BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi terhadap istilah atau pengertian itu sendiri memang diakui tidak mudah. Karena dari sudut pandang antara para sarjana terdapat perbedaan, namun intinya tetap sama untuk mencari difinisi atau pengertian dari penegakan hukum sebagai suatu langkah untuk mendapatkan unsur-unsur dari penegakan hukum itu sendiri. Menurut Jimly Asshiddiqie, Pada pokoknya penegakan hukum merupakan upaya yang secara bersengaja dilakukan untuk mewujudkan cita-cita hukum dalam rangka menciptakan keadilan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.32 Bahwa desentralisasi mengandung makna wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh Pemerintah Pusat, melainkan juga oleh satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah. Desentralisasi mengandung makna bahwa wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh Pemerintah Pusat, melainkan juga oleh satuan-satuan teritorial dan fungsional. Satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah diserahi dan dibiarkan mengatur dan mengurus sendiri sebagian urusan pemerintahan.51 Dengan demikian terjadi penyerahan urusan kepada daerah atau dengan kata lain daerah diberi hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri yang disebut Otonomi Daerah. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri 32 Jimly Asshiddiqie, 1998, Agenda Pembangunan Hukum Nasional Di Abad Globalisasi, Cet.I, Balai Pustaka, Jakarta, hal 93 51 Philipus M. hadjon,1993, et.al., Op.Cit., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the Indonesia Administrative Law), Cet. Pertama, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, h. 111. sehingga kepada daerah diberi wewenang-wewenang untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya. Salah satunya adalah bidang perhubungan khususnya pengujian berkala kendaraan bermotor. Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Soerjono Seokanto. Beliau mengatakan inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.33 Dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun didalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian “law enforcement” begitu populer. Jika kita menarik kesimpulan dari kedua pendapat diatas dapat dirumuskan pengertian dari penegakan hukum adalah sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara bersengaja dalam upaya menyerasikan nilai-nilai yang tercermin dalam perilaku masyarakat untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi 33 Soerjono Soekanto II, Op.Cit, hal 3 subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan hukum’ dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah ‘penegakan peraturan’ dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggeris sendiri dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus ‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ versus istilah ‘the rule by law’ yang berarti ‘the rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah ‘the rule of jus law’. Dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka. Dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-batasnya. Apakah kita akan membahas keseluruhan aspek dan dimensi penegakan hukum itu, baik dari segi subjeknya maupun objeknya atau kita batasi hanya membahas hal-hal tertentu saja, misalnya, hanya menelaah aspek-aspek subjektifnya saja. Makalah ini memang sengaja dibuat untuk memberikan gambaran saja mengenai keseluruhan aspek yang terkait Seperti disebut di muka, secara objektif, norma hukum yang hendak ditegakkan mencakup pengertian hukum formal dan hukum materiel. Hukum formal hanya bersangkutan dengan peraturan perundang-undangan yang tertulis, sedangkan hukum materiel mencakup pula pengertian nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam bahasa yang tersendiri, kadang-kadang orang membedakan antara pengertian penegakan hukum dan penegakan keadilan. Penegakan hukum dapat dikaitkan dengan pengertian ‘law enforcement’ dalam arti sempit, sedangkan penegakan hukum dalam arti luas, dalam arti hukum materiel, diistilahkan dengan penegakan keadilan. Dalam bahasa Inggeris juga terkadang dibedakan antara konsepsi ‘court of law’ dalam arti pengadilan hukum dan ‘court of justice’ atau pengadilan keadilan. Bahkan, dengan semangat yang sama pula, Mahkamah Agung di Amerika Serikat disebut dengan istilah ‘Supreme Court of Justice’. Istilah-istilah itu dimaksudkan untuk menegaskan bahwa hukum yang harus ditegakkan itu pada intinya bukanlah norma aturan itu sendiri, melainkan nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Memang