( FUNGSI ).

advertisement
BAB 4
FUNGSI
A. PENGERTIAN
Unsur-unsur yang membentuk sebuah fungsi (biasanya) terdiri dari
variabel-variabel dan konstanta. Variabel fungsi adalah unsur yang harus ada
dan yang membentuk suatu fungsi, yang menggambarkan faktor tertentu yang
nilainya dapat berubah-ubah dalam suatu fungsi. Menurut keberadaannya,
variabel fungsi dibedakan menjadi variabel terikat (dependent variable, yaitu
variabel yang nilainya tergantung oleh variabel lain, serta variabel bebas
(independent variable), yaitu variabel yang nilainya tidak tergantung oleh
variabel yang lain.
Konstanta fungsi adalah unsur yang nilainya tetap pada suatu fungsi.
Menurut keberadaannya konstanta dibedakan mcnjadi konstanta variabel
fungsi, yaitu konstanta yang melekat pada suatu variabel fungsi; serta
konstanta bebas, yaitu konstanta yang berdiri sendiri, dan yang hanya kadangkadang saja turut membentuk suatu fungsi.
Contoh 2.1:
y = f(x) = 2x + 3
Bentuk di atas merupakan suatu fungsi untuk nilai-nilai variabel y,
adalah fungsi dari nilai-nilai variabei x atau nilainya tergantung pada nilainilai x. Bilangan 2 (dua) dan 3 (tiga) adalah konstanta yang akan mengubah
nilai-nilai y secara tetap, jika terdapat perubahan pada variabel x.
B. JENIS-JENIS FUNGSI
Menurut bentuknya fungsi dapat dibedakan menjadi seperti Gambar
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 2. 1: Jenis-jenis Fungsi
a. Fungsi Polinom adalah fungsi yang mempunyai satu atau banyak suku dan
variabel bebas.
Bentuk umumnya: y = a0 + a1x + a2x2 + ........ + anxn
Untuk n = bilangan bulat positif
b. Fungsi Linier adalah fungsi polinom yang variabel bebasnya hanya sampai
derajat satu.
Bentuk umumnya : y = ax + b
c. Fungsi Kuadrat adalah fungsi polinom yang variabel bebasnya berderajat
dua.
Bentuk umumnya: y = ax2 + bx + c
d. Fungsi Kubik dan Fungsi Bi Kuadrat bcrturut-turut adalah fungsi polinom
yang pangkat tertinggi (derajat) variabel bebasnya adalah tiga dan empat.
Bentuk umumnya: y = ax3 + bx2 + cx + d
y = ax4 + bx3 + cx2 + dx + e
e. Fungsi Pangkat ialah fungsi yang (hanya mempunyai satu suku) berupa
variabel bebas berderajat bilangan rill.
Bentuk umumnya: y = xn  n = bilangan rill
f. Fungsi Eksponen adalah fungsi dari konstanta berderajat variabel bebas.
Bentuk umumnya: y = nx  n = bilangan riil, x = bilangan negatif / positif
g. Fungsi Logaritma adalah fungsi invers (balikan) dari fungsi eksponen,
variabel bebasnya sebagai bilangan logaritma.
Bentuk umumnya: y = nlog x
h. Fungsi Trigonometri adalah fungsi yang variabel bebasnya terkait dalam
bentuk-bentuk goneometri.
Bentuk umumnya: y = Cos 2x
i. Fungsi Hiperbolik atau disebut juga Fungsi Siklometri adalah fungsi yang
variabel bebasnya terkait dengan balikan (invers) dari bentuk-bentuk
goneometri, atau dengan kata lain fungsi hiperbolik adalah balikan dari
fungsi trigonometri Bentuk umumnya: y = arc Cos 2x
Atau
y = Cosh 2x  Cosh = kosinus hiperbolikus
j. Fungsi Tak Rasional Irrasional adalah akar dari fungsi polinom.
Bentuk umumnya
Y  m n0  a1 x  a2 x 2  ...  a0 x n
Untuk m, n = bilangan rill / nyata
k. Fungsi Rasional dapat juga berupa Fungsi Pecah adalah fungsi dari hasil
bagi dua polinom.
Bentuk umumnya:
a0  a1 x  a2 x 2  ...  an x n
Y
b0  b1 x  b2 x 2  ...  bn x n
Untuk n = bilangan bulat tak negatif
Di samping fungsi yang telah disebutkan di atas, fungsi dapat
dibedakan pula menjadi fungsi eksplisit dan implisit. Fungsi Eksplisit adalah
fungsi yang variabel bebas dan variabel terikatnya tidak terdapat dalam satu
sisi dan jelas atau mudah dibedakan. Fungsi Implisit adalah fungsi yang
variabel bebas dan variabel terikatnya berada pada satu sisi dan tidak dengan
mudah dapat dibedakan.
Contoh bentuk umum dari kedua fungsi tersebut adalah :
Fungsi Eksplisit: y = f(x)  y = ax + b
Fungsi Implisit: f(y,x) = 0  y = ax – b = 0
Dengan melihat bentuk tersebut di atas, maka fungsi eksplisit dapat
diubah bentuknya menjadi fungsi implisit. Tetapi pengubahan dari fungsi
implisit ke fungsi eksplisit dapat menghasilkan dua kemungkinan. yaitu
dalam bentuk
y = f(x) = ax + b atau dalam bentuk x = f(y) = ( 1/a)y - b/a
C. PENGENALAN FUNGSI
1. Cara Notasi Matematis (Lambung)
Cara ini paling banyak dipakai dalam pembahasan matematika, oleh
karena jelas, mudah diketahui (dipahami) bentuknya, singkat serta mudah
dalam pengoperasian antar fungsi. Kelemahan dengan cara ini adalah tidak
dapat mengetahui pengaruh setiap perubahan suatu variabel terhadap
variabel yang lain dengan cepat.
.
Contoh 2.2:
-
Fungsi Linier :
y = 2x + 5
-
Fungsi Kuadrat :
y = x2 - 3x + 2
2. Cara Daftar (Lajur)
Untuk mengatasi kelemahan pada cara notasi (lambang) matematis,
maka cara daftar dipakai untuk melengkapi pengetahuan tentang suatu
fungsi. Cara ini dilakukan dengan membuat daftar nilai variabel bebas
yang mungkin terjadi dan kemudian dipasangkan dengan nilai-nilai
variabel terikatnya berdasarkan pada bentuk fungsinya.
Contoh 2.3:
Dari masing-masing bentuk fungsi pada contoh cara notasi
sebelumnya (Contoh 2.2), dapat dibuat daftar pasangannya sebagai berikut
:
X
Y
2
1
1
3
0 1 2 3
5 7 9 11
X
Y
2
12
1
6
0 1 2 3
2 0 0 2
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa setiap harga variabel x,
sebagai variabel bebas dan unsur utama, hanya mempunyai satu pasangan
dan variabel y, sebagai variabel terikat dan unsur kedua. Pada variabel x
yang tidak boleh mempunyai harga yang sama, tetapi pada variabel y
harga yang sama itu dimungkinkan adanya. Hal itu sesuai dengan definisi
fungsi di muka.
3. Cara Penggambaran (Grafik)
Pengenalan fungsi dengan cara ini dapat dilakukan dengan bantuan
dua cara sebelumnya, terutama sekali pada cara daftar (lajur), yang tidak
lain adalah untul lebih memudahkan dan akuratnya (tepatnya) gambar atau
grafik fungsi tersebut.
Contoh 2.4:
Berdasarkan pada dua hasil contoh diatas (Contoh 2.2 dan Contoh
2.3), maka dapat dibuat grafiknya seperti yang terlihat pada gambar 2.2
FUNGSI LINIER
A. PENGERTIAN
Seperti telah disebutkan di muka bahwa bentuk umum fungsi atau
persamaan linier adalah y = ax - b, untuk x sebagai variabel bebas dan y
adalah fungsi dari x, atau y merupakan variabel terikat yang tergantung pada
nilai x. Sedangkan a adalah koefisien variabel x, yang merupakan gradien,
slope, kecondongan, lereng, curam, koefisien arah, atau garis fungsi dengan
Sumbu horizontal x. Nilai a adalah sebesar :
d  tg  
y y 2  y1

x x2  x1
Hal itu berarti jika gradien a bernilai positif, maka garis akan condong
ke kanan atau naik dari kiri bawah ke kanan atas, sedangkan jika gradien a
bernilai negatif, maka garis fungsi akan condong ke kiri atau turun dari kiri
atas ke kanan bawah b adalah nilai y pada saat fungsi memotong sumbu
vertikal atau sumbu y. Dalam hal b = 0, maka garis fungsi akan memotong
titik pangkal. Jika b bernilai negatif, maka garis akan memotong sumbu Y
positif atau di atas titik pangkal.
Dari
keterangan
tersebut,
maka
dapat
digambarkan
berbagai
kemungkinan bentuk-bentuk fungsi linier seperti yang terlihat pada gambar 3.
1:
B.
PEMBENTUKAN FUNGSI LINIER
1. Cara Dwi koordinat
Pembentukan persamaan linier dengan cara ini mengharuskan
adanya dua buah titik dengan koordinat yang berlainan. Jadi jika
diperoleh dua buah titik A(x1,y1) dan B (x2 , y2) , maka persamaan
liniernya adalah :
y  y1
x  x1

y 2  y1 x2  x1
Apabila dimodifikasikan ke dalam persamaan linier sesungguhnya
menjadi :
y
x  x1
 y 2  y1   y1
x2  x1
Dapat pula koordinat dua buah titik tersebut dimasukkan ke
dalam persamaan atau bentuk umumnya, dan kemudian dieliminasikan
sebagai berikut:
Bentuk umum
: y = ax + b
Persamaan I. A(X1 ,Y1)
: y1 = ax1 +b
Persamaan II, B(X2 ,Y2)
: y2 = ax2 + b(-)
Menjadi :
y1 – y2 = a(x1 – x2 )
a
y1  y 2 y

x1  x2 x
, yang tidak lain adalah tg 
Kemudian dengan memasukkan harga pada salah satu titik A atau
B dan slope dari a tersebut ke bentuk umum y = ax + b kembali, atau
dengan rumus b = y1 -2x1, maka dapat diperoleh persamaan linier yag
dicari.
Contoh 3.1:
Diketahui dua buah titik dari suatu persamaan linier A(2,1) dan
B(4,5). Bentuklah persamaan linier tersebut.
Jawab :
Dengan rumus :
y
x  x1
 y 2  y1   y1
x2  x1
y
x2
5  1  1
42
y
x2
4  1
2
maka :
A(2,1) dan B(4.5) :
y  2x  4  1
 y  2x  3
Dengan memasukkan ke bentuk umum :
Maka :
A(2,1) dan B(4,5) :
a
y1  y
x1  x 2
a
1 5  4

