BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya-Gaya pada pesawat terbang Gaya-gaya utama yang berlaku pada pesawat terbang pada saat terbang dalam keadaan lurus dan datar. Serta dalam keadaan kecepatan tetap ialah: 1. Weight (gaya berat) yaitu merupakan gaya yang didapat dari penjumlahan berat pesawat dan berat muatan pesawat itu sendiri. Weight mengarah vertical kebawah melalui center of gravity dari pesawat. 2. Thrust (gaya dorong) yaitu merupakan gaya yang dihasilkan oleh power plant. Gaya ini berlawanan dengan gaya hambat, dan secara umum gaya ini beraksi parallel dengan sumbu longitudinal. 3. Lift (gaya angkat) yaitu gaya yang dihasilkan oleh efek dinamis dari udara, dan beraksi tegak lurus terhadap angin relative melalui center of pressure dari sayap. 4. Drag (gaya hambat) merupakan gaya kebelakang. Disebabkan oleh gangguan aliran udara oleh sayap, fuselage, dan objek-objek lain. Drag kebalikan dari thrust, dan beraksi kebelakang parallel dengan arah angin relatif (relative wind). Gambar II. 1 Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat (modelairplane.cadblog.net) II-1 II-2 2.1.1 Profil Drag Profile drag merupakan gaya hambat yang disebabkan oleh pergerakan benda padat dalam suatu medium fluida. Gaya hambat ini terdiri dari: 1. Form Drag yaitu merupakan gaya hambat yang timbul akibat bentuk dari benda. Ukuran dan bentuk dari benda merupakan pertimbangan utama. Form drag dapat diminimalisir dengan pembuatan bentuk benda yang aerodinamis. Seperti contoh Gambar II.2. Gambar II. 2 Contoh form drag pada berbagai bentuk (www.centennialofflight.gov) 2. Skin Friction Drag yaitu gaya hambat yang dikarenakan gesekan antara aliran udara dengan permukaan benda (skin). Ketika aliran udara melewati objek, molekul udara yang terdekat dengan permukaan bergerak secara stasioner dengan permukaan. Semakin jauh dari permukaan, molekul udara akan bergerak lebih cepat, hingga pada bagian terluar lapisan udara, molekul tersebut akhirnya bergerak dengan kecepatan yang sama dengan aliran udara relatif. Seperti gambar II.3 II-3 Gambar II. 3 Skin Friction Drag (www.kasravi.com) Pada pesawat terbang, profile drag tergolong cukup kecil. Sehingga tidak begitu berpengaruh pada penerbangan. Namun profile drag tetap merupakan bagian dari gaya hambat (drag). Sehingga dalam aerodinamika, hal ini tetap diperhitungkan. 2.1.2 Induced Drag Seperti yang kita ketahui bahwa tidak ada sistem mekanik yang bisa 100% efisien, apapun bentuknya dari sebuah sistem, maka sebuah usaha akan memerlukan usaha tambahan yang akan diserap atau hilang dalam sistem tersebut. Makin efisiensi sebuah sistem, makin sedikit kehilangan usaha tambahan. Induced drag atau gaya hambat imbas, merupakan gaya hambat yang terjadi akibat adanya imbas terhadap gaya angkat. Pada dasarnya, gaya hambat inilah yang berpengaruh besar terhadap penerbangan. Sifat aerodinamik sayap dalam penerbangan yang datar menghasilkan gaya angkat yang dibutuhkan, tapi ini hanya bisa didapat dengan beberapa rugi-rugi yang harus dibayar, yaitu induced drag. Induced drag pasti ada ketika sayap menghasilkan gaya angkat dan jenis drag ini dari produksi gaya angkat. Konsekuensinya, drag ini selalu muncul pada saat gaya angkat dihasilkan. II-4 Sayap pesawat menghasilkan gaya angkat dengan menggunakan energi dari aliran udara bebas. Ketika menghasilkan gaya angkat, tekanan permukaan bawah sayap lebih besar