CHRONIC KIDNEY DISEASE Chronic kidney disease (CKD)

advertisement
CHRONIC KIDNEY DISEASE
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu keadaan terjadinya kerusakan ginjal
atau laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60 mL/menit dalam waktu 3 bulan atau
lebih.1-7 Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan irreversible
yang akan berkembang terus menjadi gagal ginjal terminal. Adanya kerusakan
ginjal tersebut dapat dilihat dari kelainan yang terdapat dalam darah, urin,
pencitraan, atau biopsi ginjal
Batasan
Batasan yang tercantum dalam clinical practice guidelines on CKD menyebutkan
bahwa seorang anak dikatakan menderita CKD bila terdapat salah satu dari
kriteria dibawah ini:
1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktur
atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan glomerular filtration rate (GFR),
yang bermanifestasi sebagai satu atau lebih gejala:
i)
Abnormalitas komposisi urin
ii)
Abnormalitas pemeriksaan pencitraan
iii)
Abnormalitas biopsi ginjal
2. GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa gejala
kerusakan ginjal lain yang telah disebutkan.
Klasifikasi
Stadium
GFR
Deskripsi
(mL/menit/1,73 m2 )
1
> 90
Kerusakan ginjal dengan GFR normal /
meningkat
2
60 – 89
Kerusakan ginjal dengan GFR ringan
3
30 – 59
Kerusakan ginjal dengan GFR sedang
4
15 – 29
Kerusakan ginjal dengan GFR berat
5
< 15 ( atau dialisis)
Gagal ginjal
LFG (ml/mnt/1,73 m2) = ( 140 – umur ) x BB *
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Pada perempuan dikalikan 0,85
Manifestasi Klinis
Manifestasi klins KD sangat bervariasi, tergantung pada penyakit yang
mendasarnya.
Penderita CKD stadium 1-3 (GFR > 30 mL/min) biasanya
asimtomatik dan gejala klinis biasanya baru muncul pada CKD stadium 4 dan 5.
Kerusakan ginjal yang progresif dapat menyebabkan:

Peningkatan tekanan darah akibat overload cairan dan produksi hormon
vasoaktif (hipertensi, edem paru dan gagal jantung kongestif)

Gejala uremia (letargis, perikarditis hingga ensefalopati)

Akumulasi kalium dengan gejala malaise hingga keadaan fatal yaitu aritmia

Gejala anemia akibat sintesis eritropoietin yang menurun

Hiperfosfatemia dan hipokalsemia (akibat defisiensi vitamin D3)

Asidosis metabolik akibat penumpuan sulfat, fosfat, dan asam urat
Penatalaksanaan
Derajat LFG
Perencanaan pelanatalaksanaan terapi
( ml/mnt/1,873
m2 )
1
> 90
Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya, kondisi
komorbid, evaluasi pemburukan fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskular
2
60 – 89
Menghambat pereburukan fungsi ginjal
3
30 – 59
Mengevaluasi dan melakukan terapi pada
komplikasi
4
15 – 29
Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis)
5
< 15 ( atau
Dialisis dan mempersiapkan terapi penggantian
dialisis)
ginjal ( transplantasi )
1. Terapi spesifik terhadap penyakitnya
Waktu paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG sehingga
pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal masih normal secara
USG, biopsi dan pemeriksaan histopatologi dapat menentukan indikasi yang
tepat terhadap terapi spesifik.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG, untuk mengetahui kondisi
komorbid. Faktor komorbidantara lain  gangguan keseimbangan cairan,
hipertensi tidak terkontrol, infeksi tract. urinarius, obstruksi tract urinarius,
obat –obatan nefrotoksik, bahan kontras atau peningkatan penyakit dasarnya.
3. Menghambat perburukan fungsi ginjal

Faktor
utama
:
hiperfiltrasi
glomerulus,
ada
2
cara
untuk
menguranginya yaitu ; Pembatasan Asupan Protein mulai
dilakukan LFG < 60 ml/mnt. Protein diberikan 0,6 - 0,8/kgBB/hr.
Jumlah kalori 30-35 kkal/kgBB/hr.

