Penetapan dan Proyeksi Tingkat Suku Bunga Bank

advertisement
Trikonomika
Volume 11, No. 2, Desember 2012, Hal. 148–159
ISSN 1411-514X
Penetapan dan Proyeksi Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (BI-Rate)
Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Lella N Q Irwan
Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan, Bandung
Jalan Tamansari 6-8 Bandung 40116
E-Mail: [email protected]
ABSTRACT
Since July 2005, the determination of the interest rate of Bank Indonesia (BI-rate) has been responded
positively by national banks. The effect of Bank Indonesia monetary policy on interest rates and the real sector
applies or valid at national and regional levels. The determination of which are often the adjustment of the
interest rate can be seen as a signal for the market indicates the direction of the other interest rates movement,
The increase or decrease of the BI-rate will affect the inter-bank interest rate and the time deposit interest
rate that results the changes of the mortgage interest rates. Thus, the BI-rate could signify the government
expectation of the banks to encourage the real sector to boost the economic growth in Indonesia. The purpose
of this research is to understand the determination or the adjustment and the forecast of the BI-rate, also the
causal relationship between the BI-rate and the economic growth rate in Indonesia. This research shows that,
until 2015, the forecast of the BI-rate and the economic growth rate in Indonesia have the tendency to increase.
Meanwhile, according to the results of causality test indicates that the BI-rate does not have a direct causal
relationship with economic growth. Despite it is indicated that the BI-rate is going one-way relationship to the
rate of economic growth in Indonesia, meaning that the BI-rate lead to economic growth while the economic
growth can not directly push the changes of the BI-rate.
Keywords: interest rate, causality, economic growth.
ABSTRAK
Penetapan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI-rate) sejak bulan Juli tahun 2005 direspon positif oleh
perbankan nasional. Penetapan tingkat suku bunga ini dapat dipandang sebagai isyarat bagi pasar akan arah
pergerakan bagi tingkat suku bunga lainnya. Kenaikan atau penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia
(BI-rate) akan mempengaruhi tingkat suku bunga antar bank dan tingkat suku bunga deposito yang berakibat
pada perubahan suku bunga kredit. Dengan demikian BI-rate tersebut memberi sinyal bahwa pemerintah
mengharapkan pihak perbankan dapat menggerakkan sektor riil untuk dapat mendorong laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Penelitian bertujuan untuk mengetahui penetapan dan proyeksi tingkat suku bunga Bank
Indonesia (BI-rate) serta hubungan kausalitas antara BI-rate dengan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sampai tahun 2015 proyeksi BI-rate dan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
diperkirakan ada kecenderungan meningkat. Hasil uji kausalitas menunjukkan bahwa BI-rate tidak mempunyai
hubungan kausal langsung dengan pertumbuhan ekonomi. Walaupun demikian terjadi hubungan satu arah
dari BI-rate terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, artinya BI-rate dapat menstimulus pertumbuhan
ekonomi sementara pertumbuhan ekonomi tidak dapat secara langsung mendorong perubahan BI-rate.
Kata Kunci: tingkat suku bunga, hubungan kausalitas, laju pertumbuhan ekonomi.
148
PENDAHULUAN
Tingkat suku bunga Bank Indonesia (SBI)
atau
BI-rate adalah suku bunga instrumen sinyaling Bank
Indonesia (BI) merupakan suku bunga kebijakan
moneter (policy rate), digunakan sebagai acuan
dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter
untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku
bunga SBI satu bulan hasil lelang Operasi Pasar
Terbuka (OPT) yaitu suku bunga instrumen liquidity
adjustment berada di sekitar BI-rate. BI-rate
diimplementasikan melalui OPT untuk SBI dengan
tenor satu bulan. Level BI-rate ditetapkan dalam
Rapat Dewan Gubernur (RDG) triwulanan yang
berlaku selama triwulan berjalan, kecuali ditetapkan
berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang
sama. BI secara periodik untuk jangka waktu
tertentu mengumumkan BI-rate kepada publik segera
setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance
kebijakan moneter yang lebih tegas dalam merespon
prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan (BI,
2009). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian
likuiditas di pasar, operasi moneter harian melalui
instrumen Fine Tune Operations (FTO) dilakukan
dengan underlying instruments.
Sebagai pemegang otoritas moneter tertinggi,
BI mempunyai tugas menjaga stabilitas ekonomi,
diantaranya ada dua aspek penting yaitu BI-rate yang
berkaitan langsung atau tidak langsung dengan inflasi
dan stabilitas nilai tukar rupiah. Suatu perekonomian
dapat dikatakan stabil apabila kedua indikator ini
dapat dikendalikan dalam sistem yang moderat.
BI-rate diimplementasikan melalui OPT untuk
SBI satu bulan. Hal ini disebabkan SBI satu bulan telah
dipergunakan sebagai benchmark oleh perbankan
dan pelaku pasar di Indonesia, bahkan penggunaan
SBI satu bulan sebagai sasaran operasional akan
memperkuat sinyal respon kebijakan moneter yang
ditempuh BI. Disamping itu dengan perbaikan
kondisi perbankan dan sektor keuangan SBI satu
bulan mampu mentransmisikan kebijakan moneter ke
sektor keuangan dan ekonomi.
Konsistensi kebijakan moneter dapat dilihat
pada perubahan BI rate. Pertama, kenaikan BI-rate
dilakukan apabila prakiraan inflasi secara persisten
cenderung bergerak keatas atau berada di atas kisaran
sasaran inflasi. Kedua, p���������
enurunan BI-rate dilakukan
apabila prakiraan inflasi berada di bawah kisaran
sasaran inflasi.� Ketiga, BI-rate tidak berubah apabila
prakiraan inflasi secara persisten berada di antara
kisaran sasaran inflasi.� �����������������������������
Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi inflasi yang terlalu merugikan, khususnya bagi
sektor riil Inflasi yang merugikan seringkali terjadi
karena buruknya penataan kebijakan moneter di suatu
negara (Christiano, L.J., 2003).
Posisi ��������������������������������������
BI seringkali
�����������������������������������
������������������������
dilematis, di satu sisi
kenaikan BI-rate akan memicu persoalan di sektor riil,
karena kenaikan
��������� BI-rate ������������������������
akan mendorong
�������������������
kenaikan
suku bunga dana antar bank dan suku bunga deposito�
yang�������������������������������������������
mengakibatkan kenaikan suku bunga kredit��,�
sementara jika BI-rate diturunkan dikhawatirkan
akan memicu pelarian dana jangka pendek yang
�����
akan mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah�����
dan
pertumbuhan ekonomi�.
