KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES SKRIPSI Disusun Oleh : TANTY KUSUMA DIGDANI E1A007335 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Disusun Oleh: TANTY KUSUMA DIGDANI E1A007335 ii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES Disusun Oleh: TANTY KUSUMA DIGDANI E1A007335 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan Disahkan Pada Tanggal Agustus 2012 Menyetujui, Pembimbing I/ Penguji I Pembimbing II/ Penguji II Penguji III Saryono Hanadi, S.H., M.H. NIP.19570329 198601 1 001 Tedi Sudrajat, S.H., M.H NIP. 19800403 200604 1 003 Haryanto Dwi Atmodjo, S.H., M.Hum. NIP. 19570225 198702 1 001 .19540426 198003 1 004 Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hj. Rochani Urip Salami, S.H, M.S. NIP. 19520603 198003 2 001 iii LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : TANTY KUSUMA DIGDANI NIM : E1A007335 Judul : KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain. Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana yang tersebut di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari pihak fakultas. Purwokerto, Agustus 2012 TANTY KUSUMA DIGDANI NIM E1A007335 iv KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul: KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari usaha, bimbingan, dan doa serta dukungan yang tidak ternilai harganya dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Hj Rochani Urip Salami, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. Saryono Hanadi, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum dan Masyarakat, selaku Pembimbing I yang telah memberikan petunjuk, saran dan kritik serta bimbingannya dalam penulisan skipsi ini sehingga memperlancar dalam penulisan skripsi ini. 3. Tedi Sudrajat, S.H., M.H., selaku pembimbing II yang telah memberikan masukan, motivasi, koreksi untuk segera menyelesaikan skripsi ini. v 4. Haryanto Dwi Atmodjo, S.H., M.Hum., selaku penguji skripsi yang telah memberikan petunjuk, saran dan kritik dalam hasil penilaian akhir skripsi ini. 5. Rahadi Wasi Bintoro, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing akademik yang telah menjadi orang tua selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 6. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah bersedia memberikan ilmunya kepada penulis. 7. Seluruh Staf Akademik Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah membantu dalam urusan administrasi selama penulis menjalankan studi. 8. Kepala beserta seluruh Anggota Kepolisian Polres Kabupaten Brebes yang telah memberikan ijin kepada Penulis untuk melakukan penelitian. 9. Kepala Desa beserta seluruh warga Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes yang telah memberikan ijin kepada Penulis untuk melakukan penelitian serta membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi. 10. Kedua orang tuaku, Bapak Handigdo AS, S.E., dan Ibu Umi Cholisoh yang telah memberikan do’a, semangat, bimbingan, nasehat, kesabaran, dan kasih sayangnya selama ini, serta dukungan baik materiil maupun spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 11. Kakakku, Johan Arifin Alief yang telah memberikan semangat serta dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini. vi 12. Adik-adikku, Asri Meilani Digdani dan Muhammad Hafied Nurbasith, yang selalu memberikan semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. 13. Sayangku, Soni Aristiandi, S.Pt., yang selalu memberikan do’a, bimbingan, nasehat, kesabaran, dan semangat yang tak pernah lelah serta motivasi dalam penulisan skripsi ini. 14. Bapak dan Ibuku, Slamet, S.Pd., dan Eriyati, serta mba ku Hera Widi Astuti, yang selalu memberikan do’a, nasehat, semangat serta dukungannya dalam penulisan skripsi ini. 15. Keluarga besar Flamboyan 3, Athikah, Helen, Okta, Amel, Uci, Anoy, Hilda, Iin, Ninda, Mba Nita, Cha-cha, Fitri, Maya, Mia, Sari, Merti, Pak Kirman dan masih banyak teman lainnya yang telah memberikan inspirasi dan motivasi dalam penulisan skipsi ini. 16. Sahabat-sahabatku tersayang, Angga, Ine, Aan, Rangga, Pipin, Ari, Novel, Oki, Adit, Rica, Ius, Yanto, Faizin, yang selalu mengisi hari-hari penulis selama di PWT, menggoreskan kenangan-kenangan indah selama 4 tahun dan sudah seperti keluarga sendiri, serta telah memberikan inspirasi dan motivasi dalam penulisan skipsi ini. 17. Teman-teman Fakultas Hukum pada umumnya dan FH’07 khususnya KeCe (Kelas C) yang telah menemani dan selalu memberikan semangat, dukungan, dan ilmunya kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. vii Penulis hanya mampu memberikan untaian kata terima kasih dan doa tulus dari lubuk hati yang paling dalam. Kiranya kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan dibalas dengan kebaikan dan berkat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Purwokerto, Agustus 2012 TANTY KUSUMA DIGDANI Penulis viii ABSTRAK Masyarakat adalah sumber kontak sosial bersamaan dengan manusia lain pada umumnya. Pembuatan Surat Izin Mengemudi (selanjutnya disingkat SIM) C adalah kewajiban bagi setiap pengendara. Masyarakat yang ingin mengemudikan kendaraan sangat diwajibkan memiliki SIM yang menjadi salah satu ketaatannya dalam berlalu lintas karena memenuhi dan mematuhi aturan hukum yang berlaku. Kesadaran hukum adalah konsepsi-konsepsi abstrak dalam diri manusia tentang keserasian antara ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Penelitian ini dengan pendekatan yuridis sosiologis berlokasi di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes. Populasi penelitian meliputi seluruh warga anggota masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor dan berada di wilayah tersebut dengan populasi sasaran warga masyarakat tersebut. Metode pengambilan sampel secara acak sederhana atau simple random sampling yaitu sejumlah 300 orang diperkirakan memiliki SIM C diambil secara random sebanyak 10%, sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 responden. Data disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi dan tabel silang serta disajikan dalam bentuk teks naratif. Data yang diolah di analisis dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes relatif tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan indikator; tingginya tingkat pengetahuan hukum, tingginya tingkat pemahaman hukum, setujunya sikap hukum dan sesuainya pola perilaku hukum masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran hukum responden dalam pembuatan SIM C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes, yaitu: faktor pendidikan yang berpengaruh secara positif, faktor motivasi yang berpengaruh secara signifikan dan faktor ekonomi yang tidak berpengaruh dalam pembuatan SIM C. Kata Kunci : Kesadaran Hukum, Berpengaruh. Pembuatan ix SIM C, Faktor-faktor yang ABSTRACT The society is the source of social contact along with other human beings in general. The process of making driver license (hereafter abbreviated as SIM) C is the obligation for every rider. People who want to drive the vehicle are required to have a driver license as one of the obediences in traffic which are to comply and obey the applicable rule of law. Legal awareness is abstract concepts inside humans about the harmony between order and tranquility which are desired and righteously exist. The research used juridical sociological approach located in Kelurahan Limbangan Wetan Brebes Sub-district Brebes Regency. The population in this reasearch consist of whole members of society who have vehicle and live in the area with the population target were the residents. Method of taking sample is done randomly in simple way or is called simple random sampling, i.e. about 300 people who are estimated in owning SIM C were taken sampling randomly as much as 10%, so that the number of samples taken were 30 respondents. The Data is presented in the form of frequency distribution tables and narrative text. Data that is processed then being analysed using quantitative and qualitative methods. The level of legal awareness in making SIM C withing society in Kelurahan Limbangan Wetan Brebes Sub-district Brebes Regency is relatively high. It can be proven by indicator; the high level of legal knowledge, understanding of the law, law attitude approval and suit patterns of law behavior within society. Factors that affect the level of respondents’ legal awareness in making SIM C in Kelurahan Limbangan Wetan Brebes Sub-district Brebes Regency, i.e. education fatcor that influence positively, motivation factor that influence significantly and economic factor that have no effect in making SIM C. Keywords: Legal awareness, Process of making SIM C, Factors that Influence. x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ iv KATA PENGANTAR ........................................................................................ v ABSTRAK .......................................................................................................... ix ABSTRACT ........................................................................................................ x DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv BAB I. BAB II. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9 D. Kegunaan Penelitian ................................................................... 10 TINJAUAN PUSTAKA 1. 2. Kesadaran Hukum ...................................................................... 12 a. Pengertian Hukum dan Kesadaran Hukum .......................... 12 b. Teori Kesadaran Hukum ....................................................... 22 c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum ........... 24 Surat Izin Mengemudi (SIM) C ................................................. 34 a. Pengertian dan Pengaturan Surat Izin Mengemudi (SIM) .... 34 b. Fungsi Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) ................... 37 xi BAB III. BAB IV. c. Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C ...... 38 d. Syarat-syarat Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C .... 41 METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan ..................................................................... 43 B. Metode Penelitian ....................................................................... 43 C. Spesifikasi Penelitian ................................................................. 43 D. Lokasi Penelitian ........................................................................ 44 E. Populasi Penelitian ..................................................................... 44 F. Metode Pengambilan Sampel ..................................................... 45 G. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 48 H. Data yang Diperlukan ................................................................ 49 I. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 50 J. Metode Pengolahan Data ........................................................... 51 K. Metode Penyajian Data .............................................................. 51 L. Definisi Operasional ................................................................... 51 M. Metode Analisis Data ................................................................. 53 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C Di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes ............................. 54 B. Pengaruh Faktor Pendidikan, Motivasi dan Ekonomi Terhadap Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C .................................................................. BAB V. 70 PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ xii 83 B. Saran .......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii 84 DAFTAR TABEL Tabel 1 Distribusi Nilai Masing-masing Indikator Kesadaran Hukum, Nilai Kesadaran Hukum, Tingkat Pendidikan, Motivasi dan Ekonomi Responden .......................................................................... Tabel 2 56 Kesadaran Hukum Responden Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C .......................................................................... 60 Pengetahuan Hukum Responden Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C .......................................................................... 62 Pemahaman Hukum Responden Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C .......................................................................... 64 Sikap Hukum Responden Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C .............................................................................................. 66 Pola Perilaku Hukum Responden Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C .......................................................................... 68 Tabel 7 Tingkat Pendidikan Responden .......................................................... 71 Tabel 8 Pengaruh Faktor Pendidikan Terhadap Kesadaran Hukum Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C ....................................... 72 Tingkat Motivasi Masyarakat ............................................................ 74 Tabel 10 Pengaruh Faktor Motivasi Terhadap Kesadaran Hukum Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C ....................................... 75 Tabel 11 Tingkat Ekonomi Responden ............................................................. 78 Tabel 12 Pengaruh Faktor Ekonomi Terhadap Kesadaran Hukum Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C ....................................... 79 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 9 xiv 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat dalam era globalisasi dan reformasi kini terus menunjukkan sebuah perubahan yang mendasar dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai makhluk hidup yang saling bersinggungan, masyarakat adalah sumber kontak sosial bersamaan dengan manusia lain pada umumnya. Lain halnya dengan sebuah sikap dalam suatu masyarakat yang semakin meningkat jelas dalam sinerginitas kehidupan. Pembuatan Surat Izin Mengemudi (selanjutnya disingkat SIM) adalah kewajiban bagi setiap pengendara. Masyarakat yang ingin mengemudikan kendaraan sangat diwajibkan memiliki SIM yang menjadi salah satu ketaatannya dalam berlalu lintas karena memenuhi dan mematuhi aturan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, ketaatan berlalu lintas menjadi kewajiban bagi setiap pemilik SIM dalam melajukan kendaraannya. Berkaitan dengan pemilikan SIM tersebut, terkadang banyak ditemui pengendara yang tidak mempunyai SIM. Masyarakat dalam hal ini diminta kesadarannya untuk membuat SIM apabila pengemudi atau pengguna kendaraan tersebut ingin mengemudikan kendaraannya. Lebih ditekankan lagi pengendara yang dimaksud adalah pengendara sepeda motor yang beroda dua, sehingga lebih menekankan pada SIM C. Tingkat kesadaran masyarakat yang semakin menurun dan bersikap acuh terhadap hukum membuat pihak 16 kepolisian demikian tegas melakukan razia motor di setiap tempat yang sekiranya didapati pengendara motor yang tidak memiliki SIM. Perlakuan seperti itu sepertinya tidak membuat pengendara jera, terlebih untuk anak sekolah yang belum membuat SIM namun semakin gencar dan lincah berkendaraan di sepanjang jalan raya dengan mengenakan seragamnya. Tertuju pula terhadap orang dewasa yang memakai kendaraan namun belum memiliki SIM. Padahal mereka mengetahui bahwa itu merupakan sebuah pelanggaran, dalam hal ini adalah pemilik SIM mempunyai kewajiban untuk mematuhi segala peraturan lalu lintas, sehingga peraturan dalam berlalu lintas dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan baik dan benar. Hukum adalah seperangkat aturan atau norma yang memiliki kekuatan sanksi yang pelaksanaannya dapat dipaksakan oleh negara atau penyelenggara negara, dalam hal ini adalah pemerintah. Hukum berisi seperangkat aturan yang mengatur sebagian besar kehidupan manusia.Hukum terdiri atas hukum tertulis dan tidak tertulis, hukum tertulis yaitu hukum yang dituangkan dalam bentuk regulasi atau peraturan perundang-undangan yang berisi pasalpasalyang disusun secara sistematis dalam undang-undang, sedangkan hukum tidak tertulis berdasarkan pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.1 Hukum dapat dikatakan efektif, salah satu faktor yang mengefektifkan hukum atau peraturan tersebut adalah warga masyarakat, dalam hal ini adalah kesadarannya untuk memenuhi suatu hukum atau peraturan perundang- 1 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 41. 17 undangan yang kerap disebut derajat kepatuhan.2Secara sederhana derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Kesadaran hukum pada hakekatnya adalah berbicara mengenai manusia secara umum, bukan manusia dalam lingkungan tertentu atau manusia dalam profesi tertentu seperti hakim, jaksa, polisi dan lain sebagainya. Kesadaran hukum itu pada dasarnya ada pada diri setiap manusia. Setiap orang dianggap mengerti akan undang-undang agar manusia sadar dan yakin bahwa kaedah hukum itu untuk melindungi kepentingan manusia dan sesamanya terhadap ancaman bahaya di sekelilingnya, sehingga setiap manusia mengharapkan agar hukum sebagai pedoman yang dapat dilaksanakan dan dihayati oleh semua manusia agar kepentingannya dan kepentingan masyarakat terlindungi dari bahaya yang ada di sekelilingnya. 