ada doktrin yang membedakan antara tugas hakim dalam proses pembuktian dalam perkara pidana dan perdata. Dalam perkara perdata dikatakan bahwa hakim cukup menemukan kebenaran formil belaka, sedangkan dalam perkara pidana barulah hakim diwajibkan mencari dan menemukan kebenaran materiel yang menyangkut nilai-nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam peradilan pidana. Namun demikian, hakikat tugas hakim itu sendiri memang seharusnya mencari dan menemukan kebenaran materiel untuk mewujudkan keadilan materiel. Kewajiban demikian berlaku, baik dalam bidang pidana maupun di lapangan hukum perdata. Pengertian kita tentang penegakan hukum sudah seharusnya berisi penegakan keadilan itu sendiri, sehingga istilah penegakan hukum dan penegakan keadilan merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Setiap norma hukum sudah dengan sendirinya mengandung ketentuan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum dalam lalu lintas hukum. Normanorma hukum yang bersifat dasar, tentulah berisi rumusan hak-hak dan kewajibankewajiban yang juga dasar dan mendasar. Karena itu, secara akademis, sebenarnya, persoalan hak dan kewajiban asasi manusia memang menyangkut konsepsi yang niscaya ada dalam keseimbangan konsep hukum dan keadilan. Dalam setiap hubungan hukum terkandung di dalamnya dimensi hak dan kewajiban secara paralel dan bersilang. Karena itu, secara akademis, hak asasi manusia mestinya diimbangi dengan kewajiban asasi manusia. Akan tetapi, dalam perkembangan sejarah, issue hak asasi manusia itu sendiri terkait erat dengan persoalan ketidakadilan yang timbul dalam kaitannya dengan persoalan kekuasaan. 2.2. Unsur-unsur penegakan hukum. Unsur-unsur yang dapat ditarik dari pengertian penegakan hukum diatas, yaitu : 1. Adanya kegiatan yang dilakukan secara sengaja Tanpa adanya usaha yang konkrit dari semua pihak, penegakan hukum tidak akan mencapai cita-cita yang diharapkan. Cita-cita tanpa usaha sama saja artinya sebagai sebuah angan-angan belaka. Penegakan hukum harus dilakukan dengan suatu aksi atau tindakan yang nyata. Bukan hanya wacana dan retorika. Dalam konteks penegakan hukum aparat penegak hukum merupakan unsur utama. Aparatur penegak hukum meliputi aparat penegak hukum (orangnya) dan lembaga-lembaganya (institusi). Dengan demikian, proses penegakan hukum pada pokoknya menyangkut soal orang, soal institusi dan soal mekanisme kerja yang perlu dikembangkan atau diusahakan dalam rangka benar-benar menjamin tegaknya hukum dan keadilan. Dan proses peradilan itu sendiri haruslah dipahami mulai dari masyarakat sampai ke masyarakat. 2. Sebagai upaya menyerasikan nilai-nilai yang tercermin dalam perilaku masyarakat. Penegakan hukum merupakan proses untuk menyerasikan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mengajewantah. Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tanmpak lebih konkrit. Didalam penegakan hukum nilai-nilai tersebut perlu diserasikan, umpamanya ; perlu penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman. Sebab, nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan, sedangkan nilai ketentraman titik tolaknya adalah kebebasan. Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut secara lebih konkrit terjadi dalam bentuk kaidah-kaidah, dalam hal ini kaidah hukum, yang mungkin berisikan suruhan, larangan atau kebolehan. 3. Untuk menciptakan, memilihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas, atau yang seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian. Pada umumnya tujuan hukum adalah mencapai ketenteraman didalam pergaulan hidup masyarakat. Dari berbagai pandangan para pakar hukum, hukum bertujuan mengatur tingkah laku manusia didalam dinamika perikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Soerjono Soekanto mengatakan norma atau kaidah hukum bertujuan agar tercapai kedamaian didalam kehidupan bersama, dimana kedamaian berarti suatu keserasian antara ketertiban dengan ketenteraman, atau keserasian antara keterikatan dengan kebebasan. Oleh karena itu upaya penegakan hukum dalam kehidupan suatu bangsa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kerangka pembangunan nasional secara keseluruhan. Dengan demikian penegakan hukum haruslah dilihat secara holistik sebagai upaya sadar, sistematis dan berkesinambungan untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang semakin maju, sejahtera, aman dan tenteram di atas landasan hukum yang adil dan pasti. Sedangkan fungsi penegakan hukum adalah tidak lain daripada mencapai suatu keserasian antara kepastian hukum dengan kesebandingan hukum. 