Pertumbuhan ekonomi (economic growth)
dapat menerangkan dan sekaligus mengukur prestasi
perkembangan suatu perekonomian, merupakan target
yang ingin dicapai oleh perekonomian dalam jangka
panjang. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi berarti
terjadi perkembangan kegiatan dalam perekonomian
yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi
oleh masyarakat bertambah, sehingga kemakmuran
masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi
dalam arti luas adalah proses peningkatan produksi
barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat,
pertumbuhan menyangkut perkembangan yang
berdimensi tunggal dan diukur dengan meningkatnya
hasil produksi dan pendapatan.�
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya
yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena
penduduk bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi
juga bertambah. Hal ini hanya bisa didapat lewat
peningkatan output agregat barang dan jasa atau
produk domestik bruto (PDB) setiap tahun. Untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus di­
bandingkan pendapatan nasional yang merujuk pada
PDB dari tahun ke tahun. Dalam membandingkannya,
perubahan nilai pendapatan nasional yang dinyatakan
dalam PDB dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh faktor
perubahan tingkat kegiatan ekonomi dan perubahan
harga-harga (Sukirno, 2004: 19). Secara sederhana
rumusan perhitungan pertumbuhan ekonomi dapat
dinyatakan dengan:
∆� PDB
���� =
�� (PDB
����t – PDBt–1)/PDBt–1 × 100%
Catatan:
∆ PDB= Laju Pertumbuhan Ekonomi atas dasar
perubahan PDB (%)
PDBt= nilai PDB tahun t
PDBt–1 = nilai PDB tahun sebelumnya
Penetapan dan Proyeksi Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (BI-Rate)
Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
149
Menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara
tidak terlepas dari teori pertumbuhan ekonomi yang
melandasinya. Banyak teori pertumbuhan ekonomi ini,
diantaranya Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik¸ dari
Adam Smith (Jhingan, 2002, 196), yang menerangkan
pertumbuhan bersifat kumulatif, artinya jika ada
pasar yang cukup dan akumulasi kapital, maka akan
ada pembagian kerja dengan produktivitas tenaga
kerja meningkat. ��������������������������������
Pentingnya perana kapital dalam
pertumbuhan ekonomi telah dikemukakan sejak era
sebelum Keynes. Dengan tanpa keraguan, hampir
semua negara sekarang ini masih menggantungkan
pembangunan negaranya pada akumulasi kapital
dengan cara meningkatkan investasi relatif terhadap
output (Ahortor et al., 2009). Adapun
���������������
menurut
Teori Pertumbuhan Neo Klasik, perkembangan
ekonomi dapat diterangkan secara sederhana dari
akumulasi kapital yang merupakan faktor penting
dalam pembangunan ekonomi. Perkembangan
ekonomi merupakan proses gradual yang merupakan
proses harmonis dan kumulatif, disamping itu aspek
internasional merupakan faktor dari perkembangan.
Menurut Neo-Klasik dari Solow, tingkat bunga
dan tingkat pendapatan menentukan tingginya
tingkat tabungan. ���������������������������������
Terdapat hubungan negatif antara
tingkat investasi dengan tingkat suku bunga (Liviu
Albu, 2006). �������������������������������������
Pada tingkat tertentu, tingkat bunga
akan menentukan tingginya tingkat investasi. Jika
tingkat bunga rendah, maka investasi akan tinggi
dan sebaliknya. Apabila permintaan terhadap
investasi berkurang maka tingkat bunga turun dan
harga barang-barang kapital turun, hasrat menabung
turun. Pada tingkat ini, akumulasi modal berakhir,
dan perekonomian statis. Perkembangan teknologi,
merupakan salah satu faktor pendorong kenaikan
pendapatan nasional. Menurut Neo-Klasik, faktor
utama yang menentukan pertumbuhan adalah
kemajuan ekonomi dan berkembangnya kemahiran
atau keterampilan tenaga kerja.
Selain teori tersebut, ada juga analisis per­
tumbuhan endogen atau proses pertumbuhan GNP
yang bersumber dari suatu sistem yang mengatur
proses produksi, yaitu Teori Pertumbuhan Baru.
Teori ini kontras dengan teori neoklasik tradisional,
model-model pertumbuhan endogen menyatakan
bahwa pertumbuhan GNP itu merupakan suatu
konsekuensi alamiah atas adanya ekuilibrium jangka
panjang. Motivasi pokok tumbuhnya teori baru ini
150
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
adalah untuk menjelaskan ketimpangan pertumbuhan
ekonomi antar negara dan alasan bahwa konsep
pertumbuhan itu sendiri sangatlah penting. ������
Teori
endogenous growth memegang prinsip bahwa
investasi sumberdaya manusia, inovasi dan ilmu
pengetahuan secara signifikan berkontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi (Romer, 1994).
METODE
Metode yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif kuantitatif dan analisis kualitatif. ���������
Analisis
deskriptif kuantitatif digunakan untuk melakukan
pengukuran terhadap suatu variabel dan mencari
hubungan antara satu variabel dengan variabel
lainnya, sedangkan analisis kualitatif untuk melakukan
pengujian secara teoritis dari para ahli yang relevan
dengan masalah yang diteliti.
Data yang digunakan adalah data sekunder��������
berupa
data runtut waktu bulanan yang didasarkan������
pada
informasi data yang diterbitkan institusi resmi yang
sah dan valid dalam penerbitannya, antara lain Badan
Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI).
Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average)
Secara matematis, rata-rata bergerak sederhana
ditunjukan sebagai berikut:
Rata-rata bergerak =
å permintaan data n periode sebelumnya
n
Catatan:
n = jumlah periode dalam rata-rata bergerak.