3 Kesadaran hukum untuk melindungi kepentingan manusia, sehingga harus dilaksanakan dan menerapkan sanksi bagi yang melanggarnya. Permasalahan mengenai berfungsinya hukum dalam suatu masyarakat adalah permasalahan mengenai kesadaran hukum masyarakatnya. Pembentukan hukum tanpa didasarkan pada sebuah nilai, norma, dan keadaan masyarakat maka akan membawa dampak pada hukum itu sendiri dengan konsekuensi hukum tersebut tidak berjalan dengan efektif di dalam masyarakat. 2 3 Ali Zaenudin, Sosiologi Hukum, CV. Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 64. Sudikno Mertokusumo, Artikel hukum: Kesadaran Hukum Sebagai Landasan Untuk Memperbaiki Sistem Hukum, tersedia di websitehttp://www.sudiknoartikel.blogspot.com /, diakses tanggal 9 April 2012. 18 Kesadaran hukum adalah apa yang seyogyanya di perbuat atau apa yang seyogyanya tidak di perbuat, sehingga kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum masyarakat tidak lain merupakan pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan-pandangan yang hidup di dalam masyarakat bukanlah hanya merupakan produk pertimbangan-pertimbangan yang di dominasi menurut akal, akan tetapi berkembang di bawah pengaruh beberapa faktor seperti agama, ekonomi, politik dan sebagainya.4 Kesadaran hukum dalam masyarakat sangatlah diperlukan,sebab stabilitas kehidupan bermasyarakat akan tetap terjaga apabila masyarakat mampu menjaga kesadaran hukum,baik kesadaran antar individu ataupun kesadaran sosial masyarakatnya. Semua aspek kehidupan manusia, baik yang sifatnya privat maupun publik tidak lepas dari hukum. Mulai dari membuat perjanjian, mengeluarkan keputusan, dan lain sebagainya. Salah satu perbuatan hukum yang umum dilakukan oleh masyarakat adalah adanya kewajiban bagi masyarakat yang ingin berkendaraan maka harus mempunyai SIM. Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, selebihnya diperjelas mengenai SIM dalam persyaratan pembuatannya. Penulis lebih memfokuskan kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM Citu sendiri khususnya di daerah Pantai Utara (selanjutnya 4 El Ghozali Hasan, Makna dan Pentingnya Kesadaran Hukum dalam Masyarakat,tersedia di websitehttp://www.el-ghozali-hasan.blogspot.com/,diakses tanggal 9 Mei 2012. 19 disingkat Pantura) yaitu daerah Brebes yang rawan akan kecelakan dan pemeriksaankendaraan bermotor di setiap tempat tertentu.Peningkatan kendaraan yang semakin tinggi membuat daerah Pantura tersebut padat dan rawan akan kecelakaan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui internet mengenai kecelakaan lalu lintas (selanjutnya disingkat LakaLantas) pada tanggal 3 November 2010 berdasarkan setiap pos polisi yang terbagi menjadi tiga, yaitu pos polisi untuk daerah brebes, tanjung, dan bumiayu. Ketiganya dibedakan agar memudahkan pihak kepolisian dalam memberi informasi dan memberikan data yang relevan. Tabel laka lantas berdasarkan pos polisi adalah sebagai berikut: Tabel 1: Laka Lantas berdasarkan Pos Polisi5 POS LAKA TANJUNG No Kecamatan 1 Bulakamba 2 Kersana 3 Ketanggungan 4 Larangan 5 Losari 6 Tanjung 7 Banjarharjo Jumlah Jumlah 9 3 2 4 6 10 0 34 Persentase 26 % 9% 6% 12 % 18 % 29 % 0% 100 % Jumlah 21 2 3 14 Persentase 53 % 5% 8% 35 % POS LAKA BREBES No 1 2 3 4 5 Kecamatan Brebes Jatibarang Songgom Wanasari Http://www.satlantasbrebes.wordpress.com /, diakses tanggal 9 April 2012. 20 Jumlah 40 100 % Jumlah 1 8 10 5 24 Persentase 4% 33 % 42 % 21 % 100 % Jumlah LAKA 34 40 24 98 Persentase 35 % 41 % 24 % 100 % POS LAKA BUMIAYU No Kecamatan 1 Bantarkawung 2 Bumiayu 3 Paguyangan 4 Tonjong Jumlah LAKA BERDASARKAN POS No Nama POS 1 Pos Tanjung 2 Pos Brebes 3 Pos Bumiayu Jumlah Sumber: Internet, 2010. Berdasarkan pada data kecelakaan lalu lintas dalam tabel diatas maka dapat diperoleh gambaran bahwa tingkat kecelakaan kecelakaan lalu lintas di jalan raya khususnya bagi pengemudi kendaraan bermotor roda dua, secara kuantitatif menunjukkan tingkat yang relatif tinggi. Disamping jumlah kendaraan roda dua yang meningkat, sarana dan prasarana jalan tidak mendukung, kecelakaan lalu lintas tersebut disebabkan oleh pengemudi itu sendiri yang berdasarkan syarat-syarat berlalu lintas belum memenuhi syarat, antara lain: kepemilikan surat tanda bukti mengemudi di jalan raya (SIM). Hal ini mencerminkan bahwa kesadaran pengemudi terhadap kepemilikan SIM relatif masih rendah. Kondisi tersebut diatas didukung dengan wawancara peneliti dengan Kasatlantas Kabupaten Brebes pada penelitian pendahuluan 21 yang menyatakan bahwa “pengemudi kendaraan bermotor khususnya roda dua yang mengalami kecelakaan pada umumnya belum mempunyai SIM”. 6 Oleh karena kesadaran pengemudi tentang arti pentingnya kepemilikan SIM tersebut masih tergolong rendah, maka diasumsikan akan berpengaruh terhadap kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM tersebut. Hal inilah yang menjadi urgensi penelitian ini dilakukan. Semakin meningkatnya Laka Lantas dari tahun ke tahun, sepatutnya sebagai masyarakat yang taat akan hukum agar mengetahui dan memahami seluk beluk tata cara berlalulintas yang baik dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengemudi. Berdasarkan data tersebut diatas, maka dapat diinterpretasikan bahwa masyarakat pengguna jalanan di wilayah tersebut terindikasi tingkat kesadaran hukum berlalu lintas belum maksimal. Salah satu syarat berlalu lintas ada keharusan bahwa pengendara kendaraan di jalan raya harus memiliki SIM. Oleh karena itu, kesadaran hukum masyarakat terhadap pembuatan SIM adalah merupakan hal yang sangat penting, setidak-tidaknya diharapkan dapat menciptakan tertib berlalu lintas. Disinilah letak urgensi hubungan kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM dengan tindakan penekanan kecelakaan lalu lintas di jalan. Pada tahun 2011 total pengendara roda dua yang mengalami kecelakaan baik luka ringan, luka berat, maupun yang meninggal telah tercantum 541 korban. Angka kecelakaan yang meningkat dengan jumlah korban yang meningkat, maka dalam pembuatan SIM C ini lebih diperketat dengan adanya 6 Hasil wawancara tanggal 3 Mei 2012. 22 ujian teori dan ujian praktek agar tidak di dapati pengemudi yang tidak lancar dan lincah dalam mengemudi pada saat di jalan. Pemohon SIM C di wilayah kabupaten Brebes dalam empat bulan terakhir yang terhitung dari awal bulan Januari tahun 2012 hingga akhir April 2012 ini tercatat ada 1270 pemohon SIM C, sedangkan di Kelurahan Limbangan Wetan itu sendiri terdapat 12 pemohon dalam empat bulan terakhir ini. Minat tinggi kepemilikan SIM C terlihat jelas dalam empat bulan terakhir ini dengan meningkatnya jumlah pemilik kendaraan bermotor roda dua baru pada awal bulan Maret tahun 2012 hingga akhir April 2012 yaitu terdapat 1649 motor baru di kabupaten brebes. SIM sebagai instrumen perlindungan kepentingan dan kepastian hukum bagi setiap masyarakat yang mengemudikan kendaraan dalam ketaatan berlalu lintas, sehingga disinilah arti penting sebuah SIM bagi pengendara kendaraan dalam ketaatan berlalu lintas. Namun, disamping itu juga adanya pembenahan diri pada aparatur negara dalam hal ini pemerintah agar semakin mendekatkan diri kepada masyarakat sehingga masyarakat yang ingin membuat serta memiliki SIM dapat terlaksana karena adanya korelasi sosial yang baik antara pemerintah itu sendiri dan juga masyarakat yang hendak membuat SIM dapat berjalan semestinya. Pembuatan SIM tersebut tidak terlepas dari ketaatan berlalu lintas, yang pada intinya seorang pengendara dalam hal ini pemilik SIM wajib mematuhi dan menaati peraturan lalu lintas, jadi tidak hanya didasarkan pada kepemilikan saja tanpa adanya penerapan pola hidup disiplin dari diri pemilik SIM itu. 23 Dari uraian tersebut diatas maka dapat diinterpretasikan bahwa kesadaran tentang pembuatan dan kepemilikan SIM menjadi faktor yang sangat menentukan dalam menekan angka kecelakaan lalu lintas khususnya kendaraan bermotor roda dua di jalan raya. Oleh karena SIM merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi setiap orang untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan. Berdasarkan pemikiran diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji kesadaran hukum dalam hubungannya dengan pembuatan SIM dengan merumuskan ke dalam judul “KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di depan, maka dapat dirumuskan perumusan masalahsebagai berikut: 1. Bagaimanakah tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi(SIM) C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes? 2. Bagaimanakah pengaruh faktor pendidikan, ekonomi, dan motivasi terhadap tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes? 24 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes. 2. Untuk mengetahui pengaruh faktor pendidikan, ekonomi, dan motivasi terhadap tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembutan Surat Izin Mengemudi (SIM) C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya Hukum dan Masyarakat dalam kaitannya dengan kesadaran hukum dalam pembuatan SIM; b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sumber informasi ilmiah bagi para peneliti dalam meneliti masalah-masalah yang sejenis; c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan perbandingan dan acuan bagi ilmuwan dan para peneliti di masa-masa mendatang. 2. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai input atau masukan bagi pengambil kebijakan, kepolisian khususnya Satuan Lalu 25 Lintas (selanjutnya disingkat Satlantas) dan masyarakat dalam rangka mensosialisasikan arti penting kepemilikan SIM sebagai salah satu syarat berlalu lintas dan mengurangi angka kecelakaan. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan penyuluhan hukum dan penerangan hukum bagi para penyuluh dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat akan arti penting pembuatan SIM, sehingga dapat mengurangi pelanggaran-pelanggaran dalam berlalu lintas di jalan raya; c. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai input atau masukan dan dasar untuk merintis kerjasama kelembagaan khususnya lembaga kepolisian dan pemerintahan kelurahan dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat tentang pembuatan SIM sebagai salah satu syarat berlalu lintas di jalan raya. 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kesadaran Hukum a. Pengertian Hukum dan Kesadaran Hukum Hukum merupakan salah satu instrumen untuk mengatur tingkah laku masyarakat dalam mengatur pergaulan hidup. Secara sosiologis hukum mengandung berbagai unsur antara lain rencana-rencana tindakan atau perilaku, kondisi dan situasi tertentu. Definisi hukum umumnya telah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan pendapatnya masing-masing, seperti menurut Abdul Manan: “Hukum adalah suatu rangkaian peraturan yang menguasai tingkah laku dan perbuatan tertentu dari manusia dalam hidup bermasyarakat. Hukum itu sendiri mempunyai ciri yang tetap yakni hukum merupakan suatu organ peraturan-peraturan abstrak, hukum untuk mengatur kepentingan-kepentingan manusia, siapa saja yang melanggar hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan apa yang telah ditentukan”.7 S. M. Amin, seorang ahli hukum juga mengemukakan pendapatnya sebagai berikut: “Hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-paraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan 7 Abdul Manan, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 2. 27 hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara”.8 Menurut J. C. T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto sebagai berikut: “Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang mengatur tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu”.9 Hukum juga didefinisikan oleh M. H. Tirtaamidjaja seperti sebagai berikut: “Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya”.10 Berbagai definisi para ahli tersebut diatas memporoleh kesimpulan bahwa pada dasarnya hukum adalah segala peraturan yang di dalamnya berisi peraturan-peraturan yang wajib ditaati oleh semua orang dan terdapat 8 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1992, hlm. 11. 9 Ibid, hlm. 11-12. 10 Ibid, hlm. 12. 28 sanksi yang tegas di dalamnya bagi yang melanggar. Oleh karena itu, hukum tidak terlepas pada fungsi hukum itu sendiri, antara lain:11 1. Sebagai standard of conduct, yakni sandaran atau ukuran tingkah laku yang harus ditaati oleh setiap orang dalam bertindak dan melakukan hubungan satu dengan yang lain; 2. Sebagai as a tool of social engeneering, yakni sebagai sarana atau sarana untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, baik secara pribadi maupun dalam hidup masyarakat; 3. Sebagai as a tool of social control, yakni sebagai alat untuk mengatur tingkah laku dan perbuatan manusia agar mereka tidak melakukan perbuatan yang melawan norma hukum, agama, dan susila; 4. Sebagai as a facility on of human interaction, yakni hukum berfungsi tidak hanya untuk menciptakan ketertiban, tetapi juga menciptakan perubahan masyarakat dengan cara memperlancar proses interaksi sosial dan diharapkan menjadi pendorong untuk menimbulkan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut diatas, menurut C. S. T Kansil pada dasarnya hukum itu meliputi unsur-unsur sebagai berikut:12 1. 2. 3. 4. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat; Peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib; Peraturan itu bersifat memaksa; Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas. Dilihat dari segi terbentuknya, hukum dapat berupa hukum tertulis, yakni hukum yang dibuat oleh instansi atau lembaga yang berwenang dalam sebuah negara dan dalam aplikasinya sering disebut dengan peraturan perundang-undangan yang berbentuk tertulis dan biasanya berbentuk kodifikasi dalam jenis hukum tertentu secara sistematis sehingga mudah untuk dipelajarinya. Hukum tidak tertulis atau yang dikenal dengan hukum adat yakni hukum yang hidup dalam masyarakat, tidak tertulis tetapi 11 12 Abdul Manan, Op.Cit, hlm. 3. C.S.T. Kansil, Op.Cit, hlm. 12. 29 berlakunya ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat sebagaimana hukum yang tertulis.13 Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum itu bukanlah merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya nonyuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Pada umumnya, hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama.14 Keseluruhan peraturan yang dimaksud adalah tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah. Menurut Sudikno Mertokusumo yang dikutip oleh Ishaq dalam bukunya, bahwa tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Berkaitan dengan tujuan hukum tersebut, maka dikenal tiga teori tentang tujuan hukum tersebut, antara lain:15 1. Teori Etis (ethische theori), memandang bahwa hukum ditempatkan pada perwujudan keadilan yang semaksimal mungkin dalam tata tertib masyarakat, dalam arti hukum semata-mata bertujuan keadilan; 13 Abdul Manan, Op.Cit, hlm. 2-3. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, hlm. 40. 15 Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 7-9. 14 30 2. Teori Utilitis (utiliteis theori) dari Jeremy Bentham berpendapat, bahwa tujuan hukum adalah untuk memberikan kepada manusia kebahagiaan yang sebesar-besarnya. Teori hanya memperhatikan daya guna atau bermanfaat, dan tidak memperhatikan keadilan; 3. Teori Gabungan/Campuran (verenigings theori/gemengde theori), menurut teori ini tujuan hukum adalah bukan hanya keadilan semata, tetapi juga kemanfaatannya (kegunaannya). Berdasarkan teori tersebut diatas, menunjukan hukum dapat mencapai tujuannya jika terjadi keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan, atau keserasian antara kepastian yang bersifat umum (objektif) dan penerapan keadilan secara khusus yang bersifat subjektif, karena pada dasarnya fungsi hukum adalah untuk menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul.16Selain itu, hukum juga berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial dan sarana untuk melancarkan proses interaksi sosial.17 Di Indonesia fungsi hukum didalam pembangunan adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan Mochtar Kusumaatmadja yang dikutip oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya, bahwa adanya ketertiban dalam pembangunan, merupakan sesuatu yang dipandang penting dan sangat diperlukan. Hukum sebagai tata kaedah dapat berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan arah kegiatan-kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang di kehendaki oleh perubahan terencana.18 Peranan yang dilakukan oleh hukum untuk menimbulkan perubahan di dalam masyarakat dapat dilakukan baik secara langsung dan tak 16 Ibid, hlm. 10. Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 59. 18 Ibid, hlm. 9. 17 31 langsung. Perundang-undangan dapat dilihat sebagai suatu aktivitas yang bersifat formal juridis sebagai suatu aktivitas untuk merumuskan secara tertib, menurut prosedur yang telah ditentukan mengenai apa yang menjadi kehendak masyarakat. Melihat kedudukan dan peranan yang diberikan oleh masyarakat kepada lembaga, maka akan terdapat hubungan timbal balik antara lembaga dan aktivitas perundang-undangan dengan masyarakat.19 Penegakan hukum pada dasarnya tidak dapat berdiri sendiri karena mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat. Kesadaran hukum dianggap sebagai variabel bebas, sedangkan taraf ketaatan merupakan variabel tergantung.20 Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, masalah kesadaran hukum yang ada di Indonesia perlu di kaji secara mendalam. Masalah kesadaran hukum timbul di dalam proses penerapan dari hukum positif tertulis. Tidak ada hukum yang mengikat warga-warga masyarakat kecuali atas dasar kesadaran hukumnya. Apabila pembentuk hukum menerbitkan peraturan-peraturan yang tidak cocok dengan kesadaran atau perasaan masyarakat maka akan menimbulkan reaksi-reaksi yang negatif dari masyarakat. Semakin besar pertentangan antara peraturan dengan kesadaran tersebut, maka semakin sulit untuk menerapkannya. Menurut J. J Von Schmid yang dikutip oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya, bahwa terdapat perbedaan antara kesadaran hukum dengan 19 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1986, hlm. 117. 20 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 208. 32 perasaan hukum. Perasaan hukum diartikan sebagai penilaian hukum yang timbul secara serta merta dari masyarakat. Sedangkan, kesadaran hukum lebih banyak merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang telah dilakukannya melalui penafsiran-penafsiran secara ilmiah.21 Dalam kesadaran hukum tidak terlepas dari konsepsi yang bersumber dari kebudayaan hukum dengan kegunaan untuk mengetahui perihal nilai-nilai terhadap prosedur hukum maupun substansinya. Konsepsi kebudayaan hukum lebih tepat karena kesadaran hukum banyak sekali berkaitan dengan perasaan yang seringkali dianggap sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara hukum dengan pola-pola perilaku manusia dalam masyarakat. Menurut P. Scholten yang dikutip oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya, bahwa kesadaran hukum lebih didasarkan pada kesadaran yang dianggap sebagai mediator antara hukum dengan perikelakuan manusia baik secara individual maupun bersama-sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa, kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada.22 Sebenarnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadiankejadian yang konkret dalam masyarakat yang bersangkutan. 21 22 Ibid, hlm. 152. Ibid, hlm. 152. 33 Kesadaran sangat dituntut kehadirannya dalam masyarakat di dalam menegakkan hukum, karena tanpa semua itu dirasakan tidak ada kepastian hukum. Bila tidak terdapat kepastian hukum maka akan terjadi suatu situasi tanpa hukum. Kesadaran hukum dirasakan sebagai pengekangan diri dari luar bagi manusia dalam hidup dan menghidupi dalam hidup bermasyarakat. Peranan manusia dan masyarakat memegang arti penting dalam kesadaran hukum, karena moral dan etik pada akhirnya sebagai kesadaran kehendak memegang peranan dalam hidup dan menghidupi dalam kesadaran hukum ini. Menurut AW. Widjaja mengenai definisi kesadaran hukum yaitu sebagai berikut: “Sadar diartikan merasa, tahu, ingat kepada keadaan yang sebenarnya, keadaan ingat akan dirinya. Kesadaran diartikan keadaan tahu, mengerti dan merasa akan dirinya. Hukum diartikan sebagai peraturan yang dibuat sesuatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak (manusia dan masyarakat) atau segala perundang-undangan, peraturan dan ketentuan dan sebagainya untuk mengatur hidup dalam msyarakat”.23 Berbicara mengenai kesadaran akan selalu berkaitan dengan manusia sebagai individu dan anggota masyarakat. Dengan kesadaran yang dimiliki oleh setiap individu dan anggota masyarakat. Sebagai individu maka akan mengetahui dan memperhatikan dirinya sendiri, sedangkan sebagai anggota 23 AW. Widjaja, Kesadaran Hukum Manusia dan Masyarakat Pancasila, CV. Era Swasta, Jakarta, 1984, hlm. 14. 34 masyarakat akan mengadakan kontak dengan orang lain sehingga timbul reaksi diantara mereka. Kesadaran merupakan sikap/perilaku mengetahui atau mengerti dan taat pada aturan serta ketentuan perundang-undangan yang ada.Kesadaran dapat diartikan pula sebagai sikap atau perilaku mengetahui atau mengerti dan taat pada adat istiadat serta kebiasaan hidup dalam masyarakat.Berbicara mengenai kesadaran hukum, AW. Widjaja mengemukakan dua sifat kesadaran, yaitu:24 1. Kesadaran bersifat statis, yaitu sesuai dengan peraturan perundangundangan berupa ketentuan-ketentuan dalam masyarakat; 2. Kesadaran bersifat dinamis yang menitikberatkan pada kesadaran yang timbul dari dalam diri manusia dan dari kesadaran moral, keinsyafan dari dalam diri sendiri yang merupakan sikap batin yang tumbuh dari rasa tanggungjawab. Kesadaran hukum menurut AW. Widjaja dapat disimpulkan sebagai berikut: “Kesadaran hukum adalah keadaan dimana tidak terdapat benturanbenturan hidup dalam masyarakat, sehingga masyarakat disini dalam keadaan seimbang, selaras dan serasi. Kesadaran hukum diterima secara kesadaran bukan diterima sebagai paksaan, walaupun ada pengekangan dari luar diri manusia dan masyarakat sendiri dalam bentuk perundangan-undangan, peraturan dan ketentuan”.25 Kesadaran hukum disini, masyarakat tidak hanya patuh dan taat karena terdapat aturan yang berlaku, dan tidak hanya diperintahkan dan atau diawasi karena merasa sebagai paksaan, melainkan kesadaran yang dinamis dan 24 25 penuh Loc.Cit. Ibid, hlm. XVIII. tanggungjawab. Kesadaran yang dinamis dan penuh 35 tanggungjawab yang dimaksud adalah dimana manusia dan masyarakat mempunyai keinginan yang kuat untuk meningkatkan dan mengembangkan lebih lanjut. Kesadaran tidak hanya untuk mengerti dan menaati ketentuan dan peraturan yang ada, akan tetapi menaati etik dan moral sesuai dengan adat dan kebiasaan yang ada dan hidup. Kesadaran hukum yang belum sepenuhnya belum dilakukan oleh masyarakat, maka ketaatan akan kesadaran tersebut masih terpendam. Hal ini disebabkan manusia dan masyarakat tidak atau belum menyadari sepenuhnya jiwa dan semangat yang tercermin dalam pandangan hidup yang meliputi hidup dan kehidupan masyarakat.26 Kesadaran hukum dikaitkan dengan tingkah laku masyarakat, karena yang menjadi titik tolak perhatian adalah manusia sendiri sebagai masyarakat. Kesadaran hukum banyak dihubungkan dengan perilaku masyarakat demi tujuan masyarakat itu sendiri, hal ini akan tampak perilaku masyarakat itu melaksanakan atau mempraktekan kesadaran hukum di dalam dirinya, yaitu pelaksanaan aturan, ketentuan perundangan dalam kaitannya dengan moral dan etik sesuai dengan adat dan kebiasaan.27 Berbicara mengenai kesadaran hukum tidak terlepas dari tujuan hukum itu sendiri, karena tujuan hukum mendukung perkembangan martabat manusia, sehingga tujuan hukum secara konkret adalah melindungi setiap manusia dan seluruh masyarakat. Intinya adalah mengayomi 26 27 Ibid, hlm. 14-15. Ibid, hlm. 18. 36 masyarakat, demi penghormatan terhadap kodrat dan martabat manusia. Ciri khas bagi suatu negara hukum yang merupakan perwujudan kesadaran hukum menurut AW. Widjaja adalah:28 1. Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia; 2. Peradilan yang bebas dari pengaruh sesuatu kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak; 3. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya. Konsekuensi apabila manusia dan masyarakat menuntut hak-hak asasi secara berlebihan, maka disini tidak terdapat adanya kesadaran hukum. Penuntutan hak-hak asasi secara berlebihan pada dasarnya manusia atau masyarakat itu telah melanggar hak asasi itu sendiri dan tidak tercerminnya kesadaran hukum disini. AW. Widjaja mengungkapkan bahwa kesadaran adalah suatu proses kesiapan diri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, menanggapi hal tertentu dengan didasari atas pengertian, pemahaman, penghayatan dan pertimbangan-pertimbangan nalar dan moral dengan disertai kebebasan sehingga terdapat pertanggungjawaban secara sadar.Konsekuensi logis dari sebuah kesadaran tidak hanya tergantung pada kelengkapan perundangundangan saja, melainkan juga dikaitkan dengan kesadaran pribadi terhadap moral, etika dan lingkungan. Apabila setiap manusia memiliki kesadaran moral, maka masyarakat akan tertib dan aman. Kesadaran seseorang tampak terlihat dari sikap dan tingkah lakunya sebagai akibat adanya motivasi untuk bertindak. 28 Ibid, hlm. 20. 37 b. Teori Kesadaran Hukum Berbicara mengenai kesadaran hukum tidak terlepas dari indikator kesadaran hukum. Indikator itu yang nantinya akan berpengaruh besar terhadap kesadaran hukum. Oleh karena itu, kesadaran hukum adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Teori dalam faktor yang berpengaruh dikemukakan oleh B. Kutschincky dalam bukunya Soerjono Soekanto, antara lain:29 1. 2. 3. 4. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum; Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum; Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum; Pola-pola perikelakuan hukum. Berkaitan dengan indikator diatas, Otje Salman menjelaskan indikator seperti dibawah ini, antara lain:30 1. Indikator pertama adalah pengetahuan tentang hukum. Seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. 2. Indikator yang kedua adalah pemahaman hukum, yaitu sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu. Pemahaman hukum disini adalah suatu pengertian terhadap isi dan tujuan suatu peraturan dalam hukum tertentu serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut. Seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahamannya masing-masing mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai pentingnya Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan 29 Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm. 159. Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1993, hlm. 40-42. 30 38 Angkutan Jalan. Pemahaman ini diwujudkan melalui sikap mereka terhadap tingkah laku sehari-hari. 3. Indikator yang ketiga adalah sikap hukum, yaitu suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum tersebut ditaati. Seseorang disini yang nantiya akan mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum. 4. Indikator yang keempat adalah pola perilaku, yaitu dimana seseorang atau dalam suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan yang berlaku. Indikator ini merupakan indikator yang paling utama, karena dalam indikator tersebut dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat, sehingga seberapa jauh kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum. Secara menyeluruh, yang paling berpengaruh adalah terhadap pengetahuan tentang isi, sikap hukum dan pola perikelakuan hukum. Pengetahuan yang dimilikinya kebanyakan diperoleh dari pengalaman kehidupan sehari-hari, sehingga kesadaran hukum yang meningkat tergantung pada meningkatnya materi ilmu hukum yang disajikan. Jadi, setiap indikator kesadaran hukum menunjukan taraf kesadaran hukum, apabila masyarakat hanya mengetahui adanya suatu hukum maka kesadaran hukum yang dimiliki masih rendah. Pengertian dan pemahaman hukum yang berlaku perlu dipertegas secara mendalam agar masyarakat dapat memiliki suatu pengertian terhadap tujuan dari peraturan tersebut untuk dirinya sendiri dan masyarakat pada umumunya. c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum Sebuah hukum yang hanya diketahui akan berdampak seketika itu juga, maka akan mempunyai taraf kesadaran hukum masyarakat yang masih relatif rendah. Perilaku masyarakat yang dapat dikategorikan sesuai dengan 39 hukum yang berlaku, maka tidak berarti kesadaran hukum masyarakatnya juga akan berdampak tinggi. Hal ini disebabkan kesadaran hukum ditentukan oleh beberapa faktor berikut ini:31 1. 2. 3. 4. 5. Rasa takut pada sanksi; Memelihara hubungan baik dengan kelompok; Memelihara hubungan baik dengan penguasa; Kepentingan pribadi terjamin; Sesuai dengan nilai yang dianut. Kesadaran hukum masyarakat yang disebabkan karena hukum tersebut sesuai dengan nilai yang dianutnya, maka dapat dikatakan kesadaran masyarakat hukum tersebut relatif tinggi. Beberapa faktor yang berpengaruh seperti faktor usia, jenis kelamin dan pendidikan yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya, B. Kutchinsky mengatakan bahwa faktor pendidikan yang bersandarkan penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap wanita dengan taraf pendidikan rendah telah membuktikan bahwa pengetahuan tentang hukum rata-rata lebih rendah daripada pria dengan taraf pendidikan yang sama. Akan tetapi, kecenderungan tersebut berubah dengan meningkatnya taraf pendidikan yang menyebabkan dengan bertambahnya pendidikan dan pengetahuan hukum.32 31 Farah Afriliana, Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP); (Studi Tentang Faktor Pendidikan Dan Ekonomi TerhadapPembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Di Desa Kutabanjar Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara ), Skripsi, 2010, hlm. 3. 32 Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm. 162-163. 40 Pembuktian pengaruh faktor-faktor tersebut sangat penting, karena konsepsi kesadaran hukum sifatnya sangat abstrak, sehingga dengan mengadakan identifikasi terhadap pengaruh tersebut, maka akan lebih mudah untuk menghubungkan masing-masing indikator kesadaran hukum secara terpisah maupun secara menyeluruh. Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang lebih pokok dari kesadaran hukum adalah pengetahuan tentang isi peraturan yang di satu pihak dipengaruhi oleh usia, tingkat studi dan jangka waktu tinggal, dan yang di lain pihak mempengaruhi sikap hukum dan pola perikelakuan hukum. Pengetahuan tentang isi peraturan terjadi karena proses internalisasi dan proses imitasi terhadap pola-pola perikelakuan pejabat-pejabat hukum yang kedua-duanya memakan waktu yang relatif lama. Berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat dalam proses pembuatan SIM C, maka terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain: 1. Faktor Pendidikan Pendidikan adalah suatu kebutuhan masyarakat yang tergolong sangat penting, karena dengan pendidikan cara berfikir seseorang atau kecerdasan serta pengetahuan seseorang akan bertambah, dan dengan pendidikan pula seseorang dapat meningkatkan status sosialnya. Menurut Soerjono Soekanto, secara menyeluruh faktor pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan isi hukum, sikap hukum, 41 dan pola perilaku hukum, khususnya dalam pembuatan SIM C. Akan tetapi pengetahuan tentang pembuatan SIM C merupakan pengetahuan yang banyak dimiliki dan diperoleh dari pengalaman kehidupan seharihari.33 Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berbicara mengenai pendidikan tidak terlepas pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional itu sendiri yang diatur dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. 33 Ibid, hlm. 209-210. 42 Berdasarkan Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan pada umumnya berawal dari pendidikan Sekolah Dasar (yang sering disebut dengan istilah SD). Kemudian beralih pada pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (yang sering disebut dengan istilah SLTP). Setelah itu lanjut pada pendidikan Sekolah Menengah Atas (atau yang sering disebut dengan istilah SMA). Pada umumnya, wajib belajar dalam pendidikan adalah sembilan tahun. Pendidikan pada tingkat SMA juga dapat dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu kuliah di universitas-universitas yang diminati. Hubungan antara kesadaran hukum dengan faktor pendidikan, yakni dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang, maka kecenderungan untuk sadar akan hukum terkadang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk pendidikan rendah sepenuhnya tidak memiliki kesadaran, tetapi diantara sebagian terdapat yang tidak memiliki kesadaran hukum. Perbedaan tingkat pendidikan tersebut tentu akan memberikan warna dan corak perilaku yang berbeda dalam menggapai dan memecahkan setiap permasalahan, pendidikan akan terkait dengan luas sempitnya wawasan seseorang yang nantinya akan 43 berpengaruh atau mewarnai tingkah laku seseorang. Baik tingkah laku seseorang yang sedikit banyak dipengaruhi oleh pendidikan yang diperoleh dari lingkungan hidupnya. 