TESIS PENJABARAN HAK PEKERJA PEREMPUAN ATAS UPAH DAN WAKTU KERJA DALAM PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA DIAH FITRIANI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS PENJABARAN HAK PEKERJA PEREMPUAN ATAS UPAH DAN WAKTU KERJA DALAM PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA \\\ DIAH FITRIANI NIM : 1390561028 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 PENJABARAN HAK PEKERJA PEREMPUAN ATAS UPAH DAN WAKTU KERJA DALAM PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana DIAH FITRIANI NIM 1390561028 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii LEMBAR PENGESAHAN TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 30 Maret 2015 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra,SH.,M.Hum. NIP. 196207311988031003 Dr. I Made Udiana, S.H.,M.H. NIP. 195509251986101001 Mengetahui Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Magister (S2) Ilmu Hukum Universitas Udayana Program Pascasarjana Universitas Udayana Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, S.H.,M.Hum.,LLM Prof. Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 196111011986012001 NIP.195902151985102001 iii TESIS INI TELAH DIUJI PADA TANGGAL 30 Maret 2015 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor : 606/UN14.4/HK/2015 Tanggal : 27 Maret 2015 Ketua : Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra,SH.,M.Hum. Sekretaris : Dr. I Made Udiana, S.H.,M.H. Anggota : 1. Dr. Desak Putu Dewi Kasih,SH.,M.Hum. 2. Dr. I Ketut Westra,SH.,MH. 3. Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, S.H.,M.Hum.,LLM iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Diah Fitriani Program Studi : Ilmu Hukum Judul Tesis : Penjabaran Hak Pekerja Perempuan Atas Upah Dan Waktu Kerja Dalam Peraturan Perusahaan Dan Perjanjian Kerja. Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas Plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti Plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, 30 Maret 2015 Yang Menyatakan Diah Fitriani V UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Tesis yang berjudul “PENJABARAN HAK PEKERJA PEREMPUAN ATAS UPAH DAN WAKTU KERJA DALAM PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA” dapat dilesaikan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, baik dari isi maupun teknis penulisannya. Oleh karenanya, kritik yang bersifat konstruktif sangat diharapkan dari berbagai pihak. Adapun pada kesempatan ini, ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada yang terhormat : 1. Dosen Pembimbing I, Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH.,M.Hum. 2. Dosen Pembimbing II, Dr. I Made Udiana,SH.,MH. 3. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-K.E.M.D. 4. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). 5. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H. 6. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, S.H., M.Hum., L.LM. 7. Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana, Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, S.H., M.Hum. 8. Dosen Penguji II, Dr. I Ketut Westra, SH., MH.. 9. Dosen Penguji III dan Dosen Pembimbing Akademik, Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum. 10. Para Dosen di Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu dan arahan dalam proses menyelesaikan tesis ini. 11. Para pegawai administrasi di sekretariat Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana (Bapak Made Mustiana, Ibu Agung Yun, Ibu Agung dan Dandy). 12. Orang tua tercinta yaitu Bapak Santoso dan Ibu Ida Ayu Wara Agranika, Spd. 13. Teman-teman Magister Hukum angkatan 2013, Julia, Ditha, Eva, Angga, Pasek, Gung Rian, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebut satu persatu Program Pascasarjana Universitas Udayana. 14. Teman-teman di Kantor Hukum “Fahmi Yanuar Siregar,SH.,LL.M., & Associates” ada Aryana, Pande Suastika, Komang Renada, Pak Fata, Surya, dan tak lupa kepala sukunya Pak Fahmi termakasih atas dukungan kalian semua. 15. Sseorang yang tercinta Deny Irfandi terimakasih atas dukungan dan semangatnya 16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Denpasar, 30 Maret 2015 Peneliti vi ABSTRAK PENJABARAN HAK PEKERJA PEREMPUAN ATAS UPAH DAN WAKTU KERJA DI DALAM PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,selama,dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pekerja merupakan setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan (untuk selanjutnya disebut Undang-undang Ketenagakerjaan) mengatur mengenai kesempatan dan perlakuan dalam ketenagakerjaan yakni setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan observasi studi lapangan dengan cara mendatangi tempat tujuan penelitian,data dan sumber data terdiri dari bahan hukum primer,bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang dianalisis dengan teknik wawancara terhadap informan dan responden. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa tentang arti penting Hak-hak normatif terhadap pekerja khususnya pekerja perempuan. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka pekerja perempuan mendapat perlindungan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja, dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan para pekerja perempuan dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha,maka peraturan yang dibuat di dalam peraturan perusahaan yang sesusi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku akan berdampak pada kesejahteraan para pekerja dan perkembangan perusahaan,serta hak-hak dan kewajiban para pihak antara pekerja dengan perusahaan wajib tertuang dan tertulis secara detail, agar tidak terjadi masalah dikemudian hari. Kata Kunci : hak,pekerja perempuan,upah,waktu kerja,peraturan perusahaan,perjanjian kerja. vii ABSTRACT TRANSLATION OF FEMALE WORKERS RIGHTS OF WAGES AND WORKING TIME IN ITS REGULATION AND AGREEMENT Employment is all matters relating to labor in the time before, during, and after years of service. Labor is any person who is able to work in order to produce goods and / or services, both for subsistence and for the community. Worker is any person who works for a wage or other forms of remuneration. In the Law of the Republic of Indonesia Number 13 Year 2013 About Employment (hereinafter referred to as the Employment Act) governs the employment opportunity and treatment in which each worker has an equal opportunity to obtain employment without discrimination This study is an empirical law with a field study observation approach to the way to the destination research. data and data sources consist of primary legal materials, secondary law and tertiary legal materials were analyzed by using interviews with informants and respondents. This study aims to identify and analyze the importance of normative Rights of workers, especially women workers. Based on the Law of the Republic of Indonesia Number 13 of 2003 on Labour, the protection of women workers to ensure the basic rights of workers, and ensure equality of opportunity and treatment without discrimination on the basis of apaun for the welfare of women workers and their families with regard to the progress the business world, the rules made in the company regulations that sesusi with the legislation in force will have an impact on the welfare of workers and the development of the company, as well as the rights and obligations of the parties between workers and the company shall set forth in writing and in detail, in order to no problems in the future. Keywords: rights, women workers, wages, working time, company regulations, employment agreements. viii RINGKASAN TESIS Tesis ini berjudul : “Penjabaran Hak Pekerja Perempuan Atas Upah Dan Waktu Kerja Dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja”, yang terdiri dari 5 bab, antara lain sebagai berikut : Bab I. Pendahuluan di dalamnya terdapat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori dan konsep serta metode penelitian. Pada latar belakang diuraikan mengenai apa yang menjadi hak-hak pekerja perempuan di dalam suatu perusahaan. Dalam perusahaan terdapat peraturan yang wajib ditaati oleh pihak pekerja maupun pihak perusahaan. Peraturan perusahaan yang dibuat secara sepihak oleh perusahaan dan pekeja wajib mentaati peraturan perusahaan tersebut. Para pihak antara pekerja dengan perusahaan memiliki hak-hak dan kewajiban masing-masing. Sebagai pisau analisa dalam mebedah permasalahan tersebut, pada landasan teori digunakan teori hak pekerja yang didukung oleh teori faktor produksi dan berkelanjutan produksi, teori keadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum tersier yang dianalisa melalui teknik wawancara terhadap informan dan responden. Bab II merupakan bab yang memuat konsep pekerja perempuan tentang,menyangkut konsep hak pekerja perempuan,konsep upah pekerja perempuan,dan konsep waktu kerja pekerja perempuan. Bab III merupakan pembahasan secara detail atas pengaturan yang mengatur tentang hakhak normatif pekerja perempuan yang berkesesuaian dengan persyaratan HAM. Pada intinya, pekerja perempuan mendapat perlindungan hukum di dalam bidang pekerjaan khusunya atas upah dan waktu kerja,yang berkaitan dengan fungsi reproduksi perempuan, yang dimana pekerja perempuan memiliki perbedaan secara fisik dengan pekerja laki-laki. Bab IV ialah bab yang berisikan pembahasan mengenai penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja berdasarkan persyaratan HAM baik di dalam peraturan perusahaan maupun di dalam perjanjian kerja. Bab V merupakan bab terakhir atau bab penutup dalam penulisan tesis ini. Pada bab ini, ditulis mengenai simpulan dan saran dari penulisan tesis ini. Simpulan pertama ialah Pekerja perempuan selain memiliki kewajiban di dalam pekerjaan, pekerja perempuan pun juga memilki hak-hak normatif, yang di mana hak-hak normatif pekerja perempuan telah di atur dengan baik di dalam Peraturan Perundang-undangam salah satunya peraturan yang mengatur hak-hak normatif pekerja perempuan terdapat di dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Simpulan kedua, Perjanjian kerja pada hakikatnya adalah subyek hukum dalam hubungan kerja, yang menjadi obyek kerja adalah tenaga kerja yang melekat pada diri pekerja,atas tenaga telah dikeluarkan oleh pekerja, maka pekerja akan mendapatkan upah. Hak-hak dan kewajiban para pihak antara pekerja dengan perusahaan wajib tertuang dengan jelas dalam perjanjian. Mengenai saran dalam penelitian ini saran pertama ditujukan kepada pihak perusahaan diharapkan kepada Kepada pihak prusahaan meskipun perjanjian dibuat dengan baku,dimana isi dan ketentuannya diatur sedemikian rupa secara sepihak oleh perusahaan,agar tidak mengurangi makna kebebasan berkontrak dan agar hak pekerja tidak terabaikan maka sedikit tidaknya pekerja diberikan kesempatan untuk mengajukan keinginan. dan untuk Kepada Dinas Tenaga Kerja diharapkan lebih merespon,mengambil tindakan terhadap perusahaan yang mempekerjakan pekerja perempuan secara tidak sesuai dengan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku agar Undang-undang Ketenagakerjaan dan peraturan perundangan lainnya dapat diimplmentasikan dengan baik di masyarakat. ix DAFTAR ISI Halaman Sampul Depan………………………………………… i Halaman Lembar Persyaratan Gelar Magister........................... ii Halaman Lembar Pengesahan………………..………………… iii Halaman Tesis Ini Telah Diuji………………………………….. iv Halaman Bebas Dari Plagiat……………………………………. v Halaman Ucapan Terimakasih…………………………………. vi Halaman abstrak………………………………………………… vii Halaman abstract………………………………………………… viii Ringkasan………………………………………………………… ix Halaman daftar isi……………………………………………… x BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah……………………………………….. 1 1.2.Rumusan Masalah……………………………………………… 11 1.3.Ruang Lingkup Masalah………………………………………. 11 1.4.Tujuan Penelitian……………………………………………… 11 1.4.1. Tujuan Umum………………………………………….. 12 1.4.2. Tujuan Khusus…………………………………………. 12 1.5. Manfaat Penelitian……………………………………………. 12 1.5.1. Manfaat Teoritis………………………………………… 12 1.5.2. Manfaat Praktis………………………………………… 13 1.6. Orisinalitas Penelitian………………………………………… 13 1.7. Landasan Teroritis dan Kerangka Berfikir……………………. 16 1.7.1. Landasan Teori………………………………………….. 16 1.7.2. Kerangka Berfikir……………………………………….. 19 1.8. Metode Penelitian……………………………………………. 20 1.8.1. Jenis Penelitian…………………………………………. 20 1.8.2. Sifat Penelitian…………………………………………. 20 1.8.3. Data dan Sumber Data…………………………………. 21 1.8.4. Teknik Pengumpulan Data..………………………......... 22 1.8.5. Teknik Pengumpulan Sampel Penelitian……………….. 23 1.8.6. Pengolahan dan Analisis Data………………………….. 25 BAB II KONSEP HAK PEKERJA PEREMPUAN UPAH DAN WAKTU KERJA 2.1. Konsep Hak Pekerja Perempuan………………………………… 27 2.2. Konsep Upah Pekerja Perempuan………………………………... 29 2.3. Konsep Waktu Kerja Pekerja Perempuan……………………….. 44 2.4. Pengaturan Hak Pekerja Perempuan Atas Upah Dan Waktu Kerja……………………………………………………… 53 BAB III PENGATURAN HAK-HAK NORMATIF TENAGA KERJA PEREMPUAN ATAS UPAH DAN WAKTU KERJA 3.1. Hak Pekerja Perempuan Atas Upah Dan Waktu Kerja Di Dalam Undang – undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan…………………………………. 58 3.2. Hak Pekerja Perempuan Atas Upah Dan Waktu Kerja Di Dalam Undang – undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM…………………………………………………….. 91 3.3. Matrik Daftar Hak Atas Upah dan Waktu KerjaTenaga Kerja Perempuan Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM………………………. 98 BAB IV PENJABARAN HAK TENAGA KERJA PEREMPUAN ATAS UPAH DAN WAKTU KERJA BERDASARKAN PERSYARATAN HAM 4.1. Persyaratan HAM Penjabaran Hak Tenaga Kerja Perempuan Atas Upah dan Waktu Kerja……………………………………………. 99 4.2. Penjabaran Hak Tenaga Kerja Perempuan Atas Upah Dan Waktu Kerja Dalam Peraturan Perusahaan Sesuai Dengan Persyaratan HAM……………………………………………………………… 101 4.3. Penjabaran Hak Tenaga Kerja Perempuan Atas Upah Dan Waktu Kerja Dalam Perjanjian Kerja Sesuai Dengan Persyaratan HAM.. 105 BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan…………………………………………………………. 123 5.2. Saran……………………………………………………………... 124 DAFTAR PUTAKA JADWAL KEGIATAN LAMPIRAN x BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pekerja merupakan setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan (untuk selanjutnya disebut Undang-undang Ketenagakerjaan) mengatur mengenai kesempatan dan perlakuan dalam ketenagakerjaan yakni setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan. 1 Undangundang Ketenagakerjaan Pasal 76 ayat (1) mengatur mengenai ketenagakerjaan perempuan, pekerja perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d. 07.00. Undang-undang Ketenagakerjaan Pasal 76 ayat (2) menyebutkan pengusaha pun juga dilarang mempekerjakan pekerja perempuan yang sedang hamil yang menurut keterangan dokter sangat berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya sendiri apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00. 1 Mohammad Saleh dan Lilik Mulyadi, 2012, Seraut Wajah Pengadilan Hubungan Industrial Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h.39. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 s.d. 07.00 wajib memberikan makanan dan minuman bergizi serta wajib menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja, serta pengusaha wajib pula menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 05.00. Mengenai waktu kerja Undang-undang Ketenagakerjaan Pasal 76 ayat (4) menyebutkan bahwa setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan kerja, waktu kerja mencaku 7 (tujuh) jam 1 (hari) 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Pemberian waktu istirahat pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja, waktu istirahat dan cuti mencakup istirahat antara waktu kerja sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk waktu kerja. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus dan istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. Pemberian upah telah diatur di dalam Pasal 88 ayat (4) Undang-undang Ketenagakerjaan, pemerintah telah menetakan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota, upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota, upah minimum yang diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak, uah minimum telah ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota, dan komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak diatur dalam Peraturan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum (untuk selanjutnya disebut Peraturan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi). Pengusaha yang mempekerjakan perempuan diatas ukul 23.00 s.d. 07.00 juga harus memperhatikan hak-hak perempuan yang diatur di dalam Pasal 49 ayat (1) dan (2) Undangundang Hak Asasi Manusia (untuk selanjutnya disebut Undang-undang HAM) yang meliputi perempuan berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, profesi, sesuai dengan persyaratan dan Peraturan Perundang-undangan. Perempuan juga berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terkait dengan hal-hal yang dapat mengancam keselamatannya dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita, serta hak khusus yang melekat pada diri perempuan dikarenakan fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum. Setiap perusahaan menginginkan terpenuhinya hak-haknya sebagi pekerja sebanyak mungkin di dalam suatu perusahaan namun kepentingan perusahaan tersebut juga tidak boleh merugikan hak-hak setiap pekerja yang bekerja di dalam perusahaan tersebut.2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 7 Tahun 2013 Tentang Upah Minimum juga mengatur mengenai pemberian upah kerja serta telah menetapkan pemberian upah minimum. Pengusaha wajib memberikan upah terhadap pekerja berdasarkan kebutuhan 2 Hermansyah, 2008, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.4. hidup layak dengan selalu memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Pelaksanaan penetapan upah minimum yang telah diatur oleh Peraturan Menteri yakni pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang telah ditetapkan, upah minimum tersebut hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, dan upah minimum wajib dibayar bulanan kepada pekerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 7 Tahun 2013 mengatur tentang upah pekerja bahwa Waktu kerja lembur untuk para pekerja. Pengaturan waktu kerja lembur berlaku untuk semua perusahaan, kecuali bagi perusahaan pada sektor usaha tertentu atau pekerjaan tertentu.3 Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Terdapat pertentangan pengaturan tentang upah lembur antara Undang-undang Ketenagakerjaan dan Peraturan Perusahaan. Ketentuan waktu kerja lembur tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja, wajib membayar upah lembur. Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban : a. membayar upah kerja lembur; b. memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya; c. memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih. Pemberian makan dan minum bagi pekerja yang bekerja lembur tidak boleh diganti dengan uang. Tidak semua pekerja mendapat kesejahteraan di dalam perusahaan, pekerja bekerja dengan baik namun upah yang diterima tidak sesuai dengan apa yang telah dikerjakan bahkan 3 www.portalhr.com/wp-content/uploads/data/pdfs/pdf_peraturan/1204531602.pdf, diakses 30 Agustus 2014. upah yang diterima oleh pekerja dari perusahaan di bawah upah minimum. Pekerja perempuan yang tidak memiliki keahlian khusus dibidangnya di dalam bekerja pun terpaksa menerima upah kerja yang menurutnya tidak sesuai dengan standar upah minimum yang seharusnya diterima oleh para setiap pekerja di dalam suatu perusahaan. 4 Permasalahan waktu kerja juga dirasakan oleh pekerja perempuan yang ketika mendapat giliran kerja pada jam malam para pekerja tidak mendapat hak nya sebagai pekerja perempuan, seperti mendapat fasilitas angkutan untuk mengantar pekerja perempuan pulang ataupun menndapat makanan dan minuman bergizi ketika pekerja perempuan bekerja di jam malam dalam perusahaan. 5 Perusahaan yang secara mendesak ingin meningkatkan produktivitasnya demi kebutuhan konsumen di masyarakat yang membuat perusahaan terpaksa mengharuskan mempekerjakan pekerja di malam hari termasuk pekerja perempuan yang ada di dalam perusahaan tersebut, hal tersebut sangat bertentangan dengan persyaratan HAM. 6 Tidak semua perusahaan di dalam memberikan upah dan waktu kerja terhadap pekerja sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku, bahkan demi ingin meningkatkan produktivitas di dalam perusahaan, pengusaha mengesampingkan peraturan pemerintah yang telah berlaku tentang pemberian upah dan waktu kerja yang layak bagi pekerja khususnya pekerja perempuan, kesenjangan yang dilakukan perusahaan yakni melanggar peraturan pemerintah dalam pemberian upah dan waktu kerja bagi pekerja khususnya pekerja perempuan seperti memberikan upah di bawah standar upah minimum yang telah di atur di dalam peraturan pemerintah, bahkan upah yang diterima oleh pekerja sangatlah kecil sehingga pekerja tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang layak sebagimana telah di atur di 4 Aloysius Uwiono, dkk, 2014, Asas-asas Hukum Perburuhan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.27. Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, h.34. 6 Imam Sjahputra, 2013, Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta, h.30. 5 dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) bahwa setiap orang berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak,perusahaan telah melanggar pemberian waktu kerja terhadap pekerja perempuan seperti mempekerjakan pekerja perempuan di malam hari tetapi tidak memfasilitasi angkutan untuk pekerja itu pulang kerumah ketika ia telah selesai bekerja, dan perusahaan tidak memberikan makanan dan minuman yang bergizi ketika pekerja perempuan bekerja pada jam malam hari seperti yang telah di atur di dalam Undang-undang Ketenagakerjaan.7 Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan yang wajib ditaatin oleh seluruh pekerja yang bekerja di dalam perusahaan tersebut. Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban dari masing-masing para pihak. Di dalam Peraturan Perusahaan tersebut mengatur segala kejadian, segala kejadian yang dimaksud adalah kejadian yang berkaitan dengan masa penempatan bekerjanya seseorang dengan pihak lain. Selama pekerja bekerja di dalam perusahaan banyak hal yang bisa terjadi, seperti: pekerja sakit, pekerja hamil atau bersalin bagi pekerja perempuan, pekerja mengalami kecelakaan, menjaga keselamatan dan kesehatan kerja para pekerja, adanya waktu cuti bagi pekerja, pekerja diputus hubungan kerjanya dan lain-lain kejadian yang sangat perlu pengaturannya dalam suatu peraturan perusahaan.8 Perjanjian Kerja di buat secara tertulis oleh pengusaha dan dipatuhi oleh pengusaha dan pekerja. Dalam perjanjian terdapat hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak antara 7 8 Asri Wijayanti, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, h.40. Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.6. pengusaha dan pekerja. Perjanjian Kerja juga mencakup mengenai jam waktu kerja dan upah bagi pekerja yang bekerja di dalam perusahaan tersebut. Perlunya penelitian terhadap penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja yang sesuai dengan HAM, agar tidak terjadi perbudakan maupun diskrimasi terhadap pekerja perempuan, dan pemberian upah dan waktu kerja secara benar sesuai dengan Undangundang Ketenaga kerjaan yang berlaku akan melahirkan tenaga kerja yang handal dan baik yang akan meningkatkan produktivitas di dalam suatu perusahaan, serta perlunya penelitian terhadap pekerja perempuan agar tidak terjadi diskriminasi terhadap pekerja perempuan, karena menyadari akan pentingnya perempuan memperoleh perlindungan hukum yang memadai khususnya berbagai bentuk upaya perdagangan manusia (human trafficking) di tengah-tengah semakin menipisnya sifat tenggang rasa seorang pengusaha di dalam suatu perusahaan untuk memberikan upah kerja sesuai UMR (Upah Minimun Regoinal) dan pemberian cuti waktu kerja, Banyak perempuan yang bekerja, namun mereka tidak mengetahui bahwa mereka memiliki hak-hak yang dilindungi oleh pemerintah, sehingga mereka tidak menegetahui jika hak-hak nya ditentang oleh perusahaan atau instansi tempat mereka bekerja.9 Sebaiknya sebagai perempuan karir, harus peduli terhadap kewajiban dan hak nya yang tidak sama seperti pria ketika bekerja, agar penyimpangan terhadap hak perempuan tidak terjadi. Begitu juga, instansi dan perusahaan tempat perempuan bekerja, harus peka terhadap hak perempuan dalam pekerjaan. Hak tersebut harus dijunjung dan dihargai. Dewasa ini, diskriminasi terhadap perempuan itu masih sangat tampak dalam dunia kerja. Banyak sekali 9 Farhana, 2010, Aspek Hukum Perdagangan Orang, Sinar Grafika, Jakarta, h.61. perempuan yang tidak mendapatkan hak dalam bekerja. 10 Contohnya bisa kita lihat dalam struktur perusahaan, jarang sekali kita melihat perempuan yang mendapatkan tempat sebagai pemimpin, selain itu dalam penerimaan pekerja perempuan perusahaan-perusahaan banyak meletakkan syarat-syarat tertentu, seperti berpenampilan menarik, belum menikah, harus tinggal di asrama dan lain sebagainya. 11 Masalah tentang diskriminasi ini diperparah lagi oleh perusahaan yang tidak menerapkan Undang-undang Ketenagakerjaan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Seperti kasus tenaga kerja perempuan yang terpaksa harus keluar dari perusahaan karena mereka tidak mau tinggal di asrama yang sudah di siapkan oleh perusahaan. Selain itu masih banyak lagi kasuskasus lain, baik dalam maupun di luar negeri. Dalam masalah itu tampaknya pemerintah juga tidak bisa berbuat banyak terhadap para pengusaha tersebut. Pada intinya para tenaga kerja berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) sebagaimana mengatur setiap warga Negara Indonesia berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan itu merupakan menjadi sumber dasar atas pentingnya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja khusunya tenaga kerja perempuan. Perempuan memang di dorong untuk masuk dunia kerja agar terjadi fleksibilitas lebih jauh, dan kondisi yang fleksibel tersebut telah di ciptakan oleh seorang pengusaha dalam perusahaannya tersebut membuat upah dan waktu kerja untuk pekerja perempuan sangat minim dan dapat merampas hak-hak perempuan sebagai pekerja perempuan. 12 Mengingat pentingnya perlindungan terhadap pekerja perempuan dalam hal pendidikan, kesehatan, fisik, biologis, sosio kultural dan lain-lain maka dari itu penulis ingin melakukan penelitian mengenai “ 10 Abdul R. Saliman, 2005, Hukum Bisnis Perusahaan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.267. Djurmadi, 1995, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.27. 12 Eddie Sius Riyadi, 2008, Hak Asasi Manusia, ELSAM, Jakarta, h.5. 11 PENJABARAN HAK PEKERJA PEREMPUAN ATAS UPAH DAN WAKTU KERJA DALAM PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang akan diteliti adalah: 1. Apa sajakah cakupan hak-hak normatif tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja di dalam suatu perusahaan? 2. Bagaimanakah penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja sesuai dengan persyaratan HAM di dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini adalah terbatas pada Pemberian upah tenaga kerja perempuan dan waktu kerja tenaga kerja perempuan di dalam suatu perusahaan serta penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja yang sesuai dengan pesyaratan HAM di dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan suatu hasil. Demikian pula halnya dengan setiap penulisan karya ilmiah haruslah menunjukkan suatu tujuan yang dapat dipertanggungjawabkan. a. Tujuan umum Adapun tujuan umum di dalam tulisan ini adalah: Untuk memberikan ide-ide bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan khususnya bidang hukum ketenagakerjaan. b. Tujuan Khusus Sedangkan tujuan khusus penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui hak-hak normatif tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja dalam suatu perusahaan. 2. Untuk mengetahui penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja yang sesuai dengan persyaratan HAM. Di Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan ini adalah: 1.5.1. Manfaat Teoritis Dalam penulisan Tesis ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan pengaturan pemberian upah tenaga kerja perempuan dan waktu tenaga kerja perempuan di dalam suatu perusahaan. Selain itu dengan penulisan tesis ini diharapkan juga dapat memperdalam pemahaman tentang ilmu yang diperoleh penulisan dalam mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh dibangku kuliah ke dalam dunia praktisi. 1.5.2. Manfaat Praktis Penulisan tesis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pengaturan mengenai pemberian upah kerja tenaga kerja perempuan dan waktu kerja tenaga kerja perempuan di dalam suatu perusahaan di Indonesia. 1.6. Orisinalitas Tesis 1) Setiadai, SH.,M.kn., Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, Tesis “Pengaruh upah dan jaminan sosial terhadap produktivitas kerja pekerja di PT Semarang Makmur Semarang. Rumusan masalah : 1.Bagaimana hubungan upah dengan produktivitas kerja pekerja di PT Semarang Makmur Semarang? 2.Bagaimana hubungan jaminan sosial dengan produktivitas kerja pekerja di PT Semarang Makmur Semarang? Hasil dan Pembahasan : 1.Hubungan upah dengan produktivitas kerja memiliki hubungan yang rendah dan negatif dan angka propabilitas sehingga tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95% , sehingga hubungan upah dengan produktivitas adalah negatif. 2.Hubungan jaminan sosial dengan produktivitas kerja memiliki hubungan yang sangat rendah dan negatif dan angka probabilitas sehingga tidak signifikan pada taraf kepercayaan 95%, sehingga hubungan jaminan sosial dengan produktivitas adalah negatif 2) Lahmuddin,SH.,MH., Program Pascasarjana Universitas Sumatera Medan, Tesis “Sistem pengupahan bagi pekerja dalam Perjanjian Kerja waktu tertentu berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003. Pengarang. Rumusan masalah : 1. Bagaimana sistem pengupahan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di PT Binanga Labuhan Batu sudah sesuai dengan ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan? 2.Bagaimana perlindungan hukum atas upah yang diterima tenaga kerja pada PT Binanga Batu? Hasil dan pembahasan : 1.para pekerja yang masih diberikan upah kerja dibawah upah UMR (Upah Minimum Regional). 2.Perlindungan hukum dapat melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri. 3).Eni Dameria,SH.,MH., Program Pas asarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Tesis “ Perlindungan hukum bagi tenaga kerja perempuan di Indonesia ditinjau dari Konvensi ILO No. 111 dan implementasinya di Indonesia. Rumusan masalah : 1. Bagaimana kedudukan dan peran tenaga kerja perempuan di Indonesia? 2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi tenaga kerja perempuan di Indonesia? Hasil dan pembahasan : 1. kedudukan tenaga kerja perempuan diakui secara tegas di dalam UUD 1945 dan UU No. 21 Tahun 1999. 2. Bentuk perlindungan tenaga kerja perempuan dilarangnya mempekerjakan tenaga kerja perempuan yang sedang hamil,menyediakan angkutan umum bagi tenaga kerja perempuan yang pulang kerja terlarut malam, memberikan waktu cuti bagi tenaga kerja perempuan yang sedang melahirkan dan memberikaan upah yang layak bagi tenaga kerja jamsostek bagi tenaga kerja perempuan. 1.7. Landasan Teoritis dan Kerangka Berfikir 1.7.1. Landasan teori Sehubungan dengan perlindungan hukum ketenagakerjaan tentang pemberian upah kerja terhadap para buruh/pekerja perempuan dan pemberian waktu kerja terhadap para tenaga kerja perempuan di dalam suatu perusahaan tampak semakin memprihatinkan. Teori-teori yang dipergunakan di dalam penelitian ini antara lain: a) Teori HAM Pekerja (kepentingan) dari rudolf van jhering :13 hak sebagai sesuatu yang penting bagi yag bersangkutan dan dilindungi oleh hukum. Teori HAM Pekerja di dukung oleh Teori Faktor Produksi dan Berkelanjutan Produksi yang dimana ada dua hal penting yang membedakan teori ini dengan teori-teori lainnya yakni: Faktorfaktor produksi utama adalah tenaga kerja, tanah, dan modal, peran teknologi dan ilmu pengetahuan serta peningkatan kualitas dari tenaga kerja dan input-input produksi lainnya terhadap pertumbuhan output dianggap konstan. peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya manusia (do the right thing) dan meningkatkan keluaran sebesar-besarnya (do the thing right). 13 Arief Kusuma, Perlindungan Tenaga kerja http://jurnal.hukum.uns.ac.id/index.php/Yustisia/article/viewFile/335/313, diakses 30 Agustus 2014. Dengan kata lain bahwa produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektifitas kerja secara total. Dalam teori hukum kaitannya dengan makalah yakni adanya perlindungan Hak Asasi Manusia para pekerja di dalam perusahaan, hak-hak pekerja patut dilindungi oleh sebab para pekerja merupakan kunci kesuksesan suartu perusahaan, apabila di dalam suatu perusahaan tidak ada pekerja maka perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan produktivitas tanpa adanya bantuan para pekerja. Teori ini dipergunakan untuk menganalisis hak-hak normatif tenga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja dalam perusahaan. Di dukung pula dengan teori Teori Faktor Produksi dan Berkelanjutan Produksi, produktivitas yang mencerminkan efektifitas para pekerja. b) Teori Keadilan (Adam Web):14 Berry dan Houston mengatakan bahwa teori keadilan yang dikemukakan oleh J.Stacy Adam pada tahun 1965 merupakan teori kognitif motivasi kerja. Teori keadilan menyatakan bahwa manusia mempunyai pikiran, perasaan, dan pandangan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Adam mengemukakan bahwa individu-individu membuat perbandingan-perbandingan tertentu terhadap suatu pekerjaan. Perbandingan-perbandingan tersebut sangat mempengaruhi kemantapan pikiran dan perasaan mereka mengenai imbalan, serta menghasilkan perubahan motivasi dan perilaku. Teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar yaitu: a. Individu berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi keadilan, b. Apabila dirasakan ada kondisi ketidakadilan, kodisi ini menimbulkan ketegangan yang memotivasi individu untuk menguranginya atau menghilangkannya, c. Semakin besar persepsi 14 Dewi, 2011, http://www.academia.edu/5634699/Teori_Keadilan_Adam, diakses 29 Agustus 2014. ketidak adilannya, semakin besar motivasinya untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu, d. Individu akan mempersepsikan ketidak adilan yang tidak menyenangkan (misalnya, menerima gaji terlalu sedikit) lebih cepat daripada ketidak adilan yang menyenangkan (misalnya, mendapatkan gaji terlalu besar). Teori ini dipergunakan untuk menganalisis penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja sesuai dengan persyaratan HAM di dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja. 1.7.2. Kerangka berfikir Rumusan masalah: Latar Belakang: 1. 2. 3. 4. 5. Pengaturan hak pekerja perempuan atas upah dan waktu kerja di dalam UU Ketenagakerjaan Pengaturan hak pekerja perempuan atas upah dan waktu kerja di dalam UU HAM Pengaturan hak pekerja perempuan atas upah dan waktu kerja di dalam Peraturan Menteri dan Surat Keputusan Menteri Praktek pemenuhan yang kurang sesuai dengan persyaratan HAM Ksenjangan UU dengan praktek 1. 2. Apa sajakah cakupan hak-hak normatif tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja di dalam suatu perusahaan? Bagaimanakah penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja yang sesuai dengan persyaratan HAM di dalam peraturan perusahaan dan Perjanjian Kerja? Landasan Teori: 1. 2. Teori HAM pekerja. Didukung oleh Teori Faktor Produksi dan Berkelabjutan Produksi Teori Keadilan (alamiah) Hasil dan pembahasan: 1. 2. Hak-hak normatif tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja dalam perusahaan. Penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja yang sesuai dengan persyaratan HAM di dalam peraturan perusahaan dan Perjanjian Kerja Metode Penelitian: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis penelitian hukum empiris Sifat penelitian deskriptif Data dan sumber data Primer: Kaedah Dasar UUD 1945, Ketetapan MPR, Peraturan Perundang-undangan, yurisprudensi Sekunder: Rancangan undang-undang, hasilhasil penelitian, pendapat pakar hukum, karya tulis yang dimuat di media masa, buku hukum, jurnal hukum Tersier: kamus hukum, ensiklopedia Teknik pengumpilan data: teknik studi dokumen, teknik wawancara Teknik penentuan sampel penelitian: Non Probability Sampling, Quota sampling Pengolahan dan analisis data: analisis kualitatif 1.8.Metode Penelitian Sebagaimana yang diketahui dalam penulisan suatu karya ilmiah, salah satu komponen penentu sebagai syarat metode yang dipergunakan untuk mencari data dari karya tulis tersebut, dalam hal ini adalah metode penelitian. 15 1.8.1.Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. 15 Suratman dan Philips Dillah, 2012, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, h. 26. 1.8.2 Sifat Penelitian Penelitian empiris menurut sifatnya dibedakan menjadi:16 a. Penelitian yang sifatnya Eksploratis (penjajakan dan penjelajahan). Penelitian eksploratif umumnya dilakukan terhadap pengetahuan yang masih baru, masih belum ada teori-teori atau ketentuan yang mengatur tentang hal tersebut, kalaupun sudah ada masih relatif sedikit, begitu juga masih belum adanya dan atau sedikitnya literature atau karya ilmiah lainnya yang menulis tentang hal tersebut. b. Penelitian yang sifatnya Deskriptif. 17 Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain di dalam masyarakat. c. Penelitian yang sifatnya Eksplanatoris. Penelitian eksplanatoros sifatnya menguji hipotesis yaitu penelitian yang ingin mengetahui pengaruh atau dampak suatu variabel satu terhadap variabel lainnya. Penelitian ini menggunakan sifat penelitian Deskriptif yang di mana menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. 18 Dalam penelitian ini teori-teori, ketentuan peraturan, norma – norma huku, karya tulis yang dimuat 16 Amiruddin dan Zainal, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.45. Amiruddin, 2003, Pengantar Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.40. 18 Terry Hutchinson, 2002, Researching and Writing in Law, BA, LLB (Qld), Diplib (UNSW), MLP (QUT) Lecturer, School of Law, Queensland Univercity of Technology Lawbook CO, h. 86. 17 baik dalam literature, maupun jurnal, doktrin serta laporan penelitian terdahulu sudah mulai ada dan bahkan jumlahnya cukup memadai, sehingga dalam penelitian ini hipotesis boleh dan atau boleh juga tidak.19 1.8.3.Data dan Sumber Data Data yang diteliti dalam penulisan hukum empiris ada dua jenis yaitu primer dan sekunder. Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama yang berada di lapangan yaitu baik berupa dari responden maupun informan, sedangkan data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung didapatkan dari sumber pertamanya melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan hukum. 20 Bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer berupa: kaedah dasar Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Peraturan Perundang-undangan; hukum yang tidak tertulis seperti hukum adat dan yurisprudensi. Bahan hukum sekunder berupa: rancangan undangundang; hasil-hasil penelitian; pendapat pakar hukum; buku-buku; serta jurnal hukum, sedangkan bahan hukum tersier antara lain: kamus hukum dan ensiklopedia. 1.8.4.Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian hukum empiris terdapat dan dikenal teknik-teknik untuk mengumpulkan data antara lain: studi dokumen, wawancara, observasi, dan penyebaran quisioner/angket. 19 20 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.24. Bambang Sunggono, 2009, Metode Penelitian Hukum, Rajawali, Jakarta, h.21. a. Teknik Studi/Dokumen Studi dokumen adalah merupakan teknik awal yang digunakan di dalam setiap penelitian ilmu hukum, baik di dalam penelitian hukum normatif maupun di dalam penelitian hukum empiris karena meskipun aspeknya berbeda namun kedua penelitian hukum tersebut adalah merupakan penelitian ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Teknik studi/dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan-permasalahan penelitian. b. Teknik Wawancara Pada umumnya taknik wawancara digunakan di dalam penelitian yang sifatnya deskriptif, namun dapat juga digunakan di dalam penelitian ksploratif dan eksplanatoris yang digabung dengan teknik pengambilan data lainnya di dalam suatu penelitian. Wawancara adalah merupakan salah satu teknik yang paling sering serta lazim digunakan di dalam penelitian hukum empiris. Dalam kegiatan ilmiah teknik wawancara dilakukan bukan hanya sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukannya pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawabanjawaban yang dengan permasalahan penelitian kepada para responden maupun para informan. Agar mendapatkan hasil wawancara yang validitas ataupun reabilitas, dalam melakukan wawancara peneliti menggunakan alat berupa pedoman wawancara 1.8.5.Teknik Penentuan Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan teknik penentuan sampel penelitian teknik non probability sampling adapun bentuk-bentuk dari teknik non probability sampling antara lain. 1. Quota Sampling adalah merupakan suatu proses penarikan sampel yang dimana dengan memperhatikan sampel yang sangat paling mudah untuk diambil dan sampel tersebut telah memenuhi ciri-ciri tertentu yang dapat menarik perhatian peneliti. 2. Accidental Sampling hampir sama dengan Quota sampling, yang membedakan antara accidental sampling dengan quota sampling adalah terletak pada ruang lingkupnya. Pada quota sampling peneliti berusaha memasukkan semua ciri-ciri tertentu yang dikehendakinya dan memusatkan perhatiannya pada pemenuhan kriteria tertentu, sedangkan Accidental sampling lebih terfokus dengan siapa saja yang kebetulan dijumpai dapat dijadikan sampel. 3. Purposive Sampling penarikan sampel penelitian dilakukan berdasarkan tujuantujuan tertentu yang di mana sampel dipilih dan ditentukan sendiri oleh si peneliti, penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan atas sampel yang telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat maupun karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya. 4. Sowball Sampling teknik ini dipilih berdasarkan penunjukkan dari sampel sebelumnya. Penelitian ini menggunakan teknik penentuan sampel penelitian non probability sampling dengan bentuk quota sampling. 1.8.6. Pengolahan dan Analisis Data Dalam penelitian hukum empiris terdapat model-model analisis antara lain: analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Analisis kualitatif: diterapkan di dalam suatu penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah merupakan data yang naturalistik yang terdiri atas kata-kata yang tidak boleh diolah menjadi angka-angka, data diukur dengan angka bersifat monografis atau berbentuk kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klarifikasi hubungan antar variabel sangat tidak jelas sehingga sampel lebih bersifat poin probalitas. Pengumpulan data-datanya menggunakan pedoman wawancara observasi. Sedangkan analisis kuantitatif: diterapkan di dalam penelitian yang sifatnya eksplanatoris sifat data yang dikumpulkan berjumlah besar sangat mudah dikualifikasi ke dalam katagori-katagori, data yang terkumpul terdiri dari aneka gejala yang dapat diukur dengan angka-angka, hubungan antara variabel sangat jelas, pengambilan sampel dilakukan sangat cermat dan sangat teliti serta pengumpulan data menggunakan quisioner. Penelitian ini menggunakan teknik pengolahan kualitatif. Dalam hal ini data yang dikumpulkan adalah data naturalistik yang terdiri atas kata-kata yang tidak diolah menjadi angka-angka, data sukar diukur dengan angka, bersifat monografis atau bersifat kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klarifikasi, hubungan antar variabel tidak jelas, sehingga sampel lebih bersifat non probalitas. Pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi pedoman. BAB II KONSEP HAK PEKERJA UPAH DAN WAKTU KERJA 2.1. Konsep Hak Pekerja Perempuan Perempuan memiliki hak sebagai pekerja perempuan di dalam perusahaan. Pasal 88 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa setiap pekerja perempuan berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 49 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menyebutkan bahwa perempuan berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Pasal 49 ayat (2) perempuan berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhada hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksinya. Pasal 49 ayat (3) hak khusus yang melekat pada diri pekerja perempuan dikarenakan fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum. Pekerja perempuan berhak menerima upah yang timbul pada saat adanya hubungan kerja antara pekerja perempuan dan pengusaha dan berakhir pada saat hubungan kerja terputus.21 Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa pekerja perempuan berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau lembaga di tempat kerja Pekerja perempuan berhak mendapat perlindungan, perlindungan yang dimaksud untuk memberikan kepastian hak pekerja perempuan yang berkaitan dengan norma kerja yang meliputi waktu kerja, mengaso, istirahat dan cuti. 22 Menurut Imam Sjahputra mengatakan bahwa hak pekerja perempuan meliputi hak menerima ganti rugi kecelakaan kerja, hak berunding negosiasi, hak memperoleh pekerjaan pekerja, dan memiliki hak untuk memaksakan kepada pengusaha untuk meminta izin pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja perempuan. 