KOMUNIKASI ORGANISASI MELALUI KEGIATAN

advertisement
i
KOMUNIKASI ORGANISASI MELALUI KEGIATAN
TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
(Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan)
ILONA VICENOVIE OISINA SITUMEANG
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ii
iii
SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Komunikasi Organisasi
melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Kasus PT Pertamina
Refinery Unit VI Balongan) adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan
Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk manapun. Bahan
rujukan atau sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
Juni 2012
Ilona Vicenovie Oisina Situmeang
iv
v
ABSTRACT
ILONA VICENOVIE OISINA SITUMEANG, Organizational Communication
Trough Corporate Social Responsibility (Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI
Balongan). DJUARA P. LUBIS as the Head of Supervisory Commission;
AMIRUDDIN SALEH and DARWIS S. GANI as the Members.
Corporate social responsibility (CSR) is one of organizational
communication form, CSR usually devoted for the community. Through this
organizational communication corporate expects can be able to build a good
relationship with community. The objectives of this research were: (1) to describe
the form of organizational communication. (2) To describe the level of community
participation, level of community perception, and level of community
empowerment in the implementation of CSR activities. (3) to analyze correlation
between individual characteristics and assessement of organizational
communication activities and the level of community participation in the
implementation of CSR activities. (4) to analyze correlation between assessment
of organizational communication activities and level of community participation
in the implementation of CSR activities. (5) to analyze correlation between level
of community participation and the effectiveness of CSR activities. (6) to analyze
correlation between level of community perception and level of community
empowerment in the implementation of CSR activities. This research covered two
kinds of data analysis i.e. descriptive statistics and inferential statistics. This
research resulted several outputs, namely: (1) Organizational communication
implemented by PERTAMINA was in accordance with the PENCILS mix
principle; (2) level of community participation in the stage of planning and
implementing were categorized good, level of community perception towards
economic sector and environmental management were categorized good, level of
community empowerment in economic sector and environmental management
were categorized good. (3) Overall individual characteristics showed a realpositive correlation with assessment of organizational communication activities,
Individual characteristics also showed a real-positive correlation with level of
community participation. (4) Overall assessment of organizational
communication activities showed a real-positive correlation with level of
community participation. (5) Overall Level of community participation showed a
real-positive correlation with the effectiveness of CSR program. (6) Overall level
of community perception showed a real-positive correlation with level of
community empowerment.
Key words : Organizational communication, corporate social responsibility
community empowerment.
vi
vii
RINGKASAN
ILONA VICENOVIE OISINA SITUMEANG. Komunikasi Organisasi melalui
Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Kasus PT Pertamina Refinery Unit
VI Balongan). Komisi Pembimbing: DJUARA P. LUBIS (Ketua), AMIRUDDIN
SALEH dan DARWIS S. GANI (Anggota).
Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan (TSP) merupakan salah satu
komunikasi organisasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk masyarakat. Melalui
komunikasi organisasi ini diharapkan dapat menjalin hubungan baik antara
perusahaan dengan masyarakat sekitar. Kegiatan TSP merupakan konsep yang
terus berkembang, memberikan panduan bagaimana sebuah organisasi
berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sosialnya. Tujuan penelitian
adalah: (1) Mendeskripsikan bentuk komunikasi organisasi PT Pertamina
Balongan untuk pemberdayakan masyarakat. (2) Mendeskripsikan tingkat
partisipasi masyarakat, tingkat persepsi masyarakat, dan tingkat keberdayaan
masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP PT Pertamina Balongan. (3)
Menganalisis hubungan karakteristik individu dengan penilaian aktivitas
komunikasi organisasi dan menganalisis hubungan karakteristik individu dengan
tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP PT Pertamina
Balongan. (4) Menganalisis hubungan penilaian aktivitas komunikasi organisasi
dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP PT
Pertamina Balongan. (5) Menganalisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat
dengan efektifitas TSP PT Pertamina Balongan. (6) Menganalisis hubungan
tingkat persepsi masyarakat dengan tingkat keberdayaan masyarakat terhadap
inplementasi kegiatan TSP PT Pertamina Balongan.
Pendekatan penelitian adalah kuantitatif, yang didesain sebagai survei
deskriptif eksplanasi. Populasi penelitian sebanyak 4578 kepala keluarga (KK)
yang bertempat tinggal di wilayah ring satu kilang Balongan, yang berasal dari
Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Penetapan sampel penelitian
menggunakan rumus Slovin didapat sebanyak 195 individu yang mewakili 70 KK
dari Desa Balongan, yang mewakili 61 KK dari Desa Sukaurip dan yang mewakili
64 KK dari Desa Majakerta. Teknik pengumpulan data secara primer dengan cara
penyebaran kuesioner, wawancara, diskusi kelompok, observasi, dokumentasi dan
catatan harian. Data secara sekunder diperoleh dari company profile, buku
literatur. Analisis data mencakup analisis statistik deskriptif berupa frekuensi,
persentase, rataan, rataan skor dan tabulasi silang, dan statistik inferensial berupa
analisis koefisien korelasi rank Spearman (r s ). Pengelolaan dan analisa data
kuantitatif menggunakan program SPSS versi 19.00. Uji coba dilakukan dengan
30 responden di luar sampel penelitian namun memiliki karakteristik yang sama,
uji validitas menggunakan teknik product moment Pearson (r) dengan nilai r tabel
sebesar 0,361 umumnya butir-butir pernyataan disusun dalam kuesioner bernilai
r hasil > r tabel sehingga pernyataan tersebut dinyatakan valid. Uji reliabilitas dengan
viii
menggunakan teknik belah dua menunjukkan bahwa nilai koefisien korelasi
berada pada kisaran 0,669 sampai 0,834 sehingga dapat dikatakan reliabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pertamina Refinery Unit VI
Balongan menggolongkan komunikasi organisasi dengan bauran PENCILS
(Publication, Event, News, Community involvement, Inform or image, Lobbying
and negotiations, Social responsibility). (2) Tingkat partisipasi masyarakat tahap
melaksanakan dalam kategori baik, artinya masyarakat terlibat antusias dalam
melaksanakan kegiatan karena merasakan manfaat dari kegiatan dan mendapatkan
sesuatu barang dari kegiatan yang bersifat charity. Tingkat persepsi masyarakat di
bidang ekonomi dan sosial dalam kategori baik artinya kegiatan TSP yang
dilakukan dalam bidang ekonomi dan bidang sosial bermanfaat bagi masyarakat
sehingga masyarakat berpersepsi baik terhadap kegiatan TSP di bidang ekonomi
dan bidang sosial. Tingkat keberdayaan masyarakat dalam kategori baik di bidang
ekonomi artinya berbagai kegiatan TSP di bidang ekonomi mampu meningkatkan
dan menciptakan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi. (3) Terdapat
hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara karakteristik individu dengan
penilaian aktivitas komunikasi organisasi, kecuali untuk hubungan antara status
sosial dengan saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping program
kegiatan. Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara
karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat, kecuali untuk
hubungan antara pendidikan formal dan pendidikan non formal dengan
mengevaluasi kegiatan TSP. (4) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang
positif antara penilaian aktifitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi
masyarakat kecuali untuk hubungan antara saluran komunikasi, mutu informasi
dan pendamping program kegiatan dengan mengevaluasi kegiatan TSP. (5)
Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif antara tingkat partisipasi
masyarakat dengan efektivitas kegiatan TSP, kecuali untuk hubungan antara
mengevaluasi kegiatan TSP dengan persepsi di bidang ekonomi, sosial dan
pengelolaan lingkungan hidup dan hubungan antara mengevaluasi kegiatan TSP
dengan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan
lingkungan hidup. (6) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang positif
antara tingkat persepsi masyarakat dan tingkat keberdayaan masyarakat, kecuali
untuk hubungan antara persepsi di bidang ekonomi dengan keberdayaan di bidang
sosial dan pengelolaan lingkungan hidup, persepsi di bidang sosial dengan
keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Bentuk
komunikasi organisasi yang dilakukan oleh Pertamina Balongan untuk masyarakat
menggunakan bauran Publication, Event, News, Community involment, Inform or
image, Lobby and negotiation, Social Responsibility (PENCILS). salah satunya
adalah kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (TSP). Kegiatan TSP
merupakan komunikasi organisasi Pertamina untuk masyarakat di bidang
ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Tingkat partisipasi
ix
masyarakat dalam tahap melaksanakan dalam kategori baik. Persepsi masyarakat
di bidang ekonomi dan sosial dalam kategori baik Tingkat keberdayaan
masyarakat masyarakat di bidang ekonomi dalam kategori baik. (3) Terdapat
hubungan yang sangat nyata dan positif antara karakteristik individu dengan
penilaian aktivitas komunikasi organisasi. Terdapat hubungan sangat nyata dan
nyata yang positif antara karakteristik individu dengan partisipasi masyarakat
terhadap kegiatan TSP (4) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata positif
antara penilaian aktivitas komunikasi organisasi dengan tingkat partisipasi
masyarakat terhadap kegiatan TSP. (5) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata
yang positif antara partisipasi masyarakat terhadap kegiatan TSP dengan
efektifitas kegiatan TSP. (6) Terdapat hubungan sangat nyata dan nyata yang
positif antara persepsi masyarakat dengan tingkat keberdayaan masyarakat. Saran
dalam penelitian ini: (1) Kegiatan TSP bertujuan untuk memberdayakan
masyarakat terkait dengan saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping
program kegiatan perlu dikembangkan dan diperluas, agar memaksimalkan
dampak yang dirasakan oleh masyarakat dalam meningkatkan keberdayaan
masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolahan lingkungan hidup. (2)
Program kegiatan TSP harus memperhatikan kebutuhan dan keinginan dari
masyarakat setempat, sehingga masyarakat akan berpartisipasi dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengevaluasian program kegiatan
TSP. (3) Masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan TSP jika kegiatan yang
dilaksanakan merupakan hasil dari survei kebutuhan dan memberikan manfaat
dalam berbagai bidang kehidupan. Agar masyarakat terlibat dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengevaluasian diharapkan kegiatan
yang akan berlangsung merupakan kegiatan yang menjadi kebutuhan dari
masyarakat, sehingga dengan partisipasi masyarakat akan menumbuhkan persepsi
positif terhadap kegiatan TSP dan perusahaan serta dapat menciptakan
keberdayaan masyarakat.
x
xi
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
(1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan. Penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB
(2) Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
xii
xiii
KOMUNIKASI ORGANISASI MELALUI KEGIATAN
TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
(Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan)
OLEH :
ILONA VICENOVIE OISINA SITUMEANG
DISERTASI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Sekolah Pascasarjana
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
xiv
Penguji Luar Komisi pada Sidang Tertutup:
(1) Dr. Ir. Sumardi Dahlan, MS
(Dosen Sekolah Pascasarjana UPI-YAI, Jakarta)
(2) Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA
(Dosen pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat FEMA-IPB).
Penguji Luar Komisi pada Sidang Terbuka:
(1) Dr. Muharto Toha, Drs, M.Si
(Dekan Executive UPI - YAI, Jakarta)
(2) Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS
(Dosen pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat FEMA-IPB).
xv
Judul Disertasi : Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan Tanggungjawab
Sosial Perusahaan (Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan).
Nama
: Ilona Vicenovie Oisina Situmeang
NRP
: I 362080111
Program studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS
Ketua
Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh MS
Anggota
Prof. Dr. H. Darwis S. Gani, MA
Anggota
Diketahui:
Ketua Program Studi/Mayor
Ilmu Komuniasi Pembangunan
Pertanian dan Perdesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian: 14 Mei 2012
Tanggal Lulus: 14 Mei 2012
xvi
xvii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas Kasih dan Karunia yang Tuhan
berikan kepada penulis sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan disertasi ini
dengan judul Komunikasi Organisasi Melalui Kegiatan Tanggungjawab Sosial
Perusahaan (Kasus PT Pertamina Rifenery Unit VI Balongan).
Disertasi ini merupakan hasil karya penulis yang didukung oleh berbagai
pihak yang dengan segala ketulusan yang telah membantu mulai dari awal penulis
menjadi mahasiswa S3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor sampai
dengan menyelesaikan disertasi ini. Pada kesempatan ini izinkan penulis untuk
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1.
Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB, Ketua Departemen Komunikasi dan
Pengembangan
Masyarakat,
dan
Ketua
Program
Studi/Mayor
Ilmu
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) beserta staf yang
dengan keramahan dan ketulusannya telah memberikan layanan administrasi.
2.
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan sebagai
Ketua Program Studi yang dengan sabar dan perhatian yang luar biasa yang
selalu diberikan untuk memotivasi dan mengarahkan penulis dalam proses
bimbingan berlangsung.
3.
Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas
kesabaran yang tiada henti, yang selalu menyediakan waktu, keikhlasan serta
berbagai solusi yang selalu diberikan kepada penulis dalam proses bimbingan
berlangsung.
4.
Prof. Dr. H. Darwis S. Gani, MA sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas
saran-saran yang membangun, perhatian dan motivasi yang selalu diberikan
kepada penulis dalam proses bimbingan berlangsung. Ibu Darwis yang
senantiasa menemani penulis selama proses bimbingan berlangsung.
5.
Dr. Ir. Sumardi Dahlan, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian
kualifikasi dan ujian tertutup program doktor yang senantiasa memberikan
masukan, saran dan motivasi yang luar biasa kepada penulis untuk
penyempurnaan dan penyelesaian disertasi ini.
xviii
6.
Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA sebagai penguji luar komisi pada ujian
kualifikasi, moderator seminar hasil, ujian tertutup dan penguji dari program
studi pada ujian terbuka program doktor yang memberikan saran dan
masukan kepada penulis untuk penyempurnaan disertasi ini.
7.
Prof. Ir. Sumardjo, MS sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka
program doktor yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran
dan masukan yang membangun bagi penulis.
8.
Dr. Muharto Toha, Drs, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka
program doktor yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran
dan masukan yang berarti bagi penulis.
9.
Ibu Retno, Bapak Wasidi, Bapak Halomoan dan Bapak Tri terima kasih atas
segala perhatian, masukan, kritikan dan saran yang diberikan dari sejak
perkuliahan
berlangsung
sampai
dengan
pembuatan proposal dan disertasi ini. Semoga hubungan baik ini akan tetap
terjaga sampai kapanpun.
10. Ibu Desti yang mengajak dan memotivasi penulis agar tertarik untuk
melanjutkan kuliah program Doktor di IPB. Terima kasih buat kebersamaan
kita selama ini, suka dan duka kita lalui bersama semoga hubungan baik ini
akan tetap terpelihara sampai kapanpun. Semoga disertasi ibu segera selesai
agar kita sama-sama dapat berjuang untuk menunjukkan bahwa kita pasti bisa
seperti yang telah kita rencanakan selama ini.
11. Bapak Erwin terima kasih untuk kerangka pemikirannya, Bapak Adi terima
kasih untuk statistik, Ibu Yunita, Ibu Yumi, Bapak Zul, Yulia terima kasih
untuk tempat berbagi, Iksan, Ali, Yoga, yang senantisa berbagi dan
memberikan masukan selama penulis kuliah dan penelitian berlangsung.
12. Ibu Wirdaningsih terima kasih karena selalu perhatian kepada penulis dan
Rensi yang selalu ada untuk menyemangati penulis pada saat penulisan
disertasi ini. Vini, Rheva, Achy, Subky dan Wisnu yang senantiasa membantu
penulis dalam menyelesaikan penelitian.
13. Kedua orang tua penulis Papi Drs Salmon Alfred Situmeang, M.Hum dan
Mami Elfrida Moliana br Simanjuntak yang telah memberikan beasiswa
kepada penulis, selalu mendoakan penulis dengan tidak henti-hentinya, serta
xix
memberikan motivasi yang luar biasa kepada penulis agar disertasi ini selesai
dengan hasil yang baik. Untuk mami terima kasih karena sudah dengan
senang hati menggantikan peran penulis sebagai ibu selama penulisan
disertasi ini.
14. Kakak penulis Inge Viola Oitsuky Situmeang, SE., M.Si dan AKP Maradop
Oktavianus Sitinjak, SE. Adek penulis dr. Ivonne Ruth Vitamaya Oishi
Situmeang dan dr. Jerry Lumban Tobing, dan ponakanku Ivory Abigael
Lumban Tobing yang senantiasa memberikan motivasi, doa dan kecerian
kepada penulis walaupun kita berjauhan tetapi saling mendukung dan berdoa
dalam segala hal terutama untuk penyelesaian disertasi ini.
15. Keluarga besar mertua penulis Bapak Samidi di Karanganyar - Solo dan
Jakarta yang senantiasa memberikan semangat, motivasi, dukungan dan doa
kepada penulis untuk dapat menyelesaikan disertasi ini.
16. Terutama untuk suami tercinta Ir. Priyono, MM. yang telah memberikan
beasiswa bagi penulis, serta selalu memberikan dukungan, semangat serta doa
yang tiada henti bagi penulis selama kuliah, penulisan proposal, penelitian di
Balongan dan penyelesaian disertasi ini agar dapat diselesaikan dengan tepat
waktu. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih buat motivator terbesar
penulis Pricillo Bhamakerty Abimanyu atas keiklasan dan kerelaan untuk
hidup jauh dari kasih sayang dan kehangatan penulis sebagai orangtua selama
pengerjaan disertasi ini. Suatu saat nanti kamu akan mengerti bahwa yang
mami lakukan sekarang ini adalah untuk kebanggaan dan kehormatan
keluarga kita.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang memberikan
masukan berharga sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Disertasi ini jauh
dari kesempurnaan, maka dari itu penulis berharap segala masukan dan kritikan
yang membangun sehingga disertasi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Jakarta, Juni 2012
Ilona Vicenovie Oisina Situmeang
xx
xxi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banda Aceh, 4 November 1980 sebagai putri kedua
dari tiga orang putri bersaudara dari pasangan Drs. Salmon Alfred Situmeang,
M.Hum dan Elfrida Moliana Simanjuntak. Kakak Penulis Inge Viola Oitsuky
Situmeang, SE, M.Si dan Adek Penulis dr. Ivonne Ruth Vitamaya Oishi
Situmeang. Penulis menikah pada tanggal 18 Februari 2010 di Medan dengan Ir.
Priyono MM, dan dikaruniai seorang putra yang bernama Pricillo Bhamakerty
Abimanyu yang lahir di Medan pada tanggal 3 Desember 2010.
Pada Tahun 1998 penulis lulus dari SMU St. Thomas 2 Medan dan
melanjutkan pendidikan di Universitas Sahid Jakarta dengan memilih Fakultas
Ilmu Komunikasi Jurusan Hubungan Masyarakat. Pada tahun 2002 penulis
menyelesaikan strata satu dan pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke
strata dua di Universitas Indonesia dengan memilih Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Jurusan Manajemen Komunikasi. Penulis tamat strata dua pada tahun
2005. Pada Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan program Doktor di
Institut Pertanian Bogor, dengan memilih Fakultas Ekologi Manusia dengan
program mayor Komunikasi Pembangun Pertanian dan Pedesaan. Puji Tuhan pada
tanggal 14 juni 2012 penulis dapat menyelesaikan program Doktor ini.
Pada tahun 2005 penulis mulai mengajar di Universitas Persada Indonesia
(UPI-YAI) Jakarta sampai dengan sekarang, pada tahun 2005 – 2006 mengajar di
Universitas Bung Karno dan Universitas Kristen Indonesia, 2008 - 2009 mengajar
di Universitas Sahid dan pada tahun 2007 - 2010 mengajar di UPN Veteran
Nasional Jakarta. Pada tahun 2011 sampai dengan sekarang bekerja sebagai
trainer dan motivator di PT Inti Tama Karsa, Jakarta.
xxii
xxiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….
xxv
xxvii
xxix
I. PENDAHULUAN .. ........................................................................
1.1. Latar Belakang
.............……………………………............
1.2. Perumusan Masalah ..…....…………………..............................
1.3. Tujuan Penelitian .....……………………...............................
1.4. Kegunaan Penelitian …...……………………............................
1.5. Kebaharuan ................................................................................
1
1
11
13
13
14
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... ........
2.1. Komunikasi Organisasi .............................................................
2.2. Aktivitas Tanggungjawab Sosial Perusahaan ............................
2.2.1. Saluran Komunikasi ..........................................................
2.2.2. Mutu Informasi ................................................................
2.2.3. Pendamping Program Kegiatan .......................................
2.2.4. Public Relations ..............................................................
2.3. Tanggungjawab Sosial Perusahaan sebagai Bentuk Komunikasi
Organisasi ...................................................................................
2.3.1. Konsep Tanggungjawab Sosial Perusahaan ....................
2.3.2. Perkembangan Tanggungjawab Sosial Perusahaan
di Indonesia ...................................................................
2.3.3. Manfaat Tanggungjawab Sosial Perusahaan ..................
2.3.4. Model Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Indonesia .
2.3.5. Piramida Tanggungjawab Sosial Perusahaan ..................
2.3.6. Tahapan Penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan ..
2.3.7. Penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)...…………………………
2.3.8. Pedoman Umum Community Development Sektor Energi
Sumber Daya Mineral (ESDM) .........................................
2.4. Partisipasi Masyarakat ...............................................................
2.4.1. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan ..................
2.5. Karakteristik Individu ................................................................
2.6. Persepsi Individu ......................................................................
2.7. Pemberdayaan Masyarakat
....................................................
2.8. Pemberdayaan Masyarakat melalui Kegiatan tanggungjawab
Sosial Perusahaan ......................................................................
15
15
18
18
20
20
24
III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS................................
3.1. Kerangka Pemikiran ....................………………………............
3.2. Hipotesis Penelitian ……….....................................................
67
67
71
29
29
32
36
37
38
40
42
43
44
47
51
53
57
64
xxiv
IV. METODE PENELITIAN …………………………………...........
4.1. Desain Penelitian …………….…………...………………...
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………..………………. ………
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian …….……………………….
4.3.1. Populasi ………………………………………............
4.3.2. Sampel …….………….................................................
4.4. Data dan Instrumentasi …………………………………………
4.4.1. Data ………………………........………… …………..
4.4.2. Instrumentasi ……………………………………………
4.5. Konseptual dan Definisi Operasional ………....………........
4.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi
………..…………..
4.6.1. Validitas Instrumentasi …………………………………
4.6.2. Reliabilitas Instrumentasi ……………….......................
4.7. Pengumpulan Data ……………………………………………
4.8. Pengelolahan dan Analisis Data
....…………………. ..
73
73
74
74
74
75
76
76
77
78
85
86
88
89
91
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ................................................…
5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
. ……………….....…
5.2. Gambaran Umum Komunikasi Organisasi PT Pertamina Refinery
Unit VI Balongan
…....................................…………….....
5.3. Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Sebagai
Komunikasi Organisasi Pertamina ............................................
5.4. Karakteristik Individu …………………………………....….
5.4.1. Umur …........................……………………………....
5.4.2. Pendidikan Formal .... .………………………………...
5.4.3. Pendidikan Non Formal ..................……………………
5.4.4. Status Sosial …………………………...……………….
5.5. Penilaian Responden terhadap Aktivitas Komunikasi Organisasi
PT Pertamina Balongan ...... .....................................................
5.5.1. Saluran Komunikasi …………......................................
5.5.1.1. Saluran Interpersonal ………….......................
5.5.1.2. Saluran Media Massa .........................................
5.5.2. Mutu Informasi
..........................................................
5.5.2.1. Informasi relevan ..............................................
5.5.2.2. Unsur Kebaharuan ............................................
5.5.2.3. Dapat Dipercaya ……………………………..
5.5.2.4. Mudah Dimengerti
......................................
5.5.2.5. Mampu Menyelesaikan Masalah ……………...
5.5.3. Intensitas Pendamping Program ………………..…….
5.5.3.1. Kemampuan Berkomunikasi ….......................
5.5.3.2. Kemampuan Memotivasi……………………….
5.5.3.3. Kemampuan Melakukan Transfer Belajar …….
5.6. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi Kegiatan
Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan ......
5.6.1. Merencanakan Kegiatan …...…………………………...
5.6.2. Melaksanakan Kegiatan …………….………………...
5.6.3. Memanfaatkan Kegiatan ………...…………………….
5.6.4. Mengevaluasi kegiatan ..................................................
93
93
96
104
120
121
121
122
124
126
126
128
132
134
134
135
137
137
138
139
139
140
141
143
145
146
148
149
xxv
5.7.
Efektivitas Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT
Pertamina Balongan.....................................................................
5.7.1. Tingkat Persepsi Masyarakat dalam Implementasi Kegiatan
Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan
5.7.1.1. Persepsi Di Bidang Ekonomi…………………...
5.7.1.2. Persepsi Di Bidang Sosial ………….................
5.7.1.3. Persepsi Di Bidang Pengelolahan Lingkungan
Hidup .............................................................
5.7.2. Tingkat Keberdayaan Masyarakat Terhadap Implementasi
Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan ...................
5.7.2.1. Keberdayaan Di Bidang Ekonomi………….….
5.7.2.2. Keberdayaan Di Bidang Sosial ……………...
5.7.2.3. Keberdayaan Di Bidang Pengelolaan Lingkungan
Hidup .........................................................……
5.8. Pengujian terhadap Hipotesis Penelitian ………………...........
5.8.1. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan
Penilaian Terhadap Aktivitas Komunikasi Organisasi …
5.8.2. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Tingkat
Partisipasi Masyarakat Dalam Implementasi Kegiatan
Tanggungjawab Sosial Perusahaan ..............................
5.8.3. Hubungan Antara Penilaian Aktifitas Komunikasi
Organisasi dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat
Terhadap Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan ....
5.8.4. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi Masyarakat
Terhadap Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan
dengan Tingkat Persepsi Masyarakat ................................
5.8.5. Hubungan antara Tingkat Persepsi Masyarakat Tentang
Perusahaan Dengan Tiingkat Keberdayaan Masyarakat…
5.9. Strategi Komunikasi Organisasi melalui Kegiatan Tanggungjawab
Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan ..................................…
5.10.Implikasi Teoritis: Komunikasi Organisasi Sebagai Komunikasi
Interaktif Antara Perusahaan dengan Masyarakat ..........................
153
154
156
157
159
163
165
168
169
172
172
180
190
196
206
211
215
VI. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….
6.1. Kesimpulan
.....…………………………………………….
6.2. Saran …..…………..................................................................
219
219
220
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
LAMPIRAN ………………………………………………............…
223
233
xxvi
xxvii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Karakteristik saluran komunikasi
....….........……….............
2. Kecamatan, desa, luas desa, kepala desa, jumlah kepala
keluarga (KK) ………............…….............................………….
3. Desa, populasi, total sampel, sampel tiap desa
..................
4. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran
karakteristik individu (X 1 ) …...................................…..……….
5. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran saluran
komunikasi (X 2 )
……..........……………………………....
6. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran mutu
informasi (X 3 )
…………......…………………………….
7. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran intensitas
pendamping program (X 4 ) ……............………….…………..
8. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat
partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP (Y 1 ) .
9. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran persepsi
masyarakat terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan
(Y 2 ) …….............................................................................……..
84
10. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat
keberdayaan masyarakat (Y 3 ) .........................................................
11. Nilai koefisien korelasi hasil uji validitas
………..…………..
12. Nilai koefisien cronbach alpha hasil uji reliabilitas .....................
13. Rincian mata pencaharian masyarakat di Desa Balongan, Sukaurip
dan Majakerta
…….……………………..…………………
14. Rincian tingkat pendidikan di Desa Balongan, Sukaurip dan
Majakerta
................................................................................
15. Sebaran masyarakat berdasarkan karakteristik individu …..........
16. Rataan skor penilaian aktivitas komunikasi organisasi
kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan di tiga desa
penelitian .....................................................................................
17. Rataan skor tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap
tahapan kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan di
tiga desa penelitian .........................................…………...........
18. Rataan skor berdasarkan tingkat efektivitas kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan kegiatan TSP di tiga desa
penelitian ......................................................................................
19. Hubungan antara karakteristik individu dengan penilaian
aktivitas komunikasi organisasi
………………………..….....
20. Hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan …………......……………...
21. Hubungan antara aktifitas komunikasi organisasi dengan
partisipasi masyarakat terhadap kegiatan tanggungjawab
sosial perusahaan ……………………………………………....
22. Hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan
tingkat persepsi masyarakat ...................................……………
19
75
76
79
80
81
82
83
85
87
89
95
96
120
126
145
155
173
180
191
196
xxviii
23. Hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan
tingkat keberdayaan masyarakat ...............................................
24. Hubungan antara persepsi masyarakat dengan keberdayaan
masyarakat ...................................……………………………
25. Strategi komunikasi organisasi melalui kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan Balongan ............................
202
206
214
xxix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Triple Bottom Lines dalam kegiatan tanggungjawab
sosial perusahaan .....................................………………………..
2. Perilaku pengusaha dalam melakukan kegiatan tanggungjawab
sosial perusahaan ……………………………………….................
3. Konsep piramida tanggungjawab sosial perusahaan .......................
4. Pembentukkan persepsi
………………….…………….....
5. Kerangka berfikir penelitian komunikasi organisasi melalui
kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan ……….…………….....
32
34
40
55
70
xxx
xxxi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Peta cirebon ..............................................................................
Kuesioner penelitian …………………………………………..
Output SPSS pretest ..................................................................
Output SPSS total untuk karakteristik individu
..................
Output SPSS rataan skor untuk peubah saluran komunikasi
mutu informasi, pendamping program kegiatan
...................
Output SPSS rataan skor untuk partisipasi masyarakat ……........
Output SPSS rataan skor untuk efektivitas kegiatan TSP
......
Output korelasi ……....................................................................
Dokumentasi tentang kegiatan TSP ..........................................
234
235
248
260
261
262
263
264
264
xxxii
ABSTRACT
ILONA VICENOVIE OISINA SITUMEANG, Organizational Communication Trough
Corporate Social Responsibility (Kasus PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan). DJUARA P.
LUBIS as the Head of Supervisory Commission; AMIRUDDIN SALEH and DARWIS S. GANI
as the Members.
Corporate social responsibility (CSR) is one of organizational communication form,
CSR usually devoted for the community. Through this organizational communication corporate
expects can be able to build a good relationship with community. The objectives of this research
were: (1) to describe the form of organizational communication. (2) To describe the level of
community participation, level of community perception, and level of community empowerment
in the implementation of CSR activities. (3) to analyze correlation between individual
characteristics and assessement of organizational communication activities and the level of
community participation in the implementation of CSR activities. (4) to analyze correlation
between assessment of organizational communication activities and level of community
participation in the implementation of CSR activities. (5) to analyze correlation between level of
community participation and the effectiveness of CSR activities. (6) to analyze correlation
between level of community perception and level of community empowerment in the
implementation of CSR activities. This research covered two kinds of data analysis i.e.
descriptive statistics and inferential statistics. This research resulted several outputs, namely: (1)
Organizational communication implemented by PERTAMINA was in accordance with the
PENCILS mix principle; (2) level of community participation in the stage of planning and
implementing were categorized good, level of community perception towards economic sector
and environmental management were categorized good, level of community empowerment in
economic sector and environmental management were categorized good. (3) Overall individual
characteristics showed a real-positive correlation with assessment of organizational
communication activities, Individual characteristics also showed a real-positive correlation with
level of community participation. (4) Overall assessment of organizational communication
activities showed a real-positive correlation with level of community participation. (5) Overall
Level of community participation showed a real-positive correlation with the effectiveness of
CSR program. (6) Overall level of community perception showed a real-positive correlation with
level of community empowerment.
Key words : Organizational communication, corporate social responsibility
community empowerment.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehadiran perusahaan dalam suatu wilayah merupakan salah satu bukti
bahwa wilayah tersebut memiliki potensi yang baik secara ekonomi, sosial
budaya, sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya, sehingga diharapkan
menimbulkan efek pengganda yang positif bagi masyarakat sekitar. Disayangkan,
jika kehadiran sebuah perusahaan justru menghilangkan potensi sesungguhnya
dan membangun jurang pemisah antara masyarakat dengan perusahaan. Untuk
menghilangkan jurang pemisah antara perusahaan dengan masyarakat perlu
dilakukan komunikasi yang efektif, sehingga terjalin komunikasi dan interaksi
langsung antara perusahaan dengan masyarakat, sehingga dapat hidup secara
berdampingan dan saling menguntungkan.
Berangkat dari pemikiran tersebut, perusahaan berlomba-lomba untuk
hadir di tengah-tengah masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial: mulai dari
pemberian beasiswa pendidikan, ketertiban umum, peningkatan ekonomi,
pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak, pendampingan untuk menyelesaikan
masalah lingkungan hidup serta pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Untuk menghindari kesenjangan sosial antara perusahaan dan masyarakat dapat
dilakukan dengan suatu kepedulian perusahaan dalam bentuk kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan (TSP). Melalui kegiatan TSP ini diharapkan
dapat mempererat hubungan antara perusahaan dengan masyarakat.
Kegiatan TSP merupakan suatu komunikasi organisasi yang dilakukan
oleh perusahaan untuk masyarakat. Melalui komunikasi organisasi ini diharapkan
dapat menjalin hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat. Komunikasi
yang digunakan dalam kegiatan TSP diharapkan bersifat dua arah, yang artinya
perusahaan bukan lagi berperan sebagai komunikator semata, tetapi harus mampu
menjadi komunikan yaitu menjadi pendengar aspirasi dari masyarakat. Sebaliknya
masyarakat tidak hanya sebagai komunikan yang hanya menerima informasi,
pesan dan masukan dari perusahaan tetapi harus mampu menjadi komunikator
dalam menyampaikan aspirasi dan keinginannya, sehingga terjalin komunikasi
yang efektif di antara pihak-pihak yang berkomunikasi, dan dapat merasakan
manfaat dari kegiatan TSP. Komunikasi organisasi yang dilakukan oleh
2
perusahaan kepada masyarakat bertujuan untuk menggali kebutuhan dan
persoalan yang kerap terjadi di masyarakat. Tujuannya agar kegiatan TSP
dirancang agar tepat sasaran dan tidak tumpang tindih dengan program yang telah
ada.
Tanggungjawab sosial perusahaan merupakan konsep yang terus
berkembang, memberikan panduan bagaimana sebuah organisasi berinteraksi
dengan masyarakat dan lingkungan sosialnya. Secara umum, menurut Carr et al.,
(2004)
tanggungjawab
sosial
dipahami
sebagai
cara
organisasi
dalam
mengintegrasikan kepentingan sosial, lingkungan hidup dan ekonomi dalam nilainilai budaya, pengambilan keputusan, strategi dan operasi organisasi dengan cara
yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Implementasi berbagai aspek
tersebut akan dapat meningkatkan kehidupan sosial masyarakat. Contoh dari
kegiatan TSP yang dapat dilakukan organisasi di antaranya derma (charity),
filantropi (philanthropy), kerja sukarela (volunteer work), dan pengurangan
dampak lingkungan (the reduction of environmental impact).
Walaupun demikian, dalam pelaksanaannya banyak kegiatan TSP yang
bias. Kegiatan yang dilakukan seringkali hanya bagian dari kegiatan promosi
produk atau perusahaan yang sifatnya jangka pendek. Seringkali dalam praktiknya
kegiatan TSP hampir disamakan dengan derma (charity), sehingga ketika
perusahaan membagi-bagikan hadiah kepada masyarakat di sekitar, perusahaan
sudah dianggap melaksanakan kegiatan TSP kepada masyarakat. Kegiatan derma
(charity) ini dapat menyebabkan masyarakat menjadi bergantung pada bantuan
dari perusahaan. Hal tersebut menyebabkan tidak ada manfaat yang berkelanjutan
yang dirasakan masyarakat. Sesungguhnya, konsep kegiatan TSP tidak sama
dengan derma (charity) atau kedermaan (philanthropy) yang lebih spontan
pemberian dan kegiatan tidak memiliki efek jangka panjang bagi masyarakat.
Dalam arti tidak terjadi pemberdayaan masyarakat secara maksimal untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Thamrin et al., (2010)
mengatakan bahwa praktik TSP yang selama ini dilakukan oleh beberapa
perusahaan di Indonesia belum menunjukkan hasil yang signifikan khususnya bila
3
dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Pola Community
Development (CD) merupakan bentuk TSP yang saat ini banyak dipraktikkan oleh
perusahaan besar. Masalahnya, apakah makna yang terkandung dalam CD sudah
diimplementasikan secara benar. Dalam Implementasi CD benar-benar dapat
terlaksana diasumsikan apabila TSP diimplementasikan melalui model alternatif
implementasi TSP yang berbasis pada pemanfaatan modal sosial, maka TSP akan
lebih bermakna bagi pemberdayaan masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial
dan budaya secara berkelanjutan.
Hakikat dalam modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam
kehidupan sehari-hari warga masyarakat dalam hal ini hubungan sosial
mencerminkan hasil interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga
menghasilkan jaringan, pola kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya
termasuk norma dan nilai yang mendasari hubungan sosial tersebut. Pola
hubungan sosial inilah yang mendasari kegiatan bersama atau kegiatan kolektif
antara warga masyarakat. Dengan demikian masyarakat tersebut mampu
mengatasi masalah mereka secara bersama-sama (Ibrahim, 2006).
Kegiatan tanggungjawab sosial yang dijalankan oleh perusahaan
hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan
masyarakat sehingga memiliki manfaat jangka panjang bagi penerimanya.
Komunikasi yang konvergen menjadi kunci kesuksesan bagi kegiatan TSP dan
melalui komunikasi yang efektif dapat menciptakan kesadaran masyarakat akan
keberadaan perusahaan. Upaya mengkomunikasikan kegiatan TSP secara tepat
sasaran membantu masyarakat untuk mengetahui berbagai keuntungan yang dapat
dirasakan serta membangun brand power perusahaan, sehingga tingkat resiko
perusahaan dalam menghadapi gejolak sosial dan konflik masyarakat akan
menurun.
Konflik dalam aktivitas komunikasi adalah bukti adanya kemacetan
komunikasi (Hamijoyo, 2001). Suatu proses komunikasi untuk memberikan
informasi yang benar akan menimbulkan suatu ketenangan dalam kehidupan
masyarakat. Apabila isu atau informasi yang dikembangkan orang dalam
berinteraksi tidak seirama dengan apa yang terjadi, maka timbullah konflik dalam
4
setiap pertukaran pesan, baik yang bersifat individu, kelompok maupun
masyarakat. Akibatnya benturan sosial tidak dapat dihindari, baik dalam bentuk
fisik maupun penekanan setiap ide yang berkembang dalam setiap komponen
kehidupan masyarakat (Usman, 2001).
Menurut Widiyanarti (2005), pendekatan TSP hendaknya dilakukan secara
holistic. Artinya, pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan tidak dalam
kegiatan bisnis semata, melainkan juga bergerak dari yang sifatnya derma
(charity) menuju ke arah TSP yang lebih menekankan pada keberlanjutan
pengembangan masyarakat (community development). Intinya, bagaimana melalui
kegiatan TSP, masyarakat menjadi berdaya, baik secara ekonomi, sosial budaya,
lingkungan hidup secara berkelanjutan (sustainability) sehingga perusahaan juga
dapat terus berkembang dengan dukungan masyarakat sekitar. Dalam konteks ini,
TSP lebih dimaknai sebagai investasi jangka panjang bagi perusahaan yang
melakukannya.
Konsep dan pemahaman kegiatan TSP yang baik yang diterapkan
perusahaan haruslah sustainable, tidak hanya mengenai masalah lingkungan tetapi
masalah sosial yang berkelanjutan. Dari sisi kepentingannya TSP memiliki tiga
dasar utama, yaitu: ekonomi, sosial dan lingkungan. Sebetulnya, konsep sosial itu
memberikan dimensi-dimensi yang membuat perusahaan tidak hanya baik di mata
masyarakat, tetapi juga baik bagi perusahaan sebagai kompensasi atau imbalan
terhadap perusahaan yang memperhatikan masyarakat. Minimal dari aspek resiko,
perusahaan bisa melakukan operasional perusahaan dengan baik di tengah
masyarakat dengan melakukan komunikasi yang efektif dengan masyarakat.
Dalam perusahaan atau organisasi, komunikasi yang terjadi tidak hanya
komunikasi yang melibatkan publik internal perusahaan namun juga melibatkan
publik eksternal, agar terjadi kesinergian. Komunikasi dengan publik eksternal ini
dilakukan agar publik internal organisasi dapat berinteraksi dengan publik di luar
organisasi. Salah satu cara yang bisa digunakan perusahaan untuk berinteraksi
secara langsung dengan publik di luar organisasi adalah dengan melakukan
kegiatan TSP yang berkesinambungan yang memiliki manfaat jangka panjang
bagi kehidupan masyarakat sekitar perusahaan.
5
Kegiatan TSP merupakan bentuk komunikasi organisasi yang dilakukan
oleh perusahaan dan diperuntukkan bagi masyarakat. Kegiatan ini bermanfaat
untuk mengurangi dampak negatif yang terwujud dalam bentuk kesenjangan
antara kemajuan gerak perusahaan, keadaan serta harapan masyarakat sekitarnya.
Sebagian masyarakat sekitar wilayah operasi perusahaan sering beranggapan
pelaksanaan kegiatan TSP di wilayahnya masih belum seimbang dengan
sumberdaya yang diambil maupun yang dimanfaatkan oleh perusahaan. Oleh
karena itu komunikasi yang efektif kepada masyarakat dan informasi berupa
persepsi dari masyarakat akan bermanfaat bagi perusahaan dalam merancang
kegiatan yang orientasinya untuk memenuhi harapan dan keinginan masyarakat
serta untuk kemajuan perusahaan. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa
perusahaan akan berhasil dalam menjalankan kegiatan TSP yang berpihak kepada
kebutuhan masyarakat.
Penerapan kegiatan TSP di Indonesia pada umumnya berbeda-beda,
tergantung kepada kebijakan, visi dan misi serta budaya di masing-masing
perusahaan bersangkutan. Guna berhasilnya pelaksanaan kegiatan tersebut perlu
suatu kesinergian antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat, sehingga
kehadiran sebuah perusahaan menjadi perekat dan memiliki nilai positif untuk
menciptakan keberdayaan masyarakat. Tanggungjawab sosial perusahaan
merupakan salah satu kegiatan komunikasi organisasi yang wajib dilakukan
perusahaan secara rutin dan berkesinambungan untuk kepentingan publik
eksternal perusahaan, Selain itu kegiatan TSP mampu untuk mendukung
perusahaan meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan akibat kegiatan
operasinya serta memaksimalkan dampak positifnya kepada masyarakat.
PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan merupakan salah satu dari tujuh
Refinery Unit PT Pertamina yang beroperasi di Indonesia. Uniknya fenomena
kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina sebagai salah satu perusahaan
minyak dan gas bumi yang ada di Balongan tidak sebanding dengan kondisi
ekonomi masyarakat yang hidup di sekitar perusahaan. Di mana satu sisi
Balongan merupakan daerah yang memiliki sumberdaya alam yang diekploitasi
dan juga terdapat kilang minyak yang mengelolah minyak mentah dari luar untuk
6
distribusi minyak Jakarta dan Jawa Barat, sementara kondisi ekonomi masyarakat
di kabupaten Indramayu, khususnya di Kecamatan Balongan seperti pada angka
Badan Pusat Statistik (2011) menunjukkan bahwa kabupaten Indramayu terdapat
102 desa dengan kategori desa miskin dan penduduk miskin berjumlah 169.720
rumah tangga miskin (RTM).
Hal ini erat kaitannya dengan kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan
yang rutin dilaksanakan oleh PT Pertamina Balongan sebagai komunikasi
organisasi perusahaan untuk masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
keberdayaan masyarakat di Balongan. Secara ekonomi kemiskinan adalah
kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan meningkatkan kesejahteraan (Angeningsih, 2008)
Program penanggulangan kemiskinan sebenarnya sudah menjadi perhatian
pemerintah sejak rezim orde baru berkuasa. Pada tahun 1993 pemerintah telah
melaksanakan berbagai program yang menunjukkan komitmen pemerintah
terhadap pemenuhan hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat. Namun, komitmen
ini tidak menjawab persoalan utama bagi pemenuhan hak-hak ekonomi dan sosial
masyarakat. Ada program-program yang hanya bersifat insidental sehingga
kurang mampu memberdayakan masyarakat, serta dalam kenyataannya banyak
program yang salah sasaran sehingga tidak mampu memberdayakan masyarakat
(Suparjan, 2008).
Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pertamina untuk mengurangi
angka kemiskinan dengan cara melaksanakan kegiatan TSP, yang merupakan
suatu komunikasi organisasi perusahaan kepada masyarakat sekitar, ini
merupakan suatu bentuk kepedulian perusahaan untuk mengurangi angka
kemiskinan masyarakat dan memberdayakan masyarakat yang tinggal di sekitar
kilang Balongan. Namun sangat disayangkan di daerah kilang Balongan masih
banyak terdapat masyarakat miskin, selain itu seringkali terjadi aksi demonstrasi
yang dilakukan masyarakat kepada perusahaan. Masyarakat merasa kecewa
dengan perusahaan yang kurang peduli dengan kesejahteraan masyarakat yang
tinggal di sekitar wilayah operasi Pertamina Balongan. Aksi demonstrasi
7
masyarakat Balongan sering terjadi, ini menunjukkan bahwa komunikasi yang
terjalin antara perusahaan dengan masyarakat kurang efektif.
Menurut Sarinastiti (2009), mengatakan bahwa dalam menjalankan dan
mengkomunikasikan mengenai upaya perusahaan dalam menjalankan kegiatan
TSP sangatlah beragam. Namun seringkali komunikasi lebih mengutamakan pada
pandangan perusahaan bukan mengutamakan pada pandangan stakeholder, atau
partisipasi mereka dalam kegiatan TSP tersebut.
Namun pada praktiknya keberadaan sebuah perusahaan tidak selalu
memberikan dampak positif bagi publik sekitarnya. Di sini keberadaan Public
Relations (PR) perusahaan diperlukan, selain menjalankan kegiatan yang
berhubungan dengan publik internal, PR juga menjalankan kegiatan yang
berhubungan dengan publik ekternal salah satu caranya melalui kegiatan
tanggungjawab sosial. Kegiatan TSP diharapkan memberikan manfaat positif
bagi masyarakat di sekitarnya. PR dituntut menjadi agen komunikasi yang mampu
menghubungkan setiap publik yang berkepentingan dengan organisasi perusahaan
sehingga mencapai tujuan yang berlandaskan pada saling pengertian dan
pemahaman.
Menurut Jefkins (2003), PR merupakan suatu bentuk komunikasi yang
terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan
semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang
berlandaskan pada saling pengertian. Public Relations menggunakan metode
manajemen berdasarkan tujuan (management by objectives).
Divisi hubungan pemerintah dan masyarakat (Hupmas) PT Pertamina
merupakan divisi yang melaksanakan komunikasi organisasi baik untuk publik
internal maupun publik eksternal. Salah satu komunikasi organisasi yang
ditujukan untuk publik eksternal adalah kegiatan TSP, sebagaimana yang
diwajibkan, bahwa perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan
gas bumi wajib melakukan community development seperti yang tertuang dalam:
1. Undang Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pasal
11 ayat 3 (p): “Kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
8
memuat paling sedikit ketentuan-ketentuan pokok tentang pengembangan
masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.”
2. Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 2004 tentang Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi.
Pasal 72: “Kontraktor yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib
menjamin dan menaati ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja dan
pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat setempat.”
Pasal 73: ”Ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja dan
pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangan masyarakat setempat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 72 sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.”
Pasal 74 ayat (1): ”Kontraktor dalam melaksanakan kegiatannya ikut
bertanggungjawab mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.”
Ayat (2): ”Tanggungjawab kontraktor dalam mengembangkan lingkungan dan
masyarakat setempat sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) adalah
keikutsertaan dalam mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang
dibutuhkan, serta meningkatkan lingkungan hunian masyarakat agar tercipta
keharmonisan antara kontraktor dengan masyarakat sekitar.”
3. Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2004 tentang Usaha Hilir Minyak dan
Gas Bumi.
Pasal 77: “Badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha pengelolaan,
pengangkutan, penyimpanan dan niaga wajib menjamin dan menaati
ketentuan dan keselamatan kerja dan pengelolaan lingkungan hidup serta
pengembangan masyarakat setempat.”
Pasal 78: “Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan
lingkungan hidup dan pengembangan masyarakat setempat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 77 dalam kegiatan usaha pengelolaan, pengangkutan,
penyimpanan dan niaga diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.”
Pasal 79 ayat (1): ”Badan usaha dalam melaksanakan kegiatan usaha
pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga ikut bertanggungjawab
9
dalam pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat dalam rangka
menjamin hubungan dengan masyarakat sekitar.” Ayat (2): “Tanggungjawab
badan usaha dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat
sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) adalah keikutsertaan dalam
mengembangkan dan memanfaatkan potensi kemampuan masyarakat setempat
antara lain dengan cara mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah dan
kualitas
tertentu
sesuai
dengan
kompetensi
yang
dibutuhkan
serta
meningkatkan lingkungan hunian masyarakat agar tercipta keharmonisan
antara badan usaha dengan masyarakat sekitarnya.”
Pasal 80 Ayat (1): “Kegiatan pengembangan lingkungan dan masyarakat
setempat oleh badan usaha dilakukan dengan berkoordinasi dengan
pemerintah daerah.” Ayat (2): “Kegiatan pengembangan lingkungan dan
masyarakat setempat sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diutamakan
untuk masyarakat sekitar dimana kegiatan usahanya dilaksanakan.”
4. Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003 tentang
Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dan Usaha Kecil dan Program
Bina Lingkungan sebagai berikut:
a. Sumber dana ditetapkan dari penyisihan laba setelah pajak maksimal 1%
(ps.8).
b. Besar dana ditetapkan melalui Rapat Umum Pemegang saham (RUPS)
untuk persero dan oleh Mentri BUMN untuk Perum (ps. 8(3)).
c. Dana yang telah ditetapkan oleh RUPS atau Menteri disektor pada Unit
PKBL, selambat-lambatnya sebulan setelah penetapan (ps.8(5)).
d. Penggunaan dana Bina Lingkungan untuk tujuan yang memberikan
manfaat kepada masyarakat diwilayah usaha dalam bentuk bantuan,
bencana
alam,
pendidikan/pelatihan,
peningkatan
kesehatan,
pengembangan prasarana umum, dan sarana ibadah (ps.10(3)).
e. Pelaksanaan program dilakukan secara langsung oleh BUMN yang
bersangkutan (Bab IV ps. 12 Poin (b)).
f. Beban operasional program dibiayai dari dana Program Bina Lingkungan,
besarnya maximal 3% dari dana yang disalurkan pada tahun yang
10
bersangkutan (Bab V ps. 4). Baban operasional yang dituangkan dalam
Rencana Kerja Anggaran (RKA) PKBL (ps. 15). RKA tersebut terpisah
dari RKA perusahaan (RKAP) (ps. 17 (2)).
g. Pengelolaan program melaporkan pelaksanakaan program setiap triwulan
dan laporan tahunan (Bab VII ps. 19 (2)). Laporan tersebut terpisah dari
laporan berkala dan laporan tahunan BUMN yang bersangkutan (ayat 3).
Dengan adanya undang-undang dan peraturan yang ditetapkan, industri
ataupun korporasi wajib untuk melaksanakannya tetapi kewajiban ini bukan
merupakan suatu beban yang memberatkan, perlu diingat pembangunan suatu
negara bukan hanya tanggungjwab pemerintah dan industri saja, tetapi setiap
insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolahan
kualitas hidup masyarakat. Industri dan korporasi berperan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan
hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan keuangan semata (single
bottom line), melainkan sudah meliputi keuangan, sosial dan aspek pengelolaan
lingkungan biasa disebut tripple bottom line sinergi tiga elemen ini merupakan
kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Siregar, 2007).
Penerapan kegiatan TSP PT Pertamina merupakan refleksi nilai dan
budaya perusahaan yang terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan masa kini
dan mendatang, yang memberikan manfaat bagi PT Pertamina, shareholder dan
stakeholder. Mengingat kondisi nyata masyarakat, maka PT Pertamina dalam
penerapan kegiatan TSP saat ini lebih diprioritaskan untuk membantu pemerintah
dan masyarakat dalam memecahkan permasalahan sosial di sekitar wilayah
kegiatan operasional perusahaan. Namun pelaksanaan kegiatan TSP dikendalikan
sepenuhnya oleh perusahaan melalui divisi Hupmas. Pelaksanaan kegiatan dibagi
menjadi lima wilayah yaitu: wilayah kilang Balongan, wilayah kilang LPG
Mundu, wilayah WITP Salamdarma, wilayah Perumahan Bumi Patra dan wilayah
Single Boi Mourine (SBM) dan Single Point Mourine (SPM). Namun pada
penelitian ini hanya difokuskan pada wilayah kilang Balongan.
Indikator keberhasilan dari kegiatan TSP yang dilakukan dapat dilihat dari
dua sisi yaitu perusahaan dan masyarakat. Dari sisi perusahaan, citra perusahaan
11
harus semakin baik di mata masyarakat. Sementara itu, dari sisi masyarakat, harus
ada peningkatan kualitas hidup dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu
penting bagi perusahaan melakukan evaluasi untuk mengukur keberhasilan
kegiatan TSP yang dilakukan oleh Hupmas. Salah satu ukuran penting
keberhasilan kegiatan TSP adalah jika masyarakat yang diberdayakan menjadi
individu yang mandiri dan tidak selalu bergantung pada pertolongan pihak lain
maupun pada perusahaan.
Fenomena di atas yang mendorong penelitian ini dilaksanakan di PT
Pertamina Refinery Unit VI Balongan, untuk melihat bagaimana efektivitas
komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP yang dilakukan PT Pertamina untuk
masyarakat Balongan. Di mana melalui penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pemikiran untuk melaksanakan komunikasi organisasi
perusahaan yang efektif untuk mendukung keberdayaan masyarakat yang
merupakan tujuan akhir dari kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina
Refinery Unit VI Balongan. Selain itu juga perusahaan harus mengutamakan
kepentingan dari stakeholder dalam melaksanakan komunikasi organisasi
perusahaan kepada masyarakat, agar kegiatan yang dilaksanakan benar-benar
bermanfaat bagi masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan TSP.
1.2. Perumusan Masalah
Balongan merupakan salah satu daerah penghasil minyak dan gas bumi,
yang terdapat eksploitasi dan industri ekstraktif migas. Daerah ini menerima
dampak buruk lingkungan sebagai akibat dari pengelolaan migas di sektor hulu
dan hilir seperti: getaran, kebisingan, polusi udara, polusi air, limbah cair, limbah
padat, limbah gas yang diakibatkan dari kegiatan produksi yang dilakukan oleh
perusahaan minyak dan gas bumi. Sebagai bentuk kepedulian PT Pertamina
Balongan, merancang kegiatan TSP yang merupakan salah satu kegiatan eksternal
Public Relation (PR). Perusahaan biasanya memiliki kewajiban kepada publik
eksternal perusahaan dengan melakukan kegiatan TSP terhadap masyarakat.
Kesadaran tentang pentingnya mempraktikkan kegiatan TSP ini menjadi tren
global seiring dengan semakin maraknya kepedulian mengutamakan stakeholder.
12
Selain itu perlu diperhatikan juga norma dan kebiasaan dari masyarakat lokal
serta nilai kearifan lokal yang dapat digali dan dimanfaatkan untuk mewujudkan
suatu tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis dan berimbang.
PT Pertamina Balongan yang berlokasi di jalan raya Balongan kilometer
sembilan, Kabupaten Indramayu–Jawa Barat memiliki divisi Hupmas yang
melaksanakan kegiatan TSP secara rutin dan berkesinambungan sebagai salah
satu kegiatan eksternal dari komunikasi organisasi perusahaan terhadap
masyarakat. Agar kegiatan TSP yang dirancang oleh PT Pertamina dan memiliki
manfaat yang positif bagi masyarakat, Hupmas harus mengetahui strategi apa
yang sesuai dan cocok diterapkan untuk masyarakat Balongan. Oleh karena itu
secara rinci yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Apa saja bentuk komunikasi organisasi perusahaan yang dilakukan PT
Pertamina Balongan untuk pemberdayakan masyarakat Balongan?
2. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat, tingkat persepsi masyarakat tentang
kegiatan TSP dan tingkat keberdayaan masyarakat dalam implementasi
kegiatan TSP yang dilakukan PT Pertamina Balongan?
3. Sejauhmana hubungan karakteristik individu dengan penilaian aktivitas
komunikasi organisasi dan hubungan antara karakteristik individu dengan
tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang
dilakukan oleh PT Pertamina Balongan?
4. Sejauhmana hubungan penilaian aktivitas komunikasi organisasi dengan
tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang
dilakukan oleh PT Pertamina Balongan?
5. Sejauhmana hubungan partisipasi masyarakat dengan efektivitas TSP yang
dilakukan PT Pertamina Balongan?
6. Sejauhmana hubungan tingkat persepsi masyarakat tentang perusahaan dengan
tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang
dilakukan oleh PT Pertamina Balongan.
13
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang menjadi permasalahan di atas, yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan bentuk komunikasi organisasi perusahaan yang
dilakukan PT Pertamina Balongan untuk pemberdayakan masyarakat
Balongan.
2. Untuk mendeskripsikan tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan TSP,
tingkat persepsi masyarakat tentang kegiatan TSP, dan tingkat keberdayaan
masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang dilakukan PT Pertamina
Balongan.
3. Untuk menganalisis hubungan karakteristik individu dengan penilaian
aktivitas komunikasi organisasi dan menganalisis hubungan karakteristik
individu dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan
TSP.
4. Untuk menganalisis hubungan penilaian aktivitas komunikasi organisasi
dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP yang
dilakukan oleh PT Pertamina Balongan.
5. Untuk menganalisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan
efektifitas kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina Balongan.
6. Untuk menganalisis hubungan tingkat persepsi masyarakat tentang perusahaan
dengan tingkat partisipasi masyarakat terhadap implementasi kegiatan TSP
yang dilakukan PT Pertamina Balongan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjawab mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi TSP dalam pemberdayaan masyarakat. Adapun
secara spesifik penelitian ini berguna untuk:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan
ilmu komunikasi khususnya komunikasi organisasi mengenai program
kegiatan TSP yang harus dilakukan perusahaan untuk masyarakat lokal.
14
Mengembangkan dan menyempurnakan secara empiris teori komunikasi
pembangunan yang dikaitkan dengan konsep pemberdayaan masyarakat,
mengkaji tentang program kegiatan TSP dalam mendukung program
pemberdayaan masyarakat.
2. Secara Praktis
Bagi Perusahaan: Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan
kontribusi kepada PT Pertamina Balongan untuk meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam memahami pentingnya program kegiatan TSP yang
dilakukan perusahaan secara berkesinambungan dan tepat sasaran dalam
memberdayakan masyarakat lokal.
Bagi Pemerintah Daerah: Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan
kontribusi kepada pemerintah daerah dalam pengambilan kebijakan yang
terkait dengan pembangunan, pelayanan, dan pemberdayaan masyarakat
dalam kerangka otonomi daerah.
1.5. Kebaruan
Kebaruan
pada penelitian
ini
berbeda dari
beberapa
penelitian
sebelumnya, kebaruan pada penelitian mengenai strategi komunikasi organisasi
melalui kegiatan TSP di PT Pertamina Balongan antara lain:
1. Menganalisis aktivitas komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP dengan
memberikan penekan pada aspek-aspek teori dan praktek komunikasi
organisasi.
2. Merancang strategi komunikasi organisasi yang tepat melalui kegiatan TSP
yang efektif untuk mendukung pemberdayaan masyarakat Balongan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi Organisasi
Kegiatan komunikasi dalam sebuah organisasi merupakan jaringan kerja
komunikasi dengan usaha memperoleh kegiatan masing-masing unit individu
yang sesuai dengan kebutuhan totalitas organisasi. Komunikasi bukan hanya
menjadi masalah “stimuli-respons,” tetapi sekaligus menjadi mekanisme
koordinasi, kontrol dan hubungan satu sama lain. Komunikasi internal merujuk
pada pesan-pesan yang dikirim dan diterima di dalam organisasi.
Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan
organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang
disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan
organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan
berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo,
kebijakan pernyataan, jumpa pers dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi
informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan
kepada organisasinya, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.
Komunikasi organisasi memberi dan menerima informasi dalam suatu
organisasi yang kompleks, yang mencakup bidang komunikasi internal, hubungan
manusia, hubungan kelompok manajemen baik komunikasi ke bawah, komunikasi
ke atas dan komunikasi ke samping, serta kepandaian berbicara, mendengarkan,
menulis dan mengevaluasi program komunikasi (Goldhaber, 1993)
Komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling bertukar
pesan dalam suatu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain
untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau selalu berubah-berubah
(Goldhaber, 1993).
Pace dan Faules (2000) menyebutkan bahwa komunikasi organisasi
sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang
merupakan bagian-bagian dari suatu organisasi tertentu. Di lain pihak, komunikasi
organisasi merupakan bagian yang penting dalam proses organisasi yang selalu
berkaitan dengan jaringan sebagai cara untuk mengorganisir. Jaringan adalah
strukur sosial yang diciptakan untuk melakukan komunikasi dengan individu yang
16
lain, membuat kontak hubungan dan saluran dimana pengaruh dan kekuasaan
disalurkan melalui manajemen baik yang bersifat formal maupun yang bersifat
informal dalam organisasi.
Menurut Zelko dan Dance dalam Muhammad (2008), menjelaskan bahwa
komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup
komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal maksudnya
adalah komunikasi dalam organisasi itu sendiri seperti komunikasi dari bawahan
kepada atasan, komunikasi dari atasan kepada bawahan dan komunikasi sesama
karyawan sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan
organisasi terhadap lingkungan luar berupa hubungan dengan masyarakat umum,
komunikasi hasil produksi.
Muhammad (2008), menjelaskan bahwa (1) Komunikasi organisasi terjadi
dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkunganya
sendiri baik internal maupun eksternal, (2) Komunikasi organisasi meliputi pesan
dan arusnya, tujuannya, arah dan media, (3) Komunikasi organisasi meliputi
orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan ketrampilannya.
Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu jaringan yang lebih besar dari
jaringan diadik, komunikasi interpersonal dan dapat juga terkait komunikasi
publik. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni
komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas dan komunikasi horizontal. Adler dan
Rodman (1998) mengatakan bahwa arus komunikasi ke bawah (downward
communication) adalah komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang
berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya, arus
komunikasi ke atas (upward communication) adalah komunikasi yang
berlangsung ketika bawahan mengirim pesan kepada atasannya dan komunikasi
horizontal (horizontal communication) adalah tindak komunikasi ini berlangsung
diantara para karyawan atau bagian yang memiliki kedudukan yang setara.
Pola komunikasi yang terjadi dalam organisasi itu sendiri banyak
dipengaruhi oleh kegiatan dan fungsi public relations. Dalam fungsi public
relations terdapat berbagai macam bentuk hubungan yang dapat dilakukan.
Diantaranya yang umum dilakukan adalah, community relations, government
17
relations, consumer relations, investor relations, media relations dan employee
relations. Semua bentuk hubungan-hubungan tersebut diatur oleh public relations,
dengan tujuan untuk mencapai pengertian publik (public understanding),
kepercayaan publik (public confidence), dukungan publik (public support), dan
kerjasama publik (public cooperation) (Bonar, 1993).
Tujuan komunikasi organisasi antara lain untuk memberikan informasi
baik kepada pihak luar maupun dalam dalam memanfaatkan umpan balik dalam
rangka proses pengendalian manajemen, mendapatkan pengaruh, alat untuk
memecahkan persoalan dalam rangka pengambilan keputusan, mempermudah
perubahan-perubahan
yang
akan
dilakukan,
mempermudah
pembentukan
kelompok-kelompok kerja, serta dapat dijadikan untuk menjaga pintu ke luar
masuk dengan pihak-pihak di luar organisasi (Umar, 2002).
Kebanyakan organisasi atau perusahaan saat ini lebih memfokuskan
kepada kepentingan masyarakat dan peran serta masyarakat dibandingkan pada
konsep
ekonomi
organisasi.
Organisasi
atau
perusahaan
modern
telah
mengembangkan proses bahwa perusahaan bukan hanya tempat bekerja untuk
menghasilkan barang dan jasa semata tetapi juga meghasilkan suatu hubungan
dengan stakeholder. Perusahaan atau organisasi komersial dikebanyakan
masyarakat barat telah memberikan hak – hak yang legal kepada warga negara
dan lingkungan. Hak dari seseorang dan warga negara adalah memikul tanggung
jawab yang besar untuk kemajuan organisasi atau perusahaan.
Kelangsungan hidup perusahaan bergantung pada dukungan stakeholder
dan dukungan yang harus dicari, sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk
mencari dukungan tersebut. Semakin powerful stakeholder semakin besar usaha
perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari
dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya.
Di dalam organisasi biasanya terdapat bermacam-macam kelompok sosial.
Masing-masing kelompok sosial ini mempunyai tujuannya masing-masing. Agar
masing-masing kelompok ini dapat menyokong pencapaian tujuan organisasi,
pemimpin organisasi memberikan informasi mengenai tujuan organisasi
18
kelompok sehingga masing-masing kelompok merasakan bahwa tujuan organisasi
adalah tujuan bersama (Muhamad, 2008).
Berdasarkan batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka secara
konseptual komunikasi organisasi memiliki elemen-elemen: (1) Pertukaran pesan
yang terjadi dengan sistem terbuka dan kompleks, (2) Komunikasi organisasi
meliputi pesan yang dipertukarkan, arus pesan, membuat kontak hubungan, media
dan saluran, (3) Komunikasi organisasi merupakan komunikasi formal dan
komunikasi informal, dan (4) Komunikasi organisasi merupakan
komunikasi
yang terjadi dengan publik internal dan publik eksternal organisasi.
Kegiatan komunikasi organisasi dengan publik eksternal sangat penting
untuk dilakukan suatu perusahaan, karena melalui kegiatan komunikasi organisasi
tersebut tercipta suatu interaksi yang harmonis antara perusahaan dengan publik
eksternal dalam hal ini masyarakat. Guna untuk mendukung keberlangsungan
perusahaan. Aktivitas komunikasi organisasi yang dapat dilakukan oleh
perusahaan antara lain adalah kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan.
2.2. Aktivitas Tanggungjawab Sosial Perusahaan
2.2.1. Saluran Komunikasi
Saluran komunikasi merupakan alat yang digunakan sumber pesan dalam
menyampaikan pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Saluran ini
dianggap sebagai sarana penyampai informasi yang berasal dari sumber kepada
penerima informasi dengan berbagai jenis saluran komunikasi yang dapat
digunakan sesuai dengan informasi yang disampaikan. Menurut Rogers (2003)
mengatakan
bahwa
ada
dua
macam
saluran
komunikasi
yang
dapat
menyampaikan pesan-pesan pembangunan pertanian atau informasi pertanian
yaitu saluran media massa dan saluran interpersonal.
Rogers (2003) menguraikan tentang kategorisasi saluran komunikasi
bahwa seringkali sulit bagi bagi penerima pesan untuk membedakan sumber pesan
dan saluran yang membawa pesan. Sumber adalah individu atau institusi yang
menghasilkan pesan. Saluran adalah pesan yang didapatkan dari sumber untuk
disampaikan kepada penerima.
19
Menurut Rogers (2003) beberapa tipologi saluran komunikasi, di
antaranya:
1. Saluran interpersonal, yaitu komunikasi tatap muka dengan keluarga,
tetangga/teman, pedagang alat usaha tani, penyuluh. Saluran interpersonal
antar individu sangat efektif, ada dialog, interaktif, ada umpan balik langsung.
Saluran interpersonal antar individu dapat merubah sikap khalayak,
berlangsung tatap muka atara satu penerima atau lebih dengan pemberi
informasi. Tempat pertemuan di kantor penyuluh, rumah, lahan atau pasar.
2. Saluran media massa, yaitu dalam bentuk tercetak dan elektronik. Tercetak
adalah: koran pedesaan, majalah, brosur, buku, poster. Elektronik adalah
radio,
televisi,
internet.
Saluran
media
massa
mempunyai
potensi
menyebarkan informasi dengan cepat.
