i KOMUNIKASI ORGANISASI MELALUI KEGIATAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan) ILONA VICENOVIE OISINA SITUMEANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 ii iii SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan) adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk manapun. Bahan rujukan atau sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juni 2012 Ilona Vicenovie Oisina Situmeang iv v ABSTRACT ILONA VICENOVIE OISINA SITUMEANG, Organizational Communication Trough Corporate Social Responsibility (Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan). DJUARA P. LUBIS as the Head of Supervisory Commission; AMIRUDDIN SALEH and DARWIS S. GANI as the Members. Corporate social responsibility (CSR) is one of organizational communication form, CSR usually devoted for the community. Through this organizational communication corporate expects can be able to build a good relationship with community. The objectives of this research were: (1) to describe the form of organizational communication. (2) To describe the level of community participation, level of community perception, and level of community empowerment in the implementation of CSR activities. (3) to analyze correlation between individual characteristics and assessement of organizational communication activities and the level of community participation in the implementation of CSR activities. (4) to analyze correlation between assessment of organizational communication activities and level of community participation in the implementation of CSR activities. (5) to analyze correlation between level of community participation and the effectiveness of CSR activities. (6) to analyze correlation between level of community perception and level of community empowerment in the implementation of CSR activities. This research covered two kinds of data analysis i.e. descriptive statistics and inferential statistics. This research resulted several outputs, namely: (1) Organizational communication implemented by PERTAMINA was in accordance with the PENCILS mix principle; (2) level of community participation in the stage of planning and implementing were categorized good, level of community perception towards economic sector and environmental management were categorized good, level of community empowerment in economic sector and environmental management were categorized good. (3) Overall individual characteristics showed a realpositive correlation with assessment of organizational communication activities, Individual characteristics also showed a real-positive correlation with level of community participation. (4) Overall assessment of organizational communication activities showed a real-positive correlation with level of community participation. (5) Overall Level of community participation showed a real-positive correlation with the effectiveness of CSR program. (6) Overall level of community perception showed a real-positive correlation with level of community empowerment. Key words : Organizational communication, corporate social responsibility community empowerment. vi vii RINGKASAN ILONA VICENOVIE OISINA SITUMEANG. Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan). Komisi Pembimbing: DJUARA P. LUBIS (Ketua), AMIRUDDIN SALEH dan DARWIS S. GANI (Anggota). Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan (TSP) merupakan salah satu komunikasi organisasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk masyarakat. Melalui komunikasi organisasi ini diharapkan dapat menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar. Kegiatan TSP merupakan konsep yang terus berkembang, memberikan panduan bagaimana sebuah organisasi berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sosialnya. Tujuan penelitian adalah: (1) Mendeskripsikan bentuk komunikasi organisasi PT Pertamina Balongan untuk pemberdayakan masyarakat. (2) Mendeskripsikan tingkat partisipasi masyarakat, tingkat persepsi masyarakat, dan tingkat keberdayaan masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP PT Pertamina Balongan. (3) Menganalisis hubungan karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi dan menganalisis hubungan karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP PT Pertamina Balongan. (4) Menganalisis hubungan penilaian aktivitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP PT Pertamina Balongan. (5) Menganalisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan efektifitas TSP PT Pertamina Balongan. (6) Menganalisis hubungan tingkat persepsi masyarakat dengan tingkat keberdayaan masyarakat terhadap inplementasi kegiatan TSP PT Pertamina Balongan. Pendekatan penelitian adalah kuantitatif, yang didesain sebagai survei deskriptif eksplanasi. Populasi penelitian sebanyak 4578 kepala keluarga (KK) yang bertempat tinggal di wilayah ring satu kilang Balongan, yang berasal dari Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Penetapan sampel penelitian menggunakan rumus Slovin didapat sebanyak 195 individu yang mewakili 70 KK dari Desa Balongan, yang mewakili 61 KK dari Desa Sukaurip dan yang mewakili 64 KK dari Desa Majakerta. Teknik pengumpulan data secara primer dengan cara penyebaran kuesioner, wawancara, diskusi kelompok, observasi, dokumentasi dan catatan harian. Data secara sekunder diperoleh dari company profile, buku literatur. Analisis data mencakup analisis statistik deskriptif berupa frekuensi, persentase, rataan, rataan skor dan tabulasi silang, dan statistik inferensial berupa analisis koefisien korelasi rank Spearman (r s ). Pengelolaan dan analisa data kuantitatif menggunakan program SPSS versi 19.00. Uji coba dilakukan dengan 30 responden di luar sampel penelitian namun memiliki karakteristik yang sama, uji validitas menggunakan teknik product moment Pearson (r) dengan nilai r tabel sebesar 0,361 umumnya butir-butir pernyataan disusun dalam kuesioner bernilai r hasil > r tabel sehingga pernyataan tersebut dinyatakan valid. Uji reliabilitas dengan viii menggunakan teknik belah dua menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi berada pada kisaran 0,669 sampai 0,834 sehingga dapat dikatakan reliabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pertamina Refinery Unit VI Balongan menggolongkan komunikasi organisasi dengan bauran PENCILS (Publication, Event, News, Community involvement, Inform or image, Lobbying and negotiations, Social responsibility). (2) Tingkat partisipasi masyarakat tahap melaksanakan dalam kategori baik, artinya masyarakat terlibat antusias dalam melaksanakan kegiatan karena merasakan manfaat dari kegiatan dan mendapatkan sesuatu barang dari kegiatan yang bersifat charity. Tingkat persepsi masyarakat di bidang ekonomi dan sosial dalam kategori baik artinya kegiatan TSP yang dilakukan dalam bidang ekonomi dan bidang sosial bermanfaat bagi masyarakat sehingga masyarakat berpersepsi baik terhadap kegiatan TSP di bidang ekonomi dan bidang sosial. Tingkat keberdayaan masyarakat dalam kategori baik di bidang ekonomi artinya berbagai kegiatan TSP di bidang ekonomi mampu meningkatkan dan menciptakan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi. (3) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi, kecuali untuk hubungan antara status sosial dengan saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping program kegiatan. Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat, kecuali untuk hubungan antara pendidikan formal dan pendidikan non formal dengan mengevaluasi kegiatan TSP. (4) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara penilaian aktifitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi masyarakat kecuali untuk hubungan antara saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping program kegiatan dengan mengevaluasi kegiatan TSP. (5) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara tingkat partisipasi masyarakat dengan efektivitas kegiatan TSP, kecuali untuk hubungan antara mengevaluasi kegiatan TSP dengan persepsi di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup dan hubungan antara mengevaluasi kegiatan TSP dengan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. (6) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara tingkat persepsi masyarakat dan tingkat keberdayaan masyarakat, kecuali untuk hubungan antara persepsi di bidang ekonomi dengan keberdayaan di bidang sosial dan pengelolaan lingkungan hidup, persepsi di bidang sosial dengan keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Bentuk komunikasi organisasi yang dilakukan oleh Pertamina Balongan untuk masyarakat menggunakan bauran Publication, Event, News, Community involment, Inform or image, Lobby and negotiation, Social Responsibility (PENCILS). salah satunya adalah kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TSP). Kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi Pertamina untuk masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Tingkat partisipasi ix masyarakat dalam tahap melaksanakan dalam kategori baik. Persepsi masyarakat di bidang ekonomi dan sosial dalam kategori baik Tingkat keberdayaan masyarakat masyarakat di bidang ekonomi dalam kategori baik. (3) Terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi. Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara karakteristik individu dengan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan TSP (4) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata positif antara penilaian aktivitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan TSP. (5) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara partisipasi masyarakat terhadap kegiatan TSP dengan efektifitas kegiatan TSP. (6) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara persepsi masyarakat dengan tingkat keberdayaan masyarakat. Saran dalam penelitian ini: (1) Kegiatan TSP bertujuan untuk memberdayakan masyarakat terkait dengan saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping program kegiatan perlu dikembangkan dan diperluas, agar memaksimalkan dampak yang dirasakan oleh masyarakat dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolahan lingkungan hidup. (2) Program kegiatan TSP harus memperhatikan kebutuhan dan keinginan dari masyarakat setempat, sehingga masyarakat akan berpartisipasi dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengevaluasian program kegiatan TSP. (3) Masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan TSP jika kegiatan yang dilaksanakan merupakan hasil dari survei kebutuhan dan memberikan manfaat dalam berbagai bidang kehidupan. Agar masyarakat terlibat dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengevaluasian diharapkan kegiatan yang akan berlangsung merupakan kegiatan yang menjadi kebutuhan dari masyarakat, sehingga dengan partisipasi masyarakat akan menumbuhkan persepsi positif terhadap kegiatan TSP dan perusahaan serta dapat menciptakan keberdayaan masyarakat. x xi © Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang (1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan. Penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB (2) Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. xii xiii KOMUNIKASI ORGANISASI MELALUI KEGIATAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan) OLEH : ILONA VICENOVIE OISINA SITUMEANG DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Sekolah Pascasarjana SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 xiv Penguji Luar Komisi pada Sidang Tertutup: (1) Dr. Ir. Sumardi Dahlan, MS (Dosen Sekolah Pascasarjana UPI-YAI, Jakarta) (2) Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA (Dosen pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat FEMA-IPB). Penguji Luar Komisi pada Sidang Terbuka: (1) Dr. Muharto Toha, Drs, M.Si (Dekan Executive UPI - YAI, Jakarta) (2) Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS (Dosen pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat FEMA-IPB). xv Judul Disertasi : Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan). Nama : Ilona Vicenovie Oisina Situmeang NRP : I 362080111 Program studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Disetujui : Komisi Pembimbing Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS Ketua Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh MS Anggota Prof. Dr. H. Darwis S. Gani, MA Anggota Diketahui: Ketua Program Studi/Mayor Ilmu Komuniasi Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian: 14 Mei 2012 Tanggal Lulus: 14 Mei 2012 xvi xvii PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan atas Kasih dan Karunia yang Tuhan berikan kepada penulis sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan disertasi ini dengan judul Komunikasi Organisasi Melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Kasus PT Pertamina Rifenery Unit VI Balongan). Disertasi ini merupakan hasil karya penulis yang didukung oleh berbagai pihak yang dengan segala ketulusan yang telah membantu mulai dari awal penulis menjadi mahasiswa S3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor sampai dengan menyelesaikan disertasi ini. Pada kesempatan ini izinkan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Ketua Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, dan Ketua Program Studi/Mayor Ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) beserta staf yang dengan keramahan dan ketulusannya telah memberikan layanan administrasi. 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan sebagai Ketua Program Studi yang dengan sabar dan perhatian yang luar biasa yang selalu diberikan untuk memotivasi dan mengarahkan penulis dalam proses bimbingan berlangsung. 3. Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas kesabaran yang tiada henti, yang selalu menyediakan waktu, keikhlasan serta berbagai solusi yang selalu diberikan kepada penulis dalam proses bimbingan berlangsung. 4. Prof. Dr. H. Darwis S. Gani, MA sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas saran-saran yang membangun, perhatian dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis dalam proses bimbingan berlangsung. Ibu Darwis yang senantiasa menemani penulis selama proses bimbingan berlangsung. 5. Dr. Ir. Sumardi Dahlan, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian kualifikasi dan ujian tertutup program doktor yang senantiasa memberikan masukan, saran dan motivasi yang luar biasa kepada penulis untuk penyempurnaan dan penyelesaian disertasi ini. xviii 6. Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA sebagai penguji luar komisi pada ujian kualifikasi, moderator seminar hasil, ujian tertutup dan penguji dari program studi pada ujian terbuka program doktor yang memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk penyempurnaan disertasi ini. 7. Prof. Ir. Sumardjo, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka program doktor yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan yang membangun bagi penulis. 8. Dr. Muharto Toha, Drs, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka program doktor yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan yang berarti bagi penulis. 9. Ibu Retno, Bapak Wasidi, Bapak Halomoan dan Bapak Tri terima kasih atas segala perhatian, masukan, kritikan dan saran yang diberikan dari sejak perkuliahan berlangsung sampai dengan pembuatan proposal dan disertasi ini. Semoga hubungan baik ini akan tetap terjaga sampai kapanpun. 10. Ibu Desti yang mengajak dan memotivasi penulis agar tertarik untuk melanjutkan kuliah program Doktor di IPB. Terima kasih buat kebersamaan kita selama ini, suka dan duka kita lalui bersama semoga hubungan baik ini akan tetap terpelihara sampai kapanpun. Semoga disertasi ibu segera selesai agar kita sama-sama dapat berjuang untuk menunjukkan bahwa kita pasti bisa seperti yang telah kita rencanakan selama ini. 11. Bapak Erwin terima kasih untuk kerangka pemikirannya, Bapak Adi terima kasih untuk statistik, Ibu Yunita, Ibu Yumi, Bapak Zul, Yulia terima kasih untuk tempat berbagi, Iksan, Ali, Yoga, yang senantisa berbagi dan memberikan masukan selama penulis kuliah dan penelitian berlangsung. 12. Ibu Wirdaningsih terima kasih karena selalu perhatian kepada penulis dan Rensi yang selalu ada untuk menyemangati penulis pada saat penulisan disertasi ini. Vini, Rheva, Achy, Subky dan Wisnu yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian. 13. Kedua orang tua penulis Papi Drs Salmon Alfred Situmeang, M.Hum dan Mami Elfrida Moliana br Simanjuntak yang telah memberikan beasiswa kepada penulis, selalu mendoakan penulis dengan tidak henti-hentinya, serta xix memberikan motivasi yang luar biasa kepada penulis agar disertasi ini selesai dengan hasil yang baik. Untuk mami terima kasih karena sudah dengan senang hati menggantikan peran penulis sebagai ibu selama penulisan disertasi ini. 14. Kakak penulis Inge Viola Oitsuky Situmeang, SE., M.Si dan AKP Maradop Oktavianus Sitinjak, SE. Adek penulis dr. Ivonne Ruth Vitamaya Oishi Situmeang dan dr. Jerry Lumban Tobing, dan ponakanku Ivory Abigael Lumban Tobing yang senantiasa memberikan motivasi, doa dan kecerian kepada penulis walaupun kita berjauhan tetapi saling mendukung dan berdoa dalam segala hal terutama untuk penyelesaian disertasi ini. 15. Keluarga besar mertua penulis Bapak Samidi di Karanganyar - Solo dan Jakarta yang senantiasa memberikan semangat, motivasi, dukungan dan doa kepada penulis untuk dapat menyelesaikan disertasi ini. 16. Terutama untuk suami tercinta Ir. Priyono, MM. yang telah memberikan beasiswa bagi penulis, serta selalu memberikan dukungan, semangat serta doa yang tiada henti bagi penulis selama kuliah, penulisan proposal, penelitian di Balongan dan penyelesaian disertasi ini agar dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih buat motivator terbesar penulis Pricillo Bhamakerty Abimanyu atas keiklasan dan kerelaan untuk hidup jauh dari kasih sayang dan kehangatan penulis sebagai orangtua selama pengerjaan disertasi ini. Suatu saat nanti kamu akan mengerti bahwa yang mami lakukan sekarang ini adalah untuk kebanggaan dan kehormatan keluarga kita. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang memberikan masukan berharga sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Disertasi ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis berharap segala masukan dan kritikan yang membangun sehingga disertasi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Jakarta, Juni 2012 Ilona Vicenovie Oisina Situmeang xx xxi RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banda Aceh, 4 November 1980 sebagai putri kedua dari tiga orang putri bersaudara dari pasangan Drs. Salmon Alfred Situmeang, M.Hum dan Elfrida Moliana Simanjuntak. Kakak Penulis Inge Viola Oitsuky Situmeang, SE, M.Si dan Adek Penulis dr. Ivonne Ruth Vitamaya Oishi Situmeang. Penulis menikah pada tanggal 18 Februari 2010 di Medan dengan Ir. Priyono MM, dan dikaruniai seorang putra yang bernama Pricillo Bhamakerty Abimanyu yang lahir di Medan pada tanggal 3 Desember 2010. Pada Tahun 1998 penulis lulus dari SMU St. Thomas 2 Medan dan melanjutkan pendidikan di Universitas Sahid Jakarta dengan memilih Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Hubungan Masyarakat. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan strata satu dan pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke strata dua di Universitas Indonesia dengan memilih Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Manajemen Komunikasi. Penulis tamat strata dua pada tahun 2005. Pada Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan program Doktor di Institut Pertanian Bogor, dengan memilih Fakultas Ekologi Manusia dengan program mayor Komunikasi Pembangun Pertanian dan Pedesaan. Puji Tuhan pada tanggal 14 juni 2012 penulis dapat menyelesaikan program Doktor ini. Pada tahun 2005 penulis mulai mengajar di Universitas Persada Indonesia (UPI-YAI) Jakarta sampai dengan sekarang, pada tahun 2005 – 2006 mengajar di Universitas Bung Karno dan Universitas Kristen Indonesia, 2008 - 2009 mengajar di Universitas Sahid dan pada tahun 2007 - 2010 mengajar di UPN Veteran Nasional Jakarta. Pada tahun 2011 sampai dengan sekarang bekerja sebagai trainer dan motivator di PT Inti Tama Karsa, Jakarta. xxii xxiii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………. DAFTAR GAMBAR ............................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………. xxv xxvii xxix I. PENDAHULUAN .. ........................................................................ 1.1. Latar Belakang .............……………………………............ 1.2. Perumusan Masalah ..…....………………….............................. 1.3. Tujuan Penelitian .....……………………............................... 1.4. Kegunaan Penelitian …...……………………............................ 1.5. Kebaharuan ................................................................................ 1 1 11 13 13 14 II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... ........ 2.1. Komunikasi Organisasi ............................................................. 2.2. Aktivitas Tanggungjawab Sosial Perusahaan ............................ 2.2.1. Saluran Komunikasi .......................................................... 2.2.2. Mutu Informasi ................................................................ 2.2.3. Pendamping Program Kegiatan ....................................... 2.2.4. Public Relations .............................................................. 2.3. Tanggungjawab Sosial Perusahaan sebagai Bentuk Komunikasi Organisasi ................................................................................... 2.3.1. Konsep Tanggungjawab Sosial Perusahaan .................... 2.3.2. Perkembangan Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Indonesia ................................................................... 2.3.3. Manfaat Tanggungjawab Sosial Perusahaan .................. 2.3.4. Model Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Indonesia . 2.3.5. Piramida Tanggungjawab Sosial Perusahaan .................. 2.3.6. Tahapan Penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan .. 2.3.7. Penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN)...………………………… 2.3.8. Pedoman Umum Community Development Sektor Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) ......................................... 2.4. Partisipasi Masyarakat ............................................................... 2.4.1. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan .................. 2.5. Karakteristik Individu ................................................................ 2.6. Persepsi Individu ...................................................................... 2.7. Pemberdayaan Masyarakat .................................................... 2.8. Pemberdayaan Masyarakat melalui Kegiatan tanggungjawab Sosial Perusahaan ...................................................................... 15 15 18 18 20 20 24 III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS................................ 3.1. Kerangka Pemikiran ....................………………………............ 3.2. Hipotesis Penelitian ………..................................................... 67 67 71 29 29 32 36 37 38 40 42 43 44 47 51 53 57 64 xxiv IV. METODE PENELITIAN …………………………………........... 4.1. Desain Penelitian …………….…………...………………... 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………..………………. ……… 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian …….………………………. 4.3.1. Populasi ………………………………………............ 4.3.2. Sampel …….…………................................................. 4.4. Data dan Instrumentasi ………………………………………… 4.4.1. Data ………………………........………… ………….. 4.4.2. Instrumentasi …………………………………………… 4.5. Konseptual dan Definisi Operasional ………....………........ 4.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi ………..………….. 4.6.1. Validitas Instrumentasi ………………………………… 4.6.2. Reliabilitas Instrumentasi ………………....................... 4.7. Pengumpulan Data …………………………………………… 4.8. Pengelolahan dan Analisis Data ....…………………. .. 73 73 74 74 74 75 76 76 77 78 85 86 88 89 91 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ................................................… 5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian . ……………….....… 5.2. Gambaran Umum Komunikasi Organisasi PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan …....................................……………..... 5.3. Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Sebagai Komunikasi Organisasi Pertamina ............................................ 5.4. Karakteristik Individu …………………………………....…. 5.4.1. Umur …........................…………………………….... 5.4.2. Pendidikan Formal .... .………………………………... 5.4.3. Pendidikan Non Formal ..................…………………… 5.4.4. Status Sosial …………………………...………………. 5.5. Penilaian Responden terhadap Aktivitas Komunikasi Organisasi PT Pertamina Balongan ...... ..................................................... 5.5.1. Saluran Komunikasi …………...................................... 5.5.1.1. Saluran Interpersonal …………....................... 5.5.1.2. Saluran Media Massa ......................................... 5.5.2. Mutu Informasi .......................................................... 5.5.2.1. Informasi relevan .............................................. 5.5.2.2. Unsur Kebaharuan ............................................ 5.5.2.3. Dapat Dipercaya …………………………….. 5.5.2.4. Mudah Dimengerti ...................................... 5.5.2.5. Mampu Menyelesaikan Masalah ……………... 5.5.3. Intensitas Pendamping Program ………………..……. 5.5.3.1. Kemampuan Berkomunikasi …....................... 5.5.3.2. Kemampuan Memotivasi………………………. 5.5.3.3. Kemampuan Melakukan Transfer Belajar ……. 5.6. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan ...... 5.6.1. Merencanakan Kegiatan …...…………………………... 5.6.2. Melaksanakan Kegiatan …………….………………... 5.6.3. Memanfaatkan Kegiatan ………...……………………. 5.6.4. Mengevaluasi kegiatan .................................................. 93 93 96 104 120 121 121 122 124 126 126 128 132 134 134 135 137 137 138 139 139 140 141 143 145 146 148 149 xxv 5.7. Efektivitas Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan..................................................................... 5.7.1. Tingkat Persepsi Masyarakat dalam Implementasi Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan 5.7.1.1. Persepsi Di Bidang Ekonomi…………………... 5.7.1.2. Persepsi Di Bidang Sosial …………................. 5.7.1.3. Persepsi Di Bidang Pengelolahan Lingkungan Hidup ............................................................. 5.7.2. Tingkat Keberdayaan Masyarakat Terhadap Implementasi Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan ................... 5.7.2.1. Keberdayaan Di Bidang Ekonomi………….…. 5.7.2.2. Keberdayaan Di Bidang Sosial ……………... 5.7.2.3. Keberdayaan Di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup .........................................................…… 5.8. Pengujian terhadap Hipotesis Penelitian ………………........... 5.8.1. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Penilaian Terhadap Aktivitas Komunikasi Organisasi … 5.8.2. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Implementasi Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan .............................. 5.8.3. Hubungan Antara Penilaian Aktifitas Komunikasi Organisasi dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan .... 5.8.4. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan dengan Tingkat Persepsi Masyarakat ................................ 5.8.5. Hubungan antara Tingkat Persepsi Masyarakat Tentang Perusahaan Dengan Tiingkat Keberdayaan Masyarakat… 5.9. Strategi Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan ..................................… 5.10.Implikasi Teoritis: Komunikasi Organisasi Sebagai Komunikasi Interaktif Antara Perusahaan dengan Masyarakat .......................... 153 154 156 157 159 163 165 168 169 172 172 180 190 196 206 211 215 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………. 6.1. Kesimpulan .....……………………………………………. 6.2. Saran …..………….................................................................. 219 219 220 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... LAMPIRAN ………………………………………………............… 223 233 xxvi xxvii DAFTAR TABEL Halaman 1. Karakteristik saluran komunikasi ....….........………............. 2. Kecamatan, desa, luas desa, kepala desa, jumlah kepala keluarga (KK) ………............…….............................…………. 3. Desa, populasi, total sampel, sampel tiap desa .................. 4. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran karakteristik individu (X 1 ) …...................................…..………. 5. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran saluran komunikasi (X 2 ) ……..........…………………………….... 6. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran mutu informasi (X 3 ) …………......……………………………. 7. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran intensitas pendamping program (X 4 ) ……............………….………….. 8. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP (Y 1 ) . 9. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran persepsi masyarakat terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan (Y 2 ) …….............................................................................…….. 84 10. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat keberdayaan masyarakat (Y 3 ) ......................................................... 11. Nilai koefisien korelasi hasil uji validitas ………..………….. 12. Nilai koefisien cronbach alpha hasil uji reliabilitas ..................... 13. Rincian mata pencaharian masyarakat di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta …….……………………..………………… 14. Rincian tingkat pendidikan di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta ................................................................................ 15. Sebaran masyarakat berdasarkan karakteristik individu ….......... 16. Rataan skor penilaian aktivitas komunikasi organisasi kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan di tiga desa penelitian ..................................................................................... 17. Rataan skor tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan di tiga desa penelitian .........................................…………........... 18. Rataan skor berdasarkan tingkat efektivitas kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan kegiatan TSP di tiga desa penelitian ...................................................................................... 19. Hubungan antara karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi ………………………..…..... 20. Hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan …………......……………... 21. Hubungan antara aktifitas komunikasi organisasi dengan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan …………………………………………….... 22. Hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat persepsi masyarakat ...................................…………… 19 75 76 79 80 81 82 83 85 87 89 95 96 120 126 145 155 173 180 191 196 xxviii 23. Hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat keberdayaan masyarakat ............................................... 24. Hubungan antara persepsi masyarakat dengan keberdayaan masyarakat ...................................…………………………… 25. Strategi komunikasi organisasi melalui kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan Balongan ............................ 202 206 214 xxix DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Triple Bottom Lines dalam kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan .....................................……………………….. 2. Perilaku pengusaha dalam melakukan kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan ………………………………………................. 3. Konsep piramida tanggungjawab sosial perusahaan ....................... 4. Pembentukkan persepsi ………………….……………..... 5. Kerangka berfikir penelitian komunikasi organisasi melalui kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan ……….……………..... 32 34 40 55 70 xxx xxxi DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Peta cirebon .............................................................................. Kuesioner penelitian ………………………………………….. Output SPSS pretest .................................................................. Output SPSS total untuk karakteristik individu .................. Output SPSS rataan skor untuk peubah saluran komunikasi mutu informasi, pendamping program kegiatan ................... Output SPSS rataan skor untuk partisipasi masyarakat ……........ Output SPSS rataan skor untuk efektivitas kegiatan TSP ...... Output korelasi …….................................................................... Dokumentasi tentang kegiatan TSP .......................................... 234 235 248 260 261 262 263 264 264 xxxii ABSTRACT ILONA VICENOVIE OISINA SITUMEANG, Organizational Communication Trough Corporate Social Responsibility (Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan). DJUARA P. LUBIS as the Head of Supervisory Commission; AMIRUDDIN SALEH and DARWIS S. GANI as the Members. Corporate social responsibility (CSR) is one of organizational communication form, CSR usually devoted for the community. Through this organizational communication corporate expects can be able to build a good relationship with community. The objectives of this research were: (1) to describe the form of organizational communication. (2) To describe the level of community participation, level of community perception, and level of community empowerment in the implementation of CSR activities. (3) to analyze correlation between individual characteristics and assessement of organizational communication activities and the level of community participation in the implementation of CSR activities. (4) to analyze correlation between assessment of organizational communication activities and level of community participation in the implementation of CSR activities. (5) to analyze correlation between level of community participation and the effectiveness of CSR activities. (6) to analyze correlation between level of community perception and level of community empowerment in the implementation of CSR activities. This research covered two kinds of data analysis i.e. descriptive statistics and inferential statistics. This research resulted several outputs, namely: (1) Organizational communication implemented by PERTAMINA was in accordance with the PENCILS mix principle; (2) level of community participation in the stage of planning and implementing were categorized good, level of community perception towards economic sector and environmental management were categorized good, level of community empowerment in economic sector and environmental management were categorized good. (3) Overall individual characteristics showed a real-positive correlation with assessment of organizational communication activities, Individual characteristics also showed a real-positive correlation with level of community participation. (4) Overall assessment of organizational communication activities showed a real-positive correlation with level of community participation. (5) Overall Level of community participation showed a real-positive correlation with the effectiveness of CSR program. (6) Overall level of community perception showed a real-positive correlation with level of community empowerment. Key words : Organizational communication, corporate social responsibility community empowerment. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehadiran perusahaan dalam suatu wilayah merupakan salah satu bukti bahwa wilayah tersebut memiliki potensi yang baik secara ekonomi, sosial budaya, sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya, sehingga diharapkan menimbulkan efek pengganda yang positif bagi masyarakat sekitar. Disayangkan, jika kehadiran sebuah perusahaan justru menghilangkan potensi sesungguhnya dan membangun jurang pemisah antara masyarakat dengan perusahaan. Untuk menghilangkan jurang pemisah antara perusahaan dengan masyarakat perlu dilakukan komunikasi yang efektif, sehingga terjalin komunikasi dan interaksi langsung antara perusahaan dengan masyarakat, sehingga dapat hidup secara berdampingan dan saling menguntungkan. Berangkat dari pemikiran tersebut, perusahaan berlomba-lomba untuk hadir di tengah-tengah masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial: mulai dari pemberian beasiswa pendidikan, ketertiban umum, peningkatan ekonomi, pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak, pendampingan untuk menyelesaikan masalah lingkungan hidup serta pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Untuk menghindari kesenjangan sosial antara perusahaan dan masyarakat dapat dilakukan dengan suatu kepedulian perusahaan dalam bentuk kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan (TSP). Melalui kegiatan TSP ini diharapkan dapat mempererat hubungan antara perusahaan dengan masyarakat. Kegiatan TSP merupakan suatu komunikasi organisasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk masyarakat. Melalui komunikasi organisasi ini diharapkan dapat menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat. Komunikasi yang digunakan dalam kegiatan TSP diharapkan bersifat dua arah, yang artinya perusahaan bukan lagi berperan sebagai komunikator semata, tetapi harus mampu menjadi komunikan yaitu menjadi pendengar aspirasi dari masyarakat. Sebaliknya masyarakat tidak hanya sebagai komunikan yang hanya menerima informasi, pesan dan masukan dari perusahaan tetapi harus mampu menjadi komunikator dalam menyampaikan aspirasi dan keinginannya, sehingga terjalin komunikasi yang efektif di antara pihak-pihak yang berkomunikasi, dan dapat merasakan manfaat dari kegiatan TSP. Komunikasi organisasi yang dilakukan oleh 2 perusahaan kepada masyarakat bertujuan untuk menggali kebutuhan dan persoalan yang kerap terjadi di masyarakat. Tujuannya agar kegiatan TSP dirancang agar tepat sasaran dan tidak tumpang tindih dengan program yang telah ada. Tanggungjawab sosial perusahaan merupakan konsep yang terus berkembang, memberikan panduan bagaimana sebuah organisasi berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sosialnya. Secara umum, menurut Carr et al., (2004) tanggungjawab sosial dipahami sebagai cara organisasi dalam mengintegrasikan kepentingan sosial, lingkungan hidup dan ekonomi dalam nilainilai budaya, pengambilan keputusan, strategi dan operasi organisasi dengan cara yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Implementasi berbagai aspek tersebut akan dapat meningkatkan kehidupan sosial masyarakat. Contoh dari kegiatan TSP yang dapat dilakukan organisasi di antaranya derma (charity), filantropi (philanthropy), kerja sukarela (volunteer work), dan pengurangan dampak lingkungan (the reduction of environmental impact). Walaupun demikian, dalam pelaksanaannya banyak kegiatan TSP yang bias. Kegiatan yang dilakukan seringkali hanya bagian dari kegiatan promosi produk atau perusahaan yang sifatnya jangka pendek. Seringkali dalam praktiknya kegiatan TSP hampir disamakan dengan derma (charity), sehingga ketika perusahaan membagi-bagikan hadiah kepada masyarakat di sekitar, perusahaan sudah dianggap melaksanakan kegiatan TSP kepada masyarakat. Kegiatan derma (charity) ini dapat menyebabkan masyarakat menjadi bergantung pada bantuan dari perusahaan. Hal tersebut menyebabkan tidak ada manfaat yang berkelanjutan yang dirasakan masyarakat. Sesungguhnya, konsep kegiatan TSP tidak sama dengan derma (charity) atau kedermaan (philanthropy) yang lebih spontan pemberian dan kegiatan tidak memiliki efek jangka panjang bagi masyarakat. Dalam arti tidak terjadi pemberdayaan masyarakat secara maksimal untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Thamrin et al., (2010) mengatakan bahwa praktik TSP yang selama ini dilakukan oleh beberapa perusahaan di Indonesia belum menunjukkan hasil yang signifikan khususnya bila 3 dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pola Community Development (CD) merupakan bentuk TSP yang saat ini banyak dipraktikkan oleh perusahaan besar. Masalahnya, apakah makna yang terkandung dalam CD sudah diimplementasikan secara benar. Dalam Implementasi CD benar-benar dapat terlaksana diasumsikan apabila TSP diimplementasikan melalui model alternatif implementasi TSP yang berbasis pada pemanfaatan modal sosial, maka TSP akan lebih bermakna bagi pemberdayaan masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial dan budaya secara berkelanjutan. Hakikat dalam modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari-hari warga masyarakat dalam hal ini hubungan sosial mencerminkan hasil interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan, pola kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya termasuk norma dan nilai yang mendasari hubungan sosial tersebut. Pola hubungan sosial inilah yang mendasari kegiatan bersama atau kegiatan kolektif antara warga masyarakat. Dengan demikian masyarakat tersebut mampu mengatasi masalah mereka secara bersama-sama (Ibrahim, 2006). Kegiatan tanggungjawab sosial yang dijalankan oleh perusahaan hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan masyarakat sehingga memiliki manfaat jangka panjang bagi penerimanya. Komunikasi yang konvergen menjadi kunci kesuksesan bagi kegiatan TSP dan melalui komunikasi yang efektif dapat menciptakan kesadaran masyarakat akan keberadaan perusahaan. Upaya mengkomunikasikan kegiatan TSP secara tepat sasaran membantu masyarakat untuk mengetahui berbagai keuntungan yang dapat dirasakan serta membangun brand power perusahaan, sehingga tingkat resiko perusahaan dalam menghadapi gejolak sosial dan konflik masyarakat akan menurun. Konflik dalam aktivitas komunikasi adalah bukti adanya kemacetan komunikasi (Hamijoyo, 2001). Suatu proses komunikasi untuk memberikan informasi yang benar akan menimbulkan suatu ketenangan dalam kehidupan masyarakat. Apabila isu atau informasi yang dikembangkan orang dalam berinteraksi tidak seirama dengan apa yang terjadi, maka timbullah konflik dalam 4 setiap pertukaran pesan, baik yang bersifat individu, kelompok maupun masyarakat. Akibatnya benturan sosial tidak dapat dihindari, baik dalam bentuk fisik maupun penekanan setiap ide yang berkembang dalam setiap komponen kehidupan masyarakat (Usman, 2001). Menurut Widiyanarti (2005), pendekatan TSP hendaknya dilakukan secara holistic. Artinya, pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan tidak dalam kegiatan bisnis semata, melainkan juga bergerak dari yang sifatnya derma (charity) menuju ke arah TSP yang lebih menekankan pada keberlanjutan pengembangan masyarakat (community development). Intinya, bagaimana melalui kegiatan TSP, masyarakat menjadi berdaya, baik secara ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup secara berkelanjutan (sustainability) sehingga perusahaan juga dapat terus berkembang dengan dukungan masyarakat sekitar. Dalam konteks ini, TSP lebih dimaknai sebagai investasi jangka panjang bagi perusahaan yang melakukannya. Konsep dan pemahaman kegiatan TSP yang baik yang diterapkan perusahaan haruslah sustainable, tidak hanya mengenai masalah lingkungan tetapi masalah sosial yang berkelanjutan. Dari sisi kepentingannya TSP memiliki tiga dasar utama, yaitu: ekonomi, sosial dan lingkungan. Sebetulnya, konsep sosial itu memberikan dimensi-dimensi yang membuat perusahaan tidak hanya baik di mata masyarakat, tetapi juga baik bagi perusahaan sebagai kompensasi atau imbalan terhadap perusahaan yang memperhatikan masyarakat. Minimal dari aspek resiko, perusahaan bisa melakukan operasional perusahaan dengan baik di tengah masyarakat dengan melakukan komunikasi yang efektif dengan masyarakat. Dalam perusahaan atau organisasi, komunikasi yang terjadi tidak hanya komunikasi yang melibatkan publik internal perusahaan namun juga melibatkan publik eksternal, agar terjadi kesinergian. Komunikasi dengan publik eksternal ini dilakukan agar publik internal organisasi dapat berinteraksi dengan publik di luar organisasi. Salah satu cara yang bisa digunakan perusahaan untuk berinteraksi secara langsung dengan publik di luar organisasi adalah dengan melakukan kegiatan TSP yang berkesinambungan yang memiliki manfaat jangka panjang bagi kehidupan masyarakat sekitar perusahaan. 5 Kegiatan TSP merupakan bentuk komunikasi organisasi yang dilakukan oleh perusahaan dan diperuntukkan bagi masyarakat. Kegiatan ini bermanfaat untuk mengurangi dampak negatif yang terwujud dalam bentuk kesenjangan antara kemajuan gerak perusahaan, keadaan serta harapan masyarakat sekitarnya. Sebagian masyarakat sekitar wilayah operasi perusahaan sering beranggapan pelaksanaan kegiatan TSP di wilayahnya masih belum seimbang dengan sumberdaya yang diambil maupun yang dimanfaatkan oleh perusahaan. Oleh karena itu komunikasi yang efektif kepada masyarakat dan informasi berupa persepsi dari masyarakat akan bermanfaat bagi perusahaan dalam merancang kegiatan yang orientasinya untuk memenuhi harapan dan keinginan masyarakat serta untuk kemajuan perusahaan. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa perusahaan akan berhasil dalam menjalankan kegiatan TSP yang berpihak kepada kebutuhan masyarakat. Penerapan kegiatan TSP di Indonesia pada umumnya berbeda-beda, tergantung kepada kebijakan, visi dan misi serta budaya di masing-masing perusahaan bersangkutan. Guna berhasilnya pelaksanaan kegiatan tersebut perlu suatu kesinergian antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat, sehingga kehadiran sebuah perusahaan menjadi perekat dan memiliki nilai positif untuk menciptakan keberdayaan masyarakat. Tanggungjawab sosial perusahaan merupakan salah satu kegiatan komunikasi organisasi yang wajib dilakukan perusahaan secara rutin dan berkesinambungan untuk kepentingan publik eksternal perusahaan, Selain itu kegiatan TSP mampu untuk mendukung perusahaan meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan akibat kegiatan operasinya serta memaksimalkan dampak positifnya kepada masyarakat. PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan merupakan salah satu dari tujuh Refinery Unit PT Pertamina yang beroperasi di Indonesia. Uniknya fenomena kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina sebagai salah satu perusahaan minyak dan gas bumi yang ada di Balongan tidak sebanding dengan kondisi ekonomi masyarakat yang hidup di sekitar perusahaan. Di mana satu sisi Balongan merupakan daerah yang memiliki sumberdaya alam yang diekploitasi dan juga terdapat kilang minyak yang mengelolah minyak mentah dari luar untuk 6 distribusi minyak Jakarta dan Jawa Barat, sementara kondisi ekonomi masyarakat di kabupaten Indramayu, khususnya di Kecamatan Balongan seperti pada angka Badan Pusat Statistik (2011) menunjukkan bahwa kabupaten Indramayu terdapat 102 desa dengan kategori desa miskin dan penduduk miskin berjumlah 169.720 rumah tangga miskin (RTM). Hal ini erat kaitannya dengan kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan yang rutin dilaksanakan oleh PT Pertamina Balongan sebagai komunikasi organisasi perusahaan untuk masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat di Balongan. Secara ekonomi kemiskinan adalah kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan (Angeningsih, 2008) Program penanggulangan kemiskinan sebenarnya sudah menjadi perhatian pemerintah sejak rezim orde baru berkuasa. Pada tahun 1993 pemerintah telah melaksanakan berbagai program yang menunjukkan komitmen pemerintah terhadap pemenuhan hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat. Namun, komitmen ini tidak menjawab persoalan utama bagi pemenuhan hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat. Ada program-program yang hanya bersifat insidental sehingga kurang mampu memberdayakan masyarakat, serta dalam kenyataannya banyak program yang salah sasaran sehingga tidak mampu memberdayakan masyarakat (Suparjan, 2008). Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pertamina untuk mengurangi angka kemiskinan dengan cara melaksanakan kegiatan TSP, yang merupakan suatu komunikasi organisasi perusahaan kepada masyarakat sekitar, ini merupakan suatu bentuk kepedulian perusahaan untuk mengurangi angka kemiskinan masyarakat dan memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar kilang Balongan. Namun sangat disayangkan di daerah kilang Balongan masih banyak terdapat masyarakat miskin, selain itu seringkali terjadi aksi demonstrasi yang dilakukan masyarakat kepada perusahaan. Masyarakat merasa kecewa dengan perusahaan yang kurang peduli dengan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah operasi Pertamina Balongan. Aksi demonstrasi 7 masyarakat Balongan sering terjadi, ini menunjukkan bahwa komunikasi yang terjalin antara perusahaan dengan masyarakat kurang efektif. Menurut Sarinastiti (2009), mengatakan bahwa dalam menjalankan dan mengkomunikasikan mengenai upaya perusahaan dalam menjalankan kegiatan TSP sangatlah beragam. Namun seringkali komunikasi lebih mengutamakan pada pandangan perusahaan bukan mengutamakan pada pandangan stakeholder, atau partisipasi mereka dalam kegiatan TSP tersebut. Namun pada praktiknya keberadaan sebuah perusahaan tidak selalu memberikan dampak positif bagi publik sekitarnya. Di sini keberadaan Public Relations (PR) perusahaan diperlukan, selain menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan publik internal, PR juga menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan publik ekternal salah satu caranya melalui kegiatan tanggungjawab sosial. Kegiatan TSP diharapkan memberikan manfaat positif bagi masyarakat di sekitarnya. PR dituntut menjadi agen komunikasi yang mampu menghubungkan setiap publik yang berkepentingan dengan organisasi perusahaan sehingga mencapai tujuan yang berlandaskan pada saling pengertian dan pemahaman. Menurut Jefkins (2003), PR merupakan suatu bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Public Relations menggunakan metode manajemen berdasarkan tujuan (management by objectives). Divisi hubungan pemerintah dan masyarakat (Hupmas) PT Pertamina merupakan divisi yang melaksanakan komunikasi organisasi baik untuk publik internal maupun publik eksternal. Salah satu komunikasi organisasi yang ditujukan untuk publik eksternal adalah kegiatan TSP, sebagaimana yang diwajibkan, bahwa perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi wajib melakukan community development seperti yang tertuang dalam: 1. Undang Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pasal 11 ayat 3 (p): “Kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 8 memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok tentang pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.” 2. Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 2004 tentang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Pasal 72: “Kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib menjamin dan menaati ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat setempat.” Pasal 73: ”Ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam pasal 72 sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.” Pasal 74 ayat (1): ”Kontraktor dalam melaksanakan kegiatannya ikut bertanggungjawab mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.” Ayat (2): ”Tanggungjawab kontraktor dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) adalah keikutsertaan dalam mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dibutuhkan, serta meningkatkan lingkungan hunian masyarakat agar tercipta keharmonisan antara kontraktor dengan masyarakat sekitar.” 3. Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2004 tentang Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi. Pasal 77: “Badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga wajib menjamin dan menaati ketentuan dan keselamatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat setempat.” Pasal 78: “Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup dan pengembangan masyarakat setempat sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 dalam kegiatan usaha pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.” Pasal 79 ayat (1): ”Badan usaha dalam melaksanakan kegiatan usaha pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga ikut bertanggungjawab 9 dalam pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat dalam rangka menjamin hubungan dengan masyarakat sekitar.” Ayat (2): “Tanggungjawab badan usaha dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) adalah keikutsertaan dalam mengembangkan dan memanfaatkan potensi kemampuan masyarakat setempat antara lain dengan cara mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah dan kualitas tertentu sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan serta meningkatkan lingkungan hunian masyarakat agar tercipta keharmonisan antara badan usaha dengan masyarakat sekitarnya.” Pasal 80 Ayat (1): “Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat oleh badan usaha dilakukan dengan berkoordinasi dengan pemerintah daerah.” Ayat (2): “Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diutamakan untuk masyarakat sekitar dimana kegiatan usahanya dilaksanakan.” 4. Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan sebagai berikut: a. Sumber dana ditetapkan dari penyisihan laba setelah pajak maksimal 1% (ps.8). b. Besar dana ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) untuk persero dan oleh Mentri BUMN untuk Perum (ps. 8(3)). c. Dana yang telah ditetapkan oleh RUPS atau Menteri disektor pada Unit PKBL, selambat-lambatnya sebulan setelah penetapan (ps.8(5)). d. Penggunaan dana Bina Lingkungan untuk tujuan yang memberikan manfaat kepada masyarakat diwilayah usaha dalam bentuk bantuan, bencana alam, pendidikan/pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan prasarana umum, dan sarana ibadah (ps.10(3)). e. Pelaksanaan program dilakukan secara langsung oleh BUMN yang bersangkutan (Bab IV ps. 12 Poin (b)). f. Beban operasional program dibiayai dari dana Program Bina Lingkungan, besarnya maximal 3% dari dana yang disalurkan pada tahun yang 10 bersangkutan (Bab V ps. 4). Baban operasional yang dituangkan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) PKBL (ps. 15). RKA tersebut terpisah dari RKA perusahaan (RKAP) (ps. 17 (2)). g. Pengelolaan program melaporkan pelaksanakaan program setiap triwulan dan laporan tahunan (Bab VII ps. 19 (2)). Laporan tersebut terpisah dari laporan berkala dan laporan tahunan BUMN yang bersangkutan (ayat 3). Dengan adanya undang-undang dan peraturan yang ditetapkan, industri ataupun korporasi wajib untuk melaksanakannya tetapi kewajiban ini bukan merupakan suatu beban yang memberatkan, perlu diingat pembangunan suatu negara bukan hanya tanggungjwab pemerintah dan industri saja, tetapi setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolahan kualitas hidup masyarakat. Industri dan korporasi berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan keuangan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi keuangan, sosial dan aspek pengelolaan lingkungan biasa disebut tripple bottom line sinergi tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Siregar, 2007). Penerapan kegiatan TSP PT Pertamina merupakan refleksi nilai dan budaya perusahaan yang terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan masa kini dan mendatang, yang memberikan manfaat bagi PT Pertamina, shareholder dan stakeholder. Mengingat kondisi nyata masyarakat, maka PT Pertamina dalam penerapan kegiatan TSP saat ini lebih diprioritaskan untuk membantu pemerintah dan masyarakat dalam memecahkan permasalahan sosial di sekitar wilayah kegiatan operasional perusahaan. Namun pelaksanaan kegiatan TSP dikendalikan sepenuhnya oleh perusahaan melalui divisi Hupmas. Pelaksanaan kegiatan dibagi menjadi lima wilayah yaitu: wilayah kilang Balongan, wilayah kilang LPG Mundu, wilayah WITP Salamdarma, wilayah Perumahan Bumi Patra dan wilayah Single Boi Mourine (SBM) dan Single Point Mourine (SPM). Namun pada penelitian ini hanya difokuskan pada wilayah kilang Balongan. Indikator keberhasilan dari kegiatan TSP yang dilakukan dapat dilihat dari dua sisi yaitu perusahaan dan masyarakat. Dari sisi perusahaan, citra perusahaan 11 harus semakin baik di mata masyarakat. Sementara itu, dari sisi masyarakat, harus ada peningkatan kualitas hidup dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu penting bagi perusahaan melakukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan kegiatan TSP yang dilakukan oleh Hupmas. Salah satu ukuran penting keberhasilan kegiatan TSP adalah jika masyarakat yang diberdayakan menjadi individu yang mandiri dan tidak selalu bergantung pada pertolongan pihak lain maupun pada perusahaan. Fenomena di atas yang mendorong penelitian ini dilaksanakan di PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan, untuk melihat bagaimana efektivitas komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP yang dilakukan PT Pertamina untuk masyarakat Balongan. Di mana melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran untuk melaksanakan komunikasi organisasi perusahaan yang efektif untuk mendukung keberdayaan masyarakat yang merupakan tujuan akhir dari kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan. Selain itu juga perusahaan harus mengutamakan kepentingan dari stakeholder dalam melaksanakan komunikasi organisasi perusahaan kepada masyarakat, agar kegiatan yang dilaksanakan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan TSP. 1.2. Perumusan Masalah Balongan merupakan salah satu daerah penghasil minyak dan gas bumi, yang terdapat eksploitasi dan industri ekstraktif migas. Daerah ini menerima dampak buruk lingkungan sebagai akibat dari pengelolaan migas di sektor hulu dan hilir seperti: getaran, kebisingan, polusi udara, polusi air, limbah cair, limbah padat, limbah gas yang diakibatkan dari kegiatan produksi yang dilakukan oleh perusahaan minyak dan gas bumi. Sebagai bentuk kepedulian PT Pertamina Balongan, merancang kegiatan TSP yang merupakan salah satu kegiatan eksternal Public Relation (PR). Perusahaan biasanya memiliki kewajiban kepada publik eksternal perusahaan dengan melakukan kegiatan TSP terhadap masyarakat. Kesadaran tentang pentingnya mempraktikkan kegiatan TSP ini menjadi tren global seiring dengan semakin maraknya kepedulian mengutamakan stakeholder. 12 Selain itu perlu diperhatikan juga norma dan kebiasaan dari masyarakat lokal serta nilai kearifan lokal yang dapat digali dan dimanfaatkan untuk mewujudkan suatu tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis dan berimbang. PT Pertamina Balongan yang berlokasi di jalan raya Balongan kilometer sembilan, Kabupaten Indramayu–Jawa Barat memiliki divisi Hupmas yang melaksanakan kegiatan TSP secara rutin dan berkesinambungan sebagai salah satu kegiatan eksternal dari komunikasi organisasi perusahaan terhadap masyarakat. Agar kegiatan TSP yang dirancang oleh PT Pertamina dan memiliki manfaat yang positif bagi masyarakat, Hupmas harus mengetahui strategi apa yang sesuai dan cocok diterapkan untuk masyarakat Balongan. Oleh karena itu secara rinci yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Apa saja bentuk komunikasi organisasi perusahaan yang dilakukan PT Pertamina Balongan untuk pemberdayakan masyarakat Balongan? 2. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat, tingkat persepsi masyarakat tentang kegiatan TSP dan tingkat keberdayaan masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang dilakukan PT Pertamina Balongan? 3. Sejauhmana hubungan karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi dan hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina Balongan? 4. Sejauhmana hubungan penilaian aktivitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina Balongan? 5. Sejauhmana hubungan partisipasi masyarakat dengan efektivitas TSP yang dilakukan PT Pertamina Balongan? 6. Sejauhmana hubungan tingkat persepsi masyarakat tentang perusahaan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina Balongan. 13 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menjadi permasalahan di atas, yaitu: 1. Untuk mendeskripsikan bentuk komunikasi organisasi perusahaan yang dilakukan PT Pertamina Balongan untuk pemberdayakan masyarakat Balongan. 2. Untuk mendeskripsikan tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan TSP, tingkat persepsi masyarakat tentang kegiatan TSP, dan tingkat keberdayaan masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang dilakukan PT Pertamina Balongan. 3. Untuk menganalisis hubungan karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi dan menganalisis hubungan karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP. 4. Untuk menganalisis hubungan penilaian aktivitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina Balongan. 5. Untuk menganalisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan efektifitas kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina Balongan. 6. Untuk menganalisis hubungan tingkat persepsi masyarakat tentang perusahaan dengan tingkat partisipasi masyarakat terhadap implementasi kegiatan TSP yang dilakukan PT Pertamina Balongan. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjawab mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi TSP dalam pemberdayaan masyarakat. Adapun secara spesifik penelitian ini berguna untuk: 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu komunikasi khususnya komunikasi organisasi mengenai program kegiatan TSP yang harus dilakukan perusahaan untuk masyarakat lokal. 14 Mengembangkan dan menyempurnakan secara empiris teori komunikasi pembangunan yang dikaitkan dengan konsep pemberdayaan masyarakat, mengkaji tentang program kegiatan TSP dalam mendukung program pemberdayaan masyarakat. 2. Secara Praktis Bagi Perusahaan: Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada PT Pertamina Balongan untuk meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memahami pentingnya program kegiatan TSP yang dilakukan perusahaan secara berkesinambungan dan tepat sasaran dalam memberdayakan masyarakat lokal. Bagi Pemerintah Daerah: Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan yang terkait dengan pembangunan, pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka otonomi daerah. 1.5. Kebaruan Kebaruan pada penelitian ini berbeda dari beberapa penelitian sebelumnya, kebaruan pada penelitian mengenai strategi komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP di PT Pertamina Balongan antara lain: 1. Menganalisis aktivitas komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP dengan memberikan penekan pada aspek-aspek teori dan praktek komunikasi organisasi. 2. Merancang strategi komunikasi organisasi yang tepat melalui kegiatan TSP yang efektif untuk mendukung pemberdayaan masyarakat Balongan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Organisasi Kegiatan komunikasi dalam sebuah organisasi merupakan jaringan kerja komunikasi dengan usaha memperoleh kegiatan masing-masing unit individu yang sesuai dengan kebutuhan totalitas organisasi. Komunikasi bukan hanya menjadi masalah “stimuli-respons,” tetapi sekaligus menjadi mekanisme koordinasi, kontrol dan hubungan satu sama lain. Komunikasi internal merujuk pada pesan-pesan yang dikirim dan diterima di dalam organisasi. Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan pernyataan, jumpa pers dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan kepada organisasinya, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual. Komunikasi organisasi memberi dan menerima informasi dalam suatu organisasi yang kompleks, yang mencakup bidang komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan kelompok manajemen baik komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas dan komunikasi ke samping, serta kepandaian berbicara, mendengarkan, menulis dan mengevaluasi program komunikasi (Goldhaber, 1993) Komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling bertukar pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau selalu berubah-berubah (Goldhaber, 1993). Pace dan Faules (2000) menyebutkan bahwa komunikasi organisasi sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian-bagian dari suatu organisasi tertentu. Di lain pihak, komunikasi organisasi merupakan bagian yang penting dalam proses organisasi yang selalu berkaitan dengan jaringan sebagai cara untuk mengorganisir. Jaringan adalah strukur sosial yang diciptakan untuk melakukan komunikasi dengan individu yang 16 lain, membuat kontak hubungan dan saluran dimana pengaruh dan kekuasaan disalurkan melalui manajemen baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal dalam organisasi. Menurut Zelko dan Dance dalam Muhammad (2008), menjelaskan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal maksudnya adalah komunikasi dalam organisasi itu sendiri seperti komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari atasan kepada bawahan dan komunikasi sesama karyawan sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan organisasi terhadap lingkungan luar berupa hubungan dengan masyarakat umum, komunikasi hasil produksi. Muhammad (2008), menjelaskan bahwa (1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkunganya sendiri baik internal maupun eksternal, (2) Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuannya, arah dan media, (3) Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan ketrampilannya. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu jaringan yang lebih besar dari jaringan diadik, komunikasi interpersonal dan dapat juga terkait komunikasi publik. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas dan komunikasi horizontal. Adler dan Rodman (1998) mengatakan bahwa arus komunikasi ke bawah (downward communication) adalah komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya, arus komunikasi ke atas (upward communication) adalah komunikasi yang berlangsung ketika bawahan mengirim pesan kepada atasannya dan komunikasi horizontal (horizontal communication) adalah tindak komunikasi ini berlangsung diantara para karyawan atau bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Pola komunikasi yang terjadi dalam organisasi itu sendiri banyak dipengaruhi oleh kegiatan dan fungsi public relations. Dalam fungsi public relations terdapat berbagai macam bentuk hubungan yang dapat dilakukan. Diantaranya yang umum dilakukan adalah, community relations, government 17 relations, consumer relations, investor relations, media relations dan employee relations. Semua bentuk hubungan-hubungan tersebut diatur oleh public relations, dengan tujuan untuk mencapai pengertian publik (public understanding), kepercayaan publik (public confidence), dukungan publik (public support), dan kerjasama publik (public cooperation) (Bonar, 1993). Tujuan komunikasi organisasi antara lain untuk memberikan informasi baik kepada pihak luar maupun dalam dalam memanfaatkan umpan balik dalam rangka proses pengendalian manajemen, mendapatkan pengaruh, alat untuk memecahkan persoalan dalam rangka pengambilan keputusan, mempermudah perubahan-perubahan yang akan dilakukan, mempermudah pembentukan kelompok-kelompok kerja, serta dapat dijadikan untuk menjaga pintu ke luar masuk dengan pihak-pihak di luar organisasi (Umar, 2002). Kebanyakan organisasi atau perusahaan saat ini lebih memfokuskan kepada kepentingan masyarakat dan peran serta masyarakat dibandingkan pada konsep ekonomi organisasi. Organisasi atau perusahaan modern telah mengembangkan proses bahwa perusahaan bukan hanya tempat bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa semata tetapi juga meghasilkan suatu hubungan dengan stakeholder. Perusahaan atau organisasi komersial dikebanyakan masyarakat barat telah memberikan hak – hak yang legal kepada warga negara dan lingkungan. Hak dari seseorang dan warga negara adalah memikul tanggung jawab yang besar untuk kemajuan organisasi atau perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan bergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan yang harus dicari, sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Semakin powerful stakeholder semakin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya. Di dalam organisasi biasanya terdapat bermacam-macam kelompok sosial. Masing-masing kelompok sosial ini mempunyai tujuannya masing-masing. Agar masing-masing kelompok ini dapat menyokong pencapaian tujuan organisasi, pemimpin organisasi memberikan informasi mengenai tujuan organisasi 18 kelompok sehingga masing-masing kelompok merasakan bahwa tujuan organisasi adalah tujuan bersama (Muhamad, 2008). Berdasarkan batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka secara konseptual komunikasi organisasi memiliki elemen-elemen: (1) Pertukaran pesan yang terjadi dengan sistem terbuka dan kompleks, (2) Komunikasi organisasi meliputi pesan yang dipertukarkan, arus pesan, membuat kontak hubungan, media dan saluran, (3) Komunikasi organisasi merupakan komunikasi formal dan komunikasi informal, dan (4) Komunikasi organisasi merupakan komunikasi yang terjadi dengan publik internal dan publik eksternal organisasi. Kegiatan komunikasi organisasi dengan publik eksternal sangat penting untuk dilakukan suatu perusahaan, karena melalui kegiatan komunikasi organisasi tersebut tercipta suatu interaksi yang harmonis antara perusahaan dengan publik eksternal dalam hal ini masyarakat. Guna untuk mendukung keberlangsungan perusahaan. Aktivitas komunikasi organisasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain adalah kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan. 2.2. Aktivitas Tanggungjawab Sosial Perusahaan 2.2.1. Saluran Komunikasi Saluran komunikasi merupakan alat yang digunakan sumber pesan dalam menyampaikan pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Saluran ini dianggap sebagai sarana penyampai informasi yang berasal dari sumber kepada penerima informasi dengan berbagai jenis saluran komunikasi yang dapat digunakan sesuai dengan informasi yang disampaikan. Menurut Rogers (2003) mengatakan bahwa ada dua macam saluran komunikasi yang dapat menyampaikan pesan-pesan pembangunan pertanian atau informasi pertanian yaitu saluran media massa dan saluran interpersonal. Rogers (2003) menguraikan tentang kategorisasi saluran komunikasi bahwa seringkali sulit bagi bagi penerima pesan untuk membedakan sumber pesan dan saluran yang membawa pesan. Sumber adalah individu atau institusi yang menghasilkan pesan. Saluran adalah pesan yang didapatkan dari sumber untuk disampaikan kepada penerima. 19 Menurut Rogers (2003) beberapa tipologi saluran komunikasi, di antaranya: 1. Saluran interpersonal, yaitu komunikasi tatap muka dengan keluarga, tetangga/teman, pedagang alat usaha tani, penyuluh. Saluran interpersonal antar individu sangat efektif, ada dialog, interaktif, ada umpan balik langsung. Saluran interpersonal antar individu dapat merubah sikap khalayak, berlangsung tatap muka atara satu penerima atau lebih dengan pemberi informasi. Tempat pertemuan di kantor penyuluh, rumah, lahan atau pasar. 2. Saluran media massa, yaitu dalam bentuk tercetak dan elektronik. Tercetak adalah: koran pedesaan, majalah, brosur, buku, poster. Elektronik adalah radio, televisi, internet. Saluran media massa mempunyai potensi menyebarkan informasi dengan cepat. Tabel 1. Karakteristik saluran komunikasi media massa dan interpersonal Saluran Karakteristik 1. Arus pesan 2. Konteks komunikasi Media Massa Interpersonal Cenderung satu arah Cenderung dua arah Mentransmisikan Tatap muka pesan melalui media 3. Kemungkinan umpan balik Rendah Tinggi 4. Kemampuan mengatasi proses Rendah Tinggi selektif (selective exposure) 5. Kecepatan menjangkau Relatif cepat dan Relatif lambat dan khalayak dalam jumlah besar efisien tidak efisien 6. Kemungkinan untuk Kecil menyesuaikan pesan dengan Besar penerima 7. Biaya yang diperlukan untuk Rendah Tinggi menjangkau per orang 8. Kemungkinan pesan Tinggi Rendah diabaikan oleh penerima 9. Pesan yang sama bagi semua Ya Tidak penerima pesan 10. Pihak pemberi informasi Pakar atau penguasa Setiap orang 11. Efek yang mungkin Perubahan Perubahan dan dihasilkan Pengetahuan pembentukan sikap Sumber: Rogers dan Shoemaker (1995); Rogers (2003) 20 Dari uraian di atas, menjelaskan bahwa saluran komunikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini dikategorikan dalam dua indikator, yaitu: (1) saluran komunikasi interpersonal dan saluran komunikasi media massa. 2.2.2. Mutu Informasi Informasi yang disampaikan oleh komunikator hendaknya merupakan informasi yang mudah untuk dimengerti oleh komunikan, sehingga akan menciptakan persamaan makna dan pengertian diantara pihak-pihak yang melakukan pertukaran informasi. Biasanya pihak-pihak yang melakukan pertukaran informasi akan mempertimbangkan informasi yang diterimanya tersebut berguna bagi dirinya atau tidak. Informasi yang berguna akan dijadikan referensi dalam kehidupannya sedangkan yang tidak akan dibiarkan hilang. Menurut Rice dan Atkin (2001) memberikan definisi mutu informasi adalah suatu pesan yang mempunyai kualitas dan dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Sperber dan Wilson (1986) menyatakan bahwa mutu informasi adalah materi informasi yang sesuai dengan kebutuhan, jelas dan dapat dimengerti oleh penerimanya, dapat dipercaya dan mempunyai daya tarik. Sperber dan Wilson (1986) mengatakan bahwa ada lima hal yang terkait dengan mutu informasi yang dapat dipertimbangkan oleh penerima yaitu: (1) Informasi sesuai atau relevan dengan kebutuhan penerima, relevan dengan konteks dan budaya yang berlaku bagi pengguna, (2) Ada kebaruan/ novelty dalam materi informasi tersebut, (3) Dapat dipercaya, (4) Mudah dimengerti, dan (5) Dapat memecahkan permasalahan pengguna. Mengikuti pendapat dari Sperber dan Wilson di atas bahwa mutu informasi dalam penelitian ini dikategorikan dalam lima indikator, di antaranya: (1) Informasi yang relevan, (2) Adanya unsur kebaruan, (3) Dapat dipercaya, (4) Mudah untuk dimengerti, dan (5) Membantu menyelesaikan masalah. 2.2.3. Pendamping Program Kegiatan Ada kecenderungan masyarakat tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang memadai untuk dapat memahami permasalahan mereka, memikirkan permasalahannya, atau memilih pemecahan masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka. Ada kemungkinan pengetahuan yang mereka 21 miliki berdasarkan kepada informasi yang keliru karena kurangnya pengalaman, pendidikan, atau faktor budaya lainnya. Peran pendamping sebagai fasilitator, motivator dan sebagai pendukung gerak usaha masyarakat. Kesalahan dalam memberikan informasi kepada masyarakat akan menimbulkan dampak negatif dan merusak lingkungan. Proses penyelenggaraan peran pendamping dapat berjalan dengan baik dan benar apabila didukung dengan tenaga pendamping yang profesional, kelembagaan pendamping yang handal, materi yang terus-menerus mengalir, sistem penyelenggaraan yang benar serta metode program yang tepat. Dengan demikian peran pendamping sangat penting artinya dalam memberikan informasi kepada individu, sehingga individu memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dalam memperbaiki kesejahteraan hidup masyarakat dan keluarganya. Penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari berperan sebagai fasilitator, komunikator, motivator, konsultan, pemandu, dan penggerak petani dalam pembangunan pertanian. Dengan perannya tersebut, para penyuluh diharapkan mampu memberdayakan petani agar mereka mampu, mau, serta berdaya memperbaiki tingkat kesejahteraan sendiri maupun masyarakat pedesaan lainnya. Selain itu juga diharapkan para penyuluh mampu mengantisipasi kebutuhan pembangunan pertanian dan melaksanakannya dengan penuh disiplin dan tanggung jawab (Sumintareja, 2000). Seorang pendamping program kegiatan harus memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Kemampuan untuk berkomunikasi Dalam kaitannya dengan materi komunikasi, Sumardjo, (1999) mengemukakan bahwa selain pemahaman materi dan informasi yang sesuai dengan kebutuhan petani (masyarakat), penyuluh (peran pendamping) perlu memiliki kemampuan berkomunikasi secara interaktif/dialogis dengan petani (masyarakat). Sehubungan dengan itu penyuluh (peran pendamping perlu menguasai cara-cara berkomunikasi yang efektif dan metode penyampaian pesan penyuluhan yang tepat kepada petani (masyarakat). 22 Agar komunikasi berjalan dengan efektif perlu diperhatikan beberapa hal: a. Baik komunikator maupun komunikan harus memiliki: (a) Kemampuan berkomunikasi yang meliputi: kemampuan menyusun tujuan komunikasi dan kemampuan menterjemahkan pesan ke dalam bentuk signal atau ekspresi tertentu seperti dalam bentuk tulisan dan komunikasi secara interpersonal, (b) Sikap, meliputi sikap terhadap diri sendiri, sikap terhadap materi dan sikap terhadap sasaran atau yang diajak berkomkunikasi, dan (c) Pengetahuan tentang karakteristik sasaran, media, metode komunikasi dan sistem sosial budaya setempat. b. Isi pesan, disampaikan dengan menggunakan kode yang jelas seperti penggunaan bahasa harus jelas, tegas, lengkap dan mudah dimengerti, disajikan secara utuh dan ada pengaturan. c. Saluran atau media, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: saluran yang sesuai dengan sasaran, saluran ekonomis, media mudah dibawa oleh sumber dan saluran yang sesuai dengan inovasi yang akan disampaikan. Mengacu pada konsep komunikasi di atas maka yang dimaksud dengan komunikasi secara efektif adalah proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan media atau saluran sehingga terjadi persamaan makna: artinya pesan yang disampaikan sumber bisa dan sama dengan pesan yang diterima penerima dan terjadi timbal balik. Keefektifan komunikasi dapat dilihat dari aspek perilaku seseorang yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik atas materi komunikasi dan atas teknik atau metode komunikasi terkait dengan penyampaian pesan kepada masyarakat. 2. Kemampuan untuk memotivasi Motivasi seseorang dapat mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak. Motivasi adalah proses mendorong, mengarahkan dan memelihara perilaku manusia untuk mencapai suatu tujuan. Hersey et al., (1996) mengemukakan bahwa motivasi adalah kemauan untuk bertindak atau pembentuk perilaku. Jadi motivasi merupakan kemauan seseorang untuk bertindak. Salah satu teori yang dikemukakan di sini adalah teori hirarki kebutuhan menurut Maslow karena dianggap relevan dengan situasi dalam memenuhi 23 kebutuhannya. Teori kebutuhan tersebut menyatakan bahwa seseorang berperilaku karena dimotivasi oleh adanya keinginan untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Kelima macam kebutuhan berjenjang dari segi prioritas (Amanah, 2006), adalah : a. Physiological needs yaitu menyangkut kebutuhan fisik. b. Safety needs atau security needs yakni kebutuhan keselamatan atau keamanan. c. Affection needs atau love needs atau social needs atau belonging needs merupakan kebutuhan akan hubungan sosial atau berkelompok. d. Esteem needs atau egoistic needs adalah kebutuhan penghormatan atau ingin dihargai. e. Self-actualization atau self realization needs atau self fulfillment needs atau self expression needs yakni kebutuhan pemuasan diri. Berbagai kebutuhan yang diinginkan seseorang tercermin pada perilaku. Perilaku individu ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat (Amanah, 2006). 3. Kemampuan untuk melakukan transfer belajar Peran pendamping untuk melakukan transfer belajar atau biasa disebut sebagai tenaga pendidik atau guru yang tugas utamanya adalah untuk mengajar. Karakteristik personal sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Personal dari tenaga pendidik merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar. Menurut Adi (2002) guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus ditiru). Sebagai seorang model, guru harus memiliki kemampuan yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competenceies), di antaranya adalah: (1) Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya, (2) Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama, (3) Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat, (4) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata krama, dan (5) Bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik. Kemampuan yang harus dimiliki oleh 24 peran pendamping antara lain: (1) Berempati, (2) Keterbukaan, (3) Tanggungjawab, dan (4) Keteladanan. Dari uraian di atas, pendamping program kegiatan TSP dikategorikan dalam tiga indikator, yaitu: (1) Kemampuan berkomunikasi, (2) Kemampuan memotivasi, dan (3) Kemampuan melakukan transfer belajar. 2.2.4. Public Relations Perusahaan sebagai suatu sistem hubungan yang terstruktur di mana setiap komponen masuk di dalamnya bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut antara lain sebagai upaya membina hubungan baik dengan para stakeholder. Public Relations (PR) dituntut menjadi jembatan antara perusahaan dengan publik eksternal. Public Relations diumpamakan sebagai wakil perusahaan yang mempunyai tugas untuk menyampaikan informasi kepada publik yang berhubungan dengan perusahaan. Public Relations menurut Jefkins (2003) adalah suatu bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Public Relations menggunakan metode manajemen berdasarkan tujuan (management by objectives). Dalam mengejar suatu tujuan, semua hasil atau tingkat kemajuan yang telah dicapai harus bisa diukur secara jelas, mengingat PR merupakan kegiatan yang nyata. Kenyataan ini dengan jelas menyangkal anggapan keliru yang mengatakan bahwa PR merupakan kegiatan yang abstrak. Perkembangan konsep PR menunjukkan suatu upaya saling berhubungan antara perusahaan dengan publik. Melalui PR ini masing-masing pihak saling menjalin komunikasi untuk memecahkan permasalahan bersama tanpa meninggalkan identitas dan tujuan masing-masing. Proses komunikasi tersebut diwujudkan melalui kegiatan TSP yang merupakan wujud tanggung jawab perusahaan dalam rangka menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar. Ardianto dan Soemirat (2007) mengklasifikasikan publik dalam PR menjadi beberapa kategori yaitu: 1. Publik internal dan publik eksternal. Publik internal yaitu publik yang berada di dalam organisasi/ perusahaan seperti supervisor, karyawan pelaksana, 25 manajer, pemegang saham dan direksi perusahaan. Publik eksternal secara organik tidak berkaitan langsung dengan perusahaan seperti pers, pemerintah, pendidik/ dosen, pelanggan, komunitas dan pemasok. 2. Publik primer, sekunder, dan marginal. Publik primer bisa sangat membantu atau merintangi upaya suatu perusahaan. Publik sekunder adalah publik yang kurang begitu penting dan publik marginal adalah publik yang tidak begitu penting. 3. Publik tradisional dan publik masa depan. Karyawan dan pelanggan adalah publik tradisional, mahasiswa/pelajar, peneliti, konsumen potensial, dosen, dan pejabat pemerintah (madya) adalah publik masa depan. 4. Proponent, opponent, dan uncommitted. Di antara publik terdapat kelompok yang menentang perusahaan (opponents), yang memihak (proponents) dan ada yang tidak peduli (uncommitted). Perusahaan perlu mengenal publik yang berbeda-beda ini agar dapat dengan jernih melihat permasalahan. 5. Silent majority dan vocal minority. Dilihat dari aktivitas publik dalam mengajukan complaint (keluhan) atau mendukung perusahaan, dapat dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif). Publik yang menulis di surat kabar umumnya adalah the vocal minority, yaitu aktif menyuarakan pendapatnya, namun jumlahnya tidak banyak. Sedangkan mayoritas pembaca adalah pasif sehingga tidak kelihatan suara atau pendapatnya. Perkembangan konsep PR menunjukkan suatu upaya saling berhubungan antara publik dengan perusahaan. Kegiatan PR harus dilaksanakan karena merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga reputasi dan citra perusahaan. Melalui PR masing-masing publik yang berhubungan saling menjalin komunikasi untuk memecahkan permasalahan bersama tanpa meninggalkan intensitas dan tujuan masing-masing. PR tidak satu arah arus informasi, PR memiliki dua fungsi peran juga. Dalam perannya ini, PR benar-benar merupakan fungsi manajemen, bertugas dengan tanggungjawab menjaga reputasi suatu organisasi membentuk, melindungi dan memperkenalkannya. 26 Ruang lingkup tugas PR dalam sebuah organisasi menurut Ruslan (2008) antara lain meliputi: 1. Membina hubungan ke dalam (publik internal), yang dimaksud dengan publik internal adalah publik yang menjadi bagian dari unit/badan/perusahaan atau organisasi itu sendiri. Seorang PR harus mampu mengidentifikasi atau mengenali hal-hal yang menimbulkan gambaran negatif di dalam masyarakat, sebelum kebijakan itu dijalankan oleh organisasi. 2. Membina hubungan ke luar (publik eksternal), yang dimaksud publik eksternal adalah publik umum (masyarakat). Mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran publik yang positif terhadap lembaga yang diwakilinya. Dilihat dari ruang lingkup tugas PR maka seorang PR tidak hanya menjalin komunikasi yang efektif serta menciptakan hubungan yang harmonis dengan publik internal saja namun juga harus mampu untuk menjalin komunikasi yang efektif dan menciptakan hubungan yang harmonis dengan publik eksternal dalam hal ini masyarakat. Dalam menciptakan hubungan yang harmonis dengan pihak eksternal salah satunya dapat dengan cara membuat kegiatan yang melibatkan secara aktif peran serta dari masyarakat sekitar untuk mendukung kegiatan tersebut. Kegiatan dan sasaran PR, salah satunya adalah mendukung kegiatan sosial perusahaan yang ditujukan kepada publik eksternal yaitu: masyarakat. Kegiatan TSP merupakan salah satu kegiatan dari divisi PR yang berinteraksi secara langsung dengan masyarakat. Ruslan (2008) menyatakan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, PR dapat mengembangkan kegiatan-kegiatannya ke dalam bauran PR (PR Mix). Merujuk pada pendapat Kotler yang menampilkan gagasan megamarketing menjadi 6P yaitu: (1) Product (produk), (2) Price (harga), (3) Promotions (promosi), (4) Placement (tempat), (5) Power (kekuatan) dan (6) Public Relations (hubungan masyarakat). Selanjutnya megamarketing tersebut dikembangkan oleh Harris yang melahirkan Marketing Public Relations (MPR). Kemudian dikembangkan lagi secara rinci peranan bauran PR menjadi Bauran Pencils. Bauran Pencils dalam korelasi komponen utama peranan PR adalah sebagai berikut: 27 1. Publication (Publikasi dan publisitas) Setiap fungsi dan tugas PR adalah menyelenggarakan publikasi atau menyebarluaskan informasi melalui berbagai media tentang aktivitas atau kegiatan perusahaan atau organisasi yang pantas untuk diketahui publik. Setelah itu, menghasilkan publisitas untuk memperoleh tanggapan positif secara lebih luas dari masyarakat. Dalam hal ini, tugas Public Relation Officer (PRO) adalah menciptakan berita untuk mencari publisitas melalui kerja sama dengan pihak pers/wartawan dengan tujuan menguntungkan citra lembaga atau organisasi yang diwakilinya. 2. Event (Penyusunan program acara) Merancang acara tertentu atau lebih dikenal dengan peristiwa khusus (special event) yang dipilih dalam jangka waktu, tempat, dan objek tertentu yang khusus sifatnya untuk mempengaruhi opini publik yang semua kegiatan promosi atau publikasi dikaitkan dengan event tersebut. Biasanya event tersebut ada beberapa jenis, di antaranya: a. Callender event, yang rutin (regular event) dilaksanakan pada bulan tertentu sepanjang tahun, seperti menyambut hari raya Idul Fitri, hari Natal, Tahun Baru, hari ulang tahun, dan sebagainya. b. Special event,merupakan ajang yang sifatnya khusus dan dilaksanakan pada momen tertentu di luar acara rutin dari program kerja PR, misalnya peluncuran produk baru (product launching), pembukaan kantor atau pabrik baru, jalan baru, gedung baru, dan sebagainya. c. Moment event, merupakan acara yang bersifat momentum atau lebih khusus lagi, misalnya, menyambut pesta perak, pesta emas, pesta berlian dan hingga menghadapi millenium. 3. News (Menciptakan berita) Berupaya menciptakan berita melalui press release, news letter dan bulletin, dan lain-lain yang biasanya mengacu teknis penulisan 5W + 1H (Who, What, Where, Whwn, Why dan How) dengan sistematika penulisan “piramida terbalik”, yang paling penting menjadi lead atau intro dan yang kurang penting diletakkan di tengah batang berita. Untuk itulah seorang PRO, mau 28 tidak mau harus mempunyai kemampuan untuk menulis, karena sebagian besar tugasnya untuk tulis-menulis (public relations writing), khususnya dalam menciptakan publisitas. 4. Community Involvement (Kepedulian pada komunitas) Keterlibatan tugas sehari-hari seorang PRO adalah mengadakan kontak sosial dengan kelompok masyarakat tertentu untuk menjaga hubungan baik (community relations and humanity relations) dengan pihak organisasi atau lembaga yang diwakilinya. 5. Inform or Image (memberitahukan atau meraih citra) Ada dua fungsi utama dari PR, yaitu memberitahukan sesuatu kepada publik atau menarik perhatian, sehingga diharapkan akan memperoleh tanggapan berupa citra positif dari suatu proses “nothing” diupayakan menjadi “something”. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, setelah tahu menjadi suka, dan kemudian diharapkan timbul sesuatu (something) yaitu berupa citra. 6. Lobbying and negotiation (Pendekatan dan bernegosiasi) Keterampilan untuk melobi secara pendekatan pribadi dan kemudian kemampuan bernegosiasi sangat diperlukan bagi seorang PRO agar semua rencana, ide, atau gagasan kegiatan suatu lembaga atau organisasi sebelum dimasyarakatkan perlu diadakan pendekatan untuk mencapai kesepakatan (deal) atau memperoleh dukungan dari individu dan lembaga yang berpengaruh sehingga timbul saling menguntungkan (win-win solution). 7. Social Responsibility (Tanggungjawab Sosial) Aspek TSP dalam dunia PR adalah cukup penting, tidak hanya memikirkan keuntungan materi bagi lembaga atau organisasi serta tokoh yang diwakilinya, tetapi juga kepedulian kepada masyarakat untuk mencapai sukses dalam memperoleh simpati atau empati dari khalayaknya. Hal ini dalam fungsi PR (corporate function) terdapat fungsi yang berkaitan dengan social marketing. (Ardianto dan Sumirat, 2007) Dari teori PENCILS di atas, jelas terlihat bahwa kedudukan kegiatan TSP merupakan bagian yang penting dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang praktisi PR. Penelitian ini mengkaji pelaksanaan kegiatan TSP di PT Pertamina 29 Balongan sebagai salah satu komunikasi organisasi yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat Balongan yang dilakukan oleh divisi Hupmas PT Pertamina Balongan. Salah satu wujud dari kegiatan TSP adalah terjalinnya hubungan baik antara sesama stakeholder yang terlibat demi tujuan yang sama guna mencapai kesejahteraan bersama. 2.3. Tanggungjawab Sosial sebagai Bentuk Komunikasi Organisasi 2.3.1. Konsep Tanggungjawab Sosial Perusahaan Seiring dengan peradaban modern eksistensi suatu perusahaan atau dunia usaha terus menjadi sorotan. Salah satu isu penting yang masih terus menjadi perhatian dunia usaha hingga saat ini adalah soal TSP sebagai bagian dari konfigurasi hubungan antara dunia bisnis dan masyarakat, persoalan kegiatan TSP mengalami rumusan konseptual yang terus berubah, sejalan dengan perkembangan yang dialami oleh dunia usaha itu sendiri. Pada awalnya dan untuk waktu yang sangat panjang, dunia usaha barang kali tidak perlu atau tidak pernah berfikir mengenai TSP. Hal ini karena proposi teori klasik, sebagaimana dirumuskan oleh Adam Smith tugas korporasi diletakkan semata-mata mencari keuntungan, “the only duty of the corporation is to make profit. Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan (Djalil, 2003). Secara perlahan ideologi “the only duty of the corporation is to make profit” yang dianut oleh korporasi telah berubah dengan munculnya kesadaran kolektif bahwa kontiunitas pertumbuhan dunia usaha tidak akan terjadi tanpa dukungan yang memadai dari stakeholder yang melingkupinya seperti, manajer, konsumen, buruh dan anggota masyarakat. Inti dari pandangan ini adalah bahwa dunia usaha tidak akan sejahtera jika stakeholdernya juga tidak sejahtera. Tanggungjawab sosial sebagai bentuk perhatian dari organisasi bisnis yang mulai memperhitungkan aspek lain di luar proses internal organisasi atau manajemen organisasi maupun masyarakat mulai berkembang konsep-konsep yang menuntut peran organisasi bisnis. 30 Korporat dalam kaitan ini mengalami perubahan yang lebih mengacu ke arah kebersamaan sebagai suatu sistem yang saling berfungsi, hal ini berkaitan dengan semakin mengglobalnya kepentingan yang ada, sehingga masing-masing korporat akan berkompetensi untuk dapat eksis dalam usahanya. Untuk itu strategi yang diterapkan adalah menggalang keikutsertaan berbagai pihak dalam mata rantai usaha yang dijalankannya. Sebenarnya banyak istilah yang digunakan secara bergantian untuk kegiatan TSP, kewarganegaraan korporat (corporate citizenship), ada juga yang menamakan corporate community relationship, ada juga yang menyebutnya organisasi berkelanjutan (Iriantara, 2004). Dalam pengertian luas, tanggungjawab sosial perusahaan dipahami sebagai konsep yang lebih “manusiawi” dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi bisnis, harus menjunjung tinggi moralitas (Nursahid, 2006). Petkoski dan Twose (2003) mendefinisikan TSP sebagai komitmen bisnis berperan untuk mendukung pembangunan ekonomi, bekerjasama dengan karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat luas, untuk meningkatkan mutu hidup mereka dengan berbagai cara yang menguntungkan bagi bisnis dan pembangunan. Di dalam Green Paper Komisi Masyarakat Eropa 2001 dinyatakan bahwa kebanyakan definisi TSP menunjukkan sebuah konsep tentang pengintegrasian kepedulian terhadap masalah sosial dan lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis perusahaan dan interaksi sukarela antara perusahaan dan para stakeholder-nya. Ini setidaknya ada dua hal yang terkait dengan TSP itu yakni pertimbangan sosial dan lingkungan hidup serta interaksi sukarela (Irianta, 2004). Dalam prinsip TSP, penekanan yang signifikan diberikan pada kepentingan stakeholders perusahaan. Di sini perusahaan diharuskan memperhatikan kepentingan dari stakeholders perusahaan, menciptakan nilai tambah dari produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya. Stakeholders perusahaan dapat didefinisikan sebagai pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi 31 perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat, lingkungan sekitar, dan pemerintah sebagai regulator. Tanggungjawab sosial perusahaan sebagai komunikasi organisasi perusahaan yang ditujukan kepada masyarakat merupakan sebuah ide dan gagasan, di mana perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Tetapi juga dihadapkan pada TSP harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain ekonomi adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan suatu perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul kepermukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya. Lingkungan sosial yang nyaman akan mendukung berjalannya operasional perusahaan. Itu harus menjadi pertimbangan bagi perusahaan agar dapat beroperasi dengan baik. Elkington dalam Wibisono (2007), mengembangkan konsep Triple bottom lines dalam istilah economic properity, environmental quality, social justice. Perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memikirkan 3P (profit, people, planet), yaitu selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet). Penelitian Iryani (2009) mengatakan bahwa triple bottom lines merupakan suatu konsekuensi dari definisi sustainable development yang mana mempunyai tiga elemen penting yaitu pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan dan kesejahteraan sosial, terlihat pada Gambar 1. 32 SOCIAL (PEOPLE) LINGKUNGAN ECONOMIC (PLANET) (PROFIT) Gambar 1. Triple Bottom Lines dalam Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Sumber: Iryani, 2009) Penelitian Pfleiger dalam Machiavelli (2011), menunjukkan bahwa usahausaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholders terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab. Hasil lain mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi. Sebagian perusahaan dalam industri modern menyadari sepenuhnya bahwa isu lingkungan dan sosial juga merupakan bagian penting dari perusahaan. Ferreira dalam Machiavelli (2011), menyatakan bahwa persoalan konservasi lingkungan merupakan tugas setiap individu, pemerintah dan perusahaan. Sebagai bagian dari tatanan sosial, perusahaan seharusnya melaporkan pengelolaan lingkungan perusahannya dalam annual report, Hal ini karena terkait dengan tiga aspek persoalan kepentingan: keberlanjutan aspek ekonomi, lingkungan dan kinerja sosial. 2.3.2. Perkembangan Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Indonesia Dalam pelaksanaan kegiatan TSP di Indonesia, perkembangan dan pelaksanaan TSP mengalami beberapa era pergeseran yang lebih membidik kepada bagaimana perusahaan dapat diberi keuntungan jika melakukan TSP dan bagaimana perusahaan dapat melakukan strategi perusahaan dalam hal ini termasuk juga program strategi pemasaran perusahaan tersebut. 33 Era Pertama, Pelaksanaan TSP di Indonesia di mana kegiatan-kegiatan tersebut merupakan suatu wujud pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga pada era ini masih menunjukkan bahwa kegiatan TSP lebih dianggap sebagai sebuah ”hutang” yang harus dibayar dan bukannya suatu kewajiban. Tidak heran jika di era pertama ini program kegiatan TSP yang dilakukan masih fokus pada lingkungan di sekitar perusahaan atau pabrik di mana mereka beroperasi. Era Kedua, dengan melihat faktor pertama tadi, kemudian memunculkan kegiatan TSP yang dilakukan tidak lagi hanya dilakukan disekitar perusahaan atau pabrik saja tetapi juga berskala nasional. Inilah era di mana TSP bukan lagi sebagai sebuah proses ”membayar hutang”, tetapi perusahaan mulai menunjukkan program kegiatan TSP-nya. Era Ketiga, dengan melihat banyaknya kompetitor dan bagaimana perusahaan harus bisa membuat berlangsungnya kehidupan perusahaan secara jangka panjang, serta persaingan merek produk yang semakin ketat, maka perusahaan harus menjalankan program kegiatan TSP yang dilakukan beberapa merek. Hal ini menandakan bahwa perkembangan TSP menuju ke era Branded tanggungjawab sosial yaitu kegiatan TSP yang memberikan manfaat bagi semua pihak. Masyarakat diuntungkan dan tentunya memberikan citra positif bagi sebuah merek. Menurut Fajar (Badri, 2009) perilaku para pengusaha pun beragam, dari kelompok yang sama sekali tidak malaksanakan kegiatan TSP sampai kepada kelompok yang menjadikan TSP sebagai nilai inti (core value) dalam menjalankan usaha. Dalam pengamatannya yang terkait dengan praktik TSP, pengusaha dikelompokkan menjadi empat: kelompok hitam, kelompok merah, kelompok biru, dan kelompok hijau. Perilaku pengusaha dalam melakukan kegiatan TSP terlihat pada Gambar 2. 34 Gambar 2. Perilaku Pengusaha dalam Melakukan KegiatanTanggungjawab Sosial Perusahaan (Sumber: Badri, 2009) Kelompok pertama adalah kelompok hitam, yaitu mereka yang tidak melakukan praktik TSP sama sekali. Mereka adalah pengusaha yang menjalankan bisnis semata-mata untuk kepentingan sendiri. Kelompok ini sama sekali tidak peduli pada aspek lingkungan dan sosial sekelilingnya dalam menjalankan usaha, bahkan tidak memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Kelompok kedua adalah kelompok merah, yaitu mereka yang mulai melaksanakan praktik TSP, tetapi memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungannya. Aspek lingkungan dan sosial mulai dipertimbangkan, tetapi dengan keterpaksaan yang biasanya dilakukan setelah mendapat tekanan dari pihak lain, seperti masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat. Kesejahteraan karyawan baru diperhatikan setelah karyawan ribut atau mengancam akan mogok kerja. Kelompok ini umumnya berasal dari kelompok satu (kelompok hitam) yang mendapat tekanan dari stakeholders-nya, yang kemudian dengan terpaksa memperhatikan isu lingkungan dan sosial, termasuk kesejahteraan karyawan. Tanggungjawab sosial jenis ini kurang berimbas pada pembentukan citra positif perusahaan karena publik melihat kelompok ini memerlukan tekanan (dan gertakan) sebelum melakukan praktik tanggungjawab sosial. Praktik jenis ini tak akan mampu berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan. 35 Kelompok ketiga adalah kelompok biru, adalah mereka yang menganggap praktik TSP akan memberi dampak positif (return) terhadap usahanya dan menilai TSP sebagai investasi, bukan biaya. Karenanya, kelompok ini secara sukarela dan sungguh-sungguh melaksanakan praktik TSP dan yakin bahwa investasi sosial ini akan berbuah pada lancarnya operasional usaha. Mereka mendapat citra positif karena masyarakat menilainya sungguh-sungguh membantu. Selayaknya investasi, kelompok ini menganggap praktik TSP adalah investasi sosial jangka panjang. Mereka juga berpandangan, dengan melaksanakan praktik TSP yang berkelanjutan, mereka akan mendapat ijin operasional dari masyarakat. Kita dapat berharap kelompok ini akan mampu memberi kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan. Kelompok keempat adalah kelompok hijau, merupakan kelompok yang sepenuh hati melaksanakan praktik TSP. Mereka telah menempatkannya sebagai nilai inti dan menganggap sebagai suatu keharusan, bahkan kebutuhan, dan menjadikannya sebagai modal sosial (ekuitas). Karenanya, mereka meyakini, tanpa melaksanakan TSP, mereka tidak memiliki modal yang harus dimiliki dalam menjalankan usaha mereka. Mereka sangat memperhatikan aspek lingkungan, aspek sosial dan kesejahteraan karyawannya serta melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Kelompok ini juga memasukkan TSP sebagai bagian yang terintegrasi ke dalam model bisnis atas dasar kepercayaan bahwa suatu usaha harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial. Mereka percaya, ada nilai tukar (trade-off) atas triple bottom line (aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial). Buahnya, kelompok ini tidak saja mendapat citra positif, tetapi juga kepercayaan, dari masyarakat yang selalu siap membela keberlanjutan usaha kelompok ini. Tidak mengherankan, kelompok hijau diyakini akan mampu berkontribusi besar terhadap pembangunan berkelanjutan. Menurut riset yang dilakukan oleh Nursahid (2006) mengatakan pelaksanaan kegiatan TSP di Indonesia akhir-akhir ini cukup intens diperbincangkan oleh berbagai kalangan seperti pemerintah, pebisnis, akademisi dan LSM. Namun demikian riset-riset yang terkait dengan implementasi TSP 36 belum banyak dilakukan, khususnya terkait dengan implementasi TSP yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat dan modal sosial. Riset yang sering dilakukan selama ini masih berkisar pada praktek TSP yang sedang berlangsung saat ini, yang artinya pebisnis melihat umumnya melihat praktik TSP sebagai kegiatan yang memiliki makna sosial dan bisnis sekaligus, artinya praktik TSP masih dikaitkan dengan peningkatan citra korporat dimata masyarakat dan praktik TSP yang dilakukan belum mencapai hasil seperti yang diharapkan dalam arti pemberdayaan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Hal ini terjadi dikarenakan kebijakan program yang terlalu kaku, implementasi yang salah, dan belum siapnya masyarakat calon penerima bantuan. Sehingga banyak kalangan melihat bahwa praktik kegiatan TSP yang dilakukan masih sebatas “kosmetik”. Nuansa kosmetik tersebut menurut Wibisono (2007) tercermin dari berbagai aspek sejak perumusan kebijakan dan penentuan orientasi program, pengorganisasian, pendanaan, eksekusi program, hingga evaluasi dan pelaporan. Diharapkan dalam melakukan kegiatan TSP dapat memperkuat kembali modal sosial komunitas lokal sehingga pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya dapat tercapai. 2.3.3. Manfaat Tanggungjawab Sosial Perusahaan Menurut Susanto (2007a) mengemukakan bahwa dari sisi perusahaan terdapat enam manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas TSP, yaitu: 1. Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggungjawab sosial secara konsisten akan mendapat dukungan luas dari komunitas yang merasakan manfaat dari aktivitas yang dijalankan TSP akan mengangkat citra perusahaan yang dalam rentang waktu yang panjang akan meningkatkan reputasi perusahaan. 2. Tanggungjawab sosial dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan produsen consumer goods yang beberapa waktu yang lalu dilanda isu adanya kandungan bahan berbahaya dalam produknya. Namun karena perusahaan tersebut dianggap konsisten 37 dalam menjalankan TSPnya, maka masyarakat menyikapinya dengan tenang sehingga relatif tidak mempengaruhi aktivitas dan kinerjanya. 3. Keterlibatan dan kebanggan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kebanggan ini pada akhirnya akan menghasilkan loyalitas sehingga merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. 4. Tanggungjawab sosial yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdernya. Pelaksanaan TSP secara konsisten menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka peroleh. 5. Meningkatnya penjualan. Konsumen akan lebih menyukai produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang secara konsisten menjalankan TSP-nya sehingga memiliki reputasi yang baik. 6. Insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya. 2.3.4. Model Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Indonesia Dalam menjalankan aktivitas TSP-nya tidak ada standar atau praktik tertentu yang dianggap terbaik, Setiap perusahaan memiliki karakteristik dan situasi yang unik yang berpengaruh terhadap TSP-nya. Model TSP yang umum diterapkan di Indonesia menurut Susiloadi (2008) adalah: 1. Tanggungjawab sosial bisa dilaksanakan secara langsung oleh perusahaan. Perusahaan menjalankan progran kegiatan TSP secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini perusahaan bisa menugaskan salah satu pejabat seniornya seperti coorporate secretary atau public affairs manager atau menjadi bagian dari tugas divisi human resource development atau PR. 2. Tanggungjawab sosial bisa pula dilaksanakan oleh yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan atau organisasi sosial sendiri di bawah perusahaan 38 atau grupnya. Perusahaan mendirikan yayasan atau organisasi sosial sendiri di bawah perusahaan atau grupnya yang dibentuk terpisah dari organisasi induk perusahaan namun tetap harus bertanggungjawab ke dewan direksi. Model ini merupakan adopsi yang lazim dilakukan di negara maju. Di sini perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan untuk operasional yayasan. 3. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan TSP melalui kerjasama atau bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan TSP melalui kerjasama dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, LSM, atau lembaga konsultan baik dalam mengelolah dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. 4. Beberapa perusahaan bergabung dalam sebuah konsorium untuk secara bersama-sama menjalankan TSP. Perusahaan turut mendirikan menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang mendukungnya akan secara proaktif mencari kerjasama dari berbagai kalangan dan kemudian mengembangkan program yang telah disepakati. 2.3.5. Piramida Tanggungjawab Sosial Perusahaan Menurut Carroll (1998) konsep piramida tanggungjawab sosial perusahaan terdiri dari empat jenjang tanggungjawab sosial perusahaan. Jenjang tanggungjawab sosial perusahaan tersebut meliputi tanggungjawab ekonomi, tanggungjawab legal, tanggungjawab etika dan tanggungjawab kedermawanan, berikut penjelasannya : 1. Tanggungjawab Ekonomis, sebuah perusahaan haruslah menghasilkan laba dimana sebuah perusahaan harus memiliki nilai tambah sebagai prasyarat untuk dapat berkembang. Laba merupakan pondasi yang diperlukan bagi demi kelangsungan hidup suatu perusahaan (make a profit). 2. Tanggungjawab Legal, di mana dalam mencapai tujuannya mencari laba sebuah perusahaan hatus menaati hukum. Upaya melanggar hukum demi memperoleh laba harus ditentang atau dihindari (obey the law). 39 3. Tanggungjawab Etika, perusahaan berkewajiban menjalankan hal yang baik dan benar, adil dan berimbang. Perusahaan harus menghindari praktek yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut diatas. Norma-norma masyarakat menjadi rujukan bagi langkah-langkah bisnis perusahaan (be ethical). 4. Tanggungjawab Kedermawanan, tanggungjawab ini mewajibkan perusahaan untuk memberikan kualitas kehidupan semuanya (be a good corporate citizen). Keempat jenjang tanggungjawab tersebut perlu dipahami sebagai satu kesatuan. Walaupun demikian, kesalahan intrepretasi umumnya kerap terjadi di mana muncul argumen bahwa labalah yang harus dipentingkan. Tetapi kegiatan mencari keuntungan atau laba hendaknya dikaitkan atau tidak terlepas dengan kegiatan lainnya seperti mengembangkan masyarakat sekitar perusahaan, sehingga terdapat kesinerjian antara perusahaan dengan masyarakat. Tanggungjawab sosial saat ini bukan lagi hanya sekedar kegiatan philanthropy konvensional memberikan sejumlah dana untuk tujuan-tujuan yang baik di akhir tahun saat pembukuan selesai namun sudah lebih luas lagi dan ini dijadikan tanggungjawab yang dilakukan perusahaan sepanjang tahun untuk lingkungan di sekitar mereka, untuk kegiatan bekerja yang lebih baik, untuk komitmen perusahaan terhadap komunitas lokal dan untuk pengakuan atas brand names perusahaan yang tidak hanya bergantung pada kualitas, harga keunikan yang mereka miliki, namun juga pada interaksi perusahaan dengan tenaga kerja yang dimiliki, komunitas dan lingkungan secara kumulatif. Piramida kegiatan TSP terlihat pada Gambar 3. 40 Menjadikan warganegara yang baik Memberikan kontribusi untuk memperbaiki Philanthropic Responsibility Kualitas kehidupan. Menjadikan kewajiban Ethical Responsibilities Untuk melakukan apa yang benar Untuk menghindari terjadinya kerugian Mematuhi hukum. Hukum adalah Legal Responsibilities aturan sosial tentang yang baik dan yang diperankan oleh main Keuangan menjadi keuntungan Economic Responsibilities di atas yang lainnya Gambar 3. Konsep Piramida Tanggungjawab Sosial Perusahaan Sumber: Carroll, 1998 Hal ini diperkuat oleh Pendapat Lantos (2002) menggunakan klasifikasi Carroll (Carroll’s classification) sebagai dasar untuk melihat pelaksanaan CSR pada perusahaan, yaitu: 1) Tanggung jawab ekonomi: menguntungkan bagi pemegang saham, menyediakan pekerjaan yang bagus bagi pekerjanya, menghasilkan produk yang berkualitas bagi pelanggan, 2) Tanggung jawab hukum: mengikuti hukum dan berlaku sesuai aturan permainan, 3) Tanggung jawab etik: menjalankan bisnis dengan moral, mengerjakan apa yang benar, apa yang harus dan fair, dan tidak menimbulkan kerusakan, dan 4) Tanggung jawab filantropis: memberikan kontribusi secara sukarela kepada masyarakat, memberikan waktu dan uang untuk pekerjaan yang baik. 2.3.6.Tahapan Penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Tahap dalam penerapan tanggungjawab sosial yang dilakukan perusahaan pada umumnya yaitu (Wibisono, 2007): 1. Tahap Perencanaan. Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama yaitu: Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting tanggungjawab sosial dan komitmen manajemen. Upaya penting ini dapat 41 dilakukan melaui seminar, lokakarya dan lain-lain. Tanggungjawab sosial perusahaan merupakan upaya untuk memetakkan kondisi perusahaan mengindentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan tanggungjawab sosial secara efektif. Pada tahap membangun TSP manual upaya dapat dilakukan melalui bench marking, menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli independent dalam penerapan TSP yang dilakukan dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak dari seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu efektif dan efesien. 2. Tahap Implementasi Tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian sumber daya, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama: sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. 3. Tahap Evaluasi Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan TSP sehingga membantu perusahaan untuk memetakkan kembali kondisi dan situasi serta pencapaian perusahaan dalam imlementasi TSP sehingga dapat mengupayakan perbaikanperbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi. 4. Tahap Pelaporan Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem renovasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. 42 2.3.7. Penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Praktik TSP oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menarik untuk dikaji disebabkan oleh faktor pembeda yang secara normatif mendukung kegiatan kedermawanan sosial BUMN ini seharusnya dapat berkembang, Pertama, karena sifat dan statusnya sebagai perusahaan milik negara, BUMN tidak terkendala oleh motif pengurangan pajak (tax deduction) sebagaimana menjadi pengharapan perusahaan-perusahaan swasta. Kendati pajak tetap merupakan kewajiban bagi BUMN, kewajiban ini tidak serta merta mempengaruhi kelancaran kegiatan atau operasi BUMN. Kedua, terdapat instrumen ”pemaksa” berupa kebijakan pemerintah; dimana melalui Kepmen BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003, perusahaan BUMN menjalankan Program Bina Lingkungan (PKBL), sehingga dengan praktik derma yang imperatif tersebut dimungkinkan bahwa potensi ratarata sumbangan sosial perusahaan-perusahaan BUMN lebih besar dari perusahaan-perusahaan swasta (Nursahid, 2006). Badan Usaha Milik Negara merupakan salah satu elemen utama kebijakan ekonomi strategis negara-negara berkembang. Keberadaan BUMN mempunyai pengaruh utama dalam pembangunan negara-negara dunia ketiga. Setidaknya, BUMN diperlukan dalam pengaturan infrastruktur dan public utilities, dan menempatkan dirinya untuk berperan pada hampir seluruh sektor aktivitas ekonomi (Nursahid, 2006). Pasal 11, ayat 3, huruf p Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi mengamanatkan bahwa setiap perusahaan minyak dan gas bumi pemegang kontrak kerjasama pengusahaan minyak dan gas bumi di suatu wilayah wajib melakukan pengembangan masyarakat sekitarnya dan menjamin hak-hak masyarakat adat. Pada pasal 42, huruf k menyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan atas dasar wewenang dan tanggung jawab dari instansi terkait meliputi pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat. Berdasarkan UU No 22 tahun 2001 tersebut perusahan-perusahaan minyak dan gas bumi yang beroperasi di Indonesia melaksanakan kegiatan TSP, baik dalam bentuk community development. Meski demikian, pada umumnya tidak 43 berjalan secara terencana dan terpadu dalam suatu program yang berkelanjutan. Hal ini sangat bergantung pada visi, misi dan budaya korporat dari suatu perusahaan. Hal ini diperkuat pendapat Susanto (2007b) undang-undang perseroan terbatas mewajibkan perusahaan yang berbasis sumberdaya alam menyisihkan anggaran untuk TSP dan lingkungan. Maksud munculnya ketentuan ini tentu dilandasi oleh keinginan yang mulia. Tetapi antara niat, aturan dan pelaksanaan di lapangan acap berbeda. Perdebatan banyak terjadi di seputar kegiatan TSP yang seharusnya berlandaskan kerelaan, tetapi menjadi kewajiban. Karena sudah menjadi UU, yang bisa dilakukan adalah justru bagaimana merumuskan dalam peraturan pemerintah yang akan menjadi juklaknya. PT Pertamina merupakan salah satu industri minyak dan gas bumi di Indonesia. Industri minyak dan gas bumi selalu dihubungkan dengan kegiatan eksploitasi sumberdaya alam yang tidak terbarukan. Eksploitasi sumberdaya alam tidak terbarukan yang berlangsung pada suatu generasi guna mengejar kemakmuran akan menghilangkan kesempatan bagi generasi yang akan datang untuk mengejar kemakmuran yang sama. Oleh karena itu dalam mengelolah sumberdaya alam migas hendaknya tetap memberdayakan dan memajukan masyarakat pada daerah yang dikelolah sumberdaya alamnya sebagai efek ganda dari adanya eksploitasi dan pengelolahan migas di daerah Balongan. Dalam konteks ini pengelola yaitu PT Pertamina Balongan mempunyai TSP kepada masyarakat setempat. Kegiatan TSP yang diperuntukkan sebagai komitmen bisnis perusahaan dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan cara memberdayakan serta memberikan peluang kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan guna memberdayakan masyarakat serta meningkatkan kemandirian bagi masyarakat Balongan. 2.3.8. Pedoman Umum Community Development Sektor Energi Sumber Daya Mineral Sementara itu pedoman umum pengembangan masyarakat (community development) sektor energi dan sumberdaya mineral menurut badan pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas sebagai regulator migas di sektor hulu dijelaskan: “tujuan dari community development adalah pemberdayaan masyarakat 44 (empowerment), sehingga anggota masyarakat/komuniti dapat mengaktualisasikan dan memenuhi kebutuhannya secara mandiri tanpa ketergantungan dengan pihak– pihak perusahaan maupun pemerintah.” Ruang lingkup program community development. 1. Community Services Pelayanan korporat untuk memenuhi kepentingan masyarakat ataupun kepentingan umum (misalnya: sarana jalan, sekolah, kesehatan, ibadah, kelestarian lingkungan). 2. Community Empowering Program–program community development yang memberikan akses yang lebih luas kepada komuniti untuk menunjang kemandiriannya, seperti: peningkatan kapasitas usaha masyarakat yang berbasis sumberdaya alam setempat. 3. Community Relation Kegiatan yang terkait dengan pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. 2.4. Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat sering kali dikaitkan dengan kegiatan pembangunan dalam masyarakat. Keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh peran serta dan partisipasi masyarakat. Partisipasi merupakan peran serta individu atau sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan. Menurut Rogers (2003) pembangunan itu sendiri adalah partisipasi. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Slamet (2003) yang mengemukakan bahwa indikator keberhasilan pembangunan bisa diukur dari ada tidaknya partisipasi masyarakat. Bryant dan White (Ndara, 1990) membagi partisipasi atas dua macam yaitu: (1) Partisipasi antar sesama warga atau anggota suatu perkumpulan, dinamakan partisipasi “horizontal,” (2) Partisipasi oleh bawahan dan atasan antara klien dan patron atau antara masyarakat dengan pemerintah diberi nama partisipasi “vertikal.” Pada sisi lain, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik seperti pemberian suara dalam pemilihan, kampanye dan sebagaimana 45 dikenal sebagai partisipasi dalam proses politik. Keterlibatan dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan disebut partisipasi dalam proses administrasi. Slamet (2003) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan aktif dan bermakna dari penduduk pada tingkatan yang berbeda: (1) Dalam proses pembentukkan keputusan untuk menentukan tujuan dan pengalokasian sumberdaya untuk mencapai tujuan tersebut, (2) Pelaksanaan program secara sukarela, dan (3) Pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program. Menurut Asngari (2008) berdasarkan area-area pembangunan maka partisipasi dapat dikelompokkan dalam dua pilihan yaitu: (1) Partisipasi sebagai alat, dimasukkan untuk menciptakan teknik atau metoda untuk mengimplementasikan partisipasi dalam praktek pembangunan, dan (2) Partisipasi sebagai tujuan, dimaknai sebagai pemberdayaan masyarakat sesuai kemampuan mereka, untuk secara bersama mengambil bagian dan bertanggungjawab atas pembangunan mereka sendiri. Asngari (2003) juga menjelaskan makna partisipasi atas enam di antaranya: (1) Partisipasi dalam pengambilan keputusan, (2) Partisipasi dalam pengawasan, (3) Partisipasi mendapatkan manfaat dan penghargaan, (4) Partisipasi sebagai proses pemberdayaan (empowerment), (5) Partisipasi bermakna kerja kemitraan (partnership), dan (6) Partisipasi akibat pengaruh stakeholder dalam pengambilan keputusan, pengawasan dan penggunaan ”resource” yang bermanfaat. Agar partisipasi bisa tumbuh, menurut Slamet (2003) paling tidak ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: (1) Adanya kesempatan untuk membangun kesempatan dalam pembangunan, (2) Adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan (3) Adanya kemauan untuk berpartisipasi. Sastropoetro (1988) menyebutkan beberapa unsur partisipasi sebagai berikut: (1) Kepercayaan diri masyarakat, (2) Adanya solidaritas dan integritas sosial dari masyarakat, (3) Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat, (4) Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan membangun atas dasar kekuatan sendiri, (5) Peranan dari pemimpin formal 46 maupun pemimpin non formal dalam menggerakkan masyarakat, (6) Prakarsa masyarakat atau perorangan dijadikan milik bersama, dan (7) Adanya kepekaan dan tanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan dan kepentingan bersama, adanya musyawarah mufakat dan menolong diri sendiri (self help). Tjokroamidjojo (1984) mengungkapkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam kepemimpinan, (2) rangka partisipasi Komunikasi, dan masyarakat, (3) yaitu: Pendidikan. (1) Masalah Untuk masalah kepemimpinan sangat menentukan karena dalam pembangunan membutuhkan pemimpin yang memiliki serta mampu menerima gagasan pembaharuan. Selain itu juga seorang pemimpin harus mampu berkomunikasi secara aktif dan mampu menterjemahkan proses yang berlangsung. Untuk menggerakkan partisipasi masyarakat diperlukan pemimpin formal yang mempunyai legalitas dan pemimpin yang informal memiliki legitimitas. Komunikasi merupakan sarana yang memungkinkan gagasan, kebijakan dan rencana mencerminkan kepentingan dan aspirasi masyarakat. Komunikasi dimaksudkan untuk menumbuhkan berbagai perubahan nilai dan sikap dalam proses pembaharuan. Selain berbagi kepercayaan budaya dan mempunyai fungsi pada masyarakat sebagai satu kesatuan. Koentjaraningrat (1992) menyatakan bahwa partisipasi dalam pembangunan sebenarnya menyangkut dua tipe pada prinsipnya berbeda, yaitu: 1. Partisipasi dalam aktivitas bersama dalam proyek pembangunan khusus. 2. Partisipasi sebagai individu di luar aktivitas bersama dalam pembangunan. Pada tipe yang pertama masyarakat diajak, dipersuasi, diperintahkan atau dipaksa oleh penguasa untuk berpartisipasi dan menyumbangkan tenaga dan hartanya kepada proyek pembangunan yang khusus, biasanya bersifat fisik. Bila masyarakat berdasarkan keyakinannya bahwa proyek tersebut akan bermanfaat baginya, maka mereka akan berpartisipasi dengan semangat dan spontanitas yang besar tanpa mengharap upah yang tinggi. Sebaliknya jika masyarakat diperintah atau dipaksa oleh penguasa untuk ikut menyumbangkan tenaga dan harta maka mereka akan berpartisipasi dengan semangat kerja rodi. Tipe partisipasi yang kedua tidak ada proyek aktivitas bersama yang khusus, tetapi terdapat proyek 47 pembangunan biasanya yang tidak bersifat fisik dan memerlukan partisipasi tidak atas perintah atau paksaan orang lain, tetapi atas dasar kemauan mereka sendiri. 2.4.1.Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam setiap tahap pembangunan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Masyarakat tidak lagi menjadi obyek dari pembangunan tetapi menjadi subyek aspirasi, menentukan pilihan, memanfaatkan peluang dan menyelesaikan masalahnya. Melalui pendekatan partisipatif ini masyarakat dapat memiliki pengaruh dan kontrol terhadap berbagai inisiatif pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya yang akan mempengaruhi kehidupannya maupun lingkungannya. Partisipasi sepadan dengan arti peran serta, ikut serta, keterlibatan atau proses belajar bersama saling memahami menganalisis, merencanakan dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan proses yang melibatkan masyarakat umum dalam pengambilan keputusan, perumusan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintah, pembinaan masyarakat dan pembangunan. Masyarakat harus memiliki kesempatan ikut berpartisipasi dalam segala kegiatan yang ada, mulai pemeriksaan awal masalah, daftar pemecahan yang mungkin diambil, pemilihan satu kemungkinan tindakan, mengorganisasi pelaksanaan, evaluasi dalam tahap pelaksanaan, hingga memperdebatkan mutu dari mobilisasi atau organisasi lebih lanjut (Goulet, 1990). Pemrakarsa partisipasi dapat berasal dari atas (penguasa atau para ahli), bawah (masyarakat) atau pihak ketiga dari luar. Jika berasal dari atas, maka biasanya disertai oleh kontrol sosial tertentu atas proses dan pelaku-pelaku partisipasi. Pembangunan dalam sebuah sistem yang non demokratis biasanya masih memperbolehkan partisipasi di tingkat mikro (pemecahan masalah) asalkan tidak mengganggu ketentuan atau aturan di tingkat makro (Goulet, 1990). Partisipasi ideal yang sulit ditemukan dalam tataran praktis adalah partisipasi yang dimulai dari tingkat bawah dan berkembang ke tingkat atas menuju bidang-bidang yang semakin meluas dalam pembuatan keputusan. Bentuk partisipasi ideal diprakarsai, atau sekurang- 48 kurangnya disetujui, oleh masyarakat non elit yang berkepentingan pada tingkat awal dalam urutan keputusan-keputusan (Goulet, 1990). Pemberdayaan pada dasarnya adalah pemberian kekuatan kepada pihak yang kurang atau tidak berdaya (powerless) agar dapat memiliki kekuatan yang menjadi modal dasar aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia. Pemberdayaan yang dimaksud tidak hanya mengarah pada individu semata, tetapi juga kolektif (Hikmat, 2001). Pengertian ini kurang-lebih sama dengan pendapat Payne dan Shardlow (Adi, 2002) mengenai tujuan utama pemberdayaan adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan, yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Pemberdayaan menyangkut permasalahan bagaimana individu, kelompok ataupun masyarakat berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Pembangunan merupakan proses peningkatan kemampuan manusia untuk menentukan masa depannya mengandung arti bahwa masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pembangunan dan masyarakat perlu berperan serta. Peran serta masyarakat dalam pembanguan harus melibatkan masyarakat secara keseluruhan dalam pembangunan tersebut. Dalam artian masyarakat harus berperan serta mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap evaluasi. Menumbuhkan partisipasi dalam masyarakat desa pada awalnya memang bukan pekerjaan yang mudah, karena menyangkut perubahan sikap mental dan budaya yang mungkin sudah melembaga dalam masyarakat bersangkutan. Menurut Ife (1995) agar masyarakat terdorong untuk berpartisipasi perlu diperhatikan dan dipertimbangkan beberapa prasyarat (condition), di antaranya: (1) Anggota-anggota masyarakat akan berpartisipasi apabila isu atau kegiatan yang ditawarkan dianggap penting oleh mereka, (2) Kegiatan yang ditawarkan kepada masyarakat, oleh setiap masyarakat dirasakan akan memberikan perbedaan yang nyata bagi perubahan yang lebih baik, (3) Apapun bentuk partisipasi dari setiap anggota masyarakat harus dihargai dan diberi nilai tinggi, 49 (4) Tersedia peluang atau kesempatan bagi setiap anggota masyarakat untuk berpatisipasi dan apapun bentuk partisipasi tersebut harus didukung, dan (5) Struktur dan proses kegiatan bukan merupakan sesuatu yang asing bagi anggotaanggota masyarakat, artinya harus kompabiliti dengan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. Dalam hal pendekatan pembangunan, tuntutan akan partisipasi ini telah mengubah paradigma mengenai posisi masyarakat dalam proses pembangunan. Masyarakat tidak lagi ditempatkan sebagai obyek, tetapi ikut terlibat mulai dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hingga pertanggungjawabannya. Pendekatan ini menyadari betapa pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kemampuan internalnya atas segala sumberdaya yang dimilikinya. Model semacam ini sangat menekankan pentingnya pemberdayaan (empowerment) dan inisiatif rakyat sebagai inti dari sumberdaya pembangunan. Tjokroamidjojo (1981) menegaskan bahwa pembangunan meliputi segala aspek kehidupan, politik, ekonomi, dan sosial budaya itu akan berhasil apabila merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh rakyat di dalam suatu negara. Untuk menerapkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan Mikkelsen (2001) mengatakan, bahwa perlu adanya paradigma baru yang disebut sebagai pembangunan partisipatoris yang mengindikasikan dua perspektif. Pertama, pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan dan pelaksanaan program atau proyek yang akan mewarnai hidup mereka, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa persepsi setempat, pola sikap, dan pola pikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh. Kedua, membuat umpan balik yang pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari kegiatan pembangunan. Pretty (1995) mengemukakan tipologi partisipasi, yaitu bagaimana masyarakat berpartisipasi dalam program dan proyek pembangunan. Partisipasi dapat dibagi menjadi tujuh tipe, di antaranya: 50 1. Partisipasi pasif (passive participation) Masyarakat berpartisipasi secara ikut-ikutan, pemberitahuan sepihak dari pengelolah proyek tanpa mendengarkan tanggapan masyarakat. 2. Partisipasi dalam pemberian informasi (participation in information giving) Masyarakat berpartisipasi dengan menjawab atau memberi informasi. Masyarakat tidak mempunyai pilihan untuk mempengaruhi cara kerja. 