BAB II LANDASAN TEORI A. Autisme 1. Pengertian autisme menurut berbagai sumber Bonny Danuatmaja pada buku berjudul “Terapi Anak Autis di Rumah”1 menyatakan bahwa autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf yang mengganggu perkembangan anak. Sindrom atau himpunan gejala/tanda ini terjadi secara bersamaan dan menandai perkembangan yang tidak normal. Kerusakan saraf yang terjadi pasti akan memiliki pengaruh terhadap kemampuan seorang anak. Maka, muncul pula gambaran mengenai autisme sebagai gangguan pada saraf yang ditandai dengan lemahnya kemampuan kognitif (pemahaman), komunikasi dan kemampuan sosial. Lemahnya beberapa hal tersebut pada seorang anak mengakibatkan perkembangan perilakunya berbeda dengan anak pada umumnya. Hal ini dapat kita lihat dari buku lainnya, dimana Kanner menyatakan bahwa perkembangan pada autisme anak sebagai yang gangguan menunjukan pola perilaku kecenderungan menjauhkan diri secara sosial dan menyendiri secara ekstrem, walaupun secara fisik relatif normal2. 1 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autistik di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003), 2. 2 Djohan Salim, Terapi Musik, Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Galang Press, 2006), 158. 12 Versi lain yang juga mengungkapkan mengenai gangguan perkembangan adalah DSM-IV (Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder - edisi ke 4 yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association). DSM-IV ini menyatakan bahwa autisme adalah ketidakmampuan dari segi perkembangan yang sangat mempengaruhi komunikasi verbal dan non verbal serta interaksi sosial yang akan merugikan dalam proses pendidikan3. Dari sumber-sumber tersebut dapatlah kita simpulkan bahwa autisme merupakan adanya sebuah gangguan yang terjadi pada saraf otak yang mengakibatkan seseorang memiliki kekurangan pada kemampuan berkomunikasi dan perilaku/kebiasaan yang tidak umum, sehingga menghambat pola interaksi sosial individu tersebut. 2. Autism Spectrum Disorder Autisme sebenarnya merupakan sebuah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan sebuah kumpulan dari gangguangangguan. Autisme biasanya mengacu pada Autism Spectrum Disorder atau dikenal juga dengan nama lain Pervasive Developmental Disorder yang adalah gangguan-gangguan perkembangan pada otak yang menyebabkan lemahnya interaksi sosial, masalah dengan komunikasi verbal dan non-verbal, serta perilaku yang tidak umum dan berulangulang atau terbatasnya minat dan aktifitas. Jennifer J. Havlat, The Effects of Music Therapy on The Interaction of Verbal and Non-Verbal Skills of Students with Moderate to Severe Autism (California: California State University, 2006), 12. 3 13 a. Classic autism Classic autism bisa dikatakan merupakan tingkat yang paling parah dalam autism spectrum disorder. Individu dengan classic autism ini, (atau yang lebih dikenal dengan autisme), mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa, bahkan tidak berkembang sama sekali. Mereka mengalami kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, kurang perhatian dan tidak memiliki kontak emosional dengan orangorang di sekitarnya. Penyandang autisme memiliki keinginan yang besar terhadap kesamaan dalam rutinitas mereka. Kemampuan yang baik dalam hal visual spasial biasanya dimiliki oleh individu ini namun mereka memiliki kekurangan pada bidang lain. Gejala autisme klasik ini biasanya terlihat selama satu sampai tiga tahun dan akan berlanjut selama masa hidupnya. b. Aspergers syndrome Anak-anak ini menunjukkan kekurangan dalam kemampuan sosial dan kesulitan menerima perubahan. Bila ritual/rutinitas mereka berubah, dapat membuat mereka marah. Mereka memiliki kesulitan saat harus membaca bahasa tubuh orang lain. Beberapa anak dengan aspergers syndrome juga mengalami kurangnya sensitivitas terhadap rasa sakit serta menjadi terlalu sensitif terhadap cahaya dan suara. Seseorang dengan tipe ini biasanya memiliki tingkat intelegensi ratarata atau bahkan di atas rata-rata terutama pada bidang logika, kreativitas, memori (matematika, komputer dan musik). 