Tabel 1. Karakteristik saluran komunikasi media massa dan interpersonal
Saluran
Karakteristik
1. Arus pesan
2. Konteks komunikasi
Media Massa
Interpersonal
Cenderung satu arah
Cenderung dua arah
Mentransmisikan
Tatap muka
pesan melalui media
3. Kemungkinan umpan balik
Rendah
Tinggi
4. Kemampuan mengatasi proses Rendah
Tinggi
selektif (selective exposure)
5. Kecepatan
menjangkau Relatif cepat dan
Relatif lambat dan
khalayak dalam jumlah besar efisien
tidak efisien
6. Kemungkinan
untuk Kecil
menyesuaikan pesan dengan
Besar
penerima
7. Biaya yang diperlukan untuk Rendah
Tinggi
menjangkau per orang
8. Kemungkinan
pesan Tinggi
Rendah
diabaikan oleh penerima
9. Pesan yang sama bagi semua Ya
Tidak
penerima pesan
10. Pihak pemberi informasi
Pakar atau penguasa Setiap orang
11. Efek
yang
mungkin Perubahan
Perubahan dan
dihasilkan
Pengetahuan
pembentukan sikap
Sumber: Rogers dan Shoemaker (1995); Rogers (2003)
20
Dari uraian di atas, menjelaskan bahwa saluran komunikasi yang
dipergunakan dalam penelitian ini dikategorikan dalam dua indikator, yaitu: (1)
saluran komunikasi interpersonal dan saluran komunikasi media massa.
2.2.2. Mutu Informasi
Informasi yang disampaikan oleh komunikator hendaknya merupakan
informasi yang mudah untuk dimengerti oleh komunikan, sehingga akan
menciptakan persamaan makna dan pengertian diantara pihak-pihak yang
melakukan pertukaran informasi. Biasanya pihak-pihak yang melakukan
pertukaran informasi akan mempertimbangkan informasi yang diterimanya
tersebut berguna bagi dirinya atau tidak. Informasi yang berguna akan dijadikan
referensi dalam kehidupannya sedangkan yang tidak akan dibiarkan hilang.
Menurut Rice dan Atkin (2001) memberikan definisi mutu informasi
adalah suatu pesan yang mempunyai kualitas dan dapat memenuhi kebutuhan
penggunanya. Sperber dan Wilson (1986) menyatakan bahwa mutu informasi
adalah materi informasi yang sesuai dengan kebutuhan, jelas dan dapat dimengerti
oleh penerimanya, dapat dipercaya dan mempunyai daya tarik.
Sperber dan Wilson (1986) mengatakan bahwa ada lima hal yang terkait
dengan mutu informasi yang dapat dipertimbangkan oleh penerima yaitu: (1)
Informasi sesuai atau relevan dengan kebutuhan penerima, relevan dengan
konteks dan budaya yang berlaku bagi pengguna, (2) Ada kebaruan/ novelty
dalam materi informasi tersebut, (3) Dapat dipercaya, (4) Mudah dimengerti, dan
(5) Dapat memecahkan permasalahan pengguna.
Mengikuti pendapat dari Sperber dan Wilson di atas bahwa mutu
informasi dalam penelitian ini dikategorikan dalam lima indikator, di antaranya:
(1) Informasi yang relevan, (2) Adanya unsur kebaruan, (3) Dapat dipercaya, (4)
Mudah untuk dimengerti, dan (5) Membantu menyelesaikan masalah.
2.2.3. Pendamping Program Kegiatan
Ada kecenderungan masyarakat tidak mempunyai pengetahuan serta
wawasan yang memadai untuk dapat memahami permasalahan mereka,
memikirkan permasalahannya, atau memilih pemecahan masalah yang paling
tepat untuk mencapai tujuan mereka. Ada kemungkinan pengetahuan yang mereka
21
miliki berdasarkan kepada informasi yang keliru karena kurangnya pengalaman,
pendidikan, atau faktor budaya lainnya.
Peran pendamping sebagai fasilitator, motivator dan sebagai pendukung
gerak usaha masyarakat. Kesalahan dalam memberikan informasi kepada
masyarakat akan menimbulkan dampak negatif dan merusak lingkungan. Proses
penyelenggaraan peran pendamping dapat berjalan dengan baik dan benar apabila
didukung dengan tenaga pendamping yang profesional, kelembagaan pendamping
yang handal, materi yang terus-menerus mengalir, sistem penyelenggaraan yang
benar serta metode program yang tepat. Dengan demikian peran pendamping
sangat penting artinya dalam memberikan informasi kepada individu, sehingga
individu memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri
dalam
memperbaiki kesejahteraan hidup masyarakat dan keluarganya.
Penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari berperan
sebagai fasilitator, komunikator, motivator, konsultan, pemandu, dan penggerak
petani dalam pembangunan pertanian. Dengan perannya tersebut, para penyuluh
diharapkan mampu memberdayakan petani agar mereka mampu, mau, serta
berdaya memperbaiki tingkat kesejahteraan sendiri maupun masyarakat pedesaan
lainnya.
Selain itu juga diharapkan para penyuluh mampu mengantisipasi
kebutuhan pembangunan pertanian dan melaksanakannya dengan penuh disiplin
dan tanggung jawab (Sumintareja, 2000).
Seorang pendamping program kegiatan harus memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk berkomunikasi
Dalam
kaitannya
dengan
materi
komunikasi,
Sumardjo,
(1999)
mengemukakan bahwa selain pemahaman materi dan informasi yang sesuai
dengan kebutuhan petani (masyarakat), penyuluh (peran pendamping) perlu
memiliki kemampuan berkomunikasi secara interaktif/dialogis dengan petani
(masyarakat). Sehubungan dengan itu penyuluh (peran pendamping perlu
menguasai cara-cara berkomunikasi yang efektif dan metode penyampaian pesan
penyuluhan yang tepat kepada petani (masyarakat).
22
Agar komunikasi berjalan dengan efektif perlu diperhatikan beberapa hal:
a. Baik komunikator maupun komunikan harus memiliki: (a) Kemampuan
berkomunikasi yang meliputi: kemampuan menyusun tujuan komunikasi dan
kemampuan menterjemahkan pesan ke dalam bentuk signal atau ekspresi
tertentu seperti dalam bentuk tulisan dan komunikasi secara interpersonal, (b)
Sikap, meliputi sikap terhadap diri sendiri, sikap terhadap materi dan sikap
terhadap sasaran atau yang diajak berkomkunikasi, dan (c) Pengetahuan
tentang karakteristik sasaran, media, metode komunikasi dan sistem sosial
budaya setempat.
b. Isi pesan, disampaikan dengan menggunakan kode yang jelas seperti
penggunaan bahasa harus jelas, tegas, lengkap dan mudah dimengerti,
disajikan secara utuh dan ada pengaturan.
c. Saluran atau media, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: saluran
yang sesuai dengan sasaran, saluran ekonomis, media mudah dibawa oleh
sumber dan saluran yang sesuai dengan inovasi yang akan disampaikan.
Mengacu pada konsep komunikasi di atas maka yang dimaksud dengan
komunikasi secara efektif adalah proses penyampaian pesan dari seseorang
kepada orang lain dengan menggunakan media atau saluran sehingga terjadi
persamaan makna: artinya pesan yang disampaikan sumber bisa dan sama dengan
pesan yang diterima penerima dan terjadi timbal balik. Keefektifan komunikasi
dapat dilihat dari aspek perilaku seseorang yang meliputi aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik atas materi komunikasi dan atas teknik atau metode komunikasi
terkait dengan penyampaian pesan kepada masyarakat.
2. Kemampuan untuk memotivasi
Motivasi seseorang dapat mengarahkan perilaku seseorang untuk
bertindak. Motivasi adalah proses mendorong, mengarahkan dan memelihara
perilaku manusia untuk mencapai suatu tujuan. Hersey et al., (1996)
mengemukakan bahwa motivasi adalah kemauan untuk bertindak atau pembentuk
perilaku. Jadi motivasi merupakan kemauan seseorang untuk bertindak.
Salah satu teori yang dikemukakan di sini adalah teori hirarki kebutuhan
menurut Maslow karena dianggap relevan dengan situasi dalam memenuhi
23
kebutuhannya. Teori kebutuhan tersebut menyatakan bahwa seseorang berperilaku
karena dimotivasi oleh adanya keinginan untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
Kelima macam kebutuhan berjenjang dari segi prioritas (Amanah, 2006), adalah :
a. Physiological needs yaitu menyangkut kebutuhan fisik.
b. Safety needs atau security needs yakni kebutuhan keselamatan atau keamanan.
c. Affection needs atau love needs atau social needs atau belonging needs
merupakan kebutuhan akan hubungan sosial atau berkelompok.
d. Esteem needs atau egoistic needs adalah kebutuhan penghormatan atau ingin
dihargai.
e. Self-actualization atau self realization needs atau self fulfillment needs atau
self expression needs yakni kebutuhan pemuasan diri. Berbagai kebutuhan
yang diinginkan seseorang tercermin pada perilaku. Perilaku individu
ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat (Amanah, 2006).
3. Kemampuan untuk melakukan transfer belajar
Peran pendamping untuk melakukan transfer belajar atau biasa disebut
sebagai tenaga pendidik atau guru yang tugas utamanya adalah untuk mengajar.
Karakteristik personal sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan
sumber daya manusia. Personal dari tenaga pendidik merupakan faktor terpenting
bagi keberhasilan belajar.
Menurut Adi (2002) guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki
kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model
atau panutan (yang harus ditiru). Sebagai seorang model, guru harus memiliki
kemampuan yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal
competenceies), di antaranya adalah: (1) Kemampuan yang berhubungan dengan
pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya, (2)
Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama, (3)
Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan dan sistem nilai yang
berlaku di masyarakat, (4) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang
guru misalnya sopan santun dan tata krama, dan (5) Bersikap demokratis dan
terbuka terhadap pembaruan dan kritik. Kemampuan yang harus dimiliki oleh
24
peran
pendamping
antara
lain:
(1)
Berempati,
(2)
Keterbukaan,
(3)
Tanggungjawab, dan (4) Keteladanan.
Dari uraian di atas, pendamping program kegiatan TSP dikategorikan
dalam tiga indikator, yaitu: (1) Kemampuan berkomunikasi, (2) Kemampuan
memotivasi, dan (3) Kemampuan melakukan transfer belajar.
2.2.4. Public Relations
Perusahaan sebagai suatu sistem hubungan yang terstruktur di mana setiap
komponen masuk di dalamnya bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Tujuan tersebut antara lain sebagai upaya membina hubungan baik
dengan para stakeholder. Public Relations (PR) dituntut menjadi jembatan antara
perusahaan dengan publik eksternal. Public Relations diumpamakan sebagai
wakil perusahaan yang mempunyai tugas untuk menyampaikan informasi kepada
publik yang berhubungan dengan perusahaan. Public Relations menurut Jefkins
(2003) adalah suatu bentuk komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun
ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Public
Relations menggunakan metode manajemen berdasarkan tujuan (management by
objectives). Dalam mengejar suatu tujuan, semua hasil atau tingkat kemajuan yang
telah dicapai harus bisa diukur secara jelas, mengingat PR merupakan kegiatan
yang nyata. Kenyataan ini dengan jelas menyangkal anggapan keliru yang
mengatakan bahwa PR merupakan kegiatan yang abstrak.
Perkembangan konsep PR menunjukkan suatu upaya saling berhubungan
antara perusahaan dengan publik. Melalui PR ini masing-masing pihak saling
menjalin
komunikasi
untuk
memecahkan
permasalahan
bersama
tanpa
meninggalkan identitas dan tujuan masing-masing. Proses komunikasi tersebut
diwujudkan melalui kegiatan TSP yang merupakan wujud tanggung jawab
perusahaan dalam rangka menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar.
Ardianto dan Soemirat (2007) mengklasifikasikan publik dalam PR
menjadi beberapa kategori yaitu:
1. Publik internal dan publik eksternal. Publik internal yaitu publik yang berada
di dalam organisasi/ perusahaan seperti supervisor, karyawan pelaksana,
25
manajer, pemegang saham dan direksi perusahaan. Publik eksternal secara
organik tidak berkaitan langsung dengan perusahaan seperti pers, pemerintah,
pendidik/ dosen, pelanggan, komunitas dan pemasok.
2. Publik primer, sekunder, dan marginal. Publik primer bisa sangat membantu
atau merintangi upaya suatu perusahaan. Publik sekunder adalah publik yang
kurang begitu penting dan publik marginal adalah publik yang tidak begitu
penting.
3. Publik tradisional dan publik masa depan. Karyawan dan pelanggan adalah
publik tradisional, mahasiswa/pelajar, peneliti, konsumen potensial, dosen,
dan pejabat pemerintah (madya) adalah publik masa depan.
4. Proponent, opponent, dan uncommitted. Di antara publik terdapat kelompok
yang menentang perusahaan (opponents), yang memihak (proponents) dan ada
yang tidak peduli (uncommitted). Perusahaan perlu mengenal publik yang
berbeda-beda ini agar dapat dengan jernih melihat permasalahan.
5. Silent majority dan vocal minority. Dilihat dari aktivitas publik dalam
mengajukan complaint (keluhan) atau mendukung perusahaan, dapat
dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif). Publik yang
menulis di surat kabar umumnya adalah the vocal minority, yaitu aktif
menyuarakan pendapatnya, namun jumlahnya tidak banyak. Sedangkan
mayoritas pembaca adalah pasif sehingga tidak kelihatan suara atau
pendapatnya.
Perkembangan konsep PR menunjukkan suatu upaya saling berhubungan
antara publik dengan perusahaan. Kegiatan PR harus dilaksanakan karena
merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga reputasi dan citra perusahaan.
Melalui PR masing-masing publik yang berhubungan saling menjalin komunikasi
untuk memecahkan permasalahan bersama tanpa meninggalkan intensitas dan
tujuan masing-masing. PR tidak satu arah arus informasi, PR memiliki dua fungsi
peran juga. Dalam perannya ini, PR benar-benar merupakan fungsi manajemen,
bertugas dengan tanggungjawab menjaga reputasi suatu organisasi membentuk,
melindungi dan memperkenalkannya.
26
Ruang lingkup tugas PR dalam sebuah organisasi menurut Ruslan (2008)
antara lain meliputi:
1. Membina hubungan ke dalam (publik internal), yang dimaksud dengan publik
internal adalah publik yang menjadi bagian dari unit/badan/perusahaan atau
organisasi itu sendiri. Seorang PR harus mampu mengidentifikasi atau
mengenali hal-hal yang menimbulkan gambaran negatif di dalam masyarakat,
sebelum kebijakan itu dijalankan oleh organisasi.
2. Membina hubungan ke luar (publik eksternal), yang dimaksud publik
eksternal adalah publik umum (masyarakat). Mengusahakan tumbuhnya sikap
dan gambaran publik yang positif terhadap lembaga yang diwakilinya.
Dilihat dari ruang lingkup tugas PR maka seorang PR tidak hanya
menjalin komunikasi yang efektif serta menciptakan hubungan yang harmonis
dengan publik internal saja namun juga harus mampu untuk menjalin komunikasi
yang efektif dan menciptakan hubungan yang harmonis dengan publik eksternal
dalam hal ini masyarakat. Dalam menciptakan hubungan yang harmonis dengan
pihak eksternal salah satunya dapat dengan cara membuat kegiatan yang
melibatkan secara aktif peran serta dari masyarakat sekitar untuk mendukung
kegiatan tersebut. Kegiatan dan sasaran PR, salah satunya adalah mendukung
kegiatan sosial perusahaan yang ditujukan kepada publik eksternal yaitu:
masyarakat. Kegiatan TSP merupakan salah satu kegiatan dari divisi PR yang
berinteraksi secara langsung dengan masyarakat.
Ruslan (2008) menyatakan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, PR
dapat mengembangkan kegiatan-kegiatannya ke dalam bauran PR (PR Mix).
Merujuk pada pendapat Kotler yang menampilkan gagasan megamarketing
menjadi 6P yaitu: (1) Product (produk), (2) Price (harga), (3) Promotions
(promosi), (4) Placement (tempat), (5) Power (kekuatan) dan (6) Public Relations
(hubungan masyarakat).
Selanjutnya megamarketing tersebut dikembangkan oleh Harris yang
melahirkan Marketing Public Relations (MPR). Kemudian dikembangkan lagi
secara rinci peranan bauran PR menjadi Bauran Pencils. Bauran Pencils dalam
korelasi komponen utama peranan PR adalah sebagai berikut:
27
1. Publication (Publikasi dan publisitas)
Setiap fungsi dan tugas PR adalah menyelenggarakan publikasi atau
menyebarluaskan informasi melalui berbagai media tentang aktivitas atau
kegiatan perusahaan atau organisasi yang pantas untuk diketahui publik.
Setelah itu, menghasilkan publisitas untuk memperoleh tanggapan positif
secara lebih luas dari masyarakat. Dalam hal ini, tugas Public Relation Officer
(PRO) adalah menciptakan berita untuk mencari publisitas melalui kerja sama
dengan pihak pers/wartawan dengan tujuan menguntungkan citra lembaga
atau organisasi yang diwakilinya.
2. Event (Penyusunan program acara)
Merancang acara tertentu atau lebih dikenal dengan peristiwa khusus (special
event) yang dipilih dalam jangka waktu, tempat, dan objek tertentu yang
khusus sifatnya untuk mempengaruhi opini publik yang semua kegiatan
promosi atau publikasi dikaitkan dengan event tersebut. Biasanya event
tersebut ada beberapa jenis, di antaranya:
a. Callender event, yang rutin (regular event) dilaksanakan pada bulan tertentu
sepanjang tahun, seperti menyambut hari raya Idul Fitri, hari Natal, Tahun
Baru, hari ulang tahun, dan sebagainya.
b. Special event,merupakan ajang yang sifatnya khusus dan dilaksanakan pada
momen tertentu di luar acara rutin dari program kerja PR, misalnya
peluncuran produk baru (product launching), pembukaan kantor atau pabrik
baru, jalan baru, gedung baru, dan sebagainya.
c. Moment event, merupakan acara yang bersifat momentum atau lebih khusus
lagi, misalnya, menyambut pesta perak, pesta emas, pesta berlian dan
hingga menghadapi millenium.
3. News (Menciptakan berita)
Berupaya menciptakan berita melalui press release, news letter dan bulletin,
dan lain-lain yang biasanya mengacu teknis penulisan 5W + 1H (Who, What,
Where, Whwn, Why dan How) dengan sistematika penulisan “piramida
terbalik”, yang paling penting menjadi lead atau intro dan yang kurang
penting diletakkan di tengah batang berita. Untuk itulah seorang PRO, mau
28
tidak mau harus mempunyai kemampuan untuk menulis, karena sebagian
besar tugasnya untuk tulis-menulis (public relations writing), khususnya
dalam menciptakan publisitas.
4. Community Involvement (Kepedulian pada komunitas)
Keterlibatan tugas sehari-hari seorang PRO adalah mengadakan kontak sosial
dengan kelompok masyarakat tertentu untuk menjaga hubungan baik
(community relations and humanity relations) dengan pihak organisasi atau
lembaga yang diwakilinya.
5. Inform or Image (memberitahukan atau meraih citra)
Ada dua fungsi utama dari PR, yaitu memberitahukan sesuatu kepada publik
atau menarik perhatian, sehingga diharapkan akan memperoleh tanggapan
berupa citra positif dari suatu proses “nothing” diupayakan menjadi
“something”. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, setelah tahu menjadi suka,
dan kemudian diharapkan timbul sesuatu (something) yaitu berupa citra.
6. Lobbying and negotiation (Pendekatan dan bernegosiasi)
Keterampilan untuk melobi secara pendekatan pribadi dan kemudian
kemampuan bernegosiasi sangat diperlukan bagi seorang PRO agar semua
rencana, ide, atau gagasan kegiatan suatu lembaga atau organisasi sebelum
dimasyarakatkan perlu diadakan pendekatan untuk mencapai kesepakatan
(deal) atau memperoleh dukungan dari individu dan lembaga yang
berpengaruh sehingga timbul saling menguntungkan (win-win solution).
7. Social Responsibility (Tanggungjawab Sosial)
Aspek TSP dalam dunia PR adalah cukup penting, tidak hanya memikirkan
keuntungan materi bagi lembaga atau organisasi serta tokoh yang diwakilinya,
tetapi juga kepedulian kepada masyarakat untuk mencapai sukses dalam
memperoleh simpati atau empati dari khalayaknya. Hal ini dalam fungsi PR
(corporate function) terdapat fungsi yang berkaitan dengan social marketing.
(Ardianto dan Sumirat, 2007)
Dari teori PENCILS di atas, jelas terlihat bahwa kedudukan kegiatan TSP
merupakan bagian yang penting dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang
praktisi PR. Penelitian ini mengkaji pelaksanaan kegiatan TSP di PT Pertamina
29
Balongan sebagai salah satu komunikasi organisasi yang bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat Balongan yang dilakukan oleh divisi Hupmas PT
Pertamina Balongan. Salah satu wujud dari kegiatan TSP adalah terjalinnya
hubungan baik antara sesama stakeholder yang terlibat demi tujuan yang sama
guna mencapai kesejahteraan bersama.
2.3. Tanggungjawab Sosial sebagai Bentuk Komunikasi Organisasi
2.3.1. Konsep Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Seiring dengan peradaban modern eksistensi suatu perusahaan atau dunia
usaha terus menjadi sorotan. Salah satu isu penting yang masih terus menjadi
perhatian dunia usaha hingga saat ini adalah soal TSP sebagai bagian dari
konfigurasi hubungan antara dunia bisnis dan masyarakat, persoalan kegiatan TSP
mengalami
rumusan
konseptual
yang
terus
berubah,
sejalan
dengan
perkembangan yang dialami oleh dunia usaha itu sendiri. Pada awalnya dan untuk
waktu yang sangat panjang, dunia usaha barang kali tidak perlu atau tidak pernah
berfikir mengenai TSP. Hal ini karena proposi teori klasik, sebagaimana
dirumuskan oleh Adam Smith tugas korporasi diletakkan semata-mata mencari
keuntungan, “the only duty of the corporation is to make profit. Motivasi utama
setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan
(Djalil, 2003).
Secara perlahan ideologi “the only duty of the corporation is to make
profit” yang dianut oleh korporasi telah berubah dengan munculnya kesadaran
kolektif bahwa kontiunitas pertumbuhan dunia usaha tidak akan terjadi tanpa
dukungan yang memadai dari stakeholder yang melingkupinya seperti, manajer,
konsumen, buruh dan anggota masyarakat. Inti dari pandangan ini adalah bahwa
dunia usaha tidak akan sejahtera jika stakeholdernya juga tidak sejahtera.
Tanggungjawab sosial sebagai bentuk perhatian dari organisasi bisnis yang
mulai memperhitungkan aspek lain di luar proses internal organisasi atau
manajemen organisasi maupun masyarakat mulai berkembang konsep-konsep
yang menuntut peran organisasi bisnis.
30
Korporat dalam kaitan ini mengalami perubahan yang lebih mengacu ke
arah kebersamaan sebagai suatu sistem yang saling berfungsi, hal ini berkaitan
dengan semakin mengglobalnya kepentingan yang ada, sehingga masing-masing
korporat akan berkompetensi untuk dapat eksis dalam usahanya. Untuk itu strategi
yang diterapkan adalah menggalang keikutsertaan berbagai pihak dalam mata
rantai usaha yang dijalankannya.
Sebenarnya banyak istilah yang digunakan secara bergantian untuk
kegiatan TSP, kewarganegaraan korporat (corporate citizenship), ada juga yang
menamakan corporate community relationship, ada juga yang menyebutnya
organisasi berkelanjutan (Iriantara, 2004).
Dalam pengertian luas, tanggungjawab sosial perusahaan dipahami
sebagai konsep yang lebih “manusiawi” dimana suatu organisasi dipandang
sebagai agen moral. Oleh karena itu dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah
organisasi bisnis, harus menjunjung tinggi moralitas (Nursahid, 2006).
Petkoski dan Twose (2003) mendefinisikan TSP sebagai komitmen bisnis
berperan untuk mendukung pembangunan ekonomi, bekerjasama dengan
karyawan dan keluarganya, masyarakat lokal dan masyarakat luas, untuk
meningkatkan mutu hidup mereka dengan berbagai cara yang menguntungkan
bagi bisnis dan pembangunan.
Di dalam Green Paper Komisi Masyarakat Eropa 2001 dinyatakan bahwa
kebanyakan definisi TSP menunjukkan sebuah konsep tentang pengintegrasian
kepedulian terhadap masalah sosial dan lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis
perusahaan dan interaksi sukarela antara perusahaan dan para stakeholder-nya. Ini
setidaknya ada dua hal yang terkait dengan TSP itu yakni pertimbangan sosial dan
lingkungan hidup serta interaksi sukarela (Irianta, 2004).
Dalam prinsip TSP, penekanan yang signifikan diberikan pada
kepentingan
stakeholders
perusahaan.
Di
sini
perusahaan
diharuskan
memperhatikan kepentingan dari stakeholders perusahaan, menciptakan nilai
tambah dari produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, dan memelihara
kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya. Stakeholders perusahaan dapat
didefinisikan sebagai pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi
31
perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah karyawan, konsumen, pemasok,
masyarakat, lingkungan sekitar, dan pemerintah sebagai regulator.
Tanggungjawab
sosial
perusahaan
sebagai
komunikasi
organisasi
perusahaan yang ditujukan kepada masyarakat merupakan sebuah ide dan
gagasan, di mana perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang
berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan dalam
kondisi keuangannya saja. Tetapi juga dihadapkan pada TSP harus berpijak pada
triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain ekonomi adalah sosial dan
lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan
tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan suatu perusahaan hanya akan
terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan
hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai
tempat dan waktu muncul kepermukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak
memperhatikan
aspek-aspek
sosial,
ekonomi
dan
lingkungan
hidupnya.
Lingkungan sosial yang nyaman akan mendukung berjalannya operasional
perusahaan. Itu harus menjadi pertimbangan bagi perusahaan agar dapat
beroperasi dengan baik.
Elkington dalam Wibisono (2007), mengembangkan konsep Triple bottom
lines dalam istilah economic properity, environmental quality, social justice.
Perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memikirkan 3P (profit, people,
planet), yaitu selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus
memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people)
dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Penelitian Iryani (2009) mengatakan bahwa triple bottom lines merupakan
suatu konsekuensi dari definisi sustainable development yang mana mempunyai
tiga elemen penting yaitu pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan dan
kesejahteraan sosial, terlihat pada Gambar 1.
32
SOCIAL
(PEOPLE)
LINGKUNGAN
ECONOMIC
(PLANET)
(PROFIT)
Gambar 1. Triple Bottom Lines dalam Kegiatan Tanggungjawab
Sosial Perusahaan (Sumber: Iryani, 2009)
Penelitian Pfleiger dalam Machiavelli (2011), menunjukkan bahwa usahausaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah
keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholders
terhadap
keuntungan
perusahaan
akibat
pengelolaan
lingkungan
yang
bertanggungjawab. Hasil lain mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan
yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah serta
meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
keuntungan ekonomi. Sebagian perusahaan dalam industri modern menyadari
sepenuhnya bahwa isu lingkungan dan sosial juga merupakan bagian penting dari
perusahaan. Ferreira dalam Machiavelli (2011), menyatakan bahwa persoalan
konservasi lingkungan merupakan tugas setiap individu, pemerintah dan
perusahaan. Sebagai bagian dari tatanan sosial, perusahaan seharusnya
melaporkan pengelolaan lingkungan perusahannya dalam annual report, Hal ini
karena terkait dengan tiga aspek persoalan kepentingan: keberlanjutan aspek
ekonomi, lingkungan dan kinerja sosial.
2.3.2. Perkembangan Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Indonesia
Dalam pelaksanaan kegiatan TSP di Indonesia, perkembangan dan
pelaksanaan TSP mengalami beberapa era pergeseran yang lebih membidik
kepada bagaimana perusahaan dapat diberi keuntungan jika melakukan TSP dan
bagaimana perusahaan dapat melakukan strategi perusahaan dalam hal ini
termasuk juga program strategi pemasaran perusahaan tersebut.
33
Era Pertama, Pelaksanaan TSP di Indonesia di mana kegiatan-kegiatan
tersebut merupakan suatu wujud pertanggungjawaban perusahaan terhadap
lingkungan sekitarnya, sehingga pada era ini masih menunjukkan bahwa kegiatan
TSP lebih dianggap sebagai sebuah ”hutang” yang harus dibayar dan bukannya
suatu kewajiban. Tidak heran jika di era pertama ini program kegiatan TSP yang
dilakukan masih fokus pada lingkungan di sekitar perusahaan atau pabrik di mana
mereka beroperasi.
Era Kedua, dengan melihat faktor pertama tadi, kemudian memunculkan
kegiatan TSP yang dilakukan tidak lagi hanya dilakukan disekitar perusahaan atau
pabrik saja tetapi juga berskala nasional. Inilah era di mana TSP bukan lagi
sebagai sebuah proses ”membayar hutang”, tetapi perusahaan mulai menunjukkan
program kegiatan TSP-nya.
Era Ketiga, dengan melihat banyaknya kompetitor dan bagaimana
perusahaan harus bisa membuat berlangsungnya kehidupan perusahaan secara
jangka panjang, serta persaingan merek produk yang semakin ketat, maka
perusahaan harus menjalankan program kegiatan TSP yang dilakukan beberapa
merek. Hal ini menandakan bahwa perkembangan TSP menuju ke era Branded
tanggungjawab sosial yaitu kegiatan TSP yang memberikan manfaat bagi semua
pihak. Masyarakat diuntungkan dan tentunya memberikan citra positif bagi
sebuah merek.
Menurut Fajar (Badri, 2009) perilaku para pengusaha pun beragam, dari
kelompok yang sama sekali tidak malaksanakan kegiatan TSP sampai kepada
kelompok yang menjadikan TSP sebagai nilai inti (core value) dalam
menjalankan usaha. Dalam pengamatannya yang terkait dengan praktik TSP,
pengusaha dikelompokkan menjadi empat: kelompok hitam, kelompok merah,
kelompok biru, dan kelompok hijau. Perilaku pengusaha dalam melakukan
kegiatan TSP terlihat pada Gambar 2.
34
Gambar 2.
Perilaku Pengusaha dalam Melakukan KegiatanTanggungjawab
Sosial Perusahaan (Sumber: Badri, 2009)
Kelompok pertama adalah kelompok hitam, yaitu mereka yang tidak
melakukan praktik TSP sama sekali. Mereka adalah pengusaha yang menjalankan
bisnis semata-mata untuk kepentingan sendiri. Kelompok ini sama sekali tidak
peduli pada aspek lingkungan dan sosial sekelilingnya dalam menjalankan usaha,
bahkan tidak memperhatikan kesejahteraan karyawannya.
Kelompok kedua adalah kelompok merah, yaitu mereka yang mulai
melaksanakan praktik TSP, tetapi memandangnya hanya sebagai komponen biaya
yang akan mengurangi keuntungannya. Aspek lingkungan dan sosial mulai
dipertimbangkan, tetapi dengan keterpaksaan yang biasanya dilakukan setelah
mendapat tekanan dari pihak lain, seperti masyarakat atau lembaga swadaya
masyarakat. Kesejahteraan karyawan baru diperhatikan setelah karyawan ribut
atau mengancam akan mogok kerja. Kelompok ini umumnya berasal dari
kelompok satu (kelompok hitam) yang mendapat tekanan dari stakeholders-nya,
yang kemudian dengan terpaksa memperhatikan isu lingkungan dan sosial,
termasuk kesejahteraan karyawan. Tanggungjawab sosial jenis ini kurang
berimbas pada pembentukan citra positif perusahaan karena publik melihat
kelompok ini memerlukan tekanan (dan gertakan) sebelum melakukan praktik
tanggungjawab sosial. Praktik jenis ini tak akan mampu berkontribusi bagi
pembangunan berkelanjutan.
35
Kelompok ketiga adalah kelompok biru, adalah mereka yang menganggap
praktik TSP akan memberi dampak positif (return) terhadap usahanya dan menilai
TSP sebagai investasi, bukan biaya. Karenanya, kelompok ini secara sukarela dan
sungguh-sungguh melaksanakan praktik TSP dan yakin bahwa investasi sosial ini
akan berbuah pada lancarnya operasional usaha. Mereka mendapat citra positif
karena
masyarakat
menilainya
sungguh-sungguh
membantu.
Selayaknya
investasi, kelompok ini menganggap praktik TSP adalah investasi sosial jangka
panjang. Mereka juga berpandangan, dengan melaksanakan praktik TSP yang
berkelanjutan, mereka akan mendapat ijin operasional dari masyarakat. Kita dapat
berharap kelompok ini akan mampu memberi kontribusi bagi pembangunan
berkelanjutan.
Kelompok keempat adalah kelompok hijau, merupakan kelompok yang
sepenuh hati melaksanakan praktik TSP. Mereka telah menempatkannya sebagai
nilai inti dan menganggap sebagai suatu keharusan, bahkan kebutuhan, dan
menjadikannya sebagai modal sosial (ekuitas). Karenanya, mereka meyakini,
tanpa melaksanakan TSP, mereka tidak memiliki modal yang harus dimiliki
dalam menjalankan usaha mereka. Mereka sangat memperhatikan aspek
lingkungan, aspek sosial dan kesejahteraan karyawannya serta melaksanakan
prinsip transparansi dan akuntabilitas. Kelompok ini juga memasukkan TSP
sebagai bagian yang terintegrasi ke dalam model bisnis atas dasar kepercayaan
bahwa suatu usaha harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial.
Mereka percaya, ada nilai tukar (trade-off) atas triple bottom line (aspek ekonomi,
lingkungan, dan sosial). Buahnya, kelompok ini tidak saja mendapat citra positif,
tetapi juga kepercayaan, dari masyarakat yang selalu siap membela keberlanjutan
usaha kelompok ini. Tidak mengherankan, kelompok hijau diyakini akan mampu
berkontribusi besar terhadap pembangunan berkelanjutan.
Menurut riset yang dilakukan oleh Nursahid (2006) mengatakan
pelaksanaan
kegiatan
TSP
di
Indonesia
akhir-akhir
ini
cukup
intens
diperbincangkan oleh berbagai kalangan seperti pemerintah, pebisnis, akademisi
dan LSM. Namun demikian riset-riset yang terkait dengan implementasi TSP
36
belum banyak dilakukan, khususnya terkait dengan implementasi TSP yang
berbasis pada pemberdayaan masyarakat dan modal sosial.
Riset yang sering dilakukan selama ini masih berkisar pada praktek TSP
yang sedang berlangsung saat ini, yang artinya pebisnis melihat umumnya melihat
praktik TSP sebagai kegiatan yang memiliki makna sosial dan bisnis sekaligus,
artinya praktik TSP masih dikaitkan dengan peningkatan citra korporat dimata
masyarakat dan praktik TSP yang dilakukan belum mencapai hasil seperti yang
diharapkan dalam arti pemberdayaan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Hal
ini terjadi dikarenakan kebijakan program yang terlalu kaku, implementasi yang
salah, dan belum siapnya masyarakat calon penerima bantuan.
Sehingga banyak kalangan melihat bahwa praktik kegiatan TSP yang
dilakukan masih sebatas “kosmetik”. Nuansa kosmetik tersebut menurut
Wibisono (2007) tercermin dari berbagai aspek sejak perumusan kebijakan dan
penentuan orientasi program, pengorganisasian, pendanaan, eksekusi program,
hingga evaluasi dan pelaporan. Diharapkan dalam melakukan kegiatan TSP dapat
memperkuat kembali modal sosial komunitas lokal sehingga pemberdayaan
masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya dapat tercapai.
2.3.3. Manfaat Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Menurut Susanto (2007a) mengemukakan bahwa dari sisi perusahaan
terdapat enam manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas TSP, yaitu:
1. Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima
perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggungjawab sosial secara
konsisten akan mendapat dukungan luas dari komunitas yang merasakan
manfaat dari aktivitas yang dijalankan TSP akan mengangkat citra perusahaan
yang dalam rentang waktu yang panjang akan meningkatkan reputasi
perusahaan.
2. Tanggungjawab sosial dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu
perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis.
Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan produsen consumer goods yang
beberapa waktu yang lalu dilanda isu adanya kandungan bahan berbahaya
dalam produknya. Namun karena perusahaan tersebut dianggap konsisten
37
dalam menjalankan TSPnya, maka masyarakat menyikapinya dengan tenang
sehingga relatif tidak mempengaruhi aktivitas dan kinerjanya.
3. Keterlibatan dan kebanggan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja
pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten
melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kebanggan ini pada
akhirnya akan menghasilkan loyalitas sehingga merasa lebih termotivasi untuk
bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan.
4. Tanggungjawab sosial yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu
memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para
stakeholdernya. Pelaksanaan TSP secara konsisten menunjukkan bahwa
perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang berkontribusi
terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka peroleh.
5. Meningkatnya penjualan. Konsumen akan lebih menyukai produk yang
dihasilkan oleh perusahaan yang secara konsisten menjalankan TSP-nya
sehingga memiliki reputasi yang baik.
6. Insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya.
2.3.4. Model Tanggungjawab Sosial Perusahaan di Indonesia
Dalam menjalankan aktivitas TSP-nya tidak ada standar atau praktik
tertentu yang dianggap terbaik, Setiap perusahaan memiliki karakteristik dan
situasi yang unik yang berpengaruh terhadap TSP-nya. Model TSP yang umum
diterapkan di Indonesia menurut Susiloadi (2008) adalah:
1. Tanggungjawab sosial bisa dilaksanakan secara langsung oleh perusahaan.
Perusahaan menjalankan progran kegiatan TSP secara langsung dengan
menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke
masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini perusahaan bisa
menugaskan salah satu pejabat seniornya seperti coorporate secretary atau
public affairs manager atau menjadi bagian dari tugas divisi human resource
development atau PR.
2. Tanggungjawab sosial bisa pula dilaksanakan oleh yayasan atau organisasi
sosial milik perusahaan atau organisasi sosial sendiri di bawah perusahaan
38
atau grupnya. Perusahaan mendirikan yayasan atau organisasi sosial sendiri di
bawah perusahaan atau grupnya yang dibentuk terpisah dari organisasi induk
perusahaan namun tetap harus bertanggungjawab ke dewan direksi. Model ini
merupakan adopsi yang lazim dilakukan di negara maju. Di sini perusahaan
menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan
untuk operasional yayasan.
3. Sebagian besar perusahaan di Indonesia menjalankan TSP melalui kerjasama
atau bermitra dengan pihak lain. Perusahaan menyelenggarakan TSP melalui
kerjasama dengan instansi pemerintah, perguruan tinggi, LSM, atau lembaga
konsultan baik dalam mengelolah dana maupun dalam melaksanakan kegiatan
sosialnya.
4. Beberapa perusahaan bergabung dalam sebuah konsorium untuk secara
bersama-sama menjalankan TSP. Perusahaan turut mendirikan menjadi
anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan
sosial tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan
yang mendukungnya akan secara proaktif mencari kerjasama dari berbagai
kalangan dan kemudian mengembangkan program yang telah disepakati.
2.3.5. Piramida Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Menurut Carroll (1998) konsep piramida tanggungjawab sosial perusahaan
terdiri
dari
empat
jenjang
tanggungjawab
sosial
perusahaan.
Jenjang
tanggungjawab sosial perusahaan tersebut meliputi tanggungjawab ekonomi,
tanggungjawab legal, tanggungjawab etika dan tanggungjawab kedermawanan,
berikut penjelasannya :
1. Tanggungjawab Ekonomis, sebuah perusahaan haruslah menghasilkan laba
dimana sebuah perusahaan harus memiliki nilai tambah sebagai prasyarat
untuk dapat berkembang. Laba merupakan pondasi yang diperlukan bagi demi
kelangsungan hidup suatu perusahaan (make a profit).
2. Tanggungjawab Legal, di mana dalam mencapai tujuannya mencari laba
sebuah perusahaan hatus menaati hukum. Upaya melanggar hukum demi
memperoleh laba harus ditentang atau dihindari (obey the law).
39
3. Tanggungjawab Etika, perusahaan berkewajiban menjalankan hal yang baik
dan benar, adil dan berimbang. Perusahaan harus menghindari praktek yang
bertentangan dengan nilai-nilai tersebut diatas. Norma-norma masyarakat
menjadi rujukan bagi langkah-langkah bisnis perusahaan (be ethical).
4. Tanggungjawab Kedermawanan, tanggungjawab ini mewajibkan perusahaan
untuk memberikan kualitas kehidupan semuanya (be a good corporate
citizen).
Keempat jenjang tanggungjawab tersebut perlu dipahami sebagai satu
kesatuan. Walaupun demikian, kesalahan intrepretasi umumnya kerap terjadi di
mana muncul argumen bahwa labalah yang harus dipentingkan. Tetapi kegiatan
mencari keuntungan atau laba hendaknya dikaitkan atau tidak terlepas dengan
kegiatan lainnya seperti mengembangkan masyarakat sekitar perusahaan,
sehingga terdapat kesinerjian antara perusahaan dengan masyarakat.
Tanggungjawab sosial saat ini bukan lagi hanya sekedar kegiatan
philanthropy konvensional memberikan sejumlah dana untuk tujuan-tujuan yang
baik di akhir tahun saat pembukuan selesai namun sudah lebih luas lagi dan ini
dijadikan tanggungjawab yang dilakukan perusahaan sepanjang tahun untuk
lingkungan di sekitar mereka, untuk kegiatan bekerja yang lebih baik, untuk
komitmen perusahaan terhadap komunitas lokal dan untuk pengakuan atas brand
names perusahaan yang tidak hanya bergantung pada kualitas, harga keunikan
yang mereka miliki, namun juga pada interaksi perusahaan dengan tenaga kerja
yang dimiliki, komunitas dan lingkungan secara kumulatif. Piramida kegiatan
TSP terlihat pada Gambar 3.
40
Menjadikan warganegara yang baik
Memberikan kontribusi untuk memperbaiki
Philanthropic
Responsibility
Kualitas kehidupan.
Menjadikan kewajiban
Ethical Responsibilities
Untuk melakukan apa yang benar
Untuk menghindari terjadinya kerugian
Mematuhi hukum. Hukum adalah
Legal Responsibilities
aturan sosial tentang yang baik
dan yang diperankan oleh main
Keuangan menjadi keuntungan
Economic Responsibilities
di atas yang lainnya
Gambar 3. Konsep Piramida Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Sumber: Carroll, 1998
Hal ini diperkuat oleh Pendapat Lantos (2002) menggunakan klasifikasi
Carroll (Carroll’s classification) sebagai dasar untuk melihat pelaksanaan CSR
pada perusahaan, yaitu: 1) Tanggung jawab ekonomi: menguntungkan bagi
pemegang saham, menyediakan pekerjaan yang bagus bagi pekerjanya,
menghasilkan produk yang berkualitas bagi pelanggan, 2) Tanggung jawab
hukum: mengikuti hukum dan berlaku sesuai aturan permainan, 3) Tanggung
jawab etik: menjalankan bisnis dengan moral, mengerjakan apa yang benar, apa
yang harus dan fair, dan tidak menimbulkan kerusakan, dan 4) Tanggung jawab
filantropis:
memberikan
kontribusi
secara
sukarela
kepada
masyarakat,
memberikan waktu dan uang untuk pekerjaan yang baik.
2.3.6.Tahapan Penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Tahap dalam penerapan tanggungjawab sosial yang dilakukan perusahaan
pada umumnya yaitu (Wibisono, 2007):
1. Tahap Perencanaan.
Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama yaitu: Awareness building merupakan
langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting
tanggungjawab sosial dan komitmen manajemen. Upaya penting ini dapat
41
dilakukan melaui seminar, lokakarya dan lain-lain. Tanggungjawab sosial
perusahaan merupakan upaya untuk memetakkan kondisi perusahaan
mengindentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian
dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang
kondusif bagi penerapan tanggungjawab sosial secara efektif. Pada tahap
membangun TSP manual upaya dapat dilakukan melalui bench marking,
menggali dari referensi atau meminta bantuan tenaga ahli independent dalam
penerapan TSP yang dilakukan dari luar perusahaan. Pedoman ini diharapkan
mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak
dari seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang
terpadu efektif dan efesien.
2. Tahap Implementasi
Tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti
pengorganisasian sumber daya, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai
dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan.
Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama: sosialisasi, pelaksanaan
dan internalisasi.
3. Tahap Evaluasi
Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk
mengukur sejauh mana efektivitas penerapan TSP sehingga membantu
perusahaan untuk memetakkan kembali kondisi dan situasi serta pencapaian
perusahaan dalam imlementasi TSP sehingga dapat mengupayakan perbaikanperbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi.
4. Tahap Pelaporan
Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem renovasi baik untuk
keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
42
2.3.7. Penerapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan
di Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Praktik TSP oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menarik untuk
dikaji disebabkan oleh faktor pembeda yang secara normatif mendukung kegiatan
kedermawanan sosial BUMN ini seharusnya dapat berkembang, Pertama, karena
sifat dan statusnya sebagai perusahaan milik negara, BUMN tidak terkendala oleh
motif pengurangan pajak (tax deduction) sebagaimana menjadi pengharapan
perusahaan-perusahaan swasta. Kendati pajak tetap merupakan kewajiban bagi
BUMN, kewajiban ini tidak serta merta mempengaruhi kelancaran kegiatan atau
operasi BUMN. Kedua, terdapat instrumen ”pemaksa” berupa kebijakan
pemerintah; dimana melalui Kepmen BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003,
perusahaan BUMN menjalankan Program Bina Lingkungan (PKBL), sehingga
dengan praktik derma yang imperatif tersebut dimungkinkan bahwa potensi ratarata sumbangan sosial perusahaan-perusahaan BUMN lebih besar dari
perusahaan-perusahaan swasta (Nursahid, 2006).
Badan Usaha Milik Negara merupakan salah satu elemen utama kebijakan
ekonomi strategis negara-negara berkembang. Keberadaan BUMN mempunyai
pengaruh utama dalam pembangunan negara-negara dunia ketiga. Setidaknya,
BUMN diperlukan dalam pengaturan infrastruktur dan public utilities, dan
menempatkan dirinya untuk berperan pada hampir seluruh sektor aktivitas
ekonomi (Nursahid, 2006).
Pasal 11, ayat 3, huruf p Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
minyak dan gas bumi mengamanatkan bahwa setiap perusahaan minyak dan gas
bumi pemegang kontrak kerjasama pengusahaan minyak dan gas bumi di suatu
wilayah wajib melakukan pengembangan masyarakat sekitarnya dan menjamin
hak-hak masyarakat adat. Pada pasal 42, huruf k menyatakan bahwa pengawasan
yang dilakukan atas dasar wewenang dan tanggung jawab dari instansi terkait
meliputi pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat.
Berdasarkan UU No 22 tahun 2001 tersebut perusahan-perusahaan minyak
dan gas bumi yang beroperasi di Indonesia melaksanakan kegiatan TSP, baik
dalam bentuk community development. Meski demikian, pada umumnya tidak
43
berjalan secara terencana dan terpadu dalam suatu program yang berkelanjutan.
Hal ini sangat bergantung pada visi, misi dan budaya korporat dari suatu
perusahaan. Hal ini diperkuat pendapat Susanto (2007b) undang-undang
perseroan terbatas mewajibkan perusahaan yang berbasis sumberdaya alam
menyisihkan anggaran untuk TSP dan lingkungan. Maksud munculnya ketentuan
ini tentu dilandasi oleh keinginan yang mulia. Tetapi antara niat, aturan dan
pelaksanaan di lapangan acap berbeda. Perdebatan banyak terjadi di seputar
kegiatan TSP yang seharusnya berlandaskan kerelaan, tetapi menjadi kewajiban.
Karena sudah menjadi UU, yang bisa dilakukan adalah justru bagaimana
merumuskan dalam peraturan pemerintah yang akan menjadi juklaknya.
PT Pertamina merupakan salah satu industri minyak dan gas bumi di
Indonesia. Industri minyak dan gas bumi selalu dihubungkan dengan kegiatan
eksploitasi sumberdaya alam yang tidak terbarukan. Eksploitasi sumberdaya alam
tidak terbarukan yang berlangsung pada suatu generasi guna mengejar
kemakmuran akan menghilangkan kesempatan bagi generasi yang akan datang
untuk mengejar kemakmuran yang sama. Oleh karena itu dalam mengelolah
sumberdaya alam migas hendaknya tetap memberdayakan dan memajukan
masyarakat pada daerah yang dikelolah sumberdaya alamnya sebagai efek ganda
dari adanya eksploitasi dan pengelolahan migas di daerah Balongan.
Dalam konteks ini pengelola yaitu PT Pertamina Balongan mempunyai
TSP kepada masyarakat setempat. Kegiatan TSP yang diperuntukkan sebagai
komitmen bisnis perusahaan dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan dengan cara memberdayakan serta memberikan peluang kepada
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan guna memberdayakan
masyarakat serta meningkatkan kemandirian bagi masyarakat Balongan.
2.3.8. Pedoman Umum Community Development
Sektor Energi Sumber Daya Mineral
Sementara itu pedoman umum pengembangan masyarakat (community
development) sektor energi dan sumberdaya mineral menurut badan pelaksana
kegiatan usaha hulu minyak dan gas sebagai regulator migas di sektor hulu
dijelaskan: “tujuan dari community development adalah pemberdayaan masyarakat
44
(empowerment), sehingga anggota masyarakat/komuniti dapat mengaktualisasikan
dan memenuhi kebutuhannya secara mandiri tanpa ketergantungan dengan pihak–
pihak perusahaan maupun pemerintah.”
Ruang lingkup program community development.
1. Community Services
Pelayanan korporat untuk memenuhi kepentingan masyarakat ataupun
kepentingan umum (misalnya: sarana jalan, sekolah, kesehatan, ibadah,
kelestarian lingkungan).
2. Community Empowering
Program–program community development yang memberikan akses yang
lebih luas kepada komuniti untuk menunjang kemandiriannya, seperti:
peningkatan kapasitas usaha masyarakat yang berbasis sumberdaya alam
setempat.
3. Community Relation
Kegiatan
yang
terkait
dengan
pengembangan
kesepahaman
melalui
komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait.
2.4. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat sering kali dikaitkan dengan kegiatan pembangunan
dalam masyarakat. Keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh
peran serta dan partisipasi masyarakat. Partisipasi merupakan peran serta individu
atau sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan. Menurut Rogers (2003)
pembangunan itu sendiri adalah partisipasi. Pendapat tersebut dikuatkan oleh
Slamet (2003) yang mengemukakan bahwa indikator keberhasilan pembangunan
bisa diukur dari ada tidaknya partisipasi masyarakat.
Bryant dan White (Ndara, 1990) membagi partisipasi atas dua macam
yaitu: (1) Partisipasi antar sesama warga atau anggota suatu perkumpulan,
dinamakan partisipasi “horizontal,” (2) Partisipasi oleh bawahan dan atasan antara
klien dan patron atau antara masyarakat dengan pemerintah diberi nama
partisipasi “vertikal.” Pada sisi lain, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan
politik seperti pemberian suara dalam pemilihan, kampanye dan sebagaimana
45
dikenal sebagai partisipasi dalam proses politik. Keterlibatan dalam kegiatan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan disebut partisipasi dalam proses
administrasi.
Slamet (2003) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan aktif dan
bermakna dari penduduk pada tingkatan yang berbeda: (1) Dalam proses
pembentukkan
keputusan
untuk
menentukan
tujuan
dan
pengalokasian
sumberdaya untuk mencapai tujuan tersebut, (2) Pelaksanaan program secara
sukarela, dan (3) Pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program.
Menurut Asngari (2008) berdasarkan area-area pembangunan maka
partisipasi dapat dikelompokkan dalam dua pilihan yaitu: (1) Partisipasi sebagai
alat,
dimasukkan
untuk
menciptakan
teknik
atau
metoda
untuk
mengimplementasikan partisipasi dalam praktek pembangunan, dan (2) Partisipasi
sebagai tujuan, dimaknai sebagai pemberdayaan masyarakat sesuai kemampuan
mereka, untuk secara bersama mengambil bagian dan bertanggungjawab atas
pembangunan mereka sendiri.
Asngari (2003) juga menjelaskan makna partisipasi atas enam di
antaranya: (1) Partisipasi dalam pengambilan keputusan, (2) Partisipasi dalam
pengawasan, (3) Partisipasi mendapatkan manfaat dan penghargaan, (4)
Partisipasi sebagai proses pemberdayaan (empowerment), (5) Partisipasi
bermakna kerja kemitraan (partnership), dan (6) Partisipasi akibat pengaruh
stakeholder dalam pengambilan keputusan, pengawasan dan penggunaan
”resource” yang bermanfaat.
Agar partisipasi bisa tumbuh, menurut Slamet (2003) paling tidak ada tiga
syarat yang harus dipenuhi, yaitu: (1) Adanya kesempatan untuk membangun
kesempatan dalam pembangunan, (2) Adanya kemampuan untuk memanfaatkan
kesempatan itu, dan (3) Adanya kemauan untuk berpartisipasi.
Sastropoetro (1988) menyebutkan beberapa unsur partisipasi sebagai
berikut: (1) Kepercayaan diri masyarakat, (2) Adanya solidaritas dan integritas
sosial dari masyarakat, (3) Tanggungjawab sosial dan komitmen masyarakat, (4)
Kemauan dan kemampuan untuk mengubah atau memperbaiki keadaan dan
membangun atas dasar kekuatan sendiri, (5) Peranan dari pemimpin formal
46
maupun pemimpin non formal dalam menggerakkan masyarakat, (6) Prakarsa
masyarakat atau perorangan dijadikan milik bersama, dan (7) Adanya kepekaan
dan tanggapan masyarakat terhadap masalah, kebutuhan dan kepentingan
bersama, adanya musyawarah mufakat dan menolong diri sendiri (self help).
Tjokroamidjojo (1984) mengungkapkan ada tiga hal yang perlu
diperhatikan
dalam
kepemimpinan,
(2)
rangka
partisipasi
Komunikasi,
dan
masyarakat,
(3)
yaitu:
Pendidikan.
(1)
Masalah
Untuk
masalah
kepemimpinan sangat menentukan karena dalam pembangunan membutuhkan
pemimpin yang memiliki serta mampu menerima gagasan pembaharuan. Selain
itu juga seorang pemimpin harus mampu berkomunikasi secara aktif dan mampu
menterjemahkan proses yang berlangsung. Untuk menggerakkan partisipasi
masyarakat diperlukan pemimpin formal yang mempunyai legalitas dan pemimpin
yang informal memiliki legitimitas. Komunikasi merupakan sarana yang
memungkinkan gagasan, kebijakan dan rencana mencerminkan kepentingan dan
aspirasi masyarakat. Komunikasi dimaksudkan untuk menumbuhkan berbagai
perubahan nilai dan sikap dalam proses pembaharuan. Selain berbagi kepercayaan
budaya dan mempunyai fungsi pada masyarakat sebagai satu kesatuan.
Koentjaraningrat
(1992)
menyatakan
bahwa
partisipasi
dalam
pembangunan sebenarnya menyangkut dua tipe pada prinsipnya berbeda, yaitu:
1. Partisipasi dalam aktivitas bersama dalam proyek pembangunan khusus.
2. Partisipasi sebagai individu di luar aktivitas bersama dalam pembangunan.
Pada tipe yang pertama masyarakat diajak, dipersuasi, diperintahkan atau
dipaksa oleh penguasa untuk berpartisipasi dan menyumbangkan tenaga dan
hartanya kepada proyek pembangunan yang khusus, biasanya bersifat fisik. Bila
masyarakat berdasarkan keyakinannya bahwa proyek tersebut akan bermanfaat
baginya, maka mereka akan berpartisipasi dengan semangat dan spontanitas yang
besar tanpa mengharap upah yang tinggi. Sebaliknya jika masyarakat diperintah
atau dipaksa oleh penguasa untuk ikut menyumbangkan tenaga dan harta maka
mereka akan berpartisipasi dengan semangat kerja rodi. Tipe partisipasi yang
kedua tidak ada proyek aktivitas bersama yang khusus, tetapi terdapat proyek
47
pembangunan biasanya yang tidak bersifat fisik dan memerlukan partisipasi tidak
atas perintah atau paksaan orang lain, tetapi atas dasar kemauan mereka sendiri.
2.4.1.Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam setiap
tahap pembangunan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Masyarakat
tidak lagi menjadi obyek dari pembangunan tetapi menjadi subyek aspirasi,
menentukan pilihan, memanfaatkan peluang dan menyelesaikan masalahnya.
Melalui pendekatan partisipatif ini masyarakat dapat memiliki pengaruh dan
kontrol terhadap berbagai inisiatif pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya
yang akan mempengaruhi kehidupannya maupun lingkungannya. Partisipasi
sepadan dengan arti peran serta, ikut serta, keterlibatan atau proses belajar
bersama saling memahami menganalisis, merencanakan dan melakukan tindakan
oleh sejumlah anggota masyarakat.
Partisipasi masyarakat merupakan proses yang melibatkan masyarakat
umum dalam pengambilan keputusan, perumusan, pelaksanaan dan pengawasan
kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintah, pembinaan masyarakat dan
pembangunan. Masyarakat harus memiliki kesempatan ikut berpartisipasi dalam
segala kegiatan yang ada, mulai pemeriksaan awal masalah, daftar pemecahan
yang mungkin diambil, pemilihan satu kemungkinan tindakan, mengorganisasi
pelaksanaan, evaluasi dalam tahap pelaksanaan, hingga memperdebatkan mutu
dari mobilisasi atau organisasi lebih lanjut (Goulet, 1990). Pemrakarsa partisipasi
dapat berasal dari atas (penguasa atau para ahli), bawah (masyarakat) atau pihak
ketiga dari luar. Jika berasal dari atas, maka biasanya disertai oleh kontrol sosial
tertentu atas proses dan pelaku-pelaku partisipasi. Pembangunan dalam sebuah
sistem yang non demokratis biasanya masih memperbolehkan partisipasi di
tingkat mikro (pemecahan masalah) asalkan tidak mengganggu ketentuan atau
aturan di tingkat makro (Goulet, 1990). Partisipasi ideal yang sulit ditemukan
dalam tataran praktis adalah partisipasi yang dimulai dari tingkat bawah dan
berkembang ke tingkat atas menuju bidang-bidang yang semakin meluas dalam
pembuatan keputusan. Bentuk partisipasi ideal diprakarsai, atau sekurang-
48
kurangnya disetujui, oleh masyarakat non elit yang berkepentingan pada tingkat
awal dalam urutan keputusan-keputusan (Goulet, 1990).
Pemberdayaan pada dasarnya adalah pemberian kekuatan kepada pihak
yang kurang atau tidak berdaya (powerless) agar dapat memiliki kekuatan yang
menjadi modal dasar aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan salah satu
kebutuhan mendasar manusia. Pemberdayaan yang dimaksud tidak hanya
mengarah pada individu semata, tetapi juga kolektif (Hikmat, 2001). Pengertian
ini kurang-lebih sama dengan pendapat Payne dan Shardlow (Adi, 2002)
mengenai tujuan utama pemberdayaan adalah membantu klien memperoleh daya
untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan, yang
terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan
sosial dalam melakukan tindakan. Pemberdayaan menyangkut permasalahan
bagaimana individu, kelompok ataupun masyarakat berusaha mengontrol
kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan
sesuai dengan keinginan mereka. Pembangunan merupakan proses peningkatan
kemampuan manusia untuk menentukan masa depannya mengandung arti bahwa
masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pembangunan dan masyarakat perlu
berperan serta. Peran serta masyarakat dalam pembanguan harus melibatkan
masyarakat secara keseluruhan dalam pembangunan tersebut. Dalam artian
masyarakat harus berperan serta mulai dari tahap perencanaan sampai dengan
tahap evaluasi.
Menumbuhkan partisipasi dalam masyarakat desa pada awalnya memang
bukan pekerjaan yang mudah, karena menyangkut perubahan sikap mental dan
budaya yang mungkin sudah melembaga dalam masyarakat bersangkutan.
Menurut Ife (1995) agar masyarakat terdorong untuk berpartisipasi perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan beberapa prasyarat (condition), di antaranya:
(1) Anggota-anggota masyarakat akan berpartisipasi apabila isu atau kegiatan
yang ditawarkan dianggap penting oleh mereka, (2) Kegiatan yang ditawarkan
kepada masyarakat, oleh setiap masyarakat dirasakan akan memberikan
perbedaan yang nyata bagi perubahan yang lebih baik, (3) Apapun bentuk
partisipasi dari setiap anggota masyarakat harus dihargai dan diberi nilai tinggi,
49
(4) Tersedia peluang atau kesempatan bagi setiap anggota masyarakat untuk
berpatisipasi dan apapun bentuk partisipasi tersebut harus didukung, dan (5)
Struktur dan proses kegiatan bukan merupakan sesuatu yang asing bagi anggotaanggota masyarakat, artinya harus kompabiliti dengan sosial, ekonomi, dan
budaya masyarakat.
Dalam hal pendekatan pembangunan, tuntutan akan partisipasi ini telah
mengubah paradigma mengenai posisi masyarakat dalam proses pembangunan.
Masyarakat tidak lagi ditempatkan sebagai obyek, tetapi ikut terlibat mulai dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan
hingga
pertanggungjawabannya.
Pendekatan ini menyadari betapa pentingnya kapasitas masyarakat untuk
meningkatkan kemandirian dan kemampuan internalnya atas segala sumberdaya
yang dimilikinya. Model semacam ini sangat menekankan pentingnya
pemberdayaan (empowerment) dan inisiatif rakyat sebagai inti dari sumberdaya
pembangunan.
Tjokroamidjojo (1981) menegaskan bahwa pembangunan meliputi segala
aspek kehidupan, politik, ekonomi, dan sosial budaya itu akan berhasil apabila
merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh rakyat di dalam
suatu negara. Untuk menerapkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
Mikkelsen (2001) mengatakan, bahwa perlu adanya paradigma baru yang disebut
sebagai pembangunan partisipatoris yang mengindikasikan dua perspektif.
Pertama, pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan,
perencanaan dan pelaksanaan program atau proyek yang akan mewarnai hidup
mereka, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa persepsi setempat,
pola sikap, dan pola pikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut
dipertimbangkan secara penuh. Kedua, membuat umpan balik yang pada
hakikatnya merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.
Pretty (1995) mengemukakan tipologi partisipasi, yaitu bagaimana
masyarakat berpartisipasi dalam program dan proyek pembangunan. Partisipasi
dapat dibagi menjadi tujuh tipe, di antaranya:
50
1. Partisipasi pasif (passive participation)
Masyarakat berpartisipasi secara ikut-ikutan, pemberitahuan sepihak dari
pengelolah proyek tanpa mendengarkan tanggapan masyarakat.
2. Partisipasi dalam pemberian informasi (participation in information giving)
Masyarakat berpartisipasi dengan menjawab atau memberi informasi.
Masyarakat tidak mempunyai pilihan untuk mempengaruhi cara kerja.
3. Partisipasi dengan konsultasi (participation by consultation)
Masyarakat berpartisipasi dengan konsultasi, sedangkan agen luar menetapkan
masalah dan jalan keluarnya serta memodifikasinya. Pengambilan keputusan
oleh professional.
4. Partisipasi untuk memperoleh inserntif material (participation for material
incentive)
Masyarakat berpartisipasi dengan menyediakan sumber daya seperti tenaga
kerja untuk memperoleh insentif material.
5. Partisipasi fungsional (functional participation)
Masyarakat berpartisipasi dengan pembentukan kelompok-kelompok yang
dikaitkan dengan tujuan proyek. Masyarakat tidak dilibatkan pada tahap awal
atau perencanaan, pengarahan dilakukan oleh pihak luar.
6. Partisipasi interaktif (interactive participation)
Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama, membuat rencana aksi dan
pembentukan masyarakat lokal baru atau penguatan yang lain. Masyarakat
menentukan keputusan dan mempunyai tanggung jawab dalam pemeliharaan
struktur dan praktik.
7. Pengembangan diri (self mobilization)
Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil kebebasan inisiatif dari lembaga
eksternal untuk mengubah sistem. Masyarakat membangun dengan hubungan
lembaga eksternal untuk sumberdaya dan bantuan teknis yang diperlukan
tetapi tetap menguasai sumberdaya yang digunakan.
51
Oakkey et al., (1991) dalam Kumar 2002 mengemukakan bahwa
keuntungan utama partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu:
1. Efisiensi: partisipasi dapat menjamin penggunaaan secara efektif sumberdaya
yang tersedia. Masyarakat lokal mengambil tanggungjawab dalam berbagai
aktivitas sehingga meningkatkan efisiensi.
2. Efektivitas: Partisipasi masyarakat dapat membuat proyek-proyek lebih efektif
melalui pengambilan keputusan mengenai tujuan dan strategi, partisipasi
dalam pelaksanaan sehingga memastikan penggunaan sumberdaya secara
efektif.
3. Kemandirian: Melalui partisipasi aktif masyarakat lokal tidak hanya dapat
mengatasi mentalitas ketergantungan tetapi juga dapat meningkatkan
kesadaran, kepercayaan diri dan pengawasan atas proses pembangunan.
4. Jaminan: Partisipasi masyarakat dapat menjadi sebuah usaha keras sebagai
jaminan atas manfaat yang diperoleh kelompok sasaran.
5. Keberlanjutan: partisipasi masyarakat dianggap sebagai sebuah prasyarat bagi
keberlanjutan kegiatan-kegiatan pembangunan.
Stephens et al., dalam Sutrisno (2000) membedakan tahap partisipasi
dalam proses pembangunan atas: (1) Partisipasi pada tahap perencanaan; (2)
Partisipasi pada tahap pelaksanaan; (3) Partisipasi pada tahap pemanfaatan, dan
(4) Partisipasi pada tahap penilaian pembangunan. Partisipasi dalam perencanaan
dan
pengambilan
keputusan,
pelaksanaan
kegiatan,
pemanfaatan
hasil
pembangunan dan dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan pembangunan.
Dari uraian di atas, partisipasi masyarakat dalam penelitian ini
dikategorikan dalam empat indikator, yaitu: (1) Partisipasi dalam merencanakan,
(2) Partisipasi dalam melaksanakan, (3) Partisipasi dalam memanfaatkan, dan (4)
Partisipasi dalam mengevaluasi.
2.5. Karakteristik Individu
Karakteristik individu sangat menentukan pemahaman terhadap informasi
yang diterima adalah bagian dari pribadi yang melekat pada diri seseorang.
Karakteristik tersebut mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja
52
maupun situasi yang lainnya. Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa
karakteristik individu adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang dan
berhubungan dengan aspek kehidupan, seperti umur, jenis kelamin, posisi,
jabatan, status sosial, dan agama. Lionberger (1960) menyatakan bahwa
karakteristik individu yang perlu diperhatikan adalah: umur, tingkat pendidikan
dan karakter psikologis. Karakteristik psikologis antara lain adalah rasionalitas,
fleksibilitas mental, dogmatisme, orientasi terhadap usahatani dan kecenderungan
mencari informasi.
Karakteristik individu sangat menentukan pemahaman terhadap informasi
yang diterima. Lionberger dan Gwin dalam Suliasty (2008), mengungkapkan
bahwa peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal diantaranya adalah
peubah karakteristik individu. Karakteristik anggota kelompok pada dasarnya
merupakan karakteristik individu, karakteristik individu meliputi: usia, tingkat
pendidikan dan ciri psikologis. Menurut Madrie (1986), tingkat pendidikan
formal, pengalaman, kekosmopolitan, nilai-nilai budaya, keberanian menghadapi
resiko, merupakan indikator yang menentukan karakteristik pribadi seseorang.
Rogers dan Shoemaker (1995) mengungkapkan bahwa sumberdaya
pribadi mencakup: (1) Ciri kepribadian (personality), dan (2) Ciri komunikasi.
Ciri kepribadian mencakup: empati, dogmatisme, kemampuan abstraksi,
rasionalitas, intelejensia, sikap terhadap perubahan, sikap mengambil resiko, sikap
terhadap ilmu pengetahuan atau pendidikan, fatalisme, motivasi meningkatkan
taraf hidup dan aspirasi terhadap pendidikan dan pekerjaan. Ciri komunikasi
antara lain: partisipasi sosial, komunikasi interpersonal dengan sistem luar,
kekosmopolitan, kontak dengan agen pembaharu, keterdedahan terhadap media
massa, keaktifan mencari inovasi, kepemimpinan (leadership) dan penerimaan
terhadap norma modern.