3. Partisipasi dengan konsultasi (participation by consultation) Masyarakat berpartisipasi dengan konsultasi, sedangkan agen luar menetapkan masalah dan jalan keluarnya serta memodifikasinya. Pengambilan keputusan oleh professional. 4. Partisipasi untuk memperoleh inserntif material (participation for material incentive) Masyarakat berpartisipasi dengan menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja untuk memperoleh insentif material. 5. Partisipasi fungsional (functional participation) Masyarakat berpartisipasi dengan pembentukan kelompok-kelompok yang dikaitkan dengan tujuan proyek. Masyarakat tidak dilibatkan pada tahap awal atau perencanaan, pengarahan dilakukan oleh pihak luar. 6. Partisipasi interaktif (interactive participation) Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama, membuat rencana aksi dan pembentukan masyarakat lokal baru atau penguatan yang lain. Masyarakat menentukan keputusan dan mempunyai tanggung jawab dalam pemeliharaan struktur dan praktik. 7. Pengembangan diri (self mobilization) Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil kebebasan inisiatif dari lembaga eksternal untuk mengubah sistem. Masyarakat membangun dengan hubungan lembaga eksternal untuk sumberdaya dan bantuan teknis yang diperlukan tetapi tetap menguasai sumberdaya yang digunakan. 51 Oakkey et al., (1991) dalam Kumar 2002 mengemukakan bahwa keuntungan utama partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu: 1. Efisiensi: partisipasi dapat menjamin penggunaaan secara efektif sumberdaya yang tersedia. Masyarakat lokal mengambil tanggungjawab dalam berbagai aktivitas sehingga meningkatkan efisiensi. 2. Efektivitas: Partisipasi masyarakat dapat membuat proyek-proyek lebih efektif melalui pengambilan keputusan mengenai tujuan dan strategi, partisipasi dalam pelaksanaan sehingga memastikan penggunaan sumberdaya secara efektif. 3. Kemandirian: Melalui partisipasi aktif masyarakat lokal tidak hanya dapat mengatasi mentalitas ketergantungan tetapi juga dapat meningkatkan kesadaran, kepercayaan diri dan pengawasan atas proses pembangunan. 4. Jaminan: Partisipasi masyarakat dapat menjadi sebuah usaha keras sebagai jaminan atas manfaat yang diperoleh kelompok sasaran. 5. Keberlanjutan: partisipasi masyarakat dianggap sebagai sebuah prasyarat bagi keberlanjutan kegiatan-kegiatan pembangunan. Stephens et al., dalam Sutrisno (2000) membedakan tahap partisipasi dalam proses pembangunan atas: (1) Partisipasi pada tahap perencanaan; (2) Partisipasi pada tahap pelaksanaan; (3) Partisipasi pada tahap pemanfaatan, dan (4) Partisipasi pada tahap penilaian pembangunan. Partisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan, pemanfaatan hasil pembangunan dan dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan pembangunan. Dari uraian di atas, partisipasi masyarakat dalam penelitian ini dikategorikan dalam empat indikator, yaitu: (1) Partisipasi dalam merencanakan, (2) Partisipasi dalam melaksanakan, (3) Partisipasi dalam memanfaatkan, dan (4) Partisipasi dalam mengevaluasi. 2.5. Karakteristik Individu Karakteristik individu sangat menentukan pemahaman terhadap informasi yang diterima adalah bagian dari pribadi yang melekat pada diri seseorang. Karakteristik tersebut mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja 52 maupun situasi yang lainnya. Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti umur, jenis kelamin, posisi, jabatan, status sosial, dan agama. Lionberger (1960) menyatakan bahwa karakteristik individu yang perlu diperhatikan adalah: umur, tingkat pendidikan dan karakter psikologis. Karakteristik psikologis antara lain adalah rasionalitas, fleksibilitas mental, dogmatisme, orientasi terhadap usahatani dan kecenderungan mencari informasi. Karakteristik individu sangat menentukan pemahaman terhadap informasi yang diterima. Lionberger dan Gwin dalam Suliasty (2008), mengungkapkan bahwa peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal diantaranya adalah peubah karakteristik individu. Karakteristik anggota kelompok pada dasarnya merupakan karakteristik individu, karakteristik individu meliputi: usia, tingkat pendidikan dan ciri psikologis. Menurut Madrie (1986), tingkat pendidikan formal, pengalaman, kekosmopolitan, nilai-nilai budaya, keberanian menghadapi resiko, merupakan indikator yang menentukan karakteristik pribadi seseorang. Rogers dan Shoemaker (1995) mengungkapkan bahwa sumberdaya pribadi mencakup: (1) Ciri kepribadian (personality), dan (2) Ciri komunikasi. Ciri kepribadian mencakup: empati, dogmatisme, kemampuan abstraksi, rasionalitas, intelejensia, sikap terhadap perubahan, sikap mengambil resiko, sikap terhadap ilmu pengetahuan atau pendidikan, fatalisme, motivasi meningkatkan taraf hidup dan aspirasi terhadap pendidikan dan pekerjaan. Ciri komunikasi antara lain: partisipasi sosial, komunikasi interpersonal dengan sistem luar, kekosmopolitan, kontak dengan agen pembaharu, keterdedahan terhadap media massa, keaktifan mencari inovasi, kepemimpinan (leadership) dan penerimaan terhadap norma modern. Salkind (1985) mengemukakan bahwa dalam proses pemberdayaan masyarakat tidak bisa terlepas dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal individu masyarakat antara lain: umur, pendidikan, jenis kelamin, jumlah tanggungan, status sosial ekonomi dan pengalaman masa lalu. Faktor eksternal 53 antara lain: peran penyuluh (fasilitator, motivator, katalisator, pendidik, pelatih), lingkungan (fisik, sosial, ekonomi), dan ketersediaan dana/modal sosial. Berdasarkan batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka secara konseptual karakteristik individu adalah keseluruhan ciri-ciri yang melekat pada seseorang yang berbeda satu dengan lainnya. Berpijak dari konsep tersebut di atas, maka karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang melekat pada individu yang dapat membedakannya dengan individu lainnya. Dari uraian di atas, karakteristik individu dikategorikan dalam lima indikator, di antaranya: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan status sosial. 2.6. Persepsi Individu Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus sebagai makhluk individual, terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan individu lainnya. Adanya perbedaan inilah yang menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi dan menilai obyek dengan persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian ditentukan oleh persepsinya. Persepsi pada hakikatnya merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan (Walgito, 2003). Proses penginderaan terjadi setiap saat diri indvidu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera. Stimulus tersebut kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari tentang apa yang diinderanya. Stimulus dapat berupa obyek yang besifat konkrit maupun abstrak. Obyek konkrit berupa benda dapat mengenai semua jenis indera manusia, sedangkan obyek yang abstrak dapat diindera setelah melalui proses audial dan atau proses visual. Rakhmat (2007) menjelaskan bahwa persepsi yaitu pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli 54 inderawi (sensory stimuli). Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi, ekspektuasi, motivasi dan memori. Menurut Rakhmat, persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional. Krech dan Crutchfield (Rakhmat, 2007) menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan terjadinya persepsi, yaitu: aspek perhatian, aspek motivasi, aspek pengetahuan, aspek personal, dan aspek situasi. Ketika individu menangkap sebuah informasi maka terjadilah pembentukan persepsi dengan menggunakan panca indera manusia. Persepsi terhadap sesuatu akan menjadi semakin kuat jika individu memiliki banyak informasi. Persepsi individu terjadi jika ada obyek (peristiwa yang sedang diamati atau sedang dialami), ada situasi atau lingkungan yang mendukung serta ada pengamat atau yang diamati. Di mana proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan, sebaliknya alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Dalam hal persepsi mengenai orang lain dan untuk memahami orang lain, persepsi itu dinamakan persepsi sosial dan kognisi dinamakan sebagai kognisi sosial. Persepsi individu terhadap lingkungan merupakan faktor penting dalam menentukan tindakan. Persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan) yang diterima pancaindera (hal ini dinamakan sensasi), kemudian stimulus diantar ke otak yang diartikan dan selanjutkan mengakibatkan pengalaman yang disadari. Ada yang mengatakan bahwa persepsi merupakan stimulus yang ditangkap oleh pancaindera individu, lalu diorganisasikan dan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti sesuatu yang diindera itu. Ada yang dengan singkat mengatakan: persepsi adalah memberikan makna pada stimulus yang ditangkap oleh inderawi. Persepsi merupakan proses pengertian dan penafsiran makna informasi yang diterima peralatan pancaindera manusia, dalam proses pemberian makna dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor personal dan faktor situsional. Proses terbentuknya persepsi menurut Krench dan Crutchfield (Rakhmat, 2007) ditentukan oleh faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa 55 lalu dan hal yang termasuk hal-hal apa yang kita sebut sebagai faktor personal. Menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Faktor yang mempengaruhi persepsi lazim disebut kerangka rujukan (frame of reference). Persepsi bersifat selektif secara fungsional. Artinya obyek yang mendapat perhatian khusus yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya adalah obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. Faktur struktural yang menentukan persepsi, berasal dari semata-mata dari sifat stimuli dan efek-efek yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Para psikolog Gestalt seperti Kohler, Wartheimer dan Koffa (Rakhmat, 2007) merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural. Prinsip ini kemudian terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori ini bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Pembentukan persepsi, menurut Litterer, terdiri dari: selectivity, closure and interpretation (Asngari, 1984). Secara skematis, ditunjukkan Gambar 4. MEKANISME PEMBENTUKAN PERSEPSI INFORMASI SAMPAI INDIVIDU PEMBENTUKAN PERSEPSI SELEKTIVITY INTERPRETASI CLOSURE PENGALAMAN MASA SILAM PERSEPSI PERILAKU Gambar 4. Pembentukkan Persepsi (Sumber: Asngari, 1984) 56 Informasi yang disampaikan kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi itu. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam dan dahulu memegang peranan yang penting. Litterer (Asngari, 1984), menekankan bahwa persepsi seseorang terhadap sesuatu yang dianggap berarti atau bermakna, tidak akan mempengaruhi perilakunya. Sebaliknya, bila ia beranggapan bahwa hal tersebut di pandang nyata, walau kenyataannya tidak benar atau tidak ada, akan mempengaruhi perilakunya atau tindakannya. Di dalam proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif maupun negatif, senang atau tidak senang dan sebagainya. Dengan adanya persepsi, maka akan terbentuk sebuah sikap, yaitu suatu kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak secara tertentu di dalam situasi yang tertentu pula. Menurut Anwar (2002), dalam diri setiap individu manusia, persepsi memiliki sifat-sifat, yaitu: 1. Persepsi adalah sebuah pengalaman. Untuk mengartikan makna dari sesuatu obyek kita harus memiliki dasar untuk melakukan interpretasi tersebut seperti pengalaman dan pengetahuan. 2. Persepsi adalah selektif. Ketika mempersepsikan sesuatu kita cenderung untuk memperhatikan bagian-bagian tertentu dari suatu obyek. Dengan kata lain kita melakukan seleksi hanya pada karakteristik tertentu dari obyek persepsi kita serta mengabaikan yang lain. Dalam hal ini kita mempersepsikan sesuatu didasari atas dasar sikap, nilai dan keyakinan yang terdapat dalam diri kita, dan mengabaikan karakteristik yang tidak relevan atau berlawanan dengan nilai dan keyakinan tersebut. 3. Persepsi adalah penyimpulan. Proses psikologi dari persepsi mencakup penarikan kesimpulan melalui suatu proses induksi secara logis. Karena Adanya suatu keterbatasan maka interpretasi yang dihasilkan pada dasarnya adalah suatu penyimpulan informasi yang tidak lengkap. 57 4. Persepsi tidak akurat. Setiap persepsi yang dilakukan akan mengandung kesalahan dalam kadar tertentu. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh pengaruh yang berasal dari masa lalu, selektivitas dan penyimpulan yang terlalu mudah atau penyamarataan. 5. Persepsi adalah evaluatif. Persepsi tidak akan pernah obyektif, karena kita melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai-nilai dan keyakinan pribadi yang digunakan untuk memberikan makna pada obyek persepsi. Persepsi merupakan proses kognitif psikologis yang ada pada dalam diri kita maka bersifat subyektif. Bila dikaitkan dengan masalah dalam penelitian ini, persepsi terhadap kegiatan TSP merupakan berbagai program kegiatan TSP yang diterima oleh individu melalui panca indera untuk memberikan pandangan dan penilaian kepada perusahaan yakni PT Pertamina Balongan. Persepsi masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina di bidang ekonomi, sosial, dan pengelolaan lingkungan hidup. Persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP dikategorikan dalam tiga indikator, di antaranya: (1) Persepsi terhadap manfaat di bidang ekonomi, (2) Persepsi terhadap manfaat di bidang sosial, dan (3) Persepsi terhadap manfaat di bidang pengelolaan lingkungan hidup. 2.7. Pemberdayaan Masyarakat Istilah pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata “power” yang berarti kemampuan, tenaga, atau kekuasaan. Dengan demikian, secara harfiah pemberdayaan dapat diartikan sebagai peningkatan kemampuan, tenaga, kekuatan, atau kekuasaan. Kata “empower” menurut Maerriam Webster dan Oxford English Dictionary (Prijono & Pranarka, 1996) mengandung dua pengertian, yaitu : 1. To give ability to or enable, yakni upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan. 58 2. To give power or authority to, yang berarti memberi kekuasaan mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada masyarakat, agar masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungannya secara mandiri. Dengan demikian, upaya pemberdayaan masyarakat berarti memampukan dan memandirikan masyarakat. Ife (1995) mengemukakan bahwa: “Pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment,” yang berarti membantu komunitas dengan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas komunitas sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas.” Sulistiyani (2004) menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan yang dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahannya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi yang dimiliki secara mandiri. Menurut Prijiono dan Pranarka (1996), konsep pemberdayaan perlu disesuaikan dengan alam pikiran dan budaya Indonesia. Perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat diawali dengan proses penghilangan harkat dan martabat manusia (dehumanisasi). Proses penghilangan harkat dan martabat manusia ini salah satunya banyak dipengaruhi oleh kemajuan ekonomi dan teknologi yang nantinya dipakai sebagai basis dasar dari kekuasaan (power). Empowerment hanya akan mempunyai arti kalau proses pemberdayaan menjadi bagian dari fungsi kebudayaan, yaitu aktualisasi dan koaktualisasi eksistensi 59 manusia dan bukan sebaliknya menjadi hal yang destruktif bagi proses aktualisasi dan aktualisasi eksistensi manusia. Suharto (2005) menyatakan bahwa pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: 1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, kebodohan, dan kesakitan. 2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan. 3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Menurut McArdle (1989) pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan, orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pertolongan dari hubungan eksternal. Namun, bukan hanya untuk mencapai tujuannya yang penting, akan tetapi lebih pada makna pentingnya proses dalam pengambilan keputusan. Tujuan dari Pemberdayaan untuk meningkatkan kekuatan orang-orang yang lemah (Ife, 1995), Pada dasarnya pemberdayaan dapat dimaknai sebagai segala usaha untuk membebaskan masyarakat miskin dari belenggu kemiskinan yang menghasilkan suatu situasi di mana kesempatan-kesempatan ekonomis tertutup bagi mereka, karena kemiskinan yang terjadi tidak bersifat alamiah semata, melainkan hasil berbagai macam faktor yang menyangkut kekuasaan dan kebijakan, maka upaya pemberdayaan juga harus melibatkan kedua faktor kekuasaan dan kebijakan dari perusahaan. 60 Keberdayaan bermakna sebagai keadaaan sudah berdaya, sedangkan pemberdayaan berarti proses atau usaha untuk membuat sesuatu menjadi berdaya. Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan (Sumaryadi, 2005). Masyarakat yang memiliki sehat fisik dan mental, terdidik dan kuat, tentunya memiliki keberdayaan. Keberdayaan masyarakat merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat memiliki kemampuan bertahan dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Salah satu indikator dari keberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya. Konsep pemberdayaan merupakan hasil dari proses interaksi di tingkat ideologis dan praksis. Pada tingkat ideologis, pemberdayaan merupakan hasil interaksi antara konsep top-down dan bottom-up, antara growth strategy dan people centered strategy. Di tingkat praktis, proses interaksi terjadi melalui pertarungan antar ruang otonomi. Konsep pemberdayaan mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community based development). Payne (1997) mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan pada intinya bertujuan membantu klien mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan untuk mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Pemberdayaan masyarakat menurut Prijono dan Pranarka (1996) adalah: “Bagaimana rakyat dibantu agar lebih berdaya sehingga tidak hanya dapat meningkatkan kapasitas dan kemampuannya dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya, tetapi sekaligus meningkatkan kemampuan ekonomi nasional”. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses di mana masyarakat khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan didorong untuk makin mandiri dalam mengembangkan kehidupan mereka. Dalam proses ini, masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang 61 pembangunan dan perikehidupan mereka sendiri. Selain itu mereka juga menemukenali solusi yang tepat dan mengakses sumberdaya yang diperlukan, baik sumberdaya eksternal maupun sumberdaya milik masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat juga merupakan suatu proses mengajak atau membawa masyarakat agar mampu melakukan sesuatu (enabling people to do something). Selanjutnya Prijono dan Pranarka (1996), menjelaskan bahwa proses pemberdayaan masyarakat mengandung dua kecenderungan, pertama: sebagai kecenderungan primer dari pemberdayaan menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya, sedangkan kecenderungan kedua sebagai kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Pemberdayaan masyarakat juga dapat diartikan sebagai upaya mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan melalui pengalihan pengambilan keputusan kepada masyarakat agar mereka terbiasa dan mampu bertanggungjawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya (Najiyati et al., 2005). Kartasasmita (1996) menyatakan bahwa beberapa hal yang perlu dilakukan dalam upaya pemberdayaan masyarakat adalah harus terarah dalam arti ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya, mengikutsertakan masyarakat yang akan dibantu, dan penting adanya pendampingan. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada programprogram pemberian (charity). Tujuan akhir pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan masyarakat, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Nurcahyo (2008) bahwa tujuan dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi lebih mandiri, yang meliputi 62 kemandirian berpikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Menurut Chambers (1995), salah satu upaya penting dalam strategi pemberdayaan adalah pendidikan, baik yang bersifat formal maupun non formal. Jadi pada masa mendatang, upaya pemberdayaan harus diarahkan langsung pada akar persoalannya yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Dengan kata lain, konsep pemberdayaan masyarakat harus mencerminkan paradigma baru pembangunan, dari konsep need atau production oriented kepada konsep people centered, participatory, empowering, and sustainable. Kartasasmita (1996) menyatakan bahwa proses memberdayakan masyarakat dapat dilakukan melalui tiga proses yaitu: (1) Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, apabila masyarakat tidak memiliki daya, maka dia akan punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya, (2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering). Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku untuk semua, tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini, dan (3) Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan masyarakat lebih berdaya, berkekuatan dan berkemampuan. Kaitannya dengan 63 indikator masyarakat berdaya, Sumardjo (1999) menyatakan ciri-ciri warga masyarakat berdaya yaitu: (1) Mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan, yakni dapat mengantisipasi kondisi perubahan ke depan, (2) Mampu mengarahkan dirinya sendiri, (3) Memiliki kekuatan untuk berunding, (4) Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, dan (5) Bertanggungjawab atas tindakannya. Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, paham termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab. Berdasarkan kajian terhadap berbagai pustaka tentang konsep pemberdayaan pada hakekatnya merupakan upaya yang dilakukan terhadap individu atau komunitas lokal yang kurang mampu agar mereka memiliki kemampuan, kekuatan, pengaruh, kontrol, penguasaan dan akses yang lebih besar terhadap sumberdaya sehingga bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupannya secara mandiri. Kemampuan mengandung makna individu, atau komunitas lokal menjadi lebih berdaya, memiliki pengetahuan, mempunyai motivasi, melihat adanya peluang dan bisa memanfaatkannya serta mampu mengambil keputusan dan bertindak secara tepat sesuai dengan situasi yang dihadapi. Pemberdayaan menunjukkan dimensi proses dan dimensi hasil pada subyek yang diberdayakan. Dimensi proses dari pemberdayaan merupakan berbagai upaya yang dilakukan terhadap subyek yang diberdayakan. Dimensi hasil menunjukkan sejauhmana tingkat keberdayaan yang terjadi dari subyek tersebut. 64 2.8. Pemberdayaan Masyarakat melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Diskursus mengenai TSP sampai saat ini tetap hangat dan menarik untuk diperbincangkan oleh perusahaan terutama yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi. Meningkatnya kesadaraan perusahaan dalam melakukan dan menerapkan tanggungjawab sosial di lingkungan usahanya didorong oleh cepatnya arus globalisasi dan liberalisasi di berbagai sektor. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah sektor usaha yang beroperasi dan melakukan kegiatan TSP sebagai kegiatan kepada masyarakat sekitar sebagai bentuk kepedulian perusahaan. Terkait dengan TSP, bahwa dunia bisnis, selama ini telah menjelma menjadi institusi yang paling berkuasa. Institusi yang dominan di masyarakat mana pun harus mengambil tanggungjawab sosial untuk kepentingan bersama. Untuk setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil, haruslah dilihat dalam kerangka tanggungjawab sosial tersebut. Penerapan kegiatan tanggungjawab sosial di kalangan perusahaan di Indonesia belakangan ini menunjukkan adanya perkembangan dan manfaat positif yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Tanggungjawab sosial ini diwujudkan melalui serangkaian kegiatan yang dilakukan perusahaan di berbagai bidang seperti: pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan dan bahkan sosial budaya yang dikemas dalam bentuk charity, philanthropy dan community development. Tujuan utama dari kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan pada dasarnya adalah untuk memberikan perhatian kepada masyarakat dan memberdayakan masyarakat lokal. Penetapan skala prioritas tanggungjawab sosial harus diperhatikan dengan baik. Program padat karya yang secara langsung dapat bermanfaat bagi masyarakat yang harus diperhatikan dalam tanggungjawab sosial. Selain itu kegiatan mempertimbangkan TSP yang pengembangan dikembangkan kebutuhan dari harus benar-benar masyarakat yang berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak (true win win solution), sehingga melalui kegiatan tersebut terjadilah pemberdayaan masyarakat. 65 Menurut Ndara (1990), bahwa pemberdayaan masyarakat terbagi atas empat macam, di antaranya: 1. Pemberdayaan politik, bertujuan meningkatkan bargaining position yang diperintah terhadap pemerintah, sehingga yang diperintah mendapatkan apa yang merupakan haknya dalam bentuk barang, jasa layanan, dan kepedulian tanpa merugikan orang lain. 2. Pemberdayaan ekonomi, dimaksud sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan yang diperintah sebagai consumer untuk berfungsi sebagai penanggung dampak negatif pertumbuhan, pembayar resiko salah urus, pemikul beban pembangunan, kambing hitam kegagalan program dan penderita kerusakan lingkungan. 3. Pemberdayaan sosial budaya, bertujuan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia melalui human investment, guna meningkatkan nilai manusia, penggunaan dan perlakuan seadilnya terhadap manusia. 4. Pemberdayaan lingkungan, dimaksudkan sebagai program perawatan dan pelestarian lingkungan, supaya yang diperintah dengan lingkungannya terdapat hubungan saling menguntungkan. Kegiatan TSP yang berkelanjutan akan memberikan dampak positif dan manfaat yang lebih besar baik keberdayaan masyarakat di bidang politik, ekonomi, sosialbudaya dan lingkungan. Menurut Rahman (2009), isu kegiatan TSP sangat beragam, sementara fokus TSP di negara maju fokus kegiatan TSP lebih bervariasi, diantaranya isu hak azazi manusia, pemenuhan hak-hak buruh, penyelenggaraan bisnis yang bebas korupsi dan orientasi pada lingkungan tidak atau belum terlalu berkembang. Sementara fokus isu TSP di negara berkembang lebih pada bagaimana perusahaan dapat memberdayakan masyarakat untuk mandiri dan peningkatkan taraf hidup. Baik negara maju maupun negara berkembang memiliki kesamaan pemahaman bahwa fokus kegiatan TSP adalah kedermawaan sosial. Menurut Rahman (2009), sejumlah isu yang dapat diangkat dalam kegiatan TSP antara lain: 1. Isu lingkungan 66 Isu pemanasan global yang sedang marak diberitakan bahwa perubahan lingkungan dunia kian memprihatinkan. Organisasi bisnis merupakan salah satu penyumbang terjadinya global warning turut andil dalam masalah ini. Diharapkan melalui kegiatan TSP lebih peduli terhadap isu lingkungan. 2. Isu sosial Aspek sosial dari kegiatan TSP selalu terkait dengan stakeholder perusahaan yaitu: pemerintah, organisasi bisnis lainnya, konsumen, karyawan, investor, rekan bisnis dan komunitas lokal. Stakeholder mengharapkan perusahaan bertindak penuh dan bertanggungjawab kepada masyarakat. Jika harapan dari stakeholder tidak terpenuhi dapat saja stakeholder melakukan tindakan yang dapat mengancam kesuksesan dari perusahaan dalam menjalankan operasi/bisnisnya, sehingga perusahaan harus peduli terhadap isu sosial. 3. Isu ekonomi Perekonomian masyarakat miskin yang tinggal di daerah sekitar perusahaan memberikan tanda bahwa masyarakat menjadi isu yang penting untuk diperhatikan oleh perusahaan. Melalui kegiatan TSP diharapkan akan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar, sehingga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dari uraian di atas, menyatakan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat merupakan hasil dari implementasi program kegiatan TSP dikategorikan dalam tiga indikator di antaranya: (1) Keberdayaan di bidang ekonomi, (2) Keberdayaan di bidang sosial dan (3) Keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran ini didasarkan atas pengakuan tentang perlu adanya perubahan tatanan kehidupan dalam suatu masyarakat. Salah satu tujuan dari pembangunan milenium (Millenium Development Goals/MDGs) adalah pengurangan angka kemiskinan. Diharapkan melalui kegiatan TSP dapat meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, untuk mengurangi angka kemiskinan di masyarakat. Melalui implementasi program kegiatan TSP menjadi salah satu solusi penting dalam upaya mereduksi angka kemiskinan. Kegiatan TSP terus diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Di sisi lain perusahaan tidak akan tumbuh dan berkembang, jika tidak ada dukungan dan partisipasi dari masyarakat. Kegiatan TSP merupakan salah satu komunikasi organisasi PT Pertamina Balongan yang ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat Balongan. Dalam melaksanakan kegiatan TSP partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan dalam menyukseskan implementasi kegiatan tersebut. Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan TSP sangat bervariasi, namun tingkat partisipasi masyarakat yang dimaksud bukan sekedar masyarakat sebagai pelaksana pembangunan, tetapi menjadi pelaku utama pembangunan dalam arti keterlibatan masyarakat bersifat menyeluruh yaitu mulai dari merencanakan kegiatan TSP, melaksanakan kegiatan TSP, memanfaatkan kegiatan TSP, atau dalam mengevaluasi TSP. Untuk mengantisipasi agar dalam menyampaikan informasi mengenai kegiatan TSP kepada masyarakat dapat berjalan secara optimal dan mampu menjangkau masyarakat, Pertamina menggunakan pendamping kegiatan. Pendamping kegiatan TSP dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Pendamping program kegiatan merupakan perwakilan dari Pertamina, diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi yang efektif untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, memiliki kemampuan untuk memotivasi masyarakat sehingga mempunyai semangat dalam melakukan berbagai kegiatan dan melaksanakan pekerjaan serta pendamping kegiatan harus memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan metode dan melakukan transfer belajar kepada masyarakat. Informasi yang diterima oleh masyarakat memiliki pengertian yang sama. 68 Informasi yang disampaikan kepada masyarakat harus memiliki mutu informasi yang baik dan disesuaikan dengan kebutuhan dari masyarakat. Mutu informasi yang baik harus merupakan informasi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat Balongan, informasi yang terbaru dan diakui kebenarannya, informasi yang mudah dipahami masyarakat serta informasi yang berguna untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat Balongan. Untuk tercapainya komunikasi yang efektif dalam penyampaian pesanpesan atau informasi mengenai kegiatan TSP, maka perlu memiliki keterampilan dalam memilih dan menggunakan saluran komunikasi yang tepat bagi pendamping kegiatan. Adapun pemilihan dan penggunaan saluran komunikasi yang efektif yang dapat digunakan pendamping kegiatan dapat menggunakan saluran komunikasi interpersonal dan saluran komunikasi media massa. Melalui tingkat partisipasi masyarakat terhadap implementasi kegiatan TSP akan menimbulkan tingkat persepsi masyarakat tentang perusahaan. Tingkat persepsi tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Diharapkan masyarakat memiliki pandangan yang baik dan positif terhadap Pertamina sebagai perusahaan yang melakukan komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP kepada masyarakat Balongan. Pertamina berharap masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan tersebut dapat mendukung kegiatan operasional perusahaan sehingga dapat berjalan secara berdampingan. Sebaliknya tingkat persepsi masyarakat tentang kegiatan TSP dan perusahaan yang baik akan menimbulkan tingkat partisipasi masyarakat terhadap implementasi kegiatan TSP. Komunikasi organisasi yang dilakukan perusahaan melalui implementasi kegiatan TSP akan berhubungan dengan tingkat keberdayaan masyarakat. Melalui program kegiatan TSP ini diharapkan dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, sesuai dengan prinsip triple bottom lines, atau 3P di antaranya: profit, people dan planet. Bahwa setiap perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memikirkan prinsip triple bottom lines. Dimana perusahaan tidak hanya mencari keuntungan saja (profit), namun juga harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat (people) dan kelestarian lingkungan (planet). Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan perusahaan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk peningkatan 69 kekuatan (daya) yang dimiliki masyarakat untuk maju dan berkembang serta memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Masyarakat yang tinggal di sekitar Pertamina Balongan merupakan penerima manfaat dari komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP. Masyarakat Balongan memiliki karakteristik individu yang heterogen yang menjadi ciri khas dan melekat pada diri masyarakat meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, status sosial masyarakat yang berbeda satu dengan yang lainnya, di mana karakteristik individu yang heterogen tersebut dapat mempengaruhi dalam penerimaan pesan-pesan informasi yang disampaikan pendamping kegiatan TSP. Karakteristik masyarakat, yakni umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, status sosial. Masyarakat dalam memperoleh informasi dapat melalui saluran komunikasi interpersonal maupun saluran komunikasi media massa. Masyarakat Balongan memiliki karakteristik beragam tersebut dapat mempengaruhi mereka dalam penerimaan pesan-pesan informasi kegiatan TSP yang disampaikan oleh pendamping program kegiatan. Selain karakteristik yang beragam, masyarakat Balongan juga memiliki perbedaan dalam tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan TSP, tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP dan tingkat keberdayaan masyarakat. Karakteristik individu berhubungan dengan peubah tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP. Karakteristik individu berhubungan dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi yang terdiri dari tiga peubah yaitu saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping program kegiatan. Penilaian aktivitas komunikasi organisasi berhubungan dengan peubah tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP. Peubah tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP berhubungan dengan efektivitas kegiatan TSP yang terdiri dari peubah tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP dan peubah tingkat keberdayaan masyarakat. Peubah tingkat persepsi masyarakat berhubungan dengan peubah tingkat keberdayaan masyarakat. Hubungan antar peubah yang menjadi kerangka berpikir penelitian ini disajikan pada Gambar 5. 70 Karakteristik Individu (X1) X1.1. Umur X1.2. Pendidikan formal X1.3. Pendidikan non formal X1.4. Status sosial H2 Efektivitas Kegiatan Tanggungjawab Perusahaan H1 Penilaian terhadap Aktivitas Komunikasi Organisasi Saluran Komunikasi (X2) X2.1. Komunikasi interpersonal X2.2. Komunikasi media massa Mutu Informasi (X3) X3.1. Informasi yang relevan X3.2. Unsur kebaruan X3.3. Dapat dipercaya X3.4. Mudah untuk dimengerti X3.5. Membantu menyelesaikan masalah Intensitas Pendamping Program Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (X4) X4.1. Kemampuan berkomunikasi X4.2. Kemampuan memotivasi X4.3. Kemampuan melakukan transfer belajar H3 Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Y1) Y1.1. Partisipasi dalam merencanakan Y1.2. Partisipasi dalam Melaksanakan Y1.3. Partisipasi dalam memanfaatkan Y1.4. Partisipasi dalam mengevaluasi H4 Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Y2) Y2.1. Persepsi terhadap Manfaat di bidang ekonomi Y2.2. Persepsi terhadap Manfaat di bidang sosial Y2.3. Persepsi terhadap pengelolaan lingkungan hidup H5 H2 Tingkat Keberdayaan Masyarakat (Y3) Y3.1. Kemampuan di bidang ekonomi Y3.2. Kemampuan di bidang sosial Y3.3. Kemampuan di bidang pengelolahan lingkungan hidup Gambar 5. Kerangka berpikir penelitian komunikasi organisasi melalui kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan 71 3.2. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Hipotesis Pertama: Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi. Hipotesis Kedua: Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP. Hipotesis Ketiga: Terdapat hubungan yang nyata antara penilaian aktivitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi TSP. Hipotesis Keempat: Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP dengan efektivitas kegiatan TSP. Hipotesis Kelima: Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat persepsi masyarakat tentang kegiatan TSP dengan tingkat keberdayaan masyarakat. 72 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan di Balongan Kabupaten Indramayu-Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini disebabkan karena di Kabupaten Indramayu terdapat industri minyak dan gas bumi baik hulu maupun hilir. Pengelolaan minyak dan gas bumi tersebut dikelola oleh PT Pertamina melalui Daerah Operasi Hulu (DOH) Cirebon untuk ekploitasi dan eksplorasi, PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan untuk pengelolaan dan Jakarta untuk pemasarannya. Khusus untuk Balongan bahan bakunya berasal dari luar Kabupaten Indramayu. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan dikuatkan dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menurut Kriyantono (2007) adalah riset yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Penelitian kuantitatif dimulai dengan kegiatan menjajaki permasalahan yang menjadi pusat perhatian peneliti. Kemudian peneliti mendefinisikan dan memformulasikan masalah penelitian dengan jelas, sehingga mudah dimengerti. Setelah masalah penelitian diformulasikan, maka didesain rancangan penelitian yaitu desain model penelitian, desain inilah yang nantinya menuntun pelaksanaan penelitian secara keseluruhan (Bungin, 2008). Mengacu pada tujuan penelitian, peneliti berusaha mencari hubungan antar peubah yang terkait dengan karakteristik individu, saluran komunikasi, mutu informasi, intensitas peran pendamping, tingkat partisipasi masyarakat, persepsi masyarakat tentang kegiatan TSP dan tingkat keberdayaan masyarakat Balongan. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti merancang penelitian ini sebagai survei dengan mengkombinasikan antara penelitian menerangkan (explanatory research) dengan penelitian deskriptif (descriptive research). Rancangan ini sesuai dengan pendapat Babbie (1992) yang menyatakan bahwa penelitian yang bertipe menerangkan adalah, penelitian yang bertujuan menjelaskan pengaruh dan hubungan antar peubah melalui pengujian hipotesis. Penelitian semacam ini dalam deskriptif juga mengandung uraian-uraian, tetapi fokusnya terletak pada hubungan antar peubah. Namun dalam penelitian ini hanya melihat hubungan antar peubah, sekaligus menguji hubungan hipotesis penelitian. 74 Unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang tinggal di wilayah ring satu kilang Balongan yang menerima manfaat dari program kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Obyek penelitian ini adalah pelaksanaan program kegiatan TSP dengan tingkat partisipasi masyarakat, persepsi masyarakat tentang TSP dan tingkat keberdayaan masyarakat, penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi di Balongan, Kabupaten Indramayu karena mengingat di wilayah tersebut PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan beroperasi. Sebagai sumber penelitian adalah PT Pertamina Refinery Unit VI, Jalan Raya Balongan Km sembilan Kabupaten Indramayu-Jawa Barat. Adapun waktu penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. 4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1.Populasi Populasi adalah kumpulan semua hal (orang, perusahaan dan sebagainya) yang dipertimbangkan dengan baik. Karakteristik penting dari populasi adalah berisi semua elemen yang menarik perhatian. Populasi dapat dibatasi atau tidak dalam hal ukuran (Ashenfelter et al., 2003). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat yang bertempat tinggal di ring satu pada wilayah kilang Balongan yang mencakup atas tiga Desa yaitu: Desa Majakerta, Desa Sukaurip dan Desa Balongan. Penelitian ini difokuskan hanya pada wilayah ring satu karena wilayah tersebut yang terkena dampak secara langsung dari kegiatan operasional kilang Pertamina Refinery Unit VI Balongan. 75 Tabel 2. Kecamatan, desa, luas desa, dan jumlah kepala keluarga Kecamatan Desa Luas Desa (ha) Jumlah Kepala Keluarga (KK) Balongan Majakerta 426,2 1.501 Sukaurip 254,3 1.439 Balongan 497,8 1.647 TOTAL 4.587 Sumber: Kecamatan Balongan, Juli 2011 4.3.2.Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih untuk dianalisis. Pemilihan sampel ini merupakan hal yang sangat penting. Berbagai metode pengambilan sampel tersedia namun hal kunci yang harus diingat bahwa sampel sebuah populasi dapat menggambarkan populasi (Ashenfelter et al., 2003). Besarnya jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus Slovin (Sevilla et al., 1993), yaitu: Keterangan N n = ----------------N.d2 + 1 4587 n = -------------------------4587.(0,07)2 + 1 4587 n = ------------------------4587. 0,0049 +1 4587 n = -----------------22,476 + 1 4587 n = ----------------23,476 n = 195,40 = 195 orang n : Ukuran sampel N: Ukuran populasi d : Persen kelonggaran ketidaktelitian (presisi) adalah 7%. 76 Dari populasi sebanyak 4587 kepala keluarga yang diperoleh dari Desa Balongan, Desa Majakerta dan Desa Sukaurip yang berada di daerah ring satu kilang Balongan, didapatkan sampel penelitian sebanyak 195 yang dijadikan responden dalam penelitian ini. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara probabilitas, dengan teknik penarikan sampel acak stratifikasi (stratified random sampling). Besarnya sampel yang diambil pada tiap strata dilakukan dengan metode berimbang acak (proportionate stratified random sampling). Tabel 3. Desa, populasi, total sampel dan sampel tiap desa Desa Populasi (KK) 1.501 Sampel Tiap Desa (KK) 64 1.439 61 Balongan 1.647 70 Total 4587 195 Majakerta Sukaurip 4.4. Data dan Instrumentasi 4.4.1. Data Data merupakan salah satu unsur atau komponen utama dalam melaksanakan penelitian, artinya “tanpa data tidak akan ada penelitian.” Data yang dipergunakan dalam suatu penelitian merupakan data yang harus benar, kalau diperoleh dengan tidak benar, maka menghasilkan informasi yang salah. Menurut cara perolehannya data dapat dikelompokkan menjadi dua (Ruslan 2008), yaitu data primer (primary data) dan data sekunder (secondary data). Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian perorangan, kelompok dan organisasi. Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi (tersedia) melalui publikasi dan informasi yang dikeluarkan di berbagai organisasi. Menurut Kriyantono (2007), jenis data meliputi: 1. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan, di mana sumber data dapat melalui responden atau subyek penelitian, hasil pengisian kuesioner, wawancara maupun observasi. 77 2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder. 4.4.2. Instrumentasi Menurut Phipps dan Vernon (2008), untuk keperluan pengumpulan data dipergunakan kuesioner dan pedoman wawancara untuk memperoleh data primer. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk: (1) Memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian, dan (2) Memperoleh informasi dengan validitas dan reliabilitas setinggi mungkin. Pertanyaan dalam kuesioner disusun dengan pertanyaan yang langsung berkaitan dengan tujuan dan hipotesis penelitian. Beberapa pertanyaan diajukan dengan metode penggalian ke belakang agar responden dapat mengingat kembali (recall method). Neuman (2006) menyatakan bahwa format pernyataan dalam skala ordinal dengan kategori responden yang disusun dalam bentuk matriks dan terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu selalu, sering, jarang, tidak pernah. Penilaian atau skor setiap jawaban responden adalah empat untuk pilihan jawaban selalu, tiga untuk pilihan jawaban sering, dua untuk pilihan jawaban jarang, satu untuk pilihan jawaban tidak pernah. Kuesioner terdiri dari empat bagian di antaranya: Bagian pertama adalah karakteristik individu yaitu: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal dan status sosial. Bagian kedua adalah penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi, terdiri dari: 1. Saluran komunikasi: komunikasi interpersonal dan komunikasi media massa. 2. Mutu informasi: informasi yang relevan, unsur kebaruan, dapat dipercaya, mudah untuk dimengerti, membantu menyelesaikan masalah. 3. Pendamping program kegiatan: kemampuan berkomunikasi, kemampuan memotivasi dan kemampuan transfer belajar. Bagian ketiga: Tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP, yaitu: tingkat partisipasi dalam tahap merencanakan, tingkat partisipasi dalam tahap melaksanakan, tingkat partisipasi dalam memanfaatkan, dan tingkat partisipasi dalam tahap mengevaluasi. tahap 78 Bagian keempat adalah efektivitas kegiatan TSP, terdiri dari: 1. Persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP, yaitu: tingkat persepsi terhadap manfaat di bidang ekonomi, tingkat persepsi terhadap manfaat di bidang sosial dan tingkat persepsi terhadap manfaat di bidang pengelolaan lingkungan hidup. 2. Tingkat keberdayaan masyarakat, yaitu: tingkat keberdayaanan di bidang ekonomi, tingkat keberdayaan di bidang sosial dan tingkat keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. 4.5. Konseptualisasi dan Definisi Operasional Agar peubah-peubah yang diteliti mudah dipahami dan makna yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka perlu dilakukan konseptualisasi atau diberi ketetapan makna sehingga tidak terjadi ambigu atau asosiasi yang berbeda-beda (Seviella et.al 1993). Selanjutnya agar konsep tersebut dapat diukur, maka diberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat operasional. Kerlinger (2002) menyebutnya measured operational definition (definisi operasional yang dapat diukur). Pengukuran adalah pemberian angka pada obyek-obyek atau kejadiankejadian menurut suatu aturan (Kerlinger, 2002). Dalam pengukuran yang perlu diperhatikan adalah terdapat kesamaan yang dekat antara realitas sosial yang diteliti dengan nilai yang diperoleh dengan pengukuran. Oleh sebab itu, suatu instrumen pengukuran dipandang baik apabila hasilnya dapat merefleksikan secara tepat realitas dari fenomena yang hendak diukur (Singarimbun dan Effendi, 1995). Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu peubah dengan cara memberikan suatu pengertian operasional yang diperlukan untuk mengukur peubah tersebut (Bungin, 2006). Proses mengubah konsep atau peubah menjadi indikator atau mengkonstruksikan indikator-indikator untuk konsep atau peubah disebut operasionalisasi. Operasionalisasi peubah merupakan kegiatan mengurai peubah menjadi sejumlah peubah operasional yang menunjuk langsung pada hal-hal yang dapat diamati atau diukur (Silalahi, 2009). 79 Bagian pertama: karakteristik individu (X 1 ). Karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang melekat pada diri individu yang membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Karakteristik individu masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan status sosial. Tabel 4. Indikator, definisi operasional dan parameter pengukuran karakteristik individu (X 1 ) Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran X 1.1 Masa hidup yang telah dilalui Dihitung dalam tahun kelahiran Umur responden sampai dengan dan dibulatkan keulang tahun usia saat penelitian ini berikutnya, dengan skala rasio dilaksanakan dan dikelompokkan ke dalam tiga kategori. X 1.2 Pendidikan formal Merupakan jenjang Dihitung berdasarkan lamanya pendidikan formal yang tingkat pendidikan formal yang pernah dan sedang diikuti pernah dan sedang diikuti, responden saat penelitian diukur dengan skala rasio dan dilakukan dikelompokkan ke dalam empat kategori. X 1.3 Pendidikan nonformal Pelatihan yang diikuti responden di luar pendidikan formal yang terkait dengan kegiatan TSP selama tiga tahun terakhir saat penelitian dilakukan. Dihitung berdasarkan banyaknya pelatihan yang terkait dengan kelompok TSP yang pernah diikuti, diukur dengan skala rasio dan dikelompokkan ke dalam empat kategori. X 1.4 Status sosial masyarakat yang Diukur berdasarkan status/ Status sosial melekat pada diri responden. kedudukan sosial dalam keterlibatan/aktivitas sosial di masyarakat diukur dengan skala nominal, dengan dua kategori. Bagian kedua: penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi. Penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi merupakan pertukaran informasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat melalui kegiatan TSP. Peubah yang masuk dalam aktivitas komunikasi organisasi adalah: saluran komunikasi (X 2 ), mutu informasi (X 3 ), dan pendamping program kegiatan TSP (X 4 ) 80 Saluran komunikasi (X 2 ) merupakan alat yang digunakan pendamping kegiatan dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Saluran ini dianggap sebagai sarana penyampai informasi atau pesan kepada masyarakat dengan menggunakan saluran komunikasi interpersonal dan saluran media massa yang dapat digunakan sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh pendamping kegiatan. Tabel 5. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran saluran komunikasi (X 2 ) Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran X 2.1 Penilaian terhadap saluran Intensitas interaksi antar individu Saluran komunikasi yang dalam bertukar pesan. Diukur interpersonal digunakan individu untuk dengan skala ordinal. mempertukarkan pesan atau informasi. X 2.2 Penilaian terhadap saluran Saluran media komunikasi yang massa digunakan individu untuk menggunakan pesan atau informasi. Intensitas penggunaan media cetak dan elektronik untuk menggunakan informasi. Diukur dengan skala ordinal. Mutu informasi (X 3 ) merupakan pesan yang disampaikan perusahaan melalui pendamping program kegiatan TSP kepada masyarakat. Mutu informasi adalah pesan atau informasi yang mempunyai kualitas dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. 81 Tabel 6. Indikator, definisi operasional dan parameter pengukuran mutu informasi (X 3 ) Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran X 3.1 Penilaian terhadap Informasi yang tersedia dapat Informasi yang informasi yang membantu mengembangkan relevan dipertukarkan dan sesuai usaha sesuai dengan kebutuhan dengan kebutuhan. dan harapan. Diukur dengan skala ordinal ditransformasi ke skala interval. X 3.2 Unsur kebaruan Penilaian informasi dipertukarkan merupakan terbaru. terhadap yang dan informasi Informasi yang tersedia memuat perkembangan terakhir. Diukur dengan skala ordinal ditransformasi ke skala interval X 3.3 Dapat dipercaya Penilaian terhadap Informasi yang tersedia informasi yang telah mengandung kebenaran yang diakui kebenarannya. diyakini. Diukur dengan skala ordinal ditransformasi ke skala interval. X 3.4 Penilaian terhadap Informasi disampaikan Mudah untuk informasi yang mudah menggunakan bahasa yang dimengerti untuk dipahami. mudah dipahami. Diukur dengan skala ordinal ditransformasi ke skala interval. X 3.5 Membantu menyelesaikan masalah Penilaian terhadap informasi yang berguna untuk menyelesaikan masalah. Informasi yang tersedia dapat memberi panduan tentang penyelesaian masalah. Diukur dengan skala ordinal ditrandformasikan ke skala interval Pendamping program kegiatan (X 4 ) adalah: seorang pendamping kegiatan yang dipercayakan perusahaan untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada masyarakat, dimana pendamping kegiatan harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi, kemampuan untuk memotivasi dan kemampuan untuk melakukan transfer belajar. 82 Tabel 7. Pendamping program kegiatan (X 4 ) Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran X 4.1 Penilaian terhadap Diukur berdasarkan persepsi Kemampuan kemampuan pendamping kecakapan pendamping dalam berkomunikasi dalam menyampaikan melakukan tindakan-tindakan pesan secara efektif. komunikasi untuk mempertukarkan pesan sehingga timbul persamaan dan pemahaman makna. Diukur dengan skala ordinal. X 4.2 Kemampuan memotivasi Penilaian terhadap kemampuan pendamping dalam melakukan tindakan komunikasi untuk mendorong semangat bekerja masyarakat sehingga memberikan kinerja terbaik dalam kegiatan TSP. Diukur berdasarkan persepsi kecakapan pendamping dalam mendorong semangat bekerja masyarakat sehingga memberikan kinerja yang terbaik. Diukur dengan skala ordinal. X 4.3 Kemampuan melakukan transfer belajar Penilaian terhadap kemampuan pendamping dalam mengaplikasikan metode dan teknik belajar mengajar secara efektif. Diukur dari persepsi kecakapan pendamping dalam memfasilitasi proses belajar mengajar yang optimal pada warga belajar (masyarakat). Diukur dengan skala ordinal. Bagian ketiga: tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP (Y 1 ), merupakan tingkatan keikutsertaan individu dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan. Peubah tingkat partisipasi dalam implementasi program kegiatan TSP dalam penelitian ini adalah: Partisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan TSP, partisipasi dalam tahap melaksanakan kegiatan TSP, partisipasi dalam tahap memanfaatkan kegiatan TSP dan partisipasi dalam tahap mengevaluasi kegiatan TSP. 83 Tabel 8. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan TSP (Y 1 ) Indikator Definisi Operasional Parameter pengukuran Y 1.1 Keterlibatan Diukur berdasarkan intensitas Partisipasi dalam responden dalam fase keterlibatan responden terhadap merencanakan merencanakan fase perencanaan kegiatan kegiatan TSP berbagai kegiatan tanggungjawab sosial, diukur dalam program TSP dengan skala ordinal Y 1.2 Partisipasi dalam melaksanakan kegiatan TSP Keterlibatan responden dalam melaksanakan berbagai kegiatan dalam program TSP Diukur berdasarkan intensitas keterlibatan responden terhadap fase pelaksanaan program tanggungjawab sosial, diukur dengan skala ordinal Y 1.3 Partisipasi dalam memanfaatkan kegiatan TSP Keterlibatan responden dalam memanfaatkan berbagai kegiatan dalam program TSP Diukur berdasarkan intensitas keterlibatan responden terhadap fase menikmati manfaat program tanggungjawab sosial, diukur dengan skala ordinal Y 1.4 Partisipasi dalam mengevaluasi kegiatan TSp Keterlibatan responden dalam mengevaluasi berbagai kegiatan dalam program TSP Diukur berdasarkan intensitas keterlibatan responden terhadap fase mengevaluasi program tanggungjawab sosial, diukur dengan skala ordinal Bagian empat: efektivitas kegiatan TSP, yakni merupakan hasil atau dampak dari kegiatan TSP yang telah dilakukan oleh perusahaan. Peubah-peubah yang termasuk dalam efektivitas kegiatan TSP antara lain: persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP (Y 2 ) dan tingkat keberdayaan masyarakat (Y 3 ). Persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP (Y 2 ), merupakan penilaian individu diukur dari pengetahuan, pengamatan dan pengalaman individu terhadap kegiatan TSP dan setelah menerima program kegiatan TSP. Peubah pada persepsi terhadap kegiatan TSP dalam penelitian ini adalah: Persepsi terhadap kegiatan di bidang ekonomi, Persepsi terhadap kegiatan di bidang sosial dan Persepsi terhadap kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. 84 Tabel 9. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP (Y 2 ) Indikator Defini Operaional Parameter Pengukuran Y 2.1 Persepsi Pandangan responden Diukur berdasarkan persepsi tentang manfaat terhadap kegiatan TSP responden tentang manfaat di bidang di bidang ekonomi program kegiatan TSP di bidang ekonomi ekonomi, diukur dengan skala ordinal Y 2.2 Persepsi tentang manfaat di bidang sosial Pandangan responden Diukur berdasarkan persepsi terhadap kegiatan TSP responden tentang manfaat di bidang sosial program kegiatan TSP di bidang sosial dengan skala ordinal Y 2.3 Persepsi tentang manfaat di bidang pengelolaan lingkungan hidup Pandangan responden terhadap kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup Diukur berdasarkan persepsi responden tentang manfaat kegiatan TSP di bidang lingkungan hidup dengan skala ordinal Tingkat keberdayaan masyarakat (Y 3 ) merupakan kemampuan individu setelah menerima manfaat dari implementasi kegiatan TSP. Peubah dalam tingkat keberdayaan masyarakat dalam penelitian ini adalah: tingkat keberdayaan di bidang ekonomi, tingkat keberdayaan di bidang sosial, dan tingkat keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. 85 Tabel 10. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat keberdayaan masyarakat (Y 3 ) Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Y 3.1 Setelah menerima program Diukur dari persepsi responden Kemampuan di TSP perekonomian tentang tingkat kemampuannya bidang masyarakat meningkat. dibidang ekonomi sebagai Ekonomi dampak keterlibatan pada program tanggungjawab sosial dibidang ekonomi, diukur dengan skala ordinal Y 3.2 Setelah menerima program Kemampuan di TSP interaksi sosial bidang Sosial masyarakat semakin membaik Diukur dari persepsi responden tentang tingkat kemampuannya dibidang sosial sebagai dampak keterlibatan pada program tanggungjawab sosial di bidang sosial. Diukur dengan skala ordinal Y 3.3 Setelah menerima program Kemampuan di TSP masyarakat mampu bidang menjaga kelestarian lingkungan pengelolaan lingkungan hidup Diukur dari persepsi responden tentang tingkat kemampuannya di bidang pengelolahan lingkungan hidup sebagai dampak keterlibatan pada program tanggungjawab sosial di bidang pengelolahan lingkungan hidup. Diukur dengan skala ordinal 4.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, kuesioner diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya agar dalam proses pengumpulan data dapat diperoleh data yang valid atau sah, serta memiliki konsistensi yang tinggi (reliable). Dengan kata lain diperoleh data yang akurat, tepat dan baik. Nasution (2003) mengatakan bahwa alat ukur atau kuesioner penelitian pada umumnya harus memenuhi dua syarat utama, yaitu alat ukur tersebut harus valid (sahih) dan harus reliable (dapat dipercaya). Suatu alat pengukur dikatakan valid jika alat itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu, sedangkan alat pengukur dikatakan reliable jika alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama. Jadi alat yang reliable secara konsisten akan memberikan hasil ukuran yang sama. 86 4.6.1. Validitas Instrumentasi Salah satu ukuran validitas untuk sebuah kuesioner adalah apa yang disebut sebagai validitas konstruk (construct validity). Dalam pemahaman ini, sebuah kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan untuk mengukur suatu hal, dikatakan valid jika setiap butir pertanyaan yang menyusun kuesioner tersebut memiliki keterkaitan yang tinggi. Ukuran keterkaitan antar butir pertanyaan ini umumnya dicerminkan oleh korelasi jawaban antar pertanyaan. Pertanyaan yang memiliki korelasi rendah dengan butir pertanyaan yang lain, dinyatakan sebagai pertanyaan yang tidak valid. Metode yang sering digunakan untuk memberikan penilaian terhadap validitas kuesioner adalah korelasi produk momen (moment product correlation Pearson) antara skor setiap butir pertanyaan maupun pernyataan dengan skor total, sehingga sering disebut sebagai inter item-total correlation. Formula yang digunakan untuk menghitung korelasi produk momen tersebut adalah sebagai berikut: keterangan: ri = koefisien korelasi kevalidan antara butir pertanyaan ke-i dengan total skor xij = skor responden ke-j pada butir pertanyaan i xi = rata-rata skor butir pertanyaan i tj = total skor seluruh pertanyaan untuk responden ke-j t = rata-rata total skor Pada penelitian ini, uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan uji validitas isi (butir) dengan cara menyusun indikator pengukuran operasional berdasarkan kerangka teori dari konsep yang diukur. Validitas isi dari instrumen ditentukan dengan jalan mengkorelasikan antara skor masing-masing item dengan total skor item. Langkah-langkah cara menguji validitas menurut Ancok (1995), adalah: 1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang diukur. 2. Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden. 3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. 87 4. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total, menggunakan teknik korelasi product moment. Jika r hitung lebih besar dari pada r tabel pada taraf kepercayaan (signifikansi) tertentu, berarti instrumen yang dibuat memenuhi kriteria validitas atau instrumen tersebut valid. Sebaliknya, jika angka korelasi yang diperoleh r hitung lebih kecil dari r tabel (berkorelasi negatif), berarti pernyataan tersebut bertentangan dengan pernyataan lainnya atau instrumen tersebut tidak valid. Berdasarkan hasil uji coba kuesioner yang dilakukan kepada 30 KK di luar sampel penelitian yaitu yang merupakan kepala keluarga penerima manfaat dari kegiatan TSP, yaitu masyarakat yang tinggal di daerah ring satu kilang Balongan didapatkan nilai r tabel sebesar 0,361. Hasil validitas menunjukkan ada sebanyak 169 butir pertanyaan, sebanyak 167 butir pernyataan dinyatakan valid dan dua pernyataan yang dinyatakan drop. Pertanyaan yang valid tersebut dapat digunakan pada kuesioner penelitian dengan 195 responden. Nilai r hitung untuk peubah karakteristik individu sebesar 0,641 yang artinya valid, untuk peubah saluran komunikasi sebesar 0,429 yang artinya valid, untuk peubah mutu informasi sebesar 0,440 yang artinya valid, untuk peubah pendamping program kegiatan TSP sebesar 0,477 yang artinya valid, untuk peubah tingkat partisipasi sebesar 0,558 yang artinya valid, untuk peubah persepsi sebesar 0,439 yang artinya valid, dan untuk peubah tingkat keberdayaan sebesar 0,479 yang artinya valid. Kisaran nilai koefisien korelasi hasil uji validitas dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai koefisien korelasi hasil uji validitas Peubah Karakteristik Individu Saluran Komunikasi Mutu Informasi Pendamping Program Kegiatan Partisipasi Masyarakat Persepsi Masyarakat Keberdayaan masyarakat Nilai Validitas Keterangan 0,641 0,429 0,440 0,477 0,558 0,439 0,479 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid 88 4.6.2. Reliabilitas Instrumentasi Jogiyanto (2008) mengatakan bahwa reliabilitas suatu alat ukur (kuesioner) menunjukkan akurasi dan ketepatan dari pengukurnya. Reliabilitas berhubungan dengan akurasi (accurately) dari pengukurnya. Suatu pengukur dikatakan reliabel jika dapat dipercaya. Supaya dapat dipercaya, maka hasil dari pengukuran harus akurat dan konsisten atau presisi. Dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subyek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda. Besarnya tingkat reliabilitas dalam hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisiennya, yaitu koefisien reliabilitas. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur koefisien reliabilitas dari suatu alat ukur adalah melalui pendekatan koefisien konsistensi internal (coeficient of internal consistency) dari alat ukur. Koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan konsistensi internal item-item di alat ukur. Ukuran koefisien konsistensi internal diukur dengan menggunakan koefisien alpha Cronbach. Formula untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha Cronbach adalah sebagai berikut: keterangan: α = koefisien reliabilitas alpha Cronbach k = banyaknya butir pertanyaan Si2 = ragam skor butir pertanyaan ke-i ST2 = ragam skor total Reliabilitas instrumentasi adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dalam penelitian ini dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan rumus alpha Cronbach diukur berdasarkan skala alpha Cronbach 0 sampai 1. Apabila nilai hasil perhitungan (α) dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan skala yang sama (0 sampai 1) maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterpretasikan sebagai berikut: (1) Nilai koefisien alpha berkisar 0,00 – 0,20 berarti kurang reliabel. (2) Nilai koefisien alpha berkisar 0,21 – 0,40 berarti agak reliabel. 