BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makna merupakan aspek yang sangat penting dalam sebuah bahasa. Purnama (2006) berpendapat bahwa bahasa mempunyai manfaat karena mampu membawa makna di dalam pemakaiannya. Dalam kaitannya dengan makna, Lakoff (1987:593) mengemukakan bahwa peran utama bahasa adalah sebagai entitas pembawa makna dan pengetahuan sebagai wujud yang utuh. Untuk memahami dan menyampaikan makna yang utuh, pemilihan kata yang tepat sangat diperlukan guna menghindari kesalahpahaman baik itu antarpenutur dan lawan tutur atau antarpenulis dan pembaca. Permasalahannya, seiring dengan perkembangan zaman, bahasa selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Salah satu perkembangan tersebut ditandai dengan keberagaman leksikon yang mengacu pada makna yang sama. Oleh karenanya, pemilihan kata yang tepat sangat sulit dilakukan. Ketepatan pilihan kata atau kesesuaian pilihan kata tergantung pula pada makna yang didukung oleh bermacam-macam bentuk itu (Keraf, 1985:27). Sebab akibat seperti paparan itulah yang kurang lebih dialami oleh bahasa Inggris. Keberagaman leksikon dalam bahasa Inggris merupakan salah satu wujud nyata dalam memperlihatkan perkembangannya. Poedjosoedarmo (dalam Humaini, 2007) menyatakan bahwa ciptaan baru yang terlahir ini mungkin berupa kata-kata, 1 2 susunan kalimat baru, gaya ucapan baru, atau pola intonasi baru. Sebagai contoh, bahasa Inggris memiliki leksikon steal, embezzle, pilfer, filch, plunder, dan pillage. Dalam CALD (2008) dan OALD (2010), leksikon-leksikon tersebut digolongkan ke dalam verba yang maknanya saling berkaitan. Dalam CALD (2008), verba steal bermakna ‗to take something without the permission or knowledge of the owner and keep it‘ ‗mengambil sesuatu tanpa permisi atau sepengetahuan pemiliknya‘. Sementara itu, verba embezzle dimaknai sebagai ‗to secretly take money that is in your care or that belongs to an organization or business you work for‘ atau ‗mengambil uang yang merupakan tanggung jawab seseorang atau milik organisasi atau tempat seseorang bekerja dengan cara sembunyi-sembunyi‘. Adapun verba pilfer dan filch bermakna ‗to steal things of small value‘ atau ‗mencuri benda-benda yang nilanya rendah‘. Selanjutnya, verba plunder dan pillage bermakna ‗to steal goods violently from a place, especially during a war‘ atau ‗mencuri barang-barang dengan kasar dari sebuah tempat, khususnya selama kerusuhan‘. Melalui CALD (2008), dapat diperhatikan bahwa verba-verba tersebut memiliki keterkaitan antarmaknanya serta masih bersifat memutar dan kabur. Verba steal dan embezzle memiliki makna ‗take‘ dan verba pilfer, filch, plunder, serta pillage bermakna ‗steal‘. Dalam bahasa, terdapat beberapa verba yang dapat dikelompokkan secara semantik sehingga verba tersebut dapat membentuk medan makna yang sama. Hal demikian terlihat pada verba steal, embezzle, pilfer, filch, plunder, dan pillage yang merujuk pada medan makna yang sama, yaitu ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘. 3 Uniknya, verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ tidak hanya terealisasi dalam satu kata tetapi juga dalam gabungan kata, seperti rip off, make off with, dan walk off with yang bermakna ‗to steal something‘ ‗mencuri sesuatu‘ dan juga memperlihatkan makna yang berputar. Keraf (1985:44) berpendapat bahwa selalu ada kata yang tidak terdapat dalam sebuah kamus, atau makna yang diberikan kadang-kadang tidak memuaskan pemakainya. Contoh lainnya yaitu makna verba steal, pilfer, filch, plunder dan loot yang terdapat dalam kamus Inggris – Indonesia (1995) yang ditulis oleh John M. Echols dan Hassan Shadly serta kamus online bahasa Inggris – Indonesia. Dalam kamus tersebut, makna kelimanya berputar pada kata-kata yang terdapat dalam lema kata yang akan dimaknai. Berikut ini adalah makna kelimanya. (1) Steal bermakna ‗mencuri, mencol ng‘ (2) Pilfer bermakna ‗menimpa, menyerobot, mencuri‘ (3) Filch bermakna ‗mencuri‘, (4) Plunder bermakna ‗merampas, menjarah‘. (5) Loot bermakna ‗merampok, merampas‘ Makna verba steal, pilfer, filch, plunder, dan loot cenderung bersifat memutar dan kabur. Pada makna tersebut, terlihat bahwa makna ‗mencuri‘ muncul berulang dalam steal, pilfer, dan filch dan begitu pula dengan makna kata ‗merampas‘ yang muncul berulang dalam verba plunder dan loot. 4 Dalam kaitannya dengan verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘, ada hal menarik yang perlu dikaji, misalnya, pertanyaan mengapa beberapa verba yang memiliki makna sama dapat saling menggantikan dalam konteks tertentu tetapi tidak dapat saling menggantikan dalam konteks lainnya. Hal yang lebih menarik lagi ialah adanya fakta bahwa terdapat beberapa verba yang merujuk pada medan makna yang sama tetapi tidak dapat saling menggantikan dalam setiap konteksnya. Penjelasan mengenai hal tersebut dapat dlihat melalui konteks kalimat berikut. (1) (2) He’s also afraid a Romney administration would try to pinch the $1 billion in Nicaraguan remittances sent back from the United States each year, providing a vital source of income for 50% of Nicaraguan families (GloWbE, data 17.2). ‗Dia juga takut pemerintahan Romney akan mencoba mencuri $1 miliar pada pengiriman uang Nikaragua kembali dari Amerika Serikat setiap tahun, yang menyediakan sumber pendapatan penting bagi 50% keluarga Nikaragua‘. She regularly pilfered stamps from work (OALD, data 13.1). ‗Dia secara rutin mencuri beberapa perangko dari tempat kerjanya‘. Verba pinch dan pilfer pada kalimat (1) dan (2) menggunakaan objek yang berbeda. Pada kalimat (1), objek verba pinch adalah the $1 billion ‗$1 miliar‘, sedangkan objek verba pilfer yaitu stamps ‗beberapa perangko‘. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa jenis sasaran yang diambil memiliki perbedaan. Walaupun demikian, verba pilfer dalam kalimat (2) dapat disubstitusi ole verba pinch tetapi verba pinch dalam kalimat (1) tidak dapat disubstitusi oleh verba pilfer karena verba pilfer memiliki fitur menonjol pada nilai sasaran rendah. Oleh sebab itu, jika verba pilfer diaplikasikan pada jenis sasaran yang bernilai tinggi, maka kalimat tersebut secara semantik tidak berterima. Berikut adalah konteks kalimatnya. 