34 2.3. Pengujian Kendaraan Bermotor Pengujian kendaraan meliputi kegiatan memeriksa, menguji, mencoba dan meneliti yang diarahkan kepada setiap kendaraan wajib uji secara keseluruhan pada bagian-bagian 34 Soerjono Soekanto , Op.Cit, .hal 62 kendaraan secara fungsional dalam sistem komponen serta dimensi teknisnya baik berdasarkan ketentuan yang berlaku maupun berdasarkan persyaratan teknis yang obyektif. Pada prinsipnya setiap jenis kendaraan bermotor wajib dilakukan uji berkala. Dikatakan pada prinsipnya oleh karena sampai saat ini uji berkala belum diberlakukan terhadap kendaraan-kendaraan pribadi dan juga belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur hal tersebut. Dengan telah diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom serta telah berlangsungnya penyerahan dari Gubernur Kepala Daerah Provinsi Bali kepada seluruh Kabupaten seluruh Bali dan pemerintah kota Denpasar, maka perlu penyesuaian terhadap pelayanan di bidang perhubungan yang ada di kota Denpasar khususnya mengenai penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor. Dengan demikian penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor ditetapkan di dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 26 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 26 Tahun 2001 merupakan dasar yuridis dari Pemerintah Daerah Kota Denpasar untuk menyelenggarakan kewenangan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor. Lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Denpasar No. 26 Tahun 2001 mengartikan bahwa : “Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh Walikota atau instansi yang ditunjuk”. Dalam pelaksanaan pengujian berkala pada setiap unit pengujian di Daerah Kabupaten atau Kota, Kepala Unit Pelaksana Teknis Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Perhubungan Kota Denpasar. Selanjutnya Kepala Dinas mengatur lebih lanjut tentang pengelolaan dan pelaksanaan pengujian berkala kendaraan bermotor di setiap unit pengujian kendaraan bermotor tersebut. Ketentuan mengenai pelaksanaan urusan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor dalam keputusan menteri ini disebutkan pada Pasal 3, yaitu : Uji berkala kendaraan bermotor dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I yang secara operasional dilakukan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Tingkat I dan dapat diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II yang secara operasional dilakukan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Tingkat II. Dengan demikian, tidak ada penyerahan lebih lanjut kewenangan Pengujian Kendaraan Bermotor kepada Daerah Kabupaten dan Kota sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3, yang dikarenakan di masing-masing Daerah Kabupaten dan Kota dibentuk unit pelaksana Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor yang tidak lebih merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Daerah Provinsi. Berdasarkan uraian Peraturan Perundang-undangan di atas dapat diketahui pada dasarnya kewenangan tersebut ada pada daerah propinsi melalui instansi yang ditunjuk oleh Gubernur selaku kepala daerah provinsi yaitu melalui Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Provinsi. Kemudian kewenangan pengujian berkala kendaraan bermotor dapat diserahkan lebih lanjut kepada daerah kabupaten dan kota yang secara operasional dilakukan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Kabupaten Kota. Hal ini merupakan konsekwensi dari pelaksanaan otonomi daerah yang menyatakan titik berat otonomi daerah pada daerah kabupaten dan kota. Kebijakan untuk meletakkan titik berat otonomi daerah pada daerah kabupaten dan kota yang berimplikasi pada diserahkannya sebagian urusan pemerintahan kepada pemerintah daerah dengan mengutamakan penyerahannya kepada daerah kabupaten kota. Khusus mengenai pengujian berkala kendaraan bermotor, dalam perkembangannya tidak dapat ketentuan yang mengatur lebih lanjut mengenai penyerahan kewenangan pengujian berkala kendaraan bermotor dari daerah provinsi kepada daerah kabupaten dan kota atau dengan kata lain pemerintah daerah provinsi tidak menetapkan peraturan daerah yang mengatur penyerahan kewenangan tersebut kepada daerah kabupaten dan kota. Sehingga di kota Denpasar dalam melaksanakan kewenangan pengujian berkala kendaraan bermotor tidak didasarkan atas peraturan daerah propinsi Bali yang mengatur tentang penyerahan kewenangan kepada daerah kabupaten atau kota di provinsi Bali.