KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam OLEH SITI SUKRILAH NIM: 11111144 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN) SALATIGA 2015 i ii KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam OLEH SITI SUKRILAH NIM: 11111144 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN) SALATIGA 2015 iii KEMENTERIAN AGAMA RI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN(FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 salatiga 50721 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected] Mufiq, S.Ag., M.Phil. DOSEN IAIN SALATIGA Persetujuan Pembimbing Lamp : 4 Eksemplar Hal : Naskah Skripsi Saudari :SITI SUKRILAH Kepada: Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi mahasiswa: Nama : SITI SUKRILAH NIM : 111 11 144 Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) Judul :KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR Dengan ini kami mohon skripsi mahasiswa tersebut di atassupaya segera dimunaqasyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Salatiga, 29 Agustus 2015 Pembimbing Mufiq, S.Ag., M.Phil. NIP. 19690617 199603 iv 1004 KEMENTERIAN AGAMA RI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN(FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 salatiga 50721 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected] SKRIPSI KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR DISUSUN OLEH SITI SUKRILAH NIM 111 11 144 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 22 September 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam. Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dr. Agus Waluyo, M.Ag. Sekretaris Penguji : Mufiq, S.Ag., M.Phil. Penguji I : Imam Mas Arum, M.Pd. Penguji II : Siti Rukhayati, M.Ag. v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda-tangan di bawah ini: Nama : SITI SUKRILAH NIM : 111 11 144 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 29 Agustus 2015 Yang Menyatakan Siti Sukrilah NIM. 111 11 144 vi MOTTO “Sesungguhnya Allah menilai proses, tidak sekedar hasil akhir” vii PERSEMBAHAN Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis persembahkan skripsi ini kepada: 1. Alm. Bapakku dan Ibundaku tercinta, Bapak Moh Daman Huri Alm. dan Ibu Mir‟atun yang telah banyak berkorban tanpa letih dan pamrih demi kesuksesan putrinya.Terimakasih atas cinta, kasih sayang, doa, bimbingan dan nasihat dalam kehidupan ini. Semoga selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan, dan mendapat limpahan kasih sayang Allah Swt dunia akhirat. 2. Kakak-kakakku tersayang, Mba Kholidatun, Mba Istiqlaliyah, Mba Muttaqiyatun, Mba Siti, Mba Sol, Mba Hayati, Mas Muttaqin, Mas Najib, Mas Mujib, Mas Syakir yang telah membantu membiayai sekolah dan kuliahku, yang selalu memberi arahan, motivasi, doa dan sumber inspirasi dalam hidupku. Semoga sehat selalu, diberi keselamatan di dunia dan akhirat kelak, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam kebahagiaan dan lindungan Allah Swt. 3. Bapak/Ibu guru dari RA, MI, MTs., MA, serta Bapak/Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah mengajar dan membimbingku hingga mengetahui berbagai ilmu pengetahuan. Semoga selalu diberi kesehatan, keselamatan serta keberkahan hidup oleh Allah SWT. 4. Sahabatku dari kecil hingga sekarang yang selalu memberikan motivasi dalam hidupku. Semoga amal baiknya selalu diterima oleh Allah SWT. viii KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum Wr. Wb Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Swt. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah Saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam. Skripsi ini adalah “KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 3. Siti Rukhayati M.Ag. , selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). 4. Mufiq, S.Ag., M.Phil., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan ikhlas dan sabar serta pengorbanan waktunya dalam upaya menyelesaikan skripsi ini. ix membimbing penulis untuk 5. Drs. H. Moh. Saerozi, M.Ag., sebagai pembimbing sebelumnya yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya dengan ikhlas dan sabar sertapengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis. 6. Dra. Ulfah Susilowati. M.Si. selaku Dosen pembimbing akademik yang telah membantu peneliti selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga. 7. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. 8. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan. 9. Sahabat-sahabatku Sulastri, Mila, Ani, Ana, Setya, Iis, Ma‟rifah,terima kasih atas dukungan, motivasi serta inspirasinya. 10. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011, khususnya teman-teman PAI kelas D. 11. Semua yang bekerja di Perpustakaan IAIN Salatiga dan Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga atas pelayanannya yang sangat baik. 12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah Swt. Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda amiin. Penulis sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan x memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Aamiin ya robbal „alamiin. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb Salatiga, 29 Agustus 2015 Penulis, Siti Sukrilah xi ABSTRAK Sukrilah, Siti. 2015. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Studi Analisis Qur‟an Surat Al Baqarah Ayat 132-133 Dalam Tafsir Ibnu Katsir.Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Mufiq, S.Ag., M.Phil.. Kata Kunci: Konsep Pendidikan Tauhid, Keluarga Pendidikan tauhiddalam keluarga merupakan dasar terpenting dalam pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Pendidikan tauhid dalam keluarga yang baik diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin baik dan maju sehingga dengan ini akan menimbulkan adanya keteguhan iman umat muslim sepanjang hayat. Pendidikan tauhid dalam keluarga pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini semakin tidak mudah untuk diterapkan pada kenyataannya.Pendidikan tauhid yang pertama kali harus dimulai adalah dari sebuah keluarga. Salah satunya adalah melalui teladan, latihan, dan pembiasaan diriseperti dalam qur‟an surah al Baqarah ayat 132-133 yang terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir. Fokus penelitian yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimana biografi Ibnu Katsir. 2. Bagaimana konsep pendidikan Tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133. 3. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu Katsir. 4. Relevansi konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumetasi (documentation research methode),analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis isi (content analysis). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1. Ibnu Katsir adalah seorang ahli tafsir dan sejarah ternama. Ia juga seorang ahli fiqih dan ahli hadis. Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur Bashri yang masuk wilayah Damaskus dan wafat pada tahun 774 H di Damaskus. Salah satu karya ilmiah Ibnu Katsir yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah kitab Tafsîr al Qurân al „Azîmyang termasyhur dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsirpada Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133. 2. Konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 merupakan proses membimbing manusia untuk tetap teguh kepercayaannya bahwa Allah Maha Esa dan hanya tunduk kepada-Nya sampai akhir hayat. 3. Sedangkan konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu Katsir dalam Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 adalah, upayamembinamanusiadalammenyerahkandirisecaramutlakkepadaAllah SWT sepanjang hayatnya dalam keluarga secara berkesinambungan sampai keturunannya di masa depan kelak meskipun berbeda cara atau metode dalam pelaksanaannya. 4. Adapun relevansi pendidikan tauhid dalam keluarga dimasa sekarang adalah bahwa pendidikan tauhid di masa sekarang ini harus berusaha lebih keras lagi untuk terus memperhatikan dengan membuat metode yang variatif agar anak didik dapat mengikuti dengan nyaman dan tidak terbebani akan aturanaturan yang harus dilaluinya untuk mencapai tujuan dari pendidikan tauhid ini. xii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL ................................................................................................................. i LEMBAR BERLOGO .......................................................................................... ii JUDUL .................................................................................................................. iii PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iv PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... .. vi MOTTO ................................................................................................................ vii PERSEMBAHAN ................................................................................................. viii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix ABSTRAK ............................................................................................................ xi DAFTAR ISI ...................................................................................................... ..xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5 D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 6 E. Metode Penelitian............................................................................. 7 F. Definisi Operasional ......................................................................... 12 G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 15 xiii BAB II BIOGRAFI IBNU KATSIR ............................................................... 16 A. Riwayat Hidup Ibnu Katsir .............................................................. 16 1. Riwayat Keluarga ........................................................................ 16 2. Riwayat Pendidikan ..................................................................... 17 3. Karya-karya Ibnu Katsir .............................................................. 19 4. Riwayat Pengabdian .................................................................... 21 B. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir ......................................................... 22 1. Gambaran Umum Tafsir Ibnu Katsir ........................................... 22 2. Metode Tafsir Ibnu Katsir............................................................ 24 3. Corak Tafsir Ibnu Katsir .............................................................. 24 4. Karakteristik................................................................................. 25 BAB III KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA .......... 28 A. Pengertian ........................................................................................ 28 B. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Al Qur‟an .................................. 32 C. Konsep Menurut Ibnu Katsir ........................................................... 37 BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA ....................................................................................... 46 A. Analisis Qur‟an Surat Al Baqarah Ayat 132-133 ............................ 46 B. Relevansi Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Di kehidupan Sekarang........................................................................................... 51 xiv BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 61 A. Kesimpulan ..................................................................................... 61 B. Saran ............................................................................................... 64 C. Penutup .......................................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN xv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi Lampiran 2 Daftar Nilai SKK Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis Lampiran 5 Lembar Power Point xvi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk secara khusus untuk memudahkan pencapaian yang lebih tinggi. Pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju ke arah cita-cita tertentu, maka yang merupakan masalah pokok bagi pendidikan ialah memilih arah atau tujuan yang ingin dicapai (Hasbullah, 2009: 10). Dengan begitu hal yang paling utama adalah dalam rangka penghambaan diri terhadap Allah SWT dengan waktu yang telah dianugerahkan kepada manusia selama masih hidup. Prof. Dr. Kamal Hasan memberikan penjelasan pendidikan dalam perspektif Islam, adalah suatu proses seumur hidup untuk mempersiapkan seseorang agar dapat mengaktualisasikan peranannya sebagai khalifatullah di muka bumi. Dengan kesiapan tersebut, diharapkan dapat memberikan sumbangan sepenuhnya terhadap rekonstruksi dan pembangunan masyarakat dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (Kurniasih, 2010: 63).Hal itu dimulai dari lingkup yang paling kecil yaitu sebuah keluarga tempat dimana seorang anak tinggal. Orangtua memiliki kewajiban untuk membentuk generasi pengubah peradaban.Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan kreativitas anakanak dengan nilai-nilai spiritualitas.Berdasarkan ajaran Islam, tanggung jawab pendidikan, pembentukan kualitas, dan kepribadian anak merupakan tanggung 1 jawab kedua orang tua (Kurniasih, 2010: 149). Tidak bisa orang tua menyalahkan orang lain jikalau anak sedang terpengaruh oleh budaya luar yang tidak sesuai dengan norma. Pada masa sekarang ini, pengaruh keluarga mulai melemah karena perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi.Keluarga telah kehilangan fungsinya dalam pendidikan.Sebagian tanggung jawab keluarga beralih kepada orang-orang yang menggeluti profesi tertentu, seperti halnya pabrik roti, benang, tekstil dan lain-lain.Pabrik roti, benang, tekstil berperan sebagai sesuatu yang dijadikan tumpuan bagi orang tua dalam memenuhi kebutuhan untuk keluarga sehari-hari.Jika diamati, hal tersebut telah mengambil waktu dan tenaga yang banyak dari setiap harinya sehingga waktu untuk keluarga adalah waktu untuk istirahat.Kalaupun dapat dilakukan untuk keluarga masih kurang maksimal.Di sinilah orang tua seharusnnya sadar bahwa anak-anak sekarang mengalami kerugian yang besar.Karena kurangnya kebersamaan antara anak dengan orang tua, sehingga anak kurang memiliki kedekatan emosional dengan mereka yang menyebabkan anak kurang begitu peka terhadap mereka.Di sini keluarga memiliki peranan yang besar dalam mendidik dan mempengaruhi anak-anak (Zurayk, 1994: 21). Dengan waktu-waktu yang telah dilalui, maka apa saja yang telah dilihat, didengar, dan dirasakan anak merupakan suatu pembelajaran untuknya di masa depan nanti. Banyak sekali orang tua tidak dapat lagi mendampingi serta medidik anaknya karena waktu yang telah tersita oleh pekerjaan mereka untuk memenuhi materi keluarga. Lembaga pendidikan, harus melatih anak didiknya untuk bersikap sopan, 2 mempunyai sikap sosial yang baik, menjadi warga negara yang baik, disiapkan untuk mengambil tempat yang tepat di dunia, untuk bekerja sama dengan orang lain namun memiliki pandangan mandiri, untuk mematuhi aturan pendisiplinan (Kane, 2004: 216). Pendidikan anak tergantung sejauh mana kerja sama antara sekolah dan keluarga, guru dan orang tua (Zurayk, 1994: 23). Tidak hanya dilepas begitu saja setelah diserahkan di dalam sebuah lembaga pendidikan, kemudian dengan mudah mengkambing hitamkan lembaga pendidikan jika anak berbuat sebuah penyelewengan.Akan tetapi tetap ada pantauan dan interaksi yang mendukung untuk perkembangan pendidikan anak hingga kembali berkumpul keluarga. Untuk membentuk anak yang saleh, dibutuhkan pendidikan yang terarah sebagaimana diajarkan Al-Qur‟an.Pendidikan agama, pendidikan budi pekerti dan pendidikan moral perlu ditanamkan sedini mungkin kepada anak sehingga terbentuk karakter anak yang jelas menjadi dambaan orang tua, nusa, bangsa dan agamanya (Marijan, 2012: 18). Gangguan pada pertumbuhan kepribadian seseorang mungkin disebabkan pecahnya kehidupan keluarga batih (keluarga yang terdiri dari: suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang belum menikah) secara fisik maupun mental (Soekanto; 23). Banyak dijumpai terbentuknya keluarga yang kurang persiapan matang sebelumnya, sehingga banyak terjadi masalah-masalah yang tidak bisa di atasi dan menimbulkan meluasnya masalah hingga dampaknya sampai ke masyarakat. Orang tua tidak bisa cuci tangan terhadap moral si anak.Telah menjadi pendapat umum bahwa keteladanan lebih berharga bagi tumbuh dan 3 berkembangnya moral anak daripada seribu nasihat.Keteladanan yang diikuti pembelajaran adalah dua perilaku yang menyatu, membangun bangunan kokoh tak mudah untuk digoyahkan.Kokoh sekali (Marijan, 2012: 40).Berpedoman pada Al Qur‟an mengenai kisah-kisah orang terdahulu yang berpegang teguh pada tali agama Allah layaknya dalam Surat Albaqarah ayat 132-133 terdapat nama-nama seperti Ibrahim, Ismail dan Iskhak, Ya‟qub. Bagi kaum muslimin, Ibrahim adalah manusia teladan dalam hal ketaatan kepada Allah dan keteguhan menegakkan tauhid.Ia digambarkan oleh Alqur‟an sebagai manusia pilihan, kekasih Allah, saleh, siddik, muslim, hanif, dan lain sebagainya. Tidak mengherankan bahwa institusi haji, korban dan khitan, yang dimulai oleh Ibrahim, tetapi dihidupkan oleh Islam (IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 393). Dalam Surat al Baqarah ayat 132-133 terdapat ajaran nilai pendidikan anak yang pastinya memiliki cakupan dengan nilai-nilai pendidikan, penulis tertarik mengetahui konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam ayat tersebut melalui kajian pustaka atas Tafsir Ibnu Katsir.Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul skripsi “KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA (STUDI ANALISIS QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan diatas maka 4 yang menjadi masalah pokok dalam bahasan ini adalah: 1. Bagaimana Biografi Tafsir Ibnu Katsir? 2. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132 dan 133? 3. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir? 4. Bagaimana Relevansi Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang? C.Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menentukan tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana Biografi Tafsir Ibnu Katsir. 2. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132 dan 133. 3. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir. 4. Untuk mengetahui bagaimana Relevansi Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang. D.Kegunaan Penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi: 5 1. Manfaat teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam. b. Dapat menambah khasanah teoritis tentang konsep pendidikan tauhid dalam keluarga. 2. Manfaat praktis a. Bagi Penulis Menambah wawasan penulis mengenai konsep pendidikan tauhid dalam keluarga untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman sebagai seorang pendidik. b. Bagi Lembaga pendidikan Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang ada, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara umum. Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikanyang ada di Indonesia sebagai solusi terhadap permasalahan yang ada. E.Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian 6 Metode penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library reseach) yang difokuskan pada penelusuran dan penelaahan literature serta bahan pustaka lainnya. 2. Sumber Data a. Sumber primer Kitab Tafsir Ibnu Katsir karya Imam Jalil Alkhafidz „Imaduddin Abi Fida‟ Ismail Ibnu Katsir Alqurasyiyyu Addimasyqy. b. Sumber sekunder Sumber data lain yang digunakan penulis dalam penelitian ini berupa buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan penelitian ini, antara lain: TerjemahTafsir Ibnu Katsir, Alqur‟an dan terjemahannya DEPAG, Ulumul Qur‟an, Ensiklopedi Tematis dunia Islam,Studi Ilmu Alqur‟an, Ensiklopedi Islam Indonesia, Solusi Alqur‟an, dan buku-buku lain yang bersangkutan dengan pembahasan skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan suatu langkah penelitian, diperlukan prosedur sistematik, logis dan valid, baik secara langsung (primer) atau tidak langsung (seconder) dan (tersier). Metode ini terkait dengan keperluan analisis dan pelaksanaan pembahasan (process) riset secara benar untuk menemukan kesimpulan, memperoleh jawaban (output) dan sebagai upaya untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi (Ruslan, 2010: 27) 7 Adapun tenik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer dan sekunder yang relevan. Setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan serta sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. 4. Teknik Analisis Data Menurut Miles & Huberman (1992: 16) bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. a. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Dengan “reduksi data” peneliti tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan dalam aneka macam yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan 8 atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas dan sebagainya. Kadang kala dapat juga mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-peringkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana. b. Penyajian Data Menurut Miles & Huberman membatasi suatu “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang penulis yang merupakan juga penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna. c. Menarik Kesimpulan Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulankesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu 9 tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan “kesepakatan intersubjektif” atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji kebenarannya (Huberman, 1992: 16-18). Dalam penarikan kesimpulan penulis juga menggunakan metode antara lain: 1) Pendekatan deduktif Pendekatan deduktif yaitu penulisan kritik dan esai dengan menetapkan ukuran yang benar-benar dipahami dan diyakini secara objektif dan konsisten.Ukuran yang digunakan diantaranya tentang kaidah moral, kaidah sosial, kaidah hukum, atau kaidah ilmiah.Penulis harus netral, tidak boleh mengikuti emosi dan kehendak sendiri.Penilaian harus diberikan secara jujur dan objektif (Haryanta, 2012: 200). Dengan pendekatan deduktif ini penulis menganalisis data yang berupa berbagai interpretasi tafsir Surat Albaqarah ayat 132133 baik dari sumber data primer maupun sekunder untuk kemudian ditemukan kekhususan konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang terkandung di dalam surat Albaqarah ayat 132-133. 2) pendekatan Induktif 10 Pendekatan induktif yaitu penulisan kritik dan esai dimana penulis dapat langsung mengamati karya sastranya dan langsung membuat kesimpulan berdasarkan penilaian dari sudut pandangnya (Haryanta, 2012: 200-201). Berangkat dari analisa konsep khusus pendidikan tauhid dalam keluarga yang terkandung dalam surat Al Baqarah ayat 132-133, kemudian konsep tersebut dapat ditarik kesimpulan yang merupakan esensi dari konsep pendidikan yang terkandung dalam surat Albaqarah ayat 132-133 secara umum. 3) Metode Tahlili Metode tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al Qur‟an dari seluruh aspeknya, dimulai dengan menguraikan arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti ayat secara global, kemudian mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut dilanjutkan dengan membahas asbabun nuzul (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, atau sahabat, atau para tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur pembahasanpembahasan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami nash al Qur‟an tersebut (Al Farmawi, 1996: 12) 11 F. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahfahaman dengan maksud judul yang penulis angkat, maka akan dijelaskan batasan masing-masing istilah dari judul skripsi ini. 1. Konsep Pendidikan Tauhid Konsep pendidikan tauhid terdiri dari tiga kata, yaitu konsep,pendidikan dan tauhid. a. Konsep yang penulis maksud seperti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, “Konsep yaitu: rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Pusat bahasa Depdiknas, 2007: 588). b. Kata pendidikan berasal dari kata didik. Kata didik mendapatkan awalan “me” sehingga menjadi “mendidik” berarti memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya sebuah pengajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Kemudian pengertian pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan (Islamuddin, 2012: 3). c. Kata tauhid berasal dari bahasa Arab tawhîd yang berarti mengesakan. Tauhid adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini dirumuskan dalam kalimat syahadat lâ ilâha illâ Allâh (tidak ada Tuhan selain Allah). Kata 12 tauhid adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja lampau wahhada yang merupakan derivasi dari akar kata wahdah yang berarti keesaan, kesatuan, dan persatuan (Dewan Redaksi Ensiklopedi, 1994: 90). Berdasarkan beberapa istilah di atas, maka konsep pendidikan tauhid yang dimaksud penulis adalah gambaran dari proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang dalam mengetahui, mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Esa. 2. Keluarga Kata keluarga dalam arti sempit didasarkan pada hubungan darah yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang disebut dengan keluarga inti. Sedangkan dalam arti luas, semua fihak yang ada hubungan darah sehingga tampil sebagai clan atau marga yang dalam berbagai budaya setiap orang memiliki nama kecil dan nama keluarga atau marga (Ulfatmi, 2011: 20). Maka, konsep pendidikan tauhid dalam keluarga adalah gambaran mewujudkan suasana belajar untuk mengembangkan segala potensi secara sadar disertai keyakinan bahwa selalu ada Allah yang Maha Esa dalam sebuah kelompok dimana seseorang tinggal untuk bekal manusia dalam menjalani sebuah kehidupan sebagai khalifatullah di bumi. 3. Surat Al Baqarah Surat Al Baqarah adalah surat yang terpanjang dalam al Qur‟an yang turun di Madinah dalam masa tidak kurang dari sembilan tahun. Panjangnya masa tersebut, ditambah dengan keragaman penduduk Madinah, baik suku, agama, 13 maupun kecenderungan, menjadikan surah ini mengandung 286 ayat yang keseluruhannya terdiri dari dua setengah juz dari tiga puluh juz ayat-ayat al Qur‟an. Al Baqarah (seekor sapi) adalah namanya yang paling populer. Ini karena dalam surah ini ada uraian tentang sapi yang diperintahkan Allah SWT kepada Bani Israil (penganut agama Yahudi) untuk menyembelihnya dalam rangka menampik tuduh menuduh antara mereka menyangkut pembunuhan yang tidak dikenal siapa pelakunya. Ia dinamai juga as sinâm yang berarti puncak, karena tiada lagi puncak petunjuk setelah kitab suci ini. Juga az Zahrâ‟, yakni terang benderang, karena kandungan surah ini menerangi jalan dengan benderang menuju kebahagiaan dunia dan akhirat, serta menjadi penyebab bersinar terangnya wajah siapa yang mengikuti petunjuk-petujuknya (Shihab, 2012: 11-12). 4. Tafsir Ibnu Katsir Pada dasarnya, Tafsir Ibnu Katsir merupakan sebuah tafsir yang pengarangnya bertumpu pada penjelasan sekadarnya yang hanya berguna bagi ulama tertentu saja. Kemudian para ulama itu memperdalam topik-topik ayat yang ditafsirkan selaras dengan minat mereka secara terinci dan luas. Penjelasan sekadarnya itu dimaksudkan agar ulama memperdalam pokokpokok ilmu tafsir selaras dengan kompetensi naluri keilmuan dan pemahamannya dalam membahas hal-hal yang kompleks menjadi sederhana dan yang sulit menjadi terurai dan gamblang (Rifa‟i, 1999: dalam Pengantar Cetakan Pertama) 14 G.Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan mengolah hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis dan mudah dipahami. Adapun sistematika akan penulis jelaskan sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan, pada bab ini berisi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, definisi operasional dan sistematika penulisan. BAB II : Berisi Biografi Ibnu Katsir, karya- karya Ibnu Katsir, dan sistematika Tafsir Ibnu Katsir. BAB III : Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang berisi pengertian, konsep dalam Alqur‟an, dan konsep menurut Ibnu Katsir. BAB IV : Relevansi konsep pendidikan tauhid dalam keluarga berisi analisis atas Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132-133, dan Relevansi di kehidupan sekarang. BAB V : Penutup menguraikan tentang kesimpulan dan saran. BAB II BIOGRAFI IBNU KATSIR A. Riwayat Hidup Ibnu Katsir 15 1. Riwayat Keluarga Ibnu Katsir adalah seorang ahli tafsir dan sejarah ternama. Nama lengkapnya ialah Abu al-Fida, Imaduddin Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir al-Quraisyi alBasrawi ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan Ibnu Katsir(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 365). Ibnu Katsir merupakan seorang ahli fiqih, ahli hadis, ahli sejarah, dan ahli tafsir. Hafiz Ibnu Hajar berkata ”Ia adalah seorang ahli hadis dan fuqaha. Karangan-karangan Ibnu Katsir itu memenuhi negeri selagi ia masih hidup dan dimanfaatkan setelah ia meninggal” (Quthan, 1995: 228). Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur Bashri yang masuk wilayah Damaskus. Pada usia 3 tahun, kira-kira tahun 703 H, ayahnya wafat. Sejak saat itu, Ibnu Katsir diasuh oleh kakaknya di Damaskus. Di kota inilah ia pertama kali mengenyam pendidikan,(Ghofur, 2008: 105-106)yaitu pada masa Dinasti Mamluk, dan yang berkuasa pada saat itu adalah Sultan an-Nashir Ibnu Qalawun yang kemudian turun tahta pada tahun 1308 M, dan digantikan oleh alMalik al-Muzhaffar Baybars al-Jazhangir yang berpusat di Kairo (Jindan, 1999: 26). Ibnu Katsir meninggal dunia tak lama setelah menulis kitab al-Ijtihâd fî Talab al-Jihâd(Ghofur, 2008: 109).Ia wafat di Damaskus pada tahun 774 H(Thanthawi, 2013: 143). Ia dikebumikan di pemakaman sufi, tepat di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah(Ghofur, 2008: 109). 2. Riwayat Pendidikan 16 Guru pertama yang membimbing Ibnu Katsir ialah Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi‟i(Ghofur, 2008: 106). Pada saat itu, Imam Syafi‟i dikenal sebagai salah seorang ahli teori dan sintesis hukum terbesar dalam sejarah intelektual Islamsetelah wafatnya, karena Imam Syafi‟i diberkati memori yang luar biasa dan intelektual yang tajam. Imam Syafi‟i mampu menyelaraskan metodologi hukum Abu Hanifah dan Malik dan menciptakan sebuah sintesis hukum baru yang komprehensif dan original(Mojlum Khan, 2012: 141). Selama bertahun-tahun Ibnu Katsir tinggal di Damaskus. Bersama kakaknya, ia hidup sangat sederhana. Meski demikian, tekadnya untuk menuntut ilmu sangat besar. Kecerdasan dan daya hafal yang kuat menjadi modal utama baginya untuk mengkaji, memahami, dan menelaah berbagai disiplin ilmu. Misalnya, tafsir, tarikh, hadis, fiqih, dan sejarah. Walaupun dalam hukum fikih ia menyatakan diri sebagai pengikut aliran Syafi‟i, namun hal itu tidak menghalanginya untuk belajar dan mendalami ilmuilmu keislaman dari tokoh Ibnu Taimiyah (661-738 H) walaupun sedikit ia terpengaruh oleh jalan pemikiran tokoh tersebut. Oleh karena ia sangat dekat dengan Ibnu Taimiyah dan menyayanginya. Ia pernah difitnah karena dekatnya dengan gurunya tersebut(Ghofur, 2008: 106).Ibnu Taimiyah terjerat fitnah yang menuduhnya sebagai ahli bid‟ah dan dituduh mengajarkan kepada masyarakat bahwa “Allah berada di atas singgasanaNya” itu dapat diterjemahkan dengan Allah turun dari singgasana sebagaimana manusia turun dari tempat duduknya; artinya Allah berada dalam, atau dibatasi dengan ruangan. Kendati berusaha untuk 17 membela diri, namun para sufi terus mendiskreditkan dirinya dipimpin sufi yang sangat berpengaruh pada kala itu, Syeikh Nashr al-Manjibi (Jindan,1999: 43). Nama Ibnu Katsir mulai diperhitungkan di jagat intelektual Damaskus, Suriyah, ketika terlibat dalam sebuah penelitian untuk menetapkan hukuman terhadap seorang zindik yang didakwa menganut paham hulûl, yakni suatu paham yang berkeyakinan bahwa Allah bersemayam dalam diri hamba. Penelitian itu diprakarsai Gubernur Suriah, yakni Altunbuga an-Nasiri. Walau reputasi akan sikap pribadi dan kecerdasan Ibnu Katsir mulai meroket, namun ia tak cepat puas. Ia bermaksud mendalami ilmu hadis kepada Jamaluddin al-Mizzi (Ghofur, 2008: 106) (654-742 H) seorang tokoh hadis terkenal di Syam/Syiria (yang sekarang di kenal dengan Suriyah) ibu kotanya di Damaskus yaitu pada zaman sebelum Islam adalah ibu kota Kerajaan Romawi Timur. Damaskus merupakan kota lama yang dibangun kembali dalam zaman Daulah Bani Umayyah dan dijadikan ibu kota negara sejak pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, khalifah pertama Bani Umayyah (Amin, 2010: 288). Buku-buku karya tokoh tersebut, sempat dibaca dan dipelajari Ibnu Katsir langsung dari pengarangnya tersebut. Begitu tertarik Syeh al-Hafiz al-Mizzy dengan sikap pribadi dan kecerdasan muridnya itu, sehingga pada akhirnya Ibnu Katsir diambilnya menjadi menantu(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 365-366). Di usia yang relatif muda, ia sanggup menghafal banyak matan, mengenali sanad, memeriksa kualitas perawi, biografi tokoh, dan sejarah. Tak tanggung-tanggung ia juga sempat mendengar hadis langsung dari ulama Hijaz serta memperoleh ijazah dari al Wani. Karena keahlian itulah, kelak ia dipercaya menduduki jabatan yang 18 sesuai dengan ilmunya. Ia juga berguru kepada Kamaluddin bin Qadi Syuhbah dan Ibnu Taimiyah(Ghofur, 2008: 106). Al-Badr al-Aini mengatakan bahwa Ibnu Katsir menjadi panutan ulama pada masanya. Ia terkenal sebagai seorang yang amat tekun mendengarkan kajiankajian agama, kendatipun bukan dari ulama yang sealiran dengannya. Ia tekun mengumpulkan hasil-hasil kajian, dan rajin mengajarkan dan merawikan hadis yang didengarnya. Dalam sejarah tercatat, bahwa ia termasuk orang yang paling banyak mengetahui hadis Rasulullah, fatwa sahabat dan ulama tabiin, disamping pengetahuannya yang amat terinci dalam bidang sejarah. Kitab Tafsir dan Tarikh yang terkenal itu adalah sebagai bukti dari pernyataan tersebut. Dengan demikian, ia terkenal sebagai seorang yang berpandangan luas dalam bidang tafsir dan sejarah. Ketelitiannya dalam ilmu pengetahuan tersebut membuat ia amat populer di kalangan ulama. Dalam bidang hadis, seperti dikatakan oleh seorang muridnya ahli sejarah Syihabuddin Ibnu Hijji, Ibnu Katsir disamping banyak hafal teks-teks hadis, juga tahu membedakan hadis yang punya cacat dan hadis yang sahih. Keahliannya itu dikenal di kalangan para gurunya. 3. Karya-karya Ibnu Katsir Banyak karya-karya ilmiah yang diwariskan oleh Ibnu Katsir diantaranya ialah Tafsîr al Qurân al „Azîm sebanyak sepuluh juz. Haji Khalifah dalam kitabnya Kasyf az Zunûn berkomentar bahwa bobot kitab tafsir tersebut terletak pada penafsirannya yang didasarkan atas hadis Rasulullah dan al atsar (fatwa sahabat dan tabiin). Dan di sana-sini dilakukan kritik hadis. 19 Kitab-kitab lain karya ilmiahnya ialah kitab al Kâmil fî Ma‟rifat as Siqât wa ad Du‟afâ‟ wa al Majâhil sebanyak lima juz dalam bidang penilaian terhadap perawi hadis, kitab Syarh Sahîh al Bukhâri, tapi sayang kitab ini tidak sempat diselesaikannya. Kemudian kitab al Ijtihâd fî Talb al Jihâd, kitab Manâqib al Imâm asy Syâfi‟i(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366).Selain itu, ia juga menulis Fadâ‟il Al-Qurân yang berisi ringkasan sejarah Al-Qur‟an(Ghofur, 2008: 107). Sebagai ulama Hadis, selain Ibnu Katsir mengajarkan hadis, ia juga menghasilkan beberapa kitab ilmu hadis diantaranya Jâmi‟ al-Masânîd wa asSunan (sejumlah delapan jilid yang berisi nama-nama sahabat periwayat hadis), al-Kutub as-Sittah, al Muhtasar (ringkasan Muqaddimah Ibnu Salâh) dan Adillah at-Tanbîh lî „Ulûm al-Hadîs (lebih dikenal dengan nama al-Bâ‟is al-Hadîs). Bidang ilmu sejarah juga dikuasai Ibnu Katsir.Ia menulis beberapa kitab sejarah, antara lain, al-Bidâyah wa an-Nihâyah (sebanyak 14 jilid), al-Fusûl fî Sîrah ar-Rasûl, dan Tabaqât asy-Syâfiiyyah. Dari jajaran kitab sejarah, al-Bidâyah wa an-Nihâyah dianggap paling penting. Bahkan, kitab ini merupakan sumber primer untuk menguak sejarah Dinasti Mamluk di Mesir.Ada dua penggalan sejarah yang tertuang dalam buku tersebut, Pertama, sejarah kuno yang mencakup sejarah penciptaan alam sehingga masa kenabian Rasulullah SAW.Kedua, sejarah Islam mulai periode dakwah Nabi di Mekah hingga pertengahan abad ke-8 H. Peristiwa penting yang berangsung setelah hijrah disusun berdasarkan tahun kejadian tersebut(Ghofur, 2008: 109). Pengarang kitab Kasyf az Zunûn berkomentar bahwa buku al Bidâyat wa an Nihâyat adalah kitab yang amat luas dalam bidang sejarah, bobot kitab-kitabnya 20 terletak pada penyajian yang banyak didasarkan atas dalil-dalil al Qur‟an dan hadis, terutama dalam mengungkapkan kejadian alam, termasuk kejadian umat manusia(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366). Di bidang fikih, kepakaran Ibnu Katsir juga tak diragukan. Bahkan oleh penguasa tempo itu, ia kerap dimintai pendapat menyangkut pelbagai persoalan kenegaraan dan kemasyarakatan. Umpamanya, dalam kasus pengesahan keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 M, upaya rekonsiliasi pascaperang saudara, peristiwa Pemberontakan Baydamur (1361 M), dan seruan Jihad (1368 M – 1369 M)(Ghofur, 2008: 109). 4. Riwayat Pengabdian Tahun 1348 H, Ibnu Katsir menggantikan gurunya, Adz-Dzahabi, di Turba Umm Salih (Lembaga Pendidikan). Selanjutnya ia diangkat menjadi kepala Dar al-Hadis al-Asyrafiyah (Lembaga Pendidikan Hadis) setelah wafatnya Hakim Taqiyyudin as-Subki tahun 1355 H(Ghofur, 2008: 106). Tafsîr Ibnu Kasîr penulisannya dimulai setelah ia diangkat menjadi guru besar oleh Gubernur Mankali Bugha di Masjid Umayyah, Damaskus, pada tahun 1366 M. Hingga saat ini Tafsîr Ibnu Kasîr masih menjadi bahan rujukan, karena pengaruhnya begitu besar dalam bidang keagamaan(Ghofur, 2008: 107). B. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir 1. Gambaran Umum Tafsir Ibnu Katsir Tafsîr Al-Qur‟ân al-Karîm, terdiri dari 10 jilid. Kitab ini termasyhur dengan sebutan Tafsîr Ibnu Kasîr. Berbagai cetakan dan penerbitan lainnya 21 pada umumnya formatnya hampir sama, hanya saja dengan semakin majunya teknologi naskah cetakan tafsir ini dicetak dengan semakin bagus. Bahkan sekarang kitab ini telah banyak beredar dalam bentuk CD dan e-book (elektronic book) dalam bentuk file dan umumnya berakhiran .pdf yang dapat didownload atau dikirim langsung kedalam email (electronic mail) sehingga dengan memanfaatkan teknologi komputer dan menggunakan jaringan internet pengkajian dapat dilakukan secara relatif cepat dan akurat. Seperti bisa dilihat di www.mukomukoshare.com/2015/01/tafsir-ibnu-katsir-30-juz-bahasaArab. html. Karya yang terkenal dengan Tafsîr Ibnu Katsîr ini telah diringkas oleh seorang ahli tafsir Muhammad Ali as Sabuni berkebangsaan Siria, guru besar pada Universitas Umm al Qura di Mekah. Ringkasan tersebut terdiri dari tiga juz, dicetak atas biaya seorang miliuner di Saudi Arabia, untuk diwakafkan kepada umat Islam, tanpa diperjual belikan(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366). Ibnu Katsir menafsirkan firman Allah itu dengan hadis-hadis yang sanad-sanadnya itu sampai kepada Rasulullah SAW. Kata-kata tentang apa yang diperlukan itu mudah dipahami dan sederhana dan sebagian kata-kata itu menguatkan yang sebagian lagi. Dia menilai riwayat-riwayat itu, katanya ada sebahagian yang dhaif dan ada pula yang sah(Quthan, 1995: 207). Seperti contoh tentang riwayat yang dhoif: Tentang israiliyat, Ibnu Katsir membolehkan mencantumkannya dalam tafsir dengan syarat israiliyat yang digunakan memilih sanad yang shahih, 22 tidak bertentangan dengan syariat dan ini digunakan hanya untuk istidlal atau bukti penafsiran pada surah al Baqarah ayat 67. Dalam penafsiran dari ayat ini, dapat ditemukan satu cerita aneh dan panjang yang menceritakan tentang lakilaki dari Bani Israil (Anonim. 31 Desember2012. Telaah Tafsir Alqur‟an al Adzim Karya Ibnu Katsir. http://hijausegarsaja.blogspot.com/2012/12/telaahtafsir-al-quran-al-adzim-karya.html. Diakses pada tanggal 23 Juni 2015). Sedangkan riwayat yang sah seperti halnya dalam surat al Baqarah ayat 133 yaitu: ).ث ِد َْىُىَا َوا ِح ٌد ٍ َّ(وَحْ ُه َم ْع َش ُر ْاألَ ْوبَُِا ِء أَوْ الَ ُد َعال “Kami para nabi adalah anak-anak yang berlainan ibu, sedang agama kami adalah satu” (Bukhari, Muslim dan abu Dawud) (Ghoffar, 2004: 279). Tafsir ini disusun oleh Ibnu Katsir berdasarkan sistematika tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf al-Quran yang lazim disebut sebagai sistematika tertib mushafi. Secara rinci kandungan dan urutan tafsir yang terdiri dari empat jilid ini ialah jilid 1 berisi tafsir surah al-Fatihah (1) s/d an-Nisa (4), jilid II berisi tafsir surah al-Maidah (5) s/d an-Nahl (16), jilid III berisi tafsir surah al-Isra‟ (17) s/d Yasin (36), dan jilid IV berisi surah asSaffat (37) s/d an-Nas (114)(Anonim. 17 April 2012. Metode Tafsir Ibnu Katsir dalam Tafsirnya. http://helfinarayya.blogspot.com/2012/04/metode- ibnu-katsir-dalam -tafsirnya.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015). 2. Metode Tafsir Ibnu Katsir Ibnu Kasir dalam menafsirkan al-Qur‟an dapat dikategorikan sebagai manhaj tahlili (metode analitis). Metode tahlily ialah pendekatan yang dipakai 23 mufassir dalam membahas al-Qur‟an ayat demi ayat sesuai dengan rangkaiannya yang tersusun di dalam al Qur‟an (Kuswaya, 2009: 54). Dalam menulis tafsir, Ibnu Katsir merumuskan metode sendiri. Ia menafsirkan [ayat] Al-Qur‟an [yang lain]. Bila tidak didapatkan, maka mengacu kepada hadis. Jika tidak ada, maka merujuk pendapat para sahabat. Apabila langkah ketiga juga menemui sandungan, pendapat tabiin merupakan pijakan (Ghofur, 2008: 107). Di sana-sini secara kritis dibedakan antara berita yang benar dan berita yang dinilai tidak benar. Dalam sejarah periode sesudah hijrah Rasulullah ke Madinah disusun berdasarkan urutan tahun, sampai ke akhir masa hidup pengarangnya (IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366). 3. Corak Tafsir Ibnu Katsir Tafsir Ibnu Katsir yaitu tafsir yang terkenal dengan tulisan ma‟tsur/tafsir bi al-riwayah. Karena pengarang selalu memperhatikan riwayat dari ahli-ahli tafsir salaf. Ia meriwayatkan hadis dan atsar dengan disandarkan kepada yang mengatakan, namun ia membicarakan pula tentang kerajihan hadis dan atsar itu serta menolak hadis yang munkar atau yang tidak shahih. Itulah sebabnya tafsir ini tergolong tafsir ma‟tsur yang baik. Adapun cara Ibnu Katsir dalam menafsirkan al Qur‟an; pertama-tama dengan menyebutkan satu ayat kemudian menafsirkannya dengan redaksi yang mudah serta ringan dan menyertainya dengan dalil-dalil dari ayat yang lain, lalu membandingkan ayat-ayat tersebut sehingga arti dan maksudnya menjadi jelas. Satu arti yang dalam satu tempat dianggap global, maka pada tempat lain, 24 bisa diperincikan. Apabila menemui kesulitan dalam melakukan hal itu maka menafsirkan dengan sunah (Ash-Shabuuniy, 1991: 314-315) atau hadis-hadis marfu‟ yang bersangkut dengan ayat dan menerangkan apa-apa yang diperlukan. Keduanya itu diberikutkan kepada atsar sahabat dan perkataan Tabi‟in. Sudah itu kepada Ulama Salaf(Quthan, 1995: 228). 