5 (1a) *He’s also afraid a Romney administration would try to pilfer the $1 billion in Nicaraguan remittances sent back from the United States each year, providing a vital source of income for 50% of Nicaraguan families (GloWbE, data 17.2). ‗Dia juga takut pemerintahan Romney akan mencoba mencuri $1 miliar pada pengiriman uang Nikaragua kembali dari Amerika Serikat setiap tahun, yang menyediakan sumber pendapatan penting bagi 50% keluarga Nikaragua‘. Berdasarkan konteks kalimat (1) dan (2) di atas, dapat diperhatikan bahwa verba pinch memiliki komponen makna yang lebih luas daripada verba pilfer. Oleh sebab itu, verba pinch dapat digunakan sebagai verba untuk menyatakan tindakan mengambil milik orang lain berupa jenis dan nilai sasaran umum. Permasalahannya, meskipun verba pinch dapat digunakan pada jenis dan nilai sasaran umum, verba tersebut tidak selalu dapat menggantikan verba lainnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kalimat berikut. (3) He had prepared his home, (He lived alone with his dog), and was ready if criminals broke in with the intent to harm him and plunder his property (GloWbE, data 37.1) ‗Dia sudah mempersiapkan rumahnya, (dia tinggal sendirian dengan anjingnya), dan sudah siap jika para kriminal masuk dengan niat melukainya dan merampas propertinya‘. (3a) *He had prepared his home, (He lived alone with his dog), and was ready if criminals broke in with the intent to harm him and pinch his property (GloWbE, data 37.1) ‗Dia sudah mempersiapkan rumahnya, (dia tinggal sendirian dengan anjingnya), dan sudah siap jika para kriminal masuk dengan niat melukainya dan merampas propertinya‘. Melalui makna kamus, verba plunder dan pinch tidak dijelaskan secara khusus jenis sasaran dan nilai sasarannya. Meskipun demikian, keduanya tidak dapat saling menggantikan dalam setiap konteks karena verba plunder memiliki fitur menonjol 6 pada cara terang-terangan, sedangkan verba pinch memiliki fitur menonjol pada cara sembunyi-sembunyi. Dengan demikian, kalimat (3a) tidak berterima secara semantik. Dari paparan di atas, dapat ditemukan bahwa verba-verba tersebut memiliki makna yang mirip. Dengan demikian, diperlukan analisis komponen makna sehingga akan terlihat perbedaan makna dari masing-masing verba tersebut. Dari komponen makna ini juga akan ditemukan relasi sinonimi antarverba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah contoh analisis komponen makna pada verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Tabel 1.1 Contoh analisis komponen makna verba pinch, pilfer, plunder, dan rustle Fitur Sasaran Jenis Sasaran Nilai Sasaran Umum Khusus Verba Khusus Binatang Umum ternak Tinggi Rendah Pinch + + Pilfer + + Plunder + + Rustle + + - Fitur Cara Sembunyisembunyi + + + Terangterangan + - Pada akhirnya, analisis komponen makna di atas memperlihatkan bahwa pada konteks tertentu, verba pilfer dan pinch bisa saling menggantikan. Namun, pada konteks lain, antarkeduanya tidak bisa saling menggantikan. Hal tersebut terjadi karena masing-masing verba tersebut memiliki informasi yang ingin disampaikan sehingga tidak dapat dicakup dengan sebuah kata yang merupakan sinonimnya. 7 Dalam semantik, dua kata tersebut disebut sebagai kata-kata yang memiliki relasi sinonimi. Hal yang lebih menarik dari pengklasifikasian fitur semantik, sebagaimana yang terlihat pada tabel 1.1, adalah dapat diketahui bahwa pengklasifikasian tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin berbeda dari bahasa yang satu ke bahasa yang lainnya. Misalnya, dalam bahasa Inggris terdapat verba plunder yang merujuk pada tindakan mengambil milik orang lain berupa nilai sasaran tinggi dan verba pilfer untuk nilai sasaran rendah. Selain itu, ditemukan juga verba yang berkaitan dengan tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin berupa binatang ternak, yaitu verba rustle yang hanya digunakan di Amerika. Pengklasifikasian seperti itu tidak dapat ditemui dalam bahasa Indonesia yang hanya mengenal kata mencuri. Perbedaan tersebut tampaknya berkaitan dengan perbedaan cara pandang penutur bahasa yang bersangkutan terhadap lingkungan sekitarnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa penelitian verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris menjadi menarik dan perlu untuk dilakukan. Dengan demikian, penelitian ini mencoba untuk mendata semua verba bermakna ‗tindaan mengambil milik orang lain‘ dalam bahasa Inggris dan menganalisis komponen semantik sehingga nantinya diperoleh ciri semantik pembeda antarverba tersebut. Selain itu, penelitian ini juga menarik karena dapat mengungkapkan pengaruh budaya penutur bahasa Inggris, khususnya Amerika, di balik keberagaman verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘. 8 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. 1. Apa sajakah verba yang mengandung makna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris? 2. Bagaimanakah komponen semantik yang terkandung dalam verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris? 3. Bagaimanakah relasi sinonimi antarverba dan pengaruh budaya Amerika di balik keberagaman verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris? 1.3 Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memaparkan verba yang mengandung makna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. 2. Mendeskripsikan komponen semantis yang terkandung dalam setiap verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. 3. Menjelaskan relasi sinonimi antarverba dan pengaruh budaya Amerika di balik keberagaman verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. 9 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Agar lebih terfokus dan terarah, dipandang perlu untuk membatasi jangkauan dan ruang lingkup penelitian ini. Ruang lingkup penelitian ini berada pada tataran semantik. Oleh karenanya, ruang lingkup penelitian ini berada pada ranah makna dengan objek verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Dalam penelitian ini, verba yang dimaksudkan termasuk di dalamnya phrasal verb. Selain itu, kata-kata yang bukan termasuk verba dalam kamus tetapi dapat berfungsi sebagai verba dalam kalimat akan tetap dimasukkan sebagai objek penelitian. Adapun verba-verba yang diigunakan secara figuratif seperti mencuri hati, mencuri pandangan, dan lain sebagainya tidak akan dimasukkan dalam kartu data. Kendati demikian, verba berbentuk figuratif akan tetap dijadikan objek penelitian selama verba tersebut memiliki makna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘, seperti make off with. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian mengenai verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan peneliti-peneliti selanjutnya, baik yang bersifat teoretis maupun praktis. Keduanya dijabarkan sebagai berikut. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu linguistik pada umumnya dan semantik pada khususnya. Temuan-temuan dalam 10 penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi telaah makna, terutama yang berkenaan dengan medan makna, komponen makna dan relasi makna verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Selain itu, penelitian ini juga dapat menguatkan teori-teori kebahasaan yang menyatakan bahwa kata-kata yang bersinonim tidak selamanya bisa saling menggantikan satu sama lain karena sangat dimungkinkan adanya perbedaanperbedaan. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menginspirasi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti semantik pada umumnya dan fitur-fitur semantik pembeda verba pada khususnya. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membantu penyusunan dan penyempurnaan kamus. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pendeskripsian makna secara lengkap dan terperinci sehingga dapat dimanfaatkan untuk menyempurnakan makna pada kamus, khusunya kamus Bahasa Inggris – Indonesia yang masih belum begitu terperinci dalam menjabarkan makna terhadap verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Oleh sebab itu, pendefinisian yang terlalu umum akan dapat dihindari dengan memunculkan ciri-ciri pembeda antarverba tersebut. Selain dimanfaatkan dalam penyusunan kamus, analisis komponen makna juga bermanfaat pada bidang penerjemahan sehingga membantu penerjemah menemukan ekuivalen terjemahan yang tepat dan memadai. Dengan demikian, pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran mampu 11 dipertahankan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para pengguna bahasa dalam memilih verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang ain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris secara tepat berdasarkan konteks penggunaannya. Parera (2004:157) menjelaskan bahwa pemahaman akan medan makna membantu para pengguna bahasa memilih makna kata dengan tepat dan cermat. Manfaat praktis selanjutnya dari penelitian ini adalah bagi dunia jurnalistik Indonesia khususnya mengenai berita kriminal tindakan mengambil milik orang ain tanpa izin. Dengan demikian, penelitian ini dapat membantu jurnalistik Indonesia untuk tidak selalu memilih kosakata yang umum mengingat banyak kosakatakosakata verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris yang bisa diaplikasikan. 1.6 Tinjauan Pustaka Pada dasarnya, terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris‘ yang telah dilakukan oleh para ahli. Adapun penelitian-penelitian tersebut dijabarkan sebagai berikut. Beth Levin (1993), dalam bukunya yang berjudul English Verb Classes and Alternations, menjabarkan beberapa macam kelompok verba yang salah satunya memuat verba steal. Levin (1993:128) menemukan 45 anggota dari verba steal, yaitu 12 (1) abduct, (2) cadge, (3) capture, (4) confiscate, (5) cop, (6) emancipate, (7) embezzle, (8) exorcise, (9) extort, (10) extract, (11) filch, (12) flog, (13) grab, (14) impound, (15) kidnap, (16) liberate, (17) lift, (18) nab, (19) pilfer, (20) pinch, (21) pirate, (22) plagiarize, (23) purloin, (24) recover, (25) redeem, (26) reclaim, (27) regain, (28) repossess, (29) rescue, (30) retrieve, (31) rustle, (32) seize, (33) smuggle, (34) snatch, (35) sneak, (36) sponge, (37) steal, (38) swipe, (39) take, (40) thieve, (41) wangle, (42) weasel, (43) winkle, (44) withdraw, dan (45) wrest. Berkenaan dengan hal tersebut, Levin (1993) mengumpulkan verba-verba yang memiliki kemiripan makna dan kemudian verba-verba tersebut dikelompokkan berdasarkan kemiripan perlakuan sintaksisnya seperti verba transitif, intransitif dan alternasi. Levin (1993:128) memberikan pendapat bahwa verba steal merupakan verba yang mendeskripsikan pemindahan sesuatu dari milik orang lain. Beberapa verba yang termasuk pada verba steal tersebut juga dapat digunakan sebagai verba obtaining ‗memperoleh‘ di mana Levin berpendapat ketika seseorang memperoleh sesuatu, orang lain kehilangan hak miliknya. Penelitian Levin (1993) tersebut memiliki sejumlah perbedaan dengan penelitian ini. Kendati turut meneliti mengenai verba yang berkaitan dengan makna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris, tetapi penelitian tersebut berfokus pada verba steal yang memiliki kemiripan sintaksisnya dan kemiripan makna pada verba steal yang merujuk pada tindakan pemindahan hak milik orang lain. Levin (1993) tidak hanya memasukkan verba bermana ‗steal’ ke dalam kelompok steal verbs, tetapi juga memasukkan verba yang bermakna 13 ‗obtaining‘ ‗memperoleh‘ ke dalam kategori steal verbs. Menurutnya, verba bermakna ‗steal‘ dan verba bermakna ‗obtaining‘ mendeskripsikan suatu tindakan yang membuat hak milik seseorang menjadi hilang. Oleh karena itu, Levin memasukkan keduanya sebagai steal verbs.Levin (1993) sepertinya mengelompokkan verba steal dengan merujuk pada tindakan pemindahan hak milik orang lain baik yang dilakukan dengan izin atau tanpa izin pemiliknya. Pada penelitiannya, Levin juga tidak menjelaskan analisis komponen makna. Hal tersebut tentunya memiliki perbedaan dengan penelitian ini di mana penelitian ini ditujukan untuk menemukan verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris berdasarkan maknanya, mencari fitur semantik pembeda, menjelaskan relasi sinonimi antarverba serta pengaruh budaya di balik keberagaman verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Penelitian