21 22 Agusmidah, 2010, Dinamika dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, h.32. Oetomo. R. Goenawan, 2004, Pengantar Hukum Perburuhan dan Hukum Perburuhan di Indonesia, Grahadika Binagkit Pres, Jakarta, h. 28. Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama tanpa adanya diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Setiap pekerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, ras, agama dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan pekerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap penyandang cacat. Pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit dan aliran politik. 2.2. Konsep Upah Pekerja Perempuan Problematikan ketenagakerjaan sepanjang masa tidak pernah selesai dari masalah perlindungan terhadap upah pekerja. Hal ini lebih diakibatkan kelemahan pemerintah secara sistematik dalam mengimplementasikan Undang-undang Ketenagakerjaan, bahkan cenderung ada penyimpangan, hal ini masalah koordinasi dan kinerja antar lembaga pemerintah belum optimal dan masih sangat memprihatinkan. Kebijakan penetapan upah dalam pemberian upah terhadap pekerja masih sangat menemui banyak kendala sebagai akibat belum terwujudnya satu keseragaman upah, baik secara regional/wilayah provinsi atau kabupaten kota dan sektor wilayah provinsi atau kabupaten kota maupun secara nasioanl. Dalam menetapkan kebijakan pengupahan perlu diupayakan secara sistematis baik ditinjau dari segi makro maupun ditinjau dari segi mikro seirama dengan upaya pembangunan ketenagakerjaan, utamanya perluasan kesempatan kerja, peningkatan produksi, dan peningkatan taraf hidup pekerja sesuai dengan kebutuhan hidup minimalnya. Dalam penetapan upah ini masih terjadi perbedaan-perbedaan yang di dasarkan pada tingkat kemampuan, sifat dan jenis pekerjaan di masing-masing perusahaan yang kondisinya berbeda-beda, masing-masing wilayah di daerah tidak sama. Terdapat berbagai pengertian tentang upah. Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa upah harus memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 1 angka 30 Undang-undang Ketenagakerjaan, disebut bahwa upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu Perjanjian Kerja, kesepakatan, atau Peraturan Perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atau suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah memegang peranan penting dan merupakan ciri khas suatu hubungan disebut hubungan kerja, bahkan dapat dikatakan upah merupakan tujuan utama dari seseorang pekerja melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum lain, karena itulah pemerintah turut serta dalam menangani masalah pengupahan ini melalui berbagai kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Perundang-undangan.23 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah disebutkan bahwa upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut persetujuan atau Peraturan Perundangg-undangan yang berlaku dan dibayarkan atas dasar suatu Perjanjian Kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh itu sendiri maupun keluarganya. 23 Lalu Husni, 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.142. Surat Edaran No. 07/MEN/1990 tentang Pengelompokkan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah, menyebutkan bahwa upah merupakan imbalan dasar yang dibayarkan kepada buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian. Dari pengertian di atas jelaslah bahwa sesungguhnya upah dibayarkan berdasarkan kesepakatan para pihak, namun untuk menjaga agar jangan sampai upah yang diterima terlampaui rendah, maka pemerintah turut serta menetapkan standar upah terendah melalui Peraturan Perundangundangan. Upah dari sisi pekerja merupakan suatu hak yang umumnya dilihat dari jumlah, sedangkan dari sisi pengusaha umumnya dikaitkan dengan produktivitas. Hal inilah yang sampai sekarang masih menjadi masalah dan sulit untuk dijembatani. Masalahnya berawal dari adanya keinginan untuk mendapatkan upah yang tinggi, sedangkan produktivitas masih rendah karena tingkat pendidikan dan keterampilan yang kurang memadai. Menurut Adrian Sutedi, upah adalah imbalan yang diterima pekerja/buruh atau jasa yang diberikan dalam proses memproduksikan barang atau jasa di perusahaan. 24 Menurut Niswonger upah adalah sesuatu yang digunakan untuk membayar pekerja lapangan (kerja kasar) baik pekerja terdidik maupun pekerja yang tidak terdidik. Sedangkan Mulyadi upah merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh pekerja. 25 Menurut Nurimansyah Hasibuan upah adalah segala macam bentuk penghasilan (earning), yang diterima buruh/pegawai (pekerja), baik berupa uang ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi. Menurut G. Reynold upah adalah sebagai berikut : bagi pengusaha adalah biaya produksi yang harus ditekan serendah-rendahnya agar harga barang nantinya tidak menjadi terlalu tinggi 24 25 Abu Huraerah, 2008, Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Model dan Strategi Pembangunan, Humaniora, Bandung, h.29. Edi Suharto, 2007, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat Tanggungjawab Perusahaan, CV. Affabeta,Bandung h. 31. agar keuntungannya menjadi lebih tinggi. Bagi organisasi pekerja/buruh, upah adalah obyek yang menjadi perhatian untuk dirundingkan dengan pengusaha agar dinaikkan. Sedangkan bagi pekerja upah adalah jumlah uang yang diterimanya pada waktu tertentu atau lebih penting lagi adalah jumlah barang kebutuhan hidup yang dapat ia beli dari jumlah upah itu. 26 Upah sebagai salah satu esensi Perjanjian Kerja merupakan faktor yang penting yang menentukan ada tidaknya suatu hubungan kerja. Di samping itu upah juga merupakan salah satu masalah yang controversial, karena upah selalu menjadi titik tolak terjadi pertentangan antara pekerja dengan pengusaha. Hal ini disebabkan masing-masing pihak melihat upah dari segi kepentingan masing-masing yang berbeda antara satu sama lain. Hal ini menimbulkan konsekuensi belum ditemukannya perumusan upah yang standar. Bagi pemerintah upah dipandang sebagai standar hidup bagi suatu masyarakat, oleh karena itu pemerintah mengupayakan agar perumusan upah itu di satu pihak dapat menciptakan iklim usaha yang baik dan di lain pihak juga dapat menciptakan kehidupan sosial yang sejahtera, sehingga perusahaan dapat berkembang secara wajar dan para pekerja dapat hidup secara layak. Bagi pengusaha upah dipandang sebagai biaya produksi (labor cost). Oleh karena itu jika ingin keuntungan yang sebesar-besarnya tingkat upah buruh ditekan serendah mungkin. Sedangkan bagi buruh upah dipandang sebagai komponen atau unsur pokok dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, agar ia dapat mempertahankan martabatnya sebagai manusia pada umumnya di lingkungan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu pekerja cenderung menginginkan upah yang sebesar-besarnya atau selalu menginginkan upah yang meningkat sesuai dengan kebutuhannya 26 Isbandi Adi Rukminto, 2008, Intervrensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, Rajawali, Jakarta, h.32. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Upah Minimum menyebutkan bahwa upah merupakan imbalan yang diberikan untuk pekerja berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah merupakan hak pekerja yang diterima dan di nyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan di bayarkan menurut suatu Perjanjian Kerja, kesepakatan atau Peraturan Perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atau suatu pekerjaan dan jasa yang telah dilakukan atau akan dilakukan. Berikut ada beberapa pengertian mengenai upah menurut pendapat sarjana antara lain : Dessler mengatakan upah merupakan uang atau sesuatu yang berkaitan dengan uang yang diberikan kepada pegawai atau pekerja. Selain itu ia berpendapat pula bahwa pada kenyataannya sistem pembayaran pekerja dapat dibagi menurut pembayaran berdasarkan waktu kinerja, yaitu pembayaran yang dilakukan atas dasar lamanya bekerja, misalnya: jam, hari, minggu, bulan, tahun dan sebagainya serta pembayaran upah juga bisa berdasarkan hasil kinerja, yaitu pembayaran upah yang didasarkan pada hasil akhir dari proses kerja, misalnya jumlah roduksi. 27 Menurut Amstrong dan Murlis berpendapat bahwa upah diartikan sebagai bayaran pokok yang diterima oleh seseorang tidak termasuk unsur-unsur variable dan tunjangan lainnya. Dewan Penelitian Pengupahan Nasional mendefinisikan bahwa upah adalah suatu penerimaan sebagai suatu imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi, upah dinyatakan atau dinilai dalam 27 Sylvia Dwi Iswari, 2014, Apa Hak Kamu Sebagai Pekerja Kontrak, Membuka Tabir Hak dan Kewajiban Pekerja Dalam Perusahaan, Lembar Langit Indonesia, Jawa Barat, h.6. bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan serta dibayarkan atas dasar suatu Perjanjian Kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja. Menurut Flippo upah diartikan dengan kompensasi, kompensasi adalah harga untuk jasa yang diterima atau diberikan oleh orang lain bagi kepentingan seseorang atau badan hukum. Menrut Dessler upah diartikan dengan kompensasi pekerja yang merupakan setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada pekerja dan timbul dari dipekerjakannya pekerja itu, dan kompensasi pekerja mempunyai dua komponen, pertama keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi dan bonus, sedangkan komponen kedua pembayaran tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seerti asuransi dan uang liburan yang dibayarkan perusahaan. Upah merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi setia pekerja yang bekerja dalam suatu perusahaan, karena dengan upah yang diperoleh seseorang dapat memeuhi kebutuhan hidupnya. Hasibuan menyatakan bahwa upah adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada pekerja tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Handoko menyebutkan bahwa upah adalah pemberian pembayaran financial kepada pekerja yang dilaksanakan dan sebagai motivasi pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang.28 Hariandja berpendapat upah merupakan salah satu unsur yang sangat penting yang dapat mempengaruhi kinerja pekerja, sebab upah yaitu alat untuk memenuhi berbagai kebutuhan pekerja, sehingga dengan upah yang diberikan pekerja akan termotivasi untuk bekerja lebih giat.29 28 29 Simongunsong Advendi, 2004, Hukum dan Ekonomi, Grasindo, Jakarta, h.20. Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, SinarGrafika, Jakarta, h. 28. Teori yang lain dikemukakan oleh Sastro Hadiwiryo upah dapat berperan dalam meningkatkan motivasi pekerja untuk bekerja lebih efektif, meningkatkan kinerja, meningkatkan produktivitas dalam perusahaan, serta mengimbangi kekurangan dan keterlibatan komitmen yang menjadi ciri angkatan kerja masa kini. Perusahaan yang tergolong modern saat ini banyak mengaitkan upah dengan kinerja. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 gaji atau Upah adalah hak Pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu Perjanjian Kerja, kesepakatan, atau Peraturan Perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Menurut Niswonger upah adalah:. Istilah upah (wages) biasanya digunakan untuk pembayaran pekerja lapangan (pekerja kasar) baik yang terdidik maupun tidak terdidik. Tarif upah biasanya diekspresikan secara mingguan atau per jam. 30 Menurut Ruky gaji dan upah adalah: Upah digunakan untuk menggambarkan pembayaran jasa kerja untuk satuan waktu pendek, misalnya per hari atau per jam. upah menggambarkan pembayaran jasa kerja untuk satuan waktu lebih panjang biasanya sebulan. Upah dibayarkan kepada pekerja yang terlibat baik langsung misalnya operator maupun tidak langsung misalkan montir dalam proses produksi, Sedangkan pekerja yang menerima upah termasuk dalam kategori fixed cost (biaya tetap) atau overhead costs. Misalnya adalah para supervisor atau manajer, staf administrasi, dan sebagainya. 30 Sastrohadiwiryo. B. Siswanto, 2005, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif Dan Operasional, PT. Bumi Aksara, Jakarta, h.30. Menurut Ruky juga menambahkan faktor-faktor peningkatan upah, ada enam faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Patokan upah (Standar Upah) perusahaan yaitu: 1. Ketetapan Pemerintah. Dalam hal ini banyak perusahaan berpegang pada Ketentuan Pemerintah tentang Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Sektoral Regional(UMSR) sebagai pegangan untuk menetapkan tingakat upah patokan bagi perusahaannya; 2. Tingkat upah di pasaran. Tingkat upah yang berlaku di pasaran diperoleh melalui benchmarking atau survei imbalan. Tentu saja tingkat upah ini tidak dapat lebih rendah daripada ketentuan UMR; 3. Kemampuan Perusahaan. Istilah “buku” untuk kemampuan perusahaan adalah company’s ability to pay. Dalam hal ini yang menjadi acuan utama adalah kemampuan finansial perusahaan untuk membayar; 4. Kualifikasi SDM yang digunakan. Kualifikasi SDM yang digunakan perusahaan sangat ditentukan terutama oleh tingkat teknologi yang digunakan olehnya dan segmen pasar di mana perusahaan tersebut bersaing; 5. Kemauan Perusahaan. Dalam hal ini perusahaan tidak memperdulikan harga pasar ataupun faktor-faktor lain, tetapi hanya berpegang pada apa yang menurut mereka wajar; 6. Tuntutan Pekerja. Tuntutan pekerja akan menentukan tingkatan imbalan yang dibayar perusahaan. Tuntutan pekerja dan kemauan perusahaan biasanya akan dipertemukan dalam meja perundingan dengan cara musyawarah atau tawar menawar. Menurut Mulyadi upah adalah: upah umumnya merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh pekerja yang mempunyai jenjang jabatan manajer, sedangkan upah dalam pengertian lainnya umumnya merupakan pembayaran atas jasa yang dilakukan oleh pekerja pelaksana (buruh).31 Umumnya upah yang dibayarkan secara tetap per bulan, dan upah dapat pula dibayarkan berdasarkan hari kerja, waktu kerja, atau jumlah satuan produk yang dihasilkan oleh pekerja. Upah adalah hak pekerjaan atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu Perjanjian Kerja, kesempatan atau Peraturan Perundangan-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh. Upah merupakan bagian dari kompensasi-kompensasi yang paling besar yang diberikan perusahaan sebagai balas jasa kepada pekerjanya. Dan bagi pekerja ini merupakan nilai hak dari prestasi mereka, juga sebagai motivator dalam bekerja. Upah merupakan salah satu rangsangan penting bagi para pekerja dalam suatu perusahaan. Hal ini tidaklah berarti bahwa tingkat upahlah yang merupakan pendorong utama, tingkat upah hanya merupakan dorongan utama hingga pada tarif dimana upah itu belum mencukupi kebutuhan hidup para pekerja sepantasnya. Upah sebenarnya merupakan salah satu syarat Perjanjian Kerja yang diatur oleh pengusaha dan pekerja serta pemerintah. Upah adalah jumlah keseluruhan yang diterapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh pekerja meliputi masa dan syarat-syarat tertentu. upah adalah suatu bentuk balas jasa ataupun penghargaan yang diberikan secara teratur kepada seorang pegawai atas jasa dan hasil kerjanya.32 Upah juga merupakan suatu bentuk kompensasi, yakni imbalan jasa yang diberikan secara teratur atas prestasi kerja yang diberikan kepada seorang pekerja.. Seseorang menerima upah apabila ikatan kerjanya kuat, dan seseorang menerima upah apabila ikatannya 31 32 Nasution Bader Johan, 2004, Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja, Mandar Maju, Bandung, h.34. Hidayat, M.S, 2006, Kamus Hubungan Industrial dan Manjemen Sumber Daya Manusia, Pustaka Jaya, Jakarta, h.25. kerjanya kurang kuat. Dilihat dari jangka waktu penerimaannya, upah pada umumnya diberikan pada setiap akhir bulan, sedang upah diberikan pada setiap hari ataupun setiap minggu. Upah merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan, karena jumlah upah atau balas jasa yang diberikan perusahaan kepada pekerjanya akan mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap jalannya perusahaan. 33 Upah yang dimaksud disini adalah balas jasa yang berupa uang atau balas jasa lain yang diberikan lembaga atau organisasi perusahaan kepada pekerjanya. Pemberian upah atau balas jasa ini dimaksud untuk menjaga keberadaan pekerja di perusahaan, menjaga semangat kerja pekerja dan tetap menjaga kelangsungan hidup perusahaan yang akhirnya akan memberi manfaat kepada masyarakat. Upah merupakan masalah yang menarik dan penting bagi perusahaan, karena upah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pekerja. Sistem upah pada umumnya dipandang sebagai suatu alat untuk mendistribusikan upah kepada pekerja, pendistribusian ini berdasarkan produksi, lamanya kerja, lamanya dinas dan berdasarkan kebutuhan hidup. Fungsi sistem upah sebagai alat distribusi adalah sama pada semua jenis dan bentuk sistem upah, tetapi dasar-dasar pendistribusiannya tidak harus sama. Upah merupakan penghargaan dari energi pekerja yang menginvestasikan sebagai hasil produksi, atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu, yang berwujud uang, tanpa suatu jaminan yang pasti dalam tiap-tiap minggu atau bulan, maka hakekat upah adalah suatu penghargaan dari energi pekerja yang dimanifestasikan dalam bentuk uang.34 Pekerja tidak tetap, atau tenaga buruh lepas, seperti upah buruh lepas di perkebunan kelapa sawit, upah pekerja bangunan yang dibayar mingguan atau bahkan harian. Sedangkan dalam 33 34 Khakim. 2006. Aspek Hukum Pengupahan: Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.33. Sembiring, 2006. Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. C.V. Nuansa Aulia, Bandung, h.23. pengertian lain upah menurut pengertian Barat terkait dengan imbalan uang (finansial) yang diterima oleh pekerja atau pekerja tetap dan dibayarkan sebulan sekali. Upah biasa, dan upah pokok tambahan yang dibayarkan langsung atau tidak langsung, apakah dalam bentuk uang tunai atau barang, oleh pengusaha kepada pekerja dalam kaitan dengan hubungan kerja. Upah merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan, karena jumlah upah atau balas jasa yang diberikan perusahaan kepada pekerjanya akan mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap jalannya perusahaan. Upah yang dimaksud disini adalah balas jasa yang berupa uang atau balas jasa lain yang diberikan lembaga atau organisasi perusahaan kepada pekerjanya. Pemberian upah atau balas jasa ini dimaksud untuk menjaga keberadaan pekerja di perusahaan, menjaga semangat kerja pekerja dan tetap menjaga kelangsungan hidup perusahaan yang akhirnya akan memberi manfaat kepada masyarakat. Upah merupakan masalah yang menarik dan penting bagi perusahaan, karena upah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pekerja. Sistem upah pada umumnya dipandang sebagai suatu alat untuk mendistribusikan upah kepada pekerja, pendistribusian ini berdasarkan produksi, lamanya kerja, lamanya dinas dan berdasarkan kebutuhan hidup. Fungsi sistem upah sebagai alat distribusi adalah sama pada semua jenis dan bentuk sistem upah, tetapi dasar-dasar pendistribusiannya tidak harus sama. Upah merupakan penghargaan dari energi pekerja yang menginvestasikan sebagai hasil produksi, atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu, yang berwujud uang, tanpa suatu jaminan yang pasti dalam tiap-tiap minggu atau bulan, maka hakekat upah adalah suatu penghargaan dari energi pekerja yang dimanifestasikan dalam bentuk uang Namun, dalam menetapkan besarnya upah, pengusaha dilarang membaya lebih rendah dari ketentuan upah minimum yang telah ditetapkan pemerintah setempat. Apabila pengusaha memperjanjikan pembayaran upah yang lebih rendah dari upah minimum, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum. Menurut Benham Upah dapat didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan berdasarkan perjanjian atau kontrak oleh seorang majikan pada seorang pekerja karena jasa yang ia berikan. Kompensasi transaksi tersebut (yang berupa honor) boleh tunai boleh tidak . Honor tersebut juga boleh dalam bentuk harta ataupun jasa, sebab apa saja yang bisa dinilai dengan harga maka boleh juga dijadikan kompensasi, baik berupa materi ataupun jasa dengan syarat harus jelas. 35 Hak paling sejati bagi seorang buruh adalah upah, Di zaman yang sangat cepat berkembang ini membuat kebutuhan ekonomi tiap penduduk meningkat, ditambahnya tanggungan menghidupi keluarga para pekerja itu sendiri mengakibatkan banyaknya pekerja yang tidak mampu untuk menhidupi keluarganya sendiri. Minimnya Upah serta tunjangan yang diterima oleh para buruh merupakan salah satu faktor banyaknya buruh yang tidak cukup dalam menghidupi dirinya dan keluarganya tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) cukup banyak, sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masyarakat di Indonesia yang merupakan potensi Supply tenaga kerja bagi pasar domestik maupun luar negeri. 36 35 Ricky. W. Griffin, 2006, Organizational Behavior Managing People and Organizations. AITBS Publisher & Distributor India. h.34. Agusmidah, 2006, Politik Hukum Dan Ketenagakerjaan Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, Disertasi SPS USU, Medan, h. 23. 36 Melimpahnya penawaran tenaga kerja di Indonesia ternyata kurang diimbangi dengan pemberian upah yang memuaskan bagi tenaga kerja Hal ini senada dengan pernyataan dari KWIK GIAN KIE bahwa: “Untuk Jangka waktu yang sangat lama, buruh di Indonesia sangat tenang. Mereka tidak menuntut apa-apa, Upahnya sangat rendah, sehingga menjadi faktor promosi sehingga Investor Asing masuk ke Indonesia memanfaatkan buruh yang sangat murah. Buruh yang murah itu juga yang menjadi ujung tombak persaingan Indonesia dalam penetrasi produk manufakturnya di pasaran Internasional. Buruh di Indonesia dilarang mogok”. Pemenuhan hak ini harus memperhatikan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Tanggung jawab terhadap pemenuhan hak ini bukan hanya berada pada pihak pengusaha saja, tetapi pemerintah mempunyai kewajiban yang besar untuk melindungi kaum buruh dari kesewenangan pengusaha dalam memberikan upah kepada buruh. Untuk itu, pemerintah membuat suatu ukuran pengupahan yang layak yang diatur dalam Peraturan Perundang undangan Negara agar dipatuhi oleh pengusaha. 