Proyeksi Trend
Untuk mengembangkan garis trend liniear
dengan metode statistik, dapat digunakan metode
kuadrat terkecil (least-square method). Persamaan
matematisnya:

y = a + bx
Catatan:

y (disebut “y topi”) = nilai variabel yang dihitung
untuk diprediksi
a = perpotongan sumbu y
b = slope atau kelandaian garis regresi
x = variabel bebas (dalam hal ini waktu)
Lella N Q Irwan
Ahli statistik mengembangkan persamaan yang bisa
digunakan untuk memperoleh nilai a dan b untuk
garis regresi. Kelandaian b diperoleh dari:
b=
å xy - n x y
å x -n x
2
2
Catatan:
b = kelandaian garis regresi
x = nilai variabel bebas
y = nilai variabel tidak bebas
x = rata-rata nilai x

y = rata-rata nilai y
n = jumlah titik data atau observasi
M������
etode Box-Jenkins (diambil dari nama penemu
konsep ARIMA) dilakukan dengan tahapan yang di
mulai dari p����������������������������������������
engidentifikasian model, pengestimasian
parameter model, pengujian model atau diagnosa
model dilanjutkan dengan pengeluaran model untuk
perkiraan atau peramalan.
Asumsi dasar dari metode ini adalah data
harus stasioner. Jika data tidak stasioner misalnya
data mengandung pola trend dan musiman, maka
data harus distasionerkan terlebih dahulu. Metode
yang digunakan untuk menstasionerkan data adalah
dengan metode pembedaan (differencing). Data hasil
proses differencing harus memenuhi asumsi data
autokorelasi.
ARIMA merupakan gabungan model time
series yang mencakup model autoregressive (AR)
dan Moving Average (MA). Proses pembedaannya
mencakup faktor tidak musiman dan musiman
ditambah dengan proses autoregressive dan moving
average. ��������������������������������������
Model ARIMA models dapat dipergunakan
untuk data runtun waktu yang stasioner, di mana nilai
tengah, variance dan fungsi autokorelasi cenderung
ettap sepanjang waktu. Model ini sangat cocok untuk
data runtun waktu dengan karakteristik trand yang
kuat, random, seasonal dan nonseasonal runtun waktu
(El-Mefleh, 2008). ������������������
Secara umum model ������
ARIMA
ditampilkan sebagai berikut:
Model Autoregresif (AR) menunjukkan BI-ratet
sebagai fungsi linier dari sejumlah BI-ratet aktual
sebelumnya, yaitu dinyatakan dalam formulasi:
BIRate = b0 + b1 BIRatet–1 + b2BIRatet–2 + ... + bn
BIRatet–n + et ........................................ (1)
Catatan:
BIRatet= tingkat suku bunga Bank Indonesia atau
BI-rate
BIRatet–1, BIRatet–2, BIRatet–n = variabel bebas yang
merupakan lag dari variabel terikat
b0, b1, bn= koefisien regresi
e= residual
Metode MA dapat diformulasikan ke dalam
model rata-rata bergerak, MA(q) yang meramalkan
nilai BI-ratet berdasarkan kombinasi kesalahan linier
masa lampau (lag) atau:
BIRatet = W0 – W1 et–1 – W2 et–2 – ... – Wn et–n
+ et ........................................................ (2)
Catatan:
BIRatet = variabel terikat
et–1, et–2, et–n= variabel bebas yang merupakan lag
dari variabel terikat
W0, W1, Wn = bobot
e
= residual
Persamaan (1) sama dengan persamaan (2),
bedanya variabel dependen tergantung dari residual
pada periode sebelumnya dan bukan variabel itu
sendiri. Koefisien bobot yang negatif hanyalah suatu
kebiasaan meskipun nilai bobot bias positif maupun
negatif. Jumlah W1 + W2 + ... + Wn tidak perlu
sama dengan 1, dan nilai W1 tidak bergerak dengan
bertambahnya observasi. Nilai rata-rata µ untuk
MA(q) sama dengan nilai konstanta (W0) di dalam
model karena E(et) = 0 untuk semua nilai t.
ARIMA merupakan model yang lebih baik
daripada model AR atau MA saja. Untuk menentukan
model variabel yang penjelasnya dianggap baik
untuk memprediksi ketidakpastian di masa yang akan
datang digunakan RMSE (Root of mean squared
error), (Kuncoro, 2004). RMSE merupakan akar dari
nilai rata-rata kuadrat kesalahan (MSE).
MSE= SSE/(n–k)
RMSE = MSE
Proses identifikasi akan dilakukan untuk
menentukan derajat AR dan MA, dengan ketentuan
ketika otokorelasi menurun secara eksponsial
mendekati 0, maka model tersebut adalah AR. Model
MA akan tepat bila otokorelasi parsial menurun
Penetapan dan Proyeksi Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (BI-Rate)
Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
151
secara eksponensial menjadi nol, dengan orde
jumlah otokorelasi yang signifikan secara statistik.
Model ARIMA adalah merupakan model terbaik
bila otokorelasi maupun otokorelasi parsial menurun
secara eksponensial menjadi nol.
Metode yang digunakan untuk pemilihan model
ARIMA melalui correlogram, yaitu Autocorrelation
Function (AC) dan Partial Autocorrelation (PAC).
Berdasarkan informasi nilai-nilai pada AC dan PAC
tersebut, kita dapat menentukan model yang tepat
untuk menentukan proyeksi.
Model Granger Test
Granger test diperlukan karena terdapat
kemungkinan dalam sebuah persamaan tunggal,
variabel Yt ditentukan oleh variabel Xt namun dapat
juga sebaliknya Xt juga ditentukan oleh variabel Yt
sehingga dalam hal ini terjadi hubungan dua arah
(Seith, 2007)�����������������������������������
. Dalam penggunaan metode Granger,
dibentuk dua model regresi berdasarkan dua perangkat
time series:
Xt = a1 +
Yit = a2 +
m
å
i =1
r
å
i =1
ai Xt–1 +
ai Xt–1 +
n
å
j=1
n
å
j=1
bj Yit–j + µt ............ (3)
bj Yit–j + µt ........... (4)
Catat���
an:
Yi= BI-rate
Xi= Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa
variabel BI-rate sekarang (Yt) berhubungan dengan
variabel-variabel di masa lalu dan laju pertumbuhan
ekonomi (Xt).
