KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN

advertisement
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT
IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN
KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES
SKRIPSI
Disusun Oleh :
TANTY KUSUMA DIGDANI
E1A007335
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT
IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN
KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Disusun Oleh:
TANTY KUSUMA DIGDANI
E1A007335
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT
IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN
KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES
Disusun Oleh:
TANTY KUSUMA DIGDANI
E1A007335
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan Disahkan
Pada Tanggal
Agustus 2012
Menyetujui,
Pembimbing I/ Penguji I
Pembimbing II/ Penguji II
Penguji III
Saryono Hanadi, S.H., M.H.
NIP.19570329 198601 1 001
Tedi Sudrajat, S.H., M.H
NIP. 19800403 200604 1 003
Haryanto Dwi Atmodjo, S.H., M.Hum.
NIP. 19570225 198702 1 001
.19540426 198003 1 004
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Hj. Rochani Urip Salami, S.H, M.S.
NIP. 19520603 198003 2 001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya
:
Nama
: TANTY KUSUMA DIGDANI
NIM
: E1A007335
Judul
: KESADARAN
HUKUM
MASYARAKAT
DALAM
PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI
KELURAHAN LIMBANGAN WETAN KECAMATAN
BREBES KABUPATEN BREBES
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah benar-benar hasil karya saya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain.
Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana yang tersebut
di atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari pihak fakultas.
Purwokerto,
Agustus 2012
TANTY KUSUMA DIGDANI
NIM E1A007335
iv
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas
karunia dan
rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan judul: KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM
PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN
LIMBANGAN WETAN KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
usaha, bimbingan, dan doa serta dukungan yang tidak ternilai harganya dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Hj Rochani Urip Salami, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Saryono Hanadi, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum dan Masyarakat,
selaku Pembimbing I yang telah memberikan petunjuk, saran dan kritik
serta bimbingannya dalam penulisan skipsi ini sehingga memperlancar
dalam penulisan skripsi ini.
3. Tedi Sudrajat, S.H., M.H., selaku pembimbing II yang telah memberikan
masukan, motivasi, koreksi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
v
4. Haryanto Dwi Atmodjo, S.H., M.Hum., selaku penguji skripsi yang telah
memberikan petunjuk, saran dan kritik dalam hasil penilaian akhir skripsi
ini.
5. Rahadi Wasi Bintoro, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah menjadi orang tua selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
6. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
yang telah bersedia memberikan ilmunya kepada penulis.
7. Seluruh Staf Akademik Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
yang telah membantu dalam urusan administrasi selama penulis
menjalankan studi.
8. Kepala beserta seluruh Anggota Kepolisian Polres Kabupaten Brebes yang
telah memberikan ijin kepada Penulis untuk melakukan penelitian.
9. Kepala Desa beserta seluruh warga Kelurahan Limbangan Wetan
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes yang telah memberikan ijin kepada
Penulis untuk melakukan penelitian serta membantu Penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
10. Kedua orang tuaku, Bapak Handigdo AS, S.E., dan Ibu Umi Cholisoh yang
telah memberikan do’a, semangat, bimbingan, nasehat, kesabaran, dan kasih
sayangnya selama ini, serta dukungan baik materiil maupun spiritual
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
11. Kakakku, Johan Arifin Alief yang telah memberikan semangat serta
dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.
vi
12. Adik-adikku, Asri Meilani Digdani dan Muhammad Hafied Nurbasith, yang
selalu memberikan semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
13. Sayangku, Soni Aristiandi, S.Pt., yang selalu memberikan do’a, bimbingan,
nasehat, kesabaran, dan semangat yang tak pernah lelah serta motivasi
dalam penulisan skripsi ini.
14. Bapak dan Ibuku, Slamet, S.Pd., dan Eriyati, serta mba ku Hera Widi Astuti,
yang selalu memberikan do’a, nasehat, semangat serta dukungannya dalam
penulisan skripsi ini.
15. Keluarga besar Flamboyan 3, Athikah, Helen, Okta, Amel, Uci, Anoy,
Hilda, Iin, Ninda, Mba Nita, Cha-cha, Fitri, Maya, Mia, Sari, Merti, Pak
Kirman dan masih banyak teman lainnya yang telah memberikan inspirasi
dan motivasi dalam penulisan skipsi ini.
16. Sahabat-sahabatku tersayang, Angga, Ine, Aan, Rangga, Pipin, Ari, Novel,
Oki, Adit, Rica, Ius, Yanto, Faizin, yang selalu mengisi hari-hari penulis
selama di PWT, menggoreskan kenangan-kenangan indah selama 4 tahun
dan sudah seperti keluarga sendiri, serta telah memberikan inspirasi dan
motivasi dalam penulisan skipsi ini.
17. Teman-teman Fakultas Hukum pada umumnya dan FH’07 khususnya KeCe
(Kelas C) yang telah menemani dan selalu memberikan semangat,
dukungan, dan ilmunya kepada penulis selama menempuh pendidikan di
Fakultas Hukum sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
Penulis hanya mampu memberikan untaian kata terima kasih dan doa tulus dari
lubuk hati yang paling dalam. Kiranya kebaikan yang telah diberikan kepada penulis
akan dibalas dengan kebaikan dan berkat yang melimpah dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna,
untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Purwokerto,
Agustus 2012
TANTY KUSUMA DIGDANI
Penulis
viii
ABSTRAK
Masyarakat adalah sumber kontak sosial bersamaan dengan manusia lain pada
umumnya. Pembuatan Surat Izin Mengemudi (selanjutnya disingkat SIM) C adalah
kewajiban bagi setiap pengendara. Masyarakat yang ingin mengemudikan kendaraan
sangat diwajibkan memiliki SIM yang menjadi salah satu ketaatannya dalam berlalu
lintas karena memenuhi dan mematuhi aturan hukum yang berlaku. Kesadaran hukum
adalah konsepsi-konsepsi abstrak dalam diri manusia tentang keserasian antara
ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya.
Penelitian ini dengan pendekatan yuridis sosiologis berlokasi di Kelurahan
Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes. Populasi penelitian meliputi
seluruh warga anggota masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor dan berada di
wilayah tersebut dengan populasi sasaran warga masyarakat tersebut. Metode
pengambilan sampel secara acak sederhana atau simple random sampling yaitu
sejumlah 300 orang diperkirakan memiliki SIM C diambil secara random sebanyak
10%, sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 responden. Data disajikan
dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi dan tabel silang serta disajikan dalam
bentuk teks naratif. Data yang diolah di analisis dengan menggunakan metode
kuantitatif dan kualitatif.
Tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C di Kelurahan
Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes relatif tinggi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan indikator; tingginya tingkat pengetahuan hukum, tingginya tingkat
pemahaman hukum, setujunya sikap hukum dan sesuainya pola perilaku hukum
masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran hukum responden
dalam pembuatan SIM C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes, yaitu: faktor pendidikan yang berpengaruh secara positif, faktor
motivasi yang berpengaruh secara signifikan dan faktor ekonomi yang tidak
berpengaruh dalam pembuatan SIM C.
Kata Kunci : Kesadaran Hukum,
Berpengaruh.
Pembuatan
ix
SIM
C,
Faktor-faktor
yang
ABSTRACT
The society is the source of social contact along with other human beings in
general. The process of making driver license (hereafter abbreviated as SIM) C is the
obligation for every rider. People who want to drive the vehicle are required to have a
driver license as one of the obediences in traffic which are to comply and obey the
applicable rule of law. Legal awareness is abstract concepts inside humans about the
harmony between order and tranquility which are desired and righteously exist.
The research used juridical sociological approach located in Kelurahan
Limbangan Wetan Brebes Sub-district Brebes Regency. The population in this
reasearch consist of whole members of society who have vehicle and live in the area
with the population target were the residents. Method of taking sample is done
randomly in simple way or is called simple random sampling, i.e. about 300 people
who are estimated in owning SIM C were taken sampling randomly as much as 10%,
so that the number of samples taken were 30 respondents. The Data is presented in the
form of frequency distribution tables and narrative text. Data that is processed then
being analysed using quantitative and qualitative methods.
The level of legal awareness in making SIM C withing society in Kelurahan
Limbangan Wetan Brebes Sub-district Brebes Regency is relatively high. It can be
proven by indicator; the high level of legal knowledge, understanding of the law, law
attitude approval and suit patterns of law behavior within society. Factors that affect
the level of respondents’ legal awareness in making SIM C in Kelurahan Limbangan
Wetan Brebes Sub-district Brebes Regency, i.e. education fatcor that influence
positively, motivation factor that influence significantly and economic factor that have
no effect in making SIM C.
Keywords: Legal awareness, Process of making SIM C, Factors that Influence.
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .......................................................................................
i
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................
iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................
v
ABSTRAK ..........................................................................................................
ix
ABSTRACT ........................................................................................................
x
DAFTAR ISI .......................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
xiv
BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................
9
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
9
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................
10
TINJAUAN PUSTAKA
1.
2.
Kesadaran Hukum ......................................................................
12
a. Pengertian Hukum dan Kesadaran Hukum ..........................
12
b. Teori Kesadaran Hukum .......................................................
22
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum ...........
24
Surat Izin Mengemudi (SIM) C .................................................
34
a. Pengertian dan Pengaturan Surat Izin Mengemudi (SIM) ....
34
b. Fungsi Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) ...................
37
xi
BAB III.
BAB IV.
c. Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C ......
38
d. Syarat-syarat Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C ....
41
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan .....................................................................
43
B. Metode Penelitian .......................................................................
43
C. Spesifikasi Penelitian .................................................................
43
D. Lokasi Penelitian ........................................................................
44
E. Populasi Penelitian .....................................................................
44
F.
Metode Pengambilan Sampel .....................................................
45
G. Jenis dan Sumber Data ...............................................................
48
H. Data yang Diperlukan ................................................................
49
I.
Metode Pengumpulan Data ........................................................
50
J.
Metode Pengolahan Data ...........................................................
51
K. Metode Penyajian Data ..............................................................
51
L. Definisi Operasional ...................................................................
51
M. Metode Analisis Data .................................................................
53
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan
Surat Izin Mengemudi (SIM) C Di Kelurahan Limbangan
Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes .............................
54
B. Pengaruh Faktor Pendidikan, Motivasi dan Ekonomi Terhadap
Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C ..................................................................
BAB V.
70
PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................
xii
83
B. Saran ..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
84
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Distribusi Nilai Masing-masing Indikator Kesadaran Hukum,
Nilai Kesadaran Hukum, Tingkat Pendidikan, Motivasi dan
Ekonomi Responden ..........................................................................
Tabel 2
56
Kesadaran Hukum Responden Dalam Pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C ..........................................................................
60
Pengetahuan Hukum Responden Dalam Pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C ..........................................................................
62
Pemahaman Hukum Responden Dalam Pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C ..........................................................................
64
Sikap Hukum Responden Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi
(SIM) C ..............................................................................................
66
Pola Perilaku Hukum Responden Dalam Pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C ..........................................................................
68
Tabel 7
Tingkat Pendidikan Responden ..........................................................
71
Tabel 8
Pengaruh Faktor Pendidikan Terhadap Kesadaran Hukum Dalam
Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C .......................................
72
Tingkat Motivasi Masyarakat ............................................................
74
Tabel 10 Pengaruh Faktor Motivasi Terhadap Kesadaran Hukum Dalam
Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C .......................................
75
Tabel 11 Tingkat Ekonomi Responden .............................................................
78
Tabel 12 Pengaruh Faktor Ekonomi Terhadap Kesadaran Hukum Dalam
Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C .......................................
79
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5
Tabel 6
Tabel 9
xiv
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat dalam era globalisasi dan reformasi kini terus menunjukkan
sebuah perubahan yang mendasar dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai
makhluk hidup yang saling bersinggungan, masyarakat adalah sumber kontak
sosial bersamaan dengan manusia lain pada umumnya. Lain halnya dengan
sebuah sikap dalam suatu masyarakat yang semakin meningkat jelas dalam
sinerginitas kehidupan. Pembuatan Surat Izin Mengemudi (selanjutnya
disingkat SIM) adalah kewajiban bagi setiap pengendara. Masyarakat yang
ingin mengemudikan kendaraan sangat diwajibkan memiliki SIM yang menjadi
salah satu ketaatannya dalam berlalu lintas karena memenuhi dan mematuhi
aturan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, ketaatan berlalu lintas menjadi
kewajiban bagi setiap pemilik SIM dalam melajukan kendaraannya.
Berkaitan dengan pemilikan SIM tersebut, terkadang banyak ditemui
pengendara yang tidak mempunyai SIM. Masyarakat dalam hal ini diminta
kesadarannya untuk membuat SIM apabila pengemudi atau pengguna
kendaraan tersebut ingin mengemudikan kendaraannya. Lebih ditekankan lagi
pengendara yang dimaksud adalah pengendara sepeda motor yang beroda dua,
sehingga lebih menekankan pada SIM C. Tingkat kesadaran masyarakat yang
semakin menurun dan bersikap acuh terhadap hukum membuat pihak
16
kepolisian demikian tegas melakukan razia motor di setiap tempat yang
sekiranya didapati pengendara motor yang tidak memiliki SIM. Perlakuan
seperti itu sepertinya tidak membuat pengendara jera, terlebih untuk anak
sekolah yang belum membuat SIM namun semakin gencar dan lincah
berkendaraan di sepanjang jalan raya dengan mengenakan seragamnya. Tertuju
pula terhadap orang dewasa yang memakai kendaraan namun belum memiliki
SIM. Padahal mereka mengetahui bahwa itu merupakan sebuah pelanggaran,
dalam hal ini adalah pemilik SIM mempunyai kewajiban untuk mematuhi
segala peraturan lalu lintas, sehingga peraturan dalam berlalu lintas dapat
dilaksanakan dan diterapkan dengan baik dan benar.
Hukum adalah seperangkat aturan atau norma yang memiliki kekuatan
sanksi yang pelaksanaannya dapat dipaksakan oleh negara atau penyelenggara
negara, dalam hal ini adalah pemerintah. Hukum berisi seperangkat aturan
yang mengatur sebagian besar kehidupan manusia.Hukum terdiri atas hukum
tertulis dan tidak tertulis, hukum tertulis yaitu hukum yang dituangkan dalam
bentuk regulasi atau peraturan perundang-undangan yang berisi pasalpasalyang disusun secara sistematis dalam undang-undang, sedangkan hukum
tidak tertulis berdasarkan pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.1
Hukum dapat dikatakan efektif, salah satu faktor yang mengefektifkan
hukum atau peraturan tersebut adalah warga masyarakat, dalam hal ini adalah
kesadarannya untuk memenuhi suatu hukum atau peraturan perundang-
1
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta, 1982,
hlm. 41.
17
undangan yang kerap disebut derajat kepatuhan.2Secara sederhana derajat
kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan.
Kesadaran hukum pada hakekatnya adalah berbicara mengenai manusia
secara umum, bukan manusia dalam lingkungan tertentu atau manusia dalam
profesi tertentu seperti hakim, jaksa, polisi dan lain sebagainya. Kesadaran
hukum itu pada dasarnya ada pada diri setiap manusia. Setiap orang
dianggap mengerti akan undang-undang agar manusia sadar dan yakin
bahwa kaedah hukum itu untuk melindungi kepentingan manusia dan
sesamanya terhadap ancaman bahaya di sekelilingnya, sehingga setiap manusia
mengharapkan agar hukum sebagai pedoman yang dapat dilaksanakan dan
dihayati oleh semua manusia agar kepentingannya dan kepentingan masyarakat
terlindungi dari bahaya yang ada di sekelilingnya. 3 Kesadaran hukum untuk
melindungi kepentingan manusia, sehingga harus dilaksanakan dan
menerapkan sanksi bagi yang melanggarnya.
Permasalahan mengenai berfungsinya hukum dalam suatu masyarakat
adalah
permasalahan
mengenai
kesadaran
hukum
masyarakatnya.
Pembentukan hukum tanpa didasarkan pada sebuah nilai, norma, dan keadaan
masyarakat maka akan membawa dampak pada hukum itu sendiri dengan
konsekuensi hukum tersebut tidak berjalan dengan efektif di dalam masyarakat.
2
3
Ali Zaenudin, Sosiologi Hukum, CV. Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 64.
Sudikno Mertokusumo, Artikel hukum: Kesadaran Hukum Sebagai Landasan Untuk
Memperbaiki Sistem Hukum, tersedia di websitehttp://www.sudiknoartikel.blogspot.com /, diakses
tanggal 9 April 2012.
18
Kesadaran hukum adalah apa yang seyogyanya di perbuat atau apa yang
seyogyanya tidak di perbuat, sehingga kesadaran hukum dengan hukum itu
mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum masyarakat tidak lain
merupakan pandangan-pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa
hukum itu. Pandangan-pandangan yang hidup di dalam masyarakat bukanlah
hanya merupakan produk pertimbangan-pertimbangan yang di dominasi
menurut akal, akan tetapi berkembang di bawah pengaruh beberapa faktor
seperti agama, ekonomi, politik dan sebagainya.4 Kesadaran hukum dalam
masyarakat sangatlah diperlukan,sebab stabilitas kehidupan bermasyarakat
akan tetap terjaga apabila masyarakat mampu menjaga kesadaran hukum,baik
kesadaran antar individu ataupun kesadaran sosial masyarakatnya.
Semua aspek kehidupan manusia, baik yang sifatnya privat maupun
publik tidak lepas dari hukum. Mulai dari membuat perjanjian, mengeluarkan
keputusan, dan lain sebagainya. Salah satu perbuatan hukum yang umum
dilakukan oleh masyarakat adalah adanya kewajiban bagi masyarakat yang
ingin berkendaraan maka harus mempunyai SIM. Sebagaimana yang telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, selebihnya diperjelas mengenai SIM dalam persyaratan
pembuatannya.
Penulis lebih memfokuskan kesadaran hukum masyarakat dalam
pembuatan SIM Citu sendiri khususnya di daerah Pantai Utara (selanjutnya
4
El Ghozali Hasan, Makna dan Pentingnya Kesadaran Hukum dalam Masyarakat,tersedia di
websitehttp://www.el-ghozali-hasan.blogspot.com/,diakses tanggal 9 Mei 2012.