Terapi farmakologis pemakaian OAH, untuk megurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa OAH terutama
ACEI, sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler
Meliputi pengendalian DM, hipertensi, dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia
dan terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
 Anemia disebabkan oleh defisiensi eritropoetin, defisiensi besi,
kehilangan darah ( perdarahan saluran cerna, hematuri ), masa hidup
eritrosit yang pendek akibat hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan
sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut atau
kronik. Evaluasi anemia dimulai saat Hb < 10 g% atau Ht <30%,
meliputi evaluasi status besi ( kadar besi serum/serum iron ), kapasitas
ikat besi total, feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi
eritrosit, kemungkinan hemolisis, dsb. Pemberian EPO, perhatikan
status besi. Sasaran Hb 11-12 gr/dl
 Osteodistrofi renal  mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian
hormon kalsitriol
 Hiperfosfatemia

Pembatasan fosfat (diet rendah fosfat, tinggi kalori, rendah protein dan
rendah garam ). Asupan Fosfat 600-800 mg/hari.
Pemberian pengikat fosfat garam kalsium, aluminium hidroksida,
garam magnesium.
Garam kalsium yang banyak dipakai kalsium karbonat & kalsium
acetat.
Pemberian kalsitriol  kadar fosfat normal, kadar hormon paratiroid
(PTH) > 2,5 kali normal Pembatasan cairan dan elektrolit cairan masuk
= cairan keluar
 Terapi pengganti ginjal ( hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplan
ginjal ) stadium 5
LFG < 15 ml/mnt
HYPERTENSION HEART DISEASE
DEFINISI
Penyakit jantung hipertensi adalah istilah yang diterapkan untuk
menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventrikel
hipertrofi (hipertrofi ventrikel kiri), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan
penyakit jantung kronis yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
PATOGENESIS PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI
Hipertrofi ventrikel kiri(HVK) merupakan kompensasi jantung terhadap
tekanan darah tinggi ditambah dengan factor neorohumoral yang ditandai oleh
penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolic akan
mulai terganggu akibat dari gagguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul
oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis
dan
aktivasi system RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan
volume diastolic ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi
gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik).
Iskemia miokard (asimptomatik, angina pectoris, infark jantung, dll) dapat
terjadi karena kombinasi akselerasi proses ateroskeloris dengan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, Iskemia miokard, dan
gangguan fungsi endotel merupakan factor utama kerusakan miosit pada
hipertensi.
Manifestasi klinis
Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya, kebanyakan pasien tidak ada
keluhan. Bila simtomatik, biasanya disebabkan oleh :
1. Peningkatan tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa
melayang (dizzy) dan impoten
2. Penyakit jantung/hipertensi vascular seperti cepat capek, sesak nafas, sakit
dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut.
Gangguan vascular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur
karena perdarahan retina, transient serebral ischemic
3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder :polidipsia, poliuria, dan
kelemahan otot pada aldoteronisme primer, peningkatan BB dengan emosi
yang labil pada syndrome Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan
episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat
berdiri (postural dizzy)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisis dimulai dengan menilai keadaan umum : memperhatikan
keadaan khusus seperti : Cushing, feokromositoma, perkembangan tidak
proporsionalnya tubuh atas disbanding bawah yang sering ditemukan pada
koarktasio aorta. Pengukuran tekanan darah di tangan kiri dan kanan saat tidur
dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith Wargener-Barcker sangat
berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk
menilai stenosis atau oklusi.
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk menilai
HVK dan tanda-tanda gagal jantung. Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat
kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolic akibat
regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop arterial atau presistolik) dapat ditemukan
akibat dari peniggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3(gallop ventrikel
atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolic ventrikel kiri
meningkat akibat dari dilatasi ventrikel kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama
disebut summation gallop . Paru perlu diperhatikan apakah ada suara nafas
tambahan seperti ronki basah atau ronki kering. Tekanan darah di betis harus
diukur minimal sekali pada hipertensi usia kuang dari 30 tahun.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi :

Urinalisis : protein, leukosit, eritosit, dan silinder

Hemoglobin/hematokrit

Elektroli darah : kalium

Ureum/kreatinin

Gula darah puasa

Kolesterol total

Elektokardiografi menunjukkan HVK pada sekitar 20-50%

Kadar TSH

Leukosit darah

Trigliserida, HDL, dan kolesterol LDL

Kalsium dan fosfor

Foto toraks

Ekokardiografi
Indikasi ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah:

