BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan penyakit atau kelainan metabolik. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. World Health Organization memprediksi prevalensi diabetes melitus untuk Indonesia mengalami kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2004 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.1 Penderita diabetes melitus di Indonesia tidak hanya terjadi pada orang tua, namun juga terjadi pada remaja dan dewasa muda. Distribusi usia penderita diabetes melitus menunjukkan perbedaan pola antara negara maju dan negara berkembang. Di negara maju dengan tingkat ekonomi dan pelayanan kesehatan yang lebih baik, prevalensi diabetes melitus lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua. Sebaliknya, prevalensi diabetes melitus umumnya terdapat pada kelompok usia 45-64 tahun di negara berkembang. Pola ini diperkirakan akan sama pada tahun 2025-2030.1 Hasil penelitian di Depok pada tahun 2008 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus lebih tinggi pada kelompok usia 46-55 tahun. Di Manado umumnya pasien diabetes melitus tipe-2 yang berobat ke Rumah Sakit Umum Prof. R.D Kandau ( PRDK) tahun 2008 pada usia 51-60 adalah 44% dengan rata-rata usia 57 tahun.1 Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolisme karbohidrat karena defisiensi insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula di dalam darah dan adanya gula di dalam urin (glukosuria). Ada semakin banyak kejadian yang menunjukkan bahwa penyakit periodontal berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit sistemik seperti penyakit jantung, diabetes meliitus dan kehamilan. Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 1 Komplikasi diabetes melitus yang cukup serius di bidang kedokteran gigi adalah oral diabetic yang meliputi mulut kering, gusi mudah berdarah (gingivitis), kalkulus, resorbsi tulang alveolaris dan periodontitis. Dari sekian banyak komplikasi yang terjadi, periodontitis merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita diabetes melitus dengan tingkat prevalensi yang tinggi hingga mencapai angka 75%.7 Periodontitis merupakan suatu infeksi berbasis inflamasi yang mengenai jaringan pendukung gigi dan memiliki karakteristik kerusakan attachment apparatus sehingga dapat menyebabkan tanggalnya gigi. Kebersihan mulut yang buruk adalah faktor terpenting yang mempengaruhi prevalensi dan tingkat keparahan kerusakan jaringan periodontal. Pada usia 40 tahun ke atas, pencabutan gigi lebih banyak disebabkan oleh penyakit jaringan periodontal.2 Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa penyakit periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk penyakit jantung koroner dan stroke, bayi lahir prematur atau bayi berat badan lahir rendah dan pneumonia. Penyakit periodontal juga mempersulit kontrol metabolik penyakit diabetes melitus, osteoporosis dan demensia. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesehatan periodontal merupakan komponen penting dalam penatalaksanaan beberapa penyakit sistemik.2. Studi epidemiologi menunjukkan penyakit periodontal lebih banyak terjadi pada kelompok usia yang lebih tua daripada kelompok usia yang lebih muda. Hal ini merupakan akibat dari kerusakan jaringan periodontal yang bersifat kumulatif seusia hidup yang mempengaruhi kerentanan jaringan periodontal terhadap penyakit.2 Penderita diabetes melitus mempunyai kecenderungan untuk menderita periodontitis lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes melitus. Secara umum, hampir 85 % prevalensi diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2. Pada diabetes melitus tipe-2, penderita tidak mengalami kerusakan pada sel-sel penghasil insulin, hanya saja sel- sel tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Diabetes melitus tipe-2 menjadi perhatian yang sangat signifikan pada kesehatan masyarakat. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes melitus meningkatkan risiko alveolar bone loss dan attachment Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 2 loss pada jaringan periodontal tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan penderita non diabetes melitus. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai distribusi penyakit periodontal pada penderita diabetes yang datang ke Klinik Periodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Fakulatas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, ingin diketahui bagaimana distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus berdasarkan jenis penyakit periodontal, usia, dan jenis kelamin di klinik Periodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Fakulatas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti. C. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui distribusi dari penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus berdasarkan tipe penyakit periodontal, usia dan jenis kelamin di klinik periodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Fakulatas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti. D. MANFAAT PENELITIAN Bagi masyarakat pada umumnya, diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat sebagai motivasi dan edukasi untuk menyadari pengaruh diabetes melitus terhadap penyakit periodontal. Bagi mahasiswa dan dokter gigi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan pembelajaran mengenai distribusi penyakit periodontal pada pasien penderita diabetes guna penelitian selanjutnya. Bagi penulis, hasil penelitian ini merupakan sumbangan ilmu pengetahuan untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi. Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Periodontal Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan periodonsium. Peradangan dapat disebabkan oleh infeksi bakteri meskipun faktorfaktor lain juga dapat mempengaruhi. Jaringan periodonsium adalah jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi, yang terdiri atas gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Gingiva dan ligamen periodontal merupakan jaringan lunak sedangkan sementum dan tulang alveolar merupakan jaringan keras. 