BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Kontekstual Pada dasarnya pembelajaran kontekstual dengan prinsip-prinsipnya bukan merupakan konsep baru. Konsep dasar pendekatan ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 1916 oleh John Dewey yang menganjurkan agar kurikulum dan metodologi pembelajaran dipertautkan dengan pengalaman dan minat siswa. Proses belajar akan sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya (Kasihani,2003:1). Dewasa ini pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai nama. Di Amerika berkembang apa yang disebut Contextual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka (Depdiknas, 2002:3-4). Pembelajaran kontekstual dengan demikian dapat dipahami suatu pembelajaran yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, dan anggota bangsa dan. Pembelajaran Kontekstual menjadikan proses belajar mengajar akan lebih konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan lebih bermakna. a) Pengertian Pembelajaran Kontekstual Menurut Nurhadi dalam Rusman (2011:189) pembelajaran kontekstual (Contekstual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. 6 7 CTL hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, CTL di kembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. CTL dapat di jalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada (Kasihani, 2003:4). Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang pembelajaran kontekstual, diantaranya yang dipaparkan oleh Johnson dalam Nur hadi, dkk (2004:12) CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Sedangkan menurut US Departement of Education dalam Kasihani (2003:2) Contextual Teaching and Learning adalah suatu konsep mengajar dan belajar yang membantu guru menghubungkan kegiatan dan bahan ajar mata pelajarannya dengan situasi nyata dan memotivasi siswa untuk dapat menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari siswa sebagai anggota keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat di mana dia hidup. Pendapat serupa juga dikemukakan The Washington dalam Nur hadi, dkk (2003:12) Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Sedangkan menurut Teachnet dalam Nur hadi, dkk (2003:12) mengeluarkan pernyataan tentang CTL bahwasanya pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar. Dari beberapa pendapat tersebut pengajaran dan pembelajaran kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar yang diatur sendiri, berlaku dalam berbagai macam konteks, memperkuat 8 pengajaran dalam berbagai macam konteks kehidupan siswa, menggunakan penilaian autentik, dan menggunakan pola kelompok belajar yang bebas. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan sendiri materi yang dipelajari dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. b) Latar Belakang Lahirnya Pembelajaran Kontekstual Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916 mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham progresivisme John Dewey (Suparno, 2003:2). Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Menurut Nur Hadi (2003:8) pokok pandangan progresivisme adalah antara lain: a) Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksikan sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru; b) Anak harus bebas agar bisa berkembang wajar; c) Penumbuh minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar; d) Guru sebagai pembimbing dan peneliti; e) Harus ada kerja sama antara sekolah dan masyarakat; f) Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen. Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif melatarbelakangi pula filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Belajar dipandang sebagai usaha atau kegiatan intelektual membangkitkan ide-ide yang masih laten melalui kegiatan introspeksi. untuk 9 Berpijak pada dua pandangan itu, filosofi konstruktivisme berkembang. Dasarnya, pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit. Siswa yang harus mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya. Melalui landasan filosofi konstruktivisme, Contextual Teaching and Learning „dipromosikan‟ menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi Contextual Teaching and Learning siswa diharapkan belajar melalui „mengalami‟, bukan „menghafal‟ (Nur Hadi, 2003:8-9). c) Prinsip Pembelajaran Kontekstual Komponen utama pembelajaran kontekstual di kelas antara lain ada tujuh sebagai berikut: (a) Konstruktivisme (Constructivism); (b) Bertanya (Questioning); (c) Menemukan (Inquiry); (d) Masyarakat belajar (Learning Community); (e) Pemodelan (Modeling); (f) Refleksi (Reflection); (g) Penilaian sebenarnya (Authentic Assement) (Nurhadi, 2004:31). Adapun uraian dari ketujuh komponen tersebut adalah: 1. Kontruktivisme (Contructivism) Kontruktivisme yaitu suatu kegiatan dimana siswa membangun pengetahuan sedikit demi sedikit dari pengetahuan yang dimiliki siswa, diharapkan siswa belajar bukan hanya menghafal tetapi melalui mengalami sehingga akan bermakna. “Kontruktivisme adalah proses membangun atau mrenyusun pengetahuan dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman” (Sanjaya, 2005:118). 