lainnya yang masih berkaitan dengan verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris adalah sebuah esai yang ditulis oleh Sara Thorgren (2005) berjudul ―Transaction Verbs: A Lexical and Semantic Analysis of Rob and Steal‖. Fokus kajiannya adalah menemukan komponen semantik penyusun makna verba rob dan steal serta prototipe dari verba rob dan steal. Dengan menggunakan komponen makna, terlihat bahwa pembeda distingtif dari leksem-leksem tersebut terletak pada manner, agent, patient dan beneficiary. Dalam penelitiannya, Sara Thorgren (2005) tidak menjelaskan semua verba bermakna 14 ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris beserta komponen maknanya. Adapun peneliti lainnya yang juga pernah membahas verba yang berkaitan dengan makna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris adalah Aziz Thabit Saeed dan Shehdeh Fareh (2006) dalam jurnalnya yang berjudul ―Some Contextual Consideration Verbs: The Case of Steal, Rob, and Burglarize‖. Fokus kajiannya adalah membahas perbedaan semantik dari masing-masing verba dan peranan konteks kalimat dalam menentukan pemilihan dari masing-masing verba steal, rob, dan burglarize. Dari hasil analisisnya, ditemukan bahwa pernanan konteks kalimat dapat memperlihatkan empat semantik pembeda antarverba tersebut, yaitu (1) location of activity, (2) object of activity (verb), (3) manner of action, dan (4) connotation. Meskipun verba steal, rob, dan burglarize bersinonim, tiga verba tersebut tidak dapat saling menggantikan dalam setiap konteks. Peneliti selanjutnya yang pernah membahas verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris adalah Ryan Joseph Dux (2011) dalam jurnalnya yang berjudul ―A Frame-Semantic Analysis of Five English Verbs Evoking the Theft Frame‖. Ryan mengkaji lima verba, yaitu embezzle, pilfer, shoplift, snatch and steal. Untuk mengetahui perbedaan pada lima verba tersebut, Ryan menggunakan pendekatan semantik dengan analisis komponen makna dan juga menggunakan pendekatan sintaksis. Setelah dianalisis, diperoleh simpulan bahwa fitur semantik pada kelima verba tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu fitur goods, source, victim, manner, dan judgment. Sementara itu, 15 perlakuan sintaksis pada kelima verba tersebut memiliki persamaan dan juga perbedaan. Penelitian Thorgren (2005), Saeed dan Shehdeh (2006) serta Dux (2011) juga memiliki sejumlah perbedaan dengan penelitian ini. Meskipun turut meneliti mengenai verba yang berkaitan dengan makna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris beserta analisis komponen maknanya, tetapi penelitian tersebut hanya berfokus pada beberapa verba. Sementara itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dengan cakupan data yang lebih luas. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa verba-verba yang akan diteliti memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan penelitian Thorgren (2005), Saeed (2006) dan Dux (2011). Penelitian ini juga ditujukan untuk menemukan fitur semantik pembeda, menjelaskan relasi sinonimi antarverba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ serta pengaruh budaya di balik keberagaman verba tersebut. Selanjutnya, beberapa penelitian yang berhubungan dengan analisis komponen makna juga sudah banyak dilakukan oleh para peneliti bahasa. Adapun penelitian-penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut. Penelitian yang berjudul ―Leksem Verba Bermakna Menyakiti dengan Tangan Dalam Bahasa Indonesia‖ adalah sebuah tesis karya Hamza Pansuri pada tahun 2007. Pansuri menemukan 35 verba bermakna menyakiti dengan tangan dalam bahasa Indonesia. Dari hasil analisis komponen makna, ketiga puluh lima verba tersebut 16 membentuk sembilan komponen makna dan masing-masing komponen makna tersebut membentuk komponen makna bersama dan komponen makna khusus. Penelitian dengan judul ―Kajian Semantis: Leksem-leksem yang Mengandung Makna ‗Membawa‘ dalam Bahasa Indonesia‖ adalah tesis yang ditulis oleh Kusmini Larasati Pujiastuti pada tahun 2001. Fokus kajiannya adalah untuk menemukan leksem-leksem yang mengandung makna ‗membawa‘ dalam bahasa Indonesia, relasi semantis, dan spesifikasi komponen-komponen makna yang mengandung makna ‗membawa‘. Pujiastuti menemukan bahwa ada leksem BAWA yang mempunyai makna ‗membawa‘ dan ada leksem yang mengandung makna ‗membawa‘, seperti leksem GENDONG, PANGGUL, dan sebagainya. kemudian, ada dua jenis komponen makna yang terdapat di dalam leksem-leksem yang mengandung makna ‗membawa‘, yaitu komponen umum dan komponen diagnostik. Penelitian mengenai komponen makna lainnya dilakukan Ibnu Eko Setiawan (2014) dalam tesisnya yang berjudul ―Ciri Semantik Pembeda Verba yang Mengandung Makna ‗Cooking‘ dalam Bahasa Inggris‖. Fokus kajiannya adalah mengkaji verba, komponen semantik penyusun makna verba, dan bentuk relasi makna yang merupakan polisemi dari satuan verba yang bermakna ‗cooking‘ dalam bahasa Inggris. Ibnu Eko Setiawan menemukan sekurang-kurangnya dua puluh sembilan verba yang merupakan hiponim dari ‗cooking‘. Dari hasil analisis komponen makna, beragam verba yang ditemukan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yaitu aktivitas memasak dengan konveksi air, memasak dengan konduksi dan konveksi minyak, dan memasak dengan panas kering. 17 Penelitian Hamza Pansuri (2007), Kusmini Larasati Pujiastuti (2001), dan Ibnu Eko Setiawan Setiawan (2014) memiliki perbedaan pada objek penelitiannya sehingga hasil yang akan ditemukan juga memiliki perbedaan. Berdasarkan peninjauan terhadap penelitian-penelitian di atas, sejauh pengetahuan penulis, belum ditemukan penelitian yang mengkaji secara lengkap mengenai verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengisi kekosongan tersebut. Beberapa hasil penelitian yang telah disebutkan di atas dimanfaatkan oleh penulis sebagai modal kerja dalam rangka penelitian dan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian ini. 1.7 Landasan Teori Kerangka berpikir penelitian ini secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga butir. Ketiga butir tersebut, yakni (1) medan makna (2) analisis komponen makna, dan (3) relasi makna. Uraian teori terhadap ketiga butir tersebut adalah sebagai berikut. 