDASARKAN OBJEK KAJIAN MATEMATIKA
Diana Purwita Sari ...........................................................................................
75
xvi
PROBLEM POSING DAN BERPIKIR KREATIF
Ahmad Lutfi .....................................................................................................
86
ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH
MATERI PROGRAM LINEAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN
MEMAHAMI BACAAN SISWA KELAS XI SMA MTA SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Kusnul Chotimah Dwi Sanhadi, Mardiyana, Ikrar Pramudya .........................
97
EKSPERIMENTASI MODEL
PEMBELAJARAN TSTS DENGAN
METODE OUTDOOR LEARNING PADA MATERI PERSAMAAN DAN
PERTIDAKSAMAAN DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL
SISWA SMA
Nurul Kustiyati, Mardiyana, Ikrar Pramudya .................................................. 109
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TAI DENGAN
PENDEKATAN SAVI PADA MATERI PELUANG DITINJAU DARI
GAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK SWASTA
SE-KABUPATEN GROBOGAN
Putri Sintia Gusantika, Mardiyana, Ikrar Pramudya ........................................ 121
EKSPERIMENTASI MODEL TPS MIND MAPPING DAN TTW MIND
MAPPING PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU
DARI KECERDASAN MATEMATIS LOGIS SISWA SMP
Arif Hardiyanti, Mardiyana, Ikrar Pramudya................................................... 133
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL TGT GAMES PUZZLE DITINJAU DARI KECERDASAN
INTERPERSONAL SISWA KELAS X SMA DI KABUPATEN SRAGEN
Titik Purwandari, Mardiyana, Ikrar Pramudya ................................................ 142
ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS PADA
MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI TIPE
KEPRIBADIAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGEMPLAK
BOYOLALI
Sayekti Dwiningrum, Mardiyana, Ikrar Pramudya .......................................... 156
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE
DAN RICIPROCAL PEER TUTORING PADA PRESTASI BELAJAR
MATEMATIKA
SISWA
DITINJAU
DARI
KECERDASAN
INTERPERSONAL SISWA KELAS VII SMPN SE-KABUPATEN
SUKOHARJO
Ahmad Mursyid, Budiyono, Riyadi ................................................................. 167
xvii
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PBL DAN GI PADA
MATERI RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN
INTRAPERSONAL SISWA KELAS VIII SE-KABUPATEN BOYOLALI
Handayani Pratina Nugroho, Budiyono, Riyadi .............................................. 179
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TTW DAN NHT PADA
MATERI RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN
SISWA SMP SE-SURAKARTA
Lina Utami, Budiyono, Riyadi ......................................................................... 193
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TS-TS DAN TSI PADA
MATERI FUNGSI DITINJAU DARI KECERDASAN LOGIS
MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN
KARANGANYAR
Ervina Yulias Veva, Budiyono, Riyadi ............................................................ 203
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN AIR DAN RT PADA
MATERI RELASI DAN FUNGSI DITINJAU DARI GAYA BELAJAR
SISWA SMP NEGERI SE-KABUPATEN SRAGEN
Atikha Nur Khoidah, Budiyono, Riyadi .......................................................... 216
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA
SMK BERGAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT
Hikmah Maghfiratun Nisa', Cholis Sa’dijah, Abd Qohar ................................ 227
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP MELALUI
PENGAJUAN MASALAH MATEMATIKA
Dini Hardaningsih, Ika Krisdiana, Wasilatul Murtafiah .................................. 237
ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VIII-D
SMP NEGERI 1 GAMBUT
Muliana Sari, Susiswo, Toto Nusantara ........................................................... 251
EFEKTIVITAS MODEL TAPPS DAN MMP BERBANTUAN
GEOGEBRA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIK
Himmatul Afthina, Intan Indiati , Intan Indiati , Bagus Ardi Saputro .............. 262
STUDI KASUS KESALAHAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN
SOAL LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG SISI
DATAR DI SMP
Cindy Indra Amirul Fiqri, Gatot Muhsetyo, Abd. Qohar ................................ 276
MISKONSEPSI SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH
PROBABILISTIK
Arini Mayan Fa'ani, Purwanto, Sudirman........................................................ 287
xviii
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT BERBASIS MIND
MAPPING DAN TPS BERBASIS MIND MAPPING DITINJAU DARI
GAYA BELAJAR SISWA
Yosita Eka Yuliana, Budiyono, Isnandar Slamet ............................................. 296
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE
BERBANTU KARTU MASALAH DAN THINK PAIR SHARE
BERBANTU KARTU MASALAH DITINJAU DARI KEMAMPUAN
AWAL
Putri Permata Sari, Soeyono, Yemi Kuswardi ................................................. 311
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TEAMS GAMES TOURNAMENTS (TGT) DAN TEAMS ASSISTED
INDIVIDUALIZATION (TAI) DITINJAU DARI KECERDASAN
EMOSIONAL SISWA SMP NEGERI SE-KOTA SURAKARTA TAHUN
AJARAN 2016/2017
Ahmad Junaedi, Budiyono, Isnandar Slamet ................................................... 323
UPAYA
MENINGKATKAN
KEMAMPUAN
PENALARAN
MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MODEL
PICTURE AND PICTURE
Sumarsih .......................................................................................................... 334
ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA
MATERI GEOMETRI DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL (PADA
SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 KEDU KABUPATEN
TEMANGGUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015)
Aliksia Kristiana Dwi Utami, Erna Kuneni ..................................................... 346