Konfimasi gangguan jantung atau murmur

Hipertensi dengan kelainan katup jantung

Hipertensi pada anak atau remaja

Hipertensi saat aktifitas, tetapi normal pada saat istirahat

Hipertensi disertai sesak nafas yang belum jelas sebabnya
CONGESTIVE HEART FAILURE
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan
atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan
fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian
preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis
dekompensasi, serta gagal jantung kronis.
Penyebab terjadinya CHF
Penyakit jantung koroner
Hipertensi
Tiroid heart disease
Rheumatic heart disease
Aritmia jantung
Cardiomiopati
Patofisiologi
Penyebab tersering terjadinya gagal jantung adalah gangguan / kerusakan fungsi
miokard ventrikel kiri disamping adanya penyakit pada pericardium, miokardium,
endokardium ataupun pembuluh darah besar. Penurunan fungsi ventrikel kiri
mengakibatkan
terjadinya
penurunan
curah
jantung
yang
selanjutnya
menyebabkan teraktivasinya mekanisme kompensasi neurohormonal yang
bertujuan mengembalikan kinerja jantung dalam memenuhi kebutuhan jaringan.
Aktivasi sistem simpatis menimbulkan peningkatan denyut jantung dan
vasokontriksi perifer sehingga curah jantung dapat meningkat kembali. Aktivasi
Renin-Angiotensin- Aldosterone System (RAAS) menyebabkan vasokontriksi
(angiotensin) dan peningkatan volume darah melalui retensi air dan natrium
(aldosteron). Mekanisme kompensasi yang terus berlangsung ini akan
menyebabkan stress pada miokardium sehingga menyebabkan terjadinya
remodeling yang progresif, dan pada akhirnya dengan mekanisme kompensasipun
jantung tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan jaringan (dekompensasi).
Gagal Jantung Kiri
Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat
terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi)
dengan bunyi S3, kecemasan dan kegelisahan.
Gagal Jantung Kanan
Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol adalah
kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung
tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema
dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena jugularis (vena leher), asites
(penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal), anoreksia dan mual, nokturia
dan lemah.
Diagnosis
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu
dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut
Mayor :
o Paroksismal nocturnal dispneu
o Distensi vena leher
o Ronki paru
o Kardiomegali
o Edema paru akut
o Gallop S3
o Peninggian tekanan vena jugularis
o Refluks hepatojugular
Minor :
o Edema ekstremitas
o Batuk malam hari
o Dispnea d’effort
o Hepatomegali
o Efusi pleura
o Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
o Takikardia (>120 x/menit)
Kriteria mayor atau minor : o Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) pertama kali membuat klasifikasi gagal
jantung yang berdasarkan pada derajat keterbatasan fungsional. Pembagian
fungsional NYHA sering digunakan untuk menentukan progresifitas gagal
jantung. Sistem ini membagi pasien atas 4 kelas fungsional yang bergantung pada
gejala yang muncul, yaitu