24 2
a2
Jika pcrsamaan linier y = ax + b, maka pada A(2,1 ) dan a = 2 akan
menjadi :
1 = 2 (2) + b  b = -3
Jadi persamaan liniernya adalah y = 2x - 3.
2. Cara Slope-Koordinat.
Pembentukkan persamaan linicr dengan cara ini memcrlukan
adanya koefisien arah dan sebuah titik koordinat (x,y). Dengan kedua hal
tersebut dapat diperoleh persarnaan liniernya, yaitu dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
y – y1 = a(x-x1)
Apabila rumusan di atas dimodifikasikan dapat menjadi sebagai berikut:
y = a(x – x1) + yl
Contoh 3.3:
Buatlah sebuah persamaan linier yang melalui titik A(4,5) dan
mempunyai lereng garis fungsi 4 (empat).
Jawab:
y = a(x – x1) + y1
y = 4(x – 4) + 5
y = 4x – 16 + 5  y = 4x - 11
Untuk memperoleh kebenaran persamaan linicr yang telah berhasil
dibuat, mska absis atau harga x dari titik yang bersangkutan dunasukkan
ke dalam persamaan. Jika hasilnya sesuai dengan ordinatnya atau harga y,
maka dapat disimpulkan bahwa pcrsamaan tersebut sudah benar.
Dari contoh 3.1 y = 2x - 3
-
Pada A (2,l)
y = 2.2 - 3  y = 1
-
Pada B (4,5)
y= 2.4 - 3  y = 5
Jadi persamaan tersebut sudah benar. Dari fungsi II :
x–1
y
4.1  8
 y6
2
x–2
y
4.2  8
 y 8
2
x–3
y
4.3  8
 y  10
2
Dari perhitungan pembuktian tersebut terlihat bahwa untuk nilainilai x tertentu mengakibatkan hasil nilai y yang sama besarnya antara
fungsi pertama dan fungsi kedua. Sehingga kedua fungsi terebut jika
dibuatkan dalam satu gambar akan seperti yang tercermin pada gambar
3.2.
Gambar 3.2 : Hubungan Dua Fungsi Linier Berhimpit
2. Sifat Hubungan Sejajar
Hubungan sejajar ini dapat terjadi jika terdapat suatu fungsi yang
mempunyai lereng (slope) yang sama dengan lereng fungsi yang lain,
sedangkan konstanta bebas kedua fungsi berbeda nilainya. Hal itu berarti
bahwa a1 = a2 dan b1  b2.
Contoh 3.5 :
Fungsi I :
y=x+1
Fungsi II :
2x – 2y + 6 = 0
Kedua fungsi sejajar karena pada fungsi kedua dapat diperoleh 2y = 2x + 6,
dan akan menjadi y = x + 3. Bukti :
Dari Fungsi I
:
y=x+1
x=0 :
y=0+1

y=1
x=1 :
y=1+1

y=2
x=2 :
y=2+1

y=3
Dari Fungsi II
:
y=x+3
x=0 :
y=0+3

y=3
x=1 :
y=1+3

y=4
x=2 :
y=2+3

y=5
Dari pembuktian tersebut terlihat bahwa nilai-nilai perubahan x
mengakibatkan perubahan nilai-nilai y dari fungsi pertama dan kedua secara
tetap dengan selisih 2. sehingga kedua fungsi tersebut jika dipetakan dalam
satu gambar akan menjadi seperti yang terlihat pada gambar 3.3:
Gambar 3.3 : Hubungan Dua Fungsi Linier Sejajar
3. Sifat Hubungan Berpotongan Tegak Lurus
Hubungan kedua fungsi linier ini dapat terjadi jika lereng fungsi
pertama merupakan kebalikan dan bertanda berlawanan (kebalikan negatif)
dengan lereng fungsi kedua. Hal itu berarti bahwa a1  a2, dan a1 = -1/ a2 atau
a1.a2 = -1
Contoh 3.6:
Fungsi I
: y = 0.5x + 4
Fungsi II : y = -2x + 4
Kedua fungsi berpotongan tegak lurus karena
a1.a2 = -1
0,5 (-2) = -1
Bukti
-1 = -1
Dari Fungsi I
y = 0,5x + 4
X=0:
y = 0,5(0) + 1
y=1
X=1:
y = 0,5(1) + 1
y = 1,5
X=2:
y = 0,5(2) + 1
y=2
Dan Fungsi II
y = -2 y + 4
X=0:
y = -2(0) + 4
y=4
X=1:
y = -2(1) + 4
y=2
X=2:
y = -2(2) + 4
y=0
Kedua fungsi tersebut di atas jika digambarkan akan tereermin seperti nampak
pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 : Hubungan Dua Fungsi Linier Berpotongan Tegak Lurus
3. Sifat Hubungan Berpotongan
Kedua fungsi linier akan berpotongan jika lereng fungsi pertama
bukan kebalikan negatif, serta tidak sama dengan lereng fungsi kedua. Hal itu
berarti bahwa a1.a2  -1, dan a1  a2.
Contoh 3.7 :
Fungsi 1
:y=x-2
Fungsi 11 : y = -3x + 1
Kedua fungsi berpotongan, tetapi tidak tegak lurus karena : a1  a2
3 dan
a1  a2 -1
l -
1.-3 - 1
Bukti :
Dari Fungsi I
y=x-2
X=0:
y=0-2
y = -2
X=1:
y=1-2
y = -1
X=2:
y=2-2
y=0
Dan Fungsi II
y = -3x + 1
X=0:
y = -3.0 + 1
y=4
X=1:
y = -3.1 + 1
y=2
X=2:
y = -3.2 + 1
y=0
Sehingga kedua fungsi linier tersebut di atas dapat digambarkan, menjadi
seperti nampak pada gambar 3.5.
Gambar 3.5: Hubungan Dua Fungsi Linier Berpatongan
(Tidak Tegak Lurus)
A. PENERAPAN DALAM EKONOMI
Di dalam teori ekonomi, fungsi linier eukup luas dipergunakan untuk
menjelaskan suatu masalah, yang berhubungan dengan dua variabel ekonomi
yang saling mempengaruhi, terutama yang menyangkut ekonomi mikro,
ekonomi makro dan produksi.
Di bawah ini akan dibahas beberapa di antaranya seperti fungsi
permintaan dan penawaran, fungsi biaya dan penerimaan, fungsi pendapatan
disposabel dan pendapatan nasional, dan optimal grafis.
a. Permintaan dan Penawaran
Dalam pembahasan ekonomi, konsep permintaan dan penawaran
mendapat porsi yang eukup penting, karena menyangkut kegiatan manusia
yang mendasar, dalam hal pemenuhan kebutuhannya atas barang dan jasa.
Fungsi permintaan menyangkut hubungan antara jumlah barang
yang diminta dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, misalnya
harga barang tersebut, harga barang lain, daya beli, selera konsumen dan
pengaruh orang lain.
Mengingat Banyaknya variabel Yang mempengaruhi tersebut
dalam agar dapat dijabarkan ke dalam suatu bentuk linier dua variabel,
maka fungsi permintaan biasanya dianggap hanya dipengaruhi oleh tingkat
harga saja, sedangkan variabel yang lain dianggap tetap atau tidak berubah
(eeteris paribus).
Hukum permintaan menyatakan bahwa jika harga suatu barang
naik (Citeris paribus), maka jumlah yang diminta akan turun. Dan apabila
harga turun, maka jumlah barang yang diminta akan naik oleh karena itu
tujuan pengamanan fungsi permintaan adalah untuk mengetahui jumlah
barang yang diminta pada berbagai tingkat harga barang. Meskipun
demikian, pada kondisi khusus. misalnya untuk transaksi barang dengan
sistem paket, dimungkinkan konsumen bersedia membayar pada harga
tertentu sesuai dengan permintaan
Jumlah barang yang diinginkannya; yakni mereka bersedia
membayar barang dengan harga yang lebih mahal, jika produsen dapat
menjual sebagian barang saja antara barang-barang yang semestinya dijual
dalam satu paket. jika demikian halnya, maka kalau harga ditunjukkan
oleh P dan jumlah barang dinotasikan sebagai Q, dapat dibuat bentuk
umum fungsi permintaan menjadi bentuk Q = f(P) atau P = (Q), Yaitu:
Q = -aP + b atau P = -aQ + b
Nilai a dan b pada kedua persamaan tersebut tentu saja berbeda karena
kedua bentuk persamaan itu saling menggantikan satu dengan yang
lainnya.
Penjelasan tersebut di atas dapat lebih mudah dipahami, apahiia
digambarkan da!am suatu grafik seperti yang nampak dalam gambar 3.6:
Gambar 3.6: Bentuk Umum fungsi Permintaan
Adapun untuk membentuk fungsi permintaan tersebut dapat
dipergunakan rumus-rumus pembentukan fungsi linier yang telah dibahas
di muka, namun dengan terlebih dahulu menggantikan nilai absis (x) dan
ordinat (y) pada rumus tersebut dengan jumlah barang yang diminta atau
ditawarkan
(Q) dan harga barang bersangkutan (P).
Contoh : 3.11:
Seseorang mempunyai pola permintaan barang X sebagai berikut:
pada harga Rp. 100,- per unit, barang yang diminta adalah 100 unit dan
200 unit jika harga barang berubah menjadi Rp. 50,- per unit. Tentukanlah
pola permintaan barang X orang tersebut.
Jawab :
Data-data di aias dapat dimanipulasi dalam bentuk dua buah titik,
yaitu menjadi A(100,100) dan B(200,50). jika bentuk umum pola atau
fungsi linier adalah P = aQ + b, maka:
a
 1  2 100  50
50



Q Q1  Q2 100  50  100
a = - 0,5
b = P – aQ
Bila A (100,100) : b - 100 - (- 0,5)100
- 100 + 50 -
b - 150
Dengan menggunakan rumus metode yang lain dapat pula dicari fungsi
permintaanya yang akan menghasilkan bentuk yang sama.
Jadi jika : y 
x  x1
 y2  y1   y1
x2  x
Akan menjadi :

Q  Q1
2  1   1
Q2  Q1

Q  100
50  100  100
200  100

Q  100
 50  100
100
P = - 0,5Q + 50 + 10
P = -0,5 + 150
Jadi pola atau fungsi permintaan barang X dari orang tersebut
adalah
P = -0,5 Q + 150 atau Q = -2P + 300
Hampir sama seperti pada fungsi permintaan, fungsi penawaran
menyangkut hubungan antara jumlah yang ditawarkan dengan variabelvariabel yang mempengaruhinya, seperti teknik produksi, modal kerja,
pajak dan subsidi serta harga barang tersebut maupun harga barang lain.
Hukum penawaran menyatakan bahwa jika harga barang naik
(eeteris paribus), maka jumlah yang ditawarkan akan naik, dan apabila
harga turun jumlah yang ditawarkan akan turun pula. Sebaliknya, pada
saat kondisi permintaan barang oleh konsumen melonjak, maka produsen
akan menaikkan
harga penawarannya, dan apabila permintaan konsumen turun
produsen
akan
menaikkan
harga
penawaran
barangnya.
Kedua
kemungkinan harga dan jumlah barang penawaran tersebut dapat
dirumuskan dalam bentuk matematis sebagai berikut :
Q = aP - b atau P = aQ + b
Apabila fungsi tersebut digambarkan dalam sebuah grafik akan
terlihat seperti halnya pada gambar 3.7.
Gambar 3.7. Bentuk Umum Fungsi Penawaran
Contoh 3.12:
Di suatu pasar diketahui pada harga Rp. 50,- per unit perusahaan
ABC menawarkan produksinya 200 unit, sedangkan pada harga Rp. 100,per unit yang ditawarkan adalah 400 unit. Dari data tersebut, tentukankan
pola atau fungsi penawaran barang dari perusahaan ABC tersebut.
Jawab:
Jika data tersebut dapat dianggap sebagai koordinat titik C (200,50) dan D
(400, 100), maka pembentukan fungsi penawarannya adalah:

Q  Q1
2  1   1
Q2  Q1

Q  200
100  50  50
400  200

Q  200
50  50
200
P = - 0,25Q + 50 + 50
P = 0,25 atau Q = 4P
Atau jika bentuk umum fungsi permintaan adalah P = aQ + b,
Maka:
a
 1  2
50  100
 50



