Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian perbankan
Pengertian perbankan terdapat pada pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun
1998 tentang perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan.
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya”.
2.1.1 Pengertian Bank
Pengertian bank menurut UU No. 10 Tahun 1998
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan/atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak”.
Sedangkan menurut Kasmir (2008:25) menyatakan bahwa:
“Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana
tersebut ke masyarakat serta memberi jasa –jasa bank lainnya”.
Berdasarkan dua pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
bank merupakan suatu jenis lembaga keuangan yang bertugas untuk menghimpun
dana dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat.
2.1.2
Sistem Perbankan Indonesia
Keberadaan bank – bank umum di Indonesia sejak tahun 1967 –1992 diatur
oleh UU No.14 tahun 1967 yang kemudian diganti oleh UU No. 7 tahun 1992,
kemudian pada tahun 1998 direvisi menjadi UU Perbankan No. 10 Tahun 1998.
Berikut ini beberapa sistem perbankan di Indonesia sesuai dengan UU yang
mengaturnya.
Gambar 2.1
Sistem Perbankan Menurut UU Perbankan No.14 tahun 1967
Sistem Perbankan
Bank Umum
Bank Tabungan
Bank Pembangunan
Bank Umum
Milik Negara
Bank Tabungan
Milik Negara
Bank Pembangunan
Milik Negara
Bank Umum
Milik Swasta
Bank Tabungan
Milik Swasta
Bank Pembangunan
Milik Swasta
Bank Umum
Milik Koperasi
Bank Tabungan
Milik Koperasi
Bank Pembangunan
Daerah (BPD)
Bank Asing
sumber: (Latumaerissa ; 2011:146).
Bank Pembangunan
Milik Koperasi
Sementara itu, Sistem Perbankan di Indonesia sebagaimana telah diubah
berdasarkan UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 sebagai berikut:
Gambar 2.2
Sistem Perbankan Menurut UU Perbankan No. 7 tahun 1992
Sistem Perbankan
Bank Umum
Bank Perkreditan
Rakyat
Perusahaan
Perseorangan
Perusahaan Daerah
Perusahaan
Daerah
Koperasi
Koperasi
Perseroan
Terbatas
sumber: (Latumaerissa ; 2011:146)
Perseroan Terbatas
Bank Campuran
Kemudian diubah berdasarkan UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang dapat dilihat
pada gambar 2.3
Gambar 2.3
Sistem Perbankan di Indonesia menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998
Bank Indonesia
DPR dan BPK
Lembaga Pengawas Jasa
Keuangan
Bank Perkreditan
Rakyat (BPR)
Bank Umum
Bank Pemerintah
BPD
BUSN
Bank Asing
Bank Campuran
sumber: (Latumaerissa; 2011:147).
2.2 Pengertian Bank Umum
Berdasarkan UU No.10 tahun 1998 menyatakan bahwa:
“Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”
Sedangkan menurut Subagio,dkk yang dikutip oleh Latumaerissa (2011:135)
dalam buku bank dan lembaga keuangan lainnya, menyatakan bahwa:
“Bank umum adalah suatu badan usaha yang kegiatan utamanya
menerima simpanan dari masyarakat dan/atau pihak lainnya, kemudian
mengalokasikannya kembali untuk memperoleh keuntungan serta
menyediakan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran.”
Berdasarkan dua pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
bank umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya dengan
menerima simpanan dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali serta
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Berdasarkan UU Pokok Perbankan lama No. 14 tahun 1967, yang telah
diperbaharui dengan UU Pokok Perbankan No. 7 tahun 1992, dan telah direvisi
dengan UU No. 10 tahun 1998 maka bank umum dapat dikelompokkan dilihat dari
berbagai aspek (Latumaerissa; 2011:136).
1. Aspek fungsi:
1) Bank Sentral, bank yang merupakan badan hukum milik negara yang
tugas pokoknya membantu pemerintah.
2) Bank pembangunan, adalah bank yang dalam pengumpulan dananya
berasal dari penerimaan simpanan deposito serta commercial paper.
3) Bank desa, adalah kantor bank di suatu desa yang tugas utamanya
adalah melaksanakan fungsi perkreditan dan penghimpunan dana
dalam rangka program pemerintah memajukan pembangunan desa.
4) BPR, adalah kantor bank di kota kecamatan yang merupakan unsur
penghimpun dana masyarakat maupun menyalurkan dananya di sektor
pertanian dan pedesaan.
2. Status Kepemilikan:
1) Bank Milik Negara, adalah bank yang seluruh modalnya berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan dan pendiriannya di bawah UU
tersendiri, sebagai contoh: BNI, BRI, Bank Mandiri, Bank Bukopin,
dan BTN.
2) Bank Milik Swasta Nasional, adalah bank milik swasta yang didirikan
dalam bentuk hukum perseroan terbatas, di mana seluruh sahamnya
dimiliki oleh WNI dan/atau badan – badan hukum di Indonesia,
sebagai contoh: BCA, Bank Mega, Bank Danamon, Bank Swadesi,
Bank Permata, Bank Panin, dan lain sebagainya.