14 c. Childhood disintegrative disorder Pada awalnya anak-anak ini terlihat berkembang dengan normal. Mereka mulai mengalami kemunduran pada usia dua sampai empat tahun. Saat itulah anak-anak mulai berhenti bersosialisasi, berhenti bermain dan kehilangan kemampuan motoriknya. d. Rett syndrome Sindrom rett ini merupakan gangguan perkembangan saraf yang paling banyak muncul pada perempuan, ditandai dengan perkembangan kepala yang abnormal. Gejala awal adalah fungsi otot yang tidak berkembang dengan baik, seperti kesulitan dalam berguling, berjalan dan kurangnya kontak mata. Anak-anak ini pun berhenti menggunakan kedua tangannya untuk melakukan sesuatu. e. PDD-NOS (pervasive developmental disorder-not otherwise specified) Ini dianggap sebagai “diagnosis pengecualian”. Sebagian besar memiliki gejala yang lebih ringan daripada anak-anak dengan tipe gangguan autistik lainnya tetapi mereka tidak memiliki kemampuan bahasa yang baik dan kecerdasan di atas rata-rata. 3. Diagnosa Dokter dan psikolog umumnya menjadi ujung tombak penanganan individu autistik. Profesi lain seperti guru, terapis, pihak saudara, serta orangtua dan anggota masyarakat pun memegang peranan penting dalam memberikan data mengenai kondisi anak seharihari secara detil. DSM-IV (Diagnostic and Statistic Manual of Mental 15 Disorder - edisi ke 4)4 membantu kita untuk melihat apakah seorang anak menyandang autisme atau tidak. 1. Harus ada minimal dua gejala dari (a), dan masing-masing minimal satu gejala dari (b) dan (c). a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang memadai seperti kontak mata yang kurang, ekspresi muka kurang hidup, dan gerak geriknya kurang tertuju. Tidak dapat bermain dengan teman sebaya. Tidak dapat merasakan apa yag dirasakan orang lain. Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik. b. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Bicara terlambat atau sama sekali tidak berkembang (tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain selain bicara). Jika bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru. c. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulangdalam perilaku, minat dan kegiatan. Mempertahankan satu permintaan atau lebih dengan cara yang khas dan berlebihan. 4 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003), 2. 16 Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada benda. 2. Adanya keterlambatan atau gangguan dalam interaksi sosial, bicara dan berbahasa, dan cara bermain yang kurang variatif sebelum umur tiga tahun. 4. Penyebab autisme Penyebab autisme5 masih merupakan perdebatan diantara para ahli. Ada yang menyebut bahwa autisme disebabkan kombinasi makanan yang salah, terkontaminasi oleh zat-zat beracun, faktor genetik, bahkan akibat vaksin MMR. Penumpukan protein pada otak bayi, perkembangan otak dan kerusakan jaringan otak pada saat di dalam janin juga diduga menjadi salah satu penyebab autisme. a. Gangguan susunan saraf pusat Ditemukan kelainan anatomi saraf pusat pada beberapa bagian otak anak autistik. Umumnya anak autistik mengalami pengecilan otak kecil di lobus VI-VII6. Padahal dalam lobus tersebut terdapat sel purkinje yang mempengaruhi produksi serotonin. Hal ini tentu saja berdampak pada berkurangnya jumlah sel purkinje dan produksi serotonin sehingga 5 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003), 5. 