konsep pendidikan tauhid dalam keluarga studi analisis qur`an surat

advertisement
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH
AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
OLEH
SITI SUKRILAH
NIM: 11111144
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
SALATIGA
2015
i
ii
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH
AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
OLEH
SITI SUKRILAH
NIM: 11111144
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
SALATIGA
2015
iii
KEMENTERIAN AGAMA RI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN(FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 salatiga 50721
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
Mufiq, S.Ag., M.Phil.
DOSEN IAIN SALATIGA
Persetujuan Pembimbing
Lamp
: 4 Eksemplar
Hal
: Naskah Skripsi
Saudari
:SITI SUKRILAH
Kepada:
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga
di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya
maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi mahasiswa:
Nama
: SITI SUKRILAH
NIM
: 111 11 144
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul
:KONSEP
PENDIDIKAN
TAUHID
DALAM
KELUARGA STUDI ANALISIS QUR‟AN SURAT AL
BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU
KATSIR
Dengan ini kami mohon skripsi mahasiswa tersebut di atassupaya segera
dimunaqasyahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Salatiga, 29 Agustus 2015
Pembimbing
Mufiq, S.Ag., M.Phil.
NIP. 19690617 199603
iv
1004
KEMENTERIAN AGAMA RI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN(FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 salatiga 50721
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
SKRIPSI
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH
AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR
DISUSUN OLEH
SITI SUKRILAH
NIM 111 11 144
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga, pada tanggal 22 September 2015 dan telah dinyatakan memenuhi
syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
: Dr. Agus Waluyo, M.Ag.
Sekretaris Penguji
: Mufiq, S.Ag., M.Phil.
Penguji I
: Imam Mas Arum, M.Pd.
Penguji II
: Siti Rukhayati, M.Ag.
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini:
Nama
: SITI SUKRILAH
NIM
: 111 11 144
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Salatiga, 29 Agustus 2015
Yang Menyatakan
Siti Sukrilah
NIM. 111 11 144
vi
MOTTO
“Sesungguhnya Allah menilai proses, tidak sekedar hasil akhir”
vii
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis
persembahkan skripsi ini kepada:
1. Alm. Bapakku dan Ibundaku tercinta, Bapak Moh Daman Huri Alm. dan
Ibu Mir‟atun yang telah banyak berkorban tanpa letih dan pamrih demi
kesuksesan putrinya.Terimakasih atas cinta, kasih sayang, doa, bimbingan
dan nasihat dalam kehidupan ini. Semoga selalu diberikan kesehatan,
kebahagiaan, dan mendapat limpahan kasih sayang Allah Swt dunia
akhirat.
2. Kakak-kakakku tersayang, Mba Kholidatun, Mba Istiqlaliyah, Mba
Muttaqiyatun, Mba Siti, Mba Sol, Mba Hayati, Mas Muttaqin, Mas Najib,
Mas Mujib, Mas Syakir yang telah membantu membiayai sekolah dan
kuliahku, yang selalu memberi arahan, motivasi, doa dan sumber inspirasi
dalam hidupku. Semoga sehat selalu, diberi keselamatan di dunia dan
akhirat kelak, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam kebahagiaan dan
lindungan Allah Swt.
3. Bapak/Ibu guru dari RA, MI, MTs., MA, serta Bapak/Ibu dosen IAIN
Salatiga yang telah mengajar dan membimbingku hingga mengetahui
berbagai ilmu pengetahuan. Semoga selalu diberi kesehatan, keselamatan
serta keberkahan hidup oleh Allah SWT.
4. Sahabatku dari kecil hingga sekarang yang selalu memberikan motivasi
dalam hidupku. Semoga amal baiknya selalu diterima oleh Allah SWT.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Swt.
Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah Saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam. Skripsi ini adalah
“KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS
QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU
KATSIR”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2.
Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3.
Siti Rukhayati M.Ag. , selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
4.
Mufiq, S.Ag., M.Phil., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan dengan ikhlas dan sabar serta
pengorbanan
waktunya
dalam
upaya
menyelesaikan skripsi ini.
ix
membimbing
penulis
untuk
5.
Drs. H. Moh. Saerozi, M.Ag., sebagai pembimbing sebelumnya yang telah
memberikan
bantuan
dan
bimbingannya
dengan
ikhlas
dan
sabar
sertapengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis.
6.
Dra. Ulfah Susilowati. M.Si. selaku Dosen pembimbing akademik yang telah
membantu peneliti selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
7.
Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8.
Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta
bantuan.
9.
Sahabat-sahabatku Sulastri, Mila, Ani, Ana, Setya, Iis, Ma‟rifah,terima kasih
atas dukungan, motivasi serta inspirasinya.
10. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011, khususnya teman-teman PAI
kelas D.
11. Semua yang bekerja di Perpustakaan IAIN Salatiga dan Perpustakaan dan
Arsip Daerah Kota Salatiga atas pelayanannya yang sangat baik.
12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian
skripsi ini semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah Swt.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda amiin. Penulis sadar bahwa dalam
penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan penelitian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan
x
memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Aamiin ya robbal
„alamiin.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 29 Agustus 2015
Penulis,
Siti Sukrilah
xi
ABSTRAK
Sukrilah, Siti. 2015. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Studi Analisis
Qur‟an Surat Al Baqarah Ayat 132-133 Dalam Tafsir Ibnu
Katsir.Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Mufiq, S.Ag., M.Phil..
Kata Kunci: Konsep Pendidikan Tauhid, Keluarga
Pendidikan tauhiddalam keluarga merupakan dasar terpenting dalam
pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk menghadapi masa
depan yang penuh tantangan. Pendidikan tauhid dalam keluarga yang baik
diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin baik dan maju sehingga dengan
ini akan menimbulkan adanya keteguhan iman umat muslim sepanjang hayat.
Pendidikan tauhid dalam keluarga pada era kemajuan teknologi seperti sekarang
ini semakin tidak mudah untuk diterapkan pada kenyataannya.Pendidikan tauhid
yang pertama kali harus dimulai adalah dari sebuah keluarga. Salah satunya
adalah melalui teladan, latihan, dan pembiasaan diriseperti dalam qur‟an surah al
Baqarah ayat 132-133 yang terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir.
Fokus penelitian yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimana biografi Ibnu
Katsir. 2. Bagaimana konsep pendidikan Tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an
Surat al Baqarah ayat 132-133. 3. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam
keluarga menurut Ibnu Katsir. 4. Relevansi konsep pendidikan tauhid dalam
keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research),
sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumetasi
(documentation research methode),analisis data yang digunakan dalam skripsi ini
adalah analisis isi (content analysis).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1. Ibnu Katsir adalah seorang ahli
tafsir dan sejarah ternama. Ia juga seorang ahli fiqih dan ahli hadis. Ibnu Katsir
lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur Bashri yang masuk wilayah Damaskus
dan wafat pada tahun 774 H di Damaskus. Salah satu karya ilmiah Ibnu Katsir
yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah kitab Tafsîr al Qurân al „Azîmyang
termasyhur dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsirpada Qur‟an Surat al Baqarah ayat
132-133. 2. Konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al
Baqarah ayat 132-133 merupakan proses membimbing manusia untuk tetap teguh
kepercayaannya bahwa Allah Maha Esa dan hanya tunduk kepada-Nya sampai
akhir hayat. 3. Sedangkan konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu
Katsir dalam Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 adalah,
upayamembinamanusiadalammenyerahkandirisecaramutlakkepadaAllah
SWT
sepanjang hayatnya dalam keluarga secara berkesinambungan sampai
keturunannya di masa depan kelak meskipun berbeda cara atau metode dalam
pelaksanaannya. 4. Adapun relevansi pendidikan tauhid dalam keluarga dimasa
sekarang adalah bahwa pendidikan tauhid di masa sekarang ini harus berusaha
lebih keras lagi untuk terus memperhatikan dengan membuat metode yang variatif
agar anak didik dapat mengikuti dengan nyaman dan tidak terbebani akan aturanaturan yang harus dilaluinya untuk mencapai tujuan dari pendidikan tauhid ini.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ................................................................................................................. i
LEMBAR BERLOGO .......................................................................................... ii
JUDUL .................................................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... .. vi
MOTTO ................................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ..xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 6
E. Metode Penelitian............................................................................. 7
F. Definisi Operasional ......................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 15
xiii
BAB II
BIOGRAFI IBNU KATSIR ............................................................... 16
A. Riwayat Hidup Ibnu Katsir .............................................................. 16
1. Riwayat Keluarga ........................................................................ 16
2. Riwayat Pendidikan ..................................................................... 17
3. Karya-karya Ibnu Katsir .............................................................. 19
4. Riwayat Pengabdian .................................................................... 21
B. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir ......................................................... 22
1. Gambaran Umum Tafsir Ibnu Katsir ........................................... 22
2. Metode Tafsir Ibnu Katsir............................................................ 24
3. Corak Tafsir Ibnu Katsir .............................................................. 24
4. Karakteristik................................................................................. 25
BAB III KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA .......... 28
A. Pengertian ........................................................................................ 28
B. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Al Qur‟an .................................. 32
C. Konsep Menurut Ibnu Katsir ........................................................... 37
BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM
KELUARGA ....................................................................................... 46
A. Analisis Qur‟an Surat Al Baqarah Ayat 132-133 ............................ 46
B. Relevansi Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Di kehidupan
Sekarang........................................................................................... 51
xiv
BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 61
A. Kesimpulan ..................................................................................... 61
B. Saran ............................................................................................... 64
C. Penutup .......................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran
2
Daftar Nilai SKK
Lampiran
3
Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran
4
Riwayat Hidup Penulis
Lampiran
5
Lembar Power Point
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya
juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang
dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk
secara khusus untuk memudahkan pencapaian yang lebih tinggi. Pendidikan
merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju ke arah cita-cita
tertentu, maka yang merupakan masalah pokok bagi pendidikan ialah memilih
arah atau tujuan yang ingin dicapai (Hasbullah, 2009: 10). Dengan begitu hal yang
paling utama adalah dalam rangka penghambaan diri terhadap Allah SWT dengan
waktu yang telah dianugerahkan kepada manusia selama masih hidup.
Prof. Dr. Kamal Hasan memberikan penjelasan pendidikan dalam
perspektif Islam, adalah suatu proses seumur hidup untuk mempersiapkan
seseorang agar dapat mengaktualisasikan peranannya sebagai khalifatullah di
muka bumi. Dengan kesiapan tersebut, diharapkan dapat memberikan sumbangan
sepenuhnya terhadap rekonstruksi dan pembangunan masyarakat dalam mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat (Kurniasih, 2010: 63).Hal itu dimulai dari lingkup
yang paling kecil yaitu sebuah keluarga tempat dimana seorang anak tinggal.
Orangtua memiliki kewajiban untuk membentuk generasi pengubah
peradaban.Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan kreativitas anakanak dengan nilai-nilai spiritualitas.Berdasarkan ajaran Islam, tanggung jawab
pendidikan, pembentukan kualitas, dan kepribadian anak merupakan tanggung
1
jawab kedua orang tua (Kurniasih, 2010: 149). Tidak bisa orang tua menyalahkan
orang lain jikalau anak sedang terpengaruh oleh budaya luar yang tidak sesuai
dengan norma.
Pada masa sekarang ini, pengaruh keluarga mulai melemah karena
perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi.Keluarga telah kehilangan
fungsinya dalam pendidikan.Sebagian tanggung jawab keluarga beralih kepada
orang-orang yang menggeluti profesi tertentu, seperti halnya pabrik roti, benang,
tekstil dan lain-lain.Pabrik roti, benang, tekstil berperan sebagai sesuatu yang
dijadikan tumpuan bagi orang tua dalam memenuhi kebutuhan untuk keluarga
sehari-hari.Jika diamati, hal tersebut telah mengambil waktu dan tenaga yang
banyak dari setiap harinya sehingga waktu untuk keluarga adalah waktu untuk
istirahat.Kalaupun dapat dilakukan untuk keluarga masih kurang maksimal.Di
sinilah orang tua seharusnnya sadar bahwa anak-anak sekarang mengalami
kerugian yang besar.Karena kurangnya kebersamaan antara anak dengan orang
tua, sehingga anak kurang memiliki kedekatan emosional dengan mereka yang
menyebabkan anak kurang begitu peka terhadap mereka.Di sini keluarga memiliki
peranan yang besar dalam mendidik dan mempengaruhi anak-anak (Zurayk, 1994:
21). Dengan waktu-waktu yang telah dilalui, maka apa saja yang telah dilihat,
didengar, dan dirasakan anak merupakan suatu pembelajaran untuknya di masa
depan nanti. Banyak sekali orang tua tidak dapat lagi mendampingi serta medidik
anaknya karena waktu yang telah tersita oleh pekerjaan mereka untuk memenuhi
materi keluarga.
Lembaga pendidikan, harus melatih anak didiknya untuk bersikap sopan,
2
mempunyai sikap sosial yang baik, menjadi warga negara yang baik, disiapkan
untuk mengambil tempat yang tepat di dunia, untuk bekerja sama dengan orang
lain namun memiliki pandangan mandiri, untuk mematuhi aturan pendisiplinan
(Kane, 2004: 216). Pendidikan anak tergantung sejauh mana kerja sama antara
sekolah dan keluarga, guru dan orang tua (Zurayk, 1994: 23). Tidak hanya dilepas
begitu saja setelah diserahkan di dalam sebuah lembaga pendidikan, kemudian
dengan mudah mengkambing hitamkan lembaga pendidikan jika anak berbuat
sebuah penyelewengan.Akan tetapi tetap ada pantauan dan interaksi yang
mendukung untuk perkembangan pendidikan anak hingga kembali berkumpul
keluarga.
Untuk membentuk anak yang saleh, dibutuhkan pendidikan yang terarah
sebagaimana diajarkan Al-Qur‟an.Pendidikan agama, pendidikan budi pekerti dan
pendidikan moral perlu ditanamkan sedini mungkin kepada anak sehingga
terbentuk karakter anak yang jelas menjadi dambaan orang tua, nusa, bangsa dan
agamanya (Marijan, 2012: 18). Gangguan pada pertumbuhan kepribadian
seseorang mungkin disebabkan pecahnya kehidupan keluarga batih (keluarga
yang terdiri dari: suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang belum menikah)
secara fisik maupun mental (Soekanto; 23). Banyak dijumpai terbentuknya
keluarga yang kurang persiapan matang sebelumnya, sehingga banyak terjadi
masalah-masalah yang tidak bisa di atasi dan menimbulkan meluasnya masalah
hingga dampaknya sampai ke masyarakat.
Orang tua tidak bisa cuci tangan terhadap moral si anak.Telah menjadi
pendapat umum bahwa keteladanan lebih berharga bagi tumbuh dan
3
berkembangnya moral anak daripada seribu nasihat.Keteladanan yang diikuti
pembelajaran adalah dua perilaku yang menyatu, membangun bangunan kokoh
tak mudah untuk digoyahkan.Kokoh sekali (Marijan, 2012: 40).Berpedoman pada
Al Qur‟an mengenai kisah-kisah orang terdahulu yang berpegang teguh pada tali
agama Allah layaknya dalam Surat Albaqarah ayat 132-133 terdapat nama-nama
seperti Ibrahim, Ismail dan Iskhak, Ya‟qub.
Bagi kaum muslimin, Ibrahim adalah manusia teladan dalam hal ketaatan
kepada Allah dan keteguhan menegakkan tauhid.Ia digambarkan oleh Alqur‟an
sebagai manusia pilihan, kekasih Allah, saleh, siddik, muslim, hanif, dan lain
sebagainya. Tidak mengherankan bahwa institusi haji, korban dan khitan, yang
dimulai oleh Ibrahim, tetapi dihidupkan oleh Islam (IAIN Syarif Hidayatullah,
1992: 393).
Dalam Surat al Baqarah ayat 132-133 terdapat ajaran nilai pendidikan
anak yang pastinya memiliki cakupan dengan nilai-nilai pendidikan, penulis
tertarik mengetahui konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam ayat tersebut
melalui kajian pustaka atas Tafsir Ibnu Katsir.Berdasarkan latar belakang di atas,
maka peneliti tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul
skripsi “KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA (STUDI
ANALISIS QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM
TAFSIR IBNU KATSIR)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan diatas maka
4
yang menjadi masalah pokok dalam bahasan ini adalah:
1. Bagaimana Biografi Tafsir Ibnu Katsir?
2. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut Alqur‟an Surat
Albaqarah ayat 132 dan 133?
3. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Tafsir Ibnu
Katsir?
4. Bagaimana Relevansi Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut
Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menentukan
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana Biografi Tafsir Ibnu Katsir.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut
Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132 dan 133.
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga
menurut Tafsir Ibnu Katsir.
4. Untuk mengetahui bagaimana Relevansi Konsep pendidikan tauhid dalam
keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang.
D.Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi:
5
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dapat
berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya
dunia pendidikan Islam.
b. Dapat menambah khasanah teoritis tentang konsep pendidikan tauhid
dalam keluarga.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai konsep pendidikan tauhid dalam
keluarga untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman sebagai seorang
pendidik.
b. Bagi Lembaga pendidikan
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang ada, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan
penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara
umum.
Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia
pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikanyang ada di Indonesia
sebagai solusi terhadap permasalahan yang ada.
E.Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
6
Metode penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library reseach) yang
difokuskan pada penelusuran dan penelaahan literature serta bahan pustaka
lainnya.
2. Sumber Data
a. Sumber primer
Kitab Tafsir Ibnu Katsir karya Imam Jalil Alkhafidz „Imaduddin
Abi Fida‟ Ismail Ibnu Katsir Alqurasyiyyu Addimasyqy.
b. Sumber sekunder
Sumber data lain yang digunakan penulis dalam penelitian ini
berupa buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang
menjadi pokok bahasan penelitian ini, antara lain: TerjemahTafsir Ibnu
Katsir, Alqur‟an dan terjemahannya DEPAG, Ulumul Qur‟an,
Ensiklopedi Tematis dunia Islam,Studi Ilmu Alqur‟an, Ensiklopedi Islam
Indonesia, Solusi Alqur‟an, dan buku-buku lain yang bersangkutan
dengan pembahasan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu langkah penelitian, diperlukan
prosedur sistematik, logis dan valid, baik secara langsung (primer) atau
tidak langsung (seconder) dan (tersier). Metode ini terkait dengan
keperluan analisis dan pelaksanaan pembahasan (process) riset secara
benar untuk menemukan kesimpulan, memperoleh jawaban (output) dan
sebagai upaya untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi
(Ruslan, 2010: 27)
7
Adapun tenik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang
menjadi sumber data primer dan sekunder yang relevan. Setelah data
terkumpul
maka
dilakukan
penelaahan
serta
sistematis
dalam
hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau
informasi untuk bahan penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Menurut Miles & Huberman (1992: 16) bahwa analisis terdiri dari
tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan. Reduksi data berlangsung terus menerus
selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung.
Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data
merupakan
suatu
bentuk
analisis
yang
menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi
data
dengan
cara
sedemikian
rupa
hingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
Dengan “reduksi data” peneliti tidak perlu mengartikannya
sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan dalam
aneka macam yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan
8
atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih
luas dan sebagainya. Kadang kala dapat juga mengubah data ke
dalam angka-angka atau peringkat-peringkat, tetapi tindakan ini
tidak selalu bijaksana.
b. Penyajian Data
Menurut Miles & Huberman membatasi suatu “penyajian”
sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka
meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan
suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Semuanya
dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam
suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang
penulis yang merupakan juga penganalisis dapat melihat apa yang
sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang
benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut
saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin
berguna.
c. Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah
sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulankesimpulan juga
diverifikasi
selama penelitian berlangsung.
Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas
dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu
9
tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi
begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali serta
tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan
“kesepakatan intersubjektif” atau juga upaya-upaya yang luas untuk
menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang
lain. Makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji
kebenarannya (Huberman, 1992: 16-18).
Dalam penarikan kesimpulan penulis juga menggunakan metode
antara lain:
1) Pendekatan deduktif
Pendekatan deduktif yaitu penulisan kritik dan esai dengan
menetapkan ukuran yang benar-benar dipahami dan diyakini
secara objektif dan konsisten.Ukuran yang digunakan diantaranya
tentang kaidah moral, kaidah sosial, kaidah hukum, atau kaidah
ilmiah.Penulis harus netral, tidak boleh mengikuti emosi dan
kehendak sendiri.Penilaian harus diberikan secara jujur dan
objektif (Haryanta, 2012: 200).
Dengan pendekatan deduktif ini penulis menganalisis data
yang berupa berbagai interpretasi tafsir Surat Albaqarah ayat 132133 baik dari sumber data primer maupun sekunder untuk
kemudian ditemukan kekhususan konsep pendidikan tauhid dalam
keluarga yang terkandung di dalam surat Albaqarah ayat 132-133.
2) pendekatan Induktif
10
Pendekatan induktif yaitu penulisan kritik dan esai dimana
penulis dapat langsung mengamati karya sastranya dan langsung
membuat
kesimpulan
berdasarkan
penilaian
dari
sudut
pandangnya (Haryanta, 2012: 200-201).
Berangkat dari analisa konsep khusus pendidikan tauhid
dalam keluarga yang terkandung dalam surat Al Baqarah ayat
132-133, kemudian konsep tersebut dapat ditarik kesimpulan
yang merupakan esensi dari konsep pendidikan yang terkandung
dalam surat Albaqarah ayat 132-133 secara umum.
3) Metode Tahlili
Metode tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud
menjelaskan kandungan ayat-ayat al Qur‟an
dari seluruh
aspeknya, dimulai dengan menguraikan arti kosa kata yang diikuti
dengan penjelasan mengenai arti ayat secara global, kemudian
mengemukakan
munasabah
(korelasi)
ayat-ayat
serta
menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut dilanjutkan
dengan membahas asbabun nuzul (latar belakang turunnya ayat)
dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, atau sahabat, atau para
tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat
para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang
pendidikannya, dan sering pula bercampur baur pembahasanpembahasan dan lainnya yang dipandang dapat membantu
memahami nash al Qur‟an tersebut (Al Farmawi, 1996: 12)
11
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahfahaman dengan maksud judul yang penulis
angkat, maka akan dijelaskan batasan masing-masing istilah dari judul
skripsi ini.
1. Konsep Pendidikan Tauhid
Konsep pendidikan tauhid terdiri dari tiga kata, yaitu konsep,pendidikan
dan tauhid.
a. Konsep yang penulis maksud seperti dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa, “Konsep yaitu: rancangan, ide atau
pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Pusat bahasa
Depdiknas, 2007: 588).
b. Kata pendidikan berasal dari kata didik. Kata didik mendapatkan
awalan “me” sehingga menjadi “mendidik” berarti memelihara dan
memberi latihan diperlukan adanya sebuah pengajaran, tuntunan dan
pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Kemudian
pengertian pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan (Islamuddin, 2012:
3).
c. Kata tauhid berasal dari bahasa Arab tawhîd yang berarti
mengesakan. Tauhid adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan
tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini dirumuskan dalam kalimat
syahadat lâ ilâha illâ Allâh (tidak ada Tuhan selain Allah). Kata
12
tauhid adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja lampau
wahhada yang merupakan derivasi dari akar kata wahdah yang
berarti
keesaan,
kesatuan,
dan
persatuan
(Dewan
Redaksi
Ensiklopedi, 1994: 90).
Berdasarkan beberapa istilah di atas, maka konsep pendidikan tauhid yang
dimaksud penulis adalah gambaran dari proses perubahan sikap dan tingkah
laku seseorang dalam mengetahui, mengenal dan mendekatkan diri kepada
Allah Yang Maha Esa.
2. Keluarga
Kata keluarga dalam arti sempit didasarkan pada hubungan darah yang
terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang disebut dengan keluarga inti. Sedangkan
dalam arti luas, semua fihak yang ada hubungan darah sehingga tampil sebagai
clan atau marga yang dalam berbagai budaya setiap orang memiliki nama kecil
dan nama keluarga atau marga (Ulfatmi, 2011: 20).
Maka, konsep pendidikan tauhid dalam keluarga adalah gambaran
mewujudkan suasana belajar untuk mengembangkan segala potensi secara
sadar disertai keyakinan bahwa selalu ada Allah yang Maha Esa dalam sebuah
kelompok dimana seseorang tinggal untuk bekal manusia dalam menjalani
sebuah kehidupan sebagai khalifatullah di bumi.
3. Surat Al Baqarah
Surat Al Baqarah adalah surat yang terpanjang dalam al Qur‟an yang turun
di Madinah dalam masa tidak kurang dari sembilan tahun. Panjangnya masa
tersebut, ditambah dengan keragaman penduduk Madinah, baik suku, agama,
13
maupun kecenderungan, menjadikan surah ini mengandung 286 ayat yang
keseluruhannya terdiri dari dua setengah juz dari tiga puluh juz ayat-ayat al
Qur‟an.
Al Baqarah (seekor sapi) adalah namanya yang paling populer. Ini karena
dalam surah ini ada uraian tentang sapi yang diperintahkan Allah SWT kepada
Bani Israil (penganut agama Yahudi) untuk menyembelihnya dalam rangka
menampik tuduh menuduh antara mereka menyangkut pembunuhan yang tidak
dikenal siapa pelakunya.
Ia dinamai juga as sinâm yang berarti puncak, karena tiada lagi puncak
petunjuk setelah kitab suci ini. Juga az Zahrâ‟, yakni terang benderang, karena
kandungan surah ini menerangi jalan dengan benderang menuju kebahagiaan
dunia dan akhirat, serta menjadi penyebab bersinar terangnya wajah siapa yang
mengikuti petunjuk-petujuknya (Shihab, 2012: 11-12).
4. Tafsir Ibnu Katsir
Pada dasarnya, Tafsir Ibnu Katsir merupakan sebuah tafsir yang
pengarangnya bertumpu pada penjelasan sekadarnya yang hanya berguna bagi
ulama tertentu saja. Kemudian para ulama itu memperdalam topik-topik ayat
yang ditafsirkan selaras dengan minat mereka
secara terinci dan luas.
Penjelasan sekadarnya itu dimaksudkan agar ulama memperdalam pokokpokok ilmu tafsir selaras dengan kompetensi naluri keilmuan dan
pemahamannya dalam membahas hal-hal yang kompleks menjadi sederhana
dan yang sulit menjadi terurai dan gamblang (Rifa‟i, 1999: dalam Pengantar
Cetakan Pertama)
14
G.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan
mengolah hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut
susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis
dan mudah dipahami. Adapun sistematika akan penulis jelaskan sebagai
berikut:
BAB I :
Pendahuluan, pada bab ini berisi: latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
metode penelitian, definisi
operasional
dan sistematika
penulisan.
BAB II :
Berisi Biografi Ibnu Katsir, karya- karya Ibnu Katsir, dan
sistematika Tafsir Ibnu Katsir.
BAB III :
Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang berisi
pengertian, konsep dalam Alqur‟an, dan konsep menurut Ibnu
Katsir.
BAB IV :
Relevansi konsep pendidikan tauhid dalam keluarga berisi
analisis atas Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132-133, dan
Relevansi di kehidupan sekarang.
BAB V :
Penutup menguraikan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II
BIOGRAFI IBNU KATSIR
A. Riwayat Hidup Ibnu Katsir
15
1. Riwayat Keluarga
Ibnu Katsir adalah seorang ahli tafsir dan sejarah ternama. Nama lengkapnya
ialah Abu al-Fida, Imaduddin Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir al-Quraisyi alBasrawi ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan
Ibnu Katsir(IAIN Syarif
Hidayatullah, 1992: 365).
Ibnu Katsir merupakan seorang ahli fiqih, ahli hadis, ahli sejarah, dan ahli
tafsir. Hafiz Ibnu Hajar berkata ”Ia adalah seorang ahli hadis dan fuqaha.
Karangan-karangan Ibnu Katsir itu memenuhi negeri selagi ia masih hidup dan
dimanfaatkan setelah ia meninggal” (Quthan, 1995: 228).
Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur Bashri yang masuk
wilayah Damaskus. Pada usia 3 tahun, kira-kira tahun 703 H, ayahnya wafat.
Sejak saat itu, Ibnu Katsir diasuh oleh kakaknya di Damaskus. Di kota inilah ia
pertama kali mengenyam pendidikan,(Ghofur, 2008: 105-106)yaitu pada masa
Dinasti Mamluk, dan yang berkuasa pada saat itu adalah Sultan an-Nashir Ibnu
Qalawun yang kemudian turun tahta pada tahun 1308 M, dan digantikan oleh alMalik al-Muzhaffar Baybars al-Jazhangir yang berpusat di Kairo (Jindan, 1999:
26).
Ibnu Katsir meninggal dunia tak lama setelah menulis kitab al-Ijtihâd fî
Talab al-Jihâd(Ghofur, 2008: 109).Ia wafat di Damaskus pada tahun 774
H(Thanthawi, 2013: 143). Ia dikebumikan di pemakaman sufi, tepat di samping
makam gurunya, Ibnu Taimiyah(Ghofur, 2008: 109).
2. Riwayat Pendidikan
16
Guru pertama yang membimbing Ibnu Katsir ialah Burhanuddin al-Fazari,
seorang ulama penganut mazhab Syafi‟i(Ghofur, 2008: 106). Pada saat itu, Imam
Syafi‟i dikenal sebagai salah seorang ahli teori dan sintesis hukum terbesar dalam
sejarah intelektual Islamsetelah wafatnya, karena Imam Syafi‟i diberkati memori
yang luar biasa dan intelektual yang tajam. Imam Syafi‟i mampu menyelaraskan
metodologi hukum Abu Hanifah dan Malik dan menciptakan sebuah sintesis
hukum baru yang komprehensif dan original(Mojlum Khan, 2012: 141).
Selama bertahun-tahun Ibnu Katsir tinggal di Damaskus. Bersama kakaknya,
ia hidup sangat sederhana. Meski demikian, tekadnya untuk menuntut ilmu sangat
besar. Kecerdasan dan daya hafal yang kuat menjadi modal utama baginya untuk
mengkaji, memahami, dan menelaah berbagai disiplin ilmu. Misalnya, tafsir,
tarikh, hadis, fiqih, dan sejarah.
Walaupun dalam hukum fikih ia menyatakan diri sebagai pengikut aliran
Syafi‟i, namun hal itu tidak menghalanginya untuk belajar dan mendalami ilmuilmu keislaman dari tokoh Ibnu Taimiyah (661-738 H) walaupun sedikit ia
terpengaruh oleh jalan pemikiran tokoh tersebut. Oleh karena ia sangat dekat
dengan Ibnu Taimiyah dan menyayanginya. Ia pernah difitnah karena dekatnya
dengan gurunya tersebut(Ghofur, 2008: 106).Ibnu Taimiyah terjerat fitnah yang
menuduhnya sebagai ahli bid‟ah dan dituduh mengajarkan kepada masyarakat
bahwa “Allah berada di atas singgasanaNya” itu dapat diterjemahkan dengan
Allah turun dari singgasana sebagaimana manusia turun dari tempat duduknya;
artinya Allah berada dalam, atau dibatasi dengan ruangan. Kendati berusaha untuk
17
membela diri, namun para sufi terus mendiskreditkan dirinya dipimpin sufi yang
sangat berpengaruh pada kala itu, Syeikh Nashr al-Manjibi (Jindan,1999: 43).
Nama Ibnu Katsir mulai diperhitungkan di jagat intelektual Damaskus,
Suriyah, ketika terlibat dalam sebuah penelitian untuk menetapkan hukuman
terhadap seorang zindik yang didakwa menganut paham hulûl, yakni suatu paham
yang berkeyakinan bahwa Allah bersemayam dalam diri hamba. Penelitian itu
diprakarsai Gubernur Suriah, yakni Altunbuga an-Nasiri.
Walau reputasi akan sikap pribadi dan kecerdasan Ibnu Katsir mulai meroket,
namun ia tak cepat puas. Ia bermaksud mendalami ilmu hadis kepada Jamaluddin
al-Mizzi (Ghofur, 2008: 106) (654-742 H) seorang tokoh hadis terkenal di
Syam/Syiria (yang sekarang di kenal dengan Suriyah) ibu kotanya di Damaskus
yaitu pada zaman sebelum Islam adalah ibu kota Kerajaan Romawi Timur.
Damaskus merupakan kota lama yang dibangun kembali dalam zaman Daulah
Bani Umayyah dan dijadikan ibu kota negara sejak pemerintahan Muawiyah bin
Abi Sufyan, khalifah pertama Bani Umayyah (Amin, 2010: 288).
Buku-buku karya tokoh tersebut, sempat dibaca dan dipelajari Ibnu Katsir
langsung dari pengarangnya tersebut. Begitu tertarik Syeh al-Hafiz al-Mizzy
dengan sikap pribadi dan kecerdasan muridnya itu, sehingga pada akhirnya Ibnu
Katsir diambilnya menjadi menantu(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 365-366).
Di usia yang relatif muda, ia sanggup menghafal banyak matan, mengenali sanad,
memeriksa kualitas perawi, biografi tokoh, dan sejarah. Tak tanggung-tanggung ia
juga sempat mendengar hadis langsung dari ulama Hijaz serta memperoleh ijazah
dari al Wani. Karena keahlian itulah, kelak ia dipercaya menduduki jabatan yang
18
sesuai dengan ilmunya. Ia juga berguru kepada Kamaluddin bin Qadi Syuhbah
dan Ibnu Taimiyah(Ghofur, 2008: 106).
Al-Badr al-Aini mengatakan bahwa Ibnu Katsir menjadi panutan ulama pada
masanya. Ia terkenal sebagai seorang yang amat tekun mendengarkan kajiankajian agama, kendatipun bukan dari ulama yang sealiran dengannya. Ia tekun
mengumpulkan hasil-hasil kajian, dan rajin mengajarkan dan merawikan hadis
yang didengarnya. Dalam sejarah tercatat, bahwa ia termasuk orang yang paling
banyak mengetahui hadis Rasulullah, fatwa sahabat dan ulama tabiin, disamping
pengetahuannya yang amat terinci dalam bidang sejarah.