3) Bank Swasta Asing, adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang
bank yang sudah ada di luar negeri atau dalam bentuk campuran
antara bank asing dengan bank nasional yang ada di Indonesia. Bank
asing ini hanya diperkenankan menjalankan operasinya di lima kota
besar di Indonesia, sebagai contoh: Citibank, HSBC, ABN Ambro,
Rabobank, Commonwealth, dan Bank ANZ.
4) Bank Pembangunan Daerah, adalah bank yang pendiriannya
berdasarkan peraturan daerah propinsi dan sebagian besar sahamnya
dimiliki oleh pemerintah kota dan pemerintah kabupaten, di wilayah
yang bersangkutan, dan modalnya merupakan harta kekayaan
pemerintah daerah yang dipisahkan, sebagai contoh Bank Jatim, Bank
Maluku, Bank DKI, Bank Jabar, Bank Papua, Bank NTT, dan lainlain.
5) Bank Campuran, adalah bank yang sebagian sahamnya dimiliki oleh
pihak asing dan pihak swasta nasional, sebagai contoh Bank UOB
Buana, Bank Hanvit Indonesia, ANZ Panin Bank, Bank Daiwa
Perdania, Bank Multicolor, Bank OCBC NISP, Bank Merincorp, Fuji
International Bank, Tokai Lippo Bank, dan Bank DSB Indonesia.
3. Kegiatan Operasional
1) Bank devisa, adalah bank yang mempunyai hak dan wewenang yang
diberikan oleh Bank Indonesia untuk melakukan transaksi valuta asing
dan lalu-lintas devisa serta hubungan koresponden dengan bank asing
di luar negeri sebagai contoh, BCA, Bank Mega, Bank Danamon,
Bank Swadesi, Bank Permata, Bank Panin, BNI, BRI, Bank Mandiri,
Bank Bukopin, dan BTN.
2) Bank Non devisa, adalah bank yang dalam operasionalnya hanya
melaksanakan transaksi di dalam negeri, tidak melakukan transaksi
valuta asing, dan tidak melakukan hubungan dengan bank asing di luar
negeri.
4. Penciptaan Uang Giral
1) Bank Primer, adalah bank yang dalam kegiatan operasionalnya tidak
sekedar menghimpun dana dan menyalurkan dananya, tetapi juga
melaksanakan semua transaksi yang berhubungan langsung dengan
kas.
2) Bank Sekunder, adalah bank yang kegiatan operasionalnya hanya
sekedar melaksanakan transaksi kas secara langsung.
5. Sistem Organisasi
1) Unit Banking System, adalah bank yang kegiatan operasionalnya hanya
mempunyai satu kantor saja dan melayani masyarakat di sekitar
wilayah itu, sebagai contoh adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
baik konvensional maupun BPR Syariah.
2) Branch Banking System, adalah bank yang kegiatan operasionalnya di
beberapa wilayah dan memiliki kantor cabang, di mana sistem
organisasi, keuangan, dan sumber daya manusia terkait dengan kantor
pusat, sebagai contoh adalah Bank Danamon, Bank Mega, BCA, BII,
Bank Permata, BNI,BRI, Bank Mandiri, Bank Panin, Bank Swadesi,
Bank Arta Kencana dan lain sebagainya.
3) Holding Company Bank (HCB), adalah sebuah bank yang memiliki
satu atau lebih bank.
4) Multi Holding Company Bank (MHCB), adalah bank yang memiliki
perusahaan yang bergerak di bidang perbankan dan non perbankan.
5) Correspondent Banking, adalah hubungan sistem antarbank di mana
terdapat suatu pengaturan informasi antarbank, sehingga bank-bank
kecil mempunyai deposit pada bank-bank besar untuk membantu jasa
pelayanannya.
6. Skala Usaha atau Target Pasar
1) Wholesale Banking, adalah bank yang kegiatan operasionalnya
diarahkan untuk menjaring nasabah – nasabah pada kelompok
masyarakat menengah dan masyarakat atas.
2) Retail Banking, adalah bank yang dalam kegiatan usahanya, diarahkan
untuk menjaring nasabah – nasabah pada kelompok masyarakat kecil.
3) Wholesale dan Retail Banking, adalah bank yang dalam kegiatan
operasionalnya diarahkan untuk menjaring nasabah – nasabah mulai
dari kelompok masyarakat
masyarakat atas.
kecil,
masyarakat
menengah, dan
7. Letak Geografis
1) Bank Lokal (Community or Local Bank), adalah bank yang beroperasi
secara terbatas di daerah (desa) tertentu.
2) Bank Regional (Regional Bank), bank yang beroperasi di pasar
perkotaan (regional).
3) Bank Multinasional (Money-center or Multinational Bank), adalah
bank yang lingkup operasinya sampai pada tingkat nasional maupun
internasional.
2.3 Sistem Pembayaran
Berdasarkan Undang-Undang No.23 tentang Bank Indonesia (Pasal 1)
menyatakan bahwa:
“Sistem pembayaran merupakan sistem yang mencakup seperangkat
aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan
pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu
kegiatan ekonomi”.
Sedangkan menurut Bank for International Settlement (BIS:1999)
“A payment system consist of a set of instrument, banking procedures and
typically interbank funds transfer system that ensure the circulation of
money”.