6 http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/02/beberapa-lobus-pada-otak.html. Lobus VI bagian dari otak besar, terdapat di lobus frontalis yang mengatur kemampuan motorik manusia. Sedangkan lobus VII merupakan bagian otak besar, tepatnya berada di lobus parietalis yang mengatur kemampuan berbahasa/berbicara. 17 meyebabkan proses penyaluran informasi antar otak menjadi terhambat/kacau. Selain itu, juga ada kelainan struktur pada pusat emosi dalam otak. b. Gangguan sistem pencernaan Gangguan dalam metabolisme termasuk proses penghasilan enzim yang kurang baik diduga menjadi penyebab autisme. c. Faktor genetika Beberapa ahli menyatakan bahwa gen yang tidak stabil dan abnormal kromosom diduga kuat sebagai penyebab autisme. Namun, gejala autisme bisa muncul bila terjadi kombinasi banyak gen sehingga membutuhkan faktor pencetus lain. Bisa jadi gejala autisme tidak muncul padahal anak tersebut membawa gen autisme. d. Keracunan logam berat Ditemukan adanya logam berat dan beracun (arsenik, antimoni, kadmium, air raksa dan timbal) pada anak autistik dan diduga mereka terganggu dalam proses sekresi logam berat. Hal ini diperkuat dengan penelitian bahwa setelah dilakukan pengeluaran zat-zat beracun dari tubuh, gejala autisme berkurang. 5. Ragam Terapi Untuk Anak Autistik Beberapa macam terapi yang dapat dilakukan bagi anak autistik adalah sebagai berikut: Terapi medikamentosa ini bertujuan untuk memperbaiki komunikasi, respons terhadap lingkungan dan menghilangkan perilaku yang aneh dan berulang-ulang dengan pemberian obat-obatan. 18 Terapi biomedis dimana dilakukan diet dan pemberian suplemen untuk memperbaiki metabolisme tubuh. Hal ini dilakukan karena banyak gangguan pencernaan, alergi dan racun logam berat yang dapat mempengaruhi fungsi otak. Terapi wicara sangat perlu dilakukan mengingat anak autistik umumnya mengalami kesulitan bahasa dan keterlambatan bicara. Terapi perilaku ditempuh untuk mengurangi perilaku tidak wajar dan mengganti dengan perilaku yang sesuai dengan keadaan di masyarakat. Terapi okupasi. Menurut Kusnanto, terapi okupasi adalah usaha penyembuhan terhadap anak yang mengalami kelainan mental dan fisik dengan jalan memberikan keaktifan kerja, keaktifan itu mengurangi penderitaan yang dialami anak.7 Terapi okupasi ini memiliki tiga cakupan yaitu, terapi bermain, terapi sensori integrasi dan terapi musik. Walaupun hanya bersifat tambahan, tetapi ketiga terapi ini memiliki peran masing-masing. Misalnya saja dengan terapi bermain dan terapi musik anak-anak dengan autisme ini dirangsang spontanitasnya, belajar untuk berkomunikasi dan bersosialisasi tanpa banyak paksaan. Sedangkan terapi sensori integrasi dikhususkan bagi yang mengalami masalah dengan daya sensorik karena terdapat gangguan pada alat indera, serabut saraf dan jaringan saraf yang terganggunya penyampaian informasi ke otak. 7 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah (Jakarta: Puspa Swara, 2003), 71. 19 mengakibatkan 6. Kendala komunikasi yang dialami penyandang autisme Kemampuan bahasa/komunikasi akan sangat mempengaruhi dalam interaksi sosial manusia sehari-hari. Bila terjadi gangguan pada bagian ini, maka kontak yang terjadi antara satu individu dengan individu lainnya menjadi terbatas. Hal inilah yang dialami oleh penyandang autisme. Kesulitan komunikasi yang mereka alami biasanya adalah sebagai berikut: keterlambatan bicara atau tidak bicara sama sekali, kesulitan melakukan percakapan atau memulai percakapan, echolalia, sering mengucapkan kata yang tidak memiliki arti, lebih memilih menggunakan gesture dalam berkomunikasi daripada komunikasi secara verbal, dan kesulitan menempatkan kata ganti orang dengan tepat, serta nada bicara yang monoton seperti