1.7.1 Medan Makna Menurut Cruse (2000: 178), kosakata sebuah bahasa bukanlah kumpulan katakata yang tersusun secara acak. Kosakata tersebut memiliki struktur dalam berbagai level. Hal itu sejalan dengan Pateda (2010: 258) yang menyatakan bahwa kosakata suatu bahasa sebenarnya bukanlah berupa sejumlah kata yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi semuanya saling terjalin, berhubungan dan mengidentifikasikan kata 18 yang satu dengan kata yang lain dalam satu jaringan makna. Dalam hubungannya dengan medan makna, Nida (1975:174) mengatakan, ―a semantic domain consist essentially of a group of meanings (by no means restricted to those reflected in single words) which share certain meaning components.‖ Pada halaman yang sama, Nida menyatakan bahwa medan makna terdiri atas beberapa makna yang memiliki komponen makna bersama. Sementara itu, Wijana (2010:48) menyatakan bahwa medan makna merupakan beberapa butir leksikal yang merupakan milik dari sebuah ranah atau bidang tertentu. Lehrer (1974:1) mengungkapkan bahwa medan makna adalah sekelompok atau sejumlah leksem yang berelasi secara semantik yang pada umumnya dicakupi atau dipayungi oleh leksem yang menjadi superordinatnya. Kridalaksana (2011:151) menambahkan bahwa medan makna merupakan bagian dari semantik bahasa yang menggambarkan realitas atau budaya tertentu dan direpresentasikan ke dalam sejumlah leksem yang maknanya masih berhubungan satu sama lain. Hal tersebut senada dengan Pateda (2010:258) yang menyatakan bahwa medan makna dapat berupa keberadaan medan makna yang menyiratkan struktur dalam diri medan makna itu sendiri yang dapat dilihat dari hubungan kata-kata yang membentuk jaringan keterkaitan makna yang akan menghasilkan superordinat dan hiponim; misalnya katakata seperti anak, ayah, ibu, kakek, nenek, paman berada dalam satu medan makna berdasarkan makna umum yang dimiliki bersama, yaitu manusia dan pertalian keluarga. Akmajian, et.al. (2010:237) mencontohkan medan makna cooking terms yang merupakan hipernim dari boil, fry, bake, broil dan steam. Meskipun berada pada 19 ranah medan makna yang sama, kata-kata tersebut pasti memiliki perbedaan betapapun kecilnya. Oleh karenanya, sebuah analisis semantik diperlukan untuk mencari perbedaan dan persamaan pada setiap kata yang memiliki medan makna yang sama. 1.7.2 Analisis Komponen Makna Salah satu cara untuk mencari makna khas atau ciri pembeda antarverba yang satu dengan yang lainnya di dalam medan makna yang sama adalah dengan menggunakan analisis komponen makna. Menurut Palmer (1981:108), komponen adalah keseluruhan makna dari suatu kata yang terdiri atas sejumlah elemen di mana elemen satu dengan elemen lainnya memiliki ciri yang berbeda. Elemen makna yang menyusun sebuah kata disebut komponen makna. Analisis komponen makna (analisis komponensial) merupakan suatu metode di dalam semantik yang digunakan untuk menguraikan makna suatu kata ke dalam bentuk komponen-komponen makna, membandingkannya dengan komponen makna kata yang lain, dan menunjukkan perbedaan kontrastif untuk memisahkan makna kata yang satu dengan makna kata yang lain (Nida, 1975:61; Leech, 1976:98; Palmer, 1981:108). Komponen makna menunjukkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri atas satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut. Komponen makna dapat dianalisis, dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan ―pengertian-pengertian‖ yang dimilikinya (Chaer, 1994: 318). Hal tersebut sejalan dengan Pateda (2010: 261) yang menyatakan bahwa analisis komponen makna dapat dilakukan terhadap kata-kata dengan 20 menguraikannya sampai komponen makna yang terkecil. Sebagai contoh, kata ayah memiliki komponen makna: ‗+Manusia‘, ‗+Dewasa‘, ‗+Jantan‘, ‗+Kawin‘, ‗+Punya anak‘; sedangkan kata ibu memiliki komponen makna: ‗+Manusia‘, ‗+Dewasa‘, ‗-Jantan‘, ‗+Punya anak‘. Analisis komponen makna kata ayah dan ibu dapat dilihat dalam tabel 1.2 berikut ini. Tabel 1.2 Komponen Makna Kata Ayah dan Ibu Komponen Makna 1.Manusia 2. Dewasa 3. Jantan 4. Kawin 5.Punya anak Ciri khas Ayah + + + + + analisis komponensial Ibu + + + + adalah berusaha sejauh mungkin memperlakukan komponen-komponen makna tersebut dalam bentuk oposisi biner. Dalam hal oposisi biner ini, kontras makna antar leksem dilambangkan dengan pemarkah plus (+) dan minus (-) (Palmer, 1981:111). Adapun keterangan kedua tanda tersebut yaitu: pemarkah (+) melambangkan komponen makna yang dimiliki oleh sebuah leksem dan pemarkah (-) melambangkan komponen makna yang tidak dimiliki oleh sebuah leksem (Lehrer, 1974: 62). Lyon (1976: 323—335) berpendapat bahwa ada empat unsur yang perlu diperhatikan dalam analisis komponen makna, yakni: (1) komponen (makna), (2) fitur, (3) pemarkah, dan (4) ciri pembeda. Komponen makna adalah kumpulan dari fitur makna sedangkan fitur merupakan variabel makna yang dinilai dengan 21 pemarkah, misalnya (manusia) (jenis kelamin) (menikah) (berpotensi melahirkan). Sementara itu, pemarkah adalah penanda nilai suatu fitur. Pemarkah (+) berarti fitur tersebut dimiliki oleh leksem yang dianalisis sedangkan (-) berarti tidak dimiliki oleh leksem yang dianalisis. Adapun ciri pembeda adalah ciri khas nilai fitur suatu leksem saat dibandingkan dengan leksem lain dalam satu medan makna. 1.7.3 Relasi Makna Di dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Inggris, satuan-satuan kebahasaan memiliki hubungan bentuk dan makna dengan satuan kebahasaan yang lain (Wijana & Rohmadi, 2008:27). Chaer (2009: 83) menyatakan bahwa relasi makna merupakan hubungan makna antara satuan kebahasaan atau antarkata. Relasi bentuk dan makna tersebut mencakup sinonimi, polisemi dan homonimi, hiponimi dan metonimi. Berikut adalah penjelasannya. 