4 Penyakit periodontal terdiri atas 2 tipe yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis secara klinis ditandai dengan gingiva berwarna merah, membengkak dan mudah berdarah tanpa ditemukan kerusakan tulang alveolar. Periodontitis merupakan kelanjutan dari gingivitis yang ditandai dengan kerusakan pada jaringan pendukung gigi (attachement apparatus), migrasi epitel juctional ke apikal, dan kehilangan perlekatan jaringan ikat. kelompok mikroorganisme tertentu yang terdapat di dalam plak mengakibatkan penghancuran progresif jaringan ikat periodontal dan tulang alveolar disertai pembentukan poket dan resesi gingiva.4 Penyebab utama periodontitis adalah plak bakteri subgingiva yang mengandung bakteri obligat anaerobik gram negatif seperti Porphyromonas gingivalis dan Aggregatibacter actinomycetemcomitans.5 Sejalan dengan waktu, bakteri dalam plak gigi akan menyebar dan berkembang, kemudian toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva dan merusak jaringan pendukung. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada gigi dan membentuk poket yang akan bertambah dalam sehingga merusak jaringan pendukung. Jika penyakit ini berlanjut terus dan tidak segera dirawat maka lama kelamaan gigi akan goyang dan lepas dengan sendirinya.5 Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 4 B. Etiologi Penyakit Periodontal Penyakit periodontal disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab utama penyakit periodontal adalah akumulasi plak bakteri. Plak menyebabkan peradangan pada gingiva yang mengarah pada pembentukan poket, dan poket akan menyediakan tempat untuk akumulasi plak bakteri. Faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit periodontal terdiri atas faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal merupakan penyebab yang berada di sekitar rongga mulut. Faktor sistemik dikaitkan dengan kondisi sistemik adanya penurunan jumlah neutrofil yang signifikan atau penurunan neutrofil untuk melawan infeksi. Kerusakan tulang pada penyakit periodontal terutama disebabkan oleh faktor lokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh periodontitis mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar.6 Plak akan terbentuk kembali hanya dalam beberapa jam setelah gigi dibersihkan. Plak terjadi sebagai akumulasi bakteri, dan dapat diamati pada sepertiga gingiva permukaan gigi. plak dapat terus terakumulasi walaupun ada gerakan makanan di atas permukaan gigi selama pengunyahan. Lokasi dan tingkat pembentukan plak sangat bergantung dari tingkat kebersihan mulut serta faktor host. Gingivitis berkembang menjadi periodontitis disertai dengan kehilangan perlekatan dan pembentukan poket periodontal. Hal ini terjadi jika plak mengandung bakteri periodontophatic yang virulen pada tingkat kritis dan respon terhadap faktor imun lokal tidak memadai. Kedalaman poket meningkat, plak menjadi bakteri gram negatif dan anaerob yang lebih progresif. Biofilm terlindungi terutama di daerah subgingiva dan bakteri tidak bisa lagi dihilangkan oleh mekanisme pertahanan host. 7 1. Faktor lokal Faktor lokal penyebab terjadinya penyakit periodontal meliputi plak, kalkulus, impaksi makanan, kebiasaan bernafas melalui mulut, iatrogenic dentistry, menghisap atau mengunyah tembakau, dan gigi yang berjejal.7 Kalkulus merupakan hasil mineralisasi dari plak bakteri yang terbentuk pada permukaan gigi atau protesa. Kalkulus terdiri atas 2 jenis yaitu kalkulus Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 5 supragingiva dan kalkulus subgingiva. Kalkulus supragingiva terletak di koronal margin gingiva dan terlihat di rongga mulut. Kalkulus ini berwarna putih atau putih kekuningan, konsistensi keras seperti tanah liat dan mudah dilepaskan dari permukaan gigi. Kalkulus subgingiva terletak di dalam gingiva, berwarna cokelat kehitaman atau kehijauan dengan konsistensi keras seperti batu dan tidak terlihat pada pemeriksaan klinis rutin.7 Impaksi makanan adalah makanan yang terjepit dan tertekan dengan kuat ke periodonsium oleh tekanan oklusal.7 Impaksi makanan atau tekanan akibat penumpukan sisa makanan merupakan keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Gigi yang berjejal dapat menjadi tempat penumpukan sisa makanan dan menjadi tempat terbentuknya plak, sedangkan gigi dengan oklusi yang baik akan lebih mudah untuk dibersihkan.8 Tandatanda yang berhubungan dengan terjadinya impaksi makanan yaitu rasa tertekan pada daerah proksimal, rasa sakit yang sangat dan tidak menentu, inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat sering berbau. 7 Kebiasaan bernafas melalui mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk. Bernafas melalui mulut dapat menyebabkan dehidrasi pada jaringan gingiva dan meningkatkan kerentanan terjadinya inflamasi. Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran gingiva. Kontrol plak yang baik dan menjaga kebersihan mulut sangat diperlukan, tetapi tidak sepenuhnya menghilangkan inflamasi gingiva.8 Iatrogenik dentistry adalah kerusakan jaringan yang ditimbulkan karena pekerjaan dokter gigi yang kurang hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan perawatan pada gigi. Kualitas restorasi gigi atau protesa yang tidak baik menjadi faktor pendukung inflamasi gingiva dan kerusakan jaringan periodontal. 