Q Q1  Q2 200  400  200
a = - 0,5
b = P – aQ
Pada C (200,50) : b - 50 - (- 0,25) 200
- 50 – 50
b=0
Jadi fungsi penawarannya adalah P = 0,25 Q, yang bentuknya sama seperti
pada hasil perhitungan sebelumnya.
b. Keseimbangan Pasar Barang.
Apabila permintaan dan penawaran suatu barang dihubungkan
akan diperoleh kesepakatan atau keseimbangan tentang harga (equilibrium
price) dan keseimbangan jumlah (equilibrium quantity) dari barang yang
diminta oleh konsumen, dan yang ditawarkan oleh produsen.
Secara matematis, maka keseimhangan itu dapat ditunjukkan
dengan kesamaan Qd = Qs atau dapat pula Pd = Ps, yang apabila
digambarkan akan menjadi seperti gambar 3.8.
Gambar 3. 8: Bentuk Umum Keseimbangan Pasar Barang
Barang 3.8 tersebut menunjukkan bahwa Qd sebagai jumlah barang yang
diminta, Qs adalah jumlah barang yang ditawarkan, Pd merupakan harga
barang yang diminta, Ps yaitu harga barang yang ditawarkan, E sebagai
titik keseimbangan pasar, Qe menunjukkan jumlah keseimbangan barang,
dan Pe adalah harga keseimbangan barang.
Contoh 3.13:
Dengan mempergunakan hasil pada contoh 3.11 dan contoh 3.12 di
muka dapat diperoleh Qd = -2P + 300 dan Qs = 4P, sehingga dengan cara
eliminasi dapat diperoleh keseimbangan harga dan jumlah barang sebagai
berikut:
Qs  2 P  300
Qd  4 P  300
0  6 P  300
P  50
Untuk :
Q = 4P
Pada P - 50 : Q 4(50)
Q200
Jadi keseimbangan permintaan dan penawaran barang dicapai pada
harga Rp. 5O,- per unit dan jumlah barang 200 unit, atau dalam bentuk
titik adalah E : (200,50).
Sebaliknya dari segi konsumen, jika ia menganggap bahwa harga
keseimbangan yang terjadi untuk sejumlah barang tertentu terlalu mahal,
maka ia akan meminta produsen untuk menekan harga lebih rendah lagi,
atau untuk harga yang sama konsumen akan meminta jumlah barang yang
lebih sedikit Kedua gejala tersebut akan membuat fungsi permintaan turun
ke bawah, yang pada akhirnya akan mengubah keseimbangan pasar
bergeser ke kiri bawah.
Contoh 3. 14
Untuk fungsi permintaan yang sama pada contoh sebelumnya produsen
akan menawarkan unit barangnya pada harga Rp.15,- per unit lebih mahal
dari harga sebelumnya. hitunglah keseimbangan barunya.
Jawab:
Fungsi penawaran mula-mula : Q= 4P atau P = 0,25Q
Fungsi penawaran baru
: P = 0,25Q + 15 atau: Q = 4P - 60
Keseimbangan baru menjadi :
Qs
= 4P - 60
Qd
= -2p + 300
0
= 6P - 360
Qd
= -2P + 300
Od
=-2(60) 1 300
P = 60
Qd - 180
Jadi keseimbangan permintaan dan penawaran baru dari barang ‘X’
tercapai pada harga Rp. 60,- per unit dan jumlah barang sebanyak 180 unit,
atau E’(180,60). Selengkapnya hasil-hasil perhitungan di atas dapat
digambarkan seperti pada gambar 3.9.
Gambar : 3.9: keseimbangan Baru Pasar Barang Karena Harga Naik Rp.15,Per Unit.
c. Kebijakan Pajak dan Subsidi
Fungsi penawaran dibentuk dengan anggapan bahwa faktor-faktor
selain harga seperti pajak dan subsidi adalah tetap tidak berubah (ceteris
paribus). Dengan demikian jika pajak dikenakan dan atau subsidi
diberikan kepada produsen, maka faktor-faktor tersebut dapat merubah
fungsi penawarannya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pula
keseimbangan pasar yang sebelumnya telah terbentuk.
Pernbahasan berikut akan membicarakan keseimbangan pasar
setelah dipengaruhi oleh pajak dan subsidi, baik berdasarkan unit yang
ditawarkan maupun secara proporsional.
a. Pajak Per Unit
Pajak yang dikenakan kepada barang yang dihasilkan oleh
produsen, misalnya sebesar t, pada awalnya merupakan biaya bagi
produsen, tetapi karena produsen pada umumnya tidak bersedia
mengurangi laba yang akan diterimanya, maka beban pajak tersebut
berusaha untuk dibebankan kepada konsumen. ha itu mengakibatkan
fungsi penawaran akan bergeser ke kiri atas, sebab untuk jumlah
barang yang sama produsen akan meminta harga yang lebih tinggi,
yang ditunjukkan oleh fungsi penawaran baru, yaitu :
Pt = P + t
Pt = (aQ + b)
Pt = aQ + ( b + t )
Akibatnya selanjutnya adalah bahwa pada keseimbangan pasar
yang baru, tingkat harga keseimbangan akan lebih tinggi, tetapi jumlah
keseimbangan barang rnenjadi lebih rendah dari sebelumnya.
Selanjutnya pengenaan kebijakan pajak akan mempengaruhi tiga
pihak, yaitu konsumen, produsen dan pemerintah, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.10
Gambar 3.10 : keseimbangan pasar sesudah pajak per unit
Keterangan :
S
: Penawaran sebelum pajak
S1
: Penawaran sesudah pajak
D
: Permintaan konsumen
E
: Keseimbangan pasar sebelum pajak
Et
: Keseimbangan pasar sesudah pajak
PtEtAP
: Besarnya pajak konsumen
PAB PsQt
: Besarnya pajak produsen
PtEtB PsQt
: Pajak diterima pemerintah
Dengan melihat gambar diatas, maka dapat diketahui bahwa
konsumen akan memperoleh akibat pengenaan pajak dari barang yang.
Dibelinya Karena harga yang dibebankan kepadanya menjadi lebih tinggi
dari sebelumnya sedangkan jumlah barang yang diperolehnya menjadi
lebih rendah beban pajak keseluruhan (total) yang harus ditanggung oleh
konsumen adalah sebesar selisih dan harga keseimbangan baru dan lama
(pajak per unit ditanggung konsumen) dikalikan jumlah barang dari
keseimbangan baru, yaitu :
Tkons = (Pt - P)Qt
Untuk
Atau
Pt
- harga keseimbangan baru (sesudah pajak)
P
- harga keseimbangan sebelum pajak
Ot
- jumlah keseimhangan baru (sesudah pajak)
jumlah pajak yang akan diterma pemerintah setelah
dikurangi dengan pajak yang dibayar produsen, yaitu :
Tkons = Ppem - Pprod
Beban pajak yang ditanggung oleh produsen adalah sebesar sisa
pajak yang belum dibayarkan oleh konsumen (pajak per unit ditanggung
Produsen) dikalikan dengan jumlah barang pada keseimbangan baru, yaitu
Tprod = (t- (Pt – P))Qt
Atau selisih antara harga keseimbangan sebelum pajak dengan
harga dari fungsi penawaran sebelum pajak pada jumlah keseimbangan
barang yang baru yang kemudian dikalikan dengan jumlah keseimbangan
yang baru tersebut, sehingga menjadi :
Tprod = (P - PsQt – P)Qt
Atau, jumlah pajak yang akan diterima pemerintah setelah
dikurangi dengan pajak yang dibayar konsumen, yaitu :
T prod = Ppem - Pkons
Kebijaksanaan
pajak
merupakan
usaha
pemerintah
untuk
memperoleh pendapatan dari wajib pajak (masyarakat, badan usaha).
Dalam konteks keseimbangan pasar di atas, maka besarnya pendapatan
pemerintah adalah sebesar beban pajak per unit dikalikan jumlah barang
pada keseimbangan yaitu :
T pem = t. Qt
Atau, selisih antara harga kesimbangan sesudah pajak (Pt) dengan
harga dari fungsi penawaran sebelum pajak pada jumlah keseimbangan
yang baru tersebut, sehingga diperoleh :
Tpem = (Pt - PS.Qt) Qt
Atau, Jumlah pajak yang akan dibayar produsen ditambah dengan pajak
yang dibayar konsumen, yaitu :
Tpem – Tprod – Tkons
Contoh 3.15:
Keseimbangan pasar suatu barang sebelum pajak dari fungsi
permintaan
P = -0,50Q + 150 dan fungsi penawaran P = 0,25Q
adalah Rp.50,- per unit dan 200 unit. Setelah barang tersebut dikenakan
pajak Rp.75,- per unit, berapakah keseimbangan baru barang tersebut total
pajak yang harus dibayarkarn konsumen dan produsen, serta total pajak
yang akan diterima pemerintah ?
Jawab :
- Fungsi penawaran sebelum pajak : P = 0,25Q
- Fungsi penawaran sesudah pajak : P = 0,25Q + 75
- Keseimbangan baru adalah :
Pd
= -0,50Q + 150
Ps
= 0,25Q + 75 (-)
0
= -0,75Q + 75
Ps
= -0,25Q + 75
Ps
= - 0,25 (100) + 75
Q = 100
P – 100
Dengan Cara yang lain :
- Fungsi penawaran sebelum pajak : P = 0,250
Atau : Q = 4P
- Fungsi penawaran sesudah pajak : Q = 4P - P (75)
karena : a - 0,25 – 1/4
- Fungsi permintaan menjadi : Q = -2P / 300
- Keseimbangan baru adalah :
Qd
= -2P + 300
Qs
= 4 P - 300
0
= -6 + 600
Qs
= 4P - 300
Qs
= 4(100)-300
Q = 100
Q = 100
Jadi keseimbangan baru pasar barang ‘X’ tereapai pada harga Rp. 100,per unit dan jumlah barang 100 unit, atau E (100,100). Apabila hasil-hasil
tersebut digambar akan nampak seperti pada Gambar 3.11:
Gambar 3.11 : Keseimbangan Pasar Sesudah Pajak Per-unit Rp.75,Dari Gambar 3.11 tersebut, maka dapat diketahui total pajak yang akan
dibayarkan konsumen dan produsen, serta yang akan diterima pemerintah,
sebagai berikut :
- Pajak dibayar konsumen = Tkons
Tkons
= (Pt - P) Qt
= (100 - 50)100
= 5.000
Jadi pajak yang dibayar konsumen sebesar Rp. 5.000
- Pajak dibayar produsen = Tprodusen
Tprod
= (t - (Pt - P)) Qt
= {75 - (100-50)) 100
= (25) 100 - 2.500
Atau :
Tprod
= (P - Ps - Qt) Qt
= {50 - (0,25.100)) 100
= (50 - 25) 100 = 2.500
jadi pajak yang dibayar produsen sebesar Rp. 2.500
- Pajak dihavar konsumen = Tpem
Tpem
= t.Qt
= 75 (100) - 7.500
Atau :
Tpem
= (Pt - Ps.Qt) Qt
= (100 – (0,25.100)) 100
= 75 (100) -7.500
Atau :
Tpem
= T prod + T kons
= 2.500 + 5000
= 7.500
jadi pajak yang di terima pemerintah sebesar Rp. 7.500
Contoh 3.16 :
Dari suatu penelitian diketahui bahwa permintaan radio di suatu
pasar dapat diformulasikan sebagai P = -2Q + 40 sedangkan penawarannya
adalah P – 0,5Q. Apabila pada keadaan tersebut pemerintah bermaksud
mengenakan pajak sebesar Rp. 10,- maka hitunglah :
a. Keseimbangan pasar sebelum pajak
b. Keseimbangan pasar sesudah pajak
c. Pajak yang diterima produsen
d. Pajak yang dibayar konsumen
e. Pajak yang dibayar pemerintah
Jawab :
a. Keseimbangan Pasar Sebelum Pajak
Fungsi penawaran :
P – 0,5Q
Fungsi permintaan :
P – -2Q + 40
0 – 2,5Q + 40
Pada : Q = 16 ;
Q - 16
P = 0,5Q
= 0,5(16)
P=8
Jadi keseimbangan pasar sebelum pajak adalah (16,8)
b. Keseimbangan pasar sesudah pajak
Fungsi penawaran :
P = 0,5Q + 10
Fungsi perrnintaan :
P = -2Q + 40
Q – 12
0 = 2,5Q - 30
Pada : Q = 12 ;
P = 0,5 Q + 10
= 0,5(12) + 10
P=8
Jadi keseimbangan pasar sesudah pajak adalah (12,16)
c. Pajak yang diterima produsen = T prod
T prod = (P – Ps.Qt) Qt
= (8 - 0,5 ( 12 )
T prod =24
jadi pajak yang dibayar produsen sebesar Rp. 24,-
d. Pajak yang dibayar konsumen = T kons
T kons = (Pt - P) Qt
= (16 - 8) 12
T kons = 96
jadi pajak yang dihayar konsumen sebesar Rp. 96,-
e. Pajak yang dibayar pemerintah
T pem = t.Qt
= 10 ( 12)
T pem = 120
Jadi pajak yang diterima pemerintah sebesar Rp. 12O,-
b. Pajak Proporsional
Selain pajak per unit yang jumlahnya atau besarnya tetap, pemerintah juga
dapat mengenakan pajak proporsional terhadap harga barang yang ditetapkan oleh
produsen. Jumlah pajak yang akan diterima pemerintah adalah sejumlah tertentu
dari harga. Dengan demikian semakin tinggi harga yang ditetapkan oleh produsen,
maka semakin tinggi pula pajak yang diterima oleh pemerintah.
Jika penawaran diidentifikasikan sebagai P = aQ + b, maka
Pt = P + t.P
Pt = ( 1 + t )P
Pt = ( 1 + t ) ( aQ + b )
Untuk : Pt = harga baru setelah pajak dikenakan
t = pajak proporsional, dalam prosentase (%)
Dari rumus tersebut dapat diduga bahwa untuk jumlah yang lama, maka
harga akan mengalami kenaikan dari harga sebelum pajak. Sedangkan jika harga
tetap tidak berubah, maka jumlah barang, yang ditawarkan semakin sedikit.
Demikian pula jumlah keseimbangannya. hal itu ditunjukkan oleh rumus berikut
P = (1 + t)(aQ + b)

