PENGARUH UMUR PADA WAKTU PERENDAMAN MADU TERHADAP KEBERHASILAN MASKULINISASI LARVA IKAN NILA GIFT (Genetic Inprovement of Farmed Tilapias) Dhiessy Wahyu Ratnasari, Amy Tenzer, Nursasi Handayani Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang E-Mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur pada waktu perendaman madu terhadap keberhasilan maskulinisasi larva ikan nila GIFT. Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelola Budidaya Air Tawar Punten, Batu pada bulan Maret- Juni 2014. Penelitian bersifat eksperimental dengan rancangan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perendaman madu dilakukan selama 24 jam terhadap larva umur 7, 14, 21 dan 28 hari kemudian dilihat persentase ikan jantan pada umur 85 hari. Analisis menggunakan anova satu jalur dilanjutkan dengan uji LSD pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan sofware SPSS 21.0 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur pada waktu perendaman madu berpengaruh terhadap keberhasilan maskulinisasi larva ikan nila GIFT, keberhasilan maskulinisasi terbesar terjadi pada umur 7 (83,33%) dan 14 hari (71,67%) Kata Kunci: umur, perendaman madu, keberhasilan maskulinisasi, larva ikan nila GIFT ABSTRACT This Research purpose to know influence of age at time honey immersion to the success of masculinization GIFT Tilapia larvae. Research held in Unit Pengelola Budidaya Air Tawar Punten, Batu city at Maret- June 2014. Honey immersion has done during 24 hours for the larvae age 7, 14, 21 and 28 days and then calculate percentage male fish at the age of 85 day. Analysis using one way anova followed by LSD test level of trust 95 % use sofware spss 21.0 for windows.The result analysis showed that age at time honey immersion effect on the success masculinization GIFT Tilapia larvae, the success of greatest masculinization occured at age 7 ( 83,33 % ) and 14 days ( 71,67 % ) Keyword: age, honey immersion, succes of masculinization, GIFT tilapia larvae Ikan Nila GIFT merupakan jenis ikan air tawar yang digemari pasar dunia, selain itu pertumbuhan ikan Nila GIFT juga tergolong cepat. Ikan ini telah menjadi salah satu komoditas penting, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor (Arie, 2001: 2). Salah satu permasalahan dalam budidaya pembesaran ikan nila adalah dapat bereproduksi dengan waktu yang lebih awal sebelum benar- benar matang kelamin dan terjadi berkali-kali selama masa pemeliharaan sehingga menyebabkan populasi terlalu padat, pertumbuhan terhambat, sehingga kurang menguntungkan. Menurut Sucipto dan Prihartono, dalam Damayanti, dkk (2013) ikan nila jantan dapat tumbuh lebih cepat sebesar 1,53-2,69g/hari untuk mencapai ukuran konsumsi dibanding dengan ikan nila betina yang pertumbuhannya hanya 0,83-1,05g/hari. Perbedaan ini menyebabkan petani ikan cenderung ingin memproduksi ikan jantan saja (mono sex) yang dapat dilakukan dengan teknologi maskulinisasi (Zairin, dalam Damayanti, dkk (2013). Madu merupakan bahan alami yang dapat menyebabkan maskulinisasi karena didalamnya terdapat kalium Syaifuddin, dalam Mardiana (2009). Madu juga mengandung senyawa inhibitor aromatase alami berupa chrysin (Munti, dkk. 2010). Menurut Hunter dan Donaldson (1983) dalam Mardiana (2009), salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengarahan kelamin adalah umur ikan. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelola Budidaya Air Tawar pada bulan Maret- Juni 2014. Penelitian bersifat eksperimental dengan rancangan percobaan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perendaman madu dilakukan selama 24 jam pada larva umur 7, 14, 21 dan 28 hari kemudian dilihat persentase ikan jantan pada umur 85 hari. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah bak perlakuan, bak besar, blower, selang, cabang aerasi, batu aerasi, ember, jaring ikan yang telah disekat, jaring ikan, seser ikan, kayu bambu panjang 1 meter, gunting, heater aquarium, penyangga dan kerucut artemia, pipet tetes, mikroskop, alat bedah, papan bedah, dan alat tulis menulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ialah larva ikan nila GIFT umur 7 hari, larutan asetokarmin, madu murni jenis bunga liar diperoleh dari Pusat Perlebahan Kota Batu, air, pakan ikan kuning telur, pakan artemia, garam, pakan ikan tepung pellet, object glass, cover glass, kapas dan tisu, spon. A. Prosedur Penelitian Larva ikan nila GIFT berumur 7 hari sejumlah 1500 ekor dipelihara pada bak besar dan dianggap sebagai stok. Sejumlah 40 ekor larva berumur 7 hari diambil dari bak besar dengan seser ikan dan dipindahkan ke dalam bak perlakuan untuk perlakuan kontrol yakni tanpa perendaman madu. Setelah itu 40 ekor larva yang berumur 7 hari pula dipindahkan ke dalam bak perlakuan dan diberikan perlakuan perendaman madu selama 24 jam. Cara perendaman madu ialah dalam bak yang telah berisi 7 liter air diisi 40 ekor larva ikan nila GIFT dengan umur yang sama dan diberi perlakuan perendaman madu dengan konsentrasi 0,2% karena merujuk pada 0,2 penelitian Damayanti, dkk. (2013). Dengan demikian, 0,2% = 100 x 1000 ml = 2 ml per liter. Cara yang sama dilakukan pada larva umur 14, 21 dan 28 hari. Masing-masing perlakuan diulang 6 kali. Setelah 24 jam perlakuan perendaman, larutan madu diganti dengan air baru. Pada umur 50 hari, ikan dipindahkan ke dalam kolam pembesaran, dalam jaring yang telah disekat-sekat. Pakan yang diberikan yaitu kuning telur masak sampai larva berumur 21 hari. Satu butir telur ayam dapat mencukupi larva ikan sebanyak 100.000 ekor. Suspensi telur diberikan ke tempat larva- larva ikan berada sebanyak 2 kali sehari. Pakan tambahan berupa artemia juga diberikan bersamaan dengan suspensi telur agar ikan dapat tumbuh lebih baik dan cepat. Saat larva ikan berumur 21-40 hari, ikan diberi pakan tepung halus yang dibuat dari pellet kering yang digiling halus. Ikan berumur 41 sampai 85 hari diberi pakan remah berupa pecahan pelet kering (pellet yang dipecah) atau berbentuk butiran- butiran kecil. Tepung pelet dan remah pellet diberikan dengan frekuensi 2 kali sehari yakni pagi dan sore (Syaban, 2007). Selama pemeliharaan dilakukan penyiponan sisa pakan dan feses setiap pagi hari. Larva ikan nila GIFT dipelihara sampai berumur 85 hari lalu diidentifikasi jenis kelamin dengan metode pewarnaan asetokarmin, yaitu dengan cara mengambil ikan kemudian ditusuk pada bagian medulla oblongata dengan kemiringan 45◦ agar seluruh bagian sarafnya lumpuh dan mati kemudian ikan dibedah dari anus sampai menuju bagian depan. Isi perut diangkat sehingga gonad terlihat di antara gelembung renang dan ginjal sejajar dengan tulang belakang, berpasangan dan berwarna putih transparan lalu meletakkan gonad di atas gelas objek dan diberi 3 tetes larutan asetokarmin kemudian gonad dicincang dengan pisau skalpel sampai halus lalu ditutup dengan gelas penutup (cover glass). Suspensi gonad diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x10. B. Teknik Analisis Data Data berupa persentase ikan jantan pada setiap umur dianalisis dengan analisis sidik ragam 1 jalur dilanjutkan dengan Beda Nyata Terkecil (BNT) atau LSD (Least Significant Difference) pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) 21.0 for Windows. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penentuaan ikan jantan atau betina dilakukan dengan pengamatan suspensi gonad secara mikroskopik. Perbedaan penampakan gonad ikan nila jantan dan betina secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 1 A B Gambar 1 Perbedaan Penampakan Histologi Gonad Ikan Nila Jantan (A) dan Betina (B) Secara Mikroskopis Perbesaran 40x10 (Sumber : Dokumen Pribadi) Gambar 1 menunjukkan bahwa pada suspensi gonad jantan secara mikroskopis terlihat sel-sel spermatozoa berupa titik- titik halus berwarna merah dan menyebar sedangkan pada suspensi gonad betina terlihat folikel- folikel telur berbentuk bulat. Rerata Persentase ikan nila GIFT jantan hasil perlakuan perendaman madu terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Rerata Persentase Nila Gift Jantan Setelah Perlakuan Perendaman Madu (%) Perlakuan Rerata Kontrol 46, 67 I 83,33 II 71,67 III 68,33 IV 58,33 Jumlah 328,33 Keterangan: kontrol : tidak diperlakukan I : perendaman larva dengan madu pada umur 7 hari II III IV : perendaman larva dengan madu pada umur 14 hari : perendaman larva dengan madu pada umur 21 hari : perendaman larva dengan madu pada umur 28 hari Data persentase ikan nila GIFT yang berjenis kelamin jantan ditansformasi Arcsin kemudian diuji dengan Analisis Sidik Ragam (Anova) satu arah. Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas terbukti data berdistribusi normal dan data memiliki varian yang sama. Demikian syarat untuk melakukan uji anova telah terpenuhi. Hasil penelitian tentang pengaruh umur pada waktu perendaman madu terhadap keberhasilan maskulinisasi larva ikan nila GIFT dapat dilihat pada Tabel Sidik Ragam (Anova) yang tertera pada Tabel 2 berikut ini, Tabel 2 Hasil Sidik Ragam Persentase Kelamin Jantan Nila GIFT Setelah Perlakuan Perendaman Madu Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Between Groups 2142.474 4 535.618 10.312 .000 Within Groups 1298.564 25 51.943 Total 3441.037 29 Uji Anova tersebut memberikan hasil bahwa nilai signifikansi perlakuan yakni 0,000 lebih kecil daripada 0,05. Berarti ada perbedaan secara signifikan antar perlakuan atau ada pengaruh umur pada waktu perendaman madu terhadap keberhasilan maskulinisasi larva ikan nila GIFT, sehingga analisis dilanjutkan dengan uji BNT. Adapun hasil uji lanjut BNT persentase kelamin jantan nila GIFT setelah perlakuan perendaman madu dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3 Hasil Uji BNT Persentase Kelamin Jantan Nila GIFT Setelah Perlakuan Perendaman Madu Perlakuan Rerata Notasi BNT Kontrol 46, 67 a IV 58,33 b III 68,33 b c II 71,67 c I 83,33 d Grafik persentase keberhasilan maskulinisasi larva ikan nila GIFT dari rerata masingmasing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2 100.00 Persentase Ikan Nila GIFT yang Mengalami Maskulinisasi (%) 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 Kontrol 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari Perlakuan Gambar 2 Histogram Persentase larva Ikan Nila GIFT yang Mengalami Makulinisasi Setelah Diperlakukan Perendaman Madu Gambar 2 menunjukkan bahwa semua perlakuan perendaman madu menghasilkan persentase lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Semakin muda umur ikan saat diperlakukan maka persentase kelamin jantan ikan nila GIFT semakin besar. Untuk mengetahui nilai rerata taraf perlakuan yang mana yang menunjukkan perbedaan maka dilanjutkan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) atau Least Significant Difference (LSD). Berdasarkan uji lanjut LSD pada taraf kepercayaan 95% diketahui bahwa persentase kelamin jantan pada perlakuan semua umur berbeda secara signifikan dengan kontrol. Perlakuan perendaman madu pada umur 7 hari berbeda secara signifikan terhadap semua perlakuan, baik perlakuan kontrol maupun perlakuan perendaman madu pada semua