Selanjutnya untuk dapat mendalami kausalitas
antara BI-rate dan laju pertumbuhan ekonomi, maka
uji hubungan sebab akibat dalam penelitian ini
menggunakan persamaan:
Xt= a + a1Xt–1 + a2Yt + e1 ..................................... (5)
Yt = b + Yt–1 + b2Xt + e2 ....................................... (6)
Catatan:
Y= BI-rate
X= Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Yt–1 = BI-rate����
lag 1 tahun
Xt–1 = LPE lag 1 tahun
t = tahun ke-t
152
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
Uji F-statistik
Untuk melihat hubungan antara BI-rate dan laju
pertumbuhan ekonomi, maka uji hubungan sebab
akibat dilakukan dengan F statistik.
Ho : Z1 = 0 ............................................................. (7)
Ho : Z2 = 0 ............................................................. (8)
Jika Ho : Z1 = 0 ditolak dan Z1 > 0 maka
dapat disimpulkan bahwa BI-rate menyebabkan
pertumbuhan ekonomi, dan jika Z1 < 0, maka
BI-rate menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Jika
Ho : Z2 = 0, ditolak maka hubungan sebab akibat terjadi
sebaliknya. Selanjutnya dihitung F-uji berikut:
F=
( RSS R - RSSUR ) / Kt
RSSUR / (n - k )
Setelah itu, dib�����������������������������������
andingkan antara nilai statistik F
dengan nilai kritis F yang dipilih dengan menggunakan
level signifikan tertentu. Jika F lebih besar daripada
Ft, maka hipotesis nol ditolak, artinya ada hubungan
antara BI-rate dengan laju pertumbuhan ekonomi.
HASIL
Proyeksi tingkat suku bunga Bank Indonesia
(BI-rate) menggunakan model estimasi AutoRegressive Moving Average (ARIMA) melalui
correlogram, yaitu Autocorrelation Function
(AC) dan Partial Autocorrelation (PAC). Untuk
menentukan ordo maksimal AR(p) dan MA(q) dapat
dilihat dari banyaknya koefisien autokorelasi yang
signifikan berbeda dari nol. ����������������������
Dalam penelitian ini,
ordo maksimal dari AR dan ordo maksimal dari MA
ditunjukkan dalam Tabel 1.
Berdasarkan nilai-nilai pada AC dan PAC
menunjukkan bahwa model yang tepat untuk variabel
BI-rate adalah mengikuti pola AR(1) karena turun
drastis setelah lag 1 (PAC). Sementara
������������������������
pola MA tidak
sesuai untuk kasus ini karena koefisien AC menurun
secara geometris.
Untuk menguji kelayakan model dengan mencari
yang terbaik yaitu mendapatkan model yang memiliki
goodness of fit terbaik sebagaimana terlihat dari nilai
F dan R2 tertinggi dan nilai t statistik yang signifikan.
Hasil ARIMA (1,0,0), dan ARIMA (0,0,1) dirangkum
dalam Tabel 2.
Lella N Q Irwan
Tabel 1. Korelogram BI-rate
Periode 2005.3-2009.4
Sample: 1 18
Included observations: 18
Autocorrelation
Partial Correlation
AC
PAC
Q-Stat
Prob
. |****** |
. |****** |
1
0.817
0.817
14.137
0.000
. |**** |
.***| . |
2
0.519
–0.446
20.205
0.000
. |** . |
. *| . |
3
0.214
–0.131
21.306
0.000
. | . |
. |* . |
4
0.003
0.078
21.307
0.000
. *| . |
. |* . |
5
–0.062
0.161
21.414
0.001
. *| . |
. *| . |
6
–0.070
–0.154
21.561
0.001
. | . |
. | . |
7
–0.043
0.022
21.620
0.003
. | . |
. | . |
8
–0.031
–0.040
21.656
0.006
. | . |
. |* . |
9
–0.023
0.069
21.678
0.010
. | . |
. *| . |
10
–0.047
–0.155
21.776
0.016
. *| . |
.***| . |
11
–0.160
–0.327
23.099
0.017
. *| . |
. |**** |
12
–0.184
0.471
25.129
0.014
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Tabel 2. Hasil Estimasi ARIMA Variabel BI-rate
Model Konstanta
ARIMA
6.540976
(1,0,0)
AR(1)
MA(1)
R2
0.927511
(7.025421)
ARIMA
9.146579
(0,0,1)
F
0.766923 49.35655
0.938051
(6.170475)
0.651542 29.91657
Keterangan: Angka dalam kurung adalah nilai statistik t
Sumber: Hasil Estimasi Model
Berdasarkan Tabel 2. dapat disimpulkan bahwa
model ARIMA (1,0,0) merupakan model terbaik
dibandingkan ARIMA (0,0,1) berdasarkan goodness
of fit, sehingga kemudian digunakan model tersebut
sebagai dasar perkiraan variabel BI-rate di Indonesia
tahun 2010-2015.
Sample: 2000 – 2008
Estimasi Variabel Laju Pertumbuhan Ekonomi
(LPE) digunakan Hasil estimasi model ARIMA
melalui correlogram, yaitu Autocorrelation Function
(AC) dan Partial Autocorrelation (PAC), untuk
variabel LPE ditunjukkan dalam Tabel 3.
Berdasarkan nilai-nilai pada AC dan PAC
menunjukkan bahwa model yang tepat untuk laju
pertumbuhan ekonomi adalah mengikuti pola AR(1)
karena turun drastis setelah lag 1 (PAC). Sementara
����������
pola MA tidak sesuai untuk kasus ini karena koefisien
AC menurun secara geometris. Langkah selanjutnya
adalah menguji kelayakan model dengan mencari
model terbaik. Model terbaik memiliki goodness
of fit terbaik sebagaimana terlihat dari nilai F dan
R2 tertinggi dan nilai t statistik yang signifikan. Hasil
ARIMA (1,0,0), dan ARIMA (0,0,1) dapat dilihat
dalam Tabel 4.