2. Faktor Ekonomi Ilmu ekonomi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari bagaimana manusia seharusnya memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya untuk memuaskan kebutuhan yang beraneka ragam. Dengan demikian ilmu ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu studi mengenai bagaimana seharusnya manusia menentukan pilihannya dalam memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya. 34 Dari definisi tersebut diatas, maka terdapat teori ekonomi yang dapat dibagi menjadi dua cabang, yaitu:35 1. Teori Ekonomi Makro (macroeconomic theory) atau sering disebut juga dengan teori ekonomi agregatif (aggregate economic analysis), membicarakan fenomena secara keseluruhan, sehingga dalam ekonomi makro dibicarakan mengenai produksi secara keseluruhan (total output) dan tingkat harga umum serta variabel-variabel yang mempengaruhinya, inflasi, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi; 2. Teori Ekonomi Mikro (microeconomic theory) atau sering disebut juga teori harga (price theory). Teori ekonomi mikro mempelajari secara lebih rinci mengenai perilaku baik produsen maupun konsumen 34 Pramono Hariadi dan Lilis Siti Badriah, Teori dan Perilaku Harga, Lembah Manah, Yogayakarta, 2008, hlm. 1. 35 Ibid, hlm 3. 44 sebagai satu unit ekonomi yang kecil dan terbatas, serta alokasi sumber-sumber ekonomi yang ada dalam suatu masyarakat tertentu yang dianggap terjadi melalui mekanisme pasar. Selain faktor pendidikan yang telah disebutkan dalam penjelasan tersebut diatas, yang sering berpengaruh terhadap kesadaran hukum masyarakat terutama dalam pembuatan SIM C adalah faktor ekonomi yang dibatasi dengan faktor pendapatan. Ketentuan dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000 menurut fiskal yang dimaksud dengan pendapatan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Berdasarkan teori yang diungkapkan Leibenstain yang dikutip Saryono Hanadi dan Wiwik Yuni Hastuti menjelaskan bahwa, pengeluaran-pengeluaran yang bersifat memaksa mempunyai kaitan yang negatif dengan pendapatan, semakin tingginya upah atau semakin bertambahnya penghasilan individu justru akan menurunkan tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap pengeluaran-pengeluaran yang bersifat positif.36 Tentang pendapatan, Leibenstain juga memberikan pandangannya sebagaimana yang dikutip oleh Saryono Hanadi,dkk, yakni keseimbangan yang semua stabil yang menjadi ciri daripada ekonomi yang miskin dan terbelakang hanya dapat diatasi dengan 36 Saryono Hanadi dan Wiwik Yuni Hastuti,Pengaruh Pendidikan Terhadap Kesadaran Hukum Masyarakat Pedesaan dalam Lembaga Koperasi Unit Desa Di Kabupaten Dati II Banyumas,KKI, 1993, hlm.28-29. 45 pengertian yang keras, hal ini disebabkan karena daya yang dapat meningkatkan pendapatan daripada suatu pemindahan yang positif, akan menggerakkan kekuatan-kekuatan lain yang biasanya cenderung menekan pendapatan.37 Faktor ekonomi apabila dihubungkan dengan kesadaran hukum masyarakat, maka dapat dilihat bahwa keadaan ekonomi seseorang akan menunjukkan besarnya tingkat ekonomi seseorang yang tergolong dalam salah satu kategori baik tinggi, sedang maupun rendah, yang nantinya akan mempengaruhi tingkat kesadaran hukum masyarakat. 3. Faktor Motivasi Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya, sehingga terdapat perbedaan dalam kekuatan motivasi yang ditunjukan oleh seseorang dalam menghadapi situasi yang sama bahkan seseorang akan menunjukkan dorongan tertentu dalam menghadapi situasi yang berbeda dan dalam waktu yang berlainan pula. Berarti motivasi merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena tingkat motivasi antara seseorang dengan orang lain dan dalam diri seseorang pada waktu yang berlainan.38 Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian dan ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk 37 38 Loc.Cit. Sondang P Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm. 137. 46 menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Motivasi dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang sering dikenal dengan istilah motivasi internal atau motivasi intrinsik, dan dapat pula bersumber dari luar diri seseorang yang bersangkutan yang dikenal dengan istilah motivasi eksternal maupun motivasi ekstrinsik. 39 Motivasi pada dasarnya merupakan suatu proses psikologis yang sangat fundamental sifatnya dan sangat sukar untuk mengatakan bahwa motivasi merupakan proses yang sangat penting dalam pemuasan berbagai kebutuhan dan menjamin berbagai kepentingan seseorang. Konsep motivasi dikembangkan oleh William G. Scott sebagai rangkaian pemberian dorongan kepada seseorang untuk melakukan tindakan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Atkinson memandang kekuatan motivasi sama dengan fungsi. Kekuatan yang berada dalam motivasi untuk melakukan beberapa kegiatan adalah suatu fungsi dari:40 1. Kekuatan yang menjadi alasan bergerak adalah suatu keadaan dimana di dalam diri setiap orang, tingkatan alasan atau motive-motive yang menggerakkan tersebut menggambarkan tingkat untuk memnuhi suatu kepentingan; 2. Harapan atau expentancy adalah dimana kemungkinan atau keyakinan perbuatan akan mencapai tujuan; 3. Nilai dari incentive dimana ganjaran-ganjaran demi tercapainya tujuan. 39 Ibid, hlm. 138-139. Fred N. Kerlinger dan Elazar J. Pedhazur, Korelasi dan Analisis Regresi Ganda, Nur Cahaya, Yogyakarta, 1987, Hlm. 161. 40 47 Berdasarkan pendapat Atkhinson tersebut diatas, maka dapat disimpulkan terdapat tiga faktor di dalam motivasi, yaitu:41 1. Motive Menurut Fremout E. Kast dan James E. Roseinzweig, motive merupakan suatu dorongan yang datang dari diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya merupakan suatu kecenderungan yang menyumbangkan perbuatan tertentu. Dorongan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu tersebut datang dari luar ataupun dapat merupakan hasil dari suatu proses pemikiran dari dalam diri seseorang. Selanjutnya menurut William G. Scoot, mengemukakan bahwa motive adalah kebutuhan yang mendorong untuk mencapai kebutuhan tertentu. 2. Expectancy (harapan) Unsur lain yang tidak kalah pentingnya untuk membentuk motivasi adalah expectancy (harapan) dimana motivasi seseorang untuk mewujudkan usahanya didasarkan kepada keyakinan atau penghargaan untuk sukses, karena dengan penghargaan kemungkinan suatu perbuatan akan mencapai tujuan. 3. Incentive Incentive merupakan perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya kegiatan, memelihara kegiatan, mengarah langsung satu tujuan yang lebih baik dari yang lain. Menurut Morris S. Viteles, incentive adalah keadaan yang mengantarkan dengan harapan dapat mempengaruhi keadaan atau merubah sikap atau pula tingkah laku manusia. Berdasarkan pengertian tersebut diatas, Morris S. Viteles membagi incentive dalam dua bentuk, yaitu:42 1. Incentive yang bersifat positif, dalam artian mau berbuat sesuatu untuk melancarkan atau mengembangkan bentuk dan tingkah laku, seperti hadiah-hadiah yang erupa materiil, pujian, merasa berhasil dengan baik dan sebagainya. 2. Incentive yang bersifat negatif, dalam artian tanggapan/reaksi yang melarang dan menghalang-halangi serta menghambat atau sejenisnya, seperti celaan, teguran, hukuman, pemecatan, dan penghapusan hakhak istimewa dan sebagainya. 41 42 Ibid, hlm. 167. Ibid, hlm. 169. 48 Motivasi terdapat tiga komponen utama, yakni kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan disini timbul dalam diri seseorang apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya. Dorongan diartikan sebagai usaha pemenuhan kekurangan secara terarah, sehingga berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh seseorang. Sedangkan, tujuan disini adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan, sehingga tercapainya tujuan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu.43 Tidak ada tujuan yang akan tercapai dengan sendirinya, karena pencapaiannya tergantung pada manusia itu sendiri dan berhasil tidak tujuan dicapai pada tingkat yang dominan ditentukan oleh motivasi manusia yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu, setiap tahap diusahakan dan diharapkan meningkatkan hasil yang dicapai dengan tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi. Berbicara mengenai motivasi maka tidak terlepas pada teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H Moslow yang mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hirarkhi kebutuhan, yaitu:44 1. Kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan-kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan dan perumahan; 43 44 Sondang P Siagian, Op.Cit, hlm. 142-143. Ibid, hlm. 146. 49 2. Kebutuhan akan keamanan, yakni kebutuhan yang harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik tetapi juga keamanan yang bersifat psikologis, termasuk perlakuan adil dalam pekerjaan seseorang . karena pemuasan kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan tugas pekerjaan seseorang, kebutuhan keamanan itu sangat penting untuk mendapat perhatian, artinya keamanan dalam arti fisik mencakup keamanan di tempat pekerjaan dan keamanan dari dan ke tempat pekerjaan; 3. Kebutuhan sosial, yakni pemuasan kebutuhan sosial yang diterima sebagai kebenaran universal bahwa manusia adalah makhluk sosial; 4. Kebutuhan “Esteem”, salah satu ciri manusia adalah bahwa dia mempunyai harga diri, sehingga semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain; 5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri, yakni bahwa dalam diri setiap orang terpendam potensi kemampuan yang belum seluruhnya dikembangkan. Salah satu cara yang dikenal untuk memuaskan berbagai kebutuhan adalah dengan menggunakan teknik motivasi yang tepat, yakni yang disesuaikan dengan persepsi yang bersangkutan tentang peringkat kebutuhan dan intensitas kebutuhan itu. 2. Surat Izin Mengemudi (SIM) a. Pengertian dan Pengaturan Surat Izin Mengemudi (SIM) Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas, dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. SIM merupakan suatu surat yang wajib dimiliki oleh pengemudi kendaraan pada umumnya. 50 Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki SIM. Peraturan ini tercantum pada Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor22 Tahun 2009yang menyatakan bahwa, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. Sedangkan dalam Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 menerangkan bahwa, untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri. Terdapat dua kategori jenis Surat Izin Mengemudi yang tercantum dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang No.22 Tahun 2009, yaitu Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Perseorangan dan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum. Berkaitan dengan SIM tersebut, maka bagi kendaraan bermotor umum perlu melalui tahap-tahap dalam memperoleh SIM yang sah dan sesuai prosedur, seperti wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan pengemudi angkutan umum. Pendidikan dan pelatihan pengemudi yang tercantum dalam Pasal 78 ayat (1) Undang-undang No.22 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pendidikan dan pelatihan mengemudi diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi dari pemerintah. Izin yang diberikan oleh pemerintah tersebut wajib dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri yang membidangi sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan serta 51 Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ujian praktik mengemudi bagi setiap calon pengemudi wajib didampingi instruktur atau penguji agar tidak terjadi sesuatu yang berakibat fatal. Apabila calon pengemudi mengalami pelanggaran dan/atau kecelakaan pada saat berlatih dan belajar atau menjalankan ujian, maka yang bertanggung jawab penuh atas diri calon pengemudi adalah Instruktur atau Penguji. Berdasarkan jenis SIM yang telah diperjelas di depan, terdapat pula penggolongan SIM yang nantinya akan membedakan masing-masing golongan SIM tersebut untuk memperjelas penggunaannya bagi setiap pengemudi. Penggolongan SIM tersebut diterangkan dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagimana yang tercantum sebagai berikut: 1. Golongan SIM Perseorangan berdasarkan Pasal 80 UU No. 22 Tahun 2009 : SIM A, berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kg. SIM B1, berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg SIM B2, berlaku untuk mengemudikan Kendaraan alat berat, Kendaraan penarik, atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 kg. SIM C, untuk mengemudikan Sepeda Motor. SIM D, untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang cacat. 2. Golongan SIM Umum berdasarkan Pasal 82 UU No. 22 Tahun 2009: 52 SIM A Umum, untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kg. SIM B1 Umum, untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg. SIM B2 Umum, untuk mengemudikan Kendaraan penarik atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 kg. b. Fungsi Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) Pemilikan SIM tidak terlepas dari fungsi kepemilikan setiap pembuatannya. Arti penting sebuah SIM dalam berkendaraan adalah sangat penting. Oleh karena itu, Fungsi dan Peranan SIM antara lain: 1. Sebagai sarana identifikasi/jatidiri seseorang; 2. Sebagai alat bukti; 3. Sebagai sarana upaya paksa; dan 4. Sebagai sarana pelayanan masyarakat. Fungsi dan Peranan SIM di atas tidak terlepas dari fungsi SIM berdasarkan Pasal 86 Undang-undang No.22 Tahun 2009 yang terdiri dari 3 ayat yang identik dengan sebuah identitas pengemudi, maka berdasarkan Pasal 86 dapat di jelaskan sebagai berikut: 1. Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai bukti kompetensi pengemudi; 2. Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai registrasi Pengemudi Kendaraan Bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap Pengemudi; 3. Data pada registrasi Pengemudi dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian. 53 c. Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C Mekanismedalam pembuatan atau memperoleh SIM Golongan C baru dalam Pasal 217 Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1993, antara lain: Sehat Jasmani dan rohani dinyatakan dengan surat keterangan Dokter. Berusia sekurang-kurangnya 16 tahun. Membayar formulir di BII/BRI. Mengisi formulir permohonan. Dapat menulis dan membaca huruf latin. Melampirkan foto copy KTP. Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai lalu-lintas jalan dan memiliki ketrampilan mengemudikan kendaraan bermotor. Lulus ujian teori dan praktek. Mekanisme dalam pembuatan atau pemohonan SIM kerap terjadi debat pemikiran yang mengakibatkan kekesalan. Pemohon terkadang ada yang menggunakan calo agar cepat dan tidak mengikuti berbagai tes ujian sebagimana mestinya. Biaya yang dikeluarkan apabila tidak melalui prosedur atau melalui calo ini akan mengeluarkan biaya yang cukup besar, karena pemohon akan dibebaskan dalam ujian praktek dan tertulis, serta tidak memakan waktu yang lama. Berbeda dengan yang melalui prosedur, pemohon harus rela antri dan melalui tahap-tahap yang harus dilaksanakan dengan segala konsekuensinya dengan waktu yang sedikit lama, namun dengan biaya murah. Mekanisme pembuatan SIM, antara lain: 1. Fotocopy KTP dan membawa Ballpoint warna hitam yang akan dipergunakan untuk mengisi formulir; 2. Umur harus sudah cukup. Untuk SIM C adalah minimal 17 tahun; 54 3. Membawa uang untuk membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) SIM; 4. Periksa kesehatan ke Dokter Polisi untuk membuat Surat keterangan Sehat dari dokter; 5. Membawa surat keterangan Sehat tersebut ke tempat pembuatan SIM tersebut disertai dengan fotocopy KTP; 6. Apabila syarat alamat, umur, dan keterangan sehat sudah lengkap, makaakan menerima formulir pendaftaran beserta map. Kemudian formulir tersebut diisi dengan lengkap seperti pada contoh yang telah disediakan di tempat; 7. Menyerahkan formulir yang sudah diisi dan berkas-berkasnya ke loket ujian teori.Pada loket ujian teori, pemohon akan mendapatkan kartu antri. Pemohon dapat menanyakan kepada petugas mengenai jam ujian teori yang akan dilaksanakan. Apabila jam ujian masih lama, pemohon dapat menunggu di ruang tunggu yang telah disediakan; 8. Pada saat petugas memanggil nomor antrian pemohon, maka pemohon di mohon untuk segera masuk ke ruang ujian teori; 9. Apabila hasil ujian teori dinyatakan lulus, maka pemohon segeramenuju ke loket ujian praktek. Setelah menulis nama dan alamat di buku mutasi ujian praktek, lihat jadwal atau tanyakan kepada petugas gelombang ujian kapan akan diuji dan pada jam berapa. 