37 Aturan mengenai pengupahan diatur di dalam Undang-undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri (Permen) Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) No.17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Kedua aturan inilah yang menjadi acuan pemerintah dan pengusaha dalam menetapkan upah bagi buruh. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa upah merupakan balas jasa yang diberikan kepada pekerja yang mempunyai ikatan kerja kuat secara berkala berdasarkan ketentuan yang 37 Agussalam Nasution, 2012, Pemutusan Kerja dan Penyelesaiannya, http://AgussalamNasution/2012/05/Pemutusan-hubungan-kerja, Diakses 21 Februari 2015. berlaku di perusahaan dan sifatnya tetap. Sedangkan upah merupakan balas jasa yang di berikan kepada pekerja yang ikatan kerjanya kurang kuat berdasarkan waktu kerja setiap hari ataupun setiap minggu. Upah dapat juga diartikan bahwa upah merupakan penghargaan dari tenaga pekerja atau pekerja yang dimanifestasikan sebagai hasil produksi yang berwujud uang, atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu, tanpa suatu jaminan yang pasti dalam tiap-tiap minggu atau bulan. 2.3. Konsep Waktu Kerja Pekerja Perempuan Pekerja perempuan memerlukan waktu istirahat dalam bekerja, karena untuk menjaga kesehatan fisiknya harus dibatasi waktu kerjanya dan diberikan hak beristirahat. Sepanjang tentang ketentuan yang mengatur pekerja perempuan, banyak pasal yang sudah diberlakukan, meskipun juga masih ada yang belum diberlakukan karena tidak ada peraturan pelaksanaannya. Ketentuan yang masih belum diberlakukan di sini adalah ketentuan yang berkaitan dengan larangan pekerja wanita untuk bekerja pada malam hari kecuali karena sifat dan jenis pekerjaannya harus dilakukan oleh perempuan. Untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum di sini, maka diberlakukanlah Stbl. 1925 Nomor 167 tentang Pembatasan Pekerja Anak dan Wanita Pada Malam Hari. Menurut ketentuan ini pekerja perempuan pada hakikatnya bekerja pada malam hari dengan syarat bahw apengusaha sudah mendapatkan izin untuk mempekerjakan pekerja perempuan tersebut pada malam hari dari Departemen Tenaga Kerja. Dan adapun syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh pengusaha yang di keluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja untuk mempekerjakan pekerja perempuan pada malam hari, ini diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4/Men/1989. Upah merupakan segala macam pembayaran yang timbul karena kontrak kerja atau Perjanjian Kerja terlepas dari jenis pekerjaan dan denominasinya. Upah menunjukkan penghasilan yang yang diterima oleh pekerja sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukannya. Upah dapat diberikan baik dalam bentuk tunai atau natura atau dalam bentuk tunai – natura. Sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan. Sistem pengupahan di Indonesia pada umumnya di dasarkan kepada tingkat fungsi upah, yaitu menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang dan menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja. 38 Waktu kerja merupakan bagian dari empat faktor organisasi yang merupakan sumber potensial dari stres para pekerja di tempat kerja. Davis dan Newstrom menyatakan adanya beberapa karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung stres kerja yang salah satunya adalah terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Waktu kerja “normal” umumnya diartikan hari kerja dengan jam tersisa untuk rekreasi dan istirahat. Istirahat adalah kegiatan malam hari, sedangkan bekerja adalah aktivitas siang hari. Hal ini berkaitan dengan mereka yang bekerja dengan jadwal yang tidak biasa, baik pada shift kerja atau dengan jam yang diperpanjang hingga melampaui siang, bekerja pada malam hari, serta bekerja disaat pola tidur. Harrington juga menyatakan bahwa lamanya waktu kerja berlebih dapat meningkatkan human error atau kesalahan kerja karena kelelahan yang meningkat dan jam tidur yang berkurang. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Berger, et.al dalam Maurits dan Widodo yang menyatakan bahwa tambahan durasi pada suatu shift kerja, akan meningkatkan tingkat 38 Darmanik, 2007, Outsourcing Dan Perjanjian Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Dss Publishing, cet.2, Jakarta, h. 24. kesalahan. Lima kali tambahan durasi shift per bulan akan meningkatkan kelelahan 300% dan berakibat fatal. 39 Pekerja biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor maupun perusahaan yang dibebankan kepadanya, kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu , pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas . Akibatnya pekerja dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai yang ditetapkan pihak pengusaha. Waktu kerja merupakan bagian dari empat faktor organisasi yang merupakan sumber potensial dari stres para pekerja di tempat kerja. Davis dan Newstrom menyatakan adanya beberapa karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung stres kerja yang salah satunya adalah terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Pekerja biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor atau perusahaan yang dibebankan kepadanya, kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu , pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas . Akibatnya pekerja dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai yang ditetapkan pihak pengusaha. Menurut Yager menyebutkan bahwa pekerja dapat menjadi pecandu kerja, yaitu orang yang selalu ingin sempurna dan berenergi tinggi. Pekerja yang memiliki kemampuan mengendalikan tingkat stress, akan tetapi mereka membebani. Pekerja lain dengan tuntutan-tuntutan yang tidak dapat dicapai. Seperti halnya kecanduan alkohol, kecanduan kerja juga sulit untuk disembuhkan. Fathoni mengatakan bahwa waktu kerja sebagai faktor penyebab stres kerja dengan mengatakan 39 Ramli dan Lanny, 2008, Hukum Ketenagakerjaan, Airlangga University Press, Surabaya, h.27. bahwa terdapat enam faktor penyebab stres kerja pekerja antara lain beban kerja yang sulit dan berlebihan, tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan tidak wajar, waktu dan peralatan yang kurang.40 Waktu kerja pekerja umumnya ditentukan oleh pemimpin perusahaan berdasarkan kebutuhan perusahaan , Peraturan Pemerintah, kemampuan pekerja bersangkutan. Kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu sedangkan mengenai waktu ada beberapa pengertian antara lain : 1. Sekalian rentetan saat yang telah lampau, sekarang dan yang akan datang; 2. Lama rentetan saat yang tertentu ; ukuran lama rentetan saat ; 3.Saat yang tertentu (untuk melakukan sesuatu); saat yang tentu untuk sembahyang: 4. Saat ; ketika ; 5. Tempo ; kesempatan ; peluang ; 6. Hari (keadaan hari) ; Menurut Darmawan, timework (upah menurut waktu) adalah suatu sistem penentuan upah yang dibayar menurut lamanya atau jangka waktu yang terpakai dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, misalnya per hari, per jam, per minggu, per bulan, dan lain lain. Menurut Ghani terdapat aturan tentang batasan waktu kerja maksimal, dan pemberian waktu istirahat , serta kompensasi pelampauan dari ketentuan tersebut. Tertuang dalam Kepres No.3 tahun 1983 yang isinya antara lain sebagai berikut ;41 1. Waktu kerja 7 jam/hari dan 40 jam/minggu; 40 41 Libertus Jehani, 2008, Hak-hak Pekerja Kontrak, Forum Sahabat, Jakarta, h.34. Juanda Pangaribuan, 2012, Aneka Putusan Mahkamah Konstitusi Bidang Hukum Ketenagakerjaan, Muara Ilmu Sejahtera, Jakarta, h.30. 2. Jika bekerja 4 jam berturut-turut harus diberikan istirahat sedikitnya setengah jam; 3. Waktu istirahat mingguan 2 hari (untuk 5 hari kerja) dan 1 hari (untuk 6 hari kerja); 4.Waktu istirahat tahunan adalah hari libur resmi , diberikan kepada pekerja untuk merayakannya. Penetapan waktunya ditentukan oleh pemerintah. Widodo mengatakan bahwa base time (waktu dasar) adalah banyaknya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tanpa memperhitungkan waktu yang dipergunakan untuk misalnya istirahat menunggu bahan mentah datang dan sebagainya. Yager menyebutkan bahwa untuk memperkirakan bagaimana orang salah mengatur waktu mereka terdapat beberapa alasan antara lain : mengerjakan terlalu banyak hal sekaligus, ketidakmampuan untuk berkata “tidak”.42 Dasar pemikiran yang melatarbelakangi pengaturan mengenai pekerja perempuan adalah karena perempuan memiliki kekhususan tertentu, utamanya fisik biologis, psikis moral dan sosial kesusilaan. Prinsip di bidang kesehatan bagi pekerja perempuan adalah perlindungan khusus atas kekhususan mereka, utamanya fungsi melanjutkan keturunan (biologis). Perlindungan tersebut terbentuk pembatasan – pembatasan dalam praktik pekerja perempuan terkait batas usia dan kondisi tertentu sebagai penghalang pekerjaannya. Pembatasan meliputi larangan mempekerjakan pekerja perempuan yang berumur kurang 18 (delapan belas) tahun dan atau kondisi hamil dengan keterangan dokter bahwa pekerjaan tersebut dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan diri dan kandungannya pada malam hari, mulai pukul 11 (sebelas) malam sampai dengan pukul 7 (tujuh) pagi. Di sisi lain, apabila pengusaha mempekerjakan pekerja perempuan (selain yang termasuk ke dalam 2 (dua) kategori di atas) 42 Indah Saptorini dan Jafar Suryomenggolo, 2007, Kekuatan Sosial Serikat Buruh, Gramedia Pustaka, h.50. pada malam hari maka terdapat syarat – syarat yang harus dipenuhi, yaitu pemberian makanan dan minuman bergizi, adanya jaminan bagi kesusilaan dan keamanan pekerja perempuan selama di tempat kerja, serta penyediaan angkutan antar jemput. Prinsip berikutnya adalah larangan diskriminasi atas dasar jenis kelamin atau gender di tempat kerja. Adapun diskriminasi di tempat kerja di definisikan sebagai berikut : “setiap pemdedaan, pengecualian atau pilihan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik, kebangsaan atau asal dalam masyarakat, yang menghilangkan atau mengurangi persamaan kesempatan atau perlakuan dalam pekerjaan atau jabatan”. Waktu kerja dan waktu istirahat bagi pekerja perempuan menyangkut dalam bidang kesehatan kerja. Hal tersebut didasarkan pada tujuan awal yang melatar belakangi gerakan perlindungan bagi pekerja perempuan pada masa revolusi industri terhadap praktik – praktik eksploitasi berupa jam kerja yang berkepanjangan. Filosofinya adalah bahwa pekerja perempuan statusnya merupakan salah satu faktor keterbatasan fisik, psikis dan harkat martabatnya. Untuk itu dipandang perlu mengatur waktu kerja dan waktu istirahat bagi para pekerja perempuan. Waktu kerja bagi pekerja perempuan sangatlah penting karena waktu kerja yang terlalu lama akan mempengaruhi kesehatan terutama kesehatan produksi pekerja perempuan tersebut. Waktu kerja bagi pekerja perempuan juga telah diatur dengan baik di dalam undang-undang yang berlaku khususnya di dalam Undang-undang Ketenagakerjaan, maka sudah seharusnya pihak pengusaha yang mempekerjakan pekerja di dalam perusahaannya tersebut untuk mempekerjakan pekerja perempuan dalam waktu kerja dengan sesuai yang telah di atur di dalam undang – undang yang berlaku. Apabila para pekerja perempuan di dalam bekerja melebihi waktu kerja yang telah di atur di dalam undang – undang yang berlaku, pekerja perempuan tersebut dapat mengalami stress di dalam bekerja, yang mengakibatkan apa yang pekerja perempuan tersebut kerjakan tidak maksimal. Stress yang di hadapi para pekerja perempuan tersebut yakni kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi para pekerja perempuan, proses berfikir dan kondisi pekerja perempuan itu sendiri yang dimana para pekerja perempuan terpaksa memberikan tanggapan melebihi kemampuannya di dalam penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan di dalam lingkungan kerja. Waktu kerja adalah waktu untuk melakukan suatu kegiatan seseorang di dalam bekerja. 43 Waktu kerja sangat berpengaruh pada kinerja dari pekerja perempuan tersebut, kinerja kerja juga mengacu pada prestasi para pekerja perempuan itu sendiri yang diukur berdasarkan standar atau criteria yang ditetapkan perusahaan. Maka dari itu apabila para pekerja perempuan bekerja melebihi dari waktu kerja yang ditentukan dalam undang – undang yang berlaku, selain akan menganggu kesehatan terutama kesehatan reproduksi para pekerja perempuan itu sendiri, pemberian waktu kerja yang yang tidak sesuai tersebut juga mengakibatkan tidak maksimalnya kinerja kerja para pekerja perempuan tersebut yang berdampak pada perkembangan perusahaan di tempat pekerja perempuan tersebut bekerja. 2.4. Pengaturan Hak Pekerja Perempuan Atas Upah Dan Waktu Kerja Terdapat berbagai pengaturan mengenai hak pekerja perempuan atas upah dan waktu kerja. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Undang-undang Ketenagakerjaan mengatur mengenai waktu kerja setiap pengusaha wajib melaksanakan waktu kerja. Pasal 76 Undang-undang Ketenagakerjaan mengatur tentang waktu 43 Iftida Yasar, 2010, Menjadi Pekerja Outsourcing, Gramdeia Pustaka, Jakarta, h.45. kerja untuk pekerja perempuan dalam Pasal tersebut telah diatur mengenai waktu kerja untuk pekerja perempuan. Pasal 77 Undang-undang Ketenagakerjaan juga mengatur mengenai waktu kerja untuk pekerja perempuan mengenai cuti dan waktu istirahat. Pada hakikatnya pengaturan hak pekerja perempuan atas upah dan waktu kerja diatur juga di dalam Perjanjian Kerja, berdasarkan ketentuan : “Pasal 1601 a KUHPerdata yang menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. Pasal 1 angka 14 Undang-undang Ketenagakerjaan meyebutkan bahwa perjanjian antara pekerja dengan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Imam Soepomo juga mengatakan bahwa Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu, buruh mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan yang mengikatkan dirinya untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah. R Subekti juga berpendapat bahwa Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara seseorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungandiperatas (diersverhanding) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintahperintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain. Kemudian dalam Perjanjian Kerja tersebut ditemukan adanya pekerjaan, pelayanan dan waktu tertentu dan juga adanya upah. 44 Berdasarkan ketentuan Pasal 52 Undang-undang Ketenagakerjaan perjanjian dibuat atas dasar kesepakatan kedua belah pihak, kemampuan atau kecakapan melalui perbuatan hukum, adanya pekerjaan yang diperjanjiakan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 44 Sunaryati Hartono, 1979, In Search of New Legal Principles, Bina Cipta Publishing Company, Bandung, h. 20. Pengaturan mengenai hak pekerja perempuan atas upah dan waktu kerja juga terdapat dalam Pasal 1601 a Buku III Bab 7A KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian perburuhan adalah perjanjian di mana piak yang satu (buruh) mengikatkan diri untuk bekerja pada orang lain (majikan) selama waktu tertentu dengan menerima upah, dan majikan mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan memberikan upah. Berdasarkan Perjanjian Kerja tersebut di atas bahwa Perjanjian Kerja antara pekerja dengan pengusaha memiliki esensi upah, pekerjaan, perintah dan waktu tertentu atau batas waktu. Konvensi ILO Nomor 100 tentang pengupahan yang sama antara pekerja perempuan dan pekerja laki-laki, jenis pekerjaan yang sama (Undang-undang 1957 Nomor 80, Lembaran Negara Nomor 14).45 Berdasarkan Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951 tentang Pengupahan Yang Sama Bagi Pekerja Laki-laki dan Pekerja Perempuan Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya (diratifikasi melalui Undang-undang No. 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 100 Tahun 1951) menyebutkan bahwa negara yang meratifikasi konvensi ini harus menjamin pengupahan yang sama bagi pekerja laki-laki dan pekerja perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya, jaminan ini dapat dilakukan dengan undang-undang, perjanian kerja atau Peraturan Perusahaan yang disepakati, khusunya menngatur mengenai penetapan upah, harus dilakukan langkah dan tindakan untuk mencegah segala bentuk penilaian pekerjaan yang tidak obyektif sebagai dasar untuk melakukan pembayaran upah atas pekerjaan yang dijalankan. 46 Negara – negara peserta konvensi ILO tersebut wajib membuat peraturan - peraturan yang tepat untuk menghapus diskrimansi terhadap perempuan di lapangan pekerja guna menjamin hak – hak yang sama atas dasar persamaan antara pekerja laki laki – laki dengan pekerja perempuan, 45 46 Achmad Fauzan, 2005, Konvensi ILO Yang Berlaku Mengikat Indonesia, Yrama Widya, Jakarta, h. 40. Konvensi ILO No. 100/1951 tentang Pengupahan yang Sama Bagi Pekerja Laki-laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya. khususnya : hak untuk bekerja sebagai hak asasi manusia, hak atas kesempatan kerja yang sama termasuk penerapan kriteria seleksi yang sama dalam penerimaan pegawai, hak untuk memilih dengan bebas profesi dan pekerjaan hak untuk promosi jaminan pekerjaan dan semua tunjangan serta fasilitas kerja serta hak untuk memperoleh pelatihan kejuruan dan pelatihan ulang termasuk masa kerja sebagai magang, hak untuk menerima upah yang sama untuk pekerjaan yang nilainya sama, hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan, hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja. 47 Surat Edaran No. 07/MEN/1990 tentang Pengelompokkan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah mengatur mengenai upah pekerja dalam pengelompokkan komponen upah dan pendapatan non upah. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, dalam Peraturan Pemerintah tersebut bahwa pekerja berhak menerima imbalah atas pekerjaan yang telah dilaksanakan atau diselesaikan oleh pekerja perempuan tersebut di dalam suatu perusahaan tempat pekerja perempuan tersebut bekerja. Ketentuan lain yang berkaitan dengan perlindungan khusus bagi pekerja perempuan adalah masalah diskriminasi perempuan, Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 4/Men/1989 tentang Pelaksanaan Larangan Diskriminasi Wanita dalam kaitannya dengan umur pensiun pekerja perempuan. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1951 tentang Perlindungan Sosial juga mengatur waktu kerja terhadap pekerja, meliputi waktu kerja pekerja, jam mengaso/istirahat pekerja dan waktu cuti bagi pekerja. Pada hakikatnya pemberian waktu kerja maupun waktu istirahat dan cuti bagi pekerja bertujuan untuk mengmbalikan kesegaran dan kesehatan baik fisik, mental dan sosial pekerja tersebut. Pekerja sebagaimana manusia pada umumnya di samping sebagai pekerja pada suatu 47 Insani, dkk, 2008, TKW Dalam Perbincangan, PT Leutika, Yogyakarta, h.28. perusahaan tetapi di dalam masyarakat dan keluarga mempunyai fungsi dan kewajiban sosial. Dalam masa istirahat dan cuti inilah, mereka mempunyai lebih banyak kesempatan untuk melakukan kewajiban dan fungsi sosialnya.48 Membawa keluarga rekreasi, berinteraksi dengan keluarga, sahabat dan lain-lain yang pada gilirannya membawa pekerja menjadi lebih baik kesehatanya baik secara fisik, mental maupun sosial dan ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan terjalinnya hubungan yang harmonis dengan sesama pekerja dan managemen. Bertitik tolak dari tujuan tersebut, pada prinsipnya pemberian waktu istirahat dan cuti tidak dapat dikompensasikan dalam bentuk uang. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai istirahat dan cuti adalah sebagai berikut : Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu Pasal 79 sampai dengan Pasal 84 dan Cuti Tahunan yang berkaitan dengan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yaitu Pasal 165 ayat (4), Kepmenakertrans No. KEP-51/Men/IV/2004 tentang Istirahat Panjang Pada Perusahaan Tertentu, Kepmenakertrans No. KEP-234/Men/2003 tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada Daerah Terte ntu. 48 Muhammad Abdulkadir, 2006, Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, h.28. BAB III PENGATURAN HAK-HAK NORMATIF TENAGA KERJA PEREMPUAN ATAS UPAH DAN WAKTU KERJA 3.1. Hak Pekerja Perempuan atas Upah dan Waktu Kerja di Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di Indonesia Undang – undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja untuk menjamin hak – hak dasar pekerja, dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan para pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Seperti pekerja laki – laki, pekerja perempuan juga memiliki kesempatan yang sama dalam dunia kerja. Namun perlu di catat bahwa perempuan memiliki kebutuhan yang berbeda dengan pekerja laki – laki sehingga pekerja perempuan memiliki hak – hak khusus dalam bidang pekerjaan atau dalam dunia kerja, tampaknya banyak perusahaan – perusahaan yang sengaja tidak mensosialisasikan atau memberitahukan hak – hak pekerja perempuan terhadap pekerja perempuan yang bekerja di dalam perusahaan tersebut. Seperti cuti haid, cuti hamil dan cuti melahirkan, cuti keguguran kandungan, dan sebagainya. Adapun pengaturan upah dan waktu kerja bagi pekerja perempuan yang meliputi • Upah Kerja Undang-undang ketenagakerjaan telah mengatur hak pekerja perempuan atas upah dan waktu kerja. Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan yang dimaksud maka pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja. Kebijakan pemerintah di dalam menetapkan pengupahan yang dapat melindungi pekerja diatur dalam Pasal 88 ayat (3) Undang-undang ketenagakerjaan, kebijakan penetapan tersebut meliputi: upah minimu, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja karena berhalangan, upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, bentuk dan cara pembayaran upah, denda dan potongan upah, hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, struktur dan skala pengupahan yang proporsional, upah untuk pembayaran pesangon, upah untuk perhitungan pajak penghasilan. Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum terdiri atas : a) upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota, b) upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Upah minimum sebagaimana dimaksud di atas diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Dalam hal kesepakatan tersebut lebih rendah atau bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan maka kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pemberian upah yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal tidak melebihi 25% dari nilai upah yang seharusnya diterima. Imbalan/penghasilan yang diterima oleh pekerja tidak selamanya disebut dengan upah, karena bisa jadi imbalan tersebut bukan termasuk dalam komponen upah. Dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 07/MEN/1990 tentang Pengelompokkan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah disebutkan bahwa yang termasuk komponen upah adalah : a. Upah pokok; merupakan imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian. b. Tunjangan tetap; suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok, seperti tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan, tunjangan kehamilan, dan lain-lain. c. Tunjangan tidak tetap; suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pekerja dan keluarganya yang dibayarkan tidak bersamaan dengan pembayaran upah pokok. Pembayaran yang tidak termasuk komponen upah adalah sebagai berikut : a. Fasilitas; kenikmatan dalam bentuk nyata karena hal-hal yang bersifat khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, seperti fasilitas kendaraan antar jemput, pemberian makan secara cuma-cuma, sarana ibadah, tempat penitipan bayi, kantin, dan lain-lain. b. Bonus; pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja berprestasi di dalam bekerja yang melebihi target produksi yang normal atau atau karena peningkatan produktivitas. c. Tunjangan hari raya (THR); atau pembagian keuntungan lainnya. Beberapa jenis upah pokok minimum adalah sebagai berikut : a) upah minimum sub sektoral yaitu upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sub sektor tertentu dalam daerah tertentu, b) upah minimum sektoral regional yaitu upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sektor tertentu dalam daerah tertentu, c) upah minimum regional/upah minimum provinsi yaitu upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan dalam daerah tertentu. Upah minimum regional (UMR) di setiap daerah besarnya berbeda-beda. Besarnya UMR didasarkan pada indek harga konsumen , kebutuhan fisik minimum, perluasan kesempatan kerja, upah pada umumnya yang berlaku secara regional, kelangsungan dan perkembangan perusahaan, tingkat perkembangan perekonomian secara regional dan nasional. Upah minimum ini wajib ditaati oleh perusahaan, kecuali pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum, dapat dikecualikan dari kewajiban tersebut dengan cara mengajukan permohonan dengan kepada Menteri Tenaga Kerja setempat. Berdasarkan permohonan tersebut Menteri Tenaga Kerja dapat menangguhkan pelaksanaan upah minimum paling lama 12 bulan. Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerjanya secara teratur sejak terjadinya hubungan kerja sampai dengan berakhirnya hubungan kerja. Upah yang diberikan oleh pengusaha tidak boleh diskriminasi antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya. Upah tidak dibayarkan apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan ini diatur dalam Pasal 93 ayat (1) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, prinsip ini dikenal dengan asas “no work no pay” asas ini tidak berlaku mutlak, maksudnya dapat dikesampingkan dalam hal-hal tertentu atau dengan kata lain pekerja tetap mendapatkan uah meskipun tidak dapat melakukan pekerjaan. Adapun penyimpangan terhadap asas “no work no pay” ini adalah : a). Pekerja sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b).Pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; c).Pekerja tidak masuk bekerja karena pekerja menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga lainnya dalam satu rumah meninggal dunia; d).Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; e).Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajibannya terhadap negara; f).Pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; g).Pekerja melaksanakan hak istirahat; h).Pekerja melaksanakan tugas serikat pekerja atas persetujuan pengusaha; i). Pekerja melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. Upah yang dibayarkan kepada pekerja yang sakit adalah sebagai berikut : a. Untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah; b. Untuk 4 (emat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah; c. Untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; d. Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% (dua pulu lima perseratus) dari upah, sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. Upah yang dibayarkan kepada pekerja yang tidak masuk bekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c sebagai berikut : a. Pekerja menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari; b. Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; c. Mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; d. Membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; e. Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; f. Suami/isteri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar selama 2 (dua) hari; dan g. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari. Pengusaha harus mempekerjakan pekerja sesuai dengan waktu kerja yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, jika melebihi ketentuan tersebut harus dihitung atau dibayar lembur. Cara perhitungan upah lembur yakni sebagai berikut : 1. Apabila waktu kerja lembur dilakukan pada hari biasa; a. Untuk waktu kerja lembur pertama harus dibayar sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah sejam; b. Untuk tiapkerja berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 (dua) kali upah sejam. c. Apabila waktu kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan atau hari raya resmi : a) Untuk setiap jam dalam batas 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari kerja terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu harus dibayar upah sedikit dikitnya 2 (dua) kali upah sejam; b) Untuk waktu kerja pertama selebihnya 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari raya terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu, harus dibayar upah sebesar 3 (tiga) kali upah sejam; c) Untuk waktu kerja kedua setelah 7 (tujuh) jam atau 5 (lima) jam apabila hari raya tersebut jatuh pada hari raya terpendek pada salah satu hari dalam 6 (enam) hari kerja seminggu, harus dibayar upah sebesar 4 (empat) kali upah sejam. Komponen upah untuk dasar perhitungan upah lembur terdiri atas upah pokok, tunjangan jabatan, tunjangan kemahalan, nilai pemberian catu untuk pekerja sendiri. 49 Pasal 78 Undangundang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur mengenai pembayaran upah lembur terhadap pekerja yang bekerja lembur pada perusahaan tempat pekerja tersebut bekerja, dalam ayatnya Pasal 78 Undang-undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa : (1) pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat: a. Ada persetujuan pekerja yang bersangkutan; 49 Adisu Edytus, 2008, Hak Pekerja Atas Gaji dan Pedoman Menghitung, Lembar Langit Indonesia, Jawa Barat, h. 45. b. Untuk kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. (2) pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas wajib membayar upah kerja lembur; (3) ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu; (4) ketentuan mengengai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Dengan adanya ketentuan waktu kerja lembur pada hari istirahat mingguan dan hari libur resmi, dimungkinkan waktu kerja lembur lebih dari 40 (empat puluh) jam dalam seminggu. Dalam hal waktu kerja lembur, beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan adalah sebagai berikut :50 a. Membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja yang bekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur; b. Membayar upah lembur; c. Memberi kesempatan untuk kerja secukupnya. Waktu istirahat ini harus mengacu pada ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf a Undang-undang Ketenagakerjaan yang menetapkan bahwa istirahat antara waktu kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus-menerus dan waktu istirahat tidak termasuk waktu kerja; 50 Erman Rajagukguk, 2002, Transformasi Ketenagakerjaan Perwujudan Standar Hak-Hak Normatif dan Politik Bagi Penegakkan Hukum Ketenagakerjaan Era Pasar Bebas dalam Peran Serta Pekerja dalam Pengelolaan Perusahaan, Yayasan Obor, Jakarta, h. 45. d. Memberi makan dan minuman sekurang-kurangnya 1.4000 (seribu empat ratus) kalori apabila kerja lembur selama tiga jam atau lebih. Pemberitahuan makanan tidak boleh diganti dengan uang, hal ini dimaksudkan agar kesehatan pekerja dapat tetap terpelihara. Adapun perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pekerja dibayar secara harian, upah sebulan dikalikan 25 (dua puluh lima) untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu dan dikalikan 21 (dua puluh satu) untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; b. Upah dibayar berdasarkan satuan hasil, upah sebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir; c. Dalam hal pekerja dibayar berdasarkan hasil, tetapi bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan upah sebulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum setempat. Upah merupakan masalah utama yang dihadapi oleh pekerja perempuan, masalah pertama yang timbul dalam bidang pengupahan dan pekerja pada umumnya pengertian dan kepentingan yang berbeda mengenai upah. Bagi pengusaha upah dapat dipandang menjadi beban karena semakin besar upah yang dibayarkan pada pekerja, maka semakin kecil proporsi keuntungan bagi pengusaha. Segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan seseorang dipandang sebagai komponen upah. Pekerja dan keluarga pekerjanya biasanya menganggap upah hanya sebagai apa yang diterimanya dalam bentuk uang (take home pay). Kenyataan menunjukkan bahwa hanya sedikit pengusaha yang secara sadar dan sukarela berusaha meningkatkan penghidupan para pekerjanya. Dilain pihak pekerja melaui serikat pekerja dengan mengundang campur tangan pemerintah selalu menuntut kenaikan upah dan perbaikan fringe benefit. Jika tuntutan seperti itu tidak disertai dengan peningkatan produktifitas kerja akan mendorong pengusaha akan mengurangi penggunaan tenaga kerja dengan menurunkan produksi, menggunakan teknologi yang lebih padat modal atau mendorong harga jual barang yang kemudian mendorong inflasi. Permasalahan kedua yang dihadapi oleh para pekerja perempuan dalam bidang pengupahan yang berhubungan dengan keanekaragaman sistem pengupahan. Proporsi sebagian upah dalam bentuk natura dan fringe benefit cukup besar, dan besarnya tidak seragam antara perusahaanperusahaan. Sehingga kesulitan yang sering terjadi dalam perumusan kebijakan nasional, misalnya dalam hal menentukan pajak pendapatan, upah minimum, upah lembur dan lain – lain. Masalah ketiga yang dihadapi dalam bidang pengupahan yang juga sering terjadi dalam bidang pengupahan adalah rendahnya tingkat upah ini disebabkan karena tingkat kemampuan manajemen yang rendah sehingga menimbulkan berbagai macam pemborosan dana, sumber – sumber dan waktu. Selain itu juga, penyebab rendahnya tingkat upah karena rendahnya produktivitas kerja. Produktivitas kerja para pekerja rendah, sehingga pengusaha memberikan imbalan dalam bentuk yang rendah juga. Selain permasalahan upah yang kini sedang dihadapi para pekerja, terdapat pula karakteristik upah yaitu : a. Upah per satuan (piece rates) dan upah per jam (time rates); Karakteristik kontrak kerja antara pekerja dan perusahaan berupa penetapan upah per satuan (piece rates) dan upah per jam (time rates). Masalah yang muncul pada kontrak kerja akan mempengaruhi produktifitas tenaga kerja dan tingkat keuntungan perusahaan. Jenis kontrak kerja yang dipilih sangat penting karena pengusaha sering tidak tahu produktifitas dari para pekerjanya yang sebenarnya, sementara pekerja menginginkan upah yang besar dengan kerja yang sekecil mungkin. b. Keuntungan dan keburukan dari penerapan sitem pembayaran per satuan (pice rates); Pembayaran per satuan mampu menarik pekerja dengan kemampuan besar, sistem pembayaran langsung berhubungan dengan kinerja, meminimalkan hal-hal yang bersifat diskriminasi dan nepotisme dan meningkatkan produktivitas perusahaan. Di samping keuntungan terdapat pula keburukan dan sitem kompensasi mengenai pembayaran per satuan yaitu ada kemungkunan diantara anggota tim di bagian produksi akan mengalami free rider dari kerja yang dihasilkan anggota yang lain, apabila produktivitas dalam satu bagian produksi sangat bergantung produktivitas pada bagian produksi yang lain maka yang dihitung berdasarkan pada output tim. Selain itu juga sistem pengupahan per satuan para pekerja juga lebih suka mengabaikan kualitas daripada kuantitas. Banyak para pekerja yang tidak menyukai pengupahan dengan sistem per satuan dikarenakan upah mereka sangat fluktuatif (naik turun) sepanjang waktu. Kriteria yang paling umum digunakan dalam menetukan tingkat upah yaitu berdasarkan ukuran kesetaraan berupa pembayaran yang sama bagi pekerja yang sama, ukuran kebutuhan berupa biaya hidup, upah untuk hidup dan daya beli, kemudian ukuran kontribusi berupa kemampuan membayar perusahaan dan produktivitas yang dihasilkanj oleh tenaga kerja tersebut. Saat ini yang berlaku adalah Upah Minimum Regional (UMR) yang telah ditetapkan dimasing – masing daerah. Penetapan upah minimum dalam hal perlindungan upah saat ini masih menemui banyak kendala sebagai akibat belum terwujudnya satu keseragaman upah, baik secara regional/wilayah – provinsi atau kabupaten/kota dan sektor wilayah provinsi atau kabupaten/kota, maupun secara nasioanl. Dalam menetapkan kebijakan pengupahan memang perlu diupayakan secara sistematis, baik ditinjau dari segi mikro seirama dengan upaya pembangunan ketenagakerjaan, utamanya perluasan kesempatan kerja, peningkatan produksi, peningkatan taraf hidup pekerja sesuai dengan kebutuhan hidup minimalnya. Dalam penetapan upah minimum ini masih terjadi perbedaan – perbedaan yang didasrkan pada tingkat kemampuan, sifat dan jenis pekerjaan di masing – masing perusahaan yang kondisinya berbeda – beda, masing – masing wilayah/daerah yang tidak sama. Oleh sebab itu, upah minimum ditetapkan berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Kebijakan ini selangkah lebih maju dari sebelumnya yang ditetapkan berdasarkan sub-sektoral, sektoral dan regional. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak, dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang meliputi : a. Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Adanya sistem penetapan upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau wilayah kabupaten/kota dan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota, maka dapat disimpulkan belum adanya keseragaman upah di semua perusahaan dan wilayah/daerah. Hal tersebut dapat dipahami mengingat kondisi dan sifat perusahaan di setiap sektor wilayah/daerah tidak sama dan belum bisa disamakan. Demikian juga kebutuhan hidup minimum seseorang pekerja sangat tergantung pada situasi dan kondisi wilayah/daerah dimana perusahaan tempat bekerja tersebut berada. Belum ada keseragaman upah tersebut justru masih di dasarkan atas pertimbangan – pertimbangan demi kelangsungan hidup perusahaan dan pekerja yang bersangkutan. Apabila bila mengingat strategi kebutuhan pokok terhadap pekerja yang berada pada sektor informal di daerah perkotaan yang pada umumnya masih memunyai penghasilan di bawah suatu taraf hidup tertentu. Sistem pengupahan yang bersifat beragam menyebabkan kuantitas tingkat upah khususnya dalam penetapan upah minimum terjadi perbedaan – perbedaan. Kebijakan sektoral dan regional didasarkan pada pemilihan wilayah/daerah – daerah berikut sektor – sektor ekonominya yang potensial serta dengan mempertimbangkan beberapa aspek yang mempengaruhi yaitu : a. Aspek kondisi perusahaan Melalui aspek ini dapat diperoleh kriteria – kriteria perusahaan kecil, perusahaan menengah, dan perusahaan besar baik di dalam satu sektor atau wilayah/daerah maupun berlainan sektor/daerah. Kriteria – kriteria tersebut membawa konsekuensi pada kemampuan perusahaan yang tidak sama dalam memberi upah pekerja. Hal ini sudah tentu tergantung pada besarnya modal dan kegiatan usaha masing – masing perusahaan dan tingkat produksi, serta produktivitas tenaga kerjanya. b. Aspek keterampilan tenaga kerja Peningkatan produksi dan produktivitas kerja, sangat ditentukan oleh keahlian personil perusahaan, baik ditingkat bawah yaitu tenaga kerja terampil, maupun di tingkat atas seperti pimpinan manajemen yang mampu menjadi penggerak tenaga kerja (pekerja) yang dipimpinnya untuk bekerja secara produktif. Tenaga kerja merupakan salah satu modal dasar bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi perusahaan. Apabila tenaga kerja tersebut sumber daya ekonominya dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Tingkat kemampuan tenaga kerja dan pimpinan manajemen dalam suatu persahaan, memberikan peranan yang menetukan untuk merubah kondisi perusahaan tersebut menjadi lebih baik dan maju. Kondisi seperti ini memberikan dampak positif bagi upaya peningkatan kesejahteraan para pekerja melalui pemberian upah yang lebih tinggi, serta jaminan – jamina sosial lainnya. c. Aspek standar hidup Peningkatan tingkat upah pekerja selain dipengaruhi oleh kondisi perusahaan dan keterampilan dari pekerja itu sendiri juga dipengaruhi oleh standar hidup pada suatu wilayah atau daerah dimana prusahaan itu berada. Standar hdup di daerah pekotaan biasanya lebih tinggi dibandingkan di perusahaan yang terletak di daerah perdesaan. Peningkatan tingkat upah tersebut selain didasarkan pada kebutuhan pokok (basic needs) pekerja yang bersangkutan sesuai tingkat perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah/daerah tertentu. Kebutuhan pokok tersebut tidak hanya terbatas pada persoalan sandang, pangan, apapn akan tetapi meliputi juga pendidikan, kesehatan jaminan sosial dan lain sebagainya. d. Aspek jenis pekerjaan Mengakibatkan terjadinya perbedaan pada jenis pekerjaan ini diantaranya perbedaan tingkat upah, baik pada suatu sektor yang sama, maupun pada ektor yang berlainan. Tingkat upah pada sektor industri, tidak sama dengan tingkat sektor pertanian, tidak sama pula dengan sektor perhotelan dan sebagainya. Aspek jenis pekerjaan mempunyai arti yang khusus karena diperolehnya pekerjaan dapat membantu tercapainya kebutuhan pokok bagi pekerja yang bersangkutan. Meningkatnya taraf jenis pekerjaan dapat membantu peningkatan taraf hidup sebagai akibat meningkatnya upah yang diterima pekerjaan dari pekerjaannya tersebut. Penetapan upah dan tunjangan lainnya melalui perundingan kolektif. Perundingan kolektif diperlukan perusahaan dalam negosisasi penetapan upah yang melibatkan serikat pekerja sebagai mitra sejajar dengan pengusaha. Peningkatan upah yang dihasilkan melalui perundingan antara pekerja dan pengusaha cenderung berhasil meningkatkan produktivitas. Pemberian upah di indonesia dikenal beberapa sistem yaitu : 1. Upah menuut waktu Upah menurut waktu merupakan bsarnya upah didasarkan pada lamanya bekerjanya seseorang. Satuan waktu terhitung per jam, per hari, per minggu atau per bulan. Misalnya pekerja bangunan di bayar per hari atau per minggu. 2. Upah menurut satuan hasil Upah menurut satuan hasil merpakan besarnya upah didasarkan pada jumlah barang yang dihasilkan oleh seseorang. Satuan hasil dihitung per potong barang, per satuan panjang atau per satuan berat. Contohnya upah pemetik daun the dihitung per kilogram. 3. Upah borngan Upah borongan merupakan pembayaran upah berdasarkan atas kesepakatan bersama antara pemberi upah dan penerima pekerjaan. Contohnya upah untuk memperbaiki mobil yang rusak, membangun rumah dan lain – lain. Upah tersebut haus jelas bukan hanya besarnya upah yang disepakati tetapi juga berapa lama pekerjaan yang ditugaskan kepada penerima borongan harus selesai. 4. Sistem bonus Sistem bonus merupakan pembayaran tambahan di luar upah yang ditujukan untuk merangsang (member insentif) agar pekerja dapat menjalankan tugasnya lebih baik dan penuh dengan rasa tanggung jawab. Makin tinggi keuntungan yang diperoleh makin besar bonus yang diberikan pada pekerja. Sistem bonus tersebut lebih – lebih akan terlaksana jika pengusaha berjiwa dermawan. 5. Sistem mitra usaha Sistem mitra usaha merupakan pembayaran upah sebagian diberikan dalam bentuk saham perusahaan, tetapi saham tersebut tidak diberikan kepada perorangan melainkan pada organsasi pekerja tersebut. Oleh karena itu hubungan kerja antara perusahaan dan mitra kerja. Contoh sederhana dari sistem tesebut adalah koperasi. Dalam bidang pemberian upah terhadap pekerja, terdapat prinsip – prinsip pengupahan antara lain : 1. Tingkat bayaran bisa diberikan tinggi, rata – rata atau rendah Tergantung pada kondisi perusahaan, artinya tingkat pembayaran tergantung pada kemampuan perusahaan membayar jasa para pekerjanya. 2. Struktur pembayaran Struktur pembayaran berhubungan dengan rata – rata bayaran, tingkat pembayaran dan klarifikasi jabatan di dalam suatu perusahaan. 3. Penentuan bayaran individu Penentuan bayaran individu perlu didasarkan pada rata – rata tingkat bayaran, tingkat pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja para pekerja di dalam perusahaan tersebut. 4. Metode pembayaran Ada dua metode pembayaran yaitu metode pembayaran yang di dasarkan pada waktu (per jam, pe hari, per mnggu, per bulan). Kedua metode pembayaran yang didasarkan pada pembagian hasil. 