TRADISI MALAM TUJUH LIKUR ( 27 RAMADHAN ) DI KAMPUNG TANDA HULU DAIK LINGGA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata I Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji Oleh : FINA YURIANI NIM : 100569201150 PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI……………………………………………………….. ……... ii ABSTRAK…………………………………………………………………. iii ABSTRACK………………………………………………………………... iv TRADISI MALAM TUJUH LIKUR (27 RAMADHAN ) DI KAMPUNG TANDA HULU DAIK LINGGA Pendahuluan A. Latar belakang…………………………………………………...... 1 B. Rumusan Masalah……………………………………………….... 5 C. Tujuan dan Manfaat penelitian……….………………………….... 5 1. Tujuan……………………………………………………………… 5 2. Manfaat....…………………………………………………………. 5 D. Konsep Operasional…………………………..……………………. 6 E. Metode Penelitian………………………………….………………. 7 1. Jenis penelitian…………………………...………………………… 7 2. Lokasi penelitian…………………………………………...……....8 3. Jenis data…………………………………………………………… 8 4. Populasi dan sampel………………………………………………... 9 5. Teknik dan alat pengumpulan data………………………………... 9 6. Teknik analisa data………………………………………...………. 11 F. Kerangka Teoritis……………………..………………………...... 12 G. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………………………..... 23 H. Hasil Penelitian dan Pembahasan…………………………………. 24 I. Penutup……………………...……………………………………... 31 Daftar Pustaka ii ABSTRAK Malam Tujuh Likur merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat islam di Daik Lingga khususnya masyarakat Desa Tanda Hulu yang dilakukan pada bulan Ramadhan. Tradisi malam Tujuh Likur sebagai media komunikasi sosial merupakan cara interaksi antar individu atau warga, dimana interkasi yang terjadi berupa perekat hubungan sosial. Prilaku tradisi malam tujuh likur berfungsi untuk mempetahankan solidariatas masyarakat. Permasalahannya yaitu mengapa malam tujuh likur tetap radisi yang terus menciptakan solidaritas sosial di masyarakat Tanda Hulu ? Tujuan penelitian untuk mengetahui alasan bahwa rutinitas acara malam tujuh likur mampu menciptakan solidaritas sosial di masyarakat Tanda Hulu. Permasalahan ynag terjadi dilihat dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik yang diungkapkan oleh Blumer. Penelitian ini termasuk penelitian dengan pendekatan kualitatif. Pada penelitian kualitatif menjelaskan tentang keadaan fakta fakta yang ada dilapangan yaitu pembahasan tentang budaya yang ada di Daik Lingga. Pengumpulan data data dilakukan dengan metode observasi adalah pengamatan langsung dilokasi penelitian, observasi diklafikasikan menadi dua cara yaitu berperan serta dan tidak berperan serta. Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dan dukumentasi digunakan sebagai penunjang penelitian penuls, dimana dalam dukumentasi ini dapat dilihat mengabadikan gambar dilokasi penelitian. Adapun hasil temuan menunjukkan bahwa tradisi malam tujuh likur yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tanda Hulu merupakan sebuah media komunikasi sosila yang mampu mempertahankan solidaritas sosial masyarakat yang menjalankan tradisi tersebut. Solidaritas yang terbentuk dari kegiatan membangun gerbang adalah tolong menolong dan gotong royong antar warga, dalam bentuk prilaku individu dalm melaksanakan tindakan sosial. Tradisi malam tujuh likur sebagai media komunikasi sosial meruupakan cara interaksi antar individu atau warga dimana interaksi yang terjadi berupa perekat hubungan soosial, sebagai media forum silaturrahmi meningkatkan kekeluargaan antar warga dusun, sebagai media mengirimkan doa kepada Allah SWT dan sebagai media berbagi rizki makanan. Kata Kunci : Budaya Tujuh Likur iii ABSTRACT Seven hours Likur is a tradition carried out by the Islamic community in Daik Lingga village community especially Signs Hulu performed during Ramadan. Seven nights Likur tradition as a means of social communication is a way of interaction between individuals or citizens, wherein the adhesive interactions that occur in the form of social relations. Behaviour tradition and night seven likur solidariatas serves to defend society. The problem is why the night seven likur remain a tradition that continues to create social solidarity in society Hulu Signs? The aim of research to find out the reasons that routine evening shows seven likur able to create social solidarity in society Hulu Signs. Problems occur ynag seen using symbolic interactionism theory expressed by Blumer. This research includes studies with a qualitative approach. In a qualitative study describes the state of facts that exist in the field, namely discussion of culture in Daik Lingga. The data collection of data is done by observation method is direct observation of the location of research, observation diklafikasikan menadi two ways to participate and do not participate. In-depth interview is a way to collect data or information by means of direct face to face with the informant, and used to support research and document penuls, which can be seen in and document capture images of location research. The findings indicate that the tradition and night seven likur performed by villagers in Hulu Signs is a communication medium sosila capable of maintaining social solidarity that runs the tradition. Solidarity formed of activity is helping to build gates and mutual cooperation between citizens, in the form of individual behavior preformance implement social actions. Tradition and night seven likur as social communication media meruupakan way interaction between individuals or citizens where the interaction that occurs in the form of adhesive soosial relationship, as the media forum silaturrahmi increase familiarity among the villagers, as the media send a prayer to God and as a medium for sharing rizki food. Keywords: Culture Seven Likur iv TRADISI MALAM TUJUH LIKUR (27 RAMADHAN ) DI KAMPUNG TANDA HULU DAIK LINGGA PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tradisi adalah objek kultural sistem makna atau ide yang diteruskan dari masa lalu ke generasi berikutnya. Tradisi sebagai makna, dipertahankan oleh setiap anggota masyarakat dan dikomunikasikan dari satu generasi kepada yang lain dalam rantai makna yang meliputi kebiasaan-kebiasaan untuk melakukan sesuatu. Tradisi ini dialami oleh setiap anggota masyarakat secara individual melalui proses sosialisasi, sebagai sesuatu yang tetap bertahan, tidak pernah berubah, dalam periode waktu tertentu. Kebudayaan adalah suatu fenomena universal.Setiap masyarakat bangsa di dunia memiliki kebudayaan, meskipun bentuk dan coraknya berbeda-beda dari masyarakat yang satu ke masyarakat lainnya. Kebudayaan secara jelas menampakkan kesamaan kodrat manusia dari berbagai suku,bangsa, dan ras. Namun manusia dan kebudayaan pada dasarnya berhubungan secara dialektis.Ada interaksi kreatif antara manusia dan kebudayaan. Komunikasi sosial sebagaimana dijelaskan Astrid (dalam Bungin, 2011: 32) merupakan salahsatu bentuk komunikasi yang lebih intensif, di mana komunikasi terjadi secara langsung antara komunikator dan komunikan, sehingga situasi komunikasi berlangsung dua arah dan lebih diarahkan kepada pencapaian suatu situasi integrasi sosial, melalui kegiatan ini terjadilah aktualisasi dari berbagai masalah yang dibahas. 