robot dengan mimik yang datar 8. Kemampuan berbicara yang dimiliki oleh anak autistik sangat bervariasi. mulai dari tidak berbicara sama sekali, menggerutu, tangisan, jeritan, suara yang garau, seperti bersenandung dan ocehan. Pada taraf ocehan, anak dengan autisme akan mengoceh diselingi beberapa bunyi yang mirip dengan sebuah kata secara samar-samar. Anak-anak autistik cukup sering mengulangi kata, frase ataupun kalimat yang diucapkan oleh orang lain. Echolalia ini biasanya terjadi segera atau beberapa saat setelah seseorang mengucapkan sebuah kata/frase/kalimat, dan umumnya mereka menirukan dengan tepat kata-kata dan pitch yang digunakan oleh orang lain. Kecenderungan echolalia ini dapat sedikit menolong penyandang autisme untuk 8 Tan Tik Sioe from www.globaltalitakum.com, 4 Agustus 2010. 20 mempertahankan komunikasi/percakapan meskipun mungkin mereka tidak memahami dan tidak memiliki kemampuan berbahasa yang cukup untuk merespons dengan tepat. Menurut Kanner, kata-kata yang diucapkan tanpa arti oleh para penyandang autisme pun muncul begitu saja, tanpa diketahui dengan jelas asal kata tersebut dari mana. Penggunaan kata-kata yang tidak memiliki arti ini tidak hanya terjadi pada anak-anak autistik namun juga terjadi pada autisme dewasa. Keterbatasan untuk terlibat dalam percakapan banyak dipengaruhi oleh persepsi anak autistik tentang dirinya dan lawan bicaranya. Mereka memiliki persepsi yang terbalik mengenai “saya” dan “kamu”. Hal ini menggambarkan keadaan bahwa mereka tidak memahami konsep mengenai diri sendiri dan orang lain, dimana hal ini memegang peranan penting dalam sebuah percakapan. 9 Dalam penggunaan bahasa pun anak-anak dengan kebutuhan khusus ini berbeda dengan orang pada umumnya. Mereka hanya menggunakan bahasa dalam situasi dan tujuan tertentu, bukan untuk membangun interaksi sosial dengan sesamanya. B. Terapi Musik 1. Definisi terapi musik Terapi musik terdiri atas dua kata, yaitu terapi dan musik. Terapi ini berkaitan dengan serangkaian upaya yang dilakukan untuk membantu seseorang yang memiliki kekurangan baik secara mental 9 http://www.brighttots.com/autism/autism_language_development.html 21 maupun fisik. Sedangkan kata “musik” menjelaskan media yang digunakan dalam rangkaian terapi. Adapun definisi terapi musik menurut World Federation of Music Therapy adalah sebagai berikut: Musik Terapi adalah penggunaan musik secara professional dan elemenelemennya sebagai intervensi dalam bidang medis, pendidikan, dan kehidupan sehari-hari dengan individu-individu, grup, keluarga maupun komunitas-komunitas yang berusaha mengoptimalkan kualitas hidup mereka komunikasi, dan emosi, mengembangkan kemampuan intelektual kesehatan dan fisik, spiritual sosial, serta kesejahteraan. Penelitian, praktek, pendidikan dan pelatihan dalam musik terapi berdasakan pada standar professional yang mengacu pada kultur, keadaan sosial dan konteks politik (WFMT, 2011).10 Melalui terapi musik, seseorang didorong untuk berinteraksi, berimprovisasi, mendengarkan dan juga aktif memainkan alat musik. Kegiatan musikal yang dilakukan, dirancang sesuai kebutuhan dan kondisi klien sehingga dapat bersifat terapeutik. Sudah banyak penelitian dan penemuan mengenai sifat-sifat terapeutik yang ada dalam kegiatan musikal. 2. Unsur-unsur terapeutik pada musik a. Musik memikat dan mempertahankan perhatian Musik yang terstruktur memikat dan mempertahankan rentang perhatian (attention-span) anak autistik. Ritme, konsistensi harmoni, dan Makalah Terapi Musik dengan Anak ADHD oleh Patrisna Widuri, M. Psi. Psikolog, Dr. Weny Savitry S. Pandia, Psi., M. Si, Amelia Delfina Kho, M. A. Fakultas Ilmu Seni-Jurusan Seni Musik universitas Pelita Harapan, 2011. 