PERTUMBUHAN GULMA DAN HASIL KACANG

advertisement
J. Agroland 20 (2) : 90 - 98, Agustus 2013
ISSN : 0854-641X
PERTUMBUHAN GULMA DAN HASIL KACANG TANAH
PADA BERBAGAI KERAPATAN TANAM
Weed Growth and Ground Nutyield on Various Planting Densities
Hidayati. Mas’ud1)
1)
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Jl Soekarno Hatta KM 9 Palu
Sulawesi Tengah. Telp/Fax : 0451-429738.
ABSTRACT
This research was conducted in the Sub District of Sigi Biromaru Loru District Donggala.
The research used a randomized completely block design (CBD) with 7 kinds of planting
spaces included J1 = (15 x 15) cm2, J2 = (15x 20) cm2, J3 = (20 x 20) cm2, J4 = (20 x 25) cm2,
J5 = (25 x 25) cm2, J6 = (25 x 30) cm2, and J7 = (30 x 30) cm2. Each experimental unit was repeated
4 times, so that there were 28 units. Observation was done on the Some Dominance Ratio (SDR)
of weeds, number of pods containingseeds plant-1,podweightcontaining seeds plant-1, weightof
pods ha-1, weight of 100 seed grainsand dried beans yield. Data were analyzedusinganalysis of
variance. Ifthe effect was significant then the test was continued using Honest Significance
Difference at 5% level. Largest SDR was found in nut grass group (46.92%, Cyperus rotundus)
followed by broadleaf grass group (24.62%, Trianthema portulacstrum), and barnyard grass group
(15.84%, Echinocloa crussgalli). Various planting spaceshad significant effect on peanut yield
components ie. number of pods containing seeds plant-1, weight of pods containing seeds plant-1 and
pod weight ha-1. The planting space of 20 cm x 25 cm increased peanut yield.
Key Words : Crop density,peanut yield, and weeds growth.
PENDAHULUAN
Tanaman
kacang
tanah
(Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman
polong-polongan terpenting setelah kedelai
yang bernilai gizi tinggi. Biji kacang tanah
mengandung kadar lemak (16 – 50)% dan
protein tinggi (25 – 34)% yang terdiri dari
asam-asam amino esensial, juga mengandung
anti oksidan, arakhidonat dan mineral serta
vitamin E dan vitamin A, Riboflavin,
Thianin, Asam nikotinik. Kacang tanah
dapat dimanfaatkan juga sebagai bahan
industri keju, mentega, sabun dan minyak
(Ispandi dan Munip, 2004)
Produksi
kacang
tanah
di
Sulawesi Tengah belum menunjukkan
angka yang memuaskan. Dampaknya adalah
kebutuhan dalam negeri yang meningkat
tidak bisa dipenuhi sehingga volume impor
kacang menjadi tinggi. Dari luas areal
kacang tanah 5,071ha dengan produksi
sebesar 8,424 ton (BPS-Sulteng, 2010).
Hasil tersebut masih tergolong rendah dibanding
potensi yang dapat dicapai 2 – 2,5 ton/ha
bahkan dapat mencapai rata-rata produksi
potensial 3,5 ton/ha (Infotek, 2010).
Untuk meningkatkan produktivitas
tanaman kacang tanah, diperlukan aspek
pembudidayaan dengan menerapkan teknologi
budidaya yang dianjurkan. Pengelolaan
gulma dilakukan dengan tujuan untuk
membatasi investasi gulma sedemikian rupa
sehingga tanaman dapat dibudidayakan
secara produktif dan efisien atau merupakan
prinsip mempertahankan kerugian minimum
yaitu menekan populasi gulma sampai pada
tingkat populasi yang tidak merugikan secara
ekonomi atau tidak melampaui ambang
ekonomi, namun dalam pengendaliannya
diperlukan pengetahuan yang cukup tentang
gulma yang bersangkutan dan teknik
90
penanggulangannya dan salah satu perbaikan
teknik budidaya adalah usaha pengelolaan
gulma dengan tidak merusak lingkungan
yaitu penekanan gulma secara kultur
teknis melalui pengaturan jarak tanam
(Froud-Williams, 2002).