5. Kontrol pembayaran Kontrol pembayaran merupakan pngendalikan secara langsung maupun tidak langsung dari biaya krja. Pengendalian biaya yang merupakan faktor utama dalam administrasi upah. Tingkat mengontrol pembayaran adalah pertama mengembangkan standar. Besar kecilnya upah di dalam suatu perusahaan, tidak bisa dilihat dan diukur hanya dari satu atau bebrapa aspek saja. Dengan kata lain, besar kecilnya suatu upah pekerja di suatu perusahaan ditentukan oleh banyak faktor antara lain : a. Faktor lamanya masa kerja yang atas dasar pengalaman kerja (ecperience), mempengaruhi perkembangan skill secara empirik (autodidak); b. Faktor profesionalisme, keterampilan dan kecakapan serta kemahiran dalam melakukan pekerjaan; c. Tinggi rendahnya produktivitas atau besar kecilnya produk yang dihasilkan (kinerja); d. Faktor volume dan beban kerja serta besar kecilnya resiko pekerjaan; e. Tinggi rendahnya jabatan (terkait weenang dan tanggung jawab) seseorang pekerja tersebut. f. Aspek kewilayahan, seperti jauh dekatnya lokasi atau tempat kerja atau perbedaan wilayah penetapan upah; g. Aspek kepribadan terkait dengan tingkat kepercayaan atau kejujuran serta nilai – nilai kepribadian lainnya bagi seseorang pekerja (aspek personality); h. Banyak atau sedikitnya uji komptensi dan sertifikasi kompetensi yang dimiliki, atau tinngi rendahnya kualifikasi pendidikan (sebagai basic start awal dalam bekerja). Dari semua faktor – faktor tersebut di atas, faktor yang paling dominan dan sangat besar mempengaruhi terhadap tinggi rendahnya atau besar kecilnya upah adalah sertifikasi kompetensi dan tingkat produktivitas pekerja. Artinya semakin banyak srtifikasi kompetensi yang dimiliki seseorang pekerja yang di barengi dengan semakin tingginya produktivitas yang dihasilkan serta semakin tinggi apiknya hasil hasil kerja yang dilakukan, maka semakin otomats akan mempengaruhi semakin besarnya upah produktivitas (salary) ata paling tidak take home pay yang dapat diperoleh (vide Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia jo Pasal 1 angka 2 Peraturan Menter Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Pe-05 Tahun 2012 tentang Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional). Terkait dengan itu, dalam beberapa statement di Peraturan Perundang – undangan yang berkenaan dengan pengupahan dan sangat perlu dipahami oleh semua pihak khususnya bagi pengusaha dan termasuk pekerja itu sendiri yaitu sebagai berikut : 1. Upah minimum (yang terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap), hanyalah merupakan standar upah bulanan terendah pada struktur dan skala upah yang ditetapkan oleh perusahaan, berdasarkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan sertifikasi kompetensi (Pasal 92 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Kepmenakertrans No. Kep49/Men/IV/2004; 2. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun (vide Pasal 1 angka 2 jo Pasal 13 ayat (2) Permenakertrans Nomor 01/1999. Artinya masa kerja di atas 1 (satu) tahun haruslah relatif lebih besar dan naik berjenjang secara proporsional; 3. Kebijakan pengupahan hanya mengatur upah minimum saja, sedangkan upah di atas upah minimum yang naik secara berjenjang adalah murni merupakan domain dan wilayah kesepakatan diantara para pihak yang senantiasa menunjuk dan mengacu pada struktur dan skala upah yang ditetapkan perusahaan (vide Pasal 17 Permenakertrans Nomor 01/1999); 4. Penetapan upah minimum secara bertahap diarahkan kepada pencapaian Kebutuhan Hidup Layak walaupun ada beberapa Penetapan Upah Minimum yang sudah mencapai atau bahkan di atas nilai Kebutuhan Hidup Layak (vide Pasal 89 ayat (2) dan ayat (3) jo Pasal 88 ayat (4) Undang – undang Nomo 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 5. Upah minimum yang ditetapkan baik yang diarahkan kepada pencapaian Kebutuhan Hidup Layak maupun yang ditetapkan dengan Kebutuhan Hidup Layak adalah merupakan standar kebutuhan untuk seseorang pekerja yang masih lajang tanpa tanggungan (vide Pasal 1 angka 1 Permenakertrans Nomor 13/2012). Dengan demikian sehubungan dengab berdasarkan beberapa ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Apabila terdapat perbedaan lamanya masa kerja kualifikasi pendidikan atau perbedaan sertifikasi kompetensi serta perbedaan jabatan dan tanggung jawab, perbedaan lokasi ataupun tempat kerja dan lain sebagainya, tentunya masing – masing pekerja tidak harus sama upahnya atas dasar perbedaan tersebut. Walaupun demikian, penilaian tiap – tiap aspek tersebut sangat relatif ukurannya. Oleh sebab itu perlu ada struktur dan skala upah atas dasar beberapa ukuran penilaian, sehingga terukur (transparan) dan dapat dipertanggung jawabkan (responsible dan accountable); 2. Undang-undang memang hanya mengatur upah minimum saja sebagai dasar atau standar upah terendah sedangkan penentuan besaran upah tersebut upah minimum (dalam hal ini upah minimum provinsi/upah minimum sektoral provinsi atau upah minimumkabupaten/kota atau upah minimum sektoral kabupaten/kota yang naik secara berjenjang berdasarkan beberapa aspek atau faktor tersebut adalah merupakan domain kesepakatan (consensus) anatara para pihak secara perdata. Namun demikian tentunya tidak bolehmisalnya pekerja dengan masa kerja lebih singkat akan tetapi upahnya lebih tinggi dari pada pekerja yang masa kerjanya lebih lama. Demikian juga pekerja yang tingkat produktivitasnya lebih rendah mendapatkan upah yang lebih tinggi dari pada pekerja yang tingkat produktivitasnya lebih tinggi. Tentu halnya tersebut tidak mungkin terjadi jika setiap perusahaan membuat struktur dan skala upah dengan berbagai macam tolak ukur (vide Pasal 92 ayat (1) Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Permenakertrans Nomor Per49/Men/IV/2004). 3. Walaupun telah dibuat struktur dan skala upah, namun struktur tingkat produktivitas dan target produk (kinerja) setiap pekerja juga harus ditentukan besarnya, sehingga sama – sama menguntungkan (berdasarkan asas keseimbangan). Artinya apabila tingkat produktivitas seseorang tenaga kerja beranjak semakin tinggi, maka perlu diberikan reward upah produktivitas yang berjenjang semakin besar. Sebaliknya apabila tingkat produktivitas kurang dari target atau bahkan semakin menurun dari waktu kewaktu, maka bukan hanya akan mengurangi besaran nilai upah akan tetapi dapat diberikan “warning” melalui surat peringatan SP-1 secara berjenjang sampai dengan SP-3 Dengan ancaman sanksi Pemutusan Hubungan Kerja (sesuai Pasal 161 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). • Waktu Kerja Pada hakikatnya pemberian waktu kerja bagi pekerja sangatlah penting. Pemberian waktu kerja dan pemberian waktu cuti kepada pekerja yang bekerja pada suatu perusahaan bertujuan untuk mengembalikan kesegaran dan kesehatan pekerja tersebut, baik kesehatan fisik, mental sosial pekerja itu sendiri. Pekerja sebagaimana pada umumnya, disamping sebagai pekerja dalam perusahaan tempat pekerja itu bekerja, di dalam lingkungan masyarakat dan di dalam keluarganya memiliki fungsi dan kewajiban sosial. Dalam masyarakat dan cuti inilah, mereka para pekerja mempunyai lebih banyak kesempatan untuk melakukan kewajiban dan fungsi sosialnya di dalam masyarakat maupun di lingkungan keluarganya. Waktu istirahat maupun waktu cuti membuat para pekerja mengembalikan kesegarannya dan kesehatannya, pekerja dapat membawa keluarga rekreasi, berinteraksi dengan sanak keluarga, berinteraksi dengan sahabat dan lain-lain yang pada gilirannya membawa pekerja menjadi lebih baik kesehataanya secara fisik, mental, maupun secara sosial dan ini amat berpengaruh terhadap produktivitas dan terjalinnya hubungan harmonis dengan sesame pekerja maupun sesame manajemen di dalam perusahaan.. bertitik tolak dari tujuan tersebut, pada prinsipnya pemberian waktu istirahat dan pemberian waktu cutu kepada pekerja tidak dapat dikompensasi dalam bentuk uang. Pemberian waktu kerja terhadap pekerja perempuan diatur dalam Pasal 76 Undang-undang Ketenagakerjaan tentang perempuan yang menyatakan bahwa pekerja perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d. 07.00, pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00, pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00 wajib memberikan makanan dan minuman bergizi dan menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja, pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 05.00,. Waktu kerja yang telah diatur oleh Undang-undang Ketenagakerjaan, pengusaha wajib melaksanakan ketentuan kerja yang telah diatur oleh undang-undang ketenagakerjaan tersebut. Pasal 77 ayat (1), (2), (3), dan (4) Undang-undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa : (1) setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja; (2) waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. (3) ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu; (4) ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri. Pekerja pada prinsipnya berhak atas waktu kerja dan waktu cuti arau waktu istirahat. Pasal 79 Undang-undang Ketenagakerjaan mengatur mengenai waktu cuti dan istirahat bagi pekerja. Adapun jenis-jenis waktu istirahat dan waktu cuti antara lain : 51 1. Istirahat antara waktu kerja Setelah pekerja bekerja secara terus menerus selama empat jam diberikan istirahat antara waktu kerja sekurang-kurangnya setengah jam, waktu istirahat ini bukan merupakan waktu kerja. Diberikan waktu istirahat ini karenantubuh manusia tidak dapat dipaksakan bekerja secara terus menerus selama empat jam. Tidak adanya waktu istirahat dan membahayakan pekerja itu sendiri, karena ada faktor kelelahan, kejenuhan, kejenuhan yang dapat berakibat terjadinya kecelakaan kerja, karena itu pemberian istirahat antara waktu kerja sangat penting, tidak hanya bagi pekerja, tetapi juga bagi perusahaan itu sendiri. 51 Lalu Husni, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia ,Edisi Revisi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.158. 2. Istirahat mingguan Diberikan kepada pekerja selama dua hari bagi yang bekerja lima hari dalam seminggu dan satu hari bagi yang bekerja enam hari dalam seminggu. Istirahat mingguan tidak harus diberikan pada hari Sabtu dan Minggu, tetapi dapat diberikan pada hari-hari sesuai kebutuhan perusahaan. 3. Cuti tahunan Diberikan kepada pekerja selama 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan telah bekerja selam 12 (dua) belas bulan secara terus menerus. Pengertian terus menerus dalam ketentuan ini ialah pekerja tidak pernah terputus hubungan kerjanya. Berdasarkan pengertian tersebut pekerja yang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), tetapi belum bekerja terus menerus selama 12 (dua belas) bulan belum dapat hak cuti tahunan. 4. Istirahat panjang Istirahat panjang diberikan kepada pekerja sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. 5. Cuti yang berkaitan dengan Fungsi Reproduksi Cuti ini berkaitan dengan fungsi reproduksi pekerja perempuan. (a) Cuti Haid Diberikan kepada pekerja perempuan pada hari pertama dan kedua dalam masa haidnya, apabila yang bersangkutan merasa sakit. Karena merasa sakit sifatnya sangat subyektif sekali dan tidak diwajibkan untuk melampirkan keterangan sakit dari dokter dan hanya cukup memberitahukan. (b) Cuti Hamil, Melahirkan, dan Gugur Kandungan Diberikan selama satu setengah bulan sebelum dan satu setengah bulan setelah melahirkan. Perlu diperhatikan ketentuan mengenai gugur kandungan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 83 ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan, dalam ketentuan tersebut kepada pekerja perempuan yang memperoleh satu setengah bulan atau sesuai dengan keterangan dokter atau bidan. Mempekerjakan perempuan di suatu perusahaan tidak semudah yang di bayangkan, karena perempuan umumnya bertenaga lemah, bersikap halaus dan memiliki sikap tekun, dan normanorma susila harus diutamakan agar tenaga kerja perempuan tidak terpengaruh oleh perbuatan negatif dari tenaga kerja lawan jenisnya atau tenaga kerja laki-laki, terutama kalau dipekerjakan pada malam hari, perempuan juga pada umumnya mengerjakan pekerjaan halus dan juga tenaga kerja perempuan yang pada umumnya yang diterima di dalam suatu perusahaan merupakan tenaga kerja perempuan yang masih gadis atau perempuan yang belum berstatus menikah. Pekerja perempuan di dalam bekerja di perusahaan tempat pekerja pertempuan tersebut bekerja terkadang menemui hambatan-hambatan yang di hadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum, hambatan-hambatan tersebut adalah adanya kesepakatan antara pekerja perempuan dengan pengusaha yang terkadang menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi dari peraturan-perundangan terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja perempuan sendiri yang tidak menggunakan haknya dengan alasan perekonomian. Negara telah menerapkan peraturan perundangan menegenai ketenagakerjaan dengan baik, namun demikian perempuan sendiri masih banyak yang belum sadar bahwa hak-haknya dilindungi dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan. Pada prinsipnya pekerja perempuan dapat dipekerjakan, namun terdapat pembatasan berupa pengaturan mengenai waktu kerja. Umumnya waktu kerja yang banyak dilaksanakan dalam praktik pemekerjaan pekerja perempuan adalah 7 (tujuh) jam per hari atau 42 (empat puluh dua) jam per minggu untuk 6 (enam)hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam per hari atau 40 (empat puluh) jam per minggu untuk 8 (delapan) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Di sisi lain terdapat pengaturan yang berbeda bagi sektor usaha dan jenis pekerjaan tertentu. Atas pengaturan waktu kerja yang bersifat umum tersebut, massih dimungkinkan adanya pengecualian, berupa pemekerjaan pekerja perempuan melebihi batas waktu kerja yang diperbolehkan (lembur) guna mengakomodir kepentingan dunia usaha apabila ada pekerjaan bertumpuk yang harus segera diselesaikan. Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memperoleh pengecualian tersebut meliputi persetujuan pekerja perempuan yang bersangkutan, pelaksanaannya hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam per hari atau 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu di luar kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi, serta pembayaran upah kerja lembur. Pembatasan berikutnya berupa pemberian waktu istiraht bagi pekerja perempuan di waktu sela kerja yang harus dipenuhinya. Waktu istirahat bertujuan untuk agar pekerja dapat memulihkan tenaganya setelah bekerja terus menerus selama beberapa hari dalam seminggu. Terdapat beberapa jenis waktu istirahat yang ditetapkan. Pertama adalah istirahat antar waktu kerja, sekurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus. Waktu istirahat tersebut tidak termasuk dalam perhitungan waktu kerja. Kedua adalah istirahat mingguan, selama 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Ketiga adalah istirahat tahunan, sekurang – kurangnya 12 (dua belas) hari kerja dalam 1 (satu) tahun. Waktu istirahat berikutnya adalah istirahat panjang, sekurang – kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan bagi pekerja perempuan yang telah bekerja selama 6 (enam bulan) secara terus menerus pada perusahaan yang sama, dengan ketentuan bahwa pekerja perempuan tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunan dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. Selain waktu istirahat yang telah diuraikan di atas terdapat pula berupa waktu cuti, meliputi cuti untuk menjalankan ibadah yang diwajibkan oleh agamsa dari pekerja perempuan yang bersangkutan, adapun cuti haid untuk pekerja perempuan selama 2 (dua) hari per bulan, cuti hamuil dan melahirkan selama 1, 5 (satu setengah) bulan sebelum dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan anak menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan, serta cuti gugur kandungan selamav 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Selanjutnya pembatasan lain atas waktu kerja adalah hari libur. Pekerja perempuan tidak wajib bekerja pada hari – hari libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Hari libur memiliki tujuan yaitu agar pekerja perempuan berkesempatan untuk merayakan hari raya tertentu, hal mana merupakan salah satu faktor kesejahteraan bagi para pekerja perempuan. 3.2. Hak Pekerja Perempuan atas Upah dan Waktu Kerja di Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Salah satau syarat untuk negara hukum adalah adanya jaminan atas hak-hak asasi. Negara menjaminkan kesejahteraan warga negaranya. Salah satu jaminan yang dibuat oleh negara yaitu negara menjaminkan kesejahteraan waraga negaranya di bidang ketenagakerjaan. Jaminan tersebut harus terbaca dan tertafsirkan dari konstitusi yang berlaku dalam suatu negara, atau setidak-tidaknya termaklumi dari praktek hukum dan ketatanegaraan dalam bidang ketenagakerjaan sehari-hari. Sebagai suatu hak, maka hak asasi tidak terlepas dari persolan kebebasan dan kewajiban bagi pihak pemegang kekuasaan maupun bagi pihak pendukung dari hak asasi manusia itu sendiri. 52 Kofi Anan menyebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah asas kepada kewujudan manusia dan kewujudan bersama manusia, hak asasi manusia bersifat sejagat tidak boleh dibahagiakan dan saling bergantung, hak asasilah yang menjadikan kita sebagai manusia, berteraskan prinsip hak asasi manusia terbinanya kesucian merubah manusia. Adanya jaminan kehidupan yang dijaminkan negara untuk warga negaranya tersebut. Jaminan kehidupan diberikan oleh negara untuk warga negaranya tercantum dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang didasarkan pada perikemanusiaan yang menyebutkan bahwa “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Hak atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia, hal ini dikarenakan.: 52 Bambang Sunggono dan Aries Harianto, 2005, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h. 89. Pertama : Kerja melekat pada tubuh manusia. Kerja adalah aktifitas tubuh dan karena itu tidak bisa dilepaskan atau difikirkan lepas dari tubuh manusia. Kedua: Kerja merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja, manusia merealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup dan lingkungannya yang lebih manusiawi. 53 Maka melalui kerja manusia menjadi manusia, melalui kerja manusia menentukan hidupnya sendiri sebagai manusia yang mandiri. Ketiga : hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi manusia, karena kerja berkaitan dengan hak atas hidup layak. Hak atas upah yang adil merupakan hak legal yang diterima dan dituntut seseorang sejak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan. Dengan hak atas upah yang adil sesungguhnya bahwa : Pertama : Bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan upah, artinya setiap pekerja berhak untuk dibayar. Kedua : Setiap pekerja berhak untuk memperoleh upah yang sebanding dengan tenaga yang telah disumbangkan. Ketiga : bahwa prinsipnya tidak boleh ada perlakuan yang berbeda atau diskriminatif dalam soal pemberian upah kepada semua pekerja, dengan kata lain harus berlaku prinsip upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Perlindungan hak terhadap perempuan tentang pekerjaan juga di atur dalam Pasal 49 ayat (1), (2), dan ayat (3) yang menyebutkan bahwa : (1) Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. (2) Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita. 53 Payaman J. Simanjuntak, 2009, Manajemen Hubungan Industrial, Jala Permata Aksara, Jakarta, h. 38. (3) Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum. Pembangunan nasional merupakan pengamalan pancasila dan pelaksanaan Undang-undang Dasar Tahun 1945 yang diarahkan pada peningkatan harkat, martabat, kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur, baik material maupun spiritual. Dalam mewujudkan kesejahteraan kehidupan warganya, negara Indonesia menekankan kepada terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur secara merata. Ini berarti negara Indonesia bertekad untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia, bukan hanya bagi sekelompok atau sebagian masyarakat tertentu saja. Dilihat dari tujuan pembangunan nasional, negara Indonesia menganut tipe negara kesejahteraan (welfare state). Indonesia sebagai negara penganut tipe kesejahteraan dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut : pertama, salah satu dari pancasila sebagai dasar falsafah negara (sila kelima) adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyak Indonesia. Ini berarti salah satu tujuan negara adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin yang merata bagi seluruh masyarakat indonesia. Kedua, dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 (alinea IV) dikatakan bahwa tujuan pembentukan negara indonesia adalah melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Persyaratan ini merupakan penjabaran dari kesejahteraan yang akan diwujudkan bangsa Indonesia. Konsekuensinya negara mengemban empat fungsi pokok, yakni protectional function, welfare function, educational function, dan peacefulness function. Ketiga, dalamm Pasal 33 ayat (1), (2), (3) Undang-undang Dasar 1945 dinyatakan sebagai berikut : (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Keempat, dalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara) sebagai acuan dalam pembangunan negara, ditegaskan bahwa tujuan pembangunan nasional adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara merata. Dalam melaksanakan pembangunan nasional peran serta pekerja semakin meningkat dan seiring dengan itu perlindungan pekerja harus semakin ditingkatkan, baik mengenai upah, kesejahteraan, dan harkatnya sebagai manusia (to make man more human). Pada kenyataannya, usaha yang telah dilakukan dalam rangka perlindungan itu belum berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus unjuk rasa, pemogokkan yang dilakukan pekerja yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan, namun ada kasus unjuk rasa pemogokkan tersebut yang berakhir dengan pemutusan hubungan kerja yang berakibat memperpanjang barisan pengangguran. Berbicara mengenai hak pekerja berarti kita membicarakan hak asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada diri pekerja itu sendiri yang dibawa sejak lahir dan jika hak tersebut terlepas dari diri pekerja itu akan menjadi turun derajat dan harkatnya sebagai manusia. Hak asasi sebagai konsep moral dalam bermasyarakat dan bernegara bukanlah suatu konsep yang lahir seketika dan bersifat menyeluruh. Hak asasi lahir setahap demi setahap melalui periode-periode tertentu di dalam sejarah perkembangan masyarakat.54 Sebagai suatu konsep moral hak asasi dibangun dan dikembangkan berdasarkan pengalaman kemasyarakatan manusia itu sendiri. Pengalaman dari kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat bernegara itulah yang mewarnai konsep hak asasi. Di Indonesia konsep hak asasi manusia telah setara tegas dan jelas diakui keberadaannya di dalam Undang-undang Dasar 1945 dan dilaksanakan oleh negara di dalam masyarakat. Hak asasi pekerja adalah untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan yang telah diakui keberadaannya dalam Undang-undang Dasar 1945 merupakan hak konstitusional. Itu berarti bahwa negara tidak diperkenankan mengeluarkan kebijakan-kebijakan baik berupa undangundang (legislative policy) maupun beberapa peraturan pelaksanaan (bureaucracy policy) yang dimaksudkan untuk mengurangi substansi dari hak konstitusional. Bahkan di dalam negara hukum modern (negara kesejahteraan) negara berkewajiban untuk menjamin pelaksanaan hak konstitusional. 