2. Menemukan (Inquiry) Menemukan yaitu suatu kegiatan dimana siswa berusaha menemukan sendiri pengetahuan bukan hasil mengingat-ingat fakta-fakta. “Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis”( Sanjaya, 2009:265). 3. Bertanya (Questioning) Bertanya yaitu kegiatan bertanya dalam pembelajaran bisa guru dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa bahkan siswa dengan orang lain (nara sumber) sebagai upaya guru dalam membimbing siswa, 10 menggali informasi dan menilai sejauh mana kemampuan yang telah diperoleh siswa (Sanjaya, 2009:266). 4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Masyarakat Belajar yaitu suatu kegiatan dimana siswa memperoleh hasil belajar dari hasil belajar bekerja sama atau tukar pendapat dengan orang lain. Dalam kelas CTL penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, dilihat dari kemampuan dan kecepatan berpikirnya. Sehingga hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, anatr kelompok. Bagi yang sudah tahu memebari tahu pada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamnnya pada orang lain. (Sanjaya, 2009:267). 5. Permodelan (Modeling) Komponen pembelajaran kontekstual selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Pemodelan, adalah pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan model/contoh. Model bisa berupa benda, cara, metoda kerja, cara/prosedur kerja, atau yang lain, yang bisa ditiru oleh siswa (Nur Hadi,dkk; 2003:31) 6. Refleksi (Reflection) Refleksi yaitu berpikir kembali apa yang telah dilakukan dan apa yang akan diperoleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Menurut (Sanjaya 2009:268) “refleksi adalah proses penerapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadiankejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya”. 7. Penilaian Otentik (Authentic Assessment) Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau 11 menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai” (Majid, 2007:186) d) Keunggulan Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual saat ini telah diupayakan pengaplikasiannya, karena banyak hal yang belum tersentuh pada pembelajaran sebelumnya, misalnya pelaksanaan pembelajaran yang masih sangat teoritis dan kurang menekankan pada pemecahan masalah, sistem penilaiannya yang pada umumnya terfokus pada produk, tujuan akhir yang hendak dicapai adalah dapat meraih nilai tinggi, yang masih mengesampingkan asesmen kinerjanya sehingga siswa kurang siap menghadapi permasalahan sehari-hari. Sehubungan dengan hal tersebut menurut Corebima dalam Nur Hadi,dkk (2003:41) pembelajaran kontekstual memiliki keunggulan dibandingkan dengan pembelajaran lainnya yaitu bahwa pembelajaran kontekstual mendorong proses pembelajaran berlangsung atas dasar permasalahan riil dunia, sehingga lebih bermakna dan memungkinkan perkembangan pemikiran tingkat tinggi. 2.1.2 Teknik Learning Community a) Pengertian Learning Community (Masyarakat Belajar) Sedangkan menurut Roestiyah (2001:1) teknik adalah cara yang digunakan oleh guru atau instruktur dalam menyajikan pelajaran, atau bisa diartikan sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik. Menurut Sardiman A.M (2005:225) teknik Learning Community adalah teknik dimana situasi belajar yang diciptakan berdasarkan konsep CTL, dimana proses dan hasil pembelajaran diperoleh dari bekerja sama dan berkolaborasi dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar ini dan juga yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar. Kata kunci dari learning community (masyarakat 12 belajar) adalah berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain, bekerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri (Nur hadi,dkk; 2004:47) Dalam bukunya Nurhadi,dkk (2003:47:48), learning community atau masyarakat belajar itu mengandung arti sebagai berikut: a) Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan pengalaman; b) Ada kerja sama untuk memecahkan masalah; c) Hasil kerja kelompok lebih baik daripada kerja secara individual; d) Ada rasa tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama; e) Membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu; f) Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar dengan anak lainnya; g) Ada rasa tanggung jawab dan kerja sama antara anggota kelompok untuk saling memberi dan menerima; h) Ada fasilitator/ guru yang memandu proses belajar dalam kelompok; i) Ada komunikasi dua arah atau multi arah; j) Ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik; k) Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain; l) Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja; m) Tidak ada dominasi siswa-siswa pintar; n) Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti learning community. Susilo (2001:4) berpendapat Learning Community atau masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang sudah tahu ke yang belum tahu. Dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Di dalam masyarakat belajar ini setiap orang harus bersedia untuk berbicara dan berbagi pendapat, mendengarkan pendapat orang lain dan berkolaborasi membangun pengetahuan dengan orang lain dalam