Kitab Tafsir dan Tarikh yang terkenal itu adalah sebagai bukti dari pernyataan
tersebut. Dengan demikian, ia terkenal sebagai seorang yang berpandangan luas
dalam bidang tafsir dan sejarah. Ketelitiannya dalam ilmu pengetahuan tersebut
membuat ia amat populer di kalangan ulama. Dalam bidang hadis, seperti
dikatakan oleh seorang muridnya ahli sejarah Syihabuddin Ibnu Hijji, Ibnu Katsir
disamping banyak hafal teks-teks hadis, juga tahu membedakan hadis yang punya
cacat dan hadis yang sahih. Keahliannya itu dikenal di kalangan para gurunya.
3. Karya-karya Ibnu Katsir
Banyak karya-karya ilmiah yang diwariskan oleh Ibnu Katsir diantaranya
ialah Tafsîr al Qurân al „Azîm sebanyak sepuluh juz. Haji Khalifah dalam
kitabnya Kasyf az Zunûn berkomentar bahwa bobot kitab tafsir tersebut terletak
pada penafsirannya yang didasarkan atas hadis Rasulullah dan al atsar (fatwa
sahabat dan tabiin). Dan di sana-sini dilakukan kritik hadis.
19
Kitab-kitab lain karya ilmiahnya ialah kitab al Kâmil fî Ma‟rifat as Siqât
wa ad Du‟afâ‟ wa al Majâhil sebanyak lima juz dalam bidang penilaian terhadap
perawi hadis, kitab Syarh Sahîh al Bukhâri, tapi sayang kitab ini tidak sempat
diselesaikannya. Kemudian kitab al Ijtihâd fî Talb al Jihâd, kitab Manâqib al
Imâm asy Syâfi‟i(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366).Selain itu, ia juga menulis
Fadâ‟il Al-Qurân yang berisi ringkasan sejarah Al-Qur‟an(Ghofur, 2008: 107).
Sebagai ulama Hadis, selain Ibnu Katsir mengajarkan hadis, ia juga
menghasilkan beberapa kitab ilmu hadis diantaranya Jâmi‟ al-Masânîd wa asSunan (sejumlah delapan jilid yang berisi nama-nama sahabat periwayat hadis),
al-Kutub as-Sittah, al Muhtasar (ringkasan Muqaddimah Ibnu Salâh) dan Adillah
at-Tanbîh lî „Ulûm al-Hadîs (lebih dikenal dengan nama al-Bâ‟is al-Hadîs).
Bidang ilmu sejarah juga dikuasai Ibnu Katsir.Ia menulis beberapa kitab
sejarah, antara lain, al-Bidâyah wa an-Nihâyah (sebanyak 14 jilid), al-Fusûl fî
Sîrah ar-Rasûl, dan Tabaqât asy-Syâfiiyyah. Dari jajaran kitab sejarah, al-Bidâyah
wa an-Nihâyah dianggap paling penting. Bahkan, kitab ini merupakan sumber
primer untuk menguak sejarah Dinasti Mamluk di Mesir.Ada dua penggalan
sejarah yang tertuang dalam buku tersebut, Pertama, sejarah kuno yang mencakup
sejarah penciptaan alam sehingga masa kenabian Rasulullah SAW.Kedua, sejarah
Islam mulai periode dakwah Nabi di Mekah hingga pertengahan abad ke-8 H.
Peristiwa penting yang berangsung setelah hijrah disusun berdasarkan tahun
kejadian tersebut(Ghofur, 2008: 109).
Pengarang kitab Kasyf az Zunûn berkomentar bahwa buku al Bidâyat wa an
Nihâyat adalah kitab yang amat luas dalam bidang sejarah, bobot kitab-kitabnya
20
terletak pada penyajian yang banyak didasarkan atas dalil-dalil al Qur‟an dan
hadis, terutama dalam mengungkapkan kejadian alam, termasuk kejadian umat
manusia(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366).
Di bidang fikih, kepakaran Ibnu Katsir juga tak diragukan. Bahkan oleh
penguasa tempo itu, ia kerap dimintai pendapat menyangkut pelbagai persoalan
kenegaraan dan kemasyarakatan. Umpamanya, dalam kasus pengesahan
keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 M, upaya rekonsiliasi
pascaperang saudara, peristiwa Pemberontakan Baydamur (1361 M), dan seruan
Jihad (1368 M – 1369 M)(Ghofur, 2008: 109).
4. Riwayat Pengabdian
Tahun 1348 H, Ibnu Katsir menggantikan gurunya, Adz-Dzahabi, di Turba
Umm Salih (Lembaga Pendidikan). Selanjutnya ia diangkat menjadi kepala Dar
al-Hadis al-Asyrafiyah (Lembaga Pendidikan Hadis) setelah wafatnya Hakim
Taqiyyudin as-Subki tahun 1355 H(Ghofur, 2008: 106).
Tafsîr Ibnu Kasîr penulisannya dimulai setelah ia diangkat menjadi guru besar
oleh Gubernur Mankali Bugha di Masjid Umayyah, Damaskus, pada tahun 1366
M. Hingga saat ini Tafsîr Ibnu Kasîr masih menjadi bahan rujukan, karena
pengaruhnya begitu besar dalam bidang keagamaan(Ghofur, 2008: 107).
B. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir
1. Gambaran Umum Tafsir Ibnu Katsir
Tafsîr Al-Qur‟ân al-Karîm, terdiri dari 10 jilid. Kitab ini termasyhur
dengan sebutan Tafsîr Ibnu Kasîr. Berbagai cetakan dan penerbitan lainnya
21
pada umumnya formatnya hampir sama, hanya saja dengan semakin majunya
teknologi naskah cetakan tafsir ini dicetak dengan semakin bagus. Bahkan
sekarang kitab ini telah banyak beredar dalam bentuk CD dan e-book
(elektronic book) dalam bentuk file dan umumnya berakhiran .pdf yang dapat
didownload atau dikirim langsung kedalam email (electronic mail) sehingga
dengan memanfaatkan teknologi komputer dan menggunakan jaringan internet
pengkajian dapat dilakukan secara relatif cepat dan akurat. Seperti bisa dilihat
di
www.mukomukoshare.com/2015/01/tafsir-ibnu-katsir-30-juz-bahasaArab.
html.
Karya yang terkenal dengan Tafsîr Ibnu Katsîr ini telah diringkas oleh
seorang ahli tafsir Muhammad Ali as Sabuni berkebangsaan Siria, guru besar
pada Universitas Umm al Qura di Mekah. Ringkasan tersebut terdiri dari tiga
juz, dicetak atas biaya seorang miliuner di Saudi Arabia, untuk diwakafkan
kepada umat Islam, tanpa diperjual belikan(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992:
366).
Ibnu Katsir menafsirkan firman Allah itu dengan hadis-hadis yang
sanad-sanadnya itu sampai kepada Rasulullah SAW. Kata-kata tentang apa
yang diperlukan itu mudah dipahami dan sederhana dan sebagian kata-kata itu
menguatkan yang sebagian lagi. Dia menilai riwayat-riwayat itu, katanya ada
sebahagian yang dhaif dan ada pula yang sah(Quthan, 1995: 207).
Seperti contoh tentang riwayat yang dhoif:
Tentang israiliyat, Ibnu Katsir membolehkan mencantumkannya dalam
tafsir dengan syarat israiliyat yang digunakan memilih sanad yang shahih,
22
tidak bertentangan dengan syariat dan ini digunakan hanya untuk istidlal atau
bukti penafsiran pada surah al Baqarah ayat 67. Dalam penafsiran dari ayat ini,
dapat ditemukan satu cerita aneh dan panjang yang menceritakan tentang lakilaki dari Bani Israil (Anonim. 31 Desember2012. Telaah Tafsir Alqur‟an al
Adzim Karya Ibnu Katsir. http://hijausegarsaja.blogspot.com/2012/12/telaahtafsir-al-quran-al-adzim-karya.html. Diakses pada tanggal 23 Juni 2015).
Sedangkan riwayat yang sah seperti halnya dalam surat al Baqarah ayat
133 yaitu:
).‫ث ِد َْىُىَا َوا ِح ٌد‬
ٍ َّ‫(وَحْ ُه َم ْع َش ُر ْاألَ ْوبَُِا ِء أَوْ الَ ُد َعال‬
“Kami para nabi adalah anak-anak yang berlainan ibu, sedang agama
kami adalah satu” (Bukhari, Muslim dan abu Dawud) (Ghoffar, 2004: 279).
Tafsir ini disusun oleh Ibnu Katsir berdasarkan sistematika tertib
susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf al-Quran yang lazim disebut
sebagai sistematika tertib mushafi. Secara rinci kandungan dan urutan tafsir
yang terdiri dari empat jilid ini ialah jilid 1 berisi tafsir surah al-Fatihah (1) s/d
an-Nisa (4), jilid II berisi tafsir surah al-Maidah (5) s/d an-Nahl (16), jilid III
berisi tafsir surah al-Isra‟ (17) s/d Yasin (36), dan jilid IV berisi surah asSaffat (37) s/d an-Nas (114)(Anonim. 17 April 2012. Metode Tafsir Ibnu
Katsir dalam Tafsirnya.
http://helfinarayya.blogspot.com/2012/04/metode-
ibnu-katsir-dalam -tafsirnya.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015).
2. Metode Tafsir Ibnu Katsir
Ibnu Kasir dalam menafsirkan al-Qur‟an dapat dikategorikan sebagai
manhaj tahlili (metode analitis). Metode tahlily ialah pendekatan yang dipakai
23
mufassir dalam membahas al-Qur‟an ayat demi ayat sesuai dengan
rangkaiannya yang tersusun di dalam al Qur‟an (Kuswaya, 2009: 54).
Dalam menulis tafsir, Ibnu Katsir merumuskan metode sendiri. Ia
menafsirkan [ayat] Al-Qur‟an [yang lain]. Bila tidak didapatkan, maka
mengacu kepada hadis. Jika tidak ada, maka merujuk pendapat para sahabat.
Apabila langkah ketiga juga menemui sandungan, pendapat tabiin merupakan
pijakan (Ghofur, 2008: 107).
Di sana-sini secara kritis dibedakan antara berita yang benar dan berita
yang dinilai tidak benar. Dalam sejarah periode sesudah hijrah Rasulullah ke
Madinah disusun berdasarkan urutan tahun, sampai ke akhir masa hidup
pengarangnya (IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366).
3. Corak Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Ibnu Katsir yaitu tafsir yang terkenal dengan tulisan ma‟tsur/tafsir
bi al-riwayah. Karena pengarang selalu memperhatikan riwayat dari ahli-ahli
tafsir salaf. Ia meriwayatkan hadis dan atsar dengan disandarkan kepada yang
mengatakan, namun ia membicarakan pula tentang kerajihan hadis dan atsar
itu serta menolak hadis yang munkar atau yang tidak shahih. Itulah sebabnya
tafsir ini tergolong tafsir ma‟tsur yang baik.
Adapun cara Ibnu Katsir dalam menafsirkan al Qur‟an; pertama-tama
dengan menyebutkan satu ayat kemudian menafsirkannya dengan redaksi yang
mudah serta ringan dan menyertainya dengan dalil-dalil dari ayat yang lain,
lalu membandingkan ayat-ayat tersebut sehingga arti dan maksudnya menjadi
jelas. Satu arti yang dalam satu tempat dianggap global, maka pada tempat lain,
24
bisa diperincikan. Apabila menemui kesulitan dalam melakukan hal itu maka
menafsirkan dengan sunah (Ash-Shabuuniy, 1991: 314-315) atau hadis-hadis
marfu‟ yang bersangkut dengan ayat dan menerangkan apa-apa yang
diperlukan. Keduanya itu diberikutkan kepada atsar sahabat dan perkataan
Tabi‟in. Sudah itu kepada Ulama Salaf(Quthan, 1995: 228).
4. Karakteristik
Para ulama tafsir yang menafsirkan Al Qur‟an menurut tarikat kebanyakan
Salaf, yang datang sesudah terkumpul riwayat dan menerima kekayaan riwayat
yang ditinggalkan sahabat dan tabi‟in terbagi menjadi dua: yang dipelopori
oleh Ibnu Jarir At Thabary dan oleh
Ibnu Katsir. Ibnu Katsir termasuk
golongan yang bersungguh-sungguh memperhatikan riwayat dan mempelajari
sanad-sanadnya.
Ibnu Katsir lebih teliti dalam memperhatikan sanad.Karenanya, beliau
menolak segala riwayat-riwayat Ibnu Jarir mengenai kisah Zaid dan
Zainab.Sedangkan Ibnu Jarir At Thabary termasuk golongan yang memilih
Atsar dari himpunan-himpunan itu, mana yang dipandang lebih munasabah
bagi al-Qur‟an dan mana yang lebih dekat kepada lughah dan mana yang
sesuai dengan yang Ma‟tsur dari Nabi dan mudah diketahui dari
agama.Golongan ini tiada terlalu memperhatikan nilai matan.Dalam pada itu
dapat juga riwayat-riwayat itu dimasuki oleh Israiliyat dan hadis maudlu‟
(Ash-Shiddieqy, 1980: 242-243).
Keistimewaan Ibnu Katsir di dalam tafsirnya itu seringkali dia
menerangkan dengan hadis ma‟tsur kemungkaran-kemungkaran Israilliyat.Juga
25
dia menyebutkan kata-kata Ulama dalam hukum-hukum yang berkenaan
dengan fikhi.Dan mendiskusikan mazhab-mazhab mereka dan kadang-kadang
menunjukkannya (Quthan, 1995: 207).
Disamping itu, ada beberapa hal yang menyebabkan kelemahan dari
Tafsir bi al-Ma‟tsûr tersebut, yaitu:
a) Banyaknya riwayat yang disiapkan musuh Islam, seperti orang zindik, baik
dari Yahudi maupun Nasrani.
b) Bercampur baurnya riwayat yang shahih, juga banyaknya perkataan yang
di bangsakan kepada sahabat dan tabi‟in tanpa seleksi, sehingga
tercampurlah yang hak dan yang batil.
c) Adanya riwayat-riwayat israiliyat yang mengandung dongeng dan hal itu
tidak dapat dibenarkan (Al Munawar, 2003: 79).
Kata Israiliyat adalah bentuk jamak dari kata israiliyah.Menurut para
peneliti, israiliyyah berarti sebuah cerita atau peristiwa yang dinukil dari
sumber israiliy.Israiliy adalah segala yang berkaitan dengan Israil dan Israil itu
sendiri adalah julukan bagi Nabi Ya‟qub as.Yang dimaksud dengan Bani Israil
adalah kaum Yahudi anak keturunan Ya‟qub dengan demikian, lafal israiliyat
digunakan untuk menunjukkan cerita-cerita dan dongeng-dongeng yang dinukil
dan diambil dari sumber-sumber Yahudi. Kata Israiliyat, secara berangsur
menemukan arti yang lebih luas lagi, yang dalam istilah para mufasir juga
digunakan untuk menunjukkan setiap hikayat dan cerita fiktif yang disadur dari
sumber-sumber agama Yahudi dan Nasrani atau setiap sumber terdahulu.
Bahkan sebagian ulama memberikan makna cakupan yang lebih luas lagi
26
sehingga kata israiliyat digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang
tidak berdasar dari musuh-musuh Islam, baik Yahudi maupun yang lain, yang
tersusup dalam sumber-sumber hadis dan tafsir (kaum muslim). Dengan
demikian, penggunaan kata israiliyat untuk hal-hal yang memiliki warna
Yahudi, merupakan penggunaan secara mayoritas (taghlib) karena memang
kebanyakan dari hal-hal yang batil dan bersifat khurafat yang tersebar di
tengah masyarakat (Islam) dengan sebutan israiliyat, berasal dari sumbersumber Yahudi, sementara kaum Yahudi sesuai dengan penegasan al Qur‟an
adalah orang-orang yang paling memusuhi mukminin (Ma‟arif, 2012: 131).
Seperti hadis:
ِّ ‫َولَ ُد‬
‫الجىَّتاِلًَ َس ْب َع ِت أ ْبىَا ٍء‬
َ ‫السوَاالَََ ْد ُخ ُل‬
“Anak zina tidak masuk ke surga hingga tujuh turunan”
Hadis tersebut menyalahi firman:
‫از َرةٌ ِو ْز َرأُ ْخري‬
ِ ‫َوالَت َِسر َُو‬
“Dan tiada seseorang yang bersalah memikul kesalahan orang lain” (QS.
Al An‟am: 164) (Ash-Shiddieqy, 1980: 242).
27
BAB III
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
A. Pengertian
Menurut Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan yang dimaksud dengan
konsep yaitu gambaran mental dari objek, proses atau segala sesuatu yang
berada di luar bahasa dan yang digunakan akal budi untuk memahami
sesuatu (Haryanta, 2012: 135).