ANALISIS KECERDASAN SPASIAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN
KOGNITIF SISWA PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII
SMP TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Nova Riastuti, Fatriya Adamura, Restu Lusiana.............................................. 357
MENGEMBANGKAN RASA INGIN TAHU DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA MELALUI PENEMUAN TERBIMBING SETTING TPS
Alfizah Ayu Indria Sari .................................................................................... 368
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS KOMIK
ONLINE TOONDOO DENGAN METODE DISKUSI DAN TANYA
JAWAB UNTUK MATERI GEOMETRI DATAR PADA SISWA KELAS
X DI SMA NEGERI 5 SEMARANG
Puspita Dwi Widyastuti, Rasiman, Rina Dwi Setyowati ................................. 378
xix
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CORE DAN PAIRS CHECK
TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA
KELAS VII
Zahid Abdush Shomad, Iwan Djunaedi ........................................................... 386
ANALISIS KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 1 KEMBARAN MATERI BANGUN DATAR
Marlisa Rahmi Ramdhani, Erni Widiyastuti, Fitrianto Eko Subekti ............... 397
ANALISIS KESULITAN SISWA SMP DALAM MEMPELAJARI
PERSAMAAN GARIS LURUS DAN ALTERNATIF PEMECAHANNYA
Sumarsih .......................................................................................................... 409
KREATIVITAS GURU SMA DALAM MENYUSUN SOAL RANAH
KOGNITIF DITINJAU DARI PENGALAMAN KERJA
Merisa Kartikasari, Tri Atmojo Kusmayadi, Budi Usodo ............................... 425
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT DENGAN
GUIDED DISCOVERY LEARNING DAN JIGSAW II DENGAN GUIDED
DISCOVERY LEARNING DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT
SISWA SMP
Qurrotul ‘Ain, Tri Atmojo Kusmayadi, Budi Usodo ....................................... 437
STUDI DESKRIPTIF KETERAMPILAN BERTANYA GURU PADA
PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI
PENGALAMAN
MENGAJAR
DI
SMA
TAMAN
MADYA
PROBOLINGGO TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Labiba Zahra, Tri Atmojo Kusmayadi, Budi Usodo ........................................ 449
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LC7E DAN TSTS
PADA MATERI PROGRAM LINIER DITINJAU DARI KECERDASAN
INTERPERSONAL SISWA SMK SE-KABUPATEN WONOGIRI
Antinah, Tri Atmojo Kusmayadi, Budi Usodo ................................................ 460
KONEKSI KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS TIPE
VISUAL-SIMBOLIK SISWA KELAS XI IPA SMAN KEBAKKRAMAT
Istadi, Tuty Setyowati ...................................................................................... 471
PROFIL PENALARAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN
MASALAH
PERSAMAAN
KUADRAT
DITINJAU
DARI
KEMAMPUAN AWAL
Rengga Mahendra, Wasilatul Murtafi’ah, Fatriya Adamura ........................... 480
EFEKTIVITAS
PENGGUNAAN
METODE
PEMBELAJARAN
HYPNOTEACHING TERHADAP HASIL BELAJAR MATA KULIAH
EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
xx
Indra Martha Rusmana, Lasia Agustina ........................................................... 495
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN SNOWBALL
THROWING SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN
MINAT BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI IPS 3
SMA NEGERI KEBAKKRAMAT KARANGANYAR TAHUN
PELAJARAN 2013/2014
Uning Hapsari Putri, Budi Usodo, Ira Kurniawati ........................................... 505
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT FACILITATOR
AND EXPLAINING (SFE) BERBASIS MIND MAPPING UNTUK
MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA
Mohamad Nur Fauzi, Nur Hidayat Damar Jati ................................................ 516
EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN
PEMBELAJARAN
KOOPERATIF
TIPE
TEAM
ASSISTED
INDIVIDUALIZATION
Triana Harmini ................................................................................................. 526
PROFIL KECERDASAN VISUAL-SPASIAL PADA SISWA KELAS IX
SMPN 1 MOJOLABAN BERDASARKAN PERBEDAAN JENIS
KELAMIN
Ria Wahyu Wijayanti, Imam Sujadi, Sri Subanti ............................................ 540
KEYAKINAN GURU MATEMATIKA TENTANG PENDEKATAN
SAINTIFIK DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA DI KELAS XI SMK N 3 SALATIGA TAHUN
PELAJARAN 2016/2017
Ahmad Abdul Mutholib, Imam Sujadi, Sri Subanti ........................................ 550
DESAIN PEMBELAJARAN HUBUNGAN SUDUT PUSAT, PANJANG
BUSUR, DAN LUAS JURING LINGKARAN MENGGUNAKAN
PEMODELAN MARTABAK
Nia Yuni Saputri, Ratu Ilma Indra Putri, Budi Santoso ................................... 559
MEDIA PEMBELAJARAN TEKA-TEKI PINTAR EDUKATIF (TAPE)
SEBAGAI ALAT BANTU PEMBELAJARAN BARISAN ARITMATIKA
DAN GEOMETRI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI
PEDAGOGIK GURU MATEMATIKA
Fitria Sulistyowati ............................................................................................ 572
PROFIL
PEMBENTUKAN
SKEMA
SISWA
SD
DALAM
MEMECAHKAN MASALAH YANG BERKAITAN DENGAN OPERASI
PENJUMLAHAN
BILANGAN
PECAHAN
BERDASARKAN
KEMAMPUAN MATEMATIKA
xxi
Sardulo Gembong ............................................................................................ 587
DESAIN PEMBELAJARAN MATERI REFLEKSI MENGGUNAKAN
MOTIF KAIN BATIK UNTUK SISWA KELAS VII
Dina Novrika, Ratu Ilma Indra Putri, Yusuf Hartono ...................................... 600
KEEFEKTIFAN TEAM’S GAME TOURNAMENT DITINJAU DARI
KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH
(STUDI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1
SEYEGAN)
Nuryadi, Nanang Khuzaini .............................................................................. 620
PERAN GURU DALAM MENTRANSFORMASI PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS BUDAYA
Ahmad Anis Abdullah ..................................................................................... 633
PENERAPAN
METODA
DELPHI
UNTUK
MENENTUKAN
PENGETAHUAN MATEMATIKA WAWASAN UNTUK MENGAJAR