89 (3) Nilai koefisien alpha berkisar 0,41 – 0,60 berarti cukup reliabel. (4) Nilai koefisien alpha berkisar 0,61 – 0,80 berarti reliabel. (5) Nilai koefisien alpha berkisar 0,81 – 1,00 berarti sangat reliabel. Menurut Babbie (1992) suatu instrumentasi (keseluruhan indikator dianggap reliabel (reliabilitas internal) jika α≥ 0,6. Berdasarkan uji reliabilitas Cronbach’s Alpha (Cr-Alpha), diperoleh nilai koefisien reliabilitas Alpha Cronbach untuk peubah karakteristik individu sebesar 0,834 yang artinya sangat reliabel, untuk peubah saluran komunikasi sebesar 0,693 yang artinya reliabel, untuk peubah mutu informasi sebesar 0,724 yang artinya reliabel, untuk peubah pendamping program sebesar 0,761 yang artinya reliabel, untuk peubah tingkat partisipasi sebesar 0,781 yang artinya reliabel, untuk peubah tingkat persepsi masyarakat sebesar 0,669 yang artinya reliabel dan untuk peubah tingkat keberdayaan sebesar 0,737 yang artinya reliabel. Kisaran nilai koefisien Cronbach Alpha dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai koefisien Cronbach Alpha hasil uji reliabilitas Peubah Karakteristik Individu Saluran Informasi Mutu Informasi Pendamping Program Kegiatan Partisipasi Masyarakat Persepsi Masyarakat Keberdayaan Masyarakat Nilai Koefisien Cronbach Alpha (r α ) 0,834 0,693 0,724 0,761 0,781 0,669 0,737 Keterangan Sangat Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel 4.7. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data secara primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa: a. Kuesioner, adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh responden yang diteliti. Kuesioner disebarkan kepada masyarakat Balongan yang tinggal di ring satu wilayah kilang Balongan dan yang menerima program kegiatan TSP PT Pertamina Balongan. 90 b. Wawancara, yaitu percakapan antara periset sebagai seseorang yang berharap mendapat informasi dengan informan sebagai seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu obyek. Wawancara mendalam termasuk wawancara semi terstruktur. Wawancara ini dilakukan dengan dua cara, yaitu wawancara secara mendalam dilakukan kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, perangkat desa serta perwakilan dari masyarakat dan wawancara terstruktur dilakukan kepada semua responden penelitian pada saat disebarkan kuesioner. c. Diskusi Kelompok, merupakan metode untuk menggali data kualitatif dari sekelompok orang yang bertanya tentang sikap dan pendapat mereka terhadap suatu isu atau tema terkait dengan penelitian. Mengumpulkan beberapa perwakilan dari masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta untuk diajak berdiskusi terhadap manfaat yang dirasakan masyarakat akan adanya program kegiatan TSP yang dilakukan PT Pertamina. d. Observasi, Deskripsi lapangan dari aktivitas, perilaku, tindakan, percakapan, interaksi antar personal, proses dalam organisasi atau masyarakat, atau aspek lain dari pengalaman manusia yang dapat diamati. Data terdiri dari catatan lapangan: deskripsi rinci, termasuk konteks pengamatan (Patton, 2002). e. Dokumentasi (documentation), yaitu mengumpulkan data dengan cara penelusuran dan pencatatan data, dokumen, arsip, maupun referensi yang relevan di instansi yang ada kaitannya dengan penelitian. f. Catatan harian (logbook), yaitu catatan harian peneliti selama menjalankan kegiatan penelitian di Balongan termasuk dalam proses mengamati kasus tertentu yang berhubungan dengan kegiatan TSP yang terjadi selama penelitian berlangsung. Teknik pengumpulan data secara sekunder diperoleh dari: a. Company Profile PT Pertamina. b. Company Profile kegiatan TSP PT Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan. c. Instansi Pemerintahan Daerah Indramayu, Jawa Barat. 91 d. Buku-buku literatur yang digunakan, jurnal, majalah maupun data lain yang didapat dari sumber sekunder. 4.8. Pengolahan dan Analisis Data Pengolaan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis statistik deskiptif digunakan dalam rangka memberikan gambaran mengenai sebaran responden pada setiap peubah, dengan memakai tabel (cross-table), frekuensi, presentasi, median dan sebaran skor. Untuk mengetahui hubungan peubah independen dengan peubah dependen sehingga dapat digunakan untuk menguji hubungan antar peubah dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman. Korelasi rank Spearman digunakan untuk menguji hipotesis yang melihat hubungan antar peubah dengan skala pengukuran ordinal. Rumus koefisien korelasi rank Spearman sebagai berikut: 6 ∑ d2 rs = 1 - n (n2 - 1) Keterangan: r s : Koefisien korelasi rank Spearman d : Jumlah selisih antar peringkat X dan Y n : Banyaknya pasangan data. Untuk melakukan pengolahan dan penganalisaan data kuantitatif akan menggunakan bantuan program SPSS versi 18.00. sedangkan analisis data kualitatif dilakukan secara deskriptif, di mana semua data yang ada dari informan ditelaah dan diinterpretasikan kemudian dilakukan reduksi data sesuai dengan tujuan penelitian. 92 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu memiliki luas wilayah sekitar 204.011 hektar, yang terdiri atas 31 kecamatan, 310 desa serta delapan kelurahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 berjumlah 1.713.957 jiwa. Wilayah Kabupaten Indramayu meliputi Banteng pesisir di Pantai Utara Laut Jawa (Pantura) sepanjang 114 hektar. Dari luas sekitar 204.011 hektar sekitar 58,27 persen dimanfaatkan untuk sawah, baik sawah beririgasi teknis maupun non teknis. Sumberdaya lahan sawah ini merupakan kekuatan dan modal dasar bagi kehidupan masyarakat Indramayu, namun masih kurang daya dukung sarana perairan (irigasi) dan sarana pembangunan (drainase), sehingga belum seluruhnya dapat dimanfaatkan. Sumberdaya lahan lain yang sangat potensial adalah lahan pertambakan yaitu sebesar 12.524 hektar. Dari luasan tersebut baru dimanfaatkan seluas 11.959 hektar dengan berbagai tingkatan teknologi yang digunakan. Sumberdaya tambak belum dimanfaatkan secara maksimal terkait dengan dukungan prasarana yang belum memadai seperti jaringan atau saluran air tawar dan jalan. Lokasi pertambakan ini tersebar sepanjang pantai Laut Jawa yang panjangnya sekitar 114 kilometer (Hadi, 2007). Sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Indramayu adalah bahan tambang minyak gas dan bumi. Eksplorasi dilakukan melalui 303 sumur terbesar di sembilan Kecamatan. Keseluruhan pengolaan minyak dan gas dilaksanakan oleh Pertamina melalui DOH (Daerah Operasi Hulu) Cirebon untuk eksplorasi dan eksploitasi Refinery Unit VI Balongan untuk pengolahan dan Jakarta untuk pemasarannya. Khusus untuk kilang Refinery Unit VI Balongan bahan bakunya didatangkan dari luar Kabupaten Indramayu. Kilang Balongan tepatnya terletak di Kecamatan Balongan, yang merupakan Kecamatan yang luas wilayahnya terkecil di Kabupaten Indramayu dengan luas wilayah 1.534 hektar. Kilang Balongan meliputi 16 desa di wilayah Kecamatan Balongan, Indramayu dan Juntinyuat, dan terbagi atas tiga ring pembinaan PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan, yaitu: Desa Balongan, 94 Majakerta, Sukaurip termasuk dalam ring satu. Desa Tegalurung, Limbangan, Rawadalem, Sukareja, Tinumpuk, Singaraja termasuk dalam ring dua. Desa Lombang, Sudimampir, Tegalsembadra, Sudimampir Kidul, Gelar Mandala, Pondoh, dan Sambimaya termasuk dalam ring tiga. Wilayah Kilang Balongan merupakan wilayah operasi utama PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan, yang melaksanakan proses pengolahan bahan mentah minyak menjadi bensin (premium), gas, dan produk lainnya yang merupakan hasil bumi yang berasal dari pulau Kalimantan dan Sumatera. Kecamatan Balongan merupakan kecamatan yang berbatasan dengan Laut Jawa memiliki luas 3.846,60 hektar, sehingga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dan petambak selebihnya bermata pencaharian sebagai petani dan peternak. Jumlah kepala keluarga di wilayah ring satu untuk Desa Balongan terdiri dari 1.647 kepala keluarga, Desa Sukaurip terdiri dari 1.439 kepala keluarga dan Desa Majakerta terdiri 1.501 kepala keluarga, sehingga totalnya sebanyak 4587 kepala keluarga. Sebanyak 4.587 kepala keluarga yang menjadi populasi dalam penelitian ini (Kecamatan Balongan, 2011). Setiap pusat desa sudah dilayani oleh jaringan jalan untuk menjangkau dari satu desa ke desa yang lainnya dengan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat. Dimana kondisi jalan sebagian besar dapat dikatakan baik dengan konstruksi jalan aspal. Semua desa sudah dilayani oleh angkutan umum yang terdiri atas bus AKDP dan angkutan perdesaan. Setiap desa sudah terlayani jaringan listrik PLN dan sudah terlayani jaringan telepon (Hikmana, 2010). Untuk sarana kesehatan masyarakat di Kecamatan Balongan terdapat satu Puskesmas terletak di Desa Balongan dan Puskesmas pembantu terletak di wilayah Desa Sudimampir dan Desa Rawadalem. Sarana perekonomian dan keuangan masyarakat melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang terletak di Desa Sukaurip, Bank Mandiri terletak di Desa Balongan, BPR di Desa Balongan dan Pasar terletak di Desa Sukaurip. Mata pencarian masyarakat Desa Balongan mayoritas sebagai buruh tani dan swasta, sedangkan untuk Desa Sukaurip 95 mayoritas sebagai petani dan Desa Majakerta mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan. Untuk lebih jelasnya tersaji dalam Tabel 13. Tabel 13. Rincian mata pencaharian masyarakat di tiga desa penelitian (dalam orang) Desa (orang) Mata Pencarian Balongan Sukaurip Majakerta Total PNS 22 44 12 78 TNI/POLRI 6 4 5 15 Pensiunan 8 0 5 13 Swasta 465 10 250 725 Industri Kecil 3 3 0 6 Pedagang 137 201 173 511 Nelayan 30 11 911 952 Petani 90 997 30 1117 Buruh Tani 904 175 517 1596 Lain-lain 556 311 701 1568 Sumber: Kecamatan Balongan, 2011 Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta bermata pencaharian petani, buruh tani dan nelayan. Untuk mengubah mata pencaharian masyarakat menjadi lebih baik diperlukan pendidikan formal yang tinggi. Pendidikan merupakan salah satu indikator pembangunan manusia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kecamatan Balongan mengatakan bahwa sarana pendidikan formal untuk taman kanak-kanak di Kecamatan Balongan sebanyak tiga buah, sekolah dasar negeri dan swasta sebanyak 17 buah, sekolah menengah pertama negeri dan swasta sebanyak dua buah dan untuk sekolah menengah atas negeri dan swasta sebanyak dua buah. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu sumberdaya manusia adalah tingkat pendidikan formal yang tinggi yang dienyam oleh masyarakat di Kecamatan Balongan. Tingkat pendidikan formal masyarakat di Kecamatan Balongan umumnya masih rendah didominasi pada tingkat sekolah dasar dan tingkat sekolah menengah atas. Hal ini terlihat dari data yang diperoleh dari Kecamatan Balongan, yang tersaji pada Tabel 14. 96 Tabel 14. Rincian tingkat pendidikan di tiga desa penelitian (dalam orang) Pendidikan Desa Balongan Sukaurip Majakerta Total Taman kanak-kanak 378 159 210 747 Sekolah dasar 979 974 1188 3141 Sekolah menengah pertama 1391 551 1201 3143 Sekolah menengah atas 866 403 809 2072 Sarjana muda/ sarjana 73 27 34 134 Sumber: Kecamatan Balongan, 2011 Berdasarkan sumber dari Kecamatan Balongan menunjukkan bahwa pendidikan formal di dominasi pada masyarakat yang mengenyam pendidikan formal pada tingkat sekolah menengah pertama dan sekolah dasar. Data yang diperoleh dari Kecamatan Balongan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal masyarakat tergolong rendah. Ini mendorong Pertamina Refinery Unit VI Balongan mengadakan pendidikan non formal yaitu kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina bekerjasama dengan pemerintah daerah dan LSM. Bentuk pendidikan non formal yang diberikan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, untuk bidang pendidikan berupa pengajian, keterampilan bagi ibu rumah tangga, pelatihan, kursus. Pendidikan non formal dilaksanakan bertujuan untuk menambah pengetahuan dan keahlian masyarakat agar mampu untuk bersaing dengan para pendatang dan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia setempat. 5.2. Gambaran Umum Komunikasi Organisasi PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan Komunikasi organisasi merupakan penyampaian pesan dalam suatu organisasi yang melibatkan seluruh publik internal dan eksternal perusahaan. Komunikasi organisasi dipahami sebagai pengiriman dan penerimaan pesan dalam kelompok formal maupun dalam informal. Menurut Sendjaja (1994), komunikasi organisasi yang dilaksanakan berfungsi sebagai: a. Fungsi informatif, organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi, dimana seluruh anggota organisasi berharap memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. 97 b. Fungsi regulatif, fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. c. Fungsi persuasif, fungsi ini dalam mengatur suatu organisasi kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, adanya kenyataan ini maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. d. Fungsi integratif, setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Kegiatan komunikasi organisasi di Pertamina dilaksanakan oleh divisi Hupmas (hubungan pemerintah dan masyarakat) dan dikendalikan sepenuhnya oleh perusahaan. Divisi Hupmas ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan komunikasi organisasi, baik untuk publik internal dan juga eksternal. Tujuannya untuk membina hubungan baik dengan para karyawan dan stakeholder. Hupmas Pertamina dalam menjalankan komunikasi organisasi dengan publik eksternal dituntut mampu menjadi jembatan antara kepentingan perusahaan dengan keinginan publik dan bertugas untuk menyampaikan informasi kepada stakeholder. Hupmas harus mampu berkomunikasi ke dalam maupun ke luar, dalam rangka mencapai tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di lapangan dengan staf Hupmas menunjukkan bahwa Pertamina Balongan menggolongkan komunikasi organisasi sesuai dengan bauran PENCILS (publication, event, news, community involement, inform or image, lobbying and negotiation, social responsibility). Bauran PENCILS ini merupakan komunikasi organisasi yang dilakukan Pertamina untuk publik internal dan eksternal perusahaan, dimana kegiatan yang berlangsung merupakan kegiatan saling berkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lainnya. Publication atau Publikasi. Fungsi dan tugas Hupmas adalah menyelenggarakan publikasi atau menyebarluaskan informasi melalui berbagai media tentang kegiatan perusahaan yang pantas untuk diketahui publik internal dan eksternal perusahaan. Biasanya yang dipublikasikan adalah program acara 98 Pertamina, berita-berita yang terkait dengan Pertamina dan stakeholders dan kegiatan TSP Pertamina. Kegiatan Hupmas Pertamina, dalam melakukan publikasi kepada masyarakat melalui media massa, bekerjasama dengan wartawan media cetak maupun elektronik. Kegiatan yang biasa dipublikasikan Pertamina berupa kegiatan penanganan terhadap limbah sludge atau ampas minyak mentah. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang belum terselesaikan dan masih terus dilakukan lobi dan negosiasi oleh Pertamina kepada masyarakat setempat. Namun, Pertamina terus berupaya mencari solusi yang terbaik untuk permasalahan penangan limbah sludge dengan mempublikasikan setiap solusi yang ditemukan oleh Pertamina kepada masyarakat, maupun hasil dari lobi dan negosiasi dengan stakeholders. Publikasi lain yang dilakukan adalah program acara rutin, spesial maupun momentum internal perusahaan seperti family ghatering, kegiatan ulang tahun perusahaan, acara Ramadhan dan launching product baru Pertamina di publikasikan melalui media internal perusahaan seperti buletin perusahaan, company profile, profile CSR, TV 6 Pertamina, media kliping serta website perusahaan. Untuk publik eksternal seperti brosur, spanduk, banner, poster, majalah dan koran. Publikasi yang lainnya seperti kegiatan TSP di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam mempublikasikan kegiatan TSP Pertamina dengan menggunakan saluran komunikasi interpersonal melalui pendamping program kegiatan dan media massa baik media cetak maupun elektronik. Publikasi terhadap program acara, berita dan kegiatan TSP melalui berbagai media komunikasi tujuannya adalah untuk meraih persepsi dan citra positif perusahaan di mata publik internal maupun eksternal. Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa publikasi merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh Pertamina. Publikasi merupakan sarana Pertamina untuk memperkenalkan dan memberitahukan informasi tentang perusahaan kepada stakeholders dengan menggunakan media cetak maupun media elektronik. Tujuan dilakukan publikasi ini adalah untuk membentuk opini masyarakat setempat secara cepat akan 99 informasi yang disampaikan oleh Pertamina, sehingga kesan negatif terhadap perusahaan akan berkurang dengan dilakukan publikasi ini. Event atau program acara terbagi atas tiga, di antaranya: 1. Acara rutin merupakan acara yang biasanya dilaksanakan untuk mendapatkan perhatian media yang bermuara pada perhatian publik tentang perusahaan ataupun produk perusahaan. Acara rutin yang dilakukan oleh Pertamina di antaranya: acara Siraman Jalinan Kasih, konfrensi pers, tours pers, family gathering. Acara ini rutin dilaksanakan bertujuan untuk mempererat hubungan di antara karyawan maupun stakeholders perusahaan. Acara Siraman jalinan komunikasi merupakan kegiatan rutin yang dilakukan Pertamina untuk wartawan media cetak dan elektronik. Tujuan dilakukannya kegiatan ini untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan para wartawan. Kegiatan ini dilakukan untuk menyosialisasikan setiap publikasi kegiatan internal dan eksternal perusahaan. Wartawan diberikan kebebasan dalam menyampaikan berita yang menarik dan bermanfaat bagi masyarakat, namun dalam setiap pemberitaannya tetap menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. 2. Acara spesial, merupakan suatu acara tertentu atau lebih dikenal dengan peristiwa khusus yang akan dipilih waktu, tempat dan obyek tertentu yang bersifat khusus untuk mempengaruhi opini publik. Acara spesial yang dilakukan Pertamina antara lain: kegiatan dalam menyambut bulan Ramadhan yaitu dilakukan pengajian, Safari Ramadhan, buka puasa, sholat tarawih bersama, dan pembagian zakat. Acara spesial yang dilakukan setiap tanggal 17 Agustus perusahaan melakukan perlombaan persahabatan yang diikuti oleh karyawan Pertamina dan masyarakat Balongan. Acara spesial yang dilakukan setiap memperingati ulangtahun Pertamina dengan melakukan pembagian sembako untuk masyarakat, dalam memperingati Idul Adha Pertamina menyediakan hewan kurban seperti sapi dan kambing untuk karyawan dan masyarakat sekitar. 3. Acara yang bersifat momentum, merupakan acara yang jarang untuk dilakukan oleh Pertamina. Kegiatan ini dilakukan dengan sangat mewah, misalkan 100 Pertamina melakukan acara untuk pembukaan kantor atau cabang baru dan ulang tahun perak Pertamina, ulang tahun emas Pertamina. Event atau program acara baik secara rutin, spesial maupun momentum bertujuan untuk mencapai tujuan dari Hupmas. Tujuan Hupmas adalah mencapai saling pengertian, citra dan persepsi yang positif yang mendukung kegiatan operasional perusahaan serta mengubah hal-hal negatif kepada yang positif. Tujuan Hupmas Pertamina tergolong atas dua, di antaranya: 1. Komunikasi internal: memberikan informasi sejelas mungkin mengenai perusahaan, menciptakan kesadaran karyawan mengenai peran perusahaan dalam masyarakat dan menyediakan sarana untuk memperoleh umpan balik dari karyawan. 2. Komunikasi eksternal: memberikan informasi yang benar mengenai keberadaan perusahaan, motivasi untuk melakukan umpan balik dan menciptakan citra dan persepsi positif tentang Pertamina di masyarakat. Berdasarkan laporan hasil tahunan 2011, menunjukkan bahwa kegiatan yang rutin dilakukan oleh pertamina pada setiap tahunnya dengan publik eksternal adalah melaksanakan kegiatan press tour, out bound dan buka puasa bersama dengan wartawan media cetak maupun media elektronik yang terdapat di Kabupaten Indramayu. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Pertamina bertujuan untuk mendukung program kerja Pertamina mulai dari kegiatan publikasi mengenai produksi minyak yang dihasilkan oleh Pertamina Balongan sampai kepada kegiatan TSP yang dilaksanakan. News atau berita adalah informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi maupun yang sedang direncanakan oleh Pertamina yang disajikan melalui media cetak, media elektronik, maupun melalui penyampaian dari mulut ke mulut kepada masyarakat. Berita merupakan informasi yang belum diketahui oleh orang banyak, dapat berasal dari karyawan, perusahaan maupun dari masyarakat dan dikelola oleh Hupmas Pertamina Balongan. Menurut salah satu staf Hupmas Pertamina Balongan mengatakan bahwa: “..Berita perusahaan dapat disampaikan melalui press release, news letter, artikel, famflet dan buletin dan hal lain yang mengacu pada teknis penulisan 5W + 1H dengan sistematika penulisan seperti 101 piramida terbalik yang paling penting menjadi lead dan intro yang kurang penting diletakkan di tengah batang berita, sehingga pada saat membaca lead dan intro nya saja sudah mengetahui informasi yang disampaikan.” Berita yang disampaikan merupakan laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru dan benar yang berasal dari karyawan maupun dari perusahaan, yang menarik dan penting bagi masyarakat dan dipublikasikan. Publikasi dapat melalui media massa periodik dan diberitakan secara langsung oleh Hupmas dan dapat juga melalui wartawan media cetak maupun elektronik yang disebarluaskan untuk dikonsumsi oleh publik internal dan eksternal. Kegiatan tertentu perusahaan dilakukan supaya menjadi bahan berita di media massa. Berita yang disampaikan melalui media massa kepada masyarakat adalah berita mengenai kegiatan yang dilakukan perusahaan, program acara, kegiatan operasional perusahaan, kejadian aksi massa yang dilakukan oleh masyarakat dan kegiatan TSP. Idealnya dalam pemberitaan yang dipublikasi tidak hanya kegiatan dalam hal positif namun juga dalam hal negatif agar masyarakat mengetahui kejadian yang sebenarnya terjadi, serta solusi yang diambil oleh perusahaan melalui kegiatan lobi dan negosiasi untuk mengubah image dan persepsi dalam hal negatif menjadi positif. Dengan cara seperti ini dapat mempertahankan citra dan persepsi positif perusahaan di mata publik eksternal. Community Involvement atau kepedulian pada komunitas. Perusahaan berusaha untuk “akrab dan ramah” dengan para stakeholder. Kepedulian perusahaan yang sering dilakukan dengan mengadakan kontak sosial dengan wartawan seperti mengarahkan dalam pemberitaan kepada publik, melakukan kontak sosial dengan pemerintah daerah, melakukan kontak sosial dengan para LSM, mahasiswa dan peneliti. Tujuan dilakukan kepedulian kepada para stakeholders adalah untuk menciptakan hubungan baik dengan para stakeholder perusahaan sehingga memperoleh manfaat pada kedua belah pihak. Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa contoh kepedulian Pertamina dengan wartawan dengan cara melakukan tour press, out bound serta siraman jalinan komunikasi. Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk menjalin hubungan baik dengan para wartawan, agar dalam setiap pemberitaan 102 yang dilakukan oleh wartawan merupakan informasi yang aktual sehingga yang diterima oleh masyarakat merupakan informasi yang akurat. Contoh kepedulian Pertamina kepada stakeholders pemerintah daerah adalah dengan cara ikut berperan aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Kegiatan yang dilaksanakan pemerintah daerah bertujuan untuk pembangunan masyarakat dan memberdayakan masyarakat. Membantu peneliti dalam melakukan penelitian terutama yang menjadi obyek penelitian adalah Pertamina, sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru bagi Pertamina dan bagi peneliti. Inform or image atau memberitahukan atau meraih citra, Hupmas Pertamina menanamkan citra perusahaan dibenak stakeholder dengan cara ikut berperan aktif dalam membantu pemerintah daerah untuk meningkatkan pembangunan daerah dan pembangunan masyarakat. Kegiatan yang rutin dilaksanakan oleh Pertamina sebagai wujud kepedulian terhadap pembangunan daerah melalui penyumbangan pot tanaman di kantor kecamatan dan sepanjang jalan menuju kilang Balongan yang bertulisan dan berlogo Pertamina. Hal ini membuktikan bahwa Pertamina selain menciptakan citra positif di mata stakeholders juga peduli terhadap lingkungan, membangun tugu Pertamina di jalan menuju kilang Balongan, membangun tempat pembuangan sampah bagi masyarakat yang berlogo Pertamina dan bertuliskan Pertamina peduli lingkungan, membangun taman, sarana dan prasarana umum yang bertuliskan Pertamina, menjual produk Pertamina dengan harga yang lebih murah untuk masyarakat Indramayu, membangun taman tempat bermain dan berkumpul, mencetak stationery yang diberikan kepada stakeholders sehingga dapat meningkatkan citra perusahaan di mata stakeholders. Melihat keterlibatan dan kepedulian Pertamina menunjukkan bahwa Pertamina secara tidak langsung telah menanamkan persepsi dan citra positif di benak masyarakat, hal ini menunjukkan bahwa Pertamina selalu ada dalam berbagai kegiatan yang membangun daerah dan selalu dekat bersama masyarakat. Berbagai cara yang dilakukan oleh Pertamina untuk mendapatkan persepsi dan citra positif di mata masyarakat. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menarik 103 simpati masyarakat terhadap perusahaan, serta memperoleh dukungan dari masyarakat, agar operasional perusahaan dapat berjalan lebih baik. Lobbying and negotiation atau pendekatan dan negosiasi. Hupmas melakukan pendekatan dengan lobi-lobi dan negosiasi dengan stakeholder baik secara formal maupun informal untuk mencapai tujuan tertentu. Lobi berarti melakukan kegiatan atau pendekatan yang bertujuan untuk mempengaruhi seseorang atau salah satu pihak. Negosiasi dilakukan merupakan suatu proses dimana Pertamina dan stakeholders yang memiliki kepentingan yang sama atau yang bertentangan, bertemu, berbicara untuk mencapai sesuatu kesepakatan. Negosiasi merupakan komunikasi secara timbal balik yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan bersama. Lobi merupakan bagian dari negosiasi, karena lobi merupakan awal dari proses negosiasi. Pertamina biasanya melakukan lobi dengan cara terbuka maupun tertutup tergantung dari permasalahan yang sedang diselesaikan dengan jalan lobi dan negosiasi tersebut. Pertamina biasanya melakukan negosiasi pada saat tidak mempunyai kekuasaan untuk memaksakan suatu hasil yang diinginkan. Terjadi konflik antar kedua pihak yang masing-masing pihak tidak mempunyai cukup kekuatan atau kekuasaan yang terbatas untuk menyelesaikannya secara sepihak. Dalam melakukan negosiasi kepada stakeholders biasanya Pertamina sudah memiliki kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang dilakukan agar dapat berhasil menjalankan tugasnya. Kerangka dasar tersebut meliputi alternatif terbaik dalam menjalankan kesepakatan, memiliki strategi dalam bernegosiasi, mengetahui karakteristik dari stakeholders sehingga tercapai win-win solutions. Keberhasilan Pertamina dalam melakukan lobi dan negosiasi dengan strategi win-win solutions akan menciptakan persepsi dan citra positif stakeholders terhadap perusahaan. Hasil pengamatan di lapangan mengenai lobi dan negosiasi yang dilakukan Pertamina mengenai wilayah operasional kilang yang tumpang tindih dengan lahan masyarakat, dilakukan dengan cara lobi dan negosiasi dengan tokoh informal, melalui tokoh informal ini Pertamina melakukan negosiasi agar demonstrasi yang sering dilakukan masyarakat dapat diselesaikan dengan jalan damai, dengan menawarkan beberapa alternatif pilihan sebagai solusinya. Lobi 104 dan negosiasi yang dilakukan Pertamina dengan stakeholders berusaha untuk winwin solution menunjukkan bahwa dengan hadirnya Pertamina di tengah-tengah kehidupan masyarakat dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Social responsibility atau kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi Pertamina yang ditujukan kepada masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar PT Pertamina Balongan. Kegiatan TSP dilakukan untuk menarik simpati masyarakat agar berpartisipasi dalam menciptakan keberdayaan masyarakat. Untuk kilang Balongan kegiatan TSP dibedakan atas tiga ring, di antaranya: Ring I meliputi: Desa Balongan, Majakerta, Sukaurip. Ring II meliputi: Desa Tegalurung, Limbangan, Rawadalem, Sukareja, Tinumpuk, Singaraja. Ring III meliputi: Desa Lombang, Sudimampir, Tegalsembadra, Sudimampir Kidul, Gelar Mandala, Pondoh dan Sambimaya. Untuk kegiatan TSP lebih rinci akan dibahas pada sub bab berikutnya. 5.3. Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan sebagai Komunikasi Organisasi Pertamina Kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina merupakan komunikasi organisasi yang ditujukan untuk publik internal dan eksternal perusahaan. Kegiatan TSP merupakan refleksi nilai dan budaya perusahaan yang terintegrasi, dengan strategi bisnis perusahaan masa kini dan mendatang, yang memberikan manfaat bagi Pertamina, shareholder dan stakeholders. Programnya diprioritaskan untuk publik internal dan eksternal. Hal ini diperkuat dengan pendapat Susanto (2007b) kegiatan TSP diarahkan untuk publik ke dalam (internal) maupun ke luar (eksternal) perusahaan. Ke dalam, tanggungjawab ini diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas dan pertumbuhan. Ke luar, TSP ini berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang. Pertamina merasa bahwa dalam beroperasinya kilang Balongan memberikan dampak negatif bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kilang Balongan terutama dalam bidang lingkungan hidup. Namun selain dampak negatif 105 terdapat dampak positif dari pengelolaan minyak dan gas bumi baik sektor hulu maupun sektor hilir. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang tokoh informal, mengatakan bahwa dampak positif dalam pengelolaan minyak dan gas bumi antara lain adalah: “Berkembangnya pemukiman masyarakat di sekitar kilang Balongan, terciptanya lapangan pekerjaan baru dan usaha baru bagi masyarakat sehingga mengurangi angka pengangguran masyarakat, masuknya teknologi-teknologi moderen bagi masyarakat, terciptanya sistem nilai dan budaya masyarakat yang moderen, tersedianya sarana dan prasarana bagi masyarakat dan berkembangnya pasar dan perekonomian masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.” Sifat kegiatan TSP yang dilakukan oleh pertamina, di antaranya: 1. Kegiatan TSP yang bersifat charity atau perbuatan amal. Bentuk kegiatan ini hanya memberikan dampak terhadap masyarakat hanya untuk menyelesaikan masalah sesaat, hampir tidak ada peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat setempat berdasarkan survei kebutuhan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan biaya yang lebih murah namun memiliki dampak yang sangat baik dalam membentuk persepsi dan citra perusahaan di mata stakeholders. 2. Kegiatan TSP yang bersifat community development. Kegiatan ini dilakukan salah satunya bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat. Dampak yang dirasakan masyarakat adalah jangka panjang. Tujuan Pertamina melakukan kegiatan yang bersifat community development adalah untuk memberdayakan masyarakat Balongan di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. Kegiatan community development ini dilakukan secara berkelanjutan sehingga dapat membentuk masyarakat yang berdaya dan mandiri. Berdasarkan laporan tahunan yang diperoleh dari perusahaan menunjukkan bahwa pada tahun 2010, Pertamina menghabiskan dana lebih dari Rp 1,6 miliar untuk melakukan kegiatan TSP. Namun hal ini dibantah oleh salah seorang masyarakat Majakerta yang mengatakan bahwa: “Kegiatan TSP yang dilakukan Pertamina pada tahun 2010 memakan biaya lebih dari Rp 1,6 miliar itu tidak benar, dengan pernyataan seperti itu sepertinya masyarakat luar menilai bahwa 106 Pertamina merupakan perusahaan yang sangat baik dengan masyarakat dan lingkungan sekitar padahal realisasinya sama sekali tidak maksimal. Kalau memang masyarakat merasakan manfaat dari kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina selama ini dengan menghabiskan dana segitu besar, tidak mungkin ada aksi masyarakat besar-besaran yang terjadi pada bulan April, Mei dan Juni. Kami menginginkan kalau memang benar Pertamina menyediakan dana segitu besar untuk kegiatan TSP harusnya transparan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, transparan dalam hal dana kegiatan dan transparan dalam mengevaluasi kegiatan. Seandainya dana Rp 1,6 miliar itu memang ada untuk masyarakat Balongan pasti masyarakat Balongan tidak ada yang bekerja menjadi TKW dan TKI dan hidup di bawah garis kemiskinan seperti saat ini. Masyarakat Indonesia dibohongin Pertamina Balongan dengan mengatakan dana segitu besar untuk kegiatan TSP, menurut saya sih itu hanya membuat masyarakat Indonesia beranggapan baik kepada Pertamina, padahal tidak semuanya benar.” Pendapat di atas sepertinya membantah adanya dana yang besar yang digunakan untuk kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina untuk masyarakat sekitar, sedangkan jika melihat hasil laporan tahunan mengenai program-program yang dilaksanakan pada tahun 2010 dilakukan berbagai kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, di antaranya: 1. Di bidang pendidikan: memberikan beasiswa kepada masyarakat yang berprestasi, merenovasi bangunan sekolah, membangun ruang perpustakaan, merenovasi lapangan upacara untuk sekolah dasar negeri dan swasta, membagi-bagikan komputer untuk beberapa sekolah yang terdapat di sekitar wilayah kilang Balongan dan membagi-bagikan alat tulis kepada masyarakat. 2. Di bidang sosial: membagi-bagikan sembako, susu cair, sunatan massal, melaksanakan donor darah secara rutin, memberikan santunan kepada orangtua jompo dan anak yatim, membangun bak penampungan air bersih di lokasi tanah penyangga, memasang instalasi listrik untuk masyarakat Majakerta, dan memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena bencana alam. 3. Di bidang kesehatan: memberikan bantuan alat kesehatan di puskesmas Kecamatan Balongan, Kecamatan Indramayu, Kecamatan Juntinyuat dan Kecamatan Compreng, memberikan bantuan pengobatan massal secara rutin 107 yakni sekali dalam sebulan dan pemberian air bersih untuk wilayah blok Kesambi Balongan diprioritaskan kegiatan TSP di bidang kesehatan di wilayah ini, karena wilayah ini merupakan wilayah yang paling dekat dengan kilang Balongan. Kegiatan TSP lainnya adalah memberikan makanan dan suplemen untuk peningkatan gizi balita, bantuan paket makanan bergizi kepada masyarakat yang kurang mampu yang tinggal di wilayah ring satu kilang Balongan. 4. Di bidang keagamaan: melakukan renovasi beberapa masjid yang terdapat di lingkungan kilang Balongan, membagi-bagikan Al-quran, buku keagamaan di masjid-masjid yang berada di sekitar kilang Balongan, memberikan bantuan hewan qurban kepada Mustahik dalam rangka peringatan hari raya Idul Adha, mengadakan acara untuk memperingati Isra Mi’raj. 5. Di bidang olah raga: membangun sarana olah raga untuk masyarakat seperti lapangan volli, lapangan sepak bola dan lapangan bulu tangkis, pembuatan fieldroom di stadion Dharma Ayu Indramayu. 6. Di bidang ekonomi: pengelolaan tanah penyangga yang dapat dinikmati oleh masyarakat seluas 250 hektar persawahan yang dapat dipergunakan oleh masyarakat, memberikan pemodalan untuk modal kerja masyarakat, melaksanakan pembinaan dan pelatihan untuk para petani, peternak dan nelayan. 7. Di bidang pengelolaan lingkungan hidup: melaksanakan penanaman pohon dan kegiatan memelihara pohon yang sudah ada, pembangunan sarana dan sarana, membangun irigasi, membangun drainase, membangun tempat pembuangan sampah, membangun got, membangun taman kota, membantu pelaksanaan pembangunan WC umum (MCK) di Desa Majakerta dan melaksanakan kegiatan pelatihan dan pembinaan di bidang lingkungan hidup. Pertamina memfokuskan pada kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup untuk menjaga dan melestarikan lingkungan dan ikut menyukseskan gerakan penanaman sejuta pohon tahun 2009. Pertamina melaksanakan program one man one tree dengan menanam 2.010 bibit pohon. Adapun jenis bibit pohon yang disediakan antara lain: sebanyak 715 bibit pohon 108 mahoni, sebanyak 356 bibit pohon palem, sebanyak 104 bibit pohon trembesi, sebanyak 835 bibit pohon glodokan tiang. Semua bibit pohon ini ditanam di area kilang, laydown area, dan area pertanaman Pertamina Balongan. Sebagai wujud kepedulian Pertamina terhadap lingkungan, Pertamina secara simbolis juga menyerahkan bantuan sebanyak 50.000 bibit tanaman penghijauan berupa mangrove untuk ditanam di wilayah Kabupaten Indramayu. Berdasarkan hasil laporan tahunan Pertamina pada tahun 2011 melakukan kegiatan TSP yang bersifat community development, di antaranya melakukan kegiatan pelatihan untuk para nelayan di Kabupaten Indramayu bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Dinas Lingkungan Hidup. Hal ini dikarenakan sebahagian besar mata pencaharian masyarakat adalah nelayan. Kegiatan ini berupa pelatihan pembuatan serta bantuan alat tangkap ikan, materi terkait dengan Program Peningkatan Kualitas Lingkungan (PPKL), kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan dari program yang telah digulirkan sebelumnya yang sejalan dan mendukung Keppres Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN). Terkait dengan strategi “revolusi biru” dari Menteri Kelautan dan Perikanan dalam peningkatan produksi hasil laut bagi nelayan, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk diekspor. Pelatihan ini dilaksanakan dengan tujuan membantu masyarakat untuk menjadi lebih mandiri dan berdaya di bidang ekonomi. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang staf Hupmas Pertamina Balongan, mengatakan bahwa: “Kegiatan TSP pada tahun 2011 ini merupakan kelanjutan dari kegiatan 2010 yang belum tuntas dilakukan, di antaranya membangun waterbreak, memasang aliran listrik untuk masyarakat yang rumahnya belum menggunakan listrik, melakukan penanaman pohon dan pemeliharaan pohon yang telah ditanam pada tahun kemarin, merenovasi sarana dan prasarana yang sudah tidak layak pakai, membina hubungan baik dengan wartawan media cetak dan media elektronik, memberikan santunan untuk orangtua jompo dan anak yatim, pembagian susu cair dan sembako, memberikan hewan qurban, untuk kegiatan di bidang ekonomi masih seperti tahun kemarin seperti mengelola tanah penyangga, memberikan bantuan modal bagi masyarakat, melaksanakan pelatihan dan pembinaan.” 109 Pertamina berinisiatif untuk melaksanakan kegiatan TSP dan merupakan keharusan bagi perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi untuk melakukan kegiatan TSP, dimana konsep pertama berorientasi pada pemberdayaan masyarakat secara berkesinambungan; yang kedua relation development merupakan kegiatan yang lebih bersifat charity dan donasi publik. Termasuk dalam kategori ini adalah pembinaan hubungan segitiga yang baik dan harmonis antara perusahaan, pendamping program kegiatan dan masyarakat lokal. Kegiatan TSP yang dilakukan oleh organisasi, merupakan komunikasi yang dilakukan perusahaan dengan masyarakat. Kegiatan TSP jika dilakukan secara berkesinambungan dapat mencegah krisis perusahaan melalui peningkatan reputasi dan citra perusahaan dalam rangka menciptakan long term relationship dengan masyarakat. Dalam mencari tahu need, desire, wants dan interest dari masyarakat, perlu dilakukan survei terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini penting untuk menciptakan long term relationship, kemudian perusahaan mengkomunikasikan tentang harapan yang diinginkan terkait dengan adanya hubungan tersebut. Proses pengkomunikasian dalam usaha menjalin long term relationship dengan masyarakat, dilakukan dengan menggunakan saluran komunikasi yang tersedia. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menjalin long term relationship antara organisasi dengan masyarakat adalah menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan yang mendorong pada prospek investasi di masa depan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat sekitar organisasi (Rahman, 2009). Hal ini diperkuat oleh pendapat Susanto (2007a), bahwa kegiatan TSP dapat mengimbangi exposure terhadap sisi negatif perusahaan dan mengurangi dampak terhadap tindakan yang tidak menyenangkan. Misalnya, jika suatu saat perusahaan menghadapi krisis. Aktivitas TSP yang efektif akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Ketika perusahaan diterpa kabar miring, masyarakat tidak langsung percaya. Suatu manfaat yang dapat dipetik perusahaan dari kegiatan TSP yang berlangsung. Kegiatan komunikasi organisasi perusahaan melalui kegiatan TSP adalah kegiatan dalam menyampaikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat 110 dalam berbagai bidang kegiatan, di antaranya di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. Kegiatan TSP ini merupakan berita yang sering dipublikasikan melalui media cetak dan elektronik untuk stakeholders. Tujuan dilakukan komunikasi organisasi ini adalah untuk menjalin hubungan yang harmonis antara Pertamina dengan masyarakat sekitar perusahaan yang terkena dampak langsung operasional dari perusahaan, demi terciptanya kredibilitas perusahaan di mata masyarakat. Kegiatan TSP adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan TSP dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Kompleksitas permasalahan sosial yang semakin rumit dalam dekade terakhir dan implementasi desentralisasi telah menempatkan kegiatan TSP sebagai suatu kegiatan yang diharapkan mampu memberikan alternatif terobosan baru dalam melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin (Putri, 2007). Kegiatan TSP dilakukan untuk melanjutkan komitmen bisnis untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dengan meningkatkan kualitas hidup dari peningkatan penghasilan keluarga pada masyarakat luas (Pembudi, 2006). Kontribusi kegiatan TSP adalah kontribusi berkesinambungan terhadap pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat. Pembangunan yang berkelanjutan yaitu bekerjasama dengan karyawan, masyarakat dan stakeholders untuk memperbaiki kualitas hidup dengan cara yang dapat diterima oleh bisnis dan juga pembangunan itu sendiri adalah nilai dasar dari TSP. Kemiskinan yang sudah mengglobal saat ini adalah masalah sosial yang menjadi target seluruh negara di dunia untuk ditekan, bahkan dihapuskan dan tentunya dalam implementasi TSP kontemporer yang dilakukan dunia usaha dan sudah seharusnya dunia usaha menyadari posisi mereka sebagai bagian dari masyarakat. Keunikan TSP adalah kegiatan yang bersifat lokal karena pelaksanaannya melibatkan partisipasi masyarakat di sekitar perusahaan. Inilah sejujurnya yang membuat TSP memiliki peluang untuk masuknya partisipasi masyarakat secara utuh dalam pencapaian tujuannya (Untung, 2008). 111 Dikatakan bahwa kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi karena menurut Zelko dan Dance dalam Muhamad (2008), menjelaskan bahwa komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal maksudnya adalah komunikasi dalam organisasi itu sendiri seperti komunikasi dari bawahan kepada atasan, komunikasi dari atasan kepada bawahan dan komunikasi sesama karyawan, sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan organisasi terhadap lingkungan luar berupa hubungan dengan masyarakat umum, komunikasi hasil produksi. Penerapan kegiatan TSP oleh Pertamina merupakan refleksi nilai dan budaya perusahaan yang terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan masa kini dan mendatang, yang memberikan manfaat bagi Pertamina, shareholder dan stakeholder. Oleh karena itu kesuksesan sebuah perusahaan tidak hanya ditentukan dari keberhasilan menjalankan bisnis semata, tetapi juga didukung kemampuan dalam menyukseskan program pemberdayaan masyarakat dan lingkungan hidup melalui kegiatan TSP. Pertamina dalam penerapan kegiatan TSP diprioritaskan untuk membantu masyarakat dan pemerintah dalam memecahkan permasalahan sosial di sekitar Perusahaan. Pelaksanaan kegiatan TSP dikendalikan sepenuhnya oleh perusahaan, dan bekerjasama dengan pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya. Melalui kegiatan TSP ini akan memberikan nilai tambah bagi Pertamina untuk semakin mendekatkan produk dan brand kepada masyarakat. Pertamina menganggap kegiatan TSP sebagai wujud good corporate governance (GCG), yaitu sistem pemerintahan yang baik dan peduli terhadap lingkungan. Perkembangan TSP yang dilakukan berupaya untuk memberdayakan masyarakat. Praktik kegiatan TSP sebagai wujud implementasi program dari community relations, jika ditujukan pada stakeholder yang tepat dan dilakukan secara tepat pula akan dapat menciptakan sebuah kondisi lingkungan yang kondusif bagi perusahaan, sehingga perusahaan akan dapat menjalankan aktivitas bisnisnya dengan baik tanpa adanya hambatan-hambatan yang dapat muncul dari lingkungan sekitar (Thamrin et al., 2010). 112 Visi dari kegiatan TSP Pertamina Balongan adalah menciptakan dan memelihara hubungan harmonis dengan lingkungan sekitar serta bekerjasama dengan pemerintah untuk memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Misi kegiatan TSP Pertamina Balongan: (1) Mengimplementasikan komitmen perusahaan terhadap kegiatan TSP untuk memberikan nilai tambah bagi stakeholders dalam upaya mendukung kemajuan perusahaan, (2) Mewujudkan kepedulian sosial Pertamina Balongan dan kontribusi perusahaan terhadap pengembangan masyarakat yang berkelanjutan. Tujuan dari kegiatan TSP Pertamina Balongan: (1) Membangun hubungan yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendukung pertumbuhan perusahaan, (2) Memberikan kontribusi dalam memecahkan permasalahan sosial, (3) Meningkatkan nilai dan budaya perusahaan yang terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan, dan (4) Bagian dari upaya membangun citra dan reputasi perusahaan. Komunikasi organisasi yang dilaksanakan oleh Hupmas Pertamina didasarkan pada Kepmen No Kep-236/MBU/2003 membawa babak baru bagi visi, misi dan kebijakan sosial Pertamina. Melalui keputusan tersebut, Pertamina yang telah menyalurkan dana Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) sejak tahun 1990, membentuk unit Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) untuk menggantikan peran PUKK. Dengan menggunakan dana bagian pemerintah atas penyisihan laba bersih Pertamina untuk PKBL. Dengan demikan fungsi sosial dari Pertamina bertambah lagi dengan pembentukkan unit khusus ini, baik di tingkat korporat maupun daerah operasi/unit. Pola komunikasi yang terjadi dalam organisasi itu banyak dipengaruhi oleh kegiatan dan fungsi public relation. Dalam fungsi public relations terdapat berbagai macam bentuk hubungan yang dapat dilakukan. Di antaranya yang umum dilakukan adalah, community relations, government relations, consumer relations, investor relations, media relations dan employee relations. Semua bentuk hubungan-hubungan tersebut diatur oleh public relations, dengan tujuan untuk mencapai pengertian publik (public understanding), kepercayaan publik 113 (public confidence), dukungan public (public support), dan kerjasama publik (public cooperation) (Bonar, 1993). Pertamina dalam melaksanakan komunikasi organisasi kepada publik eksternal dalam bentuk community development, dimana ruang lingkup dari community development Pertamina antara lain community service, community empowering dan community relations. Community service yang dilaksanakan Pertamina memberikan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat setempat. Hal ini terlihat dari pembangunan fasilitas dan sarana umum bagi masyarakat. Community empowering yang dilaksanakan Pertamina melalui program kegiatan TSP yang berkaitan dengan memberikan akses yang luas kepada masyarakat untuk menunjang keberdayaan masyarakat setempat. Hal ini terlihat dari berbagai kegiatan di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup, sedangkan community relations yang dilaksanakan Pertamina yang menyangkut pengembangan komunikasi dan informasi kepada publik yang berhubungan dengan Pertamina. Community relations ini bertujuan untuk mencapai pengertian publik, kepercayaan publik, dukungan publik dan kerjasama publik. Namun praktiknya community relations ini hanya mampu untuk mencapai pengertian publik yang menunjukkan Pertamina merupakan perusahaan yang beroperasi di wilayah lingkungan masyarakat setempat. Namun tidak mampu menyentuh pada tujuan untuk menciptakan kepercayaan, dukungan dan kerjasama publik. Hal ini terlihat dari pengamatan yang dilakukan di lapangan, bahwa masih seringnya masyarakat setempat melakukan aksi massa ke perusahaan untuk menyampaikan keinginan dan aspirasi mereka. Komunikasi yang kurang baik menyebabkan hal ini masih terus berlangsung hingga saat ini. Implementasi kegiatan TSP merupakan komunikasi yang dua arah dan interaktif antara perusahaan dengan masyarakat (stakeholder) secara terbuka dan produktif untuk saling mempertukarkan informasi. Kegiatan TSP tidak saja meningkatkan reputasi bagi Pertamina tetapi juga dapat membuka peluang usaha baru bagi masyarakat. Pelaksanaan kegiatan TSP dapat menghindarkan perusahaan dari krisis sebab akibat malpraktek sosial. Tujuan dari kegiatan 114 komunikasi organisasi ini adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh stakeholder perusahaan. Melalui kegiatan komunikasi organisasi yang dilakukan akan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berinteraksi dan berpartisipasi demi peningkatan efektivitas program kegiatan TSP. Selain itu melalui aktivitas komunikasi organisasi yang dilaksanakan mampu mendorong perusahaan lain agar menyelenggarakan aktivitas komunikasi organisasi juga, dengan kata lain, ini bukan sekedar aktivitas komunikasi yang berdampak pada perusahaan saja, tetapi juga upaya mengkampanyekan kegiatan TSP di seluruh kalangan bisnis dan masyarakat. Kegiatan TSP merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas UU-PT Pasal 74. Esensi UUPT ini menegaskan bahwa dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan aspek financial usaha semata (single bottom line), melainkan juga harus menggunakan baik aspek keuangan, sosial dan lingkungan hidup (triple bottom line). Sinergi antara ketiga elemen tersebut merupakan kunci keberhasilan dari konsep pembangunan berkelanjutan. Kegiatan TSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan community development. Namun pada prakteknya sebahagian dari kegiatan TSP dilakukan sekedar pada perbuatan amal (charity) perusahaan saja dan tidak menyentuh kepada pemberdayaan masyarakat melainkan akan berdampak pada perusahaan itu sendiri. Jenis kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina kepada masyarakat disesuaikan menurut wilayah ring tempat tinggal masyarakat. Pertamina selama ini terus memperbaiki kekurangan-kekurangan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan sehingga kegiatan berikutnya dapat berjalan semakin baik dan menyentuh pada kehidupan sosial yang dapat memberdayakan masyarakat. Diharapkan melalui kegiatan TSP merupakan alat untuk mendorong perubahan masyarakat menjadi lebih berdaya, mandiri dan produktif yang tidak menggantungkan kehidupannya pada pihak luar dan perusahaan. Kegiatan TSP yang dilakukan Pertamina harus memiliki kualitas program yang baik. Dikatakan kegiatan tersebut memiliki kualitas yang baik jika bermanfaat bagi si penerima. Pertamina dalam melaksanakan kegiatan TSP 115 menggunakan dua saluran komunikasi. Saluran komunikasi yang digunakan melalui saluran komunikasi interpersonal dan saluran komunikasi media massa, sehingga antara kualitas program kegiatan dan pengkomunikasian program kegiatan TSP dapat berjalan dengan baik dan dalam kategori baik. Pemilihan media cetak maupun elektronik yang tepat akan membantu masyarakat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Kegiatan TSP yang dilakukan sangat beragam, kegiatan di bidang ekonomi bertujuan untuk memberikan nilai tambah dan memberdayakan masyarakat sekitar Pertamina, memberikan peluang kepada masyarakat untuk menambah perekonomian keluarga dan mendukung pertumbuhan perekonomian masyarakat dan usaha kecil serta menengah di Kabupaten Indramayu. Kegiatan di bidang ekonomi yang dilaksanakan antara lain: pengelolaan tanah penyangga, melalui program kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat merasakan hasilnya. Taraf hidup dan perekonomian mereka meningkat dan relatif lebih stabil. Mereka juga dapat menyejahterakan keluarga mereka dan meningkatkan kualitas pendidikan anak-anaknya. Memberikan pemodalan di bidang usaha perikanan, pertanian, perternakan, perdagangan, pengrajin, perbengkelan dan jasa. Melakukan pembinaan di setiap bidang usaha yang telah dibekali dengan keahlian dan pengetahuan, antara lain di bidang pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan, pengrajin, perbengkelan dan jasa. Hasil dari program pembinaan diharapkan masyarakat menjadi mampu untuk bersaing dengan pihak luar dari masing-masing bidang usaha. Kegiatan di bidang sosial, didasari oleh pemikiran bahwa sebagai perusahaan yang berada di tengah masyarakat, Pertamina Balongan mempunyai tanggungjawab sosial dalam menciptakan masyarakat yang lebih baik serta membantu meringankan beban masyarakat. Adapun program kegiatan yang sudah dan sedang dilaksanakan oleh Pertamina Balongan antara lain: melakukan pembagian sembako, pemberian santunan kepada orang tua jompo dan anak yatim, memberikan tunjangan bagi guru dan staf pengajar, melaksanakan donor darah, membagikan susu cair secara rutin setiap dua bulan sekali, melaksanakan pengobatan massal secara rutin setiap sebulan sekali, bantuan paket makanan 116 bergizi bagi masyarakat yang kurang mampu, menciptakan lapangan pekerjaan, membuat perpustakaan keliling, seremonial dan sosialisasi. Sebagian besar dari program kegiatan TSP di bidang sosial yang dilakukan oleh Pertamina merupakan kegiatan yang bersifat charity atau perbuatan amal, dampak yang dirasakan oleh masyarakat bersifat jangka pendek. Kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh Pertamina didasari oleh pemikiran bahwa operasional kilang Balongan memberikan dampak negatif bagi masyarakat sekitar. Diharapkan dengan kegiatan TSP yang dilaksanakan dapat mengurangi resiko atau dampak negatif dari operasional kilang Balongan. Kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup antara lain pengembangan sarana umum, membangun sarana pengelolaan limbah beracun dan limbah organik, sarana penampungan sampah, penanaman pohon baik di darat maupun di lingkungan air, penampungan air, pembangunan sarana drainase, pengadaan pompa air, membangun wc umum (MCK), dan memasang instalasi listrik bagi yang belum memiliki. Di bidang pengelolaan lingkungan hidup Pertamina bersama dengan masyarakat sekitar untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan terbebaskan dari polusi air, udara dan tanah. Hamad (2005) menyatakan bahwa komunikasi jangan dianggap sebagai proses penyampaian pesan yang relatif lancar tanpa hambatan tetapi dalam pendistribusian pesan yang merata di tengah masyarakat, komunikator perlu memilih media yang sesuai dengan efek yang diinginkan oleh komunikator, efek kognitif, efek afektif atau efek konatif. Dalam memilih pendamping program kegiatan, Pertamina harus secara selektif sehingga mampu menyampaikan keinginan perusahaan kepada masyarakat. Pendamping program kegiatan harus memahami karakteristik, budaya, bahasa dan adat istiadat masyarakat lokal. Selain itu, pendamping program harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi yang baik dengan masyarakat, mampu memberikan motivasi dan mampu melakukan transfer belajar kepada masyarakat. Pendamping program kegiatan dapat berasal dari pemerintah daerah maupun dari LSM. Selain dengan menggunakan pendamping program sebagai saluran komunikasi interpersonal juga menggunakan saluran media cetak 117 dan elektronik. Penggunaan dan pemilihan media massa dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat disesuaikan dengan informasi yang disampaikan kepada masyarakat. Pendamping program kegiatan berperan penting dan strategis dalam membimbing, mendidik dan memotivasi masyarakat agar mampu untuk berperan secara aktif dalam kegiatan TSP. Salah satu indikator keberhasilan pendamping program kegiatan TSP ditentukan dari intensitas peran yang ditampilkan oleh pendamping program kegiatan TSP. Lionberger dan Gwin (1982) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mendorong keberhasilan penyuluh (pendamping program kegiatan) terletak pada kemampuan penyuluh (pendamping program kegiatan) dalam memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat. Komunikasi organisasi merupakan suatu cara yang dilakukan oleh Pertamina dalam melakukan perubahan, mendorong dan mempertinggi motivasi serta alat untuk mencapai tujuan yaitu pemberdayaan masyarakat. Dalam melakukan komunikasi organisasi, Pertamina memiliki maksud dan tujuannya, seperti yang diungkapkan oleh salah seorang staf Hupmas Pertamina Balongan bahwa: “..kegiatan TSP ini dilakukan memiliki dua tujuan. Tujuan yang pertama adalah untuk memberdayakan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, sedangkan tujuan kedua adalah untuk memperoleh persepsi positif dari stakeholder. Persepsi positif dari masyarakat akan menciptakan citra positif bagi perusahaan. Persepsi positif akan menciptakan dukungan masyarakat terhadap perusahaan dan mendukung berjalannya operasional perusahaan.” Citra positif perusahaan sangat penting, karena citra perusahaan merupakan keseluruhan kesan yang terbentuk dibenak masyarakat tentang perusahaan. Citra dapat berhubungan dengan nama perusahaan, produk yang dihasilkan, kegiatan yang dilakukan, kualitas komunikasi yang dilakukan oleh setiap karyawan dengan stakeholder perusahaan. Citra perusahaan dapat dipersepsikan sebagai gambaran mental secara selektif tentang karakteristik perusahaan yang nantinya akan membentuk citra perusahaan dibenak masyarakat. Citra merupakan bagaimana pihak lain memandang perusahaan. Setiap 118 perusahaan dapat memiliki lebih dari satu citra tergantung dari kondisi interaksi yang dilakukan oleh perusahaan dengan stakeholder perusahaan. Pengertian citra itu sangat abstrak dan tidak dapat diukur secara matematis, tetapi wujud citra dapat dirasakan dari hasil persepsi baik atau buruk seperti penerimaan dan tanggapan positif atau negatif yang berasal dari stakeholders. Citra perusahaan berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan utamanya, bagaimana citra perusahaan yang positif lebih dikenal dan diterima oleh publiknya mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima, keberhasilan dalam bidang marketing dan berkaitan dengan kegiatan tanggungjawab sosial yang dilakukan (Ardianto & Soemirat, 2007). Program kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina merupakan investasi bagi pertumbuhan dan keberlanjutan perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya melainkan sarana untuk meraih keuntungan dan menciptakan persepsi, citra positif masyarakat dan mengurangi resiko perusahaan dari gejolak yang berasal dari masyarakat sekitar. Hal ini diperkuat dengan pendapat Harmoni dan Andriyani (2008), Sebagian perusahaan menganggap bahwa mengomunikasikan kegiatan atau program TSP sama pentingnya dengan kegiatan CSR itu sendiri. Dengan mengomunikasikan CSR-nya, makin banyak masyarakat yang mengetahui investasi sosial perusahaan sehingga tingkat resiko perusahaan menghadapi gejolak sosial akan menurun. Jadi, melaporkan CSR kepada khalayak akan meningkatkan nilai social hedging perusahaan. Program kegiatan TSP merupakan komitmen perusahaan untuk mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan. Di sisi lain juga masyarakat membutuhkan kepedulian perusahaan untuk melaksanakan kegiatan sosial. Program kegiatan TSP salah satu bentuk komunikasi organisasi dalam upaya membangun citra positif dan reputasi perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan dari para masyarakat. Program kegiatan TSP memang tidak mendapatkan profit, yang diharapkan dari kegiatan TSP ini adalah benefit berupa persepsi dan citra perusahaan dari masyarakat. Menyadari akan pentingnya kegiatan TSP ini perusahaan diharapkan fokus pada membina hubungan dengan masyarakat. Hal ini merupakan fenomena positif di lingkungan bisnis, telah 119 menunjukkan meningkatnya kesadaran bahwa perusahaan tidak semata-mata mengejar keuntungan tetapi juga harus menjaga aspek sosial dan lingkungan (Harijono, 2007). Program kegiatan TSP yang dilakukan disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat melalui survei terhadap kebutuhan masyarakat (need assessment) lokal oleh pendamping program kegiatan, yang bertujuan untuk membentuk suatu persepsi maupun citra yang diharapkan. Menurut Jefkins (2003) citra yang diharapkan (wish image) merupakan suatu citra yang diharapkan dan diinginkan oleh pihak manajemen, sedangkan menurut Ardianto dan Soemirat (2004) menjelaskan efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukkan citra seseorang. Persepsi dan citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra tentang lingkungan. Citra perusahaan merupakan suatu gambaran komprehensif yang diringkas dari perusahaan yang dimiliki oleh bagian tertentu dari lingkungan. Suatu citra sebagai gambaran perusahaan secara keseluruhan dan dengan efek menganggap citra segi perusahaan dan reputasi perusahaan sebagai sesuatu yang identik (Alvesson, 1998). Idealnya kegiatan TSP yang dilakukan berdasarkan dari survei kebutuhan masyarakat dan mampu memberikan manfaat bagi perusahaan maupun masyarakat, sehingga akan menumbuhkan tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP. Masyarakat yang berpartisipasi secara aktif dan mendapatkan manfaat dari kegiatan TSP akan memiliki persepsi dan citra yang positif terhadap perusahaan maupun terhadap kegiatan TSP. Partisipasi masyarakat secara aktif dalam berbagai kegiatan TSP akan menciptakan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. 