Salkind (1985) mengemukakan bahwa dalam proses pemberdayaan
masyarakat tidak bisa terlepas dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal individu masyarakat antara lain: umur, pendidikan, jenis kelamin, jumlah
tanggungan, status sosial ekonomi dan pengalaman masa lalu. Faktor eksternal
53
antara lain: peran penyuluh (fasilitator, motivator, katalisator, pendidik, pelatih),
lingkungan (fisik, sosial, ekonomi), dan ketersediaan dana/modal sosial.
Berdasarkan batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka secara
konseptual karakteristik individu adalah keseluruhan ciri-ciri yang melekat pada
seseorang yang berbeda satu dengan lainnya. Berpijak dari konsep tersebut di
atas, maka karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang melekat pada individu
yang dapat membedakannya dengan individu lainnya.
Dari uraian di atas, karakteristik individu dikategorikan dalam lima
indikator, di antaranya: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan
status sosial.
2.6. Persepsi Individu
Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus sebagai makhluk
individual, terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan individu lainnya.
Adanya perbedaan inilah yang menyebabkan mengapa seseorang menyenangi
suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut.
Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi dan menilai obyek
dengan persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan
penyesuaian ditentukan oleh persepsinya. Persepsi pada hakikatnya merupakan
proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu.
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan
(Walgito, 2003). Proses penginderaan terjadi setiap saat diri indvidu menerima
stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera. Stimulus tersebut kemudian
diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari tentang apa
yang diinderanya. Stimulus dapat berupa obyek yang besifat konkrit maupun
abstrak. Obyek konkrit berupa benda dapat mengenai semua jenis indera manusia,
sedangkan obyek yang abstrak dapat diindera setelah melalui proses audial dan
atau proses visual.
Rakhmat (2007) menjelaskan bahwa persepsi yaitu pengalaman tentang
obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli
54
inderawi (sensory stimuli). Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi
inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi, ekspektuasi, motivasi
dan memori. Menurut Rakhmat, persepsi ditentukan oleh faktor personal dan
situasional. Krech dan Crutchfield (Rakhmat, 2007) menyebutnya faktor
fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut
menentukan terjadinya persepsi, yaitu: aspek perhatian, aspek motivasi, aspek
pengetahuan, aspek personal, dan aspek situasi.
Ketika
individu
menangkap
sebuah
informasi
maka
terjadilah
pembentukan persepsi dengan menggunakan panca indera manusia. Persepsi
terhadap sesuatu akan menjadi semakin kuat jika individu memiliki banyak
informasi. Persepsi individu terjadi jika ada obyek (peristiwa yang sedang diamati
atau sedang dialami), ada situasi atau lingkungan yang mendukung serta ada
pengamat atau yang diamati. Di mana proses pencarian informasi untuk dipahami.
Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan, sebaliknya alat
untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Dalam hal persepsi mengenai
orang lain dan untuk memahami orang lain, persepsi itu dinamakan persepsi sosial
dan kognisi dinamakan sebagai kognisi sosial. Persepsi individu terhadap
lingkungan merupakan faktor penting dalam menentukan tindakan.
Persepsi merupakan keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan)
yang diterima pancaindera (hal ini dinamakan sensasi), kemudian stimulus diantar
ke otak yang diartikan dan selanjutkan mengakibatkan pengalaman yang disadari.
Ada yang mengatakan bahwa persepsi merupakan stimulus yang ditangkap oleh
pancaindera individu, lalu diorganisasikan dan kemudian diinterpretasikan
sehingga individu menyadari dan mengerti sesuatu yang diindera itu. Ada yang
dengan singkat mengatakan: persepsi adalah memberikan makna pada stimulus
yang ditangkap oleh inderawi. Persepsi merupakan proses pengertian dan
penafsiran makna informasi yang diterima peralatan pancaindera manusia, dalam
proses pemberian makna dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor
personal dan faktor situsional.
Proses terbentuknya persepsi menurut Krench dan Crutchfield (Rakhmat,
2007) ditentukan oleh faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa
55
lalu dan hal yang termasuk hal-hal apa yang kita sebut sebagai faktor personal.
Menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang
yang memberikan respon pada stimuli itu. Faktor yang mempengaruhi persepsi
lazim disebut kerangka rujukan (frame of reference). Persepsi bersifat selektif
secara fungsional. Artinya obyek yang mendapat perhatian khusus yang mendapat
tekanan dalam persepsi kita biasanya adalah obyek yang memenuhi tujuan
individu yang melakukan persepsi. Faktur struktural yang menentukan persepsi,
berasal dari semata-mata dari sifat stimuli dan efek-efek yang ditimbulkan pada
sistem saraf individu.
Para psikolog Gestalt seperti Kohler, Wartheimer dan Koffa (Rakhmat,
2007) merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural. Prinsip ini
kemudian terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori ini bila kita mempersepsi
sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan.
Pembentukan persepsi, menurut Litterer, terdiri dari: selectivity, closure
and interpretation (Asngari, 1984). Secara skematis, ditunjukkan Gambar 4.
MEKANISME
PEMBENTUKAN
PERSEPSI
INFORMASI
SAMPAI
INDIVIDU
PEMBENTUKAN
PERSEPSI
SELEKTIVITY
INTERPRETASI
CLOSURE
PENGALAMAN
MASA SILAM
PERSEPSI
PERILAKU
Gambar 4. Pembentukkan Persepsi
(Sumber: Asngari, 1984)
56
Informasi yang disampaikan kepada seseorang menyebabkan individu
yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau
menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi
kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta
keseluruhan informasi itu. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam dan
dahulu memegang peranan yang penting.
Litterer (Asngari, 1984), menekankan bahwa persepsi seseorang terhadap
sesuatu yang dianggap berarti atau bermakna, tidak akan mempengaruhi
perilakunya. Sebaliknya, bila ia beranggapan bahwa hal tersebut di pandang
nyata, walau kenyataannya tidak benar atau tidak ada, akan mempengaruhi
perilakunya atau tindakannya. Di dalam proses persepsi individu dituntut untuk
memberikan penilaian terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif maupun
negatif, senang atau tidak senang dan sebagainya. Dengan adanya persepsi, maka
akan terbentuk sebuah sikap, yaitu suatu kecenderungan yang stabil untuk berlaku
atau bertindak secara tertentu di dalam situasi yang tertentu pula.
Menurut Anwar (2002), dalam diri setiap individu manusia, persepsi
memiliki sifat-sifat, yaitu:
1. Persepsi adalah sebuah pengalaman. Untuk mengartikan makna dari sesuatu
obyek kita harus memiliki dasar untuk melakukan interpretasi tersebut seperti
pengalaman dan pengetahuan.
2. Persepsi adalah selektif. Ketika mempersepsikan sesuatu kita cenderung untuk
memperhatikan bagian-bagian tertentu dari suatu obyek. Dengan kata lain kita
melakukan seleksi hanya pada karakteristik tertentu dari obyek persepsi kita
serta mengabaikan yang lain. Dalam hal ini kita mempersepsikan sesuatu
didasari atas dasar sikap, nilai dan keyakinan yang terdapat dalam diri kita,
dan mengabaikan karakteristik yang tidak relevan atau berlawanan dengan
nilai dan keyakinan tersebut.
3. Persepsi adalah penyimpulan. Proses psikologi dari persepsi mencakup
penarikan kesimpulan melalui suatu proses induksi secara logis. Karena
Adanya suatu keterbatasan maka interpretasi yang dihasilkan pada dasarnya
adalah suatu penyimpulan informasi yang tidak lengkap.
57
4. Persepsi tidak akurat. Setiap persepsi yang dilakukan akan mengandung
kesalahan dalam kadar tertentu. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh pengaruh
yang berasal dari masa lalu, selektivitas dan penyimpulan yang terlalu mudah
atau penyamarataan.
5. Persepsi adalah evaluatif. Persepsi tidak akan pernah obyektif, karena kita
melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap,
nilai-nilai dan keyakinan pribadi yang digunakan untuk memberikan makna
pada obyek persepsi. Persepsi merupakan proses kognitif psikologis yang ada
pada dalam diri kita maka bersifat subyektif.
Bila dikaitkan dengan masalah dalam penelitian ini, persepsi terhadap
kegiatan TSP merupakan berbagai program kegiatan TSP yang diterima oleh
individu melalui panca indera untuk memberikan pandangan dan penilaian kepada
perusahaan yakni PT Pertamina Balongan. Persepsi masyarakat sebagai penerima
manfaat dari kegiatan TSP yang dilakukan oleh PT Pertamina di bidang ekonomi,
sosial, dan pengelolaan lingkungan hidup. Persepsi masyarakat terhadap kegiatan
TSP dikategorikan dalam tiga indikator, di antaranya: (1) Persepsi terhadap
manfaat di bidang ekonomi, (2) Persepsi terhadap manfaat di bidang sosial, dan
(3) Persepsi terhadap manfaat di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
2.7. Pemberdayaan Masyarakat
Istilah pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata “power” yang
berarti kemampuan, tenaga, atau kekuasaan. Dengan demikian, secara harfiah
pemberdayaan dapat diartikan sebagai peningkatan kemampuan, tenaga, kekuatan,
atau kekuasaan.
Kata “empower” menurut Maerriam Webster dan Oxford English
Dictionary (Prijono & Pranarka, 1996) mengandung dua pengertian, yaitu :
1. To give ability to or enable, yakni upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program
pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat
kemampuan yang diharapkan.
58
2. To give power or authority to, yang berarti memberi kekuasaan mengalihkan
kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada masyarakat, agar masyarakat
memiliki
kemandirian
dalam
pengambilan
keputusan
dalam
rangka
membangun diri dan lingkungannya secara mandiri.
Dengan demikian, upaya pemberdayaan masyarakat berarti memampukan
dan memandirikan masyarakat.
Ife (1995) mengemukakan bahwa: “Pemberdayaan mengacu pada kata
“empowerment,” yang berarti membantu komunitas dengan sumberdaya,
kesempatan, pengetahuan, dan keahlian untuk meningkatkan kapasitas komunitas
sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas.”
Sulistiyani (2004) menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis
pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya”
yang berarti kekuatan atau
kemampuan. Pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya,
kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau
kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum
berdaya. Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan yang dikemukakan
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah
suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau
kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi,
menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan
sekaligus memilih alternatif pemecahannya dengan mengoptimalkan sumberdaya
dan potensi yang dimiliki secara mandiri.
Menurut Prijiono dan Pranarka (1996), konsep pemberdayaan perlu
disesuaikan dengan alam pikiran dan budaya Indonesia. Perkembangan alam
pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat diawali dengan proses penghilangan
harkat dan martabat manusia (dehumanisasi). Proses penghilangan harkat dan
martabat manusia ini salah satunya banyak dipengaruhi oleh kemajuan ekonomi
dan teknologi yang nantinya dipakai sebagai basis dasar dari kekuasaan (power).
Empowerment hanya akan mempunyai arti kalau proses pemberdayaan menjadi
bagian dari fungsi kebudayaan, yaitu aktualisasi dan koaktualisasi eksistensi
59
manusia dan bukan sebaliknya menjadi hal yang destruktif bagi proses aktualisasi
dan aktualisasi eksistensi manusia.
Suharto (2005) menyatakan bahwa pemberdayaan menunjuk pada
kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka
memiliki kekuatan atau kemampuan dalam:
1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam
arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari
kelaparan, kebodohan, dan kesakitan.
2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa
yang mereka perlukan.
3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka.
Menurut McArdle (1989) pemberdayaan sebagai proses pengambilan
keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan,
orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui
kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui
usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber
lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pertolongan dari
hubungan eksternal. Namun, bukan hanya untuk mencapai tujuannya yang
penting, akan tetapi lebih pada makna pentingnya proses dalam pengambilan
keputusan.
Tujuan dari Pemberdayaan untuk meningkatkan kekuatan orang-orang
yang lemah (Ife, 1995), Pada dasarnya pemberdayaan dapat dimaknai sebagai
segala usaha untuk membebaskan masyarakat miskin dari belenggu kemiskinan
yang menghasilkan suatu situasi di mana kesempatan-kesempatan ekonomis
tertutup bagi mereka, karena kemiskinan yang terjadi tidak bersifat alamiah
semata, melainkan hasil berbagai macam faktor yang menyangkut kekuasaan dan
kebijakan, maka upaya pemberdayaan juga harus melibatkan kedua faktor
kekuasaan dan kebijakan dari perusahaan.
60
Keberdayaan bermakna sebagai keadaaan sudah berdaya, sedangkan
pemberdayaan berarti proses atau usaha untuk membuat sesuatu menjadi berdaya.
Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang
bersenyawa dengan masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat yang
bersangkutan (Sumaryadi, 2005). Masyarakat yang memiliki sehat fisik dan
mental, terdidik dan kuat, tentunya memiliki keberdayaan. Keberdayaan
masyarakat merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat
memiliki
kemampuan
bertahan
dan
dalam
pengertian
yang
dinamis
mengembangkan diri dan mencapai kemajuan.
Salah satu indikator dari keberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan
kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau
memperbaiki kehidupannya. Konsep pemberdayaan merupakan hasil dari proses
interaksi di tingkat ideologis dan praksis. Pada tingkat ideologis, pemberdayaan
merupakan hasil interaksi antara konsep top-down dan bottom-up, antara growth
strategy dan people centered strategy. Di tingkat praktis, proses interaksi terjadi
melalui pertarungan antar ruang otonomi. Konsep pemberdayaan mencakup
pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan
yang bertumpu pada masyarakat (community based development).
Payne (1997) mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan pada
intinya bertujuan membantu klien mendapatkan daya, kekuatan dan kemampuan
untuk mengambil keputusan dan tindakan yang akan dilakukan dan berhubungan
dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi kendala pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan.
Pemberdayaan masyarakat menurut Prijono dan Pranarka (1996) adalah:
“Bagaimana rakyat dibantu agar lebih berdaya sehingga tidak hanya dapat
meningkatkan kapasitas dan kemampuannya dengan memanfaatkan potensi yang
dimilikinya, tetapi sekaligus meningkatkan kemampuan ekonomi nasional”.
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses di mana masyarakat
khususnya mereka yang kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan
didorong untuk makin mandiri dalam mengembangkan kehidupan mereka. Dalam
proses ini, masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan peluang
61
pembangunan dan perikehidupan mereka sendiri. Selain itu mereka juga
menemukenali solusi yang tepat dan mengakses sumberdaya yang diperlukan,
baik sumberdaya eksternal maupun sumberdaya milik masyarakat itu sendiri.
Pemberdayaan masyarakat juga merupakan suatu proses mengajak atau membawa
masyarakat agar mampu melakukan sesuatu (enabling people to do something).
Selanjutnya Prijono dan Pranarka (1996), menjelaskan bahwa proses
pemberdayaan masyarakat mengandung dua kecenderungan, pertama: sebagai
kecenderungan primer dari pemberdayaan menekankan pada proses memberikan
atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, kemampuan kepada masyarakat
agar individu lebih
berdaya,
sedangkan kecenderungan kedua
sebagai
kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau
memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk
menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Pemberdayaan
masyarakat
juga
dapat
diartikan
sebagai
upaya
mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar
masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang
dan sektor kehidupan melalui pengalihan pengambilan keputusan kepada
masyarakat agar mereka terbiasa dan mampu bertanggungjawab terhadap segala
sesuatu yang dipilihnya (Najiyati et al., 2005).
Kartasasmita (1996) menyatakan bahwa beberapa hal yang perlu
dilakukan dalam upaya pemberdayaan masyarakat adalah harus terarah dalam arti
ditujukan langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang
untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya, mengikutsertakan
masyarakat yang akan dibantu, dan penting adanya pendampingan. Pemberdayaan
masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada programprogram pemberian (charity). Tujuan akhir pemberdayaan masyarakat adalah
memandirikan masyarakat, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri
ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Hal ini juga sesuai
dengan pendapat Nurcahyo (2008) bahwa tujuan dari pemberdayaan adalah untuk
membentuk individu dan masyarakat menjadi lebih mandiri, yang meliputi
62
kemandirian berpikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan
tersebut.
Menurut Chambers (1995), salah satu upaya penting dalam strategi
pemberdayaan adalah pendidikan, baik yang bersifat formal maupun non formal.
Jadi pada masa mendatang, upaya pemberdayaan harus diarahkan langsung pada
akar persoalannya yaitu meningkatkan kemampuan rakyat. Dengan kata lain,
konsep pemberdayaan masyarakat harus mencerminkan paradigma baru
pembangunan, dari konsep need atau production oriented kepada konsep people
centered, participatory, empowering, and sustainable.
Kartasasmita
(1996)
menyatakan
bahwa
proses
memberdayakan
masyarakat dapat dilakukan melalui tiga proses yaitu: (1) Menciptakan suasana
atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik
tolaknya adalah bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang
dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya,
apabila masyarakat tidak memiliki daya, maka dia akan punah. Pemberdayaan
adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya, (2) Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
masyarakat (empowering). Penguatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan
menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke
dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi
makin berdaya. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi masyarakat yang
kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku untuk semua, tidak
selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini, dan (3) Memberdayakan
mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah
yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam
menghadapi yang kuat. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah
terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang
lemah.
Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan
masyarakat lebih berdaya, berkekuatan dan berkemampuan. Kaitannya dengan
63
indikator masyarakat berdaya, Sumardjo (1999) menyatakan ciri-ciri warga
masyarakat berdaya yaitu: (1) Mampu memahami diri dan potensinya, mampu
merencanakan, yakni dapat mengantisipasi kondisi perubahan ke depan, (2)
Mampu mengarahkan dirinya sendiri, (3) Memiliki kekuatan untuk berunding, (4)
Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang
saling menguntungkan, dan (5) Bertanggungjawab atas tindakannya.
Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, paham termotivasi,
berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu
berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko,
mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan
situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat
seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan
mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab.
Berdasarkan
kajian terhadap
berbagai
pustaka
tentang
konsep
pemberdayaan pada hakekatnya merupakan upaya yang dilakukan terhadap
individu atau komunitas lokal yang kurang mampu agar mereka memiliki
kemampuan, kekuatan, pengaruh, kontrol, penguasaan dan akses yang lebih besar
terhadap sumberdaya sehingga bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas
kehidupannya secara mandiri. Kemampuan mengandung makna individu, atau
komunitas lokal menjadi lebih berdaya, memiliki pengetahuan, mempunyai
motivasi, melihat adanya peluang dan bisa memanfaatkannya serta mampu
mengambil keputusan dan bertindak secara tepat sesuai dengan situasi yang
dihadapi. Pemberdayaan menunjukkan dimensi proses dan dimensi hasil pada
subyek yang diberdayakan. Dimensi proses dari pemberdayaan merupakan
berbagai upaya yang dilakukan terhadap subyek yang diberdayakan. Dimensi
hasil menunjukkan sejauhmana tingkat keberdayaan yang terjadi dari subyek
tersebut.
64
2.8. Pemberdayaan Masyarakat melalui
Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Diskursus mengenai TSP sampai saat ini tetap hangat dan menarik untuk
diperbincangkan oleh perusahaan terutama yang bergerak di bidang minyak dan
gas bumi. Meningkatnya kesadaraan perusahaan dalam melakukan dan
menerapkan tanggungjawab sosial di lingkungan usahanya didorong oleh
cepatnya arus globalisasi dan liberalisasi di berbagai sektor. Ini ditunjukkan
dengan meningkatnya jumlah sektor usaha yang beroperasi dan melakukan
kegiatan TSP sebagai kegiatan kepada masyarakat sekitar sebagai bentuk
kepedulian perusahaan.
Terkait dengan TSP, bahwa dunia bisnis, selama ini telah menjelma
menjadi institusi yang paling berkuasa. Institusi yang dominan di masyarakat
mana pun harus mengambil tanggungjawab sosial untuk kepentingan bersama.
Untuk setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil, haruslah dilihat
dalam
kerangka
tanggungjawab
sosial
tersebut.
Penerapan
kegiatan
tanggungjawab sosial di kalangan perusahaan di Indonesia belakangan ini
menunjukkan adanya perkembangan dan manfaat positif yang dapat dinikmati
oleh masyarakat. Tanggungjawab sosial ini diwujudkan melalui serangkaian
kegiatan yang dilakukan perusahaan di berbagai bidang seperti: pendidikan,
kesehatan, ekonomi, lingkungan dan bahkan sosial budaya yang dikemas dalam
bentuk charity, philanthropy dan community development.
Tujuan utama dari kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan pada
dasarnya
adalah
untuk
memberikan
perhatian
kepada
masyarakat
dan
memberdayakan masyarakat lokal. Penetapan skala prioritas tanggungjawab sosial
harus diperhatikan dengan baik. Program padat karya yang secara langsung dapat
bermanfaat bagi masyarakat yang harus diperhatikan dalam tanggungjawab sosial.
Selain
itu
kegiatan
mempertimbangkan
TSP
yang
pengembangan
dikembangkan
kebutuhan
dari
harus
benar-benar
masyarakat
yang
berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak (true win win solution), sehingga
melalui kegiatan tersebut terjadilah pemberdayaan masyarakat.
65
Menurut Ndara (1990), bahwa pemberdayaan masyarakat terbagi atas
empat macam, di antaranya:
1. Pemberdayaan politik, bertujuan meningkatkan bargaining position yang
diperintah terhadap pemerintah, sehingga yang diperintah mendapatkan apa
yang merupakan haknya dalam bentuk barang, jasa layanan, dan kepedulian
tanpa merugikan orang lain.
2. Pemberdayaan ekonomi, dimaksud sebagai upaya untuk meningkatkan
kemampuan yang diperintah sebagai consumer untuk berfungsi sebagai
penanggung dampak negatif pertumbuhan, pembayar resiko salah urus,
pemikul beban pembangunan, kambing hitam kegagalan program dan
penderita kerusakan lingkungan.
3. Pemberdayaan
sosial
budaya,
bertujuan
meningkatkan
kemampuan
sumberdaya manusia melalui human investment, guna meningkatkan nilai
manusia, penggunaan dan perlakuan seadilnya terhadap manusia.
4. Pemberdayaan lingkungan, dimaksudkan sebagai program perawatan dan
pelestarian lingkungan, supaya yang diperintah dengan lingkungannya
terdapat hubungan saling menguntungkan.
Kegiatan TSP yang berkelanjutan akan memberikan dampak positif dan
manfaat yang lebih besar baik keberdayaan masyarakat di bidang politik,
ekonomi, sosialbudaya dan lingkungan. Menurut Rahman (2009), isu kegiatan
TSP sangat beragam, sementara fokus TSP di negara maju fokus kegiatan TSP
lebih bervariasi, diantaranya isu hak azazi manusia, pemenuhan hak-hak buruh,
penyelenggaraan bisnis yang bebas korupsi dan orientasi pada lingkungan tidak
atau belum terlalu berkembang. Sementara fokus isu TSP di negara berkembang
lebih pada bagaimana perusahaan dapat memberdayakan masyarakat untuk
mandiri dan peningkatkan taraf hidup. Baik negara maju maupun negara
berkembang memiliki kesamaan pemahaman bahwa fokus kegiatan TSP adalah
kedermawaan sosial.
Menurut Rahman (2009), sejumlah isu yang dapat diangkat dalam
kegiatan TSP antara lain:
1. Isu lingkungan
66
Isu pemanasan global yang sedang marak diberitakan bahwa perubahan
lingkungan dunia kian memprihatinkan. Organisasi bisnis merupakan salah
satu penyumbang terjadinya global warning turut andil dalam masalah ini.
Diharapkan melalui kegiatan TSP lebih peduli terhadap isu lingkungan.
2. Isu sosial
Aspek sosial dari kegiatan TSP selalu terkait dengan stakeholder perusahaan
yaitu: pemerintah, organisasi bisnis lainnya, konsumen, karyawan, investor,
rekan bisnis dan komunitas lokal. Stakeholder mengharapkan perusahaan
bertindak penuh dan bertanggungjawab kepada masyarakat. Jika harapan dari
stakeholder tidak terpenuhi dapat saja stakeholder melakukan tindakan yang
dapat
mengancam
kesuksesan
dari
perusahaan
dalam
menjalankan
operasi/bisnisnya, sehingga perusahaan harus peduli terhadap isu sosial.
3. Isu ekonomi
Perekonomian masyarakat miskin yang tinggal di daerah sekitar perusahaan
memberikan tanda bahwa masyarakat menjadi isu yang penting untuk
diperhatikan oleh perusahaan. Melalui kegiatan TSP diharapkan akan
meningkatkan
perekonomian
masyarakat
sekitar,
sehingga
dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat.
Dari uraian di atas, menyatakan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat
merupakan hasil dari implementasi program kegiatan TSP dikategorikan dalam
tiga indikator di antaranya: (1) Keberdayaan di bidang ekonomi, (2) Keberdayaan
di bidang sosial dan (3) Keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran ini didasarkan atas pengakuan tentang perlu adanya
perubahan tatanan kehidupan dalam suatu masyarakat. Salah satu tujuan dari
pembangunan
milenium
(Millenium
Development
Goals/MDGs)
adalah
pengurangan angka kemiskinan. Diharapkan melalui kegiatan TSP dapat
meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, untuk mengurangi
angka kemiskinan di masyarakat. Melalui implementasi program kegiatan TSP
menjadi salah satu solusi penting dalam upaya mereduksi angka kemiskinan.
Kegiatan TSP terus diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat dalam berbagai
bidang kehidupan masyarakat. Di sisi lain perusahaan tidak akan tumbuh dan
berkembang, jika tidak ada dukungan dan partisipasi dari masyarakat.
Kegiatan TSP merupakan salah satu komunikasi organisasi PT Pertamina
Balongan yang ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat Balongan. Dalam
melaksanakan kegiatan TSP partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan dalam
menyukseskan implementasi kegiatan tersebut. Tingkat partisipasi masyarakat
dalam kegiatan TSP sangat bervariasi, namun tingkat partisipasi masyarakat yang
dimaksud bukan sekedar masyarakat sebagai pelaksana pembangunan, tetapi
menjadi pelaku utama pembangunan dalam arti keterlibatan masyarakat bersifat
menyeluruh yaitu mulai dari merencanakan kegiatan TSP, melaksanakan kegiatan
TSP, memanfaatkan kegiatan TSP, atau dalam mengevaluasi TSP.
Untuk mengantisipasi agar dalam menyampaikan informasi mengenai
kegiatan TSP kepada masyarakat dapat berjalan secara optimal dan mampu
menjangkau
masyarakat,
Pertamina
menggunakan
pendamping
kegiatan.
Pendamping kegiatan TSP dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Pendamping program kegiatan merupakan perwakilan dari Pertamina, diharapkan
memiliki kemampuan berkomunikasi yang efektif untuk menyampaikan informasi
kepada masyarakat, memiliki kemampuan untuk memotivasi masyarakat sehingga
mempunyai semangat dalam melakukan berbagai kegiatan dan melaksanakan
pekerjaan serta pendamping kegiatan harus memiliki kemampuan dalam
mengaplikasikan metode dan melakukan transfer belajar kepada masyarakat.
Informasi yang diterima oleh masyarakat memiliki pengertian yang sama.
68
Informasi yang disampaikan kepada masyarakat harus memiliki mutu
informasi yang baik dan disesuaikan dengan kebutuhan dari masyarakat. Mutu
informasi yang baik harus merupakan informasi yang relevan dengan kebutuhan
masyarakat Balongan, informasi yang terbaru dan diakui kebenarannya, informasi
yang mudah dipahami masyarakat serta informasi yang berguna untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat Balongan.
Untuk tercapainya komunikasi yang efektif dalam penyampaian pesanpesan atau informasi mengenai kegiatan TSP, maka perlu memiliki keterampilan
dalam memilih dan menggunakan saluran komunikasi yang tepat bagi
pendamping kegiatan. Adapun pemilihan dan penggunaan saluran komunikasi
yang efektif yang dapat digunakan pendamping kegiatan dapat menggunakan
saluran komunikasi interpersonal dan saluran komunikasi media massa.
Melalui tingkat partisipasi masyarakat terhadap implementasi kegiatan
TSP akan menimbulkan tingkat persepsi masyarakat tentang perusahaan. Tingkat
persepsi tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Diharapkan masyarakat
memiliki pandangan yang baik dan positif terhadap Pertamina sebagai perusahaan
yang melakukan komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP kepada masyarakat
Balongan. Pertamina berharap masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan
tersebut dapat mendukung kegiatan operasional perusahaan sehingga dapat
berjalan secara berdampingan. Sebaliknya tingkat persepsi masyarakat tentang
kegiatan TSP dan perusahaan yang baik akan menimbulkan tingkat partisipasi
masyarakat terhadap implementasi kegiatan TSP.
Komunikasi organisasi yang dilakukan perusahaan melalui implementasi
kegiatan TSP akan berhubungan dengan tingkat keberdayaan masyarakat. Melalui
program kegiatan TSP ini diharapkan dapat meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, sesuai dengan
prinsip triple bottom lines, atau 3P di antaranya: profit, people dan planet. Bahwa
setiap perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memikirkan prinsip triple
bottom lines. Dimana perusahaan tidak hanya mencari keuntungan saja (profit),
namun juga harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat (people) dan
kelestarian lingkungan (planet). Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan
perusahaan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk peningkatan
69
kekuatan (daya) yang dimiliki masyarakat untuk maju dan berkembang serta
memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.
Masyarakat yang tinggal di sekitar Pertamina Balongan merupakan
penerima manfaat dari komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP. Masyarakat
Balongan memiliki karakteristik individu yang heterogen yang menjadi ciri khas
dan melekat pada diri masyarakat meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan
non formal, status sosial masyarakat yang berbeda satu dengan yang lainnya, di
mana karakteristik individu yang heterogen tersebut dapat mempengaruhi dalam
penerimaan pesan-pesan informasi yang disampaikan pendamping kegiatan TSP.
Karakteristik masyarakat, yakni umur, pendidikan formal, pendidikan non
formal, status sosial. Masyarakat dalam memperoleh informasi dapat melalui
saluran komunikasi interpersonal maupun saluran komunikasi media massa.
Masyarakat
Balongan
memiliki
karakteristik
beragam
tersebut
dapat
mempengaruhi mereka dalam penerimaan pesan-pesan informasi kegiatan TSP
yang disampaikan oleh pendamping program kegiatan. Selain karakteristik yang
beragam, masyarakat Balongan juga memiliki perbedaan dalam tingkat partisipasi
masyarakat terhadap kegiatan TSP, tingkat persepsi masyarakat terhadap kegiatan
TSP dan tingkat keberdayaan masyarakat.
Karakteristik individu berhubungan dengan peubah tingkat partisipasi
masyarakat
dalam
implementasi
kegiatan
TSP.
Karakteristik
individu
berhubungan dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi yang terdiri dari
tiga peubah yaitu saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping program
kegiatan. Penilaian aktivitas komunikasi organisasi berhubungan dengan peubah
tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP. Peubah tingkat
partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP berhubungan dengan
efektivitas kegiatan TSP yang terdiri dari peubah tingkat persepsi masyarakat
terhadap kegiatan TSP dan peubah tingkat keberdayaan masyarakat. Peubah
tingkat persepsi masyarakat berhubungan dengan peubah tingkat keberdayaan
masyarakat.
Hubungan antar peubah yang menjadi kerangka berpikir penelitian ini
disajikan pada Gambar 5.
70
Karakteristik Individu
(X1)
X1.1. Umur
X1.2. Pendidikan
formal
X1.3. Pendidikan
non
formal
X1.4. Status sosial
H2
Efektivitas Kegiatan
Tanggungjawab
Perusahaan
H1
Penilaian terhadap Aktivitas
Komunikasi Organisasi
Saluran Komunikasi
(X2)
X2.1. Komunikasi
interpersonal
X2.2. Komunikasi
media massa
Mutu Informasi
(X3)
X3.1. Informasi yang
relevan
X3.2. Unsur kebaruan
X3.3. Dapat dipercaya
X3.4. Mudah untuk
dimengerti
X3.5. Membantu
menyelesaikan
masalah
Intensitas Pendamping
Program Kegiatan
Tanggungjawab Sosial
Perusahaan
(X4)
X4.1. Kemampuan
berkomunikasi
X4.2. Kemampuan
memotivasi
X4.3. Kemampuan
melakukan
transfer belajar
H3
Tingkat Partisipasi
Masyarakat dalam
Implementasi Kegiatan
Tanggungjawab Sosial
Perusahaan (Y1)
Y1.1. Partisipasi dalam
merencanakan
Y1.2. Partisipasi dalam
Melaksanakan
Y1.3. Partisipasi dalam
memanfaatkan
Y1.4. Partisipasi dalam
mengevaluasi
H4
Persepsi Masyarakat
terhadap Kegiatan
Tanggungjawab Sosial
Perusahaan
(Y2)
Y2.1. Persepsi terhadap
Manfaat di bidang
ekonomi
Y2.2. Persepsi terhadap
Manfaat di bidang
sosial
Y2.3. Persepsi terhadap
pengelolaan
lingkungan hidup
H5
H2
Tingkat Keberdayaan
Masyarakat
(Y3)
Y3.1. Kemampuan
di bidang ekonomi
Y3.2. Kemampuan
di bidang sosial
Y3.3. Kemampuan
di bidang
pengelolahan
lingkungan hidup
Gambar 5. Kerangka berpikir penelitian komunikasi organisasi melalui
kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan
71
3.2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
Hipotesis Pertama:
Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik individu dengan
penilaian aktivitas komunikasi organisasi.
Hipotesis Kedua:
Terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik individu dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP.
Hipotesis Ketiga:
Terdapat hubungan yang nyata antara penilaian aktivitas komunikasi
organisasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi TSP.
Hipotesis Keempat:
Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat partisipasi masyarakat dalam
implementasi kegiatan TSP dengan efektivitas kegiatan TSP.
Hipotesis Kelima:
Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat persepsi masyarakat tentang
kegiatan TSP dengan tingkat keberdayaan masyarakat.
72
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Balongan Kabupaten Indramayu-Jawa Barat.
Pemilihan lokasi penelitian ini disebabkan karena di Kabupaten Indramayu
terdapat industri minyak dan gas bumi baik hulu maupun hilir. Pengelolaan
minyak dan gas bumi tersebut dikelola oleh PT Pertamina melalui Daerah Operasi
Hulu (DOH) Cirebon untuk ekploitasi dan eksplorasi, PT Pertamina Refinery Unit
VI Balongan untuk pengelolaan dan Jakarta untuk pemasarannya. Khusus untuk
Balongan bahan bakunya berasal dari luar Kabupaten Indramayu.
Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan dikuatkan
dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menurut Kriyantono (2007)
adalah riset yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya
dapat digeneralisasikan. Penelitian kuantitatif dimulai dengan kegiatan menjajaki
permasalahan yang menjadi pusat perhatian peneliti. Kemudian peneliti
mendefinisikan dan memformulasikan masalah penelitian dengan jelas, sehingga
mudah dimengerti. Setelah masalah penelitian diformulasikan, maka didesain
rancangan penelitian yaitu desain model penelitian, desain inilah yang nantinya
menuntun pelaksanaan penelitian secara keseluruhan (Bungin, 2008).
Mengacu pada tujuan penelitian, peneliti berusaha mencari hubungan antar
peubah yang terkait dengan karakteristik individu, saluran komunikasi, mutu
informasi, intensitas peran pendamping, tingkat partisipasi masyarakat, persepsi
masyarakat tentang kegiatan TSP dan tingkat keberdayaan masyarakat Balongan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti merancang penelitian ini sebagai survei
dengan mengkombinasikan antara penelitian menerangkan (explanatory research)
dengan penelitian deskriptif (descriptive research).
Rancangan ini sesuai dengan pendapat Babbie (1992) yang menyatakan
bahwa penelitian yang bertipe menerangkan adalah, penelitian yang bertujuan
menjelaskan pengaruh dan hubungan antar peubah melalui pengujian hipotesis.
Penelitian semacam ini dalam deskriptif juga mengandung uraian-uraian, tetapi
fokusnya terletak pada hubungan antar peubah. Namun dalam penelitian ini hanya
melihat hubungan antar peubah, sekaligus menguji hubungan hipotesis penelitian.
74
Unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terdiri dari
individu-individu yang tinggal di wilayah ring satu kilang Balongan yang
menerima manfaat dari program kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh PT
Pertamina Refinery Unit VI Balongan.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Obyek penelitian ini adalah pelaksanaan program kegiatan TSP dengan
tingkat partisipasi masyarakat, persepsi masyarakat tentang TSP dan tingkat
keberdayaan masyarakat, penelitian dilakukan dengan mengambil lokasi di
Balongan, Kabupaten Indramayu karena mengingat di wilayah tersebut PT
Pertamina Refinery Unit VI Balongan beroperasi. Sebagai sumber penelitian
adalah PT Pertamina Refinery Unit
VI, Jalan Raya Balongan Km sembilan
Kabupaten Indramayu-Jawa Barat.
Adapun waktu penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2011 sampai dengan
bulan Oktober 2011.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1.Populasi
Populasi adalah kumpulan semua hal (orang, perusahaan dan sebagainya)
yang dipertimbangkan dengan baik. Karakteristik penting dari populasi adalah
berisi semua elemen yang menarik perhatian. Populasi dapat dibatasi atau tidak
dalam hal ukuran (Ashenfelter et al., 2003).
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat yang
bertempat tinggal di ring satu pada wilayah kilang Balongan yang mencakup atas
tiga Desa yaitu: Desa Majakerta, Desa Sukaurip dan Desa Balongan. Penelitian ini
difokuskan hanya pada wilayah ring satu karena wilayah tersebut yang terkena
dampak secara langsung dari kegiatan operasional kilang Pertamina Refinery Unit
VI Balongan.
75
Tabel 2. Kecamatan, desa, luas desa, dan jumlah kepala keluarga
Kecamatan
Desa
Luas Desa (ha)
Jumlah Kepala
Keluarga (KK)
Balongan
Majakerta
426,2
1.501
Sukaurip
254,3
1.439
Balongan
497,8
1.647
TOTAL
4.587
Sumber: Kecamatan Balongan, Juli 2011
4.3.2.Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih untuk dianalisis.
Pemilihan sampel ini merupakan hal yang sangat penting. Berbagai metode
pengambilan sampel tersedia namun hal kunci yang harus diingat bahwa sampel
sebuah populasi dapat menggambarkan populasi (Ashenfelter et al., 2003).
Besarnya jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus Slovin (Sevilla et
al., 1993), yaitu:
Keterangan
N
n =
----------------N.d2 + 1
4587
n = -------------------------4587.(0,07)2 + 1
4587
n = ------------------------4587. 0,0049 +1
4587
n = -----------------22,476 + 1
4587
n = ----------------23,476
n = 195,40 = 195 orang
n : Ukuran sampel
N: Ukuran populasi
d : Persen kelonggaran ketidaktelitian
(presisi) adalah 7%.
76
Dari populasi sebanyak 4587 kepala keluarga yang diperoleh dari Desa
Balongan, Desa Majakerta dan Desa Sukaurip yang berada di daerah ring satu
kilang Balongan, didapatkan sampel penelitian sebanyak 195 yang dijadikan
responden dalam penelitian ini.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara probabilitas,
dengan teknik penarikan sampel acak stratifikasi (stratified random sampling).
Besarnya sampel yang diambil pada tiap strata dilakukan dengan metode
berimbang acak (proportionate stratified random sampling).
Tabel 3. Desa, populasi, total sampel dan sampel tiap desa
Desa
Populasi
(KK)
1.501
Sampel Tiap Desa
(KK)
64
1.439
61
Balongan
1.647
70
Total
4587
195
Majakerta
Sukaurip
4.4. Data dan Instrumentasi
4.4.1. Data
Data merupakan salah satu unsur atau komponen utama dalam
melaksanakan penelitian, artinya “tanpa data tidak akan ada penelitian.” Data
yang dipergunakan dalam suatu penelitian merupakan data yang harus benar,
kalau diperoleh dengan tidak benar, maka menghasilkan informasi yang salah.
Menurut cara perolehannya data dapat dikelompokkan menjadi dua (Ruslan
2008), yaitu data primer (primary data) dan data sekunder (secondary data). Data
primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian
perorangan, kelompok dan organisasi. Data sekunder adalah data yang diperoleh
dalam bentuk yang sudah jadi (tersedia) melalui publikasi dan informasi yang
dikeluarkan di berbagai organisasi.
Menurut Kriyantono (2007), jenis data meliputi:
1. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan
pertama di lapangan, di mana sumber data dapat melalui responden atau
subyek penelitian, hasil pengisian kuesioner, wawancara maupun observasi.
77
2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder.
4.4.2. Instrumentasi
Menurut Phipps dan Vernon (2008), untuk keperluan pengumpulan data
dipergunakan kuesioner dan pedoman wawancara untuk memperoleh data primer.
Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk: (1) Memperoleh informasi yang
relevan dengan tujuan penelitian, dan (2) Memperoleh informasi dengan validitas
dan reliabilitas setinggi mungkin. Pertanyaan dalam kuesioner disusun dengan
pertanyaan yang langsung berkaitan dengan tujuan dan hipotesis penelitian.
Beberapa pertanyaan diajukan dengan metode penggalian ke belakang agar
responden dapat mengingat kembali (recall method).
Neuman (2006) menyatakan bahwa format pernyataan dalam skala ordinal
dengan kategori responden yang disusun dalam bentuk matriks dan terdiri dari
empat pilihan jawaban yaitu selalu, sering, jarang, tidak pernah. Penilaian atau
skor setiap jawaban responden adalah empat untuk pilihan jawaban selalu, tiga
untuk pilihan jawaban sering, dua untuk pilihan jawaban jarang, satu untuk pilihan
jawaban tidak pernah.
Kuesioner terdiri dari empat bagian di antaranya:
Bagian pertama adalah karakteristik individu yaitu: umur, pendidikan
formal, pendidikan non formal dan status sosial.
Bagian kedua adalah penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi,
terdiri dari:
1. Saluran komunikasi: komunikasi interpersonal dan komunikasi media massa.
2. Mutu informasi: informasi yang relevan, unsur kebaruan, dapat dipercaya,
mudah untuk dimengerti, membantu menyelesaikan masalah.
3. Pendamping program kegiatan: kemampuan berkomunikasi, kemampuan
memotivasi dan kemampuan transfer belajar.
Bagian ketiga: Tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi
kegiatan TSP, yaitu: tingkat partisipasi dalam tahap merencanakan, tingkat
partisipasi dalam tahap melaksanakan, tingkat partisipasi dalam
memanfaatkan, dan tingkat partisipasi dalam tahap mengevaluasi.
tahap
78
Bagian keempat adalah efektivitas kegiatan TSP, terdiri dari:
1. Persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP, yaitu: tingkat persepsi terhadap
manfaat di bidang ekonomi, tingkat persepsi terhadap manfaat di bidang sosial
dan tingkat persepsi terhadap manfaat di bidang pengelolaan lingkungan
hidup.
2. Tingkat keberdayaan masyarakat, yaitu: tingkat keberdayaanan di bidang
ekonomi, tingkat keberdayaan di bidang sosial dan tingkat keberdayaan di
bidang pengelolaan lingkungan hidup.
4.5. Konseptualisasi dan Definisi Operasional
Agar peubah-peubah yang diteliti mudah dipahami dan makna yang sesuai
dengan tujuan penelitian, maka perlu dilakukan konseptualisasi atau diberi
ketetapan makna sehingga tidak terjadi ambigu atau asosiasi yang berbeda-beda
(Seviella et.al 1993). Selanjutnya agar konsep tersebut dapat diukur, maka
diberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat operasional. Kerlinger (2002)
menyebutnya measured operational definition (definisi operasional yang dapat
diukur).
Pengukuran adalah pemberian angka pada obyek-obyek atau kejadiankejadian menurut suatu aturan (Kerlinger, 2002). Dalam pengukuran yang perlu
diperhatikan adalah terdapat kesamaan yang dekat antara realitas sosial yang
diteliti dengan nilai yang diperoleh dengan pengukuran. Oleh sebab itu, suatu
instrumen pengukuran dipandang baik apabila hasilnya dapat merefleksikan
secara tepat realitas dari fenomena yang hendak diukur (Singarimbun dan Effendi,
1995).
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
peubah dengan cara memberikan suatu pengertian operasional yang diperlukan
untuk mengukur peubah tersebut (Bungin, 2006). Proses mengubah konsep atau
peubah menjadi indikator atau mengkonstruksikan indikator-indikator untuk
konsep atau peubah disebut operasionalisasi. Operasionalisasi peubah merupakan
kegiatan mengurai peubah menjadi sejumlah peubah operasional yang menunjuk
langsung pada hal-hal yang dapat diamati atau diukur (Silalahi, 2009).
79
Bagian pertama: karakteristik individu (X 1 ).
Karakteristik individu merupakan ciri-ciri yang melekat pada diri individu
yang membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Karakteristik
individu masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah: umur,
pendidikan formal, pendidikan non formal, dan status sosial.
Tabel 4. Indikator, definisi operasional dan parameter pengukuran
karakteristik individu (X 1 )
Indikator
Definisi Operasional
Parameter Pengukuran
X 1.1
Masa hidup yang telah dilalui Dihitung dalam tahun kelahiran
Umur
responden sampai dengan dan dibulatkan keulang tahun
usia saat penelitian ini berikutnya, dengan skala rasio
dilaksanakan
dan dikelompokkan ke dalam
tiga kategori.
X 1.2
Pendidikan
formal
Merupakan
jenjang Dihitung berdasarkan lamanya
pendidikan
formal
yang tingkat pendidikan formal yang
pernah dan sedang diikuti pernah dan sedang diikuti,
responden saat penelitian diukur dengan skala rasio dan
dilakukan
dikelompokkan ke dalam empat
kategori.
X 1.3
Pendidikan
nonformal
Pelatihan
yang
diikuti
responden di luar pendidikan
formal yang terkait dengan
kegiatan TSP selama tiga
tahun terakhir saat penelitian
dilakukan.
Dihitung
berdasarkan
banyaknya
pelatihan
yang
terkait dengan kelompok TSP
yang pernah diikuti, diukur
dengan
skala
rasio
dan
dikelompokkan ke dalam empat
kategori.
X 1.4
Status sosial masyarakat yang Diukur berdasarkan
status/
Status sosial melekat pada diri responden. kedudukan
sosial
dalam
keterlibatan/aktivitas sosial di
masyarakat diukur dengan skala
nominal, dengan dua kategori.
Bagian kedua: penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi.
Penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi merupakan pertukaran
informasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat melalui kegiatan
TSP. Peubah yang masuk dalam aktivitas komunikasi organisasi adalah: saluran
komunikasi (X 2 ), mutu informasi (X 3 ), dan pendamping program kegiatan TSP
(X 4 )
80
Saluran komunikasi (X 2 ) merupakan alat yang digunakan pendamping
kegiatan dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Saluran ini dianggap
sebagai sarana penyampai informasi atau pesan kepada masyarakat dengan
menggunakan saluran komunikasi interpersonal dan saluran media massa yang
dapat digunakan sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh pendamping
kegiatan.
Tabel 5. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran saluran
komunikasi (X 2 )
Indikator
Definisi Operasional
Parameter Pengukuran
X 2.1
Penilaian terhadap saluran Intensitas interaksi antar individu
Saluran
komunikasi
yang dalam bertukar pesan. Diukur
interpersonal
digunakan individu untuk dengan skala ordinal.
mempertukarkan
pesan
atau informasi.
X 2.2
Penilaian terhadap saluran
Saluran media komunikasi
yang
massa
digunakan individu untuk
menggunakan pesan atau
informasi.
Intensitas penggunaan media
cetak dan elektronik untuk
menggunakan informasi. Diukur
dengan skala ordinal.
Mutu informasi (X 3 ) merupakan pesan yang disampaikan perusahaan
melalui pendamping program kegiatan TSP kepada masyarakat. Mutu informasi
adalah pesan atau informasi yang mempunyai kualitas dan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat.
81
Tabel 6. Indikator, definisi operasional dan parameter pengukuran mutu
informasi (X 3 )
Indikator
Definisi Operasional
Parameter Pengukuran
X 3.1
Penilaian
terhadap Informasi yang tersedia dapat
Informasi yang informasi
yang membantu
mengembangkan
relevan
dipertukarkan dan sesuai usaha sesuai dengan kebutuhan
dengan kebutuhan.
dan harapan. Diukur dengan
skala ordinal ditransformasi ke
skala interval.
X 3.2
Unsur
kebaruan
Penilaian
informasi
dipertukarkan
merupakan
terbaru.
terhadap
yang
dan
informasi
Informasi yang tersedia memuat
perkembangan terakhir. Diukur
dengan
skala
ordinal
ditransformasi ke skala interval
X 3.3
Dapat
dipercaya
Penilaian
terhadap Informasi
yang
tersedia
informasi
yang telah mengandung kebenaran yang
diakui kebenarannya.
diyakini. Diukur dengan skala
ordinal ditransformasi ke skala
interval.
X 3.4
Penilaian
terhadap Informasi
disampaikan
Mudah untuk informasi yang mudah menggunakan
bahasa
yang
dimengerti
untuk dipahami.
mudah dipahami. Diukur dengan
skala ordinal ditransformasi ke
skala interval.
X 3.5
Membantu
menyelesaikan
masalah
Penilaian
terhadap
informasi yang berguna
untuk
menyelesaikan
masalah.
Informasi yang tersedia dapat
memberi
panduan tentang
penyelesaian masalah. Diukur
dengan
skala
ordinal
ditrandformasikan ke skala
interval
Pendamping program kegiatan (X 4 ) adalah: seorang pendamping kegiatan
yang dipercayakan perusahaan untuk menyampaikan informasi atau pesan kepada
masyarakat, dimana pendamping kegiatan harus memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi, kemampuan untuk memotivasi dan kemampuan untuk melakukan
transfer belajar.
82
Tabel 7. Pendamping program kegiatan (X 4 )
Indikator
Definisi Operasional
Parameter Pengukuran
X 4.1
Penilaian
terhadap Diukur berdasarkan persepsi
Kemampuan
kemampuan pendamping kecakapan pendamping dalam
berkomunikasi dalam
menyampaikan melakukan
tindakan-tindakan
pesan secara efektif.
komunikasi
untuk
mempertukarkan pesan sehingga
timbul
persamaan
dan
pemahaman makna. Diukur
dengan skala ordinal.
X 4.2
Kemampuan
memotivasi
Penilaian
terhadap
kemampuan pendamping
dalam
melakukan
tindakan
komunikasi
untuk
mendorong
semangat
bekerja
masyarakat
sehingga
memberikan
kinerja
terbaik dalam kegiatan
TSP.
Diukur berdasarkan persepsi
kecakapan pendamping dalam
mendorong semangat bekerja
masyarakat
sehingga
memberikan
kinerja
yang
terbaik. Diukur dengan skala
ordinal.
X 4.3
Kemampuan
melakukan
transfer belajar
Penilaian
terhadap
kemampuan pendamping
dalam
mengaplikasikan
metode dan teknik belajar
mengajar secara efektif.
Diukur dari persepsi kecakapan
pendamping dalam memfasilitasi
proses belajar mengajar yang
optimal pada warga belajar
(masyarakat). Diukur dengan
skala ordinal.
Bagian ketiga: tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi kegiatan
TSP (Y 1 ), merupakan tingkatan keikutsertaan individu dalam kegiatan-kegiatan
yang dilakukan perusahaan. Peubah tingkat partisipasi dalam implementasi
program kegiatan TSP dalam penelitian ini adalah: Partisipasi dalam tahap
merencanakan kegiatan TSP, partisipasi dalam tahap melaksanakan kegiatan TSP,
partisipasi dalam tahap memanfaatkan kegiatan TSP dan partisipasi dalam tahap
mengevaluasi kegiatan TSP.
83
Tabel 8. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat
partisipasi masyarakat dalam kegiatan TSP (Y 1 )
Indikator
Definisi Operasional
Parameter pengukuran
Y 1.1
Keterlibatan
Diukur berdasarkan intensitas
Partisipasi dalam responden dalam fase keterlibatan responden terhadap
merencanakan
merencanakan
fase
perencanaan
kegiatan
kegiatan TSP
berbagai
kegiatan tanggungjawab sosial, diukur
dalam program TSP
dengan skala ordinal
Y 1.2
Partisipasi dalam
melaksanakan
kegiatan TSP
Keterlibatan
responden
dalam
melaksanakan
berbagai
kegiatan
dalam program TSP
Diukur berdasarkan intensitas
keterlibatan responden terhadap
fase
pelaksanaan
program
tanggungjawab sosial, diukur
dengan skala ordinal
Y 1.3
Partisipasi dalam
memanfaatkan
kegiatan TSP
Keterlibatan
responden
dalam
memanfaatkan
berbagai
kegiatan
dalam program TSP
Diukur berdasarkan intensitas
keterlibatan responden terhadap
fase
menikmati
manfaat
program tanggungjawab sosial,
diukur dengan skala ordinal
Y 1.4
Partisipasi dalam
mengevaluasi
kegiatan TSp
Keterlibatan
responden
dalam
mengevaluasi berbagai
kegiatan
dalam
program TSP
Diukur berdasarkan intensitas
keterlibatan responden terhadap
fase mengevaluasi program
tanggungjawab sosial, diukur
dengan skala ordinal
Bagian empat: efektivitas kegiatan TSP, yakni merupakan hasil atau
dampak dari kegiatan TSP yang telah dilakukan oleh perusahaan. Peubah-peubah
yang termasuk dalam efektivitas kegiatan TSP antara lain: persepsi masyarakat
terhadap kegiatan TSP (Y 2 ) dan tingkat keberdayaan masyarakat (Y 3 ).
Persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP (Y 2 ), merupakan penilaian
individu diukur dari pengetahuan, pengamatan dan pengalaman individu terhadap
kegiatan TSP dan setelah menerima program kegiatan TSP. Peubah pada persepsi
terhadap kegiatan TSP dalam penelitian ini adalah: Persepsi terhadap kegiatan di
bidang ekonomi, Persepsi terhadap kegiatan di bidang sosial dan Persepsi
terhadap kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
84
Tabel 9. Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat
persepsi masyarakat terhadap kegiatan TSP (Y 2 )
Indikator
Defini Operaional
Parameter Pengukuran
Y 2.1 Persepsi
Pandangan responden Diukur berdasarkan persepsi
tentang manfaat
terhadap kegiatan TSP responden
tentang
manfaat
di bidang
di bidang ekonomi
program kegiatan TSP di bidang
ekonomi
ekonomi, diukur dengan skala
ordinal
Y 2.2 Persepsi
tentang manfaat
di bidang sosial
Pandangan responden Diukur berdasarkan persepsi
terhadap kegiatan TSP responden
tentang
manfaat
di bidang sosial
program kegiatan TSP di bidang
sosial dengan skala ordinal
Y 2.3 Persepsi
tentang manfaat
di bidang
pengelolaan
lingkungan
hidup
Pandangan responden
terhadap kegiatan di
bidang
pengelolaan
lingkungan hidup
Diukur berdasarkan persepsi
responden
tentang
manfaat
kegiatan
TSP
di
bidang
lingkungan hidup dengan skala
ordinal
Tingkat keberdayaan masyarakat (Y 3 ) merupakan kemampuan individu
setelah menerima manfaat dari implementasi kegiatan TSP. Peubah dalam tingkat
keberdayaan masyarakat dalam penelitian ini adalah: tingkat keberdayaan di bidang
ekonomi, tingkat keberdayaan di bidang sosial, dan tingkat keberdayaan di bidang
pengelolaan lingkungan hidup.
85
Tabel 10.
Indikator, definisi operasional, parameter pengukuran tingkat
keberdayaan masyarakat (Y 3 )
Indikator
Definisi Operasional
Parameter Pengukuran
Y 3.1
Setelah menerima program Diukur dari persepsi responden
Kemampuan di TSP
perekonomian tentang tingkat kemampuannya
bidang
masyarakat meningkat.
dibidang ekonomi sebagai
Ekonomi
dampak keterlibatan pada
program tanggungjawab sosial
dibidang ekonomi, diukur
dengan skala ordinal
Y 3.2
Setelah menerima program
Kemampuan di TSP
interaksi
sosial
bidang Sosial
masyarakat
semakin
membaik
Diukur dari persepsi responden
tentang tingkat kemampuannya
dibidang
sosial
sebagai
dampak keterlibatan pada
program tanggungjawab sosial
di bidang sosial. Diukur
dengan skala ordinal
Y 3.3
Setelah menerima program
Kemampuan di TSP masyarakat mampu
bidang
menjaga
kelestarian
lingkungan
pengelolaan
lingkungan
hidup
Diukur dari persepsi responden
tentang tingkat kemampuannya
di
bidang
pengelolahan
lingkungan hidup sebagai
dampak keterlibatan pada
program tanggungjawab sosial
di
bidang
pengelolahan
lingkungan hidup. Diukur
dengan skala ordinal
4.6. Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi
Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, kuesioner diuji terlebih
dahulu validitas dan reliabilitasnya agar dalam proses pengumpulan data dapat
diperoleh data yang valid atau sah, serta memiliki konsistensi yang tinggi
(reliable). Dengan kata lain diperoleh data yang akurat, tepat dan baik.
Nasution (2003) mengatakan bahwa alat ukur atau kuesioner penelitian
pada umumnya harus memenuhi dua syarat utama, yaitu alat ukur tersebut harus
valid (sahih) dan harus reliable (dapat dipercaya). Suatu alat pengukur dikatakan
valid jika alat itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu, sedangkan alat
pengukur dikatakan reliable jika alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu
yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama. Jadi alat yang reliable
secara konsisten akan memberikan hasil ukuran yang sama.
86
4.6.1. Validitas Instrumentasi
Salah satu ukuran validitas untuk sebuah kuesioner adalah apa yang
disebut sebagai validitas konstruk (construct validity). Dalam pemahaman ini,
sebuah kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan untuk mengukur suatu hal,
dikatakan valid jika setiap butir pertanyaan yang menyusun kuesioner tersebut
memiliki keterkaitan yang tinggi.
Ukuran keterkaitan antar butir pertanyaan ini umumnya dicerminkan oleh
korelasi jawaban antar pertanyaan. Pertanyaan yang memiliki korelasi rendah
dengan butir pertanyaan yang lain, dinyatakan sebagai pertanyaan yang tidak
valid. Metode yang sering digunakan untuk memberikan penilaian terhadap
validitas kuesioner adalah korelasi produk momen (moment product correlation
Pearson) antara skor setiap butir pertanyaan maupun pernyataan dengan skor total,
sehingga sering disebut sebagai inter item-total correlation.
Formula yang digunakan untuk menghitung korelasi produk momen
tersebut adalah sebagai berikut:
keterangan:
ri = koefisien korelasi kevalidan antara butir
pertanyaan ke-i dengan total skor
xij = skor responden ke-j pada butir pertanyaan i
xi = rata-rata skor butir pertanyaan i
tj = total skor seluruh pertanyaan untuk
responden ke-j
t = rata-rata total skor
Pada penelitian ini, uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan
uji validitas isi (butir) dengan cara menyusun indikator pengukuran operasional
berdasarkan kerangka teori dari konsep yang diukur. Validitas isi dari instrumen
ditentukan dengan jalan mengkorelasikan antara skor masing-masing item dengan
total skor item.
Langkah-langkah cara menguji validitas menurut Ancok (1995), adalah:
1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang diukur.
2. Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden.
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.
87
4. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total,
menggunakan teknik korelasi product moment.
Jika r hitung lebih besar dari pada r tabel pada taraf kepercayaan (signifikansi)
tertentu, berarti instrumen yang dibuat memenuhi kriteria validitas atau instrumen
tersebut valid. Sebaliknya, jika angka korelasi yang diperoleh r hitung lebih kecil
dari r tabel (berkorelasi negatif), berarti pernyataan tersebut bertentangan dengan
pernyataan lainnya atau instrumen tersebut tidak valid.
Berdasarkan hasil uji coba kuesioner yang dilakukan kepada 30 KK di luar
sampel penelitian yaitu yang merupakan kepala keluarga penerima manfaat dari
kegiatan TSP, yaitu masyarakat yang tinggal di daerah ring satu kilang Balongan
didapatkan nilai r tabel sebesar 0,361. Hasil validitas menunjukkan ada sebanyak
169 butir pertanyaan, sebanyak 167 butir pernyataan dinyatakan valid dan dua
pernyataan yang dinyatakan drop. Pertanyaan yang valid tersebut dapat digunakan
pada kuesioner penelitian dengan 195 responden.
Nilai r hitung untuk peubah karakteristik individu sebesar 0,641 yang artinya
valid, untuk peubah saluran komunikasi sebesar 0,429 yang artinya valid, untuk
peubah mutu informasi sebesar 0,440 yang artinya valid, untuk peubah
pendamping program kegiatan TSP sebesar 0,477 yang artinya valid, untuk
peubah tingkat partisipasi sebesar 0,558 yang artinya valid, untuk peubah persepsi
sebesar 0,439 yang artinya valid, dan untuk peubah tingkat keberdayaan sebesar
0,479 yang artinya valid. Kisaran nilai koefisien korelasi hasil uji validitas dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai koefisien korelasi hasil uji validitas
Peubah
Karakteristik Individu
Saluran Komunikasi
Mutu Informasi
Pendamping Program Kegiatan
Partisipasi Masyarakat
Persepsi Masyarakat
Keberdayaan masyarakat
Nilai Validitas
Keterangan
0,641
0,429
0,440
0,477
0,558
0,439
0,479
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
88
4.6.2. Reliabilitas Instrumentasi
Jogiyanto (2008) mengatakan bahwa reliabilitas suatu alat ukur
(kuesioner) menunjukkan akurasi dan ketepatan dari pengukurnya. Reliabilitas
berhubungan dengan akurasi (accurately) dari pengukurnya. Suatu pengukur
dikatakan reliabel jika dapat dipercaya. Supaya dapat dipercaya, maka hasil dari
pengukuran harus akurat dan konsisten atau presisi. Dikatakan konsisten jika
beberapa pengukuran terhadap subyek yang sama diperoleh hasil yang tidak
berbeda. Besarnya tingkat reliabilitas dalam hal ini ditunjukkan oleh nilai
koefisiennya, yaitu koefisien reliabilitas.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur koefisien
reliabilitas dari suatu alat ukur adalah melalui pendekatan koefisien konsistensi
internal (coeficient of internal consistency) dari alat ukur. Koefisien korelasi yang
tinggi menunjukkan konsistensi internal item-item di alat ukur. Ukuran koefisien
konsistensi internal diukur dengan menggunakan koefisien alpha Cronbach.
Formula untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha Cronbach adalah
sebagai berikut:
keterangan:
α = koefisien reliabilitas alpha Cronbach
k = banyaknya butir pertanyaan
Si2 = ragam skor butir pertanyaan ke-i
ST2 = ragam skor total
Reliabilitas instrumentasi adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya.
Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan
pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dalam penelitian ini dilakukan uji
reliabilitas dengan menggunakan rumus alpha Cronbach diukur berdasarkan skala
alpha Cronbach 0 sampai 1.
Apabila nilai hasil perhitungan (α) dikelompokkan ke dalam lima kelas
dengan skala yang sama (0 sampai 1) maka ukuran kemantapan alpha dapat
diinterpretasikan sebagai berikut:
(1) Nilai koefisien alpha berkisar 0,00 – 0,20 berarti kurang reliabel.
(2) Nilai koefisien alpha berkisar 0,21 – 0,40 berarti agak reliabel.
89
(3) Nilai koefisien alpha berkisar 0,41 – 0,60 berarti cukup reliabel.
(4) Nilai koefisien alpha berkisar 0,61 – 0,80 berarti reliabel.
(5) Nilai koefisien alpha berkisar 0,81 – 1,00 berarti sangat reliabel.
Menurut Babbie (1992) suatu instrumentasi (keseluruhan indikator
dianggap reliabel (reliabilitas internal) jika α≥ 0,6. Berdasarkan uji reliabilitas
Cronbach’s Alpha (Cr-Alpha), diperoleh nilai koefisien reliabilitas Alpha
Cronbach untuk peubah karakteristik individu sebesar 0,834 yang artinya sangat
reliabel, untuk peubah saluran komunikasi sebesar 0,693 yang artinya reliabel,
untuk peubah mutu informasi sebesar 0,724 yang artinya reliabel, untuk peubah
pendamping program sebesar 0,761 yang artinya reliabel, untuk peubah tingkat
partisipasi sebesar 0,781 yang artinya reliabel, untuk peubah tingkat persepsi
masyarakat sebesar 0,669 yang artinya reliabel dan untuk peubah tingkat
keberdayaan sebesar 0,737 yang artinya reliabel. Kisaran nilai koefisien Cronbach
Alpha dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai koefisien Cronbach Alpha hasil uji reliabilitas
Peubah
Karakteristik Individu
Saluran Informasi
Mutu Informasi
Pendamping Program Kegiatan
Partisipasi Masyarakat
Persepsi Masyarakat
Keberdayaan Masyarakat
Nilai Koefisien
Cronbach Alpha (r α )
0,834
0,693
0,724
0,761
0,781
0,669
0,737
Keterangan
Sangat Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
4.7. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data secara primer yang digunakan dalam penelitian
ini berupa:
a. Kuesioner, adalah suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus
dijawab atau dikerjakan oleh responden yang diteliti. Kuesioner disebarkan
kepada masyarakat Balongan yang tinggal di ring satu wilayah kilang
Balongan dan yang menerima program kegiatan TSP PT Pertamina Balongan.
90
b. Wawancara, yaitu percakapan antara periset sebagai seseorang yang berharap
mendapat informasi dengan informan sebagai seseorang yang diasumsikan
mempunyai informasi penting tentang suatu obyek. Wawancara mendalam
termasuk wawancara semi terstruktur. Wawancara ini dilakukan dengan dua
cara, yaitu wawancara secara mendalam dilakukan kepada tokoh agama, tokoh
masyarakat, tokoh adat, perangkat desa serta perwakilan dari masyarakat dan
wawancara terstruktur dilakukan kepada semua responden penelitian pada saat
disebarkan kuesioner.
c. Diskusi Kelompok, merupakan metode untuk menggali data kualitatif dari
sekelompok orang yang bertanya tentang sikap dan pendapat mereka terhadap
suatu isu atau tema terkait dengan penelitian. Mengumpulkan beberapa
perwakilan dari masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta untuk diajak
berdiskusi terhadap manfaat yang dirasakan masyarakat akan adanya program
kegiatan TSP yang dilakukan PT Pertamina.
d. Observasi, Deskripsi lapangan dari aktivitas, perilaku, tindakan, percakapan,
interaksi antar personal, proses dalam organisasi atau masyarakat, atau aspek
lain dari pengalaman manusia yang dapat diamati. Data terdiri dari catatan
lapangan: deskripsi rinci, termasuk konteks pengamatan (Patton, 2002).
e. Dokumentasi (documentation), yaitu mengumpulkan data dengan cara
penelusuran dan pencatatan data, dokumen, arsip, maupun referensi yang
relevan di instansi yang ada kaitannya dengan penelitian.
f. Catatan harian (logbook), yaitu catatan harian peneliti selama menjalankan
kegiatan penelitian di Balongan termasuk dalam proses mengamati kasus
tertentu yang berhubungan dengan kegiatan TSP yang terjadi selama
penelitian berlangsung.
Teknik pengumpulan data secara sekunder diperoleh dari:
a. Company Profile PT Pertamina.
b. Company Profile kegiatan TSP PT Pertamina (Persero) Refinery Unit VI
Balongan.
c. Instansi Pemerintahan Daerah Indramayu, Jawa Barat.
91
d. Buku-buku literatur yang digunakan, jurnal, majalah maupun data lain yang
didapat dari sumber sekunder.
4.8. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolaan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis
statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Analisis statistik deskiptif
digunakan dalam rangka memberikan gambaran mengenai sebaran responden
pada setiap peubah, dengan memakai tabel (cross-table), frekuensi, presentasi,
median dan sebaran skor. Untuk mengetahui hubungan peubah independen
dengan peubah dependen sehingga dapat digunakan untuk menguji hubungan
antar peubah dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman. Korelasi rank
Spearman digunakan untuk menguji hipotesis yang melihat hubungan antar
peubah dengan skala pengukuran ordinal. Rumus koefisien korelasi rank
Spearman sebagai berikut:
6 ∑ d2
rs = 1 -
n (n2 - 1)
Keterangan:
r s : Koefisien korelasi rank Spearman
d : Jumlah selisih antar peringkat X dan Y
n : Banyaknya pasangan data.
