1. PENDAHULUAN Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan calon investor untuk pengambilan keputusan. Adanya informasi yang lengkap, akurat serta tepat waktu memungkinkan investor untuk melakukan pengambilan keputusan secara rasional sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Penyediaan informasi yang luas dalam laporan keuangan merupakan suatu keharusan yang disebabkan karena adanya permintaan dari berbagai pihak dengan informasi tersebut. Akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban mempunyai fungsi sebagai alat kendali terhadap aktifitas suatu unit usaha. Tanggung jawab manajemen tidak hanya terbatas atas pengelolaan dana ke dalam perusahaan kepada investor dan kreditor, tetapi juga meliputi dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan sosialnya. Keterkaitan yang terjadi antara perusahaan dengan lingkungan alam dan sosialnya, serta manfaat sosial dan biaya sosial yang ditimbulkan merupakan aspek sosial pertanggungjawaban manajemen (Zuhroh dan Sukmawati, 2003). Sebuah perusahaan dapat bekerja dan mencapai keuntungan jika mendapatkan tempat tertentu dalam lingkungan bisnis maupun lingkungan lainnya. Lingkungan bisnis dan lingkungan-lingkungan ini saling berkaitan sehingga tidak mungkin suatu perusahaan mencapai kerja yang efektif jika mengabaikan lingkungan sosialnya. Jika perusahaan hanya memperhatikan lingkungan yang langsung berkaitan dengan bisnisnya (bahan baku, bahan penolong, pesaing, pemasok, pasar, teknologi) tetapi mengabaikan lingkungan 1 masyarakat akan mengalami kesulitan nonbisnis yang berakibat langsung pada performance bisnisnya (Tjahjaningsih, 1999). Lebih dari itu, tuntutan masyarakat pengguna laporan keuangan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya telah bergeser ke arah pertanggungjawaban perusahaan dalam masalah lingkungan dan tanggung jawab sosial perusahaan kepada publik dalam laporan tahunan. Tanggung jawab sosial diartikan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab pada tindakan yang mempengaruhi konsumen, masyarakat dan lingkungan (Rizal, 2004). Sembiring (2005), tumbuhnya kesadaran publik akan peran perusahaan ditengah masyarakat melahirkan kritik karena menciptakan masalah sosial, polusi, limbah, sumber daya, mutu produk, tingkat safety produk, serta hak dan status tenaga kerja. Tekanan dari berbagai pihak memaksa perusahaan untuk menerima tanggung jawab atas dampak aktivitas bisnisnya terhadap masyarakat. Perusahaan dihimbau untuk bertanggung jawab terhadap pihak yang lebih luas dari kelompok pemegang saham dan kreditor saja. Suatu organisasi bisnis secara sekilas hanya mempunyai satu jenis tujuan yaitu untuk menghasilkan keuntungan (Dwiatmadja et al., 2001). Akan tetapi perusahaan tidak bisa lepas begitu saja dari lingkungan sekitar. Sulistyo (2008) menjelaskan bahwa perusahaan harus memperhatikan tiga aspek dalam kegiatan usahanya. Tiga aspek ini meliputi aspek keuangan, aspek sosial dan aspek lingkungan yang sering disebut triple bottom line. Triple bottom line secara langsung berkaitan dengan konsep dan tujuan pertumbuhan yang teruas menerus (Henny dan Murtanto, 2001). Sehingga perusahaan sekarang ini tidak boleh 2 hanya memperhatikan catatan keuangannya saja (single bottom line). Untung tidaknya penerapan CSR dalam suatu perusahaan sebenarnya telah diungkapkan oleh Wapres RI Jusuf Kalla pada tanggal 26 April 2007 di Jakarta Convention Center. Wapres RI Jusuf Kalla mengatakan bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR merupakan investasi bagi perusahaan, maka tidak seharusnya CSR dianggap sebagai beban pengeluaran (www.detikfinace.com). Tanggung jawab sosial jangan dianggap sebagai cost, tetapi investasi bagi perusahaan karena manfaatnya 3-4 tahun mendatang (Devyani, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) mengambil lima variabel yaitu: size, profitabilitas, profile, ukuran dewan komisaris dan leverage. Data yang digunakan sebagai populasi dari perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta yang tercantum dalam Indonesian Capital Market Directory 2002 dari 323 perusahaan, sebanyak 78 perusahaan diambil sebagai sampel dengan menggunakan metode stratified random sampling. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sembiring adalah size perusahaan, profile dan ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Sedangkan profitabilitas dan leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Sedemikian rendahnya kepedulian sosial perusahaan-perusahaan di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Global Reporting Initiative (2004) menunjukkan bahwa selama tahun 2001-2003, pelaporan mengenai informasi tentang lingkungan dan soaial baru 1 persen dari sejumlah Negara di benua Asia dan Australia, menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk diamati 3 dan tentunya untuk dapat mengetahui tentang pemahaman atas tanggung jawab sosial perusahaan-perusahaan di Indonesia. Di Indonesia praktek pengungkapan tanggung jawab social diatur oleh Ikatan Akuntasi Indonesia (IAI), dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (revisi 1998) paragraph 9, yang menyatakan bahwa “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mngenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industry dimana factor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industry yang mengenggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Dasar hukum CSR juga tertuang dalam No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 74 UU RI ayat 1 mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yaitu:”Perseroan yang menajalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab social dan lingkungan”. Masalah limbah dan proses industri, baik limbah cair maupun udara karena memiliki kontribusi yang besar terhadap pencemaran udara dan tanah serta kerusakan lingkungan sebagai dampak dari limbah dan emisi karbondioksida yang dihasilkannya sehingga sangat perlu melakukan pengungkapan (Datin, 2007). Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian yang kemungkinan hasilnya akan lebih berpengaruh. Penelitian tentang karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial di Indonesia memunculkan hasil yang beragam dan menarik untuk dikaji lebih dalam. Sembiring (2005), menunjukkan 4 hasil bahwa variable profitabilitas dan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Anggraini (2006) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa profitabilitas, leverage dan size perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan informasi sosial. Temuan ini sejalan dengan hasil yang diperoleh Hackston dan Milne (1996) yang tidak berhasil menemukan hubungan profitabilitas dengan pengungkapan informasi sosial. Rosmasita (2007) juga menunjukkan bahwa financial leverage, ukuran perusahaan dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sitepu (2009) menemukan hubungan yang signifikan antara leverage terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, namun tidak berhasil membuktikan pengaruh size perusahaan dan leverage terhadap pengungkapan informasi sosial perusahaan. Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan pengawasan yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Beasly (2000). Namun, berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nofandrilla (2008) yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian terdahulu menggunakan semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, sedangkan penelitian ini memilih perusahaan manufaktur. Selain itu dengan dikeluarkannya UU tentang Perseroan Terbatas yang mengharuskan perusahaan yang bidang usahanya berkaitan atau dibidang sumber 5 daya alam (dalam hal ini perusahaan tambang) wajib untuk melakukan pengungkapan sosial, sedangkan perusahaan manufaktur juga memiliki kontribusi dalam kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah perusahaan manufaktur, sehingga juga diperlukan pengungkapan tanggung jawab sosial. Karena itu peneliti ingin melakukan penelitian yang diharapkan dengan adanya UU tersebut juga berpengaruh terhadap semua jenis perusahaan, tidak hanya terhadap perusahaan pertambangan saja. Dan diharapkan hasil yang didapat lebih signifikan. Peneliti menggunakan variabel-variabel yang ada di dalam perusahaan itu sendiri yang dapat mempengaruhi perusahaan untuk membuat laporan pertanggungjawaban sosial. Dari uraian diatas penulis memilih ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, umur perusahaan dan dewan komisaris sebagai karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial. Masalah Penelitian Laporan keuangan merupakan cerminan suatu usaha. Dalam laporan keuangan tersebut dapat memberikan informasi-informasi mengenai perusahaan. Agar dinilai baik oleh para pengguna laporan keuangan maka perusahaan cenderung untuk menyajikan apa yang menjadi kelebihannya dan menutupi apa yang menjadi kekurangannya. Termasuk dalam hal tanggung jawab sosial. Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya pemahaman yang baik tentang perusahaan menyangkut tanggung jawab sosial. 6 Dewasa ini fakta yang dibutuhkan oleh para pengguna laporan keuangan tidak hanya terbatas pada profit perusahaan saja, tapi juga informasi mengenai sosial dan lingkungan perusahaan. Setiap perusahaan penting untuk memperhatikan laporan tanggung jawab sosial agar menjaga kenyamanan berbagai pihak. Karakteristik perusahaan dalam penelitian ini digunakan untuk membantu menilai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan dan juga perusahaan melakukan tanggung jawab sosial secara konsisten, sesuai dengan jenis perusahaannya. Persoalan Penelitian Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan? 2. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan? 3. Apakah leverage berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan? 4. Apakah umur perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan? 5. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan? 7 1. TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews, 1995) atau corporate social responbility (Sembiring, 2005) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan), diluar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Sembiring, 2005). Menurut Sembiring (2005) ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlakukan sebagai suatu suplermen dari aktifitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilaporkan. Pendekatan alternatif kedua dengan meletakkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi. Pandangan yang lebih luas ini telah menjadi 8 sumber utama kemajuan dalam pemahaman tentang pengungkapan tanggung jawan sosial perusahaan. Hasibunan (2001) menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level sebagai berikut: 1. Basic Responbility: Tanggung jawab perusahaan pada level ini muncul sebagai akibat dari keberadaan perusahaan. Tanggung jawab ini antara lain pembayaran pajak, hukum, memuaskan pemegang sahan dan lain-lain. 2. Organizational Responbility: Dalam level ini tanggung jawab perusahaan adalah untuk memenuhi perubahan kebutuhan stakeholder seperti karyawan, konsumen, pemegang saham dan masyarakat sekitarnya. 3. Societal Responbility: Level ini merupakan tahapan ketika terjadi interaksi antara perusahaan dengan kekuatan lain di masyarakat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan dengan melibatkan lingkungan secara keseluruhan. Menurut Henny dan Murtanto (2001), ada tiga pendekatan dalam pelaporan kinerja sosial: 1. Pemeriksaan sosial (Social Audit) : Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari operasi-operasi perusahaan. Pemeriksaan sosial dilakukan dengan membuat suatu daftar aktifitas-aktifitas perusahaan yang memiliki konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba mengestimasi dan mengukur dampak-dampak yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas tersebut. 9 2. Laporan sosial (Social Report): Berbagai alternatif format laporan untuk manyajikan laporan sosial telah diajukan oleh para akademis dan praktisioner. Pendekatan-pendekatan yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan aktifitas-aktifitas pertanggungjawaban sosialnya dibagi menjadi empat kelompok: a. Inventory approach: Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan sebuah daftar yang komprehensif dari aktifitas-aktifitas sosial perusahaan. Daftar ini harus memuat semua aktifitas sosial perusahaan baik yang bersifat positif maupun negatif. b. Cost approach: perusahaan membuat daftar aktifitas-aktifitas sosial perusahaan dan mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing aktifitas tersebut. c. Program management approach: Perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktifitas-aktifitas pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktifitas tersebut serta hasil yang diperoleh perusahaan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan itu. d. Cost-benefit approach: perusahaan mengungkapkan aktifitas yang memiliki dampak sosial serta biaya dan manfaat dari aktifitas tersebut. Kesulitan dalam penggunaan pendekatan ini adalah adanya kesulitan dalam mengukur biaya dan manfaat yang diakibatkan oleh perusahaan terhadap masyarakat. 3. Pengungkapan sosial dalam laporan tahunan (disclosure in annual report): Pengungkapan sosial adalah pengungkapan informasi tentang aktifitas 10 perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan sosial perusahaan. Pengungkapan sosial dapat dilakukan melalui berbagai media antara lain laporan tahunan, laporan interm, pengumuman kepada bursa efek, atau memalui media massa. Pengungkapan kinerja sosial pada laporan tahunan perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela oleh perusahaan. Adapun alasan-alasan perusahaan untuk mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela (Henny dan Murtanto (2001)) antara lain: 1. Internal decision making: Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan efektifitas dari informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan. Data harus tersedia agar biaya dari pengungkapan tersebut dapat diperbandingkan dengan manfaatnya bagi perusahaan. Walaupun hal ini sulit diidentifikasi dan diukur, namun analisa secara sederhana labih baik dari pada tidak sama sekali. 