55 Namun, seperti telah dikemukakan sebelumnya meskipun telah ada aturan yang menjadi tuntunan dalam hubungan industrial belum memperoleh hasil sebagaimana diinginkan baik oleh pekerja sendiri maupun pemerintah.56 Banyak faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan. Hak pekerja tersebut dapat terwujud secara efektif apabila diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Para pekerja sebagai pemegang hak-hak dapat menikmati hak-hak mereka tanpa ada hambatan dan gangguan dari pihak manapun; 54 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2005, Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Budaya Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.121. Nurul Qamar, 2013, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi (Human Rights in Democratiche Rechtsstaat), Sinar Grafika, Jakarta, h. 98. 56 Muladi, 2004, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Aditama, Semarang, h. 76. 55 2. Para pekerja selaku pemegang hak tersebut dapat melakukan tuntutan melalui prosedur hukum adressant. Dengan kata lain, bila ada pihak-pihak yang menganggu, menghambat atau tidak melaksanakan hak tersebut pekerja dapat menuntut melalui prosedur hukum yang ada untuk merealisasikan hak dimaksud. Seperti yang disebutkan oleh teori HAM Pekerja, hak-hak normatif pekerja wajib dilindungi karena para pekerja merupakan kunci kesuksesan dari suatu perusahaan, apabila di dalam suatu perusahaan tidak ada pekerja maka perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan produktivitas tanpa adanya bantuan dari para pekerja. Pasal 11 Undang-undang HAM menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak. Pasal 38 Undang-undang HAM juga menjelaskan mengenai hak-hak seseorang mendapat pekerjaan yang layak yakni sebagai berikut : Pasal 38 ayat (1) Undang-undang HAM setiap orang berhak, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak; (ayat) 2. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan; (ayat) 3. Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-syarat Perjanjian Kerja yang sama; (ayat) 4. Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya. Pasal 39 Undang-undang HAM menyebutkan bahwa Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 3.3. Matrik Daftar Hak Atas Upah dan Waktu Kerja Tenaga Kerja Perempuan Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Berdasarkan uraian hak atas upah dan waktu kerja tenaga kerja perempuan di atas maka adapun matrik mengenai hak atas upah dan waktu kerja tenaga kerja perempuan berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dapat dilihat pada lampiran di dalam Tesis ini. BAB IV PENJABARAN HAK TENAGA KERJA PEREMPUAN ATAS UPAH DAN WAKTU KERJA BERDASARKAN PERSYARATAN HAM DI DALAM PERATURARAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA 4.1. Persyaratan HAM Penjabaran Hak Tenaga Kerja Peremuan Atas Upah dan Waktu kerja Berdasarkan matrik daftar hak atas upah dan waktu kerja tenaga kerja perempuan di atas adapun penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja sesuai dengan persyaratan HAM. Pemberian upah terhadap pekerja perempuan yang telah melaksanakan kewajibannya maka secara otomatis akan mendapatkan upah yang akan diterima sesuai dengan jenis pekerjaan dan sesuai dengan kesepakatannya yang dibuat oleh pengusaha, adapun pemberian upah berdasarkan persayaratan HAM yaitu sebagai berikut : Upah sesuai persyaratan HAM : a. Upah yang adil; b. Imbalan yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya tanpa pembedaan apapun, khususnya bagi perempuan harus dijamin kondisi kerja yang tidak lebih rendah daripada yang dinikmati laki-laki dengan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama; c. Upah mampu mencakup kebutuhan hidup layak pekerja dan keluarga mereka; d. Penentuan upah mempertimbangkan tingkat upah umum di negara bersangkutan, biaya hidup, jaminan sosial, dan standar hidup relative kelompok-kelompok sosial lainnya; e. Upah minimum mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi termasuk kebutuhankebutuhan pembangunan ekonomi dan tingkat produktivitas; f. Diiringi dengan kewajban pemerintah untuk mempertahankan tingkat lapangan kerja yang tinggi; g. Ketersediaan jaminan sosial bagi pekerja. Pekerja bekerja dengan menggunakan waktu, waktu kerja juga merupakan hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh pengusaha, adapun penjabaran waktu kerja yang sesuai dengan persyaratan HAM antara lain : I. Persyaratan untuk bekerja pukul 23.00 – 07.00 a. Pekerja perempuan di bawah 18 th dilarang bekerja; b. Dilarang mempekerjakan perempuan hamil,membahayakan kesehatan, keselamatan, kandungan dandirinya; c. Menyediakan makanan dan minuman bergizi, d. Menjaga kesusilaan dan keamanan tempat kerja, e. Angkutan antar jemput. II. Ketentuan mengenai waktu istirahat pekerja perempuan a. Pekerja perempuan yang dalam masa haid merasa sakitdan memberitahukan pada pengusaha, tidak wajib bekerjapada hari pertama dan kedua masa haid; b. Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat 1,5 bln sebelum dan 1,5setelah melahirkan; c. Pekerja perempuan yang mengalami keguguran 1,5 bln setelahkeguguran; d. Pekerja peremouan berhak menyusui anaknya selama jam kerja. 4.2. Penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja dalam peraturan perusahaan sesuai dengan persyaratan HAM. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. 02/MEN/1976 disebutkan bahwa peraturan perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat oleh pimpinan perusahaan yang memuat ketentuan-ketentuan tentang syarat-syaat kerja yang berlaku pada perusahaan yang bersangkutan dan memuat tata tertib perusahaan. Sejalan dengan pengertian tersebut Pasal 1 ayat (20) Undang-undang Ketenagakejaan yang menyebutkan bahwa Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Dari pengertian peraturan perusahaan tersebut jelaslah bahwa Peraturan Perusahaan dibuat oleh sepihak oleh pengusaha yang berisikan tentang syarat kerja, hak dan kewajiban pekeja dan pengusaha serta Peraturan Perusahaan tersebut di dalamnya tertulis tata tertib perusahaan. Dengan kata lain, Peraturan Perusahaan merupakan petunjuk teknis dari PKB (Pejanjian Keja Bersama) maupun Perjanjian Kerja yang dibuat oleh pekerja dengan pengusaha. Pada perusahaan yang telah memiliki Perjanjian Kerja Bersama, pengusaha dilarang mengganti Perjanjian Kerja Bersama tersebut dengan Peraturan Perusahaan, selama di perusahaan bersangkutan masih ada serikat pekerja ini diatur di dalam Pasal 129 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan. Dalam hal perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja dan Perjanjian Kerja Bersama diganti dengan Peraturan Perusahaan, maka ketentuan dalam Peraturan Perusahaan tidak boleh rendah dari ketentuan yang ada dalam Perjanjian Kerja Bersama. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat Peraturan Perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Mentei atau pejabat yang ditunjuk, ini diatur di dalam Pasal 108 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan. Kewajiban membuat Peraturan Perusahaan tidak berlaku lagi bagi perusahaan yang telah memiliki Perjanjian Kerja Bersama, ini diatur di dalam Pasal 108 ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan. Peraturan Perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan telah terbentuk serikat pekerja maka wakil pekerja adalah pengurus serikat pekerja. Dalam hal di perusahaan yang bersangkutan belum terbentuk serikat pekerja, wakil pekerja sebagaimana dimaksud di atas adalah pekerja yang dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan para pekerja di perusahaan yang bersangkutan. Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya memuat : 1. Hak dan kewajiban pengusaha; 2. Hak dan kewajiban pekerja; 3. Syarat kerja; 4. Tata tertib perusahaan; dan 5. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan, ini di atur di dalam Pasal 111 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan. Ketentuan dalam Peraturan Perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Masa berlaku Peraturan Perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya, ini diatur di dalam Pasal 111 ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan. Selama masa berlakunya Peraturan Perusahaan, apabila serikat pekerja di perusahaan menghendaki perundingan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya, ini diatur di dalam Pasal 111 ayat (5) Undang-undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan wawancara penulis dengan responden, penulis mewawancarai salah satu pekerja perempuan di salah satu perusahaan swasta di Kabupaten Badung yang bernama Febri yang bekerja sebagai pegawai di perusahaan tersebut. Pekerja tersebut menyatakan bahwa pekerja di dalam perusahaan tersebut kebanyakan pekerja perempuan yang dikarenakan pekerja perempuan memiliki penampilan menarik yang dapat menarik para pelanggan ataupun menarik para konsumen untuk membeli produk yang di produksi oleh perusahaannya tersebut. Para pekerja sebelum memulai aktifitas untuk bekerja, pekerja diwajibkan untuk membaca Peraturan Perusahaan yang terdapat di dalam perusahaan tersebut. Peraturan Perusahaan dibuat sepihak oleh pihak perusahaan, para pekerja bekerja terdapat dua shift, shift pagi dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 06.00 sore dan shift sore dari pukul 06.00 sore sampai pukul 05.00 pagi, dan pada saat pekerja mendapatkan giliran kerja pada malam hari para pekerja tidak mendaatkan makanan serta minuman yang bergizi. Pekerja juga tidak diberikan fasilitas transportasi antar jemput ketika mendapat tugas kerja pada malam hari, karena pekerja memiliki kendaraan sendiri maka piohak pengusaha tidak memberikan fasilitas antar jemput pada para pekerja perempuannya. Peraturan Perusahaan tidak diberikan kepada para pekerja, Peraturan Perusahaan hanya dibuat rangkap satu dan disimpan aslinya oleh bagian Administrasi. Dari hasil wawancara dengan responden yang dilakukan penulis, penulis dapat menyimpulkan bahwa perusahaan tersebut telah banyak melanggar Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimana jam kerja ada perusahaan tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan, Para pekerja perempuan juga pada saat kerja malam tidak diberikan makanan dan minuman yang bergizi, padahal dalam Undang-undang Ketenagakerjaan mengatur tentang waktu kerja pekerja perempuan ketika kerja malam pengusaha wajib memberikan makanan dan minuman yang bergizi kepada para pekerja perempuan, dan makanan bergizi yang dimaksud tidak dapat diuangkan karena mengingat kesehatan para pekerja perempuan wajib dijaga. Mengingat reproduksi perempuan yang dilindungi oleh hukum yang diatur dalam Pasal 49 ayat (3) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. 4.3. Penjabaran hak tenaga kerja perempuan atas upah dan waktu kerja dalam Perjanjian Kerja sesuai dengan persyaratan HAM. Perjanjian Kerja yang dalam bahasa belanda disebut arbeidsoverenkoms, yang mempunyai beberapa pengertian. Pasal 1601 a KUHPerdata memberikan pengertian sebagai berikut : “Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak ke satu (pekerja), mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain, si pengusaha untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. 57 Pasal 1 angka 13 Undang – undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syaratsyarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. Menyimak pengertian Perjanjian Kerja di atas tampak bahwa ciri khas Perjanjian Kerja adalah “di bawah perintah pihak lain,” di bawah perintah ini menunjukkan bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan bawahan dan atasan (subordinasi). Pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial – ekonomi memberikan perintah kepada pihak pekerja yang secara sosial – ekonomi mempunyai kedudukan yang lebih rendah untuk melakukan pekerjaan tertentu. Adanya wewenang perintah inilah yang membedakan antara Perjanjian Kerja dengan perjanjian lainnya. Pengertian Perjanjian Kerja menurut Undang-undang Ketenagakerjaan sifatnya lebih umum. Dikatakan lebih umum karena menujuk pada hubungan antara pekerja dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Syarat kerja berkaitan dengan pengakuan terhadap serikat pekerja, sedangkan hak dan kewajiban para pihak seperti waktu kerja, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja, upah dan lainnya. 58 Pasal 1 angka 15 Undang-undang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan Perjanjian Kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, perintah dan upah. Di dalam suatu perusahaan seorang pekerja perempuan bekerja atas dasar kemampuan ataupun keahliannya untuk mengembangkan usaha yang dijalankan oleh 57 58 Darwin. M. Nasution, 2005, Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berkontrak Bagi Pekerja, Mndar Maju, Bandung, h. 32. Poerwanto, dkk, 2005, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h.34. pengusaha di tempat pekerja tersebut bekerja. Para pekerja juga bekerja sesuai dengan Perjanjian Kerja yang terdapat di perusahaan tersebut. Perjanjan Kerja tersebut dibuat antara pekerja dan pengusaha yang bersisikan kesepakatan antara keduabelah pihak. Perjanjian Kerja yang dibuat dan disepakati oleh keduabelah pihak harus jelas berisikan hak dan kewajiban masing-masing pihak. 59 Hak dan kewajiban para pihak antara pekerja dan pengusaha yang tertuang dan tertulis di dalam Perjanjian Kerja tersebut harus dbuat berdasarkan undang-undang yang berlaku. Berdasarkan pengertian tersebut di atas jelaslah bahwa berbicara mengenai hubungan kerja tidak dapat dipisahkan dari Perjanjian Kerja karena syarat adanya hubungan kerja harus ada Perjanjian Kerja, karena itu dapat ditarik beberapa unsur dari hubungan kerja yakni : a. Adanya unsur work atau pekerjaan Suatu hubungan kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizing pengusaha dapat menuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603 yang menyebutkan bahwa “pekerja wajib melakukan sendiri pekerjaannya hanya dengan seizin pengusaha ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan maupun keahlian maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka Perjanjian Kerja tersebut putus demi hukum. 60 59 60 Soetomo, 2008, Masalah TKI Dan Upaya Pemecahannya, Pustaka Belajar, Yogyakarta, h.21. Sudjana dan Eggy, 2005, Nasib Dan Perjuangan Buruh Di Indonesia, Renaissan, Jakarta, h.23. b. Adanya unsur perintah (command) Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerkja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sinilah erbedaan hubunan kerja dengan hubungan lainnya, misalnya hubungan dokter dengan pasiennya, pengacara dengan kliennya. Hubungan tersebut merupakan hubungan kerja karena dokter, pengacara tidak tunduk pada perintah pasien ataupun klien. 61 c. Adanya upah (pay) Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (Perjanjian Kerja) bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seseorang bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. Seperti seorang narapidana yang diharuskan untuk melakukan pekerjaan tertentu dan seorang mahasiswa perhotelan yang sedang melakukan paraktik di lapangan di hotel hal tersebut bukan merupakan hubungan kerja.62 Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka Perjanjian Kerja harus memenuhi syarat sah nya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa sahnya suatu perjanjian dibuat berdasarkan syarat – syarat yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 61 62 Hadi Setia Tunggul, 2009, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Harvarindo, Jakarta, h.45. Morris L. Cohen and Kent C. Olson, 2000, Legal Research, ST. Paul Minn, America, h. 293. 4. Suatu sebab yang halal. Ketentuan mengenai sah nya suatu perjanjian juga tertuang dalam Pasal 52 ayat (1) undangundang ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja dibuat berdasarkan atas dasar : 1. Kesepakatan kedua belah pihak; 2. Kemamuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; 3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; 4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesepakatan kedua belah pihak yang lazimnya disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan Perjanjian Kerja harus setuju ataupun sepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan.63 Apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki dengan pihak lain. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan pihak pengusaha menerima pekerjaan tersebut yang dipekerjakan. Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuat perjanjian.64 Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan memeberikan batas minimal 18 (delapan belas) tahun, hal ini diatur dala Pasal 1 angka 26 Undang-undang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa bagi seseorang dianggap cakap membuat Perjanjian Kerja apabila minimal telah berusia 18 (delapan belas) tahun.. 63 64 Ahmadi Miru, 2010, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.147. Artadi dan Rai Asmara Putra, 2014, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian ke Dalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, h.57. Pasal 69 Undang-undang Ketenagakerjaan memberikan pengecualian bagi anak yang berumur anatar 13 (tiga belas) sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial. Selain itu seseorang dikatakan cakap membuat perjanjian jika seseorang tersebut tidak mengalami gangguan jiwa ataupun gangguan mental. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam istilah Pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek dari Perjanjian Kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak. Obyek perjanjian (pekerjaan) yang halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu unsur Perjanjian Kerja yang harus disebutkan secara jelas.65 Keempat syarat tersebut di atas bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru data dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subyektif, karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat yang adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan harus halal disebut sebagai syarat obyektif karena menyangkut obyek perjanjian. Apabila syarat obyektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika yang tidak dipenuhi syarat subyektif, maka akibat hukum dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan, pihak-pihak yang tidak memberikan persetujuan secara tidak bebas, demikian juga oleh orang tua/wali atau pengempu bagi orang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian itu 65 Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Dinamika Dan Kajian Teori, Ghalia Indonesia, Bogor, h.22. kepada hakim. 66 Dengan demikian, perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim. Perjanjian Kerja dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis, hal ini tertuang dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan. Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para ihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu dalam proses pembuktian. Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan – perusahaan yang tidak atau belum membuat Perjanjian Kerja secara tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelazimannya, sehingga atas dasar kepercayaan membuat Perjanjian Kerja secara tertulis. Pasal 54 Undang-undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya membuat keterangan : a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja; c. Jabatan atau jenis pekerjaan; d. Tempat pekerjaan; e. Besarnya upah dan cara pembayaran f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja; g. Mulai dan jangka waktu berlakunya Perjanjian Kerja; h. Tanggal dan tempat Perjanjian Kerja dibuat; i. Tanda tangan para pihak dalam Perjanjian Kerja. 66 Rusli Hardijan, 2011, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalia Indonesia, Bogor, h.23. Jangka waktu Perjanjian Kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktunya tidak tertentu bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainya pekerjaan tertentu. Perjanjian Kerja yang dibuat untuk waktu tertentu pada umumnya disebut Perjanjian Kerja tidak tetap. Status pekerjanya adalah tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk Perjanjian Kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan Perjanjian Kerja tetap dan status pekerjanya adalah pekerja tetap.67 Perjanjian Kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis hal ini diatur dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan. Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, kecakapan seorang calon pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa izin dari pejabat yang berwenang). Ketentuan yang tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu karena Perjanjian Kerja berlangsung relative singkat. Dalam masa percobaan ini pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : 67 Rahardjo Adisasmita, 2005, Dasar-dasar Ekonomi Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta, h.31. a. Pekerjaan yang sekali atau yang sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. Pekerjaan yang bersifat musiman;atau d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu atau kontrak hanya dapat dilakukan untuk jenis dan sifat pekerjaan seperti disebutkan di atas dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Perjanjian Kerja di dalamnya tertulis kewajiban para pihak, kewajiban pekerja dan kewajiban pengusaha, kewajiban yang dimaksud antara lain :68 a. Kewajiban pekerja Ketentuan Pasal 1603, 1603 a, 1603 b, dan 1603 c KUHPerdata yang pada intinya menyebutkan kewajiban pekerja yang tertulis di dalam Perjanjian Kerja sebagai berikut : 1. Pekerja wajib melakukan pekerjaan, melakukan pekerjaan yang dimaksud adalah tugas utama dari seseorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizing pengusaha dapat diwakilkan. Untuk itulah mengingat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja yang sangat pribadi sifatnya karena berkaitan dengan keterampilan dan keahliannya, maka berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan jika pekerja meninggal dunia, maka hubungan kerja berakhir dengan sendirinya (Pemutusan Hubungan Kerja demi hukum). 68 Muktianto, 2005, Kemampuan Sumber Daya Manusia Dan Sistem Kelembagaan, Rosdakarya, Bandung, h.20. 2. Pekerja wajib mentaati aturan dan petunjuk pengusaha dalam melakukan pekerjaan, pekerja wajib mentaati petunjuk yang diberikan oleh pengusaha. Aturan yang wajib ditaati oleh pekerja sebaiknya dituangkan dalam peraturan perusahaan sehingga menjadi jelas ruang lingkup dari petunjuk tersebut. 