Untuk melakukan pengolahan dan penganalisaan data kuantitatif akan
menggunakan bantuan program SPSS versi 18.00. sedangkan analisis data
kualitatif dilakukan secara deskriptif, di mana semua data yang ada dari informan
ditelaah dan diinterpretasikan kemudian dilakukan reduksi data sesuai dengan
tujuan penelitian.
92
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Indramayu memiliki luas wilayah sekitar 204.011 hektar, yang
terdiri atas 31 kecamatan, 310 desa serta delapan kelurahan dengan jumlah
penduduk pada tahun 2011 berjumlah 1.713.957 jiwa. Wilayah Kabupaten
Indramayu meliputi Banteng pesisir di Pantai Utara Laut Jawa (Pantura)
sepanjang 114 hektar. Dari luas sekitar 204.011 hektar sekitar 58,27 persen
dimanfaatkan untuk sawah, baik sawah beririgasi teknis maupun non teknis.
Sumberdaya lahan sawah ini merupakan kekuatan dan modal dasar bagi
kehidupan masyarakat Indramayu, namun masih kurang daya dukung sarana
perairan (irigasi) dan sarana pembangunan (drainase), sehingga belum seluruhnya
dapat dimanfaatkan.
Sumberdaya lahan lain yang sangat potensial adalah lahan pertambakan
yaitu sebesar 12.524 hektar. Dari luasan tersebut baru dimanfaatkan seluas 11.959
hektar dengan berbagai tingkatan teknologi yang digunakan. Sumberdaya tambak
belum dimanfaatkan secara maksimal terkait dengan dukungan prasarana yang
belum memadai seperti jaringan atau saluran air tawar dan jalan. Lokasi
pertambakan ini tersebar sepanjang pantai Laut Jawa yang panjangnya sekitar 114
kilometer (Hadi, 2007).
Sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kabupaten Indramayu adalah bahan
tambang minyak gas dan bumi. Eksplorasi dilakukan melalui 303 sumur terbesar
di sembilan Kecamatan. Keseluruhan pengolaan minyak dan gas dilaksanakan
oleh Pertamina melalui DOH (Daerah Operasi Hulu) Cirebon untuk eksplorasi
dan eksploitasi Refinery Unit VI Balongan untuk pengolahan dan Jakarta untuk
pemasarannya. Khusus untuk kilang Refinery Unit VI Balongan bahan bakunya
didatangkan dari luar Kabupaten Indramayu.
Kilang Balongan tepatnya terletak di Kecamatan Balongan, yang
merupakan Kecamatan yang luas wilayahnya terkecil di Kabupaten Indramayu
dengan luas wilayah 1.534 hektar. Kilang Balongan meliputi 16 desa di wilayah
Kecamatan Balongan, Indramayu dan Juntinyuat, dan terbagi atas tiga ring
pembinaan PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan, yaitu: Desa Balongan,
94
Majakerta, Sukaurip termasuk dalam ring satu. Desa Tegalurung, Limbangan,
Rawadalem, Sukareja, Tinumpuk, Singaraja termasuk dalam ring dua. Desa
Lombang, Sudimampir, Tegalsembadra, Sudimampir Kidul, Gelar
Mandala,
Pondoh, dan Sambimaya termasuk dalam ring tiga.
Wilayah Kilang Balongan merupakan wilayah operasi utama PT Pertamina
Refinery Unit VI Balongan, yang melaksanakan proses pengolahan bahan mentah
minyak menjadi bensin (premium), gas, dan produk lainnya yang merupakan hasil
bumi yang berasal dari pulau Kalimantan dan Sumatera. Kecamatan Balongan
merupakan kecamatan yang berbatasan dengan Laut Jawa memiliki luas 3.846,60
hektar, sehingga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai
nelayan dan petambak selebihnya bermata pencaharian sebagai petani dan
peternak.
Jumlah kepala keluarga di wilayah ring satu untuk Desa Balongan terdiri
dari 1.647 kepala keluarga, Desa Sukaurip terdiri dari 1.439 kepala keluarga dan
Desa Majakerta terdiri 1.501 kepala keluarga, sehingga totalnya sebanyak 4587
kepala keluarga. Sebanyak 4.587 kepala keluarga yang menjadi populasi dalam
penelitian ini (Kecamatan Balongan, 2011). Setiap pusat desa sudah dilayani oleh
jaringan jalan untuk menjangkau dari satu desa ke desa yang lainnya dengan
menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat. Dimana kondisi jalan sebagian
besar dapat dikatakan baik dengan konstruksi jalan aspal. Semua desa sudah
dilayani oleh angkutan umum yang terdiri atas bus AKDP dan angkutan
perdesaan. Setiap desa sudah terlayani jaringan listrik PLN dan sudah terlayani
jaringan telepon (Hikmana, 2010).
Untuk sarana kesehatan masyarakat di Kecamatan Balongan terdapat satu
Puskesmas terletak di Desa Balongan dan Puskesmas pembantu terletak di
wilayah Desa Sudimampir dan Desa Rawadalem. Sarana perekonomian dan
keuangan masyarakat melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang terletak di Desa
Sukaurip, Bank Mandiri terletak di Desa Balongan, BPR di Desa Balongan dan
Pasar terletak di Desa Sukaurip. Mata pencarian masyarakat Desa Balongan
mayoritas sebagai buruh tani dan swasta, sedangkan untuk Desa Sukaurip
95
mayoritas sebagai petani dan Desa Majakerta mayoritas penduduknya bekerja
sebagai nelayan. Untuk lebih jelasnya tersaji dalam Tabel 13.
Tabel 13. Rincian mata pencaharian masyarakat di tiga desa penelitian
(dalam orang)
Desa (orang)
Mata Pencarian
Balongan
Sukaurip
Majakerta
Total
PNS
22
44
12
78
TNI/POLRI
6
4
5
15
Pensiunan
8
0
5
13
Swasta
465
10
250
725
Industri Kecil
3
3
0
6
Pedagang
137
201
173
511
Nelayan
30
11
911
952
Petani
90
997
30
1117
Buruh Tani
904
175
517
1596
Lain-lain
556
311
701
1568
Sumber: Kecamatan Balongan, 2011
Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Desa Balongan,
Sukaurip dan Majakerta bermata pencaharian petani, buruh tani dan nelayan.
Untuk mengubah mata pencaharian masyarakat menjadi lebih baik diperlukan
pendidikan formal yang tinggi. Pendidikan merupakan salah satu indikator
pembangunan manusia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kecamatan
Balongan mengatakan bahwa sarana pendidikan formal untuk taman kanak-kanak
di Kecamatan Balongan sebanyak tiga buah, sekolah dasar negeri dan swasta
sebanyak 17 buah, sekolah menengah pertama negeri dan swasta sebanyak dua
buah dan untuk sekolah menengah atas negeri dan swasta sebanyak dua buah.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu sumberdaya manusia adalah
tingkat pendidikan formal yang tinggi yang dienyam oleh masyarakat di
Kecamatan Balongan.
Tingkat pendidikan formal masyarakat di Kecamatan Balongan umumnya
masih rendah didominasi pada tingkat sekolah dasar dan tingkat sekolah
menengah atas. Hal ini terlihat dari data yang diperoleh dari Kecamatan Balongan,
yang tersaji pada Tabel 14.
96
Tabel 14. Rincian tingkat pendidikan di tiga desa penelitian (dalam orang)
Pendidikan
Desa
Balongan
Sukaurip Majakerta
Total
Taman kanak-kanak
378
159
210
747
Sekolah dasar
979
974
1188
3141
Sekolah menengah pertama
1391
551
1201
3143
Sekolah menengah atas
866
403
809
2072
Sarjana muda/ sarjana
73
27
34
134
Sumber: Kecamatan Balongan, 2011
Berdasarkan sumber dari Kecamatan Balongan menunjukkan bahwa
pendidikan formal di dominasi pada masyarakat yang mengenyam pendidikan
formal pada tingkat sekolah menengah pertama dan sekolah dasar. Data yang
diperoleh dari Kecamatan Balongan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
formal masyarakat tergolong rendah. Ini mendorong Pertamina Refinery Unit VI
Balongan mengadakan pendidikan non formal yaitu kegiatan TSP yang
dilaksanakan oleh Pertamina bekerjasama dengan pemerintah daerah dan LSM.
Bentuk pendidikan non formal yang diberikan di berbagai bidang kehidupan
masyarakat, untuk bidang pendidikan berupa pengajian, keterampilan bagi ibu
rumah tangga, pelatihan, kursus. Pendidikan non formal dilaksanakan bertujuan
untuk menambah pengetahuan dan keahlian masyarakat agar mampu untuk
bersaing dengan para pendatang dan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia setempat.
5.2. Gambaran Umum Komunikasi Organisasi
PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Komunikasi organisasi merupakan penyampaian pesan dalam suatu
organisasi yang melibatkan seluruh publik internal dan eksternal perusahaan.
Komunikasi organisasi dipahami sebagai pengiriman dan penerimaan pesan dalam
kelompok formal maupun dalam informal. Menurut Sendjaja (1994), komunikasi
organisasi yang dilaksanakan berfungsi sebagai:
a. Fungsi informatif, organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan
informasi, dimana seluruh anggota organisasi berharap memperoleh informasi
yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
97
b. Fungsi regulatif, fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku
dalam suatu organisasi.
c. Fungsi persuasif, fungsi ini dalam mengatur suatu organisasi kekuasaan dan
kewenangan tidak akan selalu membawa hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan, adanya kenyataan ini maka banyak pimpinan yang lebih suka
untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah.
d. Fungsi integratif, setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang
memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan
baik.
Kegiatan komunikasi organisasi di Pertamina dilaksanakan oleh divisi
Hupmas (hubungan pemerintah dan masyarakat) dan dikendalikan sepenuhnya
oleh perusahaan. Divisi Hupmas ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan
komunikasi organisasi, baik untuk publik internal dan juga eksternal. Tujuannya
untuk membina hubungan baik dengan para karyawan dan stakeholder. Hupmas
Pertamina dalam menjalankan komunikasi organisasi dengan publik eksternal
dituntut mampu menjadi jembatan antara kepentingan perusahaan dengan
keinginan publik dan bertugas untuk menyampaikan informasi kepada
stakeholder. Hupmas harus mampu berkomunikasi ke dalam maupun ke luar,
dalam rangka mencapai tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di lapangan dengan staf
Hupmas menunjukkan bahwa Pertamina Balongan menggolongkan komunikasi
organisasi sesuai dengan bauran PENCILS (publication, event, news, community
involement, inform or image, lobbying and negotiation, social responsibility).
Bauran PENCILS ini merupakan komunikasi organisasi yang dilakukan
Pertamina untuk publik internal dan eksternal perusahaan, dimana kegiatan yang
berlangsung merupakan kegiatan saling berkaitan antara satu kegiatan dengan
kegiatan yang lainnya.
Publication
atau
Publikasi.
Fungsi
dan
tugas
Hupmas
adalah
menyelenggarakan publikasi atau menyebarluaskan informasi melalui berbagai
media tentang kegiatan perusahaan yang pantas untuk diketahui publik internal
dan eksternal perusahaan. Biasanya yang dipublikasikan adalah program acara
98
Pertamina, berita-berita yang terkait dengan Pertamina dan stakeholders dan
kegiatan TSP Pertamina. Kegiatan Hupmas Pertamina, dalam melakukan
publikasi kepada masyarakat melalui media massa, bekerjasama dengan wartawan
media cetak maupun elektronik.
Kegiatan
yang
biasa
dipublikasikan
Pertamina
berupa
kegiatan
penanganan terhadap limbah sludge atau ampas minyak mentah. Kegiatan ini
merupakan kegiatan yang belum terselesaikan dan masih terus dilakukan lobi dan
negosiasi oleh Pertamina kepada masyarakat setempat. Namun, Pertamina terus
berupaya mencari solusi yang terbaik untuk permasalahan penangan limbah
sludge dengan mempublikasikan setiap solusi yang ditemukan oleh Pertamina
kepada masyarakat, maupun hasil dari lobi dan negosiasi dengan stakeholders.
Publikasi lain yang dilakukan adalah program acara rutin, spesial maupun
momentum internal perusahaan seperti family ghatering, kegiatan ulang tahun
perusahaan, acara Ramadhan dan launching product baru Pertamina di
publikasikan melalui media internal perusahaan seperti buletin perusahaan,
company profile, profile CSR, TV 6 Pertamina, media kliping serta website
perusahaan. Untuk publik eksternal seperti brosur, spanduk, banner, poster,
majalah dan koran.
Publikasi yang lainnya seperti kegiatan TSP di bidang ekonomi, sosial dan
pengelolaan lingkungan hidup. Dalam mempublikasikan kegiatan TSP Pertamina
dengan menggunakan saluran komunikasi interpersonal melalui pendamping
program kegiatan dan media massa baik media cetak maupun elektronik.
Publikasi terhadap program acara, berita dan kegiatan TSP melalui berbagai
media komunikasi tujuannya adalah untuk meraih persepsi dan citra positif
perusahaan di mata publik internal maupun eksternal.
Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa
publikasi merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh Pertamina.
Publikasi
merupakan
sarana
Pertamina
untuk
memperkenalkan
dan
memberitahukan informasi tentang perusahaan kepada stakeholders dengan
menggunakan media cetak maupun media elektronik. Tujuan dilakukan publikasi
ini adalah untuk membentuk opini masyarakat setempat secara cepat akan
99
informasi yang disampaikan oleh Pertamina, sehingga kesan negatif terhadap
perusahaan akan berkurang dengan dilakukan publikasi ini.
Event atau program acara terbagi atas tiga, di antaranya:
1. Acara rutin merupakan acara yang biasanya dilaksanakan untuk mendapatkan
perhatian media yang bermuara pada perhatian publik tentang perusahaan
ataupun produk perusahaan. Acara rutin yang dilakukan oleh Pertamina di
antaranya: acara Siraman Jalinan Kasih, konfrensi pers, tours pers, family
gathering. Acara ini rutin dilaksanakan bertujuan untuk mempererat hubungan
di antara karyawan maupun stakeholders perusahaan. Acara Siraman jalinan
komunikasi merupakan kegiatan rutin yang dilakukan Pertamina untuk
wartawan media cetak dan elektronik. Tujuan dilakukannya kegiatan ini untuk
menjalin hubungan yang harmonis dengan para wartawan. Kegiatan ini
dilakukan untuk menyosialisasikan setiap publikasi kegiatan internal dan
eksternal perusahaan. Wartawan diberikan kebebasan dalam menyampaikan
berita yang menarik dan bermanfaat bagi masyarakat, namun dalam setiap
pemberitaannya tetap menjunjung tinggi kode etik jurnalistik.
2. Acara spesial, merupakan suatu acara tertentu atau lebih dikenal dengan
peristiwa khusus yang akan dipilih waktu, tempat dan obyek tertentu yang
bersifat khusus untuk mempengaruhi opini publik. Acara spesial yang
dilakukan Pertamina antara lain: kegiatan dalam menyambut bulan Ramadhan
yaitu dilakukan pengajian, Safari Ramadhan, buka puasa, sholat tarawih
bersama, dan pembagian zakat. Acara spesial yang dilakukan setiap tanggal 17
Agustus perusahaan melakukan perlombaan persahabatan yang diikuti oleh
karyawan Pertamina dan masyarakat Balongan. Acara spesial yang dilakukan
setiap memperingati ulangtahun Pertamina dengan melakukan pembagian
sembako untuk masyarakat, dalam memperingati Idul Adha Pertamina
menyediakan hewan kurban seperti sapi dan kambing untuk karyawan dan
masyarakat sekitar.
3. Acara yang bersifat momentum, merupakan acara yang jarang untuk dilakukan
oleh Pertamina. Kegiatan ini dilakukan dengan sangat mewah, misalkan
100
Pertamina melakukan acara untuk pembukaan kantor atau cabang baru dan
ulang tahun perak Pertamina, ulang tahun emas Pertamina.
Event atau program acara baik secara rutin, spesial maupun momentum
bertujuan untuk mencapai tujuan dari Hupmas. Tujuan Hupmas adalah mencapai
saling pengertian, citra dan persepsi yang positif yang mendukung kegiatan
operasional perusahaan serta mengubah hal-hal negatif kepada yang positif.
Tujuan Hupmas Pertamina tergolong atas dua, di antaranya:
1. Komunikasi internal: memberikan informasi sejelas mungkin mengenai
perusahaan, menciptakan kesadaran karyawan mengenai peran perusahaan
dalam masyarakat dan menyediakan sarana untuk memperoleh umpan balik
dari karyawan.
2. Komunikasi
eksternal:
memberikan
informasi
yang
benar
mengenai
keberadaan perusahaan, motivasi untuk melakukan umpan balik dan
menciptakan citra dan persepsi positif tentang Pertamina di masyarakat.
Berdasarkan laporan hasil tahunan 2011, menunjukkan bahwa kegiatan
yang rutin dilakukan oleh pertamina pada setiap tahunnya dengan publik eksternal
adalah melaksanakan kegiatan press tour, out bound dan buka puasa bersama
dengan wartawan media cetak maupun media elektronik yang terdapat di
Kabupaten Indramayu. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Pertamina bertujuan untuk
mendukung program kerja Pertamina mulai dari kegiatan publikasi mengenai
produksi minyak yang dihasilkan oleh Pertamina Balongan sampai kepada
kegiatan TSP yang dilaksanakan.
News atau berita adalah informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi
maupun yang sedang direncanakan oleh Pertamina yang disajikan melalui media
cetak, media elektronik, maupun melalui penyampaian dari mulut ke mulut
kepada masyarakat. Berita merupakan informasi yang belum diketahui oleh orang
banyak, dapat berasal dari karyawan, perusahaan maupun dari masyarakat dan
dikelola oleh Hupmas Pertamina Balongan. Menurut salah satu staf Hupmas
Pertamina Balongan mengatakan bahwa:
“..Berita perusahaan dapat disampaikan melalui press release, news
letter, artikel, famflet dan buletin dan hal lain yang mengacu pada
teknis penulisan 5W + 1H dengan sistematika penulisan seperti
101
piramida terbalik yang paling penting menjadi lead dan intro yang
kurang penting diletakkan di tengah batang berita, sehingga pada
saat membaca lead dan intro nya saja sudah mengetahui informasi
yang disampaikan.”
Berita yang disampaikan merupakan laporan tercepat mengenai fakta atau
ide terbaru dan benar yang berasal dari karyawan maupun dari perusahaan, yang
menarik dan penting bagi masyarakat dan dipublikasikan. Publikasi dapat melalui
media massa periodik dan diberitakan secara langsung oleh Hupmas dan dapat
juga melalui wartawan media cetak maupun elektronik yang disebarluaskan
untuk dikonsumsi oleh publik internal dan eksternal. Kegiatan tertentu perusahaan
dilakukan supaya menjadi bahan berita di media massa.
Berita yang disampaikan melalui media massa kepada masyarakat adalah
berita mengenai kegiatan yang dilakukan perusahaan, program acara, kegiatan
operasional perusahaan, kejadian aksi massa yang dilakukan oleh masyarakat dan
kegiatan TSP. Idealnya dalam pemberitaan yang dipublikasi tidak hanya kegiatan
dalam hal positif namun juga dalam hal negatif agar masyarakat mengetahui
kejadian yang sebenarnya terjadi, serta solusi yang diambil oleh perusahaan
melalui kegiatan lobi dan negosiasi untuk mengubah image dan persepsi dalam
hal negatif menjadi positif. Dengan cara seperti ini dapat mempertahankan citra
dan persepsi positif perusahaan di mata publik eksternal.
Community Involvement atau kepedulian pada komunitas. Perusahaan
berusaha untuk “akrab dan ramah” dengan para stakeholder. Kepedulian
perusahaan yang sering dilakukan dengan mengadakan kontak sosial dengan
wartawan seperti mengarahkan dalam pemberitaan kepada publik, melakukan
kontak sosial dengan pemerintah daerah, melakukan kontak sosial dengan para
LSM, mahasiswa dan peneliti. Tujuan dilakukan kepedulian kepada para
stakeholders adalah untuk menciptakan hubungan baik dengan para stakeholder
perusahaan sehingga memperoleh manfaat pada kedua belah pihak.
Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa contoh
kepedulian Pertamina dengan wartawan dengan cara melakukan tour press, out
bound serta siraman jalinan komunikasi. Kegiatan ini dilakukan bertujuan untuk
menjalin hubungan baik dengan para wartawan, agar dalam setiap pemberitaan
102
yang dilakukan oleh wartawan merupakan informasi yang aktual sehingga yang
diterima oleh masyarakat merupakan informasi yang akurat. Contoh kepedulian
Pertamina kepada stakeholders pemerintah daerah adalah dengan cara ikut
berperan aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Kegiatan yang dilaksanakan pemerintah daerah bertujuan untuk pembangunan
masyarakat dan memberdayakan masyarakat. Membantu peneliti dalam
melakukan penelitian terutama yang menjadi obyek penelitian adalah Pertamina,
sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru bagi Pertamina dan bagi peneliti.
Inform or image atau memberitahukan atau meraih citra, Hupmas
Pertamina menanamkan citra perusahaan dibenak stakeholder dengan cara ikut
berperan aktif dalam membantu pemerintah daerah untuk meningkatkan
pembangunan daerah dan pembangunan masyarakat. Kegiatan yang rutin
dilaksanakan oleh Pertamina sebagai wujud kepedulian terhadap pembangunan
daerah melalui penyumbangan pot tanaman di kantor kecamatan dan sepanjang
jalan menuju kilang Balongan yang bertulisan dan berlogo Pertamina. Hal ini
membuktikan bahwa Pertamina selain menciptakan citra positif di mata
stakeholders juga peduli terhadap lingkungan, membangun tugu Pertamina di
jalan menuju kilang Balongan, membangun tempat pembuangan sampah bagi
masyarakat yang berlogo Pertamina dan bertuliskan Pertamina peduli lingkungan,
membangun taman, sarana dan prasarana umum yang bertuliskan Pertamina,
menjual produk Pertamina dengan harga yang lebih murah untuk masyarakat
Indramayu, membangun taman tempat bermain dan berkumpul, mencetak
stationery yang diberikan kepada stakeholders sehingga dapat meningkatkan citra
perusahaan di mata stakeholders.
Melihat keterlibatan dan kepedulian Pertamina menunjukkan bahwa
Pertamina secara tidak langsung telah menanamkan persepsi dan citra positif di
benak masyarakat, hal ini menunjukkan bahwa Pertamina selalu ada dalam
berbagai kegiatan yang membangun daerah dan selalu dekat bersama masyarakat.
Berbagai cara yang dilakukan oleh Pertamina untuk mendapatkan persepsi dan
citra positif di mata masyarakat. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menarik
103
simpati masyarakat terhadap perusahaan, serta memperoleh dukungan dari
masyarakat, agar operasional perusahaan dapat berjalan lebih baik.
Lobbying and negotiation atau pendekatan dan negosiasi. Hupmas
melakukan pendekatan dengan lobi-lobi dan negosiasi dengan stakeholder baik
secara formal maupun informal untuk mencapai tujuan tertentu. Lobi berarti
melakukan kegiatan atau pendekatan yang bertujuan untuk mempengaruhi
seseorang atau salah satu pihak. Negosiasi dilakukan merupakan suatu proses
dimana Pertamina dan stakeholders yang memiliki kepentingan yang sama atau
yang bertentangan, bertemu, berbicara untuk mencapai sesuatu kesepakatan.
Negosiasi merupakan komunikasi secara timbal balik yang dirancang untuk
mencapai suatu tujuan bersama. Lobi merupakan bagian dari negosiasi, karena
lobi merupakan awal dari proses negosiasi. Pertamina biasanya melakukan lobi
dengan cara terbuka maupun tertutup tergantung dari permasalahan yang sedang
diselesaikan dengan jalan lobi dan negosiasi tersebut.
Pertamina biasanya melakukan negosiasi pada saat tidak mempunyai
kekuasaan untuk memaksakan suatu hasil yang diinginkan. Terjadi konflik antar
kedua pihak yang masing-masing pihak tidak mempunyai cukup kekuatan atau
kekuasaan yang terbatas untuk menyelesaikannya secara sepihak. Dalam
melakukan negosiasi kepada stakeholders biasanya Pertamina sudah memiliki
kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang dilakukan agar dapat berhasil
menjalankan tugasnya. Kerangka dasar tersebut meliputi alternatif terbaik dalam
menjalankan kesepakatan, memiliki strategi dalam bernegosiasi, mengetahui
karakteristik dari stakeholders sehingga tercapai win-win solutions. Keberhasilan
Pertamina dalam melakukan lobi dan negosiasi dengan strategi win-win solutions
akan menciptakan persepsi dan citra positif stakeholders terhadap perusahaan.
Hasil pengamatan di lapangan mengenai lobi dan negosiasi yang dilakukan
Pertamina mengenai wilayah operasional kilang yang tumpang tindih dengan
lahan masyarakat, dilakukan dengan cara lobi dan negosiasi dengan tokoh
informal, melalui tokoh informal ini Pertamina melakukan negosiasi agar
demonstrasi yang sering dilakukan masyarakat dapat diselesaikan dengan jalan
damai, dengan menawarkan beberapa alternatif pilihan sebagai solusinya. Lobi
104
dan negosiasi yang dilakukan Pertamina dengan stakeholders berusaha untuk winwin solution menunjukkan bahwa dengan hadirnya Pertamina di tengah-tengah
kehidupan masyarakat dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Social responsibility atau kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi
Pertamina yang ditujukan kepada masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar PT
Pertamina Balongan. Kegiatan TSP dilakukan untuk menarik simpati masyarakat
agar berpartisipasi dalam menciptakan keberdayaan masyarakat. Untuk kilang
Balongan kegiatan TSP dibedakan atas tiga ring, di antaranya: Ring I meliputi:
Desa Balongan, Majakerta, Sukaurip. Ring II meliputi: Desa Tegalurung,
Limbangan, Rawadalem, Sukareja, Tinumpuk, Singaraja. Ring III meliputi: Desa
Lombang, Sudimampir, Tegalsembadra, Sudimampir Kidul, Gelar Mandala,
Pondoh dan Sambimaya. Untuk kegiatan TSP lebih rinci akan dibahas pada sub
bab berikutnya.
5.3. Kegiatan Tanggungjawab Sosial Perusahaan
sebagai Komunikasi Organisasi Pertamina
Kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina merupakan komunikasi
organisasi yang ditujukan untuk publik internal dan eksternal perusahaan.
Kegiatan TSP merupakan refleksi nilai dan budaya perusahaan yang terintegrasi,
dengan strategi bisnis perusahaan masa kini dan mendatang, yang memberikan
manfaat bagi Pertamina, shareholder dan stakeholders. Programnya diprioritaskan
untuk publik internal dan eksternal. Hal ini diperkuat dengan pendapat Susanto
(2007b) kegiatan TSP diarahkan untuk publik ke dalam (internal) maupun ke luar
(eksternal) perusahaan. Ke dalam, tanggungjawab ini diarahkan kepada pemegang
saham dalam bentuk profitabilitas dan pertumbuhan. Ke luar, TSP ini berkaitan
dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja,
meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara
lingkungan bagi kepentingan generasi mendatang.
Pertamina
merasa
bahwa
dalam
beroperasinya
kilang
Balongan
memberikan dampak negatif bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kilang
Balongan terutama dalam bidang lingkungan hidup. Namun selain dampak negatif
105
terdapat dampak positif dari pengelolaan minyak dan gas bumi baik sektor hulu
maupun sektor hilir. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah
seorang tokoh informal, mengatakan bahwa dampak positif dalam pengelolaan
minyak dan gas bumi antara lain adalah:
“Berkembangnya pemukiman masyarakat di sekitar kilang
Balongan, terciptanya lapangan pekerjaan baru dan usaha baru bagi
masyarakat sehingga mengurangi angka pengangguran masyarakat,
masuknya teknologi-teknologi moderen bagi masyarakat, terciptanya
sistem nilai dan budaya masyarakat yang moderen, tersedianya
sarana dan prasarana bagi masyarakat dan berkembangnya pasar dan
perekonomian masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat.”
Sifat kegiatan TSP yang dilakukan oleh pertamina, di antaranya:
1. Kegiatan TSP yang bersifat charity atau perbuatan amal. Bentuk kegiatan ini
hanya memberikan dampak terhadap masyarakat hanya untuk menyelesaikan
masalah sesaat, hampir tidak ada peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat.
Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat
setempat berdasarkan survei kebutuhan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan
dengan biaya yang lebih murah namun memiliki dampak yang sangat baik
dalam membentuk persepsi dan citra perusahaan di mata stakeholders.
2. Kegiatan TSP yang bersifat community development. Kegiatan ini dilakukan
salah satunya bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat. Dampak yang
dirasakan masyarakat adalah jangka panjang. Tujuan Pertamina melakukan
kegiatan yang bersifat community development adalah untuk memberdayakan
masyarakat Balongan di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan
hidup. Kegiatan community development ini dilakukan secara berkelanjutan
sehingga dapat membentuk masyarakat yang berdaya dan mandiri.
Berdasarkan
laporan
tahunan
yang
diperoleh
dari
perusahaan
menunjukkan bahwa pada tahun 2010, Pertamina menghabiskan dana lebih dari
Rp 1,6 miliar untuk melakukan kegiatan TSP. Namun hal ini dibantah oleh salah
seorang masyarakat Majakerta yang mengatakan bahwa:
“Kegiatan TSP yang dilakukan Pertamina pada tahun 2010
memakan biaya lebih dari Rp 1,6 miliar itu tidak benar, dengan
pernyataan seperti itu sepertinya masyarakat luar menilai bahwa
106
Pertamina merupakan perusahaan yang sangat baik dengan
masyarakat dan lingkungan sekitar padahal realisasinya sama sekali
tidak maksimal. Kalau memang masyarakat merasakan manfaat dari
kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina selama ini dengan
menghabiskan dana segitu besar, tidak mungkin ada aksi masyarakat
besar-besaran yang terjadi pada bulan April, Mei dan Juni. Kami
menginginkan kalau memang benar Pertamina menyediakan dana
segitu besar untuk kegiatan TSP harusnya transparan terhadap
kegiatan yang akan dilaksanakan dan disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat, transparan dalam hal dana kegiatan dan transparan
dalam mengevaluasi kegiatan. Seandainya dana Rp 1,6 miliar itu
memang ada untuk masyarakat Balongan pasti masyarakat Balongan
tidak ada yang bekerja menjadi TKW dan TKI dan hidup di bawah
garis kemiskinan seperti saat ini. Masyarakat Indonesia dibohongin
Pertamina Balongan dengan mengatakan dana segitu besar untuk
kegiatan TSP, menurut saya sih itu hanya membuat masyarakat
Indonesia beranggapan baik kepada Pertamina, padahal tidak
semuanya benar.”
Pendapat di atas sepertinya membantah adanya dana yang besar yang
digunakan untuk kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina untuk masyarakat
sekitar, sedangkan jika melihat hasil laporan tahunan mengenai program-program
yang dilaksanakan pada tahun 2010 dilakukan berbagai kegiatan dalam berbagai
bidang kehidupan masyarakat, di antaranya:
1. Di bidang pendidikan: memberikan beasiswa kepada masyarakat yang
berprestasi, merenovasi bangunan sekolah, membangun ruang perpustakaan,
merenovasi lapangan upacara untuk sekolah dasar negeri dan swasta,
membagi-bagikan komputer untuk beberapa sekolah yang terdapat di sekitar
wilayah kilang Balongan dan membagi-bagikan alat tulis kepada masyarakat.
2. Di bidang sosial: membagi-bagikan sembako, susu cair, sunatan massal,
melaksanakan donor darah secara rutin, memberikan santunan kepada orangtua
jompo dan anak yatim, membangun bak penampungan air bersih di lokasi
tanah penyangga, memasang instalasi listrik untuk masyarakat Majakerta, dan
memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena bencana alam.
3. Di bidang kesehatan: memberikan bantuan alat kesehatan di puskesmas
Kecamatan Balongan, Kecamatan Indramayu, Kecamatan Juntinyuat dan
Kecamatan Compreng, memberikan bantuan pengobatan massal secara rutin
107
yakni sekali dalam sebulan dan pemberian air bersih untuk wilayah blok
Kesambi Balongan diprioritaskan kegiatan TSP di bidang kesehatan di wilayah
ini, karena wilayah ini merupakan wilayah yang paling dekat dengan kilang
Balongan. Kegiatan TSP lainnya adalah memberikan makanan dan suplemen
untuk peningkatan gizi balita, bantuan paket makanan bergizi kepada
masyarakat yang kurang mampu yang tinggal di wilayah ring satu kilang
Balongan.
4. Di bidang keagamaan: melakukan renovasi beberapa masjid yang terdapat di
lingkungan kilang Balongan, membagi-bagikan Al-quran, buku keagamaan di
masjid-masjid yang berada di sekitar kilang Balongan, memberikan bantuan
hewan qurban kepada Mustahik dalam rangka peringatan hari raya Idul Adha,
mengadakan acara untuk memperingati Isra Mi’raj.
5. Di bidang olah raga: membangun sarana olah raga untuk masyarakat seperti
lapangan volli, lapangan sepak bola dan lapangan bulu tangkis, pembuatan
fieldroom di stadion Dharma Ayu Indramayu.
6. Di bidang ekonomi: pengelolaan tanah penyangga yang dapat dinikmati oleh
masyarakat seluas 250 hektar persawahan yang dapat dipergunakan oleh
masyarakat,
memberikan
pemodalan
untuk
modal
kerja
masyarakat,
melaksanakan pembinaan dan pelatihan untuk para petani, peternak dan
nelayan.
7. Di bidang pengelolaan lingkungan hidup: melaksanakan penanaman pohon dan
kegiatan memelihara pohon yang sudah ada, pembangunan sarana dan sarana,
membangun irigasi, membangun drainase, membangun tempat pembuangan
sampah, membangun got, membangun taman kota, membantu pelaksanaan
pembangunan WC umum (MCK) di Desa Majakerta dan melaksanakan
kegiatan pelatihan dan pembinaan di bidang lingkungan hidup.
Pertamina memfokuskan pada kegiatan TSP di bidang pengelolaan
lingkungan hidup untuk menjaga dan melestarikan lingkungan dan ikut
menyukseskan gerakan penanaman sejuta pohon tahun 2009. Pertamina
melaksanakan program one man one tree dengan menanam 2.010 bibit pohon.
Adapun jenis bibit pohon yang disediakan antara lain: sebanyak 715 bibit pohon
108
mahoni, sebanyak 356 bibit pohon palem, sebanyak 104 bibit pohon trembesi,
sebanyak 835 bibit pohon glodokan tiang. Semua bibit pohon ini ditanam di area
kilang, laydown area, dan area pertanaman Pertamina Balongan. Sebagai wujud
kepedulian Pertamina terhadap lingkungan, Pertamina secara simbolis juga
menyerahkan bantuan sebanyak 50.000 bibit tanaman penghijauan berupa
mangrove untuk ditanam di wilayah Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan hasil laporan tahunan Pertamina pada tahun 2011 melakukan
kegiatan TSP yang bersifat community development, di antaranya melakukan
kegiatan pelatihan untuk para nelayan di Kabupaten Indramayu bekerjasama
dengan Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Dinas Lingkungan Hidup. Hal ini
dikarenakan sebahagian besar mata pencaharian masyarakat adalah nelayan.
Kegiatan ini berupa pelatihan pembuatan serta bantuan alat tangkap ikan, materi
terkait dengan Program Peningkatan Kualitas Lingkungan (PPKL), kegiatan ini
merupakan kegiatan lanjutan dari program yang telah digulirkan sebelumnya yang
sejalan dan mendukung Keppres Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN). Terkait
dengan strategi “revolusi biru” dari Menteri Kelautan dan Perikanan dalam
peningkatan produksi hasil laut bagi nelayan, baik untuk kebutuhan dalam negeri
maupun untuk diekspor. Pelatihan ini dilaksanakan dengan tujuan membantu
masyarakat untuk menjadi lebih mandiri dan berdaya di bidang ekonomi.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang staf Hupmas
Pertamina Balongan, mengatakan bahwa:
“Kegiatan TSP pada tahun 2011 ini merupakan kelanjutan dari
kegiatan 2010 yang belum tuntas dilakukan, di antaranya
membangun waterbreak, memasang aliran listrik untuk masyarakat
yang rumahnya belum menggunakan listrik, melakukan penanaman
pohon dan pemeliharaan pohon yang telah ditanam pada tahun
kemarin, merenovasi sarana dan prasarana yang sudah tidak layak
pakai, membina hubungan baik dengan wartawan media cetak dan
media elektronik, memberikan santunan untuk orangtua jompo dan
anak yatim, pembagian susu cair dan sembako, memberikan hewan
qurban, untuk kegiatan di bidang ekonomi masih seperti tahun
kemarin seperti mengelola tanah penyangga, memberikan bantuan
modal bagi masyarakat, melaksanakan pelatihan dan pembinaan.”
109
Pertamina berinisiatif untuk melaksanakan kegiatan TSP dan merupakan
keharusan bagi perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi untuk
melakukan
kegiatan
TSP,
dimana
konsep
pertama
berorientasi
pada
pemberdayaan masyarakat secara berkesinambungan; yang kedua relation
development merupakan kegiatan yang lebih bersifat charity dan donasi publik.
Termasuk dalam kategori ini adalah pembinaan hubungan segitiga yang baik dan
harmonis antara perusahaan, pendamping program kegiatan dan masyarakat lokal.
Kegiatan TSP yang dilakukan oleh organisasi, merupakan komunikasi
yang dilakukan perusahaan dengan masyarakat. Kegiatan TSP jika dilakukan
secara berkesinambungan dapat mencegah krisis perusahaan melalui peningkatan
reputasi dan citra perusahaan dalam rangka menciptakan long term relationship
dengan masyarakat. Dalam mencari tahu need, desire, wants dan interest dari
masyarakat, perlu dilakukan survei terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini
penting untuk menciptakan long term relationship, kemudian perusahaan
mengkomunikasikan tentang harapan yang diinginkan terkait dengan adanya
hubungan tersebut. Proses pengkomunikasian dalam usaha menjalin long term
relationship dengan masyarakat, dilakukan dengan menggunakan saluran
komunikasi yang tersedia. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menjalin
long term relationship antara organisasi dengan masyarakat adalah menciptakan
kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan yang mendorong pada prospek
investasi di masa depan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat sekitar
organisasi (Rahman, 2009).
Hal ini diperkuat oleh pendapat Susanto (2007a), bahwa kegiatan TSP
dapat mengimbangi exposure terhadap sisi negatif perusahaan dan mengurangi
dampak terhadap tindakan yang tidak menyenangkan. Misalnya, jika suatu saat
perusahaan menghadapi krisis. Aktivitas TSP yang efektif akan menumbuhkan
kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Ketika perusahaan diterpa kabar
miring, masyarakat tidak langsung percaya. Suatu manfaat yang dapat dipetik
perusahaan dari kegiatan TSP yang berlangsung.
Kegiatan komunikasi organisasi perusahaan melalui kegiatan TSP adalah
kegiatan dalam menyampaikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat
110
dalam berbagai bidang kegiatan, di antaranya di bidang ekonomi, sosial dan
pengelolaan lingkungan hidup. Kegiatan TSP ini merupakan berita yang sering
dipublikasikan melalui media cetak dan elektronik untuk stakeholders. Tujuan
dilakukan komunikasi organisasi ini adalah untuk menjalin hubungan yang
harmonis antara Pertamina dengan masyarakat sekitar perusahaan yang terkena
dampak langsung operasional dari perusahaan, demi terciptanya kredibilitas
perusahaan di mata masyarakat.
Kegiatan TSP adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk
berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan
memperhatikan TSP dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian
terhadap aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Kompleksitas permasalahan
sosial yang semakin rumit dalam dekade terakhir dan implementasi desentralisasi
telah menempatkan kegiatan TSP sebagai suatu kegiatan yang diharapkan mampu
memberikan alternatif terobosan baru dalam melibatkan partisipasi masyarakat
secara aktif untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin (Putri, 2007).
Kegiatan TSP dilakukan untuk melanjutkan komitmen bisnis untuk
berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dengan
meningkatkan kualitas hidup dari peningkatan penghasilan keluarga pada
masyarakat luas (Pembudi, 2006). Kontribusi kegiatan TSP adalah kontribusi
berkesinambungan terhadap pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat.
Pembangunan
yang berkelanjutan
yaitu
bekerjasama
dengan
karyawan,
masyarakat dan stakeholders untuk memperbaiki kualitas hidup dengan cara yang
dapat diterima oleh bisnis dan juga pembangunan itu sendiri adalah nilai dasar
dari TSP. Kemiskinan yang sudah mengglobal saat ini adalah masalah sosial yang
menjadi target seluruh negara di dunia untuk ditekan, bahkan dihapuskan dan
tentunya dalam implementasi TSP kontemporer yang dilakukan dunia usaha dan
sudah seharusnya dunia usaha menyadari posisi mereka sebagai bagian dari
masyarakat. Keunikan TSP adalah kegiatan yang bersifat lokal karena
pelaksanaannya melibatkan partisipasi masyarakat di sekitar perusahaan. Inilah
sejujurnya yang membuat TSP memiliki peluang untuk masuknya partisipasi
masyarakat secara utuh dalam pencapaian tujuannya (Untung, 2008).
111
Dikatakan bahwa kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi karena
menurut Zelko dan Dance dalam Muhamad (2008), menjelaskan bahwa
komunikasi organisasi adalah suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup
komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal maksudnya
adalah komunikasi dalam organisasi itu sendiri seperti komunikasi dari bawahan
kepada atasan, komunikasi dari atasan kepada bawahan dan komunikasi sesama
karyawan, sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan
organisasi terhadap lingkungan luar berupa hubungan dengan masyarakat umum,
komunikasi hasil produksi.
Penerapan kegiatan TSP oleh Pertamina merupakan refleksi nilai dan
budaya perusahaan yang terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan masa kini
dan mendatang, yang memberikan manfaat bagi Pertamina, shareholder dan
stakeholder. Oleh karena itu kesuksesan sebuah perusahaan tidak hanya
ditentukan dari keberhasilan menjalankan bisnis semata, tetapi juga didukung
kemampuan dalam menyukseskan program pemberdayaan masyarakat dan
lingkungan hidup melalui kegiatan TSP. Pertamina dalam penerapan kegiatan
TSP diprioritaskan untuk membantu masyarakat dan pemerintah dalam
memecahkan permasalahan sosial di sekitar Perusahaan. Pelaksanaan kegiatan
TSP dikendalikan sepenuhnya oleh perusahaan, dan bekerjasama dengan
pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya. Melalui kegiatan TSP ini akan
memberikan nilai tambah bagi Pertamina untuk semakin mendekatkan produk dan
brand kepada masyarakat. Pertamina menganggap kegiatan TSP sebagai wujud
good corporate governance (GCG), yaitu sistem pemerintahan yang baik dan
peduli terhadap lingkungan.
Perkembangan TSP yang dilakukan berupaya untuk memberdayakan
masyarakat. Praktik kegiatan TSP sebagai wujud implementasi program dari
community relations, jika ditujukan pada stakeholder yang tepat dan dilakukan
secara tepat pula akan dapat menciptakan sebuah kondisi lingkungan yang
kondusif bagi perusahaan, sehingga perusahaan akan dapat menjalankan aktivitas
bisnisnya dengan baik tanpa adanya hambatan-hambatan yang dapat muncul dari
lingkungan sekitar (Thamrin et al., 2010).
112
Visi dari kegiatan TSP Pertamina Balongan adalah menciptakan dan
memelihara hubungan harmonis dengan lingkungan sekitar serta bekerjasama
dengan pemerintah untuk memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.
Misi kegiatan TSP Pertamina Balongan: (1) Mengimplementasikan
komitmen perusahaan terhadap kegiatan TSP untuk memberikan nilai tambah bagi
stakeholders dalam upaya mendukung kemajuan perusahaan, (2) Mewujudkan
kepedulian sosial Pertamina Balongan dan kontribusi perusahaan terhadap
pengembangan masyarakat yang berkelanjutan.
Tujuan dari kegiatan TSP Pertamina Balongan: (1) Membangun hubungan
yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendukung
pertumbuhan perusahaan, (2) Memberikan kontribusi dalam memecahkan
permasalahan sosial, (3) Meningkatkan nilai dan budaya perusahaan yang
terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan, dan (4) Bagian dari upaya
membangun citra dan reputasi perusahaan.
Komunikasi organisasi yang dilaksanakan oleh Hupmas Pertamina
didasarkan pada Kepmen No Kep-236/MBU/2003 membawa babak baru bagi
visi, misi dan kebijakan sosial Pertamina. Melalui keputusan tersebut, Pertamina
yang telah menyalurkan dana Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK)
sejak tahun 1990, membentuk unit Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL) untuk menggantikan peran PUKK. Dengan menggunakan dana bagian
pemerintah atas penyisihan laba bersih Pertamina untuk PKBL. Dengan demikan
fungsi sosial dari Pertamina bertambah lagi dengan pembentukkan unit khusus ini,
baik di tingkat korporat maupun daerah operasi/unit.
Pola komunikasi yang terjadi dalam organisasi itu banyak dipengaruhi
oleh kegiatan dan fungsi public relation. Dalam fungsi public relations terdapat
berbagai macam bentuk hubungan yang dapat dilakukan. Di antaranya yang
umum dilakukan adalah, community relations, government relations, consumer
relations, investor relations, media relations dan employee relations. Semua
bentuk hubungan-hubungan tersebut diatur oleh public relations, dengan tujuan
untuk mencapai pengertian publik (public understanding), kepercayaan publik
113
(public confidence), dukungan public (public support), dan kerjasama publik
(public cooperation) (Bonar, 1993).
Pertamina dalam melaksanakan komunikasi organisasi kepada publik
eksternal dalam bentuk community development, dimana ruang lingkup dari
community development Pertamina antara lain community service, community
empowering dan community relations. Community service yang dilaksanakan
Pertamina memberikan pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan
masyarakat setempat. Hal ini terlihat dari pembangunan fasilitas dan sarana umum
bagi masyarakat. Community empowering yang dilaksanakan Pertamina melalui
program kegiatan TSP yang berkaitan dengan memberikan akses yang luas
kepada masyarakat untuk menunjang keberdayaan masyarakat setempat. Hal ini
terlihat dari berbagai kegiatan di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan
lingkungan hidup, sedangkan community relations yang dilaksanakan Pertamina
yang menyangkut pengembangan komunikasi dan informasi kepada publik yang
berhubungan dengan Pertamina.
Community relations ini bertujuan untuk mencapai pengertian publik,
kepercayaan publik, dukungan publik dan kerjasama publik. Namun praktiknya
community relations ini hanya mampu untuk mencapai pengertian publik yang
menunjukkan Pertamina merupakan perusahaan yang beroperasi di wilayah
lingkungan masyarakat setempat. Namun tidak mampu menyentuh pada tujuan
untuk menciptakan kepercayaan, dukungan dan kerjasama publik. Hal ini terlihat
dari pengamatan yang dilakukan di lapangan, bahwa masih seringnya masyarakat
setempat melakukan aksi massa ke perusahaan untuk menyampaikan keinginan
dan aspirasi mereka. Komunikasi yang kurang baik menyebabkan hal ini masih
terus berlangsung hingga saat ini.
Implementasi kegiatan TSP merupakan komunikasi yang dua arah dan
interaktif antara perusahaan dengan masyarakat (stakeholder) secara terbuka dan
produktif untuk saling mempertukarkan informasi. Kegiatan TSP tidak saja
meningkatkan reputasi bagi Pertamina tetapi juga dapat membuka peluang usaha
baru bagi masyarakat. Pelaksanaan kegiatan TSP dapat menghindarkan
perusahaan dari krisis sebab akibat malpraktek sosial. Tujuan dari kegiatan
114
komunikasi organisasi ini adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan
kepada seluruh stakeholder perusahaan. Melalui kegiatan komunikasi organisasi
yang dilakukan akan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berinteraksi
dan berpartisipasi demi peningkatan efektivitas program kegiatan TSP. Selain itu
melalui aktivitas komunikasi organisasi yang dilaksanakan mampu mendorong
perusahaan lain agar menyelenggarakan aktivitas komunikasi organisasi juga,
dengan kata lain, ini bukan sekedar aktivitas komunikasi yang berdampak pada
perusahaan saja, tetapi juga upaya mengkampanyekan kegiatan TSP di seluruh
kalangan bisnis dan masyarakat.
Kegiatan TSP merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh perusahaan
sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas UU-PT Pasal 74. Esensi UUPT ini menegaskan bahwa dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan aspek
financial usaha semata (single bottom line), melainkan juga harus menggunakan
baik aspek keuangan, sosial dan lingkungan hidup (triple bottom line). Sinergi
antara ketiga elemen tersebut merupakan kunci keberhasilan dari konsep
pembangunan berkelanjutan. Kegiatan TSP merupakan
bagian yang tidak
terpisahkan dari kegiatan community development. Namun pada prakteknya
sebahagian dari kegiatan TSP dilakukan sekedar pada perbuatan amal (charity)
perusahaan saja dan tidak menyentuh kepada pemberdayaan masyarakat
melainkan akan berdampak pada perusahaan itu sendiri.
Jenis kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina kepada masyarakat
disesuaikan menurut wilayah ring tempat tinggal masyarakat. Pertamina selama
ini terus memperbaiki kekurangan-kekurangan dari setiap kegiatan yang
dilaksanakan sehingga kegiatan berikutnya dapat berjalan semakin baik dan
menyentuh pada kehidupan sosial yang dapat memberdayakan masyarakat.
Diharapkan melalui kegiatan TSP merupakan alat untuk mendorong perubahan
masyarakat menjadi lebih berdaya, mandiri dan produktif yang tidak
menggantungkan kehidupannya pada pihak luar dan perusahaan.
Kegiatan TSP yang dilakukan Pertamina harus memiliki kualitas program
yang baik. Dikatakan kegiatan tersebut memiliki kualitas yang baik jika
bermanfaat bagi si penerima. Pertamina dalam melaksanakan kegiatan TSP
115
menggunakan dua saluran komunikasi. Saluran komunikasi yang digunakan
melalui saluran komunikasi interpersonal dan saluran komunikasi media massa,
sehingga antara kualitas program kegiatan dan pengkomunikasian program
kegiatan TSP dapat berjalan dengan baik dan dalam kategori baik. Pemilihan
media cetak maupun elektronik yang tepat akan membantu masyarakat untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan.
Kegiatan TSP yang dilakukan sangat beragam, kegiatan di bidang
ekonomi bertujuan untuk memberikan nilai tambah dan memberdayakan
masyarakat sekitar Pertamina, memberikan peluang kepada masyarakat untuk
menambah perekonomian keluarga dan mendukung pertumbuhan perekonomian
masyarakat dan usaha kecil serta menengah di Kabupaten Indramayu. Kegiatan di
bidang ekonomi yang dilaksanakan antara lain: pengelolaan tanah penyangga,
melalui program kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat merasakan hasilnya.
Taraf hidup dan perekonomian mereka meningkat dan relatif lebih stabil. Mereka
juga dapat menyejahterakan keluarga mereka dan meningkatkan kualitas
pendidikan anak-anaknya. Memberikan pemodalan di bidang usaha perikanan,
pertanian,
perternakan,
perdagangan,
pengrajin,
perbengkelan
dan
jasa.
Melakukan pembinaan di setiap bidang usaha yang telah dibekali dengan keahlian
dan pengetahuan, antara lain di bidang pertanian, perikanan, peternakan,
perdagangan, pengrajin, perbengkelan dan jasa. Hasil dari program pembinaan
diharapkan masyarakat menjadi mampu untuk bersaing dengan pihak luar dari
masing-masing bidang usaha.
Kegiatan di bidang sosial, didasari oleh pemikiran bahwa sebagai
perusahaan yang berada di tengah masyarakat, Pertamina Balongan mempunyai
tanggungjawab sosial dalam menciptakan masyarakat yang lebih baik serta
membantu meringankan beban masyarakat. Adapun program kegiatan yang sudah
dan sedang dilaksanakan oleh Pertamina Balongan antara lain: melakukan
pembagian sembako, pemberian santunan kepada orang tua jompo dan anak
yatim, memberikan tunjangan bagi guru dan staf pengajar, melaksanakan donor
darah, membagikan susu cair secara rutin setiap dua bulan sekali, melaksanakan
pengobatan massal secara rutin setiap sebulan sekali, bantuan paket makanan
116
bergizi bagi masyarakat yang kurang mampu, menciptakan lapangan pekerjaan,
membuat perpustakaan keliling, seremonial dan sosialisasi. Sebagian besar dari
program kegiatan TSP di bidang sosial yang dilakukan oleh Pertamina merupakan
kegiatan yang bersifat charity atau perbuatan amal, dampak yang dirasakan oleh
masyarakat bersifat jangka pendek.
Kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh
Pertamina didasari oleh pemikiran bahwa operasional kilang Balongan
memberikan dampak negatif bagi masyarakat sekitar. Diharapkan dengan kegiatan
TSP yang dilaksanakan dapat mengurangi resiko atau dampak negatif dari
operasional kilang Balongan. Kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup
antara lain pengembangan sarana umum, membangun sarana pengelolaan limbah
beracun dan limbah organik, sarana penampungan sampah, penanaman pohon
baik di darat maupun di lingkungan air, penampungan air, pembangunan sarana
drainase, pengadaan pompa air, membangun wc umum (MCK), dan memasang
instalasi listrik bagi yang belum memiliki. Di bidang pengelolaan lingkungan
hidup Pertamina bersama dengan masyarakat sekitar untuk menciptakan
lingkungan yang bersih dan terbebaskan dari polusi air, udara dan tanah.
Hamad (2005) menyatakan bahwa komunikasi jangan dianggap sebagai
proses penyampaian pesan yang relatif lancar tanpa hambatan tetapi dalam
pendistribusian pesan yang merata di tengah masyarakat, komunikator perlu
memilih media yang sesuai dengan efek yang diinginkan oleh komunikator, efek
kognitif, efek afektif atau efek konatif.
Dalam memilih pendamping program kegiatan, Pertamina harus secara
selektif
sehingga
mampu
menyampaikan
keinginan
perusahaan
kepada
masyarakat. Pendamping program kegiatan harus memahami karakteristik,
budaya, bahasa dan adat istiadat masyarakat lokal. Selain itu, pendamping
program harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi yang baik dengan
masyarakat, mampu memberikan motivasi dan mampu melakukan transfer belajar
kepada masyarakat. Pendamping program kegiatan dapat berasal dari pemerintah
daerah maupun dari LSM. Selain dengan menggunakan pendamping program
sebagai saluran komunikasi interpersonal juga menggunakan saluran media cetak
117
dan elektronik. Penggunaan dan pemilihan media massa dalam menyampaikan
informasi kepada masyarakat disesuaikan dengan informasi yang disampaikan
kepada masyarakat. Pendamping program kegiatan berperan penting dan strategis
dalam membimbing, mendidik dan memotivasi masyarakat agar mampu untuk
berperan secara aktif dalam kegiatan TSP. Salah satu indikator keberhasilan
pendamping program kegiatan TSP ditentukan dari intensitas peran yang
ditampilkan oleh pendamping program kegiatan TSP.
Lionberger dan Gwin (1982) mengatakan bahwa salah satu faktor yang
mendorong keberhasilan penyuluh (pendamping program kegiatan) terletak pada
kemampuan penyuluh (pendamping program kegiatan) dalam memberikan
jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat.
Komunikasi organisasi
merupakan suatu cara yang dilakukan oleh
Pertamina dalam melakukan perubahan, mendorong dan mempertinggi motivasi
serta alat untuk mencapai tujuan yaitu pemberdayaan masyarakat. Dalam
melakukan komunikasi organisasi, Pertamina memiliki maksud dan tujuannya,
seperti yang diungkapkan oleh salah seorang staf Hupmas Pertamina Balongan
bahwa:
“..kegiatan TSP ini dilakukan memiliki dua tujuan. Tujuan yang
pertama adalah untuk memberdayakan masyarakat dalam segala
bidang kehidupan, sedangkan tujuan kedua adalah untuk
memperoleh persepsi positif dari stakeholder. Persepsi positif dari
masyarakat akan menciptakan citra positif bagi perusahaan. Persepsi
positif akan menciptakan dukungan masyarakat terhadap perusahaan
dan mendukung berjalannya operasional perusahaan.”
Citra positif perusahaan sangat penting, karena citra perusahaan
merupakan keseluruhan kesan yang terbentuk dibenak masyarakat tentang
perusahaan. Citra dapat berhubungan dengan nama perusahaan, produk yang
dihasilkan, kegiatan yang dilakukan, kualitas komunikasi yang dilakukan oleh
setiap karyawan dengan stakeholder perusahaan. Citra perusahaan dapat
dipersepsikan sebagai gambaran mental secara selektif tentang karakteristik
perusahaan yang nantinya akan membentuk citra perusahaan dibenak masyarakat.
Citra merupakan bagaimana pihak lain memandang perusahaan. Setiap
118
perusahaan dapat memiliki lebih dari satu citra tergantung dari kondisi interaksi
yang dilakukan oleh perusahaan dengan stakeholder perusahaan.
Pengertian citra itu sangat abstrak dan tidak dapat diukur secara
matematis, tetapi wujud citra dapat dirasakan dari hasil persepsi baik atau buruk
seperti penerimaan dan tanggapan positif atau negatif yang berasal dari
stakeholders. Citra perusahaan berkaitan dengan sosok perusahaan sebagai tujuan
utamanya, bagaimana citra perusahaan yang positif lebih dikenal dan diterima
oleh publiknya mungkin tentang sejarahnya, kualitas pelayanan prima,
keberhasilan
dalam
bidang
marketing
dan
berkaitan
dengan
kegiatan
tanggungjawab sosial yang dilakukan (Ardianto & Soemirat, 2007).
Program kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina merupakan
investasi bagi pertumbuhan dan keberlanjutan perusahaan dan bukan lagi dilihat
sebagai sarana biaya melainkan sarana untuk meraih keuntungan dan menciptakan
persepsi, citra positif masyarakat dan mengurangi resiko perusahaan dari gejolak
yang berasal dari masyarakat sekitar. Hal ini diperkuat dengan pendapat Harmoni
dan
Andriyani
(2008),
Sebagian
perusahaan
menganggap
bahwa
mengomunikasikan kegiatan atau program TSP sama pentingnya dengan kegiatan
CSR itu sendiri. Dengan mengomunikasikan CSR-nya, makin banyak masyarakat
yang mengetahui investasi sosial perusahaan sehingga tingkat resiko perusahaan
menghadapi gejolak sosial akan menurun. Jadi, melaporkan CSR kepada khalayak
akan meningkatkan nilai social hedging perusahaan.
Program
kegiatan
TSP
merupakan
komitmen
perusahaan
untuk
mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan. Di sisi lain juga masyarakat
membutuhkan kepedulian perusahaan untuk melaksanakan kegiatan sosial.
Program kegiatan TSP salah satu bentuk komunikasi organisasi dalam upaya
membangun citra positif dan reputasi perusahaan yang pada akhirnya akan
meningkatkan kepercayaan dari para masyarakat. Program kegiatan TSP memang
tidak mendapatkan profit, yang diharapkan dari kegiatan TSP ini adalah benefit
berupa persepsi dan citra perusahaan dari masyarakat. Menyadari akan pentingnya
kegiatan TSP ini perusahaan diharapkan fokus pada membina hubungan dengan
masyarakat. Hal ini merupakan fenomena positif di lingkungan bisnis, telah
119
menunjukkan meningkatnya kesadaran bahwa perusahaan tidak semata-mata
mengejar keuntungan tetapi juga harus menjaga aspek sosial dan lingkungan
(Harijono, 2007).
Program kegiatan TSP yang dilakukan disesuaikan dengan keinginan dan
kebutuhan masyarakat melalui survei terhadap kebutuhan masyarakat (need
assessment) lokal oleh pendamping program kegiatan, yang bertujuan untuk
membentuk suatu persepsi maupun citra yang diharapkan. Menurut Jefkins (2003)
citra yang diharapkan (wish image) merupakan suatu citra yang diharapkan dan
diinginkan oleh pihak manajemen, sedangkan menurut Ardianto dan Soemirat
(2004) menjelaskan efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses
pembentukkan citra seseorang. Persepsi dan citra terbentuk berdasarkan
pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak
secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi
cara kita mengorganisasikan citra tentang lingkungan.
Citra perusahaan merupakan suatu gambaran komprehensif yang diringkas
dari perusahaan yang dimiliki oleh bagian tertentu dari lingkungan. Suatu citra
sebagai gambaran perusahaan secara keseluruhan dan dengan efek menganggap
citra segi perusahaan dan reputasi perusahaan sebagai sesuatu yang identik
(Alvesson, 1998).
Idealnya kegiatan TSP yang dilakukan berdasarkan dari survei kebutuhan
masyarakat dan mampu memberikan manfaat bagi perusahaan maupun
masyarakat, sehingga akan menumbuhkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
tahap merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan
TSP. Masyarakat yang berpartisipasi secara aktif dan mendapatkan manfaat dari
kegiatan TSP akan memiliki persepsi dan citra yang positif terhadap perusahaan
maupun terhadap kegiatan TSP. Partisipasi masyarakat secara aktif dalam
berbagai kegiatan TSP akan menciptakan keberdayaan masyarakat di bidang
ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup.
120
5.4. Karakteristik Individu
Karakteristik individu merupakan ciri khas yang melekat pada individu
yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan individu. Karakteristik
individu dapat menjadi pembeda dan ciri yang khas antara satu individu dengan
individu lainnya. Karakteristik individu yang diamati sebagaimana yang
tercantum dalam kerangka berpikir meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan
non formal, dan status sosial.
Responden dalam penelitian ini sebanyak 195 kepala keluarga yang terdiri
dari masyarakat yang tinggal di ring satu wilayah kilang Balongan, yaitu: dari
masyarakat Balongan yang terdiri dari 70 responden, masyarakat Sukaurip yang
terdiri dari 61 responden dan masyarakat Majakerta yang terdiri dari 64
responden, dimana responden yang dipilih dari masing-masing desa adalah kepala
keluarga yang menerima dan terlibat secara langsung dalam kegiatan TSP yang
dilakukan oleh PT Pertamina Balongan. Hasil analisis deskriptif peubah-peubah
yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden penelitian
disajikan dalam Tabel 15 berikut ini.
Tabel 15. Sebaran masyarakat berdasarkan karakteristik individu (dalam
persentase)
Peubah / Indikator
Balongan Sukaurip Majakerta Total (Persentase)
Umur (tahun)
Muda (15-33)
55,7
49,3
53,0
52,6
Sedang (34-51)
39,9
39,0
39,0
39,2
Tua (52-70)
7,2
9,9
7,8
8,2
Pendidikan Formal
SD
20,0
60,7
16,4
31,0
SMP
35,7
16,4
43,8
32,3
SMA
34,3
19,7
43,7
29,2
PT
10,0
3,5
8,1
7,2
Pendidikan Nonformal (kali)
Tidak Pernah (0)
7,4
12,0
10,6
10,0
Jarang (1-3)
33,4
39,0
31,1
34,5
Sering (4-6)
39,9
33,8
35,8
36,5
Sangat sering (≥ 7)
18,1
19,1
19,8
19,0
Status Sosial
Tokoh Informal
14,3
27,2
12,5
18,0
Non Tokoh Informal
85,2
73,4
87,4
82,0
n = 195
121
5.4.1. Umur
Umur adalah salah satu faktor sosial yang berpengaruh terhadap aktivitas
manusia dalam bekerja guna untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Umur
merupakan salah satu karakteristik responden yang sangat penting untuk
diketahui. Rentang umur responden yang tersedia berkisar antara 15 tahun sampai
dengan 70 tahun. Jika mengacu pada pendapat Rusli (1995) yang menyatakan
bahwa umur produktif berkisar antara 15 tahun sampai dengan 65 tahun, maka
sekitar 97 persen responden yang merupakan umur produktif atau sebanyak 189
responden. Umur dibagi atas tiga kategori, yaitu umur 15 – 33 tahun dalam
kategori berusia muda sebanyak 52,6 %, umur 34 – 51 tahun dalam kategori
berusia sedang sebanyak 39,2% dan umur 52-70 tahun dalam kategori berusia tua
sebanyak 8,2%.
Menurut Klausmeier dan Goodwin (1975), umur merupakan salah satu
karakteristik penting yang terkait dengan efisiensi dan efektifitas belajar. Hal ini
berarti individu yang berada pada umur produktif akan lebih mudah menerima
perubahan, ide-ide dan inovasi sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi
dan pendapatan.
5.4.2. Pendidikan Formal
Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas
sumberdaya manusia. Pendidikan formal dalam penelitian ini diukur berdasarkan
jumlah tahun dalam menempuh pendidikan formal. Menurut Angeningsih (2008)
pendidikan formal merupakan prasyarat utama dalam pembangunan ekonomi dan
sumberdaya manusia. Melalui pendidikan dapat diperoleh manfaat infrastruktur
sosial lain yang lebih besar, seperti kesehatan, gizi, sanitasi dan lingkungan.
Masyarakat yang terdidik akan lebih produktif dan cenderung menggunakan caracara maupun teknologi modern, dengan demikian tenaga kerja berpendidikan
lebih mudah untuk dilatih dan lebih mampu menguasai keterampilan-keterampilan
teknologi baru yang diperlukan dalam pembangunan.
Berdasarkan data yang diperoleh berdasarkan tingkat pendidikan formal
yang pernah diikuti oleh masyarakat di dominasi tingkat pendidikan menengah
pertama sebanyak 32,6%. Selebihnya terdiri dari masyarakat yang berpendidikan
122
sekolah dasar sebanyak 31,0%, berpendidikan sekolah menengah atas sebanyak
29,2, dan masyarakat yang berpendidikan tinggi sebanyak 7,2%.
Pendidikan formal menjadi salah satu ukuran kemampuan seseorang
dalam mengidentifikasi, merumuskan dan menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi. Pendidikan yang memadai diharapkan mampu membedakan jenis
sumberdaya yang dapat dikelola secara bebas dan dapat mengenal kebutuhan
prioritas dan potensi yang dimiliki sehingga dapat beraktivitas secara efektif dan
efisien dalam rangka pemenuhan kebutuhan keluarganya (Angeningsih, 2008).
Berdasarkan hasil wawancara di lapangan dengan tokoh masyarakat
sebagai informan yang berasal dari Desa Sukaurip mengatakan bahwa:
“.. masyarakat di sini kurang mengutamakan pendidikan formal. Hal
ini disebabkan karena tidak adanya biaya untuk mengenyam
pendidikan formal serta mata pencarian penduduk yang mayoritas
sebagai petani, buruh tani, petambak dan nelayan tidak
mengharuskan masyarakat untuk mengenyam pendidikan formal
yang tinggi. Bahkan ada beberapa masyarakat yang anaknya sama
sekali tidak bersekolah formal, hanya dimasukkan pengajian saja.
Hal ini dikarenakan tidak ada biaya. Kami sangat mengharapkan
Pertamina maupun pemerintah daerah lebih peduli kepada
masyarakat yang tidak mampu untuk bersekolah. terutama untuk
anak yang berprestasi dan memiliki kemampuan, dengan
memberikan beasiswa.”
Penuturan oleh salah seorang informan yang berasal dari Desa Sukaurip di
atas membenarkan data yang terdapat dari Kecamatan Balongan bulan Juli 2011,
dimana mayoritas masyarakat Desa Sukaurip mata pencahariannya sebagai buruh
tani, petani dan pedagang yang tidak mengharuskan masyarakatnya mengenyam
pendidikan tinggi dan memiliki skill untuk pekerjaannya. Berbeda halnya dengan
pendapat dari Mamboai (2003) yang mengatakan bahwa petani yang memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
memahami dan menerapkan teknologi produktif sehingga produktivitasnya
menjadi tinggi, selain itu pendidikan dapat memberikan atau menambah
kemampuan petani dalam mengambil keputusan dan mengatasi masalah-masalah
yang terjadi.
123
Prijono dan Pranarka (1996) menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya
merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan atau latihan bagi peranannya di masa akan datang. Pada hakikatnya
pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia baik individu maupun sosial.