2. Product differentiation: Manager dari perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial memiliki insentif untuk membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat. Akuntansi kontemporer tidak memisahkan pencatatan biaya dan manfaat aktifitas sosial perusahaan dalam laporan keuangan, sehingga perusahaan yang tidak bertanggung jawab akan terlihat lebih sukses dari pada perusahaan yang bertanggung jawab. Hal ini mendorong perusahaan yang bertanggung jawab untuk mengungkapkan informasi tersebut sehingga masyarakat dapat membedakan mereka dari perusahaan lain. 11 3. Enlightened self interst: Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga keselarasan sosialnya dengan para stakeholder yang terdiri dari stakeholder, kreditor, karyawan, pemasok, pelanggan, pemerintah dan masyarakat karena mereka dapat mempengaruhi pendapatan penjualan harga saham perusahaan. Selain alasan perusahaan mengungkapkan tanggung jawab sosial secara sukarela, PSAK NO. 1 (revisi 2009) paragraf ke sebelas, dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup, khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peran penting, merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai. Dengan adanya PSAK NO. 1 (revisi 2009) diharapkan dapat menambah kesadaran perusahaan untuk melaporkan kegiatan sosialnya terhadap lingkungan sekitar perusahaan. Dengan menerapkan CSR, perusahaan akan memperoleh beberapa manfaat seperti: Memperoleh pengesahan sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangan dalam jangka panjang serta respon positif oleh para pelaku pasar, CSR akan menjadi strategi bisnis yang menyatu dalam perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek produk (loyalitas) atau citra perusahaan (Sayekti dan Wondabio, 2007). 1.2 Karakteristik Perusahaan Menurut Sidharta dan Christanti karakteristik perusahaan merupakan ciri khas atau sifat yang melekat dalam suatu entitas usaha yang dapat dilihat dari beberapa segi, jenis usaha atau industri, struktur kepemilikan, tingkat likuiditas, 12 tingkat profitabilitas, ukuran perusahaan (Nurliana Safitri, 2008). Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu entitas dengan entitas yang lainnya. Lang dan Lundhlom (1993) dan Wallance (1994) membagi karakteristik perusahaan menjadi tiga kategori yaitu, variabel struktur (structurerelated variables), variabel kinerja (perfomace-related variables) dan variabel pasar (market-related variables). Dalam penelitian ini karakteristik perusahaan yang digunakan meliputi ukuran perusahaan, profitabilitas, leverage, umur perusahaan dan ukuran dewan komisaris. 1.2.1 Ukuran Perusahaan Perusahaan adalah sebuah organisasi atau lembaga yang mengubah keahlian dan material (sumber ekonomi) menjadi barang atau jasa untuk memuaskan kebutuhan para pembeli, serta diharapkan akan memperoleh laba bagi para pemilik (Erni Ekawati, 2006). Ukuran perusahaan atau besaran perusahaan merupakan ukuran yang ditetapkan berdasarkan jumlah total asset yang dimiliki perusahaan (Mpaatadan Agus S, 1997). Ukuran perusahaan dijadikan proksi tingkat ketidakpastian, karena perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat dari pada perusahaan yang berskala kecil (Lee et. al, 1996). Karena lebih dikenal maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak dibandingkan perusahaan berukuran kecil. Bila informasi yang berada ditangan investor banyak, maka tingkat ketidakpastian yang akan dihadapi oleh calon investor mengenai 13 masa depan perusahaan emiten dapat diperkecil apabila informasi yang diperoleh banyak. Oleh karena itu investor bisa mengambil keputusan lebih tepat bila dibandingkan dengan pengambilan keputusan tanpa informasi. Dengan demikian perusahaan yang berskala besar mempunyai tingkat earnings management yang lebih rendah dari pada perusahaan berskala kecil. Sedangkan perusahaan berskala kecil penyebaran informasi mengenai informasinya belum begitu banyak. Karena untuk mendapatkan informasi ini dengan biaya maka perusahaan berskala kecil mempunyai tingkat earnings management yang lebih tinggi. 1.2.2 Profitabilitas Kinerja keuangan adalah evaluasi kinerja dimasal lalu, dengan melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut (Lesmana dan Surjanto, 2003: 11), sehingga dalam pelaksanaannya menghasilkan kinerja keuangan yang sehat pada suatu perusahaan, salah satunya dapat dilihat dari kemampuannya dalam menghasilkan laba, yakni profitabilas perusahaan. Profitabilitas adalah suatu angka dari suatu entitas usaha dalam menghasilkan laba. Dalam dunia usaha, perusahaan diharapkan untuk dapat menciptakan penghasilannya secara optimal (Tresnawati, 2008). Profitabilitas dapat kita ukur dengan menggunakan rasio keuangan sebagai salah satu alat untuk menganalisis hasil operasi dan tingkat profitabilitas perusahaan. Profitabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut mampu menjalankan usahanya dengan baik sehingga diperoleh pendapatan yang 14 besar dan berpengaruh pada perolehan laba perusahaan. Profitabilitas menempati posisi penting dalam suatu perusahaan, profitabilitas juga memiliki peran penting yang sangat penting bagi para stakeholder, yaitu masyarakat, pemerintah, pegawai, direktur dan pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan tersebut. Dengan profitabilitas yang baik, kesejahteraan para masyarakat, pemerintah dan pegawai akan terjamin, karena kebutuhan-kebutuhan mereka terpenuhi dari perolehan laba yang secara tidak langsung juga dapat dinikmati oleh mereka (Goal, 2010). Widayanti, dkk (2006), tingkat profitabilitas perusahaan dapat diukur dengan menggunakan ratio profitabilitas yang tergolong dalam common-size income statement dan cross section. A. Common-size Income Statement Yaitu mengevaluasi tingkat keuntungan dalam hubungannya dengan penjualan. Ada tiga pengukuran profitabilitas, yaitu: 1. Gross Profit Margin (GPM), merupakan prosentase dari laba kotor penjualan dibandingkan dengan penjualan. Semakin besar GPM, semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa harga pokok penjualan lebih rendah dibandingkan dengan penjualan. 2. Operating Profit Margin (OPM), ratio ini menggambarkan apa yang sering disebut profit yang sesungguhnya atau murni yang diterima untuk tiap rupiah dari hasil penjualan yang dilakukan. Disebut “murni” dalam pengertian bahwa jumlah tersebut yang benar-benar diperoleh dari hasil 15 operasi perusahaan dengan mengabaikan biaya bunga dan pajak penghasilan. 3. Net Profit Margin (NPM), ini merupakan laba setelah pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi NPM, berarti semakin baik operasi perusahaan. Maka rasio ini menggambarkan besarnya laba bersih yang di dapat perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. B. Cross Section Yaitu mengevaluasi tingkat keuntungan dalam hubungannya dengan rekening yang ada di laporan neraca. 1. Return on Asset (ROA), ratio ini dapat digunakan sebagai alat unyuk mengukur profitabilitas perusahaan, yaitu merupakan perbandingan antara laba bersih dengan rata-rata total aktiva. 2. Return on Equity (ROE), merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan modal sendiri. Ini merupakan suatu pengukuran dari hasil yang tersedia bagi pemilik perusahaan atas modal yang diinvestasikan dalam perusahaan. 1.2.3 Leverage Leverage didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam melunasi semua kewajiban dengan ekuitasnya. Dengan demikian leverage menunjukkan risiko yang dihadapi perusahaan berkaitan dengan hutang yang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang tidak memiliki leverage berarti menggunakan modalnya sendiri untuk membiayai investasinya, salah satunya untuk pembelian 16 aktiva. Semakin tinggi leverage perusahaan, semakin tinggi kemungkinan transfer kemakmuran dari kreditor kepada pemagang saham dan manajer (Meek et al, 1995). Disamping itu perusahaan yang memiliki utang yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memperoleh tingkat kepercayaan yang tinggi. Hal ini dapat digunakan untuk pendanaan operasional perusahaan. Sumber pendanaan ini dapat digunakan bagi calon investor untuk berimvestasi pada perusahaan tersebut. 1.2.4 Umur Perusahaan Umur perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan menjalankan operasionalnya. Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri akan mempunyai publikasi perusahaan yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang masih baru. Dengan demikian, calon investor tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi tentang perusahaan. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Gumanti (2000) menyatakan bahwa perusahaan yang sudah lama berdiri, kemungkinan sudah banyak pengalaman yang diperoleh. Semakin lama umur perusahaan, semakin bayak informasi yang telah diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Selain itu, perusahaan yang telah lama berdiri tentunya mempunyai strategi dan kiat-kiat yang lebih solid untuk tetap bisa survive dimasa depan. 17 1.2.5 Ukuran Dewan Komisaris Menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dewan komisaris adalah wakil pemegang saham untuk mengawasi dewan direksi dalam mengelola perusahaan dan jika perlu memberikan masukan kepada dewan direksi dalam persoalan khusus. Dewan komisaris ditunjuk oleh RUPS dan dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tersebut dijabarkan fungsi, wewenang dan tanggung jawab dari dewan komisaris. Tugas dan kewenangan: 1. Melakukan pengawasan atas jalannya usaha perseroan terbatas dan memberikan nasihat kepada direktur. 2. Dalam melakukan tugas, dewan direksi berdasarkan kepada kepentingan perseroan terbatas dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan terbatas. 3. Kewenangan khusus dawan komisaris, bahwa dewan komisaris dapat diamanatkan dalam anggaran-anggaran dasar untuk melaksanakan tugastugas tertentu direktur, apabila direktur berhalangan atau dalam keadaan tertentu. Peranan dewan komisaris dapat dilihat dari karakteristik dewan, salah satunya adalah komposisi keanggotaannya. Efektivitas fungsi pengawasan dewan tercermin dari komposisinya, apakah pengangkatan anggota dewan berasal dari dalam perusahaan dan/atau dari luar luar perusahaan. Komposisi keanggotaan dewan dalam hal ini semakin besar prosentase anggota yang berasal dari luar perusahaan, akan menjadikan peranan dewan komosaris semakin efektif dalam 18 melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan, karena dinggap semakin independen. Kedudukan dewan komisaris independen menurut UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah anggota komisaris yang berasal dari luar perusahaan (tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan) yang dipilih secara transparan dan independen, memiliki integritas dan kompetensi yang memadai, bebas dari pengaruh yang berhubungan dengan kepentingan pribadi atau pihak lain, serta dapat bertindak secara objektif dan independen dengan berpedoman kepada prinsip-prinsip Good Corporate Governance. Komisaris independen mempunyai tugas sesuai dengan anggaran dasar perseroan selama tidak bertentangan dengan tugas serta wewenang dewan komisaris dan tidak mengurangi tugas kepengurusan yang dilakukan oleh direksi. Menurut Boediono (2005) dengan adanya komosaris independen, diharapkan para eksekutif akan bertindak untuk kepentingan pemilik. Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan. 19 2.3 Nalar Konsep 2.3.1 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan Menurut Sembiring (2005), ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Perusahaan yang berukuran lebih besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar dari pada perusahaan kecil dan memberikan informasi yang seluas-luasnya serta mengurang biaya keagenan tersebut. Disamping itu perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti karena itu pengungkapan yang lebih besar merupakan wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Gunawan (2001) menyatakan bahwa perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran lebih kecil. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizal (2004) menyatakan akan adanya hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan sosial laporan tahunan. Sejalan dengan penelitian Rizal (2004), penelitian yang dilakukan oleh Hadi dan Sabeni (2002) mendukung ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggng jawab sosial perusahaan. Cowen et. al. (1977) mengungkapkan bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak, menyebabkan dampak yang lebih besar terhadap lingkungan, memiliki lebih banyak pemegang saham yang mungkin berkepentingan dengan program sosial perusahaan, dan laporan keuangannya 20 menyediakan alat yang efisien dalam mengkomunikasikan informasi sosial perusahaan. Berdasarkan uraian diatas maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 2.3.2 Pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan Profitabilitas jika dihubungkan dengan kegiatan CSR, dimana kegiatan CSR didanai dengan sebagian laba yang disisihkan, maka dapat memberikan citra positif bagi perusahaan sehingga dapat meningkatkan penjualan, sehingga diwajibkan melaporkan pengeluaran tersebut pada laporan keuangan mereka. Bagi perusahaan yang menerapkan CSR, tentunya akan mengeluarkan sejumlah biaya untuk melaksanakannya, seperti biaya-biaya yang berkaitan dengan sumber daya alam, peningkatan mutu karyawan, beasiswa, penghijauan, dll, maka akan terkait dengan profitabilitas perusahaan. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan CSR di dalam laporan keuangan dapat dikategorikan sebagai asset yaitu dapat memberikan manfaat dimasa kini atau dimasa yang akan datang, atau sebagai beban yang mengurangi profit perusahaan sebagai bagian dari aktivitas operasional perusahaan, dan tidak mendatangkan manfaat dimasa yang akan datang. Sedangkan laba usaha adalah kelebihan pendapatan terhadap beban-beban yang terjadi selama periode waktu tertentu (Warren, 2008). Jadi pada awal mengimplementasikan CSR memang akan meningkatkan biaya bagi perusahaan 21 namun keuntungan yang di dapat perusahaan jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan (Tiaramazia, 2009). Penelitian Simanjutak dan Widiastuti (2004) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan periode penelitian tahun 2002 menyimpulkan bahwa profitabilitas secara signifikan positif mempengaruhi kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada industri manufaktur. Penelitian Devina dan Zulaikha (2004) mendukung hubungan profitabilitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Konsisten dengan pendapat Kokobu et al. (2001) dalam Sembiring (2005), maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H2 : Profitabilitas perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 2.3.3 Pengaruh leverage perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan Tingkat leverage adalah untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan semua kewajibannya dengan pihak lain. Perusahaan yang mempunyai proporsi hutang lebih banyak dalam struktur permodalannya akan mempunyai biaya keagenan yang lebih besar. Oleh karena itu perusahaan yang memiliki leverage tinggi mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan informasi krediturnya (Suripto, 1999). Semakin tinggi tingkat leverage (rasio hutang/ asset) semakin besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit 22 sehingga perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi (Belkaoui dan Karpik, 1989), supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya, termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial. Menurut Belkaoui dan Karpik (1989) keputusan untuk mengungkapkan informasi sosial akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang menurunkan pendapatan. Murtanto dan Elvina (2005) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai leverage tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Elvina (2005) menemukan hubungan yang negatif antara leverage dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Belkaoui dan Karpik (1989) menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) berdasarkan teori agensi, tingkat leverage mempunyai pengaruh negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Manajemen perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuatnya agar tidak terjadi sorotan dari pada debtholder. Penelitian Suripto (1999) yang menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai leverage tinggi mempunyai kewajiban lebih untuk memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang. Mengenai pengaruh karakteristik perusahaan terhadap luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan 23 menemukan hasil bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan sukarela. Sesuai dengan penelitian Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Sembiring (2005), variabel leverage akan diuji kembali pengaruhnya terhadap tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial yang dibuat perusahaan. Oleh karena itu, dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H3 : Leverage perusahaan berpengaruh nagatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 2.3.4 Pengaruh umur perusahaan terhadap tanggungjawab sosial perusahaan Umur perusahaan dapat menunjukkan bahwa perusahaan tetap eksis dan mampu bersaing. Dengan demikian umur perusahaan dapat dikaitkan dengan kinerja keuangan suatu perusahaan. Jika suatu perusahaan mempunyai kinerja keuangan yang baik, maka perusahaan tersebut akan dapat menjaga kelangsungan usaha (Sembiring, 2003). Menurut Ansah (2000) dalam Sembiring (2003), umur perusahaan dapat mempengaruhi pelaporan keuangan perusahaan, karena berkaitan dengan pengembangan dan pertumbuhan perusahaan tersebut. Marwata (2001) menyatakan bahwa umur perusahaan diperkirakan memiliki hubungan positif dengan kualitas ungkapan sukarela. Alasan yang mendasari adalah bahwa perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam mempublikasikan laporan keuangan. 24 Perusahaan yang memiliki pengalaman lebih banyak akan lebih mengetahui kebutuhan konstituennya akan informasi tentang perusahaan. Djoko Sutanto (1992) dalam Yularto dan Chariri (2003) menyatakan semakin panjang (besar) umur perusahaan akan memberikan pengungkapan yang lebih luas dibandingkan perusahaan yang umurnya lebih pendek dengan alasan perusahaan tersebut memiliki pengalaman lebih dalam pengungkapan laporan tahunana. Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas maka dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H4 : Umur perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 2.3.5 Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap tanggung jawab sosial perusahaan Berkaitan dengan ukuran dewan komisaris, Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Bila dikaitkan dengan pengungkapan tangguang jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengngkapkannya. Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen (Wedari, 2004). 25 Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menemukan hubungan yang positif antara ukuran dewan komisaris dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Midiastuty (2003) menemukan hubungan signifikan antara peran dewan komisaris dengan pelaporan keuangan. Mereka menemukan bahwa ukuran dan independensi dewan komisaris mempengaruhi proses pelaporan keuangan. Sunarto (2003) menyatakan bahwa semakin besar proporsi ukuran dewan komisaris yang berpengalaman dan ahli di bidangnya maka perusahaan akan lebih transparan dan terkendali jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran dewan komisaris juga akan berpengaruh terhadap pengungkapan yang lebih luas. Oleh karena itu, sejalan dengan pendapat Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2005), hipotesis berikut dikemukakan. H5 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 26 Model Penelitian Ukuran Perusahaan Profitabilitas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Leverage Umur Perusahaan Ukuran Dewan Komisaris 2. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat (go public) di Bursa Efek Indonesia tahun 2007 – 2009. Alasan dipilihnya perusahaan manufaktur karena industri manufaktur memiliki kontribusi yang besar terhadap pencemaran udara dan tanah serta kerusakan lingkungan sebagai dampak dari limbah dan emisi karbondioksida yang dihasilkannya (Datin, 2007) sehingga diharapkan praktek-praktek dan pengungkapan tanggung jawab sosial menjadi lebih banyak. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu metode pemilihan sampel atas dasar kesesuaian karakteristik dengan kriteria pemilihan sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Beberapa 27 karakteristik yang akan digunakan dalam pemilihan sampel adalah sebagai berikut: 1. Merupakan perusahaan manufaktur yang yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2007 - 2009 dan mengupload laporan tahunan dalam www.idx.co.id. 2. Datanya lengkap untuk dilakukan penelitian, yaitu data untuk tanggung jawab sosial, size, profitabilitas, ukuran perusahaan dan leverage. 3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang bersumber dari laporan tahunan yang telah diaudit dan dipublikasikan oleh perusahaan yang tercatat (go public) di Bursa Efek Indonesia. Sumber data pada penelitian ini adalah data sekunder yang sudah diolah di Bursa Efek Jakarta, data yang dibutuhkan adalah tahun 2007 - 2009. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode dokumentasi, menurut Indriantoro dan Supomo (1999), dokumentsi adalah teknik pengumpulan data memalui catatan atau arsip yang terdapat pada pihak perusahaan. Dokumentasi yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan semua data sekunder yang diperoleh dari www.idx.co.id. Dan webside perusahaan terkait. 28 3.3 Definisi Variabel dan Pengukuran Variabel 3.3.1 Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keluasan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Corporate Social Responbility merupakan suatu program yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Pengukuran tingkat tanggung jawab sosial perusahaan dapat dilakukan dengan menggunakan indikator GRI (2006). Penggunaan standar GRI karena telah diakui oleh dunia dan fokus pada pengungkapan kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan (Waryanto, 2010). Checklist dilakukan dengan melihat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam 79 indikator, yang terdiri dari indikator ekonomi, indikator lingkungan hidup, indikator praktek tenaga kerja, indikator hak asasi manusia, indikator kemasyarakatan, dan indikator tanggung jawab produk (Waryanto, 2010). Indeks pengungkapan ini diperoleh dengan membagi jumlah total pengungkapan dengan jumlah total item informasi yang terdapat dalam daftar pengungkapan sosial. Dalam menentukan jumlah pengungkapan digunakan teknik tabulasi untuk setiap perusahaan sampel berdasarkan daftar (checklist) pengungkapan sosial. Score 0 (no) : Jika item tidak diungkapkan, dan score 1 (Yes) : Jika item diungkapkan. 29 3.3.2 Variabel Independen 1. Ukuran perusahaan Ukuran perusahaan dapat diukur dengan nilai kapitalisasi pasar, nilai aktiva, nilai penjualan, jumlah karyawan, dan lain-lain. Pada umumnya perusahaan yang lebih besar, dalam laporan keuangannya akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak dan lebih detail dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Hal tersebut dikarenakan perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak, akibatnya dampak kepada masyarakat juga lebih luas jika dibandingkan dengan perusahaan kecil. Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan logaritma total aktiva (size = log total aktiva). Penggunaan nilai log aktiva sebagai proksi ukuran perusahaan karena total aktiva dinilai lebih stabil atau tidak terkena dampak langsung dari perubahan yang terjadi dalam perekonomian dibandingkan penjualan yang kemungkinan bisa terkena dampak langsung pada periode yang bersangkutan. 2. Profitabilitas Profitabilitas dapat diukur dengan Return on Equity, Return on Asset, Net Earning Before Interest and Tax (NEBIT), Earning per Share. Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan EPS 30 3. Leverage Leverage yang digunakan dalam penelitian ini konsisten dengan pengukuran yang digunakan dalam Sembiring (2005) yaitu rasio hutang terhadap modal sendiri. Penelitian ini menggunakan debt to equity ratio (DER) sebagai proksi dari leverage. 4. Umur perusahaan Umur perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lamanya perusahaan tersebut berdiri. AGE= Tahun penelitian – tahun berdiri 5. Ukuran dewan komisaris Ukuran dewan komisaris diukur dengan jumlah dewan komisaris yang ada di dalam perusahaan. 3.4 Teknik dan Langkah Analisis 3.4.1 Teknik Analisis Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda, menurut Indriantoro (1999:21) dalam Handayani (2005) pada dasarnya merupakan eksistensi dari metode regresi dalam analisis bivariate yang umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran interval atau rasio dalam persamaan linier. Sehingga untuk 31 menjawab persoalan penelitian, maka perhitungan data menggunakan data yang telah dikumpulkan. 3.4.2 Langkah-Langkah Analisis 3.4.2.1 Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Data Pngujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah data-data yang digunakan berasal dari populasi yang sama. Dalam kertas kerja ini, normalitas data diuji dengan menggunakan alat uji Kolmogorov-Smirnov dimana pengujian dilakukan pada level signifikansi asimetri 5% dengan kriteria pvalue > 0,05 maka data berdistribusi normal. b. Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak arthogonal. Variabel arthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antara sesama variabel bebas sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas didalam model regresi adalah sebagai berikut: 1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas, jika antar variabel bebas ada korelasi cukup tinggi (umumnya diatas 0.09), maka 32 hal ini merupakan indikasi adanya multikoloniarietas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antara variabel bebas tidak berarti bebas dari multikolonieritas. Multikolonieritas dapat disebabkan adanya efek kombinasi dua atau lebih variable bebas. 3) Multikolonieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance) dan menunjukkan adanya kolonieritas yang tinggi (Ghozali, (2006:95-96). c. Uji Heterokedasitas Uji keretokedsitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedasitas. Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau yang tidak terjadi heterokedasitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil-sedang dan besar) (Ghozali, (2006:125). d. Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam suatu observasi terdapat korelasi ataukah tidak antar anggota sries (kesalahan 33 pengganggu periode t (sekarang) dengan kesalahan pengganggu periode t1 (sebelumnya) (Santoso, 2002). 3.4.2.2 Uji Hipotesis Setelah serangkaian tes dilakukan terhadap data yang digunakan dalam penelitian ini, maka langkah selanjutnyan yang akan dilakukan adalah pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Pengujian dilakukan dengan menggunakan regresi berganda. Adapun persamaan untuk menguji secara keseluruhan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: CSD = β0 + β1 SIZE + β2 PROF - β3 LEV + β4 AGE + β5 DK + e Keterangan: CSD = Indeks pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan SIZE = Ukuran perusahaan ROF = Profitabilita LEV = Leverage AGE = Umur perusahaan DK = Dewam komisaris β0 = Intercept e = error 34 3.4.2.3 Koefisiensi Determinasi (R2) Koefisiensi determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisiensi determinasi adalah diantara nol dan satu. Nilai (R2) yang terkecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen (Ghozali (2006:87). 3.4.2.4 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat (Gozhali, 2006:88). Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau : Ho : b1 = b2 =……..= bk = 0 Artinya, apakah semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (HA) tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau : HA : b1 ≠ b2 ≠……≠ bk ≠ 0 Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: 1. Quick Look : Bila nilai F lebih besar daripada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Dengan kata lain kita menerima hipotesis 35 alternatif, yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2. Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Bila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka Ho ditolak dan menerima HA. 3.4.2.5 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Gozhali, 2006:88). Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji adalah apakah suatu parameter (bi) sama dengan nol, atau : Ho : bi = 0 Artinya apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (HA) parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau : HA : bi ≠ 0 Artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Cara melakukan uji t adalah sebagai berikut: • Quick Look : Bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih, dan derajat kepercayaan sebesar 5%, maka Ho yang menyatakan bi=0 dapat ditolak bila nilai t lebih besar dari 2(dalam nilai obsolut). Dengan kata lain 36 kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. • Membandingkan nilai statistik t dengan titik kritis menurut tabel. Apabila nilai statistik t hasil perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai t tabel, kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi dependen. 4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengambilan Sampel Berdasarkan data yang di BEI terdapat 460 perusahaan manufaktur yang diperoleh selama tahun 2007 – 2009. Tetapi perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan pada tahun 2007 terdapat 19 perusahaan manufaktur, pada tahun 2008 terdapat 13 perusahaan dan pada tahun 2009 terdapat 70 perusahaan. No 1. 2. 3. Tabel 1. Proses Pengambilan sampel Kriteria Sampel Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009 Perusahaan manufaktur yang tidak menerbitkan annual report tahun 2007-2009 Data rusak atau tidak dapat dibaca Sampel yang digunakan Jumlah 460 (354) (4) 102 4.2 Uji Statistik Deskriptif Uji ini dilakukan untuk mengetahui nilai mean, minimum dan maksimum serta standar deviasi dari masing-masing variabel penelitian, baik variabel dependen maupun independen. 