Berdasarkan dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem
pembayaran adalah mekanisme yang dilakukan oleh bank untuk melakukan
transfer dana antar bank.
Sistem pembayaran di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu sistem
pembayaran tunai dan non tunai. Dalam UU No.11 tahun 1953 ditetapkan bahwa
Bank Indonesia hanya mengeluarkan uang kertas dengan nilai lima rupiah keatas,
sedangkan pemerintah berwenang mengeluarkan uang kertas dan uang logam
dalam pecahan di bawah lima rupiah. Uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia adalah uang kertas bertanda tahun 1952 dalam tujuh pecahan.
Selanjutnya, berdasarkan UU No 13 tahun 1968, Bank Indonesia mempunyai hak
tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam sebagai alat pembayaran
yang sah dalam semua pecahan. Sejak saat itu, pemerintah tidak lagi menerbitkan
uang kertas dan logam (Latumaerissa; 2011:63).
Sementara itu, dalam bidang pembayaran non tunai, Bank Indonesia
sebagai bank sentral terus berupaya keras dalam pengawasan dan penyehatan
sistem pembayaran giral. Oleh karena itu, Bank Indonesia mulai menggunakan
sistem yang lebih efektif dan canggih dalam penyelesaian transaksi pembayaran
non tunai. Berbagai sistem seperti Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL) dengan
basis personal computer dan Sistem Transfer Dana Antar Kantor Terotomasi dan
terintegrasi (SAKTI) dengan sistem paperless transaction terus dikembangkan dan
disempurnakan. Bank Indonesia berhasil menciptakan berbagai perangkat sistem
elektronik seperti Bank Indonesia-LINE, Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ),
Real Time Gross Settlement (RTGS), Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ),
Kliring warkat antar wilayah kerja (intercity clearing), dan Scriptless Securities
Settlement System (S4) (Latumaerissa; 2011: 64).
2.4 Pengertian Kliring
Pengertian kliring menurut Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
“Kliring ialah proses pertukaran warkat yang berupa Cek, Bilyet Giro,
Nota Debet, SBPT (Surat Bukti Penerimaan Transafer) dan WBUT (Wesel
Bank Untuk Transfer) atau data keuangan elektronik antar peserta kliring
baik atas nama bank maupun atas nama nasabah bank yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu”
Menurut Kamus Bahasa Indonesia :
“Kliring berasal dari bahasa inggris to clear (clearing) yang berarti
membersihkan utang-piutang antar bank yang terjadi pada hari itu. Jadi
kliring adalah tatacara hutang- piutang dalam bentuk surat-surat dagang
dan surat-surat berharga antara bank-bank peserta kliring dengan maksud
agar perhitungan utang-piutang itu terselenggara secara mudah, cepat, dan
aman”.
Menurut Arthesa (2006: 97) dalam buku Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
menyatakan bahwa:
“Kliring adalah sarana perhitungan warkat antarbank yang dilaksanakan oleh Bank
Indonesia (BI) dengan tujuan memperluas dan memperlancar lalu
lintas pembayaran giral”
Menurut Raharja (1997:132) dalam buku Uang dan Perbankan menyatakan
bahwa:
“Kliring adalah perhitungan utang-piutang antara para peserta secara
terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan surat-surat
berharga dan surat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat
diperhitungkan“
Berdasarkan pengertian – pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
kliring merupakan proses pertukaran warkat antar bank peserta kliring yang
dilakukan oleh Bank Indonesia selaku penyelenggara kliring yang bertujuan untuk
memperlancar lalu lintas pembayaran giral.
2.4.1 Dasar Hukum Penyelenggaraan Kliring:
Adapun dasar hukum yang mengatur penyelenggaraan kliring adalah
sebagai berikut:
1. UU Bank Indonesia No. 23 tahun 1999 yang berbunyi:
Pasal 16:“Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam
mata uang rupiah dan atau valuta asing”.
Pasal 17 (1): “Penyelenggaraan Kegiatan Kliring Antarbank Dalam
Mata
Uang Rupiah Dan Atau Valuta Asing Dilakukan Oleh Bank Indonesia Atau
Pihak Lain Dengan Persetujuan Bank Indonesia”
2. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.1/3/PBI/1999 :
Memuat aturan umum kliring
3. Surat Edaran Bank Indonesia:
Memuat aturan teknis mengenai penyelenggaraan kliring (sistem kliring,
warkat, biaya kliring) (http://www.bi.go.id).
2.4.2
Jenis – Jenis Warkat
Warkat kliring adalah alat atau sarana yang dipakai dalam lalu lintas
pembayaran giral yang diperhitungkan dalam kliring. Beberapa warkat kliring
merupakan instrumen surat berharga atau surat yang mempunyai nilai dan dapat
dipergunakan sebagai alat pembayaran yang lazim digunakan dalam transaksi
perdagangan baik antarnasabah maupun antarbank, Jenis – jenis warkat kliring
adalah sebagai berikut (Latumaerissa; 2011:114) :
1) Cek
Cek ialah surat berharga yang berupa perintah nasabah kepada banknya yang
ditandatangani oleh nasabah yang bersangkutan sebagai penariknya, untuk
membayar tanpa syarat sejumlah uang kepada orang/pihak lain atau kepada
pembawa.