Melalui pendidikan formal yang diperoleh akan memberikan hasil yang
paling efektif untuk mengubah perilaku manusia, sehingga melalui pendidikan
yang ditempuh akan membebaskan diri dari segala penindasan, ketidakadilan, dan
ketakutan. Sebaliknya melalui pendidikan dapat menjadikan seseorang berani
dalam mengembangkan pikiran, ide, berbicara, mengeluarkan pendapat dan
memiliki cita-cita yang tinggi dan pekerjaan yang layak.
5.4.3. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal merupakan pendidikan di luar pendidikan formal
yang didapatkan masyarakat di bangku sekolah. Pendidikan non formal ini
merupakan penambah dan atau pelengkap dari pendidikan formal yang berfungsi
untuk mengembangkan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian masyarakat. Pendidikan
non formal ini merupakan kegiatan, bimbingan atau pelatihan yang dilakukan oleh
Pertamina bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah kilang Balongan
beroperasi, yang tujuannya adalah menambah pengetahuan, kemampuan dan
kreativitas masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan sehingga mampu
bersaing dalam meningkatkan kemampuan masyarakat, mendapatkan pekerjaan
yang layak dan meningkatkan pendapatan keluarga.
Berdasarkan data yang diperoleh berdasarkan pendidikan non formal yang
pernah diikuti oleh masyarakat didominasi pada kategori sering mengikuti
kegiatan TSP yang diselenggarakan oleh Pertamina yaitu sebanyak 36,5%,
berikutnya dalam kategori jarang sebanyak 34,5%, kategori sangat sering
sebanyak 19,0% dan kategori tidak pernah mengikuti kegiatan TSP yang
diselenggarakan oleh Pertamina sebanyak 10,0%.
Hal di atas sesuai dengan pendapat Angeningsih (2008) mengatakan
bahwa pendidikan non formal membentuk keterampilan seseorang untuk
124
memudahkan seseorang dalam mencari pekerjaan ataupun menciptakan lapangan
pekerjaan sendiri. Namun demikian, kebanyakan masyarakat masih memandang
dengan sebelah mata terhadap eksistensi pendidikan non formal dalam mendorong
entrepreneurship. Hal ini mungkin disebabkan karena masyarakat kurang
mengenal nilai-nilai entrepreneurship dan cenderung masih mengagungkan nilainilai feodal dan priyaisme. Pendidikan non formal hendaknya mampu
mengajarkan
keterampilan-keterampilan
hidup,
mencerminkan
nilai-nilai
masyarakat dan menekankan pembelajaran melalui praktek.
5.4.4. Status Sosial
Status sosial merupakan status yang melekat pada diri seseorang dalam
kehidupan sosial masyarakat. Status sosial yang dimiliki masyarakat berbeda satu
dengan yang lainnya dalam lingkungan kehidupannya. Status sosial di ukur dari
keterlibatan masyarakat dalam aktivitas sosial atau yang ditokohkan informal
masyarakat. Dari pengkategorian ini terdapat 18% responden yang menjadi tokoh
informal, yang meliputi tokoh agama, tokoh adat atau aparat pemerintahan
kecamatan/kelurahan dan koperasi. Selebihnya merupakan non tokoh informal
dari Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta.
Keberadaan tokoh informal ini diharapkan mampu menjembatani antara
kepentingan masyarakat dengan pihak Pertamina. Akan tetapi, pada kenyataan di
lapangan peran ini belum berjalan optimal karena terdapat banyak hambatan
komunikasi maupun permasalahan sosial lain yang terutama berkaitan dengan
permasalahan dengan masyarakat setempat. Tokoh informal menduduki posisi
yang penting Balongan oleh karena dianggap sebagai tokoh dalam masyarakat
yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat. Dengan demikian segala
tindak tanduknya merupakan pola aturan yang patut diteladani oleh masyarakat.
Mengingat kedudukan yang penting itu tokoh informal senantiasa
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang berlangsung di lingkungan
masyarakat. Partisipasi dari tokoh informal sangat penting dapat membina
kesadaran masyarakat akan pentingnya berbagai kegiatan sosial yang dilakukan.
Tokoh informal merupakan orang yang terpandang di desa karena status sosial
tersebut biasanya merupakan jabatan yang disandang masyarakat karena orang
125
tersebut memiliki kemampuan tertentu untuk menjadi seorang pemimpin informal
maupun jabatan karena diperoleh secara turun temurun dari orang tua mereka.
Dari hasil FGD yang dilakukan di lapangan dengan beberapa tokoh
informal mengatakan tokoh informal di Kecamatan Balongan ini memiliki ciri-ciri
yang membedakan dengan masyarakatnya, di antaranya: memiliki hubungan
sosial yang lebih luas daripada para masyarakat biasa, memiliki keahlian atau
pengetahuan tertentu melebihi daripada masyarakat biasa, tidak menyimpan
pengetahuan dan keahliannya untuk dirinya sendiri, melainkan berusaha untuk
meyebarluaskan dan berbagi informasi yang dimilikinya kepada masyarakatnya.
Selain itu peran tokoh informal di Kecamatan Balongan memberikan
nasehat, saran dan pendapat serta mengendalikan perilaku dari masyarakat
setempat. Kepatuhan masyarakat kepada tokoh informal menunjukkan bahwa
masyarakat setempat masih mengemban amanat leluhur mereka yang selalu
menghormati dan mematuhi tokoh informal, sehingga pendapat tokoh informal di
Kecamatan Balongan masih sangat dihargai oleh masyarakat. Dikarenakan peran
tokoh informal inilah Pertamina merangkul tokoh informal sebagai perwakilan
dari masyarakat, sehingga melalui tokoh informal dapat menggali kebutuhan dan
keinginan dari masyarakat.
Tokoh informal dibutuhkan Pertamina dalam melakukan lobi dan
negosiasi mengenai konflik dan aksi massa yang sering dilakukan oleh
masyarakat setempat. Peran dari tokoh informal sangat dibutuhkan untuk
menangani dan meredakan aksi massa yang dilakukan oleh masyarakat setempat,
dikarenakan pendapat dari tokoh informal masih didengar oleh masyarakat
setempat. Melalui tokoh informal ini Pertamina menyampaikan beberapa alternatif
pilihan dan solusi sebagai strategi untuk mencapai win-win solutions terhadap
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
126
5.5. Penilaian Responden terhadap Aktivitas Komunikasi
Organisasi PT Pertamina Balongan
Komunikasi organisasi yang dilakukan oleh Pertamina melalui program
kegiatan TSP merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan secara rutin dan
berkesinambungan untuk lingkungan dan masyarakat sekitar. Penilaian terhadap
aktivitas komunikasi organisasi dalam penelitian ini terdiri dari peubah saluran
komunikasi: komunikasi interpersonal, dan saluran komunikasi media massa,
peubah mutu informasi: informasi yang relevan, mengandung unsur kebaharuan,
dapat dipercaya, mudah dimengerti, dan mampu menyelesaikan masalah, dan
peubah pendamping program kegiatan TSP: kemampuan berkomunikasi,
memotivasi, dan melakukan transfer belajar. Total rataan skor dari masing-masing
peubah dan indikator tersaji dalam Tabel 16.
Tabel 16. Rataan skor penilaian terhadap aktivitas komunikasi organisasi
di tiga desa penelitian
Penilaian terhadap aktivitas
Rataan Skor*
komunikasi organisasi
Balongan
Sukaurip
Majakerta
Total
Saluran komunikasi
Saluran interpersonal
2,37
2,39
2,47
2,41
Saluran media massa
2,33
2,51
2,45
2,43
Mutu informasi
Informasi yang relevan
2,41
2,43
2,39
2,41
Unsur kebaruan
2,43
2,26
2,33
2,34
Dapat dipercaya
2,27
2,49
2,38
2,38
Mudah dimengerti
2,31
2,43
2,34
2,36
Mampu menyelesaikan masalah
2,39
2,41
2,48
2,42
Pendamping program kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan
Kemampuan berkomunikasi
2,55
2,52
2,52
2,53
Kemampuan memotivasi
2,44
2,43
2,48
2,45
Kemampuan transfer belajar
2,46
2,39
2,48
2,44
Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75; Buruk: 1,76-2,51; Baik: 2,52-3,27 Sangat baik: 3,28-4.
5.5.1. Saluran Komunikasi
Saluran komunikasi merupakan alat yang digunakan sumber pesan dalam
menyampaikan pesan kepada penerima. Saluran ini dianggap sebagai sarana
dalam menyampaikan informasi kegiatan CSR dari Pertamina kepada masyarakat.
Pemilihan saluran komunikasi secara tepat akan memberikan hasil yang baik dan
sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Caruana
(1997) mengatakan bahwa dalam rangka untuk membentuk persepsi dan citra
127
yang baik, penting untuk menggunakan sarana komunikasi organisasi dan media
komunikasi yang efisien serta konsisten, untuk menjelaskan apa dan mengapa
tentang kebenaran setiap kegiatan untuk menyosialisasikannya dengan visi, misi
dan nilai-nilai perusahaan kepada stakeholders.
Hasil penelitian yang dilakukan Gulyas (2009), mengatakan bahwa survei
yang dilakukan dengan pengumpulan data melalui kuesioner tentang persepsi dan
praktek program CSR dan penggunaan media untuk kegiatan CSR di Inggris.
Responden
mengatakan
bahwa
menyampaikan
informasi
CSR
dapat
menggunakan berbagai media. Didominasi oleh media cetak sebanyak 55,20%,
media elektronik sebanyak 27,60%, komunikasi interpersonal dan pelayanan
sebanyak 13,80%.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang staf Hupmas dan
pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa saluran komunikasi yang
biasanya digunakan oleh Pertamina dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat melalui dua cara, yaitu:
1. Saluran interpersonal.
2. Saluran media massa.
Dimana dua saluran komunikasi yang digunakan oleh Pertamina dalam
menyampaikan informasi terhadap 195 responden menunjukkan bahwa aktivitas
komunikasi dalam penyampaian informasi kegiatan TSP termasuk dalam kategori
buruk. Untuk saluran interpersonal total rataan skor 2,41 dan saluran media massa
total rataan skor 2,43.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang staf Hupmas yang
disajikan pada Box 1.
Box 1: “Biasanya perusahaan menggunakan komunikasi secara langsung
melalui perwakilan dari pribadi dan komunikasi dengan menggunakan media
massa dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Pemilihan saluran
ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan informasi yang
disampaikan. Biasanya untuk informasi yang sangat baru perusahaan
menyampaikan melalui komunikasi secara langsung karena membutuhkan
alat bantu dalam penjelasan yang lebih jelas kepada masyarakat...”
128
Berdasarkan pendapat di atas menunjukkan bahwa dalam menyampaikan
informasi kepada masyarakat, Pertamina memilih saluran komunikasi yang sesuai
dengan informasi yang disampaikan, dengan demikian diharapkan masyarakat
menjadi terbiasa untuk mencari informasi yang sesuai dengan kebutuhannya di
berbagai saluran komunikasi. Hal ini diperkuat oleh pendapat Cornish dan Alison
(2009) mengatakan penciptaan dan berbagi pengetahuan dengan saluran
komunikasi yang dipilih oleh masyarakat akan mendorong masyarakat pada
penemuan pengetahuan sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Yoon (2009)
menyatakan bahwa komunikasi yang melibatkan partisipasi masyarakat,
dimunculkan kembali komunikasi interpersonal, komunikasi media, komunikasi
kelompok dan komunikasi dua tahap.
5.5.1.1. Saluran Interpersonal
Penilaian terhadap saluran interpersonal yang digunakan oleh pendamping
program kegiatan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat di Desa
Balongan, Sukaurip dan Majakerta dalam kategori buruk. Untuk Balongan rataan
skor sebesar 2,37, untuk Sukaurip 2,39 dan untuk Majakerta 2,47. Saluran
interpersonal merupakan sarana yang digunakan pendamping program untuk
menyampaikan informasi secara langsung kepada masyarakat. Melalui saluran
komunikasi interpersonal ini komunikasi yang terjalin dapat lebih efektif, karena
respons dapat dikemukakan secara langsung dan dapat terjadi interaksi.
Komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan
kepada masyarakat dengan cara mendatangi masyarakat secara rutin dalam
menyampaikan informasi, melakukan diskusi dan membantu memecahkan
masalah serta mencari solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
Tabel 16 menunjukkan bahwa saluran interpersonal yang digunakan oleh
Pertamina melalui pendamping program kegiatan TSP termasuk dalam kategori
buruk. Total rataan skor sebesar 2,41. Tabel di atas menunjukkan bahwa penilaian
terhadap pendamping program kegiatan TSP dalam kategori buruk dalam
melakukan komunikasi interpersonal kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan
beberapa permasalahan, di antaranya adalah masyarakat merasa tidak mengalami
kedekatan dengan pendamping program karena intensitas bertemu yang jarang
129
terjadi, selain itu karena pendamping program tidak merata untuk mendatangi
masyarakat dan melakukan komunikasi yang efektif, dapat juga dikarenakan
pendamping program kegiatan mendatangi masyarakat namun yang bersangkutan
tidak sedang berada di rumah serta terlalu banyak masyarakat yang harus
didatangi sedangkan jumlah pendamping program kegiatan yang sangat sedikit
sehingga menjadi kurang efektif dalam melakukan komunikasi. Hal ini diperkuat
oleh pendapat masyarakat Balongan dalam Box 2.
Box 2: “..pendamping program kegiatan akan memberikan respons terhadap
permasalahan yang kami hadapi apabila masyarakat aktif untuk bertanya dan
memberikan komentar terhadap informasi yang disampaikan. Saya sangat
memanfaatkan komunikasi interpersonal untuk mencari informasi dan
sharing terhadap permasalahan yang dihadapi. Melalui komunikasi
interpersonal yang berlangsung selama ini merupakan sarana bagi saya
dalam berinteraksi, mendapat informasi dan memecahkan masalah serta
berbagi pengalaman dengan pendamping program kegiatan.”
Melalui komunikasi Interpersonal yang dilakukan pendamping program
kegiatan diharapkan mendapatkan umpan balik, ini merupakan salah satu tanda
bahwa terjadi efektivitas proses komunikasi. Perusahaan biasanya melakukan
komunikasi interpersonal kepada masyarakat jika perusahaan merasa bahwa ada
informasi baru dan penting yang harus disampaikan secara langsung kepada
masyarakat.
Selain itu masyarakat yang rutin melakukan komunikasi interpersonal
dengan pendamping program dan rutin mencari informasi tentang kegiatan yang
dilakukan oleh Pertamina adalah masyarakat yang aktif. Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh salah seorang key informan dari Desa Majakerta yang disajikan
pada Box 3 berikut ini:
Box 3: “..Pertamina tidak selalu menyebarluaskan informasi melalui media
massa kepada masyarakat luas, namun lebih sering dilakukan dengan cara
mendatangi masyarakat dan menyampaikan informasi dari mulut ke mulut
dan komunikasi interpersonal sehingga terkadang informasi tersebut tidak
sampai ke warga yang tinggalnya agak jauh dari kantor Hupmas...”
130
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang staf
Hupmas Pertamina Balongan, membenarkan pendapat dari masyarakat Desa
Majakerta di atas yang mengatakan bahwa:
“..informasi kegiatan yang diselenggarakan oleh Pertamina biasanya
disebarluaskan menggunakan saluran komunikasi interpersonal dan
saluran media massa tergantung dari seberapa penting informasi
tersebut di masyarakat. Selain itu juga mempertimbangkan sasaran
atau target yang khalayaknya. Saluran interpersonal yang biasa
digunakan antara lain melalui pendamping program yang
dipercayakan oleh Pertamina untuk menyampaikan informasi kepada
masyarakat. Pendamping program dapat berasal dari pemerintah
daerah maupun LSM, sedangkan dengan menggunakan saluran
media massa melalui koran, majalah, radio, televisi lokal dan
internet.”
Dari hasil pengamatan yang didapatkan di lapangan selama kegiatan TSP
berlangsung menunjukkan bahwa pendidikan non formal yang dilakukan oleh
Pertamina mayoritas dihadiri oleh masyarakat yang berada di Desa Balongan jika
disampaikan tanpa melalui media cetak maupun media elektronik. Hal ini
disebabkan masyarakat yang mengetahui informasi tentang kegiatan TSP yang
akan berlangsung kurang menjangkau ke wilayah yang lebih luas, hanya di Desa
Balongan karena dekat dengan kantor Hupmas Balongan.
Informasi yang disampaikan dari mulut ke mulut mengenai kegiatan TSP
dianggap tidak sukses dalam menyebarluaskan informasi kepada masyarakat yang
jarak tempat tinggalnya lebih jauh dari sumber informasi, sehingga sedikit
masyarakat yang memperoleh informasi tentang pendidikan non formal yang
dilakukan
oleh
Pertamina.
Penyebaran
informasi
sangat
mempengaruhi
masyarakat untuk mengetahui kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Pertamina.
Melalui penyebaran ini masyarakat menjadi mengetahui manfaat yang diperoleh
dari mengikuti kegiatan tersebut. Sangat disayangkan jika hal ini tidak segera
diperbaiki sehingga pendidikan non formal yang dilakukan Pertamina kurang
berhasil menjangkau seluruh masyarakat yang menjadi target sasarannya. Di
samping itu, rendahnya tingkat pendidikan non formal terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan yang dilakukan tidak rutin oleh Pertamina dan
penyampaian informasi tentang kegiatan yang kurang menyebar luas, atau adanya
131
kecenderungan masyarakat yang mengikuti pendidikan non formal hanya
masyarakat yang itu-itu saja.
Berbeda dengan penjelasan dari seorang staf Hupmas yang mengatakan
bahwa informasi yang disampaikan selama ini kebanyakan menggunakan media
komunikasi tergantung dari sasaran khalayak yang dituju, sehingga sasaran dari
kegiatan ini dapat dijangkau. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang
staf Hupmas Pertamina Balongan yang disajikan pada Box 4 berikut ini:
Box 4: “Tidak semua informasi, kami disebarluaskan melalui mulut ke
mulut, sebagian besar informasi yang ditujukan untuk masyarakat luas kami
menggunakan media cetak dan elektronik. Memang hanya sebagian kecil
saja informasi untuk masyarakat yang tidak kami gunakan media. Baru-baru
ini perusahaan melakukan pelatihan bagaimana cara membuat CV dan
lamaran kerja di kantor Kecamatan Balongan, ini terbuka untuk semua
masyarakat yang berada di ring satu kilang Balongan dan disampaikan
melalui media cetak, namun yang hadir dalam pelatihan tersebut tidak
terlalu banyak, hal ini menunjukkan bahwa memang antusias masyarakat di
sini kurang terhadap kegiatan yang dilaksanakan, apalagi berbentuk
pelatihan”
Pernyataan salah seorang staf Hupmas Pertamina Balongan menegaskan
bahwa sangat sedikit masyarakat yang mengikuti kegiatan TSP yang dilakukan
Pertamina bukan karena penyebaran informasi tentang kegiatan yang kurang
efektif namun antusias dan keinginan masyarakat yang kurang dalam mengikuti
berbagai kegiatan. Perusahaan merasa bahwa kegiatan yang dilakukan selama ini
sudah secara maksimal, namun masyarakat kurang mengetahui kegiatan yang
dilaksanakan ini salah satu disebabkan karena kurang antusias masyarakat dalam
mencari informasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan, selain itu
masyarakat mengganggap kegiatan tersebut tidak memberikan manfaat bagi
mereka.
Salah seorang masyarakat Sukaurip memberikan argumennya bahwa:
“..antusias masyarakat kurang dalam mengikuti kegiatan TSP
dikarenakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina selama ini
tidak sesuai dengan harapan dari masyarakat. Kegiatan yang
dilaksanakan sesuai dengan keinginan perusahaan bukan
132
berdasarkan kebutuhan masyarakat. Kegiatan yang dilaksanakan
dianggap masyarakat menjadi tidak bermanfaat sehingga menjadi
kurang antusias untuk mengikuti kegiatan TSP.”
Pertamina dalam melakukan kegiatan TSP sangat beragam berdasarkan
dari survei kebutuhan masyarakat, di antaranya kegiatan yang bersifat Charity
(perbuatan amal). Kegiatan ini merupakan kegiatan yang memiliki manfaat jangka
pendek bagi masyarakat, namun ini merupakan hasil survei kebutuhan yang
dilakukan oleh Pendamping program. Kegiatan charity, yang dilakukan Pertamina
antara lain dengan membagi-bagikan sembako, susu cair, santunan kepada orang
tua jompo dan anak yatim, membantu masyarakat yang terkena bencana, sunatan
massal, dan lain sebagainya Kegiatan yang bersifat pilantropi dengan membangun
sarana dan prasarana yang dapat digunakan oleh masyarakat, bantuan tong
sampah dan pot bunga, membangun masjid dan sarana olah raga. Kegiatan yang
bersifat community development yang berdasarkan pada keberdayaan masyarakat
serta bermanfaat bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan, kemampuan dan
kreatifitas masyarakat. Diharapkan melalui kegiatan TSP yang dilakukan
pertamina akan menambah pengetahuan dan skill masyarakat yang dapat
meningkatkan keberdayaan masyarakat.
5.5.1.2. Saluran Media Massa
Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap saluran media massa
yang digunakan oleh Pertamina dalam menyampaikan informasi kepada
masyarakat dalam kategori buruk. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2,33,
Sukaurip sebesar 2,51 dan Majakerta 2,51. Total rataan skor saluran media massa
yang digunakan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat sebesar 2,43.
Dari pengamatan yang dilakukan di lapangan didapatkan bahwa media
cetak maupun media elektronik sudah beragam tersedia di lokasi, namun tidak
selalu dimanfaatkan Pertamina dalam menyampaikan informasi yang berguna
bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan dan informasi, sehingga
masyarakat tidak berharap untuk memperoleh informasi dari saluran media massa.
Informasi yang disampaikan masih perlu terus dibenahi dan dikemas ulang agar
menarik dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan dari masyarakat.
133
Dari pengamatan yang dilakukan media massa yang tersedia sangat
bervariasai, di antaranya radio lokal di daerah Indramayu antara lain: MG 97,8
FM, Cikamanca FM, Kijang Kenca FM, Bilik FM, RTS 107,1 FM, Santai FM
100,5 FM, Pujangga 105,3 FM,Exis 99,4 FM, Cinde 101,3 FM, KC 10 FM,
Prima 95,8 FM. Koran lokal di Indramayu adalah Radar Indramayu dan televisi
lokal adalah Dian TV dan media internet yang digunakan oleh Pertamina dalam
menyampaikan informasi kepada stakeholders. Selain itu media cetak yang biasa
digunakan Pertamina dalam menyampaikan informasi adalah banner, poster,
baliho, spanduk. Pertamina memiliki televisi internal yaitu TV 6 Pertamina,
namun yang dapat mengkonsumsi informasi yang disampaikan melalui TV 6
Pertamina hanya karyawan Pertamina yang tinggal di kompleks perumahan Bumi
Patra Indramayu.
Sangat disayangkan TV 6 Pertamina hanya bisa diakses oleh karyawan
Pertamina yang tinggal di perumahan Bumi Patra saja, jika TV 6 Pertamina dapat
diakses oleh masyarakat Indramayu ini merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan oleh Pertamina untuk memberikan dan menyampaikan informasi
kepada masyarakat sekitar dalam menambah pengetahuan, membangun kreativitas
masyarakat dan dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan
dengan masyarakat melalui program-program acara yang tersaji di TV 6
Pertamina.
Hasil wawancara yang dilakukan di lapangan dengan masyarakat Sukaurip
mengatakan bahwa:
“..media elektronik lokal digunakan masyarakat sebagai sarana
untuk mendapatkan hiburan setelah lelah melakukan aktivitas seharihari namu bukan untuk mencari informasi yang dibutuhkan.”
Melihat pendapat masyarakat tersebut jelas kelihatan bahwa
Pertamina belum mampu untuk mengemas informasi dalam sajian
yang menarik bagi masyarakat, sehingga dengan sajian yang menarik
tersebut masyarakat menjadi tertarik untuk terus mengikuti program
acara yang disajikan. Publikasi terhadap berbagai kegiatan TSP
Pertamina dilakukan secara terus-menerus melalui media cetak
maupun elektronik akan menciptakan persepsi positif masyarakat
tentang informasi yang disampaikan tersebut.”
134
Seperti hal nya teori agenda setting, menyatakan bahwa teori ini berasumsi
pada pembentukkan persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting oleh
media. Dasar pemikirannya adalah di antara berbagai topik yang dimuat media
massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya dan dianggap penting dalam
suatu periode tertentu dan akan terjadi sebaliknya bagi topik yang kurang
mendapat perhatian media massa. Melalui teori ini merupakan salah satu strategi
yang digunakan Pertamina untuk mendapatkan pengaruh dari masyarakat melalui
program acara yang disampaikan mengenai kegiatan TSP, sehingga apa yang
dianggap penting oleh media dengan melakukan publikasi secara rutin kepada
masyarakat akan dianggap penting juga oleh masyarakat.
5.5.2. Mutu Informasi
Mutu informasi merupakan Informasi yang berkualitas yang disampaikan
oleh Pertamina kepada masyarakat, merupakan informasi yang mudah untuk
dimengerti, sehingga akan menciptakan persamaan makna dan pengertian di
antara pihak-pihak yang melakukan pertukaran informasi. Biasanya pihak-pihak
yang melakukan pertukaran informasi akan mempertimbangkan informasi yang
diterima berguna bagi dirinya atau tidak. Informasi yang berguna akan dijadikan
referensi dalam kehidupannya, sedangkan yang tidak akan dibiarkan hilang.
Menurut Meyer (2005) individu yang diterpa informasi akan mempertimbangkan
informasi tersebut apakah berguna atau tidak bagi dirinya.
5.5.2.1. Informasi Relevan
Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap pendamping program
kegiatan dalam menyampaikan informasi yang relevan kepada masyarakat dalam
kategori buruk. Untuk Balongan rataan skor-nya sebesar 2,41, Sukaurip sebesar
2,43 dan Majakerta sebesar 2,39 dalam kategori buruk. Untuk total rataan skor
sebesar 2,41. Hal ini dikarenakan dalam menyampaikan informasi tersebut
pendamping program kegiatan tidak rutin melakukan survei kebutuhan
masyarakat terlebih dahulu untuk mencari dan menemukan informasi apa yang
diperlukan masyarakat, sehingga informasi yang disampaikan baik menggunakan
saluran komunikasi interpersonal maupun dengan media massa, tidak selamanya
informasi yang relevan bagi masyarakat.
135
Jenis informasi yang diharapkan oleh masyarakat Balongan, Sukaurip dan
Majakerta adalah informasi yang relevan dengan mata pencaharian mereka
sehingga
dapat
meningkatkan
penghasilan
masyarakat.
Mayoritas
mata
pencaharian masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta adalah sebagai petani,
buruh tani, dan nelayan. Kesulitan masyarakat dalam mengakses informasi yang
bernuansa pembangunan pertanian dikarenakan keterbatasan dan kemampuan
masyarakat dalam pengadaan media komunikasi seperti surat kabar, majalah,
televisi, radio dan internet.
Informasi yang disampaikan oleh pendamping program kegiatan jika
dianggap tidak relevan dengan kebiasaan dan kebutuhan masyarakat tersebut akan
ragu-ragu untuk dipergunakannya dan diterapkan dalam kehidupan. Dalam hal ini
efek kognitif masing-masing masyarakat berperan untuk mempertimbangkan
informasi yang diperolehnya. Adakala seseorang melakukan penyeleksian
terhadap informasi yang diperolehnya dengan teliti dan cermat. Namun juga dapat
dilakukan evaluasi dengan cara yang sambil lalu dan kurang cermat.
5.5.2.2. Unsur Kebaruan
Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap unsur kebaruan dari
informasi yang disampaikan pendamping program kegiatan untuk masyarakat
dalam kategori buruk. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2,43, Sukaurip sebesar
2,26 dan Majakerta sebesar 2,33. Total rataan skor unsur kebaruan sebesar 2,34.
Dari wawancara yang dilakukan kepada salah seorang masyarakat Balongan
mengatakan bahwa:
“..informasi yang disampaikan oleh pendamping program kegiatan
merupakan informasi yang sama namun dalam penyampaian
dikemas dengan cara yang berbeda, sehingga dalam kegiatan yang
berbeda pun informasi yang disampaikan tetap sama. Masyarakat
mengharapkan Pertamina sebagai penyelenggara kegiatan TSP,
kegiatan yang disampaikan tidak hanya dikembangkan dan
diprioritaskan kegiatan dalam bidang sosial, ekonomi dan
pengelolahan lingkungan hidup, namun menyangkut semua aspek
kehidupan masyarakat yang dilakukan secara berkesinambungan
sehingga menciptakan masyarakat yang berdaya di segala aspek
kehidupan.”
136
Kesadaran dan minat masyarakat dalam menggunakan hal-hal yang baru
berdasarkan informasi yang diterimanya melalui pendamping program kegiatan
dan media massa akan tumbuh ketika hal-hal baru tersebut mulai memperlihatkan
hasil yang baik dan mendapatkan keuntungan bagi masyarakat. Seperti
wawancara yang dilakukan dengan tokoh masyarakat Majakerta, mengatakan
bahwa:
“..masyarakat yang tinggal di wilayah ring satu kilang Balongan,
sewaktu mendapatkan informasi yang baru tentang ternak bebek dan
ayam penelor yang pernah dilakukan Pertamina, masyarakat tidak
langsung mengganggap itu merupakan informasi yang baru yang
akan menambah pengetahuan bagi masyarakat jika masyarakat
belum melihat hasil dari pelatihan tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa informasi yang baru bagi masyarakat adalah informasi yang
hasil dari kegiatannya akan menambah pengetahuan juga
perekonomian masyarakat, dapat menumbuhkan kesadaraan dan
semangat yang baru bagi masyarakat Balongan, Sukaurip dan
Majakerta. Informasi yang baru diterima akan menjadi inovasi jika
menghasilkan dan masyarakat akan mudah mempercayainya, tetapi
jika gagal maka masyarakat akan menggunakan cara lama sesuai
dengan kebiasaan yang pernah mereka gunakan.”
Informasi baru biasanya disampaikan Pertamina melalui komunikasi
interpersonal agar terjalin komunikasi yang efektif antara si penyampai dan si
penerima pesan, jika disampaikan melalui komunikasi interpersonal dapat
membantu masyarakat untuk mengetahui lebih jelas tentang informasi yang
disampaikan karena menggunakan alat bantu untuk membantu masyarakat untuk
memahaminya. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang staf Hupmas
yang disajikan pada Box 5 berikut ini:
Box 5: “Mengatakan saat ini perusahaan lagi memfokuskan pada kegiatan yang
baru yaitu memberikan bantuan permodalan dan berbagai pelatihan manajemen
dan pemasaran bagi pengusaha kecil dan menengah. Untuk menyampaikan
informasi tentang kegiatan tersebut kepada masyarakat melalui pendamping
progran kegiatan dan dilakukan pelatihan bagi masyarakat agar lebih jelas
dalam menggunakan informasi yang disampaikan.”
Pendapat di atas menunjukkan bahwa dalam menyampaikan informasi
kepada masyarakat, Perusahaan memilih media yang sesuai dengan informasi
137
yang disampaikan. Komunikasi interpersonal dan pertemuan yang dilaksanakan
oleh pendamping program kegiatan merupakan saluran yang paling efektif dalam
menyampaikan informasi yang baru kepada masyarakat, kerena dengan
komunikasi interpersonal dapat menggunakan alat bantu atau alat peraga sehingga
lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti masyarakat.
5.5.2.3. Dapat Dipercaya
Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terhadap informasi
yang diterima oleh masyarakat yang disampaikan melalui pendamping program
kegiatan maupun melalui media merupakan informasi yang dapat dipercaya untuk
masyarakat. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2,27, sukaurip sebesar 2,49 dan
Majakerta sebesar 2,38. Total rataan skor sebesar 2,38 dalam kategori buruk.
Menurut salah seorang masyarakat Sukaurip mengatakan bahwa:
“informasi yang baik dan dapat dipercaya hanya seputar informasi
untuk mendapatkan hasil panen dan hasil menangkap ikan yang
banyak bagi masyarakat karena sebahagian besar penduduk
Balongan, Sukaurip dan Majakerta bermata pencaharian sebagai
petani, buruh tani dan nelayan. Informasi yang diterima tidak secara
langsung dilaksanakan oleh masyarakat, hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat lebih selektif dalam menerima dan melaksanakan
informasi yang diterima.”
Media massa seperti internet, televisi, radio, beberapa surat kabar telah
menyebar sampai di wilayah perdesaan tempat lokasi penelitian. Namun
responden menilai radio merupakan media yang sangat akrab bagi mereka dan
memberikan informasi yang dapat dipercaya melalui siaran pembangunan
perdesaan. Pada dasarnya masyarakat Balongan selalu mencari informasi yang
dapat dipercaya kebenarannya, dapat dirasakan manfaatnya dan serta hasilnya
sudah terlihat melalui media yang dipercayainya.
5.5.2.4. Mudah Dimengerti
Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap informasi yang
disampaikan melalui pendamping program kegiatan TSP dan melalui media massa
mudah dimengerti masyarakat. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2.31,
Sukaurip 2,43 dan Majakerta sebesar 2,34 dalam kategori buruk dengan total
rataan skor sebesar 2,36. Masyarakat menyatakan bahwa informasi yang
138
disampaikan oleh pendamping program kegiatan TSP tidak mudah untuk
dipahami dan dimengerti. Hal ini dikarenakan berbagai macam alasan di
antaranya informasi yang disampaikan bukan merupakan informasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat yang pada umumnya bermata pencaharian sebagai
petani, buruh tani dan nelayan. Kemampuan seseorang dalam menyerap informasi
dapat dipengaruhi dari berbagai faktor, di antaranya faktor pendidikan formal dari
masyarakat, kesempatan dalam memperoleh informasi, jarak atau domisili antara
sumber informasi dan masyarakat serta kemampuan ekonomi masyarakat.
Dari hasil wawancara dengan seorang tokoh informal dari Desa Majakerta
mengatakan bahwa:
“Informasi yang disampaikan oleh pendamping program kegiatan
menggunakan bahasa yang sulit untuk dipahami oleh masyarakat
lokal, diharapkan pendamping program kegiatan harus menguasai
bahasa lokal Indramayu sehingga informasi yang disampaikan
kepada masyarakat mudah untuk dimengerti oleh sipenerima, jika
tidak demikian kami sebagai tokoh informal harus menyampaikan
kembali informasi tersebut kepada masyarakat.”
5.5.2.5. Mampu Menyelesaikan Masalah
Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap informasi yang
disampaikan oleh pendamping program mampu menyelesaikan masalah dalam
kategori buruk. Rataan skor untuk masyarakat Balongan sebesar 2,39, Sukaurip
sebesar 2,41 dan Majakerta sebesar 2,48 sedangkan untuk total skor sebesar 2,42.
Sebagian besar responden dari ketiga desa tersebut menyatakan bahwa untuk
masalah sosial tergolong sering dapat diatasi dengan cara melakukan pertemuan
rutin dengan masyarakat, seperti pengajian ibu-ibu, posyandu, PKK, karang taruna
dan lain sebagainya. Setelah mendapatkan informasi dari pendamping program
kegiatan, masyarakat langsung mempraktekkan informasi yang diterima, jika
mengalami kesulitan pendamping program kegiatan maupun tokoh informal akan
memberikan solusi atau berbagai alternatif pilihan untuk menjawab permasalahan
yang masyarakat hadapi.
Dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, haruslah merupakan
informasi yang bermakna dan dibutuhkan oleh masyarakat dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Sebaiknya pendamping program kegiatan secara rutin
139
untuk melakukan survei kebutuhan masyarakat, sehingga dalam berinteraksi
dengan masyarakat merupakan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat. Makna ini penting bagi keberhasilan penyebarluasan informasi yang
diserap dan dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk dapat mengetahui dan
memahami informasi yang benar-benar dibutuhkan maka pendamping program
kegiatan perlu bertindak sebagai pengamat dan pendengar yang baik bagi
masyarakatnya. Dengan demikian memungkinkan komunikasi dapat berjalan
dengan efektif, sehingga memungkinkan pendamping program untuk dapat
mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi melalui saluran komunikasi interpersonal.
5.5.3. Pendamping Program Kegiatan
Dalam berinteraksi dengan masyarakat pendamping program kegiatan
harus membekali diri dengan kemampuan yang lebih untuk mengetahui kearifan
lokal dari masyarakat setempat. Kearifan lokal tersebut meliputi pengetahuan
lokal, budaya lokal, keterampilan lokal, sumber lokal dan proses sosial lokal dari
masyarakat yang menjadi sasaran atau target dari pendamping dalam melakukan
interaksi. Hal ini sangat membantu pendamping program kegiatan untuk
menentukan informasi yang disampaikan kepada masyarakat, sehingga dapat
mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik atau yang positif.
5.5.3.1. Kemampuan Berkomunikasi
Tabel
16
menunjukkan
bahwa
penilaian
terhadap
kemampuan
berkomunikasi yang dilakukan oleh para pendamping program kegiatan TSP
dalam kategori baik untuk Desa Balongan rataan skor sebesar 2,55, Sukaurip
sebesar 2,52 dan Desa Majakerta sebesar 2,52. Total rataan skor
2,53.
Kemampuan berkomunikasi yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan
bersifat komunikasi dua arah atau komunikasi yang interaktif sehingga tidak
menimbulkan perbedaan makna yang dimaksud.
Pendamping program kegiatan yang ditunjuk oleh Pertamina merupakan
pendamping program dengan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat sehingga mampu menggerakkan masyarakat yang didampinginya
sesuai dengan yang diharapkan, dan mampu berkomunikasi secara baik dengan
140
masyarakat. Teknik pendamping program kegiatan dalam peningkatan kompetensi
dapat
dikembangkan
melalui
pelatihan
dengan
pendekatan
kesenjangan
(Hickerson & Middleton, 1975). Dalam pendekatan tersebut materi pelatihan
untuk penyuluh disesuaikan dengan kompetensi yang akan ditingkatkan sehingga
pelatihan dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Kompetensi atau kemampuan
pendamping program kegiatan sangat penting, seperti diungkapan dalam
penelitian
Sumardjo
(1999)
menunjukkan
bahwa
kualitas
sumberdaya
pendamping berpengaruh kepada kemandirian masyarakat.
Sebaiknya pendamping program kegiatan yang ditunjuk oleh Pertamina
sebagai penyelenggara kegiatan berasal dari kalangan pemerintah daerah, LSM
maupun instansi terkait lainnya (Amanah, 2006). Pendamping program dituntut
harus mampu berkomunikasi dengan baik dan bekerja bersama dengan
masyarakat untuk menganalisis secara bersama masalah yang terjadi atau
kesenjangan yang terjadi pada masyarakat serta dapat mencari solusi yang terbaik
bagi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat tersebut.
Peningkatan kemampuan dari pendamping program untuk berkomunikasi
secara efektif sangat diperlukan untuk menstransformasikan pengetahuan dan
pengalaman kerja pada masyarakat. Pemimpin informal desa mempunyai
pengaruh dan urgensi besar untuk menggalang gerakan bangun diri di kalangan
masyarakat desa. Dengan demikian jika pendamping program atau pemimpin
informal yang memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik dengan
masyarakat akan dapat mempengaruhi masyarakat dalam mengadopsi inovasi
yang berfungsi untuk kemajuan masyarakat.
5.5.3.2. Kemampuan Memotivasi
Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kemampuan memotivasi
yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan TSP kepada masyarakat
dalam kategori buruk. Untuk Balongan sebesar 2,44, Sukaurip sebesar 2,43 dan
Majakerta sebesar 2,48. Total rataan skor sebesar 2,45. Pendamping program
kegiatan harus mampu untuk melakukan tindakan yang dapat mendorong serta
memotivasi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat
Balongan, Sukaurip maupun Majakerta. Pendamping program kegiatan TSP
141
harus mampu memotivasi dan menggerakkan masyarakat untuk bertindak dan
mencapai suatu tujuan bersama yang bermanfaat.
Kemampuan pendamping program kegiatan dalam memotivasi masyarakat
bukan hanya mendorong masyarakat agar mengetahui serta mampu berperan serta
dalam pembangunan, akan tetapi pendamping program kegiatan harus terus
menerus melakukan proses pendampingan terhadap masyarakat sehingga tumbuh
rasa kemauan untuk melakukan perubahan kearah yang positif sehingga
menciptakan kemampuan dan kemandirian dalam berbagai usaha dan kegiatan.
Kegiatan pendampingan yang dilakukan secara terus-menerus akan
menghasilkan masyarakat yang mandiri. Pendamping program kegiatan harus
mampu berperan dalam memfasilitasi penguatan dan peningkatan kapasitas
pengetahuan dan pemahaman masyarakat. Selain itu juga pendamping program
kegiatan harus mampu menggorganisir masyarakat yaitu dengan memfasilitasi
masyarakat dalam bentuk kelompok-kelompok organisasi yang peduli akan
peningkatan perekonomian, sosial dan lingkungan hidup masyarakat.
Seperti yang diutarakan oleh salah seorang masyarakat Majakerta,
mengatakan bahwa:
“Pendamping program kegiatan ada pada saat-saat tertentu saja,
pendamping program kegiatan tidak selalu ada ditengah-tengah
masyarakat dalam menggorganisir masyarakat menjadi lebih berdaya
di segala bidang kehidupan.” Pada dasarnya tujuan dari pendamping
program kegiatan adalah melaksanakan motivasi sehingga terjadi
perubahan perilaku pada masyarakat baik perubahan terhadap
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Agar terjadi perubahan yang
diinginkan pendamping program harus mampu memotivasi
masyarakat dengan cara memiliki pengetahuan tentang masyarakat
dan kebudayaan lokal, memiliki sikap yang progresif untuk
melakukan perubahan dan inovatif terhadap sesuatu informasi yang
baru, serta keterampilan dan mampu berswadaya untuk mewujudkan
keinginan dan harapan demi terciptanya kesejahteraan keluarganya.
5.5.3.3. Kemampuan Melakukan Transfer Belajar
Tabel 16 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kemampuan melakukan
transfer belajar yang dilakukan oleh pendamping program kegiatan terhadap
masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta dalam kategori buruk. Untuk
Balongan rataan skor sebesar 2,46, Sukaurip sebesar 2,39 dan Majakerta 2,48 dan
142
total rataan skor sebesar 2,44. Pada dasarnya prinsip belajar merupakan konsepkonsep yang diterapkan di dalam proses belajar. Pendamping program kegiatan
akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik apabila dapat menerapkan cara
mengajar dan menstransfer informasi sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar.
Dengan kata lain supaya dapat mengontrol diri sendiri tugas-tugas mengajar yang
dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar.
Tabel 16 menunjukkan bahwa pendamping program tidak menggunakan
prinsip-prinsip belajar, yang dapat mengontrol apakah masyarakat dapat
menerima informasi yang disampaikan dengan maksimal atau tidak. Pendamping
program kegiatan belum mampu melakukan transfer pengetahuan yang
dimilikinya kepada masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Materi yang
disampaikan pendamping program kegiatan harus disesuaikan dengan kebutuhan
serta pendidikan formal dari masyarakat setempat sehingga masyarakat dengan
mudah menerima, mempelajarinya dan dapat memberikan respons secara
langsung terhadap materi yang disampaikan.
Penilaian terhadap kemampuan pendamping program kegiatan dalam
melakukan transfer belajar dalam kategori buruk hal ini dapat disebabkan karena
pendamping program kegiatan kurang dibekali dan memahami tentang
pengetahuan lokal, budaya lokal, serta keterampilan lokal yang dimiliki oleh
masyarakat setempat. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh
salah seorang
masyarakat dari Majakerta, disajikan pada Box 6 berikut ini:
Box 6: “Biasanya kami mendapatkan materi dari pendamping program untuk
mengajari kami tentang sesuatu hal. Tapi kadang-kadang kami tidak ngerti apa
yang disampaikan, sehingga informasi itu tidak berguna bagi kami. Yang kami
inginkan adalah memberitahukan kepada kami bagaimana cara mendapatkan
uang secara cepat saja agar kebutuhan hidup keluarga kami akan meningkat.
Kami tidak perlu mempergunakan alat atau mesin canggih karena kami juga
tidak memiliki alat itu, untuk membeli alat itu kami tidak memiliki biaya dan
belum tentu juga hasilnya sesuai dengan yang kami harapkan.”
Agar penyampaian informasi oleh pendamping program kegiatan dapat
berjalan dengan baik, idealnya pendamping program kegiatan dibekali
143
pengetahuan terhadap kebiasaan dan kebutuhan dari masyarakat lokal, sehingga
dalam melakukan transfer belajar terjadi komunikasi yang interaktif, dan
mendapatkan efek yang positif dari masyarakat. Pendamping program kegiatan
dalam proses transfer belajar mengembangkan suasana belajar yang kondusif bagi
masyarakat, harus merasa terikat pada pandangan bahwa masyarakat tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan yang nyatanya, antara lain mereka yang punya
tanggungjawab terhadap kehidupan keluarganya, mereka harus mampu dalam
mengambil keputusan bagi keluarganya, mampu menyaring informasi yang
diterimanya, mampu memperbaiki kualitas usaha dan kualitas kehidupannya.
5.6. Tingkat Pertisipasi Masyarakat Dalam Implementasi Kegiatan
Tanggungjawab Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan
Partisipasi harus dipahami dengan baik sehingga tujuan pemberdayaan
masyarakat melalui pembangunan secara partisipasi dapat tercapai. Sejalan
dengan perkembangan pembangunan dan tuntutan paradigma pembangunan
berkelanjutan. Pertamina melaksanakan kegiatan TSP dimulai dengan pendekatan
do good dan to look good, yang bersifat charity dan filantropis, karena kedua hal
tersebut dipandang tidak mampu untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat
lokal, khususnya penerima manfaat seperti jenis bantuan tunai untuk anggota
masyarakat, mengikuti perlombaan, peringatan hari ulang tahun Pertamina, dan
kegiatan seremonial lainnya. Sehingga bila tetap dijalankan akan menimbulkan
ketergantungan masyarakat terhadap perusahaan yang telah dilaksanakan dalam
program kegiatan TSP akan menjadi tidak ada artinya.
Pemilihan program kegiatan pengembangan ekonomi bagi masyarakat
lokal untuk penanggulangan kemiskinan bukan tidak beralasan. Pengembangan
ekonomi lokal yang berbasis pada kelompok masyarakat yang berpandapatan
rendah harus difokuskan bukan hanya pada individu atau keluarga tetapi juga pada
masyarakat. Dalam konteks partisipasi masyarakat harus berusaha menciptakan
usaha produktif yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat
secara keseluruhan. Pengembangan ekonomi lokal bertujuan untuk mendorong
partisipasi masyarakat lokal untuk mengembangkan sumber-sumber yang ada
secara lebih mandiri dengan inisiatif yang tumbuh secara lokal (Suparjan, 2008).
144
Oleh karena itu kegiatan TSP yang dijalankan oleh Pertamina bertujuan
untuk pemberdayaan masyarakat bukan didasarkan atas keinginan masyarakat saja
namun juga berdasarkan pada pendekatan dan partisipasi aktif dari masyarakat.
Kegiatan TSP yang dilaksanakan harus dengan melibatkan masyarakat lokal.
Keterlibatan masyarakat dalam seluruh program kegiatan TSP sangat menentukan
keberhasilan dari program tersebut. Pendekatan partisipasi top down menjadi
pendekatan bottom up yang berkelanjutan dalam strategi program kegiatan TSP
masyarakat diikutsertakan dalam berbagai perencanaan program, pelaksanaan
program, pemanfaatan program dan evaluasi program kegiatan yang dilaksanakan
oleh Pertamina.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam menentukan jenis program kegiatan
pembangunan dirasakan masyarakat sebagai kebutuhan dan cara mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dalam kaitan ini Pertamina
menunjuk UU No 22 tahun 1999 sebagai landasan kegiatan pemberdayaan
masyarakat: “Bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat pihak ketiga yang
melaksanakan pembangunan bagi wilayah desa/kelurahan (di sekitar masyarakat)
menjadi wilayah industri harus melibatkan masyarakat sekitar baik melalui
pendekatan kelembagaan atau kelompok masyarakat maupun individu”
Partisipasi masyarakat dilakukan dengan pendekatan bahwa kegiatan yang
dilakukan Pertamina merupakan kegiatan yang bertujuan untuk kepentingan dan
kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah kilang Balongan. Pentingnya
keterlibatan masyarakat secara sadar dalam berbagai kegiatan TSP akan
menumbuhkan rasa memiliki dan mengetahui terhadap program kegiatan yang
dilaksanakan sehingga masyarakat merasa bahwa kegiatan yang dilaksanakan
merupakan kegiatan Pertamina yang bermanfaat bagi dirinya dan keluarganya.
Hal ini juga diungkapkan oleh Angeningsih, (2008) mengatakan bahwa yang
mengkhawatirkan tumbuhnya partisipasi masyarakat bukan karena kesadaran dari
masyarakat itu sendiri melainkan karena kepentingan dan kemauan dari agen
pendana.
Partisipasi merupakan sebuah konsep dan praktek terhadap keterlibatan
masyarakat dalam menciptakan dan berbagi pengetahuan, pengalaman, serta
145
keinginannya untuk mengejar dan memilih tujuannya sendiri (Cornish & Alison,
2009).
Partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat secara aktif dan mengambil
bagian dalam suatu kegiatan TSP. Inisiatif kegiatan atau program dapat berasal
dari perusahaan, pemerintah daerah maupun dari masyarakat itu sendiri.
Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses dimana masyarakat dilibatkan
dalam suatu kegiatan dimulai dari tahapan merencanakan kegiatan, melaksanakan
kegiatan, memanfaatkan kegiatan dan mengevaluasi kegiatan. Tujuan dari
partisipasi masyarakat dalam berbagai program kegiatan TSP adalah untuk
menciptakan persepsi dan citra positif masyarakat terhadap kegiatan TSP dan
perusahaan. Selain itu untuk menciptakan keberdayaan masyarakat dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat. Rataan skor untuk tingkat partisipasi
responden dalam setiap tahap kegiatan tersaji dalam Tabel 17.
Tabel 17. Rataan skor tingkat partisipasi responden dalam setiap tahapan
kegiatan TSP di tiga desa penelitian
Tingkat partisipasi
Rataan Skor*
masyarakat terhadap
Balongan
Sukaurip
Majakerta
Total
kegiatan TSP
Merencanakan kegiatan
2,44
2,49
2,53
2,48
Melaksanakan kegiatan
2,54
2,54
2,58
2,55
Memanfaatkan kegiatan
2,39
2,43
2,42
2,41
Mengevaluasi kegiatan
2,48
2,50
2,52
2,50
Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75 Buruk: 1,76-2,51 Baik: 2,52-3,27 Sangat baik: 3,28-4
5.6.1. Merencanakan Kegiatan
Perencanaan merupakan suatu upaya penyusunan kegiatan, baik kegiatan
yang sifatnya umum maupun spesifik, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Tabel 17 menunjukkan bahwa Pertamina sebagai penyelenggara dari
berbagai kegiatan TSP kepada masyarakat. Penilaian terhadap merencanakan
kegiatan TSP yang melibatkan dan partisipasi masyarakat dalam kategori buruk
total skor sebesar 2,48. Untuk desa Balongan sebesar 2,44, Desa Sukaurip sebesar
2,49 dan Desa Majakerta sebesar 2,53.
Keterlibatan
masyarakat
dalam
merencanakan
berbagai
kegiatan
merupakan suatu manifestasi pemenuhan kebutuhan dan sebagai bentuk kesadaran
146
masyarakat sebagai bagian dari suatu komunitas. Patisipasi masyarakat dalam
merencanakan kegiatan akan membantu Pertamina sebagai penyelenggara
kegiatan dalam menentukan arah kegiatan yang akan dilaksanakan. Sebagian dari
masyarakat yang ikut merencanakan kegiatan tersebut mengungkapkan alasan
fragmatisnya yaitu merencanakan kegiatan yang bersifat charity untuk
mendapatkan bantuan, santunan atau fasilitas yang lain dari Pertamina pada saat
kegiatan berlangsung. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa sebagian
masyarakat masih menaruh harapan yang besar agar kegiatan yang dilakukan oleh
perusahaan ini mampu memberikan manfaat dan keuntungan bagi kehidupan
masyarakat baik yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek.
Hasil wawancara dan
pengamatan
yang dilakukan di lapangan
menunjukkan bahwa:
“..Masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta sering dilibatkan
dalam tahap merencanakan berbagai program kegiatan TSP baik di
bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup, namun
dalam hal-hal tertentu seperti menentukan kegiatan apa yang
nantinya dilaksanakan, waktu pelaksanaan, lokasi pelaksanaan,
peserta dan dana dari kegiatan TSP yang akan dilaksanakan tetap
diputuskan oleh pihak penyelenggara kegiatan yaitu Pertamina dan
pendamping program kegiatan.”
Sisi positif dari partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan, adalah
mendorong munculnya keterlibatan masyarakat secara emosional terhadap
berbagai program kegiatan TSP yang akan dilaksanakan oleh Pertamina baik
kegiatan yang bersifat charity maupun community development baik dalam bidang
ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup sehingga masyarakat secara
bersama-sama dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya.
5.6.2. Melaksanakan Kegiatan
Tingkat partisipasi masyarakat pada tahapan pelaksanaan kegiatan TSP
Pertamina di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta termasuk dalam kategori
baik. Untuk desa Balongan rataan skor sebesar 2,54, Desa Sukaurip sebesar 2,54
dan Desa Majakerta sebesar 2,58. Total rataan skor sebesar 2,55. Partisipasi
masyarakat dalam melaksanaan kegiatan TSP di Desa Balongan, Sukaurip dan
147
Majakerta dalam kategori baik. Dari hasil diskusi kelompok yang dilakukan di
lapangan disebabkan berbagai macam alasan, di antaranya:
1. Sebagian besar masyarakat menganggap kegiatan yang berlangsung telah
sesuai dengan keinginan dari masyarakat sehingga masyarakat tertarik untuk
mengikuti kegiatan TSP yang dilaksanakan.
2. Dalam melaksanakan kegiatan TSP secara langsung masyarakat memperoleh
santunan dari perusahaan seperti pembagian sembako, susu cair, uang tunai,
dan sebagainya.
3. Kegiatan yang berlangsung memberikan manfaat bagi masyarakat serta bagi
perusahaan.
4. Beberapa program kegiatan yang dilaksanakan bertujuan untuk menciptakan
kedekatan antara Pertamina dengan masyarakat, biasanya Pertamina maupun
pemerintah daerah menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat untuk
melaksanakan kegiatan TSP tersebut. Pertamina maupun pemerintah daerah
hanya sebagai pengontrol dari kegiatan yang dilaksanakan, hal ini dilakukan
agar masyarakat menyadari bahwa kegiatan yang dilakukan Pertamina
merupakan kegiatan yang memberikan manfaat bagi masyarakat.
Pertamina sepenuhnya mempercayakan masyarakat untuk terlibat dalam
merencanakan serta melaksanakan kegiatan TSP, namun dalam menentukan
kegiatan yang akan berlangsung ditentukan oleh Pertamina. Hal ini disebabkan
oleh berbagai alasan diantaranya masyarakat dianggap belum mampunya untuk
melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya,
sehingga semua kegiatan yang ingin dilaksanakan semuanya disusun oleh
Pertamina, sedangkan masyarakat diundang untuk mengikuti pertemuan dalam
merencanakan kegiatan yang akan berlangsung. Pertamina memiliki alasan
tertentu untuk tidak melibatkan sepenuhnya masyarakat dalam beberapa kegiatan
TSP, hal ini dikarenakan bahwa untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan harus
memiliki pengetahuan, kemampuan serta kemauan yang sepenuhnya dari
masyarakat. Namun untuk sebagian besar masyarakat daerah ring satu sangat
sedikit ditemukan sumberdaya manusia yang memiliki kualitas yang dibutuhkan
dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan.
148
Dalam melaksanakan kegiatan TSP, Pertamina telah menyusun program
terpadu yang dibagi berdasarkan masing-masing ring dan dibedakan atas wilayah
pendukung utama unit produksi serta wilayah dengan pendukung sarana
penunjang, sehingga informasi yang disampaikan untuk masing-masing ring akan
berbeda juga. Seperti contoh nya informasi tentang diperbolehkan untuk
menggunakan lahan kosong milik Pertamina hanya untuk masyarakat ring satu
untuk ditanam padi yang mana hasilnya diberikan untuk masyarakat dan
organisasi kemasyarakatan sesuai dengan pembagian yang telah disepakati oleh
Pertamina dan masyarakat.
5.6.3. Memanfaatkan Kegiatan
Tabel 17 menunjukkan bahwa masyarakat dalam memanfaatkan kegiatan
TSP yang dilakukan oleh Pertamina dalam kategori buruk. Untuk masyarakat
Balongan rataan skor sebesar 2,39, Sukaurip sebesar 2,43, dan Majakerta sebesar
2,42. Hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat Desa Sukaurip dan
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa:
“..masyarakat dalam memanfaatkan kegiatan TSP yang dilakukan
oleh Pertamina masih memilih-milih kegiatannya sesuai dengan
kebutuhan dari masing-masing masyarakat dan masyarakat biasanya
harus melihat bukti dari hasil dan manfaatnya, baru masyarakat
tertarik untuk memanfaatkan kegiatan tersebut.”
Total rataan skor untuk tahap memanfaatkan kegiatan TSP sebesar 2,41.
Kategori jelek ini biasanya dikarenakan kegiatan yang telah berlangsung belum
seluruhnya sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat sebagai penerima
kegiatan sehingga kegiatan yang berlangsung tidak seluruh dimanfaatkan dan
dipergunakan oleh masyarakat. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan
salah seorang masyarakat Sukaurip di lapangan, mengatakan bahwa:
“Kegiatan yang dilakukan oleh Pertamina sangat bermanfaat jika
kegiatan yang dilaksanakan melibatkan masyarakat dalam
merencanakan dan menentukan kegiatan TSP apa yang dilakukan
oleh Pertamina, sehingga masyarakat dapat memberikan masukan
dan saran untuk jenis kegiatan yang diperlukan,dan merasa bahwa
informasi yang disampaikan melalui kegiatan merupakan kegiatan
yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.”
149
Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat
Balongan dalam memanfaatkan kegiatan TSP melihat hasil yang sudah ada.
Seperti contoh dalam memanfaatkan kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan
hidup yaitu mengelola limbah Pertamina menjadi pupuk, dan pupuk yang
dihasilkan dapat memberikan hasil yang baik bagi tanaman yang ditanam
masyarakat. Karena hasilnya sesuai dengan yang disampaikan oleh Pertamina,
masyarakat Balongan menggunakan pupuk tersebut. Pupuk dibagikan kepada
masyarakat sebagai bentuk kepedulian Pertamina kepada masyarakat dalam
bidang lingkungan hidup.
5.6.4. Mengevaluasi Kegiatan
Partisipasi masyarakat dalam tahap mengevaluasi kegiatan TSP dalam
kategori jelek untuk Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Rataan skor untuk
masyarakat Balongan sebesar 2,48, untuk Sukaurip 2,50 dan untuk Majakerta
2,52. Total skor sebesar 2,50 dalam kategori buruk. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam mengevaluasi kegiatan TSP Pertamina masyarakat Balongan, Sukaurip dan
Majakerta tidak pernah dilibatkan. Dalam mengevaluasi kegiatan TSP biasanya
dilakukan oleh pihak Pertamina, pendamping program (pemerintah daerah
maupun LSM) dan kadang-kadang melibatkan tokoh informan, karena dianggap
memiliki pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan non tokoh informal.
Idealnya dalam mengevaluasi program kegiatan TSP Pertamina,
masyarakat dilibatkan agar dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dari
program kegiatan yang telah berlangsung. Dalam mengevaluasi program kegiatan
secara akademik, merupakan metode kerja evaluasi CD sama dengan riset ilmiah
umumnya, hanya dalam evaluasi diberikan penekanan aspek praktis secara labih
khusus. Artinya, evaluasi program lebih ditujukan untuk menilai capaian kerja
serta bagaimana menyempurnakan program selanjutnya. Namun demikian,
masalah obyektivitas, netralitas, validitas, serta reliabilitas adalah sama dengan
penelitian akademik karena hasil evaluasi harus obyektif agar absah digunakan
sebagai dasar kebijakan program selanjutnya.
Melalui evaluasi kegiatan yang berlangsung Pertamina mengharapkan
banyak masukan dari tokoh informal agar memberikan penilaian terhadap
150
kegiatan yang telah berlangsung sehingga untuk kegiatan selanjutnya yang sejenis
akan memperoleh hasil yang lebih baik dan menghindarkan kesalahan yang sama
terjadi. Melalui mengevaluasi kegiatan TSP yang dilaksanakan diharapkan
mendapatkann sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat bagi perusahaan dan
masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat dari salah seorang staf Hupmas
Balongan dalam Box 7.
Box 7: “Masyarakat yang sering terlibat dalam mengevaluasi kegiatan TSP
adalah masyarakat yang dituakan yaitu tokoh masyarakat, karena
masyarakat setempat mengganggap bahwa tokoh masyarakat merupakan
opinion leader sehingga keputusan dan pendapat dari opinion leader masih
menjadi panutan bagi masyarakat setempat. Tokoh masyarakat yang
terlibat dalam mengevaluasi kegiatan TSP dianggap oleh perusahaan
merupakan perwakilan dari seluruh masyarakat, karena sudah
menyampaikan aspirasi dari masyarakat. Masyarakat tidak dilibatkan
dalam tahap pengevaluasian kegiatan dikarenakan masyarakat mayoritas
memiliki pendidikan yang rendah, kemampuan dan pengalaman yang
masih kurang ”
Tokoh informal di lingkungan setempat menunjukkan bahwa seseorang
yang dipercaya untuk menyampaikan informasi dan mengeluarkan pendapat di
dalam masyarakat. Masyarakat setempat masih mempercayai tokoh informal
sebagai seorang yang patut untuk dimintai pendapatnya pada saat masyarakat
sedang menghadapi masalah, sebagai katalisator, sebagai pembantu proses
perubahan dan sebagai penghubung sehingga pendapat dari tokoh informal masih
dipercayai oleh masyarakat setempat.
Hal inilah yang dimanfaatkan oleh Pertamina pada saat melibatkan tokoh
informal secara aktif dalam berpartisipasi terhadap program kegiatanTSP.
Pendapat mereka dianggap representatif untuk mewakili aspirasi dari masyarakat
dalam tahap merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi
kegiatan TSP. Fungsi tokoh informal sebagai perantara atau sebagai mata rantai
penghubung antara dua sistem sosial yaitu dari perusahaan kepada masyarakat.
Tokoh informal sebagai penyambung dari kepentingan perusahaan dan keinginan
masyarakat lokal.
151
Menurut Nurudin (2005) bahwa tokoh informal memiliki ciri komunikasi
di antaranya: partisipasi sosialnya lebih besar, lebih sering mengadakan
komunikasi interpersonal dengan anggota sistem lainnya, lebih sering
mengadakan hubungan dengan orang asing, lebih sering mengadakan hubungan
dengan agen pembaru, lebih sering bertatap muka dan dengan menggunakan
media massa, banyak mencari informasi mengenai inovasi, lebih tinggi tingkat
kepemimpinannya, menjadi anggota sistem yang bernorma lebih modern.
Masyarakat setempat masih mengutamakan pendapat tokoh informal
sebagai panutan dalam kehidupan sehari-hari.Tokoh informal berpartisipasi secara
aktif dalam berbagai kegiatan TSP, rutin melakukan komunikasi interpersonal
dengan pendamping program kegiatan TSP dan dengan staf Hupmas. Sehingga
informasi yang diperoleh tokoh informal dari media massa dan pendamping
program merupakan informasi yang dapat dipercaya oleh masyarakat setempat,
karena melalui tokoh informal ini informasi diterima oleh masyarakat. Tokoh
informal sampai dengan saat ini, masih sebagai panutan dan pedoman bagi
masyarakat setempat.
Partisipasi
masyarakat
dalam
berbagai
kegiatan
bertujuan
untuk
menambah pengetahuan dan kepercayaan diri masyarakat setempat tentang
kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina. Keterlibatan dari masyarakat
dalam dengar pendapat tentang kegiatan TSP dapat bermanfaat untuk
mempromosikan Pertamina sebagai salah satu perusahaan yang peduli kepada
lingkungan dan masyarakat setempat. Tujuan dari program kegiatan ini
bermanfaat untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi,
sosial dan pengelolaan lingkungan hidup.
Keberhasilan dan kegagalan dari kegiatan TSP yang dilakukan oleh
Pertamina ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam berpartisipasi. Untuk
memahami realitas masyarakat dan lingkungannya, sistem kepercayaan dan sistem
nilai masyarakat tentang arti perubahan dan arti masa depan dan mindscape
masyarakat dalam bersikap dan berperilaku serta faktor-faktor yang menentukan
terbentuknya mindscpe tertentu. Pemahaman akan budaya dan faktor-faktor yang
152
mempengaruhi adanya perubahan budaya masyarakat akan menentukan
keberhasilan kegiatan TSP untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat.
Konsep pembangunan yang berpusat pada rakyat dengan fokus pada
pemberdayaan masyarakat, merupakan sebuah strategi pendekatan dimana
inisiatif kreatif dari rakyat menjadi dasar kebijakan pembangunan. Membangun
kesejahteraan masyarakat perlu melibatkan partisipasi rakyat dalam semua
tahapan dan prosesnya agar penentu kebijakan memahami secara seksama
persoalan sesungguhnya. Faktor kunci keberhasilannya adalah: (1) Komitmen
penentu kebijakan, (2) Kemampuan fasilitator mendampingi masyarakat, (3)
Lingkungan mendukung perubahan bersama, dan (4) Ada jaminan untuk dapat
berubah dan hasil studi sebagai sumber atau referensi dalam membuat kebijakan.
Diperlukan intervensi dalam penguatan dan pemahaman masyarakat untuk
mengetahui dan mengembangkan sektor tertentu melalui pendekatan partisipasi.
Hal itu dapat membantu masyarakat mengetahui dan memahami proses
pengelolaan sumberdaya yang ada sehingga pelaksanaan program pembangunan
menjadi berkesinambungan (Saharuddin, 2009).
Partisipasi masyarakat sebagai agen pembangunan dalam melaksanakan
kegiatan TSP dapat membentuk kekuatan-kekuatan sosial di dalam masyarakat,
yang dapat dikelompokkan dalam kelompok sosial dalam desa. Dimana dalam
pelaksanaan kegiatan perusahaan, pemerintah dan masyarakat duduk bersama
dalam satu level sehingga tercipta komunikasi yang bersifat formal maupun
informal, komunikasi vertikal dan horizontal yang dapat memudahkan terjadinya
koordinasi dan penyelesaian masalah yang mungkin saja terjadi. Tingkat
keberhasilan kegiatan dengan menggunakan pendekatan seperti ini akan lebih
terlihat jelas, karena perusahaan, pemerintah menjadi mitra bagi pendukung
keberhasilan program pemberdayaan masyarakat.
153
5.7. Efektivitas Kegiatan Tanggungjawab Sosial
Perusahaan PT Pertamina Balongan
Di era sekarang ini kegiatan TSP merupakan salah satu komunikasi
organisasi yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan
sekitar. Hal ini didasari oleh kesadaran perusahaan bahwa kemajuan sebuah
perusahaan tidak hanya ditentukan oleh kinerja internal perusahaan tetapi juga
dipengaruhi oleh masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan. Kondisi sosial
budaya masyarakat yang kondusif akan menjadi faktor pendukung bagi
kelancaran kegiatan perusahaan. Dalam melaksanakan kegiatan TSP setiap
perusahaan memiliki sistem dan cara yang berbeda-beda demi tercapainya tujuan
yang telah ditetapkan.
Meskipun sebagian besar perusahaan telah melaksanakan kegiatan TSP
sebagai salah satu komunikasi organisasi perusahaan kepada masyarakat dan
lingkungan sekitar, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih sering terdengar
berita tentang terjadinya konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar.