1 Salah satu tradisi masyarakat Kabupaten Lingga yang dilaksanakan pada setiap malam 27 Ramadhan adalah Malam Tujuh Likur.Tradisi malam tujuh likur adalah tradisi yang dilakukan oleh warga secara rutin setahun sekali dalam bulan Ramadhan yaitu tepatnya pada tanggal 27 Ramadhan. Malam 27 Ramadhan dianggap masyarakat Daik Lingga sebagai malam yang suci, masyarakat Daik memasang pelita di sekeliling rumah mereka, pelita tersebut dipasang di tiap tiap jendela yang menggelilingi rumah, dipasang berderet mengikuti panjang jalan, serta dipasang ditiap tiap gerbang yang dibuat menyerupai masjid.Masyarakat mempercayai bahwa malam Tujuh Likur ini malam turunnya Lailatul Qadar. Jadi setiap rumah harus terang benderang, supaya Lailatul Qadar bisa masuk kedalam rumah jika rumah kita terang., kegiatan malam tujuh likur dilaksanakan dengan memasang pelita atau lebih dikenal dengan lampu colok. Pelita (lampu colok) adalah salah satu alat penerangan yang dipakai nenek moyang dahulu pada saat listrik belum dikenal, lampu ini menggunakan bahan bakar minyak tanah yang dibuat sedemikan rupa.sedangkan tradisi yang biasa dilakukan oleh pemuda - pemuda setempat ialah membuat beberapa pintu gerbang sebagai kerangka untuk menyusun lampu- lampu tersebut. Susunan tersebut membentuk berbagai macam formasi seperti memanjang, melingkar dan membentuk pola masjid yang dibuat dalam bentuk gerbang.pemasangan lampu colok biasanya dimulai pada 21 hari bulan ramadhan yang disebut malam Satu Likur hingga pada malam 27 Ramadhan atau sering disebut dengan Tujuh Likur. Malam Tujuh Likur di Daik dimeriahkan dan dirayakan dengan bermacammacam kegiatan seperti membuat makanan lalu diantarkan di mesjid untuk 2 dibacakan doa. Setelah itu mereka beramai-ramai datang bersilaturahmi dari gerbang ke gerbang yang lain. Selain membuat makanan untuk diantarkan di Mesjid, warga juga membuat makanan untuk diletakkan di masing-masing gerbang. Karena disetiap gerbang juga ada acara doa selamat digerbang tersebut pada malam Tujuh Likur. Setiap masyarakat yang datang berkunjung untuk melihat gerbang bisa mencicipi makanan yang sudah disediakan.Makanan ini di buat disetiap gerbang guna untuk mempererat silaturahmi, bersyukur dan berbagi rezeki diantara masyarakat.Setiap orang yang datang untuk melihat gerbang-gerbang disetiap kampung, selalu disambut dengan baik oleh penjaga gerbang. Membuat makanan untuk diantarkan di gerbang tersebut awal mulanya tahun 90-an berkembanglah hingga sekarang. Setiap manusia senantiasa saling berinteraksiantar individu dengan individu lainnya dalammasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. digunakan dalam berinteraksi sosialdalam masyarakat Media yang dikenal sebagai mediakomunikasi sosial.Konsep media sebagai komunikasisosial dalam penelitian ini lebih mengacu pada fungsisosial daripada bentuk fisik media itu sendiri. Media komunikasi sosial yaitu di dalam masyarakat diperlukan hubungan atau relasi.Untuk itu masyarakat memerlukan landasan material untukmelakukan kegiatan dengan menggunakan alat transformasi, serta landasan spiritual, untuk mengadakan komunikasi dengan menggunakan bahasa dan isyarat. Transformasi dan informasi, merupakan mekanisme yang memungkinkan komunikasi dan relasi berlangsung lancar. 3 Media komunikasi sosial tradisional merupakan saluran komunikasi yang secara asli (indegenuous media) telahada dan digunakan dalam kehidupan sosial masyarakat.Kedua, bahwa titik berat media komunikasi pada kemampuan dan fungsinya sebagaihiburan, informasi bukan pada bentuk fisik darimedia tersebut. Dengan kata lain, sebelum media massa hadir ditengah masyarakat sebagai pranata sosial yangberfungsi informatif, bukan berarti masyarakat tidakmemiliki saluran komunikasi dalam kehidupansosial. Pada masa itu fungsi-fungsi informatif masihnumpang pada pranata-pranata sosial lain yangmemungkinkan adanya interaksi satu sama lainsemisal, pasar, tempat ritual bahkan komunitas. Di dalam Tujuh Likur terdapat unsur unsur Komunikasi sosial, komunikasi sosial yang terjadi berupa segala bentuk dari interaksi interaksi masyarakat.Sehingga Tujuh Likur merupakan sebuah tradisi yang selalu menggunakan komunikasi sosial, komunikasi tersebut yang melahirkan segala kedekatan masyarakat sehingga mampu menimbulkan sebuah solidaritas sosial apabila nantinya pada acara Tujuh Likur dilakukan dengan dasar kesadaran dari individu itu sendiri. Pada akhirnya menumbuhkan kembali solidaritas sosial. Karena solidaritas sosial adalah kekuatan persatuan internal dari suatu kelompok danmerupakan suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama serta diperkuat pengalaman emosional bersama.Upaya memelihara solidaritas sosial tidaklahsemudah yang dibayangkan, karena solidaritas sosialakan terus berkembang menuju kehidupan sosialyang modern.Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan 4 penelitian tentang masalah tersebut dengan mengambil judul :TRADISI MALAM TUJUH LIKUR( 27 RAMADHAN ) di Kampung Tanda Hulu Daik Lingga. B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti yaitu mengapa malam Tujuh Likur tetap menjadi tradisi yang terus menciptakan solidaritas sosialdi masyarakat Tanda Hulu ? C. TUJUAN DAN KEGUNAAN 1. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan bahwa rutunitas acara malam Tujuh Likur yang masih dilaksanakan oleh masyarakat sebagai media interaksi dan komunikasi sosial mampu menciptakan solidaritas sosialdi masyarakat Tanda Hulu. 2. Kegunaan Adapun manfaat yang diharapakan sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengembangan ilmu bagi mahasiswa khususnya bagi mahasiswa sosiologi serta acuan informasi dalam penelitian berikutnya dan juga menjadi referensi pustaka bagi pemenuhan kebutuhan penelitian lanjutan. 2. Kegunaan praktis 5 Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta dapat membantu sebagai bahan pengetahuan tentang tradisi pada malam Tujuh Likur. D. KONSEP OPERASIONAL Dalam sebuah penelitian, konsep operasional sangat diperlukan, fungsinya agar mempermudah, memfokoskan penelitian serta sebagai panduan bagi peneliti untuk menindaklanjuti kasus tersebut dan menghindari kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian.Beberapa konsep yang dioperasionalkan adalah : 1. Simbol simbol yang ada pada malam Tuuh likur yaitu sebagai berikut: a. Pelita yang dimaksud yaitu lampu yang di buat dengan menggunakan kaleng/ botol bekas dengan memakai sumbu dari kain bekas dan bahan bakar menggunakan minyak tanah, Pemasangan pelita di pasang secara berurutan mulai 1 biji ( 21 ramadhan) yang dimaksud yaitu mulai dari malam 21 ramadhan masyarakat secara perlahan lahan akan mengalami kejayaan yang puncaknya akan dirasakan pada malam 27 ramadhan yaitu malam 7 likur. b. Membangun gerbang yang dimaksud yaitu membuat sebuah bangunan yang berbentuk masjid yang di hias secantik mungkin menggunakan kertas warna warni, yang pada malam harinya akan diterangi dengan pelita. c. Berdoa dan makan bersama sama di bawah gerbang yang dimaksud yaitu, pada malam tujuh likur masyarakat diundang makan bersama sama yang 6 dilakukan dibawah gerbang dibuka dengan pembacaan doa.Tetanga yang satu mendatangi rumah tetangga yang lain untuk mencicipi makanan yang dimaksud yaitu bagi masyarakat yang tidak bisa mengahadiri makan bersama sama di bawah gerbang bisa mendatangi rumah para tetangga untuk mencicipi makanan yang dibuat pada malam tersebut. d. Tradisi yang dimaksud adalah sebuah rutinitas malam Tujuh Likur yang diperingati setiap malam 27 Ramadhan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tanda Hulu yang berasal dari budaya nenek moyang terdahulu. e. Malam Tujuh Likur (27 Ramadhan) merupakan malam yang diyakini oleh masyarakat desa Tanda Hulu sebagai malam yang sakral yang dimeriahkan dengan tradisi membuat gerbang, memasang lampu pelita disetiap gerbang, makan makan d bawah gerbang, membaca doa selamat, serta bersilahturarahmi ke rumah tetangga. 2. Makna merupakan suatu hal yang terdapat pada malam tujuh likur yang dianggap oleh masyarakatt desa Tanda Hulu mengandung arti tersendiri sehingga makna pada symbol symbol yang dipercayai oleh masyarakat desa Tanda Hulu terhadap acara malam Tujuh Likur menciptakan komunikasi sosial dan memperkuat solidaritas masyarakat. E. METODE PENELITIAN 1. Jenis penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian kualitatif seringkali berupa kata kata dan tindakan tindakan tindakan orang dan karena itu memerlukan metode yang 7 memungkinkan peneliti untuk menagkap bahasa dan prilaku (Ahmadi, 2005: 6). 2. Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lingga Kecamatan Lingga Kelurahan Daik Kampung Tanda Hulu RW 3.Alasan peneliti mengambil lokasi ini karena di Kelurahan Daik RW 3 kampung Tanda Hulu ini tradisinya sangat unik.Masyarakat Kelurahan Daik RW 3 Kampung Tanda Hulu juga membuat gerbang di setiap perbatasan kampung untuk merayakan tradisi malam Tujuh Likur tersebut. Yang lebih uniknya lagi pada malam Tujuh Likur ini masyarakat RW 3 ini juga membuat makanan di setiap gerbang, selesai sholat masyarakat berdatangan untuk makan bersama sama dibawah gerbang tersebut, warga juga berkunjung di setiap rumah tetangga untuk bemaaf maafan, adanya baca doa selamat di bawah gerbang, dengan adanya hal hal unik yang terjadi pada acara malam Tujuh Likur tersebut membuat lokasi ini dipilih peneliti sebagai lokasi penelitian. 3. Jenis data Sumber data atau informasi yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian ini, dibedakan menurut dua jenis data yaitu: a. Data Primer, yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari informan melalui wawancara dan observasi. b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dengan penggunaan bantuan layanan internet, media massa, dan buku. 8 4. Populasi dan sampel Sesuai dengan jenis penelitian bahwa penelitian kualitatif tidak menggunakan pendekatan populasi, tetapi masih mengenal istilah sampel. Sampel dalam penelitian yang kualitatif lebih kepada pendekatan secara intensif ke informan yang akan dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini informan merupakan subjek yang menjadi sumber peneliti dalam mendapatkan informasi sebagai data yang diperlukan sesuai dengan permasalahan dan kebutuhan peneliti.Penentuan informan dilakukan dengan menggunakan purposive sampling, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2009:216). Informan dalam penelitian ini yaitu 10 orang masyarakat Tanda Hulu dengan kriteria sebagai berikut: 1. Masyarakat yang setiap tahunnya selalu mengikuti dalam acara tersebut. 2. Dari tokoh adat karena di anggap lebih mengetahui tentang kebudayaan malam Tujuh Likur 3. Dari tokoh agama karena tradisi tersebut bersumber dari ajaran agama 5. Teknik dan alat pengumpulan data Data dalam penelitian kualitatif hampir dipastikan berbentuk kata-kata, meskipun data mentahnya bisa berbentuk benda-benda, foto, figur manusia (Irawan, 2006:67).Pengumpulan data adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam usaha mengumpulkan data-data atau informasi yang menunjang penelitian diantaranya pengetahuan mengenai permasalahan dan data yang 9 berhubungan dengan latar belakang informan terhadap penelitian.Adapun teknik dan alat pengumpul data yaitu berupa wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. a. Observasi Observasi adalah pengamatan langsung di lokasi penelitian, observasi diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu cara berperan serta dan tidak berperan serta.Dalam penelitian ini yang diamati tentunya adalah masyarakat pada malam tujuh likur serta interaksi antar sesama masyarakat pada malam tujuh likur tersebut. Selain itu, yang menjadi pengamatan peneliti adalah mengapa tradisi malam tujuh likur masih bertahan sampai sekarang. b. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung dan berulangulang.Wawancara langsung dan mendalam dengan menggunakan instrument penelitian berupa interview guide.Interview guide berisikan daftar pertanyaan yang sifatnya terbuka yang digunakan untuk menjadikan wawancara yang dilakukan agar lebih terarah bertujuan menggali informasi yang akurat dari informan. 