3. Kewajiban membayar ganti rugi dan denda, jika pekerja melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan atau kelalaian, maka sesuai dengan prinsip hukum pekerja wajib membayar ganti rugi dan denda. 4. Kewajiban pengusaha a. Kewajiban membayar upah; dalam hubungan kerja kewajiban utama bagi pengusaha adalah membayar upah kepada pekerjanya secara tepat waktu. b. Kewajiban memberikan istirahat/cuti; pengusaha diwajibkan untuk memberikan istirahat kepada pekerja seperti istirahat antara jam sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk waktu kerja. c. Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan; pengusaha wajib mengurus perawatan/pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal di rumah majikannya hal ini diatur dalam Pasal 1602 KUHPerdata). d. Kewajiban memberikan surat keterangan ; kewajiban ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1602 a KUHPerdata yang menentukan bahwa pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan. Dalam surat keterangan tersebut dijelaskan mengenai sifat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja (masa kerja), surat keterangan itu juga diberikan meskipun inisiatif pemutusan hubungan kerja datangnya dari pihak pekerja. Surat keterangan tersebut sangat penting artinya sebagai bekal pekerja dalam mencari pekerjaan baru, sehingga pekerja tersebut diperlukan sesuai dengan pengalaman kerjanya. Kewajiban pekerja yang telah dijabarkan di atas merupakan hak pengusaha, sebaliknya kewajiban pengusaha merupakan hak pekerja. Pasal 89 Undang – undang Ketenagakerjaan mengatur bahwa upah minimum ditetapkan pemerintah berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum dapat terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari pada upah minimum sebagaimana diatur dalam Pasal 89 Undang-undang Ketenagakerjaan. Dalam hal pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum yang telah ditentukan tersebut, dapat dilakukan penangguhan yang tata cara penangguhannya diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum. Dalam hal pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja tidak boleh rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang – undangan yang berlaku.69 Jika kesepakatan tersebut lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang – undangan, maka kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 69 Santoso, dkk, 2007, Materi Kuliah Ekonomi Wilayah, ITS, Surabaya, h.11. Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi. Peninjauan upah secara berkala tersebut dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. Ketentuan mengenai struktur dan skala upah diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.49/MEN/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah. Pasal 1 Kepmenakertrans No. 49/Men/IV/2004 menyebutkan bahwa skala upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai yang tertinggi atau sebaliknya dari yang tertinggi sampai yang terendah. Sedangkan skala upah adalah kisaran nilai nominal upah menurut kelompok jabatan. Penyusunan skala upah di dalam suatu perusahaan sangatlah penting karena : 1. Mencegah diskriminasi upah (gender, suku, ras dan agama); 2. Kesetaraan upah untuk pekerjaan yang nilainya sama; 3. Dasar dalam menetapkan upah seseorang pekerja; 4. Gambaran masa depan pekerja di perusahaan tersebut; 5. Acuan dalam perundingan upah secara kolektif; 6. Perhitungan premi jamsostek dan pajak penghasilan. Dengan diadakannya Perjanjian Kerja antara pengusaha dengan pekerja maka akan terjali hubungan diantara keduabelah pihak tersebut. Selanjutnya ajan berlaku ketentuan tentang hukum perburuhan anatar lain mengenai syarat – syarat kerja, jaminan sosial, kesehatan dan keselamatan kerja, penyelesaian perselisihan dan pemutusan hubungan kerja. Ketentuan yang tercakup dalam hukum perburuhan, bersumber dari ketentuan peraturan perundang – undangan (kaidah heteronom) dan ketentuan lain yang dibuat oleh pihak – pihaknya (kaidah otonom) yang diadakan dalam bentuk peraturan perusahaan dan diadakan Perjanjian Kerja antara pihak pengusaha dan pihak pekerja.70 Perjanjian Kerja merupakan perjanjian yang bersifat memaksa (dwang contract) karena par pihak tidak dapat menentukan sendiri keinginannya dalam perjanjian yang dibuatnya tersebut. Kebebasan berkontrak sebagaimana layaknya dalam hukum perikatan, perbedaan kedudukan para pihak yang mengadakan Perjanjian Kerja menyebabkan para pihak tidak menentukan keinginannya sendiri di dalam perjanjian, terutama pihak pekerja, namun demikian para pihak dalam ikatan hubungan kerja tunduk kepada ketentuan hukum perburuhan. Sebagai lex specialis dari perjanjian pada umumnya ketentuan dalam bab 7 KUHPerdata, mempunyai ciri – ciri, yaitu : 1. Kerja (dilakukan oleh manusia dan selalu terkait dengan manusia) tidak boleh dianggap sebagai benda; 2. Ketentuan – ketentuannya mempunyai sifat yang letaknya di bidang hukum perdata, sehingga dalam pelaksanaannya tidak boleh dijamin dengan ketentuan pidana; 3. Sebagian besar dari ketentuan – ketentuan mempunyai sifat memaksa (dengan syarat batal) di samping ketentuan yang mengatur dan yang setengah memaksa; 4. Ketentuannya bersifat seragam; 5. Ada kebebasan hakim untuk member keputusan dalam hal terjadi sengketa. Ketentuan yang termuat dalam bab 7 KUHPerdata tersebut adalah bersifat umum terhadap semua Perjanjian Kerja, hal ini berarti bahwa dimungkinkan untuk mengadakan ketentuan yang bersifat khusus, berdasarkan kekhususan dari Perjanjian Kerja, ditinjau dari tempat atau sifat dari 70 Sunaryo, 2006, Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, h.26. pekerjaannya yang dilakukan, misalnya untuk pekerjaan yang dilakukan di laut, di perkebunan, di hutan atau pada perusahaan pertambangan, perusahaan farmasi dan sebagainya. Upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjannya, namun pengusaha wajib membayar upah pekerja apabila : a. Pekerja sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b. Pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; c. Pekerja tidak masuk bekerja dikarenakan pekerja menikah, menikahkan, mengkhitankan, membabtiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak menantu atau orang tua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; d. Pekerja tidak melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajibannya terhadap negara; e. Pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya; f. Pekerja bersedia melakukan pekerjaannya yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; g. Pekerja melaksanakan hak istirahat; h. Pekerja melaksanakan tugas serikat pekerja atas persetujuan pengusaha; i. Pekerja melaksanakan tugas pendidikan dari pengusaha. Lemahnya pemahaman masyarakat khususnya bagi pekerja di dalam suatu perusahaan swasta terhadap aturan mengenai ketenagakerjaan sangat memungkinkan terjadinya ketidakadilan dan pelanggaran hukum yang dilegalkan dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang atau bahkan mungkin berlangsung selamanya, padahal jika ditinjau dari undang undang ketenagakerjaan sanksi yang diberikan bagi perusahaan atau perorangan yang melanggar undang – undang tersebut sangatlah berat hukumannya, hukumanya pun sangat bervariasi mulai dari penjara minimal 2 (dua) tahun sampai dengan maksimal 5 (lima) tahun hingga terdapat hukumannya denda yang mencapai Rp 500 juta (lima ratus juta rupiah). Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan responden yang merupakan salah satu pekerja pada perusahaan swasta di Kota Denpasar, bahwa di Perusahaan tempat ia bekerja para pekerja diwajibkan untuk tanda tangan Perjanjian Kerja. Perjanjian Kerja dibuat hanya rangkap satu asli dan disimpan oleh pihak perusahaan, pekerja tidak diberikan salinan Perjanjian Kerja Tersebut. Menurutnya Perjanjian Kerja hanya berisikan waktu kerja, upah yang diterima tiap bulannya, dan berisikan finalty jika pekerja melanggar isi dari Perjanjian Kerja tersebut, dan Perjanjian Kerja berlaku setahun apabila pekerja mengundurkan diri sebelum dari waktu yang diperjanjikan dalam Perjanjian Kerja maka pekerja dapat dikenakan sanksi berupa denda uang. Berdasarkan hasil wawancara dengan resonden maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa perusahaan tersebut melangar ketentuan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimana dalam pembuatan Perjanjian Kerja tidak sesuai dengan Undangundang Ketenagakerjaan tersebut. Seperti yang disebutkan oleh Teori Keadilan yang menyatakan bahwa manusia mempunyai fikiran, perasaan, dan pandangan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Individu-individu membuat perbandingan–perbandingan tertentu terhadap suatu pekerjaan. Perbandinganperbandingan tersebut sangat mempengaruhi kemantapan fikiran dan perasaan para pekerja mengenai imbalan, serta menghasilkan perubahan motivasi dan perilaku. Dengan adanya keadilan di dalam perusahaan akan membuat perasaan para pekerja lebih termotivasi untuk bekerja dan membuat motivasi untuk pekerja dalam bekerja, apabila pekerja merasa adanya ketidakadilan di dalam perusahaan maka akan menimbulkan ketegangan, motivasi para pekerja akan berkurang dan akan mnghilang dan dapat menganggu produktivitas dalam perusahaan tersebut. BAB V PENUTUP 5.1. Simpulan Adapun simpulan yang dapat ditarik di dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Hak-hak normatif tenaga kerja perempuan mencakup : hak mendapatkan upah yang adil dengan nilai pekerjaan yang sama, hak waktu kerja bagi pekerja perempuan, hak waktu lembur bagi pekerja perempuan, hak waktu istirahat dan waktu cuti bagi pekerja perempuan. Hak-hak normatif tenaga kerja perempuan di atas tersebut terdapat di dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Upah Minimum, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan, Undang-undang N0. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 2. Hak normatif tenaga kerja perempuan pada sebagian sampel belum dijabarkan sama sekali dan pada sebagian sampel lainnya sudah dijabarkan. Pada sampel yang sudah menjabarkan hak-hak normatif tenaga kerja perempuan sudah menjabarkan sebagian besar hak-hak normatif tenaga kerja perempuan tersebut namun belum menjabarkan sebagian hasil dari hak-hak normatif tenaga kerja perempuan tersebut terutama hak atas waktu menyusui bagi pekerja perempuan. a. Saran 1. Saran untuk Dinas Tenaga Kerja Perlu menyelenggarakan sosialisasi dan pengawasan mengenai penjabaran hak-hak normatif tenaga kerja perempuan secara lebih efektif 2. Saran untuk Perusahaan Untuk perusahaan yang belum sepenuhnya menjabarkan hak-hak normatif tenaga kerja perempuan, perlu segera melengkapi penjabaran hak-hak normatif tenaga kerja tersebut, karena penjabaran dan pemenuhan hak-hak normatif tenaga kerja tersebut merupakan salah satu cara untuk meningkatkan citra perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang belum menjabarkan hak-hak normatif tenaga kerja perempuan di dalam peraturan perusahaan dan perjanjian kerjanya perlu segera menjabarkan hak-hak normatif tenaga kerja perempuan sesuai dengan peraturan perundangundangan dalam rangka penyelenggaraan hubungan kerja yang adil. DAFTAR PUSTAKA Literatur : Abdulkadir Muhammad, 2006, Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung. Adi Isbandi Rukminto, 2008, Intervrensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, Rajawali, Jakarta, Advendi Simongungsong, 2004, Hukum Dan Ekonomi, Grasindo, Jakarta. Agusmidah, 2006, Politik Hukum Dan Hukum Ketenagakerjaan Berdasrkan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, Disertasi, SPS USU, Medan. Agusmidah, 2010, Dinamika Dan Kajian Teori Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor. Amiruddin dan Asikin Zaenal, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. ,2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Artadi Dan Rai Asmara Putra, 2014, Implementasi Ketentuan – Ketentuan Hukum Perjanjian Ke Dalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar. Asyhandie Zaeni, 2008, Hukum Kerja Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Bahder Johan Nasution, 2004, Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja, Mandar Maju, Bandung. Cohen. L. Morris And Kent. C. Olson, 2000, Legal Research, ST. Paul Minn, America. Damanik, 2007, Outsourcing Dan Perjanjian Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, DSS Publishing, Jakarta. Darwin. M. Nasution, 2005, Hukum Ketenagakerjaan Kebebasan Berserikat Bagi Pekerja, Mandar Maju Bandung. Djumadi, 2002, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Dwi Iswari Sylvia, 2014, Apa Hak Kamu Sebagai Karyawan Kontrak Membuka Tabir Hak Dan Kewajiban Karyawan Dalam Perusahaan, Lembar Langit Indonesia, Jawa Barat. Edytus Adisu, 2008, Hak Karyawan Atas Gaji Dan Pedoman Menghitung, Lembar Langit Indonesia, Jawa Barat. Fauzan Achmad, 2005, Konvensi ILO Yang Berlaku Mengikat Indonesia, Yrama Widya, Jakarta. Farhana, 2010, Human Trafficking, Aspek Perdagangan Orang Indonesia, Sinar Jakarta. Grafika, Griffin, W Ricky. 2006, Organizational Behavior, Managing People and Organizations, AITBS Publisher & Distributor, India. Goenawan. R. Oetomo, 2004, Pengantar Hukum Perburuhan Di Indonesia, Grahardika Binagkit Pres, Jakarta Hadi Setia Tunggul, 2009, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Harvarindo, Jakarta. Hartono Sunaryati, 1979, In Search Of New Legal, Bina Cipta Publishing Company, Bandung. Hermansyah, 2008, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Hidayat, 2006, Kamus Hubungan Industrial dan Manjemen Sumber Daya Manusia, Pustaka Jaya, Jakarta. Huraerah Abu, 2008, Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat, Model dan Strategi Pembangunan, Humaniora, Bandung. Husni Lalu, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,m PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. 2014, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hutchinson Terry, 2002, Researching And Law, BA, LLB (Old), Diplib (UNSW), MLP (QUT) Lecturer, School Of Law, Queensland Univercity Of Techology Lawbook CO. Insani, dkk, 2008, TKW Dalam Perbincangan, PT. Leutika, Yogyakarta. Jehani Libertus, 2008, Hak-hak Karyawan Kontrak, Forum Sahabat, Jakarta. Khakim, 2006, Aspek Hukum Pengupahan: Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2005, Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Budaya Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Lany Ramli, 2008, Hukum Ketenagakerjaan, Airlangga University Press, Surabaya. Miru Ahmadi, 2010, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT RajaGrafindo, Jakarta. Muktianto, 2005, Komponen Sumber Daya Manusia Dan Sistem Kelembagaan, Rosdakarya, Bandung. Muladi, 2004, Hak Asasi Manusia Hakekat Konsep Dan Implikasinya Dalam Perspektif Hukum Dan Masyarakat, Refika Aditama, Semarang. Pangaribuan Juanda, 2012, Aneka Putusan Mahkamah Konstitusi Ketenagakerjaan, Muara Ilmu Sejahtera Indonesia, Jakarta. Bidang Hukum Poerwanto, dkk, 2005, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Qamar Nurul, 2013, Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Demokrasi (Human Right In Democratiche Rechtsstaat), Sinar Grafika, Jakarta. Rahardjo Adisasmita, 2005, Dasar-dasar Ekonomi Wilayah, Graha Ilmu, Yogyakarta. Rajagukguk Erman, 2002, Transformasi Ketenagakerjaan Perwujudan Standar Hak – Hak Normatif Dan Politik Bagi Penegakkan Hukum Ketenagakerjaan Era Pasar Bebas Dalam Peran Serta Pekerja Dalam Pengelolaan Perusahaan, Yayasan Obor, Jakarta. Riyadi Eddie, 2008, Hak Asasi Manusia, ELSAM, Jakarta. Rusli Hardijan, 2011, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalia Indonesia, Bogor. Saliman. R. Abdul, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Prenada Media Group, Jakarta. Saleh Mohammad dan Mulyadi Lilik, 2012, Seraut Wajah Pengadilan Hubungan Industrial Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta. Santoso, dkk, 2007, Materi Kuliah Ekonomi Wilayah, ITS, Surabaya. Saptorini Indah dan Jafar Suryomanggolo, 2007, Kekuatan Sosial Serikat Buruh, Gramedia Pustaka, Jakarta. Sembiring, 2006. Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. C.V. Nuansa Aulia, Bandung. Simanjuntak. J. Payaman, 2009, Manajemen Hubungan Industrial, Jala Permata Aksara, Jakarta. Siswanto. B. Sastrohadiwiryo, 2005, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administratif Dan Operasional, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Soetomo, 2008, Masalah TKI Dan Upaya Pemecahannya, Pustaka Belajar, Jakarta. Sudjana dan Eggy, 2005, Nasib Dan Perjuangan Buruh Di Indonesia, Renaissan, Jakarta. Suharto Edi, 2007, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri Memperkuat Tanggungjawab SPerusahaan, CV. Affabeta,Bandung. Sunaryo, 2006, Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, PT. Bumi Aksara, Jakarta. Sunggono Bambang, 2009, Metode Penelitian Hukum, Rajawali, Jakarta. Sunggono Bambang Dan Aries Harianto, 2005, Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Penerbit Manfdar Maju, Bandung. Sutedi Adrian, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakrta. , 2011, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta. Suratman dan Dillah Philips, 2012, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung. Sjahputra Imam, 2013, Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta. Uwiyono Aloysius., dkk, 2014, Asas-asas Hukum Perburuhan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Wijayanti Asri, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta. Yasar Iftida, 2010, Menjadi Karyawan Outsourcing, Gramedia Pustaka, Jakarta. Undang-undang : Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undangi-undang Republik Indonesia No.12 Tahun 2003 tentang Upah Minimum. Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan. Undang-undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Internet : Agussalam Nasution, 2012, http://salamnasutionn/2012/05/pemutusan-hubungan-kerja-html. di akses 21 Februari 2015. Dewi, 2011, http://www.academia.edu/5634699/Teori_Keadilan_Adam. di akses 30 Agustus 2014. Konvensi ILO No. 100/1951 tentang Pengupahan Yang Sama Bagi Pekerja Laki - Laki Dan Wanita Untuk Pekerjaan Yang Sama Nilainya, di akses 25 Desember 2014. KusumaArief,2011,PerlindunganKerja,http://Jurnal.Hukum.uns.ac.id/index.php/yustisia/article/view File/335/313. di akses 30 Agustus 2014. http://www.portalhr.com/wpcontent/uploads/dam/pdfs/pdf_peraturan/1204531602pdf Kegiatan Penelitian No Tahap Penelitian 1 1 2 Pengumpuan Data Studi dokumen Wawancara - Informan - Responden 3 4 Analisis Data Pengolahan data Analisis data 5 6 Penyusun Hasil Analisis Data Penyusunan Laporan Bulan 1 2 3 4 1 Bulan 2 2 3 4 1 Bulan 3 2 3 4 Matrik Daftar Hak Upah dan Waktu Kerja Tenaga Kerja Perempuan Atas Upah dan Waktu Kerja dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Lampiran : No 1 UndangUpah Waktu Kerja undang Undang1. Upah minimum; a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 undang No. 2. Upah kerja (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 13 Tahun lembur; 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) 2003 tentang 3. Upah tidak masuk minggu; Ketenagakerj kerja karena b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 aan berhalangan; (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 4. Upah tidak masuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) kerja karena minggu. melakukan Waktu kerja lembur kegiatan lain di a. Ada persetujuan pekerja yang luar bersangkutan; pekerjaannya; b. Waktu kerja lembur paling banyak 3 5. Upah karena (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 menjalankan hak (empat belas) jam dalam 1 (satu) waktu istirahat minggu. kerjanya; Waktu istirahat dan waktu cuti 6. Bentuk dan cara a. Istirahat antara jam kerja, sekurangpembayaran kurangnya setengah jam setelah bekerja upah; selama 4 (empat) jam terus menerus dan 7. Denda dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk potongan upah; jam kerja; 8. Hal-hal yang b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 dapat (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu diperhitungkan atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari dengan upah; kerja dalam 1 (satu) minggu; 9. Struktur dan skala c. Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 pengupahan yang (dua belas) hari kerja setelah pekerja proporsional; yang bersangkutan bekerja selama 12 10. Upah untuk (dua belas) bulan secara terus menerus; pembayaran d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 pesangon; (dua) bulan dan dilaksanakan pada 11. Upah untuk tahun ketujuh dan kedelapan masingperhitungan pajak masing 1 (satu) bulan bagi pekerja yang penghasilan. telah bekerja selama 6 (enam) tahun 2 Undangundang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM a. Upah yang adil dan imbalan yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya tanpa pembedaan apapun, khususnya bagi perempuan harus dijamin kondisi kerja yang tidak lebih rendah daripada yang dinikmati laki-laki dengan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama; b. Upah mampu mencakup kebutuhan hidup layak pekerja dan keluarga mereka; c. Penentuan upah mempertimbangka n tingkat upah umum di negara bersangkutan, biaya hidup, jaminan sosial dan standar hidup relatif kelompokkelompok sosial lainnya; d. Upah minimum mempertimbangka n faktor-faktor ekonomi termasuk kebutuhan- secara terus menerus ada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunan dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. Persyaratan untuk bekerja pukul 23.00 – 07.00 a. Pekerja perempuan di bawah 18 th dilarang bekerja; b. Dilarang mempekerjakan perempuan hamil,membahayakan kesehatan, keselamatan, kandungan dandirinya; c. Menyediakan makanan dan minuman bergizi, d. Menjaga kesusilaan dan keamanan tempat kerja, e. Angkutan antar jemput. Ketentuan mengenai waktu istirahat pekerja perempuan a. Pekerja perempuan yang dalam masa haid merasa sakitdan memberitahukan pada pengusaha, tidak wajib bekerjapada hari pertama dan kedua masa haid; b. Berhak memperoleh istirahat 1,5 bln sebelum dan 1,5setelah melahirkan; c. Perempuan yang mengalami keguguran 1,5 bln setelahkeguguran; d. Berhak menyusui anaknya selama jam kerja. kebutuhan pembangunan ekonomi dan tingkat produktivitas; e. Diiringi dengan kewajban pemerintah untuk mempertahankan tingkat lapangan kerja yang tinggi; f. Ketersediaan jaminan sosial bagi pekerja.