10. Pelaksanaan ujian praktek untuk SIM golongan C akan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu Ujian Praktek Dalam, dan Ujian Praktek luar; 55 11. Apabila dinyatakan lulus ujian praktek, baik praktek dalam dan praktek luar, pemohon diharuskanmembawa berkas menuju ke loket BRI. Pemohon nantinya akan dilayani langsung oleh petugas dari Bank BRI langsung, jadi Polri tidak berurusan langsung dengan keuangan sama sekali. Pembayaran PNBP SIM jg pada loket ini; 12. Setelah membayar, pemohon membawaberkas dan bukti pembayaran ke dalam, tepatnya ke ruang entry data dan foto SIM; 13. Setelah nomor antrian pemohon dipanggil, pemohon diharapkan segera masuk ke ruangan foto SIM. Foto SIM disarankan menggunkan baju berkerah, bahkan wajib menggunakan baju berkerah; 14. Setelah proses foto SIM berlangsung, maka pemohon harus tanggap dan mengkonfirmasi bahwa data yang diketik petugas sudah benar. Kemudian Petugas akan membacakan, atau menunjukkan layar monitor data diri pemohon yang akan dicetak di SIM. Apabilaterdapat salah satu huruf saja yang salah dalam proses pengetikan, pemohon diharapkan segera tanggap, karena ketika SIM sudah dicetak, maka petugas sudah tidak bertanggungjawab lagi terhadap kesalahan tersebut. 15. Sebelum SIM dicetak, maka petugas akan membacakan identitas pemohon dan menyuruh pemohon untuk: a. Mengambil sidik jari secara digital; b. Mengambil tandatangan secara digital; c. Mengambil gambar wajah pemohon secara digital. 56 16. Selesai proses foto selesai, pemohon dipersilahkan menunggusampai SIM tercetak. Kemudian nama pemohon akan dipanggil untuk mengambil SIM yang sudah jadi, beserta menandatangani akhir proses yang menyatakan bahwa SIM sudah diambil oleh pemiliknya. Berdasarkan mekanisme yang telah dipaparkan diatas, maka prosedur pembuatan SIM C akan memakan banyak waktu apabila sesuai prosedur. Pemohon akan mengikuti dan melalui dua ujian praktek agar mendapatkan SIM C sesuai yang diberlakukan dalam undang-undang. d. Syarat-syarat Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C Penggunaan Golongan SIM C berdasarkan Pasal 211 ayat (2) Peraturan PemerintahNomor 44 Tahun1993, penggolongan SIM C ini ditegaskan untuk kendaraan bermotor roda dua yang dirancang dengan kecepatan lebih dari 40 km/jam.SIM perseorangan yang diatur di dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, menerangkan bahwa SIM C yang dimaksud adalah untuk mengemudikan sepeda motor. Persyaratan Permohonan SIM C perseorangan berdasarkan Pasal 81 ayat (2) huruf (a), (3), (4), dan (5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 antara lain berdasarkan: (2) Syarat usia 17 (tujuh belas) tahun; (3) Syarat administratif: a. memiliki Kartu Tanda Penduduk; b. mengisi formulir permohonan; c. rumusan sidik jari; (4) Syarat kesehatan: a. sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter; b. sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis; dan (5) Syarat lulus ujian: 57 a. ujian teori; b. ujian praktek dan/atau; c. ujian keterampilan melalui simulator. Persyaratan Permohonan Pembuatan SIM (Pasal 217 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993) yaitu: 1. Permohonan tertulis; 2. Bisa membaca dan menulis; 3. Memiliki pengetahuan peraturan lalu lintas jalan dan teknik dasar kendaraan bermotor; 4. Batas usia 16 (enam belas)tahun untuk SIMgolongan C; 5. Terampil mengemudikan kendaraan bermotor; 6. Sehat jasmani dan rohani; dan 7. Lulus ujian teori dan praktek. SIM dinyatakan tidak berlaku (Pasal 230 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993) apabila: 1. 2. 3. 4. SIM habis masa berlakunya; Digunakan oleh orang lain; Diperoleh dengan cara tidak sah; dan Data yang ada pada SIM diubah. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah, pemilik kendaraan bermotor yang dikemudikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) (Pasal 288 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009). Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau 58 denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) (Pasal 281 UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009). 59 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan secara yuridis sosiologis. Pendekatan ini digunakan karena dalam penelitian ini melibatkan hukum dipandang sebagai perilaku sosial. Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji hubungan aspek hukum dengan non hukum. Aspek hukum menyangkut kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C dan aspek non hukum meliputi pendidikan, ekonomi dan motivasi. B. Metode Penelitian Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode penelitian antara lain: survey lapangan, studi pustaka, dan studi dokumentasi. Survey lapangan merupakan prosedur pengambilan sampel dengan cara menggunakan kuisioner dan menggunakan pendekatan formal. Studi pustaka merupakan cara memperoleh data-data dengan memfokuskan pada data yang ada pada pustaka-pustaka baik yang terorganisir maupun yang tidak. Sedangkan studi dokumentasi memperoleh data yang bersifat dokumen-dokumen resmi baik dari lembaga pemerintah maupun non pemerintah. C. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini lebih terfokus pada penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat 60 kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C dan berpengaruhnya faktor pendidikan, ekonomi dan motivasi terhadap tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pendekatan SIM. D. Lokasi Penelitian Penelitian ini diambil dari Kelurahan Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Pengambilan lokasi ini didasarkan pada alasanalasan: 1. Kabupaten Brebes merupakan wilayah kota di kawasan pantai utara yang rawan kecelakan dan padat serta sebagai satu-satunya penghubung jalan ke kota lain; 2. Dilihat dari tertib lalu lintas wilayah Brebes tergolong banyaknya pelanggaran yang berupa pengendara kendaraan khususnya roda dua tidak mempunyai SIM, padahal SIM merupakan salah satu tertib berlalu lintas; 3. Secara kebetulan peneliti bertempat tinggal di Kabupaten Brebes, sehingga pengambilan lokasi ini akan menghemat biaya, waktu dan tenaga dalam melaksanakan penelitian. E. Populasi Penelitian Populasi atau universe adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.45 Populasi penelitian ini meliputi seluruh warga anggota masyarakat yang didapati memiliki kendaraan bermotor dan berada di Kelurahan Limbangan 45 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 44. 61 Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dengan populasi sasaran warga masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan yang memiliki SIM. Populasi penelitian ini tidak terlepas dari sebuah keinginan untuk mengetahui luas batas sifat-sifat dan ciri-ciri khusus informasi dari sumbersumber yang dapat dipakai sebagai pegangan. Sumber-sumber informasi tersebut antara lain:46 1. Dokumen atau catatan resmi dari instansi-instansi; 2. Daftar-daftar hasil sensus; 3. Keterangan pejabat dan pimpinan masyarakat setempat. Kebenaran dan validitas informasi-informasi tersebut haruslah diperiksa agar memperoleh data yang valid. F. Metode Pengambilan Sampel Sampel merupakan suatu bagian dari populasi yang ingin diteliti. 47 Suatu metode pengambilan sampel yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:48 1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti; 2. Dapat menentukan presisi (precision) dari hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku (standar) dari taksiran yang diperoleh. Presisi disini adalah tingkat ketetapan yang ditentukan oleh perbedaan 46 Ibid, hlm. 45. Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Op.Cit, hlm. 119. 48 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 1989, hlm. 149-150. 47 62 hasil yang diperoleh dari catatan lengkap, dengan syarat bahwa keadaankeadaan dimana kedua metode dilakukan; 3. Sederhana, sehingga mudah dilaksanakan; 4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendahrendahnya. Besarnya sampel yang harus diambil untuk mendapatkan hasil yang representatif dalam suatu penelitian, maka terdapat empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besarnya sampel antara lain:49 1. Derajat keseragaman (degree of homogenity) dari populasi. Semakin seragam populasi itu, maka semakin kecil sampel yang dapat diambil. Berbeda pula apabila populasi tersebut seragam sempurna (completely heterogeneous), maka hanya pencacahan lengkaplah yang dapat memberikan gambaran yang representatif; 2. Represisi yang dikehendaki dari penelitian. Semakin tinggi tingkat presisi yang dikehendaki, maka semakin besar jumlah sampel yang harus diambil. Jadi, sampel yang besar cenderung memberikan penduga yang lebih mendekati nilai sesungguhnya (true value); 3. Rencana analisa. Besarnya sampel terkadang sudah mencukupi sesuai dengan presisi yang dikehendaki, tetapi apabila dikaitkan dengan kebutuhan analisa, maka jumlah sampel tersebut kurang mencukupi; 4. Tenaga, biaya dan waktu. Harapan apabila menginginkan presisi yang tinggi maka jumlah sampel harus besar, tetapi apabila dana, tenaga dan 49 Ibid, hlm. 150-152. 63 waktu terbatas, maka tidaklah mungkin untuk mengambil sampel yang besar, dan ini berarti presisinya akan menurun. Besarnya sampel yang harus diambil dalam suatu penelitian didasarkan pada keempat pertimbangan diatas, tetapi agar dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga, maka dapat memperkirakan besarnya sampel yang diambil sehingga presisinya dianggap cukup untuk menjamin tingkat kebenaran hasil penelitian. Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan metode pengambilan sampel acak sederhana atau simple random sampling, yaitu sebuah sample yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sample. Apabila besarnya sample yang diinginkan itu berbedabeda, maka besarnya kesempatan bagi tiap satuan elementer untuk terpilih juga akan berbeda-beda.50 Sample acak sederhana merupakan sample kesempatan (probabilty sampling), sehingga hasilnya dapat dievaluasi secara obyektif. Dalam penelitian ini, sampel dipilih dari seluruh anggota masyarakat yang bertempat tinggal di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes. Jumlah warga pada kelurahan ini adalah 10.298 jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh mengenai jumlah Rukun Warga (RW) dan jumlah Kepala Keluarga (KK), maka dapat diambil kesimpulan jumlah populasi pada kelurahan tersebut adalah sebesar 1500 KK. Berdasarkan 50 Ibid,hlm. 155-156. 64 wawancara informal dengan salah satu pejabat Kelurahan Limbangan Wetan dari sejumlah 1500 KK tersebut diperkirakan yang memiliki SIM C sebanyak kurang lebih 300 orang. Dari jumlah tersebut diambil sampel secara random sebanyak 10%, sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 orang yang memiliki SIM C sebagai responden. Jumlah sampel tersebut diasumsikan cukup representatif (mewakili) dari jumlah populasi yakni 300 orang yang memiliki SIM C karena didasarkan pada pertimbanganpertimbangan tentang sifat homogenitas dari populasi, antara lain: 1. Seluruh sampel adalah anggota masyarakat yang berada di wilayah yang sama; 2. Seluruh sampel terdeteksi memiliki SIM C dan kendaraan roda dua; 3. Semua sampel mempunyai kultur dan nilai-nilai yang sama. G. Jenis dan Sumber Data 1. Data primer Data primer bersumber pada individu warga masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes yang memiliki SIM C dan kendaraan beroda dua yang bertindak sebagai responden. 2. Data sekunder Data sekunder yaitu data yang bersumber dari literatur, peraturan parundang-undangan, hasil-hasil penelitian, majalah-majalah ilmiah, artikel-artikel ilmiah dan makalah hasil pertemuan ilmiah serta makalah 65 yang dapat di unduh di internet. Metode kepustakaan instrumen: katalog, form, dan blanko-blanko serta kartu perpustakaan yang sudah disiapkan. H. Data Yang Diperlukan 1. Data Primer a. Data tentang pengetahuan hukum responden yang berkaitan dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C; b. Data tentang pemahaman hukum responden dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C; c. Data tentang sikap hukum responden dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C; d. Data tentang pola perilaku hukum responden dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C; e. Data tentang pendidikan responden dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C; f. Data tentang ekonomi responden dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C; g. Data tentang motivasi responden dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C; 2. Data Sekunder a. Data seluruh jumlah penduduk dan Kepala Keluarga Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes untuk menentukan populasi dan mengambil sampel untuk penelitian; 66 b. Data pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C di Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Brebes; c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; d. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan dan Pengemudi. I. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan metode sebagai berikut: a. Metode angket dengan instrumen kuesioner yang disebarkan kepada beberapa responden sebagai sampel. Metode angket yang digunakan adalah metode angket berstruktur yang sifatnya tegas definitif, terbatas, konkret, mengandung jawaban isian yang terbatas dan jelas;51 b. Metode dokumenter dengan instrumen berupa blangko dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang bersifat sekunder yang bersumber pada buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian dan dokumen yang ada di Kantor Kepolisian Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes dan Kantor Kelurahan Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes; dan c. Metode kepustakaan, yaitu dengan memanfaatkan buku-buku untuk memperoleh data sekunder yang menunjang kelengkapan penelitian. 51 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 200. 67 J. Metode Pengolahan Data Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan metode pengolahan data dengan teknik sebagai berikut:52 1. Editing (to edit artinya membetulkan) adalah memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Kemudian di dalam editing dilakukan pembetulan data yang keliru, menambahkan data yang kurang, melengkapi data yang belum lengkap. 2. Coding adalah mengkategorisasikan data dengan cara pemberian kodekode atau simbol-simbol menurut kriteria yang diperlukan pada daftar pertanyaan dan pada pertanyaan-pertanyaannya sendiri dengan maksud untuk dapat ditabulasikan. 3. Tabulasi adalah memindahkan data dari daftar pertanyaan kedalam tabeltabel yang telah dipersiapkan untuk maksud tersebut. K. Metode Penyajian Data Data yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi dan tabel silang. Disamping itu data juga disajikan dalam bentuk teks naratif, yakni uraian yang tersusun secara sistematis, logis, dan rasional berdasarkan urutan dari data yang diperoleh dari suatu penelitian. L. Definisi Operasional 52 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit, hlm. 64-65. 68 1. Kesadaran Hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat didalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada dan konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki atau yang sepantasnya, yang dapat dinyatakan dalam kesadaran hukum rendah, sedang dan tinggi; 2. Pengetahuan Hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum, yang dapat dinyatakan dalam pengetahuan hukum yang rendah, sedang dan tinggi; 3. Pemahaman Hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu terhadap isi dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut, yang dapat dinyatakan dalam pemahaman hukum rendah, sedang dan tinggi; 4. Sikap Hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati, yang dapat dinyatakan dalam sikap setuju, kurang setuju dan tidak setuju; 5. Pola Perilaku Hukum artinya bahwa seseorang berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku, yang dinyatakan pola perilaku sesuai hukum, kurang sesuai hukum dan tidak sesuai hukum; 69 6. Pendidikan adalah jenjang proses belajar mengajar yang dapat dinyatakan dalam pendidikan dasar, menengah dan tinggi; 7. Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu yang dapat diukur dengan indikator, motiv, harapan dan penghargaan. Motivasi dapat dinyatakan dalam ukuran tinggi, sedang dan rendah; 8. Ekonomi adalah kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhan keluarga perbulan yang dapat dinyatakan dalam ekonomi tinggi, sedang dan rendah. M. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini data yang telah diolah dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif ditujukan pada data yang bersifat kuantitatif dengan model analisis statistik sederhana, terutama distribusi frekuensi analisis dan silang analisis. Analisis kualitatif ditujukan pada data yang bersifat kualitatif dengan model content analysis dan komparatif analisis. Teknik analisis digunakan dalam metode teoritikal interpretation, yaitu suatu analisis dengan cara mendialogkan antara data disatu pihak dengan teori hukum, doktrin hukum dan norma hukum dilain pihak. Dengan dialog yang demikian diharapkan pengambilan kesimpulan yang menyimpang sekecil mungkin dapat dihindari. 