4. Karakteristik Para ulama tafsir yang menafsirkan Al Qur‟an menurut tarikat kebanyakan Salaf, yang datang sesudah terkumpul riwayat dan menerima kekayaan riwayat yang ditinggalkan sahabat dan tabi‟in terbagi menjadi dua: yang dipelopori oleh Ibnu Jarir At Thabary dan oleh Ibnu Katsir. Ibnu Katsir termasuk golongan yang bersungguh-sungguh memperhatikan riwayat dan mempelajari sanad-sanadnya. Ibnu Katsir lebih teliti dalam memperhatikan sanad.Karenanya, beliau menolak segala riwayat-riwayat Ibnu Jarir mengenai kisah Zaid dan Zainab.Sedangkan Ibnu Jarir At Thabary termasuk golongan yang memilih Atsar dari himpunan-himpunan itu, mana yang dipandang lebih munasabah bagi al-Qur‟an dan mana yang lebih dekat kepada lughah dan mana yang sesuai dengan yang Ma‟tsur dari Nabi dan mudah diketahui dari agama.Golongan ini tiada terlalu memperhatikan nilai matan.Dalam pada itu dapat juga riwayat-riwayat itu dimasuki oleh Israiliyat dan hadis maudlu‟ (Ash-Shiddieqy, 1980: 242-243). Keistimewaan Ibnu Katsir di dalam tafsirnya itu seringkali dia menerangkan dengan hadis ma‟tsur kemungkaran-kemungkaran Israilliyat.Juga 25 dia menyebutkan kata-kata Ulama dalam hukum-hukum yang berkenaan dengan fikhi.Dan mendiskusikan mazhab-mazhab mereka dan kadang-kadang menunjukkannya (Quthan, 1995: 207). Disamping itu, ada beberapa hal yang menyebabkan kelemahan dari Tafsir bi al-Ma‟tsûr tersebut, yaitu: a) Banyaknya riwayat yang disiapkan musuh Islam, seperti orang zindik, baik dari Yahudi maupun Nasrani. b) Bercampur baurnya riwayat yang shahih, juga banyaknya perkataan yang di bangsakan kepada sahabat dan tabi‟in tanpa seleksi, sehingga tercampurlah yang hak dan yang batil. c) Adanya riwayat-riwayat israiliyat yang mengandung dongeng dan hal itu tidak dapat dibenarkan (Al Munawar, 2003: 79). Kata Israiliyat adalah bentuk jamak dari kata israiliyah.Menurut para peneliti, israiliyyah berarti sebuah cerita atau peristiwa yang dinukil dari sumber israiliy.Israiliy adalah segala yang berkaitan dengan Israil dan Israil itu sendiri adalah julukan bagi Nabi Ya‟qub as.Yang dimaksud dengan Bani Israil adalah kaum Yahudi anak keturunan Ya‟qub dengan demikian, lafal israiliyat digunakan untuk menunjukkan cerita-cerita dan dongeng-dongeng yang dinukil dan diambil dari sumber-sumber Yahudi. Kata Israiliyat, secara berangsur menemukan arti yang lebih luas lagi, yang dalam istilah para mufasir juga digunakan untuk menunjukkan setiap hikayat dan cerita fiktif yang disadur dari sumber-sumber agama Yahudi dan Nasrani atau setiap sumber terdahulu. Bahkan sebagian ulama memberikan makna cakupan yang lebih luas lagi 26 sehingga kata israiliyat digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang tidak berdasar dari musuh-musuh Islam, baik Yahudi maupun yang lain, yang tersusup dalam sumber-sumber hadis dan tafsir (kaum muslim). Dengan demikian, penggunaan kata israiliyat untuk hal-hal yang memiliki warna Yahudi, merupakan penggunaan secara mayoritas (taghlib) karena memang kebanyakan dari hal-hal yang batil dan bersifat khurafat yang tersebar di tengah masyarakat (Islam) dengan sebutan israiliyat, berasal dari sumbersumber Yahudi, sementara kaum Yahudi sesuai dengan penegasan al Qur‟an adalah orang-orang yang paling memusuhi mukminin (Ma‟arif, 2012: 131). Seperti hadis: ِّ َولَ ُد الجىَّتاِلًَ َس ْب َع ِت أ ْبىَا ٍء َ السوَاالَََ ْد ُخ ُل “Anak zina tidak masuk ke surga hingga tujuh turunan” Hadis tersebut menyalahi firman: از َرةٌ ِو ْز َرأُ ْخري ِ َوالَت َِسر َُو “Dan tiada seseorang yang bersalah memikul kesalahan orang lain” (QS. Al An‟am: 164) (Ash-Shiddieqy, 1980: 242). 27 BAB III KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA A. Pengertian Menurut Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan yang dimaksud dengan konsep yaitu gambaran mental dari objek, proses atau segala sesuatu yang berada di luar bahasa dan yang digunakan akal budi untuk memahami sesuatu (Haryanta, 2012: 135). Sedangkan pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Jadi, banyak hal ketika membicarakan pendidikan. Aspek-aspek yang biasanya paling dipertimbangkan antara lain: penyadaran, pecerahan, pemberdayaan, dan perubahan perilaku (Soyomukti, 2010: 27). Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya pendidikan menurut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan: bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, 28 kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Suwarno, 2006: 21-22). Kata tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Suatu kepercayaan yang menegaskan bahwa hanya Tuhanlah yang menciptakan, memberi hukumhukum, mengatur dan mendidik alam semesta ini (Tauhid Rububiyah). Sebagai konsekuwensinya, maka hanya Tuhan itulah yang satu-satunya yang wajib disembah, dimohon petunjuk dan pertolongannya, serta yang harus ditakuti (Tauhid Uluhiyah). Bahwa Tuhan itu Zat yang luhur dari segala-galanya, Hakim Yang Maha Tinggi, Yang tiada terbatas, Yang Kekal, Yang tiada berubah-ubah. Yang tiada kesamaannya sedikit pun di alam ini, sumber segala kebaikan dan kebenaran, Yang Maha Adil dan Suci. Tuhan itu bernama Allah SWT (Subhanahu Wa Ta‟ala= Maha Suci Dia dan Maha Tinggi). Lawan tauhid adalah syirik, yaitu mempersekutukan Tuhan. Suatu kepercayaan tentangadanya lagi Tuhan selain Allah SWT (Razak, 1996: 39). Untuk sekarang ini banyak teknologi canggih dan uang yang dijadikan sebagai sesuatu yang serba guna dan sebagai sesuatu yang tiada batas dalam melakukan sesuatu, sehingga disadari atau tidak telah mengalihkan perhatian dan waktunya dalam mengingat serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tauhid dapat membebaskan manusia dari seribu satu macam belenggubelenggu kejahatan duniawi. Tauhid membebaskan manusia dari penjajahan, perbudakan dan penghambaan, baik oleh sesama manusia, 29 maupun oleh hawa nafsu dan harta benda. Karena tauhid, manusia hanya akan menghambakan diri kepada Allah semata (Razak, 1996: 43). Adapun kata keluarga memiliki beberapa pengertian di antaranya yaitu: 1. Sekelompok orang yang berketurunan dari nenek moyang yang sama (Komaruddin, 1987: 98). 2. kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan. Kelompok tersebut terbagi atas: a. keluarga nuklir (Orang-orang yang termasuk keluarga ialah ibu, bapak dan anak-anaknya) b. keluarga luas (mencakup semua orang yang berketurunan daripada kakek nenek yang sama, termasuk keturunan masingmasing istri dan suami) c. keluarga prokreasi (keluarga dimana individu itu merupakan orang tua) d. keluarga orientasi (keluarga dimana individu itu merupakan salah keturunan. Dalam arti kata kiasan, istilah keluarga juga digunakan untuk segolongan orang yang hidup bersama dan ada ikatanikatan jiwa bersama; atau segolongan orang yang hidup dalam suatu rumah besar/ rumah keluarga) e. keluarga batin/ nuclear family (kelompok kekerabatan terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum memisahkan diri sebagai keluarga batin tersendiri) 30 f. keluarga luas/ extended family (kelompok kekerabatan yang terdiri dari tiga anak empat keluarga batin yang terikat oleh hubungan orang tua anak atau saudara-saudara kandung dan oleh satu tempat tinggal bersama yang besar) (Saddily, 1973: 645646). Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh baik pula. Jika tidak, maka akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Pertumbuhan iman terhadap anak dimulai dari sejak awal pembentukan keluarga, karena itu hanya dari calon ayah dan ibu yang saleh akan tumbuh jiwa keberagamaan anak. Perkembangan akidah, kecerdasan, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan kemasyarakatan anak, berjalan serentak dan seimbang. Kebiasaan penerapan nilai-nilai agama dalam keluarga akan berpengaruh dalam pembentukan pribadi anak (Ulfatmi, 2011: 121). Sejalan dengan hal itu, maka sebagai wadah dimana pendidikan dilaksanakan, rumah tangga atau keluarga – meminjam pemetaan yang dirumuskan WHO - berfungsi dalam tiga hal penting: 1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki. 2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa. 31 3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya (Ulfatmi, 2011: 27). Orang tua merupakan figur sentral bagi terlaksananya proses pendidikan. Mereka adalah pengelola sistem terkecil dari masyarakat itu.Oleh karena itu secara operasional pendidikan anak yang berlangsung dalam keluarga, masyarakat dan sekolah merupakan tanggung jawab utama orang tua, tidak bisa dilepaskan begitu saja kepada guru di sekolah.Dibebankannya pendidikan di pundak orang tua oleh karena – pada umumnya – mereka dibekali naluri membina dan mendidik anak karena itu pendidikan dari orang tua sering disebut pendidikan alami atau pendidikan kodrat.Kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang mencintai anaknya.Ini merupakan sifat manusia yang dibawa sejak lahir.Manusia diciptakan mempunyai sifat mencintai anaknya (Ulfatmi, 2011: 61). B. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Islam Menurut Surat Al Baqarah Islam menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia yang harus ditempuh bahkan merupakan sebuah kewajiban. Orang pertama yang bertanggug jawab terhadap keluarga adalah orang tua (ayah dan ibu). Dari kedua orang inilah pendidikan harus dimulai. Keberhasilan tingkat paling awal ini akan membawa kepada keberhasilan pendidikan keluarga dan masyarakat. 32 Fungsi yang paling penting dalam kehidupan keluarga adalah fungsi pendidikannya. Artinya, keluarga merupakan lembaga pendidikan yang apabila berfungsi dengan baik akan mewarnai fungsi-fungsi lainnya dalam kehidupan keluarga. Dan dalam prakteknya, hampir dalam setiap fungsi keluarga selalu ada muatan pendidikannya. Contoh, dalam fungsi ekonomi misalnya, selalu ada norma-norma ekonomi yang harus diajarkan kepada anak, bagaimana agar anak bersikap hidup hemat, bagaimana agar ia rajin menabung, dan seterusnya. Yang menjadi penekanan dalam al-Baqarah ayat 132-133 adalah pendidikan mengesakan Allah. Atau sering disebut dengan tauhid. Dari dasar ayat inilah kemudian lahir konsep ilmu yang kewajiban mencarinya bersifat „ainy dan kifayah. Yakni agama dan umum, yang sebenarnya merupakan satu kesatuan dimana keduanya bersumber dari Allah SWT (Gojali, 2004: 164-165). Allah berfirman: ِ ِ صى ِِبآإِب ر ِاى َِّّين فَالَ ََتُوتُ َّن إِال َّ َِوب يَاب ْ َِن إِ َّن اهلل َ يم بَنيو َويَ ْع ُق َ اصطََفى لَ ُك ُم الد ُ َ ْ َ َّ َوَو َوأَنتُم ُّم ْسلِ ُمو َن Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya‟kub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”(DEPAG, 1993: 34). Pada Q.S al-Baqarah ayat 132 di atas ada kata al-dîn dan muslimûn. Kata al-dîn terdiri huruf dâl, yâ‟, dan nûn berarti sejenis 33 ketundukan dan kerendahan hati, sehingga kata tersebut dapat berarti taat dan tunduk. Kata al-dîn jika dihubungkan dengan al-islâm berarti beribadah kepada Tuhan, atau taat dan tunduk kepada syariat-Nya. Kata dâna – yadînu – daynan berarti meminjam atau hutang. Kata al-dîn diartikan dengan agama dan daynan berarti meminjam atau berhutang, kesemuanya menggambarkan hubungan dua belah pihak. Pihak pertama mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding pihak kedua. Tuhan yang menurunkan agama dengan manusia yang menaati ajaran agama menunjukkan bahwa Tuhan, sebagai pihak pertama, lebih tinggi dari manusia, sebagai pihak yang kedua. Pengertian Islam dalam kata al-muslimûn menurut al Marâghî adalah agama islam, sebagaimana penjelasannya, Allah memilih Ibrahim karena seruannya terhadap ajaran Islam setelah melihat tanda-tanda yang menunjukkan keesaan Allah. Memang banyak agama yang dikenal oleh manusia, tetapi yang ini, yakni intinya adalah penyerahan diri secara mutlak kepada Allah, dan amal salehnya serta tidak syirik/ mempersekutukan Allah (Budihardjo, 2009: 163-164). Menurut Al Qur‟an, Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau Kristen, melainkan seorang yang hanif dan muslim. Perkataan hanif menunjukkan kepada yang murni, suci, dan benar dengan titik inti pandangan Ketuhanan Yang Maha Esa atau tauhid, sedangkan perkataan muslim menunjukkan kepada pengertian sikap tunduk (dîn) dan pasrah total hanya kepada kemurnian, kesucian, dan kebenaran, yang di atas 34 segalanya ialah tunduk dan pasrah total kepada Tuhan Yang Maha Esa (islâm). Kedua pengertian itu merupakan hakikat kemanusiaan yang paling asasi dan abadi (perennial), sebagai lanjutan atau konsekuensi adanya perjanjian primordial antara manusia dan Tuhan untuk menghamba kepada-Nya dan berbuat kebaikan yang akan menghantarkan kepada Penciptanya itu(Taufik Abdullah, 2002: 185). Allah berfirman: ت إِ ْذ قَ َال لِبَنِ ِيو َما تَ ْعبُ ُدو َن ِمن بَ ْع ِدي قَالُوا َ أَُْم كنتُ ْم ُش َه َدآءَ إِ ْذ َح َ وب الْ َم ْو َ ضَر يَ ْع ُق ِ ِ ِ ك إِب ر ِاى ِ ِ َ َنَ ْعب ُد إِ ََل َ يل َوإِ ْس َح ُاق إِالَىاً َواح ًدا َوََْن ُن لَو ُ َ َ ْ َ ك َوإلَوَ ءَابَآئ َ يم َوإ ْْسَاع ُم ْسلِ ُمو َن Adakah kamu hadir ketika Ya‟qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku”. Mereka menjawab. “Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyang-mu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya”(DEPAG, 1993: 34). Sedangkan pada ungkapan ( إلها واحداyaitu Ilah Yang Maha Esa) dalam Q.S al-Baqarah ayat 133, berbicara tentang tauhid (keesaan Allah). Pengertian Esa adalah merupakan pusat bagi seluruh sifat-sifat Allah yang wajib dimiliki-Nya. Esa berarti Esa zat-Nya, Esa perbuatan-Nya, Esa kemauan-Nya, Esa Kekuasaan-Nya dan sifat-sifatNya yang lain. Jadi, tak satupun yang menyamaiNya. Dia adalah al-Kholiq selainNya adalah makhluk. 