10 22 alur melodi sebuah lagu dapat mempengaruhi dan membangun situasi/suasana. Musik bukan hanya menjadi sebuah latar, tetapi menjadi sebuah stimulus. Tempo yang tetap membantu anak mengatur lingkungan sekelilingnya. Ritme perlu disesuaikan dengan aktivitas yang sedang dilakukan sehingga akan membuat anak bertahan dengan suatu tugas lebih lama/lebih fokus. b. Musik menstrukturisasi waktu Chord/harmoni membuat kita memahami struktur sebuah lagu. Dalam sebuah lagu sederhana biasanya terdiri atas tiga chord sederhana, yaitu I, IV, V. Kita pun secara umum mengetahui bahwa chord pertama dan terakhir dari sebuah lagu adalah chord I. Hal inilah yang menjadi tanda bagi anak, kapan sebuah lagu berakhir, bersamaan dengan selesainya tugas yang harus mereka kerjakan. c. Musik berorientasi pada keberhasilan Keberhasilan mengacu pada kemampuan seorang anak mempertahankan partisipasinya pada kegiatan bermusik. Mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap musik, kemampuan melakukan pergerakan atau membuat sebuah suara sudah merupakan partisipasi aktif dari anak. d. Musik memberikan lingkup yang aman untuk mempraktekan kemampuan sosial anak Lagu menjadi sarana untuk mengekspresikan perasaan, keinginan dan dapat membuat sebuah interaksi (misalnya saja, percakapan ataupun kontak mata). Ketika mereka mampu sedikit berinteraksi, maka akan 23 berpengaruh terhadap eksistensi mereka sebagai bagian dari lingkup sosial. e. Musik menjadikan repetisi dan kegiatan mengingat menjadi menyenangkan Musik dapat menyampaikan informasi yang sama berulang kali tanpa membuatnya menjadi membosankan dan anak akan berusaha menyesuaikan konsentrasi terhadap durasi lagu/musik tersebut dan mengontrol rasa frustrasi mereka. f. Musik dapat membantu anak mengontrol lingkungan sekitar Anak-anak secara visual akan tertarik dengan beragam instrumen musik Namun untuk membantu mengontrol lingkungan sekitar, biasanya instrumen musik ritmis akan sangat membantu. g. Musik dapat menjadi gambaran dan penyesuaian terhadap masing-masing individual Perubahan tempo akan berpengaruh menjadikan lebih tenang atau malah menstimulasi untuk reaktif terhadap suatu hal. Bagian improvisasi pada sebuah lagu dapat berfungsi untuk berkomunikasi sehingga secara bertahap mengundang anak-anak untuk berinteraksi dengan orang-orang sekelilingnya. 3. Penelitian terapi musik dengan anak autisme Berikut ini beberapa penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai efek musik/terapi musik pada anak dengan autisme: 24 a. Pronovost (1961) menyatakan bahwa anak-anak dengan autisme akan merespons lebih baik pada penggunaan bahasa melalui musik. b. Nordoff dan Roberts (1971) menyarankan penggunaan lagu dengan lirik berulang untuk meningkatkan kemampuan berbicara dengan intonasi yang tepat. c. Grandin & Scariano (1986) mendapati bahwa anak dengan autisme tertarik dengan musik karena sifat alami ritme yang repetitif. Musik juga merupakan sesuatu yang terstruktur dan terorganisir dan hal itulah yang dibutuhkan oleh anak dengan autisme. d. Clarkson (1992) melaporkan bahwa terjadi peningkatan kontak mata dan kemampuan komunikasi saat sesi terapi musik berlangsung. e. Chadwick, Nash & Wimpory (1995); Thaut (1998); Amstrong & Darrow (1999); Patterson (2003); Shore (2003) menyatakan musik membantu mengubah perilaku anak autistik dan mengembangkan kemampuan komunikasi. f. Gourney (1998) menggambarkan bagaimana musik berpengaruh terhadap kedisiplinan anak dengan autisme. g. Thaut (1998) menemukan bahwa anak dengan autisme akan melakukan kemampuan-kemampuan dasar ketika diperkenalkan dengan musik. h. Brownel (2003) mendapatkan bahwa adanya intervensi terapi musik, terdapat perkembangan yang baik pada kemampuan sosial dan komunikasi pada anak autistik. 