70 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C. Berbicara mengenai kesadaran hukum tidak terlepas dari indikator kesadaran hukum. Indikator itu yang nantinya akan berpengaruh besar terhadap kesadaran hukum. Oleh karena itu, teori kesadaran hukum dari Soerjono Soekanto mengatakan, kesadaran hukum adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. 53 Masyarakat dalam hal ini yang nantinya akan mengefektifkan hukum yang berlaku, sehingga untuk memperoleh hasil tentang tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (selanjutnya disingkat SIM) C dapat dilakukan dengan mengetahui nilai dari masing-masing indikator. Teori dalam faktor yang berpengaruh dikemukakan oleh B. Kutschincky dalam bukunya Soerjono Soekanto, antara lain:54 1. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum; 2. Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum; 3. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum; 53 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 159. 54 Loc.Cit. 71 4. Pola-pola perikelakuan hukum. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, apabila teori diatas diaplikasikan ke dalam tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat dirumuskan bahwa kesadaran hukum masyarakat dapat diukur dengan indikator-indikator yang ditetapkan, antara lain: indikator pengetahuan hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, pemahaman hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, sikap hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, serta pola perilaku hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C. Tingkat masing-masing indikator kesadaran hukum tersebut dapat diketahui dengan mengajukan pertanyaan kepada seluruh responden. Pertanyaan yang diajukan kepada responden sebanyak 40 pertanyaan tentang kesadaran hukum yang terdiri dari unsur pengetahuan sebanyak 10 pertanyaan, unsur pemahaman hukum sebanyak 10 pertanyaan, unsur sikap hukum sebanyak 10 pertanyaan, unsur pola perilaku hukum sebanyak 10 pertanyaan. Kemudian setiap pertanyaan tersebut nantinya akan diberi nilai antara 1-3 berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden. Nilai masingmasing indikator kesadaran hukum menurut 30 responden dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: 72 Tabel 1: Distribusi nilai masing-masing indikator kesadaran hukum, nilai kesadaran hukum, tingkat pendidikan, motivasi dan ekonomi responden. No Pgt Pmhmn Skp Prlku Ksdrn Tngkt Tngkt Tngkt Hkm Hkm Hkm Hkm Hkm Pnddkn Mtvsi Eknmi 1 21 23 21 21 86 SMP 21 28 2 24 25 22 24 95 SMP 21 26 3 30 30 25 24 109 PT 25 19 4 30 30 29 30 119 SMA 30 28 5 30 30 29 30 119 SD 27 24 6 30 30 28 29 117 SMA 28 19 7 30 27 26 29 112 PT 22 26 8 27 24 28 24 103 SMA 28 23 9 30 30 30 29 119 SMA 30 21 10 30 30 29 29 118 PT 30 21 11 30 30 29 28 117 SMA 30 22 12 29 27 27 27 110 PT 25 20 13 29 30 30 29 118 SMA 25 21 14 30 30 30 28 118 PT 28 19 15 30 30 28 28 116 SMA 26 26 16 26 24 20 20 90 SMA 18 19 17 30 30 28 28 116 PT 28 21 18 29 29 21 29 108 PT 24 21 19 30 25 24 25 104 SMA 24 26 20 29 29 22 29 109 PT 24 19 21 30 29 25 29 113 PT 28 18 22 24 20 24 20 88 SMA 23 24 23 25 26 26 23 100 PT 24 21 24 29 27 27 27 110 SMA 26 22 25 30 30 25 25 110 PT 26 23 73 No Pgt Pmhmn Skp Prlku Ksdrn Tngkt Tngkt Tngkt Hkm Hkm Hkm Hkm Hkm Pnddkn Mtvsi Eknmi 26 26 22 26 23 97 PT 26 23 27 26 26 20 21 93 SMA 20 25 28 30 26 27 29 112 PT 27 17 29 30 30 28 30 118 SMA 27 20 30 30 30 22 24 106 PT 21 24 Sumber: Data primer yang diolah. Keterangan: Pgt Hkm Pmhmn Hkm Skp Hkm Prlku Hkm Ksdrn Hkm Tngkt Pnddkn Tngkt Mtvsi Tngkt Eknmi SD SMP SMA PT : Pengetahuan Hukum : Pemahaman Hukum : Sikap Hukum : Perilaku Hukum : Kesadaran Hukum : Tingkat Pendidikan : Tingkat Motivasi : Tingkat Ekonomi : Sekolah Dasar : Sekolah Menengah Pertama : Sekolah Menengah Atas : Perguruan Tinggi Berdasarkan tabel tersebut diatas, sebagaimana yang telah disinggung dimuka bahwa penelitian ini mengkaji 4 variabel pokok yang terdiri dari, variabel kesadaran hukum dengan indikator pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum dan pola perilaku hukum, serta variabel-variabel yang diasumsikan berpengaruh terhadap kesadaran hukum, yang terdiri dari variabel pendidikan, motivasi dan ekonomi. Untuk mengklasifikasikan masing-masing variabel dan indikator sebagaimana dipaparkan dalam tabel 74 diatas diperhitungkan interval klas pada masing-masing nilai (skor) variabel dan indikator tersebut, dengan rumus sebagai berikut: i= R K Dimana: i : interval klas yang dikehendaki. R : range yang merupakan simbol pengurangan nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. K : klas yang dikehendaki dalam setiap variabel dan indikator yang dapat dinyatakan dalam 3 klas, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut diatas, maka diperoleh interval klas pada masing-masing variabel dan indikatorindikator sebagai berikut: a. Kesadaran hukum, yang dapat dinyatakan dalam kesadaran hukum rendah, sedang dan tinggi, dengan interval klas sebagai berikut: Nilai 86-96, adalah rendah; Nilai 97-108, adalah sedang; Nilai 109-119, adalah tinggi. b. Indikator pengetahuan hukum, yang dapat dinyatakan dalam pengetahuan hukum rendah, sedang dan tinggi, dengan interval klas sebagai berikut: Nilai 21-23, adalah rendah; 75 Nilai 24-27, adalah sedang; Nilai 28-30, adalah tinggi. c. Indikator pemahaman hukum, yang dapat dinyatakan dalam pemahaman hukum rendah, sedang dan tinggi, dengan interval klas sebagai berikut: Nilai 20-23, adalah rendah; Nilai 24-27, adalah sedang; Nilai 28-30, adalah tinggi. d. Indikator sikap hukum, yang dapat dinyatakan dalam sikap hukum tidak setuju, kurang setuju dan setuju, dengan interval klas sebagai berikut: Nilai 20-23, adalah tidak sestuju; Nilai 24-27, adalah kurang setuju; Nilai 28-30, adalah setuju. e. Indikator pola perilaku hukum, yang dapat dinyatakan dalam pola perilaku hukum tidak sesuai, kurang sesuai dan sesuai, dengan interval klas sebagai berikut: Nilai 20-23, adalah tidak sesuai; Nilai 24-27, adalah kurang sesuai; Nilai 28-30 adalah sesuai. f. Tingkat motivasi, yang dapat dinyatakan dalam motivasi rendah, sedang dan tinggi, dengan interval klas sebagai berikut: Nilai 18-21, adalah rendah; Nilai 22-26, adalah sedang; Nilai 27-30, adalah tinggi. 76 g. Tingkat ekonomi, yang dapat dinyatakan dalam ekonomi rendah, sedang dan tinggi, dengan interval klas sebagai berikut: Nilai 17-20, adalah rendah; Nilai 21-24, adalah sedang; Nilai 25-28, adalah tinggi. Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C, hasil penelitian secara umum menggambarkan tingkat kesadaran hukum yang tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan melihat data yang dituangkan dalam tabel dibawah ini: Tabel 2: Kesadaran hukum responden dalam pembuatan SIM C. Kesadaran Hukum Rendah Sedang Tinggi Interval Klas 86-96 97-108 109-119 Frekuensi (F) 5 6 19 Persentase (%) 16,67 20,00 63,33 30 100 Jumlah Sumber: Data primer yang diolah. Tabel 2 diatas menjelaskan bahwa dari seluruh responden sebanyak 30 orang, sejumlah 5 (16,67%) responden mempunyai tingkat kesadaran hukum yang relatif rendah dalam pembuatan SIM C, sejumlah 6 (20,00%) responden mempunyai tingkat kesadaran hukum yang relatif sedang dalam pembuatan SIM C, dan sejumlah 19 (63,33%) responden mempunyai kesadaran hukum yang relatif tinggi dalam pembuatan SIM C. 77 Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa sebagian besar masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi dalam pembuatan SIM C, terutama dengan hal-hal yang berkaitan dengan syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan SIM C, prosedur/mekanisme, pengajuan permohonan pembuatan SIM C serta sanksi-sanksi hukum bila pengemudi tidak memiliki SIM C. Apabila kenyataan tersebut diatas diintrepetasikan berdasarkan Pasal 77 ayat (1), Pasal 281, serta Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, maka dapat diperoleh gambaran bahwa sebagian besar masyarakat telah mengetahui, memahami, menyetujui dan melakukan tindakan pembuatan SIM C terhadap syarat-syarat, prosedur, dan sanksi. Bunyi Pasal tersebut diatas sebagaimana yang telah diatur dalam Bab sebelumnya, maka kesadaran hukum apabila diaplikasikan dengan Teori menurut Soerjono Soekanto masih relevan, karena kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada.55Sebenarnya yang ditekankan disini adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkret dalam masyarakat yang bersangkutan. 55 Ibid, hlm. 152. 78 Tingginya tingkat kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C tidak terlepas dengan tingkat pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum dan pola perilaku hukumnya. Apabila kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C dilihat dari indikator pengetahuan hukum, maka diperoleh gambaran sebagaimana yang tedapat dalam tabel berikut: Tabel 3: pengetahuan hukum responden dalam pembuatan SIM C. Pengetahuan Hukum Rendah Sedang Tinggi Interval Klas 21-23 24-27 28-30 Jumlah Sumber: Data primer yang diolah. Frekuensi (F) 1 7 22 Presentase (%) 3,33 23,33 73,33 30 100 Tabel 3 diatas menjelaskan bahwa dari seluruh responden sebanyak 30 orang, sejumlah 1 (3,33%) responden mempunyai tingkat pengetahuan hukum yang relatif rendah dalam pembuatan SIM C, sejumlah 7 (23,33%) responden mempunyai tingkat pengetahuan hukum yang relatif sedang dalam pembuatan SIM C, dan sejumlah 22 (73,33%) responden mempunyai tingkat kesadaran hukum yang relatif tinggi dalam pembuatan SIM C. Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa sebagian besar masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes memiliki tingkat pengetahuan hukum yang tinggi dalam pembuatan SIM C. 79 Berdasarkan teori menurut Otje Salman, menjelaskan bahwa indikator pertama dari kesadaran hukum adalah pengetahuan hukum.Seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum.56Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum. Apabila teori tersebut diatas diaplikasikan dengan tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat diperoleh gambaran bahwa teori tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena tingginya kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes didasarkan pada tingginya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai syarat-syarat pembuatan SIM C, prosedur/makanisme, pengajuan permohonan SIM C serta sanksi apabila pengemudi tidak memiliki SIM C. Kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C selain dilihat dari pengetahuan hukum juga dapat dilihat dari indikator pemahaman hukum, maka diperoleh gambaran sebagaimana yang tedapat dalam tabel berikut: 56 Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1993, hlm. 40. 80 Tabel 4: Pemahaman hukum responden dalam pembuatan SIM C. Pemahaman Hukum Rendah Sedang Tinggi Interval Klas 20-23 24-27 28-30 Jumlah Sumber: Data primer yang diolah. Frekuensi (F) 3 10 17 Presentase (%) 10,00 33,33 56,67 30 100 Tabel 4 diatas menjelaskan bahwa dari seluruh responden sebanyak 30 orang, sejumlah 3 (10,00%) responden mempunyai tingkat pemahaman hukum yang relatif rendah dalam pembuatan SIM C, sejumlah 10 (33,33%) responden mempunyai tingkat pemahaman hukum yang relatif sedang dalam pembuatan SIM C, dan sejumlah 17 (56,67%) responden mempunyai tingkat pemahaman hukum yang relatif tinggi dalam pembuatan SIM C. Berdasarkan data tersebut diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa sebagian besar masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes memiliki tingkat pemahaman hukum yang tinggi dalam pembuatan SIM C. Apabila data tersebut diatas dalam tabel 4 dihubungkan dengan data pada tabel 3, maka dapat diintrepetasikan bahwa tingginya pemahaman hukum tersebut didasarkan pada pengetahuan hukum masyarakat yang tinggi dalam pembuatan SIM C. Berdasarkan teori menurut Otje Salman, menjelaskan bahwa indikator kedua dari kesadaran hukum adalah pemahaman hukum, yaitu sejumlah informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu.Pemahaman hukum disini adalah suatu pengertian terhadap isi dan 81 tujuan suatu peraturan dalam hukum tertentu serta manfaatnya bagi pihakpihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut.57 Seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahamannya masing-masing mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai pentingnya Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemahaman ini diwujudkan melalui sikap mereka terhadap tingkah laku sehari-hari. Apabila teori tersebut diatas diaplikasikan dengan tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat diperoleh gambaran bahwa teori tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena tingginya pemahaman hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes ternyata didasarkan pula pada tingginya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai syarat-syarat pembuatan SIM C, prosedur/makanisme, pengajuan permohonan SIM C serta sanksi dalam pembuatan SIM C. Kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C selain dilihat dari pemahaman hukum juga dapat dilihat dari indikator sikap hukum, maka diperoleh gambaran sebagaimana yang tedapat dalam tabel berikut: 57 Ibid, hlm. 41. 82 Tabel 5: Sikap hukum responden dalam pembuatan SIM C. Sikap Hukum Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Interval Klas 20-23 24-27 28-30 Jumlah Sumber: Data primer yang diolah. Frekuensi (F) 7 11 12 Presentase (%) 23,33 36,67 40,00 30 100 Tabel 5 diatas menjelaskan bahwa dari seluruh responden sebanyak 30 orang, sejumlah 7 (23,33%) responden mempunyai tingkat sikap hukum yang relatif tidak setuju dalam pembuataan SIM C, sejumlah 11 (36,67%) responden mempunyai tingkat sikap hukum yang relatif kurang setuju dalam pembuatan SIM C, dan sejumlah 12 (40,00%) responden mempunyai tingkat sikap hukum yang relatif setuju dalam pembuatan SIM C. Berdasarkan data tersebut diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa sebagian besar masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes memiliki sikap hukum yang relatif setuju dalam pembuatan SIM C. Apabila data tersebut diatas dalam tabel 5 dihubungkan dengan data pada tabel 3 dan 4, maka dapat diintrepetasikan bahwa sikap hukum setuju masyarakat dalam pembuatan SIM C didasarkan pada pemahaman hukum dan pengetahuan hukum masyarakat yang tinggi dalam pembuatan SIM C. Sikap hukum setuju masyarakat, positifnya masyarakat tersebut didasarkan pada tingginya pemahaman tentang isi hukumnya dan pemahaman hukumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap hukum masyarakat itu yang mendasarkan pada pengetahuan dan pemahaman 83 masyarakat itu sendiri, sehingga sebagian masyarakat tidak bersikap yang sebenar-benarnya, melainkan hanya ikut-ikutan saja. Berdasarkan teori menurut Otje Salman, menjelaskan bahwa indikator ketiga dari kesadaran hukum adalah sikap hukum, yaitu suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum tersebut ditaati.58Seseorang disini yang nantiya akan mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum. Apabila teori tersebut diatas diaplikasikan dengan tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat diperoleh gambaran bahwa teori tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena tingginya sikap hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes ternyata didasarkan pula pada tingginya tingkat pengetahuan masyarakat dan pemahaman hukum masyarakat mengenai syarat-syarat pembuatan SIM C, prosedur/makanisme, pengajuan permohonan SIM C serta sanksi dalam pembuatan SIM C. Kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C selain dilihat dari pengetahuan hukum, pemahaman hukum dan sikap hukum, juga dapat dilihat dari indikator pola perilaku hukum, maka diperoleh gambaran sebagaimana yang terdapat dalam tabel berikut: 58 Loc. Cit. 84 Tabel 6: Pola perilaku hukum responden dalam pembuatan SIM C. Pola Perilaku Hukum Tidak Sesuai Kurang Sesuai Sesuai Interval Klas 20-23 24-27 28-30 Jumlah Sumber: Data primer yang diolah. Frekuensi (F) 6 8 16 Presentase (%) 20,00 26,67 53,33 30 100 Tabel 6 diatas menjelaskan bahwa dari seluruh responden sebanyak 30 orang, sejumlah 6 (20,00%) responden mempunyai tingkat pola perilaku hukum yang relatif tidak sesuai dalam pembuatan SIM C, sejumlah 8 (26,67%) responden mempunyai tingkat pola perilaku hukum yang relatif kurang sesuai dalam pembuatan SIM C, dan sejumlah 16 (53,33%) responden mempunyai tingkat pola perilaku hukum yang relatif sesuai dalam pembuatan SIM C. Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa sebagian besar masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes memiliki tingkat pola perilaku hukum yang relatif sesuai dalam pembuatan SIM C. Apabila data tersebut diatas dalam tabel 6 dihubungkan dengan data pada tabel 3, 4 dan 5, maka dapat diintrepetasikan bahwa pola perilaku hukum masyarakat yang sesuai didasarkan pada sikap hukum yang setuju, pemahaman hukum yang tinggi dan pengetahuan hukum yang tinggi. Berdasarkan teori menurut Otje Salman, menjelaskan bahwa indikator keempat dari kesadaran hukum adalah pola perilaku hukum, yaitu dimana 85 seseorang atau dalam suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan yang berlaku.59Indikator ini merupakan indikator yang paling utama, karena dalam indikator tersebut dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat, sehingga seberapa jauh kesadaran hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum. Apabila teori tersebut diatas diaplikasikan dengan tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat diperoleh gambaran bahwa teori tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena tingginya pola perilaku hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes ternyata didasarkan pula pada tingginya tingkat pengetahuan hukum masyarakat, pemahaman hukum masyarakat dan sikap hukum masyarakat mengenai syarat-syarat pembuatan SIM C, prosedur/makanisme, pengajuan permohonan SIM C serta sanksi dalam pembuatan SIM C. Berdasarkan data tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes relatif tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan indikator pengetahuan hukum yang tinggi, pemahaman hukum yang tinggi, sikap hukum yang setuju dan pola perilaku hukum yang sesuai dalam pembuatan SIM C. Artinya, semakin tinggi tingkat masing-masing indikator dari masyarakat tersebut diatas, maka akan semakin tinggi pula tingkat 59 Ibid, hlm. 42. 86 kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C. B. Pengaruh Faktor Pendidikan, Motivasi dan Ekonomi Terhadap Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C. Masalah kesadaran hukum timbul di dalam proses penerapan dari hukum positif tertulis. Tidak ada hukum yang mengikat warga-warga masyarakat kecuali atas dasar kesadaran hukumnya. Apabila pembentuk hukum menerbitkan peraturan-peraturan yang tidak cocok dengan kesadaran atau perasaan masyarakat maka akan menimbulkan reaksi-reaksi yang negatif dari masyarakat. Semakin besar pertentangan antara peraturan dengan kesadaran tersebut, maka semakin sulit untuk menerapkannya.Oleh karena itu, di dalam penelitian ini penulis memilih faktor pendidikan sebagai salah satu independent variabel karena merupakan salah satu faktor-faktor sosial obyektif yang berpengaruh terhadap kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C. Berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat dalam proses pembuatan SIM C, maka tingginya kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor pendidikan, ekonomi dan motivasi responden. Masing-masing variabel tersebut diatas dapat digambarkan secara berturut-turut sebagaimana tertuang dalam tabel-tabel berikut ini: 87 Tabel 7: Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Frekuensi Pendidikan (F) Rendah 1 Sedang 15 Tinggi 14 30 Jumlah Sumber: Data primer yang diolah. Presentase (%) 3,33 50,00 46,67 100 Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa dari sebanyak 30 responden menunjukkan sebanyak 1 (3,33%) responden mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah dan sebanyak 15 (50,00%) responden menyebutkan tingkat pendidikan yang relatif menengah demikian pula sebanyak 14 (46,67%) responden menunjukkan tingkat pendidikan yang relatif tinggi. Berdasarkan data diatas terlihat bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat pendidikan yang relatif menengah, yakni dengan jumlah 15 (50,00%) responden. Apabila tingkat responden ini dihubungkan dengan tingkat kesadaran hukum responden dalam pembuatan SIM C sebagaimana yang tercantum dalam tabel 2, maka akan diperoleh gambaran yang nyata tentang kecenderungan faktor pendidikan berpengaruh secara positif terhadap tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C. Hal ini dapat dijelaskan sebagaimana yang tercantum dalam tabel dibawah ini: 88 Tabel 8: Pengaruh faktor pendidikan terhadap kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C. Kesadaran Rendah Sedang Tinggi Jumlah Hukum F % F % F % F % Rendah 0 0 0 0 1 3,33 1 3,33 Sedang 5 16,67 2 6,67 8 26,67 15 50,00 Tinggi 1 3,33 5 16,67 8 26,67 14 46,67 Jumlah 6 20,00 7 23,34 17 56,67 30 100,00 Pendidikan Sumber: Data primer yang diolah. Berdasarkan tabel diatas dapat dideskripsikan bahwa faktor pendidikan cenderung berpengaruh positif terhadap kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C. Artinya semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam tabel diatas, dimana pada pengaruh faktor pendidikan rendah, diperoleh gambaran bahwa sejumlah 0 (0%) responden menunjukkan kesadaran hukum rendah, sejumlah 0 (0%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C yang tinggi. Apabila dilihat dari pengaruh faktor pendidikan yang sedang, diperoleh gambaran bahwa sejumlah 5 (16,67%) responden menunjukkan 89 tingkat kesadaran hukum rendah, sejumlah 2 (6,67%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 8 (26,67%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum tinggi dalam pembuatan SIM C. Apabila dilihat dari faktor pendidikan yang tinggi, diperoleh gambaran bahwa sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum rendah, sejumlah 5 (16,67%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sejumlah 8 (26,67%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang tinggi dalam pembuatan SIM C. Berdasarkan data tersebut diatas dapat disimpulkan sementara bahwa faktor pendidikan cenderung berpengaruh secara positif terhadap tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes, makaakan semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukum masyarakatnya dalam pembuatan SIM C. Bilamana diinduksikan dengan teori yang ada, maka menurut teori Soerjono Soekanto mengatakan bahwa secara menyeluruh faktor pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan tentang isi hukum, sikap hukum dan pola perilaku hukum, yaitu khususnya dalam bidang pembuatan SIM C yang kesadaran hukumnya dapat dinilai berdasarkan materi ilmu hukum yang disajikan dan kemampuan mengolah yang secara logis akan meningkat pula. Pengetahuan yang dimilikinya kebanyakan diperoleh dari pengalaman 90 kehidupan sehari-hari.60 Apabila teori menurut Soerjono Soekanto dapat diaplikasikan ke dalam hasil penelitian ini, maka teori tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena pendidikan cenderung berpengaruh positif terhadap tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C. Selain faktor pendidikan, faktor motivasi juga seringkali mempengaruhi tingkat kesadaran hukum masyarakat, khususnya dalam pembuatan SIM C. Di dalam penelitian ini, faktor motivasi sebagai salah satu independent variabel karena merupakan salah satu faktor motivasi obyektif yang berpengaruh terhadap kesadaran hukum. Hasil penelitian berdasarkan kuesioner yang diisi oleh responden menunjukkan sebagaimana yang terdapat dalam tabel di bawah ini: Tabel 9: Tingkat motivasi responden. Tingkat Motivasi Rendah Sedang Tinggi Interval Klas 18-21 22-26 27-30 Jumlah Sumber: Data primer yang diolah. Frekuensi (F) 5 13 12 Presentase (%) 16,67 43,33 40,00 30 100 Berdasarkan data tabel tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa dari sebanyak 30 responden, menunjukkan sejumlah 5 (16,67%) responden mempunyai tingkat motivasi rendah dalam pembuatan SIM C, sejumlah 13 (43,33%) responden mempunyai tingkat motivasi menengah 60 Ibid, hlm. 210. dalam 91 pembuatan SIM C, dan sejumlah 12 (40,00%) responden mempunyai tingkat motivasi yang tinggi dalam pembuatan SIM C. Tingkat motivasi responden berdasarkan data tersebut diatas terlihat bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat motivasi yang relatif sedang dalam pembuatan SIM C, yakni dibuktikan dengan hasil responden terbesar yaitu 13 (43,33%) responden. Akan tetapi, tingkat motivasi yang sedang tersebut, sebagian besar masyarakat juga tergolong tingkat motivasi yang tinggi. Apabila tingkat motivasi responden ini dihubungkan dengan tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C sebagaimana yang tercantum dalam tabel 2, maka dapat diperoleh kecenderungan pengaruh faktor motivasi terhadap pembuatan SIM C. Hal ini dapat diperjelas dengan melihat data yang tertuang dalam tabel dibawah ini: Tabel 10: Pengaruh faktor motivasiterhadap kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C. Kesadaran Rendah Sedang Tinggi Jumlah Hukum F % F % F % F % Rendah 4 13,33 1 3,33 0 0 5 16,67 Sedang 1 3,33 4 13,33 8 26,67 13 43,33 Tinggi 0 0 1 3,33 11 36,67 12 40,00 Jumlah 5 16,66 6 19,99 19 63,34 30 100,00 Motivasi Sumber: Data primer yang diolah. 92 Berdasarkan tabel diatas dapat dideskripsikan bahwa faktor motivasi responden dalam pembuatan SIM C cenderung berpengaruh positif terhadap kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, yakni dengan tingkat motivasi yang sedang. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam tabel diatas, dimana pada pengaruh faktor motivasi rendah, diperoleh gambaran bahwa sejumlah 4 (13,33%) responden menunjukkan kesadaran hukum yang relatif rendah, sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 0 (0%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C yang tinggi. Apabila dilihat dari pengaruh faktor motivasi yang sedang, diperoleh gambaran bahwa sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum rendah, sejumlah 4 (13,33%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 8 (26,67%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum tinggi dalam pembuatan SIM C. Apabila dilihat dari faktor motivasi yang tinggi, diperoleh gambaran bahwa sejumlah 0 (0%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum rendah, sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sejumlah 11 (36,67%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang tinggi dalam pembuatan SIM C. Berdasarkan data tersebut diatas dapat disimpulkan sementara bahwa faktor motivasi cenderung berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, artinya semakin 93 tinggi tingkat motivasi masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes, maka semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukum masyarakatnya dalam pembuatan SIM C. Bilamana diaplikasikan dengan teori yang ada, maka menurut konsep motivasi yang dikembangkan oleh William G. Scott mengatakan, bahwa motivasi sebagai rangkaian pemberian dorongan kepada seseorang untuk melakukan tindakan guna mencapai tujuan yang diinginkan.61 Tidak ada tujuan yang akan tercapai dengan sendirinya, karena pencapainnya tergantung pada manusia itu sendiri dan berhasil tidak tujuan dicapai pada tingkat yang dominan ditentukan oleh motivasi manusia yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu, setiap tahap diusahakan dan diharapkan meningkatkan hasil yang dicapai dengan tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi. Berdasarkan teori tersebut diatas apabila diinduksikan dengan tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat dikatakan masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena motivasi cenderung berpengaruh positif terhadap kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi tingkat motivasi responden, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukum responden yang bersangkutan dalam pembuatan SIM C nantinya. Selain faktor pendidikan dan faktor motivasi, ternyata faktor ekonomi juga seringkali mempengaruhi tingkat kesadaran hukum masyarakat, 61 Fred N. Kerlinger dan Elazar J. Pedhazur, Korelasi dan Analisis Regresi Ganda, Nur Cahaya, Yogyakarta, 1987, Hlm. 161. 94 khususnya dalam pembuatan SIM C. Di dalam penelitian ini, faktor ekonomi juga sebagai salah satu independent variabel karena merupakan salah satu faktor ekonomi obyektif yang berpengaruh terhadap kesadaran hukum masyarakatnya. Hasil penelitian penulis menunjukkan sebagaimana yang terdapat dalam tabel di bawah ini: Tabel 11: Tingkat ekonomi responden Tingkat Ekonomi Rendah Sedang Tinggi Interval Klas 17-20 21-24 25-28 Jumlah Sumber: Data primer yang diolah. Frekuensi (F) 9 14 7 Presentase (%) 30,00 46,67 23,33 30 100 Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa dari sebanyak 30 responden menunjukkan sebanyak 9 (30,00%) responden mempunyai tingkat ekonomi yang relatif rendah dan sebanyak 14 (46,67%) responden menyebutkan tingkat ekonomi yang relatif menengah demikian pula sebanyak 7 (23,33%) responden menunjukkan tingkat pendidikan yang relatif tinggi. Berdasarkan data diatas terlihat bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat ekonomi yang relatif menengah, yakni dengan jumlah 14 (46,67%) responden. Apabila tingkat responden ini dihubungkan dengan tingkat kesadaran hukum responden dalam pembuatan SIM C sebagaimana yang tercantum dalam tabel 2, maka akan diperoleh gambaran yang nyata tentang kecenderungan faktor ekonomi yang tidak berpengaruh terhadap 95 tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C. Hal ini dapat dijelaskan sebagaimana yang tercantum dalam tabel dibawah ini: Tabel 12: Pengaruh faktor ekonomi terhadap kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C. Kesadaran Rendah Sedang Tinggi Jumlah Hukum F % F % F % F % Rendah 1 3,33 0 0 8 26,67 9 30,00 Sedang 1 3,33 5 16,67 8 26,67 14 46,67 Tinggi 3 10,00 1 3,33 3 10,00 7 23,33 Jumlah 5 16,66 6 20,00 19 63,34 30 100,00 Ekonomi Sumber: Data primer yang diolah. Berdasarkan tabel diatas dapat digambarkan bahwa faktor ekonomi responden dalam pembuatan SIM C cenderung tidak berpengaruh positif terhadap kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, yakni dengan tingkat ekonomi yang menengah. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam tabel diatas, dimana pada pengaruh faktor ekonomi rendah, diperoleh gambaran bahwa sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan kesadaran hukum yang relatif rendah, sejumlah 0 (0%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 8 (26,67%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C yang tinggi. Apabila dilihat dari pengaruh faktor ekonomi yang sedang, diperoleh gambaran bahwa sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat 96 kesadaran hukum rendah, sejumlah 5 (16,67%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 8 (26,67%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum tinggi dalam pembuatan SIM C. Apabila dilihat dari faktor ekonomi yang tinggi, diperoleh gambaran bahwa sejumlah 3 (10,00%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum rendah, sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sejumlah 3 (10,00%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang tinggi dalam pembuatan SIM C. Berdasarkan data tersebut diatas dapat disimpulkan sementara bahwa faktor ekonomi cenderung tidak berpengaruh positif terhadap tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, artinya tingginya tingkat kesadaran hukum masyarakat tidak didasarkan pada tingkat ekonomi masyarakatnya dalam pembuatan SIM C. Manakala diinduksikan dengan teori yang ada, berdasarkan teori yang diungkapkan Leibenstain yang dikutip oleh Saryono Hanadi dan MI. Wiwik Yuni Hastuti menjelaskan bahwa, pengeluaran-pengeluaran yang bersifat memaksa mempunyai kaitan yang negatif dengan pendapatan, semakin tingginya upah atau semakin bertambahnya penghasilan individu justru akan menurunkan tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap pengeluaranpengeluaran yang bersifat positif.62 Selain itu Leibenstain juga memberikan 62 Saryono Hanadi dan Wiwik Yuni Hastuti,Pengaruh Pendidikan Terhadap Kesadaran Hukum Masyarakat Pedesaan dalam Lembaga Koperasi Unit Desa Di Kabupaten Dati II Banyumas,KKI, 1993, hlm.28-29. 97 pandangannya sebagaimana yang dikutip oleh Saryono Hanadi,dkk, yakni keseimbangan yang semua stabil yang menjadi ciri daripada ekonomi yang miskin dan terbelakang hanya dapat diatasi dengan pengertian yang keras, hal ini disebabkan karena daya yang dapat meningkatkan pendapatan daripada suatu pemindahan yang positif, akan menggerakkan kekuatan-kekuatan lain yang biasanya cenderung menekan pendapatan.63 Bilamana teori yang dikemukakan oleh Leibenstain diatas diaplikasikan dengan hasil penelitian penulis mengenai tingkat kesadaraan hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat dikatakan masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena faktor ekonomi responden cenderung tidak berpengaruh positif terhadap kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C. Berdasarkan data tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh secara positif terhadap kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukumnya. Dilihat dari tingkat motivasi, dihasilkan tingkat motivasi yang berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C. Artinya, semakin tinggi tingkat motivasi masyarakat, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukum masyarakatnya. 