2) Bilyet Giro (BG)
Bilyet Giro ialah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana
untuk memindahkan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada
rekening pemegang yang disebutkan namanya.
3) Nota Debet
Nota Debet (ND) ialah warkat debet yang digunakan untuk menagih dana pada
peserta lain untuk
nasabah peserta atau peserta yang menyampaikan ND
tersebut, tetapi sebelum dikliringkan harus konfirmasi terlebih dahulu.
2.4.3
Sistem Kliring
Saat ini penyelenggaraan kliring lokal di Indonesia dilakukan dengan
menggunakan 4 (empat) macam sistem kliring yaitu (Latumaerissa; 2011:99) :
1) Sistem Manual
Sistem manual adalah sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam
pelaksanaan perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilahan
warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pada proses sistem
manual, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dikliringkan
oleh peserta kliring.
2) Sistem semi otomasi
Sistem semi otomasi, yaitu sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam
pelaksanaan perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara
otomasi, sehingga pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap
peserta. Pada proses sistem semi otomatisasi, perhitungan kliring akan
didasarkan pada DKE yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan warkat
yang di kliringkan.
3) Sistem Otomasi
Sistem otomasi yaitu sistem penyelenggaraan kliring lokal yang dalam
pelaksanaan perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring, dan pemilahan
warkat dilakukan oleh penyelenggara secara otomasi. Pada proses sistem
otomasi, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dibuat oleh
peserta kliring sesuai dengan warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
4) Sistem Kliring Nasional
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI
adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debit dan kliring
kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Penyelenggaraan
SKNBI tunduk pada Peraturan Bank Indonesia No.7/18/PBI/2005 tentang
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia tanggal 22 Juli 2005.
2.4.4 Kegiatan – kegiatan dalam kliring
Penyelenggaraan kliring lokal terdiri dari 2 (dua) tahap yang meliputi
kliring penyerahan dan kliring pengembalian yang merupakan satu kesatuan
siklus kliring (Latumaerissa; 2011:97).
1.
Kliring penyerahan
Kliring penyerahan adalah bagian dari suatu siklus kliring guna
memperhitungkan warkat dan/atau DKE yang disampaikan peserta. Dalam kliring
penyerahan, peserta kliring akan menyerahkan warkat-warkat/DKE kliringnya
baik warkat/DKE debit maupun warkat/DKE kredit kepada penyelenggara/peserta
lawan transaksinya (lazimnya disebut dengan warkat/DKE keluar (outward
clearing)
serta
menerima
warkat/DKE
debit
maupun
kredit
dari
penyelenggara/peserta lawan transaksinya (lazimnya disebut warkat/DKE masuk
(inward clearing). Atas dasar penyerahan warkat/DKE kliring dimaksud,
penyelenggara akan melakukan perhitungan kliring sehingga dapat menghasilkan
bilyet saldo kliring dan berbagai bentuk laporan kliring yang dapat berguna bagi
penyelesaian akhir transaksi kliring ke rekening nasabah bank.
2. Kliring Pengembalian (Retur)
Kliring pengembalian adalah bagian dari suatu siklus kliring guna
memperhitungkan warkat dan/atau DKE debit kliring penyerahan yang ditolak
berdasarkan alasan yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia atau karena
tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan penerbitannya. Retur warkat debit
lazimnya warkat kliring debit yang ditolak oleh bank meliputi warkat cek dan
bilyet giro, serta beberapa warkat Nota Debit, untuk warkat cek dan bilyet giro,
sesuai angka IV dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/DASP tanggal 8
Juni 2009 perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, terdapat 17
alasan penolakan Cek/Bilyet giro yaitu:
a. Saldo tidak cukup
b. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri)
c. Persyaratan formal cek/bilyet giro tidak dipenuhi:
a)
Tulisan cek/bilyet giro dan nomor cek/bilyet giro yang bersangkutan
b) Nama tertarik
c)
Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk membayar/memindah bukukan
dana atas beban rekening penarik
d) Nama dan nomor rekening pemegang (khusus untuk bilyet giro)
e)
Nama bank penerima (khusus untuk bilyet giro)
f)
Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam
huruf selengkap-lengkapnya
g) Tempat dan tanggal penarikan
h) Tanda tangan, nama jelas, dan/atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai
dengan persyaratan pembukuan rekening (khusus untuk bilyet giro)
d. Tanggal efektif bilyet giro belum sampai
e. Cek ditarik kembali oleh penarik setelah berakhirnya tenggang waktu
pengunjukkan
f. Bilyet giro dibatalkan oleh penarik setelah berakhirnya tenggang waktu
penawaran
g. Sudah kedaluwarsa
h. Coretan/perubahan tidak ditanda tangani oleh penarik
i. Bea materai belum dilunasi
j. Tanda tangan tidak cocok dengan speciment
k. Stempel kliring tidak ada
l. Stempel kliring tidak sesuai dengan bank penerima
m. Endorsement pada cek atas nama atau cek atas order tidak ada
n. warkat diblokir pembayarannya (Surat Keterangan Kepolisian terlampir)
o. rekening di blokir oleh instansi yang berwenang (surat pemblokiran terlampir)
p. warkat bukan untuk kami
q. perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya.