19
disingkat Pantura) yaitu daerah Brebes yang rawan akan kecelakan dan
pemeriksaankendaraan bermotor di
setiap tempat tertentu.Peningkatan
kendaraan yang semakin tinggi membuat daerah Pantura tersebut padat dan
rawan akan kecelakaan. Berdasarkan data yang diperoleh melalui internet
mengenai kecelakaan lalu lintas (selanjutnya disingkat LakaLantas) pada
tanggal 3 November 2010 berdasarkan setiap pos polisi yang terbagi menjadi
tiga, yaitu pos polisi untuk daerah brebes, tanjung, dan bumiayu. Ketiganya
dibedakan agar memudahkan pihak kepolisian dalam memberi informasi dan
memberikan data yang relevan. Tabel laka lantas berdasarkan pos polisi adalah
sebagai berikut:
Tabel 1: Laka Lantas berdasarkan Pos Polisi5
POS LAKA TANJUNG
No
Kecamatan
1
Bulakamba
2
Kersana
3
Ketanggungan
4
Larangan
5
Losari
6
Tanjung
7
Banjarharjo
Jumlah
Jumlah
9
3
2
4
6
10
0
34
Persentase
26 %
9%
6%
12 %
18 %
29 %
0%
100 %
Jumlah
21
2
3
14
Persentase
53 %
5%
8%
35 %
POS LAKA BREBES
No
1
2
3
4
5
Kecamatan
Brebes
Jatibarang
Songgom
Wanasari
Http://www.satlantasbrebes.wordpress.com /, diakses tanggal 9 April 2012.
20
Jumlah
40
100 %
Jumlah
1
8
10
5
24
Persentase
4%
33 %
42 %
21 %
100 %
Jumlah LAKA
34
40
24
98
Persentase
35 %
41 %
24 %
100 %
POS LAKA BUMIAYU
No
Kecamatan
1
Bantarkawung
2
Bumiayu
3
Paguyangan
4
Tonjong
Jumlah
LAKA BERDASARKAN POS
No
Nama POS
1
Pos Tanjung
2
Pos Brebes
3
Pos Bumiayu
Jumlah
Sumber: Internet, 2010.
Berdasarkan pada data kecelakaan lalu lintas dalam tabel diatas maka
dapat diperoleh gambaran bahwa tingkat kecelakaan kecelakaan lalu lintas di
jalan raya khususnya bagi pengemudi kendaraan bermotor roda dua, secara
kuantitatif menunjukkan tingkat yang relatif tinggi. Disamping jumlah
kendaraan roda dua yang meningkat, sarana dan prasarana jalan tidak
mendukung, kecelakaan lalu lintas tersebut disebabkan oleh pengemudi itu
sendiri yang berdasarkan syarat-syarat berlalu lintas belum memenuhi syarat,
antara lain: kepemilikan surat tanda bukti mengemudi di jalan raya (SIM). Hal
ini mencerminkan bahwa kesadaran pengemudi terhadap kepemilikan SIM
relatif masih rendah. Kondisi tersebut diatas didukung dengan wawancara
peneliti dengan Kasatlantas Kabupaten Brebes pada penelitian pendahuluan
21
yang menyatakan bahwa “pengemudi kendaraan bermotor khususnya roda dua
yang mengalami kecelakaan pada umumnya belum mempunyai SIM”. 6
Oleh karena kesadaran pengemudi tentang arti pentingnya kepemilikan
SIM tersebut masih tergolong rendah, maka diasumsikan akan berpengaruh
terhadap kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM tersebut. Hal
inilah yang menjadi urgensi penelitian ini dilakukan.
Semakin meningkatnya Laka Lantas dari tahun ke tahun, sepatutnya
sebagai masyarakat yang taat akan hukum agar mengetahui dan memahami
seluk beluk tata cara berlalulintas yang baik dan persyaratan yang harus
dipenuhi dalam mengemudi. Berdasarkan data tersebut diatas, maka dapat
diinterpretasikan bahwa masyarakat pengguna jalanan di wilayah tersebut
terindikasi tingkat kesadaran hukum berlalu lintas belum maksimal. Salah satu
syarat berlalu lintas ada keharusan bahwa pengendara kendaraan di jalan raya
harus memiliki SIM. Oleh karena itu, kesadaran hukum masyarakat terhadap
pembuatan SIM adalah merupakan hal yang sangat penting, setidak-tidaknya
diharapkan dapat menciptakan tertib berlalu lintas. Disinilah letak urgensi
hubungan kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM dengan
tindakan penekanan kecelakaan lalu lintas di jalan.
Pada tahun 2011 total pengendara roda dua yang mengalami kecelakaan
baik luka ringan, luka berat, maupun yang meninggal telah tercantum 541
korban. Angka kecelakaan yang meningkat dengan jumlah korban yang
meningkat, maka dalam pembuatan SIM C ini lebih diperketat dengan adanya
6
Hasil wawancara tanggal 3 Mei 2012.
22
ujian teori dan ujian praktek agar tidak di dapati pengemudi yang tidak lancar
dan lincah dalam mengemudi pada saat di jalan.
Pemohon SIM C di wilayah kabupaten Brebes dalam empat bulan
terakhir yang terhitung dari awal bulan Januari tahun 2012 hingga akhir April
2012 ini tercatat ada 1270 pemohon SIM C, sedangkan di Kelurahan
Limbangan Wetan itu sendiri terdapat 12 pemohon dalam empat bulan terakhir
ini. Minat tinggi kepemilikan SIM C terlihat jelas dalam empat bulan terakhir
ini dengan meningkatnya jumlah pemilik kendaraan bermotor roda dua baru
pada awal bulan Maret tahun 2012 hingga akhir April 2012 yaitu terdapat 1649
motor baru di kabupaten brebes.
SIM sebagai instrumen perlindungan kepentingan dan kepastian hukum
bagi setiap masyarakat yang mengemudikan kendaraan dalam ketaatan berlalu
lintas, sehingga disinilah arti penting sebuah SIM bagi pengendara kendaraan
dalam ketaatan berlalu lintas. Namun, disamping itu juga adanya pembenahan
diri pada aparatur negara dalam hal ini pemerintah agar semakin mendekatkan
diri kepada masyarakat sehingga masyarakat yang ingin membuat serta
memiliki SIM dapat terlaksana karena adanya korelasi sosial yang baik antara
pemerintah itu sendiri dan juga masyarakat yang hendak membuat SIM dapat
berjalan semestinya. Pembuatan SIM tersebut tidak terlepas dari ketaatan
berlalu lintas, yang pada intinya seorang pengendara dalam hal ini pemilik SIM
wajib mematuhi dan menaati peraturan lalu lintas, jadi tidak hanya didasarkan
pada kepemilikan saja tanpa adanya penerapan pola hidup disiplin dari diri
pemilik SIM itu.
23
Dari uraian tersebut diatas maka dapat diinterpretasikan bahwa
kesadaran tentang pembuatan dan kepemilikan SIM menjadi faktor yang sangat
menentukan dalam menekan angka kecelakaan lalu lintas khususnya kendaraan
bermotor roda dua di jalan raya. Oleh karena SIM merupakan salah satu syarat
yang harus dipenuhi bagi setiap orang untuk mengemudikan kendaraan
bermotor di jalan.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
kesadaran hukum dalam hubungannya dengan pembuatan SIM dengan
merumuskan ke dalam judul “KESADARAN HUKUM MASYARAKAT
DALAM PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI
KELURAHAN
LIMBANGAN
WETAN
KECAMATAN
BREBES
KABUPATEN BREBES”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di depan, maka dapat
dirumuskan perumusan masalahsebagai berikut:
1. Bagaimanakah tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan
Surat Izin Mengemudi(SIM) C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan
Brebes Kabupaten Brebes?
2. Bagaimanakah pengaruh faktor pendidikan, ekonomi, dan motivasi terhadap
tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes?
24
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan
Surat Izin Mengemudi (SIM) C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan
Brebes Kabupaten Brebes.
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor pendidikan, ekonomi, dan motivasi
terhadap tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembutan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu
hukum khususnya Hukum dan Masyarakat dalam kaitannya dengan
kesadaran hukum dalam pembuatan SIM;
b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi sumber informasi ilmiah
bagi para peneliti dalam meneliti masalah-masalah yang sejenis;
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
perbandingan dan acuan bagi ilmuwan dan para peneliti di masa-masa
mendatang.
2. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai input atau
masukan bagi pengambil kebijakan, kepolisian khususnya Satuan Lalu
25
Lintas (selanjutnya disingkat Satlantas) dan masyarakat dalam rangka
mensosialisasikan arti penting kepemilikan SIM sebagai salah satu syarat
berlalu lintas dan mengurangi angka kecelakaan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
penyuluhan hukum dan penerangan hukum bagi para penyuluh dalam
rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat akan arti penting
pembuatan SIM, sehingga dapat mengurangi pelanggaran-pelanggaran
dalam berlalu lintas di jalan raya;
c. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai input atau masukan
dan dasar untuk merintis kerjasama kelembagaan khususnya lembaga
kepolisian dan pemerintahan kelurahan dalam rangka meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat tentang pembuatan SIM sebagai salah satu
syarat berlalu lintas di jalan raya.
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kesadaran Hukum
a. Pengertian Hukum dan Kesadaran Hukum
Hukum merupakan salah satu instrumen untuk mengatur tingkah
laku masyarakat dalam mengatur pergaulan hidup. Secara sosiologis hukum
mengandung berbagai unsur antara lain rencana-rencana tindakan atau
perilaku, kondisi dan situasi tertentu.
Definisi hukum umumnya telah banyak dikemukakan oleh para ahli
dengan pendapatnya masing-masing, seperti menurut Abdul Manan:
“Hukum adalah suatu rangkaian peraturan yang menguasai tingkah
laku dan perbuatan tertentu dari manusia dalam hidup
bermasyarakat. Hukum itu sendiri mempunyai ciri yang tetap yakni
hukum merupakan suatu organ peraturan-peraturan abstrak, hukum
untuk mengatur kepentingan-kepentingan manusia, siapa saja yang
melanggar hukum akan dikenakan sanksi sesuai dengan apa yang
telah ditentukan”.7
S. M. Amin, seorang ahli hukum juga mengemukakan pendapatnya
sebagai berikut:
“Hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-paraturan yang
terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan
7
Abdul Manan, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 2.
27
hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan
manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara”.8
Menurut J. C. T. Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto sebagai
berikut:
“Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
mengatur tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana
terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan,
yaitu dengan hukuman tertentu”.9
Hukum juga didefinisikan oleh M. H. Tirtaamidjaja seperti sebagai
berikut:
“Hukum adalah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam
tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan
ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar aturan-aturan itu
akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan
kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya”.10
Berbagai definisi para ahli tersebut diatas memporoleh kesimpulan
bahwa pada dasarnya hukum adalah segala peraturan yang di dalamnya
berisi peraturan-peraturan yang wajib ditaati oleh semua orang dan terdapat
8
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
1992, hlm. 11.
9
Ibid, hlm. 11-12.
10
Ibid, hlm. 12.
28
sanksi yang tegas di dalamnya bagi yang melanggar. Oleh karena itu,
hukum tidak terlepas pada fungsi hukum itu sendiri, antara lain:11
1. Sebagai standard of conduct, yakni sandaran atau ukuran tingkah laku
yang harus ditaati oleh setiap orang dalam bertindak dan melakukan
hubungan satu dengan yang lain;
2. Sebagai as a tool of social engeneering, yakni sebagai sarana atau sarana
untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, baik secara pribadi
maupun dalam hidup masyarakat;
3. Sebagai as a tool of social control, yakni sebagai alat untuk mengatur
tingkah laku dan perbuatan manusia agar mereka tidak melakukan
perbuatan yang melawan norma hukum, agama, dan susila;
4. Sebagai as a facility on of human interaction, yakni hukum berfungsi
tidak hanya untuk menciptakan ketertiban, tetapi juga menciptakan
perubahan masyarakat dengan cara memperlancar proses interaksi sosial
dan diharapkan menjadi pendorong untuk menimbulkan perubahan dalam
kehidupan masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, menurut C. S. T Kansil pada
dasarnya hukum itu meliputi unsur-unsur sebagai berikut:12
1.
2.
3.
4.
Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat;
Peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;
Peraturan itu bersifat memaksa;
Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Dilihat dari segi terbentuknya, hukum dapat berupa hukum tertulis,
yakni hukum yang dibuat oleh instansi atau lembaga yang berwenang dalam
sebuah negara dan dalam aplikasinya sering disebut dengan peraturan
perundang-undangan yang berbentuk tertulis dan biasanya berbentuk
kodifikasi dalam jenis hukum tertentu secara sistematis sehingga mudah
untuk dipelajarinya. Hukum tidak tertulis atau yang dikenal dengan hukum
adat yakni hukum yang hidup dalam masyarakat, tidak tertulis tetapi
11
12
Abdul Manan, Op.Cit, hlm. 3.
C.S.T. Kansil, Op.Cit, hlm. 12.
29
berlakunya ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat sebagaimana hukum yang
tertulis.13
Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum itu bukanlah merupakan
tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan yang sifatnya nonyuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Pada
umumnya, hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau
kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama.14 Keseluruhan peraturan
yang dimaksud adalah tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu
kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu
sanksi. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi
yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang
dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang
tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana
caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.
Menurut Sudikno Mertokusumo yang dikutip oleh Ishaq dalam
bukunya, bahwa tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan
masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan.
Berkaitan dengan tujuan hukum tersebut, maka dikenal tiga teori tentang
tujuan hukum tersebut, antara lain:15
1. Teori Etis (ethische theori), memandang bahwa hukum ditempatkan pada
perwujudan keadilan yang semaksimal mungkin dalam tata tertib
masyarakat, dalam arti hukum semata-mata bertujuan keadilan;
13
Abdul Manan, Op.Cit, hlm. 2-3.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta,
Yogyakarta, 2005, hlm. 40.
15
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 7-9.
14
30
2. Teori Utilitis (utiliteis theori) dari Jeremy Bentham berpendapat, bahwa
tujuan hukum adalah untuk memberikan kepada manusia kebahagiaan
yang sebesar-besarnya. Teori hanya memperhatikan daya guna atau
bermanfaat, dan tidak memperhatikan keadilan;
3. Teori Gabungan/Campuran (verenigings theori/gemengde theori),
menurut teori ini tujuan hukum adalah bukan hanya keadilan semata,
tetapi juga kemanfaatannya (kegunaannya).
Berdasarkan teori tersebut diatas, menunjukan hukum dapat
mencapai tujuannya jika terjadi keseimbangan antara kepastian hukum dan
keadilan, atau keserasian antara kepastian yang bersifat umum (objektif) dan
penerapan keadilan secara khusus yang bersifat subjektif, karena pada
dasarnya fungsi hukum adalah untuk menertibkan dan mengatur pergaulan
dalam
masyarakat
serta
menyelesaikan
masalah-masalah
yang
timbul.16Selain itu, hukum juga berfungsi sebagai sarana pengendalian
sosial dan sarana untuk melancarkan proses interaksi sosial.17
Di Indonesia fungsi hukum didalam pembangunan adalah sebagai
sarana pembaharuan masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan Mochtar
Kusumaatmadja yang dikutip oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya,
bahwa adanya ketertiban dalam pembangunan, merupakan sesuatu yang
dipandang penting dan sangat diperlukan. Hukum sebagai tata kaedah dapat
berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan arah kegiatan-kegiatan warga
masyarakat ke tujuan yang di kehendaki oleh perubahan terencana.18
Peranan yang dilakukan oleh hukum untuk menimbulkan perubahan
di dalam masyarakat dapat dilakukan baik secara langsung dan tak
16
Ibid, hlm. 10.
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta,
1982, hlm. 59.
18
Ibid, hlm. 9.
17
31
langsung. Perundang-undangan dapat dilihat sebagai suatu aktivitas yang
bersifat formal juridis sebagai suatu aktivitas untuk merumuskan secara
tertib, menurut prosedur yang telah ditentukan mengenai apa yang menjadi
kehendak masyarakat. Melihat kedudukan dan peranan yang diberikan oleh
masyarakat kepada lembaga, maka akan terdapat hubungan timbal balik
antara lembaga dan aktivitas perundang-undangan dengan masyarakat.19
Penegakan hukum pada dasarnya tidak dapat berdiri sendiri karena
mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat. Kesadaran hukum
dianggap sebagai variabel bebas, sedangkan taraf ketaatan merupakan
variabel tergantung.20 Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang
tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, masalah
kesadaran hukum yang ada di Indonesia perlu di kaji secara mendalam.
Masalah kesadaran hukum timbul di dalam proses penerapan dari
hukum positif tertulis. Tidak ada hukum yang mengikat warga-warga
masyarakat kecuali atas dasar kesadaran hukumnya. Apabila pembentuk
hukum menerbitkan peraturan-peraturan yang tidak cocok dengan kesadaran
atau perasaan masyarakat maka akan menimbulkan reaksi-reaksi yang
negatif dari masyarakat. Semakin besar pertentangan antara peraturan
dengan kesadaran tersebut, maka semakin sulit untuk menerapkannya.
Menurut J. J Von Schmid yang dikutip oleh Soerjono Soekanto
dalam bukunya, bahwa terdapat perbedaan antara kesadaran hukum dengan
19
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1986, hlm. 117.
20
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 208.
32
perasaan hukum. Perasaan hukum diartikan sebagai penilaian hukum yang
timbul secara serta merta dari masyarakat. Sedangkan, kesadaran hukum
lebih banyak merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai
penilaian tersebut, yang telah dilakukannya melalui penafsiran-penafsiran
secara ilmiah.21 Dalam kesadaran hukum tidak terlepas dari konsepsi yang
bersumber dari kebudayaan hukum dengan kegunaan untuk mengetahui
perihal nilai-nilai terhadap prosedur hukum maupun substansinya. Konsepsi
kebudayaan hukum lebih tepat karena kesadaran hukum banyak sekali
berkaitan dengan perasaan yang seringkali dianggap sebagai faktor-faktor
yang mempengaruhi hubungan antara hukum dengan pola-pola perilaku
manusia dalam masyarakat.