Sugilar .............................................................................................................. 646
PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI UNTUK MENGAJAR
MATEMATIKA
MELALUI
PELATIHAN
PENGETAHUAN
MATEMATIKA WAWASAN
Sugilar .............................................................................................................. 660
PROFIL BERFIKIR VISUAL LEVEL PEMROSESAN PEMBAYANGAN
MENTAL MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA DALAM
MEMAHAMI DEFINISI FORMAL BARISAN KONVERGEN
Darmadi ............................................................................................................ 672
ANALISIS KORELASI KANONIK PERILAKU BELAJAR TERHADAP
PRESTASI BELAJAR SISWA SMP (STUDI KASUS SISWA SMPN 1
SUKASARI PURWAKARTA)
Iin Irianingsih, Nurul Gusriani, Siti Kulsum, Kankan Parmikanti .................. 686
HUBUNGAN
MOTIVASI,
LINGKUNGAN
BELAJAR,
DAN
KEPERCAYAAN DIRI SISWA DENGAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA
Indra Adhitama, Abdul Taram ......................................................................... 697
IMPLEMENTASI MODEL PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS LESSON STUDY
Sumardi, Clara Virgia Maudyla ....................................................................... 715
DESKRIPSI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA DAN BERPIKIR
TINGKAT TINGGI SISWA SMPN DI LAMPUNG
xxii
Haninda Bharata, Caswita ................................................................................ 723
EFEKTIVITAS GUIDED DISCOVERY SETTING THINK PAIR SHARE
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI DAN TOLERANSI
Ezi Apino ......................................................................................................... 730
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE (TPS)
DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS X MIA 1
SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Sigit Rimbatmojo, Budi Usodo, Rubono Setiawan .......................................... 742
PENERAPAN
MODEL
LEARNING
CYCLE
7E
UNTUK
MENINGKATKAN
AKTIVITAS
DAN
HASIL
BELAJAR
MATEMATIKA KELAS PEMINATAN XI MIA 3 SEMESTER 2 SMA
NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015
Lihar Raudina Izzati, Sutopo, Henny Ekana Chrisnawati ............................... 753
PROGRAM GURU PEMBELAJAR: UPAYA PENINGKATAN
PROFESIONALISME GURU DI ABAD 21
Rino Richardo .................................................................................................. 768
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MAKE A
MATCH TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA SISWA MTS MUHAMMADIYAH 1 NATAR TAHUN
PELAJARAN 2014/2015
Naila Milaturrahmah, Jazim Ahmad, Swaditya Rizki ..................................... 777
BERTANYA EFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
MATERI PELUANG
Tundung Memolo ............................................................................................. 787
PENINGKATAN KOMUNIKASI DAN PRESTASI SISWA MELALUI
PEMBELAJARAN KOOPERATIF ROLLER COASTER BERBASIS HOT
Tundung Memolo ............................................................................................. 792
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERORIENTASI KKNI UNTUK
PENGUATAN SCIENTIFIC APPROACH PADA MATA KULIAH
EVALUASI DAN PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Sanusi, Wasilatul Murtafiah, Edy Suprapto ..................................................... 807
PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN KONSEP DAN PEMECAHAN MASALAH SISWA
KELAS X IPA 1 SMAK KESUMA
Muhammad Khusnan Khanif ........................................................................... 815
xxiii
PENERAPAN BEBERAPA APLIKASI DARI MICROSOFT: OFFICE
MIX, ONENOTE, SWAY PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Budi Usodo, Deshinta P.A.D.A ....................................................................... 822
PENINGKATAN KOMPETENSI GURU MATEMATIKA SMP KOTA
SURAKARTA DALAM PEMBINAAN OLIMPIADE MATEMATIKA
NASIONAL
Mardiyana, Riyadi, Ponco Sujatmiko, Dyah Ratri Aryuna ............................. 837
BIDANG : MATEMATIKA TERAPAN
PENERAPAN METODE KERUCUT TERPANCUNG DAN BUJUR
SANGKAR DALAM PERHITUNGAN LUAS LAHAN BERKONTUR
MENGGUNAKAN BANTUAN MEDIA INFORMASI GOOGLE
EARTH/GOOGLE MAPS
Evania Nur Alivah, Adi Setiawan, Eko Sediyono ........................................... 849
MODEL DISTRIBUSI TOTAL KERUGIAN AGGREGAT MANFAAT
RAWAT JALAN BERDASARKAN SIMULASI
Puspitaningrum Rahmawati, Bambang Susanto, Leopoldus Ricky Sasongko 867
PEMILIHAN PROGRAM STUDI BAGI SISWA LULUSAN SMA
DALAM SELEKSI MASUK PTN UNY DENGAN LOGIKA FUZZY
MAMDANI
Niken Lisca Aggyta Ayuningrum .................................................................... 877
SIMULASI UNTUK MENENTUKAN MODEL DISTRIBUSI TOTAL
KERUGIAN AGREGAT (STUDI KASUS DATA KLAIM POLIS
ASURANSI KESEHATAN MANFAAT RAWAT INAP)
Irene Septinna Nugrahani, Lilik Linawati, Leopoldus Ricky Sasongko ......... 893
PENENTUAN LUAS LAHAN DATAR DENGAN METODE
PENDEKATAN LINGKARAN BERBASIS GOOGLE EARTH/GOOGLE
MAPS
Devi, Adi Setiawan, Eko Sediyono .................................................................. 905
MASALAH NILAI AWAL ITERASI NEWTON RAPHSON UNTUK
ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL
TERBOBOTI GEOGRAFIS (RLOTG)
Shaifudin Zuhdi, Dewi Retno Sari Saputro ..................................................... 916
PERAMALAN DENGAN MODEL VARI PADA DATA IHK
KELOMPOK PADI-PADIAN DAN BUMBU-BUMBUAN (STUDI
KASUS KOTA SALATIGA, BULAN JANUARI 2014-JULI 2016)
Ratna Dwijayanti, Adi Setiawan, Didit Budi Nugroho.................................... 924
xxiv
APLIKASI ADAPTIVE NEURAN FUZZY INFERENCE SYSTEM (ANFIS)
SEBAGAI MODEL DIAGNOSIS KONSENTRASI JURUSAN PADA
SISWA SMA/MA
Desrina Fauziah, Irzani, Ripai ......................................................................... 940
TARGET BERORIENTASI METODE CABANG DAN BATAS UNTUK
OPTIMISASI GLOBAL