37 Tabel 2. Uji Statistik Deskriptif CSR N 102 Minimum .11 Maximum .49 Mean .2723 Std. Deviation .09999 Ukuran 102 21 32 27.98 1.955 Umur 102 1.00 29.00 14.7609 5.52875 Dewan 102 2 10 4.82 2.122 Profit 102 -179.00 1161.00 125.9365 244.14433 Leverage 102 .01 13.01 1.7397 1.97957 Valid N (listwise) 102 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa statistik deskriptif dari masing-masing variabel. Indeks pengungkapan tanggung jawab sosial (CSR) memiliki nilai terendah 11% dimiliki oleh PT. Delta Djakarta dan PT. Gudang Garam dan nilai tertinggi 49% dimiliki oleh PT. Semen Gresik. Rata-rata pengungkapan tanggung jawab sosial adalah 0,27. Nilai ini menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur rat-rata hanya dapat memenuhi 27% dari 79 standar pengungkapan GRI. Dengan hasil tersebut dapat diketahui bahwa tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur masih rendah. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurkhin (2009), sembiring (2003), Rawi (2008), Waryanto (2010) juga menemukan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur dengan menggunakan standar GRI mempunyai nilai rata-rata sebesar 25%, sehingga pengungakapn tanggung jawab sosial hanya mengalami peningkatan yang kecil. Kurangnya tanggung jawab sosial terhadap lingkungan menjadikan polusi udara masih tetap tinggi, limbah-limbah pabrik yang dapat mencemari lingkungan, bahkan terjadinya bencana akibat operasi perusahaan. Jika perusahaan masih tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan, bukan tidak mungkin perusahaan akan menanggung risiko lebih besar yang mungkin terjadi, 38 seperti adanya tuntutan dari masyarakat atau keharusan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang mungkin akan membutuhkan biaya yang lebih besar dibandingkan jika perusahaan mengeluarkan biaya untuk melakukan tanggung jawab sosialnya. Elkington (1997) dalam Wibisono (2007:32) mengungkapkan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan haruslah memperhatikan tiga hal, yaitu profit (ekonomi), pemenuhan kesejahteraan masyarakat (sosial) dan menjaga kelestarian lingkungan (Triple Bottom Line). 4.3 Uji Asumsi Klasik 4.3.1 Uji Normalitas Model regresi yang baik adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Uji normalitas menggunakan uji One Sample-Kolmogorov Smirnov dimana pengujian dilakukan pada level signifikansi 5% dengan kriteria jika pvalue < 0,05 berarti data berdistribusi tidak normal (Ghozali, 2006). Berdasarkan uji normalitas yang telah dilakukan nilai kolmogorovsmirnov adalah 0,473 dan signifikan 0,979 lebih besar dari 0,5% nilai signifikan yang ditetepkan, dengan kata lain data berdistribusi normal. Tabel 3. Uji Normalitas Unstandardized Residual N 102 Mean Normal Parameters(a,b) Most Extreme Differences .0000000 Std. Deviation .08078536 Absolute .047 Positive .047 Negative -.034 39 Kolmogorov-Smirnov Z .473 Asymp. Sig. (2-tailed) .979 a Test distribution is Normal. b Calculated from data. 4.3.2 Uji Multikolonearitas Uji multikolonearitas dimaksudkan untuk menguji apakah pada model regresi berganda ditemukan adanya korelasi antar variabel independen Untuk mengetahui ada tidaknya multikolonearitas maka dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Tolerance. Jika VIF < 10 dan Tolerance > 0,1 maka dipastikan tidak ada multikolonearitas (Ghozali, 2006). Berikut ini adalah hasilnya : Tabel 4. Uji Multikolinearitas Model 1 (Constant) Unstandardized Coefficients Std. B Error -.118 .128 Standardized Coefficients t Sig. Beta Collinearity Statistics Tolerance -.923 .358 VIF Ukuran .010 .005 .203 2.095 .039 .724 1.381 Umur .000 .002 .026 .298 .766 .890 1.123 Dewan .016 .004 .338 3.722 .000 .824 1.214 Profit .000 .000 .243 2.699 .008 .837 1.195 Leverage .002 .004 .039 .450 .653 .928 1.078 a Dependent Variable: CSR Nilai tolerance variabel dalam penelitian ini 0,724 sebagai nilai terendah dan 0,928 sebagai nilai tertinggi. Kemudian nilai VIF terendah 1,078 dan nilai tertinggi 1,381. Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa hasil perhitungan nilai tolance variabel independen tidak lebih dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 10. 40 4.3.3 Uji Heteroskedastisitas Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam model regresi tidak terdapat varians variabel yang sama. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan Uji Park. Jika sig.t < 0,05 maka persamaan regresi mengandung heteroskedastisitas, dan sebaliknya bila sig.t > 0,05 maka dalam persamaan regresi tidak mengandung heteroskedastisitas. Dari uji Park yang telah dilakukan, hasilnya menunjukan tidak adanya indikasi heteroskedastisitas, berikut ini adalah hasilnya : Tabel 5. Uji Heterokedastisitas a Coefficients Unstandardized Coefficients Model 1 B Standardized Coefficients Std. Error (Constant) .046 .105 Ukuran .001 .004 Umur .000 Dewan Profit Leverage Beta t Sig. .442 .660 .030 .240 .811 .001 -.078 -.675 .502 -.002 .003 -.064 -.519 .605 9.189E-6 .000 .042 .328 .744 .003 .003 .125 1.073 .287 Dependent Variable: lnU2i Berdasarkan hasil uji heterokedastisitas diketahui bahwa nilai signifikan yang dihasilkan untuk variabel ukuran perusahaan 0,811, umur perusahaan 0,736, dewan komisaris 0,605, profit 0,744 dan leverage 0,686 lebih besar dari 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heterokedastisitas pada data yang diuji. 41 4.3.4 Uji Autokorelasi Untuk menguji autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson dengan hasil sebagai berikut: Tabel 10. Autokorelasi Model R 1 R Square .673 a Adjusted R Square .453 Std. Error of the Estimate .416 Durbin-Watson .07748 1.697 a. Predictors: (Constant), Leverage, Dewan, Umur, Ukuran, Profit b. Dependent Variable: CSR Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa koefisiensi Durbin-Watson adalah 1,697 < 2, maka dapat dikatakan bahwa data yang digunakan untuk penelitian ini bebas dari autokorelasi. 4.4 Uji Hipotesis Uji regresi berganda dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, profitabilitas, ukuran dewan komisaris, leverage dan umur perusahaan. Berikut adalah hasil uji regresi: Tabel 6. Hipotesis Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) a. Std. Error Standardized Coefficients Beta t Sig. -.493 .189 -2.611 .011 Ukuran .025 .007 .332 3.553 .001 Umur .000 .002 -.042 -.481 .632 Dewan .013 .006 .203 2.185 .032 Profit .000 .000 .372 3.893 .000 Leverage .005 .005 .083 .959 .341 Dependent Variable: CSR 42 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan Dari hasil pengujian hipotesis tersebut ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai signifikansi 0,001 lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis ukuran perusahaaan didukung. Hal ini berarti hipotesis penelitian ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak, menyebabkan dampak yang lebih terhadap lingkungan, memiliki lebih banyak pemegang saham yang mungkin berkepentingan dengan program sosial perusahaan dan laporan keuangannya menyediakan alat yang efisien dalam mengkomunikasikan informasi sosial perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Gunawan (2001), Rizal (2004), Hadi dan Sabeni (2002). Pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan Dari hasil pengujian hipotesis tersebut profitabilitas perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis profitabilitas didukung. Profitabilitas menunjukkan efektifitas manajemen dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang diperoleh maka akan semakin banyak dana yang bisa digunakan untuk aktifitas sosial. Laba perusahaan yang besar akan menuai banyak anggapan dari publik bahwa perusahaan hanya memperkaya para 43 pemegang saham saja tanpa memperhatikan kesenjangan sosial yang ada di masyarakat, dimana masalah kesenjangan sering menjadi perhatian masyarakat. Dengan pengungkapan lebih banyak aktivitas sosialnya maka akan menepis anggapan tersebut dan akan lebih meningkatkan image perusahaan di mata masyarakat. Profitabilitas yang tinggi akan mendorong para manajer untuk memberikan informasi yang lebih terinci, sebab mereka ingin meyakinkan investor terhadap perusahaan agar para investor berinvestasi diperusahaan tersebut. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil yang dilakukan oleh Kokuba et.al (2001) dalam Sembiring (2003), Devina dan Zulaikha (2004) dan Simanjutak dan Widiastuti (2004). Pengaruh leverage perusahaan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan Dari hasil pengujian hipotesis tersebut leverage perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai signifikan 0,341 lebih besar dari 0,05, maka hipotesis leverage tidak didukung. Hal ini mungkin disebabkan karena perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi akan membuat keadaan keuangan perusahaan menjadi buruk, hal ini disebabkan semakin besarnya pendanaan perusahaan yang berasal 44 dari hutang, sehingga akan semakin tinggi pula risiko yang akan ditanggung oleh perusahaan. Setiawan (2005) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap pelaporan tanggung jawab sosial. Manajemen akan berusaha seminimal mungkin untuk menunjukkan laporan sosialnya untuk menghindari tekanan dari para debtholder. Dan para debtholder dapat menekan pihak manajemen untuk mendahulukan kepentingan mereka daripada aktivitas sosial perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Murtanto dan Elvina (2005), dan Suripto (1999). Pengaruh umur perusahaan terhadap tanggungjawab sosial perusahaan Dari hasil pengujian hipotesis umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai signifikan 0,632 lebih besar dari 0,05, maka hipotesis umur perusahaan tidak didukung. Hasil penelitian konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Yularto dan Chariri (2003). Tidak signifikannya hipotesis umur perusahaan dikarenakan umur perusahaan yang tua namun tidak ditunjang dengan pertumbuhan kinerja yang baik akan menjadi tidak lebih baik dibandingkan umur perusahaan yang muda namun ditunjang dengan pertumbuhan yang baik. Jadi tidak hanya perusahaan yang sudah berumur tua yang transparan, namun perusahaan yang berumur muda pun juga transparan. 45 Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap tanggungjawab sosial perusahaan Dari pengujian yang dilakukan terhadap model regresi, diketahui bahwa nilai signifikan 0,032 < 0,05 maka hipotesis ukuran dewan komisaris didukung. Dengan demikian semakin tinggi ukuran dewan komisaris dalam perusahaan manufaktur maka semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial. Hasil penelitian ini didukung oleh Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2005) yang menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkan CSR. Hasil penelitian ini konsisten dengan Midiastuty (2003) dan Sunarto (2003). 4.5 Koefisiensi Determinasi (R2) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial uji determinasi dilakukan. Dari tabel hasil uji determinasi diatas dapat diketahui bahwa presentase pengarus semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi ( Adjusted R2) sebesar 0,416. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa pengaruh semua variabel independen terhadap perubahan nilai variabel dependen adalah 41,6% dan sisanya 58,4% dipengaruhi oleh variabel lain selain yang ada dalam penelitian ini. 46 Model Summaryb Model R R Square .673a 1 Adjusted R Square .453 Std. Error of the Estimate .416 .07748 a. Predictors: (Constant), Leverage, Dewan, Umur, Ukuran, Profit b. Dependent Variable: CSR 4.6 Uji Statistik F Uji F digunakan untuk menguji signifikansi model secara keseluruhan jika F < 0,05, maka model tersebut signifikan Tabel 8. Uji f Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression .373 5 .075 Residual .450 75 .006 Total .823 80 F 12.418 Sig. .000a a. Predictors: (Constant), Leverage, Dewan, Umur, Ukuran, Profit b. Dependent Variable: CSR Dari tabel hasil uji F diatas dapat diketahui bahwa secara simultan terjadi pengaruh signifikan antara variabel dependen dan lima variabel independen karena nilai probabilitas 0,000 dibawah 0,05. 4.7 Uji Statistik t Uji t dilakukan untuk menguji pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. 47 Tabel 9. Uji t Unstandardized Coefficients Model 1 B (Constant) Standardized Coefficients Std. Error -.493 Beta t .189 Sig. -2.611 .011 Ukuran .025 .007 .332 3.553 .001 Umur .000 .002 -.042 -.481 .632 Dewan .013 .006 .203 2.185 .032 Profit .000 .000 .372 3.893 .000 Leverage .005 .005 .083 .959 .341 a. Dependent Variable: CSR 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji regresi berganda dan pembahasan analisis maka dapat disimpulkan bahwa, dari lima variabel independen yang digunakan ukuran perusahaan, profitabilitas, umur perusahaan, hanya ukuran dewan ukuran perusahaan, komisaris, leverage dan ukuran dewan komisaris dan profitabilitas yang berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Sedangkan variabel independen yang lain leverage dan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial perusahaan. 5.2 Implikasi Teori Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh perusahaan yang bisa mempengaruhi atau tidak bisa mempengaruhi dalam pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan. 48 Selain itu hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini memiliki beberapa kesamaa dengan penelitian-penelitian sebelumnya, akan tetapi ada juga beberapa hal yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Umur perusahaan hasilnya konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2001) dan Cowen et. al, (1977), yang mengatakan bahwa perusahaan yang berukuran besar berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Variabel size konsisten dengan penelitian Subiyantoro (1997), Suripto (1999), Gunawan (2001), Marwata (2000) dan Fitriyani (2000). Variabel leverage hasilnya konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Murtanto dan Elvina (2005), Belkaoui dan Karpik (1989) dan Suripto (1999) yang mengatakan bahwa dengan tingkat leverage yang tinggi akan membuat perusahaan memiliki tanggung jawab yang besar sehingga pihak manajemen akan berusahaa untuk mengurangi pengungkapan tanggung jawab sosialnya. Untuk variabel profitabilitas hasil yang didapat dalam penelitian ini konsisten dengan Kokuba et.al (2001) dalam Sembiring (2003), Devina dan Zulaikha (2004) dan Simanjutak dan Widiastuti (2004). Dan untuk variabel dewan komisaris hasilnya konsisten dengan penelitian Coller dan Gregory (1999), Midiastuty (2003) dan Sunarto (2003) yang mengatakan dengan adanya dewan komisaris akan memudahkan dalam melakukan monitoring sehingga tekanan untuk mengungkapkan CSR semakin besar. 49 5.3 Implikasi Terapan Aspek pengungkapan tanggung jawab sosial seperti ditunjukkan dalam penelitian ini tergantung pada pihak manajemen mengenai manfaat yang dapat diperoleh dari pengungkapan informasi dalam laporan tahunan khususnya mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial. Sebaiknya pihak manajemen memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan dan mengungkapkan informasi pertanggung jawaban sosial perusahaan. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan tanggung jawab sosial perusahaan antara lain mempertahankan dan meningkatkan reputasi perusahaan. 5.4 Keterbatasan 1. Penelitian ini tidak membahas mengenai manfaat yang didapat dari perusahaan apabila menerapkan tanggung jawab sosial. 2. Sampel yang diambil dari laporan tahunan hanya tahun 2007 – 2009 saja. 50