Menurut P. Scholten yang dikutip oleh Soerjono Soekanto dalam
bukunya, bahwa kesadaran hukum lebih didasarkan pada kesadaran yang
dianggap sebagai mediator antara hukum dengan perikelakuan manusia baik
secara individual maupun bersama-sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa,
kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang
terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum
yang diharapkan ada.22 Sebenarnya yang ditekankan adalah nilai-nilai
tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadiankejadian yang konkret dalam masyarakat yang bersangkutan.
21
22
Ibid, hlm. 152.
Ibid, hlm. 152.
33
Kesadaran sangat dituntut kehadirannya dalam masyarakat di dalam
menegakkan hukum, karena tanpa semua itu dirasakan tidak ada kepastian
hukum. Bila tidak terdapat kepastian hukum maka akan terjadi suatu situasi
tanpa hukum. Kesadaran hukum dirasakan sebagai pengekangan diri dari
luar bagi manusia dalam hidup dan menghidupi dalam hidup bermasyarakat.
Peranan manusia dan masyarakat memegang arti penting dalam kesadaran
hukum, karena moral dan etik pada akhirnya sebagai kesadaran kehendak
memegang peranan dalam hidup dan menghidupi dalam kesadaran hukum
ini.
Menurut AW. Widjaja mengenai definisi kesadaran hukum yaitu
sebagai berikut:
“Sadar diartikan merasa, tahu, ingat kepada keadaan yang
sebenarnya, keadaan ingat akan dirinya. Kesadaran diartikan
keadaan tahu, mengerti dan merasa akan dirinya. Hukum diartikan
sebagai peraturan yang dibuat sesuatu kekuasaan atau adat yang
dianggap berlaku oleh dan untuk orang banyak (manusia dan
masyarakat) atau segala perundang-undangan, peraturan dan
ketentuan dan sebagainya untuk mengatur hidup dalam
msyarakat”.23
Berbicara mengenai kesadaran akan selalu berkaitan dengan manusia
sebagai individu dan anggota masyarakat. Dengan kesadaran yang dimiliki
oleh setiap individu dan anggota masyarakat. Sebagai individu maka akan
mengetahui dan memperhatikan dirinya sendiri, sedangkan sebagai anggota
23
AW. Widjaja, Kesadaran Hukum Manusia dan Masyarakat Pancasila, CV. Era Swasta,
Jakarta, 1984, hlm. 14.
34
masyarakat akan mengadakan kontak dengan orang lain sehingga timbul
reaksi diantara mereka. Kesadaran merupakan sikap/perilaku mengetahui
atau mengerti dan taat pada aturan serta ketentuan perundang-undangan
yang ada.Kesadaran dapat diartikan pula sebagai sikap atau perilaku
mengetahui atau mengerti dan taat pada adat istiadat serta kebiasaan hidup
dalam masyarakat.Berbicara mengenai kesadaran hukum, AW. Widjaja
mengemukakan dua sifat kesadaran, yaitu:24
1. Kesadaran bersifat statis, yaitu sesuai dengan peraturan perundangundangan berupa ketentuan-ketentuan dalam masyarakat;
2. Kesadaran bersifat dinamis yang menitikberatkan pada kesadaran yang
timbul dari dalam diri manusia dan dari kesadaran moral, keinsyafan dari
dalam diri sendiri yang merupakan sikap batin yang tumbuh dari rasa
tanggungjawab.
Kesadaran hukum menurut AW. Widjaja dapat disimpulkan sebagai
berikut:
“Kesadaran hukum adalah keadaan dimana tidak terdapat benturanbenturan hidup dalam masyarakat, sehingga masyarakat disini dalam
keadaan seimbang, selaras dan serasi. Kesadaran hukum diterima
secara kesadaran bukan diterima sebagai paksaan, walaupun ada
pengekangan dari luar diri manusia dan masyarakat sendiri dalam
bentuk perundangan-undangan, peraturan dan ketentuan”.25
Kesadaran hukum disini, masyarakat tidak hanya patuh dan taat
karena terdapat aturan yang berlaku, dan tidak hanya diperintahkan dan atau
diawasi karena merasa sebagai paksaan, melainkan kesadaran yang dinamis
dan
24
25
penuh
Loc.Cit.
Ibid, hlm. XVIII.
tanggungjawab.
Kesadaran
yang
dinamis
dan
penuh
35
tanggungjawab yang dimaksud adalah dimana manusia dan masyarakat
mempunyai keinginan yang kuat untuk meningkatkan dan mengembangkan
lebih lanjut. Kesadaran tidak hanya untuk mengerti dan menaati ketentuan
dan peraturan yang ada, akan tetapi menaati etik dan moral sesuai dengan
adat dan kebiasaan yang ada dan hidup. Kesadaran hukum yang belum
sepenuhnya belum dilakukan oleh masyarakat, maka ketaatan akan
kesadaran tersebut masih terpendam. Hal ini disebabkan manusia dan
masyarakat tidak atau belum menyadari sepenuhnya jiwa dan semangat
yang tercermin dalam pandangan hidup yang meliputi hidup dan kehidupan
masyarakat.26
Kesadaran hukum dikaitkan dengan tingkah laku masyarakat, karena
yang menjadi titik tolak perhatian adalah manusia sendiri sebagai
masyarakat. Kesadaran hukum banyak dihubungkan dengan perilaku
masyarakat demi tujuan masyarakat itu sendiri, hal ini akan tampak perilaku
masyarakat itu melaksanakan atau mempraktekan kesadaran hukum di
dalam dirinya, yaitu pelaksanaan aturan, ketentuan perundangan dalam
kaitannya dengan moral dan etik sesuai dengan adat dan kebiasaan.27
Berbicara mengenai kesadaran hukum tidak terlepas dari tujuan
hukum itu sendiri, karena tujuan hukum mendukung perkembangan
martabat manusia, sehingga tujuan hukum secara konkret adalah melindungi
setiap manusia dan seluruh masyarakat. Intinya adalah mengayomi
26
27
Ibid, hlm. 14-15.
Ibid, hlm. 18.
36
masyarakat, demi penghormatan terhadap kodrat dan martabat manusia. Ciri
khas bagi suatu negara hukum yang merupakan perwujudan kesadaran
hukum menurut AW. Widjaja adalah:28
1. Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia;
2. Peradilan yang bebas dari pengaruh sesuatu kekuasaan atau kekuatan lain
dan tidak memihak;
3. Legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.
Konsekuensi apabila manusia dan masyarakat menuntut hak-hak asasi
secara berlebihan, maka disini tidak terdapat adanya kesadaran hukum.
Penuntutan hak-hak asasi secara berlebihan pada dasarnya manusia atau
masyarakat itu telah melanggar hak asasi itu sendiri dan tidak tercerminnya
kesadaran hukum disini.
AW. Widjaja mengungkapkan bahwa kesadaran adalah suatu proses
kesiapan diri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, menanggapi
hal tertentu dengan didasari atas pengertian, pemahaman, penghayatan dan
pertimbangan-pertimbangan nalar dan moral dengan disertai kebebasan
sehingga terdapat pertanggungjawaban secara sadar.Konsekuensi logis dari
sebuah kesadaran tidak hanya tergantung pada kelengkapan perundangundangan saja, melainkan juga dikaitkan dengan kesadaran pribadi terhadap
moral, etika dan lingkungan. Apabila setiap manusia memiliki kesadaran
moral, maka masyarakat akan tertib dan aman. Kesadaran seseorang tampak
terlihat dari sikap dan tingkah lakunya sebagai akibat adanya motivasi untuk
bertindak.
28
Ibid, hlm. 20.
37
b. Teori Kesadaran Hukum
Berbicara mengenai kesadaran hukum tidak terlepas dari indikator
kesadaran hukum. Indikator itu yang nantinya akan berpengaruh besar
terhadap kesadaran hukum. Oleh karena itu, kesadaran hukum adalah
konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara
ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Teori
dalam faktor yang berpengaruh dikemukakan oleh B. Kutschincky dalam
bukunya Soerjono Soekanto, antara lain:29
1.
2.
3.
4.
Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum;
Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum;
Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum;
Pola-pola perikelakuan hukum.
Berkaitan dengan indikator diatas, Otje Salman menjelaskan
indikator seperti dibawah ini, antara lain:30
1. Indikator pertama adalah pengetahuan tentang hukum. Seseorang
mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum.
Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis maupun
hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang
dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.
2. Indikator yang kedua adalah pemahaman hukum, yaitu sejumlah
informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu
hukum tertentu. Pemahaman hukum disini adalah suatu pengertian
terhadap isi dan tujuan suatu peraturan dalam hukum tertentu serta
manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan
tersebut. Seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan
pemahamannya masing-masing mengenai aturan-aturan tertentu,
misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai
pentingnya Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
29
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm. 159.
Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, Alumni, Bandung,
1993, hlm. 40-42.
30
38
Angkutan Jalan. Pemahaman ini diwujudkan melalui sikap mereka
terhadap tingkah laku sehari-hari.
3. Indikator yang ketiga adalah sikap hukum, yaitu suatu kecenderungan
untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum
sebagai sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum
tersebut ditaati. Seseorang disini yang nantiya akan mempunyai
kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum.
4. Indikator yang keempat adalah pola perilaku, yaitu dimana seseorang
atau dalam suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan yang
berlaku. Indikator ini merupakan indikator yang paling utama, karena
dalam indikator tersebut dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku
atau tidak dalam masyarakat, sehingga seberapa jauh kesadaran hukum
dalam masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum.
Secara menyeluruh, yang paling berpengaruh adalah terhadap
pengetahuan tentang isi, sikap hukum dan pola perikelakuan hukum.
Pengetahuan yang dimilikinya kebanyakan diperoleh dari pengalaman
kehidupan sehari-hari, sehingga kesadaran hukum yang meningkat
tergantung pada meningkatnya materi ilmu hukum yang disajikan. Jadi,
setiap indikator kesadaran hukum menunjukan taraf kesadaran hukum,
apabila masyarakat hanya mengetahui adanya suatu hukum maka kesadaran
hukum yang dimiliki masih rendah. Pengertian dan pemahaman hukum
yang berlaku perlu dipertegas secara mendalam agar masyarakat dapat
memiliki suatu pengertian terhadap tujuan dari peraturan tersebut untuk
dirinya sendiri dan masyarakat pada umumunya.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum
Sebuah hukum yang hanya diketahui akan berdampak seketika itu
juga, maka akan mempunyai taraf kesadaran hukum masyarakat yang masih
relatif rendah. Perilaku masyarakat yang dapat dikategorikan sesuai dengan
39
hukum yang berlaku, maka tidak berarti kesadaran hukum masyarakatnya
juga akan berdampak tinggi. Hal ini disebabkan kesadaran hukum
ditentukan oleh beberapa faktor berikut ini:31
1.
2.
3.
4.
5.
Rasa takut pada sanksi;
Memelihara hubungan baik dengan kelompok;
Memelihara hubungan baik dengan penguasa;
Kepentingan pribadi terjamin;
Sesuai dengan nilai yang dianut.
Kesadaran hukum masyarakat yang disebabkan karena hukum tersebut
sesuai dengan nilai yang dianutnya, maka dapat dikatakan kesadaran
masyarakat hukum tersebut relatif tinggi.
Beberapa faktor yang berpengaruh seperti faktor usia, jenis kelamin
dan pendidikan yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya,
B. Kutchinsky mengatakan bahwa faktor pendidikan yang bersandarkan
penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap wanita dengan taraf
pendidikan rendah telah membuktikan bahwa pengetahuan tentang hukum
rata-rata lebih rendah daripada pria dengan taraf pendidikan yang sama.
Akan tetapi, kecenderungan tersebut berubah dengan meningkatnya taraf
pendidikan yang menyebabkan dengan bertambahnya pendidikan dan
pengetahuan hukum.32
31
Farah Afriliana, Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Kartu Tanda Penduduk
(KTP); (Studi Tentang Faktor Pendidikan Dan Ekonomi TerhadapPembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) Di Desa Kutabanjar Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara ),
Skripsi, 2010, hlm. 3.
32
Soerjono Soekanto, Op.cit, hlm. 162-163.
40
Pembuktian pengaruh faktor-faktor tersebut sangat penting, karena
konsepsi kesadaran hukum sifatnya sangat abstrak, sehingga dengan
mengadakan identifikasi terhadap pengaruh tersebut, maka akan lebih
mudah untuk menghubungkan masing-masing indikator kesadaran hukum
secara terpisah maupun secara menyeluruh.
Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang lebih pokok dari
kesadaran hukum adalah pengetahuan tentang isi peraturan yang di satu
pihak dipengaruhi oleh usia, tingkat studi dan jangka waktu tinggal, dan
yang di lain pihak mempengaruhi sikap hukum dan pola perikelakuan
hukum. Pengetahuan tentang isi peraturan terjadi karena proses internalisasi
dan proses imitasi terhadap pola-pola perikelakuan pejabat-pejabat hukum
yang kedua-duanya memakan waktu yang relatif lama.
Berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat dalam proses
pembuatan SIM C, maka terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya,
antara lain:
1. Faktor Pendidikan
Pendidikan adalah suatu kebutuhan masyarakat yang tergolong
sangat penting, karena dengan pendidikan cara berfikir seseorang atau
kecerdasan serta pengetahuan seseorang akan bertambah, dan dengan
pendidikan pula seseorang dapat meningkatkan status sosialnya.
Menurut
Soerjono
Soekanto,
secara
menyeluruh
faktor
pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan isi hukum, sikap hukum,
41
dan pola perilaku hukum, khususnya dalam pembuatan SIM C. Akan
tetapi pengetahuan tentang pembuatan SIM C merupakan pengetahuan
yang banyak dimiliki dan diperoleh dari pengalaman kehidupan seharihari.33
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Berbicara mengenai pendidikan tidak terlepas pada fungsi dan
tujuan pendidikan nasional itu sendiri yang diatur dalam Pasal 3 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yakni
bahwa
pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
33
Ibid, hlm. 209-210.
42
Berdasarkan Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa
Pendidikan Formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan pada umumnya berawal dari
pendidikan Sekolah Dasar (yang sering disebut dengan istilah SD).
Kemudian beralih pada pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(yang sering disebut dengan istilah SLTP). Setelah itu lanjut pada
pendidikan Sekolah Menengah Atas (atau yang sering disebut dengan
istilah SMA). Pada umumnya, wajib belajar dalam pendidikan adalah
sembilan tahun. Pendidikan pada tingkat SMA juga dapat dilanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi, yaitu kuliah di universitas-universitas yang
diminati.
Hubungan antara kesadaran hukum dengan faktor pendidikan,
yakni dengan semakin tingginya tingkat pendidikan seseorang, maka
kecenderungan untuk sadar akan hukum terkadang lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Namun,
tidak menutup kemungkinan untuk pendidikan rendah sepenuhnya tidak
memiliki kesadaran, tetapi diantara sebagian terdapat yang tidak
memiliki kesadaran hukum. Perbedaan tingkat pendidikan tersebut tentu
akan memberikan warna dan corak perilaku yang berbeda dalam
menggapai dan memecahkan setiap permasalahan, pendidikan akan
terkait dengan luas sempitnya wawasan seseorang yang nantinya akan
43
berpengaruh atau mewarnai tingkah laku seseorang. Baik tingkah laku
seseorang yang sedikit banyak dipengaruhi oleh pendidikan yang
diperoleh dari lingkungan hidupnya.
2. Faktor Ekonomi
Ilmu ekonomi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang
mempelajari bagaimana manusia seharusnya memanfaatkan sumber daya
yang terbatas jumlahnya untuk memuaskan kebutuhan yang beraneka
ragam. Dengan demikian ilmu ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu
studi mengenai bagaimana seharusnya manusia menentukan pilihannya
dalam memanfaatkan sumber daya yang terbatas jumlahnya. 34
Dari definisi tersebut diatas, maka terdapat teori ekonomi yang
dapat dibagi menjadi dua cabang, yaitu:35
1. Teori Ekonomi Makro (macroeconomic theory) atau sering disebut
juga dengan teori ekonomi agregatif (aggregate economic analysis),
membicarakan fenomena secara keseluruhan, sehingga dalam
ekonomi makro dibicarakan mengenai produksi secara keseluruhan
(total output) dan tingkat harga umum serta variabel-variabel yang
mempengaruhinya, inflasi, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi;
2. Teori Ekonomi Mikro (microeconomic theory) atau sering disebut
juga teori harga (price theory). Teori ekonomi mikro mempelajari
secara lebih rinci mengenai perilaku baik produsen maupun konsumen
34
Pramono Hariadi dan Lilis Siti Badriah, Teori dan Perilaku Harga, Lembah Manah,
Yogayakarta, 2008, hlm. 1.
35
Ibid, hlm 3.
44
sebagai satu unit ekonomi yang kecil dan terbatas, serta alokasi
sumber-sumber ekonomi yang ada dalam suatu masyarakat tertentu
yang dianggap terjadi melalui mekanisme pasar.
Selain faktor pendidikan yang telah disebutkan dalam penjelasan
tersebut diatas, yang sering berpengaruh terhadap kesadaran hukum
masyarakat terutama dalam pembuatan SIM C adalah faktor ekonomi
yang dibatasi dengan faktor pendapatan. Ketentuan dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000 menurut fiskal yang dimaksud dengan
pendapatan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar
Indonesia yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Berdasarkan teori yang diungkapkan Leibenstain yang dikutip
Saryono Hanadi dan Wiwik Yuni Hastuti menjelaskan bahwa,
pengeluaran-pengeluaran yang bersifat memaksa mempunyai kaitan yang
negatif dengan pendapatan, semakin tingginya upah atau semakin
bertambahnya penghasilan individu justru akan menurunkan tingkat
pengetahuan dan pemahaman terhadap pengeluaran-pengeluaran yang
bersifat positif.36 Tentang pendapatan, Leibenstain juga memberikan
pandangannya sebagaimana yang dikutip oleh Saryono Hanadi,dkk,
yakni keseimbangan yang semua stabil yang menjadi ciri daripada
ekonomi yang miskin dan terbelakang hanya dapat diatasi dengan
36
Saryono Hanadi dan Wiwik Yuni Hastuti,Pengaruh Pendidikan Terhadap Kesadaran
Hukum Masyarakat Pedesaan dalam Lembaga Koperasi Unit Desa Di Kabupaten Dati II
Banyumas,KKI, 1993, hlm.28-29.