Kepadatan tanaman dengan jarak
tanam yang umum digunakan (20 x 20 cm)
ternyata mampu mengurangi pertumbuhan
gulma lebih dari 30% dan berkorelasi
meningkat dengan tanaman kacang tanah
10%. Pengurangan jarak antar baris dari
50 cm sampai 20 cm dapat mengurangi
berat kering gulma 50% dibandingkan
perlakuan antar baris yang lebih terbuka dan
51% dibandingkan dengan perlakuan mulsa.
Peningkatan kepadatan tanaman ternyata
meningkatkan kemampuan dalam berkompetisi
(Sukman dan Yakup, 2002). Untuk menentukan
jenis-jenis gulma yang dominan di areal
pertanaman maka perlu dilakukan analisis
vegetasi (Tjitrisemito, 1999) sebagai langkah
dalam menentukan tindakan pengendalian
gulma yang efektif.
Berdasarkan hal diatas, maka
dipandang perlu mengkaji pertumbuhan
gulma dan hasil kacang tanah pada berbagai
kerapatan tanam.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Desa
Loru Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten
Donggala Provinsi Sulawesi Tengah
dengan ketinggian tempat 60 m dari
permukaan laut,, pelaksanaan penelitian
dimulai Oktober 2011.
Bahan yang digunakan adalah benih
kacang tanah varietas kelinci, jerami padi,
tali ravia, amplop, pupuk : Urea, SP36,
KCl, pestisida dan Legin. Sedangkan alat
yang digunakan bajak, meteran, cangkul,
timbangan, kuadrat gembor, hand sprayer,
ember, oven dan alat tulis menulis.
Penelitian menggunakan rancangan
acak kelompok (RAK) pola 1 faktor
yang terdiri atas 7 taraf perlakuan, yaitu
J1 = (15 x 15) cm2, J2 = (15x 20) cm2,
J3 = (20 x 20) cm2, J4 = (20 x 25) cm2,
J5 = (25 x 25) cm2, J6 = (25 x 30) cm2,
91
J7 = (30 x 30) cm2. Percobaan diulang
sebanyak 4 kali sehingga keseluruhan
terdapat 28 unit percobaan. Untuk
mencapai tujuan penelitian maka dilakukan
pengamatan/pengukuran terhadap gulma
dan hasil kacang tanah. Parameter pengamatan
antara lain :
1. Summed dominance Ratio (SDR) /
Nisbah Jumlah Dominan (%), dapat
dihitung dengan menggunakan rumus
(Tjitrosemito, 1999):
Kerapatan nisbi + Frekuensi nisbi + Bobot kering nisbi
3
Kerapatan mutlak = Jumlah individu jenis dalam petak contoh
Kerapatan nisbi = Kerapatan mutlak suatu jenis
x 100%
Jumlah kerapatan mutlak semua jenis
Frekuensi mutlak = Jumlah petak contoh yang berisi suatu jenis x 100%
Jumlah semua petak contoh yang diambil
Frekuensi nisbi = Frekuensi mutlak suatu jenis
x 100%
Jumlah frekuensi mutlak suatu jenis
Bobot kering nisbi = Bobot kering suatu jenis x 100%
Jumlah bobot kering semua jenis
2. Jumlah Polong Berisi Per tanaman(10
tanaman untuk diamati).
3. Berat Polong Berisi Per tanaman
4. Berat Polong Per hektar
5. Bobot 100 Butir Biji
6. Hasil Biji Kering (Hasil penimbangan
ubinan seluas 1m x 1 m ).
Data pengamatan yang telah
terkumpul dianalisis dengan analisis ragam.
Bila berpengaruh nyata dilakukan uji BNJ
5% (Steel dan Torrie (1989)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil.