2.4.5 Mekanisme penyelenggaraan kliring
Penyelenggaraan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia) terdiri
dari 2 (dua) sub sistem, yaitu (Latumaerissa; 2011:109) :
1. Kliring debet
Berikut ini merupakan karakteristik dari kliring debet:
a. Meliputi kegiatan kliring penyerahan dan kliring pengembalian, digunakan
untuk transfer debet antarbank yang disertai dengan penyampaian fisik
warkat debit (cek, bilyet giro, nota debet dan lain-lain);
b. Penyelenggaraan kliring debet dilakukan secara lokal di setiap wilayah
kliring oleh PKL
c. PKL akan melakukan perhitungan kliring debit berdasarkan DKE debit
yang dikirim peserta ; dan
d. Hasil perhitungan kliring debit secara lokal tersebut selanjutnya dikirim ke
Sistem Sentral Kliring (SSK) untuk diperhitungkan secara nasional oleh
PKN
A. Mekanisme Umum Penyelenggaraan kliring debet
a. Sebelum kegiatan kliring debet dimulai, bank wajib menyediakan
prefund
b. Peserta membuat DKE debet berdasarkan warkat debet yang akan
dikliringkan
c. Mengirimkan DKE debet dan warkat debet ke PKL. Pengiriman
DKE debet dapat dilakukan secara online maupun offline tergantung
dengan jenis TPK yang digunakan oleh peserta
d. Selanjutnya PKL akan melakukan penggabungan dan perekaman
atas DKE debet yang telah lolos validasi. Sementara warkat debet
akan dipilah berdasarkan bank tertuju:
1. Secara otomasi dengan menggunakan mesin reader sorter
berteknologi image, bagi PKL yang telah menerapkan sistem
pilah warkat otomasi atau
2. Secara manual oleh masing-masing peserta di lokasi PKL, bagi
PKL yang belum menerapkan sistem pilah warkat otomasi.
e. Atas dasar DKE debet yang diterima, PKL akan melakukan
perhitungan kliring debet
f. PKL mengirimkan hasil perhitungan kliring debet lokal ke SSK.
g. Mencetak
laporan
hasil
kliring
debet
untuk
selanjutnya
didistribusikan kepada seluruh peserta bersamaan dengan warkat
debet
h. Setelah
hasil perhitungan kliring debit
penyelenggara
kliring
diterima
oleh
lokal dari seluruh
SSK,
akan
dilakukan
perhitungan kliring debet secara nasional
i. Selanjutnya SSK melakukan simulasi FtS
j. Apabila hasil perhitungan kliring debit nasional :
a. Bank “menang kliring” (posisi kredit), seluruh cash prefund yang
telah disediakan dikredit kembali ke rekening giro bank
bersamaan dengan pengkreditan hasil kliring yang bersangkutan.
b. Bank “kalah kliring” (posisi debet) sistem secara otomatis akan
melakukan penyelesaian atas kewajiban bank tersebut dengan
urutan sebagai berikut:
7. Pertama-tama sistem akan menggunakan cash prefund yang
telah dsediakan oleh bank
8. Apabila kewajiban bank masih lebih besar dari cash prefund,
maka kekurangannya akan dipenuhi dari dana yang tersedia
pada rekening giro bank
9. Apabila kewajiban bank masih lebih besar dari cash prefund
dan saldo pada rekening giro, maka atas kekurangan saldo
rekening giro bank tersebut sistem akan menggunakan fasilitas
Likuiditas Intrahari Kliring (FLI-Kliring) atau Fasilitas
Likuiditas
Intrahari
Syariah
Kliring
(FLIS-Kliring)
berdasarkan collateral prefund yang disediakan oleh bank
10.
Apabila kekurangan saldo rekening giro bank masih belum
dapat ditutup dengan FLI-Kliring/FLIS-Kliring, maka
kekurangan tersebut ditutup dengan surat berharga bank
yang ada pada rekening FLI-RTGS/FLIS-RTGS
11.
Pelunasan
FLI-Kliring/FLIS-kliring
dan
FLI-
RTGS/FLIS/RTGS harus dilakukan sebelum tutup sistem
BI-RTGS
12.
Apabila sampai dengan akhir hari FLI-Kliring/FLIS-Kliring
belum dapat dilunasi maka akan menjadi Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) atau Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek Syariah (FPJPS)
k. Setelah proses kliring debet selesai, peserta dapat memperoleh DKE
inward dengan cara mendownload dari SSK atau dari KPK melalui
media rekam data elektronik (Flashdisk, CD) (Latumaerissa;
2011:110).
Mekanisme Penyelenggaraan Kliring Debet dapat diilustrasikan melalui gambar
2.4 sebagai berikut:
Gambar 2.4
Mekanisme penyelenggaraan kliring debet
Bank Peserta
Prefund
Penyelenggara Lokal
- Gabung DKE Lokal
- Pilah warkat
(otomasi/manual)
Create DKE
- Kirim DKE ke
penyelenggara (online/off-line)
- Bawa warkat ke
penyelenggara
Hitung BSK
warkat
KPBI/SSK
SSK: gabung
BSK –BSK
National
Collaction
BI-RTGS
Settlement
Simulasi FtS
Kirim BSK lokal
ke SSK
DKE
Catat laporan
lokal (BSK
Individual,
inward,dll)
Distribusi
warkat dan
laporan
sumber: Bank Indonesia
2. Kliring Kredit
Berikut ini merupakan karakteristik dari kliring kredit diantaranya:
1. Digunakan untuk transfer kredit antarbank tanpa disertai penyampaian
fisik warkat (paperless)
2. Penyelenggaraan kliring kredit dilakukan secara nasional oleh PKN
3.