Hal ini dapat disebabkan bahwa kegiatan TSP yang dilaksanakan belum sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan dari masyarakat sekitar ataupun kelemahan
dalam melaksanakan kegiatan TSP. Untuk mengetahui penyebab terjadinya
konflik tersebut perlu dilakukan evaluasi terhadap kegiatan TSP yang telah
dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk memperoleh kesesuaian program kegiatan
TSP yang dilaksanakan dengan kebutuhan masyarakat, sehingga segera dapat
dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap kegiatan TSP selanjutnya. Kegiatan TSP
yang bermanfaat bagi perusahaan maupun bagi masyarakat menjamin efektivitas
program kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh perusahaan. Evaluasi terhadap
kegiatan TSP yang rutin akan menjamin efisien dan efektivitas program kegiatan
TSP perusahaan.
Efektivitas didasarkan pada pendekatan tujuan, yang bertujuan untuk
menentukan dan mengevaluasi tujuan yang ingin dicapai. Efektivitas didasarkan
pada gagasan bahwa organisasi diciptakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Efektivitas bisa mengandung arti pengukuran keberhasilan dalam pencapaian
tujuan yang telah ditentukan. Untuk mengetahui bahwa program kegiatan TSP
154
yang telah dilaksanakan oleh Pertamina selama ini memiliki dampak, dalam
penelitian ini di bedakan atas dua, yaitu melihat efektivitas kegiatan TSP
berdasarkan persepsi masyarakat dan tingkat keberdayaan masyarakat yang telah
menerima program kegiatan TSP.
5.7.1. Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Tanggungjawab
Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan
Kegiatan TSP bagi masyarakat sekitar kilang Balongan merupakan salah
satu program yang bertujuan untuk menciptakan persepsi dan citra positif
masyarakat serta untuk meningkatkan keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat,
khususnya bagi masyarakat yang tinggal di ring satu wilayah kilang Balongan
yang secara langsung menerima dampak dari operasional kilang Balongan.
Kegiatan TSP dilaksanakan dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk
mengurangi angka kemiskinan masyarakat di sekitar perusahaan serta keinginan
untuk menciptakan hubungan yang sinergis antara masyarakat sekitar dengan
perusahaan, sehingga dibutuhkan alternatif program kegiatan yang mendukung
peningkatan taraf kehidupan masyarakat yang berpeluang untuk dikembangkan,
dan dikelola menjadi sumberdaya produktif dalam upaya meningkatkan manfaat
hasil-hasil kegiatan bagi masyarakat sekitar kilang Balongan.
Kegiatan TSP merupakan bentuk tanggungjawab dan kepedulian
manajemen terhadap lingkungan sosial sekitarnya dalam kerangka pembangunan
berkelanjutan di daerah Balongan. Hal ini didasari karena kurangnya kualitas
kegiatan TSP pada segmen masyarakat pedesaan dan pesisir, yang bermata
pencariannya sebagai petani, buruh tani, nelayan dan petambak. Dalam
melaksanakan berbagai kegiatan TSP Pertamina mempercayakan pada lembagalembaga pemberdayaan, mitra usaha masyarakat sekitar, pemerintah daerah,
maupun pihak swasta dalam menjalankan berbagai kegiatan TSP untuk
masyarakat Balongan.
Kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi yang dilakukan
perusahaan untuk menciptakan persepsi, citra positif dan meningkatkan
keberdayaan masyarakat. Melalui kegiatan TSP yang dilakukan secara rutin dan
berkesinambungan akan menciptakan persepsi dan citra positif di mata
155
masyarakat terhadap perusahaan dan kegiatan TSP. Citra merupakan seperangkat
keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu obyek. Citra
perusahaan merupakan akumulasi dari seluruh citra yang melekat pada unsurunsur yang membangun korporat, baik dari aspek produk, sumberdaya manusia,
budaya, sistem dan undang-undang yang berlaku serta citra kinerja bisnis. Faktorfaktor tersebut saling terkait dan merupakan rangkaian sebab akibat yang saling
mempengaruhi serta berlangsung dalam kurun waktu yang relatif lama.
Hal ini diperkuat oleh pendapat Dowling (2006) mengatakan bahwa citra,
persepsi dan reputasi yang baik dibangun dalam sebuah perusahaan dimana
sebuah perusahaan dengan model dan strategi bisnis yang kuat, nilai yang baik,
budaya dan produk serta layanan dengan pelanggan yang baik akan menciptakan
platform yang kuat. Untuk mempertahankan reputasi yang baik dilakukan dengan
komunikasi organisasi. Hubungan baik dengan stakeholders perusahaan juga akan
membentuk bagaimana seseorang memandang reputasi dan citra perusahaan
tersebut. Oleh karena itu perusahaan tidak hanya memiliki satu citra namun
banyak citra sesuai dengan banyaknya stakeholders memandang perusahaan.
Rataan skor efektivitas kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan tersaji dalam
Tabel 18.
Tabel 18. Rataan skor efektivitas kegiatan tanggungjawab
perusahaan di tiga desa penelitian
Peubah/Indikator
Rataan Skor*
Balongan
Sukaurip
Majakerta
Persepsi Masyarakat
di bidang ekonomi
2,52
2,59
2,53
di bidang social
2,52
2,52
2,53
di bidang pengelolahan
2,43
2,51
2,39
lingkungan hidup
Keberdayaan Masyarakat
di bidang ekonomi
2,58
2,56
2,54
di bidang social
2,44
2,49
2,42
di bidang pengelolaan
2,50
2,50
2,44
lingkungan hidup
sosial
Total
2,55
2,53
2,44
2,56
2,45
2,48
Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75; Buruk: 1,76-2,51; Baik: 2,52-3,27; Sangat baik: 3,28-4
156
5.7.1.1. Persepsi di Bidang Ekonomi
Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian terhadap manfaat yang dirasakan
masyarakat di bidang ekonomi dalam kegiatan TSP pada masyarakat di Desa
Balongan, Sukaurip dan Majakerta termasuk dalam kategori baik. Rataan skor
untuk masyarakat Balongan sebesar 2,52, Sukaurip sebesar 2,59 dan Majakerta
sebesar 2,53. Total rataan skor sebesar 2,55. Dari wawancara dengan masyarakat
Balongan mengatakan bahwa:
“ Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina sudah memenuhi
keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam bidang ekonomi
sehingga memberikan manfaat yang baik dalam bidang ekonomi
masyarakat, selain itu juga dapat menciptakan masyarakat memiliki
pandangan yang positif terhadap kegiatan TSP di bidang ekonomi
yang dilaksanakan.”
Praktiknya di lapangan menjelaskan bahwa kegiatan TSP yang dilakukan
oleh Pertamina di bidang ekonomi merupakan kegiatan yang membantu
masyarakat untuk menjadi lebih berdaya di bidang ekonomi. Hal ini terlihat dari
rataan skor untuk Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta dalam kategori baik,
maksudnya adalah kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina di bidang
ekonomi, mampu menciptakan masyarakat untuk berpersepsi baik terhadap
kegiatan TSP maupun terhadap perusahaan. Berbagai kegiatan TSP yang
dilaksanakan oleh Pertamina Balongan di bidang ekonomi antara lain: (1)
Pengelolaan tanah penyangga, melalui kegiatan ini masyarakat dapat merasakan
hasilnya secara langsung, sehingga taraf hidup dan perekonomian masyarakat
meningkat dan relatif lebih stabil. Secara garis besar petani yang tinggal di sekitar
daerah penyangga kilang Pertamina Balongan sangat merasakan manfaat dari
kegiatan ini yang merupakan wujud perhatian Pertamina terhadap masyarakat
sekitar dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Bantuan ini dipandang
sangat bermanfaat terutama bagi para petani yang tidak memiliki lahan pertanian
sendiri. Dari segi panen kurang maksimal karena lahan penyangga tersebut masuk
dalam klasifikasi tiga (radah hujan). Oleh karena luas tanah penyangga tidak
terlalu luas jika dibandingkan jumlah penduduk ring satu kilang Balongan, maka
setiap kepala keluarga diberikan kesempatan untuk dua kali panen pada musim
157
rendeng dan gaduh secara bergantian. (2) Memberikan modal bagi masyarakat
untuk membentuk skill yang bertujuan meningkatkan pendapatan keluarga.
Pemodalan ini diberikan kepada masyarakat dengan bidang usaha seperti
pertanian, perikanan, pertanian, perkebunan, peternakan, perdagangan, pengrajin,
perbengkelan dan jasa. Sehingga dengan bantuan permodalan yang diberikan
dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. (3) Melalukan Pembinaan. Melalui
kegiatan pembinaan ini masyarakat dibekali keahlian dan pengetahuan yang
bertujuan untuk mempersiapkan masyarakat yang berdaya dan mandiri.
Pembinaan ini dilaksanakan oleh pendamping program secara rutin dan kegiatan
ini dilaksanakan tergantung dari wilayah ring yang ada.
Pertamina merupakan salah satu perusahaan BUMN harus menyisihkan
sebesar dua sampai dengan lima persen dari laba perusahaan untuk
memberdayakan masyarakat dengan berbagai program kegiatan. Program
kegiatan TSP yang dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan serta sesuai
dengan kebutuhan masyarakat akan menciptakan masyarakat yang berdaya.
Menurut salah seorang masyarakat Sukaurip mengatakan bahwa:
“..selain itu kegiatan yang pernah dilakukan oleh Pertamina untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat, yaitu kegiatan memelihara
bebek dan ayam penelor, memelihara lele dan ikan mas. Namun
karena kegiatan tersebut tidak dilaksanakan secara berkelanjutan
maka belum membawakan hasil yang maksimal dalam
meningkatkan perekonomian masyarakat. Kegiatan tersebut hanya
dilaksanakan sekali dan belum ada kegiatan yang sama sebagai
kelanjutan dari kegiatan tersebut. Pada saat itu Pertamina melakukan
pembinaan budidaya lele dan ikan mas, bebek dan ayam penelor
masing-masing kepala keluarga mendapatkannya untuk dipelihara
sesuai dengan pelatihan yang telah diterima masyarakat, sehingga
dapat meningkatkan perekonomian bagi masing-masing kepala
keluarga.”
5.7.1.2. Persepsi di Bidang Sosial
Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian terhadap manfaat yang dirasakan
masyarakat di bidang sosial dalam kegiatan TSP, pada masyarakat dalam kategori
baik. Untuk Desa Balongan sebesar 2,52, Desa Sukaurip sebesar 2,52, dan Desa
Majakerta sebesar 2,53, untuk total rataan skor sebesar 2,53.
158
Persepsi masyarakat di bidang sosial dalam kategori baik, hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan Pertamina
selama ini mampu membuat masyarakat mempersepsikan baik terhadap kegiatan
TSP di bidang sosial. Bentuk kegiatan TSP dalam bidang sosial yang dilakukan
oleh Pertamina merupakan kegiatan yang berasal dari keinginan masyarakat,
antara lain melakukan pembagian sembako, pembagian susu cair, santunan kepada
orang tua jompo, santunan anak yatim piatu, memberikan uang tunai, pertemuan
rutin perusahaan dengan masyarakat. Jika dilihat dari bentuk kegiatan yang
dilakukan oleh Pertamina sebagian besar kegiatan TSP masih bersifat charity
(perbuatan amal), yaitu merupakan kegiatan yang memiliki manfaat jangka
pendek bagi si penerimanya, karena pemberian tersebut dapat habis jika
digunakan, sehingga tidak memberikan keuntungan yang nyata bagi kehidupan
masyarakat dalam bidang sosial dan membuat masyarakat terus bergantung
dengan Pertamina.
Menurut salah seorang staf Hupmas Pertamina Balongan mengatakan
bahwa:
“Kegiatan di bidang sosial sebagian besar merupakan kegiatan yang
bersifat charity hal ini dikarenakan keinginan dari masyarakat
setempat. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan TSP di bidang
sosial yang bersifat charity merupakan hasil dari survei kebutuhan
masyarakat yang membutuhkan sesuatu dari perbuatan amal
tersebut. Kegiatan charity ini membuat masyarakat menjadi
tergantung dengan perusahaan”
Kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan oleh Pertamina dapat
disimpulkan hanya pada kegiatan yang bersifat perbuatan amal (charity), belum
bersifat untuk pemberdayaan masyarakat. Kegiatan yang bersifat amal ini
diberikan hanya untuk pemenuhan kebutuhan yang sesaat, sehingga masyarakat
tidak diberdayakan oleh kegiatan yang ada selama ini. Idealnya kegiatan
tanggungjawab di bidang sosial adalah kegiatan yang dapat memberdayakan
masyarakat secara sosial, dengan cara melakukan kegiatan pertemuan antara pihak
Pertamina dan masyarakat merupakan kegiatan yang harus diutamakan dimana
melalui kegiatan tersebut masyarakat diharapkan mampu untuk berinteraksi secara
formal dan informal kepada Pertamina, pemerintah dan masyarakat lainnya.
159
Melalui kegiatan ini masyarakat diharapkan mampu untuk mengambil keputusan
dan menentukan pilihannya tanpa ada unsur paksaan dari pihak lain, yang
memiliki kepentingan tertentu, sehingga dengan pertemuan tersebut masyarakat
menjadi berdaya di bidang sosial.
Pelaksanaan kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina untuk
masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial maupun pengelolaan lingkungan hidup
diharapkan dapat menciptakan persepsi dan citra positif masyarakat terhadap
kegiatan TSP maupun terhadap perusahaan. Namun tidak selamanya seperti itu.
Masyarakat mengganggap bahwa perusahaan dalam melakukan berbagai kegiatan
TSP masih tetap menganut prinsip kapitalisme, yaitu memaksimalkan keuntungan
perusahaan, program kegiatan sosial yang dilakukan hanya sebagai salah satu cara
untuk menarik simpati masyarakat agar tidak terjadi aksi massa yang dapat
mengganggu operasional perusahaan. Masyarakat beranggapan bahwa manfaat
dari kegiatan TSP yang dilakukan perusahaan belum mampu membayar dampak
negatif yang dirasakan masyarakat setiap harinya dengan adanya operasional
perusahaan dalam lingkungan kehidupan masyarakat.
5.7.1.3. Persepsi di Bidang Pengelolaan Lingkungan
Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian masyarakat terhadap manfaat
yang dirasakan masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan hidup dalam
kegiatan TSP dalam kategori buruk, pada masyarakat di Desa Balongan rataan
skor sebesar 2,43, Desa Sukaurip sebesar 2,51, dan Desa Majakerta sebesar 2,39.
Total rataan skor sebesar 2,44.
Bentuk kegiatan TSP dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup yang
selama ini telah dilakukan oleh Pertamina antara lain membuat sarana pengelolaan
limbah beracun dan organik, sarana dan prasarana penampungan sampah,
melakukan kegiatan untuk penanaman pohon di sepanjang jalan agar menciptakan
lingkungan yang hijau dan asri, penampungan air serta pembangunan sarana
drainase, kegiatan penanganan terhadap limbah sludge atau ampas minyak
mentah. Dari berbagai kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup telah
dilakukan oleh Pertamina untuk masyarakat sekitar, namun tetap tidak
160
memberikan penilaian yang baik terhadap efektivitas dari kegiatan TSP yang
berlangsung.
Seperti
yang
diungkapkan
salah
seorang
masyarakat
Majakerta
mengatakan bahwa:
“..masyarakat mengganggap kegiatan TSP di bidang pengelolaan
lingkungan
hidup
adalah
keharusan
perusahaan
untuk
memperhatikan lingkungan. Lingkungan kami menjadi tercemar
dikarenakan adanya aktivitas dari PT Pertamina di Balongan,
sehingga lingkungan sekitar kilang Balongan tercemar polusi air,
udara dan tanah.”
Sesuai dengan Undang-undang 19 tahun 2003 tentang BUMN yang
kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Permeneg BUMN No 05/MBU/tahun 2007
tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan
program kemitraan bina lingkungan, yang mengatur tentang kewajiban
melaksanakan kegiatan TSP mulai dari besaran dana hingga tata cara pelaksanaan
kegiatan TSP. Menurut Permeneg
BUMN tersebut, bahwa program bina
lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat melalui
pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Selanjutnya besarnya dana Program
Kemitraan Bina Lingkungan, bersumber dari penyisihan laba setelah pajak,
maksimal sebesar dua sampai lima persen dan hasil bunga deposito dan atau jasa
giro dari dana program bina lingkungan.
Hal ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Hikmana (2010)
menunjukkan hasil masyarakat setuju penyebab semua jenis pencemaran dan
kerusakan lingkungan pesisir merupakan dampak dari kegiatan operasional kilang
Balongan, masyarakat menyatakan setuju bahwa kegiatan operasional Pertamina
Refinery Unit VI Balongan mengganggu lingkungan masyarakat, baik polusi air,
udara maupun pencemaran terhadap alam sekitar, yang mengakibatkan kesehatan
masyarakat sering terganggu.
Kondisi lingkungan pemukiman yang kurang nyaman dan tidak sehat
sehat, baik fasilitas sosial dan fasilitas umum menjadi perhatian bagi Pertamina
untuk melaksanakan kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup, ini
merupakan wujud keinginan dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) untuk
161
membantu memberikan manfaat terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Ganasnya abrasi di sepanjang pesisir pantai mengakibatkan tergusurnya lahan
tambak yang menjadi mata pencaharian masyarakat dan pemukiman tempat
tinggal masyarakat serta pipa-pipa milik Pertamina Balongan kini berada di bibir
pantai dalam posisi menggantung di laut, mengakibatkan pipa-pipa milik
Pertamina mengalami korosi (pengkaratan) yang mengakibatkan timbulnya
persoalan lingkungan yaitu terjadinya pencemaran air di laut yang membahayakan
bagi ekosistem laut dan air.
Untuk mengantisipasi hal tersebut Pertamina Balongan melakukan
pembangunan break water (pemecah ombak), untuk mengurangi ganasnya abrasi
di sepanjang pesisir pantai yang dapat merugikan Pertamina dan masyarakat yang
bermata pencaharian sebagai nelayan dan penambak yang dapat mencemarkan
ekosistem laut dan air. Akibat dari pencemaran laut masyarakat merasa dirugikan
karena pencemaran ekosistem laut yang menjadi mata pencaharian masyarakat
yang menjadi nelayan maupun penambak ditandai dengan matinya rumput laut
dan tumbuhan laut lainnya serta matinya ikan.
Kegiatan TSP di bidang lingkungan hidup dilaksanakan oleh Pertamina
merupakan wujud perhatian perusahaan kepada masyarakat untuk melestarikan
keragaman hayati di lingkungan hidup masyarakat dan manfaatnya dapat
dirasakan secara bersama. Implementasi kegiatan TSP di bidang pengelolaan
lingkungan hidup yang benar, tepat dan berkelanjutan menjadi harapan besar
untuk terjalinnya sebuah keseimbangan yang harmonis antara kepentingan
ekonomi, sosial dan lingkungan hidup, ini perlu melibatkan semangat sinergi dari
semua pihak secara terus-menerus. Kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh
Pertamina berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat, dimana merupakan suatu
proses yang dirancang untuk menciptakan kemajuan kondisi ekonomi dan sosial
masyarakat dan pengelolaan lingkungan hidup melalui partisipasi aktif, dimana
pada akhirnya akan menumbuhkan keberdayaan bagi masyarakat.
Kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan
oleh
Pertamina
mendayagunakan
Balongan
sumberdaya
pada
alam
dasarnya
merupakan
sebesar-besarnya
bagi
upaya
untuk
kemakmuran
162
masyarakat dengan mempertimbangkan pelestarian fungsi dan keseimbangan
lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, serta kepentingan ekonomi,
dan budaya masyarakat lokal. Pengelolaan sumberdaya alam harus didasarkan
atas daya dukungan sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara
berkelanjutan. Kegiatan di bidang lingkungan hidup ini bersifat wajib dimana
dalam pelaksanaanya mengacu pada semua peraturan perundang-undangan dan
peraturan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup antara lain: UU No 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup (PPLH),
UU No 18 tahun 2008 tentang Pengelolahan Sampah, PP No 82 tahun 2001
tentang Pengendalian Pencermaran air dan PP No 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
Kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan harus dijadikan sebagai
salah satu strategi bisnis Pertamina yang bersifat jangka pendek dan jangka
panjang sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Tidak dapat
dipungkiri bahwa perusahaan yang memiliki citra ramah terhadap lingkungan dan
memiliki kepekaan terhadap perekonomian sosial yang tinggi di masyarakat akan
lebih unggul dalam melakukan kompetisi bisnis karena mendapatkan dukungan
dari masyarakat lokal.
Ketidakberdayaan
masyarakat
di
bidang
pengelolaan
lingkungan
dikarenakan kegagalan pendamping program kegiatan TSP dalam melibatkan
masyarakat dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
lingkungan hidup. Kegiatan reboisasi, penghijauan di lingkungan hidup
masyarakat merupakan salah satu kegiatan TSP yang dilaksanakan untuk
memberdayakan masyarakat di bidang lingkungan hidup. Masyarakat dilibatkan
oleh Pertamina dalam pelaksanaan dari program tersebut, namun masyarakat yang
merupakan sasaran dari program kegiatan TSP harus melaksanakan program
kegiatan yang belum tentu merupakan kebutuhan prioritas dari masyarakat
setempat.
Paradigma perencanaan program kegiatan pemberdayaan masyarakat
seharusnya mulai berubah dari perencanaan kegiatan yang bersifat top down dan
sentralistik bergerak menuju kepada perencanaan yang bersifat bottom up yang
163
mengutamakan partisipasi masyarakat untuk dapat menggali kebutuhan prioritas
dari masyarakat setempat. Untuk dapat mengakomodasikan potensi yang dimiliki
masyarakat dan menggorganisasikan kegiatan-kegiatan perbaikan lingkungan
hidup perlu dibentuk suatu organisasi non formal yang mampu menjembatani
keinginan dan aspirasi masyarakat sehingga kegiatan yang berlangsung dapat
berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan yang
memungkinkan warga masyarakat memiliki akses untuk berpartisipasi sehingga
dapat memperbaiki persepsi tentang kegiatan di bidang sosial dan kualitas
lingkungan yang baik dan menumbuhkan motivasi meningkatkan perkonomian,
sosial dan kualitas lingkungan hidup sehingga masyarakat dapat berpartisipasi
secara aktif dalam meningkatkan perekonomian, sosial dan kualitas lingkungan
hidup masyarakat.
Keberhasilan kegiatan TSP yang dilaksanakan PT Pertamina Balongan, di
bidang pengelolaan lingkungan hidup ditandai dengan adanya pembangunan
prasarana umum untuk masyarakat di wilayah kerja Pertamina, seperti: jalan raya
yang sudah di aspal, jempatan yang layak, pelabuhan yang layak, tempat ibadah
yang layak, balai pertemuan masyarakat, poliklinik dan lembaga kesehatan, sarana
olah raga, taman-taman kota dan tempat pembuangan sampah, yang semuanya
dapat dinikmati oleh masyarakat untuk menunjang kegiatan masyarakat dan
kehidupan sehari-hari masyarakat.
5.7.2. Tingkat Keberdayaan Masyarakat terhadap
Implementasi Kegiatan Tanggungjawab
Sosial PT Pertamina Balongan
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses masyarakat yang
kurang memiliki akses kepada sumberdaya pembangunan didorong untuk menjadi
semakin mandiri dalam meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Melalui
proses ini, masyarakat dibantu untuk mengkaji kebutuhan, masalah dan mencari
solusi yang tepat bagi permasalahan yang dihadapi. Pemberdayaan sering
digunakan untuk menggambarkan keadaan seperti yang diinginkan oleh individu.
Proses
pemberdayaan
yang
dilakukan
dimaksudkan
untuk
menciptakan
masyarakat yang berdaya yaitu masyarakat yang mampu memanfaatkan peluang,
164
berenergi, mampu bekerja sama mampu mengambil keputusan, berani mengambil
resiko dan mampu bertanggungjawab.
Program pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan dan keberdayaan keluarga, kelompok masyarakat miskin, petani dan
nelayan, melalui penyediaan kebutuhan dasar dan pelayanan umum berupa sarana
dan prasarana ekonomi, serta penyediaan sumberdaya produksi dan ekonomi,
sedangkan sasaran yang hendak dicapai adalah semakin berkurangnya jumlah
penduduk miskin dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi keluarga dan
kelompok masyarakat, petani serta nelayan yang miskin dan berpotensi miskin
(Hadi, 2007).
Masyarakat merupakan obyek dari pembangunan, masyarakat dapat
digerakkan melalui pemberdayaan masyarakat diberbagai bidang kehidupan.
Pemberdayaan masyarakat dapat ditingkatkan melalui kegiatan TSP yang
dilaksanakan oleh Pertamina. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan memiliki
potensial untuk berkembang dan mandiri dalam menghadapi berbagai bentuk
tantangan dan perubahan yang terjadi serta mandiri dalam proses pengambilan
keputusan.
Dalam penerapan program pemberdayaan, hal pokok yang menjadi
orientasi adalah segi ekonomi kerakyatan, sarana dan prasarana dasar, lingkungan
dan pranata sosial. Secara ekonomi program pemberdayaan dapat meningkatkan
pendapatan penduduk, tidak merusak lingkungan yang ada serta tidak merubah
secara drastis sistem sosial masyarakat sehingga geger budaya dapat
diminimalisasikan, keterlibatan masyarakat menjadi sasaran pengembangan
wilayah dan pemberdayaan masyarakat berbasiskan kearifan lokal dapat didukung
oleh masyarakat setempat yang secara langsung berkaitan dengan wilayah
tersebut, dengan demikian jurang atas ketipangan sosial dan gap struktural antara
pemerintah, perusahaan dan masyarakat lokal secara perlahan dapat diperkecil.
Hal itu menjadi target akhir dari program pemberdayaan masyarakat berbasis
kearifan lokal dan menjadikan lingkungan sebagai subyek yang perlu dilestarikan
dalam pengembangan wilayah dan pembangunan masyarakat lokal (Saharuddin,
2009).
165
Pertamina dalam melakukan kegiatan TSP sebagai komunikasi organisasi
kepada masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat.
Menciptakan pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui proses belajar,
sehingga menciptakan masyarakat yang mandiri. Proses belajar dalam rangka
pemberdayaan masyarakat berlangsung secara bertahap. Tahap pertama: tahap
penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku yang sadar dan peduli.
Tahap kedua: tahap transformasi, kemampuan berupa wawasan pengetahuan,
kecakapan-keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan
dasar. Tahap ketiga: tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapanketerampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk
menghantarkan pada kemandirian (Sulistiyani, 2004).
Pendapat di atas menjelaskan bahwa dalam memberdayakan masyarakat
lokal harus melalui tiga tahapan, diantaranya tahap penyadaran kepada
masyarakat bahwa kegiatan yang berlangsung akan memberdayakan masyarakat
Balongan dan mengajak serta menimbulkan keinginan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, tahap transformasi merupakan tahap
dimana masyarakat mulai dibina dan dilatih oleh pendamping program kegiatan
dan tahap ketiga tahap peningkatan kemampuan merupakan tahap untuk
menciptakan masyarakat Balongan yang berdaya di segala bidang kehidupan.
Tahapan inilah yang terus dilaksanakan oleh Pertamina dalam melaksanakan
kegiatan TSP yang tujuannya untuk memberdayakan masyarakat di berbagai
aspek kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat yang tinggal di sekitar kilang
Balongan beroperasi yang merasakan dampak negatif dari operasional kilang
Balongan juga akan menerima manfaat melalui kegiatan TSP.
5.7.2.1. Keberdayaan Masyarakat di Bidang Ekonomi
Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kemampuan masyarakat
di bidang ekonomi setelah kegiatan TSP dilaksanakan pada masyarakat dalam
kategori baik. Untuk Desa Balongan rataan skor sebesar 2,58, Desa Sukaurip
sebesar 2,56, dan Desa Majakerta sebesar 2,54. Total rataan skor sebesar 2,56.
Hal ini dikarena berbagai kegiatan di bidang ekonomi yang dilaksanakan oleh
166
Pertamina sudah mulai menyentuh untuk memberdayakan masyarakat di bidang
ekonomi, walaupun belum merata.
Kemampuan masyarakat di bidang ekonomi termasuk kategori baik,
walaupun belum merata keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, hal ini
disebabkan karena rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat.
Rendahnya pengetahuan masyarakat disebabkan karena sebagian masyarakat tidak
mengetahui ada atau tidaknya peluang atau kesempatan berusaha di luar kegiatan
sehari-hari masyarakat sesuai dengan mata pencahariannya, kesempatan dalam
berusaha sangat terbatas dikarena banyak masyarakat belum sepenuhnya
menyadari potensi yang mereka miliki. Hal ini akan berpengaruh secara langsung
terhadap kemampuan perekonomian masyarakat.
Ketidakmampuan masyarakat disebabkan dalam beberapa faktor, di
antaranya: ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena
kekuasaan, ketiadaan akses terhadap informasi, ketiadaan dukungan finansial
(permodalan), ketiadaan pelatihan-pelatihan dan adanya ketegangan fisik dan
emosional. Ketidakmampuan masyarakat untuk meningkatkan perekonomian
keluarga akan menciptakan kemiskinan absolut. Kemiskinan absolut, keadaan
miskin yang disebabkan oleh ketidakmampuan sesorang atau kelompok orang
dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti sandang, pangan, dan papan.
Dengan demikian orang dikatakan miskin jika kemampuan ekonominya di bawah
garis kemiskinan (Sugianto, 2008).
Kemampuan masyarakat akan lebih efektif bila didukung oleh kekuatan
kelompok sosial khususnya kemampuan mengembangkan tujuan dan pembinaan
kelompok.
Pentingnya
peran
kelompok,
diadopsi
dari
model
strategi
pemberdayaan. Parsons et., al dalam Suharto (2005) menyatakan bahwa proses
pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif melalui kelompok. Melalui
kelompok masyarakat dapat melakukan interaksi secara terus menerus dengan
lingkungannya dalam membangun potensi dirinya, rasa percaya dirinya dan
termotivasi menjauhkan sikap keterasingan dari semua layanan akses dan sumbersumber pendukung usaha.
167
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat Sukaurip
mengatakan bahwa:
“Pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi yang ditargetkan
oleh Pertamina dari berbagai kegiatan TSP yang dilakukan dalam
memberdayakan masyarakat di bidang ekonomi dalam kategori jelek
hal ini dikarenakan tidak rutin dilaksanakan kegiatan TSP yang
bertujuan untuk community development, sehingga tidak terjadi
pemberdayaan dalam masyarakat.”
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah seorang masyarakat dari
Desa Sukaurip, disajikan pada Box 8 berikut ini:
Box 8: “Masyarakat di sini memiliki rumah yang permanen bukan karena
kegiatan yang dilakukan oleh Pertamina tapi sebagian besar masyarakat di
sini bekerja sebagai TKW (tenaga kerja wanita) di Arab, sehingga hasil yang
didapatkan di negara orang dikirim ke keluarganya yang ada disini melalui
BRI desa Balongan merupakan salah satu wilayah yang banyak menyumbang
devisa bagi negara melalui TKW. Jadi masyarakat di sini berdaya, bukan
karena kegiatan Pertamina tetapi atas usaha kita sendiri.”
Pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa Kecamatan
Balongan sudah memiliki sarana keuangan dan perekonomian, antara lain: Bank
Rakyat Indonesia (BRI), tiga unit bank swasta, satu unit Bank Perkreditan Rakyat
(BPR), satu unit Pasar Dewa, satu unit pasar hewan, tiga unit pasar bunga dan
lima unit pasar tumpah. Semakin banyak sarana keuangan dan perekonomian yang
tersedia akan menciptakan pertukaran barang dan jasa yang lebih kondusif di
dalam masyarakat yang akan meningkatkan perekonomian masyarakat dan
menciptakan pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi.
Hal ini juga diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi
(2007), mengatakan bahwa: keberhasilan program keberdayaan masyarakat di
Pertamina Refinery Unit VI Balongan, ditandai dengan adanya pembangunan
prasarana umum masyarakat di wilayah kerja Pertamina seperti pembangunan
jalan raya, pembangunan sekolah untuk pendidikan formal, pembangunan
jembatan, pembangunan pelabuhan, pembangunan tempat ibadah, pembangunan
balai desa dan balai pertemuan, pembangunan poliklinik kesehatan, pembangunan
168
sarana olah raga dan taman kota. Untuk mengembangkan kualitas sumberdaya
manusia dilaksanakan program beasiswa untuk siswa yang berprestasi dan staf
pengajar yang berkualitas untuk belajar ke luar negeri.
5.7.2.2. Keberdayaan Masyarakat di Bidang Sosial
Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian terhadap keberdayaan masyarakat
di bidang sosial setelah kegiatan TSP dilaksanakan pada masyarakat termasuk
pada kategori buruk. Untuk Balongan rataan skor sebesar 2,44, untuk Sukaurip
sebesar 2,49 dan untuk Majakerta sebesar 2,42. Total rataan skor sebesar 2,45.
Hal ini disebabkan karena berbagai kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan
oleh Pertamina belum sepenuhnya menyentuh pada aspek pemberdayaan
masyarakat di bidang sosial.
Kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina di bidang sosial
merupakan kegiatan yang sebagian besar masih bersifat charity (perbuatan amal),
sehingga manfaat yang dirasakan masyarakat hanya sesaat. Keberdayaan
masyarakat akan tercipta apabila masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam
berbagai kegiatan TSP dalam bidang sosial. Agar masyarakat menjadi lebih
berdaya terutama di bidang sosial Pertamina diharapkan lebih sering untuk
melakukan pertemuan untuk sharing dan berbagi pengalaman diantara masyarakat
yang dihadapi serta mencari solusi bagi permasalahan yang dihadapi sehingga
manfaat yang akan dirasakan akan bersifat jangka panjang. Melalui manfaat yang
dirasakan oleh masyarakat Balongan, Sukaurip dan Majakerta dapat menciptakan
masyarakat yang berdaya di bidang sosial.
Melalui kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Pertamina dengan dapat
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam bersosialisasi dengan masyarakat
lainnya sehingga masyarakat mampu untuk berinteraksi dengan masyarakat yang
lainnya secara formal dan informal, serta dapat melatih masyarakat untuk dapat
menentukan pilihan dan mengambil keputusan sesuai dengan keinginan pribadi
tanpa ada paksaan dari pihak manapun serta dapat mengeluarkan pendapat pribadi
yang dapat membantu Pertamina maupun pemerintah dalam menyusun program
kegiatan selanjutnya.
169
Idealnya masyarakat dikatakan berdaya di bidang sosial jika masyarakat
mampu untuk berinteraksi dan bekerjasama dengan masyarakat lainnya. Melalui
interaksi
dan
kerjasama
yang
dilakukan
oleh
masyarakat
diharapkan
menumbuhkan aspirasi, kreativitas dan keberanian dalam mengutarakan pendapat
pribadi dan menentukan pilihan. Masyarakat yang sering berinteraksi dengan
secara formal dan non formal dengan berbagai pihak dapat membantu mencari
solusi yang tepat bagi permasalahan yang dihadapi.
Berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh PT Pertamina Balongan belum
menyentuh kepada pemberdayaan masyarakat di bidang sosial. Semua kegiatan
yang dilakukan Pertamina bersifat charity (perbuatan amal) yang manfaatnya
dirasakan hanya sementara saja, sehingga tidak terjadi pemberdayaan di bidang
sosial. Dalam penelitian ini mengartikan bahwa keberdayaan masyarakat di
bidang sosial adalah masyarakat menjadi mampu untuk berinteraksi dan
bekerjasama dengan pihak lain sehingga masyarakat mampu mengeluarkan
pendapatnya dan mampu menentukan pilihannya sendiri tanpa ada paksaan dari
pihak luar.
5.7.2.3. Keberdayaan Masyarakat di Bidang Pengelolaan Lingkungan
Tabel 18 menunjukkan bahwa penilaian terhadap kemampuan masyarakat
di bidang pengelolaan lingkungan hidup pada masyarakat termasuk pada kategori
buruk. Untuk Desa Balongan rataan skor sebesar 2,50, Desa Sukaurip sebesar
2,50, dan Desa Majakerta sebesar 2,42. Untuk Rataan skor sebesar 2,48. Hal ini
disebabkan berbagai kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang
dilaksanakan oleh Pertamina telah menyentuh pada pemberdayaan masyarakat di
bidang pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan kegiatan-kegiatan di
bidang pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan selama ini belum
menyentuh pada aspek pemberdayaan masyarakat di bidang pengelolaan
lingkungan hidup.
Pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan pengelolaan lingkungan
hidup merupakan masalah yang multidisiplin, bukan hanya menyangkut aspek
lingkungan fisik desa dan sarana prasarananya saja, namun juga merupakan
170
masalah perilaku masyarakat sebagai pengguna. Pendamping program tidak bisa
hanya menekankan pada perubahan aspek fisik lingkungan tetapi harus simultan
dengan memberdayakan masyarakat sebagai pengguna dan penghuni dari desa
tersebut, sehingga pola penyuluhan pemukiman harus dilakukan dengan
memperhatikan tiga aspek yang terkait di dalamnya, yaitu : (1) Aspek individual
dan sosial warga masyarakat, (2) Aspek lingkungan dan arsitektural, dan (3)
Aspek kemampuan finansial masyarakat (Hikmana, 2010).
Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kualitas pengelolaan
lingkungan hidup ini harus disesuaikan dengan konsep pelaksanaan pembangunan
yang bertumpu pada masyarakat sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat akan
memiliki peran yang penting dan menjadi pelaku utama pembangunan lingkungan
hidupnya. Untuk itu masyarakat harus diupayakan agar menjadi masyarakat yang
aktif. Untuk mewujudkan masyarakat yang aktif dilakukan inovasi sosial
berbentuk kegiatan–kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan inisiatif,
kreatifitas dan kemandirian masyarakat dalam peningkatan kualitas lingkungan
hidup yang asri dan nyaman.
Kesadaran masyarakat tentang pelestarian lingkungan masih rendah,
tercermin dari kegiatan sehari-hari masyarakat yang masih membuang sampah
sembarangan, membakar sampah, penebangan pohon serta tidak mampu merawat
sarana dan prasarana yang tersedia. Upaya untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap pelestarian lingkungan hidup antara lain melakukan program
kegiatan TSP yang dapat memberdayakan masyarakat melalui pelatihan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya
merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran masyarakat dengan mempertimbangkan pelestarian
fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan,
serta kepentingan ekonomi, dan budaya masyarakat lokal. Pengelolaan
sumberdaya alam harus didasarkan atas daya dukungan sehingga bermanfaat bagi
kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kegiatan di bidang lingkungan
hidup ini bersifat wajib dimana dalam pelaksanaanya mengacu pada semua
171
peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan
lingkungan hidup antara lain: UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolahan Lingkungan Hidup (PPLH), UU No 18 tahun 2008 tentang
Pengelolahan Sampah, PP No 82 tahun 2001 tentang Pengendalian Pencermaran
air dan PP No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Kegiatan TSP harus dijadikan sebagai salah satu strategi bisnis Pertamina
yang bersifat jangka panjang sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh
masyarakat sebagai penerima. Tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan yang
memiliki citra ramah terhadap lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap
perekonomian sosial yang tinggi di masyarakat akan lebih unggul dalam
melakukan kompetisi bisnis karena mendapatkan dukungan dari masyarakat lokal.
Keberhasilan masyarakat di bidang lingkungan hidup dikarenakan
pendamping program kegiatan berhasil dalam melibatkan masyarakat dalam
berbagai kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Kegiatan
reboisasi, kegiatan penanganan terhadap limbah sludge atau ampas minyak
mentah, penghijauan di lingkungan hidup masyarakat serta membangun jalur
hijau di sepanjang pantai merupakan salah satu kegiatan TSP yang dilaksanakan
untuk memberdayakan masyarakat di bidang lingkungan hidup di daratan maupun
di pantai dikarenakan sebagian besar penduduk di Kecamatan Majakerta bermata
pencaharian sebagi nelayan dan petambak. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Mile
(2007), mengatakan bahwa pembangunan jalur hijau hutan pantai merupakan hal
yang penting dan strategis untuk dilaksanakan dalam pengelolaan lingkungan
hidup dalam rangka perlindungan kawasan pantai dari abrasi, gelombang pasang
dan tsunami.
Paradigma perencanaan program pemberdayaan masyarakat seharusnya
mulai berubah dari perencanaan kegiatan yang bersifat top down dan sentralistik
bergerak
menuju
kepada
perencanaan
yang
bersifat
bottom
up
yang
mengutamakan partisipasi masyarakat untuk dapat menggali kebutuhan prioritas
dari masyarakat setempat. Untuk dapat mengakomodasikan potensi yang dimiliki
masyarakat dan menggorganisasikan kegiatan-kegiatan perbaikan lingkungan
hidup perlu dibentuk suatu organisasi non formal yang mampu menjembatani
172
keinginan dan aspirasi masyarakat sehingga kegiatan yang berlangsung dapat
berjalan sesuai dengan keinginan masyarakat setempat. Tokoh masyarakat
memiliki pengaruh yang besar terhadap partisipasi masyarakat dalam menjalankan
program kegiatan. Tokoh masyarakat perlu diikutsertakan dalam kegiatan
peningkatkan
kualitas
lingkungan
hidup
masyarakat.
Kegiatan
yang
memungkinkan masyarakat memiliki akses untuk berpartisipasi sehingga dapat
memperbaiki persepsi tentang perekonomian masyarakat, sosial dan kualitas
lingkungan yang baik dan menumbuhkan motivasi meningkatkan perkonomian,
sosial dan kualitas lingkungan sehingga masyarakat dapat berpartisipasi secara
aktif dalam meningkatkan perekonomian, sosial dan kualitas lingkungan hidup.
Keberhasilan kegiatan TSP yang dilaksanakan Pertamina, ditandai dengan
pembangunan prasarana umum masyarakat di wilayah kerja Pertamina, seperti:
jalan raya yang sudah di aspal, jembatan yang layak, pelabuhan, tempat ibadah
yang layak, balai pertemuan masyarakat, poliklinik dan lembaga kesehatan, sarana
olah raga, taman kota dan tempat pembuangan sampah, yang semuanya dapat
dinikmati oleh masyarakat untuk menunjang kegiatan dan kehidupan sehari-hari.
5.8. Pengujian terhadap Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguatkan hasil dari dugaan
sementara sesuai dengan hipotesis penelitian yang telah dibuat pada bab
sebelumnya. Dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari enam
pengujian hipotesis dan masing-masing pengujian tersebut tersaji dalam tabel di
bawah ini.
5.8.1. Hubungan Antara Karakteristik Individu
dengan Penilaian Aktivitas Komunikasi Organisasi
Pengujian ini merupakan pengujian hipotesis yang pertama, yaitu untuk
melihat hasil tingkat hubungan antara karakteristik individu dengan penilaian
aktivitas komunikasi organisasi yang terdiri dari peubah saluran komunikasi,
peubah mutu informasi dan peubah pendamping program kegiatan, tersaji dalam
Tabel 19 dibawah ini.
173
Tabel 19. Hubungan antara karakteristik individu dengan penilaian
aktivitas komunikasi organisasi
Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada
Peubah
Saluran
Mutu
Pendamping Program
Komunikasi
Informasi
Kegiatan
Umur
0,337**
0,232*
O,231*
Pendidikan Formal
0,457**
0,256**
0,266**
Pendidikan
Non
0,259**
0,229*
0,288**
Formal
Status Sosial
0,117
0,097
0,059
Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ;
**) sangat nyata pada α 0,01
Tabel 19 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis pertama, terdapat
hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara umur dengan peubah saluran
komunikasi di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini disebabkan karena
responden yang berumur lebih tinggi dan masuk dalam umur produktif akan
semakin baik dalam menilai saluran komunikasi yang tepat untuk memperoleh
informasi. Saluran komunikasi terdiri dari saluran komunikasi interpersonal
maupun komunikasi media massa. Komunikasi interpersonal jika dilaksanakan
secara rutin kepada masyarakat akan menciptakan komunikasi yang efektif.
Komunikasi interpersonal yang rutin terjalin akan memuncul rasa saling terbuka
dalam berkomunikasi, timbul rasa empati, rasa untuk mendukung dan tindakan
positif. Hal ini sesuai dengan pendapat DeVito (1997) mengatakan bahwa ciri-ciri
komunikasi interpersonal, antara lain: Keterbukaan (openess) merupakan sikap
terbuka dalam melakukan komunikasi interpersonal; Empati (emphaty)
komunikasi interpersonal akan berlangsung kondusif apabila menunjukkan sikap
empati
dalam
berkomunikasi
interpersonal;
Dukungan
(supportiveness)
memberikan sikap dukungan yang berasal dari komunikator agar komunikan mau
ikut berpartisipasi; Rasa positif (positivenes) merupakan kecenderungan seseorang
untuk mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa salah yang
berlebihan; Kesetaraan (equality) merupakan perasaaan sama dengan orang lain
sebagai manusia tidak tinggi atau tidak rendah walaupun terdapat perbedaan
dalam kemampuan tertentu.
Semakin sering dilaksanakan komunikasi interpersonal akan semakin
efektif komunikasi yang berlangsung, antara komunikator dan komunikan saling
174
mengenal dan saling memahami, sesuai dengan teori penetrasi sosial, Teori ini
menyatakan bahwa kepribadian manusia berlapis-lapis seperti lapisan bawang.
Setiap lapisan menunjukkan kedalaman kepribadian seseorang. Pada umumnya
saat berkomunikasi, manusia hanya mengaktifkan lapisan terluar. Sedangkan
lapisan-lapisan dalam hanya dapat diakses oleh pelaku komunikasi yang memiliki
hubungan dekat. Kedalaman penetrasi menunjukkan kedalam pengungkapan
pribadi seseorang.
Semakin banyak umur responden akan semakin baik dalam memilih media
komunikasi untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Hal
diatas sesuai
dengan
Teori uses and
gratification, dimana teori ini
mempertimbangkan apa yang dilakukan orang pada media, yaitu menggunakan
media sebagai pemuas kebutuhannya, yang menimbulkan harapan tertentu dari
media massa yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan dan
menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat lainnya.
Hasil pengamatan di lapangan menguatkan pernyataan ada hubungan yang
sangat nyata antara umur dengan saluran komunikasi, bahwa masyarakat yang
masuk dalam umur produktif akan lebih selektif dalam menilai saluran
komunikasi yang tersedia di sekeliling mereka sebagai sarana dalam memperoleh
informasi. Masyarakat Majakerta cenderung menggunakan radio komunitas
Caraka FM sebagai sarana mereka dalam memperoleh informasi, hal ini seperti
yang diungkapkan oleh salah seorang masyarakat Majakerta, bahwa:
“Radio Caraka FM memiliki siaran khusus untuk para nelayan,
karena mata pencaharian kami di Desa Majakerta sebagian besar
adalah nelayan dan petambak. Walaupun siaran radio tidak terlalu
lama namun setiap hari menyiarkan informasi untuk para nelayan
dan petambak. Siaran ini diberikan waktu untuk berinteraksi dan
tanya jawab dengan para pendengar. Komunitas pendengar yang
sering mendengarkan siaran radio Caraka FM ini berasal dari
masyarakat yang berumur lebih tinggi, kami terhimpun dalam
komunitas pendengar Caraka FM. Selain itu Radio Caraka FM
merupakan radio komunitas yang memantau Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang merupakan program
pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat sekitar.”
Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara umur dengan peubah mutu
informasi di Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin
175
tinggi umur seseorang akan semakin seleksi dalam menilai informasi yang
berguna bagi dirinya. Masyarakat yang lebih tua akan lebih mudah dalam menilai
informasi yang memiliki kualitas baik yang sesuai dengan kebutuhannya,
informasi yang relevan, mengandung unsur inovasi, bahasa yang mudah untuk
dimengerti dan informasi tersebut mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi,
sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
Berkaitan dengan pernyataan salah seorang masyarakat Majakerta di atas
menguatkan pernyataan ada hubungan yang nyata antara umur dengan peubah
mutu informasi, bahwa para nelayan yang usia nya lebih tinggi akan lebih baik
dalam menilai informasi yang bermutu bagi mereka, karena mayoritas masyarakat
Majakerta adalah nelayan dan petambak maka informasi yang bermutu bagi
mereka adalah informasi yang sesuai dengan mata pencaharian mereka.
Terdapat hubungan yang nyata
(p<0,05) antara umur dengan peubah
pendamping program kegiatan TSP di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta. Hal
ini dikarenakan semakin tinggi umur responden maka akan semakin mudah
menilai pendamping program kegiatan TSP yang baik untuk melakukan
komunikasi, motivasi dan transfer belajar kepada responden.
Pengamatan di lapangan dan hasil diskusi kelompok yang dilakukan
dengan tokoh informal dan masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat yang usia
lebih tinggi lebih mudah untuk dimotivasi di bandingkan dengan masyarakat yang
usia lebih rendah, terlihat pada Desa Balongan masyarakat yang usianya lebih
tinggi sering terlibat dalam pertemuan non formal yang dilakukan oleh
pendamping program kegiatan maupun yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
seperti: pertemuan di balai desa dan pertemuan di kantor Kecamatan Balongan,
sedangkan masyarakat yang usia lebih rendah jarang terlibat dalam kegiatan
maupun pertemuan non formal yang diselenggarakan oleh pendamping program
kegiatan maupun pemerintah daerah.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan formal
dengan peubah saluran komunikasi di Balongan, Majakerta, Sukaurip. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi pendidikan formal seseorang akan semakin baik
dalam menilai saluran komunikasi yang digunakan untuk memperoleh informasi.
176
Saluran komunikasi baik melalui komunikasi interpersonal maupun dengan
komunikasi media massa.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi pendidikan formal seseorang akan
semakin baik dalam memahami fungsi dari masing-masing saluran komunikasi
sehingga lebih selektif dalam memilih saluran komunikasi yang digunakan. Hasil
diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan dengan masyarakat, dapat di
simpulkan bahwa masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih memahami fungsi
dari masing-masing media dan lebih selektif menggunakan media yang sesuai
dengan kebutuhannya. Masyarakat Balongan memiliki tingkat pendidikan lebih
tinggi dibandingkan dengan masyarakat Sukaurip dan Majakerta, sehingga lebih
selektif dalam menggunakan saluran komunikasi. Masyarakat Majakerta
mengatakan bahwa dirinya menggunakan media massa hanya untuk mendapatkan
informasi tentang seputar mata pencahariannya saja, namun masyarakat Balongan
yang memiliki pendidikan lebih tinggi mengatakan bahwa saluran komunikasi
yang tersedia digunakannya untuk mendapatkan pengetahuan, informasi dan
hiburan. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari salah seorang masyarakat
Majakerta dalam Box 9.
Box 9: “Menurut saya masyarakat yang memiliki pendidikan formal yang
tinggi akan mengetahui berbagai macam fungsi masing-masing dari media
cetak dan media elektronik, karena setiap media memiliki ciri khas tersendiri
yang tidak dimiliki oleh media lainnya. Masyarakat yang memiliki
pendidikan formal yang tinggi akan lebih mudah untuk memilih informasi
yang dicari dan dibutuhkan sesuai dengan media yang tersedia, baik media
cetak dan media elektronik.”
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan formal
dengan peubah mutu informasi di Balongan, Sukaurip, Majakerta. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang akan semakin
baik dalam menilai informasi yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhannya.
Masyarakat Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta yang mengenyam
pendidikan formal lebih tinggi akan lebih seleksi dalam memilih, menerima dan
177
menyerap informasi yang disampaikan baik melalui komunikasi interpersonal
maupun melalui media massa yang ada.
Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa Desa
Balongan
mayoritas
penduduknya
mengenyam
pendidikan
lebih
tinggi
dibandingkan dengan Desa Sukaurip dan Majakerta sesuai dengan hasil pengujian
hubungan, terdapat hubungan yang sangat nyata antara pendidikan formal dengan
peubah saluran komunikasi, dan pendidikan formal dengan peubah mutu
informasi Desa Balongan memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Desa Sukaurip dan Majakerta. Pendidikan formal yang tinggi akan
membentuk masyarakat untuk mampu memilih saluran komunikasi yang sesuai
dengan informasi yang dibutuhkan.
Hasil diskusi kelompok yang dilakukan dengan masyarakat Balongan,
Sukaurip dan Majakerta mengatakan bahwa masyarakat yang mengenyam
pendidikan formal yang lebih tinggi akan lebih selektif dalam memilih media
yang baik dan informasi yang bermutu. Seperti yang diungkapkan oleh salah
seorang masyarakat, tertuang dalam Box 10 di bawah ini :
Box 10: “Saya lebih sering mencari media yang ada di luar kabupaten
Indramayu untuk menambah informasi saya, karena media lokal yang
tersedia tidak selalu menyajikan informasi yang saya perlukan. Seperti hal
nya saya mengakses internet dan menonton televisi nasional. Pertamina
kadang-kadang menggunakan media internet dalam menyampaikan
informasi kepada masyarakat, namun yang disayangkan mengapa
pendamping program kegiatan tidak mengajarkan kepada pemuda untuk
dapat mengakses internet. Di daerah Balongan ini juga terdapat warung
internet (warnet), yang menunjukkan bahwa media internet bukan media
yang baru bagi pemuda dan pemudi di Indramayu.”
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan formal
dengan pendamping program kegiatan TSP di Desa Balongan, Sukaurip,
Majakerta. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal masyarakat akan lebih baik
dalam menilai pendamping program kegiatan TSP dalam menyampaikan
informasi belajarnya kepada masyarakat. Karena semakin tinggi pendidikan
178
formal yang ditempuh masyarakat akan semakin mudah pendamping program
melakukan komunikasi, motivasi dan transfer belajar kepada masyarakat.
Hasil dari diskusi kelompok yang dilakukan dengan melibatkan
pendamping program kegiatan menunjukkan bahwa selama ini yang dilakukan
oleh pendamping program kegiatan TSP lebih mudah untuk melakukan interaksi,
komunikasi, motivasi dan berbagi pengetahuan kepada masyarakat yang memiliki
pendidikan formal lebih tinggi, karena mereka sudah terbiasa dalam menerima
pengajaran dan transfer belajar dibangku sekolah.
Pendapat di atas dikuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sumaryo (2009), mengatakan bahwa pendidikan formal memberi bekal
kemampuan kognitif seseorang, yaitu peningkatan kesadaran, belajar dan
tambahan pengetahuan, sehingga mereka mampu untuk memanfaatkan peluang
usaha yang ada demi untuk meningkatkan pendapatan, namun pendidikan non
formal memberi bekal menambah kemampuan konatif seseorang, yaitu perilaku
dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan non
formal dengan peubah saluran komunikasi di Desa Balongan, Sukaurip,
Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat terlibat dan mengikuti
kegiatan TSP yang dilakukan Pertamina akan semakin seleksi dalam menilai
saluran komunikasi yang sesuai dengan informasi yang dibutuhkan. Pendidikan
non formal yang dilakukan oleh Pertamina melatih masyarakat untuk menjadi
lebih kreatif, terutama lebih seleksi dalam menentukan saluran komunikasi yang
digunakan masyarakat dalam memperoleh informasi. Pendidikan non formal
memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang tidak didapatkan di pendidikan
formal. Pendidikan non formal yang disampaikan melalui pendamping program
kegiatan mendorong masyarakat untuk menjadi entrepreneurship. Pendidikan non
formal yang sering diikuti oleh masyarakat akan menciptakan masyarakat menjadi
lebih siap dalam bersaing dengan pihak lain.
Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara pendidikan non formal
dengan peubah mutu informasi di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta, hal ini
dikarenakan semakin sering masyarakat mengikuti pendidikan non formal yang
179
dilaksanakan oleh Pertamina akan semakin seleksi dalam memilih informasi yang
bermutu dan bermanfaat bagi dirinya. Melalui pendidikan non formal masyarakat
diberikan informasi, pengetahuan dan bekal ketrampilan yang bervariasi sehingga
pengetahuan masyarakat akan semakin berkembang.
Hasil pengamatan di lapangan diperoleh hasil bahwa masyarakat yang
sering terlibat dalam pendidikan non formal lebih mudah untuk memperoleh
informasi yang disampaikan baik melalui saluran komunikasi interpersonal
maupun media massa. Setiap informasi yang disampaikan oleh Pertamina akan
berbeda media yang digunakan tergantung dari kebutuhannya. Sebagai contoh
informasi mengenai lowongan pekerjaan di Pertamina untuk masyarakat dapat
diperoleh melalui radio, televisi dan surat kabar. Berbeda dengan informasi seperti
dilaksanakan pengajian, perkumpulan ibu-ibu, pertemuan rutin masyarakat,
informasi tersebut dapat diperoleh melalui brosur maupun poster yang dipasang di
sekitar kantor Hupmas. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang sering
terlibat dalam berbagai kegiatan TSP akan memperoleh informasi yang bervariasi
dibanding dengan masyarakat yang jarang terlibat dalam kegiatan TSP.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan non
formal dengan peubah pendamping program kegiatan TSP, di Desa Balongan,
Sukaurip, Majakerta. Semakin sering masyarakat mengikuti pendidikan non
formal akan semakin baik dalam menilai dan melakukan komunikasi, termotivasi
dalam mengerjakan sesuatu dan transfer belajar yang dilakukan oleh pendamping
program kegiatan. Hal ini dikarenakan peran dari pendamping program kegiatan
adalah menyampaikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang disampaikan
sangat bervariasi tergantung dari kebutuhan masyarakat, sehingga semakin sering
masyarakat terlibat dalam pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh
Pertamina akan semakin tinggi rasa kepercayaan masyarakat terhadap
pendamping program kegiatan dalam menyampaikan informasi. Informasi yang
diterima diharapkan dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Dari uji hubungan yang dilakukan diperoleh hasil pada umumnya diterima
untuk umur, pendidikan formal. Pendidikan non formal dengan peubah saluran
komunikasi, mutu informasi dan pendamping program kegiatan.
180
5.8.2. Hubungan Antara Karakteristik Individu
denganTingkat Partisipasi Masyarakat
Pengujian ini merupakan pengujian hipotesis yang kedua, yaitu untuk
melihat hasil tingkat hubungan antara karakteristik individu dengan partisipasi
masyarakat dalam implementasi kegiatan TSP, yang terdiri dari indikator
partisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan, melaksanakan, memanfaatkan
dan mengevaluasi kegiatan TSP, yang tersaji dalam Tabel di bawah ini.
Tabel 20. Hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat
partisipasi
masyarakat dalam implementasi kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan
Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada
Indikator
Merencanakan Melaksanakan Memanfaatkan Mengevaluasi
Kegiatan
kegiatan
kegiatan
Kegiatan
Umur
0,230*
0,290**
0,287**
0,237*
Pendidikan
0,302**
0,229*
0,229*
0,099
Formal
Pendidikan
0,381**
0,443**
0,377**
0,109
Non Formal
Status Sosial
0,311**
0,390**
0,322**
0,290**
)
)
Keterangan: * nyata pada α 0,05 ;
** sangat nyata pada α 0,01
Tabel. 20 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis kedua, dapat
diketahui bahwa terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara umur dengan
tahap merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta. Hal
ini dikarenakan semakin tinggi umur masyarakat akan sering dilibatkan dalam
merencanakan kegiatan TSP yang dilakukan oleh Pertamina. Kebanyakan
masyarakat yang umurnya tinggi dan dituakan di masyarakat adalah tokoh agama,
tokoh masyarakat dan tokoh adat, sering dilibatkan dalam merencanakan kegiatan
TSP oleh Pertamina, sehingga kegiatan yang berlangsung merupakan perwakilan
dari keinginan masyarakat.
Hasil diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan mengatakan bahwa
adanya forum komunikasi perencanaan kegiatan TSP desa. Forum ini
dilaksanakan secara bergantian yang bertujuan mengkaji dan menggali kebutuhan
masyarakat di tingkat RT dan RW. Output dari forum komunikasi perencanaan
desa ini adalah dokumen prioritas kegiatan TSP yang akan dilaksanakan di
masing-masing desa. Biasanya pihak yang terlibat dalam forum komunikasi
181
perencanaan desa ini adalah: tokoh masyarakat, masyarakat yang dituakan dan
pendamping program kegiatan (LSM dan pemerintah daerah). Dalam forum
komunikasi perencanaan kegiatan desa yang menjadi fasilitator adalah lembaga
pemberdayaan masyarakat desa (LPMD).
Pendapat diatas dikuatkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hikmana (2010), mengatakan bahwa forum komunikasi perencanaan TSP desa
biasanya dihadari oleh tokoh masyarakat desa, masyarakat yang dituakan,
pengurus RT, RW dan pemerintah daerah. Kegiatan ini dilakukan dengan tiga
tahap diantaranya: pra forum komunikasi perencanaan desa, tahap ini
dilaksanakan ditingkat RT, RW dengan kegiatan utama mengidentifikasi
permasalahan dan kebutuhan masyarakat, selanjutnya tahap forum komunikasi
perencanaan TSP desa, tahap ini membahas dan mengkaji permasalahan dan
kebutuhan masyarakat dan tahap terakhir adalah menyusun rencana TSP jangka
menengah desa yang dilakukan selama satu periode ke depan.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara umur dengan tahap
melaksanakan kegiatan TSP di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi umur masyarakat akan semakin tinggi tingkat
partisipasi masyarakat pada tahap melaksanakan kegiatan TSP. Biasanya
masyarakat yang terlibat dalam tahap sebelumnya yaitu tahap merencanakan akan
terlibat pada tahap melaksanakan kegiatan TSP, yang merupakan kelanjutan
kegiatan dari tahap perencanaan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat.
Hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang tokoh masyarakat
Desa Sukaurip mengatakan bahwa:
“Masyarakat sangat antusias dalam mengikuti kegiatan TSP, apalagi
ada kegiatan amal yang mereka peroleh melalui kegiatan tersebut,
misalkan mendapatkan uang atau sembako, pembagian susu cair dan
sebagainya membuat masyarakat menjdai tertarik untuk mengikuti
kegiatan tersebut. Namun jika kegiatan kegiatan yang dilaksanakan
hanya untuk pertemuan rutin dan pelatihan, biasanya yang hadir
hanya tokoh masyarakat dan beberapa orang masyarakat saja”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan TSP yang
dilakukan oleh Pertamina akan dihadiri oleh masyarakat jika kegiatan yang
182
dilaksanakan bersifat perbuatan amal. Masyarakat ingin mendapatkan sesuatu
dengan cara yang singkat melalui kegiatan yang berlangsung. Idealnya kegiatan
yang dapat memberdayakan masyarakat adalah kegiatan yang disertakan dengan
pelatihan dan sosialisasi namun kegiatan yang sifatnya perbuatan amal hanya
memberikan manfaat jangka pendek bagi masyarakat, sehingga masyarakat
menjadi kurang berdaya dan terus-menerus menggantungkan hidupnya kepada
perusahaan.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara umur dengan tahap
memanfaatkan kegiatan TSP di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi umur seseorang akan semakin tinggi keinginan dalam
memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang diperolehnya selama mengikuti
kegiatan TSP. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan TSP
diharapkan akan dimanfaatkan dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari
untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Hasil diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa
masyarakat yang sering dan rutin terlibat dalam kegiatan TSP memanfaatkan
berbagai informasi dan keterampilan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti halnya kegiatan bertenak ayam dan bebek, budidaya lele dan ikan mas
serta pencerahan masyarakat tentang pentingnya lingkungan hidup yang sehat,
yang sudah dilakukan oleh Pertamina melalui berbagai kegiatan dan pelatihan.
Diharapkan pengetahuan yang didapatkan melalui kegiatan TSP dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Saat ini Pertamina lagi memfokuskan kegiatan di
bidang pengelolahan lingkungan hidup yaitu: “Pertamina selamatkan bumi”.
Kegiatan ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, karena informasi
tersebut sangat berguna, untuk menjaga lingkungan hidup agar tetap asri, kegiatan
yang dilakukan antara lain penanaman pohon peneduh jalan dan pemeliharaannya
pada setiap sisi jalan raya dan penanaman mangrove beserta pemeliharaannya di
sepanjang laut yang berdekatan dengan pemukiman penduduk agar terhindar dari
abrasi oleh air laut, penyumbangan pot tanaman dan pembuatan tempat
pembuangan sampah. Kegiatan ini terus dilaksanakan agar lingkungan hidup
183
masyarakat terbebaskan dari polusi air, udara dan tanah untuk mendukung
kegiatan dan aktivitas masyarakat.
Jika informasi yang diperoleh dari berbagai kegiatan TSP bermanfaat bagi
masyarakat, biasanya tokoh informal berinisiatif untuk mengadakan pertemuan
dengan masyarakat untuk menyampaikan dan berbagi informasi yang mereka
peroleh dari pendamping program kegiatan maupun dari Pertamina kepada
masyarakat. Informasi dapat diperoleh masyarakat melalui pelatihan, seminar,
lokakarya, maupun dari media komunikasi, sehingga seluruh masyarakat
mengetahui mengenai informasi tersebut. Tokoh informal di Kecamatan Balongan
berperan sebagai opinion leders bagi masyarakat sekitar, hal ini sesuai dengan
model komunikasi dua tahap.
Model dari Katz dan Lazarsfeld (1995) sering disebut sebagai model
komunikasi dua tahap (two flow model of communication). Menjelaskan tentang
proses pengaruh penyebaran informasi melalui media massa kepada khalayak.
Menurut model ini penyebaran dan pengaruh informasi yang disampaikan melalui
media massa terjadi kepada khalayaknya tidak terjadi secara langsung (satu
tahap), melainkan melalui perantara seperti misalnya pemuka pendapat (opinion
leaders). Dengan demikian proses pengaruh penyebaran informasi melalui media
massa terjadi dalam dua tahap; pertama, informasi mengalir dari media massa ke
para pemuka pendapat; kedua dari pemuka pendapat kesejumlah orang yang
menjadi pengikutnya.
Studi yang pernah dilakukan bahwa di kebanyakan negara berkembang
(termasuk Indonesia), proses penyebaran informasi melalui media massa ke
khalayak luas cenderung mengikuti pola komunikasi dua tahap. Namun dalam
perkembangan selanjutnya para ahli menemukan bahwa terdapat variasi dalam
penyebaran informasi tidak selamanya berjalan secara dua tahap atau lebih dari
dua tahap bergantung pada kondisi individu khalayaknya. Model ini yang
kemudian disebut sebagai multi step flow communications atau komunikasi
banyak tahap.
Bagi kebanyakan masyarakat di kota-kota besar dan berlatarbelakang
sosial dan ekonomi yang relatif tinggi, penyebaran informasi melalui saluran
184
komunikasi umumnya berjalan secara langsung (satu tahap). Sementara itu proses
komunikasi yang terjadi di masyarakat di daerah perdesaan seperti masyarakat
Balongan, Sukaurip dan Majakerta dengan latar belakang sosial dan ekonomi
yang relatif rendah, penyebaran informasi tidak berjalan dengan satu tahap
melainkan beberapa tahap. Misalnya informasi tentang kegiatan TSP di bidang
ekonomi, sosial dan pengelolahan lingkungan hidup disampaikan oleh
pendamping program kegiatan kepada tokoh informal yang memiliki kemampuan
dan keahlian lebih yang lebih dibandingkan dengan masyarakat lokal, kemudian
tokoh informal melalukan pertemuan dengan masyarakat untuk menyampaikan
informasi yang mereka miliki untuk disampaikan kepada masyarakat lokal
lainnya. Informasi yang disampaikan oleh tokohinformal akan lebih diterima
masyarakat daripada informasi yang disampaikan pihak luar. Hal ini diperkuat
oleh pendapat salah seorang tokoh informal Sukaurip dalam Box 11.
Box 11: “Masyarakat disini memang masih mendengarkan pendapat dari
tokoh masyarakat. Setiap masyarakat yang ada masalah biasanya bercerita
dengan masyarakat yang dituakan atau tokoh informal dan selalu berharap
memperoleh masukan dan saran dari tokoh informal tersebut. Pendapat dari
tokoh informal sampai dengan saat ini masih didengar dan dipercayai
sebagai arahan yang sangat berharga. Dengan demikian Pertamina
menggunakan tokoh informal sebagai salah satu saluran interpersonal
kepada masyarakat luas dalam menyampaikan informasinya, selain
menggunakan pemerintah daerah maupun pihak swasta lainnya.”
Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara umur dengan tahap
mengevaluasi kegitan TSP di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini
dikarenakan semakin tinggi umur seseorang akan semakin seleksi dalam
mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Pertamina. Melalui evaluasi
kegiatan TSP yang telah berlangsung dapat menjadi masukan untuk kegiatan
berikutnya.