63 Loc.Cit. 98 Dilihat dari tingkat ekonomi, dihasilkan tingkat ekonomi yang tidak berpengaruh secara positif terhadap kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C. Artinya, tingginya tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C tidak didasarkan pada tingginya tingkat ekonomi masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C. 99 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes terhadap pembuatan Surat Izin Mengemudi (selanjutnya disingkat SIM) C relatif tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan indikator-indikator sebagai berikut: a. Tingginya tingkat pengetahuan hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C; b. Tingginya tingkat pemahaman hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C; c. Tingginya tingkat sikap hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C; d. Tingginya tingkat pola perilaku hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C. 100 2. Faktor-faktor dominan yang cenderung mempengaruhi kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C sebagai berikut: a. Tingkat pendidikan masyarakat berpengaruh secara positifdalam pembuatan SIM C. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukum masyarakatnya dalam pembuatan SIM C; b. Tingkat motivasi masyarakat berpengaruh secara signifikan. Artinya, semakin tinggi tingkat motivasi masyarakat, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukum masyarakatnya dalam pembuatan SIM C; c. Tingkat ekonomi masyarakat tidak berpengaruh secara positif. Artinya, tingginya tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C tidak didasarkan pada tingginya tingkat ekonomi masyarakatnya. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian penulis mengenai kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (selanjutnya disingkat SIM) C beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya tersebut diatas, maka peneliti mengajukan saran agar perlu adanya koordinasi antara perangkat desa dengan masyarakat dalam pembuatan SIM C dengan aparat penegak hukum agar setiap masyarakat memiliki kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C. 101 DAFTAR PUSTAKA 1. Literatur: Hariadi, Pramono dan Lilis Siti Badriah, 2008, Teori dan Perilaku Harga, Lembah Manah, Yogayakarta. Ishaq, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Kartono, Kartini, 1986, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung. Kerlinger, Fred N. dan Elazar J. Pedhazur, 1987, Korelasi dan Analisis Regresi Ganda, Nur Cahaya, Yogyakarta. Manan, Abdul, 2006, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta. Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, 2005, Metode Penelitian Kuantitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Rahardjo, Satjipto, 1986, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung. Salman, Otje, 1993, Kesadaran Hukum MasyarakatTerhadap Hukum Waris, Alumni, Bandung. Siagian, Sondang P, 1995, Teori Motivasi dan Aplikasinya, Rineka Cipta, Jakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta. Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. dan Widjaja, AW, 1984, Kesadaran Hukum Manusia dan Masyarakat Pancasila, CV. Era Swasta, Jakarta. Zaenudin, Ali, 2008, Sosiologi Hukum, CV. Sinar Grafika, Jakarta. 102 2. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi. 3. Sumber Lainnya: Afriliana, Farah, Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP); (Studi Tentang Faktor Pendidikan Dan Ekonomi Terhadap Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Di Desa Kutabanjar Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara ), 2010, Skripsi. (Tidak Dipublikasikan). El Ghozali Hasan, Makna dan Pentingnya Kesadaran Hukum dalam Masyarakat, tersedia di website http://www.el-ghozalihasan.blogspot.com/, diakses tanggal 9 Mei 2012. Hanadi, Saryono dan Wiwik Yuni Hastuti, Pengaruh Pendidikan Terhadap Kesadaran Hukum Masyarakat Pedesaan dalam Lembaga Koperasi Unit Desa Di Kabupaten Dati II Banyumas, 1993, KKI. (Tidak Dipublikasikan). Http://www.satlantasbrebes.wordpress.com /, diakses tanggal 9 April 2012. Sudikno Mertokusumo, Artikel hukum: Kesadaran Hukum Sebagai Landasan Untuk Memperbaiki Sistem Hukum, tersedia di website http://www.sudiknoartikel.blogspot.com/, diakses tanggal 9 April 2012. 103 LAMPIRAN 104 105 106 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM Kampus Unsoed Grendeng Telp 635292-94 Pest.219 & 151 Purwokerto 53122 PENELITIAN: KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES Nomor Responden Tanggal Pengisian : .......... : .......... I. PENGANTAR Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi untuk memenuhi tugas dan kewajiban serta syarat untuk memperoleh derajat kesarjanaan dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Program S1 Reguler UNSOED. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C Di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Penyusun menyadari bahwa waktu Bapak/Ibu/Saudara sangat berharga dan terbatas, namun demikian penyusun mohon dengan segala kerendahan hati kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk membantu penelitian penyusun dengan mengisi Kuesioner/Angket ini berdasarkan data yang sebenarnya. Kuesioner ini bukan merupakan suatu test ataupun mengukur kemampuan Bapak/Ibu, tetapi hanya untuk menggambarkan Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C Di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Informasi yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan pada kuesioner ini akan tetap terjaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan ilmiah dalam rangka penyusunan skripsi. Dalam kesempatan yang baik ini, Penyusun mengucapkan banyak terimakasih yang setinggi-tingginya atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara yang 107 telah meluangkan waktu untuk mengisi Kuesioner/Angket ini dan Penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya bilamana ada pertanyaan yang tidak berkenan dihati Bapak/Ibu/Saudara sekalian. II. PETUNJUK PENGISIAN Dalam Kuesioner/Angket yang penyusun sebarkan ini, terdiri dari dua bagian besar, yakni: 1. Bagian A, berisi Identitas Respondent. Dalam bagian ini Bapak/Ibu/Saudara cukup mengisi kolom yang telah tersedia atau memilih satu jawaban yang sesuai. 2. Bagian B, berisi Daftar Pertanyaan. Untuk bagian ini Bapak/Ibu/Saudara cukup memilih satu jawaban yang dianggap benar menurut Bapak/Ibu/Saudara dengan memberikan tanda (X) pada huruf pilihan jawaban. III. KUESIONER/ANGKET PENELITIAN A. Identitas Respondent 1. Nama Lengkap : .............................. (Tidak Perlu Diisi) 2. Umur : .............................. 3. Jenis Kelamin : a. Laki-laki; b. Perempuan. 4. Pendidikan Terakhir : a. SD; b. SMP; c. SMA; d. Perguruan Tinggi. 108 B. Daftar Pertanyaan PENGETAHUAN HUKUM 1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui bahwa kepemilikan SIM C itu wajib bagi pengemudi kendaraan bermotor? Jawab : a. Mengetahui, b. Kurang Mengetahui, c. Tidak Mengetahui. 2. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui tentang usia minimal pembuatan SIM C? Jawab : a. Mengetahui, b. Kurang Mengetahui, c. Tidak Mengetahui. 3. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui syarat-syarat administrasi yang berlaku bagi pembuatan SIM C? Jawab : a. Mengetahui, b. Kurang Mengetahui, c. Tidak Mengetahui. 4. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui bahwa dalam pembuatan SIM C di perlukan surat kesehatan dari dokter? Jawab : a. Mengetahui, b. Kurang Mengetahui, c. Tidak Mengetahui. 5. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui untuk pembuatan SIM C diperlukan surat lulus ujian teori maupun praktek? Jawab : a. Mengetahui, b. Kurang Mengetahui, c. Tidak Mengetahui. 109 6. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui berapa besar pembiayaan dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Mengetahui, b. Kurang Mengetahui, c. Tidak Mengetahui. 7. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui pengisian formulir pendaftaran dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Mengetahui, b. Kurang Mengetahui, c. Tidak Mengetahui. 8. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui mekanisme pendaftaran pembuatan SIM C? Jawab : a. Mengetahui, b. Kurang Mengetahui, c. Tidak Mengetahui. 9. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui waktu dan tempat pendaftaran pembuatan SIM C? Jawab : a. Mengetahui, b. Kurang Mengetahui, c. Tidak Mengetahui. 10. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui manfaat dari SIM C yang dimiliki? Jawab : a. Mengetahui, b. Kurang Mengetahui, c. Tidak Mengetahui. 110 PEMAHAMAN HUKUM 11. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami syarat-syarat yang diperlukan dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Paham, b. Kurang Paham, c. Tidak Paham. 12. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami petunjuk mekanisme dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Paham, b. Kurang paham, c. Tidak Paham. 13. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami semua formulir pendaftaran SIM C? Jawab : a. Paham, b. Kurang Paham, c. Tidak Paham. 14. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami tujuan pembuatan SIM C? Jawab : a. Paham, b. Kurang Paham, c. Tidak Paham. 15. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami kegunaan dari biaya administrasi yang dibayarkan dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Paham, b. Kurang Paham, c. Tidak Paham. 111 16. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami soal-soal dalam ujian teori maupun praktek dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Paham, b. Kurang Paham, c. Tidak Paham. 17. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami prosedur pembuatan SIM C? Jawab : a. Paham, b. Kurang Paham, c. Tidak Paham. 18. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami ketiadaan SIM C merupakan pelanggaran lalu lintas? Jawab : a. Paham, b. Kurang Paham, c. Tidak Paham. 19. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami sanksi hukum yang berlaku bagi pengemudi yang tidak memiliki SIM C? Jawab : a. Paham, b. Kurang Paham, c. Tidak Paham. 20. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami kegunaan dari SIM C bagi pengemudi? Jawab : a. Paham, b. Kurang paham, c. Tidak Paham. 112 SIKAP HUKUM 21. Bagaimanakah sikap Bapak/Ibu/Saudara terhadap syarat-syarat minimal pembuatan SIM C? Jawab : a. Setuju, b. Kurang Setuju, c. Tidak Setuju. 22. Bagaimanakah sikap Bapak/Ibu/Saudara terhadap syarat administrasi yang berlaku dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Setuju, b. Kurang Setuju, c. Tidak Setuju. 23. Bagaimanakah sikap Bapak/Ibu/Saudara terhadap adanya surat keterangan dari dokter yang disyaratkan dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Setuju, b. Kurang Setuju, c. Tidak Setuju. 24. Bagaimanakah perasaan Bapak/Ibu/Saudara terhadap ujian teori maupun praktis sebagai syarat pembuatan SIM C? Jawab : a. Setuju, b. Kurang Setuju, c. Tidak Setuju. 25. Bagaimanakah perasaan Bapak/Ibu/Saudara dengan pelayanan dalam menempuh ujian teori dan praktek dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Setuju, b. Kurang Setuju, c. Tidak Setuju. 113 26. Bagaimanakah perasaan Bapak/Ibu/Saudara dengan pembebanan biaya dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Setuju, b. Kurang Setuju, c. Tidak Setuju. 27. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu/Saudara terhadap formulir yang harus diisi dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Sulit, b. Agak Sulit, c. Tidak Sulit. 28. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu/Saudara terhadap mekanisme pendaftaran dalam pembuatan SIM C? Jawab : a. Setuju, b. Kurang Setuju, c. Tidak Setuju. 29. Bagaimanakah sikap Bapak/Ibu/Saudara terhadap kewajiban pemilikan SIM C bagi pengemudi dalam kendaraan berlalu lintas? Jawab : a. Setuju, b. Kurang Setuju, c. Tidak Setuju. 30. Bagaimanakah sikap Bapak/Ibu/Saudara terhadap sanksi hukum yang diberlakukan bagi pengemudi yang tidak memiliki SIM C? Jawab : a. Setuju, b. Kurang Setuju, c. Tidak Setuju. 114 POLA PERILAKU HUKUM 31. Apakah pembuatan SIM C Bapak/Ibu/Saudara dilakukan sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku ? Jawab : a. Sesuai, b. Kurang Sesuai, c. Tidak Sesuai. 32. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam pembuatan SIM C memenuhi syaratsyarat administrasi? Jawab : a. Memenuhi, b. Kurang Memenuhi, c. Tidak Memenuhi. 33. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam pembuatan SIM C melakukan pemeriksaan kesehatan pada dokter yang telah ditunjuk? Jawab : a. Melakukan, b. Kadang-kadang Melakukan, c. Tidak Melakukan. 34. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam melakukan pembuatan SIM C membayar seluruh biaya sesuai yang ditetapkan? Jawab : a. Sesuai, b. Kurang Sesuai, c. Tidak Sesuai. 35. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengisi sendiri formulir pembuatan SIM C? Jawab : a. Ya, b. Kadang-kadang, c. Tidak. 115 36. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam mendaftar pembuatan SIM C melakukan sendiri? Jawab : a. Ya, b. Kadang-kadang, c. Tidak. 37. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam mendaftar pembuatan SIM C sesuai dengan mekanisme yang berlaku? Jawab : a. Sesuai, b. Kurang Sesuai, c. Tidak Sesuai. 38. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam mendaftarkan pembuatan SIM C sesuai dengan waktu dan tempat yang telah di tetapkan? Jawab : a. Sesuai, b. Kurang Sesuai, c. Tidak Sesuai. 39. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam pembuatan SIM C menempuh ujian teori dan praktek sendiri? Jawab : a. Ya, b. Kadang-kadang, c. Tidak. 40. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam pembuatan SIM C mendaftar sendiri pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan? Jawab : a. Ya, b. Kadang-kadang, c. Tidak. 116 FAKTOR MOTIVASI 41. Menurut Bapak/Ibu/Saudara apakah pemilikan SIM C tersebut merupakan suatu kebutuhan? Jawab : a. Ya, b. ragu-ragu, c. Tidak. 42. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara terhadap keharusan pemilikan SIM C bagi pengemudi? Jawab : a. Wajib, b. Kadang-kadang Wajib, c. Tidak Wajib. 43. Apakah pembuatan SIM C yang Bapak/Ibu/Saudara lakukan mendorong tertib berlalu lintas dijalan raya? Jawab : a. Ya, b. Kadang-kadang, c. Tidak. 44. Apakah pihak yang berwenang mendorong bagi setiap pengemudi bagi pemilik SIM C? Jawab : a. Ya, b. Kadang-kadang, c. Tidak. 45. Menurut Bapak/Ibu/Saudara dengan memiliki SIM C bebas dari operasi lalu lintas di jalan raya? Jawab : a. Ya, b. Kadang-kadang, c. Tidak. 117 46. Apa harapan Bapak/Ibu/Saudara dalam pembuatan SIM C tersebut? Jawab : a. Sulit, b. Biasa-biasa Saja, c. Mudah. 47. Apakah menurut pendapat Bapak/Ibu/Saudara dengan membuat SIM C tujuan tertib lalu lintas dapat tercapai? Jawab : a. Selalu Bisa, b. Kadang-kadang Bisa, c. Tidak Bisa. 48. Apakah dengan memiliki SIM C Bapak/Ibu/Saudara dibebaskan dari segala pelanggaran lalu lintas? Jawab : a. Tidak, b. Kadang-kadang, c. Ya. 49. Apakah dengan membuat SIM C Bapak/Ibu/Saudara selalu mematuhi rambu-rambu lalu lintas? Jawab : a. Selalu, b. Kadang-kadang, c. Tidak Selalu. 50. Apakah dengan pembuatan SIM C dengan prosedur yang berlaku mendorong pengemudi untuk memiliki SIM C tersebut? Jawab : a. Ya, b. Kadang-kadang, c. Tidak. FAKTOR EKONOMI 51. Berapa besarkah pendapatan total Bapak/Ibu/Saudara perbulan? Jawab : a. Antara kurang dari Rp 750.000,00. 118 b. Antara Rp 750.000,00 – Rp 2.000.000,00. c. Lebih dari Rp 2.000.000,00. 52. Berapa besarkah kebutuhan Bapak/Ibu/Saudara perbulan? Jawab : a. Antara kurang dari Rp 1.000.000,00. b. Antara Rp 1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00. c. Lebih dari Rp 2.000.000,00. 53. Disamping pendapatan Bapak/Ibu/Saudara adakah anggota keluarga lain yang mempunyai pendapatan sendiri? Jawab : a. Ada, b. Kadang-kadang Ada, c. Tidak Ada. 54. Apakah pendapatan yang diperoleh Bapak/Ibu/Saudara selalu mencukupi kebutuhan yang dibutuhkan? Jawab : a. Selalu Cukup, b. Kadang-kadang Cukup, c. Tidak Cukup. 55. Berapakah anggota keluarga Bapak/Ibu/Saudara yang harus di tanggung setiap bulan? Jawab : a. Kurang dari 5, b. Antara 6 – 10, c. Lebih dari 10. 56. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memiliki pendapatan sampingan diluar pendapatan tersebut diatas? Jawab : a. Memiliki, b. Kadang-kadang Memiliki, c. Tidak Memiliki. 57. Apakah pembiayaan pembuatan SIM C yang telah ditetapkan memberatkan bagi Bapak/Ibu/Saudara? 119 Jawab : a. Memberatkan, b. Kadang-kadang Memberatkan, c. Tidak Memberatkan. 58. Apakah pembiayaan pembuatan SIM C di bebankan pada pendapatan perbulan? Jawab : a. Ya, b. Kadang-kadang, c. Tidak. 59. Apakah pembayaran biaya SIM C Bapak/Ibu/Saudara laukukan secara tunai? Jawab : a. Ya, b. Kadang-kadang, c. Tidak. 60. Apakah pembayaran biaya SIM C yang Bapak/Ibu/Saudara bayarkan mempengaruhi kebutuhan rumah tangganya? Jawab : a. Mempengaruhi, b. Kadang-kadang Mempengaruhi, c. Tidak Mempengaruhi.