7 Menghisap tembakau atau mengunyah tembakau dapat mempengaruhi kesehatan periodonsium. Tembakau yang menghasilkan asap adalah tembakau yang dibungkus dalam bentuk lintingan dan dikonsumsi dengan cara dihisap (merokok). Tembakau tanpa asap tidak dibungkus, dikonsumsi dengan cara dikunyah dan ditempatkan di bagian bukal vestibular mandibula Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 6 selama beberapa jam. Penyerapan nikotin dari tembakau tanpa asap adalah sebanyak 34 g, sama dengan merokok kita-kira 1,5 bungkus rokok. Penggunaan tembakau tanpa asap meningkatkan terjadinya resesi gingiva, abrasi servikal dan karies akar. Pada orang dewasa muda yang menggunakan tembakau tanpa asap resesi gingiva terjadi hingga 42%, dan pada dewasa muda yang tidak menggunakan tembakau tanpa asap adalah 17%. Studi epidemiologi menunjukkan dampak buruk tembakau tanpa asap pada periodonsium dan menemukan terjadinya periodontitis dua kali lipat dibandingkan dengan tembakau yang digunakan untuk merokok.7 Gigi yang berjejal dan maloklusi menyebabkan kontrol plak lebih sulit dibandingkan dengan gigi yang tidak berjejal. Studi menunjukkan adanya dampak yang merugikan pada jaringan periodontal. Berdasarkan klasifikasi Angel (1999), maloklusi tidak memiliki relasi yang signifikan terhadap periodontitis. 6 2. Faktor sistemik Kondisi sistemik yang berhubungan dengan kerusakan periodonsium meliputi kelainan genetik, faktor keturunan, endokrin, penyakit-penyakit (hiperparatiroidisme dan diabetes melitus), defisiensi vitamin C dan defisiensi vitamin D. 7 Kelainan genetik berupa jumlah atau fungsi neutrofil yang tidak memadai. Hal tersebut menunjukkan pentingnya neurofil dalam perlindungan periodonsium terhadap infeksi. Periodontitis kronis telah diamati pada orang dengan gangguan neutrofil primer seperti Neutripenia, Agranulositosis, sindrom Chédiak-Higashi dan lazy leucosit syndome. Periodontitis berat juga telah diamati pada orang yang menunjukkan penurunan neutrofil sekunder, seperti Down syndrome, Papllion Lefevre Syndrome dan penyakit inflamasi usus.7 Faktor endokrin (hormonal) meliputi pubertas, kehamilan dan menopause, dan tubuh mengalami perubahan hormonal sehingga menyebabkan ketidakseimbangan endoktrin. Penelitian klinis serta histologis menunjukkan Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 7 bahwa perubahan hormonal dapat memiliki efek yang ditandai pada perubahan jaringan gingiva yang disebabkan oleh faktor lokal. Mekanisme dari keterlibatan gingiva tidak diketahui.8 Pada umumnya penderita diabetes melitus (DM), khususnya pada penderita dengan kontrol metabolik yang buruk akan meningkatkan kerusakan periodontal. Diabetes melitus merupakan penyakit dengan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia), DM dapat menekan respon imun host dan menyebabkan penyembuhan luka yang lama serta infeksi kambuhan. Manifestasi dalam rongga mulut dapat berupa abses periodontal multipel atau kambuhan dan selulitis. Pasien penderita DM yang tidak terkontrol atau tidak terdiagnosa, lebih rentan terhadap gingivitis, hyperplasia gingiva, dan periodontitis.7 Faktor keturunan memiliki peran yang tidak jelas dalam perkembangan penyakit periodontal. Kasus-kasus lanjutan periodontitis tertentu, seperti juvenile periodontitis atau localize aggressive periodontitis, memiliki kecenderungan faktor keturunan. Adanya insidensi yang sangat tinggi dari gingivitis dan periodontitis pada orang dewasa dan kompleksitas faktor etiologi penyakit periodontal, sulit untuk memilih peran yang tepat dari salah satu faktor tersebut. Satu kondisi yang mengakibatkan pertumbuhan yang berlebih pada jaringan gingiva diduga berhubungan dengan faktor keturunan yang disebut familial atau hereditary gingiva enlargement.8 Pada hiperparatiroidisme terjadi mobilisasi kalsium tulang secara berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan osteoporosis dan kelemahan tulang yang hebat pada periodontitis karena plak.7 Defisiensi vitamin C yang berat dapat menginduksi kerusakan jaringan periodontal secara nyata pada manusia. Perubahan awal dapat bermanifestasi sebagai gingivitis ringan hingga sedang, diikuti oleh pembesaran gingiva yang edematous dan mudah berdarah. Gejala oral ini disertai perubahan fisiologik menyeluruh seperti kelesuan, lemah, malaise, nyeri sendi, ekimosis, dan turunnya berat badan. Jika tidak terdeteksi pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan jaringan periodontal yang hebat. Defisiensi vitamin D dapat Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 8 menyebabkan terjadinya osteoporosis yang bermanifestasi sebagai riketsia pada anak atau osteomalasia pada orang dewasa. Kedua kondisi ini dapat dikaitkan dengan kerusakan jaringan ikat periodontal dan penyerapan tulang alveolar.7 C. Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan gangguan kronis dengan kelainan pada defisiensi kadar insulin atau hasil yang abnormal dari metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Diabetes Melitus adalah penyakit yang sangat penting berkaitan dengan sudut pandang periodontal. 9 Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang kompleks ditandai dengan hiperglikemia kronis. Gejala hiperglikemia meliputi poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kadang dengan polipagia, dan penglihatan kabur. Melambatnya pertumbuhan dan kerentanan terhadap infeksi tertentu juga dapat menyertai penderita hiperglikemia kronik. Bahaya, ancaman hidup akibat DM adalah hiperglikemia dengan ketoasidosis atau sindrom hyperosmolar nonketotik.9 Pada penyakit DM, produksi insulin berkurang, gangguan aksi insulin ataupun kombinasi keduanya menghasilkan ketidakmampuan glukosa yang akan diangkut dari aliran darah ke dalam jaringan. Pada gilirannya menghasilkan kadar glukosa darah yang tinggi dan ekskresi gula ke dalam urin. Lemak dan protein juga dimetabolisme menjadi glukosa. Diabetes melitus yang tidak terkontrol (hiperglikemia kronik) dikaitkan dengan beberapa komplikasi jangka panjang, termasuk penyakit mikrovaskuler (retinopati, nefropathi, neuropati), penyakit makrovaskuler (kardiovaskuler, cerebrovaskular) terhadap infeksi dan penyembuhan luka yang buruk. peningkatan kerentanan 9 Berdasarkan klasifikasi dari WHO, DM dibagi atas 4 tipe yaitu DM tipe 1 (IDDM), DM tipe 2 (NIDDM), DM kehamilan (pregnancy diabetes), DM tipe lain dengan etiologi yang tidak diketahui. 