45
pengertian yang keras, hal ini disebabkan karena daya yang dapat
meningkatkan pendapatan daripada suatu pemindahan yang positif, akan
menggerakkan kekuatan-kekuatan lain yang biasanya
cenderung
menekan pendapatan.37
Faktor ekonomi apabila dihubungkan dengan kesadaran hukum
masyarakat, maka dapat dilihat bahwa keadaan ekonomi seseorang akan
menunjukkan besarnya tingkat ekonomi seseorang yang tergolong dalam
salah satu kategori baik tinggi, sedang maupun rendah, yang nantinya
akan mempengaruhi tingkat kesadaran hukum masyarakat.
3. Faktor Motivasi
Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan
situasi tertentu yang dihadapinya, sehingga terdapat perbedaan dalam
kekuatan motivasi yang ditunjukan oleh seseorang dalam menghadapi
situasi yang sama bahkan seseorang akan menunjukkan dorongan
tertentu dalam menghadapi situasi yang berbeda dan dalam waktu yang
berlainan pula. Berarti motivasi merupakan salah satu hal yang sangat
penting untuk diperhatikan karena tingkat motivasi antara seseorang
dengan orang lain dan dalam diri seseorang pada waktu yang berlainan.38
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang
anggota organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam
bentuk keahlian dan ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk
37
38
Loc.Cit.
Sondang P Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hlm. 137.
46
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya
dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Motivasi
dapat bersumber dari dalam diri seseorang yang sering dikenal dengan
istilah motivasi internal atau motivasi intrinsik, dan dapat pula bersumber
dari luar diri seseorang yang bersangkutan yang dikenal dengan istilah
motivasi eksternal maupun motivasi ekstrinsik. 39 Motivasi pada dasarnya
merupakan suatu proses psikologis yang sangat fundamental sifatnya dan
sangat sukar untuk mengatakan bahwa motivasi merupakan proses yang
sangat penting dalam pemuasan berbagai kebutuhan dan menjamin
berbagai kepentingan seseorang.
Konsep motivasi dikembangkan oleh William G. Scott sebagai
rangkaian pemberian dorongan kepada seseorang untuk melakukan
tindakan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Atkinson memandang
kekuatan motivasi sama dengan fungsi. Kekuatan yang berada dalam
motivasi untuk melakukan beberapa kegiatan adalah suatu fungsi dari:40
1. Kekuatan yang menjadi alasan bergerak adalah suatu keadaan dimana
di dalam diri setiap orang, tingkatan alasan atau motive-motive yang
menggerakkan tersebut menggambarkan tingkat untuk memnuhi suatu
kepentingan;
2. Harapan atau expentancy adalah dimana kemungkinan atau keyakinan
perbuatan akan mencapai tujuan;
3. Nilai dari incentive dimana ganjaran-ganjaran demi tercapainya
tujuan.
39
Ibid, hlm. 138-139.
Fred N. Kerlinger dan Elazar J. Pedhazur, Korelasi dan Analisis Regresi Ganda, Nur
Cahaya, Yogyakarta, 1987, Hlm. 161.
40
47
Berdasarkan pendapat Atkhinson tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan terdapat tiga faktor di dalam motivasi, yaitu:41
1. Motive
Menurut Fremout E. Kast dan James E. Roseinzweig, motive
merupakan suatu dorongan yang datang dari diri seseorang untuk
melakukan atau sedikitnya merupakan suatu kecenderungan yang
menyumbangkan perbuatan tertentu. Dorongan untuk melakukan
suatu perbuatan tertentu tersebut datang dari luar ataupun dapat
merupakan hasil dari suatu proses pemikiran dari dalam diri
seseorang. Selanjutnya menurut William G. Scoot, mengemukakan
bahwa motive adalah kebutuhan yang mendorong untuk mencapai
kebutuhan tertentu.
2. Expectancy (harapan)
Unsur lain yang tidak kalah pentingnya untuk membentuk
motivasi adalah expectancy (harapan) dimana motivasi seseorang
untuk mewujudkan usahanya didasarkan kepada keyakinan atau
penghargaan untuk sukses, karena dengan penghargaan kemungkinan
suatu perbuatan akan mencapai tujuan.
3. Incentive
Incentive merupakan perangsang yang menjadikan sebab
berlangsungnya kegiatan, memelihara kegiatan, mengarah langsung
satu tujuan yang lebih baik dari yang lain. Menurut Morris S. Viteles,
incentive adalah keadaan yang mengantarkan dengan harapan dapat
mempengaruhi keadaan atau merubah sikap atau pula tingkah laku
manusia.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas, Morris S. Viteles
membagi incentive dalam dua bentuk, yaitu:42
1. Incentive yang bersifat positif, dalam artian mau berbuat sesuatu untuk
melancarkan atau mengembangkan bentuk dan tingkah laku, seperti
hadiah-hadiah yang erupa materiil, pujian, merasa berhasil dengan
baik dan sebagainya.
2. Incentive yang bersifat negatif, dalam artian tanggapan/reaksi yang
melarang dan menghalang-halangi serta menghambat atau sejenisnya,
seperti celaan, teguran, hukuman, pemecatan, dan penghapusan hakhak istimewa dan sebagainya.
41
42
Ibid, hlm. 167.
Ibid, hlm. 169.
48
Motivasi terdapat tiga komponen utama, yakni kebutuhan,
dorongan dan tujuan. Kebutuhan disini timbul dalam diri seseorang
apabila ia merasa adanya kekurangan dalam dirinya. Dorongan diartikan
sebagai usaha pemenuhan kekurangan secara terarah, sehingga
berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadar dilakukan oleh
seseorang. Sedangkan, tujuan disini adalah segala sesuatu yang
menghilangkan
kebutuhan
dan
mengurangi
dorongan,
sehingga
tercapainya tujuan akan mengurangi atau bahkan menghilangkan
dorongan tertentu untuk berbuat sesuatu.43
Tidak ada tujuan yang akan tercapai dengan sendirinya, karena
pencapaiannya tergantung pada manusia itu sendiri dan berhasil tidak
tujuan dicapai pada tingkat yang dominan ditentukan oleh motivasi
manusia yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu, setiap tahap
diusahakan dan diharapkan meningkatkan hasil yang dicapai dengan
tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi.
Berbicara mengenai motivasi maka tidak terlepas pada teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H Moslow yang mengatakan
bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan pada lima hirarkhi
kebutuhan, yaitu:44
1. Kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan-kebutuhan pokok manusia
seperti sandang, pangan dan perumahan;
43
44
Sondang P Siagian, Op.Cit, hlm. 142-143.
Ibid, hlm. 146.
49
2. Kebutuhan akan keamanan, yakni kebutuhan yang harus dilihat dalam
arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik tetapi juga keamanan
yang bersifat psikologis, termasuk perlakuan adil dalam pekerjaan
seseorang . karena pemuasan kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan
tugas pekerjaan seseorang, kebutuhan keamanan itu sangat penting
untuk mendapat perhatian, artinya keamanan dalam arti fisik
mencakup keamanan di tempat pekerjaan dan keamanan dari dan ke
tempat pekerjaan;
3. Kebutuhan sosial, yakni pemuasan kebutuhan sosial yang diterima
sebagai kebenaran universal bahwa manusia adalah makhluk sosial;
4. Kebutuhan “Esteem”, salah satu ciri manusia adalah bahwa dia
mempunyai harga diri, sehingga semua orang memerlukan pengakuan
atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain;
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri, yakni bahwa dalam diri setiap orang
terpendam
potensi
kemampuan
yang belum
seluruhnya
dikembangkan.
Salah satu cara yang dikenal untuk memuaskan berbagai
kebutuhan adalah dengan menggunakan teknik motivasi yang tepat,
yakni yang disesuaikan dengan persepsi yang bersangkutan tentang
peringkat kebutuhan dan intensitas kebutuhan itu.
2. Surat Izin Mengemudi (SIM)
a. Pengertian dan Pengaturan Surat Izin Mengemudi (SIM)
Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah bukti registrasi dan identifikasi
yang diberikan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kepada
seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan
rohani, memahami peraturan lalu lintas, dan terampil mengemudikan
kendaraan bermotor. SIM merupakan suatu surat yang wajib dimiliki oleh
pengemudi kendaraan pada umumnya.
50
Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki SIM.
Peraturan ini tercantum pada Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor22
Tahun 2009yang menyatakan bahwa, setiap orang yang mengemudikan
kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai
dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan. Sedangkan dalam
Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 menerangkan
bahwa, untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon pengemudi harus
memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan
dan pelatihan atau belajar sendiri.
Terdapat dua kategori jenis Surat Izin Mengemudi yang tercantum
dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-Undang No.22 Tahun 2009, yaitu Surat
Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Perseorangan dan Surat Izin
Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum. Berkaitan dengan SIM tersebut,
maka bagi kendaraan bermotor umum perlu melalui tahap-tahap dalam
memperoleh SIM yang sah dan sesuai prosedur, seperti wajib mengikuti
pendidikan dan pelatihan pengemudi angkutan umum.
Pendidikan dan pelatihan pengemudi yang tercantum dalam Pasal 78
ayat (1) Undang-undang No.22 Tahun 2009 menjelaskan bahwa pendidikan
dan pelatihan mengemudi diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat
izin dan terakreditasi dari pemerintah. Izin yang diberikan oleh pemerintah
tersebut wajib dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri yang
membidangi sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan serta
51
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ujian praktik mengemudi
bagi setiap calon pengemudi wajib didampingi instruktur atau penguji agar
tidak terjadi sesuatu yang berakibat fatal. Apabila calon pengemudi
mengalami pelanggaran dan/atau kecelakaan pada saat berlatih dan belajar
atau menjalankan ujian, maka yang bertanggung jawab penuh atas diri calon
pengemudi adalah Instruktur atau Penguji.
Berdasarkan jenis SIM yang telah diperjelas di depan, terdapat pula
penggolongan SIM yang nantinya akan membedakan masing-masing
golongan SIM tersebut untuk memperjelas penggunaannya bagi setiap
pengemudi. Penggolongan SIM tersebut diterangkan dalam Undang-Undang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagimana yang tercantum sebagai
berikut:
1. Golongan SIM Perseorangan berdasarkan Pasal 80 UU No. 22 Tahun
2009 :
SIM A, berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang
perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi
3.500 kg.
SIM B1, berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang
perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari
3.500 kg
SIM B2, berlaku untuk mengemudikan Kendaraan alat berat,
Kendaraan penarik, atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta
tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang
diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000
kg.
SIM C, untuk mengemudikan Sepeda Motor.
SIM D, untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang
cacat.
2. Golongan SIM Umum berdasarkan Pasal 82 UU No. 22 Tahun 2009:
52
SIM A Umum, untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dan
barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500
kg.
SIM B1 Umum, untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang
umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg.
SIM B2 Umum, untuk mengemudikan Kendaraan penarik atau
Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan
dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau
gandengan lebih dari 1.000 kg.
b. Fungsi Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)
Pemilikan SIM tidak terlepas dari fungsi kepemilikan setiap
pembuatannya. Arti penting sebuah SIM dalam berkendaraan adalah
sangat penting. Oleh karena itu, Fungsi dan Peranan SIM antara lain:
1. Sebagai sarana identifikasi/jatidiri seseorang;
2. Sebagai alat bukti;
3. Sebagai sarana upaya paksa; dan
4. Sebagai sarana pelayanan masyarakat.
Fungsi dan Peranan SIM di atas tidak terlepas dari fungsi SIM
berdasarkan Pasal 86 Undang-undang No.22 Tahun 2009 yang terdiri
dari 3 ayat yang identik dengan sebuah identitas pengemudi, maka
berdasarkan Pasal 86 dapat di jelaskan sebagai berikut:
1. Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai bukti kompetensi
pengemudi;
2. Surat Izin Mengemudi berfungsi sebagai registrasi Pengemudi
Kendaraan Bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap
Pengemudi;
3. Data pada registrasi Pengemudi dapat digunakan untuk mendukung
kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik
kepolisian.
53
c. Mekanisme Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C
Mekanismedalam pembuatan atau memperoleh SIM Golongan C
baru dalam Pasal 217 Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1993, antara
lain:
Sehat Jasmani dan rohani dinyatakan dengan surat keterangan Dokter.
Berusia sekurang-kurangnya 16 tahun.
Membayar formulir di BII/BRI.
Mengisi formulir permohonan.
Dapat menulis dan membaca huruf latin.
Melampirkan foto copy KTP.
Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai lalu-lintas jalan dan
memiliki ketrampilan mengemudikan kendaraan bermotor.
Lulus ujian teori dan praktek.
Mekanisme dalam pembuatan atau pemohonan SIM kerap terjadi
debat pemikiran yang mengakibatkan kekesalan. Pemohon terkadang ada
yang menggunakan calo agar cepat dan tidak mengikuti berbagai tes ujian
sebagimana mestinya. Biaya yang dikeluarkan apabila tidak melalui
prosedur atau melalui calo ini akan mengeluarkan biaya yang cukup besar,
karena pemohon akan dibebaskan dalam ujian praktek dan tertulis, serta
tidak memakan waktu yang lama. Berbeda dengan yang melalui prosedur,
pemohon harus rela antri dan melalui tahap-tahap yang harus dilaksanakan
dengan segala konsekuensinya dengan waktu yang sedikit lama, namun
dengan biaya murah. Mekanisme pembuatan SIM, antara lain:
1.
Fotocopy KTP dan membawa Ballpoint warna hitam yang akan
dipergunakan untuk mengisi formulir;
2.
Umur harus sudah cukup. Untuk SIM C adalah minimal 17 tahun;
54
3.
Membawa uang untuk membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan
Pajak) SIM;
4.
Periksa kesehatan ke Dokter Polisi untuk membuat Surat keterangan
Sehat dari dokter;
5.
Membawa surat keterangan Sehat tersebut ke tempat pembuatan SIM
tersebut disertai dengan fotocopy KTP;
6.
Apabila syarat alamat, umur, dan keterangan sehat sudah lengkap,
makaakan menerima formulir pendaftaran beserta map. Kemudian
formulir tersebut diisi dengan lengkap seperti pada contoh yang telah
disediakan di tempat;
7.
Menyerahkan formulir yang sudah diisi dan berkas-berkasnya ke loket
ujian teori.Pada loket ujian teori, pemohon akan mendapatkan kartu
antri. Pemohon dapat menanyakan kepada petugas mengenai jam ujian
teori yang akan dilaksanakan. Apabila jam ujian masih lama, pemohon
dapat menunggu di ruang tunggu yang telah disediakan;
8.
Pada saat petugas memanggil nomor antrian pemohon, maka pemohon
di mohon untuk segera masuk ke ruang ujian teori;
9.
Apabila hasil ujian teori dinyatakan lulus, maka pemohon segeramenuju
ke loket ujian praktek. Setelah menulis nama dan alamat di buku mutasi
ujian praktek, lihat jadwal atau tanyakan kepada petugas gelombang
ujian kapan akan diuji dan pada jam berapa.
10. Pelaksanaan ujian praktek untuk SIM golongan C akan dilakukan dalam
2 tahap, yaitu Ujian Praktek Dalam, dan Ujian Praktek luar;
55
11. Apabila dinyatakan lulus ujian praktek, baik praktek dalam dan praktek
luar, pemohon diharuskanmembawa berkas menuju ke loket BRI.
Pemohon nantinya akan dilayani langsung oleh petugas dari Bank BRI
langsung, jadi Polri tidak berurusan langsung dengan keuangan sama
sekali. Pembayaran PNBP SIM jg pada loket ini;
12. Setelah membayar, pemohon membawaberkas dan bukti pembayaran ke
dalam, tepatnya ke ruang entry data dan foto SIM;
13. Setelah nomor antrian pemohon dipanggil, pemohon diharapkan segera
masuk ke ruangan foto SIM. Foto SIM disarankan menggunkan baju
berkerah, bahkan wajib menggunakan baju berkerah;
14. Setelah proses foto SIM berlangsung, maka pemohon harus tanggap
dan mengkonfirmasi bahwa data yang diketik petugas sudah benar.
Kemudian Petugas akan membacakan, atau menunjukkan layar monitor
data diri pemohon yang akan dicetak di SIM. Apabilaterdapat salah satu
huruf saja yang salah dalam proses pengetikan, pemohon diharapkan
segera tanggap, karena ketika SIM sudah dicetak, maka petugas sudah
tidak bertanggungjawab lagi terhadap kesalahan tersebut.
15. Sebelum SIM dicetak, maka petugas akan membacakan identitas
pemohon dan menyuruh pemohon untuk:
a. Mengambil sidik jari secara digital;
b. Mengambil tandatangan secara digital;
c. Mengambil gambar wajah pemohon secara digital.
56
16. Selesai proses foto selesai, pemohon dipersilahkan menunggusampai
SIM tercetak. Kemudian nama pemohon akan dipanggil untuk
mengambil SIM yang sudah jadi, beserta menandatangani akhir proses
yang menyatakan bahwa SIM sudah diambil oleh pemiliknya.
Berdasarkan mekanisme yang telah dipaparkan diatas, maka
prosedur pembuatan SIM C akan memakan banyak waktu apabila sesuai
prosedur. Pemohon akan mengikuti dan melalui dua ujian praktek agar
mendapatkan SIM C sesuai yang diberlakukan dalam undang-undang.
d. Syarat-syarat Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C
Penggunaan Golongan SIM C berdasarkan Pasal 211 ayat (2)
Peraturan PemerintahNomor 44 Tahun1993, penggolongan SIM C ini
ditegaskan untuk kendaraan bermotor roda dua yang dirancang dengan
kecepatan lebih dari 40 km/jam.SIM perseorangan yang diatur di dalam
Pasal 80 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, menerangkan bahwa SIM
C yang dimaksud adalah untuk mengemudikan sepeda motor.