Mochamad Suyudi, Sisilia Sylviani ................................................................. 955
PELABELAN TOTAL (a,d)-H-ANTI AJAIB PADA GRAF RODA
Marwah Wulan Mulia, Mania Roswitha, Putranto Hadi Utomo ..................... 966
APLIKASI KALKULUS OPTIMISASI DALAM ANALISA OPTIMUM
VARIABEL KEPUTUSAN MODEL MATEMATIKA INVENTORI
TERINTEGRASI DUA LEVEL
DENGAN PRODUK TIDAK
SEMPURNA, LEAD FREE DEMAND DAN KENDALA TINGKAT
LAYANAN
Rubono Setiawan, Yemi Kuswardi, Ikrar Pramudya ....................................... 971
PROGRAM VAKSINASI PENYAKIT CAMPAK DI INDONESIA
MELALUI MODEL SUSCEPTIBLE INFECTED RECOVERED (SIR) DAN
HASILNYA
Septiawan Adi Saputro, Purnami Widyaningsih ............................................. 980
MODEL ADDITIVE GENETICS AND UNIQUE ENVIRONMENT (AE)
PADA PENYAKIT DIABETES MELITUS TIPE 2
Andi Darmawan, Dewi Retno Sari Saputro ..................................................... 987
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MAHASISWA BERPRESTASI
MENGGUNAKAN METODE TOPSIS
Sri Rahmawati Fitriatien .................................................................................. 995
MODEL STAR (1,1) DENGAN
PENAKSIRAN
PARAMETER
MENGGUNAKAN METODE KUADRAT TERKECIL
Kankan Parmikanti, Khafsah Joebaedi, Iin Irianingsih ................................ 1004
REPRESENTASI INTEGRAL STOKASTIK UNTUK GERAK BROWN
FRAKSIONAL
Chatarina Enny Murwaningtyas, Sri Haryatmi, Gunardi ................................. 1011
DISTRIBUSI STASIONER RANTAI MARKOV UNTUK PREDIKSI
CURAH HUJAN DI WILAYAH JAWA BARAT
Firdaniza, Nurul Gusriani, Emah Suryamah .................................................... 1021
xxv
BIDANG : STATISTIKA
ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LINIER SEDERHANA
BAYESIAN DENGAN DISTRIBUSI PRIOR INFORMATIF
Dina Ariek Prasdika, Dewi Retno Sari Saputro, Triwik Jatu........................... 1029
ESTIMASI PARAMETER MODEL REGRESI LINIER SEDERHANA
BAYES DENGAN DISTRIBUSI PRIOR NONINFORMATIF JEFFREY
Firda Amalia, Dewi Retno Sari Saputro, Triwik Jatu ...................................... 1037
PERSAMAAN MODEL CAMPURAN HENDERSON PADA MODEL
SMALL
AREA
SEMIPARAMETRIK
DENGAN
SAMPLING
INFORMATIF
Angela Nina R. C., Sri Haryatmi, Danardono ................................................. 1047
UJI PERUBAHAN STRUKTURAL PADA REGRESI KUANTIL
DENGAN LAGRANGE MULTIPLIER
Triwik Jatu Parmaningsih, Sri Haryatmi, Danardono ...................................... 1056
DETERMINAN DAN PROFIL KUNJUNGAN DAERAH TUJUAN
WISATA SEJARAH (STUDI KASUS: SITUS SANGIRAN,
KABUPATEN SRAGEN, PROVINSI JAWA TENGAH)
Sri Subanti, Etik Zukhronah, Sri Sulistijowati, BRM Bambang Irawan, Arif
Rahman Hakim ................................................................................................ 1066
ANALISA
EMPIRIS
TERHADAP
PERMINTAAN
ATRIBUT
PERUMAHAN (STUDI DI KOTA SEMARANG DAN KOTA
YOGYAKARTA)
Sri Subanti, Hartatik, Nughthoh Arfawi Kurdi, Arif Rahman Hakim ............. 1076
SUBSIDI LANGSUNG TUNAI DAN KONSUMSI KESEHATAN
RUMAH TANGGA DI PROVINSI JAWA TENGAH
Sri Subanti, Respatiwulan, Lestari Sukarniati, Winita Sulandari, Arif Rahman
Hakim ............................................................................................................... 1086
xxvi
KEEFEKTIFAN TEAM’S GAME TOURNAMENT DITINJAU
DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN
MASALAH (STUDI EKSPERIMEN PADA SISWA KELAS VIII
SMP NEGERI 1 SEYEGAN)
Nuryadi1, Nanang Khuzaini2
1,2
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mercu Buana Yogyakarta
[email protected]
Abstrak: Cooperative learning tipe Team’s Game Tournament (TGT) merupakan
model pembelajaran yang didalamnya terdapat tahapan-tahapan seperti permainan dan
dapat membuat siswa berkomunikasi matematis, lebih kreatif, memiliki sikap yang
positif terhadap matematika, dan tepat dalam menyelesaikan masalah matematika.
Namun pada kenyataannya, kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah yang
harus dimiliki oleh siswa sebagai hasil proses pembelajaran matematika memenuhi
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
keefektifan Cooperative learning tipe TGT pada pembelajaran matematika ditinjau
dari kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah pada kelas VIII SMP N 1
Seyegan tahun pelajaran 2016/2017. Penelitian ini adalah penelitian eksprerimen
semu dengan pre-postest nonequivalent control group design. Penelitian ini
menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Populasi penelitian mencakup seluruh siswa kelas VIII yang terdiri dari empat kelas.
Dari populasi yang ada, diambil secara acak dua kelas yaitu VIII A dan VIII C sebagai
sampel penelitian. Pembelajaran matematika pada kelas VIII A (kelompok
eksperimen) menggunakan Cooperative learning tipe TGT dan pembelajaran pada
kelas VIII C (kelompok kontrol) menggunakan direct instruction. Instrumen
penelitian ini adalah tes kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah. Untuk
menguji keefektifan pembelajaran digunakan analisis one sample t-tes. Sedangkan uji
T2 hotteling dilanjutkan uji-t univariat digunakan untuk menentukan model yang lebih
efektif. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa: (1) Cooperative learning tipe TGT dan
direct instruction dalam pembelajaran matematika efektif ditinjau dari kemampuan
komunikasi dan pemecahan masalah; dan (2) Cooperative learning tipe TGT lebih
efektif baik terhadap kemampuan komunikasi dibandingkan direct instruction pada
siswa kelas VIII SMPN 1 Seyegan.
Kata Kunci: TGT, Komunikasi Matematis, Pemecahan Masalah
PENDAHULUAN
Dalam Standar Nasional Pendidikan Undang-Undang RI No 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi, yaitu bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam
pemecahan masalah
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
620
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan
percaya diri dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika diatas, kemampuan yang diharapkan
dikuasai oleh siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran matematika adalah kemampuan
komunikasi dan pemecahan masalah.