 aQ  b
1 t
Q1 

b 
 
(1  t )a  a 
Konsep tersebut di atas, dan akibat pengenaan pajak proposional terhadap
konsumen dan pemerintah dapat digambarkan seperti yang terlihat pada Gambar
Gambar 3.12 : Keseimbangan pasar baru sesudah pajak proposional
Berdasarkan Gambar 3.12 tersebut,maka jumlah pajak yang akan
dibayarkan oleh konsumen adalah Pt, Et, AP, yang dibayarkan produsen sebesar P
A Bs.Qt, serta yang akan diterima pemerintah yaitu P4, E4, B, Ps.Qt, sehingga secara
matematis masing-masing dapat di hitung sebagai berikut :
T kom = ( Pt - P )Q,
T kom
= T pem - T prod
T prod = ( P - Ps.Qt ) Q1
T prod = T pem - T kom
T pem
= ( tPtQt ) : ( 1 + t )
T pem = ( t.P s.Qt )Q1
T pem = ( Pt- P s.Qt ) Qt
T pem = T kom + T prod
Untuk : t
= Pajak proporsional (%)
P
= Harga keseimbangan sebelum pajak
Pt
= Harga keseimbangan baru (sesudah pajak)
Qt
= Jumlah keseimbangan baru
P s.Qt
= Harga penawaran sebelum pajak pada jumlah keseimbangan baru
Gambar 3.17:
Dari fungsi penawaran P = 0,25Q dan fungsi permintaan P = -0,50Q + 150 seperti
pada Contoh 3.14 pemerintah mengenakan
pajak sebesar 20% dari harga
penawaran produsen. Tentukanlah keseimbangan sesudah pajak maupun pajak
yang dibayarkan konsumen dan produsen. serta pajak yang akan diterima
pemerintah.
Jawab.
- Fungsi penawaran sebelum pajak : P - 0,25Q
- Fungsi penawaran sesudah pajak : P = ( 1 + 20% ) 0.25Q = 0,30Q
- Keseimbangan baru menjadi :
Pd
= -0,50Q + 150
Ps
= -0,30Q
0
= -0,80Q + 150
Ps
= 0,30Q
(+)
= 0,30( 187,5)
Q = 187,5
P = 56,25
Apabila hasil tersebut digambarkan, maka akan nampak seperti yang
tersaji pada Gambar 3.14
Gambar 3.13: Keseimbangan Pasar Sesudah Pajak Proporsiona1 20 %
Pajak yang diterima pemerintah, serta yang dibayarkan oleh konsumen dan
produsen adalah :
- Pajak pemerintah = T pem
T pem = ( t.Pt.Qt ) : ( 1 + t )
= { 20% (56,25)187,5 } : ( 1 + 20% )
T pem = 1.757,8
Atau :
T pem = t.( Ps.Qt ).Qt
= 20% {0,25(187,5)} 187,5
T pem = 1 .757,8
Atau juga :
T pem = ( Pt - Ps.Qt ).Qt
= {56,25 - 0,25(187,5)} 187,5
T pem = 1.757,8
Jadi pajak yang diterima pemerintah sebesar Rp. 1.757,8,-
Pajak konsumen = Tkons
Tkons = (Pt.P).Qt
= (56,25 - 50)187,5
Tkons = 1.171,9
Jadi pajak yang dibayar konsumen sebesar Rp. 1.171,9,-
Pajak produsen = Tprod
Tprod = Tpem - Tkons
= 1.757,8 – 1.171,9
Tprod = 585,9
atau :
Tprod = (P – PsQt).Qt
= {(50 – 0,25)(187,5)}.187,5
Tprod = 585,9
Jadi pajak yang dibayar produsen sebesar Rp. 585,9,
Contoh 3.18:
Diketahui fungsi permintaan sepeda motor adalah Q =
-2P + 240,
sedangkan fungsi penawarannya adalah P = 4Q + 7,5. Jika pemerintah memungut
pajak sebesar 10% dari tingkat harga penawaran, hitunglah :
a. Keseimbangan pasar sebelum pajak
b. Keseimbangan pasar sesudah pajak
c. Pajak yang diterima pemenintah
d. Pajak yang dibayar konsumen
e. Pajak yang dibayar produsen
Jawab:
a. Keseimbangan pasar sebelum pajak :
Fungsi permintaan :
Q = -2P + 240
Atau: P = O,5Q + 120
Fungsi penawaran:
P = 4Q + 7,5 (-)
0 = -4,5Q + 112,5
Pada Q = 25; P = 4Q + 7,5


Q = 25
P = 4(75) + 7,5  P = 107,5
Jadi keseimbangan sebelum pajak adalah (25; 107,5)
b. Keseimbangan pasar sesudah pajak :
f ungsi penawaran sesudah pajak adalah:
P = (1 + 0,1)(4Q + 7,5)  P = 4,4Q + 8.25
Fungsi permintaan:
P = -0,5Q + 120
0 = 4,9Q - 111,75
Pada: Q = 22,8: P = -0,5Q + 120

Q = 22,8
 P = -0,5(22,8) + 120
P = 108,6
Jadi keseimbangan sesudah adanya pengenaan pajak adalah
(22,8; 108,6).
c. Pajak diterima pemerintah = Tpem
Tpem = L(Ps.Qt)
= 10%.{4(22,8)+7,5)22,8
Atau:
Tpem

Tpem = 225,04
= (t.Pt.Qt) : (1 + t)
= { 10%(108,6)22,8} : (1 + 10%)  Tpem = 225,04
Jadi pajak yang diterima pemerintah sebesar Rp. 224,04,d. Pajak dibayar konsumen = Tkons
Tkons = (P, - F).Qt
= (108,6 - 107,5).22,8  Tkons = 25,08
Jadi pajak yang dibayar konsumen sebesar Rp. 25,08,e. Pajak dibayar produsen = Tprod
Tprod = Tpem - Tkons
= 225,04 - 25,08  Tprod =199,96
Jadi pajak yang dibayar produsen sebesar Rp. 199,96,-
c. Subsidi Per Unit
Kebijaksanaan pemberian subsidi atas suatu barang oleh pemerintah
dimaksudkan agar produsen dapat menjual barangnya dengan harga yang
lebih rendah dari yang seharusnya, sehingga konsumen dapat memenuhi
kebutuhan barang tersebut dengan harga yang terjangkau.
Subsidi yang berfungsi sebagai pengurang biaya poduksi akan membuat
harga barang menjadi lebih murah. Hal itu akan mengakibatkan fungsi
penawaran bergeser ke kanan bawah, sehingga dengan jumlah barang yang
sama produsen mampu mengenakan harga baru yang lebih rendah dari yang
sebelumnya. Penjelasan tersebut dapat dikonfirmasikan ke dalam bentuk
matematis menjadi:
Ps = P – s
Ps = (aQ + b) – s  Ps = aQ + (b – s)
Notasi Ps adalah harga penawaran produsen sesudah ada subsidi, P
sebagai harga penawaran sebelum subsidi dan s menunjukkan besarnya
subsidi per unit barang.
Akibat adanya subsidi bagi keseimbangan pasar adalah bahwa
keseimbangan harga akan menjadi lebih rendah, sedang jumlah barang
keseimbangan menjadi lebih banyak. Di samping itu, sebagaimana halnya
pada pembahasan pengenaan pajak pada kebijaksanaan pemberian subsidi ini
akan menyangkut kepentingan konsumen, produsen dan pemerintah, yaitu
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 114.
S
= Penawaran sebelum subsidi
Ss
= Penawaran sesudah subsidi
D
= Permintaan
Ps.QsPBA = suibsidi produsen subsidi
PPsEsB
= subsidi konsumen
Ps.QsPsEsA = subsidi pemerintah
Gambar 3.14 : keseimbangan Pasar Sesudah Subsidi Per Unit
Dari Gambar 3. 14 tersebut bahwa besarnya total subsidi yang akan
dinikmati oleh konsumen adalah sebesar selisih harga keseimbangan lama
dan baru (subsidi konsumen per unit) dikalikan dengan jumlah barang pada
keseimbangan baru, yaitu:
Skons = (P – Ps) Qs
Dengan ketentuan P adalah harga keseimbangan pasar sebelum
subsidi, Ps sebagai harga keseimbangan pasar sesudah subsidi dan Qs yaitu
jumlah keseimbangan pasar sesudah subsidi.
Di samping itu perhitungan dapat juga dilakukan berdasarkan pada
selisih subsidi yang dibayar pemerintah dengan subsidi yang telah dinikmati
produsen, yaitu menjadi:
Skons = Spem - Sprod
Sedangkan total subsidi yang dinikmati oleh produsen sebesar sisa
dari seluruh subsidi yang tidak dinikmati oleh konsumen (subsidi produsen
per unit) dikalikan dengan jumlah barang dalam keseimbangan baru, yaitu:
Sprod = {s – (P – Ps)}Qs
Subsidi produsen juga dapat dihitung dari selisih harga dari fungsi
penawaran pada jumlah keseimbangan barang sesudah subsidi (Ps.Qs)
dengan harga keseimbangan sebelum subsidi, dikalikan dengan jumlah
keseimbangan barang yang baru, sehingga menjadi:
Sprod = (Ps.Qs – P) Qs
Di samping itu dapat pula dihitung dari selisih subsidi yang dibayar
pemerintah dengan subsidi yang telah dinikmati konsumen, yaitu:
Sprod = Spem – Skons
Adapun total jumlah subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah
adalah sebesar jumlah subsidi per unit dikalikan dengan jumlah barang
dalam keseimbangan baru, yaitu:
Spem = s.Qs
Atau; berdasarkan selisih harga dari fungsi penawaran pada jumlah
keseimbangan barang sesudah subsidi (Ps.Qs) dengan harga keseimbangan
sesudah subsidi, dikalikan dengan jumlah keseimbangan barang yang baru;
sehingga menjadi:
Spem = (Ps.Qs – Ps) Qs
Atau melalui cara perhitungan sederhana, yaitu dengan menjumlah
subsidi yang telah dinikmati produsen dan konsumen sebagai berikut:
Spem = Sprod + Skons
Contoh 3.19.
Dengan menggunakan contoh sebelumnya tentang pola penawaran Q
= 4P dan pola permintaan barang yang sama Q = -2P + 300, pemerintah
memberikan subsidi sebesar Rp. 37,50. Tentukanlah harga dan jumlah
keseimbangan pasar yang baru, subsidi yang akan dinikmati konsumen dan
produsen serta subsidi yang harus diberikan oleh pemerintah
Jawab:
-
Fungsi penawaran sebelum subsidi: Q = 4P
menjadi: P = 0,25Q
-
Fungsi penawaran sesudah subsidi: P = 0,25Q = 37,5
-
Fungsi permintaan: Q = -2P + 300
menjadi: P = -0,5Q + 150
-
Keseimbangan baru menjadi:
PD = -0,50Q + 150
Ps = 0,25Q - 37,5
- 0 = 0,75Q +187,5 
Q = 250
P = 0,25Q + 37,5
= 0,25(250) - 37,5 
P = 25
Jadi keseimbangan baru barang `X' tercapai pada harga Rp. 25,per unit
dan jumlah barang sebanyak 250 unit, atau (250,25)
Apabila hasil keseimbangan pasar sebelum dan sesudah subsidi
tersebut di atas digambarkan akan nampak seperti pada Gambar 3.15.
Gambar 3.15 : Keseimbangan Pasar Sesudah Subsidi Rp. 37,50
Dari gambar 3.15 tersebut, maka subsidi yang diterima konsumen dan
produsen, serta yang dibayar oleh pemerintah dapat dihitung sebagai berikut:
-
Subsidi dinikmati konsumen = Skons
Skons = (P - Ps)Qs
= (50 - 25) 250