Persyaratan Permohonan SIM C perseorangan berdasarkan Pasal 81
ayat (2) huruf (a), (3), (4), dan (5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
antara lain berdasarkan:
(2) Syarat usia 17 (tujuh belas) tahun;
(3) Syarat administratif:
a. memiliki Kartu Tanda Penduduk;
b. mengisi formulir permohonan;
c. rumusan sidik jari;
(4) Syarat kesehatan:
a. sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter;
b. sehat rohani dengan surat lulus tes psikologis; dan
(5) Syarat lulus ujian:
57
a. ujian teori;
b. ujian praktek dan/atau;
c. ujian keterampilan melalui simulator.
Persyaratan Permohonan Pembuatan SIM (Pasal 217 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993) yaitu:
1. Permohonan tertulis;
2. Bisa membaca dan menulis;
3. Memiliki pengetahuan peraturan lalu lintas jalan dan teknik dasar
kendaraan bermotor;
4. Batas usia 16 (enam belas)tahun untuk SIMgolongan C;
5. Terampil mengemudikan kendaraan bermotor;
6. Sehat jasmani dan rohani; dan
7. Lulus ujian teori dan praktek.
SIM dinyatakan tidak berlaku (Pasal 230 Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 1993) apabila:
1.
2.
3.
4.
SIM habis masa berlakunya;
Digunakan oleh orang lain;
Diperoleh dengan cara tidak sah; dan
Data yang ada pada SIM diubah.
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang
tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah, pemilik
kendaraan bermotor yang dikemudikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah) (Pasal 288 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009).
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak
memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat
(1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau
58
denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) (Pasal 281 UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009).
59
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan
secara yuridis sosiologis. Pendekatan ini digunakan karena dalam penelitian
ini melibatkan hukum dipandang sebagai perilaku sosial. Pendekatan ini
digunakan untuk mengkaji hubungan aspek hukum dengan non hukum.
Aspek hukum menyangkut kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan
SIM C dan aspek non hukum meliputi pendidikan, ekonomi dan motivasi.
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode penelitian antara
lain: survey lapangan, studi pustaka, dan studi dokumentasi. Survey lapangan
merupakan prosedur pengambilan sampel dengan cara menggunakan
kuisioner dan menggunakan pendekatan formal. Studi pustaka merupakan
cara memperoleh data-data dengan memfokuskan pada data yang ada pada
pustaka-pustaka baik yang terorganisir maupun yang tidak. Sedangkan studi
dokumentasi memperoleh data yang bersifat dokumen-dokumen resmi baik
dari lembaga pemerintah maupun non pemerintah.
C. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini lebih terfokus pada penelitian deskriptif, yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat
60
kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C dan berpengaruhnya
faktor pendidikan, ekonomi dan motivasi terhadap tingkat kesadaran hukum
masyarakat dalam pendekatan SIM.
D. Lokasi Penelitian
Penelitian ini diambil dari Kelurahan Limbangan Wetan, Kecamatan
Brebes, Kabupaten Brebes. Pengambilan lokasi ini didasarkan pada alasanalasan:
1. Kabupaten Brebes merupakan wilayah kota di kawasan pantai utara yang
rawan kecelakan dan padat serta sebagai satu-satunya penghubung jalan ke
kota lain;
2. Dilihat dari tertib lalu lintas wilayah Brebes tergolong banyaknya
pelanggaran yang berupa pengendara kendaraan khususnya roda dua tidak
mempunyai SIM, padahal SIM merupakan salah satu tertib berlalu lintas;
3. Secara kebetulan peneliti bertempat tinggal di Kabupaten Brebes, sehingga
pengambilan lokasi ini akan menghemat biaya, waktu dan tenaga dalam
melaksanakan penelitian.
E. Populasi Penelitian
Populasi atau universe adalah seluruh obyek atau seluruh individu
atau seluruh gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.45
Populasi penelitian ini meliputi seluruh warga anggota masyarakat yang
didapati memiliki kendaraan bermotor dan berada di Kelurahan Limbangan
45
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1990, hlm. 44.
61
Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dengan populasi sasaran warga
masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan yang memiliki SIM.
Populasi penelitian ini tidak terlepas dari sebuah keinginan untuk
mengetahui luas batas sifat-sifat dan ciri-ciri khusus informasi dari sumbersumber yang dapat dipakai sebagai pegangan. Sumber-sumber informasi
tersebut antara lain:46
1. Dokumen atau catatan resmi dari instansi-instansi;
2. Daftar-daftar hasil sensus;
3. Keterangan pejabat dan pimpinan masyarakat setempat.
Kebenaran dan validitas informasi-informasi tersebut haruslah diperiksa agar
memperoleh data yang valid.
F. Metode Pengambilan Sampel
Sampel merupakan suatu bagian dari populasi yang ingin diteliti. 47
Suatu metode pengambilan sampel yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut:48
1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi
yang diteliti;
2. Dapat menentukan presisi (precision) dari hasil penelitian dengan
menentukan penyimpangan baku (standar) dari taksiran yang diperoleh.
Presisi disini adalah tingkat ketetapan yang ditentukan oleh perbedaan
46
Ibid, hlm. 45.
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Op.Cit, hlm. 119.
48
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 1989,
hlm. 149-150.
47
62
hasil yang diperoleh dari catatan lengkap, dengan syarat bahwa keadaankeadaan dimana kedua metode dilakukan;
3. Sederhana, sehingga mudah dilaksanakan;
4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendahrendahnya.
Besarnya sampel yang harus diambil untuk mendapatkan hasil yang
representatif dalam suatu penelitian, maka terdapat empat faktor yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan besarnya sampel antara lain:49
1. Derajat keseragaman (degree of homogenity) dari populasi. Semakin
seragam populasi itu, maka semakin kecil sampel yang dapat diambil.
Berbeda pula apabila populasi tersebut seragam sempurna (completely
heterogeneous), maka
hanya
pencacahan lengkaplah yang dapat
memberikan gambaran yang representatif;
2. Represisi yang dikehendaki dari penelitian. Semakin tinggi tingkat presisi
yang dikehendaki, maka semakin besar jumlah sampel yang harus diambil.
Jadi, sampel yang besar cenderung memberikan penduga yang lebih
mendekati nilai sesungguhnya (true value);
3. Rencana analisa. Besarnya sampel terkadang sudah mencukupi sesuai
dengan presisi yang dikehendaki, tetapi apabila dikaitkan dengan
kebutuhan analisa, maka jumlah sampel tersebut kurang mencukupi;
4. Tenaga, biaya dan waktu. Harapan apabila menginginkan presisi yang
tinggi maka jumlah sampel harus besar, tetapi apabila dana, tenaga dan
49
Ibid, hlm. 150-152.
63
waktu terbatas, maka tidaklah mungkin untuk mengambil sampel yang
besar, dan ini berarti presisinya akan menurun.
Besarnya sampel yang harus diambil dalam suatu penelitian didasarkan pada
keempat pertimbangan diatas, tetapi agar dapat menghemat waktu, biaya dan
tenaga, maka dapat memperkirakan besarnya sampel yang diambil sehingga
presisinya dianggap cukup untuk menjamin tingkat kebenaran hasil
penelitian.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan metode
pengambilan sampel acak sederhana atau simple random sampling, yaitu
sebuah sample yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian
atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk
dipilih sebagai sample. Apabila besarnya sample yang diinginkan itu berbedabeda, maka besarnya kesempatan bagi tiap satuan elementer untuk terpilih
juga akan berbeda-beda.50 Sample acak sederhana merupakan sample
kesempatan (probabilty sampling), sehingga hasilnya dapat dievaluasi secara
obyektif.
Dalam penelitian ini, sampel dipilih dari seluruh anggota masyarakat
yang bertempat tinggal di Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes. Jumlah warga pada kelurahan ini adalah 10.298 jiwa.
Berdasarkan data yang diperoleh mengenai jumlah Rukun Warga (RW) dan
jumlah Kepala Keluarga (KK), maka dapat diambil kesimpulan jumlah
populasi pada kelurahan tersebut adalah sebesar 1500 KK. Berdasarkan
50
Ibid,hlm. 155-156.
64
wawancara informal dengan salah satu pejabat Kelurahan Limbangan Wetan
dari sejumlah 1500 KK tersebut diperkirakan yang memiliki SIM C sebanyak
kurang lebih 300 orang. Dari jumlah tersebut diambil sampel secara random
sebanyak 10%, sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 orang
yang memiliki SIM C sebagai responden. Jumlah sampel tersebut
diasumsikan cukup representatif (mewakili) dari jumlah populasi yakni 300
orang yang memiliki SIM C karena didasarkan pada pertimbanganpertimbangan tentang sifat homogenitas dari populasi, antara lain:
1. Seluruh sampel adalah anggota masyarakat yang berada di wilayah yang
sama;
2. Seluruh sampel terdeteksi memiliki SIM C dan kendaraan roda dua;
3. Semua sampel mempunyai kultur dan nilai-nilai yang sama.
G. Jenis dan Sumber Data
1. Data primer
Data primer bersumber pada individu warga masyarakat Kelurahan
Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes yang memiliki
SIM C dan kendaraan beroda dua yang bertindak sebagai responden.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang bersumber dari literatur, peraturan
parundang-undangan, hasil-hasil penelitian, majalah-majalah ilmiah,
artikel-artikel ilmiah dan makalah hasil pertemuan ilmiah serta makalah
65
yang dapat di unduh di internet. Metode kepustakaan instrumen: katalog,
form, dan blanko-blanko serta kartu perpustakaan yang sudah disiapkan.
H. Data Yang Diperlukan
1. Data Primer
a. Data tentang pengetahuan hukum responden yang berkaitan dalam
pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C;
b. Data tentang pemahaman hukum responden dalam pembuatan Surat
Izin Mengemudi (SIM) C;
c. Data tentang sikap hukum responden dalam pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C;
d. Data tentang pola perilaku hukum responden dalam pembuatan Surat
Izin Mengemudi (SIM) C;
e. Data tentang pendidikan responden dalam pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C;
f. Data tentang ekonomi responden dalam pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C;
g. Data tentang motivasi responden dalam pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C;
2. Data Sekunder
a. Data seluruh jumlah penduduk dan Kepala Keluarga Kelurahan
Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes untuk
menentukan populasi dan mengambil sampel untuk penelitian;
66
b. Data pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C di Satuan Lalu Lintas
(Satlantas) Brebes;
c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan dan
Pengemudi.
I.
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan metode sebagai
berikut:
a. Metode angket dengan instrumen kuesioner yang disebarkan kepada
beberapa responden sebagai sampel. Metode angket yang digunakan
adalah metode angket berstruktur yang sifatnya tegas definitif, terbatas,
konkret, mengandung jawaban isian yang terbatas dan jelas;51
b. Metode dokumenter dengan instrumen berupa blangko dokumentasi yang
digunakan untuk mengumpulkan data-data yang bersifat sekunder yang
bersumber pada buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan materi penelitian dan dokumen yang ada di Kantor
Kepolisian Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes dan Kantor Kelurahan
Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes; dan
c. Metode kepustakaan, yaitu dengan memanfaatkan buku-buku untuk
memperoleh data sekunder yang menunjang kelengkapan penelitian.
51
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 200.
67
J.
Metode Pengolahan Data
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini berdasarkan metode
pengolahan data dengan teknik sebagai berikut:52
1. Editing (to edit artinya membetulkan) adalah memeriksa atau meneliti
data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah sudah dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Kemudian di dalam
editing dilakukan pembetulan data yang keliru, menambahkan data yang
kurang, melengkapi data yang belum lengkap.
2. Coding adalah mengkategorisasikan data dengan cara pemberian kodekode atau simbol-simbol menurut kriteria yang diperlukan pada daftar
pertanyaan dan pada pertanyaan-pertanyaannya sendiri dengan maksud
untuk dapat ditabulasikan.
3. Tabulasi adalah memindahkan data dari daftar pertanyaan kedalam tabeltabel yang telah dipersiapkan untuk maksud tersebut.
K. Metode Penyajian Data
Data yang disajikan dalam bentuk tabel-tabel distribusi frekuensi dan
tabel silang. Disamping itu data juga disajikan dalam bentuk teks naratif,
yakni uraian yang tersusun secara sistematis, logis, dan rasional berdasarkan
urutan dari data yang diperoleh dari suatu penelitian.
L. Definisi Operasional
52
Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit, hlm. 64-65.
68
1. Kesadaran Hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat
didalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang
diharapkan ada dan konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia,
tentang keserasian antara ketertiban dengan ketentraman yang dikehendaki
atau yang sepantasnya, yang dapat dinyatakan dalam kesadaran hukum
rendah, sedang dan tinggi;
2. Pengetahuan Hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa
perilaku tertentu yang diatur oleh hukum, yang dapat dinyatakan dalam
pengetahuan hukum yang rendah, sedang dan tinggi;
3. Pemahaman Hukum adalah sejumlah informasi yang dimiliki seseorang
mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu terhadap isi dan tujuan
dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun tidak
tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh
peraturan tersebut, yang dapat dinyatakan dalam pemahaman hukum
rendah, sedang dan tinggi;
4. Sikap Hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena
adanya penghargaaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat
atau menguntungkan jika hukum itu ditaati, yang dapat dinyatakan dalam
sikap setuju, kurang setuju dan tidak setuju;
5. Pola Perilaku Hukum artinya bahwa seseorang berperilaku sesuai dengan
hukum yang berlaku, yang dinyatakan pola perilaku sesuai hukum, kurang
sesuai hukum dan tidak sesuai hukum;
69
6. Pendidikan adalah jenjang proses belajar mengajar yang dapat dinyatakan
dalam pendidikan dasar, menengah dan tinggi;
7. Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu yang dapat diukur
dengan indikator, motiv, harapan dan penghargaan. Motivasi dapat
dinyatakan dalam ukuran tinggi, sedang dan rendah;
8. Ekonomi adalah kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhan
keluarga perbulan yang dapat dinyatakan dalam ekonomi tinggi, sedang
dan rendah.
M. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang telah diolah dianalisis dengan
menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif ditujukan
pada data yang bersifat kuantitatif dengan model analisis statistik sederhana,
terutama distribusi frekuensi analisis dan silang analisis. Analisis kualitatif
ditujukan pada data yang bersifat kualitatif dengan model content analysis
dan komparatif analisis. Teknik analisis digunakan dalam metode teoritikal
interpretation, yaitu suatu analisis dengan cara mendialogkan antara data
disatu pihak dengan teori hukum, doktrin hukum dan norma hukum dilain
pihak. Dengan dialog yang demikian diharapkan pengambilan kesimpulan
yang menyimpang sekecil mungkin dapat dihindari.
70
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Surat Izin
Mengemudi (SIM) C.
Berbicara mengenai kesadaran hukum tidak terlepas dari indikator
kesadaran hukum. Indikator itu yang nantinya akan berpengaruh besar
terhadap kesadaran hukum. Oleh karena itu, teori kesadaran hukum dari
Soerjono Soekanto mengatakan, kesadaran hukum adalah konsepsi-konsepsi
abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dengan
ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. 53 Masyarakat dalam hal ini
yang nantinya akan mengefektifkan hukum yang berlaku, sehingga untuk
memperoleh hasil tentang tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam
pembuatan Surat Izin Mengemudi (selanjutnya disingkat SIM) C dapat
dilakukan dengan mengetahui nilai dari masing-masing indikator. Teori
dalam faktor yang berpengaruh dikemukakan oleh B. Kutschincky dalam
bukunya Soerjono Soekanto, antara lain:54
1. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum;
2. Pengetahuan tentang isi peraturan-peraturan hukum;
3. Sikap terhadap peraturan-peraturan hukum;
53
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta,
1982, hlm. 159.
54
Loc.Cit.
71
4. Pola-pola perikelakuan hukum.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, apabila teori diatas diaplikasikan
ke dalam tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C,
maka dapat dirumuskan bahwa kesadaran hukum masyarakat dapat diukur
dengan
indikator-indikator
yang
ditetapkan,
antara
lain:
indikator
pengetahuan hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, pemahaman
hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, sikap hukum masyarakat dalam
pembuatan SIM C, serta pola perilaku hukum masyarakat dalam pembuatan
SIM C.
Tingkat masing-masing indikator kesadaran hukum tersebut dapat
diketahui dengan mengajukan pertanyaan kepada seluruh responden.
Pertanyaan yang diajukan kepada responden sebanyak 40 pertanyaan tentang
kesadaran hukum yang terdiri dari unsur pengetahuan sebanyak 10
pertanyaan, unsur pemahaman hukum sebanyak 10 pertanyaan, unsur sikap
hukum sebanyak 10 pertanyaan, unsur pola perilaku hukum sebanyak 10
pertanyaan. Kemudian setiap pertanyaan tersebut nantinya akan diberi nilai
antara 1-3 berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden. Nilai masingmasing indikator kesadaran hukum menurut 30 responden dapat dilihat dalam
tabel dibawah ini:
72
Tabel 1: Distribusi nilai masing-masing indikator kesadaran hukum,
nilai kesadaran hukum, tingkat pendidikan, motivasi dan
ekonomi responden.
No
Pgt
Pmhmn
Skp
Prlku
Ksdrn
Tngkt
Tngkt
Tngkt
Hkm
Hkm
Hkm
Hkm
Hkm
Pnddkn
Mtvsi
Eknmi
1
21
23
21
21
86
SMP
21
28
2
24
25
22
24
95
SMP
21
26
3
30
30
25
24
109
PT
25
19
4
30
30
29
30
119
SMA
30
28
5
30
30
29
30
119
SD
27
24
6
30
30
28
29
117
SMA
28
19
7
30
27
26
29
112
PT
22
26
8
27
24
28
24
103
SMA
28
23
9
30
30
30
29
119
SMA
30
21
10
30
30
29
29
118
PT
30
21
11
30
30
29
28
117
SMA
30
22
12
29
27
27
27
110
PT
25
20
13
29
30
30
29
118
SMA
25
21
14
30
30
30
28
118
PT
28
19
15
30
30
28
28
116
SMA
26
26
16
26
24
20
20
90
SMA
18
19
17
30
30
28
28
116
PT
28
21
18
29
29
21
29
108
PT
24
21
19
30
25
24
25
104
SMA
24
26
20
29
29
22
29
109
PT
24
19
21
30
29
25
29
113
PT
28
18
22
24
20
24
20
88
SMA
23
24
23
25
26
26
23
100
PT
24
21
24
29
27
27
27
110
SMA
26
22
25
30
30
25
25
110
PT
26
23
73
No
Pgt
Pmhmn
Skp
Prlku
Ksdrn
Tngkt
Tngkt
Tngkt
Hkm
Hkm
Hkm
Hkm
Hkm
Pnddkn
Mtvsi
Eknmi
26
26
22
26
23
97
PT
26
23
27
26
26
20
21
93
SMA
20
25
28
30
26
27
29
112
PT
27
17
29
30
30
28
30
118
SMA
27
20
30
30
30
22
24
106
PT
21
24
Sumber: Data primer yang diolah.