35 Perkataan Esa tidak sama (artinya) dengan perkataan satu. Satu itu merupakan (kata) bilangan atau angka. Sedangkan angka itu fungsinya bisa dipecah, bisa di jumlah, dan dikalikan maupun dibagi. Jadi, satu itu bisa dibagi atau dipecah menjadi setengah, sepertiga, seperempat, enam, dan seterusnya. Tetapi, Esa tidak seperti satu yang bisa ditambah, dikurangi, dikalikan, dan dibagi, sehingga mengakibatkan macam-macam bagian dan jenis maupun sifat. Karena itu (arti) kata Esa, sekaligus menolak kepercayaan, faham, pengertian dan pendapat tentang adanya kekuatan selain Allah. Juga, Allah itu sangat tidak bisa dikata terdiri dari beberapa oknum; dua oknum, tiga oknum dan oknum seterusnya. Tidak juga bisa dikatakan Tuhan pertama, tuhan kedua dan seterusnya. Atau Tuhan Muda, setengah tua dan Tuhan tua. Begitu juga tidakada Tuhan anak,Tuhan bapak, dan kemudian butuh Tuhan ibu dan Tuhan nenek dan seterusnya. Hal itu amat mustahil (Falih dan Yusuf, 1973: 19). Surat al Baqarah berisi wasiat berpegang teguh pada agama Islam dan mengesakan Allah SWT mengingatkan kepada setiap orang tua (terutama bapak) akan kewajibannya memberikan pendidikan tauhid kepada anaknya. Seperti nasehat Ibrahim dan Ya‟qub kepada anaknya yaitu adanya larangan untuk meninggalkan agama Islam sampai akhir hayat nanti dan selalu taat dan tunduk atas apa yang difirmankan oleh Allah SWT. “Janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”, 36 hal ini merupakan isyarat bahwa nasehat harus bersifat menyeluruh pada setiap aspek keislaman, mulai dari masalah keimanan, dakwah, aturanaturan, hukum, keutamaan-keutamaan, sampai pada masalah adab dan tata krama yang termasuk dalam pendidikan tauhid tersebut. C. Konsep Menurut Ibnu Katsir Bila melihat dalam al Qur‟an banyak ide atau gagasan kegiatan atau usaha pendidikan, salah satunya dapat dilihat dalam surat al Baqarah ayat 132-133. Dalam al Qur‟an surat al Baqarah tidak menjelaskan banyak tentang kehidupan Ibrahim dan keturunannya hanya dijelaskan tentang wasiatnya kepada anak-anaknya yang merupakan konsep pendidikan tauhid dalam keluarga untuk dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana Allah telah menjadikan Ibrahim dan keturunannya sebagai contoh proses pendidikan dari seorang bapak kepada anakanaknya dan contoh tersebut dikemukakan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap umatnya. Seperti yang telah dicontohkan oleh Ibrahim dan Ya‟qub dalam surat al Baqarah ayat 132-133 bahwa selain ibu, pengaruh ayah terhadap anaknya sangat besar pula. Dimata anaknya ia seorang tertinggi gengsinya dan terpandai diantara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan anaknya. Ayah merupakan penolong utama, lebih-lebih bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan dapat memahami hati anaknya(Daradjat, 2011: 35-36). 37 Dalam Q.S al-baqarah ayat 132 kalimat: ِ ِ صى ِِبآإِب ر ِاى وب َ يم بَنيو َويَ ْع ُق ُ َ ْ َ َّ َوَو “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anakanaknya, demikian pula Ya‟qub”. Ibnu Katsir menafsirkannya bahwa, Ibrahim telah mewasiatkan agama ini, yaitu Islam. Atau dhamir (kata ganti) itu kembali kepada kalimat yang tersebut dalam firman Nya, ِ ِّ أَسلَمت لِر ي َ ب الْ َعالَم َ ُ ْ ْ “Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam”. Menurut Ibnu Katsir, karena kesungguhan mereka memeluk Islam dan kecintaan mereka kepadanya, mereka benar-benar memeliharanya sampai saat wafatnya. Dan mereka pun mewasiatkannya kepada anak cucu mereka yang lahir setelah itu. Sebagaimana firman AllahSWT: َو َج َعلَ َها َكلِ َمةً بَاقِيَةً ِِف َع ِقبِ ِو “Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal kepada keturunannya”. (QS. Az-Zukhruf: 28) (Ghoffar, 2004: 277). Ibnu Katsir menekankan bahwa tauhid di sini merupakan suatu sistem pandangan hidup yang menegaskan adanya proses kesatuan dan kemanunggalan dalam berbagai aspek hidup dan kehidupan. Semua yang ada bersumber hanya pada Tuhan satu saja, yang menjadi asas kesatuan ciptaanNya dalam berbagai bentuk, jenis, dan bidang kehidupan (Abdullah, 2011: 107). 38 Dalam firman Allah: ِّين فَالَ ََتُوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُم ُّم ْسلِ ُمو َن َّ َِيَاب ْ َِن إِ َّن اهلل َ اصطََفى لَ ُك ُم الد (Ibrahim berkata: “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”). Ibnu Katsir menafsirkan dalam wasiat/ perkataan Ibrahim tersebut bahwa ”Berbuat baiklah kalian ketika menjalani kehidupan ini, dan berpegang teguhlah pada agama ini, niscaya Allah SWT akan menganugerahkan kematian kepada kalian dalam keadaan itu (dalam Islam), karena seringkali seseorang meninggal dunia dalam agama yang diyakininya dan dibangkitkan dalam agama yang dianutnya. Dan Allah telah menggariskan sunnahnya, bahwa siapa yang menghendaki kebaikan akan diberi taufik dan dimudahkan baginya oleh Allah, dan siapa yang berniat kepada kebaikan, maka akan diteguhkan pada-Nya” (Ghoffar, 2004: 277). Pendapat ini berarti Ibnu Katsir menekankan aspek perbuatan apa yang telah diperbuat manusia semasa hidupnya baik itu dosa ataupun pahala, Allah telah menetapkan amal-amalnya sesuai apa yang ia kerjakan, amal itu tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Allah tetap akan mencatat pahala dan dosanya walaupun hanya sebesar biji bayam, Allah akan mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya (Yunila, 2013: 120). Yang demikian itu Dalam Tafsirnya Ibnu katsir tidak bertentangan dengan apa yang diterangkan dalam hadits shahih, dimana Rasulullah 39 bersabda: ٌ ع أَوْ ِذ َرا ٌ َ َحتًّ َماََ ُكىْ ُن بَ ُْىَهُ َوبَ ُْىَهَا إِالَّبا,َ لََُ ْع َم ُل ََ ْع َم ُل أَ ْه ِل ْال َجىَّت,إِ َّن ال َّر ُج َل ُ ِع فََُ ْسب ق ًّار َحت ِ َّ َوإِ َّن ال َّر ُج َل لََُ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أَ ْه ِل الى.ار فََُ ْد ُخلُهَا ِ َّ فََُ ْع َم ُل ََ ْع َم ُل أَ ْه ِل الى, َُعلَ ُْ ِه ْال ِكتَاب ٌ ع أَوْ ِذ َرا ٌ َ َماََ ُكىْ ُن بَ ُْىَهُ َوبَ ُْىَهَا إِالّ با ُ ِع فََُ ْسب ق َعلَ ُْ ِه ْال ِكتَابُ فََُ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أَ ْه ِل ْال َجىَّ ِت فََُ ْد َ ُخلُها “Sesungguhnya seseorang itu benar-benar mengerjakan amalan penghuni surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga tinggal satu depa atau satu hasta, tetapi ia di dahului oleh kitab (yang berada di Lauhul Mahfud: catatan takdir), maka ia pun mengerjakan amalan penghuni neraka, sehingga ia pun masuk neraka. Dan sesungguhnya seseorang itu benar-benar mengerjakan amalan penghuni neraka hingga jarak antara dirinya dengan neraka tinggal satu depa atau satu hasta, tetapi iadi dahului oleh kitab. Maka ia pun mengerjakan amalan penghuni surga sehingga ia pun masuk surga”. (Mutafaq „alaih) Dan Allah sendiri telah berfirman: } َوأ ََّما7{ } فَ َسنُيَ ِّس ُرهُ لِْليُ ْسَرى6{ اْلُ ْس ََن ْ َِّق ب َ صد َ } َو5{ فَأ ََّما َم ْن أ َْعطَى َواتَّ َقى ِ }01{ } فَ َسنُيَ ِّس ُرهُ لِْل ُع ْسَرى9{ اْلُ ْس ََن ْ ِب ب ْ َمن ََب َل َو َ } َوَك َّذ8{ استَ ْغ ََن “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginyajalan yang mudah.Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan bagi mereka (jalan) yang sukar” (QS. Al-Lail 5-10) (Ghoffar, 2004: 277 - 278). Pendapat ini berarti Ibnu Katsir menekankan bahwa pada dasarnya, Tuhan menciptakan manusia di dalam kehidupan ini tidak sekadar untuk makan, minum, hidup dan kemudian mati, seperti kematian yang dialami oleh sekian makhluk hidup yang lain. Lebih dari itu, ia diciptakan agar 40 berpikir, menentukan, mengatur, mengurus segala persoalan, mencari dan memberi kemanfaatan (Syaltut, 1966: 211). Kemudian, peristiwa penyampaian wasiat itu juga terjadi diantara Nabi Ya‟qub dan anak-anaknya saat menjelang kematian, yang merupakan peristiwa yang sangat besar. Sebab, mereka di hadapan seorang yang menghadapi sakaratul maut(Aizid, 2014: 274). Selanjutnya Ibnu Katsir menyatakan bahwa Allah SWT berfirman sebagai hujjah atas orang-orang musyrik Arab dari anak keturunan Ismail dan juga atas orang-orang kafir dari keturunan Israil- yaitu Ya‟qub bin Ishak bin Ibrahim as. bahwa ketika kematian menjemputnya, Ya‟qub berwasiat kepada anak-anaknya supaya beribadah kepada Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Ya‟qub berkata: ِ ِ ك إِب ر ِاى ِ ِ َ َما تَ ْعب ُدو َن ِمن ب ْع ِدي قَالُوا نَ ْعب ُد إِ ََل اق َ يل َوإِ ْس َح ُ َ ُ َ َ َ ْ َ ك َوإلَوَ ءَابَآئ َ يم َوإ ْْسَاع “Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: Kami akan menyembah Ilah nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishak“. Ibnu Katsir menafsirkan pada hal ini termasuk bab taghlib (penyamarataan), karena sebenarnya Ismail adalah paman Ya‟qub. An-Nahlas mengatakan: “Masyarakat Arab biasa menyebut paman dengan sebutan ayah” (Ghoffar, 2004: 279). Ibnu Katsir menekankan bahwa pengaruh ayah dalam iklim sosial di dalam keluarga dapat menegaskan bahwa dialah yang memberikan banyak pengalaman kepada anak.Di samping itu, ayahlah yang membuat 41 syarat-syarat untuk nilai-nilai utama, atau akhlak yang berfungsi untuk menghubungkan segala perilaku dengan peraturan sosial dan menjelmakan keberadaannya untuk anak-anak mereka.Tentu saja hal itu terjadi secara implisit, terlihat dalam perilaku setiap individu di sekitar anak yang sedang berkembang. Namun kebanyakan para ayah lebih banyak menguatkan aturan-aturan sosial dibandingkan dengan orang lain (Murshafi, 2009: 110). Ibnu Katsir menekankan dari pertanyaan “Apa yang kalian sembah sepeninggalku?” itulah yang yang sangat merisaukan Nabi Ya‟qub saat menghadapi sakaratul maut, yaitu masalah keimanan kepada Allah SWT, sebagai masalah satu-satunya sekaligus warisan hakiki. Kemudian anakanak nabi Ya‟qub menjawab pertanyaan tersebut sehingga jawabannya membuat ia merasa tenang atas akidah mereka (Aizid, 2014: 274). Dari penjelasan dia atas, interaksi sosial merupakan rangkaian dari proses pendidikan yang menghasilkan perubahan pada diri seseorang. Jadi, pendidikan sosial selalu beriringan dengan pembelajaran (Murshafi, 2009: 37). Selanjutnya firman Allah SWT: “(Yaitu) Ilah yang Maha Esa”. ِ إِالَىاً و اح ًدا َ Ibnu katsir mengartikannya bahwa, kami mengesakan dalam penghambaan kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun (Ghoffar, 2004: 279). 42 Ibnu Katsir menekankan bahwa keberadaan Allah bersama kemahaesaan-Nya, bersendiri-Nya dalam ciptaan, pengelolaan dan kebebasan bertindak-Nya terhadap alam, kesucian-Nya dari persekutuan di dalam keagungan dan kekuatan, dan dari penyamaan di dalam Dzat dan sifat-sifat-Nya.Juga bersendiri-Nya dalam menerima hak peribadahan dan penyucian, dan dihadapkan kepada-Nya permohonan, pertolongan dan ketaatan. Maka, tidak ada Tuhan yang Maha pencipta selain Dia, tidak ada pengelola melainkan Dia, tidak akan bisa menyamai-Nya sedikit pun apaapa selain Dia, tidak ada sesuatu pun bersekutu dengan-Nya di dalam kekuasaan dan keagungan-Nya, dan tidak akan tunduk dan tertuju hati manusia kepada sesuatu selain Dia (Syaltut, 1966: 15). َوََْن ُن لَوُ ُم ْسلِ ُمو َن “Dan hanya Kepada-Nya-lah kami berserah diri.” Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini: “Kami benarbenar taat dan tunduk”, sebagaimana firman-Nya: ِ السماو ِ ِ ات َواْأل َْر ض طَْو ًعا َوَك ْرًىا َوإِلَْي ِو يُْر َجعُو َن ْ َولَوُ أ َ َ َّ َسلَ َم َمن ِف “Padahal kepada-Nya segala apa yang ada di langit Dan di bumi berserah diri, baik dengan suka maupun terpaksa.Dan hanya kepada Allah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran: 83). Ibnu katsir mengartikannya bahwa, Islam adalah agama seluruh nabi, meskipun syari‟at mereka berbeda dan manhaj mereka pun berlainan. Sebagaimana firman Allah: 43 ِِ ِ ِ ٍ ِ َ ِومآأَرس ْلنَا ِمن قَبل ِ اعب ُد ِ ِ ون ْ ُ ْ َك من َّر ُسول إالَّنُوحي إلَْيو أَنَّوُ آل إلَوَ إآل أَنَا ف َ ْ ََ “Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwasanya tidak ada sesembahan yang sebenarnya melainkan Aku, maka beibadahlah kepada-Ku.” (QS. Al Anbiya‟: 25) (Ghoffar, 2004: 279). Ibnu katsir menekankan bahwa Allah memilih dari hamba-hambaNya orang-orang yang dikehendaki-Nya, dan diberikan-Nya kepada orang tersebut tugas kerasulan dengan perantaraan Malaikat dan wahyu yang diwahyukan-Nya kepada makhluk-Nya.Kemudian diutus-Nya orang itu kepada hamba-hamba-Nya sebagai seorang Rasul yan menyampaikan agama kepada mereka, dan diserunya mereka kepada iman dan amal yang baik (Syaltut, 1966: 16). Cukup banyak ayat-ayat al Qur‟an dan juga hadits-hadits Rasulullah yang membahas masalah ini, Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat 133 al Baqarah, menyebutkan hadis yang berbunyi: اح ٌد ٍ َّوَحْ ُه َم ْع َش ُر ْاألَ ْوبَُِا ِء أَوْ الَ ُد ُعال ِ ث ِد َْىُىَا َو “Kami para nabi adalah anak-anak yang berlainan ibu, sedang agama kami adalah satu”. (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud)(Ghoffar, 2004: 279). Penekanan tafsiran Ibnu Katsir, seperti dalam pendapat Ali Fikry salah seorang ahli pendidikan Mesir menyatakan bahwa kecenderungan nafsu itu berpindah dari orang tua secara turun-temurun.Oleh karena itu, anak adalah rahasia dari orang tuanya.Manusia sejak awal perkembangannya 44 berada di dalam garis keturunan dari keagamaan orang tuanya. Jika orang tuanya muslim, otomatis anaknya menjadi muslim, dan jika mereka kafir maka anaknya akan menjadi kafir pula (Arifin, 2011: 43). Selanjutnya ditekankan lagi bahwa Islam menetapkan pengaruh gen dalam pertumbuhan manusia, sikapnya, dan kehidupannya yang berbedabeda. Gen adalah kekuatan alami yang dipindahkan dari satu orang ke orang lain, atau dari sifat ke sifat yang lain. Keluarga adalah gen atas pemindahan sifat-sifat keturunan yang ada (Murshafi, 2009: 50). Kemudian, anak tidak terpengaruh dengan budaya yang ada. Akan tetapi, ia akan terpengaruh dengan budaya tertentu atau sikap-sikap tertentu yang disuguhkan orang lain kepadanya (Murshafi, 2009: 36). 45 BAB IV RELEVANSIKONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA A. Analisis Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 132-133 Dari sekian banyak ajaran al Qur‟an, yang paling mendasar adalah ajaran tauhid – dalam pengertian akidah ketuhanan dan ibadah. Allah menciptakan jin dan manusia serta seluruh makhluk-Nya agar mereka bertauhid dalam kedua bidang itu. Berbagai syari‟at yang diturunkan Allah pada hakikatnya dalam rangka menegakkan prinsip tauhid (Dahlan, 1997: 209). Prinsip tauhid yang dimaksud di sini bahwa umat Islam menyembah Tuhan yang satu yaitu Allah SWT, Rasulullah sebagai teladan, Alqur‟an sebagai pedoman, dan Ka‟bah sebagi qiblatnya. Prinsip tauhid sangat penting bagi setiap orang, karena menurut al Qur‟an, keselamatan atau kecelakaan seseorang di akhirat ditentukan oleh benar atau tidaknya ia bertauhid (Dahlan, 1997: 211). Nabi Ya‟qub adalah putra Nabi Ishaq, dan Nabi Ishaq adalah putra Nabi Ibrahim dari istri pertamanya Sarah. Selain berputra Ishaq, dari istrinya yang kedua, Hajar, Nabi Ibrahim juga berputra Ismail yang belasan tahun lebih tua dari Ishaq. Dari Ismail inilah diturunkan Nabi Muhammad SAW, penutup para nabi dan rasul. Maka Ibrahim pun sering disebut sebagai “Bapak para nabi”. Dari sisnilah pentingnya kedudukan Nabi Ibrahim dalam sistem keimanan islam. Dialah yang dijuluki sebagai 46 “Bapak orang beriman” dalam tiga tradisi agama yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam (Taufik, 2002: 182). Kata (ووصً بها إبرا هُم بىُه وَعقىبIbrahim mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya‟qub), begitu pentingnya pesan yang hendak disampaikan, sehingga pesan tersebut diulang pada peristiwa sakaratul maut nabi Ya‟qub. Ayat-ayat surat al Baqarah ini menyebutkan dua posisi anak. Pertama anak sebagai anak kandung dan kedua anak dalam lingkup satu tempat tinggal yang bukan anak kandung. Dari penjelasan di atas kataٍ(َابىhai anak-anakku) dapat disimpulkan bahwa anak-anak Ibrahim dan juga anak-anak Ya‟qub selain anak kandung juga dalam hal tradisi Arab yang menyebut paman dengan sebutan ayah karena Ismail adalah paman Ya‟qub. Disini dapat dilihat bahwa, anak belajar dari keluarganya dari cara hidup sesuai dengan budaya yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu. Keluarga secara tidak langsung telah mengajarkan kepada anak akan budaya keluarga melalui bentuk-bentuk umum yang terlihat seperti dalam berkomunikasi berupa isyarat, bahasa, maupun kosa kata. Dari cara-cara melakukan sesuatu seperti mengamati, berusaha, dan dalam hal sosial seperti gotong royong, saling menghargai dan dalam proses mencapai sesuatu. Lafal وأوتم تمىته إال هللا اصطفً لكم الدَه فال إن (مسلمىنsesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam).Agama Islam 47 bukanlahagama ruhani dan akidah saja, akan tetapi Islam adalah agama dan negara, akhlak, ideologi kehidupan dan konstitusi sosial (Zuhaili, 1995: 118). Selain itu, agama merupakan pembatas antara yang halal dan yang haram.Bukan hanya sebagai identitas suatu kaum atau sebagai alat untuk memenuhi suatu persyaratan dalam mencapai sesuatu. Dalam firman Allah: ما تعبدون مه بعدي؟ قالىا وعبد إلهك وإله ابا ئك إبراهُم وإسماعُل وإسحق (Apa yang kamu sembah sepeninggalku”.Mereka menjawab.“Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyang-mu Ibrahim, Ismail dan Ishak).Percakapan yang menyatakan bahwa pengajaran akan menyembah Allah harus diperhatikan dengan serius, maka dari itu harus dikedepankan dulu pendidikan akan tauhid ini. Jangan sampai pendidikan agama hanya mengisi akan pengertian, dan jauh akan pemahaman dan pengamalan. Dalam prakteknya, anak didik hanya mengerti bahwa Tuhan Maha Melihat akan tetapi anak tetap saja berani mencuri. Anak tahu bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan harus yakin akan keberadaan-Nya, namun anak belum tahu apa hakekatnya yakin tersebut. Kalimat (إلها واحداYaitu Ilah Yang Maha Esa) menunjukkan bahwa tidak ada yang serupa dan tidak boleh menyekutukanNya dengan yang lain. Karena, jika ada yang beranggapan demikian, maka termasuk dosa besar dan tidak akan dapat diampuni. Dahulu, banyak berhala dijadikan Tuhan oleh orang-orang kafir.Sekarang, orang-orang kafir menggiring generasi Islam kepada Tuhan-Tuhan teknologi canggih yang dengan 48 mudah dapat menjadikan manusia lalai.Misalkan, melalui game, film, atau tayangan informasi dari internet yang membungkus kebaikan dengan segudang tipu daya. Lafal ( ووحه له مسلمىنdan hanya kepada-Nyalah kami berserah diri) adalah isyarat bahwa manusia harus yakin dalam tunduk dan menyembah hanya kepada Allah. Karena, seperti yang dikatakan Ahmad Tafsir bahwa iman ialah rasa, bukan pengertian.Iman yang sebenarnya bukan terletak pada mengerti, melainkan pada rasa iman.Tegasnya rasa selalu melihat Allah atau dilihat Allah. Kondisi begini sama sekali tidak bisa diterangkan dan dipahami akal yang ada di kepala. Memang kunci pendidikan agama itu adalah pendidikan agar anak didik itu beriman, jadi berarti membina hatinya, bukan membina mati-matian akalnya.Pendidikan di rumah yang sesungguhnya paling dapat diandalkan untuk membina hati, membina rasa bertuhan.Iman itu di hati, bukan di kepala (Tafsir, 2008: 188). Banyak orang yang beranggapan kalau seorang anak sudah terlihat rajin dalam beribadah maka hal tersebut sudah cukup bagi orang tua. Akan tetapi manusia tidak tahu apa yang ada di hati seseorang, maka setidaknya keluarga dapat mengetahui secara emosional tentang pribadi seorang anak sehingga orang tua dapat terus mengawasi dan membimbing anak dalam bertauhid. Para ahli psikologi dan pendidikan menyatakan bahwa tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan masa paling penting bagi pembentukan kepribadian dan penanaman sifat-sifat dasar.Ini tidak berarti 49 bahwa perkembangan anak terbatas hanya sampai pada tahun-tahun tersebut sehingga tidak ada perubahan sesudah itu.Yang dimaksud adalah bahwa dasar-dasar yang paling penting di dalam kehidupan anak diletakkan pada masa-masa tersebut (Aly dan Munzier, 2003: 201). Apabila anak sudah tumbuh remaja, akan lebih sulit untuk menanamkan nilai-nilai luhur dibandingkan dengan anak pada tahun-tahun pertama setelah lahir yang sifat dan kebiasaannya masih dapat diubah. Seperti halnya ranting pohon akan lebih mudah dibentuk selama itu masih menjadi ranting, dan batang pohon yang sudah bengkok akan sulit untuk diluruskan karena telah menjadi batang. Jadi, keluarga sebagai pusat pendidikan tidak hanya berpengaruh pada tahun-tahun pertama dari kehidupan anak, tetapi terus berlangsung dalam berbagai fase umur anak. Keluarga secara alami merupakan pusat pendidikan urgen yang pengaruhnya selalu terbawa kedalam pusat pendidikan dan lembaga sosial lainnya. Oleh sebab itu, anak pada hakikatnya merupakan ekspresi kebudayaan keluarga (Aly dan Munzier, 2003: 204). Yang dimaksud dengan kebudayaan keluarga adalah materi; tingkat sosial, pendidikan, dan pikiran; pola-pola hubungan yang berlaku; serta prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mengatur tingkah laku individu keluarga (Aly dan Munzier, 2003: 206). Karenanya, perbaikan terhadap kebudayaan keluarga serta upaya memperkayanya dengan berbagai pengalaman edukatif dan pola-pola tingkah laku yang lurus pada gilirannya akan membias pada perbuatan sekolah dan pusat-pusat 50 pendidikan lainnya. Keluarga secara alami merupakan lingkungan yang real dan definitif, dimana anak dapat berinteraksi dengan berbagai kondisi dan situasinya serta mengetahui dimensi-dimensinya (Aly dan Munzier, 2003: 204). Menurut Emha Ainun Nadjib bagaimana memperkenalkan Islam dengan cara yang menarik, niscaya harus terus menerus direformasi. Bukan penyesuaian diri terhadap segala kemajuan zaman melainkan tetap berdiri di atas landasan tauhid Islam dengan memodifikasi ungkapanungkapan budayanya (Drawaty dan Safei, 2001: 190). Untuk itu kreatifitas dan do‟a selalu dibutuhkan di dalam berbagai waktu dan tempat, maksudnya agar manusia selalu berpikir dalam bertindak dengan tidak melupakan bahwa segala sesuatu terjadi semuanya atas kehendak Tuhan. B. RelevansiKonsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Di Kehidupan Sekarang Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial) yang menyediakan situasi belajar (Hasbullah, 2009: 87).Salah satu kesalah kaprahan dari para orang tua dalam dunia pendidikan sekarang ini adalah adanya anggapan bahwa hanya sekolahlah yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya, sehingga orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada guru di sekolah (Hasbullah, 2009: 22).Padahal di sekolah umumnya guru lebih fokus mengajarkan ilmu-ilmu akademis daripada pendidikan tentang bertauhid, meskipun ilmu-ilmu akademis tersebut selalu berkaitan dengan 51 keberadaan Tuhan. Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dulu. Seorang yang pada masa kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa dewasanya nanti ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang diwaktu kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, maka orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama (Daradjat, 1970: 35). Sikap anak terhadap sekolah terutama akan dipengaruhi oleh sikap orang tuanya. Begitu juga sangat diperlukan kepercayaan orang tua terhadap sekolah (pendidik) yang menggantikan tugasnya selama di ruangan sekolah.Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat akhir-akhir ini seringnya terjadi tindakan-tindakan kurang terpuji dilakukan anak didik, sementara orang tua seolah tidak mau tahu, bahkan cenderung menimpakan kesalahan kepada sekolah (Hasbullah, 2009: 90). Orang tua tidak boleh berpandangan bahwa setelah anak dimasukkan kedalam lembaga pendidikan orang tua hanya bertanggung jawab dalam hal pembiayaan saja, akan tetapi orang tua tetap berkewajiban membimbing dan memberi arahan bagaimana cara bersikap dimanapun berada kepada anak saat anak tengah bersama dengan keluarga. 52 Tatkala berbicara tentang metode pendidikan agama di sekolah, salah satu kesimpulan penting ialah bahwa kunci keberhasilan pendidikan agama di sekolahbukan terutama terletak pada metode pendidikan agama yang digunakan dan penguasaan bahan; kunci pendidikan agama di sekolah sebenarnya terletak pada pendidikan agama di dalam rumah tangga.Inti pendidikan agama dalam rumah tangga itu ialah taat kepada Tuhan, hormat kepada orang tua, dan hormat kepada guru.Di sekolah hormat kepada guru inilah kuncinya. Bila anak didik tidak hormat kepada guru, berarti ia juga tidak akan menghormati agama. Bila agama Islam dan guru agama tidak dihormati, maka metode pendidikan agama yang baik pun tidak akan ada artinya. Itulah yang umumnya terlihat sekarang, terutama disekolah umum.Oleh karena itu, pendidikan agama dalam rumah tangga tidak boleh terpisah dari pendidikan agama di sekolah; mula-mula adalah pendidikan agama dalam rumah tangga sebagai fondasi, kemudian dilanjutkan di sekolah sebagai pengembangan rinciannya (Tafsir, 2008: 158-159). Dalam kondisi seperti ini, tugas mendidik dalam keluarga menjadi terbantu oleh adanya sekolah, karena saling terkait satu-sama lain. Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna.Mereka menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang yang sehat, kuat, berketrampilan, cerdas, pandai dan beriman.Bagi orang Islam, beriman itu adalah beriman secara Islam.Dalam taraf yang sederhana, orang tua tidak ingin anaknya lemah, sakit-sakitan, penganggur, bodoh, dan nakal.Dan terakhir, pada taraf 53 paling minimal ialah jangan nakal. Kenakalan akan menyebabkan orang tua mendapat malu dan kesulitan (Tafsir, 2008: 155). Bahkan, sebagian dari istri dan anak-anak ada yang menjadi musuh, dalam arti bahwa dengan ulahnya, mereka dapat menjerumuskan suami atau ayahnya melakukan perbuatan yang melanggar agama.Namun munculnya tingkah laku itu juga bisa disebabkan ketidak pedulian seorang ayah terhadap anak. Dengan alasan kesibukan menekuni karier atau mengurus bisnis, tak tersisa lagi waktunya untuk ikut serta mendidik anak, padahal peranan orang tua jauh lebih vital dan menentukan dibandingkan dengan dua faktor lainnya: lingkungan dan guru (Asghary, 1994: 215). Mekipun tidak dapat dipungkiri, bahwa manusia hidup di dunia itu memerlukan bekal.Akan tetapi hal tersebut semestinya merupakan sarana yang digunakan untuk mencapai ridho-Nya dan bekal untuk di akhirat kelak. Banyak orang tua yang berpikir bahwa dengan droping segala keperluan pendidikan dan uang jajan yang besar, semua masalah telah selesai.Tidak sedikit orang tua yang waktunya terhisap oleh kesibukan luar rumah. Tak sempat lagi ia berkumpul secara lengkap dengan keluarga, apalagi berdialog dan membina komunikasi dengan anak. Akibatnya mereka menyerap kebudayaan apa saja dan kemudian cendrung mencintai hura-hura yang dengan sengaja memang disodorkan oleh musuh Islam untuk menghancurkan generasi mudanya (Asghary, 1994: 215). Sekarang ini laju globalisasi banyak mempengaruhi anak-anak dan mengakibatkan lemahnya generasi bangsa.Generasi yang lemah, bukan 54 hanya lemah dalam aspek sosial ekonomi, melainkan juga lemah dalam akidah dan erosi dalam akhlak.Kesenjangan bimbingan orang tua dan miskinnya komunikasi (muwajah, face to face) antara orang tua dan anak, dapat dipergunakan oleh kaum yang dengki kepada Islam untuk meracuni generasi muda itu (Asghary, 1994: 216). Misalnya, mengajarkan bagaimana cara berpakaian, berkomunikasi, dan bersikap di masa sekarang berbeda dengan apa yang di syari‟atkan oleh agama melalui berbagai media yang ada baik cetak maupun non cetak. Anak sering pula menyebabkan orang tua lupa kepada Allah dan rasul-Nya.Mereka sibuk mengurus anak-anaknya.Mereka bekerja matimatian untuk mencari uang agar semua permintaan anaknya dapat dipenuhi, karena cinta kepada anak.Kadang-kadang permintaan yang tidak masuk akal pun dipenuhi, demi cinta kepada anak.Sayang anak menyebabkan orang tua korupsi atau mencuri. Semuanya itu menyebabkan orang lupa kepada Allah dan Rasul-Nya (Tafsir, 2008: 162). Orang tua mendidik anaknya karena kewajaran, karena kodratnya; selain itu karena cinta.Tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga ialah agar menjadi anak yang saleh. Tujuan lain adalah kelak anak itu agar tidak menjadi musuh orang tuanya, yang mencelakakan orang tuanya (Tafsir, 2008: 163). Untuk itu, orang tuabersamaan dengan mencurahkan cinta kasihnya harus pandai-pandai dalam mendidik anak. Musuh-musuh Islam, baik Yahudi dan Nasrani yang kapitalis (sistem ekonomi dimana perdagangan, industri dan alat-alat dikendalikan 55 oleh pemilik swasta dengan tujuan untuk menguasai ekonomi dunia) maupun yang komunis (mementingkan kepentingan individu dan mengesampingkan kepentingan buruh), pada dasarnya mempunyai sikap yang sama dalam melemahkan Islam melalui pengembangan pemahaman agama kepada pemeluknya. Mereka tidak lagi melihat aktivitas pemurtadan sebagai cara terbaik. Telah lama mereka memiliki cara lain yang lebih efektif, yakni metode menanamkan kesan mencintai kemewahan dan demokrasi pada generasi muda Islam. Demokrasi di sini adalah dalam makna kebebasan untuk tidak patuh kepada orang tua, harus berani menghujatnya dan protes kepada kemutlakan peranan pihak orang tua (Asghary, 1994: 216). Tidak ada lagi yang namanya sikap takzim antara anak dengan orang tua, murid dengan guru, yang lebih muda kepada yang lebih tua umurnya, rasa menghargai serta menyayangi kepada yang lebih muda berubah dengan cara bersikap seolah seperti dengan teman sebayanya dengan kebebasan yang ia miliki. Jadi, tujuan mereka kini bukanlah mengumpulkan angka secara kuantitas tentang muslim yang murtad dari agamanya. Generasi muda tetap Islam, tetapi perilaku mereka digiring dan diarahkan kepada: 1. Perilaku yang bebas tanpa kendali seperti gaya kehidupan remaja di Barat, dimana sang remaja itu diantisipasi untuk bersikap bebas dalam protes kepada orang tua (plus guru), walau cara itutidak sejalan dengan etika dunia beradab. 56 2. Meracuni cara berpikir mereka untuk memutlakkan kedudukan rasio. Padahal dalam Islam, akal itu bukan segalanya. Akal hanya sebagai alat belaka, bukan akal yang dijadikan agama. 3. Menanamkan sikap kritis yang tidak proposional kepada generasi muda Islam, agar generasi muda itu membuang rasa kepedulian mereka kepada agama. 