CHRONIC KIDNEY DISEASE Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu keadaan terjadinya kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 mL/menit dalam waktu 3 bulan atau lebih.1-7 Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan irreversible yang akan berkembang terus menjadi gagal ginjal terminal. Adanya kerusakan ginjal tersebut dapat dilihat dari kelainan yang terdapat dalam darah, urin, pencitraan, atau biopsi ginjal Batasan Batasan yang tercantum dalam clinical practice guidelines on CKD menyebutkan bahwa seorang anak dikatakan menderita CKD bila terdapat salah satu dari kriteria dibawah ini: 1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan glomerular filtration rate (GFR), yang bermanifestasi sebagai satu atau lebih gejala: i) Abnormalitas komposisi urin ii) Abnormalitas pemeriksaan pencitraan iii) Abnormalitas biopsi ginjal 2. GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa gejala kerusakan ginjal lain yang telah disebutkan. Klasifikasi Stadium GFR Deskripsi (mL/menit/1,73 m2 ) 1 > 90 Kerusakan ginjal dengan GFR normal / meningkat 2 60 – 89 Kerusakan ginjal dengan GFR ringan 3 30 – 59 Kerusakan ginjal dengan GFR sedang 4 15 – 29 Kerusakan ginjal dengan GFR berat 5 < 15 ( atau dialisis) Gagal ginjal LFG (ml/mnt/1,73 m2) = ( 140 – umur ) x BB * 72 x kreatinin plasma (mg/dl) Pada perempuan dikalikan 0,85 Manifestasi Klinis Manifestasi klins KD sangat bervariasi, tergantung pada penyakit yang mendasarnya. Penderita CKD stadium 1-3 (GFR > 30 mL/min) biasanya asimtomatik dan gejala klinis biasanya baru muncul pada CKD stadium 4 dan 5. Kerusakan ginjal yang progresif dapat menyebabkan: Peningkatan tekanan darah akibat overload cairan dan produksi hormon vasoaktif (hipertensi, edem paru dan gagal jantung kongestif) Gejala uremia (letargis, perikarditis hingga ensefalopati) Akumulasi kalium dengan gejala malaise hingga keadaan fatal yaitu aritmia Gejala anemia akibat sintesis eritropoietin yang menurun Hiperfosfatemia dan hipokalsemia (akibat defisiensi vitamin D3) Asidosis metabolik akibat penumpuan sulfat, fosfat, dan asam urat Penatalaksanaan Derajat LFG Perencanaan pelanatalaksanaan terapi ( ml/mnt/1,873 m2 ) 1 > 90 Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular 2 60 – 89 Menghambat pereburukan fungsi ginjal 3 30 – 59 Mengevaluasi dan melakukan terapi pada komplikasi 4 15 – 29 Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis) 5 < 15 ( atau Dialisis dan mempersiapkan terapi penggantian dialisis) ginjal ( transplantasi ) 1. Terapi spesifik terhadap penyakitnya Waktu paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal masih normal secara USG, biopsi dan pemeriksaan histopatologi dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. 2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG, untuk mengetahui kondisi komorbid. Faktor komorbidantara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi tidak terkontrol, infeksi tract. urinarius, obstruksi tract urinarius, obat –obatan nefrotoksik, bahan kontras atau peningkatan penyakit dasarnya. 3. Menghambat perburukan fungsi ginjal Faktor utama : hiperfiltrasi glomerulus, ada 2 cara untuk menguranginya yaitu ; Pembatasan Asupan Protein mulai dilakukan LFG < 60 ml/mnt. Protein diberikan 0,6 - 0,8/kgBB/hr. Jumlah kalori 30-35 kkal/kgBB/hr. Terapi farmakologis pemakaian OAH, untuk megurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa OAH terutama ACEI, sebagai antihipertensi dan antiproteinuria. 4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler Meliputi pengendalian DM, hipertensi, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit 5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi Anemia disebabkan oleh defisiensi eritropoetin, defisiensi besi, kehilangan darah ( perdarahan saluran cerna, hematuri ), masa hidup eritrosit yang pendek akibat hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut atau kronik. Evaluasi anemia dimulai saat Hb < 10 g% atau Ht <30%, meliputi evaluasi status besi ( kadar besi serum/serum iron ), kapasitas ikat besi total, feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan hemolisis, dsb. Pemberian EPO, perhatikan status besi. Sasaran Hb 11-12 gr/dl Osteodistrofi renal mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol Hiperfosfatemia Pembatasan fosfat (diet rendah fosfat, tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam ). Asupan Fosfat 600-800 mg/hari. Pemberian pengikat fosfat garam kalsium, aluminium hidroksida, garam magnesium. Garam kalsium yang banyak dipakai kalsium karbonat & kalsium acetat. Pemberian kalsitriol kadar fosfat normal, kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal Pembatasan cairan dan elektrolit cairan masuk = cairan keluar Terapi pengganti ginjal ( hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplan ginjal ) stadium 