Hal ini sesuai dengan yang terjadi di lapangan dimana dalam melakukan
evaluasi terhadap kegiatan TSP hanya dilakukan oleh Pertamina, pendamping
program kegiatan, tokoh informal dan masyarakat yang dituakan. Tidak semua
masyarakat dilibatkan dalam evaluasi kegiatan TSP, hal ini dikarenakan
185
Pertamina merasa bahwa masyarakat belum mampu untuk melakukan evaluasi
kegiatan dikarena tingkat pendidikan, kemampuan dan pengalaman yang belum
dimiliki oleh masyarakat secara umum. Pertamina mengganggap bahwa pendapat
dari tokoh informal dan masyarakat yang dituakan merupakan perwakilan dari
pendapat mayoritas masyarakat. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari seorang
masyarakat dalam Box 12 berikut ini.
Box 12: “Dalam mengevaluasi kegiatan TSP masyarakat tidak pernah
sekalipun dilibatkan sehingga kami tidak mengetahui apakah kegiatan yang
telah berlangsung hasilnya sudah maksimal atau belum. Masyarakat
berkeinginan untuk terlibat dalam evaluasi kegiatan agar mengetahui hasil
dari kegiatan tersebut. Kami kurang mengetahui mengapa masyarakat tidak
pernah dilibatkan dalam tahap evaluasi. Terkadang tokoh masyarakat
dilibatkan dalam evaluasi namun untuk kegiatan-kegiatan tertentu saja
selebihnya yang melakukan evaluasi kegiatan adalah Pertamina dan
pendamping program kegiatan.”
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan formal
dengan tahap merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan
Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang
ditempuh masyarakat akan semakin percaya diri masyarakat untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tahap merencanakan, memberikan masukan, saran dan kritik
bagi perencanaan kegiatan TSP agar dapat berjalan dengan baik dan maksimal.
Hasil yang diperoleh melalui pertemuan yang dilakukan dengan para
pemuda Balongan, Sukaurip dan Majakerta mengatakan bahwa pendidikan formal
yang tinggi akan menciptakan kepercayaan diri masyarakat dalam berkomunikasi
dan berinteraksi sehingga dalam merencanakan kegiatan TSP pemuda desa sering
terlibat dalam memberikan masukan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang mengenyam pendidikan lebih tinggi memiliki pengetahuan yang
lebih baik dibandingkan dengan masyarakat yang hanya mengenyam pendidikan
dasar, dengan demikian masyarakat yang pendidikan formalnya lebih rendah
menjadi kurang percaya diri jika dilibatkan dalam merencanakan kegiatan TSP
dengan pihak Pertamina maupun dengan pendamping program kegiatan.
186
Seperti dalam kegiatan TSP di bidang sosial, kegiatan yang dilaksanakan
antara lain kegiatan pendidikan dengan tema “Cerdas bersama Pertamina”.
Kegiatan ini merupakan pemberian bantuan buku-buku pelajaran dan alat tulis dan
pemberian beasiswa kepada masyarakat yang berprestasi. Dalam kegiatan
merencanakan dan melaksanakan kegiatan ini yang dilibatkan adalah masyarakat
yang memiliki pendidikan formal yang tinggi, karena melalui pengalaman
masyarakat pada saat mengenyam pendidikan akan mampu memberikan masukan
dan saran terhadap kegiatan yang berlangsung, sehingga kegiatan cerdas bersama
Pertamina dapat berlangsung dengan maksimal, tepat sasaran dan dapat
bermanfaat bagi masyarakat.
Terdapat hubungan yang nyata antara (p<0,05) pendidikan formal dengan
tahap melaksanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan formal masyarakat akan
semakin tinggi rasa ingin untuk terlibat dalam tahap melaksanakan kegiatan TSP.
Hasil diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa
masyarakat yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi akan lebih sering
terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina maupun oleh
perusahaan lainnya. Bukan hanya terlibat dalam kegiatan yang bersifat charity
atau perbuatan amal saja namun juga dalam kegiatan yang bersifat community
development yang manfaatnya dapat memberdayakan masyarakat, seperti
mengikuti pelatihan, sosialisasi, pembinaan, pertemuan rutin masyarakat. Hal ini
dikarenakan masyarakat akan memperoleh manfaat dalam setiap melaksanakan
kegiatan TSP. Hal ini dikarenakan masyarakat yang berpendidikan tinggi
memiliki lebih banyak pengetahuan dan pengalaman dibandingkan dengan yang
berpendidikan lebih rendah.
Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara pendidikan formal dengan
memafaatkan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Semakin
tinggi tingkat pendidikan formal masyarakat akan semakin tinggi rasa ingin untuk
memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan TSP
dalam kehidupan sehari-hari.
187
Pengamatan yang dilakukan di lapangan mengatakan bahwa masyarakat
yang memiliki pendidikan formal yang tinggi akan lebih sering memanfaatkan
informasi yang diperoleh melalui kegiatan yang diikutinya. Hal ini terlihat pada
kegiatan TSP di bidang sosial, Pertamina mempersiapkan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat lokal, namun sebelum bekerja masyarakat harus mengikuti pelatihan
dan sosialisasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang akan dijalani. Melalui
kegiatan TSP yang dilaksanakan masyarakat menjadi percaya diri karena telah
dibekali pendidikan yang tinggi, informasi, pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan dalam melakukan pekerjaannya.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan non
formal dengan merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan
Majakerta. Hal ini jelas terlihat bahwa semakin sering masyarakat terlibat dalam
berbagai kegiatan TSP sebagai pendidikan non formal yang dilakukan Pertamina,
akan semakin terbiasa dalam merencanakan kegiatan berikutnya yang akan
dilaksanakan.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan non
formal dengan melaksanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan
Majakerta sebesar. Hal ini dikarenakan pendidikan non formal yang disampaikan
kepada masyarakat dapat menambah pengetahuan, ketrampilan dan informasi
masyarakat. Kegiatan TSP yang dilaksanakan selalu mempunyai manfaat yang
positif yang dapat diperoleh masyarakat dan perusahaan.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendidikan non
formal dengan memanfaatkan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan
Majakerta. Hal ini dikarenakan pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh
Pertamina adalah kegiatan untuk menambah pengetahuan, kreatifitas dan
informasi kepada masyarakat. Kegiatan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan
dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pengamatan di lapangan pendidikan non formal yang
dilaksanakan oleh Pertamina di bidang ekonomi, sosial dan pengelolahan
lingkungan hidup, kegiatan yang dilaksanakan sangat beragam, ada kegiatan yang
bersifat charity, pilantropi dan community development. Kegiatan ini dilaksanakan
188
sebagian besar berasal dari hasil survei kebutuhan masyarakat. Pendamping
program kegiatan TSP menyampaikan informasi kepada masyarakat dan
memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam tahap merencanakan,
melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan.
Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan terlihat bahwa dalam
program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi yang
dilaksanakan oleh Pertamina dalam rangka memberikan nilai tambah dan
memandirikan masyarakat yang dalam pelaksanaanya bekerjasama dengan
Kecamatan Balongan, pemerintah daerah maupun dengan pihak swasta lainnya.
Pendamping program kegiatan memotivasi masyarakat untuk terlibat dalam
berbagai kegiatan yang dilaksanakan, karena kegiatan tersebut bermanfaat bagi
pemberdayaan masyarakat. Program ini dilakukan secara berkelanjutan. Pelatihan
agribisnis terpadu bidang usaha ikan air tawar dan lele, pelatihan transparansi
terumbu karang, pelatihan ternak bebek dan ayam serta pengelolaan ikan air laut.
Masyarakat yang mengikuti kegiatan TSP tersebut akan memanfaatkan informasi
dan pengetahuan yang diperolehnya melalui pelatihan agribisnis tersebut dapat
dipraktekkan dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari yang berguna untuk
menambah penghasilan masyarakat. Biasanya dalam melakukan pelatihan
agribisnis tersebut masyarakat akan dibagi-bagikan secara cuma-cuma untuk
dimanfaatkan di rumah.
Hasil diskusi kelompok yang dilakukan dengan masyarakat menjelaskan
bahwa program pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat ini
dilakukan khusus untuk masyarakat yang tinggal di wilayah ring satu, yaitu Desa
Balongan, Sukaurip dan Majakerta dan ring dua Kilang Balongan, yaitu Desa
Limbangan, Tinumpuk, Sukareja, Tegalurung, Rawadalem, Singaraja. Program
pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat ini terlaksana atas partisipasi
aktif dari masyarakat dalam tahap merencanakan dan tahap melaksanakan
program pelatihan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat.
Diharapkan dari program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang
dilaksanakan dapat dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Sasaran pemberdayaan bagi masyarakat di bidang ekonomi adalah masyarakat
189
yang tinggal di ring satu dan ring dua dari kilang Balongan, bertujuan untuk
memberdayakan ekonomi masyarakat secara merata. Program ini telah
dilaksanakan sejak tahun 2005 dan berlangsung sampai dengan sekarang, yang
diharapkan dalam kegiatan ini adalah menciptakan pemberdayaan masyarakat di
bidang ekonomi secara merata. Selain itu juga melalui pembinaan dapat
mengurangi tingkat pengangguran. Hal ini seperti yang diutarakan oleh salah
seorang masyarakat Majakerta dalam Box 13.
Box 13: “Masyarakat mendapatkan pekerjaan terhadap pelatihan-pelatihan
yang telah dilaksanakan oleh Pertamina Balongan, sebagai dampak positif
untuk pendekatan awal dan masukan yang diinginkan oleh masyarakat,
melalui program pembinaan kami merasakan adanya hubungan emosional
yang mengarahkan pada berkembangnya perekonomian masyarakat sekitar
kilang Balongan. Kultur sedikit berubah dan SDM menjadi semakin
berkualitas dan siap bersaing dengan pihak lain, sehingga dapat
menciptakan kemerataan perekonomian masyarakat.”
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara status sosial dalam
merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara status sosial dengan
melaksanakan kegiatan TSP masyarakat Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara status sosial dengan
memanfaatkan kegiatan TSP untuk Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara status sosial dengan
mengevaluasi kegiatan TSP untuk Desa Balongan, Desa Sukaurip dan Desa
Majakerta.
Hal ini dikarenakan masyarakat yang memiliki status sosial, sering
dilibatkan oleh Pertamina dalam merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan
dan mengevaluasi kegiatan TSP dibandingkan dengan non tokoh informal. Ini
menunjukkan bahwa di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta pendapat dari
tokoh informal masih lebih diutamakan dibandingkan dengan non tokoh informal,
sehingga dalam berbagai kegiatan TSP yang dilaksanakan Pertamina sering
190
melibatkan tokoh informal dan masyarakat yang dituakan sebagai perwakilan
pendapat dari masyarakat.
Seperti hasil yang diperoleh pada saat dilakukan diskusi kelompok bahwa
dalam pembangunan balai keterampilan masyarakat sebagai pusat kegiatan dan
pusat informasi, serta untuk sharing peningkatan kemampuan manajemen,
Pertamina serta pendamping program kegiatan melibatkan tokoh informal dalam
merencanakan serta melaksanakan kegiatan TSP. Tokoh informal dianggap
sebagai panutan di masyarakat, sehingga saat dilibatkan tokoh informal dalam
pembangunan balai keterampilan masyarakat dianggap sudah terwakili aspirasi
dari seluruh masyarakat.
Hasil diskusi kelompok yang dilakukan dengan tokoh informal
mengatakan bahwa pelatihan agribisnis terpadu bidang usaha ini tidak berjalan
secara berkesinambungan dan belum ada pelatihan lanjutan yang dapat diterima
masyarakat, sehingga masyarakat yang mengikuti pelatihan agribisnis ini saja
yang baru memperoleh informasi dan memanfaatkannya dalam kehidupan seharihari selebih dari itu masyarakat yang tidak mengikuti pelatihan tersebut tidak
mengetahui kegiatan tersebut karena belum ada kegiatan lanjutannya yang
dilaksanakan oleh Pertamina.
Dari hasil uji hubungan diperoleh umumnya diterima untuk umur dengan
merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP.
Pendidikan formal dengan merencanakan, melaksanakan dan memanfaatkan
kegiatan TSP. Pendidikan non formal dengan merencanakan, melaksanakan dan
memanfaatkan kegiatan TSP. Status sosial dengan merencanakan, melaksanakan,
memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP.
5.8.3. Hubungan Antara Penilaian Aktivitas Komunikasi
Organisasi Dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat
Pengujian ini merupakan pengujian hipotesis yang ketiga, yaitu untuk
melihat hasil tingkat hubungan antara penilaian aktivitas komunikasi organisasi
yang terdiri dari peubah saluran komunikasi, peubah mutu informasi dan peubah
pendamping program kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap
191
merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP,
tersaji dalam Tabel 21 di bawah ini.
Tabel 21. Hubungan antara penilaian aktivitas komunikasi organisasi
dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi
kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan
Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada
Peubah
Merencanakan Melaksanakan Memanfaatkan Mengevaluasi
Saluran
0,300**
0,240*
0,290**
0,002
komunikasi
Mutu
0,350**
0,312**
0,327**
0,189
informasi
Pendamping
0,379**
0,370**
0,226*
0,021
program
Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ;
**) sangat nyata pada α 0,01
Tabel 21 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis ketiga, dapat
diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara saluran
komunikasi dengan merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan
Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin rutin komunikasi interpersonal yang
dilakukan dengan masyarakat akan semakin aktif masyarakat terlibat dalam
merencanakan kegiatan TSP. Melalui komunikasi interpersonal yang rutin
dilaksanakan akan menciptakan rasa kedekatan dan empati pendamping program
terhadap permasalahan yang dihadapi, sehingga masyarakat mendapatkan solusi
bagi permasalahan yang dihadapi melalui sharing dan berbagi pendapat, serta
memotivasi masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan TSP. Semakin sering
masyarakat menggunakan media massa dalam memperoleh informasi akan
semakin tinggi keinginan untuk terlibat dalam merencanakan kegiatan TSP. Hal
ini dikarenakan masyarakat yang sering menggunakan media massa dalam
memperoleh informasi akan memiliki pengetahuan yang lebih, sehingga menjadi
percaya diri untuk terlibat dalam merencanakan kegiatan. Memberikan masukan
dan saran yang berguna untuk penyempurnaan kegiatan yang dilaksanakan.
Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa
saluran media massa yang tersedia, digunakan dan dimanfaatkan oleh Pertamina
untuk menyampaikan informasi tentang kegiatan TSP, sehingga dengan
mengkonsumsi media massa, masyarakat menjadi mengetahui kegiatan TSP yang
192
akan dilaksanakan. Media cetak yang sering digunakan untuk menyampaikan
informasi terhadap kegiatan TSP yang dilaksanakan antara lain: brosur, poster,
banner dan koran lokal, sedangkan media elektronik yang digunakan adalah radio
lokal Indramayu. Pemilihan media massa yang digunakan tergantung dari
seberapa penting informasi yang disampaikan dan seberapa luas target audience
yang dijangkau.
Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara saluran komunikasi dengan
melaksanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini
dikarenakan semakin sering informasi disampaikan melalui komunikasi
interpersonal dan saluran media massa akan semakin termotivasi masyarakat
untuk terlibat dalam melaksanakan kegiatan TSP.
Hasil diskusi kelompok yang dilakukan di lapangan didapatkan hasil
bahwa saluran media massa menjadi sarana Pertamina untuk menyampaikan
informasi tentang pelaksanaan kegiatan TSP. Misalkan kegiatan sunatan massal
bagi anak-anak yang tinggal di sekitar kilang Balongan. Informasi tersebut
disampaikan kepada masyarakat melalui saluran komunikasi interpersonal
maupun saluran media massa, dengan tujuan agar setiap anak yang ingin terlibat
dalam kegiatan ini dapat mengetahui secara pasti waktu dan tempat
pelaksanaannya. Masyarakat akan terlibat secara aktif dalam melaksanakan
kegiatan TSP jika kegiatan yang berlangsung bersifat perbuatan amal yang hanya
memberikan manfaat jangka pendek bagi mereka. Kegiatan tersebut dapat secara
langsung dirasakan manfaatnya.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara saluran komunikasi
dengan memanfaatkan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta,
hal ini dikarenakan semakin sering Pertamina melakukan penyebaran informasi
baik melalui saluran komunikasi interpersonal maupun saluran media massa
terhadap masyarakat akan semakin tinggi tingkat pengetahuan dan informasi yang
diterima masyarakat. Pengetahuan yang dimilikinya jika memberikan sesuatu
hasil dan manfaatnya maka akan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan
sehari-harinya.
193
Hasil di lapangan menunjukkan bahwa saluran komunikasi interpersonal
maupun saluran media massa dimanfaatkan oleh Pertamina dalam melakukan
penyebaran informasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat memperoleh
informasi yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Media yang biasa digunakan
oleh Pertamina adalah radio Pertamina dan radio MG FM dan Caraka FM.
Melalui radio ini informasi yang disampaikan oleh Pertamina yang berhubungan
dengan inovasi bagi mata pencaharian masyarakat. Informasi tersebut sangat
dibutuhkan masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan menciptakan
keberdayaan masyarakat.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara mutu informasi
dengan merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta.
Hal ini dikarenakan semakin bermutu informasi yang diberikan kepada
masyarakat akan semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap
melaksanakan kegiatan. Idealnya informasi yang disampaikan adalah informasi
yang memiliki mutu yaitu informasi yang sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat, informasi yang selalu mengandung unsur kebaruan bagi masyarakat,
dapat dipercaya kebenarannya dan informasi tersebut dapat mudah dipahami oleh
masyarakat sehingga informasi yang diperoleh dapat menyelesaikan setiap
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Hal ini diperkuat dengan pendapat
salah seorang masyarakat Balongan dalam Box 14.
Box 14: “Informasi yang bermutu adalah informasi yang dapat bermanfaat
bagi si penerimanya, misalkan informasi yang berhubungan mata
pencaharian masyarakat, informasi tentang kegiatan kemitraan antara
Pertamina dengan masyarakat maupun kegiatan non formal yang
bermanfaat. Kegiatan kemitraan merupakan salah satu kegiatan di bidang
ekonomi tentang program pembinaan dan pemberdayaan ekonomi dalam
rangka memberikan nilai tambah dan memberdayakan masyarakat dalam
pelaksanaannya. Program ini dilakukan secara berkelanjutan setiap setahun
sekali untuk menciptakan masyarakat menjadi berdaya di bidang ekonomi.”
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara mutu informasi
yang diterima dengan melaksanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip
194
dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin banyak informasi yang bermutu
diterima oleh masyarakat terhadap kegiatan TSP akan semakin tinggi tingkat
partisipasi masyarakat dalam tahap melaksanakan kegiatan TSP. Hal ini
dikarenakan melalui tahap melaksanakan kegiatan tersebut dapat dirasakan
manfaatnya dalam kehidupannya.
Hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat Desa Balongan
mengatakan bahwa:
“..saya sangat banyak memperoleh informasi dan pengetahuan yang
bermanfaat dari berbagai kegiatan TSP yang dilakukan oleh
Pertamina Balongan. Terutama dalam hal terbiasa dalam berbicara
secara formal. Dengan informasi dan pengetahuan tersebut saya
menjadi tertarik untuk terlibat dalam merencanakan kegiatan TSP.
Terkadang saya ikut memberikan masukan dan saran untuk
merencanakan kegiatan TSP selanjutnya.”
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara mutu informasi
dengan memanfaatkan kegiatan TSP, di Desa Balongan, Sukaurip, Majakerta. Hal
ini dikarenakan semakin tinggi mutu informasi yang diterima masyarakat akan
semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap memanfaatkan
kegiatan, sehingga melalui kegiatan yang diikuti oleh masyarakat dapat
memperoleh manfaat yang berguna dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-sehari.
Sebagai contoh yang diutarakan oleh masyarakat Majakerta mengenai
pembangunan sarana drainase, dimana melalui informasi yang disampaikan
melalui sosialisasi, seminar, lokakarya dan pertemuan mengenai mengenai
lingkungan hidup masyarakat menjadi paham bahwa dengan pembangunan sarana
drainase dan tidak melakukan pembuangan sampah disembarang tempat sehingga
dapat mencegah terjadinya banjir dan mencegah wabah penyakit ketika musim
hujan. Dengan berbagai informasi yang bermutu yang mereka terima dapat
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara pendamping
program kegiatan dengan merencanakan kegiatan TSP, di Desa Balongan,
Sukaurip dan Majakerta. Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara
pendamping program kegiatan dengan melaksanakan di Desa Balongan, Sukaurip
195
dan Majakerta. Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara pendamping
program kegiatan dengan memanfaatkan kegiatan TSP, di Desa Balongan,
Sukaurip dan Majakerta.
Hal ini dikarenakan semakin intensif pendamping program kegiatan
berkomunikasi dengan masyarakat, memotivasi masyarakat dan melakukan
transfer belajar akan semakin tertarik masyarakat untuk merencanakan dan
melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan TSP. Komunikasi yang baik yang
dilaksanakan oleh pendamping program kegiatan TSP yang sangat diharapkan
oleh masyarakat untuk mengatasi berbagai pertanyaan dan masalah yang dihadapi
masyarakat sehingga melalui komunikasi intensif yang dilakukan oleh
pendamping program kegiatan TSP secara konvergen akan menanamkan
kepercayaan masyarakat kepada pendamping program kegiatan TSP sehingga
informasi yang disampaikan dapat dipercaya oleh masyarakat.
Dalam melakukan transfer belajar kepada masyarakat yang dilakukan
pendamping program kegiatan TSP haruslah disesuaikan dengan kondisi dan
pendidikan dari masyarakat sebagai penerima informasi sehingga yang
disampaikan tidak terbuang sia-sia. Dari observasi yang dilakukan di lapangan
terlihat bahwa pendamping program kegiatan dalam melakukan transfer belajar
kepada masyarakat sering dibantu dengan berbagai alat peraga agar mudah untuk
dimengerti, sehingga informasi yang disampaikan dimengerti oleh masyarakat dan
berguna bagi masyarakat. Pendamping program kegiatan TSP harus memahami
kondisi masyarakat lokal baik budaya, pendidikan dan adat istiadat masyarakat
lokal agar dalam menjalankan perannya sebagai komunikator, motivator dan
pentransfer informasi kepada masyarakat dapat disesuaikan dengan kemampuan si
penerima, sehingga informasi yang disampaikan tidak sia-sia.
Dari hasil uji hubungan umumnya diterima untuk peubah saluran
komunikasi, mutu informasi, dan pendamping program kegiatan TSP dengan
merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan kegiatan TSP.
196
5.8.4. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi Masyarakat
dengan Efektifitas Kegiatan TSP
Pengujian ini merupakan pengujian hipotesis yang keempat, yaitu untuk
melihat hasil tingkat hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap
merencanakan, melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP
dengan efektifitas kegiatan TSP yang terdiri dari peubah tingkat persepsi
masyarakat dan peubah tingkat keberdayaan masyarakat, tersaji dalam tabel di
bawah ini.
Tabel 22. Hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat persepsi
masyarakat terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan
Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada
Indikator
Persepsi di bidang
Persepsi di
Persepsi di bidang
ekonomi
bidang sosial
lingkungan
Merencanakan
0,397**
0,396**
0,379**
Melaksanakan
0,379**
0,331**
0,324**
Memanfaatkan
0,336**
0,310**
0,312**
Mengevaluasi
0,050
0,093
0,085
)
Keterangan: ** sangat nyata pada α 0,01
Tabel 22 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis keempat, dapat
diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara
merencanakan kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat dalam bidang ekonomi
di Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering
masyarakat berpartisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan TSP di bidang
ekonomi akan menciptakan persepsi positif terhadap berbagai kegiatan TSP yang
dilakukan dalam bidang ekonomi.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan di bidang
ekonomi yang dilakukan oleh Pertamina selama ini seperti pengelolahan tanah
penyangga, program kemitraan dan pemberdayaan, permodalan dan pembinaan
dilakukan untuk masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di bidang ekonomi sudah sesuai dengan keinginan masyarakat. Dalam
menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan di bidang ekonomi pendamping
program melakukan survei kebutuhan masyarakat dan melibatkan partisipasi
masyarakat sehingga dapat diketahui kegiatan TSP yang cocok untuk
197
dilaksanakan. Hal ini dikarena kegiatan ini berlangsung atas partisipasi dari
masyarakat dalam tahap merencanakan dan melaksanakan, diharapkan melalui
kegiatan yang berlangsung ini sesuai dengan keinginan dari masyarakat. Kegiatan
yang berjalan sesuai dengan keinginan dari masyarakat akan mendorong
masyarakat untuk berpartisipasi dan masyarakat memiliki persepsi yang positif
terhadap kegiatan di bidang ekonomi yang berlangsung.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara merencanakan
kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat dalam bidang sosial di Balongan,
Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat
berpartisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan TSP di bidang sosial akan
semakin berpersepsi baik terhadap kegiatan TSP yang dilakukan di bidang sosial.
Hal ini dikarenakan Pertamina sering merencanakan kegiatan di bidang sosial
sesuai dengan keinginan dari masyarakat, yaitu Pertamina melakukan kegiatan
yang bersifat perbuatan amal, sehingga masyarakat menjadi antusias terlibat
dalam kegiatan tersbut. Kegiatan yang berasal dari keinginan masyarakat akan
memberikan persepsi positif terhadap kegiatan TSP di bidang sosial dan
perusahaan.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan TSP di
bidang sosial yang dilakukan oleh Pertamina selama ini adalah kegiatan yang
bersifat charity (perbuatan amal) seperti santuan untuk orang tua jompo dan anak
yatim, pembagian sembako dan susu cair, melakukan sunatan massal, membangun
sarana fisik untuk kepentingan umum, meyediakan lapangan pekerjaan melibatkan
pertisipasi masyarakat dalam tahap merencanakan. Hal ini dikarenakan kegiatan
ini berlangsung atas keinginan dari masyarakat, diharapkan melalui kegiatan yang
berlangsung ini sudah sesuai dengan keinginan dari masyarakat akan menciptakan
persepsi yang positif terhadap kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan dan
bagi perusahaan. Hal ini seperti yang diutarakan oleh salah seorang masyarakat
Sukaurip dalam Box 15.
198
Box 15: “Dalam merencanakan setiap kegiatan yang akan dilaksanakan
sebaiknya pihak Pertamina lebih menitikberatkan pada bidang-bidang yang
menyangkut hajat hidup orang banyak, berdasarkan kebutuhan dan bersifat
seperti memberikan kail tidak memberikan umpan. Saran dari kami
implementasi kegiatan TSP harus lebih menarik, sesuai dengan keinginan
masyarakat dan menitikberatkan pada masalah-masalah yang berkaitan
dengan peningkatan kesejahteraan dan keberdayaan masyarakat, sehingga
masyarakat menjadi tertarik untuk imut serta”
Idealnya kegiatan TSP di bidang sosial adalah merupakan kegiatan yang
mengupayakan agar menciptakan masyarakat menjadi berdaya dalam berinteraksi
dan berkomunikasi baik secara formal maupun non formal dengan pihak luar
sehingga dapat mengutarakan keinginan, pendapatnya dan menentukan pilihannya
tanpa adanya paksaan (Hikmana, 2010).
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara merencanakan
kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat dalam bidang pengelolaan lingkungan
hidup di Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering
masyarakat berpartisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan TSP di
pengelolahan lingkungan hidup masyarakat akan semakin berpersepsi positif
terhadap kegiatan TSP yang dilakukan di bidang pengelolaan lingkungan. Hal ini
dikarenakan Pertamina sering melaksanakan kegiatan di bidang pengelolaan
lingkungan hidup karena lingkungan yang bersih dan nyaman akan mendukung
berlangsungnya berbagai kegiatan operasional kilang dan kegiatan sehari-hari
masyarakat, sehingga dapat berjalan dengan seimbang.
Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang sering dilakukan selama ini
bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kegiatannya antara lain:
penanaman pohon peneduh disepanjang jalan serta pemeliharaannya dan
penanaman mangrove serta pemeliharaannya untuk mencegah terjadinya abrasi air
laut pembangunan drainase untuk mencegah banjir, pengelolaan irigasi,
pembuatan WC umum, penanaman pohon jati disepanjang jalan dari Desa
Sukaurip sampai dengan Majakerta, melakukan pengerukan sungai untuk
normalisasi fungsi sungai. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menciptakan
199
lingkungan hidup yang asri bagi masyarakat yang terbebaskan dari polusi air,
udara dan tanah.
Selain itu dilakukan pelatihan dalam pembuatan pupuk organik yang
diperoleh dari proses limbah operasional Pertamina, masyarakat antusias untuk
merencanakan kegiatan pembuatan pupuk organik, Pertamina menyediakan
berbagai alat dan mesin yang digunakan. Kegiatan ini terus berkembang,
merupakan kegiatan dari keinginan masyarakat yaitu melakukan pembinaan
dalam penyiapan bibit unggul dengan cara penangkaran benih dan pengelolaan
tanah. Pertamina menyediakan alat yang dibutuhkan, sedangkan masyarakat
berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan dan melaksanakannya, dengan
demikian kegiatan ini berlangsung atas partisipasi masyarakat dalam tahap
melaksanakan dan diharapkan melalui berbagai kegiatan TSP di bidang
pengelolaan lingkungan hidup diharapkan dapat menciptakan citra dan persepsi
yang positif terhadap kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan
kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat dalam bidang ekonomi, di Balongan,
Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat
berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina,
akan semakin berpersepsi yang positif terhadap kegiatan TSP di bidang ekonomi.
Hal ini dikarenakan Pertamina sering melaksanakan berbagai kegiatan TSP di
bidang ekonomi secara rutin dan berkesinambungan yang bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian masyarakat.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan
kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat dalam bidang sosial di Balongan,
Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat
berpartisipasi aktif dalam kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan oleh
Pertamina akan berpersepsi positif terhadap kegiatan TSP di bidang sosial. Hal ini
dikarenakan Pertamina sering melaksanakan berbagai kegiatan TSP di bidang
sosial seperti malaksanakan kegiatan sosial dan kegiatan amal untuk masyarakat
sehingga melalui kegiatan tersebut masyarakat memiliki persepsi yang positif
terhadap kegiatan TSP di bidang sosial dan perusahaan karena kegiatan yang
200
berlangsung merupakan kegiatan yang diperoleh dari survei kebutuhan
masyarakat.
Dari diskusi kelompok yang dilakukan dengan staf Hupmas, didapatkan
hasil bahwa kegiatan di bidang sosial yang dilaksanakan oleh Pertamina
merupakan kegiatan yang bersifat kegiatan charity. Kegiatan charity ini
merupakan kegiatan yang diinginkan oleh masyarakat melalui hasil survei yang
dilakukan pendamping program kegiatan. Kesempatan ini yang digunakan oleh
Pertamina untuk mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam tahap
melaksanakan kegiatan TSP. Kegiatan charity ini merupakan kegiatan yang
memberikan manfaat jangka pendek bagi masyarakat namun kegiatan ini
merupakan kegiatan yang membutuhkan dana lebih sedikit dibandingkan dengan
kegiatan yang bersifat community development. Kegiatan charity dapat dengan
secara cepat untuk menciptakan persepsi dan citra positif masyarakat terhadap
perusahaan.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan
kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat di bidang pengelolahan lingkungan
hidup, di Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering
masyarakat berpartisipasi dalam tahap melaksanakan kegiatan di bidang
pengelolaan lingkungan hidup akan berpersepsi positif masyarakat terhadap
kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan
Pertamina sering melaksanakan berbagai kegiatan TSP di bidang pengelolaan
lingkungan hidup seperti malaksanakan kegiatan pembangunan sarana lingkungan
hidup, pembangunan drainase, penanaman pohon, pencerahan masyarakat tentang
lingkungan hidup dan pembinaan pengelolaan pupuk organik, sehingga melalui
kegiatan tersebut masyarakat memiliki persepsi positif terhadap kegiatan TSP di
bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara memanfaatkan
kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat terhadap kegiatan di bidang ekonomi,
di Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering
masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan TSP yang dilakukan Pertamina akan
semakin bermanfaat informasi yang diperoleh untuk diterapkan dalam kehidupan
201
masyarakat. Hasil dari pemanfaatan kegiatan TSP terutama di bidang ekonomi
akan memberikan persepsi yang positif dari masyarakat terhadap kegiatan TSP
terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini seperti yang diutarakan oleh salah
seorang masyarakat Balongan dalam Box 16.
Box 16: “Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat di bidang ekonomi yaitu
terjadinya peningkatan ekonomi masyarakat terutama dengan dilakukannya
kegiatan pemberian modal yang digulirkan kepada masyarakat disamping
membuka lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat juga dapat
mengurangi tingkat pengangguran masyarakat. Diharapkan dalam
merencanakan kegiatan TSP yang berlangsung melibatkan masyarakat agar
kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan keinginan, aspirasi dan kondisi
daerah, sehingga bermanfaat bagi masyarakat penerima kegiatan TSP.”
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara memanfaatkan
kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat terhadap kegiatan di bidang sosial di
Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering
masyarakat memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai kegiatan TSP,
masyarakat akan semakin berpersepsi positif terhadap kegiatan TSP terutama
dalam bidang sosial. Pertamina dalam melaksanakan berbagai kegiatan dalam
bidang sosial telah sesuai dengan keinginan dari masyarakat sehingga melalui
kegiatan di bidang sosial dapat menciptakan persepsi masyarakat yang positif
terhadap perusahaan dan kegiatan TSP.
Dari uji hubungan diperoleh hasil umumnya diterima untuk indikator
merencanakan, melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan TSP dengan persepsi di
bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan.
202
Tabel 23.
Hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat
keberdayaan
masyarakat dalam implementasi kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan
Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada
Indikator
Keberdayaan di
bidang ekonomi
Merencanakan
0,330**
Melaksanakan
0,399**
Memanfaatkan
0,358**
Mengevaluasi
0,235*
Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ;
Keberdayaan di
Keberdayaan di
bidang sosial
bidang lingkungan
0,393**
0,337**
0,259**
0,264**
0,104
0,242*
0,108
0,009
**) sangat nyata pada α 0,01
Tabel 23 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis keempat, dapat
diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara
merencanakan kegiatanTSP dengan keberdayaan di bidang ekonomi, di Desa
Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering
masyarakat berpartisipasi dalam tahap merencanakan kegiatan di bidang ekonomi
akan semakin berdaya di bidang ekonomi. Dengan partisipasi dalam tahap
merencanakan dapat memberikan masukan bagi Pertamina, agar dalam
melaksanakan kegiatan TSP selanjutnya di bidang ekonomi adalah kegiatan yang
dapat merberdayakan masyarakat dalam bidang ekonomi dan sesuai dengan
kebutuhan dari masyarakat.
Hal ini diperkuat oleh pendapat dari salah seorang masyarakat Balongan
dalam Box 17.
Box 17: “Implementasi dari program kegiatan TSP terhadap masyarakat,
memberikan dua manfaat positif, yaitu meningkatnya partisipasi masyarakat
dalam melaksanakan kegiatan TSP dan memberdayakan masyarakat.
Harapan saya dari program kegiatan TSP ini agar dilakukan secara rutin dan
berkesinambungan. Masukan untuk perkembangan kegiatan TSP berikutnya
supaya lebih banyak menjalin kerjasama dengan lembaga pemberdayaan
masyarakat. Melakukan program pemberdayaan khususnya di bidang
ekonomi, agar perekonomian masyarakat menjadi meningkat dan merata.”
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara merencanakan
kegiatan TSP dengan keberdayaan di bidang sosial, di Desa Balongan, Sukaurip
dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat berpartisipasi
203
dalam tahap merencanakan kegiatan TSP Pertamina akan semakin berdaya
masyarakat di bidang sosial. Partisipasi masyarakat dalam merencanakan berbagai
kegiatan TSP akan semakin meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam bidang
sosial, hal ini dikarenakan kemampuan masyarakat terlibat dalam merencanakan
kegiatan TSP dalam mengutarakan pendapat dan keinginannya tanpa paksaan dari
pihak lain menunjukkan bahwa masyarakat telah berdaya di bidang sosial.
Hal ini diperkuat dengan pendapat masyarakat Majakerta dalam Box 18.
Box 18: “Dalam merencanakan kegiatan TSP di bidang sosial diharapkan
walaupun bersifat perbuatan amal tetapi tetap memperhitungkan dampak
yang diterima oleh masyarakat. Seperti memberikan beasiswa kepada
masyarakat yang berprestasi sehingga dapat menciptakan SDM yang
berkualitas, meningkatkan kesehatan masyarakat sehingga dapat menciptakan
masyarakat yang sehat jasmani.”
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara merencanakan
kegiatan TSP dengan persepsi di bidang pengelolaan lingkungan hidup, di Desa
Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering
masyarakat berpartisipasi terutama dalam tahap merencanakan kegiatan Pertamina
di bidang pengelolaan lingkungan hidup akan semakin berdaya di bidang
pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan dalam merencanakan kegiatan
TSP di bidang pengelolaan lingkungan hidup melalui pelatihan, sosialisasi dan
lokakarya akan menciptakan keberdayaan masyarakat di bidang pengelolaan
lingkungan hidup.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan
kegiatan TSP dengan persepsi di bidang ekonomi, di Desa Balongan, Sukaurip
dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat terlibat dalam
melaksanakan berbagai kegiatan TSP akan semakin berdaya di bidang ekonomi.
Dimana melalui kegiatan TSP yang dilaksanakan, masyarakat memperoleh
informasi dan pengetahuan yang dapat diterapkan dalam kehidupannya. Dari hasil
pengamatan
yang
dilakukan
di
lapangan
menunjukkan
bahwa
dalam
melaksanakan kegiatan TSP yang telah dilaksanakan oleh Pertamina Balongan
terutama dalam bidang ekonomi sebahagian besar merupakan kegiatan yang
204
bersifat
community
development
yang bertujuan
untuk
memberdayakan
masyarakat di bidang ekonomi.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan
kegiatan TSP dengan persepsi di bidang sosial di Desa Balongan, Sukaurip dan
Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat terlibat dalam
melaksanakan berbagai kegiatan TSP akan semakin berdaya di bidang sosial.
Bahwa dalam melaksanakan kegiatan TSP menciptakan masyarakat yang berdaya
di bidang sosial. Hasil pengamatan di lapangan menguatkan bahwa masyarakat
yang sering terlibat dalam melaksanakan kegiatan TSP merupakan masyarakat
yang berdaya di bidang sosial, yaitu masyarakat yang mampu menyampaikan
keinginan dan pendapatnya pada saat acara berlangsung tanpa ada paksaan dari
pihak manapu.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara melaksanakan
kegiatan TSP dengan persepsi masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan,
Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering
masyarakat terlibat dalam melaksanakan berbagai kegiatan TSP terutama di
bidang pengelolaan lingkungan hidu akan menciptakan masyarakat yang berdaya
di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Hasil pengamatan yang diperoleh di
lapangan menunjukkan bahwa dalam berbagai kegiatan di bidang pengelolaan
lingkungan hidup mengajarkan masyarakat tentang pentingnya lingkungan hidup
yang bersih dan sehat, sehingga dengan melaksanakan kegiatan TSP di bidang
pengelolaan lingkungan akan menjadi berdaya di bidang pengelolaan lingkungan.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara memanfaatkan
kegiatan TSP dengan keberdayaan di bidang ekonomi, di Desa Balongan,
Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat
berpartisipasi dalam tahap memanfaatkan berbagai kegiatan TSP yang dilakukan
oleh Pertamina Balongan akan semakin berdaya masyarakat di bidang ekonomi.
Dengan pertisipasi masyarakat dalam tahap memanfaatkan berbagai kegiatan
dalam bidang ekonomi akan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk
membentuk skill yang bertujuan meningkatkan pendapatan keluarga, pembinaan
masyarakat
dibekali
keahlian
dan
pengetahuan
yang
bertujuan
untuk
205
mempersiapkan masyarakat yang berdaya dan mandiri. Melalui kegiatan rutin
yang dilaksanakan membantu
masyarakat
bertujuan
untuk
menciptakan
masyarakat menjadi lebih berdaya di bidang ekonomi, sehingga tujuan
pembangunan untuk menciptakan pemberdayaan masyarakat dapat terwujud.
Salah satu tujuan pembangunan masyarakat adalah mendorong terjadinya
perubahan dan pembiasaan warga dari penerima pembangunan dan pelayanan
(pasif) menuju warga yang kapabel dan berpartisipasi (aktif) menentukan pilihan,
menangani isu bersama dalam masyarakat. Pendekatan seperti itu dipahami
sebagai paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered
development) yang menempatkan masyarakat sebagai fokus maupun sumber
utama pembangunan. Pendekatan itu dipandang sebagai suatu strategi alternatif
yang menjamin komplementaritas dengan pembangunan bidang lain. Orientasinya
ada pada penumbuhan kualitas mendorong kemampuan dan kapasitaswarga
masyarakat terlibat dalam keputusan penting menyangkut kehidupannya
(Saharuddin, 2009).
Terdapat hubungan yang nyata (p<0,05) antara mengevaluasi kegiatan
TSP dengan kemampuan masyarakat di bidang ekonomi, di Desa Balongan,
Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan semakin sering masyarakat terlibat
dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Pertamina dalam tahap
mengevaluasi akan semakin berdaya masyarakat dalam bidang ekonomi, karena
melalui pengevaluasian kegiatan yang telah dilaksanakan masyarakat akan
semakin mengetahui manfaatnya untuk pemberdayaan masyarakat dalam bidang
ekonomi.
Dari hasil uji hubungan diperoleh umumnya diterima untuk merencanakan
dan melaksanakan kegiatan TSP dengan keberdayaan di bidng ekonomi, sosial
dan pengelolaan lingkungan. Memanfaatkan kegiatan TSP dengan keberdayaan di
bidang ekonomi dan pengelolaan lingkungan. Mengevaluasi kegiatan TSP dengan
keberdayaan di bidang ekonomi.
206
5.8.5. Hubungan Antara Tingkat Persepsi Masyarakat
dengan Tingkat Keberdayaan Masyarakat
Pengujian ini merupakan pengujian terhadap hipotesis yang kelima, yaitu
untuk melihat hasil tingkat hubungan timbal balik antara peubah tingkat persepsi
masyarakat dengan peubah tingkat keberdayaan masyarakat, yang hasilnya tersaji
dalam Tabel 24 di bawah ini.
Tabel 24. Hubungan antara tingkat persepsi masyarakat dengan tingkat
keberdayaan masyarakat dalam implementasi kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan
Koefisien korelasi rank Spearman (r s ) pada
Indikator
Keberdayaan di Keberdayaan di
Keberdayaan di
bidang ekonomi
bidang sosial
bidang lingkungan
hidup
Persepsi dibidang
0,332**
0,139
0,097
ekonomi
Persepsi di bidang
0,306**
0,323**
0,156
sosial
0,306**
0,304**
0,281**
Persepsi di bidang
lingkungan
Keterangan: **) sangat nyata pada α 0,01
Tabel 24 pada penelitian ini disebut sebagai hipotesis kelima, dapat
diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara persepsi
masyarakat dalam bidang ekonomi dengan keberdayaan masyarakat dalam bidang
ekonomi di Balongan, Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan orang yang
memiliki persepsi baik terhadap kegiatan di bidang ekonomi, dalam hal ini tertarik
untuk mengikuti pelatihan yang dilaksanakan Pertamina akan lebih kompetitif
dalam membangun usaha dan kegiatan ekonominya.
Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa
kegiatan TSP yang dilakukan dalam bidang ekonomi merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat, kegiatan bersifat community
development bukan kegiatan yang bersifat charity ataupun pilantropi. Kegiatan di
bidang ekonomi digerakkan Pertamina untuk dilaksanakan secara berkelanjutan
agar pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi akan terjadi. Hal ini
menjadi alasan bahwa masyarakat yang berpersepsi baik terhadap kegiatan TSP
adalah masyarakat yang rutin merencanakan, melaksanakan dan memanfaatkan
207
kegiatan TSP, sehingga pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi akan
tercapai.
Menciptakan masyarakat menjadi berdaya, perusahaan tidak hanya
memfokuskan kegiatan untuk meningkatakan pemberdayaan ekonomi masyarakat
saja namun juga meningkatkan pemberdayaan sosial atau aspek non materi,
seperti penelitian yang dilakukan oleh Suparjan (2008) mengatakan bahwa
program penanggulangan kemiskinan yang didasarkan pada pendekatan
pembangunan masyarakt, pada tahapan implementasinya akan berupaya untuk
mensinergikan antara kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial. Menciptakan
pemberdayaan masyarakat tidak hanya terfokus pada aktivitas ekonomi namun
lebih terfokus pada aspek non-materi seperti meningkatkan hubungan dan
identitas
masyarakat,
meningkatkan
kualitas
kepemimpinan
masyarakat,
menciptakan partisipasi masyarakat yang pada akhirnya bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara
persepsi
masyarakat dalam bidang sosial dengan keberdayaan masyarakat dalam bidang
ekonomi di desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta. Hal ini dikarenakan orang
yang memiliki persepsi sosial yang baik seperti kepercayaan dan martabat serta
merasa diperlakukan secara adil akan lebih kompetitif dalam membangun usaha
atau kegiatan ekonominya.
Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa
wirausaha masyarakat melalui pembuatan bengkel kendaraan bermotor oleh
Pertamina untuk masyarakat, pembangunan koperasi desa oleh Pertamina untuk
dikelolah masyarakat, yang mana hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat yang
bekerja ditempat wirausaha hasil binaan Pertamina. Selain ibu-ibu PKK dilatih
untuk menjahit, setelah dianggap mampu, Pertamina mulai mempercayakan ibuibu PKK untuk menjahit baju seragam karyawan Pertamina, dimana melalui
pelatihan yang bersifat sosial dapat menciptakan keberdayaan masyarakat di
bidang sosial. Hal ini diperkuat dengan pendapat salah seorang masyarakat
Balongan dalam Box 19.
208
Box 19: “ Dengan adanya kegiatan pelatihan menjahit dan kerajinan tangan
untuk ibu-ibu dapat menambah pendapatan bagi keluar sehingga melalui
pelatihan menjahit diharapkan dapat meningkatkan pemberdayaan
masyarakat di bidang ekonomi. Dapat membuka peluang untuk menciptakan
usaha baru dan lapangan pekerjaan baru yang dapat menampung banyak
masyarakat yang masih belum memiliki pekerjaan, sehingga dapat
meningkat pendapatan keluarga”.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara persepsi masyarakat
di bidang sosial dengan keberdayaan masyarakat di bidang sosial di Desa
Balongan, Sukaurip, dan Majakerta. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki
persepsi sosial yang baik seperti kepercayaan, martabat serta merasa diperlakukan
secara adil akan lebih percaya diri untuk berinteraksi dengan dengan orang lain
secara formal dan non formal dan mengembangkan kemampuan sosialnya.
Hasil pengamatan yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa bahwa
balai pengobatan yang terletak di wilayah Desa Balongan yang merupakan milik
pemerintah daerah, Pertamina ikut serta dalam membantu balai pengobatan
tersebut dengan menyediakan tenaga dokter dan obat-obatan untuk melayani
masyarakat yang kurang sehat secara cuma-cuma. Hal ini dilakukan karena
Pertamina memahami bahwa dalam beroperasi kilang Balongan memberikan
dampak negatif berupa polusi udara bagi masyarakat, yang mengakibatkan
menurunnya daya tahan tubuh hingga menyebabkan masyarakat banyak
mengalami penyakit pada saluran pernafasan. Balai pengobatan ini merupakan
suatu bentuk perhatian Pertamina kepada masyarakat.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara
persepsi
masyarakat dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup dengan keberdayaan
masyarakat dalam bidang ekonomi di Desa Balongan, Sukaurip dan Majakerta,
Hal ini dikarenakan orang yang memiliki persepsi baik terhadap kegiatan di
bidang lingkungan hidup seperti menjaga kelestarian lingkungan akan lebih
kompetitif dalam membangun usaha dan kegiatan ekonominya, seperti halnya
infrastruktur yang baik akan membantu proses perdagangan yang dilakukan oleh
209
masyarakat, lingkungan yang asri akan menciptakan masyarakat yang sehat,
sehingga dapat melaksanakan kegiatan dengan baik.
Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa infrastruktur jalan
yang baik yang selalu diperhatikan oleh Pertamina sangat mendukung masyarakat
dalam menjalankan kegiatan usahanya dan proses perdagangan menjadi lancar,
sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Perdagangan barang,
sayur-sayuran antar desa menjadi lancar.
Hasil diskusi kelompok yang dilakukan dengan masyarakat dari Desa
Balongan, Sukaurip dan Majakerta menunjukkan bahwa dalam pelatihan yang
dilakukan di bidang pengelolaan lingkungan hidup, seperti dalam pembuatan
pupuk organik yang diperoleh dari limbah operasional Pertamina, memelihara
pohon yang telah ditanam, melakukan pembinaan dalam penyiapan bibit unggul
dengan cara penangkaran benih dan pengelolaan tanah yang dilakukan diharapkan
dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat di bidang lingkungan hidup dan
bidang
ekonomi. Dengan
tercapai
peningkatan
kemampuan
masyarakat
pendapatan masyarakat. Hal ini diperkuat dengan pendapat salah seorang
masyarakat Majakerta dalm Box 2.
Box 20: “ Pelatihan mengenai pembuatan pupuk organik dari limbah
perusahaan merupakan salah satu bentuk dampak positif yang bisa
dimanfaatkan dari operasional perusahaan. Dengan pelatihan pembuatan
pupuk organik ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk
mendapatkan pupuk secara gratis agar hasil pertanian dan perkebunan
masyarakat menjadi meningkat. Hubungannya adanya meningkatnya
perekonomian masyarakat melalui pemanfaatan limbah operasional
perusahaan. Diharapkan Pertamina lebih banyak lagi program kegiatan
dari limbah perusahaan yang nantinya dikelola dan dapat bermanfaat bagi
masyarakat untuk peningkatan perekonomian masyarakat”.
Terdapat hubungan yang sangat nyata (p<0,01) antara
persepsi
masyarakat di bidang pengelolaan lingkungan hidup dengan keberdayaan
masyarakat dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup di Desa Balongan,
Sukaurip dan Majakerta, Hal ini dikarenakan orang yang memiliki persepsi baik
terhadap kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup seperti menjaga
210
kelestarian lingkungan akan lebih kompetitif orang yang memiliki persepsi
semakin baik penilaian masyarakat terhadap kegiatan di bidang pengelolaan
lingkungan hidup dengan keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup
akan semakin percaya masyarakat berbagai kegiatan yang dilaksanakan, dapat
membantu masyarakat menjadi lebih memanfaatkan kegiatan tersebut sehingga
pemberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan hidup akan terlaksana. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh salah seorang masyarakat Sukaurip dalam Box 21.
Box 21: “Kegiatan di bidang lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh
Pertamina sangat beragam namun terkadang kegiatan tersebut kurang
disertai dengan adanya berbagai pelatihan dan pembinaan bagi
masyarakat secara rutin dan berkesinambungan. Padahal jika setiap
kegiatan di bidang lingkungan hidup disertai dengan berbagai pelatihan
dan pembinaan seperti membuat pupuk organik dari limbah
perusahaan, melakukan pembinaan dalam penyiapan bibit unggul
dengan cara penangkaran benih dan pengelolaan tanah, masyarakat
menjadi mengetahui cara pembuatannya dan dapat dimanfaatkan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian masyarakat juga ikut
serta dalam menciptakan keberdayaan di bidang lingkungan hidup,
yang artinya masyarakat tahu bagaimana menjaga dan melestarikan
lingkungan hidup menjadi asri dan sehat. Lingkungan yang sehat akan
menjjadikan masyarakat yang sehat dan terhindar dari berbagai
penyakit. Harapan kami Pertamina selalu melakukan pembinaan dan
pelatihan disetiap kegiatan yang dilaksanakan agar bermanfaat bagi
masyarakat.”
Dari hasil uji hubungan diperoleh umumnya diterima untuk persepsi
dibidang ekonomi dengan keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi. Persepsi
di bidang sosial dengan keberdayaan di bidang ekonomi dan sosial. Persepsi di
bidang pengelolaan lingkungan di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan
lingkungan
211
5.9. Strategi Komunikasi Organisasi Melalui kegiatan Tanggungjawab
Sosial Perusahaan PT Pertamina Balongan
Pengelolaan komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP memerlukan
keseimbangan dan kesetaraan diantara berbagai pihak yaitu PT Pertamina
Balongan, pendamping program kegiatan (pemerintah daerah maupun LSM) dan
masyarakat, dengan kata lain perlu adanya kerjasama dan upaya membangun
kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan pemberdayaan
masyarakat di segala bidang kehidupan. Konsep kegiatan TSP melibatkan
tanggungjawab dari perusahaan, pendamping program kegiatan dan masyarakat.
Hubungan antara PT Pertamina Balongan, pendamping program kegiatan
(pemerintah daerah maupun LSM) dan masyarakat diharapkan dapat menjadi satu
kesatuan yang solid dan terpadu dalam mendukung pembangunan masyarakat,
yang akan memberikan keuntungan bagi semua pihak yang bekerjasama.
Memiliki tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang lebih terarah, sesuai
dengan tujuan, visi, misi dan paradigma dari kegiatan tanggungjawab sosial
perusahaan.
Paradigma kegiatan TSP pada PT Pertamina Balongan diperlukan adanya
perubahan paradigma pembangunan yang melandasi strategi pembangunan dan
strategi pemberdayaan masyarakat. Perubahan paradigma pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat, tidak hanya merupakan sasaran atau obyek dari
kegiatan TSP belaka tetapi masyarakat harus lebih berperan aktif dan
berpartisipasi sebagai subyek, perencana, pelaksana, pemanfaat dan sekaligus
sebagai pengawas atau pengevaluasi dalam berbagai bentuk pelaksanaan kegiatan
TSP yang bertumpu pada pemberdayaan masyarakat dalam segala bidang
kehidupan, sehingga menciptakan masyarakat yang mandiri dan berdaya.
Hal diatas diperkuat dengan pendapat Saudah (2010) bahwa Strategi dari
pemberdayaan masyarakat mengacu kepada orang-orang yang mempunyai
kemandirian, otonomi, mampu mengatasi krisis yang diperlukan saat ini, tetapi
berbagai macam cara pemberdayaan masyarakat yang telah diimplementasikan
masih belum menghasilkan sesuatu yang signifikan, hal ini dapat terjadi karena
strategi pemberdayaan yang telah digunakan tidak berdasarkan elemen –elemen
212
dari pemberdayaan itu sendiri. Model pemberdayaan yang efektif membutuhkan
sinergi yang kuat antara pemerintah, dan elemen dari masyarakat, terutama
perusahaan yang hidupnya disokong oleh masyarakat dan lingkungan sekitar, jadi
perusahaan harus menaruh perhatian terhadap pemberdayaan masyarakat sekitar
dengan kegiatan TSP.
Ditemukan permasalahan dari hasil analisis data bahwa penilaian aktivitas
komunikasi organisasi PT Pertamina Balongan, dalam kategori buruk dimana total
rataan skor berkisar antara 2,34 – 2,45, sedangkan dalam kategori baik untuk
indikator kemampuan pendamping program kegiatan dalam berkomunikasi
dimana rataan skornya pada 2,52. Hal ini dinilai oleh masyarakat dalam kategori
buruk dikarenakan komunikasi organisasi yang dilaksanakan selama ini oleh
Pertamina belum begitu baik sehingga berpengaruh kepada tingkat partisipasi
masyarakat yang buruk. Terbukti bahwa komunikasi organisasi yang baik sangat
mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap merencanakan,
melaksanakan, memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP.
Dari permasalahan diatas, mencoba untuk mencari strategi yang tepat
untuk mengatasi permasalahan, yaitu dengan memperbaiki komunikasi organisasi.
Aktifitas
komunikasi
organisasi
meliputi:
peningkatan
terhadap
saluran
komunikasi, peningkatan mutu informasi dan peningkatan pendamping program
kegiatan TSP. Kegiatan yang terangkum dalam bauran PENCILS menjadi
kegiatan yang terpadu, bukan merupakan kegiatan yang terpisah-pisah antara satu
kegiatan dengan kegiatan yang lainnya. Kegiatan hubungan pemerintah dan
masyarakat (HUPMAS) adalah memadukan bauran PENCILS menjadi suatu
kegiatan yang saling berkaitan dalam menciptakan komunikasi organisasi yang
baik untuk masyarakat sekitar dan stakeholders.
Tujuan sejati dari kegiatan TSP adalah peningkatan kesejahteraan bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan, dan membaiknya citra dan
persepsi masyarakat terhadap perusahaan. Tabel 18 tentang rataan skor efektivitas
kegiatan TSP menunjukkan bahwa kedua variabel ini belum baik di Balongan,
karena dari skala 0 sampai 4, skor untuk kedua variabel tersebut berkisar antara
2,44 – 2,56. Secara umum dapat dikatakan bahwa kegiatan TSP di PT Pertamina
213
Balongan belum berhasil dengan baik. Penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi
masyarakat terhadap PT Pertamina Balongan dan keberdayaan masyarakat
dipengaruhi
oleh
tingkat
partisipasi
masyarakat
dalam
setiap
tahapan
pengembangan masyarakat yang dilakukan terlihat dalam Tabel 22 dan Tabel 23,
artinya salah satu strategi yang harus dilakukan oleh PT Pertamina Balongan
adalah menciptakan dan meningkatkan kemauan, kemampuan, dan kesempatan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam tahap merencanakan, melaksanakan,
memanfaatkan dan mengevaluasi kegiatan TSP.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat
sangat dipengaruhi oleh penilaian masyarakat terhadap aktivitas komunikasi
organisasi yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu dari saluran komunikasi, mutu
informasi dan pendamping program kegiatan TSP, seperti yang terlihat pada Tabel
21. Jika dilihat dari Tabel 21 ini merupakan salah strategi yang kedua untuk
memperbaiki komunikasi organisasi, yaitu memperbaiki mutu dari kegiatan TSP.
Dalam memperbaiki mutu kegiatan TSP yang diperbaiki adalah komunikasi yang
terjalin. Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa masyarakat menilai aktivitas
komunikasi organisasi organisasi masih dalam kategori buruk.
Dari permasalahan di atas, mencoba untuk menemukan strategi yang
cocok terhadap peningkatan partisipasi masyarakat, diantaranya:
1. Meninginformasikan
kepada
masyarakat
seluruh
kegiatan
untuk
masyarakat sehingga masyarakat menjadi tahu.
2. Masyarakat akan berpartisipasi pada isu yang dianggap penting.
3.
Masyarakat akan berpartisipasi kalau ia menganggap bahwa tindakannya
akan membawa perubahan.
4. Ragam bentuk partisipasi harus dihargai.
5. Masyarakat perlu difasilitasi agar mampu berpartisipasi.
Dari uraian diatas dapat dibentuk beberapa strategi komunikasi organisasi
melalui kegiatan TSP yang dapat dilaksanakan oleh PT Pertamina Balongan,
antara lain:
214
Tabel 25. Strategi komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP PT Pertamina
Balongan
Masalah
Tahapan Strategi
Perbaikan
proses saluran
komunikasi.
Aktivitas
komunikasi
organisasi
yang belum
baik.
Perbaikan mutu
informasi.
Meningkatkan
pendamping
program
kegiatan TSP.
Partisipasi
Masyarakat
Persepsi
masyarakat
belum baik
Keberdayaan
masyarakat
belum baik.
Melibatkan
masyarakat
dalam
setiap
tahapan
partisipasi
masyarakat
Menciptakan
persepsi
masyarakat
terhadap
kegiatan TSP di
bidang
ekonomi, sosial
dan pengelolaan
lingkungan
Menciptakan
masyarakat
yang berdaya di
bidang
ekonomi, sosial
dan pengelolaan
lingkungan.
Proses
Hasil
Menggunakan saluran komunikasi
interpersonal dan saluran media
massa
dalam
menyampaikan
informasi dari PT Pertamina
Balongan kepada masyarakat dan
dari masyarakat kepada PT
Pertamina Balongan.
Informasi yang disampaikan kepada
masyarakat merupakan informasi
yang sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan dari masyarakat.
Saluran komunikasi interpersonal dan
media massa merupakan sarana yang
digunakan
perusahaan
dalam
menyampaikan informasi serta menerima
saran dan masukan dari masyarakat.
Menambah jumlah pendamping
program kegiatan, agar mampu
menjangkau masyarakat.
Pendamping program kegiatan mampu
menjangkau
masyarakat
secara
keseluruhan, sehingga terjalin komunikasi
yang efektif antara masyarakat dengan
pendamping program kegiatan TSP.
Melibatkan masyarakat dalam tahap
merencanakan kegiatan TSP.
Masyarakat
dilibatkan
dalam
merencanakan berbagai kegiatan TSP yang
akan berlangsung.
Masyarakat
dilibatkan
dalam
melaksanakan kegiatan TSP.
Masyarakat
dilibatkan
dalam
memanfaatkan kegiatan TSP.
Masyarakat
dilibatkan
dalam
mengevaluasi kegiatan TSP, sehingga
dalam merencanakan kegiatan TSP
berikutnya akan lebih bermanfaat.
Melibatkan masyarakat dalam tahap
melaksanakan kegiatan TSP.
Melibatkan masyarakat dalam tahap
memanfaatkan kegiatan TSP.
Melibatkan masyarakat dalam tahap
mengevaluasi kegiatan TSP.
Informasi yang disampaikan merupakan
informasi yang diharapkan dan bermanfaat
bagi masyarakat, karena telah sesuai
dengan yang dibutuhkan masyarakat.
Masyarakat
terlibat
dalam
pelaksanaan berbagai kegiatan TSP
di bidang ekonomi.
Masyarakat
terlibat
dalam
pelaksanaan berbagai kegiatan TSP
di bidang sosial.
Masyarakat
terlibat
dalam
pelaksanaan berbagai kegiatan TSP
di bidang pengelolaan lingkungan.
Persepsi masyarakat positif terhadap
kegiatan TSP di bidang ekonomi.
Melaksanakan kegiatan TSP di
bidang ekonomi yang bersifat
community development.
Melaksanakan kegiatan TSP di
bidang sosial yang berhubungan
dengan interaksi sosial masyarakat.
Melaksanakan kegiatan TSP di
bidang pengelolaan lingkungan
yang bersifat pelestarian terhadap
lingkungan.
Menciptakan masyarakat yang berdaya
secara merata di bidang ekonomi.
Persepsi masarakat yang positif terhadap
kegiatan TSP di bidang sosial.
Persepsi masarakat yang positif terhadap
kegiatan TSP di bidang pengelolaan
lingkungan.
Menciptakan masyarakat yang berdaya
secara merata di bidang sosial.
Menciptakan masyarakat yang berdaya
secara merata di bidang pengelolaan
lingkungan.
215
5.10. Implikasi Teoritis: Komunikasi Organisasi Sebagai
Komunikasi Interaktif Antara Perusahaan dengan Masyarakat
Salah satu fungsi dari komunikasi organisasi antara lain: sebagai fungsi
informatif, dimana organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemprosesan
informasi. Maksudnya seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat
memperoleh lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat
memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya
secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang
mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi.
Perspektif dalam komunikasi organisasi, antara lain:
1. Menurut Colin Cherry (Thoha, 1996), yang mewakili perspektif kognitif adalah
penggunaan lambang-lambang/simbol untuk mencapai kesamaan makna atau
berbagi informasi tentang satu objek kejadian. Informasi adalah suatu opini,
gagasan, fakta dari satu partisipan kepada kepada partisipan lainnya melalui
penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan disampaikan diterima
secara akurat, penerima akan memiliki informasi yang sama seperti yang
dimiliki pengirim, oleh karena itu tindakan komunikasi telah terjadi.
2. Menurut BF Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai
perilaku verbal atau simbolik dimana pengirim berusaha mendapatkan satu
efek yang dikehendaki pada penerima. Komunikasi adalah adanya satu respons
melalui lambang-lambang verbal dimana simbol verbal tersebut bertindak
sebagai stimuli untuk memperoleh respons. Dimana hubungan stimulus
respons antara pengirim dan penerima pesan.
Model komunikasi menurut Tubbs dan Moss (Mulyana, 1996) model
dalam organisasi antara lain:
1. Model Linear (one way communications), dalam model ini komunikator
memberikan suatu stimuli dan komunikasi dalam melakukan respon yang
diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi komunikasi yang
bersifat monolog.
2. Model komunikasi interaksional, sebagai kelanjutan dari model linear, dimana
pada model ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang
216
berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog dimana setiap pertisipan memiliki
peran ganda dalam arti pada suatu saat bertindak sebagai komunikator dan
pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3. Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat
dipahami dalam konteks hubungan antara dua orang atau lebih. Pandangan ini
menekankan semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak
dapat dikomunikasikan.
Secara teoritis sebaiknya kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi
perusahaan untuk masyarakat dengan pola interaksional, yaitu komunikasi
berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, dimana setiap partisipan memiliki
peran ganda dalam berkomunikasi. Pada saat tertentu bertindak sebagai
komunikator dan pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan. Pola
interaksional akan menciptakan kegiatan TSP yang baik, karena setiap kegiatan
yang dilaksanakan merupakan kegiatan yang berasal dari keinginan masyarakat,
tidak hanya keinginan dari pihak perusahaan saja.
Faktanya sebagian besar kegiatan TSP bersifat linear atau satu arah. PT
Pertamina Balongan menjalankan kegiatan TSP sebagai komunikasi organisasi
untuk masyarakat melalui kegiatan TSP bersifat linear atau satu arah, terlihat
dari pesan yang disampaikan didominasi terhadap kepentingan perusahaan,
sedangkan masyarakat hanya sebagai penerima pesan. Sebagai contoh PT
Pertamina Balongan yang berkepentingan dalam merencanakan kegiatan TSP
yang akan berlangsung, sedangkan masyarakat hanya dilibatkan dalam
merencanakan kegiatan. Idealnya komunikasi organisasi yang dilakukan oleh
Pertamina bersifat interaksional dan transaksional sesuai dengan paradigma
komunikasi saat ini yaitu komunikasi yang bersifat interkasional dan
transaksional. Kegiatan, program acara, berita, dan kegiatan TSP yang
disampaikan kepada masyarakat didominasi oleh Pertamina, sedangkan
stakeholders hanya sebagai penerima dari kegiatan, program acara, berita dan
kegiatan TSP yang dilakukan.
217
Menurut Wibisono (2007) bahwa kegiatan TSP yang dilakukan hanya
sebatas “kosmetik” saja. Hal ini tercermin dari berbagai aspek sejak perumusan
kebijakan dan penentuan orientasi program, pengorganisasian, pendanaan,
eksekusi program, hingga evaluasi dan pelaporan merupakan wewenang dari
perusahaan untuk menentukan dan mengambil keputusan, masyarakat hanya
menerima berbagai kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan.
Kegiatan TSP yang dilakukan oleh perusahaan sebenarnya memberikan
manfaat bagi perusahaan. Hal ini diperkuat dengan pendapat Susanto (2007a),
dengan melakukan kegiatan TSP dapat memberikan manfaat bagi perusahaan,
diantaranya: mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang
diterima perusahaan, sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan
dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis, kebanggan karyawan, mampu
memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para
stakeholdernya, meningkatnya penjualan, insentif lainnya seperti insentif pajak
dan berbagai perlakuan khusus lainnya.
Idealnya kegiatan TSP yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat
yang bersifat dua arah atau transaksional, tidak hanya memberikan manfaat bagi
perusahaan saja namun juga dapat memberikan manfaat untuk menciptakan
pemberdayaan masyarakat. Dalam menciptakan pemberdayaan masyarakat
diperlukan suatu sistem komunikasi agar terjalin komunikasi yang efektif antara
perusahaan dengan masyarakat yang mampu untuk mengarahkan pencapaian
tujuan pembangunan. Komunikasi yang terjalin harus mengedepankan sikap
aspiratif, konsultatif dan relationship.
Kegiatan TSP yang bersifat dua arah ini memberikan kesempatan bagi
masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif di setiap tahapan partisipasi dalam
berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan, sehingga masyarakat dapat
memberikan masukan dan saran dalam setiap kegiatan yang akan berlangsung
maupun yang telah berlangsung. Masyarakat tidak hanya sebagai penerima
informasi dari perusahaan namun juga sebagai pelaku pembangunan yang akan
menciptakan masyarakat yang berdaya dalam berbagai aspek kehidupan.