Skons = 6.250
Jadi subsidi yang dinikmati konsumen sebesar Rp. 6.250,-
-
Subsidi dinikmati produsen = Sprod
Sprod = {s - (P - Ps) }Qs
= {37,5 - (50 - 25)} 250

Sprod = 3.125
= {0,25(250) - 50} 250 
Sprod = 3.125
= (12,5 )250
Atau:
Sprod = (Ps.Qs – P)Qs
Jadi subsidi yang dinikmati produsen sebesar Rp. 3.125
-
Subsidi dibayar pemerintah = Spem
Spem = S.Qs
= 37,5(250) 
Spem = 9,375
Atau:
Spem = (Ps.Qs – Ps) Qs
= {0,25(250) – 25}250

Spem = 9,375
Atau :
Spem = Sprod + Skons
= 3.125 -+ 6.250

Spem = 9,375
Jadi subsidi yang akan diberikan pemerintah sebesar Rp. 9.375,Contoh 3.20 :
Diketahui fungsi penawaran ban kendaraan angkutan adalah. P =
0,50Q + 20 dan fungsi permintaannya P = 0,25Q + 50. Jika pada keadaan
tersebut pemerintah memberi subsidi kepada barang tersebut sebesar Rp. 15,
per unit, maka tentukanlah:
a. Keseimbangan sebelum adanya subsidi
b. Keseimbangan sesudah adanya subsidi
c. Subsidi per unit yang dinikmati konsumen dan produsen
Jawab :
a. Keseimbangan sebelum subsidi :
Fungsi penawaran: P = 0,50Q + 20
Fungsi permintaan: P = -0,25Q + 50
(-)
O = 0,75Q - 30

Q = 40

F = 40
Pada Q = 0
P = 0,50Q + 20
P = 0,50(40) + 20
Jadi keseimbangan pasar sebelum adanya subsidi dan pemerintah
adalah (40,40).
b. Keseimbangan sesudah subsidi :
Fungsi penawaran sesudah subsidi :

P = (0,50Q + 20) – 15
P = 0,50Q + 5
Keseimbangan pasar yang baru:
P = 0,50Q + 5
P = -0,25Q + 5
O = 0,75Q – 35
(-)

Q = 60
Pada: P = 0,50Q + 5
= 0,50(60) + 5

P = 35
Jadi keseimbangan pasar setelah adanya subsidi dari pemerintah adalah
(60,35).
c. Subsidi per unit diterima konsumen = Skons
Skons = P – Ps = 40 - 35

Skons = 5
Subsidi per unit diterima produsen = Sprod
Sprod – Spem – Skons – 15 = 5

Sprod = 10
d. Subsidi Proporsional
Pada umumnya subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada
rakyatnya atau lnstitusi tertentu kepada karyawannya akan berupa
subsidi per unit, namun karena pertimbangan tertentu pemberian subsidi
kadangkala diberikan dalam bentuk proporsional dari harga barang
yang ditawarkan oleh produsen. Jika demikian halnya, maka seperti
subsidi per unit yang penerapannya hampir sama dengan pajak per unit,
maka untuk subsidi proporsional ini penerapannya juga hampir sama
dengan pajak proporsional
Jika fungsi penawaran sebelum adanya subsidi proporsional
diidentifikasikan sebagai P = aQ + b, maka sesudah adanya subsidi
fungsi penawaran akan berubah menjadi sebagai berikut:
Ps =P - sP
Ps = (1 - s)P

Ps = (1 – s)(aQ+b)
Rumus tersebut untuk menunjukkan bahwa dengan adanya subsidi
proporsional, maka harga barang bersangkutan akan menjadi lebih
murah sebesar proporsi subsidi yang diberikan. Selanjutnya dengan
menggunakan rumusan di atas dan kemudian dilakukan manipulasi
matematis, maka dapat dilakukan perhitungan, untuk memperoleh
keseimbangan pasar barang dengan jumlah yang lebih banyak, yaitu
seperti yang ditunjukkan dengan menggunakan rumus berikut :
P  (1  s)( aQ  b)
P
 aQ  b
1 s
Qs 
P
b

(1  s)a a
Sedangkan pengaruh subsidi proporsional bagi pemerintah, konsumen
dan produsen dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
-
Subsidi yang dibayarkan pemerintah == Spem
S pem  ( S .Ps.Qs ) : (1  s )
S pem  S .( Ps.Qs )Qs
S pem  ( Ps.Qs  Ps )Qs
S pem  S kons  S prod
- Subsidi yang akan dinikmati konsumen = Skons
Skons  ( P  Ps )Qs
S kons  S pem  S prod
- Subsidi yang dinikmati oleh produsen = Sprod
S prod  ( Ps.Qs  P)Qs
S prod  S pem  S kons
Contoh 3.21:
Dari pola penawaran P = 0,25Q dan pola permintaan barang
P = -0,50Q : 150 seperti pada contoh sebelumnya, pemerintah akan
memberikan subsidi terhadap barang tersebut sebesar 60% dari harga yang
ditawarkan produsen ke pasar. Dari data tersebut, hitunglah:
Jawab :
a. Keseimbangan Baru (sesudah subsidi):
-
Fungsi penawaran sebelum subsidi: P = 0,25Q
-
Fungsi penawaran sesudah subsidi:
Ps = (1- 60%)0,25Q
-

Keseimbangan baru menjadi:
Ps = 0,10Q
P = -0,50Q + 150
O = 0,60Q + 150 
Q = 250
Ps = 0,10Q
Pada Q = 250 : Ps = 0,10Q
= 0,10(250)

Ps = 25
Jadi keseimbangan pasar yang baru terjadi pada (250,25)
b. Subsidi yang dibayar pemerintah dapat dihitung sebagai berikut:
-
Subsidi pemerintah = Spem
Spem = (S.Ps.Qs) : (1 – s)
= 60%(25)(250) : (1 - 60%)