10 c. Dokumentasi Dokumentasi digunakan sebagai penunjang penelitian penulis, dimana dalam dokumentasi ini dapat melihat, mengabadikan gambar dilokasi penelitian.Selain itu dokumentasi juga digunakan untuk mengumpulkan data-data yang berbentuk catatan berupa hasil-hasil wawancara, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian. 6. Teknik analisa data Bugdan dan Biklen (Moleong, 2006 : 248) mengenai analisis data kualitatif mengungkapkan sebagai berikut : “Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahmilahnya menjadi satuan yang dapat di kelola,mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang di pelajari, dan memutuskan apa yang dapat di ceritakan kepada orang lain. a. Mengorganisasikan data Yang dimaksud adalah data data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara , dan dukumentasi yang dicatat dalam cacatan lapangan yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, disaksikan dan juga temuan tentang apa saja yang dijumpai selama penelitian. b. Memilah milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola Suatu proses dimana peneliti melakukan pemilihan dan penyerderhanaan data hasil penelitian. Proses ini juga dinamakan proses transformasi data, yaitu perubahan data yang dari awal bersifat kasar menjadi data bersifat 11 halus dan siap pakai setelah dilakukan penyeleksian dengan membuang data yang tidak diperlukan. c. Mensintesikan sekumpulan informasi Diskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian ini merupakan rangkaian kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah dipahami. d. Memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain Tahap ini disebut dengan penarikan kesimpulan menyangkut interprestasi peneliti, yaitu penggambaran makna dari data yang ditampilkan.Penarikan kesimpulan merupakan usaha untuk mencari atau memahami data yang diperoleh. F. KERANGKA TEORITIS 1. TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu, yang dikenal dengan nama interaksionist prespektive. Di antara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionosme simbolik (symbolic interactionism). Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendekatan ini ialah interaksi sosial; kata simbolik mengacu pada penggunaan symbol simbol dalam interaksi(kamanto, 2004 : 35) Pokok pikiran interaksionisme simbolik ada tiga; yang pertama ialah bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna yang dipunyai 12 sesuatu baginya. Dengandemikian tindakan (act) seorang penganut agama Hindu di India terhadap seekor sapi (thing) akan berbeda dengan tindakan seorang penganut agama islam di Pakistan, karena bagi masing-masing orang tersebut sapi tersebut mempunyai makna (meaning) yang berbeda .(kumanto, 2004 : 36) Bagi Blumer (Wardi Bachtiar 2006: 249) interaksionisme sombolis bertumpu pada tiga premis yaitu: 4. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. 5. Makna tersebut berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain 6. Makna tersebut disempurnakan di saat proses proses interaksi sosial berlangsung. Inteaksionnisme simbolis yang diketengahkan Blumer mengandung sejumlah root images atau ide ide dasar, yang dapat diringkas sebagai berikut : 1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagaia organisasi atau struktur sosial 2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi interaksi non simbolis mencakup stimulus – respon yang sederhana, seperti hanya untuk membersihkan tenggorokan seseorang. Interaksi simbolis mencakup penafsiran tindakan. Bila dalam pembicaraan seseorang pura pura batuk ketika tidak setuju dengana pokok pokok yang diajukan oleh si pembicara, batuk tersebut menjadi suatu symbol 13 yang berarti, yang dipakai untuk penolakan. Bahasa tentu saja merupakan symbol berarti paling umum. 3. Objek objek tidak mempunyai makna interinsik makna lebih merupakan produk interaksi simbolis. Objek objek dapat diklasifikasikan ke dalam tiga katagori yang luas yaitu : a. Objek fisik seperti meja, tanaman atau mobil b. Objek sosial seperti ibu guru, menteri atau teman. c. Objek obstrak seperti nilai nilai, hak hak, peraturan. Blumer membatasi objek sebagai segala sesuatu yang berlainan dengannya.Dunia objek diciptakan, disetujui, ditransformir dan dikesampingkan, lewat interaksi simbolis.Ilustrasi peranan makna yang diterapkan kepada objek fisik dapat dilihat dalam perlakuan yang berbeda terhadap sapi di Amerika dapat diartikan makanan, sedang diindia sapi dianggap sakral.Bila dilihat dari perspektif lintas cultural, objek objek fisik yang maknanya kita ambil begitu saja bisa dianggap terbentuk secara sosial. 4. Manusia tidak hanya mengenal objek ekternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. Jadi seorang pemuda dapat melihat dirinya sebagai mahasiswa, suami dan seorang yang baru saja menjadi ayah. Pandangan terhadap diri sendiri ini sebagaimana dengan semua objek lahir di saat proses interaksi sosial. 5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh manusia sendiri. 14 6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota anggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai organisasi sosial dan prilaku tindakan tindakan berbagai manusia ( Wardi Bactiar, 2006: 250). a. Interaksi Sosial Disamping manusia disebut sebagai mahkluk sosial, manusia juga sering disebut sebagai mahluk individu yang mempunyai keinginan untuk memperbaiki dirinya sendiri sendiri, sedangkan dalam kategori mahluk sosial, manusia selalu berkeinginan untuk melakukan interaksi dan hubungan dengan orang lain karena akan timbul dalam diri manusia itu sendiri rasa untuk mencari orang lain untuk berinteraksi.Interaksi merupakan suatu proses yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dan pihak-pihak yang bersangkutan melalui kontak langsung, melalui berita yang didengar, ataupun melalui surat kabar (Fahroni 2009: 11). Penelitian sosial yang menggunakan metode interaksionisme simbolik adalah penelitian yang dilakukan dengan tingkat kepedulian yang tinggi atas setiap gerak interaksi sosial yang terjadi di tingkat mikro. Interaksionisme simbolik memiliki substansi yaitu kehidupan masyarakat terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antarindividual maupun antar kelompok dengan menggunakan simbol simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar dan memberikan tanggapan terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya dan dari luar dirinya (Agus Salim, 2008 :18& 22). 