218
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian dan analisis hasil pembahasan, dapat
disimpulkan:
1. Bentuk komunikasi organisasi yang dilakukan oleh Pertamina Balongan untuk
masyarakat sangat beragam. Dalam melakukan komunikasi organisasi
Pertamina menggunakan bauran, diantaranya: Publication, Event, News,
Community involment, Inform or image, Lobby and negotiation, Social
Responsibility (PENCILS). Kegiatan TSP merupakan komunikasi organisasi
Pertamina untuk masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan
lingkungan hidup. Dalam menyampaikan informasi yang bermutu kepada
masyarakat,
Pertamina
menunjukkan
pendamping
program
kegiatan.
Pendamping program kegiatan dapat berasal dari pemerintah daerah dan LSM
untuk melakukan komunikasi interpersonal kepada masyarakat dan dibantu
dengan menggunakan komunikasi media massa.
2. Tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap melaksanakan dalam kategori baik
yang artinya masyarakat terlibat dalam melaksanakan kegiatan TSP karena
merasakan manfaat dari kegiatan tersebut, disamping itu biasanya Pertamina
menggabungkan kegiatan community development dengan kegiatan charity.
Tingkat persepsi masyarakat di bidang ekonomi dan sosial dalam kategori
baik yang artinya kegiatan TSP yang dilakukan di bidang ekonomi dan sosial
bermanfaat bagi masyarakat sehingga masyarakat berpersepsi baik terhadap
kegiatan di bidang ekonomi dan sosial, hal ini dikarenakan kegiatan di bidang
sosial sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. Tingkat
keberdayaan masyarakat masyarakat di bidang ekonomi dalam kategori baik
yang artinya berbagai kegiatan TSP yang dilaksanakan oleh Pertamina di
bidang ekonomi sudah mampu untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat
di bidang ekonomi.
3. Secara keseluruhan terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara
karakteristik individu dengan penilaian aktivitas komunikasi organisasi,
kecuali untuk hubungan antara status sosial dengan peubah saluran
komunikasi, mutu informasi dan pendamping program kegiatan TSP. Secara
220
keseluruhan terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara
karakteristik individu dengan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan TSP
kecuali untuk hubungan antara indikator pendidikan formal dengan tahap
mengevaluasi kegiatan dan hubungan antara pendidikan non formal dengan
tahap mengevaluasi kegiatan.
4. Secara keseluruhan terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara
penilaian
aktivitas
komunikasi
organisasi
dengan
tingkat
partisipasi
masyarakat terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan, kecuali
hubungan antara peubah saluran komunikasi, mutu informasi dan pendamping
program kegiatan dengan tahap mengevaluasi kegiatan TSP.
5. Secara keseluruhan terdapat hubungan yang sangat nyata antara partisipasi
masyarakat terhadap kegiatan TSP dengan efektifitas kegiatan TSP kecuali
untuk tahap mengevaluasi kegiatan TSP dengan indikator persepsi di bidang
ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan hidup dan hubungan antara
indikator tahap mengevaluasi kegiatan dengan keberdayaan di bidang
ekonomi, sosial dan pengelolaan lingkungan.
6. Secara keseluruhan terdapat hubungan yang sangat nyata dan positif antara
tingkat persepsi masyarakat dengan tingkat keberdayaan masyarakat kecuali
untuk hubungan antara persepsi di bidang ekonomi dengan keberdayaan di
bidang sosial dan pengelolaan lingkungan hidup, hubungan antara persepsi di
bidang sosial dengan keberdayaan di bidang pengelolaan lingkungan.
1.
6.2. Saran
Kegiatan TSP bertujuan untuk memberdayakan masyarakat. Untuk saluran
komunikasi interpersonal agar pendamping program kegiatan diperbanyak
agar dapat menjangkau masyarakat khususnya yang tinggal di wilayah ring I
kilang Balongan. Informasi yang disampaikan ke masyarakat merupakan
informasi yang bermutu yang artinya informasi yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Pendamping program kegiatan perlu dibekali oleh
pemahaman tentang masyarakat lokal sehingga dalam menyampaikan
informasi kepada masyarakat dapat memahaminya. Dengan demikian tujuan
dari komunikasi organisasi melalui kegiatan TSP untuk meningkatkan
221
keberdayaan masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan pengelolaan
lingkungan hidup.
2.
Program kegiatan TSP diperuntukkan untuk masyarakat yang terkena
dampak fisik maupun sosial dari kegiatan operasional perusahaan, dengan
memperhatikan kebutuhan dan keinginan dari masyarakat setempat,
sehingga masyarakat akan berpartisipasi dalam tahap perencanaan,
pelaksanaan, pemanfaatan dan pengevaluasian program kegiatan TSP.
Dengan demikian akan tercipta citra dan persepsi positif masyarakat
terhadap program kegiatan sehingga tercipta keberdayaan masyarakat.
3.
Masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan TSP jika kegiatan yang
dilaksanakan oleh Pertamina merupakan hasil dari survei kebutuhan dan
memberikan manfaat bagi masyarakat. Agar masyarakat dilibatkan dalam
tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengevaluasian kegiatan
TSP sehingga menumbuhkan persepsi positif terhadap kegiatan TSP dan
perusahaan serta dapat menciptakan keberdayaan masyarakat.
220
221
DAFTAR PUSTAKA
Adi IR. 2002. Pemikiran-pemikiran dalam pembangunan kesejahteraan sosial.
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia.
Adler R, Rodman G. 2008. Understanding human communication. Tenth Edition.
London: Oxford University Press.
Alvesson M. 1998. The business concept as a symbol. International studies of
management and organization, Vol. 28 No: 3: 86-108. Fall.
Amanah S. 2006. Pengembangan masyarakat pesisir berdasarkan kearifan lokal
di pesisir Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.[disertasi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Ancok D. 1995. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Dalam metode
penelitian survai. Diedit oleh Singarimbun dan Sofian effendi. Jakarta :
LP3ES
Angeningsih LR. 2008. Peran balai latihan kerja (BLK) dalam penangulanggan
kemiskinan (Suatu kajian nilai sosial). Jurnal Ilmu Sosial Alternatif.
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD. Vol IX, No 96-112.
Anwar S. 2002, Sikap manusia: teori dan pengukurannya. Edisi 2. Jakarta:
Pustaka Pelajar.
Ardianto E, Soemirat S. 2007. Dasar-dasar public relations. Cetakan Ketiga.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ashenfelter O, Levine PB, Zimmerma DJ. 2003. Statistics and econometrics:
methods and applications. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Asngari PS. 1984. Persepsi direktur penyuluhan tingkat “karasidenan” dan kepala
penyuluh pertanian terhadap peranan dan fungsi lembaga penyuluhan
pertanian di negara bagian Texas Amerika Serikat. Jurnal Media
Perternakan Institut Pertanian Bogor. Vol 9 No 1: 45.
__________ 2003. “Pentingnya memahami falsafah penyuluhan pembangunan
dalam rangka pemberdayaan masyarakat.” Dalam membentuk pola
perilaku manusia pembangunan. Diedit oleh : Adjat Sudrajat dan Ida
Yustina. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
__________ 2008. Peranan perguruan tinggi dalam pengembangan SDM
pembangunan di dalam pemberdayaan manusia pembangunan yang
bermatabat. Diedit oleh Adjat Sudrajat dan Ida Yustina. Bogor: Syndex Plus
Babbie E. 1992. The practice of social research. Edisi Enam. Belmont, California:
Wadsworth Publishing Company.
222
Badri. 2009. Peran PR dalam membangun citra perusahaan melalui program CSR.
http://ruangdosen.wordpress.com/2009/01/15/peran-pr-dalam-membanguncitra-perusahaan-melalui-program-csr/ [diakses 4 Desember 2010].
Black EL, Carnes TA, Richardsom VJ. 2000. The market valuation of corporate
reputation. Corporate Reputation Review, Vol. 3 No. 1, pp. 31- 42.
Bonar SK. 1993. Hubungan masyarakat modern. Jakarta: Rineka Cipta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jakarta: BPS
Bungin B. 2006. Metodologi penelitian kuantitatif-komunikasi, ekonomi dan
kebijakan publik serta ilmu-ilmu sosial lainnya. Jakarta: Prenada Media
Group.
________ 2008. Metodologi penelitian kuantitatif, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Carr E, Kristy HJ, Greg M, Sara M. 2004. Corporate social responsibility: A
Study of Four Successful Vermont Companies, Vermont.
Carroll, AB. 1998. The four faces of corporate citizenship”, in business and
society review, vol 100/101.
Caruana A. 1997. Corporate reputation: concept and measurement. Journal of
Product & Brand Management, Vol. 6, No. 2, pp. 109-118
Chambers R. 1995. Pembangunan desa mulai dari belakang. Jakarta: Lembaga
Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.
Cornish L, Alison D. 2009. Creating knowledge for action: the case for
participatory communication in research. Development in practise. Vol.
19. No 4-5..
Devito. JA. 1997. Komunikasi antar manusia. Jakarta: Profesional Books.
Djalil S. 2003. Kontek teoritis dan praktis Corporate social responsibility, Jurnal
Reformasi Ekonomi. Vol.4. No.1: 4-11.
Dowling G. 2006. Reputation risk: it is the board’s ultimate responsibility.
Journal of Business Strategy. Vol. 27, pp. 59-68.
Goldhaber GM. 1993. Organizational communication, 6th Ed. New York:
McGraw Hill Company.
223
Goulet MS. 1990. How to develop competency. Jakarta: Varqista Quality &
Management Consultants.
Gulyas A. 2009. Preliminary findings CSR in the British Media Industries.
Journal of Media, Culture & Society. Vol. 31(4): 657–668
Harmoni A, Andriyani A. 2008. Pengungkapan CSR pada official Website
Perusahaan. Proceeding Seminar Ilmiah Nasional komputer dan sistem
Intelijen (KOMMIT). Depok: Universitas Gunadarma.
Hadi R. 2007. ”Implementasi program community development dalam
meningkatkan kemandirian masyarakat (Studi pada perusahan migas di
Kabupaten Indramayu). [disertasi]. Bandung: Universitas Padjajaran.
Hamad. I. 2005. Strategi komunikasi untuk menyukseskan program investasi
sosial. Jakarta: Suspensos.
Hamijoyo S. 2001. Konflik sosial dengan tindak kekerasan dan peranan
komunikasi. Jurnal Mediator, Vol 2 No 1: 1-15.
Harijono T. 2007. CSR jangan dipandang sebagai derma. Jakarta: Kompas.
Hersey P, Kenneth HB, Dewey EJ. 1996. Management of organizatinal behavior:
Untilizing human resources. Edisi Tujuh. Upper Saddle River. New York :
Prentice Hall.
Hikmana DE. 2010. Evaluasi Implementasi CSR PT Pertamina (Persero) RU VI
Balongan. Indramayu: LPPM Universitas Wiralodra Indramayu.
Hikmat. 2001. Strategi pemberdayaan masyarakat. Bandung: Humaniora Utama
Press.
Heckerson F, Middleton J. 1975. Helping people learn: A module for trainers.
Hawaii: East West Center.
Ibrahim LD. 2006. Memanfaatkan modal sosial komunitas lokal dalam program
kepedulian korporasi. Jurnal filantropi dan masyarakat Madani. Vol 1 No
2: 19-28.
Ife J. 1995. Community development: creating community alternatives – vision,
analysis and practice. Australia: Longman Australia Pty.LTD.
Iryani E. 2009. Komitmen stakeholders perusahaan terhadap kinerja sosial dan
kinerja keuangan, [tesis]. Semarang : Universitas Diponegoro.
Iriantara Y. 2004. Community relations, konsep dan aplikasinya. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
224
Jefkins F. 2003. Public relations. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Jogiyanto HM. 2008. Metodologi penelitian sistem informasi: Pedoman dan
contoh melakukan penelitian di bidang sistem teknologi informasi.
Yogyakarta: Andi Offset.
Kartasasmita G. 1996. Power and Empowerment: sebuah telaah mengenal konsep
pemberdayaan masyarakat. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional.
Kerlinger NF. 2002. Azas-azas penelitian behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Klausmeier, Goodwin W. 1975. Learning and human abilities: Educational
psycology. New York: Holt, Rinehart and Wiston.
Katz E, Lazarsfeld P. 1955. Personal Influence. New York: The Free Press.
Keontjaraningrat. 1992. Kebudayaan, mentalitet dan pembangunan. Jakarta:
Gramedia.
Kriyantono R. 2006. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Kencana.
___________. 2007. Teknik praktis riset komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Kumar S. 2002. Method for community participation: A complete guide for
practitioners. London: ITDG Publishing.
Lantos GP. 2002. The Ethicality of altruistic CSR. Journal of consumer
marketing. Vol 19 No 3: 205-230.
Lionberger HF. 1960. Adoption of new ideas and practices. Ames Iowa: Iowa
State University Press.
Lionberger HF, Gwin PH. 1982. Communication strategies: A guide for
agricultural change agents. Columbia: University of Missouri Columbia
Campus.
Machiavelli DG. 2011. Pengaruh kinerja lingkungan dan pengungkapan informasi
lingkungan terhadap kinerja ekonomi perusahaan manufaktur yang
terdaftar
di
bursa
efek
Indonesia.
http://garryaditya.blogspot.com/2011/01/jurnal-csr.html/ [diakses 23 Juni
2011].
225
Madrie. 1986. Beberapa faktor penentu partisipasi anggota masyarakat dalam
pembangunan pedesaan. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Mamboai H. 2003. Sistem pengelolahan usahatani komoditi kopi (Coffe SP) di
kampong Ambaidiru Distrik Angkaisera Yapen Waropen. Terhubung
berkala
dari
www.papuaweb.org/unipa/dbil-s123/mamboai/s1.PDF
[diakses 04- November-2010].
Mardikanto T. 1993. Penyuluhan pembangunan pertanian. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.
McArdle J. 1989. Community development tools of trade. Journal of community
quarterly. Vol. 16 No 1.
Meyer HW. 2005. The nature of information and the effective use of information
in rural development. Journal of information reseaerch edisi Aguatus vol
10 no 2.
Mikkelsen B. 2001. Metode penelitian partisipatoris dan upaya-upaya
pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mile MY. 2007. Pengembangan spesies tanaman pantai untuk rehabilitasi dan
perlindungan kawasan pantai pasca tsunami. Jurnal info teknis Ciamis. Vol
1 No 2: 10-19.
Muhammad A. 2008. Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyana, D. 1996. Human Communication: prinsip-prinsip dasar. Bandung:
Remadja Rosdakarya.
Najiyati S, Asmana A, Suryadiputra IN. 2005. Pemberdayaan masyarakat di
lahan gambut. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in
Indonesia. Wetlands International- Indonesia Programme dan Wildlife
Habitat Canada. Bogor.
Nasution S. 2003. Metode research: penelitian ilmiah. Cetakan keenam. Jakarta:
Bumi Aksara.
Ndara T. 1990. Pembangunan masyarakat mempersiapkan masyarakat tinggal
landas. Jakarta: Rineke Cipta.
Neuman LW. 2006. Social research methods qualitative and quantitative
approachs. Boston: Pearson.
Nurcahyo A.
2008.
Pemberdayaan masyarakat dan kewirausahaan.
Wordpress.company.
226
Nurudin. 2005. Sistem komunikasi Indonesia. Jakarta : Rajawali Press
Nursahid F. 2006. Praktik kedermawanan sosial BUMN: Analisis terhadap model
kedermawanan PT. Krakatau Steel, PT. Pertamina dan PT.
Telekomunikasi Indonesia, Jurnal Galang Vol 1 No 2: 5-10
Pace RW, Faules D. 2000. Komunikasi organisasi strategi meningkatkan kerja
perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Patton MQ. 2002. Qualitative research and evaluation methods. 3rd Ed. London:
Sage Publication.
Payne M. 1997. Modern social work theory. Second Ed. London: MacMillan
Press Ltd.
Pembudi SP. 2006. CSR harus dilakukan. Makalah Pada Seminar CSR.
Integrating social acpect into the business. Yogyakarta.
Petkoski D, Twose N. 2003. Public policy for corporate social responsibility.
Jointly sponsored by the World bank Institute, the private sector
development vice presidency of the world bank, and the international
finance corporation. http://info.worldbank.org/ July [diakses 10 Desember
2010].
Phipps P, Vernon M. 2008. 24 hours: an overview of the recall diary method and
data quality in the American time use survey. Thousands Oaks; Sage
Publication.
Pretty JN. 1995. Regenerating agricultural: policies and practice for
sustainability and self reliance. London: Earthscan Publication Ltd.
Prijono OS, Pranarka AMW. 1996. Pemberdayaan: konsep, kebijakan dan
implementasi. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies.
Putri SM. 2007. Skema corporate social responibility. Jakarta: Kompas.
Rahman R. 2009. Corporate social responsibility: Antara teori dan kenyataan.
Yogyakarta: Med Press.
Rakhmat J. 2007. Psikologi komunikasi. Edisi Revisi. Bandung: Remadja Rosda
Karya.
Rice NE, Atkin CK. 2001. Public communication campaigns. London: Sage
Publications, Inc.
227
Rogers EM, Schoemaker FF. 1995. Communication of innovations: A cross
cultural approach. New York: The Free Press.
Rogers EM. 2003. Diffusion of innovations. Fifth Edition. New York: The Free
Prees.
Rusli S. 1995. Pengantar kependudukan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Ruslan R. 2008. Metode penelitian public relation dan komunikasi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Saharuddin. 2009. Pemberdayaan masyarakat miskin berbasis kearifan lokal.
Jurnal transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. Vol 3
No 1 April 2009: 17-48.
Salkind NJ. 1985. Teories of human development. New York: John Willey and
Sons.
Sariastiti N. 2009. Communicating corporate social responsibility. Jurnal jurusan
psikologi dan ilmu sosial budaya Universitas Islam Indonesia. Vol 3 No 2
April 2009: 115-126.
Sastropoetro S. 1988. Partisipasi, komunikasi persuasi dan disiplin dalam
pembangunan nasional. Bandung: Penerbit Alumni.
Saudah. 2010. Pemberdayaan masyarakat lokal melalui program CSR. Jurnal
Salam. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universita Muhamadiyah
Malang. Vol 13 No 2 tahun 2010. Hal 1-17.
Sendjaja. 1994. Teori-teori komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Seviela CG, Ochave A, Punsalan G, Regala P, Uriarte. 1993. Pengantar metode
penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Silalahi U. 2009. Metode penelitian sosial. Bandung: Refika Aditama.
Singarimbun M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Siregar CN. 2007. Analisis sosiologi terhadap implementasi corporate social
responsibility pada masyarakat Indonesia. Jurnal jurusan sosiologi. Vol 12
No 6 Desember 2007: 285-288.
Slamet M. 2003. Membentuk pola perilaku manusia pembangunan. Penyunting,
Ida Yustina dan Adjat Sudrajat. Bogor: IPB Press.
Sperber D, Wilson D. 1986. Relevance: communications and cognition.
Cambridge: Harvard University Press.
228
Sugianto. 2008. Kontribusi lembaga sosial dalam mempersempit kemiskinan di
perdesaan. Jurnal Ilmu Sosial Alternatif. Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa APMD. Vol IX, No 77-95.
Suharto E. 2005. Membangun masyarakat memberdayakan masyarakat: kajian
srategis pembangunan kesejahteraan sosial & pekerjaan sosial. Bandung:
Refika Aditama.
Suliasty L. 2008. Masyarakat lokal dan penyuluh pertanian dalam mendukung
pembangunan. Jurnal jurusan Komunikasi Pembangunan Institut
Pertanian Bogor. Vol 6 No 1: 12-19.
Sulistiyani AT. 2004. Kemitraan dan model-model pemberdayaan. Yogyakarta:
Gaya Media.
Sumardjo. 1999. Transformasi model penyuluhan pertanian menuju
pengembangan kemandirian petani (Kasus di Provinsi Jawa Barat).
[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sumaryadi IN. 2005. Perencanaan pembangunan daerah otonomi dan
pemberdayaan masyarakat. Jakarta: Citra Utama.
Sumaryo. 2009. Implementasi tanggungjawab sosial (corporate social
responsibility) dalam pemberdayaan masyarakat dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat (Kasus di Provinsi Lampung).[disertasi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sumintareja. 2000. Penyuluhan pertanian. Jakarta: Departemen Pertanian.
Suparjan. 2008. Penanggulangan kemiskinan di perdesaan dalam perspektif
pembangunan sosial. Jurnal Ilmu Sosial Alternatif. Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa APMD. Vol IX, No 1-18.
Suprapto SAA. 2006. Pola tanggungjawab sosial perusahaan lokal di Jakarta.
Jurnal Filantropi dan Masyarakat Madani. GALANG Vol 1 No 2: 36-61.
Susanto AB. 2007. A strategic management approach corporate social
responsibility. Jakarta: The Jakarta Consulting Group.
___________. 2007. CSR dalam Perspektif Ganda. Jurnal CSR Indonesia
Newsletter. Vol 1 No 37: 11-19.
Susiloadi P. 2008. Implementasi corporate social responsibility untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan. Jurnal Jurusan Administrasi Negara FISIP
Universitas Sebelas maret Surakarta. Vol 4 No 2: 123-130.
229
Sutrisno. 2000. Modernisasi: masalah model pembangunan. Jakarta: Rajawali.
Thamrin H, Syafganti I, Rangkuti B. 2010. Implementasi Corporate Social
Responsibility Berbasis Modal Sosial di Sumatra Utara. Journal of
Strategic Communication Vol 1 No 1: 76-89.
Tjokroamidjojo B. 1981. Perencanaan pembangunan, Jakarta: Gunung Agung.
______________ 1984. Pengantar administrasi pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Thoha, M. 1996. Prilaku organisasi: prinsip dasar dan aplikasinya. Jakarta:
Rajawali Pers
Umar H. 2002. Metode riset komunikasi organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Untung HB. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta Sinar Grafika Offset.
Usman R. 2001. Konflik dan perspektif komunikasi. Jurnal Mediator Vol 2 No
1: 16-29.
Walgito B. 2003. Psikologi sosial: suatu pengantar. Yogyakarta: ANDI.
Wibisono Y. 2007. Membedah konsep dan aplikasi CSR (Corporate Social
Responsibility). Gresik: Fascho Publishing.
Wibowo P. 2006. Rentang program CSR dimata para ahli pemasaran. Jurnal
Filantropi dan Masyarakat Madani GALANG. Vol 1 No 2: 39-50.
Widiyanarti T. 2005. Corporate sosial responsibility : Model comunity
development. Jurnal Antropologi Sosial Budaya. Vol 1 dan 2. USU: LPM
ANTROP-FISIP.
Wiryanto. 2005. Pengantar ilmu komunikasi. Cetakan Keempat. Jakarta:
Grasindo.
Yoon CS. 2009. Participatory development communication: A west African
Agenda: Participatory Communication for Development.
Sumber Lain:
Kecamatan Balongan, 2011
230
231
LAMPIRAN
232
LAMPIRAN 1 : PETA CIREBON
233
Lampiran 2: Kuesioner Penelitian
KUESIONER
KOMUNIKASI ORGANISASI MELALUI TANGGUNGJAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN DALAM MENINGKATKAN KEBERDAYAAN MASYARAKAT
(Studi pada PT. Pertamina Refinery Unit VI Balongan)
Dalam rangka penulisan Disertasi sebagai tugas akhir dalam penyelesaian
tugas akhir di Program Mayor Komunikasi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor dan dimaksudkan untuk mengetahui partisipasi masyarakat
terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan yang dilaksanakan oleh PT
Pertamina,
kami memohon kesediaan Bapak untuk bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini.
Angket dimaksudkan untuk memberikan penilaian atas partisipasi Bapak,
tetapi hanyalah alat untuk memperoleh data dalam penelitian sehingga diperoleh
gambaran yang jernih tentang situasi yang diteliti. Oleh karenanya Bapak tidak perlu
ragu dalam memberikan jawaban yang sebenarnya dalam pandangan Bapak.
Kerahasiaan identitas dan pendapat Bapak kami jamin sepenuhnya dalam kerangka
IDENTITAS RESPONDEN
Nama Lengkap
:
PASCASARJANA
Tanggal Pengisian SEKOLAH
:
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Peneliti
: ILONA V. OISINA SITUMEANG
234
X 1 . KARAKTERISTIK INDIVIDU
1. Nama
2. Umur
3. No Telepon/HP
4. Pendidikan Formal
: ____________________________________
: ________ tahun/ Lahir tahun _____________
: _____________________________________
:
[ ] Tidak tamat SD
[ ] Tamat SD/sederajat
[ ] Tamat SMP/sederajat
[ ] Tamat SMA/sederajat
[ ] Tamat Perguruan Tinggi/sederajat
5 Pendidikan Non formal : ________ kali
No
Jenis Pelatihan
5.1
5.2
5.3
5.4
Pelaksana
Tahun
6. Bagaimana pengetahuan Bapak terhadap kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan PT
Pertamina
No
Pernyataan
Benar
Salah
6.1 Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan rutin
dilaksanakan oleh PT Pertamina
6.2 Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan yang
dilaksanakan selama ini menggunakan pendamping
program kegiatan
6.3 Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan melibatkan
masyarakat
6.4 Kegiatan tanggungjawab sosial perusahaan yang
dilaksanakan merupakan kegiatan di bidang ekonomi,
sosial dan lingkungan hidup.
6.5 Kegiatan
tanggungjawab
sosial
perusahaan
dilaksanakan untuk menciptakan hubungan yang
harmonis antara perusahaan dengan masyarakat.
7. Status Sosial
: Bagaimana peranan Bapak dalam kelembagaan sosial:
a. Kelompok masyarakat/sejenis
: [ ] Pengurus, [ ] Anggota, [ ] Bukan
keduanya
b. Koperasi
: [ ] Pengurus, [ ] Anggota, [ ] Bukan
keduanya
c. Lain
: ______________________________________
X 2 . SALURAN KOMUNIKASI
Pernyataan
No
Komunikasi Interpersonal
1.
2.
Dikunjungi oleh pendamping
kegiatan tanggungjawab sosial
perusahaan.
Berbincang-bincang
dengan
pendamping
kegiatan
Sangat
Sering
Pilihan Jawaban
Sering Jarang
Tidak
Pernah
235
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
No
1.
2.
3.
4.
tanggungjawab sosial perusahaan
dalam pertemuan rutin.
Berbincang
santai
dengan
pendamping kegiatan di rumah.
Berdiskusi dengan pendamping
kegiatan tanggungjawab sosial
perusahaan.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan pesan tentang
kegiatan tanggungjawab sosial
dengan cara tatap muka (bertemu
langsung).
Pendamping kegiatan melakukan
pertemuan
rutin
dengan
masyarakat secara kelompok.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi yang
bermanfaat bagi masyarakat pada
saat ada informasi baru.
Pendamping kegiatan memberikan
kesempatan untuk bertanya.
Pendamping kegiatan memberikan
kesempatan untuk mengeluarkan
pendapat.
Pendamping kegiatan melakukan
kunjungan rumah ke rumah.
Pendamping kegiatan dapat secara
verbal menjelaskan pesan–pesan
tentang tanggungjawab sosial
secara jelas.
Kata–kata yang digunakan oleh
pendamping
kegiatan
secara
verbal dapat dimengerti.
Komunikasi Media Massa
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan menggunakan
POSTER.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan menggunakan
BROSUR.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan menggunakan
SPANDUK.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan menggunakan
KORAN.
Selalu
Sering
Jarang
Tidak
Pernah
236
5.
6.
7.
8.
9
10
11.
12.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan menggunakan
MAJALAH.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan menggunakan
RADIO.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan bantuan alat
bantu TELEVISI LOKAL.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan menggunakan
KOMPUTER/LAPTOP.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan menggunakan
FOLDER.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan menggunakan
alat bantu PROJECTOR.
Pendamping
kegiatan
menyampaikan informasi kepada
masyarakat dengan menggunakan
alat bantu PAPAN TULIS.
Dalam kegiatan presentasinya
Pendamping
kegiatan
menggunakan alat bantu untuk
menjelaskan.
X 3 MUTU INFORMASI
Pernyataan
No
Informasi yang relevan
(X 3.1 )
1. Informasi yang diterima dapat
memberikan keuntungan bagi
masyarakat.
2. Informasi yang diterima dari
pendamping kegiatan tidak sulit
untuk direalisasikan.
3. Informasi yang diterima dapat
bermanfaat untuk menambah
pengetahuan.
4. Informasi
yang
diberikan
mudah dipahami.
5. Informasi yang diterima dapat
Sangat
Setuju
Pilihan Jawaban
Setuju
Kurang
Setuju
Tidak
Setuju
237
6.
7.
8.
9.
10
11
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
dilihat keberhasilannya.
Informasi yang diterima sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Informasi yang diterima sesuai
dengan kebiasaan masyarakat.
Informasi yang diterima sesuai
dengan
aturan/norma
masyarakat setempat.
Informasi
yang
diterima
berkaitan dengan peningkatan
kualitas hidup masyarakat.
Informasi yang diterima secara
ekonomi menguntungkan.
Informasi yang diterima secara
sosial menguntungkan.
Unsur Kebaruan
(X 3.2 )
Informasi
yang
diterima
merupakan informasi yang baru
diketahui.
Informasi
yang
diterima
merupakan informasi yang
belum pernah disampaikan.
Dapat Dipercaya
(X 3.3 )
1.
Informasi yang diberikan isinya
tidak diragukan.
2.
Informasi yang disampaikan
berasal dari sumber yang
terpercaya.
Informasi yang disampaikan
memiliki
kredibilitas
(kepercayaan) yang baik.
Informasi
yang
diterima
merupakan informasi yang
akurat.
4.
Setuju
Kurang
Setuju
Tidak
Setuju
Sangat
Setuju
Setuju
Kurang
Setuju
Tidak
Setuju
Informasi yang diterima tepat
waktu.
Informasi yang diberikan belum
pernah
diterima
oleh
masyarakat sebelumnya.
Informasi yang diterima bukan
merupakan informasi yang
kadaluarsa (sudah lama).
Informasi
yang
diterima
bervariasi.
Informasi yang disampaikan
tidak berulang-ulang.
No
3.
Sangat
Setuju
238
5.
Informasi yang disampaikan
merupakan informasi yang telah
diakui kebenarannya.
6.
Informasi yang disampaikan
dapat
dipercaya
karena
pemberitaannya benar.
No
Mudah dimengerti
(X 3.4 )
1.
Informasi yang disampaikan
melalui
komunikasi
interpersonal
jelas
dalam
penyampaiannya.
Informasi yang disampaikan
disertai dengan alat peraga.
2.
3.
Informasi yang disampaikan
disertai dengan contoh sehingga
mudah untuk dipahami.
4.
Informasi yang disampaikan
melalui
media
elektronik
sehingga
mudah
untuk
dipahami.
Informasi yang disampaikan
melalui media cetak mudah
untuk dipahami.
Foto dan gambar yang terdapat
dalam media cetak mudah
untuk dipahami.
5.
6.
No
1.
2.
3.
4.
Membantu menyelesaikan
masalah
(X 3.5 )
Informasi yang diterima dapat
digunakan
sebagai
dasar
pengambilan keputusan.
Informasi yang disampaikan
dapat memberikan jalan keluar
tentang hal-hal yang sedang
dipertimbangkan.
Informasi yang disampaikan
dapat memberikan jalan keluar
bagaimana
meningkatkan
keberdayaan masyarakat.
Informasi yang disampaikan
dapat memberikan alternative
pilihan bagi masalah yang
dihadapi.
Selalu
Sering
jarang
Tidak
Pernah
Sangat
Setuju
Setuju
Kurang
Setuju
Tidak
Setuju
239
X 4 . PERAN PENDAMPING
Pernyataan
No
Kemampuan Berkomunikasi
(X 4.1 )
1. Pendamping
kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan
dalam menyampaikan informasi
dengan komunikasi dua arah.
2. Pendamping kegiatan dalam
menyampaikan informasi kepada
masyarakat secara baik dan benar.
3. Pendamping kegiatan melibatkan
masyarakat dalam menyampaikan
informasi.
4. Terjadi
interaksi
dalam
melakukan diskusi.
5. Informasi yang disampaikan
menimbulkan persamaan makna
diantara pihak yang melakukan
komunikasi.
No
Kemampuan Memotivasi
(X 4.2 )
1. Pendamping
kegiatan
memberikan dorongan untuk
maju.
2
Pendamping
kegiatan
memberikan semangat untuk
menyelesaikan tanggungjawab.
3. Pendamping kegiatan mendorong
masyarakat agar memberikan
kinerja yang terbaik bagi setiap
pekerjaannya.
4. Pendamping kegiatan mendorong
masyarakat untuk menjadi lebih
baik.
5. Pendamping kegiatan membantu
masyarakat untuk menumbuhkan
semangat dalam mnyelesaikan
masalah yang dihadapi.
No
Kemampuan melakukan
transfer belajar
(X 4.3 )
1. Pendamping
kegiatan
menggunakan alat peraga dalam
membantu
menyampaikan
informasi kepada masyarakat.
2. Pendamping
kegiatan
menggunakan
metode
yang
bervariasi dalam menyampaikan
informasi.
3. Pendamping
kegiatan
menggunakan teknik mengajar
Selalu
Pilihan Jawaban
Sering
Jarang
Selalu
Sering
Jarang
Tidak
Pernah
Selalu
Sering
Jarang
Tidak
Pernah
Tidak
Pernah
240
4.
5.
yang mudah untuk dimengerti.
Pendamping
kegiatan
menggunakan
metode
yang
mudah untuk mengaplikasikan
penggunaan alat yang baru.
Pendamping kegiatan komunikasi
yang mudah untuk dipahami pada
saat menyampaikan informasi.
Y 1 . TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT
Pernyataan
No
Merencanakan Kegiatan
Selalu
(Y 1.1 )
1. Ikut terlibat dalam perencanaan
tujuan dari kegiatan yang hendak
dicapai.
2. Ikut terlibat dalam perencanaan
sasaran (target) dari kegiatan
yang hendak dicapai.
3. Ikut terlibat dalam penetapan
materi kegiatan.
4. Ikut terlibat dalam penentuan
metode pendampingan.
5. Ikut terlibat dalam menentukan
media yang digunakan dalam
menyampaikan informasi.
6. Ikut terlibat dalam penentuan
rencana kerja kegiatan.
7. Ikut serta berdiskusi tentang jenis
kegiatan yang akan dilaksanakan.
8. Ikut serta dalam menentukan
siapa yang dilibatkan dalam
kegiatan.
9. Ikut serta dalam menentukan
sumberdaya yang akan digunakan
dalam kegiatan.
10. Ikut serta dalam menentukan
besarnya biaya yang diperlukan
dalam pelaksanaan kegiatan.
11. Ikut serta dalam menentukan
waktu pelaksanaan kegiatan.
12. Ikut serta dalam menentukan
lokasi pelaksanaan kegiatan.
13. Ikut terlibat dalam merencanakan
kegiatan evaluasi kegiatan.
No
Melaksanakan Kegiatan
Selalu
(Y 1.2 )
1. Ikut
melaksanakan
kegiatan
sesuai dengan tujuan yang
disepakati.
Pilihan Jawaban
Sering
Jarang
Sering
Jarang
Tidak
Pernah
Tidak
Pernah
241
2.
3.
4.
5.
6.
7.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Ikut serta dalam menerima
penjelasan
tentang
kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan.
Ikut melakukan instruksi sesuai
dengan anjuran yang diberikan.
Ikut serta dalam menentukan
sasaran dari kegiatan.
Ikut serta dalam pencairan dana
kegiatan.
Ikut serta dalam melaksanakan
kegiatan sesuai dengan fungsi
yang telah ditetapkan.
Ikut serta dalam pembuatan
laporan akhir.
Memanfaatkan Kegiatan
(Y 1.3 )
Memanfaatkan
kegiatan
tanggungjawab sosial ini untuk
mengembangkan
jaringan
(koneksi).
Memanfaatkan
kegiatan
tanggungjawab sosial ini untuk
meningkatkan
kemampuan
berpikir (kognisi).
Memanfaatkan
kegiatan
tanggungjawab sosial ini untuk
mengembangkan
kemampuan
bekerja sama.
Memanfaatkan
kegiatan
tanggungjawab sosial ini untuk
melatih kemampuan berbicara di
depan orang banyak.
Memanfaatkan
kegiatan
tanggungjawab sosial ini untuk
bisa
belajar
mengambil
keputusan.
Ikut memanfaatkan keuntungan
dari kegiatan tanggungjawab
sosial yang diberikan.
Ikut memanfaat kerjasama yang
terbangun
dari
kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan.
Ikut memanfaatkan jaringan
(koneksi) yang terbangun dari
kegiatan tanggungjawab sosial.
Memanfaatkan kegiatan untuk
melatih kerjasama
yang
diberikan.
Ikut merasakan nilai sosial yang
diberikan
oleh
kegiatan
tanggungjawab sosial.
Ikut memanfaatkan keuntungan
Selalu
Sering
Jarang
Tidak
Pernah
242
12.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
ekonomi
dari
kegiatan
tanggungjawab sosial.
Ikut memanfaatkan nilai ekonomi
yang ada
dalam kegiatan
tanggungjawab sosial.
Mengevaluasi Kegiatan
(Y 1.4 )
Ikut terlibat dan berpartisipasi
dalam
melakukan
evaluasi
kegiatan tanggungjawab sosial.
Ikut terlibat dan berpartisipasi
dalam
melakukan
evaluasi
formatif kegiatan tanggungjawab
sosial.
Ikut
melakukan
evaluasi
mengenai manfaat dari kegiatan
tanggungjawab sosial.
Ikut
melakukan
evaluasi
mengenai partisipasi peserta
dalam kegiatan tanggungjawab
sosial.
Ikut melakukan evaluasi dalam
melihat
perubahan
perilaku
kelompok sasaran tanggungjawab
sosial.
Ikut melakukan evaluasi dalam
materi yang disampaikan oleh
pendamping kegiatan.
Ikut melakukan evaluasi terhadap
biaya yang dikeluarkan dalam
pelaksanaan
kegiatan
tanggungjawab sosial.
Ikut serta dalam melaksanakan
evaluasi sesuai dengan fungsi
yang telah ditetapkan.
Ikut serta dalam pembuatan
laporan evaluasi kegiatan.
Selalu
Sering
jarang
Y 2 . PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PERUSAHAAN
Pernyataan
Pilihan Jawaban
No
Manfaat di Bidang Ekonomi
Sangat
Setuju Kurang
(Y 2.1 )
Setuju
Setuju
1. Kegiatan tanggungjawab sosial
membuat masyarakat Balongan
lebih sejahtera.
2. Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat
mengurangi
jumlah
pengangguran di Balongan.
3. Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat meningkatkan pendapatan
Tidak
Pernah
Tidak
Setuju
243
4.
5.
6.
7.
8.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
No
1.
2.
3.
masyarakat di Balongan.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat meningkatkan daya beli
masyarakat sekitar Balongan.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat meningkatkan kemampuan
menabung masyarakat.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat meningkatkan kualitas
infrastruktur.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat menyediakan lapangan
pekerjaan di Balongan.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat
membuat
masyarakat
memenuhi kebutuhan sehari –
harinya.
Manfaat di Bidang Sosial
(Y 2.2 )
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat
membuat
masyarakat
bekerja sama.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat membuat masyarakat saling
berinteraksi.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat membuat masyarakat saling
berkomunikasi.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat membuat masyarakat saling
menghargai.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat
membuat
masyarakat
menjadi lebih akrab.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat
membuat
masyarakat
mampu
untuk
mengambil
keputusan.
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat meningkatkan keahlian
masyarakat.
Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Y 3.3 )
Kegiatan tanggungjawab sosial
dapat meningkatkan kualitas
lingkungan
hidup
sekitar
Balongan.
Pemanfaatan yang dilakukan
Pertamina tidak mengakibatkan
kualitas air di Balongan menurun.
Pemanfaatan yang dilakukan
Pertamina tidak mengakibatkan
Sangat
Setuju
Setuju
Kurang
Setuju
Tidak
Setuju
Sangat
Setuju
Setuju
Kurang
Setuju
Tidak
Setuju
244
kualitas tanah di Balongan
menurun.
4. Pengelolaan lingkungan yang
dilakukan Pertamina sudah baik.
5. Pemanfaatan yang dilakukan
Pertamina tidak mengakibatkan
kualitas udara di Balongan
menurun.
6. Kegiatan tanggungjawab sosial
oleh Pertamina dapat membantu
meningkatkan kualitas air.
7. Kegiatan tanggungjawab sosial
oleh Pertamina dapat membantu
meningkatkan kualitas tanah.
8. Kegiatan tanggungjawab sosial
oleh Pertamina dapat membantu
perbaikan
kualitas udara di
Balongan.
9. Dalam pengelolaannya Pertamina
memperhatikan
keterbarukan/
reneweble suatu sumberdaya.
10. Keberlanjutan sumberdaya alam
merupakan fokus penting dari
Pertamina.
11. Dalam
pemanfaatannya,
Pertamina
tidak
merusak
sumberdaya alam.
12. Dalam
pemanfaatannya
Pertamina tidak merusak mata
pencaharian masyarakat.
Y 3 . TINGKAT KEBERDAYAAN MASYARAKAT
Pernyataan
No
Kemampuan di Bidang
Sangat
Ekonomi
Setuju
(Y 3.1 )
1. Saya memiliki pekerjaan yang
tetap.
2. Saya
memiliki
pekerjaan
sampingan untuk menambah
pendapatan.
3. Saya tidak terlilit hutang dengan
rentenir.
4. Saya rutin menabung di bank
setiap bulannya.
5. Saya tidak mengalami kesulitan
untuk membeli sembako.
No
Kemampuan di Bidang Sosial
Sangat
(Y 3.2 )
sering
1. Berinteraksi dengan aparat desa
setelah mendapatkan program
Pilihan Jawaban
Setuju Kurang
Setuju
Sering
Jarang
Tidak
Setuju
Tidak
Pernah
245
tanggungjawab sosial.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Mengikuti pertemuan RT setelah
mendapatkan
program
tanggungjawab sosial.
Berinteraksi dengan pendamping
kegiatan setelah mendapatkan
kegiatan tanggungjawab sosial.
Mengambil keputusan terkait
dengan kepentingan masyarakat
setelah mendapatkan kegiatan
tanggungjawab sosial.
Terlibat
dipengurusan
RT/RW/Desa
setelah
mendapatkan
kegiatan
tanggungjawab sosial.
Datang ke tempat pendamping
kegiatan setelah mendapatkan
kegiatam tanggungjawab sosial.
Berani berkomunikasi dengan
masyarakat setelah mendapatkan
kegiatan tanggungjawab sosial.
Lebih
terbuka
terhadap
masyarakat setelah mendapatkan
kegiatan tanggungjawab sosial.
Kemampuan di Bidang
Pengelolaan Lingkungan (Y 3.3 )
Melestarikan tanaman setelah
mendapatkan
kegiatan
tanggungjawab sosial.
Hemat dalam menggunakan air
setelah mendapatkan kegiatan
tanggungjawab sosial.
Sadar
akan
pentingnya
lingkungan setelah mendapatkan
kegiatan tanggungjawab sosial.
Tidak
membuang
sampah
sembarangan.
Sadar akan artinya kesehatan
setelah mendapatkan kegiatan
tanggungjawab sosial.
Menjaga kesuburan tanah setelah
mendapatkan
kegiatan
tanggungjawab sosial.
Memperhatikan
lingkungan
setelah mendapatkan kegiatan
tanggungjawab sosial.
Memperhatikan
pengelolaan
lahan
pertanian
setelah
mendapatkan
kegiatan
tanggungjawab sosial.
Sangat
sering
Sering
Jarang
Tidak
Pernah
246
LAMPIRAN 3: OUTPUT SPSS PRETEST
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N
Cases
Valid
Excludeda
Total
Reliability Statistics X1
Cronbach's
Alpha
.834
N of Items
172
Reliability Statistics X2
Cronbach's
Alpha
.753
N of Items
172
Reliability Statistics X3
Cronbach's
Alpha
.764
N of Items
172
Reliability Statistics X4
Cronbach's
Alpha
.701
N of Items
172
Reliability Statistics Y1
Cronbach's
Alpha
N of Items
%
30
100.0
0
.0
30
100.0
247
Reliability Statistics X4
Cronbach's
Alpha
N of Items
.781
172
Reliability Statistics Y2
Cronbach's
Alpha
N of Items
.763
172
Reliability Statistics Y3
Cronbach's
Alpha
N of Items
.747
172
Scale Statistics
Mean
4.9233E2
Variance Std. Deviation N of Items
47.471
6.88994
172
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance
Item Deleted if Item Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
VAR00001
488.9333
47.444
.632
.668
VAR00002
489.8333
47.592
.654
.771
VAR00003
489.2000
47.200
.714
.867
VAR00004
489.3333
47.540
.615
.877
VAR00005
489.0333
47.413
.592
.776
VAR00006
490.1333
47.292
.762
.764
VAR00007
488.9667
45.413
.575
.726
VAR00008
489.8667
48.878
.635
.896
VAR00009
489.4333
47.151
.563
.864
VAR00010
489.3667
49.551
.568
.812
VAR00011
489.7333
47.789
.582
.875
VAR00012
489.7667
46.737
.701
.854
VAR00013
489.3000
46.079
.521
.843
248
VAR00014
489.8333
46.075
.565
.741
VAR00015
489.0333
46.309
.683
.849
VAR00016
489.4667
46.189
.449
.643
VAR00017
489.3333
46.092
.471
.849
VAR00018
489.5333
45.982
.691
.738
VAR00019
489.1333
46.326
.577
.844
VAR00020
489.6333
47.895
.699
.977
VAR00021
489.3667
46.447
.542
.656
VAR00022
489.0333
47.068
.602
.665
VAR00023
489.1667
46.144
.721
.744
VAR00024
490.0333
46.447
.527
.748
VAR00025
489.0333
48.102
.531
.881
VAR00026
488.8333
47.661
.644
.873
VAR00027
490.1000
48.162
.447
.781
VAR00028
490.2667
48.271
.545
.881
VAR00029
488.9333
47.857
.492
.776
VAR00030
488.7667
47.840
.489
.776
VAR00031
489.4333
41.771
.522
.851
VAR00032
488.9667
47.344
.517
.866
VAR00033
489.7333
48.685
.610
.792
VAR00034
489.2333
47.220
.626
.769
VAR00035
488.8333
46.695
.714
.854
VAR00036
489.5333
46.326
.512
.847
VAR00037
489.2000
44.097
.569
.805
VAR00038
489.3667
47.482
.496
.872
VAR00039
489.0667
46.409
.640
.746
VAR00040
489.7333
47.099
.618
.761
VAR00041
488.9000
44.507
.503
.607
VAR00042
489.0667
47.926
.606
.877
VAR00043
489.9333
48.754
.720
.894
VAR00044
489.8333
47.040
.525
.861
VAR00045
489.4333
47.151
.706
.765
VAR00046
488.8333
46.626
.684
.752
249
VAR00047
489.1000
47.748
.778
.873
VAR00048
488.6000
46.455
.633
.747
VAR00049
489.5333
47.154
.527
.861
VAR00050
488.9333
49.789
.465
.712
VAR00051
489.6667
46.713
.526
.859
VAR00052
489.0667
47.099
.528
.860
VAR00053
489.0333
44.585
.429
.708
VAR00054
489.5333
46.120
.501
.746
VAR00055
489.0667
45.030
.471
.717
VAR00056
489.0000
48.276
.655
.884
VAR00057
488.9333
46.478
.510
.749
VAR00058
489.9000
45.886
.495
.737
VAR00059
488.9000
45.886
.595
.787
VAR00060
488.9000
47.403
.627
.868
VAR00061
489.5667
44.323
.431
.906
VAR00062
489.9000
48.024
.516
.880
VAR00063
489.7667
46.254
.541
.744
VAR00064
488.9333
47.582
.652
.871
VAR00065
488.8667
48.947
.544
.897
VAR00066
489.1000
47.817
.489
.874
VAR00067
488.8333
45.454
.556
.828
VAR00068
489.7667
45.840
.702
.736
VAR00069
489.8000
48.166
.635
.783
VAR00070
489.1667
47.109
.606
.765
VAR00071
488.8000
48.372
.664
.787
VAR00072
488.8333
49.937
.679
.815
VAR00073
489.8000
50.372
.639
.823
VAR00074
489.6667
45.195
.517
.821
VAR00075
488.9000
46.093
.564
.841
VAR00076
489.0000
49.931
.597
.715
VAR00077
489.0667
45.857
.532
.635
VAR00078
488.8333
47.661
.564
.673
VAR00079
489.8333
47.661
.664
.773
VAR00080
489.1667
48.351
.594
.684
VAR00081
490.1000
47.886
.501
.676
250
VAR00082
489.9667
47.413
.627
.768
VAR00083
489.9333
47.789
.782
.875
VAR00084
489.4333
46.875
.720
.854
VAR00085
488.5667
46.875
.670
.856
VAR00086
489.0667
46.064
.697
.639
VAR00087
489.8000
47.683
.667
.873
VAR00088
489.1000
47.541
.743
.769
VAR00089
489.1333
47.913
.608
.876
VAR00090
488.9000
47.128
.613
.862
VAR00091
489.9000
46.369
.624
.747
VAR00092
489.1333
48.395
.793
.885
VAR00093
488.8667
46.809
.658
.756
VAR00094
489.1000
48.783
.549
.893
VAR00095
489.0667
46.961
.650
.758
VAR00096
489.9000
48.990
.551
.898
VAR00097
489.1333
48.189
.656
.881
VAR00098
490.2000
47.407
.712
.765
VAR00099
489.8333
50.075
.598
.618
VAR00100
489.2667
46.754
.584
.854
VAR00101
489.5333
47.292
.602
.864
VAR00102
489.1667
45.730
.651
.837
VAR00103
489.9000
45.679
.526
.732
VAR00104
489.8000
48.166
.435
.883
VAR00105
489.5667
48.392
.485
.885
VAR00106
488.9333
49.926
.484
.615
VAR00107
489.6333
50.102
.432
.617
VAR00108
490.1000
45.886
.540
.635
VAR00109
489.5333
49.085
.712
.898
VAR00110
489.8333
48.420
.671
.887
VAR00111
489.7000
46.217
.452
.743
VAR00112
489.8667
49.016
.454
.899
VAR00113
489.0333
47.206
.508
.863
VAR00114
489.8000
47.338
.618
.866
251
VAR00115
489.9000
46.714
.673
.754
VAR00116
489.9333
47.651
.562
.872
VAR00117
488.9667
47.689
.668
.873
VAR00118
488.8333
47.178
.705
.863
VAR00119
489.1000
47.955
.712
.877
VAR00120
488.9333
47.099
.718
.861
VAR00121
489.6000
44.731
.654
.812
VAR00122
490.1000
48.438
.492
.886
VAR00123
488.9000
48.990
.451
.898
VAR00124
488.8667
45.361
.471
.725
VAR00125
489.5000
46.810
.638
.858
VAR00126
489.7667
46.116
.661
.741
VAR00127
489.0667
46.616
.706
.751
VAR00128
488.9667
46.792
.665
.755
VAR00129
489.6333
45.206
.627
.621
VAR00130
488.8667
47.292
.611
.676
VAR00131
489.8000
48.441
.674
.888
VAR00132
489.9333
47.168
.708
.863
VAR00133
489.8333
45.247
.687
.823
VAR00134
490.0000
49.034
.567
.698
VAR00135
489.9000
46.300
.534
.745
VAR00136
489.4667
47.085
.718
.761
VAR00137
489.7667
48.047
.719
.780
VAR00138
489.2667
47.857
.690
.762
VAR00139
489.5000
47.224
.620
.862
VAR00140
489.9667
48.102
.628
.881
VAR00141
489.7667
47.289
.510
.765
VAR00142
488.9667
46.378
.528
.747
VAR00143
488.8667
46.602
.688
.752
VAR00144
489.9000
47.197
.703
.764
VAR00145
489.6333
47.137
.718
.762
VAR00146
489.7000
48.976
.554
.898
VAR00147
489.5333
46.326
.477
.544
VAR00148
490.0333
48.171
.442
.582
VAR00149
490.0000
45.517
.467
.528
252
VAR00150
489.7667
46.392
.420
.647
VAR00151
490.1667
47.592
.451
.669
VAR00152
489.7667
47.151
.410
.763
VAR00153
490.1667
48.971
.410
.895
VAR00154
488.9000
46.852
.453
.857
VAR00155
488.9667
48.861
.438
.895
VAR00156
489.7333
48.892
.440
.696
VAR00157
489.9000
47.334
.517
.566
VAR00158
489.8333
45.661
.526
.532
VAR00159
489.0667
46.478
.629
.748
VAR00160
488.9667
45.137
.618
.720
VAR00161
489.6333
47.137
.418
.762
VAR00162
489.7000
48.286
-.455
.885
VAR00163
489.9000
45.886
.595
.837
VAR00164
489.8667
46.326
.528
.646
VAR00165
489.3333
43.816
.445
.604
VAR00166
489.5667
47.082
.460
.764
VAR00167
489.8000
48.924
.441
.897
VAR00168
489.4000
45.697
.558
.836
VAR00169
488.7333
46.961
.538
.659
VALIDITY TEST
Item-Total Statistics
Pernyataan
Nilai r hitung
Nilai r tabel
Cronbach's Alpha
Keterangan
VAR00001
.632
.361
.668
Valid
VAR00002
.654
.361
.771
Valid
VAR00003
.714
.361
.867
Valid
VAR00004
.615
.361
.877
Valid
VAR00005
.592
.361
.776
Valid
VAR00006
.762
.361
.764
Valid
VAR00007
.575
.361
.726
Valid
VAR00008
.635
.361
.896
Valid
VAR00009
.563
.361
.864
Valid
VAR00010
.568
.361
.812
Valid
VAR00011
.582
.361
.875
Valid
253
VAR00012
.701
.361
.854
Valid
VAR00013
.521
.361
.843
Valid
VAR00014
.565
.361
.741
Valid
VAR00015
.683
.361
.849
Valid
VAR00016
.449
.361
.643
Valid
VAR00017
.471
.361
.849
Valid
VAR00018
.691
.361
.738
Valid
VAR00019
.577
.361
.844
Valid
VAR00020
.699
.361
.977
Valid
VAR00021
.542
.361
.656
Valid
VAR00022
.602
.361
.665
Valid
VAR00023
.721
.361
.744
Valid
VAR00024
.527
.361
.748
Valid
VAR00025
.531
.361
.881
Valid
VAR00026
.644
.361
.873
Valid
VAR00027
.447
.361
.781
Valid
VAR00028
.545
.361
.881
Valid
VAR00029
.292
.361
.776
Drop
VAR00030
.489
.361
.776
Valid
VAR00031
.522
.361
.851
Valid
VAR00032
.517
.361
.866
Valid
VAR00033
.610
.361
.792
Valid
VAR00034
.626
.361
.769
Valid
VAR00035
.714
.361
.854
Valid
VAR00036
.512
.361
.847
Valid
VAR00037
.569
.361
.805
Valid
VAR00038
.496
.361
.872
Valid
VAR00039
.640
.361
.746
Valid
VAR00040
.618
.361
.761
Valid
VAR00041
.503
.361
.607
Valid
VAR00042
.606
.361
.877
Valid
VAR00043
.720
.361
.894
Valid
VAR00044
.525
.361
.861
Valid
VAR00045
.706
.361
.765
Valid
VAR00046
.684
.361
.752
Valid
VAR00047
.778
.361
.873
Valid
VAR00048
.633
.361
.747
Valid
VAR00049
.527
.361
.861
Valid
254
VAR00050
.465
.361
.712
Valid
VAR00051
.526
.361
.859
Valid
VAR00052
.528
.361
.860
Valid
VAR00053
.429
.361
.708
Valid
VAR00054
.501
.361
.746
Valid
VAR00055
.471
.361
.717
Valid
VAR00056
.655
.361
.884
Valid
VAR00057
.510
.361
.749
Valid
VAR00058
.495
.361
.737
Valid
VAR00059
.595
.361
.787
Valid
VAR00060
.627
.361
.868
Valid
VAR00061
.431
.361
.906
Valid
VAR00062
.516
.361
.880
Valid
VAR00063
.541
.361
.744
Valid
VAR00064
.652
.361
.871
Valid
VAR00065
.544
.361
.897
Valid
VAR00066
.489
.361
.874
Valid
VAR00067
.556
.361
.828
Valid
VAR00068
.702
.361
.736
Valid
VAR00069
.635
.361
.783
Valid
VAR00070
.606
.361
.765
Valid
VAR00071
.664
.361
.787
Valid
VAR00072
.679
.361
.815
Valid
VAR00073
.639
.361
.823
Valid
VAR00074
.517
.361
.821
Valid
VAR00075
.564
.361
.841
Valid
VAR00076
.597
.361
.715
Valid
VAR00077
.532
.361
.635
Valid
VAR00078
.564
.361
.673
Valid
VAR00079
.664
.361
.773
Valid
VAR00080
.594
.361
.684
Valid
VAR00081
.501
.361
.676
Valid
VAR00082
.627
.361
.768
Valid
VAR00083
.782
.361
.875
Valid
VAR00084
.720
.361
.854
Valid
VAR00085
.670
.361
.856
Valid
255
VAR00086
.697
.361
.639
Valid
VAR00087
.667
.361
.873
Valid
VAR00088
.743
.361
.769
Valid
VAR00089
.608
.361
.876
Valid
VAR00090
.613
.361
.862
Valid
VAR00091
.624
.361
.747
Valid
VAR00092
.793
.361
.885
Valid
VAR00093
.658
.361
.756
Valid
VAR00094
.549
.361
.893
Valid
VAR00095
.650
.361
.758
Valid
VAR00096
.551
.361
.898
Valid
VAR00097
.656
.361
.881
Valid
VAR00098
.712
.361
.765
Valid
VAR00099
.598
.361
.618
Valid
VAR00100
.584
.361
.854
Valid
VAR00101
.602
.361
.864
Valid
VAR00102
.651
.361
.837
Valid
VAR00103
.526
.361
.732
Valid
VAR00104
.435
.361
.883
Valid
VAR00105
.485
.361
.885
Valid
VAR00106
.484
.361
.615
Valid
VAR00107
.432
.361
.617
Valid
VAR00108
.540
.361
.635
Valid
VAR00109
.712
.361
.898
Valid
VAR00110
.671
.361
.887
Valid
VAR00111
.452
.361
.743
Valid
VAR00112
.454
.361
.899
Valid
VAR00113
.508
.361
.863
Valid
VAR00114
.618
.361
.866
Valid
VAR00115
.673
.361
.754
Valid
VAR00116
.562
.361
.872
Valid
VAR00117
.668
.361
.873
Valid
VAR00118
.705
.361
.863
Valid
VAR00119
.712
.361
.877
Valid
VAR00120
.718
.361
.861
Valid
VAR00121
.654
.361
.812
Valid
VAR00122
.492
. 361
.886
Valid
VAR00123
.451
. 361
.898
Valid
256
VAR00124
.471
. 361
.725
Valid
VAR00125
.638
. 361
.858
Valid
VAR00126
.661
. 361
.741
Valid
VAR00127
.706
. 361
.751
Valid
VAR00128
.665
. 361
.755
Valid
VAR00129
.627
. 361
.621
Valid
VAR00130
.611
. 361
.676
Valid
VAR00131
.674
. 361
.888
Valid
VAR00132
.708
. 361
.863
Valid
VAR00133
.687
. 361
.823
Valid
VAR00134
.567
. 361
.698
Valid
VAR00135
.534
. 361
.745
Valid
VAR00136
.718
. 361
.761
Valid
VAR00137
.719
.361
.780
Valid
VAR00138
.690
. 361
.762
Valid
VAR00139
.620
. 361
.862
Valid
VAR00140
.628
. 361
.881
Valid
VAR00141
.310
. 361
.765
Drop
VAR00142
.528
. 361
.747
Valid
VAR00143
.688
. 361
.752
Valid
VAR00144
.703
. 361
.764
Valid
VAR00145
.718
. 361
.762
Valid
VAR00146
.554
. 361
.898
Valid
VAR00147
.477
. 361
.544
Valid
VAR00148
.442
. 361
.582
Valid
VAR00149
.467
. 361
.528
Valid
VAR00150
.420
. 361
.647
Valid
VAR00151
.451
. 361
.669
Valid
VAR00152
.410
. 361
.763
Valid
VAR00153
.410
. 361
.895
Valid
VAR00154
.453
. 361
.857
Valid
VAR00155
.438
. 361
.895
Valid
VAR00156
.440
. 361
.696
Valid
VAR00157
.517
. 361
.566
Valid
VAR00158
.526
. 361
.532
Valid
VAR00159
.629
. 361
.748
Valid
257
VAR00160
.618
. 361
.720
Valid
VAR00161
.418
. 361
.762
Valid
VAR00162
-.455
. 361
.885
Valid
VAR00163
.595
. 361
.837
Valid
VAR00164
.528
. 361
.646
Valid
VAR00165
.445
. 361
.604
Valid
VAR00166
.460
. 361
.764
Valid
VAR00167
.441
. 361
.897
Valid
VAR00168
.558
. 361
.836
Valid
VAR00169
.538
. 361
.659
Valid
258
Lampiran 4 : Sebaran masyarakat berdasarkan karakteristik individu
Peubah / Indikator
Balongan
Sukaurip
Majakerta Total (Persentase)
Umur (tahun)
Muda (15-33)
55,7
49,3
53,0
52,6
Sedang (34-51)
39,9
39,0
39,0
39,2
7,2
9,9
7,8
8,2
SD
20,0
60,7
16,4
31,0
SMP
35,7
16,4
43,8
32,3
SMA
34,3
19,7
43,7
29,2
PT
10,0
3,5
8,1
7,2
7,4
12,0
10,6
10,0
Jarang (1-3)
33,4
39,0
31,1
34,5
Sering (4-6)
39,9
33,8
35,8
36,5
Sangat sering (≥ 7)
18,1
19,1
19,8
19,0
Tokoh Informal
14,3
27,2
12,5
18,0
Non Tokoh Informal
85,2
73,4
87,4
82,0
Tua (52-70)
Pendidikan Formal
Pendidikan Nonformal (kali)
Tidak Pernah (0)
Status Sosial
n = 195
259
LAMPIRAN 5: Rataan skor penilaian terhadap aktivitas komunikasi
organisasi di tiga desa penelitian
Penilaian terhadap aktivitas
komunikasi organisasi
Rataan Skor*
Balongan
Sukaurip
Majakerta
Total
Saluran interpersonal
2,37
2,39
2,47
2,41
Saluran media massa
2,33
2,51
2,45
2,43
Informasi yang relevan
2,41
2,43
2,39
2,41
Unsur kebaruan
2,43
2,26
2,33
2,34
Dapat dipercaya
2,27
2,49
2,38
2,38
Mudah dimengerti
2,31
2,43
2,34
2,36
Mampu menyelesaikan masalah
2,39
2,41
2,48
2,42
Kemampuan berkomunikasi
2,55
2,52
2,52
2,53
Kemampuan memotivasi
2,44
2,43
2,48
2,45
Kemampuan transfer belajar
2,46
2,39
2,48
2,44
Saluran komunikasi
Mutu informasi
Pendamping
program
kegiatan
tanggungjawab sosial perusahaan
Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75; Buruk: 1,76-2,51; Baik: 2,52-3,27 Sangat baik: 3,28-4.
260
LAMPIRAN 6: Rataan skor tingkat partisipasi responden dalam setiap
tahapan kegiatan TSP di tiga desa penelitian
Tingkat partisipasi
masyarakat terhadap
Rataan Skor*
Balongan
Sukaurip
Majakerta
Total
Merencanakan kegiatan
2,44
2,49
2,53
2,48
Melaksanakan kegiatan
2,54
2,54
2,58
2,55
Memanfaatkan kegiatan
2,39
2,43
2,42
2,41
Mengevaluasi kegiatan
2,48
2,50
2,52
2,50
kegiatan TSP
Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75 Buruk: 1,76-2,51 Baik: 2,52-3,27 Sangat baik: 3,28-4
261
LAMPIRAN 7: Rataan skor efektivitas kegiatan tanggungjawab sosial
perusahaan di tiga desa penelitian
Peubah/Indikator
Rataan Skor*
Balongan
Sukaurip
Majakerta
Total
di bidang ekonomi
2,52
2,59
2,53
2,55
di bidang sosial
2,52
2,52
2,53
2,53
di
2,43
2,51
2,39
2,44
di bidang ekonomi
2,58
2,56
2,54
2,56
di bidang social
2,44
2,49
2,42
2,45
di bidang pengelolahan
2,50
2,50
2,44
2,48
Persepsi Masyarakat
bidang
pengelolahan
lingkungan hidup
Keberdayaan Masyarakat
lingkungan hidup
Keterangan: *Sangat Buruk: 1-1,75; Buruk: 1,76-2,51; Baik: 2,52-3,27; Sangat baik: 3,28-4
262
LAMPIRAN 8: OUTPUT HIPOTESIS
Hubungan karakteristik responden dengan penilaian terhadap aktivitas
tanggungjawab sosial perusahaan
Peubah
Saluran
Mutu
Komunikasi
Informasi
Umur
0,337**
0,232*
Pendidikan Formal
0,457**
0,256**
Pendidikan
Non
0,259**
0,229*
Formal
Status Sosial
0,117
0,097
Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01
Indikator
Pendamping
Program Kegiatan
O,231*
0,266**
0,288**
0,059
Hubungan antara karakteristik individu dengan
tingkat partisipasi masyarakat
Merencanakan Melaksanakan Memanfaatkan Mengevaluasi
Kegiatan
kegiatan
kegiatan
Kegiatan
0,230*
0,290**
0,287**
0,237*
0,302**
0,229*
0,229*
0,099
Umur
Pendidikan
Formal
Pendidikan
0,381**
0,443**
0,377**
Non Formal
Status Sosial
0,311**
0,390**
0,322**
Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01
0,109
0,290**
Hubungan antara penilaian aktivitas komunikasi organisasi
dengan tingkat partisipasi masyarakat
Peubah
Merencanakan Melaksanakan Memanfaatkan Mengevaluasi
Saluran
0,300**
0,240*
0,290**
0,002
komunikasi
Mutu
0,350**
0,312**
0,327**
0,189
informasi
Pendamping
0,379**
0,370**
0,226*
0,021
program
Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01
Hubungan antara tingkat partisipasi dengan
tingkat persepsi masyarakat
Indikator
Persepsi di bidang
Persepsi di
Persepsi di bidang
ekonomi
bidang sosial
lingkungan
Merencanakan
0,397**
0,396**
0,379**
Melaksanakan
0,379**
0,331**
0,324**
Memanfaatkan
0,336**
0,310**
0,312**
263
Mengevaluasi
0,050
0,093
0,085
)
)
Keterangan: * nyata pada α 0,05 ; ** sangat nyata pada α 0,01
Hubungan antara partisipasi masyarakat dengan
keberdayaan masyarakat
Indikator
Keberdayaan di
Keberdayaan di
Keberdayaan di
bidang ekonomi
bidang social
bidang lingkungan
Merencanakan
0,330**
0,393**
0,337**
Melaksanakan
0,399**
0,259**
0,264**
Memanfaatkan
0,358**
0,104
0,242*
Mengevaluasi
0,235*
0,108
0,009
Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01
Hubungan antara persepsi masyarakat
dengan tingkat keberdayaan masyarakat
Indikator
Keberdayaan
Keberdayaan
Keberdayaan di
di bidang
di bidang
bidang
ekonomi
sosial
lingkungan hidup
Persepsi
dibidang
0,332**
0,139
0,097
ekonomi
Persepsi di bidang sosial
0,306**
0,323**
0,156
Persepsi
di
bidang
0,306**
0,304**
0,281**
lingkungan
Keterangan: *) nyata pada α 0,05 ; **) sangat nyata pada α 0,01
264
LAMPIRAN 9: DOKUMENTASI KEGIATAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN PT PERTAMINA RIFENERY UNIT VI
BALONGAN
Kota Indramayu
Jalan menuju Kilang Balongan
yang sudah diaspal
Kantor PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan
Kantor Hupmas PT Pertamina Balongan
265
Wawancara dengan beberapa Key Informan penelitian
Wawancara dengan beberapa orang pemuda Balongan
Wawancara dengan salah seorang key informan yang
sekaligus menjadi staf di Pertamina Balongan
266
FGD dengan tokoh informal
Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat
267
Salah satu kegiatan TSP di bidang ekonomi
Salah satu kegiatan TSP di bidang sosial
Salah satu kegiatan TSP di bidang pengelolaan lingkunan
Download