Spem = 9.375

Spem = 9.375

Spem = 9.375
Atau :
Spem = s( Ps.Qs – Ps)Qs
= 60%{0,25.(250)}250
Atau juga :
Spem = (Ps.Qs - Ps)Qs
={0,25(250) - 25}250
Jadi subsidi yang akan diberikan pemerintah sebesar Rp. 9.375,c. Besarnya subsidi yang akan diterima oleh konsumen dan produsen
adalah:
-
Subsidi konsumen = Skons
Skons = (P - Ps)Qs
= (50 - 25)250  Skons = 6.250
Jadi subsidi yang diterima konsumen sebesar Rp 6.250,Subsidi produsen Sprod
Sprod (Ps Qs P)Qs
(0.25(2.50)
50)250  Sprod 3.125
Atau
Sprod - Spem – Skons
- 9.375 – 6.250  Sprod 3.125
Jadi subsidi yang dinikmati produsen sebesar Rp. 3.125,Berdasarkan pada hasil-hasil tersebut di atas, maka
selengkapnya dapat dibuat grafiknya Seperti yang tercermin pada
gambar 3 16:
Gambar 3.16 Keseimbangan pasar baru sesudah subsidi 60%
Fungsi penawaran suatu bahan bakar ditunjukkan oleh formulasi :
P = - 5Q + 500. sedangkan permintaan dari para pemakai adalah
P = - 50Q + 500. Apabila pemerintah memberi subsidi terhadap bahan
bakar tersebut scbesar 20 %
dari harga penawaran produsen, maka
tentukanlah:
a. Berada subsidi yang dinikmati produsen dan konsumen.
b. Berapa subsidi yang akan dibayarkan oleh pemerintah.
Jawab:
a. Keseimbangan sebelum subsidi:
Fungsi penawaran: P = 50 + 500
Fungsi permintaan: P - -50Q + 1.500
0 - 10Q + 1.000
(-)
Q – 1000
Pada Q -100 : P=-5Q + 500
P-5(100) + 500
P-1.000
Fungsi punawaran baru :
P – 4Q + 400
P - ( 4 - 20% )(5Q + 500)
Keseimbangan sesudah subsidi:
Pada Q = 122.22 : P = 4Q + 400
P = 4(122.22) + 400
P- 888,88
Sehingga :
Subsidi produsen - Sprod
Sprod
= (Ps.Qs - P)Qs
= (5.122,22 + 500) + 1.000 122,22
= 111,1(122,22)
Sprod = 13.578,64
Jadi subsidi yang dinikmati produsen sebesar Rp 13.578,64
- Subsidi konsumen = Skons
Skons
= (P - Ps)Qs
= ( 1.000 - 888,88)122,22
Skons = 13.581.09
Jadi subsidi yang dinikmati konsumen sebesar Rp. 13.581,09
- Subsidi pemerintah = Spem
Spem
= (S. Ps.Qs) : (1 – s )
= 20%( 888,88)(122,22) : (1 : 20% )
Spem = 27.159,73
Jadi subsidi yang akan diberikan pemerintah sebesar Rp. 27.159,73
4. Keseimbangan pasar dua barang
Telah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa pada kenyataanya
permintaan akan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut,
tetapi juga oleh faktor-faktor lain yang bkarena untuk penyederhanaan dalam
pembahasan dan perhitungan dianggap tetap (ceteris paribus)
untuk mengetahui hubungan suatu barang dengan barang yang lain
misalnya efek substitusi (menggantikan) atau komplementer (melengkapi), perlu
ditambahkan variabel harga barang, lain pada fungsi permintaan atas barang
tersebut dengan demikian permintaan masing-masing barang yang ingin diketahui
hubunganya adalah fungsi dari harga dua macam barang tersebut, yang dapat
dinotasikan menjadi :
Qx – f(Px,Py) = -aPx  bPy + c
Qy – f(Py, Px) = -aPx  bPy + c
Untuk : Qx
= permintaan barang X
Oy
= permintaan barang Y
a
= koefisien harga barang X
c
= konstanta bebas barang X dan Y
Px
= harga barang X
Py
= harga barang Y .
Dari kedua persamaan (fungsi) tersebut bila diketahui penawaran masingmasing barang, maka dapat dicari keseimbangan pasar masing - masing barang
tersebut, Yaitu dengan mempersamakan antara funrsi permintaan dan penawaran
barang yang sama (Qxd = Qxs dan Qyd = Qys) dan kemudian hasil - hasilnya dapat
diselesaikan dengan etode eliminasi atau substitusi, sehingga dapat diperoleh
akar-akar dari harga dan jumlah keseimbangan pasar masing - masing barang.
Di samping keseimbangan pasar tersebut, dapat dicari pula hubungan
antara kedua barang tersebut,
yaitu berupa
hubungan substitusi
atau
komplementer. Kedua barang dikatakan mempunyai hubungan substitusi jika
salah satu harga barang naik, misalnya Px, sedangkan harga barang yang lain tetap
tidak berubah, misalnya Py, maka akan menyebabkan jumlah barang x (Qx)
menjadi turun, tapi jumlah barang Y(Qy) mengalami kenaikan demikian pula jika
Px turun dan Py tetap, maka akan mengakibatkan Qx naik tetapi Qy turun.
Sedangkan hubungan kedua barang dikatakan komplementer jika salah
satu harga barang turun (Px), sedangkan harga barang yang lain tetap tidak
berubah (Py), maka akan mengakibatkan kenaikan permintaan pada kedua barang
tersebut (X dan Y). jadi jika Px turun dan Py tetap maka akan mengakibatkan Qx
dan Qy turun.
Contoh 3.23:
Diketahui bahwa pennintaan konsumen untuk barang X dan Y di suatu
pasar adalah Qx = -3Px + 3Py + 5 dan Qy = 2Px 4Py + 10, sedangkan penawaran
barang X dan Y yang dilakukan oleh penjual adalah Qx = 3Px - 6 serta Qy – 2Py
+ 8. dari data tersebut tentukanlah harga dan jumlah keseimbangan pasar masingmasing barang serta hubungan antara kedua barang.
Jawab :
Keseimbangan pasar barang X : Qxd = Qxs
-3Px + 3Py + 5 = 3Px - 6
-6Px + 3Py = -11.......................(1)
Keseimbangan pasar barang Y : Qyd = Qys
2Px - 4Py + 10 = 2Py – 8
2Px - 6Py + 10 = – 18................(2)
Eliminasi : (1) (2)
-6Px + 3Py = -11 (x2)
12Px + 6Py = -22
2Px - 6Py = - 11 (x1)
2Px + 6Py = -18
-10x = - 40
- 6Px + 3Py
= -11
- 6(4) + 3Py
= -11
3Py = -13
Qx
= 3Px – 6
= 3 (4) – 6
Qy
Py = 4,33
Qy = 6
= 2Py – 8
= 2(4,33) – 8
Qy = 0,66
Jadi keseimbangan dasar X dan Y adalah (6,4) dan (0,66) untuk mengetahui
hubungan kedua barang, maka jika Px = 4 tetap dan Py = 3 akan mengakibatkan
perubahan jumlah permintaan barang X dan Y sebagai berikut :
Qx
= -3Px + 3Py + 5
= -3(4) + 3(3) + 5
Qx
Qx = 2
= 2Px - 4Py + 10
= 2(4) - 4(3) + 10
Qy = 6
Jadi kesimpulan dari hubungan antara kedua barang X dan Y tersebut adalah efek
substitusi. Karena pada Py = 3 (turun Rp. 1,33 dari harga sebelumya)
mengakibatkan Qy = 6 (naik sebanyak 5,44 unit) dan Qx = 2 (turun sebanyak 4
unit dari permintaan sebelumnya)
Contoh 3.24 :
Permintaan barang A dan B diformulasikan sebagai berikut Qa = -2Pa 3Pb + 20
dan
Qb = -4Pa 4Pb - + 35, sedangkan penawaranya adalah : Qa = Pa + -2Pb -
10,
serta Qb = 2Pa + Pb - 10. Berdasarkan data tersebut, hitunglah :
a. Keseimbangan harga dan jumlah barang A dan B
b. jika Pa = 3 dan Pb dianggap tetap, hubungan apa yang terjadi antara kedua
barang.
Jawab :
a. Keseimbangan harga dan jumlah barang A dan B adalah :
- Keseimhangan barang A :
Qad
-
Qas
-2Pa - 3Pb + -20
=
Pa + 2Pb – 10
-3Pa - 5Pb
=
- 30 ................... (1)
- Keseimbangan barang B :
Qba
-
-4Pa + 3Pb + -20
=
2Pa + Pb – 10
-6Pa + 5Pb
=
- 45 ................... (2)
eliminasi : ( 1 )
(2)
-3Pa - 5Pb = -30
Qbs
-6Pa - 5Pb = -45
3 Pa
= 15
Pa = 5
-3Pa - 5 Pb = -30
-3(5) - 5Pb = -30
- 15 – 5Pb = -30
Pb – 3
Untuk pola permintaan
Qa
= -2Pa – 3Pb + 20
= -2(5) – 3(3) + 20 = -10 – 9 + 20
Qb
Qa = 1
= -4Pa – 4Pb + 35
= -4(5) – 4(3) + 35 = -20 – 12 + 35
Qa = 3
Jadi keseimbangan pasar dari barang A dan B adalah (1,5) dan (11,3)
b. Hubungan kedua barang dapat diketahui dengan porosedur sebagai berikut
jika Pa = 3 dan Pb (tetap), maka :
Qa
= -2Pa – 3Pb + 20
= -2(3) – 3(3) + 20 = -6 – 9 + 20
Qb
Qa = 5
= -4Pa – 4Pb + 35
= -4(3) – 4(3) + 35 = -12 – 12 + 35
Qa = 11
jadi barang A dan B tersebut mempunyai efek komplementer karena jika Pa turun
sebesar Rp. 2,- (Pb tetap atau tidak berubah), maka akan mengakibatkan Qa dan
Qb naik masing-masing sebanyak 4 unit dan 8 unit.
5. Fungsi biaya dan Penerimaan
Dalam hubungannya dengan unit yang diproduksi atau dijual oleh suatu
perusahaan, pengertian biaya dapat dibagi menjadi biaya total, biaya Variabel dan
biaya tetap. biaya total (total cost = C ) adalah seluruh modal atau dana yang,