120 5.4. Karakteristik Individu Karakteristik individu merupakan ciri khas yang melekat pada individu yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan individu. Karakteristik individu dapat menjadi pembeda dan ciri yang khas antara satu individu dengan individu lainnya. Karakteristik individu yang diamati sebagaimana yang tercantum dalam kerangka berpikir meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan status sosial. Responden dalam penelitian ini sebanyak 195 kepala keluarga yang terdiri dari masyarakat yang tinggal di ring satu wilayah kilang Balongan, yaitu: dari masyarakat Balongan yang terdiri dari 70 responden, masyarakat Sukaurip yang terdiri dari 61 responden dan masyarakat Majakerta yang terdiri dari 64 responden, dimana responden yang dipilih dari masing-masing desa adalah kepala keluarga yang menerima dan terlibat secara langsung dalam kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina Balongan. Hasil analisis deskriptif peubah-peubah yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden penelitian disajikan dalam Tabel 15 berikut ini. Tabel 15. Sebaran masyarakat berdasarkan karakteristik individu (dalam persentase) Peubah / Indikator Balongan Sukaurip Majakerta Total (Persentase) Umur (tahun) Muda (15-33) 55,7 49,3 53,0 52,6 Sedang (34-51) 39,9 39,0 39,0 39,2 Tua (52-70) 7,2 9,9 7,8 8,2 Pendidikan Formal SD 20,0 60,7 16,4 31,0 SMP 35,7 16,4 43,8 32,3 SMA 34,3 19,7 43,7 29,2 PT 10,0 3,5 8,1 7,2 Pendidikan Nonformal (kali) Tidak Pernah (0) 7,4 12,0 10,6 10,0 Jarang (1-3) 33,4 39,0 31,1 34,5 Sering (4-6) 39,9 33,8 35,8 36,5 Sangat sering (≥ 7) 18,1 19,1 19,8 19,0 Status Sosial Tokoh Informal 14,3 27,2 12,5 18,0 Non Tokoh Informal 85,2 73,4 87,4 82,0 n = 195 121 5.4.1. Umur Umur adalah salah satu faktor sosial yang berpengaruh terhadap aktivitas manusia dalam bekerja guna untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Umur merupakan salah satu karakteristik responden yang sangat penting untuk diketahui. Rentang umur responden yang tersedia berkisar antara 15 tahun sampai dengan 70 tahun. Jika mengacu pada pendapat Rusli (1995) yang menyatakan bahwa umur produktif berkisar antara 15 tahun sampai dengan 65 tahun, maka sekitar 97 persen responden yang merupakan umur produktif atau sebanyak 189 responden. Umur dibagi atas tiga kategori, yaitu umur 15 – 33 tahun dalam kategori berusia muda sebanyak 52,6 %, umur 34 – 51 tahun dalam kategori berusia sedang sebanyak 39,2% dan umur 52-70 tahun dalam kategori berusia tua sebanyak 8,2%. Menurut Klausmeier dan Goodwin (1975), umur merupakan salah satu karakteristik penting yang terkait dengan efisiensi dan efektifitas belajar. Hal ini berarti individu yang berada pada umur produktif akan lebih mudah menerima perubahan, ide-ide dan inovasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan. 5.4.2. Pendidikan Formal Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas sumberdaya manusia. Pendidikan formal dalam penelitian ini diukur berdasarkan jumlah tahun dalam menempuh pendidikan formal. Menurut Angeningsih (2008) pendidikan formal merupakan prasyarat utama dalam pembangunan ekonomi dan sumberdaya manusia. Melalui pendidikan dapat diperoleh manfaat infrastruktur sosial lain yang lebih besar, seperti kesehatan, gizi, sanitasi dan lingkungan. Masyarakat yang terdidik akan lebih produktif dan cenderung menggunakan caracara maupun teknologi modern, dengan demikian tenaga kerja berpendidikan lebih mudah untuk dilatih dan lebih mampu menguasai keterampilan-keterampilan teknologi baru yang diperlukan dalam pembangunan. Berdasarkan data yang diperoleh berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti oleh masyarakat di dominasi tingkat pendidikan menengah pertama sebanyak 32,6%. Selebihnya terdiri dari masyarakat yang berpendidikan 122 sekolah dasar sebanyak 31,0%, berpendidikan sekolah menengah atas sebanyak 29,2, dan masyarakat yang berpendidikan tinggi sebanyak 7,2%. Pendidikan formal menjadi salah satu ukuran kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi, merumuskan dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Pendidikan yang memadai diharapkan mampu membedakan jenis sumberdaya yang dapat dikelola secara bebas dan dapat mengenal kebutuhan prioritas dan potensi yang dimiliki sehingga dapat beraktivitas secara efektif dan efisien dalam rangka pemenuhan kebutuhan keluarganya (Angeningsih, 2008). Berdasarkan hasil wawancara di lapangan dengan tokoh masyarakat sebagai informan yang berasal dari Desa Sukaurip mengatakan bahwa: “.. masyarakat di sini kurang mengutamakan pendidikan formal. Hal ini disebabkan karena tidak adanya biaya untuk mengenyam pendidikan formal serta mata pencarian penduduk yang mayoritas sebagai petani, buruh tani, petambak dan nelayan tidak mengharuskan masyarakat untuk mengenyam pendidikan formal yang tinggi. Bahkan ada beberapa masyarakat yang anaknya sama sekali tidak bersekolah formal, hanya dimasukkan pengajian saja. Hal ini dikarenakan tidak ada biaya. Kami sangat mengharapkan Pertamina maupun pemerintah daerah lebih peduli kepada masyarakat yang tidak mampu untuk bersekolah. terutama untuk anak yang berprestasi dan memiliki kemampuan, dengan memberikan beasiswa.” Penuturan oleh salah seorang informan yang berasal dari Desa Sukaurip di atas membenarkan data yang terdapat dari Kecamatan Balongan bulan Juli 2011, dimana mayoritas masyarakat Desa Sukaurip mata pencahariannya sebagai buruh tani, petani dan pedagang yang tidak mengharuskan masyarakatnya mengenyam pendidikan tinggi dan memiliki skill untuk pekerjaannya. Berbeda halnya dengan pendapat dari Mamboai (2003) yang mengatakan bahwa petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami dan menerapkan teknologi produktif sehingga produktivitasnya menjadi tinggi, selain itu pendidikan dapat memberikan atau menambah kemampuan petani dalam mengambil keputusan dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi. 123 Prijono dan Pranarka (1996) menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan atau latihan bagi peranannya di masa akan datang. Pada hakikatnya pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia baik individu maupun sosial. Melalui pendidikan formal yang diperoleh akan memberikan hasil yang paling efektif untuk mengubah perilaku manusia, sehingga melalui pendidikan yang ditempuh akan membebaskan diri dari segala penindasan, ketidakadilan, dan ketakutan. Sebaliknya melalui pendidikan dapat menjadikan seseorang berani dalam mengembangkan pikiran, ide, berbicara, mengeluarkan pendapat dan memiliki cita-cita yang tinggi dan pekerjaan yang layak. 5.4.3. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal merupakan pendidikan di luar pendidikan formal yang didapatkan masyarakat di bangku sekolah. Pendidikan non formal ini merupakan penambah dan atau pelengkap dari pendidikan formal yang berfungsi untuk mengembangkan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian masyarakat. Pendidikan non formal ini merupakan kegiatan, bimbingan atau pelatihan yang dilakukan oleh Pertamina bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah kilang Balongan beroperasi, yang tujuannya adalah menambah pengetahuan, kemampuan dan kreativitas masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan sehingga mampu bersaing dalam meningkatkan kemampuan masyarakat, mendapatkan pekerjaan yang layak dan meningkatkan pendapatan keluarga. Berdasarkan data yang diperoleh berdasarkan pendidikan non formal yang pernah diikuti oleh masyarakat didominasi pada kategori sering mengikuti kegiatan TSP yang diselenggarakan oleh Pertamina yaitu sebanyak 36,5%, berikutnya dalam kategori jarang sebanyak 34,5%, kategori sangat sering sebanyak 19,0% dan kategori tidak pernah mengikuti kegiatan TSP yang diselenggarakan oleh Pertamina sebanyak 10,0%. Hal di atas sesuai dengan pendapat Angeningsih (2008) mengatakan bahwa pendidikan non formal membentuk keterampilan seseorang untuk 124 memudahkan seseorang dalam mencari pekerjaan ataupun menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Namun demikian, kebanyakan masyarakat masih memandang dengan sebelah mata terhadap eksistensi pendidikan non formal dalam mendorong entrepreneurship. Hal ini mungkin disebabkan karena masyarakat kurang mengenal nilai-nilai entrepreneurship dan cenderung masih mengagungkan nilainilai feodal dan priyaisme. Pendidikan non formal hendaknya mampu mengajarkan keterampilan-keterampilan hidup, mencerminkan nilai-nilai masyarakat dan menekankan pembelajaran melalui praktek. 5.4.4. Status Sosial Status sosial merupakan status yang melekat pada diri seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat. Status sosial yang dimiliki masyarakat berbeda satu dengan yang lainnya dalam lingkungan kehidupannya. Status sosial di ukur dari keterlibatan masyarakat dalam aktivitas sosial atau yang ditokohkan informal masyarakat. Dari pengkategorian ini terdapat 18% responden yang menjadi tokoh informal, yang meliputi tokoh agama, tokoh adat atau aparat pemerintahan kecamatan/kelurahan dan koperasi. Selebihnya merupakan non tokoh informal dari Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Keberadaan tokoh informal ini diharapkan mampu menjembatani antara kepentingan masyarakat dengan pihak Pertamina. Akan tetapi, pada kenyataan di lapangan peran ini belum berjalan optimal karena terdapat banyak hambatan komunikasi maupun permasalahan sosial lain yang terutama berkaitan dengan permasalahan dengan masyarakat setempat. Tokoh informal menduduki posisi yang penting Balongan oleh karena dianggap sebagai tokoh dalam masyarakat yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat. Dengan demikian segala tindak tanduknya merupakan pola aturan yang patut diteladani oleh masyarakat. Mengingat kedudukan yang penting itu tokoh informal senantiasa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang berlangsung di lingkungan masyarakat. Partisipasi dari tokoh informal sangat penting dapat membina kesadaran masyarakat akan pentingnya berbagai kegiatan sosial yang dilakukan. Tokoh informal merupakan orang yang terpandang di desa karena status sosial tersebut biasanya merupakan jabatan yang disandang masyarakat karena orang 125 tersebut memiliki kemampuan tertentu untuk menjadi seorang pemimpin informal maupun jabatan karena diperoleh secara turun temurun dari orang tua mereka. Dari hasil FGD yang dilakukan di lapangan dengan beberapa tokoh informal mengatakan tokoh informal di Kecamatan Balongan ini memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan masyarakatnya, di antaranya: memiliki hubungan sosial yang lebih luas daripada para masyarakat biasa, memiliki keahlian atau pengetahuan tertentu melebihi daripada masyarakat biasa, tidak menyimpan pengetahuan dan keahliannya untuk dirinya sendiri, melainkan berusaha untuk meyebarluaskan dan berbagi informasi yang dimilikinya kepada masyarakatnya. Selain itu peran tokoh informal di Kecamatan Balongan memberikan nasehat, saran dan pendapat serta mengendalikan perilaku dari masyarakat setempat. Kepatuhan masyarakat kepada tokoh informal menunjukkan bahwa masyarakat setempat masih mengemban amanat leluhur mereka yang selalu menghormati dan mematuhi tokoh informal, sehingga pendapat tokoh informal di Kecamatan Balongan masih sangat dihargai oleh masyarakat. Dikarenakan peran tokoh informal inilah Pertamina merangkul tokoh informal sebagai perwakilan dari masyarakat, sehingga melalui tokoh informal dapat menggali kebutuhan dan keinginan dari masyarakat. Tokoh informal dibutuhkan Pertamina dalam melakukan lobi dan negosiasi mengenai konflik dan aksi massa yang sering dilakukan oleh masyarakat setempat. Peran dari tokoh informal sangat dibutuhkan untuk menangani dan meredakan aksi massa yang dilakukan oleh masyarakat setempat, dikarenakan pendapat dari tokoh informal masih didengar oleh masyarakat setempat. Melalui tokoh informal ini Pertamina menyampaikan beberapa alternatif pilihan dan solusi sebagai strategi untuk mencapai win-win solutions terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. 126 5.5. Penilaian Responden terhadap Aktivitas Komunikasi Organisasi PT Pertamina Balongan Komunikasi organisasi yang dilakukan oleh Pertamina melalui program kegiatan TSP merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan untuk lingkungan dan masyarakat sekitar. Penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi dalam penelitian ini terdiri dari peubah saluran komunikasi: komunikasi interpersonal, dan saluran komunikasi media massa, peubah mutu informasi: informasi yang relevan, mengandung unsur kebaharuan, dapat dipercaya, mudah dimengerti, dan mampu menyelesaikan masalah, dan peubah pendamping program kegiatan TSP: kemampuan berkomunikasi, memotivasi, dan melakukan transfer belajar. Total rataan skor dari masing-masing peubah dan indikator tersaji dalam Tabel 16. Tabel 16. Rataan skor penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi di tiga desa penelitian Penilaian terhadap aktivitas Rataan Skor* komunikasi organisasi Balongan Sukaurip Majakerta Total Saluran komunikasi Saluran interpersonal 2,37 2,39 2,47 2,41 Saluran media massa 2,33 2,51 2,45 2,43 Mutu informasi Informasi yang relevan 2,41 2,43 2,39 2,41 Unsur kebaruan 2,43 2,26 2,33 2,34 Dapat dipercaya 2,27 2,49 2,38 2,38 Mudah dimengerti 2,31 2,43 2,34 2,36 Mampu menyelesaikan masalah 2,39 2,41 2,48 2,42 Pendamping program kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan Kemampuan berkomunikasi 2,55 2,52 2,52 2,53 Kemampuan memotivasi 2,44 2,43 2,48 2,45 Kemampuan transfer belajar 2,46 2,39 2,48 2,44 Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75; Buruk: 1,76-2,51; Baik: 2,52-3,27 Sangat baik: 3,28-4. 5.5.1. Saluran Komunikasi Saluran komunikasi merupakan alat yang digunakan sumber pesan dalam menyampaikan pesan kepada penerima. Saluran ini dianggap sebagai sarana dalam menyampaikan informasi kegiatan CSR dari Pertamina kepada masyarakat. Pemilihan saluran komunikasi secara tepat akan memberikan hasil yang baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Caruana (1997) mengatakan bahwa dalam rangka untuk membentuk persepsi dan citra 127 yang baik, penting untuk menggunakan sarana komunikasi organisasi dan media komunikasi yang efisien serta konsisten, untuk menjelaskan apa dan mengapa tentang kebenaran setiap kegiatan untuk menyosialisasikannya dengan visi, misi dan nilai-nilai perusahaan kepada stakeholders. Hasil penelitian yang dilakukan Gulyas (2009), mengatakan bahwa survei yang dilakukan dengan pengumpulan data melalui kuesioner tentang persepsi dan praktek program CSR dan penggunaan media untuk kegiatan CSR di Inggris. Responden mengatakan bahwa menyampaikan informasi CSR dapat menggunakan berbagai media. Didominasi oleh media cetak sebanyak 55,20%, media elektronik sebanyak 27,60%, komunikasi interpersonal dan pelayanan sebanyak 13,80%. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang staf Hupmas dan pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa saluran komunikasi yang biasanya digunakan oleh Pertamina dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui dua cara, yaitu: 1. Saluran interpersonal. 2. Saluran media massa. Dimana dua saluran komunikasi yang digunakan oleh Pertamina dalam menyampaikan informasi terhadap 195 responden menunjukkan bahwa aktivitas komunikasi dalam penyampaian informasi kegiatan TSP termasuk dalam kategori buruk. Untuk saluran interpersonal total rataan skor 2,41 dan saluran media massa total rataan skor 2,43. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang staf Hupmas yang disajikan pada Box 1. Box 1: “Biasanya perusahaan menggunakan komunikasi secara langsung melalui perwakilan dari pribadi dan komunikasi dengan menggunakan media massa dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Pemilihan saluran ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan informasi yang disampaikan. Biasanya untuk informasi yang sangat baru perusahaan menyampaikan melalui komunikasi secara langsung karena membutuhkan alat bantu dalam penjelasan yang lebih jelas kepada masyarakat...” 128 Berdasarkan pendapat di atas menunjukkan bahwa dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, Pertamina memilih saluran komunikasi yang sesuai dengan informasi yang disampaikan, dengan demikian diharapkan masyarakat menjadi terbiasa untuk mencari informasi yang sesuai dengan kebutuhannya di berbagai saluran komunikasi. Hal ini diperkuat oleh pendapat Cornish dan Alison (2009) mengatakan penciptaan dan berbagi pengetahuan dengan saluran komunikasi yang dipilih oleh masyarakat akan mendorong masyarakat pada penemuan pengetahuan sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Yoon (2009) menyatakan bahwa komunikasi yang melibatkan partisipasi masyarakat, dimunculkan kembali komunikasi interpersonal, komunikasi media, komunikasi kelompok dan komunikasi dua tahap. 5.5.1.1. Saluran Interpersonal Penilaian terhadap saluran interpersonal yang digunakan oleh pendamping program kegiatan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta dalam kategori buruk. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2,37, untuk Sukaurip 2,39 dan untuk Majakerta 2,47. Saluran interpersonal merupakan sarana yang digunakan pendamping program untuk menyampaikan informasi secara langsung kepada masyarakat. Melalui saluran komunikasi interpersonal ini komunikasi yang terjalin dapat lebih efektif, karena respons dapat dikemukakan secara langsung dan dapat terjadi interaksi. Komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan kepada masyarakat dengan cara mendatangi masyarakat secara rutin dalam menyampaikan informasi, melakukan diskusi dan membantu memecahkan masalah serta mencari solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Tabel 16 menunjukkan bahwa saluran interpersonal yang digunakan oleh Pertamina melalui pendamping program kegiatan TSP termasuk dalam kategori buruk. Total rataan skor sebesar 2,41. Tabel di atas menunjukkan bahwa penilaian terhadap pendamping program kegiatan TSP dalam kategori buruk dalam melakukan komunikasi interpersonal kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan beberapa permasalahan, di antaranya adalah masyarakat merasa tidak mengalami kedekatan dengan pendamping program karena intensitas bertemu yang jarang 129 terjadi, selain itu karena pendamping program tidak merata untuk mendatangi masyarakat dan melakukan komunikasi yang efektif, dapat juga dikarenakan pendamping program kegiatan mendatangi masyarakat namun yang bersangkutan tidak sedang berada di rumah serta terlalu banyak masyarakat yang harus didatangi sedangkan jumlah pendamping program kegiatan yang sangat sedikit sehingga menjadi kurang efektif dalam melakukan komunikasi. Hal ini diperkuat oleh pendapat masyarakat Balongan dalam Box 2. Box 2: “..pendamping program kegiatan akan memberikan respons terhadap permasalahan yang kami hadapi apabila masyarakat aktif untuk bertanya dan memberikan komentar terhadap informasi yang disampaikan. Saya sangat memanfaatkan komunikasi interpersonal untuk mencari informasi dan sharing terhadap permasalahan yang dihadapi. Melalui komunikasi interpersonal yang berlangsung selama ini merupakan sarana bagi saya dalam berinteraksi, mendapat informasi dan memecahkan masalah serta berbagi pengalaman dengan pendamping program kegiatan.” Melalui komunikasi Interpersonal yang dilakukan pendamping program kegiatan diharapkan mendapatkan umpan balik, ini merupakan salah satu tanda bahwa terjadi efektivitas proses komunikasi. Perusahaan biasanya melakukan komunikasi interpersonal kepada masyarakat jika perusahaan merasa bahwa ada informasi baru dan penting yang harus disampaikan secara langsung kepada masyarakat. Selain itu masyarakat yang rutin melakukan komunikasi interpersonal dengan pendamping program dan rutin mencari informasi tentang kegiatan yang dilakukan oleh Pertamina adalah masyarakat yang aktif. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang key informan dari Desa Majakerta yang disajikan pada Box 3 berikut ini: Box 3: “..Pertamina tidak selalu menyebarluaskan informasi melalui media massa kepada masyarakat luas, namun lebih sering dilakukan dengan cara mendatangi masyarakat dan menyampaikan informasi dari mulut ke mulut dan komunikasi interpersonal sehingga terkadang informasi tersebut tidak sampai ke warga yang tinggalnya agak jauh dari kantor Hupmas...” 130 Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang staf Hupmas Pertamina Balongan, membenarkan pendapat dari masyarakat Desa Majakerta di atas yang mengatakan bahwa: “..informasi kegiatan yang diselenggarakan oleh Pertamina biasanya disebarluaskan menggunakan saluran komunikasi interpersonal dan saluran media massa tergantung dari seberapa penting informasi tersebut di masyarakat. Selain itu juga mempertimbangkan sasaran atau target yang khalayaknya. Saluran interpersonal yang biasa digunakan antara lain melalui pendamping program yang dipercayakan oleh Pertamina untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Pendamping program dapat berasal dari pemerintah daerah maupun LSM, sedangkan dengan menggunakan saluran media massa melalui koran, majalah, radio, televisi lokal dan internet.” Dari hasil pengamatan yang didapatkan di lapangan selama kegiatan TSP berlangsung menunjukkan bahwa pendidikan non formal yang dilakukan oleh Pertamina mayoritas dihadiri oleh masyarakat yang berada di Desa Balongan jika disampaikan tanpa melalui media cetak maupun media elektronik. Hal ini disebabkan masyarakat yang mengetahui informasi tentang kegiatan TSP yang akan berlangsung kurang menjangkau ke wilayah yang lebih luas, hanya di Desa Balongan karena dekat dengan kantor Hupmas Balongan. Informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut mengenai kegiatan TSP dianggap tidak sukses dalam menyebarluaskan informasi kepada masyarakat yang jarak tempat tinggalnya lebih jauh dari sumber informasi, sehingga sedikit masyarakat yang memperoleh informasi tentang pendidikan non formal yang dilakukan oleh Pertamina. Penyebaran informasi sangat mempengaruhi masyarakat untuk mengetahui kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Pertamina. Melalui penyebaran ini masyarakat menjadi mengetahui manfaat yang diperoleh dari mengikuti kegiatan tersebut. Sangat disayangkan jika hal ini tidak segera diperbaiki sehingga pendidikan non formal yang dilakukan Pertamina kurang berhasil menjangkau seluruh masyarakat yang menjadi target sasarannya. Di samping itu, rendahnya tingkat pendidikan non formal terkait dengan penyelenggaraan kegiatan yang dilakukan tidak rutin oleh Pertamina dan penyampaian informasi tentang kegiatan yang kurang menyebar luas, atau adanya 131 kecenderungan masyarakat yang mengikuti pendidikan non formal hanya masyarakat yang itu-itu saja. Berbeda dengan penjelasan dari seorang staf Hupmas yang mengatakan bahwa informasi yang disampaikan selama ini kebanyakan menggunakan media komunikasi tergantung dari sasaran khalayak yang dituju, sehingga sasaran dari kegiatan ini dapat dijangkau. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang staf Hupmas Pertamina Balongan yang disajikan pada Box 4 berikut ini: Box 4: “Tidak semua informasi, kami disebarluaskan melalui mulut ke mulut, sebagian besar informasi yang ditujukan untuk masyarakat luas kami menggunakan media cetak dan elektronik. Memang hanya sebagian kecil saja informasi untuk masyarakat yang tidak kami gunakan media. Baru-baru ini perusahaan melakukan pelatihan bagaimana cara membuat CV dan lamaran kerja di kantor Kecamatan Balongan, ini terbuka untuk semua masyarakat yang berada di ring satu kilang Balongan dan disampaikan melalui media cetak, namun yang hadir dalam pelatihan tersebut tidak terlalu banyak, hal ini menunjukkan bahwa memang antusias masyarakat di sini kurang terhadap kegiatan yang dilaksanakan, apalagi berbentuk pelatihan” Pernyataan salah seorang staf Hupmas Pertamina Balongan menegaskan bahwa sangat sedikit masyarakat yang mengikuti kegiatan TSP yang dilakukan Pertamina bukan karena penyebaran informasi tentang kegiatan yang kurang efektif namun antusias dan keinginan masyarakat yang kurang dalam mengikuti berbagai kegiatan. Perusahaan merasa bahwa kegiatan yang dilakukan selama ini sudah secara maksimal, namun masyarakat kurang mengetahui kegiatan yang dilaksanakan ini salah satu disebabkan karena kurang antusias masyarakat dalam mencari informasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, selain itu masyarakat mengganggap kegiatan tersebut tidak memberikan manfaat bagi mereka. Salah seorang masyarakat Sukaurip memberikan argumennya bahwa: “..antusias masyarakat kurang dalam mengikuti kegiatan TSP dikarenakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina selama ini tidak sesuai dengan harapan dari masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan keinginan perusahaan bukan 132 berdasarkan kebutuhan masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan dianggap masyarakat menjadi tidak bermanfaat sehingga menjadi kurang antusias untuk mengikuti kegiatan TSP.” Pertamina dalam melakukan kegiatan TSP sangat beragam berdasarkan dari survei kebutuhan masyarakat, di antaranya kegiatan yang bersifat Charity (perbuatan amal). Kegiatan ini merupakan kegiatan yang memiliki manfaat jangka pendek bagi masyarakat, namun ini merupakan hasil survei kebutuhan yang dilakukan oleh Pendamping program. Kegiatan charity, yang dilakukan Pertamina antara lain dengan membagi-bagikan sembako, susu cair, santunan kepada orang tua jompo dan anak yatim, membantu masyarakat yang terkena bencana, sunatan massal, dan lain sebagainya Kegiatan yang bersifat pilantropi dengan membangun sarana dan prasarana yang dapat digunakan oleh masyarakat, bantuan tong sampah dan pot bunga, membangun masjid dan sarana olah raga. Kegiatan yang bersifat community development yang berdasarkan pada keberdayaan masyarakat serta bermanfaat bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan, kemampuan dan kreatifitas masyarakat. Diharapkan melalui kegiatan TSP yang dilakukan pertamina akan menambah pengetahuan dan skill masyarakat yang dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat. 5.5.1.2. Saluran Media Massa Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap saluran media massa yang digunakan oleh Pertamina dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat dalam kategori buruk. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2,33, Sukaurip sebesar 2,51 dan Majakerta 2,51. Total rataan skor saluran media massa yang digunakan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat sebesar 2,43. Dari pengamatan yang dilakukan di lapangan didapatkan bahwa media cetak maupun media elektronik sudah beragam tersedia di lokasi, namun tidak selalu dimanfaatkan Pertamina dalam menyampaikan informasi yang berguna bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan dan informasi, sehingga masyarakat tidak berharap untuk memperoleh informasi dari saluran media massa. Informasi yang disampaikan masih perlu terus dibenahi dan dikemas ulang agar menarik dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan dari masyarakat. 133 Dari pengamatan yang dilakukan media massa yang tersedia sangat bervariasai, di antaranya radio lokal di daerah Indramayu antara lain: MG 97,8 FM, Cikamanca FM, Kijang Kenca FM, Bilik FM, RTS 107,1 FM, Santai FM 100,5 FM, Pujangga 105,3 FM,Exis 99,4 FM, Cinde 101,3 FM, KC 10 FM, Prima 95,8 FM. Koran lokal di Indramayu adalah Radar Indramayu dan televisi lokal adalah Dian TV dan media internet yang digunakan oleh Pertamina dalam menyampaikan informasi kepada stakeholders. Selain itu media cetak yang biasa digunakan Pertamina dalam menyampaikan informasi adalah banner, poster, baliho, spanduk. Pertamina memiliki televisi internal yaitu TV 6 Pertamina, namun yang dapat mengkonsumsi informasi yang disampaikan melalui TV 6 Pertamina hanya karyawan Pertamina yang tinggal di kompleks perumahan Bumi Patra Indramayu. Sangat disayangkan TV 6 Pertamina hanya bisa diakses oleh karyawan Pertamina yang tinggal di perumahan Bumi Patra saja, jika TV 6 Pertamina dapat diakses oleh masyarakat Indramayu ini merupakan salah satu cara yang dapat digunakan oleh Pertamina untuk memberikan dan menyampaikan informasi kepada masyarakat sekitar dalam menambah pengetahuan, membangun kreativitas masyarakat dan dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan masyarakat melalui program-program acara yang tersaji di TV 6 Pertamina. Hasil wawancara yang dilakukan di lapangan dengan masyarakat Sukaurip mengatakan bahwa: “..media elektronik lokal digunakan masyarakat sebagai sarana untuk mendapatkan hiburan setelah lelah melakukan aktivitas seharihari namu bukan untuk mencari informasi yang dibutuhkan.” Melihat pendapat masyarakat tersebut jelas kelihatan bahwa Pertamina belum mampu untuk mengemas informasi dalam sajian yang menarik bagi masyarakat, sehingga dengan sajian yang menarik tersebut masyarakat menjadi tertarik untuk terus mengikuti program acara yang disajikan. Publikasi terhadap berbagai kegiatan TSP Pertamina dilakukan secara terus-menerus melalui media cetak maupun elektronik akan menciptakan persepsi positif masyarakat tentang informasi yang disampaikan tersebut.” 134 Seperti hal nya teori agenda setting, menyatakan bahwa teori ini berasumsi pada pembentukkan persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting oleh media. Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang dimuat media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan dianggap penting dalam suatu periode tertentu dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang mendapat perhatian media massa. Melalui teori ini merupakan salah satu strategi yang digunakan Pertamina untuk mendapatkan pengaruh dari masyarakat melalui program acara yang disampaikan mengenai kegiatan TSP, sehingga apa yang dianggap penting oleh media dengan melakukan publikasi secara rutin kepada masyarakat akan dianggap penting juga oleh masyarakat. 5.5.2. Mutu Informasi Mutu informasi merupakan Informasi yang berkualitas yang disampaikan oleh Pertamina kepada masyarakat, merupakan informasi yang mudah untuk dimengerti, sehingga akan menciptakan persamaan makna dan pengertian di antara pihak-pihak yang melakukan pertukaran informasi. Biasanya pihak-pihak yang melakukan pertukaran informasi akan mempertimbangkan informasi yang diterima berguna bagi dirinya atau tidak. Informasi yang berguna akan dijadikan referensi dalam kehidupannya, sedangkan yang tidak akan dibiarkan hilang. Menurut Meyer (2005) individu yang diterpa informasi akan mempertimbangkan informasi tersebut apakah berguna atau tidak bagi dirinya. 5.5.2.1. Informasi Relevan Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap pendamping program kegiatan dalam menyampaikan informasi yang relevan kepada masyarakat dalam kategori buruk. Untuk Balongan rataan skor-nya sebesar 2,41, Sukaurip sebesar 2,43 dan Majakerta sebesar 2,39 dalam kategori buruk. Untuk total rataan skor sebesar 2,41. Hal ini dikarenakan dalam menyampaikan informasi tersebut pendamping program kegiatan tidak rutin melakukan survei kebutuhan masyarakat terlebih dahulu untuk mencari dan menemukan informasi apa yang diperlukan masyarakat, sehingga informasi yang disampaikan baik menggunakan saluran komunikasi interpersonal maupun dengan media massa, tidak selamanya informasi yang relevan bagi masyarakat. 135 Jenis informasi yang diharapkan oleh masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta adalah informasi yang relevan dengan mata pencaharian mereka sehingga dapat meningkatkan penghasilan masyarakat. Mayoritas mata pencaharian masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta adalah sebagai petani, buruh tani, dan nelayan. Kesulitan masyarakat dalam mengakses informasi yang bernuansa pembangunan pertanian dikarenakan keterbatasan dan kemampuan masyarakat dalam pengadaan media komunikasi seperti surat kabar, majalah, televisi, radio dan internet. Informasi yang disampaikan oleh pendamping program kegiatan jika dianggap tidak relevan dengan kebiasaan dan kebutuhan masyarakat tersebut akan ragu-ragu untuk dipergunakannya dan diterapkan dalam kehidupan. Dalam hal ini efek kognitif masing-masing masyarakat berperan untuk mempertimbangkan informasi yang diperolehnya. Adakala seseorang melakukan penyeleksian terhadap informasi yang diperolehnya dengan teliti dan cermat. Namun juga dapat dilakukan evaluasi dengan cara yang sambil lalu dan kurang cermat. 5.5.2.2. Unsur Kebaruan Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap unsur kebaruan dari informasi yang disampaikan pendamping program kegiatan untuk masyarakat dalam kategori buruk. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2,43, Sukaurip sebesar 2,26 dan Majakerta sebesar 2,33. Total rataan skor unsur kebaruan sebesar 2,34. Dari wawancara yang dilakukan kepada salah seorang masyarakat Balongan mengatakan bahwa: “..informasi yang disampaikan oleh pendamping program kegiatan merupakan informasi yang sama namun dalam penyampaian dikemas dengan cara yang berbeda, sehingga dalam kegiatan yang berbeda pun informasi yang disampaikan tetap sama. Masyarakat mengharapkan Pertamina sebagai penyelenggara kegiatan TSP, kegiatan yang disampaikan tidak hanya dikembangkan dan diprioritaskan kegiatan dalam bidang sosial, ekonomi dan pengelolahan lingkungan hidup, namun menyangkut semua aspek kehidupan masyarakat yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga menciptakan masyarakat yang berdaya di segala aspek kehidupan.” 136 Kesadaran dan minat masyarakat dalam menggunakan hal-hal yang baru berdasarkan informasi yang diterimanya melalui pendamping program kegiatan dan media massa akan tumbuh ketika hal-hal baru tersebut mulai memperlihatkan hasil yang baik dan mendapatkan keuntungan bagi masyarakat. Seperti wawancara yang dilakukan dengan tokoh masyarakat Majakerta, mengatakan bahwa: “..masyarakat yang tinggal di wilayah ring satu kilang Balongan, sewaktu mendapatkan informasi yang baru tentang ternak bebek dan ayam penelor yang pernah dilakukan Pertamina, masyarakat tidak langsung mengganggap itu merupakan informasi yang baru yang akan menambah pengetahuan bagi masyarakat jika masyarakat belum melihat hasil dari pelatihan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang baru bagi masyarakat adalah informasi yang hasil dari kegiatannya akan menambah pengetahuan juga perekonomian masyarakat, dapat menumbuhkan kesadaraan dan semangat yang baru bagi masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Informasi yang baru diterima akan menjadi inovasi jika menghasilkan dan masyarakat akan mudah mempercayainya, tetapi jika gagal maka masyarakat akan menggunakan cara lama sesuai dengan kebiasaan yang pernah mereka gunakan.” Informasi baru biasanya disampaikan Pertamina melalui komunikasi interpersonal agar terjalin komunikasi yang efektif antara si penyampai dan si penerima pesan, jika disampaikan melalui komunikasi interpersonal dapat membantu masyarakat untuk mengetahui lebih jelas tentang informasi yang disampaikan karena menggunakan alat bantu untuk membantu masyarakat untuk memahaminya. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang staf Hupmas yang disajikan pada Box 5 berikut ini: Box 5: “Mengatakan saat ini perusahaan lagi memfokuskan pada kegiatan yang baru yaitu memberikan bantuan permodalan dan berbagai pelatihan manajemen dan pemasaran bagi pengusaha kecil dan menengah. Untuk menyampaikan informasi tentang kegiatan tersebut kepada masyarakat melalui pendamping progran kegiatan dan dilakukan pelatihan bagi masyarakat agar lebih jelas dalam menggunakan informasi yang disampaikan.” Pendapat di atas menunjukkan bahwa dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, Perusahaan memilih media yang sesuai dengan informasi 137 yang disampaikan. Komunikasi interpersonal dan pertemuan yang dilaksanakan oleh pendamping program kegiatan merupakan saluran yang paling efektif dalam menyampaikan informasi yang baru kepada masyarakat, kerena dengan komunikasi interpersonal dapat menggunakan alat bantu atau alat peraga sehingga lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti masyarakat. 5.5.2.3. Dapat Dipercaya Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terhadap informasi yang diterima oleh masyarakat yang disampaikan melalui pendamping program kegiatan maupun melalui media merupakan informasi yang dapat dipercaya untuk masyarakat. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2,27, sukaurip sebesar 2,49 dan Majakerta sebesar 2,38. Total rataan skor sebesar 2,38 dalam kategori buruk. Menurut salah seorang masyarakat Sukaurip mengatakan bahwa: “informasi yang baik dan dapat dipercaya hanya seputar informasi untuk mendapatkan hasil panen dan hasil menangkap ikan yang banyak bagi masyarakat karena sebahagian besar penduduk Balongan, Sukaurip dan Majakerta bermata pencaharian sebagai petani, buruh tani dan nelayan. Informasi yang diterima tidak secara langsung dilaksanakan oleh masyarakat, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih selektif dalam menerima dan melaksanakan informasi yang diterima.” Media massa seperti internet, televisi, radio, beberapa surat kabar telah menyebar sampai di wilayah perdesaan tempat lokasi penelitian. Namun responden menilai radio merupakan media yang sangat akrab bagi mereka dan memberikan informasi yang dapat dipercaya melalui siaran pembangunan perdesaan. Pada dasarnya masyarakat Balongan selalu mencari informasi yang dapat dipercaya kebenarannya, dapat dirasakan manfaatnya dan serta hasilnya sudah terlihat melalui media yang dipercayainya. 5.5.2.4. Mudah Dimengerti Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap informasi yang disampaikan melalui pendamping program kegiatan TSP dan melalui media massa mudah dimengerti masyarakat. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2.31, Sukaurip 2,43 dan Majakerta sebesar 2,34 dalam kategori buruk dengan total rataan skor sebesar 2,36. Masyarakat menyatakan bahwa informasi yang 138 disampaikan oleh pendamping program kegiatan TSP tidak mudah untuk dipahami dan dimengerti. Hal ini dikarenakan berbagai macam alasan di antaranya informasi yang disampaikan bukan merupakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat yang pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani, buruh tani dan nelayan. Kemampuan seseorang dalam menyerap informasi dapat dipengaruhi dari berbagai faktor, di antaranya faktor pendidikan formal dari masyarakat, kesempatan dalam memperoleh informasi, jarak atau domisili antara sumber informasi dan masyarakat serta kemampuan ekonomi masyarakat. Dari hasil wawancara dengan seorang tokoh informal dari Desa Majakerta mengatakan bahwa: “Informasi yang disampaikan oleh pendamping program kegiatan menggunakan bahasa yang sulit untuk dipahami oleh masyarakat lokal, diharapkan pendamping program kegiatan harus menguasai bahasa lokal Indramayu sehingga informasi yang disampaikan kepada masyarakat mudah untuk dimengerti oleh sipenerima, jika tidak demikian kami sebagai tokoh informal harus menyampaikan kembali informasi tersebut kepada masyarakat.” 5.5.2.5. Mampu Menyelesaikan Masalah Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap informasi yang disampaikan oleh pendamping program mampu menyelesaikan masalah dalam kategori buruk. Rataan skor untuk masyarakat Balongan sebesar 2,39, Sukaurip sebesar 2,41 dan Majakerta sebesar 2,48 sedangkan untuk total skor sebesar 2,42. Sebagian besar responden dari ketiga desa tersebut menyatakan bahwa untuk masalah sosial tergolong sering dapat diatasi dengan cara melakukan pertemuan rutin dengan masyarakat, seperti pengajian ibu-ibu, posyandu, PKK, karang taruna dan lain sebagainya. Setelah mendapatkan informasi dari pendamping program kegiatan, masyarakat langsung mempraktekkan informasi yang diterima, jika mengalami kesulitan pendamping program kegiatan maupun tokoh informal akan memberikan solusi atau berbagai alternatif pilihan untuk menjawab permasalahan yang masyarakat hadapi. Dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, haruslah merupakan informasi yang bermakna dan dibutuhkan oleh masyarakat dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sebaiknya pendamping program kegiatan secara rutin 139 untuk melakukan survei kebutuhan masyarakat, sehingga dalam berinteraksi dengan masyarakat merupakan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Makna ini penting bagi keberhasilan penyebarluasan informasi yang diserap dan dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk dapat mengetahui dan memahami informasi yang benar-benar dibutuhkan maka pendamping program kegiatan perlu bertindak sebagai pengamat dan pendengar yang baik bagi masyarakatnya. Dengan demikian memungkinkan komunikasi dapat berjalan dengan efektif, sehingga memungkinkan pendamping program untuk dapat mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi melalui saluran komunikasi interpersonal. 5.5.3. Pendamping Program Kegiatan Dalam berinteraksi dengan masyarakat pendamping program kegiatan harus membekali diri dengan kemampuan yang lebih untuk mengetahui kearifan lokal dari masyarakat setempat. Kearifan lokal tersebut meliputi pengetahuan lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber lokal dan proses sosial lokal dari masyarakat yang menjadi sasaran atau target dari pendamping dalam melakukan interaksi. Hal ini sangat membantu pendamping program kegiatan untuk menentukan informasi yang disampaikan kepada masyarakat, sehingga dapat mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik atau yang positif. 5.5.3.1. Kemampuan Berkomunikasi Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kemampuan berkomunikasi yang dilakukan oleh para pendamping program kegiatan TSP dalam kategori baik untuk Desa Balongan rataan skor sebesar 2,55, Sukaurip sebesar 2,52 dan Desa Majakerta sebesar 2,52. Total rataan skor 2,53. Kemampuan berkomunikasi yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan bersifat komunikasi dua arah atau komunikasi yang interaktif sehingga tidak menimbulkan perbedaan makna yang dimaksud. Pendamping program kegiatan yang ditunjuk oleh Pertamina merupakan pendamping program dengan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga mampu menggerakkan masyarakat yang didampinginya sesuai dengan yang diharapkan, dan mampu berkomunikasi secara baik dengan 140 masyarakat. Teknik pendamping program kegiatan dalam peningkatan kompetensi dapat dikembangkan melalui pelatihan dengan pendekatan kesenjangan (Hickerson & Middleton, 1975). Dalam pendekatan tersebut materi pelatihan untuk penyuluh disesuaikan dengan kompetensi yang akan ditingkatkan sehingga pelatihan dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Kompetensi atau kemampuan pendamping program kegiatan sangat penting, seperti diungkapan dalam penelitian Sumardjo (1999) menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya pendamping berpengaruh kepada kemandirian masyarakat. Sebaiknya pendamping program kegiatan yang ditunjuk oleh Pertamina sebagai penyelenggara kegiatan berasal dari kalangan pemerintah daerah, LSM maupun instansi terkait lainnya (Amanah, 2006). Pendamping program dituntut harus mampu berkomunikasi dengan baik dan bekerja bersama dengan masyarakat untuk menganalisis secara bersama masalah yang terjadi atau kesenjangan yang terjadi pada masyarakat serta dapat mencari solusi yang terbaik bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat tersebut. Peningkatan kemampuan dari pendamping program untuk berkomunikasi secara efektif sangat diperlukan untuk menstransformasikan pengetahuan dan pengalaman kerja pada masyarakat. Pemimpin informal desa mempunyai pengaruh dan urgensi besar untuk menggalang gerakan bangun diri di kalangan masyarakat desa. Dengan demikian jika pendamping program atau pemimpin informal yang memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik dengan masyarakat akan dapat mempengaruhi masyarakat dalam mengadopsi inovasi yang berfungsi untuk kemajuan masyarakat. 5.5.3.2. Kemampuan Memotivasi Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kemampuan memotivasi yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan TSP kepada masyarakat dalam kategori buruk. Untuk Balongan sebesar 2,44, Sukaurip sebesar 2,43 dan Majakerta sebesar 2,48. Total rataan skor sebesar 2,45. Pendamping program kegiatan harus mampu untuk melakukan tindakan yang dapat mendorong serta memotivasi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat Balongan, Sukaurip maupun Majakerta. Pendamping program kegiatan TSP 141 harus mampu memotivasi dan menggerakkan masyarakat untuk bertindak dan mencapai suatu tujuan bersama yang bermanfaat. Kemampuan pendamping program kegiatan dalam memotivasi masyarakat bukan hanya mendorong masyarakat agar mengetahui serta mampu berperan serta dalam pembangunan, akan tetapi pendamping program kegiatan harus terus menerus melakukan proses pendampingan terhadap masyarakat sehingga tumbuh rasa kemauan untuk melakukan perubahan kearah yang positif sehingga menciptakan kemampuan dan kemandirian dalam berbagai usaha dan kegiatan. Kegiatan pendampingan yang dilakukan secara terus-menerus akan menghasilkan masyarakat yang mandiri. Pendamping program kegiatan harus mampu berperan dalam memfasilitasi penguatan dan peningkatan kapasitas pengetahuan dan pemahaman masyarakat. Selain itu juga pendamping program kegiatan harus mampu menggorganisir masyarakat yaitu dengan memfasilitasi masyarakat dalam bentuk kelompok-kelompok organisasi yang peduli akan peningkatan perekonomian, sosial dan lingkungan hidup masyarakat. Seperti yang diutarakan oleh salah seorang masyarakat Majakerta, mengatakan bahwa: “Pendamping program kegiatan ada pada saat-saat tertentu saja, pendamping program kegiatan tidak selalu ada ditengah-tengah masyarakat dalam menggorganisir masyarakat menjadi lebih berdaya di segala bidang kehidupan.” Pada dasarnya tujuan dari pendamping program kegiatan adalah melaksanakan motivasi sehingga terjadi perubahan perilaku pada masyarakat baik perubahan terhadap pengetahuan, sikap dan keterampilan. Agar terjadi perubahan yang diinginkan pendamping program harus mampu memotivasi masyarakat dengan cara memiliki pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan lokal, memiliki sikap yang progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap sesuatu informasi yang baru, serta keterampilan dan mampu berswadaya untuk mewujudkan keinginan dan harapan demi terciptanya kesejahteraan keluarganya. 5.5.3.3. Kemampuan Melakukan Transfer Belajar Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kemampuan melakukan transfer belajar yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan terhadap masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta dalam kategori buruk. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2,46, Sukaurip sebesar 2,39 dan Majakerta 2,48 dan 142 total rataan skor sebesar 2,44. Pada dasarnya prinsip belajar merupakan konsepkonsep yang diterapkan di dalam proses belajar. Pendamping program kegiatan akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik apabila dapat menerapkan cara mengajar dan menstransfer informasi sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar. Dengan kata lain supaya dapat mengontrol diri sendiri tugas-tugas mengajar yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar. Tabel 16 menunjukkan bahwa pendamping program tidak menggunakan prinsip-prinsip belajar, yang dapat mengontrol apakah masyarakat dapat menerima informasi yang disampaikan dengan maksimal atau tidak. Pendamping program kegiatan belum mampu melakukan transfer pengetahuan yang dimilikinya kepada masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Materi yang disampaikan pendamping program kegiatan harus disesuaikan dengan kebutuhan serta pendidikan formal dari masyarakat setempat sehingga masyarakat dengan mudah menerima, mempelajarinya dan dapat memberikan respons secara langsung terhadap materi yang disampaikan. Penilaian terhadap kemampuan pendamping program kegiatan dalam melakukan transfer belajar dalam kategori buruk hal ini dapat disebabkan karena pendamping program kegiatan kurang dibekali dan memahami tentang pengetahuan lokal, budaya lokal, serta keterampilan lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang masyarakat dari Majakerta, disajikan pada Box 6 berikut ini: Box 6: “Biasanya kami mendapatkan materi dari pendamping program untuk mengajari kami tentang sesuatu hal. Tapi kadang-kadang kami tidak ngerti apa yang disampaikan, sehingga informasi itu tidak berguna bagi kami. Yang kami inginkan adalah memberitahukan kepada kami bagaimana cara mendapatkan uang secara cepat saja agar kebutuhan hidup keluarga kami akan meningkat. Kami tidak perlu mempergunakan alat atau mesin canggih karena kami juga tidak memiliki alat itu, untuk membeli alat itu kami tidak memiliki biaya dan belum tentu juga hasilnya sesuai dengan yang kami harapkan.” Agar penyampaian informasi oleh pendamping program kegiatan dapat berjalan dengan baik, idealnya pendamping program kegiatan dibekali 143 pengetahuan terhadap kebiasaan dan kebutuhan dari masyarakat lokal, sehingga dalam melakukan transfer belajar terjadi komunikasi yang interaktif, dan mendapatkan efek yang positif dari masyarakat. Pendamping program kegiatan dalam proses transfer belajar mengembangkan suasana belajar yang kondusif bagi masyarakat, harus merasa terikat pada pandangan bahwa masyarakat tidak dapat dipisahkan dari kehidupan yang nyatanya, antara lain mereka yang punya tanggungjawab terhadap kehidupan keluarganya, mereka harus mampu dalam mengambil keputusan bagi keluarganya, mampu menyaring informasi yang diterimanya, mampu memperbaiki kualitas usaha dan kualitas kehidupannya. 5.6. Tingkat Pertisipasi Masyarakat Dalam Implementasi Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan Partisipasi harus dipahami dengan baik sehingga tujuan pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan secara partisipasi dapat tercapai. Sejalan dengan perkembangan pembangunan dan tuntutan paradigma pembangunan berkelanjutan. Pertamina melaksanakan kegiatan TSP dimulai dengan pendekatan do good dan to look good, yang bersifat charity dan filantropis, karena kedua hal tersebut dipandang tidak mampu untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat lokal, khususnya penerima manfaat seperti jenis bantuan tunai untuk anggota masyarakat, mengikuti perlombaan, peringatan hari ulang tahun Pertamina, dan kegiatan seremonial lainnya. Sehingga bila tetap dijalankan akan menimbulkan ketergantungan masyarakat terhadap perusahaan yang telah dilaksanakan dalam program kegiatan TSP akan menjadi tidak ada artinya. Pemilihan program kegiatan pengembangan ekonomi bagi masyarakat lokal untuk penanggulangan kemiskinan bukan tidak beralasan. Pengembangan ekonomi lokal yang berbasis pada kelompok masyarakat yang berpandapatan rendah harus difokuskan bukan hanya pada individu atau keluarga tetapi juga pada masyarakat. Dalam konteks partisipasi masyarakat harus berusaha menciptakan usaha produktif yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. Pengembangan ekonomi lokal bertujuan untuk mendorong partisipasi masyarakat lokal untuk mengembangkan sumber-sumber yang ada secara lebih mandiri dengan inisiatif yang tumbuh secara lokal (Suparjan, 2008). 144 Oleh karena itu kegiatan TSP yang dijalankan oleh Pertamina bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat bukan didasarkan atas keinginan masyarakat saja namun juga berdasarkan pada pendekatan dan partisipasi aktif dari masyarakat. Kegiatan TSP yang dilaksanakan harus dengan melibatkan masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat dalam seluruh program kegiatan TSP sangat menentukan keberhasilan dari program tersebut. Pendekatan partisipasi top down menjadi pendekatan bottom up yang berkelanjutan dalam strategi program kegiatan TSP masyarakat diikutsertakan dalam berbagai perencanaan program, pelaksanaan program, pemanfaatan program dan evaluasi program kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina. Bentuk partisipasi masyarakat dalam menentukan jenis program kegiatan pembangunan dirasakan masyarakat sebagai kebutuhan dan cara mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dalam kaitan ini Pertamina menunjuk UU No 22 tahun 1999 sebagai landasan kegiatan pemberdayaan masyarakat: “Bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat pihak ketiga yang melaksanakan pembangunan bagi wilayah desa/kelurahan (di sekitar masyarakat) menjadi wilayah industri harus melibatkan masyarakat sekitar baik melalui pendekatan kelembagaan atau kelompok masyarakat maupun individu” Partisipasi masyarakat dilakukan dengan pendekatan bahwa kegiatan yang dilakukan Pertamina merupakan kegiatan yang bertujuan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah kilang Balongan. Pentingnya keterlibatan masyarakat secara sadar dalam berbagai kegiatan TSP akan menumbuhkan rasa memiliki dan mengetahui terhadap program kegiatan yang dilaksanakan sehingga masyarakat merasa bahwa kegiatan yang dilaksanakan merupakan kegiatan Pertamina yang bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya. Hal ini juga diungkapkan oleh Angeningsih, (2008) mengatakan bahwa yang mengkhawatirkan tumbuhnya partisipasi masyarakat bukan karena kesadaran dari masyarakat itu sendiri melainkan karena kepentingan dan kemauan dari agen pendana. Partisipasi merupakan sebuah konsep dan praktek terhadap keterlibatan masyarakat dalam menciptakan dan berbagi pengetahuan, pengalaman, serta 145 keinginannya untuk mengejar dan memilih tujuannya sendiri (Cornish & Alison, 2009). Partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat secara aktif dan mengambil bagian dalam suatu kegiatan TSP. Inisiatif kegiatan atau program dapat berasal dari perusahaan, pemerintah daerah maupun dari masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses dimana masyarakat dilibatkan dalam suatu kegiatan dimulai dari tahapan merencanakan kegiatan, melaksanakan kegiatan, memanfaatkan kegiatan dan mengevaluasi kegiatan. Tujuan dari partisipasi masyarakat dalam berbagai program kegiatan TSP adalah untuk menciptakan persepsi dan citra positif masyarakat terhadap kegiatan TSP dan perusahaan. Selain itu untuk menciptakan keberdayaan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Rataan skor untuk tingkat partisipasi responden dalam setiap tahap kegiatan tersaji dalam Tabel 17. Tabel 17. Rataan skor tingkat partisipasi responden dalam setiap tahapan kegiatan TSP di tiga desa penelitian Tingkat partisipasi Rataan Skor* masyarakat terhadap Balongan Sukaurip Majakerta Total kegiatan TSP Merencanakan kegiatan 2,44 2,49 2,53 2,48 Melaksanakan kegiatan 2,54 2,54 2,58 2,55 Memanfaatkan kegiatan 2,39 2,43 2,42 2,41 Mengevaluasi kegiatan 2,48 2,50 2,52 2,50 Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75 Buruk: 1,76-2,51 Baik: 2,52-3,27 Sangat baik: 3,28-4 5.6.1. Merencanakan Kegiatan Perencanaan merupakan suatu upaya penyusunan kegiatan, baik kegiatan yang sifatnya umum maupun spesifik, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Tabel 17 menunjukkan bahwa Pertamina sebagai penyelenggara dari berbagai kegiatan TSP kepada masyarakat. Penilaian terhadap merencanakan kegiatan TSP yang melibatkan dan partisipasi masyarakat dalam kategori buruk total skor sebesar 2,48. Untuk desa Balongan sebesar 2,44, Desa Sukaurip sebesar 2,49 dan Desa Majakerta sebesar 2,53. Keterlibatan masyarakat dalam merencanakan berbagai kegiatan merupakan suatu manifestasi pemenuhan kebutuhan dan sebagai bentuk kesadaran 146 masyarakat sebagai bagian dari suatu komunitas. Patisipasi masyarakat dalam merencanakan kegiatan akan membantu Pertamina sebagai penyelenggara kegiatan dalam menentukan arah kegiatan yang akan dilaksanakan. Sebagian dari masyarakat yang ikut merencanakan kegiatan tersebut mengungkapkan alasan fragmatisnya yaitu merencanakan kegiatan yang bersifat charity untuk mendapatkan bantuan, santunan atau fasilitas yang lain dari Pertamina pada saat kegiatan berlangsung. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa sebagian masyarakat masih menaruh harapan yang besar agar kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan ini mampu memberikan manfaat dan keuntungan bagi kehidupan masyarakat baik yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek. Hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa: “..Masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta sering dilibatkan dalam tahap merencanakan berbagai program kegiatan TSP baik di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup, namun dalam hal-hal tertentu seperti menentukan kegiatan apa yang nantinya dilaksanakan, waktu pelaksanaan, lokasi pelaksanaan, peserta dan dana dari kegiatan TSP yang akan dilaksanakan tetap diputuskan oleh pihak penyelenggara kegiatan yaitu Pertamina dan pendamping program kegiatan.” Sisi positif dari partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan, adalah mendorong munculnya keterlibatan masyarakat secara emosional terhadap berbagai program kegiatan TSP yang akan dilaksanakan oleh Pertamina baik kegiatan yang bersifat charity maupun community development baik dalam bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup sehingga masyarakat secara bersama-sama dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. 5.6.2. Melaksanakan Kegiatan Tingkat partisipasi masyarakat pada tahapan pelaksanaan kegiatan TSP Pertamina di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta termasuk dalam kategori baik. Untuk desa Balongan rataan skor sebesar 2,54, Desa Sukaurip sebesar 2,54 dan Desa Majakerta sebesar 2,58. Total rataan skor sebesar 2,55. Partisipasi masyarakat dalam melaksanaan kegiatan TSP di Desa Balongan, Sukaurip dan 147 Majakerta dalam kategori baik. Dari hasil diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan disebabkan berbagai macam alasan, di antaranya: 1. Sebagian besar masyarakat menganggap kegiatan yang berlangsung telah sesuai dengan keinginan dari masyarakat sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kegiatan TSP yang dilaksanakan. 2. Dalam melaksanakan kegiatan TSP secara langsung masyarakat memperoleh santunan dari perusahaan seperti pembagian sembako, susu cair, uang tunai, dan sebagainya. 3. Kegiatan yang berlangsung memberikan manfaat bagi masyarakat serta bagi perusahaan. 4. Beberapa program kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk menciptakan kedekatan antara Pertamina dengan masyarakat, biasanya Pertamina maupun pemerintah daerah menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat untuk melaksanakan kegiatan TSP tersebut. Pertamina maupun pemerintah daerah hanya sebagai pengontrol dari kegiatan yang dilaksanakan, hal ini dilakukan agar masyarakat menyadari bahwa kegiatan yang dilakukan Pertamina merupakan kegiatan yang memberikan manfaat bagi masyarakat. Pertamina sepenuhnya mempercayakan masyarakat untuk terlibat dalam merencanakan serta melaksanakan kegiatan TSP, namun dalam menentukan kegiatan yang akan berlangsung ditentukan oleh Pertamina. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan diantaranya masyarakat dianggap belum mampunya untuk melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya, sehingga semua kegiatan yang ingin dilaksanakan semuanya disusun oleh Pertamina, sedangkan masyarakat diundang untuk mengikuti pertemuan dalam merencanakan kegiatan yang akan berlangsung. Pertamina memiliki alasan tertentu untuk tidak melibatkan sepenuhnya masyarakat dalam beberapa kegiatan TSP, hal ini dikarenakan bahwa untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan harus memiliki pengetahuan, kemampuan serta kemauan yang sepenuhnya dari masyarakat. Namun untuk sebagian besar masyarakat daerah ring satu sangat sedikit ditemukan sumberdaya manusia yang memiliki kualitas yang dibutuhkan dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan. 148 Dalam melaksanakan kegiatan TSP, Pertamina telah menyusun program terpadu yang dibagi berdasarkan masing-masing ring dan dibedakan atas wilayah pendukung utama unit produksi serta wilayah dengan pendukung sarana penunjang, sehingga informasi yang disampaikan untuk masing-masing ring akan berbeda juga. Seperti contoh nya informasi tentang diperbolehkan untuk menggunakan lahan kosong milik Pertamina hanya untuk masyarakat ring satu untuk ditanam padi yang mana hasilnya diberikan untuk masyarakat dan organisasi kemasyarakatan sesuai dengan pembagian yang telah disepakati oleh Pertamina dan masyarakat. 5.6.3. Memanfaatkan Kegiatan Tabel 17 menunjukkan bahwa masyarakat dalam memanfaatkan kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina dalam kategori buruk. Untuk masyarakat Balongan rataan skor sebesar 2,39, Sukaurip sebesar 2,43, dan Majakerta sebesar 2,42. Hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat Desa Sukaurip dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa: “..masyarakat dalam memanfaatkan kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina masih memilih-milih kegiatannya sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing masyarakat dan masyarakat biasanya harus melihat bukti dari hasil dan manfaatnya, baru masyarakat tertarik untuk memanfaatkan kegiatan tersebut.” Total rataan skor untuk tahap memanfaatkan kegiatan TSP sebesar 2,41. Kategori jelek ini biasanya dikarenakan kegiatan yang telah berlangsung belum seluruhnya sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat sebagai penerima kegiatan sehingga kegiatan yang berlangsung tidak seluruh dimanfaatkan dan dipergunakan oleh masyarakat. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang masyarakat Sukaurip di lapangan, mengatakan bahwa: “Kegiatan yang dilakukan oleh Pertamina sangat bermanfaat jika kegiatan yang dilaksanakan melibatkan masyarakat dalam merencanakan dan menentukan kegiatan TSP apa yang dilakukan oleh Pertamina, sehingga masyarakat dapat memberikan masukan dan saran untuk jenis kegiatan yang diperlukan,dan merasa bahwa informasi yang disampaikan melalui kegiatan merupakan kegiatan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.” 149 Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat Balongan dalam memanfaatkan kegiatan TSP melihat hasil yang sudah ada. Seperti contoh dalam memanfaatkan kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup yaitu mengelola limbah Pertamina menjadi pupuk, dan pupuk yang dihasilkan dapat memberikan hasil yang baik bagi tanaman yang ditanam masyarakat. Karena hasilnya sesuai dengan yang disampaikan oleh Pertamina, masyarakat Balongan menggunakan pupuk tersebut. Pupuk dibagikan kepada masyarakat sebagai bentuk kepedulian Pertamina kepada masyarakat dalam bidang lingkungan hidup. 5.6.4. Mengevaluasi Kegiatan Partisipasi masyarakat dalam tahap mengevaluasi kegiatan TSP dalam kategori jelek untuk Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Rataan skor untuk masyarakat Balongan sebesar 2,48, untuk Sukaurip 2,50 dan untuk Majakerta 2,52. Total skor sebesar 2,50 dalam kategori buruk. Hal ini menunjukkan bahwa dalam mengevaluasi kegiatan TSP Pertamina masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta tidak pernah dilibatkan. Dalam mengevaluasi kegiatan TSP biasanya dilakukan oleh pihak Pertamina, pendamping program (pemerintah daerah maupun LSM) dan kadang-kadang melibatkan tokoh informan, karena dianggap memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan non tokoh informal. Idealnya dalam mengevaluasi program kegiatan TSP Pertamina, masyarakat dilibatkan agar dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dari program kegiatan yang telah berlangsung. Dalam mengevaluasi program kegiatan secara akademik, merupakan metode kerja evaluasi CD sama dengan riset ilmiah umumnya, hanya dalam evaluasi diberikan penekanan aspek praktis secara labih khusus. Artinya, evaluasi program lebih ditujukan untuk menilai capaian kerja serta bagaimana menyempurnakan program selanjutnya. Namun demikian, masalah obyektivitas, netralitas, validitas, serta reliabilitas adalah sama dengan penelitian akademik karena hasil evaluasi harus obyektif agar absah digunakan sebagai dasar kebijakan program selanjutnya. Melalui evaluasi kegiatan yang berlangsung Pertamina mengharapkan banyak masukan dari tokoh informal agar memberikan penilaian terhadap 150 kegiatan yang telah berlangsung sehingga untuk kegiatan selanjutnya yang sejenis akan memperoleh hasil yang lebih baik dan menghindarkan kesalahan yang sama terjadi. Melalui mengevaluasi kegiatan TSP yang dilaksanakan diharapkan mendapatkann sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat bagi perusahaan dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat dari salah seorang staf Hupmas Balongan dalam Box 7. Box 7: “Masyarakat yang sering terlibat dalam mengevaluasi kegiatan TSP adalah masyarakat yang dituakan yaitu tokoh masyarakat, karena masyarakat setempat mengganggap bahwa tokoh masyarakat merupakan opinion leader sehingga keputusan dan pendapat dari opinion leader masih menjadi panutan bagi masyarakat setempat. Tokoh masyarakat yang terlibat dalam mengevaluasi kegiatan TSP dianggap oleh perusahaan merupakan perwakilan dari seluruh masyarakat, karena sudah menyampaikan aspirasi dari masyarakat. Masyarakat tidak dilibatkan dalam tahap pengevaluasian kegiatan dikarenakan masyarakat mayoritas memiliki pendidikan yang rendah, kemampuan dan pengalaman yang masih kurang ” Tokoh informal di lingkungan setempat menunjukkan bahwa seseorang yang dipercaya untuk menyampaikan informasi dan mengeluarkan pendapat di dalam masyarakat. Masyarakat setempat masih mempercayai tokoh informal sebagai seorang yang patut untuk dimintai pendapatnya pada saat masyarakat sedang menghadapi masalah, sebagai katalisator, sebagai pembantu proses perubahan dan sebagai penghubung sehingga pendapat dari tokoh informal masih dipercayai oleh masyarakat setempat. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Pertamina pada saat melibatkan tokoh informal secara aktif dalam berpartisipasi terhadap program kegiatanTSP. Pendapat mereka dianggap representatif untuk mewakili aspirasi dari masyarakat dalam tahap merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP. Fungsi tokoh informal sebagai perantara atau sebagai mata rantai penghubung antara dua sistem sosial yaitu dari perusahaan kepada masyarakat. Tokoh informal sebagai penyambung dari kepentingan perusahaan dan keinginan masyarakat lokal. 