15 Manusia hanya memiliki kapasitas umum untuk berpikir, kapasitas ini harus dibentuk dan diperhalus dalam proses interaksi sosial. Pandangan ini menyebabkan teoritisi interaksionalisme simbolik memusatkan perhatian pada bentuk bentuk interaksi sosial yakni sosialisasi.Kemanpuan manusia untuk berpikir dikembangkan sejak dini dalam sosialisasi anak anak dan diperhalus selama sosialisasi di masa dewasa. Teoritisi interaksionalisme simbolik mempunyai pandangan mengenai proses sosialisasi yang berbeda dari pandangan sebagian besar sosiolog lain (Ritzer, 2004 :290) Makna dari simbol simbol memberi karakteristik yang khas pada tindakan sosial(yang meliputi suatu akktor tunggal) dan interaksi sosial (yang meliputi dua atau lebih actor yang terlibat di dalam tindakan sosial bersama) manusia.Tindakan sosial adalah ketika individu bertindak bersama orang lain yang dipikirkan. Dengan kata lain di dalam melaksanakan suatu tindakan, orang berusaha mengukur sekaligus dampaknya pada actor actor lain yang terlibat. Meskipun sering terlibat di dalam prilaku kebiasaan yang tidak berpikir panjang, orang mempunyai kemampuan untuk terlibat didalam tindakan sosial.(Ritzer, 2012 : 631) Di dalam proses interaksi sosial, orang mengomunikasikan secara simbolis makna makna kepada kepada orang orang yang terlibat. Orang orang lain menafsirkan symbol symbol itu mengorentasikan tindakan mereka, merespons berdasarkan penafsiran mereka. Dengan kata lain, didalam interaksi sosial para actor terlibat didalam suatu proses saling mempengaruhi. Christoper 2001 (dalam 16 Ritzer, 2012: 632) mengacu kepada interaksi sosial yang dinamis itu sebagai suatu tarian yang melibatkan para partner tersebut. Interaksi sosial sebagai berikut: “interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan orang perorang antara kelompok manusia.Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau intersimulasi dan respon antar individu antar kelompok atau antar individu dan kelompok (Syarifuddin, 2011: 87).Suatu interaksi merupakan hubungan timbal balik antara seseorang dengan kelompoknya dalam suatu masyarakat. Suatu interaksi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat karena tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan kita seharihari sangat membutuhkan bantuan dan pentunjuk dari orang lain, sehingga sangat penting untuk melakukan suatu interkasi dengan kelompok yang ada dalam masyarakat tersebut.Dalam suatu masyarakat diperlukan suatu interaksi karena tanpa interaksi tersebut kita akan dijauhi oleh orang lain karena dianggap tidak dapat beradaptasi dan berkomunikasi dalam menyampaikan sesuatu. b. Komunikasi Komunikasi sosial sebagaimana dijelaskan Astrid (dalam Bungin )merupakan salah satu bentuk komunikasi yang lebih intensif, di mana komunikasi terjadi secara langsung antara komunikator dan komunikan, sehingga situasi komunikasi berlangsung dua arah dan lebih diarahkan kepada pencapaian suatu situasi integrasi sosial, melalui kegiatan ini terjadilah aktualisasi dari berbagai masalah yang dibahas. 17 Sebagaimana pendapat tersebut menjelaskan bahwa komunikasi sosial sebagai suatuproses sosialisasi dan untuk pencapaian stabilitas sosial,tertib sosial, penerusan nilai-nilai lama yang dilestarikan oleh suatu masyarakat melaluikomunikasi sosial kesadaran masyarakat dipupuk, dibina, dan diperluas. Melalui komunikasi sosial masalah-masalah sosial dipecahkan melalui konsensus. Sehingga dalam proses komunikasi sosial dapat terjadi adanya kontak sosial (sosial contact). Komunikasi sosial, dijelaskan oleh pendapat David Sholle (dalam Machmud, 2011: 61) mengatakan bahwa media menciptakan suatu cara untuk memandang, suatu metode untuk mengatur dan menilai, suatu sarana untuk seleksi dan rujukan yang merupakan ranah yang dapat didiskusikan, dan sebagai akibatnya media menghasilkan suatu ranah pengetahuan yang kompleks dari posisi subjek yang berhubungan dengan ranah tersebut. Setiap individu atau masyarakat dalam melakukan proses penyampaian pesan, boleh dilakukan dengan menggunakan komunikasi lisan atau bukanlisan. Komunikasi lisan sebagai proses penyampaian pesan yang dilakukan dengan menggunakan kata atau kalimat yang dilakukan dalam bentuk percakapan, perbincangan ata forum yang melibatkan interaksi dua arah (Machmud, 2011: 38). Selain itu menurut Mulyana (dalam Machmud, 2011: memiliki 4 (empat) 68) komunikasi fungsi: pertama, sebagai fungsi sosial, fungsi ini menekankan kepada eksperesi individu, kedua, sebagai fungsi ekspresif, komunikasi ini dapat dilakukan secara individu atau berkelompok, dan ketiga, fungsi ritual, fungsi ini biasanya dilakukan secara kolektif, dimana kelompok 18 masyarakat selalu melakukan upacara- upacara, dimana kegiatan upacara dilakukan selalu meng-gunakan perilaku-perilaku simbolik, dan keempat, komunikasi sebagai fungsi instrumental yang memiliki beberapa tujuan umum, seperti memberi informasi, mengajar, mendorong mengubah sikap dan keyakinan. Media komunikasi sosial pada masyaraka tsangat berperan untuk menjaga tertib sosial, penerus nilai-nilai lama dan baru yang diagungkan oleh suatu masyarakat serta melalui media komunikasi sosial kesadaran masyarakat akan dapat dipupuk dan diperluas. Sangat sedikit literatur yang secara spesifik menjelaskan konsep media komunikasi sosial.Kebanyakan para sarjana hanya mengklasifikasikanmedia secara dikotomis, itu pun diukur dariteknologi, luas lingkup atau dari salurankomunikasinya. Sebelum media berkembang menjadi interaktif, Rogers membedakan komunikasiatas saluran komunikasi interpersonal dankomunikasi massa. Sedang pembedaan yang umum digunakan antara lain media tradisional – media modern, media mikro – media makro, media rakyat – media massa (Yuliarso, 1997: 55). c. Simbol-simbol Penjelsan tentang simbol ini juga dipertegas oleh White, makna atau simbol hanya dapat ditangkap melalui cara nonsensoris; melaui cara simbolik. Sebagai contoh: makana suatu warna tergantung kepada mereka yang menggunakannya. Warna merah, misalnya, dapat berarti berani (“merah berarti berani, dan putih suci”), dapat berarti komunis (“kaum merah”).Warna putih dapat berarti suci, dapat berarti berkabung (pada orang Tionghoa), dapat pula berarti menyerah. Makna-makna tersebut tidak dapat ditangkap dengan pancaindera; sebagaimana 19 telah dikemukakan White, makna-makna tersebut tidak ada kaitannya dengan sifat-sifat yang secara intrinsik terdapat pada warna( kumanto, 2004 : 36). Dalam hemat penulis, simbol merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakatutamanya dalam masyarakat multi etnik, terutama dalam melakukan interaksi antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya. Suatu simbol menjadi penting karena dapat membuat manusia dalam melakukan sesuatu akan sungguh-sungguh dan berfikir secara manusiawi. Dalam melakukan suatu tindakan sosial seseorang akan selalu mempertimbangkan apa yang akan dilakukan terhadap orang lain. Dengan kata lain, dalam melakukan suatu tindakan sosial manusia akan memikirkan dampak negatif ataupun positif dari tindakan yang iya lakukan terhadap orang yang terlibat dalam tindakan tersebut. Di samping kegunaan yang bersifat umum, simbol-simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya mempunyai sejumlah fungsi, antara lain: a. Simbol-simbol memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan dunia material dan sosial dengan membolehkan mereka memberi nama, membuat kategori, dan mengingat obyek-obyek yang mereka temukan di mana saja. Dalam hal ini bahasa mempunyai peran yang sangat penting. b. Simbol-simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk memahami lingkungannya c. simbol-simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk berfikir. Dalam arti ini, berfikir dapat dianggap sebagai simbolik dengan diri sendiri. 20 d. Simbol-simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk memecahkan persoalan. Binatang coba memecahkan masalah dengan trial and error, sedangkan manusia biasa berfikir dengan menggunakan simbol-simbol sebelum melakukan pilihan-pilihan dalam melakukan sesuatu. e. Penggunaan simbol-simbol memungkinkan manusia bertransendensiari segi waktu, tempat, dan bahkan diri mereka sendiri. Dengan menggunakan simbolsimbol manusia bisa membayangkan bagaimana hidup di masa lampau atau akan datang. Mereka juga bisa membayangkan tentang diri mereka sendiri berdasarkan pandangan orang lain. f. Simbol-simbol memungkinkan manusia bisa membayangkan kenyataankenyataan metafisis seperti surga atau neraka. g. Simbol-simbol memungkinkan manusia tidak diperbudak oleh lingkungannya. Mereka bisa lebih aktif ketimbang pasif dalam mengarahkan dirinya kepada sesuatu yang mereka perbuat (Raho, 2007 : 110) Kehidupan masyarakat Sunda dan masyarakat Batak. Masyarakat Sunda menganggap bahwa orang Batak itu sanagat kasar dalam berbicara, bagi masyarakat Batak merasa bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan suatu keberanian dan sifat terang-terangan atau terbuka apa adanya, malahan mereka menganggap bahwa orang Sunda tertutup dan lemah dalam melakukan suatu tindakan. Ini adalah fenomena dalam masyarakat yang berbeda kultur karena masing-masing mempunyai kebiasaan, sehingga perlu kita memahami simbolsimbol budaya maupun bahasa agar kita saling memahami perbedaan. 21 Masih dalam buku Teori Sosiologi Modern yang ditulis oleh Bernard Raho, dijelaskan bahwa simbol-simbol yang mempunyai arti tersebut bisa berbentuk gerak-gerik fisik (gesture) tetapi bisa juga dalam bentuk bahasa. Kemampuan untuk menciptakan dan menggunakan bahasa merupakan hal yang dapat membedakan manusia dari binatang. Bahasa memampukan kita untuk menanggapi bukan hanya simbol-simbol yang berbentuk gerak-gerik tubuh melainkan juga simbo-simbol yang berbentuk kata-kata. Misalnya, saya melihat seorangteman menyeberang jalan raya padahal ada bus yang akan lewat dengan kecepatan tinggi .saya tidak perlu berlari ke jalan raya dan menariknya keluar, melainkan, saya bisa menggunakan simbol bahasa: “Lari cepat ada mobil yang akan lewat.” Guna mempertahankankeberlangsungan suatu kehidupan sosial, maka para aktor harus dapat menghayati simbol-simbol dengan arti yang sama. Hal itu berarti bahwa mereka harus mengerti bahasa yang sama(Raho, 2007 : 100) Menurut Karp dan Yoels (1979) dalam Kamanto Sunarto (2004), bahwa studi sosiologi terhadap gerak tubuh dan isyarat tangan ini dinamakan kenesics.Komunikasi nonverbal (nonverbal communication) atau bahasa tubuh (bodylanguage), yang menurutnya ada sebelum ada bahasa lisan dan merupakan bentuk komunikasi pertama yang dipelajari manusia, kita gunakan secara sadar maupun tidak atau menyampaikan perasaan kepada orang lain. 22 G. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Kondisi Geografis Desa Tanda Hulu Desa Tanda Hulu merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Lingga, Kecamatan Lingga Provinsi Kepulauan Riau yang luas wilayahnya mencapai 5 hektar. Desa Tanda hulu terdiri atas 4 Rukun Tetangga yaitu RT 01 yang berada di Kampung Darat, RT 02 berada di Tanda Hilir, RT 03 jumlah berada di Tanda Hulu, serta RT 04 berada di desa Seranggung. Desa Tanda Hulu merupakan sebuah desa yang terletak di pusat Kabupaten Lingga, dimana desa tersebut tidak hanya didiami oeh masyarakat lokal saja, namun banyak masyarakat luar yang merupakan masyarakat yang berasal dari desa atau wilayah lain yang mempunyai tujuan tertentuseperti bersekolah dan bekerja, sehingga menetap di desa Tanda Hulu. Masyarakat yang memilih bersekolah ke Daik Lingga dan tinggal di wilayah Tanda Hulu dikarenakan tempat mereka tidak ada fasilitas sekolah yang lengkap, serta mereka yang menetap untuk bekerja, baik itu yang ditugaskan oleh pemerintah maupun yang bekerja di non pemerintah yang memilih mengontrak atau mendiami kos kosan, karena bisa dikatakan wilayah Tanda Hulu telah banyak di bangun rumah sewa yang disediakan untuk masyarakat luar yang mau mendiami wilayah tersebut. 23 H. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Karakteristik Informan Untuk menganalisa sebuah penelitian kualitatif informan dipilih oleh peneliti, karena dianggap mampu memberikan informasi tentang masalah yang akan diteliti. Adapun nama nama informan dalam penelitian ini yaitu: Bapak Hamzah, Bapak H. Hasan, Bapak Sulaiman Atan yang merupakan tokoh agama di desa Tanda Hulu, sedangkan pak Adam Ibrahim, Bapak Said Amit, Bapak Azhari merupakan yang dianggap masyarakat sebagai tokoh adat, Ibu Nurmadiah, Ibu Zita, Bapak Zahar, dan Bapak Lazuardi merupakan masyarakat biasa.Sebelum peneliti membahas hasil dari analisa penelitian maka terlebih dahulu peneliti akan menguraikan identitas informan, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Tanda Hulu yang ditentukan berdasarkan umur, berdasarkan pendidikan, berdasarkan jenis kelamin. B. Pemaknaan Simbol Simbol dalam Mempertahankan Budaya Malam Tujuh Likur (27 Ramadhan) Keyakinan masyarakat untuk mempertahankan budaya malam Tujuh Likur yaitu karena malam Tujuh Likur mempunyai makna yang khusus, apabila tidak dilaksanakan maka masyarakat akan mendapat malapeta, kesialan dalam hidup merupakan sebuah alasan budaya tersebut masih dipertahankan, disamping itu karena masyarakat juga menggangap bahwa acara yang dilaknakan pada malam tersebut merupakan acara yang penting, dikatakatan penting karena tidak hanya masyarakat biasa yang harus melestarikan budaya 24 tersebut namun pejabat seperti bupati juga ikut berpatisipasi untuk memeriahkan dalam pembukaan acara, tidak terlepas jugaperan dari tokoh agama, tokoh adat serta tokoh masyarakat. Kebudayaan malam Tujuh Likur merupakan suatu yang sangat berharga bagi masyarakat desa Tanda Hulu sehingga masyarakat penuh keyakinan untuk mempertahan budaya tersebut.Sesuatu yang berharga berarti dapat dikatakan sesuatu yang mempunyai nilai.Nilai mempunyai fungsi memberi petunjuk penting agar dapat memuaskan keinginan manusia dan memberi arah demi tercapainya tujuan sosial kemasyarakatan. Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh nilai nilai yang dimilikinya, bila nilai itu baik maka masyarakat dan individu akan mengulanginya, begitu juga sebaliknya, apabila buruk maka akan dihindari. Setiap individu dapat mempunyai nilai yang berbeda, demikian pula antara ras/ suku bangsa atau kelompok masyarakat (Noorkasiani, 40 : 2009) Malam Tujuh Likur mempunyai nilai tersendiri bagi masyarakat Tanda Hulu. Masyarakat mengganggap bahwa nilai yang terkandung di dalam kebudayaan malam tujuh likur mempunyai nilai yang positif seperti gotong royong, kebersamaan, kekompakan, kerjasama, bersyukur atas segala rizki yang didapat dengan doa selamat, berbagi kue sehingga masyarakat mempunyai keyakinan untuk mempertahankan budaya tersebut. Yang tidak terlepas dari berbagai alasan yang telah di ungkap oleh informan penelitian diatas, keyakinan itu tumbuh karena makna yang terkandung dalam kebudayaan tersebut, walaupun bisa dikatakan tidak semua masyarakat yang 25 mengetahui makna makna yang terkandung dalam simbol simbol Tujuh Likur tersebut, namun mereka tetap memiliki keyakinan bahwa kebudayaan tersebut mempunyai arti yang positif bagi mereka sendiri serta bagi kehidupan mereka yang bermasyarakat, alasan lainnya yaitu keikutsertaan para pemuka mayarakat, serta tujuan dari kebudayaan itu sendiri. 1. Makna Pelita, Membangun Gerbang, Makan Bersama Di Bawah Gerbang Pada Malam Tujuh Likur. Ketika manusia melakukan sebuah proses pemberian arti atau pemaknaan maka hal tersebut menghasilkan sebuah simbol. Pada kebudayaan malam tujuh likur yang rutinitas dilaksanakan setiap setahun sekali yaitu pada malam 27 ramadhan tersebut terdapat simbol simbol yang mengandung istilah tersendiri bagi masyarakat Daik Lingga khususnya masyarakat di desa Tanda Hulu. Makna yang terkandung pada kebudayaan tujuh likur tersebut dilihat dari sisi agama yaitu untuk memyambut datangnya malam Lailatul Qadar, serta berbagai simbol simbol yang di ungkapkan seperti : 1) Pelita mengandung makna melambangkan jiwa yang terang kembali karena kite umat islam telah menjalankan ibadah pausa dan meminta ampunan dosa, pada malam tujuh likur kita kembali kehati yang terang benderang lagi. 2) Membangun gerbang, agar kita bisa membuat pondasi yang kuat lagi dalam iman dan takwa kedepannya. 26 3) Berdoa dan Makan bersama dibawah gerbang, sebagai cara mengirimkan doa kepada Allah agar dosa dosa kita sebelumnya diampuni dan kite bersyukur kepada tuhan atas segala rizki yang diberikan oleh tuhan. 4) Membuat gerbang dengan bentuk kubah masjid melambangkan bahwa masjid adalah rumah Allah yang patut di agungkan oleh umat islam Kebudayaan malam tujuh likur yang dilaksanakan oleh masyarakat Tanda Hulu tidak bisa dilepaskan dari hubungan manusia dengan sang pencipta yaitu Allah SWT. Dengan kebudayaan yang ada tidak hanya menciptakan interaksi antara manusia dengan manusia saja, namun interaksi antara manusia dengan tuhannya juga tidak terputuskan. Kebudayaan yang dipertahankan oleh masyarakat merupakan unsur dari adat yang memang telah dipegang teguh oleh masyarakat.Adat merupakan gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, yang lazim dilakukan di suatu daerah. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku, sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat secara turun temurun mempunyai makna tersendiri bagi adat yang mereka pegang teguh. Masyarakat bertindak untuk melestarikan budaya malam tujuh likur berdasarkan makna makna pada simbol yang diyakini tersebut, sehingga budaya malam tujuh likur bisa bertahan sampai sekarang.Manusia 27 menciptakan simbol melalui pemberian nilai atau pemaknaan terhadap sesuatu(baik berupa bunyi, kata, gerak tubuh, benda atau hal yang lainnya). Melalui simbol ini manusia saling berkomunikasi. Sebuah komunikasi akan berjalan lancar, apabila pihak yang terlibat menggunakan simbol yang dapat dipahami secara bersama (Damsar, 2011 : 60-61). Seperti tradisi pada malam tujuh likur tersebut masyarakat menciptakan sebuah simbol terhadap sesuatu yang mereka anggap mempunyai nilai yaitu berupa kata tujuh likur, serta benda yang gunakan dalam acara tersebut. Pada saat acara tersebut masyarakat saling berkomunikasi, acara tersebut tidak akan dapat berlangsung apabila tidak terjalin komunikasi oleh karena itudengan menyakini makna dari simbol simbol yang ada pada malam tujuh likur masyarakat terus setiap tahunnya melakukan tindakan untuk melestarikan kebudayaan tersebut. 2. Makna Mampu Menciptakan Komunikasi Sosial Untuk Memperkuat Solidaritas Pada dasarnya semua prilaku tradisi lokal merupakan sebuah ajang berkumpul dan berkomunikasi antar sesama anggota masyarakat yang mengikuti tradisi tersebut. Dan pada dasarnya adalah pada saat mereka berkumpul dan berkomunikasi mereka merasa menjadi satu bagian dalam komunitas tersebut sehingga akan terbentuk suatu komunikasi sosial antar sesamanya. Pada tradisi malam tujuh likur yang diselenggarakan oleh masyarakat Tanda Hulu di Daik Lingga terdapat berbagai simbol simbol dalam acara 28 tersebut yang mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat desa Tanda Hulu, simbol simbol tersebut tidak terlepas dari pemaknaan yang dulunya berasal dari masyarakat terdahulu dan di yakini hingga saat ini oleh masyarakat desa Tanda Hulu. Tradisi malam Tujuh Likur yang masih dijalankan oleh masyarakat Muslim di Desa Tanda Hulu, karena saat ini Tujuh Likur adalah sarana bagi umat muslimuntuk berkumpul dan berdoa, serta dalam Tujuh Likurada hal hal menghadirinya,diantaranya yang membuat sebagai cara masyarakat mau sosialisasiwarga satu dengan warga lainnya. Hasil temuan data penelitian di atas menjelaskanbahwa prilaku tolong menolong padacara tujuh likur merupakan bentuk solidaritas sosial yang terjadipada masyarakat desa Tanda Hulu. Walaupun padamasa sekarang ini masyarakat telah berpikir lebih modern dan saat orang semakin disibukkan dengankegiatan masing-masing, sehingga waktubersosialisasi dengan lingkungan semakin terbatas. Blumer (Margaret, 2004 :269 ) manusia bukan hanya sebagai organisme yang memberikan tanggapan, tetapi juga sebagai organisme yang bertindak, yaitu organisme yang harus membentuk saluran bertindak atas dasar apa yang dipertimbangkannya, daripada hanya memberikan tanggapan pada beberapa faktor yang terdapat dalam