barus dikeluarkan perusahaan untuk melaksanakan operasinya. biaya total terdiri
dari hinya variabel total (variabel cost = VC) yaitu biaya yang sampai pada
tingkat tertentu secara konstan berubah sesuai dengan perubahan jumlah yang
diproduksi (dijual), dan hinya tetap total (fixed cost = FC) yaitu biaya yang
sampai pada tingkat tertentu besarnya tetap dan tidak tergantung pada jumlah
barang yang dihasilkan (dijual).
Dengan demikian antara biaya variabel dan biaya tetap mempunyai sifat yang
berbeda biaya variabel yang jumlah totalnya selalu berubah searah dengan
perubahan unit yang diproduksi (dijual) itu disebabkan karena biaya variabel per
unit besarnya adalah tetap biaya ini dapat terdiri dari biaya bahan langsung (bahan
baku), upah tenaga kerja langsung di bagian produksi atau biaya pemasaran
langsung.
Adapun biaya tetap sebaliknya, karena secara total besarnya tidak berubah,
maka biaya tetap per unit akan semakin rendah (kecil) jika unit yang dipruduksi
(dijual) oleh perusahaan semakin besar jumlahnya biaya ini berupa biaya bahan
tidak langsung (penolong), upah tenaga kerja tidak langsung di bagian produksi
(mandor dan teknisi), biaya overhead pabrik, biaya administrasi atau biaya
pemasaran langsung.
Pernyataan berikut di atas bila dibuat notasi matematisnya sebagai berikut :
Biaya tetap FC
-
k
Biaya variabel VC
-
f(Q) = aQ
Biaya total :
-
FC + VC atau C – k + aQ
C
a + biaya variabel perunit
Apabila pengertian dan fungsi biaya-biaya tersebut diatas digambarkan,
maka akan nampak sebagai berikut :
Gambar 3.17: Hubungan biaya-biaya produksi
Dari Gambar 3.17 dapat dijelaskan bahwa biaya variabel total bertolak dari
titik origin, karenajika tidak ada unit yang diproduksi dan dijual, maka perusahaan
tidak akan mengeluarkan biaya variabel ini. Namun pada saat perusahaan tidak
melakukan produksi dan penjualan, maka perusahaan tetap akan mengeluarkan
biaya tetap.
Contoh 3.25:
Kalkulasi biaya di perusahaan PRES-LIAT yang menghasilkan genteng
adalah biaya tetap sebesar Rp. 200.000,- dan biaya variabel per unit sebesar Rp.
50,- dari data tersebut, tentukanlah
a. Fungsi biaya totalnya
b. Biaya totalnya jika diproduksi genteng 5.000 unit
c. jumlah yang diproduksi jika biaya total yang dikeluarkan sebesar Rp. 400.000,dan
Rp.500.000,d. Gambar hasil-hasil tersebut
Jawab :
a. Biaya tetap : C
= FC + VC
= k + aQ
C = 200.000 + 50Q
Jadi fungsi biaya totalnya adalah C = 200.000 + 50Q
b. Jika Q = 5.000
C = 200.000 + 50Q
= 200.000 + 50(5.000)
Q = 450.000
Jadi biaya total untuk memproduksi 5.000 unit adalah Rp. 450,000,
c. Jika C = 400.000
C
400.000
Jika C = 500.000
C
500.000
= 200.000 + 50Q
= 200.000 + 50Q
Q = 4.000
= 200.000 + 50Q
= 200.000 + 50Q
Q = 6.000
Jadi jumlah produksi pada biaya Rp. 500.000 adalah Rp. 6000,d. Hasil-hasil tersebut diatas apabila dibuat grafiknya akan nampak seperti pada
gambar 3.18 :
Gambar 3.18 : Fungsi Biaya total C = 200. 000 + 50Q
Kebalikan dari biaya adalah penerimaan/penghasilan (Revenue = R), yang
merupakan besaran atau nilai dari hasil kali jumlah unit yang berhasil dijual oleh
perusahaan dengan harga jual produk tersebut. dalam hal ini variabel harta (P)
merupakan variabel yang mempunyai nilai tetap, sedangkan variabel barang (unit
= Q) adalah variabel yang berubah-ubah besarnya.
Dengan demikian berarti jumlah penerimaan adalah fungsi dari jumlah
barang, sehingga (1) semakin besar jumlah barang yang terjual, maka akan
semakin besar pula penerimaannya serta, (2) fungsi bertolak dari titik pangkal,
karena pada penjualan nol maka penerirnaannya juga nol.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka notasi matematis fungsi penerimaan
atau penghasilan penjulan barang adalah sebagai berikut :
R = f(Q) = PQ
Adapun jika pernyataan dan rumusan matematis diatas diukiskan dalam
bentuk grafik akan terlihat seperti pada Gambar 3.19.
Gambar 3.19 : Fungsi penerimaan
Contoh 3.26
Pada suatu jangka waktu tertentu perusahaan PRES-LIAT berhasil
menjual genteng produksinya dengan harga Rp. 90,- per unit. berdasarkan data
tersebut, tentukanlah
a. Fungsi penerimaanya
b. Jumlah penerimaan pada penjualan 5.000 unit
c. Jumlah unit vang terjual jika penerimaannya adalah sebesar Rp. 300.000
dan Rp. 540.000
d. Gambarlah hasil-hasil tersebut di atas
jawab :
a. Fungsi penerimaan : R - PQ
R = 90Q
b. Pada Q
R = 90Q
= 5000
= 90 (5.000)
c. Jika R = 360.000
R = 90Q
360.000 = 90Q
Jika R = 540.000
R = 450.000
Q = 4.000,-
R = 90Q
540.000 = 90Q
Q = 6.000,-
Jadi jumlah unit yang terjual jika penerimaannya, Rp. 360.000,- adalah 4.000
unit.
d. Gambar hasil-hasil tersebut di atas seperti yang terlihat pada gambar 3.20
Gambar 3.20 : Fungsi Penerimaan R= 90Q
6. Hubungan Biaya dan Penerimaan
Biaya dan penerimaan yang telah disinggung dimuka adalah persamaan
yang merupakan fungsi linier dari jumlah produk. dengan asumsi bahwa jumlah
yang diproduksi dapat dijual semua dan bahwa jumlah produk merupakan variabel
independen, sedangkan biaya dan penerimaan sebagai variabel independen, maka
kedua persamaan fungsi tersebut dapat dipertemukan untuk mencari jumlah
penerimaan penjualan barang yang dapat menutup seluruh biaya produksinya atau
mencapai titik impas (break even point R = C). Atau jumlah biaya dan penerimaan
penjualan yang menghasikan efek mengutungkan (R = C), maupun yang
menghasilkan efek merugikan dengan demikian konsep biaya dan penerimaan ini
atau lebih dikenal dengan Analisis Break Even, dapat digunakan untuk
merencanakan penjualan agar perusahaan :
1. Tidak mengalami rugi atau laba (titik impas).
2. Memperoleh laba atau mengalami rugi pada tingkat tertentu
Keterangan tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.21.
Gambar 3.21: Hubungan Biaya dan Penerimaan
(1) Titik impas (Break Even Point = BEP)
Titik impas terjadi pada saat fungsi penerimaan sama dengan fungsi
biaya (R = C), atau efek laba (L) adalah sebesar nol. pada saat tersebut,jumlah
produk dan total rupiah pada biaya dan penerimaan dalam keseimbangan.
dengan demikian, maka :
L
=R-C=0
R
=C
PQ
= k + aQ
PQ-aQ = k
(P-a)Q = k
Hasil lebih lanjut dan proses matematis tersebut adalah dapat diperoleh
titik impas dalam jumlah barang (Q), sehingga dapat dibuat rumusnya sebagai
berikut :
BEP = Q =
k
pa
Kemudian dengan memasukkan hasil BEP dalam Q tersebut ke dalam salah satu
persamaan penerimaan atau biaya, maka dapat diperoleh jumlah rupiah dalam
keseimbangan (BEP). Atau dengan rnenggunakan rumus :
BEP(Rp) =
k
a
1
P
Dengan menggunakan asumsi Yang berbeda dari unsur-unsur penyusun
rumus diatas, maka dapat dibuat variasi rumus yang lain melalui modifikasi
matematis sebagai berikut
 Jika diketahui biaya variabel dalam presentase (%a) dari harga, maka :
BEP(Rp) = Q =
k
(1  %a) P
 Jika diketahui biaya variabel dalam total rupiah, maka:
BEP(Rp) =
k
VC
1
R
Contoh 3.27 :
Dengan menggunkan contoh soal biaya dan penerimaan di muka dapat
diketahui masing-masing fungsi adalah C = 200.000 + 50Q dan R = 90Q.
Hubungkanlah kedua fungsi tersebut untuk memperoleh
a. Titik Break Even (Unit dan Rupiah)
b. Keadaan pada penjualan 4.000 dan 6.000 unit
c. BEP jika Biaya variaibel adalah 60% dari harga
d. BEP jika total penerimaan Rp. 500.000,- sedangkan biaya variabel adalah Rp.
400.000,e. Gambar dari hasil-hasil a dan b
Jawab :
a. BEP dalam unit
BEP = Q
=
k
pa
=
200.000
90  50
Q = 5.000
BEP dalam rupiah :
R
= PQ
= 90 (5.000)
R = 450.000
Atau :
C
= k : 50Q
= 200.000 + 50(5.000)
C = 450.000
Atau juga :
BEP =
=
k
1
a