Perhitungan kliring oleh PKN atas dasar DKE kredit yang dikirim peserta
B. Mekanisme Kliring Kredit adalah sebagai berikut:
1. Sebelum kegiatan kliring kredit dimulai, bank wajib menyediakan
prefund dan peserta membuat DKE kredit berdasarkan aplikasi
transfer
2. Mengirimkan DKE ke SSK
3. Pengiriman DKE kredit dapat dilakukan secara online maupun offline
tergantung dengan jenis TPK yang digunakan oleh peserta
4. Untuk peserta yang menggunakan TPK offline, penyampaian DKE
kredit dilakukan dengan menggunakan media rekam data elektronik
(Flashdisk, CD) yang diserahkan ke PKL dan selanjutnya DKE
tersebut oleh PKL dikirim ke SSK
5. SSK akan melakukan penggabungan dan perekaman seluruh DKE
kredit yang diterima
6. Atas dasar DKE kredit yang diterima, SSK melakukan perhitungan
kliring kredit secara nasional
7. Selanjutnya SSK melakukan simulasi FtS apabila hasil simulasi FtS
tersebut menunjukkan nilai negatif, maka bank dapat menambahkan
kekurangan atas prefund sampai dengan batas waktu yang ditetapkan
8. Setelah batas akhir penambahan prefund, SSK melakukan perhitungan
hasil kliring kredit nasional. Hasil perhitungan tersebut akan
dibukukan ke rekening giro bank di sistem BI-RTGS.
9. Setelah SSK selesai melakukan proses perhitungan kliring kredit
secara nasional, KPK dapat mendownload DKE inward dan laporan
hasil kliring kredit dari SSK.
10. PKL akan mendistribusikan DKE inward dalam bentuk media rekam
data elektronik (Flashdisk, CD) dan laporan hasil kliring kredit
kepada peserta yang menggunakan jenis TPK offline.
11. Setelah SSK selesai melakukan proses perhitungan kliring kredit
secara nasional, peserta yang memakai TPK online dapat
mendownload DKE inward dan laporan hasil kliring kredit dari SSK
(Latumaerissa; 2011: 110).
Mekanisme Penyelenggaraan Kliring Kredit dapat diilustrasikan melalui gambar
2.5 sebagai berikut:
Gambar 2.5
Mekanisme Penyelenggaraan Kliring Kredit
Bank Peserta
Prefund
Penyelenggara Lokal
- Gabung DKE Lokal
- Kirim DKE ke SSK
Create DKE
Kredit
Kirim DKE :
- On-line
- Off-line
Download Inward
DKE
KPBI/SSK
- Gabung DKE
Kredit dari
seluruh wilayah
kliring
BI-RTGS
Settlement
Hitung BSK
Kredit Nasional
Simulasi FtS
Rek. Nasabah
Distribusi Inward
Kliring dalam bentuk:
- Softcopy (DKE)
Atau
- Hard copy
DKE Inward
DKE per
wilayah kliring
Inward DKE
- Via penyelenggara
- Download via SSK
Sumber: Bank Indonesia
2.5
Pengertian Laporan Keuangan
Banyak sekali pengertian laporan keuangan yang dikemukakan oleh para
ahli yang mempunyai kesamaan yaitu melaporkan informasi keuangan yang telah
terjadi dalam suatu perusahaan selama suatu periode tertentu.
Laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:2) adalah
sebagai berikut:
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Laporan yang lengkap biasanya meliputi laporan laba rugi, laporan neraca,
laporan posisi keuangan (yang dapat disajikan dengan berbagai cara,
misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan lain
setara materi penjelasan yang merupakan bagian internal dari laporan
keuangan”
Jadi
laporan
keuangan
adalah
laporan
yang
digunakan
untuk
mengkomunikasikan peristiwa-peristiwa keuangan perusahaan dan mengevaluasi
kinerja perusahaan.
2.5.1
Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan umum dibuatnya laporan keuangan yang dikemukakan salah
satunya menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:2) dalam adalah:
“Memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas
perusahaan, bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan
keuangan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
menunjukan pertanggungjawaban (Stewardship) manajemen atas
penggunaan sumber – sumber daya yang dipercayakan kepada mereka,”
Sedangkan menurut Setiawan (2010:119) tujuan laporan keuangan adalah
sebagai berikut:
“Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi menyangkut
posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi.”
Dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan disusun untuk menunjukkan
kegiatan yang telah dilakukan manajemen dan merupakan pertanggungjawaban
manajemen atas sumber yang dipercayakan kepada mereka.