Hal tersebut juga ditegaskan dalam Nasional Council of Teacher of Mathematics
(NCTM) (2000, p.60), yang menyatakan bahwa komunikasi merupakan aspek yang
memegang peranan penting dalam pendidikan matematika. Menurut Lindquist & Elliot
(Elliot & Kenney, 1996, p.2) menyatakan bahwa jika kita sepakat bahwa matematika
adalah bahasa dan bahasa dipelajari dengan baik dalam komunitas pelajar maka akan
mempermudah pemahaman. Kemampuan komunikasi matematis harus digali dan
dikembangkan guru dalam pembelajaran matematika agar siswa memiliki kemampuan
untuk memberikan informasi yang padat, singkat dan akurat tentang nilai-nilai yang
dibahasakan. Dengan demikian kemampuan komunikasi matematis yang merupakan salah
satu tujuan penyelenggaraan pembelajaran matematika terpenuhi.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah diperkuat NCTM (2000, p.182)
menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan sarana mempelajari ide matematika
dan terampil matematika. Namun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
kegiatan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran belum dijadikan sebagai kegiatan
yang utama. Pemecahan masalah merupakan bagian dari pembelajaran matematika yang
sangat penting, karena dalam proses pembelajaran, siswa dimungkinkan menggunakan
pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimilikinya untuk diterapkan pada pemecahan
masalah yang bersifat tidak rutin. Kegiatan ini dilakukan dengan menerapkan aturan,
penemuan pola, penggeneralisasian, dan komunikasi matematika yang baik sehingga
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah membutuhkan kemampuan-kemampuan
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
621
yang lain, seperti memahami konsep matematika, pemodelan matematika, penalaran dan
komunikasi dalam matematika.
Namun dalam kenyataan, kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah
matematis yang harus dimiliki oleh siswa sebagai hasil proses pembelajaran belum bisa
terpenuhi. Menurut Van De Walle (2008, p.12-13), secara umum pembelajaran matematika
masih menggunakan pengajaran tradisional yang dominan menggunakan metode ceramahekspositori. Paradigma lama yaitu paradigma mengajar, masih melekat dan tetap
dipertahankan karena kebiasaan yang susah diubah. Paradigma tersebut belum berubah
menjadi paradigma membelajarkan siswa. Dalam paradigma tersebut, kegiatan
pembelajaran biasanya dimulai dengan memberikan penjelasan tentang ide-ide yang ada
dalam buku yang dipelajari, lalu diikuti dengan memberikan latihan soal dari buku dan cara
menyelesaikan soal tersebut. Menurut hasil penelitian PPPG Matematika 2001
mengungkap bahwa sebagian besar guru menggunakan metode ceramah dalam
pembelajaran, yaitu 70% dari responden. Proses komunikasi yang selalu dilakukan oleh
guru dalam pembelajaran adalah bahasa verbal dan pemberian contoh konkrit (Tim PPPG
matematika, 2001, p.19).
Berdasarkan data hasil ujian nasional SMP N 1 Seyegan untuk beberapa tahun yang
lalu, dimana hasil ujian tersebut menunjukan bahwa kemampuan matematika siswa SMP
N 1 Seyegan sudah bagus meskipun masih ada beberapa siswa yang nilainya masih di
bawah nilai rata-rata ujian rayon, propoinsi dan ujian nasional. Hasil Ujian Nasional (UN)
tahun 2014 di SMP N 1 Seyegan disajikan dalam bentuk tabel 1 berikut :
Tabel. 1
Hasil Nilai Rata-Rata UN SMP N 1 Seyegan .
Tahun 2014
Nilai UAN
Rata-rata
Terendah
Tertinggi
Stan Deviasi
Bhs Indo
Bhs Ingg
Mat
8,85
7,56
7,53
5,60
3,20
3,25
9,60
9,60
10,0
0,77
1,43
1,63
Sumber: Depdiknas Badan Penelitian dan Pengembangan.
IPA
6,79
2,50
9,25
1,23
Salah satu upaya yang akan dilakukan agar kemampuan komunikasi matematis dan
pemecahan masalah matematis yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe Teams Games Tournaments (TGT) dalam pembelajaran matematika. Model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments (TGT) merupakan model
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
622
pembelajaran yang menarik karena di dalamnya terdapat tahapan-tahapan seperti game dan
kegiatan pembelajaran langsung yang diharapkan dapat membuat siswa dapat
berkomunikasi matematis, lebih kreatif, memiliki sikap yang positif terhadap matematika,
dan tepat dalam menyelesaikan masalah matematika.
Berdasarkan hal ini maka tujuan penelitian ini adalah membandingkan keefektifan
Cooperative Learning type TGT (Kelompok eksperimen) dengan keefektifan Direct
Instruction (kelompok kontrol) dalam pembelajaran matematika. Keefektifan ini ditinjau
dari kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran
matematika.
Keefektifan Pembelajaran Matematika
Menurut Passaribu dan Simanjuntak (Muchith, 2008, p.33) untuk mengetahui
keefektifan pendekatan pembelajaran dapat dilihat dari dua aspek yaitu (a) Aspek
mengajar guru, yaitu menyangkut sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang
direncanakan terlaksana oleh guru. Pembelajaran pasti memiliki perencanaan yang matang.
Semakin banyak perencanaan dapat diwujudkan dalam pembelajaran semakin efektif pula
proses pembelajarannya; (b)Aspek belajar murid, yaitu menyangkut sejauh mana tujuan
pelajaran yang diinginkan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar (KBM). Sedangkan
menurut Muijs & Reynolds (2008, p.4) keefektifan pembelajaran dipengaruhi oleh guru
yang efektif. Di mana karakteristik guru yang efektif sebagai berikut: a) guru bertanggung
jawab memerintahkan berbagai kegiatan selama jam sekolah, yakni mengajar yang
berstruktur, b) murid memiliki tanggung jawab atas tugasnya dan bersikap mandiri selama
sesi-sesi tugas tersebut, c) setiap guru hanya mengampu satu mata pelajaran saja, d)
interaksi yang tinggi dengan seluruh kelas, e) keterlibatan murid yang tinggi diberbagai
tugas, f) atmosfir yang positif di kelas, g) guru menunjukkan penghargaan dan dorongan
yang besar kepada anak didiknya. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa keefektifan model pembelajaran adalah pembelajaran yang dapat
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan, siswa mampu mengembangkan
pemahaman, kemampuan matematika lainnya, dan mengacu pada Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) belajar siswa.