Asimptomatis (kelas I),

Gejala muncul pada aktifitas ringan (kelas II),

Gejala muncul pada saat aktifitas berat (kelas III) dan

Gejala muncul pada saat istirahat (kelas IV).
Kelas fungsional pada penderita gagal jantung cenderung berubah-ubah. Bahkan
perubahan ini dapat terjadi walaupun tanpa perubahan pengobatan dan tanpa
perubahan pada fungsi ventrikel yang dapat diukur.
EFUSI PLEURA
Definisi
Efusi pleura adalah
akumulasi
abnormal cairan dalam rongga pleura yang
dihasilkan dari produksi cairan yang berlebihan atau penurunan penyerapan
Etiologi
Ruang pleura yang normal mengandung sekitar 1 ml cairan, mewakili
keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik di pembuluh pleura visceral
dan parietal dan
drainase limfatik. Efusi pleura terjadi dari terganggunya
keseimbangan ini.
1. Perubahan permeabilitas dari membran pleura (misalnya, radang,
keganasan, emboli paru)
2. Penurunan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia,
sirosis)
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan vaskuler (misalnya,
trauma,
keganasan,
peradangan,
infeksi,
infark
paru,
obat
hipersensitivitas, uremia, pankreatitis).
4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan /atau
paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior).
5. Pengurangan tekanan dalam rongga pleura, mencegah ekspansi paru
penuh (misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)
6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan, termasuk obstruksi
duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)
7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi melintasi diafragma
melalui limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis
peritoneal)
Jenis Cairan Pada Efusi Pleura
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan sebagai transudat atau eksudat,
berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan kimia cairan pleura. Transudat
hasil dari ketidakseimbangan dalam tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik,
sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau penurunan drainase
limfatik. Dalam beberapa kasus, cairan pleura mungkin memiliki kombinasi
karakteristik transudat dan eksudatif. Untuk membedakan transudat dan eksudat
jika memenuhi dua dari tiga kriteria Light maka cairan tersebut adalah eksudat :
a. Ratio kadar protein cairan efusi pleura/ kadar protein serum >0.5
b. Ratio kadar LDH cairan efusi pleura/ kadar LDH serum >0.6
c. Kadar LDH cairan efusi pleura >2/3 batas atas nilai normal kadar LDH
serum
Patofisiologi
Normalnya cairan pleura masuk ke dalam rongga pleura dari dinding dada (pleura
parietalis) dan mengalir meninggalkan rongga pleura menembus pleura viseralis
untuk masuk ke dalam aliran limfe. Tekanan hidrostatik di kapiler sistemik
(dinding dada) besarnya 30 cm H2O. Tekanan negatif di dalam rongga pleura
adalah -5 cm H2O, (30 cm dikurangi -5 cm = 35 cm). Tekanan osmotik koloid di
kapiler sistemik (dinding dada) besarnya 34 cm H2O. Tekanan osmotik koloid di
rongga pleura adalah 8 cm H2O. Perbedaan tekanan osmotik koloid antara kapiler
sistemik dengan tekanan osmotik koloid di ronggan pleura = 26 cm H2O. Cairan
cenderung mengalir dari daerah bertekanan osmotik rendah ke arah daerah
bertekanan osmotik tinggi. Berdasarkan perbedaan tekanan osmotik, seharusnya
cairan di dalam rongga pleura cenderung mengalir dari rongga pleura ke dinding
dada, akan tetapi karena tekanan hidrostatik dari dinding dada ke arah rongga
pleura lebih besar, yaitu 35 cm H2O cairan dari dinding dada akan masuk ke
dalam rongga pleura
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Perkusi paru akan terdengar bunyi redup sesuai dengan luasnya lesi dan
pada auskultasi paru, suara vesikuler paru menghilang.
Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks
Pemeriksaan mikroskopis dan sitologi cairan pleura
Pemeriksaan biokimia
Pemeriksaan bakteriologi
Aspirasi cairan pleura
HIPERTENSI PADA USIA MUDA
Definisi
Khusus untuk remaja, Gauthier dkk membagi hipertensi pada reaja menjadi
hipertensi ringan apabila tekanan darah 140/90 – 149/ 99 mmHg, hipertensi
sedang 150/100 – 159/109 mmHg, dan hipertensi berat = 160/110 mmHg. Jadi
pada remaja, dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg
atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg.