4. Merangsang generasi muda untuk mencintai hidup santai, hura-hura, penuh glamour, serta pergaulan bebas, dan meracuni mereka dengan impian dan khayalan melalui minuman keras, ganja, heroin, narkotik, serta perjudian. Iming-iming hadiah hampir dalam segala bentuk produksi dan jasa telah menimbulkan akibat sampingan yang begitu memprihatinkan dalam masyarakat (Asghary, 1994: 216-217). Pendidikan keluarga sangat penting mengingat keluarga menerima anak dalam keadaan belum bisa bicara, belum memiliki pengalaman, dan belum dapat menggunakan sarana komunikasi. Kemudian keluarga memulai proses sosial anak dari kondisi “belum berupa apa-apa”, membantunya secara bertahap untuk berinteraksi dengan segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan fisik dan sosial, serta mempersiapkannya untuk memasuki lembaga-lembaga masyarakat dan berbagai aktivitas kehidupan pada umumnya. Sebagai pusat pendidikan sosial, keluarga tidak menanamkan tujuan dan pikirannya secara langsung kepada anak, bahkan tidak pula kebiasaan-kebiasaan motorik seperti memejamkan mata dan menghindarkan rasa sakit secara refleks. Langkah pertama yang dilakukan 57 keluarga hanyalah mempersiapkan kondisi mendorong individu untuk menguasai sebagian cara kerja nyata. Langkah lain yang bersifat komplementer ialah mengikutsertakan individu di dalam kerja komunitas agar mampu melihat dalam keberhasilan atau kegagalan mereka (Aly dan Munzier, 2003: 204). Hal ini juga agar dapat menghindarkan anak dari panjang angan-angan serta menumbuhkan rasa menghargai proses dari pada akan suatu hasil. Secara operasional hal-hal yang dapat dilakukan untuk pendidikan tauhid dalam keluarga bila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya: a. Kondisikan kehidupan di rumah tangga kita menjadi kehidupan Muslim. Contohnya, tidak iri kepada orang lain, dan jujur. Lakukan semua perintah Allah yang wajib dan sunah, yakni salat puasa, zikir, doa akan makan, sesudah makan, akan tidur, berpakaian, akan pergi, masuk rumah, dan sebagainya. Usahakan agar anak-anak mengetahui hal itu, dan usahakan agar mereka juga melakukannya sekalipun mereka belum memahami mengapa begitu. Ini pembiasaan. b. Sejak kecil anak sering dibawa ke masjid, ikut salat, ikut mengaji sekalipun ia belum mengaji sungguhan. Suasana itu akan mempengaruhi jiwanya, masuk kedalam jiwa tanpa melalui proses berpikir. c. Adakan pepujian di rumah, di mushalla, atau di masjid. Pepujian terdiri atas banyak ucapan: ada shalawat, do‟a, ayat-ayat Al-qur‟an. 58 Pepujian ini, bila diucapkan melalui pengeras suara masjid tatkala menjelang subuh, akan besar pengaruhnya pada jiwa. d. Pada saat libur sekolah, sebaiknya anak dimasukkan ke pesantren kilat. Pesantren kilat yang terbaik adalah pesantren kilat yang diselenggarakan di pesatren dengan model pendidikan asli pesantren. Jika libur sekolah satu bulan, cukup dipesantrenkan kira-kira 20 hari saja. e. Libatkan anak ke dalam setiap kegiatan keagamaan di kampung, seperti panitia Ramadhan, panitia zakat fitrah, panitia idul fitri dan idul qurban, panitia kurbannya sendiri, panitia pengajian anak-anak, mengurus khatib, atau mengurus pengajian. Keterlibatan ini penting sekali maknanya bagi pendidikan agama anak.Ia mulai mengetahui dan mengalami tanggung jawabnya sebagai petugas Allah, mulai memperhatikan pembinaan agama Allah. Ia akan menyadari sedikit demi sedikit bahwa dirinya harus beragama dengan baik. Ganjil jika anak mengurus kegiatan agama, sedangkan dirinya sendiri tidak beragama dengan benar.Semua ini memerlukan dukungan dari kedua orang tua, juga dari anggota masyarakatnya. Pendidikan agama di sekolah hanya bersifat membantu, terutama membantu dalam menambah pengetahuan anak.Memang, sekolah juga diharapkan dapat menanamkan iman dalam hati anak didiknya, tetapi kemungkinan berhasilnya amat kecil. Oleh karena itu, sekali lagi kerja sama sekolah dengan rumah tangga amat perlu, terutama dalam pendidikan 59 agama anak (Tafsir, 2008: 188-189). Dengan maksud agar anak merasa nyaman dan merasa tidak terbebani dalam menjalani berbagai aturan hidup yang berlaku, dan dapat menjadi bekal untuk diwariskan kepada anak cucunya kelak. 60 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan pembahasan dan menganalisis pada bab sebelumnya maka dapat penulis simpulkan; 1. IbnuKatsiradalahseorangahlitafsirdansejarahternama. Ia juga seorang ahli fiqih dan ahli hadis. Namalengkapnyaialah Abu al-Fida, Imaduddin Ismail Ibnu Umar IbnuKatsir al-Quraisyi al-Basrawi adDimasyqi, yang terkenaldenganIbnuKatsir. Banyak karya-karya Ibnu Katsir, salah satunya yaitu Tafsir Al Qur‟an Al „adzim yang termasyhur dengan Tafsir IbnuKatsir. Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur Bashri yang masuk wilayah Damaskus dan wafat pada tahun 774 H di Damaskus. Guru pertama yang membimbing Ibnu Katsir ialah Burhanuddin alFazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi‟i. Banyak karya-karya ilmiah yang diwariskan oleh Ibnu Katsir di antaranya ialah Tafsîr al Qurân al „Azîmkitab ini termasyhur dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsiryang berjumlah sepuluh juz. Kitab Tafsir ini penulisannya dimulai setelah Ibnu Katsir diangkat menjadi guru besar oleh Gubernur Mankali Bugha di Masjid Umayyah, Damaskus, pada tahun 1366 M.Tafsir Ibnu Katsir yaitu tafsir yang terkenal dengan tulisan ma‟tsur/tafsir bi al-riwayah. Cara Ibnu Katsir dalam menafsirkan al Qur‟an; pertama-tama dengan 61 menyebutkan satu ayat kemudian menafsirkannya dengan redaksi yang mudah serta ringan dan menyertainya dengan dalil-dalil dari ayat yang lain, lalu membandingkan ayat-ayat tersebut sehingga arti dan maksudnya menjadi jelas. 2. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang dapat diambil dari Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 terdiri dari: a. Pengertian secara umum konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yaitu, gambaran proses untuk memberdayakan diri menghamba hanya kepada Allah SWT dalam lingkup kelompok dimana seseorang tinggal dalam satu keturunan sehingga tampil sebagai clan atau marga. b. Konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 merupakan proses membimbingmanusiauntuktetapteguhkepercayaannyabahwa Allah Maha Esa dan hanya tunduk kepada-Nyasampaiakhirhayat. 3. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu Katsir yang terkandungdalam Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 adalah, upayamembinamanusiadalammenyerahkandirisecaramutlakkepadaAlla h SWT dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapunsepanjang hayatnya padasuatu kelompokdimanamanusiahidup dan menetap secara berkesinambungan sampai keturunannya di masa depan kelak meskipun berbeda cara atau metode dalam pelaksanaannya. 62 4. Relevansi dalam kehidupan Sehari-hari Ada Relevansi atauhubungansaling keterkaitan antara pendidikan tauhid dalam keluarga yang terkandungdalam Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 dalam Tafsir Ibnu Katsir dengan kehidupan sehari-hari tentangpentingnyapenanamanpendidikan tauhid harusdilakukansejakdiniuntukmembentukkarakterkepribadian yang yang kuat yaitu supaya terus berpegang teguh pada agama Islam sampai akhir hayat. Terlebih di era globalisasi yang memberikanbanyakkemudahannamuntidakjarangjugamemberikandam paknegatifkepadamanusia. Sehingga pendidikan tauhid adalahsebagaipondasi paling pentinguntukmembentengimanusia agar dapatmemilih yang positifdanmembuang yang negatif.Karena tauhid adalah tujuan dari semuasegikehidupanmanusia. Melalui pendidikan tauhid dalam keluarga pada Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 dalam Tafsir Ibnu Katsir ini adalah salah satu cara penyampaian penanamam nilai-nilai pendidikan tauhid yang tidak akan terlupakan oleh anak-anak dikarenakan penyampaian pesan tersebut dilakukan oleh seorang bapak kepada anak-anaknya menjelang akhir hidupnya (sakaratul maut). Tidak hanya menyampaikan bagaimana cara mendidik anak dan menanamkan tauhid kepada anak namun juga menghadirkan karakter kepribadian seorang ayah yang patut diteladani. Karena seorang anak adalah generasi penerus bangsa selanjutnya. Dan bangsa yang kuat adalah 63 ketika memiliki generasi penerus yang kuat, yang tidak hanya berpengetahuan dan pandai namun juga memiliki karakter kepribadian yang kuat melalui pendidikan tauhid dalam keluarga. B. Saran 1. Bagi Orang Tua Pendidikan tauhid adalah hal yang paling mendasar yang harus orang tua ajarkan kepada anak-anak jika ingin memiliki anak-anak yang soleh dan shalihah. Karena pendidikan tauhid adalah fondasi yang nantinya akan membentuk karakter anak. Banyak orang yang berpengetahuan dan pandai namun banyak juga yang terjermus dalam keburukan. Makadariituperanpedidikan tauhid sangatpentinguntukmembentengidanmeluruskanjalanmenujukehidupan yang lebihbaik.Dan peran paling sentraldalammenanamkanpendidikan tauhid kepadaanak di sampingseorang guru tua.Semakindinianakdikenalkandenganpendidikan adalah orang tauhid makaakansemakinkuatkarakterkepribadiannya. Untuk itu, orang tua harus berusaha lebih keras lagi untuk terus memperhatikan pendidikan tauhid dalam keluarga dengan membuat metode pembelajaran yang variatif agar anak dapat mengikuti dengan nyaman dan tidak merasa terbebani dengan aturan-aturan yang harus dilaluinya untuk mencapai tujuan pendidikan tauhid ini. 2. Bagi Dunia Pendidikan 64 Metode pembelajaran dalam pendidikan harus semakin dikembangkan terlebih di era globalisasi sekarang ini. Banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunyadenganpenggunaan metode pembelajaran yang efektifdanefisiendalamrangkamelaksanakanpendidikanmelalui beragam metode yanginspiratifdalammendidik anak. 3. Bagi Dunia Penelitian Banyak hal yang masih perlu dikaji tidak hanya melalui wasiat para Nabi akan tetapi kita juga dapat mengkaji dari berbagai aspek yang dapat menginspirasi dan justru belum banyak diketahui oleh banyak orang. C. Penutup Alhamdulillahirobbil‟alamin atas segala nikmat rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penulis sadar bahwa dalam tulisan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, maka tidak lupa kritik serta saran yang membangun senantiasa penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini 65 Daftar Pustaka Abdullah, Abd. Rahman. 2011. Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam: Rekonstruksi Pemikiran dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: UII Press. Abdullah, Taufik. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Akar dan Awal. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Aizid, Rizem. 2014. Kitab Sejarah Terlengkap 25 Nabi Terkemuka. Jogjakarta: Safirah. Al Farmawi, Abd Al Hayy . 1996. Metode Tafsir Mawdhu‟iy Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Al Munawar, SaidHusin. 2003. Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press. Aly, Hery Noer dan Munzier. 2003. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska Agung Insani. Amin, SamsulMunir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah. Arifin, M. 2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdispliner. Jakarta: Bumi Aksara. Asghary, Basri Iba. 1994. Solusi Al Qur‟an: Tentang Problema Sosial, Politik, Budaya. Jakarta: Rineka Cipta. Ash-Shabuuniy, MuhammadAli. 1991. Studi Ilmu Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia. Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur‟an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang. Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang. B. Milles, Matthew & A. Micahael Huberman, 1992 Analisis Data Kualitatif, Jakarta: UI-Press. Budihardjo. 2009. Apakah Rasul Ulul „Azmi Islam?. Salatiga: STAIN Salatiga Press. Dahlan, Abd. Rahman. 1997. Kaidah-kaidah Penafsiran Al Qur‟an. Bandung: 1 Mizan. Daradjat, Zakiah. 2011. Ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Daradjat, Zakiah. 1970. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. Departemen Agama Republik Indonesia. 1993. Al Qur‟an dan Terjemahannya. Semarang: CV. Al Waah. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1994. Ensiklopedi Islam 5. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Drawaty, Nanih Machen dan Agus Ahmad Safei. 2001. Pengembangan Masyarakat Islam: Dari Ideologi, Strategi, Sampai Tradisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Falih, Ashadi dan Cahyo Yusuf.1973. Akhlak Pembentuk Pribadi Muslim. Semarang: Aneka Ilmu. Ghoffar, M. Abdul. 2004. Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i. Ghofur, SaifulAmin. 2008. Profil Para Mufasir Al-Qur‟an. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Gojali, Nanang. 2004. Manusia, Pendidikan, dan Sains: Dalam Perspektif Tafsir Hermeneutik. Jakarta: Rineka Cipta. Haryanta, AgungTri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan. Surakarta: Aksara Sinergi Media. Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. http://helfinarayya.blogspot.com/2012/04/metode-ibnu-katsir-dalamtafsirnya.html. http://hijausegarsaja.blogspot.com/2012/12/telaah-tafsir-al-quran-al-adzimkarya.html. IAIN Syarif Hidayatullah. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan. Islamuddin, haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Jember: STAIN Jember Press. Jindan, KhalidIbrahim . 1999. Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyah Tentang Pemerintahan Islam. Surabaya: Risalah Gusti. Kurniasih, Imas. 2010. Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad SAW. Yogyakarta: Pustaka Marwa. 2 Komaruddin. 1987. Kamus Riset. Bandung: Angkasa. Kuswaya, Adang. 2009. Studi Kritis Metode Tafsir Tradidisonal ala Hasan Hanafi. Salatiga: STAIN Salatiga Press. Ma‟arif, Majid. 2012. Sejarah Hadis. Jakarta: Al-Huda. Marijan. 2012. Metode Pendidikan Anak: Membangun Karakter Anak yang Berbudi Mulia, Cerdas dan Berprestasi. Yogyakarta: Sabda Mulia. Mojlum Khan, Muhammad. 2012. 100 Muslim Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah. Jakarta: Noura Books Murshafi, Muhammad Ali. 2009. Mendidik Anak Agar Cerdas dan Berbakti. Solo: Ziyat Visi Media. Nasib Ar Rifa‟i, Muhammad. 1999. Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Quraish Shihab, M. 2012. Al Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran Dari Surahsurah al Qur‟an. Tangerang: Lentera Hati. Quthan, Mana‟ul. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur‟an 2. Jakarta: Rineka Cipta. Razak, Nasruddin. 1996. Dienul Islam: Penafsiran Kembali Islam Sebagai Suatu Aqidah dan Way of Life. Bandung: Al Ma‟arif. Rock Kane, Pearl. 