Cooperative Learning Tipe TGT
Menurut Slavin (1995, p.135) cooperative learning mempunyai tiga karakteristik
yaitu: (1) Murid bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-5 orang anggota);(2) Murid
didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau
dalam melakukan tugas kelompok;(3) Murid diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
623
kelompok. Berikut tahapan-tahapan TeamsGamesTournaments (TGT) menurut Slavin
(1995, p. 84): (1) Presentasi kelas;(2) Belajar kelompok;(3) Game (permainan); (4)
Tournament (kompetisi); (5) Penghargaan kelompok.
Setelah mengikuti game dan
turnamen, setiap kelompok akan memperoleh poin atau skor. Rata-rata poin yang diperoleh
dari game dan turnamen akan digunakan sebagai pedoman penghargaan terhadap
kelompok. Penghargaan kelompok diberikan jika kelompok tersebut telah mendapatkan
skor yang melewati kriteria seperti tabel 2 berikut (Slavin, 1995, p.90):
Tabel 2. Kriteria Penghargaan Kelompok
Rata-rata Poin Kelompok
Penghargaan
40
Good Team (Kelompok Baik)
45
Great Team (Kelompok Hebat)
50
Super Team (Kelompok Super)
Kemampuan Komunikasi Matematis
Dalam Depdiknas (2006, p.24) kemampuan komunikasi matematis merupakan
kesanggupan atau kecakapan seorang siswa untuk dapat menyatakan dan menafsirkan
gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal
matematika. Sedangkan menurut Riedesel (1985, p.83-91)
komunikasi matematika
berkaitan erat dengan pemecahan masalah, sebab dalam mengungkapkan suatu masalah
dapat dilakukan dengan jawaban terbuka, masalah dinyatakan dengan cara lisan, masalah
non verbal, menggunakan diagram, grafik dan gambar, mengangkat masalah yang tidak
mengggunakan bilangan, menggunakan analogi dan perumusan masalah.
Kemampuan Pemecahan Masalah
Sebagaimana dikemukakan oleh Ruseffendi (1993, p.20) bahwa pemecahan masalah
adalah pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan kepada proses daripada
hasil. Sedangkan menurut Polya (Erman Suherman, 2003, p.91), solusi pemecahan masalah
memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu: 1) Memahami masalah, 2) Merencanakan
penyelesaian, 3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana dan 4) Melakukan mengecekan
kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi experiment) karena tidak semua
variabel yang muncul dapat dikontrol atau diatur secara ketat (full randomized). Adapun
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
624
desain yang digunakan adalah pretest-posttest nonequivalent comparison-group design.
Group (kelompok) yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua kelompok. Dua
kelompok ini kemudian diberikan perlakuan berupa menerapkan pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TGT (kelompok eksperimen) dan Direct
Intruction (kelompok kontrol). (Johnson & Wichern, 2007, p.329). Rancangan desain
penelitian ini mengggunakan desain Pretest-postest non-ekuivalen multiple-group design
dengan rancangan seperti disajikan pada gambar 1 berikut:. (Allyn & Bacon, 1996, p.143)
Kelompok
eksperimen
Pretest
Kelompok
eksperimen
Pretest
Cooperative
Leraning Tipe TGT
Model Direct
Instruction
Posttest
Posttest
Gambar 1. Diagram desain penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Seyegan tahun
pelajaran 2016/2017 yang terdiri dari 4 kelas parallel. Pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik Purpossive Sampling dimana peneliti memilih sendiri kasus-kasus yang akan
dimasukan dalam sampel berdasarkan kekhasan penilaian, jadi teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan pertimbangan tertentu. Sebagai kelas uji coba instrumen tersebut adalah
kelas VIII-A dan VIII-C. Untuk mengetahui populasi homogen maka dilakukan analisis
yang terdiri dari uji normalitas, uji homogenitas varians populasi. Pada penelitian ini,
diambil siswa dari dua kelas sebagai sampel penelitian yaitu siswa kelas VIII-A dengan
pembelajaran kooperatif tipe TGT. Sedangkan model pembelajaran Direct Intruction pada
siswa kelas VIII-C.
Terdapat 2 macam variabel dalam penelitian ini, yaitu independent variable (variabel
bebas) dan dependent variable (variabel terikat). Independent variable (variabel bebas)
merupakan variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel lain, yang
variabilitasnya diukur, dimanipulasi atau dipilih untuk menentukan hubungannya dengan
suatu gejala yang diobservasi. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran kooeperatif tipe TGT.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pretest dan posttest untuk
mengukur kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah. Adapun tahapannya adalah
sebagai berikut: (a) menyusun instrumen penelitian;(b) meminta dosen dan guru mata
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
625
pelajaran matematika untuk memvalidasi instrumen penelitian;(c) melakukan uji coba
instrument;(d) estimasi reliabilitas instrumen penelitian;(e) revisi instrumen penelitian;(f)
memberikan pretest kepada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen;(g)
melakukan penelitian secara bersama-sama dengan guru di sekolah;(h) memberikan
posttest kepada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen.
Dalam penelitian ini untuk memperoleh bukti validitas instrumen digunakan dua
cara, yaitu validitas isi (Content Validity) dan validitas konstruk (Construct Validity).
validitas isi dilakukan dengan dengan cara meminta pertimbangan ahli (expert judgment).
Validitas konstruk mengacu pada sejauh mana suatu instrumen mengukur trait atau
konstruk teoritik yang hendak diukurnya. Untuk mengestimasi koefisien reliabilitas
instrumen digunakan formula Alpha Cronbach (Ebel dan Frisbie, 1979,p.79) dengan rumus
sebagai berikut:
′
𝑟𝑥𝑥
∑ 𝑠𝑖2
𝑘
=
[1 − ( 2 )]
𝑘−1
𝑠𝑡
Keterangan :
𝑟𝑥𝑥′
: koefisien realibilitas instrumen
k
: banyak butir item
𝑠𝑖2
: varians skor siswa pada suatu item tes
𝑠𝑡2
: varians skor total
Untuk menguji normalitas digunakan uji Kolmogorof Smirnov. Hipotesisnya adalah
sebagai berikut: 𝐻0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal;𝐻1 : data tidak
berasal dari populasi yang berdistibusi normal. Keputusan diuji pada taraf signifikansi 0,05
dengan kriteria 𝐻0 ditolak jika signifikansi kurang dari atau sama dengan 0,05. Uji ini
dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPSS 21 for Windows, yaitu dengan uji
normalitas Kolomogorov Smirnov.