2.5.2
Unsur-Unsur Laporan Keuangan
Laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan
peristiwa lain yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok ekonomi yang
merupakan unsur-unsur laporan keuangan. Macam-macam komponen laporan
keuangan tersebut adalah:
a)
Laporan Laba Rugi
Menurut Horogen dan Horrison (2009:19) laporan laba rugi adalah:
“Laporan laba rugi merupakan suatu laporan mengenai ikhtisar
pendapatan dan beban selama satu periode.”
Sedangkan menurut Kieso dkk (2009:127) pengertian laba rugi adalah:
“Laporan laba rugi adalah laporan yang mengukur keberhasilan operasi
perusahaan selama periode tertentu”
Komponen laba rugi adalah:
1. Pendapatan
2. Harga Pokok Penjualan
3. Beban Penjualan (Selling Expenses)
4. Beban Administrasi dan umum (Administrative and General Expenses)
Jadi informasi yang terdapat dalam laba rugi yaitu mengenai pendapatan,
beban, keuntungan, dan kerugian dapat membantu para pemakai mengevaluasi
kinerja masa lalu dan memberikan masukan tentang pencapaian tingkat kas
tertentu di masa depan.
b) Laporan Neraca
Menurut Winwin dan Ilham Wahyudi (2006: 56) laporan neraca dalam
mengemukakan:
“Neraca merupakan laporan yang memberikan informasi tentang posisi
kekayaan perusahaan berupa keseimbangan antara aktiva dan kewajiban
serta modal yang menjadi kekayaan perusahaan tersebut.”
Neraca memiliki tiga unsur yaitu:
a) Aset
Menurut Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(2009:26) mendefinisikan aset sebagai berikut:
“Aset adalah sumber daya yang dikuasai entitas sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan
diperoleh entitas.”
Sedangkan
menurut
Standar
Akuntansi
Keuangan
(2009:9)
yang
dikemukakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah:
“Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan
akan diperoleh perusahaan.”
b) Kewajiban
Menurut Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(2009:6) kewajiban didefinisikan:
“Kewajiban yaitu merupakan kewajiban masa kini entitas yang timbul dari
masa lalu, yang penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari
sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomi.”
Adapun definisi lain kewajiban menurut Standar Akuntansi Keuangan (2009:
9) yang di kemukakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah:
“Kewajiban merupakan utang perusahaan masa kini yang timbul dari
peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar
dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfat ekonomi.”
c)
Laporan Perubahan Ekuitas Pemilik
Menurut Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik
(2009:26) mendefinisikan sebagai berikut:
“Laporan perubahan ekuitas pemilik menyajikan laporan laba rugi entitas
untuk suatu periode, pos pendapatan, dan beban yang diakui secara langsung
dalam entitas untuk periode tersebut dan jumlah investasi oleh, dan dividen
dan distribusi kepemilikan selama periode tersebut.”
Dengan demikian laporan ekuitas adalah laporan yang menyajikan dan
melaporkan.
1. laba rugi periode tersebut
2. transaksi dengan modal pemilik dan distribusi kepada pemilik
d) Laporan Arus Kas
Laporan arus kas merupakan merupakan suatu laporan mengenai ikhtisar
penerimaan dan pengeluaran kas selama satu periode. Berguna untuk
membantu para pengguna laporan keuangan untuk menilai jumlah dan
ketidakpastian arus kas masa depan.
Menurut Horngren dan Horrison (2009:19) laporan arus kas adalah:
“suatu laporan yang melaporkan kas yang masuk dan keluar selama satu
periode tertentu.”
Sedangkan menurut Winwin dan Ilham (2006:56) laporan arus kas
merupakan:
“laporan yang memberikan informasi arus kas yang terdiri dari arus kas
yang didapat dari aktivitas operasi, aktivitas pendanaan, dan aktivitas
investasi.”
Jadi, informasi arus kas juga dapat membantu para kreditor untuk melihat
kemampuan perusahaan untuk
melunasi pinjaman
ataupun kemampuan
menghasilkan kas dimasa depan.
2.6
Pengertian Laporan Arus Kas (Cash Flow)
Menurut Setiawan (2010:81) mengemukakan:
“Laporan arus kas adalah laporan yang menggambarkan arus kas masuk
dan arus kas keluar yang terjadi selama satu periode tertentu dan
dilaporkan menurut aktivitas operasional, aktivitas investasi dan aktivitas
pendanaan.”
Menurut Horngren dan Horrison (2009:19) laporan arus kas adalah:
“Suatu laporan yang melaporkan kas yang masuk dan kas yang keluar
selama periode tertentu.”
Sedangkan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2009) dijelaskan kas
adalah:
“Kas terdiri dari saldo kas (Cash on Hand) dan rekening giro. Setara kas
(Cash Equivalent) adalah investasi yang sifatnya likuid, berjangka pendek
dan yang cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah tertentu tanpa
menghadapi resiko perubahan nilai yang signifikan.”
Arus kas masuk dan keluar ada yang bersifat kontinyu dan ada yang
bersifat tidak kontinyu. Laporan arus kas didasarkan pada neraca dan daftar
perhitungan laba rugi perbandingan. Laporan arus kas dimaksudkan untuk
membantu investor, kreditor, dan pemakai eksternal lainnya agar dapat
memahami dengan baik tentang aktivitas pemberian investasi suatu perusahaan
untuk suatu periode.