dari permukaan atas. Hasilnya udara akan cenderung untuk mengalir dari daerah tekanan tinggi dari ujung sayap (wingtip) ke tengah kepada daerah yang bertekanan rendah di atas sayap. Di sekitar ujung sayap ada kecenderungan tekanan-tekanan ini untuk menjadi seimbang, sama kuat, menghasilkan aliran lateral keluar dari bagian bawah ke bagian atas sayap. Aliran lateral ini membuat kecepatan yang berputar ke udara di ujung sayap dan mengalir ke belakang sayap. Maka aliran di sekitar ujung sayap akan berbentuk dua vortex yang mengallir (trailing) di belakang pada waktu sayap bergerak maju. Ketika pesawat dilihat dari ekornya, vortex-vortex ini akan bersirkulasi kebalikan arah jarum jam di sekitar ujung sayap kanan dan searah jarum jam di ujung sayap kiri. Saat pesawat /sayap terbang di udara, pada bagian lower surface terdapat udara bertekanan tinggi, dan pada bagian upper surface, terdapat udara bertekanan rendah. Beda tekanan ini mengakibatkan terjadinya “kebocoran” (leak) melalui tip sehingga membentuk aliran udara melingkar seperti pusaran udara yang disebut wingtip vortex. Pada trailing edge sayap, wingtip vortex seperti pada Gambar II.4 tersebut akan mengarah kebawah. Peristiwa ini disebut downwash. Gambar II. 4 Skema dari wing tip vortex (Anderson, John D : 1984) II-5 Efek downwash mengakibatkan adanya pergeseran sudut serang (angle of attack). Sudut yang dihasilkan antara kecepatan freestream (V∞) dengan angin relatif (relative wind) disebut sudut serang imbas (induced angle of attack (αi)). Akibat adanya sudut ini, arah gaya angkat (lift) pun bergeser kebelakang, sehingga arah lift menjadi tegak lurus terhadap angin relatif. Gaya yang ditimbulkan akibat pergeseran ini ialah induced drag. Untuk lebih jelasnya, dapat terlihat pada Gambar II.5 Gambar II. 5 Induced Drag (Anderson, John D : 1984) Gambar II.5 menunjukan Induced drag yang dapat dihitung dengan rumus: Dimana Cl adalah koefisien lift, e adalah span efficiency dan AR adalah Aspect ratio dari sayap. II-6 Dimana b adalah jarak bentangan sayap (tip ke tip), dan S adalah luas sayap. Teori lift menunjukan bahwa induced drag yang optimum terjadi pada distribusi eliptik lift dari tip ke tip. Faktor efisiensi sama dengan 1.0 untuk edistribusi eliptik dan kurang dari 1.0 untuk distribusi lift yang lain. Jadi penampang yang eliptikal memiliki induced drag yang kecil dibandingkan bentuk sayap yang lain yang memiliki induced drag yang tinggi dibanding sayap eliptikal. 2.2 Ground Effect Ground effect merupakan fenomena ketika perangkat penghasil gaya angkat (lift), seperti sayap, bergerak dengan sangat dekat terhadap permukaan tanah. Hal ini menyebabkan adanya penambahan rasio antara lift dengan drag (lift-to-drag ratio). Fenomena ini dapat menghasilkan penambahan efisiensi aerodinamik pada benda yang terlibat. Secara teori, saat pesawat / sayap terbang sangat dekat dengan permukaan tanah, terjadi interupsi wingtip vortices serta downwash dibelakang sayap terhadap permukaan. Semakin rendah pesawat tersebut terbang, wingtip vortices menjadi semakin tak terbentuk. Hal ini menyebabkan induced drag menurun. Tentunya hal ini akan menyebabkan gaya dorong (thrust) yang dibutuhkan menjadi lebih kecil dibandingkan dalam kondisi out of ground effect. II-7 Sehingga dapat diilustrasikan dengan kedua grafik berikut: Gambar II. 6 Grafik Thrust Required VS Kecepatan (Anderson, John D : 1984) Gambar II. 7 Grafik CL VS AoA (Anderson, John D : 1984) Gambar II.6 menunjukkan bahwa pada kecepatan rendah, thrust yang dibutuhkan dalam kondisi in-ground effect, lebih kecil dibandingkan pada kondisi out-of ground effect .Namun, seiring bertambahnya kecepatan, thrust yang dibutuhkan akan semakin sama besar. Gambar II.7 menunjukkan bahwa dalam kondisi in-ground effect, angle of attack yang sama besar dengan out-of ground effect akan menghasilkan koefisien gaya angkat yang lebih besar. II-8 Agar efeknya menjadi besar, sayap harus cukup dekat dengan tanah. Seperti yang kita tahu, salah satu hasil langsung dari ground effect adalah variasi dari induced drag dengan ketinggian sayap di atas tanah pada koefisien lift yang konstan. Ketika sayap berada pada ketinggian sama dengan rentangannya, pengurangan induced drag adalah hanya 1,4 persen. Namun, ketika sayap berada pada ketinggian sama dengan seperempat bentang sayapnya, pengurangan induced drag adalah 23,5 persen, dan ketika sayap berada pada ketinggian sama dengan sepersepuluh bentang sayapnya, pengurangan induced drag sebesar 47,6 persen1. Dengan demikian, pengurangan yang cukup besar pada induced drag akan terjadi hanya ketika sayap sangat dekat dengan tanah. Karena variasi ini, ground effect yang paling diarasakan diakui selama lepas landas atau sesaat sebelum touchdown pada waktu mendarat. Gambar II. 8 Ground Effect (http://seaeagleinternational.com) 1 www.ilmuterbang.com II-9 Selain itu, terbang dekat dengan ground akan menambah tekanan udara pada lower surface sayap seperti Gambar II.8. Dalam hal ini, sudut serang (AoA) yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah gaya angkat tertentu pun akan menjadi lebih kecil. Pada dasarnya, ground effect terbagi menjadi dua pendekatan, yaitu Chord Dominated Ground Effect dan Span Dominated Ground Effect. 2.2.1 Chord Dominated Ground Effect (CDGE) Pada CDGE, parameter utama yang mempertimbangkannya ialah rasio antara ketinggian (height) dengan chord. Hal ini disebut juga height- tochord ratio (h/c). Ketinggian di sini merupakan ketinggian antara permukaan tanah dan airfoil atau sayap. Penambahan gaya angkat disebabkan adanya pembentukan bantalan udara (air cushion) yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan statis saat adanya penurunan ketinggian. Gambar II. 9 Airfoil padakondisi out of ground (a) dan in ground effect (b) (Junde, Jiang : 2006) Pada Gambar II.9 terlihat perbeda anantara airfoil dengan kondisi tidak berada dalam ground effect (a) dan airfoil yang berada dalam ground effect (b). Secara teori, apabila ketinggian semakin mendekati 0, aliran udara menjadi stagnan, dan menghasilkan tekanan static tertinggi. II-10 2.2.2 Span Dominated Ground Effect (SDGE) Dalam pendekatan SDGE, terdapat parameter lain yang dikenal sebagai Height-to-Span ratio. Gaya hambat (drag) total adalah penjumlahan antara Profile Drag dan Induced Drag. Pada SDGE, induced drag akan berkurang karena pusaran udara (vortices) terbatasi oleh permukaan. Sehingga, pada saat kekuatan vortex menurun, sayap akan seolah-olah memiliki aspect ratio (AR) yang tinggi karena bentangan sayap (wingspan) efektifnya bertambah, walaupun secara geometric tetap. Gambar II. 10 Kekuatan vortex pada pesawat saat terbang dalam kondisi yang berbeda. (Junde, Jiang : 2006). 2.3 Sejarah Wing in Ground Effect Aircraft Pada tahun 1920an, fenomena ground effect sudah dikenal, para pilot menyadari bahwa jika mereka terbang rendah dekat dengan runway terasa lebih efisien saat landing. Pada tahun 1934, US National Advisory Committee for Aeronautics mengeluarkan memorandum 771, Ground Effect on the Takeoff and Landing of Airplanes, yang diterjemahkan dari hasil penelitian. Pada awalnya terbang dengan ketinggian yang rendah sangat berbahaya karena tidak memiliki kebebasan untuk bermanuver. Tetapi pada pesawat yang lebih besar dan terbang di air hal tersebut diuji. II-11 Pengujian-pengujian kecil dilakukan di Skandinavia dan Finlandia sebelum perang dunia ke2. Pada tahun 1960an, atas kontribusi Rostislav Alexeyev dari Uni Soviet dan German Alexander Lippisch menghasilkan sebuah pesawat berbasis ground effect. Alexeyev yang berlatarbelakang sebagai desainer kapal laut dan Lippisch sebagai aeronautical engineer menghasilkan pesawat WIG yang dikenal dengan Lippisch. 2.3.1 Wing in Ground Effect Aircraft Wing in Ground Effect Aircraft (WIG) merupakan pesawat yang memanfaatkan prinsip ground effect untuk terbang. WIG memiliki prinsip yang hampir sama dengan hovercraft. Prinsip sederhananya, saat pesawat ini terbang, pesawat ini seolah-olah seperti “ditopang” oleh udara. Beberapa orang menyebutnya air cushion (bantalan udara). Sehingga, pada saat terbang, penumpang akan merasa seperti melayang (floating), terutama pada saat landing. Pada awalnya, WIG selalu didesain hanya untuk terbang pada kondisi ground effect. Setiap WIG tidak bisa melakukan free flight (terbang dengan out of ground effect). Maka dari itu, WIG biasanya digunakan untuk penerbangan jarak pendek dalam transportasi antar pulau. Namun, dalam pengembangannya, beberapa WIG dapat menambah ketinggiannya hingga diatas 150 m diatas permukaan. Dewasa ini, International Maritime Organization membagi WIG menjadi 3 tipe: WIG Tipe A : merupakan pesawat yang tersertifikasi untuk operasi hanya pada ground effect. WIG Tipe B : merupakan pesawat yang tersertifikasi untuk operasi diluar pengaruh ground effect namun tinggi terbang tidak lebih dari 150 m diatas permukaan. II-12 WIG Tipe C : merupakan pesawat yang tersertifikasi untuk operasi diluar pengaruh ground effect dan dapat terbang lebih dari 150 m diatas permukaan. Ketiga tipe ini, dikhususkan untuk WIG dengan penumpang 12 orang atau lebih. Selain itu, WIG juga dapat terbagi menjadi 3 tipe berdasarkan konfigurasi sayapnya yaitu Ekranoplan Wings, Tandem Wings, dan Inverted Delta Wings. 2.3.1.1 Ram Wing Merupakan konsep paling awal dalam pembuatan Wing In Ground Effect Aircraft. Konfigurasi ini cenderung memiliki Aspect Ratio (AR) rendah dengan penampang sayap yang mendekati bentuk persegi. Selain itu, pesawat bertipe ini, memiliki horizontal stabilizer besar yang dipasang pada out of ground, hal ini bertujuan untuk memberikan keseimbangan yang diperlukan. Contoh pesawat yang menggunakan konfigurasi ini ialah µSky-1 seperti Gambar II.11. Gambar II. 11µSky-1 (www.se-technology.com) II-13 2.3.1.2 Ekranoplan Wings Pertama kali didesain oleh Rostislav Alexeyev. Sayap berjenis ini cenderung lebih pendek dibandingkan sayap berjenis lain. Contoh WIG yang menggunakan prinsip ekranoplan adalah Korabl Maket atau sering disebut juga Caspian Sea Monster seperti Gambar II.12. Gambar II. 12 Caspian Sea Monster (Qihui, Lee : 2006) 2.3.1.3 Tandem Wings Konfigurasi ini dikembangkan oleh orang Jerman bernama Gunther Jörg. Konfigurasi ini menggunakan 2 buah sayap kecil yang dipasang dalam satu baris. Konfigurasi jenis ini juga cukup baik dalam stabilitas, dan pesawat yang menggunakan sayap jenis ini tidak membutuhkan horizontal stabilizer lagi. Contoh pesawat yang memiliki konfigurasi ini ialah Skimmerfoil (Jorg VI) seperti Gambar II.13. II-14 Gambar II. 13 Jörg VI danJörg II (www.se-technology.com) 2.3.1.4 Inverted Delta Wings Dikembangkan oleh Alexander Lippisch. Sayap pesawat ini berbentuk delta, namun dibalik. Beberapa eksperimen menyatakan bahwa WIG jenis ini memiliki kestabilan yang lebih baik dibandingkan jenis lain. Contoh WIG yang menggunakan sayap bertipe ini adalah Lippisch X-114, seperti pada Gambar II.14. Gambar II. 14 Lippisch X-114 (Junde, Jiang : 2006) II-15 Kelebihan dari WIG ialah dapat memiliki efisiensi fuel yang lebih besar, karena lift-induced drag yang dihasilkan cukup kecil dibandingkan dengan pesawat out-of ground effect. Selain itu faktor keselamatan juga lebih baik, karena pesawat terbang cukup dekat dengan air. Saat terjadi engine failure pada saat penerbangan di atas permukaan air, pesawat dapat mendarat dengan cukup aman. Walau begitu, WIG tetap memiliki kekurangan. Cara menerbangkan pesawat ini cukup sulit, terutama pada saat banking. Banking yang berlebihan akan mengakibatkan ujung sayap berbenturan dengan air dan mengakibatkan kecelakaan. Selain itu, sangat berbahaya apabila menerbangkan WIG pada saat terjadi gelombang yang cukup tinggi. 2.4 Wind Tunnel Wind tunnel atau terowongan angin adalah peralatan yang digunakan untuk melakukan pengujian aerodinamik terhadap sebuah model. Model ditempatkan di dalam seksi uji terowongan angin. Dengan demikian ukuran model dibatasi ukuran seksi uji. Umumnya yang digunakan adalah panjang bentangan sayap. Dalam simulasi terowongan angin, model diasumsikan diam dan angin bergerak dengan kecepatan tertentu. Sedang pada kondisi nyata pesawat dianggap bergerak dan angin relatif diam. Itu sebabnya aliran udara dalam seksi uji terowongan angin harus memenuhi persyaratan tertentu. Semua wind tunnel dapat dibagi menjadi 2 tipe: open loop ( biasa juga disebut“straight through”) seperti Gambar II.15 dan closed loop (bisa juga disebut ”return flow”) seperti Gambar II.16. Sistem open loop yaitudengan cara mengambil udara dari luar dan memasukaannya kedalam tunnel dan melepaskannyakembali ke luar. Tetapi close loop melakukan sirkulasi udara dengan udara yang sama, tanpa mengambilnya dari udara luar. II-16 Gambar II. 15 Close Loop Wind Tunnel (www.fi.edu) Gambar II. 16 Open Loop Wind Tunnel (www.fi.edu) Salah satu syarat yang penting dalam melakukan percobaan-percobaan dalam pengukuran aliran udara pada instalasi terowongan angin, adalah mengetahui dengan cermat distribusi kecepatan udara dan arah aliran udara didalan seksi uji. Suatu benda yang mempunyai gerakan relatif terhadap udara sekitarnya, akan mengalami gaya-gaya udara. Komponen gaya udara dalam arah aliran udara dinamakan tahanan. Akibat adanya benda ini, karakteristik aliran udara dimuka dan dibelakang benda tidak serupa. Setiap benda yang berada dalam aliran udara akan mengalami gaya-gaya udara. Gaya-gaya udara ini biasanya dibagi menjadi dua komponen, yaitu komponen yang bekerja tegak lurus terhadap aliran udara dinamakan gaya angkat(lift), dan komponen yang bekerja berlawanan dengan dengan aliran udara dinamakan (drag). II-17 2.5 Airfoil Airfoil adalah bentuk dari suatu sayap pesawat yang dapat menghasilkan gaya angkat (lift) atau efek aerodinamika ketika melewati suatu aliran udara. Airfoil merupakan bentuk dari potongan melintang sayap yang dihasilkan oleh perpotongan tegak lurus sayap terhadap pesawat, dengan kata lain airfoil merupakan bentuk sayap secara dua dimensi seperti pada Gambar II.17. Gambar II. 17 Airfoil (www.copters.com) Ketika melewati atau dilewati suatu aliran udara, disekitar penampang airfoil akan terjadi perbedaan kecepatan aliran udara di atas sayap dan dibawah sayap. Kecepatan udara yang melewati permukaan atas sayap cenderung akan lebih cepat daripada kecepatan udara yang melewati permukaan bagian bawahs sayap. Perbedaan kecepatan ini akan memicu adanya perbedaan tekanan udara di atas sayap dan di bawah sayap pesawat. Karena kecepatan berbanding terballik dengan tekanan, maka tekanan udara di atas sayap akan lebih kecil dibandingkan tekanan udara dibawah sayap. II-18 Karena tekanan bergerak dari tekanan kecil menuju ke tekanan yang lebih besar, maka pesawat akan terangkat dan dapat terbang.tekana atau gaya yang dapat mengangkat pesawat ini dinamakan lift. Dari percobaan yang dilakukan di terowongan angin pada pesawat dengan ukuran penuh, ditetapkan bahwa udara yang mengalir di sepanjang permukaan sayap dengan sudut serang yang berbeda, ada daerah-daerah di sepanjang permukaan yang tekanannya negatif, atau lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan negatif pada permukaan atas menciptakan gaya yang relatif lebih besardi sayap dari pada yang disebabkan oleh tekanan positif yang dihasilkan dari udara yang mengalir menuju sayap permukaan bawah. Pada gambar dibawah ditunjukan tekanan di sepanjang airfoil untuk tiga macam sudut serang yang berbeda. Gambar II. 18 Distribusi Tekanan Untuk Sudut Serang Yang Berbeda (http://panggih15.word) II-19 Pada Gambar II.18 pada sudut serang yang besar pusat tekanan akan bergerak maju, sementara pada sudut serang yang kecil pusat tekanan cenderung bergerak kebelakang. Sebuah airfoil yang streamline sempurna dan mempunyai tahanan angin yang rendah, kadang-kadang tidak memiliki cukup daya angkat untuk mengangkat pesaawt dari permukaan bumi. Jadi pesawat modern memiliki airfoil yang rancangannya sangat ekstrim, dengan bentuk berbeda berdasarkan untuk keperluan apa pesawat itu dirancang. Gambar II.19 memperlihatkan beberapa bentuk penampang airfoil. Gambar II. 19 Bentuk Penampang Airfoil (http://ma3naido.blogspot.com) 2.6 CATIA V5R19 Penulis menggunakan perangkat lunak (software) ini untuk mendesain rancangan pesawat model ALPHA X-01. Computer Aided Three-dimensional Interactive Application (CATIA) adalah multi platform CAD/CAM/CAE perangkat lunak yang komersial yang dikembangkan oleh Dessault Systemes, yang pada awalnya digunakan untuk merancang dam pengembangan jet tempur Dessault’s Mirrage, dan setelah sukses dengan pengembangan tersebut, CATIA digunakan diseluruh dunia. II-20 Nama software ini pada awalnya CATI namun kemudian diganti CATIA pada tahun 1981. Pada tahun 1996, versi terbaru CATIA dinamakan sebagai CATIA V4 dengan maksud adalah porting dari satu sampai empat sistem operasi Unix. Selanjutnya, pada 1998 versi keseluruhan ditulis ulang oleh CATIA, dan CATIA V5 dirilis. Denngan dukungan UNIX, Windows NT, dan Windows XP sejak 2001, CATIA V5 memimpin pengembangan solusi untuk semua proses manufaktur dan desain.