1.7.3.1 Sinonimi Palmer (1981: 88) mendefinisikan sinonimi sebagai bentuk relasi makna yang menunjukkan kemiripan makna antara verba yang satu dengan verba yang lain. Hal tersebut sejalan dengan Wijana & Rohmadi (2008: 28—29) yang mengungkapkan bahwa sinonimi adalah hubungan atau relasi persamaan makna. Jadi, bentuk kebahasaan yang satu memiliki kesamaan makna dengan bentuk kebahasaan yang lain. Chaer (2009:83) menambahkan bahwa hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Misalnya, kalau kata bunga bersinonim dengan kata kembang, maka kata kembang juga bersinonim dengan kata bunga. Akan tetapi, tidak semua kata-kata yang bersinonim dapat disubstitusikan, misalnya orang dapat 22 mengatakan Saya betul; Saya benar; Kebetulan saya…; tetapi tidak mungkin orang mengatakan Kebenaran saya... Cruse (1986: 267) menjelaskan bahwa sinonim adalah beberapa butir leksikal yang maknanya identik dari segi makna sentralnya tetapi berbeda dari segi makna periferalnya. Dengan demikian, walaupun kata-kata bersinonim tersebut memiliki kesamaan makna, tetapi makna itu tidak bersifat menyeluruh (total). Menurut Bloomfield (1993: 145), setiap bentuk kebahasaan yang memiliki struktur fonemis yang berbeda dapat dipastikan memiliki makna yang berbeda, betapa pun kecilnya.Oleh karenanya, perbedaan dalam sinonimi itu, salah satunya, berkaitan dengan perbedaan satuan lingual secara fonemis. Selain itu, perbedaan dalam sinonimi juga berhubungan dengan perbedaan kontekstual. Dengan kata lain, katakata yang bersinonim dapat saling menggantikan di dalam konteks tertentu tanpa adanya perubahan makna konsepsual yang signifikan, tetapi juga tidak dapat saling menggantikan di dalam konteks yang lain (Nida, 1975:17; Ullmann, 1957: 108— 109). Sebagai contoh adalah pasangan kata ayah = bapak = papa dalam bahasa Indonesia berikut ini. a. ayah (1) Kemarin b. bapak saya membeli mobil baru c.papa a. *Ayah-ayah (2) b. Bapak-bapak 23 c. *Papa-papa sekalian acara rapat akan dimulai. Untuk itu, sebelumnya kita berdoa menurut kepercayaan kita masing-masing agar pertemuan kita ini mendapat bimbingan dari Tuhan Yang Maha Esa. (Wijana & Rohmadi, 2008:30) Kata ayah, bapak, dan papa memang dapat saling menggantikan dalam konteks (1a), (1b), dan (1c), tetapi tidak dapat saling menggantikan dalam konteks (2a), (2b), dan (2c). Pateda (2010:222—223) menyatakan terdapat tiga batasan untuk menentukan sinonim, yakni (1) kata-kata dengan acuan ekstra linguistik yang sama, misalnya kata mati dan mampus; (2) kata-kata yang mengandung makna yang sama, misalnya kata memberitahukan dan kata menyampaikan; dan (3) kata-kata yang dapat disubstitusi dalam konteks yang sama, misalnya ―kami berusaha agar pembangunan berjalan terus‖, ―Kami berupaya agar pembangunan berjalan terus.‖ Kata berusaha bersinonim dengan kata berupaya. Hal itu dapat juga dilihat pada kata ayah, bapak, dan papa dalam konteks (1). Nuansa perbedaan yang terdapat pada kata-kata bersinonim dapat berhubungan juga dengan adanya ragam bahasa, makna kognitif dan emotif, dialek, dan kolokasinya (Keraf, 1985:36—37). Chaer (2009:86—87) menjelaskan bahwa ketidaksamaan makna kata-kata yang bersinonim terjadi karena beberapa faktor, yaitu (1) faktor waktu; (2) faktor tempat atau daerah; (3) faktor sosial; (4) faktor bidang kegiatan; dan (5) faktor nuansa makna. 24 Djajasudarma (1999:36—38) menjelaskan bahwa kesamaan makna dapat ditentukan dengan tiga cara, yakni (1) Subtitusi (penyulihan), (2) Pertentangna, dan ((3) Penentuan konotasi. Substitusi dapat terjadi bila kata dalam konteks tertentu bisa disulih dengan kata yang lain dan konteks tidak berubah, maka kedua kata itu disebut sinonim. Kemudian jika kata dapat dipertentangkan dengan sejumlah kata lain, pertentangan itu dapat menghasilkan sinonim. Misalnya, kata berat bertentangan dengan ringan dan enteng di dalam bahasa Indonesia, maka ringan dan enteng disebut bersinonim. Selanjutnya, jika terdapat perangkat kata yang memiliki makna kognitifnya sama, tetapi makna emotifnya berbeda, maka kata itu tergolong sinonim, misalnya kamar kecil, kakus, jamban, wese mengacu ke acuan yang sama, tetapi konotasinya berbeda. 1.7.3.2 Polisemi dan Homonimi Herbst (2010:234) menyatakan bahwa polisemi merupakan sebuah leksem yang memiliki lebih dari satu makna. Hal tersebut senada dengan Wijana dan Rohmadi (2008:41—42) yang menjelaskan bahwa polisemi merupakan sebuah bentuk kebahasaan yang memiliki berbagai macam makna. Umpamanya, kata bachelor di dalam bahasa Inggris memiliki makna (1) orang laki-laki yang belum menikah; (2) sarjana muda; (3) satria muda; (4) sejenis binatang berbulu yang masih muda yang dijauhkan dari tempat perkawinan oleh teman jantannya yang lebih tua. Komponen semantik yang menjadi benang merah artinya adalah ‗muda‘. Makna pertama yakni ‗orang laki-laki yang belum menikah‘ yang dapat diidentifikasikan tanpa bantuan konteks disebut dengan makna primer, sedangkan makna kedua, 25 ketiga, dan keempat harus ditelusuri lewat konteks pemakaian disebut makna sekunder. Berbeda dengan polisemi, homonimi adalah dua kata atau lebih yang memiliki bentuk yang sama, tetapi tidak memiliki makna yang berkaitan (Herbst, 2010:234; Jackson dan Etienne, 2000:61). Wijana & Rohmadi (2008:55) berpendapat bahwa homonimi adalah dua kata atau lebih yang secara kebetulan memiliki pola bunyi yang sama. Karena merupakan butir leksikal yang berbeda, pasangan berhomonim memiliki makna yang berbeda. Misalnya, kata bisa yang bermakna ‗mampu‘ kata dan kata bisa yang bermakna ‗racun. Pengertian polisemi bersinggungan dengan homonimi sehingga keduanya sering dibandingkan. Palmer (1981:101) menyatakan bahwa di dalam kamus polisemi akan diperlakukan sebagai entri tunggal sedangkan homonimi akan diperlakukan sebagai entri yang terpisah antarsatu kata dengan kata lainnya yang merupakan homonim. Menurut Lehrer (1974:9), dalam polisemi terdapat setidaknya satu fitur semantik yang masih berkaitan sedangkan homonimi tidak memiliki makna yang saling berkaitan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat bagan berikut ini. Polisemi Homonimi Bentuk Makna 1 Makna 2 Bentuk 1 Bentuk 1 Makna 1 Makna 2 Sumber: Herbst, 2010:235 Bagan 1.1 Perbedaan antarpolisemi dan homonimi 26 1.7.3.3 Hiponimi Dalam hiponim terdapat hubungan antara superordinat dan subordinat. Superordinat dapat merupakan leksem-leksem yang memiliki makna yang lebih umum, sedangkan subordinatnya adalah leksem-leksem yang memiliki makna yang lebih khusus (Wijana, 2010:52). Menurut Herbst (2010:240), hiponimi disebut juga dengan unilateral entailment (entailmen searah). Misalnya, kata seal ‗anjing laut‘ berhiponim dengan kata animal ‗binatang‘; tetapi kata animal tidak berhiponim terhadap kata seal, sebab makna animal meliputi seluruh jenis binatang. 