Tabel 3. Korelogram Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Periode 2005.3–2009.4
Included observations: 9
Autocorrelation
Partial Correlation
AC
PAC
Q-Stat
Prob
. |***** |
. |***** |
1
0.645
0.645
5.1410
0.023
. |** . |
. *| . |
2
0.323
–0.158
6.6154
0.037
. | . |
. *| . |
3
0.049
–0.158
6.6546
0.084
. *| . |
. *| . |
4
–0.183
–0.186
7.3187
0.120
. ***| . |
. *| . |
5
–0.352
–0.177
10.384
0.065
. ***| . |
. *| . |
6
–0.400
–0.079
15.662
0.016
. ***| . |
. *| . |
7
–0.357
–0.059
21.955
0.003
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Penetapan dan Proyeksi Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (BI-Rate)
Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
153
Tabel 4. Hasil Estimasi ARIMA
Variabel Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Model Konstanta
ARIMA
(1,0,0)
5.145478
ARIMA
(0,0,1)
5.550332
AR(1)
MA(1)
0.851841
(5.313871)
R2
F
0.653077 28.23723
0.997179
0.627326 26.93301
(6.709010)
Keterangan: Angka dalam kurung adalah nilai statistik t
Sumber: Hasil Estimasi Model
Berdasarkan Tabel 4. dapat disimpulkan bahwa
model ARIMA (1,0,0) merupakan model terbaik
dibandingkan ARIMA (0,0,1), berdasarkan goodness
of fit, sehingga kemudian digunakan model tersebut
sebagai dasar perkiraan pertumbuhan ekonomi
Indonesia dalam beberapa tahun kedepan.
Setelah mendapatkan model ARIMA yang tepat,
maka tahap terakhir adalah prediksi. Prediksi terhadap
variabel BI-rate dan laju pertumbuhan ekonomi
sampai tahun 2015 diawali dengan menghitung hasil
proyeksi dengan menggunakan teknik Box-Jenkin
yang�������������������
mensyaratkan data time series yang stasioner,
karena kalau tidak maka akan menyebabkan spurious
regression�. Uji yang digunakan untuk melihat
stasionaritas data dalam penelitian ini adalah metode
Unit Root Test. Adapun hasil uji stationeritas data
diperoleh seperti Tabel 5.
BI-Rate
LPE
ADF test
Statistik
5.461749
4.434658
BI-rate (Aktual)
BI-rate F (Proyeksi)
2009.1
7,750
7,750
2
7,000
7,000
3
6,500
6,500
4
6,500
6,503
2010.1
6,506
2
6,508
3
6,511
4
6,513
2011.1
6,515
2
6,517
3
6,519
6,520
6,522
t-statistik
2
6,523
ADF
3
6,524
α = 1%
–4.582648
4
6,526
α = 5%
–3.320969
2013.1
6,527
α = 10%
–2.801384
2
6,528
3
6,529
4
6,530
2014.1
6,530
2
6,531
3
6,532
4
6,533
2015.1
6,533
2
6,534
3
6,534
4
6,535
Nilai Kritis
Berdasarkan hasil uji akar unit dengan berpatokan
pada nilai batas kritis dan hasil hipotesis dengan
kenaikan tingkat pengujian bertahap dapat dilihat
pada Tabel 5. tersebut, BI-rate dan Laju Pertumbuhan
Ekonomi (LPE) stasioner pada level hasil pengujian
ADF (Augmented Dickey-Fuller) yang mempunyai
nilai negatif sehingga jika diambil nilai absolutnya
menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan nilai
kritis dari tabel kritis MacKinnon. Syarat variabelvariabel terkointegrasi adalah seluruh variabel harus
terintegrasi pada derajat yang sama. Oleh karena itu jika
Trikonomika
Tahun
4
Sumber: Hasil Pengolahan
154
Tabel 6. Hasil Proyeksi BI-rate Periode 2009–2015
2012.1
Tabel 5. Hasil Uji Akar Unit ADF Pada Derajat Nol
Variabel
dilihat pada tingkat first-difference variabel-variabel
diatas stasioner pada tingkat yang sama karena negatif
(nilai absolutnya lebih besar) bila dibandingkan dengan
tabel kritis MacKinnon.
Setelah dicapai time series yang stasioner,
dilanjutkan dengan penentuan orde proses
Autoregressive dan Moving Average (ARIMA). Untuk
menentukan nilai orde ini digunakan AC dan PAC dari
time series yang stasioner. Prediksi terhadap variabel
BI-rate (disajikan dalam Tabel 6.) dan laju pertumbuhan
ekonomi sampai tahun 2015 (disajikan dalam
Tabel 7.).
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
Sumber: Hasil Pengolahan
Lella N Q Irwan
Tabel 6 menunjukkan proyeksi BI-rate pada
periode 2010–2015, akan terus meningkat dari
triwulan ke triwulan setiap tahunnya. Tetapi jika
melihat kecenderungan BI-rate untuk beberapa
waktu ke depan masih relatif konstan yang bergerak
pada kisaran 6,50% sampai dengan 6,53%. Proyeksi
BI–rate yang cenderung bergerak pada kisaran yang
relatif stabil tersebut tidak terlepas dari pergerakan
variabel ekonomi makro terutama laju pertumbuhan
ekonomi yang diproyeksikan tumbuh dalam beberapa
tahun ke depan, seperti dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Proyeksi
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)
Periode 2009–2015
Tahun
LPE (Aktual)
LPE F (Proyeksi)
2009.1
4,530
4,530
2
4,300
4,300
3
4,250
4,250
4
4,550
4,383
2010.1
4,496
2
4,592
3
4,674
4
4,744
2011.1
4,803
2
4,854
3
4,897
4
4,934
2012.1
4,965
2
4,992
3
5,015
4
5,034
2013.1
5,051
2
5,065
3
5,077
4
5,087
2014.1
5,096
2
5,103
3
5,109
4
5,115
2015.1
5,119
2
5,123
3
5,126
4
5,129
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 7. menunjukkan proyeksi laju pertumbuhan
ekonomi (LPE) Indonesia pada periode 2009–2015,
diperkiraan akan terus meningkat dalam setiap
triwulannya. Tetapi jika melihat pergerakan LPE
yang cenderung konstan mengindikasikan bahwa
LPE masih dapat diharapkan bisa meningkat di atas
6% untuk beberapa waktu ke depan.
Selanjutnya untuk mengetahui hubungan
kausalitas antara BI-rate dan Laju Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia digunakan Uji Granger Causality,
yang di awali dengan Granger causality test yaitu
melakukan pengujian nilai lag (efek tunda) optimum
��������
terlebih dahulu. ���������������������������
Berdasarkan hasil estimasi granger
causality antara kedua variabel tersebut didapat nilai
lag optimum sebanyak 3 lag. Penentuan jumlah lag
optimum dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria
Schwarz Information Criterion (SC) dan Akaike
Information Criterion (AIC) yang menginformasikan
bahwa semakin rendah nilai Schwarz dan Akaike
maka semakin optimum jumlah lag yang digunakan.
Namun demikian hasil estimasi menunjukkan bahwa
terjadinya hubungan yang signifikan antara BI-rate
dengan laju pertumbuhan ekonomi hanya terjadi
pada lag 2 sedangkan pada lag 1, dan 3 tidak terjadi.
Dengan demikian analisis hanya difokuskan pada
hasil Granger Test dengan lag 1, 2, dan 3.
Tabel 8. Hasil Uji Kausalitas Granger
(times lag 1 triwulan)
Null Hypothesis:
Obs
F-stat
Prob
Ket
17
0.26883
0.61222
Ho diterima
0.42969
0.52277
Ho diterima
LPE does not Granger
Cause BI-rate
BI-rate does not Granger
Cause LPE
Sumber: Hasil Regresi
Dari Tabel �������������������������������������
8., dilakukan pengujian dengan uji F
untuk mengetahui hubungan antara LPE dengan BIrate, diperoleh F_hitung sebesar 0,26883 dan prob
sebesar 0,612, maka Ho diterima atau H1 ditolak,
artinya LPE tidak memiliki hubungan dengan
BI-rate.
Tabel 9. Hasil Uji Kausalitas Granger
(times lag 2 triwulan)
Null Hypothesis:
Obs
F-stat
Prob
Ket
16
4.15539
0.04793
Ho ditolak
0.17075
0.84523
Ho diterima
LPE does not Granger
Cause BI-rate
BI-rate does not Granger
Cause LPE
Sumber: Hasil Regresi
Penetapan dan Proyeksi Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (BI-Rate)
Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
155
Berdasarkan data pada Tabel 9. kemudian
dilakukan pengujian dengan uji F untuk mengetahui
hubungan LPE dengan BI-rate. Hasil diperoleh
F-hitung sebesar 4,155 dan prob sebesar 0,047, jadi
H0 ditolak atau H1 diterima, artinya LPE memiliki
hubungan dengan BI-rate.
Tabel 10. Hasil Uji Kausalitas Granger
(times lag 3 triwulan)
Null Hypothesis:
Obs
F-stat
Prob
Ket
15
0.14269
0.93150
Ho diterima
0.41702
0.74568
Ho diterima
LPE does not Granger
Cause BI-rate
BI-rate does not Granger
Cause LPE
Sumber: Hasil Regresi
Berdasarkan hasil pada Tabel 10. dilakukan
pengujian dengan uji F untuk mengetahui apakah
LPE mempunyai hubungan dengan BI-rate. Ternyata
diperoleh F-hitung sebesar 0,14226 dan prob sebesar
0,931, maka H0 diterima atau H1 ditolak, artinya LPE
tidak memiliki hubungan dengan BI-rate.�
Hasil pengujian
�����������������������������������
dengan menggunakan model
kausalitas untuk mengetahui hubungan timbal balik
antara satu variabel (BI-rate) dengan variabel lainnya
(laju pertumbuhan ekonomi) secara mandiri, ceteris
paribus, dilakukan sehingga dapat dilihat korelasinya.
Berikut ini adalah hasil uji untuk model hubungan
BI-rate dan laju pertumbuhan ekonomi (LPE).
Dari Tabel 11. terlihat bahwa untuk kasus Indonesia
hubungan yang terjadi adalah adanya hubungan dari
BI-rate terhadap laju pertumbuhan ekonomi dan
hubungan terjadi pada lag 2 saja, sedangkan pada
lag 1, dan 3 tidak memiliki hubungan atau pada lag
tersebut BI-rate tidak memiliki hubungan dengan laju
pertumbuhan ekonomi.
PEMBAHASAN
Kebijakan moneter yang merupakan bagian
integral dari kebijakan ekonomi makro, pada umumnya
dilakukan dengan mempertimbangkan siklus kegiatan
ekonomi serta faktor-faktor fundamental ekonomi
lainnya. Dalam pelaksanaannya, strategi kebijakan
moneter dilakukan berbeda-beda dari suatu negara
dengan negara lain, sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dan mekanisme transmisi yang diyakini
berlaku pada perekonomian yang bersangkutan.
Berdasarkan strategi dan trasmisi yang dipilih,
maka dirumuskan kerangka operasional kebijakan
moneter.
Bank Indonesia merencanakan, menyusun,
melakukan penyesuaian pada saat diperlukan dan
membuat proyeksi tingkat suku bunga Bank Indonesia
(BI-rate) sebagai upaya membuat kerangka kebijakan
moneter yang akan menjadi pedoman dalam langkah
usaha yang sesuai dengan perkembangan ekonomi
nasional. Proyeksi pada periode 2010–2015 me­
nunjuk­kan bahwa BI-rate diperkirakan akan terus
meningkat. Walaupun beberapa waktu ke depan
relatif stabil tetapi tidak terlepas dari pergerakan
variabel ekonomi makro terutama laju pertumbuhan
ekonomi (LPE) yang diproyeksikan akan tumbuh
pada kisaran 4 sampai 5% dalam beberapa tahun ke
depan. Proyeksi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
pun akan terus meningkat dari triwulan pertama
ke triwulan berikutnya walaupun diperkirakan
cenderung konstan, belum sesuai harapan. Relatif
stagnantnya hasil proyeksi LPE Indonesia tidak
terlepas dari kondisi ekonomi di berbagai belahan
dunia khususnya Amerika Serikat yang saat ini
pertumbuhan ekonominya kurang memuaskan.
Tabel 11. Hasil Uji Granger Causality
pada Lag 1, 2, dan 3 Triwulan Semua tahun
Negara
Uraian
Hubungan
LPE
Signifikansi
BI-rate
Tidak memiliki hubungan
LPE
Tidak memiliki hubungan
BI-rate
Tidak memiliki hubungan
Lag 1 triwulan
BI-rate
LPE
Indonesia
Lag 2 triwulan
BI-rate
LPE
LPE
Memiliki hubungan
BI-rate
Tidak memiliki hubungan
LPE
Tidak memiliki hubungan
Lag 3 triwulan
BI-rate
Kesimpulan
Tidak terjadi hubungan satu arah dari
LPE terhadap BI-Rate
Terjadi hubungan satu arah dari BI-rate
terhadap LPE Indonesia
Tidak terjadi hubungan satu arah dari
LPE terhadap BI-Rate
Sumber: Hasil Pengolahan
156
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
Lella N Q Irwan
Berdasarkan hasil proyeksi BI-rate, dalam
beberapa tahun ke depan, BI-rate yang merupakan
tingkat suku bunga acuan bagi perbankan nasional,
masih akan bergerak pada kisaran yang stabil,
tidak jauh dari BI-rate saat ini yaitu pada kisaran
6%. Kondisi perekonomian nasional yang belum
sepenuhnya menunjukkan perkembangan yang
signifikan, menjadi salah satu asumsi dasar yang
dapat menyebabkan pergerakan BI-rate masih pada
kisaran tersebut.