Sedangkan pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia
berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Jadi, banyak
hal ketika membicarakan pendidikan. Aspek-aspek yang biasanya paling
dipertimbangkan antara lain: penyadaran, pecerahan, pemberdayaan, dan
perubahan perilaku (Soyomukti, 2010: 27).
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan tuntutan bagi
pertumbuhan anak-anak. Artinya pendidikan menurut segala kekuatan
kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia
sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya.
Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
tercantum pengertian pendidikan: bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
28
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara (Suwarno, 2006: 21-22).
Kata tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Suatu kepercayaan yang
menegaskan bahwa hanya Tuhanlah yang menciptakan, memberi hukumhukum, mengatur dan mendidik alam semesta ini (Tauhid Rububiyah).
Sebagai konsekuwensinya, maka hanya Tuhan itulah yang satu-satunya
yang wajib disembah, dimohon petunjuk dan pertolongannya, serta yang
harus ditakuti (Tauhid Uluhiyah). Bahwa Tuhan itu Zat yang luhur dari
segala-galanya, Hakim Yang Maha Tinggi, Yang tiada terbatas, Yang
Kekal, Yang tiada berubah-ubah. Yang tiada kesamaannya sedikit pun di
alam ini, sumber segala kebaikan dan kebenaran, Yang Maha Adil dan
Suci. Tuhan itu bernama Allah SWT (Subhanahu Wa Ta‟ala= Maha Suci
Dia
dan
Maha
Tinggi).
Lawan
tauhid
adalah
syirik,
yaitu
mempersekutukan Tuhan. Suatu kepercayaan tentangadanya lagi Tuhan
selain Allah SWT (Razak, 1996: 39). Untuk sekarang ini banyak teknologi
canggih dan uang yang dijadikan sebagai sesuatu yang serba guna dan
sebagai sesuatu yang tiada batas dalam melakukan sesuatu, sehingga
disadari atau tidak telah mengalihkan perhatian dan waktunya dalam
mengingat serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tauhid dapat membebaskan manusia dari seribu satu macam belenggubelenggu kejahatan duniawi. Tauhid membebaskan manusia dari
penjajahan, perbudakan dan penghambaan, baik oleh sesama manusia,
29
maupun oleh hawa nafsu dan harta benda. Karena tauhid, manusia hanya
akan menghambakan diri kepada Allah semata (Razak, 1996: 43).
Adapun kata keluarga memiliki beberapa pengertian di antaranya yaitu:
1. Sekelompok orang yang berketurunan dari nenek moyang yang sama
(Komaruddin, 1987: 98).
2. kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan.
Kelompok tersebut terbagi atas:
a. keluarga nuklir (Orang-orang yang termasuk keluarga ialah ibu,
bapak dan anak-anaknya)
b. keluarga luas (mencakup semua orang yang berketurunan
daripada kakek nenek yang sama, termasuk keturunan masingmasing istri dan suami)
c. keluarga prokreasi (keluarga dimana individu itu merupakan
orang tua)
d. keluarga orientasi (keluarga dimana individu itu merupakan salah
keturunan. Dalam arti kata kiasan, istilah keluarga juga digunakan
untuk segolongan orang yang hidup bersama dan ada ikatanikatan jiwa bersama; atau segolongan orang yang hidup dalam
suatu rumah besar/ rumah keluarga)
e. keluarga batin/ nuclear family (kelompok kekerabatan terdiri dari
ayah, ibu dan anak-anak yang belum memisahkan diri sebagai
keluarga batin tersendiri)
30
f. keluarga luas/ extended family (kelompok kekerabatan yang
terdiri dari tiga anak empat keluarga batin yang terikat oleh
hubungan orang tua anak atau saudara-saudara kandung dan oleh
satu tempat tinggal bersama yang besar) (Saddily, 1973: 645646).
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan
pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan
menyenangkan, maka anak akan tumbuh baik pula. Jika tidak, maka akan
terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Pertumbuhan iman terhadap
anak dimulai dari sejak awal pembentukan keluarga, karena itu hanya dari
calon ayah dan ibu yang saleh akan tumbuh jiwa keberagamaan anak.
Perkembangan akidah, kecerdasan, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan
kemasyarakatan anak, berjalan serentak dan seimbang. Kebiasaan
penerapan nilai-nilai agama dalam keluarga akan berpengaruh dalam
pembentukan pribadi anak (Ulfatmi, 2011: 121).
Sejalan dengan hal itu, maka sebagai wadah dimana pendidikan
dilaksanakan, rumah tangga atau keluarga – meminjam pemetaan yang
dirumuskan WHO - berfungsi dalam tiga hal penting:
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan
dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimiliki.
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa.
31
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya
(Ulfatmi, 2011: 27).
Orang tua merupakan figur sentral bagi terlaksananya proses
pendidikan. Mereka adalah pengelola sistem terkecil dari masyarakat
itu.Oleh karena itu secara operasional pendidikan anak yang
berlangsung dalam keluarga, masyarakat dan sekolah merupakan
tanggung jawab utama orang tua, tidak bisa dilepaskan begitu saja
kepada guru di sekolah.Dibebankannya pendidikan di pundak orang tua
oleh karena – pada umumnya – mereka dibekali naluri membina dan
mendidik anak karena itu pendidikan dari orang tua sering disebut
pendidikan alami atau pendidikan kodrat.Kewajiban itu dapat
dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang
mencintai anaknya.Ini merupakan sifat manusia yang dibawa sejak
lahir.Manusia diciptakan mempunyai sifat mencintai anaknya (Ulfatmi,
2011: 61).
B. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Islam Menurut Surat Al Baqarah
Islam menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang sangat
penting dalam kehidupan umat manusia yang harus ditempuh bahkan
merupakan sebuah kewajiban.
Orang pertama yang bertanggug jawab terhadap keluarga adalah
orang tua (ayah dan ibu). Dari kedua orang inilah pendidikan harus
dimulai. Keberhasilan tingkat paling awal ini akan membawa kepada
keberhasilan pendidikan keluarga dan masyarakat.
32
Fungsi yang paling penting dalam kehidupan keluarga adalah
fungsi pendidikannya. Artinya, keluarga merupakan lembaga pendidikan
yang apabila berfungsi dengan baik akan mewarnai fungsi-fungsi lainnya
dalam kehidupan keluarga. Dan dalam prakteknya, hampir dalam setiap
fungsi keluarga selalu ada muatan pendidikannya. Contoh, dalam fungsi
ekonomi misalnya,
selalu ada norma-norma ekonomi yang harus
diajarkan kepada anak, bagaimana agar anak bersikap hidup hemat,
bagaimana agar ia rajin menabung, dan seterusnya.
Yang menjadi penekanan dalam al-Baqarah ayat 132-133 adalah
pendidikan mengesakan Allah. Atau sering disebut dengan tauhid. Dari
dasar ayat inilah kemudian lahir konsep ilmu yang kewajiban mencarinya
bersifat „ainy dan kifayah. Yakni agama dan umum, yang sebenarnya
merupakan satu kesatuan dimana keduanya bersumber dari Allah SWT
(Gojali, 2004: 164-165).
Allah berfirman:
ِ ِ ‫صى ِِبآإِب ر ِاى‬
َّ‫ِّين فَالَ ََتُوتُ َّن إِال‬
َّ َِ‫وب يَاب‬
ْ َ‫ِن إِ َّن اهلل‬
َ ‫يم بَنيو َويَ ْع ُق‬
َ ‫اصطََفى لَ ُك ُم الد‬
ُ َ ْ َ َّ ‫َوَو‬
‫َوأَنتُم ُّم ْسلِ ُمو َن‬
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya,
demikian pula Ya‟kub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”(DEPAG, 1993: 34).
Pada Q.S al-Baqarah ayat 132 di atas ada kata al-dîn dan
muslimûn. Kata al-dîn terdiri huruf dâl, yâ‟, dan nûn berarti sejenis
33
ketundukan dan kerendahan hati, sehingga kata tersebut dapat berarti taat
dan tunduk. Kata al-dîn jika dihubungkan dengan al-islâm berarti
beribadah kepada Tuhan, atau taat dan tunduk kepada syariat-Nya. Kata
dâna – yadînu – daynan berarti meminjam atau hutang.
Kata al-dîn diartikan dengan agama dan daynan berarti meminjam
atau berhutang, kesemuanya menggambarkan hubungan dua belah pihak.
Pihak pertama mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding pihak
kedua. Tuhan yang menurunkan agama dengan manusia yang menaati
ajaran agama menunjukkan bahwa Tuhan, sebagai pihak pertama, lebih
tinggi dari manusia, sebagai pihak yang kedua.
Pengertian Islam dalam kata al-muslimûn menurut al Marâghî
adalah agama islam, sebagaimana penjelasannya, Allah memilih Ibrahim
karena seruannya terhadap ajaran Islam setelah melihat tanda-tanda yang
menunjukkan keesaan Allah. Memang banyak agama yang dikenal oleh
manusia, tetapi yang ini, yakni intinya adalah penyerahan diri secara
mutlak
kepada
Allah,
dan
amal
salehnya
serta
tidak
syirik/
mempersekutukan Allah (Budihardjo, 2009: 163-164).
Menurut Al Qur‟an, Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau
Kristen, melainkan seorang yang hanif dan muslim. Perkataan hanif
menunjukkan kepada yang murni, suci, dan benar dengan titik inti
pandangan Ketuhanan Yang Maha Esa atau tauhid, sedangkan perkataan
muslim menunjukkan kepada pengertian sikap tunduk (dîn) dan pasrah
total hanya kepada kemurnian, kesucian, dan kebenaran, yang di atas
34
segalanya ialah tunduk dan pasrah total kepada Tuhan Yang Maha Esa
(islâm). Kedua pengertian itu merupakan hakikat kemanusiaan yang paling
asasi dan abadi (perennial), sebagai lanjutan atau konsekuensi adanya
perjanjian primordial antara
manusia dan Tuhan untuk menghamba
kepada-Nya dan berbuat kebaikan yang akan menghantarkan kepada
Penciptanya itu(Taufik Abdullah, 2002: 185).
Allah berfirman:
‫ت إِ ْذ قَ َال لِبَنِ ِيو َما تَ ْعبُ ُدو َن ِمن بَ ْع ِدي قَالُوا‬
َ ‫أَُْم كنتُ ْم ُش َه َدآءَ إِ ْذ َح‬
َ ‫وب الْ َم ْو‬
َ ‫ضَر يَ ْع ُق‬
ِ
ِ ِ ‫ك إِب ر ِاى‬
ِ
ِ َ َ‫نَ ْعب ُد إِ ََل‬
َ ‫يل َوإِ ْس َح‬
ُ‫اق إِالَىاً َواح ًدا َوََْن ُن لَو‬
ُ
َ َ ْ َ ‫ك َوإلَوَ ءَابَآئ‬
َ ‫يم َوإ ْْسَاع‬
‫ُم ْسلِ ُمو َن‬
Adakah kamu hadir ketika Ya‟qub kedatangan (tanda-tanda) maut,
ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah
sepeninggalku”. Mereka menjawab. “Kami akan menyembah Rabb-mu
dan Rabb nenek moyang-mu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Rabb
Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya”(DEPAG, 1993: 34).
Sedangkan pada ungkapan ‫( إلها واحدا‬yaitu Ilah Yang Maha Esa)
dalam Q.S al-Baqarah ayat 133, berbicara tentang tauhid (keesaan Allah).
Pengertian Esa adalah merupakan pusat bagi seluruh sifat-sifat Allah yang
wajib dimiliki-Nya. Esa berarti Esa zat-Nya, Esa perbuatan-Nya, Esa
kemauan-Nya, Esa Kekuasaan-Nya dan sifat-sifatNya yang lain.
Jadi, tak satupun yang menyamaiNya. Dia adalah al-Kholiq
selainNya adalah makhluk.
35
Perkataan Esa tidak sama (artinya) dengan perkataan satu. Satu itu
merupakan (kata) bilangan atau angka.
Sedangkan angka itu fungsinya bisa dipecah, bisa di jumlah, dan
dikalikan maupun dibagi. Jadi, satu itu bisa dibagi atau dipecah menjadi
setengah, sepertiga, seperempat, enam, dan seterusnya.
Tetapi, Esa tidak seperti satu yang bisa ditambah, dikurangi,
dikalikan, dan dibagi, sehingga mengakibatkan macam-macam bagian dan
jenis maupun sifat. Karena itu (arti) kata Esa, sekaligus menolak
kepercayaan, faham, pengertian dan pendapat tentang adanya kekuatan
selain Allah. Juga, Allah itu sangat tidak bisa dikata terdiri dari beberapa
oknum; dua oknum, tiga oknum dan oknum seterusnya.
Tidak juga bisa dikatakan Tuhan pertama, tuhan kedua dan
seterusnya. Atau Tuhan Muda, setengah tua dan Tuhan tua. Begitu juga
tidakada Tuhan anak,Tuhan bapak, dan kemudian butuh Tuhan ibu dan
Tuhan nenek dan seterusnya. Hal itu amat mustahil (Falih dan Yusuf,
1973: 19).
Surat al Baqarah berisi wasiat berpegang teguh pada agama Islam
dan mengesakan Allah SWT mengingatkan kepada setiap orang tua
(terutama bapak) akan kewajibannya memberikan pendidikan tauhid
kepada anaknya. Seperti nasehat Ibrahim dan Ya‟qub kepada anaknya
yaitu adanya larangan untuk meninggalkan agama Islam sampai akhir
hayat nanti dan selalu taat dan tunduk atas apa yang difirmankan oleh
Allah SWT. “Janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”,
36
hal ini merupakan isyarat bahwa nasehat harus bersifat menyeluruh pada
setiap aspek keislaman, mulai dari masalah keimanan, dakwah, aturanaturan, hukum, keutamaan-keutamaan, sampai pada masalah adab dan tata
krama yang termasuk dalam pendidikan tauhid tersebut.
C. Konsep Menurut Ibnu Katsir
Bila melihat dalam al Qur‟an banyak ide atau gagasan kegiatan
atau usaha pendidikan, salah satunya dapat dilihat dalam surat al Baqarah
ayat 132-133. Dalam al Qur‟an surat al Baqarah tidak menjelaskan banyak
tentang kehidupan Ibrahim dan keturunannya hanya dijelaskan tentang
wasiatnya kepada anak-anaknya yang merupakan konsep pendidikan
tauhid dalam keluarga untuk dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana Allah telah menjadikan Ibrahim dan keturunannya
sebagai contoh proses pendidikan dari seorang bapak kepada anakanaknya dan contoh tersebut dikemukakan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap umatnya.
Seperti yang telah dicontohkan oleh Ibrahim dan Ya‟qub dalam surat
al Baqarah ayat 132-133 bahwa selain ibu, pengaruh ayah terhadap
anaknya sangat besar pula. Dimata anaknya ia seorang tertinggi gengsinya
dan terpandai diantara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu
melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan
anaknya. Ayah merupakan penolong utama, lebih-lebih bagi anak yang
agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan
dapat memahami hati anaknya(Daradjat, 2011: 35-36).
37
Dalam Q.S al-baqarah ayat 132 kalimat:
ِ ِ ‫صى ِِبآإِب ر ِاى‬
‫وب‬
َ ‫يم بَنيو َويَ ْع ُق‬
ُ َ ْ َ َّ ‫َوَو‬
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anakanaknya, demikian pula Ya‟qub”.
Ibnu Katsir menafsirkannya bahwa, Ibrahim telah mewasiatkan
agama ini, yaitu Islam. Atau dhamir (kata ganti) itu kembali kepada
kalimat yang tersebut dalam firman Nya,
ِ ِّ ‫أَسلَمت لِر‬
‫ي‬
َ ‫ب الْ َعالَم‬
َ ُ ْ ْ
“Aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam”.
Menurut Ibnu Katsir, karena kesungguhan mereka memeluk Islam
dan kecintaan mereka kepadanya, mereka benar-benar memeliharanya
sampai saat wafatnya. Dan mereka pun mewasiatkannya kepada anak cucu
mereka yang lahir setelah itu. Sebagaimana firman AllahSWT:
‫َو َج َعلَ َها َكلِ َمةً بَاقِيَةً ِِف َع ِقبِ ِو‬
“Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal kepada
keturunannya”. (QS. Az-Zukhruf: 28) (Ghoffar, 2004: 277).
Ibnu Katsir menekankan bahwa tauhid di sini merupakan suatu
sistem pandangan hidup yang menegaskan adanya proses kesatuan dan
kemanunggalan dalam berbagai aspek hidup dan kehidupan. Semua yang
ada bersumber hanya pada Tuhan satu saja, yang menjadi asas kesatuan
ciptaanNya dalam berbagai bentuk, jenis, dan bidang kehidupan
(Abdullah, 2011: 107).
38
Dalam firman Allah:
‫ِّين فَالَ ََتُوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُم ُّم ْسلِ ُمو َن‬
َّ َِ‫يَاب‬
ْ َ‫ِن إِ َّن اهلل‬
َ ‫اصطََفى لَ ُك ُم الد‬
(Ibrahim berkata: “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam
memeluk agama Islam”).