umur yang diuji. Sedangkan perlakuan perendaman madu pada umur 14 hari berbeda secara signifikan dengan kontrol dan perlakuan perendaman madu pada umur 7 hari. Perlakuan perendaman madu umur 21 hari berbeda secara signifikan dengan kontrol dan perlakuan umur 7 hari. Kemudian perlakuan perendaman madu umur 28 hari hanya berbeda secara signifikan terhadap umur 7 hari. Berdasarkan hasil uji lanjut BNT/LSD tersebut maka dapat diketahui bahwa perlakuan terbaik (optimum) adalah perlakuan perendaman larva dengan madu pada umur 7 hari (perlakuan I). Hal ini dapat dilihat karena hasil uji BNT/LSD pada taraf signifikasi 95% perlakuan I memberikan hasil yang lebih besar dan berbeda nyata dengan perlakuan lain. Perlakuan terbaik kedua yaitu perendaman larva dengan madu pada umur 14 hari (perlakuan II). B. Pembahasan Madu dapat menyebabkan maskulinisasi karena memiliki senyawa chrysin yang berfungsi sebagai inhibitor aromatase alami dan mengandung kalium. Perlakuan perendaman madu dalam penelitian ini juga dilakukan pada waktu yang tepat, yakni pada waktu gonad belum terdiferensiasi. Gonad mulai terdiferensiasi pada waktu ikan berumur mulai dari 30 hari (Utomo, 2008). Pada masa gonad belum terdiferensiasi, gonad berada dalam masa labil. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kordi (2008:300) bahwa gonad ikan pada saat baru menetas masih berupa benang yang sangat halus dan belum terdiferensiasi menjadi jantan atau betina berbeda dengan mamalia yang dilahirkan dengan bentuk gonad yang definitif. Hasil uji anava menunjukkan bahwa perlakuan perendaman madu berpengaruh terhadap keberhasilan maskulinisasi larva ikan nila GIFT. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suryanto dan Setyono (2007) dan Hunter dan Donaldson, dalam Mardiana (2009) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengarahan kelamin adalah umur larva ikan. Secara genetik jenis kelamin pada ikan sudah ditetapkan pada saat pembuahan yang ditentukan oleh gen penentu seks X dan Y .Pada kondisi normal tanpa adanya gangguan, perkembangan gonad akan berlangsung secara normal, individu XX akan berkembang menjadi betina, sedangkan individu XY akan berkembang menjadi jantan. Akan tetapi gonad ikan pada saat baru menetas masih labil, masih berupa bakal gonad yang belum terdeferensiasi. Bakal gonad yang belum terdiferensiasi tersebut menunggu proses berupa serangkaian kejadian yang memungkinkan seks genotip terekspresi menjadi seks fenotip ke arah jantan atau betina. Dalam masa deferensiasi ini perkembangan gonad sangat labil dan dapat dengan mudah terganggu oleh faktor lingkungan yang menyebabkan seks fenotip menjadi berbeda dari seks genotip (Lutz; dalam Damayanti, dkk. 2013) Teknik maskulinisasi dalam penelitian ini menggunakan madu pada perendaman larva nila sebagai stimulan dan diberikan pada fase pertumbuhan gonad dimana belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid. Damayanti, dkk. (2013) menerangkan bahwa dalam metode perendaman madu akan masuk ke dalam tubuh larva melalui proses difusi. Kemudian Zairin (2000) menerangkan pula objek perendaman biasanya embrio atau larva, sehingga proses difusi akan berlangsung mudah. Ukhroy (2008) melaporkan bahwa perubahan lingkungan yang terjadi di dalam atau di luar tubuh akan diterima oleh indra disampaikan ke sistem saraf pusat, setelah itu dikirim ke hypotalamus, kemudian memerintahkan kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon gonadotropin yang masuk ke dalam darah dan dibawa kembali ke gonad sebagai petunjuk untuk memulai pembentukan gonad. Madu mempengaruhi maskulinisasi pada larva ikan nila GIFT karena mengandung kalium. Syaifuddin dan Riyanto, dalam Utomo (2008) menyatakan bahwa tingginya kandungan kalium dalam madu menyebabkan perubahan kolesterol yang terdapat dalam jaringan tubuh larva menjadi pregnenolon. Pregnenolon merupakan sumber biosintesis hormon testosteron oleh kelenjar adrenal. Berdasarkan Gambar 3 pregnenolon dapat diubah menjadi 17α- hidroksi pregnenolon kemudian dirubah oleh lagi enzim 17,20 desmolase menjadi dehidroepiandrosteron. Selanjutnya dehidroepiandrosteron dirubah oleh 17ß hidroksi steroid dehidrogenase menjadi androstenediol. Lalu androstenediol dapat diubah menjadi testosterone oleh dehidrogenase. Testosteron dapat dikonversi menjadi estradiol oleh bantuan enzim aromatase. Namun karena pada madu mengandung senyawa chrysin yang merupakan inhibitor aromatase alami maka aromatase tidak terbentuk dan proses konversi tersebut dapat dihambat sehingga hasil akhir dari pembentukan hormon steroid oleh kelenjar adrenal ialah testosteron. Sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Dean, dalam Utomo (2008): 20, bahwa zat chrysin memiliki fungsi yang dapat disamakan dengan inhibitor aromatase, chrysin merupakan salah satu jenis flavonoid yang diakui sebagai salah satu penghambat dari enzim aromatase atau lebih dikenal sebagai inhibitor aromatase. Aromatase merupakan enzim yang mengkatalis konversi testosteron (androgen) menjadi estradiol (estrogen) sehingga dalam proses steroidogenesis dalam kelenjar adrenal ikan yang masih belum terdiferensiasi, pembentukan estradiol akan terhambat karena adanya chrysin. Proses steroidogenesis berakhir pada pembentukan testosteron. Testosteron lalu dibawa oleh darah menuju bakal gonad, testosteron akan merangsang pertumbuhan testis dan menimbulkan sifat- sifat kelamin sekunder jantan. Penghambatan kerja aromatase ini juga mengakibatkan terjadinya penurunan estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai feedbacknya. Penurunan rasio estrogen terhadap androgen menyebabkan terjadinya perubahan penampakan dari betina menjadi menyerupai jantan, dengan kata lain terjadi maskulinisasi karakteristik seksual sekunder. Adapun jalur interkonversi hormon- hormon steroid dapat dilihat pada Gambar 3 Gambar 3 Jalur Interkonversi Hormon- Hormon Steroid (Johnson&Everit, 2000:36) Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa perlakuan perendaman larva dengan madu menghasilkan maskulinisasi tertinggi pada umur 7 hari. sedangkan perendaman umur 14, 21 dan 28 hari juga dapat menyebabkan maskulinisasi, akan tetapi peningkatannya tidak sebesar pada umur 7 hari. Hal tesebut karena pada waktu umur 7 hari gonad ikan berada pada stadia larva awal dan berada dalam fase paling labil kelamin sehingga sangat mudah untuk diarahkan perkembangan gonadnya dengan madu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zairin, (2002:26) bahwa upaya maskulinisasi melalui perendaman madu dilakukan pada masa larva karena diyakini bahwa pada stadia ini gonad masih berada pada fase labil sehingga mudah dipengaruhi oleh rangsangan luar. Pada waktu umur 7 hari membran sel ikan umumnya masih tipis dan lebih tipis daripada umur perlakuan yang lebih tua sehingga difusi madu ke dalam tubuh ikan dapat berlangsung dengan mudah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Shapiro, dalam Mantau (2005) bahwa maskulinisasi dengan hormon perlu memperhatikan umur ikan, semakin muda umur ikan, peluang terbentuknya kelamin jantan semakin besar, dan semakin tua umur ikan peluang perubahan kelamin betina ke jantan makin berkurang. Perendaman madu mengakibatkan perubahan lingkungan bagi ikan, sehingga perkembangan gonad terganggu karena berada dalam masa labil. Madu akan masuk dalam tubuh ikan melalui beberapa tempat pertukaran seperti