1.7.3.4 Metonimi Selain relasi sinonimi, polisemi dan homonimi, serta hiponimi, terdapat juga relasi bagian-keseluruhan (part-whole relation) atau metonimi. Menurut Cruse (1986:159), metonimi adalah relasi makna diantara kata yang menunjukkan bagian dan kata yang menunjukkan keseluruhan, misalnya relasi makna antara kata amplop dan dompet di dalam pemakaian bahasa seringkali dihubungkan dengan uang. Wijana dan Rohmadi (2008:68) menjelaskan bahwa kata amplop dan dompet menggantikan kata uang disebabkan oleh kedekatan hubungan kata-kata bersangkutan secara ekstralingual di mana amplop dan dompet masing-masing adalah tempat menaruh uang. Terdapat sekurang-kurangnya empat jenis hubungan antara hubungan kata yang menggantikan dengan kata yang digantikannya, yakni (1) hubungan spasial yang terbentuk karena kedekatan lokatif kata yang digantikannya dengan kata yang 27 digantikannya; (2) hubungan temporal di mana perubahan makna seringkali pula terjadi karena terjadinya hubungan temporal antara kata yang menggantikan dengan kata yang digantikannya; (3) hubungan logikal yang berhubungan dengan nama penciptanya sebagai tanda penghormatan; dan (4) hubungan sebagian-keseluruhan yang dibedakan menjadi dua, yakni hubungan sebagian untuk keseluruhan misalnya si hidung mancung dan keseluruhan untuk sebagian misalnya dompet dan amplop untuk menunjuk uang yang lazim menjadi isinya. 1.8 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif menerapkan persyaratan bahwa penelitian harus berdasar pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga dihasilkan perian bahasa yang sama dengan potret atau berupa paparan yang apa adanya (Sudaryanto, 1986:62). Penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu (1) pengumpulan data, (2) analisis data, dan (3) penyajian hasil analisis data. Sebelum menjelaskan ketiga tahap tersebut, perlu dijelaskan mengenai sumber data dalam penelitian ini. 1.8.1 Sumber Data Data penelitian ini adalah kalimat, paragraf atau wacana-wacana tulisan yang mengandung verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris, sedangkan objek penelitian ini adalah verba bermakna ‗tindakan 28 mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Sumber data utama dari penelitian ini merupakan data tertulis yang diperoleh dari Oxford Advanced Learner’s Dictionary (OALD) edisi ke-8 dan Cambridge Advance Learner’s Dictionary (CALD) edisi ke-3 versi digital. Sumber data ini menyediakan data, makna dan sekaligus menyajikan konteks pemakaian verba tersebut sehingga dapat dijadikan sumber informasi yang memadai untuk pengumpulan data. Kedua kamus tersebut digunakan untuk menemukan makna yang jelas dan lengkap, menemukan asal kata verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘, serta menyediakan pemakaian verba tersebut di dalam kalimat. Sumber data selanjutnya adalah korpus elektronik bahasa Inggris yaitu British National Corpus (BNC) pada laman http://www.natcorp.ox.ac.uk dan Global Web Based Englsih (GloWbe) pada laman http://corpus.byu.edu/glowbe/. Korpus BNC memuat informasi tuturan-tuturan yang dipakai orang Inggris baik lisan maupun tulisan sedangkan korpus GloWbE memuat tuturan-tuturan bahasa Inggris secara umum. Artinya, korpus GloWbE tersebut memuat tuturan-tuturan bahasa Inggris yang berasal dari berbagai negara seperti Singapura, Australia, Inggris, Hongkong, India, Amerika, dan lain sebagainya. Pada penelitian ini, GloWbE yang dimaksudkan merupakan tuturan yang berasal dari Amerika. Kedua sumber data korpus elektronik tersebut digunakan karena mampu menyediakan data kebahasaan yang alamiah dan aktual sehingga dapat dijadikan sumber untuk melihat penggunaan verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris di dalam kalimat. Selain korpus, informasi tindakan kriminal di Federal Bureau of 29 Investigation (FBI) pada laman https://www.fbi.gov/ dan berita online seperti 48 WAFF pada laman http://www.waff.com/ juga digunakan untuk melihat konteks pemakaian verba tersebut. Sementara itu, beberapa verba yang belum memiliki konteks kalimat dari sumber-sumber data tersebut, kemudian dibuatkan konteks kalimat oleh peneliti yang selanjutnya memverifikasinya kepada penutur asli bahasa Inggris. 1.8.2 Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan berupa teknik catat. Sudaryanto (1993:133) menjelaskan bahwa metode simak yaitu melakukan penyimakan terhadap penggunaan bahasa. Sementara itu, teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data (Kesuma, 2007:45). Tahap awal yang dilakukan pada tahap ini adalah mencari verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘. Dalam bahasa Inggris, kata yang secara umum digunakan untuk mempresentasikan tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin adalah steal. Oleh karena itu, untuk memudahkan proses pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti secara konsisten memanfaatkan leksikon tersebut untuk menjaring data. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini merupakan beberapa tahapan dalam mencari verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘, dalam bahasa Inggris. 1. Mencari verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris dengan menggunakan kata kunci steal berdasarkan 30 Oxford Advanced Learner’s Dictionary (OALD) edisi ke-8 dan Cambridge Advance Learner’s Dictionary edisi ke-3 versi digital. 2. Untuk menambah verba ‗bermakna tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris, peneliti mencari konteks kalimat yang menggambarkan tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin melalui laman BNC dan GloWbE sehingga dapat ditemukan verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris yang tidak ditemukan dalam kamus. 