200.000
50
1
90
BEP
=
BEP
= 450.000
Q = 5.000
Jadi tilik impasnya terjadi pada saat (5.000 - 450.000)
b. Q = 4.000, maka
=R–C
I.(Ru)
= 90Q – (200.000 + 50Q)
= 90(4.000) - 200.00 + 50Q(4.000)
= -40.000
Q = 6.000, maka
=R–C
I.(Ru)
= 90Q – (200.000 + 50Q)
= 90(6.000) - 200.00 + 50Q(6.000)
= -40.000
Jadi pada saat terjadi jumlah produksi (penjualan) sebanyak 4.000 unit
perusahaan mengalami rugi Rp. 40.000,- dan pada tingkat produksi (penjualan)
6.000 unit dapat diperoleh laba sebesar Rp. 40.000,c. VC – 60% (P), BEP = ?
BEP =
=
k
(1  %a ).P
200.000
(1  60%) 90
BEP = 5.556
Jadi jika variabel 60% dari harga maka BEP adalah Rp. 5.556,d. VC = 400.000,- R = 500.000, BEP = ?
BEP
=
k
VC
1
R
200.000
BEP
=
BEP
= 1.000.000
1
400.000
500.000
Jadi jika total penerimaan Rp. 500.000,- dan biaya variabel Rp.
400.000,- maka BEP adalah Rp. 1.000.000
e. Hasil-hasil perhitungan butir a dan b dapat dibuatkan gambarnya seperti pada
Gambar 3.22
(2) Memperoleh Laba Tertentu
Perusahaan yang berproduksi dengan fungsi biaya tertentu, dan
menjualnya dengan fungsi penerimaan tertentu dapat menentukan sejumlah
laba atau keuntungan dari operasinya tersebut. Laba yang ingin dicapai akan
mengakibatkan jumlah penerimaan penjualan produk yang dibutuhkan akan
semakin besar, yaitu menjadi sebesar biaya total ditambah dengan laba
tersebut, atau R = C + Laba.
Jika laba ditentukan berdasarkan sejumlah rupiah tertentu dan dengan
biaya variabel per unit, maka jumlah penjualan yang harus untuk mencapai
laba tersebut ialah :
PQ
= k + Aq + L
(P-a)
=k +L
Q
=
kL
Pa
Jika laba dan biaya variabel ditetapkan berdasarkan tiap unit yang
dijual atau diproduksi (1 dan a), maka jumlah penjualan yang harus dicapai
adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Q=
k
PaL
Sedangakan
jika
laba
ditentukan
berdasarkan
prosentase
(proporsional) terhadap harga (penerimaan/profil margin ), maka jumlah
penjualan yang harus dicapai adalah :
PQ = k + a.Q + 1% PQ
PQ - a.Q - %PQ - k
Q=
k
(1  %1) P  a
Dengan ketentuan bahwa (1 - %.L).P > a
jika besarnya penjualan dalam bentuk satuan uang rupiah, sedangkan labanya
berupa prosentase tertentu dari harga barang (%1). maka rumusannya berubah
menjadi
k
Q=
1
a
 %1
P
Adapun jika biaya variable dan laba diketahui berdasarkan prosentase tertentu
dari harga tertentu dari harga. Maka jumlah penjualan yang barus dicapai
perusahaan adalah :
Q=
k
(1  %a  %1) P
Contoh 4.28
Berdasarkan data pada
contoh 4.25. yaitu fungsi biaya : C = 200.000 + 50Q
dan fungsi R = 90Q, tentukanlah
a. Jumlah penjualan ( Q dan Rp ), jika diinginkan laba Rp. 40.000,b. Jumlah penjualan ( Q dan Rp ). jika diinginkan laba 10% dan 40% dari
harga.
c. Jumlah penjualan ( Q dan Rp ). jika biaya variabel adalah 60% dan laba
yang ingin dicapai 10% dari harga jual.
d. Jumlah penjualan ( Q dan Rp ), jika biaya variabel adalah Rp. 60,-dan laba
yang ingin diperoleh Rp. 10,- per Unit.
Jawab :
a. jika L
Q
= 40.000
=
kL
Pa
=
200000  40000
90  50
Q = 6.000
Jika jumlah penjualan adalah 6.000 unit atau Rp. 540.000,-
b. Jika L = 10%. P :
Q
=
k
(1  %1) P  a
=
200000
(1  10%) 90  50
Q = 6,425
R = 90Q = 90 (6.452)
R= 580.645
Jadi Jumlah penjualan adalah 6.452 unit atau Rp. 580.645
Jika
Q
L
= 40%.P
=
k
(1  %1) P  a
=
200000
(1  40%) 90  50
R = 90Q = 90 ( 50000 )
Q = 50.000
R= 4.500.000
Jadi jumlah penjualan adalah 50.000 unit atau Rp. 4.500.000,c. a = 60%P dan L = 10%P
Q
=
k
(1  %a  %1) P
=
200000
(1  60%  10%) 90
R = 90Q = 90 (7407)
Q = 7.407
R = 666.630
Jadi jumlah penjualan adalah 7 7,407 unit atau Rp 660 630,d. Jika a = 60 dan 1 – 10
Q
=
k
( P  a  1)
=
200000
90  60  10
R = 90Q = 90 (10000)
Q = 10.000
R = 900.000
Jadi jumlah penjualan adalah 10.000 unit atau Rp.900.000,-
7. Pendapatan Dispoabel dari Pendapatan Nasional
Konsumsi dan tabungan dari suatu masyarakat suatu negara adalah
cermin dari pendistribusian pendapatan disposabelnya, yaitu pendapatan
masyarakat yang secara riil dapat dibelanjakan oleh masyarakat tersebut.
semakin besar pendapatan disposabelnya, maka semakin besar pula konsumsi
dan tabungan masyarakat tersebut. Bentuk umumnya hubungan antara ketiga
variabel tersebut adalah sebagai berikut :
Yd = C + S
Untuk Yd = pendapatan disposabel
C = consumption ( konsumsi )
S = saving ( tabungan )
Besarnya
konsumsi
masyarakat
adalah
fungsi
dari
pendapatan
disposabelnya, dengan bentuk umumnya sebagai berikut :
C - f(Yd) = a + b + Yd
Untuk :
a = autonomous consumption
= jumlah konsumsi ( yang tetap ada ) pada saat pendapatan disposabel sebesar
nol
b = marginal propensity to consume (MPC) = keinginan konsumsi marjinal
= tambahan konsumsi yang terjadi dikarenakan adanya tambahan pendapatan
disposabel.
= (  C /  Yd ), yang besarnya antara 0 sampai dengan 1
Sedangkan jumlah tabungan masyarakat (S) diperoleh dari pendapatan
disposabel yang tidak digunakan untuk konsumsi, yaitu sebagai berikut :
Yd = C + S
S =Yd - C
S = Yd – {a + b(Yd)}
S = Yd - a - b(Yd)
S = -a + (1 - b) Yd
Untuk :
a = autonoms saving
= jumlah tabungan pada saat pendapatan disposibel adalah nol
(1 – b) = (1 – MPC)
= Marginal propensity to save (MPS) keinginan menabung
marginal.
= tambahan tabungan yang terjadi karena adanya tambahan
pendapatan
disposibel (  S /  Yd ).
Oleh karena ketiga fungsi diatas merupakan fungsi yang mempunyai
lereng positif, maka garis-garis fungsi akan condong kekanan, atau bergeser dari
kiri bawah kekanan atas, yang jika digambarkan akan melihat seperti pada gambar
4.23.
Persamaan garis Yd = C + S adalah garis yang membentuk sudut 450,
yang membelah tepat diantara sumbu horizontal Yd dengan sumbu vertikal C dan
S, yang mempunyai arti bahwa untuk sembarang nilai Yd besarnya akan sama
dengan penjumlahan nilai C dan S, jika S = 0 dan Yd =50, maka seluruh
pendapatan akan dialokasikan untuk konsumsi yaitu sebesar C= 50, sehingga
fungsi C akan memotong fungsi Yd tepat di titik E (50, 50).
Jika Y1 kurang dari 50 ( misalnya 40 ), maka jumlah konsumsi akan lebih
besar dari pendapatan. Kekurangan untuk konsumsi tersebut diambilkan dari
tabungan yang ada, sehingga jumlah tabungan menjadi negatif (dissaving).
Sebaliknya, jika Yd > 50, maka C < Y1 dan akan mengakibatkan tindakan untuk
menabung (saving), sehingga tabungan menjadi positif.
Pendapatan diposabel pada dasarnya hanya merupakan bagian dari
perhitungan pendapatan nasional, oleh karena pendapatan nasional merupakan
penjumlahan secara keseluruhan pendapatan unit-unit atau sektor-sektor di dalam
suatu negara jika dihuhungkan dengan pendapatan nasional maka pendapatan
disposabel setelah dikurangi dengan kewajiban pajak yang barus dibayarkan oleh
masyarakat bersangkutan (T) dan ditambah dengan pembayaran alihan yang
diberikan oleh pemerintah R. Atau dengan kata lain, pendapatan nasional
masyarakat suatu negara adalah pendapatan dispusabel ditambah dengan pajak
dan dikurangi dengan pembayaran alihan, yakni sebagai berikut :
Yd = Y - T + R
Y = Yd + T - R
Selanjutnya dengan ditambahkanya variabel pajak dan pembayaran alihan
tersebut, maka fungsi komsumsi dapat dimodifikasi menjadi sebagai berikut :
C = a + b.Yd
C = a + b. (Y - T + R )
Demikian pula fungsi tabungan akan berubah menjadi :
S = -a + (1 - b) Yd
S = -a + (1 - b)(Y - T + R)
Seandainya pajak dan pembayaran alihan tidak ada (diabaikan), maka
seluruh pendapatan nasional akan dipergunakan untuk konsumsi dan tabungan.
jadi jika : Yd = Y- T + R
Yd = Y- 0 + 0
Yd + Y
Sehingga : C = a + 1 + bY dan S = -a + (1 + b)Y
Jumlah pajak yang dikenakan oleh pemerintah dan pembayaran alihan
(misalnya subsidi) yang dibayarkan pemerintah dalam bentuknya dapat berupa
nilai tertentu yang besarnya konstan (tetap) dan atau dalam bentuk proposional
(presentase) dari pendapatan
Contoh 4.29
Diketahui fungsi konsumsi masyarakat suatu negara adalah C = 50 + 0,6
Yd, jika pada tingkat pendapatan nasional RP. 410,- pemerintah menarik pajak
Rp. 50,- namun juga memberikan pembayaran alihan Rp. 40, maka hitunglah
a. Total pendapatan riil masyarakat tersebut.
b. Jumlah konsumsi
c. Jumlah tabungan
jawab :
a. Total pendapatan rill masyarakat - Yd
Yd
=Y–T+R
= 410 - 50 + 40
Yd - 4100
Jadi total pendapatan riil masyarakat adalah Rp. 400,b. Jumlah konsumsi = C
C
= 50 + 0.6 Yd
= 50 + 0.6 (400)
C = 290
Jadi jumlah konsumsi adalah Rp. 290,c. Jumlah tabungan = S
S
= Yd – C = 400 -290
S = 110
Atau
S
= -a + (1 + b)Yd
= -50 + (1 + 0.6)
Jadi jumlah tabungan adalah Rp. 110,Contoh 4.30
S = 110
Fungsi konsumsi masyarakat suatu negara di cerminkan oleh C = 0,4Yd + 170,
sedangkan fungsi dari pajaknya adalah T = 0.1 Yd : 100 dari data tersebut
hitunglah:
a. Pendapatan nasional yang menghasilkan jumlah konsumsi sama besarnya
dengan
jumlah tabungan.
b. Pendapatan disposabel.
c. Jumlah konsumsi, tabungan dan pajak :
Jawab :
a. Perhitungan pendapatan national dan adalah :
Yd = Y + T + R
Y = (0,1Y + 100) + 0
Fungsi konsumsi
Yd + 0,9Y + 100
C + 0.4Yd + 170
0.4(0.9Y + 100 ) + 170
Fungsi konsumsi
C = 0.36Y + 130
S = Yd - C
0.9Y - 100 – (0.36Y + 130)
S = 0.54Y - 230
Pada C = S, maka :
0,36 + 130 = 0,54Y - 230
- 0,18Y = 360
Y - 2.000
Jadi jumlah konsumsi dan tabungan akan sama besarnya, apabila pendapatan
nasional dapat tercapai Rp. 2.00,b. Pendapatan disposabel adalah :
Yd
= 0,9Y - 100
= 0,9( 2.000 ) 100
Yd -1.700
jadi pada pendapatan nasional sebesar Rp. 1.700,- maka pendapatan
disposabelnya adalah RP. 1.700,c. Konsumsi adalah :
C
= 0,36Y + 130
= 0. 36(2.000) + 130
C = 850
Atau
C
= 0,4Yd + 170
= 0,4( 1.700) + 170
C = 850
Tabungannya adalah :
S
= Yd - C = 1. 700 - 850
S = 850
Atau
S
= 0.54Y - 230
= 05,4(2.000) + 100
T = 300
Pajaknya adalah :
T
= 0.4Y + 100
= 0.4(2.000) + 100
T = 300
Jadi pada saat pendapatan nasional dapat sebesar RP. 2.00,- maka besarnya
konsumsi Rp. 850,- tabungan Rp. Rp. 850,- dan pajak adalah R p. 3.00,Jika pendapatan nasional dihubungkan dengan seluruh pengeluaran dari
sektor- sektor perekonomian yang, berlangsung digunakan untuk kegiatan
produksi, maka pendapatan dapat diformulasikan sebagai berikut :
Y=C
: Untuk perekonomian satu sektor dari
rumah
tangga (RT).
Y = C + BU
: Untuk perekonomian dua sektor dari RT
dan investasi badan usaha (BU).
Y = C + BU +G
: Untuk perekonomian tiga sektor dari RT,
BU dan pengeluaran pemerintah G.
Y = C + BU + G +(N – M)
: Untuk perekonomian empat sektor dan RT,
BU, G dan perdagangan internasional
berupa
ekspor (X dan impor M)
Seperti halnya pada variabel pajak dan pembayaran alihan dipembahasan
didepan, maka masing-masing variabel pendukung perhitungan pendapatan
nasional tersebut diatas dapat berupa konstanta (tetapan) tertentu maupun fungsi
dari variabel yang bersangkutan, misalnya saja C = a + bY.
Contoh 4.31
Jika diketahui funngsi konsumsi nasional suatu bangsa adalah C = 0,8 Yd
+ 25 serta pajak Rp. 13,- pembayaran alihan Rp. 8,- dan investasi Rp. 20,- maka
pada perekonomian dua sektor, hitunglah
a. Pendapatan nasional dan pendapatan disposabel.
b. Konsumsi pada saat pendapatan nasional tersebut.
Jawab :
a. Perhitungan pendapatan nasional adalah
Yd
=Y–T+R
= Y – 13 + 8
Yd = Y – 5
Pada perekonomian dua sektor :
Y
=C+1
= (0,8Yd + 25) + 20Y
= 0.8(Y – 5) + 45
0,2Y
= 41
Y =205
Pendapatan disposabel adalah :
Yd = Y - 5 = 205
Yd = 200
jadi pada pendapatan nasional sebesar Rp. 205,- maka pendapatan disposabelnya
adalah Rp. 200,
b. Konsumsinya adalah :
C
= 0.8Yd + 25
= 0.8(200) + 25
C = 185
Jadi konsumsi masyarakat pada saat pendapatan nasional sebesar Rp. 205,adalah Rp. 185,-.
Contoh 4.32
Diketahui pasangan ilimpunan antara pendapatan disposabenya dengan
konsumsi suatu masyarakat adalah (20,10).(40,15).(60,20) jika investasi oleh
badan usaha sebesar Rp. 10,- sedangkan nilai ekspor dan import negara tersebut
adalah Rp. 30,- dan Rp. 25,- maka tentukanlah :
a. Fungsi konsumsinya.
b. Posisi neraca perdagangan internasionalnya.
c. Pendapatan nasional.
d. Konsumsinya.
Jawab :
a. Menghitung, MPC = b
MPC = ΔC/ΔYd = (C2 – C1) : (Yd2 – Yd1)
= (15 – 10) : (40 – 20)
MPC + B = 0,25
Menghitung autonomous consumtion : a
C
= a + bYd
= (20.10) : 10 = a + 0.25(20)
Atau C
a=5
= a + bYd
= (40.15) : 15 = a + 0.25(40)
a=5
Sehingga fungsi konsumsinya : C = 5 + 0.25Yd
b. Posisi neraca perdagangan internasional
dicerminkan oleh selisih antara
jumlah ekspor dengan impor jika X = M maka terjadi surplus perdagangan
bagi negara tersebut dan jika X = M maka terjadi defisit dengan demikian
neraca perdagangan negara tersebut :
NP = X – M
= 30 – 25
= 5
Jadi posisi neraca perdagangan negara tersebut adalah surplus Rp 5,c. pendapatan nasional = Y
Y = C +1 + G + (X – M)
= (5 + 0,25 Yd) + 55 + 10 + (30 – 25)
= 0,25Yd + 75
Oleh karena tidak ada pajak dan pembayaran alihan, maka Y sehingga :
Y = 0,25Yd + 75
Y = 0,25Y + 75
= 0,75Y – 75 Y = 100
Jadi pendapatan nasional yang dimaksud adalah Rp. 100,d. konsumsi = C
C = 5 + 0,25Yd (padahal Yd = Y)
= 5 + 0,25(100) C = 30 Jadi konsumsi masyarakat pada saat pendapatan
nasional Rp. 100,- adalah Rp. 30,-
DAFTAR PUSTAKA
1. Allen, R. G. D. 2006. Mathematical Economics, Fift
Edition, Mc Millan, New York.
2. Chiang, Alpha C. 2007. Fundamental Methods of
Mathematical Economics, Mc Graw Hill, New
York.
3. Cissell, Robert and Anggeman, Thomas J. 2002.
Mathematics for Business and Economics.
Honghton Mifflin Company, Boston.
4. Daus, Paul H. 2008. Introduction to Mathematical
Analysis, With Application to Problem of
Economics, Addison Wesley Publishing Company.
Inc. New Jersey.
5. Dayan Anto. 1994. Pengantar Matematika dan
Statistika Jilid 1 dan 2, Edisi Kelima, LP3ES,
Jakarta.
6. Draper, Jean E., and Klingman, Jean S. 2007.
Mathematical Analysis Business and Economics
Applications, Harper and Row, New York.
7. Huang, Davis S. 2004. Introduction to the Use of
Mathematics in Economics Analysis, Sixth Edition,
John Wiley,New York.
8. M. Johanes, Boediono, Sri Handoko. 2004. Pengantar
Matematika untuk Ekonomi, Edisi Kesembilan,
LP3ES, Jakarta.
Download