Tampaknya, pergerakan BI-rate tidak akan
terlepas dari sejumlah indikator makro ekonomi yang
saat ini diperkirakan tidak akan mengalami perubahan
yang signifikan. Pengalaman masa lalu akan
menjadi pertimbangan bagi otoritas moneter dalam
menetapkan BI-rate. Pengalaman di berbagai negara,
juga di Indonesia, menunjukkan hal tersebut sulit di
capai bahkan bisa kontradiktif. Contoh, kebijakan
moneter yang kontraktif untuk menekan laju inflasi
dapat berpengaruh negatif terhadap laju pertumbuhan
ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan. Hal
����
ini sejalan dengan hasil penelitian Anis Chowdhury
(2004) yang melakukan penelitian di beberapa negara
menunjukkan bahwa iflasi berefek negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. ������
Bahkan pengalaman empiris
menunjukkan bahwa perekonomian bisa memburuk
apabila kebijakan moneternya bertujuan ganda.
Karena itu mayoritas bank sentral termasuk Indonesia
di masa yang akan datang cenderung fokus pada
sasaran tunggal yaitu mewujudkan dan memelihara
stabilitas moneter termasuk di dalamnya BI-rate
dalam jangka panjang.
Dari perkiraan berbagai variabel ��������
ekonomi
dipertimbangkan untuk mengarahkan inflasi di
masa yang akan datang sejalan dengan sasaran laju
pertumbuhan ekonomi.
Jika memperhatikan hasil proyeksi laju
pertumbuhan ekonomi nasional pada kisaran antara
5 sampai 6% dalam beberapa tahun ke depan
menunjukkan kisaran yang tidak jauh berbeda dengan
pergerakan BI-rate. Kondisi ekonomi global yang
masih tertekan dan penuh dengan ketidakpastian
menyebabkan prakiraan keadaan ekonomi dalam
jangka pendek menjadi agak sulit. Tetapi walaupun
demikian Indonesia diperkirakan masih akan menjadi
penggerak ekonomi di kawasan emerging countries
jika perekonomian negara kita cukup baik laju
pertumbuhannya.
Secara teori hubungan antara BI-rate dan
laju pertumbuhan ekonomi (LPE) adalah negatif.
Meningkatnya BI-rate akan menyebabkan laju
pertumbuhan ekonomi turun, karena kenaikan BI-rate
akan direspon oleh perbankan dengan menaikan suku
bunganya termasuk tingkat suku bunga pinjaman.
Jika tingkat suku bunga pinjaman naik maka biaya
modal akan naik, sehingga akan mengurangi aktivitas
di sektor riil yang berarti akan menurunkan laju
pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitiannya Javad
Taherizadeh Anaripour (2011) menunjukkan bahwa
adanya hubungan negatif antara tingkat suku bungan
dan pertumbuhan ekonomi.
Sejalan dengan penerapan sistem nilai tukar
mengambang bebas Bank Indonesia menggunakan
BI-rate sebagai respon kebijakan moneter dan
sasaran operasional. Hasil penelitian Siti Rahmi
Utami (2009) menunjukkan bahwa tingkat suku
bunga mempunyai hubungan positiftetapi tidak
secara signifikan mempengaruhi perubahan nilai
tukar Rupiah terhadap USA Dollar. �����������������
Respon kebijakan
moneter dinyatakan dalam perubahan BI-rate secara
konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis
points (bps) sehingga sinyal kebijakan moneter dapat
ditangkap oleh publik secara jelas.
Peranan Bank menurut jalur Lending channel
dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter, tidak
hanya dilihat dari sisi kewajiban bank melainkan juga
dari sisi aset bank. Sebagai contoh dalam kondisi
kontraksi moneter maka reserve bank akan menurun.
Selanjutnya dengan adanya ketentuan reserve
requirement, maka dana yang tersedia bagi bank
untuk dipinjamkan (bank loans) akan mengalami
penurunan. Di banyak negara, khususnya negaranegara berkembang, ketergantungan terhadap kredit
bank masih sangat besar sehingga menurunnya
kemampuan bank untuk memberikan pinjaman
akan mempengaruhi investasi dan pada akhirnya
mempengaruhi kegiatan perekonomian secara
keseluruhan.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi menunjuk­
kan bahwa kebutuhan masyarakat akan dana cash untuk
kebutuhan investasi maupun transaksi mengalami
kenaikan. Naiknya kebutuhan dana untuk investasi
dapat mencerminkan bahwa aktivitas di sektor riil
mengalami peningkatan. Agar aktivitas di sektor
rill dapat berjalan secara berkesinambungan, maka
direspon oleh otoritas moneter dengan menetapkan
Penetapan dan Proyeksi Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (BI-Rate)
Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
157
suku bunga patokan BI-rate yang kondusif. Jika
BI-rate dianggap terlalu tinggi, sehingga mengurangi
aktivitas ekonomi di sektor riil, maka Bank Indonesia
akan menurunkan BI-rate yang kemungkinan akan
direspon oleh perbankan dengan menurunkan suku
bunga pinjamannya. Dengan demikian tingginya
tingkat suku bunga tidak akan menghambat aktivitas
sektor riil untuk terus berkembang.
KESIMPULAN
BI-rate sebagai indikator tingkat suku bunga
Bank Indonesia merupakan tolak ukur bagi tingkat
suku bunga lainnya. Penetapan penyesuaian BI-rate
ini setiap bulannya dilakukan oleh Bank Indonesia
selaku pemegang otoritas moneter tertinggi di
Indonesia. Kenaikan atau penurunan BI-rate akan
mempengaruhi tingkat suku bunga antar bank dan
tingkat suku bunga deposito juga akan menjadi
isyarat bagi pasar akan arah pergerakan tingkat suku
bunga����������������������������������������
terutama suku bunga pinjaman yang akan
mempengaruhi sektor riil.