Ibnu Katsir menafsirkan dalam wasiat/ perkataan Ibrahim tersebut
bahwa ”Berbuat baiklah kalian ketika menjalani kehidupan ini, dan
berpegang teguhlah pada agama ini, niscaya Allah SWT akan
menganugerahkan kematian kepada kalian dalam keadaan itu (dalam
Islam), karena seringkali seseorang meninggal dunia dalam agama yang
diyakininya dan dibangkitkan dalam agama yang dianutnya. Dan Allah
telah menggariskan sunnahnya, bahwa siapa yang menghendaki kebaikan
akan diberi taufik dan dimudahkan baginya oleh Allah, dan siapa yang
berniat kepada kebaikan, maka akan diteguhkan pada-Nya” (Ghoffar,
2004: 277).
Pendapat ini berarti Ibnu Katsir menekankan aspek perbuatan apa
yang telah diperbuat manusia semasa hidupnya baik itu dosa ataupun
pahala, Allah telah menetapkan amal-amalnya sesuai apa yang ia kerjakan,
amal itu tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Allah tetap akan
mencatat pahala dan dosanya walaupun hanya sebesar biji bayam, Allah
akan mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya (Yunila,
2013: 120).
Yang demikian itu Dalam Tafsirnya Ibnu katsir tidak bertentangan
dengan apa yang diterangkan dalam hadits shahih, dimana Rasulullah
39
bersabda:
ٌ ‫ع أَوْ ِذ َرا‬
ٌ َ ‫ َحتًّ َماََ ُكىْ ُن بَ ُْىَهُ َوبَ ُْىَهَا إِالَّبا‬,َ‫ لََُ ْع َم ُل ََ ْع َم ُل أَ ْه ِل ْال َجىَّت‬,‫إِ َّن ال َّر ُج َل‬
ُ ِ‫ع فََُ ْسب‬
‫ق‬
ًّ‫ار َحت‬
ِ َّ‫ َوإِ َّن ال َّر ُج َل لََُ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أَ ْه ِل الى‬.‫ار فََُ ْد ُخلُهَا‬
ِ َّ‫ فََُ ْع َم ُل ََ ْع َم ُل أَ ْه ِل الى‬, ُ‫َعلَ ُْ ِه ْال ِكتَاب‬
ٌ ‫ع أَوْ ِذ َرا‬
ٌ َ ‫َماََ ُكىْ ُن بَ ُْىَهُ َوبَ ُْىَهَا إِالّ با‬
ُ ِ‫ع فََُ ْسب‬
‫ق َعلَ ُْ ِه ْال ِكتَابُ فََُ ْع َم ُل بِ َع َم ِل أَ ْه ِل ْال َجىَّ ِت فََُ ْد‬
َ ‫ُخلُها‬
“Sesungguhnya seseorang itu benar-benar mengerjakan amalan
penghuni surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga tinggal satu
depa atau satu hasta, tetapi ia di dahului oleh kitab (yang berada di
Lauhul Mahfud: catatan takdir), maka ia pun mengerjakan amalan
penghuni neraka, sehingga ia pun masuk neraka. Dan sesungguhnya
seseorang itu benar-benar mengerjakan amalan penghuni neraka hingga
jarak antara dirinya dengan neraka tinggal satu depa atau satu hasta,
tetapi iadi dahului oleh kitab. Maka ia pun mengerjakan amalan penghuni
surga sehingga ia pun masuk surga”. (Mutafaq „alaih)
Dan Allah sendiri telah berfirman:
‫} َوأ ََّما‬7{ ‫} فَ َسنُيَ ِّس ُرهُ لِْليُ ْسَرى‬6{ ‫اْلُ ْس ََن‬
ْ ِ‫َّق ب‬
َ ‫صد‬
َ ‫} َو‬5{ ‫فَأ ََّما َم ْن أ َْعطَى َواتَّ َقى‬
ِ
}01{ ‫} فَ َسنُيَ ِّس ُرهُ لِْل ُع ْسَرى‬9{ ‫اْلُ ْس ََن‬
ْ ِ‫ب ب‬
ْ ‫َمن ََب َل َو‬
َ ‫} َوَك َّذ‬8{ ‫استَ ْغ ََن‬
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan
bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka
Kami kelak akan menyiapkan baginyajalan yang mudah.Dan adapun
orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan
pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan bagi mereka
(jalan) yang sukar” (QS. Al-Lail 5-10) (Ghoffar, 2004: 277 - 278).
Pendapat ini berarti Ibnu Katsir menekankan bahwa pada dasarnya,
Tuhan menciptakan manusia di dalam kehidupan ini tidak sekadar untuk
makan, minum, hidup dan kemudian mati, seperti kematian yang dialami
oleh sekian makhluk hidup yang lain. Lebih dari itu, ia diciptakan agar
40
berpikir, menentukan, mengatur, mengurus segala persoalan, mencari dan
memberi kemanfaatan (Syaltut, 1966: 211).
Kemudian, peristiwa penyampaian wasiat itu juga terjadi diantara
Nabi Ya‟qub dan anak-anaknya saat menjelang kematian, yang merupakan
peristiwa yang sangat besar. Sebab, mereka di hadapan seorang yang
menghadapi sakaratul maut(Aizid, 2014: 274).
Selanjutnya Ibnu Katsir menyatakan bahwa Allah SWT berfirman
sebagai hujjah atas orang-orang musyrik Arab dari anak keturunan Ismail
dan juga atas orang-orang kafir dari keturunan Israil- yaitu Ya‟qub bin
Ishak bin Ibrahim as. bahwa ketika kematian menjemputnya, Ya‟qub
berwasiat kepada anak-anaknya supaya beribadah kepada Allah semata,
yang tiada sekutu bagi-Nya. Ya‟qub berkata:
ِ ِ ‫ك إِب ر ِاى‬
ِ
ِ َ َ‫ما تَ ْعب ُدو َن ِمن ب ْع ِدي قَالُوا نَ ْعب ُد إِ ََل‬
‫اق‬
َ ‫يل َوإِ ْس َح‬
ُ
َ
ُ َ
َ َ ْ َ ‫ك َوإلَوَ ءَابَآئ‬
َ ‫يم َوإ ْْسَاع‬
“Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: Kami
akan menyembah Ilah nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishak“.
Ibnu Katsir menafsirkan pada hal ini termasuk bab taghlib
(penyamarataan), karena sebenarnya Ismail adalah paman Ya‟qub.
An-Nahlas mengatakan: “Masyarakat Arab biasa menyebut paman
dengan sebutan ayah” (Ghoffar, 2004: 279).
Ibnu Katsir menekankan bahwa pengaruh ayah dalam iklim sosial
di dalam keluarga dapat menegaskan bahwa dialah yang memberikan
banyak pengalaman kepada anak.Di samping itu, ayahlah yang membuat
41
syarat-syarat untuk nilai-nilai utama, atau akhlak yang berfungsi untuk
menghubungkan segala perilaku dengan peraturan sosial dan menjelmakan
keberadaannya untuk anak-anak mereka.Tentu saja hal itu terjadi secara
implisit, terlihat dalam perilaku setiap individu di sekitar anak yang sedang
berkembang. Namun kebanyakan para ayah lebih banyak menguatkan
aturan-aturan sosial dibandingkan dengan orang lain (Murshafi, 2009:
110).
Ibnu Katsir menekankan dari pertanyaan “Apa yang kalian sembah
sepeninggalku?” itulah yang yang sangat merisaukan Nabi Ya‟qub saat
menghadapi sakaratul maut, yaitu masalah keimanan kepada Allah SWT,
sebagai masalah satu-satunya sekaligus warisan hakiki. Kemudian anakanak nabi Ya‟qub menjawab pertanyaan tersebut sehingga jawabannya
membuat ia merasa tenang atas akidah mereka (Aizid, 2014: 274).
Dari penjelasan dia atas, interaksi sosial merupakan rangkaian dari
proses pendidikan yang menghasilkan perubahan pada diri seseorang. Jadi,
pendidikan sosial selalu beriringan dengan pembelajaran (Murshafi, 2009:
37).
Selanjutnya firman Allah SWT:
“(Yaitu) Ilah yang Maha Esa”.
ِ ‫إِالَىاً و‬
‫اح ًدا‬
َ
Ibnu katsir mengartikannya bahwa, kami mengesakan dalam
penghambaan kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun (Ghoffar, 2004: 279).
42
Ibnu Katsir menekankan bahwa keberadaan Allah bersama
kemahaesaan-Nya, bersendiri-Nya dalam ciptaan, pengelolaan dan
kebebasan bertindak-Nya terhadap alam, kesucian-Nya dari persekutuan di
dalam keagungan dan kekuatan, dan dari penyamaan di dalam Dzat dan
sifat-sifat-Nya.Juga bersendiri-Nya dalam menerima hak peribadahan dan
penyucian, dan dihadapkan kepada-Nya permohonan, pertolongan dan
ketaatan. Maka, tidak ada Tuhan yang Maha pencipta selain Dia, tidak ada
pengelola melainkan Dia, tidak akan bisa menyamai-Nya sedikit pun apaapa selain Dia, tidak ada sesuatu pun bersekutu dengan-Nya di dalam
kekuasaan dan keagungan-Nya, dan tidak akan tunduk dan tertuju hati
manusia kepada sesuatu selain Dia (Syaltut, 1966: 15).
‫َوََْن ُن لَوُ ُم ْسلِ ُمو َن‬
“Dan hanya Kepada-Nya-lah kami berserah diri.”
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini: “Kami benarbenar taat dan tunduk”, sebagaimana firman-Nya:
ِ ‫السماو‬
ِ
ِ ‫ات َواْأل َْر‬
‫ض طَْو ًعا َوَك ْرًىا َوإِلَْي ِو يُْر َجعُو َن‬
ْ ‫َولَوُ أ‬
َ َ َّ ‫َسلَ َم َمن ِف‬
“Padahal kepada-Nya segala apa yang ada di langit Dan di bumi
berserah diri, baik dengan suka maupun terpaksa.Dan hanya kepada
Allah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran: 83).
Ibnu katsir mengartikannya bahwa, Islam adalah agama seluruh
nabi, meskipun syari‟at mereka berbeda dan manhaj mereka pun berlainan.
Sebagaimana firman Allah:
43
ِِ ِ ِ ٍ
ِ َ ِ‫ومآأَرس ْلنَا ِمن قَبل‬
ِ ‫اعب ُد‬
ِ ِ
‫ون‬
ْ
ُ ْ َ‫ك من َّر ُسول إالَّنُوحي إلَْيو أَنَّوُ آل إلَوَ إآل أَنَا ف‬
َ ْ ََ
“Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu
melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwasanya tidak ada sesembahan
yang sebenarnya melainkan Aku, maka beibadahlah kepada-Ku.” (QS. Al
Anbiya‟: 25) (Ghoffar, 2004: 279).
Ibnu katsir menekankan bahwa Allah memilih dari hamba-hambaNya orang-orang yang dikehendaki-Nya, dan diberikan-Nya kepada orang
tersebut tugas kerasulan dengan perantaraan Malaikat dan wahyu yang
diwahyukan-Nya kepada makhluk-Nya.Kemudian diutus-Nya orang itu
kepada hamba-hamba-Nya sebagai seorang Rasul yan menyampaikan
agama kepada mereka, dan diserunya mereka kepada iman dan amal yang
baik (Syaltut, 1966: 16).
Cukup banyak ayat-ayat al Qur‟an dan juga hadits-hadits
Rasulullah yang membahas masalah ini, Ibnu Katsir ketika menafsirkan
ayat 133 al Baqarah, menyebutkan hadis yang berbunyi:
‫اح ٌد‬
ٍ َّ‫وَحْ ُه َم ْع َش ُر ْاألَ ْوبَُِا ِء أَوْ الَ ُد ُعال‬
ِ ‫ث ِد َْىُىَا َو‬
“Kami para nabi adalah anak-anak yang berlainan ibu, sedang
agama kami adalah satu”. (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Abu
Dawud)(Ghoffar, 2004: 279).
Penekanan tafsiran Ibnu Katsir, seperti dalam pendapat Ali Fikry salah
seorang ahli pendidikan Mesir menyatakan bahwa kecenderungan nafsu itu
berpindah dari orang tua secara turun-temurun.Oleh karena itu, anak
adalah rahasia dari orang tuanya.Manusia sejak awal perkembangannya
44
berada di dalam garis keturunan dari keagamaan orang tuanya. Jika orang
tuanya muslim, otomatis anaknya menjadi muslim, dan jika mereka kafir
maka anaknya akan menjadi kafir pula (Arifin, 2011: 43).
Selanjutnya ditekankan lagi bahwa Islam menetapkan pengaruh gen
dalam pertumbuhan manusia, sikapnya, dan kehidupannya yang berbedabeda. Gen adalah kekuatan alami yang dipindahkan dari satu orang ke
orang lain, atau dari sifat ke sifat yang lain. Keluarga adalah gen atas
pemindahan sifat-sifat keturunan yang ada (Murshafi, 2009: 50).
Kemudian, anak tidak terpengaruh dengan budaya yang ada. Akan tetapi,
ia akan terpengaruh dengan budaya tertentu atau sikap-sikap tertentu yang
disuguhkan orang lain kepadanya (Murshafi, 2009: 36).
45
BAB IV
RELEVANSIKONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
A. Analisis Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 132-133
Dari sekian banyak ajaran al Qur‟an, yang paling mendasar adalah
ajaran tauhid – dalam pengertian akidah ketuhanan dan ibadah. Allah
menciptakan jin dan manusia serta seluruh makhluk-Nya agar mereka
bertauhid dalam kedua bidang itu. Berbagai syari‟at yang diturunkan Allah
pada hakikatnya dalam rangka menegakkan prinsip tauhid (Dahlan, 1997:
209). Prinsip tauhid yang dimaksud di sini bahwa umat Islam menyembah
Tuhan yang satu yaitu Allah SWT, Rasulullah sebagai teladan, Alqur‟an
sebagai pedoman, dan Ka‟bah sebagi qiblatnya.
Prinsip tauhid sangat penting bagi setiap orang, karena menurut al
Qur‟an, keselamatan atau kecelakaan seseorang di akhirat ditentukan oleh
benar atau tidaknya ia bertauhid (Dahlan, 1997: 211).
Nabi Ya‟qub adalah putra Nabi Ishaq, dan Nabi Ishaq adalah putra
Nabi Ibrahim dari istri pertamanya Sarah. Selain berputra Ishaq, dari
istrinya yang kedua, Hajar, Nabi Ibrahim juga berputra Ismail yang
belasan tahun lebih tua dari Ishaq. Dari Ismail inilah diturunkan Nabi
Muhammad SAW, penutup para nabi dan rasul. Maka Ibrahim pun sering
disebut sebagai “Bapak para nabi”. Dari sisnilah pentingnya kedudukan
Nabi Ibrahim dalam sistem keimanan islam. Dialah yang dijuluki sebagai
46
“Bapak orang beriman” dalam tiga tradisi agama yaitu Yahudi, Kristen,
dan Islam (Taufik, 2002: 182).
Kata ‫(ووصً بها إبرا هُم بىُه وَعقىب‬Ibrahim mewasiatkan ucapan
itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya‟qub), begitu pentingnya pesan
yang hendak disampaikan, sehingga pesan tersebut diulang pada peristiwa
sakaratul maut nabi Ya‟qub.
Ayat-ayat surat al Baqarah ini menyebutkan dua posisi anak.
Pertama anak sebagai anak kandung dan kedua anak dalam lingkup satu
tempat tinggal yang bukan anak kandung.
Dari
penjelasan
di
atas
kataٍ‫(َابى‬hai
anak-anakku)
dapat
disimpulkan bahwa anak-anak Ibrahim dan juga anak-anak Ya‟qub selain
anak kandung juga dalam hal tradisi Arab yang menyebut paman dengan
sebutan ayah karena Ismail adalah paman Ya‟qub. Disini dapat dilihat
bahwa, anak belajar dari keluarganya dari cara hidup sesuai dengan
budaya yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu. Keluarga secara
tidak langsung telah mengajarkan kepada anak akan budaya keluarga
melalui bentuk-bentuk umum yang terlihat seperti dalam berkomunikasi
berupa isyarat, bahasa, maupun kosa kata. Dari cara-cara melakukan
sesuatu seperti mengamati, berusaha, dan dalam hal sosial seperti gotong
royong, saling menghargai dan dalam proses mencapai sesuatu.
Lafal
‫وأوتم‬
‫تمىته إال‬
‫هللا اصطفً لكم الدَه فال‬
‫إن‬
‫(مسلمىن‬sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka
janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam).Agama Islam
47
bukanlahagama ruhani dan akidah saja, akan tetapi Islam adalah agama
dan negara, akhlak, ideologi kehidupan dan konstitusi sosial (Zuhaili,
1995: 118). Selain itu, agama merupakan pembatas antara yang halal dan
yang haram.Bukan hanya sebagai identitas suatu kaum atau sebagai alat
untuk memenuhi suatu persyaratan dalam mencapai sesuatu.