9 Diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 merupakan 2 tipe utama yang sering dijumpai. Diabetes melitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes melitus (IDDM), disebabkan oleh kerusakan autoimun yang oleh karena sel dari sel-sel Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 9 beta yang memproduksi insulin dari pulau Langerhans Pankreas, yang mengakibatkan defisiensi insulin. Insidensi terjadinya DM tipe 1 adalah 5% hingga 10% dari semua kasus DM dan sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.9 Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena kurangnya produksi insulin dan kontrol yang sangat tidak stabil dan sulit. Ditandai dengan kecenderungan ketosis dan koma, tidak didahului oleh obesitas dan membutuhkan suntikan insulin yang harus dikontrol. Pasien dengan DM tipe 1 dikaitkan dengan sindrom DM, seperti polifagia, polidipsia, poliuria dan kemudahan terjadinya infeksi. 9 Diabetes melitus tipe 2, terjadi karena resistensi perifer daya kerja insulin, sekresi insulin terganggu dan produksi glukosa meningkat dalam hati. Sel-sel beta yang memproduksi insulin di pankreas tidak dihancurkan oleh reaksi autoimun sel perantara. Diabetes melitus tipe 2 adalah DM yang paling umum dengan insidensi sekitar 90% hingga 95% dari seluruh kasus DM dan biasanya terjadi pada orang dewasa.9 Secara umum, DM tipe 2 terjadi pada individu yang obesitas dan dapat dikontrol dengan diet. Ketosis dan koma tidak sering terjadi. Diabetes melitus tipe 2 dapat timbul dengan gejala yang sama seperti DM tipe 1, tetapi biasanya dalam bentuk keparahan yang lebih rendah. 9 Diagnosis DM didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah dan tidak boleh ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria. Kriteria DM ditetapkan dengan pemeriksaan penyaring yakni pemeriksaan kadar glukosa darah (KGD) puasa dan KGD 2 jam sesudah makan (post prandial). Pada pasien DM tipe 2, KGD sewaktu setelah dilakukan pemerikasaan darah dari whole blood adalah melebihi 200mg/dl; KGD puasa melebihi 140 mg/dl, dan KGD 2 jam setelah makan 120-160mg/dl. Jika hasilnya belum dipastikan sebagai DM, dapat dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral. 10 D. Hubungan Diabetes Melitus dan Penyakit Periodontal Diabetes melitus meningkatkan risiko terjadinya penyakit periodontal. Sebaliknya, infeksi periodontal pada pasien dengan DM mempunyai kontribusi Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 10 dalam hal kontrol glikemik yang buruk sehingga berkaitan dengan peningkatan KGD. 11 Banyak sekali perubahan yang terjadi di dalam mulut yang digambarkan pada pasien DM seperti cheilosis, burning mouth and tounge, mukosa mulut yang kering dan pecah-pecah dan aliran saliva yang berkurang. Selain itu terjadi perubahan dalam flora rongga mulut dengan dominasi dari candida albicans, hemolytic streptococci dan staphylococci. Peningkatan karies gigi terjadi pada DM yang tidak terkontrol. Perubahan-perubahan yang telah disebutkan di atas tidak selalu hadir, tidak spesifik dan tidak patognomonik untuk DM yang terkontrol dengan baik. Penderita DM terkontrol memiliki respon jaringan yang normal, perkembangan gigi yang normal, pertahanan yang normal terhadap infeksi dan tidak ada peningkatan terjadinya karies.9 Penderita DM dapat mengalami keadaan yang disebut hyposalivasi dan gangguan fungsi saliva dan saliva tersebut memiliki komponen- komponen yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri kariogenik. Sehingga penurunan produksi saliva dapat meningkatkan resistensi bakteri penyebab karies. Tingginya KGD pada penderita DM berhubungan dengan tingginya kadar glukosa dalam saliva. Saliva dengan kadar glukosa yang tinggi dapat meningkatkan produksi asam melalui proses fermentasi oleh bakteri di dalam mulut, kemudian terjadi proses demineralisasi yang mengakibatkan karies gigi.2 Pengaruh DM pada periodonsium telah diselidiki secara menyeluruh. Meskipun sulit untuk membuat kesimpulan yang pasti tentang efek spesifik DM terhadap periodonsium. Berbagai perubahan telah dijelaskan, termasuk kecenderungan pembesaran gingiva, polip gingiva yang sessile ataupun pedunculated, proliferasi gingiva polypoid, pembentukan abses, periodontitis dan terlepasnya gigi. Perubahan yang paling menonjol pada penderita DM tidak terkontrol adalah terjadinya penurunan mekanisme pertahanan dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, yang menyebabkan penyakit periodontal destruktif. Pada kenyataannya, penyakit periodontal dianggap sebagai komplikasi ke-enam dari diabetes. Periodontitis pada pasien DM tipe-1 dimulai setelah usia 12 tahun. Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 11 Prevalensi periodontitis telah dilaporkan sebanyak 9,8% pada pasien berusia 13 hingga 18 tahun, meningkat menjadi 39% pada usia 19 tahun keatas. 9 Inflamasi gingiva yang berat, poket periodontal yang dalam, kehilangan tulang yang cepat dan abses periodontal sering terjadi pada pasien DM tidak terkontrol dengan kebersihan mulut yang buruk. Penelitian lain telah melaporkan bahwa laju kerusakan periodontal tampaknya serupa bagi penderita DM dan orang-orang tanpa DM, hingga usia 30 tahun. Setelah usia 30 tahun, pasien DM memiliki tingkat kerusakan periodontal yang lebih besar dan kemungkinan adanya hubungan dengan penyakit yang lain dari waktu ke waktu. Penderita DM lebih dari 10 tahun memiliki kerusakan jaringan periondontal pendukung yang lebih besar dibandingkan mereka yang memiliki riwayat DM kurang dari 10 tahun. Kerusakan ini juga berkaitan dengan integritas jaringan yang berkurang dan terus memburuk dari waktu ke waktu.9 Dari berbagai literatur dihipotesiskan bahwa ada berbagai mekanisme yang dapat menjelaskan terjadinya kerentanan pasien DM untuk menderita penyakit periodontal yang meliputi perubahan vaskular, perubahan mikroflora, disfungsi neutofil dan terjadinya perubahan metabolisme kolagen gingiva. Perubahan vaskular merupakan suatu kondisi terjadinya penebalan membaran basalis dari dinding vaskular sehingga akan mengurangi migrasi leukosit, disfungsi oksigen, dan eliminasi sampah metabolit. 