25 i. Shore (2003) juga mengungkapkan efek positif dari terapi musik pada anak autisme seperti semakin kayanya perbendaharaan kata dari lagu yang dipelajari, adanya respons dan meningkatnya kemampuan bercakap-cakap ketika lagu dinyanyikan, membuat anak lebih fokus dan meningkatkan kepercayaan diri. Melalui penelitian-penelitian di atas maka kita dapat mengetahui bahwa musik dapat memberi pengaruh positif dan menolong anak dengan autisme, terutama bagi perkembangan bahasa dan komunikasi mereka. Baik itu musik sebagai latar, dinyanyikan maupun memainkan alat musik. C. Kriteria Lagu yang Dapat Digunakan dalam Terapi Musik Ada pula beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan kemampuan komunikasi anak autistik. Misalnya, untuk mengurangi cara berbicara yang monoton, dapat dilakukan dengan menyanyikan lagu yang dikomposisikan untuk menyesuaikan ritme, penekanan, dan perubahan nada dalam sebuah kalimat. 11 Sedangkan melakukan tepukan tangan di dekat muka anak dengan repetisi, akan meningkatkan kontak mata yang dilakukan. 12 Lagu sederhana dengan kata-kata yang sederhana pula, serta memiliki frase yang bersifat repetisi pun sudah membantu bagi perkembangan bahasa anak autistik. Frase-frase bermakna dalam sebuah lagu yang dihadirkan Dorita S. Berger, Music Therapy, Sensory Integration and the Autistic Child, (London: Jessica Kingsley Publishers, 2002),162. 11 12 Myra J. Staum, Music Therapy and Language. http://www.autism.com/edu_music_therapy.asp 26 dengan gambaran visual dan isyarat-isyarat akan memfasilitasi proses perkembangan bahasa/komunikasi anak autistik lebih jauh lagi. 13 Dalam menyusun sebuah lagu sederhana bagi anak autistik, ada beberapa hal yang mungkin dapat dijadikan pertimbangan. Berikut ini kriteria yang dapat dijadikan sebagai acuan: o Teks/lirik yang digunakan lagu tersebut apakah sesuai? o Apakah lagu tersebut sesuai dengan usia anak? o Bagaimana dengan range dan nada dasar yang digunakan lagu tersebut, apakah cocok dengan range suara anak? o Tujuan apa yang akan dicapai melalui lagu tersebut. Apakah untuk menyampaikan informasi, mengiringi sesuatu yang dilakukan berulang-ulang, memotivasi ataukah mempertahankan perhatian anak. o Kompleksitas dari lagu tersebut dilihat dari segi lirik, melodi dan iringan. Lirik yang digubah di sini mengambil sebagian dari kata-kata yang mereka ucapkan setiap sebelum memulai sesi terapi. Sehingga lirik yang digunakan sudah pasti sesuai dengan usia anak-anak. Adapun kata-kata yang mereka ucapkan adalah sebagai berikut: “Bersiap, beri salam. Selamat pagi Pak/Bu (nama terapis). Berdoa mulai: Tuhanku, berilah aku hari ini tambahan ilmu agar aku menjadi anak yang pintar. Amin.” 13 Myra J. Staum, Music Therapy and Language. http://www.autism.com/edu_music_therapy.asp 27 Menurut Debbie Cavallier, dalam tulisannya yang berjudul Writing Music for Children: A 10 Point Kid Tested Checklist for Success jangkauan suara aman anak-anak adalah mulai dari c4 sampai dengan g4 (interval 5 di atasnya). Jangkauan ini bisa berkembang beberapa not di atasnya (misalnya not A atau B). Maka berdasarkan keterangan di atas, dipilihlah nada dasar C mayor. Tujuan yang ingin dicapai dari lagu ini adalah melatih komunikasi umum bagi anak-anak. Didukung dengan lirik yang dinyanyikan diulangi dua kali, kemudian anak diajak melengkapi suku kata akhir frase. Sebelumnya akan dilatih oral motor dengan vokalisasi dan mengeksplor alat musik tiup (recorder/pianika). Pemilihan tempo disesuaikan dengan detak jantung anak, kurang lebih 90-120MM. Tempo ini terkadang bagi orang dewasa terasa seperti tempo yang cepat namun tidak sama halnya dengan anak-anak. Dapat terjadi, bagi anak-anak tempo ini terasa seperti tempo medium. 28