Komposisi Gulma dan Summed Dominnce
Ratio/Nilai Jumlah Dominan. Summed
Dominance Ratio/Nisbah Jumlah Dominan
berguna untuk menggambarkan hubungan
jumlah dominansi suatu jenis gulma dengan
jenis gulma lainnya dalam suatu komunitas,
sebab dalam suatu komunitas sering dijumpai
species gulma tertentu yang tumbuh lebih
dominan dari species yang lain. SDR dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Summed Dominance Ratio (%) Sesaat Setelah Panen
No
Jenis Gulma
Jarak Tanam
1
Golongan Rumput
J1
J2
J3
J4
J5
J6
J7
Rata-Rata
Sdr
1.1
Cynodon dactylon (L)
10,16
11,86
12,58
13,02
13,26
13,26
16,21
12,91
1.2
Echinocloa cruss-galli L
9,55
9,70
11,16
13,83
15,45
16,56
34,65
15,84
1.3
Echinocloa colonum (L)
4,92
6,77
7,23
8,85
8,91
51,98
12,07
8,17
1.4
Paspalum Konyugatum
4,42
5,16
6,17
8,02
8,33
10,22
12,07
7,84
2
Golongan Teki
2.1
Cyperus Sp
42,54
43,32
44,89
44,02
46,40
51,98
30,95
46,92
3
Golongan Berdaun Lebar
3.1
17,39
19,30
22,80
23,40
10,22
29,48
30,95
24,62
3.2
Trianthema
Portulasctrum L
Euphorbia glonifera
5,24
5,95
6,17
9,13
10,22
11,87
12,37
8,17
3.3
Echipta alba
4,61
4,70
5,40
5,87
6,99
7,85
8,00
6,20
3.4
Phylantus niruri
4,47
4,70
6,56
6,21
7,52
9,11
10,16
7,11
3.5
Althernantera pungens
2,25
4,61
5,59
5,57
6,15
5,64
7,76
5,37
3.6
Ageratum conyzoides
5,65
5,62
6,14
6,77
6,57
6,45
7,18
6,47
Hasil analisis vegetasi (tabel 1) pada
saat panen, gulma yang tumbuh pada lahan
percobaan terdapat 11 jenis gulma yang
terdiri atas golongan rumput, teki dan
berdaun lebar. Gulma yang dominan sesuai
dengan nilai rata-rata SDR yang tertinggi
adalah dari golongan teki yaitu Cyperus
rotundus (42,92%), dari golongan berdaun
lebar yaitu Trianthema pontulacstrum (L)
(24,62%) dan dari golongan rumput adalah
Echinocloa crussgalli (15,84%) dan Cynodon
dactylon (L) adalah 18,02% serta diikuti
jenis gulma lainnya yang memiliki nilai
rata-rata yang lebih rendah.
Cyperus rotundus merupakan gulma
dominan, dimana pada perlakuan jarak tanam
30 x 30 cm menghasilkan nilai SDR tertinggi
(54,27%), kemudian disusul 51,98% pada
perlakuan jarak tanam 30 x 25 cm, nilai
SDR terendah diperoleh pada perlakuan
jarak tanam 15 x 15 cm (42,54%).
Trianthema
portulacstrum
L.,
merupakan gulma dominan, dimana pada
perlakuan jarak tanam 30 x 30 cm menghasilkan
nilai SDR tertinggi yaitu 30,95%, kemudian
disusul 29,48% pada perlakuan jarak tanam
30 x 25 cm, SDR 28,92% diperoleh pada
perlakuan jarak tanam 25 x 25 cm. Nilai
SDR terendah diperoleh pada perlakuan
jarak tanam 15 x 15 cm (17,39%).
Echinocloa
crussgalli
juga
termasuk gulma yang mendominasi lahan
percobaan dengan nilai rata-rata SDR
15,84%. Pada tabel diatas menunjukkan
nilai SDR tertinggi diperoleh pada perlakuan
jarak tanam 30 x 30 cm (J7) yaitu 34,65%,
kemudian disusul pada perlakuan jarak tanam
25 x 30 cm dengan nilai SDR 16,56%. Nilai
SDR 15,45% diperoleh pada perlakuan
25 x 25 cm. Nilai SDR terendah diperoleh
pada perlakuan jarak tanam 15 x 15 cm
yaitu 9,70%, kemudian disusul 9,55% pada
perlakuan jarak tanam 15 x 20 cm.
Cynodon dactylon L memiliki
nilai rata-rata SDR 12,91% dengan nilai
SDR tertinggi diperoleh pada perlakuan
jarak tanam 30 x 30 cm (J7) yaitu 16,21%,
kemudian disusul pada perlakuan jarak tanam
92
mortalitas untuk menjaga out put reproduksi
yang stabil (Rao, 2000).
25 x 30 cm dan 25 x 25 cm dengan nilai
SDR 13,26% dan 13,02%. Perlakuan jarak
tanam 15 x 15 cm (J1) diperoleh nilai SDR
terendah yaitu 10,16%.
Terdapat implikasi praktis yaitu
walaupun hanya beberapa batang gulma
yang bisa lolos dari upaya kultur teknis,
out put reproduksi untuk mempertahankan
kontinuitas populasi gulma dari waktu ke
waktu. Gulma semusim mampu memanfaatkan
respon sehubungan dengan kerapatan dan
Jumlah Polong Berisi Per tanaman, Berat
Polong Berisi Per tanaman dan Berat
Polong Per hektar. Hasil sidik ragam
menunjukan perlakuan berbagai jarak tanam
sangat berpengaruh terhadap jumlah polong
berisi per tanaman, berat polong berisi per
tanaman dan berat polong per hektar. Ratarata jumlah polong berisi, berat polong
berisi per tanaman dan berat polong per
hektar dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Jumlah Polong Berisi Per tanaman, Berat Polong Berisi Per tanaman, Berat
Polong Per hektar pada Berbagai Jarak Tanam
Perlakuan
Jarak Tanam
J1
J2
J3
J4
J5
J6
J7
BNT
Jumlah Polong Berisi
Per Tanaman
6,75a
8,69b
10,38c
13,19e
13,13e
12,63de
11,81d
1,13
Berat Polong Berisi
Per Tanaman (g)
6,06a
7,85b
11,78c
13,86d
13,57d
12,88d
12,94d
1,46
Berat Polong
Per Hektar (ton)
2,66ab
2,89b
3,00bc
3,46c
3,16bc
2,53ab
2,20a
0,50
Ket : Rata-rata yang Diikuti Huruf Sama pada Kolom yang Sama Tidak Berbeda pada Uji BNT taraf 5%
16
14
12
Jumlah Polong berisi Pertanaman
10
8
Berat Polong Berisi Pertanaman (g)
6
Berat polong Perhektar (ton)
4
2
0
J1
J2
J3
J4
J5
J6
J7
Gambar 1
Rata-rata Jumlah Polong Berisi Per tanaman, Berat Polong Berisi Per tanaman
dan Berat Polong Per hektar pada Berbagai Jarak Tanam
93
Hasil uji BNT 5% (tabel 2)
menunjukkan bahwa jarak tanam 20 x 25
cm (J4) menghasilkan jumlah polong berisi
per tanaman tertinggi dan tidak berbeda
pada perlakuan jarak tanam J5 dan J6 tetapi
berbeda pada perlakuan jarak tanam J1, J2,
J3 dan J7. Jumlah polong berisi per tanaman
terendah diperoleh pada perlakuan 15 x 15 cm
(J1) dan berbeda pada perlakuan lainnya.
Pada pengamatan berat polong berisi
per tanaman tertinggi diperoleh pada
perlakuan jarak tanam 20 x 25 cm (J4) dan
berbeda pada perlakuan jarak tanam J1, J2,
dan J3 tetapi tidak berbeda pada perlakuan
jarak tanam J5, J6 dan J7. Berat polong
berisi per tanaman terendah diperoleh pada
perlakuan 15 x 15 cm (J1) dan berbeda pada
perlakuan lainnya.
Tabel yang sama menunjukkan berat
polong per hektar tertinggi diperoleh pada
perlakuan jarak tanam 20 x 25 cm (J4) dan
berbeda pada perlakuan jarak tanam J1, J2,
J6 dan J7 tetapi tidak berbeda pada perlakuan
jarak tanam J3 dan J5. Berat polong per
hektar terendah diperoleh pada perlakuan
jarak tanam 30 x 30 cm (J7) dan berbeda
pada perlakuan lainnya.
Berat Biji Per hektar dan Berat 100 Biji.
Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan
berbagai jarak tanam berpengaruh sangat
nyata terhadap berat biji perhektar dan berat
100 biji dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Berat Biji Per Hektar dan
Berat 100 Biji pada Berbagai Jarak Tanam
Perlakuan
Jarak Tanam
J1
J2
J3
J4
J5
J6
J7
BNT 5%
Berat Biji Per
Hektar
(ton/ha)
1,81ab
1,87ab
2,05b
2,57c
2,16b
1,97ab
1,71a
0,30
Berat 100
Biji (g)
39,46a
41,77b
46,79c
50,65d
50,03d
48,12c
47,70c
1,60
Ket : Rata-rata yang Diikuti Huruf Sama pada
Kolom yang Sama Tidak Berbeda pada Uji
BNT taraf 5%
Hasil uji BNT 5% (tabel 3)
menunjukkan bahwa jarak tanam 20 x 25
cm (J4) menghasilkan berat biji per hektar
tertinggi dan berbeda pada perlakuan jarak
tanam J1, J2, J3, J5, J6, dan J7. Berat biji
per hektar terendah di peroleh pada jarak
tanam 30 x 30 cm (J7) dan berbeda pada
jarak tanam lainnya. Tabel yang sama
menunjukkan jarak tanam 20 x 25 cm (J4)
menghasilkan berat 100 biji tertinggi
dan tidak berbeda pada perlakuan jarak
tanam 25 x 25 cm (J5) tetapi berbeda
pada perlakuan J1, J2, J3, J6, dan J7. Berat
100 biji terendah diperoleh pada jarak
tanam 15 x 15 cm (J1) dan berbeda pada
perlakuan lainnya.
Pembahasan.
Penekanan Gulma. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai SDR tertinggi
terdapat pada gulma dari golongan teki
(Cyperus Sp), golongan berdaun lebar
adalah Trianthema portulacstrum Ldan dari
golongan rumput Echinocloa cruss-galli L.
Jenis gulma ini merupakan gulma dominan
pada per tanaman kacang tanah, Jenis
gulma tersebut memiliki daya adaptasi yang
tinggi serta penyebaran yang lebih luas
dibanding jenis gulma yang lain. Gulma
jenis teki (Cyperus Sp) yang lebih dominan
pada areal per tanaman kacang tanah
menandakan bahwa gulma tersebut memiliki
kisaran toleransi yang cukup tinggi terhadap
faktor iklim mikro di areal per tanaman.
Menurut Yuliana dkk, (1993), bahwa Cyperus Sp
merupakan gulma yang distribusinya sangat
luas baik di daerah yang beriklim sedang
maupun panas. Tersebar pada daerah yang
dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan
sehingga Cyperus Sp dikenal salah satu
gulma yang sulit dikendalikan. Terdapat
implikasi praktis yaitu walaupun hanya
beberapa batang gulma yang bisa lolos dari
upaya kultur teknis, out put reproduksi
untuk mempertahankan kontinuitas populasi
gulma dari waktu ke waktu. Gulma semusim
mampu memanfaatkan respon sehubungan
dengan kerapatan dan mortalitas untuk
menjaga out put reproduksi yang stabil
(Rao, 2000).
94
60
46.79
50
39.46
50.65
50.03
48.12
47.7
J4
J5
J6
J7
41.77
40
30
20
10
0
J1
J2
J3
Gambar 2
Grafik Rata-rata Berat 100 Biji (gram) pada Berbagai Jarak Tanam
60
46.79
50
39.46
50.65
50.03
48.12
47.7
J4
J5
J6
J7
41.77
40
30
20
10
0
J1
J2
J3
Gambar 3
Grafik Rata-rata Berat Biji Per hektar Pada Berbagai Jarak Tanam
Hasil berat kering gulma berbeda
pada setiap perlakuan jarak tanam yang
dicobakan. Berat kering gulma tertinggi
diperoleh pada perlakuan J7, hal ini
menunjukkan bahwa semakin lebar jarak
tanam yang dicobakan maka pertumbuhan
dan perkembangbiakan gulma semakin
besar.Hal ini diduga selain dipengaruhi
populasi tanaman juga dipengaruhi keadaan
lingkungan yang mendukung pertumbuhan
gulma. Sastrosupadi (1977) menyatakan
penanaman dengan jarak tanam yang lebar
akan memberikan kesempatan pada gulma
untuk tumbuh dan berkembang lebih leluasa.
Semakin lebar jarak tanam yang
digunakan, maka populasi tanaman pada
95
setiap luasan per tanaman semakin berkurang
dan ruang antar tanaman semakin besar
sehingga dapat memberikan keleluasaan
bagi gulma untuk berkembang biak. Sebaliknya
semakin rapat jarak tanam, maka populasi
yang diperoleh semakin bertambah dan
tidak memberikan keleluasaan bagi gulma.