12 Perubahan mikroflora terjadi karena pada daerah sulkus gingiva pasien DM akan timbul adanya lingkungan yang baik untuk berkembang biaknya berbagai mikroflora. Disfungsi neutrofil terjadi karena adanya depresi kemoktasis dan fagositosis dalam respon imun. Terjadinya perubahan metabolism kolagen gingiva yaitu berkurangnya sintesis kolagen dan produksi matriks tulang diikuti kolagenase gingiva sehingga terjadi degradasi kolagen yang baru terbentuk.12 Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa DM yang disertai dengan perubahan pada periodonsium berpotensi dan berperan dalam terjadinya periodontitis kronis. Hiperglikemia yang terjadi pada DM akan menyebabkan terbentuknya Advanced Glycation Endproduct (AGE) non enzimatik pada jaringan. Advanced Glycation Endproduct merupakan senyawa yang berasal dari Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 12 glukosa, terbentuk terus menerus sejalan dengan peningkatan KGD. Penumpukan AGE dapat terjadi di dalam plasma dan jaringan termasuk gingiva pasien DM. Pembentukan AGE mempunyai peran penting dalam peningkatan komplikasi DM pada jaringan periodontal.13 Sel-sel pada endothelium, otot polos, neuron dan monosit mempunyai sisi pengikat (binding site) AGE pada permukaannya yang dinamakan reseptor AGE (RAGE). Terikatnya AGE pada sel-sel-endotelial menyebabkan terjadinya lesi vaskular, trombosis dan vasokonstriksi pada DM.13 Advanced Glycation Endproduct terikat pada monosit akan meningkatkan kemotaksis dan aktivasi monosit yang disertai peningkatan jumlah sitokin proinflamatori yang dilepas, seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6. Ikatan AGE dengan RAGE pada fibroblas menyebabkan terganggunya remodeling jaringan ikat. Ikatan AGE dengan kolagen menyebabkan penurunan solubilitas dan laju pembaharuan kolagen. Buruknya kontrol gula darah dan meningkatnya pembentukan AGE menginduksi stress oksidan pada gingiva sehingga memperkuat kerusakan jaringan periodontal. Adanya peningkatan kadar sel radang dalam cairan sulkus gingiva, menyebabkan jaringan periodontal lebih mudah terinfeksi dan menyebabkan kerusakan tulang.18 Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari DM adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Hal tersebut menyebabkan infeksi bakteri pada penderita diabetes lebih berat. 18 Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas secara klinis mempengaruhi kondisi periodonsium penderita DM. Diabetus Melitus yang tidak terkontrol akan disertai oleh peningkatan kerentanan terhadap infeksi, termasuk periodontitis kronis.18 Beberapa penelitian telah secara khusus mengamati hubungan antara periodontitis kronis dengan diabetes melitus tipe 1 dan 2. Dilaporkan bahwa penderita diabetes melitus tipe 1 meningkat risikonya menderita periodontitis Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 13 kronis sejalan dengan pertambahan usia dan keparahan periodontitis kronis meningkat sejalan dengan meningkatnya durasi diabetes. Pada pasien diabetik dewasa dengan diabates yang tidak terkontrol baik, terjadi kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang yang lebih banyak dibandingkan pasien dengan diabetes yang terkontrol baik, meskipun mereka dalam memelihara mulutnya adalah setara. Dilaporkan pula bahwa penderita DM tipe 2 adalah berisiko 4,2 kali mengalami kehilangan tulang yang progresif dibandingkan dengan individu non-diabetik.18 Tabel 1 : Karakteristik Diabetes Melitus Tipe 1 dan Tipe 2 14 Faktor yang mempengaruhi DM tipe 1 DM tipe 2 Umur Umur > 40 tahun Umur < 30 tahun (tapi tidak selalu) Keadaan tubuh Kurus/normal Gemuk Riwayat keluarga Ada kaitan Tidak selalu berkaitan Onset Tiba-tiba Lambat Patogenesis Kerusakan autoimun Resistensi insulin, sel β gangguan sekresi insulin, peningkatan produksi glukosa Produksi insulin dalam Tidak ada tubuh Kerentanan terhadap Dapat menurun, normal, meningkat Tinggi Rendah ketoasidosis Tatalaksana Diet, olahraga, insulin Diet, olahraga, obatobatan secara oral, insulin Studi terbaru menunjukkan bahwa DM yang tidak terkontrol atau buruk dikaitkan dengan peningkatan kerentanan terhadap keparahan infeksi, termasuk periodontitis, seperti pada kondisi sistemik lain yang terkait dengan periodontitis. Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 14 Diabetes melitus tidak menyebabkan gingivitis atau periodontitis, tetapi bukti menunjukkan bahwa DM mengubah respon jaringan periodontal terhadap faktorfaktor lokal dan mempercepat kehilangan tulang serta menunda penyembuhan paska operasi. Frekuensi munculnya abses periodontal menjadi gambaran penting dari penyakit periodontal pada pasien DM.9 Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 15 E. Klasifikasi penyakit periodontal Klasifikasi penyakit periodontal menurut American Academy Periodontology tahun 1999. Tabel 2. Klasifikasi penyakit periodontal berdasarkan klasifikasi tahun 1999. Klasifikasi Penyakit Periodontal dan Kondisinya Gingival Diseases Plaque-induced gingival diseases Non-plaque induced gingival lesions Chronic Periodontitis Localized Generalized Aggressive Periodontitis Localized Generalized Periodontitis as a manifestation of systemic diseases Associated with hematological disorders Associated with genetic disorder Not otherwise specified Necrotizing Periodontal Diseases Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG) Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP) Abscesses of the Periodontium Gingival abcess Periodontal abcess Pericoronal abcess Periodontitis Associated with Endodontic Lesions Combine periodontic-endodontic lesions Developmental or Acquired Deformities and Conditions Localized tooth related faktors that modify or predispose to plaqueinduced gingival diseases/periodontitis Mucogingival deformities and conditions around teeth Mucogingival deformities and condition on edentulous ridge Oclusal trauma Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 16 of Tabel 2 Klasifikasi bentuk periodontitis berdasarkan klasifikasi tahun 1999. Klasifikasi Berbagai Bentuk Periodontitis Klasifikasi AAP World Workshop in Clinical Periodontics,1999 Europan Workshop in Periodontology,1999 AAP International Workshop for Classification of