3. Memverifikasi verba-verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris yang sudah diinventariasasi kepada enam penutur asli bahasa Inggris sehingga penjaringan verba tersebut akan menjadi optimal. Pada tahapan ini, teknik cakap tak bertemu muka dipilih karena bertemu mereka secara langsung sangat sulit dilakukan. Oleh karenanya, peneliti memutuskan untuk berkomunikasi dengan para informan yang merupakan penutur asli bahasa Inggris melalui facebook atau email. Sudaryanto (dalam Kesuma, 2007:43) menjelaskan bahwa kegiatan menjaring data dengan percakapan dapat pula dilakukan dengan percakapan tidak langsung, tidak bertatap muka atau tidak bertemu muka, yaitu secara tertulis dengan bentuk kuestioner. 4. Mencatat semua verba yang sudah diverifikasi tersebut ke dalam kartu data. 31 Untuk memperoleh penggunaan verba-verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris di dalam kalimat, dapat dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut. 1. Masuk ke laman BNC, GloWbE, FBI, dan 48 WAFF. 2. Memasukkan salah satu verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris yang akan dianalisis, misalnya verba purloin. 3. Data yang terkumpul dari laman BNC, GloWbE, FBI, dan 48 WAFF dipindah ke Microsoft Word kemudian disaring dan selanjutnya dianalisis. 1.8.3 Analisis Data Tahap analisis data dilaksanakan setelah data yang terjaring diklasifikasikan (Kesuma, 2007:47). Analisis data pada penelitian menggunakan sejumlah metode dan teknik untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Motode dan teknik yang digunakan adalah untuk memperoleh penjelasan terkait verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Bab II penelitian ini memfokuskan analisisnya pada verba-verba yang mengandung makna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Dalam kajian semantik, analisis kebahasaan harus diawali dari analisis makna. Untuk itu, penelitian ini diawali dengan menjaring verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris berdasarkan skema yang telah ditetapkan. Skema tersebut disesuaikan dengan makna verba steal yang 32 dianggap sebagai leksikon yang paling umum digunakan untuk mempresentasikan tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin kemudian menelusuri makna dari masing-masing verba tersebut berdasarkan kamus yang sudah disebutkan dan makna dari masing-masing verba yang diperoleh dari penutur asli bahasa Inggris. Setelah verba dan makna tersebut diperoleh, kemudian dikelompokkan berdasarkan bentuk, asal kata, dan fiturnya yang menonjol. Analisis bentuk verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris dilakukan dengan menggunakan berbagai teori yang relevan. Sementara itu, asal kata verba tersebut dilakukan dengan melihat asal kata dari masing-masing verba tersebut berdasarkans OALD. Selanjutnya, fitur yang menonjol pada verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris ditempuh dengan melihat konteks kalimat dan makna kamusnya. Analisis yang turut mengiringi tahapan ini adalah teknik ganti. Teknik ganti dilakukan untuk membuktikan bahwa verba tersebut benar-benar memiliki fitur yang menonjol. Untuk menjawab rumusan masalah kedua, Bab III penelitian ini menganalisis komponen semantik pada setiap verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Tahapan ini menggunakan analisis komponensial makna dengan menentukan fitur-fitur semantik dari masing-masing verba berdasarkan penggunaan konteks kalimat dan makna dalam kamus. Dengan analisis komponensial, maka akan ditemukan ciri pembeda atau unsur apa yang membedakan varian-varian dalam suatu kategori. Untuk membuktikan bahwa verba tersebut memiliki fitur semantik yang ditetapkan, digunakan teknik ganti. Menurut 33 Kesuma (2007:58), teknik ganti adalah teknik analisis data dengan cara mengganti satuan kebahasaan tertentu di dalam suatu konstruksi dengan satuan kebahasaan yang lain di luar konstruksi yang bersangkutan. Misalnya, untuk membuktikan bahwa verba embezzle memiliki fitur sasaran—jenis sasaran uang, maka jenis sasarannya akan diganti dengan jenis sasaran lain. Selanjutnya, Bab IV penelitian ini menganalisis relasi sinonimi antarverba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggis yang ditempuh dengan menggunakan tes substitusi dan pendekatan kontekstual. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan makna kata-kata yang bersinonim di dalam konteks. Selanjutnya, untuk melihat pandangan budaya Amerika di balik keberagaman verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris, dilakukan dengan mencermati verba tersebut dan menggunakan beberapa pustaka yang kemudian dikaitkan dengan budaya masyarakat Amerika. 1.8.4 Penyajian Data Data yang telah dianalisis kemudian disajikan secara formal dan informal. Sudaryanto (1993) menyatakan metode penyajian data bisa dilakukan dengan (i) metode formal, yaitu kalimat dan tabel, dan (ii) metode informal, yaitu menggunakan kalimat. Metode informal bisa membantu menjelaskan analisis formal, sehingga penelitian ini menggunakan baik gambar, tabel serta kata-kata biasa dalam menjelasan data. Metode penyajian data formal yang dipakai dalam penelitian ini 34 adalah tabel analisis komponen makna. Sementara metode informal adalah sebuah metode penyajian data dengan menjelaskan data dengan kata-kata. 1.9 Sistematika Penyajian Penelitian mengenai verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris ini dibagi ke dalam lima bab. BAB I merupakan bagian pendahuluan yang berisikan 1.1 Latar Belakang, 1.2 Rumusan Masalah, 1.3 Tujuan Penelitian, 1.4 Ruang Lingkup Penelitian, 1.5 Manfaat Penelitian, 1.6 Tinjauan Pustaka, 1.7 Landasan Teori, 1.8 Metode Penelitian, dan 1.9 Sistematika Penyajian. BAB II akan membahas rumusan masalah pertama, yakni verba-verba yang mengandung makna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. BAB III akan membahas rumusan masalah kedua, yakni analisis komponen makna verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. BAB IV akan membahas rumusan masalah ketiga, yakni relasi sinonimi antarverba dan pengaruh budaya Amerika di balik keberagaman verba bermakna ‗tindakan mengambil milik orang lain tanpa izin‘ dalam bahasa Inggris. Adapun BAB V berisi penutup yang terdiri atas 5.1 Kesimpulan dan 5.2 Saran.