Pernyataan ini sesuai pendapat Harjadi (1991),
bahwa kerapatan tanam mempengaruhi
kompetisi intra spesies dan inter spesies
yang kemudian dapat mempengaruhi hasil
tanaman kacang tanah.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa jumlah spesies gulma golongan
rumput dan berdaun lebar yang tumbuh
pada akhir pengamatan berkurang baik
jumlah maupun kerapatannya bila dibandingkan
pada awal pengamatan.Hal ini diduga selain
dipengaruhi oleh penutupan tajuk tanaman
yang dapat menutupi ruang tumbuh karena
jarak tanam yang semakin rapat juga
dipengaruhi fungsi dan kegunaan mulsa
yang dapat menekan pertumbuhan gulma.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Siswanto
(1999), bahwa beberapa keuntungan dengan
pemberian mulsa, antara lain menurunkan
temperatur tanah, meningkatkan penyimpanan
air tanah, menekan pertumbuhan gulma dan
mengurangi kerusakan struktur tanah.
Menurut Syamsudin dalam Mas’ud (2009)
bahwa dengan pemberian mulsa yang
dihamparkan diatas permukaan tanah dapat
mengurangi laju pertumbuhan gulma dan
efektif dibanding dengan penggunaan
herbisida pratumbuh.
Selain dapat menekan pertumbuhan
gulma, penutupan mulsa juga dapat berperan
dalam penambahan species gulma baru yang
awalnya tidak tumbuh sebelum penanaman
tetapi muncul setelah dilakukan percobaan.
Hal ini diduga bahwa beberapa jenis gulma
yang peka terhadap sinar matahari sebaliknya
menghendaki kondisi tanahyang dingin dan
lembab akibat penutupan tajuk tanaman dan
penutupan mulsa walaupun SDR dari gulma
tersebut kecil.
Pengaruh terhadap Komponen Hasil.
Kerapatan tanaman mempunyai hubungan
yang tak dapat dipisahkan dengan jumlah
hasil yang akan diperoleh dari sebidang
tanah. Produksi tanaman merupakan hasil
resultante dari faktor reproduksi dan hasil
pertumbuhan vegetatif (Sulardi, 2010).
Kepadatan populasi tanaman besar pengaruhnya
bagi keragaman sifat tajuk seperti tinggi
tanaman. Sifat tajukyang menyangkut luas
permukaan daun, sudut dan letak susunan
daun serta pengaruh kanopi tanaman dapat
mempengaruhi iklim mikro karena akan
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi
dan intersepsi cahaya.
Ruang merupakan faktor yang
penting dalam persaingan antar spesies
karena ruang sebagai tempat hidup dan
sumber nutrisi bagi tumbuhan. Ruang yang
besar dapat menyebabkan tingginya tingkat
persaingan. Faktor utama yang mempengaruhi
persaingan antar jenis tanaman yang sama
diantaranya adalah kerapatan tanam. Jarak
tanam yang lebar maupun rapat dapat
berpengaruh terhadap saling menaungi
diantar tanaman (Budianto, 2010) Hal ini
sesuai dengan pendapat Suseno (1981),
bahwa pengaruhi saling menaungi antar
tanaman menyebabkan terjadinya persaingan
cahaya. Terjadinya persaingan cahaya dapat
menyebabkan proses fotosintesis terhambat.
Cahaya yang sampai pada daerah di bawah
kanopi mengalami penurunan intensitas dan
mutu untuk tujuan fotosintesa, sejauhmana
persaingan atau kompetisi berlaku sangat
bergantung pula pada banyaknya unsur hara
yang tersedia dalam tanah dan jumlah
tumbuhan yang terlibat (Nurwansyah, 2011).
Bobot biomassa mencerminkan status nutrisi
tanaman. Kerapatan tanam tinggi membuat
semakin kecilnya hasil fotosintesis sebagai
akibat berkurangnya penerimaan cahaya
matahari, unsur hara dan air, sehingga semakin
kecil pula hasil fotosintesis yang di translokasikan
dan disimpan (DA Novianty, 2010). Semakin
rapat suatu populasi dalam pembudidayaan
akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman
maupun produksi tanaman baik dari segi
kuantitas maupun kualitas.