Etiologi
Penyebab hipertensi yang paling sering pada remaja (usia 13-18 tahun) adalah
hipertensi esensial dan penyakit parenkim ginjal. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa hipertensi esensial tercatat lebih dari 80% sebagai penyebab
hipertensi pada remaja diikuti oleh penyakit ginjal lainnya. Penyakit renovaskular
dapat dicurigai pada remaja yang menderita hipertensi berat. Juga terdapat
beberapa penyebab hipertensi yang jarang, seperti renin-secreting tumor,
pheochromocytoma, obat-obatan (kokain,
kontrasepsi,
dekongestan), dan
sebagainya
Hipertensi Esensial
Banyak bukti yang mendukung konsep hipertensi esensial berawal dari masa
kanak-kanak, meskipun hipertensi esensial lebih sering terjadi pada remaja
dibanding pada anak. Remaja dengan hipertensi esensial kebanyakan tanpa gejala
(asimtomatik) dan sering terdeteksi hanya pada saat pemeriksaan rutin. Obesitas
sering dihubungkan dengan hipertensi esensial dan dijumpai pada hampir 50%
kasus. Riwayat keluarga yang menderita hipertensi sering dijumpai. Faktor
lingkungan juga berpe dalam hipertensi esensial seperti konsumsi garam yang
tinggi, konsumsi alkohol, merokok, stres psikogenik, sosial ekonomi, dan faktor
predisposisi lainnya seperti ras dan jenis kelamin.
Hipertensi Sekunder
Penyakit Ginjal
Pada remaja, setelah hipertensi esensial penyakit ginjal juga merupakan penyebab
hipertensi yang sering. Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit ginjal dapat
berasal dari parenkim atau pembuluh darah ginjal. Hipertensi yang berasal dari
penyakit parenkim ginjal dapat ditemukan pada penyakit glomerulonefritis akut
pasca streptokokus, pielonefritis, lupus eritematosus sistemik, gagal ginjal akut,
anomali kongenital seperti hipoplasia ginjal segmental, dan ginjal polikistik.
Selain penyakit parenkim ginjal, 12% penyebab hipertensi kronik pada remaja
juga berasal dari penyakit pembuluh darah ginjal/arteri renalis.
Penyakit kardiovaskular
Koarktasio aorta merupakan penyakit kardiovaskular yang selalu menyebabkan
hipertensi, baik masa bayi maupun pada usia anak dan remaja. Di dalam
kepustakaan disebutkan sebanyak 2% koarktasio aorta sebagai penyebab
hipertensi sekunder.
Penyakit / gangguan endokrin.
Feokromositoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel kromafin yang
berlokasi di bagian medula kelenjar adrenal. Sekitar 0,5 % dari penyebab
hipertensi sekunder pada anak berasal dari feokromositoma. Sel- sel kromafin
merupakan tempat untuk mensintesis, menyimpan dan mensekresikan hormon
katekolamin, yaitu suatu neurotransmiter alfa adrenergik yang memegang peranan
dalam
patogenesis
hipertensi.29
Gangguan
endokrin
lain
yang
dapat
menyebabkan hipertensi adalah sindrom Cushing, sindrom adrenogenital,
hiperaldosteronisme esensial, dan hyperplasia adrenal kongenital.
Penatalaksanaan
Non Farmakologi
Pengobatan hipertensi secara non farmakologik termasuk di antaranya mencegah
dan mengatasi obesitas, peningkatan aktivitas fisik dan olah raga, modifikasi diet
termasuk mengurangi konsumsi garam, dan berhenti merokok.. Jumlah garam
yang dianjurkan adalah 0.5-1 mEq/kgBB/hari atau kira-kira 2 gram NaCl / hari
untuk remaja dengan berat badan 20-40kg. Berhenti merokok, minum alkohol dan
obat golongan simpatomimetik, juga dianjurkan untuk menurunkan tekanan
darah.
Bila dengan cara ini, setelah beberapa minggu tidak berhasil menurunkan tekanan
darah atau sebaliknya jadi meningkat, maka selanjutnya diperlukan pengobatan
farmakologik.
Farmakologi
Pengobatan farmakologik harus diberikan kepada remaja yang menderita
hipertensi berat, atau yang tidak respon dengan pengobatan non farmakologik.
Tidak ada data yang menunjukkan kapan obat sebaiknya diberi kepada penderita
hipertensi ringan atau sedang.31 Sejak tahun 1990-an, obat b-adrenergik blocker,
ACE inhibitor, dan calcium channel antagonis telah dianjurkan sebagai awal
monoterapi.
Jika awal monoterapi dalam dua minggu gagal menurunkan tekanan darah, dapat
ditambahkan diuretik. Jika responnya masih kurang memuaskan, langkah ke-3
adalah mengganti diuretik dengan suatu vasodilator. Langkah terakhir adalah
menggunakan vasodilator minoxidil sebagai pengganti vasodilator sebelumnya,
dan menggantikan ACE inhibitor atau calcium-channel antagonist dengan obat
yang bereaksi secara sentral.
Download