5 LFG < 15 ml/mnt HYPERTENSION HEART DISEASE DEFINISI Penyakit jantung hipertensi adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventrikel hipertrofi (hipertrofi ventrikel kiri), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. PATOGENESIS PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI Hipertrofi ventrikel kiri(HVK) merupakan kompensasi jantung terhadap tekanan darah tinggi ditambah dengan factor neorohumoral yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolic akan mulai terganggu akibat dari gagguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi system RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolic ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik). Iskemia miokard (asimptomatik, angina pectoris, infark jantung, dll) dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses ateroskeloris dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, Iskemia miokard, dan gangguan fungsi endotel merupakan factor utama kerusakan miosit pada hipertensi. Manifestasi klinis Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya, kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik, biasanya disebabkan oleh : 1. Peningkatan tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten 2. Penyakit jantung/hipertensi vascular seperti cepat capek, sesak nafas, sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vascular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient serebral ischemic 3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder :polidipsia, poliuria, dan kelemahan otot pada aldoteronisme primer, peningkatan BB dengan emosi yang labil pada syndrome Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy) PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisis dimulai dengan menilai keadaan umum : memperhatikan keadaan khusus seperti : Cushing, feokromositoma, perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas disbanding bawah yang sering ditemukan pada koarktasio aorta. Pengukuran tekanan darah di tangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith Wargener-Barcker sangat berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk menilai stenosis atau oklusi. Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk menilai HVK dan tanda-tanda gagal jantung. Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolic akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop arterial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari peniggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3(gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolic ventrikel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventrikel kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut summation gallop . Paru perlu diperhatikan apakah ada suara nafas tambahan seperti ronki basah atau ronki kering. Tekanan darah di betis harus diukur minimal sekali pada hipertensi usia kuang dari 30 tahun. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium awal meliputi : Urinalisis : protein, leukosit, eritosit, dan silinder Hemoglobin/hematokrit Elektroli darah : kalium Ureum/kreatinin Gula darah puasa Kolesterol total Elektokardiografi menunjukkan HVK pada sekitar 20-50% Kadar TSH Leukosit darah Trigliserida, HDL, dan kolesterol LDL Kalsium dan fosfor Foto toraks Ekokardiografi Indikasi ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah: Konfimasi gangguan jantung atau murmur Hipertensi dengan kelainan katup jantung Hipertensi pada anak atau remaja Hipertensi saat aktifitas, tetapi normal pada saat istirahat Hipertensi disertai sesak nafas yang belum jelas sebabnya CONGESTIVE HEART FAILURE Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Penyebab terjadinya CHF Penyakit jantung koroner Hipertensi Tiroid heart disease Rheumatic heart disease Aritmia jantung Cardiomiopati Patofisiologi Penyebab tersering terjadinya gagal jantung adalah gangguan / kerusakan fungsi miokard ventrikel kiri disamping adanya penyakit pada pericardium, miokardium, endokardium ataupun pembuluh darah besar. Penurunan fungsi ventrikel kiri mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung yang selanjutnya menyebabkan teraktivasinya mekanisme kompensasi neurohormonal yang bertujuan mengembalikan kinerja jantung dalam memenuhi kebutuhan jaringan. Aktivasi sistem simpatis menimbulkan peningkatan denyut jantung dan vasokontriksi perifer sehingga curah jantung dapat meningkat kembali. Aktivasi Renin-Angiotensin- Aldosterone System (RAAS) menyebabkan vasokontriksi (angiotensin) dan peningkatan volume darah melalui retensi air dan natrium (aldosteron). Mekanisme kompensasi yang terus berlangsung ini akan menyebabkan stress pada miokardium sehingga menyebabkan terjadinya remodeling yang progresif, dan pada akhirnya dengan mekanisme kompensasipun jantung tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan jaringan (dekompensasi). Gagal Jantung Kiri Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi S3, kecemasan dan kegelisahan. Gagal Jantung Kanan Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol adalah kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena jugularis (vena leher), asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah. Diagnosis Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor. Adapun kriteria Framingham sebagai berikut Mayor : o Paroksismal nocturnal dispneu o Distensi vena leher o Ronki paru o Kardiomegali o Edema paru akut o Gallop S3 o Peninggian tekanan vena jugularis o Refluks hepatojugular Minor : o Edema ekstremitas o Batuk malam hari o Dispnea d’effort o Hepatomegali o Efusi pleura o Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal o Takikardia (>120 x/menit) Kriteria mayor atau minor : o Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan Klasifikasi New York Heart Association (NYHA) pertama kali membuat klasifikasi gagal jantung yang berdasarkan pada derajat keterbatasan fungsional. Pembagian fungsional NYHA sering digunakan untuk menentukan progresifitas gagal jantung. Sistem ini membagi pasien atas 4 kelas fungsional yang bergantung pada gejala yang muncul, yaitu Asimptomatis (kelas I), Gejala muncul pada aktifitas ringan (kelas II), Gejala muncul pada saat aktifitas berat (kelas III) dan Gejala muncul pada saat istirahat (kelas IV). Kelas fungsional pada penderita gagal jantung cenderung berubah-ubah. Bahkan perubahan ini dapat terjadi walaupun tanpa perubahan pengobatan dan tanpa perubahan pada fungsi ventrikel yang dapat diukur. EFUSI PLEURA Definisi Efusi pleura adalah akumulasi abnormal cairan dalam rongga pleura yang dihasilkan dari produksi cairan yang berlebihan atau penurunan penyerapan Etiologi Ruang pleura yang normal mengandung sekitar 1 ml cairan, mewakili keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik di pembuluh pleura visceral dan parietal dan drainase limfatik. Efusi pleura terjadi dari terganggunya keseimbangan ini. 1. Perubahan permeabilitas dari membran pleura (misalnya, radang, keganasan, emboli paru) 2. Penurunan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia, sirosis) 3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan vaskuler (misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat hipersensitivitas, uremia, pankreatitis). 4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan /atau paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior). 5. Pengurangan tekanan dalam rongga pleura, mencegah ekspansi paru penuh (misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma) 6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan, termasuk obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma) 7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi melintasi diafragma melalui limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal) Jenis Cairan Pada Efusi Pleura Efusi pleura umumnya diklasifikasikan sebagai transudat atau eksudat, berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan kimia cairan pleura. Transudat hasil dari ketidakseimbangan dalam tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau penurunan drainase limfatik. Dalam beberapa kasus, cairan pleura mungkin memiliki kombinasi karakteristik transudat dan eksudatif. Untuk membedakan transudat dan eksudat jika memenuhi dua dari tiga kriteria Light maka cairan tersebut adalah eksudat : a. Ratio kadar protein cairan efusi pleura/ kadar protein serum >0.5 b. Ratio kadar LDH cairan efusi pleura/ kadar LDH serum >0.6 c. Kadar LDH cairan efusi pleura >2/3 batas atas nilai normal kadar LDH serum Patofisiologi Normalnya cairan pleura masuk ke dalam rongga pleura dari dinding dada (pleura parietalis) dan mengalir meninggalkan rongga pleura menembus pleura viseralis untuk masuk ke dalam aliran limfe. Tekanan hidrostatik di kapiler sistemik (dinding dada) besarnya 30 cm H2O. Tekanan negatif di dalam rongga pleura adalah -5 cm H2O, (30 cm dikurangi -5 cm = 35 cm). Tekanan osmotik koloid di kapiler sistemik (dinding dada) besarnya 34 cm H2O. Tekanan osmotik koloid di rongga pleura adalah 8 cm H2O. Perbedaan tekanan osmotik koloid antara kapiler sistemik dengan tekanan osmotik koloid di ronggan pleura = 26 cm H2O. Cairan cenderung mengalir dari daerah bertekanan osmotik rendah ke arah daerah bertekanan osmotik tinggi. Berdasarkan perbedaan tekanan osmotik, seharusnya cairan di dalam rongga pleura cenderung mengalir dari rongga pleura ke dinding dada, akan tetapi karena tekanan hidrostatik dari dinding dada ke arah rongga pleura lebih besar, yaitu 35 cm H2O cairan dari dinding dada akan masuk ke dalam rongga pleura Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan Fisik Perkusi paru akan terdengar bunyi redup sesuai dengan luasnya lesi dan pada auskultasi paru, suara vesikuler paru menghilang. Pemeriksaan Penunjang Foto toraks Pemeriksaan mikroskopis dan sitologi cairan pleura Pemeriksaan biokimia Pemeriksaan bakteriologi Aspirasi cairan pleura HIPERTENSI PADA USIA MUDA Definisi Khusus untuk remaja, Gauthier dkk membagi hipertensi pada reaja menjadi hipertensi ringan apabila tekanan darah 140/90 – 149/ 99 mmHg, hipertensi sedang 150/100 – 159/109 mmHg, dan hipertensi berat = 160/110 mmHg. Jadi pada remaja, dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg. Etiologi Penyebab hipertensi yang paling sering pada remaja (usia 13-18 tahun) adalah hipertensi esensial dan penyakit parenkim ginjal. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa hipertensi esensial tercatat lebih dari 80% sebagai penyebab hipertensi pada remaja diikuti oleh penyakit ginjal lainnya. Penyakit renovaskular dapat dicurigai pada remaja yang menderita hipertensi berat. Juga terdapat beberapa penyebab hipertensi yang jarang, seperti renin-secreting tumor, pheochromocytoma, obat-obatan (kokain, kontrasepsi, dekongestan), dan sebagainya Hipertensi Esensial Banyak bukti yang mendukung konsep hipertensi esensial berawal dari masa kanak-kanak, meskipun hipertensi esensial lebih sering terjadi pada remaja dibanding pada anak. Remaja dengan hipertensi esensial kebanyakan tanpa gejala (asimtomatik) dan sering terdeteksi hanya pada saat pemeriksaan rutin. Obesitas sering dihubungkan dengan hipertensi esensial dan dijumpai pada hampir 50% kasus. Riwayat keluarga yang menderita hipertensi sering dijumpai. Faktor lingkungan juga berpe dalam hipertensi esensial seperti konsumsi garam yang tinggi, konsumsi alkohol, merokok, stres psikogenik, sosial ekonomi, dan faktor predisposisi lainnya seperti ras dan jenis kelamin. Hipertensi Sekunder Penyakit Ginjal Pada remaja, setelah hipertensi esensial penyakit ginjal juga merupakan penyebab hipertensi yang sering. Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit ginjal dapat berasal dari parenkim atau pembuluh darah ginjal. Hipertensi yang berasal dari penyakit parenkim ginjal dapat ditemukan pada penyakit glomerulonefritis akut pasca streptokokus, pielonefritis, lupus eritematosus sistemik, gagal ginjal akut, anomali kongenital seperti hipoplasia ginjal segmental, dan ginjal polikistik. Selain penyakit parenkim ginjal, 12% penyebab hipertensi kronik pada remaja juga berasal dari penyakit pembuluh darah ginjal/arteri renalis. Penyakit kardiovaskular Koarktasio aorta merupakan penyakit kardiovaskular yang selalu menyebabkan hipertensi, baik masa bayi maupun pada usia anak dan remaja. Di dalam kepustakaan disebutkan sebanyak 2% koarktasio aorta sebagai penyebab hipertensi sekunder. Penyakit / gangguan endokrin. Feokromositoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel kromafin yang berlokasi di bagian medula kelenjar adrenal. Sekitar 0,5 % dari penyebab hipertensi sekunder pada anak berasal dari feokromositoma. Sel- sel kromafin merupakan tempat untuk mensintesis, menyimpan dan mensekresikan hormon katekolamin, yaitu suatu neurotransmiter alfa adrenergik yang memegang peranan dalam patogenesis hipertensi.29 Gangguan endokrin lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah sindrom Cushing, sindrom adrenogenital, hiperaldosteronisme esensial, dan hyperplasia adrenal kongenital. Penatalaksanaan Non Farmakologi Pengobatan hipertensi secara non farmakologik termasuk di antaranya mencegah dan mengatasi obesitas, peningkatan aktivitas fisik dan olah raga, modifikasi diet termasuk mengurangi konsumsi garam, dan berhenti merokok.. Jumlah garam yang dianjurkan adalah 0.5-1 mEq/kgBB/hari atau kira-kira 2 gram NaCl / hari untuk remaja dengan berat badan 20-40kg. Berhenti merokok, minum alkohol dan obat golongan simpatomimetik, juga dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Bila dengan cara ini, setelah beberapa minggu tidak berhasil menurunkan tekanan darah atau sebaliknya jadi meningkat, maka selanjutnya diperlukan pengobatan farmakologik. Farmakologi Pengobatan farmakologik harus diberikan kepada remaja yang menderita hipertensi berat, atau yang tidak respon dengan pengobatan non farmakologik. Tidak ada data yang menunjukkan kapan obat sebaiknya diberi kepada penderita hipertensi ringan atau sedang.31 Sejak tahun 1990-an, obat b-adrenergik blocker, ACE inhibitor, dan calcium channel antagonis telah dianjurkan sebagai awal monoterapi. Jika awal monoterapi dalam dua minggu gagal menurunkan tekanan darah, dapat ditambahkan diuretik. Jika responnya masih kurang memuaskan, langkah ke-3 adalah mengganti diuretik dengan suatu vasodilator. Langkah terakhir adalah menggunakan vasodilator minoxidil sebagai pengganti vasodilator sebelumnya, dan menggantikan ACE inhibitor atau calcium-channel antagonist dengan obat yang bereaksi secara sentral.