2.6.1
Tujuan dan Manfaat Laporan arus kas
Tujuan laporan arus kas dalam Kieso dkk (2007:237) disebutkan bahwa:
“Tujuan laporan arus kas adalah menyediakan informasi yang relevan
mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan selama
satu periode.”
Untuk mencapai tujuan tersebut laporan arus kas harus melaporkan:
1. Pengaruh operasi suatu perusahaan
2. Transaksi Investasi
3. Transaksi pembiayaan
4. Kenaikan dan penurunan bersih kas selama satu periode.
Dengan demikian laporan arus kas dapat memberikan informasi yang
berguna mengenai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dan operasi,
mempertahankan dan memperluas kapasitas operasi, serta memenuhi kewajiban
keuangannya.
Laporan arus kas bermanfaat agar dapat memberikan informasi yang
memungkinkan para pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih
perusahaan, struktur keuangan perusahaan, dan kemampuan untuk mempengaruhi
jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan perubahan keadaan dan
peluang. Dalam Standar Akuntansi Keuangan (2009) disebutkan bahwa:
“Informasi arus kas adalah informasi arus kas historis yang sering
digunakan sebagai indikator dari jumlah waktu dan kepastian arus kas
masa lalu. Disamping itu arus kas juga berguna untuk meneliti kecermatan
dari taksiran arus kas masa depan yang telah dibuat sebelumnya dalam
menentukan hubungan antara profitabilitas dan arus kas bersih serta
dampak perubahan harga.”
2.6.2 Klasifikasi Laporan Arus Kas
Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama satu periode tertentu
dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi dan pendanaan. Menurut
Setiawan (2010:82) mengemukakan sebagai berikut:
a) Aktivitas operasi
“Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan
(Principle Revenue – Producting Acivities) dan aktivitas lain yang bukan
merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan”
Beberapa penghasilan dan pengeluaran arus kas dari aktivitas operasi
diantaranya:
1. Penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa.
2. Penerimaan kas dari royalti, fee bunga, komisi dan pendapatan lain
3. Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa
4. Pembayaran kas kepada karyawan
5. Pembayaran untuk kegiatan operasional dan non operasional perusahaan
6. Pembayaran atas pajak pemerintah
b) Aktivitas Investasi
“Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang
serta investasi lain yang termasuk setara kas.”
1. Pemberian kas untuk pembelian aktiva tetap. Aktiva tetap berwujud, dan
aktiva jangka panjang termasuk biaya pengembangan yang dikapitulasi
dan aktiva tetap yang dibangun sendiri.
2. Penerimaan kas dari penjualan aktiva tetap berwujud (tanah, bangunan dan
peralatan), aktiva tak berwujud dan akiva jangka panjang lain.
3. Perolehan saham atau instrumen keuangan perusahaan lain
4. Uang muka dan pinjamanyang diberikan kepada pihak lain serta pelunasan
(kecuali yang dilakukan oleh lembaga keuangan)
c)
Aktivitas Pendanaan
“Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan perubahan
dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan.”
1. Penerimaan kas dari penerbitan saham
2. Pembayaran kas kepada para pemegang saham untuk menarik atau
menembus saham perusahaan
3. Penerimaan kas dan penerbitan obligasi, pinjaman, wesel hipotik,
dan pinjaman lainnya
4. Pelunasan pinjaman
5. Pembayaran dividen
Perusahaan menyajikan arus kas dari ketiga aktivitas tersebut di atas dengan
cara yang paling sesuai dengan bisnis perusahaan tersebut. Klasifikasi menurut
aktivitas pendanaan memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna
laporan untuk menilai pengaruh aktivitas tersebut terhadap posisi keuangan
perusahaan serta terhadap jumlah kas.
2.6.3 Metode Penyusunan Laporan Arus Kas
Dalam penyusunan laporan arus kas menurut Setiawan (2010:84) dalam
bahwa penyusunan laporan keuangan disusun dengan dua metode pilihan yaitu:
1) Metode langsung
Suatu metode pendekatan untuk mengkalkulasi dan melaporkan aliran kas
dari aktivitas – aktivitas operasi yang memerinci penerimaan kas dan
pembayaran kas secara langsung
2. Metode tidak langsung
Suatu metode pendekatan untuk mengkalkulasi dan melaporkan aliran kas
dari aktivitas pengoperasian yang mencocokan pendapatan dan aliran kas.
Sedangkan menurut Kousen dkk (2009:289) menyatakan perbedaan antara
metode langsung dan tidak langsung adalah:
a. Metode Langsung
1. Metode langsung melaporkan kas bersih dari aktivitas operasi
2. Metode langsung melaporkan kas dari item arus kas individual
3. Tidak melaporkan non kas
b. Metode Tidak Langsung
1.
Metode tidak langsung melaporkan laba bersih perusahaan
2.
Metode tidak langsung melaporkan penyesuaian dengan akun-akun yang
terdapat di neraca.
3.
Melaporkan aktivitas non cash
Jadi dalam penyusunan laporan arus kas dapat disajikan dengan metode
langsung atau dengan metode tidak langsung perbedaan kedua metode dapat
dilihat dari aktivitas operasi. Dalam menentukan kegiatan investasi dan pendanaan
kedua metode tersebut sama.
Download