Hasil proyeksi BI-rate dan laju pertumbuhan
ekonomi (LPE) Indonesia memperkirakan sampai
tahun 2015 yang akan datang ada kecenderungan
terjadi peningkatan secara quarter to quarter seiring
dengan perkembangan kebijakan moneter yang
semakin dinamis. Sedangkan dari hasil uji kausalitas
me­nunjukkan bahwa pada lag 2 untuk kasus Indonesia
yang terjadi adalah adanya hubungan satu arah
dari BI-rate terhadap laju pertumbuhan ekonomi,
artinya BI-rate menyebabkan terjadinya petumbuhan
ekonomi tetapi pada saat yang sama pertumbuhan
ekonomi tidak dapat langsung mendorong perubahan
BI-rate. Pada lag 1 dan 3, BI-rate tidak ada hubungan
dengan laju pertumbuhan ekonomi. Hasil ini
mengindikasikan bahwa hanya pada lag 2 saja terjadi
hubungan kausalitas satu arah antara BI-rate dan laju
pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahortor, Christian R. K. and Adenutsi, Deodat
E. 2009. Inflation, Capital Accumulation, and
Economic Groeth in Impor-Dependent Developing
Economies. Journal of Applied Sciences, 9 (18):
3275-3286.
Anaripour, J. T. 2011. Study on Relationship between
Interest Rate and Economic Growth by Eviews
(2004-2010, Iran). Journal of Basic and Applied
Scientific Research, 1 (11): 2346-2352.
158
Trikonomika
Vol. 11 No. 2, Desember 2012
Basel Committe on Banking Supervision. 1999. A
New Capital Adequacy Framework, Consultative
Paper Issues by Basel Committe on Banking
Supervision Usually Meets at The Bank for
International Settlements in Basel. June.
Chowdhury, Anis and Siregar, Hermanto. 2004.
Indonesia’s Monetary Policy Dilemma: Constraints
of Inflation Targetin. The Journal of Developing
Areas, 37 (2): 137-153.
Christiano, L. J and Fitzgerald, T. J. 2003. Inflation
and Monetary Policy in the Twentieth Century.
Journal Economic Perspectives, Q(I): 22-45.
Dendawijaya, Lukman. 2003. Manajemen Perbankan.
PT Ghalia Indonesia.
Dumairy. 2000. Perekonomian Indonesia. ���������
Jakarta:
Erlangga.
El-Mefleh, Muhannad A., and Shotar, Manhal M.
2008. The Application of Time Series Modeling
to Some Major Economic Variables. Applied
Econometrics and International Development
Journal (AEID Journal).
Fraser, D. R. and L M, Fraser. 1990. Evaluating
Commercial Bank Performance: A Guide to
Financial Analysis, Banker’s. Illinois: Publishing
Company, Rolling Meadows.
Goodfriend, M. and B. McCallum. 2007. Banking
and Interest Rate in Monetary Policy analysis: A
Quantitative exploration. NBER Working Papers,
13207.
Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics (4th edition).
New York: McGraw- Hill Book Company, Inc.
Hans, Genberg. 2007. The Changing Nature of
Financial Intermediation and Its Implications
for Monetary Policy. BNM-BIS Conference
Proceedings.
John, P. Cohran, et al. 1999. Credit Creations
or
Financial
Intermediation?:
Fractional
Reserve Banking in A Growing Economy. The
Quarterly Journal of Austrian Economics,
2 (3): 53-64
Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya
(Edisi Revisi). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Liviu Albu, Lucian. 2006. Trends in the Interest Rate –
Investment – GDP Growth Relationship Romania.
Journal of Economic Forecasting, 3: 5-13.
M. L. Jhingan. 2002, Ekonomi Pembangunan dan
Perencanaan. Rajawali.
Nanga, Muara.
������������������������������������������
2005. Koordinasi Kebijakan Moneter
dan Kebijakan Fiskal di Indonesia: Suatu
Pendekatan dengan Game Theory. Bank Indonesia
Working Paper.
Lella N Q Irwan
Romer, Christina D., and David H. Romer. 1990.
New Evidence on The Monetary Transmission
Mechanism. Brookings Papers on Economic
Activity, 1: 98-149.
Romer, Paul. M. 1994. The Origins of Endogenous
Growth. The Journal of Economic Perspectives,
8 (1): 3-22.
Seith, Anil. 2007. Granger Causality. Scholarpedia, 2 (7).
Stiglitz. 1989. Financial Market and Development.
Oxford Review of Economic Policy, 5 (4).
Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Modern.
Jakarta: Rajawali Pers.
Suparmoko. 1999. Pengantar Ekonomi Makro.
Yogyakarta: BPFE-UGM.
���������
Tambunan, Tulus T. H. 1998. Penyebab Krisis Moneter
di Indonesia. Jakarta: lKADIN Indonesia.
Todaro, Michael P. 2002. Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ketiga (edisi ke-7). Jakarta:
������������������
Erlangga.
���������
Triyono, Widodo, Hg. Suseno. 1991. Indikator
Ekonomi, Dasar Perhitungan Perekonomian
Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Utami, Siti R., and Inanga, Eno. L. 2009. Exchange
Rates, Interest Rates, and Inflation Rates in
Indonesia: The International Fisher Effect Theory.
International Research Journal of Finance and
Economics, 26.
Warjiyo, P., dan Solikin. 2003. Kebijakan Moneter di
Indonesia. Jakarta: PPSK BI.
Warjiyo, P., dan Doddy Zulverdi. 1998. Penggunaan
Suku Bunga sebagai Sasaran Operasional
Kebijakan Moneter di Indonesia. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan, 1 (1): 25-58.
-------------------- , Bank Indonesia : Statistik Ekonomi
Keuangan Indonesia, berbagai edisi.
--------------------, Laporan Bulanan Ekonomi Moneter
dan Perbankan Direktorat Riset Ekonomi dan
Kebijakan Moneter, berbagai edisi.
-------------------, Laporan Tahunan Bank Indonesia,
berbagai edisi.
--------------------, 1999. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia.
--------------------, 1998. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
-------------------, 1992. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan.
Penetapan dan Proyeksi Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (BI-Rate)
Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
159
Download