insang, kulit, dan gurat sisi. Insang ikan umumnya terdiri dari filamen insang yang mengandung banyak lapisan tipis yang disebut lamela. Pada filamen terdapat banyak kapiler sehingga memungkinkan zat berdifusi. Komponen terlarut yang kontak dengan sel pada insang masuk melewati mukosa, selanjutnya masuk dalam tubuh dan didistribusikan ke jaringan target (Darmono, dalam Bustaman, dkk. (2009). Madu berdifusi melalui membran berlangsung karena molekul-molekul yang berpindah atau bergerak melalui membran bersifat larut dalam lemak (lipid) sehingga dapat menembus lipid bilayer pada membran secara langsung. Semakin muda umur ikan maka membran sel semakin tipis sehingga difusi zat semakin mudah dan cepat. Keberhasilan maskulinisasi terbaik pada penelitian ini ialah pada perlakuan perendaman madu saat larva berumur 7 hari. Perlakuan terbaik kedua yaitu perendaman larva dengan madu pada umur 14 hari. KESIMPULAN Umur pada waktu perendaman madu berpengaruh terhadap keberhasilan maskulinisasi larva ikan nila GIFT. Perendaman madu pada larva ikan nila GIFT semua umur menghasilkan persentase ikan jantan yang lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan kontrol. Keberhasilan maskulinisasi terbesar terjadi pada perendaman larva umur 7 hari dan 14 hari. SARAN Penelitian mengenai pengaruh berbagai jenis madu terhadap keberhasilan maskulinisasi perlu dilakukan untuk membuktikan madu jenis apa yang sangat efektif dalam meningkatkan maskulinisasi. DAFTAR RUJUKAN Arie, Usni. 2001. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Cetakan 3. Jakarta: Penebar Swadaya Bustaman, Wayan Jajhang, Arisandi, Abida. 2009. Efektivitas Hormon 17 α- Metiltestosteron Untuk Memanipulasi Kelamin Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Pemeliharaan Salinitas yang Berbeda. Jurnal Kelautan.Vol 2(1) : hal 58-66 Damayanti, Ayu Adhita., Sutresna, Wayan., dan Wildan. 2013. Aplikasi madu untuk pengarahan jenis kelamin pada ikan nila (Oreochromis niloticus) . Jurnal Depik. Vol 2(2) : hal 8286 Johnson, Martin H dan Everit, Barry J. 2000. Essential Reproduction. Australia : Blackwell Mantau, Zulkifli. 2005. Produksi Benih Ikan Nila Jantan Dengan Rangsangan Hormon Metil Testosteron Dalam Tepung Pelet. Sulawesi Utara:Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara, Jalan Kampus Pertanian Kalasey Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 24(2) : hal 80-84 Mardiana. 2009. Teknologi Pengarahan Kelamin Ikan Menggunakan Madu. Jurnal PENA Akuatika. Volume 1 No1: hal 37-43 Munti Sarida, Tarsim dan Epro Barades. 2010. Penggunaan Madu Dalam Produksi Ikan Guppy Jantan (Poecillia reticulata). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. Kordi, Ghufran. 2008. Budi Daya Perairan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Suryanto dan Setyono. 2007. Pengaruh Umur Yang Berbeda Pada Larva Ikan Nila (Oreochromis sp) Terhadap Tingkat Keberhasilan Pembentukan Kelamin Jantan Dengan Menggunakan Metiltestosteron. Jurnal PROTEIN. Vol. 15 No. 1 : hal 48-53 Syaban. 2007. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. (Online), http://msyaban.wordpress.com/ , diakses tanggal 21 Februari 2014 Ukhroy, Nafisah Ummatul. 2008. Efektivitas Propolis Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecilia reticulate). Skripsi Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan: Institut Pertanian Bogor Utomo, Budi. 2008. Efektivitas Penggunaan Aromatase Inhibitor dan Madu Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters). Skripsi Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan: Institut Pertanian Bogor Zairin. 2002. Sex Reversal, Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Jakarta : Penebar Swadaya