151 Menurut Nurudin (2005) bahwa tokoh informal memiliki ciri komunikasi di antaranya: partisipasi sosialnya lebih besar, lebih sering mengadakan komunikasi interpersonal dengan anggota sistem lainnya, lebih sering mengadakan hubungan dengan orang asing, lebih sering mengadakan hubungan dengan agen pembaru, lebih sering bertatap muka dan dengan menggunakan media massa, banyak mencari informasi mengenai inovasi, lebih tinggi tingkat kepemimpinannya, menjadi anggota sistem yang bernorma lebih modern. Masyarakat setempat masih mengutamakan pendapat tokoh informal sebagai panutan dalam kehidupan sehari-hari.Tokoh informal berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan TSP, rutin melakukan komunikasi interpersonal dengan pendamping program kegiatan TSP dan dengan staf Hupmas. Sehingga informasi yang diperoleh tokoh informal dari media massa dan pendamping program merupakan informasi yang dapat dipercaya oleh masyarakat setempat, karena melalui tokoh informal ini informasi diterima oleh masyarakat. Tokoh informal sampai dengan saat ini, masih sebagai panutan dan pedoman bagi masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan bertujuan untuk menambah pengetahuan dan kepercayaan diri masyarakat setempat tentang kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina. Keterlibatan dari masyarakat dalam dengar pendapat tentang kegiatan TSP dapat bermanfaat untuk mempromosikan Pertamina sebagai salah satu perusahaan yang peduli kepada lingkungan dan masyarakat setempat. Tujuan dari program kegiatan ini bermanfaat untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. Keberhasilan dan kegagalan dari kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam berpartisipasi. Untuk memahami realitas masyarakat dan lingkungannya, sistem kepercayaan dan sistem nilai masyarakat tentang arti perubahan dan arti masa depan dan mindscape masyarakat dalam bersikap dan berperilaku serta faktor-faktor yang menentukan terbentuknya mindscpe tertentu. Pemahaman akan budaya dan faktor-faktor yang 152 mempengaruhi adanya perubahan budaya masyarakat akan menentukan keberhasilan kegiatan TSP untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat. Konsep pembangunan yang berpusat pada rakyat dengan fokus pada pemberdayaan masyarakat, merupakan sebuah strategi pendekatan dimana inisiatif kreatif dari rakyat menjadi dasar kebijakan pembangunan. Membangun kesejahteraan masyarakat perlu melibatkan partisipasi rakyat dalam semua tahapan dan prosesnya agar penentu kebijakan memahami secara seksama persoalan sesungguhnya. Faktor kunci keberhasilannya adalah: (1) Komitmen penentu kebijakan, (2) Kemampuan fasilitator mendampingi masyarakat, (3) Lingkungan mendukung perubahan bersama, dan (4) Ada jaminan untuk dapat berubah dan hasil studi sebagai sumber atau referensi dalam membuat kebijakan. Diperlukan intervensi dalam penguatan dan pemahaman masyarakat untuk mengetahui dan mengembangkan sektor tertentu melalui pendekatan partisipasi. Hal itu dapat membantu masyarakat mengetahui dan memahami proses pengelolaan sumberdaya yang ada sehingga pelaksanaan program pembangunan menjadi berkesinambungan (Saharuddin, 2009). Partisipasi masyarakat sebagai agen pembangunan dalam melaksanakan kegiatan TSP dapat membentuk kekuatan-kekuatan sosial di dalam masyarakat, yang dapat dikelompokkan dalam kelompok sosial dalam desa. Dimana dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan, pemerintah dan masyarakat duduk bersama dalam satu level sehingga tercipta komunikasi yang bersifat formal maupun informal, komunikasi vertikal dan horizontal yang dapat memudahkan terjadinya koordinasi dan penyelesaian masalah yang mungkin saja terjadi. Tingkat keberhasilan kegiatan dengan menggunakan pendekatan seperti ini akan lebih terlihat jelas, karena perusahaan, pemerintah menjadi mitra bagi pendukung keberhasilan program pemberdayaan masyarakat. 153 5.7. Efektivitas Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan Di era sekarang ini kegiatan TSP merupakan salah satu komunikasi organisasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitar. Hal ini didasari oleh kesadaran perusahaan bahwa kemajuan sebuah perusahaan tidak hanya ditentukan oleh kinerja internal perusahaan tetapi juga dipengaruhi oleh masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan. Kondisi sosial budaya masyarakat yang kondusif akan menjadi faktor pendukung bagi kelancaran kegiatan perusahaan. Dalam melaksanakan kegiatan TSP setiap perusahaan memiliki sistem dan cara yang berbeda-beda demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Meskipun sebagian besar perusahaan telah melaksanakan kegiatan TSP sebagai salah satu komunikasi organisasi perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitar, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih sering terdengar berita tentang terjadinya konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar. Hal ini dapat disebabkan bahwa kegiatan TSP yang dilaksanakan belum sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari masyarakat sekitar ataupun kelemahan dalam melaksanakan kegiatan TSP. Untuk mengetahui penyebab terjadinya konflik tersebut perlu dilakukan evaluasi terhadap kegiatan TSP yang telah dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk memperoleh kesesuaian program kegiatan TSP yang dilaksanakan dengan kebutuhan masyarakat, sehingga segera dapat dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap kegiatan TSP selanjutnya. Kegiatan TSP yang bermanfaat bagi perusahaan maupun bagi masyarakat menjamin efektivitas program kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh perusahaan. Evaluasi terhadap kegiatan TSP yang rutin akan menjamin efisien dan efektivitas program kegiatan TSP perusahaan. Efektivitas didasarkan pada pendekatan tujuan, yang bertujuan untuk menentukan dan mengevaluasi tujuan yang ingin dicapai. Efektivitas didasarkan pada gagasan bahwa organisasi diciptakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Efektivitas bisa mengandung arti pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Untuk mengetahui bahwa program kegiatan TSP 154 yang telah dilaksanakan oleh Pertamina selama ini memiliki dampak, dalam penelitian ini di bedakan atas dua, yaitu melihat efektivitas kegiatan TSP berdasarkan persepsi masyarakat dan tingkat keberdayaan masyarakat yang telah menerima program kegiatan TSP. 5.7.1. Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan Kegiatan TSP bagi masyarakat sekitar kilang Balongan merupakan salah satu program yang bertujuan untuk menciptakan persepsi dan citra positif masyarakat serta untuk meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di ring satu wilayah kilang Balongan yang secara langsung menerima dampak dari operasional kilang Balongan. Kegiatan TSP dilaksanakan dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk mengurangi angka kemiskinan masyarakat di sekitar perusahaan serta keinginan untuk menciptakan hubungan yang sinergis antara masyarakat sekitar dengan perusahaan, sehingga dibutuhkan alternatif program kegiatan yang mendukung peningkatan taraf kehidupan masyarakat yang berpeluang untuk dikembangkan, dan dikelola menjadi sumberdaya produktif dalam upaya meningkatkan manfaat hasil-hasil kegiatan bagi masyarakat sekitar kilang Balongan. Kegiatan TSP merupakan bentuk tanggungjawab dan kepedulian manajemen terhadap lingkungan sosial sekitarnya dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di daerah Balongan. Hal ini didasari karena kurangnya kualitas kegiatan TSP pada segmen masyarakat pedesaan dan pesisir, yang bermata pencariannya sebagai petani, buruh tani, nelayan dan petambak. Dalam melaksanakan berbagai kegiatan TSP Pertamina mempercayakan pada lembagalembaga pemberdayaan, mitra usaha masyarakat sekitar, pemerintah daerah, maupun pihak swasta dalam menjalankan berbagai kegiatan TSP untuk masyarakat Balongan. Kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi yang dilakukan perusahaan untuk menciptakan persepsi, citra positif dan meningkatkan keberdayaan masyarakat. Melalui kegiatan TSP yang dilakukan secara rutin dan berkesinambungan akan menciptakan persepsi dan citra positif di mata 155 masyarakat terhadap perusahaan dan kegiatan TSP. Citra merupakan seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu obyek. Citra perusahaan merupakan akumulasi dari seluruh citra yang melekat pada unsurunsur yang membangun korporat, baik dari aspek produk, sumberdaya manusia, budaya, sistem dan undang-undang yang berlaku serta citra kinerja bisnis. Faktorfaktor tersebut saling terkait dan merupakan rangkaian sebab akibat yang saling mempengaruhi serta berlangsung dalam kurun waktu yang relatif lama. Hal ini diperkuat oleh pendapat Dowling (2006) mengatakan bahwa citra, persepsi dan reputasi yang baik dibangun dalam sebuah perusahaan dimana sebuah perusahaan dengan model dan strategi bisnis yang kuat, nilai yang baik, budaya dan produk serta layanan dengan pelanggan yang baik akan menciptakan platform yang kuat. Untuk mempertahankan reputasi yang baik dilakukan dengan komunikasi organisasi. Hubungan baik dengan stakeholders perusahaan juga akan membentuk bagaimana seseorang memandang reputasi dan citra perusahaan tersebut. Oleh karena itu perusahaan tidak hanya memiliki satu citra namun banyak citra sesuai dengan banyaknya stakeholders memandang perusahaan. Rataan skor efektivitas kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan tersaji dalam Tabel 18. Tabel 18. Rataan skor efektivitas kegiatan tanggungjawab perusahaan di tiga desa penelitian Peubah/Indikator Rataan Skor* Balongan Sukaurip Majakerta Persepsi Masyarakat di bidang ekonomi 2,52 2,59 2,53 di bidang social 2,52 2,52 2,53 di bidang pengelolahan 2,43 2,51 2,39 lingkungan hidup Keberdayaan Masyarakat di bidang ekonomi 2,58 2,56 2,54 di bidang social 2,44 2,49 2,42 di bidang pengelolaan 2,50 2,50 2,44 lingkungan hidup sosial Total 2,55 2,53 2,44 2,56 2,45 2,48 Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75; Buruk: 1,76-2,51; Baik: 2,52-3,27; Sangat baik: 3,28-4 156 5.7.1.1. Persepsi di Bidang Ekonomi Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian terhadap manfaat yang dirasakan masyarakat di bidang ekonomi dalam kegiatan TSP pada masyarakat di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta termasuk dalam kategori baik. Rataan skor untuk masyarakat Balongan sebesar 2,52, Sukaurip sebesar 2,59 dan Majakerta sebesar 2,53. Total rataan skor sebesar 2,55. Dari wawancara dengan masyarakat Balongan mengatakan bahwa: “ Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina sudah memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam bidang ekonomi sehingga memberikan manfaat yang baik dalam bidang ekonomi masyarakat, selain itu juga dapat menciptakan masyarakat memiliki pandangan yang positif terhadap kegiatan TSP di bidang ekonomi yang dilaksanakan.” Praktiknya di lapangan menjelaskan bahwa kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina di bidang ekonomi merupakan kegiatan yang membantu masyarakat untuk menjadi lebih berdaya di bidang ekonomi. Hal ini terlihat dari rataan skor untuk Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta dalam kategori baik, maksudnya adalah kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina di bidang ekonomi, mampu menciptakan masyarakat untuk berpersepsi baik terhadap kegiatan TSP maupun terhadap perusahaan. Berbagai kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina Balongan di bidang ekonomi antara lain: (1) Pengelolaan tanah penyangga, melalui kegiatan ini masyarakat dapat merasakan hasilnya secara langsung, sehingga taraf hidup dan perekonomian masyarakat meningkat dan relatif lebih stabil. Secara garis besar petani yang tinggal di sekitar daerah penyangga kilang Pertamina Balongan sangat merasakan manfaat dari kegiatan ini yang merupakan wujud perhatian Pertamina terhadap masyarakat sekitar dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Bantuan ini dipandang sangat bermanfaat terutama bagi para petani yang tidak memiliki lahan pertanian sendiri. Dari segi panen kurang maksimal karena lahan penyangga tersebut masuk dalam klasifikasi tiga (radah hujan). Oleh karena luas tanah penyangga tidak terlalu luas jika dibandingkan jumlah penduduk ring satu kilang Balongan, maka setiap kepala keluarga diberikan kesempatan untuk dua kali panen pada musim 157 rendeng dan gaduh secara bergantian. (2) Memberikan modal bagi masyarakat untuk membentuk skill yang bertujuan meningkatkan pendapatan keluarga. Pemodalan ini diberikan kepada masyarakat dengan bidang usaha seperti pertanian, perikanan, pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan, pengrajin, perbengkelan dan jasa. Sehingga dengan bantuan permodalan yang diberikan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. (3) Melalukan Pembinaan. Melalui kegiatan pembinaan ini masyarakat dibekali keahlian dan pengetahuan yang bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat yang berdaya dan mandiri. Pembinaan ini dilaksanakan oleh pendamping program secara rutin dan kegiatan ini dilaksanakan tergantung dari wilayah ring yang ada. Pertamina merupakan salah satu perusahaan BUMN harus menyisihkan sebesar dua sampai dengan lima persen dari laba perusahaan untuk memberdayakan masyarakat dengan berbagai program kegiatan. Program kegiatan TSP yang dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan menciptakan masyarakat yang berdaya. Menurut salah seorang masyarakat Sukaurip mengatakan bahwa: “..selain itu kegiatan yang pernah dilakukan oleh Pertamina untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, yaitu kegiatan memelihara bebek dan ayam penelor, memelihara lele dan ikan mas. Namun karena kegiatan tersebut tidak dilaksanakan secara berkelanjutan maka belum membawakan hasil yang maksimal dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Kegiatan tersebut hanya dilaksanakan sekali dan belum ada kegiatan yang sama sebagai kelanjutan dari kegiatan tersebut. Pada saat itu Pertamina melakukan pembinaan budidaya lele dan ikan mas, bebek dan ayam penelor masing-masing kepala keluarga mendapatkannya untuk dipelihara sesuai dengan pelatihan yang telah diterima masyarakat, sehingga dapat meningkatkan perekonomian bagi masing-masing kepala keluarga.” 5.7.1.2. Persepsi di Bidang Sosial Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian terhadap manfaat yang dirasakan masyarakat di bidang sosial dalam kegiatan TSP, pada masyarakat dalam kategori baik. Untuk Desa Balongan sebesar 2,52, Desa Sukaurip sebesar 2,52, dan Desa Majakerta sebesar 2,53, untuk total rataan skor sebesar 2,53. 158 Persepsi masyarakat di bidang sosial dalam kategori baik, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan Pertamina selama ini mampu membuat masyarakat mempersepsikan baik terhadap kegiatan TSP di bidang sosial. Bentuk kegiatan TSP dalam bidang sosial yang dilakukan oleh Pertamina merupakan kegiatan yang berasal dari keinginan masyarakat, antara lain melakukan pembagian sembako, pembagian susu cair, santunan kepada orang tua jompo, santunan anak yatim piatu, memberikan uang tunai, pertemuan rutin perusahaan dengan masyarakat. Jika dilihat dari bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Pertamina sebagian besar kegiatan TSP masih bersifat charity (perbuatan amal), yaitu merupakan kegiatan yang memiliki manfaat jangka pendek bagi si penerimanya, karena pemberian tersebut dapat habis jika digunakan, sehingga tidak memberikan keuntungan yang nyata bagi kehidupan masyarakat dalam bidang sosial dan membuat masyarakat terus bergantung dengan Pertamina. Menurut salah seorang staf Hupmas Pertamina Balongan mengatakan bahwa: “Kegiatan di bidang sosial sebagian besar merupakan kegiatan yang bersifat charity hal ini dikarenakan keinginan dari masyarakat setempat. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan TSP di bidang sosial yang bersifat charity merupakan hasil dari survei kebutuhan masyarakat yang membutuhkan sesuatu dari perbuatan amal tersebut. Kegiatan charity ini membuat masyarakat menjadi tergantung dengan perusahaan” Kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan oleh Pertamina dapat disimpulkan hanya pada kegiatan yang bersifat perbuatan amal (charity), belum bersifat untuk pemberdayaan masyarakat. Kegiatan yang bersifat amal ini diberikan hanya untuk pemenuhan kebutuhan yang sesaat, sehingga masyarakat tidak diberdayakan oleh kegiatan yang ada selama ini. Idealnya kegiatan tanggungjawab di bidang sosial adalah kegiatan yang dapat memberdayakan masyarakat secara sosial, dengan cara melakukan kegiatan pertemuan antara pihak Pertamina dan masyarakat merupakan kegiatan yang harus diutamakan dimana melalui kegiatan tersebut masyarakat diharapkan mampu untuk berinteraksi secara formal dan informal kepada Pertamina, pemerintah dan masyarakat lainnya. 159 Melalui kegiatan ini masyarakat diharapkan mampu untuk mengambil keputusan dan menentukan pilihannya tanpa ada unsur paksaan dari pihak lain, yang memiliki kepentingan tertentu, sehingga dengan pertemuan tersebut masyarakat menjadi berdaya di bidang sosial. Pelaksanaan kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina untuk masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial maupun pengelolaan lingkungan hidup diharapkan dapat menciptakan persepsi dan citra positif masyarakat terhadap kegiatan TSP maupun terhadap perusahaan. Namun tidak selamanya seperti itu. Masyarakat mengganggap bahwa perusahaan dalam melakukan berbagai kegiatan TSP masih tetap menganut prinsip kapitalisme, yaitu memaksimalkan keuntungan perusahaan, program kegiatan sosial yang dilakukan hanya sebagai salah satu cara untuk menarik simpati masyarakat agar tidak terjadi aksi massa yang dapat mengganggu operasional perusahaan. Masyarakat beranggapan bahwa manfaat dari kegiatan TSP yang dilakukan perusahaan belum mampu membayar dampak negatif yang dirasakan masyarakat setiap harinya dengan adanya operasional perusahaan dalam lingkungan kehidupan masyarakat. 5.7.1.3. Persepsi di Bidang Pengelolaan Lingkungan Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terhadap manfaat yang dirasakan masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan TSP dalam kategori buruk, pada masyarakat di Desa Balongan rataan skor sebesar 2,43, Desa Sukaurip sebesar 2,51, dan Desa Majakerta sebesar 2,39. Total rataan skor sebesar 2,44. Bentuk kegiatan TSP dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup yang selama ini telah dilakukan oleh Pertamina antara lain membuat sarana pengelolaan limbah beracun dan organik, sarana dan prasarana penampungan sampah, melakukan kegiatan untuk penanaman pohon di sepanjang jalan agar menciptakan lingkungan yang hijau dan asri, penampungan air serta pembangunan sarana drainase, kegiatan penanganan terhadap limbah sludge atau ampas minyak mentah. Dari berbagai kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup telah dilakukan oleh Pertamina untuk masyarakat sekitar, namun tetap tidak 160 memberikan penilaian yang baik terhadap efektivitas dari kegiatan TSP yang berlangsung. Seperti yang diungkapkan salah seorang masyarakat Majakerta mengatakan bahwa: “..masyarakat mengganggap kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup adalah keharusan perusahaan untuk memperhatikan lingkungan. Lingkungan kami menjadi tercemar dikarenakan adanya aktivitas dari PT Pertamina di Balongan, sehingga lingkungan sekitar kilang Balongan tercemar polusi air, udara dan tanah.” Sesuai dengan Undang-undang 19 tahun 2003 tentang BUMN yang kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Permeneg BUMN No 05/MBU/tahun 2007 tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan program kemitraan bina lingkungan, yang mengatur tentang kewajiban melaksanakan kegiatan TSP mulai dari besaran dana hingga tata cara pelaksanaan kegiatan TSP. Menurut Permeneg BUMN tersebut, bahwa program bina lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Selanjutnya besarnya dana Program Kemitraan Bina Lingkungan, bersumber dari penyisihan laba setelah pajak, maksimal sebesar dua sampai lima persen dan hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana program bina lingkungan. Hal ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Hikmana (2010) menunjukkan hasil masyarakat setuju penyebab semua jenis pencemaran dan kerusakan lingkungan pesisir merupakan dampak dari kegiatan operasional kilang Balongan, masyarakat menyatakan setuju bahwa kegiatan operasional Pertamina Refinery Unit VI Balongan mengganggu lingkungan masyarakat, baik polusi air, udara maupun pencemaran terhadap alam sekitar, yang mengakibatkan kesehatan masyarakat sering terganggu. Kondisi lingkungan pemukiman yang kurang nyaman dan tidak sehat sehat, baik fasilitas sosial dan fasilitas umum menjadi perhatian bagi Pertamina untuk melaksanakan kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup, ini merupakan wujud keinginan dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) untuk 161 membantu memberikan manfaat terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup. Ganasnya abrasi di sepanjang pesisir pantai mengakibatkan tergusurnya lahan tambak yang menjadi mata pencaharian masyarakat dan pemukiman tempat tinggal masyarakat serta pipa-pipa milik Pertamina Balongan kini berada di bibir pantai dalam posisi menggantung di laut, mengakibatkan pipa-pipa milik Pertamina mengalami korosi (pengkaratan) yang mengakibatkan timbulnya persoalan lingkungan yaitu terjadinya pencemaran air di laut yang membahayakan bagi ekosistem laut dan air. Untuk mengantisipasi hal tersebut Pertamina Balongan melakukan pembangunan break water (pemecah ombak), untuk mengurangi ganasnya abrasi di sepanjang pesisir pantai yang dapat merugikan Pertamina dan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan penambak yang dapat mencemarkan ekosistem laut dan air. Akibat dari pencemaran laut masyarakat merasa dirugikan karena pencemaran ekosistem laut yang menjadi mata pencaharian masyarakat yang menjadi nelayan maupun penambak ditandai dengan matinya rumput laut dan tumbuhan laut lainnya serta matinya ikan. Kegiatan TSP di bidang lingkungan hidup dilaksanakan oleh Pertamina merupakan wujud perhatian perusahaan kepada masyarakat untuk melestarikan keragaman hayati di lingkungan hidup masyarakat dan manfaatnya dapat dirasakan secara bersama. Implementasi kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang benar, tepat dan berkelanjutan menjadi harapan besar untuk terjalinnya sebuah keseimbangan yang harmonis antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, ini perlu melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus-menerus. Kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, dimana merupakan suatu proses yang dirancang untuk menciptakan kemajuan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat dan pengelolaan lingkungan hidup melalui partisipasi aktif, dimana pada akhirnya akan menumbuhkan keberdayaan bagi masyarakat. Kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh Pertamina mendayagunakan Balongan sumberdaya pada alam dasarnya merupakan sebesar-besarnya bagi upaya untuk kemakmuran 162 masyarakat dengan mempertimbangkan pelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, serta kepentingan ekonomi, dan budaya masyarakat lokal. Pengelolaan sumberdaya alam harus didasarkan atas daya dukungan sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kegiatan di bidang lingkungan hidup ini bersifat wajib dimana dalam pelaksanaanya mengacu pada semua peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup antara lain: UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup (PPLH), UU No 18 tahun 2008 tentang Pengelolahan Sampah, PP No 82 tahun 2001 tentang Pengendalian Pencermaran air dan PP No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan harus dijadikan sebagai salah satu strategi bisnis Pertamina yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan yang memiliki citra ramah terhadap lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap perekonomian sosial yang tinggi di masyarakat akan lebih unggul dalam melakukan kompetisi bisnis karena mendapatkan dukungan dari masyarakat lokal. Ketidakberdayaan masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan dikarenakan kegagalan pendamping program kegiatan TSP dalam melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Kegiatan reboisasi, penghijauan di lingkungan hidup masyarakat merupakan salah satu kegiatan TSP yang dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat di bidang lingkungan hidup. Masyarakat dilibatkan oleh Pertamina dalam pelaksanaan dari program tersebut, namun masyarakat yang merupakan sasaran dari program kegiatan TSP harus melaksanakan program kegiatan yang belum tentu merupakan kebutuhan prioritas dari masyarakat setempat. Paradigma perencanaan program kegiatan pemberdayaan masyarakat seharusnya mulai berubah dari perencanaan kegiatan yang bersifat top down dan sentralistik bergerak menuju kepada perencanaan yang bersifat bottom up yang 163 mengutamakan partisipasi masyarakat untuk dapat menggali kebutuhan prioritas dari masyarakat setempat. Untuk dapat mengakomodasikan potensi yang dimiliki masyarakat dan menggorganisasikan kegiatan-kegiatan perbaikan lingkungan hidup perlu dibentuk suatu organisasi non formal yang mampu menjembatani keinginan dan aspirasi masyarakat sehingga kegiatan yang berlangsung dapat berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan yang memungkinkan warga masyarakat memiliki akses untuk berpartisipasi sehingga dapat memperbaiki persepsi tentang kegiatan di bidang sosial dan kualitas lingkungan yang baik dan menumbuhkan motivasi meningkatkan perkonomian, sosial dan kualitas lingkungan hidup sehingga masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam meningkatkan perekonomian, sosial dan kualitas lingkungan hidup masyarakat. Keberhasilan kegiatan TSP yang dilaksanakan PT Pertamina Balongan, di bidang pengelolaan lingkungan hidup ditandai dengan adanya pembangunan prasarana umum untuk masyarakat di wilayah kerja Pertamina, seperti: jalan raya yang sudah di aspal, jempatan yang layak, pelabuhan yang layak, tempat ibadah yang layak, balai pertemuan masyarakat, poliklinik dan lembaga kesehatan, sarana olah raga, taman-taman kota dan tempat pembuangan sampah, yang semuanya dapat dinikmati oleh masyarakat untuk menunjang kegiatan masyarakat dan kehidupan sehari-hari masyarakat. 5.7.2. Tingkat Keberdayaan Masyarakat terhadap Implementasi Kegiatan Tanggungjawab Sosial PT Pertamina Balongan Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses masyarakat yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan didorong untuk menjadi semakin mandiri dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Melalui proses ini, masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan mencari solusi yang tepat bagi permasalahan yang dihadapi. Pemberdayaan sering digunakan untuk menggambarkan keadaan seperti yang diinginkan oleh individu. Proses pemberdayaan yang dilakukan dimaksudkan untuk menciptakan masyarakat yang berdaya yaitu masyarakat yang mampu memanfaatkan peluang, 164 berenergi, mampu bekerja sama mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko dan mampu bertanggungjawab. Program pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keberdayaan keluarga, kelompok masyarakat miskin, petani dan nelayan, melalui penyediaan kebutuhan dasar dan pelayanan umum berupa sarana dan prasarana ekonomi, serta penyediaan sumberdaya produksi dan ekonomi, sedangkan sasaran yang hendak dicapai adalah semakin berkurangnya jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi keluarga dan kelompok masyarakat, petani serta nelayan yang miskin dan berpotensi miskin (Hadi, 2007). Masyarakat merupakan obyek dari pembangunan, masyarakat dapat digerakkan melalui pemberdayaan masyarakat diberbagai bidang kehidupan. Pemberdayaan masyarakat dapat ditingkatkan melalui kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan memiliki potensial untuk berkembang dan mandiri dalam menghadapi berbagai bentuk tantangan dan perubahan yang terjadi serta mandiri dalam proses pengambilan keputusan. Dalam penerapan program pemberdayaan, hal pokok yang menjadi orientasi adalah segi ekonomi kerakyatan, sarana dan prasarana dasar, lingkungan dan pranata sosial. Secara ekonomi program pemberdayaan dapat meningkatkan pendapatan penduduk, tidak merusak lingkungan yang ada serta tidak merubah secara drastis sistem sosial masyarakat sehingga geger budaya dapat diminimalisasikan, keterlibatan masyarakat menjadi sasaran pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat berbasiskan kearifan lokal dapat didukung oleh masyarakat setempat yang secara langsung berkaitan dengan wilayah tersebut, dengan demikian jurang atas ketipangan sosial dan gap struktural antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat lokal secara perlahan dapat diperkecil. Hal itu menjadi target akhir dari program pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal dan menjadikan lingkungan sebagai subyek yang perlu dilestarikan dalam pengembangan wilayah dan pembangunan masyarakat lokal (Saharuddin, 2009). 165 Pertamina dalam melakukan kegiatan TSP sebagai komunikasi organisasi kepada masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat. Menciptakan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui proses belajar, sehingga menciptakan masyarakat yang mandiri. Proses belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat berlangsung secara bertahap. Tahap pertama: tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku yang sadar dan peduli. Tahap kedua: tahap transformasi, kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar. Tahap ketiga: tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapanketerampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk menghantarkan pada kemandirian (Sulistiyani, 2004). Pendapat di atas menjelaskan bahwa dalam memberdayakan masyarakat lokal harus melalui tiga tahapan, diantaranya tahap penyadaran kepada masyarakat bahwa kegiatan yang berlangsung akan memberdayakan masyarakat Balongan dan mengajak serta menimbulkan keinginan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, tahap transformasi merupakan tahap dimana masyarakat mulai dibina dan dilatih oleh pendamping program kegiatan dan tahap ketiga tahap peningkatan kemampuan merupakan tahap untuk menciptakan masyarakat Balongan yang berdaya di segala bidang kehidupan. Tahapan inilah yang terus dilaksanakan oleh Pertamina dalam melaksanakan kegiatan TSP yang tujuannya untuk memberdayakan masyarakat di berbagai aspek kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat yang tinggal di sekitar kilang Balongan beroperasi yang merasakan dampak negatif dari operasional kilang Balongan juga akan menerima manfaat melalui kegiatan TSP. 5.7.2.1. Keberdayaan Masyarakat di Bidang Ekonomi Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kemampuan masyarakat di bidang ekonomi setelah kegiatan TSP dilaksanakan pada masyarakat dalam kategori baik. Untuk Desa Balongan rataan skor sebesar 2,58, Desa Sukaurip sebesar 2,56, dan Desa Majakerta sebesar 2,54. Total rataan skor sebesar 2,56. Hal ini dikarena berbagai kegiatan di bidang ekonomi yang dilaksanakan oleh 166 Pertamina sudah mulai menyentuh untuk memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi, walaupun belum merata. Kemampuan masyarakat di bidang ekonomi termasuk kategori baik, walaupun belum merata keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, hal ini disebabkan karena rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat. Rendahnya pengetahuan masyarakat disebabkan karena sebagian masyarakat tidak mengetahui ada atau tidaknya peluang atau kesempatan berusaha di luar kegiatan sehari-hari masyarakat sesuai dengan mata pencahariannya, kesempatan dalam berusaha sangat terbatas dikarena banyak masyarakat belum sepenuhnya menyadari potensi yang mereka miliki. Hal ini akan berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan perekonomian masyarakat. Ketidakmampuan masyarakat disebabkan dalam beberapa faktor, di antaranya: ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena kekuasaan, ketiadaan akses terhadap informasi, ketiadaan dukungan finansial (permodalan), ketiadaan pelatihan-pelatihan dan adanya ketegangan fisik dan emosional. Ketidakmampuan masyarakat untuk meningkatkan perekonomian keluarga akan menciptakan kemiskinan absolut. Kemiskinan absolut, keadaan miskin yang disebabkan oleh ketidakmampuan sesorang atau kelompok orang dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti sandang, pangan, dan papan. Dengan demikian orang dikatakan miskin jika kemampuan ekonominya di bawah garis kemiskinan (Sugianto, 2008). Kemampuan masyarakat akan lebih efektif bila didukung oleh kekuatan kelompok sosial khususnya kemampuan mengembangkan tujuan dan pembinaan kelompok. Pentingnya peran kelompok, diadopsi dari model strategi pemberdayaan. Parsons et., al dalam Suharto (2005) menyatakan bahwa proses pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif melalui kelompok. Melalui kelompok masyarakat dapat melakukan interaksi secara terus menerus dengan lingkungannya dalam membangun potensi dirinya, rasa percaya dirinya dan termotivasi menjauhkan sikap keterasingan dari semua layanan akses dan sumbersumber pendukung usaha. 167 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat Sukaurip mengatakan bahwa: “Pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi yang ditargetkan oleh Pertamina dari berbagai kegiatan TSP yang dilakukan dalam memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi dalam kategori jelek hal ini dikarenakan tidak rutin dilaksanakan kegiatan TSP yang bertujuan untuk community development, sehingga tidak terjadi pemberdayaan dalam masyarakat.” Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang masyarakat dari Desa Sukaurip, disajikan pada Box 8 berikut ini: Box 8: “Masyarakat di sini memiliki rumah yang permanen bukan karena kegiatan yang dilakukan oleh Pertamina tapi sebagian besar masyarakat di sini bekerja sebagai TKW (tenaga kerja wanita) di Arab, sehingga hasil yang didapatkan di negara orang dikirim ke keluarganya yang ada disini melalui BRI desa Balongan merupakan salah satu wilayah yang banyak menyumbang devisa bagi negara melalui TKW. Jadi masyarakat di sini berdaya, bukan karena kegiatan Pertamina tetapi atas usaha kita sendiri.” Pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa Kecamatan Balongan sudah memiliki sarana keuangan dan perekonomian, antara lain: Bank Rakyat Indonesia (BRI), tiga unit bank swasta, satu unit Bank Perkreditan Rakyat (BPR), satu unit Pasar Dewa, satu unit pasar hewan, tiga unit pasar bunga dan lima unit pasar tumpah. Semakin banyak sarana keuangan dan perekonomian yang tersedia akan menciptakan pertukaran barang dan jasa yang lebih kondusif di dalam masyarakat yang akan meningkatkan perekonomian masyarakat dan menciptakan pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi. Hal ini juga diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2007), mengatakan bahwa: keberhasilan program keberdayaan masyarakat di Pertamina Refinery Unit VI Balongan, ditandai dengan adanya pembangunan prasarana umum masyarakat di wilayah kerja Pertamina seperti pembangunan jalan raya, pembangunan sekolah untuk pendidikan formal, pembangunan jembatan, pembangunan pelabuhan, pembangunan tempat ibadah, pembangunan balai desa dan balai pertemuan, pembangunan poliklinik kesehatan, pembangunan 168 sarana olah raga dan taman kota. Untuk mengembangkan kualitas sumberdaya manusia dilaksanakan program beasiswa untuk siswa yang berprestasi dan staf pengajar yang berkualitas untuk belajar ke luar negeri. 5.7.2.2. Keberdayaan Masyarakat di Bidang Sosial Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian terhadap keberdayaan masyarakat di bidang sosial setelah kegiatan TSP dilaksanakan pada masyarakat termasuk pada kategori buruk. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2,44, untuk Sukaurip sebesar 2,49 dan untuk Majakerta sebesar 2,42. Total rataan skor sebesar 2,45. Hal ini disebabkan karena berbagai kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan oleh Pertamina belum sepenuhnya menyentuh pada aspek pemberdayaan masyarakat di bidang sosial. Kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina di bidang sosial merupakan kegiatan yang sebagian besar masih bersifat charity (perbuatan amal), sehingga manfaat yang dirasakan masyarakat hanya sesaat. Keberdayaan masyarakat akan tercipta apabila masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan TSP dalam bidang sosial. Agar masyarakat menjadi lebih berdaya terutama di bidang sosial Pertamina diharapkan lebih sering untuk melakukan pertemuan untuk sharing dan berbagi pengalaman diantara masyarakat yang dihadapi serta mencari solusi bagi permasalahan yang dihadapi sehingga manfaat yang akan dirasakan akan bersifat jangka panjang. Melalui manfaat yang dirasakan oleh masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta dapat menciptakan masyarakat yang berdaya di bidang sosial. Melalui kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Pertamina dengan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam bersosialisasi dengan masyarakat lainnya sehingga masyarakat mampu untuk berinteraksi dengan masyarakat yang lainnya secara formal dan informal, serta dapat melatih masyarakat untuk dapat menentukan pilihan dan mengambil keputusan sesuai dengan keinginan pribadi tanpa ada paksaan dari pihak manapun serta dapat mengeluarkan pendapat pribadi yang dapat membantu Pertamina maupun pemerintah dalam menyusun program kegiatan selanjutnya. 169 Idealnya masyarakat dikatakan berdaya di bidang sosial jika masyarakat mampu untuk berinteraksi dan bekerjasama dengan masyarakat lainnya. Melalui interaksi dan kerjasama yang dilakukan oleh masyarakat diharapkan menumbuhkan aspirasi, kreativitas dan keberanian dalam mengutarakan pendapat pribadi dan menentukan pilihan. Masyarakat yang sering berinteraksi dengan secara formal dan non formal dengan berbagai pihak dapat membantu mencari solusi yang tepat bagi permasalahan yang dihadapi. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh PT Pertamina Balongan belum menyentuh kepada pemberdayaan masyarakat di bidang sosial. Semua kegiatan yang dilakukan Pertamina bersifat charity (perbuatan amal) yang manfaatnya dirasakan hanya sementara saja, sehingga tidak terjadi pemberdayaan di bidang sosial. Dalam penelitian ini mengartikan bahwa keberdayaan masyarakat di bidang sosial adalah masyarakat menjadi mampu untuk berinteraksi dan bekerjasama dengan pihak lain sehingga masyarakat mampu mengeluarkan pendapatnya dan mampu menentukan pilihannya sendiri tanpa ada paksaan dari pihak luar. 5.7.2.3. Keberdayaan Masyarakat di Bidang Pengelolaan Lingkungan Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kemampuan masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan hidup pada masyarakat termasuk pada kategori buruk. Untuk Desa Balongan rataan skor sebesar 2,50, Desa Sukaurip sebesar 2,50, dan Desa Majakerta sebesar 2,42. Untuk Rataan skor sebesar 2,48. Hal ini disebabkan berbagai kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh Pertamina telah menyentuh pada pemberdayaan masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan selama ini belum menyentuh pada aspek pemberdayaan masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan pengelolaan lingkungan hidup merupakan masalah yang multidisiplin, bukan hanya menyangkut aspek lingkungan fisik desa dan sarana prasarananya saja, namun juga merupakan 170 masalah perilaku masyarakat sebagai pengguna. Pendamping program tidak bisa hanya menekankan pada perubahan aspek fisik lingkungan tetapi harus simultan dengan memberdayakan masyarakat sebagai pengguna dan penghuni dari desa tersebut, sehingga pola penyuluhan pemukiman harus dilakukan dengan memperhatikan tiga aspek yang terkait di dalamnya, yaitu : (1) Aspek individual dan sosial warga masyarakat, (2) Aspek lingkungan dan arsitektural, dan (3) Aspek kemampuan finansial masyarakat (Hikmana, 2010). Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan hidup ini harus disesuaikan dengan konsep pelaksanaan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat akan memiliki peran yang penting dan menjadi pelaku utama pembangunan lingkungan hidupnya. Untuk itu masyarakat harus diupayakan agar menjadi masyarakat yang aktif. Untuk mewujudkan masyarakat yang aktif dilakukan inovasi sosial berbentuk kegiatan–kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan inisiatif, kreatifitas dan kemandirian masyarakat dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup yang asri dan nyaman. Kesadaran masyarakat tentang pelestarian lingkungan masih rendah, tercermin dari kegiatan sehari-hari masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan, membakar sampah, penebangan pohon serta tidak mampu merawat sarana dan prasarana yang tersedia. Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan hidup antara lain melakukan program kegiatan TSP yang dapat memberdayakan masyarakat melalui pelatihan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran masyarakat dengan mempertimbangkan pelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, serta kepentingan ekonomi, dan budaya masyarakat lokal. Pengelolaan sumberdaya alam harus didasarkan atas daya dukungan sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kegiatan di bidang lingkungan hidup ini bersifat wajib dimana dalam pelaksanaanya mengacu pada semua 171 peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup antara lain: UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup (PPLH), UU No 18 tahun 2008 tentang Pengelolahan Sampah, PP No 82 tahun 2001 tentang Pengendalian Pencermaran air dan PP No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Kegiatan TSP harus dijadikan sebagai salah satu strategi bisnis Pertamina yang bersifat jangka panjang sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai penerima. Tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan yang memiliki citra ramah terhadap lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap perekonomian sosial yang tinggi di masyarakat akan lebih unggul dalam melakukan kompetisi bisnis karena mendapatkan dukungan dari masyarakat lokal. Keberhasilan masyarakat di bidang lingkungan hidup dikarenakan pendamping program kegiatan berhasil dalam melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Kegiatan reboisasi, kegiatan penanganan terhadap limbah sludge atau ampas minyak mentah, penghijauan di lingkungan hidup masyarakat serta membangun jalur hijau di sepanjang pantai merupakan salah satu kegiatan TSP yang dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat di bidang lingkungan hidup di daratan maupun di pantai dikarenakan sebagian besar penduduk di Kecamatan Majakerta bermata pencaharian sebagi nelayan dan petambak. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Mile (2007), mengatakan bahwa pembangunan jalur hijau hutan pantai merupakan hal yang penting dan strategis untuk dilaksanakan dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka perlindungan kawasan pantai dari abrasi, gelombang pasang dan tsunami. Paradigma perencanaan program pemberdayaan masyarakat seharusnya mulai berubah dari perencanaan kegiatan yang bersifat top down dan sentralistik bergerak menuju kepada perencanaan yang bersifat bottom up yang mengutamakan partisipasi masyarakat untuk dapat menggali kebutuhan prioritas dari masyarakat setempat. Untuk dapat mengakomodasikan potensi yang dimiliki masyarakat dan menggorganisasikan kegiatan-kegiatan perbaikan lingkungan hidup perlu dibentuk suatu organisasi non formal yang mampu menjembatani 172 keinginan dan aspirasi masyarakat sehingga kegiatan yang berlangsung dapat berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat setempat. Tokoh masyarakat memiliki pengaruh yang besar terhadap partisipasi masyarakat dalam menjalankan program kegiatan. Tokoh masyarakat perlu diikutsertakan dalam kegiatan peningkatkan kualitas lingkungan hidup masyarakat. Kegiatan yang memungkinkan masyarakat memiliki akses untuk berpartisipasi sehingga dapat memperbaiki persepsi tentang perekonomian masyarakat, sosial dan kualitas lingkungan yang baik dan menumbuhkan motivasi meningkatkan perkonomian, sosial dan kualitas lingkungan sehingga masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam meningkatkan perekonomian, sosial dan kualitas lingkungan hidup. Keberhasilan kegiatan TSP yang dilaksanakan Pertamina, ditandai dengan pembangunan prasarana umum masyarakat di wilayah kerja Pertamina, seperti: jalan raya yang sudah di aspal, jembatan yang layak, pelabuhan, tempat ibadah yang layak, balai pertemuan masyarakat, poliklinik dan lembaga kesehatan, sarana olah raga, taman kota dan tempat pembuangan sampah, yang semuanya dapat dinikmati oleh masyarakat untuk menunjang kegiatan dan kehidupan sehari-hari. 5.8. Pengujian terhadap Hipotesis Penelitian Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguatkan hasil dari dugaan sementara sesuai dengan hipotesis penelitian yang telah dibuat pada bab sebelumnya. Dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari enam pengujian hipotesis dan masing-masing pengujian tersebut tersaji dalam tabel di bawah ini. 5.8.1. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Penilaian Aktivitas Komunikasi Organisasi Pengujian ini merupakan pengujian hipotesis yang pertama, yaitu untuk melihat hasil tingkat hubungan antara karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi yang terdiri dari peubah saluran komunikasi, peubah mutu informasi dan peubah pendamping program kegiatan, tersaji dalam Tabel 19 dibawah ini. 173 Tabel 19. Hubungan antara karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada Peubah Saluran Mutu Pendamping Program Komunikasi Informasi Kegiatan Umur 0,337** 0,232* O,231* Pendidikan Formal 0,457** 0,256** 0,266** Pendidikan Non 0,259** 0,229* 0,288** Formal Status Sosial 0,117 0,097 0,059 Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01 Tabel 19 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis pertama, terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara umur dengan peubah saluran komunikasi di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini disebabkan karena responden yang berumur lebih tinggi dan masuk dalam umur produktif akan semakin baik dalam menilai saluran komunikasi yang tepat untuk memperoleh informasi. Saluran komunikasi terdiri dari saluran komunikasi interpersonal maupun komunikasi media massa. Komunikasi interpersonal jika dilaksanakan secara rutin kepada masyarakat akan menciptakan komunikasi yang efektif. Komunikasi interpersonal yang rutin terjalin akan memuncul rasa saling terbuka dalam berkomunikasi, timbul rasa empati, rasa untuk mendukung dan tindakan positif. Hal ini sesuai dengan pendapat DeVito (1997) mengatakan bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal, antara lain: Keterbukaan (openess) merupakan sikap terbuka dalam melakukan komunikasi interpersonal; Empati (emphaty) komunikasi interpersonal akan berlangsung kondusif apabila menunjukkan sikap empati dalam berkomunikasi interpersonal; Dukungan (supportiveness) memberikan sikap dukungan yang berasal dari komunikator agar komunikan mau ikut berpartisipasi; Rasa positif (positivenes) merupakan kecenderungan seseorang untuk mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa salah yang berlebihan; Kesetaraan (equality) merupakan perasaaan sama dengan orang lain sebagai manusia tidak tinggi atau tidak rendah walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu. Semakin sering dilaksanakan komunikasi interpersonal akan semakin efektif komunikasi yang berlangsung, antara komunikator dan komunikan saling 174 mengenal dan saling memahami, sesuai dengan teori penetrasi sosial, Teori ini menyatakan bahwa kepribadian manusia berlapis-lapis seperti lapisan bawang. Setiap lapisan menunjukkan kedalaman kepribadian seseorang. Pada umumnya saat berkomunikasi, manusia hanya mengaktifkan lapisan terluar. Sedangkan lapisan-lapisan dalam hanya dapat diakses oleh pelaku komunikasi yang memiliki hubungan dekat. Kedalaman penetrasi menunjukkan kedalam pengungkapan pribadi seseorang. Semakin banyak umur responden akan semakin baik dalam memilih media komunikasi untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal diatas sesuai dengan Teori uses and gratification, dimana teori ini mempertimbangkan apa yang dilakukan orang pada media, yaitu menggunakan media sebagai pemuas kebutuhannya, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat lainnya. Hasil pengamatan di lapangan menguatkan pernyataan ada hubungan yang sangat nyata antara umur dengan saluran komunikasi, bahwa masyarakat yang masuk dalam umur produktif akan lebih selektif dalam menilai saluran komunikasi yang tersedia di sekeliling mereka sebagai sarana dalam memperoleh informasi. Masyarakat Majakerta cenderung menggunakan radio komunitas Caraka FM sebagai sarana mereka dalam memperoleh informasi, hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah seorang masyarakat Majakerta, bahwa: “Radio Caraka FM memiliki siaran khusus untuk para nelayan, karena mata pencaharian kami di Desa Majakerta sebagian besar adalah nelayan dan petambak. Walaupun siaran radio tidak terlalu lama namun setiap hari menyiarkan informasi untuk para nelayan dan petambak. Siaran ini diberikan waktu untuk berinteraksi dan tanya jawab dengan para pendengar. Komunitas pendengar yang sering mendengarkan siaran radio Caraka FM ini berasal dari masyarakat yang berumur lebih tinggi, kami terhimpun dalam komunitas pendengar Caraka FM. Selain itu Radio Caraka FM merupakan radio komunitas yang memantau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang merupakan program pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat sekitar.” Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara umur dengan peubah mutu informasi di Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin 175 tinggi umur seseorang akan semakin seleksi dalam menilai informasi yang berguna bagi dirinya. Masyarakat yang lebih tua akan lebih mudah dalam menilai informasi yang memiliki kualitas baik yang sesuai dengan kebutuhannya, informasi yang relevan, mengandung unsur inovasi, bahasa yang mudah untuk dimengerti dan informasi tersebut mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Berkaitan dengan pernyataan salah seorang masyarakat Majakerta di atas menguatkan pernyataan ada hubungan yang nyata antara umur dengan peubah mutu informasi, bahwa para nelayan yang usia nya lebih tinggi akan lebih baik dalam menilai informasi yang bermutu bagi mereka, karena mayoritas masyarakat Majakerta adalah nelayan dan petambak maka informasi yang bermutu bagi mereka adalah informasi yang sesuai dengan mata pencaharian mereka. Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara umur dengan peubah pendamping program kegiatan TSP di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin tinggi umur responden maka akan semakin mudah menilai pendamping program kegiatan TSP yang baik untuk melakukan komunikasi, motivasi dan transfer belajar kepada responden. Pengamatan di lapangan dan hasil diskusi kelompok yang dilakukan dengan tokoh informal dan masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat yang usia lebih tinggi lebih mudah untuk dimotivasi di bandingkan dengan masyarakat yang usia lebih rendah, terlihat pada Desa Balongan masyarakat yang usianya lebih tinggi sering terlibat dalam pertemuan non formal yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan maupun yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah seperti: pertemuan di balai desa dan pertemuan di kantor Kecamatan Balongan, sedangkan masyarakat yang usia lebih rendah jarang terlibat dalam kegiatan maupun pertemuan non formal yang diselenggarakan oleh pendamping program kegiatan maupun pemerintah daerah. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan formal dengan peubah saluran komunikasi di Balongan, Majakerta, Sukaurip. Hal ini dikarenakan semakin tinggi pendidikan formal seseorang akan semakin baik dalam menilai saluran komunikasi yang digunakan untuk memperoleh informasi. 176 Saluran komunikasi baik melalui komunikasi interpersonal maupun dengan komunikasi media massa. Hal ini dikarenakan semakin tinggi pendidikan formal seseorang akan semakin baik dalam memahami fungsi dari masing-masing saluran komunikasi sehingga lebih selektif dalam memilih saluran komunikasi yang digunakan. Hasil diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan dengan masyarakat, dapat di simpulkan bahwa masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih memahami fungsi dari masing-masing media dan lebih selektif menggunakan media yang sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat Balongan memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Sukaurip dan Majakerta, sehingga lebih selektif dalam menggunakan saluran komunikasi. Masyarakat Majakerta mengatakan bahwa dirinya menggunakan media massa hanya untuk mendapatkan informasi tentang seputar mata pencahariannya saja, namun masyarakat Balongan yang memiliki pendidikan lebih tinggi mengatakan bahwa saluran komunikasi yang tersedia digunakannya untuk mendapatkan pengetahuan, informasi dan hiburan. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari salah seorang masyarakat Majakerta dalam Box 9. Box 9: “Menurut saya masyarakat yang memiliki pendidikan formal yang tinggi akan mengetahui berbagai macam fungsi masing-masing dari media cetak dan media elektronik, karena setiap media memiliki ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh media lainnya. Masyarakat yang memiliki pendidikan formal yang tinggi akan lebih mudah untuk memilih informasi yang dicari dan dibutuhkan sesuai dengan media yang tersedia, baik media cetak dan media elektronik.” Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan formal dengan peubah mutu informasi di Balongan, Sukaurip, Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang akan semakin baik dalam menilai informasi yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta yang mengenyam pendidikan formal lebih tinggi akan lebih seleksi dalam memilih, menerima dan 177 menyerap informasi yang disampaikan baik melalui komunikasi interpersonal maupun melalui media massa yang ada. Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa Desa Balongan mayoritas penduduknya mengenyam pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Sukaurip dan Majakerta sesuai dengan hasil pengujian hubungan, terdapat hubungan yang sangat nyata antara pendidikan formal dengan peubah saluran komunikasi, dan pendidikan formal dengan peubah mutu informasi Desa Balongan memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Desa Sukaurip dan Majakerta. Pendidikan formal yang tinggi akan membentuk masyarakat untuk mampu memilih saluran komunikasi yang sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Hasil diskusi kelompok yang dilakukan dengan masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta mengatakan bahwa masyarakat yang mengenyam pendidikan formal yang lebih tinggi akan lebih selektif dalam memilih media yang baik dan informasi yang bermutu. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang masyarakat, tertuang dalam Box 10 di bawah ini : Box 10: “Saya lebih sering mencari media yang ada di luar kabupaten Indramayu untuk menambah informasi saya, karena media lokal yang tersedia tidak selalu menyajikan informasi yang saya perlukan. Seperti hal nya saya mengakses internet dan menonton televisi nasional. Pertamina kadang-kadang menggunakan media internet dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, namun yang disayangkan mengapa pendamping program kegiatan tidak mengajarkan kepada pemuda untuk dapat mengakses internet. Di daerah Balongan ini juga terdapat warung internet (warnet), yang menunjukkan bahwa media internet bukan media yang baru bagi pemuda dan pemudi di Indramayu.” Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan formal dengan pendamping program kegiatan TSP di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal masyarakat akan lebih baik dalam menilai pendamping program kegiatan TSP dalam menyampaikan informasi belajarnya kepada masyarakat. Karena semakin tinggi pendidikan 178 formal yang ditempuh masyarakat akan semakin mudah pendamping program melakukan komunikasi, motivasi dan transfer belajar kepada masyarakat. Hasil dari diskusi kelompok yang dilakukan dengan melibatkan pendamping program kegiatan menunjukkan bahwa selama ini yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan TSP lebih mudah untuk melakukan interaksi, komunikasi, motivasi dan berbagi pengetahuan kepada masyarakat yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi, karena mereka sudah terbiasa dalam menerima pengajaran dan transfer belajar dibangku sekolah. Pendapat di atas dikuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumaryo (2009), mengatakan bahwa pendidikan formal memberi bekal kemampuan kognitif seseorang, yaitu peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan pengetahuan, sehingga mereka mampu untuk memanfaatkan peluang usaha yang ada demi untuk meningkatkan pendapatan, namun pendidikan non formal memberi bekal menambah kemampuan konatif seseorang, yaitu perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan non formal dengan peubah saluran komunikasi di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat terlibat dan mengikuti kegiatan TSP yang dilakukan Pertamina akan semakin seleksi dalam menilai saluran komunikasi yang sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Pendidikan non formal yang dilakukan oleh Pertamina melatih masyarakat untuk menjadi lebih kreatif, terutama lebih seleksi dalam menentukan saluran komunikasi yang digunakan masyarakat dalam memperoleh informasi. Pendidikan non formal memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang tidak didapatkan di pendidikan formal. Pendidikan non formal yang disampaikan melalui pendamping program kegiatan mendorong masyarakat untuk menjadi entrepreneurship. Pendidikan non formal yang sering diikuti oleh masyarakat akan menciptakan masyarakat menjadi lebih siap dalam bersaing dengan pihak lain. Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara pendidikan non formal dengan peubah mutu informasi di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta, hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat mengikuti pendidikan non formal yang 179 dilaksanakan oleh Pertamina akan semakin seleksi dalam memilih informasi yang bermutu dan bermanfaat bagi dirinya. Melalui pendidikan non formal masyarakat diberikan informasi, pengetahuan dan bekal ketrampilan yang bervariasi sehingga pengetahuan masyarakat akan semakin berkembang. Hasil pengamatan di lapangan diperoleh hasil bahwa masyarakat yang sering terlibat dalam pendidikan non formal lebih mudah untuk memperoleh informasi yang disampaikan baik melalui saluran komunikasi interpersonal maupun media massa. Setiap informasi yang disampaikan oleh Pertamina akan berbeda media yang digunakan tergantung dari kebutuhannya. Sebagai contoh informasi mengenai lowongan pekerjaan di Pertamina untuk masyarakat dapat diperoleh melalui radio, televisi dan surat kabar. Berbeda dengan informasi seperti dilaksanakan pengajian, perkumpulan ibu-ibu, pertemuan rutin masyarakat, informasi tersebut dapat diperoleh melalui brosur maupun poster yang dipasang di sekitar kantor Hupmas. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang sering terlibat dalam berbagai kegiatan TSP akan memperoleh informasi yang bervariasi dibanding dengan masyarakat yang jarang terlibat dalam kegiatan TSP. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan non formal dengan peubah pendamping program kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta. Semakin sering masyarakat mengikuti pendidikan non formal akan semakin baik dalam menilai dan melakukan komunikasi, termotivasi dalam mengerjakan sesuatu dan transfer belajar yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan. Hal ini dikarenakan peran dari pendamping program kegiatan adalah menyampaikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang disampaikan sangat bervariasi tergantung dari kebutuhan masyarakat, sehingga semakin sering masyarakat terlibat dalam pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh Pertamina akan semakin tinggi rasa kepercayaan masyarakat terhadap pendamping program kegiatan dalam menyampaikan informasi. Informasi yang diterima diharapkan dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dari uji hubungan yang dilakukan diperoleh hasil pada umumnya diterima untuk umur, pendidikan formal. Pendidikan non formal dengan peubah saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping program kegiatan. 180 5.8.2. Hubungan Antara Karakteristik Individu denganTingkat Partisipasi Masyarakat Pengujian ini merupakan pengujian hipotesis yang kedua, yaitu untuk melihat hasil tingkat hubungan antara karakteristik individu dengan partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP, yang terdiri dari indikator partisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP, yang tersaji dalam Tabel di bawah ini. Tabel 20. Hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada Indikator Merencanakan Melaksanakan Memanfaatkan Mengevaluasi Kegiatan kegiatan kegiatan Kegiatan Umur 0,230* 0,290** 0,287** 0,237* Pendidikan 0,302** 0,229* 0,229* 0,099 Formal Pendidikan 0,381** 0,443** 0,377** 0,109 Non Formal Status Sosial 0,311** 0,390** 0,322** 0,290** ) ) Keterangan: * nyata pada α 0,05 ; ** sangat nyata pada α 0,01 Tabel. 20 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis kedua, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara umur dengan tahap merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin tinggi umur masyarakat akan sering dilibatkan dalam merencanakan kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina. Kebanyakan masyarakat yang umurnya tinggi dan dituakan di masyarakat adalah tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat, sering dilibatkan dalam merencanakan kegiatan TSP oleh Pertamina, sehingga kegiatan yang berlangsung merupakan perwakilan dari keinginan masyarakat. Hasil diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan mengatakan bahwa adanya forum komunikasi perencanaan kegiatan TSP desa. Forum ini dilaksanakan secara bergantian yang bertujuan mengkaji dan menggali kebutuhan masyarakat di tingkat RT dan RW. Output dari forum komunikasi perencanaan desa ini adalah dokumen prioritas kegiatan TSP yang akan dilaksanakan di masing-masing desa. Biasanya pihak yang terlibat dalam forum komunikasi 181 perencanaan desa ini adalah: tokoh masyarakat, masyarakat yang dituakan dan pendamping program kegiatan (LSM dan pemerintah daerah). Dalam forum komunikasi perencanaan kegiatan desa yang menjadi fasilitator adalah lembaga pemberdayaan masyarakat desa (LPMD). Pendapat diatas dikuatkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hikmana (2010), mengatakan bahwa forum komunikasi perencanaan TSP desa biasanya dihadari oleh tokoh masyarakat desa, masyarakat yang dituakan, pengurus RT, RW dan pemerintah daerah. Kegiatan ini dilakukan dengan tiga tahap diantaranya: pra forum komunikasi perencanaan desa, tahap ini dilaksanakan ditingkat RT, RW dengan kegiatan utama mengidentifikasi permasalahan dan kebutuhan masyarakat, selanjutnya tahap forum komunikasi perencanaan TSP desa, tahap ini membahas dan mengkaji permasalahan dan kebutuhan masyarakat dan tahap terakhir adalah menyusun rencana TSP jangka menengah desa yang dilakukan selama satu periode ke depan. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara umur dengan tahap melaksanakan kegiatan TSP di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin tinggi umur masyarakat akan semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat pada tahap melaksanakan kegiatan TSP. Biasanya masyarakat yang terlibat dalam tahap sebelumnya yaitu tahap merencanakan akan terlibat pada tahap melaksanakan kegiatan TSP, yang merupakan kelanjutan kegiatan dari tahap perencanaan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat. Hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang tokoh masyarakat Desa Sukaurip mengatakan bahwa: “Masyarakat sangat antusias dalam mengikuti kegiatan TSP, apalagi ada kegiatan amal yang mereka peroleh melalui kegiatan tersebut, misalkan mendapatkan uang atau sembako, pembagian susu cair dan sebagainya membuat masyarakat menjdai tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut. Namun jika kegiatan kegiatan yang dilaksanakan hanya untuk pertemuan rutin dan pelatihan, biasanya yang hadir hanya tokoh masyarakat dan beberapa orang masyarakat saja”. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina akan dihadiri oleh masyarakat jika kegiatan yang 182 dilaksanakan bersifat perbuatan amal. Masyarakat ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang singkat melalui kegiatan yang berlangsung. Idealnya kegiatan yang dapat memberdayakan masyarakat adalah kegiatan yang disertakan dengan pelatihan dan sosialisasi namun kegiatan yang sifatnya perbuatan amal hanya memberikan manfaat jangka pendek bagi masyarakat, sehingga masyarakat menjadi kurang berdaya dan terus-menerus menggantungkan hidupnya kepada perusahaan. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara umur dengan tahap memanfaatkan kegiatan TSP di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin tinggi umur seseorang akan semakin tinggi keinginan dalam memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang diperolehnya selama mengikuti kegiatan TSP. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan TSP diharapkan akan dimanfaatkan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Hasil diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat yang sering dan rutin terlibat dalam kegiatan TSP memanfaatkan berbagai informasi dan keterampilan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Seperti halnya kegiatan bertenak ayam dan bebek, budidaya lele dan ikan mas serta pencerahan masyarakat tentang pentingnya lingkungan hidup yang sehat, yang sudah dilakukan oleh Pertamina melalui berbagai kegiatan dan pelatihan. Diharapkan pengetahuan yang didapatkan melalui kegiatan TSP dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini Pertamina lagi memfokuskan kegiatan di bidang pengelolahan lingkungan hidup yaitu: “Pertamina selamatkan bumi”. Kegiatan ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, karena informasi tersebut sangat berguna, untuk menjaga lingkungan hidup agar tetap asri, kegiatan yang dilakukan antara lain penanaman pohon peneduh jalan dan pemeliharaannya pada setiap sisi jalan raya dan penanaman mangrove beserta pemeliharaannya di sepanjang laut yang berdekatan dengan pemukiman penduduk agar terhindar dari abrasi oleh air laut, penyumbangan pot tanaman dan pembuatan tempat pembuangan sampah. Kegiatan ini terus dilaksanakan agar lingkungan hidup 183 masyarakat terbebaskan dari polusi air, udara dan tanah untuk mendukung kegiatan dan aktivitas masyarakat. Jika informasi yang diperoleh dari berbagai kegiatan TSP bermanfaat bagi masyarakat, biasanya tokoh informal berinisiatif untuk mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menyampaikan dan berbagi informasi yang mereka peroleh dari pendamping program kegiatan maupun dari Pertamina kepada masyarakat. Informasi dapat diperoleh masyarakat melalui pelatihan, seminar, lokakarya, maupun dari media komunikasi, sehingga seluruh masyarakat mengetahui mengenai informasi tersebut. Tokoh informal di Kecamatan Balongan berperan sebagai opinion leders bagi masyarakat sekitar, hal ini sesuai dengan model komunikasi dua tahap. Model dari Katz dan Lazarsfeld (1995) sering disebut sebagai model komunikasi dua tahap (two flow model of communication). Menjelaskan tentang proses pengaruh penyebaran informasi melalui media massa kepada khalayak. Menurut model ini penyebaran dan pengaruh informasi yang disampaikan melalui media massa terjadi kepada khalayaknya tidak terjadi secara langsung (satu tahap), melainkan melalui perantara seperti misalnya pemuka pendapat (opinion leaders). Dengan demikian proses pengaruh penyebaran informasi melalui media massa terjadi dalam dua tahap; pertama, informasi mengalir dari media massa ke para pemuka pendapat; kedua dari pemuka pendapat kesejumlah orang yang menjadi pengikutnya. Studi yang pernah dilakukan bahwa di kebanyakan negara berkembang (termasuk Indonesia), proses penyebaran informasi melalui media massa ke khalayak luas cenderung mengikuti pola komunikasi dua tahap. Namun dalam perkembangan selanjutnya para ahli menemukan bahwa terdapat variasi dalam penyebaran informasi tidak selamanya berjalan secara dua tahap atau lebih dari dua tahap bergantung pada kondisi individu khalayaknya. Model ini yang kemudian disebut sebagai multi step flow communications atau komunikasi banyak tahap. Bagi kebanyakan masyarakat di kota-kota besar dan berlatarbelakang sosial dan ekonomi yang relatif tinggi, penyebaran informasi melalui saluran 184 komunikasi umumnya berjalan secara langsung (satu tahap). Sementara itu proses komunikasi yang terjadi di masyarakat di daerah perdesaan seperti masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta dengan latar belakang sosial dan ekonomi yang relatif rendah, penyebaran informasi tidak berjalan dengan satu tahap melainkan beberapa tahap. Misalnya informasi tentang kegiatan TSP di bidang ekonomi, sosial dan pengelolahan lingkungan hidup disampaikan oleh pendamping program kegiatan kepada tokoh informal yang memiliki kemampuan dan keahlian lebih yang lebih dibandingkan dengan masyarakat lokal, kemudian tokoh informal melalukan pertemuan dengan masyarakat untuk menyampaikan informasi yang mereka miliki untuk disampaikan kepada masyarakat lokal lainnya. Informasi yang disampaikan oleh tokohinformal akan lebih diterima masyarakat daripada informasi yang disampaikan pihak luar. Hal ini diperkuat oleh pendapat salah seorang tokoh informal Sukaurip dalam Box 11. Box 11: “Masyarakat disini memang masih mendengarkan pendapat dari tokoh masyarakat. Setiap masyarakat yang ada masalah biasanya bercerita dengan masyarakat yang dituakan atau tokoh informal dan selalu berharap memperoleh masukan dan saran dari tokoh informal tersebut. Pendapat dari tokoh informal sampai dengan saat ini masih didengar dan dipercayai sebagai arahan yang sangat berharga. Dengan demikian Pertamina menggunakan tokoh informal sebagai salah satu saluran interpersonal kepada masyarakat luas dalam menyampaikan informasinya, selain menggunakan pemerintah daerah maupun pihak swasta lainnya.” Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara umur dengan tahap mengevaluasi kegitan TSP di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin tinggi umur seseorang akan semakin seleksi dalam mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Pertamina. Melalui evaluasi kegiatan TSP yang telah berlangsung dapat menjadi masukan untuk kegiatan berikutnya. Hal ini sesuai dengan yang terjadi di lapangan dimana dalam melakukan evaluasi terhadap kegiatan TSP hanya dilakukan oleh Pertamina, pendamping program kegiatan, tokoh informal dan masyarakat yang dituakan. Tidak semua masyarakat dilibatkan dalam evaluasi kegiatan TSP, hal ini dikarenakan 185 Pertamina merasa bahwa masyarakat belum mampu untuk melakukan evaluasi kegiatan dikarena tingkat pendidikan, kemampuan dan pengalaman yang belum dimiliki oleh masyarakat secara umum. Pertamina mengganggap bahwa pendapat dari tokoh informal dan masyarakat yang dituakan merupakan perwakilan dari pendapat mayoritas masyarakat. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari seorang masyarakat dalam Box 12 berikut ini. Box 12: “Dalam mengevaluasi kegiatan TSP masyarakat tidak pernah sekalipun dilibatkan sehingga kami tidak mengetahui apakah kegiatan yang telah berlangsung hasilnya sudah maksimal atau belum. Masyarakat berkeinginan untuk terlibat dalam evaluasi kegiatan agar mengetahui hasil dari kegiatan tersebut. Kami kurang mengetahui mengapa masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam tahap evaluasi. Terkadang tokoh masyarakat dilibatkan dalam evaluasi namun untuk kegiatan-kegiatan tertentu saja selebihnya yang melakukan evaluasi kegiatan adalah Pertamina dan pendamping program kegiatan.” Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan formal dengan tahap merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang ditempuh masyarakat akan semakin percaya diri masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tahap merencanakan, memberikan masukan, saran dan kritik bagi perencanaan kegiatan TSP agar dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Hasil yang diperoleh melalui pertemuan yang dilakukan dengan para pemuda Balongan, Sukaurip dan Majakerta mengatakan bahwa pendidikan formal yang tinggi akan menciptakan kepercayaan diri masyarakat dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehingga dalam merencanakan kegiatan TSP pemuda desa sering terlibat dalam memberikan masukan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang mengenyam pendidikan lebih tinggi memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan masyarakat yang hanya mengenyam pendidikan dasar, dengan demikian masyarakat yang pendidikan formalnya lebih rendah menjadi kurang percaya diri jika dilibatkan dalam merencanakan kegiatan TSP dengan pihak Pertamina maupun dengan pendamping program kegiatan. 186 Seperti dalam kegiatan TSP di bidang sosial, kegiatan yang dilaksanakan antara lain kegiatan pendidikan dengan tema “Cerdas bersama Pertamina”. Kegiatan ini merupakan pemberian bantuan buku-buku pelajaran dan alat tulis dan pemberian beasiswa kepada masyarakat yang berprestasi. Dalam kegiatan merencanakan dan melaksanakan kegiatan ini yang dilibatkan adalah masyarakat yang memiliki pendidikan formal yang tinggi, karena melalui pengalaman masyarakat pada saat mengenyam pendidikan akan mampu memberikan masukan dan saran terhadap kegiatan yang berlangsung, sehingga kegiatan cerdas bersama Pertamina dapat berlangsung dengan maksimal, tepat sasaran dan dapat bermanfaat bagi masyarakat. Terdapat hubungan yang nyata antara (p<0,05) pendidikan formal dengan tahap melaksanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan formal masyarakat akan semakin tinggi rasa ingin untuk terlibat dalam tahap melaksanakan kegiatan TSP. Hasil diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi akan lebih sering terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina maupun oleh perusahaan lainnya. Bukan hanya terlibat dalam kegiatan yang bersifat charity atau perbuatan amal saja namun juga dalam kegiatan yang bersifat community development yang manfaatnya dapat memberdayakan masyarakat, seperti mengikuti pelatihan, sosialisasi, pembinaan, pertemuan rutin masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat akan memperoleh manfaat dalam setiap melaksanakan kegiatan TSP. Hal ini dikarenakan masyarakat yang berpendidikan tinggi memiliki lebih banyak pengetahuan dan pengalaman dibandingkan dengan yang berpendidikan lebih rendah. Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara pendidikan formal dengan memafaatkan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal masyarakat akan semakin tinggi rasa ingin untuk memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan TSP dalam kehidupan sehari-hari. 187 Pengamatan yang dilakukan di lapangan mengatakan bahwa masyarakat yang memiliki pendidikan formal yang tinggi akan lebih sering memanfaatkan informasi yang diperoleh melalui kegiatan yang diikutinya. Hal ini terlihat pada kegiatan TSP di bidang sosial, Pertamina mempersiapkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal, namun sebelum bekerja masyarakat harus mengikuti pelatihan dan sosialisasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang akan dijalani. Melalui kegiatan TSP yang dilaksanakan masyarakat menjadi percaya diri karena telah dibekali pendidikan yang tinggi, informasi, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam melakukan pekerjaannya. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan non formal dengan merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini jelas terlihat bahwa semakin sering masyarakat terlibat dalam berbagai kegiatan TSP sebagai pendidikan non formal yang dilakukan Pertamina, akan semakin terbiasa dalam merencanakan kegiatan berikutnya yang akan dilaksanakan. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan non formal dengan melaksanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta sebesar. Hal ini dikarenakan pendidikan non formal yang disampaikan kepada masyarakat dapat menambah pengetahuan, ketrampilan dan informasi masyarakat. Kegiatan TSP yang dilaksanakan selalu mempunyai manfaat yang positif yang dapat diperoleh masyarakat dan perusahaan. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan non formal dengan memanfaatkan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh Pertamina adalah kegiatan untuk menambah pengetahuan, kreatifitas dan informasi kepada masyarakat. Kegiatan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan pengamatan di lapangan pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh Pertamina di bidang ekonomi, sosial dan pengelolahan lingkungan hidup, kegiatan yang dilaksanakan sangat beragam, ada kegiatan yang bersifat charity, pilantropi dan community development. Kegiatan ini dilaksanakan 188 sebagian besar berasal dari hasil survei kebutuhan masyarakat. Pendamping program kegiatan TSP menyampaikan informasi kepada masyarakat dan memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam tahap merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan. Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan terlihat bahwa dalam program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi yang dilaksanakan oleh Pertamina dalam rangka memberikan nilai tambah dan memandirikan masyarakat yang dalam pelaksanaanya bekerjasama dengan Kecamatan Balongan, pemerintah daerah maupun dengan pihak swasta lainnya. Pendamping program kegiatan memotivasi masyarakat untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan, karena kegiatan tersebut bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat. Program ini dilakukan secara berkelanjutan. Pelatihan agribisnis terpadu bidang usaha ikan air tawar dan lele, pelatihan transparansi terumbu karang, pelatihan ternak bebek dan ayam serta pengelolaan ikan air laut. Masyarakat yang mengikuti kegiatan TSP tersebut akan memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang diperolehnya melalui pelatihan agribisnis tersebut dapat dipraktekkan dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari yang berguna untuk menambah penghasilan masyarakat. Biasanya dalam melakukan pelatihan agribisnis tersebut masyarakat akan dibagi-bagikan secara cuma-cuma untuk dimanfaatkan di rumah. Hasil diskusi kelompok yang dilakukan dengan masyarakat menjelaskan bahwa program pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat ini dilakukan khusus untuk masyarakat yang tinggal di wilayah ring satu, yaitu Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta dan ring dua Kilang Balongan, yaitu Desa Limbangan, Tinumpuk, Sukareja, Tegalurung, Rawadalem, Singaraja. Program pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat ini terlaksana atas partisipasi aktif dari masyarakat dalam tahap merencanakan dan tahap melaksanakan program pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Diharapkan dari program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan dapat dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Sasaran pemberdayaan bagi masyarakat di bidang ekonomi adalah masyarakat 189 yang tinggal di ring satu dan ring dua dari kilang Balongan, bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat secara merata. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2005 dan berlangsung sampai dengan sekarang, yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah menciptakan pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi secara merata. Selain itu juga melalui pembinaan dapat mengurangi tingkat pengangguran. Hal ini seperti yang diutarakan oleh salah seorang masyarakat Majakerta dalam Box 13. Box 13: “Masyarakat mendapatkan pekerjaan terhadap pelatihan-pelatihan yang telah dilaksanakan oleh Pertamina Balongan, sebagai dampak positif untuk pendekatan awal dan masukan yang diinginkan oleh masyarakat, melalui program pembinaan kami merasakan adanya hubungan emosional yang mengarahkan pada berkembangnya perekonomian masyarakat sekitar kilang Balongan. Kultur sedikit berubah dan SDM menjadi semakin berkualitas dan siap bersaing dengan pihak lain, sehingga dapat menciptakan kemerataan perekonomian masyarakat.” Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara status sosial dalam merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara status sosial dengan melaksanakan kegiatan TSP masyarakat Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara status sosial dengan memanfaatkan kegiatan TSP untuk Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara status sosial dengan mengevaluasi kegiatan TSP untuk Desa Balongan, Desa Sukaurip dan Desa Majakerta. Hal ini dikarenakan masyarakat yang memiliki status sosial, sering dilibatkan oleh Pertamina dalam merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP dibandingkan dengan non tokoh informal. Ini menunjukkan bahwa di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta pendapat dari tokoh informal masih lebih diutamakan dibandingkan dengan non tokoh informal, sehingga dalam berbagai kegiatan TSP yang dilaksanakan Pertamina sering 190 melibatkan tokoh informal dan masyarakat yang dituakan sebagai perwakilan pendapat dari masyarakat. Seperti hasil yang diperoleh pada saat dilakukan diskusi kelompok bahwa dalam pembangunan balai keterampilan masyarakat sebagai pusat kegiatan dan pusat informasi, serta untuk sharing peningkatan kemampuan manajemen, Pertamina serta pendamping program kegiatan melibatkan tokoh informal dalam merencanakan serta melaksanakan kegiatan TSP. Tokoh informal dianggap sebagai panutan di masyarakat, sehingga saat dilibatkan tokoh informal dalam pembangunan balai keterampilan masyarakat dianggap sudah terwakili aspirasi dari seluruh masyarakat. Hasil diskusi kelompok yang dilakukan dengan tokoh informal mengatakan bahwa pelatihan agribisnis terpadu bidang usaha ini tidak berjalan secara berkesinambungan dan belum ada pelatihan lanjutan yang dapat diterima masyarakat, sehingga masyarakat yang mengikuti pelatihan agribisnis ini saja yang baru memperoleh informasi dan memanfaatkannya dalam kehidupan seharihari selebih dari itu masyarakat yang tidak mengikuti pelatihan tersebut tidak mengetahui kegiatan tersebut karena belum ada kegiatan lanjutannya yang dilaksanakan oleh Pertamina. Dari hasil uji hubungan diperoleh umumnya diterima untuk umur dengan merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP. Pendidikan formal dengan merencanakan, melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan TSP. Pendidikan non formal dengan merencanakan, melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan TSP. Status sosial dengan merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP. 5.8.3. Hubungan Antara Penilaian Aktivitas Komunikasi Organisasi Dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Pengujian ini merupakan pengujian hipotesis yang ketiga, yaitu untuk melihat hasil tingkat hubungan antara penilaian aktivitas komunikasi organisasi yang terdiri dari peubah saluran komunikasi, peubah mutu informasi dan peubah pendamping program kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap 191 merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP, tersaji dalam Tabel 21 di bawah ini. Tabel 21. Hubungan antara penilaian aktivitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada Peubah Merencanakan Melaksanakan Memanfaatkan Mengevaluasi Saluran 0,300** 0,240* 0,290** 0,002 komunikasi Mutu 0,350** 0,312** 0,327** 0,189 informasi Pendamping 0,379** 0,370** 0,226* 0,021 program Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01 Tabel 21 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis ketiga, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara saluran komunikasi dengan merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin rutin komunikasi interpersonal yang dilakukan dengan masyarakat akan semakin aktif masyarakat terlibat dalam merencanakan kegiatan TSP. Melalui komunikasi interpersonal yang rutin dilaksanakan akan menciptakan rasa kedekatan dan empati pendamping program terhadap permasalahan yang dihadapi, sehingga masyarakat mendapatkan solusi bagi permasalahan yang dihadapi melalui sharing dan berbagi pendapat, serta memotivasi masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan TSP. Semakin sering masyarakat menggunakan media massa dalam memperoleh informasi akan semakin tinggi keinginan untuk terlibat dalam merencanakan kegiatan TSP. Hal ini dikarenakan masyarakat yang sering menggunakan media massa dalam memperoleh informasi akan memiliki pengetahuan yang lebih, sehingga menjadi percaya diri untuk terlibat dalam merencanakan kegiatan. Memberikan masukan dan saran yang berguna untuk penyempurnaan kegiatan yang dilaksanakan. Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa saluran media massa yang tersedia, digunakan dan dimanfaatkan oleh Pertamina untuk menyampaikan informasi tentang kegiatan TSP, sehingga dengan mengkonsumsi media massa, masyarakat menjadi mengetahui kegiatan TSP yang 192 akan dilaksanakan. Media cetak yang sering digunakan untuk menyampaikan informasi terhadap kegiatan TSP yang dilaksanakan antara lain: brosur, poster, banner dan koran lokal, sedangkan media elektronik yang digunakan adalah radio lokal Indramayu. Pemilihan media massa yang digunakan tergantung dari seberapa penting informasi yang disampaikan dan seberapa luas target audience yang dijangkau. Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara saluran komunikasi dengan melaksanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering informasi disampaikan melalui komunikasi interpersonal dan saluran media massa akan semakin termotivasi masyarakat untuk terlibat dalam melaksanakan kegiatan TSP. Hasil diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan didapatkan hasil bahwa saluran media massa menjadi sarana Pertamina untuk menyampaikan informasi tentang pelaksanaan kegiatan TSP. Misalkan kegiatan sunatan massal bagi anak-anak yang tinggal di sekitar kilang Balongan. Informasi tersebut disampaikan kepada masyarakat melalui saluran komunikasi interpersonal maupun saluran media massa, dengan tujuan agar setiap anak yang ingin terlibat dalam kegiatan ini dapat mengetahui secara pasti waktu dan tempat pelaksanaannya. Masyarakat akan terlibat secara aktif dalam melaksanakan kegiatan TSP jika kegiatan yang berlangsung bersifat perbuatan amal yang hanya memberikan manfaat jangka pendek bagi mereka. Kegiatan tersebut dapat secara langsung dirasakan manfaatnya. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara saluran komunikasi dengan memanfaatkan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta, hal ini dikarenakan semakin sering Pertamina melakukan penyebaran informasi baik melalui saluran komunikasi interpersonal maupun saluran media massa terhadap masyarakat akan semakin tinggi tingkat pengetahuan dan informasi yang diterima masyarakat. Pengetahuan yang dimilikinya jika memberikan sesuatu hasil dan manfaatnya maka akan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya. 193 Hasil di lapangan menunjukkan bahwa saluran komunikasi interpersonal maupun saluran media massa dimanfaatkan oleh Pertamina dalam melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat memperoleh informasi yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Media yang biasa digunakan oleh Pertamina adalah radio Pertamina dan radio MG FM dan Caraka FM. Melalui radio ini informasi yang disampaikan oleh Pertamina yang berhubungan dengan inovasi bagi mata pencaharian masyarakat. Informasi tersebut sangat dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan menciptakan keberdayaan masyarakat. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara mutu informasi dengan merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin bermutu informasi yang diberikan kepada masyarakat akan semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap melaksanakan kegiatan. Idealnya informasi yang disampaikan adalah informasi yang memiliki mutu yaitu informasi yang sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat, informasi yang selalu mengandung unsur kebaruan bagi masyarakat, dapat dipercaya kebenarannya dan informasi tersebut dapat mudah dipahami oleh masyarakat sehingga informasi yang diperoleh dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Hal ini diperkuat dengan pendapat salah seorang masyarakat Balongan dalam Box 14. Box 14: “Informasi yang bermutu adalah informasi yang dapat bermanfaat bagi si penerimanya, misalkan informasi yang berhubungan mata pencaharian masyarakat, informasi tentang kegiatan kemitraan antara Pertamina dengan masyarakat maupun kegiatan non formal yang bermanfaat. Kegiatan kemitraan merupakan salah satu kegiatan di bidang ekonomi tentang program pembinaan dan pemberdayaan ekonomi dalam rangka memberikan nilai tambah dan memberdayakan masyarakat dalam pelaksanaannya. Program ini dilakukan secara berkelanjutan setiap setahun sekali untuk menciptakan masyarakat menjadi berdaya di bidang ekonomi.” Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara mutu informasi yang diterima dengan melaksanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip 194 dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin banyak informasi yang bermutu diterima oleh masyarakat terhadap kegiatan TSP akan semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap melaksanakan kegiatan TSP. Hal ini dikarenakan melalui tahap melaksanakan kegiatan tersebut dapat dirasakan manfaatnya dalam kehidupannya. Hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat Desa Balongan mengatakan bahwa: “..saya sangat banyak memperoleh informasi dan pengetahuan yang bermanfaat dari berbagai kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina Balongan. Terutama dalam hal terbiasa dalam berbicara secara formal. Dengan informasi dan pengetahuan tersebut saya menjadi tertarik untuk terlibat dalam merencanakan kegiatan TSP. Terkadang saya ikut memberikan masukan dan saran untuk merencanakan kegiatan TSP selanjutnya.” Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara mutu informasi dengan memanfaatkan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin tinggi mutu informasi yang diterima masyarakat akan semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap memanfaatkan kegiatan, sehingga melalui kegiatan yang diikuti oleh masyarakat dapat memperoleh manfaat yang berguna dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-sehari. Sebagai contoh yang diutarakan oleh masyarakat Majakerta mengenai pembangunan sarana drainase, dimana melalui informasi yang disampaikan melalui sosialisasi, seminar, lokakarya dan pertemuan mengenai mengenai lingkungan hidup masyarakat menjadi paham bahwa dengan pembangunan sarana drainase dan tidak melakukan pembuangan sampah disembarang tempat sehingga dapat mencegah terjadinya banjir dan mencegah wabah penyakit ketika musim hujan. Dengan berbagai informasi yang bermutu yang mereka terima dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sehari-hari. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendamping program kegiatan dengan merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendamping program kegiatan dengan melaksanakan di Desa Balongan, Sukaurip 195 dan Majakerta. Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara pendamping program kegiatan dengan memanfaatkan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin intensif pendamping program kegiatan berkomunikasi dengan masyarakat, memotivasi masyarakat dan melakukan transfer belajar akan semakin tertarik masyarakat untuk merencanakan dan melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan TSP. Komunikasi yang baik yang dilaksanakan oleh pendamping program kegiatan TSP yang sangat diharapkan oleh masyarakat untuk mengatasi berbagai pertanyaan dan masalah yang dihadapi masyarakat sehingga melalui komunikasi intensif yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan TSP secara konvergen akan menanamkan kepercayaan masyarakat kepada pendamping program kegiatan TSP sehingga informasi yang disampaikan dapat dipercaya oleh masyarakat. Dalam melakukan transfer belajar kepada masyarakat yang dilakukan pendamping program kegiatan TSP haruslah disesuaikan dengan kondisi dan pendidikan dari masyarakat sebagai penerima informasi sehingga yang disampaikan tidak terbuang sia-sia. Dari observasi yang dilakukan di lapangan terlihat bahwa pendamping program kegiatan dalam melakukan transfer belajar kepada masyarakat sering dibantu dengan berbagai alat peraga agar mudah untuk dimengerti, sehingga informasi yang disampaikan dimengerti oleh masyarakat dan berguna bagi masyarakat. Pendamping program kegiatan TSP harus memahami kondisi masyarakat lokal baik budaya, pendidikan dan adat istiadat masyarakat lokal agar dalam menjalankan perannya sebagai komunikator, motivator dan pentransfer informasi kepada masyarakat dapat disesuaikan dengan kemampuan si penerima, sehingga informasi yang disampaikan tidak sia-sia. Dari hasil uji hubungan umumnya diterima untuk peubah saluran komunikasi, mutu informasi, dan pendamping program kegiatan TSP dengan merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan kegiatan TSP. 196 5.8.4. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Efektifitas Kegiatan TSP Pengujian ini merupakan pengujian hipotesis yang keempat, yaitu untuk melihat hasil tingkat hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP dengan efektifitas kegiatan TSP yang terdiri dari peubah tingkat persepsi masyarakat dan peubah tingkat keberdayaan masyarakat, tersaji dalam tabel di bawah ini. Tabel 22. Hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada Indikator Persepsi di bidang Persepsi di Persepsi di bidang ekonomi bidang sosial lingkungan Merencanakan 0,397** 0,396** 0,379** Melaksanakan 0,379** 0,331** 0,324** Memanfaatkan 0,336** 0,310** 0,312** Mengevaluasi 0,050 0,093 0,085 ) Keterangan: ** sangat nyata pada α 0,01 Tabel 22 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis keempat, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara merencanakan kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat dalam bidang ekonomi di Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan TSP di bidang ekonomi akan menciptakan persepsi positif terhadap berbagai kegiatan TSP yang dilakukan dalam bidang ekonomi. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan di bidang ekonomi yang dilakukan oleh Pertamina selama ini seperti pengelolahan tanah penyangga, program kemitraan dan pemberdayaan, permodalan dan pembinaan dilakukan untuk masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi sudah sesuai dengan keinginan masyarakat. Dalam menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan di bidang ekonomi pendamping program melakukan survei kebutuhan masyarakat dan melibatkan partisipasi masyarakat sehingga dapat diketahui kegiatan TSP yang cocok untuk 197 dilaksanakan. Hal ini dikarena kegiatan ini berlangsung atas partisipasi dari masyarakat dalam tahap merencanakan dan melaksanakan, diharapkan melalui kegiatan yang berlangsung ini sesuai dengan keinginan dari masyarakat. Kegiatan yang berjalan sesuai dengan keinginan dari masyarakat akan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan masyarakat memiliki persepsi yang positif terhadap kegiatan di bidang ekonomi yang berlangsung. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara merencanakan kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat dalam bidang sosial di Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan TSP di bidang sosial akan semakin berpersepsi baik terhadap kegiatan TSP yang dilakukan di bidang sosial. Hal ini dikarenakan Pertamina sering merencanakan kegiatan di bidang sosial sesuai dengan keinginan dari masyarakat, yaitu Pertamina melakukan kegiatan yang bersifat perbuatan amal, sehingga masyarakat menjadi antusias terlibat dalam kegiatan tersbut. Kegiatan yang berasal dari keinginan masyarakat akan memberikan persepsi positif terhadap kegiatan TSP di bidang sosial dan perusahaan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan TSP di bidang sosial yang dilakukan oleh Pertamina selama ini adalah kegiatan yang bersifat charity (perbuatan amal) seperti santuan untuk orang tua jompo dan anak yatim, pembagian sembako dan susu cair, melakukan sunatan massal, membangun sarana fisik untuk kepentingan umum, meyediakan lapangan pekerjaan melibatkan pertisipasi masyarakat dalam tahap merencanakan. Hal ini dikarenakan kegiatan ini berlangsung atas keinginan dari masyarakat, diharapkan melalui kegiatan yang berlangsung ini sudah sesuai dengan keinginan dari masyarakat akan menciptakan persepsi yang positif terhadap kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan dan bagi perusahaan. Hal ini seperti yang diutarakan oleh salah seorang masyarakat Sukaurip dalam Box 15. 198 Box 15: “Dalam merencanakan setiap kegiatan yang akan dilaksanakan sebaiknya pihak Pertamina lebih menitikberatkan pada bidang-bidang yang menyangkut hajat hidup orang banyak, berdasarkan kebutuhan dan bersifat seperti memberikan kail tidak memberikan umpan. Saran dari kami implementasi kegiatan TSP harus lebih menarik, sesuai dengan keinginan masyarakat dan menitikberatkan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan dan keberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi tertarik untuk imut serta” Idealnya kegiatan TSP di bidang sosial adalah merupakan kegiatan yang mengupayakan agar menciptakan masyarakat menjadi berdaya dalam berinteraksi dan berkomunikasi baik secara formal maupun non formal dengan pihak luar sehingga dapat mengutarakan keinginan, pendapatnya dan menentukan pilihannya tanpa adanya paksaan (Hikmana, 2010). Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara merencanakan kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup di Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan TSP di pengelolahan lingkungan hidup masyarakat akan semakin berpersepsi positif terhadap kegiatan TSP yang dilakukan di bidang pengelolaan lingkungan. Hal ini dikarenakan Pertamina sering melaksanakan kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup karena lingkungan yang bersih dan nyaman akan mendukung berlangsungnya berbagai kegiatan operasional kilang dan kegiatan sehari-hari masyarakat, sehingga dapat berjalan dengan seimbang. Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang sering dilakukan selama ini bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kegiatannya antara lain: penanaman pohon peneduh disepanjang jalan serta pemeliharaannya dan penanaman mangrove serta pemeliharaannya untuk mencegah terjadinya abrasi air laut pembangunan drainase untuk mencegah banjir, pengelolaan irigasi, pembuatan WC umum, penanaman pohon jati disepanjang jalan dari Desa Sukaurip sampai dengan Majakerta, melakukan pengerukan sungai untuk normalisasi fungsi sungai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menciptakan 199 lingkungan hidup yang asri bagi masyarakat yang terbebaskan dari polusi air, udara dan tanah. Selain itu dilakukan pelatihan dalam pembuatan pupuk organik yang diperoleh dari proses limbah operasional Pertamina, masyarakat antusias untuk merencanakan kegiatan pembuatan pupuk organik, Pertamina menyediakan berbagai alat dan mesin yang digunakan. Kegiatan ini terus berkembang, merupakan kegiatan dari keinginan masyarakat yaitu melakukan pembinaan dalam penyiapan bibit unggul dengan cara penangkaran benih dan pengelolaan tanah. Pertamina menyediakan alat yang dibutuhkan, sedangkan masyarakat berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan dan melaksanakannya, dengan demikian kegiatan ini berlangsung atas partisipasi masyarakat dalam tahap melaksanakan dan diharapkan melalui berbagai kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup diharapkan dapat menciptakan citra dan persepsi yang positif terhadap kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat dalam bidang ekonomi, di Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina, akan semakin berpersepsi yang positif terhadap kegiatan TSP di bidang ekonomi. Hal ini dikarenakan Pertamina sering melaksanakan berbagai kegiatan TSP di bidang ekonomi secara rutin dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat dalam bidang sosial di Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi aktif dalam kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan oleh Pertamina akan berpersepsi positif terhadap kegiatan TSP di bidang sosial. Hal ini dikarenakan Pertamina sering melaksanakan berbagai kegiatan TSP di bidang sosial seperti malaksanakan kegiatan sosial dan kegiatan amal untuk masyarakat sehingga melalui kegiatan tersebut masyarakat memiliki persepsi yang positif terhadap kegiatan TSP di bidang sosial dan perusahaan karena kegiatan yang 200 berlangsung merupakan kegiatan yang diperoleh dari survei kebutuhan masyarakat. Dari diskusi kelompok yang dilakukan dengan staf Hupmas, didapatkan hasil bahwa kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan oleh Pertamina merupakan kegiatan yang bersifat kegiatan charity. Kegiatan charity ini merupakan kegiatan yang diinginkan oleh masyarakat melalui hasil survei yang dilakukan pendamping program kegiatan. Kesempatan ini yang digunakan oleh Pertamina untuk mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam tahap melaksanakan kegiatan TSP. Kegiatan charity ini merupakan kegiatan yang memberikan manfaat jangka pendek bagi masyarakat namun kegiatan ini merupakan kegiatan yang membutuhkan dana lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan yang bersifat community development. Kegiatan charity dapat dengan secara cepat untuk menciptakan persepsi dan citra positif masyarakat terhadap perusahaan. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat di bidang pengelolahan lingkungan hidup, di Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi dalam tahap melaksanakan kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup akan berpersepsi positif masyarakat terhadap kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan Pertamina sering melaksanakan berbagai kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup seperti malaksanakan kegiatan pembangunan sarana lingkungan hidup, pembangunan drainase, penanaman pohon, pencerahan masyarakat tentang lingkungan hidup dan pembinaan pengelolaan pupuk organik, sehingga melalui kegiatan tersebut masyarakat memiliki persepsi positif terhadap kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara memanfaatkan kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat terhadap kegiatan di bidang ekonomi, di Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan TSP yang dilakukan Pertamina akan semakin bermanfaat informasi yang diperoleh untuk diterapkan dalam kehidupan 201 masyarakat. Hasil dari pemanfaatan kegiatan TSP terutama di bidang ekonomi akan memberikan persepsi yang positif dari masyarakat terhadap kegiatan TSP terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini seperti yang diutarakan oleh salah seorang masyarakat Balongan dalam Box 16. Box 16: “Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat di bidang ekonomi yaitu terjadinya peningkatan ekonomi masyarakat terutama dengan dilakukannya kegiatan pemberian modal yang digulirkan kepada masyarakat disamping membuka lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat juga dapat mengurangi tingkat pengangguran masyarakat. Diharapkan dalam merencanakan kegiatan TSP yang berlangsung melibatkan masyarakat agar kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan keinginan, aspirasi dan kondisi daerah, sehingga bermanfaat bagi masyarakat penerima kegiatan TSP.” Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara memanfaatkan kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat terhadap kegiatan di bidang sosial di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai kegiatan TSP, masyarakat akan semakin berpersepsi positif terhadap kegiatan TSP terutama dalam bidang sosial. Pertamina dalam melaksanakan berbagai kegiatan dalam bidang sosial telah sesuai dengan keinginan dari masyarakat sehingga melalui kegiatan di bidang sosial dapat menciptakan persepsi masyarakat yang positif terhadap perusahaan dan kegiatan TSP. Dari uji hubungan diperoleh hasil umumnya diterima untuk indikator merencanakan, melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan TSP dengan persepsi di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan. 202 Tabel 23. Hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat keberdayaan masyarakat dalam implementasi kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada Indikator Keberdayaan di bidang ekonomi Merencanakan 0,330** Melaksanakan 0,399** Memanfaatkan 0,358** Mengevaluasi 0,235* Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; Keberdayaan di Keberdayaan di bidang sosial bidang lingkungan 0,393** 0,337** 0,259** 0,264** 0,104 0,242* 0,108 0,009 **) sangat nyata pada α 0,01 Tabel 23 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis keempat, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara merencanakan kegiatanTSP dengan keberdayaan di bidang ekonomi, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan di bidang ekonomi akan semakin berdaya di bidang ekonomi. Dengan partisipasi dalam tahap merencanakan dapat memberikan masukan bagi Pertamina, agar dalam melaksanakan kegiatan TSP selanjutnya di bidang ekonomi adalah kegiatan yang dapat merberdayakan masyarakat dalam bidang ekonomi dan sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat. Hal ini diperkuat oleh pendapat dari salah seorang masyarakat Balongan dalam Box 17. Box 17: “Implementasi dari program kegiatan TSP terhadap masyarakat, memberikan dua manfaat positif, yaitu meningkatnya partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan TSP dan memberdayakan masyarakat. Harapan saya dari program kegiatan TSP ini agar dilakukan secara rutin dan berkesinambungan. Masukan untuk perkembangan kegiatan TSP berikutnya supaya lebih banyak menjalin kerjasama dengan lembaga pemberdayaan masyarakat. Melakukan program pemberdayaan khususnya di bidang ekonomi, agar perekonomian masyarakat menjadi meningkat dan merata.” Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara merencanakan kegiatan TSP dengan keberdayaan di bidang sosial, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi 203 dalam tahap merencanakan kegiatan TSP Pertamina akan semakin berdaya masyarakat di bidang sosial. Partisipasi masyarakat dalam merencanakan berbagai kegiatan TSP akan semakin meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam bidang sosial, hal ini dikarenakan kemampuan masyarakat terlibat dalam merencanakan kegiatan TSP dalam mengutarakan pendapat dan keinginannya tanpa paksaan dari pihak lain menunjukkan bahwa masyarakat telah berdaya di bidang sosial. Hal ini diperkuat dengan pendapat masyarakat Majakerta dalam Box 18. Box 18: “Dalam merencanakan kegiatan TSP di bidang sosial diharapkan walaupun bersifat perbuatan amal tetapi tetap memperhitungkan dampak yang diterima oleh masyarakat. Seperti memberikan beasiswa kepada masyarakat yang berprestasi sehingga dapat menciptakan SDM yang berkualitas, meningkatkan kesehatan masyarakat sehingga dapat menciptakan masyarakat yang sehat jasmani.” Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara merencanakan kegiatan TSP dengan persepsi di bidang pengelolaan lingkungan hidup, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi terutama dalam tahap merencanakan kegiatan Pertamina di bidang pengelolaan lingkungan hidup akan semakin berdaya di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan dalam merencanakan kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup melalui pelatihan, sosialisasi dan lokakarya akan menciptakan keberdayaan masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan kegiatan TSP dengan persepsi di bidang ekonomi, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat terlibat dalam melaksanakan berbagai kegiatan TSP akan semakin berdaya di bidang ekonomi. Dimana melalui kegiatan TSP yang dilaksanakan, masyarakat memperoleh informasi dan pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupannya. Dari hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa dalam melaksanakan kegiatan TSP yang telah dilaksanakan oleh Pertamina Balongan terutama dalam bidang ekonomi sebahagian besar merupakan kegiatan yang 204 bersifat community development yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan kegiatan TSP dengan persepsi di bidang sosial di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat terlibat dalam melaksanakan berbagai kegiatan TSP akan semakin berdaya di bidang sosial. Bahwa dalam melaksanakan kegiatan TSP menciptakan masyarakat yang berdaya di bidang sosial. Hasil pengamatan di lapangan menguatkan bahwa masyarakat yang sering terlibat dalam melaksanakan kegiatan TSP merupakan masyarakat yang berdaya di bidang sosial, yaitu masyarakat yang mampu menyampaikan keinginan dan pendapatnya pada saat acara berlangsung tanpa ada paksaan dari pihak manapu. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan, Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat terlibat dalam melaksanakan berbagai kegiatan TSP terutama di bidang pengelolaan lingkungan hidu akan menciptakan masyarakat yang berdaya di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Hasil pengamatan yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa dalam berbagai kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup mengajarkan masyarakat tentang pentingnya lingkungan hidup yang bersih dan sehat, sehingga dengan melaksanakan kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan akan menjadi berdaya di bidang pengelolaan lingkungan. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara memanfaatkan kegiatan TSP dengan keberdayaan di bidang ekonomi, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi dalam tahap memanfaatkan berbagai kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina Balongan akan semakin berdaya masyarakat di bidang ekonomi. Dengan pertisipasi masyarakat dalam tahap memanfaatkan berbagai kegiatan dalam bidang ekonomi akan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk membentuk skill yang bertujuan meningkatkan pendapatan keluarga, pembinaan masyarakat dibekali keahlian dan pengetahuan yang bertujuan untuk 205 mempersiapkan masyarakat yang berdaya dan mandiri. Melalui kegiatan rutin yang dilaksanakan membantu masyarakat bertujuan untuk menciptakan masyarakat menjadi lebih berdaya di bidang ekonomi, sehingga tujuan pembangunan untuk menciptakan pemberdayaan masyarakat dapat terwujud. Salah satu tujuan pembangunan masyarakat adalah mendorong terjadinya perubahan dan pembiasaan warga dari penerima pembangunan dan pelayanan (pasif) menuju warga yang kapabel dan berpartisipasi (aktif) menentukan pilihan, menangani isu bersama dalam masyarakat. Pendekatan seperti itu dipahami sebagai paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) yang menempatkan masyarakat sebagai fokus maupun sumber utama pembangunan. Pendekatan itu dipandang sebagai suatu strategi alternatif yang menjamin komplementaritas dengan pembangunan bidang lain. Orientasinya ada pada penumbuhan kualitas mendorong kemampuan dan kapasitaswarga masyarakat terlibat dalam keputusan penting menyangkut kehidupannya (Saharuddin, 2009). Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara mengevaluasi kegiatan TSP dengan kemampuan masyarakat di bidang ekonomi, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina dalam tahap mengevaluasi akan semakin berdaya masyarakat dalam bidang ekonomi, karena melalui pengevaluasian kegiatan yang telah dilaksanakan masyarakat akan semakin mengetahui manfaatnya untuk pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi. Dari hasil uji hubungan diperoleh umumnya diterima untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan TSP dengan keberdayaan di bidng ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan. Memanfaatkan kegiatan TSP dengan keberdayaan di bidang ekonomi dan pengelolaan lingkungan. Mengevaluasi kegiatan TSP dengan keberdayaan di bidang ekonomi. 206 5.8.5. Hubungan Antara Tingkat Persepsi Masyarakat dengan Tingkat Keberdayaan Masyarakat Pengujian ini merupakan pengujian terhadap hipotesis yang kelima, yaitu untuk melihat hasil tingkat hubungan timbal balik antara peubah tingkat persepsi masyarakat dengan peubah tingkat keberdayaan masyarakat, yang hasilnya tersaji dalam Tabel 24 di bawah ini. Tabel 24. Hubungan antara tingkat persepsi masyarakat dengan tingkat keberdayaan masyarakat dalam implementasi kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada Indikator Keberdayaan di Keberdayaan di Keberdayaan di bidang ekonomi bidang sosial bidang lingkungan hidup Persepsi dibidang 0,332** 0,139 0,097 ekonomi Persepsi di bidang 0,306** 0,323** 0,156 sosial 0,306** 0,304** 0,281** Persepsi di bidang lingkungan Keterangan: **) sangat nyata pada α 0,01 Tabel 24 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis kelima, dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara persepsi masyarakat dalam bidang ekonomi dengan keberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi di Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan orang yang memiliki persepsi baik terhadap kegiatan di bidang ekonomi, dalam hal ini tertarik untuk mengikuti pelatihan yang dilaksanakan Pertamina akan lebih kompetitif dalam membangun usaha dan kegiatan ekonominya. Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan TSP yang dilakukan dalam bidang ekonomi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat, kegiatan bersifat community development bukan kegiatan yang bersifat charity ataupun pilantropi. Kegiatan di bidang ekonomi digerakkan Pertamina untuk dilaksanakan secara berkelanjutan agar pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi akan terjadi. Hal ini menjadi alasan bahwa masyarakat yang berpersepsi baik terhadap kegiatan TSP adalah masyarakat yang rutin merencanakan, melaksanakan dan memanfaatkan 207 kegiatan TSP, sehingga pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi akan tercapai. Menciptakan masyarakat menjadi berdaya, perusahaan tidak hanya memfokuskan kegiatan untuk meningkatakan pemberdayaan ekonomi masyarakat saja namun juga meningkatkan pemberdayaan sosial atau aspek non materi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Suparjan (2008) mengatakan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang didasarkan pada pendekatan pembangunan masyarakt, pada tahapan implementasinya akan berupaya untuk mensinergikan antara kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial. Menciptakan pemberdayaan masyarakat tidak hanya terfokus pada aktivitas ekonomi namun lebih terfokus pada aspek non-materi seperti meningkatkan hubungan dan identitas masyarakat, meningkatkan kualitas kepemimpinan masyarakat, menciptakan partisipasi masyarakat yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara persepsi masyarakat dalam bidang sosial dengan keberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi di desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki persepsi sosial yang baik seperti kepercayaan dan martabat serta merasa diperlakukan secara adil akan lebih kompetitif dalam membangun usaha atau kegiatan ekonominya. Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa wirausaha masyarakat melalui pembuatan bengkel kendaraan bermotor oleh Pertamina untuk masyarakat, pembangunan koperasi desa oleh Pertamina untuk dikelolah masyarakat, yang mana hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat yang bekerja ditempat wirausaha hasil binaan Pertamina. Selain ibu-ibu PKK dilatih untuk menjahit, setelah dianggap mampu, Pertamina mulai mempercayakan ibuibu PKK untuk menjahit baju seragam karyawan Pertamina, dimana melalui pelatihan yang bersifat sosial dapat menciptakan keberdayaan masyarakat di bidang sosial. Hal ini diperkuat dengan pendapat salah seorang masyarakat Balongan dalam Box 19. 208 Box 19: “ Dengan adanya kegiatan pelatihan menjahit dan kerajinan tangan untuk ibu-ibu dapat menambah pendapatan bagi keluar sehingga melalui pelatihan menjahit diharapkan dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi. Dapat membuka peluang untuk menciptakan usaha baru dan lapangan pekerjaan baru yang dapat menampung banyak masyarakat yang masih belum memiliki pekerjaan, sehingga dapat meningkat pendapatan keluarga”. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara persepsi masyarakat di bidang sosial dengan keberdayaan masyarakat di bidang sosial di Desa Balongan, Sukaurip, dan Majakerta. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki persepsi sosial yang baik seperti kepercayaan, martabat serta merasa diperlakukan secara adil akan lebih percaya diri untuk berinteraksi dengan dengan orang lain secara formal dan non formal dan mengembangkan kemampuan sosialnya. Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa bahwa balai pengobatan yang terletak di wilayah Desa Balongan yang merupakan milik pemerintah daerah, Pertamina ikut serta dalam membantu balai pengobatan tersebut dengan menyediakan tenaga dokter dan obat-obatan untuk melayani masyarakat yang kurang sehat secara cuma-cuma. Hal ini dilakukan karena Pertamina memahami bahwa dalam beroperasi kilang Balongan memberikan dampak negatif berupa polusi udara bagi masyarakat, yang mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh hingga menyebabkan masyarakat banyak mengalami penyakit pada saluran pernafasan. Balai pengobatan ini merupakan suatu bentuk perhatian Pertamina kepada masyarakat. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara persepsi masyarakat dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup dengan keberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan orang yang memiliki persepsi baik terhadap kegiatan di bidang lingkungan hidup seperti menjaga kelestarian lingkungan akan lebih kompetitif dalam membangun usaha dan kegiatan ekonominya, seperti halnya infrastruktur yang baik akan membantu proses perdagangan yang dilakukan oleh 209 masyarakat, lingkungan yang asri akan menciptakan masyarakat yang sehat, sehingga dapat melaksanakan kegiatan dengan baik. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa infrastruktur jalan yang baik yang selalu diperhatikan oleh Pertamina sangat mendukung masyarakat dalam menjalankan kegiatan usahanya dan proses perdagangan menjadi lancar, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Perdagangan barang, sayur-sayuran antar desa menjadi lancar. Hasil diskusi kelompok yang dilakukan dengan masyarakat dari Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta menunjukkan bahwa dalam pelatihan yang dilakukan di bidang pengelolaan lingkungan hidup, seperti dalam pembuatan pupuk organik yang diperoleh dari limbah operasional Pertamina, memelihara pohon yang telah ditanam, melakukan pembinaan dalam penyiapan bibit unggul dengan cara penangkaran benih dan pengelolaan tanah yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat di bidang lingkungan hidup dan bidang ekonomi. Dengan tercapai peningkatan kemampuan masyarakat pendapatan masyarakat. Hal ini diperkuat dengan pendapat salah seorang masyarakat Majakerta dalm Box 2. Box 20: “ Pelatihan mengenai pembuatan pupuk organik dari limbah perusahaan merupakan salah satu bentuk dampak positif yang bisa dimanfaatkan dari operasional perusahaan. Dengan pelatihan pembuatan pupuk organik ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan pupuk secara gratis agar hasil pertanian dan perkebunan masyarakat menjadi meningkat. Hubungannya adanya meningkatnya perekonomian masyarakat melalui pemanfaatan limbah operasional perusahaan. Diharapkan Pertamina lebih banyak lagi program kegiatan dari limbah perusahaan yang nantinya dikelola dan dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk peningkatan perekonomian masyarakat”. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara persepsi masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan hidup dengan keberdayaan masyarakat dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan orang yang memiliki persepsi baik terhadap kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup seperti menjaga 210 kelestarian lingkungan akan lebih kompetitif orang yang memiliki persepsi semakin baik penilaian masyarakat terhadap kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup dengan keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup akan semakin percaya masyarakat berbagai kegiatan yang dilaksanakan, dapat membantu masyarakat menjadi lebih memanfaatkan kegiatan tersebut sehingga pemberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup akan terlaksana. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah seorang masyarakat Sukaurip dalam Box 21. Box 21: “Kegiatan di bidang lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh Pertamina sangat beragam namun terkadang kegiatan tersebut kurang disertai dengan adanya berbagai pelatihan dan pembinaan bagi masyarakat secara rutin dan berkesinambungan. Padahal jika setiap kegiatan di bidang lingkungan hidup disertai dengan berbagai pelatihan dan pembinaan seperti membuat pupuk organik dari limbah perusahaan, melakukan pembinaan dalam penyiapan bibit unggul dengan cara penangkaran benih dan pengelolaan tanah, masyarakat menjadi mengetahui cara pembuatannya dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian masyarakat juga ikut serta dalam menciptakan keberdayaan di bidang lingkungan hidup, yang artinya masyarakat tahu bagaimana menjaga dan melestarikan lingkungan hidup menjadi asri dan sehat. Lingkungan yang sehat akan menjjadikan masyarakat yang sehat dan terhindar dari berbagai penyakit. Harapan kami Pertamina selalu melakukan pembinaan dan pelatihan disetiap kegiatan yang dilaksanakan agar bermanfaat bagi masyarakat.” Dari hasil uji hubungan diperoleh umumnya diterima untuk persepsi dibidang ekonomi dengan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi. Persepsi di bidang sosial dengan keberdayaan di bidang ekonomi dan sosial. Persepsi di bidang pengelolaan lingkungan di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan 211 5.9. Strategi Komunikasi Organisasi Melalui kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan Pengelolaan komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP memerlukan keseimbangan dan kesetaraan diantara berbagai pihak yaitu PT Pertamina Balongan, pendamping program kegiatan (pemerintah daerah maupun LSM) dan masyarakat, dengan kata lain perlu adanya kerjasama dan upaya membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan pemberdayaan masyarakat di segala bidang kehidupan. Konsep kegiatan TSP melibatkan tanggungjawab dari perusahaan, pendamping program kegiatan dan masyarakat. Hubungan antara PT Pertamina Balongan, pendamping program kegiatan (pemerintah daerah maupun LSM) dan masyarakat diharapkan dapat menjadi satu kesatuan yang solid dan terpadu dalam mendukung pembangunan masyarakat, yang akan memberikan keuntungan bagi semua pihak yang bekerjasama. Memiliki tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang lebih terarah, sesuai dengan tujuan, visi, misi dan paradigma dari kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan. Paradigma kegiatan TSP pada PT Pertamina Balongan diperlukan adanya perubahan paradigma pembangunan yang melandasi strategi pembangunan dan strategi pemberdayaan masyarakat. Perubahan paradigma pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, tidak hanya merupakan sasaran atau obyek dari kegiatan TSP belaka tetapi masyarakat harus lebih berperan aktif dan berpartisipasi sebagai subyek, perencana, pelaksana, pemanfaat dan sekaligus sebagai pengawas atau pengevaluasi dalam berbagai bentuk pelaksanaan kegiatan TSP yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat dalam segala bidang kehidupan, sehingga menciptakan masyarakat yang mandiri dan berdaya. Hal diatas diperkuat dengan pendapat Saudah (2010) bahwa Strategi dari pemberdayaan masyarakat mengacu kepada orang-orang yang mempunyai kemandirian, otonomi, mampu mengatasi krisis yang diperlukan saat ini, tetapi berbagai macam cara pemberdayaan masyarakat yang telah diimplementasikan masih belum menghasilkan sesuatu yang signifikan, hal ini dapat terjadi karena strategi pemberdayaan yang telah digunakan tidak berdasarkan elemen –elemen 212 dari pemberdayaan itu sendiri. Model pemberdayaan yang efektif membutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah, dan elemen dari masyarakat, terutama perusahaan yang hidupnya disokong oleh masyarakat dan lingkungan sekitar, jadi perusahaan harus menaruh perhatian terhadap pemberdayaan masyarakat sekitar dengan kegiatan TSP. Ditemukan permasalahan dari hasil analisis data bahwa penilaian aktivitas komunikasi organisasi PT Pertamina Balongan, dalam kategori buruk dimana total rataan skor berkisar antara 2,34 – 2,45, sedangkan dalam kategori baik untuk indikator kemampuan pendamping program kegiatan dalam berkomunikasi dimana rataan skornya pada 2,52. Hal ini dinilai oleh masyarakat dalam kategori buruk dikarenakan komunikasi organisasi yang dilaksanakan selama ini oleh Pertamina belum begitu baik sehingga berpengaruh kepada tingkat partisipasi masyarakat yang buruk. Terbukti bahwa komunikasi organisasi yang baik sangat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP. Dari permasalahan diatas, mencoba untuk mencari strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan, yaitu dengan memperbaiki komunikasi organisasi. Aktifitas komunikasi organisasi meliputi: peningkatan terhadap saluran komunikasi, peningkatan mutu informasi dan peningkatan pendamping program kegiatan TSP. Kegiatan yang terangkum dalam bauran PENCILS menjadi kegiatan yang terpadu, bukan merupakan kegiatan yang terpisah-pisah antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lainnya. Kegiatan hubungan pemerintah dan masyarakat (HUPMAS) adalah memadukan bauran PENCILS menjadi suatu kegiatan yang saling berkaitan dalam menciptakan komunikasi organisasi yang baik untuk masyarakat sekitar dan stakeholders. Tujuan sejati dari kegiatan TSP adalah peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan, dan membaiknya citra dan persepsi masyarakat terhadap perusahaan. Tabel 18 tentang rataan skor efektivitas kegiatan TSP menunjukkan bahwa kedua variabel ini belum baik di Balongan, karena dari skala 0 sampai 4, skor untuk kedua variabel tersebut berkisar antara 2,44 – 2,56. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan TSP di PT Pertamina 213 Balongan belum berhasil dengan baik. Penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap PT Pertamina Balongan dan keberdayaan masyarakat dipengaruhi oleh tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan pengembangan masyarakat yang dilakukan terlihat dalam Tabel 22 dan Tabel 23, artinya salah satu strategi yang harus dilakukan oleh PT Pertamina Balongan adalah menciptakan dan meningkatkan kemauan, kemampuan, dan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam tahap merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat sangat dipengaruhi oleh penilaian masyarakat terhadap aktivitas komunikasi organisasi yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu dari saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping program kegiatan TSP, seperti yang terlihat pada Tabel 21. Jika dilihat dari Tabel 21 ini merupakan salah strategi yang kedua untuk memperbaiki komunikasi organisasi, yaitu memperbaiki mutu dari kegiatan TSP. Dalam memperbaiki mutu kegiatan TSP yang diperbaiki adalah komunikasi yang terjalin. Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa masyarakat menilai aktivitas komunikasi organisasi organisasi masih dalam kategori buruk. Dari permasalahan di atas, mencoba untuk menemukan strategi yang cocok terhadap peningkatan partisipasi masyarakat, diantaranya: 1. Meninginformasikan kepada masyarakat seluruh kegiatan untuk masyarakat sehingga masyarakat menjadi tahu. 2. Masyarakat akan berpartisipasi pada isu yang dianggap penting. 3. Masyarakat akan berpartisipasi kalau ia menganggap bahwa tindakannya akan membawa perubahan. 4. Ragam bentuk partisipasi harus dihargai. 5. Masyarakat perlu difasilitasi agar mampu berpartisipasi. Dari uraian diatas dapat dibentuk beberapa strategi komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP yang dapat dilaksanakan oleh PT Pertamina Balongan, antara lain: 214 Tabel 25. Strategi komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP PT Pertamina Balongan Masalah Tahapan Strategi Perbaikan proses saluran komunikasi. Aktivitas komunikasi organisasi yang belum baik. Perbaikan mutu informasi. Meningkatkan pendamping program kegiatan TSP. Partisipasi Masyarakat Persepsi masyarakat belum baik Keberdayaan masyarakat belum baik. Melibatkan masyarakat dalam setiap tahapan partisipasi masyarakat Menciptakan persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan Menciptakan masyarakat yang berdaya di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan. Proses Hasil Menggunakan saluran komunikasi interpersonal dan saluran media massa dalam menyampaikan informasi dari PT Pertamina Balongan kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada PT Pertamina Balongan. Informasi yang disampaikan kepada masyarakat merupakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari masyarakat. Saluran komunikasi interpersonal dan media massa merupakan sarana yang digunakan perusahaan dalam menyampaikan informasi serta menerima saran dan masukan dari masyarakat. Menambah jumlah pendamping program kegiatan, agar mampu menjangkau masyarakat. Pendamping program kegiatan mampu menjangkau masyarakat secara keseluruhan, sehingga terjalin komunikasi yang efektif antara masyarakat dengan pendamping program kegiatan TSP. Melibatkan masyarakat dalam tahap merencanakan kegiatan TSP. Masyarakat dilibatkan dalam merencanakan berbagai kegiatan TSP yang akan berlangsung. Masyarakat dilibatkan dalam melaksanakan kegiatan TSP. Masyarakat dilibatkan dalam memanfaatkan kegiatan TSP. Masyarakat dilibatkan dalam mengevaluasi kegiatan TSP, sehingga dalam merencanakan kegiatan TSP berikutnya akan lebih bermanfaat. Melibatkan masyarakat dalam tahap melaksanakan kegiatan TSP. Melibatkan masyarakat dalam tahap memanfaatkan kegiatan TSP. Melibatkan masyarakat dalam tahap mengevaluasi kegiatan TSP. Informasi yang disampaikan merupakan informasi yang diharapkan dan bermanfaat bagi masyarakat, karena telah sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat. Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan berbagai kegiatan TSP di bidang ekonomi. Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan berbagai kegiatan TSP di bidang sosial. Masyarakat terlibat dalam pelaksanaan berbagai kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan. Persepsi masyarakat positif terhadap kegiatan TSP di bidang ekonomi. Melaksanakan kegiatan TSP di bidang ekonomi yang bersifat community development. Melaksanakan kegiatan TSP di bidang sosial yang berhubungan dengan interaksi sosial masyarakat. Melaksanakan kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan yang bersifat pelestarian terhadap lingkungan. Menciptakan masyarakat yang berdaya secara merata di bidang ekonomi. Persepsi masarakat yang positif terhadap kegiatan TSP di bidang sosial. Persepsi masarakat yang positif terhadap kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan. Menciptakan masyarakat yang berdaya secara merata di bidang sosial. Menciptakan masyarakat yang berdaya secara merata di bidang pengelolaan lingkungan. 215 5.10. Implikasi Teoritis: Komunikasi Organisasi Sebagai Komunikasi Interaktif Antara Perusahaan dengan Masyarakat Salah satu fungsi dari komunikasi organisasi antara lain: sebagai fungsi informatif, dimana organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemprosesan informasi. Maksudnya seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Perspektif dalam komunikasi organisasi, antara lain: 1. Menurut Colin Cherry (Thoha, 1996), yang mewakili perspektif kognitif adalah penggunaan lambang-lambang/simbol untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu objek kejadian. Informasi adalah suatu opini, gagasan, fakta dari satu partisipan kepada kepada partisipan lainnya melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan disampaikan diterima secara akurat, penerima akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki pengirim, oleh karena itu tindakan komunikasi telah terjadi. 2. Menurut BF Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik dimana pengirim berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendaki pada penerima. Komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal dimana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons. Dimana hubungan stimulus respons antara pengirim dan penerima pesan. Model komunikasi menurut Tubbs dan Moss (Mulyana, 1996) model dalam organisasi antara lain: 1. Model Linear (one way communications), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikasi dalam melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi komunikasi yang bersifat monolog. 2. Model komunikasi interaksional, sebagai kelanjutan dari model linear, dimana pada model ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang 216 berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog dimana setiap pertisipan memiliki peran ganda dalam arti pada suatu saat bertindak sebagai komunikator dan pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan. 3. Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan. Secara teoritis sebaiknya kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi perusahaan untuk masyarakat dengan pola interaksional, yaitu komunikasi berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, dimana setiap partisipan memiliki peran ganda dalam berkomunikasi. Pada saat tertentu bertindak sebagai komunikator dan pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan. Pola interaksional akan menciptakan kegiatan TSP yang baik, karena setiap kegiatan yang dilaksanakan merupakan kegiatan yang berasal dari keinginan masyarakat, tidak hanya keinginan dari pihak perusahaan saja. Faktanya sebagian besar kegiatan TSP bersifat linear atau satu arah. PT Pertamina Balongan menjalankan kegiatan TSP sebagai komunikasi organisasi untuk masyarakat melalui kegiatan TSP bersifat linear atau satu arah, terlihat dari pesan yang disampaikan didominasi terhadap kepentingan perusahaan, sedangkan masyarakat hanya sebagai penerima pesan. Sebagai contoh PT Pertamina Balongan yang berkepentingan dalam merencanakan kegiatan TSP yang akan berlangsung, sedangkan masyarakat hanya dilibatkan dalam merencanakan kegiatan. Idealnya komunikasi organisasi yang dilakukan oleh Pertamina bersifat interaksional dan transaksional sesuai dengan paradigma komunikasi saat ini yaitu komunikasi yang bersifat interkasional dan transaksional. Kegiatan, program acara, berita, dan kegiatan TSP yang disampaikan kepada masyarakat didominasi oleh Pertamina, sedangkan stakeholders hanya sebagai penerima dari kegiatan, program acara, berita dan kegiatan TSP yang dilakukan. 217 Menurut Wibisono (2007) bahwa kegiatan TSP yang dilakukan hanya sebatas “kosmetik” saja. Hal ini tercermin dari berbagai aspek sejak perumusan kebijakan dan penentuan orientasi program, pengorganisasian, pendanaan, eksekusi program, hingga evaluasi dan pelaporan merupakan wewenang dari perusahaan untuk menentukan dan mengambil keputusan, masyarakat hanya menerima berbagai kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan TSP yang dilakukan oleh perusahaan sebenarnya memberikan manfaat bagi perusahaan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Susanto (2007a), dengan melakukan kegiatan TSP dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, diantaranya: mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan, sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis, kebanggan karyawan, mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdernya, meningkatnya penjualan, insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya. Idealnya kegiatan TSP yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat yang bersifat dua arah atau transaksional, tidak hanya memberikan manfaat bagi perusahaan saja namun juga dapat memberikan manfaat untuk menciptakan pemberdayaan masyarakat. Dalam menciptakan pemberdayaan masyarakat diperlukan suatu sistem komunikasi agar terjalin komunikasi yang efektif antara perusahaan dengan masyarakat yang mampu untuk mengarahkan pencapaian tujuan pembangunan. Komunikasi yang terjalin harus mengedepankan sikap aspiratif, konsultatif dan relationship. Kegiatan TSP yang bersifat dua arah ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif di setiap tahapan partisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan, sehingga masyarakat dapat memberikan masukan dan saran dalam setiap kegiatan yang akan berlangsung maupun yang telah berlangsung. Masyarakat tidak hanya sebagai penerima informasi dari perusahaan namun juga sebagai pelaku pembangunan yang akan menciptakan masyarakat yang berdaya dalam berbagai aspek kehidupan. 218 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan tujuan penelitian dan analisis hasil pembahasan, dapat disimpulkan: 1. Bentuk komunikasi organisasi yang dilakukan oleh Pertamina Balongan untuk masyarakat sangat beragam. Dalam melakukan komunikasi organisasi Pertamina menggunakan bauran, diantaranya: Publication, Event, News, Community involment, Inform or image, Lobby and negotiation, Social Responsibility (PENCILS). Kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi Pertamina untuk masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam menyampaikan informasi yang bermutu kepada masyarakat, Pertamina menunjukkan pendamping program kegiatan. Pendamping program kegiatan dapat berasal dari pemerintah daerah dan LSM untuk melakukan komunikasi interpersonal kepada masyarakat dan dibantu dengan menggunakan komunikasi media massa. 2. Tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap melaksanakan dalam kategori baik yang artinya masyarakat terlibat dalam melaksanakan kegiatan TSP karena merasakan manfaat dari kegiatan tersebut, disamping itu biasanya Pertamina menggabungkan kegiatan community development dengan kegiatan charity. Tingkat persepsi masyarakat di bidang ekonomi dan sosial dalam kategori baik yang artinya kegiatan TSP yang dilakukan di bidang ekonomi dan sosial bermanfaat bagi masyarakat sehingga masyarakat berpersepsi baik terhadap kegiatan di bidang ekonomi dan sosial, hal ini dikarenakan kegiatan di bidang sosial sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Tingkat keberdayaan masyarakat masyarakat di bidang ekonomi dalam kategori baik yang artinya berbagai kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina di bidang ekonomi sudah mampu untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi. 3. Secara keseluruhan terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi, kecuali untuk hubungan antara status sosial dengan peubah saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping program kegiatan TSP. Secara 220 keseluruhan terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara karakteristik individu dengan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan TSP kecuali untuk hubungan antara indikator pendidikan formal dengan tahap mengevaluasi kegiatan dan hubungan antara pendidikan non formal dengan tahap mengevaluasi kegiatan. 4. Secara keseluruhan terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara penilaian aktivitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan, kecuali hubungan antara peubah saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping program kegiatan dengan tahap mengevaluasi kegiatan TSP. 5. Secara keseluruhan terdapat hubungan yang sangat nyata antara partisipasi masyarakat terhadap kegiatan TSP dengan efektifitas kegiatan TSP kecuali untuk tahap mengevaluasi kegiatan TSP dengan indikator persepsi di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup dan hubungan antara indikator tahap mengevaluasi kegiatan dengan keberdayaan di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan. 6. Secara keseluruhan terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara tingkat persepsi masyarakat dengan tingkat keberdayaan masyarakat kecuali untuk hubungan antara persepsi di bidang ekonomi dengan keberdayaan di bidang sosial dan pengelolaan lingkungan hidup, hubungan antara persepsi di bidang sosial dengan keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan. 1. 6.2. Saran Kegiatan TSP bertujuan untuk memberdayakan masyarakat. Untuk saluran komunikasi interpersonal agar pendamping program kegiatan diperbanyak agar dapat menjangkau masyarakat khususnya yang tinggal di wilayah ring I kilang Balongan. Informasi yang disampaikan ke masyarakat merupakan informasi yang bermutu yang artinya informasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendamping program kegiatan perlu dibekali oleh pemahaman tentang masyarakat lokal sehingga dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat dapat memahaminya. Dengan demikian tujuan dari komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP untuk meningkatkan 221 keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. 2. Program kegiatan TSP diperuntukkan untuk masyarakat yang terkena dampak fisik maupun sosial dari kegiatan operasional perusahaan, dengan memperhatikan kebutuhan dan keinginan dari masyarakat setempat, sehingga masyarakat akan berpartisipasi dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengevaluasian program kegiatan TSP. Dengan demikian akan tercipta citra dan persepsi positif masyarakat terhadap program kegiatan sehingga tercipta keberdayaan masyarakat. 3. Masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan TSP jika kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina merupakan hasil dari survei kebutuhan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Agar masyarakat dilibatkan dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengevaluasian kegiatan TSP sehingga menumbuhkan persepsi positif terhadap kegiatan TSP dan perusahaan serta dapat menciptakan keberdayaan masyarakat. 220 221 DAFTAR PUSTAKA Adi IR. 2002. Pemikiran-pemikiran dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia. Adler R, Rodman G. 2008. Understanding human communication. Tenth Edition. London: Oxford University Press. Alvesson M. 1998. The business concept as a symbol. International studies of management and organization, Vol. 28 No: 3: 86-108. Fall. Amanah S. 2006. Pengembangan masyarakat pesisir berdasarkan kearifan lokal di pesisir Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ancok D. 1995. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Dalam metode penelitian survai. Diedit oleh Singarimbun dan Sofian effendi. Jakarta : LP3ES Angeningsih LR. 2008. Peran balai latihan kerja (BLK) dalam penangulanggan kemiskinan (Suatu kajian nilai sosial). Jurnal Ilmu Sosial Alternatif. Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD. Vol IX, No 96-112. Anwar S. 2002, Sikap manusia: teori dan pengukurannya. Edisi 2. Jakarta: Pustaka Pelajar. Ardianto E, Soemirat S. 2007. Dasar-dasar public relations. Cetakan Ketiga. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ashenfelter O, Levine PB, Zimmerma DJ. 2003. Statistics and econometrics: methods and applications. New York: John Wiley & Sons, Inc. Asngari PS. 1984. Persepsi direktur penyuluhan tingkat “karasidenan” dan kepala penyuluh pertanian terhadap peranan dan fungsi lembaga penyuluhan pertanian di negara bagian Texas Amerika Serikat. Jurnal Media Perternakan Institut Pertanian Bogor. Vol 9 No 1: 45. __________ 2003. “Pentingnya memahami falsafah penyuluhan pembangunan dalam rangka pemberdayaan masyarakat.” Dalam membentuk pola perilaku manusia pembangunan. Diedit oleh : Adjat Sudrajat dan Ida Yustina. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. __________ 2008. Peranan perguruan tinggi dalam pengembangan SDM pembangunan di dalam pemberdayaan manusia pembangunan yang bermatabat. Diedit oleh Adjat Sudrajat dan Ida Yustina. Bogor: Syndex Plus Babbie E. 1992. The practice of social research. Edisi Enam. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company. 222 Badri. 2009. Peran PR dalam membangun citra perusahaan melalui program CSR. http://ruangdosen.wordpress.com/2009/01/15/peran-pr-dalam-membanguncitra-perusahaan-melalui-program-csr/ [diakses 4 Desember 2010]. Black EL, Carnes TA, Richardsom VJ. 2000. The market valuation of corporate reputation. Corporate Reputation Review, Vol. 3 No. 1, pp. 31- 42. Bonar SK. 1993. Hubungan masyarakat modern. Jakarta: Rineka Cipta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jakarta: BPS Bungin B. 2006. Metodologi penelitian kuantitatif-komunikasi, ekonomi dan kebijakan publik serta ilmu-ilmu sosial lainnya. Jakarta: Prenada Media Group. ________ 2008. Metodologi penelitian kuantitatif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Carr E, Kristy HJ, Greg M, Sara M. 2004. Corporate social responsibility: A Study of Four Successful Vermont Companies, Vermont. Carroll, AB. 1998. The four faces of corporate citizenship”, in business and society review, vol 100/101. Caruana A. 1997. Corporate reputation: concept and measurement. Journal of Product & Brand Management, Vol. 6, No. 2, pp. 109-118 Chambers R. 1995. Pembangunan desa mulai dari belakang. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Cornish L, Alison D. 2009. Creating knowledge for action: the case for participatory communication in research. Development in practise. Vol. 19. No 4-5.. Devito. JA. 1997. Komunikasi antar manusia. Jakarta: Profesional Books. Djalil S. 2003. Kontek teoritis dan praktis Corporate social responsibility, Jurnal Reformasi Ekonomi. Vol.4. No.1: 4-11. Dowling G. 2006. Reputation risk: it is the board’s ultimate responsibility. Journal of Business Strategy. Vol. 27, pp. 59-68. Goldhaber GM. 1993. Organizational communication, 6th Ed. New York: McGraw Hill Company. 223 Goulet MS. 1990. How to develop competency. Jakarta: Varqista Quality & Management Consultants. Gulyas A. 2009. Preliminary findings CSR in the British Media Industries. Journal of Media, Culture & Society. Vol. 31(4): 657–668 Harmoni A, Andriyani A. 2008. Pengungkapan CSR pada official Website Perusahaan. Proceeding Seminar Ilmiah Nasional komputer dan sistem Intelijen (KOMMIT). Depok: Universitas Gunadarma. Hadi R. 2007. ”Implementasi program community development dalam meningkatkan kemandirian masyarakat (Studi pada perusahan migas di Kabupaten Indramayu). [disertasi]. Bandung: Universitas Padjajaran. Hamad. I. 2005. Strategi komunikasi untuk menyukseskan program investasi sosial. Jakarta: Suspensos. Hamijoyo S. 2001. Konflik sosial dengan tindak kekerasan dan peranan komunikasi. Jurnal Mediator, Vol 2 No 1: 1-15. Harijono T. 2007. CSR jangan dipandang sebagai derma. Jakarta: Kompas. Hersey P, Kenneth HB, Dewey EJ. 1996. Management of organizatinal behavior: Untilizing human resources. Edisi Tujuh. Upper Saddle River. New York : Prentice Hall. Hikmana DE. 2010. Evaluasi Implementasi CSR PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan. Indramayu: LPPM Universitas Wiralodra Indramayu. Hikmat. 2001. Strategi pemberdayaan masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press. Heckerson F, Middleton J. 1975. Helping people learn: A module for trainers. Hawaii: East West Center. Ibrahim LD. 2006. Memanfaatkan modal sosial komunitas lokal dalam program kepedulian korporasi. Jurnal filantropi dan masyarakat Madani. Vol 1 No 2: 19-28. Ife J. 1995. Community development: creating community alternatives – vision, analysis and practice. Australia: Longman Australia Pty.LTD. Iryani E. 2009. Komitmen stakeholders perusahaan terhadap kinerja sosial dan kinerja keuangan, [tesis]. Semarang : Universitas Diponegoro. Iriantara Y. 2004. Community relations, konsep dan aplikasinya. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 224 Jefkins F. 2003. Public relations. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Jogiyanto HM. 2008. Metodologi penelitian sistem informasi: Pedoman dan contoh melakukan penelitian di bidang sistem teknologi informasi. Yogyakarta: Andi Offset. Kartasasmita G. 1996. Power and Empowerment: sebuah telaah mengenal konsep pemberdayaan masyarakat. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kerlinger NF. 2002. Azas-azas penelitian behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Klausmeier, Goodwin W. 1975. Learning and human abilities: Educational psycology. New York: Holt, Rinehart and Wiston. Katz E, Lazarsfeld P. 1955. Personal Influence. New York: The Free Press. Keontjaraningrat. 1992. Kebudayaan, mentalitet dan pembangunan. Jakarta: Gramedia. Kriyantono R. 2006. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Kencana. ___________. 2007. Teknik praktis riset komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Kumar S. 2002. Method for community participation: A complete guide for practitioners. London: ITDG Publishing. Lantos GP. 2002. The Ethicality of altruistic CSR. Journal of consumer marketing. Vol 19 No 3: 205-230. Lionberger HF. 1960. Adoption of new ideas and practices. Ames Iowa: Iowa State University Press. Lionberger HF, Gwin PH. 1982. Communication strategies: A guide for agricultural change agents. Columbia: University of Missouri Columbia Campus. Machiavelli DG. 2011. Pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan terhadap kinerja ekonomi perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia. http://garryaditya.blogspot.com/2011/01/jurnal-csr.html/ [diakses 23 Juni 2011]. 225 Madrie. 1986. Beberapa faktor penentu partisipasi anggota masyarakat dalam pembangunan pedesaan. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mamboai H. 2003. Sistem pengelolahan usahatani komoditi kopi (Coffe SP) di kampong Ambaidiru Distrik Angkaisera Yapen Waropen. Terhubung berkala dari www.papuaweb.org/unipa/dbil-s123/mamboai/s1.PDF [diakses 04- November-2010]. Mardikanto T. 1993. Penyuluhan pembangunan pertanian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. McArdle J. 1989. Community development tools of trade. Journal of community quarterly. Vol. 16 No 1. Meyer HW. 2005. The nature of information and the effective use of information in rural development. Journal of information reseaerch edisi Aguatus vol 10 no 2. Mikkelsen B. 2001. Metode penelitian partisipatoris dan upaya-upaya pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mile MY. 2007. Pengembangan spesies tanaman pantai untuk rehabilitasi dan perlindungan kawasan pantai pasca tsunami. Jurnal info teknis Ciamis. Vol 1 No 2: 10-19. Muhammad A. 2008. Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Mulyana, D. 1996. Human Communication: prinsip-prinsip dasar. Bandung: Remadja Rosdakarya. Najiyati S, Asmana A, Suryadiputra IN. 2005. Pemberdayaan masyarakat di lahan gambut. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands International- Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Nasution S. 2003. Metode research: penelitian ilmiah. Cetakan keenam. Jakarta: Bumi Aksara. Ndara T. 1990. Pembangunan masyarakat mempersiapkan masyarakat tinggal landas. Jakarta: Rineke Cipta. Neuman LW. 2006. Social research methods qualitative and quantitative approachs. Boston: Pearson. Nurcahyo A. 2008. Pemberdayaan masyarakat dan kewirausahaan. Wordpress.company. 226 Nurudin. 2005. Sistem komunikasi Indonesia. Jakarta : Rajawali Press Nursahid F. 2006. Praktik kedermawanan sosial BUMN: Analisis terhadap model kedermawanan PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina dan PT. Telekomunikasi Indonesia, Jurnal Galang Vol 1 No 2: 5-10 Pace RW, Faules D. 2000. Komunikasi organisasi strategi meningkatkan kerja perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Patton MQ. 2002. Qualitative research and evaluation methods. 3rd Ed. London: Sage Publication. Payne M. 1997. Modern social work theory. Second Ed. London: MacMillan Press Ltd. Pembudi SP. 2006. CSR harus dilakukan. Makalah Pada Seminar CSR. Integrating social acpect into the business. Yogyakarta. Petkoski D, Twose N. 2003. Public policy for corporate social responsibility. Jointly sponsored by the World bank Institute, the private sector development vice presidency of the world bank, and the international finance corporation. http://info.worldbank.org/ July [diakses 10 Desember 2010]. Phipps P, Vernon M. 2008. 24 hours: an overview of the recall diary method and data quality in the American time use survey. Thousands Oaks; Sage Publication. Pretty JN. 1995. Regenerating agricultural: policies and practice for sustainability and self reliance. London: Earthscan Publication Ltd. Prijono OS, Pranarka AMW. 1996. Pemberdayaan: konsep, kebijakan dan implementasi. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies. Putri SM. 2007. Skema corporate social responibility. Jakarta: Kompas. Rahman R. 2009. Corporate social responsibility: Antara teori dan kenyataan. Yogyakarta: Med Press. Rakhmat J. 2007. Psikologi komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: Remadja Rosda Karya. Rice NE, Atkin CK. 2001. Public communication campaigns. London: Sage Publications, Inc. 227 Rogers EM, Schoemaker FF. 1995. Communication of innovations: A cross cultural approach. New York: The Free Press. Rogers EM. 2003. Diffusion of innovations. Fifth Edition. New York: The Free Prees. Rusli S. 1995. Pengantar kependudukan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Ruslan R. 2008. Metode penelitian public relation dan komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Saharuddin. 2009. Pemberdayaan masyarakat miskin berbasis kearifan lokal. Jurnal transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. Vol 3 No 1 April 2009: 17-48. Salkind NJ. 1985. Teories of human development. New York: John Willey and Sons. Sariastiti N. 2009. Communicating corporate social responsibility. Jurnal jurusan psikologi dan ilmu sosial budaya Universitas Islam Indonesia. Vol 3 No 2 April 2009: 115-126. Sastropoetro S. 1988. Partisipasi, komunikasi persuasi dan disiplin dalam pembangunan nasional. Bandung: Penerbit Alumni. Saudah. 2010. Pemberdayaan masyarakat lokal melalui program CSR. Jurnal Salam. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universita Muhamadiyah Malang. Vol 13 No 2 tahun 2010. Hal 1-17. Sendjaja. 1994. Teori-teori komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka. Seviela CG, Ochave A, Punsalan G, Regala P, Uriarte. 1993. Pengantar metode penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Silalahi U. 2009. Metode penelitian sosial. Bandung: Refika Aditama. Singarimbun M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Bumi Aksara. Siregar CN. 2007. Analisis sosiologi terhadap implementasi corporate social responsibility pada masyarakat Indonesia. Jurnal jurusan sosiologi. Vol 12 No 6 Desember 2007: 285-288. Slamet M. 2003. Membentuk pola perilaku manusia pembangunan. Penyunting, Ida Yustina dan Adjat Sudrajat. Bogor: IPB Press. Sperber D, Wilson D. 1986. Relevance: communications and cognition. Cambridge: Harvard University Press. 228 Sugianto. 2008. Kontribusi lembaga sosial dalam mempersempit kemiskinan di perdesaan. Jurnal Ilmu Sosial Alternatif. Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD. Vol IX, No 77-95. Suharto E. 2005. Membangun masyarakat memberdayakan masyarakat: kajian srategis pembangunan kesejahteraan sosial & pekerjaan sosial. Bandung: Refika Aditama. Suliasty L. 2008. Masyarakat lokal dan penyuluh pertanian dalam mendukung pembangunan. Jurnal jurusan Komunikasi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Vol 6 No 1: 12-19. Sulistiyani AT. 2004. Kemitraan dan model-model pemberdayaan. Yogyakarta: Gaya Media. Sumardjo. 1999. Transformasi model penyuluhan pertanian menuju pengembangan kemandirian petani (Kasus di Provinsi Jawa Barat). [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sumaryadi IN. 2005. Perencanaan pembangunan daerah otonomi dan pemberdayaan masyarakat. Jakarta: Citra Utama. Sumaryo. 2009. Implementasi tanggungjawab sosial (corporate social responsibility) dalam pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Kasus di Provinsi Lampung).[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sumintareja. 2000. Penyuluhan pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian. Suparjan. 2008. Penanggulangan kemiskinan di perdesaan dalam perspektif pembangunan sosial. Jurnal Ilmu Sosial Alternatif. Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD. Vol IX, No 1-18. Suprapto SAA. 2006. Pola tanggungjawab sosial perusahaan lokal di Jakarta. Jurnal Filantropi dan Masyarakat Madani. GALANG Vol 1 No 2: 36-61. Susanto AB. 2007. A strategic management approach corporate social responsibility. Jakarta: The Jakarta Consulting Group. ___________. 2007. CSR dalam Perspektif Ganda. Jurnal CSR Indonesia Newsletter. Vol 1 No 37: 11-19. Susiloadi P. 2008. Implementasi corporate social responsibility untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Jurnal Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Sebelas maret Surakarta. Vol 4 No 2: 123-130. 229 Sutrisno. 2000. Modernisasi: masalah model pembangunan. Jakarta: Rajawali. Thamrin H, Syafganti I, Rangkuti B. 2010. Implementasi Corporate Social Responsibility Berbasis Modal Sosial di Sumatra Utara. Journal of Strategic Communication Vol 1 No 1: 76-89. Tjokroamidjojo B. 1981. Perencanaan pembangunan, Jakarta: Gunung Agung. ______________ 1984. Pengantar administrasi pembangunan. Jakarta: LP3ES. Thoha, M. 1996. Prilaku organisasi: prinsip dasar dan aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers Umar H. 2002. Metode riset komunikasi organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Untung HB. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta Sinar Grafika Offset. Usman R. 2001. Konflik dan perspektif komunikasi. Jurnal Mediator Vol 2 No 1: 16-29. Walgito B. 2003. Psikologi sosial: suatu pengantar. Yogyakarta: ANDI. Wibisono Y. 2007. Membedah konsep dan aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility). Gresik: Fascho Publishing. Wibowo P. 2006. Rentang program CSR dimata para ahli pemasaran. Jurnal Filantropi dan Masyarakat Madani GALANG. Vol 1 No 2: 39-50. Widiyanarti T. 2005. Corporate sosial responsibility : Model comunity development. Jurnal Antropologi Sosial Budaya. Vol 1 dan 2. USU: LPM ANTROP-FISIP. Wiryanto. 2005. Pengantar ilmu komunikasi. Cetakan Keempat. Jakarta: Grasindo. Yoon CS. 2009. Participatory development communication: A west African Agenda: Participatory Communication for Development. Sumber Lain: Kecamatan Balongan, 2011 230 231 LAMPIRAN 232 LAMPIRAN 1 : PETA CIREBON 233 Lampiran 2: Kuesioner Penelitian KUESIONER KOMUNIKASI ORGANISASI MELALUI TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM MENINGKATKAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi pada PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan) Dalam rangka penulisan Disertasi sebagai tugas akhir dalam penyelesaian tugas akhir di Program Mayor Komunikasi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan dimaksudkan untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan yang dilaksanakan oleh PT Pertamina, kami memohon kesediaan Bapak untuk bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Angket dimaksudkan untuk memberikan penilaian atas partisipasi Bapak, tetapi hanyalah alat untuk memperoleh data dalam penelitian sehingga diperoleh gambaran yang jernih tentang situasi yang diteliti. Oleh karenanya Bapak tidak perlu ragu dalam memberikan jawaban yang sebenarnya dalam pandangan Bapak. Kerahasiaan identitas dan pendapat Bapak kami jamin sepenuhnya dalam kerangka IDENTITAS RESPONDEN Nama Lengkap : PASCASARJANA Tanggal Pengisian SEKOLAH : INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 Peneliti : ILONA V. OISINA SITUMEANG 234 X 1 . KARAKTERISTIK INDIVIDU 1. Nama 2. Umur 3. No Telepon/HP 4. Pendidikan Formal : ____________________________________ : ________ tahun/ Lahir tahun _____________ : _____________________________________ : [ ] Tidak tamat SD [ ] Tamat SD/sederajat [ ] Tamat SMP/sederajat [ ] Tamat SMA/sederajat [ ] Tamat Perguruan Tinggi/sederajat 5 Pendidikan Non formal : ________ kali No Jenis Pelatihan 5.1 5.2 5.3 5.4 Pelaksana Tahun 6. Bagaimana pengetahuan Bapak terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan PT Pertamina No Pernyataan Benar Salah 6.1 Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan rutin dilaksanakan oleh PT Pertamina 6.2 Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan yang dilaksanakan selama ini menggunakan pendamping program kegiatan 6.3 Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan melibatkan masyarakat 6.4 Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan yang dilaksanakan merupakan kegiatan di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. 6.5 Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan dilaksanakan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan masyarakat. 7. Status Sosial : Bagaimana peranan Bapak dalam kelembagaan sosial: a. Kelompok masyarakat/sejenis : [ ] Pengurus, [ ] Anggota, [ ] Bukan keduanya b. Koperasi : [ ] Pengurus, [ ] Anggota, [ ] Bukan keduanya c. Lain : ______________________________________ X 2 . SALURAN KOMUNIKASI Pernyataan No Komunikasi Interpersonal 1. 2. Dikunjungi oleh pendamping kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan. Berbincang-bincang dengan pendamping kegiatan Sangat Sering Pilihan Jawaban Sering Jarang Tidak Pernah 235 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. No 1. 2. 3. 4. tanggungjawab sosial perusahaan dalam pertemuan rutin. Berbincang santai dengan pendamping kegiatan di rumah. Berdiskusi dengan pendamping kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan. Pendamping kegiatan menyampaikan pesan tentang kegiatan tanggungjawab sosial dengan cara tatap muka (bertemu langsung). Pendamping kegiatan melakukan pertemuan rutin dengan masyarakat secara kelompok. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat pada saat ada informasi baru. Pendamping kegiatan memberikan kesempatan untuk bertanya. Pendamping kegiatan memberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat. Pendamping kegiatan melakukan kunjungan rumah ke rumah. Pendamping kegiatan dapat secara verbal menjelaskan pesan–pesan tentang tanggungjawab sosial secara jelas. Kata–kata yang digunakan oleh pendamping kegiatan secara verbal dapat dimengerti. Komunikasi Media Massa Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan POSTER. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan BROSUR. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan SPANDUK. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan KORAN. Selalu Sering Jarang Tidak Pernah 236 5. 6. 7. 8. 9 10 11. 12. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan MAJALAH. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan RADIO. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan bantuan alat bantu TELEVISI LOKAL. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan KOMPUTER/LAPTOP. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan FOLDER. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan alat bantu PROJECTOR. Pendamping kegiatan menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan alat bantu PAPAN TULIS. Dalam kegiatan presentasinya Pendamping kegiatan menggunakan alat bantu untuk menjelaskan. X 3 MUTU INFORMASI Pernyataan No Informasi yang relevan (X 3.1 ) 1. Informasi yang diterima dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat. 2. Informasi yang diterima dari pendamping kegiatan tidak sulit untuk direalisasikan. 3. Informasi yang diterima dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan. 4. Informasi yang diberikan mudah dipahami. 5. Informasi yang diterima dapat Sangat Setuju Pilihan Jawaban Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju 237 6. 7. 8. 9. 10 11 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. dilihat keberhasilannya. Informasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Informasi yang diterima sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Informasi yang diterima sesuai dengan aturan/norma masyarakat setempat. Informasi yang diterima berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Informasi yang diterima secara ekonomi menguntungkan. Informasi yang diterima secara sosial menguntungkan. Unsur Kebaruan (X 3.2 ) Informasi yang diterima merupakan informasi yang baru diketahui. Informasi yang diterima merupakan informasi yang belum pernah disampaikan. Dapat Dipercaya (X 3.3 ) 1. Informasi yang diberikan isinya tidak diragukan. 2. Informasi yang disampaikan berasal dari sumber yang terpercaya. Informasi yang disampaikan memiliki kredibilitas (kepercayaan) yang baik. Informasi yang diterima merupakan informasi yang akurat. 4. Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Informasi yang diterima tepat waktu. Informasi yang diberikan belum pernah diterima oleh masyarakat sebelumnya. Informasi yang diterima bukan merupakan informasi yang kadaluarsa (sudah lama). Informasi yang diterima bervariasi. Informasi yang disampaikan tidak berulang-ulang. No 3. Sangat Setuju 238 5. Informasi yang disampaikan merupakan informasi yang telah diakui kebenarannya. 6. Informasi yang disampaikan dapat dipercaya karena pemberitaannya benar. No Mudah dimengerti (X 3.4 ) 1. Informasi yang disampaikan melalui komunikasi interpersonal jelas dalam penyampaiannya. Informasi yang disampaikan disertai dengan alat peraga. 2. 3. Informasi yang disampaikan disertai dengan contoh sehingga mudah untuk dipahami. 4. Informasi yang disampaikan melalui media elektronik sehingga mudah untuk dipahami. Informasi yang disampaikan melalui media cetak mudah untuk dipahami. Foto dan gambar yang terdapat dalam media cetak mudah untuk dipahami. 5. 6. No 1. 2. 3. 4. Membantu menyelesaikan masalah (X 3.5 ) Informasi yang diterima dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Informasi yang disampaikan dapat memberikan jalan keluar tentang hal-hal yang sedang dipertimbangkan. Informasi yang disampaikan dapat memberikan jalan keluar bagaimana meningkatkan keberdayaan masyarakat. Informasi yang disampaikan dapat memberikan alternative pilihan bagi masalah yang dihadapi. Selalu Sering jarang Tidak Pernah Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju 239 X 4 . PERAN PENDAMPING Pernyataan No Kemampuan Berkomunikasi (X 4.1 ) 1. Pendamping kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan dalam menyampaikan informasi dengan komunikasi dua arah. 2. Pendamping kegiatan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat secara baik dan benar. 3. Pendamping kegiatan melibatkan masyarakat dalam menyampaikan informasi. 4. Terjadi interaksi dalam melakukan diskusi. 5. Informasi yang disampaikan menimbulkan persamaan makna diantara pihak yang melakukan komunikasi. No Kemampuan Memotivasi (X 4.2 ) 1. Pendamping kegiatan memberikan dorongan untuk maju. 2 Pendamping kegiatan memberikan semangat untuk menyelesaikan tanggungjawab. 3. Pendamping kegiatan mendorong masyarakat agar memberikan kinerja yang terbaik bagi setiap pekerjaannya. 4. Pendamping kegiatan mendorong masyarakat untuk menjadi lebih baik. 5. Pendamping kegiatan membantu masyarakat untuk menumbuhkan semangat dalam mnyelesaikan masalah yang dihadapi. No Kemampuan melakukan transfer belajar (X 4.3 ) 1. Pendamping kegiatan menggunakan alat peraga dalam membantu menyampaikan informasi kepada masyarakat. 2. Pendamping kegiatan menggunakan metode yang bervariasi dalam menyampaikan informasi. 3. Pendamping kegiatan menggunakan teknik mengajar Selalu Pilihan Jawaban Sering Jarang Selalu Sering Jarang Tidak Pernah Selalu Sering Jarang Tidak Pernah Tidak Pernah 240 4. 5. yang mudah untuk dimengerti. Pendamping kegiatan menggunakan metode yang mudah untuk mengaplikasikan penggunaan alat yang baru. Pendamping kegiatan komunikasi yang mudah untuk dipahami pada saat menyampaikan informasi. Y 1 . TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Pernyataan No Merencanakan Kegiatan Selalu (Y 1.1 ) 1. Ikut terlibat dalam perencanaan tujuan dari kegiatan yang hendak dicapai. 2. Ikut terlibat dalam perencanaan sasaran (target) dari kegiatan yang hendak dicapai. 3. Ikut terlibat dalam penetapan materi kegiatan. 4. Ikut terlibat dalam penentuan metode pendampingan. 5. Ikut terlibat dalam menentukan media yang digunakan dalam menyampaikan informasi. 6. Ikut terlibat dalam penentuan rencana kerja kegiatan. 7. Ikut serta berdiskusi tentang jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. 8. Ikut serta dalam menentukan siapa yang dilibatkan dalam kegiatan. 9. Ikut serta dalam menentukan sumberdaya yang akan digunakan dalam kegiatan. 10. Ikut serta dalam menentukan besarnya biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan. 11. Ikut serta dalam menentukan waktu pelaksanaan kegiatan. 12. Ikut serta dalam menentukan lokasi pelaksanaan kegiatan. 13. Ikut terlibat dalam merencanakan kegiatan evaluasi kegiatan. No Melaksanakan Kegiatan Selalu (Y 1.2 ) 1. Ikut melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan yang disepakati. Pilihan Jawaban Sering Jarang Sering Jarang Tidak Pernah Tidak Pernah 241 2. 3. 4. 5. 6. 7. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Ikut serta dalam menerima penjelasan tentang kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan. Ikut melakukan instruksi sesuai dengan anjuran yang diberikan. Ikut serta dalam menentukan sasaran dari kegiatan. Ikut serta dalam pencairan dana kegiatan. Ikut serta dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan. Ikut serta dalam pembuatan laporan akhir. Memanfaatkan Kegiatan (Y 1.3 ) Memanfaatkan kegiatan tanggungjawab sosial ini untuk mengembangkan jaringan (koneksi). Memanfaatkan kegiatan tanggungjawab sosial ini untuk meningkatkan kemampuan berpikir (kognisi). Memanfaatkan kegiatan tanggungjawab sosial ini untuk mengembangkan kemampuan bekerja sama. Memanfaatkan kegiatan tanggungjawab sosial ini untuk melatih kemampuan berbicara di depan orang banyak. Memanfaatkan kegiatan tanggungjawab sosial ini untuk bisa belajar mengambil keputusan. Ikut memanfaatkan keuntungan dari kegiatan tanggungjawab sosial yang diberikan. Ikut memanfaat kerjasama yang terbangun dari kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan. Ikut memanfaatkan jaringan (koneksi) yang terbangun dari kegiatan tanggungjawab sosial. Memanfaatkan kegiatan untuk melatih kerjasama yang diberikan. Ikut merasakan nilai sosial yang diberikan oleh kegiatan tanggungjawab sosial. Ikut memanfaatkan keuntungan Selalu Sering Jarang Tidak Pernah 242 12. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. ekonomi dari kegiatan tanggungjawab sosial. Ikut memanfaatkan nilai ekonomi yang ada dalam kegiatan tanggungjawab sosial. Mengevaluasi Kegiatan (Y 1.4 ) Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam melakukan evaluasi kegiatan tanggungjawab sosial. Ikut terlibat dan berpartisipasi dalam melakukan evaluasi formatif kegiatan tanggungjawab sosial. Ikut melakukan evaluasi mengenai manfaat dari kegiatan tanggungjawab sosial. Ikut melakukan evaluasi mengenai partisipasi peserta dalam kegiatan tanggungjawab sosial. Ikut melakukan evaluasi dalam melihat perubahan perilaku kelompok sasaran tanggungjawab sosial. Ikut melakukan evaluasi dalam materi yang disampaikan oleh pendamping kegiatan. Ikut melakukan evaluasi terhadap biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan kegiatan tanggungjawab sosial. Ikut serta dalam melaksanakan evaluasi sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan. Ikut serta dalam pembuatan laporan evaluasi kegiatan. Selalu Sering jarang Y 2 . PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PERUSAHAAN Pernyataan Pilihan Jawaban No Manfaat di Bidang Ekonomi Sangat Setuju Kurang (Y 2.1 ) Setuju Setuju 1. Kegiatan tanggungjawab sosial membuat masyarakat Balongan lebih sejahtera. 2. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat mengurangi jumlah pengangguran di Balongan. 3. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat meningkatkan pendapatan Tidak Pernah Tidak Setuju 243 4. 5. 6. 7. 8. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. No 1. 2. 3. masyarakat di Balongan. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat meningkatkan daya beli masyarakat sekitar Balongan. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat meningkatkan kemampuan menabung masyarakat. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat meningkatkan kualitas infrastruktur. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat menyediakan lapangan pekerjaan di Balongan. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat membuat masyarakat memenuhi kebutuhan sehari – harinya. Manfaat di Bidang Sosial (Y 2.2 ) Kegiatan tanggungjawab sosial dapat membuat masyarakat bekerja sama. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat membuat masyarakat saling berinteraksi. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat membuat masyarakat saling berkomunikasi. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat membuat masyarakat saling menghargai. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat membuat masyarakat menjadi lebih akrab. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat membuat masyarakat mampu untuk mengambil keputusan. Kegiatan tanggungjawab sosial dapat meningkatkan keahlian masyarakat. Pengelolaan Lingkungan Hidup (Y 3.3 ) Kegiatan tanggungjawab sosial dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup sekitar Balongan. Pemanfaatan yang dilakukan Pertamina tidak mengakibatkan kualitas air di Balongan menurun. Pemanfaatan yang dilakukan Pertamina tidak mengakibatkan Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju 244 kualitas tanah di Balongan menurun. 4. Pengelolaan lingkungan yang dilakukan Pertamina sudah baik. 5. Pemanfaatan yang dilakukan Pertamina tidak mengakibatkan kualitas udara di Balongan menurun. 6. Kegiatan tanggungjawab sosial oleh Pertamina dapat membantu meningkatkan kualitas air. 7. Kegiatan tanggungjawab sosial oleh Pertamina dapat membantu meningkatkan kualitas tanah. 8. Kegiatan tanggungjawab sosial oleh Pertamina dapat membantu perbaikan kualitas udara di Balongan. 9. Dalam pengelolaannya Pertamina memperhatikan keterbarukan/ reneweble suatu sumberdaya. 10. Keberlanjutan sumberdaya alam merupakan fokus penting dari Pertamina. 11. Dalam pemanfaatannya, Pertamina tidak merusak sumberdaya alam. 12. Dalam pemanfaatannya Pertamina tidak merusak mata pencaharian masyarakat. Y 3 . TINGKAT KEBERDAYAAN MASYARAKAT Pernyataan No Kemampuan di Bidang Sangat Ekonomi Setuju (Y 3.1 ) 1. Saya memiliki pekerjaan yang tetap. 2. Saya memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan. 3. Saya tidak terlilit hutang dengan rentenir. 4. Saya rutin menabung di bank setiap bulannya. 5. Saya tidak mengalami kesulitan untuk membeli sembako. No Kemampuan di Bidang Sosial Sangat (Y 3.2 ) sering 1. Berinteraksi dengan aparat desa setelah mendapatkan program Pilihan Jawaban Setuju Kurang Setuju Sering Jarang Tidak Setuju Tidak Pernah 245 tanggungjawab sosial. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mengikuti pertemuan RT setelah mendapatkan program tanggungjawab sosial. Berinteraksi dengan pendamping kegiatan setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Mengambil keputusan terkait dengan kepentingan masyarakat setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Terlibat dipengurusan RT/RW/Desa setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Datang ke tempat pendamping kegiatan setelah mendapatkan kegiatam tanggungjawab sosial. Berani berkomunikasi dengan masyarakat setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Lebih terbuka terhadap masyarakat setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Kemampuan di Bidang Pengelolaan Lingkungan (Y 3.3 ) Melestarikan tanaman setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Hemat dalam menggunakan air setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Sadar akan pentingnya lingkungan setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Tidak membuang sampah sembarangan. Sadar akan artinya kesehatan setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Menjaga kesuburan tanah setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Memperhatikan lingkungan setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Memperhatikan pengelolaan lahan pertanian setelah mendapatkan kegiatan tanggungjawab sosial. Sangat sering Sering Jarang Tidak Pernah 246 LAMPIRAN 3: OUTPUT SPSS PRETEST Reliability Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases Valid Excludeda Total Reliability Statistics X1 Cronbach's Alpha .834 N of Items 172 Reliability Statistics X2 Cronbach's Alpha .753 N of Items 172 Reliability Statistics X3 Cronbach's Alpha .764 N of Items 172 Reliability Statistics X4 Cronbach's Alpha .701 N of Items 172 Reliability Statistics Y1 Cronbach's Alpha N of Items % 30 100.0 0 .0 30 100.0 247 Reliability Statistics X4 Cronbach's Alpha N of Items .781 172 Reliability Statistics Y2 Cronbach's Alpha N of Items .763 172 Reliability Statistics Y3 Cronbach's Alpha N of Items .747 172 Scale Statistics Mean 4.9233E2 Variance Std. Deviation N of Items 47.471 6.88994 172 Item-Total Statistics Scale Mean if Scale Variance Item Deleted if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted VAR00001 488.9333 47.444 .632 .668 VAR00002 489.8333 47.592 .654 .771 VAR00003 489.2000 47.200 .714 .867 VAR00004 489.3333 47.540 .615 .877 VAR00005 489.0333 47.413 .592 .776 VAR00006 490.1333 47.292 .762 .764 VAR00007 488.9667 45.413 .575 .726 VAR00008 489.8667 48.878 .635 .896 VAR00009 489.4333 47.151 .563 .864 VAR00010 489.3667 49.551 .568 .812 VAR00011 489.7333 47.789 .582 .875 VAR00012 489.7667 46.737 .701 .854 VAR00013 489.3000 46.079 .521 .843 248 VAR00014 489.8333 46.075 .565 .741 VAR00015 489.0333 46.309 .683 .849 VAR00016 489.4667 46.189 .449 .643 VAR00017 489.3333 46.092 .471 .849 VAR00018 489.5333 45.982 .691 .738 VAR00019 489.1333 46.326 .577 .844 VAR00020 489.6333 47.895 .699 .977 VAR00021 489.3667 46.447 .542 .656 VAR00022 489.0333 47.068 .602 .665 VAR00023 489.1667 46.144 .721 .744 VAR00024 490.0333 46.447 .527 .748 VAR00025 489.0333 48.102 .531 .881 VAR00026 488.8333 47.661 .644 .873 VAR00027 490.1000 48.162 .447 .781 VAR00028 490.2667 48.271 .545 .881 VAR00029 488.9333 47.857 .492 .776 VAR00030 488.7667 47.840 .489 .776 VAR00031 489.4333 41.771 .522 .851 VAR00032 488.9667 47.344 .517 .866 VAR00033 489.7333 48.685 .610 .792 VAR00034 489.2333 47.220 .626 .769 VAR00035 488.8333 46.695 .714 .854 VAR00036 489.5333 46.326 .512 .847 VAR00037 489.2000 44.097 .569 .805 VAR00038 489.3667 47.482 .496 .872 VAR00039 489.0667 46.409 .640 .746 VAR00040 489.7333 47.099 .618 .761 VAR00041 488.9000 44.507 .503 .607 VAR00042 489.0667 47.926 .606 .877 VAR00043 489.9333 48.754 .720 .894 VAR00044 489.8333 47.040 .525 .861 VAR00045 489.4333 47.151 .706 .765 VAR00046 488.8333 46.626 .684 .752 249 VAR00047 489.1000 47.748 .778 .873 VAR00048 488.6000 46.455 .633 .747 VAR00049 489.5333 47.154 .527 .861 VAR00050 488.9333 49.789 .465 .712 VAR00051 489.6667 46.713 .526 .859 VAR00052 489.0667 47.099 .528 .860 VAR00053 489.0333 44.585 .429 .708 VAR00054 489.5333 46.120 .501 .746 VAR00055 489.0667 45.030 .471 .717 VAR00056 489.0000 48.276 .655 .884 VAR00057 488.9333 46.478 .510 .749 VAR00058 489.9000 45.886 .495 .737 VAR00059 488.9000 45.886 .595 .787 VAR00060 488.9000 47.403 .627 .868 VAR00061 489.5667 44.323 .431 .906 VAR00062 489.9000 48.024 .516 .880 VAR00063 489.7667 46.254 .541 .744 VAR00064 488.9333 47.582 .652 .871 VAR00065 488.8667 48.947 .544 .897 VAR00066 489.1000 47.817 .489 .874 VAR00067 488.8333 45.454 .556 .828 VAR00068 489.7667 45.840 .702 .736 VAR00069 489.8000 48.166 .635 .783 VAR00070 489.1667 47.109 .606 .765 VAR00071 488.8000 48.372 .664 .787 VAR00072 488.8333 49.937 .679 .815 VAR00073 489.8000 50.372 .639 .823 VAR00074 489.6667 45.195 .517 .821 VAR00075 488.9000 46.093 .564 .841 VAR00076 489.0000 49.931 .597 .715 VAR00077 489.0667 45.857 .532 .635 VAR00078 488.8333 47.661 .564 .673 VAR00079 489.8333 47.661 .664 .773 VAR00080 489.1667 48.351 .594 .684 VAR00081 490.1000 47.886 .501 .676 250 VAR00082 489.9667 47.413 .627 .768 VAR00083 489.9333 47.789 .782 .875 VAR00084 489.4333 46.875 .720 .854 VAR00085 488.5667 46.875 .670 .856 VAR00086 489.0667 46.064 .697 .639 VAR00087 489.8000 47.683 .667 .873 VAR00088 489.1000 47.541 .743 .769 VAR00089 489.1333 47.913 .608 .876 VAR00090 488.9000 47.128 .613 .862 VAR00091 489.9000 46.369 .624 .747 VAR00092 489.1333 48.395 .793 .885 VAR00093 488.8667 46.809 .658 .756 VAR00094 489.1000 48.783 .549 .893 VAR00095 489.0667 46.961 .650 .758 VAR00096 489.9000 48.990 .551 .898 VAR00097 489.1333 48.189 .656 .881 VAR00098 490.2000 47.407 .712 .765 VAR00099 489.8333 50.075 .598 .618 VAR00100 489.2667 46.754 .584 .854 VAR00101 489.5333 47.292 .602 .864 VAR00102 489.1667 45.730 .651 .837 VAR00103 489.9000 45.679 .526 .732 VAR00104 489.8000 48.166 .435 .883 VAR00105 489.5667 48.392 .485 .885 VAR00106 488.9333 49.926 .484 .615 VAR00107 489.6333 50.102 .432 .617 VAR00108 490.1000 45.886 .540 .635 VAR00109 489.5333 49.085 .712 .898 VAR00110 489.8333 48.420 .671 .887 VAR00111 489.7000 46.217 .452 .743 VAR00112 489.8667 49.016 .454 .899 VAR00113 489.0333 47.206 .508 .863 VAR00114 489.8000 47.338 .618 .866 251 VAR00115 489.9000 46.714 .673 .754 VAR00116 489.9333 47.651 .562 .872 VAR00117 488.9667 47.689 .668 .873 VAR00118 488.8333 47.178 .705 .863 VAR00119 489.1000 47.955 .712 .877 VAR00120 488.9333 47.099 .718 .861 VAR00121 489.6000 44.731 .654 .812 VAR00122 490.1000 48.438 .492 .886 VAR00123 488.9000 48.990 .451 .898 VAR00124 488.8667 45.361 .471 .725 VAR00125 489.5000 46.810 .638 .858 VAR00126 489.7667 46.116 .661 .741 VAR00127 489.0667 46.616 .706 .751 VAR00128 488.9667 46.792 .665 .755 VAR00129 489.6333 45.206 .627 .621 VAR00130 488.8667 47.292 .611 .676 VAR00131 489.8000 48.441 .674 .888 VAR00132 489.9333 47.168 .708 .863 VAR00133 489.8333 45.247 .687 .823 VAR00134 490.0000 49.034 .567 .698 VAR00135 489.9000 46.300 .534 .745 VAR00136 489.4667 47.085 .718 .761 VAR00137 489.7667 48.047 .719 .780 VAR00138 489.2667 47.857 .690 .762 VAR00139 489.5000 47.224 .620 .862 VAR00140 489.9667 48.102 .628 .881 VAR00141 489.7667 47.289 .510 .765 VAR00142 488.9667 46.378 .528 .747 VAR00143 488.8667 46.602 .688 .752 VAR00144 489.9000 47.197 .703 .764 VAR00145 489.6333 47.137 .718 .762 VAR00146 489.7000 48.976 .554 .898 VAR00147 489.5333 46.326 .477 .544 VAR00148 490.0333 48.171 .442 .582 VAR00149 490.0000 45.517 .467 .528 252 VAR00150 489.7667 46.392 .420 .647 VAR00151 490.1667 47.592 .451 .669 VAR00152 489.7667 47.151 .410 .763 VAR00153 490.1667 48.971 .410 .895 VAR00154 488.9000 46.852 .453 .857 VAR00155 488.9667 48.861 .438 .895 VAR00156 489.7333 48.892 .440 .696 VAR00157 489.9000 47.334 .517 .566 VAR00158 489.8333 45.661 .526 .532 VAR00159 489.0667 46.478 .629 .748 VAR00160 488.9667 45.137 .618 .720 VAR00161 489.6333 47.137 .418 .762 VAR00162 489.7000 48.286 -.455 .885 VAR00163 489.9000 45.886 .595 .837 VAR00164 489.8667 46.326 .528 .646 VAR00165 489.3333 43.816 .445 .604 VAR00166 489.5667 47.082 .460 .764 VAR00167 489.8000 48.924 .441 .897 VAR00168 489.4000 45.697 .558 .836 VAR00169 488.7333 46.961 .538 .659 VALIDITY TEST Item-Total Statistics Pernyataan Nilai r hitung Nilai r tabel Cronbach's Alpha Keterangan VAR00001 .632 .361 .668 Valid VAR00002 .654 .361 .771 Valid VAR00003 .714 .361 .867 Valid VAR00004 .615 .361 .877 Valid VAR00005 .592 .361 .776 Valid VAR00006 .762 .361 .764 Valid VAR00007 .575 .361 .726 Valid VAR00008 .635 .361 .896 Valid VAR00009 .563 .361 .864 Valid VAR00010 .568 .361 .812 Valid VAR00011 .582 .361 .875 Valid 253 VAR00012 .701 .361 .854 Valid VAR00013 .521 .361 .843 Valid VAR00014 .565 .361 .741 Valid VAR00015 .683 .361 .849 Valid VAR00016 .449 .361 .643 Valid VAR00017 .471 .361 .849 Valid VAR00018 .691 .361 .738 Valid VAR00019 .577 .361 .844 Valid VAR00020 .699 .361 .977 Valid VAR00021 .542 .361 .656 Valid VAR00022 .602 .361 .665 Valid VAR00023 .721 .361 .744 Valid VAR00024 .527 .361 .748 Valid VAR00025 .531 .361 .881 Valid VAR00026 .644 .361 .873 Valid VAR00027 .447 .361 .781 Valid VAR00028 .545 .361 .881 Valid VAR00029 .292 .361 .776 Drop VAR00030 .489 .361 .776 Valid VAR00031 .522 .361 .851 Valid VAR00032 .517 .361 .866 Valid VAR00033 .610 .361 .792 Valid VAR00034 .626 .361 .769 Valid VAR00035 .714 .361 .854 Valid VAR00036 .512 .361 .847 Valid VAR00037 .569 .361 .805 Valid VAR00038 .496 .361 .872 Valid VAR00039 .640 .361 .746 Valid VAR00040 .618 .361 .761 Valid VAR00041 .503 .361 .607 Valid VAR00042 .606 .361 .877 Valid VAR00043 .720 .361 .894 Valid VAR00044 .525 .361 .861 Valid VAR00045 .706 .361 .765 Valid VAR00046 .684 .361 .752 Valid VAR00047 .778 .361 .873 Valid VAR00048 .633 .361 .747 Valid VAR00049 .527 .361 .861 Valid 254 VAR00050 .465 .361 .712 Valid VAR00051 .526 .361 .859 Valid VAR00052 .528 .361 .860 Valid VAR00053 .429 .361 .708 Valid VAR00054 .501 .361 .746 Valid VAR00055 .471 .361 .717 Valid VAR00056 .655 .361 .884 Valid VAR00057 .510 .361 .749 Valid VAR00058 .495 .361 .737 Valid VAR00059 .595 .361 .787 Valid VAR00060 .627 .361 .868 Valid VAR00061 .431 .361 .906 Valid VAR00062 .516 .361 .880 Valid VAR00063 .541 .361 .744 Valid VAR00064 .652 .361 .871 Valid VAR00065 .544 .361 .897 Valid VAR00066 .489 .361 .874 Valid VAR00067 .556 .361 .828 Valid VAR00068 .702 .361 .736 Valid VAR00069 .635 .361 .783 Valid VAR00070 .606 .361 .765 Valid VAR00071 .664 .361 .787 Valid VAR00072 .679 .361 .815 Valid VAR00073 .639 .361 .823 Valid VAR00074 .517 .361 .821 Valid VAR00075 .564 .361 .841 Valid VAR00076 .597 .361 .715 Valid VAR00077 .532 .361 .635 Valid VAR00078 .564 .361 .673 Valid VAR00079 .664 .361 .773 Valid VAR00080 .594 .361 .684 Valid VAR00081 .501 .361 .676 Valid VAR00082 .627 .361 .768 Valid VAR00083 .782 .361 .875 Valid VAR00084 .720 .361 .854 Valid VAR00085 .670 .361 .856 Valid 255 VAR00086 .697 .361 .639 Valid VAR00087 .667 .361 .873 Valid VAR00088 .743 .361 .769 Valid VAR00089 .608 .361 .876 Valid VAR00090 .613 .361 .862 Valid VAR00091 .624 .361 .747 Valid VAR00092 .793 .361 .885 Valid VAR00093 .658 .361 .756 Valid VAR00094 .549 .361 .893 Valid VAR00095 .650 .361 .758 Valid VAR00096 .551 .361 .898 Valid VAR00097 .656 .361 .881 Valid VAR00098 .712 .361 .765 Valid VAR00099 .598 .361 .618 Valid VAR00100 .584 .361 .854 Valid VAR00101 .602 .361 .864 Valid VAR00102 .651 .361 .837 Valid VAR00103 .526 .361 .732 Valid VAR00104 .435 .361 .883 Valid VAR00105 .485 .361 .885 Valid VAR00106 .484 .361 .615 Valid VAR00107 .432 .361 .617 Valid VAR00108 .540 .361 .635 Valid VAR00109 .712 .361 .898 Valid VAR00110 .671 .361 .887 Valid VAR00111 .452 .361 .743 Valid VAR00112 .454 .361 .899 Valid VAR00113 .508 .361 .863 Valid VAR00114 .618 .361 .866 Valid VAR00115 .673 .361 .754 Valid VAR00116 .562 .361 .872 Valid VAR00117 .668 .361 .873 Valid VAR00118 .705 .361 .863 Valid VAR00119 .712 .361 .877 Valid VAR00120 .718 .361 .861 Valid VAR00121 .654 .361 .812 Valid VAR00122 .492 . 361 .886 Valid VAR00123 .451 . 361 .898 Valid 256 VAR00124 .471 . 361 .725 Valid VAR00125 .638 . 361 .858 Valid VAR00126 .661 . 361 .741 Valid VAR00127 .706 . 361 .751 Valid VAR00128 .665 . 361 .755 Valid VAR00129 .627 . 361 .621 Valid VAR00130 .611 . 361 .676 Valid VAR00131 .674 . 361 .888 Valid VAR00132 .708 . 361 .863 Valid VAR00133 .687 . 361 .823 Valid VAR00134 .567 . 361 .698 Valid VAR00135 .534 . 361 .745 Valid VAR00136 .718 . 361 .761 Valid VAR00137 .719 .361 .780 Valid VAR00138 .690 . 361 .762 Valid VAR00139 .620 . 361 .862 Valid VAR00140 .628 . 361 .881 Valid VAR00141 .310 . 361 .765 Drop VAR00142 .528 . 361 .747 Valid VAR00143 .688 . 361 .752 Valid VAR00144 .703 . 361 .764 Valid VAR00145 .718 . 361 .762 Valid VAR00146 .554 . 361 .898 Valid VAR00147 .477 . 361 .544 Valid VAR00148 .442 . 361 .582 Valid VAR00149 .467 . 361 .528 Valid VAR00150 .420 . 361 .647 Valid VAR00151 .451 . 361 .669 Valid VAR00152 .410 . 361 .763 Valid VAR00153 .410 . 361 .895 Valid VAR00154 .453 . 361 .857 Valid VAR00155 .438 . 361 .895 Valid VAR00156 .440 . 361 .696 Valid VAR00157 .517 . 361 .566 Valid VAR00158 .526 . 361 .532 Valid VAR00159 .629 . 361 .748 Valid 257 VAR00160 .618 . 361 .720 Valid VAR00161 .418 . 361 .762 Valid VAR00162 -.455 . 361 .885 Valid VAR00163 .595 . 361 .837 Valid VAR00164 .528 . 361 .646 Valid VAR00165 .445 . 361 .604 Valid VAR00166 .460 . 361 .764 Valid VAR00167 .441 . 361 .897 Valid VAR00168 .558 . 361 .836 Valid VAR00169 .538 . 361 .659 Valid 258 Lampiran 4 : Sebaran masyarakat berdasarkan karakteristik individu Peubah / Indikator Balongan Sukaurip Majakerta Total (Persentase) Umur (tahun) Muda (15-33) 55,7 49,3 53,0 52,6 Sedang (34-51) 39,9 39,0 39,0 39,2 7,2 9,9 7,8 8,2 SD 20,0 60,7 16,4 31,0 SMP 35,7 16,4 43,8 32,3 SMA 34,3 19,7 43,7 29,2 PT 10,0 3,5 8,1 7,2 7,4 12,0 10,6 10,0 Jarang (1-3) 33,4 39,0 31,1 34,5 Sering (4-6) 39,9 33,8 35,8 36,5 Sangat sering (≥ 7) 18,1 19,1 19,8 19,0 Tokoh Informal 14,3 27,2 12,5 18,0 Non Tokoh Informal 85,2 73,4 87,4 82,0 Tua (52-70) Pendidikan Formal Pendidikan Nonformal (kali) Tidak Pernah (0) Status Sosial n = 195 259 LAMPIRAN 5: Rataan skor penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi di tiga desa penelitian Penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi Rataan Skor* Balongan Sukaurip Majakerta Total Saluran interpersonal 2,37 2,39 2,47 2,41 Saluran media massa 2,33 2,51 2,45 2,43 Informasi yang relevan 2,41 2,43 2,39 2,41 Unsur kebaruan 2,43 2,26 2,33 2,34 Dapat dipercaya 2,27 2,49 2,38 2,38 Mudah dimengerti 2,31 2,43 2,34 2,36 Mampu menyelesaikan masalah 2,39 2,41 2,48 2,42 Kemampuan berkomunikasi 2,55 2,52 2,52 2,53 Kemampuan memotivasi 2,44 2,43 2,48 2,45 Kemampuan transfer belajar 2,46 2,39 2,48 2,44 Saluran komunikasi Mutu informasi Pendamping program kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75; Buruk: 1,76-2,51; Baik: 2,52-3,27 Sangat baik: 3,28-4. 260 LAMPIRAN 6: Rataan skor tingkat partisipasi responden dalam setiap tahapan kegiatan TSP di tiga desa penelitian Tingkat partisipasi masyarakat terhadap Rataan Skor* Balongan Sukaurip Majakerta Total Merencanakan kegiatan 2,44 2,49 2,53 2,48 Melaksanakan kegiatan 2,54 2,54 2,58 2,55 Memanfaatkan kegiatan 2,39 2,43 2,42 2,41 Mengevaluasi kegiatan 2,48 2,50 2,52 2,50 kegiatan TSP Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75 Buruk: 1,76-2,51 Baik: 2,52-3,27 Sangat baik: 3,28-4 261 LAMPIRAN 7: Rataan skor efektivitas kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan di tiga desa penelitian Peubah/Indikator Rataan Skor* Balongan Sukaurip Majakerta Total di bidang ekonomi 2,52 2,59 2,53 2,55 di bidang sosial 2,52 2,52 2,53 2,53 di 2,43 2,51 2,39 2,44 di bidang ekonomi 2,58 2,56 2,54 2,56 di bidang social 2,44 2,49 2,42 2,45 di bidang pengelolahan 2,50 2,50 2,44 2,48 Persepsi Masyarakat bidang pengelolahan lingkungan hidup Keberdayaan Masyarakat lingkungan hidup Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75; Buruk: 1,76-2,51; Baik: 2,52-3,27; Sangat baik: 3,28-4 262 LAMPIRAN 8: OUTPUT HIPOTESIS Hubungan karakteristik responden dengan penilaian terhadap aktivitas tanggungjawab sosial perusahaan Peubah Saluran Mutu Komunikasi Informasi Umur 0,337** 0,232* Pendidikan Formal 0,457** 0,256** Pendidikan Non 0,259** 0,229* Formal Status Sosial 0,117 0,097 Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01 Indikator Pendamping Program Kegiatan O,231* 0,266** 0,288** 0,059 Hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat Merencanakan Melaksanakan Memanfaatkan Mengevaluasi Kegiatan kegiatan kegiatan Kegiatan 0,230* 0,290** 0,287** 0,237* 0,302** 0,229* 0,229* 0,099 Umur Pendidikan Formal Pendidikan 0,381** 0,443** 0,377** Non Formal Status Sosial 0,311** 0,390** 0,322** Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01 0,109 0,290** Hubungan antara penilaian aktivitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi masyarakat Peubah Merencanakan Melaksanakan Memanfaatkan Mengevaluasi Saluran 0,300** 0,240* 0,290** 0,002 komunikasi Mutu 0,350** 0,312** 0,327** 0,189 informasi Pendamping 0,379** 0,370** 0,226* 0,021 program Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01 Hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat persepsi masyarakat Indikator Persepsi di bidang Persepsi di Persepsi di bidang ekonomi bidang sosial lingkungan Merencanakan 0,397** 0,396** 0,379** Melaksanakan 0,379** 0,331** 0,324** Memanfaatkan 0,336** 0,310** 0,312** 263 Mengevaluasi 0,050 0,093 0,085 ) ) Keterangan: * nyata pada α 0,05 ; ** sangat nyata pada α 0,01 Hubungan antara partisipasi masyarakat dengan keberdayaan masyarakat Indikator Keberdayaan di Keberdayaan di Keberdayaan di bidang ekonomi bidang social bidang lingkungan Merencanakan 0,330** 0,393** 0,337** Melaksanakan 0,399** 0,259** 0,264** Memanfaatkan 0,358** 0,104 0,242* Mengevaluasi 0,235* 0,108 0,009 Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01 Hubungan antara persepsi masyarakat dengan tingkat keberdayaan masyarakat Indikator Keberdayaan Keberdayaan Keberdayaan di di bidang di bidang bidang ekonomi sosial lingkungan hidup Persepsi dibidang 0,332** 0,139 0,097 ekonomi Persepsi di bidang sosial 0,306** 0,323** 0,156 Persepsi di bidang 0,306** 0,304** 0,281** lingkungan Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01 264 LAMPIRAN 9: DOKUMENTASI KEGIATAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PT PERTAMINA RIFENERY UNIT VI BALONGAN Kota Indramayu Jalan menuju Kilang Balongan yang sudah diaspal Kantor PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan Kantor Hupmas PT Pertamina Balongan 265 Wawancara dengan beberapa Key Informan penelitian Wawancara dengan beberapa orang pemuda Balongan Wawancara dengan salah seorang key informan yang sekaligus menjadi staf di Pertamina Balongan 266 FGD dengan tokoh informal Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat 267 Salah satu kegiatan TSP di bidang ekonomi Salah satu kegiatan TSP di bidang sosial Salah satu kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkunan