Penerapan Pembelajaran Kontekstual dfengan Teknik Learning

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Pembelajaran Kontekstual
Pada dasarnya pembelajaran kontekstual dengan prinsip-prinsipnya bukan
merupakan konsep baru. Konsep dasar pendekatan ini diperkenalkan pertama kali
pada tahun 1916 oleh John Dewey yang menganjurkan agar kurikulum dan
metodologi pembelajaran dipertautkan dengan pengalaman dan minat siswa.
Proses belajar akan sangat efektif bila pengetahuan baru diberikan berdasarkan
pengalaman
atau
pengetahuan
yang
sudah
dimiliki
siswa
sebelumnya
(Kasihani,2003:1).
Dewasa ini pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara
maju dengan berbagai nama. Di Amerika berkembang apa yang disebut
Contextual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk
mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi siswa untuk
mengaitkan
pengetahuan
yang
dipelajarinya
dengan
kehidupan
mereka
(Depdiknas, 2002:3-4).
Pembelajaran
kontekstual
dengan
demikian
dapat
dipahami
suatu
pembelajaran yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, dan anggota bangsa dan.
Pembelajaran Kontekstual menjadikan proses belajar mengajar akan lebih
konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan lebih
bermakna.
a) Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Menurut Nurhadi dalam Rusman (2011:189) pembelajaran kontekstual
(Contekstual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang dapat
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
6
7
CTL hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi
pembelajaran yang lain, CTL di kembangkan dengan tujuan agar pembelajaran
berjalan lebih produktif dan bermakna. CTL dapat di jalankan tanpa harus
mengubah kurikulum dan tatanan yang ada (Kasihani, 2003:4).
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang
pembelajaran kontekstual, diantaranya yang dipaparkan oleh Johnson dalam Nur
hadi, dkk (2004:12) CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan
membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari,
yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.
Sedangkan menurut US Departement of Education dalam Kasihani
(2003:2) Contextual Teaching and Learning adalah suatu konsep mengajar dan
belajar yang membantu guru menghubungkan kegiatan dan bahan ajar mata
pelajarannya dengan situasi nyata dan memotivasi siswa untuk dapat
menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari siswa
sebagai anggota keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat di mana dia
hidup.
Pendapat serupa juga dikemukakan The Washington dalam Nur hadi, dkk
(2003:12) Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa
memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan
seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Sedangkan menurut Teachnet
dalam Nur hadi, dkk (2003:12) mengeluarkan pernyataan tentang CTL
bahwasanya pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi
belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan
situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara
pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga,
anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.
Dari
beberapa
pendapat
tersebut
pengajaran
dan
pembelajaran
kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah, menggunakan cara belajar
yang diatur sendiri, berlaku dalam berbagai macam konteks, memperkuat
8
pengajaran dalam berbagai macam konteks kehidupan siswa, menggunakan
penilaian autentik, dan menggunakan pola kelompok belajar yang bebas.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik untuk
menemukan sendiri materi yang dipelajari dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
b) Latar Belakang Lahirnya Pembelajaran Kontekstual
Penerapan pembelajaran kontekstual di Amerika Serikat bermula dari
pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916
mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan
dengan pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual
berakar dari paham progresivisme John Dewey (Suparno, 2003:2).
Intinya, siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari
berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan
produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Menurut
Nur Hadi (2003:8) pokok pandangan progresivisme adalah antara lain:
a) Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat
mengkonstruksikan sendiri pemahaman mereka tentang apa yang
diajarkan oleh guru;
b) Anak harus bebas agar bisa berkembang wajar;
c) Penumbuh minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang
belajar;
d) Guru sebagai pembimbing dan peneliti;
e) Harus ada kerja sama antara sekolah dan masyarakat;
f) Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan
eksperimen.
Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif melatarbelakangi
pula filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik
apabila mereka terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan
berkesempatan untuk menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar
dalam bentuk apa yang mereka ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan.
Belajar
dipandang
sebagai
usaha
atau
kegiatan
intelektual
membangkitkan ide-ide yang masih laten melalui kegiatan introspeksi.
untuk
9
Berpijak pada dua pandangan itu, filosofi konstruktivisme
berkembang. Dasarnya, pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh
dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit. Siswa yang harus
mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya. Melalui landasan filosofi
konstruktivisme, Contextual Teaching and Learning „dipromosikan‟
menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi Contextual
Teaching and Learning siswa diharapkan belajar melalui „mengalami‟,
bukan „menghafal‟ (Nur Hadi, 2003:8-9).
c) Prinsip Pembelajaran Kontekstual
Komponen utama pembelajaran kontekstual di kelas antara lain ada
tujuh sebagai berikut: (a) Konstruktivisme (Constructivism); (b) Bertanya
(Questioning); (c) Menemukan (Inquiry); (d) Masyarakat belajar (Learning
Community); (e) Pemodelan (Modeling); (f) Refleksi (Reflection); (g)
Penilaian sebenarnya (Authentic Assement) (Nurhadi, 2004:31). Adapun
uraian dari ketujuh komponen tersebut adalah:
1.