Periodontal disease,1999 Bentuk Periodontitis Karakteristik Adult periodontitis Pada usia >35 tahun. Laju perkembangan penyakit lambat, tidak ada cacat pada pertahanan hospes Early-onset Periodontitis (perpubertal,juvenile dan rapidly progressive) Pada usia <35 tahun Laju perkembangan penyakit cepat Cacat pertahanan hospes Berhubungan denagan mikroflora spesifik Periodontitis berhubungan dengan penyakit sistemik Penyakit sistemik yang mempengaruhi cepatnya laju periodontitis Penyakit : Diabetes, Syndrom Down, infeksi HIV, Sindrom PappionLefevre Necrotizing Ulcerative Periodontitis Sama seperti Acute Nectrotizing Ulcerative Gingivitis tetapi lebih berhubungan dengan kehilangan perlekatan klinis Refractory Periodontitis Periodontitis berulang yang tidak merespon terhadap perawatan Adult Periodontitis Permulaan usia : dekade keempat Laju perkembangan penyakit lambat Tidak ada cacat pertahanan hospes Early-onset Periodontitis Permulaan usia : sebelum dekade keempat Laju perkembangan penyakit cepat Ada cacat pertahanan hospes Necrotizing Periodontitis Nekrosis jaringan dengan kehilangan perlekatan dan tulang Periodontitis Kronis Periodontitis Agresif Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 17 F. Penatalaksanaan Pereawatan penyakit periodontal terbagi dari 4 fase yaitu fase inisial atau etiotropik, fase bedah, fase restoratif, dan fase pemeliharaan16. Terapi inisial disebut juga terapi fase I atau fase etiotopik. Terapi inisial bertujuan untuk membuang semua faktor lokal yang menyebabkan peradangan gingiva serta pemberian instruksi dan motivasi pasien dalam melakukan kontrol plak. Terapi inisial juga disebut sebagai fase etiotropik karena bertujuan untuk menghilangkan faktor etiologi penyakit periodontal. Terapi inisial mencakup kontrol plak yang meliputi motivasi, edukasi dan instruksi dari pasien, skeling dan penghalusan akar, rekonturing restorasi, pembuangan karies, pemberian antimikroba serta evaluasi jaringan. Pencapaian perawatan melalui bedah periodontal dapatdilakukan bilamana terapi inisial berhasil dengan baik. 16 Fase bedah dilakukan pada gingivitis maupun periodontitis dengan poket yang dalam. fase restoratif untuk mengembalikan struktur gigi yang hilang dan mengembalikan gigi sesuai dengan oklusi normal.16 Teknik non bedah ataupun bedah bertujuan untuk mengurangi beban patogen periodontal dengan menghilangkan plak dan kalkulus dari permukaan akar. Terapi antimikroba lebih lanjut dapat menekan patogen periodontal dan meningkatkan efek pengobatan mechanical konvensional. Namun, terapi antimikroba sistemik mungkin memiliki beberapa efek samping seperti gangguan pencernaan, alergi, sakit kepala, dan pusing. Selain itu, penggunaan antibiotik berulang dapat menyebabkan perkembangan mikroorganisme resisten. Di sisi lain, kelemahan utama dari antibiotik sistemik untuk mengobati penyakit periodontal adalah konsentrasi yang tidak adekuat.17 Fase pemeliharaan adalah perawatan yang terdiri dari urutan jangka panjang. Tujuan dari fase pemeliharaan adalah untuk mencegah terjadi kembali penyakit periodontal. Interval waktu antara janji perawatan periodontal bervariasi sesuai dengan efektivitas pengendalian plak, laju pembentukan kalkulus, dan kerentanan terhadap karies gigi dan penyakit periodontal.16 Pemerikasaan glukosa lainnya adalah pemeriksaan HbA 1. Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF( fetus). Hemoglobin A (HbA) Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 18 terdiri atas 91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total. Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A. Dalam proses ini terdapat ikatan antara glukosa dan hemoglobin. Pada penderita DM, glikolisasi hemoglobin meningkat secara proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 120 hari terakhir, bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal selama 120 hari terakhir, maka hasil hemoglobin A1c akan menunjukkan nilai normal.19 Hasil pemeriksaan hemoglobin A1c merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe DM. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan kendali glikemik.19 Pembentukan HbA1c terjadi dengan lambat yaitu selama 120 hari, yang merupakan rentang hidup sel darah merah. HbA1 terdiri atas tiga molekul, HbA1a, HbA1b dan HbA1c sebesar 70 %, HbA1c dalam bentuk 70% terglikosilasi (mengabsorbsi glukosa). Jumlah hemoglobin yang terglikolisasi bergantung pada jumlah glukosa yang tersedia. Jika kadar glukosa darah meningkat selama waktu yang lama, sel darah merah akan tersaturasi dengan glukosa menghasilkan glikohemoglobin.1 9 Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang, menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit 120 hari, karena mencerminkan keadaan glikemik selama 2-3 bulan maka pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan. Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati, HbA1c Penurunan 1% dari akan menurunkan komplikasi sebesar 35%.19 Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 19 awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian. 1 9 Kunci perawatan pada pasien DM adalah kontrol yang optimal pada KGD terutama selama perawatan gigi. Pada penderita DM, kesehatan mulut harus selalu diusahakan baik. Pemerikasaan rongga mulut pada pasien DM secara rutin perlu dilakukan lebih sering daripada pasien yang tidak menderita DM. Jika penyakit sistemik terkontrol dengan baik dan pasien kooperatif, maka prognosis perawatan periodontal akan menguntungkan.17 Pasien diinstruksikan untuk selalu memperhatikan diet dan obat-obatan selama menjalani perawatan gigi untuk mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan hiperglikemia maupun hipoglikemia. Pasien yang didiagnosis menderita DM, maka prosedur-prosedur berikut sebaiknya dilakukan. Pasien dikonsultasikan ke dokter ahli, dilakukan uji analisis laboratorium meliputi glukosa darah puasa, glukosa darah setelah puasa, Uji toleransi dan glukosa urin. Menyingkirkan infeksi akut orofasial atau infeksi gigi yang hebat, keperluan insulin dan glukosa diperngaruhi oleh infeksi. Perawatan antibiotik dan analgesik, sebaiknya hanya diberikan hingga pemeriksaan fisik menyeluruh dilakukan dan kontrol diabetik. Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 20 G. Kerangka Teori Jaringan Periodonsium Faktor Lokal - Plak - Kalkulus - Impaksi makanan - Kebiasaan bernafas melalui mulut - Iatrogenic dentistry - Menghisap/mengunyah tembakau - Gigi berjejal Faktor Sistemik - Diabetes melitus Tipe-1 (IDDM) - Diabetes melitus Tipe-2 (NIDDM) - Diabetes kehamilan (pregnancy diabetes) - Diabetes tipe lain dengan etiologi yang tidak di ketahui - Gingivitis Perubahan vaskular Perubahan mikroflora Disfungsi neutofil Perubahan metabolisme kolagen gingiva Kerusakan attachment apparatus Periodontitis KGD naik Gambar 1. Kerangka Teori Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 21 BAB III KERANGKA KONSEP Kartu status periodontal pasien dengan Diabetes melitus Distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus berdasarkan jenis penyakit periodontal, usia dan jenis kelamin - Jenis penyakit periodontal - Usia - Jenis Kelamin Gambar 2. Kerangka kosep penelitian Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 22 BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus berdasarkan jenis penyakit periodontal, usia dan jenis kelamin pada pasien yang dirawat di Klinik Periodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti periode tahun 2006 hingga 2012. B. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah data sekunder berupa kartu status pasien yang dirawat oleh mahasiswa peserta program profesi di Klinik Periodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Usakti periode tahun 2006 hingga 2012. C. Definisi Operasional 1. Kartu status pasien penyakit periodontal Kartu status pasien adalah kartu yang berisi diagnosis penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus. 2. Penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus Pasien diabetes melitus adalah pasien yang dikartu status tercatat sebagai pasien penyakit periodontal yang menderita Diabetes melitus yang berusia antara 34 hingga 68 tahun 3. Usia pasien Usia pasien adalah seluruh usia pada kartu status pasien dengan penyakit periodontal yang disertai diabetes melitus Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 23 D. Bahan dan Alat 1. Kartu status pasien dengan penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus di Klinik Periodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG Usakti periode tahun 2006 hingga 2012. 2. Alat tulis yang digunakan yaitu pulpen, pensil dan penghapus. 3. Media elektronik yang digunakan yaitu laptop,flashdisk, printer 4. Program SPSS dan program Microsoft Word 2007 E. Cara Kerja Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan data sekunder, tanpa melakukan observasi langsung terhadap pasien. Data sekunder yang digunakan berisi rekam medik pasien penderita diabetes melitus dengan penyakit periodontal yang dirawat di Klinik Periodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG USAKTI periode tahun 2006 hingga 2012. Pencatatan sesuai dengan kartu status pasien yang mencakup tipe, nama, jenis kelamin dan diagnosis penyakit. Data yang didapat kemudian di kelompokkan dalam tabel, lalu dibuat analisis berdasarkan tabel tersebut. F. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS 2.2 dan program Microsoft Word 2007, serta menggunakan analisis persentase. Analisis yang diambil untuk mengetahui distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus berdasarkan tipe diabetes melitus, usia dan jenis kelamin di Klinik Periodonti Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti periode tahun 2006 hingga tahun 2012. Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 24 BAB V HASIL PENELITIAN Dari populasi pasien yang dirawat di Klinik Periodonti RSGM FKG USAKTI berdasarkan kartu status berjumlah 26 kasus pasien penyakit periodontal yang menderita diabetes melitus. Jumlah pasien laki-laki sebanyak 12 orang dan perempuan 14 orang. Persentase paling banyak pada populasi perempuan (53,8%) dan paling sedikit pada laki-laki (46,2%). (Tabel 4) Tabel 4. Distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki-laki 12 46,2 Perempuan 14 53,8 Total 26 100 Keterangan : persentase penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus, perempuan (53,8%) lebih banyak daripada laki-laki (46,2%). Distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus berdasarkan jenis penyakit periodontal ditemukan gingivitis sebanyak 7 pasien (26,6%) dan periodontitis 19 pasien (73,1%). (Tabel 5) Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 25 Tabel 5. Distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus berdasarkan jenis penyakit periodontal Diagnosis Gingivitis Frekuensi Persentase (%) 7 26,9 Periodontitis 19 Total 26 73,1 100 Keterangan : persentase terjadinya penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus pada gingivitis sebanyak 7 kasus (26,9%), periodontitis 19 kasus (73,1%) Distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita diabetes berdasarkan usia dan jenis penyakit periodontal. Pada pasien dengan periodontitis usia 34-39 tahun sebanyak 3 pasien (11,5%), usia 40-44 tahun sebanyak 4 pasien (15,4%), usia 50-54 tahun sebanyak 4 pasien (15,4%), usia 55-59 tahun sebanyak 3 pasien (11,5%), usia 60-64 tahun sebanya 3 pasien (11,5%), usia 65-69 tahun sebanyak 2 pasien (7,7%). (Tabel 6) Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 26 Tabel 6. Frekuensi periodontitis pada penderita diabetes melitus berdasarkan usia. Usia Periodontitis Persentase ((%) 34-39 3 11,5 40-44 4 15,4 45-49 0 0,0 50-54 4 15,4 55-59 3 11,5 60-64 3 11,5 65-69 2 7,7 Total 19 73 Keterangan : persentase periodontitis paling banyak pada usia 40-44 tahun dan 50-54 tahun yaitu sebanyak 4 pasien (15,4%). Distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita diabetes berdasarkan jenis penyakit periodontal dan usia pada pasien dengan gingivitis ditemukan pada usia 40-44 tahun