Dalam firman Allah:
‫ما تعبدون مه بعدي؟ قالىا وعبد إلهك وإله ابا ئك إبراهُم وإسماعُل وإسحق‬
(Apa yang kamu sembah sepeninggalku”.Mereka menjawab.“Kami
akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyang-mu Ibrahim, Ismail
dan Ishak).Percakapan yang menyatakan bahwa pengajaran akan
menyembah Allah harus diperhatikan dengan serius, maka dari itu harus
dikedepankan dulu pendidikan akan tauhid ini. Jangan sampai pendidikan
agama hanya mengisi akan pengertian, dan jauh akan pemahaman dan
pengamalan. Dalam prakteknya, anak didik hanya mengerti bahwa Tuhan
Maha Melihat akan tetapi anak tetap saja berani mencuri. Anak tahu
bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan harus yakin akan keberadaan-Nya,
namun anak belum tahu apa hakekatnya yakin tersebut.
Kalimat ‫(إلها واحدا‬Yaitu Ilah Yang Maha Esa) menunjukkan bahwa
tidak ada yang serupa dan tidak boleh menyekutukanNya dengan yang
lain. Karena, jika ada yang beranggapan demikian, maka termasuk dosa
besar dan tidak akan dapat diampuni. Dahulu, banyak berhala dijadikan
Tuhan oleh orang-orang kafir.Sekarang, orang-orang kafir menggiring
generasi Islam kepada Tuhan-Tuhan teknologi canggih yang dengan
48
mudah dapat menjadikan manusia lalai.Misalkan, melalui game, film, atau
tayangan informasi dari internet yang membungkus kebaikan dengan
segudang tipu daya.
Lafal ‫( ووحه له مسلمىن‬dan hanya kepada-Nyalah kami berserah
diri) adalah isyarat bahwa manusia harus yakin dalam tunduk dan
menyembah hanya kepada Allah. Karena, seperti yang dikatakan Ahmad
Tafsir bahwa iman ialah rasa, bukan pengertian.Iman yang sebenarnya
bukan terletak pada mengerti, melainkan pada rasa iman.Tegasnya rasa
selalu melihat Allah atau dilihat Allah. Kondisi begini sama sekali tidak
bisa diterangkan dan dipahami akal yang ada di kepala. Memang kunci
pendidikan agama itu adalah pendidikan agar anak didik itu beriman, jadi
berarti membina hatinya, bukan membina mati-matian akalnya.Pendidikan
di rumah yang sesungguhnya paling dapat diandalkan untuk membina hati,
membina rasa bertuhan.Iman itu di hati, bukan di kepala (Tafsir, 2008:
188). Banyak orang yang beranggapan kalau seorang anak sudah terlihat
rajin dalam beribadah maka hal tersebut sudah cukup bagi orang tua. Akan
tetapi manusia tidak tahu apa yang ada di hati seseorang, maka setidaknya
keluarga dapat mengetahui secara emosional tentang pribadi seorang anak
sehingga orang tua dapat terus mengawasi dan membimbing anak dalam
bertauhid.
Para ahli psikologi dan pendidikan menyatakan bahwa tahun-tahun
pertama
kehidupan
anak
merupakan
masa
paling
penting
bagi
pembentukan kepribadian dan penanaman sifat-sifat dasar.Ini tidak berarti
49
bahwa perkembangan anak terbatas hanya sampai pada tahun-tahun
tersebut sehingga tidak ada perubahan sesudah itu.Yang dimaksud adalah
bahwa dasar-dasar yang paling penting di dalam kehidupan anak
diletakkan pada masa-masa tersebut (Aly dan Munzier, 2003: 201).
Apabila anak sudah tumbuh remaja, akan lebih sulit untuk menanamkan
nilai-nilai luhur dibandingkan dengan anak pada tahun-tahun pertama
setelah lahir yang sifat dan kebiasaannya masih dapat diubah. Seperti
halnya ranting pohon akan lebih mudah dibentuk selama itu masih menjadi
ranting, dan batang pohon yang sudah bengkok akan sulit untuk diluruskan
karena telah menjadi batang.
Jadi, keluarga sebagai pusat pendidikan tidak hanya berpengaruh
pada tahun-tahun pertama dari kehidupan anak, tetapi terus berlangsung
dalam berbagai fase umur anak. Keluarga secara alami merupakan pusat
pendidikan urgen yang pengaruhnya selalu terbawa kedalam pusat
pendidikan dan lembaga sosial lainnya. Oleh sebab itu, anak pada
hakikatnya merupakan ekspresi kebudayaan keluarga (Aly dan Munzier,
2003: 204). Yang dimaksud dengan kebudayaan keluarga adalah materi;
tingkat sosial, pendidikan, dan pikiran; pola-pola hubungan yang berlaku;
serta prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mengatur tingkah laku individu
keluarga (Aly dan Munzier, 2003: 206). Karenanya, perbaikan terhadap
kebudayaan keluarga serta upaya memperkayanya dengan berbagai
pengalaman edukatif dan pola-pola tingkah laku yang lurus pada
gilirannya akan membias pada perbuatan sekolah dan pusat-pusat
50
pendidikan lainnya. Keluarga secara alami merupakan lingkungan yang
real dan definitif, dimana anak dapat berinteraksi dengan berbagai kondisi
dan situasinya serta mengetahui dimensi-dimensinya (Aly dan Munzier,
2003: 204).
Menurut Emha Ainun Nadjib bagaimana memperkenalkan Islam
dengan cara yang menarik, niscaya harus terus menerus direformasi.
Bukan penyesuaian diri terhadap segala kemajuan zaman melainkan tetap
berdiri di atas landasan tauhid Islam dengan memodifikasi ungkapanungkapan budayanya (Drawaty dan Safei, 2001: 190). Untuk itu kreatifitas
dan do‟a selalu dibutuhkan di dalam berbagai waktu dan tempat,
maksudnya agar manusia selalu berpikir dalam bertindak dengan tidak
melupakan bahwa segala sesuatu terjadi semuanya atas kehendak Tuhan.
B. RelevansiKonsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Di Kehidupan
Sekarang
Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan
hidup (sistem sosial) yang menyediakan situasi belajar (Hasbullah, 2009:
87).Salah satu kesalah kaprahan dari para orang tua dalam dunia
pendidikan sekarang ini adalah adanya anggapan bahwa hanya sekolahlah
yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya, sehingga
orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada guru di
sekolah (Hasbullah, 2009: 22).Padahal di sekolah umumnya guru lebih
fokus mengajarkan ilmu-ilmu akademis daripada pendidikan tentang
bertauhid, meskipun ilmu-ilmu akademis tersebut selalu berkaitan dengan
51
keberadaan Tuhan.
Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan,
pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dulu.
Seorang yang pada masa kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan
agama, maka pada masa dewasanya nanti ia tidak akan merasakan
pentingnya agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang
diwaktu kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, maka
orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada
hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut
melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan betapa
nikmatnya hidup beragama (Daradjat, 1970: 35).
Sikap anak terhadap sekolah terutama akan dipengaruhi oleh sikap
orang tuanya. Begitu juga sangat diperlukan kepercayaan orang tua
terhadap sekolah (pendidik) yang menggantikan tugasnya selama di
ruangan sekolah.Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat
akhir-akhir ini seringnya terjadi tindakan-tindakan kurang terpuji
dilakukan anak didik, sementara orang tua seolah tidak mau tahu, bahkan
cenderung menimpakan kesalahan kepada sekolah (Hasbullah, 2009: 90).
Orang tua tidak boleh berpandangan bahwa setelah anak dimasukkan
kedalam lembaga pendidikan orang tua hanya bertanggung jawab dalam
hal pembiayaan saja, akan tetapi orang tua tetap berkewajiban
membimbing dan memberi arahan bagaimana cara bersikap dimanapun
berada kepada anak saat anak tengah bersama dengan keluarga.
52
Tatkala berbicara tentang metode pendidikan agama di sekolah,
salah satu kesimpulan penting ialah bahwa kunci keberhasilan pendidikan
agama di sekolahbukan terutama terletak pada metode pendidikan agama
yang digunakan dan penguasaan bahan; kunci pendidikan agama di
sekolah sebenarnya terletak pada pendidikan agama di dalam rumah
tangga.Inti pendidikan agama dalam rumah tangga itu ialah taat kepada
Tuhan, hormat kepada orang tua, dan hormat kepada guru.Di sekolah
hormat kepada guru inilah kuncinya. Bila anak didik tidak hormat kepada
guru, berarti ia juga tidak akan menghormati agama. Bila agama Islam dan
guru agama tidak dihormati, maka metode pendidikan agama yang baik
pun tidak akan ada artinya. Itulah yang umumnya terlihat sekarang,
terutama disekolah umum.Oleh karena itu, pendidikan agama dalam rumah
tangga tidak boleh terpisah dari pendidikan agama di sekolah; mula-mula
adalah pendidikan agama dalam rumah tangga sebagai fondasi, kemudian
dilanjutkan di sekolah sebagai pengembangan rinciannya (Tafsir, 2008:
158-159). Dalam kondisi seperti ini, tugas mendidik dalam keluarga
menjadi terbantu oleh adanya sekolah, karena saling terkait satu-sama lain.
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi orang yang
berkembang secara sempurna.Mereka menginginkan anak yang dilahirkan
itu kelak menjadi orang yang sehat, kuat, berketrampilan, cerdas, pandai
dan beriman.Bagi orang Islam, beriman itu adalah beriman secara
Islam.Dalam taraf yang sederhana, orang tua tidak ingin anaknya lemah,
sakit-sakitan, penganggur, bodoh, dan nakal.Dan terakhir, pada taraf
53
paling minimal ialah jangan nakal. Kenakalan akan menyebabkan orang
tua mendapat malu dan kesulitan (Tafsir, 2008: 155). Bahkan, sebagian
dari istri dan anak-anak ada yang menjadi musuh, dalam arti bahwa
dengan ulahnya, mereka dapat menjerumuskan suami atau ayahnya
melakukan perbuatan yang melanggar agama.Namun munculnya tingkah
laku itu juga bisa disebabkan ketidak pedulian seorang ayah terhadap anak.
Dengan alasan kesibukan menekuni karier atau mengurus bisnis, tak
tersisa lagi waktunya untuk ikut serta mendidik anak, padahal peranan
orang tua jauh lebih vital dan menentukan dibandingkan dengan dua faktor
lainnya: lingkungan dan guru (Asghary, 1994: 215). Mekipun tidak dapat
dipungkiri, bahwa manusia hidup di dunia itu memerlukan bekal.Akan
tetapi hal tersebut semestinya merupakan sarana yang digunakan untuk
mencapai ridho-Nya dan bekal untuk di akhirat kelak.
Banyak orang tua yang berpikir bahwa dengan droping segala
keperluan pendidikan dan uang jajan yang besar, semua masalah telah
selesai.Tidak sedikit orang tua yang waktunya terhisap oleh kesibukan luar
rumah. Tak sempat lagi ia berkumpul secara lengkap dengan keluarga,
apalagi berdialog dan membina komunikasi dengan anak. Akibatnya
mereka menyerap kebudayaan apa saja dan kemudian cendrung mencintai
hura-hura yang dengan sengaja memang disodorkan oleh musuh Islam
untuk menghancurkan generasi mudanya (Asghary, 1994: 215).
Sekarang ini laju globalisasi banyak mempengaruhi anak-anak dan
mengakibatkan lemahnya generasi bangsa.Generasi yang lemah, bukan
54
hanya lemah dalam aspek sosial ekonomi, melainkan juga lemah dalam
akidah dan erosi dalam akhlak.Kesenjangan bimbingan orang tua dan
miskinnya komunikasi (muwajah, face to face) antara orang tua dan anak,
dapat dipergunakan oleh kaum yang dengki kepada Islam untuk meracuni
generasi muda itu (Asghary, 1994: 216). Misalnya, mengajarkan
bagaimana cara berpakaian, berkomunikasi, dan bersikap di masa sekarang
berbeda dengan apa yang di syari‟atkan oleh agama melalui berbagai
media yang ada baik cetak maupun non cetak.
Anak sering pula menyebabkan orang tua lupa kepada Allah dan
rasul-Nya.Mereka sibuk mengurus anak-anaknya.Mereka bekerja matimatian untuk mencari uang agar semua permintaan anaknya dapat
dipenuhi, karena cinta kepada anak.Kadang-kadang permintaan yang tidak
masuk akal pun dipenuhi, demi cinta kepada anak.Sayang anak
menyebabkan orang tua korupsi atau mencuri. Semuanya itu menyebabkan
orang lupa kepada Allah dan Rasul-Nya (Tafsir, 2008: 162).
Orang tua mendidik anaknya karena kewajaran, karena kodratnya;
selain itu karena cinta.Tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga ialah agar
menjadi anak yang saleh. Tujuan lain adalah kelak anak itu agar tidak
menjadi musuh orang tuanya, yang mencelakakan orang tuanya (Tafsir,
2008: 163). Untuk itu, orang tuabersamaan dengan mencurahkan cinta
kasihnya harus pandai-pandai dalam mendidik anak.
Musuh-musuh Islam, baik Yahudi dan Nasrani yang kapitalis
(sistem ekonomi dimana perdagangan, industri dan alat-alat dikendalikan
55
oleh pemilik swasta dengan tujuan untuk menguasai ekonomi dunia)
maupun yang komunis (mementingkan kepentingan individu dan
mengesampingkan kepentingan buruh), pada dasarnya mempunyai sikap
yang sama dalam melemahkan Islam melalui pengembangan pemahaman
agama kepada pemeluknya. Mereka tidak lagi melihat aktivitas
pemurtadan sebagai cara terbaik. Telah lama mereka memiliki cara lain
yang lebih efektif, yakni metode menanamkan kesan mencintai
kemewahan dan demokrasi pada generasi muda Islam. Demokrasi di sini
adalah dalam makna kebebasan untuk tidak patuh kepada orang tua, harus
berani menghujatnya dan protes kepada kemutlakan peranan pihak orang
tua (Asghary, 1994: 216). Tidak ada lagi yang namanya sikap takzim
antara anak dengan orang tua, murid dengan guru, yang lebih muda kepada
yang lebih tua umurnya, rasa menghargai serta menyayangi kepada yang
lebih muda berubah dengan cara bersikap seolah seperti dengan teman
sebayanya dengan kebebasan yang ia miliki.
Jadi, tujuan mereka kini bukanlah mengumpulkan angka secara
kuantitas tentang muslim yang murtad dari agamanya. Generasi muda
tetap Islam, tetapi perilaku mereka digiring dan diarahkan kepada:
1. Perilaku yang bebas tanpa kendali seperti gaya kehidupan remaja di
Barat, dimana sang remaja itu diantisipasi untuk bersikap bebas dalam
protes kepada orang tua (plus guru), walau cara itutidak sejalan dengan
etika dunia beradab.
56
2. Meracuni cara berpikir mereka untuk memutlakkan kedudukan rasio.
Padahal dalam Islam, akal itu bukan segalanya. Akal hanya sebagai alat
belaka, bukan akal yang dijadikan agama.
3. Menanamkan sikap kritis yang tidak proposional kepada generasi muda
Islam, agar generasi muda itu membuang rasa kepedulian mereka
kepada agama.
4. Merangsang generasi muda untuk mencintai hidup santai, hura-hura,
penuh glamour, serta pergaulan bebas, dan meracuni mereka dengan
impian dan khayalan melalui minuman keras, ganja, heroin, narkotik,
serta perjudian. Iming-iming hadiah hampir dalam segala bentuk
produksi dan jasa telah menimbulkan akibat sampingan yang begitu
memprihatinkan dalam masyarakat (Asghary, 1994: 216-217).
Pendidikan keluarga sangat penting mengingat keluarga menerima
anak dalam keadaan belum bisa bicara, belum memiliki pengalaman, dan
belum dapat menggunakan sarana komunikasi. Kemudian keluarga
memulai proses sosial anak dari kondisi “belum berupa apa-apa”,
membantunya secara bertahap untuk berinteraksi dengan segala sesuatu
yang ada di dalam lingkungan fisik dan sosial, serta mempersiapkannya
untuk memasuki lembaga-lembaga masyarakat dan berbagai aktivitas
kehidupan pada umumnya. Sebagai pusat pendidikan sosial, keluarga tidak
menanamkan tujuan dan pikirannya secara langsung kepada anak, bahkan
tidak pula kebiasaan-kebiasaan motorik seperti memejamkan mata dan
menghindarkan rasa sakit secara refleks. Langkah pertama yang dilakukan
57
keluarga hanyalah mempersiapkan kondisi mendorong individu untuk
menguasai sebagian cara kerja nyata. Langkah lain yang bersifat
komplementer ialah mengikutsertakan individu di dalam kerja komunitas
agar mampu melihat dalam keberhasilan atau kegagalan mereka (Aly dan
Munzier, 2003: 204). Hal ini juga agar dapat menghindarkan anak dari
panjang angan-angan serta menumbuhkan rasa menghargai proses dari
pada akan suatu hasil.