Homogenitas data ditentukan dengan dengan uji homogenitas multivariat Box-M
menggunakan software SPSS 21 for Windows. Hipotesisnya sebagai berikut: 𝐻0 : variansi
kedua populasi homogen. 𝐻1 : variansi kedua populasi tidak homogen. Kesimpulan diambil
pada tingkat kepercayaan 95% (signifikasi 5%) dengan kriteria 𝐻0 ditolak jika signifikansi
kurang dari atau sama dengan 0,05.
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
626
Teknik Analisis Data
Data tentang kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa
diperoleh melalui pengukuran dengan instrumen tes yang berbentuk uraian. Skor yang
diperoleh selanjutnya dikonversi sehingga menjadi nilai dengan rentang antara 0 sampai
dengan 100. Skor tersebut kemudian digolongkan dalam kriteria berdasarkankriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah untuk mata pelajaran matematika
yaitu 75. Nilai KKM ini digunakan untuk menentukan persentase banyak siswa yang
mencapai kriteria ketuntasan tersebut.
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah statistik uji one
sample t-test dengan dengan software SPSS 21.0 for windows. Analisis ini dilakukan
untuk mengetahui efektif tidaknya pembelajaran kooperatif tipe TGT pada variable
kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah. Suatu pembelajaran dikatakan efektif
jika terdapat perubahan kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan masalah
sebelum diterapkan pembelajaran dengan setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe
TGT.
Untuk variabel kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis siswa,
nilai 𝜇𝑜 yang digunakan pada rumus di atas adalah 75 skala 0 – 100. Nilai ini
ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa Kriteria ketuntasan Minimal (KKM) yang
ditetapkan untuk mata pelajaran matematika SMP N 1 Seyegan adalah 75, sehingga peneliti
menetapkan 75 sebagai standar untuk menentukan efektif pembelajaran kooperatif tipe
TGT yang diterapkan ditinjau dari kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah
matematis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Sebelum melakukan analisis untuk uji ketercapain pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe TGT dibandingkan dengan pembelajaran dengan Direct
Instruction, dilakukan uji keefektifan pembelajaran dengan model cooperative learning
tipe TGT dan pembelajaran dengan Direct Instruction dengan one sample t-test. Uji
keefektifan ini bertujuan untuk mengetahui efektif tidaknya pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe TGT dan pembelajaran dengan Direct Instruction masing-masing
ditinjau dari kemampuan komunikasi
matematis dan pemecahan masalah terhadap
matematika.
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
627
Tabel 3. Uji ketercapain pembelajaran dengan TGT dan Direct Instruction
ttabel
Kelompok
Variabel
Df
thitung
cooperative
Komunikasi matematis 31
4,936
2,04
learning tipe Pemecahan masalah
31
3,393
TGT
Direct
Komunikasi matematis 31
2,804
2,04
Instruction
Pemecahan masalah
31
2,575
Berdasarkan tabel 3 di atas, pada kelompok dengan cooperative learning tipe TGT
untuk variabel kemampuan komunikasi matematis diperoleh nilai thitung = 4,936 > ttabel =2,04
untuk variabel pemecahan masalah terhadap matematika diperoleh nilai thitung = 3,393.
Kedua nilai thitung ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh signifikan karena nilai thitung
tersebut lebih besar dari ttabel = 2,04. Dengan demikian, pembelajaran dengan cooperative
learning tipe TGT efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan pemecahan
masalah terhadap matematika.
Pada kelompok menggunakan Direct Instruction
untuk variabel kemampuan
komunikasi matematis diperoleh nilai thitung = 2,804 dan lebih besar dari ttabel. Ini
menunjukan Direct Instruction efektif untuk variabel kemampuan komunikasi matematis,
sedangkan variabel pemecahan masalah terhadap matematika diperoleh nilai thitung= 2,575
dan lebih besar dari ttabel. Ini menunjukan pembelajaran Direct Instruction efektif dari
variabel pemecahan masalah.
Pengujian manova terhadap posttest untuk mengecek perbedaan antara kedua kelas
yang diberikan perlakuan, sesuai dengan hipotesis statistik. Berdasarkan hasil perhitungan
dengan bantuan SPSS 21,0 for windows diperoleh nilai F = 7,8 dan nilai signifikan 0,007<
0,05. Ini berarti bahwa Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
keefektifan antara pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT dengan
pembelajaran
Direct Instruction
ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis.
Sedangkan terhadap variabel kemampuan pemecahan masalah diperoleh nilai F = 3,070
dengan nilai signifikansi 0,085 > 0,05. Ini berarti bahwa 𝐻0 diterima sehingga dapat
disimpulkan tidak terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran matematika antara
kelompok TGT dengan kelompok Direct Instruction ditinjau dari kemampuan pemecahan
masalah terhadap matematika
Berdasarkan hasil uji hipotesis multivariat data setelah perlakuan bahwa terdapat
perbedaan keefektifan pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT dan Direct
Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis, maka dilakukan uji-t univariat
untuk melihat manakah dari cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction yang
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
628
lebih berpengaruh ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis. Hasil analisis terhadap
perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa kedua kelompok diperoleh thitung
sebesar 2,793, kemudian ttabel sebesar 2,04 atau thitung = 2,793 > t0,05, 59= 2,04; maka H0
ditolak. Dengan demikian pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT lebih
efektif dibandingkan Direct Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis
siswa.
Pembahasan
Beberapa hal yang diselidiki dalam penelitian ini diantaranya adalah (1)
mendeskripsikan keefektifan dari model cooperative learning tipe TGT dan Direct
Instruction;(2) menentukan perbedaan keefektifan dari masing-masing model tersebut
ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan pemecahan masalah
terhadap matematika. Berikut ini akan disampaikan pembahasan dari masalah yang telah
diselidiki. Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan manova dapat
disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan komunikasi matematis
dan pemecahan masalah antara siswa yang belajar dengan model cooperative learning tipe
TGT dengan siswa yang belajar dengan Direct Instruction.Dari hasil uji lanjut menunjukan
bahwa pembelajaran dengan model cooperative learning tipe TGT lebih efektif terhadap
kemampuan komunikasi matematis.