organisasi. Banyak orang tidak terbiasa lagi dengan royong, kerja bakti, ronda dan semacam itu.Dan hal-halseperti gotong orang pun lebih 29 memilih hal yang bersifatpraktis. Akan tetapi pada masyarakat Desa Tanda Hulu sebagai masyarakat desa transisi perilaku gotong royong sebagai bentuk solidaritas mekanik ini masihtetap dipertahan, tolong menolong ini dikarenakansecara rutinnya warga bertemu pada media sebagaisarana komunikasi yakni pada bulan ramadhan banyak masyarakat yang memenuhi masjid sehingga menjadi salah satu saranaberinteraksi, bersosialisasi dengan tetangga dankerabat. Masyarakat Desa Tanda Hulu tidak hanya memberikan tanggapan atas apa yang akan dipersiapkan dalam acara tersebut, namun masyarakat melakukan sebuah tindakan untuk membantu walaupun kesan seperti repot positif. dan ribet tentunya ada, tetapi hal ini punya nilai Yaitukekerabatan akan terasa lebih kental dan dekat.Solidaritas sosial yang dibangun danberkembang pada warga dusun merupakansolidaritas yang masih mempertahankan padaikatan keyakinan dan kekerabatan. Tradisi terhadapkeyakinan yang masih terus dilestarikan oleh wargadesa sampai sekarang ini, berupa tolong menolong dalam keberlangsungan sebuah acara.Fenomena yang terjadi padakegiatan malam tujuh likur sebagai mediakomunikasi sosial atau sarana interaksi sosial antarwarga desa agar dapat mempertahankan solidaritas yang ada 30 I. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan peneliti, dapat dikemukakan kesimpulan bahwa tradisi malam tujuh likur di desa Tanda Hulu merupakan bentuk dari intraksi simbolik yang dipandang berdasarkan makna makna yang terkandung pada acara tersebut sehingga masyarakat melakukan sebuah tindakan diantaranya manusia bertindak terhadap susuatu berdasarkan makna pada acara tersebut, makna tersebut berasal dari intraksi sosial, makna tersebut disempurnakan saat proses interaksi berlangsung, adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah : 1. Faktor yang mempengaruhi tradisi malam tujuh likur masih dilakukan dan dilestarikan oleh masyarakat Daik Lingga khususnya masyarakat desa Tanda Hulu karena keyakinan masyarakat atas makna yang terkandung dalam kebudayaan tersebut, keikutsertaan para pemuka mayarakat, serta tujuan dari kebudayaan itu sendiri. Lebih khususnya yaitu sebagai sarana mengumpulkan warga dan menumbuhkan keakraban, kepedulian, dan saling berinteraksi dan tradisi leluhur yang menumbuhkan hubungan antar individu melalui simbolsimbol komunikasi dalam interpretasi dan perbuatan. 2. Tradisi malam tujuh likur sebagai media komunikasi sosial merupakan cara interaksi antar individu atau warga, dimana interaksi yang terjadi berupa perekat hubungan sosial, sebagai media forum silaturahmi meningkatkan kekeluargaan antar warga dusun, sebagai media mengirimkan doa kepada 31 Allah SWT dan sebagai media berbagi rizki makanan. 3. Perilaku tradisi malam tujuh likur dapat berfungsi untuk mempertahankan solidaritas sosial pada masyarakat. Solidaritas yang terbentuk dari kegiatan membangun gerbang adalah tolong menolong dan gotong royong antar warga, dalam bentuk perilaku individu dalam melaksanakan tindakan sosial, serta bentuk solidaritas lainnya yaitu melakukan acara berdoa secara bersama sama di bawah gerbang, gotong royong membuat lampu colok (pelita), Memberi bantuan sumbangan berupa biaya dan minyak tanah untuk acara tersebut, mendatangi rumah tetangga atau warga pada acara tersebut, masyrakat yang tidak kenal saling berinteraksi dan berbaur untuk menghadiri acara tersebut 2. Saran Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian,dapat disampaikan beberapa saran kepada parapihak tertentu sebagai berikut: 1. Tradisi malam tujuh likur yang sudah menjadi budaya hingga saat ini bagi masyarakat Daik Lingga khususnya Desa Tanda Hulu merupakan pelestarian budaya yang di dukung oleh nilai nilai agama, maka dari itu masyarakat harus tetap mempertahan serta melestrikan budaya tersebut. 2. Perilaku tradisi lokal sebagai media komunikasi sosial diharapkan dapat dijaga dan dilestarikan oleh pemerintah desa atau aparat desa, dan khususnya kepala dusun, tokoh masyarakat, agama, dan pemuda agar dapat mempertahankan perilaku solidaritas sosial tradisi lokal yang positif seperti mempertahankan tradisi tradisi, lama gotong royong agar dapat dilestarikan dan diajarkan kepada generasi muda. 32 Daftar Pustaka Ahmadi Rulam, 2005, Memahami Metode Penelitian Kualitatif. Malang : Universitas Negeri Malang Bungin, Burhan, 2011, Penelitian Kualitatif, Jakarta : Pranada Media Group Drs. H. Ahmadi Abu, 2004. Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Pt Rineka Cipta Fahrono, 2009, Skripsi, Interaksi Sosial Mahasiswa Asing (Studi Tentang Mahasiswa Pwtani Dalam Berinteraksi Dengan Warga Sekitarnya Di Dusun Karang Bendo Banguntapan) Bantul Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Departemen Ilmu Adminstrasi Fisip Ui. Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi (Edisi Ketiga). Jakarta : Lembaga. Penerbit Fakultas Ekonomi Ui Machmud, M. 2011. Komunikasi Tradisional : Pesan Kearifan Local Masyarakat Silawesi Selatan Melalui Berbagai Media Warisan . Yogyakarta : Litera Moleong, Lexi J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pt Remaja Rosda Karya Poloma M. Maergaret, 2004, Sosiologi Kontemporer, Jakarta : Pt Raja Grafindo Persada Prof. Dr Bactiar Wardi , M.S. 2006 Sosiologi Klasik (Dari Comte Hingga Parsons) Bandung : Pt Remaja Rosdakarya Prof. Damsar, 2011, Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Prenadamedia Grup Prof. Dr Salim Agus, 2008, Pengantar Sosiologi Mikro. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Raho, Bernard, 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prestasi Pustaka Ritzer George, 2012, Teori Sosiologi (Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern) Yogyakarta: Pustaka Pelajar ------------------------Dougles . Goodman, 2004, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Prebada Media Grup Salim Agus, 2008. Pengantar Sosiologi Mikro, Yogyakarta Pustaka Pelajar Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Pendiidkan, Pendekatan Kuantitatif Dan Kualitatif Dan Rnd. Bandung : Alfabeta Syafruddin, 2011. Pola Komunikasi Antar Budaya Dalam Interaksosial Etnis Karo Dan Etnis Minang Di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo. Dalam Judul Ilmu Sosial Fakultas Isipol Sosial Fakultas Isipol Uma Tamher, S. Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika Yuliarso, Kk. 1997. Komunikasi Sosial Dan Integrasi Sosial. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Ugm