Secara operasional hal-hal yang dapat dilakukan untuk pendidikan
tauhid dalam keluarga bila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
diantaranya:
a. Kondisikan kehidupan di rumah tangga kita menjadi kehidupan
Muslim. Contohnya, tidak iri kepada orang lain, dan jujur. Lakukan
semua perintah Allah yang wajib dan sunah, yakni salat puasa, zikir,
doa akan makan, sesudah makan, akan tidur, berpakaian, akan pergi,
masuk rumah, dan sebagainya. Usahakan agar anak-anak mengetahui
hal itu, dan usahakan agar mereka juga melakukannya sekalipun
mereka belum memahami mengapa begitu. Ini pembiasaan.
b. Sejak kecil anak sering dibawa ke masjid, ikut salat, ikut mengaji
sekalipun
ia
belum
mengaji
sungguhan.
Suasana
itu
akan
mempengaruhi jiwanya, masuk kedalam jiwa tanpa melalui proses
berpikir.
c. Adakan pepujian di rumah, di mushalla, atau di masjid. Pepujian
terdiri atas banyak ucapan: ada shalawat, do‟a, ayat-ayat Al-qur‟an.
58
Pepujian ini, bila diucapkan melalui pengeras suara masjid tatkala
menjelang subuh, akan besar pengaruhnya pada jiwa.
d. Pada saat libur sekolah, sebaiknya anak dimasukkan ke pesantren
kilat. Pesantren kilat yang terbaik adalah pesantren kilat yang
diselenggarakan di pesatren dengan model pendidikan asli pesantren.
Jika libur sekolah satu bulan, cukup dipesantrenkan kira-kira 20 hari
saja.
e. Libatkan anak ke dalam setiap kegiatan keagamaan di kampung,
seperti panitia Ramadhan, panitia zakat fitrah, panitia idul fitri dan
idul qurban, panitia kurbannya sendiri, panitia pengajian anak-anak,
mengurus khatib, atau mengurus pengajian.
Keterlibatan ini penting sekali maknanya bagi pendidikan agama
anak.Ia mulai mengetahui dan mengalami tanggung jawabnya sebagai
petugas Allah, mulai memperhatikan pembinaan agama Allah. Ia akan
menyadari sedikit demi sedikit bahwa dirinya harus beragama dengan
baik. Ganjil jika anak mengurus kegiatan agama, sedangkan dirinya sendiri
tidak beragama dengan benar.Semua ini memerlukan dukungan dari kedua
orang tua, juga dari anggota masyarakatnya.
Pendidikan agama di sekolah hanya bersifat membantu, terutama
membantu dalam menambah pengetahuan anak.Memang, sekolah juga
diharapkan dapat menanamkan iman dalam hati anak didiknya, tetapi
kemungkinan berhasilnya amat kecil. Oleh karena itu, sekali lagi kerja
sama sekolah dengan rumah tangga amat perlu, terutama dalam pendidikan
59
agama anak (Tafsir, 2008: 188-189). Dengan maksud agar anak merasa
nyaman dan merasa tidak terbebani dalam menjalani berbagai aturan hidup
yang berlaku, dan dapat menjadi bekal untuk diwariskan kepada anak
cucunya kelak.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan dan menganalisis pada bab
sebelumnya maka dapat penulis simpulkan;
1. IbnuKatsiradalahseorangahlitafsirdansejarahternama. Ia juga seorang
ahli fiqih dan ahli hadis. Namalengkapnyaialah Abu al-Fida,
Imaduddin Ismail Ibnu Umar IbnuKatsir al-Quraisyi al-Basrawi adDimasyqi, yang terkenaldenganIbnuKatsir. Banyak karya-karya Ibnu
Katsir, salah satunya yaitu Tafsir Al Qur‟an Al „adzim yang
termasyhur dengan Tafsir IbnuKatsir. Ibnu Katsir lahir pada tahun 700
H/1300 M di timur Bashri yang masuk wilayah Damaskus dan wafat
pada tahun 774 H di Damaskus.
Guru pertama yang membimbing Ibnu Katsir ialah Burhanuddin alFazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi‟i. Banyak karya-karya
ilmiah yang diwariskan oleh Ibnu Katsir di antaranya ialah Tafsîr al
Qurân al „Azîmkitab ini termasyhur dengan sebutan Tafsir Ibnu
Katsiryang berjumlah sepuluh juz.
Kitab Tafsir ini penulisannya dimulai setelah Ibnu Katsir
diangkat menjadi guru besar oleh Gubernur Mankali Bugha di Masjid
Umayyah, Damaskus, pada tahun 1366 M.Tafsir Ibnu Katsir yaitu
tafsir yang terkenal dengan tulisan ma‟tsur/tafsir bi al-riwayah. Cara
Ibnu Katsir dalam menafsirkan al Qur‟an; pertama-tama dengan
61
menyebutkan satu ayat kemudian menafsirkannya dengan redaksi yang
mudah serta ringan dan menyertainya dengan dalil-dalil dari ayat yang
lain, lalu membandingkan ayat-ayat tersebut sehingga arti dan
maksudnya menjadi jelas.
2. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang dapat diambil dari
Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 terdiri dari:
a. Pengertian secara umum konsep pendidikan tauhid dalam keluarga
yaitu, gambaran proses untuk memberdayakan diri menghamba
hanya kepada Allah SWT dalam lingkup kelompok dimana
seseorang tinggal dalam satu keturunan sehingga tampil sebagai
clan atau marga.
b. Konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al
Baqarah
ayat
132-133
merupakan
proses
membimbingmanusiauntuktetapteguhkepercayaannyabahwa Allah
Maha Esa dan hanya tunduk kepada-Nyasampaiakhirhayat.
3. Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu Katsir yang
terkandungdalam Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 adalah,
upayamembinamanusiadalammenyerahkandirisecaramutlakkepadaAlla
h SWT dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapunsepanjang
hayatnya padasuatu kelompokdimanamanusiahidup dan menetap
secara berkesinambungan sampai keturunannya di masa depan kelak
meskipun berbeda cara atau metode dalam pelaksanaannya.
62
4. Relevansi dalam kehidupan Sehari-hari
Ada Relevansi atauhubungansaling keterkaitan antara pendidikan
tauhid dalam keluarga yang terkandungdalam Qur‟an Surat al Baqarah
ayat 132-133 dalam Tafsir Ibnu Katsir dengan kehidupan sehari-hari
tentangpentingnyapenanamanpendidikan
tauhid
harusdilakukansejakdiniuntukmembentukkarakterkepribadian
yang
yang
kuat yaitu supaya terus berpegang teguh pada agama Islam sampai
akhir
hayat.
Terlebih
di
era
globalisasi
yang
memberikanbanyakkemudahannamuntidakjarangjugamemberikandam
paknegatifkepadamanusia.
Sehingga
pendidikan
tauhid
adalahsebagaipondasi paling pentinguntukmembentengimanusia agar
dapatmemilih yang positifdanmembuang yang negatif.Karena tauhid
adalah tujuan dari semuasegikehidupanmanusia.
Melalui pendidikan tauhid dalam keluarga pada Qur‟an Surat al
Baqarah ayat 132-133 dalam Tafsir Ibnu Katsir ini adalah salah satu
cara penyampaian penanamam nilai-nilai pendidikan tauhid yang tidak
akan terlupakan oleh anak-anak dikarenakan penyampaian pesan
tersebut dilakukan oleh seorang bapak kepada anak-anaknya
menjelang
akhir
hidupnya
(sakaratul
maut).
Tidak
hanya
menyampaikan bagaimana cara mendidik anak dan menanamkan
tauhid kepada anak namun juga menghadirkan karakter kepribadian
seorang ayah yang patut diteladani. Karena seorang anak adalah
generasi penerus bangsa selanjutnya. Dan bangsa yang kuat adalah
63
ketika memiliki generasi penerus yang kuat, yang tidak hanya
berpengetahuan dan pandai namun juga memiliki karakter kepribadian
yang kuat melalui pendidikan tauhid dalam keluarga.
B. Saran
1. Bagi Orang Tua
Pendidikan tauhid adalah hal yang paling mendasar yang harus
orang tua ajarkan kepada anak-anak jika ingin memiliki anak-anak
yang soleh dan shalihah. Karena pendidikan tauhid adalah fondasi
yang nantinya akan membentuk karakter anak. Banyak orang yang
berpengetahuan dan pandai namun banyak juga yang terjermus dalam
keburukan.
Makadariituperanpedidikan
tauhid
sangatpentinguntukmembentengidanmeluruskanjalanmenujukehidupan
yang lebihbaik.Dan peran paling sentraldalammenanamkanpendidikan
tauhid
kepadaanak
di
sampingseorang
guru
tua.Semakindinianakdikenalkandenganpendidikan
adalah
orang
tauhid
makaakansemakinkuatkarakterkepribadiannya. Untuk itu, orang tua
harus berusaha lebih keras lagi untuk terus memperhatikan pendidikan
tauhid dalam keluarga dengan membuat metode pembelajaran yang
variatif agar anak dapat mengikuti dengan nyaman dan tidak merasa
terbebani dengan aturan-aturan yang harus dilaluinya untuk mencapai
tujuan pendidikan tauhid ini.
2. Bagi Dunia Pendidikan
64
Metode
pembelajaran
dalam
pendidikan
harus
semakin
dikembangkan terlebih di era globalisasi sekarang ini. Banyak cara
yang bisa dilakukan. Salah satunyadenganpenggunaan metode
pembelajaran
yang
efektifdanefisiendalamrangkamelaksanakanpendidikanmelalui
beragam metode yanginspiratifdalammendidik anak.
3. Bagi Dunia Penelitian
Banyak hal yang masih perlu dikaji tidak hanya melalui wasiat
para Nabi akan tetapi kita juga dapat mengkaji dari berbagai aspek
yang dapat menginspirasi dan justru belum banyak diketahui oleh
banyak orang.
C. Penutup
Alhamdulillahirobbil‟alamin atas segala nikmat rahmat, taufiq,
hidayah, dan inayah Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca umumnya. Penulis sadar bahwa dalam tulisan ini masih
banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, maka tidak lupa kritik serta
saran yang membangun senantiasa penulis harapkan demi sempurnanya
skripsi ini
65
Daftar Pustaka
Abdullah, Abd. Rahman. 2011. Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam:
Rekonstruksi Pemikiran dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam.
Yogyakarta: UII Press.
Abdullah, Taufik. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Akar dan Awal.
Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Aizid, Rizem. 2014. Kitab Sejarah Terlengkap 25 Nabi Terkemuka. Jogjakarta:
Safirah.
Al Farmawi, Abd Al Hayy . 1996. Metode Tafsir Mawdhu‟iy Sebuah Pengantar.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Al Munawar, SaidHusin. 2003. Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki.
Jakarta: Ciputat Press.
Aly, Hery Noer dan Munzier. 2003. Watak Pendidikan Islam. Jakarta: Friska
Agung Insani.
Amin, SamsulMunir. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Arifin, M. 2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdispliner. Jakarta: Bumi Aksara.
Asghary, Basri Iba. 1994. Solusi Al Qur‟an: Tentang Problema Sosial, Politik,
Budaya. Jakarta: Rineka Cipta.
Ash-Shabuuniy, MuhammadAli. 1991. Studi Ilmu Al-Quran. Bandung: Pustaka
Setia.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur‟an/Tafsir.
Jakarta: Bulan Bintang.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1980. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan
Bintang.
B. Milles, Matthew & A. Micahael Huberman, 1992 Analisis Data Kualitatif,
Jakarta: UI-Press.
Budihardjo. 2009. Apakah Rasul Ulul „Azmi Islam?. Salatiga: STAIN Salatiga
Press.
Dahlan, Abd. Rahman. 1997. Kaidah-kaidah Penafsiran Al Qur‟an. Bandung:
1
Mizan.
Daradjat, Zakiah. 2011. Ilmu pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Daradjat, Zakiah. 1970. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Departemen Agama Republik Indonesia. 1993. Al Qur‟an dan Terjemahannya.
Semarang: CV. Al Waah.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1994. Ensiklopedi Islam 5. Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve.
Drawaty, Nanih Machen dan Agus Ahmad Safei. 2001. Pengembangan
Masyarakat Islam: Dari Ideologi, Strategi, Sampai Tradisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Falih, Ashadi dan Cahyo Yusuf.1973. Akhlak Pembentuk Pribadi Muslim.
Semarang: Aneka Ilmu.
Ghoffar, M. Abdul. 2004. Tafsir Ibnu Katsir. Bogor: Pustaka Imam Syafi‟i.
Ghofur, SaifulAmin. 2008. Profil Para Mufasir Al-Qur‟an. Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani.
Gojali, Nanang. 2004. Manusia, Pendidikan, dan Sains: Dalam Perspektif Tafsir
Hermeneutik. Jakarta: Rineka Cipta.
Haryanta, AgungTri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan. Surakarta:
Aksara Sinergi Media.
Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
http://helfinarayya.blogspot.com/2012/04/metode-ibnu-katsir-dalamtafsirnya.html.
http://hijausegarsaja.blogspot.com/2012/12/telaah-tafsir-al-quran-al-adzimkarya.html.
IAIN Syarif Hidayatullah. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Islamuddin, haryu. 2012. Psikologi Pendidikan. Jember: STAIN Jember Press.
Jindan, KhalidIbrahim . 1999. Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyah
Tentang Pemerintahan Islam. Surabaya: Risalah Gusti.
Kurniasih, Imas. 2010. Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad SAW.
Yogyakarta: Pustaka Marwa.
2
Komaruddin. 1987. Kamus Riset. Bandung: Angkasa.
Kuswaya, Adang. 2009. Studi Kritis Metode Tafsir Tradidisonal ala Hasan
Hanafi. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Ma‟arif, Majid. 2012. Sejarah Hadis. Jakarta: Al-Huda.
Marijan. 2012. Metode Pendidikan Anak: Membangun Karakter Anak yang
Berbudi Mulia, Cerdas dan Berprestasi. Yogyakarta: Sabda Mulia.
Mojlum Khan, Muhammad. 2012. 100 Muslim Paling Berpengaruh Sepanjang
Sejarah. Jakarta: Noura Books
Murshafi, Muhammad Ali. 2009. Mendidik Anak Agar Cerdas dan Berbakti. Solo:
Ziyat Visi Media.
Nasib Ar Rifa‟i, Muhammad. 1999. Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir
Ibnu Katsir. Jakarta: Gema Insani.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Quraish Shihab, M. 2012. Al Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran Dari Surahsurah al Qur‟an. Tangerang: Lentera Hati.
Quthan, Mana‟ul. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur‟an 2. Jakarta: Rineka Cipta.
Razak, Nasruddin. 1996. Dienul Islam: Penafsiran Kembali Islam Sebagai Suatu
Aqidah dan Way of Life. Bandung: Al Ma‟arif.
Rock Kane, Pearl. 2004. Tak Sengaja Menjadi Guru: Kisah-kisah yang
Menggugah dan Sarat Hikmah tentang Pengalaman Pertama mengajar.
Bandung: Mizan Learning Center.
Ruslan, Rosady. 2010. Metode Penelitian: Public Relations dan Komunikasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Saddily, Hassan. 1973. Ensiklopedi Umum. Jakarta: Jajasan Kanisius
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal keluarga, Remaja dan
Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-Teori Pendidikan: Tradisional, (Neo) Liberal,
Marxis-Sosialis, Postmodern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suwarno, Wiji.2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruz.
Syaltut, Mahmud. 1966. Islam Aqidah dan Syari‟ah. Jakarta: Pustaka Amani.
3
Tafsir, Ahmad. 2008. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Thanthawi, MuhammadSayyid. 2013. Ulumul Qur‟an: Teori dan Metodologi.
Jogjakarta: IRCiSoD.
Ulfatmi. 2011. Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam: Studi Terhadap
Pasangan Yang Berhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan Di Kota
Padang. Jakarta: Kementerian Agama RI.
Yunila, Wira. 2013. Catatan Kematian: Saat Helaian Terakhir Itu Tiba.
Yogyakarta: Buku Pintar.
Zuhaili, Wahbah.1995. Al Qur‟an Paradigma Hukum dan Peradaban. Surabaya:
Risalah Gusti.
Zurayk, Ma‟ruf. 1994. Aku dan Anakku: Bimbingan Praktis Mendidik Anak
Menuju Remaja. Bandung: Al Bayan.