Keterangan:
Pgt Hkm
Pmhmn Hkm
Skp Hkm
Prlku Hkm
Ksdrn Hkm
Tngkt Pnddkn
Tngkt Mtvsi
Tngkt Eknmi
SD
SMP
SMA
PT
: Pengetahuan Hukum
: Pemahaman Hukum
: Sikap Hukum
: Perilaku Hukum
: Kesadaran Hukum
: Tingkat Pendidikan
: Tingkat Motivasi
: Tingkat Ekonomi
: Sekolah Dasar
: Sekolah Menengah Pertama
: Sekolah Menengah Atas
: Perguruan Tinggi
Berdasarkan tabel tersebut diatas, sebagaimana yang telah disinggung
dimuka bahwa penelitian ini mengkaji 4 variabel pokok yang terdiri dari,
variabel kesadaran hukum dengan indikator pengetahuan hukum, pemahaman
hukum, sikap hukum dan pola perilaku hukum, serta variabel-variabel yang
diasumsikan berpengaruh terhadap kesadaran hukum, yang terdiri dari
variabel pendidikan, motivasi dan ekonomi. Untuk mengklasifikasikan
masing-masing variabel dan indikator sebagaimana dipaparkan dalam tabel
74
diatas diperhitungkan interval klas pada masing-masing nilai (skor) variabel
dan indikator tersebut, dengan rumus sebagai berikut:
i=
R
K
Dimana:
i : interval klas yang dikehendaki.
R : range yang merupakan simbol pengurangan nilai tertinggi dikurangi nilai
terendah.
K : klas yang dikehendaki dalam setiap variabel dan indikator yang dapat
dinyatakan dalam 3 klas, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut diatas,
maka diperoleh interval klas pada masing-masing variabel dan indikatorindikator sebagai berikut:
a. Kesadaran hukum, yang dapat dinyatakan dalam kesadaran hukum rendah,
sedang dan tinggi, dengan interval klas sebagai berikut:
Nilai 86-96, adalah rendah;
Nilai 97-108, adalah sedang;
Nilai 109-119, adalah tinggi.
b. Indikator pengetahuan hukum, yang dapat dinyatakan dalam pengetahuan
hukum rendah, sedang dan tinggi, dengan interval klas sebagai berikut:
Nilai 21-23, adalah rendah;
75
Nilai 24-27, adalah sedang;
Nilai 28-30, adalah tinggi.
c. Indikator pemahaman hukum, yang dapat dinyatakan dalam pemahaman
hukum rendah, sedang dan tinggi, dengan interval klas sebagai berikut:
Nilai 20-23, adalah rendah;
Nilai 24-27, adalah sedang;
Nilai 28-30, adalah tinggi.
d. Indikator sikap hukum, yang dapat dinyatakan dalam sikap hukum tidak
setuju, kurang setuju dan setuju, dengan interval klas sebagai berikut:
Nilai 20-23, adalah tidak sestuju;
Nilai 24-27, adalah kurang setuju;
Nilai 28-30, adalah setuju.
e. Indikator pola perilaku hukum, yang dapat dinyatakan dalam pola perilaku
hukum tidak sesuai, kurang sesuai dan sesuai, dengan interval klas sebagai
berikut:
Nilai 20-23, adalah tidak sesuai;
Nilai 24-27, adalah kurang sesuai;
Nilai 28-30 adalah sesuai.
f. Tingkat motivasi, yang dapat dinyatakan dalam motivasi rendah, sedang
dan tinggi, dengan interval klas sebagai berikut:
Nilai 18-21, adalah rendah;
Nilai 22-26, adalah sedang;
Nilai 27-30, adalah tinggi.
76
g. Tingkat ekonomi, yang dapat dinyatakan dalam ekonomi rendah, sedang
dan tinggi, dengan interval klas sebagai berikut:
Nilai 17-20, adalah rendah;
Nilai 21-24, adalah sedang;
Nilai 25-28, adalah tinggi.
Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat Kelurahan
Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan
SIM C, hasil penelitian secara umum menggambarkan tingkat kesadaran
hukum yang tinggi, hal ini dapat dibuktikan dengan melihat data yang
dituangkan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 2: Kesadaran hukum responden dalam pembuatan SIM C.
Kesadaran
Hukum
Rendah
Sedang
Tinggi
Interval
Klas
86-96
97-108
109-119
Frekuensi
(F)
5
6
19
Persentase
(%)
16,67
20,00
63,33
30
100
Jumlah
Sumber: Data primer yang diolah.
Tabel 2 diatas menjelaskan bahwa dari seluruh responden sebanyak 30
orang, sejumlah 5 (16,67%) responden mempunyai tingkat kesadaran hukum
yang relatif rendah dalam pembuatan SIM C, sejumlah 6 (20,00%) responden
mempunyai tingkat kesadaran hukum yang relatif sedang dalam pembuatan
SIM C, dan sejumlah 19 (63,33%) responden mempunyai kesadaran hukum
yang relatif tinggi dalam pembuatan SIM C.
77
Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa
sebagian besar masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi dalam
pembuatan SIM C, terutama dengan hal-hal yang berkaitan dengan syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan SIM C, prosedur/mekanisme,
pengajuan permohonan pembuatan SIM C serta sanksi-sanksi hukum bila
pengemudi tidak memiliki SIM C.
Apabila kenyataan tersebut diatas diintrepetasikan berdasarkan Pasal
77 ayat (1), Pasal 281, serta Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 22
Tahun 2009, maka dapat diperoleh gambaran bahwa sebagian besar
masyarakat telah mengetahui, memahami, menyetujui dan melakukan
tindakan pembuatan SIM C terhadap syarat-syarat, prosedur, dan sanksi.
Bunyi Pasal tersebut diatas sebagaimana yang telah diatur dalam Bab
sebelumnya, maka kesadaran hukum apabila diaplikasikan dengan Teori
menurut Soerjono Soekanto masih relevan, karena kesadaran hukum
sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri
manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan
ada.55Sebenarnya yang ditekankan disini adalah nilai-nilai tentang fungsi
hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang
konkret dalam masyarakat yang bersangkutan.
55
Ibid, hlm. 152.
78
Tingginya tingkat kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C tidak
terlepas dengan tingkat pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap
hukum dan pola perilaku hukumnya.
Apabila kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C dilihat
dari indikator pengetahuan hukum, maka diperoleh gambaran sebagaimana
yang tedapat dalam tabel berikut:
Tabel 3: pengetahuan hukum responden dalam pembuatan SIM C.
Pengetahuan
Hukum
Rendah
Sedang
Tinggi
Interval Klas
21-23
24-27
28-30
Jumlah
Sumber: Data primer yang diolah.
Frekuensi
(F)
1
7
22
Presentase
(%)
3,33
23,33
73,33
30
100
Tabel 3 diatas menjelaskan bahwa dari seluruh responden sebanyak 30
orang, sejumlah 1 (3,33%) responden mempunyai tingkat pengetahuan
hukum yang relatif rendah dalam pembuatan SIM C, sejumlah 7 (23,33%)
responden mempunyai tingkat pengetahuan hukum yang relatif sedang dalam
pembuatan SIM C, dan sejumlah 22 (73,33%) responden mempunyai tingkat
kesadaran hukum yang relatif tinggi dalam pembuatan SIM C.
Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa
sebagian besar masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes memiliki tingkat pengetahuan hukum yang tinggi dalam
pembuatan SIM C.
79
Berdasarkan teori menurut Otje Salman, menjelaskan bahwa indikator
pertama dari kesadaran hukum adalah pengetahuan hukum.Seseorang
mengetahui
bahwa
perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh
hukum.56Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis
maupun hukum yang tidak tertulis.Perilaku tersebut menyangkut perilaku
yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.
Apabila teori tersebut diatas diaplikasikan dengan tingkat kesadaran
hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat diperoleh gambaran
bahwa teori tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini,
karena tingginya kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes didasarkan pada tingginya tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai syarat-syarat pembuatan SIM C,
prosedur/makanisme, pengajuan permohonan SIM C serta sanksi apabila
pengemudi tidak memiliki SIM C.
Kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C selain dilihat
dari pengetahuan hukum juga dapat dilihat dari indikator pemahaman hukum,
maka diperoleh gambaran sebagaimana yang tedapat dalam tabel berikut:
56
Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, Alumni, Bandung,
1993, hlm. 40.
80
Tabel 4: Pemahaman hukum responden dalam pembuatan SIM C.
Pemahaman
Hukum
Rendah
Sedang
Tinggi
Interval Klas
20-23
24-27
28-30
Jumlah
Sumber: Data primer yang diolah.
Frekuensi
(F)
3
10
17
Presentase
(%)
10,00
33,33
56,67
30
100
Tabel 4 diatas menjelaskan bahwa dari seluruh responden sebanyak 30
orang, sejumlah 3 (10,00%) responden mempunyai tingkat pemahaman
hukum yang relatif rendah dalam pembuatan SIM C, sejumlah 10 (33,33%)
responden mempunyai tingkat pemahaman hukum yang relatif sedang dalam
pembuatan SIM C, dan sejumlah 17 (56,67%) responden mempunyai tingkat
pemahaman hukum yang relatif tinggi dalam pembuatan SIM C.
Berdasarkan data tersebut diatas dapat diambil kesimpulan sementara
bahwa sebagian besar masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan
Brebes Kabupaten Brebes memiliki tingkat pemahaman hukum yang tinggi
dalam pembuatan SIM C. Apabila data tersebut diatas dalam tabel 4
dihubungkan dengan data pada tabel 3, maka dapat diintrepetasikan bahwa
tingginya pemahaman hukum tersebut didasarkan pada pengetahuan hukum
masyarakat yang tinggi dalam pembuatan SIM C.
Berdasarkan teori menurut Otje Salman, menjelaskan bahwa indikator
kedua dari kesadaran hukum adalah pemahaman hukum, yaitu sejumlah
informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum
tertentu.Pemahaman hukum disini adalah suatu pengertian terhadap isi dan
81
tujuan suatu peraturan dalam hukum tertentu serta manfaatnya bagi pihakpihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan tersebut.57 Seseorang warga
masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahamannya masing-masing
mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan
pemahaman yang benar mengenai pentingnya Undang-Undang No.22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemahaman ini diwujudkan
melalui sikap mereka terhadap tingkah laku sehari-hari.
Apabila teori tersebut diatas diaplikasikan dengan tingkat kesadaran
hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat diperoleh gambaran
bahwa teori tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini,
karena tingginya pemahaman hukum masyarakat Kelurahan Limbangan
Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes ternyata didasarkan pula pada
tingginya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai syarat-syarat pembuatan
SIM C, prosedur/makanisme, pengajuan permohonan SIM C serta sanksi
dalam pembuatan SIM C.
Kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C selain dilihat
dari pemahaman hukum juga dapat dilihat dari indikator sikap hukum, maka
diperoleh gambaran sebagaimana yang tedapat dalam tabel berikut:
57
Ibid, hlm. 41.
82
Tabel 5: Sikap hukum responden dalam pembuatan SIM C.
Sikap
Hukum
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju
Interval Klas
20-23
24-27
28-30
Jumlah
Sumber: Data primer yang diolah.
Frekuensi
(F)
7
11
12
Presentase
(%)
23,33
36,67
40,00
30
100
Tabel 5 diatas menjelaskan bahwa dari seluruh responden sebanyak 30
orang, sejumlah 7 (23,33%) responden mempunyai tingkat sikap hukum yang
relatif tidak setuju dalam pembuataan SIM C, sejumlah 11 (36,67%)
responden mempunyai tingkat sikap hukum yang relatif kurang setuju dalam
pembuatan SIM C, dan sejumlah 12 (40,00%) responden mempunyai tingkat
sikap hukum yang relatif setuju dalam pembuatan SIM C.
Berdasarkan data tersebut diatas dapat diambil kesimpulan sementara
bahwa sebagian besar masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan
Brebes Kabupaten Brebes memiliki sikap hukum yang relatif setuju dalam
pembuatan SIM C. Apabila data tersebut diatas dalam tabel 5 dihubungkan
dengan data pada tabel 3 dan 4, maka dapat diintrepetasikan bahwa sikap
hukum setuju masyarakat dalam pembuatan SIM C didasarkan pada
pemahaman hukum dan pengetahuan hukum masyarakat yang tinggi dalam
pembuatan SIM C. Sikap hukum setuju masyarakat, positifnya masyarakat
tersebut didasarkan pada tingginya pemahaman tentang isi hukumnya dan
pemahaman hukumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap
hukum masyarakat itu yang mendasarkan pada pengetahuan dan pemahaman
83
masyarakat itu sendiri, sehingga sebagian masyarakat tidak bersikap yang
sebenar-benarnya, melainkan hanya ikut-ikutan saja.
Berdasarkan teori menurut Otje Salman, menjelaskan bahwa indikator
ketiga dari kesadaran hukum adalah sikap hukum, yaitu suatu kecenderungan
untuk menerima hukum karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai
sesuatu yang bermanfaat atau menguntungkan jika hukum tersebut
ditaati.58Seseorang disini yang nantiya akan mempunyai kecenderungan
untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum.
Apabila teori tersebut diatas diaplikasikan dengan tingkat kesadaran
hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat diperoleh gambaran
bahwa teori tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini,
karena tingginya sikap hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes ternyata didasarkan pula pada
tingginya
tingkat
pengetahuan
masyarakat
dan
pemahaman
hukum
masyarakat mengenai syarat-syarat pembuatan SIM C, prosedur/makanisme,
pengajuan permohonan SIM C serta sanksi dalam pembuatan SIM C.
Kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C selain dilihat
dari pengetahuan hukum, pemahaman hukum dan sikap hukum, juga dapat
dilihat dari indikator pola perilaku hukum, maka diperoleh gambaran
sebagaimana yang terdapat dalam tabel berikut:
58
Loc. Cit.
84
Tabel 6: Pola perilaku hukum responden dalam pembuatan SIM C.
Pola Perilaku
Hukum
Tidak Sesuai
Kurang Sesuai
Sesuai
Interval Klas
20-23
24-27
28-30
Jumlah
Sumber: Data primer yang diolah.
Frekuensi
(F)
6
8
16
Presentase
(%)
20,00
26,67
53,33
30
100
Tabel 6 diatas menjelaskan bahwa dari seluruh responden sebanyak 30
orang, sejumlah 6 (20,00%) responden mempunyai tingkat pola perilaku
hukum yang relatif tidak sesuai dalam pembuatan SIM C, sejumlah 8
(26,67%) responden mempunyai tingkat pola perilaku hukum yang relatif
kurang sesuai dalam pembuatan SIM C, dan sejumlah 16 (53,33%) responden
mempunyai tingkat pola perilaku hukum yang relatif sesuai dalam pembuatan
SIM C.
Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa
sebagian besar masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes memiliki tingkat pola perilaku hukum yang relatif sesuai
dalam pembuatan SIM C. Apabila data tersebut diatas dalam tabel 6
dihubungkan dengan data pada tabel 3, 4 dan 5, maka dapat diintrepetasikan
bahwa pola perilaku hukum masyarakat yang sesuai didasarkan pada sikap
hukum yang setuju, pemahaman hukum yang tinggi dan pengetahuan hukum
yang tinggi.
Berdasarkan teori menurut Otje Salman, menjelaskan bahwa indikator
keempat dari kesadaran hukum adalah pola perilaku hukum, yaitu dimana
85
seseorang atau dalam suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan yang
berlaku.59Indikator ini merupakan indikator yang paling utama, karena dalam
indikator tersebut dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak
dalam masyarakat, sehingga seberapa jauh kesadaran hukum dalam
masyarakat dapat dilihat dari pola perilaku hukum.
Apabila teori tersebut diatas diaplikasikan dengan tingkat kesadaran
hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat diperoleh gambaran
bahwa teori tersebut masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini,
karena tingginya pola perilaku hukum masyarakat Kelurahan Limbangan
Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes ternyata didasarkan pula pada
tingginya tingkat pengetahuan hukum masyarakat, pemahaman hukum
masyarakat dan sikap hukum masyarakat mengenai syarat-syarat pembuatan
SIM C, prosedur/makanisme, pengajuan permohonan SIM C serta sanksi
dalam pembuatan SIM C.
Berdasarkan data tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan
Brebes Kabupaten Brebes relatif tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan
indikator pengetahuan hukum yang tinggi, pemahaman hukum yang tinggi,
sikap hukum yang setuju dan pola perilaku hukum yang sesuai dalam
pembuatan SIM C. Artinya, semakin tinggi tingkat masing-masing indikator
dari masyarakat tersebut diatas, maka akan semakin tinggi pula tingkat
59
Ibid, hlm. 42.
86
kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan
Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C.
B. Pengaruh Faktor Pendidikan, Motivasi dan Ekonomi Terhadap
Kesadaran
Hukum
Masyarakat
dalam
Pembuatan
Surat
Izin
Mengemudi (SIM) C.
Masalah kesadaran hukum timbul di dalam proses penerapan dari
hukum positif tertulis. Tidak ada hukum yang mengikat warga-warga
masyarakat kecuali atas dasar kesadaran hukumnya. Apabila pembentuk
hukum menerbitkan peraturan-peraturan yang tidak cocok dengan kesadaran
atau perasaan masyarakat maka akan menimbulkan reaksi-reaksi yang negatif
dari masyarakat. Semakin besar pertentangan antara peraturan dengan
kesadaran tersebut, maka semakin sulit untuk menerapkannya.Oleh karena
itu, di dalam penelitian ini penulis memilih faktor pendidikan sebagai salah
satu independent variabel karena merupakan salah satu faktor-faktor sosial
obyektif yang berpengaruh terhadap kesadaran hukum masyarakat dalam
pembuatan SIM C.
Berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat dalam proses
pembuatan SIM C, maka tingginya kesadaran hukum masyarakat dalam
pembuatan SIM C tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor
pendidikan, ekonomi dan motivasi responden. Masing-masing variabel
tersebut diatas dapat digambarkan secara berturut-turut sebagaimana tertuang
dalam tabel-tabel berikut ini:
87
Tabel 7: Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat
Frekuensi
Pendidikan
(F)
Rendah
1
Sedang
15
Tinggi
14
30
Jumlah
Sumber: Data primer yang diolah.
Presentase
(%)
3,33
50,00
46,67
100
Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa dari sebanyak 30 responden
menunjukkan sebanyak 1 (3,33%) responden mempunyai tingkat pendidikan
yang relatif rendah dan sebanyak 15 (50,00%) responden menyebutkan
tingkat pendidikan yang relatif menengah demikian pula sebanyak 14
(46,67%) responden menunjukkan tingkat pendidikan yang relatif tinggi.
Berdasarkan data diatas terlihat bahwa sebagian besar responden
mempunyai tingkat pendidikan yang relatif menengah, yakni dengan jumlah
15 (50,00%) responden. Apabila tingkat responden ini dihubungkan dengan
tingkat kesadaran hukum responden dalam pembuatan SIM C sebagaimana
yang tercantum dalam tabel 2, maka akan diperoleh gambaran yang nyata
tentang kecenderungan faktor pendidikan berpengaruh secara positif terhadap
tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C. Hal ini dapat
dijelaskan sebagaimana yang tercantum dalam tabel dibawah ini:
88
Tabel 8: Pengaruh faktor pendidikan terhadap kesadaran hukum
dalam pembuatan SIM C.
Kesadaran
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
Hukum
F
%
F
%
F
%
F
%
Rendah
0
0
0
0
1
3,33
1
3,33
Sedang
5
16,67
2
6,67
8
26,67
15
50,00
Tinggi
1
3,33
5
16,67
8
26,67
14
46,67
Jumlah
6
20,00
7
23,34
17
56,67
30
100,00
Pendidikan
Sumber: Data primer yang diolah.
Berdasarkan
tabel
diatas
dapat
dideskripsikan
bahwa
faktor
pendidikan cenderung berpengaruh positif terhadap kesadaran hukum
masyarakat dalam pembuatan SIM C. Artinya semakin tinggi pendidikan
semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan
SIM C. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam tabel diatas, dimana pada
pengaruh faktor pendidikan rendah, diperoleh gambaran bahwa sejumlah 0
(0%) responden menunjukkan kesadaran hukum rendah, sejumlah 0 (0%)
responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 1
(3,33%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum dalam pembuatan
SIM C yang tinggi.
Apabila dilihat dari pengaruh faktor pendidikan yang sedang,
diperoleh gambaran bahwa sejumlah 5 (16,67%) responden menunjukkan
89
tingkat
kesadaran
hukum
rendah,
sejumlah
2
(6,67%)
responden
menunjukkan tingkat kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 8 (26,67%)
responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum tinggi dalam pembuatan
SIM C.
Apabila dilihat dari faktor pendidikan yang tinggi, diperoleh
gambaran bahwa sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat
kesadaran hukum rendah, sejumlah 5 (16,67%) responden menunjukkan
tingkat kesadaran hukum sedang, dan sejumlah 8 (26,67%) responden
menunjukkan tingkat kesadaran hukum yang tinggi dalam pembuatan SIM C.
Berdasarkan data tersebut diatas dapat disimpulkan sementara bahwa
faktor pendidikan cenderung berpengaruh secara positif terhadap tingkat
kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, artinya semakin
tinggi tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes, makaakan semakin tinggi pula tingkat
kesadaran hukum masyarakatnya dalam pembuatan SIM C.
Bilamana diinduksikan dengan teori yang ada, maka menurut teori
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa secara menyeluruh faktor pendidikan
berpengaruh terhadap pengetahuan tentang isi hukum, sikap hukum dan pola
perilaku hukum, yaitu khususnya dalam bidang pembuatan SIM C yang
kesadaran hukumnya dapat dinilai berdasarkan materi ilmu hukum yang
disajikan dan kemampuan mengolah yang secara logis akan meningkat pula.
Pengetahuan yang dimilikinya kebanyakan diperoleh dari pengalaman
90
kehidupan sehari-hari.60 Apabila teori menurut Soerjono Soekanto dapat
diaplikasikan ke dalam hasil penelitian ini, maka teori tersebut masih relevan
untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena pendidikan cenderung
berpengaruh positif terhadap tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam
pembuatan SIM C.
Selain
faktor
pendidikan,
faktor
motivasi
juga
seringkali
mempengaruhi tingkat kesadaran hukum masyarakat, khususnya dalam
pembuatan SIM C. Di dalam penelitian ini, faktor motivasi sebagai salah satu
independent variabel karena merupakan salah satu faktor motivasi obyektif
yang berpengaruh terhadap kesadaran hukum. Hasil penelitian berdasarkan
kuesioner yang diisi oleh responden menunjukkan sebagaimana yang terdapat
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 9: Tingkat motivasi responden.
Tingkat
Motivasi
Rendah
Sedang
Tinggi
Interval Klas
18-21
22-26
27-30
Jumlah
Sumber: Data primer yang diolah.
Frekuensi
(F)
5
13
12
Presentase
(%)
16,67
43,33
40,00
30
100
Berdasarkan data tabel tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa dari
sebanyak 30 responden, menunjukkan sejumlah 5 (16,67%) responden
mempunyai tingkat motivasi rendah dalam pembuatan SIM C, sejumlah 13
(43,33%) responden mempunyai tingkat motivasi menengah
60
Ibid, hlm. 210.
dalam
91
pembuatan SIM C, dan sejumlah 12 (40,00%) responden mempunyai tingkat
motivasi yang tinggi dalam pembuatan SIM C.
Tingkat motivasi responden berdasarkan data tersebut diatas terlihat
bahwa sebagian besar responden mempunyai tingkat motivasi yang relatif
sedang dalam pembuatan SIM C, yakni dibuktikan dengan hasil responden
terbesar yaitu 13 (43,33%) responden. Akan tetapi, tingkat motivasi yang
sedang tersebut, sebagian besar masyarakat juga tergolong tingkat motivasi
yang tinggi. Apabila tingkat motivasi responden ini dihubungkan dengan
tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C sebagaimana
yang tercantum dalam tabel 2, maka dapat diperoleh kecenderungan pengaruh
faktor motivasi terhadap pembuatan SIM C. Hal ini dapat diperjelas dengan
melihat data yang tertuang dalam tabel dibawah ini:
Tabel 10: Pengaruh faktor motivasiterhadap kesadaran hukum dalam
pembuatan SIM C.
Kesadaran
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
Hukum
F
%
F
%
F
%
F
%
Rendah
4
13,33
1
3,33
0
0
5
16,67
Sedang
1
3,33
4
13,33
8
26,67
13
43,33
Tinggi
0
0
1
3,33
11
36,67
12
40,00
Jumlah
5
16,66
6
19,99
19
63,34
30
100,00
Motivasi
Sumber: Data primer yang diolah.
92
Berdasarkan tabel diatas dapat dideskripsikan bahwa faktor motivasi
responden dalam pembuatan SIM C cenderung berpengaruh positif terhadap
kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, yakni dengan tingkat
motivasi yang sedang. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam tabel diatas,
dimana pada pengaruh faktor motivasi rendah, diperoleh gambaran bahwa
sejumlah 4 (13,33%) responden menunjukkan kesadaran hukum yang relatif
rendah, sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat kesadaran
hukum sedang, dan sebanyak 0 (0%) responden menunjukkan tingkat
kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C yang tinggi.
Apabila dilihat dari pengaruh faktor motivasi yang sedang, diperoleh
gambaran bahwa sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat
kesadaran hukum rendah, sejumlah 4 (13,33%) responden menunjukkan
tingkat kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 8 (26,67%) responden
menunjukkan tingkat kesadaran hukum tinggi dalam pembuatan SIM C.
Apabila dilihat dari faktor motivasi yang tinggi, diperoleh gambaran
bahwa sejumlah 0 (0%) responden menunjukkan tingkat kesadaran hukum
rendah, sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat kesadaran
hukum sedang, dan sejumlah 11 (36,67%) responden menunjukkan tingkat
kesadaran hukum yang tinggi dalam pembuatan SIM C.
Berdasarkan data tersebut diatas dapat disimpulkan sementara bahwa
faktor motivasi cenderung berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, artinya semakin
93
tinggi tingkat motivasi masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan
Brebes Kabupaten Brebes, maka semakin tinggi pula tingkat kesadaran
hukum masyarakatnya dalam pembuatan SIM C.
Bilamana diaplikasikan dengan teori yang ada, maka menurut konsep
motivasi yang dikembangkan oleh William G. Scott mengatakan, bahwa
motivasi sebagai rangkaian pemberian dorongan kepada seseorang untuk
melakukan tindakan guna mencapai tujuan yang diinginkan.61 Tidak ada
tujuan yang akan tercapai dengan sendirinya, karena pencapainnya tergantung
pada manusia itu sendiri dan berhasil tidak tujuan dicapai pada tingkat yang
dominan ditentukan oleh motivasi manusia yang terdapat didalamnya. Oleh
karena itu, setiap tahap diusahakan dan diharapkan meningkatkan hasil yang
dicapai dengan tingkat kesempurnaan yang lebih tinggi.
Berdasarkan teori tersebut diatas apabila diinduksikan dengan tingkat
kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat
dikatakan masih relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena
motivasi cenderung berpengaruh positif terhadap kesadaran hukum
masyarakat. Semakin tinggi tingkat motivasi responden, maka akan semakin
tinggi pula tingkat kesadaran hukum responden yang bersangkutan dalam
pembuatan SIM C nantinya.
Selain faktor pendidikan dan faktor motivasi, ternyata faktor ekonomi
juga seringkali mempengaruhi tingkat kesadaran hukum masyarakat,
61
Fred N. Kerlinger dan Elazar J. Pedhazur, Korelasi dan Analisis Regresi Ganda, Nur
Cahaya, Yogyakarta, 1987, Hlm. 161.
94
khususnya dalam pembuatan SIM C. Di dalam penelitian ini, faktor ekonomi
juga sebagai salah satu independent variabel karena merupakan salah satu
faktor ekonomi obyektif yang berpengaruh terhadap kesadaran hukum
masyarakatnya. Hasil penelitian penulis menunjukkan sebagaimana yang
terdapat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 11: Tingkat ekonomi responden
Tingkat
Ekonomi
Rendah
Sedang
Tinggi
Interval Klas
17-20
21-24
25-28
Jumlah
Sumber: Data primer yang diolah.
Frekuensi
(F)
9
14
7
Presentase
(%)
30,00
46,67
23,33
30
100
Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa dari sebanyak 30 responden
menunjukkan sebanyak 9 (30,00%) responden mempunyai tingkat ekonomi
yang relatif rendah dan sebanyak 14 (46,67%) responden menyebutkan
tingkat ekonomi yang relatif menengah demikian pula sebanyak 7 (23,33%)
responden menunjukkan tingkat pendidikan yang relatif tinggi.
Berdasarkan data diatas terlihat bahwa sebagian besar responden
mempunyai tingkat ekonomi yang relatif menengah, yakni dengan jumlah 14
(46,67%) responden. Apabila tingkat responden ini dihubungkan dengan
tingkat kesadaran hukum responden dalam pembuatan SIM C sebagaimana
yang tercantum dalam tabel 2, maka akan diperoleh gambaran yang nyata
tentang kecenderungan faktor ekonomi yang tidak berpengaruh terhadap
95
tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C. Hal ini dapat
dijelaskan sebagaimana yang tercantum dalam tabel dibawah ini:
Tabel 12: Pengaruh faktor ekonomi terhadap kesadaran hukum dalam
pembuatan SIM C.
Kesadaran
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
Hukum
F
%
F
%
F
%
F
%
Rendah
1
3,33
0
0
8
26,67
9
30,00
Sedang
1
3,33
5
16,67
8
26,67
14
46,67
Tinggi
3
10,00
1
3,33
3
10,00
7
23,33
Jumlah
5
16,66
6
20,00
19
63,34
30
100,00
Ekonomi
Sumber: Data primer yang diolah.
Berdasarkan tabel diatas dapat digambarkan bahwa faktor ekonomi
responden dalam pembuatan SIM C cenderung tidak berpengaruh positif
terhadap kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, yakni
dengan tingkat ekonomi yang menengah. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam
tabel diatas, dimana pada pengaruh faktor ekonomi rendah, diperoleh
gambaran bahwa sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan kesadaran
hukum yang relatif rendah, sejumlah 0 (0%) responden menunjukkan tingkat
kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 8 (26,67%) responden menunjukkan
tingkat kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C yang tinggi.
Apabila dilihat dari pengaruh faktor ekonomi yang sedang, diperoleh
gambaran bahwa sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat
96
kesadaran hukum rendah, sejumlah 5 (16,67%) responden menunjukkan
tingkat kesadaran hukum sedang, dan sebanyak 8 (26,67%) responden
menunjukkan tingkat kesadaran hukum tinggi dalam pembuatan SIM C.
Apabila dilihat dari faktor ekonomi yang tinggi, diperoleh gambaran
bahwa sejumlah 3 (10,00%) responden menunjukkan tingkat kesadaran
hukum rendah, sejumlah 1 (3,33%) responden menunjukkan tingkat
kesadaran hukum sedang, dan sejumlah 3 (10,00%) responden menunjukkan
tingkat kesadaran hukum yang tinggi dalam pembuatan SIM C.
Berdasarkan data tersebut diatas dapat disimpulkan sementara bahwa
faktor ekonomi cenderung tidak berpengaruh positif terhadap tingkat
kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, artinya tingginya
tingkat kesadaran hukum masyarakat tidak didasarkan pada tingkat ekonomi
masyarakatnya dalam pembuatan SIM C.
Manakala diinduksikan dengan teori yang ada, berdasarkan teori yang
diungkapkan Leibenstain yang dikutip oleh Saryono Hanadi dan MI. Wiwik
Yuni Hastuti menjelaskan bahwa, pengeluaran-pengeluaran yang bersifat
memaksa mempunyai kaitan yang negatif dengan pendapatan, semakin
tingginya upah atau semakin bertambahnya penghasilan individu justru akan
menurunkan tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap pengeluaranpengeluaran yang bersifat positif.62 Selain itu Leibenstain juga memberikan
62
Saryono Hanadi dan Wiwik Yuni Hastuti,Pengaruh Pendidikan Terhadap Kesadaran
Hukum Masyarakat Pedesaan dalam Lembaga Koperasi Unit Desa Di Kabupaten Dati II
Banyumas,KKI, 1993, hlm.28-29.
97
pandangannya sebagaimana yang dikutip oleh Saryono Hanadi,dkk, yakni
keseimbangan yang semua stabil yang menjadi ciri daripada ekonomi yang
miskin dan terbelakang hanya dapat diatasi dengan pengertian yang keras, hal
ini disebabkan karena daya yang dapat meningkatkan pendapatan daripada
suatu pemindahan yang positif, akan menggerakkan kekuatan-kekuatan lain
yang biasanya cenderung menekan pendapatan.63
Bilamana
teori
yang
dikemukakan
oleh
Leibenstain
diatas
diaplikasikan dengan hasil penelitian penulis mengenai tingkat kesadaraan
hukum masyarakat dalam pembuatan SIM C, maka dapat dikatakan masih
relevan untuk diterapkan dalam penelitian ini, karena faktor ekonomi
responden cenderung tidak berpengaruh positif terhadap kesadaran hukum
masyarakat dalam pembuatan SIM C.
Berdasarkan data tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa tingkat pendidikan berpengaruh secara positif terhadap kesadaran
hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C. Artinya, semakin tinggi tingkat
pendidikan masyarakat, maka akan semakin tinggi pula tingkat kesadaran
hukumnya. Dilihat dari tingkat motivasi, dihasilkan tingkat motivasi yang
berpengaruh secara signifikan terhadap kesadaran hukum masyarakat
Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam
pembuatan SIM C. Artinya, semakin tinggi tingkat motivasi masyarakat,
maka akan semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukum masyarakatnya.
63
Loc.Cit.
98
Dilihat dari tingkat ekonomi, dihasilkan tingkat ekonomi yang tidak
berpengaruh secara positif terhadap kesadaran hukum masyarakat Kelurahan
Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan
SIM C. Artinya, tingginya tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam
pembuatan SIM C tidak didasarkan pada tingginya tingkat ekonomi
masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten
Brebes dalam pembuatan SIM C.
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Tingkat kesadaran hukum masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan
Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes terhadap pembuatan Surat Izin
Mengemudi (selanjutnya disingkat SIM) C relatif tinggi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan indikator-indikator sebagai berikut:
a. Tingginya
tingkat
pengetahuan
hukum
masyarakat
Kelurahan
Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam
pembuatan SIM C;
b. Tingginya
tingkat
pemahaman
hukum
masyarakat
Kelurahan
Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam
pembuatan SIM C;
c. Tingginya tingkat sikap hukum masyarakat Kelurahan Limbangan
Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam pembuatan SIM C;
d. Tingginya tingkat pola perilaku hukum masyarakat Kelurahan
Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dalam
pembuatan SIM C.