sebanyak 1 pasien (3,8%), 45-49 tahun sebanyak 3 pasien (11,5%), usia 50-54 tahun sebanyak 2 pasien (7,7%), usia 55-59 tahun sebanyak 1 pasien (3,8%). (Tabel 7) Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 27 Tabel 7. Frekuensi gingivitis pada penderita diabetes melitus berdasarkan jenis penyakit periodontal dan usia Usia Gingivitis Persentase (%) 34-39 0 0,0 40-44 1 3,8 45-49 3 11,5 50-54 2 7,7 55-59 1 3,8 60-64 0 0,0 65-69 0 0,0 Total 7 27 Keterangan : persentase gingivitis paling banyak pada usia 45-49 tahun yaitu sebanyak 3 pasien (11,5%) Distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus berdasarkan jenis penyakit periodontal dan jenis kelamin ditemukan gingivitis pada pasien laki-laki sebanyak 3 pasien dan periodontitis sebanyak 9 orang sedangkan pada perempuan gingivitis ditemukan sebanyak 10 orang dan periodontitis ditemukan sebanyak 4 orang. (Tabel 8) Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 28 Tabel 8. Distribusi frekuensi penyakit periodontal (gingivitis dan periodontitis) berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Diagnosis Total Periodontitis Gingivitis persentase Laki-laki 9 3 12 Perempuan 10 4 14 Total 19 7 26 Keterangan : penyakit periodontal paling banyak ditemukan pada perempuan dengan periodontitis 10 orang dan gingivitis 4 orang. Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 29 BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di RSGM FKG USAKTI untuk mengetahui distribusi frekuensi penyakit periodontal pada penderita DM yang datang ke RSGM FKG USAKTI tahun 2006-2012 berdasarkan kartu status. Jumlah populasi ditemukan sebanyak 26 orang terdiri dari 12 laki-laki dan 14 perempuan. Penelitian juga dilakukan di RSAB Harapan Kita, tetapi di rumah sakit tersebut tidak ditemui data secara detail mengenai diagnosis penyakit umum maupun penyakit periodontal yang diderita oleh pasien, begitu juga tanda-tanda klinisnya. Sehingga data-data yang digunakan hanya yang diambil dari RSGM FKG USAKTI. Berdasarkan hasil penelitian, penyakit periodontal pada penderita diabetes lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan lak-laki. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena perempuan lebih banyak datang untuk memeriksakan keadaan kesehatan rongga mulutnya ke Rumah sakit dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki kenungkinan disebabkan karena bekerja, sehingga tidak sempat untuk memeriksakan kesehatan rongga mulut. Penyakit periodontal jenis periodontitis pada penderita diabetes melitus berdasarkan usia paling banyak terjadi pada usia 40-44 tahun dan 50-54 tahun. Hal tersebut kemungkinan adalah karena ketidakakuratan data yang ada, atau mungkin untuk pasien yang sudah lanjut usia tidak menyempatkan diri memeriksakan kesehatan gigi. Gingivitis pada penderita diabetes melitus lebih banyak ditemukan pada usia di bawah 40 tahun. Hal ini kemungkinan pasien lebih baik dalam menjaga kebersihan mulutnya sehingga, dan juga KGD yang terkontrol. Diabetes melitus yang tidak terkontrol akan memperberat terjadinya periodontitis. Hal ini disebabkan karena diabetes melitus menyebabkan terjadinya hiposalivasi dengan kebersihan mulut yang tidak baik yang menyebabkan terjadinya penumpukan plak dan kalkulus pada gigi. Kebersihan mulut yang buruk akan menyebabkan Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 30 terjadinya gingivitis yang jika terus dibiarkan akan berkembang menjadi periodontitis. Selain itu, adanya gingivitis yang tidak berkembang menjadi periodontitis pada penderita DM menunjukkan bahwa pasien melakukan kontrol plak atau menjaga kebersihan mulutnya dengan baik. Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah penderita DM tidak menyadari bahwa dia menderita DM dan juga tidak baik dalam menjaga kebersihan mulutnya Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian epidemiologi yang menunjukkan bahwa penyakit periodontal lebih banyak terjadi pada kelompok usia yang lebih tua daripada di kelompok muda. Hal ini merupakan akibat dari kerusakan jaringan kumulatif seumur hidup yang mempengaruhi kerentanan periodontal. Rata-rata prevalensi dan tingkat keparahan periodontitis, meningkat pada usia 40-60 tahun. Dari hasil penelitian ini menunjukkan tingkat terjadinya penyakit periodontal pada penderita DM yang datang ke Klinik Periodonti RSGM FKG USAKTI tahun 2006-2012 paling banyak dijumpai pada usia 50-54 tahun dan 40-44 tahun yaitu sebesar 15,4%. Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 31 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis kartu status pasien yang dirawat di Klinik Periodonti RSGM USAKTI periode 2006 hingga 2013 dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Dari sejumlah pasien penyakit periodontal, ditemui wanita sebanyak 14 kasus dan laki-laki sebanyak 12 kasus 2. Jumlah pasien wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki 3. Distribusi penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus dengan usia di atas 40 tahun lebih banyak dibandingkan usia di bawah 40 tahun. 4. Distribusi penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus berdasarkan jenis penyakit periodontal ditemukan jenis periodontitis sebanyak 19 kasus dan gingivitis sebanyak 7 kasus. Berdasarkan hasil yang ditemukan, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus lebih banyak terdapat pada perempuan, dengan usia diatas 40 tahun dan penyakit periodontal jenis periodontitis lebih banyak daripada Gingivitis. B. Saran Setiap Rumah Sakit Gigi dan mulut sebaiknya melakukan pencatatan data pasiennya secara lengkap disertai diagnosisnya, terutama untuk kasuskasus penyakit periodontal yang berkaitan dengan faktor sistemik. Menentukan diagnosis pasien dengan tepat dapat membantu perawatan pasien secara komprehensif. Selain itu data yang lengkap dapat digunakan mengevaluasi penyakit pasien dan juga berguna sebagai bahan atau sumber penelitian. Distribusi Penyakit Periodontal pada Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Hera Ratih Novie Dwita Sinaga 32