4
1
DAFTAR NILAI SKK
Nama : SITI SUKRILAH
NIM : 11111144
P.A. : Dra. Ulfah Susilowati, M. Si.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Jurusan
Progdi
Jenis Kegiatan
Orientasi Pengenalan Akademik
dan Kemahasiswaan (OPAK) oleh
DEMA STAIN Salatiga
Achievement Motivation Training
(AMT) “Membangun Mahasiswa
Cerdas Emosi, Spiritual, dan
Intelektual” oleh CEC & Ittaqo
STAIN Salatiga
Orientasi Dasar Keislaman
(ODK) “ menemukan muara
sebagai mahasiswa rahmatan lil
alamin” oleh STAIN Salatiga
Seminar Entrepreneurship dan
Koprasi oleh KOPMA & KSEI
STAIN Salatiga
USER EDUCATION (Pendidikan
Pemakai) oleh UPT
PERPUSTAKAAN STAIN
Salatiga
Pendidikan dan Latihan Calon
Pramuka Pandega ke-21 (PLCPP
XXI) oleh Racana Kusuma
Dilaga-Woro Srikandhi STAIN
Salatiga
Seminar Regional Kejurnalistikan
“ Reorientasi Peran Jurnalistik
dalam Prespektif sosial dan
Budaya pada Era Post Modern”
oleh LPM Dinamika
Seminar Regional “Meningkatkan
Nasionalisme Ditengah
Goncangan Disintegrasi dan
1
: Tarbiyah
: PAI
Pelaksanaan
Jabatan
Nilai
20-22 Agustus 2011
Peserta
3
23 Agustus 2011
Peserta
2
24 Agustus 2011
Peserta
2
25 Agustus 2011
Peserta
2
19 September 2011
Peserta
2
30 September s/d
03 Oktober 2011
Peserta
2
06 Oktober 2011
Peserta
4
26 Oktober 2011
Peserta
2
Pengikisan Ideologi Nasional”
oleh Komando Resimen
Mahasiswa Mahadipa
Kalimosodo STAIN Salatiga
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Daurah Mar‟atus Shalihah (DMS)
dengan tema “Let‟s be an
Inspiring Women” oleh LDK
Darul Amal STAIN Salatiga
Penggunaan Maktabah Syamilah
& Mengetik Arab Cepat Dalam
Acara “ STAIN ARABY” dengan
tema: “Bahasa Arab Sebagai
Penunjang Perkuliahan
Mahasiswa”. Oleh ITTAQO
STAIN Salatiga
Seminar Nasional
Entrepreneurship ”Tren Bisnis
Berbasis Multimedia dan
Teknologi Informatika sebagai
Wujud Pasar Modern” oleh
KOPMA FATAWA STAIN
Salatiga
Seminar Regional
“Peran Mahasiswa dalam
Mengawal BSLM (BLT) Tepat
Sasaran” oleh DEMA STAIN
Salatiga
Bedah Buku Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) dengan
judul: “Sang Maha Segalagalanya Mencintai Sang MahaSiswa”. Oleh Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang
Salatiga Komisariat Walisongo
“Nisa‟ Mencari Bakat” (Lomba
hasta Karya) dalam Milad X LDK
Darul Amal STAIN Salatiga
DMS (Dauroh Mar‟atus
Sholehah) 1 dengan tema
2
26 November 2011
Peserta
2
17 Maret 2012
Peserta
2
21 April 2012
Peserta
8
03 Mei 2012
Peserta
4
14 Mei 2012
Peserta
2
17 Mei 2012
Peserta
2
26 Mei 2012
Peserta
2
“Unbreakable Muslimah” oleh
LDK Darul Amal STAIN Salatiga
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Seminar Nasional
Ekonomi Syariah Bukan Ekonomi
Biasa “Penerapan Nilai-Nilai
Syariah dalam Praktik
Perekonomian ” oleh KSEI
STAIN Salatiga
Pra Youth Leadership Training
dengan tema “Surat Cinta
Pembasmi Galau” oleh KAMMI
Komisariat Salatiga
Pendidikan dan Latihan Calon
Pramuka Pandega ke – 22
(PLCPP XXII) oleh Racana
Kusuma Dilaga-Woro Srikandhi
STAIN Salatiga
Dialog Publik dan Silaturahim
Nasional dengan tema
“Kemanakah Arah Kebijakan
BBM? Mendorong Subsidi BBM
Untuk Rakyat” oleh Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) Kota Salatiga
Sesorah Basa Jawa (SBJ) dengan
tema “Mekar Ngrembagaaken
Budaya Jawi Kanthi Jumbuhaken
Lathi, Ati lan Pakerti” oleh LDK
Darul Amal STAIN salatiga
Seminar Pencegahan Bahaya
NAPZA (Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif), HIV/AIDS
Mewaspadai Pergaulan Bebas
Untuk membentuk Remaja yang
Tangguh & Launching PIK
SAHAJASA STAIN Salatiga
Tafsir Tematik
“ Sihir dalam Prespektif AlQur‟an dan Hukum Negara” oleh
3
02 Juni 2012
Peserta
8
06 Oktober 2012
Peserta
2
12 – 15 Oktober
2012
Panitia
3
10 Nopember 2012
Peserta
8
26 Nopember 2012
Peserta
2
29 April 2013
Peserta
2
04 Mei 2013
Peserta
2
JQH STAIN Salatiga
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
Seminar Nasional “How to
Develop the Best Generation”
oleh Comunicative English Club
(CEC) STAIN Salatiga
Seminar Festival Dakwah MILAD
XI LDK STAIN Salatiga dengan
tema “Ya Allah, Aku Jatuh Cinta”
Seminar Nasional “Mendetakkan
Jantung Bangsa dengan
Jurnalisme” oleh LPM Dinamika
STAIN Salatiga
KISMIS (Kajian Intensif
Mahasiswa) “Agar Shalat Bukan
Sekedar Kewajiban, Namun
Kebutuhan” oleh LDK Darul
Amal STAIN Salatiga
Seminar Nasional “Guru Kreatif
dalam Implementasi Kurikulum
2013” oleh HMJ Tarbiyah STAIN
Salatiga
Islamic Public Speaking Training
(IPST) oleh LDK Darul Amal
STAIN Salatiga
Dialog Energi “Dampak Kenaikan
Tarif Dasar Listrik Terhadap
Perekonomian Indonesia Solusi
Menciptakan Listrik Murah Untuk
Rakyat Kecil dan Industri Dalam
Negeri” oleh Dewan Mahasiswa
(DEMA) STAIN Salatiga
Tafsir Tematik “Konsep
Pemiimpin Ideal Menurut Al
Qur‟an: Telaah Al Qur‟an Surat
Al An‟am Ayat 165” oleh JQH
Al Furqon STAIN Salatiga
Peserta Tahfidz 1 Juz Gebyar Seni
4
01 Juni 2013
Peserta
8
11 Juni 2013
Peserta
2
07 Oktober 2013
Peserta
8
10 Oktober 2013
Peserta
2
18 Nopember 2013
Peserta
8
05 Desember 2013
Peserta
2
12 Desember 2013
Peserta
2
17 Mei 2014
Peserta
05 Nopember 2014
Peserta
2
Qur‟aniyy (GSQ) Umum Ke-VI
Se-Jawa Tengah oleh JQH Al
Furqon STAIN Salatiga
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
“Seminar nasional
Entrepreneurship” oleh Gerakan
Pramuka Racana Kusuma Dilaga
– Woro Srikandi STAIN Salatiga
“Training Personality Plus
Regional Jawa Tengah” oleh
KARIMA Learning & Training
Center
Seminar keagamaan “Bahagia
Sejak Mahsiswa” di STAIN
Salatiga yang ditayangkan di
TVRI Jawa Tengah
PERBASIS (Perbandingan
Bahasa Arab Bahasa Inggris)/
CEA (Comparison English
Arabic)” oleh CEC dan Ittaqo
STAIN Salatiga
Kajian Intensif Mahasiswa
“Fenomena Islam Di Salatiga”
oleh LDK Darul Amal STAIN
Salatiga
Pentas Seni dan Diskusi “Potret
Kebudayaan Papua Bagian Dari
Kekayaan Indonesia” oleh Forum
Mahasiswa Satu Inspirasi
(FORMASI)
“Seminar Nasional perlindungan
Hukum Terhadap Usaha Mikro
Menghadapi Pasar Bebas
ASEAN” oleh HMPS-AS STAIN
5
16 Nopember 2014
Peserta
8
23 Nopember 2014
Peserta
2
26 Nopember 2014
Peserta
2
27 Nopember 2014
Peserta
2
28 Nopember 2014
Peserta
2
11 Desember 2014
Peserta
2
Desember 2014
Peserta
8
6
1
Biodata Penulis
Nama
: Siti Sukrilah
Tempat , Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 12 mei 1991
Alamat
: Ngabean, Gunung Pati, Semarang, RT/RW 04/04
Nama Orang tua
Ayah
: Muhammad Daman Huri (Alm.)
Ibu
: Mir‟atun
Alamat
: Ngabean, Gunung Pati, Semarang, RT/RW 04/04
Riwayat Pendidikan:
1. RA Darul Ulum Reksosari Suruh Kab. Semarang, lulus pada tahun 1997.
2. MI Darul Ulum Reksosari Suruh Kab. Semarang, lulus pada tahun 2003.
3. MTs Darul Ulum Reksosari Suruh Kab. Semarang, lulus pada tahun 2008.
4. MAN Suruh Kab. Semarang, lulus pada tahun 2011.
Salatiga September 2015
Penulis
Siti Sukrilah
1
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
(STUDI ANALISIS QURA’N SURAT AL BAQARAH
AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR)
Oleh:
Siti Sukrilah
NIM: 11111144
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)
SALATIGA
2015
LATAR BELAKANG MASALAH
 Pada
masa sekarang ini, pengaruh
keluarga mulai melemah dikarenakan
adanya perubahan sosial, politik, dan
budaya yang terjadi.
 Waktu dan tenaga orang tua untuk
memberikan pendidikan kepada anak
secara langsung telah tersita oleh
berbagai aktivitas dalam memenuhi
kebutuhan materi keluarga seharihari, sehingga pendidikan tauhid
dalam keluarga menjadi sangat
kurang.
1
Lanjutan .......
Yang akan dibahas dalam pokok masalah
ini adalah:
1. Biografi Ibnu Katsir
2. Konsep pendidikan tauhid dalam Islam
menurut Qur‟an Surat al Baqarah ayat
132-133
3. Konsep pendidikan tauhid dalam
keluarga studi analisis Qur‟an Surat al
Baqarah ayat 132-133 dalam Tafsir Ibnu
Katsir
4. Relevansi konsep pendidikan tauhid
dalam keluarga menurut tafsir Ibnu
Katsir di kehidupan sekarang
Lanjutan ...........
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan penelitian pustaka (library reseach)
yang difokuskan pada penelusuran dan
penelaahan literature serta bahan pustaka
lainnya yang terdiri dari:
1. sumber primer (Kitab Tafsir Ibnu Katsir karya
Imam Jalil Alkhafidz „Imaduddin Abi Fida‟
Ismail Ibnu Katsir Alqurasyiyyu Addimasyqy.)
2. Sumber sekunder (Alqur’an dan terjemahannya
DEPAG, Ulumul Qur’an, Ensiklopedi Tematis
dunia Islam, Studi Ilmu Alqur’an, Ensiklopedi
Islam Indonesia, Solusi Alqur’an, dan bukubuku lain yang bersangkutan dengan
pembahasan skripsi ini).
2
Lanjutan .....
Tenik pengumpulan data yang penulis
lakukan dalam penelitian ini adalah
dengan mencari dan mengumpulkan buku
yang menjadi sumber data primer dan
sekunder yang relevan. Setelah data
terkumpul maka dilakukan penelaahan
serta sistematis dalam hubungannya
dengan masalah yang diteliti, sehingga
diperoleh data atau informasi untuk
bahan penelitian.
Lanjutan ...........
Teknik analisis data yang penulis
lakukan adalah dengan
menggunakan analisis yang
terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan
yaitu: reduksi data, penyajian
data, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi.
3
1. Ibnu
Katsir adalah seorang ahli tafsir dan sejarah
ternama. Ia juga seorang ahli fiqih dan ahli hadis.
Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur
Bashri yang masuk wilayah Damaskus dan wafat pada
tahun 774 H di Damaskus. Salah satu karya ilmiah
Ibnu Katsir yang akan dibahas dalam skripsi ini
adalah kitab Tafsîr al Qurân al ‘Azîm yang
termasyhur dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsir pada
Qur’an Surat al Baqarah ayat 132-133
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM
KELUARGA STUDI ANALISIS QUR‟AN SURAT ALBAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU
KATSIR
Konsep = segala sesuatu yang digunakan
akal budi untuk memahami sesuatu
Pendidikan = proses perubahan sikap dan
tingkah laku seseorang
Tauhid = mengesakan Allah
Keluarga = semua fihak yang ada
hubungan darah sehingga tampil sebagai
clan atau marga yang dalam berbagai
budaya
4
َّ‫ٍ إِ َّن هللاَ اصْ طَفًَ لَ ُك ُم ال ِّدَهَ فَالَ تَ ُمىت ُ َّه ِإال‬
َ ُ‫َو َوصًَّ بِهَ إِ ْب َرا ِهُ ُم بَىُِ ِه َوََعْ ق‬
َّ ِ‫ىب ََابَى‬
ْ
ْ
ْ
ُ
ُ
‫ىب ال َمىْ ثَ إِذ قَا َ لِبَىُِ ِه َما‬
َ ‫{ أ َ ْ ُ ىت ُ ْم ه َ َد َء إِذ َح َ َر ََعْ ق‬132 َ‫َوأَوتُم م ْسلِ ُمىن‬
‫اعُ َل َو ِإ ْس َحا َ ِإالَها‬
َ ِ‫ك َوإِلَهَ َءابَ ئ‬
َ َ ‫تَعْ بُ ُدونَ ِمه بَ ْع ِدٌ قَالُىا وَعْ ب ُ ُد ِإلَه‬
ِ ‫ك ِإ ْب َرا ِهُ َم َو ِإ ْس َم‬
{133 َ‫احدا َووَحْ هُ لَه ُ ُم ْس ِل ُمىن‬
ِ ‫َو‬
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Ya’kub. (Ibrahim
berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah
telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”
132
Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan
(tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anakanaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku”.
Mereka menjawab. “Kami akan menyembah Rabb-mu
dan Rabb nenek moyang-mu, Ibrahim, Ismail dan
Ishak, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa dan kami hanya
tunduk kepada-Nya” 133



2. Konsep pendidikan tauhid
dalam Islam menurut al Qur‟an
Surat al Baqarah ayat 132-133
merupakan proses membimbing
manusia untuk tetap teguh
kepercayaannya bahwa Allah
Maha Esa dan hanya tunduk
kepada-Nya sampai akhir hayat.
5
Pendidikan dalam Islam merupakan
hal yang sangat penting dalam
kehidupan umat manusia yang
harus ditempuh bahkan merupakan
sebuah kewajiban.
Orang pertama yang bertanggug
jawab terhadap pendidikan
keluarga adalah orang tua (ayah
dan Ibu) untuk bekal dalam
menghadapi kehidupan masa
depan anak.
Pada Q.S al-Baqarah ayat 132 kata
al-dîn jika dihubungkan dengan alislâm berarti beribadah kepada
Tuhan, atau taat dan tunduk kepada
syariat-Nya.
Sedangkan pada ungkapan ‫إلها واحدا‬
(yaitu Ilah Yang Maha Esa) dalam
Q.S al-Baqarah ayat 133, berbicara
tentang tauhid (keesaan Allah).
Pengertian Esa adalah merupakan
pusat bagi seluruh sifat-sifat Allah
yang wajib dimiliki-Nya.
6
Seperti nasehat Ibrahim dan Ya‟qub
kepada anaknya yaitu adanya
larangan untuk meninggalkan
agama Islam sampai akhir hayat
tersebut tidak hanya menyampaikan
bagaimana cara mendidik anak dan
menanamkan tauhid kepada anak
namun juga menghadirkan karakter
kepribadian seorang ayah yang
patut diteladani.
3. Sedangkan konsep pendidikan
tauhid dalam keluarga menurut
Ibnu Katsir dalam Qur‟an Surat al
Baqarah ayat 132-133 adalah, upaya
membina manusia dalam
menyerahkan diri secara mutlak
kepada Allah SWT sepanjang
hayatnya dalam keluarga secara
berkesinambungan sampai
keturunannya di masa depan kelak
meskipun berbeda cara atau metode
dalam pelaksanaannya.
7
anak-anak Ibrahim dan juga anak-anak
Ya‟qub selain anak kandung juga dalam
hal tradisi Arab yang menyebut paman
dengan sebutan ayah karena Ismail
adalah paman Ya‟qub.
proses pendidikan tauhid pada Lafal
Ilaahawwaahida “(Yaitu) Ilah yang Maha
Esa”.
Ibnu katsir mengartikannya bahwa, kami
(anak-anak Ya‟qub) mengesakan dalam
penghambaan kepada-Nya dan tidak
menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun.
4. Adapun relevansi pendidikan
tauhid dalam keluarga dimasa
sekarang adalah bahwa pendidikan
tauhid di masa sekarang ini harus
berusaha lebih keras lagi untuk
terus memperhatikan dengan
membuat metode yang variatif agar
anak didik dapat mengikuti dengan
nyaman dan tidak terbebani akan
aturan-aturan yang harus dilaluinya
untuk mencapai tujuan dari
pendidikan tauhid ini.
8
Dalam mendidik anak, diharapkan bahwa
adanya kerjasama antar pihak orang tua
dan guru, tidak hanya diserahkan kepada
lembaga pendidikan saja terutama pada
pendidikan tauhid. Karena pendidikan
tauhid adalah pondasi paling penting
untuk membentengi manusia agar dapat
memilih yang positif dan membuang
yang negatif dan tauhid merupakan
tujuan dari semua segi kehidupan
manusia.
TERIMA KASIH
..........................
9
Download