100
2. Faktor-faktor dominan yang cenderung mempengaruhi kesadaran hukum
masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten
Brebes dalam pembuatan SIM C sebagai berikut:
a. Tingkat pendidikan masyarakat berpengaruh secara positifdalam
pembuatan SIM C. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan
masyarakat, maka semakin tinggi pula tingkat kesadaran hukum
masyarakatnya dalam pembuatan SIM C;
b. Tingkat motivasi masyarakat berpengaruh secara signifikan. Artinya,
semakin tinggi tingkat motivasi masyarakat, maka akan semakin tinggi
pula tingkat kesadaran hukum masyarakatnya dalam pembuatan SIM C;
c. Tingkat ekonomi masyarakat tidak berpengaruh secara positif. Artinya,
tingginya tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pembuatan SIM
C tidak didasarkan pada tingginya tingkat ekonomi masyarakatnya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis mengenai kesadaran hukum
masyarakat Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten
Brebes dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (selanjutnya disingkat SIM)
C beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya tersebut diatas, maka peneliti
mengajukan saran agar perlu adanya koordinasi antara perangkat desa dengan
masyarakat dalam pembuatan SIM C dengan aparat penegak hukum agar
setiap masyarakat memiliki kesadaran hukum dalam pembuatan SIM C.
101
DAFTAR PUSTAKA
1.
Literatur:
Hariadi, Pramono dan Lilis Siti Badriah, 2008, Teori dan Perilaku Harga,
Lembah Manah, Yogayakarta.
Ishaq, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Kartono, Kartini, 1986, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni,
Bandung.
Kerlinger, Fred N. dan Elazar J. Pedhazur, 1987, Korelasi dan Analisis
Regresi Ganda, Nur Cahaya, Yogyakarta.
Manan, Abdul, 2006, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta.
Mertokusumo, Sudikno, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty
Yogyakarta, Yogyakarta.
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, 2005, Metode Penelitian
Kuantitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rahardjo, Satjipto, 1986, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung.
Salman, Otje, 1993, Kesadaran Hukum MasyarakatTerhadap Hukum Waris,
Alumni, Bandung.
Siagian, Sondang P, 1995, Teori Motivasi dan Aplikasinya, Rineka Cipta,
Jakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survai,
LP3ES, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV.
Rajawali, Jakarta.
Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum
Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta.
dan
Widjaja, AW, 1984, Kesadaran Hukum Manusia dan Masyarakat Pancasila,
CV. Era Swasta, Jakarta.
Zaenudin, Ali, 2008, Sosiologi Hukum, CV. Sinar Grafika, Jakarta.
102
2.
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi.
3.
Sumber Lainnya:
Afriliana, Farah, Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Kartu
Tanda Penduduk (KTP); (Studi Tentang Faktor Pendidikan Dan
Ekonomi Terhadap Pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Di
Desa Kutabanjar Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara
), 2010, Skripsi. (Tidak Dipublikasikan).
El Ghozali Hasan, Makna dan Pentingnya Kesadaran Hukum dalam
Masyarakat,
tersedia
di
website
http://www.el-ghozalihasan.blogspot.com/, diakses tanggal 9 Mei 2012.
Hanadi, Saryono dan Wiwik Yuni Hastuti, Pengaruh Pendidikan Terhadap
Kesadaran Hukum Masyarakat Pedesaan dalam Lembaga Koperasi
Unit Desa Di Kabupaten Dati II Banyumas, 1993, KKI. (Tidak
Dipublikasikan).
Http://www.satlantasbrebes.wordpress.com /, diakses tanggal 9 April 2012.
Sudikno Mertokusumo, Artikel hukum: Kesadaran Hukum Sebagai Landasan
Untuk Memperbaiki Sistem Hukum, tersedia di website
http://www.sudiknoartikel.blogspot.com/, diakses tanggal 9 April
2012.
103
LAMPIRAN
104
105
106
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
Kampus Unsoed Grendeng Telp 635292-94 Pest.219 & 151 Purwokerto 53122
PENELITIAN:
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN SURAT
IZIN MENGEMUDI (SIM) C DI KELURAHAN LIMBANGAN WETAN
KECAMATAN BREBES KABUPATEN BREBES
Nomor Responden
Tanggal Pengisian
: ..........
: ..........
I. PENGANTAR
Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyusunan skripsi untuk
memenuhi tugas dan kewajiban serta syarat untuk memperoleh derajat
kesarjanaan dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Program S1 Reguler
UNSOED. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan Kesadaran
Hukum Masyarakat Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C Di
Kelurahan Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dan faktorfaktor yang mempengaruhinya.
Penyusun menyadari bahwa waktu Bapak/Ibu/Saudara sangat berharga
dan terbatas, namun demikian penyusun mohon dengan segala kerendahan hati
kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk membantu penelitian penyusun dengan
mengisi Kuesioner/Angket ini berdasarkan data yang sebenarnya.
Kuesioner ini bukan merupakan suatu test ataupun mengukur
kemampuan Bapak/Ibu, tetapi hanya untuk menggambarkan Kesadaran Hukum
Masyarakat Dalam Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) C Di Kelurahan
Limbangan Wetan Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Informasi yang telah Bapak/Ibu/Saudara berikan pada
kuesioner ini akan tetap terjaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk
kepentingan ilmiah dalam rangka penyusunan skripsi.
Dalam kesempatan yang baik ini, Penyusun mengucapkan banyak
terimakasih yang setinggi-tingginya atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara yang
107
telah meluangkan waktu untuk mengisi Kuesioner/Angket ini dan Penyusun
mohon maaf yang sebesar-besarnya bilamana ada pertanyaan yang tidak
berkenan dihati Bapak/Ibu/Saudara sekalian.
II. PETUNJUK PENGISIAN
Dalam Kuesioner/Angket yang penyusun sebarkan ini, terdiri dari dua
bagian besar, yakni:
1. Bagian A, berisi Identitas Respondent. Dalam bagian ini Bapak/Ibu/Saudara
cukup mengisi kolom yang telah tersedia atau memilih satu jawaban yang
sesuai.
2. Bagian B, berisi Daftar Pertanyaan. Untuk bagian ini Bapak/Ibu/Saudara
cukup memilih satu jawaban yang dianggap benar menurut
Bapak/Ibu/Saudara dengan memberikan tanda (X) pada huruf pilihan
jawaban.
III. KUESIONER/ANGKET PENELITIAN
A. Identitas Respondent
1. Nama Lengkap
: .............................. (Tidak Perlu Diisi)
2. Umur
: ..............................
3. Jenis Kelamin
: a. Laki-laki;
b. Perempuan.
4. Pendidikan Terakhir : a. SD;
b. SMP;
c. SMA;
d. Perguruan Tinggi.
108
B. Daftar Pertanyaan
PENGETAHUAN HUKUM
1.
Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui bahwa kepemilikan SIM C itu
wajib bagi pengemudi kendaraan bermotor?
Jawab : a. Mengetahui,
b. Kurang Mengetahui,
c. Tidak Mengetahui.
2.
Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui tentang usia minimal pembuatan
SIM C?
Jawab : a. Mengetahui,
b. Kurang Mengetahui,
c. Tidak Mengetahui.
3.
Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui syarat-syarat administrasi yang
berlaku bagi pembuatan SIM C?
Jawab : a. Mengetahui,
b. Kurang Mengetahui,
c. Tidak Mengetahui.
4.
Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui bahwa dalam pembuatan SIM C
di perlukan surat kesehatan dari dokter?
Jawab : a. Mengetahui,
b. Kurang Mengetahui,
c. Tidak Mengetahui.
5.
Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui untuk pembuatan SIM C
diperlukan surat lulus ujian teori maupun praktek?
Jawab : a. Mengetahui,
b. Kurang Mengetahui,
c. Tidak Mengetahui.
109
6.
Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui berapa besar pembiayaan dalam
pembuatan SIM C?
Jawab : a. Mengetahui,
b. Kurang Mengetahui,
c. Tidak Mengetahui.
7.
Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui pengisian formulir pendaftaran
dalam pembuatan SIM C?
Jawab : a. Mengetahui,
b. Kurang Mengetahui,
c. Tidak Mengetahui.
8.
Apakah
Bapak/Ibu/Saudara
mengetahui
mekanisme
pendaftaran
pembuatan SIM C?
Jawab : a. Mengetahui,
b. Kurang Mengetahui,
c. Tidak Mengetahui.
9.
Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui waktu dan tempat pendaftaran
pembuatan SIM C?
Jawab : a. Mengetahui,
b. Kurang Mengetahui,
c. Tidak Mengetahui.
10. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengetahui manfaat dari SIM C yang
dimiliki?
Jawab : a. Mengetahui,
b. Kurang Mengetahui,
c. Tidak Mengetahui.
110
PEMAHAMAN HUKUM
11. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami syarat-syarat yang diperlukan
dalam pembuatan SIM C?
Jawab : a. Paham,
b. Kurang Paham,
c. Tidak Paham.
12. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami petunjuk mekanisme dalam
pembuatan SIM C?
Jawab : a. Paham,
b. Kurang paham,
c. Tidak Paham.
13. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami semua formulir pendaftaran SIM
C?
Jawab : a. Paham,
b. Kurang Paham,
c. Tidak Paham.
14. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami tujuan pembuatan SIM C?
Jawab : a. Paham,
b. Kurang Paham,
c. Tidak Paham.
15. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami kegunaan dari biaya administrasi
yang dibayarkan dalam pembuatan SIM C?
Jawab : a. Paham,
b. Kurang Paham,
c. Tidak Paham.
111
16. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami soal-soal dalam ujian teori
maupun praktek dalam pembuatan SIM C?
Jawab : a. Paham,
b. Kurang Paham,
c. Tidak Paham.
17. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami prosedur pembuatan SIM C?
Jawab : a. Paham,
b. Kurang Paham,
c. Tidak Paham.
18. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami ketiadaan SIM C merupakan
pelanggaran lalu lintas?
Jawab : a. Paham,
b. Kurang Paham,
c. Tidak Paham.
19. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami sanksi hukum yang berlaku bagi
pengemudi yang tidak memiliki SIM C?
Jawab : a. Paham,
b. Kurang Paham,
c. Tidak Paham.
20. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memahami kegunaan dari SIM C bagi
pengemudi?
Jawab : a. Paham,
b. Kurang paham,
c. Tidak Paham.
112
SIKAP HUKUM
21. Bagaimanakah sikap Bapak/Ibu/Saudara terhadap syarat-syarat minimal
pembuatan SIM C?
Jawab : a. Setuju,
b. Kurang Setuju,
c. Tidak Setuju.
22. Bagaimanakah sikap Bapak/Ibu/Saudara terhadap syarat administrasi
yang berlaku dalam pembuatan SIM C?
Jawab : a. Setuju,
b. Kurang Setuju,
c. Tidak Setuju.
23. Bagaimanakah
sikap
Bapak/Ibu/Saudara
terhadap
adanya
surat
keterangan dari dokter yang disyaratkan dalam pembuatan SIM C?
Jawab : a. Setuju,
b. Kurang Setuju,
c. Tidak Setuju.
24. Bagaimanakah perasaan Bapak/Ibu/Saudara terhadap ujian teori maupun
praktis sebagai syarat pembuatan SIM C?
Jawab : a. Setuju,
b. Kurang Setuju,
c. Tidak Setuju.
25. Bagaimanakah perasaan Bapak/Ibu/Saudara dengan pelayanan dalam
menempuh ujian teori dan praktek dalam pembuatan SIM C?
Jawab : a. Setuju,
b. Kurang Setuju,
c. Tidak Setuju.
113
26. Bagaimanakah perasaan Bapak/Ibu/Saudara dengan pembebanan biaya
dalam pembuatan SIM C?
Jawab : a. Setuju,
b. Kurang Setuju,
c. Tidak Setuju.
27. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu/Saudara terhadap formulir yang
harus diisi dalam pembuatan SIM C?
Jawab : a. Sulit,
b. Agak Sulit,
c. Tidak Sulit.
28. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu/Saudara terhadap mekanisme
pendaftaran dalam pembuatan SIM C?
Jawab : a. Setuju,
b. Kurang Setuju,
c. Tidak Setuju.
29. Bagaimanakah sikap Bapak/Ibu/Saudara terhadap kewajiban pemilikan
SIM C bagi pengemudi dalam kendaraan berlalu lintas?
Jawab : a. Setuju,
b. Kurang Setuju,
c. Tidak Setuju.
30. Bagaimanakah sikap Bapak/Ibu/Saudara terhadap sanksi hukum yang
diberlakukan bagi pengemudi yang tidak memiliki SIM C?
Jawab : a. Setuju,
b. Kurang Setuju,
c. Tidak Setuju.
114
POLA PERILAKU HUKUM
31. Apakah pembuatan SIM C Bapak/Ibu/Saudara dilakukan sesuai dengan
syarat-syarat yang berlaku ?
Jawab : a. Sesuai,
b. Kurang Sesuai,
c. Tidak Sesuai.
32. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam pembuatan SIM C memenuhi syaratsyarat administrasi?
Jawab : a. Memenuhi,
b. Kurang Memenuhi,
c. Tidak Memenuhi.
33. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam pembuatan SIM C melakukan
pemeriksaan kesehatan pada dokter yang telah ditunjuk?
Jawab : a. Melakukan,
b. Kadang-kadang Melakukan,
c. Tidak Melakukan.
34. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam melakukan pembuatan SIM C
membayar seluruh biaya sesuai yang ditetapkan?
Jawab : a. Sesuai,
b. Kurang Sesuai,
c. Tidak Sesuai.
35. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mengisi sendiri formulir pembuatan SIM C?
Jawab : a. Ya,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak.
115
36. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam mendaftar pembuatan SIM C
melakukan sendiri?
Jawab : a. Ya,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak.
37. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam mendaftar pembuatan SIM C sesuai
dengan mekanisme yang berlaku?
Jawab : a. Sesuai,
b. Kurang Sesuai,
c. Tidak Sesuai.
38. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam mendaftarkan pembuatan SIM C
sesuai dengan waktu dan tempat yang telah di tetapkan?
Jawab : a. Sesuai,
b. Kurang Sesuai,
c. Tidak Sesuai.
39. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam pembuatan SIM C menempuh ujian
teori dan praktek sendiri?
Jawab : a. Ya,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak.
40. Apakah Bapak/Ibu/Saudara dalam pembuatan SIM C mendaftar sendiri
pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan?
Jawab : a. Ya,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak.
116
FAKTOR MOTIVASI
41. Menurut
Bapak/Ibu/Saudara
apakah pemilikan SIM C tersebut
merupakan suatu kebutuhan?
Jawab : a. Ya,
b. ragu-ragu,
c. Tidak.
42. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Saudara terhadap keharusan pemilikan
SIM C bagi pengemudi?
Jawab : a. Wajib,
b. Kadang-kadang Wajib,
c. Tidak Wajib.
43. Apakah pembuatan SIM C yang Bapak/Ibu/Saudara lakukan mendorong
tertib berlalu lintas dijalan raya?
Jawab : a. Ya,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak.
44. Apakah pihak yang berwenang mendorong bagi setiap pengemudi bagi
pemilik SIM C?
Jawab : a. Ya,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak.
45. Menurut Bapak/Ibu/Saudara dengan memiliki SIM C bebas dari operasi
lalu lintas di jalan raya?
Jawab : a. Ya,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak.
117
46. Apa harapan Bapak/Ibu/Saudara dalam pembuatan SIM C tersebut?
Jawab : a. Sulit,
b. Biasa-biasa Saja,
c. Mudah.
47. Apakah menurut pendapat Bapak/Ibu/Saudara dengan membuat SIM C
tujuan tertib lalu lintas dapat tercapai?
Jawab : a. Selalu Bisa,
b. Kadang-kadang Bisa,
c. Tidak Bisa.
48. Apakah dengan memiliki SIM C Bapak/Ibu/Saudara dibebaskan dari
segala pelanggaran lalu lintas?
Jawab : a. Tidak,
b. Kadang-kadang,
c. Ya.
49. Apakah dengan membuat SIM C Bapak/Ibu/Saudara selalu mematuhi
rambu-rambu lalu lintas?
Jawab : a. Selalu,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak Selalu.
50. Apakah dengan pembuatan SIM C dengan prosedur yang berlaku
mendorong pengemudi untuk memiliki SIM C tersebut?
Jawab : a. Ya,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak.
FAKTOR EKONOMI
51. Berapa besarkah pendapatan total Bapak/Ibu/Saudara perbulan?
Jawab : a. Antara kurang dari Rp 750.000,00.
118
b. Antara Rp 750.000,00 – Rp 2.000.000,00.
c. Lebih dari Rp 2.000.000,00.
52. Berapa besarkah kebutuhan Bapak/Ibu/Saudara perbulan?
Jawab : a. Antara kurang dari Rp 1.000.000,00.
b. Antara Rp 1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00.
c. Lebih dari Rp 2.000.000,00.
53. Disamping pendapatan Bapak/Ibu/Saudara adakah anggota keluarga lain
yang mempunyai pendapatan sendiri?
Jawab : a. Ada,
b. Kadang-kadang Ada,
c. Tidak Ada.
54. Apakah pendapatan yang diperoleh Bapak/Ibu/Saudara selalu mencukupi
kebutuhan yang dibutuhkan?
Jawab : a. Selalu Cukup,
b. Kadang-kadang Cukup,
c. Tidak Cukup.
55. Berapakah anggota keluarga Bapak/Ibu/Saudara yang harus di tanggung
setiap bulan?
Jawab : a. Kurang dari 5,
b. Antara 6 – 10,
c. Lebih dari 10.
56. Apakah Bapak/Ibu/Saudara memiliki pendapatan sampingan diluar
pendapatan tersebut diatas?
Jawab : a. Memiliki,
b. Kadang-kadang Memiliki,
c. Tidak Memiliki.
57. Apakah pembiayaan pembuatan SIM C yang telah ditetapkan
memberatkan bagi Bapak/Ibu/Saudara?
119
Jawab : a. Memberatkan,
b. Kadang-kadang Memberatkan,
c. Tidak Memberatkan.
58. Apakah pembiayaan pembuatan SIM C di bebankan pada pendapatan
perbulan?
Jawab : a. Ya,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak.
59. Apakah pembayaran biaya SIM C Bapak/Ibu/Saudara laukukan secara
tunai?
Jawab : a. Ya,
b. Kadang-kadang,
c. Tidak.
60. Apakah pembayaran biaya SIM C yang Bapak/Ibu/Saudara bayarkan
mempengaruhi kebutuhan rumah tangganya?
Jawab : a. Mempengaruhi,
b. Kadang-kadang Mempengaruhi,
c. Tidak Mempengaruhi.
Download