kelompoknya. Sedangkan menurut Sanjaya (2009:267) masyarakat Belajar (learning community) yaitu suatu kegiatan dimana siswa memperoleh hasil belajar dari hasil belajar bekerja sama atau tukar pendapat dengan orang lain. Dalam 13 kelas CTL penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompokkelompok yang anggotanya bersifat heterogen, dilihat dari kemampuan dan kecepatan berpikirnya. Sehingga hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, anatr kelompok. Bagi yang sudah tahu memebari tahu pada yang belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamnnya pada orang lain. Hasil kerja kelompok pada umumnya lebih baik hasilnya daripada kerja secara individual. Ada rasa tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama.Upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu dapat diadakan. Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar dengan anak lainnya. Ada rasa tanggung jawab dan kerja sama antar anggota kelompok untuk saling memberi dan menerima. Ada fasilitator/guru yang memandu proses belajar dalam kelompok. Harus ada komunikasi dua arah atau multi arah. Ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik. Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain. Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja. Dominasi siswa-siswa yang pintar perlu diperhatikan agar yang lambat/lemah bisa pula berperan. Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti learning community. Dari beberapa pendapat tersebut pengertian teknik learning community (masyarakat belajar) terfokus pada penerapan kelompok belajar yang homogen dalam proses pembelajaran sehingga terjadi komunikasi dua arah, tidak hanya komunikasi antara siswa dengan guru, tetapi juga terjadi antara siswa dengan siswa maupun dengan lingkungan sekitar. Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan teknik learning community adalah proses pembelajaran yang membiasakan siswa untuk bekerja sama dan memanfaatkan sumber belajar yang ada dilingkungan sekitar, sehingga terjadi komunikasi dua arah pengetahuan dan pengalaman baru. yang menghasilkan 14 b) Prinsip-prinsip Learning Community Menurut Masnur (2007:47) adapun prinsip-prinsip yang diperhatikan oleh guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada teknik learning community , yaitu pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain. Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi atau saling menerima informasi. Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah. Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain, pada dasarnya yang terlibat dalam masyarakat belajar bisa menjadi sumber belajar. c) Kerangka Penerapan Teknik Learning Community Pembelajaran di dalam kelas dengan teknik learning community, kegiatan pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar: siswa yang pandai mengajari yang lemah dan yang tahu memberi tahu yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa tercipta apabila ada komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran dapat saling belajar. Siswa yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya (Nurhadi, dkk;2004:49) Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. Konsep pembelajaran masyarakat kontekstual belajar (learning menyarankan agar community) hasil dalam pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Contoh: ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada 15 temannya “bagaimana caranya? Tolong bantuin, aku!” Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoprasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning community) (Nurhadi, dkk:2004:48-49). Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruangan ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar. Di dalam kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual (CTL), guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompokkelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul dan seterusnya. Inilah beberapa hal yang sebenarnya terkait dengan cooperative learning (Sardiman A.M, 2005:225) Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik learning community ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Pengembangan teknik learning community, akan senantiasa mendorong terjadinya proses komunikasi multi arah. Masing-masing pihak yang melakukan kegiatan belajar dapat menjadi sumber belajar. d) Langkah-langkah Penerapan Teknik Learning Community Menurut Slavin (2005:21-22) adapun langkah – langkah dalam penerapan Pembelajaran Kontekstual dengan teknik learning community adalah sebagai berikut: a. Membentuk kelompok beranggotakan 4 – 6 siswa secara heterogen; b. Guru menyajikan bahan pelajaran; c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang mengetahui membantu menjelaskan 16 d. e. f. g. h. pengetahuannya kepada anggota lain yang belum tahu dalam kelompoknya dan berkompetensi untuk menguasai bahan yang dipelajari. Masing-masing kelompok bertanggung jawab atas anggota kelompoknya; Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasilnya; Guru memberi waktu kepada siswa untuk tanya jawab; Guru memberi penilaian kepada siswa pada saat