Untuk mengetahui tingkat keefektifan dari pembelajaran dengan pendekatan
cooperative learning tipe TGT dan pembelajaran dengan Direct Instruction mengacu pada
kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM untuk materi relasi dan fungsi adalah 75.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila ketuntasan klasikal melebihi 75%, dengan kata lain
lebih dari 75% siswa mendapatkan nilai melebihi KKM tanpa harus remidi. Hal lain juga
menjadi pertimbangan, apabila sebelum diajarkan hasil pretes menunjukkan ketuntasan
klasikal lebih dari 75%, maka topik tersebut tidak perlu diajarkan lagi.
Dari hasil pretes untuk kedua kelompok eksperimen menunjukkan bahwa ketuntasan
klasikal masih sangat rendah. Oleh karena itu perlu diberikan perlakuan berupa
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran tertentu yakni cooperative learning
tipe TGT dan Direct Instruction. Berdasarkan kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan dan
setelah dilakukan uji statistik dengan uji one sample t-test, pembelajaran matematika
dengan cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction efektif ditinjau dari
kemampuan komunikasi matematis dan kemampuan pemecahan masalah terhadap
matematika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cooperative learning tipe TGT
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
629
dan Direct Instruction efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan
kemampuan pemecahan masalah terhadap matematika.
Berdasarkan hasil analisis multivariat, diperoleh nilai probabilitas lebih kecil dari
taraf signifikansi dan nilai F
hitung
>F
tabel.
Dengan demikian, berarti hipotesis nol (H0)
penelitian yang berbunyi “tidak terdapat perbedaan keefektifan antara pembelajaran
dengan cooperative learning tipe TGT dengan pembelajaran Direct Instruction ditinjau
dari kemampuan komunikasi matematis ” ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
efek pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction ditinjau
dari kemampuan komunikasi matematis berbeda, karena adanya perbedaan secara
kelompok tersebut maka analisis menggunakan uji-t untuk mengetahui apakah secara
univariat juga mempunyai perbedaan yang signifikan ditinjau dari kemampuan komunikasi
matematis.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t didapat pada uji univariat untuk
variabel kemampuan komunikasi matematis didapatkan manilai probabilitas lebih kecil
dari taraf signifikansi maka hipotesis nol (H0) yang menyatakan “ tidak terdapat perbedaan
keefektifan pembelajaran dengan cooperative learning tipe TGT dibandingkan Direct
Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa “ ditolak. Berarti,
kemampuan komunikasi matematis sebagai hasil dari mengikuti pelajaran matematika
dengan cooperative learning tipe TGT lebih efektif daripada matematika siswa sebagai
hasil mengikuti pelajaran matematika dengan menggunakan Direct Instruction. Secara
umum dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan
cooperative learning tipe TGT lebih efektif dari pembelajaaran matematika dengan Direct
Instruction ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka penelitian dapat disimpulkan
bahwa: (1) model cooperative learning tipe TGT dan Direct Instruction efektif ditinjau
dari kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan masalah pada siswa kelas VIII
SMP N 1 Seyegan;(2) Model cooperative learning tipe TGT dalam pembelajaran
matematika lebih efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi dibandingan Direct
Instruction pada siswa kelas VIII SMP N 1 Seyegan.
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
630
Saran
Berdasarkan simpulan, implikasi dan batasan penelitian, maka dapat dikemukakan
saran-saran sebagai berikut.
1. Disarankan bagi siswa agar terus latihan dengan menggunakan soal-aoal terbuka agar
dapat mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga meningkatakan kemampuan
komunikasi matematis.
2. Disaran bagi guru yang berminat untuk menerapkan cooperative learning tipe TGT
supaya mempersiapkan masalah jauh-jauh hari sebelumnya, mengingat untuk membuat
dan menyiapkan masalah yang dapat dipahami siswa bukanlah pekerjaan yang mudah.
3. Disarankan kepada sekolah untuk menerapkan inovasi- inovasi baru dalam
pembelajaran matematika termasuk dengan menerapkan cooperative learning tipe TGT
dalam pembelajaran matematika
DAFTAR PUSTAKA
Allyn & Bacon. (1996). Research methods in education: an introduction. Massachusetts: A
Simon and Schuster Company.
BSNP. (2014). Laporan hasil dan statistik nilai ujian nasional tahun pelajaran 2013/2014.
Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Diknas.
Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Tentang standar isi untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah. (Jakarta: Nomor 22 Tahun 2006).
Ebel, R.L. & Frisbie, D.A. (1979). Essential of educational measurement (4th ed). New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Elliott, P.C. & Kenney, M. J. (1996). Communication in Mathematics, K-12 and beyond.
Reston, Virginia: Association Drive.
Erman Suherman, Turmudi, dkk, (2003). Strategi pembelajaran matematika kontemporer.
Bandung: JICA.
Johnson, R.A & Wichern, D.W .(2007). Applied Multivariate Statistical Analysis. London
: Pearson Prenti ce Hall.
Muchith, S.(2008). Pembelajaran Kontekstual. Semarang : Media Group.
Muijs, D. & Reynalds, D. (2008). Effective teaching. (Terjemahan Soetjipto Helly P &
Soetjiptosri Mulyatini). Yogyakarta: Pustaka pelajar.
NTCM. (2000). Principles and standards for school mathematics. United States: National
Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Riedesel, C. A. (1985). Teaching elementary school mathematics. New Jersey: Prentice
Hall, Inc.
Ruseffendi. (1993). Pendidikan matematika. Jakarta: Depdikbud.
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
631
Slavin, R.E. (1995). Cooperative learning “theori, research and practice. London: Allyn
and Bacon.
Tim PPPG Matematika. (2001). Monitoring dan evaluasi program pasca penataran tahun
2001.Monitoring dan evaluasi program pasca penataran tahun 2001. Yogyakarta:
PPPG Matematika.
Van De Walle, J. A. (2008). Matematika sekolah dasar dan menengah. (Terjemahn
suyono). Virginia: Pearson Education Inc. (buku asli diterbitkan tahun 2007).
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FKIP UNS Rabu, 16 November 2016
632
Download