Kontruktivisme (Contructivism)
Kontruktivisme
yaitu
suatu
kegiatan
dimana
siswa
membangun
pengetahuan sedikit demi sedikit dari pengetahuan yang dimiliki siswa,
diharapkan siswa belajar bukan hanya menghafal tetapi melalui mengalami
sehingga akan bermakna. “Kontruktivisme adalah proses membangun atau
mrenyusun pengetahuan dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman” (Sanjaya, 2005:118).
2.
Menemukan (Inquiry)
Menemukan yaitu suatu kegiatan dimana siswa berusaha menemukan
sendiri pengetahuan bukan hasil mengingat-ingat fakta-fakta. “Inkuiri
adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan
melalui proses berpikir secara sistematis”( Sanjaya, 2009:265).
3.
Bertanya (Questioning)
Bertanya yaitu kegiatan bertanya dalam pembelajaran bisa guru dengan
siswa, siswa dengan guru, siswa dengan siswa bahkan siswa dengan orang
lain (nara sumber) sebagai upaya guru dalam membimbing siswa,
10
menggali informasi dan menilai sejauh mana kemampuan yang telah
diperoleh siswa (Sanjaya, 2009:266).
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat Belajar yaitu suatu kegiatan dimana siswa memperoleh
hasil belajar dari hasil belajar bekerja sama atau tukar pendapat dengan
orang lain. Dalam kelas CTL penerapan masyarakat belajar dapat
dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.
Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat
heterogen, dilihat dari kemampuan dan kecepatan berpikirnya. Sehingga
hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar
teman, anatr kelompok. Bagi yang sudah tahu memebari tahu pada yang
belum tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamnnya
pada orang lain. (Sanjaya, 2009:267).
5. Permodelan (Modeling)
Komponen pembelajaran kontekstual selanjutnya adalah pemodelan.
Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan
tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan dapat berbentuk
demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.
Pemodelan, adalah pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan
model/contoh. Model bisa berupa benda, cara, metoda kerja, cara/prosedur
kerja, atau yang lain, yang bisa ditiru oleh siswa (Nur Hadi,dkk; 2003:31)
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi yaitu berpikir kembali apa yang telah dilakukan dan apa yang
akan diperoleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Menurut (Sanjaya
2009:268) “refleksi adalah proses penerapan pengalaman yang telah
dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadiankejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya”.
7. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)
Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang
perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak didik
melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau
11
menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan
(kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai” (Majid, 2007:186)
d) Keunggulan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual saat ini telah diupayakan pengaplikasiannya,
karena banyak hal yang belum tersentuh pada pembelajaran sebelumnya,
misalnya pelaksanaan pembelajaran yang masih sangat teoritis dan kurang
menekankan pada pemecahan masalah, sistem penilaiannya yang pada
umumnya terfokus pada produk, tujuan akhir yang hendak dicapai adalah
dapat meraih nilai tinggi, yang masih mengesampingkan asesmen kinerjanya
sehingga siswa kurang siap menghadapi permasalahan sehari-hari.
Sehubungan dengan hal tersebut menurut Corebima dalam Nur Hadi,dkk
(2003:41) pembelajaran kontekstual memiliki keunggulan dibandingkan
dengan pembelajaran lainnya yaitu bahwa pembelajaran kontekstual
mendorong proses pembelajaran berlangsung atas dasar permasalahan riil
dunia, sehingga lebih bermakna dan memungkinkan perkembangan
pemikiran tingkat tinggi.
2.1.2 Teknik Learning Community
a) Pengertian Learning Community (Masyarakat Belajar)
Sedangkan menurut Roestiyah (2001:1) teknik adalah cara yang
digunakan oleh guru atau instruktur dalam menyajikan pelajaran, atau bisa
diartikan sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau
menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran
tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik.
Menurut Sardiman A.M (2005:225) teknik Learning Community adalah
teknik dimana situasi belajar yang diciptakan berdasarkan konsep CTL,
dimana proses dan hasil pembelajaran diperoleh dari bekerja sama dan
berkolaborasi dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar
teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang
ini, di kelas ini, di sekitar ini dan juga yang ada di luar sana, semua adalah
anggota masyarakat belajar. Kata kunci dari learning community (masyarakat
12
belajar) adalah berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain, bekerja
sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik
dibandingkan dengan belajar sendiri (Nur hadi,dkk; 2004:47)
Dalam bukunya Nurhadi,dkk (2003:47:48), learning community atau
masyarakat belajar itu mengandung arti sebagai berikut:
a) Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi
gagasan dan pengalaman;
b) Ada kerja sama untuk memecahkan masalah;
c) Hasil kerja kelompok lebih baik daripada kerja secara
individual;
d) Ada rasa tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam
kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama;
e) Membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu;
f) Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang
anak belajar dengan anak lainnya;
g) Ada rasa tanggung jawab dan kerja sama antara anggota
kelompok untuk saling memberi dan menerima;
h) Ada fasilitator/ guru yang memandu proses belajar dalam
kelompok;
i) Ada komunikasi dua arah atau multi arah;
j) Ada kemauan untuk menerima pendapat yang lebih baik;
k) Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain;
l) Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja;
m) Tidak ada dominasi siswa-siswa pintar;
n) Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung
arti learning community.
Susilo (2001:4) berpendapat Learning Community atau masyarakat
belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Hasil belajar
diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang sudah
tahu ke yang belum tahu. Dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam
komunikasi pembelajaran saling belajar. Di dalam masyarakat belajar ini
setiap orang harus bersedia untuk berbicara dan berbagi pendapat,
mendengarkan
pendapat
orang
lain
dan
berkolaborasi
membangun
pengetahuan dengan orang lain dalam kelompoknya.
Sedangkan menurut Sanjaya (2009:267) masyarakat Belajar (learning
community) yaitu suatu kegiatan dimana siswa memperoleh hasil belajar dari
hasil belajar bekerja sama atau tukar pendapat dengan orang lain. Dalam
13
kelas CTL penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompokkelompok yang anggotanya bersifat heterogen, dilihat dari kemampuan dan
kecepatan berpikirnya. Sehingga hasil belajar dapat diperoleh dari hasil
sharing dengan orang lain, antar teman, anatr kelompok. Bagi yang sudah
tahu memebari tahu pada yang belum tahu, yang pernah memiliki
pengalaman membagi pengalamnnya pada orang lain.
Hasil kerja kelompok pada umumnya lebih baik hasilnya daripada kerja
secara individual. Ada rasa tanggung jawab kelompok, semua anggota dalam
kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama.Upaya membangun
motivasi belajar bagi anak yang belum mampu dapat diadakan. Menciptakan
situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar dengan anak
lainnya. Ada rasa tanggung jawab dan kerja sama antar anggota kelompok
untuk saling memberi dan menerima. Ada fasilitator/guru yang memandu
proses belajar dalam kelompok.
Harus ada komunikasi dua arah atau multi arah. Ada kemauan untuk
menerima pendapat yang lebih baik. Ada kesediaan untuk menghargai
pendapat orang lain. Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja. Dominasi
siswa-siswa yang pintar perlu diperhatikan agar yang lambat/lemah bisa pula
berperan. Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti
learning community.
Dari beberapa pendapat tersebut pengertian teknik learning community
(masyarakat belajar) terfokus pada penerapan kelompok belajar yang
homogen dalam proses pembelajaran sehingga terjadi komunikasi dua arah,
tidak hanya komunikasi antara siswa dengan guru, tetapi juga terjadi antara
siswa dengan siswa maupun dengan lingkungan sekitar.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan teknik
learning community adalah proses pembelajaran yang membiasakan siswa
untuk bekerja sama dan memanfaatkan sumber belajar yang ada dilingkungan
sekitar, sehingga terjadi komunikasi dua arah
pengetahuan dan pengalaman baru.
yang menghasilkan
14
b) Prinsip-prinsip Learning Community
Menurut Masnur (2007:47) adapun prinsip-prinsip yang diperhatikan
oleh guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada
teknik learning community , yaitu pada dasarnya hasil belajar diperoleh
dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain. Sharing terjadi apabila
ada pihak yang saling memberi atau saling menerima informasi. Sharing
terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah. Masyarakat belajar
terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar
bahwa pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang dimilikinya
bermanfaat bagi yang lain, pada dasarnya yang terlibat dalam masyarakat
belajar bisa menjadi sumber belajar.
c) Kerangka Penerapan Teknik Learning Community
Pembelajaran di dalam kelas dengan teknik learning community,
kegiatan pembelajaran dilakukan dalam kelompok-kelompok belajar:
siswa yang pandai mengajari yang lemah dan yang tahu memberi tahu
yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa tercipta apabila ada
komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang
terlibat dalam komunikasi pembelajaran dapat saling belajar. Siswa yang
terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang
diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang
diperlukan dari teman bicaranya (Nurhadi, dkk;2004:49)
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang
dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk
bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak
mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang
lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda
yang perlu dipelajari.
Konsep
pembelajaran
masyarakat
kontekstual
belajar
(learning
menyarankan
agar
community)
hasil
dalam
pembelajaran
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Contoh: ketika seorang anak
baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada
15
temannya “bagaimana caranya? Tolong bantuin, aku!” Lalu temannya
yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoprasikan alat itu. Maka, dua
orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning
community) (Nurhadi, dkk:2004:48-49).
Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok,
dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruangan ini, di kelas ini, di
sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah
anggota masyarakat belajar.
Di dalam kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual (CTL),
guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompokkelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang
heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu
yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang
lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul dan seterusnya.
Inilah beberapa hal yang sebenarnya terkait dengan cooperative learning
(Sardiman A.M, 2005:225)
Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap orang
lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan sangat
kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan
teknik learning community ini sangat membantu proses pembelajaran di
kelas.
Pengembangan
teknik
learning
community,
akan
senantiasa
mendorong terjadinya proses komunikasi multi arah. Masing-masing
pihak yang melakukan kegiatan belajar dapat menjadi sumber belajar.
d) Langkah-langkah Penerapan Teknik Learning Community
Menurut Slavin (2005:21-22) adapun langkah – langkah dalam
penerapan Pembelajaran Kontekstual dengan teknik learning community
adalah sebagai berikut:
a. Membentuk kelompok beranggotakan 4 – 6 siswa secara heterogen;
b. Guru menyajikan bahan pelajaran;
c. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota
kelompok. Anggota yang mengetahui membantu menjelaskan
16
d.
e.
f.
g.
h.
pengetahuannya kepada anggota lain yang belum tahu dalam
kelompoknya dan berkompetensi untuk menguasai bahan yang dipelajari.
Masing-masing kelompok bertanggung jawab atas anggota
kelompoknya;
Masing-masing kelompok secara bergilir mempresentasikan hasilnya;
Guru memberi waktu kepada siswa untuk tanya jawab;
Guru memberi penilaian kepada siswa pada saat pelajaran berlangsung;
Refleksi terhadap pelajaran yang telah dibahas;
Penutup.
Pembentukan anggota kelompok antara 4 sampai 6 siswa secara
heterogen yang dimaksud adalah perpaduan antara anak yang mempunyai
kemampuan lebih dan yang punya kemampuan kurang dijadikan satu dalam
anggota kelompok. Hal ini dilakukan untuk membentuk jiwa sosial dari
masing-masing individu yaitu supaya yang pandai membantu yang kurang
pandai pada saat mendiskusikan tugas yang diberikan guru. Inilah yang disebut
learning community.
Setelah kelompok dibentuk, guru menyajikan materi pelajaran yang akan
dibahas pada masing-masing kelompok. Tiap kelompok membahas poin yang
berbeda namun tetap dalam satu bab. Setiap kelompok boleh mencari informasi
dari berbagai sumber, misalnya bertanya pada kelas di atasnya atau dengan
lingkungan sekolah.
Setelah guru membagikan tugas pada masing-masing kelompok, masingmasing dari mereka mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas secara
bergantian. Ini mendidik para siswa untuk mampu tampil di depan temantemannya dan memupuk rasa percaya diri pada siswa. Di samping itu, guru
juga memberi waktu bertanya pada siswa.
Pada saat pelajaran berlangsung, guru menilai siswa atas keaktifan
mereka. Setelah itu, diadakan refleksi untuk mengambil poin-poin penting pada
pembelajaran agar siswa dapat belajar mengambil inti pelajaran yang telah
disampaikan, dan akhirnya ditutup dengan do‟a.
Menurut Nur hadi, dkk (2003:49) langkah-langkah dalam penerapan
Pembelajaran Kontekstual dengan teknik learning community adalah sebagai
berikut
17
a. Langkah pertama adalah penyampaian tujuan dan memotivasi siswa.
Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, apa yang
hendak dicapai pada pembelajaran, dan guru juga memotivasi siswa
supaya semangat dalam mengikuti pembelajaran.
b. Langkah ke dua adalah pembentukan kelompok. Pembentukan kelompok
merupakan langkah awal dari konsep learning community. Dalam
masyarakat belajar, hasil pembelajaran dapat diperoleh dari kerja sama
dengan orang lain. Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil
pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar
diperoleh dari kerja sama antarteman, antarkelompok, dan antara yang
sudah tahu dan yang belum tahu. Pendekatan ini bertujuan supaya siswa
lebih semangat karena bisa saling bertukar pendapat dengan temannya.
Masyarakat belajar bisa membantu siswa yang kurang paham terhadap
materi pelajaran karena mereka bisa bekerja sama dengan teman mereka
yang lebih tahu.
c. Langkah ke tiga adalah presentasi kelas. Salah satu siswa maju
membacakan hasil pekerjaannya untuk mengetahui apakah mereka benarbenar melaksanakan masyarakat belajar (learning community).
d. Langkah terakhir adalah refleksi. Pada tahap terakhir ini guru bersama
siswa
mengadakan
refleksi
terhadap
pembelajaran
yang
telah
berlangsung kemudian memberikan simpulan atas pembelajaran hari itu.
Tekik Learning Community merupakan suatu komponen pendekatan
kontekstual yang menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja
sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari kerjasama antar teman,
antar kelompok, dan antara yang sudah tahu dan yang belum tahu. Learning
Community (masyarakat belajar) terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua
kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran.
Pada penelitian ini peneliti berupaya dengan masyarakat belajar, minat
siswa dalam pembelajaran akan meningkatkan hasil belajarnya. Melalui
lerning community (masyarakat belajar) dapat pula diketahui keterlibatan siswa
dalam kelompok dan tingkat penguasaan materi pembelajaran. Adapun
18
langkah-langkah pembelajaran menggunakan teknink learning community
dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran;
b. Guru terlebih dahulu menyampaikan materi yang akan dipelajari;
c. Siswa dibagi dalam kelompok kecil;
d. Siswa diminta untuk mengambila satu materi yang harus dibahas dalam
kelompok;
e. Siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi;
f. Siswa mempresentasikan di depan kelas hasil diskusi;
g. Siswa membuat kesimpulan dari pengetahuan yang didapatkannya pada
saat diskusi kelompok;
h. Siswa membuat ringkasan dari materi yang sudah dipelajari;
i. Guru melakukan tanya jawab tentang hal-hal yang belum dimengerti
siswa;
j. Guru memberi penilaian pada saat pembelajaran;
k. Guru mengadakan evaluasi hasil pembelajaran.
2.1.3
Penerapan Teknik Learning Community Dalam Pembelajaran PKn
Teknik Lerning Community merupakan teknik pembelajaran yang hasil
pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain (Nurhadi, dkk;
2004:31). Dalam teknik learning community siswa dituntut untuk bekerja sama
dalam kegiatan pembelajaran segingga dalam proses pembelajaran terasa lebih
menyenangkan namun tetap dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Dalam pembelalajaran learning community guru memfasilitasi
siswa dengan memanfaatkan sumber pembelajaran yang ada untuk menambah
informasi misalnya lingkungan sekolah atau teman sebaya. Sumber
pembelajaran tersebut dapat dimanfaatkan siswa pada saat mengerjakan tugas.
Dari tugas tersebut siswa diminta untuk aktif dalam menggali informasi yang
belum diketahui.
Dalam penelitian ini penerapan teknik learning community pada
pembelajaran PKn akan lebih memfokuskan pada kegiatan siswa. Selain minat
belajar siswa dalam mencari informasi, siswa juga dituntut untuk
19
menunjukkan pengetahuan yang diperoleh dengan cara presentasi kelas.
Dengan siswa aktif belajar maka siswa akan lebih mampu mengenal dan
mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh,
menyadari, dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat
disekitarnya (Dimyati dan Mudjiono, 2009).
Pembelajaran kontekstual dengan teknik learning community dalam
penelitian ini akan diterapkan di SD Negeri 2 Kapuan Cepu dalam
pembelajaran PKn kelas V semester II. Adapun rencana kegiatan pembelajaran
dengan teknik learning community sebagai berikut
1) Kegiatan awal
Pada tahap awal, guru memberikan beberapa pertanyaan seputar materi
yang akan dipelajari. Untuk membangkitkan minat belajar siswa, guru
mengajak siswa bernyanyi bersama agar tercipta suasana kelas yang
menyenangkan. Kemudian guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang
akan dipelajari.
2) Kegiatan inti
Pada tahap ini ada tiga tahap yang sangat penting yang harus dijalankan
oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran yaitu Ekplorasi, elaborasi
dan konfirmasi.
a. Pada tahap eksplorasi yang harus dilakukan guru adalah
Guru melibatkan siswa dalam mencari informasi tentang materi yang
akan dipelajari. Guru mengajukan pertanyaan pada siswa berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki siswa berkaitan dengan materi yang
dipelajari sehingga dapat tercipta pembelajaran yang
interaktif. Guru
mulai menjelaskan materi pembelajaran pada siswa. Guru meminta siswa
berdiskusi untuk mencari contoh lain tentang materi yang sudah dijelaskan
oleh guru.
b. Pada tahap elaborasi yang dilakukan siswa adalah
Siswa berkelompok untuk mendiskusikan suatu masalah yang
berkaitan dengan materi pembelajaran. Siswa yang sudah menyelesaikan
diskusi diminta untuk mempresentasikan hasil pengetahuan baru yang
20
didapat dari diskusi kelompok. Siswa lain mendengarkan dan memberi
tambahan pendapat dari kelompok yang sedang presentasi. Siswa
membuat kesimpulan dari pengetahuan yang didapatkannya dari kerja
kelompok
c. Pada tahap konfirmasi
Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum dipahami siswa.
Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalah pahaman dan
memberi penguatan.
3) Kegiatan penutup
Siswa bersama guru membuat ringkasan menyangkut materi yang sudah
dipelajari . Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya. Guru mengakhiri pembelajaran.
Kegiatan evaluasi dilaksanakan pada akhir pertemuan setelah materi
pembelajaran disampaikan semua.
2.1.4 Minat Belajar
a) Pengertian Minat Belajar
Dalam memudahkan pemahaman tentang pengertian minat belajar, maka
dalam pembahasan ini akan diuraikan satu persatu menjadi minat dan belajar.
1.
Pengertian Minat
Secara bahasa minat berarti “kecenderungan hati yang tinggi terhadap
sesuatu.”Minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang.
Minat besar sekali pengaruhnya terhadap kegiatan seseorang sebab dengan
minat ia akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat
seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu.
Sedangkan pengertian minat secara istilah telah banyak dikemukakan
oleh para ahli, di antaranya yang dikemukakan oleh Slameto (2003:180)
menyatakan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan
pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya
21
adalah penerapan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di
luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Djamarah (2002:166) minat
adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan
memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Dengan
kata lain minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu
hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Menurut Tidjan (1976:71) minat adalah gejala psikologis yang
menunjukan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek sebab ada perasaan
senang. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa minat itu sebagai
pemusatan perhatian atau reaksi terhadap suatu obyek seperti benda tertentu
atau
situasi
tertentu yang didahului oleh perasaan
senang terhadap
obyek tersebut.
Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh mengenai minat, penulis
mengambil kesimpulan bahwa minat adalah kecenderunagn seseorang
melakukan suatu kegiatan yang digemari tanpa ada orang yang menyuruh.
2.
Pengertian belajar
Pengertian Belajar menurut bahasa adalah “usaha (berlatih) dan sebagai
upaya
mendapatkan
kepandaian”.Sedangkan
menurut
istilah
yang
dipaparkanoleh beberapa ahli, di antaranya oleh Ahmad Fauzi yang
mengemukakan belajar adalah “Suatu proses di mana suatu tingkah laku
ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atas situasi (atau
rangsang) yang terjadi”.
Kemudian Slameto (2003:2) mengemukakan pendapat bahwa belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Selanjutnya
Djamarah
(2002:12)
mengartikan
“belajar
adalah
serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
22
laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif,afektif dan psikomotor.
Nana Sudjana (2009:28) mengatakan “ Belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Oleh sebab itu belajar
adalah proses yang aktif, belajar adalah proses mereaksi terhadap semua
situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan
kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah
proses melihat, mengamati, memahami sesuatu.”
Menurut Gie (1998:28) mengemukakan bahwa minat merupakan salah
sati faktor untuk meraih sukses dalam belajar. Sedangkan menurut Winkel
(1999:53) belajar merupakn dalam diri individu yang berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah
aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuanpemahaman, keterampilan dan nilai-nilai sikap, perubahan itu bersifat secara
relatif konstan dan terbatas.
Berdasarkan penjelasan beberapa tokoh mengenai belajar, penulis
mengambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku
individu dari hasil interaksi dengan lingkungan sekitar dan melalui latihan.
Menurut penulis minat sangat penting bagi peserta didik karena dengan
adanya minat belajar, siswa dapat bebas mengekplorasikan kemampuannya
dan siswa merasa senang mengikut pembelajaran.
Dari beberapa pengertian minat dan belajar tersebut pengertian minat
belajar terfokus pada kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu
kegiatan yang digemari untuk mendapatkan pengalaman baru. Penulis dapat
menyimpulkan bahwa minat belajar adalah kemauan atau keinginan
seseorang yang disertai dengan perhatian untuk melakukan sesuatu yang
digemari dalam perubahan tingkah laku.
3.
Pentingnya Peningkatan Minat Belajar Siswa
Menurut Gie (2002:28), arti penting minat dalam kaitannya dengan
pelaksanaan studi adalah minat melahirkan perhatian yang serta merta. Minat
23
memudahkan terciptanya konsentrasi. Minat mencegah gangguan dari luar.
Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan. Minat
memperkecil kebosanan belajar belajar dalam diri sendiri.
Menurut Dalyono (2001:56-57), bahwa minat dapat timbul karena daya
tarik dari luar dan juga datang dari hati sanubari. Minat yang besar terhadap
sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai/memperoleh
benda atau tujuan yang diminati itu. Minat belajar yang besar cenderung
menghasilkan prestasi yang tinggi.
Menurut Djamarah (2002:167), bahwa minat besar pengaruhnya terhadap
aktivitas belajar. Anak didik yang berminat terhadap suatu mata pelajaran
akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik
baginya. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat. Minat
merupakan alat motivasi yang utama yang dapat membangkitkan kegairahan
belajar anak didik dalam kurun waktu tertentu. Melihat dari pendapat di atas,
maka minat penting untuk ditingkatkan karena mempermudah proses belajar
siswa dan untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi dari sebelumnya.
2.1.5 Hasil Belajar
a) Pengertian Hasil Belajar
Output
pendidikan
adalah
hasil
belajar
(prestasi
belajar)
yang
merefleksikan seberapa efektif proses belajar mengajar diselenggarakan.
Artinya, prestasi belajar ditentukan oleh tingkat efektivitas dan efisiensi proses
belajar mengajar. Prestasi belajar ditunjukkan oleh peningkatan kemampuan
dasar dan kemampuan fungsional. Kemampuan dasar meliputi daya pikir, daya
kalbu, dan daya raga yang diperlukan oleh siswa untuk terjun di masyarakat
dan untuk mengembangkan dirinya. Hasil belajar diperoleh pada akhir proses
pembelajaran dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap tau
memahami suatu bahan yang telah diajarkan.
Hasil belajar seringkali
digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang
menguasai bahan yang sudah diajarkan (Purwanto, 2011:43).
24
Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:250), hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana
guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa
menerimanya. Menurut Winkel (1996:51), mengemukakan bahwa hasil belajar
adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan
tingkah lakunya.
Sedangkan menurut Hamalik (2006:30), hasil belajar adalah bila seseorang
telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya
dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka studi
dicapai melalui tiga kategori ranah, dua diantaranya adalah kognitif, dan
afektif. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis
dan penilaian;
2. Ranah Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi
lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi,
menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks
nilai.
Dari beberapa pengertian hasil belajar tersebut pengertian hasil belajar
terfokus pada perubahan tingkah laku belajar yang lebih baik sebagai akibat
dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Hasil belajar ini biasanya
diwujudkan dalam bentuk angka, nilai, maupun huruf. Semakin tinggi hasil
belajar yang diperoleh siswa, maka berhasillah tujuan belajar yang dilakukan
siswa tersebut.
Berdasarkan kajian tentang hasil belajar, penulis mengambil kesimpulan
bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam mengikuti
suatu pembelajaran yang berbentuk nilai.
2.1.5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar
Dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem
lingkungan belajar yang kondusif, hal ini akan bekaitan dengan faktor dari
25
luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhinya adalah mendapat
pengetahuan, penanaman konsep, ketrampilan, dan pembentukan sikap.
Menurut Slameto (2003:54-60) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua, yaitu
1. Faktor Internal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor-faktor
yang termasuk dalam faktor internal antara lain:
a. Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh)
b. Faktor psikologis (intelegensi, minat, perhatian, bakat motif, dan
kematangan)
c. Faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan kelelahan rohani).
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu.
Yang termasuk dalam faktor eksternal yaitu
a. Faktor keluarga (cara mendidik orang tua, relasi antaranggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua,
dan latar belakang kebudayaan)
b. Faktor sekolah (metode mengajar, relasi guru dan siswa, relasi siswa
dengan siswa, isiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas
rumah)
c. Faktor masyarakat (keadaan siswa dalam masyarakat, massa media,
teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal
terdiri dari faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan.
Sedangkan faktor eksternal, terdiri dari faktor keluarga, faktor sekolah, dan
faktor masyarakat. Kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang banyak
bagi siswa.
26
2.1.6 Pendidikan Kewarganegaraan
a)
Definisi Pendidikan Kewaaranegaraan
PKn atau Civic Education (Winataputra, 2007:21) adalah proses
pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan cita-cita, nilai, dan prinsip
demokrasi konstitusional negaranya melalui berbagai bentuk interaksi dalam
praksis demokrasi di sekolah dan dalam masyarakat.
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
mata pelajaran PPKn berubah menjadi PKN sebagai mata pelajaran
kewarganegaraan (citizenship). Mata pelajaran ini memfokuskan pada
pembentukan diri yang beragama (agama, sosial-kultural, bahasa, usia, dan
suku bangsa) untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan
Kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara
cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara
Indonesia dengan merefleksikannya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak
sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
2.1.7
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKN SD
Menurut Bermawi Munthe (2009:31) standar kompetensi adalah kebulatan
pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan
tercapai dalam mempelajari suatu pembelajaran sedangkan kompetensi dasasr
adalah jabaran dari standar kompetensi, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan
sikap minimal yang harus dikuasai siswa atau dengan kata lain kompetensi
dasar adalah kometensi-kompetensi pendukung atau penentu keberhasilan
tercapainya standar kompetensi.
Didalam Permen No.22 Th 2006 tentang Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar SD/MI, maka ditetapkan
Standar kompetensi dan
Kompetensi dasar untuk mata pelajaran PKn SD kelas V Semester II Tahun
Pelajaran 2011/2012 sebagai berikut:
27
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan Kelas V Semester II Tahun
Pelajaran 2011/2012
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
3. Memahami
3.1 Mendeskripsikan pengertian organisasi
kebebasan
berorganisasi
3.2 Menyebutkan contoh organisasi di
lingkungan sekolah dan masyarakat
3.3 Menampilkan peran serta dalam memilih
organisasi di sekolah
4. Menghargai
keputusan bersama
4.1 Mengenal bentuk-bentuk keputusan
bersama
4.2 Mematuhi keputusan bersama
2.2
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan
beberapa penelitian yang ada kaitanya dengan variable penelitian yang
dilakukan.
“Penerapan Pembelajaran Kontekstual dengan Teknik Learning
Community untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa pada Mata
Pelajaran PAI di SDN Gadang 1 Malang”. Dari data di lapangan menunjukkan
bahwa terdapat peningkatan motivasi belajar siswa yang semula nilai rata-rata
pre-test sebesar 21 meningkat menjadi 27 atau sekitar 30% pada siklus I, pada
siklus II lebih meningkat lagi menjadi 36 atau sekitar 75% dari nilai rata-rata
awal (pre test). Sedangkan peningkatan antara siklus I ke siklus II sekitar 45%,
antara siklus II ke pre test sekitar 75%. Dengan meningkatnya motivasi belajar
siswa, maka hasil belajar merekapun juga meningkat, yang semula nilai ratarata
pre test 65,4 meningkat menjadi 72,7 atau sekitar 12% pada siklus I, pada siklus
II lebih meningkat lagi menjadi 82,8 atau sekitar 29% dari nilai pre test.
28
“Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) Melalui Pembelajaran Contekxtual Teaching And
Learning (CTL) Di Kelas IX SMP Negeri I Lamala Kabupaten Banggai”, dapat
disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran CTL meningkatkan hasil belajar
siswa hal ini dapat dilihat dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kelas
eksperimen yang menggunakan metode (CTL) dan kelas kontrol yang tidak
menggunakan metode (CTL) terjadi perbedaan hasil belajar yang signifikan
yaitu harga thitung = 9,69 sedangkan harga ttabel untuk 0,01 = 2,60 dan 0,05 = 1,96
Penelitian pembelajaran kontekstual dengan teknik learning community
walaupun berbeda akan tetapi masih berhubungan dengan penelitian ini, dengan
demikian penelitian di atas mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini
menekankan penerapan pembelajaran kontekstual dengan teknik learning
community pada peningkatan minat dan hasil belajar siswa terhadap mata
pelajaran PKn.
2.3
Kerangka Berfikir
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dengan cara melakukan
sejumlah tindakan dengan cara mengajar menggunakan teknik learning
community dimana siswa dikondisikan dalam kelompok-kelompok kecil dan
memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar untuk mengubah gaya
mengajar guru yang monoton saat proses pembelajaran berlangsung tentang
menghargai keputusan bersama.
29
KONDISI AWAL
Guru belum menerapkan pembelajaran kon
tekstual dengan teknik learning community
TINDAKAN
Dalam
pembelajaran
guru menerapkan pembelajaran
kontekstual
dengan teknik learning
community
KONDISI AKHIR
Melalui
menerapan
pembelajaran
konteks
tual
dengan
teknik
learning
communitydiharapkan
dapat
meningkatkan
minat dan hasil belajar
siswa
Minat dan hasil belajar
siswa pada materi
menghargai keputusan
bersama masih rendah
Siklus I dalam
menerapkan
pembelajaran
kontekstual dengan
teknik learning
community
Suklus II dalam
menerapkan
pembelajaran
kontekstual dengan
teknik learning
community
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Penerapan Pembelajaran Kontekstual Dengan Teknik Learning Community
2.4
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah di uraikan dalam Gambar 1,
hipotesis dalam penelitian ini adalah “Dengan penerapan pembelajaran
kontekstual teknik learning community diharapkan dapat meningkatkan minat
dan hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran PKn di SD Negeri 2
Kapuan Cepu semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012”.
Download