pelajaran berlangsung; Refleksi terhadap pelajaran yang telah dibahas; Penutup. Pembentukan anggota kelompok antara 4 sampai 6 siswa secara heterogen yang dimaksud adalah perpaduan antara anak yang mempunyai kemampuan lebih dan yang punya kemampuan kurang dijadikan satu dalam anggota kelompok. Hal ini dilakukan untuk membentuk jiwa sosial dari masing-masing individu yaitu supaya yang pandai membantu yang kurang pandai pada saat mendiskusikan tugas yang diberikan guru. Inilah yang disebut learning community. Setelah kelompok dibentuk, guru menyajikan materi pelajaran yang akan dibahas pada masing-masing kelompok. Tiap kelompok membahas poin yang berbeda namun tetap dalam satu bab. Setiap kelompok boleh mencari informasi dari berbagai sumber, misalnya bertanya pada kelas di atasnya atau dengan lingkungan sekolah. Setelah guru membagikan tugas pada masing-masing kelompok, masingmasing dari mereka mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas secara bergantian. Ini mendidik para siswa untuk mampu tampil di depan temantemannya dan memupuk rasa percaya diri pada siswa. Di samping itu, guru juga memberi waktu bertanya pada siswa. Pada saat pelajaran berlangsung, guru menilai siswa atas keaktifan mereka. Setelah itu, diadakan refleksi untuk mengambil poin-poin penting pada pembelajaran agar siswa dapat belajar mengambil inti pelajaran yang telah disampaikan, dan akhirnya ditutup dengan do‟a. Menurut Nur hadi, dkk (2003:49) langkah-langkah dalam penerapan Pembelajaran Kontekstual dengan teknik learning community adalah sebagai berikut 17 a. Langkah pertama adalah penyampaian tujuan dan memotivasi siswa. Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, apa yang hendak dicapai pada pembelajaran, dan guru juga memotivasi siswa supaya semangat dalam mengikuti pembelajaran. b. Langkah ke dua adalah pembentukan kelompok. Pembentukan kelompok merupakan langkah awal dari konsep learning community. Dalam masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperoleh dari kerja sama antarteman, antarkelompok, dan antara yang sudah tahu dan yang belum tahu. Pendekatan ini bertujuan supaya siswa lebih semangat karena bisa saling bertukar pendapat dengan temannya. Masyarakat belajar bisa membantu siswa yang kurang paham terhadap materi pelajaran karena mereka bisa bekerja sama dengan teman mereka yang lebih tahu. c. Langkah ke tiga adalah presentasi kelas. Salah satu siswa maju membacakan hasil pekerjaannya untuk mengetahui apakah mereka benarbenar melaksanakan masyarakat belajar (learning community). d. Langkah terakhir adalah refleksi. Pada tahap terakhir ini guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap pembelajaran yang telah berlangsung kemudian memberikan simpulan atas pembelajaran hari itu. Tekik Learning Community merupakan suatu komponen pendekatan kontekstual yang menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari kerjasama antar teman, antar kelompok, dan antara yang sudah tahu dan yang belum tahu. Learning Community (masyarakat belajar) terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran. Pada penelitian ini peneliti berupaya dengan masyarakat belajar, minat siswa dalam pembelajaran akan meningkatkan hasil belajarnya. Melalui lerning community (masyarakat belajar) dapat pula diketahui keterlibatan siswa dalam kelompok dan tingkat penguasaan materi pembelajaran. Adapun 18 langkah-langkah pembelajaran menggunakan teknink learning community dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran; b. Guru terlebih dahulu menyampaikan materi yang akan dipelajari; c. Siswa dibagi dalam kelompok kecil; d. Siswa diminta untuk mengambila satu materi yang harus dibahas dalam kelompok; e. Siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi; f. Siswa mempresentasikan di depan kelas hasil diskusi; g. Siswa membuat kesimpulan dari pengetahuan yang didapatkannya pada saat diskusi kelompok; h. Siswa membuat ringkasan dari materi yang sudah dipelajari; i. Guru melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang belum dimengerti siswa; j. Guru memberi penilaian pada saat pembelajaran; k. Guru mengadakan evaluasi hasil pembelajaran. 2.1.3 Penerapan Teknik Learning Community Dalam Pembelajaran PKn Teknik Lerning Community merupakan teknik pembelajaran yang hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain (Nurhadi, dkk; 2004:31). Dalam teknik learning community siswa dituntut untuk bekerja sama dalam kegiatan pembelajaran segingga dalam proses pembelajaran terasa lebih menyenangkan namun tetap dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam pembelalajaran learning community guru memfasilitasi siswa dengan memanfaatkan sumber pembelajaran yang ada untuk menambah informasi misalnya lingkungan sekolah atau teman sebaya. Sumber pembelajaran tersebut dapat dimanfaatkan siswa pada saat mengerjakan tugas. Dari tugas tersebut siswa diminta untuk aktif dalam menggali informasi yang belum diketahui. Dalam penelitian ini penerapan teknik learning community pada pembelajaran PKn akan lebih memfokuskan pada kegiatan siswa. Selain minat belajar siswa dalam mencari