2004. Tak Sengaja Menjadi Guru: Kisah-kisah yang Menggugah dan Sarat Hikmah tentang Pengalaman Pertama mengajar. Bandung: Mizan Learning Center. Ruslan, Rosady. 2010. Metode Penelitian: Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Saddily, Hassan. 1973. Ensiklopedi Umum. Jakarta: Jajasan Kanisius Soekanto, Soerjono. Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal keluarga, Remaja dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta. Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-Teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis, Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Suwarno, Wiji.2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruz. Syaltut, Mahmud. 1966. Islam Aqidah dan Syari‟ah. Jakarta: Pustaka Amani. 3 Tafsir, Ahmad. 2008. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. Thanthawi, MuhammadSayyid. 2013. Ulumul Qur‟an: Teori dan Metodologi. Jogjakarta: IRCiSoD. Ulfatmi. 2011. Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam: Studi Terhadap Pasangan Yang Berhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan Di Kota Padang. Jakarta: Kementerian Agama RI. Yunila, Wira. 2013. Catatan Kematian: Saat Helaian Terakhir Itu Tiba. Yogyakarta: Buku Pintar. Zuhaili, Wahbah.1995. Al Qur‟an Paradigma Hukum dan Peradaban. Surabaya: Risalah Gusti. Zurayk, Ma‟ruf. 1994. Aku dan Anakku: Bimbingan Praktis Mendidik Anak Menuju Remaja. Bandung: Al Bayan. 4 1 DAFTAR NILAI SKK Nama : SITI SUKRILAH NIM : 11111144 P.A. : Dra. Ulfah Susilowati, M. Si. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Jurusan Progdi Jenis Kegiatan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) oleh DEMA STAIN Salatiga Achievement Motivation Training (AMT) “Membangun Mahasiswa Cerdas Emosi, Spiritual, dan Intelektual” oleh CEC & Ittaqo STAIN Salatiga Orientasi Dasar Keislaman (ODK) “ menemukan muara sebagai mahasiswa rahmatan lil alamin” oleh STAIN Salatiga Seminar Entrepreneurship dan Koprasi oleh KOPMA & KSEI STAIN Salatiga USER EDUCATION (Pendidikan Pemakai) oleh UPT PERPUSTAKAAN STAIN Salatiga Pendidikan dan Latihan Calon Pramuka Pandega ke-21 (PLCPP XXI) oleh Racana Kusuma Dilaga-Woro Srikandhi STAIN Salatiga Seminar Regional Kejurnalistikan “ Reorientasi Peran Jurnalistik dalam Prespektif sosial dan Budaya pada Era Post Modern” oleh LPM Dinamika Seminar Regional “Meningkatkan Nasionalisme Ditengah Goncangan Disintegrasi dan 1 : Tarbiyah : PAI Pelaksanaan Jabatan Nilai 20-22 Agustus 2011 Peserta 3 23 Agustus 2011 Peserta 2 24 Agustus 2011 Peserta 2 25 Agustus 2011 Peserta 2 19 September 2011 Peserta 2 30 September s/d 03 Oktober 2011 Peserta 2 06 Oktober 2011 Peserta 4 26 Oktober 2011 Peserta 2 Pengikisan Ideologi Nasional” oleh Komando Resimen Mahasiswa Mahadipa Kalimosodo STAIN Salatiga 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Daurah Mar‟atus Shalihah (DMS) dengan tema “Let‟s be an Inspiring Women” oleh LDK Darul Amal STAIN Salatiga Penggunaan Maktabah Syamilah & Mengetik Arab Cepat Dalam Acara “ STAIN ARABY” dengan tema: “Bahasa Arab Sebagai Penunjang Perkuliahan Mahasiswa”. Oleh ITTAQO STAIN Salatiga Seminar Nasional Entrepreneurship ”Tren Bisnis Berbasis Multimedia dan Teknologi Informatika sebagai Wujud Pasar Modern” oleh KOPMA FATAWA STAIN Salatiga Seminar Regional “Peran Mahasiswa dalam Mengawal BSLM (BLT) Tepat Sasaran” oleh DEMA STAIN Salatiga Bedah Buku Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan judul: “Sang Maha Segalagalanya Mencintai Sang MahaSiswa”. Oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Salatiga Komisariat Walisongo “Nisa‟ Mencari Bakat” (Lomba hasta Karya) dalam Milad X LDK Darul Amal STAIN Salatiga DMS (Dauroh Mar‟atus Sholehah) 1 dengan tema 2 26 November 2011 Peserta 2 17 Maret 2012 Peserta 2 21 April 2012 Peserta 8 03 Mei 2012 Peserta 4 14 Mei 2012 Peserta 2 17 Mei 2012 Peserta 2 26 Mei 2012 Peserta 2 “Unbreakable Muslimah” oleh LDK Darul Amal STAIN Salatiga 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. Seminar Nasional Ekonomi Syariah Bukan Ekonomi Biasa “Penerapan Nilai-Nilai Syariah dalam Praktik Perekonomian ” oleh KSEI STAIN Salatiga Pra Youth Leadership Training dengan tema “Surat Cinta Pembasmi Galau” oleh KAMMI Komisariat Salatiga Pendidikan dan Latihan Calon Pramuka Pandega ke – 22 (PLCPP XXII) oleh Racana Kusuma Dilaga-Woro Srikandhi STAIN Salatiga Dialog Publik dan Silaturahim Nasional dengan tema “Kemanakah Arah Kebijakan BBM? Mendorong Subsidi BBM Untuk Rakyat” oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Salatiga Sesorah Basa Jawa (SBJ) dengan tema “Mekar Ngrembagaaken Budaya Jawi Kanthi Jumbuhaken Lathi, Ati lan Pakerti” oleh LDK Darul Amal STAIN salatiga Seminar Pencegahan Bahaya NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif), HIV/AIDS Mewaspadai Pergaulan Bebas Untuk membentuk Remaja yang Tangguh & Launching PIK SAHAJASA STAIN Salatiga Tafsir Tematik “ Sihir dalam Prespektif AlQur‟an dan Hukum Negara” oleh 3 02 Juni 2012 Peserta 8 06 Oktober 2012 Peserta 2 12 – 15 Oktober 2012 Panitia 3 10 Nopember 2012 Peserta 8 26 Nopember 2012 Peserta 2 29 April 2013 Peserta 2 04 Mei 2013 Peserta 2 JQH STAIN Salatiga 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. Seminar Nasional “How to Develop the Best Generation” oleh Comunicative English Club (CEC) STAIN Salatiga Seminar Festival Dakwah MILAD XI LDK STAIN Salatiga dengan tema “Ya Allah, Aku Jatuh Cinta” Seminar Nasional “Mendetakkan Jantung Bangsa dengan Jurnalisme” oleh LPM Dinamika STAIN Salatiga KISMIS (Kajian Intensif Mahasiswa) “Agar Shalat Bukan Sekedar Kewajiban, Namun Kebutuhan” oleh LDK Darul Amal STAIN Salatiga Seminar Nasional “Guru Kreatif dalam Implementasi Kurikulum 2013” oleh HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga Islamic Public Speaking Training (IPST) oleh LDK Darul Amal STAIN Salatiga Dialog Energi “Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik Terhadap Perekonomian Indonesia Solusi Menciptakan Listrik Murah Untuk Rakyat Kecil dan Industri Dalam Negeri” oleh Dewan Mahasiswa (DEMA) STAIN Salatiga Tafsir Tematik “Konsep Pemiimpin Ideal Menurut Al Qur‟an: Telaah Al Qur‟an Surat Al An‟am Ayat 165” oleh JQH Al Furqon STAIN Salatiga Peserta Tahfidz 1 Juz Gebyar Seni 4 01 Juni 2013 Peserta 8 11 Juni 2013 Peserta 2 07 Oktober 2013 Peserta 8 10 Oktober 2013 Peserta 2 18 Nopember 2013 Peserta 8 05 Desember 2013 Peserta 2 12 Desember 2013 Peserta 2 17 Mei 2014 Peserta 05 Nopember 2014 Peserta 2 Qur‟aniyy (GSQ) Umum Ke-VI Se-Jawa Tengah oleh JQH Al Furqon STAIN Salatiga 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. “Seminar nasional Entrepreneurship” oleh Gerakan Pramuka Racana Kusuma Dilaga – Woro Srikandi STAIN Salatiga “Training Personality Plus Regional Jawa Tengah” oleh KARIMA Learning & Training Center Seminar keagamaan “Bahagia Sejak Mahsiswa” di STAIN Salatiga yang ditayangkan di TVRI Jawa Tengah PERBASIS (Perbandingan Bahasa Arab Bahasa Inggris)/ CEA (Comparison English Arabic)” oleh CEC dan Ittaqo STAIN Salatiga Kajian Intensif Mahasiswa “Fenomena Islam Di Salatiga” oleh LDK Darul Amal STAIN Salatiga Pentas Seni dan Diskusi “Potret Kebudayaan Papua Bagian Dari Kekayaan Indonesia” oleh Forum Mahasiswa Satu Inspirasi (FORMASI) “Seminar Nasional perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro Menghadapi Pasar Bebas ASEAN” oleh HMPS-AS STAIN 5 16 Nopember 2014 Peserta 8 23 Nopember 2014 Peserta 2 26 Nopember 2014 Peserta 2 27 Nopember 2014 Peserta 2 28 Nopember 2014 Peserta 2 11 Desember 2014 Peserta 2 Desember 2014 Peserta 8 6 1 Biodata Penulis Nama : Siti Sukrilah Tempat , Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 12 mei 1991 Alamat : Ngabean, Gunung Pati, Semarang, RT/RW 04/04 Nama Orang tua Ayah : Muhammad Daman Huri (Alm.) Ibu : Mir‟atun Alamat : Ngabean, Gunung Pati, Semarang, RT/RW 04/04 Riwayat Pendidikan: 1. RA Darul Ulum Reksosari Suruh Kab. Semarang, lulus pada tahun 1997. 2. MI Darul Ulum Reksosari Suruh Kab. Semarang, lulus pada tahun 2003. 3. MTs Darul Ulum Reksosari Suruh Kab. Semarang, lulus pada tahun 2008. 4. MAN Suruh Kab. Semarang, lulus pada tahun 2011. Salatiga September 2015 Penulis Siti Sukrilah 1 KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA (STUDI ANALISIS QURA’N SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR) Oleh: Siti Sukrilah NIM: 11111144 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN) SALATIGA 2015 LATAR BELAKANG MASALAH Pada masa sekarang ini, pengaruh keluarga mulai melemah dikarenakan adanya perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi. Waktu dan tenaga orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anak secara langsung telah tersita oleh berbagai aktivitas dalam memenuhi kebutuhan materi keluarga seharihari, sehingga pendidikan tauhid dalam keluarga menjadi sangat kurang. 1 Lanjutan ....... Yang akan dibahas dalam pokok masalah ini adalah: 1. Biografi Ibnu Katsir 2. Konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 3. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga studi analisis Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 dalam Tafsir Ibnu Katsir 4. Relevansi konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang Lanjutan ........... Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library reseach) yang difokuskan pada penelusuran dan penelaahan literature serta bahan pustaka lainnya yang terdiri dari: 1. sumber primer (Kitab Tafsir Ibnu Katsir karya Imam Jalil Alkhafidz „Imaduddin Abi Fida‟ Ismail Ibnu Katsir Alqurasyiyyu Addimasyqy.) 2. Sumber sekunder (Alqur’an dan terjemahannya DEPAG, Ulumul Qur’an, Ensiklopedi Tematis dunia Islam, Studi Ilmu Alqur’an, Ensiklopedi Islam Indonesia, Solusi Alqur’an, dan bukubuku lain yang bersangkutan dengan pembahasan skripsi ini). 2 Lanjutan ..... Tenik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer dan sekunder yang relevan. Setelah data terkumpul maka dilakukan penelaahan serta sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. Lanjutan ........... Teknik analisis data yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. 3 1. Ibnu Katsir adalah seorang ahli tafsir dan sejarah ternama. Ia juga seorang ahli fiqih dan ahli hadis. Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur Bashri yang masuk wilayah Damaskus dan wafat pada tahun 774 H di Damaskus. Salah satu karya ilmiah Ibnu Katsir yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah kitab Tafsîr al Qurân al ‘Azîm yang termasyhur dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsir pada Qur’an Surat al Baqarah ayat 132-133 KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS QUR‟AN SURAT ALBAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR Konsep = segala sesuatu yang digunakan akal budi untuk memahami sesuatu Pendidikan = proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang Tauhid = mengesakan Allah Keluarga = semua fihak yang ada hubungan darah sehingga tampil sebagai clan atau marga yang dalam berbagai budaya 4 ٍَّ إِ َّن هللاَ اصْ طَفًَ لَ ُك ُم ال ِّدَهَ فَالَ تَ ُمىت ُ َّه ِإال َ َُو َوصًَّ بِهَ إِ ْب َرا ِهُ ُم بَىُِ ِه َوََعْ ق َّ ِىب ََابَى ْ ْ ْ ُ ُ ىب ال َمىْ ثَ إِذ قَا َ لِبَىُِ ِه َما َ { أ َ ْ ُ ىت ُ ْم ه َ َد َء إِذ َح َ َر ََعْ ق132 ََوأَوتُم م ْسلِ ُمىن اعُ َل َو ِإ ْس َحا َ ِإالَها َ ِك َوإِلَهَ َءابَ ئ َ َ تَعْ بُ ُدونَ ِمه بَ ْع ِدٌ قَالُىا وَعْ ب ُ ُد ِإلَه ِ ك ِإ ْب َرا ِهُ َم َو ِإ ْس َم {133 َاحدا َووَحْ هُ لَه ُ ُم ْس ِل ُمىن ِ َو Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’kub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam” 132 Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anakanaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku”. Mereka menjawab. “Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyang-mu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya” 133 2. Konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 merupakan proses membimbing manusia untuk tetap teguh kepercayaannya bahwa Allah Maha Esa dan hanya tunduk kepada-Nya sampai akhir hayat. 5 Pendidikan dalam Islam merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia yang harus ditempuh bahkan merupakan sebuah kewajiban. Orang pertama yang bertanggug jawab terhadap pendidikan keluarga adalah orang tua (ayah dan Ibu) untuk bekal dalam menghadapi kehidupan masa depan anak. Pada Q.S al-Baqarah ayat 132 kata al-dîn jika dihubungkan dengan alislâm berarti beribadah kepada Tuhan, atau taat dan tunduk kepada syariat-Nya. Sedangkan pada ungkapan إلها واحدا (yaitu Ilah Yang Maha Esa) dalam Q.S al-Baqarah ayat 133, berbicara tentang tauhid (keesaan Allah). Pengertian Esa adalah merupakan pusat bagi seluruh sifat-sifat Allah yang wajib dimiliki-Nya. 6 Seperti nasehat Ibrahim dan Ya‟qub kepada anaknya yaitu adanya larangan untuk meninggalkan agama Islam sampai akhir hayat tersebut tidak hanya menyampaikan bagaimana cara mendidik anak dan menanamkan tauhid kepada anak namun juga menghadirkan karakter kepribadian seorang ayah yang patut diteladani. 3. Sedangkan konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu Katsir dalam Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 adalah, upaya membina manusia dalam menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah SWT sepanjang hayatnya dalam keluarga secara berkesinambungan sampai keturunannya di masa depan kelak meskipun berbeda cara atau metode dalam pelaksanaannya. 7 anak-anak Ibrahim dan juga anak-anak Ya‟qub selain anak kandung juga dalam hal tradisi Arab yang menyebut paman dengan sebutan ayah karena Ismail adalah paman Ya‟qub. proses pendidikan tauhid pada Lafal Ilaahawwaahida “(Yaitu) Ilah yang Maha Esa”. Ibnu katsir mengartikannya bahwa, kami (anak-anak Ya‟qub) mengesakan dalam penghambaan kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. 4. Adapun relevansi pendidikan tauhid dalam keluarga dimasa sekarang adalah bahwa pendidikan tauhid di masa sekarang ini harus berusaha lebih keras lagi untuk terus memperhatikan dengan membuat metode yang variatif agar anak didik dapat mengikuti dengan nyaman dan tidak terbebani akan aturan-aturan yang harus dilaluinya untuk mencapai tujuan dari pendidikan tauhid ini. 8 Dalam mendidik anak, diharapkan bahwa adanya kerjasama antar pihak orang tua dan guru, tidak hanya diserahkan kepada lembaga pendidikan saja terutama pada pendidikan tauhid. Karena pendidikan tauhid adalah pondasi paling penting untuk membentengi manusia agar dapat memilih yang positif dan membuang yang negatif dan tauhid merupakan tujuan dari semua segi kehidupan manusia. TERIMA KASIH .......................... 9