Hasil penelitian terhadap komponen
hasil menunjukan adanya perbedaan pada
setiap jarak tanam yang digunakan
terutama jumlah polong yang berisi,
jumlah polong berisi pertanaman, berat biji
perhektar dan berat 100 biji. Berdasarkan
hasil uji BNJ 5% menunjukkan perlakuan
jarak tanam 20 cm x 25 cm menghasilkan
rata-rata komponen hasil yang lebih baik.
Jarak tanam 20 cm x 25 cm, efek saling
menaungi antar satu tanaman dengan
tanaman lain tidak terjadi sehingga tidak
terjadi persaingan antar tanaman kacang
tanah. Semakin optimal jarak tanam yang
digunakan maka akan memberikan hasil
produksi yang sesuai, selain pertumbuhan
vegetatif juga diimbangi dengan pertumbuhan
generatif dan menghasilkan produksi
maksimal terutama bagian polong dan biji
(Adnan, 2008).
96
Komponen hasil yaitu jumlah
polong berisi per tanaman, berat 100 biji
dan berat biji per hektar dapat diduga akibat
pengaruh pemberian mulsa di permukaan
tanah. Pertumbuhan dan hasil kacang tanah
yang diperoleh juga dipengaruhi pemberian
mulsa diatas permukaan tanah. Mulsa yang
diaplikasikan berpengaruh pada translokasi
karbohidrat kebagian-bagian tanaman terutama
pada polong dan biji. Berdasarkan hasil
penelitian Mayun (2007) bahwa pemberian
mulsa jerami padi sebanyak 15 T Ha-1 dapat
meningkatkan hasil biji kering oven kacang
tanah sebesar 3,09 T Ha-1 dibandingkan
tanpa diberi mulsa yaitu sebesar 2,12 T Ha-1
atau meningkat sebesar 45,75%. Hal ini
diduga bahwa mulsa yang dihamparkan di
areal per tanaman dapat mempengaruhi
perubahan temperatur dalam tanah. Tempratur
tanah dapat mempengaruhi aktivitas mikroba
tanah dalam merombak bahan organik serta
membebaskan senyawa-senyawa organik
yang dapat bermanfaat bagi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Selanjutnya
menurut Syamsudin (2006) bahwa dengan
pemberian mulsa yang dihamparkan diatas
permukaan tanah dapat mengurangi laju
pertumbuhan gulma dan efektif dibanding
dengan penggunaan herbisida pra tumbuh
(Rostar, 25EC).
Hal ini diduga dipengaruhi keadaaan
lingkungan yang sesuai untuk tanaman
terutama dalam hal penerimaan cahaya.
Keadaan lingkungan tumbuh terutama di
atas tanah (cahaya) digunakan untuk
akumulasi fotosintat. Hasil fotosintat yang
ditranslokasikan ke bagian polong juga
meningkat, pada gilirannya jumlah polong
isi pertanaman yang terbentuk lebih banyak.
Hasil polong ditetukan oleh hasil fotosintat
yang diakumulasi kedalam pericarp (kulit
polong) dan biji. Makin banyak akumulasi
fotosintat tersebut memungkinkan pembentukan
polong dan biji lebih banyak serta ukuran
biji lebih besar (Kadekoh,1997).
97
Rata-rata hasil penelitian pada
komponen hasil menurun pada jarak tanam
yang lebih lebar yaitu pada perlakuan J7
(30cm x 30cm). Hal ini diduga akibat
pengaruh gulma yang tumbuh pada areal
per tanaman yang dengan sengaja tidak
disiangi sehingga terjadi persaingan antar
tanaman kacang tanah dengan gulma dalam
memperebutkan faktor tumbuh, dimana gulma
lebih kuat bersaing karena merupakan
seleksi alam sedangkan tanaman budidaya
merupakan seleksi buatan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pertumbuhan
gulma
golongan
teki (Cyperus rotundus Sp) dengan SDR
tertinggi (46,92%) kemudian golongan berdaun
lebar yaitu Trianthema portulacstrum
(24,62%) dan dari golongan rumput yaitu
Echinocloa cruss-galli (15,84%). Secara
umum, ketentuan dominansi gulma dengan
SDR > 15% diareal tanaman pangan, perlu
dilakukan tindakan pengendalian gulma
karena berpengaruh terhadap hasil tanaman.