informasi, siswa juga dituntut untuk 19 menunjukkan pengetahuan yang diperoleh dengan cara presentasi kelas. Dengan siswa aktif belajar maka siswa akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari, dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat disekitarnya (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Pembelajaran kontekstual dengan teknik learning community dalam penelitian ini akan diterapkan di SD Negeri 2 Kapuan Cepu dalam pembelajaran PKn kelas V semester II. Adapun rencana kegiatan pembelajaran dengan teknik learning community sebagai berikut 1) Kegiatan awal Pada tahap awal, guru memberikan beberapa pertanyaan seputar materi yang akan dipelajari. Untuk membangkitkan minat belajar siswa, guru mengajak siswa bernyanyi bersama agar tercipta suasana kelas yang menyenangkan. Kemudian guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari. 2) Kegiatan inti Pada tahap ini ada tiga tahap yang sangat penting yang harus dijalankan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran yaitu Ekplorasi, elaborasi dan konfirmasi. a. Pada tahap eksplorasi yang harus dilakukan guru adalah Guru melibatkan siswa dalam mencari informasi tentang materi yang akan dipelajari. Guru mengajukan pertanyaan pada siswa berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa berkaitan dengan materi yang dipelajari sehingga dapat tercipta pembelajaran yang interaktif. Guru mulai menjelaskan materi pembelajaran pada siswa. Guru meminta siswa berdiskusi untuk mencari contoh lain tentang materi yang sudah dijelaskan oleh guru. b. Pada tahap elaborasi yang dilakukan siswa adalah Siswa berkelompok untuk mendiskusikan suatu masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Siswa yang sudah menyelesaikan diskusi diminta untuk mempresentasikan hasil pengetahuan baru yang 20 didapat dari diskusi kelompok. Siswa lain mendengarkan dan memberi tambahan pendapat dari kelompok yang sedang presentasi. Siswa membuat kesimpulan dari pengetahuan yang didapatkannya dari kerja kelompok c. Pada tahap konfirmasi Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum dipahami siswa. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalah pahaman dan memberi penguatan. 3) Kegiatan penutup Siswa bersama guru membuat ringkasan menyangkut materi yang sudah dipelajari . Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Guru mengakhiri pembelajaran. Kegiatan evaluasi dilaksanakan pada akhir pertemuan setelah materi pembelajaran disampaikan semua. 2.1.4 Minat Belajar a) Pengertian Minat Belajar Dalam memudahkan pemahaman tentang pengertian minat belajar, maka dalam pembahasan ini akan diuraikan satu persatu menjadi minat dan belajar. 1. Pengertian Minat Secara bahasa minat berarti “kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.”Minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap kegiatan seseorang sebab dengan minat ia akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Sedangkan pengertian minat secara istilah telah banyak dikemukakan oleh para ahli, di antaranya yang dikemukakan oleh Slameto (2003:180) menyatakan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya 21 adalah penerapan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Djamarah (2002:166) minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Dengan kata lain minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Menurut Tidjan (1976:71) minat adalah gejala psikologis yang menunjukan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek sebab ada perasaan senang. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa minat itu sebagai pemusatan perhatian atau reaksi terhadap suatu obyek seperti benda tertentu atau situasi tertentu yang didahului oleh perasaan senang terhadap obyek tersebut. Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh mengenai minat, penulis mengambil kesimpulan bahwa minat adalah kecenderunagn seseorang melakukan suatu kegiatan yang digemari tanpa ada orang yang menyuruh. 2. Pengertian belajar Pengertian Belajar menurut bahasa adalah “usaha (berlatih) dan sebagai upaya mendapatkan kepandaian”.Sedangkan menurut istilah yang dipaparkanoleh beberapa ahli, di antaranya oleh Ahmad Fauzi yang mengemukakan belajar adalah “Suatu proses di mana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (atau rangsang) yang terjadi”. Kemudian Slameto (2003:2) mengemukakan pendapat bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya Djamarah (2002:12) mengartikan “belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah 22 laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,afektif dan psikomotor. Nana Sudjana (2009:28) mengatakan “ Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Oleh sebab itu belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu.” Menurut Gie (1998:28) mengemukakan bahwa minat merupakan salah sati faktor untuk meraih sukses dalam belajar. Sedangkan menurut Winkel (1999:53) belajar merupakn dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuanpemahaman, keterampilan dan nilai-nilai sikap, perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan terbatas. Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh mengenai belajar, penulis mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu dari hasil interaksi dengan lingkungan sekitar dan melalui latihan. Menurut penulis minat sangat penting bagi peserta didik karena dengan adanya minat belajar, siswa dapat bebas mengekplorasikan kemampuannya dan siswa merasa senang mengikut pembelajaran. Dari beberapa pengertian minat dan belajar tersebut pengertian minat belajar terfokus pada kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan yang digemari untuk mendapatkan pengalaman baru. Penulis dapat menyimpulkan bahwa minat belajar adalah kemauan atau keinginan seseorang yang disertai dengan perhatian untuk melakukan sesuatu yang digemari dalam perubahan tingkah laku. 3. Pentingnya Peningkatan Minat Belajar Siswa Menurut Gie (2002:28), arti penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan studi adalah minat melahirkan perhatian yang serta merta. Minat 23 memudahkan terciptanya konsentrasi. Minat mencegah gangguan dari luar. Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan. Minat memperkecil kebosanan belajar belajar dalam diri sendiri. Menurut Dalyono (2001:56-57), bahwa minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan juga datang dari hati sanubari. Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai/memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi. Menurut Djamarah (2002:167), bahwa minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Anak didik yang berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat. Minat merupakan alat motivasi yang utama yang dapat membangkitkan kegairahan belajar anak didik dalam kurun waktu tertentu. Melihat dari pendapat di atas, maka minat penting untuk ditingkatkan karena mempermudah proses belajar siswa dan untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi dari sebelumnya. 2.1.5 Hasil Belajar a) Pengertian Hasil Belajar Output pendidikan adalah hasil belajar (prestasi belajar) yang merefleksikan seberapa efektif proses belajar mengajar diselenggarakan. Artinya, prestasi belajar ditentukan oleh tingkat efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Prestasi belajar ditunjukkan oleh peningkatan kemampuan dasar dan kemampuan fungsional. Kemampuan dasar meliputi daya pikir, daya kalbu, dan daya raga yang diperlukan oleh siswa untuk terjun di masyarakat dan untuk mengembangkan dirinya. Hasil belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap tau memahami suatu bahan yang telah diajarkan. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan (Purwanto, 2011:43). 24 Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Menurut Winkel (1996:51), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Sedangkan menurut Hamalik (2006:30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah, dua diantaranya adalah kognitif, dan afektif. Perinciannya adalah sebagai berikut: 1. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian; 2. Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. Dari beberapa pengertian hasil belajar tersebut pengertian hasil belajar terfokus pada perubahan tingkah laku belajar yang lebih baik sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Hasil belajar ini biasanya diwujudkan dalam bentuk angka, nilai, maupun huruf. Semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa, maka berhasillah tujuan belajar yang dilakukan siswa tersebut. Berdasarkan kajian tentang hasil belajar, penulis mengambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam mengikuti suatu pembelajaran yang berbentuk nilai. 2.1.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar Dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan bekaitan dengan faktor dari 25 luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapat pengetahuan, penanaman konsep, ketrampilan, dan pembentukan sikap. Menurut Slameto (2003:54-60) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua, yaitu 1. Faktor Internal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor internal antara lain: a. Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh) b. Faktor psikologis (intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan kematangan) c. Faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani). 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu. Yang termasuk dalam faktor eksternal yaitu a. Faktor keluarga (cara mendidik orang tua, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan) b. Faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa dengan siswa, isiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah) c. Faktor masyarakat (keadaan siswa dalam masyarakat, massa media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal, terdiri dari faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang banyak bagi siswa. 26 2.1.6 Pendidikan Kewarganegaraan a) Definisi Pendidikan Kewaaranegaraan PKn atau Civic Education (Winataputra, 2007:21) adalah proses pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan cita-cita, nilai, dan prinsip demokrasi konstitusional negaranya melalui berbagai bentuk interaksi dalam praksis demokrasi di sekolah dan dalam masyarakat. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional mata pelajaran PPKn berubah menjadi PKN sebagai mata pelajaran kewarganegaraan (citizenship). Mata pelajaran ini memfokuskan pada pembentukan diri yang beragama (agama, sosial-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa) untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikannya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. 2.1.7 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKN SD Menurut Bermawi Munthe (2009:31) standar kompetensi adalah kebulatan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan tercapai dalam mempelajari suatu pembelajaran sedangkan kompetensi dasasr adalah jabaran dari standar kompetensi, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap minimal yang harus dikuasai siswa atau dengan kata lain kompetensi dasar adalah kometensi-kompetensi pendukung atau penentu keberhasilan tercapainya standar kompetensi. Didalam Permen No.22 Th 2006 tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI, maka ditetapkan Standar kompetensi dan Kompetensi dasar untuk mata pelajaran PKn SD kelas V Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 sebagai berikut: 27 Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas V Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 3. Memahami 3.1 Mendeskripsikan pengertian organisasi kebebasan berorganisasi 3.2 Menyebutkan contoh organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat 3.3 Menampilkan peran serta dalam memilih organisasi di sekolah 4. Menghargai keputusan bersama 4.1 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama 4.2 Mematuhi keputusan bersama 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitanya dengan variable penelitian yang dilakukan. “Penerapan Pembelajaran Kontekstual dengan Teknik Learning Community untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI di SDN Gadang 1 Malang”. Dari data di lapangan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan motivasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata pre-test sebesar 21 meningkat menjadi 27 atau sekitar 30% pada siklus I, pada siklus II lebih meningkat lagi menjadi 36 atau sekitar 75% dari nilai rata-rata awal (pre test). Sedangkan peningkatan antara siklus I ke siklus II sekitar 45%, antara siklus II ke pre test sekitar 75%. Dengan meningkatnya motivasi belajar siswa, maka hasil belajar merekapun juga meningkat, yang semula nilai ratarata pre test 65,4 meningkat menjadi 72,7 atau sekitar 12% pada siklus I, pada siklus II lebih meningkat lagi menjadi 82,8 atau sekitar 29% dari nilai pre test. 28 “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Melalui Pembelajaran Contekxtual Teaching And Learning (CTL) Di Kelas IX SMP Negeri I Lamala Kabupaten Banggai”, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran CTL meningkatkan hasil belajar siswa hal ini dapat dilihat dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kelas eksperimen yang menggunakan metode (CTL) dan kelas kontrol yang tidak menggunakan metode (CTL) terjadi perbedaan hasil belajar yang signifikan yaitu harga thitung = 9,69 sedangkan harga ttabel untuk 0,01 = 2,60 dan 0,05 = 1,96 Penelitian pembelajaran kontekstual dengan teknik learning community walaupun berbeda akan tetapi masih berhubungan dengan penelitian ini, dengan demikian penelitian di atas mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini menekankan penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik learning community pada peningkatan minat dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran PKn. 2.3 Kerangka Berfikir Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dengan cara melakukan sejumlah tindakan dengan cara mengajar menggunakan teknik learning community dimana siswa dikondisikan dalam kelompok-kelompok kecil dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar untuk mengubah gaya mengajar guru yang monoton saat proses pembelajaran berlangsung tentang menghargai keputusan bersama. 29 KONDISI AWAL Guru belum menerapkan pembelajaran kon tekstual dengan teknik learning community TINDAKAN Dalam pembelajaran guru menerapkan pembelajaran kontekstual dengan teknik learning community KONDISI AKHIR Melalui menerapan pembelajaran konteks tual dengan teknik learning communitydiharapkan dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa Minat dan hasil belajar siswa pada materi menghargai keputusan bersama masih rendah Siklus I dalam menerapkan pembelajaran kontekstual dengan teknik learning community Suklus II dalam menerapkan pembelajaran kontekstual dengan teknik learning community Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir Penerapan Pembelajaran Kontekstual Dengan Teknik Learning Community 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berfikir yang telah di uraikan dalam Gambar 1, hipotesis dalam penelitian ini adalah “Dengan penerapan pembelajaran kontekstual teknik learning community diharapkan dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran PKn di SD Negeri 2 Kapuan Cepu semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012”.