Perlakuan barbagai jarak tanam
berpengaruh terhadap komponen hasil
kacang tanah (jumlah polong berisi per
tanaman, berat polong berisi per tanaman,
berat polong per hektar). Perlakuan jarak
tanam 20 cm x 25 cm mampu meningkatkan
hasil tanaman kacang tanah.
Saran
Diperlukan penggabungan satu
atau lebih cara penekanan gulma teki
(Cyperus rotundus Sp) berdasarkan
pertimbangan ilmiah.
Untuk mendapatkan hasil panen
kacang tanah yang optimal disarankan
menggunakan jarak tanam 20 cm x 25 cm.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan., 2008. http://adnanlpp’s.wordpress.com.
Astanto Kusno., 2005. Aplikasi Teknik Produksi Kacang Tanah. http://www.situshijau.co.id.
BPS-Sulteng., 2010. Luas Panen, Hasil per Hektar dan Produksi Kacang Tanah 2006–2010 Sulteng.
http://www.bps.co.id.
Budianto., 2010. Kerapatan Tanam. http://bukubudianto.blogspot.com.
Dwi Ari Novianty dan Dwi Guntoro., 2010. Studi Kompetisi Tanaman Padi pada Beberapa Kepadatan
Populasi Echinochloa crussgalli dengan Pendekatan Parsial Aditif. Makalah Seminar Departemen
Agronomi dan Hortikultura – Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Froud-Williams, R.J. 2002. Weed competition in Robert. E.L. Naylor (Ed) Weed Management Hand Book.
Ninth Edition. Published for The British Crop Protection Council by Blackwell Science.
Harjadi S, 1997. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Indrakusuma., 2000. Pupuk Organik Cair Supra Alam Lestari. PT Surya Pratama Alam. Yogyakarta.
Infotech 25., 2010. Pengelolaan Tanaman Terpadu Kacang Tanah. http://teknis-budidaya.blogspot.com.
Ispandi A dan Munip., 2004. Plasma Nutfah Kacang Tanah (Arachishypogeal L). http://journal.unsri.ac.id.
Yuliana, Kusniati dan Dinoto, 1993. Pemanfaatan Umbi Teki (Cyperus rotundus Sp) sebagai Bahan Baku
Senyawa yang Berguna Dalam industri dengan Menggunakan Mikroorganisme. Prosiding HIGI Thn
2005, Konfrensi Nasional XVII. Implementasi Gulma dalam Sistem Berkelanjutan yang berbasis
Agribisnis Dalam rangka Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, Yogyakarta.
Kadekoh, I., 2007. Komponen Hasil dan Hasil Kacang Tanah Berbeda Jarak Tanam dalam Sistem Tumpang
Sari dengan Jagung yang di Devoliasi pada Musim Kemarau dan Musim Hujan. J. Agroland.
Vol.14 No. 1. Hal 11-17.
Mas’ud.H., 2009. Komposisi dan Efisiensi Pengendalian Gulma pada Pertanaman Kedelai. J. Agroland
Vol. 16, No. 2.
Nurwansyah., 2011. Sifat Dari Kompetisi Gulma. http://Wahanapertanian.blogspot.com.
Rao, V.S., 2000. Principles of Weed Science 2nd ed. International Consultant, Weed Science Santa Clara,
USA. Science Publishers, Inc. p. 36 – 37.
Sastrosupadi dan Oesman, 1997. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Pertumbuhan Tanaman Kapas.
Lembaga Penelitian Tanaman Industri, Bogor.
Steel D.G.R. and J.H. Torrie., 1995. Principle and Procedure of Statistics 2nd (Ed). Mc Graw. Hill.
International Book Company. Singapore.
Sukman dan Yakup, 2002. Gulma dan Tehnik Pengendalianya. Rajawali Press, Jakarta.
Sulardi., 2010. Skripsi. TingkatKerapatan Tanam dan Pola Pemetaan Tanaman Pekarangandi Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang Jawa-Tengah. Program Studi Pendidikan Biologi–Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Suseno H., 1981. Fisiologi Tumbuhan, Metabolisme Dasar dan Beberapa Aspeknya. Departemen Botani
IPB, Bogor.
Syamsudin., 2006–FAO of the United Nations. Pengendalian Gulma pada Tanaman Kedelai di Nimbokrang
Jayapura. Centre for Agricultural Library and Technology Dissemination Bogor 16122. Indonesia.
http://news.google.com.
98
Download